lain bagi pembenar-
an, yang berbeda dari jalan yang telah diungkapkan lewat janji
itu, melainkan semata-mata untuk menuntun manusia supaya
dapat melihat kebutuhan mereka akan janji itu, yaitu dengan
menunjukkan kepada mereka tentang jahatnya dosa, dan untuk
membimbing mereka kepada Kristus, yang melalui-Nya saja mere-
ka dapat diampuni dan dibenarkan.
Sebagai bukti selanjutnya bahwa hukum Taurat tidak dimak-
sudkan untuk meniadakan janji itu, Rasul Paulus menambahkan
bahwa hukum Taurat disampaikan dengan perantaraan malaikat-
malaikat ke dalam tangan seorang pengantara. Hukum Taurat
diberikan kepada orang-orang berbeda, dan melalui cara-cara
yang berbeda dengan cara pemberian janji itu, sehingga dengan
demikian, untuk tujuan-tujuan yang berbeda juga. Janji itu di-
berikan kepada Abraham dan semua keturunannya secara rohani,
termasuk orang-orang percaya dari semua bangsa, orang bukan
Yahudi serta orang Yahudi juga. Sementara, hukum Taurat diberi-
kan kepada orang Israel sebagai bangsa yang khusus dan terpisah
dari dunia selebihnya. Dan sementara janji itu diberikan langsung
oleh Allah sendiri, hukum Taurat disampaikan dengan perantara-
an malaikat-malaikat ke dalam tangan seorang pengantara. De-
ngan demikian, tampaklah bahwa hukum Taurat tidaklah diran-
cang untuk menyingkirkan janji itu. Sebab seorang pengantara
bukan hanya mewakili satu orang, atau satu pihak saja (ay. 20),
sedangkan Allah adalah satu, satu pihak saja yang membuat janji
atau perjanjian itu dengan Abraham. Oleh sebab itu, orang tidak
boleh beranggapan bahwa melalui persetujuan yang hanya terjadi
di antara Dia dan bangsa Yahudi, Ia akan membatalkan janji yang
jauh sebelumnya telah diberikan-Nya kepada Abraham dan ketu-
runannya secara rohani, baik itu orang Yahudi maupun orang
bukan Yahudi. Hal ini tidak akan sesuai dengan hikmat-Nya,
ataupun dengan kebenaran dan kesetiaan-Nya. Musa hanyalah
merupakan pengantara di antara Allah dan keturunan rohani
Abraham. Oleh sebab itu hukum Taurat yang diberikan-Nya tidak
berpengaruh pada janji yang telah diberikan-Nya kepada mereka,
apalagi sampai menghapuskannya.
II. Hukum Taurat diberikan untuk menyadarkan manusia akan pen-
tingnya seorang Juruselamat. Rasul Paulus mengajukan perta-
nyaan tentang suatu hal (ay. 21), seperti yang mungkin akan
dipertanyakan oleh sebagian orang, Kalau demikian, bertentang-
ankah hukum Taurat dengan janji-janji Allah? Apakah keduanya
benar-benar saling bertentangan? Atau tidakkah kamu memper-
tentangkan janji kepada Abraham dengan hukum Musa? Terha-
dap pertanyaan seperti ini, ia menjawab, Sekali-kali tidak. Ia
sama sekali tidak berpikir seperti itu, dan hal demikian juga tidak
dapat disimpulkan dari apa yang telah dikatakannya. Hukum
Taurat sama sekali tidak bertentangan dengan janji itu, namun ada
untuk melayaninya, sebab tujuannya adalah untuk mengungkap
pelanggaran manusia, dan untuk menunjukkan kepada mereka
betapa mereka membutuhkan kebenaran yang lebih baik daripada
kebenaran hukum Taurat. Pikiran bahwa hukum Taurat berten-
tangan dengan janji itu lebih mungkin ditarik dari pengajaran
orang-orang Yahudi itu daripada dari pengajaran Rasul Paulus.
Sebab andaikata hukum Taurat diberikan sebagai sesuatu yang
dapat menghidupkan, maka memang kebenaran berasal dari hu-
kum Taurat. Jika memang demikian halnya, janji itu tentunya
akan digantikan dan dianggap tidak berguna. Namun, hal itu
tidak dapat terjadi pada kita sekarang, sebab Kitab Suci telah me-
ngurung segala sesuatu di bawah kekuasaan dosa (ay. 22), atau
menyatakan bahwa semua orang, baik Yahudi maupun bukan
Yahudi, sudah bersalah, dan oleh sebab itu tidak dapat mencapai
kebenaran dan pembenaran dengan melaksanakan hukum
Taurat. Hukum Taurat mengungkapkan luka-luka mereka, namun
tidak mampu memberikan obat bagi luka-luka mereka itu.
Hukum Taurat menunjukkan bahwa mereka bersalah, sebab ia
menetapkan korban persembahan dan penyucian, yang jelas-jelas
tidak cukup untuk dapat menghapuskan dosa. Oleh sebab itu,
tujuan utamanya adalah supaya oleh sebab iman dalam Yesus
Kristus janji itu diberikan kepada mereka yang percaya. Maksud-
nya, supaya sesudah disadarkan akan dosa mereka serta ketidak-
mampuan hukum Taurat untuk menghasilkan kebenaran bagi
mereka, mereka dapat diajak untuk percaya kepada Kristus, se-
hingga dengan demikian memperoleh manfaat dari janji itu.
III. Hukum Taurat dirancang sebagai penuntun bagi kita sampai
Kristus datang (ay. 24, KJV: sebagai penuntun, untuk membawa
kita kepada Kristus). Di dalam ayat sebelumnya (ay. 23), Rasul
Paulus memperlihatkan kepada kita perihal keadaan orang
Yahudi di bawah pengaturan hukum Musa, bahwa sebelum iman
itu datang, atau sebelum Kristus datang dan ajaran pembenaran
melalui iman kepada-Nya lebih terungkap, mereka berada di
bawah pengawalan hukum Taurat, mereka diwajibkan, ada di
bawah hukuman-hukuman berat, harus menjalankan dengan
cermat berbagai ketentuannya. Pada masa itu mereka terkurung
dan terkungkung oleh kengerian dan keketatan aturannya, seperti
orang-orang tahanan di dalam penjara. Tujuannya adalah supaya
dengan demikian mereka dapat lebih disiapkan untuk menerima
iman itu, yang akan dinyatakan, atau dapat diajak untuk mene-
rima Kristus jika Ia datang ke dunia. Juga, supaya mereka
dapat menyesuaikan diri dengan pengaturan yang akan diper-
kenalkan-Nya, yang dengannya mereka dapat dilepaskan dari
perbudakan dan perhambaan, serta dibawa kepada terang dan
kebebasan yang besar. Nah, dalam keadaan seperti itu, katanya,
hukum Taurat adalah penuntun bagi mereka sampai Kristus
datang, supaya mereka dibenarkan sebab iman. Sama sebagai-
mana hukum Taurat menyatakan pikiran dan kehendak Allah
menyangkut diri mereka, sekaligus menjatuhkan kutuk atas me-
reka bagi setiap kegagalan mereka dalam menjalankan hukum
itu, demikian pula sudah sepatutnya jika hukum itu adalah
untuk menyadarkan mereka perihal kebinasaan mereka, serta
untuk membuat mereka melihat kelemahan dan ketidakmampuan
kebenaran mereka sendiri untuk membawa mereka berkenan
kepada Allah. Sama seperti hukum Taurat mengharuskan mereka
untuk mengadakan berbagai persembahan korban yang sebenar-
nya tidak mampu menghapuskan dosa, namun merupakan lam-
bang Kristus serta pengorbanan luar biasa yang akan dijalani-Nya
demi menebus dosa, demikian juga hukum Taurat membimbing
mereka (meskipun dengan cara yang lebih samar dan tidak jelas)
kepada-Nya sebagai satu-satunya pertolongan dan tempat per-
lindungan mereka. Dengan demikian, hukum Taurat merupakan
penuntun yang mengajar dan mengatur mereka saat mereka
berada di pihak lemah. Atau, seperti yang digambarkan dengan
sangat tepat melalui istilah paidagōgos, sebagai pelayan yang
menuntun dan membimbing mereka kepada Kristus (seperti ka-
nak-kanak yang biasa diantar ke sekolah oleh para pelayan yang
bertugas mengasuh mereka). Tujuannya adalah supaya mereka
dapat diajar dengan lebih baik oleh Dia sebagai penuntun mereka,
di dalam jalan pembenaran dan keselamatan yang benar, yang
hanya dapat diperoleh melalui iman kepada Dia yang telah dite-
tapkan untuk menyampaikannya secara paling lengkap dan jelas.
Namun, supaya orang tidak berkata, jika hukum Taurat dimak-
sudkan demi penggunaan tersebut dan pelayanannya di antara
orang Yahudi, mengapa hal ini tidak boleh tetap berlanjut dalam
Kekristenan, maka Rasul Paulus menambahkan, bahwa sesudah
iman itu telah datang, dan masa penyelenggaraan Injil telah
berlaku, di mana Kristus dan pengampunan dan jalan kehidupan
melalui iman kepada-Nya diungkapkan dengan sangat jelas, maka
kita tidak berada lagi di bawah pengawasan penuntun. Kita tidak
begitu membutuhkan hukum Taurat lagi untuk menuntun kita
kepada-Nya seperti pada zaman sebelumnya. Demikianlah Rasul
Paulus menunjukkan kepada kita, untuk maksud dan tujuan apa
hukum Taurat diberikan. Dari apa yang dikatakannya mengenai
hal ini, kita dapat mengamati,
1. Kebaikan Allah terhadap umat-Nya pada zaman dahulu, de-
ngan memberikan hukum Taurat kepada mereka. Dibanding-
kan dengan keadaan di bawah Injil, walaupun hukum Taurat
menimbulkan ketakutan dan kengerian, namun ia juga meleng-
kapi mereka dengan cara dan bantuan yang cukup untuk
membimbing mereka melaksanakan kewajiban kepada Allah
dan meningkatkan pengharapan mereka kepada-Nya.
2. Kesalahan dan kebodohan besar orang Yahudi, dalam menya-
lahartikan tujuan hukum Taurat dan menyalahgunakannya
untuk tujuan yang sangat berbeda dengan maksud Allah
dalam memberikannya. Mereka berharap bisa dibenarkan de-
ngan cara menjalaninya, padahal hukum Taurat tidak pernah
dimaksudkan menjadi pedoman pembenaran mereka, namun
hanya sebagai sarana untuk menyadarkan mereka akan kesa-
lahan dan kebutuhan mereka akan seorang Juruselamat. Se-
lain itu, juga untuk menuntun mereka kepada Kristus dan
beriman kepada-Nya, sebagai satu-satunya cara untuk mem-
peroleh hak istimewa ini (lihat Rm. 9:31-32; 10:3-4).
3. Keuntungan besar yang diperoleh dalam keadaan di bawah
Injil yang melebihi apa yang didapatkan bila berada di bawah
hukum Taurat, yang membuat kita tidak saja menikmati pe-
nyingkapan lebih jelas tentang kasih karunia dan belas kasih-
an ilahi jika dibandingkan dengan yang diterima orang Yahudi
zaman dahulu, namun juga dibebaskan dari keadaan perbudak-
an serta ketakutan yang ada di dalamnya. Kita sekarang tidak
lagi diperlakukan seperti kanak-kanak yang berada di pihak
lemah, namun sebagai anak-anak dewasa yang diberi kebebas-
an yang lebih besar dan hak yang lebih istimewa daripada
yang mereka peroleh sebelumnya. Hal ini diperjelas Rasul
Paulus melalui ayat-ayat berikutnya. sesudah menunjukkan
untuk maksud apa hukum Taurat diberikan, di dalam bagian
akhir pasal ia memberi tahu kita perihal hak istimewa kita
melalui Kristus. Di situ ia terutama menyatakan,
(1) Bahwa kita semua adalah anak-anak Allah sebab iman di
dalam Yesus Kristus (ay. 26). Di sini kita dapat mengamati,
[1] Hak yang luar biasa istimewa dan dapat dinikmati
orang-orang Kristen sejati di bawah Injil: Mereka adalah
anak-anak Allah. Mereka tidak lagi dianggap sebagai
hamba, melainkan anak-anak. Sekarang mereka tidak
dijauhkan dan tidak dikekang lagi sebagaimana orang
Yahudi, namun diperbolehkan datang dan menghampiri
Allah lebih dekat daripada yang diizinkan bagi mereka.
Ya, mereka sungguh diperhitungkan dan boleh mene-
rima semua hak istimewa sebagai anak-anak-Nya.
[2] Bagaimana mereka bisa memperoleh hak istimewa ini,
yaitu sebab iman di dalam Yesus Kristus. Dengan me-
nerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat, serta
mengandalkan Dia semata untuk memperoleh pembe-
naran dan keselamatan, mereka pun diperbolehkan ma-
suk ke dalam hubungan yang membahagiakan dengan
Allah ini, serta boleh menerima hak-hak istimewa dari
hubungan itu. Sebab semua orang yang menerima-Nya
diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu
mereka yang percaya dalam nama-Nya (Yoh. 1:12). Dan
iman di dalam Kristus ini, yang olehnya mereka menjadi
anak-anak Allah, Rasul Paulus mengingatkan kepada
kita (ay. 27), adalah apa yang mereka akui dalam
baptisan. Sebab ia menambahkan, sebab kamu semua,
yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus.
sesudah mengakui beriman di dalam Dia melalui baptis-
an, mereka pun mengabdi kepada-Nya dan seperti telah
mengenakan pakaian seragam-Nya, mereka menyatakan
diri sebagai hamba-hamba dan murid-murid-Nya. Sesu-
dah dengan jalan demikian mereka menjadi anggota tu-
buh Kristus, melalui Dia mereka diakui dan diperhitung-
kan sebagai anak-anak Allah. Amatilah di sini,
Pertama, sekarang baptisan merupakan upacara
khidmat yang menandakan bahwa kita sudah masuk ke
dalam jemaat Kristen, sama seperti yang dijalankan
orang Yahudi melalui upacara penyunatan. Yesus Tu-
han kita menetapkannya demikian saat Ia memberi
penugasan kepada murid-murid-Nya (Mat. 28:19). Maka
sudah menjadi pekerjaan mereka untuk membaptis
orang-orang yang telah mereka bawa ke dalam iman
Kristen. Boleh jadi di sini Rasul Paulus memperhatikan
baptisan mereka dan keadaan mereka yang telah men-
jadi anak-anak Allah sebab iman di dalam Kristus dan
diakui dalam baptisan, guna menyingkirkan keberatan
lebih lanjut, yang bisa saja diajukan para guru palsu
yang lebih memilih penyunatan. Guru-guru palsu itu
mungkin saja siap berkata, Kalaupun diperbolehkan
bahwa hukum Taurat, seperti yang diberikan di gunung
Sinai, dibatalkan dengan kedatangan Kristus, keturun-
an yang dijanjikan itu, mengapa penyunatan harus di-
singkirkan, padahal perintah ini juga diberikan kepada
Abraham bersama janji itu, bahkan jauh sebelum hu-
kum Taurat diberikan Musa? Namun masalah ini ter-
singkir saat Rasul Paulus berkata, sebab kamu semua,
yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus.
Dari situ tampaklah bahwa di bawah Injil, baptisan
menggantikan penyunatan, dan mereka yang mengabdi-
kan diri kepada Kristus melalui baptisan dan percaya
kepada-Nya dengan sepenuh hati dengan segala mak-
sud dan tujuannya, akan memperoleh hak-hak istime-
wa sebagai orang Kristen, sama seperti yang dialami
orang Yahudi dahulu melalui penyunatan menurut
hukum Taurat (Flp. 3:3). Oleh sebab itu, tidak ada
alasan mengapa upacara penyunatan itu harus terus
dilaksanakan. Perhatikanlah,
Kedua, di dalam baptisan, kita mengenakan Kristus.
Melalui upacara itu kita mengakui bahwa kita adalah
murid-Nya dan wajib berperilaku sebagai hamba-ham-
ba-Nya yang setia. Dengan dibaptis di dalam Kristus,
kita juga dibaptis ke dalam kematian-Nya. Bahwa sama
seperti Dia mati dan bangkit kembali, demikian juga
kita harus mati bagi dosa dan berjalan di dalam hidup
yang baru (Rm. 6:3-4). Sungguh akan sangat mengun-
tungkan jika kita lebih sering mengingat hal ini.
(2) Bahwa hak istimewa sebagai anak-anak Allah ini, dan
melalui baptisan mengabdikan diri kepada Kristus, seka-
rang dinikmati semua orang Kristen sejati. Hukum Taurat
itu membedakan orang Yahudi dengan orang Yunani de-
ngan cara memberi orang Yahudi keunggulan dalam banyak
hal. Hal itu juga membuat perbedaan di antara hamba atau
orang merdeka, tuan dengan hamba, dan laki-laki atau
perempuan, mengingat bahwa orang laki-laki harus disunat.
Namun, sekarang tidak begitu halnya. Mereka semua se-
tara, sebab semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.
Sama seperti seseorang tidak diterima berdasar keung-
gulan-keunggulan kebangsaannya ataupun pribadinya yang
mungkin dimilikinya melebihi orang lain, demikian juga
orang lain tidak akan ditolak sebab tidak memiliki segala
keunggulan tersebut. Sebaliknya, siapa saja yang benar-
benar percaya kepada Kristus, tidak peduli dari suku bang-
sa, jenis kelamin, ataupun keadaan apa pun, akan diterima
oleh-Nya dan menjadi anak-anak Allah melalui iman kepada-
Nya.
(3) Bahwa, mengingat kita adalah milik Kristus, maka kita juga
adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji
Allah. Guru-guru mereka yang masih berpegang pada ajar-
an agama Yahudi ingin agar mereka percaya bahwa mereka
harus disunat dan memelihara hukum Musa supaya bisa
diselamatkan. Tidak, kata Rasul Paulus, hal itu tidak di-
perlukan. Sebab, jikalau kamu adalah milik Kristus, bila
kamu percaya sepenuh hati kepada Dia yang adalah ketu-
runan yang dijanjikan itu, yang melalui-Nya semua bangsa
di bumi akan diberkati, maka kamu menjadi keturunan
Abraham, bapa semua orang percaya itu, sehingga dengan
demikian berhak menerima janji Allah. Dengan begitu pula
kamu berhak menerima berkat-berkat dan hak-hak isti-
mewa dari janji itu. Oleh sebab itu, jelaslah dari semua-
nya ini, bahwa pembenaran tidak dicapai dengan menjalani
hukum Taurat, namun hanya melalui iman di dalam Kristus.
Bahwa hukum Musa hanyalah merupakan ketetapan se-
mentara, dan diberikan dengan tujuan untuk melayani dan
bukannya meniadakan janji itu. Bahwa di bawah Injil,
orang Kristen sekarang menikmati hak-hak istimewa yang
jauh lebih besar dan baik dibanding orang-orang Yahudi di
bawah hukum Taurat. sebab itu, sungguh teramat tidak
bijaksana bila orang-orang Galatia itu sampai mau mende-
ngarkan orang-orang Yahudi yang berusaha keras men-
jauhkan mereka dari kebenaran dan kebebasan yang dise-
diakan Injil.
PASAL 4
asul Paulus, dalam pasal ini, masih terus melanjutkan tujuan
yang sama dengan pasal sebelumnya, yaitu memulihkan orang-
orang Kristen Galatia ini dari pengaruh guru-guru yang masih
berpegang pada ajaran agama Yahudi, dan juga untuk memperlihat-
kan kelemahan dan kedunguan mereka sebab telah mundur dari
ajaran Injil mengenai pembenaran, dan melepaskan kemerdekaan
mereka dari ikatan hukum Musa. Untuk tujuan tersebut, Paulus
mengetengahkan berbagai pertimbangan, misalnya,
I. Keunggulan keadaan Injil yang jauh melampaui keadaan
hukum Taurat (ay. 1-7).
II. Perubahan yang membahagiakan yang terjadi dalam diri
mereka saat mereka bertobat (ay. 8-11).
III. Kasih sayang yang mereka rasakan baginya dan pelayanan-
nya (ay. 12-16).
IV. Tabiat guru-guru palsu yang telah menyesatkan mereka (ay.
17-18).
V. Kasih sayangnya yang mendalam bagi mereka (ay. 19-20).
VI. Kisah Ishak dan Ismael, yang dengan menggunakannya seba-
gai perbandingan, ia menggambarkan perbedaan orang-orang
yang ada dalam Kristus dan yang tunduk kepada hukum
Taurat. Dalam semuanya itu, sebagaimana dia telah berterus-
terang dan setia terhadap mereka, demikianlah dia mengung-
kapkan kepeduliannya yang mendalam terhadap mereka.
Penebusan oleh Kristus
(4:1-7)
1 Yang dimaksud ialah: selama seorang ahli waris belum akil balig, sedikit
pun ia tidak berbeda dengan seorang hamba, sungguhpun ia adalah tuan
dari segala sesuatu; 2 namun ia berada di bawah perwalian dan pengawasan
sampai pada saat yang telah ditentukan oleh bapanya. 3 Demikian pula kita:
selama kita belum akil balig, kita takluk juga kepada roh-roh dunia. 4 namun
sesudah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari
seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. 5 Ia diutus untuk
menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima
menjadi anak. 6 Dan sebab kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh
Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: ya Abba, ya Bapa! 7 Jadi
kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu
juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.
Dalam pasal ini Rasul Paulus langsung menanggapi orang-orang yang
mengindahkan guru-guru yang masih berpegang pada ajaran agama
Yahudi, yang mengagung-agungkan hukum Musa untuk menyaingi
Injil Kristus dan berusaha membawa orang-orang Kristen Galatia di
bawah ikatan hukum tersebut. Untuk menyadarkan orang-orang
Kristen itu akan kebodohan mereka dan memperbaiki kekeliruan me-
reka dalam hal itu, di ayat-ayat ini dia memakai perumpamaan me-
ngenai anak yang belum akil baliq, yang telah dia singgung di pasal
sebelumnya. Melalui perumpamaan itu, dia menunjukkan keuntung-
an-keuntungan besar yang kini kita miliki di bawah Injil, yang jauh
melampaui apa yang mereka dapatkan di bawah hukum Taurat. Di
sini,
I. Dia memperkenalkan kepada kita keadaan jemaat dalam Perjanji-
an Lama, yaitu seperti anak yang belum akil baliq. Pada saat itu
mereka berada dalam kegelapan dan ikatan, jika dibandingkan
dengan terang dan kemerdekaan besar yang kita nikmati di
bawah Injil. Keadaan Injil itu sungguh suatu masa penyelenggara-
an kasih karunia, sedangkan keadaan Perjanjian Lama itu meru-
pakan masa kegelapan. Sebab, sebagai ahli waris dalam kelemah-
annya, anak itu berada di bawah perwalian dan pengawasan
sampai pada saat yang telah ditentukan oleh bapanya, yang
olehnya dia dididik dan dibimbing dalam hal-hal yang tidak begitu
ia pahami maknanya selama masa belum akil baliq, sekalipun di
kemudian hari hal-hal itu akan menjadi amat berguna baginya.
Demikian jugalah umat dalam Perjanjian Lama. Tatanan kepe-
mimpinan Musa yang membawahi mereka saat itu merupakan
sesuatu yang tidak mereka pahami artinya sepenuhnya. Sebab,
sebagaimana dikatakan Rasul Paulus (2Kor. 3:13; saduran), mere-
ka tidak dapat melihat hilangnya cahaya yang sementara itu. Akan
namun , bagi umat yang telah menjadi dewasa, yaitu pada zaman
Injil, cahaya itu kemudian menjadi sangat bermanfaat. Oleh kare-
na keadaan zaman Perjanjian Lama itu merupakan masa kegelap-
an, di dalamnya terkandung juga ikatan atau perbudakan. Sebab,
mereka takluk juga kepada roh-roh dunia, terikat oleh banyak
sekali tata upacara dan kewajiban yang membebani. Dan dengan-
nya, yang merupakan asas-asas pertama, mereka diajarkan dan
dibimbing, dan dengan begitu, sebagaimana seorang anak yang
sedang berada di bawah perwalian dan pengawasan, mereka di-
buat tunduk. Pada masa itu, jemaat lebih menyerupai hamba,
diwajibkan untuk melakukan semua hal seturut perintah Allah,
tanpa benar-benar memahami alasan di baliknya. Sementara,
pelayanan di bawah Injil jauh lebih masuk akal dibanding semua
itu. Saat yang ditentukan oleh Bapa datang, yaitu saat jemaat
mencapai kematangannya, kegelapan dan perbudakan yang sebe-
lumnya menimpa mereka itu pun disingkirkan, dan kita berada di
bawah masa penyelenggaraan yang jauh lebih terang dan memer-
dekakan.
II. Dia mengungkapkan kepada kita keadaan orang-orang Kristen di
bawah tugas penyelenggaraan Injil, yang jauh lebih bahagia (ay. 4-
7). sesudah genap waktunya, yaitu saat yang ditentukan oleh
Bapa, saat Dia mengakhiri masa penyelenggaraan hukum Tau-
rat dan mendirikan masa penyelenggaraan lain yang lebih baik
untuk menggantikannya, Dia mengutus anak-Nya. Yang diutus
untuk memperkenalkan masa penyelenggaraan baru ini tiada lain
adalah Anak Allah sendiri, anak tunggal Sang Bapa. Seperti telah
dinubuatkan dan dijanjikan semenjak dunia ini didirikan, begitu-
lah saat genap waktunya Dia dinyatakan untuk tujuan ini.
Sesuai dengan rancangan agung yang telah Dia jalankan, Dia
ditetapkan untuk lahir dari seorang perempuan, dan inilah pen-
jelmaan-Nya, dan takluk kepada hukum Taurat, dan inilah sikap
tunduk-Nya. Dia, yang adalah benar-benar Allah, menjadi manu-
sia demi kita. Dan Dia, yang adalah Tuhan dari segala mahkluk,
rela tunduk dan menjadi seorang hamba. Dan tujuan agung dari
semua ini adalah untuk menebus mereka, yang takluk kepada
hukum Taurat, yaitu untuk menyelamatkan kita dari kuk yang
begitu berat itu dan untuk menjadikan ketetapan-ketetapan Injil
lebih masuk akal dan ringan. Dengan datang ke dunia ini, Ia
sungguh memiliki tujuan yang lebih besar daripada sekadar mem-
bebaskan kita dari ikatan hukum keupacaraan itu, sebab Dia
masuk ke dalam sifat kita dan rela menderita dan mati bagi kita,
supaya dengan begitu Dia dapat menebus kita dari murka Allah
dan dari kutuk hukum moral, yang menimpa kita semua sebagai
pendosa. namun itu hanyalah salah satu dari tujuan-Nya, dan
belas kasihan tersedia untuk dicurahkan pada saat Dia menyata-
kan diri-Nya. Pada saat itulah keadaan jemaat yang seperti hamba
akan berakhir dan digantikan dengan keadaan yang lebih baik,
sebab Dia diutus untuk menebus kita, supaya kita diterima
menjadi anak, yaitu supaya kita tidak lagi dianggap dan diper-
lakukan sebagai hamba, namun sebagai anak-anak yang tumbuh
dewasa, yang dikaruniai dengan kebebasan yang lebih besar dan
dilimpahi dengan hak-hak istimewa yang lebih besar daripada
saat kita ada di bawah perwalian dan pengawasan. Kepada
pengertian inilah Rasul Paulus menuntun kita dengan penjelasan-
nya supaya menjadi perhatian kita, sekalipun tidak diragukan lagi
ungkapan itu dapat juga dimengerti sebagai pengangkatan seba-
gai anak yang sering kali dibicarakan Injil sebagai hak istimewa
orang-orang yang percaya kepada Kristus. Israel adalah anak
Allah, anak sulung-Nya (Rm. 9:4). Akan namun sekarang, di bawah
Injil, orang-orang percaya diangkat anak, dan sebagai bukti dan
kesungguhan hal itu, mereka juga memiliki Roh yang menjadikan
mereka anak Allah, yang memberi mereka kewajiban untuk ber-
doa dan memampukan mereka untuk memandang Allah sebagai
Bapa dalam doa mereka (ay. 6): Dan sebab kamu adalah anak,
maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang
berseru: ya Abba, ya Bapa! Oleh sebab itu (ay. 7), Rasul Paulus
menutup penjelasannya ini dengan menambahkan, Jadi kamu bu-
kan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu
juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah. Artinya, di bawah Injil, kita
tidak lagi ada di bawah perhambaan hukum Taurat itu, namun
oleh kepercayaan kepada Kristus, kita menjadi anak-anak Allah.
Dengan percaya kepada Kristus, kita diterima oleh Allah dan di-
angkat anak oleh-Nya. Dan, sebagai anak-anak, kita juga adalah
ahli waris Allah yang berhak menerima warisan sorgawi (sebagai-
mana yang juga diungkapkan Rasul Paulus dalam Roma 8:17).
Oleh sebab itu, alangkah dungu dan lemahnya jika kita kembali
kepada hukum Taurat dan mencari pembenaran dengan melaku-
kan hukum itu. Dari perkataan Rasul Paulus dalam ayat-ayat ini
kita dapat mencermati,
1. Keajaiban kasih dan belas kasihan ilahi terhadap kita, teruta-
ma dari Allah Sang Bapa, dalam mengutus Anak-Nya ke dunia
ini untuk menebus dan menyelamatkan kita, serta dari Anak
Allah juga, yang rela merendahkan diri sebegitu rendahnya
dan menderita sedemikian hebatnya bagi kita, untuk mengge-
napi rancangan itu. Dan juga keajaiban kasih dan belas kasih-
an ilahi dari Roh Kudus, yang rela merendah dengan men-
diami hati para orang percaya untuk memenuhi tujuan penuh
rahmat tersebut.
2. Keuntungan-keuntungan besar dan tak ternilai yang dinikmati
orang-orang Kristen di bawah Injil, sebab,
(1) Kita menerima pengangkatan sebagai anak. Perhatikanlah,
diangkat menjadi anak-anak Allah yang menguasai sorga
merupakan hak yang sangat istimewa yang diperoleh
orang-orang percaya melalui Kristus. Kita, yang pada da-
sarnya merupakan anak-anak yang dimurkai dan anak-
anak durhaka, telah menjadi anak-anak yang dikasihi me-
lalui kasih karunia.
(2) Kita menerima Roh yang menjadikan kita anak-anak Allah.
Perhatikanlah,
[1] Semua orang yang menerima hak istimewa pengangkat-
an anak, memperoleh juga Roh yang menjadikan mere-
ka anak-anak Allah. Semua orang yang diterima oleh-
Nya, juga turut mengambil sifat sebagai anak-anak Allah,
sebab Dia ingin semua anak-anak-Nya menjadi serupa
dengan-Nya.
[2] Roh yang menjadikan anak-anak Allah ialah Roh doa,
dan kita wajib memandang Allah sebagai Bapa dalam
doa kita. Kristus telah mengajari kita agar memandang
Allah sebagai Bapa kita di sorga saat berdoa.
[3] Jika kita adalah anak-anak-Nya, maka kita juga adalah
ahli waris-Nya. Tidak seperti di antara manusia yang
menjadikan hanya anak sulung sebagai ahli waris, se-
mua anak-anak Allah adalah ahli waris-Nya. Orang-orang
yang memiliki sifat anak juga akan memiliki warisan
sebagai anak.
Teguran yang Penuh Kasih Sayang
(4:8-11)
8 Dahulu, saat kamu tidak mengenal Allah, kamu memperhambakan diri
kepada allah-allah yang pada hakekatnya bukan Allah. 9 namun sekarang
sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah,
bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan
miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya? 10 Kamu de-
ngan teliti memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang
tetap dan tahun-tahun. 11 Aku kuatir kalau-kalau susah payahku untuk
kamu telah sia-sia.
Dalam ayat-ayat ini Rasul Paulus mengingatkan mereka siapa mere-
ka itu sebelum bertobat dan beriman kepada Kristus, dan betapa per-
tobatan itu telah mengerjakan perubahan yang membahagiakan da-
lam diri mereka. Seterusnya, dia berusaha menginsafkan mereka dari
kelemahan besar mereka, yaitu bahwa mereka mendengarkan orang-
orang yang hendak menyeret mereka kembali ke dalam ikatan hu-
kum Musa.
I. Dia mengingatkan mereka mengenai keadaan dan perilaku mere-
ka di masa lalu, dan siapa mereka sebelum Injil diberitakan ke-
pada mereka. Pada saat itu mereka tidak mengenal Allah. Mereka
sama sekali tidak tahu-menahu tentang Allah yang sejati dan cara
yang benar untuk menyembah-Nya. Pada waktu itu mereka juga
ada di bawah perbudakan yang terburuk, sebab mereka memper-
hambakan diri kepada allah-allah yang pada hakikatnya bukan
Allah, diperintah mengerjakan hal-hal takhayul dan pemujaan
berhala bagi allah-allah yang pada hakikatnya bukan Allah,
melainkan ciptaan semata, bahkan mungkin saja ciptaan tangan
mereka sendiri. Oleh sebab itu, allah-allah itu tidak mampu
mendengarkan atau menolong mereka. Perhatikanlah,
1. Orang-orang yang tidak mengenal Allah yang sejati pasti akan
cenderung lari kepada allah-allah palsu. Orang-orang yang
mengabaikan Allah yang menciptakan dunia ini lebih memilih
untuk memuja allah-allah yang mereka buat sendiri, daripada
tidak memiliki allah sama sekali.
2. Penyembahan agamawi hanya layak diberikan kepada Dia
yang pada hakikatnya adalah Allah. Sebab, saat Rasul
Paulus mempersalahkan mereka sebab memuja sesuatu yang
pada hakikatnya bukan Allah, dengan jelas ia menunjukkan
bahwa hanya Dia yang pada hakikatnya Allah sajalah yang
layak menjadi tujuan penyembahan agamawi kita.
II. Dia mengimbau mereka supaya mengingat perubahan membaha-
giakan yang terjadi atas diri mereka melalui pemberitaan Injil di
antara mereka. Sekarang mereka telah mengenal Allah (mereka
telah dibawa ke dalam pengetahuan mengenai Allah yang sejati
dan Anak-Nya Yesus Kristus, yang memulihkan mereka dari kebe-
balan dan ikatan yang sebelumnya membelenggu mereka), atau
lebih baik, sesudah mereka dikenal Allah. Perubahan membaha-
giakan yang terjadi atas diri mereka ini, yaitu mereka berbalik
dari berhala-berhala kepada Allah yang hidup, dan melalui Kris-
tus mereka telah diangkat sebagai anak, semuanya terjadi bukan
sebab jasa mereka sendiri, melainkan sebab kebaikan Allah.
Semua itu adalah hasil dari kasih karunia-Nya yang melimpah
dan cuma-cuma terhadap mereka, dan sebab itu mereka harus
mempertimbangkannya. Oleh sebab itu, mereka pun kini memi-
liki kewajiban yang lebih besar untuk tetap memegang kebebasan
yang dengannya Dia sudah memerdekakan mereka. Perhatikan-
lah, segenap perkenalan kita dengan Allah dimulai dengan Dia.
Kita mengenal Dia, sebab kita dikenal oleh-Nya.
III. Oleh sebab itu Rasul Paulus membeberkan kebebalan dan kegila-
an mereka yang mau dibawa kembali ke dalam perhambaan. Dia
mengungkapkannya dengan rasa terkejut dan prihatin yang amat
sangat, sebab mereka ternyata berbuat demikian: Bagaimanakah
kamu berbalik lagi dst., katanya (ay. 9). Bagaimana mungkin
kamu, yang telah diajari untuk menyembah Allah dengan cara
Injili, kini terseret lagi untuk menuruti cara penyembahan dulu
yang hanya penuh dengan tata upacara belaka? Kamu yang telah
mengenal masa penyelenggaraan terang, kebebasan, dan kasih,
seperti yang ada dalam Injil, kini tunduk pada masa penyeleng-
garaan kegelapan, perhambaan, dan kengerian, sebagaimana yang
ada dalam hukum Taurat? Dalam hal ini mereka memiliki alasan
yang lebih lemah, sebab mereka belum pernah ada di bawah
hukum Musa sebelumnya seperti bangsa Yahudi dulu. Oleh
sebab itu, dalam hal ini mereka lebih tidak dapat dimaafkan
dibandingkan bangsa Yahudi, yang bisa saja masih merasa terikat
terhadap sesuatu yang begitu lama menjadi bagian dari mereka.
Di samping itu, orang-orang ini juga memperhambakan diri lagi
kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin, yang tidak memiliki
kuasa untuk membersihkan jiwa mereka atau memuaskan pikir-
an mereka, dan yang hanya dirancangkan bagi keadaan jemaat
yang belum akil baliq, yang kini telah berakhir. Oleh sebab itu,
kelemahan dan kebodohan mereka semakin parah lagi sebab
mereka memperhambakan diri kepada hal-hal tersebut dan
serupa dengan umat Yahudi sebab turut serta dalam perayaan-
perayaan mereka, yang di sini disebutkan sebagai hari-hari terten-
tu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun. Perhati-
kanlah di sini,
1. Tidak mustahil bagi orang-orang yang sudah memeluk sebuah
agama untuk kemudian disimpangkan dari kemurnian dan
kesederhanaan agama itu, sebab inilah yang terjadi pada
orang-orang Kristen ini. Dan,
2. Semakin besar belas kasihan yang ditunjukkan Allah kepada
seseorang, dengan cara membawanya mengenal Injil beserta
dengan kemerdekaan dan hak-hak istimewa di dalamnya,
maka semakin besar pula dosa dan kebodohannya bila orang
itu kemudian beralih dari semuanya itu. Inilah yang ditekan-
lah oleh Rasul Paulus, yaitu bahwa sesudah mereka mengenal
Allah, atau lebih baik lagi, sesudah mereka dikenal oleh-Nya,
mereka masih saja ingin diperhamba oleh roh-roh dunia yang
lemah dan miskin itu.
IV. Di sini dia menyatakan kecemasannya mengenai mereka, kuatir
kalau-kalau susah payahnya untuk mereka telah sia-sia. Dia su-
dah banyak bersusah-payah untuk mereka, untuk memberitakan
Injil kepada mereka, dan berupaya meneguhkan mereka dalam
iman dan kemerdekaan di dalam Injil. Akan namun kini mereka
melepaskan semua itu dan membuat susah payahnya di antara
mereka tidak berbuah dan tidak berguna, dan pikiran inilah yang
teramat meresahkannya. Perhatikanlah,
1. Banyak sekali jerih payah para pelayan yang setia menjadi sia-
sia, dan saat hal itu terjadi, pastilah menimbulkan kepedih-
an yang mendalam bagi orang-orang yang menginginkan kese-
lamatan jiwa-jiwa itu. Perhatikanlah,
2. Susah payah para pelayan menjadi sia-sia di dalam orang-
orang yang memulai dalam Roh namun berakhir dalam daging,
yang, meskipun pada awalnya memulai dengan baik, namun
sesudah nya menyimpang dari jalan Injil. Perhatikanlah,
3. Orang-orang seperti itu, yang menyebabkan jerih payah para
pelayan Yesus Kristus menjadi sia-sia, harus memberi per-
tanggungan jawab yang sungguh besar di kemudian hari.
Teguran yang Penuh Kasih Sayang
(4:12-16)
12 Aku minta kepadamu, saudara-saudara, jadilah sama seperti aku, sebab
aku pun telah menjadi sama seperti kamu. Belum pernah kualami sesuatu
yang tidak baik dari padamu. 13 Kamu tahu, bahwa aku pertama kali telah
memberitakan Injil kepadamu oleh sebab aku sakit pada tubuhku. 14 Sung-
guhpun demikian keadaan tubuhku itu, yang merupakan pencobaan bagi
kamu, namun kamu tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang hina dan
yang menjijikkan, namun kamu telah menyambut aku, sama seperti menyam-
but seorang malaikat Allah, malahan sama seperti menyambut Kristus Yesus
sendiri. 15 Betapa bahagianya kamu pada waktu itu! Dan sekarang, di mana-
kah bahagiamu itu? sebab aku dapat bersaksi tentang kamu, bahwa jika
mungkin, kamu telah mencungkil matamu dan memberikannya kepadaku. 16
Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuh-
mu?
Supaya orang-orang Kristen ini menjadi semakin malu sebab pe-
nyimpangan mereka dari kebenaran Injil yang telah Paulus beritakan
kepada mereka, di sini dia mengingatkan mereka akan kasih sayang
mereka yang dalam yang mereka tunjukkan sebelumnya baginya dan
bagi pelayanannya. Hal ini dapat membuat mereka menyadari betapa
tidak selarasnya kelakuan mereka kini dengan apa yang mereka
katakan dahulu. Di sini kita dapat mengamati,
I. Betapa penuh kasih sayangnya dia memanggil mereka. Dia me-
manggil mereka saudara-saudara, sekalipun dia tahu bahwa hati
mereka sudah sangat menjauh darinya. Dia ingin supaya semua
rasa tersinggung disingkirkan dulu, supaya mereka berpikiran
mengenai dia sama seperti dia berpikiran terhadap mereka. Dia
menginginkan mereka supaya menjadi sama seperti dia, sebab dia
pun telah menjadi sama seperti mereka. Terlebih lagi, dia mengata-
kan kepada mereka bahwa belum pernah dia alami sesuatu yang
tidak baik dari mereka. Dia tidak pernah berseteru dengan mereka
mengenai kepentingannya. Meski dengan mempersalahkan kela-
kuan mereka, ia telah menunjukkan sedikit amarah dan kepriha-
tinan pikirannya, dia meyakinkan mereka bahwa hal itu bukanlah
disebab kan persoalan atau perseteruan pribadi (sebagaimana
mereka mungkin terpancing untuk berpikir demikian), melainkan
sebab hasrat untuk menjaga kebenaran dan kemurnian Injil,
serta kesejahteraan dan kebahagiaan mereka. Oleh sebab itu dia
berusaha untuk melembutkan perasaan mereka terhadapnya,
sehingga mereka lebih siap menerima tegurannya. Dengan ini, dia
mengajarkan kita supaya jika kita hendak menegur orang lain,
kita harus berhati-hati untuk meyakinkan mereka bahwa teguran
kita bukanlah berasal dari perseteruan atau perasaan pribadi,
melainkan dari kepedulian tulus akan kehormatan Allah dan aga-
ma serta akan kesejahteraan mereka sendiri sebenar-benarnya.
Sebab, teguran biasanya ampuh saat terbukti tidak membawa
kepentingan pribadi di dalamnya.
II. Bagaimana dia menegaskan kasih sayang yang dulu mereka
tunjukkan kepadanya, sehingga mereka menjadi lebih malu lagi
akan perlakuan mereka terhadapnya sekarang. Untuk tujuan ini,
1. Dia mengingatkan mereka mengenai kesulitan yang dia hadapi
saat dia pertama kali datang di antara mereka: Aku tahu, ka-
tanya, bahwa aku pertama kali telah memberitakan Injil ke-
padamu oleh sebab aku sakit pada tubuhku. Kita tidak dapat
mengetahui dengan pasti apa yang dimaksudkannya dengan
sakit pada tubuhnya itu, yang dalam pernyataan berikutnya
diungkapkannya sebagai pencobaan dalam tubuhnya (meski
tak diragukan lagi bahwa hal itu diketahui oleh orang-orang
Kristen yang menerima suratnya). Beberapa orang mengarti-
kannya sebagai penganiayaan yang telah ia derita oleh sebab
Injil, sementara beberapa lainnya mengartikannya sebagai se-
suatu dalam dirinya pribadi, atau caranya berbicara yang
mungkin membuat pelayanannya kurang lugas dan kurang
dapat diterima, mengacu pada 2Kor. 10:10 dan 12:7-10. Akan
namun , apa pun itu, sepertinya kesulitan itu tidak menghalangi
mereka untuk mengasihinya. Sebab,
2. Dia memperhatikan bahwa sekalipun dia mempunyai kelemah-
an (yang mungkin saja mengurangi harga dirinya di hadapan
orang lain), mereka tidak menganggapnya hina dan tidak meno-
laknya sebab hal itu. Sebaliknya, mereka telah menyambut dia
sama seperti menyambut seorang malaikat Allah, bahkan sama
seperti menyambut Yesus Kristus sendiri. Mereka begitu meng-
hormati dan menyambutnya sebagai seorang utusan, seakan-
akan seorang malaikat Allah atau bahkan Yesus Kristus sen-
dirilah yang telah bersabda kepada mereka. Ya, demikian be-
sar rasa hormat mereka terhadapnya, sehingga, sekiranya saja
mungkin, mereka bahkan rela mencungkil mata mereka dan
memberikannya kepadanya. Perhatikanlah, betapa tidak me-
nentunya rasa hormat yang ditunjukkan manusia, betapa ce-
patnya mereka berubah pikiran, dan betapa mudahnya mereka
dirasuki kebencian terhadap orang-orang yang pernah mereka
hormati dan sayangi, sampai-sampai mereka tega ingin men-
cungkil mata orang-orang untuk siapa mereka sebelumnya rela
mencungkil mata mereka sendiri! sebab itulah kita harus ber-
upaya supaya dikenan oleh Allah saja, sebab sedikit sekali arti-
nya dihakimi oleh suatu pengadilan manusia (1Kor. 4:3).
III. Betapa sungguh-sungguhnya dia menegur mereka di sini: Dan
sekarang, katanya, di manakah bahagiamu itu? Seakan-akan dia
berkata, Dulu kamu merasa sangat bersukacita dan puas dengan
kabar baik Injil, dan kamu sangat bersemangat melimpahi berkat-
berkat ke atasku sebagai pemberitanya. Namun mengapakah
kamu kini begitu berubah, sampai-sampai hanya sedikit yang ter-
sisa dari semua itu dan juga sedikit sekali hormat untukku? Dulu
kamu begitu merasa berbahagia menerima Injil, namun apakah
kini kamu telah berubah pikiran menjadi sebaliknya? Perhati-
kanlah, orang-orang yang sudah meninggalkan kasih mereka yang
mula-mula sebaiknya merenungkan, di manakah kini kebahagia-
an yang dulu pernah mereka bicarakan itu? Apa jadinya kini
dengan kesenangan yang dulu mereka nikmati saat bersekutu
dengan Allah dan bersahabat dengan para pelayan-Nya? Untuk
lebih menekankan supaya mereka merasa malu akan perilaku
mereka kini, Paulus sekali lagi bertanya, (ay. 16), Apakah dengan
mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?
Bagaimana mungkin aku, yang dulu merupakan kesayanganmu,
68
kini dianggap musuhmu? Dapatkah kamu mengemukakan alasan
selain bahwa aku telah mengatakan kebenaran kepadamu dan
berusaha supaya kamu mengenal kebenaran Injil dan meneguh-
kanmu di dalamnya? Jika tidak, lunturnya kasih sayangmu itu
amat tidak masuk akal! Perhatikanlah,
1. Tidak aneh jika manusia sering kali menganggap musuh orang-
orang yang sebenarnya adalah teman terbaik mereka. Sebab,
tidak diragukan lagi, orang-orang itu, entah mereka para hamba
Tuhan atau yang lainnya, yang mengatakan kebenaran kepada
mereka, bersikap jujur dan setia terhadap mereka dalam hal
yang berkaitan dengan keselamatan kekal mereka, sebagaimana
yang dilakukan Rasul Paulus di sini terhadap orang-orang
Kristen itu.
2. Para hamba Tuhan terkadang mungkin menciptakan musuh-
musuh mereka demi menunaikan tugas mereka dengan setia,
sebab inilah yang terjadi pada Paulus. Dia dianggap musuh
oleh sebab mengatakan kebenaran kepada mereka.
3. Meski begitu, para hamba Tuhan tidak boleh menahan-nahan
kebenaran hanya sebab takut menyinggung orang lain atau
mendatangkan kemarahan terhadap diri mereka.
4. Mereka dapat merasa tenang bila mereka sadar bahwa jika
orang lain memusuhi mereka, hal itu hanya disebab kan me-
reka telah mengatakan kebenaran kepada orang-orang itu.
Teguran yang Penuh Kasih Sayang
(4:17-18)
17 Mereka dengan giat berusaha untuk menarik kamu, namun tidak dengan
tulus hati, sebab mereka mau mengucilkan kamu, supaya kamu dengan
giat mengikuti mereka. 18 Memang baik kalau orang dengan giat berusaha
menarik orang lain dalam perkara-perkara yang baik, asal pada setiap waktu
dan bukan hanya bila aku ada di antaramu.
Rasul Paulus masih mengusung rencana yang sama dengan ayat-ayat
sebelumnya, yaitu untuk menginsafkan jemaat di Galatia akan dosa
dan kebebalan mereka sebab telah menyimpang dari kebenaran
Injil. sesudah sebelumnya membeberkan perubahan sikap mereka
terhadap dirinya yang telah membangun mereka di dalam Injil, di sini
dia menerangkan sifat-sifat para guru palsu yang berupaya menjauh-
kan mereka dari Injil. Jika saja mereka mengindahkan penjelasannya
Surat Galatia 4:17-18
69
ini, mereka pasti akan menyadari betapa bodohnya mendengarkan
guru-guru palsu itu. Apa pun pendapat mereka tentang guru-guru
palsu itu, Paulus memberi tahu mereka bahwa guru-guru itu hanya-
lah manusia-manusia licik yang ingin meninggikan diri dan meng-
gunakan kepura-puraan untuk mencapai kepentingan mereka sen-
diri, bukannya kepentingan jemaat. Mereka dengan giat berusaha
untuk menarik kamu, katanya, Mereka menunjukkan rasa hormat
yang besar untukmu dan berpura-pura menyayangi kamu, namun
tidak dengan tulus hati. Mereka melakukannya tanpa tujuan baik,
tidak tulus dan benar di dalam melakukan semuanya itu, sebab
mereka mau mengucilkan kamu, supaya kamu dengan giat mengikuti
mereka. Tujuan utama mereka adalah memenangkan hatimu, dan
untuk itu, mereka melakukan segala cara supaya bisa melunturkan
kasih sayangmu terhadap aku dan terhadap kebenaran, sehingga
mereka bisa menguasai kamu sepenuhnya. Paulus meyakinkan me-
reka bahwa itulah tujuan guru-guru palsu itu, sehingga sangat tidak
bijaksana jika jemaat mengindahkan mereka. Perhatikanlah,
1. Sikap giat bisa saja ditunjukkan bahkan saat hanya ada sedikit
kebenaran dan ketulusan di dalamnya.
2. Itulah cara yang biasa dilakukan oleh para perayu untuk meme-
nangkan hati orang-orang. Dengan begitu, mereka bisa menarik
orang-orang itu supaya sepikiran dengan mereka.
3. Apapun kedok yang mereka pakai, biasanya mereka lebih meng-
indahkan kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan orang
lain dan tidak segan menghancurkan nama baik orang lain, jika
itu bisa melambungkan nama mereka sendiri. Pada kesempatan
ini, Rasul Paulus memberi kita aturan yang baik sekali yang bisa
kita lihat di ayat 18, Memang baik kalau orang dengan giat berusa-
ha menarik orang lain dalam perkara-perkara yang baik. Terjemah-
an kita juga bisa berarti dalam seorang yang baik, jadi bisa
dianggap bahwa Rasul Paulus merujuk pada dirinya sendiri.
Makna ini dianggap didukung oleh konteks sebelumnya dan juga
oleh kata-kata sesudah nya, dan bukan hanya bila aku ada di
antaramu, seakan-akan dia telah berkata, Dulu kamu begitu
menyayangi dan menganggapku seorang yang baik, dan kini
kamu punya alasan untuk berubah pikiran. Tentunya seharusnya
kamu menunjukkan sikap yang sama terhadap aku saat aku
tidak ada di antaramu, seperti yang kamu lakukan saat aku ada
di antaramu. Akan namun , jika kita memegang teguh terjemahan
70
kita sendiri, di sini Rasul Paulus memperlengkapi kita dengan se-
buah aturan yang sangat baik untuk mengarahkan dan mengatur
kita dalam melatih rasa giat kita. Ada dua hal yang terutama
dianjurkannya kepada kita untuk tujuan ini:
(1) Bahwa sifat giat hanya boleh diterapkan pada hal baik, sebab
bergiat itu baik jika dilakukan dalam hal yang baik. Orang-
orang yang bergiat melakukan kejahatan hanya akan menim-
bulkan lebih banyak kerugian. Dan,
(2) Sifat giat ini harus dilakukan secara terus-menerus. Memang
baik selalu bergiat dalam perkara baik, namun jangan hanya se-
kali saja, atau kadang-kadang, seperti orang yang sakit demam,
melainkan harus seperti suhu panas alami dalam tubuh, yang
bersifat tetap. Betapa bahagianya jemaat Kristus jika aturan ini
diterapkan dengan lebih baik di antara orang-orang Kristen!
Teguran yang Penuh Kasih Sayang
(4:19-20)
19 Hai anak-anakku, sebab kamu aku menderita sakit bersalin lagi, sampai
rupa Kristus menjadi nyata di dalam kamu. 20 Betapa rinduku untuk berada
di antara kamu pada saat ini dan dapat berbicara dengan suara yang lain,
sebab aku telah habis akal menghadapi kamu.
Supaya orang-orang Kristen ini dapat menanggung teguran-teguran
yang terpaksa harus diberikannya, di sini Rasul Paulus mengungkap-
kan kasih sayangnya yang besar dan kepedulian mendalam yang
dirasakannya terhadap kesejahteraan mereka. Dia tidaklah seperti
mereka, yaitu tidak menunjukkan sikap tertentu saat dia berada di
antara mereka dan bersikap lain saat tidak ada di antara mereka.
Lunturnya kasih sayang mereka terhadapnya tidak lantas meluruh-
kan kasihnya kepada mereka, namun dia masih menghormati mereka
sama seperti sebelumnya. Dia juga tidak seperti guru-guru palsu
yang berpura-pura mengasihi mereka, padahal pada waktu yang ber-
samaan mereka hanyalah mengutamakan kepentingan mereka sen-
diri. Akan namun , dia benar-benar peduli terhadap kepentingan utama
mereka dengan hati yang tulus. Dia tidak mengincar kepentingan
mereka, melainkan diri mereka. Mereka sudah siap menganggapnya
musuh, namun dia meyakinkan mereka bahwa dia adalah teman me-
reka. Bahkan, bukan itu saja, dia juga merasa seperti orangtua bagi
mereka. Dia memanggil mereka sebagai anak-anaknya, seperti yang
Surat Galatia 4:19-20
71
sewajarnya, sebab dia telah menjadi alat bagi pertobatan mereka ke
dalam iman Kristen. Ya, dia memanggil mereka anak-anaknya, dan
panggilan itu menunjukkan kasih dan kelemahlembutannya terha-
dap mereka, dan mungkin juga mengandung rasa maklum saat me-
reka bersikap seperti anak-anak kecil yang gampang sekali dipenga-
ruhi oleh kelicikan orang lain. Dia mengungkapkan kepeduliannya
terhadap mereka dan keinginan tulusnya supaya mereka sejahtera
dan makmur dalam jiwa mereka, bagaikan seorang wanita yang hen-
dak bersalin: dia menderita sakit bersalin bagi mereka. Hal besar yang
membuatnya menderita seperti itu dan yang begitu diingininya bu-
kanlah supaya mereka membalas kasihnya, melainkan supaya rupa
Kristus menjadi nyata di dalam mereka, supaya mereka menjadi
orang-orang Kristen sejati dan semakin diteguhkan dan diperkuat
dalam iman akan Injil. Dari sini kita dapat mencermati,
1. Kasih sayang mendalam yang dirasakan para pelayan Tuhan yang
setia terhadap orang-orang yang mereka bimbing. Kasih sayang
para pelayan Tuhan itu bagaikan kasih sayang orangtua terhadap
anak-anaknya.
2. Bahwa hal utama yang para pelayan Tuhan dambakan dan yang
membuat mereka menderita seperti seorang wanita yang bersalin
adalah supaya orang-orang yang mereka bimbing menjadi serupa
dengan Kristus. Bukan supaya orang-orang itu balas mengasihi
mereka, apalagi untuk memanfaatkan mereka, melainkan supaya
pikiran orang-orang itu diperbarui di dalam roh, dibentuk menjadi
gambaran Kristus, dan semakin dibangun dan diteguhkan dalam
iman dan kehidupan Kristen mereka. Betapa tidak masuk akalnya
perilaku orang-orang yang mengabaikan atau tidak menyukai
para pelayan Tuhan yang sudah begitu banyak bersusah payah
bagi mereka!
3. Bahwa manusia tidak sepenuhnya menjadi serupa dengan Kristus
sampai mereka berhenti mengandalkan kebenaran mereka sendiri
dan mulai mengandalkan Dia dan kebenaran-Nya saja.
Sebagai kelanjutan bukti kasih sayang dan kepedulian Rasul
Paulus bagi orang-orang Kristen ini, dia pun menambahkan (ay. 20),
bahwa ia rindu berada di antara mereka, dan bahwa dia akan sangat
gembira bila bisa berada di antara mereka dan bercakap-cakap de-
ngan mereka, supaya dia menemukan kesempatan untuk dapat ber-
bicara dengan suara yang lain, sebab saat itu dia telah habis akal
72
menghadapi mereka. Dia tidak tahu bagaimana harus menangani
mereka. Dia tidak begitu paham dengan keadaan mereka sehingga
tidak mudah baginya untuk mendekati mereka. Dia penuh dengan
ketakutan dan kecemburuan mengenai mereka, yang mendorongnya
untuk menulis surat kepada mereka dengan cara demikian. Akan
namun dia akan senang jika apa yang sebenarnya terjadi di antara
mereka ternyata tidak seburuk yang ditakutinya itu, dan jika dia
memiliki kesempatan untuk memuji mereka, bukannya menegur dan
memarahi mereka. Perhatikanlah, meskipun para pelayan Tuhan ter-
kadang memandang perlu menegur orang-orang yang mereka bim-
bing, ini bukanlah pekerjaan yang menyenangkan buat mereka.
Mereka lebih senang jika tidak perlu berlaku demikian, dan selalu
gembira jika memiliki alasan untuk mengubah nada suara mereka
terhadap jemaat itu.
Teguran yang Penuh Kasih Sayang
(4:21-31)
21 Katakanlah kepadaku, hai kamu yang mau hidup di bawah hukum Taurat,
tidakkah kamu mendengarkan hukum Taurat? 22 Bukankah ada tertulis,
bahwa Abraham mempunyai dua anak, seorang dari perempuan yang men-
jadi hambanya dan seorang dari perempuan yang merdeka? 23 namun anak
dari perempuan yang menjadi hambanya itu diperanakkan menurut daging
dan anak dari perempuan yang merdeka itu oleh sebab janji. 24 Ini adalah
suatu kiasan. Sebab kedua perempuan itu adalah dua ketentuan Allah: yang
satu berasal dari gunung Sinai dan melahirkan anak-anak perhambaan,
itulah Hagar 25 Hagar ialah gunung Sinai di tanah Arab dan ia sama de-
ngan Yerusalem yang sekarang, sebab ia hidup dalam perhambaan dengan
anak-anaknya. 26 namun Yerusalem sorgawi adalah perempuan yang mer-
deka, dan ialah ibu kita. 27 sebab ada tertulis: Bersukacitalah, hai si man-
dul yang tidak pernah melahirkan! Bergembira dan bersorak-sorailah, hai
engkau yang tidak pernah menderita sakit bersalin! Sebab yang ditinggalkan
suaminya akan mempunyai lebih banyak anak dari pada yang bersuami. 28
Dan kamu, saudara-saudara, kamu sama seperti Ishak adalah anak-anak
janji. 29 namun seperti dahulu, dia, yang diperanakkan menurut daging,
menganiaya yang diperanakkan menurut Roh, demikian juga sekarang ini. 30
namun apa kata nas Kitab Suci? Usirlah hamba perempuan itu beserta
anaknya, sebab anak hamba perempuan itu tidak akan menjadi ahli waris
bersama-sama dengan anak perempuan merdeka itu. 31 sebab itu, saudara-
saudara, kita bukanlah anak-anak hamba perempuan, melainkan anak-anak
perempuan merdeka.
Dalam ayat-ayat di atas Rasul Paulus menggambarkan perbedaan an-
tara orang-orang percaya yang bersandar hanya pada Kristus dengan
penganut agama Yahudi yang mengandalkan hukum Taurat, melalui
perbandingan yang diambil dari kisah Ishak dan Ismael. Dia menge-
Surat Galatia 4:21-31
73
tengahkan perbandingan ini dengan cara yang sedemikian rupa su-
paya bisa ampuh menyayat dan menggetarkan pikiran mereka, dan
supaya bisa menginsafkan mereka akan kelemahan mereka sebab
telah menyimpang dari kebenaran dan mau saja meninggalkan ke-
merdekaan di dalam Injil. Katakanlah kepadaku, katanya, hai kamu
yang mau hidup di bawah hukum Taurat, tidakkah kamu mendengar-
kan hukum Taurat? Dia menganggap mereka benar-benar men-
dengarkan hukum Taurat, sebab sudah menjadi kebiasaan kaum Ya-
hudi untuk membacakannya di tengah-tengah kumpulan mereka
setiap hari Sabat. Dan, oleh sebab mereka begitu gemar berada di
bawah hukum Taurat itu, dia pun ingin mereka benar-benar mem-
pertimbangkan apa yang tertulis di dalamnya (mengacu kepada apa
yang tertulis dalam Kejadian 16 dan 21). Sebab, jika mereka mau
melakukannya, mereka pastinya segera mendapati betapa tidak ada
alasan bagi mereka untuk mengandalkan hukum Taurat itu. Di sini,
1. Dia mengetengahkan kisah itu ke hadapan mereka (ay. 22-23):
Bukankah ada tertulis, bahwa Abraham mempunyai dua anak,
dst. Di sini dia mengungkapkan kedudukan dan keadaan yang
berbeda dari kedua anak Abraham itu, yaitu bahwa yang satu,
Ismael, adalah anak hamba perempuan, sedangkan yang satunya
lagi, Ishak, ialah anak perempuan merdeka. Anak yang pertama
diperanakkan menurut daging, atau oleh proses alam biasa,
sedangkan yang satunya lagi oleh sebab janji, saat secara hu-
kum alam Sarai tidak mungkin bisa mengandung seorang anak.
2. Dia menjabarkan kepada mereka makna dan rancangan kisah itu,
atau maksudnya dalam menceritakan kisah itu (ay. 24-27): Ini,
ujarnya, adalah suatu kiasan, yang bisa dipakai Roh Allah untuk
menyatakan makna yang lebih mendalam kepada kita, selain dari
maknanya secara harfiah dan kenyataan peristiwanya. Di sini
dinyatakan bahwa kedua perempuan itu, yakni Hagar and Sarai,
adalah dua ketentuan Allah, atau dimaksudkan untuk melam-
bangkan dua masa penyelenggaraan yang berbeda dari ketentuan
Allah itu. Yang disebut pertama, yaitu Hagar, melambangkan apa
yang diberikan dari gunung Sinai, dan yang melahirkan anak-
anak perhambaan, yang sekalipun merupakan penyelenggaraan
kasih karunia, akan namun , dibandingkan dengan keadaan di ba-
wah Injil, hal itu merupakan penyelenggaraan perhambaan, dan
terlebih lagi menjadi demikian bagi kaum Yahudi, yang tampak
pada kekeliruan mereka dalam memahami rencana itu dan pada
74
pengharapan mereka untuk dibenarkan dengan jalan melakukan
apa yang diberikan dari gunung Sinai itu. Hagar ialah gunung
Sinai di tanah Arab (pada waktu itu gunung Sinai dinamakan
Hagar oleh orang-orang Arab), dan ia sama dengan Yerusalem
yang sekarang, sebab ia hidup dalam perhambaan dengan anak-
anaknya. Keadaan itu benar-benar mencerminkan keadaan masa
kini bangsa Yahudi, yang terus saja hidup dalam ketidakpercaya-
an mereka dan melekat kepada ketentuan itu, sehingga mereka
masih ada dalam perhambaan dengan anak-anak mereka. Akan
namun , perempuan yang satunya l