Tampilkan postingan dengan label sain Alquran 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sain Alquran 2. Tampilkan semua postingan

Selasa, 26 November 2024

sain Alquran 2


 Pendidikan merupakan kebutuhan bagi 

setiap manusia. Pendidikan dapat dikatakan 

sebagai suatu media bagi seseorang untuk 

dapat memperoleh serta mengembangkan 

pengetahuannya, yang menyebabkan 

seseorang menjadi tahu apa yang sebelumnya 

tidak diketahui, menjadi mengerti apa yang 

sebelumnya tidak dimengerti dan menjadi 

memahami apa yang sebelumnya tidak 

dipahami. Pendidikan juga dapat dijadikan 

sebagai tolok ukur majunya suatu bangsa, 

yaitu dilihat dari mutu pendidikannya. Bangsa 

yang maju adalah bangsa yang memiliki mutu 

pendidikan yang tinggi, dimana bangsa tersebut dapat menghasilkan sumber daya 

manusia yang berkualitas. Pendidikan di sini 

tentu yang berkaitan dengan pendidikan yang 

bersifat formal, yang meliputi proses 

pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa 

di dalamnya. Mutu pendidikan yang baik tentu 

akan menghasilkan prestasi belajar siswa yang 

baik pula. Kenyataan saat ini, mutu pendidikan 

di Indonesia belum mencapai hasil yang 

diharapkan, sehingga mutu pendidikan masih 

harus terus ditingkatkan. Peningkatan mutu 

pendidikan penting untuk dilakukan, karena 

pendidikan dianggap sebagai investasi yang 

paling berharga dalam bentuk peningkatan 

kualitas sumber daya insani untuk 

pembangunan suatu bangsa (Nur Raina, 2011).

Islam adalah agama yang mengajarkan 

umatnya untuk selalu belajar. Islam 

mengajarkan umatnya untuk selalu 

menggunakan akal pikiran yang sudah 

dikaruniakan Allah kepada manusia. Allah 

menciptakan manusia dari tidak tahu apa-apa 

(QS : An Nahl : 78). Islam juga agama yang 

memposisikan ilmu dalam posisi mulia Ahmad 

Satori (2003 :48). Sebagai tanda keutamaan 

ilmu dalam Islam adalah sifat ilmu yang 

menjadi salah satu sifat wajib Allah SWT (QS 

: Al An’am : 3). Dalam QS. al-Baqarah ayat 

30-33 menunjukkan betapa pentingnya ilmu 

untuk manusia, bahkan manusia pertama yang 

Allah ciptakan, langsung mendapatkan 

pelajaran tentang apa-apa yang ada di surga 

oleh Allah. Ayat tersebut juga menjelaskan 

kepada kita, bahwa Islam adalah agama ilmu 

pengetahuan, di mana kita semua mempunyai 

potensi untuk mengembangkan apa yang 

sudah kita miliki bersama, yaitu akal pikiran 

kita yang merupakan anugerah Allah yang luar 

biasa. Ilmu yang ada membuat manusia lebih 

baik. Dengan ilmu manusia dapat 

mengarahkan perilakunya, dengan 

perasaannya manusia mendapatkan 

kesenangan. Kombinasi keduanya membuat 

hidup manusia lebih terarah, masuk akal dan 

bermanfaat. Tidak dapat disangkal bahwa ilmu 

sangat berperan dalam kehidupan manusia, 

maka bekali diri kita dengan ilmu yang 

bermanfaat sebanyak-banyaknya.

Kata ilmu secara etimologi berarti 

tahu atau pengetahuan. Kata ilmu berasal dari 

bahasa Arab “Alima-ya’lamu, dan science dari 

bahasa Latin Scio, scrie artinya to know. 

Sinonim yang paling akurat dalam bahasa 

Yunani adalah epitisteme. Sedangkan secara 

terminology ilmu atau science adalah 

semacam pengetahuan yang mempunyai ciri￾ciri, tanda-tanda dan syarat-syarat tertentu. 

Menurut ensiklopedia pengertian ilmu adalah 

“Ilmu pengetahuan yaitu suatu sistem dari 

pelbagai pengetahuan yang masing-masing 

mengenai suatu lapangan pengetahuan 

tertentu, yang disusun sedemikian rupa 

menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi 

kesatuan suatu sistem dari pelbagai 

pengetahuan yang masing-masing didapatkan 

sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan 

secara teliti dengan memakai metode tertentu 

(induksi, deduksi)”. (Uyoh Sodullah , 2001).

Sedangkan istilah Sains berasal dari 

bahasa latin yaitu “Scientia”, yang artinya 

pengetahuan. Pengetahuan tersebut dapat 

diperoleh dengan metode saintifik yaitu (1) 

mengidentifikasi masalah; (2) mengolah data; 

(3) membuat hipotesis; (4) melakukan 

percobaan; dan (5) membuat kesimpulan 

(Martin, Ralph et.al, 2005). (Patta Bundu, 

2006) mendefinisikan sains secara harfiah 

yang berasal dari kata natural science. Natural 

artinya alamiah dan berhubungan dengan 

alam, sedangkan science artinya ilmu 

pengetahuan, sehingga natural science 

memiliki arti ilmu pengetahuan tentang alam 

atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa 

yang terjadi di alam.

Dalam pandangan Sumantri (1982) 

menjelaskan bahwa tujuan sains adalah 

menjelaskan gejala-gejala alam dan 

memanipulasi faktor-faktor terkait dalam 

gejala tersebut untuk mengontrol dan 

mengarahkan proses yang terjadi. Intinya sains 

diciptakan untuk memenuhi kebutuhan 

manusia. Dari perspektif sains Islam, menurut 

Ghulsyani, sains islam dijadikan sebagai alat

untuk mendapatkan pengetahuan tentang 

Allah, keridaan dan kedekatan dengan Allah. 

Ilmu harus dapat mengarahkan seorang 

Muslim dengan berbagai cara dan upaya untuk 

dapat dekat kepada Allah SWT. Secara 

spesifik, ilmu harus mampu meningkatkan 

pengetahuan tentang Allah SWT, membantu 

mengembangkan masyarakat Muslim dan 

merealisasikan semua tujuannya, membimbing 

orang lain, dan memecahkan berbagai problem 

masyarakat dengan demikian, seluruh ilmu 

(ilmu agama dan ilmu alam) merupakan alat 

untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan selama ilmu memainkan peranan tersebut, 

maka ilmu menjadi suci. Jika ilmu tidak 

diarahkan kepada peranan tersebut, maka ilmu 

menjadi penghalang besar bagi usaha 

mendekatkan diri kepada Allah (Mahdi 

Ghulsyani, 1991).

Pentingnya menanamkan nilai 

spiritual agama dalam pembelajaran sains agar 

dapat meningkatkan iman dan taqwa kita 

kepada Tuhan yang Maha Esa dalam 

mengamati penciptaan alam semesta. 

Sebagaimana (Darmana, 2016) menegaskan 

bahwa sains sebagai sarana untuk 

mengembangkan potensi kognitif, sains pun 

dapat menumbuhkan potensi nurani (afektif). 

Materi sains ini akan mampu menanamkan 

keyakinan tentang segala sesuatu yang ada di 

alam. dan (Arsyad, 2016) menjelaskan bahwa 

dengan meyakini alam semesta yang 

diciptakan Allah tidaklah sia-sia, dan 

merupakan jalan untuk mensyukuri atas 

nikmat yang telah diberikan-Nya. Oleh sebab 

itu pentingnya artikel ini dikaji agar dapat 

mendeksripsikan berbagai pandangan Al￾Qur’an terhadap ilmu pengetahuan ilmiah 

dalam aspek pembelajaran sains Adapun 

kajian ini dilakukan dengan mengkaji literatur￾literur terkait dengan kajian agama Islam 

dalam tinjauan Al-Qur’an dengan ilmu 

pengetahuan dalam pembelajaran sains.

Dalam al-Qur`an, ilmu adalah 

keistimewaan yang menjadikan manusia 

dipandang lebih unggul ketimbang makhluk 

lain guna menjalankan fungsi 

kekhalifahannya. Ini tercermin dari kisah 

kejadian manusia pertama yang dijelaskan al￾Qur`an pada Surat Al-Baqarah, 31-32:

“Dia mengajarkan kepada Adam nama￾nama seluruhnya, kemudian 

mengemukakannya kepada para malaikat lalu 

berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama 

benda-benda itu jika kamu mamang benar 

orang-orang yang benar!”. Mereka menjawab: 

“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami 

ketahui selain dari apa yang telah Engkau 

ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya 

Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha 

Bijaksana.”

Allah menampakkan tanda-tanda 

kebesarannya dalam pengalaman lahir batin. 

Hal tersebut merupakan pengembaraan 

manusia dalam upaya memunculkan dan 

memgembangkan potensi jiwa intelektual 

mereka yang bernuansa islami. Banyak ayat￾ayat Al-Qur’an yang menunjukkan 

kebesarannya melalui kejadian-kejadian alam 

maupun keberagaman yang ada sehingga 

menggerakkan manusia untuk mencari tahu 

melalui pengembangan intelektual mereka. 

Manusia diciptakan Allah dengan potensi 

mencari tahu rahasia alam raya. Selain itu, 

Allah menciptakan alam sehingga mengantar￾kan manusia untuk memanfaatkan alam yang 

telah ditundukan Tuhan. Usaha untuk 

memanfaatkan alam tersebut kini kita kenal 

dengan teknologi. Dalam bahasa Arab, alam 

berasal satu akar kata dengan ilmu dan alamah 

(alamat, pertanda). Sehingga jagat raya dapat 

diartikan sebagai pertanda adanya Allah SWT 

Yang Maha Pencipta (Ardi Kumara, 2020).

Sebagai pertanda adanya Tuhan, jagat 

raya ini disebut ayat-ayat yang menjadi 

sumber ajaran dan pelajaran bagi manusia. 

Pelajaran yang dapat diambil dari pengamatan 

terhadap alam semesta ialah keserasian, 

keharmonisan, dan ketertiban (Ardi Kumara, 

2020). Dalam sudut pandang ilmu 

pengetahuan, Al-Quran merupakan sumber 

ilmu yang luar biasa. Ketika Al Quran pertama

kali diturunkan, telah menegur kekeliruan 

yang dilakukan manusia. Pada era Jahiliyah, 

berhala-berhala banyak diciptakan dan 

disembah sebagai tuhan. Ketika informasi 

yang bertentangan dengan keyakinan mereka 

muncul, masyarakat terkejut. Informasi 

tersebut mengatakan manusia diciptakan 

secara berproses dari segumpal darah 

kemudian diciptakan menjadi manusia yang 

kemudian lahir ke dunia. Agar manusia belajar 

mencari dan mengembangkan ilmu dengan 

cara membaca, mencoba, memperhatikan, 

menyelidiki dan merumuskan suatu teori, 

semuanya haruslah dilakukan denganberdasa 

pada keimanan. Dengan menyebut nama 

Tuhan atau mengucap bismi rabbika allazi 

khalaq (membaca dan belajar dengan nama 

Tuhanmu Yang Menciptakan). Jika ditelaah 

ada banyak ayat Al Quran yang berbicara 

mengenai alam. Kurang lebih 750 ayat Al 

Quran berisi tentang jagad raya beserta 

fenomenanya (Ali, 2020) dan tersurat juga 

dalam Al Quran bahwa alam ini diciptakan 

dan ditundukkan Allah untuk manusia (Yedi 

Purwanto, 2011).

Oleh karena itu erat kaitannya antara 

Islam dengan Ilmu Pengetahuan. Sebagaimana 

Islam hadir yang mendeklarasikan sebagai 

agama yang sempurna maka Islam juga 

memiliki sudut pandang tersendiri dalam 

memaknai ilmu pengetahuan. Hal ini dapat 

mematahkan para kaum sekularis yang 

menganggap ilmu pengetahuan dan agama 

dalam hal ini Islam tidak dapat berjalan 

beriringan.

B. Ayat-ayat Al Qur’an yang Terkait Ilmu 

Pengetahuan

1. Penciptaan Alam Semesta

Al-Quran menunjukkan mengenai 

proses yang mendasari formasi alam semesta 

yang menghasilkan komposisi planet yang 

terhampar di jagat raya ini dalam firman 

berikut: 

“kemudian Dia menuju langit dan langit 

itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata 

kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah 

kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan 

suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: 

“Kami datang dengan suka hati.” Maka Dia 

menjadikannya tujuh langit dalam dua masa 

dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit 

urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat 

dengan bintang-bintang yang cemerlang dan 

Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. 

Demikianlah ketentuan Yang Mahaperkasa 

lagi Maha Mengetahui.” (QS Fushshilat [41]: 

11-12). 

Selain itu, ada lagi petunjuk tentang 

proses penciptaan alam semesta dalam firman 

berikut: 

“Dan apakah orang-orang yang kafir 

tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi 

itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, 

kemudian Kami pisahkan antara keduanya. 

Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang 

hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga 

beriman?” (QS Al-Anbiya [21]: 30) (Afzalur, 

2007).

2. Lapisan Bumi

“Allah-lah yang menciptakan tujuh 

langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah 

berlaku padanya, agar kamu mengetahui 

bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala 

sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya 

benar-benar meliputi segala sesuatu.” (At￾Thalaq: 12).

Dari ayat ini kita bisa menyimpulkan 

bahwa maksud dari tujuh bumi adalah tujuh 

lapisan pembentuk bumi. Pada zaman modern, 

terungkap fakta ilmiah bahwa bumi 

mempunyai tujuh lapisan. 

1) Atmosfer, yaitu udara yang 

menyelimuti planet bumi. 

2) Hidrosfer, yaitu lapisan air yang 

berada di permukaan bumi dam meliputi 

perairan tawar dan asin. 

3) Lapisan Sial. Lapisan ini tersusun 

dari silisium dan alumunium. Disebut juga 

kerak bumi yang bersifat bebatuan. 

4) Lapisan Sima. Lapisan ini tersusun 

dari silisium dan magnesium. 

5) Lapisan Sima berfasa besi. 

6) Inti cair bumi. 

7) Inti padat bumi (Nadiyah, 2013).

3. Bulan sebagai Penunjuk Waktu 

bagi Manusia 

Allah berfirman, “Dialah yang 

menjadikan matahari bersinar dan bulan 

bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah￾manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan 

bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan 

tahun dan perhitungan (waktu).” (Yunus: 5). 

“Dia menyingsingkan pagi dan 

menjadikan malam untuk beristirahat, dan

(menjadikan) matahari dan bulan untuk 

perhitungan….” (Al-An’am: 96). 

“Mereka bertanya kepadamu tentang 

bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu 

adalah tanda-tanda waktu bagi manusia…” 

(Al-Baqarah: 189). 

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi 

Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan 

Allah di waktu Dia menciptakan langit dan 

bumi, di antaranya empat bulan haram.” (At￾Taubah: 36). 

Ayat-ayat diatas menunjukkan bahwa 

Allah telah menjadikan matahari dan bulan 

sebagai standar perhitungan waktu hari, bulan, 

dan tahun bagi manusia. Dengan begitu, 

manusia dapat mengetahui posisi mereka, 

kapan dan dimana. Penelitian-penelitian 

astronomis telah membuktikan bahwa bulan 

berputar mengelilingi bola bumi sekali dalam

sebulan. Ia juga berputar pada porosnya dalam 

masa yang sama dengan masa revolusinya 

tersebut (Nadiyah, 2013)..

4. Proses Terjadinya Hujan 

Dalam Surat An-Nur ayat 43, Allah 

SWT. Berfirman : 

“Tidakkah kamu melihat bahwa Allah 

mengarak awan, kemudian mengumpulkan 

antara (bagian-bagian)nya, kemudian 

menjadikannya bertindih-tindih, maka 

kelihatanlah olehmu hujan keluar dari 

celahcelahnya dan Allah (juga) menurunkan 

(butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari 

(gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung￾gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran￾butiran) es itu kepada kepada siapa yang 

dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari 

siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat 

awan itu hampir-hampir menghilangkan 

penglihatan” (An-Nuur : 43).

Para peneliti bidang meteorologi 

menyebutkan bahwa fenomena awan tebal 

bermula ketika angin menggiring atau 

mengarak kawanan awan kecil ke convergence 

zone (tempat berkumpul) dari awan-awan 

tersebut. Pengarakkan bagian-bagian ini 

menyebabkan bertambahnya kualitas jumlah 

uap air dalam perjalanannya, terutama di 

sekitar convergence zone. Ketika uap air sudah 

terlalu banyak, maka jatuhlah uap air tersebut 

ke permukaan bumi yang disebut hujan (Siti 

Lailiyah, 2018). 

C. Implementasi Ilmu Pengetahuan dalam 

Perspektif Al-Qur’an

Seiring perkembangan zaman 

kompleksitas permasalahan turut meningkat. 

Karakter ilmu pengetahuan secara 

epistomologis semakin bergeser menjadi 

rasional-empiris-positivistik. Selain itu secara 

ontologis ilmu pengetahuan modern bersifat 

materilistik. Sehingga menjadikan ilmu 

pengetahuan menjadi tidak lagi mengenal 

nilia-nilai kemanusia. Pada dasarnya ilmu 

pengetahuan merupakan hasil karya manusia 

dalam upaya untuk memenuhi kebetuhunnya 

sekaligus menyelesaikan permasalahan yang 

ada secara positif. Namun kenyataanya, ilmu 

pengetahuan hadir seperti koin yang memiliki 

dua sisi yang saling bertolak belakang, disatu 

sisi pemahaman keilmuan tentang atom dapat 

dikembangkan untuk menyembuhkan 

penyakit, pengawetan makanan, dll yang 

berorientasi manfaat positif. Sedangkan disisi 

lain, pengembangan tentang atom dapat 

dijadikan senjata mematikan yang dapat 

membahayakan manusia, sebut saja bom atom. 

Hadirnya dualitas tersebut 

menggerakkan sebagian saintis atau ilmuwan 

untuk menghadirkan kembali atau mencari 

paradigma baru yang dapat membangun relasi 

yang baik antara sains dengan agama dengan 

tidak menafikkan salah satunya. Hal ini 

muncuk Karena kegelisahan mereka dalam 

mengembangkan ilmu pengetahuan pada 

akhirnya dapat menghadirkan kebaikan 

maupun kemudharatan. Berdasarkan bahasan 

sebelumnya tantangan pun hadir dari paham￾paham kaum sekularis maka upaya 

memunculkan paradigm ini menghadapi 

tantangan tersendiri selain dari permasalahan 

yang semakin kompleks seiring perkembangan 

zaman. Hal inilah yang diupayakan saintis￾saintis muslim yang mencoba memberikan 

solusi permasalahan yang ada sekaligus 

melakukan pembuktian wahyu Illahi untuk 

mematahkan paham sekularis yang saat ini 

berkembang (Ardi Kumara, 2020).

Islam merupakan agama pengetahuan. 

Sumber utama ajaran agama Islam –al-Qur`an 

dan al-Sunnah– menjelaskan ilmu 

pengetahuan dengan seluruh aspeknya. 

Sekaligus menganjurkan dan mendorong

umatnya untuk menggali, mengkaji dan 

memformulasi ilmu pengetahuan yang ada, 

baik yang lafzhi maupun kauny. Adapun 

proses yang digunakan, berkembang sesuai 

dengan perkembangan zaman. Dorongan dan 

perintah Islam tersebut tidak ada manfaatnya 

bagi Allah, tapi bagi kehidupan manusia itu 

sendiri. Apa yang disampaikan Islam bukanlah 

tanpa arti dan manfaat sama sekali. Sebab 

tidak ada perintah dan larangan dalam Islam 

yang merugikan, malah menguntungkan bagi 

seluruh alam. 

Demikian halnya dengan perintah dalam 

mengembangkan ilmu pengetahuan. Arti dan 

manfaatnya akan kembali kepada manusia itu 

sendiri. Manusia tidak akan mampu menguasai 

dunia, kalau bukan karena ilmu. Demikian 

pula manusia tidak akan mampu untuk 

mendapatkan kebahagiaan akhirat, kalau 

bukan karena ilmu. Dalam Islam iman, ilmu 

dan amal merupakan satu keterpaduan yang 

total. Iman menjadi dasar dalam ilmu dan 

amal. Demikian pula ilmu dan amal akan 

meningkatkan keimanan. Dengan demikian, 

dalam Islam tidak akan terjadi “kepribadian 

terpecah” (split personality). Dengan demikian 

barulah berlaku ganjaran Allah yang terdapat 

dalam surah al-Mujadilah ayat 11 yang 

mengangkat derajat orang yang beriman dan 

berilmu (Ardi Kumara, 2020). 

Bentuk implementasi ilmu pengetahuan 

dan Islam dapat diwujudkan dengan model 

integrasi dan interkoneksi keilmuan 

merupakan sebuah upaya strategis untuk 

memosisikan kembali keberadaan ilmu 

pengetahuan dan agama dalam kedudukan 

yang seimbang baik dalam upaya pencarian 

dan pengembangan ilmu pengetahuan 

sekaligus pemanfaatnnya untuk ummat 

manusia dan alam. Munculnya konsep 

integrasi dan interkoneksi keilmuan tidak lain 

karena adanya realitas yang tidak 

proporsional, dimana modernisme dengan 

paradigma positivismenya telah meletakkan 

ilmu-ilmu positif lebih dominan dari pada 

ilmu-ilmu agama. Keadaan ini kemudian 

menimbulkan problem krusial bagi peradaban 

manusia. Oleh karena itu diperlukan upaya 

untuk melakukan integrasi dan interkoneksi 

ilmu pengetahuan dan agama merupakan 

sebuah keniscayaan dalam alam modern 

sekarang ini (Hidayatullah, 2016). Paradigma 

sains yang dibutuhkan masa kini supaya dapat 

memberikan keleluasaan untuk membangun 

kemaslahatan umat manusia, yaitu; paradigma 

sains yang meletakkan nilai rasionalisme, 

empirisme, positivism dan nilai intuisi (realitas 

spiritual) sebagai unsur epistemnya secara 

seimbang dan dialogis-kritis. Dengan 

ditambahnya unsur intuisi, maka problem 

ontologis dan aksiologis dari sains modern 

bisa dicari jalan keluarnya secara memadai 

(Ardi Kumara, 2020).

D. Implikasi Al-Qur’an Terhadap 

Pembelajaran Sains

Peranan integrasi Alquran dan sains 

dalam pendidikan modern memiliki dua misi 

penting, yakni pembinaan moral spiritual dan 

daya intelektual. Mensinergikan antara 

Alquran dan sains merupakan suatu keharusan, 

karena Alquran sendiri merupakan sumber 

pengetahuan yang mencakup seluruh aspek 

kehidupan, dengan ditambah ilmu 

pengetahuan teknologi yang saat ini 

berkembang pesat, bukan suatu hal yang 

mustahil jika nantinya dunia pendidikan akan 

mencetak generasi pemikir yang memiliki 

spiritualitas tinggi dibanding dengan masa lalu 

(Amin, 2004).

Alquran dan sains adalah dua kata yang 

mempunyai makna universal. Alquran ialah 

sebuah kitab yang menuntun kehidupan 

manusia. Alquran membentuk suatu aturan 

dan undang-undang yang berasal dari Allah 

SWT, Sedangkan sains adalah studi terhadap 

alam nyata yang tunduk kepada experimen￾experimen dan persepsi persepsi manusia 

(Khan, 1971). Ada beberapa langkah yang 

dapat dijadikan acuan ke arah pengembangan 

model integrasi Alquran dan sains dalam 

pendidikan: (Ahmad, 2011)

Pertama, memetakan konsep ke￾Ilmuwan dan ke-Islaman. ilmuwan perlu 

diajak bertamasya bersama Alquran ke alam 

ilmu pengetahuan, dengan cara 

mengklasifikasikan sains secara sistematis ke 

dalam berbagai disiplin ilmu atau tema-tema 

yang dikehendaki. Dengan kata lain, ilmuan 

disarankan terlebih dahulu menjelajahi tema￾tema sains yang ada di dalam Alquran.

Kedua, memadukan konsep keilmuan 

dan keislaman. Kerja ini, mengintegrasikan 

konsep, bukan rumus-rumus. Yaitu mencari 

titik kesamaan antara Alquran dan sains. 

Tegasnya, antara Alquran dan sains

diintegrasikan sehingga satu sama lain saling 

memperkokoh dalam membuka tabir kegaiban 

akan realitas konkrit yang firmankan Allah 

SWT dalam ayat-ayat-Nya, baik yang qauliyah 

maupun kauniyah.

Ketiga, menjadikan Alquran sebagai 

pengawal dari setiap kerja sains. Alquran 

bukan sekedar menjadi pelengkap, tetapi 

sumber rujukan utama agar supaya menjadi 

lebih terarah dan mempunyai tujuan yang 

mengandungi banyak manfaat.

Sejak pertama kali diturunkan, Alquran 

telah mengisyaratkan pentingnya ilmu 

pengetahuan dan menjadikan proses 

pencariannya sebagai ibadah. Di samping itu, 

Alquran juga menegaskan bahwa satu-satunya 

sumber ilmu pengetahuan adalah Allah SWT. 

Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya 

tidak ada pemisahan ilmu dalam pandangan 

Alquran (Nata, 2005). Dengan demikian, 

dalam pandangan Alquran dan sains 

merupakan dua hal yang terintegrasi. Proses 

pembelajaran pada hakikatnya adalah proses 

mengamati, menemukan, memahami, dan 

menghayati sunnatullah, yang berupa 

fenomena alamiah maupun sosial, kemudian 

mengaplikasikan pemahaman tersebut bagi 

kemaslahatan hidup manusia dan 

lingkungannya serta menjadikan kesadaran 

adanya Allah dengan sifat-sifat-Nya Yang 

Maha Sempurna sebagai tujuan hakiki dari 

kegiatan pembelajaran. Tujuan ini akan 

membimbing peserta belajar kepada kesadaran 

adanya realitas supranatural di luar realitas 

eksternal yang dapat ia indera. Oleh sebab itu, 

prinsip -prinsip dasar kegiatan ilmiah yang 

digariskan Alquran, harus dijadikan titik tolak 

dalam mempelajari subyek apapun.

Implementasi dalam pembelajaran sains, 

hendaknya menginternalisasikan nilai tauhid 

pada materi sains. (Fakhri, 2010) menjelaskan 

bahwa konsep ilmu pengetahuan dan teknologi 

dalam Al-Qur'an juga berlaku dan relevan 

untuk diterapkan dalam proses pembelajaran 

di lembaga pendidikan Islam yaitu dengan 

proyek integrasi dalam pendidikan. Hal 

tersebut dapat dijabarkan dalam tiga hal: 1) 

integrasi kurikulum, 2) integrasi pembelajaran, 

dan 3) integrasi sains (islamisasi sains) 

(Fakhri, 2010). Ada beberapa metode atau 

strategi internalisasi nilai tauhid dalam 

pembelajaran sains yang dapat dilakukan. 

Murdiono (Darmana, 2016) mengungkapkan, 

bahwa strategi internalisasi nilai-nilai religius 

dalam pembelajaran meliputi keteladanan, 

masalah aktual di masyarakat, penanaman 

nilai-nilai edukatif secara kontekstual, dan 

penguatan nilai moral.

Selanjutnya Darmana (2016) 

menjelaskan bahwa internalisasi nilai tauhid 

pada materi sains dapat dilakukan melalui 

pengungkapan nilai/hikmah/makna/hakikat 

dari materi sains tersebut berdasarkan sudut 

pandang Islam. Internalisasi nilai tauhid dalam 

materi sains merupakan upaya untuk 

mengembangkan potensi hati nurani, sehingga 

akan mengarahkan kepada kesadaran bahwa 

sains terutama hukum-hukum atau fakta-fakta, 

merupakan ketetapan dan kekuasaan Allah 

Yang Maha Kuasa, yang diciptakan dan 

dianugerahkan untuk kemaslahatan makhluk￾Nya. Kesadaran ini akan mendorong dan 

menjadi motivasi untuk menggunakan ilmu 

pengetahuan pada kebaikan dan kemaslahatan 

umat manusia serta pada hal-hal yang diridloi 

oleh Allah Yang Maha Esa.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Ilmu pengetahuan adalah keseluruhan 

sistem pengetahuan manusia yang telah 

dibakukan secara sistematis, didalam agama 

islam sendiri ilmu pengetahuan dikembangkan 

berdasarkan pada 3 pilar yaitu pilar Ontologis 

(yang menjadi subjek ilmu), Pilar Aksiologis 

(tujuan ilmu pengetahuan) dan Pilar 

Epistemologis (cara untuk mencapai ilmu 

pengetahuan tersebut). Dengan menjadikan 

ayat-ayat Al-Qur’an sebagai paradigma atau 

konsep dasar dalam keilmuan, namun tak 

sedikit pula manusia yang beranggapan bahwa 

agama dan ilmu pengetahuan adalah dua sisi 

yang berbeda dan tidak bisa disatukan, Hal ini 

tentu membuat dinding penghalang bagi 

keilmuan islam yang memiliki konsep dan 

paradigma yang mengarah kepada kitab Al￾Qur’an sehingga keilmuan islam memiliki 

tantangan yaitu mampu menyelaraskan Al￾Qur’an untuk menyelesaikan masalah yang 

berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan juga 

menghadapi tantangan yang dihadirkannya.

Konsep Ilmu pengetahuan dan sains 

adalah sekumpulan pengetahuan yang 

diorganisir secara sistematis berdasarkan 

pengalaman dan pengamatan yang kemudian 

dihubungkan berdasarkan pemikiran yang 

cermat, teliti dan bisa dipertanggungjawabkan

dengan berlandaskan teori dan metode yang 

bisa dibuktikan kebenarannya. Implementasi 

pembelajaran sains dapat dilaksanakan dengan 

internalisasi nilai-nilai tauhid melalui kajian￾kajian Al-Qur’an terkait dengan ilmu 

pengetahuan. Internalisasi nilai-nilai 

ketauhidan atau keyakinan terhadap agama 

dalam pembelajaran dapat dilaksanakan 

dengan 1) integrasi kurikulum, 2) integrasi 

pembelajaran, dan 3) integrasi sains 

(islamisasi sains). selain itu dapat juga 

diaplikasikan dengan keteladanan, masalah 

aktual di masyarakat, penanaman nilai-nilai 

edukatif secara kontekstual, dan penguatan 

nilai moral (Tursinawati 2020).