Pendidikan merupakan kebutuhan bagi
setiap manusia. Pendidikan dapat dikatakan
sebagai suatu media bagi seseorang untuk
dapat memperoleh serta mengembangkan
pengetahuannya, yang menyebabkan
seseorang menjadi tahu apa yang sebelumnya
tidak diketahui, menjadi mengerti apa yang
sebelumnya tidak dimengerti dan menjadi
memahami apa yang sebelumnya tidak
dipahami. Pendidikan juga dapat dijadikan
sebagai tolok ukur majunya suatu bangsa,
yaitu dilihat dari mutu pendidikannya. Bangsa
yang maju adalah bangsa yang memiliki mutu
pendidikan yang tinggi, dimana bangsa tersebut dapat menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Pendidikan di sini
tentu yang berkaitan dengan pendidikan yang
bersifat formal, yang meliputi proses
pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa
di dalamnya. Mutu pendidikan yang baik tentu
akan menghasilkan prestasi belajar siswa yang
baik pula. Kenyataan saat ini, mutu pendidikan
di Indonesia belum mencapai hasil yang
diharapkan, sehingga mutu pendidikan masih
harus terus ditingkatkan. Peningkatan mutu
pendidikan penting untuk dilakukan, karena
pendidikan dianggap sebagai investasi yang
paling berharga dalam bentuk peningkatan
kualitas sumber daya insani untuk
pembangunan suatu bangsa (Nur Raina, 2011).
Islam adalah agama yang mengajarkan
umatnya untuk selalu belajar. Islam
mengajarkan umatnya untuk selalu
menggunakan akal pikiran yang sudah
dikaruniakan Allah kepada manusia. Allah
menciptakan manusia dari tidak tahu apa-apa
(QS : An Nahl : 78). Islam juga agama yang
memposisikan ilmu dalam posisi mulia Ahmad
Satori (2003 :48). Sebagai tanda keutamaan
ilmu dalam Islam adalah sifat ilmu yang
menjadi salah satu sifat wajib Allah SWT (QS
: Al An’am : 3). Dalam QS. al-Baqarah ayat
30-33 menunjukkan betapa pentingnya ilmu
untuk manusia, bahkan manusia pertama yang
Allah ciptakan, langsung mendapatkan
pelajaran tentang apa-apa yang ada di surga
oleh Allah. Ayat tersebut juga menjelaskan
kepada kita, bahwa Islam adalah agama ilmu
pengetahuan, di mana kita semua mempunyai
potensi untuk mengembangkan apa yang
sudah kita miliki bersama, yaitu akal pikiran
kita yang merupakan anugerah Allah yang luar
biasa. Ilmu yang ada membuat manusia lebih
baik. Dengan ilmu manusia dapat
mengarahkan perilakunya, dengan
perasaannya manusia mendapatkan
kesenangan. Kombinasi keduanya membuat
hidup manusia lebih terarah, masuk akal dan
bermanfaat. Tidak dapat disangkal bahwa ilmu
sangat berperan dalam kehidupan manusia,
maka bekali diri kita dengan ilmu yang
bermanfaat sebanyak-banyaknya.
Kata ilmu secara etimologi berarti
tahu atau pengetahuan. Kata ilmu berasal dari
bahasa Arab “Alima-ya’lamu, dan science dari
bahasa Latin Scio, scrie artinya to know.
Sinonim yang paling akurat dalam bahasa
Yunani adalah epitisteme. Sedangkan secara
terminology ilmu atau science adalah
semacam pengetahuan yang mempunyai ciriciri, tanda-tanda dan syarat-syarat tertentu.
Menurut ensiklopedia pengertian ilmu adalah
“Ilmu pengetahuan yaitu suatu sistem dari
pelbagai pengetahuan yang masing-masing
mengenai suatu lapangan pengetahuan
tertentu, yang disusun sedemikian rupa
menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi
kesatuan suatu sistem dari pelbagai
pengetahuan yang masing-masing didapatkan
sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan
secara teliti dengan memakai metode tertentu
(induksi, deduksi)”. (Uyoh Sodullah , 2001).
Sedangkan istilah Sains berasal dari
bahasa latin yaitu “Scientia”, yang artinya
pengetahuan. Pengetahuan tersebut dapat
diperoleh dengan metode saintifik yaitu (1)
mengidentifikasi masalah; (2) mengolah data;
(3) membuat hipotesis; (4) melakukan
percobaan; dan (5) membuat kesimpulan
(Martin, Ralph et.al, 2005). (Patta Bundu,
2006) mendefinisikan sains secara harfiah
yang berasal dari kata natural science. Natural
artinya alamiah dan berhubungan dengan
alam, sedangkan science artinya ilmu
pengetahuan, sehingga natural science
memiliki arti ilmu pengetahuan tentang alam
atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa
yang terjadi di alam.
Dalam pandangan Sumantri (1982)
menjelaskan bahwa tujuan sains adalah
menjelaskan gejala-gejala alam dan
memanipulasi faktor-faktor terkait dalam
gejala tersebut untuk mengontrol dan
mengarahkan proses yang terjadi. Intinya sains
diciptakan untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Dari perspektif sains Islam, menurut
Ghulsyani, sains islam dijadikan sebagai alat
untuk mendapatkan pengetahuan tentang
Allah, keridaan dan kedekatan dengan Allah.
Ilmu harus dapat mengarahkan seorang
Muslim dengan berbagai cara dan upaya untuk
dapat dekat kepada Allah SWT. Secara
spesifik, ilmu harus mampu meningkatkan
pengetahuan tentang Allah SWT, membantu
mengembangkan masyarakat Muslim dan
merealisasikan semua tujuannya, membimbing
orang lain, dan memecahkan berbagai problem
masyarakat dengan demikian, seluruh ilmu
(ilmu agama dan ilmu alam) merupakan alat
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan selama ilmu memainkan peranan tersebut,
maka ilmu menjadi suci. Jika ilmu tidak
diarahkan kepada peranan tersebut, maka ilmu
menjadi penghalang besar bagi usaha
mendekatkan diri kepada Allah (Mahdi
Ghulsyani, 1991).
Pentingnya menanamkan nilai
spiritual agama dalam pembelajaran sains agar
dapat meningkatkan iman dan taqwa kita
kepada Tuhan yang Maha Esa dalam
mengamati penciptaan alam semesta.
Sebagaimana (Darmana, 2016) menegaskan
bahwa sains sebagai sarana untuk
mengembangkan potensi kognitif, sains pun
dapat menumbuhkan potensi nurani (afektif).
Materi sains ini akan mampu menanamkan
keyakinan tentang segala sesuatu yang ada di
alam. dan (Arsyad, 2016) menjelaskan bahwa
dengan meyakini alam semesta yang
diciptakan Allah tidaklah sia-sia, dan
merupakan jalan untuk mensyukuri atas
nikmat yang telah diberikan-Nya. Oleh sebab
itu pentingnya artikel ini dikaji agar dapat
mendeksripsikan berbagai pandangan AlQur’an terhadap ilmu pengetahuan ilmiah
dalam aspek pembelajaran sains Adapun
kajian ini dilakukan dengan mengkaji literaturliterur terkait dengan kajian agama Islam
dalam tinjauan Al-Qur’an dengan ilmu
pengetahuan dalam pembelajaran sains.
Dalam al-Qur`an, ilmu adalah
keistimewaan yang menjadikan manusia
dipandang lebih unggul ketimbang makhluk
lain guna menjalankan fungsi
kekhalifahannya. Ini tercermin dari kisah
kejadian manusia pertama yang dijelaskan alQur`an pada Surat Al-Baqarah, 31-32:
“Dia mengajarkan kepada Adam namanama seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama
benda-benda itu jika kamu mamang benar
orang-orang yang benar!”. Mereka menjawab:
“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami
ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”
Allah menampakkan tanda-tanda
kebesarannya dalam pengalaman lahir batin.
Hal tersebut merupakan pengembaraan
manusia dalam upaya memunculkan dan
memgembangkan potensi jiwa intelektual
mereka yang bernuansa islami. Banyak ayatayat Al-Qur’an yang menunjukkan
kebesarannya melalui kejadian-kejadian alam
maupun keberagaman yang ada sehingga
menggerakkan manusia untuk mencari tahu
melalui pengembangan intelektual mereka.
Manusia diciptakan Allah dengan potensi
mencari tahu rahasia alam raya. Selain itu,
Allah menciptakan alam sehingga mengantarkan manusia untuk memanfaatkan alam yang
telah ditundukan Tuhan. Usaha untuk
memanfaatkan alam tersebut kini kita kenal
dengan teknologi. Dalam bahasa Arab, alam
berasal satu akar kata dengan ilmu dan alamah
(alamat, pertanda). Sehingga jagat raya dapat
diartikan sebagai pertanda adanya Allah SWT
Yang Maha Pencipta (Ardi Kumara, 2020).
Sebagai pertanda adanya Tuhan, jagat
raya ini disebut ayat-ayat yang menjadi
sumber ajaran dan pelajaran bagi manusia.
Pelajaran yang dapat diambil dari pengamatan
terhadap alam semesta ialah keserasian,
keharmonisan, dan ketertiban (Ardi Kumara,
2020). Dalam sudut pandang ilmu
pengetahuan, Al-Quran merupakan sumber
ilmu yang luar biasa. Ketika Al Quran pertama
kali diturunkan, telah menegur kekeliruan
yang dilakukan manusia. Pada era Jahiliyah,
berhala-berhala banyak diciptakan dan
disembah sebagai tuhan. Ketika informasi
yang bertentangan dengan keyakinan mereka
muncul, masyarakat terkejut. Informasi
tersebut mengatakan manusia diciptakan
secara berproses dari segumpal darah
kemudian diciptakan menjadi manusia yang
kemudian lahir ke dunia. Agar manusia belajar
mencari dan mengembangkan ilmu dengan
cara membaca, mencoba, memperhatikan,
menyelidiki dan merumuskan suatu teori,
semuanya haruslah dilakukan denganberdasa
pada keimanan. Dengan menyebut nama
Tuhan atau mengucap bismi rabbika allazi
khalaq (membaca dan belajar dengan nama
Tuhanmu Yang Menciptakan). Jika ditelaah
ada banyak ayat Al Quran yang berbicara
mengenai alam. Kurang lebih 750 ayat Al
Quran berisi tentang jagad raya beserta
fenomenanya (Ali, 2020) dan tersurat juga
dalam Al Quran bahwa alam ini diciptakan
dan ditundukkan Allah untuk manusia (Yedi
Purwanto, 2011).
Oleh karena itu erat kaitannya antara
Islam dengan Ilmu Pengetahuan. Sebagaimana
Islam hadir yang mendeklarasikan sebagai
agama yang sempurna maka Islam juga
memiliki sudut pandang tersendiri dalam
memaknai ilmu pengetahuan. Hal ini dapat
mematahkan para kaum sekularis yang
menganggap ilmu pengetahuan dan agama
dalam hal ini Islam tidak dapat berjalan
beriringan.
B. Ayat-ayat Al Qur’an yang Terkait Ilmu
Pengetahuan
1. Penciptaan Alam Semesta
Al-Quran menunjukkan mengenai
proses yang mendasari formasi alam semesta
yang menghasilkan komposisi planet yang
terhampar di jagat raya ini dalam firman
berikut:
“kemudian Dia menuju langit dan langit
itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah
kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan
suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab:
“Kami datang dengan suka hati.” Maka Dia
menjadikannya tujuh langit dalam dua masa
dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit
urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat
dengan bintang-bintang yang cemerlang dan
Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya.
Demikianlah ketentuan Yang Mahaperkasa
lagi Maha Mengetahui.” (QS Fushshilat [41]:
11-12).
Selain itu, ada lagi petunjuk tentang
proses penciptaan alam semesta dalam firman
berikut:
“Dan apakah orang-orang yang kafir
tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi
itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu,
kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?” (QS Al-Anbiya [21]: 30) (Afzalur,
2007).
2. Lapisan Bumi
“Allah-lah yang menciptakan tujuh
langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah
berlaku padanya, agar kamu mengetahui
bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya
benar-benar meliputi segala sesuatu.” (AtThalaq: 12).
Dari ayat ini kita bisa menyimpulkan
bahwa maksud dari tujuh bumi adalah tujuh
lapisan pembentuk bumi. Pada zaman modern,
terungkap fakta ilmiah bahwa bumi
mempunyai tujuh lapisan.
1) Atmosfer, yaitu udara yang
menyelimuti planet bumi.
2) Hidrosfer, yaitu lapisan air yang
berada di permukaan bumi dam meliputi
perairan tawar dan asin.
3) Lapisan Sial. Lapisan ini tersusun
dari silisium dan alumunium. Disebut juga
kerak bumi yang bersifat bebatuan.
4) Lapisan Sima. Lapisan ini tersusun
dari silisium dan magnesium.
5) Lapisan Sima berfasa besi.
6) Inti cair bumi.
7) Inti padat bumi (Nadiyah, 2013).
3. Bulan sebagai Penunjuk Waktu
bagi Manusia
Allah berfirman, “Dialah yang
menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilahmanzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan
bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu).” (Yunus: 5).
“Dia menyingsingkan pagi dan
menjadikan malam untuk beristirahat, dan
(menjadikan) matahari dan bulan untuk
perhitungan….” (Al-An’am: 96).
“Mereka bertanya kepadamu tentang
bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu
adalah tanda-tanda waktu bagi manusia…”
(Al-Baqarah: 189).
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi
Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan
Allah di waktu Dia menciptakan langit dan
bumi, di antaranya empat bulan haram.” (AtTaubah: 36).
Ayat-ayat diatas menunjukkan bahwa
Allah telah menjadikan matahari dan bulan
sebagai standar perhitungan waktu hari, bulan,
dan tahun bagi manusia. Dengan begitu,
manusia dapat mengetahui posisi mereka,
kapan dan dimana. Penelitian-penelitian
astronomis telah membuktikan bahwa bulan
berputar mengelilingi bola bumi sekali dalam
sebulan. Ia juga berputar pada porosnya dalam
masa yang sama dengan masa revolusinya
tersebut (Nadiyah, 2013)..
4. Proses Terjadinya Hujan
Dalam Surat An-Nur ayat 43, Allah
SWT. Berfirman :
“Tidakkah kamu melihat bahwa Allah
mengarak awan, kemudian mengumpulkan
antara (bagian-bagian)nya, kemudian
menjadikannya bertindih-tindih, maka
kelihatanlah olehmu hujan keluar dari
celahcelahnya dan Allah (juga) menurunkan
(butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari
(gumpalan-gumpalan awan seperti) gununggunung, maka ditimpakan-Nya (butiranbutiran) es itu kepada kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari
siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat
awan itu hampir-hampir menghilangkan
penglihatan” (An-Nuur : 43).
Para peneliti bidang meteorologi
menyebutkan bahwa fenomena awan tebal
bermula ketika angin menggiring atau
mengarak kawanan awan kecil ke convergence
zone (tempat berkumpul) dari awan-awan
tersebut. Pengarakkan bagian-bagian ini
menyebabkan bertambahnya kualitas jumlah
uap air dalam perjalanannya, terutama di
sekitar convergence zone. Ketika uap air sudah
terlalu banyak, maka jatuhlah uap air tersebut
ke permukaan bumi yang disebut hujan (Siti
Lailiyah, 2018).
C. Implementasi Ilmu Pengetahuan dalam
Perspektif Al-Qur’an
Seiring perkembangan zaman
kompleksitas permasalahan turut meningkat.
Karakter ilmu pengetahuan secara
epistomologis semakin bergeser menjadi
rasional-empiris-positivistik. Selain itu secara
ontologis ilmu pengetahuan modern bersifat
materilistik. Sehingga menjadikan ilmu
pengetahuan menjadi tidak lagi mengenal
nilia-nilai kemanusia. Pada dasarnya ilmu
pengetahuan merupakan hasil karya manusia
dalam upaya untuk memenuhi kebetuhunnya
sekaligus menyelesaikan permasalahan yang
ada secara positif. Namun kenyataanya, ilmu
pengetahuan hadir seperti koin yang memiliki
dua sisi yang saling bertolak belakang, disatu
sisi pemahaman keilmuan tentang atom dapat
dikembangkan untuk menyembuhkan
penyakit, pengawetan makanan, dll yang
berorientasi manfaat positif. Sedangkan disisi
lain, pengembangan tentang atom dapat
dijadikan senjata mematikan yang dapat
membahayakan manusia, sebut saja bom atom.
Hadirnya dualitas tersebut
menggerakkan sebagian saintis atau ilmuwan
untuk menghadirkan kembali atau mencari
paradigma baru yang dapat membangun relasi
yang baik antara sains dengan agama dengan
tidak menafikkan salah satunya. Hal ini
muncuk Karena kegelisahan mereka dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan pada
akhirnya dapat menghadirkan kebaikan
maupun kemudharatan. Berdasarkan bahasan
sebelumnya tantangan pun hadir dari pahampaham kaum sekularis maka upaya
memunculkan paradigm ini menghadapi
tantangan tersendiri selain dari permasalahan
yang semakin kompleks seiring perkembangan
zaman. Hal inilah yang diupayakan saintissaintis muslim yang mencoba memberikan
solusi permasalahan yang ada sekaligus
melakukan pembuktian wahyu Illahi untuk
mematahkan paham sekularis yang saat ini
berkembang (Ardi Kumara, 2020).
Islam merupakan agama pengetahuan.
Sumber utama ajaran agama Islam –al-Qur`an
dan al-Sunnah– menjelaskan ilmu
pengetahuan dengan seluruh aspeknya.
Sekaligus menganjurkan dan mendorong
umatnya untuk menggali, mengkaji dan
memformulasi ilmu pengetahuan yang ada,
baik yang lafzhi maupun kauny. Adapun
proses yang digunakan, berkembang sesuai
dengan perkembangan zaman. Dorongan dan
perintah Islam tersebut tidak ada manfaatnya
bagi Allah, tapi bagi kehidupan manusia itu
sendiri. Apa yang disampaikan Islam bukanlah
tanpa arti dan manfaat sama sekali. Sebab
tidak ada perintah dan larangan dalam Islam
yang merugikan, malah menguntungkan bagi
seluruh alam.
Demikian halnya dengan perintah dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan. Arti dan
manfaatnya akan kembali kepada manusia itu
sendiri. Manusia tidak akan mampu menguasai
dunia, kalau bukan karena ilmu. Demikian
pula manusia tidak akan mampu untuk
mendapatkan kebahagiaan akhirat, kalau
bukan karena ilmu. Dalam Islam iman, ilmu
dan amal merupakan satu keterpaduan yang
total. Iman menjadi dasar dalam ilmu dan
amal. Demikian pula ilmu dan amal akan
meningkatkan keimanan. Dengan demikian,
dalam Islam tidak akan terjadi “kepribadian
terpecah” (split personality). Dengan demikian
barulah berlaku ganjaran Allah yang terdapat
dalam surah al-Mujadilah ayat 11 yang
mengangkat derajat orang yang beriman dan
berilmu (Ardi Kumara, 2020).
Bentuk implementasi ilmu pengetahuan
dan Islam dapat diwujudkan dengan model
integrasi dan interkoneksi keilmuan
merupakan sebuah upaya strategis untuk
memosisikan kembali keberadaan ilmu
pengetahuan dan agama dalam kedudukan
yang seimbang baik dalam upaya pencarian
dan pengembangan ilmu pengetahuan
sekaligus pemanfaatnnya untuk ummat
manusia dan alam. Munculnya konsep
integrasi dan interkoneksi keilmuan tidak lain
karena adanya realitas yang tidak
proporsional, dimana modernisme dengan
paradigma positivismenya telah meletakkan
ilmu-ilmu positif lebih dominan dari pada
ilmu-ilmu agama. Keadaan ini kemudian
menimbulkan problem krusial bagi peradaban
manusia. Oleh karena itu diperlukan upaya
untuk melakukan integrasi dan interkoneksi
ilmu pengetahuan dan agama merupakan
sebuah keniscayaan dalam alam modern
sekarang ini (Hidayatullah, 2016). Paradigma
sains yang dibutuhkan masa kini supaya dapat
memberikan keleluasaan untuk membangun
kemaslahatan umat manusia, yaitu; paradigma
sains yang meletakkan nilai rasionalisme,
empirisme, positivism dan nilai intuisi (realitas
spiritual) sebagai unsur epistemnya secara
seimbang dan dialogis-kritis. Dengan
ditambahnya unsur intuisi, maka problem
ontologis dan aksiologis dari sains modern
bisa dicari jalan keluarnya secara memadai
(Ardi Kumara, 2020).
D. Implikasi Al-Qur’an Terhadap
Pembelajaran Sains
Peranan integrasi Alquran dan sains
dalam pendidikan modern memiliki dua misi
penting, yakni pembinaan moral spiritual dan
daya intelektual. Mensinergikan antara
Alquran dan sains merupakan suatu keharusan,
karena Alquran sendiri merupakan sumber
pengetahuan yang mencakup seluruh aspek
kehidupan, dengan ditambah ilmu
pengetahuan teknologi yang saat ini
berkembang pesat, bukan suatu hal yang
mustahil jika nantinya dunia pendidikan akan
mencetak generasi pemikir yang memiliki
spiritualitas tinggi dibanding dengan masa lalu
(Amin, 2004).
Alquran dan sains adalah dua kata yang
mempunyai makna universal. Alquran ialah
sebuah kitab yang menuntun kehidupan
manusia. Alquran membentuk suatu aturan
dan undang-undang yang berasal dari Allah
SWT, Sedangkan sains adalah studi terhadap
alam nyata yang tunduk kepada experimenexperimen dan persepsi persepsi manusia
(Khan, 1971). Ada beberapa langkah yang
dapat dijadikan acuan ke arah pengembangan
model integrasi Alquran dan sains dalam
pendidikan: (Ahmad, 2011)
Pertama, memetakan konsep keIlmuwan dan ke-Islaman. ilmuwan perlu
diajak bertamasya bersama Alquran ke alam
ilmu pengetahuan, dengan cara
mengklasifikasikan sains secara sistematis ke
dalam berbagai disiplin ilmu atau tema-tema
yang dikehendaki. Dengan kata lain, ilmuan
disarankan terlebih dahulu menjelajahi tematema sains yang ada di dalam Alquran.
Kedua, memadukan konsep keilmuan
dan keislaman. Kerja ini, mengintegrasikan
konsep, bukan rumus-rumus. Yaitu mencari
titik kesamaan antara Alquran dan sains.
Tegasnya, antara Alquran dan sains
diintegrasikan sehingga satu sama lain saling
memperkokoh dalam membuka tabir kegaiban
akan realitas konkrit yang firmankan Allah
SWT dalam ayat-ayat-Nya, baik yang qauliyah
maupun kauniyah.
Ketiga, menjadikan Alquran sebagai
pengawal dari setiap kerja sains. Alquran
bukan sekedar menjadi pelengkap, tetapi
sumber rujukan utama agar supaya menjadi
lebih terarah dan mempunyai tujuan yang
mengandungi banyak manfaat.
Sejak pertama kali diturunkan, Alquran
telah mengisyaratkan pentingnya ilmu
pengetahuan dan menjadikan proses
pencariannya sebagai ibadah. Di samping itu,
Alquran juga menegaskan bahwa satu-satunya
sumber ilmu pengetahuan adalah Allah SWT.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya
tidak ada pemisahan ilmu dalam pandangan
Alquran (Nata, 2005). Dengan demikian,
dalam pandangan Alquran dan sains
merupakan dua hal yang terintegrasi. Proses
pembelajaran pada hakikatnya adalah proses
mengamati, menemukan, memahami, dan
menghayati sunnatullah, yang berupa
fenomena alamiah maupun sosial, kemudian
mengaplikasikan pemahaman tersebut bagi
kemaslahatan hidup manusia dan
lingkungannya serta menjadikan kesadaran
adanya Allah dengan sifat-sifat-Nya Yang
Maha Sempurna sebagai tujuan hakiki dari
kegiatan pembelajaran. Tujuan ini akan
membimbing peserta belajar kepada kesadaran
adanya realitas supranatural di luar realitas
eksternal yang dapat ia indera. Oleh sebab itu,
prinsip -prinsip dasar kegiatan ilmiah yang
digariskan Alquran, harus dijadikan titik tolak
dalam mempelajari subyek apapun.
Implementasi dalam pembelajaran sains,
hendaknya menginternalisasikan nilai tauhid
pada materi sains. (Fakhri, 2010) menjelaskan
bahwa konsep ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam Al-Qur'an juga berlaku dan relevan
untuk diterapkan dalam proses pembelajaran
di lembaga pendidikan Islam yaitu dengan
proyek integrasi dalam pendidikan. Hal
tersebut dapat dijabarkan dalam tiga hal: 1)
integrasi kurikulum, 2) integrasi pembelajaran,
dan 3) integrasi sains (islamisasi sains)
(Fakhri, 2010). Ada beberapa metode atau
strategi internalisasi nilai tauhid dalam
pembelajaran sains yang dapat dilakukan.
Murdiono (Darmana, 2016) mengungkapkan,
bahwa strategi internalisasi nilai-nilai religius
dalam pembelajaran meliputi keteladanan,
masalah aktual di masyarakat, penanaman
nilai-nilai edukatif secara kontekstual, dan
penguatan nilai moral.
Selanjutnya Darmana (2016)
menjelaskan bahwa internalisasi nilai tauhid
pada materi sains dapat dilakukan melalui
pengungkapan nilai/hikmah/makna/hakikat
dari materi sains tersebut berdasarkan sudut
pandang Islam. Internalisasi nilai tauhid dalam
materi sains merupakan upaya untuk
mengembangkan potensi hati nurani, sehingga
akan mengarahkan kepada kesadaran bahwa
sains terutama hukum-hukum atau fakta-fakta,
merupakan ketetapan dan kekuasaan Allah
Yang Maha Kuasa, yang diciptakan dan
dianugerahkan untuk kemaslahatan makhlukNya. Kesadaran ini akan mendorong dan
menjadi motivasi untuk menggunakan ilmu
pengetahuan pada kebaikan dan kemaslahatan
umat manusia serta pada hal-hal yang diridloi
oleh Allah Yang Maha Esa.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Ilmu pengetahuan adalah keseluruhan
sistem pengetahuan manusia yang telah
dibakukan secara sistematis, didalam agama
islam sendiri ilmu pengetahuan dikembangkan
berdasarkan pada 3 pilar yaitu pilar Ontologis
(yang menjadi subjek ilmu), Pilar Aksiologis
(tujuan ilmu pengetahuan) dan Pilar
Epistemologis (cara untuk mencapai ilmu
pengetahuan tersebut). Dengan menjadikan
ayat-ayat Al-Qur’an sebagai paradigma atau
konsep dasar dalam keilmuan, namun tak
sedikit pula manusia yang beranggapan bahwa
agama dan ilmu pengetahuan adalah dua sisi
yang berbeda dan tidak bisa disatukan, Hal ini
tentu membuat dinding penghalang bagi
keilmuan islam yang memiliki konsep dan
paradigma yang mengarah kepada kitab AlQur’an sehingga keilmuan islam memiliki
tantangan yaitu mampu menyelaraskan AlQur’an untuk menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan juga
menghadapi tantangan yang dihadirkannya.
Konsep Ilmu pengetahuan dan sains
adalah sekumpulan pengetahuan yang
diorganisir secara sistematis berdasarkan
pengalaman dan pengamatan yang kemudian
dihubungkan berdasarkan pemikiran yang
cermat, teliti dan bisa dipertanggungjawabkan
dengan berlandaskan teori dan metode yang
bisa dibuktikan kebenarannya. Implementasi
pembelajaran sains dapat dilaksanakan dengan
internalisasi nilai-nilai tauhid melalui kajiankajian Al-Qur’an terkait dengan ilmu
pengetahuan. Internalisasi nilai-nilai
ketauhidan atau keyakinan terhadap agama
dalam pembelajaran dapat dilaksanakan
dengan 1) integrasi kurikulum, 2) integrasi
pembelajaran, dan 3) integrasi sains
(islamisasi sains). selain itu dapat juga
diaplikasikan dengan keteladanan, masalah
aktual di masyarakat, penanaman nilai-nilai
edukatif secara kontekstual, dan penguatan
nilai moral (Tursinawati 2020).