KITAB 1 SAMUEL
Tafsiran Kitab 1 Samuel Disertai Renungan Praktis 3
PASAL 1 5
I. Orangtua Samuel: Elkana, Hana, dan Penina (1:1-8) 6
II. Doa Hana (1:9-18) 14
III. Kelahiran Samuel, Samuel Diserahkan kepada Tuhan
(1:19-28) 22
PASAL 2 29
I. Nyanyian Puji-pujian Hana (2:1-10) 29
II. Samuel di Rumah TUHAN; Kejahatan Anak-anak Eli
(2:11-26) 42
III. Teguran Keras dari Allah (2:27-36) 53
PASAL 3 63
I. Panggilan Samuel (3:1-10) 63
II. Eli dan Keluarganya Terancam (3:11-18) 71
III. Samuel Dihormati sebagai Seorang Nabi (3:19-21) 78
PASAL 4 81
I. Peperangan Melawan Orang Filistin (4:1-9) 82
II. Kekalahan Orang Israel (4:10-11) 88
III. Kematian Eli (4:12-18) 91
IV. Kematian Istri Pinehas (4:19-22) 95
PASAL 5 99
I. Jatuhnya Dagon (5:1-5) 100
II. Kesusahan Orang-orang Filistin (5:6-12) 106
PASAL 6 111
I. Tabut TUHAN di Antara Orang-orang Filistin (6:1-9) 111
II. Pengembalian Tabut TUHAN (6:10-18) 117
III. Tabut TUHAN di Bet-Semes (6:19-21) 123
PASAL 7 129
I. Tabut TUHAN di Kiryat-Yearim (7:1-2) 130
II. Tabut TUHAN di Kiryat-Yearim (7:3-6) 134
III. Orang Israel Diserang oleh Filistin;
Doa Syafaat Samuel untuk Israel (7:7-12) 138
IV. Kekalahan Orang Filistin (7:13-17) 143
PASAL 8 147
I. Kejahatan Anak-anak Laki-laki Samuel (8:1-3) 148
II. Orang Israel Menghendaki Seorang Raja,
Jawaban Allah kepada Israel, dan Orang Israel
Bersikeras untuk Memiliki Seorang Raja (8:4-22) 150
PASAL 9 165
I. Orangtua Saul (9:1-2) 166
II. Saul Mencari Keledai-keledai Betina Ayahnya;
Saul Pergi Mencari Samuel (9:3-10) 168
III. Saul Diperkenalkan kepada Samuel (9:11-17) 173
IV. Saul Dijamu oleh Samuel (9:18-27) 178
PASAL 10 183
I. Saul Diurapi oleh Samuel; Ucapan Samuel kepada Saul
(10:1-8) 183
II. Saul di Antara Para Nabi (10:9-16) 190
III. Pemilihan Raja; Saul Diperkenalkan kepada Bangsa Itu
(10:17-27) 194
PASAL 11 203
I. Kegentingan Yabesh-Gilead (11:1-4) 204
II. Kesusahan Yabesh-Gilead;
Saul Menolong Yabesh-Gilead (11:5-11) 207
III. Persembahan Korban bagi Allah (11:12-15) 213
PASAL 12 217
I. Percakapan Samuel dengan Israel (12:1-5) 217
II. Percakapan Samuel dengan Israel (12:6-15) 222
III. Samuel Memohon Guruh dan Hujan;
Samuel Menguatkan dan Menghibur Israel (12:16-25) 226
PASAL 13 235
I. Orang Filistin Berperang Melawan Israel (13:1-7) 236
II. Saul Ditegur oleh Samuel; Hukuman Dijatuhkan
atas Saul (13:8-14) 240
III. Keadaan Hina Orang-orang Israel (13:15-23) 245
PASAL 14 249
I. Yonatan Mengalahkan Orang-orang Filistin (14:1-15) 250
II. Orang-orang Filistin Dihancurkan (14:16-23) 258
III. Sumpah Saul yang Gegabah (14:24-35) 261
IV. Yonatan Dihukum Mati; Yonatan Diselamatkan
(14:36-46) 266
V. Orang Amalek Dihancurkan (14:47-52) 272
PASAL 15 275
I. Orang Amalek Dihancurkan (15:1-9) 275
II. Samuel Menegur Saul; Saul Ditolak oleh Allah
(15:10-23) 281
III. Penurunan Saul dari Takhta Dinubuatkan (15:24-31) 289
IV. Agag Dibantai (15:32-35) 293
PASAL 16 297
I. Samuel Beranjak ke Betlehem (16:1-5) 297
II. Daud Diurapi Samuel (16:6-13) 302
III. Saul Diganggu oleh Roh Jahat (16:14-23) 307
PASAL 17 313
I. Tantangan Goliat kepada Israel (17:1-11) 314
II. Daud Datang ke Perkemahan Israel (17:12-30) 318
III. Daud Menemui Goliat (17:31-39) 327
IV. Daud Membunuh Goliat (17:40-47) 331
V. Daud Membunuh Goliat (17:48-58) 334
PASAL 18 339
I. Kasih Yonatan Kepada Daud (18:1-5) 340
II. Daud Dihormati Rakyat; Saul Diganggu Roh Jahat
(18:6-11) 343
III. Daud Menikah dengan Putri Saul;
Kecemburuan Saul terhadap Daud (18:12-30) 347
PASAL 19 355
I. Kecemburuan Saul akan Daud;
Pembelaan Yonatan terhadap Daud (19:1-7) 355
II. Daud Melarikan Diri dari Saul (19:8-10) 359
III. Daud Melarikan Diri dari Saul (19:11-17) 362
IV. Saul Kepenuhan Seperti Nabi di Depan Samuel
(19:18-24) 365
PASAL 20 371
I. Daud Berunding dengan Yonatan (20:1-8) 371
II. Perjanjian Yonatan dengan Daud (20:9-23) 375
III. Yonatan Memohon Izin kepada Saul Atas Daud
(20:24-34) 379
IV. Daud Diberitahukan tentang Mara Bahaya yang
Menantinya (20:35-41) 384
PASAL 21 387
I. Daud Mendapat Roti Sajian;
Daud Mendapat Pedang Goliat (21:1-9) 388
II. Daud Diusir dari Akhis (21:10-15) 395
PASAL 22 399
I. Daud di Gua Adulam (22:1-5) 399
II. Saul Membinasakan Imam-imam Tuhan;
Kota Nob Dihancurkan (22:6-19) 403
III. Pelarian Abyatar (22:20-23) 412
PASAL 23 415
I. Daud Membebaskan Kehila (23:1-6) 415
II. Daud Melarikan Diri dari Kehila (23:7-13) 418
III. Daud di Padang Gurun Zif (23:14-18) 422
IV. Daud di Padang Gurun Zif (23:19-28; 24:1) 426
PASAL 24 431
I. Daud Tidak Membunuh Saul di Gua (24:2-8) 431
II. Daud Membela diri di Hadapan Saul (24:9-15) 435
III. Hati Saul Melunak sebab Teguran Daud (24:16-23) 440
PASAL 25 445
I. Kematian Samuel (25:1) 446
II. Daud Mengirim Utusan kepada Nabal (25:2-11) 448
III. Tindakan Abigail yang Bijaksana (25:12-17) 455
IV. Abigail Bertemu Daud (25:18-31) 458
V. Daud Memberkati Abigail (25:32-35) 466
VI. Daud Menikahi Abigail (25:36-44) 468
PASAL 26 475
I. Saul Kembali Memburu Daud (26:1-5) 476
II. Daud Membiarkan Saul Hidup (26:6-12) 477
III. Daud Berbantah dengan Saul (26:13-20) 480
IV. Hati Saul Melunak (26:21-25) 486
PASAL 27 489
I. Daud Kembali ke Gat (27:1-7) 489
II. Daud Menghajar Orang Amalek (27:8-12) 495
PASAL 28 499
I. Orang Filistin Mengadakan Perang terhadap Israel
(28:1-6) 499
II. Saul Meminta Petunjuk kepada Ahli Tenung di En-Dor
(28:7-14) 503
III. Kematian Saul Dinubuatkan (28:15-19) 510
IV. Keputusasaan Saul (28:20-25) 514
PASAL 29 519
I. Daud Bersama Orang Filistin (29:1-5) 519
II. Daud Meninggalkan Orang Filistin (29:6-11) 523
PASAL 30 527
I. Ziklag Dibakar (30:1-6) 527
II. Daud Membawa Kembali Segala Jarahan (30:7-20) 532
III. Daud Membagi-bagikan Barang Jarahan (30:21-31) 539
PASAL 31 547
I. Kematian Saul (31:1-7) 548
II. Pembuangan Mayat Saul (31:8-13) 552
KITAB 2 SAMUEL
Tafsiran Kitab 2 Samuel Disertai Renungan Praktis 561
PASAL 1 563
I. Kepedulian Daud terhadap Nasib Saul (1:1-10) 563
II. Kepedulian Daud terhadap Nasib Saul (1:11-16) 569
III. Ratapan Daud bagi Saul dan Yonatan (1:17-27) 573
PASAL 2 581
I. Daud Diangkat sebagai Raja di Hebron (2:1-7) 582
II. Perang Saudara di Israel (2:8-17) 586
III. Asael Dibunuh oleh Abner (2:18-24) 591
IV. Permohonan Gencatan Senjata oleh Abner (2:25-32) 594
PASAL 3 599
I. Istri-istri dan Anak-anak Daud (3:1-6) 599
II. Abner Membelot kepada Daud (3:7-21) 602
III. Yoab Membunuh Abner; Ratapan Daud
atas Pembunuhan terhadap Abner (3:22-39) 602
PASAL 4 619
I. Isyboset Dibunuh oleh Dua Anak Buahnya (4:1-8) 619
II. Para Pembunuh Isyboset Dihukum (4:9-12) 623
PASAL 5 627
I. Daud Menjadi Raja atas Seluruh Israel (5:1-5) 627
II. Daud Merebut Gunung Sion (5:6-10) 630
III. Anak-anak Daud (5:11-16) 633
IV. Daud Mengalahkan Orang Filistin (5:17-25) 636
PASAL 6 643
I. Pemindahan Tabut Allah (6:1-5) 644
II. Uza Dibunuh sebab Menyentuh Tabut Allah;
Tabut Allah di dalam Rumah Obed-Edom (6:6-11) 647
III. Mikhal Memandang Rendah Daud (6:12-19) 653
IV. Daud Berbantah dengan Mikhal (6:20-23) 658
PASAL 7 665
I. Kepedulian Daud terhadap Tabut Allah (7:1-3) 665
II. Perjanjian Allah dengan Daud (7:4-17) 668
III. Doa Daud untuk Meminta Berkat Allah (7:18-29) 677
PASAL 8 687
I. Penaklukan-penaklukan Daud (8:1-8) 687
II. Daud Menaklukkan Edom (8:9-14) 691
III. Daud Menjalankan Pemerintahan Atas Israel (8:15-18) 694
PASAL 9 697
I. Kasih Daud kepada Anak Laki-laki Yonatan (9:1-8) 697
II. Kasih Daud kepada Anak Laki-laki Yonatan (9:9-13) 704
PASAL 10 707
I. Perlakuan Hanun terhadap Pegawai-pegawai Daud
(10:1-5) 707
II. Bani Amon dan Orang Aram Dikalahkan (10:6-14) 711
III. Bani Amon dan Orang Aram Dikalahkan (10:15-19) 715
PASAL 11 719
I. Dosa Daud dengan Batsyeba (11:1-5) 720
II. Upaya Daud untuk Menyembunyikan Kejahatannya;
Upaya Daud Digagalkan (11:6-13) 724
III. Daud memicu Uria Terbunuh;
Daud Diberi Tahu tentang Kematian Uria (11:14-27) 728
PASAL 12 735
I. Perumpamaan Natan; Pertobatan Daud (12:1-14) 736
II. Perendahan Diri Daud; Kelahiran Salomo (12:15-25) 747
III. Penaklukan Kota Raba (12:26-31) 754
PASAL 13 757
I. Hubungan Sedarah yang Dilakukan Amnon (13:1-20) 758
II. Persekongkolan Melawan Amnon (13:21-29) 768
III. Kematian Amnon; Absalom Melarikan Diri (13:30-39) 775
PASAL 14 779
I. Siasat Yoab untuk Membela Absalom; Akal Bulus Yoab
(14:1-20) 780
II. Absalom Dipanggil Pulang (14:21-27) 791
III. Kembalinya Absalom (14:28-33) 795
PASAL 15 799
I. Hasrat Absalom untuk Berkuasa (15:1-6) 800
II. Pemberontakan Absalom (15:7-12) 804
III. Pelarian Daud (15:13-23) 809
IV. Pelarian Daud (15:24-30) 815
V. Permintaan Daud kepada Husai (15:31-37) 819
PASAL 16 823
I. Fitnah Ziba (16:1-4) 823
II. Daud Dikutuk oleh Simei (16:5-14) 826
III. Husai Menipu Absalom; Nasihat Jahat Ahitofel
(16:15-23) 832
PASAL 17 839
I. Nasihat Husai (17:1-14) 839
II. Kabar yang Dikirim kepada Daud (17:15-21) 848
III. Kematian Ahitofel; Absalom Mengejar Daud (17:22-29) 850
PASAL 18 857
I. Persiapan Perang (18:1-8) 857
II. Kematian Absalom (18:9-18) 862
III. Dukacita Daud bagi Absalom (18:19-33) 868
PASAL 19 875
I. Yoab Menegur Daud (19:1-8) 875
II. Daud Kembali ke Yordan (19:9-15) 880
III. Daud Mengampuni Simei (19:16-23) 884
IV. Mefiboset Bertemu Daud (19:24-30) 889
V. Barzilai Bertemu Daud (19:31-39) 892
VI. Pertengkaran antara Israel dan Yehuda (19:40-43) 896
PASAL 20 901
I. Pemberontakan Seba (20:1-3) 901
II. Kematian Amasa (20:4-13) 905
III. Seba Dikejar (20:14-22) 910
IV. Para Pemuka Istana Daud (20:23-26) 914
PASAL 21 915
I. Kelaparan di Israel; Pembalasan yang Dituntut
Orang Gibeon Dipenuhi (21:1-9) 916
II. Kematian Anak-anak Saul (21:10-14) 923
III. Para Raksasa Ditaklukkan (21:15-22) 926
PASAL 22 931
I. Nyanyian Pujian Daud (22:1) 932
II. Nyanyian Syukur Daud (22:2-51) 934
PASAL 23 947
I. Perkataan Terakhir Daud (23:1-7) 947
II. Para Pahlawan Daud (23:8-39) 956
PASAL 24 967
I. Jumlah Rakyat Dihitung (24:1-9) 967
II. Hukuman atas Penghitungan Rakyat (24:10-17) 972
III. Tulah Berhenti (24:18-25) 981
artikel yang sedang Anda pegang ini yaitu salah satu bagian dari
Tafsiran Alkitab dari Matthew Henry yang secara lengkap men-
cakup Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Untuk edisi bahasa In-
donesianya, tafsiran ini diterbitkan dalam bentuk kitab per kitab.
Untuk kali ini, kita tiba pada pembahasan atas 1 dan 2 Samuel.
Matthew Henry (1662-1714) yaitu seorang Inggris yang mulai
menulis Tafsiran Alkitab yang terkenal ini pada usia 21 tahun. Karya-
nya ini dianggap sebagai tafsiran Alkitab yang sarat makna dan sa-
ngat terkenal di dunia.
Kekuatan terutama terletak pada nasihat
praktis dan saran pastoralnya. Tafsirannya mengandung banyak mu-
tiara kebenaran yang segar dan sangat tepat. Walaupun ada cukup ba-
nyak kecaman di dalamnya, ia sendiri sebenarnya tidak pernah berniat
menuliskan tafsiran yang demikian, seperti yang berulang kali ditekan-
kannya sendiri. Beberapa pakar theologi seperti Whitefield dan Spurge-
on selalu menggunakan tafsirannya ini dan merekomendasikannya ke-
pada orang-orang untuk mereka baca. Whitefield membaca seluruh
tafsirannya sampai empat kali; kali terakhir sambil berlutut. Spurgeon
berkata, “Setiap hamba Tuhan harus membaca seluruh tafsiran ini
dengan saksama, paling sedikit satu kali.”
Sejak kecil Matthew sudah terbiasa menulis renungan atau ke-
simpulan firman Tuhan di atas kertas kecil. Namun, baru pada tahun
1704 ia mulai sungguh-sungguh menulis dengan maksud mener-
bitkan tafsiran ini . Terutama menjelang akhir hidupnya, ia
mengabdikan diri untuk menyusun tafsiran itu.
artikel pertama tentang Kitab Kejadian diterbitkan pada tahun
1708 dan tafsiran tentang keempat Injil diterbitkan pada tahun 1710.
Sebelum meninggal, ia sempat menyelesaikan tafsiran Kisah Para Ra-
sul. sesudah kematiannya, Surat-surat dan Wahyu diselesaikan oleh
13 orang pendeta berdasar catatan-catatan Matthew Henry yang
telah disiapkannya sebelum meninggal. Edisi total seluruh kitab-ki-
tab diterbitkan pada tahun 1811.
berulang kali direvisi dan dicetak ulang.
artikel itu juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti
bahasa Belanda, Arab, Rusia, dan kini sedang diterjemahkan ke da-
lam bahasa Telugu dan Ivrit, yaitu bahasa Ibrani modern.
Riwayat Hidup Matthew Henry
Matthew Henry lahir pada tahun 1662 di Inggris. saat itu gereja
Anglikan menjalin hubungan baik dengan gereja Roma Katolik. Yang
memerintah pada masa itu yaitu Raja Karel II, yang secara resmi di-
angkat sebagai kepala gereja. Raja Karel II ingin memulihkan kekua-
saan gereja Anglikan sehingga orang Kristen Protestan lainnya sangat
dianiaya. Mereka disebut dissenter, orang yang memisahkan diri dari
gereja resmi.
Puncak penganiayaan itu terjadi saat pada 24 Agustus 1662
lebih dari dua ribu pendeta gereja Presbiterian dilarang berkhotbah
lagi. Mereka dipecat dan jabatan mereka dianggap tidak sah.
Pada masa yang sulit itu lahirlah Matthew Henry. Ayahnya,
Philip Henry, yaitu seorang pendeta dari golongan Puritan, sedang-
kan ibunya, Katherine Matthewes, seorang keturunan bangsawan.
sebab Katherine berasal dari keluarga kaya, sepanjang hidupnya
Philip Henry tak perlu memikirkan uang atau bersusah payah men-
cari nafkah bagi keluarganya, sehingga ia dapat dengan sepenuh hati
mengabdikan diri untuk pelayanannya sebagai hamba Tuhan.
Matthew yaitu anak kedua. Kakaknya, John, meninggal pada usia 6
tahun sebab penyakit campak. saat masih balita, Matthew sendiri
juga terserang penyakit itu dan nyaris direnggut maut.
Dari kecilnya Matthew sudah tampak memiliki bermacam-ma-
cam bakat, sangat cerdas, dan pintar. namun yang lebih penting lagi,
sejak kecil ia sudah mengasihi Tuhan Yesus dengan segenap hati dan
mengakui-Nya sebagai Juruselamatnya. Usianya baru tiga tahun ke-
tika ia sudah mampu membaca satu pasal dari Alkitab lalu memberi-
kan keterangan dan pesan tentang apa yang dibacanya.
Dengan demikian Matthew sudah menyiapkan diri untuk tugas-
nya di kemudian hari, yaitu tugas pelayanan sebagai pendeta.
Sejak masa kecilnya Matthew sudah diajarkan bahasa Ibrani,
Yunani, dan Latin oleh ayahnya, sehingga walaupun masih sangat
muda, ia sudah pandai membaca Alkitab dalam bahasa aslinya.
Pada tahun 1685, saat berusia 23 tahun, Matthew pindah ke
London, ibu kota Inggris, untuk belajar hukum di Universitas London.
Matthew tidak berniat untuk menjadi ahli hukum, ia hanya menuruti
saran ayahnya dan orang lain yang berpendapat bahwa studi itu akan
memberikan manfaat besar baginya sebab keadaan di Inggris pada
masa itu tidak menentu bagi orang Kristen, khususnya kaum Puritan.
Beberapa tahun kemudian Matthew kembali ke kampung hala-
mannya. Dalam hatinya ia merasa terpanggil menjadi pendeta. Kemu-
dian, ia diperbolehkan berkhotbah kepada beberapa jemaat di sekitar
Broad Oak. Ia menyampaikan firman Tuhan dengan penuh kuasa. Ti-
dak lama sesudah itu, ia dipanggil oleh dua jemaat, satu di London dan
satu lagi jemaat kecil di wilayah pedalaman, yaitu Chester. sesudah ber-
doa dengan tekun dan meminta petunjuk Tuhan, ia akhirnya memilih
jemaat Chester, dan pada tanggal 9 Mei 1687 ia diteguhkan sebagai
pendeta di jemaat ini . Waktu itu Matthew berusia 25 tahun.
Di Chester, Matthew Henry bertemu dengan Katharine Hardware.
Mereka menikah pada tanggal 19 Juli 1687. Pernikahan itu sangat har-
monis dan baik sebab didasarkan atas cinta dan iman kepada Tuhan.
Namun pernikahan itu hanya berlangsung selama satu setengah tahun.
Katharine yang sedang hamil terkena penyakit cacar. Segera sesudah
melahirkan seorang anak wanita , ia meninggal pada usia 25 tahun.
Matthew sangat terpukul oleh dukacita ini. Anak Matthew dan Kather-
ine dibaptis oleh kakeknya, yaitu Pendeta Philip, ayah Matthew.
Allah menguatkan Matthew dalam dukacita yang melandanya.
sesudah satu tahun lebih telah berlalu, mertuanya menganjurkannya
untuk menikah lagi. Pada Juli 1690, Matthew menikah dengan Mary
Warburton. Tahun berikutnya, mereka diberkati dengan seorang bayi,
yang diberi nama Elisabeth. Namun, saat baru berumur satu sete-
ngah tahun, ia meninggal sebab demam tinggi dan penyakit batuk
rejan. Setahun kemudian mereka mendapat seorang anak wanita
lagi. Dan bayi ini pun meninggal, tiga minggu kemudian. Betapa
berat dan pedih penderitaan orangtuanya. Sesudah peristiwa ini,
Matthew memeriksa diri dengan sangat teliti apakah ada dosa dalam
hidup atau hatinya yang memicu kematian anak-anaknya. Ia
mengakhiri catatannya sebagai berikut, “Ingatlah bahwa anak-anak
itu diambil dari dunia yang jahat dan dibawa ke sorga. Mereka tidak
lahir percuma dan sekarang mereka telah boleh menghuni kota Yeru-
salem yang di sorga.”
Beberapa waktu kemudian mereka mendapat seorang anak perem-
puan yang bertahan hidup. Demikianlah suka dan duka silih berganti
dalam kehidupan Matthew Henry. Secara keseluruhan, Matthew Henry
mendapat 10 anak, termasuk seorang putri dari pernikahan pertama.
Selama 25 tahun Matthew Henry melayani jemaatnya di Chester.
Ia sering mendapat panggilan dari jemaat-jemaat di London untuk
melayani di sana, namun berulang kali ia menolak panggilan ini
sebab merasa terlalu terikat kepada jemaat di Chester. Namun ak-
hirnya, ia yakin bahwa Allah sendiri telah memanggilnya untuk men-
jadi hamba Tuhan di London, dan sebab itu ia menyerah kepada
kehendak Allah.
Pada akhir hidupnya, Matthew Henry terkena penyakit diabetes,
sehingga sering merasa letih dan lemah. Sejak masa muda, ia bekerja
dari pagi buta sampai larut malam, namun menjelang akhir hayatnya
ia tidak mampu lagi. Ia sering mengeluh sebab kesehatannya yang
semakin menurun.
Pada bulan Juni 1714 ia berkhotbah satu kali lagi di Chester,
tempat pelayanannya yang dulu. Ia berkhotbah tentang Ibrani 4:9,
“Jadi masih tersedia suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat
Allah.” Ia seolah-olah menyadari bahwa hari Minggu itu merupakan
hari Minggu terakhir baginya di dunia ini. Secara khusus ia mene-
kankan hal perhentian di sorga supaya anak-anak Allah dapat me-
nikmati kebersamaan dengan Tuhan.
Sekembalinya ke London, ia merasa kurang sehat. Malam itu ia
sulit tidur dan menyadari bahwa ajalnya sudah dekat. Ia dipenuhi
rasa damai dan menulis pesan terakhirnya: “Kehidupan orang yang
mengabdikan diri bagi pelayanan Tuhan merupakan hidup yang pa-
ling menyenangkan dan penuh penghiburan.” Ia mengembuskan
nafas terakhir pada tanggal 22 Juni 1714, dan dimakamkan tiga hari
kemudian di Chester. Nas dalam kebaktian pemakamannya diambil
dari Matius 25:21, “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali
perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah se-
tia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung
jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam keba-
hagiaan tuanmu.”
Tafsiran
Kitab 1 samuel
Kitab ini beserta kitab yang mengikutinya membawa nama Samuel
sebagai judul, bukan sebab Samuel yaitu penulisnya (walau begitu
banyak isi kedua kitab ini terjadi pada masa hidupnya, sampai pasal
kedua puluh lima dari kitab pertama, di mana kita mendapati
catatan mengenai kematiannya), namun sebab kitab pertama berisi
catatan lengkap tentang dirinya, kelahiran dan masa kecilnya, hidup
dan kepemimpinannya. Kisah selebihnya dalam dua kitab yang diberi
namanya itu mengandung sejarah pemerintahan Saul dan Daud,
yang diurapi olehnya. Kemudian, oleh sebab sejarah kedua raja
ini mengisi sebagian besar dua kitab ini, Alkitab Vulgata Latin
menamainya sebagai Kitab Satu dan Dua Raja-raja, dan dua kitab
yang mengikutinya sebagai Tiga dan Empat Raja-raja, yang di dalam
judul dalam Alkitab berbahasa Inggris diberi keterangan sebagai
berikut: disebut juga Kitab Satu Raja-raja, dst. Alkitab Septuaginta
menyebut kitab ini sebagai Kitab Satu dan Dua Kerajaan. Meski sia-
sia saja memperdebatkan perbedaan nama ini, tidak ada alasan un-
tuk menyimpang dari prinsip kebenaran yang tertulis dalam bahasa
Ibrani. Kedua kitab ini, selain mengandung riwayat dua hakim yang
terakhir, Eli dan Samuel, yang bukanlah para prajurit perang seperti
hakim-hakim lain, namun yaitu para imam dan kisah mereka yang
sungguh bernas menjadi pelengkap Kitab Hakim-hakim, juga me-
ngandung riwayat dua raja pertama, yaitu Saul dan Daud, dan kisah
mereka yang sungguh bernas menjadi pembuka riwayat raja-raja.
Kedua Kitab Samuel ini mengandung sebagian besar sejarah kudus
bangsa Israel, yang kadang-kadang dirujuk dalam Perjanjian Baru,
dan kerap kali disebutkan dalam judul-judul mazmur Daud, yang
jika ditempatkan menurut urutannya, akan terlihat jelas terdapat
di dalam kedua kitab ini. Tidaklah jelas siapa penulis kedia kitab ini.
Ada kemungkinan Samuel yang menulis riwayat yang terjadi pada
masa hidupnya, dan sesudah dia, beberapa nabi yang ada bersama
Daud, Natan kemungkinan termasuk di dalamnya, melanjutkan
penulisannya. Kitab 1 Samuel mengisahkan kepada kita catatan leng-
kap dari kejatuhan imam Eli dan kemunculan Samuel serta kepe-
mimpinannya yang luhur (ps. 1-8), mengenai pengunduran diri Sa-
muel dari pemerintahan Israel serta kemunculan Saul dan kepemim-
pinannya yang buruk (ps. 9-15), pemilihan Daud, pergumulannya
dengan Saul, kehancuran Saul pada akhirnya, dan terbukanya jalan
menuju takhta bagi Daud (ps. 16-31). Semua ini dituliskan untuk
menjadi pelajaran bagi kita.
PASAL 1
isah Samuel di dalam pasal ini dimulai sedini kisah Simson,
bahkan sejak belum ia dilahirkan, sama seperti yang nanti kita
jumpai pada kisah Yohanes Pembaptis dan Juruselamat kita yang
terberkati. Beberapa tokoh Alkitab seakan-akan seperti jatuh dari
langit, sehingga pada waktu pertama kali muncul, mereka sudah
merupakan sosok yang dewasa dan terhormat. Akan namun , tokoh-
tokoh lainnya dicatat sedari mereka lahir, sedari mereka masih dalam
kandungan, dan sedari mereka baru dijadikan. Apa yang difirmankan
Allah tentang Nabi Yeremia ini sungguh benar: “Sebelum Aku mem-
bentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau”
(Yer. 1:5). Akan namun , beberapa tokoh Alkitab yang terkemuka lain-
nya dihadirkan ke dalam dunia melalui cara yang lebih istimewa
daripada yang lain, dan oleh sebab nya, sejak lebih dini dikhususkan
dari orang biasa, contohnya Samuel. Dalam hal ini, Allah bertindak
bebas menurut kehendak-Nya. Kisah Simson memperkenalkan diri-
nya sebagai seorang anak perjanjian (Hak. 13), namun kisah Samuel
memperkenalkan dirinya sebagai seorang anak doa. Kelahiran Sim-
son dinubuatkan oleh Malaikat Tuhan kepada ibunya, sementara Sa-
muel dimintakan ibunya kepada Allah. Kelahiran keduanya ini mem-
perlihatkan mujizat yang terjadi oleh firman dan doa. Ibu Samuel
yaitu Hana, sosok yang menjadi tokoh utama di dalam pasal ini.
I. Inilah penderitaan Hana, yaitu bahwa dia yaitu seorang
yang mandul. Penderitaannya ini diperberat oleh penghinaan
yang dilontarkan pesaingnya, namun sedikit banyak diseim-
bangkan oleh kebaikan hati suaminya (ay. 1-8).
II. Doa dan nazar Hana kepada Allah oleh sebab penderitaan ini,
yang sebab nya imam besar Eli pada mulanya mengecamnya,
namun kemudian berbalik menguatkannya (ay. 9-18).
III. Kelahiran dan pengasuhan Samuel (ay. 19-23).
IV. Penyerahan Samuel kepada Tuhan (ay. 24-28).
Orangtua Samuel: Elkana, Hana, dan Penina
(1:1-8)
1 Ada seorang laki-laki dari Ramataim-Zofim, dari pegunungan Efraim, nama-
nya Elkana bin Yeroham bin Elihu bin Tohu bin Zuf, seorang Efraim.
2 Orang ini mempunyai dua isteri: yang seorang bernama Hana dan yang lain
bernama Penina; Penina mempunyai anak, namun Hana tidak. 3 Orang itu dari
tahun ke tahun pergi meninggalkan kotanya untuk sujud menyembah dan
mempersembahkan korban kepada TUHAN semesta alam di Silo. Di sana
yang menjadi imam TUHAN ialah kedua anak Eli, Hofni dan Pinehas. 4 Pada
hari Elkana mempersembahkan korban, diberikannyalah kepada Penina,
isterinya, dan kepada semua anaknya yang laki-laki dan wanita masing-
masing sebagian. 5 Meskipun ia mengasihi Hana, ia memberikan kepada
Hana hanya satu bagian, sebab TUHAN telah menutup kandungannya.
6 namun madunya selalu menyakiti hatinya supaya ia gusar, sebab TUHAN
telah menutup kandungannya. 7 Demikianlah terjadi dari tahun ke tahun;
setiap kali Hana pergi ke rumah TUHAN, Penina menyakiti hati Hana, sehing-
ga ia menangis dan tidak mau makan. 8 Lalu Elkana, suaminya, berkata
kepadanya: “Hana, mengapa engkau menangis dan mengapa engkau tidak
mau makan? Mengapa hatimu sedih? Bukankah aku lebih berharga bagimu
dari pada sepuluh anak laki-laki?”
Kita membaca di sini catatan mengenai keadaan keluarga tempat
nabi Samuel terlahir. Ayahnya bernama Elkana, seorang Lewi dari
bani Kehat, kaum yang paling terhormat dari suku itu seperti jelas
tertulis (1Taw. 6:33-34). Nenek moyang Samuel, Zuf, yaitu seorang
Efraim, artinya, ia berasal dari Betlehem Yehuda, yang disebut juga
Efrata (Rut 1:2). Di sanalah bani Lewi ini mula-mula tinggal, namun
lambat laun salah satu cabang dari bani ini pindah dan tinggal di
pegunungan Efraim, tempat Elkana berasal. Orang Lewi yang bekerja
pada Mikha itu datang dari Betlehem ke pegunungan Efraim (Hak.
17:8). Mungkin latar belakang mereka sebagai orang Efrata ini secara
khusus dikemukakan untuk menunjukkan pertalian mereka dengan
Daud. Elkana ini hidup di Rama, atau Ramataim, yang menandakan
dua Rama, yakni kota yang terletak lebih tinggi dan kota yang
terletak lebih rendah, kota yang sama dengan kota Arimatea tempat
Yusuf berasal, yang pada bacaan ini disebut Ramataim-Zofim. Zofim
berarti penjaga. Kemungkinan ada salah satu sekolah untuk para
nabi di sana, sebab nabi disebut juga sebagai penjaga. Terjemahan
bahasa Aram menyebut Elkana sebagai murid dari para nabi. Akan
namun , menurut saya, tampaknya di dalam diri Samuel-lah nubuatan
mulai ada kembali, sebab sebelum Samuel tiba, untuk waktu cukup
lama, tidak ada penglihatan-penglihatan (3:1). Selain itu, keberadaan
nabi Tuhan tidak pernah ini di dalam zaman di antara Musa
hingga Samuel, kecuali pada Kitab Hakim-hakim 6:8. Dengan demi-
kian, kita tidak punya dasar untuk menganggap bahwa ada sekolah
atau tempat pendidikan para nabi di tempat ini sampai Samuel
sendiri mendirikannya (19:19-20). Inilah catatan tentang orangtua
Samuel dan tempat kelahirannya. Marilah kita sekarang memperhati-
kan keadaan keluarga Samuel.
I. Keluarga Samuel yaitu keluarga yang saleh. Semua keluarga di
Israel seharusnya memang demikian adanya, terlebih lagi bagi
keluarga suku Lewi. Para hamba Tuhan selayaknya harus men-
jadi pola bagi kehidupan keagamaan keluarga. Elkana pergi meng-
hadiri perayaan di kemah Allah di Silo untuk sujud menyembah
dan mempersembahkan korban kepada Tuhan semesta alam.
Menurut saya, inilah kali pertama di dalam Alkitab, bahwa Allah
disebut sebagai Tuhan semesta alam – Jehovah Sabaoth, sebuah
nama yang olehnya Ia kemudian dipanggil dan dikenal. Kemung-
kinan nabi Samuel menjadi orang pertama yang memakai panggil-
an ini bagi Allah demi menghibur Israel, sebab pada masanya,
orang Israel hanya ada sedikit dan sungguh lemah, sementara
seteru-seterunya begitu banyak dan kuat. Maka dari itu, dengan
panggilan ini, orang Israel akan dikuatkan sebab mereka me-
mandang bahwa Allah yang mereka layani yaitu Tuhan semesta
alam, segenap langit dan bumi. Dia berdaulat atas semuanya itu
dan menggunakan semuanya itu menurut kehendak-Nya. Elkana
yaitu seorang Lewi yang tinggal di desa. Dari apa yang tertulis,
tampaknya ia tidak mempunyai jabatan atau tanggung jawab
yang mengharuskannya menjalankan tugas keimaman di kemah
Allah. Namun, ia pergi ke sana sebagai orang Israel biasa, beserta
korban persembahannya, untuk mendorong para tetangganya
melakukan demikian dan menjadi teladan yang baik bagi mereka.
Pada waktu mempersembahkan korbannya, Elkana sujud me-
nyembah sambil berdoa dan mengucap syukur dengan persem-
bahannya. Elkana menjalankan ibadahnya dengan tekun, sebab
ia selalu pergi setiap tahun. Lebih lanjut, yang menjadikan Elkana
pribadi yang lebih terpuji lagi yaitu ,
1. Bahwa pada waktu itu, terjadi kebobrokan moral dan agama
ditinggalkan di seluruh negeri. Sebagian dari mereka menyem-
bah dewa-dewa lain, sementara sebagaian besar orang tidak
peduli untuk beribadah lagi kepada Allah Israel, namun meski
demikian, Elkana tetap teguh dalam ibadahnya. Apa pun yang
diperbuat orang lain, ia bertekad bahwa dirinya dan seisi
rumahnya akan beribadah kepada Tuhan.
2. Bahwa Hofni dan Pinehas, anak-anak Eli, yaitu orang-orang
yang pada saat itu terutama bertugas melayani di kemah
Allah. namun mereka ini bertindak sangat tercela sebagai
imam, seperti kita jumpai nanti. Namun demikian, Elkana
tetap pergi untuk mempersembahkan korbannya. Allah pada
saat itu telah menetapkan umat-Nya untuk berada di satu
tempat saja, menyediakan bagi mereka satu mezbah, serta
melarang mereka, dengan alasan apa pun, untuk menyembah-
Nya di tempat lain. Oleh sebab itu, sebagai wujud ketaatan
yang murni terhadap perintah ini , Elkana pergi menyem-
bah Allah di Silo. Meskipun para imam itu tidak menjalankan
bagian mereka, Elkana akan tetap menjalankan bagiannya.
Puji syukur kepada Allah bahwa kita, di bawah Injil, tidak
terikat kepada satu tempat atau kaum. Hanya para pendeta
dan pengajar, yang telah diberikan Sang Juruselamat kepada
jemaat-Nya, hanya penggembalaan mereka sajalah yang mem-
perlengkapi orang-orang kudus bagi pembangunan tubuh
Kristus (Ef. 4:11-12). Meski tidak ada seorang pun berkuasa
atas iman kita, kita mempunyai kewajiban kepada mereka
yang menunjang kekudusan dan sukacita kita. Kita tidak
perlu bergantung kepada mereka yang dengan kebejatan budi
pekerti mereka, seperti Hofni dan Pinehas, menjadikan korban
persembahan bagi Tuhan sesuatu yang rendah, meski kesa-
hihan dan kuasa dari upacara persembahan itu tidaklah ber-
gantung kepada kekudusan orang yang menjalankannya.
II. Namun demikian, keluarga Samuel yaitu keluarga yang terpecah,
dan keterpecahan ini mendatangkan rasa bersalah dan kesedihan
di tengah keluarga ini . Di mana ada kesalehan, sungguh di-
sayangkan jika di sana tidak ada kesatuan. Kesalehan bersama
dalam satu keluarga sejatinya harus mengakhiri keterpecahan di
dalamnya.
1. Asal mula keterpecahan ini yaitu sebab Elkana menikahi
dua istri, yang melanggar hukum pernikahan yang mula-mula,
yang dimaksudkan oleh Juruselamat kita (Mat. 19:5, 8), yakni,
sejak semula tidaklah demikian. Pelanggaran ini menimbulkan
masalah di tengah keluarga Abraham, keluarga Yakub, dan
pada bacaan ini, keluarga Elkana. Betapa hukum-hukum
Allah menyediakan penghiburan dan sukacita bagi kita di du-
nia ini dan membuat hidup kita jauh lebih baik daripada jika
kita dibiarkan hidup tanpanya! Elkana kemungkinan menikahi
Hana terlebih dahulu, dan, saat ia tidak lekas mendapatkan
anak dari padanya seperti yang diharapkan, ia lalu menikahi
Penina. Penina ini, yang meskipun melahirkan anak baginya,
dalam hal lain menjadi duri dalam daging baginya. Demikian-
lah manusia kerap kali dipukuli oleh rotan buatannya sendiri.
2. Kejadian yang mengikuti kesalahan ini yaitu bahwa kedua
istri Elkana tidak bisa hidup rukun satu sama lain. Keduanya
memiliki berkat yang berbeda: Penina, seperti halnya Lea,
yaitu wanita yang subur dan melahirkan banyak anak,
dan ini seharusnya membuatnya bersukacita dan bersyukur,
meskipun ia hanyalah seorang istri muda yang tidak terlalu
dikasihi. Sementara itu Hana, seperti halnya Rahel, yaitu
wanita yang mandul, namun ia sangat dikasihi suaminya.
Dan suaminya itu mempergunakan segala kesempatan yang
ada untuk menunjukkan kepadanya dan kepada orang lain
bahwa dirinya sungguh sangat dikasihi, dan memberikan
kepada Hana bagian yang mulia (ay. 5, KJV). Hal ini seharus-
nya membuatnya bersukacita dan bersyukur. Akan namun , ke-
duanya mempunyai perangai yang berbeda: Penina tidak
mampu menanggung berkat dari kesuburannya, sehingga ia
menjadi tinggi hati dan kurang ajar, sementara Hana tidak
mampu menanggung kesengsaraan dari kemandulannya, se-
hingga ia menjadi murung dan sedih. Akibatnya, Elkana kesu-
litan menengahi kedua istrinya itu.
(1) Elkana tetap setia datang ke mezbah Allah tanpa meng-
hiraukan pertikaian yang menyedihkan di tengah keluarga-
nya ini. Ia membawa serta kedua istri dan anak-anaknya
bersamanya, dengan pemikiran bahwa meskipun mereka
tidak bisa sepakat di dalam hal lain, mereka bisa sepakat
untuk menyembah Allah bersama-sama. jika kesalehan
di dalam sebuah keluarga tidak berhasil menyelesaikan
keterpecahan di dalamnya, jangan biarkan keterpecahan
itu mengakhiri kesalehan yang ada.
(2) Elkana berbuat semampunya untuk menghibur Hana dan
berupaya menyemangatinya dari kesengsaraan yang di-
alaminya (ay. 4-5). Pada perayaan di Silo itu, Elkana mem-
persembahkan korban keselamatan untuk memohonkan
kedamaian di tengah-tengah keluarganya. saat ia dan
keluarganya akan memakan bagian mereka dari korban
persembahan ini , sebagai tanda persekutuan mereka
dengan Allah dan mezbah-Nya, meski ia memberikan ke-
pada Penina dan semua anak-anaknya bagian yang pantas.
Ia memberikan juga kepada Hana bagian yang mulia, yaitu
bagian terbaik yang terhidang di meja, bagian (apa pun itu)
yang umumnya diberikan di tengah perayaan-perayaan
seperti itu kepada orang yang paling dihargai. Perbuatan
ini dilakukan Elkana demi kasihnya kepada Hana dan
untuk meyakinkan dirinya akan kasihnya itu. Perhatikan,
[1] Elkana mengasihi istrinya itu meski ia mandul. Kristus
mengasihi jemaat-Nya, tidak menghiraukan kelemahan
dan kemandulannya, sehingga demikianlah suami harus
mengasihi istrinya (Ef. 5:25). Mengurangi kasih kita
yang sepantasnya diberikan kepada pasangan kita oleh
sebab kelemahan yang bukan disebabkan oleh mereka
sendiri, dan yang bukan merupakan dosa melainkan
kesengsaraan mereka, sama saja dengan memperten-
tangkan penyelenggaraan Allah dengan hukum-hukum-
Nya. Terlebih lagi, menambah kesengsaraan mereka
yang memang sudah sengsara sungguh suatu perbuat-
an yang sangat tercela.
[2] Elkana berusaha semakin gigih menunjukkan kasihnya
sebab Hana mengalami sengsara, penghinaan, dan ke-
susahan hati. Menguatkan mereka yang paling lemah,
dan mengangkat mereka yang susah hati, itulah hikmat
dan tanggung jawab kita.
[3] Elkana menunjukkan kasihnya yang sangat besar ke-
pada Hana melalui bagian yang diberikannya dari kor-
ban keselamatan yang dipersembahkannya. Demikian-
lah kita harus memberi kesaksian akan kasih kita
kepada para sahabat dan saudara kita dengan bertekun
mendoakan mereka. Semakin besar kasih kita kepada
mereka, semakin besar pula ruang bagi mereka di da-
lam doa-doa kita.
(3) Penina yaitu orang yang sangat menjengkelkan dan me-
nyakitkan hati.
[1] Penina mengolok-olok Hana oleh sebab kesengsaraannya,
memandangnya rendah sebab ia mandul, dan mencer-
canya sebagai orang yang tidak diperkenan oleh sorga.
[2] Penina iri hati terhadap Hana yang sangat dikasihi El-
kana, dan semakin Elkana berlaku lemah lembut kepada
Hana, semakin gencar pula Penina menyakiti Hana de-
ngan semua tindakannya yang hina dan kasar.
[3] Penina menyakiti Hana khususnya pada saat mereka
sedang pergi ke rumah Tuhan, mungkin sebab pada
waktu itu, mereka lebih bisa berkumpul bersama-sama
daripada pada kesempatan lain. Atau mungkin sebab
pada kesempatan itu, Elkana menunjukkan kasihnya
yang terutama kepada Hana. Akan namun , Penina sangat
berdosa dengan memperlihatkan kemarahannya pada
kesempatan itu, saat tangan-tangan yang suci seha-
rusnya diangkat di mezbah Allah tanpa ada amarah dan
perselisihan. Selain itu, sangatlah jahat jika Penina
pada kesempatan itu menyakiti hati Hana. Tidak hanya
sebab mereka sedang berada dalam rombongan, se-
hingga orang lain pasti akan memperhatikannya, namun
juga sebab pada saat itu, Hana sedang memusatkan
diri pada ibadahnya, sehingga ia mendambakan dirinya
berada dalam keadaan yang sungguh tenang dan siap,
terbebas dari gangguan. Musuh besar kemurnian dan
kedamaian kita bekerja paling giat untuk mengusik kita
pada saat kita seharusnya berada dalam keadaan paling
siap. Pada waktu anak-anak Allah datang menghadap
Tuhan, Iblis pasti juga datang di antara mereka (Ayb.
1:6).
[4] Penina terus melakukan hal ini tahun demi tahun,
bukan hanya sekali atau dua kali, namun terus-menerus.
Baik rasa hormat terhadap suaminya maupun belas
kasihan terhadap Hana tidak mampu menghentikan-
nya.
[5] Rancangan Penina yaitu untuk membuat Hana gusar,
mungkin dengan harapan bahwa hatinya turut hancur,
supaya hanya ia seorang yang akan memiliki hati sua-
minya. Atau juga, sebab Penina memperoleh kebaha-
giaan dari kesusahan Hana, dan tidak ada yang dapat
Hana lakukan untuk memuaskan hati Penina selain
dengan menjadi gusar. Amatilah, tanda dari kepribadian
yang sungguh rendah yaitu saat seseorang memper-
oleh kegembiraan dengan mendukakan sesamanya yang
sedang bersusah hati, dan dengan menghancurkan su-
kacita sesamanya yang sedang gusar dan gelisah. Seha-
rusnyalah kita bertolong-tolongan menanggung beban
satu sama lain, bukan malah menambahnya.
(4) Hana, wanita yang malang, tidak tahan mendengar
penghinaan Penina: Ia menangis, dan tidak mau makan (ay.
7). Hal itu membuat Hana menyusahkan dirinya sendiri
dan semua kerabatnya. Ia tidak mau makan di perayaan
itu. Kesusahannya merenggut nafsu makannya, membuat-
nya tidak bisa beramah-tamah dengan orang lain, menjadi-
kannya sebuah nada sumbang di tengah harmoni kebaha-
giaan keluarga. Hana tidak mau makan dari korban persem-
bahan, sebab orang Israel memang tidak diperbolehkan
memakan persembahan kudus pada waktu berkabung (Ul.
26:14; Im. 10:19). Kelemahan Hana membuka jalan bagi
kesusahan dunia sehingga membuat dirinya tidak layak
memperoleh sukacita kudus di dalam Allah. Orang-orang
yang berhati gusar dan terlalu mudah memasukkan peng-
hinaan ke dalam hati, sesungguhnya menjadi seteru bagi
dirinya sendiri. Ia menarik dirinya sendiri dari penghiburan
hidup dan kesalehan kepada Allah. Kita menjumpai bahwa
Allah peduli akan dampak buruk dari ketidakpuasan dan
ketidakcocokan di dalam hubungan suami-istri, hingga
pihak yang berduka sebab nya menutupi mezbah Tuhan
dengan air mata, oleh sebab Ia tidak lagi berpaling kepada
persembahan (Mal. 2:13).
(5) Elkana menyampaikan apa yang dapat disampaikannya ke-
pada Hana untuk menghibur hatinya. Hana tidak mencela
Elkana sebab telah menikahi wanita lain, seperti yang
diperbuat Sara. Ia juga tidak membalas caci maki Penina
dengan caci maki, namun sepenuhnya menimpakan perma-
salahannya kepada dirinya sendiri, sehingga ia menjadi
semakin patut dikasihani. Elkana menunjukkan bahwa
dirinya sendiri sangat bersedih sebab kesedihan Hana (ay.
8): Hana, mengapa engkau menangis?
[1] Elkana sangat gelisah menyaksikan Hana diliputi kesu-
sahan hati. Mereka yang telah dijadikan satu daging
melalui pernikahan, harus juga mempunyai satu roh,
saling berbagi permasalahan satu sama lain, sehingga
yang satu tidak bisa tenang saat yang lain tidak
tenang.
[2] Elkana menegur Hana dengan kasih sayang: Mengapa
engkau menangis? Mengapa hatimu sedih? Tuhan mene-
gur orang yang dikasihi-Nya, demikianlah kita harus
berlaku pula. Elkana menanyakan secara khusus alasan
di balik kesedihan Hana. Meskipun Hana mempunyai
alasan yang pantas untuk bersedih, biarlah ia mere-
nungkan, apakah ia punya alasan untuk bersedih sam-
pai sedemikian rupa, khususnya sampai itu membuat-
nya tidak memakan bagiannya dari persembahan kudus.
Catatlah, kesedihan kita sebab suatu hal menjadi se-
suatu yang berdosa dan keterlaluan saat itu meng-
alihkan kita dari tanggung jawab kepada Allah dan
memahitkan penghiburan kita di dalam Dia. Kita ber-
dosa jika itu sampai membuat kita tidak bersyukur atas
karunia yang kita nikmati, dan meragukan kebaikan
Allah yang ingin terus melimpahkan kita dengan kasih
setia-Nya. Kita berdosa jika itu sampai mengurangi
sukacita kita di dalam Kristus dan menghambat kita
untuk mengerjakan pelayanan serta memperoleh peng-
hiburan dari hubungan kita yang khusus dengan-Nya.
[3] Elkana menunjukkan bahwa tidak ada yang kurang di
dalam dirinya untuk menjadi penawar bagi kesedihan
Hana: “Bukankah aku lebih berharga bagimu dari pada
sepuluh anak laki-laki? Engkau tahu bahwa segenap
kasihku yaitu milikmu, sehingga biarlah itu menghi-
burmu.” Catatlah, kita harus peduli untuk mendapat
penghiburan, dengan tidak larut dalam kesusahan hati
sebab menanggung salib kita. Kita memang pantas
menanggung salib kita, namun janganlah sampai kehi-
langan penghiburan kita. Hendaklah kita menjaga agar
keduanya tetap seimbang, dengan menerima apa yang
baik bagi kita, dan juga yang tidak baik bagi kita. Jika
tidak demikian, kita berlaku curang terhadap Penyeleng-
garaan Allah serta berlaku jahat terhadap diri sendiri.
Hari malang pun dijadikan Allah seperti juga hari mujur
(Pkh. 7:14), demikianlah kita harus mengingat hal ini.
Doa Hana
(1:9-18)
9 Pada suatu kali, sesudah mereka habis makan dan minum di Silo, berdirilah
Hana, sedang imam Eli duduk di kursi dekat tiang pintu bait suci TUHAN,
10 dan dengan hati pedih ia berdoa kepada TUHAN sambil menangis tersedu-
sedu. 11 Kemudian bernazarlah ia, katanya: “TUHAN semesta alam, jika sung-
guh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat
kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, namun memberikan kepada
hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia ke-
pada TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyen-
tuh kepalanya.” 12 saat wanita itu terus-menerus berdoa di hadapan
TUHAN, maka Eli mengamat-amati mulut wanita itu; 13 dan sebab
Hana berkata-kata dalam hatinya dan hanya bibirnya saja bergerak-gerak,
namun suaranya tidak kedengaran, maka Eli menyangka wanita itu
mabuk. 14 Lalu kata Eli kepadanya: “Berapa lama lagi engkau berlaku sebagai
orang mabuk? Lepaskanlah dirimu dari pada mabukmu.” 15 namun Hana
menjawab: “Bukan, tuanku, aku seorang wanita yang sangat bersusah
hati; anggur ataupun minuman yang memabukkan tidak kuminum, melain-
kan aku mencurahkan isi hatiku di hadapan TUHAN. 16 Janganlah anggap
hambamu ini seorang wanita dursila; sebab sebab besarnya cemas dan
sakit hati aku berbicara demikian lama.” 17 Jawab Eli: “Pergilah dengan
selamat, dan Allah Israel akan memberikan kepadamu apa yang engkau min-
ta dari pada-Nya.” 18 Sesudah itu berkatalah wanita itu: “Biarlah hamba-
mu ini mendapat belas kasihan dari padamu.” Lalu keluarlah wanita itu,
ia mau makan dan mukanya tidak muram lagi.
Elkana dengan lemah lembut menegur Hana sebab ia terlalu ber-
sedih, dan pada bagian ini, kita dapati dampak baik dari teguran itu.
I. Teguran itu membuat Hana mau makan. Ia makan dan minum
(ay. 9). Ia tidak mengeraskan diri dengan kesusahan hatinya, dan
tidak merasa sakit hati lagi saat ditegur sebab hal itu. saat ia
menyadari suaminya mengkhawatirkan dirinya yang tidak mau
datang dan bersantap bersama mereka, ia pun berusaha menyu-
kakan hatinya dan makan bersama mereka. Pengendalian emosi
merupakan bagian penyangkalan diri yang sama hebatnya dengan
pengendalian nafsu makan.
II. Teguran itu membuat Hana berdoa. Oleh sebab teguran itu, Hana
pun berpikir demikian, “Layakkah aku marah? Layakkah aku
gusar? Apa gunanya itu bagiku? Daripada menaruh beban itu ke
atas bahuku, bukankah lebih baik jika aku melepaskan diri dari
beban itu dan menyerahkannya kepada Tuhan melalui doa?”
Elkana telah berkata, Bukankah aku lebih berharga bagimu dari
pada sepuluh anak laki-laki? dan perkataannya ini mungkin
membuat Hana berpikir, “Apakah dia memang bernilai demikian
atau tidak, aku tidak tahu, tapi yang pasti, Allah jelas bernilai
demikian, sehingga kepada-Nyalah aku akan berserah, dan di
hadapan-Nyalah aku akan menuangkan keluh kesahku dan mera-
sakan penghiburan yang diberikan kepadaku.” jika ia hendak
menyampaikan pergumulannya secara khusus dalam perkara ini
kepada takhta kasih anugerah, maka inilah saatnya. Mereka
sedang berada di Silo, tepat di muka pintu bait Allah, tempat
Allah telah berjanji akan menemui umat-Nya, dan juga tempat
yang disebut sebagai rumah doa. Mereka baru saja mempersem-
bahkan korban keselamatan untuk memperoleh perkenanan Allah
dan semua yang baik daripada-Nya serta sebagai tanda perseku-
tuan mereka dengan-Nya. Kemudian, sembari menerima peng-
hiburan dari perkenanan Allah, mereka mengadakan perjamuan
atas korban itu. Dan inilah saat yang tepat untuk menyampaikan
doanya oleh sebab korban itu, yakni korban keselamatan, sebab
melalui korban itu, kita tidak hanya memperoleh penebusan dosa,
namun doa-doa kita pun didengar dan diterima, beserta jawaban
damai sejahteranya. Kepada korban itulah kita harus mengarah-
kan pandangan kita, dalam semua permohonan kita. Sekarang,
mengenai doa Hana, kita dapat mengamati,
1. Adanya kesalehan yang hangat dan hidup di dalam doa itu,
yang terlihat beberapa kali, untuk mengarahkan kita dalam
doa kita.
(1) Hana memanfaatkan kesedihan dan kesusahan hati yang
dirasakannya pada saat itu untuk membangkitkan dan
menggerakkan keyakinannya yang teguh di dalam doa:
Dengan hati pedih, ia berdoa (ay. 10). Kita harus meman-
faatkan dengan baik kesengsaraan kita seperti ini, dan itu
harus membuat kita semakin bertekun di dalam doa-doa
kepada Allah. Juruselamat kita, saat Ia sangat ketakutan,
makin bersungguh-sungguh berdoa (Luk. 22:44).
(2) Hana mencampur air mata dengan doa-doanya. Itu bukan-
lah doa yang kering, sebab ia menangis tersedu-sedu
bersamanya. Layaknya orang Israel sejati, ia menangis dan
memohon (Hos. 12:5) belas kasihan Allah kita, yang me-
ngetahui jiwa yang gundah. Doa itu mengalir dari lubuk
hatinya, seperti tangis mengalir dari matanya.
(3) Hana sangat berterus terang, namun juga sangat rendah
hati, saat menyampaikan keinginannya. Ia memohon
kehadiran seorang anak, anak laki-laki, agar anak itu layak
melayani di bait Allah. Allah memberi kita keleluasaan di
dalam doa kita, tidak hanya untuk meminta hal-hal yang
baik secara umum, namun juga untuk mengucapkan hal-hal
baik yang khusus dan paling kita butuhkan dan damba-
kan. Akan namun , tidak seperti Rahel, Hana tidak berkata,
Berikanlah kepadaku anak-anak (Kej. 30:1, KJV). Hana akan
sangat bersyukur andaikata ia hanya mendapat seorang
anak.
(4) Hana mengucapkan sebuah janji atau nazar, bahwa apa-
bila Allah memberinya anak laki-laki, maka ia akan mem-
berikannya kepada Tuhan (ay. 11). Menurut garis ketu-
runannya, anak itu akan terlahir sebagai orang Lewi, dan,
dengan demikian, akan membaktikan hidupnya bagi Allah.
namun menurut nazar Hana, anak itu akan terlahir sebagai
orang nazir, sehingga sedari masa kanak-kanak, ia sudah
harus dikhususkan. Hana kemungkinan sudah menyam-
paikan permohonannya ini kepada Elkana, dan telah
memperoleh persetujuan serta izinnya. Catatlah, orangtua
mempunyai hak untuk menyerahkan anak-anak mereka
kepada Allah, sebagai persembahan yang hidup serta
sebagai imam rohani, dan dengan itu, mereka wajib dengan
sepenuh hati melayani Allah seumur hidup mereka. Perhati-
kan lebih lanjut, saat kita merindukan belas kasihan da-
lam hal apa pun, sangat pantaslah bagi kita untuk meng-
ikat jiwa kita dengan sebuah janji, bahwa, jika Allah
memberikan belas kasihan-Nya kepada kita, kita akan
mengabdikannya bagi kemuliaan-Nya dan dengan bersuka-
cita mempergunakan pemberian-Nya itu untuk melayani-
Nya. Bukan berarti dengan itu kita dapat bertingkah se-
olah-olah kita layak mendapat perkenan-Nya, namun hanya
seturut kehendak-Nyalah kita boleh memperolehnya dan
terhibur oleh pemberian-Nya itu. Biarlah di dalam mengha-
rapkan belas kasihan-Nya, kita berjanji untuk melayani-
Nya.
(5) Hana menyampaikan doanya itu dengan suara yang sangat
kecil sehingga tidak ada orang yang dapat mendengarnya.
Bibirnya bergerak-gerak namun suaranya tidak kedengaran
(ay. 13). Dengan caranya itu, ia memberi kesaksian atas ke-
yakinan dirinya, bahwa Allah mengetahui hati dan segenap
keinginannya. Pikiran manusia merupakan kata-kata bagi-
Nya, dan Dia bukanlah seperti allah-allah yang harus
dipanggil dengan keras (1Raj. 18:27). Tindakannya itu juga
menunjukkan kesahajaan dan rasa hina yang kudus pada
waktu ia mendekat kepada Allah. Ia sama sekali bukan
termasuk orang-orang yang membuat suaranya didengar di
tempat tinggi (Yes. 58:4). Itu yaitu doa rahasia, meskipun
diucapkan di tempat umum, namun dipanjatkan diam-diam,
tidak seperti orang Farisi yang berdoa supaya mereka
dilihat orang. Doa yang sejati bukanlah sesuatu yang mem-
buat kita merasa malu, namun kita harus menghindari
segala rupa kesombongan saat memanjatkannya. Biarlah
apa yang terjadi antara Allah dan jiwa kita, kita simpan
bagi diri kita sendiri.
2. Kecaman keras yang dialami Hana sebab doanya itu. Eli pada
saat itu sedang menjabat sebagai imam besar dan hakim di
Israel. Ia duduk di sebuah kursi di bait suci untuk mengawasi
segala sesuatu yang dikerjakan di sana (ay. 9). Kemah Allah di
dalam ayat ini disebut sebagai bait suci, sebab letaknya pada
saat itu sudah menetap, dan di sanalah segala peranan bait
Allah berlangsung. Di sana Eli duduk untuk menerima per-
mohonan dan memberikan arahan, dan di tempat tertentu
(kemungkinan di suatu sudut yang sepi), ia memergoki Hana
di tengah doanya. Ia melihat perilaku Hana yang aneh, men-
duga dia sedang mabuk, sehingga menghardiknya (ay. 14):
Berapa lama lagi engkau berlaku sebagai orang mabuk? Ini
sindiran yang sama persis dengan yang diterima Petrus dan
para rasul saat Roh Kudus memberi mereka berkata-kata
dalam bahasa-bahasa lain (Kis. 2:4). Mungkin di zaman yang
rusak ini, bukan pemandangan yang aneh jika ada perem-
puan mabuk di depan pintu bait suci Allah, sebab jika tidak
demikian, tentu nafsu bejat Hofni dan Pinehas tidak akan bisa
dengan mudahnya menemukan mangsa di sana (2:22). Eli
mengira Hana termasuk salah seorang wanita itu. Inilah
pengaruh buruk dari merajalelanya tindakan asusila, dan ini
menjadi suatu hal yang biasa dilakukan, sehingga orang yang
tidak bersalah ikut kerap dicurigai. saat terjadi suatu penya-
kit mewabah, semua orang pun dicurigai terjangkit olehnya.
Sekarang,
(1) Ini merupakan kesalahan Eli. Sungguh kesalahan yang sa-
ngat besar untuk mengecam tanpa pengamatan atau kete-
rangan lebih lanjut. jika matanya sendiri telah menjadi
kabur, maka Eli seharusnya meminta orang lain di sekitar-
nya untuk menyelidiki hal itu. Orang mabuk umumnya
berisik dan suka berbuat onar, namun wanita malang
ini hanya diam dan tenang-tenang saja. Kesalahan Eli
menjadi semakin besar mengingat dirinya yaitu seorang
imam Tuhan, yang seharusnya dapat mengerti orang-orang
yang jahil (Ibr. 5:2). Perhatikan, tidak sepatutnya kita ber-
laku kasar dan tergesa-gesa saat menegur orang lain. Ja-
nganlah juga kita lekas mempercayai bahwa seseorang ber-
salah atas sesuatu yang buruk, saat perkara yang men-
jadi dasar teguran kita itu masih meragukan atau belum
terbukti. Jangan sampai perkara itu justru merupakan se-
suatu yang baik. Kebaikan hati memerintahkan kita untuk
berharap yang terbaik di dalam segala sesuatu, dan mela-
rang kita untuk mencari-cari kesalahan. Paulus, meskipun
dirinya mempunyai keterangan yang sangat jelas, hanya
mengambil sikap sedikit banyak percaya (1Kor. 11:18), dan
berharap kenyataannya tidak seperti demikian. Secara khu-
sus, kita harus berhati-hati saat menilai ibadah orang lain,
supaya jangan kita menyebut sesuatu yang sungguh-sung-
guh merupakan buah kegigihan rohani yang tulus dan yang
diperkenan Allah, sebagai suatu kemunafikan, kerajinan,
atau takhayul.
(2) Ini menjadi kesengsaraan bagi Hana, dan betapa besarnya
kesengsaraan itu, ditumpuk di atas segala kesengsaraan
yang sudah ada, bagaikan cuka yang disiramkan ke atas
luka batinnya. Sebelumnya ia ditegur oleh Elkana sebab
tidak mau makan dan minum, dan sekarang ia lebih terte-
kan lagi, ditegur pula oleh imam Eli sebab disangka ma-
kan dan minum minuman keras terlalu banyak. Catatlah,
bukan sesuatu yang baru bagi orang-orang yang berbuat
baik untuk disalahpahami, jadi kita juga tidak boleh
menganggapnya hal yang aneh saat itu menimpa kita.
3. Tindakan Hana yang dengan rendah hati membela dirinya
tidak bersalah atas kejahatan yang dituduhkan kepadanya. Ia
bersikap sangat luhur. Ia tidak balik mengecam imam Eli atas
tuduhan itu dan mencelanya dengan kebejatan anak-anak
laki-lakinya sendiri. Ia tidak menyuruh imam Eli melihat sen-
diri keadaan rumahnya dan mengekang keluarganya. Ia tidak
mencerca imam Eli betapa tidak eloknya orang yang berkedu-
dukan seperti dirinya menginjak-injak seorang penyembah
malang yang bersusah hati di hadapan takhta karunia. saat
kita, kapan pun itu, dengan tidak adil dikecam, kita harus sa-
ngat berhati-hati dengan mulut kita supaya kita tidak menye-
rang balik dan membalas tuduhan dengan tuduhan. Hana
berpikir, cukup baginya untuk membela dirinya sendiri, dan
demikianlah juga yang harus kita perbuat (ay. 15-16).
(1) Demi keadilan bagi diri Hana sendiri, ia menyangkal tuduh-
an yang dilontarkan kepadanya dengan tutur kata yang
penuh hormat sedapat mungkin kepada imam Eli. Ia me-
manggil Eli dengan sebutan Tuanku, yang menunjukkan
betapa ia berdiri teguh di atas kebenaran, dan segan berada
di bawah kecaman itu. “Bukan, tuanku, ini bukan seperti
yang tuanku sangkakan. Anggur ataupun minuman yang
memabukkan tidak kuminum, sama sekali tidak” (meski-
pun kedua benda ini pantas diberikan kepada orang yang
susah hati [Ams. 31:6]), “apalagi sampai dikatakan minum
berlebihan. Oleh sebab itu, janganlah perhitungkan ham-
bamu ini sebagai anak wanita Belial” (ay. 16, KJV)
Catatlah, para pemabuk yaitu anak-anak Belial, apalagi
wanita pemabuk, anak-anak si jahat, orang-orang
durhaka, anak-anak yang tidak tahan memikul kuknya
(sebab kalau memang tahan, mereka tidak akan mabuk),
terlebih lagi jika mereka sedang betul-betul mabuk.
Orang yang tidak bisa memikul kuknya seperti yang orang
lain lakukan, bukanlah orang yang dapat mengendalikan
dirinya sendiri. Hana mengakui, bahwa jika ia memang
benar bersalah sebab mabuk, maka kejahatannya sangat-
lah besar, dan pantas diusir pergi oleh Eli. namun caranya
mengutarakan sendiri pembelaannya sudah cukup menun-
jukkan bahwa dirinya tidak mabuk.
(2) Demi keadilan bagi Eli, Hana memberi keterangan menge-
nai apa yang diperbuatnya pada saat itu, yang membuat Eli
sampai mencurigainya: “Aku seorang wanita yang
sangat bersusah hati, putus asa dan kebingungan, sehing-
ga sebab semua itulah aku tidak terlihat seperti orang
baik-baik. Mataku ini merah bukan sebab anggur, namun
sebab tangisan. Dan pada saat ini, aku tidak berbicara
dan meracau sendiri, seperti yang dikerjakan para pema-
buk dan orang kurang waras, namun aku tengah menuang-
kan seluruh isi jiwaku di hadapan Tuhan, yang mendengar
dan memahami bahasa hati, dan semua ini mengalir dari
banyaknya keluhan dan kesedihanku.” Ia lebih dari ber-
sungguh-sungguh di dalam doanya kepada Allah, dan ini,
seperti diungkapkannya, menjadi alasan sebenarnya di
balik emosi yang meluap-luap dan kemabukan yang se-
olah-olah dialaminya. Catatlah, saat kita dengan tidak
adil dipersalahkan, kita harus berjuang tidak hanya untuk
membersihkan nama kita sendiri, namun juga harus me-
muaskan hati saudara-saudara kita dengan memberi ke-
pada mereka keterangan yang pantas dan benar dari apa
yang telah dengan keliru dipersalahkan kepada kita.
4. Eli memperbaiki kesalahannya yang telah dengan kasar dan
tidak sopan melontarkan tuduhan, dengan memberi berkat
dengan lemah lembut dan kebapakan (ay. 17). Seperti kerap
diperbuat orang lain dalam perkara yang sama, ia tidak mene-
rima perkataan Hana sebagai penghinaan sebab kekeliruan-
nya dikoreksi dan sebab ia diyakinkan akan kesalahannya,
dan ia pun tidak merasa sakit hati. Akan namun , sebaliknya, ia
kini memberi dukungan terhadap doa Hana yang sama besar
dengan kecamannya sebelumnya. Tidak hanya Eli memper-
lihatkan bahwa dirinya sangat puas dengan ketidakbersalahan
Hana melalui kata-kata ini, Pergilah dengan selamat, ia pun,
sebagai imam besar yang memiliki kuasa, memberkati Hana
dalam nama Tuhan. Meskipun ia tidak mengetahui berkat
khusus apa yang didoakan Hana, ia mengakhirinya dengan
Amin, untuk menunjukkan betapa ia paham betul akan ke-
baikan hati dan kesalehan Hana: Allah Israel akan memberikan
kepadamu, apa pun itu, yang engkau minta dari pada-Nya.
Catatlah, melalui kelemahlembutan dan kerendahan hati kita
terhadap orang-orang yang mencela kita sebab mereka tidak
mengenal kita dengan baik, kita mungkin dapat menjadikan
mereka sahabat kita, dan mengubah segenap kecaman mereka
menjadi doa-doa bagi kita.
5. Kegembiraan batin yang luar biasa yang dirasakan Hana ke-
tika ia beranjak pergi (ay. 18). sesudah memohon agar Eli se-
nantiasa berbelas kasih kepadanya dan mendoakannya, Hana
lalu pergi dan menyantap korban keselamatan yang masih ada
sebab tidak boleh ada yang tersisa sampai keesokan paginya,
dan mukanya tidak muram lagi. Hatinya tidak lagi gundah dan
gelisah seperti sebelumnya, kini tampak gembira dan ceria,
dan segalanya berjalan baik-baik saja. Mengapa, apa yang
telah terjadi? Dari manakah datangnya sukacita ini? Melalui
doanya, ia telah menyerahkan perkaranya kepada Allah dan
meninggalkan semuanya itu kepada-Nya, sehingga kini ia
tidak lagi dikacaukan oleh perkaranya itu. Ia telah berdoa bagi
dirinya sendiri, dan Eli pun telah berdoa baginya, dan ia per-
caya bahwa Allah akan mengabulkan belas kasih yang didoa-
kannya atau akan menggantinya dengan cara yang lain. Catat-
lah, bagi jiwa yang beroleh rahmat karunia, doa berkuasa
menenangkan hati. Keturunan Yakub sudah kerap kali men-
jumpai kuasa doa seperti demikian, dengan percaya sepenuh
hati bahwa Allah tidak akan pernah berkata kepada mereka
untuk mencari Aku dengan sia-sia (lih. Yes 45:19). Doa akan
membuat kita tampak tenteram dan damai, demikianlah kua-
sa doa.
Kelahiran Samuel,
Samuel Diserahkan kepada Tuhan
(1:19-28)
19 Keesokan harinya bangunlah mereka itu pagi-pagi, lalu sujud menyembah
di hadapan TUHAN; kemudian pulanglah mereka ke rumahnya di Rama.
saat Elkana bersetubuh dengan Hana, isterinya, TUHAN ingat kepadanya.
20 Maka setahun kemudian mengandunglah Hana dan melahirkan seorang
anak laki-laki. Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: “Aku telah
memintanya dari pada TUHAN.” 21 Elkana, laki-laki itu, pergi dengan seisi ru-
mahnya mempersembahkan korban sembelihan tahunan dan korban nazar-
nya kepada TUHAN. 22 namun Hana tidak ikut pergi, sebab katanya kepada
suaminya: “Nanti jika anak itu cerai susu, aku akan mengantarkan dia,
maka ia akan menghadap ke hadirat TUHAN dan tinggal di sana seumur
hidupnya.” 23 Kemudian Elkana, suaminya itu, berkata kepadanya: “Perbuat-
lah apa yang kaupandang baik; tinggallah sampai engkau menyapih dia;
hanya, TUHAN kiranya menepati janji-Nya.” Jadi tinggallah wanita itu
dan menyusui anaknya sampai disapihnya. 24 sesudah wanita itu menya-
pih anaknya, dibawanyalah dia, dengan seekor lembu jantan yang berumur
tiga tahun, satu efa tepung dan sebuyung anggur, lalu diantarkannya ke
dalam rumah TUHAN di Silo. Waktu itu masih kecil betul kanak-kanak itu.
25 sesudah mereka menyembelih lembu, mereka mengantarkan kanak-kanak
itu kepada Eli; 26 lalu kata wanita itu: “Mohon bicara tuanku, demi
tuanku hidup, akulah wanita yang dahulu berdiri di sini dekat tuanku
untuk berdoa kepada TUHAN. 27 Untuk mendapat anak inilah aku berdoa,
dan TUHAN telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya.
28 Maka akupun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah
ia kiranya kepada TUHAN.” Lalu sujudlah mereka di sana menyembah
kepada TUHAN.
Inilah,
I. Kepulangan Elkana dan keluarganya ke tempat tinggal mereka
saat hari-hari perayaan telah usai (ay. 19). Perhatikan bagai-
mana mereka mempergunakan waktu mereka dengan baik saat
sedang berada di bait suci Allah. Setiap hari mereka ada di sana,
bahkan pada hari kepulangan mereka, mereka pun tetap sujud
menyembah Allah, bahkan mereka melakukannya pagi-pagi.
Alangkah baiknya memulai hari bersama Allah. Biarlah Dia, yang
yaitu yang pertama, memperoleh yang pertama pula. Mereka
masih harus menempuh perjalanan panjang sambil membawa
serta segenap keluarga beserta anak-anak, namun mereka enggan
berangkat sebelum sudah sujud menyembah Allah bersama-
sama. Doa dan persiapan tidak akan mengganggu perjalanan.
Selama beberapa hari mereka telah beribadah dengan sungguh-
sungguh, namun mereka tetap mau beribadah sekali lagi. Oleh
sebab itu, janganlah kita lelah berbuat baik.
II. Kelahiran dan nama anak laki-laki yang didamba-dambakan ini.
Pada akhirnya, Tuhan mengingat Hana beserta permohonan yang
sungguh dirindukannya (ay. 11). Hana tidak perlu lagi merindu-
kannya, itu sudah cukup, sebab ia pun kemudian mengandung
dan melahirkan seorang anak laki-laki. Walaupun Allah terkesan
tidak menghiraukan beban, permasalahan, pemeliharaan, dan
doa-doa umat-Nya, namun pada akhirnya, Ia akan tampil dan me-
nunjukkan bahwa itu semua tidak dilupakan-Nya. Oleh ibunya,
anak laki-laki ini diberi nama Samuel (ay. 20). Beberapa orang
mempelajari bahwa asal kata nama ini mirip dengan nama Ismael,
yang berarti Tuhan telah mendengar, sebab doa-doa sang ibu dari
Ismael dengan mengagumkan telah didengar, dan anak itu meru-
pakan jawabannya. Menurut beberapa tafsiran lainnya, sebab
alasan yang diberikan ibu anak itu saat ia menamainya, yang
diminta dari pada Tuhan. Kedua arti ini pada dasarnya bermakna
serupa. Dengan memberi nama anaknya Samuel, Hana hendak
senantiasa mengingat perkenanan Allah kepadanya saat Ia men-
jawab doa-doanya. Demikianlah Hana, setiap kali menyebut nama
Samuel, ingin menerima penghiburan dan memberi kemuliaan
bagi Allah atas kebesaran kasih karunia-Nya. Catatlah, belas ka-
sih yang diberikan sebagai jawaban terhadap doa harus dikenang
dengan ungkapan syukur yang khusus (Mzm. 116:1-2). Betapa
ada banyak kelepasan dan pemeliharaan Tuhan yang datang pada
waktunya bagi kita, yang dapat kita sebut sebagai Samuel, telah
diminta dari pada Tuhan. Dan apa pun wujudnya, demikianlah
kita secara khusus harus membaktikan semuanya itu kepada-
Nya. Melalui nama ini, Hana hendak mengingatkan anaknya akan
kewajiban yang dimilikinya, yaitu melayani Tuhan, bahwa atas
alasan inilah Samuel diminta dari Allah dan, pada waktu yang
sama, diserahkan kepada-Nya. Memang, seorang anak yang lahir
dari doa, secara khusus, ditakdirkan menjadi anak yang baik. Ibu
Lemuel mengingatkan dirinya bahwa ia yaitu anak nazarnya
(Ams. 31:2).
III. Pengasuhan Samuel dengan penuh kasih oleh Hana, bukan hanya
sebab Samuel begitu disayanginya, namun juga sebab Samuel
telah diserahkan bagi Allah. Bagi Allah-lah Hana merawat Samuel
sendiri dan tidak membiarkannya disusui oleh orang lain. Kita
harus merawat anak-anak kita dengan tidak hanya mengingat
bahwa mereka yaitu anak kita secara hukum alam, namun juga
dengan mengingat perjanjian kasih karunia bahwa mereka telah
diserahkan bagi Allah (lih. Yeh. 16:20-21). Pemeliharaan kita atas
anak-anak kita pun menjadi sesuatu yang dikuduskan saat itu
dikerjakan untuk Tuhan. Elkana pergi setiap tahun untuk sujud
menyembah di bait suci Allah, dan secara khusus untuk memper-
sembahkan korban nazarnya. Mungkin segenap nazar yang di-
buatnya sendiri di luar nazar Hana jika Allah memberinya
seorang anak laki-laki melalui Hana (ay. 21). Akan namun Hana,
meskipun ia merindukan pelataran bait Allah, memohon izin
kepada suaminya untuk tinggal di rumah kali itu, sebab kaum
wanita tidak wajib menghadiri tiga perayaan tahunan seperti
halnya kaum laki-laki. Hana, yang terbiasa untuk pergi, sekarang
menghendaki agar diizinkan untuk tidak pergi,
1. sebab ia tidak mau meninggalkan kewajiban untuk meng-
asuh anaknya terlalu lama. Dapatkah seorang wanita me-
lupakan bayinya? Dapat kita duga, Hana terus berada di
rumah, sebab jika ia memang pergi, ia pasti akan pergi ke
Silo. Allah menghendaki belas kasihan dan bukan persem-
bahan. Mereka yang berhalangan untuk beribadah bersama
jemaat sebab harus merawat dan memelihara anak-anak
mereka yang masih kecil, dapat menemukan penghiburan dari
kisah ini, dan meyakini bahwa jika mereka melakukan tin-
dakan itu dengan memandang kepada Allah, maka Dia dengan
rahmat-Nya akan menerima pekerjaan mereka ini . Mes-
kipun mereka berada di rumah, mereka akan turut mendapat
hasil jarahan.
2. sebab Hana tidak mau pergi ke Silo sampai anak laki-lakinya
itu sudah cukup besar, tidak hanya untuk turut dibawa serta,
namun untuk ditinggalkan di sana. sebab jika sekali ia
membawa Samuel ke sana, ia merasa tidak sampai hati untuk
membawanya kembali. Catatlah, mereka yang bertekad teguh
membayar nazar mereka, tetap dapat menemukan alasan yang
baik untuk menunda pembayarannya. Ia membuat segala
sesuatu indah pada waktunya. Tidak akan ada hewan yang
diterima sebagai korban persembahan sebelum hewan itu
menghabiskan beberapa waktu di bawah pemeliharaan induk-
nya (Im. 22:27). Buah-buahan terasa paling lezat jika su-
dah masak. Elkana menyetujui permohonan Hana (ay. 23):
Perbuatlah apa yang kaupandang baik. Elkana sama sekali
tidak mencelanya, bahkan mempercayakan seluruhnya kepada
istrinya itu. Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, jika
pasangan saling bersatu hati menghela kuk yang dipikul ber-
sama. Dan saling menyediakan diri demi orang yang dikasihi,
saling memikirkan yang baik bagi orang yang dikasihi, khu-
susnya di dalam pekerjaan ibadah dan kasih. Elkana menam-
bahkan sebuah doa: Hanya, Tuhan kiranya menepati janji-Nya,
artinya, “Allah memelihara anak itu di tengah segala perkara
pada masa pertumbuhannya, agar nazar yang telah diper-
kenan Allah, melalui tindakan-Nya mengaruniakan anak itu,
dapat terlaksana pada waktunya, dan segenap permohonan itu
pada akhirnya dapat tercapai.” Catatlah, para orangtua yang
telah dengan tulus hati menyerahkan anak-anak mereka
kepada Allah, dapat dengan penuh sukacita berdoa bagi anak-
anak mereka itu, agar Allah menepati janji yang dimeteraikan-
Nya atas anak-anak mereka pada saat yang sama saat anak-
anak mereka dimeteraikan bagi Dia.
IV. Penyerahan anak ini dengan khidmat ke dalam tugas pelayanan
bait suci Allah. Kita bisa saja beranggapan bahwa Samuel dise-
rahkan kepada Tuhan pada usia empat puluh hari, sama seperti
halnya semua anak laki-laki sulung (Luk. 2:22-23). Akan namun ,
tidak disebutkan mengenai hal ini, sebab tidak ada yang khusus
tentangnya. Samuel kini telah disapih, dan sebab itu ia diserah-
kan kepada Tuhan dan tidak untuk dibawa kembali. Beberapa
orang berpendapat bahwa ia diserahkan segera sesudah cerai susu,
yang, menurut orang Yahudi, tidak terjadi sampai ia berusia tiga
tahun. Memang ada tertulis bahwa Hana menyusui anaknya
sampai disapihnya (ay. 23). Beberapa orang lainnya memandang
bahwa Samuel tidak diserahkan kepada Tuhan sampai ia disapih
dari segala persoalan pada masa kanak-kanak, yakni pada usia
delapan atau sepuluh tahun. Akan namun , saya tidak melihat ada
masalah dengan menyerahkan anak istimewa seperti Samuel ini
ke bait suci Allah pada usia tiga tahun untuk dididik di antara
anak-anak imam. Ada tertulis, waktu itu masih kecil betul kanak-
kanak itu (ay. 24), namun Samuel, yang berakal cerdas di atas
anak-anak seusianya, tidak menemui masalah. Tidak ada kata
terlalu dini untuk beribadah. Waktu itu, anak itu masih anak-
anak, demikian ditafsirkan dalam bahasa Ibrani, artinya anak itu
berada di masa pembelajarannya. sebab kepada siapakah Dia ini
mau mengajarkan pengetahuan-Nya, selain kepada anak yang
baru disapih, dan yang baru cerai susu? (Yes. 28:9). Perhatikan
cara Hana mempersembahkan anaknya,
1. Dengan korban persembahan, tidak kurang dari tiga lembu
jantan (KJV), beserta korban sajian untuk masing-masing lem-
bu (ay. 24). Seekor lembu jantan kemungkinan melambangkan
tiap tahun dari usia anak itu, atau mungkin juga satu sebagai
korban bakaran, satu lagi sebagai korban penghapus dosa, dan
yang terakhir sebagai korban keselamatan. Hana sama sekali
tidak berpikir bahwa dengan mempersembahkan anaknya ke-
pada Allah, ia membuat Allah berhutang kepadanya, sehingga
ia berpikir bahwa korban sembelihan begitu penting dipersem-
bahkan guna memperoleh perkenanan Allah atas korban per-
sembahannya yang hidup. Semua kovenan antara Allah dan
kita dan semua milik kita harus dibuat dengan korban persem-
bahan, ya, dengan korban persembahan yang mulia.
2. Dengan ucapan syukur atas kebaikan Allah yang telah men-
jawab doanya. Ungkapan syukur ini disampaikannya kepada
Eli, sebab ia telah menguatkannya di dalam pengharapan
untuk mendapatkan jawaban damai sejahtera atas doanya (ay.
26-27): “Untuk mendapat anak inilah aku berdoa. Inilah dia,
anak yang diperoleh melalui doa, dan inilah dia, yang diserah-
kan kepada Allah yang mendengar doa. Engkau telah melupa-
kanku, tuanku, namun aku, yang kini tampak sungguh ber-
sukacita, yaitu wanita itu, yang berdiri di sini tiga tahun
lalu bersama tuanku sambil meratap dan berdoa, dan inilah
anak yang kudoakan itu.” Demikianlah segala jawaban atas
doa dapat dengan rendah hati diberitakan dengan megah demi
kemuliaan Allah. Inilah saksi hidup demi Allah. “Akulah saksi-
Nya bahwa Dia itu penuh kasih karunia (lih. Mzm. 66:16-19).
Demi kemurahan ini, penghiburan ini, aku berdoa, dan Tuhan
telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya”
(lih. Mzm. 34:3, 5, 7). Hana tidak membuat Eli teringat kem-
bali akan peristiwa itu dengan merujuk kepada kecurigaan
yang dituduhkannya sebelumnya. Hana tidak berkata, “Akulah
wanita yang telah dengan kerasnya engkau kecam itu.
Apa pendapatmu tentang diriku sekarang?” Janganlah meng-
olok-olok orang baik dengan mengungkit kelemahan dan keke-
liruannya. Mereka sendiri telah bertobat atas semuanya itu,
sehingga biarlah mereka tidak lagi mendengar tentangnya.
3. Dengan memasrahkan seluruh kepentingannya dalam diri anak
ini kepada Tuhan (ay. 28): Maka akupun menyerahkannya ke-
pada Tuhan seumur hidupnya. Dan Hana pun mengulangi per-
kataannya, sebab ia tidak akan menariknya kembali: Dipin-
jamkanlah ia, atau terserahlah ia, kiranya, sebagai persembah-
an kepada Tuhan. Bukan berarti Hana berencana memanggil
Samuel kembali, seperti yang lazim kita perbuat terhadap
segala sesuatu yang kita pinjamkan, namun ia secara khusus
mempergunakan kata ini, Shaol, artinya diserahkan, sebab
itu yaitu kata yang sama dengan yang dipergunakannya se-
belumnya (ay. 20, Aku telah memintanya dari pada Tuhan).
Dan (ay. 27) Tuhan telah memberikan kepadaku, apa yang
kuminta dari pada-Nya (Shaalti, dalam bentuk Qal), maka aku-
pun menyerahkannya (Hishilti, yakni kata yang sama dalam
bentuk Hiphil), sehingga ini memberi asal-usul arti kata yang
lain dari nama Samuel, yang tidak hanya berarti diminta dari
pada Allah, namun juga diserahkan kepada Allah. Perhatikan
pula,
(1) Apa pun yang kita berikan kepada Allah, itu semua terlebih
dahulu kita minta dan terima dari pada-Nya. Segenap pem-
berian kita kepada-Nya pertama-tama merupakan pemberi-
an-Nya kepada kita. Dari tangan-Mu sendirilah persembah-
an yang kami berikan kepada-Mu (1Taw. 29:14, 16).
(2) Apa pun yang kita berikan kepada Allah, berdasar ca-
tatan ini, dapat dikatakan sebagai dipinjamkan kepada-
Nya, sehingga meskipun kita tidak berniat mengambilnya
kembali, sebagai sesuatu yang dipinjamkan, Allah pasti
akan membayarnya, beserta bunganya, demi keuntungan
kita yang tidak terkatakan, khususnya sesuatu yang diberi-
kan kepada orang yang lemah (atau miskin) (Ams. 19:17).
saat melalui pembaptisan kita membaktikan anak-anak
kita bagi Allah, biarlah kita mengingat bahwa mereka se-
mua sebelumnya yaitu milik-Nya menurut kemahakua-
saan-Nya, dan bahwa mereka itu diberikan menjadi milik
kita sebagai penghiburan kita. Hana menyerahkan Samuel
kepada Tuhan bukan untuk beberapa tahun saja, seperti
anak yang dikirim untuk menjadi murid, namun durante vita
– seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada Tuhan, se-
orang nazir seumur hidup. Demikianlah seharusnya per-
janjian kita dengan Allah, layaknya suatu perjanjian nikah,
bahwa seumur hidup kita, kita harus menjadi milik-Nya
dan tidak akan pernah meninggalkan-Nya.
Terakhir, Samuel, sebagai seorang anak, melakukan ba-
giannya melampaui apa yang dapat diharapkan dari sese-
orang pada usianya. Sujudlah Samuel di sana menyembah
Tuhan (KJV), artinya, ia mengucapkan doa-doanya. Jelaslah
bahwa Samuel merupakan pribadi yang luar biasa unggul.
Kita mengenal adanya anak-anak yang telah menemukan
rasa keagamaan mereka pada usia yang sangat muda. Ibu-
nya sendiri telah mempersiapkan dia untuk bait suci Allah,
secara khusus telah melatihnya untuk melakukan tugas-
tugasnya di bait suci Allah. Catatlah, anak-anak kecil ha-
rus belajar sejak dini untuk menyembah Allah. Orangtua
mereka harus mendidik mereka untuk menyembah Dia dan
membawa mereka kepada-Nya, menuntun mereka untuk
beribadah dan menyembah-Nya semampu mereka, maka
Allah dengan kasih karunia-Nya akan menerima mereka
dan mengajar mereka untuk berbuat lebih baik.
PASAL 2
Dalam pasal ini kita menemukan,
I. Nyanyian syukur Hana kepada Allah atas perkenanan-Nya
dalam mengaruniakan Samuel kepadanya (ay. 1-10).
II. Kembalinya Elkana dan Hana ke rumahnya, dengan berkat
Eli (ay. 11, 20). Pertambahan jumlah anggota keluarga mere-
ka (ay. 21). Pertumbuhan dan perkembangan Samuel (ay. 11,
18, 21, 26), dan perhatian Hana dalam membuatkan jubah
baginya (ay. 19).
III. Kejahatan luar biasa anak-anak Eli (ay. 12-17, 22).
IV. Teguran yang terlalu ringan yang diberikan Eli anak-anaknya
atas kejahatan mereka (ay. 23-25).
V. Pesan yang sungguh mengerikan yang disampaikan Allah
kepadanya melalui seorang nabi, yang mengancam kehancur-
an keluarganya sebab kejahatan anak-anaknya (ay. 27-36).
Nyanyian Puji-pujian Hana
(2:1-10)
1 Lalu berdoalah Hana, katanya: “Hatiku bersukaria sebab TUHAN, tanduk
kekuatanku ditinggikan oleh TUHAN; mulutku mencemoohkan musuhku,
sebab aku bersukacita sebab pertolongan-Mu. 2 Tidak ada yang kudus
seperti TUHAN, sebab tidak ada yang lain kecuali Engkau dan tidak ada
gunung batu seperti Allah kita. 3 Janganlah kamu selalu berkata sombong,
janganlah caci maki keluar dari mulutmu. sebab TUHAN itu Allah yang
mahatahu, dan oleh Dia perbuatan-perbuatan diuji. 4 Busur pada pahlawan
telah patah, namun orang-orang yang terhuyung-huyung, pinggangnya ber-
ikatkan kekuatan. 5 S