dan dengan tiba-tiba, sesaat saja ia diremukkan
tanpa dapat dipulihkan lagi. 16 Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bah-
kan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hati-Nya: 17 mata sombong,
lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, 18
hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera lari me-
nuju kejahatan, 19 seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebo-
hongan dan yang menimbulkan pertengkaran saudara.
Dalam perikop di atas Salomo memberi tahu kita,
I. Sifat-sifat dari orang yang jahat terhadap sesamanya dan yang
berbahaya untuk dihadapi. Jika orang malas, yang tidak berbuat
apa-apa, harus dikutuk, terlebih lagi orang-orang yang berbuat
jahat, dan berusaha untuk melakukan segala kejahatan yang
dapat mereka lakukan. Orang fasiklah yang dibicarakan di sini,
atau dalam bahasa Ibrani hamba Belial. Demikianlah saya pikir
kata itu seharusnya diterjemahkan, sebab ini merupakan istilah
Kitab Amsal 6:12-19
117
yang sering kali digunakan dalam Kitab Suci, dan itulah yang me-
rupakan penjelasannya.
Amatilah:
1. Bagaimana seorang hamba Belial digambarkan di sini. Ia ada-
lah orang jahat, yang pekerjaannya melakukan kejahatan, ter-
utama dengan lidahnya, sebab ia berjalan dan mengerjakan
rancangan-rancangannya dengan mulut serong (ay. 12), de-
ngan dusta dan kesesatan, dan dengan perlawanan langsung
terhadap Allah dan manusia. Dia mengatakan dan melakukan
segala sesuatu,
(1) Dengan amat lihai dan penuh rancangan. Dia memiliki
kecerdikan si ular, dan melaksanakan rencana-rencananya
dengan keahlian dan pengaturan yang amat lihai (ay. 13),
dengan matanya, dengan kakinya, dan dengan jarinya. Dia
mengungkapkan kebenciannya dengan semua itu jika
ia tidak berani berbicara (begitu menurut sebagian orang),
atau, lebih tepatnya, demikianlah ia melaksanakan ren-
cananya. Orang-orang di sekelilingnya, yang dimanfaatkan-
nya sebagai alat-alat kejahatannya, memahami arti jahat
dari kedipan matanya, ketukan kakinya, dan gerakan-gerak-
an terkecil dari jarinya. Dia memberikan perintah-perintah
untuk melakukan kejahatan, namun dia sendiri tidak mau
dianggap melakukannya. Ia mempunyai cara-cara untuk
menyembunyikan apa yang dilakukannya, supaya ia tidak
dicurigai. Dia orang yang tertutup, dan menyimpan raha-
sia. Orang-orang yang akan diberi tahu rahasianya hanya-
lah mereka yang mau melakukan apa saja yang diinginkan-
nya dari mereka. Dia orang yang licik, dan menyimpan tipu
muslihat. Ia mempunyai bahasa tersendiri, yang tidak dike-
tahui, dan tidak mau diketahui, oleh orang jujur.
(2) Dengan amat keji dan dengan maksud jahat. Bukanlah am-
bisi atau ketamakan yang ada di dalam hatinya, melainkan
terlebih tipu muslihat, kebencian, dan sifat jahat yang se-
jadi-jadinya. Yang ditujunya bukanlah untuk memperkaya
dan memajukan dirinya sendiri, melainkan terlebih untuk
berbuat kejahatan kepada orang-orang di sekitarnya. Dia
terus-menerus merancangkan satu kejahatan dan kejahatan
lain, semata-mata demi kejahatan. Sungguh ia seorang
118
Belial, hamba Iblis, yang menyerupainya bukan hanya da-
lam kelicikan, melainkan juga dalam kebencian.
2. Apa hukuman yang akan menimpanya (ay. 15): ia akan ditim-
pa kebinasaan dan akan diremukkan. Barangsiapa meran-
cangkan kejahatan akan jatuh ke dalam kejahatan. Kehancur-
annya akan datang,
(1) Tanpa peringatan. Kehancuran itu akan datang tiba-tiba:
sesaat saja ia diremukkan, untuk menghukumnya atas se-
gala tipu muslihat jahat yang dirancangnya untuk men-
jebak orang ke dalam jerat-jeratnya.
(2) Tanpa kelegaan. Dia akan diremukkan tanpa bisa diperbaiki
lagi, dan tidak pernah bisa utuh lagi: ia diremukkan tanpa
dapat dipulihkan lagi. Kelegaan apa yang dapat diharapkan
oleh orang yang sudah membahayakan semua umat manu-
sia? Ia akan menemui ajalnya dan tidak ada seorang pun
yang menolongnya (Dan. 11:45).
II. Rincian tentang hal-hal yang secara khusus menjijikkan bagi
Allah, yang kesemuanya itu pada umumnya ditemukan pada
hamba-hamba Belial yang sudah digambarkan Salomo dalam
ayat-ayat sebelumnya. Dan hal yang terakhir merupakan bagian
dari sifatnya, yaitu bahwa ia menimbulkan pertengkaran saudara
(hal yang terakhir ini, sebab berada pada urutan ketujuh, tam-
pak sebagai apa yang terutama dimaksudkan, sebab ia berkata
ada enam, bahkan tujuh). Allah membenci dosa. Ia membenci
setiap dosa, Ia tidak akan pernah bisa berdamai dengannya. Tidak
ada hal lain yang dibenci-Nya selain dosa. namun ada beberapa
dosa yang secara khusus dibenci-Nya. Semua hal yang disebut-
kan di sini yaitu dosa-dosa yang menyakiti sesama kita. yaitu
bukti dari kehendak baik Allah terhadap umat manusia bahwa
dosa-dosa yang secara khusus membangkitkan amarah-Nya ada-
lah dosa-dosa yang merugikan kenyamanan hidup manusia dan
warga . Oleh sebab itu, hamba-hamba Belial harus sadar
bahwa kehancuran mereka akan datang dengan tiba-tiba, dan
tanpa dapat dipulihkan lagi, sebab perbuatan-perbuatan mereka
dibenci Tuhan dan menjadi kekejian bagi hati-Nya (ay. 16). Hal-hal
yang dibenci Allah bukanlah dimaksudkan untuk menjadi yang
Kitab Amsal 6:12-19
119
kita benci dalam diri orang lain, melainkan terlebih harus menjadi
yang kita benci dalam diri kita sendiri.
1. Kepongahan, keangkuhan diri, dan penghinaan terhadap
orang lain mata sombong. Ada tujuh hal yang dibenci Allah,
dan kesombongan yaitu yang pertama, sebab itu merupa-
kan dasar dari banyak dosa, dan yang menimbulkannya. Allah
melihat kesombongan di dalam hati dan membencinya di sana.
namun , saat kesombongan itu sudah menjadi sedemikian
rupa sehingga wajah mereka sendiri memberi kesaksian ten-
tang mereka bahwa mereka berlebihan dalam menghargai diri
sendiri dan merendahkan semua orang di sekeliling mereka,
maka hal ini secara khusus dibenci oleh-Nya, sebab dengan
demikian kesombongan itu bangga akan dirinya sendiri dan
tidak mengenal rasa malu.
2. Dusta, penipuan, dan kepura-puraan. sesudah mata sombong,
tidak ada lagi yang merupakan kekejian bagi Allah melebihi
lidah dusta. Tidak ada yang lebih suci dibandingkan kebenaran,
atau yang lebih penting bagi perkataan dibandingkan menyampai-
kan kebenaran. Allah dan semua orang baik membenci dusta
dan jijik terhadapnya.
3. Kekejaman dan haus darah. Iblis itu, sejak awalnya, yaitu
pendusta dan pembunuh (Yoh. 8:44), dan oleh sebab itu, sama
seperti lidah yang berdusta, demikian pula tangan yang me-
numpahkan darah orang yang tidak bersalah dibenci Allah,
sebab hal-hal ini menampakkan gambar dan rupa Iblis dan
hal-hal ini menjadi bukti pelayanan kepada Iblis.
4. Kelicikan dalam merancangkan dosa, hikmat untuk melaku-
kan kejahatan, hati yang membuat rancangan dan kepala yang
membuat rencana-rencana yang jahat, yang mengenal keda-
laman-kedalaman Iblis dan tahu bagaimana menjalankan se-
cara berhasil persekongkolan yang didasarkan pada ketamak-
an, iri hati, dan balas dendam. Semakin banyak tipu muslihat
dan rancangan yang terkandung di dalam dosa, semakin dosa
itu menjadi kekejian bagi Allah.
5. Semangat dan ketekunan dalam menjalankan dosa kaki
yang segera lari menuju kejahatan, seolah-olah takut kehilang-
an waktu atau tidak sabar menunggu apa yang ingin mereka
lahap dengan rakusnya. Kebijakan dan kewaspadaan, kesung-
guhan dan ketekunan orang-orang berdosa, dalam mengejar-
120
ngejar hal-hal berdosa, dapat mempermalukan kita yang mela-
kukan kebaikan sehingga dapat membuat kita merasa cang-
gung dan dingin.
6. Bersaksi palsu, yang merupakan salah satu kejahatan terbesar
yang dapat dirancangkan oleh pikiran yang jahat. Untuk mela-
wan kejahatan terbesar ini, kita hanya mempunyai benteng
terkecil. Pasti tidak ada penghinaan yang lebih besar bagi
Allah (yang kepada-Nya orang bersumpah) atau yang lebih me-
nyakitkan sesama kita (yang semua kepentingannya di dunia
ini, bahkan yang paling berharga, rentan terhadap serangan
semacam ini) yang dapat dibandingkan dengan memberikan
kesaksian palsu dengan sengaja. Ada tujuh hal yang dibenci
Allah, dan dusta melibatkan dua dari antaranya. Ia membenci-
nya, dan amat membencinya.
7. Membuat kejahatan di antara sesama saudara dan tetangga,
dan menggunakan segala sarana kejahatan yang mungkin di-
gunakan, bukan hanya untuk mengasingkan perasaan yang
satu terhadap yang lain, melainkan juga untuk memancing
amarah satu sama lain. Allah sumber kasih dan damai mem-
benci orang yang menimbulkan pertengkaran di antara sau-
dara-saudara, sebab Ia suka dengan kerukunan. Orang-orang
yang dengan bergunjing dan memfitnah menyebarkan cerita-
cerita tidak pantas, membesar-besarkan segala sesuatu yang
dikatakan dan dilakukan, membangkitkan rasa iri hati serta
prasangka-prasangka buruk, dan meniup bara pertikaian, ha-
nyalah mempersiapkan api dari semua hal tersebut bagi diri
mereka sendiri.
Peringatan-peringatan Orangtua;
Peringatan-peringatan terhadap Kecemaran
(6:20-35)
20 Hai anakku, peliharalah perintah ayahmu, dan janganlah menyia-nyiakan
ajaran ibumu. 21 Tambatkanlah senantiasa semuanya itu pada hatimu, ka-
lungkanlah pada lehermu. 22 Jikalau engkau berjalan, engkau akan dipim-
pinnya, jikalau engkau berbaring, engkau akan dijaganya, jikalau engkau ba-
ngun, engkau akan disapanya. 23 sebab perintah itu pelita, dan ajaran itu
cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan, 24 yang melindungi
engkau terhadap wanita jahat, terhadap kelicikan lidah wanita
asing. 25 Janganlah menginginkan kecantikannya dalam hatimu, janganlah
terpikat oleh bulu matanya. 26 sebab bagi seorang sundal sepotong rotilah
Kitab Amsal 6:20-35
121
yang penting, namun isteri orang lain memburu nyawa yang berharga. 27 Dapat-
kah orang membawa api dalam gelumbung baju dengan tidak terbakar pakai-
annya? 28 Atau dapatkah orang berjalan di atas bara, dengan tidak hangus ka-
kinya? 29 Demikian juga orang yang menghampiri isteri sesamanya; tiada
seorang pun, yang menjamahnya, luput dari hukuman. 30 Apakah seorang
pencuri tidak akan dihina, jika ia mencuri untuk memuaskan nafsunya
sebab lapar? 31 Dan kalau ia tertangkap, haruslah ia membayar kembali tu-
juh kali lipat, segenap harta isi rumahnya harus diserahkan. 32 Siapa melaku-
kan zinah tidak berakal budi; orang yang berbuat demikian merusak diri. 33
Siksa dan cemooh diperolehnya, malunya tidak terhapuskan. 34 sebab cem-
buru yaitu geram seorang laki-laki, ia tidak kenal belas kasihan pada hari
pembalasan dendam; 35 ia tidak akan mau menerima tebusan suatu pun, dan
ia akan tetap bersikeras, betapa banyak pun pemberianmu.
Di sini ada ,
I. Nasihat umum untuk mematuhi firman Allah dengan setia dan
menjadikannya sebagai panduan kita dalam segala tindakan kita.
1. Kita harus melihat firman Allah baik sebagai cahaya (ay. 23)
maupun sebagai hukum atau ajaran (ay. 20-23).
(1) Menurut peringatan-peringatannya, firman itu yaitu ca-
haya, yang kepadanya pengertian-pengertian kita harus
tunduk. Firman itu pelita bagi mata kita untuk menying-
kapkan segala sesuatu, dan dengan demikian bagi kaki kita
untuk mencari arah. Firman Allah menyingkapkan kepada
kita kebenaran-kebenaran yang pasti dan kekal, dan diba-
ngun di atas akal sehat yang terluhur. Terang firman ada-
lah terang yang pasti.
(2) Menurut kewenangannya, firman itu yaitu hukum, yang
kepadanya kehendak-kehendak kita harus patuh. Seperti
halnya tidak pernah ada cahaya seperti itu yang bersinar
dari aliran-aliran filsafat mana pun, demikian pula tidak
pernah ada hukum seperti itu yang keluar dari takhta raja
mana pun, sebab hukum tersebut begitu tertata dengan
baik dan begitu mengikat. Hukum itu seperti pelita dan
cahaya, sebab ia membawa di dalam dirinya sendiri bukti
akan kebaikannya.
2. Kita harus menerimanya sebagai perintah ayah kita dan ajaran
ibu kita (ay. 20). Itu yaitu perintah Allah dan hukum-Nya.
namun ,
(1) Orangtua kita mengarahkan kita kepadanya, menaruhnya
di dalam tangan kita, mendidik kita dalam pengetahuan
122
dan pelaksanaannya, sebab asal usul dan kewajibannya
yaitu yang paling sakral. Memang kita percaya bukan
sebab perkataan mereka, sebab kita telah mengujinya
sendiri dan mendapatinya sebagai firman yang berasal
dari Allah. namun kita berutang budi kepada mereka kare-
na telah menyarankannya kepada kita, dan kita melihat
semua alasan untuk tetap berpegang pada kebenaran
yang telah kita terima, dengan selalu mengingat orang
yang telah mengajarkannya kepada kita.
(2) Peringatan-peringatan, nasihat-nasihat, dan perintah-perin-
tah yang diberikan orangtua kita kepada kita itu sesuai de-
ngan firman Allah, dan oleh sebab itu kita harus berpegang
teguh padanya. Anak-anak, saat tumbuh dewasa, harus
ingat ajaran dari ibu yang baik, dan juga perintah dari ayah
yang baik (Sir. 3:2). Tuhan telah memuliakan bapa pada anak-
anaknya, dan hak ibu atas para anaknya diteguhkan-Nya.
3. Kita harus memegang firman Allah dan didikan-didikan baik
yang telah diberikan orangtua kita kepada kita berdasarkan
firman itu.
(1) Kita sekali-kali tidak boleh membuangnya, tidak boleh
menganggapnya sebagai prestasi yang amat besar (sebagai-
mana sebagian orang menganggapnya) jika kita berhasil
melepaskan diri dari kekangan-kekangan pendidikan yang
baik: Peliharalah perintah ayahmu, tetaplah memelihara-
nya, dan janganlah pernah meninggalkannya.
(2) Kita sekali-kali tidak boleh mengesampingkannya, jangan,
sekejap pun jangan (ay. 21): tambatkanlah senantiasa se-
muanya itu bukan hanya pada tanganmu (sebagaimana
yang sudah diperintahkan Musa, Ul. 6:8) melainkan juga
pada hatimu. Tali sembahyang yang diikatkan pada tangan
tidaklah bernilai sama sekali jika tidak menimbulkan pikir-
an-pikiran dan perasaan-perasaan yang saleh di dalam
hati. Di sanalah firman harus tertulis, di sanalah firman
harus tersembunyi, dan diletakkan dekat dengan hati nurani.
Kalungkanlah itu pada lehermu, sebagai perhiasan, sebagai
gelang, atau kalung emas, pada tenggorokanmu (begitu arti
kata itu). Biarlah firman itu menjadi penjaga di jalan teng-
gorokan itu. Kalungkanlah itu pada tenggorokanmu, agar
Kitab Amsal 6:20-35
123
tidak ada buah terlarang yang boleh masuk atau kata-kata
jahat apa pun yang boleh keluar melalui tenggorokan itu.
Dan dengan demikian engkau akan mencegah banyak
dosa. Biarlah firman Allah selalu siap sedia bagi kita, dan
biarlah kita merasakan pengaruh-pengaruhnya yang ter-
tanam pada kita, seperti sesuatu yang diikatkan pada hati
dan pada leher kita.
4. Kita harus memanfaatkan firman Allah dan keuntungan yang
dirancangkan untuk kita melalui firman itu. Jika kita senan-
tiasa mengikatnya pada hati kita,
(1) Firman Allah akan menjadi pembimbing kita, dan kita ha-
rus mengikuti arahannya. Jikalau engkau berjalan, engkau
akan dipimpinnya (ay. 22). Ia akan memimpinmu ke dalam,
dan memimpinmu di dalam, jalan yang baik dan benar. Ia
akan memimpinmu keluar, dan memimpinmu dari setiap
jalan yang berdosa dan berbahaya. Firman itu akan ber-
kata kepadamu, saat kamu siap untuk menyimpang, ini-
lah jalannya, berjalanlah di dalamnya. Firman itu akan
menjadi bagimu seperti tiang awan dan tiang api bagi Israel
di padang gurun. Berilah dirimu dipimpin olehnya, biarlah
ia menjadi aturanmu, maka kamu akan dipimpin oleh Roh.
Ia akan menjadi pemantau dan penyokongmu.
(2) Firman itu akan menjadi penjaga kita, dan kita harus
menempatkan diri kita di bawah perlindungannya: Jikalau
engkau berbaring, dan menjadi rentan untuk diserang oleh
kuasa-kuasa gelap yang amat jahat, engkau akan dijaga-
nya. Engkau akan aman dan merasakan demikian. Jika
kita mengatur diri kita dengan perintah-perintah dari fir-
man Allah sepanjang hari, dan dengan penuh kesadaran
hati nurani menjalankan kewajiban yang telah diperintah-
kan Allah kepada kita, maka kita dapat berlindung di ba-
wah janji-janji firman itu pada malam hari, dan mendapat
penghiburan dari kelepasan-kelepasan yang dikerjakan
Allah dan yang akan diperintahkan-Nya bagi kita.
(3) Firman itu akan menjadi teman pengiring kita, dan kita
harus bercakap-cakap dengannya: Jikalau engkau bangun
pada malam hari, dan tidak tahu bagaimana harus mengisi
waktu terjagamu, jika engkau membuka diri, engkau akan
124
disapanya, dan akan dihibur dengan renungan-renungan
yang menyenangkan pada malam engkau terjaga. Jikalau
engkau bangun pada pagi hari, dan merencanakan pekerja-
an untuk hari itu, engkau akan disapanya dengan perbin-
cangan mengenai pekerjaan itu, dan akan dibantu untuk
menyusun rencana yang terbaik (Mzm. 1:2). Firman Allah
selalu mempunyai sesuatu untuk dikatakan kepada kita
dalam segala kesempatan, jika saja kita membuka diri
untuk berbincang-bincang dengannya, mau bertanya apa
yang hendak dikatakannya, dan bersedia untuk mende-
ngarkannya. Kita akan sangat terbantu untuk berjalan
dengan dekat dan nyaman bersama Allah sepanjang hari
jika kita mau memulai dengan Dia pada waktu pagi, dan
membiarkan firman-Nya menjadi isi pikiran yang pertama-
tama kita pikirkan. jika aku bangun, masih saja aku
bersama-sama Engkau. Kita masih bersama-sama dengan-
Nya jika firman-Nya masih bersama-sama dengan kita.
(4) Firman itu akan menjadi hidup kita. Sebab, sama seperti
hukum yaitu cahaya dan pelita untuk saat ini, demikian
pula teguran yang mendidik itu yaitu jalan kehidupan.
Teguran-teguran dari firman tidak hanya menunjukkan
kesalahan-kesalahan kita namun juga mendidik kita bagai-
mana berbuat dengan lebih baik. Itu yaitu jalan yang
menuju pada kehidupan, kehidupan kekal. Oleh sebab itu,
jangan sampai teguran-teguran yang senantiasa diberikan
itu, yang mempunyai kuasa begitu langsung untuk mem-
buat kita bahagia, membuat kita tidak tenang.
II. Di sini ada peringatan khusus terhadap dosa kenajisan.
1. jika kita mempertimbangkan betapa pelanggaran ini sa-
ngat banyak dilakukan, betapa kejinya sifat dari pelanggaran
itu, betapa berbahayanya akibat yang ditimbulkannya, dan
betapa pastinya kerusakan yang diakibatkannya bagi semua
benih kehidupan rohani di dalam jiwa, maka kita tidak akan
terheran-heran bahwa peringatan-peringatan terhadapnya be-
gitu sering diulang-ulang dan ditanamkan dengan sangat.
(1) Satu kebaikan besar yang dirancangkan Allah bagi manusia,
dalam memberi mereka hukum-Nya, yaitu untuk menjaga
Kitab Amsal 6:20-35
125
mereka dari dosa ini (ay. 24). Teguran-teguran yang men-
didik yaitu jalan kehidupan bagimu, sebab teguran-tegur-
an itu dirancang untuk melindungi engkau terhadap perem-
puan jahat. wanita itu pasti akan mendatangkan kema-
tian kepadamu, dengan tergoda oleh kelicikan lidah perem-
puan asing, yang berpura-pura mencintaimu, namun sebenar-
nya bermaksud menghancurkanmu. Orang-orang yang mu-
dah termakan oleh rayuan menjadikan diri mereka sendiri
sebagai mangsa yang sangat empuk bagi si penggoda. Sebalik-
nya, barangsiapa mau menghindari jerat itu, ia harus mene-
rima teguran-teguran yang sangat mendidik sebagai kebaikan
besar, dan berterima kasih kepada orang-orang yang mau
mendidik mereka dengan maksud baik (Ams. 27:5-6).
(2) Kebaikan terbesar yang dapat kita lakukan sendiri yaitu
menjauhkan diri dari dosa ini, dan melihatnya dengan rasa
takut dan kebencian yang teramat sangat (ay. 25): Jangan-
lah kiranya engkau menginginkan keelokan wanita itu
bahkan di dalam hatimu, sebab, jika engkau menginginkan-
nya, engkau sudah berzinah dengannya di dalam hatimu.
Janganlah membicarakan pesona-pesona wajahnya, atau
terpana dengan lirikan-lirikannya yang menawan. Semua
itu jerat dan perangkap. Janganlah terpikat oleh bulu mata-
nya. Penampilannya yaitu panah-panah api. Penampilan-
nya itu melukai, membunuh, dalam arti lain dibandingkan yang
diartikan oleh sepasang kekasih. Mereka menyebutnya se-
bagai sesuatu yang menawan, namun itu yaitu penawan
yang menghancurkan, yang lebih buruk dibandingkan perbu-
dakan di Mesir.
2. Berbagai macam alasan yang dikemukakan Salomo di sini un-
tuk meneguhkan peringatan terhadap dosa persundalan.
(1) Persundalan yaitu dosa yang memiskinkan orang, meng-
habiskan harta milik mereka, dan membuat mereka jatuh
miskin (ay. 26, KJV): sebab seorang wanita sundal,
seorang laki-laki harus mengemis sepotong roti. Ini sudah
terjadi pada banyak orang, yang telah menghancurkan
tubuh dan jiwanya dengan mengorbankan kekayaannya.
Anak yang hilang menghabiskan harta bendanya dengan
pelacur-pelacur, sampai membuatnya menjadi salah satu
126
kawanan babi. Kemiskinan yang dibawa sendiri oleh kebo-
dohan manusia sudah tentu menekan dengan amat berat
(Ayb. 31:12).
(2) Persundalan mendatangkan kematian. Persundalan membu-
nuh manusia: wanita yang berzinah akan memburu
nyawa yang berharga (ay. 26, KJV), mungkin dengan sengaja,
seperti Delilah yang memburu nyawa Simson. Setidak-tidak-
nya, pada akhirnya, dosa persundalan akan menghantam
nyawa. Perzinahan ditetapkan oleh hukum Musa sebagai ke-
jahatan yang pantas mendapat hukuman mati. Baik laki-laki
maupun wanita yang berzinah pasti keduanya akan di-
hukum mati. Semua orang pada waktu itu tahu ini. Oleh
sebab itu, orang-orang yang, demi memuaskan hawa nafsu
rendah, membuat diri sendiri terancam oleh hukum Taurat
itu, dianggap sama saja dengan bunuh diri.
(3) Persundalan mendatangkan rasa bersalah pada hati nurani
dan merusakkannya. Orang yang menghampiri isteri sesa-
manya, dengan maksud bejat, tidak akan luput dari hukum-
an (ay. 29).
[1] Ia sedang terancam bahaya perzinahan, seperti orang
yang membawa api dalam gelumbung baju, atau yang
berjalan di atas bara, terancam bahaya terbakar. Jalan
dosa ini yaitu jalan yang menurun, dan orang-orang
yang berani coba-coba menghadapi godaan-godaannya
hampir tidak akan terhindar dari dosa itu sendiri. Lalat
dengan bodohnya bertaruh nyawa dengan bermain-
main di atas api. Perzinahan yaitu jurang yang dalam,
dan sungguh gila orang yang berani coba-coba mende-
kati tepiannya. Barangsiapa berteman dengan orang-
orang yang terkenal bobrok, yang masuk bersama-sama
dengan mereka, dan menghampiri mereka, tidak lama
lagi akan kehilangan kemurniannya. Ia menjebloskan
dirinya ke dalam godaan, dan dengan demikian melem-
parkan dirinya keluar dari perlindungan Allah.
[2] Barangsiapa berbuat zinah berada di jalan yang mudah
untuk menuju kebinasaan. Orang berdosa yang lancang
berkata, Aku berani mencoba-coba dosa perzinahan,
namun tetap terhindar dari hukumannya. Aku akan
mendapatkan kedamaian meskipun aku terus melaku-
Kitab Amsal 6:20-35
127
kannya. Ini sama saja dengan berkata, aku akan mem-
bawa api dalam gelumbung baju, namun pakaianku
tidak akan terbakar, atau berjalan di atas bara, namun
kakiku tidak akan hangus. Orang yang menghampiri
isteri sesamanya, bagaimanapun ia memandang dirinya
sendiri, tidak akan dipandang tidak berdosa oleh Allah.
Api hawa nafsu mengobarkan api neraka.
(4) Persundalan menghancurkan nama baik dan membuatnya
selama-lamanya buruk. Persundalan itu yaitu dosa yang
jauh lebih memalukan dibandingkan mencuri (ay. 30-33). Mung-
kin tidak demikian halnya dalam pandangan manusia,
setidak-tidaknya tidak di zaman kita ini. Seorang pencuri
akan dipukuli, dimasukkan ke dalam penjara, dibawa ke
tiang gantungan, sementara seorang pezinah yang kotor di-
biarkan pergi tanpa dihukum, bahkan, pada banyak orang,
tanpa mendapat cela. Ia berani bermegah dalam kejahatan-
kejahatannya, dan semua itu hanya dijadikan bahan lelu-
con belaka. namun , dalam pandangan Allah dan hukum-
Nya, perzinahan yaitu kejahatan yang jauh lebih besar.
Jika Allah yaitu sumber kehormatan, maka firman-Nya
haruslah menjadi ukuran bagi kehormatan itu.
[1] Adapun dosa mencuri, jika seseorang sampai melaku-
kannya dengan alasan kebutuhan yang amat mende-
sak, jika ia mencuri makanan untuk memuaskan nafsu-
nya sebab lapar, walaupun itu tidak akan meluputkan-
nya dari kesalahan, namun sebab orang tidak mau
membesar-besarkannya maka ia tidak akan dihina, tidak
akan diperlihatkan aibnya, namun akan dikasihani. Jika
orang sudah lapar, maka menerobos dinding batu pun
ia mau, dan yang akan dipersalahkan yaitu orang-
orang yang menjadikannya miskin, atau yang tidak
memberinya kelegaan. Bahkan, meskipun ia tidak bisa
berdalih apa-apa, kalau ia tertangkap mencuri, dan
buktinya sudah begitu jelas mengarah pada dia, ia ha-
nya harus membayar kembali tujuh kali lipat. Hukum
Musa menetapkan bahwa orang yang mencuri seekor
domba harus membayar kembali empat kali lipat, dan
yang mencuri lembu lima kali lipat (Kel. 22:1). Berda-
128
sarkan hukum itulah Daud membuat keputusan (2Sam.
12:6). namun kita dapat menduga bahwa dalam kasus-
kasus yang tidak mempunyai ketetapan hukum, para
hakim memutuskan hukuman-hukuman yang sepadan
dengan kejahatan-kejahatan, sesuai dengan keadilan
hukum. Nah, jika orang yang mencuri seekor lembu
dari ladang seseorang harus membayar kembali lima
kali lipat, maka wajar kalau orang yang mencuri harta
benda seseorang dari rumahnya harus membayar kem-
bali tujuh kali lipat. Sebab tidak ada hukum yang dapat
menghukum mati dia, seperti yang ada pada kita, untuk
kejahatan mencuri dan merampok di tengah jalan. Me-
ngenai jenis pencurian yang terburuk inilah Salomo
berbicara di sini. Hukuman yang terbesar yaitu jika
orang dipaksa untuk menyerahkan segenap harta isi ru-
mahnya untuk memenuhi tuntutan hukum, dan darah-
nya halal untuk ditumpahkan. Akan namun ,
[2] Berbuat zinah yaitu kejahatan yang lebih jahat. Ayub
menyebutnya demikian, dan merupakan kejahatan yang
patut dihukum oleh hakim (Ayb. 31:11). saat Natan
hendak mempersalahkan Daud atas kejahatan per-
zinahannya, dia melakukannya melalui perumpamaan
tentang kasus pencurian yang teramat dibesar-besar-
kan, yang, menurut Daud, pantas mendapat hukuman
mati (2Sam. 12:5). Lalu Natan menunjukkan kepada
Daud bahwa dosanya jauh lebih berat dibandingkan kasus
pencurian itu. Pertama, perzinahan merupakan peng-
hinaan yang jauh lebih besar terhadap akal budi manu-
sia, sebab ia tidak dapat berdalih untuknya, sebagai-
mana yang dapat dilakukan pencuri, dengan berkata
bahwa ia mencuri demi memuaskan rasa laparnya. Te-
tapi orang yang berzinah harus mengaku bahwa ia me-
lakukannya untuk memuaskan hawa nafsu kebinatang-
an yang mau menghancurkan belenggu hukum Allah,
bukan sebab kebutuhan, melainkan sebab kejalang-
an. Oleh sebab itu, siapa melakukan zinah tidak berakal
budi, dan pantas direndahkan sebagai orang yang keter-
laluan bodoh. Kedua, perzinahan dihukum dengan lebih
berat oleh hukum Allah. Seorang pencuri cuma harus
Kitab Amsal 6:20-35
129
membayar uang denda, namun seorang pezinah harus
menanggung hukuman mati. Pencuri mencuri untuk
memuaskan nafsunya (KJV: memuaskan jiwanya pen.),
namun pezinah merusak diri (KJV: menghancurkan jiwa-
nya sendiri pen.) dan jatuh sebagai korban yang tidak
dikasihani baik oleh keadilan Allah maupun manusia.
Hai orang berdosa, engkau telah menghancurkan diri-
mu sendiri. Hal ini bisa diterapkan pada kematian roh-
ani dan kekal, yang merupakan akibat dosa. Orang yang
berbuat demikian melukai hati nuraninya, merusak ke-
kuatan akal budinya, memadamkan semua percikan api
kehidupan rohani, dan membuat dirinya terbuka ter-
hadap murka Allah selama-lamanya, dan dengan demi-
kian menghancurkan jiwanya sendiri. Ketiga, aib perzi-
nahan tidak akan terhapuskan (ay. 33). Perzinahan akan
menggoreskan luka pada nama baiknya, kecemaran pada
keluarganya, dan, walaupun kesalahannya dapat diha-
puskan melalui pertobatan, celanya tidak akan pernah
bisa, namun akan melekat pada ingatan tentang dia sesudah
dia tiada. Dosa Daud dalam perkara yang menyangkut
Uriah tidak hanya menjadi noda yang terus menempel
pada sifatnya sendiri, namun juga memberikan kesem-
patan bagi musuh-musuh Tuhan untuk mencela nama-
nya.
(5) Perzinahan membuat si pezinah berhadapan dengan amuk-
an suami yang cemburu, yang kehormatannya telah ia hina
(ay. 34-35). Orang yang menyentuh istri sesamanya dan
menjadi akrab dengannya, memberikan alasan bagi suami-
nya untuk cemburu, apalagi kalau istrinya itu diperlaku-
kan dengan tidak senonoh. Sekalipun disembunyikan ra-
pat-rapat, perzinahan itu dapat diketahui dengan air pahit
yang mendatangkan kutuk (Bil. 5:12). jika ketahuan,
maka akan lebih baik jika engkau bertemu dengan seekor
beruang yang kehilangan anak-anaknya dibandingkan dengan
seorang suami yang terhina, yang, dalam masalah per-
zinahan, ingin membalas dengan cara kejam demi kehor-
matannya sendiri seperti yang ingin dilakukan orang dalam
perkara pembunuhan untuk membalaskan darah saudara-
nya. Jika engkau tidak takut pada murka Allah, takutlah
130
pada geram seorang laki-laki. Seperti itulah kecemburuan.
Ia kuat seperti maut, dan gigih seperti dunia orang mati.
Pada hari pembalasan dendam, saat si pezinah diadili
atas kehidupannya, sang penuntut tidak akan berpayah-
payah dalam menjatuhkan tuntutannya, tidak akan ber-
belas kasihan kepadamu, sebagaimana yang mungkin akan
dirasakannya terhadap orang yang sudah merampoknya. Ia
tidak akan setuju dengan pemberian pengurangan hukum-
an. Ia tidak akan mau menerima tebusan apa pun. Meski-
pun engkau menawarkan suap kepadanya, dan memberi-
nya banyak pemberian untuk menenangkannya, ia akan
tetap bersikeras dan tidak akan puas dengan apa pun
sampai hukum dijalankan. Engkau harus dirajam sampai
mati. Jika orang harus menyerahkan segenap harta isi ru-
mahnya, itu bisa menebus pencurian (ay. 31), namun tidak
untuk perzinahan. Dalam kasus perzinahan, harta itu akan
dianggap hina sama sekali. Oleh sebab itu, biarlah kamu
marah, namun jangan berbuat dosa. Janganlah membiarkan
dirimu terbuka terhadap semua kesengsaraan ini demi
kenikmatan mesum yang hanya sesaat, yang pada akhir-
nya akan menjadi kepahitan.
PASAL 7
aksud dari pasal ini yaitu , sama seperti beberapa pasal sebe-
lumnya, untuk memperingatkan orang muda terhadap hawa
nafsu kedagingan. Salomo ingat akan akibat buruk dari hawa nafsu
itu bagi ayahnya, mungkin ia mengalaminya sendiri, dan melihat
anaknya kecanduan hawa nafsu itu. Atau setidak-tidaknya ia sudah
mengamati betapa banyak orang muda yang bermasa depan cerah di
antara hamba-hambanya telah dihancurkan oleh hawa nafsu itu.
Oleh sebab itu, ia berpikir bahwa ia tidak akan berhenti berusaha
menjauhkan siapa saja dari hawa nafsu itu, supaya kita masing-
masing mengambil seorang wanita menjadi istri kita sendiri dan
hidup di dalam pengudusan dan penghormatan, dan bukan di dalam
hawa nafsu kenajisan. Dalam pasal ini kita mendapati,
I. Nasihat umum untuk membuat pikiran kita dibimbing dan
diatur oleh firman Allah, sebagai penangkal ampuh terhadap
dosa ini (ay. 1-5).
II. Gambaran khusus tentang bahaya besar yang mengancam
anak-anak muda yang tidak waspada jika mereka terseret ke
dalam jerat ini (ay. 6-23).
III. Peringatan sungguh-sungguh yang disimpulkan dari sini, da-
lam bagian penutup, untuk berjaga-jaga terhadap segala se-
suatu yang menjurus kepada dosa ini (ay. 24-27).
Kita semua harus berdoa, Tuhan, janganlah membawa kami ke
dalam pencobaan ini.
M
132
Firman Allah Disarankan
(7:1-5)
1 Hai anakku, berpeganglah pada perkataanku, dan simpanlah perintahku
dalam hatimu. 2 Berpeganglah pada perintahku, dan engkau akan hidup;
simpanlah ajaranku seperti biji matamu. 3 Tambatkanlah semuanya itu pada
jarimu, dan tulislah itu pada loh hatimu. 4 Katakanlah kepada hikmat: Eng-
kaulah saudaraku dan sebutkanlah pengertian itu sanakmu, 5 supaya eng-
kau dilindunginya terhadap wanita jalang, terhadap wanita asing,
yang licin perkataannya.
Ayat-ayat di atas merupakan pengantar untuk menyampaikan peri-
ngatan melawan hawa nafsu kedagingan, hampir sama dengan peri-
ngatan dalam pasal 6:20, dst., dan berakhir dengan ay. 5, sama se-
perti dalam pasal sebelumnya (ay. 24), dengan kata-kata ini, supaya
engkau dilindunginya terhadap wanita asing. Itulah yang ingin
ditujunya. Hanya saja dalam pasal sebelumnya dia berkata, pelihara-
lah perintah ayahmu, di sini (yang arti keduanya sama saja), berpe-
ganglah pada perintahku, sebab ia berbicara kepada kita seperti ke-
pada anak-anak. Dia berbicara di dalam nama Allah. Sebab, perintah-
perintah Allah-lah yang harus kita pegang, perkataan-Nya, hukum-
Nya. Firman Allah haruslah menjadi bagi kita,
1. Seperti layaknya apa yang kita jaga dengan teramat hati-hati. Kita
ha menjaganya sebagai harta kita. Kita harus menyimpan perin-
tah-perintah Allah bersama kita, menyimpannya dengan aman,
agar firman-Nya itu tidak dirampok dari kita oleh si jahat (ay. 1).
Kita harus menjaganya sebagai hidup kita: berpeganglah pada
perintahku, dan hiduplah (ay. 2, KJV), bukan hanya, Berpeganglah
pada perintahku, maka engkau akan hidup namun juga, Berpe-
ganglah pada perintahku seperti engkau menjaga hidupmu, seper-
ti orang yang tidak dapat hidup tanpanya. Bagi orang baik, hal
itu sama saja dengan kematian jika firman Allah direnggut dari
dia, sebab dengan firman itulah ia hidup, dan bukan dengan roti
saja.
2. Seperti layaknya apa yang kita rawat baik-baik: simpanlah ajaran-
ku seperti biji matamu. Benda kecil akan menyakiti mata, dan oleh
sebab itu alam menjaganya dengan begitu hati-hati. Kita berdoa,
bersama Daud, agar Allah memelihara kita seperti biji mata-Nya
(Mzm. 17:8), agar hidup dan penghiburan kita berharga dalam
pandangan-Nya. Dan akan demikianlah jadinya (Za. 2:8) jika kita
juga menghargai dan berpegang pada hukum-Nya, dan takut
Kitab Amsal 7:1-5
133
melanggarnya sedikit saja. Orang-orang yang mencela cara hidup
yang ketat dan berhati-hati dan menganggapnya sebagai kesak-
samaan yang tidak perlu, tidak memandang hukum itu harus
dipelihara seperti biji matanya. Padahal, justru itulah biji mata
kita. Hukum itu yaitu terang. Hukum di dalam hati yaitu mata
jiwa.
3. Seperti layaknya apa yang kita bangga-banggakan dan akan se-
lalu kita ingat (ay. 3): Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu.
Biarlah semua itu berharga bagimu. Pandanglah itu sebagai per-
hiasan, sebagai cincin berlian, sebagai cincin meterai pada tangan
kananmu. Pakailah itu senantiasa sebagai cincin perkawinanmu,
sebagai lambang perkawinanmu dengan Allah. Pandanglah firman
Allah sebagai sesuatu yang memberikan kehormatan kepadamu,
sebagai panji martabatmu. Tambatkanlah semuanya itu pada jari-
mu, untuk senantiasa mengingatkanmu akan kewajibanmu, agar
engkau selalu dapat memandangnya, sebagai sesuatu yang dilu-
kiskan di telapak tanganmu.
4. Seperti layaknya apa yang kita gemari dan senantiasa kita pikir-
kan: tulislah itu pada loh hatimu, sebagaimana yang kita perbuat
dengan nama teman-teman yang amat kita kasihi, yang kita kata-
kan, tertulis di dalam hati kita. Hendaklah perkataan Allah diam
dengan segala kekayaannya di antara kita, dan tertulis di tempat
di mana ia akan selalu siap sedia untuk dibaca. Di mana tertulis
dosa (Yer. 17:1), biarlah di situ tertulis firman Allah. Hal ini sudah
dijanjikan (Ibr. 8:10, Aku akan menuliskan hukum-Ku dalam hati
mereka), dan ini membuat aturan tadi mudah dan dapat dilaku-
kan.
5. Seperti layaknya apa yang kita kenal dengan akrab dan amat kita
pedulikan (ay. 4): Katakanlah kepada hikmat: Engkaulah sau-
daraku, yang amat kukasihi dan kusenangi. Dan sebutkanlah
pengertian itu sanakmu, yang dengannya engkau berkerabat de-
kat, dan yang untuknya engkau menyimpan kasih sayang yang
murni. Sebutlah dia sebagai temanmu, yang engkau sayangi. Kita
harus mengakrabkan diri dengan firman Allah, meminta nasihat
darinya, mempertimbangkan kehormatannya, dan bersuka jika
bercakap-cakap dengannya.
6. Seperti layaknya apa yang kita pakai sebagai tameng dan pelin-
dung kita, untuk menjaga kita dari wanita asing, dari dosa,
yang menyanjung namun menghancurkan itu, dari si wanita
134
sundal itu, dan terutama dari dosa kenajisan (ay. 5). Biarlah fir-
man Allah memperkuat kengerian kita terhadap dosa itu dan
tekad-tekad kita untuk melawannya. Biarlah firman itu menying-
kapkan kepada kita kepalsuan-kepalsuannya dan memberi kita
jawaban bagaimana menghadapi rayuan-rayuannya.
Orang Muda yang Bodoh;
Godaan-godaan wanita Sundal
(7:6-23)
6 sebab saat suatu waktu aku melihat-lihat, dari kisi-kisiku, dari jendela
rumahku, 7 kulihat di antara yang tak berpengalaman, kudapati di antara
anak-anak muda seorang teruna yang tidak berakal budi, 8 yang menyebe-
rang dekat sudut jalan, lalu melangkah menuju rumah wanita semacam
itu, 9 pada waktu senja, pada petang hari, di malam yang gelap. 10 Maka
datanglah menyongsong dia seorang wanita , berpakaian sundal dengan
hati licik; 11 cerewet dan liat wanita ini, kakinya tak dapat tenang di ru-
mah, 12 sebentar ia di jalan dan sebentar di lapangan, dekat setiap tikungan
ia menghadang. 13 Lalu dipegangnyalah orang teruna itu dan diciumnya,
dengan muka tanpa malu berkatalah ia kepadanya: 14 Aku harus memper-
sembahkan korban keselamatan, dan pada hari ini telah kubayar nazarku
itu. 15 Itulah sebabnya aku keluar menyongsong engkau, untuk mencari eng-
kau dan sekarang kudapatkan engkau. 16 Telah kubentangkan permadani di
atas tempat tidurku, kain lenan beraneka warna dari Mesir. 17 Pembaringan-
ku telah kutaburi dengan mur, gaharu dan kayu manis. 18 Marilah kita me-
muaskan berahi hingga pagi hari, dan bersama-sama menikmati asmara. 19
sebab suamiku tidak di rumah, ia sedang dalam perjalanan jauh, 20 sekan-
tong uang dibawanya, ia baru pulang menjelang bulan purnama. 21 Ia mera-
yu orang muda itu dengan berbagai-bagai bujukan, dengan kelicinan bibir ia
menggodanya. 22 Maka tiba-tiba orang muda itu mengikuti dia seperti lembu
yang dibawa ke pejagalan, dan seperti orang bodoh yang terbelenggu untuk
dihukum, 23 sampai anak panah menembus hatinya; seperti burung dengan
cepat menuju perangkap, dengan tidak sadar, bahwa hidupnya terancam.
Di sini Salomo, untuk meneguhkan peringatan yang sudah diberikan-
nya terhadap dosa persundalan, menyampaikan sebuah cerita ten-
tang seorang anak muda yang benar-benar hancur oleh rayuan-rayu-
an seorang wanita sundal. Cerita seperti ini pasti akan dijadikan
sandiwara oleh pujangga-pujangga cabul dan seronok pada zaman
kita, dan bagi mereka pelacur itulah yang akan menjadi pahlawan-
nya. Tidak ada hal lain yang lebih menghibur para penonton, atau
memberi mereka hiburan yang begitu segar, selain dari cara perem-
puan sundal ini merayu anak muda itu dan memperdayai sang pe-
muda terhormat dari negeri itu. Semua keberhasilan wanita itu
dalam menaklukkan laki-laki akan dirayakan sebagai kemenangan
asmara yang penuh kecerdikan, dan cerita lucu itu akan berakhir
dengan sangat menyenangkan. Dan setiap pemuda yang menonton-
Kitab Amsal 7:6-23
135
nya pasti ingin dihampiri seperti itu. Demikianlah orang bodoh men-
jadikan dosa sebagai bahan olok-olok. namun di sini Salomo mem-
bahas perkara ini, dan semua orang bijak dan baik membacanya
sebagai cerita yang amat menyedihkan. Kekurangajaran wanita
sundal itu sudah sangat sewajarnya dipandang, oleh semua orang
yang memiliki secercah kebajikan dalam diri mereka, dengan kema-
rahan yang teramat sangat. Sedangkan betapa mudahnya pemuda
itu tergoda harus dipandang dengan rasa kasihan yang sangat. Cerita
tersebut kemudian ditutup dengan renungan-renungan yang sedih,
cukup untuk membuat semua orang yang membaca dan mendengar-
kannya merasa ngeri terhadap jerat hawa nafsu kedagingan, dan
berusaha dengan hati-hati untuk menjauhkan diri sejauh mungkin
darinya. Cerita ini dianggap sebagai sebuah perumpamaan, atau
kejadian yang direka-reka, namun bagi saya cerita itu terasa sungguh
benar. Yang lebih buruk lagi, bahwa kendati dengan peringatan yang
diberikannya akan akibat-akibat yang mematikan dari jalan-jalan
yang fasik seperti itu, cerita ini tetap saja sering terjadi, dan kaki
tangan neraka masih memainkan permainan yang sama dengan ke-
berhasilan yang serupa.
Salomo yaitu seorang hakim, dan, sebagai hakim, ia memeriksa
segala tingkah laku para bawahannya, sering menengok melalui jen-
delanya, agar ia dapat melihat dengan matanya sendiri dan mencatat
perilaku orang-orang yang tidak menyangka bahwa mereka sedang
diawasinya. Dengan demikian, ia akan tahu dengan lebih baik bagai-
mana membuat pedang yang dihunusnya menjadi kengerian bagi
para pembuat kejahatan. namun di sini ia menulis sebagai seorang
hamba Tuhan, seorang nabi, yang tugasnya seperti penjaga, untuk
memberikan peringatan akan mendekatnya musuh-musuh, dan ter-
utama di mana mereka bersembunyi untuk menyergap, agar kita
tidak lengah terhadap rancangan-rancangan Iblis, namun tahu di
mana kita harus meningkatkan kewaspadaan kita. Hal ini dilakukan
Salomo di sini, di mana kita dapat mencermati gambaran yang diberi-
kannya,
I. Tentang orang yang digoda, dan bagaimana dia menjadikan diri-
nya rentan terhadap godaan itu, dan oleh sebab itu harus mem-
persalahkan dirinya sendiri jika semua ini berakhir dengan kebi-
nasaannya.
136
1. Ia seorang teruna (ay. 7). Hawa nafsu kedagingan disebut seba-
gai nafsu orang muda (2Tim. 2:22), bukan untuk memperlu-
naknya sebagai kenakalan anak muda, dan oleh sebab itu
dapat dimaafkan, melainkan terlebih untuk memperberatnya,
sebagai sesuatu yang dirampas dari Allah waktu kita yang per-
tama dan terbaik. Dengan merusak pikiran saat masih lem-
but, hawa nafsu meletakkan landasan untuk hidup yang buruk
sesudahnya. Juga, dengan menamakannya nafsu orang muda,
hal ini untuk menunjukkan bahwa anak muda haruslah secara
khusus memperkuat tekad-tekad mereka melawan dosa ini.
2. Ia seorang teruna yang tidak berakal budi, yang pergi ke dalam
dunia tanpa dibekali dengan hikmat dan takut akan Allah
seperti yang seharusnya, dan dengan demikian berpetualang
ke tengah laut tanpa barang pemberat, tanpa nahkoda, tanpa
tali, atau kompas penunjuk arah. Ia tidak tahu bagaimana
menjauhi kejahatan, yang merupakan akal budi terbaik (Ayb.
28:28). Orang-orang yang menjadi mangsa empuk bagi si Iblis
yaitu mereka yang saat sudah dewasa masih mempunyai
pengertian seperti anak-anak.
3. Ia terus bergaul di dalam pergaulan yang buruk. Ia seorang
teruna di antara anak-anak muda, seorang teruna bodoh di an-
tara yang tak berpengalaman. Seandainya, sebab sadar akan
kelemahannya sendiri, ia bergaul dengan orang-orang yang
lebih tua dan lebih bijaksana dibandingkan dirinya sendiri, maka
akan ada harapan baginya. Kristus, pada umur dua belas ta-
hun, bercakap-cakap dengan alim ulama, untuk menjadi tela-
dan bagi orang-orang muda dalam hal ini. namun , jika orang-
orang yang tidak berpengalaman memilih orang-orang yang
seperti mereka sendiri sebagai sahabat-sahabat mereka, maka
mereka akan tetap seperti itu, dan mengeras dalam keadaan
mereka itu.
4. Dia berjalan luntang-lantung dan tidak mempunyai apa-apa
untuk dikerjakan, sehingga menyeberang dekat sudut jalan se-
perti orang yang tidak tahu bagaimana mengatur diri sendiri.
Salah satu dosa Sodom yang kotor yaitu kemalasan yang
berlimpah-limpah (Yeh. 16:49, KJV). Ia pergi dengan berpakaian
necis dan mentereng, begitu (seperti yang disebutkan) arti dari
kata itu. Dia tampil sebagai pesolek yang rapih dan menawan,
Kitab Amsal 7:6-23
137
berpakaian bagus dan berjalan dengan sok. Benar-benar mang-
sa yang cocok bagi si burung pemangsa itu.
5. Dia orang yang suka keluar malam, yang membenci dan men-
cemooh pekerjaan yang harus dilakukan saat hari terang, yang
sesudah itu akan datang senja memanggil orang untuk pulang
dan beristirahat. Begitulah, sebab bersekutu dengan pekerja-
an-pekerjaan kegelapan yang sia-sia, ia mulai bergerak pada
waktu senja, pada petang hari (ay. 9). Dia memilih malam yang
gelap dan pekat sebagai waktu yang paling cocok untuk tuju-
annya, bukan juga malam yang diterangi sinar bulan, sebab
takut dilihat orang.
6. Dia membelokkan arahnya ke rumah seseorang yang disang-
kanya akan menghiburnya, dan yang dengannya ia bisa berse-
nang-senang. Ia menyeberang dekat sudut jalan, menuju ru-
mah wanita semacam itu (ay. 8), bertentangan dengan
nasihat Salomo (5:8), janganlah menghampiri pintu rumahnya.
Mungkin dia tidak tahu bahwa itu yaitu jalan menuju se-
buah rumah yang keji, namun , sekalipun demikian, ia tidak
mempunyai urusan apa-apa untuk ke jalan itu. Bila kita tidak
mempunyai apa-apa untuk dikerjakan, maka Iblis dengan ce-
pat akan mendapatkan sesuatu untuk kita kerjakan. Kita ha-
rus berjaga-jaga, bukan hanya terhadap hari-hari yang santai,
melainkan juga terhadap malam-malam yang dijalani tanpa
kegiatan, supaya jangan itu menjadi jalan masuk ke dalam
pencobaan.
II. Tentang orang yang menggoda, bukan seorang pelacur biasa,
sebab dia istri orang (ay. 19). Dari semua yang tampak, ia mem-
punyai nama baik di antara para tetangganya, tidak dicurigai me-
lakukan kejahatan apa pun yang seperti itu. Namun, pada waktu
senja, pada petang hari, saat suaminya pergi jauh, ia berbuat
lancang dengan begitu menjijikkan. Di sini dia digambarkan,
1. Melalui pakaiannya. Dia berpakaian sundal (ay. 10), mencolok
dan menyilaukan, untuk memamerkan kecantikannya. Ba-
rangkali ia berhias seperti Izebel, dan keluar dengan leher dan
dada telanjang, berpakaian longgar dan tembus pandang. Ke-
murnian hati akan menunjukkan diri dalam kesederhanaan
pakaian, seperti yang layak bagi wanita yang beribadah.
138
2. Melalui tipu muslihat dan kelihaiannya. Dia berhati licik, me-
nguasai segala cara untuk merayu, dan tahu bagaimana men-
capai maksud-maksudnya yang hina dengan semua bujuk
rayunya itu.
3. Melalui sikap dan pembawaannya. Cerewet dan liat wanita
ini, bawel dan degil, berisik dan menyusahkan, keras hati dan
keras kepala, banyak bicara, dan ingin menuruti semua ke-
hendaknya, entah benar atau salah. Ia tidak sabar dengan
teguran dan pengawasan, dan tidak tahan dinasihati, apalagi
ditegur, oleh suami atau orangtua, oleh hamba Tuhan atau te-
man. Dia yaitu seorang wanita dursila, yang tidak tahan
menanggung kuk.
4. Melalui tempatnya, bukan rumahnya sendiri. Ia benci dengan
batasan dan pekerjaan rumah. Kakinya tak dapat tenang di
sana lebih lama dibandingkan yang seharusnya. Maunya cuma
pergi ke luar, berpindah-pindah tempat dan berganti-ganti te-
man. Sebentar ia di lapangan, dengan berdalih ingin meng-
hirup udara segar, sebentar ia di jalan, dengan berdalih ingin
melihat kegiatan di pasar. Sebentar ia ada di sini, sebentar ada
di sana, dan di tempat-tempat lain selain di mana seharusnya
ia berada. Dekat setiap tikungan ia menghadang, untuk meng-
hampiri orang yang dapat dimangsanya. Kebajikan terasa se-
perti hukuman penebus dosa bagi mereka yang kalau berada
di rumah merasa seperti berada di penjara.
III. Tentang godaan itu sendiri dan bagaimana wanita itu meng-
aturnya. Dia bertemu dengan anak muda yang membara. Mung-
kin dia mengenalnya. Namun bagaimanapun juga, ia tahu dari
pakaiannya bahwa anak muda itu persis seperti orang yang di-
idam-idamkannya. Maka, dipegangnyalah leher teruna itu dan di-
ciumnya, bertentangan dengan segala aturan sopan-santun (ay.
13). Ia tidak menunggu datangnya pujian dan rayuan dari teruna
itu, namun dengan muka tanpa malu mengundangnya bukan ha-
nya ke rumahnya, melainkan juga ke tempat tidurnya.
1. Dia membujuknya untuk makan dan minum bersamanya (ay.
14-15): aku harus mempersembahkan korban keselamatan. De-
ngan ini ia ingin menunjukkan kepada teruna itu,
Kitab Amsal 7:6-23
139
(1) Kekayaannya yang berlimpah, bahwa ia dikelilingi dengan
begitu banyak berkat sehingga mempunyai kesempatan un-
tuk mempersembahkan korban keselamatan, sebagai per-
tanda sukacita dan rasa syukur. Ia mempunyai banyak
harta benda, sehingga teruna itu tidak usah takut ia akan
mencopetnya.
(2) Pengakuannya akan kesalehannya. Dia baru saja dari bait
Allah pada hari itu, dan dihormati di sana seperti layaknya
orang lain yang menyembah di pelataran Tuhan. Dia sudah
membayar nazarnya, dan, seperti yang disangkanya, sudah
melunasi semua utangnya kepada Allah Yang Mahakuasa,
dan oleh sebab itu dapat melakukan dosa-dosa baru lagi.
Perhatikanlah, jika pelaksanaan-pelaksanaan lahiriah dari
ibadah agama tidak mengeraskan manusia melawan dosa,
maka itu akan mengeraskan mereka di dalamnya. Hal ini
juga akan membuat hati yang penuh dengan kedagingan
berani mencoba-cobanya, dengan berharap bahwa saat
mereka datang menghadap Allah untuk memperhitungkan
segala sesuatunya, Ia akan didapati berutang kepada mere-
ka atas persembahan-persembahan korban keselamatan
dan nazar-nazar mereka, sebanyak mereka berutang kepa-
da-Nya atas dosa-dosa mereka. namun sungguh menyedih-
kan bahwa pamer kesalehan harus menjadi tempat ber-
naung bagi kejahatan (yang sebenarnya melipatgandakan
aibnya, dan semakin menjadikannya berdosa), dan bahwa
manusia harus membungkam hati nurani mereka dengan
hal-hal yang seharusnya justru membuat mereka tergon-
cang. Orang-orang Farisi mengucapkan doa yang panjang-
panjang, agar mereka dapat terus menjalankan ketetapan-
ketetapan mereka yang penuh dengan ketamakan dan
amat menyusahkan. Menurut hukum Taurat, bagian terbe-
sar dari daging persembahan korban keselamatan harus di-
kembalikan kepada yang memberikan persembahan, untuk
berpesta bersama teman-teman mereka, dan (seandainya
itu daging korban syukur) harus dimakan semua pada hari
dipersembahkannya daging itu dan sedikit pun dari pada-
nya tidak boleh ditinggalkan sampai pagi (Im. 7:15). Hukum
kasih dan kemurahan hati ini disalahgunakan untuk me-
nutup-nutupi kerakusan dan keberlebihan: Mari, kata-
140
nya, pulanglah denganku, sebab aku mempunyai cukup
banyak makanan dan minuman, dan hanya ingin mencari
teman yang baik untuk membantuku menghabiskannya.
Sayang sekali bahwa korban-korban keselamatan itu harus
menjadi, dalam pengertian yang buruk, korban-korban
dosa, dan bahwa apa yang dirancang demi kehormatan
Allah harus menjadi makanan dan bahan bakar bagi hawa
nafsu yang rend