uti mereka sampai ke seberang kematian sana.
3. Pikirannya akan gelisah dan tertekan: Sesungguhnya, ia tidak
mengenal ketenangan dalam batinnya (ay. 20). Pikirannya tidak
tenang seperti yang disangka orang, namun senantiasa resah.
Kekayaan yang diperolehnya dengan cara tidak halal dan telah
dinikmatinya itu membuatnya sakit dan senantiasa menggang-
gunya bagaikan daging yang tidak tercerna. Janganlah seorang
pun berharap dapat menikmati dengan nyaman semua yang
mereka peroleh dengan cara tidak benar. Kegelisahan pikiran-
nya timbul,
(1) Dari hati nuraninya saat ia menoleh ke belakang, dan me-
menuhinya dengan rasa takut akan murka Allah terhadap
dirinya sebab kejahatannya. Bahkan kejahatan yang te-
rasa manis saat dilaksanakan dan dikulum bagaikan re-
mah-remah lezat, akan berubah pahit saat direnungkan-
nya, serta memenuhinya dengan kengerian dan kesusahan
saat diingatnya kembali. Namun berubah juga makan-
annya di dalam perutnya (ay. 14) seperti menurut gulungan
Injil Yohanes, yang di dalam mulut ia terasa manis seperti
madu, namun sesudah dimakan, perut menjadi pahit rasanya
(Why. 10:10). Seperti itulah halnya dosa, yang berubah
menjadi bisa ular tedung, dan tidak ada yang lebih pahit
daripadanya. Bisa ular tedung (ay. 16), dan tidak ada yang
lebih mematikan daripadanya. Itulah yang akan terjadi
padanya. Apa yang begitu manis saat diisapnya, dengan
begitu nikmatnya, akan terbukti berubah menjadi bisa ular
tedung. Itulah yang akan terjadi pada semua perolehan
yang tidak sah. Lidah yang gemar menyanjung-nyanjung
akan terbukti seperti lidah ular tedung. Semua pujian yang
memesona dan dirancang dalam dosa, pada saat nurani
terjaga nanti, akan berubah menjadi murka yang menyala-
nyala.
(2) Dari kekhawatirannya, saat ia memandang ke depan (ay.
22). Dalam kemewahannya yang berlimpah-limpah, saat
ia menyangka dirinya sangat berbahagia dan sangat yakin
akan keberlangsungan kebahagiaannya, ia justru ditimpa
kesusahan. Yaitu, di tengah kecemasan dan kebingungan
pikirannya, ia akan berpikir seperti orang kaya yang saat
tanahnya memberikan hasil berlimpah, justru berseru,
Apakah yang harus aku perbuat? (Luk. 12:17)
4. Ia akan diambil semua harta miliknya dari dirinya. Ia akan
tenggelam dan makin menghilang hingga tidak menjadi apa-
apa, sehingga ia tidak menikmati kekayaan hasil dagangnya
(ay. 18). Ia tidak saja takkan pernah benar-benar menikmati
bersuka dengannya, namun tidak akan bersukacita sama sekali.
(1) Apa yang ditelannya dengan curang terpaksa harus dimun-
tahkannya kembali (ay. 15): Harta benda ditelannya, dan ia
merasa pasti memilikinya, bahwa harta itu yaitu kepu-
nyaannya seperti makanan yang telah ditelannya. Namun,
ia terkecoh, sebab ia harus memuntahkannya lagi. Boleh
jadi hati nuraninya membuat dia merasa tidak nyaman
sebab menahan apa yang diperolehnya itu, hingga demi
meredakan suara hati kecilnya, ia hendak memberi ganti
rugi. Namun hal ini tidak dilakukannya dengan rasa se-
nang untuk berbuat kebajikan, namun sebab rasa mual
dan enggan luar biasa. Atau, jika ia tidak mengembalikan
apa yang telah dirampasnya, maka Allah melalui campur
tangan-Nya memaksa dia melakukannya dan menyebabkan
hal itu terjadi dengan satu atau lain cara, supaya segala
sesuatu yang diperoleh dengan cara tidak halal dapat kem-
bali kepada pemiliknya yang sah. Allah yang mengeluarkan-
nya dari dalam perutnya, sedangkan kecintaan terhadap
dosa belum dibuang dari hatinya. Begitu nyaring seruan
kaum miskin yang telah dimelaratkan olehnya itu menun-
tut si orang fasik itu, hingga ia terpaksa mengutus anak-
anaknya untuk menenangkan mereka dan memohon maaf
kepada mereka (ay. 10): Anak-anaknya harus mencari belas
kasihan orang miskin, sementara tangannya sendiri harus
mengembalikan barang-barang mereka dengan rasa malu
(ay. 18). Apa yang diperolehnya dengan susah payah, de-
ngan segala keahliannya menindas, harus dikembalikan
olehnya. Ia tidak bisa menelan dan mencernanya. Ia tidak
akan tetap memilikinya, melainkan dengan rasa malu ha-
rus mengembalikan apa yang diperolehnya itu. sebab telah
memperoleh banyak dengan cara tidak adil, maka sesudah
semua orang memperoleh kembali milik mereka, hanya
sedikit yang tersisa bagi dirinya sendiri. Dibuat mengem-
balikan apa yang diperoleh dengan tidak adil melalui anu-
gerah Allah yang menguduskan seperti yang terjadi pada
diri Zakheus, sungguh merupakan belas kasih luar biasa
dari Allah. Dengan rela dan senang hati Zakheus
mengembalikan empat kali lipat segala sesuatu yang telah
diperasnya, namun masih banyak yang tersisa untuk di-
berikan kepada orang miskin (Luk. 19:8). Sebaliknya, ter-
paksa mengembalikan seperti halnya Yudas, semata-mata
sebab rasa takut yang menghantui hati nuraninya, tidak
akan diikuti manfaat dan rasa nyaman yang menyertainya,
sebab ia melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci,
lalu pergi dari situ dan menggantung diri.
(2) Ia akan dilucuti dari semua miliknya dan menjadi penge-
mis. Orang yang merusak orang lain akan dirusak juga
(Yes. 33:1), sebab ia ditimpa kesusahan dengan sangat dah-
syatnya. Orang yang tidak bersalah dan telah diperlakukan
dengan buruk olehnya, duduk terpuruk sebab kehilangan
miliknya, sambil berkata seperti Daud, Dari orang fasik
timbul kefasikan. namun tanganku tidak akan memukul
engkau (1Sam. 24:14). Namun, meskipun mereka telah me-
maafkannya dan tidak akan membalas dendam, keadilan
ilahi-lah yang akan menuntut balas, dan Ia sering kali
membuat orang fasik menuntut balas bagi orang benar.
Allah akan membuat seorang fasik meremas dan menghan-
curkan orang fasik lain. Demikianlah, saat diserang dari
segala arah, ia tidak akan terluput dengan membawa harta
bendanya (ay. 20). Selain tidak akan dapat menyelamatkan
harta bendanya, ia juga tidak akan dapat menyimpan
sedikit pun. Suatupun tidak luput dari pada lahapnya, tidak
ada yang tersisa dari makanannya, yaitu harta yang begitu
didambakan dan dilahapnya dengan nikmat (ay. 21).
Semua tetangga dan kenalannya akan melihat keadaannya
yang begitu buruk, hingga setelah ia mati nanti, tidak ada
orang yang akan mencari hartanya. Tidak satu pun dari
kaum keluarganya bersedia memberikan uang baginya,
atau mengurus surat-surat yang ditinggalkannya. Dalam
semua perkataan yang diucapkan ini, Zofar merenung
perihal Ayub, yang telah kehilangan segala sesuatu dan di-
rendahkan sampai sehebat itu.
Nasihat Zofar yang Kedua;
Kesengsaraan Orang Fasik
(20:23-29)
23 Untuk mengisi perutnya, Allah melepaskan ke atasnya murka-Nya yang
menyala-nyala, dan menghujankan itu kepadanya sebagai makanannya. 24 Ia
dapat meluputkan diri terhadap senjata besi, namun panah tembaga menem-
bus dia. 25 Anak panah itu tercabut dan keluar dari punggungnya, mata
panah yang berkilat itu keluar dari empedunya: ia menjadi ngeri. 26 Kegelap-
an semata-mata tersedia bagi dia, api yang tidak ditiup memakan dia dan
menghabiskan apa yang tersisa dalam kemahnya. 27 Langit menyingkapkan
kesalahannya, dan bumi bangkit melawan dia. 28 Hasil usahanya yang ada di
rumahnya diangkut, semuanya habis pada hari murka-Nya. 29 Itulah gan-
jaran Allah bagi orang fasik, milik pusaka yang dijanjikan Allah kepadanya.”
Sesudah menggambarkan rasa malu dan kesusahan luar biasa yang
biasanya menyertai perilaku jahat para penindas dan orang-orang
fasik, Zofar akhirnya memperlihatkan kehancuran mereka.
I. Kehancuran mereka akan timbul sebab murka dan balas den-
dam Allah (ay. 23). Tangan orang fasik akan menimpanya (ay. 22,
KJV), yaitu kesusahan yang sangat dahsyat (KJV: setiap tangan
orang fasik). Tangannya telah melawan semua orang, dan oleh
sebab itu tangan semua orang akan melawan dia. Meskipun
begitu, sementara bergumul dengan semua kesusahan ini, sebe-
narnya ia dapat saja berbuat baik untuk menyelamatkan diri.
Namun, hatinya tidak akan tahan dan kedua tangannya tidak
akan kuat bertahan, saat Allah bertindak terhadap dirinya (Yeh.
22:14), saat Allah melepaskan ke atasnya murka-Nya yang
menyala-nyala, dan menghujankan itu kepadanya. Setiap kata di
sini berbicara tentang kengerian. Bukan hanya keadilan Allah
yang terlibat melawan dirinya, melainkan murka-Nya juga, yaitu
amarah mendalam-Nya terhadap segala perbuatan yang menyulut
panas hati-Nya. Itulah murka-Nya yang menyala-nyala, yang di-
kobarkan sampai tingkat tertinggi. Murka itu dilontarkan ke atas
orang fasik itu dengan sekuat tenaga dan dahsyat. Murka itu
menghujaninya dengan luar biasa deras dan menimpa kepalanya
bagaikan api dan belerang yang menghujani Sodom. Sang pe-
mazmur juga merujuk kepada hal ini (Mzm. 11:6). Allah meng-
hujani orang-orang fasik dengan arang berapi dan belerang. Tidak
ada pagar yang dapat menghalanginya, selain Kristus, yang me-
rupakan satu-satunya perlindungan terhadap badai dan topan
(Yes. 32:2). Murka itu akan jatuh ke atasnya sementara ia hendak
mengisi perutnya, hendak melahap apa yang didapatkannya sam-
bil berjanji kepada diri sendiri akan memperoleh kepuasan luar
biasa darinya. Kemudian, sementara ia sedang makan, prahara
ini akan mengejutkannya, saat ia merasa aman dan nyaman
serta tidak menduga adanya bahaya yang menantinya. Sama se-
perti penghancuran dunia lama dan Sodom terjadi saat mereka
sedang merasa sangat aman dan di puncak hawa nafsu mereka,
seperti yang dikatakan Kristus (Luk. 17:26; dst.). Mungkin di sini
Zofar memikirkan kematian anak-anak Ayub saat mereka se-
dang makan dan minum.
II. Kehancuran mereka tidak terelakkan, dan tidak ada kemungkin-
an lolos (ay. 24): Ia dapat meluputkan diri terhadap senjata besi.
Meluputkan diri memperlihatkan adanya rasa bersalah. Orang
fasik tidak mau merendahkan diri di bawah penghukuman Allah,
atau mencari cara untuk berdamai dengan-Nya. Yang dipikirkan-
nya hanyalah melarikan diri dari pedang. Namun, panah tembaga
menembus dia. Allah memiliki berbagai jenis senjata. Ia mengasah
pedangnya, melentur busurnya (Mzm. 7:13-14). Allah mampu
menghadapi musuh-musuh-Nya cominus vel eminus – baik yang
dekat maupun jauh. Ia memakai pedang bagi orang-orang
yang menyangka dapat melawan Dia memakai kekuatan me-
reka, serta busur bagi orang-orang yang menyangka dapat me-
ngelak dari-Nya dengan kelicikan mereka. (Bandingkan dengan
Yes. 24:17; Yer. 48:43-44). Meskipun berhasil menghindar dari
satu penghukuman, orang yang telah ditentukan mengalami ke-
hancuran akan mendapatkan penghukuman berikutnya.
III. Kehancuran itu akan sangat dahsyat. saat anak panah yang
menembusnya, bila Allah menembakkan anak panah, bidikan-Nya
pasti tidak akan meleset dan senantiasa mengenai sasaran, maka
kemudian tercabut dan keluar dari punggungnya. saat mata pa-
nah yang berkilat (kilat, kata yang dipakai), pedang yang menyala-
nyala, pedang yang dibasuh di langit (Yes. 34:5) dan keluar dari
empedunya: ia menjadi ngeri. Betapa ngerinya! Betapa kuat ke-
jang-kejang yang dialaminya, betapa dahsyat penderitaannya se-
belum ajal menjemput! Betapa dahsyat sergapan maut terhadap
orang fasik!
IV. Adakalanya kehancuran yang menimpanya sangatlah tidak ter-
katakan (ay. 26).
1. Kegelapan yang melingkupinya merupakan kegelapan yang
tersembunyi. Kegelapan semata-mata tersedia baginya, kege-
lapan pekat, tanpa setitik terang pun, kegelapan yang tersem-
bunyi di tempat-tempat rahasia (ay. 26, KJV), ke mana pun ia
mengasingkan diri dan berharap bisa berlindung. Ia tidak per-
nah mengundurkan diri ke dalam hati nuraninya sendiri,
namun mendapati diri berada dalam kegelapan dan benar-benar
tidak tahu harus berbuat apa.
2. Api yang menghanguskannya yaitu api yang tidak ditiup,
menyala tanpa bunyi, tubuhnya dilahap api dan akibatnya
bisa dilihat semua orang, namun tidak ada yang tahu penyebab-
nya. Jelas terlihat bahwa tanaman labu menjadi layu, namun
ulat di bagian akarnya yang menyebabkan tanaman itu layu
tidak tampak oleh mata. Orang fasik lenyap oleh api kecil yang
halus lembut, dengan pasti, namun sangat perlahan. Bila bahan
bakarnya sangat mudah terbakar, api tidak perlu ditiup su-
paya menyala. Seperti itulah halnya dengan orang fasik. Ia
sudah matang untuk dihancurkan. Semua orang gegabah dan
setiap orang yang berbuat fasik menjadi seperti jerami dan akan
terbakar (Mal. 4:1). Api yang tidak terpadamkan akan meng-
habiskannya (demikianlah yang diartikan oleh beberapa orang),
dan itu jelas berbicara tentang api neraka.
V. Kehancuran itu tidak bagi dirinya saja, tapi juga bagi keluarga-
nya: Api itu menghabiskan apa yang tersisa dalam kemahnya,
sebab kutukan itu akan meraihnya, dan ia akan dibinasakan
mungkin oleh penyakit menyengsarakan yang sama. Murka me-
ngejar keluarga, yang akan membinasakan baik pewaris maupun
warisannya (ay. 28).
1. Keturunannya akan dibasmi: Hasil usahanya yang ada di ru-
mahnya diangkut, entah punah akibat kematian yang sebelum
waktunya atau sebab dipaksa meninggalkan negeri mereka.
Anggota keluarga yang besar jumlahnya, jika jahat dan kotor,
dalam waktu singkat akan dikerdilkan, dicerai-beraikan, dan
dimusnahkan oleh penghukuman Allah.
2. Harta bendanya akan lenyap. Semuanya akan habis dari ke-
luarganya secepat masuknya, pada hari murka-Nya tiba. Se-
mentara ia mengumpulkan kekayaannya dengan kecurangan
dan penindasan, ia menumpuk murka Allah.
VI. Kehancuran itu akan tampak sebagai tindakan yang adil dan
benar, dan menunjukkan apa yang diakibatkannya bagi dirinya
sendiri sebab kejahatannya sendiri. Sebab, langit menyingkapkan
kesalahannya (ay. 27), yaitu, Allah sorgawi yang melihat semua
kejahatan tersembunyi orang fasik, melalui satu atau lain cara,
akan memberitahukan kepada seluruh dunia betapa hinanya dia
selama ini. Dengan demikian semua orang akan mengakui keadil-
an Allah dalam semua hal yang menimpanya. Bumi bangkit mela-
wan dia, baik untuk menyingkapkan kejahatannya, maupun un-
tuk menuntut balas atasnya. Bumi tidak lagi menyembunyikan
darah yang tertumpah di atasnya (Yes. 26:21). Bumi bangkit mela-
wan dia, seperti perut memuntahkan apa pun yang menjijikkan,
dan tidak akan menahannya lebih lama lagi. Langit menyingkap-
kan kesalahannya, dan oleh sebab itu tidak akan menerimanya.
Lalu ke mana lagi ia harus pergi selain ke neraka? Jika Allah pe-
nguasa langit dan bumi menjadi musuhnya, baik langit maupun
bumi tidak akan menunjukkan kebaikan kepadanya. Sebaliknya,
seluruh bala tentara alam semesta akan dan pasti berperang
melawannya.
VII. Zofar mengakhiri pembicaraannya bagaikan seorang ahli pidato
(ay. 29): Itulah ganjaran Allah bagi orang fasik. Hal itu diberikan
dan dirancang baginya sebagai bagiannya. Akhirnya ia akan me-
nerimanya, sama seperti seorang anak menerima bagian warisan-
nya, dan ia akan memperolehnya untuk selamanya. Ia harus me-
matuhinya: Itulah milik pusaka yang dijanjikan Allah kepadanya.
Itu sudah menjadi peraturan yang sudah ditetapkan mengenai
hukumannya, dan sebelum itu sudah diberikan peringatan yang
adil kepadanya. Hai orang jahat, engkau pasti mati! (Yeh. 33:8).
Dalam hal ini Zofar keliru. Meskipun orang-orang berdosa yang
tidak mau bertobat tidak selalu menerima penghukuman semen-
tara demikian di dunia ini, seperti yang digambarkan di sini,
namun murka Allah tetap ada di atas mereka, dan mereka dibuat
sengsara oleh penghukuman rohani. Dan penghukuman rohani
ini jauh lebih berat, sebab hati nurani mereka menjadi kengerian
bagi diri mereka sendiri sehingga merasa ketakutan terus. Selain
itu, hati nurani mereka menjadi mati rasa, sehingga menjadi
terkutuk dan terikat pada kehancuran abadi. Belum pernah ada
pengajaran yang dijelaskan dengan lebih baik, atau diterapkan
dengan lebih buruk, dibanding pengajaran Zofar ini, yang dengan
semua perkataan ini bermaksud membuktikan bahwa Ayub se-
orang fasik. Marilah kita menerima penjelasan yang baik ini, dan
menerapkannya dengan lebih baik, untuk memperingatkan diri
sendiri agar takjub terhadap dosa dan tidak berbuat dosa.
PASAL 2 1
asal ini merupakan jawaban Ayub terhadap penuturan Zofar.
Sekarang Ayub tidak banyak mengeluhkan kesengsaraannya
dibanding sebelum-sebelumnya, sebab ia mendapati teman-temanya
itu sama sekali tidak tergerak oleh keluh-kesahnya dan mengasihani-
nya. sebab itu ia lebih membahas pertanyaan umum yang sedang
diperbantahkan di antara dirinya dengan mereka, yaitu tentang apa-
kah kemakmuran lahiriah dan keberlangsungannya merupakan se-
buah tanda bahwa jemaat yang mengalaminya yaitu jemaat yang
sejati dan anggota-anggotanya benar-benar sejati, sehingga kehan-
curan kemakmuran seseorang menjadi bukti yang cukup bahwa
orang tersebut fasik atau munafik, meskipun tidak ada bukti-bukti
lain yang membenarkan kesimpulan tersebut? Hal inilah yang mere-
ka tegaskan kebenarannya, namun dibantah Ayub.
I. Kata-kata pendahuluan Ayub dimaksudkan untuk mengge-
rakkan hati mereka, supaya mereka memperhatikan dia (ay.
1-6)
II. Tanggapan Ayub dimaksudkan untuk membenarkan penilai-
an mereka dan memperbaiki kesalahan mereka. Ia percaya
bahwa Allah terkadang menghukum seorang fasik, seolah-
olah merantai dia, in terrorem – untuk menunjukkan kengeri-
an kepada orang lain, melalui suatu hukuman yang dapat
dilihat dalam hidup ini. namun Ayub tidak setuju bahwa Allah
selalu berbuat demikian. Bahkan, ia menyatakan bahwa
sering kali Allah melakukan hal yang sebaliknya, Ia membiar-
kan bahkan pendosa terbesar sekalipun hidup dalam kemak-
muran sepanjang hidupnya dan meninggalkan dunia tanpa
mendapatkan sedikit pun jejak murka Allah atas mereka.
1. Ayub menggambarkan kemakmuran besar orang fasik (ay.
7-13).
2. Ia menunjukkan ketidaksalehan mereka yang luar biasa,
di mana hati mereka dikeraskan di dalam kemakmuran
mereka (ay. 14-16).
3. Ia meramalkan kehancuran mereka secara panjang lebar,
namun setelah masa penangguhan yang lama (ay. 17-21).
4. Ia mengamati bahwa ada begitu banyak cara Allah meme-
lihara manusia, bahkan orang fasik sekalipun (ay. 22-26).
5. Ia menghancurkan dasar kecaman para sahabatnya atas
dirinya, dengan menunjukkan bahwa kehancuran orang
fasik disimpan untuk dunia yang lain, dan bahwa mereka
sering kali luput sampai akhir di dalam dunia ini (ay. 27-
34), dan di dalam hal ini Ayub jelas-jelas benar.
Jawaban Ayub Atas Nasihat Zofar
(21:1-6)
1 namun Ayub menjawab: 2 “Dengarkanlah baik-baik perkataanku dan biarlah
itu menjadi penghiburanmu. 3 Bersabarlah dengan aku, aku akan berbicara;
sehabis bicaraku bolehlah kamu mengejek. 4 Kepada manusiakah keluhanku
tertuju? Mengapa aku tidak boleh kesal hati? 5 Berpalinglah kepadaku, maka
kamu akan tercengang, dan menutup mulutmu dengan tangan! 6 Kalau aku
memikirkannya, aku menjadi takut, dan gemetarlah tubuhku.
Pada perikop di atas ini Ayub mengajukan dirinya, baik perkara mau-
pun penjelasannya, baik kesengsaraannya maupun perkataannya,
untuk dipertimbangkan dengan belas kasihan oleh sahabat-sahabat-
nya.
1. Apa yang diminta dari mereka sangat adil, agar mereka bersabar
dengannya sehingga ia dapat berbicara (ay. 3) dan tidak memo-
tongnya sebagaimana yang telah dilakukan Zofar, di tengah-
tengah perkataannya. Orang-orang yang kalah, di antara semua
orang, harus dibiarkan untuk berbicara, dan apabila mereka yang
dituduh dan dikecam tidak diizinkan untuk berbicara membela
dirinya sendiri, maka mereka diperlakukan dengan tidak adil
tanpa penolong, dan tidak memiliki cara untuk mendapatkan
haknya. Ia memohon agar mereka mendengarkan perkataannya
baik-baik (ay. 2) sebagai orang-orang yang hendak memahaminya,
dan apabila mereka bersalah, biarkan ia memperbaiki kesalahan
mereka. Ia meminta supaya mereka berpaling kepadanya (ay. 5),
sebab kita mungkin tidak mendengar kalau tidak memperhatikan
dan mengamati apa yang kita dengar.
2. Apa yang Ayub minta dengan mendesak sangat masuk akal.
(1) Sahabat-sahabatnya datang untuk menghibur dirinya. “Tidak.”
Katanya, “biarlah itu menjadi penghiburanmu” (ay. 2). Jika eng-
kau tidak memiliki penghiburan lain bagiku lagi, janganlah
mengambil penghiburan yang satu ini dariku, yaitu berbaik
hatilah dan dengarkan aku dengan sabar, dan hal itu akan
menjadi penghiburanmu bagiku.” Mereka tidak mungkin me-
ngetahui bagaimana caranya menghibur dia apabila mereka
tidak membiarkan dirinya untuk menjelaskan perkaranya dan
menceritakan kisahnya sendiri. Atau, “Ini akan menjadi peng-
hiburan bagi dirimu, yaitu bahwa engkau memperlakukan
sahabatmu yang dalam kesusahan dengan lembut, dan tidak
dengan kasar.”
(2) Ayub akan mendengarkan sahabat-sahabatnya berbicara ke-
tika tiba giliran mereka. “Setelah aku selesai berbicara, kalian
dapat melanjutkan dengan apa yang hendak kalian katakan,
dan aku tidak akan menghalangimu, tidak, meskipun kalian
terus mencela aku.” Mereka yang terlibat dalam perselisihan
harus menghadapi perkataan-perkataan keras yang ditujukan
kepada mereka, dan menetapkan hati untuk menanggung
celaan dengan sabar. Sebab, pada umumnya, orang-orang
yang mencela akan terus-menerus mencela, tidak peduli apa
pun yang dikatakan kepada mereka.
(3) Ayub berharap dapat menginsafkan mereka. “Jika kalian men-
dengarkan aku dengan adil, maka sekalipun kalian terus men-
cela aku, aku yakin bahwa apa yang akan aku katakan akan
mengubah nada suaramu dan membuatmu mengasihani aku
alih-alih mencela aku.”
(4) Mereka bukanlah hakim atas dirinya (ay. 4): “Kepada manusia-
kah keluhanku tertuju?” Tidak. Jika kepada manusia, maka
tidak ada gunanya bagiku untuk mengeluh. Yang benar, ke-
luhanku tertuju kepada Allah, dan kepada-Nya aku memohon.
Biarlah Allah menjadi hakim di antara kalian dan aku. Di
hadapan-Nya kita berdiri sama tinggi, dan sebab itu aku
berhak didengar seperti halnya kalian juga. Jika keluhanku
ditujukan kepada manusia, maka jiwaku akan susah, sebab
manusia tidak akan mengindahkan aku, dan tidak akan me-
mahami aku dengan benar. namun keluhanku ialah kepada
Allah, yang akan bersabar denganku saat aku berbicara,
meskipun kalian tidak.” Akan sangat menyedihkan apabila
Allah memperlakukan kita dengan tidak baik seperti sahabat-
sahabat kita terkadang memperlakukan kita.
(5) Ada hal dalam perkaranya yang sangat mengejutkan dan men-
cengangkan, dan oleh sebab itu perlu dan layak mendapat-
kan perhatian mereka dengan sungguh-sungguh. Perkaranya
bukanlah hal yang biasa, melainkan sesuatu yang sangat luar
biasa.
[1] Ia sendiri takjub dengan perkaranya itu, akan kesulitan
yang Allah timpakan atas dirinya dan akan celaan sahabat-
sahabatnya atas dirinya (ay. 6): “saat aku memikirkan
hari yang mengerikan itu, hari di mana aku tiba-tiba di-
lucuti dari segala kenyamananku, hari di maka aku ditim-
pa barah yang busuk, – saat aku mengingat segala per-
kataan keras kalian yang membuat aku sedih, – aku meng-
akui aku menjadi takut, dan gemetarlah tubuhku, terutama
saat aku membandingkan keadaanku dengan keadaan
orang-orang fasik yang makmur, dan pujian tetangga
mereka, di mana kehidupan seperti inilah yang mereka nik-
mati semasa hidup di dunia.” Perhatikan, penyelenggaraan
Allah dalam mengatur dunia, terkadang sangat mence-
ngangkan, bahkan bagi orang-orang yang baik dan bijak,
dan melampaui akal mereka.
[2] Ayub ingin agar para sahabatnya takjub akan hal itu (ay.
5): “Berpalinglah kepadaku, maka kamu akan tercengang.
Alih-alih menjabarkan masalahku, lebih baik kalian takjub
dan kagum akan Penyelenggaraan Allah yang tak terselami
dalam mendatangkan kesusahan bagi orang yang kalian
tahu bukan seorang yang jahat. Kalian seharusnya menu-
tup mulutmu dengan tangan, diam dan menunggu apa yang
terjadi, dan tidak menghakimi sebelum waktunya. Melalui
laut jalan-Mu dan lorong-Mu melalui muka air yang luas.
saat kita tidak dapat memahami apa yang Ia perbuat,
dengan menjadikan orang fasik makmur dan yang saleh
hidup susah, dan tidak dapat menyelami cara kerja-Nya,
marilah kita duduk dan mengaguminya. Orang-orang yang
jujur tercengang sebab hal itu (17:8). Hendaklah kalian
juga demikian.”
Kemakmuran Orang Fasik;
Penyalahgunaan Kemakmuran Duniawi
(21:7-16)
7 Mengapa orang fasik tetap hidup, menjadi tua, bahkan menjadi bertambah-
tambah kuat? 8 Keturunan mereka tetap bersama mereka, dan anak cucu
diperhatikan mereka. 9 Rumah-rumah mereka aman, tak ada ketakutan, pen-
tung Allah tidak menimpa mereka. 10 Lembu jantan mereka memacek dan
tidak gagal, lembu betina mereka beranak dan tidak keguguran. 11 Kanak-
kanak mereka dibiarkan keluar seperti kambing domba, anak-anak mereka
melompat-lompat. 12 Mereka bernyanyi-nyanyi dengan iringan rebana dan
kecapi, dan bersukaria menurut lagu seruling. 13 Mereka menghabiskan hari-
hari mereka dalam kemujuran, dan dengan tenang mereka turun ke dalam
dunia orang mati. 14 namun kata mereka kepada Allah: Pergilah dari kami!
Kami tidak suka mengetahui jalan-jalan-Mu. 15 Yang Mahakuasa itu apa,
sehingga kami harus beribadah kepada-Nya, dan apa manfaatnya bagi kami,
kalau kami memohon kepada-Nya? 16 Memang, kemujuran mereka tidak ter-
letak dalam kuasa mereka sendiri! Rancangan orang fasik yaitu jauh dari
padaku.
Ketiga sahabat Ayub itu, dalam tuturan mereka sebelumnya, dengan
panjang lebar menjelaskan keadaan orang fasik yang mengenaskan di
dunia ini. “Hal itu benar,” kata Ayub, “penghakiman yang luar biasa
terkadang ditimpakan atas orang-orang yang sangat berdosa. namun
tidak selalu demikian, sebab kita memiliki banyak contoh kemakmur-
an yang besar dan berkelanjutan dialami mereka yang jelas-jelas
fasik. Meskipun mereka dikeraskan di dalam kejahatan mereka oleh
kemakmuran mereka, namun mereka terus makmur.”
I. Pada perikop di atas Ayub menggambarkan kemakmuran orang
fasik secara panjang lebar. “Apabila benar seperti yang kalian ka-
takan, beritahukan kepadaku mengapa orang fasik tetap hidup?”
(ay. 7).
1. Kenyataan tersebut sudah dianggap orang biasa saja, sebab
kita menyaksikannya terjadi setiap hari.
(1) Orang fasik tetap hidup dan tidak mendadak disambar oleh
pembalasan ilahi. Mereka yang membuka mulut untuk
melawan sorga, tetap saja berbicara. Mereka yang menga-
cungkan tangannya melawan Allah, tetap saja bertindak.
Mereka tidak hanya tetap hidup yaitu, hukuman mereka
ditangguhkan, malah selamat (1Sam. 25:6, KJV: hidup da-
lam kemakmuran). Bahkan,
(2) Mereka menjadi tua. Mereka mendapat kehormatan, ke-
puasan dan keuntungan berumur panjang, cukup panjang
untuk membesarkan kaum keluarga dan harta benda
mereka. Kita membaca tentang orang yang tidak akan tidak
mencapai umur seratus tahun (Yes. 65:20). Namun ini
belum semuanya.
(3) Mereka bertambah-tambah kuat, menduduki jabatan tinggi
dan dipercaya, tidak hanya menjadi tokoh yang hebat, na-
mun juga memiliki pengaruh yang besar. Vivit imo, et in
senatum venit – Ia tidak hanya hidup, namun juga menjadi
anggota dewan. Mengapa demikian? Perhatikan, ada guna-
nya mencari tahu alasan kemakmuran lahiriah orang-orang
fasik. Hal ini bukan sebab Allah telah meninggalkan dunia,
sebab Ia tidak melihat, tidak membenci, atau tidak sang-
gup menghukum orang fasik, namun sebab takaran kejahat-
an mereka belum penuh. Ini yaitu hari kesabaran Allah,
dan dalam satu dan lain hal, ia memakai orang-orang
fasik dan kemakmuran mereka untuk melayani berbagai
rencana-Nya, sementara semua rencana-Nya itu mematang-
kan mereka untuk dihancurkan. Namun alasan utamanya
yaitu sebab Ia hendak menunjukkan bahwa ada dunia
lain yang menjadi dunia pembalasan, bukan dunia ini.
2. Kemakmuran orang fasik dijelaskan di sini sebagai:
(1) Lengkap dan sempurna.
[1] Mereka beranak cucu dan keluarga mereka bertumbuh,
dan mereka mendapatkan kepuasan dengan menyaksi-
kannya (ay. 8): Keturunan mereka tetap bersama mere-
ka. Hal ini diletakkan pertama, sebab inilah yang men-
datangkan kesukaan dan harapan yang menyenangkan.
[2] Hidup mereka mudah dan aman (ay. 9). Sementara
Zofar membicarakan mengenai ketakutan dan kengeri-
an yang menimpa mereka terus-menerus, Ayub berkata,
Rumah-rumah mereka aman dari bahaya dan ketakutan
(ay. 9), dan mereka begitu jauh dari luka-luka memati-
kan akibat pedang atau anak panah Allah, hingga tidak
merasakan sakitnya pentung Allah mengena mereka.
[3] Mereka kaya dan berhasil di tanah mereka. Mengenai hal
ini Ayub hanya memberikan satu contoh (ay. 10). Ternak
mereka bertambah banyak, dan mereka tidak gagal. Lem-
bu betina mereka beranak dan tidak keguguran, dan ten-
tunya mereka bertambah sangat banyak. Hal ini dijanji-
kan di dalam Keluaran 23:26 dan Ulangan 7:14.
[4] Mereka bergembira ria dan hidup dengan senang (ay.
11-12): Kanak-kanak mereka dibiarkan keluar di antara
tetangga-tetangga mereka, seperti kambing domba, de-
ngan jumlah banyak, untuk beria-ria. Mereka mengada-
kan pesta dansa dan musik, di mana anak-anak mereka
menari-nari (TB: anak-anak mereka melompat-lompat).
Menari memang paling cocok bagi anak-anak, yang
tidak mengetahui cara lain untuk menghabiskan waktu
mereka, yang kepolosannya melindungi mereka dari
kejahatan. Meskipun para orangtua tidak begitu muda
dan lincah lagi untuk menari, namun mereka bernya-
nyi-nyanyi dengan iringan rebana dan kecapi. Mereka
meniup seruling, dan anak-anak menari diiringi seru-
ling mereka. Mereka tidak mengenal kesedihan sekali-
pun alat musik mereka kedengaran sumbang, sebab
mereka tidak dapat menahan hati untuk bersukaria.
Beberapa penafsir mengamati hal ini sebagai contoh
kesia-siaan mereka, di samping kemakmuran mereka.
Dalam hal ini tidak yang seperti Abraham yang mem-
perhatikan untuk mengajar anak-anaknya jalan yang
ditunjukkan Tuhan (Kej. 18:19). Anak-anak mereka
tidak berdoa atau mengucapkan ajaran agama mereka,
selain hanya menari dan menyanyi, dan bersukaria me-
nurut lagu seruling. Kenikmatan jasmani yaitu kesuka-
an bagi orang-orang duniawi, dan sebagaimana para
orang tua, demikianlah anak-anak mereka.
(2) Terus-menerus dan tetap (ay. 13): Mereka menghabiskan
hari-hari mereka, seluruh hari-hari mereka, dalam kemujur-
an, tidak mengenal apa itu berkekurangan. Mereka selalu
ada dalam sukaria dan kegembiraan, dan tidak pernah
mengenal apa artinya kesedihan. Dan yang terakhir, tanpa
adanya peringatan untuk menakut-nakuti mereka, tanpa
penderitaan atau kesakitan, dan dengan tenang mereka
turun ke dalam dunia orang mati, dan tidak ada yang
mengekang mereka dalam kematian mereka. Seandainya
tidak ada kehidupan berikutnya setelah kehidupan yang
sekarang, yaitu paling diidam-idamkan untuk mati de-
ngan cara dihantam pukulan kematian dengan sesaat .
sebab kita harus turun ke dunia orang mati, dan jika
perjalanan itu merupakan perjalanan kita yang terpanjang,
maka kita tentu berharap dapat dengan tenang turun ke
dunia orang mati, untuk menelan pil pahit dan tidak me-
ngunyahnya.
II. Ia menunjukkan bagaimana mereka menghamburkan kekayaan
mereka dengan cara yang tidak benar dan diteguhkan serta di-
keraskan hatinya oleh kekayaannya di dalam ketidaksalehan me-
reka (ay. 14-15).
1. Emas dan perak mengeraskan mereka, membuat mereka se-
makin kurang ajar dan lancang di dalam kefasikan mereka.
Ayub mengatakan bahwa hal ini,
(1) Untuk menambah kesusahan mereka. Sungguh aneh bah-
wa orang fasik menjadi makmur, namun terlebih lagi bah-
wa mereka menjadi sedemikian makmur sehingga secara
terang-terangan mereka menantang Allah, dan memberi-
tahukan kepada-Nya bahwa mereka tidak peduli dengan-
Nya. Bahkan kemakmuran mereka terus berlanjut, meski-
pun mereka membangun diri di atasnya sambil menentang
Allah. Mereka memakai kemakmuran sebagai senjata un-
tuk melawan-Nya, namun demikian mereka tidak juga di-
lucuti. Atau,
(2) Untuk mengurangi kesusahan mereka. Allah membuat me-
reka menjadi makmur. Namun janganlah kita kagum akan
hal itu, sebab kemakmuran orang bebal akan membinasa-
kannya, dengan mengeraskan mereka di dalam dosa (Ams.
1:32, Mzm. 73:7-9).
2. Perhatikan bagaimana orang-orang berdosa yang makmur me-
mandang remeh Allah dan agama. Seolah-olah sebab mereka
memiliki begitu banyak harta dalam kehidupan ini, mereka
merasa tidak perlu lagi memperhatikan kehidupan yang selan-
jutnya.
(1) Perhatikan betapa mereka acuh terhadap Allah dan agama:
Mereka mengabaikan Allah dan agama, serta membuang
jauh-jauh pemikiran tentangnya.
[1] Mereka membenci kehadiran Allah. Mereka berkata ke-
pada Allah: “Pergilah dari kami. Sekali pun kami tidak
akan mau menyusahkan diri dengan pemahaman bahwa
kami ada di bawah pengawasan mata Allah atau diken-
dalikan oleh rasa rakut akan Dia.” Atau, mereka me-
nyuruh-Nya pergi, sebab merasa tidak membutuhkan-
Nya, atau tidak ada manfaatnya bagi mereka. Dunia
menjadi bagian yang telah mereka pilih dan ambil, dan
mereka pikir dapat berbahagia di dalamnya. Mereka su-
dah memiliki dunia, jadi berpikir dapat hidup tanpa Allah.
Dengan adil Allah akan mengatakan enyahlah (Mat.
25:41) kepada mereka yang menyuruh-Nya pergi. Dan
adil pula jika ia menuntut mereka seturut dengan per-
kataan mereka.
[2] Mereka membenci pengetahuan akan Allah, dan akan ke-
hendak-Nya, dan kewajiban mereka kepada-Nya: Kami
tidak suka mengetahui jalan-jalan-Mu. Mereka yang me-
netapkan hati untuk tidak berjalan di jalan Allah tidak
ingin mengetahuinya, sebab pengetahuan mereka akan
hal itu akan terus-menerus menegur ketidaktaatan me-
reka (Yoh. 3:19).
(2) Perhatikan bagaimana mereka menentang Allah dan agama
(ay. 15): Yang Mahakuasa itu apa? Sungguh aneh bahwa
ada ciptaan yang berbicara sedemikian kurang ajar, bahwa
ada ciptaan yang berakal dapat berbicara sedemikian konyol
dan tidak masuk akal. Dua tali yang dapat menarik kita ke-
pada agama dan menahan kita padanya yaitu kewajiban
dan kepentingan. Dan sekarang mereka berusaha untuk
menghancurkan kedua tali pengikat ini.
[1] Mereka tidak mau percaya bahwa yaitu kewajiban me-
reka untuk hidup saleh: Yang Mahakuasa itu apa, se-
hingga kami harus beribadah kepada-Nya? Seperti Fir-
aun (Kel. 5:2), Siapakah Tuhan itu yang harus kudengar-
kan firman-Nya? Perhatikan,
Pertama, betapa menghinanya mereka berbicara de-
ngan meremehkan Allah: Yang Mahakuasa itu apa? Se-
olah-olah Allah itu hanya nama saja, sebuah kata yang
tidak berarti, atau seseorang yang tidak ada urusannya
dengan mereka.
Kedua, betapa keras mereka berbicara tentang aga-
ma. Mereka menyebutnya sebagai sebuah ibadah atau
pelayanan, dan mengartikannya sebagai suatu pelayan-
an yang sulit dan keras. Mereka tidak mau menerima
bahwa untuk tetap menjaga hubungan baik dengan
Yang Mahakuasa, mereka harus melayani-Nya, sebab
bagi mereka ini sebuah tugas dan pekerjaan yang mem-
bosankan.
Ketiga, betapa tinggi perkataan mereka tentang diri
mereka sendiri “Sehingga kami harus beribadah kepada-
Nya. Kami yang kaya dan berkuasa, haruskah tunduk
dan bertanggung jawab kepada-Nya? Tidak, kami sudah
bebas, kami ini sudah menjadi tuan (Yer. 2:31).
[2] Mereka tidak percaya bahwa menjadi saleh yaitu demi
kepentingan mereka sendiri: Apa manfaatnya bagi kami,
kalau kami memohon kepada-Nya? Seluruh isi dunia
dapat mereka peroleh, sebab itu mereka melupakan
prinsip dagang, sehingga berpikir tidak akan mendapat-
kan apa-apa dari memohon kepada Allah. yaitu sia-
sia beribadah kepada Allah (Mal. 3:13-14). Doa tidak
akan membayar utang atau memberikan keuntungan
kepada anak. Bahkan, kesalehan yang sungguh-sungguh
dapat saja menghalangi kenaikan pangkat seseorang dan
mendatangkan kerugian baginya. Lantas apa? Apakah
tidak ada yang disebut keuntungan selain kekayaan
dan kehormatan dari dunia ini? Jikalau kita mendapat-
kan perkenanan Allah, dan berkat-berkat rohani dan
kekal, maka tidak ada alasan bagi kita untuk mengeluh
menderita kehilangan sebab ibadah. Akan namun , apa-
bila kita tidak mendapatkan manfaat dari doa, hal itu
yaitu sebab kesalahan kita sendiri (Yes. 58:3-4). Hal
itu yaitu sebab kita salah dalam meminta (Yak. 4:3).
Agama atau ibadah itu sendiri bukanlah hal yang sia-
sia. Seandainya ibadah itu memang sia-sia bagi kita,
maka kita patut menyalahkan diri sendiri sebab meng-
andalkan hal-hal lahiriah atau tampak luar saja dari
hidup beragama (Yak. 1:26).
III. Ayub menunjukkan kebodohan orang fasik dalam menyangkal
Allah. Ia sama sekali menolak perbuatan mereka itu (ay. 16): Me-
mang, kemujuran mereka tidak terletak dalam kuasa mereka
sendiri, maksudnya, mereka tidak mendapatkan semuanya itu
tanpa Allah. sebab itu, betapa durhakanya mereka dalam me-
nyepelekan Dia. Bukanlah sebab kekuatan atau kuasa mereka
sendiri sehingga mereka mendatangkan kekayaan bagi diri mere-
ka. sebab itu mereka seharusnya mengingat Allah yang mem-
berikannya kepada mereka. Mereka juga tidak dapat menjaganya
tanpa Allah, dan sebab itu sangat tidak bijak bagi mereka untuk
kehilangan kepentingan mereka di dalam Dia, malah meminta-
Nya pergi dari mereka. Beberapa penafsir mengartikannya demi-
kian: “Kemujuran mereka ada di dalam lumbung dan karung-
karung mereka, ditumpuk di sana. Tidak ada di dalam tangan
mereka, untuk berbuat baik kepada orang lain dengannya. Maka
apa manfaatnya bagi mereka kalau begitu?” “Maka,” kata Ayub,
“rancangan orang fasik itu jauh dari padaku. Kiranya jauhlah dari
padaku untuk berpikir seperti mereka, berkata seperti mereka,
berbuat seperti mereka, dan berjalan seperti mereka. “Keturunan
mereka mengamini perkataan mereka, meskipun jalan mereka
yaitu kebodohan mereka (Mzm. 49:14, KJV). namun aku ini tahu
hal-hal yang lebih baik, sehingga tidak akan berjalan menurut
jalan mereka.”
Hukuman yang Pasti bagi Orang Fasik
(21:17-26)
17 Betapa sering pelita orang fasik dipadamkan, kebinasaan menimpa mere-
ka, dan kesakitan dibagikan Allah kepada mereka dalam murka-Nya! 18 Me-
reka menjadi seperti jerami di depan angin, seperti sekam yang diterbangkan
badai. 19 Bencana untuk dia disimpan Allah bagi anak-anaknya. Sebaiknya,
orang itu sendiri diganjar Allah, supaya sadar; 20 sebaiknya matanya sendiri
melihat kebinasaannya, dan ia sendiri minum dari murka Yang Mahakuasa!
21 sebab peduli apa ia dengan keluarganya sesudah ia mati, bila telah habis
jumlah bulannya? 22 Masakan kepada Allah diajarkan orang pengetahuan,
kepada Dia yang mengadili mereka di tempat tinggi? 23 Yang seorang mati
dengan masih penuh tenaga, dengan sangat tenang dan sentosa; 24 pinggang-
nya gemuk oleh lemak, dan sumsum tulang-tulangnya masih segar. 25 Yang
lain mati dengan sakit hati, dengan tidak pernah merasakan kenikmatan.
26 namun sama-sama mereka terbaring di dalam debu, dan berenga-berenga
berkeriapan di atas mereka.
Ayub telah menjelaskan dengan panjang lebar mengenai kemakmur-
an orang fasik. Sekarang pada ayat-ayat di atas ini,
I. Ia membandingkan penjelasannya itu dengan perkataan teman-
temannya mengenai kehancuran pasti orang fasik di dalam hidup-
nya. “Beritahukan aku berapa sering pelita orang fasik dipadam-
kan? Tidakkah engkau sering melihatnya terbakar habis sampai
ujung sumbunya, sampai padam sendiri? (ay. 17). Berapa sering
engkau melihat kebinasaan menimpa mereka, atau kesakitan di-
bagikan Allah kepada mereka dalam murka-Nya? Tidakkah eng-
kau sering melihat kesukaan dan kemakmuran mereka terus-
menerus sampai akhir?” Mungkin ada sama banyaknya jumlah
pendosa jahat yang hidupnya berakhir gemilang dengan pendosa
yang hidupnya berakhir menderita, sehingga apabila diamati
cukup untuk menyanggah kebenaran pernyataan para sahabat-
nya itu dan menunjukkan bahwa kita tidak bisa menggambarkan
sifat seseorang berdasarkan hukuman lahiriah tertentu yang me-
nimpanya.
II. Ayub menghubungkan hal ini dengan kekudusan dan keadilan
Allah. Meskipun orang fasik terus hidup makmur sepanjang hi-
dupnya, namun kita tidak boleh berpikir bahwa Allah akan mem-
biarkan kefasikan mereka tidak dihakimi. Tidak,
1. Meskipun makmur, namun mereka seperti jerami di depan
angin, seperti sekam yang diterbangkan badai (ay. 18). Mereka
ringan dan tidak bernilai, dan tidak ada apa-apanya di mata
Allah maupun orang-orang yang bijak dan bajik. Mereka dite-
tapkan untuk dibinasakan, dan terus-menerus diperhadapkan
dengan kebinasaan, dan di tengah kegemilangan dan kekuasa,
namun hanya ada satu langkah jaraknya di antara mereka
dan kebinasaan.
2. Meskipun mereka menghabiskan hari-hari mereka dalam ke-
makmuran, namun bencana untuk dia disimpan Allah bagi
anak-anaknya (ay. 19), dan ia akan menjatuhkannya kepada
keturunan mereka setelah mereka pergi. Sang penindas me-
numpuk hartanya bagi keturunannya, untuk menjadikan me-
reka tuan-tuan, namun Allah menumpuk kesalahan mereka
atas keturunan mereka, untuk menjadikan mereka pengemis.
Ia mencatat setiap dosa-dosa bapa mereka, termeterai dalam
perbendaharaan-Nya (Ul. 32:34), dan akan menghakimi ketu-
runan mereka secara adil, sementara kekayaannya, dengan
kutuk melekat padanya, ada di dalam tangan mereka.
3. Meskipun mereka makmur dalam dunia ini, namun mereka
akan diperhitungkan di dunia yang lain. Allah akan menggan-
jar orang itu sesuai dengan perbuatannya pada akhirnya (ay.
19), meskipun hukuman atas kejahatannya tidak dilaksana-
kan segera di dunia ini. Mungkin sekarang ia tidak dibuat
takut akan murka yang akan datang, dan ia menyenangkan
diri dengan harapan bahwa dia akan mendapatkan kedamaian
meskipun ia terus berbuat dosa. Namun ia akan dipaksa me-
rasakannya pada hari penghakiman Allah yang adil dinyata-
kan. Ia akan mengetahuinya (ay. 20): matanya sendiri melihat
kebinasaannya yang ia tidak mau percayai. Mereka tidak
melihatnya, namun mereka akan melihatnya (Yes. 26:11). Mata
yang dengan sengaja ditutup terhadap anugerah Allah akan
dibuka untuk memandang pembinasaan-Nya. Ia akan minum
dari anggur murka Allah, inilah bagian pialanya (bandingkan
Mzm. 11:6 dengan Why. 14:10). Penderitaan orang berdosa
yang terkutuk di sini dituangkan dalam beberapa patah kata,
namun sangat mengerikan. Mereka berada di bawah murka
Allah Yang Mahakuasa, yang di dalam kebinasaan mereka,
menyatakan murka dan kuasa-Nya. Dan, apabila inilah yang
menjadi keadaan orang fasik di dalam dunia yang lain, maka
apa manfaat kemakmurannya dalam dunia ini bagi dirinya?
sebab peduli apa ia dengan keluarganya sesudah ia mati? (ay.
21, KJV: Apa gunanya kesenangan yang dinikmatinya di rumah-
nya sekarang setelah ia mati kelak?). Juruselamat kita telah
memberitahukan betapa si orang kaya yang ada di neraka itu
tidak akan menikmati kesenangan yang dimilikinya di rumah-
nya setelah dia mati. Ingatan akan hal-hal baik yang telah ia
terima semasa hidupnya tidak dapat menyejukkan lidahnya,
malah justru menambahkan penderitaannya, seperti yang
akan terjadi saat lima orang saudaranya, yang ia tinggalkan
di rumahnya, akan mengikutinya ke tempat penderitaan itu
(Luk. 16:25-28). Betapa tidak ada manfaatnya harta duniawi
bagi mereka yang telah kehilangan jiwanya.
III. Ayub menyerahkan tindakan Penyelenggaraan Allah yang berbeda-
beda dalam memperlakukan orang fasik yang satu dengan yang
lain ke dalam hikmat dan kedaulatan Allah. Masakan kepada Allah
diajarkan orang pengetahuan? Beranikah kita menyalahkan tin-
dakan cara kerja Allah atau mencela perbuatannya? Masakan kita
memberitahu Allah bagaimana Ia seharusnya memerintah dunia,
orang berdosa mana yang harus Ia selamatkan dan mana yang
harus Ia hukum? Ia memiliki baik kekuasaan dan kemampuan
untuk mengadili mereka yang berkedudukan tinggi. Para malaikat
di sorga, raja dan hakim di dunia, bertanggung jawab kepada
Allah, dan harus menerima hukuman daripada-Nya. Ia mengatur
mereka dan bertindak kepada mereka sesuka hati-Nya. Apakah
lantas Ia harus bertanggung jawab atau menerima nasihat kita?
Ia yaitu hakim atas segenap bumi, dan sebab itu sudah pasti Ia
akan berbuat adil (Kej. 18:25; Rm. 3:6). Cara-cara penyelenggara-
an-Nya yang seolah-olah saling bertentangan satu sama lain
dapat Ia buat saling bersesuaian dan bersama-sama menggenap-
kan semua tujuan-Nya. Hanya ada sedikit perbedaan antara se-
orang fasik yang menuju kematian di dalam kesakitan dan penderi-
taan, saat keduanya akhirnya bertemu di neraka. Ayub meng-
gambarkan bagaimana hanya ada sedikit perbedaan antara seorang
yang mendadak meninggal dan yang lainnya meninggal perlahan-
lahan, saat mereka berdua sama-sama segera bertemu di liang
kubur. Begitu besar perbedaan antara waktu dan kekekalan se-
hingga, apabila neraka menjadi bagian setiap orang berdosa pada
akhirnya, maka tidak ada bedanya apabila yang seorang masuk
ke sana dengan bernyanyi dan yang lainnya dengan mengeluh.
Perhatikan,
1. Betapa beragam keadaan orang-orang yang sedang menuju
kematian. Hanya ada satu jalan ke dalam dunia, namun banyak
jalan keluar, demikian kata orang. Namun demikian, sebagai-
mana beberapa orang dilahirkan melalui persalinan yang cepat
dan mudah, sedangkan yang lainnya dilahirkan dengan sukar
dan lama, semikian pula kematian bagi sebagian orang jauh
lebih mengerikan daripada orang lainnya. Dan, sebab kemati-
an tubuh merupakan kelahiran bagi jiwa ke dalam dunia lain-
nya, maka penderitaan di ranjang kematian mungkin tidak
dapat dibandingkan dengan penderitaan di ranjang bersalin.
Perhatikan perbedaannya.
(1) Yang seorang mati mendadak, dengan masih penuh tenaga,
tidak menjadi lemah sebab usia atau penyakit (ay. 23), de-
ngan sangat tenang dan sentosa, tanpa kekhawatiran sama
sekali akan kematian yang sedang mendekat, juga tanpa
ketakutan akan kematian. Namun sebaliknya, sebab ping-
gangnya gemuk oleh lemak, dan sumsum tulang-tulangnya
masih segar (ay. 24), yaitu, ia sehat dan bugar, dan ber-
tubuh baik (seperti sapi perah yang gemuk dan disenangi),
ia tidak menghitung apa pun selain hidup bertahun-tahun
dalam kegembiraan dan kenikmatan. Begitu senangnya ia
menyambut hidup, namun dalam sekejap ia dihantam se-
ngat maut. Perhatikan, merupakan hal yang biasa bagi ma-
nusia untuk dibawa pergi oleh kematian saat sedang
berada dalam kekuatan penuh, saat sedang sehat-sehat-
nya, saat mereka sama sekali yakin tidak akan mati se-
karang, dan berpikir bahwa diri mereka dipersenjatai de-
ngan sangat baik untuk melawannya, sehingga tidak hanya
siap untuk menjauhkan kematian jauh-jauh, melainkan
juga untuk menantangnya. sebab itu, janganlah kita me-
rasa aman, sebab kita tahu ada banyak orang yang sehat
dan kemudian meninggal pada minggu yang sama, hari
yang sama, jam yang sama, bahkan mungkin menit yang
sama. Jadi marilah kita selalu siap.
(2) Yang lain mati dengan perlahan dan dengan mengalami ke-
sakitan dan penderitaan yang besar (ay. 25), dengan sakit
hati, seperti Ayub yang malang pada saat ini, dengan tidak
pernah merasakan kenikmatan, tidak punya nafsu makan
atau menikmati makanan, sebab penyakit, usia, atau ke-
susahan hati. Betapa besar alasan kita harus bersyukur
apabila kita ada dalam keadaan sehat dan selalu makan
dengan nikmat, dan betapa tidak beralasan untuk menge-
luh sebab terkadang kita tidak makan dengan nikmat,
saat kita mendengar bahwa ada banyak orang yang tidak
pernah makan dengan nikmat!
2. Betapa perbedaan ini tidak terlihat di dalam kuburan. Seba-
gaimana orang kaya dan orang miskin, demikian juga orang
sehat dan sakit, sama-sama bertemu di sana (ay. 26): namun
sama-sama mereka terbaring di dalam debu, dan berenga-
berenga berkeriapan di atas mereka, dan memakan mereka
dengan lahap. Jadi, jika seorang fasik mati di dalam sebuah
istana dan yang lainnya di penjara bawah tanah, mereka akan
bertemu dalam kumpulan orang mati dan terkutuk, dan ulat-
ulat bangkai yang tidak mati dan api yang tidak padam akan
sama-sama menjadi bagian mereka, sehingga membuat per-
bedaan-perbedaan di antara mereka itu tidak berarti dan
sebab itu tidak perlu membuat kita bingung.
Hukuman bagi Orang Fasik
(21:27-34)
27 Sesungguhnya, aku mengetahui pikiranmu, dan muslihat yang kamu ran-
cangkan terhadap aku. 28 Katamu: Di mana rumah penguasa? Di mana
kemah tempat kediaman orang-orang fasik? 29 Belum pernahkah kamu ber-
tanya-tanya kepada orang-orang yang lewat di jalan? Dapatkah kamu me-
nyangkal petunjuk-petunjuk mereka, 30 bahwa orang jahat terlindung pada
hari kebinasaan, dan diselamatkan pada hari murka Allah? 31 Siapa yang
akan langsung menggugat kelakuannya, dan mengganjar perbuatannya?
32 Dialah yang dibawa ke kuburan, dan jiratnya dirawat orang. 33 Dengan
nyaman ia ditutupi oleh gumpalan-gumpalan tanah di lembah; setiap orang
mengikuti dia, dan yang mendahului dia tidak terbilang banyaknya. 34 Alang-
kah hampanya penghiburanmu bagiku! Semua jawabanmu hanyalah tipu
daya belaka!”
Di dalam ayat-ayat ini,
I. Ayub menentang pendapat sahabat-sahabatnya, yang ia lihat
masih mereka pegang, bahwa orang fasik pasti akan mengalami
kehancuran yang jelas dan luar biasa, seperti yang dialami diri-
nya, dan tidak ada orang lain yang mengalaminya kecuali orang
fasik. Dan dengan dasar ini mereka mengutuk Ayub sebagai orang
fasik. “Aku mengetahui pikiranmu,” kata Ayub (ay. 27). “Aku tahu
engkau tidak akan sepakat denganku, sebab penilaianmu dinodai
oleh kekesalan dan prasangkamu terhadap aku, dan muslihat
yang kamu rancangkan terhadap kenyamanan dan kehormatan-
ku. Dan bagaimana mungkin orang seperti itu dapat diinsafkan?”
Sahabat-sahabat Ayub telah siap untuk menjawab, sebagai ja-
waban terhadap tuturannya mengenai kemakmuran orang fasik,
“Di mana rumah penguasa? (ay. 28). Di mana rumah Ayub, atau
rumah anak sulungnya, tempat mereka berpesta? Selidikilah ke-
adaan rumah dan keluarga Ayub, dan kemudian tanyakan, di
mana kemah tempat kediaman orang-orang fasik? Lalu banding-
kan jawabannya, maka segera saja engkau akan mendapati bah-
wa rumah Ayub sedang mengalami kesulitan yang sama seperti
rumah orang-orang yang tamak kuasa dan suka menindas. Maka
engkau pun akan merasa pasti, bahwa Ayub benar-benar salah
satunya.”
II. Ayub memberikan penilaiannya sendiri yang berlawanan, dan
untuk membuktikannya, ia memohon pendapat dan pengamatan
seluruh umat manusia. Begitu yakinnya ia bahwa dirinya benar,
hingga ia hendak menanyakan perkara itu kepada seseorang yang
lewat di jalan (a