Tampilkan postingan dengan label riwayat hidup nabi muhammad 6. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label riwayat hidup nabi muhammad 6. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Februari 2025

riwayat hidup nabi muhammad 6


 gizinkan kaum Muslimin 

berthawaf sampai tahun berikutnya. Mereka telah menunjuk perutusan 

mereka untuk menandatangani suatu persetujuan dengan kaum Muslimin. 

Tak lama kemudian Suhail, seorang pemimpin Mekkah, menjumpai 

Rasulullah s.a.w.. Suatu persetujuan pun tercapai dan dituangkan dalam 

bentuk tulisan. 

Perjanjian Hudaibiya 

Bunyinya seperti berikut: 

Dengan nama Allah. Ini yaitu  syarat-syarat perdamaian antara 

Muhammad bin Abdullah dan Suhail bin Amir, utusan Mekkah. Tidak 

akan ada perang selama sepuluh tahun. Siapa pun yang berminat 

menggabungkan diri kepada Muhammad dan mengadakan suatu 

persetujuan dengan dia, bebas berbuat demikian. Siapa pun yang ingin 

bergabung dengan kaum Quraisy dan mengadakan suatu persetujuan 

dengan mereka, bebas untuk berbuat demikian. Seorang belia, atau 

seseorang yang ayahnya masih hidup, jika ia pergi kepada Muhammad 

tanpa izin ayahnya atau walinya, akan dikembalikan kepada ayahnya atau 

walinya. namun , seseorang yang pergi kepada kaum Quraisy, ia tidak 

akan dikembalikan. Pada tahun ini Muhammad akan kembali tanpa 

masuk ke Mekkah. namun pada tahun yang akan datang ia dan para 

pengikutnya dapat masuk ke Mekkah, tinggal selama tiga hari dan 

melakukan thawaf. Selama tiga hari itu kaum Quraisy akan 

mengundurkan diri ke bukit-bukit di sekitarnya. Jika Muhammad dan 

para pengikutnya masuk ke Mekkah, mereka tidak akan bersenjata 

kecuali pedang bersarung yang para musafir di Arabia senantiasa 

membawa serta (Bukhari). 

Dua hal yang memikat perhatian terjadi pada waktu 

penandatanganan perdamaian ini. Sesudah syarat-syarat selesai 

disepakati, Rasuluilah s.a.w. mulai mendiktekan persetujuan itu dan 

bersabda, "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang." 

Suhail berkeberatan dan berkata, "Allah kami kenal dan beriman kepada-

Nya, namun apakah tambahan Maha Yang Maha Pengasih dan Maha 

Penyayang itu?” Persetujuan ini antara dua golongan. Oleh sebab  itu, 

kepercayaan agama kedua pihak harus dihargai." 

Rasulullah s.a.w. segera menyetujui dan bersabda kepada juru 

tulisnya, "Tulis hanya 'Dengan nama Allah'." Kemudian Rasulullah 

s.a.w. meneruskan mendiktekan kata-kata persetujuan tersebut. Kalimat 

pembukaan berbunyi, "Ini yaitu  syarat-syarat perdamaian antara kaum 

Mekkah dan Muhammad Rasulullah." Suhail berkeberatan lagi dan 

berkata, "Jika kami memandang anda Rasulullah, kami tidak akan 

memerangi anda." Rasulullah s.a.w. menerima penolakan ini juga. 

"Muhammad Rasulullah" diganti dengan "Muhammad bin Abdullah." 

sebab  Rasulullah s.a.w. menyetujui dan menerima tiap-tiap penolakan 

kaum Mekkah, para Sahabat menjadi resah atas penghinaan itu. Darah 

mereka mulai mendidih dan Umar, orang yang paling berang, pergi 

kepada Rasulullah s.a.w. dan berkata, "Ya Rasulullah, tidakkah kita ada 

di pihak yang benar?" 

"Benar," jawab Rasulullah s.a.w., "kita ada di pihak yang benar." 

"Dan tidakkah kita diberi tahu oleh Allah  bahwa kita akan 

berthawaf di Ka'bah?" tanya Umar. 

"Ya," sabda Rasulullah. "Jika demikian mengapa persetujuan ini 

dan mengapa kata-kata yang menistakan ini?" 

"Benar," kata Rasulullah s.a.w., "Allah  memang memberi 

khabar ghaib bahwa kita akan berthawaf dengan damai, namun Allah  

tidak mengatakan kapan. Aku menyangka bahwa hal itu akan terjadi 

tahun ini. namun aku dapat saja salah. Harus pada tahun inikah?" 

Umar bungkam. Kemudian sahabat-sahabat lain mengemukakan 

keberatan mereka. Di antaranya ada yang bertanya, mengapa mereka 

menyetujui pengembalian seorang pemuda yang masuk Islam kepada 

ayahnya atau walinya tanpa mendapat syarat yang setimpal untuk 

seorang Muslim yang kemudian ingkar atau pergi kepada kaum Mekkah. 

Rasulullah s.a.w. menerangkan bahwa tidak ada kerugian dalam hal ini. 

"Tiap orang yang masuk Islam," sabda beliau  "ia masuk sebab  

menerima kepercayaan-kepercayaan dan amalan-amalan yang diajarkan 

oleh Islam, ia tidak menjadi orang Islam untuk menggabungkan diri 

kepada suatu jemaat dan menerima adat-adat kebiasaannya. Orang 

demikian itu akan tabligh Islam kemanapun juga ia pergi dan menjadi 

wahana penyebar Islam. namun orang yang meninggalkan Islam tidak 

berguna bagi kita. Jika dalam hatinya tidak lagi beriman kepada apa yang 

kita percaya, ia bukan lagi seorang di antara kita. Maka lebih baik ia 

pergi ke tempat lain." 

Jawaban Rasulullah s.a.w. itu memuaskan hati mereka yang 

mula-mula meragukan kebijaksanaan Rasulullah s.a.w.. Hal itu 

hendaknya memuaskan semua orang masa kini yang berpendapat bahwa 

dalam Islam hukuman bagi orang murtad ialah hukum mati. Jika hal itu 

memang demikian, Rasulullah s.a.w. tentu akan menuntut dikembalikan 

dan menghukum mereka yang meninggalkan Islam. 

saat  persetujuan telah ditulis dan ditandatangani oleh kedua 

pihak, timbullah suatu peristiwa yang menguji kejujuran kedua pihak. 

Anak Suhail, wakil kaum Mekkah, datang ke hadapan Rasulullah s.a.w. 

dalam keadaan terikat, luka-luka, dan sangat 1etih. Ia menjatuhkan diri 

di hadapan Rasulullah s.a.w. dan berkata, "Ya Rasulullah, dalam batinku 

aku seorang Muslim dan sebab  kepercayaanku itu aku menerima 

kesulitan-kesulitan ini dari tangan bapakku sendiri. Ayahku ada di sini 

bersama anda. Maka aku melarikan diri dan berhasil datang kepada 

anda." Rasulullah belum bersabda apa-apa, saat  Suhail bertindak dan 

mengatakan bahwa persetujuan telah ditandantangani dan anaknya harus 

ikut dengan dia. Abu Jandal - begitu nama pemuda itu - berdiri di 

hadapan orang-orang Muslim, saudara di antara saudara-saudaranya, 

cemas atas perlakuan buruk ayahnya. Mengembalikannya yaitu  suatu 

kewajiban yang tidak sanggup mereka laksanakan. Mereka menghunus 

pedang dan nampak bertekad untuk mati dalam menyelamatkan saudara 

mereka. Abu Jandal sendiri memohon dengan sangat kepada Rasulullah 

s.a.w. supaya ia diperkenankan tinggal. Apakah ia akan dikembalikan 

kepada orang-orang kejam yang dari genggaman orang-orang itu ia telah 

melarikan diri? namun Rasulullah s.a.w. telah mengambil keputusan. 

Beliau bersabda kepada Jandal, "Nabi-nabi tidak menelan kata-katanya. 

Kami sekarang telah menandatangani persetujuan. Sekarang, baiklah 

kamu menanggungnya dengan sabar dan bertawakal kepada Allah . Dia 

pasti akan mencukupi kamu dan memberikan kepadamu kemerdekaan 

dan pula untuk kemerdekaan pemuda-pemuda lainnya yang senasib 

dengan kamu." sesudah  perdamaian itu ditandatangani, Rasulullah s.a.w. 

pulang ke Medinah. 

Tak lama sesudah itu seorang pemuda Muslim dari Mekkah yang 

baru bai’at, bernama Abu Basyir, tiba di Medinah. namun sesuai dengan 

bunyi persetujuan itu, ia juga disuruh kembali oleh Rasulullah s.a.w.. 

Dalam perjalanan kembali, ia berkelahi dengan pengawal-pengawalnya 

dan membunuh salah seorang dari mereka, dengan demikian berhasil 

meloloskan diri. Orang-orang Mekkah itu kembali kepada Rasulullah 

s.a.w. dan mengadu. "namun ," sabda Rasulullah s.a.w., "kami telah 

menyerahkan kembali orangmu kepadamu. Sekarang ia telah melarikan 

diri dari tanganmu. Sekarang bukan kewajiban kami lagi untuk 

mencarinya dan menyerahkannya lagi kepada kamu." 

Selama beberapa hari kemudian, seorang wanita melarikan diri 

ke Medinah. Beberapa dari keluarganya mengejarnya dan menuntut agar 

ia dikembalikan lagi. Rasulullah s.a.w. menerangkan bahwa persetujuan 

itu telah menetapkan satu kekecualiaan mengenai pria, tidak mengenai 

wanita. Oleh sebab  itu beliau menolak pengembalian wanita itu. 

 

Surat-Surat Rasulullah Kepada Raja-Raja 

sesudah  menetap di Medinah, sekembalinya dari Hudaibiya, 

Rasulullah s.a.w. menyusun suatu rencana baru dalam rangka 

penyebaran agama Islam. saat  maksud itu disampaikan kepada para 

Sahabat, beberapa dari antara mereka  yang kenal akan kebiasaan-

kebiasaan dan tata cara yang berlaku di istana raja-raja, mengatakan 

kepada Rasulullah s.a.w. bahwa raja-raja tidak memperlihatkan surat-

surat yang tidak mengandung cap si pengirimnya. Sesuai dengan 

kebiasaan itu Rasulullah s.a.w. menyuruh orang membuatkan cap, 

padanya terukir kata-kata: Muhammad Rasul Allah. Sebagai 

penghormatan, kata Allah diukir di sebelah atas, di bawahnya terukir 

Rasul, dan akhirnya Muhammad. 

Dalam bulan Muharam 628, utusan-utusan berangkat ke 

berbagai ibu kota, masing-masing dengan surat dari Rasulullah s.a.w., 

mengundang raja-raja dan penguasa-penguasa pemerintahan untuk 

menerima Islam. Utusan-utusan berangkat menghadap Heraclius (Kaisar 

Roma), Raja-raja Iran, Mesir (Raja Mesir pada masa itu selalu raja muda 

Kaisar) dan Abessinia. Mereka menghadap juga kepada raja-raja dan 

penguasa-penguasa pemerintahan lain. Surat yang ditujukan kepada 

Kaisar dibawa oleh Dihya Kalbi yang mendapat perintah untuk mula-

mula berkunjung dahulu kepada Gubernur Busra. saat  Dihya 

berkunjung kepada gubernur itu, kebetulan kaisar agung itu sendiri ada 

di Siria dalam rangka perjalanan keliling kenegaraan. Gubernur itu 

dengan senang hati menghadapkan Dihya kepada Kaisar. saat  Dihya 

masuk ke istana, kepadanya diterangkan bahwa siapa saja yang diterima 

menghadap Kaisar harus sujud di hadapannya. Dihya menolak berbuat 

demikian, mengatakan bahwa orang-orang Islam tidak bersujud di 

hadapan seorang manusia manapun. Maka Dihya duduk dihadapan 

Kaisar tanpa melakukan penghormatan protokoler tersebut. Kaisar 

menyuruh agar surat itu dibacakan oleh seorang penerjemah dan 

menanyakan, apakah ada kafilah Arab di kota itu. Beliau mengatakan 

ingin menanyakan kepada seorang Arab mengenai nabi dari Arabia yang 

telah mengirimkan undangan untuk menerima Islam itu. Kebetulan Abu 

Sufyan ada di kota bersama kafilah dagang. Pejabat-pejabat istana 

menghadapkannya kepada Kaisar. Abu Sufyan disuruh berdiri di 

hadapan orang-orang Arab lainnya yang diharuskan membetulkannya, 

kalau-kalau ia berdusta atau memberi pernyataan yang salah. Kemudian 

Heraclius mulai memeriksa Abu Sufyan. Percakapan itu tercatat 

demikian dalam sejarah: 

H :  Kenalkah kau kepada orang yang mengaku nabi dan berkirim surat 

kepadaku ini? Dapatkah kamu mengatakan asal dari keluarga apa dia? 

AS :  Ia dari keluarga bangsawan dan salah seorang dari sanak keluargaku 

 140 

sendiri. 

H : Pernahkah sebelum dia ada orang-orang Arab yang memiliki  

pengakuan seperti itu? 

AS : Tidak. 

H : Pernahkah kaummu menuduh dia berdusta sebelum ia mengemukakan 

pengakuannya? 

AS :  Tidak. 

H : Bagaimana pendapatmu tentang kesanggupan dan kemampuannya dalam 

memegang peri keadilan? 

AS :  Kami tak pernah mendapati kekurangan dalam kesanggupannya 

berpegang pada keadilan. 

H : Bagaimana keadaan para pengikutnya. Apakah mereka orang-orang besar 

dan berkuasa ataukah miskin dan dari kalangan rendah? 

AS : Umumnya miskin, rendah, dan belia. 

H : Jumlahnya itu bertambah atau berkurang? 

AS :  Terus bertambah. 

H : Adakah dari para pengikutnya yang kembali lagi kepada kepercayaan 

semula? 

AS : Tidak. 

H : Pernahkan ia melanggar janjinya? 

AS : Sebegitu jauh, tidak. namun baru-baru saja kami mengadakan perjanjian 

dengan dia. Kita tunggu saja bagaimana sikapnya terhadap peranjian itu. 

H : Pernah kamu memeranginya? 


AS : Ya. 

H : Bagaimana hasilnya? 

AS : Seperti air pasang dan surut, kemenangan dan kekalahan silih berganti di 

antara kami dan dia. Dalam Perang Badar, umpamanya, di dalam 

pertempuran itu aku tidak ikut, ia telah berhasil mengalahkan kami. 

Dalam Perang Uhud saat aku memimpin pihak kami, kami telah 

mengalahkannya. Kami iris perut mereka, telinga mereka, dan hidung 

mereka. 

H : Apakah yang diajarkannya? 

AS : Bahwa kami harus beribadah kepada Allah  Yang Maha Esa dan tidak 

boleh syirik, mempersekutukan Allah . Ia menentang  berhala-berhala  

kami  yang  menjadi  persembahan nenek-moyang kami. Untuk gantinya 

ia menghendaki kami beribadah kepada Allah  Yang Maha Esa, berkata 

benar dan senantiasa menjauhi segala perbuatan jahat dan khianat. Ia 

menganjurkan berbuat baik terhadap satu sama lain, berpegang dengan 

teguh. 

 

Percakapan yang sangat menarik itu berakhir dan kemudian 

Kaisar bersabda: 

Mula-mula kutanyakan kepadamu tentang keluarganya dan kamu 

mengatakan ia dari keturunan bangsawan. Sesungguhnya, nabi-nabi 

senantiasa diturunkan  dari keluarga-keluarga bangsawan. Kemudian 

kutanyakan, apakah sebelum dia ada orang yang mendakwakan seperti 

itu, dan kamu katakan, tidak. Aku ajukan pertanyaan itu sebab  aku 

berpendapat bahwa di hari-hari lampau yang dekat ada seorang yang 

membuat pendakwaan demikian, maka orang dapat berkata bahwa nabi 

itu menirunya dalam pendakwaannya. Kemudian kutanyakan, apakah ia 

pernah dituduh berdusta sebelum dakwanya dan kamu katakan, tidak. 

Aku simpulkan dari kenyataan itu bahwa seseorang yang tak pernah 

berdusta tentang manusia tidak akan berdusta tentang Allah . Selanjutnya 

kutanyakan, apakah pernah ada seorang raja di antara nenek-moyangnya, 

dan kamu menjawab, tidak ada. Dari jawaban itu aku dapat mengerti 

bahwa dakwanya itu bukan rencana halus untuk merebut lagi kerajaan. 

Kemudian kutanyakan, apa para pengikutnya itu kebanyakan orang-

orang besar, makmur, dan kuasa atau miskin dan lemah. Dan kamu 

katakan sebagai jawaban bahwa mereka itu umumnya miskin dan lemah, 

tidak gagah perkasa, dan demikian juga keadaannya pengikut-pengikut 

seorang nabi di zaman yang lampau. Kemudian kutanyakan apakah 

jumlah para pengikutnya terus-menerus bertambah atau berkurang. Pada 

saat itu aku ingat bahwa para pengikut seorang nabi senantiasa 

bertambah sampai akhirnya tujuan nabi itu tercapai. Sesudah itu 

kutanyakan apa para pengikutnya meninggalkannya sebab  jemu atau 

kecewa, dan kamu katakan, tidak. Sesuai dengan itu aku ingat bahwa 

para pengikut nabi-nabi biasanya tegar hati. Mereka mungkin tergelincir 

sebab  sebab-sebab lain, namun tidak jemu atas kepercayaannya. 

Kemudian kutanyakan, apakah pernah terjadi pertempuran antara  kamu 

dan para pengikutnya dan jika hal itu pernah terjadi, bagaimana hasilnya. 

Dan, kamu katakan bahwa kamu dan para pengikutnya seperti air pasang 

dan surut, dan nabi-nabi memang seperti itu juga. Mula-mula para 

pengikutnya menderita kekalahan dan kemalangan, namun akhirnya 

mereka menang. Kemudian, kutanyakan tentang ajarannya dan kamu 

katakan bahwa ia mengajarkan ibadah kepada Allah  Yang Maha Esa, 

bicara benar, berbuat kebaikan, dan kepentingan setia kepada  perjanjian  

dan membela kebenaran. Kutanyakan juga, adakah ia pernah main 

curang dan kau katakan, tak pernah. Itulah cara orang-orang baik. Maka 

tampak kepadaku bahwa dakwanya  sebagai nabi itu benar. Aku memang 

setengah mengharapkan kemunculnnya di zaman kita, namun aku tidak 

menyangka bahwa ia akan ternyata seorang Arab. Jika apa-apa yang kau 

katakan itu benar, maka aku pikir bahwa pengaruh dan kekuasaannya 

pasti akan menyebar dan meluas ke negeri-negeri ini (Bukhari). 

Pidato itu sangat meresahkan para abdi istana dan mulai mencela 

raja yang telah memuji-muji seorang Guru dari masyarakat lain. Protes-

protes mulai timbul. Para pejabat istana menyuruh Abu Sufyan dan 

sahabat-sahabatnya pergi. Isi surat Rasulullah s.a.w. kepada Kaisar itu 

tercantum dalam catatan-catatan sejarah. Beginilah bunyinya: 

Dari Muhammad, abdi Allah , dan Rasul-Nya. Kepada Pemimpin 

Roma, Heraclius. Selamat sejahteralah siapa yang. melangkah dijalan 

petunjuk Ilahi. Kemudian, wahai Raja, aku memanggil anda kepada 

Islam. Jadilah seorang Muslim. Allah  akan melindungi anda dari segala 

malapetaka, dan memberi pahala dua kali lipat. namun jika anda menolak 

dan tidak mau menerima seruan ini, maka dosa bukan menimpa atas 

penolakan anda sendiri, melainkan juga dosa penolakan rakyat anda akan 

 143 

menimpa anda. "Katakanlah, wahai Ahlulkitab! marilah kita adakan kata 

sepakat antara kami dan kalian bahwa kita tidak akan beribadah kecuali 

kepada Allah, dan bahwa kita tidak akan menyekutukan Dia, dan bahwa 

beberapa dari antara kita tidak akan memperlakukan lain-lain sebagai 

Allah -Allah  di samping Allah”. namun , jika mereka berpaling, maka 

katakanlah, "Saksikanlah bahwa kami taat kepada Allah " (Zurqani). 

Seruan masuk Islam yaitu  panggilan untuk beriman kepada 

Allah  Yang Maha Esa dan bahwa Muhammad yaitu  Rasul-Nya. Di 

mana surat itu mengatakan bahwa jika Heraclius masuk Islam, ia akan 

mendapat rahmat dua kali, dengan itu dimaksudkan bahwa Islam 

mengajarkan untuk beriman kepada Nabi Isa a.s. dan Muhammad s.a.w.. 

Diriwayatkan bahwa saat  surat itu disampaikan kepada Kaisar, 

beberapa orang pembesar istana menyarankan supaya mencabik-

cabiknya dan membuangnya. Surat itu, kata mereka, yaitu  penghinaan 

kepada Kaisar. Surat itu tidak menyebut Kaisar, namun hanya Sahib 'al-

Rum, yaitu Pemimpin Roma. namun Kaisar bersabda bahwa tidak 

bijaksana untuk menyobek-nyobek surat itu tanpa membacanya. 

Dikatakannya juga bahwa alamat "Pemimpin Roma" itu tidak salah. 

Pokoknya yang empunya segala sesuatu yaitu  Allah. Seorang Kaisar 

hanya seorang pemimpin. 

saat  kepada Rasulullah s.a.w. diceriterakan  bagaimana surat 

itu diterima oleh Heraclius, beliau nampak puas dan senang dan bersabda 

bahwa oleh sebab  penerimaan baik Kaisar Roma akan surat itu, 

kerajaannya akan selamat. Keturunan Kaisar itu akan lama memerintah 

kerajaannya. Hal itu memang menjadi kenyataan. Dalam peperangan 

yang terjadi kemudian, bagian terbesar kerajaan Roma, sesuai dengan 

khabar ghaib lain dari Rasulullah s.a.w., terlepas dari kekuasaan Roma; 

walaupun demikian enam ratus tahun sesudah itu keturunan Heraclius 

tetap berdiri dengan mapan di Konstantinopel (Istambul). Surat 

Rasulullah s.a.w. tetap terpelihara dalam arsip negara untuk waktu yang 

sangat panjang. Duta-duta Raja Muslim, Mansur Qalawun, mengunjungi 

istana Roma dan kepada mereka diperlihatkan surat yang tersimpan di 

dalam peti besi. Kaisar Roma pada waktu itu mengatakan, sambil 

memperlihatkan surat itu bahwa surat itu diterima oleh salah seorang 

nenek-moyangnya dari Nabi mereka dan bahwa surat itu kemudian 

disimpannya baik-baik.  

Surat Kepada Raja Iran 

Surat kepada Raja Iran disampaikan dengan perantaraan 

Abdullah bin Hudzafa. Bunyi surat itu seperti berikut: 

Bismillahir-Rahmanir-Rahiim. Surat ini dari Muhammad, Rasulullah, 

kepada Kisra, Pemimpin Iran. Barangsiapa tunduk kepada petunjuk yang 

sempurna, dan beriman kepada Allah dan menjadi saksi bahwa Allah itu 

Tunggal dan tidak ada sekutu-Nya dan bahwa Muhammad itu abdi-Nya 

dan Rasul-Nya, selamatlah ia. Wahai Raja, atas perintah Allah , aku 

memanggil anda kepada Islam. Sebab aku telah diutus oleh Allah  

sebagai Rasul-Nya untuk seluruh umat manusia, sehingga aku memberi 

peringatan kepada semua orang yang hidup dan menyempurnakan 

tugasku kepada semua orang yang belum beriman. Terimalah Islam dan 

pelihara diri anda sendiri dari segala malapetaka. Jika anda menolak 

seruan ini, maka dosa penolakan kaum anda seluruhnya akan menimpa 

anda (Zurqani dan Khamis). 

Abdullah bin Hudzafa mengatakan bahwa saat  ia sampai ke 

istana Kisra, ia mengajukan permohonan menghadap Raja. Ia 

mempersembahkan surat itu kepada Kisra dan Kisra menyuruh seorang 

penerjemah membaca surat itu dan menguraikan isinya. saat  

mendengar isi surat tersebut Kisra menjadi sangat berang. Surat itu 

diambilnya kembali dan disobek-sobeknya. Abdullah bin Hudzafa 

melaporkan peristiwa itu kepada Rasulullah s.a.w.. sesudah  mendengar 

laporan itu Rasulullah s.a.w. bersabda: 

Apa yang telah dilakukan Kisra terhadap surat kami, demikian pula 

Allah  akan memperlakukan kerajaannya (yakni akan memporak-

porandakan kerajaannya). 

Kemarahan yang diperlihatkan Kisra pada peristiwa itu yaitu  

hasil propaganda keji terhadap Islam oleh orang-orang Yahudi yang 

telah pindah dari wilayah Roma ke wilayah Iran. Pengungsi-pengungsi 

Yahudi itu memainkan peranan penting dalam tipu-muslihat anti-Roma 

di Iran, dan sebab  itu, mereka menjadi orang-orang yang sangat dielu-

elukan di istana Iran. Kisra sangat marah terhadap Rasulullah s.a.w.. 

Laporan-laporan mengenai Rasulullah s.a.w. yang biasa dibawa oleh 

orang-orang Yahudi ke Iran nampaknya dikukuhkan oleh surat itu. Ia 

memandang Rasulullah s.a.w. sebagai petualang yang agresif dengan 

rencana-rencana melawan kerajaan Iran. Segera sesudah itu Kisra 

mengirim surat kepada gubernurnya di Yaman mengatakan bahwa 

seorang Quraisy di Arabia telah mendakwakan dirinya sebagai nabi. 

Dakwanya telah melampaui batas. Gubernur itu diminta untuk mengutus 

dua orang dengan tugas menangkap orang Quraisy tersebut dan 

menghadapkannya ke istana Iran. Badzan, Gubernur Yaman yang 

bernaung di bawah pemerintah Kisra, mengutus seorang panglima, 

disertai seorang teman, pergi kepada Rasulullah s.a.w.. Ia memberikan 

juga kepada mereka sepucuk surat untuk disampaikan kepada Rasulullah 

s.a.w. yang di dalamnya ia mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w., 

seterima surat itu, harus segera ikut dengan kedua utusan itu datang ke 

istana Iran. Kedua utusan itu sedianya pergi ke Mekkah dahulu. Tatkala 

mereka sampai ke suatu tempat di dekat Ta’if, mereka mendapat berita 

bahwa Rasulullah s.a.w. tinggal di Medinah. Oleh sebab  itu mereka pun 

terus menuju ke Medinah. Setiba di Medinah panglima itu menerangkan 

bahwa Badzan, Gubernur Yaman, telah mendapat instruksi dari Kisra 

untuk mengatur penangkapan Rasulullah s.a.w. lalu mengirimkan beliau 

ke Iran. Jika Rasulullah s.a.w. menolak, maka beliau beserta kaum beliau 

harus dibinasakan dan negeri mereka akan dijadikan lenggang sunyi. 

Dari rasa kasihan atas Rasulullah s.a.w., perutusan itu menyarankan 

kepada beliau supaya patuh dan mau dibawa ke Iran. sesudah  mendengar 

semua itu, Rasulullah s.a.w. meminta supaya perutusan itu menjumpai 

beliau lagi keesokan hari. Malam itu Rasulullah s.a.w. mendoa kepada 

Allah  yang memberi kabar kepada beliau bahwa kelancangan Kisra 

telah menyebabkan tewasnya. "Kami telah membuat anaknya sendiri 

melawan dia dan anaknya membunuh ayahnya pada hari Senin tanggal 

10 Jumadil-awal tahun ini." Menurut riwayat-riwayat yang lain, wahyu 

itu mengatakan, "Anaknya telah membunuh ayahnya pada malam itu 

juga." Mungkin sekali malam itu malam tanggal 10 Jumadil-awal. Pada 

pagi hari Rasulullah s.a.w. memanggil perutusan Yaman itu dan 

memberitahukan kepada mereka berita yang telah diwahyukan kepada 

beliau semalam. 

Kemudian beliau membuat surat kepada Badzan, mengatakan 

bahwa Kisra akan dibunuh pada hari tertentu dalam bulan tertentu. 

saat  Gubernur Yaman menerima surat itu, beliau berkata, "Jika orang 

itu seorang nabi yang benar, akan terjadi seperti yang dikatakannya. Jika 

ia tidak benar, maka semoga Allah  menolong dia dan negerinya." 

Segera sesudah itu, sebuah kapal dari Iran lego jangkar di pelabuhan 

Yaman. Kapal itu membawa surat dari Kaisar Iran untuk Gubernur 

Yaman. Surat itu memakai cap baru. Dari surat itu Gubernur 

menyimpulkan bahwa khabar ghaib dari Nabi Arab itu ternyata benar. 

Suatu cap baru berarti raja baru. Surat itu dibukanya. Bunyinya: 

Dari Kisra Sirus kepada Badzan, Gubernur Yaman. Aku telah 

membunuh ayahku sebab pemerintahannya telah menjadi korup dan tidak 

adil. Ia membunuh para bangsawan dan memperlakukan rakyatnya 

dengan kejam. Segera seterima surat ini kumpulkanlah semua panglima 

dan minta dari mereka pernyataan setia kepadaku. Mengenai perintah 

ayahanda untuk menangkap Nabi Arabia itu anda diharapkan 

memandang instruksi itu sudah batal (Tabari Jilid 3, halaman 1572-1574 

dan Hisyam, hlm. 46). 

Badzan begitu terkesan oleh peristiwa itu sehingga beliau dan 

beberapa sahabatnya segera menyatakan iman kepada Islam dan 

menyampaikan ihwal itu kepada Rasulullah s.a.w. 

 

Surat Kepada Negus 

Surat kepada Negus, Raja Abessinia dibawa oleh Amir bin 

Umayya Damri. Bunyinya seperti berikut: 

Bismillahir-Rahmanir-Rahiim.  Muhammad,  Rasulullah,  menulis 

kepada Negus, Raja Abessinia. Wahai Raja, semoga selamat sejahtera 

atas anda. Aku memuji, di hadapan anda, Allah  Yang Maha Esa. Tidak 

ada yang lain patut disembah. Dia yaitu  Raja segala raja, sumber segala 

kesempurnaan, bebas dari segala cacat. Dia memberikan keamanan 

kepada segala abdi-Nya dan memberikan perlindungan kepada semua 

makhluk-Nya. Aku menyaksikan bahwa Isa ibnu Maryam itu seorang 

Rasul yang datang sebagai penyempurnaan janji kepada Maryam dari 

Allah . Maryam telah mewakafkan hidupnya kepada Allah . Aku 

menyerukan kepada anda untuk ikut bersama-sama denganku dalam 

menghubungkan diri kepada Allah  Yang Maha Esa dan mentaati-Nya. 

Aku berseru kepada anda untuk mengikutiku dan beriman kepada Allah  

yang telah mengutusku. Aku yaitu  Rasul-Nya. Aku memanggil anda 

dan lasykar anda untuk masuk Agama Allah  Yang Maha Kuasa. Dengan 

ini aku menyempurnakan tugasku. Aku telah menyampaikan kepada 

anda Amanat Allah  dan telah menjelaskan kepada anda arti Amanat itu. 

Aku melakukan ini dengan segala kesungguhan dan aku mengharapkan 

anda akan menghargai kesungguhan yang mendorong Amanat ini. Siapa 

yang menerima petunjuk Allah  menjadi ahli waris Rahmat Allah  

(Zurqani). 

saat  surat itu sampai kepada Negus, beliau memperlihatkan 

rasa hormat dan takzim terhadapnya. Diangkatnya setinggi matanya, 

beliau turun dari singgasananya dan meminta peti gading untuk surat itu. 

Kemudian disimpannya surat itu di dalam peti dan bersabda, "Selama 

surat ini aman, kerajaanku akan aman pula." Apa yang dikatakannya 

ternyata benar. Seribu tahun lamanya lasykar Muslim bergerak dalam 

operasi penaklukan-penaklukan. Mereka menuju ke semua jurusan dan 

melewati semua perbatasan Abessinia, namun mereka tidak menyentuh 

kerajaan kecil Negus itu; itu semua atas penghargaannya kepada dua 

tindakan bersejarah, ialah, perlindungannya terhadap pengungsi-

pengungsi Islam di zaman permulaan dan penghormatan yang 

diperlihatkannya terhadap surat Rasulullah s.a.w.. Kerajaan Roma 

menjadi berantakan. Kisra kehilangan jajahannya. Kerajaan Tiongkok 

dan India lenyap namun kerajaan Negus tetap utuh, sebab  

pemerintahannya menerima dan melindungi pengungsi-pengungsi 

Muslim di zaman permulaan dan menghargai serta menghormati surat 

Rasulullah s.a.w.. 

Orang-orang Muslim membalas kemurahan hati Negus dengan 

cara demikian. Bandingkanlah dengan perlakuan sebuah bangsa Kristen 

di abad peradaban ini terhadap kerajaan Kristen Negus. Mereka 

mengadakan pemboman dari udara atas kota-kota terbuka Abessinia dan 

menghancurkannya. Keluarga raja terpaksa mencari perlindungan di 

tempat lain dan terpisah dari negerinya untuk beberapa tahun lamanya. 

Kaum itu telah diperlakukan dengan dua cara yang berlainan oleh dua 

kaum yang berlainan. Kaum Muslimin memandang Abessinia keramat 

dan tak boleh diganggu, sebab  kemurahan hati salah seorang kepala 

negaranya. Suatu bangsa Kristen menyerang dan menjarahnya atas nama 

peradaban. Hal itu membuktikan, bagaimana sehatnya dan bagaimana 

kekalnya pengaruh-pengaruh ajaran dan contoh Rasulullah s.a.w.. Rasa 

terima kasih orang-orang Muslim terhadap suatu kerajaan Kristen 

menjadikan kerajaan itu keramat untuk orang-orang Muslim. Kelobaan 

Kristen menyerang kerajaan itu juga, tidak mengindahkan bahwa 

kerajaan itu kerajaan Kristen juga. 

Surat Kepada Penguasa Mesir 

Surat kepada Muqauqis dibawa oleh Hathib ibn Abi Balta'a. Isi 

surat itu serupa dengan bunyi surat kepada Kaisar Roma. Surat kepada 

Kaisar Roma mengatakan bahwa dosa penolakan rakyat Roma akan 

menimpa Kaisar itu. Surat kepada Muqauqis mengatakan bahwa dosa 

penolakan orang-orang Mesir akan menimpa penguasanya. Bunyinya 

seperti berikut: 

Bismillahir-Rahmanir-Rahiim. Surat ini dari Muhammad Rasulullah 

kepada Muqauqis, Pemimpin bangsa Mesir. Selamat sejahtera bagi dia 

yang mengikuti jalan yang jujur. Aku memanggil anda untuk menerima 

Seruan Islam. Berimanlah dan anda akan diselamatkan dan ganjaran anda 

akan dua kali lipat. Jika anda tidak beriman, dosa penolakan orang-orang 

Mesir akan menimpa diri anda. Katakan, Wahai ahlul-kitab! Marilah kita 

sepakat bahwa kita beribadah hanya kepada Allah dan bahwa kita tidak 

akan menyekutukan Allah -Allah  selain Allah. namun jika mereka 

berpaling, maka berkatalah, "Saksikanlah bahwa kami telah 

menyerahkan diri kepada Allah " (Halbiyya, Jilid 3, hlm.275). 

saat  Mathib tiba di Mesir, ia tak menjumpai Muqauqis di ibu 

kota. Hathib menyusulnya ke Iskandaria, tempat beliau sedang 

memimpin sidang dekat laut. Hathib naik perahu. Tempat sidang dijaga 

keras. Oleh sebab  itu Hathib memperlihatkan surat itu dari jauh dan 

mulai berseru keras. Muqauqis memerintahkan supaya Hathib dibawa 

menghadap kepadanya. Muqauqis membaca surat itu dan berkata, “Jika 

orang itu benar seorang nabi, mengapa ia tidak mendoa untuk 

kehancuran musuh-musuhnya.” 

Hathib menjawab, “Anda beriman kepada Nabi Isa. Beliau 

diperlakukan buruk oleh kaumnya, namun beliau tidak mendoa untuk 

kebinasaan mereka.” Raja memberi penghormatan kepada Hathib dan 

mengatakan bahwa ia utusan yang bijaksana dan pribadi yang bijak pula. 

Ia menjawab dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan 

kepadanya. Maka Hathib berkata lagi, “Sebelum anda ada seorang raja 

yang congkak, sombong dan kejam. Ia yaitu  Firaun yang menganiaya 

Nabi Musa a.s.. Akhirnya ia kena azab. Maka, janganlah hendaknya 

sombong. Berimanlah kepada Nabi Allah ini. Demi Allah, Nabi Musa 

a.s. tidak menyampaikan khabar ghaib tentang Nabi Isa a.s. sejelas Nabi 

Isa a.s. sendiri memberikan khabar ghaib tentang Muhammad s.a.w.. 

Kami memanggil anda kepada Muhammad Rasulullah s.a.w. justru 

seperti anda sekalian dan kaum Kristen memanggil kaum Yahudi kepada 

Nabi Isa a.s.. Tiap-tiap nabi memiliki  pengikutnya. Pengikut-pengikut 

itu harus mentaati Nabi mereka. Sekarang muncul seorang Nabi di masa 

anda, maka menjadi kewajiban anda untuk beriman kepadanya dan 

mengikutinya. Perhatikanlah bahwa agama kami tidak meminta anda 

untuk menolak atau membangkang terhadap Nabi Isa a.s.. Agama kami 

menuntut tiap-tiap orang beriman kepada Nabi Isa a.s. 

Mendengar seruan ini Muqauqis menyatakan bahwa ia telah 

mendengar ajaran Nabi itu dan ia merasa bahwa beliau tidak 

mengajarkan kejahatan atau melarang kebaikan. Ia juga telah 

mengadakan penyelidikan dan mengetahui bahwa beliau bukan tukang 

sihir atau tukang tenung. Ia telah mendengar beberapa khabar ghaib yang 

telah menjadi kenyataan. Kemudian Raja memesan sebuah peti gading, 

dan surat Rasulullah s.a.w. itu disimpan di dalamnya, disegelnya dan 

diberikannya kepada seorang dayang supaya menyimpannya dengan 

baik. Ia menulis juga surat balasan kepada Rasulullah s.a.w.. Isi surat itu 

tercantum dalam catatan sejarah. Bunyinya seperti berikut: 

BismiIlahir-Rahmanir-Rahiim. Dari Muqauqis, Raja Mesir, kepada 

Muhammad bin Abdullah. Assalamu'alaikum. Kemudian, aku 

menyatakan bahwa aku telah membaca surat anda dan merenungkan 

isinya dan kepercayaan yang sebab nya anda memanggilku. Aku tahu 

bahwa nabi-nabi Iberani telah memberi khabar ghaib tentang kedatangan 

seorang nabi di zaman kita. namun aku sangka ia akan muncul di Siria. 

Aku telah menerima utusan anda dan menghadiahkan kepadanya seribu 

dinar dan lima khilat dan aku mengirim dua orang gadis Mesir sebagai 

hadiah kepada anda. Kaumku, kaum Mesir, menjunjung tinggi gadis-

gadis itu. Seorang di antaranya yaitu  Maryam dan yang seorang lagi 

Sirin. Pula saya menghaturkan kepada anda dua puluh pakaian dari kain 

lena (linnen) Mesir yang tinggi kualitasnya. Kuhaturkan pula seekor unta 

untuk tunggangan. Akhirnya aku sekali lagi mendoa agar anda 

menikmati keamanan dan perdamaian dari Allah  (Zurqani dan Tabari). 

Jelas nampak dari surat itu bahwa Muqauqis memperlakukan 

surat itu dengan segala kehormatan namun ia tidak menerima Islam. 

Surat Kepada Pemimpin Bahrain 

 Rasulullah s.a.w. mengirim juga sepucuk surat kepada Mundzir 

Taimi. Pemimpin Bahrain. Surat itu dibawa oleh 'Ala ibn Hadrami. Surat 

aslinya telah hilang. saat  surat itu tiba di tangan Pemimpin itu, ia 

beriman dan membalas surat Rasulullah s.a.w. dengan pernyataan bahwa 

ia dan beberapa sahabat serta pengikutnya telah mengambil keputusan 

untuk masuk Islam. Dikatakannya juga bahwa ada beberapa orang 

Yahudi dan Majusi tinggal di daerahnya. Apakah yang harus diperbuat 

olehnya dengan mereka? Rasulullah s.a.w. mengirimkan lagi sepucuk 

surat kepada Pemimpin itu demikian: 

Aku gembira atas kesediaan anda menerima Islam. Kewajiban anda 

ialah taat kepada delegasi-delegasi dan utusan-utusan yang akan 

kukirimkan kepada anda. Siapa taat kepada mereka, ia taat kepadaku. 

Utusanku yang menyampaikan suratku kepada anda, memuji-muji anda 

dan menyatakan kepadaku kelurusan agama anda. Aku telah mendoa 

kepada Allah  untuk kaum anda. Maka berusahalah untuk mengajarkan 

kepada mereka cara-cara dan amalan-amalan Islam. Lindungi harta 

benda mereka. Janganlah mereka dibiarkan beristrikan 1ebih dari empat. 

Dosa-dosa yang lampau telah dimaafkan. Selama anda baik dan saleh, 

anda akan terus-menerus memerintah kaum anda. Mengenai orang-orang 

Yahudi dan Majusi, mereka hanya diwajibkan membayar pajak, maka 

janganlah diminta dari mereka lebih dari pada itu. Mengenai rakyat 

jelata, mereka yang tak punya tanah yang cukup untuk kehidupan 

mereka, hendaknya diberi empat dirham seorang dan sedikit pakaian 

untuk mereka pakai (Zurqani dan Khamis).  

Rasulullah s.a.w. berkirim surat juga kepada Raja Uman, 

Pemimpin suku Yamama, Raja Ghassan, Pemimpin suku Nahd, suatu 

suku Yaman, Pemimpin suku Hamdan, suku lain lagi dari Yaman. 

Pemimpin suku Bani Alim dan Pemimpin suku Hadhrami. Kebanyakan 

dari mereka masuk Islam. 

Surat-surat itu menunjukkan betapa sempurnanya keimanan 

Rasulullah s.a.w. kepada Allah . Pula, dari awal sudah jelas bahwa 

Rasulullah s.a.w. yakin telah diutus oleh Allah  bukan kepada kaum atau 

wilayah tertentu, namun untuk semua bangsa di seluruh dunia. Benar 

surat-surat itu diterima oleh si alamat dengan cara bermacam-macam. 

Beberapa diantaranya segera menerima Islam. Beberapa lainnya 

memperlakukan surat-surat itu dengan penghargaan, meski tidak 

menerima Islam. Lainnya lagi menyambutnya dengan penghormatan 

yang biasa-biasa. Ada juga yang memperlihatkan penghinaan dan 

kesombongan. Akan namun , memang benar pula, dan sejarah menjadi 

saksi atas kenyataan ini bahwa si penerima surat-surat itu, atau kaum 

mereka, mengalami nasib yang sesuai dengan perlakuan mereka terhadap 

surat itu. 

Khaibar Jatuh 

Seperti telah kami katakan di atas, orang-orang Yahudi dan 

penentang-penentang Islam lainnya sekarang sibuk mengobarkan api 

permusuhan di tengah-tengah suku-suku terhadap kaum Muslimin. 

Sekarang mereka telah mendapat keyakinan bahwa Arabia tidak mampu 

membendung pengaruh Islam yang kian membesar dan bahwa suku-suku 

Arab tidak sanggup menyerang kota Medinah. Oleh sebab  itu, orang-

orang Yahudi mulai main kongkalingkong dengan suku-suku Kristen 

yang tinggal di perbatasan sebelah selatan Kerajaan Roma. Bersamaan 

dengan itu mereka mulai menulis surat kepada mitra seagama mereka di 

Irak untuk menentang Rasulullah s.a.w.. Dengan propaganda yang keji, 

lewat surat-surat, mereka berusaha membangkitkan kemarahan Kisra 

Iran terhadap Islam. Sebagai hasil tipu muslihat Yahudi itu, Kisra 

menentang Islam, bahkan mengirim perintah kepada Gubernur Yaman 

untuk menangkap Rasulullah s.a.w.. Hanyalah semata-mata berkat 

campur tangan dan rahmat Ilahi maka Rasulullah s.a.w. tetap selamat, 

dan rencana buruk Maharaja Iran sempat digagalkan. Jelaslah bahwa 

seandainya tidak sebab  pertolongan Ilahi yang menyertai Rasulullah 

s.a.w. sepanjang jenjang karir beliau, maka jemaat Muslim yang kecil 

jumlahnya di zaman permulaan itu sudah lama binasa di masa masih 

tunas oleh hembusan prahara permusuhan dan perlawanan para Maharaja 

Roma dan Iran.  

Tatkala Kisra memerintahkan menangkap Rasulullah s.a.w., 

terjadi suatu peristiwa sebelum perintah itu dilaksanakan; Kisra 

digulingkan dan dibunuh oleh anaknya sendiri dan perintah penangkapan 

Rasulullah dibatalkan oleh penguasa yang baru. Para pembesar Yaman 

sangat terkesan oleh mukjizat itu, maka propinsi Yaman dengan suka 

hati menjadi bagian Kerajaan Islam. Persekongkolan-persekongkolan 

yang terus-menerus dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap orang-

orang Islam dan kota mereka, Medinah, menghendaki orang-orang 

Muslim mengusir orang-orang Yahudi lebih jauh dari Medinah. Jika 

mereka diizinkan terus tinggal dekat, maka tipu daya mereka hampir 

dapat dipastikan akan menimbulkan lebih banyak pertumpahan darah 

dan kekerasan. 

Sepulang dari Hudaibiya Rasulullah s.a.w. masih bersabar lima 

bulan, namun kemudian beliau mengambil keputusan mengusir mereka 

dari Khaibar. Khaibar itu dekat letaknya dari Medinah dan dari situ 

orang-orang Yahudi memiliki  kesempatan baik untuk melakukan tipu-

daya mereka. Dengan tujuan itu Rasulullah s.a.w. (pada suatu hari di 

bulan Agustus 628 Masehi) bergerak ke Khaibar. Beliau membawa 

lasykar seribu enam ratus prajurit. Khaibar, seperti telah kami terangkan 

sebelum ini, merupakan kota berbenteng yang kuat. Di sekitarnya 

ada  bukit-bukit cadas dan di atas bukit-bukit itu dibuat benteng-

benteng kecil. Untuk merebut tempat seperti itu dengan kekuatan yang 

kecil bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Pos-pos kecil di 

perbatasan Khaibar menyerah sesudah ada sedikit perlawanan. namun 

saat  orang-orang Yahudi memusatkan diri dalam benteng pusat kota 

itu, maka semua serangan dan segala macam siasat terhadap benteng itu 

nampaknya gagal. Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. mendapat wahyu 

bahwa Khaibar akan jatuh di bawah pimpinan Ali. Keesokan harinya 

Rasulullah s.a.w. menyampaikan khabar ghaib itu kepada para Sahabat 

dan bersabda, “Pada hari ini akan kuserahkan bendera hitam Islam 

kepada siapa yang paling berharga dalam pandangan Allah  dan Rasul-

Nya dan semua orang Muslim. Allah  telah menakdirkan bahwa 

kemenangan kita atas Khaibar akan terjadi di tangannya.” 

Keesokan harinya, beliau mengutus orang memanggil Ali dan 

kepadanya diserahkan bendera tersebut. Ali tidak menyia-nyiakan waktu 

lagi. Ia membawa anak-buahnya dan menyerang benteng pusat itu. 

Kendati kenyataan bahwa orang-orang Yahudi telah mengerahkan dan 

memusatkan kekuatan dalam benteng itu, Ali dengan pasukannya 

berhasil merebutnya sebelum matahari terbenam. Suatu perjanjian damai 

ditandatangani. Syarat-syaratnya ialah, semua orang Yahudi, wanita, dan 

anak-anak, harus meninggalkan Khaibar dan mencari tempat tinggal 

yang jauh dari Medinah. Harta-benda dan milik mereka jatuh ke tangan 

orang-orang Muslim. Siapa pun yang berusaha menyembunyikan harta-

benda atau persediaan mereka atau membuat pernyataan yang palsu, 

tidak akan dilindungi oleh perjanjian damai itu. Ia akan dijatuhi 

hukuman yang telah ditetapkan atas pelanggaran itu. 

Tiga macam peristiwa yang menarik terjadi saat penaklukan 

Khaibar ini. Saat di antaranya merupakan Tanda Ilahi dan dua lainnya 

memberikan gambaran tentang ketinggian watak Rasulullah s.a.w. 

Seorang janda Kinana, pemimpin Khaibar, dipersunting oleh 

Rasulullah s.a.w.. Rasulullah s.a.w. melihat wajah wanita itu 

menyandang beberapa tanda bekas tangan. “Bekas apa pada mukamu itu, 

Safiyyah?” tanya Rasulullah s.a.w. 

“Kejadiannya begini,” jawab Safiyyah, “aku melihat dalam 

mimpi, bulan jatuh ke pangkuanku. Mimpi itu kuceriterakan kepada 

suamiku. Baru saja selesai menceriterakannya, maka suamiku 

menamparku dengan keras dan berkata, “Kamu menginginkan kawin 

dengan raja Arabia” (Hisyam). Bulan merupakan perlambang negeri 

Arab. Bulan pada pangkuan berarti suatu perhubungan yang erat dengan 

Raja Arabia. Bulan terbelah atau bulan jatuh berarti suatu perpecahan di 

Negeri Arab atau kehancurannya. 

Mimpi Safiyyah merupakan suatu tanda kebenaran Rasulullah 

s.a.w., dan juga merupakan suatu tanda kenyataan bahwa Allah  

menyingkapkan hari depan kepada abdi-Nya dengan perantaraan mimpi. 

Orang-orang mukmin lebih banyak mendapat karunia ini dari pada 

orang-orang tak beriman. Safiyyah yaitu  wanita Yahudi saat menerima 

mimpi itu. Kemudian suaminya tewas dalam perang Khaibar. Perang itu 

merupakan hukuman terhadap pengkhianatan kaum Yahudi. Safiyyah 

tertawan, dan saat pembagian tawanan-tawanan ia diberikan kepada 

seorang Sahabat. Kemudian ternyata bahwa ia janda seorang kepala 

kabilah. Maka dirasakan lebih sesuai dengan harkatnya jika ia hidup 

bersama Rasulullah s.a.w.. namun Rasulullah s.a.w. berhendak 

menikahinya dan Safiyyah menyetujuinya. Dengan cara demikian 

mimpinya menjadi kenyataan. 

Masih ada dua peristiwa lain. Satu di antaranya ialah bertalian 

dengan seorang penggembala yang menggembalakan domba-domba 

seorang kepala kabilah Yahudi. Si gembala itu masuk Islam. Sesudah 

bai’at ia berkata kepada Rasulullah s.a.w., “Aku tidak dapat kembali ke 

kaumku sekarang, ya Rasulullah. Apakah yang harus kuperbuat dengan 

domba dan kambing majikanku?”  

“Arahkanlah kepala binatang-binatang itu ke jurusan Khaibar 

dan doronglah. Allah  akan mengembalikan kepada si pemilik,” sabda 

Rasulullah s.a.w.. Si gembala itu berbuat sesuai dengan petunjuk tersebut 

dan kawanan domba pun tiba di benteng itu. Penjaga-penjaga di benteng 

menerima binatang-binatang itu (Hiisyam, jilid 2, hlm. 191). 

Peristiwa itu menunjukkan betapa sungguh-sungguhnya 

Rasulullah s.a.w. memandang masalah hak-hak perseorangan dan betapa 

pentingnya pada pemandangan beliau seorang yang diberi amanat 

melaksanakan amanatnya. Dalam peperangan, harta-benda dan kekayaan 

milik pihak yang kalah menjadi hak yang menang. Zaman kita sekarang 

disebut abad peradaban dan kebudayaan, namun dapatkah kita tunjukkan 

suatu contoh sikap seperti itu? Pernahkah terjadi bila musuh yang 

mengundurkan diri dengan meninggalkan perbekalan, lalu dikembalikan 

oleh si pemenang kepada pemiliknya? Dalam kejadian ini kambing-

kambing itu milik musuh. Pengembalian kambing-kambing itu berarti 

menyerahkan kepada musuh bahan pangan yang dapat mencukupi 

mereka untuk beberapa bulan. Dengan itu musuh dapat bertahan dalam 

pengepungan beberapa waktu lamanya. Walaupun demikian, Rasulullah 

s.a.w. mengembalikan kambing-kambing itu, dan hal itu dilakukan untuk 

mengesankan kepada seorang yang baru masuk Islam betapa pentingnya 

melaksanakan amanat. 

Peristiwa yang ketiga yaitu  bertalian dengan seorang wanita 

Yahudi yang mencoba meracuni Rasulullah s.a.w.. Ia mencari 

keterangan kepada para Sahabat bagian mana dari daging binatang 

sembelihan yang digemari oleh Rasulullah s.a.w. untuk disantap. Ia 

diberi tahu bahwa Rasulullah s.a.w. menyukai bahu anak domba atau 

kambing. Wanita itu menyembelih kambing dan membuat daging 

panggang di atas batu-batu panas. Kemudian ia mencampurnya dengan 

racun yang sangat mematikan, terutama dalam daging-daging bagian 

bahu, dengan merasa yakin bahwa Rasulullah s.a.w. akan 

menggemarinya. 

Rasulullah s.a.w. tiba di kemah sesudah selesai sembahyang 

berjamaah. Beliau melihat wanita itu sedang menunggu di dekat kemah 

beliau dan bertanya, 

“Adakah sesuatu yang dapat aku lakukan untukmu, hai, wanita?” 

“Ada, ya Abul Qasim, aku berharap anda akan sudi menerima 

pemberianku.” Rasulullah s.a.w. menyuruh seorang Sahabat menerima 

apa yang dibawa oleh wanita itu. saat  Rasulullah s.a.w. akan 

bersantap, daging panggang hadiah itu diletakkan di hadapan beliau. 

Rasulullah s.a.w. mengambil sekerat. Seorang Sahabat bernama Bisyr 

ibn al Bara' ibn al Ma'rur juga mengambil sekerat. Para Sahabat lainnya, 

yang hadir pada waktu makan, telah mengulurkan tangan untuk 

memakan daging. namun Rasulullah s.a.w. mencegah mereka sambil 

mengatakan bahwa daging itu diracuni. Atas keterangan itu Bisyr berkata 

bahwa ia juga berpendapat demikian. Ia hendak membuang daging itu, 

tapi takut akan menyinggung perasaan Rasulullah s.a.w. “Melihat anda 

mengambil sekerat,” katanya, “aku pun mengambil sekerat, namun segera 

berharap anda tidak mengambilnya.” Tak lama kemudian Bisyr jatuh 

sakit dan, menurut beberapa riwayat, meninggal sesaat . Menurut 

riwayat-riwayat lain ia meninggal sesudah menderita sakit beberapa 

lama. Rasulullah s.a.w. kemudian memanggil wanita itu dan 

menanyakan apa ia telah meracuni daging itu. Wanita itu bertanya 

bagaimana Rasulullah s.a.w. dapat mengetahui hal itu. Rasulullah s.a.w. 

sedang memegang sekerat daging pada saat itu. “Tanganku mengatakan 

itu kepadaku,” artinya, beliau dapat mengetahui dari rabaan. Wanita itu 

mengakui apa yang telah diperbuatnya. 

“Mengapa kau perbuat demikian?” tanya Rasulullah s.a.w.  

“Kaumku sedang berperang dengan anda dan keluargaku gugur 

dalam pertempuran ini. Aku mengambil keputusan meracun anda dengan 

kepercayaan bahwa jika anda seorang tukang tipu, anda akan mati dan 

kami akan aman dan damai, namun jika anda benar seorang nabi, Allah  

akan memelihara anda.” 

Mendengar keterangan itu, Rasulullah s.a.w. memaafkan wanita 

itu, walaupun ia sebenarnya layak mendapat hukuman mati (Muslim). 

Rasulullah s.a.w. selamanya bersedia memberi maaf dan hanya 

menjatuhkan hukuman jika perlu, kalau dikhawatirkan bahwa yang 

berdosa itu tidak jera-jera melakukan kejahatan. 

Kasyaf Rasulullah Menjadi Sempurna 

Pada tahun ke tujuh Hijrah, tepatnya di bulan Februari 629, 

Rasulullah s.a.w. sempat pergi ke Mekkah untuk thawaf di Ka'bah. Hal 

itu telah disetujui oleh para pemimpin Mekkah. saat  saatnya tiba bagi 

Rasulullah s.a.w. untuk bertolak, beliau mengumpulkan dua ribu Sahabat 

dan berangkat ke jurusan Mekkah. saat  beliau mencapai Marr al-

Zahran, suatu tempat perhentian di dekat Mekkah, beliau memerintahkan 

untuk melepaskan senjata mereka. Semuanya dikumpulkan di suatu 

tempat. Tepat sesuai dengan syarat-syarat persetujuan yang 

ditandatangani di Hudaibiya, Rasulullah s.a.w. dan para Sahabat masuk 

ke daerah suci tertutup itu hanya bersenjatakan pedang bersarung. 

Kembali sesudah tujuh tahun berpisah yaitu  bukan perkara biasa untuk 

kedua ribu orang itu masuk ke Mekkah. Mereka ingat kembali kepada 

aniaya yang mereka derita semasa mereka masih tinggal di Mekkah. 

Bersamaan dengan itu juga mereka melihat betapa kemurahan Allah  

telah mendatangkan mereka kembali dan berthawaf di Ka'bah dengan 

aman dan damai. Kemarahan mereka setanding dengan kegembiraan 

mereka. Kaum Mekkah telah meninggalkan rumah-rumah mereka dan 

berdiri di atas bukit-bukit untuk melihat orang-orang Muslim itu. Hati 

orang-orang Muslim itu penuh dengan gelora semangat, kegembiraan, 

dan kebanggaan. Mereka hendak mengatakan kepada kaum Mekkah 

bahwa janji-janji Allah  kepada mereka telah terbukti semuanya. 

Abdullah bin Rawaha mulai menyanyikan lagu-lagu peperangan, namun 

dihentikan oleh Rasulullah s.a.w.; beliau bersabda, “Jangan lagu-lagu 

perang. Ucapkan saja, “Tidak ada yang layak disembah kecuali Allah  

Yang Maha Esa. Allah -lah yang menolong Rasulullah s.a.w. dan 

mengangkat orang-orang beriman dari kehinaan kepada kehormatan dan 

yang mengusir musuh” (Halbiyya, jilid 3, hlm. 73) 

Sesudah thawaf di seputar Ka'bah dan berlari-lari antara bukit-

bukit Safa dan Marwah, Rasulullah s.a.w. dan para Sahabat tinggal di 

Mekkah tiga hari lamanya. Abbas memiliki  ipar yang janda, 

Maemunah, dan ia mengusulkan kepada Rasulullah s.a.w. supaya 

menikahinya. Rasulullah s.a.w. setuju. Pada hari keempat, kaum Mekkah 

meminta kaum Muslim meninggalkan Mekkah. Rasulullah s.a.w. 

memerintahkan penarikan diri dan mengajak para Sahabat pulang ke 

Medinah. Demikian patuh beliau melaksanakan persetujuan itu dan 

begitu beliau memperhatikan perasaan kaum Mekkah sehingga beliau 

meninggalkan istri baru beliau di Mekkah. Beliau mengatur agar istri 

beliau menggabungkan diri dengan rombongan kafilah yang membawa 

barang-barang pribadi para peziarah. Rasulullah s.a.w. menaiki unta 

beliau dan segera keluar dari lingkungan daerah suci. Malam itu beliau 

berkemah di tempat yang disebut Sarif dan di sana Maemunah 

bergabung. 

Rincian peristiwa dalam kehidupan Rasulullah s.a.w. yang tak 

bermakna ini boleh saja kita lewatkan, namun demikian peristiwa ini 

memiliki  satu segi penting, yakni: Rasulullah s.a.w. telah dikecam 

oleh para pujangga Eropa, lantaran beliau beristrikan beberapa orang. 

Mereka pikir bahwa beristri lebih dari seorang itu menjadi bukti 

kecerobohan dan kegemaran beliau akan kesenangan. namun , kesan dari 

pernikahan Rasulullah s.a.w. serupa itu disangkal oleh kesetiaan dan 

kecintaan sepenuh hati istri-istri Rasulullah s.a.w. terhadap beliau. 

Pengabdian dan cinta mereka membuktikan bahwa kehidupan Rasulullah 

s.a.w. sebagai suami itu murni, tidak serakah, dan bernilai rohani. 

Demikian mandirinya dalam urusan ini, sehingga tidak ada seorang pun 

yang dapat berkata memperlakukan istrinya yang seorang sebaik 

Rasulullah s.a.w. memperlakukan beberapa istri. Jika kehidupan 

Rasulullah s.a.w. berkeluarga itu didorong oleh mencari kesenangan, 

maka sudah pasti ini akan menjadikan istri-istri beliau acuh tak acuh, 

bahkan benci dan dendam kepada beliau. namun kenyataannya sama 

sekali sebaliknya. Semua istri beliau mengabdi dan pengabdian mereka 

yaitu  disebabkan oleh sikap beliau yang tak mementingkan diri sendiri 

dan bercita-cita luhur. Teladan tidak mementingkan diri sendiri itu 

dibalas oleh mereka dengan pengabdian yang tanpa batas. Hal ini 

dibuktikan oleh pelbagai peristiwa dalam catatan sejarah. Salah satunya 

yaitu  bertalian dengan Maemunah sendiri. Beliau menjumpai 

Rasulullah s.a.w. untuk pertama kalinya di dalam kemah di kesunyian 

padang pasir. Jika perhubungan suami-istri itu kasar, jika Rasulullah 

s.a.w. lebih menyukai istri yang satu dari pada yang lain sebab  pesona-

pesona jasmani mereka, maka Maemunah tidak akan mengenangkan 

dengan penuh cinta pertemuan pertamanya dengan Rasulullah s.a.w.. 

Jika pernikahannya dengan Rasulullah s.a.w. telah dikaitkan dengan 

kenangan-kenangan yang tidak menyenangkan atau tidak menarik, 

niscaya Maemunah akan lupa akan segala sesuatu mengenai pernikahan 

itu. Maemunah lama hidup sesudah wafat Rasulullah s.a.w.. Beliau wafat 

dalam usia yang lanjut, namun tidak dapat melupakan arti pemikahannya 

dengan Rasulullah s.a.w.. Pada malam sebelum beliau wafat dalam usia 

delapan puluh tahun, saat  segala kegembiraan dan kegemaran 

jasmaniah telah lama lenyap, saat hanya tinggal hal-hal dan nilai-nilai 

abadi yang mampu menggerakkan hati, pada saat itu beliau berpesan 

supaya dikuburkan di tempat yang terletak seperjalanan sehari dari 

Mekkah, saat Rasulullah s.a.w. berkemah dalam perjalanan pulang ke 

Medinah dan tempat pertama kali berjumpa dengan Rasulullah s.a.w. 

sesudah beliau menikah. Dunia mengenal banyak sekali kisah percintaan, 

baik yang sebenarnya maupun khayalan, namun tidak banyak yang 

demikian mengharukan seperti itu. 

Segera sesudah selesai berthawaf di sekeliling Ka'bah yang 

bersejarah itu, dua orang panglima termasyhur dari musuh masuk Islam. 

Mereka ternyata kemudian hari menjadi panglima-panglima Islam 

termasyhur. Seorang di antaranya yaitu  Khalid bin Walid yang 

kemahirannya dan keberaniannya menggoncangkan kerajaan Romawi 

sampai dasar-dasarnya dan, di bawah pimpinannya sebagai jenderal, 

negeri demi negeri telah dipersembahkan oleh kaum Muslimin kepada 

kerajaan Islam. Orang yang kedua yaitu  'Amr ibn al-'As, sang penakluk 

negeri Mesir. 

 

Pertempuran Mu’ta 

Sekembali dari Ka'bah, Rasulullah s.a.w. mulai menerima 

laporan-laporan bahwa suku-suku Kristen di perbatasan Siria, yang 

dihasut oleh kaum Yahudi dan kaum musyrikin, telah mengadakan 

persiapan untuk menyerang Medinah. Oleh sebab  itu, beliau mengirim 

regu penyelidik terdiri atas lima belas orang untuk menyelidiki 

kebenarannya. Mereka melihat suatu pasukan berkumpul di tapal batas 

Siria. Daripada segera kembali untuk memberi laporan, malah mereka 

menunggu. Semangat tabligh Islam telah menguasai mereka, namun 

akibat hasrat baik mereka terbukti sama sekali bertolak belakang dengan 

apa yang telah mereka inginkan dan harapkan. 

Meninjau kembali peristiwa-peristiwa itu sekarang, kita dapat 

mengetahui bahwa mereka, yang dikuasai pengaruh hasutan musuh, 

sedang merencanakan menyerang tanah air Rasulullah s.a.w., tidak dapat 

diharapkan akan bersikap dan bertindak lain. Mereka sama sekali tidak 

mau mendengarkan penerangan, malah mengeluarkan busur mereka dan 

regu yang lima belas orang itu mulai dihujani dengan anak panah. namun 

regu itu tak bergeming. Penerangan-penerangan mereka dibalas dengan 

panah, namun mereka tidak melarikan diri. Mereka bertahan dengan 

gigihnya; lima belas melawan ribuan, dan mereka pun gugur. 

Rasulullah s.a.w. merencanakan gerakan militer untuk memberi 

hukuman kepada orang-orang Siria lantaran kekejaman keji itu, namun 

dalam pada itu, beliau menerima laporan bahwa kekuatan yang 

dipusatkan di perbatasan itu telah bubar. Oleh sebab  itu, rencana itu 

ditangguhkan dahulu oleh beliau.  

namun , Rasulullah s.a.w. mengirim surat kepada Kaisar Roma 

(atau kepada pemimpin suku Ghassan yang memerintah di Busra atas 

nama Roma). Dalam surat itu, kami sangka, Rasulullah s.a.w. 

menyesalkan persiapan-persiapan yang telah nampak di perbatasan Siria 

dan pembunuhan yang keji dan sama sekali tak beralasan terhadap lima 

belas orang Muslim yang telah dikirim oleh beliau untuk mengumpulkan 

laporan tentang keadaan di perbatasan itu. 

Surat itu dibawa oleh Al-Harts, seorang Sahabat. Ia berhenti 

dalam perjalanan di Mu’ta, tempat ia bertemu dengan Syurahbil, seorang 

pemimpin Ghassan yang bertindak selaku pembesar Roma. “Apakah 

kamu utusan Muhammad?” tanya pemimpin itu. sesudah  mendapat 

jawaban, “Ya,” Al-Harts ditangkap, diikat, dan dibunuh. Maka layaklah 

jika ada persangkaan bahwa pemimpin Ghassan itu pemimpin pasukan 

yang telah menyatroni dan membunuh kelima belas orang Muslim yang 

hanya telah berupaya tabligh. 

Kenyataan bahwa ia mengatakan kepada Al-Harts, “Barangkali 

kamu membawa pesan dari Muhammad” menunjukkan bahwa ia takut 

jangan-jangan pengaduan Rasulullah s.a.w. bahwa orang-orang dari suku 

di bawah Kaisar telah menyerang orang-orang Muslim akan sampai 

kepada Kaisar. Ia takut akan diminta pertanggung-jawaban atas apa yang 

telah terjadi. Ia berpendapat bahwa lebih aman baginya untuk membunuh 

utusan itu. Harapannya itu tidak terpenuhi. Rasulullah s.a.w. mendapat 

kabar tentang pembunuhan itu. Untuk mengadakan pembalasan terhadap 

pembunuhan itu, dan pembunuhan-pembunuhan lainnya sebelum itu, 

beliau menyusun kekuatan yang terdiri atas tiga ribu prajurit dan 

dikirimkan ke Siria di bawah pimpinan Zaid bin Haritsa, bekas budak 

Rasulullah s.a.w. yang telah dimerdekakan, seperti telah kami 

ceriterakan dalam uraian mengenai kehidupan Rasulullah s.a.w. di 

Mekkah. Rasulullah s.a.w. menunjuk Jafar ibn Abu Thalib sebagai 

pengganti Zaid, andai kata Zaid gugur, dan Abdullah bin Rawaha, jika 

Jafar juga gugur. Jika Abdullah' bin Rawaha juga gugur, maka kaum 

Muslimin harus memilih sendiri panglima mereka. 

Seorang Yahudi yang mendengar putusan itu berkata, “Wahai 

Abul Qasim, jika anda Nabi yang benar, ketiga-tiga perwira yang anda 

tunjuk itu pasti akan mati; sebab, Allah  menyempurnakan kata-kata 

seorang Nabi.” Sambil menghadap kepada Zaid ia berkata, “Percayalah 

kepada kataku, jika Muhammad benar, kamu tidak akan kembali hidup-

hidup.” Zaid, seorang mukmin sejati, menjawab, “Aku boleh pulang 

kembali hidup atau tidak, namun Muhammad yaitu  benar Rasul Allah” 

(Halbiyya, jilid 3, hlm. 75). 

Keesokan harinya, pagi-pagi, lasykar Muslim bertolak 

menempuh perjalanan yang jauh. Rasulullah s.a.w. dan para Sahabat 

mengantarkannya sampai ke suatu tempat. Suatu gerakan militer yang 

besar lagi penting dan sebelumnya tak pernah diberangkatkan tanpa 

Rasulullah s.a.w. sendiri sebagai panglima. Tatkala Rasulullah s.a.w. 

berjalan untuk mengantar iringan ekspedisi itu beliau memberi nasihat 

dan perintah. saat  mereka sampai di tempat orang-orang Medinah 

biasa mengucapkan kata-kata selamat jalan kepada kawan dan sanak-

saudara yang akan berangkat ke Siria, Rasulullah s.a.w. berhenti dan 

bersabda: 

“Aku minta dengan sangat kepadamu supaya takut kepada Allah  dan 

berbuat adil terhadap orang-orang Muslim yang berangkat beserta kamu. 

Pergilah berperang atas nama Allah dan gempurlah musuh di Siria yang 

yaitu  musuhmu dan musuh Allah. Jika kamu datang di Siria, kamu akan 

berjumpa dengan mereka yang banyak mengadakan zikir Ilahi di dalam 

rumah-rumah peribadatan mereka, kamu hendaknya jangan berbantah 

dengan mereka dan jangan mengganggu mereka. Di negeri musuh 

janganlah membunuh wanita atau anak-anak atau orang buta atau orang-

orang yang sudah tua; jangan menumbangkan pohon atau merebahkan 

bangunan-bangunan (Halbiyya, jilid 3). 

Sesudah memberi petunjuk ini, Rasulullah s.a.w. kembali dan 

lasykar Muslim berderap maju. Lasykar itu yaitu  lasykar pertama yang 

diberangkatkan untuk bertempur dengan kaum Kristen. saat  lasykar 

kaum Muslimin itu tiba di perbatasan Siria, mereka mendapat kabar 

bahwa Kaisar pribadi telah menduduki medan pertempuran dengan 

seratus ribu orang dari prajuritnya sendiri dan seratus ribu dari suku-suku 

Kristen di Arabia. Dihadapkan kepada musuh yang begitu besar, kaum 

Muslim hampir saja berhenti di tengah perjalanan dan melaporkannya 

kepada Rasulullah s.a.w. di Medinah. Barangkali beliau dapat 

mengirimkan bala bantuan dan perintah-perintah baru. 

saat  para pemimpin pasukan bermusyawarah, Abdullah bin 

Rawaha bangkit dan dengan semangat menyala-nyala berkata, “Saudara-

saudaraku, saudara-saudara meninggalkan rumah saudara-saudara 

dengan tujuan mati syahid di jalan Allah, dan sekarang saat  

kesyahidan sudah di ambang pintu, saudara-saudara nampak menjadi 

ragu-ragu. Kita sebegitu jauh tidak pernah bertempur sebab  lebih 

unggul daripada musuh dalam jumlah dan persenjataan. Pertolongan 

utama kita yaitu  keimanan kita. Jika musuh jauh mengungguli kita 

dalam jumlah dan perlengkapan, apa salahnya? Salah satu dari dua 

ganjaran pasti kita peroleh. Kita menang atau mati syahid di jalan Allah. 

Lasykar itu mendengar uraian Rawaha dan amat terkesan. Ia 

benar, kata mereka serempak. Pasukan itu bergerak maju lagi. Saat 

mereka bergerak, mereka lihat lasykar Roma bergerak juga ke arah 

mereka. saat  di Mu’ta, kaum Muslimin mengambil kedudukan dan 

pertempuran mulai berkobar. Tak lama kemudian Zaid, panglima 

Muslim, gugur dan saudara sepupu Rasulullah s.a.w., Jafar ibn Abu 

Thalib, menyambut panji dan pimpinan perang. saat  dilihatnya 

tekanan musuh makin kuat dan kaum Muslimin sebab  kalah tenaga 

akhirnya tak dapat bertahan, ia turun dari kudanya lalu memotong kaki 

kudanya. Perbuatan itu berarti bahwa paling tidak ia tidak akan 

melarikan diri dan bahwa ia lebih suka mati dari pada melarikan diri. 

Memotong kaki-kaki binatang tunggangan yaitu  kebiasaan 

orang-orang Arab untuk mencegah binatang-binatang melarikan diri 

kacau-balau dan panik. Jafar terpenggal tangan kanannya, namun panji 

perang dipegang erat dengan tangan kiri. Tangan kiri pun terpenggal 

pula dan kemudian, ia menahan panji itu di antara kedua lengan 

buntungnya dan ditekankan ke dadanya. Setia pada sumpahnya, ia tewas 

dalam pertempuran. Abdullah bin Rawaha, sesuai dengan perintah 

Rasulullah s.a.w., menyambut panji itu dan mengambil alih 

kepanglimaan. Ia juga gugur. Perintah Rasulullah s.a.w. kemudian ialah 

bermusyawarah dan mengangkat panglima sendiri. namun tidak ada 

waktu untuk mengadakan pemilihan. Kaum Muslim bisa-bisa terpaksa 

menyerah kepada musuh yang jauh berlipat ganda besarnya. Dalam pada 

itu Khalid bin Walid yang menerima usul seorang kawannya, 

menyambut panji perang dan pertempuran terus berlangsung sampai 

malam tiba. Keesokan harinya Khalid menghadapi musuh lagi dengan 

tentaranya yang ulung. Diubahnya formasi lasykarnya - barisan yang 

depan dipindah ke garis belakang dan barisan sayap kanan ditukar 

dengan barisan sayap kiri. Juga mereka menyerukan semboyan-

semboyan. Musuh menyangka bahwa kaum Muslimin telah mendapat 

bala bantuan semalam dan mereka pun mengundurkan diri dalam 

ketakutan. Khalid dapat menyelamatkan sisa pasukannya dan pulang 

kembali. Rasulullah s.a.w. telah mengetahui peristiwa-peristiwa itu dari 

kasyaf. Beliau mengumpulkan kaum Muslimin di mesjid. saat  beliau 

bangkit untuk menyampaikan amanat kepada mereka, mata beliau 

berkaca-kaca. Beliau bersabda: 

“Aku ingin mengatakan kepadamu mengenai lasykar yang telah 

meningg