Tampilkan postingan dengan label amsal 14. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label amsal 14. Tampilkan semua postingan

Minggu, 29 Desember 2024

amsal 14

 


ling dalam dan paling tinggi 

di hati itu.  

2. Rancangan dan perkataan orang yang suci yaitu  suci seperti diri 

mereka sendiri, murni, jujur, dan tulus, yaitu perkataan yang 

ramah dan rancangan yang menyenangkan, yang berkenan bagi 

Allah yang kudus, yang bersukacita atas kesucian. Dapat dipa-

hami bila pengabdian mereka kepada Allah (ucapan mulut mereka 

dan renungan hati mereka, dalam doa dan pujian, berkenan ke-

pada Allah, Mzm. 19:15; 69:14), dan percakapan mereka dengan 

sesama manusia cenderung kepada pendidikan akhlak. Keduanya 

menyenangkan bila berasal dari hati yang suci dan disucikan. 


27 Siapa loba akan keuntungan gelap, mengacaukan rumah tangganya, namun  

siapa membenci suap akan hidup. 

Perhatikanlah: 

1. Orang-orang yang rakus mewariskan kesusahan kepada keluarga 

mereka. Siapa loba akan keuntungan gelap, dan   sebab  itu men-

jadikan dirinya budak bagi dunia ini, bangun pagi-pagi, duduk-

duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh de-

ngan susah payah dalam upaya mengejar hal itu – siapa yang se-

lalu tergesa-gesa dan menyebabkan dirinya dan orang-orang yang 

ada di sekitarnya berada dalam keadaan seperti itu terus-menerus 

di dalam usaha dan pekerjaannya itu, akan menjadi cerewet dan 

menjengkelkan setiap kali timbul kerugian dan hal-hal yang me-

ngecewakan, serta akan bertengkar dengan siapa saja yang diang-

gapnya menghalang-halangi upayanya meraih keuntungan – 

orang seperti ini akan mengacaukan rumah tangganya, menjadi 

beban bagi anak-anak dan pelayan-pelayannya dan menimbulkan 

kejengkelan pada mereka. Orang yang dalam keserakahan men-

cari keuntungan dengan menggunakan suap dan menggunakan 

cara-cara lain yang tidak terpuji dan melawan hukum demi mem-

peroleh uang, akan meninggalkan kutuk dalam harta yang diper-

olehnya itu kepada keturunannya. Cepat atau lambat harta itu 

akan membawa persoalan dalam rumah tangganya (Hab. 2:9-10).  

2. Orang-orang yang bermurah hati dan hidup dalam kebenaran 

akan mewariskan berkat bagi keluarganya. namun  siapa yang 

membenci suap, yang mengebaskan tangannya dan tidak mene-

rima suap yang disisipkan ke dalam tangannya untuk menyele-

wengkan keadilan dan membenci semua cara yang penuh dosa 

dalam mendapatkan uang – yang membenci menerima uang yang 

tidak layak, serta bersedia di setiap kesempatan untuk berbuat 

baik dengan cuma-cuma – ia akan hidup. Ia akan menjalani hi-

dup yang nyaman, sejahtera, dan memiliki nama yang baik. Nama 

dan keluarganya akan tetap hidup dan terus hidup. 


28 Hati orang benar menimbang-nimbang jawabannya, namun  mulut orang fasik 

mencurahkan hal-hal yang jahat.  

Di sini: 

1. Orang yang baik terbukti bijaksana melalui hal ini, yaitu bahwa ia 

mengendalikan lidahnya dengan baik. Orang yang berbuat seperti 

itu, dikatakan bahwa ia yaitu  orang sempurna (Yak. 3:2). Meru-

pakan bagian dari watak orang benar bahwa ia percaya ia harus 

mempertanggungjawabkan segala perkataannya,   sebab  perkata-

annya bisa membawa pengaruh baik dan juga buruk terhadap 

orang lain.   sebab  itu, ia sadar bahwa ia harus berkata dengan 

benar. Hatinyalah yang menjawab, yaitu, ia berbicara seperti yang 

dipikirnya, dan tidak berani melakukan yang sebaliknya. Ia me-

ngatakan kebenaran dengan segenap hatinya (Mzm. 15:2). Ia ber-

bicara tentang hal-hal yang berkaitan dengan pokok masalah dan 

yang mendatangkan kebaikan. Oleh   sebab  itu, ia menimbang-

nimbang jawabannya, supaya jawabannya disertai dengan anuge-

rah (Neh. 2:4; 5:7). 

2. Orang jahat terbukti bodoh dalam hal ini, sebab ia tidak pernah 

menyembunyikan apa yang ia katakan, namun  mulut orang fasik 

mencurahkan hal-hal yang jahat, untuk menghujat Allah dan 

agama, mempermalukan diri sendiri, dan melukai hati orang lain. 

Jadi tidak diragukan lagi bahwa hati yang jahatlah yang melim-

pah dengan kejahatan. 

29 TUHAN itu jauh dari pada orang fasik, namun  doa orang benar didengar-Nya.  

Perhatikanlah: 

1. TUHAN mengambil jarak dari mereka yang memusuhi-Nya: orang 

jahat berkata kepada Yang Mahakuasa, pergilah dari kami, dan 

sesuai dengan permintaan itu, Ia menjauh dari mereka. Ia tidak 

menyatakan diri kepada mereka, tidak bersekutu dengan mereka, 

tidak mau mendengar mereka, tidak mau menolong mereka, sama 

sekali tidak, bahkan juga tidak pada saat mereka membutuhkan 

pertolongan. Mereka akan terbuang selama-lamanya dari hadirat-

Nya dan Ia akan memandang mereka dari kejauhan. Enyahlah 

dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk.  

2. Dengan kasih setia-Nya TUHAN akan mendekat kepada orang-

orang yang mendekat kepada-Nya dengan kesetiaan dalam men-

jalankan kewajiban mereka: namun  doa orang benar didengar-Nya, 

diterima-Nya, sangat diperkenan-Nya, dan Dia akan memberikan 

jawaban damai sejahtera atas doa mereka itu. Inilah doa orang 

benar yang besar kuasanya (Yak. 5:16). Ia dekat pada setiap 

orang, sebagai penolong sangat terbukti, pada setiap orang yang 

berseru kepada-Nya. 


30 Mata yang bersinar-sinar menyukakan hati, dan kabar yang baik menye-

garkan tulang.  

Di sini ada  dua hal yang disebut menyukakan: 

1. Sungguh menyenangkan memiliki pandangan yang baik untuk 

melihat terang matahari (Pkh. 11:7), dan dengan itu melihat karya 

Allah yang indah, yang dengannya dunia bawah ini diperindah 

dan diperkaya. Orang-orang yang menghendaki belas kasihan 

tahu cara menghargai hal ini, bagaimana mata yang bersinar-sinar 

menyukakan hati mereka! Merenungkan hal ini seharusnya dapat 

membuat kita bersyukur atas penglihatan mata kita. 

2. Sungguh lebih menyenangkan memiliki nama yang harum, nama 

tentang perkara-perkara baik bersama Allah dan orang-orang 

saleh. Hal ini laksana minyak yang mahal (Pkh. 7:1), yang menye-

garkan tulang, memberi kesenangan tersembunyi, kesenangan 

yang menguatkan. Juga sangat menyukakan hati untuk mende-

ngar (seperti yang dimengerti oleh sebagian orang) kabar yang 

baik mengenai orang-orang lain. Tidak ada kesukaan yang lebih 

besar bagi orang yang saleh selain mendengar sahabat-sahabat-

nya berjalan di dalam kebenaran. 

31 Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada 

kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak. 

Perhatikanlah: 

1. Merupakan watak orang bijaksana bahwa ia sangat bersedia di-

tegur, dan   sebab  itu memilih bergaul dengan orang-orang yang 

oleh perkataan dan keteladanan mereka dapat menunjukkan apa 

yang salah di dalam dirinya: telinga yang dapat menerima teguran 

akan mengasihi orang yang memberi teguran. Teguran yang tepat 

dan bersahabat di sini disebut teguran yang membawa kepada 

kehidupan. Bukan saja   sebab  diberikan dengan baik dan dengan 

semangat yang bijaksana (kita harus menegur menurut kehidup-

an kita dan juga menurut pengajaran kita), namun    sebab , jika 

teguran itu diterima dengan baik, akan menjadi sarana kehidupan 

rohani, dan membawa kepada hidup yang kekal. Teguran-teguran 

semacam ini (menurut sebagian orang) berbeda dengan teguran 

yang berupa kecaman dan celaan atas pekerjaan yang baik, yang 

lebih merupakan teguran yang membawa kepada kematian. Te-

guran seperti ini tidak boleh kita perhatikan dan jangan sampai 

kita dipengaruhi olehnya.  

2. Orang-orang yang begitu bijaksana untuk menanggung teguran 

dengan baik, akan menjadi lebih bijak oleh nasihat ini (9:9). Lama-

kelamaan mereka akan terbilang di antara orang-orang bijak za-

man itu, dan akan memiliki kemampuan dan kuasa untuk mene-

gur dan menasihati orang lain. Orang-orang yang mau belajar 

dengan baik dan mau menaati dengan baik, pada waktunya kelak 

akan mengajar dan memerintah dengan baik. 

32 Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri, namun  siapa mende-

ngarkan teguran, memperoleh akal budi. 

Lihatlah di sini: 

1. Kebodohan orang-orang yang tidak mau diajar, yang mengabaikan 

didikan, yang tidak mau memperhatikan, namun  malah memung-

gunginya, atau tidak mau mendengarkannya, namun  justru me-

nentangnya. Mereka menolak hajaran, mereka tidak mau mene-

rimanya bahkan dari Allah sendiri sekalipun, namun  melawan 

teguran itu. Mereka yang berbuat seperti itu membuang dirinya 

sendiri. Mereka menunjukkan bahwa mereka tidak menghargai 

diri sendiri, kurang peduli dan tidak memberikan perhatian ke-

pada diri sendiri, menganggap diri berakal sehat dan tidak akan 

binasa, padahal didikan dirancang untuk memupuk akal sehat 

dan mempersiapkan diri menuju hidup yang kekal. Kesalahan 

mendasar orang-orang berdosa yaitu  tidak menghargai jiwa me-

reka sendiri. Oleh   sebab  itu mereka mengabaikan persiapan bagi 

jiwa, menyalahgunakannya, membiarkannya tersia-sia, lebih me-

nyukai tubuh jasmani dibandingkan  jiwa, dan menghinakan jiwa demi 

menyenangkan tubuh jasmani.  

2. Kebijaksanaan orang-orang yang bersedia menerima didikan. Bu-

kan saja untuk diajar, namun  untuk ditegur: siapa mendengarkan 

teguran, dan mau mengubah kesalahan yang ditegur itu, memper-

oleh akal budi, yang dapat menjaga jiwanya dari jalan-jalan yang 

jahat dan membimbingnya ke jalan-jalan yang benar. Dengan 

demikian ia menunjukkan penghargaannya atas jiwanya sendiri 

dan memberikan kehormatan yang murni ke atasnya. 

33 Takut akan TUHAN yaitu  didikan yang mendatangkan hikmat, dan ke-

rendahan hati mendahului kehormatan. 

Lihatlah di sini betapa harus menjadi perhatian dan juga kewajiban kita, 

1. Untuk tunduk kepada Allah kita dan menjaga rasa hormat ke-

pada-Nya. Takut akan TUHAN yang yaitu  permulaan hikmat, juga 

merupakan didikan dan hajaran dari hikmat. Dasar-dasar pijakan 

agama yang ditaati dengan sungguh-sungguh akan meningkatkan 

pengetahuan kita, memperbaiki kesalahan kita, dan menjadi pe-

doman jalan kita yang terbaik dan paling pasti. Takut akan Allah 

yang ada dalam jiwa kita akan membawa kita kepada nasihat-

nasihat yang paling bijaksana dan menghukum kita saat  kita 

berbicara atau berbuat dengan cara yang tidak bijaksana. 

2. Untuk merendahkan hati di hadapan sesama kita dan menjaga 

rasa hormat kita kepada mereka. Di mana ada kerendahan hati, 

di situ ada tanda-tanda yang mendahului dan memberi persiapan 

bagi kehormatan yang membahagiakan. Siapa yang merendahkan 

hati akan dimuliakan di sini dan di sorga.   

 

1 Manusia dapat menimbang-nimbang dalam hati, namun  jawaban lidah ber-

asal dari pada TUHAN. 

saat  membaca ayat ini, kita diajarkan tentang suatu kebenaran 

agung, bahwa kita tidak punya kemampuan sendiri untuk memikir-

kan atau mengatakan apa pun yang bijaksana dan baik tentang diri 

kita sendiri. Sebaliknya, segala kemampuan kita berasal dari Allah, 

yang menyertai hati dan mulut kita, dan yang mengerjakan di dalam 

kita baik kemauan maupun pekerjaan (Flp. 2:13; Mzm. 10:17). namun  

sebagian besar orang membaca ayat ini secara lain: manusia dapat 

menimbang-nimbang dalam hati (boleh saja ia berencana dan meran-

cangkan ini dan itu) namun  jawaban lidah, bukan hanya penyampaian 

dari apa yang hendak dikatakannya, melainkan juga hasil dan keber-

hasilan dari apa yang hendak dilakukannya, berasal dari pada 

TUHAN. Maksudnya, secara singkat,  

1. Manusia berencana. Ia memiliki kebebasan berpikir, dan kebebasan 

berkehendak diperbolehkan untuknya. Biarlah ia membentuk ran-

cangan-rancangannya, dan menyusun rencana-rencananya, sebaik 

mungkin seperti yang dipikirkannya: namun , bagaimanapun juga, 

2. Tuhan yang menentukan. Manusia tidak bisa terus bekerja tanpa 

bantuan dan berkat dari Allah, yang menciptakan mulut manusia 

dan mengajarkan kepada kita apa yang harus kita katakan. Bah-

kan, Allah dengan mudah dapat, dan sering kali, menggagalkan 

tujuan-tujuan manusia, dan mengacaukan perhitungan-perhitung-

an mereka. Kutuklah yang diniatkan Bileam di dalam hatinya, 

namun  jawaban lidahnya yaitu  berkat. 


 

2 Segala jalan orang yaitu  bersih menurut pandangannya sendiri, namun  

TUHANlah yang menguji hati. 

Perhatikanlah:  

1. Kita semua cenderung berat sebelah dalam menilai diri kita sen-

diri: segala jalan orang, segala rancangannya, segala tindakannya, 

bersih menurut pandangannya sendiri, dan ia tidak melihat apa 

pun yang salah di dalamnya, tidak melihat ada sesuatu untuk 

menghukum dirinya. Ia menilai segala rancangannya pasti ber-

jalan baik. Oleh sebab itu ia yakin akan keberhasilannya, dan 

jawaban lidahnya akan sesuai dengan harapan-harapan hatinya. 

Akan namun , sebenarnya ada begitu banyak hambatan yang meng-

hadang jalan-jalan kita, yang tidak kita sadari, atau yang tidak 

begitu kita anggap buruk seperti seharusnya. 

2. Penghakiman Allah berkenaan dengan kita, pastilah, sesuai de-

ngan kebenaran: Ia menguji hati dan menimbangnya dalam tim-

bangan yang adil dan tidak keliru. Ia mengetahui apa yang ada di 

dalam diri kita, dan memberikan penghakiman kepada kita sesuai 

dengan yang diketahui-Nya itu, dengan menuliskan Tekél pada 

hasil timbangan kita yang kurang penuh – Ia menimbang dengan 

neraca dan mendapati kita terlalu ringan. Oleh penghakiman-Nya 

kita akan berdiri tegak atau jatuh. Ia tidak hanya melihat jalan-

jalan manusia, namun  juga menguji hati mereka, dan kita ini 

yaitu  diri yang sesuai dengan hati kita. 


3 Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala ren-

canamu. 

Perhatikanlah:  

1. Sangatlah baik bila niat-niat atau rencana-rencana kita diteguh-

kan, dan tidak diombang-ambingkan, dibuat dengan tergesa-gesa 

oleh   sebab  segala kekhawatiran dan ketakutan yang menggeli-

sahkan. Sangatlah baik bila kita terus berjalan di jalan kejujuran 

dan kesalehan, tanpa henti   sebab  gangguan, atau harus keluar 

jalur   sebab  peristiwa atau perubahan apa pun juga. Sangatlah 

baik bila kita berpuas hati memikirkan bahwa segala sesuatunya 

akan berjalan dengan baik dan pada akhirnya akan berhasil, dan 

oleh   sebab  itu senantiasa merasa ringan dan tenang. 

2. Satu-satunya cara agar segala rencana kita terlaksana yaitu  de-

ngan menyerahkan perbuatan kita kepada TUHAN. Segala sesuatu 

yang menjadi keprihatinan besar dari jiwa kita haruslah kita se-

rahkan kepada anugerah Allah, dengan bergantung dan berserah 

kepada pimpinan anugerah-Nya itu (2Tim. 1:12). Segala kepriha-

tinan lahiriah kita haruslah kita serahkan kepada pemeliharaan 

Allah, dan kepada pengaturan yang berdaulat, bijaksana, serta 

penuh rahmat dari pemeliharaan itu. Gulingkanlah pekerjaan-

pekerjaanmu kepada Tuhan (begitu kata yang digunakan di sini). 

Gulingkanlah beban kekhawatiranmu dari dirimu, dan letakkan-

lah semuanya kepada Allah. Bentangkan permasalahanmu di ha-

dapan Dia dengan doa. Nyatakanlah pekerjaan-pekerjaanmu kepa-

da Tuhan (begitu sebagian orang membaca ayat ini), bukan hanya 

pekerjaan-pekerjaan tanganmu, melainkan juga pekerjaan-peker-

jaan hatimu. sesudah  itu, tinggalkan semuanya itu pada-Nya, de-

ngan iman dan kebergantungan kepada-Nya, dengan penyerahan 

diri dan kepasrahan hati kepada-Nya. Kehendak Tuhan jadilah. 

Kita akan merasa tenang jika sudah bertekad bahwa apa saja 

yang menyenangkan Allah pasti akan menyenangkan kita pula. 


4 TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan 

orang fasik dibuat-Nya untuk hari malapetaka. 

Perhatikanlah:  

1. Bahwa Allah yaitu  Penyebab pertama. Dialah yang membentuk 

segala sesuatu dan semua manusia, sumber segala keberadaan. 

Ia memberikan keberadaan kepada semua makhluk dan menen-

tukan tempat mereka masing-masing. Bahkan orang-orang fasik 

sekalipun yaitu  makhluk-makhluk ciptaan-Nya, biarpun mereka 

pemberontak. Ia memberi mereka kekuatan-kekuatan yang mere-

ka pakai untuk berperang melawan Dia. Ini semakin memperberat 

kefasikan mereka, bahwa mereka tidak menginginkan Dia yang 

menjadikan mereka untuk memerintah atas mereka. Oleh sebab 

itu, walaupun menjadikan mereka, Ia tidak akan menyelamatkan 

mereka. 

2. Bahwa Allah yaitu  tujuan terakhir. Segala sesuatu berasal dari 

Dia dan datang dari-Nya, dan oleh sebab itu segala sesuatu ada-

lah bagi Dia dan untuk-Nya. Ia menjadikan segala sesuatu menu-

rut kehendak-Nya dan untuk puji-pujian bagi-Nya. Ia hendak 

memenuhi tujuan-tujuan-Nya sendiri melalui semua ciptaan-Nya, 

dan Ia tidak akan gagal dalam melaksanakan rancangan-rancang-

an-Nya. Semuanya yaitu  hamba-hamba-Nya. Oleh orang fasik Ia 

tidak akan dipermuliakan, namun  atas mereka Ia akan dipermulia-

kan. Ia tidak menjadikan siapa pun fasik, namun  Ia menjadikan 

orang-orang yang sudah diketahui-Nya akan menjadi fasik: sekali-

pun begitu, Ia tetap menjadikan mereka (Kej. 6:6),   sebab  Ia tahu 

bagaimana mendatangkan kehormatan bagi diri-Nya sendiri atas 

mereka (Rm. 9:22). Atau (sebagaimana yang dipahami oleh sebagi-

an orang) Ia menjadikan orang fasik untuk digunakan-Nya seba-

gai alat-alat murka-Nya pada hari yang jahat, saat  Ia menda-

tangkan penghakiman-penghakiman atas dunia. Bahkan orang-

orang fasik sekalipun sedikit banyak dimanfaatkan-Nya, seperti Ia 

memanfaatkan hal-hal lain, untuk menjadi pedang-Nya, tangan-

Nya (Mzm. 17:13-14), flagellum Dei – cambuk Allah. Raja Babel 

disebut sebagai hamba-Nya. 


5 Setiap orang yang tinggi hati yaitu  kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia 

tidak akan luput dari hukuman. 

Perhatikanlah:  

1. Kesombongan orang berdosa membuat Allah melawan mereka. 

Orang yang,   sebab  banyaknya hartanya menjadi tinggi hati, yang 

jiwanya meninggi bersama keadaannya, sehingga ia menjadi ku-

rang ajar terhadap Allah dan manusia, biarlah ia tahu bahwa 

meskipun ia menyanjung dirinya sendiri, dan orang lain memuji-

muji dia, ia merupakan kekejian bagi TUHAN. Allah yang maha-

besar merendahkan dia. Allah yang kudus membencinya. 

2. Kekuatan orang-orang berdosa tidak bisa menjamin bahwa mere-

ka aman dari Allah, sekalipun mereka memperkuat diri sekuat te-

naga. Meskipun mereka bisa memperkuat satu sama lain dengan 

bersatu dan bekerja sama, serta menggabungkan segenap kekuat-

an untuk melawan Allah, mereka tidak akan luput dari pengha-


kiman-Nya yang adil. Celakalah orang yang berbantah dengan Pem-

bentuknya (11: 21; Yes. 45:9). 

 

6 Dengan kasih dan kesetiaan, kesalahan diampuni,   sebab  takut akan 

TUHAN orang menjauhi kejahatan. 

Lihatlah di sini: 

1. Bagaimana kesalahan dosa dihapuskan dari kita – dengan kasih 

dan kesetiaan Allah, kasih yang dijanjikan, kesetiaan dalam me-

laksanakan, kasih dan kesetiaan yang saling berpadu manis di 

dalam Yesus Kristus Sang Pengantara – dengan kovenan anuge-

rah, yang di dalamnya kasih dan kesetiaan bersinar dengan begitu 

terang – dengan kasih dan kesetiaan kita, sebagai prasyarat un-

tuk mendapatkan pengampunan, dan syarat penting untuk mene-

rimanya – dengan semua ini, dan bukan dengan korban-korban 

persembahan hukum Taurat (Mi. 6:7-8). 

2. Bagaimana kuasa dosa dihancurkan di dalam diri kita. Dengan 

asas-asas kasih dan kesetiaan yang berkuasa di dalam diri kita, 

kecenderungan-kecenderungan yang rusak dibersihkan (begitu 

kita bisa mengartikan bagian pertama dari ayat ini). Namun, ba-

gaimanapun juga,   sebab  takut akan TUHAN, dan kuasa dari rasa 

takut itu, orang menjauhi kejahatan. Orang-orang yang senantiasa 

menjaga dalam pikiran mereka rasa takut dan hormat yang kudus 

akan Allah tidak akan berani berdosa melawan Dia. 


7 Jikalau TUHAN berkenan kepada jalan seseorang, maka musuh orang itu 

pun didamaikan-Nya dengan dia. 

Perhatikanlah: 

1. Allah dapat mengubah lawan menjadi kawan bilamana Ia berke-

nan. Dia yang empunya semua hati di dalam tangan-Nya pasti 

bisa masuk ke dalam roh manusia dan berkuasa atasnya. Ia be-

kerja di sana tanpa diketahui, dan tanpa bisa dihindari. Ia bisa 

menjadikan musuh seseorang berdamai dengan dia, dapat meng-

ubah pikiran mereka, atau membuat mereka terpaksa tunduk. Ia 

dapat membunuh semua musuh, dan mengumpulkan kembali 

orang-orang yang sudah terpisah amat jauh satu sama lain. 


2. Ia akan melakukannya bagi kita jika  kita menyenangkan hati-

Nya. Jika kita ambil peduli untuk berdamai dengan Allah, dan 

untuk menjaga diri kita agar tetap di dalam kasih-Nya, maka Ia 

akan mencondongkan orang-orang yang selama ini iri hati terha-

dap kita dan menyusahkan kita, untuk memikirkan hal-hal yang 

baik terhadap kita dan menjadi teman-teman kita. Allah membuat 

Esau berdamai dengan Yakub, Abimelekh dengan Ishak, dan mem-

buat musuh-musuh Daud memohon perkenanannya dan ingin ber-

sekutu dengan Israel. Citra Allah yang tampak pada orang benar, 

dan kasih setia-Nya yang istimewa terhadap mereka, sudah cukup 

untuk membuat mereka dihormati oleh semua orang, bahkan oleh 

orang-orang yang paling berprasangka buruk terhadap mereka. 


8 Lebih baik penghasilan sedikit disertai kebenaran, dari pada penghasilan 

banyak tanpa keadilan. 

Di sini: 

1. Dianggap bahwa orang yang jujur dan baik bisa saja memiliki se-

dikit kekayaan dari dunia ini (tidak semua orang benar itu kaya). 

Bisa saja orang memiliki sedikit harta, namun ia jujur (walaupun 

kemiskinan merupakan godaan untuk berbuat tidak jujur, 30:9, 

ini bukanlah godaan yang tidak bisa diatasi). Sebaliknya, bisa saja 

orang bertambah kaya, untuk sementara waktu, dengan cara me-

nipu dan menindas, bisa saja ia memperoleh penghasilan banyak, 

yang diperoleh dan disimpan tanpa keadilan, namun ia tidak bisa 

berhak atasnya, atau tidak bisa memanfaatkannya dengan baik. 

2. Ditegaskan di sini bahwa harta yang sedikit, yang diperoleh de-

ngan jujur, yang dengannya orang merasa puas, yang dinikmati-

nya dengan nyaman, dipakainya untuk melayani Tuhan dengan 

riang hati, dan dimanfaatkannya dengan benar, yaitu  jauh lebih 

baik dan lebih berharga dibandingkan  harta melimpah yang diperoleh 

dengan tidak benar, dan kemudian disimpan atau dihabiskan 

dengan cara yang tidak benar. Harta yang sedikit itu membawa 

kepuasan batin yang lebih besar, reputasi yang lebih baik dalam 

pandangan semua orang bijak dan baik. Harta yang sedikit itu 

akan bertahan lebih lama, dan akan memberikan manfaat yang 

lebih baik pada hari agung itu, saat  manusia akan dihakimi, 


bukan menurut apa yang mereka miliki, melainkan menurut apa 

yang mereka telah kerjakan. 


9 Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, namun  TUHANlah yang menentu-

kan arah langkahnya. 

Di sini manusia digambarkan kepada kita,  

1. Sebagai makhluk yang berakal budi, yang memiliki kemampuan 

untuk membuat rencana bagi dirinya sendiri: hatinya memikir-

mikirkan jalannya, merancangkan suatu tujuan, dan menyusun 

cara-cara dan sarana-sarana untuk mencapai tujuan itu, yang 

tidak bisa dilakukan oleh makhluk-makhluk yang lebih rendah, 

yang hanya diatur oleh indra-indra dan naluri alamiah. Hal ini 

semakin mempermalukan orang jika ia tidak merancangkan cara 

untuk menyenangkan Allah, dan mengumpulkan persediaan bagi 

kehidupan kekalnya kelak. 

2. Namun juga sebagai makhluk yang bergantung, yang tunduk 

pada pimpinan dan kedaulatan Penciptanya. Jika manusia memi-

kir-mikirkan jalan mereka, untuk membuat kemuliaan Allah seba-

gai tujuan mereka dan kehendak-Nya sebagai pedoman hidup me-

reka, maka mereka bisa berharap bahwa Ia akan menentukan 

arah langkah mereka dengan Roh dan anugerah-Nya, sehingga 

mereka tidak akan kehilangan jalan dan tidak pula gagal men-

capai tujuan mereka. namun  sekalipun orang-orang merancangkan 

perkara-perkara duniawi mereka dengan begitu rapi, dan dengan 

kemungkinan yang begitu besar untuk berhasil, namun Allah-lah 

yang menentukan segala sesuatunya, dan kadang-kadang Ia me-

nentukan arah langkah mereka ke tempat yang paling tidak me-

reka kehendaki. Ayat ini bermaksud mengajar kita untuk berkata: 

“Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini 

dan itu” (Yak. 4:14-15). Juga, untuk mengajarkan kita agar senan-

tiasa mengarahkan pandangan kita kepada Allah, bukan hanya di 

persimpangan-persimpangan jalan hidup kita, melainkan juga di 

dalam setiap jejak langkah yang kita ambil. Tuhan, bukakan kami 

jalan (1Tes. 3:11). 


10 Keputusan dari Allah ada di bibir raja, kalau ia mengadili mulutnya tidak 

berbuat salah. 

Betapa kita berharap agar apa yang dikatakan dalam ayat di atas 

selalu benar sebagai pernyataan, dan kita harus menjadikannya se-

bagai doa bagi para raja, dan bagi semua pihak yang berkuasa, agar 

keputusan dari Allah ada di bibir mereka. Hendaklah itu ada di bibir 

mereka, baik dalam memberikan perintah, supaya mereka melaku-

kannya dengan hikmat, maupun dalam memberikan hukuman, su-

paya mereka melakukannya dengan adil, yang keduanya tercakup 

dalam keputusan, dan supaya mulut mereka pun tidak berbuat salah 

(1Tim. 2:1). Namun, yang sering kali terjadi justru sebaliknya. Dan 

oleh sebab itu, 

1. Ayat di atas dapat dibaca sebagai perintah kepada raja-raja dan 

hakim-hakim di bumi untuk bersikap bijak dan terdidik. Hendak-

lah mereka adil, dan memerintah dengan takut akan Allah. Hen-

daklah mereka bertindak dengan hikmat dan hati nurani yang 

begitu murni sehingga tampaklah keilahian yang kudus dalam se-

gala sesuatu yang mereka katakan dan lakukan, dan agar mereka 

dipimpin oleh asas-asas yang bersifat adikodrati: hendaklah mu-

lut mereka tidak berbuat salah dalam menghakimi,   sebab  itu 

yaitu  penghakiman Allah. 

2. Ayat itu bisa dipandang sebagai sebuah janji kepada semua raja 

yang baik, bahwa jika mereka dengan tulus bertujuan mendatang-

kan kemuliaan bagi Allah, dan mencari bimbingan dari-Nya, maka 

Ia akan memperlengkapi mereka dengan hikmat dan anugerah me-

lebihi orang lain, sesuai dengan kedudukan tinggi dan kepercaya-

an-kepercayaan yang diserahkan ke dalam tangan mereka. Saul 

sendiri saat  diangkat menjadi raja dianugerahi roh lain oleh Allah. 

3. Hal itu benar berkenaan dengan Salomo yang menulis ayat ini. Ia 

memiliki hikmat yang luar biasa, sesuai dengan janji yang telah 

diucapkan Allah kepadanya (1Raj. 3:28). 


11 Timbangan dan neraca yang betul yaitu  kepunyaan TUHAN, segala batu 

timbangan di dalam pundi-pundi yaitu  buatan-Nya.  


Perhatikanlah: 

1. Pelaksanaan keadilan umum oleh hakim merupakan ketetapan 

Allah. Di dalamnya timbangan-timbangan dijunjung, dan harus 

dijunjung oleh tangan yang teguh dan tidak berat sebelah. Kita 

harus berserah kepada hakim, demi Tuhan, untuk melihat kewe-

nangan-Nya di dalam kewenangan hakim (Rm. 13:1; 1Ptr. 2:13). 

2. Demikian pula, pelaksanaan keadilan dalam urusan dagang di 

antara sesama manusia juga merupakan ketentuan ilahi. Allah 

mengajarkan kebijaksanaan kepada manusia untuk mengguna-

kan timbangan dan neraca guna menentukan hak di antara pem-

beli dan penjual, supaya tidak ada yang dirugikan. Dan semua 

alat temuan yang bermanfaat untuk menjaga hak orang berasal 

dari Dia. Ia juga sudah menentukan dengan hukum-Nya agar 

semua sarana itu adil. Oleh   sebab  itu, yaitu  penghinaan besar 

bagi-Nya, dan bagi pemerintahan-Nya, jika orang berdusta, dan 

dengan demikian merugikan orang lain dengan berpura-pura dan 

berdalih berbuat benar. Ini sama saja dengan melakukan ketidak-

adilan di tempat pengadilan. 

12 Melakukan kefasikan yaitu  kekejian bagi raja,   sebab  takhta menjadi ko-

koh oleh kebenaran. 

Di sini kita mendapati, 

1. Sifat seorang raja yang baik, yang dimaksudkan Salomo bukan 

untuk memuji dirinya sendiri, melainkan untuk mendidik para 

penerusnya, sesama raja, dan para raja muda yang memerintah di 

bawah dia. Seorang raja yang baik tidak hanya berbuat adil, namun  

juga merupakan kekejian bagi dirinya untuk berbuat sesuatu yang 

sebaliknya. Ia benci membayangkan berbuat tidak adil dan menye-

lewengkan keadilan. Ia tidak hanya membenci kefasikan yang dila-

kukan orang lain, namun  juga benci melakukannya sendiri, meski-

pun,   sebab  mempunyai kekuasaan, ia bisa saja melakukannya 

dengan mudah dan aman. 

2. Penghiburan bagi seorang raja yang baik: takhtanya menjadi ko-

koh oleh kebenaran. Orang yang dengan penuh kesadaran hati 

nurani menggunakan kuasanya secara benar pasti akan menda-

patinya sebagai hal terbaik yang melindungi pemerintahannya. Ini 

terjadi baik   sebab  hal itu akan membuat orang berutang budi, 

membuat mereka tenang, dan tetap melayani kepentingannya, 

maupun   sebab  hal itu akan mendatangkan berkat Allah, yang 

akan menjadi dasar yang kokoh bagi takhta kerajaan dan pengawal 

yang kuat di sekelilingnya. 

13 Bibir yang benar dikenan raja, dan orang yang berbicara jujur dikasihi-Nya. 

Di sini ada lagi satu sifat dari raja-raja yang baik, yaitu bahwa mere-

ka bersuka dan berkenan pada orang-orang yang berbicara jujur.  

1. Mereka membenci benalu-benalu dan orang-orang yang menyan-

jung mereka. Mereka begitu ingin agar semua orang di sekeliling 

mereka berhubungan dengan mereka secara jujur, dan memberi 

tahu mereka apa yang benar, entah itu menyenangkan atau tidak, 

baik yang menyangkut manusia maupun benda-benda. Mereka 

ingin agar segala sesuatunya diperlihatkan secara terang-terang-

an, dan tidak satu pun yang tersembunyi (29:12). 

2. Mereka tidak hanya melakukan kebenaran itu sendiri, namun  juga 

ambil peduli untuk mempekerjakan orang-orang di bawah mereka 

yang juga melakukan kebenaran itu. Sebab itu membawa dampak 

besar bagi rakyat banyak, yang harus tunduk bukan hanya ke-

pada raja sebagai penguasa tertinggi, melainkan juga kepada wali-

wali yang diutus olehnya (1Ptr. 2:14). Oleh sebab itu, seorang raja 

yang baik akan menempatkan ke dalam kekuasaan orang-orang 

yang bertindak berdasarkan hati nurani, dan selalu mengatakan 

apa yang adil dan bijaksana, dan tahu bagaimana berbicara de-

ngan benar dan tepat. 

14 Kegeraman raja yaitu  bentara maut, namun  orang bijak memadamkannya. 

15 Wajah raja yang bercahaya memberi hidup dan kebaikannya seperti awan 

hujan musim semi. 

Kedua ayat ini menunjukkan kekuasaan raja-raja, yang sungguh be-

sar di mana-mana, dan terutama di negeri-negeri timur di mana me-

reka memiliki kuasa yang mutlak dan bisa berbuat sesuka hati. Yang 

ingin mereka bunuh akan dibunuh, dan yang ingin mereka biarkan 

hidup akan dibiarkan hidup. Kehendak mereka yaitu  hukum. Sung-

guh beralasan bagi kita untuk memuji Allah atas baiknya perundang-

undangan dari pemerintahan yang sekarang kita hidup di bawahnya, 

  sebab  perundang-undangan itu menjaga agar hak istimewa raja itu 

tidak sampai melukai kebebasan rakyat. namun  di sini tersirat, 

1. Betapa menakutkannya kegeraman seorang raja: kegeraman itu 

seperti bentara maut. Kegeraman Ahasyweros kepada Haman se-

perti itu adanya. Satu kata amarah dari seorang raja yang berang 

telah menjadi bentara maut bagi banyak orang, dan telah menim-

bulkan kengerian yang begitu besar pada sebagian orang, seolah-

olah hukuman mati telah dijatuhkan ke atas mereka. Sungguh 

bijaklah orang yang tahu cara memadamkan kegeraman seorang 

raja dengan satu perkataan yang diucapkan secara tepat, sebagai-

mana Yonatan pernah memadamkan amarah ayahnya terhadap 

Daud (1Sam. 19:6). Adakalanya seorang bawahan yang bijak 

memberikan sebuah saran kepada raja yang sedang marah, yang 

dapat mendinginkan kebencian-kebenciannya. 

2. Betapa berharga dan diinginkannya perkenanan raja oleh orang-

orang yang telah membangkitkan amarahnya. Seperti hidup dari 

antara orang mati jika raja didamaikan dengan mereka. Bagi se-

bagian yang lain, itu seperti awan hujan musim semi, yang amat 

menyegarkan tanah. Salomo mengingatkan rakyatnya akan hal 

ini, agar mereka jangan pernah melakukan apa saja yang bisa 

membangkitkan kegeramannya, namun  harus berusaha dengan 

hati-hati untuk membuat diri mereka berkenan kepadanya. Mela-

lui hal ini kita patut diingatkan betapa kita harus ambil peduli 

untuk menghindar dari kegeraman, dan mendapat perkenanan, 

dari Raja segala raja. Kernyit dahi-Nya lebih buruk dibandingkan  

maut, dan perkenanan-Nya lebih baik dibandingkan  hidup. Oleh sebab 

itu, bodohlah orang-orang yang berusaha menghindari kegeraman 

dan mendapat perkenanan dari seorang raja di bumi, namun  mem-

biarkan diri mereka tercampakkan dari perkenanan Allah dan 

menjadi sasaran murka-Nya. 


16 Memperoleh hikmat sungguh jauh melebihi memperoleh emas, dan men-

dapat pengertian jauh lebih berharga dari pada mendapat perak. 

Salomo di sini tidak hanya menegaskan bahwa lebih baik mendapat-

kan hikmat dibandingkan  emas (3:14; 8:19), namun  ia mengatakannya de-

ngan yakin, bahwa itu jauh lebih baik, lebih baik secara tak terhing-

ga. Dengan rasa kagum (betapa jauh lebih baik!) seperti orang yang 

terheran-heran   sebab  perbandingannya tidak seimbang. Dengan 

berseru kepada hati nurani manusia (“Nilailah itu sendiri, betapa 

jauh lebih baiknya itu”). Dan dengan menambahkan satu kalimat 

yang bertujuan sama, bahwa pengertian jauh lebih berharga dari pada 

perak, dan dari pada semua harta kekayaan para raja serta semua 

barang kesayangan mereka.  

Perhatikanlah: 

1. Hikmat ilahi itu lebih baik dibandingkan  harta duniawi, dan harus 

lebih diutamakan dibandingkan nya. Anugerah lebih berharga dibandingkan  

emas. Anugerah yaitu  pemberian dari kebaikan Allah yang khu-

sus, sedangkan emas hanyalah pemberian dari pemeliharaan ilahi 

yang umum. Anugerah itu untuk kita sendiri, sedangkan emas 

untuk orang lain. Anugerah itu untuk jiwa dan kehidupan kekal, 

sedangkan emas hanya untuk tubuh dan waktu yang sementara. 

Anugerah akan memberi kita keuntungan pada saat menjelang 

kematian, sedangkan emas tidak akan memberikan manfaat apa-

apa. 

2. Memperoleh hikmat sorgawi ini lebih baik dibandingkan  mendapatkan 

harta duniawi. Banyak orang bekerja keras dan bersusah payah 

untuk mendapatkan kekayaan, namun mereka tetap berkekurang-

an. namun  anugerah tidak pernah ditahan-tahan bagi siapa saja 

yang dengan tulus mencarinya. Mendapatkan kekayaan itu sia-sia 

dan menyusahkan jiwa, namun  memperoleh hikmat itu membawa 

sukacita dan kepuasan bagi jiwa. Kedamaian yang sungguh-sung-

guh akan didapatkan oleh mereka yang mencintainya. 

17 Menjauhi kejahatan itulah jalan orang jujur; siapa menjaga jalannya, me-

melihara nyawanya. 

Perhatikanlah: 

1. Jalan orang jujur yaitu  menghindari dosa, dan segala sesuatu 

yang tampak seperti dosa, serta yang mengarah kepadanya. Dan 

jalan ini yaitu  jalan raya yang disarankan oleh mereka yang ber-

wenang, ditempuh oleh banyak orang yang sudah pergi menda-

hului kita, dan di dalamnya kita akan bertemu dengan banyak 

orang yang akan terus menemani kita. Jalan ini mudah ditemu-

kan dan aman ditempuh, seperti jalan raya (Yes. 35:8). Menjauhi 

kejahatan itulah akal budi. 

2. Kepedulian orang yang lurus hati yaitu  menjaga jiwa mereka 

sendiri, agar tidak tercemar oleh dosa, dan agar tidak membuat-

nya terhilang   sebab  kesusahan-kesusahan duniawi, terutama 

agar tidak binasa untuk selama-lamanya (Mat. 16:26). Dan oleh 

sebab itu, sudah merupakan kepedulian mereka untuk menjaga 

jalan mereka, dan tidak menyimpang darinya, entah ke kanan atau 

ke kiri, namun  terus berjalan menuju kesempurnaan. Orang-orang 

yang setia menjalankan kewajiban mereka berarti mengamankan 

kebahagiaan mereka. Jagalah jalanmu, maka Allah akan menjaga-

mu. 

18 Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului keja-

tuhan. 

Perhatikanlah: 

1. Kecongkakan akan mengakibatkan kejatuhan. Orang-orang yang 

tinggi hati, yang memandang diri melebihi apa yang sepantasnya, 

dan memandang rendah orang lain, yang dengan kecongkakan 

mereka menghina Allah dan menggelisahkan orang lain, akan 

dijatuhkan, entah dengan pertobatan atau kehancuran. yaitu  

kehormatan bagi Allah untuk merendahkan orang-orang congkak 

(Ayb. 40:6-7). Sudah menjadi bagian dari keadilan bahwa mereka 

yang meninggikan diri akan direndahkan. Firaun, Sanherib, dan 

Nebukadnezar yaitu  contoh-contohnya. Manusia tidak bisa meng-

hukum kecongkakan, namun  cuma bisa kagum atau takut dengan-

nya, dan oleh sebab itu Allah akan menjalankan penghukuman 

untuk itu dengan tangan-Nya sendiri. Biar Dia sendiri saja yang 

menangani orang-orang congkak. 

2. Orang-orang yang congkak sering kali bertingkah amat angkuh, 

kurang ajar, dan tinggi hati tepat sebelum mereka hancur, sehing-

ga itu merupakan pertanda yang pasti bahwa mereka berada di 

tepi jurang kehancuran. saat  orang-orang congkak menentang 

penghakiman-penghakiman Allah, dan menganggap diri tak ter-

sentuh oleh penghakiman-penghakiman itu, ini merupakan per-

tanda bahwa mereka berada di ambang pintu kehancuran. Lihat 

saja apa yang terjadi pada Benhadad dan Herodes. Raja belum 

habis bicara, saat  suatu suara terdengar dari langit (Dan. 4:31). 

Oleh sebab itu, janganlah kita gentar terhadap kecongkakan 

orang lain, namun  sungguh-sungguh takutlah pada kecongkakan 

di dalam diri kita sendiri. 

19 Lebih baik merendahkan diri dengan orang yang rendah hati dari pada 

membagi rampasan dengan orang congkak. 

Ini merupakan ajaran yang berlawanan dengan anggapan umum 

yang tidak bisa dimengerti oleh anak-anak dunia ini, dan tidak akan 

mereka anut, bahwa lebih baik miskin dan rendah hati dibandingkan  kaya 

dan congkak. 

1. Orang-orang yang membagi rampasan biasanya congkak. Mereka 

menilai tinggi diri mereka sendiri dan merendahkan orang lain. 

Pikiran mereka meninggi bersama keadaan mereka. Oleh   sebab  

itu, orang-orang yang kaya di dunia ini perlu diperingatkan agar 

mereka jangan tinggi hati (1Tim. 6:17). Orang-orang yang congkak 

dan mau mengedepankan diri sendiri, yang mendesak, menero-

bos, dan bersaing untuk mendapatkan kedudukan yaitu  orang-

orang yang biasanya membagi rampasan di antara mereka sendiri. 

Mereka menguasai dunia dengan kehendak hati mereka, dan 

menguasai bola di kaki mereka. 

2. Dari segi apa pun, lebih baik berbagi dengan orang-orang yang 

berkedudukan rendah, dan yang pikirannya ikut merendah, dari-

pada mendambakan dan berambisi menjadi orang besar dan to-

koh penting di dunia. Kerendahan hati, meskipun akan membuat 

kita terhina di dunia, namun bila itu menjadikan kita dikenan 

Allah, membuat kita memenuhi syarat untuk menerima lawatan-

lawatan anugerah-Nya, membuat kita siap bagi kemuliaan-Nya, 

melindungi kita dari banyak godaan, dan menjaga ketenangan 

dan keteduhan jiwa kita sendiri. Itulah yang jauh lebih baik dari-

pada keangkuhan yang, meskipun mendatangkan kehormatan 

dan kekayaan duniawi, menjadikan Allah sebagai musuh manu-

sia, dan Iblis sebagai tuannya.   

20 Siapa memperhatikan firman akan mendapat kebaikan, dan berbahagialah 

orang yang percaya kepada TUHAN. 

Perhatikanlah:  

1. Kebijaksanaan mendatangkan kehormatan dan keberhasilan pada 

manusia: siapa memperhatikan firman (KJV: siapa menangani 

urusannya dengan bijak – pen.) (yaitu yang menguasai bidangnya 

dan menunjukkan bahwa ia mengerti apa yang dikerjakannya, 

yang penuh pertimbangan dalam menangani urusan-urusannya, 

dan, jika  sedang berbicara atau menulis tentang permasalah-

an apa saja, melakukannya tanpa keluar jalur) ia akan mendapat 

kebaikan, akan mendapat nama baik, dan mungkin memperoleh 

penghasilan yang baik dengannya. 

2. Walaupun demikian, hanya kesalehanlah yang akan menjamin 

kebahagiaan manusia yang sejati: orang-orang yang menangani 

suatu permasalahan dengan bijak, jika mereka congkak dan ber-

sandar pada pengertian mereka sendiri, maka meskipun mereka 

mungkin mendapat suatu kebaikan, namun mereka tidak akan 

merasakan kepuasan yang besar di dalamnya. namun , orang yang 

percaya kepada TUHAN, dan bukan kepada hikmatnya sendiri, 

berbahagialah ia, dan ia akan lebih berhasil pada akhirnya. Seba-

gian orang membaca bagian pertama dari ayat ini sebagai sesuatu 

yang menjelaskan kesalehan, yang sungguh merupakan hikmat 

sejati: siapa memperhatikan firman (firman Allah, 13:13) akan 

mendapat kebaikan di dalamnya, dan menjadi baik olehnya. Dan 

barangsiapa percaya kepada TUHAN, kepada firman-Nya yang Ia 

sertai, ia akan berbahagia. 

21 Orang yang bijak hati disebut berpengertian, dan berbicara manis lebih 

dapat meyakinkan. 

Perhatikanlah: 

1. Orang-orang yang mempunyai hikmat mendalam akan mendapat-

kan pujian   sebab  hikmat mereka itu. Hikmat itu akan menda-

tangkan nama baik bagi mereka, dan mereka akan disebut seba-

gai orang yang berpengertian dan arif, dan penghakiman mereka 

akan didengarkan dengan rasa hormat. Lakukanlah apa yang 

bijak dan baik, maka engkau akan dipuji sebagai orang yang bijak 

dan baik. 

2. Orang-orang yang pandai berbicara dengan menyampaikan hik-

mat mereka, yang mengungkapkan perasaan-perasaan mereka 

dengan mudah dan senang hati, yang gampang menyampaikan 

hikmat mereka dan pandai mengatur kata-kata, serta berbahasa 

santun dan berpengertian baik, mereka lebih dapat meyakinkan. 

Mereka menyebarkan dan memajukan pengetahuan kepada orang 

lain, dan melakukan pekerjaan yang baik dengannya, dan melalui 

sarana itu memperbanyak perbendaharaan mereka sendiri. Mere-

ka menambahkan didikan, memajukan ilmu pengetahuan, dan 

memberikan pelayanan terhadap dunia pembelajaran. Setiap orang 

yang mempunyai, yang memanfaatkan apa yang dipunyainya, 

kepadanya akan diberi lebih. 

22 Akal budi yaitu  sumber kehidupan bagi yang mempunyainya, namun  sik-

saan bagi orang bodoh ialah kebodohannya. 

Perhatikanlah: 

1. Selalu ada saja kebaikan yang akan didapat oleh orang yang bijak 

dan baik: akal budinya yaitu  sumber kehidupan baginya, yang 

senantiasa mengalir dan tidak pernah menjadi kering. Ia mempu-

nyai sesuatu untuk dikatakan di segala kesempatan, yang bersifat 

mendidik dan bermanfaat bagi orang-orang yang mau memanfaat-

kannya. Ia memiliki hal-hal yang baru dan lama untuk dikeluar-

kan dari perbendaharaannya. Setidaknya, akal budinya yaitu  

sumber kehidupan bagi dirinya sendiri, dan memberinya kepuasan 

yang berlimpah-limpah. Di dalam pikirannya sendiri ia menghibur 

dan membangun dirinya sendiri, jika bukan orang lain. 

2. Tidak ada hal baik yang bisa didapatkan oleh orang bodoh. Bah-

kan didikannya, pembicaraan-pembicaraannya yang mantap dan 

sungguh-sungguh, hanyalah kebodohan belaka, seperti dirinya 

sendiri, dan cenderung menjadikan orang lain bodoh seperti dia. 

jika  ia melakukan yang terbaik, itu hanyalah kebodohan, bah-

kan jika dibandingkan dengan percakapan biasa orang bijak, yang 

berbicara dengan lebih baik di meja makan dibandingkan  orang bodoh 

di kursi Musa. 


23 Hati orang bijak menjadikan mulutnya berakal budi, dan menjadikan 

bibirnya lebih dapat meyakinkan. 

Sebelumnya Salomo sudah memuji kefasihan berbicara, atau ber-

bicara manis (ay. 21), dan tampaknya lebih mengutamakannya dari-

pada hikmat. namun  di sini ia seolah-olah mengoreksi dirinya sendiri, 

dan menunjukkan bahwa jika tidak ada perbendaharaan yang baik di 

dalam hati untuk menyokong kefasihan berbicara, maka itu sedikit 

sekali artinya. Hikmat di dalam hatilah yang utama. 

1. Inilah yang mengarahkan kita dalam berbicara, yang menjadikan 

mulut berakal budi, dan mengajarnya apa yang harus diucapkan, 

kapan, dan bagaimana, sehingga apa yang diucapkan itu pantas, 

sesuai dengan permasalahannya dan tepat waktu. Jika tidak 

demikian, maka meskipun bahasanya begitu halus, lebih baik itu 

jangan diucapkan. 

2. Inilah yang memberikan bobot pada apa yang kita katakan, dan 

yang menambahkan pengetahuan padanya, yaitu kekuatan nalar 

dan daya argumentasi, yang tanpanya, sekalipun suatu perkara 

diungkapkan dengan bahasa yang begitu indah, itu akan ditolak 

sebagai hal yang tidak berarti saat  dipertimbangkan. Ungkapan-

ungkapan yang indah menyenangkan telinga, dan menggugah 

angan-angan, namun  pengetahuan di bibirlah yang pasti menguat-

kan penghakiman, dan yang mempengaruhinya, dan untuk itu 

hikmat di dalam hati diperlukan. 

24 Perkataan yang menyenangkan yaitu  seperti sarang madu, manis bagi 

hati dan obat bagi tulang-tulang. 

Perkataan menyenangkan yang dipuji-puji di sini pastilah perkataan 

yang diajarkan oleh hati orang bijak, dan yang menambah pengeta-

huan (ay. 23, KJV), perkataan nasihat, didikan, dan penghiburan yang 

disampaikan pada waktunya, perkataan yang diambil dari firman 

Allah, sebab perkataan itulah yang dipelajari Salomo dari ayahnya 

sebagai sesuatu yang lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada 

madu tetesan dari sarang lebah (Mzm. 19:11). Perkataan ini, bagi 

orang-orang yang tahu bagaimana menghargainya, 


1. yaitu  menyenangkan. Perkataan itu seperti madu tetesan dari 

sarang lebah, manis bagi hati, yang mengecap di dalamnya kebaik-

an Tuhan. Tidak ada hal lain yang lebih membangkitkan rasa syu-

kur dan senang bagi manusia baru selain firman Allah, dan per-

kataan-perkataan yang diambil darinya (Mzm. 119:103). 

2. Perkataan itu menyehatkan. Banyak hal yang menyenangkan te-

tapi tidak bermanfaat, namun  perkataan yang menyenangkan ini 

yaitu  obat bagi tulang-tulang, bagi manusia batiniah, dan juga 

manis bagi hati. Perkataan itu membuat tulang-tulang, yang oleh 

dosa telah dihancurkan dan menjadi terkilir, jadi bersukacita. Tu-

lang-tulang yaitu  kekuatan bagi tubuh, sementara firman yang 

baik dari Allah yaitu  sarana bagi kekuatan rohani, yang me-

nyembuhkan penyakit-penyakit yang melemahkan kita. 

25 Ada jalan yang disangka lurus, namun  ujungnya menuju maut. 

Perkataan ini sudah kita jumpai sebelumnya (14:12), namun  di sini 

diulangi lagi, sebagai sesuatu yang amat penting untuk dipikirkan, 

1. Melalui peringatan kepada kita semua agar berjaga-jaga supaya 

kita tidak menipu diri sendiri menyangkut kepentingan-kepen-

tingan besar jiwa kita dengan mengandalkan apa yang tampaknya 

benar padahal sebenarnya tidak. Dan, agar kita tidak menipu diri 

sendiri, kita diperingatkan untuk tidak berat sebelah dalam me-

meriksa diri, namun  terus menguji hati kita sendiri. 

2. Melalui kengerian bagi orang-orang yang jalannya tidak benar, 

yang tidak semestinya, bagaimanapun jalan itu tampak pada diri 

mereka sendiri atau orang lain. Ujung jalan itu pasti maut. Itulah 

yang secara langsung dan pasti akan ditujunya. 

26 Rasa lapar bekerja untuk seorang pekerja,   sebab  mulutnya memaksa dia. 

Ayat ini dimaksudkan untuk mengajak kita agar bertekun, dan me-

nyemangati kita, bahwa apa pun yang didapati tangan kita, kerjakan-

lah itu dengan sekuat tenaga, baik dalam perkara duniawi maupun 

pekerjaan agama. Sebab di dalam bahasa aslinya, ayat itu berbunyi, 

jiwa yang bekerja, bekerja bagi dirinya sendiri. Pekerjaan hatilah yang

dimaksudkan di sini, jerih payah jiwa, yang di sini dianjurkan kepada 

kita, 

1. Sebagai sesuatu yang mutlak diperlukan. Mulut kita senantiasa 

memaksa-maksa kita. Kebutuhan-kebutuhan baik jiwa maupun 

tubuh itu mendesak, dan menuntut untuk selalu dipuaskan, se-

hingga entah kita harus bekerja atau kelaparan. Keduanya me-

nuntut makanan setiap hari, dan oleh sebab itu setiap harinya 

harus ada pekerjaan. Sebab dengan wajah berpeluhlah kita harus 

mencari makan (2Tes. 3:10). 

2. Sebagai sesuatu yang akan mendatangkan keuntungan tak ter-

hingga. Kita tahu perintah siapa yang sedang kita laksanakan: 

orang yang bekerja akan menuai buah pekerjaannya. Buahnya itu 

untuk dirinya sendiri. Ia akan bersuka atas pekerjaannya sendiri 

dan memakan hasil jerih payah tangannya. Jika kita menjadikan 

agama sebagai pekerjaan kita, maka Allah akan menjadikannya 

sebagai kebahagiaan kita. 

27 Orang yang tidak berguna menggali lobang kejahatan, dan pada bibirnya 

seolah-olah ada api yang menghanguskan. 28 Orang yang curang menimbul-

kan pertengkaran, dan seorang pemfitnah menceraikan sahabat yang karib. 

Ada orang-orang yang bukan saja ganas dengan sendirinya, melain-

kan juga penuh kedengkian dan kebencian terhadap orang lain, dan 

mereka ini orang-orang yang paling buruk. Dua jenis orang seperti 

itu digambarkan di sini: 

1. Mereka yang iri hati terhadap kehormatan seseorang   sebab  nama 

baiknya, dan berbuat sebisa mungkin untuk menghancurkannya 

dengan berbagai macam fitnah dan kebohongan: mereka menggali 

lobang kejahatan. Mereka bersusah payah mencari tahu apa saja 

yang bisa dijadikan dasar untuk memfitnah, atau yang bisa di-

jadikan bumbu-bumbunya. Jika tidak ada apa pun yang muncul 

di atas tanah, maka dibandingkan  tidak mendapatkan apa-apa, me-

reka akan menggali untuk mendapatkannya, dengan menyelami 

apa yang seharusnya menjadi rahasia, atau melihat amat jauh ke 

belakang, atau dengan segala kecurigaan dan dugaan yang jahat, 

dan dengan sindiran-sindiran yang dipaksakan. Pada bibir se-

orang pemfitnah dan pencela seolah-olah ada api, bukan hanya 

untuk mencoreng nama baik sesamanya, untuk mengasapi dan 

mencemarkannya, namun  sebagai api yang membakar untuk meng-

hanguskannya. Dan betapa besarnya kebakaran yang diakibatkan 

oleh nyala api yang kecil ini, dan betapa sukarnya ia dipadamkan! 

(Yak. 3:5-6). 

2. Mereka yang iri hati terhadap penghiburan yang dirasakan sese-

orang   sebab  mempunyai sahabat. Mereka berbuat semampu me-

reka untuk menghancurkan persahabatan itu, dengan memanas-

manasi kedua belah pihak sehingga terjadi perseteruan di antara 

dua orang yang sudah seperti saudara dan sudah lama akrab, 

atau setidak-tidaknya dengan mendinginkan dan mengasingkan 

perasaan-perasaan yang satu terhadap yang lain: Orang yang 

curang, yang hatinya tidak bisa mengasihi orang lain kecuali diri-

nya sendiri, kesal melihat orang lain hidup di dalam kasih. Dan 

oleh sebab itu, ia menyibukkan diri untuk menimbulkan perteng-

karan, dengan menjelek-jelekkan yang satu dengan yang lainnya, 

dengan berdusta dan menceritakan hal-hal yang buruk di antara 

sahabat karib, sehingga menceraikan yang satu dari yang lain, 

dan membuat mereka saling marah, atau setidak-tidaknya saling 

curiga. Jahatlah orang-orang, baik pria maupun wanita, yang me-

lakukan pekerjaan-pekerjaan tercela seperti itu. Mereka mengerja-

kan pekerjaan Iblis, dan kehendaknyalah yang akan menjadi upah 

mereka. 


29 Orang yang menggunakan kekerasan menyesatkan sesamanya, dan mem-

bawa dia di jalan yang tidak baik. 30 Siapa memejamkan matanya, merenca-

nakan tipu muslihat; siapa mengatupkan bibirnya, sudah melakukan keja-

hatan. 

Di sini ada satu lagi jenis orang jahat yang digambarkan kepada kita, 

agar kita tidak berbuat seperti mereka, atau berurusan apa pun de-

ngan mereka. 

1. Mereka ini (seperti Iblis) melakukan segala kejahatan yang bisa 

mereka lakukan dengan paksaan dan kekerasan, seperti singa 

yang mengaum-aum, dan bukan hanya dengan penipuan atau 

sindiran, seperti ular yang cerdik: mereka yaitu  orang yang meng-

gunakan kekerasan, yang melakukan segala sesuatunya dengan 

menjarah dan menindas, yang memejamkan matanya, yang benar-

benar merenungkan di dalam hati dan memikirkan di dalam ke-

pala bagaimana merancangkan kecurangan. Mereka membuat ren-

cana bagaimana mereka dapat melakukan kejahatan