Tampilkan postingan dengan label halal haram menurut islam 9. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label halal haram menurut islam 9. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 Januari 2025

halal haram menurut islam 9


 l ini karena

kewajiban zakat termasuk hal yang diketahui secara pasti dalam agama

Islam. Setiap muslim tahu zakat hukumnya wajib. Maka bila ia menen￾tang berarti telah kafir.

Di sini pengarang menyaratkan vonis kafir dengan pengetahuan

terhadap hukum zakaf. Dari ucapannya ini dapat dimengerti bahwa an￾dai seseorang menentang kewajibanzakat karena tidak tahu hukumnya,

ia tidak kafir. Sebab ketidaktahuan itu merupakan udzur yang secara

umum diakui Al-Quran, As-Sunnah dan ijma' kaum muslimin. Arti￾nya, tidak setiap kasus sama. Hal ini berdasarkan firman Allah, ",.Dan

Kami tidak akan mengazab sebelum Knmi mengutus seorang rasul." (Al-Isra'

[17] : 15). Firman-Nya, "Knmi tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan

dengan bahasa kaumnya, supaya ia dnpat memberi penjelasan dengan terang

kepada mereka..." (Ibrahim [14] : 4). Firman-Nya, "Sesungguhnya Kami te￾lah memberikan wahyu kepndamu sebagaimana Knmi telah memberikan wahyu

kepndn Nuh dan nabi-nabi setelahnyn..." hingga firman-Nya, ."..(Merekn

Kami utus) selaku rasul-rasul pembarua berita gembira dan pemberi peringa￾tan ngnr tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul￾rasul itu..." (An-Nisa' [4] :163-165). Ini menunjukkan, jika Allah tidak

mengirim rasul-rasul kepada makhluk niscaya mereka memiliki alasan

untuk membantah Allah, sebab mereka dimaafkan. Firman-Nya, "Dan

Rabbmu tidaklah membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di kota itu

seorang rasul yang membacakan ayat-nyat Kami kepada mereka; dan tidak per￾nnh (pula) Kami membinasakan kotn-kota; kecuali penduduknya dalam keadann

melakukan kezhnlimnn." (Al-Qashash [28] : 59). Dia juga berfirman ten￾tang orang-orang Quraisy, "Dan sekiranya Knmi binasakan mereka dengan

suatu adzab sebelum Al-Quran itu (diturunkan), tentulah mereka berkata, 'Ya

Rabb knmi, mengapa tidak Engknu utus seorang rasul kepada kami, lalu kami

mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum knmi menjadi hina dan rendah?"' (Thaha

[20] : 134). Dan Nabi S bersabda :

*,;fi\ \;') r\t3tj'\LAr ,fi f )')u;';,,t ";,t

" Sesungguhnya Allah memaafkan umatku dari kesalahan, Iupa dan apa

y ang mereka dipaksa melskukann! n." Nash-nash yang menunjukkan ketidaktahuan adalah udzur syar'i

sangat banyak sekali. Namun, apakah klaim tidak tahu dapat diterima

dari semua orang? Jawabnya, tidak. Orang yang hidup di tengah-tengah

kaum muslimin dan ia menentang kewajiban shalat, zakat, puasa atau

haji seraya mengatakary 'Aku tidak tahu hukumnya," maka alasan ini

tidak diterima. Sebab perkara ini telah diketahui secara luas dalam aga￾ma Islam. Semua kaum berilmu dan kaum awam mengetahuinya. Akan

tetapi seandainya ia baru memeluk Islam (muallaf) atau ia hidup di pe￾dalaman yang jauh dari desa dan kota, klaim tidak tahu bisa diterima

darinya dan ia tidak dikafirkan. Tetapi kita wajib memberitahukan ke￾wajiban tersebut kepadanya. Kemudianbila ia keras kepala setelah diberi

penjelasan, kita menghukuminya kafir. Memang permasalahan udzur

tidak tahu hukum merupakan permasalahan yang besar dan pelik. Ter￾masuk perkara yang paling rumit, baik realisasi maupun deskripsinya.

Sebagian orang ada yang menggeneralisir dengan mengatakan,

"Tidak ada maaf untuk alasan tidak tahu dalam masalah pokok din, se￾perti tauhid. Bila kita menemukan seorang muslim di sebuah desa atau

pelosok pedalaman menyembah kubur atau wali dan ia mengatakan

bahwa dirinya seorang muslim dan ia mendapati para pendahulunya

melakukan perbuatan ini dan ia tidak tahu tindakan tersebut adalah

syirik, maka alasannya tersebut tidak dapat diterima."

Yangbenar, orang itu tidak dikafirkan. Sebab hal pertama yang di￾bawa para rasul adalah tauhid. Namun demikiary Allah berfirman, "...

Dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul." (Al￾Isra' [17] : L5). Orang yang disiksa haruslah orang yang berbuat zhalim.

Bla tidak, ia tidak berhak diadzab.

Selain persoalan tersebut, pengklasifikasian ajaran agama menjadi

ushul dan furu' ditolak oleh Syaikhul Islam. Memang klasifikasi ini baru

muncul pasca generasi-generasi terbaik, tepatnya di penghujung abad

ketiga hijriah. Syaikhul Islam berkata, "Bagaimana kita bisa mengatakan

shalat termasuk masalah furu'-sebab orang-orang yang membagi aga￾ma menjadi ushul dan furu'memasukkan shalat di antara perkara furu'

(cabang)-padahal shalat adalah rukun kedua dari rukun-rukun Islam?

Begitu prtla zakat, puasa dan hajr, bagaimana bisa dikategorikan dalam

masalah-masalah frtru' ?t "

Tetapi, kadang-kadang seseorang tidak dimaafkan dengan alasan

tidak tahu. Itu apabila ia bisa belajar namun tidak mau melakukannya,padahal ia mengalami kebimbangan. Contohnya, bila dikatakan kepada

seseorang/ "Ini haram," sementara ia meyakininya halal. Ia tentu mini￾mal merasa ragu. Saat itulah ia harus belajar guna mengetahui hukum

yang meyakinkan. Orang tersebut bisa saja tidak kita maafkan dengan

alasan tidak tahu. Sebab ia melewatkan kesempatan belajar, dan perbua￾tan ini menggugurkan maaf. Tetapi orang yang benar-benar tidak tahu,

tak ada kebimbangan dalam dirinya dan meyakini apa yang dilakukan￾nya benar atau mengatakan, "Ini benar," tidak disangsikan, orang ini

tidak bermaksud menyelisihi syariat dan tidak berniat melakukan mak￾siat atau kekafiran. Sehingga kita tidak bisa menudingnya kafir, walau￾pun seandainya ia tidak mengetahui suatu ajaran pokok agama. Iman

kepada zakat dan kewajibannya adalah salah satu ajaran pokok agama'

namun orang yang benar-benar tidak mengetahuinya tidak kafir.

Berdasar pengertian ini, jelaslah kondisi hukum kaum muslimin

di sebagian wilayah-wilayah Islam yang meminta pertolongan kepada

orang yang telah mati, sementara mereka tidak mengetahui kehara￾man perbuatan ini. Bahkan terjadi pengaburan kepada mereka, bahwa

iindakan ini dapat mendekatkan diri kepada Allah, bahwa orang yang

mati ini wali Allah, dan semacamnya. Mereka memeluk Islam, sangat

mencintai Islam dan meyakini apa yang mereka perbuat tersebut bagian

dari ajaran Islam, serta tak ada orang yang datang mengingatkan mere￾ka. Maka mereka ini dimaafkan. Tidak ditindak laiknya pembangkang

yang diberi tahu ulama, "Ini perbuatan syirik", lalu ia menjawab, "Inilah

ajaran yang aku warisi dari ayah dan nenek moyangku." Sebab hukum

orang kedua ini seperti hukum orang yang difirmankan Allah, "Sesung￾guhny a kami mendapati bapabbap ak kami menganut suatu agama, dan sesung￾guhnya knmi orang-lrang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) iejak

m er eka." (Az-Zukhruf l43l : 22').

Bila ditanyakary bagaimana orang-orang itu bisa dimaafkary se￾dangkan orang-orang yang hidup pada masa fatrah2TD tidak dimaafkan,

di mana Rasulullah $ telah bersabda, "Ayahku dnn ayahmu di neraka"?

Jawabannya, tentang ahlu fatrah kita tidak bisa melangkahi aPa yang

disebutkan nash-nash. Andai Rasulullah M tidak mengatakan bahwa

ayah beliau di neraka, tentunya sesuai kaidah syar'i ia tidak diadzab

dan perkaranya kembali kepada Allah. Seperti ahlu fatrah lainnya.

Karena menurut pendapat yang rajih, ahlu fatrah akan diuji pada hari

kiamat sesuai kehendak Allah. Adapun kaum muslimin yang meminta

tolong kepada orang-orang mati karena tidak tahu hukumnya, mereka

berkeyakinan mengamalkan ajaran Islam, hanya tak ada orang yang da￾tang mengajari mereka. Bahkary kemungkinan mereka memiliki ulama￾ulama sesat yang mengatakan, perbuatan mereka tersebut benar.

]adi untuk divonis kafir, orang yang menentang kewajiban zakat

harus mengetahui hukumnya. Bila ia berani menentangnya padahal me￾ngerti hukumnya, ia menjadi kafir. Jika ia tidak mengetahuinya dan kita

telah memberitahunya serta menjelaskan kepadanya nash-nash yang

menyatakan kewajiban zakat, namun ia tetap mempertahankan kekeli￾ruan, ketika itulah ia menjadi kafir karena telah mengetahui hukum.

Dengan demikian, jelas bagi kita bahwa penjatuhan vonis kafir ti￾dak disyaratkan orang yang bersangkutan mengakui hukum kewajiban.

Apabila hukum telah diberitahukan kepadanya dengan sangat jelas dan

gamblang, berarti ia tak lagi memiliki alasan, baik ia mengakui maupun

menolak hukum tersebut. Bahkan walaupun ia mengingkari, itu tidak

berguna dan vonis kafir tetap dijatuhkan padanya. Bila tidak demikian,

tentunya Firhun 

-yang 

mengingkari risalah Musa meskipun dalam

hati kecilnya mengakui- termasuk orang mukmin yang benar. Tapi ke￾nyataannya tidak seperti itu. Jadi syarat vonis kafir kepada penentang

kewajiban zakat dan amal wajib lainnya adalah hujjah telah sampai ke￾padanya dengan sangat gamblang dan jelas. Bila itu telah sampai padan￾ya, pengakuannya terhadap hukum tidak menjadi syarat. Sehingga ia

divonis kafir kendati ia tidak mengakuinya.

Bila kita telah memberitahukan kewajiban hukum zakat kepada￾nya lalu ia bersikeras menganggapnya tidak wajib dan ia tetap menunai￾kannya sebagai ibadah sunnah, ia tetap divonis kafir. Dengan demikiary

ucapan Syaikh Utsaimin, "Siapa yang menolak membayar zakatkarena

menentang kewajibannya," penolakan di sini bukan syarat vonis kafir.

Sebab substansinya terletak kepada penentangan. Jika seseorang menen￾tang status kewajiban zakat padahal ia mengetahui hukumnya, ia kafir

baik ia mengeluarkanzakat maupun tidak.

Imam Ahmad pernah mendapatkan pengaduan, "Si Fulanberkata

tentang firman Allah, "Dan barangsiapa yang membunuh selrang mukmin

dengan sengajn, makq balasannya ialah neraka jahannam, ia kekal di dalamnya

dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan adzab yangbesar baginya." (An-Nisa' [4] : 93). Bahwa ayat ini berkaitan dengan orang

yang menganggap halal membunuh seorang mukmin." Imam Ahmad

tersenyum dan berkata, "Bila ia menghalalkan pembunuhan kepada se￾orang mukmin ia kafir, baik ia membunuhnya atau tidak." Bila ayat ini

hanya berlaku bagi orang yang menghalalkan pembunuhan terhadap

orang mukmin, maka ayat tersebut tidak ada fungsinya. Sebab, ayat di

atas mengorelasikan antara ancaman (yang berkonsekuensi terhadap ke￾kafiran, --ed.) dankriteria yang berbeda dengan syarat yang disebutkan

orang ini, yakni penentangan.

Orang-orang yang mengatakan, nash-nash yang menunjukkan

kafirnya orang yang meninggalkan shalat diinterpretasikan kepada

orang yang meninggalkan shalat karena menentang kewajibannya. Kita

katakan kepada mereka, orang yang menentang kewajiban shalat te￾tap kafir meskipun ia shalat. Mengapa kalian mempertimbangkan satu

kriteria yang tidak ditunjukkan syariat dan meninggalkan kriteria lain

yang menjadi kaitan hukum? Ini satu tindak'kejahatan' terhadap nash

dari dua sisi sekaligus: Peftama, mengesampingkan sesuatu yang di￾anggap syariat sebagai kriteria yang berkonsekuensi hukum. Kedua,

menciptakan kriteria lain yang tidak terdapat dalam nash.

Kesalahan ini sering diperbuat ulama karena mereka telah memi￾liki asumsi sendiri sebelum mengetahui dalil, sehingga mereka berusa￾ha membelokkan nash kepada keyakinan mereka tersebut. Atau orang

yang berdalil menilai hukum itu terlalu berlebihan, yakni mengapa

orang yang hanya meninggalkan shalat dikafirkan padahal ia telah ber￾syahadat serta beriman kepada hari akhir. Lantas ia berupaya mendis￾torsi nash-nash hanya karena memandang vonis kafir terlalu berlebi￾han.

Perkataan pengarang, "Zakat diambil (paksa) darinya dan ia di￾bunuh." Maksudnya, orang yang menolak membayar zakat karena me￾nentang kewajibannya, zakat tetap diambil darinya lalu diberikan ke￾pada mustahiknya dan ia dihukum bunuh karena murtad.273) Di sini

muncul pertanyaan, yakni mengapa zakat tetap diambil darinya pada￾hal kita telah memvonisnya kafir sehingga zakat itu tidak diterima di

sisi Allah, Dia berfirman, "Dan tidak ada yang menghalangi mereka untukditerima dari mereka naftah-naftahnyn melainkan karena kafir kepada Allah

dan Rasul-Nya,.." (At-Taubah [9] : 54)? Apakah hartanya dilimpahkan ke

Baitul Mal? Jawabnya, zakat diambil dari harta penentang ini karena za￾kat sudah wajib ia tunaikan dan berkaitan dengan hak orang lain, yakni

para mustahik zakat.

Dan zakat tidak dimasukkan ke Baitul Mal, karena yang khusus

itu, yakni harta zakat, tidak boleh digabungkan dengan yang umum,

yakni harta Baitul Mal. Sebabnya, harta Baitul Mal kadang-kadang di￾alokasikan untuk kepentingan umum seperti pembangunan masjid dan

perbaikan jalan. Padahal, tidak dibenarkan menyalurkan zakat untuk

pendanaan proyek-proyek seperti ini. Kemudian sisa harta orang ter￾sebut setelah dikurangi zakat diserahkan ke Baitul Mal, karena orang

murtad itu hartanya tidak diwarisi.

Perkataannya,'Dan ia dibunuh.' Artinya, ia dieksekusi mati lan￾taran murtad sehingga tidak boleh dishalatkan. Namun bila ia mau ber￾taubat, taubatnya diterima dan ia tidak dibunuh. Dalil hukuman mati

untuk orang yang murtad adalah sabda Rasulullah ffi, "Siapayang tneng￾ganti agamanya (murtad) bunuhlah ia."27a) Secara eksplisit, ucapan penga￾rang ini menunjukkan orang itu dibunuh tanpa diminta bertaubat ter￾lebih dahulu. Pengertian eksplisit inilah kemungkinan maksudnya, atau

maksudnya hanyalah menjelaskan hukum tanpa menyinggung syarat￾syaratnya.

Ulama berbeda pendapat, apakah setiap perbuatan kafir pelaku￾nya dimintabertaubat atau tidak, sebelumhukuman dijatuhkan kepada￾nya? Apakah saran bertaubat ini wajib atau diserahkan kepada pertim￾bangan imam? Yang benar, permintaan agar bertaubat tidak wajib dan

kembali kepada pertimbangan imam serta adanya maslahat dalam me￾minta pelaku bertaubat. Misalnya, orang murtad tersebut pemimpin

kelompoknya dan seandainya ia kembali kepada Islam niscaya Allah

memberikan manfaatnya. Maka kepada orang seperti ini, imam wajib

memintanya bertaubat. Dan seandainya imam berpendapat kematian

pelaku lebih baik daripada dibiarkan hidup bagi dirinya maupun orang

lairy imam tak perlu memintanya bertaubat. Pasalnya, pertambahan usia

orang kafir sama dengan peningkatan dosanya, Allah berfirman, "Dan

jnnganlnh sekali-knli ornng knfir menyangkn bahwn pemberian tangguh Knmikepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi

tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambnh-tnmbah dosa mereks; dan

bagi mereka adznb yang menghinnkan." (Ali 'Imran [3] : 178). Maka imam

tak perlu meminta orang ini bertaubat, tapi langsung menjatuhkan vonis

mati kepadanya tanpa diminta bertaubat.

Pendapat yang rajih, taubat bisa diterima dari setiap dosa walau￾pun berupa cacian terhadap Allah dan Rasul-Nya. Tetapi orang yang

mencaci Rasulullah ffi, taubatnya diterima dan ia tetap dibunuh, sedang

orang yang mencaci Allah taubatnya diterima kalau ia mau bertaubat

dan ia tidak dibunuh. Sebab, hak Allah itu milik Allah dan Dia telah me￾nerangkan bahwa Dia berkenan mengampuni dosa-dosa, seluruhnya.

Adapun cacian kepada Rasulullah # berkaitan dengan hak kehormatan

beliau dan membunuh orang yang mencaci beliau sama dengan menu￾naikan hak manusia. Kita tidak tahu, apakah beliau memaafkan orang

yang mencaci beliau atau tidak. Tapi bila pencaci Rasulullah ffi ini ber￾taubat dan kita telah mengeksekusinya, ia wajib dimandikan, dikafani,

dishalatkan, didoakanmemperoleh ampunan dan dikebumikan di tem￾pat makam kaum muslimin. Sebab dengan membunuhnya berarti pe￾nunaian hak kepada pemiliknya telah tercapai, sementara ia telah ber￾taubat kepada Allah.275) Selanjutnya, orang yang enggan menunaikan

zakat boleh diperangi. Karenanya Abu Bakar memerangi orang-orang

yang menolak membayar zakat.HUTUPT MTNZTETRIKAN ZAKAT KEPADA

KEnRgAT YANG MISI<IN

enyalurkan zakat kepada kerabat yang termasuk mus￾tahiknya lebih baik daripada diserahkan kepada selain

mereka. Sebab sedekah kepada kerabat itu bernilai

sedekah dan silaturahmi. Bila saudara laki-laki maupun perempuan

Anda, paman atau bibi Anda termasuk orang yang layak menerima

zakat, mereka lebih berhak memperolehnya dibanding orang lain. Tapi

bila mereka berhak menerima zakat namun engkau wajib menanggung

nafkah mereka, dalam kondisi ini, engkau tidak diperkenankan menye￾rahkan zakat Anda kepada mereka. Sebab jika engkau memberikan za￾kat Anda kepada mereka berarti engkau melindungi dan menjaga har￾tamu (baca: tidak berkurang) dengan zakat tersebut.

Anggaplah sebagai contoh, Anda memiliki saudara laki-laki mis￾kin yang nafkahnya dalam tanggungan Anda, sedangkan Anda memi￾liki kewajiban zakal yang harus dibayar, maka Anda tidak dibenarkan

menyerahkan zakat kepadanya. Sebab bila Anda memberikan zakat

Anda kepadanya dengan alasan miskin, berarti Anda telah melindungi

dan menjaga harta Anda dengan zakatyangAnda berikan itu. Pasalnya,

seandainya Anda tidak menyalurkan zakat Anda kepadanya, Anda wa￾jib menafkahinya. Adapun seandainya saudaramu ini memiliki hutang

yang tidak sanggup iabayar, contohnya ia merusakkan sesuatu atau me￾lakukan tindakan kriminal kepada orang lain dan didenda dengan se￾jumlah uang, dalam kondisi ini engkau boleh melunasi hutangnya itu

dengan zakatmu. Sebab pembayaran hutang tersebut bukan menjadi

tanggung jawabmu, engkau hanya wajib menafkahinya.

Kaidahnya, bila seseorang memberikan zakat dari hartanya atau

zakat hartanya kepada para kerabat untuk memenuhi kebutuhan mere￾ka padahal nafkah mereka ini menjadi tanggungannya, maka hal itu

tidak benar. Dan jika ia memberikannya kepada mereka untuk meme￾nuhi kebutuhan yang bukan menjadi tanggung jawabnya, ini diboleh￾kary bahkan mereka ini lebih berhak mendapatkannya daripada orang

lain.Bila seseorang bertanya, apa dalil Anda dalam masalah ini? Kita

katakan, dalilnya keumuman dalil. Bahkan keumuman ayat sedekah

yang telah kita singgung di depan. Kami melarang memberikan zakat

kepada mereka bila hal itu untuk memenuhi kebutuhan yang wajib

Anda cukupi karena tindakan ini termasuk menggugurkan kewaiiban

seseorang dengan tipu muslihat. Sementara sesuatu yang wajib itu tidak

bisa digugurkan dengan tipu muslihat.

Krot-louKAN Pu,tsn DALAM Isr-nvt

alam Islam, puasa merupakan salah satu rukunnya yang

pokok di mana Islam tidak bisa tegak dan sempurna ke￾cuali dengannya. Keutamaan puasa dalam Islam, telah

terbukti shahih dari Rasulullah S bahwa beliau bersabda :

" Sinpa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala drtri Allah

mengampunknn dosanya yang telah lalu.tt2

Hurcum BERBUKA TANPE UOZUR SVNN I

uasa Ramadhan adalah beribadah kepada Allah dengan

meninggalkan makan, minum dan bersetubuh dari terbit

fajar hingga tenggelam matahari. Inilah puasa. Yakni se￾seorang menghambakan diri kepada Allah dengan menghindari hal-hal

tersebut di atas, bukan meninggalkannya karena kebiasaan atau demi

kesehatan tubuh. Tapi ia beribadah kepada Allah dengan tindakan itu,

yakni menahan diri tidak makan, minum dan bersetubuh, begitu pula

hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa, dari terbit fajar hingga

tenggelam matahari, dari awal hilal bulan Ramadhan hingga muncul

hilal Syawal.

Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam. Inilah ke￾dudukannya dalam agama Islam. Dan ia wajib menurut ijma'kaum mus￾limin berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah. Allah berfirman :

,',t,-..r, -'.. . 

t-or, 

. 4-.,ti. ;S 7\2t'.-+.J-c- -5 ' tJtl .e,-rj I t4iE

\ ; _ \. - - / J - e-,

.t,,

,::5. a,fr i<j6 "24=

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas knlian berpuasa se￾bagnimana diwnjibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian ber￾takwa," (Al-Baqarah [2] :183)

Allah mengarahkan pembicaraan dalam ayat ini kepada orang￾orang beriman sebab puasa Ramadhan termasuk konsekuensi keima￾nan. Puasa Ramadhan menyempurnakan keimanan, sedangkan tidak

puasa Ramadhan mengurangi tingkat keimanan.

Ulama berbeda pendapat seandainya seseorang tidak puasa Rama￾dhan karena meremehkan atau malas, apakah ia kafir atau tidak? Yang

benar, ia tidak kafir. Bahwa seseorang tidak kafir lantaran meninggalkan

rukun Islam selainsyahadatain dan shalat. Adapunbila ia meninggalkan￾nya tanpa ada kemungkinan alasan, menurut pendapat yang kuat dari

pendapat-pendapat ulama bahwa setiap ibadah yang telah ditentukan

waktunya apabila seseorang sengaja mengerjakannya di luar waktunya

tanpa suatu alasary maka ibadah tersebut tidak diterima. Untuk mengha￾pus dosanya, ia harus beramal shalih, memperbanyak ibadah sunah dan

memohon ampunan. Dalilnya sabda Nabi ffi yang shahih diriwayatkan

dari beliau, "Siapa yang melakukan satu amal yang tidnk nda dasarnya dalam

urusan (din) kamimaka amal itu tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim).

Sebagaimana ibadah yang telah ditentukan waktunya tidak boleh

dikerjakan sebelum waktunya tiba, ia juga tidak boleh dilakukan sete￾lah waktunya berlalu. Sedangkan bila terdapatudzur syar'i seperti tidak

tahu dan lupa, maka Nabi ffi sudah bersabda, "Barangsiapa tertidur dari

shalat ntau lupa hendaknya ia mengerjakannya bila mengingatnya. Tnk ada

kffirahnya selain hal itu." Berkaltan dengan udztr tidak tahu, perlu ada

perincian, namun tidak di sini tempatnya.


HUKUM OnnNC YANG MTNASATALKAN PURSn

WAJrn KRruNn DIHAGA DAN Hur<uu MAKAN

PrnurN KnRsr

aram hukumnya orang yang membatalkan puasa wa￾jib karena dahaga, baik puasa Ramadhan, qadha' puasa

Ramadhan, kaffarah atau fidyah (dalam haji). Ia haram

membatalkan puasa ini. Akan tetapi bila dahaga mencapai batas yang

dikhawatirkan membahayakan dirinya atau mengancam nyawanya, ia

boleh berbuka dan ia tidak berdosa. Walaupun itu terjadi dalam puasa

Ramadhan. Apabila rasa haus sampai batas yang dikhawatirkan mem￾bahayakan dirinya atau mengancam nyawanya, ia boleh berbuka. Wal￾lahu a'lam.

Adapun, permen karet yang dimaksud dalam bahasan ini adalah

permen karet yang tidak padat. Bila Anda mengunyahnya ia akan larut

dan menjadi seperti debu. Permen ir-ri haram dikonsumsi orang yang

sedang puasa. Sebab bila ia mengunyahnya pasti ada bagiannya yang

tertelan karena permen ini larut dan mengalir bersama air liur. Apa saja

yang menjadi media batalnya puasa maka hukumnya harambila puasa

tersebut wajib. Dan puasa batal bila seseorang menelan sesuatu dari￾nya.

HUrcum BTnousTA, GHIBAH, MENCACI DAN

BERBUAT KEBoDoHAN SnAT PuRsn

yaikh Utsaimin mengungkapkan, "Orang yang berpuasa

wajib menjauhi dusta." Dusta adalah mengabarkan sesuatu

yang tidak sebenarnya, baik dikarenakan tidak tahu maupun

disengaja. Contoh tidak sengaja adalah sabda Nabi ffi, "Abu Sanabil dus￾tn." Kisahnya, Abu Sanabil berkata kepada Subai'ah Al-Aslamiyah yang

melahirkan hanya beberapa malam pasca kematian suaminya. Lantas ia

melewati Subaihh yang telah berdandan untuk menyambut pinangan.

Ia berkata kepadanya, "Engkau belum halal dinikahi sampai engkau me￾lewati masa iddah 4 bulan 10 hari." Manakala Subaihh menyampaikan

perkataan Abu Sanabil ini kepada Rasulullah ffi, beliau bersabda, "Abu

Sanabil dusta (keliru)./'280) gslallg contoh dusta yang disengaja adalah

ucapan orang-orang munafik ketika mereka mendatangi Rasulullah g,

"Kami bersaksi bahwa engkau sungguh utusan Allah."

Ghibah ialah engkau menyebut saudaramu dengan apa yang tidak

ia suka baik berupa kekurangan fisik, akhlak, perbuatan maupun etika.

Mencaci ialah menjelek-jelekkan orang lain di hadapannya.

Tindakan-tindakan ini haram diperbuat orang yang sedang puasa

atau tidak. Tapi para ulama menyebutkannya dalam masalah puasa se￾bagai bentuk penegasan. Sebab orang yang puasa itu sangat ditekankan

mengerjakan amal-amal wajib dan meninggalkan perbuatan-perbuatan

haram, yang penekanannya tidak seperti selainnya. Dalilnya, firman

Allah, "Hai orang-lrang yang beriman, ditaojibkan atas kalian berpunsa se￾bagaimana diwajibkan atas ornng-orang sebelum kalian agnr kalian bertakwa."

(Al-Baqarah [Z] : 183). Inilah hikmah pewajiban puasa, yakni menjadi

media meraih ketakwaan kepada Allah dengan melakukanberbagai ke￾wajiban dan menjauhi semua keharaman. Dalilnya dari sunnah adalah

sabda Nabi ffi:


Bnrnngsinpa yang tidak meninggalkan perkatann bohong, perbuntnn

dusta dnn tindnknn bodoh, maka Allah tidrtk butuh in meninggalknn

mnkan dan minumnY a." 281 )

Maknanya, Allah tidak menghendaki kita meninggalkan makan

dan minum dengan puasa, sebab andai ini yang dikehendaki Allah ber￾arti Dia ingin menyiksa kita. Padahal Allah berfirman, "Tiodalah AIIah

akan menyiksn kalian jikn katian bersyukur dan beriman.." (An-Nisa' [4] :

147). Telapi Dia hanya menginginkan kita bertakwa kepada-Nya, se￾bagaimana firman-Nya, "...Agar kalisn bertak\la." Dan sabda Rasulullah

ffi, "Siapa tidak rneninggalkan perkataan bohong," yakni kedustaan' Anda

bisa mengatakan 'az-zur'yang berarti setiap ucaPan yang diharamkan.

Diistilahkan demikian karena ucapan ini menyimpang dari jalan yang

lurus.

Sabda Nabi *, "Dnn perbuatsn dusta" yakni setiap perbuatan yang

diharamkan. Maksud tindakan bodoh dalam hadits adalah tindakan

kekanak-kanakan dan tidak dewasa, seperti berteriak-teriak di Pasar

dan mencaci maki orang. Karenanya, Nabi M bersabda , 

"Apnbiln salah se￾ornng di antarn knlian sedang menialani hari puasa maka jnnganlah in berterink￾terink -yakni jangan bersuara keras, sebaliknya harus berettka- dan

jangan bicara kotor. lika seseorang mencncinys atau memernnginyn hendaknyn

in mengucapkan : ' Snya sedang puasa' .2s2) Seyogianya ia berperila ku santun.

Dengan demikian, kita tahu hikmah indah di balik pensyariatan puasa.

Sekiranya kita terdidik dengan pendidikan yang luar biasa ini niscaya

seseorang telah menyandang akhlak mulia seperti konsistensi terhadap

syariat, sopan santun dan etika usai Ramadhan. Sebab Puasa adalah

pendidikan secara nyata.

Sebagian ulama salaf berpendapat, ucaPan dan perbuatan yang

haram saat puasa membatalkan puasa, contohnya ghibah. Akan tetapi

imam Ahmad ketika ditanya tentang hal itu dan diceritakan kepadanya

bahwa si fulan mengatakan ghibah membatalkan puasa, ia menjawab,

"Seandainya ghibah membatalkan puasa niscaya tak tersisa satu pun

puasa kita."

Kaidah terkait masalah ini, sesuatu yang haram apabila yang di￾haramkan itu terkait materi ibadah maka membatalkannya, namun bila

pengharamannya bersifat umum tidak membatalkannya. Maka makan

dan minum membatalkan puasa. Berbeda dengan ghibah. Berdasarkan

kaidah ini, pendapat yang benar tentang shalat dengan baju hasil ram￾pasan dan air hasil rampasan adalah sah. Sebab pengharaman meram￾pas barang orang lain tidak kembali kepada shalat, melainkan bersifat

umum. Nabi S tidak bersabda, "Jangan kalian shalat dengan baju ram￾pasan atau air rampasan." ]adi larangan merampas tersebut berlaku

umum.

Ungkapan penulis "Disunahkan bagi orang yang dicela saat se￾dang berpuasa mengucapkan : Aku sedang berpuasa," artinya jika se￾seorang mencaci maki dirinya. Yakni menyebutkan kekurangan atau

menjelek-jelekkan dirinya langsung di hadapannya. Ini berarti celaan.

Demikian pula bila orang itu melakukan tindakan kepada dirinya lebih

dari sekedar mencela, seperti mengajaknya berkelahi, ia disunahkan

mengucapkan 'Aku sedang berpuasa," berdasarkan sabda Nabi ffi, "lika

seseorang mencelanya atau memeranginya hendaknya ia mengucapkan : 'Aku

sedang berpuasa'."

Apakah ia mengucapkan perkataan ini harus dilafalkan atau ti￾dak? Sebagian ulama berpendapat, ia harus mengucapkannya dengan

tanpa dilafalkan, namun sebagian lain mengatakan, harus dilafalkan.

Kelompok ketiga memerinci antara puasa wajib dan puasa sunah. Mere￾ka berkata, "llntuk puasa wajib ia mengucapkannya dengan dilafalkan

karena ia cenderung jauh dari perasaanriya', sedang untuk puasa sunah

ia mengucapkannya tanpa melafalkan karena dikhawatirk a n riy a'."

Pendapat yang benar, kalimat itu diucapkan dengan dilafalkaru

baik dalam puasa sunnah maupun wajib. Hal ini karena ucapan ini me￾ngandung dua manfaat: Pertama, menjelaskan bahwa orang yang di￾cela ini tidak membalas orang yang mencela hanya lantaran dirinya se￾dang puasa, bukan karena tidak mampu membalas. Sebab seandainya

ia tidak memberi balasan karena memang tak sanggup pasti pencela itu

akan melecehkan dirinya dan itu merupakan kehinaan baginya. Namun

bila ia mengatakan, Aku sedang berpuasa' seolah-olah ia mengatakan,

Aku bukan tidak bisa membalasmu dan membeberkan aib-aibmu lebih

dari yang engkau lakukan terhadap kekuranganku, hanya saja aku se￾dang berpuasa.' Kedua,, mengingatkan si pencela bahwa orang yang se￾dang puasa itu tidak boleh mencaci maki orang lain. Boleh jadi pencela

ini juga sedang berpuasa, misalnya bila peristiwa ini terjadi pada bulan

Ramadhan dan keduanya tidak sedang safar. Sehingga ucaPan ini men￾gandung larangan kepada orang tersebut agar tidak mencela, sekaligus

memberi teguran padanya.

Sudah seharusnya setiap orang menjauhkan diri dari masalah riya'

dalam beribadah. Karena bila riya' itu bila sudah merasuki seseorang/

setan akan mempermainkannya. Setan akan membisikinya, "Jangan ter￾lalu tenang saat shalat ketika engkau mengerjakannya di hadapan orang

banyak agar engkau tidak riya." Bahkan ia membisikinya, "Jangan be￾rangkat ke masjid karena orang-orang menganggaPmu riya." "Jangan

berinfak karena mereka menudingmu riya."

Alasan lainnya, bila ia mengikuti sunnah dengan mengucapkary

aku sedang berpuasa, boleh jadi ia bisa menjadi contoh bagi orang lain.

Misalnya, andai seseorang mengundangmu makan siang pada hari-hari

Ayyamul Bidh2s3) dan engkau menjawab, Aku sedang berpuasa'. Mela￾lui jawaban ini muncul alasan yang semPurna bagi saudaramu tersebut,

sehingga ia pun memahami posisimu. Dan tak menutup kemungkinan,

jawaban itu mendorongnya untuk berpuasa mengikuti dirimu. Maka

yang penting, seyogianya setiap orang tidak membuka peluangriya' ter￾besit dalam hatinya sama sekali. Allah memuji orang-orang yang meng￾infakkah hartanya dengan rahasia dan terang-terangan sesuai kondisi.

Kadang-kadang rahasia lebih utama dan tak jarang terang-terangan

yang lebih baik.2PURsR PADA HnnI YANG DInNCUKAN

erpuasa pada hari yang diragukan hukumnya makruh.

Hari yang diragukan adalah malam tanggal 30 bulan

Sya'ban apabila hilal tidak bisa terlihat karena suatu peng￾halang, seperti mendung dan kabut. Ada juga yang mengatakan bahwa

hari yang diragukan adalah siang hari ke-30 bulan Sya'ban apabila lan￾git cerah.

Pendapat pertama lebih kuat, sebab apabila langit cerah dan manu￾sia berusaha melihat hilal namun tidak mendapatinya, mereka tak ragu

lagi bahwa hilal belum tampak. Keraguan tentunya hanya muncul apa￾bila ada sesuatu yang menghalangi melihat hilal. Akan tetapi oleh kare￾na para ahli fikih kita berpandangan bahwa apabila tiba malam ketiga

puluh bulan Sya'ban dan hilal tidak bisa terlihat, kewajiban puasa pada

pagi harinya, mereka memberlakukan keraguan di sini manakala langit

dalam keadaan cerah. Ini satu sikap keliru yang diambil sebagian ulama.

Penyebabnya adalah seseorang sudah memiliki keyakinan (baca:kesim￾pulan hukum) sebelum mengetahui dalil.Ini tidak benar. Mestinya, ke￾simpulan hukum itu mengikuti dalil, sehingga langkah pertama yang

dilakukan adalah mempelajari dalil kemudian menetapkan hukum.

Jadi yang lebih rajih, hari yang diragukan adalah malam hari ketiga

puluh bulan Sya'ban apabila di langit terdapat sesuatu yang menghalangi

melihat hilal. Adapun bila langit cerah dan hilal tak terlihat maka tidak

ada keraguan bahwa hari tersebut belum masuk bulan Ramadhan.

Pertanyaannya, apakah hukum puasa pada hari yang diragukan

itu makruh seperti pendapat Syaikh Utsaimin atau haram? Sebagian

ulama menyatakan haram dan sebagian lain menyatakan makruh, tetapi

yang benar puasa pada hari yang diragukan hukumnya haram apabila

diniatkan sebagai antisipasi kalau Ramadhan sudah tiba. Dalilnya :

Ucapan Ammar bin Yasir, "Barangsiapa berpuasa pada hari yang

diragukan, sungguh ia telah durhaka kepada Abu QasimDiriwayatkan dari Abu Hurairah uq bahwa Rasulullah M,, "lan￾ganlah kalian mendahului Ramndhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali

seseorang ynng biasa punsa, hendnknya ia mengerjakannya,"

Puasa pada hari yang diragukan merupakan satu bentuk melang￾kahi batasan-batasan Allah. Sebab Allah telah berfirman dalam Al￾Quran, " ...Karenn itu, barnngsiapa di antara kalian hndir (di negeri tempat ting￾gatnya) pada bulan itu maka hendaklah in berpunsa." (Al-Baqarah [2] : 185).

Dan, Rasulullah gg bersabda, "Apabiln kalian melihntnya (hilal Ramndhnn)

berpuasalah dan jikn knlian tertutupi (mendung) maka gennpkanlah bilangan

(bulan Sya'bnn) menjadi 30 hari.//285)

Karena puasa merupakan ibadah yang telah ditentukan waktunya

yangberarti tidakboleh dimajukanmaupun diundur kecuali karena satu

alasan yang membolehkan, maka di antara hikmahnya, setiap hamba

harus konsisten terhadap penetapan waktu ini. Yakni tidak mendahulu￾inya dengan sesuatu yang dapat dianggap ia melakukan ibadah tersebut

sebelum masanya. Nah, dalam hadits ini Abu Hurairah menginformasi￾kan bahwa Nabi $ melarang seseorang mendahului puasa Ramadhan

dengan puasa satu atau dua hari. Kecuali ia memiliki kebiasaan puasa

pada hari tertentu, misalnya Puasa Senin Kamis atau puasa Dawud,lalu

bertepatan dengan satu atau dua hari sebelum Ramadhan' Dalam kon￾disi ini ia tidak mengapa berpuasa karena hal yang dilarang sudah tidak

ada.

Di antara pengertian yang dapat disimpulkan dari hadits Abu

Hurairah di atas adalah :Pertama,larangan mendahului Ramadhan de￾ngan puasa satu atau dua hari. Larangan ini bermakna pengharaman,

menurut banyak ulama. Kedua, boleh mendahului Ramadhan dengan

puasa tiga hari atau lebih. Ketiga, boleh mendahuluinya dengan Puasa

satu atau dua hari bagi orang yang biasa menjalankan Puasa sunnah

tertentu. Keempat, perhatian Allah agar bersikap konsisten terhadap

batasan-batasan syariat dan tidak menyimpangkannya. Kelima, boleh

mengatakan 'Ramadhan' tanpa diawali kata 'bulan'.286)LARANGAN PUASA PADA DUN HNru RNYN

yaikh Utsaimin menyatakary "Hatam hukumnya berpuasa

pada dua hariraya." Yakni hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Dalilnya adalah : Pertama, Nabi ffi melarang puasa pada dua

hari tersebut.287)LJmar menyampaikan khutbah di atas mimbar terkait

masalah ini, ia berkata, "Ini dua hari yang Rasulullah S melarang

puas4 yakni hari nahr (Idul Adha) dan hari Idul Fitri."2ae) Hikmahnya,

terkait Idul Fitri karena ia merupakan hari berbuka dari bulan Ramad￾han danbatas akhir Ramadhan tidak diketahui kecuali denganberbuka

pada hari Idul Fitri. Adapun Idul Adha ia merupakan hari penyembel￾ihan, sehingga seandainya manusia puasa pada hari ini mereka meng￾hindari apa yang Allah sukai yang ditunjukkan dalam firman-Nya,

"Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk di￾makan orang-ornng yang sengsara lagi fakir." (Al-Hajj l22l z 28). Bagaimana

mungkin orang yang puasa bisa memakan sebagian darinya? Kedua,

para ulama sepakat bahwa puasa pada dua hari ini haram, maka tak

seorang pun boleh puasa pada dua hari raya ini.

Akan tetapi seandainya hari raya sedang berlangsung di negara

kita, sedangkan di Asia Timur, misalnya, tidak sedang hari raya, apakah

mereka diharamkan puasa? Jawabnya, kami katakan, menurut maz￾hab ulama yang berpendapat bahwa apabila hilal Syawal telah terbukti

dapat dilihat di satu tempat dengan cara yang sesuai syariat maka ke￾saksian ini berlaku untuk seluruh kaum muslimin di dunia (wihdatul

mathla'), yang berarti puasa penduduk Asia Timur pada hari itu haram.

Sebab, hari tersebut juga hari raya mereka. Namun bila kita mengikuti

pendapat bahwa setiap negara menganut rukyah sendiri-sendiri (ikhtila￾fulmathali'),maka ketika mereka belum melihat hilal dan kita telah meli￾hatnya, berarti mereka tidak diharamkan puasa, sedangkan kita haram

berpuasa.Walaupun puasa wajib tetap haram dikerjakan di kedua hari raya

ini. Seandainya seseorang memiliki tanggungan mengqadha'puasa Ra￾madhan dan ia berkata, 'Aku ingin mulai mengqadha' pada hari per￾tama bulan Syawal",kami katakan, ini haram. Andai iabetnadzar puasa

pada hari senin lalu bertepatan dengan hari raya, ia diharamkan puasa

pada hari tersebut.28e)

Dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar tentang larangan

puasa pada dua hari raya tersebut, kita dapat mengambil beberapa ke￾simpulan:

1. Larangan puasa pada dua hari raya; Idul Fitri dan Idul Adha.

Larangan ini bersifat mengharamkan.

2. Hikmah larangan tersebut adalah agar makan sebagian daging

kurban pada hari Idul Adha dan supaya beda antara puasa Ra￾madhan dan berbuka pada hari Idul Fitri.

3. Yang paling baik terkait materi khutbah adalah sesuai dengan

waktu dan kondisi.

4. Disyariatkan makan sebagian daging kurban.2eO)

Diriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa ia berkata, "Rasu￾lullah S melarang puasa pada dua hari yakni Idul Fitri dan Idul Adha;

dua cara berpakaian yakni isytimalus shamma/2s1) dan seseorang duduk

ihtiba' dengan satu baju2e2); dan shalat pada dua waktu yakni setelah

Subuh dan setelah Ashar.

Dalam hadits ini Abu Sa'id Al-Khudri mengabarkan bahwa Nabi M

melarang puasa pada dua hari, dua model berpakaian dan shalat pada

dua waktu. Puasa yang dilarang tersebut adalah Puasa pada hari raya

Idul Fitri serta Idul Adha, dan hikmahnya telah dijelaskan. Dua model

berpakaian tersebut adalah isytimnlus shamma' dan duduk ihtiba' dengandililit satu kain. Dalam satu riwayat Bukhari, tentang ihtiba' dengan satu

kain, disebutkan lebih spesifik, yakni : "Apabila tidak ada sesuatu yang

menutupi kem alu anny a dar i I angit." Sebab kedua model berpakaian seperti

ini berisiko menampakkan aurat. Adapun dua waktu tersebut adalah

setelah shalat Subuh dan shalat Ashar agar kita jauh dari kemungkinan

menyerupai orang-orang kafir yang sujud kepada matahari di waktu

terbit dan tenggelam.

Pelajaran-pelajaran dari hadits ini :

1. Larangan puasa pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Lara￾ngan ini berarti pengharaman.

2. Larangan isytimalus shamma' dan ihtiba' dengan mengenakan

satu kain. Larangan ini bermakna pengharaman bila aurat terli￾hat, jika tidak maka berarti makruh.

3. Larangan shalat sunnah setelah shalat Subuh dan Ashar selama

shalat sunah tersebut tidak memiliki sebab, seperti shalat tahiy￾yatul masjid dan semacamnya.

4. Kebijaksanaan dalam syariat Islam.

5. Antusiasme Nabi ffi agar umatnya tidak menyerupai orang￾orang kafir.2e3)LARANGAN PUASA PADA HARI TASYRIQ

eperti diungkapkan oleh Syaikh Utsaimin, berpuasa pada

hari Tasyrik haram hukumnya kecuali Puasa untuk mem￾bayar dam haji tamatuk dan qiran. Sebab Nabi ffi bersabda

tentang hari-hari ini:

A\ f t ) .+?i;ri ;ui e.re\ ie"i /r4

"Hari-hari tasyrik adalahhari-hari untuk makan, minum dan dzikir ke￾pada Allah."zs+)

Ini menunjukkan bahwa hari-hari ini tidak cocok menjadi hari￾hari puasa. Sebaliknya, hari-hari tersebut untuk makan, minum dan

dzikir kepada Allah. Hari-hari tasyriq adalah tiga hari setelah hari nahr

(Idul Adha), yakni tanggal 11',12 dan 13 Dzulhijjah. Hari-hari ini dise￾btft ayyamut tasyriq karena pada hari-hari ini kaum muslimin biasanya

mendendeng daging, kemudian mereka menjemurnya di bawah sinar

matahari agar kering sehingga tidak membusuk dan tidak rusak.

Ungkapan penulis, "Kecuali Puasa untuk membayar dam haji

tamattuk dan qiran." Artinya, boleh Puasa pada hari-hari ini karena

sebab tersebut. Apabila seseorang menunaikan haji tamattuk, yakni ia

datang menunaikan umrah terlebih dahulu pada bulan-bulan haji lalu

tahallul, kemudian setelah itu menunaikan haji di tahun yang sama/

maka ia harus membawa binatang kurban. Bila tidak mendapati, ia ha￾rus puasa tiga hari saat beribadah haji dan tujuh hari ketika sudah pu￾lang. Orang yang berhaji qiran mirip orang yang haji tamattu', yakni

ia berihram umrah dan haji sekaligus dengan mengucapkan 'Labbnika

'Ltmratan wa hajjan'. Atau pertama-tama ia berihram untuk umrah, ke￾mudian disambung dengan ibadah haji sebelum memulai thawaf. Maka

orang yang berhaji qiran ini wajib menyembelih hewan kurban. Bila ti￾dak mendapati ia harus berpuasa tiga hari saatberibadah haji dan tujuh

hari bila telah pulangDam atau denda haji tamattuk dan qiran, apabila orang yang menu￾naikan kedua haji ini tidak mendapatkannya, ia berpuasa tiga hari saat

beribadah haji dan tujuh hari bila telah pulang ke negara sendiri' Tiga

hari ini dimulai saat telah memakai pakaian ihram untuk umrah mes￾kipun sebelum bulan Dzulhijjah. Bila seseorang berhaji tamattuk dan

memakai pakaian ihram untuk umrah pada akhir bulan Dzul Qa'dah,

sedangkan ia yakin tidak akan mendapatkan hewan kurban karena me￾mang tidak punyauang, ia boleh mulai puasa saat itu juga.

Bila ditanyakan, bagaimana ia boleh berpuasa pada waktu umrah

sementara Allah berfirman dalam ayatyang mulia ini, " '..Maka wajib ber￾puasa tign hari dnktm masa hnji..." (Al-Baqarah [2] : 196). Jawabannya ada￾lah sabda Nabi S, "Umrah masuk dalnmhaji."zsst

Masa puasa tiga hari ini berakhir tepat pada hari tasyriq yang

terakhir. Atas dasar ini, bila orang yang terkena denda tidak berpuasa

sebelum hari-hari tasyriq, berarti ia berpuasa pada tiga ari tasyriq ini.

Dalilnya hadits Aisyah dan Ibnu Umar bahwa keduanya mengatakan,

"Tidak diberi keringanan melakukan Puasa pada hari-hari tasyriq, ke￾cuali bagi orang yang tidak mendapatkan hewan kurban."2e6) Ucapan

sahabat,'Tidak diberi keringanan, diberikan keringanan kepada kami,'

atau semacamnya dianggap marfu' secara hukum.2e7)LARANGAN PUASA WISHAL

iriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah

melarang puasa wishal. Mereka berkata, 'Anda sendiri

puasa wishal." Beliau menjawab, "Sesungguhnya aku tidak

seperti keadaan kalinn, aku diberi makan dnn minum." Dalam hadits ini, Ab￾dullah bin Umar menginformasikan bahwa Nabi melarang seseorang

menyambung puasanya dengan hari berikutnya yang berarti ia tidak

makan dan minum pada malam hari. Hal ini dilarang karena Puasa se￾perti ini memayahkan tubuh dan menimbulkan kebosanan. Maka para

sahabat bertanya, "Engkau sendiri puasa wishal dan kami melakukan

puasa wishal karena mengikutimu." Lantas Nabi ffi menjelaskan sisi

perbedaan antara diri beliau dan mereka. Yakni Allah memberi beliau

makan dan minum sehingga puasa tanpaberbuka ini puntidakmemPe￾ngaruhi fisik beliau. Keistimewaan ini tidak dimiliki para sahabat.

Dalam hadits Abu Sa'id disebutkan bahwa Nabi ffi memberi dis￾pensasi bagi orang yang ingin puasa wishal agar iamelakukannya hing￾ga waktu sahur, kemudian makan sahur untuk Puasa hari berikutnya.

Sebab ujung-ujungnya, ini hanya menunda makan dan minum sampai

penghujung malam. Dan perbuatan ini tidak mengharuskan melanggar

bahaya yang karenanya puasa wishal dilarang.

Pelajaran-pelajaran dari hadits ini :

1. Larangan puasa wishal di latar belakangi adanya bahaya yang

muncul atau diprediksikan.

2. Boleh menyambung puasa hingga waktu sahur bagi orang yang

ingin melakukannya, sebagaimana disebutkan dalam hadits

Abu Sa'id.

3. Kesempurnaan syariat Islam dengan memberikan hak jiwa yang

bersifat materi maupun penghambaan.

4. Antusiasme para sahabat terhadap kebaikan dan meniru Nabi5. Bahwa pada dasarnya adalah semua perbuatan Nabi S itu

diteladani sampai ada dalil yang menunjukkan kekhususan

perbuatan tersebut untuk beliau.

6. Bolehnya puasa wishal dilakukan Nabi S, tidak untuk umat be￾liau.

7. Kebijaksanaan dalam membuat syariat, di mana tak seorang

pun diberi hukum istimewa kecuali karena suatu alasan yang

menuntutnya.

8. Bagusnya metode pengajaran Nabi ffi, di manabeliau menjelas￾kan sebab perbedaan antara diri beliau dan para sahabat agar

mereka bertambah yakin kepada hukum.2e8)Huruu BTRSTTUBUH PADA SNNC

Hnru RnUNoHAN

u Hurairah mengisahkan bahwa para sahabat tengah du￾duk di sisi Rasulullah ffi sebagaimana kebiasaan mereka

duduk-duduk di hadapan beliau, yakni untuk menimba

ilmu sekaligus berkasih sayang dengan beliau. Manakala mereka dalam

keadaan seperti itu, seorang laki-laki datang. Lelaki ini sadar dirinya te￾lah binasa akibat dosa yang telah diperbuatnya dan ia ingin melepaskan

diri darinya. Maka ia berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah binasa!" Ke￾tika itulah beliau langsung menanyakan sebabnya. Orang itu menjawab

bahwa ia telah menyetubuhi istrinya siang hari Ramadhan dalam kea￾daan puasa. Nabi ffi tidak mencaci makinya sebab ia datang bertaubat

guna melepaskan diri dari akibat tindakan yang telah dilakukannya

tersebut. Lantas beliau menunjukinya kepada perbuatan yang mengan￾dung keselamatan.

Beliau menanyainya, apakah ia sanggup memerdekakan seorang

budak untuk menjadi kaffarahnya. Orang tersebut menjawab tidak sang￾gup. Beliau bertanya lagi, apakah ia mampu puasa dua bulan berturut￾turut, tidak diselingi berbuka satu hari pun. Orang itu menjawab, tidak

mampu. Beliau melanjutkan ke tahap ketiga atau terakhir. Beliau ber￾tanya, apakah ia bisa memberi makan 60 orang miskin. Lagi-lagi lelaki

itu menjawab, tidak mampu. Kemudian orang itu pun duduk. Nabi pun

tetap berada di tempat untuk beberapa saat lamanya. Lantas seorang

Anshar datang membawa keranjang berisi kurma. Maka Nabi n bersab￾da kepada lelaki yang bertanyafad| "Ambil inilalu sedekahkanlah." \akni,

sebagai kaffarah yang wajib ia bayarkan.

Akan tetapi,lantaran kemiskinan orang ini dan karena ia tahu ke￾murahanhati Nabi ffi serta kecintaanbeliau untuk memberi kemudahan

kepada umat, ia memiliki keinginan lebih. Ia berkata, 'Apakah aku harus

bersedekah kepada orang yang lebih fakir dariku?" Dan ia bersumpah,

di antara dua ujung kota Madinah ini tak ada keluarga yang lebih mis￾kin daripada keluarganya. Nabi ffi pun tertawa heran kepada kondisi

orang yang datang dalam keadaan takut untuk mencari keselamatanitu. Namun ketika keselamatan sudah didapat, ia berbalik mencari ban￾tuan. Lantas orang yang Allah ciptakanmenyandang akhlakyang mulia

ini mengizinkannya memberikan kurma tersebut sebagai makanan ke￾luarganya. sebab pemenuhan kebutuhan lebih didahulukan dibanding

kaffarah.

Beberapa pelajaran dari hadits ini :

1. Besarnya dosa orang yang bersetubuh saat berPuasa Rama￾dhan.

2. Kaffarah yang paling keras wajib diterakan bagi orang yang ber￾setubuh saat puasa Ramadhan.

3. Kaffarahnya secara berurutan adalah memerdekakan budak;

jika tidak mendapatkan budak maka Puasa dua bulan berturut￾turuf dan jika tidak mampu maka memberi makan enam puluh

orang miskin.

4. Bahwa kaffarah ini tidak gugur lantaran tidak sanggup menunai￾kannya bila orang yang bersangkutan mamPu melaksanakan￾nya tak lama setelah itu.2ee)

5. Bahwa memenuhi kebutuhan lebih didahulukan daripada me￾nunaikan kaffarah.

6. Mudahnya syariat Islam terwujud dengan memperhatikan

kondisi mukallaf dan tidak mewajibkannya melakukan sesuatu

di luar kemampuan.

7. Bahwa orang yang melakukan dosa kemudian datang bertaubat

tidak boleh dicela.

8. Bolehnya bersumpah meskipun tidak diminta.

9. Boleh bersumpah terkait sesuatu yang menjadi dugaan Lrrul.aoo)10. Bolehnya seseorang mengatakan dirinya sangat miskin bila ia

jujur dan tidak bermaksud tidak rela terhadap takdir Allah.

11. Indahnya akhlak Nabi S dan lapangnya dada beliau.

12. Antusiasme para sahabat duduk-duduk bersama Nabi M guna

menuntut ilmu dan budi pekerti, serta berkasih sayang dengan

beliau.HurcuU WNNITR MENCONSUMSI PIL

PENCEGAH HAID PADA BULAN RAMADHAN

AGAR Ttnnr Prnt-u MltrztsRvRn PURsR

oI LURN BUIRN RAMADHAN

enurut saya tentang masalah ini, wanita tidak perlu

melakukannya dan tetap seperti apa yang telah Allah

takdirkan bagi kaum wanita. Sebab dalam mengadakan

siklus bulanan ini, Allah memiliki hikmah tersendiri. Hikmah ini se￾suai tabiat wanita. Maka bila darah haid ini dicegah keluar, pasti muncul

dampak buruk bagi tubuh wanita. Padahal Nabi M telah bersabda :

,\,ry \J.r? \

"Tidakboleh membahayakan diri dan membahayaknn yang lain."

Ini belum lagi berbagai efek negatif kepada rahim yang dipicu

pil-pil pencegah haid ini, sebagaimana disampaikan para dokter. Jadi

menurut pendapat saya terkait masalah ini, kaum wanita tidak perlu

menggunakan obat-obat seperti ini. Segala puji bagi Allah atas takdir

dan hikmah-Nya. Bila haid datang ia tidak puasa dan shalat dan bila

telah suci ia mulai puasa dan shalat lagi. Kemudian apabila Ramadhan

telah usai, ia mengqadha'puasa yang terlewatkan.3oHUKUM PURSR BAGI WANITA HAMIL

DAN MTNYUSUI

anita yang hamil atau menyusui tidak diperkenankan

berbuka pada siang hari Ramadhan kecuali karena ala￾san syar'i. Bila wanita yang hamil atau menyusui tidak

puasa karena ada udzur syar'i, keduanya wajib mengqadha' sejumlah

puasa yang diiinggalkan, berdasarkan firman Allah terkait orang yang

sakit;

';,",1i tiry * *"ri \a"i r+ 3s r".

" ...Maka jika di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu

ia berbuka), maka (wajiblah bnginya berpuasa) sebanyak hari yang di￾tinggalkan itu pada hnri-hari yang lain...." (Al-Baqarah [2] : 184)

Wanita hamil dan menyusui itu sama dengan orang sakit. Bila

udzur wanita yang hamil atau menyusui adalah kekhawatiran terha￾dap keselamatan si bayi, maka selain membayar puasa keduanya wajib

memberi makan satu orang miskin untuk setiap harinya dengan gan￾dum, nasi, kurma atau makanan pokok manusia yang lain.

Sebagian ulama berkata, dalam kondisi bagaimanapun keduanya

hanya wajib mengqadha'puasa, sebab tak ada dalil dari Al-Quran dan

sunnah untuk mewajibkan memberi makan. Padahal prinsip dasarnya

adalah seseorang bebas dari tanggungan sampai ada dalil yang menun￾jukkan adanya tanggungan tersebut. Ini mazhab Abu Hanifah dan pen￾dapat ini kuat.3o3)

Seorang wanita melahirkan pada bulan Ramadhan. Setelah Ra￾madhan berlalu ia belum sempat mengqadha' puasa karena mengkha￾watirkan bayinya. Kemudian ia hamil lagi dan melahirkan pada bulan

Ramadhan berikutnya. Apa yang harus ia lakukan?Yang wajib dilakukan wanita ini adalah berpuasa sebagai ganti

hari-hari yangiatidak puasa pada Ramadhan pertama meskipun diker￾jakan setelah Ramadhan kedua. Sebab ia tidak bisa mengqadha' antara

Ramadhan pertama dan kedua karena ada udzur. Saya (Syaikh Utsai￾rrrin, --ed.) tidak tahu apakah ia merasa berat mengqadha' puasa pada

musim dingin, sehari demi sehari meskipun ia menyusui. Allah akan

menguatkan dirinya dan itu tidak akan berdampak buruk terhadap

dirinya maupun air susunya.

Hendaknya ia berusaha semamPunya membayar hutang puasa

Ramadhan yang telah lewat sebelum datang Ramadhan kedua. Bila ti￾dak berhasil, tidak mengapa ia menundanya samPai setelah Ramadhan

kedua.3oa)Hurcuu MINCOLESKAN INAI

or RRtrutBUT Snnr Punsn?

pakah inai membatalkan puasa dan shalat? Tidak, me￾ngoleskan inai saat puasa tidak membatalkan dan tidak

sedikit pun mempengaruhi orang yang puasa. Seperti ce￾lak, tetes telinga dan tetes mata. Semua ini tidak membahayakan orang

yang sedang puasa dan tidak membatalkannya.

Adapun mengoleskan inai saat shalat, saya tidak tahu bagaimana

maksud pertanyaan ini. Sebab wanita yang sedang shalat tidak mungkin

bisa memakai daun inai. Barangkali maksud penanya adalah, apakah inai

menghalangi keabsahan wudhu bila seorang wanita menggunakannya.

Bila ini maksudnya maka hal itu tidak menghalangi keabsahan wudhu.

Sebab inai tidak memiliki materi yang bisa menghalangi sampainya air

ke kulit. Ia hanya berupa warna saja. Yang berpengaruh kepada wudhu

itu adalah sesuatu bermateri yang menghalangi sampainya air ke kulit,

sehingga harus dihilangkan agar wudhu sah.3HUKUM MInOTOT SEAT PUNSN RAMADHAN

okok itu haram engkau lakukan, baik pada bulan Ra￾madhan maupun di luar Ramadhan; siang maupun ma￾lam. Bertakwalah kepada Allah terkait dirimu dan ting￾galkanlah rokok demi menaati Allah. Jagalah iman dan kesehatanmu,

harta dan anak-anakmu, serta kegiatanmu bersama keluargamu agar

Allah menganugerahkan kesehatan dan keselamatan kepada dirimu.

t

Adapun orang yang mengatakan bahwa rokok bukan minuman,

tolong jawablah pertanyaan saya, 'Adakah ungkapan "Si Fulan minum

rokok"?" Ya, ada ungkapan, minum rokok.306)Meminum setiap sesuatu

itu sesuai barangnya. Dan rokok ini adalah minumary tidak diragukan.

Ia adalah minuman yang berbahaya dan diharamkan. Nasihatku kepa￾da para perokok aktil hendaknya bertakwa kepada Allah terkait diri￾nya, harta, anak dan keluarganya. Sebab semua yang telah disebutkan

ini ikut terkena dampak buruk merokok. Dengan demikian, jelaslah

bahwa merokok itu membatalkan puasa di samping mengandung dosa.

Aku memohon kepada Allah untuknya dan untuk saudara-saudara kita

muslimin akan keterjagaan dari apa yang dapat mengundang murka

Allah.LARANGAN-LARANGAN KTTITR I H NNVI

arangan dalam ihram ada sembilan perkara. Dengan

pembatasan sembilan ini, seseorang bisa jadi bertanya,

'Apa dalil yang menunjukkan bahwa larangan ihram ada

sembilan?" Jawabannya adalah, "Pembatasan ini berdasarkan peneli￾tian secara seksama lalu disimpulkan." Bila orang itu kurang puas dan

bertanya lagi,'Anda menentukan larangan itu berjumlah sembilan me￾rupakan bidhh. Apakah Rasulullah M pernah bersabda bahwa lara￾ngan-larangan dalam ihram ada sembilar?" Jawabannya adalah, "Me￾mang benar, Nabi ffi tidak pernah mengatakan seperti itu. Akan tetapi,

beliau tidak pernah melarangnya. Membatasi larangan ihram hanyalah

persoalan sarana. Artinya, itu merupakan sarana agar ilmu ini mudah

dipahami oleh umat. Karena dengan demikian pemahamannya menjadi

lebih mudah.

Dalam persoalan ini, Rasulullah S kadang-kadang bersabda, "T'u￾juh kelompok akan dinaungi oleh AIah di bawah naungan-Nya '"307) Seandainya

beliau bersabda 'Allah akan menaungi di bawah naungan-Nya imam

yang adil," dan pada kesempatan lain beliau bersabda, 'Allah akan me￾naungi di bawah naungan-Nya seorang pemuda yang tumbuh dalam

ketaatan kepada Allah," dan demikian seterusnya hingga tujuh kelom￾pok yang disebutkan di tempat berbeda lalu kita mengumPulkannya

menjadi satu, apakah ini disebut bid'ah?" ]awabannya tentu saja tidak.

Rasulullah ffi terkadang menyatukan dan membatasi sesuatu'

1. Mencukur Rambut

Inilah larangan pertama. Penulis menggunakan istilah halqu sya'r

bukan izalatu sya'rkarena mengikuti istilah dalam Al-Quran. Yaitu, fir￾man Allah Ta'ala'.Dan jangan kalian mencukur kepala kalian... " (Al-Baqarah [2] :

196)

Hal seperti inilah yang perlu kita perhatikan bila kita ingin me￾ngingatkan sesuatu. Yakni, berusaha selalu menggunakan istilah Al￾Quran dan As-Sunnah itu lebih baik, sebab di dalam istilah-istilah terse￾but mengandung dalil dan hukum. Dengan demikian, seorang penulis

hendaknya selalu menggunakan istilah-istilah dalam Al-Quran dan As￾Sunnah.

Dalil yang menunjukkan bahwa memotong rambut saat ihram

dilarang adalah firman Allah Ta'ala, "Dan jangan kalian mencukur kepala

kalian.,." (Al-Baqarah [2] :196). Tidak diragukan bahwa dalil itu lebih

khusus daripada yang ditunjukkan (madlul) karena yang dilarang dalam

dalil tersebut adalah mencukur rambut. Hukum yang berlaku dari dalil

tersebut adalah mencukur rambut secara umum, termasuk mencukur

bulu kemaluan, kumis, jenggot, bulu ketiak dan lainnya. Tidaklah benar

bila mengambil dalil yang lebih khusus dari dalil yang umum. Akan

tetapi, ada yang mengatakan, "Kami mengiyaskan larangan mencukur

rambut yang lain kepada larangan mencukur rambut kepala."

Bila kita mengambil dalil dari ayat tersebut, maka itu berarti pe￾ng