n mengolok-olok,
bahasa orang-orang yang pelit memberi sedekah! Pada waktu
sekarang ini, seolah-olah dahulu tidak, ada banyak hamba-
hamba yang lari dari tuannya. Kalimat ini seakan menyatakan
bahwa Daud sendiri salah satu dari mereka, “Daud seharus-
nya menjaga jabatannya terhadap tuannya Saul, supaya tidak
perlu mengutus orang kepadaku untuk meminta perbekalan,”
dan lagi bahwa Daud merawat dan melindungi para pelarian
seperti dirinya sendiri. Pastilah perkataan ini membuat orang
naik darah, mendengar orang sehebat dan sebaik Daud dicela
dan dicemooh oleh orang kasar rendahan seperti Nabal. Sebab
orang bebal mengatakan kebebalan (Yes. 32:5-7). Sekalipun
454
orang membuat dirinya jatuh kesesakan sebab kebodohannya
sendiri, mereka harus dikasihani dan ditolong, bukannya di-
injak-injak dan dibuat kelaparan. Apalagi Daud jatuh ke da-
lam kesusahan ini bukan sebab melakukan suatu kesalahan,
tidak, bukan pula sebab keteledoran di pihaknya, namun sepe-
nuhnya sebab jasa mulia yang dilakukannya bagi negerinya
dan sebab kehormatan yang Allah berikan atasnya. Namun,
Daud malah dipandangnya seperti seorang pelarian dan pem-
belot. Biarlah hal ini menguatkan kita dalam menanggung
penghinaan dan tuduhan orang terhadap kita dengan kesabar-
an dan sukacita, dan membuat kita bersabar menghadapi se-
muanya, bahwa hal seperti ini sudah biasa menjadi bagian
orang-orang yang unggul di bumi. Beberapa orang terbaik
yang pernah memberkati dunia ini dipandang sebagai orang
buangan dalam segala sesuatu (1Kor. 4:13, KJV).
3. Nabal sangat berkeras mempertahankan persediaan makanan
miliknya di atas mejanya, dan tidak akan mau membaginya
dengan siapa pun. “Ini rotiku dan dagingku, ya, dan juga air
minumku, meskipun usus communis aquarum – air yaitu
milik setiap orang, dan semua ini disiapkan untuk penggun-
ting-penggunting bulu dombaku,” demikian dia memegahkan
diri bahwa harta itu miliknya sendiri. Lagi pula, siapa yang
menyangkalnya? Siapa yang mau mempermasalahkan harta
miliknya? Nabal pikir, dengan begini, dapat dibenarkan bahwa
dia menahan harta itu bagi dirinya sendiri, dan tidak memberi
apa-apa kepada Daud. Bukankah dia dapat berbuat apa saja
semaunya dengan miliknya sendiri? Kita salah jika kita pikir
kitalah penguasa mutlak atas segala yang kita miliki dan kita
dapat berbuat sesuka kita dengan semua itu. Bukan, kita ha-
nyalah pengurus, dan harus memakai harta itu sesuai dengan
petunjuk yang diberikan kepada kita, sambil mengingat bahwa
harta itu bukan milik kita, melainkan milik Dia yang memper-
cayakannya kepada kita. Kekayaan itu ta allotria (Luk. 16:12).
Harta itu harta orang lain, jadi tidak seharusnya kita terlalu
banyak memperbincangkannya sebagai milik kita.
Kitab 1 Samuel 25:12-17
455
Tindakan Abigail yang Bijaksana
(25:12-17)
12 Lalu orang-orang Daud itu berbalik pulang dan sesudah sampai, mereka mem-
beritahukan kepadanya tepat seperti yang dikatakan kepada mereka. 13 Kemu-
dian berkatalah Daud kepada orang-orangnya: “Kamu masing-masing, san-
danglah pedang!” Lalu mereka masing-masing menyandang pedangnya; Daud
sendiripun menyandang pedangnya. Sesudah itu kira-kira empat ratus orang
maju mengikuti Daud, sedang dua ratus orang tinggal menjaga barang-barang.
14 namun kepada Abigail, isteri Nabal, telah diberitahukan oleh salah seorang
bujangnya, katanya: “Ketahuilah, Daud menyuruh orang dari padang gurun
untuk memberi salam kepada tuan kita, namun ia memaki-maki mereka.
15 Padahal orang-orang itu sangat baik kepada kami; mereka tidak meng-
ganggu kami dan kami tidak kehilangan apa-apa selama kami lalu-lalang di
dekat mereka, saat kami ada di ladang. 16 Mereka seperti pagar tembok
sekeliling kami siang malam, selama kami menggembalakan domba-domba di
dekat mereka. 17 Oleh sebab itu, pikirkanlah dan pertimbangkanlah apa yang
harus kauperbuat, sebab telah diputuskan bahwa celaka akan didatangkan
kepada tuan kita dan kepada seisi rumahnya, dan ia seorang yang dursila,
sehingga orang tidak dapat berbicara dengan dia.”
Di sini,
I. Laporan disampaikan kepada Daud mengenai penghinaan yang
Nabal ucapkan kepada utusan-utusan Daud (ay. 12): Mereka ber-
balik pulang. Mereka menunjukkan ketidaksenangan mereka,
yang memang selayaknya mereka lakukan, dengan langsung pergi
meninggalkan orang kasar seperti itu. Akan namun , mereka dengan
bijaksana menahan diri begitu rupa supaya tidak membalas caci-
maki dengan caci-maki, tidak menghardik Nabal sebagaimana
layak diterimanya, apalagi mengambil dengan paksa perbekalan
yang seharusnya diberikan kepada mereka. Sebaliknya, mereka
datang kepada Daud dan mengatakan kepadanya untuk melaku-
kan apa yang dipandangnya baik. Pelayan-pelayan Kristus, saat
mereka dianiaya, harus menyerahkan kepada Dia untuk membela
perkara-Nya sendiri dan harus menanti sampai Dia tampil untuk
perkara itu. Hamba itu menyampaikan kepada tuannya penghina-
an yang diterimanya, namun tidak membalasnya (Luk. 14:21).
II. Keputusan Daud yang gegabah dalam menanggapi perkara ini. Dia
menyandangkan pedangnya, lalu memerintahkan orang-orangnya
untuk melakukan hal yang sama, sampai 400 orang (ay. 13). Dan
perkataan yang diucapkan Daud diberitahukan kepada kita (ay. 21-
22).
456
1. Daud menyesali kebaikan yang selama ini telah dilakukannya
bagi Nabal, dan memandang perbuatan baiknya itu sia-sia
saja. Kata Daud, “Sia-sialah aku melindungi segala kepunyaan
orang ini di padang gurun. Aku bermaksud membantunya dan
menjadikannya temanku, namun ternyata tidak ada gunanya.
Dia tidak tahu berterima kasih, dan tidak pula menyadari ke-
baikan yang diterimanya, jika tidak, pastilah dia tidak mem-
perlakukanku demikian. Ia membalas kebaikanku dengan
kejahatan.” Meskipun begitu, jika kita mendapat balasan yang
demikian, janganlah kita menyesali kebaikan yang telah kita
lakukan, atau tidak mau lagi berbuat baik di lain waktu. Allah
itu baik terhadap orang-orang jahat dan orang-orang yang
tidak tahu berterima kasih, jadi mengapa kita tidak?
2. Daud bertekad menghancurkan Nabal dan semua yang ada
padanya (ay. 22). Di sini, Daud seperti bukan dirinya sendiri.
Keputusannya bersimbah darah, ingin menumpas semua laki-
laki dalam keluarga Nabal, dan tidak meluputkan seorang
pun, baik pria dewasa maupun anak-anak. Pembenaran akan
keputusannya begitu penuh kemarahan: Beginilah, bahkan
lebih lagi dari pada itu, kiranya Allah menghukum, tadinya
Daud hendak berkata aku. “Beginilah kiranya Allah menghukum
musuh-musuh Daud” (ay. 22. KJV), namun perkataan itu lebih
mirip ucapan Saul (14:44), daripada Daud, dan sebab itu wa-
jarlah Daud mengubah maksudnya; musuh-musuh Daud. Suara-
mukah itu, wahai Daud? Mungkinkah seorang yang berkenan
di hati Allah mengucapkan kata-kata yang demikian kasar
dengan bibir mulutnya? Apakah dia sudah terlampau lama
menjalani sekolah penderitaan, tempat dia seharusnya belajar
kesabaran, namun malah membuatnya menjadi sangat pema-
rah? Diakah orang yang tadinya bisu dan tuli saat dicela
(Mzm. 38:14), yang barusan saja membiarkan hidup orang
yang memburu nyawanya, kini tidak mau membiarkan hidup
siapa pun yang ada pada orang yang hanya menghina utusan-
utusannya? Dia yang tadinya selalu tenang dan penuh pertim-
bangan kini tersulut dalam amarah hanya sebab sepatah dua
patah kata-kata keras, sampai-sampai tidak ada yang dapat
menenangkannya selain penumpahan darah seluruh keluarga.
Tuhan, beginikah manusia? Beginikah orang-orang terbaik,
saat Allah membiarkan mereka sendiri, untuk menguji mere-
Kitab 1 Samuel 25:12-17
457
ka, agar mereka mengetahui isi hati mereka? Dari Saul, Daud
sudah mengira akan mendapat pukulan, dan menghadapi
pukulan itu, Daud sudah bersiap serta berjaga-jaga, sebab
itu dia dapat menjaga emosinya. Sebaliknya, dari Nabal, Daud
mengira akan mendapat kebaikan, sebab itu penghinaan yang
dilontarkan Nabal kepadanya mengagetkannya, mendapatinya
dalam keadaan lengah, dan serangan yang tiba-tiba dan tak
terduga itu, membuatnya serta-merta menjadi kacau. Betapa
kita ini perlu berdoa, Tuhan, janganlah membawa kami ke
dalam pencobaan!
III. Laporan tentang perkara ini yang disampaikan kepada Abigail
oleh salah seorang bujangnya, yang lebih bijaksana daripada
bujang-bujangnya yang lain (ay. 14). Seandainya bujang ini ber-
bicara kepada Nabal, dan menunjukkan kepadanya bahaya yang
didatangkannya pada dirinya sendiri oleh sebab kekasarannya,
Nabal mungkin akan berkata, “Hamba-hamba zaman sekarang
terlalu lancang, dan suka mengatur, sampai-sampai tidak ada
yang menahan mereka,” dan mungkin saja, bujang itu sudah
ditendang keluar. Tidak demikian halnya dengan Abigail, sebagai
wanita yang sangat bijaksana, ia memberi telinga pada laporan
ini, sekalipun dari bujangnya, yang,
1. Menegakkan kebenaran bagi Daud dengan memujinya serta
orang-orangnya untuk kebaikan mereka kepada gembala-gem-
bala Nabal (ay. 15-16). “Orang-orang itu sangat baik kepada
kami, dan, walaupun mereka sendiri sedang menghadapi ba-
haya, namun mereka melindungi kami dan menjadi pagar tem-
bok di sekeliling kami.” Orang-orang yang melakukan perbuat-
an baik, sekali waktu, akan dipuji sebab kebaikan itu. Hamba
Nabal sendiri akan menjadi saksi bagi Daud bahwa Daud itu
orang yang terhormat dan berhati nurani, apa pun pendapat
Nabal tentang dia. Dan,
2. Bujang itu tidak berbuat salah kepada Nabal saat dia me-
ngutuk Nabal sebab kekasarannya kepada utusan-utusan
Daud: Ia memaki-maki mereka (ay. 14), ia menginjak-nginjak
kepala mereka (demikianlah makna kata-kata ini secara
harfiah) dengan kemarahan di luar batas. “Sebab,” ujar mere-
ka, “begitulah kebiasaannya (ay. 17). Ia seorang yang dursila,
458
sehingga orang tidak dapat berbicara dengan dia tanpa me-
nyulut kemarahannya.” Abigail sendiri tahu betul akan hal itu.
3. Bujang itu berbuat kebaikan bagi Abigail dan seluruh keluar-
ganya dengan membuat Abigail menyadari hal yang mungkin
terjadi sebagai akibatnya. Bujang itu benar-benar mengenal
Daud sehingga ia dapat memperkirakan bahwa Daud akan
sangat marah sebab penghinaan itu, dan mungkin ia telah
menerima informasi tentang perintah Daud untuk menyerbu
tempat mereka. Sebab, bujang itu begitu yakin telah diputus-
kan bahwa celaka akan didatangkan kepada tuan kita dan
kepada seisi rumahnya, termasuk dia sendiri akan ikut mera-
sakan akibatnya. Oleh sebab itulah, dia sangat berharap nyo-
nyanya memikirkan apa yang harus dilakukan untuk kesela-
matan mereka bersama. Mereka tidak bisa menahan pasukan
yang akan dibawa Daud menyerbu mereka, tidak pula mereka
memiliki waktu untuk mengirim utusan kepada Saul agar
melindungi mereka. Oleh sebab itu, sesuatu harus dilakukan
untuk menenangkan Daud.
Abigail Bertemu Daud
(25:18-31)
18 Lalu segeralah Abigail mengambil dua ratus roti, dua buyung anggur, lima
domba yang telah diolah, lima sukat bertih gandum, seratus buah kue kismis
dan dua ratus kue ara, dimuatnyalah semuanya ke atas keledai, 19 lalu
berkata kepada bujang-bujangnya: “Berjalanlah mendahului aku; aku segera
menyusul kamu.” namun Nabal, suaminya, tidaklah diberitahunya. 20 saat
wanita itu dengan menunggang keledainya, turun dengan terlindung
oleh gunung, tampaklah Daud dan orang-orangnya turun ke arahnya, dan
wanita itu bertemu dengan mereka. 21 Daud tadinya telah berkata: “Sia-
sialah aku melindungi segala kepunyaan orang ini di padang gurun, sehingga
tidak ada sesuatupun yang hilang dari segala kepunyaannya; ia membalas
kebaikanku dengan kejahatan. 22 Beginilah kiranya Allah menghukum Daud,
bahkan lebih lagi dari pada itu, jika kutinggalkan hidup sampai pagi seorang
laki-laki sajapun dari semua yang ada padanya.” 23 saat Abigail melihat
Daud, segeralah ia turun dari atas keledainya, lalu sujud menyembah di
depan Daud dengan mukanya sampai ke tanah. 24 Ia sujud pada kaki Daud
serta berkata: “Aku sajalah, ya tuanku, yang menanggung kesalahan itu.
Izinkanlah hambamu ini berbicara kepadamu, dan dengarkanlah perkataan
hambamu ini. 25 Janganlah kiranya tuanku mengindahkan Nabal, orang yang
dursila itu, sebab seperti namanya demikianlah ia: Nabal namanya dan bebal
orangnya. namun aku, hambamu ini, tidak melihat orang-orang yang tuanku
suruh. 26 Oleh sebab itu, tuanku, demi TUHAN yang hidup dan demi
hidupmu yang dicegah TUHAN dari pada melakukan hutang darah dan dari
pada bertindak sendiri dalam mencari keadilan, biarlah menjadi sama seperti
Nabal musuhmu dan orang yang bermaksud jahat terhadap tuanku! 27 Oleh
Kitab 1 Samuel 25:18-31
459
sebab itu, pemberian yang dibawa kepada tuanku oleh budakmu ini, biarlah
diberikan kepada orang-orang yang mengikuti tuanku. 28 Ampunilah kiranya
kecerobohan hambamu ini, sebab pastilah TUHAN akan membangun bagi
tuanku keturunan yang teguh, sebab tuanku ini melakukan perang TUHAN
dan tidak ada yang jahat terdapat padamu selama hidupmu. 29 Jika sekira-
nya ada seorang bangkit mengejar engkau dan ingin mencabut nyawamu,
maka nyawa tuanku akan terbungkus dalam bungkusan tempat orang-orang
hidup pada TUHAN, Allahmu, namun nyawa para musuhmu akan diumban-
kan-Nya dari dalam salang umban. 30 jika TUHAN melakukan kepada
tuanku sesuai dengan segala kebaikan yang difirmankan-Nya kepadamu dan
menunjuk engkau menjadi raja atas Israel, 31 maka tak usahlah tuanku
bersusah hati dan menyesal sebab menumpahkan darah tanpa alasan, dan
sebab tuanku bertindak sendiri dalam mencari keadilan. Dan jika
TUHAN berbuat baik kepada tuanku, ingatlah kepada hambamu ini.”
Di sini diceritakan tindakan Abigail yang bijaksana untuk melindungi
suami dan keluarganya dari pembinasaan yang sedang menghampiri
mereka. Dan, kita menyaksikan bahwa ia melakukan bagiannya
dengan begitu baik serta betul-betul menggambarkan wataknya. Ke-
marahan orang bodoh sering kali dalam sekejap membuat kerusakan
yang oleh orang bijaksana, dengan segala hikmatnya, dengan susah
payah harus diperbaiki lagi. Sulit dikatakan, entah Abigail yang lebih
sengsara memiliki suami seperti Nabal atau Nabal yang lebih ber-
bahagia memiliki istri seperti Abigail. Istri yang cakap yaitu mah-
kota suaminya, menjadi pelindungnya sekaligus perhiasannya, dan
berbuat baik kepadanya dan tidak berbuat jahat. Hikmat dalam
perkara seperti ini lebih berguna daripada senjata perang.
1. sebab hikmatlah, Abigail bersegera dalam melakukan hal yang
dilakukannya tanpa menunda-nunda. Lalu bersegeralah Abigail
(ay. 18). Tidak ada lagi waktu untuk bermain-main dan berlam-
bat-lambat saat semua orang ada dalam bahaya. Mereka yang
menginginkan syarat-syarat perdamaian harus mengirim utusan
selama musuh masih jauh (Luk. 14:32).
2. sebab hikmatlah, Abigail melakukan sendiri hal yang harus
dilakukannya, sebab, sebagai wanita yang sangat bijaksana dan
memiliki tutur kata yang sangat menyenangkan, dia lebih meng-
erti cara mengatasi masalah ini dibandingkan semua hamba yang
dimilikinya. Wanita yang cakap akan mengawasi sendiri segala
perbuatan rumah tangganya, dan tidak begitu saja menyerahkan
seluruh tugas ini kepada orang lain.
Abigail harus berusaha menebus kesalahan Nabal. Nabal telah
bersikap kasar kepada utusan-utusan Daud dalam dua perkara:
Nabal menolak memberikan perbekalan yang mereka minta, dan
460
ia mengucapkan kata-kata yang sangat membangkitkan amarah
orang. Nah,
I. Dengan pemberian yang sangat murah hati, Abigail menebus
penolakan Nabal terhadap permintaan mereka. Kalau saja Nabal
mau memberikan apa yang ada di tangannya pada saat itu juga,
mereka pasti sudah pulang dengan senang hati. Akan namun ,
Abigail menyiapkan pemberian terbaik yang dapat disediakan
rumah tangganya dan menyiapkannya dengan berlimpah (ay. 18),
sesuai dengan jamuan yang lazim pada waktu itu, bukan hanya
roti dan hewan bantaian, namun juga kue kismis dan kue ara,
manisan-manisan kering. Nabal menggerutu soal air, namun Abi-
gail malah mengambil dua buyung (gentong atau galon) anggur,
memuat keledainya dengan perbekalan ini, dan mengirimnya
mendahuluinya. Sebab, pemberian memadamkan marah (Ams.
21:14). Dengan cara ini pula Yakub memadamkan amarah Esau.
saat penipu merancang perbuatan-perbuatan keji, orang yang
berbudi luhur merancang hal-hal yang luhur, dan tidak kekurang-
an apa pun sebab melakukannya, dan ia selalu bertindak demi-
kian (Yes. 32:7-8). Abigail bukan hanya berhak secara hukum,
namun bahkan patut dipuji, saat menghabiskan harta milik
suaminya tanpa sepengetahuannya. Sekalipun ada alasan bagi
Abigail untuk berpikir bahwa seandainya suaminya tahu hal yang
dilakukannya itu pastilah dia tidak akan setuju. Sebab, harta itu
dihabiskan bukan untuk memuaskan keinginannya sendiri atau
untuk hal yang sia-sia, namun untuk kepentingan membela suami
dan keluarganya, yang pasti dibinasakan bila tidak dibelanya.
Suami dan istri, demi kebaikan dan keuntungan bersama, sama-
sama memiliki kepentingan atas harta duniawi mereka. Namun,
jika salah seorang memboroskannya, ataupun menghabiskan-
nya secara berlebih-lebihan dengan cara apa pun, ia sedang me-
rampok pasangannya.
II. Dengan sikap yang sangat ramah, dan perkataan yang mengambil
hati, Abigail menebus perkataan kasar yang dilontarkan Nabal
kepada mereka. Abigail menjumpai Daud saat Daud berarak
untuk menyerbu, penuh dengan kemarahan, sambil membayang-
kan penghancuran Nabal (ay. 20). Namun, dengan sikap yang
seramah mungkin dan penuh hormat, Abigail merendahkan diri
Kitab 1 Samuel 25:18-31
461
dan memohon kebaikan Daud, meminta kepadanya untuk me-
maafkan pelanggaran itu. Ia merendahkan diri dan takluk: sujud
menyembah di depan Daud dengan mukanya sampai ke tanah (ay.
23) dan sujud pada kaki Daud (ay. 24). Penundukkan diri menda-
tangkan pengampunan atas pelanggaran besar. Abigail menem-
patkan dirinya dalam posisi dan sikap seorang yang bersalah dan
memohon pengampunan, dan tidak merasa malu melakukan hal
itu, bila memang perlu untuk kebaikan seisi rumahnya, baik di
hadapan hamba-hambanya sendiri maupun di hadapan para
prajurit Daud. Dengan merendahkan diri, Abigail memohon ke-
pada Daud agar mau mendengarkannya: Izinkanlah hambamu ini
berbicara kepadamu. Namun, dia tidak perlu demikian memohon
perhatian dan kesabaran Daud. Kata-kata yang diucapkannya su-
dah cukup menyatakannya, sebab memang tidak ada yang lebih
halus dan dapat menggerakkan hati. Tidak ada bagian masalah
itu yang tidak disinggungnya, setiap hal ditempatkan dengan pas
dan diungkapkan dengan baik, dimohonkan dengan sangat sem-
purna dan memilukan, dan dibuat sedemikian rupa supaya sema-
kin meluluhkan, dengan kemampuan bicara yang alami dan tiada
taranya.
1. Abigail berbicara kepada Daud dengan terus menunjukkan
sikap menghargai dan hormat yang layak diberikan kepada
orang sebesar dan sebaik itu, menyebutnya tuanku, berulang
kali, untuk membayar kesalahan suaminya yang berkata, “Si-
apakah Daud?” Abigail tidak mencela suaminya atas kepanas-
an amarahnya, meskipun ia pantas dicela untuk itu. Abigail
juga tidak mengatakan kepada Daud betapa jahat watak
suaminya itu. Sebaliknya, Abigail berusaha melembutkan hati
Daud dan menurunkan kekesalannya, tanpa merasa ragu
bahwa hati nurani Daud sendiri yang akan menegurnya.
2. Abigail bersedia disalahkan atas perlakukan buruk terhadap
para utusan Daud: “Aku sajalah, ya tuanku, yang menanggung
kesalahan itu (ay. 24). Jika engkau marah, marahlah kepada-
ku, jangan kepada suamiku yang malang, dan anggaplah
kesalahan itu sebagai kecerobohan hambamu ini (ay. 28).” Roh
yang degil tidak peduli bagaimana orang lain menderita sebab
kesalahan mereka, sedangkan roh yang lemah-lembut bersedia
menderita sebab kesalahan orang lain. Abigail mengungkap-
462
kan ketulusan dan kekuatan kasih suami istri dan perhatian-
nya kepada keluarganya: seperti apa pun dia, Nabal itu suami-
nya.
3. Abigail memohon maaf atas kesalahan suaminya dengan me-
nyatakannya sebagai kelemahan bawaan suaminya serta me-
mohon pengertian (ay. 25): “Janganlah kiranya tuanku mema-
sukkan dalam hati kekasaran dan kekurangajarannya, sebab
memang seperti itulah dia. Bukanlah pertama kalinya dia ber-
perilaku begitu kasar. Pasti itu bawaan lahirnya, sebab dia
melakukannya sebab kurang akal sehat: Nabal namanya,”
yang melambangkan kebebalan atau kebodohan, “dan bebal
orangnya. Semua itu dilakukannya sebab kebodohannya,
bukan sebab kejahatannya. Dia orang sederhana, namun tidak
jahat. Ampunilah dia, sebab dia tidak tahu apa yang dia per-
buat.” Semua yang dikatakan Abigail memang benar adanya,
dan dia mengatakan itu untuk meluputkan suaminya dari kesa-
lahannya dan mencegah pembinasaannya. Tanpa alasan itu,
tidaklah benar bagi Abigail mengungkapkan watak yang begitu
buruk seperti itu tentang suaminya, yang seharusnya digam-
barkannya dengan sebaik mungkin, dan bukan dibicarakan
keburukannya.
4. Abigail mengakui kelalaiannya sendiri dalam perkara ini: “Te-
tapi aku tidak melihat orang-orang yang tuanku suruh, seandai-
nya aku melihatnya mereka pasti mendapat jawaban yang
lebih baik, dan tidak akan kembali tanpa membawa pesanan
mereka.” Ucapan ini menunjukkan bahwa meskipun suaminya
memang bodoh, dan tidak bisa mengurus urusannya sendiri,
namun dia memiliki cukup hikmat untuk mengikuti arahan
istrinya dan mendengarkan nasihatnya.
5. Abigail yakin sekali bahwa dia sudah berhasil meraih tujuan-
nya, mungkin sebab melihat wajah Daud, bahwa Daud mulai
berubah pikiran: Demi hidupmu yang dicegah Tuhan (ay 26,
KJV: sebab Tuhan telah menahanmu). Abigail tidak mengan-
dalkan pemikirannya sendiri, namun anugerah Allah, untuk
menenangkan Daud, dan tidak ragu bahwa kasih karunia itu
akan bekerja dengan dahsyat atas Daud. Kemudian, “Biarlah
menjadi sama seperti Nabal musuhmu, dengan kata lain, jika
engkau menahan diri dari membalas sendiri dendammu, pasti-
lah Allah akan membalaskannya kepada Nabal, seperti yang
Kitab 1 Samuel 25:18-31
463
akan Allah lakukan terhadap semua musuhmu.” Atau, per-
kataan ini menyiratkan bahwa sesungguhnya terlalu rendah
bagi Daud untuk membalas dendam kepada orang selemah
dan selamban Nabal, yang tidak mau berbuat baik namun juga
tidak akan mampu pula berbuat jahat kepadanya. Tidak ada
yang sebaiknya diinginkan Daud selain bahwa musuh-musuh-
nya menjadi sama seperti Nabal yang tidak mampu melawan
dirinya. Mungkin, Abigail mengacu pada tindakan Daud melu-
putkan Saul, yang, baru kemarin, hidupnya ada di tangan
Daud. “Bukankah engkau menahan dirimu dari membalas den-
dam kepada singa yang hendak menerkammu itu, jadi masakan
kini engkau hendak menumpahkan darah seekor anjing yang
hanya bisa menggonggong kepadamu?” saat Abigail me-
nyebutkan apa yang akan dilakukan Daud itu, yaitu menum-
pahkan darah dan bertindak sendiri dalam mencari keadilan,
perkataannya itu cukup untuk menjamah roh yang lemah lem-
but dan pemurah seperti roh Daud. Dan, tampak dari jawaban
Daud (ay. 33), perkataan Abigail itu menggugah dirinya.
6. Abigail menyampaikan pemberian yang dibawanya, dengan
rendah hati menyebutnya sebagai sesuatu yang tidak layak
untuk diterima Daud, dan sebab itu berharap agar pemberian
itu diberikan saja kepada orang-orang yang mengikuti Daud
(ay. 27), khususnya kepada kesepuluh orang yang menjadi
utusan Daud itu, yang telah diperlakukan Nabal dengan sa-
ngat kasar.
7. Abigail memuji Daud atas pelayanannya yang besar dalam
memerangi musuh-musuh negerinya. Kemuliaan yang diper-
oleh Daud dari pencapaian yang sehebat itu, Abigail harap,
janganlah sampai dinodai Daud dengan pembalasan dendam
pribadi: “Tuanku ini melakukan perang TUHAN melawan orang
Filistin, maka engkau akan pasti akan berserah saja kepada
Allah untuk memerangi orang-orang yang menghinamu (ay.
28). Tidak ada yang jahat terdapat padamu selama hidupmu.
Engkau tidak pernah melakukan yang jahat kepada orang-
orang sebangsamu (sekalipun engkau dianiaya sebagai peng-
khianat), dan sebab itu engkau tidak akan mulai melakukan-
nya sekarang, atau melakukan apa pun yang dapat dipakai
Saul untuk membenarkan kejahatannya terhadapmu.”
464
8. Abigail menubuatkan kemuliaan dibalik masalah Daud saat
ini. “Memang benar orang bangkit mengejar engkau dan ingin
mencabut nyawamu.” Abigail tidak menyebut nama Saul
sebab menghormati jabatannya saat itu sebagai raja. “namun ,”
dia lanjut, “engkau tidak perlu memandang dengan mata yang
begitu tajam dan bermusuhan kepada setiap orang yang
menghinamu.” Sebab, semua badai yang saat ini mengamuk
melandamu, sebentar lagi akan dihalau pergi. Abigail mengata-
kan hal ini dengan penuh keyakinan,
(1) Nyawa tuanku akan terbungkus dalam bungkusan tempat
orang-orang hidup pada Tuhan, Allahmu. Dengan kata lain,
Allah akan mempertahankan jiwamu di dalam hidup,
demikianlah arti ungkapan itu, (Mzm. 66:9) seperti kita
memeluk erat-erat sesuatu yang kita bungkus rapat-rapat
atau yang sangat berharga bagi kita (Mzm. 116:15). Jiwamu
akan disimpan dalam simpanan harta kehidupan (demikian
ungkapan itu dalam terjemahan bahasa Aram), disimpan di
tempat yang dikunci rapat-rapat seperti harta yang berhar-
ga. “Engkau akan tinggal dalam perlindungan khusus
penyelenggaraan ilahi.” Bungkusan tempat orang-orang
hidup (ay. 29, KJV: bungkusan kehidupan) ada pada Tuhan,
Allah kita, sebab di tangan-Nya napas kita, dan umur kita.
Sesungguhnya amanlah, dan mungkin juga nyaman,
orang-orang yang memiliki Dia sebagai pelindung mereka.
Orang Yahudi memaknai ungkapan ini bukan hanya untuk
kehidupan yang sekarang, namun juga kehidupan yang akan
datang, yaitu kebahagiaan jiwa-jiwa yang sudah dipisahkan
dari tubuh, dan sebab itu ungkapan ini banyak dipakai
sebagai tulisan di batu nisan mereka. “Di sini kita memba-
ringkan tubuhnya, namun percayalah bahwa jiwanya ter-
bungkus dalam bungkusan tempat orang-orang hidup pada
Tuhan, Allah kita.” Di sana, jiwa itu aman, sementara debu
tubuhnya terserak-serak.
(2) Bahwa Allah akan membuat Daud menang atas musuh-
musuhnya. Nyawa mereka akan diumbankan-Nya (ay. 29).
Batu ditaruh ke dalam umban, namun hanya untuk dilem-
parkan lagi. Demikianlah, jiwa orang saleh akan diikat ber-
berkas-berkas seperti gandum untuk lumbung, namun jiwa
orang fasik akan seperti lalang untuk api.
Kitab 1 Samuel 25:18-31
465
(3) Bahwa Allah akan mengokohkan Daud dalam kekayaan dan
kuasa: “Sebab pastilah TUHAN akan membangun bagi tuan-
ku keturunan yang teguh, dan tidak ada musuhmu yang
dapat menghalanginya. Oleh sebab itu, ampunilah kiranya
kecerobohan ini,” dengan kata lain, “tunjukkanlah belas ka-
sihan, seperti engkau sendiri ingin mendapat belas kasihan.
Allah akan menjadikan engkau besar, dan menjadi kemu-
liaan orang besar untuk mengampuni pelanggaran.”
9. Abigail ingin agar Daud menyadari, bahwa akan jauh lebih
berbahagia baginya untuk mengampuni penghinaan ini dari-
pada membalas dendam (ay. 30-31). Abigail menyimpan per-
kataan ini untuk disampaikan di bagian akhir, sebagai alasan
yang paling mengena bagi orang sebaik Daud, bahwa semakin
Daud menolak memuaskan kemarahannya, semakin dia men-
jaga kedamaian dan ketenangan hati nuraninya sendiri, yang
merupakan perkara yang penting bagi setiap orang bijak.
(1) Abigail tidak bisa tidak membayangkan bahwa seandainya
Daud membalas dendam, Daud sendiri akan berduka dan
sakit hatinya. Banyak orang melakukan sesuatu dalam ke-
marahan, dan sesudah itu berharap ribuan kali sekiranya
mereka tidak melakukannya. Manisnya pembalasan den-
dam akan segera berubah menjadi pahit.
(2) Abigail yakin bahwa jika Daud mengampuni pelanggaran
itu, nantinya hal itu tidak akan menjadi dukacita baginya.
Malah sebaliknya, hal itu akan memberi Daud kepuasan
yang tidak terkatakan bahwa hikmat dan kemurahan hati-
nya telah menang atas kemarahannya. Perhatikanlah, keti-
ka kita dicobai untuk berbuat dosa, kita harus mempertim-
bangkan bagaimana akibatnya nanti. Janganlah sekali-kali
kita melakukan sesuatu yang nantinya akan membuat hati
nurani kita mendapat kesempatan untuk mencela kita, dan
yang akan kita lihat ke belakang dengan penuh penyesalan:
Hatiku tidak akan mencelaku.
10. Abigail memohonkan perkenanan Daud bagi dirinya: jika
TUHAN berbuat baik kepada tuanku, ingatlah kepada hambamu
ini, sebagai seorang yang telah menahanmu dari melakukan
sesuatu yang akan menjadi cela bagi kehormatanmu, menggeli-
466
sahkan hati nuranimu, dan membuat noda pada sejarah hidup
hidupmu. Kita patut mengingat dengan penuh rasa hormat dan
syukur kepada orang-orang yang telah berperan besar dalam
menjagai kita dari berbuat dosa.
Daud Memberkati Abigail
(25:32-35)
32 Lalu berkatalah Daud kepada Abigail: “Terpujilah TUHAN, Allah Israel,
yang mengutus engkau menemui aku pada hari ini; 33 terpujilah kebijakan-
mu dan terpujilah engkau sendiri, bahwa engkau pada hari ini menahan aku
dari pada melakukan hutang darah dan dari pada bertindak sendiri dalam
mencari keadilan. 34 namun demi TUHAN, Allah Israel yang hidup, yang
mencegah aku dari pada berbuat jahat kepadamu – jika engkau tadinya tidak
segera datang menemui aku, pasti tidak akan ada seorang laki-lakipun
tinggal hidup pada Nabal sampai fajar menyingsing.” 35 Lalu Daud menerima
dari wanita itu apa yang dibawanya untuk dia, dan berkata kepadanya:
“Pulanglah dengan selamat ke rumahmu; lihatlah, aku mendengarkan per-
kataanmu dan menerima permintaanmu dengan baik.”
Teguran orang yang bijak yaitu seperti cincin emas dan hiasan
kencana untuk telinga yang mendengar (Ams. 25:12). Abigail menjadi
penegur yang bijak untuk kemarahan Daud, dan Daud memberi teli-
nga yang mendengar pada teguran itu, sesuai dengan pedoman hidup
Daud sendiri (Mzm. 141:5): Biarlah orang benar memalu dan meng-
hukum aku, itulah kasih. Tidak pernah ada teguran yang disampaikan
atau diterima dengan sebaik seperti yang diperbuat Daud ini.
I. Daud mengucap syukur kepada Allah sebab telah mengirimkan
teguran yang menyenangkan ini untuk mencegahnya berbuat
dosa (ay. 32): Terpujilah TUHAN, Allah Israel, yang mengutus eng-
kau menemui aku pada hari ini. Perhatikanlah,
1. Kita harus mengakui campur tangan Allah dalam setiap
kebaikan yang dilakukan teman-teman kita, baik untuk jiwa
kita maupun tubuh kita. Siapa pun yang datang kepada kita
membawa nasihat, arahan, penghiburan, peringatan, ataupun
teguran yang bijaksana, harus kita lihat sebagai utusan Allah.
2. Kita semestinya sangat bersyukur atas segala penyelenggaraan
ilahi yang mendatangkan kebahagiaan bagi kita, sebab se-
muanya itu dimaksudkan untuk mencegah kita berbuat dosa.
Kitab 1 Samuel 25:32-35
467
II. Daud berterima kasih kepada Abigail sebab telah menjadi pene-
ngah tepat pada waktunya antara dia dan kejahatan yang hampir
dilakukannya: Terpujilah kebijakanmu dan terpujilah engkau sen-
diri (ay. 33). Kebanyakan orang berpikir sudah cukup baik jika
mereka menerima teguran dengan sabar, namun kita menjumpai
sedikit orang yang menerima teguran dengan penuh rasa terima
kasih dan memuji orang yang memberi teguran itu kepada mereka
serta menerima teguran itu sebagai sebuah kebaikan. Sukacita
Abigail yang berhasil menyelamatkan suami dan keluarganya dari
kematian tidak lebih besar daripada sukacita Daud bahwa Abigail
telah berhasil menyelamatkan dia dan orang-orangnya dari ber-
buat dosa.
III. Daud tampaknya sangat memahami bahaya besar yang mengan-
camnya, yang membuat ia lebih merasakan belas kasihan Allah
dalam menyelamatkan dirinya.
1. Daud membicarakan dosa yang hendak dilakukannya itu
sebagai dosa yang sangat besar. Ia datang untuk menumpah-
kan darah, dosa yang dianggapnya sangat mengerikan saat
dia berpikiran sehat, simaklah doanya, Lepaskanlah aku dari
hutang darah. Ia datang untuk bertindak sendiri dalam men-
cari keadilan, hendak melangkahi takhta Allah, yang telah
menyatakan, Pembalasan itu yaitu hak-Ku. Akulah yang akan
menuntut pembalasan. Semakin jahat sebuah dosa, semakin
besar belas kasihan yang kita terima saat kita dicegah mela-
kukannya. Daud sangat menegaskan betapa jahatnya ran-
cangannya, bahwa kejahatan itu akan mencelakakan seorang
wanita yang begitu bijak dan baik seperti Abigail: Allah men-
cegah aku dari pada berbuat jahat kepadamu (ay. 34). Atau
mungkin, saat pertama kali melihat Abigail, terlintas dalam
benaknya untuk berbuat jahat kepada Abigail sebab mau
menghadang jalannya, dan sebab itu Daud melihatnya seba-
gai belas kasih yang besar bahwa Allah memberinya kesabaran
untuk mendengarkan Abigail berbicara.
2. Daud sadar betapa ia nyaris saja berbuat dosa besar itu: “Jika
engkau tadinya tidak segera datang, pembunuhan bersimbah
darah pasti sudah terjadi.” Semakin dekat kita dengan per-
buatan dosa, semakin besar belas kasihan yang kita terima
468
saat kita dicegah untuk berbuat dosa pada waktunya – ham-
pir terpeleset (Mzm. 73:2), namun masih ditahan.
IV. Daud melepas Abigail dengan perkataan damai sejahtera (ay. 35).
Daud, pada dasarnya, mengakui bahwa dia ditaklukkan oleh kefa-
sihan Abigail berbicara: “Aku mendengarkan perkataanmu, dan
tidak akan melakukan balas dendam yang kurencanakan, sebab
aku menerima permintaanmu dengan baik (ay. 35, KJV: menerima
engkau), berkenan kepada engkau dan senang dengan perkataan-
mu.” Perhatikanlah,
1. Orang yang bijak dan baik akan mendengarkan penjelasan,
dan membiarkan dirinya dipengaruhi oleh penjelasan itu, se-
kalipun penjelasan itu berasal dari orang-orang yang dalam se-
gala sisi lebih rendah dari mereka, dan sekalipun kemarahan
mereka sedang memuncak dan roh mereka sedang terusik.
2. Sumpah untuk melakukan hal yang berdosa tidak dapat meng-
ikat kita. Daud telah bersungguh-sungguh bersumpah akan
membinasakan Nabal. Daud melakukan yang jahat dengan mem-
buat sumpah semacam itu, namun Daud berbuat lebih jahat lagi
seandainya dia sungguh-sungguh melakukan sumpahnya itu.
3. Teguran yang bijaksana dan tepat sering kali diterima dengan
lebih baik, dan berhasil lebih baik, daripada yang kita duga,
demikianlah pengaruh Allah pada hati nurani manusia (lih.
Ams. 28:23).
Daud Menikahi Abigail
(25:36-44)
36 Sampailah Abigail kepada Nabal dan tampaklah, Nabal mengadakan
perjamuan di rumahnya, seperti perjamuan raja-raja. Nabal riang gembira
dan mabuk sekali. Sebab itu tidaklah diceriterakan wanita itu sepatah
katapun kepadanya, sampai fajar menyingsing. 37 namun pada waktu pagi,
saat sudah hilang mabuk Nabal itu, diceriterakanlah kepadanya oleh
isterinya segala perkara itu. Lalu terhentilah jantungnya dalam dada dan ia
membatu. 38 Dan kira-kira sepuluh hari sesudah itu TUHAN memukul Nabal,
sehingga ia mati. 39 saat didengar Daud, bahwa Nabal telah mati, berkata-
lah ia: “Terpujilah TUHAN, yang membela aku dalam perkara penghinaan
Nabal terhadap aku dan yang mencegah hamba-Nya dari pada berbuat jahat.
TUHAN telah membalikkan kejahatan Nabal ke atas kepalanya sendiri.”
Kemudian Daud menyuruh orang untuk berbicara dengan Abigail tentang
mengambil dia menjadi isterinya. 40 Para hamba Daud datang kepada Abigail
di Karmel dan berkata kepadanya, demikian: “Daud menyuruh kami kepada-
mu untuk mengambil engkau menjadi isterinya.” 41 Lalu bangkitlah perem-
Kitab 1 Samuel 25:36-44
469
puan itu berdiri, sujudlah ia menyembah dengan mukanya ke tanah sambil
berkata: “Sesungguhnya, hambamu ini ingin menjadi budak yang membasuh
kaki para hamba tuanku itu.” 42 Kemudian berkemaslah Abigail dengan se-
gera; ia menunggang keledainya, dengan diiringi lima orang pelayan perem-
puan. Ia mengikuti suruhan Daud itu dan menjadi isteri Daud. 43 Juga Ahi-
noam dari Yizreel telah diambil Daud menjadi isterinya; kedua wanita itu
menjadi isterinya. 44 namun Saul telah memberikan Mikhal, anaknya perem-
puan, isteri Daud, kepada Palti bin Lais, yang dari Galim itu.
Kita kini menyaksikan pemakaman Nabal dan pernikahan Abigail.
I. Pemakaman Nabal. Rasul Yudas berbicara mengenai orang-orang
yang mati dua kali (Yud. 1:12, KJV). Di sini, kita melihat Nabal
mati tiga kali, walaupun baru saja dia diselamatkan dengan ajaib
dari pedang Daud dan diluputkan dari kematian yang sehebat itu.
Sebab, keluputan orang jahat hanyalah demi mencadangkannya
untuk pukulan murka ilahi yang lebih hebat. Di sini,
1. Nabal mabuk sekali (ay. 36). Abigail pulang ke rumah, dan,
tampaknya, Nabal terlalu sibuk dengan banyak orang di seke-
lilingnya dan hiruk pikuk di sekitarnya sehingga dia tidak
menyadari kepergian Abigail maupun perbekalan yang dibawa-
nya untuk Daud. Namun, Abigail menjumpai Nabal di tengah-
tengah pesta poranya, tanpa menyadari betapa nyaris saja ia
dibinasakan oleh seseorang yang dengan bodohnya dijadikan-
nya musuhnya. Orang berdosa sering kali merasa paling aman
saat mereka berada dalam bahaya paling besar dan saat
kehancuran mereka sudah sampai di depan pintu. Amatilah,
(1) Betapa mewahnya Nabal dalam menjamu teman-temannya:
Nabal mengadakan perjamuan seperti perjamuan raja-raja,
begitu megah dan berlimpah, walaupun tamunya hanya
para penggunting bulu domba. Segala kelimpahan ini
mungkin tidak masalah seandainya dia mengingat untuk
apa Allah memberinya harta kekayaan, bukan supaya
kelihatan hebat, namun untuk berbuat kebaikan. Sangatlah
lazim bagi orang-orang yang paling pelit dalam berbuat
kebaikan atau sedekah justru paling berlebih-lebihan da-
lam memuaskan keinginan yang sia-sia atau hasrat yang
rendah. Seekor kutu marah-marah kepada Allah dan
orang-Nya yang malang, namun supaya kelihatan hebat
dalam daging, emas dihamburkan dari pundi-pundi. Kalau
saja Nabal tidak bebal seperti namanya, tidaklah mungkin
470
dia merasa seaman dan segembira itu sehingga mau mena-
nyakan apakah ia aman dari kemarahan Daud. Akan namun
(seperti yang diamati Uskup Hall), demikianlah kebodohan
orang yang kedagingan, mereka menenggelamkan diri
dalam kesenangan mereka sebelum berbuat sesuatu untuk
berdamai dengan Allah.
(2) Betapa lupa dirinya Nabal dalam memuaskan nafsunya
yang tidak masuk akal: Dia mabuk sekali, yang menjadi
tanda bahwa dia memang Nabal, orang bebal, yang tidak
dapat menggunakan kelimpahannya tanpa menyalahguna-
kannya, tidak dapat menikmati kesenangan dengan kawan-
kawannya tanpa membuat dirinya menjadi seperti bina-
tang. Tidak ada tanda yang lebih jelas bahwa hanya sedikit
hikmat yang dimiliki seseorang, dan tidak ada cara yang
lebih pasti untuk menguapkan hikmat yang sedikit itu,
selain minum minuman keras sampai berlebih-lebihan.
Nabal, yang tidak pernah memikirkan bahwa ia mungkin
terlalu sedikit memberi sedekah, tidak pernah pula memi-
kirkan bahwa ia mungkin terlalu banyak memboroskan
hartanya dalam kemewahan. Abigail, saat mendapati
Nabal dalam keadaan seperti ini, dan mungkin orang-orang
di sekitarnya juga tidak lebih baik, mengingat si pemilik
pesta memberi contoh yang sedemikian buruk, cukup si-
buk untuk mengembalikan rumah yang begitu berantakan
menjadi sedikit rapi. Namun, Abigail tidak bicara apa-apa
kepada Nabal mengenai hal yang dilakukannya berkaitan
dengan Daud, mengenai kebodohannya memancing amarah
Daud, mengenai bahaya yang mengancamnya, ataupun
mengenai pembebasannya. Sebab, dalam keadaan mabuk,
Nabal tidak akan bisa memahami penjelasan apa pun. Mem-
beri nasihat yang baik kepada orang yang sedang mabuk
sama saja dengan melemparkan mutiara kepada babi. Lebih
baik diam sampai mereka sadar dari mabuk.
2. Nabal mati sekali lagi sebab kesusahan hati (ay. 37). Keesok-
an harinya, saat Nabal sudah sedikit sadar, istrinya menceri-
takan kepadanya bahwa dia sudah membuat dirinya sendiri
dan keluarganya begitu dekat dengan kebinasaan sebab ke-
kasarannya, dan dengan betapa sulitnya istrinya harus men-
cegah pembinasaan itu. Dan, sesudah Nabal mendengar per-
Kitab 1 Samuel 25:36-44
471
kataan isterinya, terhentilah jantungnya dalam dada dan ia
membatu. Beberapa penafsir menduga bahwa biaya yang dike-
luarkan untuk menenangkan Daud, lewat pemberian yang
dibawa Abigail kepadanya, telah menghancurkan hati Nabal.
Namun yang lebih tepat, tampaknya, kesadaran akan bahaya
yang nyaris merenggut nyawanya membuatnya ketakutan, dan
mencengkram rohnya sedemikian rupa sampai ia tidak dapat
pulih lagi dari ketakutan itu. Dia menjadi murung, sedikit
bicara, malu, dan kehilangan muka sebab hikmat istrinya.
Betapa berubahnya dia! Hatinya semalam girang sebab ang-
gur, namun keesokan paginya berat seperti batu. Begitu meni-
pu kesenangan daging, begitu sementara tawa orang bebal.
Kesukaan dapat berakhir dengan kedukaan. Pemabuk terka-
dang merasa sedih saat mereka mengingat kembali kebodoh-
annya. Sukacita dalam Allah membuat hati selalu ringan. Abi-
gail tidak akan pernah bisa, dengan kata-katanya yang bijak,
membawa Nabal pada pertobatan. Namun sekarang, dengan
tegurannnya yang benar, Abigail membawa Nabal pada kepu-
tusasaan.
3. Nabal, akhirnya, benar-benar mati: Kira-kira sepuluh hari sesu-
dah itu, sesudah begitu lama berada dalam tekanan dan rasa
sakit ini, Tuhan memukulnya sehingga ia mati (ay. 38), dan,
tampaknya, Nabal tidak pernah menegakkan kepalanya lagi.
Sungguh adillah Allah (menurut Uskup Hall) jika orang-orang
yang hidupnya tidak berkemurahan, harus mati tanpa peng-
hiburan. Begitu pula, tidak bisa kita mengharapkan yang lebih
baik jika kita terus berkubang dalam dosa-dosa kita. Di sini,
tidak ada ratapan dilakukan bagi Nabal. Dia pergi tanpa
diratapi. Semua orang berharap bahwa negeri itu tidak akan
pernah mengalami kehilangan yang lebih besar lagi. Daud,
saat mendengar kabar kematian Nabal, mengucap syukur
kepada Allah untuk hal itu (ay. 39). Daud memuji Allah,
(1) Bahwa Allah telah mencegahnya membunuh Nabal: Terpuji-
lah Tuhan, yang mencegah hamba-Nya dari pada berbuat
jahat. Daud beryukur bahwa Nabal meninggal dengan wa-
jar dan bukan sebab dibunuh oleh tangannya. Kita harus
memakai segala kesempatan untuk menyebutkan dan
mengagungkan kebaikan Allah bagi kita dalam menjauh-
kan kita dari dosa.
472
(2) Bahwa Allah telah mengambil alih pekerjaan itu ke dalam
tangan-Nya sendiri, dan telah membela kehormatan Daud,
serta tidak membiarkan orang yang menghina Daud lolos
begitu saja tanpa dihukum. Dengan demikian, perkenanan
Allah kepada Daud menjadi nyata, dan semua orang akan
mengaguminya, sebagai seorang yang baginya Allah ber-
perang.
(3) Bahwa Allah mendorong Daud dan setiap orang untuk
menyerahkan perkara mereka kepada Allah, saat mereka
disakiti, dengan jaminan bahwa, dalam waktu-Nya sendiri,
Ia akan membalas kejahatan yang diperbuat kepada mere-
ka, asalkan mereka tinggal diam dan menyerahkan perkara
itu kepada-Nya.
II. Pernikahan Abigail. Daud begitu terpesona dengan kecantikan
orangnya, dan dengan kearifan pembawaan serta tutur katanya,
sehingga saat waktunya tepat, sesudah ia mendengar Abigail
menjadi janda, ia pun memberitahu Abigail akan ketertarikannya
kepadanya (ay. 39). Daud sungguh yakin bahwa Abigail yang telah
membuktikan dirinya sebagai istri yang sangat baik bagi orang
sejahat Nabal, pasti akan menjadi istri yang jauh lebih baik bagi-
nya. Daud telah memperhatikan, bahwa Abigail menghormati dia
dan yakin dirinya akan menjadi raja.
1. Daud meminang Abigail lewat utusannya, sebab mungkin
tugas-tugasnya tidak mengizinkan dia untuk datang sendiri.
2. Abigail menerima lamaran Daud itu dengan sangat bersahaja
dan rendah hati (ay. 41). Abigail merasa dirinya tidak layak
menerima kehormatan itu, namun , sebab besarnya rasa hor-
mat yang dimilikinya kepada Daud, dengan senang hati ia
ingin menjadi hamba paling rendah dalam keluarga Daud,
yang bertugas membasuh kaki hamba-hamba yang lain. Tidak
ada yang lebih pantas disukai seperti orang-orang yang mau
merendahkan dirinya.
3. Abigail menerima pinangan itu, lalu mengikuti orang suruhan
Daud dengan membawa beberapa pelayan yang disukainya ber-
samanya, dan menjadi istri Daud (ay. 42). Abigail tidak men-
cemooh Daud mengenai kesusahannya saat itu, dan bertanya
bagaimana Daud akan menghidupinya, namun menghargai Daud,
Kitab 1 Samuel 25:36-44
473
(1) sebab Abigail tahu bahwa Daud orang yang sangat baik.
(2) sebab Abigail yakin bahwa Daud, pada waktunya, akan
menjadi orang besar. Abigail menikahi Daud dalam iman,
tanpa banyak pertanyaan, namun percaya bahwa, sekalipun
saat ini Daud tidak memiliki rumah sendiri ke mana dia
berani membawa Abigail pulang, namun janji Allah kepada-
nya akhirnya pasti digenapi. Demikianlah, barangsiapa
mengikatkan dirinya kepada Kristus harus bersedia men-
derita bersamanya, sambil mempercayai bahwa suatu hari
nanti mereka akan memerintah bersama-Nya.
Terakhir, pada kesempatan ini kita melihat sedikit catatan
tentang istri-istri Daud.
1. Istri yang telah pergi sebelum Daud menikahi Abigail, yaitu
Mikhal, anak wanita Saul, istri pertama Daud, dan
istri masa mudanya. Daud pasti akan tetap bersama de-
ngan Mikhal seandainya Mikhal tetap bersama dengannya,
namun Saul telah memberikan Mikhal kepada pria lain (ay.
44), sebagai tanda murkanya terhadap Daud dan penolak-
annya menjadi ayah mertua Daud.
2. Istri lain yang dinikahi Daud selain Abigail (ay. 43), dan,
seperti yang tersirat di sini, sebelum Abigail, sebab Ahi-
noam disebut lebih dahulu (27:3). Daud terbawa dengan
kebiasaan yang rusak pada masa itu, namun sejak semula
tidaklah demikian, begitu pula sekarang sesudah Mesias da-
tang, dan waktu pembaharuan tiba (Mat. 19:4-5). Perbuat-
an Saul menipu Daud dalam hal satu-satunya istri Daud
yang sah mungkin menjadi penyebab Daud masuk ke
dalam kekacauan ini. Sebab, sekali simpul kasih suami-
istri terbuka, jarang simpul itu dapat diikat kembali. saat
Daud tidak dapat mempertahankan istri pertamanya, dia
pikir hal itu bisa menjadi alasan baginya untuk tidak mem-
pertahankan istrinya yang kedua. Namun, kita sedang
menipu diri sendiri jika kita pikir kita dapat menjadikan
kesalahan orang lain sebagai alasan untuk menutupi kesa-
lahan kita.
PASAL 26
alam pasal ini, gangguan Saul terhadap Daud dimulai lagi. Ke-
tika orang berharap badai telah berlalu dan langit kembali
jernih, awan justru kembali sehabis hujan. sesudah Saul menerima
kesalahannya dalam menganiaya Daud serta mengakui hak Daud
akan mahkota raja, sekarang ia kembali melakukan penindasan ter-
hadapnya. Saul benar-benar telah kehilangan nilai kehormatan dan
kebajikan.
I. Orang Zif memberitahukan keberadaan Daud kepada Saul
(ay. 1), lalu Saul pun berderap dengan pasukan yang besar
untuk mengejarnya (ay. 2-3).
II. Daud memata-matai pergerakannya (ay. 4) serta mengintai
perkemahannya (ay. 5).
III. Pada malam hari, Daud dan seorang anak buahnya menyeli-
nap ke perkemahan Saul. Mereka mendapati semua peng-
awalnya tidur lelap (ay. 6-7).
IV. Meskipun didesak-desak oleh kawan-kawannya agar mem-
bunuh Saul, Daud tidak mau melakukannya. Ia hanya meng-
ambil tombak dan kendi Saul (ay. 8-12).
V. Daud melakukan hal ini untuk membuktikan lagi bah-
wa ia tidak merancangkan kejahatan kepada Saul, dan mem-
berikan alasan atas tindakannya itu (ay. 13-20).
VI. Saul insyaf akan kesalahannya, dan sekali lagi ia berhenti
mengejar Daud (ay. 21-25).
Kisah ini kurang lebih sama seperti pasal 24. Keduanya menceri-
takan bagaimana Daud lolos dari tangan Saul, dan Saul selamat dari
tangan Daud.
D
476
Saul Kembali Memburu Daud
(26:1-5)
1 Datanglah orang Zif kepada Saul di Gibea serta berkata: “Daud menyem-
bunyikan diri di bukit Hakhila di padang belantara.” 2 Lalu berkemaslah Saul
dan turun ke padang gurun Zif dengan tiga ribu orang yang terpilih dari
orang Israel untuk mencari Daud di padang gurun Zif. 3 Berkemahlah Saul di
bukit Hakhila yang di tepi jalan di padang belantara, sedang Daud tinggal di
padang gurun. saat diketahui Daud, bahwa Saul datang mengikuti dia ke
padang gurun, 4 disuruhnyalah pengintai-pengintai, maka diketahuinyalah,
bahwa Saul benar-benar datang. 5 Berkemaslah Daud, lalu sampai ke tempat
Saul berkemah. Waktu Daud melihat tempat Saul berbaring dengan Abner
bin Ner, panglima tentaranya, – Saul berbaring di tengah-tengah perkemah-
an, sedang rakyat berkemah sekelilingnya –
Dalam bagian ini, diceritakan
1. Saul mendapat kabar mengenai pergerakan Daud, lalu melakukan
penyerangan. Orang-orang Zif menemui dia dan memberitahukan
keberadaan Daud, di tempat yang sama sewaktu mereka dahulu
pernah mengkhianatinya (23:19). Meski tidak disebutkan ke-
mungkinan Saul dengan licik telah memberi maklumat kepada
orang Zif bahwa ia masih hendak mencelakakan Daud, dan akan
dengan senang hati menerima bantuan mereka. Atau, jika bukan
demikian, orang Zif itu sangat mendukung Saul serta mengetahui
apa yang dapat menyenangkan dia, dan sangat benci kepada
Daud, yang kepadanya mereka sudah putus asa untuk berusaha
berdamai. Oleh sebab itu, mereka menghasut Saul untuk mela-
wan Daud (sekalipun Saul tidak memerlukan hasutan semacam
itu) (ay.1). Sejauh yang kita tahu, Saul tetap akan memelihara
niat baiknya (24:18) dan tidak akan membuat masalah baru de-
ngan Daud kalau saja orang Zif tidak mempengaruhinya. Lihatlah,
betapa perlunya kita berdoa kepada Allah agar percikan api
pencobaan dijauhkan dari kita, sebab di dalam hati kita sendiri
sudah terdapat bahan benih kebobrokan itu. Tanpa doa, tatkala
seluruh pencobaan datang bersamaan, kita akan dibakar dalam
api neraka. Saul dengan mudah terbujuk oleh keterangan terse-
but, dan turun ke tempat persembunyian Daud bersama tiga ribu
orang tentara (ay. 2). Betapa hati yang cemar cepat sekali kehi-
langan kesan sesudah hati nurani mereka diinsafkan, dan kembali
kepada kejahatan seperti anjing menjilat muntahnya!
2. Daud memperoleh kabar pergerakan Saul lalu melakukan perta-
hanan. Ia tidak berderap keluar untuk menjumpai dan melawan-
nya, melainkan mencari keselamatan diri, bukan kehancuran
Kitab 1 Samuel 26:6-12
477
Saul. Itu sebabnya, Daud tinggal di padang gurun (ay. 3). Di sana,
ia menempatkan pasukan yang besar bagi dirinya dan menahan
keberanian jiwanya dengan mengundurkan diri dalam kehening-
an. Tindakan ini menunjukkan kegagahan sejati melebihi perla-
wanan yang biasa diperbuat orang.
(1) Daud mempunyai pengintai yang mengabarkan bahwa Saul
benar-benar datang (ay. 4). Sebab Daud tidak percaya bahwa
Saul akan memperlakukannya dengan begitu keji sebelum ia
memiliki bukti yang kuat.
(2) Daud melihat dengan matanya sendiri bagaimana Saul ber-
kemah (ay. 5). Daud mendatangi tempat perkemahan Saul dan
tentaranya sedekat mungkin, tanpa ketahuan, untuk melihat
pertahanan mereka. Kemungkinan pada senja hari.
Daud Membiarkan Saul Hidup
(26:6-12)
6 berbicaralah Daud kepada Ahimelekh, orang Het itu, dan kepada Abisai,
anak Zeruya, saudara Yoab, katanya: “Siapa turun bersama-sama dengan
aku kepada Saul ke tempat perkemahan itu?” Jawab Abisai: “Aku turun
bersama-sama dengan engkau.” 7 Datanglah Daud dengan Abisai kepada rak-
yat itu pada waktu malam, dan tampaklah di sana Saul berbaring tidur di
tengah-tengah perkemahan, dengan tombaknya terpancung di tanah pada
sebelah kepalanya, sedang Abner dan rakyat itu berbaring sekelilingnya.
8 Lalu berkatalah Abisai kepada Daud: “Pada hari ini Allah telah menyerah-
kan musuhmu ke dalam tanganmu, oleh sebab itu izinkanlah kiranya aku
menancapkan dia ke tanah dengan tombak ini, dengan satu tikaman saja,
tidak usah dia kutancapkan dua kali.” 9 namun kata Daud kepada Abisai:
“Jangan musnahkan dia, sebab siapakah yang dapat menjamah orang yang
diurapi TUHAN, dan bebas dari hukuman?” 10 Lagi kata Daud: “Demi TUHAN
yang hidup, niscaya TUHAN akan membunuh dia: entah sebab sampai
ajalnya dan ia mati, entah sebab ia pergi berperang dan hilang lenyap di
sana. 11 Kiranya TUHAN menjauhkan dari padaku untuk menjamah orang
yang diurapi TUHAN. Ambillah sekarang tombak yang ada di sebelah kepala-
nya dan kendi itu, dan marilah kita pergi.” 12 Kemudian Daud mengambil
tombak dan kendi itu dari sebelah kepala Saul, lalu mereka pergi. Tidak ada
yang melihatnya, tidak ada yang mengetahuinya, tidak ada yang terbangun,
sebab sekaliannya tidur, sebab TUHAN membuat mereka tidur nyenyak.
Di sini, tampaklah
I. Keberanian Daud mendatangi perkemahan Saul pada malam hari,
hanya dengan ditemani oleh kerabatnya, Abisai, anak Zeruya.
Daud mengajak Abisai dan orang-orang kepercayaannya (ay. 6),
namun yang lain menolak, mungkin sebab menganggapnya seba-
478
gai tindakan yang terlalu berbahaya atau setidaknya mereka
merasa cukup bahwa Abisai yang bersedia pergi dapat menang-
gung risikonya. Tidak diceritakan mengapa Daud melakukan hal
ini, entah sebab didorong oleh keberaniannya sendiri, atau suatu
perasaan tidak lazim dalam jiwanya, atau sebab firman Tuhan.
Namun, seperti Gideon, ia mempertaruhkan nyawa melewati para
prajurit dengan keyakinan istimewa akan adanya perlindungan
ilahi.
II. Di perkemahan, ia mendapati Saul berbaring tidur di tengah perke-
mahan, atau menurut terjemahan lain, di dalam keretanya, di
tengah-tengah pasukan kereta perangnya, dengan tombaknya
terpancung di tanah pada sebelah kepalanya, agar siap bila
tempat itu diserang (ay. 7). Sementara itu, semua tentaranya tidur
nyenyak, padahal mereka ditunjuk sebagai pengawal (ay. 12).
Demikianlah mata mereka tertutup dan tangan mereka terikat,
sebab TUHAN membuat mereka tidur nyenyak. Sesuatu yang luar
biasa terjadi di sini, mereka semua tertidur begitu lelapnya, sam-
pai-sampai saat Daud dan Abisai berjalan sambil berbincang di
antara mereka, tidak satu pun yang terbangun. Tidur, saat
diberikan Allah kepada yang dikasihi-Nya, merupakan istirahat
dan penyegaran. Namun, saat Ia berkehendak, Ia bisa menjadikan
tidur sebagai penjara bagi musuh-musuh-Nya. Demikianlah
orang-orang yang berani telah dijarah, mereka terlelap dalam
tidurnya, dan semua orang yang gagah perkasa kehilangan
kekuatannya. Oleh sebab hardik-Mu, ya Allah Yakub (Mzm. 76:6-
7). TUHANlah yang membuat mereka tidur nyenyak, Ia memerin-
tahkan kekuatan alam dan membuatnya menggenapi tujuan-Nya
sekehendak hati-Nya. Siapa yang hendak Allah lumpuhkan atau
musnahkan, Ia membuat mereka tidur nyenyak (Rm. 11:8). Betapa
Saul dan seluruh pasukannya berbaring tak berdaya, semuanya
dilucuti dari senjatanya dan dirantai! Namun demikian, mereka
tidak diapa-apakan, hanya dibuat tidur. Betapa mudahnya Allah
melemahkan yang terkuat, membodohkan yang paling bijak, dan
mengacaukan yang paling waspada. Oleh sebab itu, biarlah
semua sahabat-Nya percaya kepada-Nya, dan semua musuh-Nya
takut kepada Dia.
Kitab 1 Samuel 26:6-12
479
III. Abisai meminta perintah Daud untuk menghabisi Saul dengan
tombak yang terpancang di sebelah kepalanya. Sementara Saul
berbaring dengan begitu tenang, Abisai hendak melakukannya
hanya dengan satu tikaman (ay. 8). Ia tidak mau mendesak Daud
untuk melakukannya sendiri sebab sebelumnya Daud pernah
menolak hal itu pada kesempatan serupa. sebab itu, dengan
tulus ia memohon kepada Daud agar diizinkan melakukannya.
Abisai beralasan bahwa Saul yaitu musuh yang bukan hanya
kejam dan tidak termaafkan, namun juga penuh kepalsuan dan
khianat. Orang seperti itu tidak bisa dikendalikan oleh akal budi
maupun kebaikan. Sekarang, Allah telah menyerahkannya ke
dalam tangan Daud, maka Abisai menawarkan diri untuk meng-
hajarnya. Kesempatan semacam itu memang pernah terjadi sebe-
lumnya, namun tanpa sengaja, yakni saat Saul berada di dalam
gua bersama dengan dia. Namun, kali ini ada sesuatu yang tidak
biasa. Tidur lelap yang menimpa Saul dan semua pasukannya
berasal dari Tuhan. Jadi, ini merupakan penyelenggaraan khusus
yang memberikan kesempatan. sebab itu, Abisai tidak mau
melewatkannya.
IV. Dengan murah hati, Daud menolak mencelakakan Saul. Di situ-
lah terletak ketaatan Daud yang teguh kepada prinsip kesetiaan-
nya (ay. 9). Daud melarang Abisai memusnahkan Saul. Ia bukan
hanya tidak mau melakukannya sendiri, namun juga tidak meng-
izinkan orang lain menjalankannya sebab dua alasan:
1. Hal ini merupakan tindakan berdosa melawan ketetapan
Allah. Saul yaitu orang yang diurapi Tuhan, raja Israel yang
diangkat dan dipilih secara khusus oleh Allah Israel. Melawan
dia sama dengan melawan ketetapan Allah (Rm. 13:2). Setiap
orang yang melakukannya pasti bersalah. Yang Daud takutkan
yaitu kesalahan, dan ia lebih memilih tidak bersalah dari-
pada keselamatan dirinya.
2. Perbuatan ini merupakan dosa, sebab mendahului pe-
nyelenggaraan Allah. Dalam perkara Nabal, Allah telah menya-
takan dengan cukup kepada Daud bahwa jika ia membiarkan
Allah membalaskannya, Dia pasti melakukan itu pada waktu-
nya. sebab dikuatkan oleh pengalaman ini , Daud pun
berketetapan untuk menunggu sampai Allah memberi saat
480
yang tepat untuk membalas Saul, sehingga ia sama sekali
tidak bermaksud membalaskannya sendiri (ay. 10): “TUHAN
akan membunuh dia, seperti yang dilakukan-Nya kepada
Nabal, entah dengan suatu pukulan mendadak, atau sebab ia
pergi berperang dan hilang lenyap di sana, yang terbukti terjadi
segera sesudah peristiwa ini, atau sebab sampai ajalnya dan
ia mati sebab kematian yang wajar. Hingga saat itu tiba, aku
akan menunggu dengan tenang, dan tidak memaksakan cara-
ku sendiri dengan jalan pintas untuk memperoleh mahkota
yang dijanjikan.” Godaan itu sangat kuat. Namun, bila menye-
rah, Daud akan berdosa terhadap Allah. Oleh sebab itu, ia
menolak pencobaan ini dengan keputusan bulat (ay. 11):
“Kiranya TUHAN menjauhkan dari padaku untuk menjamah
orang yang diurapi TUHAN. Tidak, aku tidak akan pernah
melakukan itu ataupun membiarkan orang lain melakukan-
nya.” Demikianlah Daud dengan berani mengutamakan hati
nurani demi kepentingannya dan mempercayakan persoalan
ini kepada Allah.
V. Daud memanfaatkan kesempatan ini sebagai bukti lebih lanjut
akan ketulusan dan kesetiaan hatinya. Ia dan Abisai mengambil
tombak dan kendi yang terletak di sebelah kepala Saul (ay. 12).
Sungguh aneh, tidak seorang tentara pun yang tahu. Andaikan
seorang tabib memberi mereka obat tidur atau bius yang paling
mujarab pun, khasiatnya tidak akan secepat itu. Tombak Saul
yang menjadi senjata perlindungannya dan kendi air yang meru-
pakan pelipur dahaga dicuri darinya sewaktu ia tidur. Demikian-
lah kita kehilangan kekuatan dan penghiburan saat kita cero-
boh, merasa aman, dan tidak berjaga-jaga.
Daud Berbantah dengan Saul
(26:13-20)
13 sesudah Daud sampai ke seberang, berdirilah ia jauh-jauh di puncak
gunung, sehingga ada jarak yang besar antara mereka. 14 Dan berserulah
Daud kepada tentara itu dan kepada Abner bin Ner, katanya: “Tidakkah
engkau menjawab, Abner?” “Maka jawab Abner, katanya: “Siapakah engkau
ini yang berseru-seru kepada raja?” “15 Kemudian berkatalah Daud kepada
Abner: “Apakah engkau ini bukan laki-laki? Siapakah yang seperti engkau di
antara orang Israel? Mengapa engkau tidak mengawal tuanmu raja? Sebab
ada seorang dari rakyat yang datang untuk memusnahkan raja, tuanmu itu.
Kitab 1 Samuel 26:13-20
481
16 Tidak baik hal yang kauperbuat itu. Demi TUHAN yang hidup, kamu ini
harus mati, sebab kamu tidak mengawal tuanmu, orang yang diurapi
TUHAN itu. Sekarang, lihatlah, di mana tombak raja dan kendi yang ada di
sebelah kepalanya?” “17 Saul mengenal suara Daud, lalu ia berkata: “Suara-
mukah itu, anakku Daud?” Jawab Daud: “Suaraku, tuanku raja.” Lalu ber-
katalah ia: “Mengapa pula tuanku mengejar hambanya ini? Apa yang telah
kuperbuat? Apakah kejahatan yang melekat pada tanganku? 19 Oleh sebab
itu, kiranya tuanku raja mendengarkan perkataan hambanya ini. Jika
TUHAN yang membujuk engkau melawan aku, maka biarlah Ia mencium bau
korban persembahan; namun jika itu anak-anak manusia, terkutuklah mereka
di hadapan TUHAN, sebab mereka sekarang mengusir aku, sehingga aku
tidak mendapat bagian dari pada milik TUHAN, dengan berkata: Pergilah,
beribadahlah kepada allah lain. 20 Sebab itu, janganlah kiranya darahku ter-
tumpah ke tanah, jauh dari hadapan TUHAN. Sebab raja Israel keluar untuk
mencabut nyawaku, seperti orang memburu seekor ayam hutan di gunung-
gunung.”
sesudah pergi dengan selamat dari perkemahan Saul dan membawa
bukti yang cukup bahwa Daud pernah masuk ke sana, Daud pun
mencari tempat yang aman agar mereka bisa mendengar suaranya
namun tidak dapat menjangkau dia (ay. 13). Kemudian, ia mulai
berbantah dengan mereka tentang apa yang telah terjadi.
I. Daud sengaja menyalahkan Abner dan mengolok-oloknya dengan
pedas. Daud tahu betul bahwa Abner dan seluruh pengawal ter-
tidur sebab kuasa Allah yang dahsyat, dan bahwa tangan Allah
sendiri yang bekerja di situ. Namun, ia mencela Abner dengan
menyebutnya tidak layak menjadi pemimpin tentara, sebab bisa-
bisanya dia tidur sementara rajanya berbaring tidur dengan
kemungkinan terancam bahaya. Tampak bahwa tangan Allah-lah
yang mengurung mereka dalam tidur lelap, sebab segera sesudah
Daud keluar dari bahaya, mereka mudah sekali terbangun oleh
bunyi yang sangat kecil sekalipun. Bahkan suara Daud dari
kejauhan bisa membangunkan mereka (ay. 14). Abner terjaga,
kemungkinan pagi-pagi buta di musim panas, dan bertanya siapa
yang berseru-seru mengganggu istirahat sang raja. “Ini aku,”
jawab Daud. Kemudian ia menghardik Abner sebab tidur saat
seharusnya waspada. Kemungkinan, sebab memandang Daud
sebagai musuh yang rendahan dan tidak berbahaya, Abner pun
teledor dalam berjaga. Namun, memang seharusnya dia tidak ter-
tidur. Untuk membingungkan Abner, Daud mengatakan bahwa,
1. Abner telah kehilangan kehormatan (ay. 15): “Apakah engkau
ini bukan laki-laki?” (demikian artinya), orang yang sedang ber-
482
tugas, terikat oleh tanggung jawab jabatanmu untuk memerik-
sa barisan tentara? Bukankah engkau terkenal sebagai orang
yang gagah perkasa? Seharusnya engkau sadar, tidak ada
yang seperti engkau, pemimpin yang berani. Namun, sekarang
engkau menanggung malu selamanya. Engkau ini seorang
jenderal! Engkau pemalas!
2. Ia pantas untuk dipancung (ay. 16): “Kamu ini harus mati me-
nurut hukum perang, sebab telah lalai berjaga-jaga saat
sang raja sendiri tidur di tengah-tengahmu. Ecce signum –
pandanglah tanda ini. Lihatlah di mana tombak raja? Ini, ada
di tangan orang yang diperhitungkan sebagai musuh oleh sang
raja sendiri. Orang yang telah mengambil benda ini bisa saja
dengan mudah dan aman membunuh sang raja. Kini, lihat
siapakah sahabat raja yang sebenarnya? Engkau, yang meng-
abaikan dan membiarkannya tanpa penjagaan, atau aku yang
melindunginya pada saat dia tidak dijaga? Engkau memburu
aku seperti orang yang pantas mati dan menghasut Saul mela-
wan aku. namun sekarang, siapakah yang pantas mati?” Per-
hatikan, orang yang dengan semena-mena mengutuk orang
lain, pantas dibiarkan jatuh ke dalam kutukannya sendiri.
II. Daud bersoal jawab dengan Saul, dengan sungguh-sungguh dan
penuh kasih. Pada waktu itu, Saul telah sepenuhnya terjaga se-
hingga dapat mendengar apa yang dikatakan serta mengenali
siapa yang berbicara (ay. 17). “Suaramukah itu, anakku Daud?”
Dengan cara yang sama ia pernah menyatakan kelunakan hatinya
(24:17). Saul telah memberikan putrinya kepada pria lain, namun
masih memanggil Daud anaknya. Ia haus akan darah Daud,
namun senang mendengar suaranya. Orang yang jahat memang
tidak pernah memiliki kesadaran akan hal yang baik maupun
dengan tulus mengutarakan pernyataan yang baik. Sekarang
Daud memiliki kesempatan yang cukup baik untuk menjangkau
hati nurani Saul, sesudah ia baru saja nyaris mencabut nyawanya.
Daud tidak mengungkit-ungkit ia baru saja menyelamatkan nya-
wa Saul, namun mempertanyakan Saul kembali lagi mengapa Saud
masih saja menyusahkan dia. Ia berusaha membujuk Saul untuk
melepaskan pengejarannya dan berdamai.
Kitab 1 Samuel 26:13-20
483
1. Daud mengeluhkan betapa ia terperosok ke dalam keadaan
menyedihkan akibat permusuhan Saul itu. Dua hal yang
diratapinya:
(1) Daud terusir dari tuannya dan pekerjaannya. “Tuanku me-
ngejar hambanya ini,” (ay. 18). Betapa senangnya aku jika
bisa melayani engkau seperti sedia kala jika pelayananku
diterima! Namun, bukannya diakui sebagai hamba, aku
malah dikejar-kejar layaknya pemberontak. Tuan menjadi
musuhku, engkau yang kuikuti dengan rasa hormat me-
maksaku berlari darimu.”
(2) Ia terusir dari Allah dan ibadah kepada-Nya. Ini merupakan
dukacita yang lebih besar daripada yang pertama (ay.19):
“Mereka sekarang mengusir aku, sehingga aku tidak menda-
pat bagian dari pada milik TUHAN. Mereka membuat tanah
Kanaan, setidaknya bagian negeri yang berpenghuni, men-
jadi terlalu panas bagiku, memaksa aku masuk ke padang
belantara dan gunung-gunung. Tidak lama lagi aku akan
sepenuhnya didesak meninggalkan negeri.” Yang lebih
menyesakkan Daud bukanlah bahwa ia terusir dari waris-
an miliknya sendiri, melainkan terusir dari milik TUHAN,
yakni tanah perjanjian yang kudus itu. yaitu lebih mene-
nangkan bagi kita bila memikirkan hak-hak dan kepenting-
an Allah dalam apa yang kita miliki, bukan hak dan kepen-
tingan kita sendiri, serta bagaimana memuliakan Allah
dengan hal-hal ini ketimbang menegakkan diri sen-
diri. Demikian pula, yang lebih menyesakkan Daud bukan-
lah bahwa dirinya terpaksa tinggal di tengah orang asing,
melainkan hidup bersama para penyembah allah asing,
sehingga ia terdesak ke dalam pencobaan untuk bergabung
bersama mereka dalam penyembahan berhala. Musuh-
musuhnya menyuruh Daud pergi dan beribadah kepada
Allah lain. Kemungkinan, ia mendengar ada sebagian mu-
suhnya yang mengakui hal tesebut. Orang yang melarang
kita menjalankan ketetapan dan ibadah kepada Allah
sesungguhnya bermaksud menjauhkan kita dari Allah dan
menjadikan kita orang kafir. Tanpa anugerah istimewa dan
keteguhan pada ibadahnya, perlakuan kejam yang diterima
Daud dari raja dan masyarakatnya sendiri, yakni orang-
orang Israel penyembah Allah sejati, pasti telah menimbul-
484
kan penilaian buruk dalam dirinya terhadap agama yang
mereka pegang, dan mendorongnya untuk menggabungkan
diri dengan para pemuja berhala. Bisa saja ia berkata,
“Jika ini yang namanya orang Israel, maka lebih baik aku
hidup dan mati bersama orang Filistin.” Namun, syukurlah
perilaku mereka itu tidak memengaruhi Daud. Kita harus
memperhitungkan kerusakan terburuk yang dapat ditimpa-
kan kepada kita dan membuat kita rentan jatuh dalam
dosa. Mengenai orang yang telah membawa Daud ke dalam
pencobaan, ia berkata, “Terkutuklah mereka di hadapan
TUHAN.” Binasalah orang yang mengusir umat yang disam-
but Allah dan yang melontarkan sumpah serapah kepada
umat kesayangan Allah.
2. Daud bersikeras mempertahankan bahwa dirinya tidak bersa-
lah. “Apa yang telah kuperbuat? Apakah kejahatan yang mele-
kat pada tanganku?” (ay. 18). Ia memiliki kesaksian hati
nuraninya bahwa ia tidak pernah melakukan maupun meran-
cangkan kejahatan apa pun untuk membahayakan Saul baik
pribadinya, kehormatannya, pemerintahannya, maupun ke-
pentingan negerinya. Belakangan ini Daud telah mendapat
kesaksian Saul sendiri mengenai dirinya (24:18): “Engkau lebih
benar dari pada aku.” Tindakan Saul memburu Daud sebagai
penjahat sungguh kejam dan tidak beralasan, sebab tidak
ada tuduhan kejahatan yang bisa dikenakan padanya.
3. Ia berusaha meyakinkan Saul bahwa pengejarannya itu bukan
hanya salah, namun juga keji dan tidak pantas. “Raja Israel,
yang martabatnya tinggi dan mempunyai begitu banyak tugas,
keluar untuk mencabut nyawaku, seperti orang memburu
seekor ayam hutan di gunung-gunung,” (ay. 20). Ini seperti
sebuah permainan perburuan yang terlalu kecil bagi raja
Israel. Daud membandingkan dirinya dengan ayam hutan,
unggas tidak berbahaya yang bila menghadapi ancaman akan
terbang sebisa mungkin tanpa bermaksud melawan. Jadi ma-
sakan Saul membawa pasukan tentaranya ke padang hanya
untuk mengejar seekor ayam hutan yang malang? Sungguh
suatu penghinaan bagi kehormatan Saul! Betapa itu akan
menjadi noda yang tertinggal dalam ingatannya sebab meng-
injak-injak seorang musuh yang lemah, sabar, dan tidak ber-
Kitab 1 Samuel 26:13-20
485
salah! Kamu telah membunuh orang yang benar dan ia tidak
dapat melawan kamu (Yak. 5:6).
4. Daud ingin supaya akar permusuhan itu diselidiki dan
mengambil tindakan yang tepat untuk mengakhirinya (ay. 19).
Saul sendiri tidak dapat mengatakan dengan yakin bahwa ia
memburu Daud demi keadilan maupun demi keamanan rak-
yat. Daud sendiri tidak ingin berterus terang bahwa penyebab-
nya yaitu iri hati dan kedengkian Saul meski hal itu memang
benar. Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa tindakan itu
disebabkan oleh penghakiman Allah yang adil atau rancangan
kejam dari orang jahat. Maka dikatakan,
(1) “Jika TUHAN yang membujuk engkau melawan aku, entah
sebab Ia tidak berkenan kepadaku, dan memakai cara ini
untuk menghukum dosaku terhadap Dia, sekalipun terha-
dap engkau sendiri aku tidak bersalah, atau sebab Ia
tidak berkenan kepadamu, yaitu sebagai akibat roh jahat
dari Tuhan yang mengganggu engkau, maka biarlah Ia
mencium bau korban persembahan dari kita berdua. Mari
kita bersama-sama berdamai dengan Allah, memperdamai-
kan diri kita dengan-Nya melalui korban persembahan.
sesudah itu, kuharap dosa yang ada akan diampuni, apa
pun itu, dan permasalahan yang begitu menyusahkan kita
berdua ini akan berakhir.” Lihatlah cara yang benar untuk
berbaikan: pertama, berdamai dengan Allah melalui Kris-
tus, Sang Korban yang agung, maka segala perseteruan
yang lain akan dilenyapkan (Ef. 2:16; Ams. 16:7). Namun,
(2) “Bila orang jahat yang menghasut engkau melawan aku,
maka terkutuklah mereka di hadapan TUHAN.” Artinya, me-
reka sungguh amat kejam dan layak diusir serta diasing-
kan dari istana dan dewan penasihat raja. Dengan santun,
Daud menuduhkan kesalahan itu kepada penasihat-pena-
sihat licik yang membujuk raja melakukannya. Orang itu
pendusta dan tidak terhormat. Daud mendesak agar mere-
ka disingkirkan dari hadapan Saul dan dilarang mendekat,
sebagai orang yang terkutuk di hadapan Allah. Kemudian,
ia berharap agar permohonannya dikabulkan, yakni (ay.
20, KJV: Janganlah kiranya darahku tertumpah ke tanah di
hadapan Allah), seperti ancamanmu, sebab Ia akan menun-
tut pertanggungjawaban atas kesalahan dan membalaskan-
486
nya.” Demikianlah Daud dengan menyedihkan memohon-
kan keselamatan nyawanya, dan untuk itu ia mohon belas
kasihan Saul.
Hati Saul Melunak
(26:21-25)
21 Lalu berkatalah Saul: “Aku telah berbuat dosa, pulanglah, anakku Daud,
sebab aku tidak akan berbuat jahat lagi kepadamu, sebab nyawaku pada
hari ini berharga di matamu. Sesungguhnya, perbuatanku itu bodoh dan aku
sesat sama sekali.” 22 namun Daud menjawab: “Inilah tombak itu, ya tuanku
raja! Baiklah salah seorang dari orang-orangmu menyeberang untuk meng-
ambilnya. 23 TUHAN akan membalas kebenaran dan kesetiaan setiap orang,
sebab TUHAN menyerahkan engkau pada hari ini ke dalam tanganku, namun
aku tidak mau menjamah orang yang diurapi TUHAN. 24 Dan sesungguhnya,
seperti nyawamu pada hari ini berharga di mataku, demikianlah hendaknya
nyawaku berharga di mata TUHAN, dan hendaknya Ia melepaskan aku dari
segala kesusahan.” 25 Lalu berkatalah Saul kepada Daud: “Diberkatilah kira-
nya engkau, anakku Daud. Apa juapun yang kauperbuat, pastilah engkau
sanggup melakukannya.” Lalu pergilah Daud meneruskan perjalanannya dan
pulanglah Saul ke tempatnya.
Dalam bagian ini dicatat:
I. Saul menyesal dan mengakui kesalahan serta kebodohannya da-
lam mengejar Daud. Ia berjanji tidak akan melakukannya lagi.
Perbuatan hormat Daud terhadap Saul yang kedua kalinya ini
lebih menggugah hati Saul dibadingkan yang pertama (ay. 21).
1. Saul mengakui hatinya luluh dan dikalahkan oleh kebaikan
Daud kepadanya: “Nyawaku pada hari ini berharga di matamu,
padahal sebelumnya kupikir engkau membenci aku!”
2. Saul mengakui bahwa perbuatannya mengejar Daud itu sa-
ngat salah, dan bahwa dengan demikian ia telah menentang
hukum Allah, aku telah berbuat dosa, serta melawan kepen-
tingannya sendiri, perbuatanku itu bodoh, dengan mengejar-
ngejar orang seperti musuh, padahal ia bisa saja merupakan
salah satu sahabat terbaik-Nya. Di sini, ia berkata, “Aku sesat
sama sekali, dan berbuat salah kepadamu dan kepada diriku
sendiri.” Perhatikan, orang yang berbuat dosa bertindak bodoh
dan sesat sama sekali, khususnya mereka yang membenci dan
menganiaya umat Allah (Ayb. 19:28).
3. Saul mengajak Daud kembali ke istana. “Pulanglah, anakku
Daud.” Barang siapa yang berpengertian akan menganggap
Kitab 1 Samuel 26:21-25
487
sebagai suatu keuntungan jika memiliki orang-orang yang di-
sertai Allah dan yang bertindak dengan bijaksana (1Sam.
18:14, KJV), seperti Daud di sini.
4. Saul berjanji untuk tidak mengejar Daud lagi seperti yang
telah dilakukannya selama ini, melainkan akan melindungi-
nya: “Aku tidak akan berbuat jahat lagi kepadamu.” Berdasar-
kan keadaan batin Saul sekarang, ada alasan untuk berang-
gapan bahwa ia mengucapkannya dengan tulus. Namun, baik
pengakuan maupun janji perubahan Saul tidaklah berasal dari
pertobatan sejati.
II. Daud percaya bahwa Saul telah insaf dan sungguh mengakui
kesalahannya. sebab itu Daud meminta salah satu bujang Saul
datang mengambil tombak Saul itu (ay. 22). Kemudian (ay. 23),
1. Daud memohon agar Allah menjadi hakim atas perselisihan
ini , “TUHAN akan membalas kebenaran dan kesetiaan
setiap orang.” Dengan iman, Daud yakin bahwa Allah akan
bertindak demikian sebab Dia tahu betul sifat asli sekaligus
perbuatan semua manusia. Keadilan Allah tidak tergoyahkan,
dan Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatan me-
reka. Melalui doa, Daud memohon Allah melakukannya. De-
ngan doanya itu, sebenarnya Daud memohon Allah bertindak
terhadap Saul yang telah berbuat tidak benar dan curang
terhadapnya. Ganjarilah mereka menurut perbuatan mereka,
(Mzm. 28:4). Namun, pada dasarnya, doa itu dipanjatkan
Daud bagi dirinya sendiri, yaitu supaya Allah melindungi dia
dalam kebenaran dan kesetiaannya, serta memberi dia imbal-
an sebab Saul memberinya balasan yang buruk.
2. Ia kembali mengingatkan Saul akan bukti rasa hormat dan se-
tianya kepada Saul: “Aku tidak mau menjamah orang yang
diurapi TUHAN.” Ini mengisyaratkan kepada Saul bahwa peng-
urapan Tuhanlah yang melindungi dia, sehingga ia berhutang
kepada Tuhan dan seharusnya menyatakan syukur kepada-
Nya. Seandainya Saul orang biasa, Daud tidak akan bersikap
selunak itu. Perkataan Daud ini juga mungkin membuat Saul
mengerti, atau pantas untuk ia pikirkan, bahwa Daud juga
merupakan orang yang diurapi Tuhan, dan sebab itu dengan
hukum yang sama pula ia seharusnya menyayangkan nyawa
Daud seperti yang telah Daud lakukan kepadanya.
488
3. Dengan tidak terlalu bergantung pada janji-janji Saul, Daud
menyerahkan dirinya dalam perlindungan Allah dan memohon
perkenan-Nya (ay. 24): “Hendaknya