seperti pedang bermata
dua. 5 Kakinya turun menuju maut, langkahnya menuju dunia orang mati. 6
Ia tidak menempuh jalan kehidupan, jalannya sesat, tanpa diketahuinya. 7
Sebab itu, hai anak-anak, dengarkanlah aku, janganlah kamu menyimpang
dari pada perkataan mulutku. 8 Jauhkanlah jalanmu dari pada dia, dan ja-
nganlah menghampiri pintu rumahnya, 9 supaya engkau jangan menyerah-
kan keremajaanmu kepada orang lain, dan tahun-tahun umurmu kepada
orang kejam; 10 supaya orang lain jangan mengenyangkan diri dengan keka-
yaanmu, dan hasil susah payahmu jangan masuk ke rumah orang yang tidak
dikenal 11 dan pada akhirnya engkau akan mengeluh, kalau daging dan
T
92
tubuhmu habis binasa, 12 lalu engkau akan berkata: Ah, mengapa aku benci
kepada didikan, dan hatiku menolak teguran; 13 mengapa aku tidak men-
dengarkan suara guru-guruku, dan tidak mengarahkan telingaku kepada
pengajar-pengajarku? 14 Aku nyaris terjerumus ke dalam tiap malapetaka di
tengah-tengah jemaah dan perkumpulan.
Di sini ada ,
I. Kata-kata yang penuh kesungguhan hati untuk mengantar peri-
ngatan yang hendak diberikan (ay. 1-2). Di sini, Salomo berbicara
kepada putranya, yakni semua orang muda, seperti kepada anak-
anak sendiri yang dikasihinya dan yang ada dalam pengaruhnya.
Ia meminta perhatian dalam nama Allah, sebab ia menulis di
bawah ilham ilahi dan sebagai nabi, meskipun ia tidak mengawali
dengan kata-kata, beginilah firman Tuhan. Perhatikanlah hikmat-
ku, arahkanlah telingamu, bukan sekadar untuk mendengarkan
apa yang dikatakan dan membaca apa yang tertulis, melainkan
untuk memusatkan pikiranmu padanya dan merenungkannya
dengan tekun. Untuk mendapat perhatian kita, ia menawarkan,
1. Keunggulan perkataannya: Melalui hikmatku dan kepandaian
yang kuajarkan aku berusaha mengajarkan hikmat kepadamu.
Tiada lain lagi yang layak disebut hikmat selain dibandingkan ini.
Pengetahuanku ini yaitu pengetahuan moral, yang patut
dipelajari di sekolahku.
2. Kegunaannya: Perhatikanlah apa yang kukatakan,
(1) Supaya engkau dapat bertindak dengan bijak, supaya eng-
kau berpegang pada kebijaksanaan. Pengajaran Salomo
bukan dimaksudkan untuk sekadar mengisi benak kita
dengan segala gagasan dan pikiran, bukan dengan hal-hal
yang tidak jelas kebenarannya atau dengan bahan perban-
tahan yang meragukan, melainkan untuk membimbing kita
dalam penguasaan diri sehingga kita dapat bertindak de-
ngan hati-hati, demi kebaikan dan kepentingan kita sendiri.
(2) Supaya engkau dapat berkata-kata dengan bijaksana,
supaya bibirmu memelihara pengetahuan, dan kata-kata itu
siap di ujung lidahmu (seperti yang sering kita katakan),
demi kebaikan orang-orang yang bercakap-cakap dengan
engkau. Bibir seorang imam dikatakan memelihara penge-
tahuan (Mal. 2:7). Namun, mereka yang siap sedia dan fasih
dengan firman Tuhan bukan hanya merupakan imam-imam
Kitab Amsal 5:1-14
93
rohani dalam ibadah mereka, namun juga dalam percakapan
mereka.
II. Peringatan itu sendiri, yakni supaya menghindarkan dari nafsu
kedagingan, perzinahan, percabulan, dan segala kenajisan. Seba-
gian orang menerapkan hal ini sebagai kiasan, dengan memahami
wanita jalang di sini sebagai penyembahan berhala atau
pengajaran palsu, yang cenderung merusak pikiran dan perilaku
manusia. Atau, wanita jalang dimaksudkan juga sebagai has-
rat penuh hawa nafsu, yang bisa termasuk apa saja yang berkait-
an dengan itu. Namun, secara jelas tujuan utamanya yaitu
untuk memperingatkan kita terhadap dosa-dosa yang disebut
dalam perintah ketujuh, yang cenderung dilakukan orang muda.
Godaan-godaan dari dosa-dosa ini sungguh kuat, dan sudah ada
banyak contoh mengenainya, yang jika dibiarkan, akan mem-
binasakan semua benih kebajikan yang ada di dalam jiwa. Oleh
sebab itu, tidaklah mengherankan jika peringatan Salomo me-
ngenai hal ini begitu mendesak-desak dan sering kali diulang-
ulang. Di sini, Salomo sebagai pengawas yang setia, memberikan
peringatan kepada semua orang sementara mereka memikirkan
kehidupan dan kesenangan mereka, supaya berhati-hati dengan
amat sangat terhadap dosa yang pasti akan menghancurkan me-
reka ini. Di sini ada dua hal yang harus kita waspadai dan
perhatikan:
1. Supaya kita tidak mendengarkan bujukan dan daya tarik dosa
ini. Sungguh benar bahwa bibir wanita jalang menitikkan
tetesan madu (ay. 3). Kenikmatan nafsu daging sangatlah
menggoda (seperti anggur yang merah menarik warnanya, dan
mengilau dalam cawan, yang mengalir masuk dengan nikmat).
Bibirnya, ciumannya, dan perkataan yang keluar dari mulut-
nya lebih licin dari pada minyak, supaya pil beracun itu dapat
meluncur dengan lancar dan tidak menimbulkan kecurigaan.
Namun, pertimbangkanlah:
(1) Betapa mematikan akibatnya nanti. Buah apa yang akan
didapatkan orang berdosa dari madu dan minyaknya saat
kenikmatan ini berakhir,
[1] Serangan-serangan menakutkan terhadap hati nu-
rani. Rasanya akan pahit seperti empedu (ay. 4). Apa
94
yang tadinya terasa lezat di mulut akan bergolak di
perut dan berubah menjadi masam. Saat direnung-
kan, hal ini akan melukai bagai pedang bermata
dua. Kedua hal ini sama-sama melukai. Salomo bisa
berbicara mengenai ini melalui pengalaman pribadi-
nya (Pkh. 7:26).
[2] Siksaan dunia orang mati. Orang-orang yang telah
melakukan dosa ini dan merasa berdosa sebab nya
dan kemudian bertobat, mereka memang diselamat-
kan, namun kita perlu ingat bahwa dosa ini punya
kecenderungan untuk langsung menghancurkan
jiwa dan raga. Kakinya turun menuju maut, bahkan
menuju dunia orang mati, menarik dunia orang mati
itu menuju si pendosa, seakan-akan hukuman itu
tidak kunjung datang juga (ay. 5). Orang-orang yang
terbelit dalam dosa ini harus diingatkan bahwa jarak
di antara mereka dan neraka hanyalah tinggal
selangkah lagi, dan mereka siap jatuh ke dalamnya.
(2) Renungkanlah betapa palsunya daya tarik itu. Seorang
wanita pezinah pandai merayu dan berbicara ma-
nis. Kata-katanya bagaikan madu dan minyak, namun
dia akan menipu orang-orang yang mendengarkan kata-
katanya: jalannya sesat, tanpa diketahuinya. Ia sering
kali mengubah penyamarannya dan menggunakan
berbagai warna palsu, sebab jika ketahuan, ia pasti
akan dibenci. Mirip Proteus, sang dewa laut Yunani, ia
berganti-ganti penampilan, supaya bisa tetap merang-
kul mereka yang diincarnya. Apakah yang menjadi tu-
juannya dengan semua tipu muslihat dan pengaturan
ini? Hanya satu, yakni untuk mencegah mereka menem-
puh jalan kehidupan, sebab dia tahu bahwa jika mereka
mencapai jalan itu, dia pasti akan kehilangan mereka.
Orang-orang yang tidak tahu apa maksud Iblis yaitu
mereka yang tidak mengerti bahwa hal penting yang
ditujunya melalui semua pencobaan yang dilancarkan-
nya itu yaitu ,
[1] Menghalangi mereka memilih jalan kehidupan, un-
tuk mencegah mereka menjalani hidup yang saleh
Kitab Amsal 5:1-14
95
dan masuk sorga, supaya sama seperti dirinya yang
dihalangi mengenyam kebahagiaan, ia juga dapat
menjauhkan mereka dari kebahagiaan.
[2] Supaya bisa mencegah mereka dari mempertimbang-
kan jalan kehidupan, dari memikirkan betapa sudah
selayaknya mereka melintasi jalan itu, betapa ber-
manfaatnya hal ini bagi mereka. Hendaknya diper-
hatikan, demi kehormatan agama, bahwa sungguh
penting agar orang bersedia mengambil kesempatan
untuk memikirkan dengan sungguh serta menim-
bang segala sesuatu tanpa memihak dan dengan
adil. Kita juga perlu sadar bahwa Iblis tidak dapat
menarik manusia demi kepentingannya kecuali de-
ngan menyesatkan mereka melalui berbagai macam
kesenangan yang tidak ada habisnya supaya mereka
menjauh dari pemikiran yang tenteram dan sehat
mengenai perkara-perkara yang mendatangkan da-
mai sejahtera bagi mereka. Kenajisan atau kecemar-
an merupakan dosa yang membutakan akal sehat,
menghanguskan hati nurani, dan menghalangi orang
merenungkan jalan kehidupan. Persundalan meng-
hilangkan daya pikir (Hos. 4:11; KJV: mencuri hati
pen.).
2. Supaya kita tidak menghampiri dosa ini (ay. 7-8).
(1) Peringatan ini disampaikan dengan kata pengantar yang
diucapkan dengan sepenuh hati: Sebab itu, hai anak-anak,
dengarkanlah aku. Siapa pun dari antaramu yang mem-
baca atau mendengar perkataan ini, hendaknya memper-
hatikan apa yang kukatakan. Bubuhkanlah iman ke da-
lamnya, simpanlah baik-baik, dan janganlah kamu menyim-
pang dari pada perkataan mulutku, seperti yang akan
dilakukan mereka yang mendengarkan perkataan perem-
puan jalang itu. Jangan sekadar menerima apa yang kuka-
takan itu untuk sementara waktu saja, namun melekatlah
padanya, dan biarkan perkataanku itu siap kaugunakan
dan memberimu kekuatan pada saat engkau didera pen-
cobaan.
96
(2) Peringatan itu sendiri sangatlah mendesak: Jauhkanlah
jalanmu dari pada dia, jika jalanmu kebetulan berdekatan
dengannya. Jika urusanmu membawa engkau ke dalam
jangkauan daya tariknya, ubahlah jalanmu, ganti arahmu,
dibandingkan membiarkan dirimu menghadapi bahaya. Jangan-
lah menghampiri pintu rumahnya. Berjalanlah di seberang
jalan sana, bahkan lewatilah jalan lain, meskipun kau ter-
paksa mengambil jalan berputar. Hal ini menyiratkan,
[1] Bahwa kita harus sangat takut dan membenci dosa itu.
Kita harus merasa takut kepadanya seperti takut pada
tempat yang telah terjangkiti wabah. Kita harus mem-
bencinya seperti membenci bau busuk dari bangkai se-
hingga tidak mau datang mendekat. Baru sesudah
itulah kita akan mampu memelihara kemurnian kita,
saat kita memiliki kebencian teramat sangat terhadap
semua nafsu kedagingan.
[2] Bahwa kita harus dengan giat menghindari segala se-
suatu yang dapat menyebabkan dosa ini. Jangan men-
dekatinya selangkah pun. Orang-orang yang ingin di-
jauhkan dari bahaya harus menghindar dari jalan ber-
bahaya. Tabiat yang rusak mengandung pemicu yang
begitu mudah menghanguskan, sehingga benar-benar
merupakan hal yang gila, dengan alasan apa pun, un-
tuk mendekati percikan api yang mudah menyulut ke-
bakaran itu. Jika kita melempar diri ke dalam pencoba-
an, kita telah mengolok-olok Allah saat berdoa, jangan-
lah membawa kami ke dalam pencobaan.
[3] Bahwa kita patut merasa iri terhadap diri kita sendiri
dengan kecemburuan ilahi, dan tidak boleh percaya diri
berlebihan akan kekuatan tekad hati kita sehingga
memberanikan diri mendekati dosa, sambil berjanji ke-
pada diri sendiri bahwa sampai di sini boleh kita datang,
jangan lewat.
[4] Bahwa apa saja yang telah menjadi jerat bagi kita dan
menimbulkan kesempatan bagi kita untuk berbuat
dosa, sekalipun itu yaitu mata yang kanan dan tangan
yang kanan, kita harus mencungkil mata dan memeng-
gal tangan itu, lalu membuangnya. Kita harus rela ber-
pisah dengan apa yang paling kita sayangi dibandingkan hal
Kitab Amsal 5:1-14
97
tersebut membahayakan jiwa kita. Ini yaitu perintah
Juruselamat kita (Mat. 5:28-30).
(3) Alasan-alasan yang digunakan Salomo di sini untuk mem-
perkuat peringatannya diambil dari pokok yang sama de-
ngan pokok-pokok sebelumnya, yakni berbagai celaka yang
mengikuti dosa ini.
[1] Dosa ini merusak nama baik. Engkau akan menyerah-
kan keremajaanmu kepada orang lain (ay. 9; KJV: menye-
rahkan kehormatan pen.). Engkau akan menghilang-
kan keremajaan atau kehormatanmu sendiri. Engkau
akan menaruh batu di tangan semua tetanggamu untuk
melempari engkau, sebab mereka semua akan mempu-
nyai alasan untuk mempermalukan, merendahkan, dan
menginjak-injakmu sebagai orang dungu. Persundalan
merupakan dosa yang membuat manusia menjadi hina
dan rendah, dan tidak ada orang dengan akal sehat
atau kebajikan yang mau berteman dengan orang yang
suka bergaul dengan para pelacur.
[2] Dosa ini membuat waktu terbuang percuma, memberi-
kan tahun-tahun umur, tahun-tahun keremajaan, pun-
cak kehidupan manusia, kepada orang kejam, nafsu
rendah itu, yang dengan teramat keji berjuang melawan
jiwa, pelacur rendahan yang berpura-pura mencintai-
mu, namun sebenarnya mengincar kehidupan yang ber-
harga. Tahun-tahun yang seharusnya diserahkan demi
kehormatan Allah yang pengasih itu telah dihabiskan
untuk melayani dosa yang keji.
[3] Dosa ini menghancurkan harta milik (ay. 10): Orang lain
akan mengenyangkan diri dengan kekayaanmu, kekaya-
an yang telah dipercayakan kepada kamu sebagai ben-
dahara keluarga. Hasil susah payahmu yang seharus-
nya merupakan persediaan bagi rumahmu sendiri, akan
berada di rumah orang yang tidak dikenal, yang tidak
berhak dan tidak akan pernah berterima kasih kepada-
mu.
[4] Dosa ini merusak kesehatan sehingga mempersingkat
umur orang: Daging dan tubuhmu akan habis binasa
(ay. 11). Nafsu kenajisan bukan saja berjuang melawan
98
jiwa yang diabaikan dan tidak diurus oleh orang ber-
dosa, namun juga berjuang melawan tubuh yang begitu
dimanjakan dan ingin disenangkan olehnya. Nafsu ini
begitu mengecoh, bodoh, dan merugikan. Orang-orang
yang dengan rakus menyerahkan diri untuk melakukan
hal najis, sebenarnya menyia-nyiakan tenaga mereka,
melempar diri ke dalam kelemahan, dan sering kali
mengidap berbagai penyakit menjijikkan yang memper-
singkat hidup mereka. Mereka menjadi korban yang
mengenaskan dari hawa nafsu yang keji.
[5] Dosa ini akan memenuhi pikiran dengan kengerian apa-
bila hati nuraninya terusik. Meskipun engkau sekarang
bergembira, mabuk dalam hawa nafsumu, namun pada
akhirnya engkau akan mengeluh (ay. 11). Engkau akan
disibukkan dengan penyesalan dan menyerah kalah
serta tersiksa dalam perenunganmu, saat dosa diper-
hadapkan kepadamu dalam wajah aslinya. Cepat atau
lambat, dosa itu akan membawa dukacita, saat jiwa-
mu direndahkan dan dibawa kepada penyesalan, atau
saat daging dan tubuhmu habis binasa, baik melalui
penyakit, saat hati nurani menampar wajah orang ber-
dosa, maupun melalui kubur. saat tubuh membusuk
di dalam kubur, jiwa pun meronta dalam siksaan nera-
ka, tempat ulat tidak akan binasa, dan perkataan
Anak, ingatlah, senantiasa berkumandang. Di sini
Salomo mengajak orang berdosa yang telah insaf untuk
menegur diri sendiri dan mengecam kebodohannya, su-
paya ia bisa meratapinya dengan pilu. Pertama, sebab
ia tidak sudi diubahkan, ia juga tidak suka diberi tahu.
Ia tidak tahan diajar menunaikan kewajiban (betapa
aku bukan saja benci pada disiplin saat dididik, namun
juga didikan itu sendiri, meskipun semuanya benar dan
baik!), atau diberi tahu tentang kesalahan-kesalahan-
nya hatiku menolak teguran (ay. 12). Mau tidak mau ia
harus mengakui bahwa orang-orang yang bertugas
mendidik dia, yakni orangtua dan pendetanya, telah
mengerjakan bagian mereka. Mereka inilah guru-guru-
nya. Mereka telah mengajar serta memberinya nasihat
dan peringatan (ay. 13). Namun, dengan malu dan
Kitab Amsal 5:1-14
99
bingung ia mengucapkan kata-kata itu, sekaligus mem-
benarkan Allah di dalam semua penderitaan yang di-
alaminya. Ia tidak mendengarkan suara guru-gurunya,
sebab ia memang tidak pernah mengarahkan telinganya
kepada pengajar-pengajarnya, tidak pernah mengindah-
kan apa yang mereka katakan ataupun mengakui pe-
ngaruhnya. Perhatikanlah, orang-orang yang telah me-
nerima pendidikan yang baik dan tidak berbuat sesuai
dengan pendidikan tersebut, harus mempertanggung-
jawabkan banyak hal di kemudian hari. Orang-orang
yang sekarang tidak mau mengingat apa yang telah di-
ajarkan kepada mereka dan menyesuaikan diri dengan
pengajaran itu, akan diingatkan bahwa hal ini memper-
parah dosa mereka, yang akhirnya berakibat dengan
kehancuran mereka. Kedua, bahwa dengan melakukan
dosa itu berkali-kali, kebiasaan ini akan begitu berakar
dan menetap hingga hatinya tetap bertekad untuk
melakukannya (ay. 14): Aku nyaris terjerumus ke dalam
tiap malapetaka di tengah-tengah jemaah dan perkum-
pulan. Pada waktu ia datang ke tempat ibadah atau ke
halaman Bait Suci untuk menyembah Allah bersama
orang Israel yang lain, hatinya yang najis itu sarat
dengan pikiran dan hasrat asusila, sedangkan matanya
penuh dengan perzinahan. Rasa hormat terhadap tem-
pat, orang-orang lain, dan kegiatan yang sedang ber-
langsung, tidak mampu mengendalikan dirinya. Bahkan
di tempat itu ia sama jahat dan kejinya seperti di tem-
pat mana pun. Bagi hati nurani yang telah disadarkan,
tidak ada dosa yang tampak lebih mengerikan selain
pencemaran hal-hal yang kudus. Selain itu, tidak ada
yang bisa membuat dosa itu bertambah lebih parah lagi
selain pencemaran tempat di mana kita dihormati dan
mendapat keuntungan di dalamnya, yakni di tengah-
tengah jemaat dan perhimpunan ibadah. Zimri dan
Kozbi mengakui kekejian mereka di hadapan Musa dan
segenap umat Israel (Bil. 25:6). Perzinahan di dalam hati
sama terbukanya bagi Allah, dan pasti sangat menjijik-
kan bagi-Nya saat kita datang mendekat kepada-Nya
sambil melakukan kegiatan ibadah. Aku terjerumus ke
100
dalam tiap malapetaka yang bertentangan dengan para
pejabat, hakim, dan perkumpulan ibadah mereka. Begi-
tulah yang dipahami oleh beberapa orang. Ada pula
yang merujuk kepada parahnya hukuman, bukan ke-
pada parahnya dosa: Aku telah dijadikan contoh, suatu
tontonan bagi dunia. Aku nyaris berada di bawah selu-
ruh hukuman berat Allah di tengah-tengah jemaah dan
perkumpulan umat Israel, serta dijadikan sebagai se-
buah tanda. Aku berdiri di tengah-tengah jemaah sambil
berteriak minta tolong (Ayb. 30:28). Biarlah kita meng-
hindari apa yang akhirnya akan disesali sejadi-jadinya.
Perintah untuk Saling Setia dalam Pernikahan
(5:15-23)
15 Minumlah air dari kulahmu sendiri, minumlah air dari sumurmu yang
membual. 16 Patutkah mata airmu meluap ke luar seperti batang-batang air
ke lapangan-lapangan? 17 Biarlah itu menjadi kepunyaanmu sendiri, jangan
juga menjadi kepunyaan orang lain. 18 Diberkatilah kiranya sendangmu, ber-
sukacitalah dengan isteri masa mudamu: 19 rusa yang manis, kijang yang
jelita; biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau, dan engkau senan-
tiasa berahi sebab cintanya. 20 Hai anakku, mengapa engkau berahi akan
wanita jalang, dan mendekap dada wanita asing? 21 sebab segala
jalan orang terbuka di depan mata TUHAN, dan segala langkah orang di-
awasi-Nya. 22 Orang fasik tertangkap dalam kejahatannya, dan terjerat dalam
tali dosanya sendiri. 23 Ia mati, sebab tidak menerima didikan dan sebab
kebodohannya yang besar ia tersesat.
Di sini, Salomo yang telah menunjukkan betapa jahatnya perzinahan,
percabulan, dan semua jalan yang cabul serta mesum, memberikan
penangkal terhadap semua hal itu.
I. Nikmati dan puaskanlah dirimu dengan penghiburan dalam
pernikahan sah yang telah ditetapkan untuk mencegah kenajisan,
dan oleh sebab itu patut dimanfaatkan selagi masih ada waktu.
Kalau kita gagal untuk memanfaatkan kesempatan ini, kita bisa
kehilangan obat yang manjur untuk mencegah dosa-dosa kenajis-
an tadi. Jangan ada seorang pun yang mengeluh bahwa Allah
memperlakukan mereka dengan buruk sebab melarang mereka
menikmati kesenangan yang mereka dambakan secara alamiah
itu, sebab Ia telah dengan murah hati menyediakan sarana pe-
muasan untuk itu. Engkau memang tidak boleh makan buah
dari semua pohon yang ada di taman ini, tapi pilihlah salah satu
Kitab Amsal 5:15-23
101
yang kausukai, dan engkau boleh menikmatinya sepuas hati.
Hasrat alami akan dipuaskan olehnya, namun hawa nafsu takkan
terpuaskan oleh apa pun. Dengan membatasi manusia pada satu
pasangan saja, Allah sama sekali bukan bermaksud menyusah-
kan mereka. Ia telah benar-benar mempertimbangkan kepenting-
an mereka yang sejati. Sebab seperti yang telah diamati Herbert,
Jika Allah menyamaratakan semua orang, manusia pasti akan
merasa terkungkung. Church-porch. Di sini, Salomo menaruh
perhatian lebih besar pada perkara ini. Ia bukan saja menawar-
kannya sebagai penangkal, namun bahkan menganjurkannya seba-
gai dasar untuk melawan perzinahan (tak peduli sekeras apa pun
orang mencemooh dengan pikiran najis yang juga merupakan
unsur roh najis). Ia mengatakan bahwa kesenangan dalam perni-
kahan yang diperbolehkan itu jauh melebihi kesenangan terlarang
dalam persundalan.
1. Biarlah orang muda menikah, menikah dan tidak terbakar
oleh nafsu. Milikilah kulah, sumurmu sendiri (ay. 15), yaitu
isteri masa mudamu (ay. 18). Selibatlah (tidak menikah) sepe-
nuhnya, atau menikahlah. Herbert. Dunia ini lebar dan di
dalamnya ada berbagai macam kegiatan, yang boleh engkau
nikmati.
2. Biarlah orang yang sudah menikah bersenang-senang dengan
istrinya sendiri, dan hendaklah dia menyayanginya dengan
sungguh, bukan saja sebab wanita itu yaitu istri yang
dipilihnya sendiri dan sebab itu sudah sepatutnya merasa
senang dengan pilihan sendiri, melainkan sebab ia yaitu
istri yang ditetapkan Allah dalam pemeliharaan-Nya bagi diri-
nya. Sudah sepantasnya ia lebih senang lagi atas ketetapan
ilahi itu, bahagia dengan istrinya yang telah menjadi miliknya
sendiri. Diberkatilah kiranya sendangmu (mata air pen.) (ay.
18). Pikirkan betapa bahagianya engkau bersama dia, pan-
danglah dia sebagai istri yang diberkati. Biarlah dia memper-
oleh berkatmu, doakan dia setiap hari, dan kemudian bersuka-
citalah dengan dia. Penghiburan seperti itulah yang akan kita
terima dari sukacita yang telah dikuduskan bagi kita melalui
doa dan berkat dari Allah. Hal ini bukan saja diizinkan bagi
kita namun juga diperintahkan kepada kita, supaya segala hu-
bungan kita menyenangkan. Perintah ini khususnya menjadi
kuk yang dipikul bersama untuk mendatangkan sukacita ber-
102
sama dan bagi satu sama lain. Kegembiraan timbal balik me-
rupakan pengikat kesetiaan timbal balik. Bukanlah hal yang
biasa-biasa saja jika seorang mempelai bersuka atas pe-
ngantin wanita nya (Yes. 62:5), lebih dari itu, hal ini juga
diberikan sebagai hukum. Nikmatilah hidup dengan isteri yang
kaukasihi seumur hidupmu (Pkh. 9:9). Orang-orang yang ber-
gembira dengan teman-teman mereka di luar namun bersikap
masam dan murung bersama keluarga di rumah, tidak akan
menerima penghiburan yang telah ditetapkan Allah bagi me-
reka.
3. Biarlah ia menyayangi istrinya dan mengasihinya dengan men-
dalam (ay. 19): Biarlah dia menjadi seperti rusa yang manis,
kijang yang jelita seperti yang terkadang dipelihara oleh para
bangsawan di rumah mereka untuk diajak bermain. Janganlah
mengalihkan perbincangan tulus dan menyenangkan dengan
istrimu sendiri dengan kerja keras dan kesibukan. Biarkan dia
berbaring di pangkuanmu seperti yang dilakukan anak domba
betina si miskin itu (2Sam. 12:3), dan sandarkanlah kepalamu
di dadanya. Biarlah hal ini memuaskan engkau senantiasa.
Janganlah mencari hiburan dari tempat lain. Biarlah engkau
senantiasa berahi sebab cintanya. jika engkau ingin me-
numpahkan kasih sayangmu dengan berlimpah dan menik-
mati tubuh wanita , biarlah kaulakukan hal itu dengan
tubuh istrimu sendiri, yang tidak akan mendatangkan baha-
ya. Inilah air untuk memuaskan dahaga hasratmu, dari ku-
lahmu sendiri dan air yang membual, air yang jernih, manis,
dan menyehatkan, yang keluar dari sumurmu sendiri (ay. 15;
1Kor. 7:2-3).
4. Biarlah ia bergembira dengan anak-anaknya dan memandang
mereka dengan senang hati (ay. 16-17): Pandanglah mereka
seperti aliran sungai dari mata airmu yang murni (orang Yahu-
di dikatakan sebagai terpancar dari pada mata air Yehuda (Yes.
48:1, TL), sehingga mereka merupakan bagian dari dirimu,
seperti aliran sungai juga merupakan bagian dari mata air.
Tetaplah bersama istrimu sendiri, dan engkau akan memiliki,
(1) Keturunan yang banyak seperti batang-batang air ke
lapangan-lapangan yang mengalir berlimpah. Mereka akan
menyebar keluar dan mendapatkan jodoh dari keluarga-
Kitab Amsal 5:15-23
103
keluarga lain. Sebaliknya, mereka yang bersundal, tidak
akan menjadi banyak (Hos. 4:10).
(2) Keturunan istimewa, yang hanya akan menjadi kepunya-
anmu sendiri. Sebaliknya, anak-anakmu yang dihasilkan
dari persundalan mungkin tidak akan demikian, sebab
semua yang kaukenal itu merupakan keturunan perem-
puan jalang, namun tetap harus kaupelihara.
(3) Keturunan yang terpuji, yang menjadi kehormatan bagi-
mu, dan boleh kautampilkan bersamamu di jalan-jalan. Se-
baliknya, anak-anak di luar nikah merupakan aib bagimu,
yang malu kauakui. Dalam hal ini, kebajikan mengandung
kenikmatan dan kehormatan. Oleh sebab itu, sungguh
tepat jika hal ini disebut hikmat.
5. Oleh sebab itu, biarlah ia memandang rendah tawaran kese-
nangan terlarang saat ia senantiasa berahi sebab cinta istri-
nya yang saleh dan setia. Biarlah ia mengingat betapa bodoh-
nya dia untuk merasa berahi akan wanita jalang (ay. 20),
untuk mencintai seorang pelacur najis, dan mendekap perem-
puan asing yang tidak akan sudi dipikirkannya bila ia masih
memiliki rasa hormat atau kebajikan. Mengapa engkau begitu
mabuk dan menjadi musuh bagi diri sendiri dengan mencuri
dan lebih menyukai air genangan beracun dibandingkan air kehi-
dupan murni dari sumurmu sendiri? Perhatikanlah, jika
suara akal sehat didengarkan, maka hukum kebajikan pun
akan ditaati.
II. Tengoklah, mata Allah senantiasa memandangmu, dan biarlah
takut kepada-Nya berkuasa di dalam hatimu, (ay. 21). Orang-
orang yang hidup dalam dosa ini menjanjikan kerahasiaan kepada
diri sendiri (orang yang berzinah menunggu senja, Ayb. 24:15),
namun apalah gunanya, jika hal itu tidak mungkin disembunyi-
kan dari Allah? Sebab,
1. Ia melihatnya. Segala jalan orang, semua gerakan, semua
tindakan manusia, terbuka di depan mata TUHAN, termasuk
seluruh isi hati dan langkah hidup yang dirahasiakan dan
disamarkan dengan piawai. Allah mampu melihat semua itu
dalam terang kebenaran dan mengetahuinya, termasuk semua
perkara, keadaan, dan akibat yang terkait dengannya. Ia tidak
104
mengawasi perilaku manusia sekali waktu saja. Sebaliknya,
semua hal itu senantiasa terbuka di depan mata-Nya dan di
bawah pengawasan-Nya. Beranikah engkau berbuat dosa ter-
hadap Allah di depan mata-Nya, dan melakukan kejahatan di
bawah pengawasan-Nya, yang bahkan tidak berani kaulaku-
kan di depan manusia seperti dirimu sendiri?
2. Dia akan meminta pertanggungjawaban orang berdosa atas
perbuatannya, sebab Dia bukan sekadar melihat, namun segala
langkah orang diawasi-Nya. Ia menghakimi sesuai langkah-
langkah itu, sebagai hakim yang tidak lama lagi akan meng-
hukum orang berdosa atas semua perbuatan mereka. Setiap
perbuatan akan diuji, dan akan dibawa ke pengadilan (Pkh.
12:14). Hal ini merupakan alasan yang baik mengapa kita
harus menempuh jalan yang rata (4:26) dan dengan demikian
menguji diri kita sendiri supaya kita tidak akan dihukum.
III. Pandanglah kehancuran orang-orang yang tetap melakukan pe-
langgaran, meskipun ini belum terjadi. Orang-orang yang hidup
dalam dosa ini menjanjikan kebebasan dari hukuman kepada diri
sendiri, namun mereka menipu diri sendiri. Dosa mereka akan meng-
ungkapkan keburukan mereka (ay. 22-23). Sang rasul merangkum
kedua ayat ini dalam beberapa kata: orang-orang sundal dan
pezinah akan dihakimi Allah (Ibr. 13:4).
1. Ini merupakan dosa yang kekuatannya sangat sulit dilepaskan
orang. saat orang berdosa itu sudah tua dan lemah, hawa
nafsunya akan tetap kuat dan giat saat teringat kepada masa
mudanya (Yeh. 23:19). Demikianlah orang fasik tertangkap
dalam kejahatannya sebab kesepakatannya sendiri. sebab
dengan sukarela menyerahkan diri untuk tertangkap, ia pun
terjerat dalam tali dosanya sendiri yang begitu menguasainya
hingga ia tak mampu melepaskan diri. Di dalam kebodohan-
nya yang besar (kebodohan apa lagi yang lebih besar dibandingkan
menyerahkan diri menjadi budak tuan sekeji itu?), ia akan
tersesat dan mengembara tanpa henti. Kenajisan yaitu dosa
yang membuat orang yang menerjunkan diri ke dalamnya
sangat sulit dan jarang bisa pulih kembali.
2. Ini yaitu dosa yang bila tidak ditinggalkan, membuat manu-
sia mustahil menghindari hukumannya. Tidak bisa tidak, dosa
ini akan menjadi kehancuran mereka. Sama seperti kejahatan
Kitab Amsal 5:15-23
105
menangkap mereka melalui teguran hati nurani dan peringat-
an (Yer. 7:19), demikian pula kejahatan mereka sendiri akan
menangkap dan menyerahkan mereka kepada penghukuman
Allah. Tidak dibutuhkan penjara ataupun rantai. Mereka akan
terjerat dalam tali dosa mereka sendiri seperti para malaikat
yang jatuh sebab jahat dan tak tersembuhkan sehingga di-
simpan di dalam gua-gua yang gelap. Orang berdosa yang ber-
sitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan mati
sebab tidak menerima didikan. sebab sudah mendapatkan
cukup banyak peringatan secara umum, ia tidak akan mene-
rima peringatan khusus lagi. Ia akan mati tanpa bisa melihat
bahaya terlebih dahulu. Ia akan mati sebab tidak mau mene-
rima didikan. Sebaliknya, sebab kebodohannya yang besar ia
akan tersesat. Demikianlah kebinasaannya akan tiba, dan ia
tidak akan pernah bisa pulang kembali. Orang-orang yang
begitu bodoh untuk memilih jalan dosa, memang sepantasnya
dibiarkan Allah melintasi jalan yang menuju kepada kebinasa-
an. Ini merupakan alasan yang kuat mengapa kita harus ber-
jaga-jaga dengan kewaspadaan penuh dan tekad bulat ter-
hadap bujukan hasrat hawa nafsu.
PASAL 6
Dalam pasal ini kita mendapati,
I. Peringatan mengenai pertanggungan yang dibuat dengan ge-
gabah (ay. 1-5).
II. Teguran terhadap kemalasan (ay. 6-11).
III. Sifat dan hukuman bagi orang yang penuh kebencian dan ke-
jahatan (ay. 12-15).
IV. Uraian tentang tujuh hal yang dibenci Allah (ay. 16-19).
V. Nasihat untuk menjadikan firman Allah akrab bagi kita (ay.
20-23).
VI. Peringatan yang diulang kembali mengenai akibat-akibat yang
merusak dari dosa persundalan (ay. 24-35).
Dalam pasal ini, kita diminta untuk menjauhkan diri dari dosa
dengan memakai alasan-alasan yang diambil berdasarkan kepenting-
an-kepentingan duniawi kita, sebab dosa digambarkan sebagai se-
suatu yang tidak hanya mengutuk kita di dunia lain, namun juga yang
memiskinkan kita di dunia ini.
Peringatan-peringatan mengenai Tanggungan
(6:1-5)
1 Hai anakku, jikalau engkau menjadi penanggung sesamamu, dan membuat
persetujuan dengan orang lain; 2 jikalau engkau terjerat dalam perkataan
mulutmu, tertangkap dalam perkataan mulutmu, 3 buatlah begini, hai anak-
ku, dan lepaskanlah dirimu, sebab engkau telah jatuh ke dalam genggaman
sesamamu: pergilah, berlututlah, dan desaklah sesamamu itu; 4 janganlah
membiarkan matamu tidur, dan kelopak matamu mengantuk; 5 lepaskanlah
dirimu seperti kijang dari pada tangkapan, seperti burung dari pada tangan
pemikat.
yaitu keunggulan dari firman Allah bahwa firman itu mengajarkan
kepada kita bukan hanya hikmat ilahi untuk dunia lain, melainkan
108
juga kebijaksanaan manusiawi untuk dunia ini, agar kita dapat
mengatur urusan-urusan kita dengan bijak. Dan inilah salah satu
aturan yang baik, yaitu jangan coba-coba menjadi penanggung, kare-
na melaluinya kemiskinan dan kehancuran sering kali menimpa ba-
nyak keluarga. Kemiskinan dan kehancuran itu merampas kenya-
manan hubungan-hubungan persaudaraan yang sudah disarankan
Salomo dalam pasal sebelumnya.
1. Kita harus melihat tanggungan sebagai jerat dan sebab itu harus
menolaknya (ay. 1-2). Sudah cukup berbahaya bagi orang untuk
menjadi tanggungan bagi temannya, meskipun ia mengenal betul
keadaan temannya itu, dan yakin betul akan kemampuannya,
namun jauh lebih berbahaya lagi untuk membuat persetujuan de-
ngan orang lain, untuk menjadi tanggungan bagi orang yang tidak
kauketahui kemampuan atau kejujurannya. Atau yang dimak-
sudkan dengan orang lain (KJV: orang asing pen.) di sini, yang
dengannya persetujuan dibuat, yaitu si pemberi utang, si tu-
kang riba yang kepadanya engkau menjadi tanggungan, namun
yang bagimu ia yaitu orang asing, maksudnya, engkau tidak
berutang apa-apa kepadanya, dan juga tidak pernah berurusan
dengannya. Jika engkau sudah terlanjur membuat persetujuan-
persetujuan seperti itu sebab terburu-buru, entah sebab terma-
kan bujukan atau sebab engkau berharap orang lain akan ber-
buat kebaikan yang sama kepadamu di lain waktu, ketahuilah
bahwa engkau terjerat dalam perkataan mulutmu. Ini mudah saja
dilakukan, hanya dengan satu perkataan. Hanya dengan menulis
di atas kertas, surat tanggungan pun dimeteraikan dan diserah-
kan, dan jadilah perjanjian penjaminan itu dibuat. namun itu tidak
akan mudah dilepaskan begitu saja. Engkau sudah terjerat lebih
dibandingkan yang engkau sadari. Lihatlah betapa kita tidak boleh
memandang remeh dosa-dosa lidah dengan alasan apa pun. Jika
dengan satu perkataan mulut kita bisa berutang kepada sesama
manusia, dan membiarkan mereka dapat berbuat apa saja kepada
kita, maka dengan banyak perkataan mulut kita akan diperha-
dapkan pada keadilan Allah, dan meskipun demikian kita mung-
kin akan terjerat. Keliru jika orang mengira bahwa kata-kata itu
hanyalah angin. Sering kali kata-kata menjadi jerat.
2. Jika kita sudah terseret ke dalam jerat ini, maka kita berhikmat
jika dengan segala sarana, dan dengan secepat mungkin, kita ber-
usaha untuk keluar darinya (ay. 3-5). Jerat itu tampak tidur
Kitab Amsal 6:1-5
109
sekarang. Kita tidak mendengar apa-apa tentangnya. Utang tidak
ditagih. Si penanggung atau penjamin berkata, Jangan takut,
kita akan menanganinya. namun tetap saja tanggungan itu ber-
laku, bunganya terus berjalan, si penanggung bisa menagihmu
kapan saja dia mau, dan mungkin dengan mendesak-desak dan
memaksa. Si pemilik uang itu bisa saja ternyata menipu atau
bangkrut. Lalu engkau pun harus merampas barang milik istri dan
anak-anakmu, dan menghancurkan keluargamu, untuk membayar
apa yang sama sekali tidak engkau makan atau minum. Oleh sebab
itu lepaskanlah dirimu. Janganlah duduk tenang sebelum si pem-
beri utang melepaskan tanggungan atau si penanggung atau pen-
jamin memberimu jaminan yang seimbang. saat engkau telah
jatuh ke dalam genggaman sesamamu, dan dia memiliki keun-
tungan untuk melawanmu, maka bukanlah saatnya untuk meng-
ancam atau berkata-kata kasar kepadanya (itu hanya akan me-
mancing amarahnya dan membuat masalahmu menjadi lebih
buruk), namun berlututlah, memohon dan mintalah agar engkau
dilepaskan dari utang-utangmu, berlututlah di hadapannya, dan
ucapkanlah kata-kata yang baik yang dapat kauucapkan kepada-
nya. Mintalah teman-temanmu untuk berbicara bagimu. Jangan
biarkan satu batu pun tergeletak sebelum engkau mendapat kese-
pakatan dengan musuhmu dan merundingkan permasalahannya,
sehingga tanggunganmu tidak akan berbalik melawan dirimu atau
segala milikmu. Permasalahan ini dapat mengganggu tidurmu,
namun biarlah demikian adanya sampai engkau dapat melewati-
nya. Janganlah membiarkan matamu tidur sampai engkau berha-
sil melepaskan dirimu. Berupaya dan berjuanglah habis-habisan,
dan bergegaslah secepat mungkin, seperti kijang atau burung me-
lepaskan diri dari jerat tangan pemikat atau pemburu. Menunda-
nunda waktu itu berbahaya, dan upaya-upaya yang lemah tidak
akan berguna. Lihatlah bagaimana Allah, dalam firman-Nya,
sudah ambil peduli untuk menjadikan manusia sebagai pengelola-
pengelola yang baik bagi harta benda mereka, dan untuk meng-
ajarkan kepada mereka kebijaksanaan dalam mengaturnya. Ke-
salehan mempunyai aturan-aturan, dan juga janji-janji, yang
berkenaan dengan kehidupan sekarang ini.
namun bagaimanakah kita harus memahami hal ini? Kita tidak di-
ajar untuk berpikir bahwa menjadi penanggung, atau penjamin, bagi
orang lain itu dilarang dalam keadaan apa saja. Menjadi penanggung
110
bisa merupakan perbuatan yang menunjukkan perbuatan keadilan
atau amal. Orang yang mempunyai teman akan melihat bahwa men-
jadi penanggung bagi temannya bisa menunjukkan bukti bahwa ia
setia kawan, dan mungkin itu bukan perbuatan yang gebabah. Pau-
lus menjadi penanggung bagi Onesimus (Flm. 1:19). Kita dapat mem-
bantu seorang anak muda untuk menjalankan usahanya jika kita
tahu bahwa ia orang yang jujur dan rajin, dan mengusahakan pin-
jaman untuknya melalui kata-kata kita yang baik tentang dia, dan
dengan demikian melakukan kebaikan yang besar baginya tanpa kita
sendiri menjadi rugi. namun ,
1. yaitu hikmat bagi setiap orang untuk sedapat mungkin men-
jauhkan diri dari utang, sebab utang itu menjadi kewajiban bagi-
nya, menjeratnya di dunia ini, menjerumuskannya ke dalam
bahaya berbuat salah atau menanggung penderitaan yang tidak
perlu. Yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi, dan
menjadikan dirinya seperti layaknya hamba bagi dunia ini. Oleh
sebab itu, orang-orang Kristen, yang telah dibeli dengan harga
yang telah lunas dibayar, tidak boleh dan tidak perlu menjadikan
diri mereka sebagai hamba manusia (1Kor. 7:23).
2. yaitu kebodohan yang besar jika kita menjerat diri dengan orang-
orang yang berkekurangan, dan menjadi penanggung utang-utang
mereka. Dari waktu ke waktu mereka terus mengambil uang, dan
mengangkat muatan, seperti yang kita katakan, dari satu lubang
dan memasukkannya ke lubang lain. Utang itu akan terus ber-
tambah, dan, pada akhirnya, kita sebagai penanggung harus
mempertanggungjawabkannya. Janganlah pernah kita menjadi
penanggung untuk utang yang tidak mampu dan tidak mau kita
bayar, dan yang tidak sanggup kita bayar tanpa menyusahkan
keluarga kita, kalau-kalau si pemilik uang bangkrut, sebab kita
harus melihatnya sebagai utang kita sendiri. Sirakh 8:13, jangan
menjadi penanggung melebihi kemampuanmu, dan jika sudah ter-
jadi, anggaplah dirimu wajib membayar.
3. Jika sebab kebodohan kita sendiri kita terlanjur terjerat utang,
maka sudah sepatutnya kita berusaha untuk keluar dari jerat itu
secepat mungkin, untuk tidak membuang-buang waktu, tidak me-
nyayangkan tenaga, dan tidak berlindung pada siapa pun untuk
membuat diri kita aman dan tenang, dan segera membereskan
permasalahan-permasalahan kita. Lebih baik merendahkan diri
untuk mendapatkan kemudahan dibandingkan menghancurkan diri
Kitab Amsal 6:6-11
111
kita sendiri sebab kebebalan dan keangkuhan kita. Desaklah
sesamamu itu (KJV: yakinkanlah temanmu itu pen.) dengan mele-
paskan dirimu dari ikatan-ikatannya. Sebab, tanggungan yang
dibuat dengan gegabah itu merupakan penghancur bagi persaha-
batan, seperti halnya tanggungan yang dibuat dengan bijak
kadang-kadang merupakan pengikat persahabatan. Marilah kita
berjaga-jaga agar kita dengan cara apa pun tidak membuat diri
kita bersalah atas dosa-dosa orang lain terhadap Allah (1Tim.
5:22), sebab itu lebih buruk, dan jauh lebih berbahaya, dibandingkan
menjadi penanggung bagi utang-utang orang lain. Dan, jika dalam
semua ini kita harus berupaya untuk menghapuskan utang-utang
kita kepada sesama manusia, maka terlebih lagi kita harus ber-
upaya untuk berdamai dengan Allah. Rendahkanlah dirimu ke-
pada-Nya. Pastikanlah bahwa Kristus yaitu temanmu, untuk
menjadi Pengantara bagimu. Berdoalah dengan sungguh-sungguh
agar dosa-dosamu diampuni, dan engkau tidak dibiarkan terjeru-
mus ke dalam lubang kebinasaan. Dan doamu itu tidak akan sia-
sia. Janganlah membiarkan matamu tidur, dan kelopak matamu
mengantuk, sampai semua ini dilakukan.
Kemalasan Ditegur
(6:6-11)
6 Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah
bijak: 7 biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, 8 ia
menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya
pada waktu panen. 9 Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bila-
kah engkau akan bangun dari tidurmu? 10 Tidur sebentar lagi, mengantuk
sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring 11 maka
datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan
seperti orang yang bersenjata.
Salomo, dalam perikop di atas, berbalik untuk berbicara kepada pe-
malas yang cinta dengan kenyamanannya, yang hidup dalam kema-
lasan, tidak memikirkan apa-apa, tidak berpegang pada apa-apa,
tidak mewujudkan apa-apa, dan terutama tidak peduli dengan per-
kara agama. Kemalasan yaitu cara pasti menuju kemiskinan, mes-
kipun tidak cepat, seperti halnya tanggungan yang dibuat dengan
gegabah. Di sini dia berbicara kepada pemalas,
112
I. Dengan cara mengajar (ay. 6-8). Dia mengirimnya ke sekolah, sebab
para pemalas harus dididik. Dia sendiri harus membawanya ke
sekolah, sebab, jika pelajar tidak mau bersusah payah, gurunya
harus lebih bersusah payah. Pemalas tidak mau datang ke sekolah
untuk belajar dari sang guru (pelajar-pelajar yang bermimpi tidak
akan pernah mencintai guru yang selalu terjaga), dan oleh sebab itu
ia telah menemukan sekolah lain untuknya, sekolah berkualitas
rendah seperti yang diinginkannya.
Perhatikanlah:
1. Guru yang darinya ia harus belajar: pergilah kepada semut,
kepada lebah, begitu dalam Septuaginta (Perjanjian Lama
terjemahan bahasa Yunani pen.). Manusia mendapat didikan
lebih dibandingkan binatang-binatang di bumi, dan dijadikan lebih
bijaksana dibandingkan burung-burung di udara, namun ia sudah
begitu merosotnya sehingga harus mempelajari hikmat dari
serangga yang paling hina dan dipermalukan oleh mereka.
jika kita mengamati kearifan-kearifan yang menakjubkan
pada makhluk-makhluk yang lebih rendah, kita tidak hanya
harus memberikan kemuliaan kepada Allah atas alam, yang
sudah menjadikan mereka dengan begitu mengherankan,
namun juga harus mengambil pelajaran bagi diri kita sendiri.
Dengan memberikan makna rohani pada hal-hal yang biasa,
kita dapat membuat perkara-perkara tentang Allah menjadi
mudah dan juga siap untuk kita gunakan, dan bisa bergaul
dengan perkara-perkara itu setiap hari.
2. Sikap pikiran yang dikehendaki untuk belajar dari guru ini:
perhatikanlah lakunya. Pemalas menjadi malas sebab ia tidak
memperhatikan. Jadi, kita pun tidak akan pernah belajar
dengan berhasil, entah melalui firman atau karya-karya Allah,
jika kita tidak bertekad untuk memperhatikan. Khususnya,
jika kita ingin meniru apa yang baik dari orang lain, kita harus
memperhatikan laku mereka, mencermati dengan tekun apa
yang mereka perbuat, agar kita bisa berbuat hal yang serupa
(Flp. 3:17).
3. Pelajaran yang harus dipelajari. Secara umum, pelajarilah hik-
mat, perhatikanlah, dan jadilah bijak. Itulah hal yang harus
kita tuju dalam segala pembelajaran kita, bukan hanya untuk
mengetahui, melainkan juga untuk menjadi bijak. Secara
Kitab Amsal 6:6-11
113
khusus, belajarlah untuk menyediakan roti di musim panas.
Maksudnya,
(1) Kita harus mempersiapkan diri untuk masa depan, dan
jangan hanya memikirkan saat ini, jangan menghabiskan
semua, dan tidak menyimpan apa-apa. Sebaliknya, dalam
waktu mengumpulkan, kita harus membuat persediaan
untuk waktu menghabiskan. Demikian bijaklah kita seha-
rusnya dalam mengatur urusan-urusan duniawi kita, bu-
kan dengan kecemasan dan kekhawatiran, melainkan de-
ngan perkiraan yang bijak. Menyimpanlah di musim dingin,
untuk kesusahan dan kekurangan yang mungkin akan
terjadi, dan untuk hari tua. Terlebih lagi dalam urusan-
urusan jiwa kita. Kita harus menyediakan roti dan makan-
an, apa yang penting dan bermanfaat bagi kita, dan yang
akan paling kita butuhkan. Dalam menikmati sarana-sara-
na anugerah, buatlah persediaan untuk masa kekurang-
annya, dalam hidup buatlah persediaan untuk kematian,
dalam waktu sekarang buatlah persediaan untuk kehidup-
an kekal. Dalam masa pencobaan dan persiapan kita harus
membuat persediaan untuk masa denda.
(2) Kita harus bersusah payah, dan bekerja keras dalam urus-
an kita, sekalipun kita bekerja dalam keadaan-keadaan
yang tidak nyaman. Bahkan di musim panas, saat cuaca
panas, semut sibuk mengumpulkan makanan dan me-
nyimpannya, dan tidak bermalas-malasan, atau bersenang-
senang, seperti belalang, yang bernyanyi dan bermain-main
di musim panas, lalu binasa di musim dingin. Semut mem-
bantu satu sama lain. Jika yang satu mempunyai sebutir
gandum yang terlalu besar untuk dibawanya pulang, maka
tetangga-tetangganya akan datang untuk membantunya.
(3) Kita harus memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang
ada, kita harus mengumpulkan saat ada waktu untuk
mengumpulkan, seperti yang dilakukan semut di musim
panas dan di musim panen, pada waktu yang tepat. Kita
berhikmat jika kita memanfaatkan musim yang meng-
untungkan bagi kita, sebab apa yang bisa dilakukan pada
waktu itu mungkin tidak bisa dilakukan sama sekali, atau
tidak akan dilakukan dengan begitu baik, di lain waktu.
Berjalanlah selagi terang itu ada.
114
4. Apa keuntungan-keuntungan yang kita miliki dalam mem-
pelajari pelajaran ini, yang melebihi keuntungan yang dimiliki
semut, yang akan memperburuk kemalasan dan kelalaian kita
jika kita membuang-buang waktu? Semut tidak memiliki pe-
mimpin, pengatur, dan penguasa, namun melakukannya sendiri,
dengan mengikuti naluri alam. Lebih memalukan lagi bagi kita
yang dalam keadaan yang sama tidak mengikuti tuntutan-
tuntutan akal budi dan hati nurani kita sendiri, dan selain itu
juga kita mempunyai orangtua, guru-guru, hamba-hamba
Tuhan, dan hakim-hakim untuk mengingatkan kita akan
kewajiban kita, untuk menegur kita jika melalaikannya, untuk
mendorong kita agar melakukannya, untuk membimbing kita
di dalamnya, dan memanggil kita untuk mempertanggungja-
wabkannya. Semakin besar pertolongan-pertolongan yang kita
dapatkan untuk mengerjakan keselamatan kita, semakin tidak
bisa dimaafkan jika kita melalaikannya.
II. Dengan cara menegur (ay. 9-11). Dalam perikop di atas,
1. Salomo berbantah dengan pemalas, dengan menegur dan be-
perkara dengannya, dan memanggilnya untuk bekerja, seperti
yang diperbuat tuan kepada hambanya yang sudah terlalu
lama tidur: Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring?
Berapa lama lagi engkau tidur jika tidak ada yang memba-
ngunkanmu? Bilakah engkau akan sadar bahwa sudah waktu-
nya engkau bangun? Para pemalas harus dibangunkan de-
ngan bertanya berapa lama? Hal ini berlaku,
(1) Bagi orang-orang yang malas dalam bekerja dan melaku-
kan kewajibannya, dalam melakukan kewajiban-kewajiban
dari panggilan mereka secara khusus sebagai manusia,
atau panggilan mereka secara umum sebagai orang-orang
Kristen. Berapa lama lagi engkau membuang-buang waktu-
mu, dan bilakah engkau akan memanfaatkannya dengan
lebih baik? Berapa lama lagi engkau mencintai kenyaman-
anmu, dan bilakah engkau akan belajar menyangkal dirimu,
dan bersusah payah? Berapa lama lagi engkau mengubur ta-
lenta-talentamu, dan bilakah engkau akan mulai melipatgan-
dakannya? Berapa lama lagi engkau menunda-nunda waktu,
dan menangguhkan pekerjaanmu, dan menyia-nyiakan ke-
Kitab Amsal 6:6-11
115
sempatan-kesempatanmu, seperti orang yang tidak ambil
peduli dengan masa depan? Bilakah engkau akan menggu-
gah dirimu untuk melakukan apa yang harus engkau laku-
kan, yang, jika tidak dilakukan, akan membuatmu binasa
untuk selama-lamanya?
(2) Bagi orang-orang yang aman di jalan dosa dan bahaya:
Bukankah engkau sudah cukup tidur? Bukankah mata-
hari telah meninggi? Bukankah tuanmu memanggil-mang-
gil? Bukankah orang-orang Filistin sedang menyerangmu?
Jadi, bilakah engkau bangun?
2. Salomo menyingkapkan alasan-alasan yang dibuat-buat pema-
las, dan menunjukkan betapa ia membuat konyol dirinya sen-
diri. saat bangun, ia meregangkan tubuhnya, dan memohon,
seperti memohon sedekah, untuk tidur lagi, untuk berbaring
lagi. Ia merasa nyaman di tempat tidurnya yang hangat, dan
tidak tahan berpikir untuk bangun, terutama bangun untuk
bekerja. namun , cermatilah, ia berjanji kepada dirinya sendiri
dan kepada tuannya bahwa ia hanya ingin tidur sebentar saja
lagi, hanya berbaring sebentar saja, dan kemudian akan ba-
ngun dan pergi bekerja. Namun, dia menipu dirinya sendiri.
Semakin sikap malas dimanjakan, semakin sikap itu menjadi-
jadi. Coba saja dia dibiarkan tidur sebentar, dan berbaring
sebentar, maka ia akan terus meminta hal yang sama. Ia tetap
meminta untuk tidur sebentar lagi, dan sebentar lagi. Ia tidak
pernah merasa cukup, dan sekalipun demikian, saat dipang-
gil-panggil, ia berpura-pura akan segera datang. Demikian
pulalah pekerjaan besar manusia tidak tuntas-tuntas dikerja-
kan sebab ditunda-tunda untuk waktu sebentar lagi, de die in
diem dari hari ini ke hari berikutnya. Semua waktu yang
mereka miliki akan habis dengan menghabiskan saat-saat
sekarang. Tidur sebentar lagi akan menjadi tidur kekal. Tidur-
lah sekarang dan istirahatlah.
3. Salomo memberinya peringatan yang sudah semestinya tentang
akibat-akibat yang mematikan dari kemalasan itu (ay. 11).
(1) Kemiskinan dan kekurangan pasti akan datang menimpa
orang-orang yang malas bekerja. Jika orang melalaikan
urusan-urusan mereka, mereka bukan saja tidak akan
maju, namun juga akan mundur. Orang yang mengabaikan
116
urusan-urusannya di satu atau lain waktu akan segera
melihat semua urusan itu hancur berantakan, dan mem-
buat uangnya yang bernilai tinggi itu tinggal menjadi seribu
saja. Kemiskinan rohani menimpa orang-orang yang malas
dalam melayani Allah. Orang-orang yang tidak menyedia-
kan minyak di dalam bejana-bejana mereka pasti akan
kekurangan minyak, saat mereka membutuhkannya.
(2) Kemiskinan dan kekurangan itu akan datang secara diam-
diam dan tanpa dirasakan, akan bertumbuh padamu, dan
maju selangkah demi selangkah, seperti seorang penyerbu,
namun pada akhirnya akan datang tanpa hambatan. Kemis-
kinan dan kekurangan akan membuatmu telanjang seolah-
olah engkau ditelanjangi oleh seorang penyamun di tengah
jalan. Begitu menurut Uskup Patrick.
(3) Kemiskinan dan kekurangan akan datang tanpa bisa dita-
han, seperti orang yang bersenjata, yang tidak dapat eng-
kau tentang atau engkau lawan dengan apa yang ada pada-
mu.
Tujuh Kekejian
(6:12-19)
12 Tak bergunalah dan jahatlah orang yang hidup dengan mulut serong, 13
yang mengedipkan matanya, yang bermain kaki dan menunjuk-nunjuk de-
ngan jari, 14 yang hatinya mengandung tipu muslihat, yang senantiasa me-
rencanakan kejahatan, dan yang menimbulkan pertengkaran. 15 Itulah se-
babnya ia ditimpa kebinasaan