Tampilkan postingan dengan label amsal 6. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label amsal 6. Tampilkan semua postingan

Minggu, 29 Desember 2024

amsal 6


 dan dengan tiba-tiba, sesaat saja ia diremukkan 

tanpa dapat dipulihkan lagi. 16 Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bah-

kan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hati-Nya: 17 mata sombong, 

lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, 18 

hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera lari me-

nuju kejahatan, 19 seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebo-

hongan dan yang menimbulkan pertengkaran saudara. 

Dalam perikop di atas Salomo memberi tahu kita, 

I. Sifat-sifat dari orang yang jahat terhadap sesamanya dan yang 

berbahaya untuk dihadapi. Jika orang malas, yang tidak berbuat 

apa-apa, harus dikutuk, terlebih lagi orang-orang yang berbuat 

jahat, dan berusaha untuk melakukan segala kejahatan yang 

dapat mereka lakukan. Orang fasiklah yang dibicarakan di sini, 

atau dalam bahasa Ibrani hamba Belial. Demikianlah saya pikir 

kata itu seharusnya diterjemahkan,   sebab  ini merupakan istilah

Kitab Amsal 6:12-19 

 117 

 yang sering kali digunakan dalam Kitab Suci, dan itulah yang me-

rupakan penjelasannya.  

 Amatilah: 

1. Bagaimana seorang hamba Belial digambarkan di sini. Ia ada-

lah orang jahat, yang pekerjaannya melakukan kejahatan, ter-

utama dengan lidahnya, sebab ia berjalan dan mengerjakan 

rancangan-rancangannya dengan mulut serong (ay. 12), de-

ngan dusta dan kesesatan, dan dengan perlawanan langsung 

terhadap Allah dan manusia. Dia mengatakan dan melakukan 

segala sesuatu,  

(1) Dengan amat lihai dan penuh rancangan. Dia memiliki 

kecerdikan si ular, dan melaksanakan rencana-rencananya 

dengan keahlian dan pengaturan yang amat lihai (ay. 13), 

dengan matanya, dengan kakinya, dan dengan jarinya. Dia 

mengungkapkan kebenciannya dengan semua itu jika  

ia tidak berani berbicara (begitu menurut sebagian orang), 

atau, lebih tepatnya, demikianlah ia melaksanakan ren-

cananya. Orang-orang di sekelilingnya, yang dimanfaatkan-

nya sebagai alat-alat kejahatannya, memahami arti jahat 

dari kedipan matanya, ketukan kakinya, dan gerakan-gerak-

an terkecil dari jarinya. Dia memberikan perintah-perintah 

untuk melakukan kejahatan, namun dia sendiri tidak mau 

dianggap melakukannya. Ia mempunyai cara-cara untuk 

menyembunyikan apa yang dilakukannya, supaya ia tidak 

dicurigai. Dia orang yang tertutup, dan menyimpan raha-

sia. Orang-orang yang akan diberi tahu rahasianya hanya-

lah mereka yang mau melakukan apa saja yang diinginkan-

nya dari mereka. Dia orang yang licik, dan menyimpan tipu 

muslihat. Ia mempunyai bahasa tersendiri, yang tidak dike-

tahui, dan tidak mau diketahui, oleh orang jujur.  

(2) Dengan amat keji dan dengan maksud jahat. Bukanlah am-

bisi atau ketamakan yang ada di dalam hatinya, melainkan 

terlebih tipu muslihat, kebencian, dan sifat jahat yang se-

jadi-jadinya. Yang ditujunya bukanlah untuk memperkaya 

dan memajukan dirinya sendiri, melainkan terlebih untuk 

berbuat kejahatan kepada orang-orang di sekitarnya. Dia 

terus-menerus merancangkan satu kejahatan dan kejahatan 

lain, semata-mata demi kejahatan. Sungguh ia seorang 


 118

Belial, hamba Iblis, yang menyerupainya bukan hanya da-

lam kelicikan, melainkan juga dalam kebencian. 

2. Apa hukuman yang akan menimpanya (ay. 15): ia akan ditim-

pa kebinasaan dan akan diremukkan. Barangsiapa meran-

cangkan kejahatan akan jatuh ke dalam kejahatan. Kehancur-

annya akan datang,  

(1) Tanpa peringatan. Kehancuran itu akan datang tiba-tiba: 

sesaat saja ia diremukkan, untuk menghukumnya atas se-

gala tipu muslihat jahat yang dirancangnya untuk men-

jebak orang ke dalam jerat-jeratnya. 

(2) Tanpa kelegaan. Dia akan diremukkan tanpa bisa diperbaiki 

lagi, dan tidak pernah bisa utuh lagi: ia diremukkan tanpa 

dapat dipulihkan lagi. Kelegaan apa yang dapat diharapkan 

oleh orang yang sudah membahayakan semua umat manu-

sia? Ia akan menemui ajalnya dan tidak ada seorang pun 

yang menolongnya (Dan. 11:45). 

II. Rincian tentang hal-hal yang secara khusus menjijikkan bagi 

Allah, yang kesemuanya itu pada umumnya ditemukan pada 

hamba-hamba Belial yang sudah digambarkan Salomo dalam 

ayat-ayat sebelumnya. Dan hal yang terakhir merupakan bagian 

dari sifatnya, yaitu bahwa ia menimbulkan pertengkaran saudara 

(hal yang terakhir ini,   sebab  berada pada urutan ketujuh, tam-

pak sebagai apa yang terutama dimaksudkan, sebab ia berkata 

ada enam, bahkan tujuh). Allah membenci dosa. Ia membenci 

setiap dosa, Ia tidak akan pernah bisa berdamai dengannya. Tidak 

ada hal lain yang dibenci-Nya selain dosa. namun  ada beberapa 

dosa yang secara khusus dibenci-Nya. Semua hal yang disebut-

kan di sini yaitu  dosa-dosa yang menyakiti sesama kita. yaitu  

bukti dari kehendak baik Allah terhadap umat manusia bahwa 

dosa-dosa yang secara khusus membangkitkan amarah-Nya ada-

lah dosa-dosa yang merugikan kenyamanan hidup manusia dan 

warga . Oleh sebab itu, hamba-hamba Belial harus sadar 

bahwa kehancuran mereka akan datang dengan tiba-tiba, dan 

tanpa dapat dipulihkan lagi,   sebab  perbuatan-perbuatan mereka 

dibenci Tuhan dan menjadi kekejian bagi hati-Nya (ay. 16). Hal-hal 

yang dibenci Allah bukanlah dimaksudkan untuk menjadi yang 

Kitab Amsal 6:12-19 

 119 

kita benci dalam diri orang lain, melainkan terlebih harus menjadi 

yang kita benci dalam diri kita sendiri. 

1. Kepongahan, keangkuhan diri, dan penghinaan terhadap 

orang lain – mata sombong. Ada tujuh hal yang dibenci Allah, 

dan kesombongan yaitu  yang pertama,   sebab  itu merupa-

kan dasar dari banyak dosa, dan yang menimbulkannya. Allah 

melihat kesombongan di dalam hati dan membencinya di sana. 

namun , saat  kesombongan itu sudah menjadi sedemikian 

rupa sehingga wajah mereka sendiri memberi kesaksian ten-

tang mereka bahwa mereka berlebihan dalam menghargai diri 

sendiri dan merendahkan semua orang di sekeliling mereka, 

maka hal ini secara khusus dibenci oleh-Nya, sebab dengan 

demikian kesombongan itu bangga akan dirinya sendiri dan 

tidak mengenal rasa malu.  

2. Dusta, penipuan, dan kepura-puraan. sesudah  mata sombong, 

tidak ada lagi yang merupakan kekejian bagi Allah melebihi 

lidah dusta. Tidak ada yang lebih suci dibandingkan  kebenaran, 

atau yang lebih penting bagi perkataan dibandingkan  menyampai-

kan kebenaran. Allah dan semua orang baik membenci dusta 

dan jijik terhadapnya.  

3. Kekejaman dan haus darah. Iblis itu, sejak awalnya, yaitu  

pendusta dan pembunuh (Yoh. 8:44), dan oleh sebab itu, sama 

seperti lidah yang berdusta, demikian pula tangan yang me-

numpahkan darah orang yang tidak bersalah dibenci Allah, 

  sebab  hal-hal ini menampakkan gambar dan rupa Iblis dan 

hal-hal ini menjadi bukti pelayanan kepada Iblis.  

4. Kelicikan dalam merancangkan dosa, hikmat untuk melaku-

kan kejahatan, hati yang membuat rancangan dan kepala yang 

membuat rencana-rencana yang jahat, yang mengenal keda-

laman-kedalaman Iblis dan tahu bagaimana menjalankan se-

cara berhasil persekongkolan yang didasarkan pada ketamak-

an, iri hati, dan balas dendam. Semakin banyak tipu muslihat 

dan rancangan yang terkandung di dalam dosa, semakin dosa 

itu menjadi kekejian bagi Allah. 

5. Semangat dan ketekunan dalam menjalankan dosa – kaki 

yang segera lari menuju kejahatan, seolah-olah takut kehilang-

an waktu atau tidak sabar menunggu apa yang ingin mereka 

lahap dengan rakusnya. Kebijakan dan kewaspadaan, kesung-

guhan dan ketekunan orang-orang berdosa, dalam mengejar-


 120

ngejar hal-hal berdosa, dapat mempermalukan kita yang mela-

kukan kebaikan sehingga dapat membuat kita merasa cang-

gung dan dingin.  

6. Bersaksi palsu, yang merupakan salah satu kejahatan terbesar 

yang dapat dirancangkan oleh pikiran yang jahat. Untuk mela-

wan kejahatan terbesar ini, kita hanya mempunyai benteng 

terkecil. Pasti tidak ada penghinaan yang lebih besar bagi 

Allah (yang kepada-Nya orang bersumpah) atau yang lebih me-

nyakitkan sesama kita (yang semua kepentingannya di dunia 

ini, bahkan yang paling berharga, rentan terhadap serangan 

semacam ini) yang dapat dibandingkan dengan memberikan 

kesaksian palsu dengan sengaja. Ada tujuh hal yang dibenci 

Allah, dan dusta melibatkan dua dari antaranya. Ia membenci-

nya, dan amat membencinya.  

7. Membuat kejahatan di antara sesama saudara dan tetangga, 

dan menggunakan segala sarana kejahatan yang mungkin di-

gunakan, bukan hanya untuk mengasingkan perasaan yang 

satu terhadap yang lain, melainkan juga untuk memancing 

amarah satu sama lain. Allah sumber kasih dan damai mem-

benci orang yang menimbulkan pertengkaran di antara sau-

dara-saudara, sebab Ia suka dengan kerukunan. Orang-orang 

yang dengan bergunjing dan memfitnah menyebarkan cerita-

cerita tidak pantas, membesar-besarkan segala sesuatu yang 

dikatakan dan dilakukan, membangkitkan rasa iri hati serta 

prasangka-prasangka buruk, dan meniup bara pertikaian, ha-

nyalah mempersiapkan api dari semua hal tersebut bagi diri 

mereka sendiri. 

Peringatan-peringatan Orangtua;  

Peringatan-peringatan terhadap Kecemaran 

(6:20-35) 

20 Hai anakku, peliharalah perintah ayahmu, dan janganlah menyia-nyiakan 

ajaran ibumu. 21 Tambatkanlah senantiasa semuanya itu pada hatimu, ka-

lungkanlah pada lehermu. 22 Jikalau engkau berjalan, engkau akan dipim-

pinnya, jikalau engkau berbaring, engkau akan dijaganya, jikalau engkau ba-

ngun, engkau akan disapanya. 23   sebab  perintah itu pelita, dan ajaran itu 

cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan, 24 yang melindungi 

engkau terhadap wanita  jahat, terhadap kelicikan lidah wanita  

asing. 25 Janganlah menginginkan kecantikannya dalam hatimu, janganlah 

terpikat oleh bulu matanya. 26   sebab  bagi seorang sundal sepotong rotilah

Kitab Amsal 6:20-35 

 121 

yang penting, namun  isteri orang lain memburu nyawa yang berharga. 27 Dapat-

kah orang membawa api dalam gelumbung baju dengan tidak terbakar pakai-

annya? 28 Atau dapatkah orang berjalan di atas bara, dengan tidak hangus ka-

kinya? 29 Demikian juga orang yang menghampiri isteri sesamanya; tiada 

seorang pun, yang menjamahnya, luput dari hukuman. 30 Apakah seorang 

pencuri tidak akan dihina, jika  ia mencuri untuk memuaskan nafsunya 

  sebab  lapar? 31 Dan kalau ia tertangkap, haruslah ia membayar kembali tu-

juh kali lipat, segenap harta isi rumahnya harus diserahkan. 32 Siapa melaku-

kan zinah tidak berakal budi; orang yang berbuat demikian merusak diri. 33 

Siksa dan cemooh diperolehnya, malunya tidak terhapuskan. 34   sebab  cem-

buru yaitu  geram seorang laki-laki, ia tidak kenal belas kasihan pada hari 

pembalasan dendam; 35 ia tidak akan mau menerima tebusan suatu pun, dan 

ia akan tetap bersikeras, betapa banyak pun pemberianmu. 

Di sini ada ,  

I.  Nasihat umum untuk mematuhi firman Allah dengan setia dan 

menjadikannya sebagai panduan kita dalam segala tindakan kita. 

1. Kita harus melihat firman Allah baik sebagai cahaya (ay. 23) 

maupun sebagai hukum atau ajaran (ay. 20-23).  

(1) Menurut peringatan-peringatannya, firman itu yaitu  ca-

haya, yang kepadanya pengertian-pengertian kita harus 

tunduk. Firman itu pelita bagi mata kita untuk menying-

kapkan segala sesuatu, dan dengan demikian bagi kaki kita 

untuk mencari arah. Firman Allah menyingkapkan kepada 

kita kebenaran-kebenaran yang pasti dan kekal, dan diba-

ngun di atas akal sehat yang terluhur. Terang firman ada-

lah terang yang pasti.  

(2) Menurut kewenangannya, firman itu yaitu  hukum, yang 

kepadanya kehendak-kehendak kita harus patuh. Seperti 

halnya tidak pernah ada cahaya seperti itu yang bersinar 

dari aliran-aliran filsafat mana pun, demikian pula tidak 

pernah ada hukum seperti itu yang keluar dari takhta raja 

mana pun,   sebab  hukum tersebut begitu tertata dengan 

baik dan begitu mengikat. Hukum itu seperti pelita dan 

cahaya, sebab ia membawa di dalam dirinya sendiri bukti 

akan kebaikannya. 

2.  Kita harus menerimanya sebagai perintah ayah kita dan ajaran 

ibu kita (ay. 20). Itu yaitu  perintah Allah dan hukum-Nya. 

namun ,  

(1) Orangtua kita mengarahkan kita kepadanya, menaruhnya 

di dalam tangan kita, mendidik kita dalam pengetahuan 


 122

dan pelaksanaannya,   sebab  asal usul dan kewajibannya 

yaitu  yang paling sakral. Memang kita percaya bukan 

  sebab  perkataan mereka, sebab kita telah mengujinya 

sendiri dan mendapatinya sebagai firman yang berasal 

dari Allah. namun  kita berutang budi kepada mereka kare-

na telah menyarankannya kepada kita, dan kita melihat 

semua alasan untuk tetap berpegang pada kebenaran 

yang telah kita terima, dengan selalu mengingat orang 

yang telah mengajarkannya kepada kita.  

(2) Peringatan-peringatan, nasihat-nasihat, dan perintah-perin-

tah yang diberikan orangtua kita kepada kita itu sesuai de-

ngan firman Allah, dan oleh sebab itu kita harus berpegang 

teguh padanya. Anak-anak, saat  tumbuh dewasa, harus 

ingat ajaran dari ibu yang baik, dan juga perintah dari ayah 

yang baik (Sir. 3:2). Tuhan telah memuliakan bapa pada anak-

anaknya, dan hak ibu atas para anaknya diteguhkan-Nya.  

3. Kita harus memegang firman Allah dan didikan-didikan baik 

yang telah diberikan orangtua kita kepada kita berdasarkan 

firman itu.  

(1) Kita sekali-kali tidak boleh membuangnya, tidak boleh 

menganggapnya sebagai prestasi yang amat besar (sebagai-

mana sebagian orang menganggapnya) jika  kita berhasil 

melepaskan diri dari kekangan-kekangan pendidikan yang 

baik: “Peliharalah perintah ayahmu, tetaplah memelihara-

nya, dan janganlah pernah meninggalkannya.”  

(2) Kita sekali-kali tidak boleh mengesampingkannya, jangan, 

sekejap pun jangan (ay. 21): tambatkanlah senantiasa se-

muanya itu bukan hanya pada tanganmu (sebagaimana 

yang sudah diperintahkan Musa, Ul. 6:8) melainkan juga 

pada hatimu. Tali sembahyang yang diikatkan pada tangan 

tidaklah bernilai sama sekali jika tidak menimbulkan pikir-

an-pikiran dan perasaan-perasaan yang saleh di dalam 

hati. Di sanalah firman harus tertulis, di sanalah firman 

harus tersembunyi, dan diletakkan dekat dengan hati nurani. 

Kalungkanlah itu pada lehermu, sebagai perhiasan, sebagai 

gelang, atau kalung emas, pada tenggorokanmu (begitu arti 

kata itu). Biarlah firman itu menjadi penjaga di jalan teng-

gorokan itu. Kalungkanlah itu pada tenggorokanmu, agar 

Kitab Amsal 6:20-35 

 123 

tidak ada buah terlarang yang boleh masuk atau kata-kata 

jahat apa pun yang boleh keluar melalui tenggorokan itu. 

Dan dengan demikian engkau akan mencegah banyak 

dosa. Biarlah firman Allah selalu siap sedia bagi kita, dan 

biarlah kita merasakan pengaruh-pengaruhnya yang ter-

tanam pada kita, seperti sesuatu yang diikatkan pada hati 

dan pada leher kita.  

4. Kita harus memanfaatkan firman Allah dan keuntungan yang 

dirancangkan untuk kita melalui firman itu. Jika kita senan-

tiasa mengikatnya pada hati kita, 

(1) Firman Allah akan menjadi pembimbing kita, dan kita ha-

rus mengikuti arahannya. “Jikalau engkau berjalan, engkau 

akan dipimpinnya (ay. 22). Ia akan memimpinmu ke dalam, 

dan memimpinmu di dalam, jalan yang baik dan benar. Ia 

akan memimpinmu keluar, dan memimpinmu dari setiap 

jalan yang berdosa dan berbahaya. Firman itu akan ber-

kata kepadamu, saat  kamu siap untuk menyimpang, ini-

lah jalannya, berjalanlah di dalamnya. Firman itu akan 

menjadi bagimu seperti tiang awan dan tiang api bagi Israel 

di padang gurun. Berilah dirimu dipimpin olehnya, biarlah 

ia menjadi aturanmu, maka kamu akan dipimpin oleh Roh. 

Ia akan menjadi pemantau dan penyokongmu.”  

(2) Firman itu akan menjadi penjaga kita, dan kita harus 

menempatkan diri kita di bawah perlindungannya: “Jikalau 

engkau berbaring, dan menjadi rentan untuk diserang oleh 

kuasa-kuasa gelap yang amat jahat, engkau akan dijaga-

nya. Engkau akan aman dan merasakan demikian.” Jika 

kita mengatur diri kita dengan perintah-perintah dari fir-

man Allah sepanjang hari, dan dengan penuh kesadaran 

hati nurani menjalankan kewajiban yang telah diperintah-

kan Allah kepada kita, maka kita dapat berlindung di ba-

wah janji-janji firman itu pada malam hari, dan mendapat 

penghiburan dari kelepasan-kelepasan yang dikerjakan 

Allah dan yang akan diperintahkan-Nya bagi kita. 

(3) Firman itu akan menjadi teman pengiring kita, dan kita 

harus bercakap-cakap dengannya: “Jikalau engkau bangun 

pada malam hari, dan tidak tahu bagaimana harus mengisi 

waktu terjagamu, jika engkau membuka diri, engkau akan 


 124

disapanya, dan akan dihibur dengan renungan-renungan 

yang menyenangkan pada malam engkau terjaga. Jikalau 

engkau bangun pada pagi hari, dan merencanakan pekerja-

an untuk hari itu, engkau akan disapanya dengan perbin-

cangan mengenai pekerjaan itu, dan akan dibantu untuk 

menyusun rencana yang terbaik (Mzm. 1:2). Firman Allah 

selalu mempunyai sesuatu untuk dikatakan kepada kita 

dalam segala kesempatan, jika saja kita membuka diri 

untuk berbincang-bincang dengannya, mau bertanya apa 

yang hendak dikatakannya, dan bersedia untuk mende-

ngarkannya. Kita akan sangat terbantu untuk berjalan 

dengan dekat dan nyaman bersama Allah sepanjang hari 

jika kita mau memulai dengan Dia pada waktu pagi, dan 

membiarkan firman-Nya menjadi isi pikiran yang pertama-

tama kita pikirkan. jika  aku bangun, masih saja aku 

bersama-sama Engkau. Kita masih bersama-sama dengan-

Nya jika firman-Nya masih bersama-sama dengan kita.  

(4) Firman itu akan menjadi hidup kita. Sebab, sama seperti 

hukum yaitu  cahaya dan pelita untuk saat ini, demikian 

pula teguran yang mendidik itu yaitu  jalan kehidupan. 

Teguran-teguran dari firman tidak hanya menunjukkan 

kesalahan-kesalahan kita namun  juga mendidik kita bagai-

mana berbuat dengan lebih baik. Itu yaitu  jalan yang 

menuju pada kehidupan, kehidupan kekal. Oleh sebab itu, 

jangan sampai teguran-teguran yang senantiasa diberikan 

itu, yang mempunyai kuasa begitu langsung untuk mem-

buat kita bahagia, membuat kita tidak tenang. 

II. Di sini ada peringatan khusus terhadap dosa kenajisan. 

1. jika  kita mempertimbangkan betapa pelanggaran ini sa-

ngat banyak dilakukan, betapa kejinya sifat dari pelanggaran 

itu, betapa berbahayanya akibat yang ditimbulkannya, dan 

betapa pastinya kerusakan yang diakibatkannya bagi semua 

benih kehidupan rohani di dalam jiwa, maka kita tidak akan 

terheran-heran bahwa peringatan-peringatan terhadapnya be-

gitu sering diulang-ulang dan ditanamkan dengan sangat.  

(1) Satu kebaikan besar yang dirancangkan Allah bagi manusia, 

dalam memberi mereka hukum-Nya, yaitu  untuk menjaga 

Kitab Amsal 6:20-35 

 125 

mereka dari dosa ini (ay. 24). “Teguran-teguran yang men-

didik yaitu  jalan kehidupan bagimu,   sebab  teguran-tegur-

an itu dirancang untuk melindungi engkau terhadap perem-

puan jahat. wanita  itu pasti akan mendatangkan kema-

tian kepadamu, dengan tergoda oleh kelicikan lidah perem-

puan asing, yang berpura-pura mencintaimu, namun  sebenar-

nya bermaksud menghancurkanmu.” Orang-orang yang mu-

dah termakan oleh rayuan menjadikan diri mereka sendiri 

sebagai mangsa yang sangat empuk bagi si penggoda. Sebalik-

nya, barangsiapa mau menghindari jerat itu, ia harus mene-

rima teguran-teguran yang sangat mendidik sebagai kebaikan 

besar, dan berterima kasih kepada orang-orang yang mau 

mendidik mereka dengan maksud baik  (Ams. 27:5-6). 

(2) Kebaikan terbesar yang dapat kita lakukan sendiri yaitu  

menjauhkan diri dari dosa ini, dan melihatnya dengan rasa 

takut dan kebencian yang teramat sangat (ay. 25): “Jangan-

lah kiranya engkau menginginkan keelokan wanita  itu 

bahkan di dalam hatimu, sebab, jika engkau menginginkan-

nya, engkau sudah berzinah dengannya di dalam hatimu. 

Janganlah membicarakan pesona-pesona wajahnya, atau 

terpana dengan lirikan-lirikannya yang menawan. Semua 

itu jerat dan perangkap. Janganlah terpikat oleh bulu mata-

nya. Penampilannya yaitu  panah-panah api. Penampilan-

nya itu melukai, membunuh, dalam arti lain dibandingkan  yang 

diartikan oleh sepasang kekasih. Mereka menyebutnya se-

bagai sesuatu yang menawan, namun itu yaitu  penawan 

yang menghancurkan, yang lebih buruk dibandingkan  perbu-

dakan di Mesir.”  

2. Berbagai macam alasan yang dikemukakan Salomo di sini un-

tuk meneguhkan peringatan terhadap dosa persundalan. 

(1) Persundalan yaitu  dosa yang memiskinkan orang, meng-

habiskan harta milik mereka, dan membuat mereka jatuh 

miskin (ay. 26, KJV):   sebab  seorang wanita  sundal, 

seorang laki-laki harus mengemis sepotong roti. Ini sudah 

terjadi pada banyak orang, yang telah menghancurkan 

tubuh dan jiwanya dengan mengorbankan kekayaannya. 

Anak yang hilang menghabiskan harta bendanya dengan 

pelacur-pelacur, sampai membuatnya menjadi salah satu 


 126

kawanan babi. Kemiskinan yang dibawa sendiri oleh kebo-

dohan manusia sudah tentu menekan dengan amat berat 

(Ayb. 31:12).  

(2) Persundalan mendatangkan kematian. Persundalan membu-

nuh manusia: wanita  yang berzinah akan memburu 

nyawa yang berharga (ay. 26, KJV), mungkin dengan sengaja, 

seperti Delilah yang memburu nyawa Simson. Setidak-tidak-

nya, pada akhirnya, dosa persundalan akan menghantam 

nyawa. Perzinahan ditetapkan oleh hukum Musa sebagai ke-

jahatan yang pantas mendapat hukuman mati. Baik laki-laki 

maupun wanita  yang berzinah pasti keduanya akan di-

hukum mati. Semua orang pada waktu itu tahu ini. Oleh 

sebab itu, orang-orang yang, demi memuaskan hawa nafsu 

rendah, membuat diri sendiri terancam oleh hukum Taurat 

itu, dianggap sama saja dengan bunuh diri. 

(3) Persundalan mendatangkan rasa bersalah pada hati nurani 

dan merusakkannya. Orang yang menghampiri isteri sesa-

manya, dengan maksud bejat, tidak akan luput dari hukum-

an (ay. 29).  

[1] Ia sedang terancam bahaya perzinahan, seperti orang 

yang membawa api dalam gelumbung baju, atau yang 

berjalan di atas bara, terancam bahaya terbakar. Jalan 

dosa ini yaitu  jalan yang menurun, dan orang-orang 

yang berani coba-coba menghadapi godaan-godaannya 

hampir tidak akan terhindar dari dosa itu sendiri. Lalat 

dengan bodohnya bertaruh nyawa dengan bermain-

main di atas api. Perzinahan yaitu  jurang yang dalam, 

dan sungguh gila orang yang berani coba-coba mende-

kati tepiannya. Barangsiapa berteman dengan orang-

orang yang terkenal bobrok, yang masuk bersama-sama 

dengan mereka, dan menghampiri mereka, tidak lama 

lagi akan kehilangan kemurniannya. Ia menjebloskan 

dirinya ke dalam godaan, dan dengan demikian melem-

parkan dirinya keluar dari perlindungan Allah.  

[2] Barangsiapa berbuat zinah berada di jalan yang mudah 

untuk menuju kebinasaan. Orang berdosa yang lancang 

berkata, “Aku berani mencoba-coba dosa perzinahan, 

namun tetap terhindar dari hukumannya. Aku akan 

mendapatkan kedamaian meskipun aku terus melaku-

Kitab Amsal 6:20-35 

 127 

kannya.” Ini sama saja dengan berkata, aku akan mem-

bawa api dalam gelumbung baju, namun pakaianku 

tidak akan terbakar, atau berjalan di atas bara, namun 

kakiku tidak akan hangus. Orang yang menghampiri 

isteri sesamanya, bagaimanapun ia memandang dirinya 

sendiri, tidak akan dipandang tidak berdosa oleh Allah. 

Api hawa nafsu mengobarkan api neraka. 

(4) Persundalan menghancurkan nama baik dan membuatnya 

selama-lamanya buruk. Persundalan itu yaitu  dosa yang 

jauh lebih memalukan dibandingkan  mencuri (ay. 30-33). Mung-

kin tidak demikian halnya dalam pandangan manusia, 

setidak-tidaknya tidak di zaman kita ini. Seorang pencuri 

akan dipukuli, dimasukkan ke dalam penjara, dibawa ke 

tiang gantungan, sementara seorang pezinah yang kotor di-

biarkan pergi tanpa dihukum, bahkan, pada banyak orang, 

tanpa mendapat cela. Ia berani bermegah dalam kejahatan-

kejahatannya, dan semua itu hanya dijadikan bahan lelu-

con belaka. namun , dalam pandangan Allah dan hukum-

Nya, perzinahan yaitu  kejahatan yang jauh lebih besar. 

Jika Allah yaitu  sumber kehormatan, maka firman-Nya 

haruslah menjadi ukuran bagi kehormatan itu. 

[1] Adapun dosa mencuri, jika seseorang sampai melaku-

kannya dengan alasan kebutuhan yang amat mende-

sak, jika ia mencuri makanan untuk memuaskan nafsu-

nya   sebab  lapar, walaupun itu tidak akan meluputkan-

nya dari kesalahan, namun   sebab  orang tidak mau 

membesar-besarkannya maka ia tidak akan dihina, tidak 

akan diperlihatkan aibnya, namun  akan dikasihani. Jika 

orang sudah lapar, maka menerobos dinding batu pun 

ia mau, dan yang akan dipersalahkan yaitu  orang-

orang yang menjadikannya miskin, atau yang tidak 

memberinya kelegaan. Bahkan, meskipun ia tidak bisa 

berdalih apa-apa, kalau ia tertangkap mencuri, dan 

buktinya sudah begitu jelas mengarah pada dia, ia ha-

nya harus membayar kembali tujuh kali lipat. Hukum 

Musa menetapkan bahwa orang yang mencuri seekor 

domba harus membayar kembali empat kali lipat, dan 

yang mencuri lembu lima kali lipat (Kel. 22:1). Berda-


 128

sarkan hukum itulah Daud membuat keputusan (2Sam. 

12:6). namun  kita dapat menduga bahwa dalam kasus-

kasus yang tidak mempunyai ketetapan hukum, para 

hakim memutuskan hukuman-hukuman yang sepadan 

dengan kejahatan-kejahatan, sesuai dengan keadilan 

hukum. Nah, jika orang yang mencuri seekor lembu 

dari ladang seseorang harus membayar kembali lima 

kali lipat, maka wajar kalau orang yang mencuri harta 

benda seseorang dari rumahnya harus membayar kem-

bali tujuh kali lipat. Sebab tidak ada hukum yang dapat 

menghukum mati dia, seperti yang ada pada kita, untuk 

kejahatan mencuri dan merampok di tengah jalan. Me-

ngenai jenis pencurian yang terburuk inilah Salomo 

berbicara di sini. Hukuman yang terbesar yaitu  jika 

orang dipaksa untuk menyerahkan segenap harta isi ru-

mahnya untuk memenuhi tuntutan hukum, dan darah-

nya halal untuk ditumpahkan. Akan namun ,  

[2] Berbuat zinah yaitu  kejahatan yang lebih jahat. Ayub 

menyebutnya demikian, dan merupakan kejahatan yang 

patut dihukum oleh hakim (Ayb. 31:11). saat  Natan 

hendak mempersalahkan Daud atas kejahatan per-

zinahannya, dia melakukannya melalui perumpamaan 

tentang kasus pencurian yang teramat dibesar-besar-

kan, yang, menurut Daud, pantas mendapat hukuman 

mati (2Sam. 12:5). Lalu Natan menunjukkan kepada 

Daud bahwa dosanya jauh lebih berat dibandingkan  kasus 

pencurian itu. Pertama, perzinahan merupakan peng-

hinaan yang jauh lebih besar terhadap akal budi manu-

sia, sebab ia tidak dapat berdalih untuknya, sebagai-

mana yang dapat dilakukan pencuri, dengan berkata 

bahwa ia mencuri demi memuaskan rasa laparnya. Te-

tapi orang yang berzinah harus mengaku bahwa ia me-

lakukannya untuk memuaskan hawa nafsu kebinatang-

an yang mau menghancurkan belenggu hukum Allah, 

bukan   sebab  kebutuhan, melainkan   sebab  kejalang-

an. Oleh sebab itu, siapa melakukan zinah tidak berakal 

budi, dan pantas direndahkan sebagai orang yang keter-

laluan bodoh. Kedua, perzinahan dihukum dengan lebih 

berat oleh hukum Allah. Seorang pencuri cuma harus 

Kitab Amsal 6:20-35 

 129 

membayar uang denda, namun  seorang pezinah harus 

menanggung hukuman mati. Pencuri mencuri untuk 

memuaskan nafsunya (KJV: memuaskan jiwanya – pen.), 

namun  pezinah merusak diri (KJV: menghancurkan jiwa-

nya sendiri – pen.) dan jatuh sebagai korban yang tidak 

dikasihani baik oleh keadilan Allah maupun manusia. 

“Hai orang berdosa, engkau telah menghancurkan diri-

mu sendiri.” Hal ini bisa diterapkan pada kematian roh-

ani dan kekal, yang merupakan akibat dosa. Orang yang 

berbuat demikian melukai hati nuraninya, merusak ke-

kuatan akal budinya, memadamkan semua percikan api 

kehidupan rohani, dan membuat dirinya terbuka ter-

hadap murka Allah selama-lamanya, dan dengan demi-

kian menghancurkan jiwanya sendiri. Ketiga, aib perzi-

nahan tidak akan terhapuskan (ay. 33). Perzinahan akan 

menggoreskan luka pada nama baiknya, kecemaran pada 

keluarganya, dan, walaupun kesalahannya dapat diha-

puskan melalui pertobatan, celanya tidak akan pernah 

bisa, namun  akan melekat pada ingatan tentang dia sesudah  

dia tiada. Dosa Daud dalam perkara yang menyangkut 

Uriah tidak hanya menjadi noda yang terus menempel 

pada sifatnya sendiri, namun  juga memberikan kesem-

patan bagi musuh-musuh Tuhan untuk mencela nama-

nya.  

(5) Perzinahan membuat si pezinah berhadapan dengan amuk-

an suami yang cemburu, yang kehormatannya telah ia hina 

(ay. 34-35). Orang yang menyentuh istri sesamanya dan 

menjadi akrab dengannya, memberikan alasan bagi suami-

nya untuk cemburu, apalagi kalau istrinya itu diperlaku-

kan dengan tidak senonoh. Sekalipun disembunyikan ra-

pat-rapat, perzinahan itu dapat diketahui dengan air pahit 

yang mendatangkan kutuk (Bil. 5:12). “jika  ketahuan, 

maka akan lebih baik jika engkau bertemu dengan seekor 

beruang yang kehilangan anak-anaknya dibandingkan  dengan 

seorang suami yang terhina, yang, dalam masalah per-

zinahan, ingin membalas dengan cara kejam demi kehor-

matannya sendiri seperti yang ingin dilakukan orang dalam 

perkara pembunuhan untuk membalaskan darah saudara-

nya. Jika engkau tidak takut pada murka Allah, takutlah 


 130

pada geram seorang laki-laki. Seperti itulah kecemburuan. 

Ia kuat seperti maut, dan gigih seperti dunia orang mati. 

Pada hari pembalasan dendam, saat  si pezinah diadili 

atas kehidupannya, sang penuntut tidak akan berpayah-

payah dalam menjatuhkan tuntutannya, tidak akan ber-

belas kasihan kepadamu, sebagaimana yang mungkin akan 

dirasakannya terhadap orang yang sudah merampoknya. Ia 

tidak akan setuju dengan pemberian pengurangan hukum-

an. Ia tidak akan mau menerima tebusan apa pun. Meski-

pun engkau menawarkan suap kepadanya, dan memberi-

nya banyak pemberian untuk menenangkannya, ia akan 

tetap bersikeras dan tidak akan puas dengan apa pun 

sampai hukum dijalankan. Engkau harus dirajam sampai 

mati. Jika orang harus menyerahkan segenap harta isi ru-

mahnya, itu bisa menebus pencurian (ay. 31), namun  tidak 

untuk perzinahan. Dalam kasus perzinahan, harta itu akan 

dianggap hina sama sekali. Oleh   sebab  itu, biarlah kamu 

marah, namun  jangan berbuat dosa. Janganlah membiarkan 

dirimu terbuka terhadap semua kesengsaraan ini demi 

kenikmatan mesum yang hanya sesaat, yang pada akhir-

nya akan menjadi kepahitan.”   

 

PASAL  7  

aksud dari pasal ini yaitu , sama seperti beberapa pasal sebe-

lumnya, untuk memperingatkan orang muda terhadap hawa 

nafsu kedagingan. Salomo ingat akan akibat buruk dari hawa nafsu 

itu bagi ayahnya, mungkin ia mengalaminya sendiri, dan melihat 

anaknya kecanduan hawa nafsu itu. Atau setidak-tidaknya ia sudah 

mengamati betapa banyak orang muda yang bermasa depan cerah di 

antara hamba-hambanya telah dihancurkan oleh hawa nafsu itu. 

Oleh sebab itu, ia berpikir bahwa ia tidak akan berhenti berusaha 

menjauhkan siapa saja dari hawa nafsu itu, “supaya kita masing-

masing mengambil seorang wanita  menjadi istri kita sendiri dan 

hidup di dalam pengudusan dan penghormatan, dan bukan di dalam 

hawa nafsu kenajisan.” Dalam pasal ini kita mendapati, 

I. Nasihat umum untuk membuat pikiran kita dibimbing dan 

diatur oleh firman Allah, sebagai penangkal ampuh terhadap 

dosa ini (ay. 1-5).  

II. Gambaran khusus tentang bahaya besar yang mengancam 

anak-anak muda yang tidak waspada jika mereka terseret ke 

dalam jerat ini (ay. 6-23).  

III. Peringatan sungguh-sungguh yang disimpulkan dari sini, da-

lam bagian penutup, untuk berjaga-jaga terhadap segala se-

suatu yang menjurus kepada dosa ini (ay. 24-27).  

Kita semua harus berdoa, “Tuhan, janganlah membawa kami ke 

dalam pencobaan ini.” 


 132

Firman Allah Disarankan  

(7:1-5) 

1 Hai anakku, berpeganglah pada perkataanku, dan simpanlah perintahku 

dalam hatimu. 2 Berpeganglah pada perintahku, dan engkau akan hidup; 

simpanlah ajaranku seperti biji matamu. 3 Tambatkanlah semuanya itu pada 

jarimu, dan tulislah itu pada loh hatimu. 4 Katakanlah kepada hikmat: “Eng-

kaulah saudaraku” dan sebutkanlah pengertian itu sanakmu, 5 supaya eng-

kau dilindunginya terhadap wanita  jalang, terhadap wanita  asing, 

yang licin perkataannya. 

Ayat-ayat di atas merupakan pengantar untuk menyampaikan peri-

ngatan melawan hawa nafsu kedagingan, hampir sama dengan peri-

ngatan dalam pasal 6:20, dst., dan berakhir dengan ay. 5, sama se-

perti dalam pasal sebelumnya (ay. 24), dengan kata-kata ini, supaya 

engkau dilindunginya terhadap wanita  asing. Itulah yang ingin 

ditujunya. Hanya saja dalam pasal sebelumnya dia berkata, pelihara-

lah perintah ayahmu, di sini (yang arti keduanya sama saja), berpe-

ganglah pada perintahku, sebab ia berbicara kepada kita seperti ke-

pada anak-anak. Dia berbicara di dalam nama Allah. Sebab, perintah-

perintah Allah-lah yang harus kita pegang, perkataan-Nya, hukum-

Nya. Firman Allah haruslah menjadi bagi kita,  

1. Seperti layaknya apa yang kita jaga dengan teramat hati-hati. Kita 

ha menjaganya sebagai harta kita. Kita harus menyimpan perin-

tah-perintah Allah bersama kita, menyimpannya dengan aman, 

agar firman-Nya itu tidak dirampok dari kita oleh si jahat (ay. 1). 

Kita harus menjaganya sebagai hidup kita: berpeganglah pada 

perintahku, dan hiduplah (ay. 2, KJV), bukan hanya, “Berpeganglah 

pada perintahku, maka engkau akan hidup” namun  juga, “Berpe-

ganglah pada perintahku seperti engkau menjaga hidupmu, seper-

ti orang yang tidak dapat hidup tanpanya.” Bagi orang baik, hal 

itu sama saja dengan kematian jika firman Allah direnggut dari 

dia, sebab dengan firman itulah ia hidup, dan bukan dengan roti 

saja. 

2. Seperti layaknya apa yang kita rawat baik-baik: simpanlah ajaran-

ku seperti biji matamu. Benda kecil akan menyakiti mata, dan oleh 

sebab itu alam menjaganya dengan begitu hati-hati. Kita berdoa, 

bersama Daud, agar Allah memelihara kita seperti biji mata-Nya 

(Mzm. 17:8), agar hidup dan penghiburan kita berharga dalam 

pandangan-Nya. Dan akan demikianlah jadinya (Za. 2:8) jika kita 

juga menghargai dan berpegang pada hukum-Nya, dan takut 

Kitab Amsal 7:1-5 

 133 

melanggarnya sedikit saja. Orang-orang yang mencela cara hidup 

yang ketat dan berhati-hati dan menganggapnya sebagai kesak-

samaan yang tidak perlu, tidak memandang hukum itu harus 

dipelihara seperti biji matanya. Padahal, justru itulah biji mata 

kita. Hukum itu yaitu  terang. Hukum di dalam hati yaitu  mata 

jiwa.  

3.  Seperti layaknya apa yang kita bangga-banggakan dan akan se-

lalu kita ingat (ay. 3): “Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu. 

Biarlah semua itu berharga bagimu. Pandanglah itu sebagai per-

hiasan, sebagai cincin berlian, sebagai cincin meterai pada tangan 

kananmu. Pakailah itu senantiasa sebagai cincin perkawinanmu, 

sebagai lambang perkawinanmu dengan Allah. Pandanglah firman 

Allah sebagai sesuatu yang memberikan kehormatan kepadamu, 

sebagai panji martabatmu. Tambatkanlah semuanya itu pada jari-

mu, untuk senantiasa mengingatkanmu akan kewajibanmu, agar 

engkau selalu dapat memandangnya, sebagai sesuatu yang dilu-

kiskan di telapak tanganmu.” 

4.  Seperti layaknya apa yang kita gemari dan senantiasa kita pikir-

kan: tulislah itu pada loh hatimu, sebagaimana yang kita perbuat 

dengan nama teman-teman yang amat kita kasihi, yang kita kata-

kan, tertulis di dalam hati kita. Hendaklah perkataan Allah diam 

dengan segala kekayaannya di antara kita, dan tertulis di tempat 

di mana ia akan selalu siap sedia untuk dibaca. Di mana tertulis 

dosa (Yer. 17:1), biarlah di situ tertulis firman Allah. Hal ini sudah 

dijanjikan (Ibr. 8:10, Aku akan menuliskan hukum-Ku dalam hati 

mereka), dan ini membuat aturan tadi mudah dan dapat dilaku-

kan.  

5.  Seperti layaknya apa yang kita kenal dengan akrab dan amat kita 

pedulikan (ay. 4): “Katakanlah kepada hikmat: ‘Engkaulah sau-

daraku,’ yang amat kukasihi dan kusenangi. Dan sebutkanlah 

pengertian itu sanakmu, yang dengannya engkau berkerabat de-

kat, dan yang untuknya engkau menyimpan kasih sayang yang 

murni. Sebutlah dia sebagai temanmu, yang engkau sayangi.” Kita 

harus mengakrabkan diri dengan firman Allah, meminta nasihat 

darinya, mempertimbangkan kehormatannya, dan bersuka jika 

bercakap-cakap dengannya.  

6.  Seperti layaknya apa yang kita pakai sebagai tameng dan pelin-

dung kita, untuk menjaga kita dari wanita  asing, dari dosa, 

yang menyanjung namun menghancurkan itu, dari si wanita  


 134

sundal itu, dan terutama dari dosa kenajisan (ay. 5). Biarlah fir-

man Allah memperkuat kengerian kita terhadap dosa itu dan 

tekad-tekad kita untuk melawannya. Biarlah firman itu menying-

kapkan kepada kita kepalsuan-kepalsuannya dan memberi kita 

jawaban bagaimana menghadapi rayuan-rayuannya. 

Orang Muda yang Bodoh;  

Godaan-godaan wanita  Sundal 

(7:6-23) 

6   sebab  saat  suatu waktu aku melihat-lihat, dari kisi-kisiku, dari jendela 

rumahku, 7 kulihat di antara yang tak berpengalaman, kudapati di antara 

anak-anak muda seorang teruna yang tidak berakal budi, 8 yang menyebe-

rang dekat sudut jalan, lalu melangkah menuju rumah wanita  semacam 

itu, 9 pada waktu senja, pada petang hari, di malam yang gelap. 10 Maka 

datanglah menyongsong dia seorang wanita , berpakaian sundal dengan 

hati licik; 11 cerewet dan liat wanita  ini, kakinya tak dapat tenang di ru-

mah, 12 sebentar ia di jalan dan sebentar di lapangan, dekat setiap tikungan 

ia menghadang. 13 Lalu dipegangnyalah orang teruna itu dan diciumnya, 

dengan muka tanpa malu berkatalah ia kepadanya: 14 “Aku harus memper-

sembahkan korban keselamatan, dan pada hari ini telah kubayar nazarku 

itu. 15 Itulah sebabnya aku keluar menyongsong engkau, untuk mencari eng-

kau dan sekarang kudapatkan engkau. 16 Telah kubentangkan permadani di 

atas tempat tidurku, kain lenan beraneka warna dari Mesir. 17 Pembaringan-

ku telah kutaburi dengan mur, gaharu dan kayu manis. 18 Marilah kita me-

muaskan berahi hingga pagi hari, dan bersama-sama menikmati asmara. 19 

  sebab  suamiku tidak di rumah, ia sedang dalam perjalanan jauh, 20 sekan-

tong uang dibawanya, ia baru pulang menjelang bulan purnama.” 21 Ia mera-

yu orang muda itu dengan berbagai-bagai bujukan, dengan kelicinan bibir ia 

menggodanya. 22 Maka tiba-tiba orang muda itu mengikuti dia seperti lembu 

yang dibawa ke pejagalan, dan seperti orang bodoh yang terbelenggu untuk 

dihukum, 23 sampai anak panah menembus hatinya; seperti burung dengan 

cepat menuju perangkap, dengan tidak sadar, bahwa hidupnya terancam. 

Di sini Salomo, untuk meneguhkan peringatan yang sudah diberikan-

nya terhadap dosa persundalan, menyampaikan sebuah cerita ten-

tang seorang anak muda yang benar-benar hancur oleh rayuan-rayu-

an seorang wanita  sundal. Cerita seperti ini pasti akan dijadikan 

sandiwara oleh pujangga-pujangga cabul dan seronok pada zaman 

kita, dan bagi mereka pelacur itulah yang akan menjadi pahlawan-

nya. Tidak ada hal lain yang lebih menghibur para penonton, atau 

memberi mereka hiburan yang begitu segar, selain dari cara perem-

puan sundal ini merayu anak muda itu dan memperdayai sang pe-

muda terhormat dari negeri itu. Semua keberhasilan wanita  itu 

dalam menaklukkan laki-laki akan dirayakan sebagai kemenangan 

asmara yang penuh kecerdikan, dan cerita lucu itu akan berakhir 

dengan sangat menyenangkan. Dan setiap pemuda yang menonton-

Kitab Amsal 7:6-23 

 135 

nya pasti ingin dihampiri seperti itu. Demikianlah orang bodoh men-

jadikan dosa sebagai bahan olok-olok. namun  di sini Salomo mem-

bahas perkara ini, dan semua orang bijak dan baik membacanya 

sebagai cerita yang amat menyedihkan. Kekurangajaran wanita  

sundal itu sudah sangat sewajarnya dipandang, oleh semua orang 

yang memiliki secercah kebajikan dalam diri mereka, dengan kema-

rahan yang teramat sangat. Sedangkan betapa mudahnya pemuda 

itu tergoda harus dipandang dengan rasa kasihan yang sangat. Cerita 

tersebut kemudian ditutup dengan renungan-renungan yang sedih, 

cukup untuk membuat semua orang yang membaca dan mendengar-

kannya merasa ngeri terhadap jerat hawa nafsu kedagingan, dan 

berusaha dengan hati-hati untuk menjauhkan diri sejauh mungkin 

darinya. Cerita ini dianggap sebagai sebuah perumpamaan, atau 

kejadian yang direka-reka, namun  bagi saya cerita itu terasa sungguh 

benar. Yang lebih buruk lagi, bahwa kendati dengan peringatan yang 

diberikannya akan akibat-akibat yang mematikan dari jalan-jalan 

yang fasik seperti itu, cerita ini tetap saja sering terjadi, dan kaki 

tangan neraka masih memainkan permainan yang sama dengan ke-

berhasilan yang serupa. 

Salomo yaitu  seorang hakim, dan, sebagai hakim, ia memeriksa 

segala tingkah laku para bawahannya, sering menengok melalui jen-

delanya, agar ia dapat melihat dengan matanya sendiri dan mencatat 

perilaku orang-orang yang tidak menyangka bahwa mereka sedang 

diawasinya. Dengan demikian, ia akan tahu dengan lebih baik bagai-

mana membuat pedang yang dihunusnya menjadi kengerian bagi 

para pembuat kejahatan. namun  di sini ia menulis sebagai seorang 

hamba Tuhan, seorang nabi, yang tugasnya seperti penjaga, untuk 

memberikan peringatan akan mendekatnya musuh-musuh, dan ter-

utama di mana mereka bersembunyi untuk menyergap, agar kita 

tidak lengah terhadap rancangan-rancangan Iblis, namun  tahu di 

mana kita harus meningkatkan kewaspadaan kita. Hal ini dilakukan 

Salomo di sini, di mana kita dapat mencermati gambaran yang diberi-

kannya, 

I.   Tentang orang yang digoda, dan bagaimana dia menjadikan diri-

nya rentan terhadap godaan itu, dan oleh sebab itu harus mem-

persalahkan dirinya sendiri jika semua ini berakhir dengan kebi-

nasaannya. 


 136

1. Ia seorang teruna (ay. 7). Hawa nafsu kedagingan disebut seba-

gai nafsu orang muda (2Tim. 2:22), bukan untuk memperlu-

naknya sebagai kenakalan anak muda, dan oleh sebab itu 

dapat dimaafkan, melainkan terlebih untuk memperberatnya, 

sebagai sesuatu yang dirampas dari Allah waktu kita yang per-

tama dan terbaik. Dengan merusak pikiran saat  masih lem-

but, hawa nafsu meletakkan landasan untuk hidup yang buruk 

sesudahnya. Juga, dengan menamakannya nafsu orang muda, 

hal ini untuk menunjukkan bahwa anak muda haruslah secara 

khusus memperkuat tekad-tekad mereka melawan dosa ini. 

2. Ia seorang teruna yang tidak berakal budi, yang pergi ke dalam 

dunia tanpa dibekali dengan hikmat dan takut akan Allah 

seperti yang seharusnya, dan dengan demikian berpetualang 

ke tengah laut tanpa barang pemberat, tanpa nahkoda, tanpa 

tali, atau kompas penunjuk arah. Ia tidak tahu bagaimana 

menjauhi kejahatan, yang merupakan akal budi terbaik (Ayb. 

28:28). Orang-orang yang menjadi mangsa empuk bagi si Iblis 

yaitu  mereka yang saat  sudah dewasa masih mempunyai 

pengertian seperti anak-anak.  

3. Ia terus bergaul di dalam pergaulan yang buruk. Ia seorang 

teruna di antara anak-anak muda, seorang teruna bodoh di an-

tara yang tak berpengalaman. Seandainya,   sebab  sadar akan 

kelemahannya sendiri, ia bergaul dengan orang-orang yang 

lebih tua dan lebih bijaksana dibandingkan  dirinya sendiri, maka 

akan ada harapan baginya. Kristus, pada umur dua belas ta-

hun, bercakap-cakap dengan alim ulama, untuk menjadi tela-

dan bagi orang-orang muda dalam hal ini. namun , jika orang-

orang yang tidak berpengalaman memilih orang-orang yang 

seperti mereka sendiri sebagai sahabat-sahabat mereka, maka 

mereka akan tetap seperti itu, dan mengeras dalam keadaan 

mereka itu.  

4. Dia berjalan luntang-lantung dan tidak mempunyai apa-apa 

untuk dikerjakan, sehingga menyeberang dekat sudut jalan se-

perti orang yang tidak tahu bagaimana mengatur diri sendiri. 

Salah satu dosa Sodom yang kotor yaitu  kemalasan yang 

berlimpah-limpah (Yeh. 16:49, KJV). Ia pergi dengan berpakaian 

necis dan mentereng, begitu (seperti yang disebutkan) arti dari 

kata itu. Dia tampil sebagai pesolek yang rapih dan menawan, 

Kitab Amsal 7:6-23 

 137 

berpakaian bagus dan berjalan dengan sok. Benar-benar mang-

sa yang cocok bagi si burung pemangsa itu.  

5. Dia orang yang suka keluar malam, yang membenci dan men-

cemooh pekerjaan yang harus dilakukan saat hari terang, yang 

sesudah  itu akan datang senja memanggil orang untuk pulang 

dan beristirahat. Begitulah,   sebab  bersekutu dengan pekerja-

an-pekerjaan kegelapan yang sia-sia, ia mulai bergerak pada 

waktu senja, pada petang hari (ay. 9). Dia memilih malam yang 

gelap dan pekat sebagai waktu yang paling cocok untuk tuju-

annya, bukan juga malam yang diterangi sinar bulan,   sebab  

takut dilihat orang.  

6. Dia membelokkan arahnya ke rumah seseorang yang disang-

kanya akan menghiburnya, dan yang dengannya ia bisa berse-

nang-senang. Ia menyeberang dekat sudut jalan, menuju ru-

mah wanita  semacam itu (ay. 8), bertentangan dengan 

nasihat Salomo (5:8), janganlah menghampiri pintu rumahnya. 

Mungkin dia tidak tahu bahwa itu yaitu  jalan menuju se-

buah rumah yang keji, namun , sekalipun demikian, ia tidak 

mempunyai urusan apa-apa untuk ke jalan itu. Bila kita tidak 

mempunyai apa-apa untuk dikerjakan, maka Iblis dengan ce-

pat akan mendapatkan sesuatu untuk kita kerjakan. Kita ha-

rus berjaga-jaga, bukan hanya terhadap hari-hari yang santai, 

melainkan juga terhadap malam-malam yang dijalani tanpa 

kegiatan, supaya jangan itu menjadi jalan masuk ke dalam 

pencobaan. 

II.   Tentang orang yang menggoda, bukan seorang pelacur biasa, 

sebab dia istri orang (ay. 19). Dari semua yang tampak, ia mem-

punyai nama baik di antara para tetangganya, tidak dicurigai me-

lakukan kejahatan apa pun yang seperti itu. Namun, pada waktu 

senja, pada petang hari, saat  suaminya pergi jauh, ia berbuat 

lancang dengan begitu menjijikkan. Di sini dia digambarkan, 

1. Melalui pakaiannya. Dia berpakaian sundal (ay. 10), mencolok 

dan menyilaukan, untuk memamerkan kecantikannya. Ba-

rangkali ia berhias seperti Izebel, dan keluar dengan leher dan 

dada telanjang, berpakaian longgar dan tembus pandang. Ke-

murnian hati akan menunjukkan diri dalam kesederhanaan 

pakaian, seperti yang layak bagi wanita  yang beribadah. 


 138

2. Melalui tipu muslihat dan kelihaiannya. Dia berhati licik, me-

nguasai segala cara untuk merayu, dan tahu bagaimana men-

capai maksud-maksudnya yang hina dengan semua bujuk 

rayunya itu. 

3. Melalui sikap dan pembawaannya. Cerewet dan liat wanita  

ini, bawel dan degil, berisik dan menyusahkan, keras hati dan 

keras kepala, banyak bicara, dan ingin menuruti semua ke-

hendaknya, entah benar atau salah. Ia tidak sabar dengan 

teguran dan pengawasan, dan tidak tahan dinasihati, apalagi 

ditegur, oleh suami atau orangtua, oleh hamba Tuhan atau te-

man. Dia yaitu  seorang wanita  dursila, yang tidak tahan 

menanggung kuk.  

4. Melalui tempatnya, bukan rumahnya sendiri. Ia benci dengan 

batasan dan pekerjaan rumah. Kakinya tak dapat tenang di 

sana lebih lama dibandingkan  yang seharusnya. Maunya cuma 

pergi ke luar, berpindah-pindah tempat dan berganti-ganti te-

man. Sebentar ia di lapangan, dengan berdalih ingin meng-

hirup udara segar, sebentar ia di jalan, dengan berdalih ingin 

melihat kegiatan di pasar. Sebentar ia ada di sini, sebentar ada 

di sana, dan di tempat-tempat lain selain di mana seharusnya 

ia berada. Dekat setiap tikungan ia menghadang, untuk meng-

hampiri orang yang dapat dimangsanya. Kebajikan terasa se-

perti hukuman penebus dosa bagi mereka yang kalau berada 

di rumah merasa seperti berada di penjara.  

III. Tentang godaan itu sendiri dan bagaimana wanita  itu meng-

aturnya. Dia bertemu dengan anak muda yang membara. Mung-

kin dia mengenalnya. Namun bagaimanapun juga, ia tahu dari 

pakaiannya bahwa anak muda itu persis seperti orang yang di-

idam-idamkannya. Maka, dipegangnyalah leher teruna itu dan di-

ciumnya, bertentangan dengan segala aturan sopan-santun (ay. 

13). Ia tidak menunggu datangnya pujian dan rayuan dari teruna 

itu, namun  dengan muka tanpa malu mengundangnya bukan ha-

nya ke rumahnya, melainkan juga ke tempat tidurnya. 

1. Dia membujuknya untuk makan dan minum bersamanya (ay. 

14-15): aku harus mempersembahkan korban keselamatan. De-

ngan ini ia ingin menunjukkan kepada teruna itu,  

Kitab Amsal 7:6-23 

 139 

(1) Kekayaannya yang berlimpah, bahwa ia dikelilingi dengan 

begitu banyak berkat sehingga mempunyai kesempatan un-

tuk mempersembahkan korban keselamatan, sebagai per-

tanda sukacita dan rasa syukur. Ia mempunyai banyak 

harta benda, sehingga teruna itu tidak usah takut ia akan 

mencopetnya.  

(2) Pengakuannya akan kesalehannya. Dia baru saja dari bait 

Allah pada hari itu, dan dihormati di sana seperti layaknya 

orang lain yang menyembah di pelataran Tuhan. Dia sudah 

membayar nazarnya, dan, seperti yang disangkanya, sudah 

melunasi semua utangnya kepada Allah Yang Mahakuasa, 

dan oleh sebab itu dapat melakukan dosa-dosa baru lagi. 

Perhatikanlah, jika pelaksanaan-pelaksanaan lahiriah dari 

ibadah agama tidak mengeraskan manusia melawan dosa, 

maka itu akan mengeraskan mereka di dalamnya. Hal ini 

juga akan membuat hati yang penuh dengan kedagingan 

berani mencoba-cobanya, dengan berharap bahwa saat  

mereka datang menghadap Allah untuk memperhitungkan 

segala sesuatunya, Ia akan didapati berutang kepada mere-

ka atas persembahan-persembahan korban keselamatan 

dan nazar-nazar mereka, sebanyak mereka berutang kepa-

da-Nya atas dosa-dosa mereka. namun  sungguh menyedih-

kan bahwa pamer kesalehan harus menjadi tempat ber-

naung bagi kejahatan (yang sebenarnya melipatgandakan 

aibnya, dan semakin menjadikannya berdosa), dan bahwa 

manusia harus membungkam hati nurani mereka dengan 

hal-hal yang seharusnya justru membuat mereka tergon-

cang. Orang-orang Farisi mengucapkan doa yang panjang-

panjang, agar mereka dapat terus menjalankan ketetapan-

ketetapan mereka yang penuh dengan ketamakan dan 

amat menyusahkan. Menurut hukum Taurat, bagian terbe-

sar dari daging persembahan korban keselamatan harus di-

kembalikan kepada yang memberikan persembahan, untuk 

berpesta bersama teman-teman mereka, dan (seandainya 

itu daging korban syukur) harus dimakan semua pada hari 

dipersembahkannya daging itu dan sedikit pun dari pada-

nya tidak boleh ditinggalkan sampai pagi (Im. 7:15). Hukum 

kasih dan kemurahan hati ini disalahgunakan untuk me-

nutup-nutupi kerakusan dan keberlebihan: “Mari,” kata-


 140

nya, “pulanglah denganku,   sebab  aku mempunyai cukup 

banyak makanan dan minuman, dan hanya ingin mencari 

teman yang baik untuk membantuku menghabiskannya.” 

Sayang sekali bahwa korban-korban keselamatan itu harus 

menjadi, dalam pengertian yang buruk, korban-korban 

dosa, dan bahwa apa yang dirancang demi kehormatan 

Allah harus menjadi makanan dan bahan bakar bagi hawa 

nafsu yang rend