Penulisan transeliterasi Arab-Latin dalam penyusunan skripsi ini
menggunakan pedoman transeliterasi dari Keputusan Bersama Menteri Agama RI
dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tanggal 10 September 1987 No. 158
dan No. 0543b/U/1987. Secara garis besar uraiannya adalah sebagai berikut:
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
ا Aliĭf Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan
ب Bă’ b be
ت Tă’ t te
ث Ṡă’ ś es (dengan titik di atas)
ج Jīm j je
ح Ḥă’ ḥ ha (dengan titik di bawah)
خ Khă’ kh ka dan ha
د Dăl d de
ذ Żăl ż zet (dengan titik di atas)
ر Ră’ r er
ز Zai z zet
س Sin s es
ش Syin sy es dan ye
ص Ṣăd Ṣ es (dengan titik di bawah)
xi
ض Ḍăd ḍ de (dengan titik di bawah)
ط Ṭă’ ṭ te (dengan titik di bawah)
ظ Ẓă’ ẓ zet (dengan titik di bawah)
ع ‘ain ‘ Koma terbalik di atas
غ Gain g ge
ف Fă’ f ef
ق Qăf q qi
ك Kăf k ka
ل Lăm l ‘el
م Mĭm m ‘em
ن Nŭn n ‘en
و Wăwŭ w w
ﻩ Hă’ h ha
ء hamzah ‘ apostrof
ي yă’ y -
B. Konsonan Rangkap karena Syaddah d i t u l i s rangkap
ةد ﺪّﻌﺘﻣ ditulis Muta’addidah
ةّﺪﻋ ditulis ‘iddah
xii
C. Ta’ Marbutah di akhir kata
1. Bila dimatikan ditulis h
ﺔﻤﻜﺣ ditulis ḥikmah
ﺔﻳﺰﺟ ditulis jizyah
(Ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata arab yang sudah terserap ke
dalam bahasa Indonesia, seperti zakat, salat dan sebagainya, kecuali bila
dikehendaki lafal aslinya).
2. Bila diikuti dengan kata sandang 'al' serta bacaan kedua itu terpisah, maka
ditulis dengan h.
ءﺎﻴﻟوﻷا ﺔﻣاﺮآ Ditulis Karămah al-auliyă’
3. Bila ta’ Marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan dammah
ditulis t atau h
ﺮﻄﻔﻟا ةﺎآز ditulis Zakăh al-fiṭri
D. Vokal Pendek
ﻞﻌﻓ fathah ditulis A ditulis fa'ala
ﺮآذ kasrah ditulis i ditulis żukira
ﺐهﺬﻳ dammah ditulis u ditulis yażhabu
E. Vokal Panjang
1. fathah + alif ditulis ă ﺔﻴﻠهﺎﺟ ditulis jăhiliyah
2. fathah + ya’ mati ditulis ă ﻰﺴـﻨﺗ ditulis tansă
3. kasrah + ya’ mati ditulis ĭ ﻢﻳﺮـآ ditulis karĭm
xiii
4. dammah + wawu mati ditulis ŭ ضوﺮﻓ ditulis fur ŭḍ
F. Vokal Rangkap
1. fathah + ya’ mati ditulis ai ﻢﻜﻨﻴﺑ ditulis bainakum
2. fathah + wawu mati ditulis au لﻮﻗ ditulis qaul
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan
apostrof
ﻢﺘﻧأأ ditulis a’antum
ﺪﻋأ ت ditulis u’iddat
ﻢﺗﺮـﻜﺷ ﻦﺌﻟ ditulis la’in syakartum
H. Kata Sandang Alif +Lam
1. Bila diikuti huruf Qamariyyah ditulis dengan menggunakan huruf "Ґ"
نﺁﺮﻘﻟا ditulis al-Qur’ăn
سﺎﻴﻘﻟا ditulis al-Qiyăs
2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf
Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf "l" (el) nya.
ءﺎﻤﺴﻟا ditulis as-Samă’
ﺲﻤﺸﻟا ditulis asy-Syams
I. Penulisa n Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut penulisannya.
ضوﺮﻔﻟا يوذ ditulis żawҐ al-furŭḍ
ﺔﻨﺴﻟا ﻞهأ ditulis ahl as-Sunnah
x
Hidup dan mati adalah dua hal yang saling tekait dan tidak dapat
dipisahkan. Meninggal adalah proses natural yang harus dialami oleh
setiap manusia. Adanya kehidupan, senantiasa ada kematian. Kematian
bukanlah akhir dari segalanya. Kematian adalah putusnya kehidupan yang
bersifat duniawi untuk memulai hidup baru di alam yang baru. Islam
memandang manusia sebagai makhluk yang mulia dibanding dengan
makhluk lain. Tuhan pada kenyataannya telah menganugerahkan akal,
artikulasi lisan dan kesempurnaan fisik.1 Qodhi Baidawi menyatakan
bahwa manusia dikaruniai rupa yang indah, tabiat yang seimbang juga
kemampuan membedakan dengan akalnya. Keunggulan di sini mengacu
kepada kewenangan dan penguasaan atau kehormatan dan kemuliaan,
sedang yang dikecualikan ialah jenis malaikat atau orang-orang istimewa
dari kalangn manusia sendiri.2
Karena kemuliaan derajat dan martabat manusia sebagai makhluk
yang berakal, ia bukan hanya harus diperlakukan dengan baik ketika
hidup, tetapi ketika mati pun harus mendapat perlakuan yang terhormat,
berbeda dengan hewan. Sebutan manusia yang sudah mati dengan istilah
jenazah merupakan istilah ragam bahasa penghormatan bagi orang yang
meninggal dunia.3
Wajib hukumnya, bagi wali khususnya dan kaum muslimin
umumnya, apabila seorang hamba Allah SWT telah meninggal dunia,
maka harus segera menyelenggarakan pengurusan jenazahnya. Mengurus
jenazah merupakan bagian dari adab Islam yang dituntunkan Nabi SAW
kepada umatnya. Nabi SAW bersabda: “Hak orang muslim terhadap
muslim lainnya ada enam, yaitu: apabila kamu bertemu dengannya,
hendaklah mengucapkan salam kepadanya; apabila ia mengundangmu,
penuhilah undanganya; apabila ia memint amu nasihat, nasihatilah; apabila
ia bersin lalu memuji Allah, doakanlah; apabila ia sakit, jenguklah; dan
apabila ia meninggal dunia, antarkanlah” (HR. a l -Bukha>ri , Muslim dan
Abu> Dawu >d ).4 Perawatan jenazah adalah usaha yang dilakukan orang yang
masih hidup dalam memperlakukan jenazah. Islam memberikan tuntunan
dan kwajiban yang harus ditunaikan kaum muslimin apabila ada seorang
muslim yang meninggal dunia, yaitu memandikan, mengkafani,
menshalatkan dan menguburkan5. Kesemua itu harus dilaksanakan sebagai
wujud penghormatan atas kemuliaan manusia setelah meninggal dunia.
Keempat kwajiban yang harus dilaksanakan dengan urut dan tidak bisa
dirubah, kecuali dalam keadaan tertentu yang tidak memungkinkan untuk
3
melaksanakannya. Para Fukaha sepakat berpendapat bahwa hukum
memandikan, mengafani, menshalatkan, mengantar, dan menguburkan
jenazah adalah fardu kifayah.6 Menguburkan jenazah dalam tanah dengan
kedalaman tertentu bertujuan agar jasad mayat tidak diganggu oleh
binatang dan membusuk sehingga keluar bau yang menjijikkan, maka
kuburan dibuat sedemikian rupa agar mampu menyembunyikan jasad dari
semua gangguan hewan dan bau bangkai mayat.
Perkembangan zaman yang diiringi dengan pesatnya ilmu
pengetahuan, pertumbuhan penduduk dan meningkat tajamnya lahan-lahan
industri untuk kelangsungan kehidupan modern menimbulkan
permasalahan yang serius dalam penyediaan lahan untuk penguburan
jenazah. Hal ini nampak begitu jelas di dalam masyarakat perkotaan. Di
Indonesia khususnya, tidak ada sejengkal tanah pun yang tidak bertuan,
dalam arti setiap jengkal tanah pasti ada yang memiliki secara sah dengan
bukti pemilikan tanah atau milik pemerintah. Melihat ukuran lahan
kuburan yang tidak kecil, akan membuat semakin sempit lahan
pemukiman.
Pesatnya teknologi yang digapai manusia untuk memenuhi
kebutuhan mereka dan mempermudah segala urusan dan permasalahan
telah mengantarkan mereka terhadap solusi terhadap permasalahan
penguburan jenazah di atas. Akhir-akhir ini berkembang persoalan
pembakaran jenazah yang menggunakan tenaga panas atau memakai
minyak gas atau semprot dan ada juga yang menggunakan tenaga listrik
sebagai bahan bakar kayu untuk membakar jenazah yang biasa disebut
cremation (kremasi). Alat atau tempat yang digunakan untuk kremasi
(tempat pengopenan jenazah) hingga menjadi abu disebut krematorium.7
Aturan kremasi sebabkan Muslim Jepang kesulitan lakukan
pemakaman. Di Tokyo, warga Muslim Jepang, terutama yang tinggal di
kota besar, menyatakan sulitnya memperoleh tanah untuk pemakaman.
Prinsip-prinsip Islam Muslim menetapkan orang yang meninggal harus
dikubur tanpa kremasi. Sementara aturan tata kota di Jepang umumnya
justru melarang penguburan tanpa kremasi. Meskipun undang-undang
nasional tidak melarang penguburan tanpa kremasi, banyak pemerintah
daerah, termasuk Tokyo, Osaka, dan Nagoya, melarang praktik
penguburan mayat tanpa kremasi. Alasannya, demi kepentingan sanitasi
lingkungan.
Kuburan penuh, Hongkong bingung soal makam. Semakin
terbatasnya ruang untuk pemakaman, menjadi salah satu isu yang ramai
diperdebatkan di Hong Kong belakangan ini.8
Asosiasi Muslim Jepang dan Islamic Center Jepang, dan Setagaya
Ward, organisasi bantuan bagi kaum Muslim yang berbasis di Tokyo, telah
berulang kali memperjuangkan tanah pemakaman khusus Muslim, upaya
mereka selalu mentok. Hingga hari ini, hanya ada tiga pemakaman khusus
5
Muslim yang telah ada dan lahannya sudah hampir habis, yaitu di Koshu,
Kobe, dan Yoichicho. Namun, pemaka man Kobe yang dikelola oleh
pemerintah kota mensyaratkan hanya mereka yang telah menjadi warga
kota itu yang boleh dimakamkan di sana. Sedang pemakaman di
Yoichicho terletak di daerah te rpencil kota Hokkaido, sehingga
merepotkan bagi keluarga untuk mengunjungi makam. Oleh karena itu,
umat Islam banyak yang memilih kuburan Islam di Koshu, terletak di barat
Tokyo. Namun, kata Kazuhiko Furuya, kepala imam Monjuin,
menyatakan, “Pemakaman akan penuh dalam beberapa tahun .9
Realita kehidupan yang demikian perlu mendapat tanggapan umat
Islam, karena ternyata kremasi dipandang lebih efktif dan efisien dari pada
inhumation (metode penimbunan jasad ke dalam tanah). Dengan demikian
kebutuhan akan ijtiha>d merupakan kebutuhan yang bersifat kontinue, di
mana realita kehidupan ini senantiasa berubah, begitupun kondisi
masyarakatnya yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan.
Perubahan tidak diperbolehkan selama syariat itu tetap relevan bagi setiap
tempat dan zaman, serta selama syariat itu menjadi “kata pemutus” atas
setiap persoalan manusia.10 Secara umum (general), Islam adalah agama
yang membawa misi pembebasan dan keselamatan. Islam hadir di muka
bumi dalam rangka memberikan moralitas baru bagi transformasi sosial,
6
tidak hanya membawa ajaran yang bercorak vertikal, namun juga
membawa ajaran yang menekankan aspek horizontal.11
Dari uraian di atas, penyusun tertarik untuk mengadakan
pengkajian lebih mendalam mengenai kremasi dalam perspektif hukum
Islam, (dilihat dengan menggunakan kaca mata metode istinba>t} hukum
Imam Abu> H}ani>fah dan Imam Asy-Sya>fi’i> ) yang sekarang lagi marak,
seperti di Jepang, Hongkong, Amerika, atau Inggris dan menjadi tradisi
perawatan jenazah agama Hindu, termasuk di Indonesia.
Penyusun berkonsentrasi kepada pandangan (metode istinba>t }
hukum) Imam Abu> H}ani>fah yang terkenal sebagai maz|hab beraliran ra’yu
yang menggunakan metode istinba>t} hukum rasionalis, metode yang
menitik beratkan kepada ar-ra’yu. Kemudian penyusun padukan dengan
pandangan (metode istnba>t} hukum ) Imam Asy-Sya>fi’i> , sang imam
maz|hab sendiri terkenal dengan mujtahid moderat yang melarang ar-ra’yu
tanpa batas dalam beristinba>t} dan membolehkan takwil.
Permasalahan kremasi perlu dan penting untuk dikaji lebih dalam,
karena menyangkut masalah perawatan jenazah, terutama mengenai
penguburan, cepat atau lambat pasti akan berbenturan dengan apa yang
disebut lingkungan hidup tempat dimana manusia mengekspresikan
kehendak dan kemauannya sebagai khalifah di bumi. Maka, penyusun
mengangkatnya menjadi sebuah skripsi dengan judul: “Kremasi dalam
7
Perspektif Hukum Islam (Studi Perbandingan antara Metode Istinba>t}
hukum Imam Abu> H}ani>fah dan Imam Asy-Sya>fi’i> )”.
B. Pokok Masalah
Berdasrkan uraian dan paparan dari latar belakang di atas, maka
pokok masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana tinjauan metode istinba>t} hukum Imam Abu> H}ani>fah
dan Imam Asy-Sya>fi’i> atas hukum kremasi.
2. Bagaimana perbandingan antara metode istinba>t} hukum Imam
Abu> H}ani>fah dan Imam Asy-Sya>fi’i> atas hukum kremasi.
C. Tujuan dan Kegunaan penelit i a n
Sesuai dengan pokok masalah di atas, maka terangkum tujuan dari
penelitian ini, yaitu: Mendeskripsikan dan menganalisis Bagaimana
pandangan hukum Islam terhadap kremasi, ditinjau dengan menggunakan
metode istin ba>t} hukum Imam Abu> H}ani>fah dan Imam Asy-Sya>fi’i>.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi khazanah ilmu
fiqh (baca: hukum islam), sekaligus sebagai pengantar renungan yang akan
menggugah para peneliti selanjutnya yang menitik beratkan penelitianya
pada pembahasan kremasi.
8
D. Telaah Pustaka
Aturan kremasi sebabkan Muslim Jepang kesulitan lakukan
pemakaman. Di Tokyo, warga Muslim Jepang, terutama yang tinggal di
kota besar, menyatakan sulitnya memperoleh tanah untuk pemakaman.
Prinsip-prinsip Islam Muslim menetapkan orang yang meninggal harus
dikubur tanpa kremasi. Sementara aturan tata kota di Jepang umumnya
justru melarang penguburan tanpa kremasi. Kuburan penuh, Hongkong
bingung Soal Makam, karena Semakin terbatasnya ruang untuk
pemakaman. Hal ini tentu akan bersinggungan dengan masyarakat muslim
yang sudah menyebar di berbagai belahan dunia. Mencari pandangan dan
solusi yang bersandar pada hukum Islam terhadap masalah kremasi
menjadi sebuah kelaziman. Pembahasan yang sering penyusun jumpai
dalam kitab-kitab fiqh klasik seputar pengurusan jenazah hanya terbatas
pada etika yang tetap menyisakan kejumudan dan kesakralan yang tetap
mencengkeram Ulama di masa itu. Penyusun melihat hal tersebut belum
merespon terhadap perubahan, apalagi prediksi-prediksi ke depan
bagaimana menjawab benturan-benturan yang akan dihadapi sistem
perawatan jenazah dalam tinjauan Islam dengan perbedaan waktu, tempat
dan manusia sehingga terjebak pada dimensi sosial hukum Islam yang
mempunyai misi ke depan yang mengarah pada visi humanistik-sosio-
fenomenologis.
Imam As-Sya>fi’i> dalam al-Ummnya, membicarakan masalah-
masalah kewajiban dan sunnah-sunnah dalam perawatan jenazah. Khusus
9
mengenai penguburan orang mati di daerah atau negara lain lebih
diutamakan untuk dikubur di daerah kelahirannya. Ada hal makruh
dilakukan, seperti larangan buang air besar dan kecil, duduk-duduk,
bersetubuh, mendirikan masjid dan salat di atas kuburan. Dalam keadaan
tertentu, boleh mengubur jenazah dengan ukuran kuburan yang sempit dan
memuat dua atau tiga dalam satu lubang kubur dan tidak ada jalan lain
kecuali demikian.12
Ulama lain yang zamannya sangat dekat dengan kita, as-Sayyid
Sa>biq dalam Fiqh as-Sunnah-nya juga menjelaskan masalah yang hampir
serupa, tentang kewajiban kaum muslimin terhadap jenazah, yaitu
memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan. Semua
lengkap dengan cara-cara dan etika melakukannya. Namun, Masalah
kremasi apabila benar-benar dipraktekkan di kalangan kaum muslimin
luput dalam pembahasannya. Hanya dalam bab mengenai mengiringi
jenazah dengan perapian, bukan mengenai pembakarannya, hukumnya
makruh.13
Ahmad asy-Syarbasi memulai babak baru perubahan mengenai
permasalahan sosial yang berkenaan dengan jenazah. Selain membahas
persoalan klasik, seperti bolehnya ziarah kubur bagi wanita, mengubur
jenazah di daerah non-Islam, mengubur jenazah di dalam air, juga
10
membahas masalah sosial, seperti bolehnya memanfaatkan tanah
pekuburan, membongkar dan pemindahan kuburan.14
Sedangkan dari karya ilmiah yang berupa skripsi, penyusun
menemukan penelitian yang berjudul “Kremasi dalam Perspektif Hukum
Islam”, yang ditulis oleh Zainal Arif in, pembahasan penelitian tersebut
sangat umum dan lebih menekankan pada tinjauan hukum Islam
dipadukan dengan faktor kesehatan.15 Dalam skripsi lain, Etha
Satiningrum membahas “Usulan Pembakaran Mayat dalam tragedi
tsunami di Aceh dipandang dari sisi medis”. 16 Juga dalam skripsi Dian
Sulistiawati meneliti “Kremasi (St udi Kelembagaan Urusan Kematian
“Budi Dharma” Muntilan Magelang)”. 17
Dari studi pendahuluan yang dilakukan seperti paparan di atas,
penyusun melihat belum ada yang membahas permasalahan kremasi
secara mendalam menurut metodologi istinba>t} hukum Islam yang lazim
digunakan oleh sarjana-sarjana hukum Islam. Maka penyusun berupaya
mengupas permasalahan ini dengan menggunakan kaca mata is t in b a > t }
Imam Abu> H}ani>fah yang terkenal dengan aliran m az | h a b bir Ra’y
(penalaran, logika) yang sangat kental, karena permasalahan kremasi
adalah hal baru yang membutuhkan metode ini. Kemudian penyusun
padukan dengan pandangan Imam as-Sya>fi’i> yang terkenal sangat hati-hati
( ih}t iya>t } ) dalam istinb a>t} hukumnya karena keluasan ilmu dan pengalaman
sang Imam dalam keadaan sosial kemasyarakatan yang berbeda-beda.
E. Kerangka Teoritik
Melihat kenyataan yang dialami Muslim Jepang dan Hongkong,
tidak menutup kemungkinan bisa menular di seluruh dunia, karena lambat
laun populasi penduduk akan bertambah, disebabkan jumlah kelahiran
lebih besar dibanding dengan kematian, tentu kebutuhan akan lahan
pemukiman semakin meningkat, dan semakin terbatasnya lahan
pekuburan, sudah barang tentu para Ulama harus memikirkan lagi kajian
fiqhnya.
Dalam ajaran Islam yang hampir disepakati semua ulama, bahwa
perawatan jenazah seorang muslim merupakan suatu kewajiban yang
bersifat kifayah, artinya apabila tidak ada seorang muslim pun yang
melakukan kewajiban ini, maka semua orang Islam mendapat dosa, dan
apabila sudah ada sebagian dari umat ini yang melaksanakannya, gugurlah
kewajiban bagi semua. Bentuk kewajiban tersebut meliputi empat hal,
yaitu: memandikan, mengkafani, mensalatkan dan menguburkan.
Mengubur jenazah adalah menimbun jasad mayat dengan tanah dalam
12
lubang untuk mencegah bau yang tidak enak tercium oleh orang yang
hidup dan supaya tidak dapat dimakan oleh binatang buas.18
Di beberapa negara maju, permasalahan menimbun jenazah
menjadi sebuah polemik. Isu kesehatan lingkungan dan permasalahan
lahan menjadi alasan kuat untuk mencari alternatif selain menimbun
jenazah. Kremasi yang oleh agama tertentu dan sudah dipraktikkan di
bebrapa negara menjadi salah satu alternatifnya. Hal ini tentu akan
bersinggungan dengan masyarakat muslim yang sudah menyebar di
berbagai belahan dunia. Mencari pandangan dan solusi yang bersandar
pada hukum Islam terhadap masalah kremasi menjadi sebuah kelaziman.
Hukum Islam (Syari>’ah ) adalah tatanan yang didasarkan pada
sumber agama Islam, yaitu dalil-dalil syar’iyyah yang daripadanya
diistinb a>t}k a n hukum-hukum Islam. Istinba>t} hukum adalah menentukan
atau mencarikan hukum bagi suatu perkara dari suatu dalil. Sumber hukum
Islam adalah a l - Q u r’an dan al-H}adi>s|. 19
Mengenai pembakaran mayat, dalam a l - Q u r’an sendiri tidak
ditemukan nas}s} yang secara tegas menetapkan tentang ketentuan
hukumnya. Namun dalam hal ini ada sebuah kaidah fiqh yang patut
dikemukakan dan dijadikan sebagai pijakan, yaitu:
ﺮﻟا ﺔﺤﻠﺼﻤﻟا ﻊﺒﺘﻳ ﻢﻜﺤﻟااﺔﺤﺟ20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang rajih, yakni kemashlahatan
yang tidak menyimpang dari norma-norma agama, lebih-lebih jika
kemashlahatan tersebut tertuju kepada kemashlahatan umum. Memang
selain mempunyai nilai ibadah, perawatan jenazah juga mempunyai nilai
sosial, maka permasalahan itu perlu ditempatkan secara proporsional agar
tidak terjadi kepincangan dan kesenjangan dalam masyarakat.
Dalam mengistinba>t}kan hukum Islam terhadap persoalan-persoalan
baru yang akan dan terus terjadi seiring dengan perkembangan zaman,
harus selalu melihat maqa>sid asy-Syari>’ah (maksud-maksud syara’). Ada
beberapa metode yang bisa digunakan untuk menetapkan hukum dengan
jalan ijtiha>d .21 Dalam menentukan maksud dan tujuan hukum itu, tidak
dapat diabaikan pemahaman tentang mas}lah}ah dan mafsadah yang
merupakan inti dari kajian m a q a > s i d asy-Syari>’ah.
Dari semua aspek yang dicakup Islam, Amrullah membagi hukum
Islam dalam dua kategori pertama, hukum Islam kategori syari’at bersifat
sabat (konstan, tetap), artinya tetap berlaku universal disepanjang zaman,
tidak mengenal perubahan dan tidak boleh disesuaikan dengan situasi dan
kondisi. Situasi dan kondisilah yang harus menyesuaikan diri dengan
syari’at. Kedua, hukum Islam kategori fiqh bersifat muru>na h (fleksibel,
elastis), berlaku univers al, mengenal perubahan, serta dapat disesuaikan
dengan situasi dan kondisi.22
Dari segi mas}lah}ah hukum yang ditampilkan dalam sumber hukum,
‘Abd al-Wahhab Khallaf membagi mas}lah}ah menjadi tiga bagian;
Pertama, mas}lah}ah mu’tabarah, yaitu mas}lah}ah yang diungkapkan secara
langsung baik dalam a l - Q u r’an maupun dalam a l -H}adi>s| . Kedua, mas}lah}ah
m u l g a > h , adalah mas}lah}ah yang bertentangan dengan ketentuan yang
termaktub dalam kedua sumber itu. Dan Ketiga, mas}lah}ah mursalah, yaitu
mas}lah}ah yang tidak ditetapkan oleh kedua sumber hukum tersebut, dan
tidak pula bertentangan dengan keduanya. Mas}lah}ah mursalah dalam ilmu
u s } u > l al-fiq h diartikan metode penetapan hukum yang kasusunya tidak
diatur secara eksplisit dalam al-Qur’an dan al-H}adi>s| . Hanya saja metode
ini lebih menekankan pada aspek m as } l a h } a h secara langsung.23
Pembakaran jenazah sebagai suatu aktivitas yang dilakukan dan
tidak dijelaskan ataupun dilarang secara tegas dalam n a s } s } bisa dilihat
pandangan hukumnya melalui metode mas}lah}ah mursalah di atas. Imam
Ma>lik memberi tiga persyaratan mengenai metode ini: (1) adanya
kesesuaian antara mas}lah}ah dan maqa>sid as y-Syari>’ah , (2) mas}lah}ah
tersebut bersifat masuk akal, dan (3) mas}lah}ah digunakan dalam rangka
menghilangkan kesulitan ( r a f’u al h}araj ).24
Metode lain yang diterapkan Abu> Hani>fah , Imam maz|hab H}anafi,
apabila menemukan sesuatu yang tidak dijelaskan dengan tegas oleh n as } s } ,
namun secara tidak langsung memberi kaidah-kaidah dasar berupa tujuan-
tujuan moral, ‘illat dan sejenisnya maka pengambilan hukum tersebut
melalui “ Qiya>s ”. Abu> Hani>fah dalam menetapkan hukum dikenal memberi
asas kemudahan dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat, karena itu
Imam Abu> Hani>fah diberi gelar sebagai Imam rasionalis.25
Dalam membentuk hukum, Imam Abu> Hani > f a h menempatkan a l -
Q u r’a n sebagai landasan pokok dan kemudian Sunnah Rasulullah SAW
sebagai sumber kedua setelah melalui seleksi yang ketat. Disamping itu
ia berpegang teguh pada fatwa sahabat yang disepakati, dan memilih
salah satu pendapat mereka yang diperselisihkan. Jika hukum suatu
masalah tidak ditemukan dalam sumber-sumber tersebut, ia melakukan
i j t i h a > d .26 Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, ia terkenal banyak
melakukan ij t i h a > d dalam berfatwa. Alasan (‘ilat) ayat-ayat hukum dan
h} a d i > s | , terutama dalam bidang m u’a> m a l a h . Menurut pandangannya, perlu
sejauh mungkin ditelusuri sehingga berbagai metode i j t i h a > d dapat
difungsikan, antara lain adalah q i y a > s d a n i s t i h } s a > n . Disamping itu, ‘urf
(adat istiadat) yang sudah mapan dalam masyarakat dapat pula
difungsikan dan diakui selama sejalan dengan ajaran a l - Q u r’an dan
Sunnah. Pendapatnya yang paling terkenal adalah metode i s t i h } s a > n . 2 7
Perawatan jenazah yang mempunyai dimensi ‘ubu>diyyah, teologis
dan sosial perlu ditempatkan secara proporsional agar tidak terjadi
kepincangan hukum dalam masyarakat. Hukum Islam terdiri dari tiga hal
pokok, yaitu aqidah, ibadah dan mu’a>malah . Penguburan jenazah yang
dalam pelaksanaanya sampai sekarang berupa menimbun dalam tanah
masuk kategori fiqh, artinya hal itu masih akan terus mengenal perubahan
sejalan dengan laju perubahan masyarakat. Masuknya ide kremasi
mungkin salah satu contoh perubahan yang sekarang mulai santer
dikampanyekan, dengan melihat dan mempertimbangkan faktor-faktor
yang mengharuskan pelaksanaannya.
Imam As-sya>fi’i> , pendiri Maz|hab Sya>fi’i> telah mengajarkan bahwa
fiqh bukanlah suatu hal yang sakral yang tidak bisa disentuh oleh
perubahan. Ketika beliau tinggal di Iraq, beliau mengajarkan Maz|hab al-
Iraqi atau yang terkenal dengan sebutan qawl qadi>m . Setelah beliau
berpindah ke Mesir, beliau menyaksikan masayrakat dengan segala
dimensi sosial yang berbeda dari masyarakat Iraq, sehingga beliau undur
dari beberapa pendapat yang beliau ajarkan di Iraq, ajaran beliau ini
disebut Maz|hab al-Mis}}ri atau lebih populer dengan sebutan qawl jadi>d .
Kitab yang menyusun pendapat Imam As-Sya>fi’i di Iraq ( qawl qadi>m )
adalah al-H}ujjah , dan qawl jadi>d n y a di Mesir terdapat dalam magnum
opus beliau, al-Umm.28
Alhasil, kerangka teori seperti yang telah dipaparkan di atas dapat
menggambarkan dan menjelaskan arah penelitian ini, yaitu seputar
pandangan dan analisa hukum kremasi dalam kaca mata istinba>t} hukum
Imam Abu> Hani>fah dan Imam Asy-Sya>fi’i>.
F. Metode Peneliti a n
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pustaka (library
research), yaitu studi yang menitik beratkan pada penggalian data-data
kepustakaan dengan cara mengkaji dan menganalisa berbagai referensi
yang mempunyai relevansi dengan pokok pembahasan, yaitu seputar
masalah perawatan jenazah.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif-analisis-komparatif, yakni
penelitian yang berusaha menggambarkan dan menjelaskan suatu objek
permasalahan secara sistematis, cermat dan tepat. Selanjutnya data yang
diperoleh akan dianalisis, yaitu dengan membuat interpolasi pikiran atau
varian pribadi dan segala penyimpanga n (lepas dari teks naskah yang
eksak) harus dapat dipertanggungjawabkan dengan diberi alasan. Setelah
selesai dianalisis, akan diperbandingkan/dikomparasikan antara
pandangan (metode ist in ba>t} hukum) Imam Abu> Hani>fah dan Imam Asy-
Sya>fi’i> dalam permasalahan kremasi.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
ushul fiqh, yaitu data mengenai persoalan perawatan jenazah dianalisis
secara filosofis-ushul fiqih dengan perangkat-perangkat sumber-sumber
hukum Islam dan metode istinba>t} hukum Islam serta kaidah-kaidah
fiqhiyyah.
4. Pengumpulan Data
Karena kajian ini adalah kajian kepustakaan, maka sumber datanya
diperoleh dari literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah ini, baik
literatur berupa n a s } s } : al-Qu r’an dan As-Sunnah, maupun buku-buku
seputar perawatan jenazah yang kesemuanya ini merupakan data utama
(primer).
Adapun data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data
dan informasi dengan mencari referensi data yang terdapat diruang
perpustakaan seperti buku-buku, majalah, dokumen, catatan, dan kisah-
kisah sejarah untuk memperkuat sumber data.29
5. Analisis data
Data yang sudah terkumpul kemudian dilakukan analisis data
secara kualitatif. Penyusunannya didasarkan secara induktif,30 yakni
analisis yang menggeneralisir nas}s} dengan mencari nilai khusus yang
ada dari suatu fenomena, seperti perintah-perintah atau larangan seputar
perawatan jenazah sehingga memunculkan pemahaman yang
komprehensif yang dijadikan dasar penetapan persoalan baru itu dalam
sifat generalnya.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab sebagai berikut:
Bab pertama atau pendahuluan meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka,
kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika pembahasan untuk
mengarahkan pembaca kepada substansi penelitian ini.
Bab kedua memaparkan penjelasan seputar biografi Imam Abu>
Hani>fah dan Imam Asy-Sya>fi’i> yang meliputi biografi Imam kedua
maz|hab , tokoh-tokoh kedua maz|hab , kitab-kitab rujukan utama kedua
maz|hab , dan yang terpenting adalah penjelasan mengenai metode
pengambilan hukum ( i s t i n b a > t } ) kedua maz|hab sehingga dapat membantu
dalam menganalisa permasalahan ini secara komprehensif.
Bab ketiga menjelaskan gambaran umum tentang kremasi baik
mengenai pengertian, sejarah kremasi secara umum atau khusus di
Indonesia, motif-motif yang berkembang atas pelaksanaan kremasi di
beberapa negara dan agama, dan bentuk-bentuk pelaksanaan kremasi yang
ada dan sedang berkembang. Hal ini diharapkan dapat memberikan
gambaran yang jelas mengenai apa dan bagaimana sebenarnya kremasi,
serta menjelaskan perawatan jenazah sesuai dengan tuntunan ajaran Islam,
baik dalam keadaan normal maupun darurat. Serta menjelaskan
kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan ketika ada orang yang
meninggal, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan
menguburkan.
Bab keempat memberikan analisa (istinba>t} hukum) bagaimana
pandangan Imam Abu> Hani>fah dan Imam Asy-Sya>fi’i> yang menyatakan
tentang melakukan sesuatu yang dilarang (diharamkan) dalam
keadaan/kondisi yang d } a r u r a h terhadap kremasi. Dan kemudian mencoba
mengaplikasikan metode istinba>t} kedua maz|hab dalam permasalahan
kremasi yang telah dibahas pada bab sebelumnya, serta membandingkan
(mengkomparasikan) pandangan keduanya.
Bab kelima adalah bab terakhir yang berisi penutup yang terdiri
dari kesimpulan dan saran-saran dari penyusun.