Tampilkan postingan dengan label amsal 5. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label amsal 5. Tampilkan semua postingan

Minggu, 29 Desember 2024

amsal 5


 seperti pedang bermata 

dua. 5 Kakinya turun menuju maut, langkahnya menuju dunia orang mati. 6 

Ia tidak menempuh jalan kehidupan, jalannya sesat, tanpa diketahuinya. 7 

Sebab itu, hai anak-anak, dengarkanlah aku, janganlah kamu menyimpang 

dari pada perkataan mulutku. 8 Jauhkanlah jalanmu dari pada dia, dan ja-

nganlah menghampiri pintu rumahnya, 9 supaya engkau jangan menyerah-

kan keremajaanmu kepada orang lain, dan tahun-tahun umurmu kepada 

orang kejam; 10 supaya orang lain jangan mengenyangkan diri dengan keka-

yaanmu, dan hasil susah payahmu jangan masuk ke rumah orang yang tidak 

dikenal 11 dan pada akhirnya engkau akan mengeluh, kalau daging dan 


 92

tubuhmu habis binasa, 12 lalu engkau akan berkata: “Ah, mengapa aku benci 

kepada didikan, dan hatiku menolak teguran; 13 mengapa aku tidak men-

dengarkan suara guru-guruku, dan tidak mengarahkan telingaku kepada 

pengajar-pengajarku? 14 Aku nyaris terjerumus ke dalam tiap malapetaka di 

tengah-tengah jemaah dan perkumpulan.” 

Di sini ada ,  

I. Kata-kata yang penuh kesungguhan hati untuk mengantar peri-

ngatan yang hendak diberikan (ay. 1-2). Di sini, Salomo berbicara 

kepada putranya, yakni semua orang muda, seperti kepada anak-

anak sendiri yang dikasihinya dan yang ada dalam pengaruhnya. 

Ia meminta perhatian dalam nama Allah, sebab ia menulis di 

bawah ilham ilahi dan sebagai nabi, meskipun ia tidak mengawali 

dengan kata-kata, beginilah firman Tuhan. “Perhatikanlah hikmat-

ku, arahkanlah telingamu, bukan sekadar untuk mendengarkan 

apa yang dikatakan dan membaca apa yang tertulis, melainkan 

untuk memusatkan pikiranmu padanya dan merenungkannya 

dengan tekun.” Untuk mendapat perhatian kita, ia menawarkan, 

1. Keunggulan perkataannya: “Melalui hikmatku dan kepandaian 

yang kuajarkan aku berusaha mengajarkan hikmat kepadamu. 

Tiada lain lagi yang layak disebut hikmat selain dibandingkan  ini. 

Pengetahuanku ini yaitu  pengetahuan moral, yang patut 

dipelajari di sekolahku.” 

2. Kegunaannya: “Perhatikanlah apa yang kukatakan,” 

(1) “Supaya engkau dapat bertindak dengan bijak, supaya eng-

kau berpegang pada kebijaksanaan.” Pengajaran Salomo 

bukan dimaksudkan untuk sekadar mengisi benak kita 

dengan segala gagasan dan pikiran, bukan dengan hal-hal 

yang tidak jelas kebenarannya atau dengan bahan perban-

tahan yang meragukan, melainkan untuk membimbing kita 

dalam penguasaan diri sehingga kita dapat bertindak de-

ngan hati-hati, demi kebaikan dan kepentingan kita sendiri. 

(2) “Supaya engkau dapat berkata-kata dengan bijaksana, 

supaya bibirmu memelihara pengetahuan, dan kata-kata itu 

siap di ujung lidahmu” (seperti yang sering kita katakan), 

“demi kebaikan orang-orang yang bercakap-cakap dengan 

engkau.” Bibir seorang imam dikatakan memelihara penge-

tahuan (Mal. 2:7). Namun, mereka yang siap sedia dan fasih 

dengan firman Tuhan bukan hanya merupakan imam-imam 

Kitab Amsal 5:1-14 

 93

rohani dalam ibadah mereka, namun  juga dalam percakapan 

mereka.  

II. Peringatan itu sendiri, yakni supaya menghindarkan dari nafsu 

kedagingan, perzinahan, percabulan, dan segala kenajisan. Seba-

gian orang menerapkan hal ini sebagai kiasan, dengan memahami 

wanita  jalang di sini sebagai penyembahan berhala atau 

pengajaran palsu, yang cenderung merusak pikiran dan perilaku 

manusia. Atau, wanita  jalang dimaksudkan juga sebagai has-

rat penuh hawa nafsu, yang bisa termasuk apa saja yang berkait-

an dengan itu. Namun, secara jelas tujuan utamanya yaitu  

untuk memperingatkan kita terhadap dosa-dosa yang disebut 

dalam perintah ketujuh, yang cenderung dilakukan orang muda. 

Godaan-godaan dari dosa-dosa ini sungguh kuat, dan sudah ada 

banyak contoh mengenainya, yang jika  dibiarkan, akan mem-

binasakan semua benih kebajikan yang ada di dalam jiwa. Oleh 

sebab itu, tidaklah mengherankan jika  peringatan Salomo me-

ngenai hal ini begitu mendesak-desak dan sering kali diulang-

ulang. Di sini, Salomo sebagai pengawas yang setia, memberikan 

peringatan kepada semua orang sementara mereka memikirkan 

kehidupan dan kesenangan mereka, supaya berhati-hati dengan 

amat sangat terhadap dosa yang pasti akan menghancurkan me-

reka ini. Di sini ada  dua hal yang harus kita waspadai dan 

perhatikan: 

1.  Supaya kita tidak mendengarkan bujukan dan daya tarik dosa 

ini. Sungguh benar bahwa bibir wanita  jalang menitikkan 

tetesan madu (ay. 3). Kenikmatan nafsu daging sangatlah 

menggoda (seperti anggur yang merah menarik warnanya, dan 

mengilau dalam cawan, yang mengalir masuk dengan nikmat). 

Bibirnya, ciumannya, dan perkataan yang keluar dari mulut-

nya lebih licin dari pada minyak, supaya pil beracun itu dapat 

meluncur dengan lancar dan tidak menimbulkan kecurigaan.  

Namun, pertimbangkanlah: 

(1) Betapa mematikan akibatnya nanti. Buah apa yang akan 

didapatkan orang berdosa dari madu dan minyaknya saat 

kenikmatan ini berakhir, 

[1] Serangan-serangan menakutkan terhadap hati nu-

rani. Rasanya akan pahit seperti empedu (ay. 4). Apa 


 94

yang tadinya terasa lezat di mulut akan bergolak di 

perut dan berubah menjadi masam. Saat direnung-

kan, hal ini akan melukai bagai pedang bermata 

dua. Kedua hal ini sama-sama melukai. Salomo bisa 

berbicara mengenai ini melalui pengalaman pribadi-

nya (Pkh. 7:26). 

[2] Siksaan dunia orang mati. Orang-orang yang telah 

melakukan dosa ini dan merasa berdosa   sebab nya 

dan kemudian bertobat, mereka memang diselamat-

kan, namun  kita perlu ingat bahwa dosa ini punya 

kecenderungan untuk langsung menghancurkan 

jiwa dan raga. Kakinya turun menuju maut, bahkan 

menuju dunia orang mati, menarik dunia orang mati 

itu menuju si pendosa, seakan-akan hukuman itu 

tidak kunjung datang juga (ay. 5). Orang-orang yang 

terbelit dalam dosa ini harus diingatkan bahwa jarak 

di antara mereka dan neraka hanyalah tinggal 

selangkah lagi, dan mereka siap jatuh ke dalamnya. 

(2)  Renungkanlah betapa palsunya daya tarik itu. Seorang 

wanita  pezinah pandai merayu dan berbicara ma-

nis. Kata-katanya bagaikan madu dan minyak, namun  

dia akan menipu orang-orang yang mendengarkan kata-

katanya: jalannya sesat, tanpa diketahuinya. Ia sering 

kali mengubah penyamarannya dan menggunakan 

berbagai warna palsu, sebab jika  ketahuan, ia pasti 

akan dibenci. Mirip Proteus, sang dewa laut Yunani, ia 

berganti-ganti penampilan, supaya bisa tetap merang-

kul mereka yang diincarnya. Apakah yang menjadi tu-

juannya dengan semua tipu muslihat dan pengaturan 

ini? Hanya satu, yakni untuk mencegah mereka menem-

puh jalan kehidupan, sebab dia tahu bahwa jika mereka 

mencapai jalan itu, dia pasti akan kehilangan mereka. 

Orang-orang yang tidak tahu apa maksud Iblis yaitu  

mereka yang tidak mengerti bahwa hal penting yang 

ditujunya melalui semua pencobaan yang dilancarkan-

nya itu yaitu , 

[1] Menghalangi mereka memilih jalan kehidupan, un-

tuk mencegah mereka menjalani hidup yang saleh 

Kitab Amsal 5:1-14 

 95

dan masuk sorga, supaya sama seperti dirinya yang 

dihalangi mengenyam kebahagiaan, ia juga dapat 

menjauhkan mereka dari kebahagiaan. 

[2] Supaya bisa mencegah mereka dari mempertimbang-

kan jalan kehidupan, dari memikirkan betapa sudah 

selayaknya mereka melintasi jalan itu, betapa ber-

manfaatnya hal ini bagi mereka. Hendaknya diper-

hatikan, demi kehormatan agama, bahwa sungguh 

penting agar orang bersedia mengambil kesempatan 

untuk memikirkan dengan sungguh serta menim-

bang segala sesuatu tanpa memihak dan dengan 

adil. Kita juga perlu sadar bahwa Iblis tidak dapat 

menarik manusia demi kepentingannya kecuali de-

ngan menyesatkan mereka melalui berbagai macam 

kesenangan yang tidak ada habisnya supaya mereka 

menjauh dari pemikiran yang tenteram dan sehat 

mengenai perkara-perkara yang mendatangkan da-

mai sejahtera bagi mereka. Kenajisan atau kecemar-

an merupakan dosa yang membutakan akal sehat, 

menghanguskan hati nurani, dan menghalangi orang 

merenungkan jalan kehidupan. Persundalan meng-

hilangkan daya pikir (Hos. 4:11; KJV: mencuri hati – 

pen.). 

2. Supaya kita tidak menghampiri dosa ini (ay. 7-8). 

(1) Peringatan ini disampaikan dengan kata pengantar yang 

diucapkan dengan sepenuh hati: “Sebab itu, hai anak-anak, 

dengarkanlah aku. Siapa pun dari antaramu yang mem-

baca atau mendengar perkataan ini, hendaknya memper-

hatikan apa yang kukatakan. Bubuhkanlah iman ke da-

lamnya, simpanlah baik-baik, dan janganlah kamu menyim-

pang dari pada perkataan mulutku, seperti yang akan 

dilakukan mereka yang mendengarkan perkataan perem-

puan jalang itu. Jangan sekadar menerima apa yang kuka-

takan itu untuk sementara waktu saja, namun  melekatlah 

padanya, dan biarkan perkataanku itu siap kaugunakan 

dan memberimu kekuatan pada saat engkau didera pen-

cobaan.” 


 96

(2) Peringatan itu sendiri sangatlah mendesak: “Jauhkanlah 

jalanmu dari pada dia, jika jalanmu kebetulan berdekatan 

dengannya. Jika urusanmu membawa engkau ke dalam 

jangkauan daya tariknya, ubahlah jalanmu, ganti arahmu, 

dibandingkan  membiarkan dirimu menghadapi bahaya. Jangan-

lah menghampiri pintu rumahnya. Berjalanlah di seberang 

jalan sana, bahkan lewatilah jalan lain, meskipun kau ter-

paksa mengambil jalan berputar.” Hal ini menyiratkan, 

[1] Bahwa kita harus sangat takut dan membenci dosa itu. 

Kita harus merasa takut kepadanya seperti takut pada 

tempat yang telah terjangkiti wabah. Kita harus mem-

bencinya seperti membenci bau busuk dari bangkai se-

hingga tidak mau datang mendekat. Baru sesudah 

itulah kita akan mampu memelihara kemurnian kita, 

saat kita memiliki kebencian teramat sangat terhadap 

semua nafsu kedagingan. 

[2] Bahwa kita harus dengan giat menghindari segala se-

suatu yang dapat menyebabkan dosa ini. Jangan men-

dekatinya selangkah pun. Orang-orang yang ingin di-

jauhkan dari bahaya harus menghindar dari jalan ber-

bahaya. Tabiat yang rusak mengandung pemicu yang 

begitu mudah menghanguskan, sehingga benar-benar 

merupakan hal yang gila, dengan alasan apa pun, un-

tuk mendekati percikan api yang mudah menyulut ke-

bakaran itu. Jika kita melempar diri ke dalam pencoba-

an, kita telah mengolok-olok Allah saat berdoa, jangan-

lah membawa kami ke dalam pencobaan. 

[3] Bahwa kita patut merasa iri terhadap diri kita sendiri 

dengan kecemburuan ilahi, dan tidak boleh percaya diri 

berlebihan akan kekuatan tekad hati kita sehingga 

memberanikan diri mendekati dosa, sambil berjanji ke-

pada diri sendiri bahwa sampai di sini boleh kita datang, 

jangan lewat. 

[4] Bahwa apa saja yang telah menjadi jerat bagi kita dan 

menimbulkan kesempatan bagi kita untuk berbuat 

dosa, sekalipun itu yaitu  mata yang kanan dan tangan 

yang kanan, kita harus mencungkil mata dan memeng-

gal tangan itu, lalu membuangnya. Kita harus rela ber-

pisah dengan apa yang paling kita sayangi dibandingkan  hal 

Kitab Amsal 5:1-14 

 97

tersebut membahayakan jiwa kita. Ini yaitu  perintah 

Juruselamat kita (Mat. 5:28-30). 

(3) Alasan-alasan yang digunakan Salomo di sini untuk mem-

perkuat peringatannya diambil dari pokok yang sama de-

ngan pokok-pokok sebelumnya, yakni berbagai celaka yang 

mengikuti dosa ini. 

[1] Dosa ini merusak nama baik. “Engkau akan menyerah-

kan keremajaanmu kepada orang lain (ay. 9; KJV: menye-

rahkan kehormatan – pen.). Engkau akan menghilang-

kan keremajaan atau kehormatanmu sendiri. Engkau 

akan menaruh batu di tangan semua tetanggamu untuk 

melempari engkau, sebab mereka semua akan mempu-

nyai alasan untuk mempermalukan, merendahkan, dan 

menginjak-injakmu sebagai orang dungu.” Persundalan 

merupakan dosa yang membuat manusia menjadi hina 

dan rendah, dan tidak ada orang dengan akal sehat 

atau kebajikan yang mau berteman dengan orang yang 

suka bergaul dengan para pelacur. 

[2] Dosa ini membuat waktu terbuang percuma, memberi-

kan tahun-tahun umur, tahun-tahun keremajaan, pun-

cak kehidupan manusia, kepada orang kejam, “nafsu 

rendah itu, yang dengan teramat keji berjuang melawan 

jiwa, pelacur rendahan yang berpura-pura mencintai-

mu, namun  sebenarnya mengincar kehidupan yang ber-

harga.” Tahun-tahun yang seharusnya diserahkan demi 

kehormatan Allah yang pengasih itu telah dihabiskan 

untuk melayani dosa yang keji. 

[3] Dosa ini menghancurkan harta milik (ay. 10): Orang lain 

akan mengenyangkan diri dengan kekayaanmu, kekaya-

an yang telah dipercayakan kepada kamu sebagai ben-

dahara keluarga. Hasil susah payahmu yang seharus-

nya merupakan persediaan bagi rumahmu sendiri, akan 

berada di rumah orang yang tidak dikenal, yang tidak 

berhak dan tidak akan pernah berterima kasih kepada-

mu.” 

[4] Dosa ini merusak kesehatan sehingga mempersingkat 

umur orang: Daging dan tubuhmu akan habis binasa 

(ay. 11). Nafsu kenajisan bukan saja berjuang melawan 


 98

jiwa yang diabaikan dan tidak diurus oleh orang ber-

dosa, namun  juga berjuang melawan tubuh yang begitu 

dimanjakan dan ingin disenangkan olehnya. Nafsu ini 

begitu mengecoh, bodoh, dan merugikan. Orang-orang 

yang dengan rakus menyerahkan diri untuk melakukan 

hal najis, sebenarnya menyia-nyiakan tenaga mereka, 

melempar diri ke dalam kelemahan, dan sering kali 

mengidap berbagai penyakit menjijikkan yang memper-

singkat hidup mereka. Mereka menjadi korban yang 

mengenaskan dari hawa nafsu yang keji. 

[5] Dosa ini akan memenuhi pikiran dengan kengerian apa-

bila hati nuraninya terusik. “Meskipun engkau sekarang 

bergembira, mabuk dalam hawa nafsumu, namun  pada 

akhirnya engkau akan mengeluh (ay. 11). Engkau akan 

disibukkan dengan penyesalan dan menyerah kalah 

serta tersiksa dalam perenunganmu, saat  dosa diper-

hadapkan kepadamu dalam wajah aslinya.” Cepat atau 

lambat, dosa itu akan membawa dukacita, saat  jiwa-

mu direndahkan dan dibawa kepada penyesalan, atau 

saat  daging dan tubuhmu habis binasa, baik melalui 

penyakit, saat hati nurani menampar wajah orang ber-

dosa, maupun melalui kubur. saat  tubuh membusuk 

di dalam kubur, jiwa pun meronta dalam siksaan nera-

ka, tempat ulat tidak akan binasa, dan perkataan 

“Anak, ingatlah,” senantiasa berkumandang. Di sini 

Salomo mengajak orang berdosa yang telah insaf untuk 

menegur diri sendiri dan mengecam kebodohannya, su-

paya ia bisa meratapinya dengan pilu. Pertama,   sebab  

ia tidak sudi diubahkan, ia juga tidak suka diberi tahu. 

Ia tidak tahan diajar menunaikan kewajiban (betapa 

aku bukan saja benci pada disiplin saat dididik, namun  

juga didikan itu sendiri, meskipun semuanya benar dan 

baik!), atau diberi tahu tentang kesalahan-kesalahan-

nya – hatiku menolak teguran (ay. 12). Mau tidak mau ia 

harus mengakui bahwa orang-orang yang bertugas 

mendidik dia, yakni orangtua dan pendetanya, telah 

mengerjakan bagian mereka. Mereka inilah guru-guru-

nya. Mereka telah mengajar serta memberinya nasihat 

dan peringatan (ay. 13). Namun, dengan malu dan 

Kitab Amsal 5:1-14 

 99

bingung ia mengucapkan kata-kata itu, sekaligus mem-

benarkan Allah di dalam semua penderitaan yang di-

alaminya. Ia tidak mendengarkan suara guru-gurunya, 

sebab ia memang tidak pernah mengarahkan telinganya 

kepada pengajar-pengajarnya, tidak pernah mengindah-

kan apa yang mereka katakan ataupun mengakui pe-

ngaruhnya. Perhatikanlah, orang-orang yang telah me-

nerima pendidikan yang baik dan tidak berbuat sesuai 

dengan pendidikan tersebut, harus mempertanggung-

jawabkan banyak hal di kemudian hari. Orang-orang 

yang sekarang tidak mau mengingat apa yang telah di-

ajarkan kepada mereka dan menyesuaikan diri dengan 

pengajaran itu, akan diingatkan bahwa hal ini memper-

parah dosa mereka, yang akhirnya berakibat dengan 

kehancuran mereka. Kedua, bahwa dengan melakukan 

dosa itu berkali-kali, kebiasaan ini akan begitu berakar 

dan menetap hingga hatinya tetap bertekad untuk 

melakukannya (ay. 14): Aku nyaris terjerumus ke dalam 

tiap malapetaka di tengah-tengah jemaah dan perkum-

pulan. Pada waktu ia datang ke tempat ibadah atau ke 

halaman Bait Suci untuk menyembah Allah bersama 

orang Israel yang lain, hatinya yang najis itu sarat 

dengan pikiran dan hasrat asusila, sedangkan matanya 

penuh dengan perzinahan. Rasa hormat terhadap tem-

pat, orang-orang lain, dan kegiatan yang sedang ber-

langsung, tidak mampu mengendalikan dirinya. Bahkan 

di tempat itu ia sama jahat dan kejinya seperti di tem-

pat mana pun. Bagi hati nurani yang telah disadarkan, 

tidak ada dosa yang tampak lebih mengerikan selain 

pencemaran hal-hal yang kudus. Selain itu, tidak ada 

yang bisa membuat dosa itu bertambah lebih parah lagi 

selain pencemaran tempat di mana kita dihormati dan 

mendapat keuntungan di dalamnya, yakni di tengah-

tengah jemaat dan perhimpunan ibadah. Zimri dan 

Kozbi mengakui kekejian mereka di hadapan Musa dan 

segenap umat Israel (Bil. 25:6). Perzinahan di dalam hati 

sama terbukanya bagi Allah, dan pasti sangat menjijik-

kan bagi-Nya saat  kita datang mendekat kepada-Nya 

sambil melakukan kegiatan ibadah. Aku terjerumus ke 


 100

dalam tiap malapetaka yang bertentangan dengan para 

pejabat, hakim, dan perkumpulan ibadah mereka. Begi-

tulah yang dipahami oleh beberapa orang. Ada pula 

yang merujuk kepada parahnya hukuman, bukan ke-

pada parahnya dosa: “Aku telah dijadikan contoh, suatu 

tontonan bagi dunia. Aku nyaris berada di bawah selu-

ruh hukuman berat Allah di tengah-tengah jemaah dan 

perkumpulan umat Israel, serta dijadikan sebagai se-

buah tanda. Aku berdiri di tengah-tengah jemaah sambil 

berteriak minta tolong” (Ayb. 30:28). Biarlah kita meng-

hindari apa yang akhirnya akan disesali sejadi-jadinya. 

Perintah untuk Saling Setia dalam Pernikahan  

(5:15-23) 

15 Minumlah air dari kulahmu sendiri, minumlah air dari sumurmu yang 

membual. 16 Patutkah mata airmu meluap ke luar seperti batang-batang air 

ke lapangan-lapangan? 17 Biarlah itu menjadi kepunyaanmu sendiri, jangan 

juga menjadi kepunyaan orang lain. 18 Diberkatilah kiranya sendangmu, ber-

sukacitalah dengan isteri masa mudamu: 19 rusa yang manis, kijang yang 

jelita; biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau, dan engkau senan-

tiasa berahi   sebab  cintanya. 20 Hai anakku, mengapa engkau berahi akan 

wanita  jalang, dan mendekap dada wanita  asing? 21   sebab  segala 

jalan orang terbuka di depan mata TUHAN, dan segala langkah orang di-

awasi-Nya. 22 Orang fasik tertangkap dalam kejahatannya, dan terjerat dalam 

tali dosanya sendiri. 23 Ia mati,   sebab  tidak menerima didikan dan   sebab  

kebodohannya yang besar ia tersesat. 

Di sini, Salomo yang telah menunjukkan betapa jahatnya perzinahan, 

percabulan, dan semua jalan yang cabul serta mesum, memberikan 

penangkal terhadap semua hal itu. 

I.   Nikmati dan puaskanlah dirimu dengan penghiburan dalam 

pernikahan sah yang telah ditetapkan untuk mencegah kenajisan, 

dan oleh   sebab  itu patut dimanfaatkan selagi masih ada waktu. 

Kalau kita gagal untuk memanfaatkan kesempatan ini, kita bisa 

kehilangan obat yang manjur untuk mencegah dosa-dosa kenajis-

an tadi. Jangan ada seorang pun yang mengeluh bahwa Allah 

memperlakukan mereka dengan buruk   sebab  melarang mereka 

menikmati kesenangan yang mereka dambakan secara alamiah 

itu, sebab Ia telah dengan murah hati menyediakan sarana pe-

muasan untuk itu. “Engkau memang tidak boleh makan buah 

dari semua pohon yang ada di taman ini, tapi pilihlah salah satu

Kitab Amsal 5:15-23 

 101 

 yang kausukai, dan engkau boleh menikmatinya sepuas hati. 

Hasrat alami akan dipuaskan olehnya, namun  hawa nafsu takkan 

terpuaskan oleh apa pun.” Dengan membatasi manusia pada satu 

pasangan saja, Allah sama sekali bukan bermaksud menyusah-

kan mereka. Ia telah benar-benar mempertimbangkan kepenting-

an mereka yang sejati. Sebab seperti yang telah diamati Herbert, 

“Jika Allah menyamaratakan semua orang, manusia pasti akan 

merasa terkungkung.” – Church-porch. Di sini, Salomo menaruh 

perhatian lebih besar pada perkara ini. Ia bukan saja menawar-

kannya sebagai penangkal, namun  bahkan menganjurkannya seba-

gai dasar untuk melawan perzinahan (tak peduli sekeras apa pun 

orang mencemooh dengan pikiran najis yang juga merupakan 

unsur roh najis). Ia mengatakan bahwa kesenangan dalam perni-

kahan yang diperbolehkan itu jauh melebihi kesenangan terlarang 

dalam persundalan. 

1. Biarlah orang muda menikah, menikah dan tidak terbakar 

oleh nafsu. Milikilah kulah, sumurmu sendiri (ay. 15), yaitu 

isteri masa mudamu (ay. 18). Selibatlah (tidak menikah) sepe-

nuhnya, atau menikahlah. – Herbert. “Dunia ini lebar dan di 

dalamnya ada berbagai macam kegiatan, yang boleh engkau 

nikmati.” 

2. Biarlah orang yang sudah menikah bersenang-senang dengan 

istrinya sendiri, dan hendaklah dia menyayanginya dengan 

sungguh, bukan saja   sebab  wanita  itu yaitu  istri yang 

dipilihnya sendiri dan   sebab  itu sudah sepatutnya merasa 

senang dengan pilihan sendiri, melainkan   sebab  ia yaitu  

istri yang ditetapkan Allah dalam pemeliharaan-Nya bagi diri-

nya. Sudah sepantasnya ia lebih senang lagi atas ketetapan 

ilahi itu, bahagia dengan istrinya yang telah menjadi miliknya 

sendiri. Diberkatilah kiranya sendangmu (mata air – pen.) (ay. 

18). Pikirkan betapa bahagianya engkau bersama dia, pan-

danglah dia sebagai istri yang diberkati. Biarlah dia memper-

oleh berkatmu, doakan dia setiap hari, dan kemudian bersuka-

citalah dengan dia. Penghiburan seperti itulah yang akan kita 

terima dari sukacita yang telah dikuduskan bagi kita melalui 

doa dan berkat dari Allah. Hal ini bukan saja diizinkan bagi 

kita namun  juga diperintahkan kepada kita, supaya segala hu-

bungan kita menyenangkan. Perintah ini khususnya menjadi 

kuk yang dipikul bersama untuk mendatangkan sukacita ber-


 102

sama dan bagi satu sama lain. Kegembiraan timbal balik me-

rupakan pengikat kesetiaan timbal balik. Bukanlah hal yang 

biasa-biasa saja jika  seorang mempelai bersuka atas pe-

ngantin wanita nya (Yes. 62:5), lebih dari itu, hal ini juga 

diberikan sebagai hukum. Nikmatilah hidup dengan isteri yang 

kaukasihi seumur hidupmu (Pkh. 9:9). Orang-orang yang ber-

gembira dengan teman-teman mereka di luar namun  bersikap 

masam dan murung bersama keluarga di rumah, tidak akan 

menerima penghiburan yang telah ditetapkan Allah bagi me-

reka.  

3. Biarlah ia menyayangi istrinya dan mengasihinya dengan men-

dalam (ay. 19): Biarlah dia menjadi seperti rusa yang manis, 

kijang yang jelita seperti yang terkadang dipelihara oleh para 

bangsawan di rumah mereka untuk diajak bermain. Janganlah 

mengalihkan perbincangan tulus dan menyenangkan dengan 

istrimu sendiri dengan kerja keras dan kesibukan. Biarkan dia 

berbaring di pangkuanmu seperti yang dilakukan anak domba 

betina si miskin itu (2Sam. 12:3), dan sandarkanlah kepalamu 

di dadanya. Biarlah hal ini memuaskan engkau senantiasa. 

Janganlah mencari hiburan dari tempat lain. “Biarlah engkau 

senantiasa berahi   sebab  cintanya. jika  engkau ingin me-

numpahkan kasih sayangmu dengan berlimpah dan menik-

mati tubuh wanita , biarlah kaulakukan hal itu dengan 

tubuh istrimu sendiri, yang tidak akan mendatangkan baha-

ya.” Inilah air untuk memuaskan dahaga hasratmu, dari ku-

lahmu sendiri dan air yang membual, air yang jernih, manis, 

dan menyehatkan, yang keluar dari sumurmu sendiri (ay. 15; 

1Kor. 7:2-3). 

4. Biarlah ia bergembira dengan anak-anaknya dan memandang 

mereka dengan senang hati (ay. 16-17): “Pandanglah mereka 

seperti aliran sungai dari mata airmu yang murni” (orang Yahu-

di dikatakan sebagai terpancar dari pada mata air Yehuda (Yes. 

48:1, TL), “sehingga mereka merupakan bagian dari dirimu, 

seperti aliran sungai juga merupakan bagian dari mata air. 

Tetaplah bersama istrimu sendiri, dan engkau akan memiliki,” 

(1) “Keturunan yang banyak seperti batang-batang air ke 

lapangan-lapangan yang mengalir berlimpah. Mereka akan 

menyebar keluar dan mendapatkan jodoh dari keluarga-

Kitab Amsal 5:15-23 

 103 

keluarga lain. Sebaliknya, mereka yang bersundal, tidak 

akan menjadi banyak” (Hos. 4:10). 

(2) “Keturunan istimewa, yang hanya akan menjadi kepunya-

anmu sendiri. Sebaliknya, anak-anakmu yang dihasilkan 

dari persundalan mungkin tidak akan demikian, sebab 

semua yang kaukenal itu merupakan keturunan perem-

puan jalang, namun tetap harus kaupelihara.”  

(3) “Keturunan yang terpuji, yang menjadi kehormatan bagi-

mu, dan boleh kautampilkan bersamamu di jalan-jalan. Se-

baliknya, anak-anak di luar nikah merupakan aib bagimu, 

yang malu kauakui.” Dalam hal ini, kebajikan mengandung 

kenikmatan dan kehormatan. Oleh sebab itu, sungguh 

tepat jika  hal ini disebut hikmat. 

5. Oleh   sebab  itu, biarlah ia memandang rendah tawaran kese-

nangan terlarang saat  ia senantiasa berahi   sebab  cinta istri-

nya yang saleh dan setia. Biarlah ia mengingat betapa bodoh-

nya dia untuk merasa berahi akan wanita  jalang (ay. 20), 

untuk mencintai seorang pelacur najis, dan mendekap perem-

puan asing yang tidak akan sudi dipikirkannya bila ia masih 

memiliki rasa hormat atau kebajikan. “Mengapa engkau begitu 

mabuk dan menjadi musuh bagi diri sendiri dengan mencuri 

dan lebih menyukai air genangan beracun dibandingkan  air kehi-

dupan murni dari sumurmu sendiri?” Perhatikanlah, jika 

suara akal sehat didengarkan, maka hukum kebajikan pun 

akan ditaati. 

II. “Tengoklah, mata Allah senantiasa memandangmu, dan biarlah 

takut kepada-Nya berkuasa di dalam hatimu,” (ay. 21). Orang-

orang yang hidup dalam dosa ini menjanjikan kerahasiaan kepada 

diri sendiri (orang yang berzinah menunggu senja, Ayb. 24:15), 

namun apalah gunanya, jika hal itu tidak mungkin disembunyi-

kan dari Allah? Sebab, 

1. Ia melihatnya. Segala jalan orang, semua gerakan, semua 

tindakan manusia, terbuka di depan mata TUHAN, termasuk 

seluruh isi hati dan langkah hidup yang dirahasiakan dan 

disamarkan dengan piawai. Allah mampu melihat semua itu 

dalam terang kebenaran dan mengetahuinya, termasuk semua 

perkara, keadaan, dan akibat yang terkait dengannya. Ia tidak 


 104

mengawasi perilaku manusia sekali waktu saja. Sebaliknya, 

semua hal itu senantiasa terbuka di depan mata-Nya dan di 

bawah pengawasan-Nya. Beranikah engkau berbuat dosa ter-

hadap Allah di depan mata-Nya, dan melakukan kejahatan di 

bawah pengawasan-Nya, yang bahkan tidak berani kaulaku-

kan di depan manusia seperti dirimu sendiri? 

2. Dia akan meminta pertanggungjawaban orang berdosa atas 

perbuatannya, sebab Dia bukan sekadar melihat, namun  segala 

langkah orang diawasi-Nya. Ia menghakimi sesuai langkah-

langkah itu, sebagai hakim yang tidak lama lagi akan meng-

hukum orang berdosa atas semua perbuatan mereka. Setiap 

perbuatan akan diuji, dan akan dibawa ke pengadilan (Pkh. 

12:14). Hal ini merupakan alasan yang baik mengapa kita 

harus menempuh jalan yang rata (4:26) dan dengan demikian 

menguji diri kita sendiri supaya kita tidak akan dihukum.  

III. “Pandanglah kehancuran orang-orang yang tetap melakukan pe-

langgaran, meskipun ini belum terjadi.” Orang-orang yang hidup 

dalam dosa ini menjanjikan kebebasan dari hukuman kepada diri 

sendiri, namun  mereka menipu diri sendiri. Dosa mereka akan meng-

ungkapkan keburukan mereka (ay. 22-23). Sang rasul merangkum 

kedua ayat ini dalam beberapa kata: orang-orang sundal dan 

pezinah akan dihakimi Allah (Ibr. 13:4). 

1. Ini merupakan dosa yang kekuatannya sangat sulit dilepaskan 

orang. saat  orang berdosa itu sudah tua dan lemah, hawa 

nafsunya akan tetap kuat dan giat saat teringat kepada masa 

mudanya (Yeh. 23:19). Demikianlah orang fasik tertangkap 

dalam kejahatannya   sebab  kesepakatannya sendiri.   sebab  

dengan sukarela menyerahkan diri untuk tertangkap, ia pun 

terjerat dalam tali dosanya sendiri yang begitu menguasainya 

hingga ia tak mampu melepaskan diri. Di dalam kebodohan-

nya yang besar (kebodohan apa lagi yang lebih besar dibandingkan  

menyerahkan diri menjadi budak tuan sekeji itu?), ia akan 

tersesat dan mengembara tanpa henti. Kenajisan yaitu  dosa 

yang membuat orang yang menerjunkan diri ke dalamnya 

sangat sulit dan jarang bisa pulih kembali. 

2. Ini yaitu  dosa yang bila tidak ditinggalkan, membuat manu-

sia mustahil menghindari hukumannya. Tidak bisa tidak, dosa 

ini akan menjadi kehancuran mereka. Sama seperti kejahatan 

Kitab Amsal 5:15-23 

 105 

menangkap mereka melalui teguran hati nurani dan peringat-

an (Yer. 7:19), demikian pula kejahatan mereka sendiri akan 

menangkap dan menyerahkan mereka kepada penghukuman 

Allah. Tidak dibutuhkan penjara ataupun rantai. Mereka akan 

terjerat dalam tali dosa mereka sendiri seperti para malaikat 

yang jatuh   sebab  jahat dan tak tersembuhkan sehingga di-

simpan di dalam gua-gua yang gelap. Orang berdosa yang ber-

sitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan mati 

  sebab  tidak menerima didikan.   sebab  sudah mendapatkan 

cukup banyak peringatan secara umum, ia tidak akan mene-

rima peringatan khusus lagi. Ia akan mati tanpa bisa melihat 

bahaya terlebih dahulu. Ia akan mati   sebab  tidak mau mene-

rima didikan. Sebaliknya,   sebab  kebodohannya yang besar ia 

akan tersesat. Demikianlah kebinasaannya akan tiba, dan ia 

tidak akan pernah bisa pulang kembali. Orang-orang yang 

begitu bodoh untuk memilih jalan dosa, memang sepantasnya 

dibiarkan Allah melintasi jalan yang menuju kepada kebinasa-

an. Ini merupakan alasan yang kuat mengapa kita harus ber-

jaga-jaga dengan kewaspadaan penuh dan tekad bulat ter-

hadap bujukan hasrat hawa nafsu.   

 

 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL  6  

Dalam pasal ini kita mendapati,  

I. Peringatan mengenai pertanggungan yang dibuat dengan ge-

gabah (ay. 1-5).  

II. Teguran terhadap kemalasan (ay. 6-11).  

III. Sifat dan hukuman bagi orang yang penuh kebencian dan ke-

jahatan (ay. 12-15).  

IV. Uraian tentang tujuh hal yang dibenci Allah (ay. 16-19). 

V. Nasihat untuk menjadikan firman Allah akrab bagi kita (ay. 

20-23).  

VI. Peringatan yang diulang kembali mengenai akibat-akibat yang 

merusak dari dosa persundalan (ay. 24-35).  

Dalam pasal ini, kita diminta untuk menjauhkan diri dari dosa 

dengan memakai alasan-alasan yang diambil berdasarkan kepenting-

an-kepentingan duniawi kita, sebab dosa digambarkan sebagai se-

suatu yang tidak hanya mengutuk kita di dunia lain, namun  juga yang 

memiskinkan kita di dunia ini. 

 Peringatan-peringatan mengenai Tanggungan  

(6:1-5) 

1 Hai anakku, jikalau engkau menjadi penanggung sesamamu, dan membuat 

persetujuan dengan orang lain; 2 jikalau engkau terjerat dalam perkataan 

mulutmu, tertangkap dalam perkataan mulutmu, 3 buatlah begini, hai anak-

ku, dan lepaskanlah dirimu,   sebab  engkau telah jatuh ke dalam genggaman 

sesamamu: pergilah, berlututlah, dan desaklah sesamamu itu; 4 janganlah 

membiarkan matamu tidur, dan kelopak matamu mengantuk; 5 lepaskanlah 

dirimu seperti kijang dari pada tangkapan, seperti burung dari pada tangan 

pemikat. 

yaitu  keunggulan dari firman Allah bahwa firman itu mengajarkan 

kepada kita bukan hanya hikmat ilahi untuk dunia lain, melainkan 


 108

juga kebijaksanaan manusiawi untuk dunia ini, agar kita dapat 

mengatur urusan-urusan kita dengan bijak. Dan inilah salah satu 

aturan yang baik, yaitu jangan coba-coba menjadi penanggung, kare-

na melaluinya kemiskinan dan kehancuran sering kali menimpa ba-

nyak keluarga. Kemiskinan dan kehancuran itu merampas kenya-

manan hubungan-hubungan persaudaraan yang sudah disarankan 

Salomo dalam pasal sebelumnya.  

1. Kita harus melihat tanggungan sebagai jerat dan   sebab  itu harus 

menolaknya (ay. 1-2). “Sudah cukup berbahaya bagi orang untuk 

menjadi tanggungan bagi temannya, meskipun ia mengenal betul 

keadaan temannya itu, dan yakin betul akan kemampuannya, 

namun  jauh lebih berbahaya lagi untuk membuat persetujuan de-

ngan orang lain, untuk menjadi tanggungan bagi orang yang tidak 

kauketahui kemampuan atau kejujurannya.” Atau yang dimak-

sudkan dengan orang lain (KJV: orang asing – pen.) di sini, yang 

dengannya persetujuan dibuat, yaitu  si pemberi utang, “si tu-

kang riba yang kepadanya engkau menjadi tanggungan, namun 

yang bagimu ia yaitu  orang asing, maksudnya, engkau tidak 

berutang apa-apa kepadanya, dan juga tidak pernah berurusan 

dengannya. Jika engkau sudah terlanjur membuat persetujuan-

persetujuan seperti itu   sebab  terburu-buru, entah   sebab  terma-

kan bujukan atau   sebab  engkau berharap orang lain akan ber-

buat kebaikan yang sama kepadamu di lain waktu, ketahuilah 

bahwa engkau terjerat dalam perkataan mulutmu. Ini mudah saja 

dilakukan, hanya dengan satu perkataan. Hanya dengan menulis 

di atas kertas, surat tanggungan pun dimeteraikan dan diserah-

kan, dan jadilah perjanjian penjaminan itu dibuat. namun  itu tidak 

akan mudah dilepaskan begitu saja. Engkau sudah terjerat lebih 

dibandingkan  yang engkau sadari. “Lihatlah betapa kita tidak boleh 

memandang remeh dosa-dosa lidah dengan alasan apa pun. Jika 

dengan satu perkataan mulut kita bisa berutang kepada sesama 

manusia, dan membiarkan mereka dapat berbuat apa saja kepada 

kita, maka dengan banyak perkataan mulut kita akan diperha-

dapkan pada keadilan Allah, dan meskipun demikian kita mung-

kin akan terjerat. Keliru jika orang mengira bahwa kata-kata itu 

hanyalah angin. Sering kali kata-kata menjadi jerat.  

2. Jika kita sudah terseret ke dalam jerat ini, maka kita berhikmat 

jika dengan segala sarana, dan dengan secepat mungkin, kita ber-

usaha untuk keluar darinya (ay. 3-5). Jerat itu tampak tidur 

Kitab Amsal 6:1-5 

 109 

sekarang. Kita tidak mendengar apa-apa tentangnya. Utang tidak 

ditagih. Si penanggung atau penjamin berkata, “Jangan takut, 

kita akan menanganinya.” namun  tetap saja tanggungan itu ber-

laku, bunganya terus berjalan, si penanggung bisa menagihmu 

kapan saja dia mau, dan mungkin dengan mendesak-desak dan 

memaksa. Si pemilik uang itu bisa saja ternyata menipu atau 

bangkrut. Lalu engkau pun harus merampas barang milik istri dan 

anak-anakmu, dan menghancurkan keluargamu, untuk membayar 

apa yang sama sekali tidak engkau makan atau minum. Oleh sebab 

itu lepaskanlah dirimu. Janganlah duduk tenang sebelum si pem-

beri utang melepaskan tanggungan atau si penanggung atau pen-

jamin memberimu jaminan yang seimbang. saat  engkau telah 

jatuh ke dalam genggaman sesamamu, dan dia memiliki keun-

tungan untuk melawanmu, maka bukanlah saatnya untuk meng-

ancam atau berkata-kata kasar kepadanya (itu hanya akan me-

mancing amarahnya dan membuat masalahmu menjadi lebih 

buruk), namun  berlututlah, memohon dan mintalah agar engkau 

dilepaskan dari utang-utangmu, berlututlah di hadapannya, dan 

ucapkanlah kata-kata yang baik yang dapat kauucapkan kepada-

nya. Mintalah teman-temanmu untuk berbicara bagimu. Jangan 

biarkan satu batu pun tergeletak sebelum engkau mendapat kese-

pakatan dengan musuhmu dan merundingkan permasalahannya, 

sehingga tanggunganmu tidak akan berbalik melawan dirimu atau 

segala milikmu. Permasalahan ini dapat mengganggu tidurmu, 

namun  biarlah demikian adanya sampai engkau dapat melewati-

nya. “Janganlah membiarkan matamu tidur sampai engkau berha-

sil melepaskan dirimu. Berupaya dan berjuanglah habis-habisan, 

dan bergegaslah secepat mungkin, seperti kijang atau burung me-

lepaskan diri dari jerat tangan pemikat atau pemburu. Menunda-

nunda waktu itu berbahaya, dan upaya-upaya yang lemah tidak 

akan berguna.” Lihatlah bagaimana Allah, dalam firman-Nya, 

sudah ambil peduli untuk menjadikan manusia sebagai pengelola-

pengelola yang baik bagi harta benda mereka, dan untuk meng-

ajarkan kepada mereka kebijaksanaan dalam mengaturnya. Ke-

salehan mempunyai aturan-aturan, dan juga janji-janji, yang 

berkenaan dengan kehidupan sekarang ini. 

namun  bagaimanakah kita harus memahami hal ini? Kita tidak di-

ajar untuk berpikir bahwa menjadi penanggung, atau penjamin, bagi 

orang lain itu dilarang dalam keadaan apa saja. Menjadi penanggung 


 110

bisa merupakan perbuatan yang menunjukkan perbuatan keadilan 

atau amal. Orang yang mempunyai teman akan melihat bahwa men-

jadi penanggung bagi temannya bisa menunjukkan bukti bahwa ia 

setia kawan, dan mungkin itu bukan perbuatan yang gebabah. Pau-

lus menjadi penanggung bagi Onesimus (Flm. 1:19). Kita dapat mem-

bantu seorang anak muda untuk menjalankan usahanya jika kita 

tahu bahwa ia orang yang jujur dan rajin, dan mengusahakan pin-

jaman untuknya melalui kata-kata kita yang baik tentang dia, dan 

dengan demikian melakukan kebaikan yang besar baginya tanpa kita 

sendiri menjadi rugi. namun ,  

1.  yaitu  hikmat bagi setiap orang untuk sedapat mungkin men-

jauhkan diri dari utang, sebab utang itu menjadi kewajiban bagi-

nya, menjeratnya di dunia ini, menjerumuskannya ke dalam 

bahaya berbuat salah atau menanggung penderitaan yang tidak 

perlu. Yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi, dan 

menjadikan dirinya seperti layaknya hamba bagi dunia ini. Oleh 

sebab itu, orang-orang Kristen, yang telah dibeli dengan harga 

yang telah lunas dibayar, tidak boleh dan tidak perlu menjadikan 

diri mereka sebagai hamba manusia (1Kor. 7:23).  

2.  yaitu  kebodohan yang besar jika kita menjerat diri dengan orang-

orang yang berkekurangan, dan menjadi penanggung utang-utang 

mereka. Dari waktu ke waktu mereka terus mengambil uang, dan 

mengangkat muatan, seperti yang kita katakan, dari satu lubang 

dan memasukkannya ke lubang lain. Utang itu akan terus ber-

tambah, dan, pada akhirnya, kita sebagai penanggung harus 

mempertanggungjawabkannya. Janganlah pernah kita menjadi 

penanggung untuk utang yang tidak mampu dan tidak mau kita 

bayar, dan yang tidak sanggup kita bayar tanpa menyusahkan 

keluarga kita, kalau-kalau si pemilik uang bangkrut, sebab kita 

harus melihatnya sebagai utang kita sendiri. Sirakh 8:13, jangan 

menjadi penanggung melebihi kemampuanmu, dan jika sudah ter-

jadi, anggaplah dirimu wajib membayar.  

3.  Jika   sebab  kebodohan kita sendiri kita terlanjur terjerat utang, 

maka sudah sepatutnya kita berusaha untuk keluar dari jerat itu 

secepat mungkin, untuk tidak membuang-buang waktu, tidak me-

nyayangkan tenaga, dan tidak berlindung pada siapa pun untuk 

membuat diri kita aman dan tenang, dan segera membereskan 

permasalahan-permasalahan kita. Lebih baik merendahkan diri 

untuk mendapatkan kemudahan dibandingkan  menghancurkan diri

Kitab Amsal 6:6-11 

 111 

 kita sendiri   sebab  kebebalan dan keangkuhan kita. Desaklah 

sesamamu itu (KJV: yakinkanlah temanmu itu – pen.) dengan mele-

paskan dirimu dari ikatan-ikatannya. Sebab, tanggungan yang 

dibuat dengan gegabah itu merupakan penghancur bagi persaha-

batan, seperti halnya tanggungan yang dibuat dengan bijak 

kadang-kadang merupakan pengikat persahabatan. Marilah kita 

berjaga-jaga agar kita dengan cara apa pun tidak membuat diri 

kita bersalah atas dosa-dosa orang lain terhadap Allah (1Tim. 

5:22), sebab itu lebih buruk, dan jauh lebih berbahaya, dibandingkan  

menjadi penanggung bagi utang-utang orang lain. Dan, jika dalam 

semua ini kita harus berupaya untuk menghapuskan utang-utang 

kita kepada sesama manusia, maka terlebih lagi kita harus ber-

upaya untuk berdamai dengan Allah. “Rendahkanlah dirimu ke-

pada-Nya. Pastikanlah bahwa Kristus yaitu  temanmu, untuk 

menjadi Pengantara bagimu. Berdoalah dengan sungguh-sungguh 

agar dosa-dosamu diampuni, dan engkau tidak dibiarkan terjeru-

mus ke dalam lubang kebinasaan. Dan doamu itu tidak akan sia-

sia. Janganlah membiarkan matamu tidur, dan kelopak matamu 

mengantuk, sampai semua ini dilakukan. 

 

Kemalasan Ditegur 

(6:6-11) 

6 Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah 

bijak: 7 biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, 8 ia 

menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya 

pada waktu panen. 9 Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bila-

kah engkau akan bangun dari tidurmu? 10 “Tidur sebentar lagi, mengantuk 

sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring” – 11 maka 

datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan 

seperti orang yang bersenjata. 

Salomo, dalam perikop di atas, berbalik untuk berbicara kepada pe-

malas yang cinta dengan kenyamanannya, yang hidup dalam kema-

lasan, tidak memikirkan apa-apa, tidak berpegang pada apa-apa, 

tidak mewujudkan apa-apa, dan terutama tidak peduli dengan per-

kara agama. Kemalasan yaitu  cara pasti menuju kemiskinan, mes-

kipun tidak cepat, seperti halnya tanggungan yang dibuat dengan 

gegabah. Di sini dia berbicara kepada pemalas, 


 112

I.   Dengan cara mengajar (ay. 6-8). Dia mengirimnya ke sekolah, sebab 

para pemalas harus dididik. Dia sendiri harus membawanya ke 

sekolah, sebab, jika pelajar tidak mau bersusah payah, gurunya 

harus lebih bersusah payah. Pemalas tidak mau datang ke sekolah 

untuk belajar dari sang guru (pelajar-pelajar yang bermimpi tidak 

akan pernah mencintai guru yang selalu terjaga), dan oleh sebab itu 

ia telah menemukan sekolah lain untuknya, sekolah berkualitas 

rendah seperti yang diinginkannya.  

Perhatikanlah: 

1. Guru yang darinya ia harus belajar: pergilah kepada semut, 

kepada lebah, begitu dalam Septuaginta (Perjanjian Lama 

terjemahan bahasa Yunani – pen.). Manusia mendapat didikan 

lebih dibandingkan  binatang-binatang di bumi, dan dijadikan lebih 

bijaksana dibandingkan  burung-burung di udara, namun ia sudah 

begitu merosotnya sehingga harus mempelajari hikmat dari 

serangga yang paling hina dan dipermalukan oleh mereka. 

jika  kita mengamati kearifan-kearifan yang menakjubkan 

pada makhluk-makhluk yang lebih rendah, kita tidak hanya 

harus memberikan kemuliaan kepada Allah atas alam, yang 

sudah menjadikan mereka dengan begitu mengherankan, 

namun  juga harus mengambil pelajaran bagi diri kita sendiri. 

Dengan memberikan makna rohani pada hal-hal yang biasa, 

kita dapat membuat perkara-perkara tentang Allah menjadi 

mudah dan juga siap untuk kita gunakan, dan bisa bergaul 

dengan perkara-perkara itu setiap hari. 

2. Sikap pikiran yang dikehendaki untuk belajar dari guru ini: 

perhatikanlah lakunya. Pemalas menjadi malas   sebab  ia tidak 

memperhatikan. Jadi, kita pun tidak akan pernah belajar 

dengan berhasil, entah melalui firman atau karya-karya Allah, 

jika kita tidak bertekad untuk memperhatikan. Khususnya, 

jika kita ingin meniru apa yang baik dari orang lain, kita harus 

memperhatikan laku mereka, mencermati dengan tekun apa 

yang mereka perbuat, agar kita bisa berbuat hal yang serupa 

(Flp. 3:17). 

3. Pelajaran yang harus dipelajari. Secara umum, pelajarilah hik-

mat, perhatikanlah, dan jadilah bijak. Itulah hal yang harus 

kita tuju dalam segala pembelajaran kita, bukan hanya untuk 

mengetahui, melainkan juga untuk menjadi bijak. Secara 

Kitab Amsal 6:6-11 

 113 

khusus, belajarlah untuk menyediakan roti di musim panas. 

Maksudnya,  

(1) Kita harus mempersiapkan diri untuk masa depan, dan 

jangan hanya memikirkan saat ini, jangan menghabiskan 

semua, dan tidak menyimpan apa-apa. Sebaliknya, dalam 

waktu mengumpulkan, kita harus membuat persediaan 

untuk waktu menghabiskan. Demikian bijaklah kita seha-

rusnya dalam mengatur urusan-urusan duniawi kita, bu-

kan dengan kecemasan dan kekhawatiran, melainkan de-

ngan perkiraan yang bijak. Menyimpanlah di musim dingin, 

untuk kesusahan dan kekurangan yang mungkin akan 

terjadi, dan untuk hari tua. Terlebih lagi dalam urusan-

urusan jiwa kita. Kita harus menyediakan roti dan makan-

an, apa yang penting dan bermanfaat bagi kita, dan yang 

akan paling kita butuhkan. Dalam menikmati sarana-sara-

na anugerah, buatlah persediaan untuk masa kekurang-

annya, dalam hidup buatlah persediaan untuk kematian, 

dalam waktu sekarang buatlah persediaan untuk kehidup-

an kekal. Dalam masa pencobaan dan persiapan kita harus 

membuat persediaan untuk masa denda. 

(2) Kita harus bersusah payah, dan bekerja keras dalam urus-

an kita, sekalipun kita bekerja dalam keadaan-keadaan 

yang tidak nyaman. Bahkan di musim panas, saat  cuaca 

panas, semut sibuk mengumpulkan makanan dan me-

nyimpannya, dan tidak bermalas-malasan, atau bersenang-

senang, seperti belalang, yang bernyanyi dan bermain-main 

di musim panas, lalu binasa di musim dingin. Semut mem-

bantu satu sama lain. Jika yang satu mempunyai sebutir 

gandum yang terlalu besar untuk dibawanya pulang, maka 

tetangga-tetangganya akan datang untuk membantunya. 

(3) Kita harus memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang 

ada, kita harus mengumpulkan saat  ada waktu untuk 

mengumpulkan, seperti yang dilakukan semut di musim 

panas dan di musim panen, pada waktu yang tepat. Kita 

berhikmat jika kita memanfaatkan musim yang meng-

untungkan bagi kita,   sebab  apa yang bisa dilakukan pada 

waktu itu mungkin tidak bisa dilakukan sama sekali, atau 

tidak akan dilakukan dengan begitu baik, di lain waktu. 

Berjalanlah selagi terang itu ada. 


 114

4. Apa keuntungan-keuntungan yang kita miliki dalam mem-

pelajari pelajaran ini, yang melebihi keuntungan yang dimiliki 

semut, yang akan memperburuk kemalasan dan kelalaian kita 

jika kita membuang-buang waktu? Semut tidak memiliki pe-

mimpin, pengatur, dan penguasa, namun  melakukannya sendiri, 

dengan mengikuti naluri alam. Lebih memalukan lagi bagi kita 

yang dalam keadaan yang sama tidak mengikuti tuntutan-

tuntutan akal budi dan hati nurani kita sendiri, dan selain itu 

juga kita mempunyai orangtua, guru-guru, hamba-hamba 

Tuhan, dan hakim-hakim untuk mengingatkan kita akan 

kewajiban kita, untuk menegur kita jika melalaikannya, untuk 

mendorong kita agar melakukannya, untuk membimbing kita 

di dalamnya, dan memanggil kita untuk mempertanggungja-

wabkannya. Semakin besar pertolongan-pertolongan yang kita 

dapatkan untuk mengerjakan keselamatan kita, semakin tidak 

bisa dimaafkan jika kita melalaikannya. 

II.  Dengan cara menegur (ay. 9-11). Dalam perikop di atas, 

1. Salomo berbantah dengan pemalas, dengan menegur dan be-

perkara dengannya, dan memanggilnya untuk bekerja, seperti 

yang diperbuat tuan kepada hambanya yang sudah terlalu 

lama tidur: “Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? 

Berapa lama lagi engkau tidur jika tidak ada yang memba-

ngunkanmu? Bilakah engkau akan sadar bahwa sudah waktu-

nya engkau bangun?” Para pemalas harus dibangunkan de-

ngan bertanya “berapa lama?” Hal ini berlaku,  

(1) Bagi orang-orang yang malas dalam bekerja dan melaku-

kan kewajibannya, dalam melakukan kewajiban-kewajiban 

dari panggilan mereka secara khusus sebagai manusia, 

atau panggilan mereka secara umum sebagai orang-orang 

Kristen. “Berapa lama lagi engkau membuang-buang waktu-

mu, dan bilakah engkau akan memanfaatkannya dengan 

lebih baik? Berapa lama lagi engkau mencintai kenyaman-

anmu, dan bilakah engkau akan belajar menyangkal dirimu, 

dan bersusah payah? Berapa lama lagi engkau mengubur ta-

lenta-talentamu, dan bilakah engkau akan mulai melipatgan-

dakannya? Berapa lama lagi engkau menunda-nunda waktu, 

dan menangguhkan pekerjaanmu, dan menyia-nyiakan ke-

Kitab Amsal 6:6-11 

 115 

sempatan-kesempatanmu, seperti orang yang tidak ambil 

peduli dengan masa depan? Bilakah engkau akan menggu-

gah dirimu untuk melakukan apa yang harus engkau laku-

kan, yang, jika tidak dilakukan, akan membuatmu binasa 

untuk selama-lamanya?” 

(2) Bagi orang-orang yang aman di jalan dosa dan bahaya: 

“Bukankah engkau sudah cukup tidur? Bukankah mata-

hari telah meninggi? Bukankah tuanmu memanggil-mang-

gil? Bukankah orang-orang Filistin sedang menyerangmu? 

Jadi, bilakah engkau bangun?” 

2. Salomo menyingkapkan alasan-alasan yang dibuat-buat pema-

las, dan menunjukkan betapa ia membuat konyol dirinya sen-

diri. saat  bangun, ia meregangkan tubuhnya, dan memohon, 

seperti memohon sedekah, untuk tidur lagi, untuk berbaring 

lagi. Ia merasa nyaman di tempat tidurnya yang hangat, dan 

tidak tahan berpikir untuk bangun, terutama bangun untuk 

bekerja. namun , cermatilah, ia berjanji kepada dirinya sendiri 

dan kepada tuannya bahwa ia hanya ingin tidur sebentar saja 

lagi, hanya berbaring sebentar saja, dan kemudian akan ba-

ngun dan pergi bekerja. Namun, dia menipu dirinya sendiri. 

Semakin sikap malas dimanjakan, semakin sikap itu menjadi-

jadi. Coba saja dia dibiarkan tidur sebentar, dan berbaring 

sebentar, maka ia akan terus meminta hal yang sama. Ia tetap 

meminta untuk tidur sebentar lagi, dan sebentar lagi. Ia tidak 

pernah merasa cukup, dan sekalipun demikian, saat  dipang-

gil-panggil, ia berpura-pura akan segera datang. Demikian 

pulalah pekerjaan besar manusia tidak tuntas-tuntas dikerja-

kan   sebab  ditunda-tunda untuk waktu sebentar lagi, de die in 

diem – dari hari ini ke hari berikutnya. Semua waktu yang 

mereka miliki akan habis dengan menghabiskan saat-saat 

sekarang. Tidur sebentar lagi akan menjadi tidur kekal. Tidur-

lah sekarang dan istirahatlah. 

3. Salomo memberinya peringatan yang sudah semestinya tentang 

akibat-akibat yang mematikan dari kemalasan itu (ay. 11).  

(1) Kemiskinan dan kekurangan pasti akan datang menimpa 

orang-orang yang malas bekerja. Jika orang melalaikan 

urusan-urusan mereka, mereka bukan saja tidak akan 

maju, namun  juga akan mundur. Orang yang mengabaikan 


 116

urusan-urusannya di satu atau lain waktu akan segera 

melihat semua urusan itu hancur berantakan, dan mem-

buat uangnya yang bernilai tinggi itu tinggal menjadi seribu 

saja. Kemiskinan rohani menimpa orang-orang yang malas 

dalam melayani Allah. Orang-orang yang tidak menyedia-

kan minyak di dalam bejana-bejana mereka pasti akan 

kekurangan minyak, saat  mereka membutuhkannya. 

(2)  “Kemiskinan dan kekurangan itu akan datang secara diam-

diam dan tanpa dirasakan, akan bertumbuh padamu, dan 

maju selangkah demi selangkah, seperti seorang penyerbu, 

namun  pada akhirnya akan datang tanpa hambatan.“ Kemis-

kinan dan kekurangan akan membuatmu telanjang seolah-

olah engkau ditelanjangi oleh seorang penyamun di tengah 

jalan. Begitu menurut Uskup Patrick.  

(3) Kemiskinan dan kekurangan akan datang tanpa bisa dita-

han, seperti orang yang bersenjata, yang tidak dapat eng-

kau tentang atau engkau lawan dengan apa yang ada pada-

mu.“ 

Tujuh Kekejian  

(6:12-19) 

12 Tak bergunalah dan jahatlah orang yang hidup dengan mulut serong, 13 

yang mengedipkan matanya, yang bermain kaki dan menunjuk-nunjuk de-

ngan jari, 14 yang hatinya mengandung tipu muslihat, yang senantiasa me-

rencanakan kejahatan, dan yang menimbulkan pertengkaran. 15 Itulah se-

babnya ia ditimpa kebinasaan