Rabu, 29 Januari 2025

samuel 14


 n mengolok-olok, 

bahasa orang-orang yang pelit memberi sedekah! Pada waktu 

sekarang ini, seolah-olah dahulu tidak,  ada banyak hamba-

hamba yang lari dari tuannya. Kalimat ini seakan menyatakan 

bahwa Daud sendiri salah satu dari mereka, “Daud seharus-

nya menjaga jabatannya terhadap tuannya Saul, supaya tidak 

perlu mengutus orang kepadaku untuk meminta perbekalan,” 

dan lagi bahwa Daud merawat dan melindungi para pelarian 

seperti dirinya sendiri. Pastilah perkataan ini membuat orang 

naik darah, mendengar orang sehebat dan sebaik Daud dicela 

dan dicemooh oleh orang kasar rendahan seperti Nabal. Sebab 

orang bebal mengatakan kebebalan (Yes. 32:5-7). Sekalipun 


 454

orang membuat dirinya jatuh kesesakan sebab  kebodohannya 

sendiri, mereka harus dikasihani dan ditolong, bukannya di-

injak-injak dan dibuat kelaparan. Apalagi Daud jatuh ke da-

lam kesusahan ini bukan sebab  melakukan suatu kesalahan, 

tidak, bukan pula sebab  keteledoran di pihaknya, namun  sepe-

nuhnya sebab  jasa mulia yang dilakukannya bagi negerinya 

dan sebab  kehormatan yang Allah berikan atasnya. Namun, 

Daud malah dipandangnya seperti seorang pelarian dan pem-

belot. Biarlah hal ini menguatkan kita dalam menanggung 

penghinaan dan tuduhan orang terhadap kita dengan kesabar-

an dan sukacita, dan membuat kita bersabar menghadapi se-

muanya, bahwa hal seperti ini sudah biasa menjadi bagian 

orang-orang yang unggul di bumi. Beberapa orang terbaik 

yang pernah memberkati dunia ini dipandang sebagai orang 

buangan dalam segala sesuatu (1Kor. 4:13, KJV).  

3. Nabal sangat berkeras mempertahankan persediaan makanan 

miliknya di atas mejanya, dan tidak akan mau membaginya 

dengan siapa pun. “Ini rotiku dan dagingku, ya, dan juga air 

minumku, meskipun usus communis aquarum – air yaitu  

milik setiap orang, dan semua ini disiapkan untuk penggun-

ting-penggunting bulu dombaku,” demikian dia memegahkan 

diri bahwa harta itu miliknya sendiri. Lagi pula, siapa yang 

menyangkalnya? Siapa yang mau mempermasalahkan harta 

miliknya? Nabal pikir, dengan begini, dapat dibenarkan bahwa 

dia menahan harta itu bagi dirinya sendiri, dan tidak memberi 

apa-apa kepada Daud. Bukankah dia dapat berbuat apa saja 

semaunya dengan miliknya sendiri? Kita salah jika kita pikir 

kitalah penguasa mutlak atas segala yang kita miliki dan kita 

dapat berbuat sesuka kita dengan semua itu. Bukan, kita ha-

nyalah pengurus, dan harus memakai harta itu sesuai dengan 

petunjuk yang diberikan kepada kita, sambil mengingat bahwa 

harta itu bukan milik kita, melainkan milik Dia yang memper-

cayakannya kepada kita. Kekayaan itu ta allotria (Luk. 16:12). 

Harta itu harta orang lain, jadi tidak seharusnya kita terlalu 

banyak memperbincangkannya sebagai milik kita. 

Kitab 1 Samuel 25:12-17 

 455 

Tindakan Abigail yang Bijaksana 

(25:12-17) 

12 Lalu orang-orang Daud itu berbalik pulang dan sesudah  sampai, mereka mem-

beritahukan kepadanya tepat seperti yang dikatakan kepada mereka. 13 Kemu-

dian berkatalah Daud kepada orang-orangnya: “Kamu masing-masing, san-

danglah pedang!” Lalu mereka masing-masing menyandang pedangnya; Daud 

sendiripun menyandang pedangnya. Sesudah itu kira-kira empat ratus orang 

maju mengikuti Daud, sedang dua ratus orang tinggal menjaga barang-barang. 

14 namun  kepada Abigail, isteri Nabal, telah diberitahukan oleh salah seorang 

bujangnya, katanya: “Ketahuilah, Daud menyuruh orang dari padang gurun 

untuk memberi salam kepada tuan kita, namun  ia memaki-maki mereka.  

15 Padahal orang-orang itu sangat baik kepada kami; mereka tidak meng-

ganggu kami dan kami tidak kehilangan apa-apa selama kami lalu-lalang di 

dekat mereka, saat  kami ada di ladang. 16 Mereka seperti pagar tembok 

sekeliling kami siang malam, selama kami menggembalakan domba-domba di 

dekat mereka. 17 Oleh sebab itu, pikirkanlah dan pertimbangkanlah apa yang 

harus kauperbuat, sebab telah diputuskan bahwa celaka akan didatangkan 

kepada tuan kita dan kepada seisi rumahnya, dan ia seorang yang dursila, 

sehingga orang tidak dapat berbicara dengan dia.” 

Di sini,  

I. Laporan disampaikan kepada Daud mengenai penghinaan yang 

Nabal ucapkan kepada utusan-utusan Daud (ay. 12): Mereka ber-

balik pulang. Mereka menunjukkan ketidaksenangan mereka, 

yang memang selayaknya mereka lakukan, dengan langsung pergi 

meninggalkan orang kasar seperti itu. Akan namun , mereka dengan 

bijaksana menahan diri begitu rupa supaya tidak membalas caci-

maki dengan caci-maki, tidak menghardik Nabal sebagaimana 

layak diterimanya, apalagi mengambil dengan paksa perbekalan 

yang seharusnya diberikan kepada mereka. Sebaliknya, mereka 

datang kepada Daud dan mengatakan kepadanya untuk melaku-

kan apa yang dipandangnya baik. Pelayan-pelayan Kristus, saat  

mereka dianiaya, harus menyerahkan kepada Dia untuk membela 

perkara-Nya sendiri dan harus menanti sampai Dia tampil untuk 

perkara itu. Hamba itu menyampaikan kepada tuannya penghina-

an yang diterimanya, namun  tidak membalasnya (Luk. 14:21). 

II. Keputusan Daud yang gegabah dalam menanggapi perkara ini. Dia 

menyandangkan pedangnya, lalu memerintahkan orang-orangnya 

untuk melakukan hal yang sama, sampai 400 orang (ay. 13). Dan 

perkataan yang diucapkan Daud diberitahukan kepada kita (ay. 21-

22).  


 456

1. Daud menyesali kebaikan yang selama ini telah dilakukannya 

bagi Nabal, dan memandang perbuatan baiknya itu sia-sia 

saja. Kata Daud, “Sia-sialah aku melindungi segala kepunyaan 

orang ini di padang gurun. Aku bermaksud membantunya dan 

menjadikannya temanku, namun  ternyata tidak ada gunanya. 

Dia tidak tahu berterima kasih, dan tidak pula menyadari ke-

baikan yang diterimanya, jika tidak, pastilah dia tidak mem-

perlakukanku demikian. Ia membalas kebaikanku dengan 

kejahatan.” Meskipun begitu, jika kita mendapat balasan yang 

demikian, janganlah kita menyesali kebaikan yang telah kita 

lakukan, atau tidak mau lagi berbuat baik di lain waktu. Allah 

itu baik terhadap orang-orang jahat dan orang-orang yang 

tidak tahu berterima kasih, jadi mengapa kita tidak? 

2. Daud bertekad menghancurkan Nabal dan semua yang ada 

padanya (ay. 22). Di sini, Daud seperti bukan dirinya sendiri. 

Keputusannya bersimbah darah, ingin menumpas semua laki-

laki dalam keluarga Nabal, dan tidak meluputkan seorang 

pun, baik pria dewasa maupun anak-anak. Pembenaran akan 

keputusannya begitu penuh kemarahan: Beginilah, bahkan 

lebih lagi dari pada itu, kiranya Allah menghukum, tadinya 

Daud hendak berkata aku. “Beginilah kiranya Allah menghukum 

musuh-musuh Daud” (ay. 22. KJV), namun  perkataan itu lebih 

mirip ucapan Saul (14:44), daripada Daud, dan sebab  itu wa-

jarlah Daud mengubah maksudnya; musuh-musuh Daud. Suara-

mukah itu, wahai Daud? Mungkinkah seorang yang berkenan 

di hati Allah mengucapkan kata-kata yang demikian kasar 

dengan bibir mulutnya? Apakah dia sudah terlampau lama 

menjalani sekolah penderitaan, tempat dia seharusnya belajar 

kesabaran, namun malah membuatnya menjadi sangat pema-

rah? Diakah orang yang tadinya bisu dan tuli saat  dicela 

(Mzm. 38:14), yang barusan saja membiarkan hidup orang 

yang memburu nyawanya, kini tidak mau membiarkan hidup 

siapa pun yang ada pada orang yang hanya menghina utusan-

utusannya? Dia yang tadinya selalu tenang dan penuh pertim-

bangan kini tersulut dalam amarah hanya sebab  sepatah dua 

patah kata-kata keras, sampai-sampai tidak ada yang dapat 

menenangkannya selain penumpahan darah seluruh keluarga. 

Tuhan, beginikah manusia? Beginikah orang-orang terbaik, 

saat  Allah membiarkan mereka sendiri, untuk menguji mere-

Kitab 1 Samuel 25:12-17 

 457 

ka, agar mereka mengetahui isi hati mereka? Dari Saul, Daud 

sudah mengira akan mendapat pukulan, dan menghadapi 

pukulan itu, Daud sudah bersiap serta berjaga-jaga, sebab  

itu dia dapat menjaga emosinya. Sebaliknya, dari Nabal, Daud 

mengira akan mendapat kebaikan, sebab  itu penghinaan yang 

dilontarkan Nabal kepadanya mengagetkannya, mendapatinya 

dalam keadaan lengah, dan serangan yang tiba-tiba dan tak 

terduga itu, membuatnya serta-merta menjadi kacau. Betapa 

kita ini perlu berdoa, Tuhan, janganlah membawa kami ke 

dalam pencobaan! 

III. Laporan tentang perkara ini yang disampaikan kepada Abigail 

oleh salah seorang bujangnya, yang lebih bijaksana daripada 

bujang-bujangnya yang lain (ay. 14). Seandainya bujang ini ber-

bicara kepada Nabal, dan menunjukkan kepadanya bahaya yang 

didatangkannya pada dirinya sendiri oleh sebab  kekasarannya, 

Nabal mungkin akan berkata, “Hamba-hamba zaman sekarang 

terlalu lancang, dan suka mengatur, sampai-sampai tidak ada 

yang menahan mereka,” dan mungkin saja, bujang itu sudah 

ditendang keluar. Tidak demikian halnya dengan Abigail, sebagai 

wanita yang sangat bijaksana, ia memberi telinga pada laporan 

ini, sekalipun dari bujangnya, yang, 

1. Menegakkan kebenaran bagi Daud dengan memujinya serta 

orang-orangnya untuk kebaikan mereka kepada gembala-gem-

bala Nabal (ay. 15-16). “Orang-orang itu sangat baik kepada 

kami, dan, walaupun mereka sendiri sedang menghadapi ba-

haya, namun mereka melindungi kami dan menjadi pagar tem-

bok di sekeliling kami.” Orang-orang yang melakukan perbuat-

an baik, sekali waktu, akan dipuji sebab  kebaikan itu. Hamba 

Nabal sendiri akan menjadi saksi bagi Daud bahwa Daud itu 

orang yang terhormat dan berhati nurani, apa pun pendapat 

Nabal tentang dia. Dan, 

2. Bujang itu tidak berbuat salah kepada Nabal saat  dia me-

ngutuk Nabal sebab  kekasarannya kepada utusan-utusan 

Daud: Ia memaki-maki mereka (ay. 14), ia menginjak-nginjak 

kepala mereka (demikianlah makna kata-kata ini secara 

harfiah) dengan kemarahan di luar batas. “Sebab,” ujar mere-

ka, “begitulah kebiasaannya (ay. 17). Ia seorang yang dursila, 


 458

sehingga orang tidak dapat berbicara dengan dia tanpa me-

nyulut kemarahannya.” Abigail sendiri tahu betul akan hal itu. 

3. Bujang itu berbuat kebaikan bagi Abigail dan seluruh keluar-

ganya dengan membuat Abigail menyadari hal yang mungkin 

terjadi sebagai akibatnya. Bujang itu benar-benar mengenal 

Daud sehingga ia dapat memperkirakan bahwa Daud akan 

sangat marah sebab  penghinaan itu, dan mungkin ia telah 

menerima informasi tentang perintah Daud untuk menyerbu 

tempat mereka. Sebab, bujang itu begitu yakin telah diputus-

kan bahwa celaka akan didatangkan kepada tuan kita dan 

kepada seisi rumahnya, termasuk dia sendiri akan ikut mera-

sakan akibatnya. Oleh sebab  itulah, dia sangat berharap nyo-

nyanya memikirkan apa yang harus dilakukan untuk kesela-

matan mereka bersama. Mereka tidak bisa menahan pasukan 

yang akan dibawa Daud menyerbu mereka, tidak pula mereka 

memiliki waktu untuk mengirim utusan kepada Saul agar 

melindungi mereka. Oleh sebab  itu, sesuatu harus dilakukan 

untuk menenangkan Daud.  

Abigail Bertemu Daud 

(25:18-31) 

18 Lalu segeralah Abigail mengambil dua ratus roti, dua buyung anggur, lima 

domba yang telah diolah, lima sukat bertih gandum, seratus buah kue kismis 

dan dua ratus kue ara, dimuatnyalah semuanya ke atas keledai, 19 lalu 

berkata kepada bujang-bujangnya: “Berjalanlah mendahului aku; aku segera 

menyusul kamu.” namun  Nabal, suaminya, tidaklah diberitahunya. 20 saat  

wanita   itu dengan menunggang keledainya, turun dengan terlindung 

oleh gunung, tampaklah Daud dan orang-orangnya turun ke arahnya, dan 

wanita   itu bertemu dengan mereka. 21 Daud tadinya telah berkata: “Sia-

sialah aku melindungi segala kepunyaan orang ini di padang gurun, sehingga 

tidak ada sesuatupun yang hilang dari segala kepunyaannya; ia membalas 

kebaikanku dengan kejahatan. 22 Beginilah kiranya Allah menghukum Daud, 

bahkan lebih lagi dari pada itu, jika kutinggalkan hidup sampai pagi seorang 

laki-laki sajapun dari semua yang ada padanya.” 23 saat  Abigail melihat 

Daud, segeralah ia turun dari atas keledainya, lalu sujud menyembah di 

depan Daud dengan mukanya sampai ke tanah. 24 Ia sujud pada kaki Daud 

serta berkata: “Aku sajalah, ya tuanku, yang menanggung kesalahan itu. 

Izinkanlah hambamu ini berbicara kepadamu, dan dengarkanlah perkataan 

hambamu ini. 25 Janganlah kiranya tuanku mengindahkan Nabal, orang yang 

dursila itu, sebab seperti namanya demikianlah ia: Nabal namanya dan bebal 

orangnya. namun  aku, hambamu ini, tidak melihat orang-orang yang tuanku 

suruh. 26 Oleh sebab itu, tuanku, demi TUHAN yang hidup dan demi 

hidupmu yang dicegah TUHAN dari pada melakukan hutang darah dan dari 

pada bertindak sendiri dalam mencari keadilan, biarlah menjadi sama seperti 

Nabal musuhmu dan orang yang bermaksud jahat terhadap tuanku! 27 Oleh

Kitab 1 Samuel 25:18-31 

 459 

sebab itu, pemberian yang dibawa kepada tuanku oleh budakmu ini, biarlah 

diberikan kepada orang-orang yang mengikuti tuanku. 28 Ampunilah kiranya 

kecerobohan hambamu ini, sebab pastilah TUHAN akan membangun bagi 

tuanku keturunan yang teguh, sebab  tuanku ini melakukan perang TUHAN 

dan tidak ada yang jahat terdapat padamu selama hidupmu. 29 Jika sekira-

nya ada seorang bangkit mengejar engkau dan ingin mencabut nyawamu, 

maka nyawa tuanku akan terbungkus dalam bungkusan tempat orang-orang 

hidup pada TUHAN, Allahmu, namun  nyawa para musuhmu akan diumban-

kan-Nya dari dalam salang umban. 30 jika  TUHAN melakukan kepada 

tuanku sesuai dengan segala kebaikan yang difirmankan-Nya kepadamu dan 

menunjuk engkau menjadi raja atas Israel, 31 maka tak usahlah tuanku 

bersusah hati dan menyesal sebab  menumpahkan darah tanpa alasan, dan 

sebab  tuanku bertindak sendiri dalam mencari keadilan. Dan jika  

TUHAN berbuat baik kepada tuanku, ingatlah kepada hambamu ini.” 

Di sini diceritakan tindakan Abigail yang bijaksana untuk melindungi 

suami dan keluarganya dari pembinasaan yang sedang menghampiri 

mereka. Dan, kita menyaksikan bahwa ia melakukan bagiannya 

dengan begitu baik serta betul-betul menggambarkan wataknya. Ke-

marahan orang bodoh sering kali dalam sekejap membuat kerusakan 

yang oleh orang bijaksana, dengan segala hikmatnya, dengan susah 

payah harus diperbaiki lagi. Sulit dikatakan, entah Abigail yang lebih 

sengsara memiliki suami seperti Nabal atau Nabal yang lebih ber-

bahagia memiliki istri seperti Abigail. Istri yang cakap yaitu  mah-

kota suaminya, menjadi pelindungnya sekaligus perhiasannya, dan 

berbuat baik kepadanya dan tidak berbuat jahat. Hikmat dalam 

perkara seperti ini lebih berguna daripada senjata perang. 

1.  sebab  hikmatlah, Abigail bersegera dalam melakukan hal yang 

dilakukannya tanpa menunda-nunda. Lalu bersegeralah Abigail 

(ay. 18). Tidak ada lagi waktu untuk bermain-main dan berlam-

bat-lambat saat  semua orang ada dalam bahaya. Mereka yang 

menginginkan syarat-syarat perdamaian harus mengirim utusan 

selama musuh masih jauh (Luk. 14:32).  

2. sebab  hikmatlah, Abigail melakukan sendiri hal yang harus 

dilakukannya, sebab, sebagai wanita yang sangat bijaksana dan 

memiliki tutur kata yang sangat menyenangkan, dia lebih meng-

erti cara mengatasi masalah ini dibandingkan semua hamba yang 

dimilikinya. Wanita yang cakap akan mengawasi sendiri segala 

perbuatan rumah tangganya, dan tidak begitu saja menyerahkan 

seluruh tugas ini kepada orang lain.  

Abigail harus berusaha menebus kesalahan Nabal. Nabal telah 

bersikap kasar kepada utusan-utusan Daud dalam dua perkara: 

Nabal menolak memberikan perbekalan yang mereka minta, dan 


 460

ia mengucapkan kata-kata yang sangat membangkitkan amarah 

orang. Nah, 

I.  Dengan pemberian yang sangat murah hati, Abigail menebus 

penolakan Nabal terhadap permintaan mereka. Kalau saja Nabal 

mau memberikan apa yang ada di tangannya pada saat itu juga, 

mereka pasti sudah pulang dengan senang hati. Akan namun , 

Abigail menyiapkan pemberian terbaik yang dapat disediakan 

rumah tangganya dan menyiapkannya dengan berlimpah (ay. 18), 

sesuai dengan jamuan yang lazim pada waktu itu, bukan hanya 

roti dan hewan bantaian, namun  juga kue kismis dan kue ara, 

manisan-manisan kering. Nabal menggerutu soal air, namun  Abi-

gail malah mengambil dua buyung (gentong atau galon) anggur, 

memuat keledainya dengan perbekalan ini, dan mengirimnya 

mendahuluinya. Sebab, pemberian memadamkan marah (Ams. 

21:14). Dengan cara ini pula Yakub memadamkan amarah Esau. 

saat  penipu merancang perbuatan-perbuatan keji, orang yang 

berbudi luhur merancang hal-hal yang luhur, dan tidak kekurang-

an apa pun sebab  melakukannya, dan ia selalu bertindak demi-

kian (Yes. 32:7-8). Abigail bukan hanya berhak secara hukum, 

namun  bahkan patut dipuji, saat  menghabiskan harta milik 

suaminya tanpa sepengetahuannya. Sekalipun ada alasan bagi 

Abigail untuk berpikir bahwa seandainya suaminya tahu hal yang 

dilakukannya itu pastilah dia tidak akan setuju. Sebab, harta itu 

dihabiskan bukan untuk memuaskan keinginannya sendiri atau 

untuk hal yang sia-sia, namun  untuk kepentingan membela suami 

dan keluarganya, yang pasti dibinasakan bila tidak dibelanya. 

Suami dan istri, demi kebaikan dan keuntungan bersama, sama-

sama memiliki kepentingan atas harta duniawi mereka. Namun, 

jika  salah seorang memboroskannya, ataupun menghabiskan-

nya secara berlebih-lebihan dengan cara apa pun, ia sedang me-

rampok pasangannya. 

II. Dengan sikap yang sangat ramah, dan perkataan yang mengambil 

hati, Abigail menebus perkataan kasar yang dilontarkan Nabal 

kepada mereka. Abigail menjumpai Daud saat  Daud berarak 

untuk menyerbu, penuh dengan kemarahan, sambil membayang-

kan penghancuran Nabal (ay. 20). Namun, dengan sikap yang 

seramah mungkin dan penuh hormat, Abigail merendahkan diri 

Kitab 1 Samuel 25:18-31 

 461 

dan memohon kebaikan Daud, meminta kepadanya untuk me-

maafkan pelanggaran itu. Ia merendahkan diri dan takluk: sujud 

menyembah di depan Daud dengan mukanya sampai ke tanah (ay. 

23) dan sujud pada kaki Daud (ay. 24). Penundukkan diri menda-

tangkan pengampunan atas pelanggaran besar. Abigail menem-

patkan dirinya dalam posisi dan sikap seorang yang bersalah dan 

memohon pengampunan, dan tidak merasa malu melakukan hal 

itu, bila memang perlu untuk kebaikan seisi rumahnya, baik di 

hadapan hamba-hambanya sendiri maupun di hadapan para 

prajurit Daud. Dengan merendahkan diri, Abigail memohon ke-

pada Daud agar mau mendengarkannya: Izinkanlah hambamu ini 

berbicara kepadamu. Namun, dia tidak perlu demikian memohon 

perhatian dan kesabaran Daud. Kata-kata yang diucapkannya su-

dah cukup menyatakannya, sebab memang tidak ada yang lebih 

halus dan dapat menggerakkan hati. Tidak ada bagian masalah 

itu yang tidak disinggungnya, setiap hal ditempatkan dengan pas 

dan diungkapkan dengan baik, dimohonkan dengan sangat sem-

purna dan memilukan, dan dibuat sedemikian rupa supaya sema-

kin meluluhkan, dengan kemampuan bicara yang alami dan tiada 

taranya. 

1. Abigail berbicara kepada Daud dengan terus menunjukkan 

sikap menghargai dan hormat yang layak diberikan kepada 

orang sebesar dan sebaik itu, menyebutnya tuanku, berulang 

kali, untuk membayar kesalahan suaminya yang berkata, “Si-

apakah Daud?” Abigail tidak mencela suaminya atas kepanas-

an amarahnya, meskipun ia pantas dicela untuk itu. Abigail 

juga tidak mengatakan kepada Daud betapa jahat watak 

suaminya itu. Sebaliknya, Abigail berusaha melembutkan hati 

Daud dan menurunkan kekesalannya, tanpa merasa ragu 

bahwa hati nurani Daud sendiri yang akan menegurnya. 

2. Abigail bersedia disalahkan atas perlakukan buruk terhadap 

para utusan Daud: “Aku sajalah, ya tuanku, yang menanggung 

kesalahan itu (ay. 24). Jika engkau marah, marahlah kepada-

ku, jangan kepada suamiku yang malang, dan anggaplah 

kesalahan itu sebagai kecerobohan hambamu ini (ay. 28).” Roh 

yang degil tidak peduli bagaimana orang lain menderita sebab  

kesalahan mereka, sedangkan roh yang lemah-lembut bersedia 

menderita sebab  kesalahan orang lain. Abigail mengungkap-


 462

kan ketulusan dan kekuatan kasih suami istri dan perhatian-

nya kepada keluarganya: seperti apa pun dia, Nabal itu suami-

nya.  

3. Abigail memohon maaf atas kesalahan suaminya dengan me-

nyatakannya sebagai kelemahan bawaan suaminya serta me-

mohon pengertian (ay. 25): “Janganlah kiranya tuanku mema-

sukkan dalam hati kekasaran dan kekurangajarannya, sebab 

memang seperti itulah dia. Bukanlah pertama kalinya dia ber-

perilaku begitu kasar. Pasti itu bawaan lahirnya, sebab dia 

melakukannya sebab  kurang akal sehat: Nabal namanya,” 

yang melambangkan kebebalan atau kebodohan, “dan bebal 

orangnya. Semua itu dilakukannya sebab  kebodohannya, 

bukan sebab  kejahatannya. Dia orang sederhana, namun  tidak 

jahat. Ampunilah dia, sebab dia tidak tahu apa yang dia per-

buat.” Semua yang dikatakan Abigail memang benar adanya, 

dan dia mengatakan itu untuk meluputkan suaminya dari kesa-

lahannya dan mencegah pembinasaannya. Tanpa alasan itu, 

tidaklah benar bagi Abigail mengungkapkan watak yang begitu 

buruk seperti itu tentang suaminya, yang seharusnya digam-

barkannya dengan sebaik mungkin, dan bukan dibicarakan 

keburukannya. 

4. Abigail mengakui kelalaiannya sendiri dalam perkara ini: “Te-

tapi aku tidak melihat orang-orang yang tuanku suruh, seandai-

nya aku melihatnya mereka pasti mendapat jawaban yang 

lebih baik, dan tidak akan kembali tanpa membawa pesanan 

mereka.” Ucapan ini menunjukkan bahwa meskipun suaminya 

memang bodoh, dan tidak bisa mengurus urusannya sendiri, 

namun dia memiliki cukup hikmat untuk mengikuti arahan 

istrinya dan mendengarkan nasihatnya. 

5. Abigail yakin sekali bahwa dia sudah berhasil meraih tujuan-

nya, mungkin sebab  melihat wajah Daud, bahwa Daud mulai 

berubah pikiran: Demi hidupmu yang dicegah Tuhan (ay 26, 

KJV: sebab  Tuhan telah menahanmu). Abigail tidak mengan-

dalkan pemikirannya sendiri, namun  anugerah Allah, untuk 

menenangkan Daud, dan tidak ragu bahwa kasih karunia itu 

akan bekerja dengan dahsyat atas Daud. Kemudian, “Biarlah 

menjadi sama seperti Nabal musuhmu, dengan kata lain, jika 

engkau menahan diri dari membalas sendiri dendammu, pasti-

lah Allah akan membalaskannya kepada Nabal, seperti yang 

Kitab 1 Samuel 25:18-31 

 463 

akan Allah lakukan terhadap semua musuhmu.” Atau, per-

kataan ini menyiratkan bahwa sesungguhnya terlalu rendah 

bagi Daud untuk membalas dendam kepada orang selemah 

dan selamban Nabal, yang tidak mau berbuat baik namun  juga 

tidak akan mampu pula berbuat jahat kepadanya. Tidak ada 

yang sebaiknya diinginkan Daud selain bahwa musuh-musuh-

nya menjadi sama seperti Nabal yang tidak mampu melawan 

dirinya. Mungkin, Abigail mengacu pada tindakan Daud melu-

putkan Saul, yang, baru kemarin, hidupnya ada di tangan 

Daud. “Bukankah engkau menahan dirimu dari membalas den-

dam kepada singa yang hendak menerkammu itu, jadi masakan 

kini engkau hendak menumpahkan darah seekor anjing yang 

hanya bisa menggonggong kepadamu?” saat  Abigail me-

nyebutkan apa yang akan dilakukan Daud itu, yaitu menum-

pahkan darah dan bertindak sendiri dalam mencari keadilan, 

perkataannya itu cukup untuk menjamah roh yang lemah lem-

but dan pemurah seperti roh Daud. Dan, tampak dari jawaban 

Daud (ay. 33), perkataan Abigail itu menggugah dirinya. 

6. Abigail menyampaikan pemberian yang dibawanya, dengan 

rendah hati menyebutnya sebagai sesuatu yang tidak layak 

untuk diterima Daud, dan sebab  itu berharap agar pemberian 

itu diberikan saja kepada orang-orang yang mengikuti Daud 

(ay. 27), khususnya kepada kesepuluh orang yang menjadi 

utusan Daud itu, yang telah diperlakukan Nabal dengan sa-

ngat kasar. 

7. Abigail memuji Daud atas pelayanannya yang besar dalam 

memerangi musuh-musuh negerinya. Kemuliaan yang diper-

oleh Daud dari pencapaian yang sehebat itu, Abigail harap, 

janganlah sampai dinodai Daud dengan pembalasan dendam 

pribadi: “Tuanku ini melakukan perang TUHAN melawan orang 

Filistin, maka engkau akan pasti akan berserah saja kepada 

Allah untuk memerangi orang-orang yang menghinamu (ay. 

28). Tidak ada yang jahat terdapat padamu selama hidupmu. 

Engkau tidak pernah melakukan yang jahat kepada orang-

orang sebangsamu (sekalipun engkau dianiaya sebagai peng-

khianat), dan sebab  itu engkau tidak akan mulai melakukan-

nya sekarang, atau melakukan apa pun yang dapat dipakai 

Saul untuk membenarkan kejahatannya terhadapmu.” 


 464

8. Abigail menubuatkan kemuliaan dibalik masalah Daud saat 

ini. “Memang benar orang bangkit mengejar engkau dan ingin 

mencabut nyawamu.” Abigail tidak menyebut nama Saul 

sebab  menghormati jabatannya saat itu sebagai raja. “namun ,” 

dia lanjut, “engkau tidak perlu memandang dengan mata yang 

begitu tajam dan bermusuhan kepada setiap orang yang 

menghinamu.” Sebab, semua badai yang saat ini mengamuk 

melandamu, sebentar lagi akan dihalau pergi. Abigail mengata-

kan hal ini dengan penuh keyakinan, 

(1) Nyawa tuanku akan terbungkus dalam bungkusan tempat 

orang-orang hidup pada Tuhan, Allahmu. Dengan kata lain, 

Allah akan mempertahankan jiwamu di dalam hidup, 

demikianlah arti ungkapan itu, (Mzm. 66:9) seperti kita 

memeluk erat-erat sesuatu yang kita bungkus rapat-rapat 

atau yang sangat berharga bagi kita (Mzm. 116:15). Jiwamu 

akan disimpan dalam simpanan harta kehidupan (demikian 

ungkapan itu dalam terjemahan bahasa Aram), disimpan di 

tempat yang dikunci rapat-rapat seperti harta yang berhar-

ga. “Engkau akan tinggal dalam perlindungan khusus 

penyelenggaraan ilahi.” Bungkusan tempat orang-orang 

hidup (ay. 29, KJV: bungkusan kehidupan) ada pada Tuhan, 

Allah kita, sebab di tangan-Nya napas kita, dan umur kita. 

Sesungguhnya amanlah, dan mungkin juga nyaman, 

orang-orang yang memiliki Dia sebagai pelindung mereka. 

Orang Yahudi memaknai ungkapan ini bukan hanya untuk 

kehidupan yang sekarang, namun  juga kehidupan yang akan 

datang, yaitu kebahagiaan jiwa-jiwa yang sudah dipisahkan 

dari tubuh, dan sebab  itu ungkapan ini banyak dipakai 

sebagai tulisan di batu nisan mereka. “Di sini kita memba-

ringkan tubuhnya, namun  percayalah bahwa jiwanya ter-

bungkus dalam bungkusan tempat orang-orang hidup pada 

Tuhan, Allah kita.” Di sana, jiwa itu aman, sementara debu 

tubuhnya terserak-serak. 

(2) Bahwa Allah akan membuat Daud menang atas musuh-

musuhnya. Nyawa mereka akan diumbankan-Nya (ay. 29). 

Batu ditaruh ke dalam umban, namun  hanya untuk dilem-

parkan lagi. Demikianlah, jiwa orang saleh akan diikat ber-

berkas-berkas seperti gandum untuk lumbung, namun  jiwa 

orang fasik akan seperti lalang untuk api.  

Kitab 1 Samuel 25:18-31 

 465 

(3) Bahwa Allah akan mengokohkan Daud dalam kekayaan dan 

kuasa: “Sebab pastilah TUHAN akan membangun bagi tuan-

ku keturunan yang teguh, dan tidak ada musuhmu yang 

dapat menghalanginya. Oleh sebab  itu, ampunilah kiranya 

kecerobohan ini,” dengan kata lain, “tunjukkanlah belas ka-

sihan, seperti engkau sendiri ingin mendapat belas kasihan. 

Allah akan menjadikan engkau besar, dan menjadi kemu-

liaan orang besar untuk mengampuni pelanggaran.” 

9. Abigail ingin agar Daud menyadari, bahwa akan jauh lebih 

berbahagia baginya untuk mengampuni penghinaan ini dari-

pada membalas dendam (ay. 30-31). Abigail menyimpan per-

kataan ini untuk disampaikan di bagian akhir, sebagai alasan 

yang paling mengena bagi orang sebaik Daud, bahwa semakin 

Daud menolak memuaskan kemarahannya, semakin dia men-

jaga kedamaian dan ketenangan hati nuraninya sendiri, yang 

merupakan perkara yang penting bagi setiap orang bijak.  

(1) Abigail tidak bisa tidak membayangkan bahwa seandainya 

Daud membalas dendam, Daud sendiri akan berduka dan 

sakit hatinya. Banyak orang melakukan sesuatu dalam ke-

marahan, dan sesudah  itu berharap ribuan kali sekiranya 

mereka tidak melakukannya. Manisnya pembalasan den-

dam akan segera berubah menjadi pahit. 

(2) Abigail yakin bahwa jika Daud mengampuni pelanggaran 

itu, nantinya hal itu tidak akan menjadi dukacita baginya. 

Malah sebaliknya, hal itu akan memberi Daud kepuasan 

yang tidak terkatakan bahwa hikmat dan kemurahan hati-

nya telah menang atas kemarahannya. Perhatikanlah, keti-

ka kita dicobai untuk berbuat dosa, kita harus mempertim-

bangkan bagaimana akibatnya nanti. Janganlah sekali-kali 

kita melakukan sesuatu yang nantinya akan membuat hati 

nurani kita mendapat kesempatan untuk mencela kita, dan 

yang akan kita lihat ke belakang dengan penuh penyesalan: 

Hatiku tidak akan mencelaku. 

10. Abigail memohonkan perkenanan Daud bagi dirinya: jika  

TUHAN berbuat baik kepada tuanku, ingatlah kepada hambamu 

ini, sebagai seorang yang telah menahanmu dari melakukan 

sesuatu yang akan menjadi cela bagi kehormatanmu, menggeli-


 466

sahkan hati nuranimu, dan membuat noda pada sejarah hidup 

hidupmu. Kita patut mengingat dengan penuh rasa hormat dan 

syukur kepada orang-orang yang telah berperan besar dalam 

menjagai kita dari berbuat dosa. 

Daud Memberkati Abigail 

(25:32-35) 

32 Lalu berkatalah Daud kepada Abigail: “Terpujilah TUHAN, Allah Israel, 

yang mengutus engkau menemui aku pada hari ini; 33 terpujilah kebijakan-

mu dan terpujilah engkau sendiri, bahwa engkau pada hari ini menahan aku 

dari pada melakukan hutang darah dan dari pada bertindak sendiri dalam 

mencari keadilan. 34 namun  demi TUHAN, Allah Israel yang hidup, yang 

mencegah aku dari pada berbuat jahat kepadamu – jika engkau tadinya tidak 

segera datang menemui aku, pasti tidak akan ada seorang laki-lakipun 

tinggal hidup pada Nabal sampai fajar menyingsing.” 35 Lalu Daud menerima 

dari wanita   itu apa yang dibawanya untuk dia, dan berkata kepadanya: 

“Pulanglah dengan selamat ke rumahmu; lihatlah, aku mendengarkan per-

kataanmu dan menerima permintaanmu dengan baik.” 

Teguran orang yang bijak yaitu  seperti cincin emas dan hiasan 

kencana untuk telinga yang mendengar (Ams. 25:12).  Abigail menjadi 

penegur yang bijak untuk kemarahan Daud, dan Daud memberi teli-

nga yang mendengar pada teguran itu, sesuai dengan pedoman hidup 

Daud sendiri (Mzm. 141:5): Biarlah orang benar memalu dan meng-

hukum aku, itulah kasih. Tidak pernah ada teguran yang disampaikan 

atau diterima dengan sebaik seperti yang diperbuat Daud ini. 

I. Daud mengucap syukur kepada Allah sebab  telah mengirimkan 

teguran yang menyenangkan ini untuk mencegahnya berbuat 

dosa (ay. 32): Terpujilah TUHAN, Allah Israel, yang mengutus eng-

kau menemui aku pada hari ini. Perhatikanlah, 

1. Kita harus mengakui campur tangan Allah dalam setiap 

kebaikan yang dilakukan teman-teman kita, baik untuk jiwa 

kita maupun tubuh kita. Siapa pun yang datang kepada kita 

membawa nasihat, arahan, penghiburan, peringatan, ataupun 

teguran yang bijaksana, harus kita lihat sebagai utusan Allah.  

2. Kita semestinya sangat bersyukur atas segala penyelenggaraan 

ilahi yang mendatangkan kebahagiaan bagi kita, sebab  se-

muanya itu dimaksudkan untuk mencegah kita berbuat dosa.

Kitab 1 Samuel 25:32-35 

 467 

II. Daud berterima kasih kepada Abigail sebab  telah menjadi pene-

ngah tepat pada waktunya antara dia dan kejahatan yang hampir 

dilakukannya: Terpujilah kebijakanmu dan terpujilah engkau sen-

diri (ay. 33). Kebanyakan orang berpikir sudah cukup baik jika 

mereka menerima teguran dengan sabar, namun  kita menjumpai 

sedikit orang yang menerima teguran dengan penuh rasa terima 

kasih dan memuji orang yang memberi teguran itu kepada mereka 

serta menerima teguran itu sebagai sebuah kebaikan. Sukacita 

Abigail yang berhasil menyelamatkan suami dan keluarganya dari 

kematian tidak lebih besar daripada sukacita Daud bahwa Abigail 

telah berhasil menyelamatkan dia dan orang-orangnya dari ber-

buat dosa. 

III. Daud tampaknya sangat memahami bahaya besar yang mengan-

camnya, yang membuat ia lebih merasakan belas kasihan Allah 

dalam menyelamatkan dirinya.  

1. Daud membicarakan dosa yang hendak dilakukannya itu 

sebagai dosa yang sangat besar. Ia datang untuk menumpah-

kan darah, dosa yang dianggapnya sangat mengerikan saat  

dia berpikiran sehat, simaklah doanya, Lepaskanlah aku dari 

hutang darah. Ia datang untuk bertindak sendiri dalam men-

cari keadilan, hendak melangkahi takhta Allah, yang telah 

menyatakan, Pembalasan itu yaitu  hak-Ku. Akulah yang akan 

menuntut pembalasan. Semakin jahat sebuah dosa, semakin 

besar belas kasihan yang kita terima saat  kita dicegah mela-

kukannya. Daud sangat menegaskan betapa jahatnya ran-

cangannya, bahwa kejahatan itu akan mencelakakan seorang 

wanita yang begitu bijak dan baik seperti Abigail: Allah men-

cegah aku dari pada berbuat jahat kepadamu (ay. 34). Atau 

mungkin, saat  pertama kali melihat Abigail, terlintas dalam 

benaknya untuk berbuat jahat kepada Abigail sebab  mau 

menghadang jalannya, dan sebab  itu Daud melihatnya seba-

gai belas kasih yang besar bahwa Allah memberinya kesabaran 

untuk mendengarkan Abigail berbicara.  

2.  Daud sadar betapa ia nyaris saja berbuat dosa besar itu: “Jika 

engkau tadinya tidak segera datang, pembunuhan bersimbah 

darah pasti sudah terjadi.” Semakin dekat kita dengan per-

buatan dosa, semakin besar belas kasihan yang kita terima 


 468

saat  kita dicegah untuk berbuat dosa pada waktunya – ham-

pir terpeleset (Mzm. 73:2), namun  masih ditahan.  

IV. Daud melepas Abigail dengan perkataan damai sejahtera (ay. 35). 

Daud, pada dasarnya, mengakui bahwa dia ditaklukkan oleh kefa-

sihan Abigail berbicara: “Aku mendengarkan perkataanmu, dan 

tidak akan melakukan balas dendam yang kurencanakan, sebab 

aku menerima permintaanmu dengan baik (ay. 35, KJV: menerima 

engkau), berkenan kepada engkau dan senang dengan perkataan-

mu.” Perhatikanlah, 

1. Orang yang bijak dan baik akan mendengarkan penjelasan, 

dan membiarkan dirinya dipengaruhi oleh penjelasan itu, se-

kalipun penjelasan itu berasal dari orang-orang yang dalam se-

gala sisi lebih rendah dari mereka, dan sekalipun kemarahan 

mereka sedang memuncak dan roh mereka sedang terusik. 

2. Sumpah untuk melakukan hal yang berdosa tidak dapat meng-

ikat kita. Daud telah bersungguh-sungguh bersumpah akan 

membinasakan Nabal. Daud melakukan yang jahat dengan mem-

buat sumpah semacam itu, namun  Daud berbuat lebih jahat lagi 

seandainya dia sungguh-sungguh melakukan sumpahnya itu.  

3. Teguran yang bijaksana dan tepat sering kali diterima dengan 

lebih baik, dan berhasil lebih baik, daripada yang kita duga, 

demikianlah pengaruh Allah pada hati nurani manusia (lih. 

Ams. 28:23). 

Daud Menikahi Abigail 

(25:36-44) 

36 Sampailah Abigail kepada Nabal dan tampaklah, Nabal mengadakan 

perjamuan di rumahnya, seperti perjamuan raja-raja. Nabal riang gembira 

dan mabuk sekali. Sebab itu tidaklah diceriterakan wanita   itu sepatah 

katapun kepadanya, sampai fajar menyingsing. 37 namun  pada waktu pagi, 

saat  sudah hilang mabuk Nabal itu, diceriterakanlah kepadanya oleh 

isterinya segala perkara itu. Lalu terhentilah jantungnya dalam dada dan ia 

membatu. 38 Dan kira-kira sepuluh hari sesudah itu TUHAN memukul Nabal, 

sehingga ia mati. 39 saat  didengar Daud, bahwa Nabal telah mati, berkata-

lah ia: “Terpujilah TUHAN, yang membela aku dalam perkara penghinaan 

Nabal terhadap aku dan yang mencegah hamba-Nya dari pada berbuat jahat. 

TUHAN telah membalikkan kejahatan Nabal ke atas kepalanya sendiri.” 

Kemudian Daud menyuruh orang untuk berbicara dengan Abigail tentang 

mengambil dia menjadi isterinya. 40 Para hamba Daud datang kepada Abigail 

di Karmel dan berkata kepadanya, demikian: “Daud menyuruh kami kepada-

mu untuk mengambil engkau menjadi isterinya.” 41 Lalu bangkitlah perem-

Kitab 1 Samuel 25:36-44 

 469 

puan itu berdiri, sujudlah ia menyembah dengan mukanya ke tanah sambil 

berkata: “Sesungguhnya, hambamu ini ingin menjadi budak yang membasuh 

kaki para hamba tuanku itu.” 42 Kemudian berkemaslah Abigail dengan se-

gera; ia menunggang keledainya, dengan diiringi lima orang pelayan perem-

puan. Ia mengikuti suruhan Daud itu dan menjadi isteri Daud. 43 Juga Ahi-

noam dari Yizreel telah diambil Daud menjadi isterinya; kedua wanita   itu 

menjadi isterinya. 44 namun  Saul telah memberikan Mikhal, anaknya perem-

puan, isteri Daud, kepada Palti bin Lais, yang dari Galim itu. 

Kita kini menyaksikan pemakaman Nabal dan pernikahan Abigail. 

I. Pemakaman Nabal. Rasul Yudas berbicara mengenai orang-orang 

yang mati dua kali (Yud. 1:12, KJV). Di sini, kita melihat Nabal 

mati tiga kali, walaupun baru saja dia diselamatkan dengan ajaib 

dari pedang Daud dan diluputkan dari kematian yang sehebat itu. 

Sebab, keluputan orang jahat hanyalah demi mencadangkannya 

untuk pukulan murka ilahi yang lebih hebat. Di sini, 

1. Nabal mabuk sekali (ay. 36). Abigail pulang ke rumah, dan, 

tampaknya, Nabal terlalu sibuk dengan banyak orang di seke-

lilingnya dan hiruk pikuk di sekitarnya sehingga dia tidak 

menyadari kepergian Abigail maupun perbekalan yang dibawa-

nya untuk Daud. Namun, Abigail menjumpai Nabal di tengah-

tengah pesta poranya, tanpa menyadari betapa nyaris saja ia 

dibinasakan oleh seseorang yang dengan bodohnya dijadikan-

nya musuhnya. Orang berdosa sering kali merasa paling aman 

saat  mereka berada dalam bahaya paling besar dan saat  

kehancuran mereka sudah sampai di depan pintu. Amatilah, 

(1) Betapa mewahnya Nabal dalam menjamu teman-temannya: 

Nabal mengadakan perjamuan seperti perjamuan raja-raja, 

begitu megah dan berlimpah, walaupun tamunya hanya 

para penggunting bulu domba. Segala kelimpahan ini 

mungkin tidak masalah seandainya dia mengingat untuk 

apa Allah memberinya harta kekayaan, bukan supaya 

kelihatan hebat, namun  untuk berbuat kebaikan. Sangatlah 

lazim bagi orang-orang yang paling pelit dalam berbuat 

kebaikan atau sedekah justru paling berlebih-lebihan da-

lam memuaskan keinginan yang sia-sia atau hasrat yang 

rendah. Seekor kutu marah-marah kepada Allah dan 

orang-Nya yang malang, namun  supaya kelihatan hebat 

dalam daging, emas dihamburkan dari pundi-pundi. Kalau 

saja Nabal tidak bebal seperti namanya, tidaklah mungkin 


 470

dia merasa seaman dan segembira itu sehingga mau mena-

nyakan apakah ia aman dari kemarahan Daud. Akan namun  

(seperti yang diamati Uskup Hall), demikianlah kebodohan 

orang yang kedagingan, mereka menenggelamkan diri 

dalam kesenangan mereka sebelum berbuat sesuatu untuk 

berdamai dengan Allah. 

(2) Betapa lupa dirinya Nabal dalam memuaskan nafsunya 

yang tidak masuk akal: Dia mabuk sekali, yang menjadi 

tanda bahwa dia memang Nabal, orang bebal, yang tidak 

dapat menggunakan kelimpahannya tanpa menyalahguna-

kannya, tidak dapat menikmati kesenangan dengan kawan-

kawannya tanpa membuat dirinya menjadi seperti bina-

tang. Tidak ada tanda yang lebih jelas bahwa hanya sedikit 

hikmat yang dimiliki seseorang, dan tidak ada cara yang 

lebih pasti untuk menguapkan hikmat yang sedikit itu, 

selain minum minuman keras sampai berlebih-lebihan. 

Nabal, yang tidak pernah memikirkan bahwa ia mungkin 

terlalu sedikit memberi sedekah, tidak pernah pula memi-

kirkan bahwa ia mungkin terlalu banyak memboroskan 

hartanya dalam kemewahan. Abigail, saat  mendapati 

Nabal dalam keadaan seperti ini, dan mungkin orang-orang 

di sekitarnya juga tidak lebih baik, mengingat si pemilik 

pesta memberi contoh yang sedemikian buruk, cukup si-

buk untuk mengembalikan rumah yang begitu berantakan 

menjadi sedikit rapi. Namun, Abigail tidak bicara apa-apa 

kepada Nabal mengenai hal yang dilakukannya berkaitan 

dengan Daud, mengenai kebodohannya memancing amarah 

Daud, mengenai bahaya yang mengancamnya, ataupun 

mengenai pembebasannya. Sebab, dalam keadaan mabuk, 

Nabal tidak akan bisa memahami penjelasan apa pun. Mem-

beri nasihat yang baik kepada orang yang sedang mabuk 

sama saja dengan melemparkan mutiara kepada babi. Lebih 

baik diam sampai mereka sadar dari mabuk.  

2. Nabal mati sekali lagi sebab  kesusahan hati (ay. 37). Keesok-

an harinya, saat  Nabal sudah sedikit sadar, istrinya menceri-

takan kepadanya bahwa dia sudah membuat dirinya sendiri 

dan keluarganya begitu dekat dengan kebinasaan sebab  ke-

kasarannya, dan dengan betapa sulitnya istrinya harus men-

cegah pembinasaan itu. Dan, sesudah  Nabal mendengar per-

Kitab 1 Samuel 25:36-44 

 471 

kataan isterinya, terhentilah jantungnya dalam dada dan ia 

membatu. Beberapa penafsir menduga bahwa biaya yang dike-

luarkan untuk menenangkan Daud, lewat pemberian yang 

dibawa Abigail kepadanya, telah menghancurkan hati Nabal. 

Namun yang lebih tepat, tampaknya, kesadaran akan bahaya 

yang nyaris merenggut nyawanya membuatnya ketakutan, dan 

mencengkram rohnya sedemikian rupa sampai ia tidak dapat 

pulih lagi dari ketakutan itu. Dia menjadi murung, sedikit 

bicara, malu, dan kehilangan muka sebab  hikmat istrinya. 

Betapa berubahnya dia! Hatinya semalam girang sebab  ang-

gur, namun keesokan paginya berat seperti batu. Begitu meni-

pu kesenangan daging, begitu sementara tawa orang bebal. 

Kesukaan dapat berakhir dengan kedukaan. Pemabuk terka-

dang merasa sedih saat  mereka mengingat kembali kebodoh-

annya. Sukacita dalam Allah membuat hati selalu ringan. Abi-

gail tidak akan pernah bisa, dengan kata-katanya yang bijak, 

membawa Nabal pada pertobatan. Namun sekarang, dengan 

tegurannnya yang benar, Abigail membawa Nabal pada kepu-

tusasaan. 

3. Nabal, akhirnya, benar-benar mati: Kira-kira sepuluh hari sesu-

dah itu, sesudah  begitu lama berada dalam tekanan dan rasa 

sakit ini, Tuhan memukulnya sehingga ia mati (ay. 38), dan, 

tampaknya, Nabal tidak pernah menegakkan kepalanya lagi. 

Sungguh adillah Allah (menurut Uskup Hall) jika orang-orang 

yang hidupnya tidak berkemurahan, harus mati tanpa peng-

hiburan. Begitu pula, tidak bisa kita mengharapkan yang lebih 

baik jika kita terus berkubang dalam dosa-dosa kita. Di sini, 

tidak ada ratapan dilakukan bagi Nabal. Dia pergi tanpa 

diratapi. Semua orang berharap bahwa negeri itu tidak akan 

pernah mengalami kehilangan yang lebih besar lagi. Daud, 

saat  mendengar kabar kematian Nabal, mengucap syukur 

kepada Allah untuk hal itu (ay. 39). Daud memuji Allah, 

(1) Bahwa Allah telah mencegahnya membunuh Nabal: Terpuji-

lah Tuhan, yang mencegah hamba-Nya dari pada berbuat 

jahat. Daud beryukur bahwa Nabal meninggal dengan wa-

jar dan bukan sebab  dibunuh oleh tangannya. Kita harus 

memakai segala kesempatan untuk menyebutkan dan 

mengagungkan kebaikan Allah bagi kita dalam menjauh-

kan kita dari dosa. 


 472

(2) Bahwa Allah telah mengambil alih pekerjaan itu ke dalam 

tangan-Nya sendiri, dan telah membela kehormatan Daud, 

serta tidak membiarkan orang yang menghina Daud lolos 

begitu saja tanpa dihukum. Dengan demikian, perkenanan 

Allah kepada Daud menjadi nyata, dan semua orang akan 

mengaguminya, sebagai seorang yang baginya Allah ber-

perang. 

(3) Bahwa Allah mendorong Daud dan setiap orang untuk 

menyerahkan perkara mereka kepada Allah, saat  mereka 

disakiti, dengan jaminan bahwa, dalam waktu-Nya sendiri, 

Ia akan membalas kejahatan yang diperbuat kepada mere-

ka, asalkan mereka tinggal diam dan menyerahkan perkara 

itu kepada-Nya. 

II. Pernikahan Abigail. Daud begitu terpesona dengan kecantikan 

orangnya, dan dengan kearifan pembawaan serta tutur katanya, 

sehingga saat  waktunya tepat, sesudah  ia mendengar Abigail 

menjadi janda, ia pun memberitahu Abigail akan ketertarikannya 

kepadanya (ay. 39). Daud sungguh yakin bahwa Abigail yang telah 

membuktikan dirinya sebagai istri yang sangat baik bagi orang 

sejahat Nabal, pasti akan menjadi istri yang jauh lebih baik bagi-

nya. Daud telah memperhatikan, bahwa Abigail menghormati dia 

dan yakin dirinya akan menjadi raja.  

1. Daud meminang Abigail lewat utusannya, sebab  mungkin 

tugas-tugasnya tidak mengizinkan dia untuk datang sendiri.  

2. Abigail menerima lamaran Daud itu dengan sangat bersahaja 

dan rendah hati (ay. 41). Abigail merasa dirinya tidak layak 

menerima kehormatan itu, namun , sebab  besarnya rasa hor-

mat yang dimilikinya kepada Daud, dengan senang hati ia 

ingin menjadi hamba paling rendah dalam keluarga Daud, 

yang bertugas membasuh kaki hamba-hamba yang lain. Tidak 

ada yang lebih pantas disukai seperti orang-orang yang mau 

merendahkan dirinya.  

3. Abigail menerima pinangan itu, lalu mengikuti orang suruhan 

Daud dengan membawa beberapa pelayan yang disukainya ber-

samanya, dan menjadi istri Daud (ay. 42). Abigail tidak men-

cemooh Daud mengenai kesusahannya saat itu, dan bertanya 

bagaimana Daud akan menghidupinya, namun  menghargai Daud,  

Kitab 1 Samuel 25:36-44 

 473 

(1) sebab  Abigail tahu bahwa Daud orang yang sangat baik.  

(2) sebab  Abigail yakin bahwa Daud, pada waktunya, akan 

menjadi orang besar. Abigail menikahi Daud dalam iman, 

tanpa banyak pertanyaan, namun  percaya bahwa, sekalipun 

saat ini Daud tidak memiliki rumah sendiri ke mana dia 

berani membawa Abigail pulang, namun  janji Allah kepada-

nya akhirnya pasti digenapi. Demikianlah, barangsiapa 

mengikatkan dirinya kepada Kristus harus bersedia men-

derita bersamanya, sambil mempercayai bahwa suatu hari 

nanti mereka akan memerintah bersama-Nya. 

Terakhir, pada kesempatan ini kita melihat sedikit catatan 

tentang istri-istri Daud. 

1. Istri yang telah pergi sebelum Daud menikahi Abigail, yaitu 

Mikhal, anak wanita   Saul, istri pertama Daud, dan 

istri masa mudanya. Daud pasti akan tetap bersama de-

ngan Mikhal seandainya Mikhal tetap bersama dengannya, 

namun  Saul telah memberikan Mikhal kepada pria lain (ay. 

44), sebagai tanda murkanya terhadap Daud dan penolak-

annya menjadi ayah mertua Daud.  

2. Istri lain yang dinikahi Daud selain Abigail (ay. 43), dan, 

seperti yang tersirat di sini, sebelum Abigail, sebab Ahi-

noam disebut lebih dahulu (27:3). Daud terbawa dengan 

kebiasaan yang rusak pada masa itu, namun  sejak semula 

tidaklah demikian, begitu pula sekarang sesudah  Mesias da-

tang, dan waktu pembaharuan tiba (Mat. 19:4-5). Perbuat-

an Saul menipu Daud dalam hal satu-satunya istri Daud 

yang sah mungkin menjadi penyebab Daud masuk ke 

dalam kekacauan ini. Sebab, sekali simpul kasih suami-

istri terbuka, jarang simpul itu dapat diikat kembali. saat  

Daud tidak dapat mempertahankan istri pertamanya, dia 

pikir hal itu bisa menjadi alasan baginya untuk tidak mem-

pertahankan istrinya yang kedua. Namun, kita sedang 

menipu diri sendiri jika kita pikir kita dapat menjadikan 

kesalahan orang lain sebagai alasan untuk menutupi kesa-

lahan kita. 

 

 

 

 

 

 

 

 

PASAL  26  

alam pasal ini, gangguan Saul terhadap Daud dimulai lagi. Ke-

tika orang berharap badai telah berlalu dan langit kembali 

jernih, awan justru kembali sehabis hujan. sesudah  Saul menerima 

kesalahannya dalam menganiaya Daud serta mengakui hak Daud 

akan mahkota raja, sekarang ia kembali melakukan penindasan ter-

hadapnya. Saul benar-benar telah kehilangan nilai kehormatan dan 

kebajikan. 

I. Orang Zif memberitahukan keberadaan Daud kepada Saul 

(ay. 1), lalu Saul pun berderap dengan pasukan yang besar 

untuk mengejarnya (ay. 2-3). 

II. Daud memata-matai pergerakannya (ay. 4) serta mengintai 

perkemahannya (ay. 5). 

III. Pada malam hari, Daud dan seorang anak buahnya menyeli-

nap ke perkemahan Saul. Mereka mendapati semua peng-

awalnya tidur lelap (ay. 6-7). 

IV. Meskipun didesak-desak oleh kawan-kawannya agar mem-

bunuh Saul, Daud tidak mau melakukannya. Ia hanya meng-

ambil tombak dan kendi Saul (ay. 8-12). 

V. Daud melakukan hal ini  untuk membuktikan lagi bah-

wa ia tidak merancangkan kejahatan kepada Saul, dan mem-

berikan alasan atas tindakannya itu (ay. 13-20). 

VI. Saul insyaf akan kesalahannya, dan sekali lagi ia berhenti 

mengejar Daud (ay. 21-25).  

Kisah ini kurang lebih sama seperti pasal 24. Keduanya menceri-

takan bagaimana Daud lolos dari tangan Saul, dan Saul selamat dari 

tangan Daud. 


 476

Saul Kembali Memburu Daud 

(26:1-5)  

1 Datanglah orang Zif kepada Saul di Gibea serta berkata: “Daud menyem-

bunyikan diri di bukit Hakhila di padang belantara.” 2 Lalu berkemaslah Saul 

dan turun ke padang gurun Zif dengan tiga ribu orang yang terpilih dari 

orang Israel untuk mencari Daud di padang gurun Zif. 3 Berkemahlah Saul di 

bukit Hakhila yang di tepi jalan di padang belantara, sedang Daud tinggal di 

padang gurun. saat  diketahui Daud, bahwa Saul datang mengikuti dia ke 

padang gurun, 4 disuruhnyalah pengintai-pengintai, maka diketahuinyalah, 

bahwa Saul benar-benar datang. 5 Berkemaslah Daud, lalu sampai ke tempat 

Saul berkemah. Waktu Daud melihat tempat Saul berbaring dengan Abner 

bin Ner, panglima tentaranya, – Saul berbaring di tengah-tengah perkemah-

an, sedang rakyat berkemah sekelilingnya – 

Dalam bagian ini, diceritakan  

1. Saul mendapat kabar mengenai pergerakan Daud, lalu melakukan 

penyerangan. Orang-orang Zif menemui dia dan memberitahukan 

keberadaan Daud, di tempat yang sama sewaktu mereka dahulu 

pernah mengkhianatinya (23:19). Meski tidak disebutkan ke-

mungkinan Saul dengan licik telah memberi maklumat kepada 

orang Zif bahwa ia masih hendak mencelakakan Daud, dan akan 

dengan senang hati menerima bantuan mereka. Atau, jika bukan 

demikian, orang Zif itu sangat mendukung Saul serta mengetahui 

apa yang dapat menyenangkan dia, dan sangat benci kepada 

Daud, yang kepadanya mereka sudah putus asa untuk berusaha 

berdamai. Oleh sebab  itu, mereka menghasut Saul untuk mela-

wan Daud (sekalipun Saul tidak memerlukan hasutan semacam 

itu) (ay.1). Sejauh yang kita tahu, Saul tetap akan memelihara 

niat baiknya (24:18) dan tidak akan membuat masalah baru de-

ngan Daud kalau saja orang Zif tidak mempengaruhinya. Lihatlah, 

betapa perlunya kita berdoa kepada Allah agar percikan api 

pencobaan dijauhkan dari kita, sebab di dalam hati kita sendiri 

sudah terdapat bahan benih kebobrokan itu. Tanpa doa, tatkala 

seluruh pencobaan datang bersamaan, kita akan dibakar dalam 

api neraka. Saul dengan mudah terbujuk oleh keterangan terse-

but, dan turun ke tempat persembunyian Daud bersama tiga ribu 

orang tentara (ay. 2). Betapa hati yang cemar cepat sekali kehi-

langan kesan sesudah  hati nurani mereka diinsafkan, dan kembali 

kepada kejahatan seperti anjing menjilat muntahnya! 

2. Daud memperoleh kabar pergerakan Saul lalu melakukan perta-

hanan. Ia tidak berderap keluar untuk menjumpai dan melawan-

nya, melainkan mencari keselamatan diri, bukan kehancuran

Kitab 1 Samuel 26:6-12 

 477 

 Saul. Itu sebabnya, Daud tinggal di padang gurun (ay. 3). Di sana, 

ia menempatkan pasukan yang besar bagi dirinya dan menahan 

keberanian jiwanya dengan mengundurkan diri dalam kehening-

an. Tindakan ini  menunjukkan kegagahan sejati melebihi perla-

wanan yang biasa diperbuat orang. 

(1) Daud mempunyai pengintai yang mengabarkan bahwa Saul 

benar-benar datang (ay. 4). Sebab Daud tidak percaya bahwa 

Saul akan memperlakukannya dengan begitu keji sebelum ia 

memiliki bukti yang kuat. 

(2) Daud melihat dengan matanya sendiri bagaimana Saul ber-

kemah (ay. 5). Daud mendatangi tempat perkemahan Saul dan 

tentaranya sedekat mungkin, tanpa ketahuan, untuk melihat 

pertahanan mereka. Kemungkinan pada senja hari. 

Daud Membiarkan Saul Hidup 

(26:6-12) 

6 berbicaralah Daud kepada Ahimelekh, orang Het itu, dan kepada Abisai, 

anak Zeruya, saudara Yoab, katanya: “Siapa turun bersama-sama dengan 

aku kepada Saul ke tempat perkemahan itu?” Jawab Abisai: “Aku turun 

bersama-sama dengan engkau.” 7 Datanglah Daud dengan Abisai kepada rak-

yat itu pada waktu malam, dan tampaklah di sana Saul berbaring tidur di 

tengah-tengah perkemahan, dengan tombaknya terpancung di tanah pada 

sebelah kepalanya, sedang Abner dan rakyat itu berbaring sekelilingnya.  

8 Lalu berkatalah Abisai kepada Daud: “Pada hari ini Allah telah menyerah-

kan musuhmu ke dalam tanganmu, oleh sebab itu izinkanlah kiranya aku 

menancapkan dia ke tanah dengan tombak ini, dengan satu tikaman saja, 

tidak usah dia kutancapkan dua kali.” 9 namun  kata Daud kepada Abisai: 

“Jangan musnahkan dia, sebab siapakah yang dapat menjamah orang yang 

diurapi TUHAN, dan bebas dari hukuman?” 10 Lagi kata Daud: “Demi TUHAN 

yang hidup, niscaya TUHAN akan membunuh dia: entah sebab  sampai 

ajalnya dan ia mati, entah sebab  ia pergi berperang dan hilang lenyap di 

sana. 11 Kiranya TUHAN menjauhkan dari padaku untuk menjamah orang 

yang diurapi TUHAN. Ambillah sekarang tombak yang ada di sebelah kepala-

nya dan kendi itu, dan marilah kita pergi.” 12 Kemudian Daud mengambil 

tombak dan kendi itu dari sebelah kepala Saul, lalu mereka pergi. Tidak ada 

yang melihatnya, tidak ada yang mengetahuinya, tidak ada yang terbangun, 

sebab sekaliannya tidur, sebab  TUHAN membuat mereka tidur nyenyak. 

Di sini, tampaklah 

I. Keberanian Daud mendatangi perkemahan Saul pada malam hari, 

hanya dengan ditemani oleh kerabatnya, Abisai, anak Zeruya. 

Daud mengajak Abisai dan orang-orang kepercayaannya (ay. 6), 

namun  yang lain menolak, mungkin sebab  menganggapnya seba-


 478

gai tindakan yang terlalu berbahaya atau setidaknya mereka 

merasa cukup bahwa Abisai yang bersedia pergi dapat menang-

gung risikonya. Tidak diceritakan mengapa Daud melakukan hal 

ini, entah sebab  didorong oleh keberaniannya sendiri, atau suatu 

perasaan tidak lazim dalam jiwanya, atau sebab  firman Tuhan. 

Namun, seperti Gideon, ia mempertaruhkan nyawa melewati para 

prajurit dengan keyakinan istimewa akan adanya perlindungan 

ilahi. 

II. Di perkemahan, ia mendapati Saul berbaring tidur di tengah perke-

mahan, atau menurut terjemahan lain, di dalam keretanya, di 

tengah-tengah pasukan kereta perangnya, dengan tombaknya 

terpancung di tanah pada sebelah kepalanya, agar siap bila 

tempat itu diserang (ay. 7). Sementara itu, semua tentaranya tidur 

nyenyak, padahal mereka ditunjuk sebagai pengawal (ay. 12). 

Demikianlah mata mereka tertutup dan tangan mereka terikat, 

sebab  TUHAN membuat mereka tidur nyenyak. Sesuatu yang luar 

biasa terjadi di sini, mereka semua tertidur begitu lelapnya, sam-

pai-sampai saat  Daud dan Abisai berjalan sambil berbincang di 

antara mereka, tidak satu pun yang terbangun. Tidur, saat  

diberikan Allah kepada yang dikasihi-Nya, merupakan istirahat 

dan penyegaran. Namun, saat Ia berkehendak, Ia bisa menjadikan 

tidur sebagai penjara bagi musuh-musuh-Nya. Demikianlah 

orang-orang yang berani telah dijarah, mereka terlelap dalam 

tidurnya, dan semua orang yang gagah perkasa kehilangan 

kekuatannya. Oleh sebab hardik-Mu, ya Allah Yakub (Mzm. 76:6-

7). TUHANlah yang membuat mereka tidur nyenyak, Ia memerin-

tahkan kekuatan alam dan membuatnya menggenapi tujuan-Nya 

sekehendak hati-Nya. Siapa yang hendak Allah lumpuhkan atau 

musnahkan, Ia membuat mereka tidur nyenyak (Rm. 11:8). Betapa 

Saul dan seluruh pasukannya berbaring tak berdaya, semuanya 

dilucuti dari senjatanya dan dirantai! Namun demikian, mereka 

tidak diapa-apakan, hanya dibuat tidur. Betapa mudahnya Allah 

melemahkan yang terkuat, membodohkan yang paling bijak, dan 

mengacaukan yang paling waspada. Oleh sebab  itu, biarlah 

semua sahabat-Nya percaya kepada-Nya, dan semua musuh-Nya 

takut kepada Dia. 

Kitab 1 Samuel 26:6-12 

 479 

III. Abisai meminta perintah Daud untuk menghabisi Saul dengan 

tombak yang terpancang di sebelah kepalanya. Sementara Saul 

berbaring dengan begitu tenang, Abisai hendak melakukannya 

hanya dengan satu tikaman (ay. 8). Ia tidak mau mendesak Daud 

untuk melakukannya sendiri sebab sebelumnya Daud pernah 

menolak hal itu pada kesempatan serupa. sebab  itu, dengan 

tulus ia memohon kepada Daud agar diizinkan melakukannya. 

Abisai beralasan bahwa Saul yaitu  musuh yang bukan hanya 

kejam dan tidak termaafkan, namun  juga penuh kepalsuan dan 

khianat. Orang seperti itu tidak bisa dikendalikan oleh akal budi 

maupun kebaikan. Sekarang, Allah telah menyerahkannya ke 

dalam tangan Daud, maka Abisai menawarkan diri untuk meng-

hajarnya. Kesempatan semacam itu memang pernah terjadi sebe-

lumnya, namun  tanpa sengaja, yakni saat  Saul berada di dalam 

gua bersama dengan dia. Namun, kali ini ada sesuatu yang tidak 

biasa. Tidur lelap yang menimpa Saul dan semua pasukannya 

berasal dari Tuhan. Jadi, ini merupakan penyelenggaraan khusus 

yang memberikan kesempatan. sebab  itu, Abisai tidak mau 

melewatkannya. 

IV. Dengan murah hati, Daud menolak mencelakakan Saul. Di situ-

lah terletak ketaatan Daud yang teguh kepada prinsip kesetiaan-

nya (ay. 9). Daud melarang Abisai memusnahkan Saul. Ia bukan 

hanya tidak mau melakukannya sendiri, namun  juga tidak meng-

izinkan orang lain menjalankannya sebab  dua alasan:  

1.  Hal ini  merupakan tindakan berdosa melawan ketetapan 

Allah. Saul yaitu  orang yang diurapi Tuhan, raja Israel yang 

diangkat dan dipilih secara khusus oleh Allah Israel. Melawan 

dia sama dengan melawan ketetapan Allah (Rm. 13:2). Setiap 

orang yang melakukannya pasti bersalah. Yang Daud takutkan 

yaitu  kesalahan, dan ia lebih memilih tidak bersalah dari-

pada keselamatan dirinya.  

2. Perbuatan ini  merupakan dosa, sebab  mendahului pe-

nyelenggaraan Allah. Dalam perkara Nabal, Allah telah menya-

takan dengan cukup kepada Daud bahwa jika ia membiarkan 

Allah membalaskannya, Dia pasti melakukan itu pada waktu-

nya. sebab  dikuatkan oleh pengalaman ini , Daud pun 

berketetapan untuk menunggu sampai Allah memberi saat 


 480

yang tepat untuk membalas Saul, sehingga ia sama sekali 

tidak bermaksud membalaskannya sendiri (ay. 10): “TUHAN 

akan membunuh dia, seperti yang dilakukan-Nya kepada 

Nabal, entah dengan suatu pukulan mendadak, atau sebab  ia 

pergi berperang dan hilang lenyap di sana, yang terbukti terjadi 

segera sesudah peristiwa ini, atau sebab  sampai ajalnya dan 

ia mati sebab  kematian yang wajar. Hingga saat itu tiba, aku 

akan menunggu dengan tenang, dan tidak memaksakan cara-

ku sendiri dengan jalan pintas untuk memperoleh mahkota 

yang dijanjikan.” Godaan itu sangat kuat. Namun, bila menye-

rah, Daud akan berdosa terhadap Allah. Oleh sebab  itu, ia 

menolak pencobaan ini  dengan keputusan bulat (ay. 11): 

“Kiranya TUHAN menjauhkan dari padaku untuk menjamah 

orang yang diurapi TUHAN. Tidak, aku tidak akan pernah 

melakukan itu ataupun membiarkan orang lain melakukan-

nya.” Demikianlah Daud dengan berani mengutamakan hati 

nurani demi kepentingannya dan mempercayakan persoalan 

ini  kepada Allah. 

V. Daud memanfaatkan kesempatan ini sebagai bukti lebih lanjut 

akan ketulusan dan kesetiaan hatinya. Ia dan Abisai mengambil 

tombak dan kendi yang terletak di sebelah kepala Saul (ay. 12). 

Sungguh aneh, tidak seorang tentara pun yang tahu. Andaikan 

seorang tabib memberi mereka obat tidur atau bius yang paling 

mujarab pun, khasiatnya tidak akan secepat itu. Tombak Saul 

yang menjadi senjata perlindungannya dan kendi air yang meru-

pakan pelipur dahaga dicuri darinya sewaktu ia tidur. Demikian-

lah kita kehilangan kekuatan dan penghiburan saat  kita cero-

boh, merasa aman, dan tidak berjaga-jaga. 

Daud Berbantah dengan Saul 

(26:13-20) 

13 sesudah  Daud sampai ke seberang, berdirilah ia jauh-jauh di puncak 

gunung, sehingga ada jarak yang besar antara mereka. 14 Dan berserulah 

Daud kepada tentara itu dan kepada Abner bin Ner, katanya: “Tidakkah 

engkau menjawab, Abner?” “Maka jawab Abner, katanya: “Siapakah engkau 

ini yang berseru-seru kepada raja?” “15 Kemudian berkatalah Daud kepada 

Abner: “Apakah engkau ini bukan laki-laki? Siapakah yang seperti engkau di 

antara orang Israel? Mengapa engkau tidak mengawal tuanmu raja? Sebab 

ada seorang dari rakyat yang datang untuk memusnahkan raja, tuanmu itu.

Kitab 1 Samuel 26:13-20 

 481 

16 Tidak baik hal yang kauperbuat itu. Demi TUHAN yang hidup, kamu ini 

harus mati, sebab  kamu tidak mengawal tuanmu, orang yang diurapi 

TUHAN itu. Sekarang, lihatlah, di mana tombak raja dan kendi yang ada di 

sebelah kepalanya?” “17 Saul mengenal suara Daud, lalu ia berkata: “Suara-

mukah itu, anakku Daud?” Jawab Daud: “Suaraku, tuanku raja.” Lalu ber-

katalah ia: “Mengapa pula tuanku mengejar hambanya ini? Apa yang telah 

kuperbuat? Apakah kejahatan yang melekat pada tanganku? 19 Oleh sebab 

itu, kiranya tuanku raja mendengarkan perkataan hambanya ini. Jika 

TUHAN yang membujuk engkau melawan aku, maka biarlah Ia mencium bau 

korban persembahan; namun  jika itu anak-anak manusia, terkutuklah mereka 

di hadapan TUHAN, sebab  mereka sekarang mengusir aku, sehingga aku 

tidak mendapat bagian dari pada milik TUHAN, dengan berkata: Pergilah, 

beribadahlah kepada allah lain. 20 Sebab itu, janganlah kiranya darahku ter-

tumpah ke tanah, jauh dari hadapan TUHAN. Sebab raja Israel keluar untuk 

mencabut nyawaku, seperti orang memburu seekor ayam hutan di gunung-

gunung.” 

sesudah  pergi dengan selamat dari perkemahan Saul dan membawa 

bukti yang cukup bahwa Daud pernah masuk ke sana, Daud pun 

mencari tempat yang aman agar mereka bisa mendengar suaranya 

namun  tidak dapat menjangkau dia (ay. 13). Kemudian, ia mulai 

berbantah dengan mereka tentang apa yang telah terjadi. 

I. Daud sengaja menyalahkan Abner dan mengolok-oloknya dengan 

pedas. Daud tahu betul bahwa Abner dan seluruh pengawal ter-

tidur sebab  kuasa Allah yang dahsyat, dan bahwa tangan Allah 

sendiri yang bekerja di situ. Namun, ia mencela Abner dengan 

menyebutnya tidak layak menjadi pemimpin tentara, sebab bisa-

bisanya dia tidur sementara rajanya berbaring tidur dengan 

kemungkinan terancam bahaya. Tampak bahwa tangan Allah-lah 

yang mengurung mereka dalam tidur lelap, sebab  segera sesudah  

Daud keluar dari bahaya, mereka mudah sekali terbangun oleh 

bunyi yang sangat kecil sekalipun. Bahkan suara Daud dari 

kejauhan bisa membangunkan mereka (ay. 14). Abner terjaga, 

kemungkinan pagi-pagi buta di musim panas, dan bertanya siapa 

yang berseru-seru mengganggu istirahat sang raja. “Ini aku,” 

jawab Daud. Kemudian ia menghardik Abner sebab  tidur saat  

seharusnya waspada. Kemungkinan, sebab  memandang Daud 

sebagai musuh yang rendahan dan tidak berbahaya, Abner pun 

teledor dalam berjaga. Namun, memang seharusnya dia tidak ter-

tidur. Untuk membingungkan Abner, Daud mengatakan bahwa,  

1. Abner telah kehilangan kehormatan (ay. 15): “Apakah engkau 

ini bukan laki-laki?” (demikian artinya), orang yang sedang ber-


 482

tugas, terikat oleh tanggung jawab jabatanmu untuk memerik-

sa barisan tentara? Bukankah engkau terkenal sebagai orang 

yang gagah perkasa? Seharusnya engkau sadar, tidak ada 

yang seperti engkau, pemimpin yang berani. Namun, sekarang 

engkau menanggung malu selamanya. Engkau ini seorang 

jenderal! Engkau pemalas! 

2. Ia pantas untuk dipancung (ay. 16): “Kamu ini harus mati me-

nurut hukum perang, sebab  telah lalai berjaga-jaga saat  

sang raja sendiri tidur di tengah-tengahmu. Ecce signum – 

pandanglah tanda ini. Lihatlah di mana tombak raja? Ini, ada 

di tangan orang yang diperhitungkan sebagai musuh oleh sang 

raja sendiri. Orang yang telah mengambil benda ini bisa saja 

dengan mudah dan aman membunuh sang raja. Kini, lihat 

siapakah sahabat raja yang sebenarnya? Engkau, yang meng-

abaikan dan membiarkannya tanpa penjagaan, atau aku yang 

melindunginya pada saat dia tidak dijaga? Engkau memburu 

aku seperti orang yang pantas mati dan menghasut Saul mela-

wan aku. namun  sekarang, siapakah yang pantas mati?” Per-

hatikan, orang yang dengan semena-mena mengutuk orang 

lain, pantas dibiarkan jatuh ke dalam kutukannya sendiri. 

II. Daud bersoal jawab dengan Saul, dengan sungguh-sungguh dan 

penuh kasih. Pada waktu itu, Saul telah sepenuhnya terjaga se-

hingga dapat mendengar apa yang dikatakan serta mengenali 

siapa yang berbicara (ay. 17). “Suaramukah itu, anakku Daud?” 

Dengan cara yang sama ia pernah menyatakan kelunakan hatinya 

(24:17). Saul telah memberikan putrinya kepada pria lain, namun  

masih memanggil Daud anaknya. Ia haus akan darah Daud, 

namun  senang mendengar suaranya. Orang yang jahat memang 

tidak pernah memiliki kesadaran akan hal yang baik maupun 

dengan tulus mengutarakan pernyataan yang baik. Sekarang 

Daud memiliki kesempatan yang cukup baik untuk menjangkau 

hati nurani Saul, sesudah  ia baru saja nyaris mencabut nyawanya. 

Daud tidak mengungkit-ungkit ia baru saja menyelamatkan nya-

wa Saul, namun  mempertanyakan Saul kembali lagi mengapa Saud 

masih saja menyusahkan dia. Ia berusaha membujuk Saul untuk 

melepaskan pengejarannya dan berdamai. 

Kitab 1 Samuel 26:13-20 

 483 

1. Daud mengeluhkan betapa ia terperosok ke dalam keadaan 

menyedihkan akibat permusuhan Saul itu. Dua hal yang 

diratapinya:  

(1) Daud terusir dari tuannya dan pekerjaannya. “Tuanku me-

ngejar hambanya ini,” (ay. 18). Betapa senangnya aku jika 

bisa melayani engkau seperti sedia kala jika pelayananku 

diterima! Namun, bukannya diakui sebagai hamba, aku 

malah dikejar-kejar layaknya pemberontak. Tuan menjadi 

musuhku, engkau yang kuikuti dengan rasa hormat me-

maksaku berlari darimu.”  

(2)  Ia terusir dari Allah dan ibadah kepada-Nya. Ini merupakan 

dukacita yang lebih besar daripada yang pertama (ay.19): 

“Mereka sekarang mengusir aku, sehingga aku tidak menda-

pat bagian dari pada milik TUHAN. Mereka membuat tanah 

Kanaan, setidaknya bagian negeri yang berpenghuni, men-

jadi terlalu panas bagiku, memaksa aku masuk ke padang 

belantara dan gunung-gunung. Tidak lama lagi aku akan 

sepenuhnya didesak meninggalkan negeri.” Yang lebih 

menyesakkan Daud bukanlah bahwa ia terusir dari waris-

an miliknya sendiri, melainkan terusir dari milik TUHAN, 

yakni tanah perjanjian yang kudus itu. yaitu  lebih mene-

nangkan bagi kita bila memikirkan hak-hak dan kepenting-

an Allah dalam apa yang kita miliki, bukan hak dan kepen-

tingan kita sendiri, serta bagaimana memuliakan Allah 

dengan hal-hal ini  ketimbang menegakkan diri sen-

diri. Demikian pula, yang lebih menyesakkan Daud bukan-

lah bahwa dirinya terpaksa tinggal di tengah orang asing, 

melainkan hidup bersama para penyembah allah asing, 

sehingga ia terdesak ke dalam pencobaan untuk bergabung 

bersama mereka dalam penyembahan berhala. Musuh-

musuhnya menyuruh Daud pergi dan beribadah kepada 

Allah lain. Kemungkinan, ia mendengar ada sebagian mu-

suhnya yang mengakui hal tesebut. Orang yang melarang 

kita menjalankan ketetapan dan ibadah kepada Allah 

sesungguhnya bermaksud menjauhkan kita dari Allah dan 

menjadikan kita orang kafir. Tanpa anugerah istimewa dan 

keteguhan pada ibadahnya, perlakuan kejam yang diterima 

Daud dari raja dan masyarakatnya sendiri, yakni orang-

orang Israel penyembah Allah sejati, pasti telah menimbul-


 484

kan penilaian buruk dalam dirinya terhadap agama yang 

mereka pegang, dan mendorongnya untuk menggabungkan 

diri dengan para pemuja berhala. Bisa saja ia berkata, 

“Jika ini yang namanya orang Israel, maka lebih baik aku 

hidup dan mati bersama orang Filistin.” Namun, syukurlah 

perilaku mereka itu tidak memengaruhi Daud. Kita harus 

memperhitungkan kerusakan terburuk yang dapat ditimpa-

kan kepada kita dan membuat kita rentan jatuh dalam 

dosa. Mengenai orang yang telah membawa Daud ke dalam 

pencobaan, ia berkata, “Terkutuklah mereka di hadapan 

TUHAN.” Binasalah orang yang mengusir umat yang disam-

but Allah dan yang melontarkan sumpah serapah kepada 

umat kesayangan Allah. 

2. Daud bersikeras mempertahankan bahwa dirinya tidak bersa-

lah. “Apa yang telah kuperbuat? Apakah kejahatan yang mele-

kat pada tanganku?” (ay. 18). Ia memiliki kesaksian hati 

nuraninya bahwa ia tidak pernah melakukan maupun meran-

cangkan kejahatan apa pun untuk membahayakan Saul baik 

pribadinya, kehormatannya, pemerintahannya, maupun ke-

pentingan negerinya. Belakangan ini Daud telah mendapat 

kesaksian Saul sendiri mengenai dirinya (24:18): “Engkau lebih 

benar dari pada aku.” Tindakan Saul memburu Daud sebagai 

penjahat sungguh kejam dan tidak beralasan, sebab  tidak 

ada tuduhan kejahatan yang bisa dikenakan padanya. 

3. Ia berusaha meyakinkan Saul bahwa pengejarannya itu bukan 

hanya salah, namun  juga keji dan tidak pantas. “Raja Israel, 

yang martabatnya tinggi dan mempunyai begitu banyak tugas, 

keluar untuk mencabut nyawaku, seperti orang memburu 

seekor ayam hutan di gunung-gunung,” (ay. 20). Ini seperti 

sebuah permainan perburuan yang terlalu kecil bagi raja 

Israel. Daud membandingkan dirinya dengan ayam hutan, 

unggas tidak berbahaya yang bila menghadapi ancaman akan 

terbang sebisa mungkin tanpa bermaksud melawan. Jadi ma-

sakan Saul membawa pasukan tentaranya ke padang hanya 

untuk mengejar seekor ayam hutan yang malang? Sungguh 

suatu penghinaan bagi kehormatan Saul! Betapa itu akan 

menjadi noda yang tertinggal dalam ingatannya sebab  meng-

injak-injak seorang musuh yang lemah, sabar, dan tidak ber-

Kitab 1 Samuel 26:13-20 

 485 

salah! Kamu telah membunuh orang yang benar dan ia tidak 

dapat melawan kamu (Yak. 5:6). 

4. Daud ingin supaya akar permusuhan itu diselidiki dan 

mengambil tindakan yang tepat untuk mengakhirinya (ay. 19). 

Saul sendiri tidak dapat mengatakan dengan yakin bahwa ia 

memburu Daud demi keadilan maupun demi keamanan rak-

yat. Daud sendiri tidak ingin berterus terang bahwa penyebab-

nya yaitu  iri hati dan kedengkian Saul meski hal itu memang 

benar. Oleh sebab  itu, ia mengatakan bahwa tindakan itu 

disebabkan oleh penghakiman Allah yang adil atau rancangan 

kejam dari orang jahat. Maka dikatakan,  

(1) “Jika TUHAN yang membujuk engkau melawan aku, entah 

sebab  Ia tidak berkenan kepadaku, dan memakai cara ini 

untuk menghukum dosaku terhadap Dia, sekalipun terha-

dap engkau sendiri aku tidak bersalah, atau sebab  Ia 

tidak berkenan kepadamu, yaitu sebagai akibat roh jahat 

dari Tuhan yang mengganggu engkau, maka biarlah Ia 

mencium bau korban persembahan dari kita berdua. Mari 

kita bersama-sama berdamai dengan Allah, memperdamai-

kan diri kita dengan-Nya melalui korban persembahan. 

sesudah  itu, kuharap dosa yang ada akan diampuni, apa 

pun itu, dan permasalahan yang begitu menyusahkan kita 

berdua ini akan berakhir.” Lihatlah cara yang benar untuk 

berbaikan: pertama, berdamai dengan Allah melalui Kris-

tus, Sang Korban yang agung, maka segala perseteruan 

yang lain akan dilenyapkan (Ef. 2:16; Ams. 16:7). Namun,  

(2) “Bila orang jahat yang menghasut engkau melawan aku, 

maka terkutuklah mereka di hadapan TUHAN.” Artinya, me-

reka sungguh amat kejam dan layak diusir serta diasing-

kan dari istana dan dewan penasihat raja. Dengan santun, 

Daud menuduhkan kesalahan itu kepada penasihat-pena-

sihat licik yang membujuk raja melakukannya. Orang itu 

pendusta dan tidak terhormat. Daud mendesak agar mere-

ka disingkirkan dari hadapan Saul dan dilarang mendekat, 

sebagai orang yang terkutuk di hadapan Allah. Kemudian, 

ia berharap agar permohonannya dikabulkan, yakni (ay. 

20, KJV: Janganlah kiranya darahku tertumpah ke tanah di 

hadapan Allah), seperti ancamanmu, sebab Ia akan menun-

tut pertanggungjawaban atas kesalahan dan membalaskan-


 486

nya.” Demikianlah Daud dengan menyedihkan memohon-

kan keselamatan nyawanya, dan untuk itu ia mohon belas 

kasihan Saul.  

Hati Saul Melunak 

(26:21-25)  

21 Lalu berkatalah Saul: “Aku telah berbuat dosa, pulanglah, anakku Daud, 

sebab aku tidak akan berbuat jahat lagi kepadamu, sebab  nyawaku pada 

hari ini berharga di matamu. Sesungguhnya, perbuatanku itu bodoh dan aku 

sesat sama sekali.” 22 namun  Daud menjawab: “Inilah tombak itu, ya tuanku 

raja! Baiklah salah seorang dari orang-orangmu menyeberang untuk meng-

ambilnya. 23 TUHAN akan membalas kebenaran dan kesetiaan setiap orang, 

sebab TUHAN menyerahkan engkau pada hari ini ke dalam tanganku, namun  

aku tidak mau menjamah orang yang diurapi TUHAN. 24 Dan sesungguhnya, 

seperti nyawamu pada hari ini berharga di mataku, demikianlah hendaknya 

nyawaku berharga di mata TUHAN, dan hendaknya Ia melepaskan aku dari 

segala kesusahan.” 25 Lalu berkatalah Saul kepada Daud: “Diberkatilah kira-

nya engkau, anakku Daud. Apa juapun yang kauperbuat, pastilah engkau 

sanggup melakukannya.” Lalu pergilah Daud meneruskan perjalanannya dan 

pulanglah Saul ke tempatnya. 

Dalam bagian ini dicatat: 

I. Saul menyesal dan mengakui kesalahan serta kebodohannya da-

lam mengejar Daud. Ia berjanji tidak akan melakukannya lagi. 

Perbuatan hormat Daud terhadap Saul yang kedua kalinya ini 

lebih menggugah hati Saul dibadingkan yang pertama (ay. 21). 

1. Saul mengakui hatinya luluh dan dikalahkan oleh kebaikan 

Daud kepadanya: “Nyawaku pada hari ini berharga di matamu, 

padahal sebelumnya kupikir engkau membenci aku!” 

2. Saul mengakui bahwa perbuatannya mengejar Daud itu sa-

ngat salah, dan bahwa dengan demikian ia telah menentang 

hukum Allah, aku telah berbuat dosa, serta melawan kepen-

tingannya sendiri, perbuatanku itu bodoh, dengan mengejar-

ngejar orang seperti musuh, padahal ia bisa saja merupakan 

salah satu sahabat terbaik-Nya. Di sini, ia berkata, “Aku sesat 

sama sekali, dan berbuat salah kepadamu dan kepada diriku 

sendiri.” Perhatikan, orang yang berbuat dosa bertindak bodoh 

dan sesat sama sekali, khususnya mereka yang membenci dan 

menganiaya umat Allah (Ayb. 19:28). 

3. Saul mengajak Daud kembali ke istana. “Pulanglah, anakku 

Daud.” Barang siapa yang berpengertian akan menganggap

Kitab 1 Samuel 26:21-25 

 487 

 sebagai suatu keuntungan jika memiliki orang-orang yang di-

sertai Allah dan yang bertindak dengan bijaksana (1Sam. 

18:14, KJV), seperti Daud di sini. 

4. Saul berjanji untuk tidak mengejar Daud lagi seperti yang 

telah dilakukannya selama ini, melainkan akan melindungi-

nya: “Aku tidak akan berbuat jahat lagi kepadamu.” Berdasar-

kan keadaan batin Saul sekarang, ada alasan untuk berang-

gapan bahwa ia mengucapkannya dengan tulus. Namun, baik 

pengakuan maupun janji perubahan Saul tidaklah berasal dari 

pertobatan sejati. 

II. Daud percaya bahwa Saul telah insaf dan sungguh mengakui 

kesalahannya. sebab  itu Daud meminta salah satu bujang Saul 

datang mengambil tombak Saul itu (ay. 22). Kemudian (ay. 23),  

1. Daud memohon agar Allah menjadi hakim atas perselisihan 

ini , “TUHAN akan membalas kebenaran dan kesetiaan 

setiap orang.” Dengan iman, Daud yakin bahwa Allah akan 

bertindak demikian sebab Dia tahu betul sifat asli sekaligus 

perbuatan semua manusia. Keadilan Allah tidak tergoyahkan, 

dan Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatan me-

reka. Melalui doa, Daud memohon Allah melakukannya. De-

ngan doanya itu, sebenarnya Daud memohon Allah bertindak 

terhadap Saul yang telah berbuat tidak benar dan curang 

terhadapnya. Ganjarilah mereka menurut perbuatan mereka, 

(Mzm. 28:4). Namun, pada dasarnya, doa itu dipanjatkan 

Daud bagi dirinya sendiri, yaitu supaya Allah melindungi dia 

dalam kebenaran dan kesetiaannya, serta memberi dia imbal-

an sebab  Saul memberinya balasan yang buruk. 

2. Ia kembali mengingatkan Saul akan bukti rasa hormat dan se-

tianya kepada Saul: “Aku tidak mau menjamah orang yang 

diurapi TUHAN.” Ini mengisyaratkan kepada Saul bahwa peng-

urapan Tuhanlah yang melindungi dia, sehingga ia berhutang 

kepada Tuhan dan seharusnya menyatakan syukur kepada-

Nya. Seandainya Saul orang biasa, Daud tidak akan bersikap 

selunak itu. Perkataan Daud ini juga mungkin membuat Saul 

mengerti, atau pantas untuk ia pikirkan, bahwa Daud juga 

merupakan orang yang diurapi Tuhan, dan sebab  itu dengan 

hukum yang sama pula ia seharusnya menyayangkan nyawa 

Daud seperti yang telah Daud lakukan kepadanya. 


 488

3. Dengan tidak terlalu bergantung pada janji-janji Saul, Daud 

menyerahkan dirinya dalam perlindungan Allah dan memohon 

perkenan-Nya (ay. 24): “Hendaknya