Tampilkan postingan dengan label Jin 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jin 2. Tampilkan semua postingan

Minggu, 12 Oktober 2025

Jin 2

 


Penulisan transeliterasi Arab-Latin dalam penyusunan skripsi ini 

menggunakan pedoman transeliterasi dari Keputusan Bersama Menteri Agama RI 

dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tanggal 10 September 1987 No. 158 

dan No. 0543b/U/1987. Secara garis besar uraiannya adalah sebagai berikut: 

A. Konsonan Tunggal 

 

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama 

ا Aliĭf Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan 

ب Bă’ b be 

ت Tă’ t te 

ث Ṡă’ ś es (dengan titik di atas) 

ج Jīm j je 

ح Ḥă’ ḥ ha (dengan titik di bawah) 

خ Khă’ kh ka dan ha 

د Dăl d de 

ذ Żăl ż zet (dengan titik di atas) 

ر Ră’ r er 

ز Zai z zet 

س Sin s es 

ش Syin sy es dan ye 

ص Ṣăd Ṣ es (dengan titik di bawah) 

xi 

 

ض Ḍăd ḍ de (dengan titik di bawah) 

ط Ṭă’ ṭ te (dengan titik di bawah) 

ظ Ẓă’ ẓ zet (dengan titik di bawah) 

ع ‘ain ‘ Koma terbalik di atas 

غ Gain g ge 

ف Fă’ f ef 

ق Qăf q qi 

ك Kăf k ka 

ل Lăm l ‘el 

م Mĭm m ‘em 

ن Nŭn n ‘en 

و Wăwŭ w w 

ﻩ Hă’ h ha 

ء hamzah ‘ apostrof 

ي yă’ y - 

 

B. Konsonan Rangkap karena Syaddah d i t u l i s rangkap 

ةد ﺪّﻌﺘﻣ ditulis Muta’addidah 

ةّﺪﻋ ditulis ‘iddah 

 

 

 

 

 

 

xii 

 

C.  Ta’ Marbutah di akhir kata 

1. Bila dimatikan  ditulis h   

ﺔﻤﻜﺣ ditulis ḥikmah 

ﺔﻳﺰﺟ ditulis jizyah 

 

  (Ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata arab yang sudah terserap ke 

dalam bahasa Indonesia, seperti zakat, salat dan sebagainya, kecuali bila 

dikehendaki lafal aslinya). 

2. Bila diikuti dengan kata sandang 'al' serta bacaan kedua itu terpisah, maka 

ditulis dengan h. 

ءﺎﻴﻟوﻷا ﺔﻣاﺮآ Ditulis Karămah al-auliyă’ 

 

3. Bila ta’ Marbutah hidup atau dengan harakat,  fathah, kasrah dan dammah 

ditulis t atau h 

ﺮﻄﻔﻟا ةﺎآز ditulis Zakăh al-fiṭri 

 

D. Vokal Pendek 

ﻞﻌﻓ fathah ditulis A ditulis fa'ala 

ﺮآذ kasrah  ditulis i  ditulis żukira 

ﺐهﺬﻳ dammah ditulis u ditulis yażhabu 

 

 

E. Vokal Panjang  

1. fathah + alif ditulis ă ﺔﻴﻠهﺎﺟ ditulis jăhiliyah 

2. fathah + ya’ mati ditulis ă ﻰﺴـﻨﺗ ditulis tansă  

3. kasrah + ya’ mati ditulis ĭ ﻢﻳﺮـآ ditulis karĭm 

xiii 

 

4. dammah + wawu mati ditulis ŭ ضوﺮﻓ ditulis fur ŭḍ  

 

 

F. Vokal Rangkap 

1. fathah + ya’ mati ditulis ai ﻢﻜﻨﻴﺑ ditulis bainakum  

2. fathah + wawu mati ditulis au  لﻮﻗ ditulis qaul 

 

G. Vokal Pendek yang Berurutan  dalam Satu Kata Dipisahkan dengan 

apostrof 

 

ﻢﺘﻧأأ ditulis a’antum 

ﺪﻋأ ت  ditulis u’iddat 

ﻢﺗﺮـﻜﺷ ﻦﺌﻟ ditulis la’in syakartum 

 

H. Kata Sandang Alif +Lam 

1. Bila diikuti huruf Qamariyyah ditulis dengan menggunakan huruf "Ґ" 

نﺁﺮﻘﻟا ditulis al-Qur’ăn 

سﺎﻴﻘﻟا ditulis al-Qiyăs 

2. Bila diikuti huruf  Syamsiyyah  ditulis dengan menggunakan huruf 

Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf  "l" (el) nya. 

ءﺎﻤﺴﻟا ditulis as-Samă’ 

ﺲﻤﺸﻟا ditulis asy-Syams 

 

 

I. Penulisa n  Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat 

Ditulis menurut penulisannya. 

ضوﺮﻔﻟا يوذ ditulis żawҐ al-furŭḍ 

ﺔﻨﺴﻟا ﻞهأ  ditulis ahl as-Sunnah 

 

 

x


Hidup dan mati adalah dua hal yang saling tekait dan tidak dapat 

dipisahkan. Meninggal adalah proses natural yang harus dialami oleh 

setiap manusia. Adanya kehidupan, senantiasa ada kematian. Kematian 

bukanlah akhir dari segalanya. Kematian adalah putusnya kehidupan yang 

bersifat duniawi untuk memulai hidup baru di alam yang baru. Islam 

memandang  manusia sebagai makhluk yang mulia dibanding dengan 

makhluk lain. Tuhan  pada kenyataannya telah menganugerahkan akal, 

artikulasi lisan dan kesempurnaan fisik.1 Qodhi Baidawi menyatakan 

bahwa manusia dikaruniai rupa yang indah, tabiat yang seimbang juga 

kemampuan membedakan dengan akalnya. Keunggulan di sini mengacu 

kepada kewenangan dan penguasaan atau kehormatan dan kemuliaan, 

sedang yang dikecualikan ialah jenis malaikat atau orang-orang istimewa 

dari kalangn manusia sendiri.2 

Karena kemuliaan derajat dan martabat  manusia sebagai makhluk 

yang berakal, ia bukan hanya harus diperlakukan dengan baik ketika 

hidup, tetapi ketika mati pun harus mendapat perlakuan yang terhormat, 

berbeda dengan hewan. Sebutan manusia yang sudah mati dengan istilah 

                                                            

 

jenazah merupakan istilah ragam bahasa penghormatan bagi orang yang 

meninggal dunia.3 

Wajib hukumnya, bagi wali khususnya dan kaum muslimin 

umumnya, apabila seorang hamba Allah SWT telah meninggal dunia, 

maka harus segera  menyelenggarakan pengurusan jenazahnya. Mengurus 

jenazah merupakan bagian dari adab Islam yang dituntunkan Nabi SAW 

kepada umatnya. Nabi SAW bersabda: “Hak orang muslim terhadap 

muslim lainnya ada enam, yaitu: apabila kamu bertemu dengannya, 

hendaklah mengucapkan salam kepadanya; apabila ia mengundangmu, 

penuhilah undanganya; apabila ia memint amu nasihat, nasihatilah; apabila 

ia bersin lalu memuji Allah, doakanlah; apabila ia sakit, jenguklah; dan 

apabila ia meninggal dunia, antarkanlah” (HR. a l -Bukha>ri , Muslim dan 

Abu> Dawu >d ).4 Perawatan jenazah adalah usaha yang dilakukan orang yang 

masih hidup dalam memperlakukan jenazah. Islam memberikan tuntunan 

dan kwajiban yang harus ditunaikan kaum muslimin apabila ada seorang 

muslim yang meninggal dunia, yaitu memandikan, mengkafani, 

menshalatkan dan menguburkan5. Kesemua itu harus dilaksanakan sebagai 

wujud penghormatan atas kemuliaan manusia setelah meninggal dunia. 

Keempat kwajiban yang harus dilaksanakan dengan urut dan tidak bisa 

dirubah, kecuali dalam keadaan tertentu yang tidak memungkinkan untuk 

                                                            

 

melaksanakannya. Para Fukaha sepakat berpendapat bahwa hukum 

memandikan, mengafani, menshalatkan, mengantar, dan menguburkan 

jenazah adalah fardu kifayah.6  Menguburkan jenazah dalam tanah dengan 

kedalaman tertentu bertujuan agar jasad mayat tidak diganggu oleh 

binatang dan membusuk sehingga keluar bau yang menjijikkan, maka 

kuburan dibuat sedemikian rupa agar mampu menyembunyikan jasad dari 

semua gangguan hewan dan bau bangkai mayat.  

Perkembangan zaman yang diiringi dengan pesatnya ilmu 

pengetahuan, pertumbuhan penduduk dan meningkat tajamnya lahan-lahan 

industri untuk kelangsungan kehidupan modern menimbulkan 

permasalahan yang serius dalam penyediaan lahan untuk penguburan 

jenazah. Hal ini nampak begitu jelas di dalam masyarakat perkotaan. Di 

Indonesia khususnya, tidak ada sejengkal tanah pun yang tidak bertuan, 

dalam arti setiap jengkal tanah pasti ada yang memiliki secara sah dengan 

bukti pemilikan tanah atau milik pemerintah. Melihat ukuran lahan 

kuburan yang tidak kecil, akan membuat semakin sempit lahan 

pemukiman.  

Pesatnya teknologi yang digapai manusia untuk memenuhi 

kebutuhan mereka dan mempermudah segala urusan dan permasalahan 

telah mengantarkan mereka terhadap solusi terhadap permasalahan 

penguburan jenazah di atas. Akhir-akhir ini berkembang persoalan 

pembakaran jenazah yang menggunakan tenaga panas atau memakai 

                                                            

minyak gas atau semprot dan ada juga yang menggunakan tenaga listrik 

sebagai bahan bakar kayu untuk membakar jenazah yang biasa disebut 

cremation (kremasi). Alat atau tempat yang digunakan untuk kremasi 

(tempat pengopenan jenazah) hingga menjadi abu disebut krematorium.7  

Aturan kremasi sebabkan Muslim Jepang kesulitan lakukan 

pemakaman. Di Tokyo, warga Muslim Jepang, terutama yang tinggal di 

kota besar, menyatakan sulitnya memperoleh tanah untuk pemakaman. 

Prinsip-prinsip Islam Muslim menetapkan orang yang meninggal harus 

dikubur tanpa kremasi. Sementara aturan tata kota di Jepang umumnya 

justru melarang penguburan tanpa kremasi. Meskipun undang-undang 

nasional tidak melarang penguburan tanpa kremasi, banyak pemerintah 

daerah, termasuk Tokyo, Osaka, dan Nagoya, melarang praktik 

penguburan mayat tanpa kremasi. Alasannya, demi kepentingan sanitasi 

lingkungan. 

Kuburan penuh, Hongkong bingung soal makam. Semakin 

terbatasnya ruang untuk pemakaman, menjadi salah satu isu yang ramai 

diperdebatkan di Hong Kong belakangan ini.8 

Asosiasi Muslim Jepang dan Islamic Center Jepang, dan Setagaya 

Ward, organisasi bantuan bagi kaum Muslim yang berbasis di Tokyo, telah 

berulang kali memperjuangkan tanah pemakaman khusus Muslim, upaya 

mereka selalu mentok. Hingga hari ini, hanya ada tiga pemakaman khusus 

                                                            

 

Muslim yang telah ada dan lahannya sudah hampir habis, yaitu di Koshu, 

Kobe, dan Yoichicho. Namun, pemaka man Kobe yang dikelola oleh 

pemerintah kota mensyaratkan hanya mereka yang telah menjadi warga 

kota itu yang boleh dimakamkan di sana. Sedang pemakaman di 

Yoichicho terletak di daerah te rpencil kota Hokkaido, sehingga 

merepotkan bagi keluarga untuk mengunjungi makam. Oleh karena itu, 

umat Islam banyak yang memilih kuburan Islam di Koshu, terletak di barat 

Tokyo. Namun, kata Kazuhiko Furuya, kepala imam Monjuin, 

menyatakan, “Pemakaman akan penuh dalam beberapa tahun .9  

Realita kehidupan yang demikian perlu mendapat tanggapan umat 

Islam, karena ternyata kremasi dipandang lebih efktif dan efisien dari pada 

inhumation (metode penimbunan jasad ke dalam tanah). Dengan demikian 

kebutuhan akan ijtiha>d  merupakan kebutuhan yang bersifat kontinue, di 

mana realita kehidupan ini senantiasa berubah, begitupun kondisi 

masyarakatnya yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan. 

Perubahan tidak diperbolehkan selama syariat itu tetap relevan bagi setiap 

tempat dan zaman, serta selama syariat itu menjadi “kata pemutus” atas 

setiap persoalan manusia.10 Secara umum (general), Islam adalah agama 

yang membawa misi pembebasan dan keselamatan. Islam hadir di muka 

bumi dalam rangka memberikan moralitas baru bagi transformasi sosial, 

                                                            

 

 

tidak hanya membawa ajaran yang bercorak vertikal, namun juga 

membawa ajaran yang menekankan aspek horizontal.11 

Dari uraian di atas, penyusun tertarik untuk mengadakan 

pengkajian lebih mendalam mengenai kremasi dalam perspektif hukum 

Islam, (dilihat dengan menggunakan kaca mata metode istinba>t}  hukum 

Imam Abu> H}ani>fah  dan Imam Asy-Sya>fi’i> ) yang sekarang lagi marak, 

seperti di Jepang, Hongkong, Amerika, atau Inggris dan menjadi tradisi 

perawatan jenazah agama Hindu, termasuk di Indonesia. 

Penyusun berkonsentrasi kepada pandangan (metode istinba>t }  

hukum) Imam Abu> H}ani>fah  yang terkenal sebagai maz|hab  beraliran ra’yu 

yang menggunakan metode istinba>t}  hukum rasionalis, metode yang 

menitik beratkan kepada ar-ra’yu. Kemudian penyusun padukan dengan 

pandangan (metode istnba>t}  hukum ) Imam Asy-Sya>fi’i> , sang imam 

maz|hab  sendiri terkenal dengan mujtahid moderat yang melarang ar-ra’yu 

tanpa batas dalam beristinba>t}  dan membolehkan takwil.  

Permasalahan kremasi perlu dan penting untuk dikaji lebih dalam, 

karena menyangkut masalah perawatan jenazah, terutama mengenai 

penguburan, cepat atau lambat pasti akan berbenturan dengan apa yang 

disebut lingkungan hidup tempat dimana manusia mengekspresikan 

kehendak dan kemauannya sebagai khalifah di bumi. Maka, penyusun 

mengangkatnya menjadi sebuah skripsi dengan judul: “Kremasi dalam 

                                                            

 

Perspektif Hukum Islam (Studi Perbandingan antara Metode Istinba>t}  

hukum Imam Abu> H}ani>fah  dan Imam Asy-Sya>fi’i> )”.  

 

B. Pokok Masalah 

Berdasrkan uraian dan paparan dari latar belakang di atas, maka 

pokok masalah dalam penelitian ini yaitu: 

1. Bagaimana tinjauan metode istinba>t} hukum Imam Abu> H}ani>fah  

dan Imam Asy-Sya>fi’i> atas hukum kremasi. 

2. Bagaimana perbandingan antara metode istinba>t} hukum Imam 

Abu> H}ani>fah  dan Imam Asy-Sya>fi’i> atas hukum kremasi. 

 

C.  Tujuan dan Kegunaan penelit i a n 

Sesuai dengan pokok masalah di atas, maka terangkum tujuan dari 

penelitian ini, yaitu: Mendeskripsikan dan menganalisis Bagaimana 

pandangan hukum Islam terhadap kremasi, ditinjau dengan menggunakan 

metode istin ba>t}  hukum Imam Abu> H}ani>fah  dan Imam Asy-Sya>fi’i>. 

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: Penelitian ini 

diharapkan  dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi khazanah ilmu 

fiqh (baca: hukum islam), sekaligus sebagai pengantar renungan yang akan 

menggugah para peneliti selanjutnya yang menitik beratkan penelitianya 

pada pembahasan kremasi. 

 

 

 

D. Telaah Pustaka 

Aturan kremasi sebabkan Muslim Jepang kesulitan lakukan 

pemakaman. Di Tokyo, warga Muslim Jepang, terutama yang tinggal di 

kota besar, menyatakan sulitnya memperoleh tanah untuk pemakaman. 

Prinsip-prinsip Islam Muslim menetapkan orang yang meninggal harus 

dikubur tanpa kremasi. Sementara aturan tata kota di Jepang umumnya 

justru melarang penguburan tanpa kremasi. Kuburan penuh, Hongkong 

bingung Soal Makam, karena Semakin terbatasnya ruang untuk 

pemakaman. Hal ini tentu akan bersinggungan dengan masyarakat muslim 

yang sudah menyebar di berbagai belahan dunia. Mencari pandangan dan 

solusi yang bersandar pada hukum Islam terhadap masalah kremasi 

menjadi sebuah kelaziman. Pembahasan yang sering penyusun jumpai 

dalam kitab-kitab fiqh klasik seputar pengurusan jenazah hanya terbatas 

pada etika yang tetap menyisakan kejumudan dan kesakralan yang tetap 

mencengkeram Ulama di masa itu. Penyusun melihat hal tersebut belum 

merespon terhadap perubahan, apalagi prediksi-prediksi ke depan 

bagaimana menjawab benturan-benturan yang akan dihadapi sistem 

perawatan jenazah dalam tinjauan Islam dengan perbedaan waktu, tempat 

dan manusia sehingga terjebak pada dimensi sosial hukum Islam yang 

mempunyai misi ke depan yang mengarah pada visi humanistik-sosio-

fenomenologis. 

Imam As-Sya>fi’i>  dalam al-Ummnya, membicarakan masalah-

masalah kewajiban dan sunnah-sunnah dalam perawatan jenazah. Khusus 

 

mengenai penguburan orang mati di daerah atau negara lain lebih 

diutamakan untuk dikubur di daerah kelahirannya. Ada hal makruh 

dilakukan, seperti larangan buang air besar dan kecil, duduk-duduk, 

bersetubuh, mendirikan masjid dan salat di atas kuburan. Dalam keadaan 

tertentu, boleh mengubur jenazah dengan ukuran kuburan yang sempit dan 

memuat dua atau tiga dalam satu lubang kubur dan tidak ada jalan lain 

kecuali demikian.12  

Ulama lain yang zamannya sangat dekat dengan kita, as-Sayyid 

Sa>biq dalam Fiqh as-Sunnah-nya juga menjelaskan masalah yang hampir 

serupa, tentang kewajiban kaum muslimin terhadap jenazah, yaitu 

memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan. Semua 

lengkap dengan cara-cara dan etika melakukannya. Namun, Masalah 

kremasi apabila benar-benar dipraktekkan di kalangan kaum muslimin 

luput dalam pembahasannya. Hanya dalam bab mengenai mengiringi 

jenazah dengan perapian, bukan mengenai pembakarannya, hukumnya 

makruh.13 

Ahmad asy-Syarbasi memulai babak baru perubahan mengenai 

permasalahan sosial yang berkenaan dengan jenazah. Selain membahas 

persoalan klasik, seperti bolehnya ziarah kubur bagi wanita, mengubur 

jenazah di daerah non-Islam, mengubur jenazah di dalam air, juga 

                                                            

10 

 

membahas masalah sosial, seperti bolehnya memanfaatkan tanah 

pekuburan, membongkar dan pemindahan kuburan.14 

Sedangkan dari karya ilmiah yang berupa skripsi, penyusun 

menemukan penelitian yang berjudul “Kremasi dalam Perspektif Hukum 

Islam”, yang ditulis oleh Zainal Arif in, pembahasan penelitian tersebut 

sangat umum dan lebih menekankan pada tinjauan hukum Islam 

dipadukan dengan faktor kesehatan.15 Dalam skripsi lain, Etha 

Satiningrum membahas “Usulan Pembakaran Mayat dalam tragedi 

tsunami di Aceh dipandang dari sisi medis”. 16  Juga dalam skripsi Dian 

Sulistiawati meneliti “Kremasi (St udi Kelembagaan Urusan Kematian 

“Budi Dharma” Muntilan Magelang)”. 17 

Dari studi pendahuluan yang dilakukan seperti paparan di atas, 

penyusun melihat belum ada yang membahas permasalahan kremasi 

secara mendalam menurut metodologi istinba>t}  hukum Islam yang lazim 

digunakan oleh sarjana-sarjana hukum Islam. Maka penyusun berupaya 

mengupas permasalahan ini dengan menggunakan kaca mata is t in b a > t }  

Imam Abu> H}ani>fah  yang terkenal dengan aliran m az | h a b  bir Ra’y 

                                                            

(penalaran, logika) yang sangat kental, karena permasalahan kremasi 

adalah hal baru yang membutuhkan metode ini. Kemudian penyusun 

padukan dengan pandangan Imam as-Sya>fi’i>  yang terkenal sangat hati-hati 

( ih}t iya>t }  ) dalam istinb a>t}  hukumnya karena keluasan ilmu dan pengalaman 

sang Imam dalam keadaan sosial kemasyarakatan yang berbeda-beda.  

 

E. Kerangka Teoritik 

Melihat kenyataan yang dialami Muslim Jepang dan Hongkong, 

tidak menutup kemungkinan bisa menular di seluruh dunia, karena lambat 

laun populasi penduduk akan bertambah, disebabkan jumlah kelahiran 

lebih besar dibanding dengan kematian, tentu kebutuhan akan lahan 

pemukiman semakin meningkat, dan semakin terbatasnya lahan 

pekuburan, sudah barang tentu para Ulama harus memikirkan lagi kajian 

fiqhnya. 

Dalam ajaran Islam yang hampir disepakati semua ulama, bahwa 

perawatan jenazah seorang muslim merupakan suatu kewajiban yang 

bersifat kifayah, artinya apabila tidak ada seorang muslim pun yang 

melakukan kewajiban ini, maka semua orang Islam mendapat dosa, dan 

apabila sudah ada sebagian dari umat ini yang melaksanakannya, gugurlah 

kewajiban bagi semua. Bentuk kewajiban tersebut meliputi empat hal, 

yaitu: memandikan, mengkafani, mensalatkan dan menguburkan. 

Mengubur jenazah adalah menimbun jasad mayat dengan tanah dalam 

12 

 

lubang untuk mencegah bau yang tidak enak tercium oleh orang yang 

hidup dan supaya tidak dapat dimakan oleh binatang buas.18 

Di beberapa negara maju, permasalahan menimbun jenazah 

menjadi sebuah polemik.  Isu kesehatan lingkungan dan permasalahan 

lahan menjadi alasan kuat untuk mencari alternatif selain menimbun 

jenazah. Kremasi yang oleh agama tertentu dan sudah dipraktikkan di 

bebrapa negara menjadi salah satu alternatifnya. Hal ini tentu akan 

bersinggungan dengan masyarakat muslim yang sudah menyebar di 

berbagai belahan dunia. Mencari pandangan dan solusi yang bersandar 

pada hukum Islam terhadap masalah kremasi menjadi sebuah kelaziman. 

Hukum Islam (Syari>’ah ) adalah tatanan yang didasarkan pada 

sumber agama Islam, yaitu dalil-dalil syar’iyyah yang daripadanya 

diistinb a>t}k a n  hukum-hukum Islam. Istinba>t}  hukum adalah menentukan 

atau mencarikan hukum bagi suatu perkara dari suatu dalil. Sumber hukum 

Islam adalah a l - Q u r’an  dan al-H}adi>s|. 19 

Mengenai pembakaran mayat, dalam a l - Q u r’an  sendiri tidak 

ditemukan nas}s}  yang secara tegas menetapkan tentang ketentuan 

hukumnya. Namun dalam hal ini ada sebuah kaidah fiqh yang patut 

dikemukakan dan dijadikan sebagai pijakan, yaitu:  

                                                            

ﺮﻟا ﺔﺤﻠﺼﻤﻟا ﻊﺒﺘﻳ ﻢﻜﺤﻟااﺔﺤﺟ20    

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang rajih, yakni kemashlahatan 

yang tidak menyimpang dari norma-norma agama, lebih-lebih jika 

kemashlahatan tersebut tertuju kepada kemashlahatan umum. Memang 

selain mempunyai nilai ibadah, perawatan jenazah juga mempunyai nilai 

sosial, maka permasalahan itu perlu ditempatkan secara proporsional agar 

tidak terjadi kepincangan dan kesenjangan dalam masyarakat. 

Dalam mengistinba>t}kan  hukum Islam terhadap persoalan-persoalan 

baru yang akan dan terus terjadi seiring dengan perkembangan zaman, 

harus selalu melihat maqa>sid asy-Syari>’ah  (maksud-maksud syara’). Ada 

beberapa metode yang bisa digunakan untuk menetapkan hukum dengan 

jalan ijtiha>d .21 Dalam menentukan maksud dan tujuan hukum itu, tidak 

dapat diabaikan pemahaman tentang mas}lah}ah  dan mafsadah yang 

merupakan inti dari kajian m a q a > s i d asy-Syari>’ah.  

Dari semua aspek yang dicakup Islam, Amrullah membagi hukum 

Islam dalam dua kategori pertama, hukum Islam kategori syari’at bersifat 

sabat (konstan, tetap), artinya tetap berlaku universal disepanjang zaman, 

tidak mengenal perubahan dan tidak boleh disesuaikan dengan situasi dan 

kondisi. Situasi dan kondisilah yang harus menyesuaikan diri dengan 

syari’at. Kedua, hukum Islam kategori fiqh bersifat muru>na h  (fleksibel, 

                                                            

 

elastis), berlaku univers al, mengenal perubahan, serta dapat disesuaikan 

dengan situasi dan kondisi.22 

Dari segi mas}lah}ah  hukum yang ditampilkan dalam sumber hukum, 

‘Abd al-Wahhab Khallaf membagi mas}lah}ah  menjadi tiga bagian; 

Pertama, mas}lah}ah  mu’tabarah, yaitu mas}lah}ah  yang diungkapkan secara 

langsung baik dalam a l - Q u r’an maupun dalam a l -H}adi>s| . Kedua, mas}lah}ah  

m u l g a > h , adalah mas}lah}ah  yang bertentangan dengan ketentuan yang 

termaktub dalam kedua sumber itu. Dan Ketiga, mas}lah}ah  mursalah, yaitu 

mas}lah}ah  yang tidak ditetapkan oleh kedua sumber hukum tersebut, dan 

tidak pula bertentangan dengan keduanya. Mas}lah}ah  mursalah dalam ilmu 

u s } u > l al-fiq h  diartikan metode penetapan hukum yang kasusunya tidak 

diatur secara eksplisit dalam al-Qur’an dan al-H}adi>s| . Hanya saja metode 

ini lebih menekankan pada aspek m as } l a h } a h  secara langsung.23 

Pembakaran jenazah sebagai suatu aktivitas yang dilakukan dan 

tidak dijelaskan ataupun dilarang secara tegas dalam n a s } s }  bisa dilihat 

pandangan hukumnya melalui metode mas}lah}ah  mursalah di atas.  Imam 

Ma>lik memberi tiga persyaratan mengenai metode ini: (1) adanya 

kesesuaian antara mas}lah}ah  dan maqa>sid as y-Syari>’ah ,  (2) mas}lah}ah  

                                                            

tersebut bersifat masuk akal, dan (3) mas}lah}ah  digunakan dalam rangka 

menghilangkan kesulitan ( r a f’u al h}araj ).24 

Metode lain yang diterapkan Abu> Hani>fah , Imam maz|hab  H}anafi,  

apabila menemukan sesuatu yang tidak dijelaskan dengan tegas oleh n as } s } , 

namun secara tidak langsung memberi kaidah-kaidah dasar berupa tujuan-

tujuan moral, ‘illat dan sejenisnya maka pengambilan hukum tersebut 

melalui “ Qiya>s ”.  Abu> Hani>fah  dalam menetapkan hukum dikenal memberi 

asas kemudahan dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat, karena itu 

Imam Abu> Hani>fah  diberi gelar sebagai Imam rasionalis.25 

Dalam membentuk hukum, Imam Abu> Hani > f a h  menempatkan a l -

Q u r’a n  sebagai landasan pokok dan kemudian Sunnah Rasulullah SAW 

sebagai sumber kedua setelah melalui seleksi yang ketat. Disamping itu 

ia berpegang teguh pada fatwa sahabat yang disepakati, dan memilih 

salah satu pendapat mereka yang diperselisihkan. Jika hukum suatu 

masalah tidak ditemukan dalam sumber-sumber tersebut, ia melakukan 

i j t i h a > d .26  Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, ia terkenal banyak 

melakukan ij t i h a > d  dalam berfatwa. Alasan (‘ilat) ayat-ayat hukum dan 

h} a d i > s | , terutama dalam bidang m u’a> m a l a h . Menurut pandangannya, perlu 

sejauh mungkin ditelusuri sehingga berbagai metode i j t i h a > d  dapat 

difungsikan, antara lain adalah q i y a > s  d a n i s t i h } s a > n . Disamping itu, ‘urf 

                                                            

 

(adat istiadat) yang sudah mapan dalam masyarakat dapat pula 

difungsikan dan diakui selama sejalan dengan ajaran a l - Q u r’an  dan 

Sunnah. Pendapatnya yang paling terkenal adalah metode i s t i h } s a > n . 2 7  

Perawatan jenazah yang mempunyai dimensi ‘ubu>diyyah,  teologis 

dan sosial perlu ditempatkan secara proporsional agar tidak terjadi 

kepincangan hukum dalam masyarakat. Hukum Islam terdiri dari tiga hal 

pokok, yaitu aqidah, ibadah dan mu’a>malah . Penguburan jenazah yang 

dalam pelaksanaanya sampai sekarang berupa menimbun dalam tanah 

masuk kategori fiqh, artinya hal itu masih akan terus mengenal perubahan 

sejalan dengan laju perubahan masyarakat. Masuknya ide kremasi 

mungkin salah satu contoh perubahan yang sekarang mulai santer 

dikampanyekan,  dengan melihat dan mempertimbangkan faktor-faktor 

yang mengharuskan pelaksanaannya. 

Imam As-sya>fi’i> , pendiri Maz|hab  Sya>fi’i>  telah mengajarkan bahwa 

fiqh bukanlah suatu hal yang sakral yang tidak bisa disentuh oleh 

perubahan. Ketika beliau tinggal di Iraq, beliau mengajarkan Maz|hab  al-

Iraqi atau yang terkenal dengan sebutan qawl qadi>m . Setelah beliau 

berpindah ke Mesir, beliau menyaksikan masayrakat dengan segala 

dimensi sosial yang berbeda dari masyarakat Iraq, sehingga beliau undur 

dari beberapa pendapat yang beliau ajarkan di Iraq, ajaran beliau ini 

disebut Maz|hab al-Mis}}ri  atau lebih populer dengan sebutan qawl jadi>d .  

Kitab yang menyusun pendapat Imam As-Sya>fi’i  di Iraq ( qawl qadi>m )  

                                                            

 

adalah al-H}ujjah , dan qawl jadi>d n y a  di Mesir terdapat dalam magnum 

opus beliau, al-Umm.28 

Alhasil, kerangka teori seperti yang telah dipaparkan di atas dapat 

menggambarkan dan menjelaskan arah penelitian ini, yaitu seputar 

pandangan dan analisa hukum kremasi dalam kaca mata istinba>t} hukum  

Imam Abu> Hani>fah  dan Imam Asy-Sya>fi’i>. 

 

F. Metode Peneliti a n 

1. Jenis Penelitian 

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pustaka (library 

research), yaitu studi yang menitik beratkan pada penggalian data-data 

kepustakaan dengan cara mengkaji dan menganalisa berbagai referensi 

yang mempunyai relevansi dengan pokok pembahasan, yaitu seputar 

masalah perawatan jenazah. 

2. Sifat Penelitian 

Penelitian ini bersifat deskriptif-analisis-komparatif, yakni 

penelitian yang berusaha menggambarkan dan menjelaskan suatu objek 

permasalahan secara sistematis, cermat dan tepat. Selanjutnya data yang 

diperoleh akan dianalisis, yaitu dengan membuat interpolasi pikiran atau 

varian pribadi dan segala penyimpanga n (lepas dari teks naskah yang 

eksak) harus dapat dipertanggungjawabkan dengan diberi alasan. Setelah 

selesai dianalisis, akan diperbandingkan/dikomparasikan antara 

                                                            

pandangan (metode ist in ba>t}  hukum) Imam Abu> Hani>fah  dan Imam Asy-

Sya>fi’i>  dalam permasalahan kremasi. 

3. Pendekatan Penelitian 

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan 

ushul fiqh, yaitu data mengenai persoalan perawatan jenazah dianalisis 

secara filosofis-ushul fiqih dengan perangkat-perangkat sumber-sumber 

hukum Islam dan metode istinba>t}  hukum Islam serta kaidah-kaidah 

fiqhiyyah. 

4. Pengumpulan Data 

Karena kajian ini adalah kajian kepustakaan, maka sumber datanya 

diperoleh dari literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah ini, baik 

literatur berupa n a s } s } : al-Qu r’an  dan As-Sunnah, maupun buku-buku 

seputar perawatan jenazah yang kesemuanya ini merupakan data utama 

(primer). 

Adapun data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data 

dan informasi dengan mencari referensi data yang terdapat diruang 

perpustakaan seperti buku-buku, majalah, dokumen, catatan, dan kisah-

kisah sejarah untuk memperkuat sumber data.29 

5. Analisis data 

                                                            

 

Data yang sudah terkumpul kemudian dilakukan analisis data 

secara kualitatif. Penyusunannya didasarkan secara induktif,30 yakni 

 analisis yang menggeneralisir nas}s}  dengan mencari nilai khusus yang 

ada dari suatu fenomena, seperti perintah-perintah atau larangan seputar 

perawatan jenazah sehingga memunculkan pemahaman yang 

komprehensif yang dijadikan dasar penetapan persoalan baru itu dalam 

sifat generalnya. 

 

G. Sistematika Pembahasan 

Sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab sebagai berikut: 

Bab pertama atau pendahuluan meliputi latar belakang masalah, 

rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka, 

kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika pembahasan untuk 

mengarahkan pembaca kepada substansi penelitian ini. 

Bab kedua memaparkan penjelasan seputar biografi Imam Abu> 

Hani>fah  dan Imam Asy-Sya>fi’i>  yang meliputi biografi Imam kedua 

maz|hab , tokoh-tokoh kedua maz|hab , kitab-kitab rujukan utama kedua 

maz|hab , dan yang terpenting adalah penjelasan mengenai metode 

pengambilan hukum ( i s t i n b a > t } ) kedua maz|hab  sehingga dapat membantu 

dalam menganalisa permasalahan ini secara komprehensif. 

Bab ketiga menjelaskan gambaran umum tentang kremasi baik 

mengenai pengertian, sejarah kremasi secara umum atau  khusus di 

                                                            

Indonesia, motif-motif yang berkembang atas pelaksanaan kremasi di 

beberapa negara dan agama, dan bentuk-bentuk pelaksanaan kremasi yang 

ada dan sedang berkembang. Hal ini diharapkan dapat memberikan 

gambaran yang jelas mengenai apa dan bagaimana sebenarnya kremasi, 

serta menjelaskan perawatan jenazah sesuai dengan tuntunan ajaran Islam, 

baik dalam keadaan normal maupun darurat. Serta menjelaskan 

kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan ketika ada orang yang 

meninggal, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan 

menguburkan.  

Bab keempat memberikan analisa (istinba>t}  hukum) bagaimana 

pandangan Imam Abu> Hani>fah  dan Imam Asy-Sya>fi’i>  yang menyatakan 

tentang melakukan sesuatu yang dilarang (diharamkan) dalam 

keadaan/kondisi yang d } a r u r a h  terhadap kremasi. Dan kemudian mencoba 

mengaplikasikan metode istinba>t}  kedua maz|hab  dalam permasalahan 

kremasi yang telah dibahas pada bab sebelumnya, serta membandingkan 

(mengkomparasikan) pandangan keduanya. 

Bab kelima adalah bab terakhir yang berisi penutup yang terdiri 

dari kesimpulan dan saran-saran dari penyusun.