Tampilkan postingan dengan label halal haram menurut islam 13. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label halal haram menurut islam 13. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 Januari 2025

halal haram menurut islam 13

 


seperti yang dikehendaki.

"Jika seseorang menjual barang milik orang lain, maka jual beli

tidak sah." Karena ia bukanlah pemilik barang dan tidak memenuhi

syarat kepemilikan. Misalnya, seseorang menjual barang milik ayah

atau anaknya, jual beli itu tidak sah. Jika ada yang bertanya, bukankah

Rasulullah ffi bersabda, "Kamu dan hartamu adnlah milik ayahmu."378\ Krta

sampaikan, benar. Hanya saja, ketika ayah ingin menjual barang milik

anaknya, terlebih dahulu barang tersebut harus ia miliki setelah itu baru

dijual, karena sebelum memiliki barang tersebut, status barang masih

milik anaknya. Kita nyatakan, bahwa tidak ada larangan miliki barang

itu kemudian silahkan menjualnya. Namun bila Anda menjual barang

milik anak tanpa izin darinya, Anda tidak berhak melakukannya.3TJuru Brlt BUDAK YANG MllnntKAN DIRI,

HIWEN YANG TINI-IPAS, BUNUNC DI UDARA,

IKAN DI AIR DAN BARANG HASIL RAMPASAN

alil masalah ini adalah sebagai berikut : Pertama, firman

Allah ,8, "Hai ornng-orang yang beriman, sesungguhnyn (me'

minum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi

nnsib dengnn pannh, adakth termnsuk perbuatan setan. Maka jauhilnh perbua￾tan-perbuntnn itu agar kamu mendnpat keberuntungan." (Al-Ma'idah [5] :

g0). Menjual barang yang tidak bisa diserahkan termasuk kategori judi.

Alasannya, menjual barang yang tidak bisa diserahkan lazirnnya kurang

dari harga sebenarnya, karena pihak pembeli menanggung resiko; bisa

jadi barangnya didapatkan dan bisa jadi tidak. Misalnya, barang yang

tidak bisa diserahkan tersebut harganya seratus jika bisa didapatkan,

maka ia akan dijual seharga limapuluh jika tidak bisa diserahkan, se￾hingga pembeli menghadapi dua kemungkinan; mungkin untung dan

mungkin rugi. Jika barang bisa didapatkan berarti untung, sementara

jika barang tidak didapatkan berarti rugi. Inilah kaidah judi'

Kedua, firman Allah '*=, "Hai oran|-orang yang beriman, ianganlah

kamu saling memakan hsrta sesamnmu dengan ialan yang batil, kecuali de￾ngan jalan perniagnnn yang berlaku dengnn suka samn-suka di antnra kamu..."

(An-Nisa' [5] : 29). sisi pengambilan dalil, bahwa barang yang tidak bisa

diserahkan pada umumnya tidak disukai orang. Hanya spekulan saja

yang melakukannya, bisa jadi didapatkan bisa jadi tidak.

Ketiga, hadits Abu Hurairah s';', bahwasanya Nabi ffi melarang

jual beli shnrar.3to) Alasan kenapa jual beli ini disebut gharar, karena ba￾rang yang tidak bisa diserahkan tentu harganya berkurang, saat itu

bila pembeli bisa mendapatkan barang maka ia beruntung, namun jika

tidak berhasil mendapatkannya maka ia merugi. Inilah sisi bahayanya.

Sesuatu yang tidak bisa diserahkan jelas merupakan ghnrar, karena bisa

jadi pembeli menyerahkan harga barang namun tidak mendapatkan im￾balan.

Keempat, dalil akal sehat. Kaum muslimin harus satu hati, sa￾ling mengasihi dan mencintai, sementara jual beli dengan cara ini akan

memicu sikap saling benci dan saling menjauhi. Karena ketika pembeli

berhasil mendapatkan barang tentu di hati penjual terdapat ganjalan

yang membuatnya iri dan dengki. Sebaliknya, jika pembeli tidak ber￾hasil mendapatkan barang, tentu di hatinya terdapat kedengkian terha￾dap penjual. Semua hal yang menimbulkan kebencian dan permusuhan

dilarang oleh syariat secara total, karena Islam berdiri di atas asas cinta,

kasih dan loyalitas di antara sesama muslim. Karena itu, landasan hu￾kum syariat di atas adalah Al-Quran, As-Sunnah dan akal sehat.

"Karena itu tidak sah menjual budak yang melarikan diri dan

hewan yang terlepas." Abiq adalah budak yang melarikan diri dari tuan￾nya, sedangkansyarid adalah unta yang terlepas dari pemiliknya.

Jualbelibudak yang melarikan diri tidak sah, baik diketahui kabar

beritanya ataupun tidak, karena ia tidak mungkin diserahkan. Penjual

tidak bisa menyerahkannya kepada pembeli bahkan meski kita menge￾tahui kabar beritanya, bahwa ia melarikan diri ke negeri tertentu. sebab,

sulit menangkap budak yang melarikan diri, ditambah lagi ketika ke￾kuasaan lemah, tidak adanya jaminan keamanan dan tidak adanya

kepastian. Karena itu, pembeli sangat sulit mendapatkannya. Dengan

demikian tidak sah jual beli budak yang melarikan diri. Baik pembeli

mampu mengembalikan si budak ataupun tidak.

Ada yang berpendapa! jika pembeli mampu mengembalikan si

budak maka jual belinya sah, karena ada tidaknya hukum itu bergan￾tung kepada alasan. Jika ia mengetahui tempat keberadaan si budak dan

bisa menangkapnya dengan mudah,lalu apa faktor yang menghalangi

keabsahan jual beli tersebut? Namun dengan catatan pihak penjual tidak

menipu si pembeli, maksudnya tidak membuat pembeli merasa tidak

mampu menangkap budak tersebu! sebab jika penjual memberitahu

pembeli bahwa pembeli bisa menangkap si budak tentu harganya akan

naik, sementara ketika tidak diberitahu tentu harganya turun. Karena

itu pihak penjual harus memberitahu. Sedangkan, syarid adalah unta

yang terlepas. Jika sapi, kambing dan sejenisnya yang terlepas dan sulit

ditangkap, ia termasuk dalam pengertian ini.Perkataan penulis, "Burung di udara." Misalnya, seseorang memi￾liki burung merpati tapi saat ini tidak berada cli tempat, lalu ia menjual￾nya, transaksi jual beli ini tidak sah, karena burung merpati tidak bisa

diserahkan. Juga tidak sah menjualnya meski burung tersebut biasa

kembali pulang, di mana biasanya ia pulang pada malam hari dan ber￾malam di tempatnya. Jual beli ini tetap tidak sah. Sebab, bisa jadi burung

tersebut di tembak oranf1, bisa jadi mati, mengingat pada saat transak￾si burung tidak berada di tangan kita. Pendapat lain menyatakan, jika

burungnya biasa pulang, jual beli sah, selanjutnya ketika ternyata bu￾rung tidak pulang maka pembeli boleh membatalkan jual beli. Pendapat

ini lebih shahih. Ketika burung merpati pulang namun penjual enggan

menyerahkannya kepada pembeli, maka kita paksa penjual untuk me￾nyerahkan kepada pembeli, karena jual beli sudah sah' Sementara jika

burung tidak pulang maka pembeliboleh membatalkan jual beli, karena

pembeli tidak membeli sesuatu yang bisa dimanfaatkan'

Tidak boleh menjual ikan di air meski terlihat. Namun jika terlihat

dan mudah diambil maka boleh menjualnya, seperti ikan di kolam da￾lam kebun. Akan tetapi ikan ini harus berada di tempat yang terjaga,

terlihat dan mudah diambil, ikan seperti ini sah untuk dijual' Berbeda

dengan ikan yang ada di laut atau sungai, tidak sah menjualnya. Atau

tidak berada di laut ataupun sungai, namun sulit mengambilnya. Ia juga

tidak sah diperjualbelikan. Yang demikian itu karena bisa jadi ikan ma￾suk ke dalam lumpur hingga tidak bisa ditangkap'

Pemilik barang tersebut tidak sah menjual barangnya yang diram￾pas. Jika pemilik barang menjualnya kepada pihak ketiga, jual beli tetap

tidak sah, kecuali jika dijual kepada selain Perampas atau orang yang

mampu mengambil barang tersebut. Jika dijual kepada perampasnya/

yakni pemilik berkata kepada perampas, "Belilah barang yang kamu

rampas itu." Kemudian perampas membelinya, jual beli ini sah, karena

alasan keabsahan jualbeli terwujud, yaitu mampu menyerahkanbarang,

mengingat barang tersebut berada di tangannya, sehingga sah hukum￾nya. Akan tetapi dengan syarat PeramPas tidak menghalangi pemilik

mendapatkan barangnya dengan selain transaksi jual beli. Jika perampas

menghalangi pemilik mendapatkan barangnya kecuali dengan transak￾si jual beli, maka jual beli tidak sah, karena jual beli itu terjadi tanpa ada

sikap ridha, sedangkan salah satu syarat jual beli adalah sikap ridha.

Yakni, perampas berkata, 'Aku tidak akan mengembalikan barang itu

dan aku ingin kamu menjualnya kepadaku." Sehingga pemilik menjual

barangnya yang dirampas karena terpaksa. Sebab, pemilik barang akan

berkata, "Terimalah uang ini sebagai imbalan atau hilang sama sekali."

Artinya, aku ambil imbalannya sehingga hartaku ataupun imbalannya

tidak hilang percuma. Jual beli tersebut tidak sah.

Misalnya perampas menyerahkan harga barang berlipat ganda

melebihi harga normal, kemudian pemilik menjual barang kepadanya;

apakah jual beli ini sah? Jawabannya, tidak sah selama pemilik barang

tidak ridha meski perampas memberi harga berlipat kali, karena bisa

jadi pemilik barang tidak mau menjual barang tersebut kepada peram￾pas meski diberi harga berlipat ganda, karena pemilik ingin terlepas

dari perampas. Yakni, pemilik tahu bahwa jika ia menerima harga berli￾pat ganda itu tentu ia bisa membeli sepuluh barang serupa, hanya saja ia

ingin menghalangi perampas sikap tamak si perampas, ia berkata, 'Aku

tidak akan menjualnya selamanya." Dalam kasus ini kita nyatakan,

bahwa jual beli tidak sah meski dengan harga berlipat ganda.

"Orang yang mampu" mengambil barang rampasan dari tangan

perampas. Contohnya, seseorang merampas suatu barang kemudian

pemilik barang menjualnya kepada paman perampas yang bisa me￾ngambil kembali barang tersebut, atau menjualnya kepada ayah peram￾pas. Jual beli ini sah, karena alasan keabsahan jual beli terwujud, yaitu

kemampuan mendapatkan barang. Misalnya, pembeli membeli barang

rampasan dengan asumsi bisa mendapatkannya, tapi ternyata di kemu￾dian hari ia tidak mampu mendapatkan barang tersebut, maka ia ber￾hak membatalkan jual beli, karena ia tidak mampu mewujudkan mak￾sud dan tujuan. Karena itq landasan hukum tidak sahnya jual beli ini

adalah Al-Quran, As-Sunnah dan pertimbangan akal.

Dalil dari Al-Quran adalah firman Allah W, "Hai orang-orang yang

beriman, jnnganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang

batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka

di antara klmu." (An-Nisa' l4l z 291. Sisi pengambilan dalil, bahwa jika

salah seorang dari penjual dan pembeli menuai kerugian, tentu ia tidak

ridha dengan akad jual beli. Dalil dari As-Sunnah, bahwasanya Nabi ffi

melarang jual beli gharar.aaD Jual beli barang yang tidak bisa diserahkan

adalah gharar, karena bisa jadi didapat dan bisa jadi tidak. Dalil dari

pertimbangan akal, bahwa jual beli barang yang tidak bisa diserahkan

memicu permusuhan, kebencian, pertikaian dan perselisihan, karena

setiap orang tidak ingin merugi.38

JUAL Brr-r lnNrN or DRr-Ru Prnur DAN Arn

Susu ot DRlRtvt Trrrrc SrcRnR TtRprsRu

idak sah menjual janin di dalam perut secara terpisah,

karena Nabi M melarang jual beli gharar (tipuan).383) Dan

jual beli semacam itu termasuk tipuan, karena bisa jadi

janin yang dimaksud berjumlah satu atau lebih, bisa jantan atau betina,

bisa jadi keluar dalam keadaan hidup atau dalam keadaan mati. Jadi, ke￾tidakjelasan di dalam jual beli ini sangatlah banyal karenanya kita nya￾takan bahwa ia masuk ke dalam (larangan) umum, yaitu bahwa Rasu￾lullah ffi melarang jual beli gharar. Kemudian diriwayatkan larangan

beliau secara khusus, bahwasanya Nabi S melarang jual beli janin.38a)

Begitu juga air susu di dalam tetek tidak sah diperjualbelikan, ka￾rena air susu itu tidak diketahui statusnya. Selain itu, karena kadang￾kala binatang ternak itu mau diperah dan mengucurkan air susunya,

dan terkadang tidak mau mengucurkan air susunya dan diperah. Ada

sebagian sapi yang bila hendak diperah susunya menolak, entah dengan

menendang, atau menanduk, atau menahan air susunya keluar sehingga

sama sekali tidak bisa diperah. Oleh karena, statusnya tidak jelas. Kemu￾dian, bila penghalang-penghalang tersebut diasumsikan tidak ada, be￾rapa kadar air susu itu? Jadi, kadarnya tidak jelas. Masalah ini sangatlah

sederhana. Kita nyatakary daripada membelinya selagi di dalam tetek,

kita tunggu saja hingga diperah.Ini lebih baik dan lebih selamat.

Adapun jika janin dijual bersama induknya dan air susu dijual ber￾sama binatang pemiliknya, jual beli itu sah dengan syarat keduanya tidak

dikhususkan dalam akad tersendiri, yakni penjual berkata, 'Aku jual ke￾padamu kambing bunting ini berikut janin di dalam perutnya." Apakah

jika penjual berkata, Aku jual kepadamu hewan bunting ini berikut janin

yang ada di dalam perutnya.' Apakah perkataan ini menunjukkan jual

beli secara terpisah? Kita nyatakan, ya. Karena, si penjual menyatakan

tentang janin tersebut. Yang diperbolehkan adalah bila janin dijual

mengikuti induknya. Begitu juga pernyataan untuk air susu. Dalam hal

ini para fuqaha membuat satu kaidah, bahwasanya ditetapkan sebagai

ikutan apa y angtidak boleh ditetapkan secara tersendiri'38IUAL Brr-r Brlr KURMA

ka seseorangpunya kurma di dalam suatu wadah,lalu orang

lain berkata kepadanya, "Jualahbiji kurma ini kepadaku." Ia

menjawab, "Ya, akLtjual bqi kurma ini kepadamu." Jual beli

ini tidak sah, karena sama seperti jual beli janin di dalam perut. Sah

menjual kurma dengan isinya, sebagaimana sah menjual hewan bunting

dengan janinnya. Namun tidak sah menjual biji di dalam kurma, karena

statusnya tidak diketahui, sehingga masuk ke dalam cakupan jual beli

gharar. Biji kurma itu berbeda-beda bahkan untuk jenis kurma yang sama.

Barang kali Anda memakan sebutir kurma dan mendapati biji yang be￾sar di dalamnya,lalu Anda memakan butir kurma sejenis bahkan dari

wadah yang sama namun Anda temukan biji kecil di dalamnya. Kare￾nanya tidak sah jual beli biji kurma.38JUAL BELI MUNABADZAH DAN MULAMASAH

fial beli munnbadznh, misalnya pembeli berkata kepada pen￾jual,'Baju apapun yang kamu lempar kepadaku dihargai,se￾puluh.'Baju yang dipilih oleh penjual dalam kasus ini ada￾lah yang paling murah sebisa mungkin, sehingga baju tersebut tidak

diketahui statusnya. Bisa jadi penjual melempar ke arah pembeli baju

seharga sepuluh sedangkan pembeli mengira baju itu seharga seratus.

Dalil tidak sahnya transaksi ini adalah dalil umum dan dalil khusus.

Dalil r,rmumnya adalah riwayat Abu Hurairah bahwasanya Nabi # me￾larang jual beli ghnrar.387)Hadits ini merupakan satu kaidah agung. Da￾lil khususnya, bahwa Rasulullah s: melarang jual beb mulamasah dan

ntunobadzah.iss'

Jual beli hushqh (lemparan kerikil) dan semacamnya tidak sah. Jual

beli ini memiliki dua bentuk '. Pertama, penjual berkata, 'Lemparkanlah

kerikil ke barang apapun kerikil itu jatuh maka ia dihargai sepuluh.'

Maka pembeli melemparkan kerikil dan jatuh pada botol garam yang

kosong maka harus dihargai sepuluh,lalu ia melempar kerikil yang lain

dan jatuh pada kalung dengan untaian mutiara seharga ribuan. Karena￾nya ada ketidakjelasan di dalam transaksi ini. Kedua, penjual berkata,

'Lempar kerikil ini, sejauh mana ia sampai pada hamparan tanah maka

tanah (sepanjang lemparan) itu menjadi milikmu dengan harga sekian.'

Transaksi ini juga tidak jelas, karena kondisi pelempar berbeda-beda;

ada orang yang semangat, kuat tenaganya dan bila melempar jauh lem￾parannya, ada juga orang yang kekuatannya berada di bawahnya. Situa￾si dan kondisi juga berbeda-beda terkait dengan angin; terkadang angin

berhembus ke depan, terkadang berhembus ke samping, dan terkadang

berhembus ke belakang, sehingga kondisinya berbeda-beda. ]ual beli

hushah terlarang dan tidak sah, karena merupakan transaksi gharar.Dan

Nabi ffi telah melarang jual beli gharar.3Ee)

Beliau juga melarang jual beli mulnmasah.Yang dimaksud jual beli

mulnmasah adalah seseorang menyentuh baju tanpa melihat kepadanya.3e0)

Nabi ffi telah melarang jual beli gharar, karena di dalamnya terwujud ba￾haya bagi salah seorang pelaku akad, yakni ia merugi dalam penjualan

atau pembeliannya. Contohnya, barang jualan tidak diketahui oleh pen￾jual, atau pembeli, atau tidak diketahui oleh keduanya sekaligus. Con￾toh lain, jual beli munabadznh, di mana penjual melempar baju misalnya

kepada pembeli, dan keduanya melakukan akad jual beli sebelum me￾lihat baju itu atau membaliknya. Contoh lain, jual beli mulnmasah, yakni

penjual dan pembeli melakukan akad berdasarkan sentuhan terhadap

baju misalnya, sebelum melihat baju itu atau membaliknya.

Kedua bentuk akad tersebut mengarah kepada ketidakjelasan dan

gharnr terkait obyek akad, maka salah seorang pelaku akad menghadapi

resiko; entah beruntung atau merugi. Sehingga keduanya masuk ke da￾lam pintu'perjudian (gambling, pertaruhan)' y ang dilarang.

Imam Nawawi berkata, "Ketahuilah bahwa jualbeli mulamasah, mu￾nabadzah dan sejenisnya termasuk (transaksi) yang ditegaskan di dalam

nash. Ia masuk ke dalam larangan jual beli gharar, akan tetapi ia dise￾butkan secara khusus karena termasuk sistem jual beli yang masyhur

di kalangan masyarakat jahiliyah." Nawawi melanjutkant, "Latangarr

jual beli ghnrar merupakan kaidah utama di antara kaidah-kaidah jual

beli. Larangan ini masuk ke dalam banyak masalah yang tidak terbatas.

Ibnu Abdil Barr berkata, "Kaidah di dalam bab ini seluruhnya adalah

larangan terhadap pertaruhan dan bahaya (resiko), yang demikian itu

disebabkan perjudian yang dilarang.HARAM BAGI SESEORANG MEN]UAL ATAS

PENIUALAN SNUORRRNYA

Haram hukumnya bagi seseorang menjual atas penjualan saudara￾nya, karena Nabi ffi telah bersabda :

t

,bX,5 f :5;JJ.;l uo't*-'9 \' 'L-;-

"lnnganlah sebagian kalian menjual atas penjualan sebagian yang

1o1r.t'3s2)

Juga karena tindakan tersebut merupakan perilaku sewenang￾wenang terhadap saudara, serta mengakibatkan permusuhan, kebencian

dan terputusnya hubungan. Dalam hal ini kita memiliki dalil riwayat

dan dalil pertimbangan akal. Dalil dari As-Sunnah adalah larangan

Nabi S akan penjualan atas penjualan saudara. Dalil pertimbangan

akal, bahwasanya tindakan tersebut merupakan perilaku sewenang-we￾nang terhadap saudara. Ia mengakibatkan permusuhan dan kebencian

di antara kaum muslimin, dan setiap hal yang mengakibatkan permu￾suhan dan kebencian di antara kaum muslimin haram hukumnya. Ini

adalah kaidah umum berdasarkan firman Allah w, "Dengan minttman

keras dnn judi itu, setnn hnnyalah bermsksud menimbulknn permusuhan dan

kebencian di antsrakamu." (Al-Ma'idah [5] : 91). Terlebih agama Islam ini

adalah agama persatuan, agama persaudaraan dan kecintaan, sampai￾sampai Rasulullah M bersabda :

J LJ"u +:' U:";;

"Tidak beriman ,rr'roronf di antara kalian hingga ia mencintai untuk

saudaranya seperti apa yang ict cintai untuk dirinya sendiri."3Lantas, bagaimana mungkin Anda bertindak sewenang-wenang

kepada saudara Anda? Demikian juga haram hukumnya membeli atas

pembelian saudara, berdasarkan sabda Nabi gi, "lnnganlah sebngian ka￾Iian menjunl atas penjunlan sebagian yang lnin." Dan pembelian adalah

salah satu jenis jual beli. Kemudian pembelian atas pembelian saudara

merupakan tindakan sewenang-wenang terhadapnya dan menimbul￾kan permusuhan serta kebencian.

Perkataan penulis, 'Atas penjualan saudararrya." Apakah maksud￾nya saudara senasab, saudara sesusuan, ataukah saudara seagama?

jawabannya, saudara seagama. Dari perkataan penulis bisa diketahui,

bahwasanya boleh menjual atas penjualan orang kafir meskipun ia me￾miliki perjanjian damai dan dzimmah,3e4) karena orang kafir bukanlah

saudara seorang muslim, sedangkan Nabi ffi bersabda, "Atas penjualan

snudaramu." Sementara yang diharamkan hanyalah penjualan atas pen￾jualan seorang muslim.

Pendapat kedua dalam masalah ini, haram hukumnya menjual atas

penjualan seorang ma'shum (orang yang terjaga kehormatannya), baik ia

muslim maupun kafir, sebab haram hukumnya melakukan tindak se￾wenang-wenang atas ahli dzimmah, mengingat ahli dzimmah terjaga

darah, kehormatan dan hartanya. Sedangkan pembatasan berupa sau￾dara yang disampaikan Nabi ffi didasarkan pada. kondisi umum atau

demi mewujudkan kasih sayang terhadap saudara dan tidak bersikap

lancang terhadapnya.

Perkataan penulis, "Misalnya seseorang berkata kepada orang

yang telah membeli barang seharga sepuluh, 'Aku bisa memberi barang

serupa dengan harga sembilan." Inilah yang disebut penjualan atas pen￾jualan. Contohnya,Zaidmembeli mobil dari Umar seharga sepuluh ribu,

lalu seseorang menemuiZaid dan berkata, 'Aku bisa memberimu mobil

serupa dengan harga sembilan rlbu." Atau,'Aku bisa memberimu mobil

yang lebih bagus dengan uang sepuluh ribu." Penjualan atas penjualan

seorang muslim ini tidak halal.jika orang itu berkata, 'Aku memberimu mobil seruPa dengan har￾ga sepuluh ribu." Apakah ini disebut penjualan atas penjualan seorang

muslim. Zhahir perkataan penulis menyatakan, tidak. Karena orang itu

tidak menambah kuantitas maupun kualitas. Namun mungkin diper￾tanyakary ia termasuk penjualan atas penjualan seorang muslim, ber￾dasarkan keumuman hadits. Alasan lain, karena bisa jadi pembeli me￾ninggalkan transaksi pertama, karena penjual kedua adalah kerabatnya,

temannya, anggota kelompoknya atau hubungan sejenis. Pendapat yang

shahih, berlaku secara umum, artinya apakah pihak ketiga menambah

kuantitas dan kualitas ataukah tidak, bahkan meski dengan harga yang

sama.

Perkataan penulis, "Dan pembelian seseorang atas pembelian sau￾daranya, contohnya ia berkata kepada orang yang menjual barang sehar￾ga sembilary 'Menurutku harganya adalah sepuluh.'Ini disebut pembel￾ian atas pembelian." Contohnya ,Zaidmenjual suatubarang kepada Amr

seharga sembilary lalu datang orang lain dan bertanya kepada penjual,

"Kamu menjualnya kepada si Fulan seharga sembilan?" Penjual menja￾wab, "Benar." Ia berkat a, "Akrthargai barang itu sepuluh." Transaksi ini

disebut pembelian atas pembeliarU tidak halal dilakukan berdasarkan

dalil riwayat dan dalil pertimbangan akal seperti tersebut di atas.

Tampak dari perkataan penulis, transaksi tersebut haram, baik ter￾jadi pada masa khiyar ataupun sesudah masa khiyar berakhir. contoh

terjadi pada masa khiyar, misalnya kita berada di suatu majlis, di situ

Zaid menjual suatu barang kepada Amr seharga sembilary lalu salah se￾orang hadirin berkata setelah Zaid menetapkan penjualan kepada Amr,

,Aku hargai sepuluh." Inilah yang disebut pembelian atas pembelian di

dalam masa khiyar, haram hukumnya. Di mana penjual masih berkesem￾patan membatalkan jual beli. Begitu juga jika terjadi pada masa khiyar

syarat. Yakni, Zaid menjual suatu barang kepada Amr seharga sembi￾Ian, Zaid menetapkan khiyar selama dua hari bagi dirinya. Lalu pada

hari kedua seseorang datang menemuinya seraya berkata, 'Aku hargai

barang itu sebelas." Transaksi ini tidak halal, karena dalam kondisi ini

Zaid masih berkesempatan membatalkan penjualan dan mengadakan

transaksi dengan orang kedua. Sedangkan apabila tidak ada hak khiyar

para ulama berbeda pendapa! apakah penjualan dan pembelian diper￾bolehkan ataukah tidak?Saya berikan contoh agar hukum ini menjadi jelas. Zaid menjual

suatu barang kepada Amr seharga sepuluh, ia telah menerima harga

penjualan dan Amr telah menerima barang, keduanya pun berpisah

dan segala sesuatunya telah terselesaikan. Kemudian seseorang datang

menemui pembeli seraya berkata, 'Aku bisa memberimu barang se￾rupa dengan harga sembilan, atau barang yang lebih baik dengan harga

sepuluh." Ini disebut penjualan atas penjualan, apakah diperbolehkan

ataukah tidak? Jawabanya, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama

dalam masalah ini. Sebagian ulama mengatakan boleh, sementara yang

lain mengatakan tidak boleh. Pihak yang mengatakan 'boleh' berkata,

bahwa hak khiyar telah berakhir, masing-masing penjual dan pembeli

tidak mungkin lagi membatalkan akad, sehingga keberadaan penjualan

atas penjualan atau pembelian atas pembelian sama seperti ketiadaan￾nya, sebab sekiranya pembeli hendak membatalkan akad ia tidak mung￾kin melakukannya. Pendapat kedua, bahwa masa sesudah khiyar sama

seperti masa khiyar, Artinya, transaksi tersebut haram meskipun terjadi

sesudah masa khiyar.

Mereka mengemukakan beberapa alasan sebagai berikut: Per￾tama, sifat umum hadits, "langnnlnh seseorang di antara kalian menjual

atas penjunlan saudaranya."3ss) Hadits ini berlaku umum, tidak ada pem￾batasan di dalamnya.Kedua,bisa jadi pembeli melakukan tipu muslihat

untuk membatalkan akad dengan alasan tertentu, misalnya mengklaim

adanya cacat atau alasan serupa yang memungkinkan dirinya mern￾batalkan akad. Ketiga, transaksi tersebut mengakibatkan permusuhan

antara penjual pertama dan pembeli, sebab penjual akan berkata,'Dia

telah membuatku rugi.'Dan di dalam hatinya muncul kebencian kepada

pembeli. Pendapat inilah yang rajih, yakni penjualan atas penjualan sau￾dara hukumnya haram, baik terjadi pada masa khiyar atau sesudahnya.

Akan tetapi tidak masalah bila terjadi setelah jangka waktu yang lama.

Yakni, keharaman itu berlaku jika penjualan kedua terjadi sebelum satu

minggu atau satu bulary di mana pihak ketiga datang dan berkata, 'Aku

bisa memberimu barang serupa dengan harga sembilan." Yaitu barang

yang telah dibeli pembeli seharga sepuluh. Dalam kondisi ini tidak ma￾salah untuk mengajukan penjualan, sebab upaya untuk membatalkan

transaksi pertama sudah sangat sulit.Perkataan penulis, "Membatalkan penjualan dan mengadakan

transaksi dengan orang kedua." Kata 'membatalkan penjualan' merupa￾kan alasan pengharaman. Dari kalimat ini diketahui bahwa jika bukan

karena alasan ini, maka tidak ada masalah dengan penjualan kedua, mi￾salnya pembeli menghendaki banyak barang, ia membeli sepuluh barang

dari si Fulan seharga sepuluh, tetapi ia tetap mengharapkan barang dari

orang-orang, lalu seseorang berkata kepadanya, 'Aku bisa memberimu

barang seharga sembilan." Orang ini mengetahui bahwa ia tidak akan

membatalkan akad pertama. Sebab, dalam kasus ini tidak ada penipuan,

berdasarkan redaksi perkataan penulis. Namun di sini kitabisa memper￾tanyakan, benarbahwa ia tidak akan membatalkan akad (pertama), akan

tetapi barang kali ia mendapati ganjalan di dalam hati kepada penjual

pertama, sebab penjual pertama telah membuatnya rugi. Maka meng￾hindari hal tersebut secara mutlak lebih utama, dan inilah pendapat yang

lebih sesuai dengan zhahir hadits, juga lebih menghindarkan timbulnya

permusuhan dan kebencian di antara kaum muslimin.

Contoh lain, seseorang membeli sepuluh barang kepada Zaid se￾harga sepuluh Reyal, kemudian ia pergi ke pasar untuk mencari barang

yang sama, seseorang datang menemuinya dan berkata, 'Aku jual ke￾padamu seharga sembilan." Ini disebut penjualan atas penjualan Zaid,

kita mengetahui bahwa pembeli tidak akan membatalkan akad karena

ia membutuhkan banyak barang, baik harganya bertambah ataupun

berkurang. Sehingga bisa kita nyatakary bahwa penjualan tersebut tidak

haram berdasarkan perkataan penulis. Akan tetapi, seperti telah kita

sampaikan, bahwa mungkin saja dinyatakan haram karena menimbul￾kan permusuhan dan kebencian antara penjual dan pembeli.

Perkataan penulis, 'Akad menjadi batal pada keduanya." Yakni,

pada penjualan atas penjualan dan pembelian atas pembelian. Dalilnya

adalah adanya larangan terhadap transaksi tersebut sedangkan lara￾ngan terhadap sesuatu menghendaki rusaknya sesuatu itu. Sebab, jika

kita nyatakan sah transaksi tersebut tentu bertentangan dengan hukum

Allah dan Rasul-Nya, sehingga larangan terhadap sesuatu menghen￾daki rusaknya sesuatu itu. Karena itu, jika seseorang berpuasa pada hari

raya maka puasanya haram dan batal, sebab puasa itu terlarang, sama

halnya jika ia menjual atas penjualan saudaranya, penjualan itu haram

dan batal.Yang menjadi masalah, misalnya seseorang menyewa atas penye￾waan saudaranya, apa hukumnya? Jawabannya, bahwa hukumnya

sama, sebab sewa menyewa adalah jual beli jasa. Misalnya, seseorang

melamar atas lamaran saudaranya, juga tidak diperbolehkan, karena

ngan tersebut sama.3HUI<UIrZI MEMBELI EMAS TINNrc

STCENR KONTNN

ang saya maksud adalah menjual emas dengan dirham

tidak secara kontan, hukumnya haram berdasarkan ijma',

karena merupakan riba nasihh, sedangkan Nabi S telah

menyatakan di dalam hadits Ubadah bin Shami ketika beliau bersabda,

"Enms dengan emas, perak dengan perok...,/'3e8) hingga akhir hadits, beliau

menyatakan, "lenis (barang) ini berbedo, jualbelikanlah bagaimanapun kalian

menghendnki jika dilakukan secara kontan,"3ee) Demikianlah perintah Nabi

#.

Tentang perkataan penulis, "Bahwasanya ahli ilmu tidak mengeta￾hui hal tersebut." Ini adalah tuduhan kepada ahli ilmu yang bukan pada

tempatnya, sebab hhli ilmu'sebagaimana disifati oleh penulis sendiri

adalah pakar ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu adalah kebalikan dari

kebodohan. Sekiranya mereka tidak mengetahui yang benar, tentu tidak

tepat bila penulis memberi mereka sebutan hhli ilmu', padahal mereka

mengetahui batasan-batasan apa yang diturunkan Allah atas Rasul￾Nya, mereka mengetahui bahwa perbuatan seperti itu adalah perbuatan

haram yang keharamannya didasarkan pada petunjuk nash.TIoRrc DIpIRSoLEHKAN Snue SrrcRt-I

MrN;unl Eues KrcuRr-r DENGRN MTNERTMA

HARGA STCNNN PINUH

atu kaidah umum yang wajib diketahui, bahwa menjual emas

dengan dirham tidak diperbolehkan sama sekali kecuali de￾ngan menerima harga penjualan secara utuh, tidak ada per￾bedaan antara orang jauh maupun kerabat dekat, karena hukum Allah

itu tidak mengecualikan siapa pun. Jika seorang kerabat marah kepada

Anda karena ketaatan Anda kepada Allah w;, silahkan saja dia ma￾rah, sebab dia sendiri yang zhalim, berdosa dan menginginkan Anda

terjatuh ke dalam kemaksiatan kepada Allah us;. Padahal sebenarnya

Anda telah memberi penjelasan ketika Anda melarangnya untuk me￾ngadakan transaksi haram dengan Anda. Jika dia marah atau memutus

hubungan dengan Anda karena faktor penyebab ini, maka dialah yang

berdosa dan Anda tidak sedikit pun menanggung dosanya.Hurcum Junl BELI Errles vANG BrncnmBAR

ArEu BERSINTUK FrsIr

erhiasan emas atau perak yang dibuat dalam bentuk

hewan haram untuk dijual, haram membelinya, haram

memakainya dan mengenakannya. Yang demikian itu

karena seorang muslim diwajibkan menghapus dan menghilangkan

gambar. Seperti disebutkan di daiam Shahih Muslim, dari Abu Hayyaj,

bahwasanya Ali bin Abu Thalib berkata kepadanya, "Bersediakah eng￾kau bila kuutus untuk melaksanakan tugas yang dengannya Rasulullah

{S mengutusku? Hendaklah kamu tidak meninggalkan gambar kecuali

kamu menghapusnya, dan tidak meninggalkan kubur yang dimuliakan

kecuali kamu merakatannya (dengan tanah)." Dan diriwayatkan dari

Nabi S, beliau bersabda :

ii* U :ji ^b t'i. zss>;t '1,-; o

"Malaikat tidsk masuk ke dalam rumah rrrf O, aon*ryo terdapat

anjing dan gambar." aoo)

Berdasarkan hal ini, kaum muslimin wajib meninggalkan penggu￾naan, penjualan dan pembelian perhiasan bergambar tersebut.

HUTUU MTNUTRR EMAS BEKAS PAKAI

DENGAN EMAS BNNU DENGAN MTUBERIKAN

SII-ISIH HARGA

idak boleh menukar emas kualitas buruk dengan emas

kualitas baik dengan memberikan selisih harga. Transaksi

ini haram dan tidak diperbolehkan. Dalilnya adalah riwa￾yat di dalamAsh-Shahihain dan kitab hadits yang lain tentang kisah Bilal

@, bahwasanya ia datang kepada Nabi ffi membawa kurma kualitas

baik, beliau bertanya kepadanya, "Dari mana kurma ini?" Bilal menja￾wab, "Sebelumnya kami memiliki kurma kualitas buruk,lalu aku men￾jual dua sha'darinya dengan satu sha' (kurma kualitas baik) agar Nabi

ffi menyantapnya." Rasulullah S bersabda, "Ah, jangan kamu lakukan.

Itulah riba, itulah riba./'401)

Rasulullah S menjelaskanbahwa tambahan yang disebabkan oleh

perbedaan sifat pada barang yang mewajibkan kesamaan, tambahan itu

adalah murni riba dan seseorang tidak boleh memberi tambahan seperti

itu. Akan tetapi sebagaimana kebiasaan Rasulullah ffi, beliau mengajari

Bilal cara yang mubah. Beliau ajarkan agar Bilal menjual kurma kualitas

buruk dengan dirham, kemudian dengan dirham itu ia membeli kurma

kualitas baik. Dengan demikian kita menyatakan, jika seorang perem￾puan memiliki emas kualitas buruk atau emas yang tidak dipakai lagi

oleh orang-orang, hendaknya ia menjualnya di pasar dan uangnya bisa

dibelikan emas kualitas baik. Kita memilih jalan yang diajarkan oleh

Rasulullah ffi ini.

Hurum MrNlunl CtNctN EMAS YANG

DtrHusus KAN DtPnrRt LRtct-lRrt

Dnjual cincin emas kepada laki-laki si penjual tahu bahwa

si pembeli akan memakainya atau perkiraan kuatnya

ia akan memakainya sendiri, maka jual beli seperti ini

adalah haram. sebab, emas diharamkan bagi laki-laki dari kalangan

umat ini. Bila si penjual menjualnya kepada seseorang yang diketahui

ataudidugakuatakandipakainyasendiri,makapadahakikatnyaiate￾lah menoiongnya berbuat dosa. Padahal, Allah W telah melarang sa￾ling tolong *e.rolo.tg dalam perkara yang mengandung unsur dosa dan

permusuhan. Allah T a' ala berf irman :

I s:Al) ;\.i *\y:* *t -rait li *\j:*t

,,:'.Dantolong-menolonglahkamudalam(mengerjakan)kebajikan

dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan per￾musuhan..." (Al-Maidah [5] :2)

Dary seorang pembuat perhiasan dilarang membuat cincin emas

yang dikhusukan dipakai oleh laki-laki'

]uAL BELI SrrrlRu ApzRN KrouR

SHILAT IUMAT

Hukum jual beli setelah adzan kedua bagi orang yang wajib melak￾sanakan shalat Jumat adalah haram. Dalilnya adalah firman Allah se :

'.6-,.!,. ,tt',i ,', 1,, t' o-t. , i'.'ti-

.jJ I l,;;Lt z;+J, :j. :: aj-zx, -Jly 151 lFl; JJdl I q*q

,-r- ...-',jii,',ii ;i s, \sz t-. t

"Wahai orang-lrang yang beriman, apabila telah diseru untuk melak￾sanaknn shalat pada hari lumat, maka segeralah kamu mengingat

Allah dan tinggalkanlah jual beli..." (Al-Jumu'ah [62] : 9)Hut<utrzt OnnNc YANG MEtrztgrlt SEsuntu

DENGAN HARGN DITRNGGUHKAN,

KErrztunnN MTNJUALNYA ACnR MrNOe.

PATKAN UNNC UNTUT BNYR PERNIKAHAN

Arnu TulunN YANG LAIN

alah ini di kalangan ulama disebut masalah tawarruq,

yakni bila seseorang membutuhkan uang namun tidak

memiliki sesuatu apapun, ia pergi menemui seorang pe￾milik barang dan membeli barang dengan harga lebih tinggi dari harga

normal, kemudian ia menjualnya untuk mendapatkan dirham yang ia

butuhkan. Para ulama berbeda pendapat tentang kehalalan transaksi ini.

Pendapat yang zhahir menurut saya, bila orang itu terpaksa melakukan￾nya dan tidak mendapati orang yang bisa memberinya pinjaman atau

mengadakan transaksi salam (pesanan) dengannya, maka tidak masalah

baginya untuk melakukannya, dengan syarat barang yang dimaksud

adalah milik penjual semenjak awal, jika pemilik barang mensyaratkan

agar iamenjual mobil atau barang kepada olang tertentu, maka transak￾si tersebut tidak diperbolehkan menurut pendapat masyhur di dalam

madzhab Imam Ahmad.Rtnn

Riba secara bahasa berarti tambahan. Dalam makna ini, Allah 'ue

berfirman:

Q); iiis -5'Jli \1* \,liiltt3 .

"Kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di ntasnya, hi￾duplahbumi itu dan menjadi sttbur." (Al-Haji [22]:5\

Yakni, hidup dengan pepohonan dan rerumputannya, dan subur,

artinya bertambah. Yang bertambah di sini bukanlah bumi itu sendiri,

tetapi apa yang tumbuh di permukaannya.

Sedangkan menurut pengertian syariat, riba bermakna tambahan

di dalam jual beli dua barang yang berlaku riba di antara keduanya.

Tidak setiap tambahan itu disebut riba menurut syariat, begitu

pun tidak setiap tambahan di dalam jual beli disebut riba. Jika kedua

barang termasuk barang yang memPerbolehkan tambahan, maka tidak

masalah untuk memberi tambahan. Misalnya, Anda menjual satu mobil

dengan dua mobil.Ini tidak masalah. Atau, menjual satu buku dengan

dua buku. Ini tidak masalah, sebab tidak semua tambahan itu disebut

riba. Melainkan tambahan yang menjadi riba ialah apabila akad terjadi

antara dua benda yang diharamkan adanya selisih antara keduanya.

Penjelasannya akan disampaikan kemudian, insya Allah.

Hukum riba adalah haramberdasarkan Al-Quran, As-Sunnah dan

ijma'kaum muslimin. Sedangkary tingkatan riba adalah termasuk dosa

besar, karena Allah w berfirman, "Barangsiapn mengulangi, maka merekn

itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (Al-Baqarah [2] : 275l.Dan

firman-Nya, "lika kamu tidak melaksannkannya, maka umumkanlah perang

dari Atlah dan Rasul-Nya." (Al-Baqarah [2] :279). Juga karena Rasulullah

ffi melaknat orang yang memakan riba, yang menyebabkan orang lain

memakannya, kedua saksi transaksi riba dan penulis transaksi riba itu.a02)

Karenanya riba termasuk dosa besar.Riba telah disepakati (ijma') keharamannya, karenanya jika ada

orang di tengah masyarakat musiim yang mengingkari keharaman riba,

maka ia telah murtad. Karena riba termasuk dosa yang sangat jelas dan

disepakati keharamannya.

Akan tetapi jika kita menyatakan hal ini, apakah artinya para ula￾ma telah bersepakat atas setiap bentuk riba? Jawabannya, tidak. Terjadi

perselisihan pendapat pada beberapa bentuk riba. Masalah ini sama se￾perti pernyataan kita bahwa zakat hukumnya wajib berdasarkan ijma',

meski demikian bukan merupakan ijma'pada semua bentuk zakat.Para

ulama berbeda pendapat dalam hal unta dan sapi pekerja, juga berbeda

pendapat tentang kalung permata dan sejenisnya. Namun secara global

para ulama bersepakat bahwa riba haram hukumnya, bahkan termasuk

dosa besar.

Lantas apa saja barang-barang riba? Jawabannya, bahwasanya Nabi

ffi menetapkan barang-barang riba dalam bilangan tertentu, beliau ber￾sabda:

:;d\J

,Pr.

c-;I*t

"Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,

kurma dengan kurma, jezuawut dengan jewawut, garam dengan ga￾ram, setara, serupa dan kontqn. Apabila jenis-jenis ini berlainan,

maka juallah sebagaimana kalian kehendaki npabiln dilakukan secara

k,ntan.,t403)

Beliau menjumlahnya sebanyak enam jenis. Enam jenis ini disepa￾kati (oleh para ulama) seperti yang tercantum di dalam hadits, artinya

disepakati bahwa keenamnya adalah harta riba, bahwa riba berlaku

pada keenamnya.Perkataan penulis, "Riba hukumnya haram." Keharaman riba di￾tetapkan berdasarkan Al-Quran, As-Sunnah dan ijma' kaum muslimin.

Ini secara global, sebab para ulama berbeda pendapat pada beberapa

masalah.

Dalil dari Al-Quran adalah nash sharih di dalam firman Allah se :

G. . 

=\;|i ri 

";f 

xi1;6

" ,.Padahal Altah telah menghalalkan juat beli dan mengharamkan

riba..." (Al-Baqarah 121 : 275)

Dalil dari As-Sunnah, diriwayatkan dari Nabi S, bahwasanya be￾liau melaknat orang yang memakan riba, yang menyebabkan orang me￾makannya, kedua saksipada transkasi riba, danpenulis transaksi riba."aos)

Laknat ini berkonsekuensi bahwa riba termasuk dosa besar.

Dalil ijmai bahwasanya kaum muslimin sepakat bahwa riba hu￾kumnya haram, meskipun mereka berselisih pendapat pada beberapa

masalah. Contohnya, perbedaan pendapat mereka tentang alasan sta￾tus riba, apakah hukum riba berlaku pada selain jenis yang ditetapkan

dalam nash ataukah tidak? Seperti telah disebutkan sebelumnya, me￾mang ada perbedaan pendapat, namun secara global mereka bersepa￾kat atas keharaman riba. Sebagaimana telah kita sampaikan, contohnya

para ulama bersepakat atas kewajibanzakat, meskipun mereka berbeda

pendapat pada beberapa jenis harta, apakah ada kewajiban zakat atau￾kah tidak?

Perkataan penulis, "Transaksi tetap haram antara seorang mus￾lim dan kafir harbi." Sebagaimana transaksi riba diharamkan antara

sesama kaum muslimin (begitu juga antara seorang muslim dan kafir

harbi), meskipun darah dan harta kafir harbi itu mubah bagi kita, har￾tanya halal jika kita mengambilnya darinya secara paksa, harta itu men￾jadi milik kita. Akan tetapi dalam bertransaksi, transaksi harus berjalan

sesuai tuntunan syariat. Menurut syariat dan juga nash-nash umum riba

hukumnya haram, sehingga riba tetap haram dalam transaksi antara se￾orang muslim dan kafir harbi. Jika seorang muslim menjumpai seorang

kafir harbi membawa harta, namun ia tidak mampu mengambil harta

itu darinya secara paksa, lalu ia berkata, 'Aku ingin membeli darimu

seratus dinar dengan harga lima puluh dinar." Transaksi ini tidak di￾perbolehkan. Atau menukar seratus sha' gandum kualitas baik dengan

limapuluh sha' kualitas buruk, atau sebaliknya, transaksi ini haram.

sebab, manakala suatu perkara itu terjadi dalam bentuk akad maka ha￾rus berkesesuaian dengan tuntunan syariat'

Riba lebih utama untuk berlaku di dalam trnsaksi antara seorang

muslim dan kafir dzimmi, karena harta milik kafir dzimmi itu terjaga

kehormatannya.

Perkataan penulis, "Dan antara kaum muslimin secara mutlak."

Artinya, riba juga haram di dalam transaksi antara sesama kaum mus￾limin secara mutlak. Pernyataan'secara mutlak' ini dijelaskan oleh pe￾nulis, "Baik di wilayah Islam maupun di wilayah perang." Wilayah Is￾lam, seperti negeri-negeri Islam. Wilayah Perang, seperti negeri-negeri

perang, di mana seorang muslim masuk ke dalamnya lalu mengadakan

transaksi jual beli dengan seorang kafir harbi atau dengan seorang mus￾lim, riba tetap diharamkan, yang demikian itu berdasarkan sifat umum

dalil-dalil.

Sebagian ulama memperhatikan masalah'wilayah' dengan menya￾takary apabila wilayah tersebut adalah wilayah perang maka riba tidak

berlaku di dalam transaksi antara kaum muslimin dan kaum kafir har￾bi. Akan tetapi tidak ada dalil sebagai sandaran pendapat ini, sedang￾kan nash-nash yang ada bersifat umum, padahal akad haruslah berjalan

sesuai tuntunan syariat.

PrNlnueN DENGIN SvnRAT

Mrl,tgrru MINFAAT

aram hukumnya setiap syarat yang diberlakukan oleh

pemberi pinjaman, yaitu syarat yang menuntut adanya

manfaat. Namun, jika manfaat itu ditujukan untuk pe￾minjam justru inilah prinsip dasar pemberian pinjaman sehingga tidak

diharamkan. Jadi, setiap pinjaman yang menuntut adanya manfaat hu￾kumnya haram bagi pemberi pinjaman, dan tidak haram bagi pemin￾ju*.

Dalam hal ini syarat berasal dari peminjam, dan haram juga bagi

peminjam (untuk menerima pinjaman) karena berarti ia menyetujui per￾kara haram, sehingga termasuk tindakan saling menolong dalam per￾kara dosa dan permusuhan. Akan tetapi pada dasarnya pemberi syarat

adalah pemberi pinjaman. Contoh syarat yang mendatangkan manfaat

bagi pemberi pinjaman, seseorang datang menemui orang lain seraya

berkata, 'Aku ingin kamu meminjamiku uang seratus rIbu." Orang

kedua menjawab, "Tapi aku akan mendiami rumahmu dalam jangka

waktu satu bulan." Dalam hal ini pinjaman mendatangkan manfaat bagi

pemberi pinjaman, maka hukumnya haram.

Tidak bisa dinyatakan bahwa, "KaLtm muslimin itu terikat oleh syarnt￾syarat yang mereka berlakukan sendiri,'4qtt sehingga manfaat tersebut halal.

Sebab, Nabi M telah bersabda, "Kecuali syarat ynng menghalalkan perkara

haram dan menghnramkan perkara halal.'a18)Sedangkan syarat (di dalam

pinjaman) tersebut telah menghalalkan perkara haram, sebab hukum

dasar di dalam pinjaman adalah menyantuni dan menolong peminjam.

Jika ada syarat yang diberlakukan, maka pinjaman tersebut berubah

menjadi barter, jika menjadi barter maka transaksi itu mengandung riba

nasi'ah dan riba fadhl. Ketika seseorang meminjam kepada saya, mi￾salnya, seratus ribu lalu saya mengajukan syarat agar saya menempati

rumahnya selama satu bulan, maka seakan-akan saya menjual uang

seratus ribu kepadanya dengan uang seratus ribu dengan tambahan

menempati rumahnya selama satu tahun. Transaksi ini mengandung

riba nasihh karena terjadi penangguhan dalam penyerahan imbalan,

juga mengandung riba fadhl karena ada tambahan di dalamnya. Kare￾nanya para ulama berkata, "setiap pinjaman yang mensyaratkan ada￾nya manfaat maka ia adalah riba."

Dari perkataan penulis, "Setiap syarat yang mendatangkan man￾faat," bisa disimpulkan bahwa jika pinjaman mendatangkan manfaat

kepada pemberi pinjaman namun tidak ada syarat yang diberlakukan

maka transaksi tidak haram. Contoh, seseorang mempunyai sebidang

tanah dan mengadakan akad muzara'nh untuk mengolahnya, lalu peng￾garap datang menemui pemilik tanah dan berkata , 

"Saya tidak punya bi￾natang ternak untuk mengolah tanah itu." Pemilik tanah berkata, 'Aku

pinjami kamu seekor binatang ternak untuk mengolahnya." Dalam hal

ini ada manfaat yang diperoleh pemberi pinjaman, sebab tanahnya akan

penuh dengan tanaman dan ia pun mendapatkan porsi yang ia sepakati

dengan penggarap. jadi, ia mendapatkan manfaat dalam peminjaman

tersebut, tetapi tanpa syarat yang diberlakukan. Kemudian maslahat

yang ada tidak murni milik pemberi pinjaman saja, tetapi dinikmati

oleh keduanya sekaligus; pemberi pinjaman mendapat manfaat dengan

dikelolanya tanah miliknya, sedangkan peminjam mendapat manfaat

berupa tanaman yang menjadi porsinya.aoe)

Syaikh aB ditanya, seorang anak mendesak ayahnya minta dibe￾likan mobil. Lalu si ayah pergi ke sebuah shozurootn, mereka meminta

pembayaran kontan namun ia tidak mempunyai nominal yang dimak￾sud. Ia pulang lalu kembali bersama seseorang yang akan membelikan

mobil untuknya, orang itu membeli mobil dan mengeluarkannya dari

etalase,lalu menjualnya kepada si ayah dengan tambahan tertentu. Apa

hukumnya? Kedua, seseorang membutuhkan mobil tetapi tidak mempu￾nyai uang. Seseorang yang lain datang seraya berkata,'Aku akan mem￾belinya kontan dari showroom dan menjualnya kepadamu secara kredit

dengan harga lebih tinggi dari harga pembelian."

Jawab: Transaksi ini haram, itu hanyalah trik untuk menghindari

riba. Sebab orang yang membeli mobil lalu menjualnya kepada Andapada hakikatnya dia meminjamkan uang penjualan dengan disertai

bunga. Untuk menghindari perkataan, 'Ambil harga pembelian ini,"

atau perkataan, "Mobil ini seharga limapuluh ribu dan kamu harus

mengembalikan enampuluh ribu dalam jangka waktu satu tahun." Ia

mengatakan, 'Aku membelinya dan menjualnya kepadamu." Kalau bu￾kan karena permintaan Anda, tentu ia tidak akan membeli mobil itu.

Kalau bukan karena riba yang ia peroleh dari Anda, tentu ia tidak akan

membeli mobil itu. Transaksi itu pada hakikatnya mengandung riba,

akan tetapi barang kali ia mengandung tipuan kepada Allah Rabb se￾mesta alam. Yakni, ketika Allah mengharamkan riba yang jelas bentuk￾nya, orang itu membuat tipu muslihat dan mengubah bentuknya saja'

Pengubahan bentuk tidak mengubah perkara haram menjadi halal. Li￾hat saja Ashhabus sabt (para pelaku peristiwa sabtu dari kalangan Bani

Isra'il), Allah mengharamkan atas mereka berburu ikan di laut pada hari

Sabtu,lalu Allah hendak menguji mereka, pada hari Sabtu itu ikan-ikan

bermunculan di permukaan air karena begitu banyaknya. Begitu yang

terjadi dalam jangka waktu lama,'Pada hari Sabtu kita diharamkanber￾buru sedangkan ikan-ikan begitu melimpah, sementara pada selain hari

Sabtu tidak ada ikan yang datang. Buatlah tipu muslihat.'Maka mereka

memasang jaring pada hari Jumht, pada hari Sabtu ikan-ikan datang

dan terperangkap di dalam jaring tersebut tanpa bisa keluar. Pada hari

Ahad mereka datang dan mengambil ikan-ikan dari jaring. Realitasnya

mereka berburu pada hari Ahad, bukan pada hari Sabtu. Ikan-ikan itu

sendiri yang datang dan terperangkap ke dalam jaring. Mereka sendiri

tidak datang dan tidak menangkapnya. Lantas apakah tipu muslihat ini

berguna bagi mereka. Allah ue berfirman, "DAn sungguh,kamu telahmen￾getahui orang-orang yang melakukanpelanggaran di antarakamu padahari Sab￾tu," (Al-Baqarah t2l : 55). Allah menyatakan bahwa mereka melakukan

pelanggaran pada hari Sabtu, "Lalu Kami katakan kepada mereka, "ladilah

kamu kera yang hina!" (Al-Baqarah [2] : 55). Allah memerintahkan mere￾ka, sebagai perintah kauni, agar mereka menjadi kera yang hina, mere￾kapun berubah menjadi kera yang berkerumun setelah sebelumnya me￾reka adalah manusia, karena mereka telah membuat tipu muslihat pada

perkara yang diharamkan Allah. Karenanya, Nabi ffi bersabda, "Allnh

melaknat kaum Yahudi, tatkala Allah haramkan atas mereka lemak bangkai, me￾reka mencairkannya kemudian menjualnya dan memnkan harga penjualannya."

Rasulullah Miugabersabda seperti diriwayatkan oleh Ahmad di dalam

kitab Al-Musnad dandinyatakan shahih oleh sebagian imam, "langanlahkalian berbuat seperti perbuatnn kaum Yahudi, sehingga kalian menghalalkan

perkara-perkara yang diharamkan Allah dengan tipu daya paling sederhana."

Transaksi tersebut di atas, sebagaimana telah saya uraikary tentu

adalah transaksi yang mengandung tipu muslihat yang terang terhadap

riba. Hukumnya haram bagi pelaku yang memberikan riba dan bagi

orang yang menerimanya, sebab Nabi ffi melaknat orang yang mema￾kan riba, yang menjadikan orang lain memakannya, kedua saksi dan

penulis transaksi riba.

Yang menjadi pertanyaary bagaimana solusinya? Syaikh Utsai￾min mengatakary bahwa solusinya, hendaknya masing-masing kedu￾anya bertaubat kepada Allah. Untuk orang yang telah membeli mobil

dan menjualnya kepada orang tersebut dengan tambahan harga, wujud

kesempurnaan taubatnya adalah tidak mengambil tambahan dimaksud.

Selama orang kedua yang menerima mobil tidak mengetahui hukum se￾benarnya maka yang mesti dilakukannya hanyalah menyerahkan harga

pokok kepada pihak pembeli. Namun jika keduanya mengetahui kedu￾dukan hukumnya bahwa transaksi tersebut haram, maka tidak halal

bagi penjual untuk mengambil tambahan harga tersebut tetapi hendak￾nya ia menyerahkannya ke Baitul Mal dan tidak menggugurkannya dari

pembeli, karena pembeli telah melanggar perkara haram, karena beda

antara orang yang melanggar perkara haram dan yang tidak mengeta￾hui hukum. fika keduanya sama sekali tidak mengetahui hukum, maka

jalan keluarnya sekarang ialah penjual yang menjual dengan keuntun￾gan atau riba pada kenyataannya berkata, 'Aku cukup menerima mo￾dalku saja aku tidak menginginkan yang lain."+to)

Ada sebuah pertanyaan, seseorang bertempat tinggal di samping

sebidang kebury ia hendak membeli kebun itu. Ia pergi ke salah satu

bank dan meminta mereka untuk membelinya untuk dirinya. Mereka

berkata, "Kami akan mengutus petugas bersama Anda untuk menaksir

nilai kebun itu kemudian kami menjualnya kepada Anda." Bagaimana

hukum transaksi model ini?

Jawabannya, ini adalah perbuatan haram. Yakni, tindakan seseo￾rang menentukan barang kemudian pergi ke pedagang dan menga￾takan, 'Belilah barang itu untukku." Lalu pedagang membelinya dan

menjualnya kepadanya dengan harga ditangguhkan (kredit) lebih ting￾gi dari harga saat sekarang. Kelebihan harga tersebut bukan hanya riba,

melainkan riba yang mengandung tipuan terhadap Allah rle dan musli￾hat terhada p ay af- ay atAllah. Sebab, daripada harus mengatakan,'Ambil

harga barang itu sekarang sebesar seratus ribu dan kembalikan kepada

saya tahun depan sebesar seratus dua puluh ribu." Daripada harus me￾ngatakan hal itu si pedagang pergi membeli barang tanpa ada keinginan

untuk membelinya. Pembeli ini sama sekali tidak menginginkan ba￾rang, ia tidak membelinya kecuali untuk mendapatkan keuntungan dari

Anda.Ia tidak membelinya karena niat menolong Anda.Ia membelinya

hanya demi kelebihan harga yang ia ambil dari Anda. Kelebihan harga

itu adalah riba, bahkan riba tipu muslihat, sedangkan riba tipuan hanya

menambah keburukan dan dosa.

Riba tipuan lebih besar dosanya daripada riba dalam wujud nya￾ta, sebab riba tipuan mengandung dua kerusakan: Pertama, kerusakan

riba, yaitu tambahan harga. Kedua, tindakan menipu Allah Rabb se￾mesta alam, Dia yang mengetahui isi hati, sedangkan Nabi S telah men￾jelaskan perkara sebenarnya, sabda beliau, "Sesungguhnya amal perbuntan

itu bergantung pnda nint, dan setiap orang yang mendapatknn (pahala) sesuai

apa yang diniatkannya." Seandainya pedagang tersebut berniat menolong

Anda, tentu ia akan berkata, 'Ambil uang ini sebagai pinjaman kepada￾mu tanpa tambahan ketika mengembalikan."

Akan tetapi jika barang tersebut semenjak awal berasal dari si pe￾dagang, kemudian Anda menemuinya dan membeli barang seharga

seratus ribu dengan harga seratus sepuluh ribu atau seratusdua puluh

ribu, maka tidak ada masalah dengan jual beli ini. Namun untuk model

transaksi seperti yang disebutkan penanya, hukumnya haram dan tidak

halal.

Sekarang saya bertanya, manakah yang lebih dekat kepada hu￾kum haram; model transaksi tersebut ataukah tipu daya kaum Yahudi

yang telah diserukan kepada mereka, 'Janganlah kalian berburu ikan

pada hari Sabtu,' kemudian Allah menguji mereka maka ikan banyak

berdatangan pada hari Sabtu dan menghilang pada hari-hari yang lain.

Demikian terus berlangsung dalam waktu cukup lama, hingga mereka

mengatakary'Rancang tipu muslihat untuk kita.'Mereka Pun membuat

tipu muslihat dengan memasang jaring pada hari Jumaf ikan berdata￾ngan pada hari Sabtu dan terperangkap ke dalam jaring tersebut' Pada

hari Ahad mereka mengambil ikan. Kata mereka, 'Kita tidak berburu

ikan pada hari Sabtu. Lantas seperti apa Allah menghukum mereka?

Firman-Nya, "ladilah kamu kera yang hina." (Al-Baqarah [2] : 55). Maka

mereka berubah menjadi kera yang berkerumun -kita berlindung kepa￾da Allah dari yang demikian-.Ini tindakan mereka pertama.

Yang kedua, ketika Allah mengharamkan lemak mereka berkata,

"Kami tidak memakannya." Lalu mereka mencairkannya dan menjadi￾kannya minyak, mereka menjual minyak itu dan menikmati hasil pen￾jualannya. Nabi ffi bersabda, "Allah melaknat kaum Yahudi, tatkala Allah

mengharamkan atas mereka lemak bangkai, mereka mencairkannyn kemudian

menjualny a dan menikmnti hasil penjualanny a."

Jika Anda bandingkan tipu muslihat Yahudi dengan tipu musli￾hat seperti yang disampaikan penanya tersebut, tentu Anda jumpai tipu

muslihat dalam model transaksi tersebut lebih dekat kepada hukum ha￾ram. Akan tetapi sungguh benar Rasulullah ffi ketika beliau bersabda,

"Sungguhkalian akanmengikuti tradisi-tradisi (sunnah) umat sebelumknlian."

Mengikuti tradisi mereka tidak mesti kita harus kafir sebagaimana me￾reka kafir, ketika kita meniru sebagian perilaku mereka berarti kita telah

mengikuti tata cara mereka dalam masalah ini. Sifat dengki misalnya

merupakan perangai kaum Yahudi, maka seorang pendengki memiliki

kemiripan dengan kaum Yahudi dalam hal kedengkian. Menutupi kebe￾naran adalah perangai kaum Yahudi, merekalah yang menutupi wahyu

yang diturunkan Allah, maka menyelewengkan nash dari porsinya; ar￾tinya menafsirkan Al-Quran tidak sesuai dengan keinginan Allah ;e

atau menafsirkan sunnah tidak selaras dengan keinginan Rasulullah

ffi merupakan akhlak Yahudi. Maka sabda beliau, "Sungguh kalian akan

mengikuti tradisi-tradisi (sunnah) umat sebelum kalian." Bukan berarti kita

mesti kafir sebagaimana mereka kafir, melainkan kita mengambil porsi

dari setiap akhlak mereka. Sehingga di dalam umat ini ada kedengkian,

ada tipu muslihat, ada kebohongan, ada penyelewengan nash dari porsi￾nya, ada pula tindakan menutupi kebenaran.

Karenanya saudaraku, hendalah Anda menyelamatkan diri dari

akhlak kaum Yahudi, Nasrani dan kaum kafir yang lain, hingga Anda

selamat, hingga Anda menjadi orang yang menyerahkan diri kepada

Allah dengan sebenar-benarnya.Intinya, transaksi tersebut di atas diha￾ramkan atas pemberi ataupun penerima kelebihan harga, sebab hukum

riba itu sama-sama berlaku bagi pemakan dan yang menjadikan oranglain memakannya. Jabir bin Abdullah @;, berkata, "Rasulullah $ melak￾nat orang yang memakan riba, yang menjadikan orang lain memakan￾nya dan kedua saksi transaksi riba. Dan beliau bersabda, 'Mereka semua

sama.,,KTunnnMAN BINRTRNC PTUINGSA DENGAN

TAruNCNYA, BUNUNG BERCAKAR, DAN

BURUNG PEMAKAN BRNcTRI

inatang bertaring yang memburu mangsa dengan taring￾nya termasuk binatang buas. Makna kata yaftarisu bihi ada￾lah berburu, mencengkeram hewan buruan dan memang￾sanya dengan taring itu. Pengharam