l ini karena
kewajiban zakat termasuk hal yang diketahui secara pasti dalam agama
Islam. Setiap muslim tahu zakat hukumnya wajib. Maka bila ia menentang berarti telah kafir.
Di sini pengarang menyaratkan vonis kafir dengan pengetahuan
terhadap hukum zakaf. Dari ucapannya ini dapat dimengerti bahwa andai seseorang menentang kewajibanzakat karena tidak tahu hukumnya,
ia tidak kafir. Sebab ketidaktahuan itu merupakan udzur yang secara
umum diakui Al-Quran, As-Sunnah dan ijma' kaum muslimin. Artinya, tidak setiap kasus sama. Hal ini berdasarkan firman Allah, ",.Dan
Kami tidak akan mengazab sebelum Knmi mengutus seorang rasul." (Al-Isra'
[17] : 15). Firman-Nya, "Knmi tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan
dengan bahasa kaumnya, supaya ia dnpat memberi penjelasan dengan terang
kepada mereka..." (Ibrahim [14] : 4). Firman-Nya, "Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepndamu sebagaimana Knmi telah memberikan wahyu
kepndn Nuh dan nabi-nabi setelahnyn..." hingga firman-Nya, ."..(Merekn
Kami utus) selaku rasul-rasul pembarua berita gembira dan pemberi peringatan ngnr tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasulrasul itu..." (An-Nisa' [4] :163-165). Ini menunjukkan, jika Allah tidak
mengirim rasul-rasul kepada makhluk niscaya mereka memiliki alasan
untuk membantah Allah, sebab mereka dimaafkan. Firman-Nya, "Dan
Rabbmu tidaklah membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di kota itu
seorang rasul yang membacakan ayat-nyat Kami kepada mereka; dan tidak pernnh (pula) Kami membinasakan kotn-kota; kecuali penduduknya dalam keadann
melakukan kezhnlimnn." (Al-Qashash [28] : 59). Dia juga berfirman tentang orang-orang Quraisy, "Dan sekiranya Knmi binasakan mereka dengan
suatu adzab sebelum Al-Quran itu (diturunkan), tentulah mereka berkata, 'Ya
Rabb knmi, mengapa tidak Engknu utus seorang rasul kepada kami, lalu kami
mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum knmi menjadi hina dan rendah?"' (Thaha
[20] : 134). Dan Nabi S bersabda :
*,;fi\ \;') r\t3tj'\LAr ,fi f )')u;';,,t ";,t
" Sesungguhnya Allah memaafkan umatku dari kesalahan, Iupa dan apa
y ang mereka dipaksa melskukann! n." Nash-nash yang menunjukkan ketidaktahuan adalah udzur syar'i
sangat banyak sekali. Namun, apakah klaim tidak tahu dapat diterima
dari semua orang? Jawabnya, tidak. Orang yang hidup di tengah-tengah
kaum muslimin dan ia menentang kewajiban shalat, zakat, puasa atau
haji seraya mengatakary 'Aku tidak tahu hukumnya," maka alasan ini
tidak diterima. Sebab perkara ini telah diketahui secara luas dalam agama Islam. Semua kaum berilmu dan kaum awam mengetahuinya. Akan
tetapi seandainya ia baru memeluk Islam (muallaf) atau ia hidup di pedalaman yang jauh dari desa dan kota, klaim tidak tahu bisa diterima
darinya dan ia tidak dikafirkan. Tetapi kita wajib memberitahukan kewajiban tersebut kepadanya. Kemudianbila ia keras kepala setelah diberi
penjelasan, kita menghukuminya kafir. Memang permasalahan udzur
tidak tahu hukum merupakan permasalahan yang besar dan pelik. Termasuk perkara yang paling rumit, baik realisasi maupun deskripsinya.
Sebagian orang ada yang menggeneralisir dengan mengatakan,
"Tidak ada maaf untuk alasan tidak tahu dalam masalah pokok din, seperti tauhid. Bila kita menemukan seorang muslim di sebuah desa atau
pelosok pedalaman menyembah kubur atau wali dan ia mengatakan
bahwa dirinya seorang muslim dan ia mendapati para pendahulunya
melakukan perbuatan ini dan ia tidak tahu tindakan tersebut adalah
syirik, maka alasannya tersebut tidak dapat diterima."
Yangbenar, orang itu tidak dikafirkan. Sebab hal pertama yang dibawa para rasul adalah tauhid. Namun demikiary Allah berfirman, "...
Dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul." (AlIsra' [17] : L5). Orang yang disiksa haruslah orang yang berbuat zhalim.
Bla tidak, ia tidak berhak diadzab.
Selain persoalan tersebut, pengklasifikasian ajaran agama menjadi
ushul dan furu' ditolak oleh Syaikhul Islam. Memang klasifikasi ini baru
muncul pasca generasi-generasi terbaik, tepatnya di penghujung abad
ketiga hijriah. Syaikhul Islam berkata, "Bagaimana kita bisa mengatakan
shalat termasuk masalah furu'-sebab orang-orang yang membagi agama menjadi ushul dan furu'memasukkan shalat di antara perkara furu'
(cabang)-padahal shalat adalah rukun kedua dari rukun-rukun Islam?
Begitu prtla zakat, puasa dan hajr, bagaimana bisa dikategorikan dalam
masalah-masalah frtru' ?t "
Tetapi, kadang-kadang seseorang tidak dimaafkan dengan alasan
tidak tahu. Itu apabila ia bisa belajar namun tidak mau melakukannya,padahal ia mengalami kebimbangan. Contohnya, bila dikatakan kepada
seseorang/ "Ini haram," sementara ia meyakininya halal. Ia tentu minimal merasa ragu. Saat itulah ia harus belajar guna mengetahui hukum
yang meyakinkan. Orang tersebut bisa saja tidak kita maafkan dengan
alasan tidak tahu. Sebab ia melewatkan kesempatan belajar, dan perbuatan ini menggugurkan maaf. Tetapi orang yang benar-benar tidak tahu,
tak ada kebimbangan dalam dirinya dan meyakini apa yang dilakukannya benar atau mengatakan, "Ini benar," tidak disangsikan, orang ini
tidak bermaksud menyelisihi syariat dan tidak berniat melakukan maksiat atau kekafiran. Sehingga kita tidak bisa menudingnya kafir, walaupun seandainya ia tidak mengetahui suatu ajaran pokok agama. Iman
kepada zakat dan kewajibannya adalah salah satu ajaran pokok agama'
namun orang yang benar-benar tidak mengetahuinya tidak kafir.
Berdasar pengertian ini, jelaslah kondisi hukum kaum muslimin
di sebagian wilayah-wilayah Islam yang meminta pertolongan kepada
orang yang telah mati, sementara mereka tidak mengetahui keharaman perbuatan ini. Bahkan terjadi pengaburan kepada mereka, bahwa
iindakan ini dapat mendekatkan diri kepada Allah, bahwa orang yang
mati ini wali Allah, dan semacamnya. Mereka memeluk Islam, sangat
mencintai Islam dan meyakini apa yang mereka perbuat tersebut bagian
dari ajaran Islam, serta tak ada orang yang datang mengingatkan mereka. Maka mereka ini dimaafkan. Tidak ditindak laiknya pembangkang
yang diberi tahu ulama, "Ini perbuatan syirik", lalu ia menjawab, "Inilah
ajaran yang aku warisi dari ayah dan nenek moyangku." Sebab hukum
orang kedua ini seperti hukum orang yang difirmankan Allah, "Sesungguhny a kami mendapati bapabbap ak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya knmi orang-lrang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) iejak
m er eka." (Az-Zukhruf l43l : 22').
Bila ditanyakary bagaimana orang-orang itu bisa dimaafkary sedangkan orang-orang yang hidup pada masa fatrah2TD tidak dimaafkan,
di mana Rasulullah $ telah bersabda, "Ayahku dnn ayahmu di neraka"?
Jawabannya, tentang ahlu fatrah kita tidak bisa melangkahi aPa yang
disebutkan nash-nash. Andai Rasulullah M tidak mengatakan bahwa
ayah beliau di neraka, tentunya sesuai kaidah syar'i ia tidak diadzab
dan perkaranya kembali kepada Allah. Seperti ahlu fatrah lainnya.
Karena menurut pendapat yang rajih, ahlu fatrah akan diuji pada hari
kiamat sesuai kehendak Allah. Adapun kaum muslimin yang meminta
tolong kepada orang-orang mati karena tidak tahu hukumnya, mereka
berkeyakinan mengamalkan ajaran Islam, hanya tak ada orang yang datang mengajari mereka. Bahkary kemungkinan mereka memiliki ulamaulama sesat yang mengatakan, perbuatan mereka tersebut benar.
]adi untuk divonis kafir, orang yang menentang kewajiban zakat
harus mengetahui hukumnya. Bila ia berani menentangnya padahal mengerti hukumnya, ia menjadi kafir. Jika ia tidak mengetahuinya dan kita
telah memberitahunya serta menjelaskan kepadanya nash-nash yang
menyatakan kewajiban zakat, namun ia tetap mempertahankan kekeliruan, ketika itulah ia menjadi kafir karena telah mengetahui hukum.
Dengan demikian, jelas bagi kita bahwa penjatuhan vonis kafir tidak disyaratkan orang yang bersangkutan mengakui hukum kewajiban.
Apabila hukum telah diberitahukan kepadanya dengan sangat jelas dan
gamblang, berarti ia tak lagi memiliki alasan, baik ia mengakui maupun
menolak hukum tersebut. Bahkan walaupun ia mengingkari, itu tidak
berguna dan vonis kafir tetap dijatuhkan padanya. Bila tidak demikian,
tentunya Firhun
-yang
mengingkari risalah Musa meskipun dalam
hati kecilnya mengakui- termasuk orang mukmin yang benar. Tapi kenyataannya tidak seperti itu. Jadi syarat vonis kafir kepada penentang
kewajiban zakat dan amal wajib lainnya adalah hujjah telah sampai kepadanya dengan sangat gamblang dan jelas. Bila itu telah sampai padanya, pengakuannya terhadap hukum tidak menjadi syarat. Sehingga ia
divonis kafir kendati ia tidak mengakuinya.
Bila kita telah memberitahukan kewajiban hukum zakat kepadanya lalu ia bersikeras menganggapnya tidak wajib dan ia tetap menunaikannya sebagai ibadah sunnah, ia tetap divonis kafir. Dengan demikiary
ucapan Syaikh Utsaimin, "Siapa yang menolak membayar zakatkarena
menentang kewajibannya," penolakan di sini bukan syarat vonis kafir.
Sebab substansinya terletak kepada penentangan. Jika seseorang menentang status kewajiban zakat padahal ia mengetahui hukumnya, ia kafir
baik ia mengeluarkanzakat maupun tidak.
Imam Ahmad pernah mendapatkan pengaduan, "Si Fulanberkata
tentang firman Allah, "Dan barangsiapa yang membunuh selrang mukmin
dengan sengajn, makq balasannya ialah neraka jahannam, ia kekal di dalamnya
dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan adzab yangbesar baginya." (An-Nisa' [4] : 93). Bahwa ayat ini berkaitan dengan orang
yang menganggap halal membunuh seorang mukmin." Imam Ahmad
tersenyum dan berkata, "Bila ia menghalalkan pembunuhan kepada seorang mukmin ia kafir, baik ia membunuhnya atau tidak." Bila ayat ini
hanya berlaku bagi orang yang menghalalkan pembunuhan terhadap
orang mukmin, maka ayat tersebut tidak ada fungsinya. Sebab, ayat di
atas mengorelasikan antara ancaman (yang berkonsekuensi terhadap kekafiran, --ed.) dankriteria yang berbeda dengan syarat yang disebutkan
orang ini, yakni penentangan.
Orang-orang yang mengatakan, nash-nash yang menunjukkan
kafirnya orang yang meninggalkan shalat diinterpretasikan kepada
orang yang meninggalkan shalat karena menentang kewajibannya. Kita
katakan kepada mereka, orang yang menentang kewajiban shalat tetap kafir meskipun ia shalat. Mengapa kalian mempertimbangkan satu
kriteria yang tidak ditunjukkan syariat dan meninggalkan kriteria lain
yang menjadi kaitan hukum? Ini satu tindak'kejahatan' terhadap nash
dari dua sisi sekaligus: Peftama, mengesampingkan sesuatu yang dianggap syariat sebagai kriteria yang berkonsekuensi hukum. Kedua,
menciptakan kriteria lain yang tidak terdapat dalam nash.
Kesalahan ini sering diperbuat ulama karena mereka telah memiliki asumsi sendiri sebelum mengetahui dalil, sehingga mereka berusaha membelokkan nash kepada keyakinan mereka tersebut. Atau orang
yang berdalil menilai hukum itu terlalu berlebihan, yakni mengapa
orang yang hanya meninggalkan shalat dikafirkan padahal ia telah bersyahadat serta beriman kepada hari akhir. Lantas ia berupaya mendistorsi nash-nash hanya karena memandang vonis kafir terlalu berlebihan.
Perkataan pengarang, "Zakat diambil (paksa) darinya dan ia dibunuh." Maksudnya, orang yang menolak membayar zakat karena menentang kewajibannya, zakat tetap diambil darinya lalu diberikan kepada mustahiknya dan ia dihukum bunuh karena murtad.273) Di sini
muncul pertanyaan, yakni mengapa zakat tetap diambil darinya padahal kita telah memvonisnya kafir sehingga zakat itu tidak diterima di
sisi Allah, Dia berfirman, "Dan tidak ada yang menghalangi mereka untukditerima dari mereka naftah-naftahnyn melainkan karena kafir kepada Allah
dan Rasul-Nya,.." (At-Taubah [9] : 54)? Apakah hartanya dilimpahkan ke
Baitul Mal? Jawabnya, zakat diambil dari harta penentang ini karena zakat sudah wajib ia tunaikan dan berkaitan dengan hak orang lain, yakni
para mustahik zakat.
Dan zakat tidak dimasukkan ke Baitul Mal, karena yang khusus
itu, yakni harta zakat, tidak boleh digabungkan dengan yang umum,
yakni harta Baitul Mal. Sebabnya, harta Baitul Mal kadang-kadang dialokasikan untuk kepentingan umum seperti pembangunan masjid dan
perbaikan jalan. Padahal, tidak dibenarkan menyalurkan zakat untuk
pendanaan proyek-proyek seperti ini. Kemudian sisa harta orang tersebut setelah dikurangi zakat diserahkan ke Baitul Mal, karena orang
murtad itu hartanya tidak diwarisi.
Perkataannya,'Dan ia dibunuh.' Artinya, ia dieksekusi mati lantaran murtad sehingga tidak boleh dishalatkan. Namun bila ia mau bertaubat, taubatnya diterima dan ia tidak dibunuh. Dalil hukuman mati
untuk orang yang murtad adalah sabda Rasulullah ffi, "Siapayang tnengganti agamanya (murtad) bunuhlah ia."27a) Secara eksplisit, ucapan pengarang ini menunjukkan orang itu dibunuh tanpa diminta bertaubat terlebih dahulu. Pengertian eksplisit inilah kemungkinan maksudnya, atau
maksudnya hanyalah menjelaskan hukum tanpa menyinggung syaratsyaratnya.
Ulama berbeda pendapat, apakah setiap perbuatan kafir pelakunya dimintabertaubat atau tidak, sebelumhukuman dijatuhkan kepadanya? Apakah saran bertaubat ini wajib atau diserahkan kepada pertimbangan imam? Yang benar, permintaan agar bertaubat tidak wajib dan
kembali kepada pertimbangan imam serta adanya maslahat dalam meminta pelaku bertaubat. Misalnya, orang murtad tersebut pemimpin
kelompoknya dan seandainya ia kembali kepada Islam niscaya Allah
memberikan manfaatnya. Maka kepada orang seperti ini, imam wajib
memintanya bertaubat. Dan seandainya imam berpendapat kematian
pelaku lebih baik daripada dibiarkan hidup bagi dirinya maupun orang
lairy imam tak perlu memintanya bertaubat. Pasalnya, pertambahan usia
orang kafir sama dengan peningkatan dosanya, Allah berfirman, "Dan
jnnganlnh sekali-knli ornng knfir menyangkn bahwn pemberian tangguh Knmikepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi
tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambnh-tnmbah dosa mereks; dan
bagi mereka adznb yang menghinnkan." (Ali 'Imran [3] : 178). Maka imam
tak perlu meminta orang ini bertaubat, tapi langsung menjatuhkan vonis
mati kepadanya tanpa diminta bertaubat.
Pendapat yang rajih, taubat bisa diterima dari setiap dosa walaupun berupa cacian terhadap Allah dan Rasul-Nya. Tetapi orang yang
mencaci Rasulullah ffi, taubatnya diterima dan ia tetap dibunuh, sedang
orang yang mencaci Allah taubatnya diterima kalau ia mau bertaubat
dan ia tidak dibunuh. Sebab, hak Allah itu milik Allah dan Dia telah menerangkan bahwa Dia berkenan mengampuni dosa-dosa, seluruhnya.
Adapun cacian kepada Rasulullah # berkaitan dengan hak kehormatan
beliau dan membunuh orang yang mencaci beliau sama dengan menunaikan hak manusia. Kita tidak tahu, apakah beliau memaafkan orang
yang mencaci beliau atau tidak. Tapi bila pencaci Rasulullah ffi ini bertaubat dan kita telah mengeksekusinya, ia wajib dimandikan, dikafani,
dishalatkan, didoakanmemperoleh ampunan dan dikebumikan di tempat makam kaum muslimin. Sebab dengan membunuhnya berarti penunaian hak kepada pemiliknya telah tercapai, sementara ia telah bertaubat kepada Allah.275) Selanjutnya, orang yang enggan menunaikan
zakat boleh diperangi. Karenanya Abu Bakar memerangi orang-orang
yang menolak membayar zakat.HUTUPT MTNZTETRIKAN ZAKAT KEPADA
KEnRgAT YANG MISI<IN
enyalurkan zakat kepada kerabat yang termasuk mustahiknya lebih baik daripada diserahkan kepada selain
mereka. Sebab sedekah kepada kerabat itu bernilai
sedekah dan silaturahmi. Bila saudara laki-laki maupun perempuan
Anda, paman atau bibi Anda termasuk orang yang layak menerima
zakat, mereka lebih berhak memperolehnya dibanding orang lain. Tapi
bila mereka berhak menerima zakat namun engkau wajib menanggung
nafkah mereka, dalam kondisi ini, engkau tidak diperkenankan menyerahkan zakat Anda kepada mereka. Sebab jika engkau memberikan zakat Anda kepada mereka berarti engkau melindungi dan menjaga hartamu (baca: tidak berkurang) dengan zakat tersebut.
Anggaplah sebagai contoh, Anda memiliki saudara laki-laki miskin yang nafkahnya dalam tanggungan Anda, sedangkan Anda memiliki kewajiban zakal yang harus dibayar, maka Anda tidak dibenarkan
menyerahkan zakat kepadanya. Sebab bila Anda memberikan zakat
Anda kepadanya dengan alasan miskin, berarti Anda telah melindungi
dan menjaga harta Anda dengan zakatyangAnda berikan itu. Pasalnya,
seandainya Anda tidak menyalurkan zakat Anda kepadanya, Anda wajib menafkahinya. Adapun seandainya saudaramu ini memiliki hutang
yang tidak sanggup iabayar, contohnya ia merusakkan sesuatu atau melakukan tindakan kriminal kepada orang lain dan didenda dengan sejumlah uang, dalam kondisi ini engkau boleh melunasi hutangnya itu
dengan zakatmu. Sebab pembayaran hutang tersebut bukan menjadi
tanggung jawabmu, engkau hanya wajib menafkahinya.
Kaidahnya, bila seseorang memberikan zakat dari hartanya atau
zakat hartanya kepada para kerabat untuk memenuhi kebutuhan mereka padahal nafkah mereka ini menjadi tanggungannya, maka hal itu
tidak benar. Dan jika ia memberikannya kepada mereka untuk memenuhi kebutuhan yang bukan menjadi tanggung jawabnya, ini dibolehkary bahkan mereka ini lebih berhak mendapatkannya daripada orang
lain.Bila seseorang bertanya, apa dalil Anda dalam masalah ini? Kita
katakan, dalilnya keumuman dalil. Bahkan keumuman ayat sedekah
yang telah kita singgung di depan. Kami melarang memberikan zakat
kepada mereka bila hal itu untuk memenuhi kebutuhan yang wajib
Anda cukupi karena tindakan ini termasuk menggugurkan kewaiiban
seseorang dengan tipu muslihat. Sementara sesuatu yang wajib itu tidak
bisa digugurkan dengan tipu muslihat.
Krot-louKAN Pu,tsn DALAM Isr-nvt
alam Islam, puasa merupakan salah satu rukunnya yang
pokok di mana Islam tidak bisa tegak dan sempurna kecuali dengannya. Keutamaan puasa dalam Islam, telah
terbukti shahih dari Rasulullah S bahwa beliau bersabda :
" Sinpa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala drtri Allah
mengampunknn dosanya yang telah lalu.tt2
Hurcum BERBUKA TANPE UOZUR SVNN I
uasa Ramadhan adalah beribadah kepada Allah dengan
meninggalkan makan, minum dan bersetubuh dari terbit
fajar hingga tenggelam matahari. Inilah puasa. Yakni seseorang menghambakan diri kepada Allah dengan menghindari hal-hal
tersebut di atas, bukan meninggalkannya karena kebiasaan atau demi
kesehatan tubuh. Tapi ia beribadah kepada Allah dengan tindakan itu,
yakni menahan diri tidak makan, minum dan bersetubuh, begitu pula
hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa, dari terbit fajar hingga
tenggelam matahari, dari awal hilal bulan Ramadhan hingga muncul
hilal Syawal.
Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam. Inilah kedudukannya dalam agama Islam. Dan ia wajib menurut ijma'kaum muslimin berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah. Allah berfirman :
,',t,-..r, -'.. .
t-or,
. 4-.,ti. ;S 7\2t'.-+.J-c- -5 ' tJtl .e,-rj I t4iE
\ ; _ \. - - / J - e-,
.t,,
,::5. a,fr i<j6 "24=
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas knlian berpuasa sebagnimana diwnjibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa," (Al-Baqarah [2] :183)
Allah mengarahkan pembicaraan dalam ayat ini kepada orangorang beriman sebab puasa Ramadhan termasuk konsekuensi keimanan. Puasa Ramadhan menyempurnakan keimanan, sedangkan tidak
puasa Ramadhan mengurangi tingkat keimanan.
Ulama berbeda pendapat seandainya seseorang tidak puasa Ramadhan karena meremehkan atau malas, apakah ia kafir atau tidak? Yang
benar, ia tidak kafir. Bahwa seseorang tidak kafir lantaran meninggalkan
rukun Islam selainsyahadatain dan shalat. Adapunbila ia meninggalkannya tanpa ada kemungkinan alasan, menurut pendapat yang kuat dari
pendapat-pendapat ulama bahwa setiap ibadah yang telah ditentukan
waktunya apabila seseorang sengaja mengerjakannya di luar waktunya
tanpa suatu alasary maka ibadah tersebut tidak diterima. Untuk menghapus dosanya, ia harus beramal shalih, memperbanyak ibadah sunah dan
memohon ampunan. Dalilnya sabda Nabi ffi yang shahih diriwayatkan
dari beliau, "Siapa yang melakukan satu amal yang tidnk nda dasarnya dalam
urusan (din) kamimaka amal itu tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebagaimana ibadah yang telah ditentukan waktunya tidak boleh
dikerjakan sebelum waktunya tiba, ia juga tidak boleh dilakukan setelah waktunya berlalu. Sedangkan bila terdapatudzur syar'i seperti tidak
tahu dan lupa, maka Nabi ffi sudah bersabda, "Barangsiapa tertidur dari
shalat ntau lupa hendaknya ia mengerjakannya bila mengingatnya. Tnk ada
kffirahnya selain hal itu." Berkaltan dengan udztr tidak tahu, perlu ada
perincian, namun tidak di sini tempatnya.
HUKUM OnnNC YANG MTNASATALKAN PURSn
WAJrn KRruNn DIHAGA DAN Hur<uu MAKAN
PrnurN KnRsr
aram hukumnya orang yang membatalkan puasa wajib karena dahaga, baik puasa Ramadhan, qadha' puasa
Ramadhan, kaffarah atau fidyah (dalam haji). Ia haram
membatalkan puasa ini. Akan tetapi bila dahaga mencapai batas yang
dikhawatirkan membahayakan dirinya atau mengancam nyawanya, ia
boleh berbuka dan ia tidak berdosa. Walaupun itu terjadi dalam puasa
Ramadhan. Apabila rasa haus sampai batas yang dikhawatirkan membahayakan dirinya atau mengancam nyawanya, ia boleh berbuka. Wallahu a'lam.
Adapun, permen karet yang dimaksud dalam bahasan ini adalah
permen karet yang tidak padat. Bila Anda mengunyahnya ia akan larut
dan menjadi seperti debu. Permen ir-ri haram dikonsumsi orang yang
sedang puasa. Sebab bila ia mengunyahnya pasti ada bagiannya yang
tertelan karena permen ini larut dan mengalir bersama air liur. Apa saja
yang menjadi media batalnya puasa maka hukumnya harambila puasa
tersebut wajib. Dan puasa batal bila seseorang menelan sesuatu darinya.
HUrcum BTnousTA, GHIBAH, MENCACI DAN
BERBUAT KEBoDoHAN SnAT PuRsn
yaikh Utsaimin mengungkapkan, "Orang yang berpuasa
wajib menjauhi dusta." Dusta adalah mengabarkan sesuatu
yang tidak sebenarnya, baik dikarenakan tidak tahu maupun
disengaja. Contoh tidak sengaja adalah sabda Nabi ffi, "Abu Sanabil dustn." Kisahnya, Abu Sanabil berkata kepada Subai'ah Al-Aslamiyah yang
melahirkan hanya beberapa malam pasca kematian suaminya. Lantas ia
melewati Subaihh yang telah berdandan untuk menyambut pinangan.
Ia berkata kepadanya, "Engkau belum halal dinikahi sampai engkau melewati masa iddah 4 bulan 10 hari." Manakala Subaihh menyampaikan
perkataan Abu Sanabil ini kepada Rasulullah ffi, beliau bersabda, "Abu
Sanabil dusta (keliru)./'280) gslallg contoh dusta yang disengaja adalah
ucapan orang-orang munafik ketika mereka mendatangi Rasulullah g,
"Kami bersaksi bahwa engkau sungguh utusan Allah."
Ghibah ialah engkau menyebut saudaramu dengan apa yang tidak
ia suka baik berupa kekurangan fisik, akhlak, perbuatan maupun etika.
Mencaci ialah menjelek-jelekkan orang lain di hadapannya.
Tindakan-tindakan ini haram diperbuat orang yang sedang puasa
atau tidak. Tapi para ulama menyebutkannya dalam masalah puasa sebagai bentuk penegasan. Sebab orang yang puasa itu sangat ditekankan
mengerjakan amal-amal wajib dan meninggalkan perbuatan-perbuatan
haram, yang penekanannya tidak seperti selainnya. Dalilnya, firman
Allah, "Hai orang-lrang yang beriman, ditaojibkan atas kalian berpunsa sebagaimana diwajibkan atas ornng-orang sebelum kalian agnr kalian bertakwa."
(Al-Baqarah [Z] : 183). Inilah hikmah pewajiban puasa, yakni menjadi
media meraih ketakwaan kepada Allah dengan melakukanberbagai kewajiban dan menjauhi semua keharaman. Dalilnya dari sunnah adalah
sabda Nabi ffi:
Bnrnngsinpa yang tidak meninggalkan perkatann bohong, perbuntnn
dusta dnn tindnknn bodoh, maka Allah tidrtk butuh in meninggalknn
mnkan dan minumnY a." 281 )
Maknanya, Allah tidak menghendaki kita meninggalkan makan
dan minum dengan puasa, sebab andai ini yang dikehendaki Allah berarti Dia ingin menyiksa kita. Padahal Allah berfirman, "Tiodalah AIIah
akan menyiksn kalian jikn katian bersyukur dan beriman.." (An-Nisa' [4] :
147). Telapi Dia hanya menginginkan kita bertakwa kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya, "...Agar kalisn bertak\la." Dan sabda Rasulullah
ffi, "Siapa tidak rneninggalkan perkataan bohong," yakni kedustaan' Anda
bisa mengatakan 'az-zur'yang berarti setiap ucaPan yang diharamkan.
Diistilahkan demikian karena ucapan ini menyimpang dari jalan yang
lurus.
Sabda Nabi *, "Dnn perbuatsn dusta" yakni setiap perbuatan yang
diharamkan. Maksud tindakan bodoh dalam hadits adalah tindakan
kekanak-kanakan dan tidak dewasa, seperti berteriak-teriak di Pasar
dan mencaci maki orang. Karenanya, Nabi M bersabda ,
"Apnbiln salah seornng di antarn knlian sedang menialani hari puasa maka jnnganlah in berterinkterink -yakni jangan bersuara keras, sebaliknya harus berettka- dan
jangan bicara kotor. lika seseorang mencncinys atau memernnginyn hendaknyn
in mengucapkan : ' Snya sedang puasa' .2s2) Seyogianya ia berperila ku santun.
Dengan demikian, kita tahu hikmah indah di balik pensyariatan puasa.
Sekiranya kita terdidik dengan pendidikan yang luar biasa ini niscaya
seseorang telah menyandang akhlak mulia seperti konsistensi terhadap
syariat, sopan santun dan etika usai Ramadhan. Sebab Puasa adalah
pendidikan secara nyata.
Sebagian ulama salaf berpendapat, ucaPan dan perbuatan yang
haram saat puasa membatalkan puasa, contohnya ghibah. Akan tetapi
imam Ahmad ketika ditanya tentang hal itu dan diceritakan kepadanya
bahwa si fulan mengatakan ghibah membatalkan puasa, ia menjawab,
"Seandainya ghibah membatalkan puasa niscaya tak tersisa satu pun
puasa kita."
Kaidah terkait masalah ini, sesuatu yang haram apabila yang diharamkan itu terkait materi ibadah maka membatalkannya, namun bila
pengharamannya bersifat umum tidak membatalkannya. Maka makan
dan minum membatalkan puasa. Berbeda dengan ghibah. Berdasarkan
kaidah ini, pendapat yang benar tentang shalat dengan baju hasil rampasan dan air hasil rampasan adalah sah. Sebab pengharaman merampas barang orang lain tidak kembali kepada shalat, melainkan bersifat
umum. Nabi S tidak bersabda, "Jangan kalian shalat dengan baju rampasan atau air rampasan." ]adi larangan merampas tersebut berlaku
umum.
Ungkapan penulis "Disunahkan bagi orang yang dicela saat sedang berpuasa mengucapkan : Aku sedang berpuasa," artinya jika seseorang mencaci maki dirinya. Yakni menyebutkan kekurangan atau
menjelek-jelekkan dirinya langsung di hadapannya. Ini berarti celaan.
Demikian pula bila orang itu melakukan tindakan kepada dirinya lebih
dari sekedar mencela, seperti mengajaknya berkelahi, ia disunahkan
mengucapkan 'Aku sedang berpuasa," berdasarkan sabda Nabi ffi, "lika
seseorang mencelanya atau memeranginya hendaknya ia mengucapkan : 'Aku
sedang berpuasa'."
Apakah ia mengucapkan perkataan ini harus dilafalkan atau tidak? Sebagian ulama berpendapat, ia harus mengucapkannya dengan
tanpa dilafalkan, namun sebagian lain mengatakan, harus dilafalkan.
Kelompok ketiga memerinci antara puasa wajib dan puasa sunah. Mereka berkata, "llntuk puasa wajib ia mengucapkannya dengan dilafalkan
karena ia cenderung jauh dari perasaanriya', sedang untuk puasa sunah
ia mengucapkannya tanpa melafalkan karena dikhawatirk a n riy a'."
Pendapat yang benar, kalimat itu diucapkan dengan dilafalkaru
baik dalam puasa sunnah maupun wajib. Hal ini karena ucapan ini mengandung dua manfaat: Pertama, menjelaskan bahwa orang yang dicela ini tidak membalas orang yang mencela hanya lantaran dirinya sedang puasa, bukan karena tidak mampu membalas. Sebab seandainya
ia tidak memberi balasan karena memang tak sanggup pasti pencela itu
akan melecehkan dirinya dan itu merupakan kehinaan baginya. Namun
bila ia mengatakan, Aku sedang berpuasa' seolah-olah ia mengatakan,
Aku bukan tidak bisa membalasmu dan membeberkan aib-aibmu lebih
dari yang engkau lakukan terhadap kekuranganku, hanya saja aku sedang berpuasa.' Kedua,, mengingatkan si pencela bahwa orang yang sedang puasa itu tidak boleh mencaci maki orang lain. Boleh jadi pencela
ini juga sedang berpuasa, misalnya bila peristiwa ini terjadi pada bulan
Ramadhan dan keduanya tidak sedang safar. Sehingga ucaPan ini mengandung larangan kepada orang tersebut agar tidak mencela, sekaligus
memberi teguran padanya.
Sudah seharusnya setiap orang menjauhkan diri dari masalah riya'
dalam beribadah. Karena bila riya' itu bila sudah merasuki seseorang/
setan akan mempermainkannya. Setan akan membisikinya, "Jangan terlalu tenang saat shalat ketika engkau mengerjakannya di hadapan orang
banyak agar engkau tidak riya." Bahkan ia membisikinya, "Jangan berangkat ke masjid karena orang-orang menganggaPmu riya." "Jangan
berinfak karena mereka menudingmu riya."
Alasan lainnya, bila ia mengikuti sunnah dengan mengucapkary
aku sedang berpuasa, boleh jadi ia bisa menjadi contoh bagi orang lain.
Misalnya, andai seseorang mengundangmu makan siang pada hari-hari
Ayyamul Bidh2s3) dan engkau menjawab, Aku sedang berpuasa'. Melalui jawaban ini muncul alasan yang semPurna bagi saudaramu tersebut,
sehingga ia pun memahami posisimu. Dan tak menutup kemungkinan,
jawaban itu mendorongnya untuk berpuasa mengikuti dirimu. Maka
yang penting, seyogianya setiap orang tidak membuka peluangriya' terbesit dalam hatinya sama sekali. Allah memuji orang-orang yang menginfakkah hartanya dengan rahasia dan terang-terangan sesuai kondisi.
Kadang-kadang rahasia lebih utama dan tak jarang terang-terangan
yang lebih baik.2PURsR PADA HnnI YANG DInNCUKAN
erpuasa pada hari yang diragukan hukumnya makruh.
Hari yang diragukan adalah malam tanggal 30 bulan
Sya'ban apabila hilal tidak bisa terlihat karena suatu penghalang, seperti mendung dan kabut. Ada juga yang mengatakan bahwa
hari yang diragukan adalah siang hari ke-30 bulan Sya'ban apabila langit cerah.
Pendapat pertama lebih kuat, sebab apabila langit cerah dan manusia berusaha melihat hilal namun tidak mendapatinya, mereka tak ragu
lagi bahwa hilal belum tampak. Keraguan tentunya hanya muncul apabila ada sesuatu yang menghalangi melihat hilal. Akan tetapi oleh karena para ahli fikih kita berpandangan bahwa apabila tiba malam ketiga
puluh bulan Sya'ban dan hilal tidak bisa terlihat, kewajiban puasa pada
pagi harinya, mereka memberlakukan keraguan di sini manakala langit
dalam keadaan cerah. Ini satu sikap keliru yang diambil sebagian ulama.
Penyebabnya adalah seseorang sudah memiliki keyakinan (baca:kesimpulan hukum) sebelum mengetahui dalil.Ini tidak benar. Mestinya, kesimpulan hukum itu mengikuti dalil, sehingga langkah pertama yang
dilakukan adalah mempelajari dalil kemudian menetapkan hukum.
Jadi yang lebih rajih, hari yang diragukan adalah malam hari ketiga
puluh bulan Sya'ban apabila di langit terdapat sesuatu yang menghalangi
melihat hilal. Adapun bila langit cerah dan hilal tak terlihat maka tidak
ada keraguan bahwa hari tersebut belum masuk bulan Ramadhan.
Pertanyaannya, apakah hukum puasa pada hari yang diragukan
itu makruh seperti pendapat Syaikh Utsaimin atau haram? Sebagian
ulama menyatakan haram dan sebagian lain menyatakan makruh, tetapi
yang benar puasa pada hari yang diragukan hukumnya haram apabila
diniatkan sebagai antisipasi kalau Ramadhan sudah tiba. Dalilnya :
Ucapan Ammar bin Yasir, "Barangsiapa berpuasa pada hari yang
diragukan, sungguh ia telah durhaka kepada Abu QasimDiriwayatkan dari Abu Hurairah uq bahwa Rasulullah M,, "langanlah kalian mendahului Ramndhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali
seseorang ynng biasa punsa, hendnknya ia mengerjakannya,"
Puasa pada hari yang diragukan merupakan satu bentuk melangkahi batasan-batasan Allah. Sebab Allah telah berfirman dalam AlQuran, " ...Karenn itu, barnngsiapa di antara kalian hndir (di negeri tempat tinggatnya) pada bulan itu maka hendaklah in berpunsa." (Al-Baqarah [2] : 185).
Dan, Rasulullah gg bersabda, "Apabiln kalian melihntnya (hilal Ramndhnn)
berpuasalah dan jikn knlian tertutupi (mendung) maka gennpkanlah bilangan
(bulan Sya'bnn) menjadi 30 hari.//285)
Karena puasa merupakan ibadah yang telah ditentukan waktunya
yangberarti tidakboleh dimajukanmaupun diundur kecuali karena satu
alasan yang membolehkan, maka di antara hikmahnya, setiap hamba
harus konsisten terhadap penetapan waktu ini. Yakni tidak mendahuluinya dengan sesuatu yang dapat dianggap ia melakukan ibadah tersebut
sebelum masanya. Nah, dalam hadits ini Abu Hurairah menginformasikan bahwa Nabi $ melarang seseorang mendahului puasa Ramadhan
dengan puasa satu atau dua hari. Kecuali ia memiliki kebiasaan puasa
pada hari tertentu, misalnya Puasa Senin Kamis atau puasa Dawud,lalu
bertepatan dengan satu atau dua hari sebelum Ramadhan' Dalam kondisi ini ia tidak mengapa berpuasa karena hal yang dilarang sudah tidak
ada.
Di antara pengertian yang dapat disimpulkan dari hadits Abu
Hurairah di atas adalah :Pertama,larangan mendahului Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari. Larangan ini bermakna pengharaman,
menurut banyak ulama. Kedua, boleh mendahului Ramadhan dengan
puasa tiga hari atau lebih. Ketiga, boleh mendahuluinya dengan Puasa
satu atau dua hari bagi orang yang biasa menjalankan Puasa sunnah
tertentu. Keempat, perhatian Allah agar bersikap konsisten terhadap
batasan-batasan syariat dan tidak menyimpangkannya. Kelima, boleh
mengatakan 'Ramadhan' tanpa diawali kata 'bulan'.286)LARANGAN PUASA PADA DUN HNru RNYN
yaikh Utsaimin menyatakary "Hatam hukumnya berpuasa
pada dua hariraya." Yakni hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Dalilnya adalah : Pertama, Nabi ffi melarang puasa pada dua
hari tersebut.287)LJmar menyampaikan khutbah di atas mimbar terkait
masalah ini, ia berkata, "Ini dua hari yang Rasulullah S melarang
puas4 yakni hari nahr (Idul Adha) dan hari Idul Fitri."2ae) Hikmahnya,
terkait Idul Fitri karena ia merupakan hari berbuka dari bulan Ramadhan danbatas akhir Ramadhan tidak diketahui kecuali denganberbuka
pada hari Idul Fitri. Adapun Idul Adha ia merupakan hari penyembelihan, sehingga seandainya manusia puasa pada hari ini mereka menghindari apa yang Allah sukai yang ditunjukkan dalam firman-Nya,
"Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-ornng yang sengsara lagi fakir." (Al-Hajj l22l z 28). Bagaimana
mungkin orang yang puasa bisa memakan sebagian darinya? Kedua,
para ulama sepakat bahwa puasa pada dua hari ini haram, maka tak
seorang pun boleh puasa pada dua hari raya ini.
Akan tetapi seandainya hari raya sedang berlangsung di negara
kita, sedangkan di Asia Timur, misalnya, tidak sedang hari raya, apakah
mereka diharamkan puasa? Jawabnya, kami katakan, menurut mazhab ulama yang berpendapat bahwa apabila hilal Syawal telah terbukti
dapat dilihat di satu tempat dengan cara yang sesuai syariat maka kesaksian ini berlaku untuk seluruh kaum muslimin di dunia (wihdatul
mathla'), yang berarti puasa penduduk Asia Timur pada hari itu haram.
Sebab, hari tersebut juga hari raya mereka. Namun bila kita mengikuti
pendapat bahwa setiap negara menganut rukyah sendiri-sendiri (ikhtilafulmathali'),maka ketika mereka belum melihat hilal dan kita telah melihatnya, berarti mereka tidak diharamkan puasa, sedangkan kita haram
berpuasa.Walaupun puasa wajib tetap haram dikerjakan di kedua hari raya
ini. Seandainya seseorang memiliki tanggungan mengqadha'puasa Ramadhan dan ia berkata, 'Aku ingin mulai mengqadha' pada hari pertama bulan Syawal",kami katakan, ini haram. Andai iabetnadzar puasa
pada hari senin lalu bertepatan dengan hari raya, ia diharamkan puasa
pada hari tersebut.28e)
Dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar tentang larangan
puasa pada dua hari raya tersebut, kita dapat mengambil beberapa kesimpulan:
1. Larangan puasa pada dua hari raya; Idul Fitri dan Idul Adha.
Larangan ini bersifat mengharamkan.
2. Hikmah larangan tersebut adalah agar makan sebagian daging
kurban pada hari Idul Adha dan supaya beda antara puasa Ramadhan dan berbuka pada hari Idul Fitri.
3. Yang paling baik terkait materi khutbah adalah sesuai dengan
waktu dan kondisi.
4. Disyariatkan makan sebagian daging kurban.2eO)
Diriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa ia berkata, "Rasulullah S melarang puasa pada dua hari yakni Idul Fitri dan Idul Adha;
dua cara berpakaian yakni isytimalus shamma/2s1) dan seseorang duduk
ihtiba' dengan satu baju2e2); dan shalat pada dua waktu yakni setelah
Subuh dan setelah Ashar.
Dalam hadits ini Abu Sa'id Al-Khudri mengabarkan bahwa Nabi M
melarang puasa pada dua hari, dua model berpakaian dan shalat pada
dua waktu. Puasa yang dilarang tersebut adalah Puasa pada hari raya
Idul Fitri serta Idul Adha, dan hikmahnya telah dijelaskan. Dua model
berpakaian tersebut adalah isytimnlus shamma' dan duduk ihtiba' dengandililit satu kain. Dalam satu riwayat Bukhari, tentang ihtiba' dengan satu
kain, disebutkan lebih spesifik, yakni : "Apabila tidak ada sesuatu yang
menutupi kem alu anny a dar i I angit." Sebab kedua model berpakaian seperti
ini berisiko menampakkan aurat. Adapun dua waktu tersebut adalah
setelah shalat Subuh dan shalat Ashar agar kita jauh dari kemungkinan
menyerupai orang-orang kafir yang sujud kepada matahari di waktu
terbit dan tenggelam.
Pelajaran-pelajaran dari hadits ini :
1. Larangan puasa pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Larangan ini berarti pengharaman.
2. Larangan isytimalus shamma' dan ihtiba' dengan mengenakan
satu kain. Larangan ini bermakna pengharaman bila aurat terlihat, jika tidak maka berarti makruh.
3. Larangan shalat sunnah setelah shalat Subuh dan Ashar selama
shalat sunah tersebut tidak memiliki sebab, seperti shalat tahiyyatul masjid dan semacamnya.
4. Kebijaksanaan dalam syariat Islam.
5. Antusiasme Nabi ffi agar umatnya tidak menyerupai orangorang kafir.2e3)LARANGAN PUASA PADA HARI TASYRIQ
eperti diungkapkan oleh Syaikh Utsaimin, berpuasa pada
hari Tasyrik haram hukumnya kecuali Puasa untuk membayar dam haji tamatuk dan qiran. Sebab Nabi ffi bersabda
tentang hari-hari ini:
A\ f t ) .+?i;ri ;ui e.re\ ie"i /r4
"Hari-hari tasyrik adalahhari-hari untuk makan, minum dan dzikir kepada Allah."zs+)
Ini menunjukkan bahwa hari-hari ini tidak cocok menjadi harihari puasa. Sebaliknya, hari-hari tersebut untuk makan, minum dan
dzikir kepada Allah. Hari-hari tasyriq adalah tiga hari setelah hari nahr
(Idul Adha), yakni tanggal 11',12 dan 13 Dzulhijjah. Hari-hari ini disebtft ayyamut tasyriq karena pada hari-hari ini kaum muslimin biasanya
mendendeng daging, kemudian mereka menjemurnya di bawah sinar
matahari agar kering sehingga tidak membusuk dan tidak rusak.
Ungkapan penulis, "Kecuali Puasa untuk membayar dam haji
tamattuk dan qiran." Artinya, boleh Puasa pada hari-hari ini karena
sebab tersebut. Apabila seseorang menunaikan haji tamattuk, yakni ia
datang menunaikan umrah terlebih dahulu pada bulan-bulan haji lalu
tahallul, kemudian setelah itu menunaikan haji di tahun yang sama/
maka ia harus membawa binatang kurban. Bila tidak mendapati, ia harus puasa tiga hari saat beribadah haji dan tujuh hari ketika sudah pulang. Orang yang berhaji qiran mirip orang yang haji tamattu', yakni
ia berihram umrah dan haji sekaligus dengan mengucapkan 'Labbnika
'Ltmratan wa hajjan'. Atau pertama-tama ia berihram untuk umrah, kemudian disambung dengan ibadah haji sebelum memulai thawaf. Maka
orang yang berhaji qiran ini wajib menyembelih hewan kurban. Bila tidak mendapati ia harus berpuasa tiga hari saatberibadah haji dan tujuh
hari bila telah pulangDam atau denda haji tamattuk dan qiran, apabila orang yang menunaikan kedua haji ini tidak mendapatkannya, ia berpuasa tiga hari saat
beribadah haji dan tujuh hari bila telah pulang ke negara sendiri' Tiga
hari ini dimulai saat telah memakai pakaian ihram untuk umrah meskipun sebelum bulan Dzulhijjah. Bila seseorang berhaji tamattuk dan
memakai pakaian ihram untuk umrah pada akhir bulan Dzul Qa'dah,
sedangkan ia yakin tidak akan mendapatkan hewan kurban karena memang tidak punyauang, ia boleh mulai puasa saat itu juga.
Bila ditanyakan, bagaimana ia boleh berpuasa pada waktu umrah
sementara Allah berfirman dalam ayatyang mulia ini, " '..Maka wajib berpuasa tign hari dnktm masa hnji..." (Al-Baqarah [2] : 196). Jawabannya adalah sabda Nabi S, "Umrah masuk dalnmhaji."zsst
Masa puasa tiga hari ini berakhir tepat pada hari tasyriq yang
terakhir. Atas dasar ini, bila orang yang terkena denda tidak berpuasa
sebelum hari-hari tasyriq, berarti ia berpuasa pada tiga ari tasyriq ini.
Dalilnya hadits Aisyah dan Ibnu Umar bahwa keduanya mengatakan,
"Tidak diberi keringanan melakukan Puasa pada hari-hari tasyriq, kecuali bagi orang yang tidak mendapatkan hewan kurban."2e6) Ucapan
sahabat,'Tidak diberi keringanan, diberikan keringanan kepada kami,'
atau semacamnya dianggap marfu' secara hukum.2e7)LARANGAN PUASA WISHAL
iriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah
melarang puasa wishal. Mereka berkata, 'Anda sendiri
puasa wishal." Beliau menjawab, "Sesungguhnya aku tidak
seperti keadaan kalinn, aku diberi makan dnn minum." Dalam hadits ini, Abdullah bin Umar menginformasikan bahwa Nabi melarang seseorang
menyambung puasanya dengan hari berikutnya yang berarti ia tidak
makan dan minum pada malam hari. Hal ini dilarang karena Puasa seperti ini memayahkan tubuh dan menimbulkan kebosanan. Maka para
sahabat bertanya, "Engkau sendiri puasa wishal dan kami melakukan
puasa wishal karena mengikutimu." Lantas Nabi ffi menjelaskan sisi
perbedaan antara diri beliau dan mereka. Yakni Allah memberi beliau
makan dan minum sehingga puasa tanpaberbuka ini puntidakmemPengaruhi fisik beliau. Keistimewaan ini tidak dimiliki para sahabat.
Dalam hadits Abu Sa'id disebutkan bahwa Nabi ffi memberi dispensasi bagi orang yang ingin puasa wishal agar iamelakukannya hingga waktu sahur, kemudian makan sahur untuk Puasa hari berikutnya.
Sebab ujung-ujungnya, ini hanya menunda makan dan minum sampai
penghujung malam. Dan perbuatan ini tidak mengharuskan melanggar
bahaya yang karenanya puasa wishal dilarang.
Pelajaran-pelajaran dari hadits ini :
1. Larangan puasa wishal di latar belakangi adanya bahaya yang
muncul atau diprediksikan.
2. Boleh menyambung puasa hingga waktu sahur bagi orang yang
_
ingin melakukannya, sebagaimana disebutkan dalam hadits
Abu Sa'id.
3. Kesempurnaan syariat Islam dengan memberikan hak jiwa yang
bersifat materi maupun penghambaan.
4. Antusiasme para sahabat terhadap kebaikan dan meniru Nabi5. Bahwa pada dasarnya adalah semua perbuatan Nabi S itu
diteladani sampai ada dalil yang menunjukkan kekhususan
perbuatan tersebut untuk beliau.
6. Bolehnya puasa wishal dilakukan Nabi S, tidak untuk umat beliau.
7. Kebijaksanaan dalam membuat syariat, di mana tak seorang
pun diberi hukum istimewa kecuali karena suatu alasan yang
menuntutnya.
8. Bagusnya metode pengajaran Nabi ffi, di manabeliau menjelaskan sebab perbedaan antara diri beliau dan para sahabat agar
mereka bertambah yakin kepada hukum.2e8)Huruu BTRSTTUBUH PADA SNNC
Hnru RnUNoHAN
u Hurairah mengisahkan bahwa para sahabat tengah duduk di sisi Rasulullah ffi sebagaimana kebiasaan mereka
duduk-duduk di hadapan beliau, yakni untuk menimba
ilmu sekaligus berkasih sayang dengan beliau. Manakala mereka dalam
keadaan seperti itu, seorang laki-laki datang. Lelaki ini sadar dirinya telah binasa akibat dosa yang telah diperbuatnya dan ia ingin melepaskan
diri darinya. Maka ia berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah binasa!" Ketika itulah beliau langsung menanyakan sebabnya. Orang itu menjawab
bahwa ia telah menyetubuhi istrinya siang hari Ramadhan dalam keadaan puasa. Nabi ffi tidak mencaci makinya sebab ia datang bertaubat
guna melepaskan diri dari akibat tindakan yang telah dilakukannya
tersebut. Lantas beliau menunjukinya kepada perbuatan yang mengandung keselamatan.
Beliau menanyainya, apakah ia sanggup memerdekakan seorang
budak untuk menjadi kaffarahnya. Orang tersebut menjawab tidak sanggup. Beliau bertanya lagi, apakah ia mampu puasa dua bulan berturutturut, tidak diselingi berbuka satu hari pun. Orang itu menjawab, tidak
mampu. Beliau melanjutkan ke tahap ketiga atau terakhir. Beliau bertanya, apakah ia bisa memberi makan 60 orang miskin. Lagi-lagi lelaki
itu menjawab, tidak mampu. Kemudian orang itu pun duduk. Nabi pun
tetap berada di tempat untuk beberapa saat lamanya. Lantas seorang
Anshar datang membawa keranjang berisi kurma. Maka Nabi n bersabda kepada lelaki yang bertanyafad| "Ambil inilalu sedekahkanlah." \akni,
sebagai kaffarah yang wajib ia bayarkan.
Akan tetapi,lantaran kemiskinan orang ini dan karena ia tahu kemurahanhati Nabi ffi serta kecintaanbeliau untuk memberi kemudahan
kepada umat, ia memiliki keinginan lebih. Ia berkata, 'Apakah aku harus
bersedekah kepada orang yang lebih fakir dariku?" Dan ia bersumpah,
di antara dua ujung kota Madinah ini tak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluarganya. Nabi ffi pun tertawa heran kepada kondisi
orang yang datang dalam keadaan takut untuk mencari keselamatanitu. Namun ketika keselamatan sudah didapat, ia berbalik mencari bantuan. Lantas orang yang Allah ciptakanmenyandang akhlakyang mulia
ini mengizinkannya memberikan kurma tersebut sebagai makanan keluarganya. sebab pemenuhan kebutuhan lebih didahulukan dibanding
kaffarah.
Beberapa pelajaran dari hadits ini :
1. Besarnya dosa orang yang bersetubuh saat berPuasa Ramadhan.
2. Kaffarah yang paling keras wajib diterakan bagi orang yang bersetubuh saat puasa Ramadhan.
3. Kaffarahnya secara berurutan adalah memerdekakan budak;
jika tidak mendapatkan budak maka Puasa dua bulan berturutturuf dan jika tidak mampu maka memberi makan enam puluh
orang miskin.
4. Bahwa kaffarah ini tidak gugur lantaran tidak sanggup menunaikannya bila orang yang bersangkutan mamPu melaksanakannya tak lama setelah itu.2ee)
5. Bahwa memenuhi kebutuhan lebih didahulukan daripada menunaikan kaffarah.
6. Mudahnya syariat Islam terwujud dengan memperhatikan
kondisi mukallaf dan tidak mewajibkannya melakukan sesuatu
di luar kemampuan.
7. Bahwa orang yang melakukan dosa kemudian datang bertaubat
tidak boleh dicela.
8. Bolehnya bersumpah meskipun tidak diminta.
9. Boleh bersumpah terkait sesuatu yang menjadi dugaan Lrrul.aoo)10. Bolehnya seseorang mengatakan dirinya sangat miskin bila ia
jujur dan tidak bermaksud tidak rela terhadap takdir Allah.
11. Indahnya akhlak Nabi S dan lapangnya dada beliau.
12. Antusiasme para sahabat duduk-duduk bersama Nabi M guna
menuntut ilmu dan budi pekerti, serta berkasih sayang dengan
beliau.HurcuU WNNITR MENCONSUMSI PIL
PENCEGAH HAID PADA BULAN RAMADHAN
AGAR Ttnnr Prnt-u MltrztsRvRn PURsR
oI LURN BUIRN RAMADHAN
enurut saya tentang masalah ini, wanita tidak perlu
melakukannya dan tetap seperti apa yang telah Allah
takdirkan bagi kaum wanita. Sebab dalam mengadakan
siklus bulanan ini, Allah memiliki hikmah tersendiri. Hikmah ini sesuai tabiat wanita. Maka bila darah haid ini dicegah keluar, pasti muncul
dampak buruk bagi tubuh wanita. Padahal Nabi M telah bersabda :
,\,ry \J.r? \
"Tidakboleh membahayakan diri dan membahayaknn yang lain."
Ini belum lagi berbagai efek negatif kepada rahim yang dipicu
pil-pil pencegah haid ini, sebagaimana disampaikan para dokter. Jadi
menurut pendapat saya terkait masalah ini, kaum wanita tidak perlu
menggunakan obat-obat seperti ini. Segala puji bagi Allah atas takdir
dan hikmah-Nya. Bila haid datang ia tidak puasa dan shalat dan bila
telah suci ia mulai puasa dan shalat lagi. Kemudian apabila Ramadhan
telah usai, ia mengqadha'puasa yang terlewatkan.3oHUKUM PURSR BAGI WANITA HAMIL
DAN MTNYUSUI
anita yang hamil atau menyusui tidak diperkenankan
berbuka pada siang hari Ramadhan kecuali karena alasan syar'i. Bila wanita yang hamil atau menyusui tidak
puasa karena ada udzur syar'i, keduanya wajib mengqadha' sejumlah
puasa yang diiinggalkan, berdasarkan firman Allah terkait orang yang
sakit;
';,",1i tiry * *"ri \a"i r+ 3s r".
" ...Maka jika di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu
ia berbuka), maka (wajiblah bnginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hnri-hari yang lain...." (Al-Baqarah [2] : 184)
Wanita hamil dan menyusui itu sama dengan orang sakit. Bila
udzur wanita yang hamil atau menyusui adalah kekhawatiran terhadap keselamatan si bayi, maka selain membayar puasa keduanya wajib
memberi makan satu orang miskin untuk setiap harinya dengan gandum, nasi, kurma atau makanan pokok manusia yang lain.
Sebagian ulama berkata, dalam kondisi bagaimanapun keduanya
hanya wajib mengqadha'puasa, sebab tak ada dalil dari Al-Quran dan
sunnah untuk mewajibkan memberi makan. Padahal prinsip dasarnya
adalah seseorang bebas dari tanggungan sampai ada dalil yang menunjukkan adanya tanggungan tersebut. Ini mazhab Abu Hanifah dan pendapat ini kuat.3o3)
Seorang wanita melahirkan pada bulan Ramadhan. Setelah Ramadhan berlalu ia belum sempat mengqadha' puasa karena mengkhawatirkan bayinya. Kemudian ia hamil lagi dan melahirkan pada bulan
Ramadhan berikutnya. Apa yang harus ia lakukan?Yang wajib dilakukan wanita ini adalah berpuasa sebagai ganti
hari-hari yangiatidak puasa pada Ramadhan pertama meskipun dikerjakan setelah Ramadhan kedua. Sebab ia tidak bisa mengqadha' antara
Ramadhan pertama dan kedua karena ada udzur. Saya (Syaikh Utsairrrin, --ed.) tidak tahu apakah ia merasa berat mengqadha' puasa pada
musim dingin, sehari demi sehari meskipun ia menyusui. Allah akan
menguatkan dirinya dan itu tidak akan berdampak buruk terhadap
dirinya maupun air susunya.
Hendaknya ia berusaha semamPunya membayar hutang puasa
Ramadhan yang telah lewat sebelum datang Ramadhan kedua. Bila tidak berhasil, tidak mengapa ia menundanya samPai setelah Ramadhan
kedua.3oa)Hurcuu MINCOLESKAN INAI
or RRtrutBUT Snnr Punsn?
pakah inai membatalkan puasa dan shalat? Tidak, mengoleskan inai saat puasa tidak membatalkan dan tidak
sedikit pun mempengaruhi orang yang puasa. Seperti celak, tetes telinga dan tetes mata. Semua ini tidak membahayakan orang
yang sedang puasa dan tidak membatalkannya.
Adapun mengoleskan inai saat shalat, saya tidak tahu bagaimana
maksud pertanyaan ini. Sebab wanita yang sedang shalat tidak mungkin
bisa memakai daun inai. Barangkali maksud penanya adalah, apakah inai
menghalangi keabsahan wudhu bila seorang wanita menggunakannya.
Bila ini maksudnya maka hal itu tidak menghalangi keabsahan wudhu.
Sebab inai tidak memiliki materi yang bisa menghalangi sampainya air
ke kulit. Ia hanya berupa warna saja. Yang berpengaruh kepada wudhu
itu adalah sesuatu bermateri yang menghalangi sampainya air ke kulit,
sehingga harus dihilangkan agar wudhu sah.3HUKUM MInOTOT SEAT PUNSN RAMADHAN
okok itu haram engkau lakukan, baik pada bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan; siang maupun malam. Bertakwalah kepada Allah terkait dirimu dan tinggalkanlah rokok demi menaati Allah. Jagalah iman dan kesehatanmu,
harta dan anak-anakmu, serta kegiatanmu bersama keluargamu agar
Allah menganugerahkan kesehatan dan keselamatan kepada dirimu.
t
Adapun orang yang mengatakan bahwa rokok bukan minuman,
tolong jawablah pertanyaan saya, 'Adakah ungkapan "Si Fulan minum
rokok"?" Ya, ada ungkapan, minum rokok.306)Meminum setiap sesuatu
itu sesuai barangnya. Dan rokok ini adalah minumary tidak diragukan.
Ia adalah minuman yang berbahaya dan diharamkan. Nasihatku kepada para perokok aktil hendaknya bertakwa kepada Allah terkait dirinya, harta, anak dan keluarganya. Sebab semua yang telah disebutkan
ini ikut terkena dampak buruk merokok. Dengan demikian, jelaslah
bahwa merokok itu membatalkan puasa di samping mengandung dosa.
Aku memohon kepada Allah untuknya dan untuk saudara-saudara kita
muslimin akan keterjagaan dari apa yang dapat mengundang murka
Allah.LARANGAN-LARANGAN KTTITR I H NNVI
arangan dalam ihram ada sembilan perkara. Dengan
pembatasan sembilan ini, seseorang bisa jadi bertanya,
'Apa dalil yang menunjukkan bahwa larangan ihram ada
sembilan?" Jawabannya adalah, "Pembatasan ini berdasarkan penelitian secara seksama lalu disimpulkan." Bila orang itu kurang puas dan
bertanya lagi,'Anda menentukan larangan itu berjumlah sembilan merupakan bidhh. Apakah Rasulullah M pernah bersabda bahwa larangan-larangan dalam ihram ada sembilar?" Jawabannya adalah, "Memang benar, Nabi ffi tidak pernah mengatakan seperti itu. Akan tetapi,
beliau tidak pernah melarangnya. Membatasi larangan ihram hanyalah
persoalan sarana. Artinya, itu merupakan sarana agar ilmu ini mudah
dipahami oleh umat. Karena dengan demikian pemahamannya menjadi
lebih mudah.
Dalam persoalan ini, Rasulullah S kadang-kadang bersabda, "T'ujuh kelompok akan dinaungi oleh AIah di bawah naungan-Nya '"307) Seandainya
beliau bersabda 'Allah akan menaungi di bawah naungan-Nya imam
yang adil," dan pada kesempatan lain beliau bersabda, 'Allah akan menaungi di bawah naungan-Nya seorang pemuda yang tumbuh dalam
ketaatan kepada Allah," dan demikian seterusnya hingga tujuh kelompok yang disebutkan di tempat berbeda lalu kita mengumPulkannya
menjadi satu, apakah ini disebut bid'ah?" ]awabannya tentu saja tidak.
Rasulullah ffi terkadang menyatukan dan membatasi sesuatu'
1. Mencukur Rambut
Inilah larangan pertama. Penulis menggunakan istilah halqu sya'r
bukan izalatu sya'rkarena mengikuti istilah dalam Al-Quran. Yaitu, firman Allah Ta'ala'.Dan jangan kalian mencukur kepala kalian... " (Al-Baqarah [2] :
196)
Hal seperti inilah yang perlu kita perhatikan bila kita ingin mengingatkan sesuatu. Yakni, berusaha selalu menggunakan istilah AlQuran dan As-Sunnah itu lebih baik, sebab di dalam istilah-istilah tersebut mengandung dalil dan hukum. Dengan demikian, seorang penulis
hendaknya selalu menggunakan istilah-istilah dalam Al-Quran dan AsSunnah.
Dalil yang menunjukkan bahwa memotong rambut saat ihram
dilarang adalah firman Allah Ta'ala, "Dan jangan kalian mencukur kepala
kalian.,." (Al-Baqarah [2] :196). Tidak diragukan bahwa dalil itu lebih
khusus daripada yang ditunjukkan (madlul) karena yang dilarang dalam
dalil tersebut adalah mencukur rambut. Hukum yang berlaku dari dalil
tersebut adalah mencukur rambut secara umum, termasuk mencukur
bulu kemaluan, kumis, jenggot, bulu ketiak dan lainnya. Tidaklah benar
bila mengambil dalil yang lebih khusus dari dalil yang umum. Akan
tetapi, ada yang mengatakan, "Kami mengiyaskan larangan mencukur
rambut yang lain kepada larangan mencukur rambut kepala."
Bila kita mengambil dalil dari ayat tersebut, maka itu berarti peng