Tampilkan postingan dengan label galatia filemon 3. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label galatia filemon 3. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Januari 2025

galatia filemon 3


  lain bagi pembenar-

an, yang berbeda dari jalan yang telah diungkapkan lewat janji 

itu, melainkan semata-mata untuk menuntun manusia supaya 

dapat melihat kebutuhan mereka akan janji itu, yaitu dengan 

menunjukkan kepada mereka tentang jahatnya dosa, dan untuk 

membimbing mereka kepada Kristus, yang melalui-Nya saja mere-

ka dapat diampuni dan dibenarkan. 

Sebagai bukti selanjutnya bahwa hukum Taurat tidak dimak-

sudkan untuk meniadakan janji itu, Rasul Paulus menambahkan 

bahwa hukum Taurat disampaikan dengan perantaraan malaikat-

malaikat ke dalam tangan seorang pengantara. Hukum Taurat 

diberikan kepada orang-orang berbeda, dan melalui cara-cara 

yang berbeda dengan cara pemberian janji itu, sehingga dengan 

demikian, untuk tujuan-tujuan yang berbeda juga. Janji itu di-

berikan kepada Abraham dan semua keturunannya secara rohani, 

termasuk orang-orang percaya dari semua bangsa, orang bukan 

Yahudi serta orang Yahudi juga. Sementara, hukum Taurat diberi-

kan kepada orang Israel sebagai bangsa yang khusus dan terpisah 

dari dunia selebihnya. Dan sementara janji itu diberikan langsung 

oleh Allah sendiri, hukum Taurat disampaikan dengan perantara-

an malaikat-malaikat ke dalam tangan seorang pengantara. De-

ngan demikian, tampaklah bahwa hukum Taurat tidaklah diran-

cang untuk menyingkirkan janji itu. Sebab seorang pengantara 

bukan hanya mewakili satu orang, atau satu pihak saja (ay. 20), 

sedangkan Allah adalah satu, satu pihak saja yang membuat janji 

atau perjanjian itu dengan Abraham. Oleh sebab itu, orang tidak 

boleh beranggapan bahwa melalui persetujuan yang hanya terjadi 

di antara Dia dan bangsa Yahudi, Ia akan membatalkan janji yang 

jauh sebelumnya telah diberikan-Nya kepada Abraham dan ketu-

runannya secara rohani, baik itu orang Yahudi maupun orang 

bukan Yahudi. Hal ini tidak akan sesuai dengan hikmat-Nya, 

ataupun dengan kebenaran dan kesetiaan-Nya. Musa hanyalah 

merupakan pengantara di antara Allah dan keturunan rohani 

Abraham. Oleh sebab itu hukum Taurat yang diberikan-Nya tidak 

berpengaruh pada janji yang telah diberikan-Nya kepada mereka, 

apalagi sampai menghapuskannya. 

II. Hukum Taurat diberikan untuk menyadarkan manusia akan pen-

tingnya seorang Juruselamat. Rasul Paulus mengajukan perta-

nyaan tentang suatu hal (ay. 21), seperti yang mungkin akan 

dipertanyakan oleh sebagian orang, “Kalau demikian, bertentang-

ankah hukum Taurat dengan janji-janji Allah? Apakah keduanya 

benar-benar saling bertentangan? Atau tidakkah kamu memper-

tentangkan janji kepada Abraham dengan hukum Musa?” Terha-

dap pertanyaan seperti ini, ia menjawab, “Sekali-kali tidak.” Ia 

sama sekali tidak berpikir seperti itu, dan hal demikian juga tidak 

dapat disimpulkan dari apa yang telah dikatakannya. Hukum 

Taurat sama sekali tidak bertentangan dengan janji itu, namun  ada 

untuk melayaninya, sebab tujuannya adalah untuk mengungkap 

pelanggaran manusia, dan untuk menunjukkan kepada mereka 

betapa mereka membutuhkan kebenaran yang lebih baik daripada 

kebenaran hukum Taurat. Pikiran bahwa hukum Taurat berten-

tangan dengan janji itu lebih mungkin ditarik dari pengajaran 

orang-orang Yahudi itu daripada dari pengajaran Rasul Paulus. 

Sebab andaikata hukum Taurat diberikan sebagai sesuatu yang 

dapat menghidupkan, maka memang kebenaran berasal dari hu-

kum Taurat. Jika memang demikian halnya, janji itu tentunya 

akan digantikan dan dianggap tidak berguna. Namun, hal itu 

tidak dapat terjadi pada kita sekarang, sebab Kitab Suci telah me-

ngurung segala sesuatu di bawah kekuasaan dosa (ay. 22), atau 

menyatakan bahwa semua orang, baik Yahudi maupun bukan 

Yahudi, sudah bersalah, dan oleh sebab itu tidak dapat mencapai 

kebenaran dan pembenaran dengan melaksanakan hukum 

Taurat. Hukum Taurat mengungkapkan luka-luka mereka, namun  

tidak mampu memberikan obat bagi luka-luka mereka itu. 

Hukum Taurat menunjukkan bahwa mereka bersalah, sebab  ia 

menetapkan korban persembahan dan penyucian, yang jelas-jelas 

tidak cukup untuk dapat menghapuskan dosa. Oleh sebab itu, 

tujuan utamanya adalah supaya oleh sebab  iman dalam Yesus 

Kristus janji itu diberikan kepada mereka yang percaya. Maksud-

nya, supaya sesudah  disadarkan akan dosa mereka serta ketidak-

mampuan hukum Taurat untuk menghasilkan kebenaran bagi 

mereka, mereka dapat diajak untuk percaya kepada Kristus, se-

hingga dengan demikian memperoleh manfaat dari janji itu. 

III. Hukum Taurat dirancang sebagai penuntun bagi kita sampai 

Kristus datang (ay. 24, KJV: sebagai penuntun, untuk membawa 

kita kepada Kristus). Di dalam ayat sebelumnya (ay. 23), Rasul 

Paulus memperlihatkan kepada kita perihal keadaan orang 

Yahudi di bawah pengaturan hukum Musa, bahwa sebelum iman 

itu datang, atau sebelum Kristus datang dan ajaran pembenaran 

melalui iman kepada-Nya lebih terungkap, mereka berada di 

bawah pengawalan hukum Taurat, mereka diwajibkan, ada di 

bawah hukuman-hukuman berat, harus menjalankan dengan 

cermat berbagai ketentuannya. Pada masa itu mereka terkurung 

dan terkungkung oleh kengerian dan keketatan aturannya, seperti 

orang-orang tahanan di dalam penjara. Tujuannya adalah supaya 

dengan demikian mereka dapat lebih disiapkan untuk menerima 

iman itu, yang akan dinyatakan, atau dapat diajak untuk mene-

rima Kristus jika Ia datang ke dunia. Juga, supaya mereka 

dapat menyesuaikan diri dengan pengaturan yang akan diper-

kenalkan-Nya, yang dengannya mereka dapat dilepaskan dari 

perbudakan dan perhambaan, serta dibawa kepada terang dan 

kebebasan yang besar. Nah, dalam keadaan seperti itu, katanya, 

hukum Taurat adalah penuntun bagi mereka sampai Kristus 

datang, supaya mereka dibenarkan sebab  iman. Sama sebagai-

mana hukum Taurat menyatakan pikiran dan kehendak Allah 

menyangkut diri mereka, sekaligus menjatuhkan kutuk atas me-

reka bagi setiap kegagalan mereka dalam menjalankan hukum 

itu, demikian pula sudah sepatutnya jika hukum itu adalah 

untuk menyadarkan mereka perihal kebinasaan mereka, serta 

untuk membuat mereka melihat kelemahan dan ketidakmampuan 

kebenaran mereka sendiri untuk membawa mereka berkenan 

kepada Allah. Sama seperti hukum Taurat mengharuskan mereka 

untuk mengadakan berbagai persembahan korban yang sebenar-

nya tidak mampu menghapuskan dosa, namun  merupakan lam-

bang Kristus serta pengorbanan luar biasa yang akan dijalani-Nya 

demi menebus dosa, demikian juga hukum Taurat membimbing 

mereka (meskipun dengan cara yang lebih samar dan tidak jelas) 

kepada-Nya sebagai satu-satunya pertolongan dan tempat per-

lindungan mereka. Dengan demikian, hukum Taurat merupakan 

penuntun yang mengajar dan mengatur mereka saat  mereka 

berada di pihak lemah. Atau, seperti yang digambarkan dengan 

sangat tepat melalui istilah paidagōgos, sebagai pelayan yang 

menuntun dan membimbing mereka kepada Kristus (seperti ka-

nak-kanak yang biasa diantar ke sekolah oleh para pelayan yang 

bertugas mengasuh mereka). Tujuannya adalah supaya mereka 

dapat diajar dengan lebih baik oleh Dia sebagai penuntun mereka, 

di dalam jalan pembenaran dan keselamatan yang benar, yang 

hanya dapat diperoleh melalui iman kepada Dia yang telah dite-

tapkan untuk menyampaikannya secara paling lengkap dan jelas. 

Namun, supaya orang tidak berkata, jika hukum Taurat dimak-

sudkan demi penggunaan tersebut dan pelayanannya di antara 

orang Yahudi, mengapa hal ini tidak boleh tetap berlanjut dalam 

Kekristenan, maka Rasul Paulus menambahkan, bahwa sesudah 

iman itu telah datang, dan masa penyelenggaraan Injil telah 

berlaku, di mana Kristus dan pengampunan dan jalan kehidupan 

melalui iman kepada-Nya diungkapkan dengan sangat jelas, maka 

kita tidak berada lagi di bawah pengawasan penuntun. Kita tidak 

begitu membutuhkan hukum Taurat lagi untuk menuntun kita 

kepada-Nya seperti pada zaman sebelumnya. Demikianlah Rasul 

Paulus menunjukkan kepada kita, untuk maksud dan tujuan apa 

hukum Taurat diberikan. Dari apa yang dikatakannya mengenai 

hal ini, kita dapat mengamati, 

1. Kebaikan Allah terhadap umat-Nya pada zaman dahulu, de-

ngan memberikan hukum Taurat kepada mereka. Dibanding-

kan dengan keadaan di bawah Injil, walaupun hukum Taurat 

menimbulkan ketakutan dan kengerian, namun  ia juga meleng-

kapi mereka dengan cara dan bantuan yang cukup untuk 

membimbing mereka melaksanakan kewajiban kepada Allah 

dan meningkatkan pengharapan mereka kepada-Nya. 

2. Kesalahan dan kebodohan besar orang Yahudi, dalam menya-

lahartikan tujuan hukum Taurat dan menyalahgunakannya 

untuk tujuan yang sangat berbeda dengan maksud Allah 

dalam memberikannya. Mereka berharap bisa dibenarkan de-

ngan cara menjalaninya, padahal hukum Taurat tidak pernah 

dimaksudkan menjadi pedoman pembenaran mereka, namun  

hanya sebagai sarana untuk menyadarkan mereka akan kesa-

lahan dan kebutuhan mereka akan seorang Juruselamat. Se-

lain itu, juga untuk menuntun mereka kepada Kristus dan 

beriman kepada-Nya, sebagai satu-satunya cara untuk mem-

peroleh hak istimewa ini (lihat Rm. 9:31-32; 10:3-4).  

3.  Keuntungan besar yang diperoleh dalam keadaan di bawah 

Injil yang melebihi apa yang didapatkan bila berada di bawah 

hukum Taurat, yang membuat kita tidak saja menikmati pe-

nyingkapan lebih jelas tentang kasih karunia dan belas kasih-

an ilahi jika dibandingkan dengan yang diterima orang Yahudi 

zaman dahulu, namun  juga dibebaskan dari keadaan perbudak-

an serta ketakutan yang ada di dalamnya. Kita sekarang tidak 

lagi diperlakukan seperti kanak-kanak yang berada di pihak 

lemah, namun  sebagai anak-anak dewasa yang diberi kebebas-

an yang lebih besar dan hak yang lebih istimewa daripada 

yang mereka peroleh sebelumnya. Hal ini diperjelas Rasul 

Paulus melalui ayat-ayat berikutnya. sesudah  menunjukkan 

untuk maksud apa hukum Taurat diberikan, di dalam bagian 

akhir pasal ia memberi tahu kita perihal hak istimewa kita 

melalui Kristus. Di situ ia terutama menyatakan,  

(1) Bahwa kita semua adalah anak-anak Allah sebab  iman di 

dalam Yesus Kristus (ay. 26). Di sini kita dapat mengamati, 

[1] Hak yang luar biasa istimewa dan dapat dinikmati 

orang-orang Kristen sejati di bawah Injil: Mereka adalah 

anak-anak Allah. Mereka tidak lagi dianggap sebagai 

hamba, melainkan anak-anak. Sekarang mereka tidak 

dijauhkan dan tidak dikekang lagi sebagaimana orang 

Yahudi, namun  diperbolehkan datang dan menghampiri 

Allah lebih dekat daripada yang diizinkan bagi mereka. 

Ya, mereka sungguh diperhitungkan dan boleh mene-

rima semua hak istimewa sebagai anak-anak-Nya.  

[2] Bagaimana mereka bisa memperoleh hak istimewa ini, 

yaitu sebab  iman di dalam Yesus Kristus. Dengan me-

nerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat, serta 

mengandalkan Dia semata untuk memperoleh pembe-

naran dan keselamatan, mereka pun diperbolehkan ma-

suk ke dalam hubungan yang membahagiakan dengan 

Allah ini, serta boleh menerima hak-hak istimewa dari 

hubungan itu. Sebab semua orang yang menerima-Nya 

diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu 

mereka yang percaya dalam nama-Nya (Yoh. 1:12). Dan 

iman di dalam Kristus ini, yang olehnya mereka menjadi 

anak-anak Allah, Rasul Paulus mengingatkan kepada 

kita (ay. 27), adalah apa yang mereka akui dalam 

baptisan. Sebab ia menambahkan, sebab  kamu semua, 

yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. 

sesudah  mengakui beriman di dalam Dia melalui baptis-

an, mereka pun mengabdi kepada-Nya dan seperti telah 

mengenakan pakaian seragam-Nya, mereka menyatakan 

diri sebagai hamba-hamba dan murid-murid-Nya. Sesu-

dah dengan jalan demikian mereka menjadi anggota tu-

buh Kristus, melalui Dia mereka diakui dan diperhitung-

kan sebagai anak-anak Allah. Amatilah di sini, 

Pertama, sekarang baptisan merupakan upacara 

khidmat yang menandakan bahwa kita sudah masuk ke 

dalam jemaat Kristen, sama seperti yang dijalankan 

orang Yahudi melalui upacara penyunatan. Yesus Tu-

han kita menetapkannya demikian saat  Ia memberi 

penugasan kepada murid-murid-Nya (Mat. 28:19). Maka 

sudah menjadi pekerjaan mereka untuk membaptis 

orang-orang yang telah mereka bawa ke dalam iman 

Kristen. Boleh jadi di sini Rasul Paulus memperhatikan 

baptisan mereka dan keadaan mereka yang telah men-

jadi anak-anak Allah sebab  iman di dalam Kristus dan 

diakui dalam baptisan, guna menyingkirkan keberatan 

lebih lanjut, yang bisa saja diajukan para guru palsu 

yang lebih memilih penyunatan. Guru-guru palsu itu 

mungkin saja siap berkata, “Kalaupun diperbolehkan 

bahwa hukum Taurat, seperti yang diberikan di gunung 

Sinai, dibatalkan dengan kedatangan Kristus, keturun-

an yang dijanjikan itu, mengapa penyunatan harus di-

singkirkan, padahal perintah ini juga diberikan kepada 

Abraham bersama janji itu, bahkan jauh sebelum hu-

kum Taurat diberikan Musa?” Namun masalah ini ter-

singkir saat Rasul Paulus berkata, sebab  kamu semua, 

yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. 

Dari situ tampaklah bahwa di bawah Injil, baptisan 

menggantikan penyunatan, dan mereka yang mengabdi-

kan diri kepada Kristus melalui baptisan dan percaya 

kepada-Nya dengan sepenuh hati dengan segala mak-

sud dan tujuannya, akan memperoleh hak-hak istime-

wa sebagai orang Kristen, sama seperti yang dialami 

orang Yahudi dahulu melalui penyunatan menurut 

hukum Taurat (Flp. 3:3). Oleh sebab itu, tidak ada 

alasan mengapa upacara penyunatan itu harus terus 

dilaksanakan. Perhatikanlah, 

Kedua, di dalam baptisan, kita mengenakan Kristus. 

Melalui upacara itu kita mengakui bahwa kita adalah 

murid-Nya dan wajib berperilaku sebagai hamba-ham-

ba-Nya yang setia. Dengan dibaptis di dalam Kristus, 

kita juga dibaptis ke dalam kematian-Nya. Bahwa sama 

seperti Dia mati dan bangkit kembali, demikian juga 

kita harus mati bagi dosa dan berjalan di dalam hidup 

yang baru (Rm. 6:3-4). Sungguh akan sangat mengun-

tungkan jika kita lebih sering mengingat hal ini. 

(2) Bahwa hak istimewa sebagai anak-anak Allah ini, dan 

melalui baptisan mengabdikan diri kepada Kristus, seka-

rang dinikmati semua orang Kristen sejati. Hukum Taurat 

itu membedakan orang Yahudi dengan orang Yunani de-

ngan cara memberi orang Yahudi keunggulan dalam banyak 

hal. Hal itu juga membuat perbedaan di antara hamba atau 

orang merdeka, tuan dengan hamba, dan laki-laki atau 

perempuan, mengingat bahwa orang laki-laki harus disunat. 

Namun, sekarang tidak begitu halnya. Mereka semua se-

tara, sebab  semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. 

Sama seperti seseorang tidak diterima berdasar  keung-

gulan-keunggulan kebangsaannya ataupun pribadinya yang 

mungkin dimilikinya melebihi orang lain, demikian juga 

orang lain tidak akan ditolak sebab  tidak memiliki segala 

keunggulan tersebut. Sebaliknya, siapa saja yang benar-

benar percaya kepada Kristus, tidak peduli dari suku bang-

sa, jenis kelamin, ataupun keadaan apa pun, akan diterima 

oleh-Nya dan menjadi anak-anak Allah melalui iman kepada-

Nya. 

(3)  Bahwa, mengingat kita adalah milik Kristus, maka kita juga 

adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji 

Allah. Guru-guru mereka yang masih berpegang pada ajar-

an agama Yahudi ingin agar mereka percaya bahwa mereka 

harus disunat dan memelihara hukum Musa supaya bisa 

diselamatkan. “Tidak,” kata Rasul Paulus, “hal itu tidak di-

perlukan. Sebab, jikalau kamu adalah milik Kristus, bila 

kamu percaya sepenuh hati kepada Dia yang adalah ketu-

runan yang dijanjikan itu, yang melalui-Nya semua bangsa 

di bumi akan diberkati, maka kamu menjadi keturunan 

Abraham, bapa semua orang percaya itu, sehingga dengan 

demikian berhak menerima janji Allah. Dengan begitu pula 

kamu berhak menerima berkat-berkat dan hak-hak isti-

mewa dari janji itu.” Oleh sebab  itu, jelaslah dari semua-

nya ini, bahwa pembenaran tidak dicapai dengan menjalani 

hukum Taurat, namun  hanya melalui iman di dalam Kristus. 

Bahwa hukum Musa hanyalah merupakan ketetapan se-

mentara, dan diberikan dengan tujuan untuk melayani dan 

bukannya meniadakan janji itu. Bahwa di bawah Injil, 

orang Kristen sekarang menikmati hak-hak istimewa yang 

jauh lebih besar dan baik dibanding orang-orang Yahudi di 

bawah hukum Taurat. sebab  itu, sungguh teramat tidak 

bijaksana bila orang-orang Galatia itu sampai mau mende-

ngarkan orang-orang Yahudi yang berusaha keras men-

jauhkan mereka dari kebenaran dan kebebasan yang dise-

diakan Injil.  

 

 

PASAL  4  

asul Paulus, dalam pasal ini, masih terus melanjutkan tujuan 

yang sama dengan pasal sebelumnya, yaitu memulihkan orang-

orang Kristen Galatia ini dari pengaruh guru-guru yang masih 

berpegang pada ajaran agama Yahudi, dan juga untuk memperlihat-

kan kelemahan dan kedunguan mereka sebab  telah mundur dari 

ajaran Injil mengenai pembenaran, dan melepaskan kemerdekaan 

mereka dari ikatan hukum Musa. Untuk tujuan tersebut, Paulus 

mengetengahkan berbagai pertimbangan, misalnya,  

I. Keunggulan keadaan Injil yang jauh melampaui keadaan 

hukum Taurat (ay. 1-7).  

II. Perubahan yang membahagiakan yang terjadi dalam diri 

mereka saat  mereka bertobat (ay. 8-11).  

III. Kasih sayang yang mereka rasakan baginya dan pelayanan-

nya (ay. 12-16).  

IV. Tabiat guru-guru palsu yang telah menyesatkan mereka (ay. 

17-18).  

V. Kasih sayangnya yang mendalam bagi mereka (ay. 19-20).  

VI. Kisah Ishak dan Ismael, yang dengan menggunakannya seba-

gai perbandingan, ia menggambarkan perbedaan orang-orang 

yang ada dalam Kristus dan yang tunduk kepada hukum 

Taurat. Dalam semuanya itu, sebagaimana dia telah berterus-

terang dan setia terhadap mereka, demikianlah dia mengung-

kapkan kepeduliannya yang mendalam terhadap mereka.  


Penebusan oleh Kristus 

(4:1-7) 

1 Yang dimaksud ialah: selama seorang ahli waris belum akil balig, sedikit 

pun ia tidak berbeda dengan seorang hamba, sungguhpun ia adalah tuan 

dari segala sesuatu; 2 namun  ia berada di bawah perwalian dan pengawasan 

sampai pada saat yang telah ditentukan oleh bapanya. 3 Demikian pula kita: 

selama kita belum akil balig, kita takluk juga kepada roh-roh dunia. 4 namun  

sesudah  genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari 

seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. 5 Ia diutus untuk 

menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima 

menjadi anak. 6 Dan sebab  kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh 

Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: “ya Abba, ya Bapa!” 7 Jadi 

kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu 

juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah. 

Dalam pasal ini Rasul Paulus langsung menanggapi orang-orang yang 

mengindahkan guru-guru yang masih berpegang pada ajaran agama 

Yahudi, yang mengagung-agungkan hukum Musa untuk menyaingi 

Injil Kristus dan berusaha membawa orang-orang Kristen Galatia di 

bawah ikatan hukum tersebut. Untuk menyadarkan orang-orang 

Kristen itu akan kebodohan mereka dan memperbaiki kekeliruan me-

reka dalam hal itu, di ayat-ayat ini dia memakai perumpamaan me-

ngenai anak yang belum akil baliq, yang telah dia singgung di pasal 

sebelumnya. Melalui perumpamaan itu, dia menunjukkan keuntung-

an-keuntungan besar yang kini kita miliki di bawah Injil, yang jauh 

melampaui apa yang mereka dapatkan di bawah hukum Taurat. Di 

sini, 

I. Dia memperkenalkan kepada kita keadaan jemaat dalam Perjanji-

an Lama, yaitu seperti anak yang belum akil baliq. Pada saat itu 

mereka berada dalam kegelapan dan ikatan, jika dibandingkan 

dengan terang dan kemerdekaan besar yang kita nikmati di 

bawah Injil. Keadaan Injil itu sungguh suatu masa penyelenggara-

an kasih karunia, sedangkan keadaan Perjanjian Lama itu meru-

pakan masa kegelapan. Sebab, sebagai ahli waris dalam kelemah-

annya, anak itu berada di bawah perwalian dan pengawasan 

sampai pada saat yang telah ditentukan oleh bapanya, yang 

olehnya dia dididik dan dibimbing dalam hal-hal yang tidak begitu 

ia pahami maknanya selama masa belum akil baliq, sekalipun di 

kemudian hari hal-hal itu akan menjadi amat berguna baginya. 

Demikian jugalah umat dalam Perjanjian Lama. Tatanan kepe-

mimpinan Musa yang membawahi mereka saat itu merupakan 

sesuatu yang tidak mereka pahami artinya sepenuhnya. Sebab, 

sebagaimana dikatakan Rasul Paulus (2Kor. 3:13; saduran), mere-

ka tidak dapat melihat hilangnya cahaya yang sementara itu. Akan 

namun , bagi umat yang telah menjadi dewasa, yaitu pada zaman 

Injil, cahaya itu kemudian menjadi sangat bermanfaat. Oleh kare-

na keadaan zaman Perjanjian Lama itu merupakan masa kegelap-

an, di dalamnya terkandung juga ikatan atau perbudakan. Sebab, 

mereka takluk juga kepada roh-roh dunia, terikat oleh banyak 

sekali tata upacara dan kewajiban yang membebani. Dan dengan-

nya, yang merupakan asas-asas pertama, mereka diajarkan dan 

dibimbing, dan dengan begitu, sebagaimana seorang anak yang 

sedang berada di bawah perwalian dan pengawasan, mereka di-

buat tunduk. Pada masa itu, jemaat lebih menyerupai hamba, 

diwajibkan untuk melakukan semua hal seturut perintah Allah, 

tanpa benar-benar memahami alasan di baliknya. Sementara, 

pelayanan di bawah Injil jauh lebih masuk akal dibanding semua 

itu. Saat yang ditentukan oleh Bapa datang, yaitu saat  jemaat 

mencapai kematangannya, kegelapan dan perbudakan yang sebe-

lumnya menimpa mereka itu pun disingkirkan, dan kita berada di 

bawah masa penyelenggaraan yang jauh lebih terang dan memer-

dekakan.  

II. Dia mengungkapkan kepada kita keadaan orang-orang Kristen di 

bawah tugas penyelenggaraan Injil, yang jauh lebih bahagia (ay. 4-

7). sesudah  genap waktunya, yaitu saat yang ditentukan oleh 

Bapa, saat  Dia mengakhiri masa penyelenggaraan hukum Tau-

rat dan mendirikan masa penyelenggaraan lain yang lebih baik 

untuk menggantikannya, Dia mengutus anak-Nya. Yang diutus 

untuk memperkenalkan masa penyelenggaraan baru ini tiada lain 

adalah Anak Allah sendiri, anak tunggal Sang Bapa. Seperti telah 

dinubuatkan dan dijanjikan semenjak dunia ini didirikan, begitu-

lah saat  genap waktunya Dia dinyatakan untuk tujuan ini. 

Sesuai dengan rancangan agung yang telah Dia jalankan, Dia 

ditetapkan untuk lahir dari seorang perempuan, dan inilah pen-

jelmaan-Nya, dan takluk kepada hukum Taurat, dan inilah sikap 

tunduk-Nya. Dia, yang adalah benar-benar Allah, menjadi manu-

sia demi kita. Dan Dia, yang adalah Tuhan dari segala mahkluk, 

rela tunduk dan menjadi seorang hamba. Dan tujuan agung dari 

semua ini adalah untuk menebus mereka, yang takluk kepada 

hukum Taurat, yaitu untuk menyelamatkan kita dari kuk yang 

begitu berat itu dan untuk menjadikan ketetapan-ketetapan Injil 

lebih masuk akal dan ringan. Dengan datang ke dunia ini, Ia 

sungguh memiliki tujuan yang lebih besar daripada sekadar mem-

bebaskan kita dari ikatan hukum keupacaraan itu, sebab Dia 

masuk ke dalam sifat kita dan rela menderita dan mati bagi kita, 

supaya dengan begitu Dia dapat menebus kita dari murka Allah 

dan dari kutuk hukum moral, yang menimpa kita semua sebagai 

pendosa. namun  itu hanyalah salah satu dari tujuan-Nya, dan 

belas kasihan tersedia untuk dicurahkan pada saat Dia menyata-

kan diri-Nya. Pada saat itulah keadaan jemaat yang seperti hamba 

akan berakhir dan digantikan dengan keadaan yang lebih baik, 

sebab Dia diutus untuk menebus kita, supaya kita diterima 

menjadi anak, yaitu supaya kita tidak lagi dianggap dan diper-

lakukan sebagai hamba, namun  sebagai anak-anak yang tumbuh 

dewasa, yang dikaruniai dengan kebebasan yang lebih besar dan 

dilimpahi dengan hak-hak istimewa yang lebih besar daripada 

saat  kita ada di bawah perwalian dan pengawasan. Kepada 

pengertian inilah Rasul Paulus menuntun kita dengan penjelasan-

nya supaya menjadi perhatian kita, sekalipun tidak diragukan lagi 

ungkapan itu dapat juga dimengerti sebagai pengangkatan seba-

gai anak yang sering kali dibicarakan Injil sebagai hak istimewa 

orang-orang yang percaya kepada Kristus. Israel adalah anak 

Allah, anak sulung-Nya (Rm. 9:4). Akan namun  sekarang, di bawah 

Injil, orang-orang percaya diangkat anak, dan sebagai bukti dan 

kesungguhan hal itu, mereka juga memiliki Roh yang menjadikan 

mereka anak Allah, yang memberi mereka kewajiban untuk ber-

doa dan memampukan mereka untuk memandang Allah sebagai 

Bapa dalam doa mereka (ay. 6): Dan sebab  kamu adalah anak, 

maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang 

berseru: ya Abba, ya Bapa! Oleh sebab  itu (ay. 7), Rasul Paulus 

menutup penjelasannya ini dengan menambahkan, Jadi kamu bu-

kan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu 

juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah. Artinya, di bawah Injil, kita 

tidak lagi ada di bawah perhambaan hukum Taurat itu, namun  

oleh kepercayaan kepada Kristus, kita menjadi anak-anak Allah. 

Dengan percaya kepada Kristus, kita diterima oleh Allah dan di-

angkat anak oleh-Nya. Dan, sebagai anak-anak, kita juga adalah 

ahli waris Allah yang berhak menerima warisan sorgawi (sebagai-

mana yang juga diungkapkan Rasul Paulus dalam Roma 8:17). 

Oleh sebab  itu, alangkah dungu dan lemahnya jika kita kembali 

kepada hukum Taurat dan mencari pembenaran dengan melaku-

kan hukum itu. Dari perkataan Rasul Paulus dalam ayat-ayat ini 

kita dapat mencermati, 

1. Keajaiban kasih dan belas kasihan ilahi terhadap kita, teruta-

ma dari Allah Sang Bapa, dalam mengutus Anak-Nya ke dunia 

ini untuk menebus dan menyelamatkan kita, serta dari Anak 

Allah juga, yang rela merendahkan diri sebegitu rendahnya 

dan menderita sedemikian hebatnya bagi kita, untuk mengge-

napi rancangan itu. Dan juga keajaiban kasih dan belas kasih-

an ilahi dari Roh Kudus, yang rela merendah dengan men-

diami hati para orang percaya untuk memenuhi tujuan penuh 

rahmat tersebut.  

2.  Keuntungan-keuntungan besar dan tak ternilai yang dinikmati 

orang-orang Kristen di bawah Injil, sebab,  

(1) Kita menerima pengangkatan sebagai anak. Perhatikanlah, 

diangkat menjadi anak-anak Allah yang menguasai sorga 

merupakan hak yang sangat istimewa yang diperoleh 

orang-orang percaya melalui Kristus. Kita, yang pada da-

sarnya merupakan anak-anak yang dimurkai dan anak-

anak durhaka, telah menjadi anak-anak yang dikasihi me-

lalui kasih karunia.  

(2) Kita menerima Roh yang menjadikan kita anak-anak Allah. 

Perhatikanlah,  

[1] Semua orang yang menerima hak istimewa pengangkat-

an anak, memperoleh juga Roh yang menjadikan mere-

ka anak-anak Allah. Semua orang yang diterima oleh-

Nya, juga turut mengambil sifat sebagai anak-anak Allah, 

sebab Dia ingin semua anak-anak-Nya menjadi serupa 

dengan-Nya.  

[2] Roh yang menjadikan anak-anak Allah ialah Roh doa, 

dan kita wajib memandang Allah sebagai Bapa dalam 

doa kita. Kristus telah mengajari kita agar memandang 

Allah sebagai Bapa kita di sorga saat  berdoa.  

[3] Jika kita adalah anak-anak-Nya, maka kita juga adalah 

ahli waris-Nya. Tidak seperti di antara manusia yang 

menjadikan hanya anak sulung sebagai ahli waris, se-

mua anak-anak Allah adalah ahli waris-Nya. Orang-orang 

yang memiliki sifat anak juga akan memiliki warisan 

sebagai anak.  

Teguran yang Penuh Kasih Sayang 

(4:8-11) 

8 Dahulu, saat  kamu tidak mengenal Allah, kamu memperhambakan diri 

kepada allah-allah yang pada hakekatnya bukan Allah. 9 namun  sekarang 

sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah, 

bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan 

miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya? 10 Kamu de-

ngan teliti memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang 

tetap dan tahun-tahun. 11 Aku kuatir kalau-kalau susah payahku untuk 

kamu telah sia-sia. 

Dalam ayat-ayat ini Rasul Paulus mengingatkan mereka siapa mere-

ka itu sebelum bertobat dan beriman kepada Kristus, dan betapa per-

tobatan itu telah mengerjakan perubahan yang membahagiakan da-

lam diri mereka. Seterusnya, dia berusaha menginsafkan mereka dari 

kelemahan besar mereka, yaitu bahwa mereka mendengarkan orang-

orang yang hendak menyeret mereka kembali ke dalam ikatan hu-

kum Musa.  

I. Dia mengingatkan mereka mengenai keadaan dan perilaku mere-

ka di masa lalu, dan siapa mereka sebelum Injil diberitakan ke-

pada mereka. Pada saat itu mereka tidak mengenal Allah. Mereka 

sama sekali tidak tahu-menahu tentang Allah yang sejati dan cara 

yang benar untuk menyembah-Nya. Pada waktu itu mereka juga 

ada di bawah perbudakan yang terburuk, sebab mereka memper-

hambakan diri kepada allah-allah yang pada hakikatnya bukan 

Allah, diperintah mengerjakan hal-hal takhayul dan pemujaan 

berhala bagi allah-allah yang pada hakikatnya bukan Allah, 

melainkan ciptaan semata, bahkan mungkin saja ciptaan tangan 

mereka sendiri. Oleh sebab  itu, allah-allah itu tidak mampu 

mendengarkan atau menolong mereka. Perhatikanlah,  

1.  Orang-orang yang tidak mengenal Allah yang sejati pasti akan 

cenderung lari kepada allah-allah palsu. Orang-orang yang 

mengabaikan Allah yang menciptakan dunia ini lebih memilih 

untuk memuja allah-allah yang mereka buat sendiri, daripada 

tidak memiliki allah sama sekali.  

2.  Penyembahan agamawi hanya layak diberikan kepada Dia 

yang pada hakikatnya adalah Allah. Sebab, saat  Rasul 

Paulus mempersalahkan mereka sebab  memuja sesuatu yang 

pada hakikatnya bukan Allah, dengan jelas ia menunjukkan 

bahwa hanya Dia yang pada hakikatnya Allah sajalah yang 

layak menjadi tujuan penyembahan agamawi kita.  

II. Dia mengimbau mereka supaya mengingat perubahan membaha-

giakan yang terjadi atas diri mereka melalui pemberitaan Injil di 

antara mereka. Sekarang mereka telah mengenal Allah (mereka 

telah dibawa ke dalam pengetahuan mengenai Allah yang sejati 

dan Anak-Nya Yesus Kristus, yang memulihkan mereka dari kebe-

balan dan ikatan yang sebelumnya membelenggu mereka), atau 

lebih baik, sesudah mereka dikenal Allah. Perubahan membaha-

giakan yang terjadi atas diri mereka ini, yaitu mereka berbalik 

dari berhala-berhala kepada Allah yang hidup, dan melalui Kris-

tus mereka telah diangkat sebagai anak, semuanya terjadi bukan 

sebab  jasa mereka sendiri, melainkan sebab  kebaikan Allah. 

Semua itu adalah hasil dari kasih karunia-Nya yang melimpah 

dan cuma-cuma terhadap mereka, dan sebab  itu mereka harus 

mempertimbangkannya. Oleh sebab  itu, mereka pun kini memi-

liki kewajiban yang lebih besar untuk tetap memegang kebebasan 

yang dengannya Dia sudah memerdekakan mereka. Perhatikan-

lah, segenap perkenalan kita dengan Allah dimulai dengan Dia. 

Kita mengenal Dia, sebab kita dikenal oleh-Nya.  

III. Oleh sebab itu Rasul Paulus membeberkan kebebalan dan kegila-

an mereka yang mau dibawa kembali ke dalam perhambaan. Dia 

mengungkapkannya dengan rasa terkejut dan prihatin yang amat 

sangat, sebab  mereka ternyata berbuat demikian: Bagaimanakah 

kamu berbalik lagi dst., katanya (ay. 9). “Bagaimana mungkin 

kamu, yang telah diajari untuk menyembah Allah dengan cara 

Injili, kini terseret lagi untuk menuruti cara penyembahan dulu 

yang hanya penuh dengan tata upacara belaka? Kamu yang telah 

mengenal masa penyelenggaraan terang, kebebasan, dan kasih, 

seperti yang ada dalam Injil, kini tunduk pada masa penyeleng-

garaan kegelapan, perhambaan, dan kengerian, sebagaimana yang 

ada dalam hukum Taurat?” Dalam hal ini mereka memiliki alasan 

yang lebih lemah, sebab mereka belum pernah ada di bawah 

hukum Musa sebelumnya seperti bangsa Yahudi dulu. Oleh 

sebab  itu, dalam hal ini mereka lebih tidak dapat dimaafkan 

dibandingkan bangsa Yahudi, yang bisa saja masih merasa terikat 

terhadap sesuatu yang begitu lama menjadi bagian dari mereka. 

Di samping itu, orang-orang ini juga memperhambakan diri lagi 

kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin, yang tidak memiliki 

kuasa untuk membersihkan jiwa mereka atau memuaskan pikir-

an mereka, dan yang hanya dirancangkan bagi keadaan jemaat 

yang belum akil baliq, yang kini telah berakhir. Oleh sebab  itu, 

kelemahan dan kebodohan mereka semakin parah lagi sebab  

mereka memperhambakan diri kepada hal-hal tersebut dan 

serupa dengan umat Yahudi sebab  turut serta dalam perayaan-

perayaan mereka, yang di sini disebutkan sebagai hari-hari terten-

tu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun. Perhati-

kanlah di sini,  

1.  Tidak mustahil bagi orang-orang yang sudah memeluk sebuah 

agama untuk kemudian disimpangkan dari kemurnian dan 

kesederhanaan agama itu, sebab inilah yang terjadi pada 

orang-orang Kristen ini. Dan,  

2.  Semakin besar belas kasihan yang ditunjukkan Allah kepada 

seseorang, dengan cara membawanya mengenal Injil beserta 

dengan kemerdekaan dan hak-hak istimewa di dalamnya, 

maka semakin besar pula dosa dan kebodohannya bila orang 

itu kemudian beralih dari semuanya itu. Inilah yang ditekan-

lah oleh Rasul Paulus, yaitu bahwa sesudah mereka mengenal 

Allah, atau lebih baik lagi, sesudah mereka dikenal oleh-Nya, 

mereka masih saja ingin diperhamba oleh roh-roh dunia yang 

lemah dan miskin itu.  

IV. Di sini dia menyatakan kecemasannya mengenai mereka, kuatir 

kalau-kalau susah payahnya untuk mereka telah sia-sia. Dia su-

dah banyak bersusah-payah untuk mereka, untuk memberitakan 

Injil kepada mereka, dan berupaya meneguhkan mereka dalam 

iman dan kemerdekaan di dalam Injil. Akan namun  kini mereka 

melepaskan semua itu dan membuat susah payahnya di antara 

mereka tidak berbuah dan tidak berguna, dan pikiran inilah yang 

teramat meresahkannya. Perhatikanlah, 

1.  Banyak sekali jerih payah para pelayan yang setia menjadi sia-

sia, dan saat  hal itu terjadi, pastilah menimbulkan kepedih-

an yang mendalam bagi orang-orang yang menginginkan kese-

lamatan jiwa-jiwa itu. Perhatikanlah,  

2.  Susah payah para pelayan menjadi sia-sia di dalam orang-

orang yang memulai dalam Roh namun  berakhir dalam daging, 

yang, meskipun pada awalnya memulai dengan baik, namun  

sesudah nya menyimpang dari jalan Injil. Perhatikanlah,  

3.  Orang-orang seperti itu, yang menyebabkan jerih payah para 

pelayan Yesus Kristus menjadi sia-sia, harus memberi per-

tanggungan jawab yang sungguh besar di kemudian hari.  

Teguran yang Penuh Kasih Sayang 

(4:12-16) 

12 Aku minta kepadamu, saudara-saudara, jadilah sama seperti aku, sebab 

aku pun telah menjadi sama seperti kamu. Belum pernah kualami sesuatu 

yang tidak baik dari padamu. 13 Kamu tahu, bahwa aku pertama kali telah 

memberitakan Injil kepadamu oleh sebab  aku sakit pada tubuhku. 14 Sung-

guhpun demikian keadaan tubuhku itu, yang merupakan pencobaan bagi 

kamu, namun kamu tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang hina dan 

yang menjijikkan, namun  kamu telah menyambut aku, sama seperti menyam-

but seorang malaikat Allah, malahan sama seperti menyambut Kristus Yesus 

sendiri. 15 Betapa bahagianya kamu pada waktu itu! Dan sekarang, di mana-

kah bahagiamu itu? sebab  aku dapat bersaksi tentang kamu, bahwa jika 

mungkin, kamu telah mencungkil matamu dan memberikannya kepadaku. 16 

Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuh-

mu? 

Supaya orang-orang Kristen ini menjadi semakin malu sebab  pe-

nyimpangan mereka dari kebenaran Injil yang telah Paulus beritakan 

kepada mereka, di sini dia mengingatkan mereka akan kasih sayang 

mereka yang dalam yang mereka tunjukkan sebelumnya baginya dan 

bagi pelayanannya. Hal ini dapat membuat mereka menyadari betapa 

tidak selarasnya kelakuan mereka kini dengan apa yang mereka 

katakan dahulu. Di sini kita dapat mengamati,  

I. Betapa penuh kasih sayangnya dia memanggil mereka. Dia me-

manggil mereka saudara-saudara, sekalipun dia tahu bahwa hati 

mereka sudah sangat menjauh darinya. Dia ingin supaya semua 

rasa tersinggung disingkirkan dulu, supaya mereka berpikiran 

mengenai dia sama seperti dia berpikiran terhadap mereka. Dia 

menginginkan mereka supaya menjadi sama seperti dia, sebab dia 

pun telah menjadi sama seperti mereka. Terlebih lagi, dia mengata-

kan kepada mereka bahwa belum pernah dia alami sesuatu yang 

tidak baik dari mereka. Dia tidak pernah berseteru dengan mereka 

mengenai kepentingannya. Meski dengan mempersalahkan kela-

kuan mereka, ia telah menunjukkan sedikit amarah dan kepriha-

tinan pikirannya, dia meyakinkan mereka bahwa hal itu bukanlah 

disebab kan persoalan atau perseteruan pribadi (sebagaimana 

mereka mungkin terpancing untuk berpikir demikian), melainkan 

sebab  hasrat untuk menjaga kebenaran dan kemurnian Injil, 

serta kesejahteraan dan kebahagiaan mereka. Oleh sebab  itu dia 

berusaha untuk melembutkan perasaan mereka terhadapnya, 

sehingga mereka lebih siap menerima tegurannya. Dengan ini, dia 

mengajarkan kita supaya jika kita hendak menegur orang lain, 

kita harus berhati-hati untuk meyakinkan mereka bahwa teguran 

kita bukanlah berasal dari perseteruan atau perasaan pribadi, 

melainkan dari kepedulian tulus akan kehormatan Allah dan aga-

ma serta akan kesejahteraan mereka sendiri sebenar-benarnya. 

Sebab, teguran biasanya ampuh saat  terbukti tidak membawa 

kepentingan pribadi di dalamnya.  

II. Bagaimana dia menegaskan kasih sayang yang dulu mereka 

tunjukkan kepadanya, sehingga mereka menjadi lebih malu lagi 

akan perlakuan mereka terhadapnya sekarang. Untuk tujuan ini, 

1.  Dia mengingatkan mereka mengenai kesulitan yang dia hadapi 

saat  dia pertama kali datang di antara mereka: Aku tahu, ka-

tanya, bahwa aku pertama kali telah memberitakan Injil ke-

padamu oleh sebab  aku sakit pada tubuhku. Kita tidak dapat 

mengetahui dengan pasti apa yang dimaksudkannya dengan 

sakit pada tubuhnya itu, yang dalam pernyataan berikutnya 

diungkapkannya sebagai pencobaan dalam tubuhnya (meski 

tak diragukan lagi bahwa hal itu diketahui oleh orang-orang 

Kristen yang menerima suratnya). Beberapa orang mengarti-

kannya sebagai penganiayaan yang telah ia derita oleh sebab  

Injil, sementara beberapa lainnya mengartikannya sebagai se-

suatu dalam dirinya pribadi, atau caranya berbicara yang 

mungkin membuat pelayanannya kurang lugas dan kurang 

dapat diterima, mengacu pada 2Kor. 10:10 dan 12:7-10. Akan 

namun , apa pun itu, sepertinya kesulitan itu tidak menghalangi 

mereka untuk mengasihinya. Sebab,  

2.  Dia memperhatikan bahwa sekalipun dia mempunyai kelemah-

an (yang mungkin saja mengurangi harga dirinya di hadapan 

orang lain), mereka tidak menganggapnya hina dan tidak meno-

laknya sebab  hal itu. Sebaliknya, mereka telah menyambut dia 

sama seperti menyambut seorang malaikat Allah, bahkan sama 

seperti menyambut Yesus Kristus sendiri. Mereka begitu meng-

hormati dan menyambutnya sebagai seorang utusan, seakan-

akan seorang malaikat Allah atau bahkan Yesus Kristus sen-

dirilah yang telah bersabda kepada mereka. Ya, demikian be-

sar rasa hormat mereka terhadapnya, sehingga, sekiranya saja 

mungkin, mereka bahkan rela mencungkil mata mereka dan 

memberikannya kepadanya. Perhatikanlah, betapa tidak me-

nentunya rasa hormat yang ditunjukkan manusia, betapa ce-

patnya mereka berubah pikiran, dan betapa mudahnya mereka 

dirasuki kebencian terhadap orang-orang yang pernah mereka 

hormati dan sayangi, sampai-sampai mereka tega ingin men-

cungkil mata orang-orang untuk siapa mereka sebelumnya rela 

mencungkil mata mereka sendiri! sebab  itulah kita harus ber-

upaya supaya dikenan oleh Allah saja, sebab sedikit sekali arti-

nya dihakimi oleh suatu pengadilan manusia (1Kor. 4:3).  

III. Betapa sungguh-sungguhnya dia menegur mereka di sini: Dan 

sekarang, katanya, di manakah bahagiamu itu? Seakan-akan dia 

berkata, “Dulu kamu merasa sangat bersukacita dan puas dengan 

kabar baik Injil, dan kamu sangat bersemangat melimpahi berkat-

berkat ke atasku sebagai pemberitanya. Namun mengapakah 

kamu kini begitu berubah, sampai-sampai hanya sedikit yang ter-

sisa dari semua itu dan juga sedikit sekali hormat untukku? Dulu 

kamu begitu merasa berbahagia menerima Injil, namun  apakah 

kini kamu telah berubah pikiran menjadi sebaliknya?” Perhati-

kanlah, orang-orang yang sudah meninggalkan kasih mereka yang 

mula-mula sebaiknya merenungkan, di manakah kini kebahagia-

an yang dulu pernah mereka bicarakan itu? Apa jadinya kini 

dengan kesenangan yang dulu mereka nikmati saat  bersekutu 

dengan Allah dan bersahabat dengan para pelayan-Nya? Untuk 

lebih menekankan supaya mereka merasa malu akan perilaku 

mereka kini, Paulus sekali lagi bertanya, (ay. 16), “Apakah dengan 

mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu? 

Bagaimana mungkin aku, yang dulu merupakan kesayanganmu, 


 68

kini dianggap musuhmu? Dapatkah kamu mengemukakan alasan 

selain bahwa aku telah mengatakan kebenaran kepadamu dan 

berusaha supaya kamu mengenal kebenaran Injil dan meneguh-

kanmu di dalamnya? Jika tidak, lunturnya kasih sayangmu itu 

amat tidak masuk akal!” Perhatikanlah,  

1. Tidak aneh jika manusia sering kali menganggap musuh orang-

orang yang sebenarnya adalah teman terbaik mereka. Sebab, 

tidak diragukan lagi, orang-orang itu, entah mereka para hamba 

Tuhan atau yang lainnya, yang mengatakan kebenaran kepada 

mereka, bersikap jujur dan setia terhadap mereka dalam hal 

yang berkaitan dengan keselamatan kekal mereka, sebagaimana 

yang dilakukan Rasul Paulus di sini terhadap orang-orang 

Kristen itu.  

2. Para hamba Tuhan terkadang mungkin menciptakan musuh-

musuh mereka demi menunaikan tugas mereka dengan setia, 

sebab inilah yang terjadi pada Paulus. Dia dianggap musuh 

oleh sebab  mengatakan kebenaran kepada mereka.  

3. Meski begitu, para hamba Tuhan tidak boleh menahan-nahan 

kebenaran hanya sebab  takut menyinggung orang lain atau 

mendatangkan kemarahan terhadap diri mereka.  

4. Mereka dapat merasa tenang bila mereka sadar bahwa jika 

orang lain memusuhi mereka, hal itu hanya disebab kan me-

reka telah mengatakan kebenaran kepada orang-orang itu.  

Teguran yang Penuh Kasih Sayang 

(4:17-18) 

17 Mereka dengan giat berusaha untuk menarik kamu, namun  tidak dengan 

tulus hati, sebab  mereka mau mengucilkan kamu, supaya kamu dengan 

giat mengikuti mereka. 18 Memang baik kalau orang dengan giat berusaha 

menarik orang lain dalam perkara-perkara yang baik, asal pada setiap waktu 

dan bukan hanya bila aku ada di antaramu. 

Rasul Paulus masih mengusung rencana yang sama dengan ayat-ayat 

sebelumnya, yaitu untuk menginsafkan jemaat di Galatia akan dosa 

dan kebebalan mereka sebab  telah menyimpang dari kebenaran 

Injil. sesudah  sebelumnya membeberkan perubahan sikap mereka 

terhadap dirinya yang telah membangun mereka di dalam Injil, di sini 

dia menerangkan sifat-sifat para guru palsu yang berupaya menjauh-

kan mereka dari Injil. Jika saja mereka mengindahkan penjelasannya

Surat Galatia 4:17-18 

 69

ini, mereka pasti akan menyadari betapa bodohnya mendengarkan 

guru-guru palsu itu. Apa pun pendapat mereka tentang guru-guru 

palsu itu, Paulus memberi tahu mereka bahwa guru-guru itu hanya-

lah manusia-manusia licik yang ingin meninggikan diri dan meng-

gunakan kepura-puraan untuk mencapai kepentingan mereka sen-

diri, bukannya kepentingan jemaat. “Mereka dengan giat berusaha 

untuk menarik kamu,” katanya, “Mereka menunjukkan rasa hormat 

yang besar untukmu dan berpura-pura menyayangi kamu, namun  

tidak dengan tulus hati. Mereka melakukannya tanpa tujuan baik, 

tidak tulus dan benar di dalam melakukan semuanya itu, sebab 

mereka mau mengucilkan kamu, supaya kamu dengan giat mengikuti 

mereka. Tujuan utama mereka adalah memenangkan hatimu, dan 

untuk itu, mereka melakukan segala cara supaya bisa melunturkan 

kasih sayangmu terhadap aku dan terhadap kebenaran, sehingga 

mereka bisa menguasai kamu sepenuhnya.” Paulus meyakinkan me-

reka bahwa itulah tujuan guru-guru palsu itu, sehingga sangat tidak 

bijaksana jika jemaat mengindahkan mereka. Perhatikanlah,  

1.  Sikap giat bisa saja ditunjukkan bahkan saat  hanya ada sedikit 

kebenaran dan ketulusan di dalamnya.  

2. Itulah cara yang biasa dilakukan oleh para perayu untuk meme-

nangkan hati orang-orang. Dengan begitu, mereka bisa menarik 

orang-orang itu supaya sepikiran dengan mereka.  

3. Apapun kedok yang mereka pakai, biasanya mereka lebih meng-

indahkan kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan orang 

lain dan tidak segan menghancurkan nama baik orang lain, jika 

itu bisa melambungkan nama mereka sendiri. Pada kesempatan 

ini, Rasul Paulus memberi kita aturan yang baik sekali yang bisa 

kita lihat di ayat 18, Memang baik kalau orang dengan giat berusa-

ha menarik orang lain dalam perkara-perkara yang baik. Terjemah-

an kita juga bisa berarti dalam seorang yang baik, jadi bisa 

dianggap bahwa Rasul Paulus merujuk pada dirinya sendiri. 

Makna ini dianggap didukung oleh konteks sebelumnya dan juga 

oleh kata-kata sesudah nya, dan bukan hanya bila aku ada di 

antaramu, seakan-akan dia telah berkata, “Dulu kamu begitu 

menyayangi dan menganggapku seorang yang baik, dan kini 

kamu punya alasan untuk berubah pikiran. Tentunya seharusnya 

kamu menunjukkan sikap yang sama terhadap aku saat  aku 

tidak ada di antaramu, seperti yang kamu lakukan saat  aku ada 

di antaramu.” Akan namun , jika kita memegang teguh terjemahan 


 70

kita sendiri, di sini Rasul Paulus memperlengkapi kita dengan se-

buah aturan yang sangat baik untuk mengarahkan dan mengatur 

kita dalam melatih rasa giat kita. Ada dua hal yang terutama 

dianjurkannya kepada kita untuk tujuan ini:  

(1) Bahwa sifat giat hanya boleh diterapkan pada hal baik, sebab 

bergiat itu baik jika dilakukan dalam hal yang baik. Orang-

orang yang bergiat melakukan kejahatan hanya akan menim-

bulkan lebih banyak kerugian. Dan,  

(2)  Sifat giat ini harus dilakukan secara terus-menerus. Memang 

baik selalu bergiat dalam perkara baik, namun  jangan hanya se-

kali saja, atau kadang-kadang, seperti orang yang sakit demam, 

melainkan harus seperti suhu panas alami dalam tubuh, yang 

bersifat tetap. Betapa bahagianya jemaat Kristus jika aturan ini 

diterapkan dengan lebih baik di antara orang-orang Kristen!  

Teguran yang Penuh Kasih Sayang 

(4:19-20)  

19 Hai anak-anakku, sebab  kamu aku menderita sakit bersalin lagi, sampai 

rupa Kristus menjadi nyata di dalam kamu. 20 Betapa rinduku untuk berada 

di antara kamu pada saat ini dan dapat berbicara dengan suara yang lain, 

sebab  aku telah habis akal menghadapi kamu. 

Supaya orang-orang Kristen ini dapat menanggung teguran-teguran 

yang terpaksa harus diberikannya, di sini Rasul Paulus mengungkap-

kan kasih sayangnya yang besar dan kepedulian mendalam yang 

dirasakannya terhadap kesejahteraan mereka. Dia tidaklah seperti 

mereka, yaitu tidak menunjukkan sikap tertentu saat  dia berada di 

antara mereka dan bersikap lain saat tidak ada di antara mereka. 

Lunturnya kasih sayang mereka terhadapnya tidak lantas meluruh-

kan kasihnya kepada mereka, namun  dia masih menghormati mereka 

sama seperti sebelumnya. Dia juga tidak seperti guru-guru palsu 

yang berpura-pura mengasihi mereka, padahal pada waktu yang ber-

samaan mereka hanyalah mengutamakan kepentingan mereka sen-

diri. Akan namun , dia benar-benar peduli terhadap kepentingan utama 

mereka dengan hati yang tulus. Dia tidak mengincar kepentingan 

mereka, melainkan diri mereka. Mereka sudah siap menganggapnya 

musuh, namun  dia meyakinkan mereka bahwa dia adalah teman me-

reka. Bahkan, bukan itu saja, dia juga merasa seperti orangtua bagi 

mereka. Dia memanggil mereka sebagai anak-anaknya, seperti yang

Surat Galatia 4:19-20 

 71

sewajarnya, sebab dia telah menjadi alat bagi pertobatan mereka ke 

dalam iman Kristen. Ya, dia memanggil mereka anak-anaknya, dan 

panggilan itu menunjukkan kasih dan kelemahlembutannya terha-

dap mereka, dan mungkin juga mengandung rasa maklum saat  me-

reka bersikap seperti anak-anak kecil yang gampang sekali dipenga-

ruhi oleh kelicikan orang lain. Dia mengungkapkan kepeduliannya 

terhadap mereka dan keinginan tulusnya supaya mereka sejahtera 

dan makmur dalam jiwa mereka, bagaikan seorang wanita yang hen-

dak bersalin: dia menderita sakit bersalin bagi mereka. Hal besar yang 

membuatnya menderita seperti itu dan yang begitu diingininya bu-

kanlah supaya mereka membalas kasihnya, melainkan supaya rupa 

Kristus menjadi nyata di dalam mereka, supaya mereka menjadi 

orang-orang Kristen sejati dan semakin diteguhkan dan diperkuat 

dalam iman akan Injil. Dari sini kita dapat mencermati,  

1.  Kasih sayang mendalam yang dirasakan para pelayan Tuhan yang 

setia terhadap orang-orang yang mereka bimbing. Kasih sayang 

para pelayan Tuhan itu bagaikan kasih sayang orangtua terhadap 

anak-anaknya.  

2.  Bahwa hal utama yang para pelayan Tuhan dambakan dan yang 

membuat mereka menderita seperti seorang wanita yang bersalin 

adalah supaya orang-orang yang mereka bimbing menjadi serupa 

dengan Kristus. Bukan supaya orang-orang itu balas mengasihi 

mereka, apalagi untuk memanfaatkan mereka, melainkan supaya 

pikiran orang-orang itu diperbarui di dalam roh, dibentuk menjadi 

gambaran Kristus, dan semakin dibangun dan diteguhkan dalam 

iman dan kehidupan Kristen mereka. Betapa tidak masuk akalnya 

perilaku orang-orang yang mengabaikan atau tidak menyukai 

para pelayan Tuhan yang sudah begitu banyak bersusah payah 

bagi mereka!  

3.  Bahwa manusia tidak sepenuhnya menjadi serupa dengan Kristus 

sampai mereka berhenti mengandalkan kebenaran mereka sendiri 

dan mulai mengandalkan Dia dan kebenaran-Nya saja.  

Sebagai kelanjutan bukti kasih sayang dan kepedulian Rasul 

Paulus bagi orang-orang Kristen ini, dia pun menambahkan (ay. 20), 

bahwa ia rindu berada di antara mereka, dan bahwa dia akan sangat 

gembira bila bisa berada di antara mereka dan bercakap-cakap de-

ngan mereka, supaya dia menemukan kesempatan untuk dapat ber-

bicara dengan suara yang lain, sebab saat itu dia telah habis akal 


 72

menghadapi mereka. Dia tidak tahu bagaimana harus menangani 

mereka. Dia tidak begitu paham dengan keadaan mereka sehingga 

tidak mudah baginya untuk mendekati mereka. Dia penuh dengan 

ketakutan dan kecemburuan mengenai mereka, yang mendorongnya 

untuk menulis surat kepada mereka dengan cara demikian. Akan 

namun  dia akan senang jika apa yang sebenarnya terjadi di antara 

mereka ternyata tidak seburuk yang ditakutinya itu, dan jika dia 

memiliki kesempatan untuk memuji mereka, bukannya menegur dan 

memarahi mereka. Perhatikanlah, meskipun para pelayan Tuhan ter-

kadang memandang perlu menegur orang-orang yang mereka bim-

bing, ini bukanlah pekerjaan yang menyenangkan buat mereka. 

Mereka lebih senang jika tidak perlu berlaku demikian, dan selalu 

gembira jika memiliki alasan untuk mengubah nada suara mereka 

terhadap jemaat itu. 

Teguran yang Penuh Kasih Sayang 

(4:21-31) 

21 Katakanlah kepadaku, hai kamu yang mau hidup di bawah hukum Taurat, 

tidakkah kamu mendengarkan hukum Taurat? 22 Bukankah ada tertulis, 

bahwa Abraham mempunyai dua anak, seorang dari perempuan yang men-

jadi hambanya dan seorang dari perempuan yang merdeka? 23 namun  anak 

dari perempuan yang menjadi hambanya itu diperanakkan menurut daging 

dan anak dari perempuan yang merdeka itu oleh sebab  janji. 24 Ini adalah 

suatu kiasan. Sebab kedua perempuan itu adalah dua ketentuan Allah: yang 

satu berasal dari gunung Sinai dan melahirkan anak-anak perhambaan, 

itulah Hagar – 25 Hagar ialah gunung Sinai di tanah Arab – dan ia sama de-

ngan Yerusalem yang sekarang, sebab  ia hidup dalam perhambaan dengan 

anak-anaknya. 26 namun  Yerusalem sorgawi adalah perempuan yang mer-

deka, dan ialah ibu kita. 27 sebab  ada tertulis: “Bersukacitalah, hai si man-

dul yang tidak pernah melahirkan! Bergembira dan bersorak-sorailah, hai 

engkau yang tidak pernah menderita sakit bersalin! Sebab yang ditinggalkan 

suaminya akan mempunyai lebih banyak anak dari pada yang bersuami.” 28 

Dan kamu, saudara-saudara, kamu sama seperti Ishak adalah anak-anak 

janji. 29 namun  seperti dahulu, dia, yang diperanakkan menurut daging, 

menganiaya yang diperanakkan menurut Roh, demikian juga sekarang ini. 30 

namun  apa kata nas Kitab Suci? “Usirlah hamba perempuan itu beserta 

anaknya, sebab anak hamba perempuan itu tidak akan menjadi ahli waris 

bersama-sama dengan anak perempuan merdeka itu. 31 sebab  itu, saudara-

saudara, kita bukanlah anak-anak hamba perempuan, melainkan anak-anak 

perempuan merdeka. 

Dalam ayat-ayat di atas Rasul Paulus menggambarkan perbedaan an-

tara orang-orang percaya yang bersandar hanya pada Kristus dengan 

penganut agama Yahudi yang mengandalkan hukum Taurat, melalui 

perbandingan yang diambil dari kisah Ishak dan Ismael. Dia menge-

Surat Galatia 4:21-31 

 73

tengahkan perbandingan ini dengan cara yang sedemikian rupa su-

paya bisa ampuh menyayat dan menggetarkan pikiran mereka, dan 

supaya bisa menginsafkan mereka akan kelemahan mereka sebab  

telah menyimpang dari kebenaran dan mau saja meninggalkan ke-

merdekaan di dalam Injil. Katakanlah kepadaku, katanya, hai kamu 

yang mau hidup di bawah hukum Taurat, tidakkah kamu mendengar-

kan hukum Taurat? Dia menganggap mereka benar-benar men-

dengarkan hukum Taurat, sebab sudah menjadi kebiasaan kaum Ya-

hudi untuk membacakannya di tengah-tengah kumpulan mereka 

setiap hari Sabat. Dan, oleh sebab  mereka begitu gemar berada di 

bawah hukum Taurat itu, dia pun ingin mereka benar-benar mem-

pertimbangkan apa yang tertulis di dalamnya (mengacu kepada apa 

yang tertulis dalam Kejadian 16 dan 21). Sebab, jika mereka mau 

melakukannya, mereka pastinya segera mendapati betapa tidak ada 

alasan bagi mereka untuk mengandalkan hukum Taurat itu. Di sini, 

1. Dia mengetengahkan kisah itu ke hadapan mereka (ay. 22-23): 

Bukankah ada tertulis, bahwa Abraham mempunyai dua anak, 

dst. Di sini dia mengungkapkan kedudukan dan keadaan yang 

berbeda dari kedua anak Abraham itu, yaitu bahwa yang satu, 

Ismael, adalah anak hamba perempuan, sedangkan yang satunya 

lagi, Ishak, ialah anak perempuan merdeka. Anak yang pertama 

diperanakkan menurut daging, atau oleh proses alam biasa, 

sedangkan yang satunya lagi oleh sebab  janji, saat  secara hu-

kum alam Sarai tidak mungkin bisa mengandung seorang anak.  

2.  Dia menjabarkan kepada mereka makna dan rancangan kisah itu, 

atau maksudnya dalam menceritakan kisah itu (ay. 24-27): Ini, 

ujarnya, adalah suatu kiasan, yang bisa dipakai Roh Allah untuk 

menyatakan makna yang lebih mendalam kepada kita, selain dari 

maknanya secara harfiah dan kenyataan peristiwanya. Di sini 

dinyatakan bahwa kedua perempuan itu, yakni Hagar and Sarai, 

adalah dua ketentuan Allah, atau dimaksudkan untuk melam-

bangkan dua masa penyelenggaraan yang berbeda dari ketentuan 

Allah itu. Yang disebut pertama, yaitu Hagar, melambangkan apa 

yang diberikan dari gunung Sinai, dan yang melahirkan anak-

anak perhambaan, yang sekalipun merupakan penyelenggaraan 

kasih karunia, akan namun , dibandingkan dengan keadaan di ba-

wah Injil, hal itu merupakan penyelenggaraan perhambaan, dan 

terlebih lagi menjadi demikian bagi kaum Yahudi, yang tampak 

pada kekeliruan mereka dalam memahami rencana itu dan pada 


 74

pengharapan mereka untuk dibenarkan dengan jalan melakukan 

apa yang diberikan dari gunung Sinai itu. Hagar ialah gunung 

Sinai di tanah Arab (pada waktu itu gunung Sinai dinamakan 

Hagar oleh orang-orang Arab), dan ia sama dengan Yerusalem 

yang sekarang, sebab  ia hidup dalam perhambaan dengan anak-

anaknya. Keadaan itu benar-benar mencerminkan keadaan masa 

kini bangsa Yahudi, yang terus saja hidup dalam ketidakpercaya-

an mereka dan melekat kepada ketentuan itu, sehingga mereka 

masih ada dalam perhambaan dengan anak-anak mereka. Akan 

namun , perempuan yang satunya l