Minggu, 29 Desember 2024

amsal 7


 ah. namun  ini belum seberapa.  

(3) Untuk memperkuat godaan itu,  

[1] Ia berpura-pura amat sangat menyayanginya melebihi 

pria mana pun: “Itulah sebabnya,   sebab  ada makanan 

di mejaku, aku keluar menyongsong engkau, sebab tidak 

ada teman lain di dunia ini yang begitu pantas men-

dapatkannya selain engkau (ay. 15). Engkaulah orang-

nya yang sengaja kucari, sungguh-sungguh kucari-cari, 

dan aku datang sendiri, tidak mau menyuruh seorang 

hamba.” Tentu saja teruna itu tidak bisa menolak mene-

maninya, sebab ia begitu menghargai kehadirannya, 

dan mau bersusah payah seperti ini untuk mendapat-

kan kebaikan hatinya. Orang-orang berdosa bersusah 

payah untuk melakukan kejahatan, dan menjadi seperti 

singa yang mengaum-ngaum itu. Mereka berjalan keli-

ling mencari orang yang dapat ditelannya, namun ber-

pura-pura hanya ingin meminta tolong.  

[2] Dia ingin agar orang menganggap bahwa Allah Sang Pe-

melihara sendiri menyetujui perbuatannya dalam memi-

lih teruna itu untuk menemaninya. Sebab, begitu cepat-

nya dia menemukan orang yang dicari-carinya! 

2. Dia merayunya untuk tidur dengannya. Mereka akan duduk 

untuk makan dan minum, dan kemudian bangun untuk ber-

main, bermain permainan nakal, dan sudah ada tempat tidur 

yang siap untuk mereka, di mana segala sesuatunya ditata un-

tuk menyenangkan si teruna itu. Untuk menyenangkan mata-

nya, telah dibentangkannya permadani di atas tempat tidur-

nya, yang amat halus dan indah. Tidak pernah dilihatnya yang 

seperti itu. Untuk menyenangkan sentuhannya, kain untuk 

tempat tidur itu bukanlah buatan lokal. Kain ini didatangkan 

dari jauh dan dibeli dengan harga mahal. Kain itu kain lenan 

Kitab Amsal 7:6-23 

 141 

beraneka warna dari Mesir (ay. 16). Untuk memuaskan pen-

ciumannya, pembaringan itu ditaburi dengan berbagai wewa-

ngian yang harum semerbak (ay. 17). Oleh sebab itu, datang-

lah dan marilah kita memuaskan berahi (ay. 18; KJV: memuas-

kan cinta – pen.). Memuaskan cinta katanya? Memuaskan 

nafsu mungkin, nafsu kebinatangan. namun  sungguh sayang 

bahwa nama cinta sampai disalahgunakan sedemikian rupa. 

Cinta sejati berasal dari sorga. Yang ini berasal dari neraka. 

Bagaimana mungkin mereka berpura-pura menikmati diri sen-

diri dan berbagi asmara satu sama lain, jika sebenarnya mere-

ka menghancurkan diri sendiri dan satu sama lain? 

3.  Dia sudah menyiapkan jawaban untuk menanggapi keberatan 

yang mungkin diajukan teruna itu mengenai bahaya dari per-

buatan itu. Bukankah dia istri orang, dan bagaimana jika sua-

minya menangkap basah mereka berzinah? Ia akan membuat 

mereka membayar sangat mahal untuk permainan mereka, 

dan lalu di manakah letak penghiburan pada cinta mereka? 

“Jangan takut,” kata wanita  itu, “orang baik itu tidak di 

rumah” (ay. 19, KJV). Ia tidak menyebutnya suaminya, sebab ia 

meninggalkan teman hidup masa mudanya dan melupakan 

perjanjian Allahnya. namun  menyebutnya “orang baik di rumah 

itu, yang dengannya aku sudah bosan.” Demikian pulalah istri 

Potifar, saat  berbicara tentang suaminya, tidak mau menye-

butnya suaminya, namun  cuma menyebutnya dia (Kej. 39:14). 

Oleh sebab itu, kita perlu memberi perhatian pada pujian 

Sara, bahwa ia berbicara dengan hormat tentang suaminya, 

dengan memanggilnya tuan. wanita  sundal itu senang 

bahwa suaminya tidak ada di rumah, dan oleh sebab itu ia 

sedih jika tidak ada yang menemani.   sebab  itu dia akan ber-

buat bebas dengan siapa saja yang bisa menemaninya, sebab 

ia tidak sedang diawasi suaminya, dan suaminya pun tidak 

akan pernah tahu. namun , akankah suaminya kembali dengan 

cepat? Tidak: “Ia sedang dalam perjalanan jauh, dan pasti tidak 

akan kembali dengan tiba-tiba. Ia sudah menetapkan kapan 

akan kembali, dan tidak pernah pulang lebih awal dari yang 

sudah ditetapkannya. Sekantong uang dibawanya, entah,”  

(1) “Untuk ditukarkan, untuk membeli barang-barang, dan ia 

tidak akan kembali sampai ia membelanjakan semuanya. 

Sayang sekali bahwa orang yang rajin dan jujur sampai 


 142

dimanfaatkan sedemikian rupa, dan kepergiannya untuk 

mencari nafkah, demi kebaikan keluarganya, disalahguna-

kan untuk mengambil untung.” Atau,  

(2) “Untuk dihabiskan dan dipakai bersenang-senang.” Entah 

adil atau tidak, wanita  itu menyindir secara tidak lang-

sung bahwa dia yaitu  seorang suami yang buruk. Begitu-

lah dia ingin menggambarkan suaminya,   sebab  dia sudah 

memutuskan untuk menjadi istri yang buruk, dan harus 

memakainya sebagai dalih. Alasan ini sering kali diajukan 

tanpa dasar, dan tidak pernah memadai. “Suamiku suka 

mencari kesenangan, dan memboroskan harta bendanya di 

luar” (katanya), “lantas mengapa aku tidak boleh melaku-

kan hal yang sama di rumah?” 

IV. Tentang keberhasilan godaan ini. Dengan menjanjikan teruna itu 

segala sesuatu yang menyenangkan, dan untuk menikmatinya 

tanpa khawatir akan mendapat hukuman, dia berhasil mencapai 

tujuannya (ay. 21). Tampaknya, pemuda itu, meskipun sangat 

polos, tidak mempunyai rancangan jahat apa pun, sebab kalau 

tidak, hanya dengan sebuah kata, sebuah isyarat, dan sebuah 

kedipan ia pasti akan tergoda, dan semua kata yang bertele-tele 

ini tidak akan perlu. namun  meskipun pemuda itu tidak berniat 

melakukan hal seperti itu, bahkan, di dalam hati nuraninya ingin 

menentangnya, namun dengan berbagai-bagai bujukan ia merayu 

orang muda itu. Kebejatan-kebejatannya pada akhirnya menang 

atas keyakinan-keyakinannya, dan tekad-tekadnya tidak cukup 

kuat untuk bertahan melawan serangan-serangan yang licik se-

perti ini. Dengan kelicinan bibir ia menggodanya. Pemuda itu tidak 

dapat menutup telinganya untuk tidak mendengarkan perayu 

seperti itu, namun  menyerahkan diri untuk menjadi tawanannya. 

Pelayan-pelayan hikmat, yang menyerukan kepentingannya, dan 

yang didukung oleh akal budi, dan yang mengundang manusia 

untuk menikmati kesenangan-kesenangan yang sejati dan ilahi, 

mendapati telinga manusia tertutup rapat dan tidak mau men-

dengarkan mereka. Dan dengan semua bujukannya, mereka tidak 

bisa memaksa manusia untuk datang. namun  seperti itulah ke-

kuasaan dosa di dalam hati manusia, bahwa godaan-godaannya 

segera menang melalui kebohongan dan sanjungan. Dengan rasa 

kasihan yang seperti apa Salomo di sini memandang anak muda 

Kitab Amsal 7:6-23 

 143 

yang bodoh ini, saat  dia melihatnya mengikuti wanita  sun-

dal itu! 

(1) Dia menganggapnya sudah habis. Ah, kasihan! Dia binasa. Dia 

pergi ke tempat jagal (sebab rumah kenajisan yaitu  rumah 

jagal bagi jiwa-jiwa yang berharga). Sebuah anak panah akan 

segera menembus hatinya.   sebab  pergi keluar tanpa tutup 

pelindung dada, ia akan menerima luka yang akan menda-

tangkan kematian baginya (ay. 23). Itu yaitu  hidupnya, hi-

dupnya yang berharga, kini dibuang tanpa bisa diperoleh kem-

bali. Ia benar-benar lenyap tanpa bekas. Hati nuraninya rusak. 

Sebuah pintu terbuka bagi semua kekejian lainnya, dan ini 

pasti akan berakhir dengan penghukuman kekal baginya.  

(2) Apa yang membuat kasusnya lebih menyedihkan lagi yaitu  

bahwa dia sendiri tidak sadar akan kesengsaraan dan bahaya 

yang mengancamnya. Ia pergi dengan mata tertutup, bahkan, 

ia melangkah menuju kehancurannya sambil tertawa-tawa. 

Seekor lembu menyangka ia dituntun ke padang rumput keti-

ka sedang dibawa ke tempat penjagalan. Orang bodoh (mak-

sudnya, si pemabuk, sebab, dari semua orang berdosa, para 

pemabuklah yang paling bodoh) dibawa kepada belenggu untuk 

dihukum, dan tidak merasakan aibnya, namun pergi ke sana 

seolah-olah ingin menonton sandiwara. Burung yang dengan 

cepat menuju perangkap hanya melihat umpan, dan menjanji-

kan dirinya akan mengecap sedikit makanan enak darinya, 

dan tidak sadar bahwa hidupnya terancam. Demikian pulalah 

dengan anak muda yang tidak sadar dan tidak waspada ini, ia 

tidak memimpikan apa pun selain kesenangan-kesenangan 

yang akan dirasakannya dalam pelukan si pelacur, padahal 

sebenarnya ia sedang berlari langsung menuju kepada kehan-

curannya. Walaupun di sini Salomo tidak memberi tahu kita 

bahwa ia menjatuhkan hukuman kepada pelacur murahan ini, 

namun tidak ada alasan bagi kita untuk berpikir bahwa ia 

tidak menjatuhkannya, sebab ia sendiri begitu terusik dengan 

kejahatan yang dilakukannya, dan amat geram terhadapnya.  


 144

Godaan Orang Muda 

(7:24-27) 

24 Oleh sebab itu, hai anak-anak, dengarkanlah aku, perhatikanlah perkata-

an mulutku. 25 Janganlah hatimu membelok ke jalan-jalan wanita  itu, 

dan janganlah menyesatkan dirimu di jalan-jalannya. 26   sebab  banyaklah 

orang yang gugur ditewaskannya, sangat besarlah jumlah orang yang dibu-

nuhnya. 27 Rumahnya yaitu  jalan ke dunia orang mati, yang menurun ke 

ruangan-ruangan maut. 

Di sini kita mendapati penerapan dari cerita sebelumnya: “Oleh sebab 

itu, dengarkanlah aku, dan janganlah dengarkan penggoda-penggoda 

seperti itu (ay. 24). Sendengkanlah telinga kepada ayahmu, dan bu-

kan kepada seorang musuh.” 

1. “Camkanlah nasihat baik jika  sedang disampaikan kepadamu. 

Janganlah hatimu membelok ke jalan-jalan wanita  itu (ay. 25). 

Janganlah pernah meninggalkan jalan-jalan kebajikan, meskipun 

sesak dan sempit, sunyi dan mendaki, demi jalan wanita  

sundal, meskipun hijau, luas, dan penuh dengan banyak teman. 

Jangan hanya menjaga kakimu dari jalan-jalan itu, namun  juga 

bahkan hatimu janganlah sampai condong kepadanya. Jangan 

pernah menyimpan kecenderungan ke jalan ini, atau berpikiran 

lain selain merasa jijik terhadap perbuatan-perbuatan fasik seperti 

ini. Biarlah akal budi, hati nurani, dan rasa takut akan Allah me-

merintah di dalam hati, menegur kecondongan-kecondongan hawa 

nafsu berahi. Jika engkau melangkah di jalannya, di jalan-jalan 

mana saja yang mengarah pada dosa ini, maka engkau tersesat, 

engkau sudah menyimpang dari jalan yang benar, jalan yang 

aman. Oleh sebab itu berjaga-jagalah, janganlah menyesatkan diri-

mu, supaya jangan engkau terus berkelana tanpa henti.”  

2.  “Camkanlah peringatan yang pantas jika  sedang disampaikan 

kepadamu.”  

(1) “Tengoklah ke belakang, dan lihatlah kejahatan apa yang telah 

diperbuat oleh dosa ini. wanita  sundal itu tidak saja su-

dah merusak satu orang di sini dan satu orang di sana, namun  

juga banyaklah orang yang gugur ditewaskannya.” Ribuan 

orang sudah binasa, sekarang dan selama-lamanya, oleh kare-

na dosa ini. Dan orang-orang itu bukan hanya anak-anak 

muda yang lemah dan polos, seperti teruna yang baru dibica-

rakannya tadi, namun  juga sangat besarlah jumlah orang yang 

dibunuhnya (ay. 26; KJV: banyak orang kuat telah dibunuhnya –

Kitab Amsal 7:24-27 

 145 

 pen.). Dalam hal ini, mungkin, Salomo terutama melihat pada 

Simson, yang terbunuh oleh dosa ini, dan mungkin pada Daud 

juga, yang melalui dosa ini mendatangkan pedang yang meng-

hancurkan keluarganya, meskipun Tuhan sudah mencabutnya 

sampai sejauh ini, sehingga Salomo sendiri tidak akan mati. 

Mereka ini bukan saja orang-orang yang kuat secara jasmani, 

melainkan juga terkenal akan hikmat dan keberaniannya, 

namun hawa nafsu kedagingan mereka menang atas mereka. 

Merataplah, hai pohon sanobar, sebab sudah rebah pohon aras. 

Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-

hatilah supaya ia jangan jatuh. 

(2) “Tataplah ke depan dengan mata iman, dan lihatlah apa yang 

ada di akhir jalan itu” (ay. 27). Rumahnya, meskipun berbalut 

permadani yang begitu megah dan indah, dan disebut rumah 

kesenangan, yaitu  jalan ke dunia orang mati. Ruangan-ruang-

annya yaitu  anak tangga yang turun menuju ruangan-ruangan 

maut dan kegelapan kekal. Cawan persundalan akan segera 

berganti dengan cawan kegentaran. Api-api hawa nafsu, jika 

tidak dipadamkan dengan pertobatan dan pengendalian diri, 

akan membakar kita sampai ke neraka yang paling dalam. Oleh 

sebab itu, gentarlah dan jangan berbuat dosa.   

 

 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL  8  

irman (atau perkataan) Allah mempunyai dua sisi, dan, di dalam 

kedua pengertiannya, merupakan hikmat. Sebab firman (atau 

kata) tanpa hikmat sedikit nilainya, dan hikmat tanpa firman (atau 

kata) sedikit manfaatnya. Nah, 

I. Pewahyuan ilahi merupakan firman (kata) dan hikmat Allah, 

dan agama yang murni serta tidak cemar yang dibangun di 

atasnya. Tentang pewahyuan itulah Salomo berbicara di sini, 

dengan menyarankannya kepada kita sebagai perkataan yang 

benar dan patut diterima sepenuhnya (ay. 1-21). Allah, mela-

lui pewahyuan-Nya, mendidik, memerintah, dan memberkati 

anak-anak manusia. 

II. Sang Penebus yaitu  Firman dan hikmat kekal, Sang Logos. 

Dialah Sang Hikmat yang berbicara kepada anak-anak ma-

nusia pada bagian awal pasal ini. Semua pewahyuan ilahi 

turun melalui tangan-Nya, dan berpusat pada-Nya. namun  

tentang Dia sebagai Hikmat secara pribadilah, yaitu pribadi 

kedua dalam ke-Allah-an, Salomo berbicara di sini, menurut 

pandangan banyak orang di zaman dulu (ay. 22-31). Salomo 

menutup dengan mengulang kembali pesannya kepada anak-

anak manusia untuk memperhatikan suara Allah dengan 

tanggap di dalam firman-Nya (ay. 32-36).  

Undangan Hikmat  

(8:1-11) 

1 Bukankah hikmat berseru-seru, dan kepandaian memperdengarkan suara-

nya? 2 Di atas tempat-tempat yang tinggi di tepi jalan, di persimpangan jalan-

jalan, di sanalah ia berdiri, 3 di samping pintu-pintu gerbang, di depan kota, 

pada jalan masuk, ia berseru dengan nyaring: 4 “Hai para pria, kepadamulah 

aku berseru, kepada anak-anak manusia kutujukan suaraku. 5 Hai orang 


 148

yang tak berpengalaman, tuntutlah kecerdasan, hai orang bebal, mengertilah 

dalam hatimu. 6 Dengarlah,   sebab  aku akan mengatakan perkara-perkara 

yang dalam dan akan membuka bibirku tentang perkara-perkara yang tepat. 

7   sebab  lidahku mengatakan kebenaran, dan kefasikan yaitu  kekejian bagi 

bibirku. 8 Segala perkataan mulutku yaitu  adil, tidak ada yang belat-belit 

atau serong. 9 Semuanya itu jelas bagi yang cerdas, lurus bagi yang berpe-

ngetahuan. 10 Terimalah didikanku, lebih dari pada perak, dan pengetahuan 

lebih dari pada emas pilihan. 11   sebab  hikmat lebih berharga dari pada per-

mata, apa pun yang diinginkan orang, tidak dapat menyamainya.” 

Kehendak Allah yang dinyatakan kepada kita untuk keselamatan 

kita, di sini digambarkan sebagian besar sebagai suatu hal yang mu-

dah diketahui dan dipahami, sehingga tidak ada orang yang bisa 

berdalih atas ketidaktahuan atau kesalahan mereka. Kehendak itu 

juga digambarkan sebagai suatu hal yang layak dipeluk, sehingga 

tidak ada orang yang bisa berdalih atas kecerobohan dan ketidak-

percayaan mereka.  

I. Hal-hal yang dinyatakan itu mudah untuk diketahui, sebab se-

muanya diperuntukkan bagi kita dan bagi anak-anak kita (Ul. 

29:29), dan kita tidak perlu terbang membubung tinggi ke langit, 

atau menyelam di kedalaman-kedalaman laut, untuk mendapat-

kan pengetahuan akan semua itu (Ul. 30:11), sebab semuanya 

sudah dibukakan dan diberitakan sedikit banyak melalui karya-

karya penciptaan (Mzm. 19:2). Secara lebih penuh, melalui hati 

nurani manusia dan melalui pemikiran-pemikiran dan aturan-

aturan kekal tentang kebaikan dan kejahatan, dan terlebih jelas 

lagi seperti yang disampaikan melalui Musa dan para nabi. 

Biarlah kita mendengarkan mereka. Ajaran-ajaran hikmat dapat 

diketahui dengan mudah, sebab, 

1. Ajaran-ajaran itu diserukan dengan nyaring (ay. 1): bukankah 

hikmat berseru-seru? Ya, ia berseru-seru dengan nyaring, dan 

tidak menahan-nahan (Yes. 58:1). Ia memperdengarkan suara-

nya, seperti orang yang bersungguh-sungguh dan ingin dide-

ngar. Yesus berdiri dan berseru (Yoh. 7:37). Kutukan-kutukan 

dan berkat-berkat dibacakan dengan suara nyaring oleh 

orang-orang Lewi (Ul. 27:14). Hati manusia sendiri kadang-

kadang berbicara dengan nyaring kepada mereka. Adakalanya 

hati nurani berteriak-teriak, dan ada kalanya berbisik-bisik.  

2. Ajaran-ajaran itu diserukan dari ketinggian (ay. 2): di atas tem-

pat-tempat yang tinggi, di sanalah ia berdiri. Dari atas Gunung 

Sinailah hukum Taurat diberikan, dan Kristus mengurai-

Kitab Amsal 8:1-11 

 149 

kannya dalam khotbah di bukit.   sebab  itu, jika kita mere-

mehkan pewahyuan ilahi, maka itu berarti kita sungguh ber-

paling dari Dia yang berbicara dari sorga, sebuah tempat yang 

memang tinggi (Ibr. 12:25). wanita  sundal berbicara se-

cara sembunyi-sembunyi, mantra-mantra orang kafir diucap-

kan dengan bibir komat-kamit, namun  Hikmat berbicara secara 

terang-terangan. Kebenaran tidak mencari tempat di sudut-

sudut, namun  dengan senang hati datang kepada terang.  

3. Ajaran-ajaran itu diserukan di pusat-pusat keramaian, di mana 

banyak orang berkumpul bersama-sama, semakin banyak 

semakin baik. Yesus mengajar di rumah-rumah ibadat dan di 

Bait Allah, tempat semua orang Yahudi berkumpul (Yoh. 18:20). 

Setiap orang yang lewat di jalan, dari kalangan atau golongan 

apa pun dia, dapat mengetahui apa yang baik dan apa yang 

dituntut Tuhan darinya, jika itu bukan   sebab  kesalahannya 

sendiri. Tidak ada kata atau bahasa yang di dalamnya suara 

Hikmat tidak terdengar. Penemuan-penemuan dan petunjuk-

petunjuknya diberikan kepada semua orang tanpa pandang 

bulu. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!  

4. Ajaran-ajaran itu diserukan di tempat yang paling membutuh-

kannya. Ajaran-ajaran itu dimaksudkan sebagai pemandu 

jalan kita, dan oleh sebab itu diberitakan di persimpangan 

jalan-jalan, tempat bertemunya banyak arah, sehingga para 

pelancong, jika mereka mau bertanya, dapat ditunjukkan 

mana jalan yang benar, tepat pada saat mereka bingung harus 

ke mana. Pada saat itu engkau akan mendengar perkataan ini 

dari belakangmu: “Inilah jalannya” (Yes. 30:21). Orang bodoh 

tidak mengetahui jalan ke kota (Pkh. 10:15), dan oleh sebab itu 

Hikmat berdiri siap untuk menuntunnya, berdiri di samping 

pintu-pintu gerbang, di depan kota, siap memberi tahu dia di 

mana rumah si pelihat itu (1Sam. 9:18). Bahkan, ia mengikuti 

orang sampai ke rumah mereka, dan berseru-seru kepada 

mereka pada jalan masuk, sambil berkata, “damai sejahtera 

bagi rumah ini;“ dan jikalau di situ ada orang yang layak 

menerima damai sejahtera, maka salam itu pasti akan tinggal 

atasnya. Hamba-hamba Allah ditunjuk untuk bersaksi kepada 

orang-orang baik di depan umum maupun dari rumah ke 

rumah. Hati nurani mereka sendiri mengikuti mereka dengan 

peringatan-peringatan ke mana saja mereka pergi, yang pasti 


 150

dapat mereka dengarkan selama mereka masih mempunyai 

kepala dan hati, yang merupakan hukum bagi diri mereka 

sendiri.  

5. Ajaran-ajaran itu ditujukan kepada anak-anak manusia. 

Biasanya kita cenderung memperhatikan pembicaraan yang di 

dalamnya kita mendengar diri kita disebut, dan seandainya 

tidak demikian, kita pasti akan mengabaikannya. Oleh sebab 

itu Hikmat berbicara kepada kita: “Hai para pria (KJV: hai umat 

manusia – pen.), kepadamulah aku berseru (ay. 4), bukan 

kepada para malaikat (mereka tidak memerlukan pengajaran-

pengajaran ini), bukan kepada setan-setan (mereka sudah 

melanggarnya), bukan juga kepada binatang-binatang (mereka 

tidak mampu memahaminya), namun  kepadamu, hai umat ma-

nusia, yang berpengetahuan melebihi binatang-binatang di 

bumi dan dijadikan lebih bijak dibandingkan  burung-burung di 

udara. Kepadamulah hukum ini diberikan, kepadamulah per-

kataan undangan ini ditujukan, nasihat ini disampaikan. Ku-

tujukan suaraku kepada anak-anak manusia, yang berkepen-

tingan untuk menerima pengajaran, dan yang olehnya, sangka 

orang, suaranya akan disambut dengan sangat baik. Bukan 

hanya kepadamu saja, hai orang-orang Yahudi, hikmat ber-

seru-seru. Juga bukan kepadamu, hai orang-orang terhormat! 

Bukan kepadamu, hai guru-guru agama! Melainkan kepada-

mu, hai manusia! Hai anak-anak manusia! Bahkan yang 

terhina di antaramu.” 

6. Ajaran-ajaran itu dirancang untuk membuat mereka bijaksana 

(ay. 5). Ajaran-ajaran itu tidak hanya diperhitungkan bagi 

orang yang mampu menerima hikmat saja, melainkan juga 

bagi orang-orang berdosa, manusia yang jatuh, orang-orang 

bodoh, yang memerlukannya, dan yang akan binasa tanpanya: 

“Hai orang yang tak berpengalaman, tuntutlah kecerdasan (KJV: 

Hai orang naif, mengertilah hikmat – pen.). Meskipun engkau 

begitu tidak berpengalaman, Hikmat akan menerimamu seba-

gai murid-muridnya, dan bukan hanya itu, melainkan juga, 

jika engkau mau diperintah olehnya, ia akan berusaha mem-

buatmu mengerti dalam hatimu.” saat  orang-orang berdosa 

meninggalkan dosa-dosa mereka, dan menjadi sungguh-sung-

guh saleh, maka pada saat itulah orang yang tidak berpeng-

alaman memahami hikmat. 

Kitab Amsal 8:1-11 

 151 

II. Hal-hal yang dinyatakan itu patut diketahui, patut diterima de-

ngan sepenuhnya. Kita berkepentingan untuk mendengarkannya, 

sebab, 

1.  Hal-hal itu tak terkira harganya. Semua itu merupakan per-

kara-perkara yang dalam (ay. 6), perkara-perkara yang mulia, 

begitulah kata yang dipakai di sini. Meskipun hal-hal itu 

disesuaikan dengan kemampuan terendah, namun di dalam-

nya terkandung sesuatu yang akan menjadi penghiburan bagi 

orang-orang besar. Hal-hal itu merupakan perkara-perkara 

ilahi dan sorgawi, yang begitu dalam sehingga, jika dibanding-

kan dengannya, semua pembelajaran yang lain hanyalah 

seperti permainan anak-anak. Hal-hal yang berhubungan de-

ngan Allah yang kekal, dengan jiwa yang tidak bisa mati, dan 

dengan keadaan abadi sudah pasti merupakan perkara-per-

kara yang dalam.  

2. Hal-hal itu adil tanpa terbantahkan, dan mengandung bukti 

mengenai kebaikannya sendiri di dalamnya. Itu yaitu  per-

kara-perkara yang tepat (ay. 6), semuanya adil (ay. 8), dan 

tidak ada yang belat-belit atau serong di dalamnya. Semua 

pernyataan dan petunjuk dari agama wahyu sesuai dengan, 

dan merupakan penyempurnaan dari, terang dan hukum 

alam. Di dalamnya tidak ada yang menyulitkan kita, yang 

memaksakan kekangan-kekangan yang tidak semestinya. Di 

dalamnya juga tidak ada yang tidak pantas bagi hakikat ma-

nusia yang bermartabat dan mempunyai kebebasan, tidak ada 

yang memberi kita alasan untuk mengeluhkannya. Semua 

ajaran Allah mengenai segala hal itu tepat.  

3. Ajaran-ajaran Hikmat itu benar tanpa bisa diragukan lagi. 

Ajaran-ajaran Hikmat, yang di atasnya hukum-hukumnya di-

bangun, yaitu  sedemikian rupa sehingga padanya kita dapat 

mempertaruhkan jiwa kita yang tidak bisa mati: lidahku me-

ngatakan kebenaran (ay. 7), kebenaran yang sepenuhnya, dan 

hanya kebenaran,   sebab  ia merupakan kesaksian bagi selu-

ruh dunia. Setiap firman Allah itu benar. Di dalamnya bahkan 

tidak ada sedikit pun kepalsuan-kepalsuan rohani, dan kita 

juga tidak akan ditipu dalam apa yang diberitahukan kepada 

kita demi kebaikan kita sendiri. Kristus yaitu  saksi yang 

setia, yaitu  kebenaran itu sendiri. Kefasikan (yakni, dusta) 

yaitu  kekejian bagi bibir-Nya. Perhatikanlah, dusta yaitu  


 152

kefasikan, dan kita tidak saja harus menahan diri darinya, 

namun  juga itu harus menjadi kekejian bagi kita, dan kita ha-

rus menjauhkannya dari apa yang kita katakan, sebab dusta 

itu jauh dari apa yang dikatakan Allah kepada kita. Firman-

Nya kepada kita yaitu  ya dan amin. Jadi janganlah perkata-

an kita menjadi ya dan tidak.  

4. Ajaran-ajaran Hikmat itu secara menakjubkan dapat diterima 

dan disetujui oleh orang-orang yang menjalaninya dengan be-

nar, yang memahaminya dengan benar, yang penghakiman-

penghakimannya tidak dibutakan dan dibuat berat sebelah 

oleh dunia dan kedagingan. Oleh orang-orang yang tidak ber-

ada di bawah kuasa prasangka, yang memiliki pengetahuan 

tentang Allah, dan yang pengertiannya telah dibukakan-Nya. 

Oleh orang-orang yang mencari pengetahuan tanpa memihak, 

yang bersusah payah untuk mendapatkannya, dan yang telah 

menemukannya di dalam pencarian-pencarian yang sudah 

mereka lakukan selama ini. Bagi mereka,  

(1) Semua hal itu jelas, dan tidak sulit untuk dipahami. Jika 

sebuah kitab dimeteraikan, itu hanya bagi orang-orang 

yang memilih untuk bersikap masa bodoh. Jika Injil kita 

tersembunyi, itu tersembunyi bagi orang-orang yang terhi-

lang. namun , bagi orang-orang yang menjauhi kejahatan, 

yang merupakan akal budi itu sendiri, yang memiliki peng-

ertian yang baik seperti pada orang-orang yang melakukan 

perintah-perintah-Nya, maka bagi mereka semua hal itu 

jelas dan tidak ada satu pun yang sulit di dalamnya. Jalan 

agama yaitu  jalan raya, dan para pengembara, meskipun 

pandir, tidak akan tersesat di dalamnya (Yes. 35:8, KJV). 

Oleh sebab itu, pihak-pihak tertentu yang melarang orang 

awam membaca Kitab Suci dengan dalih bahwa mereka 

tidak dapat memahaminya berarti melakukan kejahatan 

besar,   sebab  Kitab Suci itu jelas bagi orang biasa.  

(2) Semua hal itu lurus, dan tidak susah bagi orang untuk 

tunduk kepadanya. Mereka yang mengenali perkara-per-

kara yang berbeda, yang mengetahui mana yang baik dan 

mana yang jahat, akan siap menuruti semua tuntutan 

Hikmat yang lurus. Dan   sebab  itu, tanpa menggerutu atau 

berbantah, mereka akan mengatur diri mereka dengannya.  

Kitab Amsal 8:12-21 

 153 

III. Dari semuanya ini Salomo menyimpulkan bahwa pengetahuan 

yang benar akan hal-hal tersebut, sebegitu rupa sehingga meng-

ubah kita sepenuhnya menjadi serupa dengan hal-hal tersebut, 

haruslah diutamakan melebihi semua harta dunia ini (ay. 10-11): 

terimalah didikanku, lebih dari pada perak. Didikan tidak saja 

harus didengar, namun  juga diterima. Kita harus menyambutnya, 

menerima pengaruh-pengaruhnya, dan taat kepada perintahnya. 

Dan terimalah ini lebih dari pada emas, maksudnya, 

1.  Kita harus lebih mengutamakan agama dibandingkan  kekayaan, 

dan memandang agama sedemikian rupa sehingga, jika kita 

memiliki pengetahuan dan rasa takut akan Allah di dalam hati 

kita, maka kita benar-benar lebih berbahagia dan lebih 

diperlengkapi untuk setiap keadaan hidup dibandingkan  jika kita 

mempunyai perak dan emas yang begitu banyak. Hikmat itu 

pada dirinya sendiri lebih berharga dari pada permata, dan 

oleh sebab itu kita pun harus memandangnya demikian. Hik-

mat akan membuat kita lebih berharga, akan memberi kita 

bagian yang lebih baik. Tunjukkanlah hikmat, maka ia akan 

menjadi perhiasan yang lebih baik dibandingkan  batu permata dan 

batu-batu yang paling berharga. Apa pun yang dapat kita 

impikan dan harapkan dari kekayaan dunia ini, jika kita me-

milikinya, tidaklah berharga jika dibandingkan dengan keun-

tungan-keuntungan yang menyertai kesalehan yang sungguh-

sungguh.  

2. Kita harus mati bagi kekayaan dunia ini, agar kita dapat lebih 

dekat dan lebih sungguh-sungguh hidup mengabdikan diri 

untuk urusan agama. Kita harus menerima didikan sebagai 

hal yang utama, dan kemudian tidak usah peduli apakah kita 

menerima perak atau tidak. Bahkan, kita tidak boleh mene-

rima perak sebagai bagian dan imbalan kita, sebab orang kaya 

menerima segala yang baik sewaktu hidupnya. 

Keuntungan-keuntungan Hikmat  

(8:12-21) 

12 “Aku, hikmat, tinggal bersama-sama dengan kecerdasan, dan aku menda-

pat pengetahuan dan kebijaksanaan. 13 Takut akan TUHAN ialah membenci 

kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang 

jahat, dan mulut penuh tipu muslihat. 14 Padaku ada nasihat dan pertim-

bangan, akulah pengertian, padakulah kekuatan. 15   sebab  aku para raja me-

merintah, dan para pembesar menetapkan keadilan. 16   sebab  aku para pem-


 154

besar berkuasa juga para bangsawan dan semua hakim di bumi. 17 Aku 

mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku 

akan mendapatkan daku. 18 Kekayaan dan kehormatan ada padaku, juga har-

ta yang tetap dan keadilan. 19 Buahku lebih berharga dari pada emas, bahkan 

dari pada emas tua, hasilku lebih dari pada perak pilihan. 20 Aku berjalan 

pada jalan kebenaran, di tengah-tengah jalan keadilan, 21 supaya kuwariskan 

harta kepada yang mengasihi aku, dan kuisi penuh perbendaharaan mereka.” 

Hikmat di sini yaitu  Kristus, yang di dalam Dia tersembunyi segala 

harta hikmat dan pengetahuan. Hikmat itu yaitu  Kristus di dalam 

firman dan Kristus di dalam hati, bukan hanya Kristus yang dinyata-

kan kepada kita, melainkan juga Kristus yang dinyatakan di dalam 

diri kita. Hikmat itu yaitu  firman Allah, yang mencakup seluruh 

pewahyuan ilahi. Hikmat itu yaitu  Allah Sang Firman, yang di 

dalam Dia segala pewahyuan ilahi berpusat. Hikmat itu yaitu  jiwa 

yang dibentuk oleh firman. Hikmat itu yaitu  Kristus yang dibentuk 

di dalam jiwa. Hikmat itu yaitu  agama dalam kemurnian dan kua-

sanya. Hal-hal yang mulia dibicarakan di sini mengenai pribadi yang 

ulung ini, perkara yang unggul ini. 

I.   Hikmat ilahi mengisi kepala manusia dengan hal-hal yang baik 

(ay. 12): Aku, Hikmat, tinggal bersama-sama dengan kecerdasan 

(KJV: tinggal bersama-sama dengan kebijaksanaan – pen.), bukan 

dengan kebijaksanaan badani (hikmat yang dari atas bertentang-

an dengan kebijaksanaan itu, 2Kor. 1:12), melainkan dengan 

kebijaksanaan yang sejati, yang bermanfaat untuk mengatur 

perilaku baik. Hikmat orang bijaksana yang mengerti jalannya 

sendiri dan yang dalam semua keadaan merupakan hal terpenting 

untuk berhasil. Kecerdikan si ular, yang digunakan bukan hanya 

untuk menjaga diri dari bahaya, melainkan juga untuk membim-

bing dalam berbuat baik. Hikmat tinggal bersama-sama dengan 

kebijaksanaan. Sebab, kebijaksanaan yaitu  buah dari agama 

dan merupakan perhiasannya. Dan melalui bantuan Kitab Suci, 

ada lebih banyak temuan yang cerdik, baik untuk memahami 

dengan benar pemeliharaan-pemeliharaan Allah dan menggagal-

kan rancangan-rancangan Iblis dengan berhasil maupun untuk 

berbuat baik pada masa hidup kita. Semua ini tidak pernah di-

temukan melalui pengetahuan para filsuf atau ajaran politik para 

negarawan. Kita dapat menerapkannya kepada Kristus sendiri. Ia 

tinggal bersama-sama dengan kebijaksanaan, sebab seluruh pe-

kerjaan-Nya yaitu  hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, 

Kitab Amsal 8:12-21 

 155 

dan di dalamnya Allah melimpahkan kepada kita segala hikmat 

dan pengertian. Kristus mendapat pengetahuan tentang temuan 

yang besar itu, dan temuan itu menuntut harga yang sangat mahal 

bagi-Nya, yakni keselamatan manusia, melalui korban pemuasan 

dosa yang dipersembahkan-Nya, sebuah sarana yang mengagum-

kan. Sementara kita mendapatkan banyak temuan untuk meng-

hancurkan diri kita sendiri, Ia mendapatkan satu temuan untuk 

memulihkan kita. Perjanjian anugerah diatur dengan begitu baik 

dalam segala hal sehingga mau tidak mau kita harus menyimpul-

kan bahwa Dia yang mengaturnya tinggal bersama-sama dengan 

kebijaksanaan. 

II. Hikmat ilahi mengisi hati manusia dengan hal-hal yang baik (ay. 

13). Agama yang benar, yang mengandung rasa takut akan Tuhan, 

yang merupakan hikmat yang sudah disarankan sebelumnya, 

mengajar orang, 

1. Untuk membenci semua dosa sebagai sesuatu yang tidak ber-

kenan bagi Allah dan yang merusak jiwa: takut akan TUHAN 

ialah membenci kejahatan, tingkah laku yang jahat, membenci 

dosa sebagai dosa, dan oleh sebab itu membenci segala jalan 

dusta. Di mana ada rasa hormat terhadap Allah, di situ ada 

rasa ngeri terhadap dosa, sebagai sesuatu yang jahat, sebagai 

kejahatan semata-mata. 

2. Secara khusus untuk membenci kesombongan dan hawa naf-

su, dua dosa umum dan berbahaya itu. Keangkuhan diri, ke-

sombongan dan kecongkakan, yaitu  dosa-dosa yang dibenci 

Kristus, dan dengan demikian harus dibenci oleh semua orang 

yang memiliki Roh Kristus. Setiap orang membencinya dalam 

diri orang lain, namun  kita harus membencinya dalam diri kita 

sendiri. Mulut penuh tipu muslihat (KJV: mulut yang cenderung 

membantah – pen.), yang bawaannya marah-marah kepada 

orang lain, dibenci Allah,   sebab  hal itu sungguh merupakan 

musuh bagi kedamaian umat manusia, dan oleh sebab itu kita 

harus membencinya. Biarlah dikatakan orang untuk menda-

tangkan kehormatan bagi agama bahwa, betapapun dituduh 

secara tidak adil, agama sama sekali tidak bermaksud mem-

buat orang congkak dan membenci orang lain.   sebab  itu, 

tidak ada hal lain lagi yang langsung bertentangan dengan 

agama selain keangkuhan dan hawa nafsu. Juga, tidak ada 


 156

hal lain yang lebih diajarkannya kepada kita untuk kita benci 

selain keangkuhan dan hawa nafsu. 

III. Hikmat ilahi mempunyai pengaruh yang besar terhadap masalah-

masalah umum dan tatanan warga  yang baik (ay. 14). 

Kristus, sebagai Allah, memiliki kekuatan dan hikmat. Hikmat 

dan keperkasaan yaitu  kepunyaan-Nya. Sebagai Penebus, Dia 

yaitu  hikmat Allah dan kekuatan Allah. Bagi semua orang 

kepunyaan-Nya, Dia dijadikan oleh Allah baik sebagai kekuatan 

maupun hikmat. Di dalam Dia kekuatan dan hikmat itu tersimpan 

bagi kita, supaya kita mengetahui dan melakukan kewajiban kita. 

Dia yaitu  penasihat ajaib, dan Dia memberikan anugerah yang 

merupakan satu-satunya kebijaksanaan yang benar itu. Dia 

sendirilah pengertian itu, dan pada-Nya ada kekuatan bagi semua 

orang yang menguatkan diri mereka di dalam Dia. Agama yang 

benar memberi orang nasihat terbaik dalam segala permasalahan 

yang sulit, dan membantu menerangi jalan mereka. Di mana saja 

Hikmat ilahi berada, ia memberikan pengertian, ia memiliki 

kekuatan. Ia akan menjadi apa saja yang kita perlukan, baik da-

lam pelayanan maupun dalam penderitaan. jika  firman Allah 

diam dengan segala kekayaannya, maka ia membuat manusia 

sempurna dan memperlengkapi dia sepenuhnya untuk setiap per-

kataan dan perbuatan baik. yaitu  para raja, para pembesar, dan 

para hakim yang paling membutuhkan hikmat dan kekuatan, 

nasihat dan keberanian dibandingkan orang-orang lain, supaya 

mereka dapat menggunakan kepercayaan-kepercayaan yang di-

berikan kepada mereka dengan benar, dan agar mereka dapat 

menjadi berkat bagi orang-orang yang ada di bawah tanggung 

jawab mereka. Dan oleh sebab itu, Hikmat berkata,   sebab  aku 

para raja memerintah (ay. 15-16), maksudnya, 

1. Pemerintahan sipil yaitu  ketetapan ilahi, dan orang-orang 

yang dipercayakan untuk menjalankannya mendapat mandat 

dari Kristus. Salah satu tugas dari jabatan-Nya sebagai Raja 

yaitu  melalui Dia para raja memerintah. Kepada-Nya telah 

diserahkan segala penghakiman, dan dari Dialah kekuasaan 

mereka berasal. Mereka memerintah   sebab  Dia, dan oleh 

  sebab  itu harus memerintah untuk-Nya.  

2. Apa pun kemampuan yang dimiliki oleh para raja atau para 

pembesar, mereka berutang budi kepada anugerah Kristus 

Kitab Amsal 8:12-21 

 157 

untuk itu. Dia memberi mereka roh untuk memerintah, dan 

mereka tidak mempunyai apa-apa, tidak mempunyai keahlian, 

tidak mempunyai asas-asas keadilan, selain dari apa yang 

dikaruniakan-Nya kepada mereka. Keputusan dari Allah ada di 

bibir raja. Jadi, raja-raja harus menjadi bagi rakyat mereka 

sebagaimana Ia menjadikan mereka.  

3. Agama amat berperan sebagai penguat dan pendukung peme-

rintahan sipil. Agama mengajarkan kepada rakyat kewajiban-

kewajiban mereka, dan oleh   sebab nya raja-raja memerintah 

atas mereka dengan lebih mudah. Agama mengajarkan kepada 

para raja kewajiban mereka, dan oleh   sebab nya raja-raja me-

merintah sebagaimana mestinya. Mereka menetapkan keadilan, 

jika  mereka memerintah dengan takut akan Allah. Orang-

orang yang memerintah dengan baik yaitu  mereka yang bisa 

diperintah oleh agama. 

IV. Hikmat ilahi akan membuat semua orang yang menerima dan 

memeluknya berbahagia, sungguh-sungguh berbahagia. 

1. Mereka akan berbahagia di dalam kasih Kristus. Sebab, Dialah 

yang berkata, “Aku mengasihi orang yang mengasihi Aku” (ay. 

17). Orang-orang yang mengasihi Tuhan Yesus Kristus dengan 

tulus akan dikasihi-Nya dengan kasih yang khusus dan 

istimewa: Ia akan mengasihi mereka dan menyatakan diri-Nya 

kepada mereka. 

2. Mereka akan berbahagia dalam keberhasilan mereka mencari 

Dia: “Orang yang tekun mencari Aku, yang berusaha mengenal-

Ku dan mencari kepentingan di dalam diri-Ku, berarti men-

cari-Ku sejak dini, maksudnya, mencari-Ku dengan sungguh-

sungguh, mencari-Ku terlebih dahulu sebelum mencari-cari 

yang lain, memulai sejak dini pada masa muda mereka untuk 

mencari-Ku, mereka akan mendapatkan apa yang mereka 

cari.” Kristus akan menjadi milik mereka, dan mereka akan 

menjadi milik-Nya. Ia tidak pernah berkata, “carilah dengan 

sia-sia.” 

3. Mereka akan berbahagia dalam kekayaan duniawi, atau dalam 

suatu hal yang lebih baik secara tak terhingga.  

(1) Mereka akan mendapatkan banyak kekayaan dan kehor-

matan sebagaimana yang dipandang baik oleh Hikmat 

Kekal bagi mereka (ay. 18). Kekayaan dan kehormatan ada 


 158

pada Kristus, maksudnya, Ia memilikinya untuk diberikan, 

dan cocok tidaknya hal itu diberikan kepada kita haruslah 

kita serahkan kepada-Nya. Agama kadang-kadang mem-

bantu membuat orang menjadi kaya dan besar di dunia ini, 

memberi mereka nama baik, dan dengan demikian menam-

bah harta kekayaan mereka. Kekayaan-kekayaan yang di-

berikan Hikmat kepada orang-orang yang dikasihinya mem-

punyai dua keuntungan sebagai berikut:  

[1] Bahwa itu yaitu  kekayaan dan keadilan, kekayaan 

yang didapatkan dengan jujur, bukan dengan penipuan 

dan penindasan, melainkan dengan cara-cara biasa, dan 

kekayaan yang digunakan untuk berderma, sebab amal 

disebut dengan keadilan. Orang-orang yang mendapat-

kan kekayaan mereka dari berkat Allah atas ketekunan 

mereka, dan yang mempunyai hati untuk berbuat baik 

dengannya, mempunyai kekayaan dan keadilan.  

[2] Bahwa oleh   sebab  itu, kekayaan ini yaitu  harta yang 

tetap (KJV: kekayaan yang bertahan lama – pen.). Keka-

yaan yang diperoleh dengan kesombongan akan keber-

hasilan pribadi akan cepat berkurang, namun  kekayaan 

yang diperoleh secara halal akan bisa dipakai dengan 

baik dan diwariskan kepada anak cucu. Dan apa yang 

dihabiskan dengan baik dalam perbuatan-perbuatan sa-

leh dan kasih berarti digunakan untuk kepentingan 

yang terbaik, dan dengan demikian akan tetap berta-

han. Sebab teman-teman yang kita dapat dengan mem-

pergunakan Mamon yang tidak jujur, saat  kita gagal, 

akan menerima kita di dalam kemah abadi (Luk. 16:9). 

Harta itu masih akan ditemukan sesudah  berhari-hari 

lamanya, selama hari-hari dalam kehidupan kekal.  

(2) Mereka akan mendapatkan apa yang jauh lebih baik secara 

tak terhingga, jika mereka tidak memiliki kekayaan dan 

kehormatan di dunia ini (ay. 19): “Buahku lebih berharga 

dari pada emas, dan akan menjadi simpanan yang lebih 

baik, akan lebih bernilai dan lebih sedikit memakan tem-

pat, dan hasilku lebih dari pada perak pilihan, akan lebih 

mahal harganya.” Kita dapat meyakinkan diri kita sendiri 

bahwa bukan saja hasil-hasil Hikmat pada akhirnya, me-

Kitab Amsal 8:12-21 

 159 

lainkan juga apa yang diperolehnya untuk sementara wak-

tu, bukan hanya buahnya, melainkan juga hasilnya, yaitu  

lebih berharga dibandingkan  yang terbaik yang kita miliki atau 

yang hilang dari kita di dunia ini. 

4. Mereka akan berbahagia di dalam anugerah Allah sekarang. 

Anugerah Allah itu akan menjadi pembimbing mereka di jalan 

yang baik (ay. 20). Inilah buah hikmat yang lebih berharga dari 

pada emas itu, dari pada emas tua. Ia membimbing kita di 

jalan kebenaran, menunjukkan kepada kita jalan itu, dan ber-

jalan mendahului kita di dalamnya. Jalan yang diinginkan 

Allah untuk kita lalui dan yang pasti akan membawa kita ke-

pada tujuan yang kita inginkan. Anugerah Allah itu memimpin 

di tengah-tengah jalan keadilan, dan menyelamatkan kita 

sehingga tidak menyimpang ke kiri atau ke kanan. In medio 

virtus – Kebajikan terletak di tengah-tengah. Kristus dengan Roh-

Nya menuntun orang-orang percaya ke dalam seluruh kebenar-

an, dan dengan demikian memimpin mereka di jalan kebenaran, 

sehingga mereka pun hidup menurut Roh. 

5. Mereka akan berbahagia di dalam kemuliaan Allah pada masa 

yang akan datang (ay. 21). Oleh   sebab  itu, Hikmat berjalan 

pada jalan kebenaran, bukan hanya agar ia dapat menjaga 

teman-temannya di jalan kewajiban dan ketaatan, melainkan 

juga agar ia dapat mewariskan harta kepada mereka dan 

mengisi penuh perbendaharaan mereka, yang tidak dapat 

dilakukan dengan harta benda dunia ini, atau dengan apa saja 

selain Allah dan sorga. Kebahagiaan orang-orang yang menga-

sihi Allah, dan yang mengabdikan diri mereka untuk melayani-

Nya, yaitu  kebahagiaan yang sesungguh-sungguhnya dan 

yang memberi kepuasan sejati.  

(1) Kebahagiaan itu yaitu  kebahagiaan yang hakiki. Itu ada-

lah inti dari kebahagiaan itu sendiri. Itu yaitu  kebahagia-

an yang akan terus ada dengan sendirinya oleh dirinya sen-

diri, dan berdiri sendiri, tanpa dukungan-dukungan yang 

bersifat kebetulan, yang datang dari luar untuk menambah 

kebahagiaannya. Perkara-perkara rohani dan kekal yaitu  

satu-satunya perkara yang nyata dan yang merupakan inti. 

Sukacita di dalam Allah yaitu  sukacita yang sesungguh-

sungguhnya, kokoh dan mempunyai landasan yang baik. 


 160

Janji-janji Allah yaitu  pengikat bagi mereka yang ber-

sukacita di dalam Dia, Kristus yaitu  jaminan mereka, dan 

baik janji-janji Allah maupun Kristus sungguh-sungguh 

yang mereka perlukan. Mereka mewarisi harta. Maksud-

nya, warisan mereka untuk masa yang akan datang ber-

sifat pokok, yang sungguh-sungguh merupakan harta wa-

risan. Warisan itu yaitu  kemuliaan yang melebihi segala-

galanya. Warisan itu yaitu  harta (Ibr. 10:34). Segala keba-

hagiaan mereka yaitu  kebahagiaan yang mereka dapat-

kan sebagai ahli waris. Kebahagiaan itu didasarkan atas 

kedudukan mereka sebagai anak.  

(2) Kebahagiaan itu memuaskan. Kebahagiaan itu tidak hanya 

akan mengisi tangan mereka, namun  juga mengisi penuh 

perbendaharaan mereka, tidak hanya memelihara mereka, 

namun  juga membuat mereka kaya. Hal-hal dari dunia ini 

dapat mengisi perut manusia (Mzm. 17:14), namun  tidak 

perbendaharaan mereka, sebab semua itu pada dirinya 

sendiri tidak dapat menyimpan barang untuk bertahun-

tahun lamanya. Mungkin mereka akan kehilangan semua-

nya itu pada malam ini juga. namun  sekalipun perbenda-

haraan jiwa begitu luas, masih ada banyak harta di dalam 

Allah, di dalam Kristus, dan di dalam sorga untuk mengisi-

nya. Dalam janji-janji Hikmat, orang-orang percaya mem-

punyai barang-barang yang tertimbun, bukan untuk ber-

hari-hari dan bertahun-tahun, namun  untuk selama-lama-

nya. Oleh sebab itu, buahnya lebih berharga dari pada 

emas.  

Hikmat Kekal dan Ilahi  

(8:22-31) 

22 “TUHAN telah menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaan-Nya, sebagai 

perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu kala. 23 Sudah pada zaman purba-

kala aku dibentuk, pada mula pertama, sebelum bumi ada. 24 Sebelum air 

samudera raya ada, aku telah lahir, sebelum ada sumber-sumber yang sarat 

dengan air. 25 Sebelum gunung-gunung tertanam dan lebih dahulu dari pada 

bukit-bukit aku telah lahir; 26 sebelum Ia membuat bumi dengan padang-pa-

dangnya atau debu dataran yang pertama. 27 saat  Ia mempersiapkan langit, 

aku di sana, saat  Ia menggaris kaki langit pada permukaan air samudera 

raya, 28 saat  Ia menetapkan awan-awan di atas, dan mata air samudera 

raya meluap dengan deras, 29 saat  Ia menentukan batas kepada laut, su-

paya air jangan melanggar titah-Nya, dan saat  Ia menetapkan dasar-dasar 

bumi, 30 aku ada serta-Nya sebagai anak kesayangan, setiap hari aku men-

Kitab Amsal 8:22-31 

 161 

jadi kesenangan-Nya, dan senantiasa bermain-main di hadapan-Nya; 31 aku 

bermain-main di atas muka bumi-Nya dan anak-anak manusia menjadi kese-

nanganku.” 

Bahwa seorang pribadi yang berakal dan ilahilah yang berbicara di 

sini tampak sangat jelas, dan bahwa pribadi itu tidak hanya dimak-

sudkan sebagai sifat pokok dari hakikat ilahi, sebab Hikmat di sini 

memiliki sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan seorang pribadi. Tam-

pak jelas di sini bahwa pribadi yang berakal dan ilahi ini tidak lain 

dan tidak bukan yaitu  Anak Allah sendiri. Hal-hal utama yang 

dibicarakan tentang hikmat di sini dihubungkan dengan-Nya dalam 

kitab-kitab lain, dan kita harus menjelaskan kitab suci dengan kitab 

suci itu sendiri. Salomo sendiri mungkin hanya bermaksud memberi-

kan pujian bagi hikmat   sebab  hikmat merupakan sifat Allah, yang 

dengannya Ia menjadikan dunia dan mengaturnya, dan ia menyaran-

kan umat manusia agar mempelajari hikmat yang bisa menjadi milik 

mereka itu. Namun, Roh Allah, yang memberitahukan apa yang 

ditulisnya, membawanya sedemikian rupa, sebagaimana yang sering 

terjadi pada Daud, untuk menuliskan ungkapan-ungkapan yang 

tidak akan sesuai untuk diterapkan bagi orang lain selain bagi Anak 

Allah, dan untuk mengantarkan kita ke dalam pengetahuan tentang 

perkara-perkara besar mengenai Dia. Semua pewahyuan ilahi yaitu  

wahyu Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepada-Nya, dan di 

sini kita diberi tahu siapa Dia dan apa, sebagai Allah, yang diran-

cangkan bagi-Nya dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan kekal untuk 

menjadi Pengantara antara Allah dan manusia. Penjelasan terbaik 

untuk ayat-ayat ini kita dapati dalam empat ayat pertama dari Injil 

Yohanes. Pada mulanya yaitu  Firman, dst.  

Mengenai Anak Allah amatilah di sini:  

I. Kepribadian-Nya dan keberadaan-Nya yang tersendiri. Ia satu de-

ngan Bapa dan sehakikat dengan Dia, namun merupakan pribadi 

tersendiri, yang dimiliki TUHAN (ay. 22, KJV), yang dibentuk (ay. 

23), dilahirkan (ay. 24-25), dan yang ada serta-Nya (ay. 30), sebab 

Dia yaitu  gambar wujud Allah (Ibr. 1:3).  

II. Kekekalan-Nya. Dia dilahirkan dari Bapa, sebab Tuhan memiliki-

Nya, sebagai Anak-Nya sendiri, Anak yang dikasihi-Nya, dan 

membawa Dia di pangkuan-Nya. Dia dilahirkan sebagai Anak 

tunggal Bapa, dan ini sebelum dunia ada, yang teramat sangat 


 162

ditekankan di sini. Firman itu kekal, dan sudah ada sebelum 

dunia ada, sebelum permulaan waktu.   sebab nya, itu pasti ber-

arti bahwa Firman berasal dari kekekalan. TUHAN telah memiliki-

Nya pada permulaan pekerjaan-Nya, pada permulaan kebijak-

sanaan-kebijaksanaan (atau tujuan-tujuan) kekal-Nya, sebab se-

mua itu ada sebelum perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu 

kala. Pekerjaan-Nya di sini memang tidak memiliki awal, sebab 

tujuan-tujuan Allah itu pada dirinya yaitu  kekal seperti halnya 

Allah sendiri, namun  Allah berbicara kepada kita dalam bahasa 

kita sendiri. Hikmat menjelaskan dirinya sendiri (ay. 23): sudah 

pada zaman purbakala aku dibentuk. Anak Allah, dalam kebijak-

sanaan-kebijaksanaan Allah yang kekal, dirancang dan diangkat 

menjadi hikmat dan kuasa Bapa, terang dan hidup, dan semua di 

dalam semua, baik dalam penciptaan maupun dalam penebusan 

dunia. Bahwa Ia dilahirkan ke dalam keberadaan-Nya, dan diben-

tuk dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan ilahi yang berkenaan de-

ngan jabatan-Nya, sebelum dunia dijadikan, di sini diketengahkan 

dalam ungkapan-ungkapan yang amat beragam, hampir sama de-

ngan ungkapan-ungkapan yang melaluinya kekekalan Allah sen-

diri diungkapkan. Sebelum gunung-gunung dilahirkan (Mzm. 90:2).  

1. Sebelum bumi ada, dan bumi itu dijadikan pada awal mula, 

sebelum manusia diciptakan. Oleh sebab itu, Adam kedua su-

dah ada sebelum Adam yang pertama, sebab Adam yang per-

tama dijadikan dari debu tanah di bumi, sedangkan Adam yang 

kedua sudah ada sebelum bumi ada, dan oleh sebab itu bukan 

dari bumi (Yoh. 3:31).  

2. Sebelum ada lautan (ay. 24), sebelum air samudera raya ada, 

yang di dalamnya air-air dikumpulkan bersama-sama, sebelum 

ada mata air yang menyemburkan semua air itu, sebelum ada 

samudra raya yang di atasnya Roh Allah melayang-layang un-

tuk menghasilkan karya ciptaan yang dapat dilihat (Kej. 1:2).  

3. Sebelum ada gunung-gunung, gunung-gunung yang kekal (ay. 

25). Elifas, untuk meyakinkan Ayub akan ketidakmampuan-

nya untuk menghakimi kebijaksanaan-kebijaksanaan ilahi, 

bertanya kepadanya, (Ayb. 15:7), “Apakah engkau dijadikan 

lebih dahulu dari pada bukit-bukit?” Tidak, tidak demikian. 

namun  lebih dahulu dari pada bukit-bukit, Sang Firman kekal 

sudah lahir.  

Kitab Amsal 8:22-31 

 163 

4. Sebelum ada belahan-belahan dunia yang dapat dihuni, yang 

diolah oleh manusia, dan dituai buah-buahnya (ay. 26), padang-

padang di lembah dan dataran, yang baginya gunung-gunung 

seperti tembok, yang merupakan debu dunia yang tertinggi; 

debu dunia yang pertama (menurut sebagian orang), atom-atom 

yang menyusun beberapa belahan dunia; bagian debu yang uta-

ma atau pokok, begitu ayat ini bisa dibaca, dan dipahami se-

bagai manusia, yang diciptakan dari debu tanah dan yang me-

rupakan debu, namun  debu yang utama, debu yang dihidupkan, 

debu yang dipoles. Sang Firman kekal sudah ada sebelum ma-

nusia dijadikan, sebab di dalam Dialah ada  hidup manusia. 

III. Peranan-Nya dalam menjadikan dunia. Dia tidak hanya sudah 

ada sebelum dunia ada, namun  juga hadir, bukan sebagai penon-

ton, melainkan sebagai perancang, saat  dunia dijadikan. Allah 

membungkam dan merendahkan Ayub dengan bertanya kepada-

nya, “Di manakah engkau, saat  Aku meletakkan dasar bumi? Si-

apakah yang telah menetapkan ukurannya?” (Ayb. 38:4, dst.). 

Apakah engkau Sang Firman dan Hikmat kekal itu, yang merupa-

kan pengatur utama dari perkara yang agung itu? Bukan. Engkau 

cuma anak kemarin sore.” namun  di sini Anak Allah, dengan meru-

juk, tampaknya, pada percakapan antara Allah Ayub, menyatakan 

diri-Nya sudah terlibat dalam hal yang untuknya Ayub tidak bisa 

mengaku menjadi saksi dan pekerja, yakni penciptaan dunia. Oleh 

Dia Allah telah menjadikan alam semesta (Ef. 3:9; Ibr. 1:2; Kol. 

1:16). 

1. saat , pada hari pertama penciptaan, pada awal mula waktu, 

Allah berkata, “Jadilah terang,” dan dengan berfirman men-

jadikannya. Hikmat kekal inilah Sang Firman yang berkuasa 

itu: Pada waktu itu Aku di sana, saat  Ia mempersiapkan la-

ngit, sumber dari cahaya itu, yang, apa pun itu adanya, meru-

pakan hal yang pokok, yang terpenting, yang ada di sana.  

2. Dia pun sama berperannya saat , pada hari kedua, Ia mem-

bentangkan cakrawala, wilayah yang teramat luas itu, dan 

menggaris kaki langit pada permukaan air samudera raya (ay. 

27), mengelilinginya dari segala arah dengan tirai itu, dengan 

tabir itu. Atau mungkin ini merujuk pada tatanan dan cara 

yang tepat yang digunakan Allah untuk membingkai semua 

bagian alam semesta, seperti pekerja memberi tanda pada kar-


 164

yanya dengan garis dan lingkaran. Pekerjaan itu sama sekali 

tidak melenceng dari rencananya, yang dibentuk di dalam akal 

budi yang kekal.  

3. Dia juga ikut bekerja pada hari ketiga, saat  air yang di atas 

langit dikumpulkan bersama-sama dengan menetapkan awan-

awan di atas, dan