Tampilkan postingan dengan label ayub 17. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ayub 17. Tampilkan semua postingan

Minggu, 05 Januari 2025

ayub 17


 uti mereka sampai ke seberang kematian sana. 

3. Pikirannya akan gelisah dan tertekan: Sesungguhnya, ia tidak 

mengenal ketenangan dalam batinnya (ay. 20). Pikirannya tidak 

tenang seperti yang disangka orang, namun  senantiasa resah. 

Kekayaan yang diperolehnya dengan cara tidak halal dan telah 

dinikmatinya itu membuatnya sakit dan senantiasa menggang-

gunya bagaikan daging yang tidak tercerna. Janganlah seorang 

pun berharap dapat menikmati dengan nyaman semua yang 

mereka peroleh dengan cara tidak benar. Kegelisahan pikiran-

nya timbul, 

(1) Dari hati nuraninya saat ia menoleh ke belakang, dan me-

menuhinya dengan rasa takut akan murka Allah terhadap 

dirinya sebab  kejahatannya. Bahkan kejahatan yang te-

rasa manis saat dilaksanakan dan dikulum bagaikan re-

mah-remah lezat, akan berubah pahit saat  direnungkan-

nya, serta memenuhinya dengan kengerian dan kesusahan 

saat  diingatnya kembali. Namun berubah juga makan-

annya di dalam perutnya (ay. 14) seperti menurut gulungan 

Injil Yohanes, yang di dalam mulut ia terasa manis seperti 

madu, namun  sesudah dimakan, perut menjadi pahit rasanya 

(Why. 10:10). Seperti itulah halnya dosa, yang berubah 

menjadi bisa ular tedung, dan tidak ada yang lebih pahit 

daripadanya. Bisa ular tedung (ay. 16), dan tidak ada yang 

lebih mematikan daripadanya. Itulah yang akan terjadi 

padanya. Apa yang begitu manis saat  diisapnya, dengan 

begitu nikmatnya, akan terbukti berubah menjadi bisa ular 

tedung. Itulah yang akan terjadi pada semua perolehan 

yang tidak sah. Lidah yang gemar menyanjung-nyanjung 

akan terbukti seperti lidah ular tedung. Semua pujian yang 

memesona dan dirancang dalam dosa, pada saat nurani 

terjaga nanti, akan berubah menjadi murka yang menyala-

nyala. 

(2) Dari kekhawatirannya, saat  ia memandang ke depan (ay. 

22). Dalam kemewahannya yang berlimpah-limpah, saat  

ia menyangka dirinya sangat berbahagia dan sangat yakin 

akan keberlangsungan kebahagiaannya, ia justru ditimpa 

kesusahan. Yaitu, di tengah kecemasan dan kebingungan 

pikirannya, ia akan berpikir seperti orang kaya yang saat  

tanahnya memberikan hasil berlimpah, justru berseru, 

Apakah yang harus aku perbuat? (Luk. 12:17) 

4. Ia akan diambil semua harta miliknya dari dirinya. Ia akan 

tenggelam dan makin menghilang hingga tidak menjadi apa-

apa, sehingga ia tidak menikmati kekayaan hasil dagangnya 

(ay. 18). Ia tidak saja takkan pernah benar-benar menikmati 

bersuka dengannya, namun  tidak akan bersukacita sama sekali. 

(1) Apa yang ditelannya dengan curang terpaksa harus dimun-

tahkannya kembali (ay. 15): Harta benda ditelannya, dan ia 

merasa pasti memilikinya, bahwa harta itu yaitu  kepu-

nyaannya seperti makanan yang telah ditelannya. Namun, 

ia terkecoh, sebab  ia harus memuntahkannya lagi. Boleh 

jadi hati nuraninya membuat dia merasa tidak nyaman 

sebab  menahan apa yang diperolehnya itu, hingga demi 

meredakan suara hati kecilnya, ia hendak memberi ganti 

rugi. Namun hal ini tidak dilakukannya dengan rasa se-

nang untuk berbuat kebajikan, namun  sebab  rasa mual 

dan enggan luar biasa. Atau, jika ia tidak mengembalikan 

apa yang telah dirampasnya, maka Allah melalui campur 

tangan-Nya memaksa dia melakukannya dan menyebabkan 

hal itu terjadi dengan satu atau lain cara, supaya segala 

sesuatu yang diperoleh dengan cara tidak halal dapat kem-

bali kepada pemiliknya yang sah. Allah yang mengeluarkan-

nya dari dalam perutnya, sedangkan kecintaan terhadap 

dosa belum dibuang dari hatinya. Begitu nyaring seruan 

kaum miskin yang telah dimelaratkan olehnya itu menun-

tut si orang fasik itu, hingga ia terpaksa mengutus anak-

anaknya untuk menenangkan mereka dan memohon maaf 

kepada mereka (ay. 10): Anak-anaknya harus mencari belas 

kasihan orang miskin, sementara tangannya sendiri harus 

mengembalikan barang-barang mereka dengan rasa malu 

(ay. 18). Apa yang diperolehnya dengan susah payah, de-

ngan segala keahliannya menindas, harus dikembalikan 

olehnya. Ia tidak bisa menelan dan mencernanya. Ia tidak 

akan tetap memilikinya, melainkan dengan rasa malu ha-

rus mengembalikan apa yang diperolehnya itu. sebab  telah 

memperoleh banyak dengan cara tidak adil, maka sesudah 

semua orang memperoleh kembali milik mereka, hanya 

sedikit yang tersisa bagi dirinya sendiri. Dibuat mengem-

balikan apa yang diperoleh dengan tidak adil melalui anu-

gerah Allah yang menguduskan seperti yang terjadi pada 

diri Zakheus, sungguh merupakan belas kasih luar biasa 

dari Allah. Dengan rela dan senang hati Zakheus 

mengembalikan empat kali lipat segala sesuatu yang telah 

diperasnya, namun masih banyak yang tersisa untuk di-

berikan kepada orang miskin (Luk. 19:8). Sebaliknya, ter-

paksa mengembalikan seperti halnya Yudas, semata-mata 

sebab  rasa takut yang menghantui hati nuraninya, tidak 

akan diikuti manfaat dan rasa nyaman yang menyertainya, 

sebab ia melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci, 

lalu pergi dari situ dan menggantung diri. 

(2) Ia akan dilucuti dari semua miliknya dan menjadi penge-

mis. Orang yang merusak orang lain akan dirusak juga 

(Yes. 33:1), sebab ia ditimpa kesusahan dengan sangat dah-

syatnya. Orang yang tidak bersalah dan telah diperlakukan 

dengan buruk olehnya, duduk terpuruk sebab  kehilangan

 miliknya, sambil berkata seperti Daud, Dari orang fasik 

timbul kefasikan. namun  tanganku tidak akan memukul 

engkau (1Sam. 24:14). Namun, meskipun mereka telah me-

maafkannya dan tidak akan membalas dendam, keadilan 

ilahi-lah yang akan menuntut balas, dan Ia sering kali 

membuat orang fasik menuntut balas bagi orang benar. 

Allah akan membuat seorang fasik meremas dan menghan-

curkan orang fasik lain. Demikianlah, saat  diserang dari 

segala arah, ia tidak akan terluput dengan membawa harta 

bendanya (ay. 20). Selain tidak akan dapat menyelamatkan 

harta bendanya, ia juga tidak akan dapat menyimpan 

sedikit pun. Suatupun tidak luput dari pada lahapnya, tidak 

ada yang tersisa dari makanannya, yaitu harta yang begitu 

didambakan dan dilahapnya dengan nikmat (ay. 21). 

Semua tetangga dan kenalannya akan melihat keadaannya 

yang begitu buruk, hingga setelah ia mati nanti, tidak ada 

orang yang akan mencari hartanya. Tidak satu pun dari 

kaum keluarganya bersedia memberikan uang baginya, 

atau mengurus surat-surat yang ditinggalkannya. Dalam 

semua perkataan yang diucapkan ini, Zofar merenung 

perihal Ayub, yang telah kehilangan segala sesuatu dan di-

rendahkan sampai sehebat itu. 

Nasihat Zofar yang Kedua; 

Kesengsaraan Orang Fasik  

(20:23-29) 

23 Untuk mengisi perutnya, Allah melepaskan ke atasnya murka-Nya yang 

menyala-nyala, dan menghujankan itu kepadanya sebagai makanannya. 24 Ia 

dapat meluputkan diri terhadap senjata besi, namun panah tembaga menem-

bus dia. 25 Anak panah itu tercabut dan keluar dari punggungnya, mata 

panah yang berkilat itu keluar dari empedunya: ia menjadi ngeri. 26 Kegelap-

an semata-mata tersedia bagi dia, api yang tidak ditiup memakan dia dan 

menghabiskan apa yang tersisa dalam kemahnya. 27 Langit menyingkapkan 

kesalahannya, dan bumi bangkit melawan dia. 28 Hasil usahanya yang ada di 

rumahnya diangkut, semuanya habis pada hari murka-Nya. 29 Itulah gan-

jaran Allah bagi orang fasik, milik pusaka yang dijanjikan Allah kepadanya.” 

Sesudah menggambarkan rasa malu dan kesusahan luar biasa yang 

biasanya menyertai perilaku jahat para penindas dan orang-orang 

fasik, Zofar akhirnya memperlihatkan kehancuran mereka. 

I. Kehancuran mereka akan timbul sebab  murka dan balas den-

dam Allah (ay. 23). Tangan orang fasik akan menimpanya (ay. 22, 

KJV), yaitu kesusahan yang sangat dahsyat (KJV: setiap tangan 

orang fasik). Tangannya telah melawan semua orang, dan oleh 

sebab itu tangan semua orang akan melawan dia. Meskipun 

begitu, sementara bergumul dengan semua kesusahan ini, sebe-

narnya ia dapat saja berbuat baik untuk menyelamatkan diri. 

Namun, hatinya tidak akan tahan dan kedua tangannya tidak 

akan kuat bertahan, saat  Allah bertindak terhadap dirinya (Yeh. 

22:14), saat  Allah melepaskan ke atasnya murka-Nya yang 

menyala-nyala, dan menghujankan itu kepadanya. Setiap kata di 

sini berbicara tentang kengerian. Bukan hanya keadilan Allah 

yang terlibat melawan dirinya, melainkan murka-Nya juga, yaitu 

amarah mendalam-Nya terhadap segala perbuatan yang menyulut 

panas hati-Nya. Itulah murka-Nya yang menyala-nyala, yang di-

kobarkan sampai tingkat tertinggi. Murka itu dilontarkan ke atas 

orang fasik itu dengan sekuat tenaga dan dahsyat. Murka itu 

menghujaninya dengan luar biasa deras dan menimpa kepalanya 

bagaikan api dan belerang yang menghujani Sodom. Sang pe-

mazmur juga merujuk kepada hal ini (Mzm. 11:6). Allah meng-

hujani orang-orang fasik dengan arang berapi dan belerang. Tidak 

ada pagar yang dapat menghalanginya, selain Kristus, yang me-

rupakan satu-satunya perlindungan terhadap badai dan topan 

(Yes. 32:2). Murka itu akan jatuh ke atasnya sementara ia hendak 

mengisi perutnya, hendak melahap apa yang didapatkannya sam-

bil berjanji kepada diri sendiri akan memperoleh kepuasan luar 

biasa darinya. Kemudian, sementara ia sedang makan, prahara 

ini akan mengejutkannya, saat  ia merasa aman dan nyaman 

serta tidak menduga adanya bahaya yang menantinya. Sama se-

perti penghancuran dunia lama dan Sodom terjadi saat  mereka 

sedang merasa sangat aman dan di puncak hawa nafsu mereka, 

seperti yang dikatakan Kristus (Luk. 17:26; dst.). Mungkin di sini 

Zofar memikirkan kematian anak-anak Ayub saat  mereka se-

dang makan dan minum. 

II.  Kehancuran mereka tidak terelakkan, dan tidak ada kemungkin-

an lolos (ay. 24): Ia dapat meluputkan diri terhadap senjata besi. 

Meluputkan diri memperlihatkan adanya rasa bersalah. Orang 

fasik tidak mau merendahkan diri di bawah penghukuman Allah, 

atau mencari cara untuk berdamai dengan-Nya. Yang dipikirkan-

nya hanyalah melarikan diri dari pedang. Namun, panah tembaga 

menembus dia. Allah memiliki berbagai jenis senjata. Ia mengasah 

pedangnya, melentur busurnya (Mzm. 7:13-14). Allah mampu 

menghadapi musuh-musuh-Nya cominus vel eminus – baik yang 

dekat maupun jauh. Ia memakai  pedang bagi orang-orang 

yang menyangka dapat melawan Dia memakai  kekuatan me-

reka, serta busur bagi orang-orang yang menyangka dapat me-

ngelak dari-Nya dengan kelicikan mereka. (Bandingkan dengan 

Yes. 24:17; Yer. 48:43-44). Meskipun berhasil menghindar dari 

satu penghukuman, orang yang telah ditentukan mengalami ke-

hancuran akan mendapatkan penghukuman berikutnya. 

III. Kehancuran itu akan sangat dahsyat. saat  anak panah yang 

menembusnya, bila Allah menembakkan anak panah, bidikan-Nya 

pasti tidak akan meleset dan senantiasa mengenai sasaran, maka 

kemudian tercabut dan keluar dari punggungnya. saat   mata pa-

nah yang berkilat (kilat, kata yang dipakai), pedang yang menyala-

nyala, pedang yang dibasuh di langit (Yes. 34:5) dan keluar dari 

empedunya: ia menjadi ngeri. Betapa ngerinya! Betapa kuat ke-

jang-kejang yang dialaminya, betapa dahsyat penderitaannya se-

belum ajal menjemput! Betapa dahsyat sergapan maut terhadap 

orang fasik! 

IV. Adakalanya kehancuran yang menimpanya sangatlah tidak ter-

katakan (ay. 26). 

1. Kegelapan yang melingkupinya merupakan kegelapan yang 

tersembunyi. Kegelapan semata-mata tersedia baginya, kege-

lapan pekat, tanpa setitik terang pun, kegelapan yang tersem-

bunyi di tempat-tempat rahasia (ay. 26, KJV), ke mana pun  ia 

mengasingkan diri dan berharap bisa berlindung. Ia tidak per-

nah mengundurkan diri ke dalam hati nuraninya sendiri, 

namun  mendapati diri berada dalam kegelapan dan benar-benar 

tidak tahu harus berbuat apa. 

2. Api yang menghanguskannya yaitu  api yang tidak ditiup, 

menyala tanpa bunyi, tubuhnya dilahap api dan akibatnya 

bisa dilihat semua orang, namun  tidak ada yang tahu penyebab-

nya. Jelas terlihat bahwa tanaman labu menjadi layu, namun  

ulat di bagian akarnya yang menyebabkan tanaman itu layu 

tidak tampak oleh mata. Orang fasik lenyap oleh api kecil yang 

halus lembut, dengan pasti, namun  sangat perlahan. Bila bahan 

bakarnya sangat mudah terbakar, api tidak perlu ditiup su-

paya menyala. Seperti itulah halnya dengan orang fasik. Ia 

sudah matang untuk dihancurkan. Semua orang gegabah dan 

setiap orang yang berbuat fasik menjadi seperti jerami dan akan 

terbakar (Mal. 4:1). Api yang tidak terpadamkan akan meng-

habiskannya (demikianlah yang diartikan oleh beberapa orang), 

dan itu jelas berbicara tentang api neraka. 

V. Kehancuran itu tidak bagi dirinya saja, tapi juga bagi keluarga-

nya: Api itu menghabiskan apa yang tersisa dalam kemahnya, 

sebab kutukan itu akan meraihnya, dan ia akan dibinasakan 

mungkin oleh penyakit menyengsarakan yang sama. Murka me-

ngejar keluarga, yang akan membinasakan baik pewaris maupun 

warisannya (ay. 28). 

1. Keturunannya akan dibasmi: Hasil usahanya yang ada di ru-

mahnya diangkut, entah punah akibat kematian yang sebelum 

waktunya atau sebab  dipaksa meninggalkan negeri mereka. 

Anggota keluarga yang besar jumlahnya, jika jahat dan kotor, 

dalam waktu singkat akan dikerdilkan, dicerai-beraikan, dan 

dimusnahkan oleh penghukuman Allah. 

2. Harta bendanya akan lenyap. Semuanya akan habis dari ke-

luarganya secepat masuknya, pada hari murka-Nya tiba. Se-

mentara ia mengumpulkan kekayaannya dengan kecurangan 

dan penindasan, ia menumpuk murka Allah. 

VI. Kehancuran itu akan tampak sebagai tindakan yang adil dan 

benar, dan menunjukkan apa yang diakibatkannya bagi dirinya 

sendiri sebab  kejahatannya sendiri. Sebab, langit menyingkapkan 

kesalahannya (ay. 27), yaitu, Allah sorgawi yang melihat semua 

kejahatan tersembunyi orang fasik, melalui satu atau lain cara, 

akan memberitahukan kepada seluruh dunia betapa hinanya dia 

selama ini. Dengan demikian semua orang akan mengakui keadil-

an Allah dalam semua hal yang menimpanya. Bumi bangkit mela-

wan dia, baik untuk menyingkapkan kejahatannya, maupun un-

tuk menuntut balas atasnya. Bumi tidak lagi menyembunyikan 

darah yang tertumpah di atasnya (Yes. 26:21). Bumi bangkit mela-

wan dia, seperti perut memuntahkan apa pun yang menjijikkan, 

dan tidak akan menahannya lebih lama lagi. Langit menyingkap-

kan kesalahannya, dan oleh sebab  itu tidak akan menerimanya. 

Lalu ke mana lagi ia harus pergi selain ke neraka? Jika Allah pe-

nguasa langit dan bumi menjadi musuhnya, baik langit maupun 

bumi tidak akan menunjukkan kebaikan kepadanya. Sebaliknya, 

seluruh bala tentara alam semesta akan dan pasti berperang 

melawannya. 

VII. Zofar mengakhiri pembicaraannya bagaikan seorang ahli pidato 

(ay. 29): Itulah ganjaran Allah bagi orang fasik. Hal itu diberikan 

dan dirancang baginya sebagai bagiannya. Akhirnya ia akan me-

nerimanya, sama seperti seorang anak menerima bagian warisan-

nya, dan ia akan memperolehnya untuk selamanya. Ia harus me-

matuhinya: Itulah milik pusaka yang dijanjikan Allah kepadanya. 

Itu sudah menjadi peraturan yang sudah ditetapkan mengenai 

hukumannya, dan sebelum itu sudah diberikan peringatan yang 

adil kepadanya. Hai orang jahat, engkau pasti mati! (Yeh. 33:8). 

Dalam hal ini Zofar keliru. Meskipun orang-orang berdosa yang 

tidak mau bertobat tidak selalu menerima penghukuman semen-

tara demikian di dunia ini, seperti yang digambarkan di sini, 

namun murka Allah tetap ada di atas mereka, dan mereka dibuat 

sengsara oleh penghukuman rohani. Dan penghukuman rohani 

ini jauh lebih berat, sebab  hati nurani mereka menjadi kengerian 

bagi diri mereka sendiri sehingga merasa ketakutan terus. Selain 

itu, hati nurani mereka menjadi mati rasa, sehingga menjadi 

terkutuk dan terikat pada kehancuran abadi. Belum pernah ada 

pengajaran yang dijelaskan dengan lebih baik, atau diterapkan 

dengan lebih buruk, dibanding pengajaran Zofar ini, yang dengan 

semua perkataan ini bermaksud membuktikan bahwa Ayub se-

orang fasik. Marilah kita menerima penjelasan yang baik ini, dan 

menerapkannya dengan lebih baik, untuk memperingatkan diri 

sendiri agar takjub terhadap dosa dan tidak berbuat dosa. 

 

PASAL  2 1  

asal ini merupakan jawaban Ayub terhadap penuturan Zofar. 

Sekarang Ayub tidak banyak mengeluhkan kesengsaraannya 

dibanding sebelum-sebelumnya, sebab  ia mendapati teman-temanya 

itu sama sekali tidak tergerak oleh keluh-kesahnya dan mengasihani-

nya. sebab  itu ia lebih membahas pertanyaan umum yang sedang 

diperbantahkan di antara dirinya dengan mereka, yaitu tentang apa-

kah kemakmuran lahiriah dan keberlangsungannya merupakan se-

buah tanda bahwa jemaat yang mengalaminya yaitu  jemaat yang 

sejati dan anggota-anggotanya benar-benar sejati, sehingga kehan-

curan kemakmuran seseorang menjadi bukti yang cukup bahwa 

orang tersebut fasik atau munafik, meskipun tidak ada bukti-bukti 

lain yang membenarkan kesimpulan tersebut? Hal inilah yang  mere-

ka tegaskan kebenarannya, namun  dibantah Ayub. 

I. Kata-kata pendahuluan Ayub dimaksudkan untuk mengge-

rakkan hati mereka, supaya mereka memperhatikan dia (ay. 

1-6) 

II. Tanggapan Ayub dimaksudkan untuk membenarkan penilai-

an mereka dan memperbaiki kesalahan mereka. Ia percaya 

bahwa Allah terkadang menghukum seorang fasik, seolah-

olah merantai dia, in terrorem – untuk menunjukkan kengeri-

an kepada orang lain, melalui suatu hukuman yang dapat 

dilihat dalam hidup ini. namun  Ayub tidak setuju bahwa Allah 

selalu berbuat demikian. Bahkan, ia menyatakan bahwa 

sering kali Allah melakukan hal yang sebaliknya, Ia membiar-

kan bahkan pendosa terbesar sekalipun hidup dalam kemak-

muran sepanjang hidupnya dan meninggalkan dunia tanpa 

mendapatkan sedikit pun jejak murka Allah atas mereka. 

1. Ayub menggambarkan kemakmuran besar orang fasik (ay. 

7-13). 

2. Ia menunjukkan ketidaksalehan mereka yang luar biasa, 

di mana hati mereka dikeraskan di dalam kemakmuran 

mereka (ay. 14-16). 

3. Ia meramalkan kehancuran mereka secara panjang lebar, 

namun  setelah masa penangguhan yang lama (ay. 17-21). 

4. Ia mengamati bahwa ada begitu banyak cara Allah meme-

lihara manusia, bahkan orang fasik sekalipun (ay. 22-26). 

5. Ia menghancurkan dasar kecaman para sahabatnya atas 

dirinya, dengan menunjukkan bahwa kehancuran orang 

fasik disimpan untuk dunia yang lain, dan bahwa mereka 

sering kali luput sampai akhir di dalam dunia ini (ay. 27-

34), dan di dalam hal ini Ayub jelas-jelas benar. 

Jawaban Ayub Atas Nasihat Zofar 

(21:1-6) 

1 namun  Ayub menjawab: 2 “Dengarkanlah baik-baik perkataanku dan biarlah 

itu menjadi penghiburanmu. 3 Bersabarlah dengan aku, aku akan berbicara; 

sehabis bicaraku bolehlah kamu mengejek. 4 Kepada manusiakah keluhanku 

tertuju? Mengapa aku tidak boleh kesal hati? 5 Berpalinglah kepadaku, maka 

kamu akan tercengang, dan menutup mulutmu dengan tangan! 6 Kalau aku 

memikirkannya, aku menjadi takut, dan gemetarlah tubuhku. 

Pada perikop di atas ini Ayub mengajukan dirinya, baik perkara mau-

pun penjelasannya, baik kesengsaraannya maupun perkataannya, 

untuk dipertimbangkan dengan belas kasihan oleh sahabat-sahabat-

nya. 

1. Apa yang diminta dari mereka sangat adil, agar mereka bersabar 

dengannya sehingga ia dapat berbicara (ay. 3) dan tidak memo-

tongnya sebagaimana yang telah dilakukan Zofar, di tengah-

tengah perkataannya. Orang-orang yang kalah, di antara semua 

orang, harus dibiarkan untuk berbicara, dan apabila mereka yang 

dituduh dan dikecam tidak diizinkan untuk berbicara membela 

dirinya sendiri, maka mereka diperlakukan dengan tidak adil 

tanpa penolong, dan tidak memiliki cara untuk mendapatkan 

haknya. Ia memohon agar mereka mendengarkan perkataannya 

baik-baik (ay. 2) sebagai orang-orang yang hendak memahaminya, 

dan apabila mereka bersalah, biarkan ia memperbaiki kesalahan 

mereka. Ia meminta supaya mereka berpaling kepadanya (ay. 5), 

sebab kita mungkin tidak mendengar kalau tidak memperhatikan 

dan mengamati apa yang kita dengar. 

2. Apa yang Ayub minta dengan mendesak sangat masuk akal. 

(1) Sahabat-sahabatnya datang untuk menghibur dirinya. “Tidak.” 

Katanya, “biarlah itu menjadi penghiburanmu” (ay. 2). Jika eng-

kau tidak memiliki penghiburan lain bagiku lagi, janganlah 

mengambil penghiburan yang satu ini dariku, yaitu berbaik 

hatilah dan dengarkan aku dengan sabar, dan hal itu akan 

menjadi penghiburanmu bagiku.” Mereka tidak mungkin me-

ngetahui bagaimana caranya menghibur dia apabila mereka 

tidak membiarkan dirinya untuk menjelaskan perkaranya dan 

menceritakan kisahnya sendiri. Atau, “Ini akan menjadi peng-

hiburan bagi dirimu, yaitu bahwa engkau memperlakukan 

sahabatmu yang dalam kesusahan dengan lembut, dan tidak 

dengan kasar.”  

(2) Ayub akan mendengarkan sahabat-sahabatnya berbicara ke-

tika tiba giliran mereka. “Setelah aku selesai berbicara, kalian 

dapat melanjutkan dengan apa yang hendak kalian katakan, 

dan aku tidak akan menghalangimu, tidak, meskipun kalian 

terus mencela aku.” Mereka yang terlibat dalam perselisihan 

harus menghadapi perkataan-perkataan keras yang ditujukan 

kepada mereka, dan menetapkan hati untuk menanggung 

celaan dengan sabar. Sebab, pada umumnya, orang-orang 

yang mencela akan terus-menerus mencela, tidak peduli apa 

pun yang dikatakan kepada mereka. 

(3) Ayub berharap dapat menginsafkan mereka. “Jika kalian men-

dengarkan aku dengan adil, maka sekalipun kalian terus men-

cela aku, aku yakin bahwa apa yang akan aku katakan akan 

mengubah nada suaramu dan membuatmu mengasihani aku 

alih-alih mencela aku.” 

(4) Mereka bukanlah hakim atas dirinya (ay. 4): “Kepada manusia-

kah keluhanku tertuju?” Tidak. Jika kepada manusia, maka 

tidak ada gunanya bagiku untuk mengeluh. Yang benar, ke-

luhanku tertuju kepada Allah, dan kepada-Nya aku memohon. 

Biarlah Allah menjadi hakim di antara kalian dan aku. Di 

hadapan-Nya kita berdiri sama tinggi, dan sebab  itu aku 

berhak didengar seperti halnya kalian juga. Jika keluhanku 

ditujukan kepada manusia, maka jiwaku akan susah, sebab 

manusia tidak akan mengindahkan aku, dan tidak akan me-

mahami aku dengan benar. namun  keluhanku ialah kepada 

Allah, yang akan bersabar denganku saat  aku berbicara, 

meskipun kalian tidak.” Akan sangat menyedihkan apabila 

Allah memperlakukan kita dengan tidak baik seperti sahabat-

sahabat kita terkadang memperlakukan kita. 

(5) Ada hal dalam perkaranya yang sangat mengejutkan dan men-

cengangkan, dan oleh sebab  itu perlu dan layak mendapat-

kan perhatian mereka dengan sungguh-sungguh. Perkaranya 

bukanlah hal yang biasa, melainkan sesuatu yang sangat luar 

biasa. 

[1] Ia sendiri takjub dengan perkaranya itu, akan kesulitan 

yang Allah timpakan atas dirinya dan akan celaan sahabat-

sahabatnya atas dirinya (ay. 6): “saat  aku memikirkan 

hari yang mengerikan itu, hari di mana aku tiba-tiba di-

lucuti dari segala kenyamananku, hari di maka aku ditim-

pa barah yang busuk, – saat  aku mengingat segala per-

kataan keras kalian yang membuat aku sedih, – aku meng-

akui aku menjadi takut, dan gemetarlah tubuhku, terutama 

saat  aku membandingkan keadaanku dengan keadaan 

orang-orang fasik yang makmur, dan pujian tetangga 

mereka, di mana kehidupan seperti inilah yang mereka nik-

mati semasa hidup di dunia.” Perhatikan, penyelenggaraan 

Allah dalam mengatur dunia, terkadang sangat mence-

ngangkan, bahkan bagi orang-orang yang baik dan bijak, 

dan melampaui akal mereka.  

[2] Ayub ingin agar para sahabatnya takjub akan hal itu (ay. 

5): “Berpalinglah kepadaku, maka kamu akan tercengang.  

Alih-alih menjabarkan masalahku, lebih baik kalian takjub 

dan kagum akan Penyelenggaraan Allah yang tak terselami 

dalam mendatangkan kesusahan bagi orang yang kalian 

tahu bukan seorang yang jahat. Kalian seharusnya menu-

tup mulutmu dengan tangan, diam dan menunggu apa yang 

terjadi, dan tidak menghakimi sebelum waktunya. Melalui 

laut jalan-Mu dan lorong-Mu melalui muka air yang luas. 

saat  kita tidak dapat memahami apa yang Ia perbuat, 

dengan menjadikan orang fasik makmur dan yang saleh 

hidup susah, dan tidak dapat menyelami cara kerja-Nya, 

marilah kita duduk dan mengaguminya. Orang-orang yang

 jujur tercengang sebab  hal itu (17:8). Hendaklah kalian 

juga demikian.” 

Kemakmuran Orang Fasik; 

Penyalahgunaan Kemakmuran Duniawi  

(21:7-16) 

7 Mengapa orang fasik tetap hidup, menjadi tua, bahkan menjadi bertambah-

tambah kuat? 8 Keturunan mereka tetap bersama mereka, dan anak cucu 

diperhatikan mereka. 9 Rumah-rumah mereka aman, tak ada ketakutan, pen-

tung Allah tidak menimpa mereka. 10 Lembu jantan mereka memacek dan 

tidak gagal, lembu betina mereka beranak dan tidak keguguran. 11 Kanak-

kanak mereka dibiarkan keluar seperti kambing domba, anak-anak mereka 

melompat-lompat. 12 Mereka bernyanyi-nyanyi dengan iringan rebana dan 

kecapi, dan bersukaria menurut lagu seruling. 13 Mereka menghabiskan hari-

hari mereka dalam kemujuran, dan dengan tenang mereka turun ke dalam 

dunia orang mati. 14 namun  kata mereka kepada Allah: Pergilah dari kami! 

Kami tidak suka mengetahui jalan-jalan-Mu. 15 Yang Mahakuasa itu apa, 

sehingga kami harus beribadah kepada-Nya, dan apa manfaatnya bagi kami, 

kalau kami memohon kepada-Nya? 16 Memang, kemujuran mereka tidak ter-

letak dalam kuasa mereka sendiri! Rancangan orang fasik yaitu  jauh dari 

padaku. 

Ketiga sahabat Ayub itu, dalam tuturan mereka sebelumnya, dengan 

panjang lebar menjelaskan keadaan orang fasik yang mengenaskan di 

dunia ini. “Hal itu benar,” kata Ayub, “penghakiman yang luar biasa 

terkadang ditimpakan atas orang-orang yang sangat berdosa. namun  

tidak selalu demikian, sebab kita memiliki banyak contoh kemakmur-

an yang besar dan berkelanjutan dialami mereka yang jelas-jelas 

fasik. Meskipun mereka dikeraskan di dalam kejahatan mereka oleh 

kemakmuran mereka, namun mereka terus makmur.” 

I. Pada perikop di atas Ayub menggambarkan kemakmuran orang 

fasik secara panjang lebar. “Apabila benar seperti yang kalian ka-

takan, beritahukan kepadaku mengapa orang fasik tetap hidup?” 

(ay. 7). 

1. Kenyataan tersebut sudah dianggap orang biasa saja, sebab  

kita menyaksikannya terjadi setiap hari. 

(1) Orang fasik tetap hidup dan tidak mendadak disambar oleh 

pembalasan ilahi. Mereka yang membuka mulut untuk 

melawan sorga, tetap saja berbicara. Mereka yang menga-

cungkan tangannya melawan Allah, tetap saja bertindak. 

Mereka tidak hanya tetap hidup yaitu, hukuman mereka 

ditangguhkan, malah selamat (1Sam. 25:6, KJV: hidup da-

lam kemakmuran). Bahkan, 

(2) Mereka menjadi tua. Mereka mendapat kehormatan, ke-

puasan dan keuntungan berumur panjang, cukup panjang 

untuk membesarkan kaum keluarga dan harta benda 

mereka. Kita membaca tentang orang yang tidak akan tidak 

mencapai umur seratus tahun (Yes. 65:20). Namun ini 

belum semuanya.  

(3) Mereka bertambah-tambah kuat, menduduki jabatan tinggi 

dan dipercaya, tidak hanya menjadi tokoh yang hebat, na-

mun juga memiliki pengaruh yang besar. Vivit imo, et in 

senatum venit – Ia tidak hanya hidup, namun juga menjadi 

anggota dewan. Mengapa demikian? Perhatikan, ada guna-

nya mencari tahu alasan kemakmuran lahiriah orang-orang 

fasik. Hal ini bukan sebab  Allah telah meninggalkan dunia, 

sebab  Ia tidak melihat, tidak membenci, atau tidak sang-

gup menghukum orang fasik, namun  sebab  takaran kejahat-

an mereka belum penuh. Ini yaitu  hari kesabaran Allah, 

dan dalam satu dan lain hal, ia memakai  orang-orang 

fasik dan kemakmuran mereka untuk melayani berbagai 

rencana-Nya, sementara semua rencana-Nya itu mematang-

kan mereka untuk dihancurkan. Namun alasan utamanya 

yaitu  sebab  Ia hendak menunjukkan bahwa ada dunia 

lain yang menjadi dunia pembalasan, bukan dunia ini. 

2. Kemakmuran orang fasik dijelaskan di sini sebagai: 

(1) Lengkap dan sempurna. 

[1] Mereka beranak cucu dan keluarga mereka bertumbuh, 

dan mereka mendapatkan kepuasan dengan menyaksi-

kannya (ay. 8): Keturunan mereka tetap bersama mere-

ka. Hal ini diletakkan pertama, sebab inilah yang men-

datangkan kesukaan dan harapan yang menyenangkan. 

[2] Hidup mereka mudah dan aman (ay. 9). Sementara 

Zofar membicarakan mengenai ketakutan dan kengeri-

an yang menimpa mereka terus-menerus, Ayub berkata, 

Rumah-rumah mereka aman dari bahaya dan ketakutan 

(ay. 9), dan mereka begitu jauh dari luka-luka memati-

kan akibat pedang atau anak panah Allah, hingga tidak 

merasakan sakitnya pentung Allah mengena mereka.  

[3] Mereka kaya dan berhasil di tanah mereka. Mengenai hal 

ini Ayub hanya memberikan satu contoh (ay. 10). Ternak 

mereka bertambah banyak, dan mereka tidak gagal. Lem-

bu betina mereka beranak dan tidak keguguran, dan ten-

tunya mereka bertambah sangat banyak. Hal ini dijanji-

kan di dalam Keluaran 23:26 dan Ulangan 7:14. 

[4] Mereka bergembira ria dan hidup dengan senang (ay. 

11-12): Kanak-kanak mereka dibiarkan keluar di antara 

tetangga-tetangga mereka, seperti kambing domba, de-

ngan jumlah banyak, untuk beria-ria. Mereka mengada-

kan pesta dansa dan musik, di mana anak-anak mereka 

menari-nari (TB: anak-anak mereka melompat-lompat). 

Menari memang paling cocok bagi anak-anak, yang 

tidak mengetahui cara lain untuk menghabiskan waktu 

mereka, yang kepolosannya melindungi mereka dari 

kejahatan. Meskipun para orangtua tidak begitu muda 

dan lincah lagi untuk menari, namun mereka bernya-

nyi-nyanyi dengan iringan rebana dan kecapi. Mereka 

meniup seruling, dan anak-anak menari diiringi seru-

ling mereka. Mereka tidak mengenal kesedihan sekali-

pun alat musik mereka kedengaran sumbang, sebab  

mereka tidak dapat menahan hati untuk bersukaria. 

Beberapa penafsir mengamati hal ini sebagai contoh 

kesia-siaan mereka, di samping kemakmuran mereka. 

Dalam hal ini tidak yang seperti Abraham yang mem-

perhatikan untuk mengajar anak-anaknya jalan yang 

ditunjukkan Tuhan (Kej. 18:19). Anak-anak mereka 

tidak berdoa atau mengucapkan ajaran agama mereka, 

selain hanya menari dan menyanyi, dan bersukaria me-

nurut lagu seruling. Kenikmatan jasmani yaitu  kesuka-

an bagi orang-orang duniawi, dan sebagaimana para 

orang tua, demikianlah anak-anak mereka. 

(2) Terus-menerus dan tetap (ay. 13): Mereka menghabiskan 

hari-hari mereka, seluruh hari-hari mereka, dalam kemujur-

an, tidak mengenal apa itu berkekurangan. Mereka selalu 

ada dalam sukaria dan kegembiraan, dan tidak pernah 

mengenal apa artinya kesedihan. Dan yang terakhir, tanpa  

adanya peringatan untuk menakut-nakuti mereka, tanpa 

penderitaan atau kesakitan, dan dengan tenang mereka 

turun ke dalam dunia orang mati, dan tidak ada yang 

mengekang mereka dalam kematian mereka. Seandainya 

tidak ada kehidupan berikutnya setelah kehidupan yang 

sekarang, yaitu  paling diidam-idamkan untuk mati de-

ngan cara dihantam pukulan kematian dengan sesaat . 

sebab  kita harus turun ke dunia orang mati, dan jika 

perjalanan itu merupakan perjalanan kita yang terpanjang, 

maka kita tentu berharap dapat dengan tenang turun ke 

dunia orang mati, untuk menelan pil pahit dan tidak me-

ngunyahnya. 

II. Ia menunjukkan bagaimana mereka menghamburkan kekayaan 

mereka dengan cara yang tidak benar dan diteguhkan serta di-

keraskan hatinya oleh kekayaannya di dalam ketidaksalehan me-

reka (ay. 14-15). 

1. Emas dan perak mengeraskan mereka, membuat mereka se-

makin kurang ajar dan lancang di dalam kefasikan mereka. 

Ayub mengatakan bahwa hal ini,  

(1) Untuk menambah kesusahan mereka. Sungguh aneh bah-

wa orang fasik menjadi makmur, namun terlebih lagi bah-

wa mereka menjadi sedemikian makmur sehingga secara 

terang-terangan mereka menantang Allah, dan memberi-

tahukan kepada-Nya bahwa mereka tidak peduli dengan-

Nya. Bahkan kemakmuran mereka terus berlanjut, meski-

pun mereka membangun diri di atasnya sambil menentang 

Allah. Mereka memakai kemakmuran sebagai senjata un-

tuk melawan-Nya, namun demikian mereka tidak juga di-

lucuti. Atau, 

(2) Untuk mengurangi kesusahan mereka. Allah membuat me-

reka menjadi makmur. Namun janganlah kita kagum akan 

hal itu, sebab kemakmuran orang bebal akan membinasa-

kannya, dengan mengeraskan mereka di dalam dosa (Ams. 

1:32, Mzm. 73:7-9). 

2. Perhatikan bagaimana orang-orang berdosa yang makmur me-

mandang remeh Allah dan agama. Seolah-olah sebab  mereka 

memiliki begitu banyak harta dalam kehidupan ini, mereka 

merasa tidak perlu lagi memperhatikan kehidupan yang selan-

jutnya. 

(1) Perhatikan betapa mereka acuh terhadap Allah dan agama: 

Mereka mengabaikan Allah dan agama, serta membuang 

jauh-jauh pemikiran tentangnya. 

[1] Mereka membenci kehadiran Allah. Mereka berkata ke-

pada Allah: “Pergilah dari kami. Sekali pun kami tidak 

akan mau menyusahkan diri dengan pemahaman bahwa 

kami ada di bawah pengawasan mata Allah atau diken-

dalikan oleh rasa rakut akan Dia.” Atau, mereka me-

nyuruh-Nya pergi, sebab  merasa tidak membutuhkan-

Nya, atau tidak ada manfaatnya bagi mereka. Dunia 

menjadi bagian yang telah mereka pilih dan ambil, dan 

mereka pikir dapat berbahagia di dalamnya. Mereka su-

dah memiliki dunia, jadi berpikir dapat hidup tanpa Allah. 

Dengan adil Allah akan mengatakan enyahlah (Mat. 

25:41) kepada mereka yang menyuruh-Nya pergi. Dan 

adil pula jika ia menuntut mereka seturut dengan per-

kataan mereka. 

[2] Mereka membenci pengetahuan akan Allah, dan akan ke-

hendak-Nya, dan kewajiban mereka kepada-Nya: Kami 

tidak suka mengetahui jalan-jalan-Mu. Mereka yang me-

netapkan hati untuk tidak berjalan di jalan Allah tidak 

ingin mengetahuinya, sebab pengetahuan mereka akan 

hal itu akan terus-menerus menegur ketidaktaatan me-

reka (Yoh. 3:19). 

(2) Perhatikan bagaimana mereka menentang Allah dan agama 

(ay. 15): Yang Mahakuasa itu apa? Sungguh aneh bahwa 

ada ciptaan yang berbicara sedemikian kurang ajar, bahwa 

ada ciptaan yang berakal dapat berbicara sedemikian konyol 

dan tidak masuk akal. Dua tali yang dapat menarik kita ke-

pada agama dan menahan kita padanya yaitu  kewajiban 

dan kepentingan. Dan sekarang mereka berusaha untuk 

menghancurkan kedua tali pengikat ini. 

[1] Mereka tidak mau percaya bahwa yaitu  kewajiban me-

reka untuk hidup saleh: Yang Mahakuasa itu apa, se-

hingga kami harus beribadah kepada-Nya? Seperti  Fir-

aun (Kel. 5:2), Siapakah Tuhan itu yang harus kudengar-

kan firman-Nya? Perhatikan,  

Pertama, betapa menghinanya mereka berbicara de-

ngan meremehkan Allah: Yang Mahakuasa itu apa? Se-

olah-olah Allah itu hanya nama saja, sebuah kata yang 

tidak berarti, atau seseorang yang tidak ada urusannya 

dengan mereka.  

Kedua, betapa keras mereka berbicara tentang aga-

ma. Mereka menyebutnya sebagai sebuah ibadah atau 

pelayanan, dan mengartikannya sebagai suatu pelayan-

an yang sulit dan keras. Mereka tidak mau menerima 

bahwa untuk tetap menjaga hubungan baik dengan 

Yang Mahakuasa, mereka harus melayani-Nya, sebab  

bagi mereka ini sebuah tugas dan pekerjaan yang mem-

bosankan.  

Ketiga, betapa tinggi perkataan mereka tentang diri 

mereka sendiri “Sehingga kami harus beribadah kepada-

Nya. Kami yang kaya dan berkuasa, haruskah tunduk 

dan bertanggung jawab kepada-Nya? Tidak, kami sudah 

bebas, kami ini sudah menjadi tuan (Yer. 2:31). 

[2] Mereka tidak percaya bahwa menjadi saleh yaitu  demi 

kepentingan mereka sendiri: Apa manfaatnya bagi kami, 

kalau kami memohon kepada-Nya? Seluruh isi dunia 

dapat mereka peroleh, sebab  itu mereka melupakan 

prinsip dagang, sehingga berpikir tidak akan mendapat-

kan apa-apa dari memohon kepada Allah. yaitu  sia-

sia beribadah kepada Allah (Mal. 3:13-14). Doa tidak 

akan membayar utang atau memberikan keuntungan 

kepada anak. Bahkan, kesalehan yang sungguh-sungguh 

dapat saja menghalangi kenaikan pangkat seseorang dan 

mendatangkan kerugian baginya. Lantas apa? Apakah 

tidak ada yang disebut keuntungan selain kekayaan 

dan kehormatan dari dunia ini? Jikalau kita mendapat-

kan perkenanan Allah, dan berkat-berkat rohani dan 

kekal, maka tidak ada alasan bagi kita untuk mengeluh 

menderita kehilangan sebab  ibadah. Akan namun , apa-

bila kita tidak mendapatkan manfaat dari doa, hal itu 

yaitu  sebab  kesalahan kita sendiri (Yes. 58:3-4). Hal 

itu yaitu  sebab  kita salah dalam meminta (Yak. 4:3).

 Agama atau ibadah itu sendiri bukanlah hal yang sia-

sia. Seandainya ibadah itu memang sia-sia bagi kita, 

maka kita patut menyalahkan diri sendiri sebab  meng-

andalkan hal-hal lahiriah atau tampak luar saja dari 

hidup beragama (Yak. 1:26). 

III. Ayub menunjukkan kebodohan orang fasik dalam menyangkal 

Allah. Ia sama sekali menolak perbuatan mereka itu (ay. 16): Me-

mang, kemujuran mereka tidak terletak dalam kuasa mereka 

sendiri, maksudnya, mereka tidak mendapatkan semuanya itu 

tanpa Allah. sebab  itu, betapa durhakanya mereka dalam me-

nyepelekan Dia. Bukanlah sebab  kekuatan atau kuasa mereka 

sendiri sehingga mereka mendatangkan kekayaan bagi diri mere-

ka. sebab  itu mereka seharusnya mengingat Allah yang mem-

berikannya kepada mereka. Mereka juga tidak dapat menjaganya 

tanpa Allah, dan sebab  itu sangat tidak bijak bagi mereka untuk 

kehilangan kepentingan mereka di dalam Dia, malah meminta-

Nya pergi dari mereka. Beberapa penafsir mengartikannya demi-

kian: “Kemujuran mereka ada di dalam lumbung dan karung-

karung mereka, ditumpuk di sana. Tidak ada di dalam tangan 

mereka, untuk berbuat baik kepada orang lain dengannya. Maka 

apa manfaatnya bagi mereka kalau begitu?” “Maka,” kata Ayub, 

“rancangan orang fasik itu jauh dari padaku. Kiranya jauhlah dari 

padaku untuk berpikir seperti mereka, berkata seperti mereka, 

berbuat seperti mereka, dan berjalan seperti mereka. “Keturunan 

mereka mengamini perkataan mereka, meskipun jalan mereka 

yaitu  kebodohan mereka (Mzm. 49:14, KJV). namun  aku ini tahu 

hal-hal yang lebih baik, sehingga tidak akan berjalan menurut 

jalan mereka.” 

Hukuman yang Pasti bagi Orang Fasik 

(21:17-26) 

17 Betapa sering pelita orang fasik dipadamkan, kebinasaan menimpa mere-

ka, dan kesakitan dibagikan Allah kepada mereka dalam murka-Nya! 18 Me-

reka menjadi seperti jerami di depan angin, seperti sekam yang diterbangkan 

badai. 19 Bencana untuk dia disimpan Allah bagi anak-anaknya. Sebaiknya, 

orang itu sendiri diganjar Allah, supaya sadar; 20 sebaiknya matanya sendiri 

melihat kebinasaannya, dan ia sendiri minum dari murka Yang Mahakuasa! 

21 sebab  peduli apa ia dengan keluarganya sesudah ia mati, bila telah habis 

jumlah bulannya? 22 Masakan kepada Allah diajarkan orang pengetahuan, 

kepada Dia yang mengadili mereka di tempat tinggi? 23 Yang seorang mati 

dengan masih penuh tenaga, dengan sangat tenang dan sentosa; 24 pinggang-

nya gemuk oleh lemak, dan sumsum tulang-tulangnya masih segar. 25 Yang 

lain mati dengan sakit hati, dengan tidak pernah merasakan kenikmatan.  

26 namun  sama-sama mereka terbaring di dalam debu, dan berenga-berenga 

berkeriapan di atas mereka.  

Ayub telah menjelaskan dengan panjang lebar mengenai kemakmur-

an orang fasik. Sekarang pada ayat-ayat di atas ini, 

I. Ia membandingkan penjelasannya itu dengan perkataan teman-

temannya mengenai kehancuran pasti orang fasik di dalam hidup-

nya. “Beritahukan aku berapa sering pelita orang fasik dipadam-

kan? Tidakkah engkau sering melihatnya terbakar habis sampai 

ujung sumbunya, sampai padam sendiri? (ay. 17). Berapa sering 

engkau melihat kebinasaan menimpa mereka, atau kesakitan di-

bagikan Allah kepada mereka dalam murka-Nya? Tidakkah eng-

kau sering melihat kesukaan dan kemakmuran mereka terus-

menerus sampai akhir?” Mungkin ada sama banyaknya jumlah 

pendosa jahat yang hidupnya berakhir gemilang dengan pendosa 

yang hidupnya berakhir menderita, sehingga apabila diamati 

cukup untuk menyanggah kebenaran pernyataan para sahabat-

nya itu dan menunjukkan bahwa kita tidak bisa menggambarkan 

sifat seseorang berdasarkan hukuman lahiriah tertentu yang me-

nimpanya.  

II. Ayub menghubungkan hal ini dengan kekudusan dan keadilan 

Allah. Meskipun orang fasik terus hidup makmur sepanjang hi-

dupnya, namun kita tidak boleh berpikir bahwa Allah akan mem-

biarkan kefasikan mereka tidak dihakimi. Tidak, 

1. Meskipun makmur, namun mereka seperti jerami di depan 

angin, seperti sekam yang diterbangkan badai (ay. 18). Mereka 

ringan dan tidak bernilai, dan tidak ada apa-apanya di mata 

Allah maupun orang-orang yang bijak dan bajik. Mereka dite-

tapkan untuk dibinasakan, dan terus-menerus diperhadapkan 

dengan kebinasaan, dan di tengah kegemilangan dan kekuasa, 

namun hanya ada satu langkah jaraknya di antara mereka 

dan kebinasaan. 

2. Meskipun mereka menghabiskan hari-hari mereka dalam ke-

makmuran, namun bencana untuk dia disimpan Allah bagi 

anak-anaknya (ay. 19), dan ia akan menjatuhkannya kepada 

keturunan mereka setelah mereka pergi. Sang penindas me-

numpuk hartanya bagi keturunannya, untuk menjadikan me-

reka tuan-tuan, namun  Allah menumpuk kesalahan mereka 

atas keturunan mereka, untuk menjadikan mereka pengemis. 

Ia mencatat setiap dosa-dosa bapa mereka, termeterai dalam 

perbendaharaan-Nya (Ul. 32:34), dan akan menghakimi ketu-

runan mereka secara adil, sementara kekayaannya, dengan 

kutuk melekat padanya, ada di dalam tangan mereka. 

3. Meskipun mereka makmur dalam dunia ini, namun mereka 

akan diperhitungkan di dunia yang lain. Allah akan menggan-

jar orang itu sesuai dengan perbuatannya pada akhirnya (ay. 

19), meskipun hukuman atas kejahatannya tidak dilaksana-

kan segera di dunia ini. Mungkin sekarang ia tidak dibuat 

takut akan murka yang akan datang, dan ia menyenangkan 

diri dengan harapan bahwa dia akan mendapatkan kedamaian 

meskipun ia terus berbuat dosa. Namun ia akan dipaksa me-

rasakannya pada hari penghakiman Allah yang adil dinyata-

kan. Ia akan mengetahuinya (ay. 20): matanya sendiri melihat 

kebinasaannya yang ia tidak mau percayai. Mereka tidak 

melihatnya, namun  mereka akan melihatnya (Yes. 26:11). Mata 

yang dengan sengaja ditutup terhadap anugerah Allah akan 

dibuka untuk memandang pembinasaan-Nya. Ia akan minum 

dari anggur murka Allah, inilah bagian pialanya (bandingkan 

Mzm. 11:6 dengan Why. 14:10). Penderitaan orang berdosa 

yang terkutuk di sini dituangkan dalam beberapa patah kata, 

namun sangat mengerikan. Mereka berada di bawah murka 

Allah Yang Mahakuasa, yang di dalam kebinasaan mereka, 

menyatakan murka dan kuasa-Nya. Dan, apabila inilah yang 

menjadi keadaan orang fasik di dalam dunia yang lain, maka 

apa manfaat kemakmurannya dalam dunia ini bagi dirinya? 

sebab  peduli apa ia dengan keluarganya sesudah ia mati? (ay. 

21, KJV: Apa gunanya kesenangan yang dinikmatinya di rumah-

nya sekarang setelah ia mati kelak?). Juruselamat kita telah 

memberitahukan betapa si orang kaya yang ada di neraka itu 

tidak akan menikmati kesenangan yang dimilikinya di rumah-

nya setelah dia mati. Ingatan akan hal-hal baik yang telah ia 

terima semasa hidupnya tidak dapat menyejukkan lidahnya, 

malah justru menambahkan penderitaannya, seperti yang 

akan terjadi saat  lima orang saudaranya, yang ia tinggalkan 

di rumahnya, akan mengikutinya ke tempat penderitaan itu 

(Luk. 16:25-28). Betapa tidak ada manfaatnya harta duniawi 

bagi mereka yang telah kehilangan jiwanya. 

III. Ayub menyerahkan tindakan Penyelenggaraan Allah yang berbeda-

beda dalam memperlakukan orang fasik yang satu dengan yang 

lain ke dalam hikmat dan kedaulatan Allah. Masakan kepada Allah 

diajarkan orang pengetahuan? Beranikah kita menyalahkan tin-

dakan cara kerja Allah atau mencela perbuatannya? Masakan kita 

memberitahu Allah bagaimana Ia seharusnya memerintah dunia, 

orang berdosa mana yang harus Ia selamatkan dan mana yang 

harus Ia hukum? Ia memiliki baik kekuasaan dan kemampuan 

untuk mengadili mereka yang berkedudukan tinggi. Para malaikat 

di sorga, raja dan hakim di dunia, bertanggung jawab kepada 

Allah, dan harus menerima hukuman daripada-Nya. Ia mengatur 

mereka dan bertindak kepada mereka sesuka hati-Nya. Apakah 

lantas Ia harus bertanggung jawab atau menerima nasihat kita? 

Ia yaitu  hakim atas segenap bumi, dan sebab  itu sudah pasti Ia 

akan berbuat adil (Kej. 18:25; Rm. 3:6). Cara-cara penyelenggara-

an-Nya yang seolah-olah saling bertentangan satu sama lain 

dapat Ia buat saling bersesuaian dan bersama-sama menggenap-

kan semua tujuan-Nya. Hanya ada sedikit perbedaan antara se-

orang fasik yang menuju kematian di dalam kesakitan dan penderi-

taan, saat  keduanya akhirnya bertemu di neraka. Ayub meng-

gambarkan bagaimana hanya ada sedikit perbedaan antara seorang 

yang mendadak meninggal dan yang lainnya meninggal perlahan-

lahan, saat  mereka berdua sama-sama segera bertemu di liang 

kubur. Begitu besar perbedaan antara waktu dan kekekalan se-

hingga, apabila neraka menjadi bagian setiap orang berdosa pada 

akhirnya, maka tidak ada bedanya apabila yang seorang masuk 

ke sana dengan bernyanyi dan yang lainnya dengan mengeluh. 

Perhatikan,  

1. Betapa beragam keadaan orang-orang yang sedang menuju 

kematian. Hanya ada satu jalan ke dalam dunia, namun  banyak 

jalan keluar, demikian kata orang. Namun demikian, sebagai-

mana beberapa orang dilahirkan melalui persalinan yang cepat 

dan mudah, sedangkan yang lainnya dilahirkan dengan sukar 

dan lama, semikian pula kematian bagi sebagian orang jauh 

lebih mengerikan daripada orang lainnya. Dan, sebab  kemati-

an tubuh merupakan kelahiran bagi jiwa ke dalam dunia lain-

nya, maka penderitaan di ranjang kematian mungkin tidak 

dapat dibandingkan dengan penderitaan di ranjang bersalin. 

Perhatikan perbedaannya. 

(1) Yang seorang mati mendadak, dengan masih penuh tenaga, 

tidak menjadi lemah sebab  usia atau penyakit (ay. 23), de-

ngan sangat tenang dan sentosa, tanpa kekhawatiran sama 

sekali akan kematian yang sedang mendekat, juga tanpa 

ketakutan akan kematian. Namun sebaliknya, sebab  ping-

gangnya gemuk oleh lemak, dan sumsum tulang-tulangnya 

masih segar (ay. 24), yaitu, ia sehat dan bugar, dan ber-

tubuh baik (seperti sapi perah yang gemuk dan disenangi), 

ia tidak menghitung apa pun selain hidup bertahun-tahun 

dalam kegembiraan dan kenikmatan. Begitu senangnya ia 

menyambut hidup, namun dalam sekejap ia dihantam se-

ngat maut. Perhatikan, merupakan hal yang biasa bagi ma-

nusia untuk dibawa pergi oleh kematian saat  sedang 

berada dalam kekuatan penuh, saat  sedang sehat-sehat-

nya, saat  mereka sama sekali yakin tidak akan mati se-

karang, dan berpikir bahwa diri mereka dipersenjatai de-

ngan sangat baik untuk melawannya, sehingga tidak hanya 

siap untuk menjauhkan kematian jauh-jauh, melainkan 

juga untuk menantangnya. sebab  itu, janganlah kita me-

rasa aman, sebab kita tahu ada banyak orang yang sehat 

dan kemudian meninggal pada minggu yang sama, hari 

yang sama, jam yang sama, bahkan mungkin menit yang 

sama. Jadi marilah kita selalu siap. 

(2) Yang lain mati dengan perlahan dan dengan mengalami ke-

sakitan dan penderitaan yang besar (ay. 25), dengan sakit 

hati, seperti Ayub yang malang pada saat ini, dengan tidak 

pernah merasakan kenikmatan, tidak punya nafsu makan 

atau menikmati makanan, sebab  penyakit, usia, atau ke-

susahan hati. Betapa besar alasan kita harus bersyukur 

apabila kita ada dalam keadaan sehat dan selalu makan 

dengan nikmat, dan betapa tidak beralasan untuk menge-

luh sebab  terkadang kita tidak makan dengan nikmat, 

saat  kita mendengar bahwa ada banyak orang yang tidak 

pernah makan dengan nikmat! 

2. Betapa perbedaan ini tidak terlihat di dalam kuburan. Seba-

gaimana orang kaya dan orang miskin, demikian juga orang 

sehat dan sakit, sama-sama bertemu di sana (ay. 26): namun  

sama-sama mereka terbaring di dalam debu, dan berenga-

berenga berkeriapan di atas mereka, dan memakan mereka 

dengan lahap. Jadi, jika seorang fasik mati di dalam sebuah 

istana dan yang lainnya di penjara bawah tanah, mereka akan 

bertemu dalam kumpulan orang mati dan terkutuk, dan ulat-

ulat bangkai yang tidak mati dan api yang tidak padam akan 

sama-sama menjadi bagian mereka, sehingga membuat per-

bedaan-perbedaan di antara mereka itu tidak berarti dan 

sebab  itu tidak perlu membuat kita bingung.  

Hukuman bagi Orang Fasik 

(21:27-34) 

27 Sesungguhnya, aku mengetahui pikiranmu, dan muslihat yang kamu ran-

cangkan terhadap aku. 28 Katamu: Di mana rumah penguasa? Di mana 

kemah tempat kediaman orang-orang fasik? 29 Belum pernahkah kamu ber-

tanya-tanya kepada orang-orang yang lewat di jalan? Dapatkah kamu me-

nyangkal petunjuk-petunjuk mereka, 30 bahwa orang jahat terlindung pada 

hari kebinasaan, dan diselamatkan pada hari murka Allah? 31 Siapa yang 

akan langsung menggugat kelakuannya, dan mengganjar perbuatannya?  

32 Dialah yang dibawa ke kuburan, dan jiratnya dirawat orang. 33 Dengan 

nyaman ia ditutupi oleh gumpalan-gumpalan tanah di lembah; setiap orang 

mengikuti dia, dan yang mendahului dia tidak terbilang banyaknya. 34 Alang-

kah hampanya penghiburanmu bagiku! Semua jawabanmu hanyalah tipu 

daya belaka!” 

Di dalam ayat-ayat ini, 

I. Ayub menentang pendapat sahabat-sahabatnya, yang ia lihat 

masih mereka pegang, bahwa orang fasik pasti akan mengalami 

kehancuran yang jelas dan luar biasa, seperti yang dialami diri-

nya, dan tidak ada orang lain yang mengalaminya kecuali orang 

fasik. Dan dengan dasar ini mereka mengutuk Ayub sebagai orang 

fasik. “Aku mengetahui pikiranmu,” kata Ayub (ay. 27). “Aku tahu 

engkau tidak akan sepakat denganku, sebab penilaianmu dinodai 

oleh kekesalan dan prasangkamu terhadap aku, dan muslihat 

yang kamu rancangkan terhadap kenyamanan dan kehormatan-

ku. Dan bagaimana mungkin orang seperti itu dapat diinsafkan?” 

Sahabat-sahabat Ayub telah siap untuk menjawab, sebagai ja-

waban terhadap tuturannya mengenai kemakmuran orang fasik,

 “Di mana rumah penguasa? (ay. 28). Di mana rumah Ayub, atau 

rumah anak sulungnya, tempat mereka berpesta? Selidikilah ke-

adaan rumah dan keluarga Ayub, dan kemudian tanyakan, di 

mana kemah tempat kediaman orang-orang fasik? Lalu banding-

kan jawabannya, maka segera saja engkau akan mendapati bah-

wa rumah Ayub sedang mengalami kesulitan yang sama seperti 

rumah orang-orang yang tamak kuasa dan suka menindas. Maka 

engkau pun akan merasa pasti, bahwa Ayub benar-benar salah 

satunya.” 

II. Ayub memberikan penilaiannya sendiri yang berlawanan, dan 

untuk membuktikannya, ia memohon pendapat dan pengamatan 

seluruh umat manusia. Begitu yakinnya ia bahwa dirinya benar, 

hingga ia hendak menanyakan perkara itu kepada seseorang yang 

lewat di jalan (a