Tampilkan postingan dengan label tasyabuh yg dilarang fiqh 9. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tasyabuh yg dilarang fiqh 9. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Januari 2025

tasyabuh yg dilarang fiqh 9


 kan berbuka puasa dan tidak munculdengan hukum boleh puasa wishal

sehingga mengakhirkan berbuka makuh hukumnya atau bertentangan

dengan yang lebih utama sebagai hasil penggabungan teks-teks dalilyang

ada.85r Sehingga hukum puasa wishaltetap haram.

Dalil yang muncul berkenaan dengan hal tersebut adalah sabda

Rasululla h Sha llallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits Abu Said Al-Khudri

RadhiyallahuAnhu,

"'langanlah kalian melaktkan puasa wishal. Siapa di antara kalian

menghendaki untuk melakukan puasa wishal, maka hendaknya me￾Iakukan puasa wishal itu hingga wakru sahur'. Mereka berkata, 'Teapi

engkau melakukan puasa wishal'. Beliau bersaMa, 'Sesungguhnya aku

bukan seperti keadaan kalian. Aku tinggal di malam hari dengan

Pemberi makanan yang memberiku makan dan Pemberi minuman yang

memberiku minum'."Esz

Dalam dalil inijuga terdapat penjelasan tentang puasa wishalyang

jaiz, yaitu jika sampai waktu sahur. Ini tidak berlawanan dengan yang

dihadi rkan jum hu r berupa sabda Rasulullah S lallallahu Alaihi wa Sallam,

f.Ut'*,i'*,'ji 6, J:lJ ;G'),6 6i nfur -,v tiy.

*fika matahari telah teftenam dari sini dan malam telah tiba, orang

yang berpuasa telah brbuka."tss

Karena artinya 'telah tiba waktu berbuka'. lni diperkuat oleh redaksi

lain yang ada di dalam sebagian riwayatnya: telah halal untuk berbuka.


Puasa Seharl sebelum Harl Asyurars{ atau Setelahnya

sebagal Pembeda dengan oran*oran g Yahudl

Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:

A. Hukum Berpuasa pada Hari fuyura dan Dalilnya

Para ahli ilmu sepakat atas dianjurkannyasss berpuasa pada hari

Asyura.

Hal itu karena beberapa hadits, di antaranya:

Apa yang telah ditakhrij oleh Muslim dari hadits Qatadah Radhi￾yallahu Anhu dari Nabi Slallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau ber￾sabda berkenaan dengan puas di hari Asyura,

* Ct'oilt'y'9J'oi yt *'+l ;\

' . . . Sesungguhnya aku brharap kepada Allah kiranya menghapus (dosa)

se ah u n yang se be I umnya." E$

Juga hadits lbnu Abbas Radhigallahu Anhuma bahwa ia berkata," Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tiba di Madinah dan men￾dapati orang-orang Yahudi melakukan puasa pada hari Asyura. Mereka

ditanya bnang hal iru sehingga mereka berkata, 'Ini adalah hari di

mana Allah Musa dan bani Israil aas Fir'aun, maka

kami brpuasa pada hari ini sebagai pemuliaan untuknya'. Lalu Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Kami lebih berhak atas Musa

daripada kalian semua'. Kemudian beliau memerintahkan untuk ber￾puasa pada hari itu."is1

Juga karena hadits Muawiyah bin Abu Suffan yang di dalamnya

dijelaskan bahwa ia sedang berdirisebagai Khatib -yakni ketika ia tiba di

Madinah- tepat pada hariAsyura. Maka ia bertanya'sebagai berikut,

'i' ' 'i' \ & i,'J;r',;- t^rr*:ir $f U '€'icL';i (}Lf 4-Je dlll

[i'r ,Le'€ .*ht ,3;- |2 ,i,r'4a {;,- :i]r r4.'1.,-

' fr?;,i ci'";i ;'r, nli ? A\?E -;t ?, "{.b

*Oimana para ulama kalian semua, wahai penduduk Madinah. Aku

Wrnah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersaMa

pada hari seperti ini, 'Ini hari Asyura dan Allah tidak mewajibkan

berpuasa atas kalian pada hari ini. Teapi aku berpuasa. Barangsiapa

di antara kalian ingin berpuasa hendaknya berpuasa dan barangsiapa

ingin tidak berpuasa maka hendalotya tidak berpuasa".85t

B. Hukum Mengkhususkan Hari Asyura dengan Berpuasa

Ketika petu nju k Rasulullah Sha llallahu Alai.hi wa Sallam pada prin￾sipnya adalah sikap berbeda dengan ahli kitab sebagaimana telah

ditetapkan diatas, karena sikap berbeda dengan ahlikitab bisa jadi dengan

bentuk aksijika ada di dalam syariat kita ketetapan dasar bagi mereka.

Sebagaimana sikap berbeda dengan mereka dengan aksijika perbuatan

yang telah ditetapkan untuk mereka itu telah dijadikan bid'ah atau telah

dihapus. Telah datang sejumlah teks dalil yang memerintahkan untuk

berpuasa pada hari sebelum hariAsyura, hari berikutnya, atau kedua hari

tersebut sebagai sesuatu yang disunnahkan.

An-Nawawiberkata, "Mereka sepakat bila halitu dianjurkan."se Dia

menyebutkan tiga macam hikmah bila perbuatan itu dianjurkan:

1. Yang dimaksud adalah tindakan berbeda dengan Yahudi di mana

mereka mengkhususkan hari ke-10. lni diriwayatkan dari lbnu Abbas

Radhigallahu Anhuma. Dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad dari

Ibnu Abbas, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaiht wa Sallam

bersabda,

,c,rzc.cl.tc.!7c'.ctc!, .c1.1 1.. .' .c t, 202 otot U-r or+ )tVy-oE|yS*-l cr:dlIPV SrltFV ?StlySe

'Betpuasalah kalian semua pada hari Asyura dan bersikaplah berbda

dengan onang-orang Yahudi. Berpuasalah sehari sebelumnya aku sehari

sesudahnya."sfi

2. Yang dimaksud adalah menambah puasa Asyura dengan puasa satu

hari. Sebagaimana larangan berpuasa pada hariJum'at saja.

3. Sikap berhati-hati dalam berpuasa pada hari ke-10, khawatir karena

kurangnya tanggalyang ditunjukkan oleh bulan sabit sehingga terjadi

kesalahan. Hari ke-9 bisa jadi dalam hitungan, tetapi pada hakikatnya

hari ke-1O.ffit

Para ahli fikih sepakat bahwa makruh hukumnya mengkhususkan

hari Asyura dengan puasa:

Sebagian para pengikut mazhab Hanafise telah menetapkan kemak￾ruhan itu. Dan sebagian para pengikut mazhab Hanbaliberkata, "lni adalah

konsekuensi ungkapan Imam Ahmad."863

Sedangkan yang telah menetapkan sunnah hukumnya menambah￾kan satu hari kepada hari Asyura dengan berpuasa adalah para pengikut

mazhab Maliki,ffia Syaf i,aor dan Hanbali.str lni dipahami darinya hukum

makruh pula. Mereka menetapkan hukum makruh dengan alasan bahwa

mengkhususkan hari Asyura (dengan berpuasa di dalamnya) adalah

tasyabbuh kepada orang-orang Yahudi.sT Tidaklah haram berpuasa hanya

pada hari itu, karena hari itu adalah bagian dari hari-hari yang utama.

Maka, dianjurkan menggabungkan keutamaannya dengan berpuasa di

dalamnya sekalipun dengan tidak berpuasa seharisebelum atau sesudah￾nya.868

Apa yang menjadi mazhab mereka adalah yang paling kuat -

Wallahu Ta'ala Allam-. Maka mengkhususkan hari Asyura dengan ber￾puasa, makruh hukumnya bagi orang yang mampu menggabungkan

dengannya hari lainnya. Akan tetapi, halinitidak menghalanginya untuk

mendapatkan pahala dengan puasa pada hariitu saja. la akan tetap men￾dapatkan pahala -rnsga Allah- atas apa yang dilakukan sebagaimana

ditegaskan oleh nash. Yang dimaksud di sini adalah bahwa orang itu telah

melakukan suatu yang makuh karena meninggalkan puasa pada hari

yang lain yang digabungkan dengan hari Asyura itu. Hukum makruh

muncul karena meninggalkan puasa pada satu hari yang digabungkan

dengan puasa pada hariAsyura bukan pada materi puasanya.

Dalil-dalil yang menunjukkan hal itu adalah sebagai berikut:

1 . S abd a Rasulullah Slallallahu Alaihi wa Sal lam ya n g di riwayatka n oleh

lbnu Abbas Radhtgallahu Anhuma,

C;;:rx')le';'fr f ,'nr,r' jijt,;l& jitr"r;e?'if y'-r

" Berpuasalah katian semua pada nari Asyura dan bersikaplah berbeda

dengan orang-oring Yahudi. Berpuasalah sehari seblumnya atau sehari

sesudahnya." Secara aksplisit hadits diatas menunjukkan adanya perintah untuk

tampil beda dengan jalan petunjuk orang-orang Yahudi, yaitu dengan

berpuasa satu harisebelum atau sesudahnya. Perintah didalam hadits

itu mengisyaratkan hukum sunnah. Karena tidak ada tekanan yang

menunjukkan bahwa puasa hari Asyura adalah wajib berdasarkan ijma'

para ahli ilmu.870 Hukum menyerupai orang-orang Yahudi adalah mak￾ruh. Karena dalam mengkhususkan hari Asyura ada kesamaan dengan

mereka dalam sifat dan gaya perbuatan yang prinsipnya telah muncul

didalam agama kita. Kesamaan dalam halsifat dan gaya yang asalnya

masyru' untuk kita maka hukumnya adalah makruh.ETr Karena prinsip

perbuatan itu bukan wajib tetapi dianjurkan, maka bersikap berbeda

dengan para ahli kitab dalam sifat dan gaya adalah dianjurkan dan

menyamakan dengan mereka hukumnya adalah makruh.

2. Khabar yang datang dari lbnu Abbas Radhigallahu Anfuna, ia berkata,

r-,Q';?ritr;G?';- *', ^)Li' ,3; it J?riw',F

Xi ;; it l'-', Jta ,s')21r)', ,a1r ^:k'i;';\,:iJ'i'rU ', jA

,t ;lC rtirrilr r-il, iur iulty.'S;lridr..Ltrr; Y,*', 

*

&':& i,' J:" |'J';'.,'e'; ,F j,J' ;uir -'(

" Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berpuasa pada hari

Asyura dan memerintahkan kepada semua orung unruk berpuasa pada

hari iru, mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, iru adalah hari yang di'

agungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani'. Maka Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam brsaMa, 'Kalau tahun depan, insya Allah,

kia berpuasa pada hari kesembilan'. Ia betkata, 'Belum tiba Ahun

berikutnya namun Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah

rya


An-Nawawiberkata, "Sebagian para ulama berkata, 'Bisa jadisebab

puasa pada hari ke-9 dan ke- 1 0 adalah agar tidak terjadi tasyabbuh kepada

orang-orang Yahudi yang mengkhususkan hari ke-l0. Dalam hadits ini

terdapat isyarat kepada pemahaman seperti itu.o3

*t*

?**tr*" +

Bersandar kepada Hasll Rukyat

pada Puasa Ramadhan dan tdul Ftthil

Para ahli ilmu sepakat bahwa bersandar kepada rukyat datam

mengawali puasa Ramadhan dan berbuka sesudahnya adalah maqmr'.

Tetapi mereka berbeda pendapat dalam hal boleh tidaknya bersandar

kepada hisab. Sehingga munculdari mereka dua pendapat:

Pendapat I. Tidak boleh bersandar kepada hisab untuk menetapl<an

masuk bulan Ramadhan atau keluar darinya. Akan tetapi, yang wajib

adalah bersandar kepada rukyat atau penyempurnaan bulan menjadi 30

hari. lni adalah pendapat para pengikut mazhab Hanafi,sTa Matiki,sT5

Syaf i,876 Hanbali,877 dan seluruh umat.8?8

Pendapat //. Boleh bersandar pada hisab untuk mengetahui posisi

dan menentukan masuk dan keluar dari bulan Ramadhan. Orang yang

paling masyhur atas pendapat kedua ini adalah Mutharrif bin AbdullahAsy-Syakhir,87e lbnu Qutaibah,sm lbnu Suraij,881 dan lain-lain.s2

lbnu Abdul Barr berkata, "Diriwayatkan dariMutharrif bin Asy-Syakhir

namun riwayat darinya tidak shahih. Kalaupun shahih, maka tidak wajib

mengikutinya karena keganjilannya (syadzl dan karena ia bertentangan

dengan alasan permasalahan tersebut.s Dikisahkan dari lbnu Qutaibah

riwayat yang sama. Dan ia berkata, "lni bukan kehendak lbnu Qutaibah

juga bukan mereka yang sepakat dengannya dalam bab ini".e

Jumhur sebagai kelompok yang berpegang dengan pendapat

pertama mengetengahkan dalil-dalil sebagai berikut:

1 . Khabar yang datang dari lbnu Umar Radhiyallahu Anhuma, ia berkata,

'Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi usa Sallam

bersabda,

o) f irt svp*i3i,tr 16 i'fr?r ttti,f;')i)','r,ii'r t;y

'Jilca kalian menyaksikannya, berpuasalah. Dan iika kalian menyakskan￾nya, berbulcalah. Iika keadaan mendung, perh i mngkanlah fiv1217 ils' ." 88s

Dalam riwayat Muslim disebutkan," Maka perhiungkanlah tiga puluh (har1)."eaa

Dalam riwayatnya pula disebutkan,

e;-;>u f;,r5'"<1, i ,v

"lika kondisi tertttarp mendung, uryuasahn kafian semua W puin

hari.'8E7

Dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan,

+i l;a;'i r4r'u'€ .:",*Ly,q' il f |fil : *-3) f ;.*

" Betpuasalah kalian karena mananya dan' Orir*irn kaln|mefi,t

nya. lka kondisi mendung bagi pandangan kalian semua, sempumakan￾lah hitungan bulan Sya'ban tiga puluh(har)" .888

objekyang menjadi penegasan hadits-hadits tersebut bahwa syariat

menggantungkan permasalahan puasa dan berbuka puasa kepada dua

perkara yang tidak ada faktor ketiganya, yaitu pengtihatan kepada bulan

sabit dan penyempurnaan bulan menjadi 30 hari, baik bulan sya'ban

maupun bulan Ramadhan. Kedua perkara ini harus secara berurutan.

Tidak akan sempurna suatu bulan kecualijika betum melihat bulan sabil

Jika berpegang kepada hisab atau lainnya adarah sesuatu yang berke￾kuatan dalam pandangan syariattentu Penetap syariat alen menunjuk￾kan hal itu. Karena kondisi sangat membutuhkan kepadanya.sse

2. Dari lbnu umar Radhigallahu Anhuma dari Nabi shallallahu Alaihi

wa Sallam bahwa beliau bersabda,

-^;, i'; * $k ),tis;')Ar clr:,x \j'& t $f Zi ty

G)u'i;;*;

'sesungguhnya kia ini adalah umat bua huntt kia tidak menulis, dan

tidak menghiung. Bulan adalah demikian dan demikian, yatai sesekali

dua puluh sembilan hari dan sesekali tiga puluh hari.Di dalam riwayat Muslim disebutkan,

,ti5.,'1 tifi',bt:t,"qyt4 

f tr)Y -r;|j,r :k't t:k' xll

;.xr, ?**

"Bulan adatah demkian dan demkian. Beliau menekuk jari iempol

padayang ketiga katinya. Dan bulan iu demikian dan demikian. Yaloi

tepat tiga puluh hari.nset

Objek yang menjadi penegasan hadits di atas adalah ungkapan

Ibnu Baththalsebagai berikut, "Hadits itu menunjukkan penafian uPaya

memperhatikan bintang-bintang dengan segala aturan untuk sesuatu

penetapan. Akan tetapi, yang menjadi hal yang dipentingkan adalah

upaya pengamatan bulan sabit. Kami juga telah melarang perbuatan

mempersulit diri. Tidak diragukan bahwa uPaya mengamati sesuatu

yang tidak jelas sehingga tidak diketahui melainkan hanya sekedar

perkiraan-perkiraan saja adalah suatu tindakan mempersulit diri."m

Syaikhul tstam lbnu Taimiyah mengomentari hadits di atas dengan

mengatakan, "(lmmat ini disifati sebagai umatyang meninggalkan tulis￾menulis dan hisab sebagaimana yang biasa dilakukan oleh umat yang

lain berkenaan dengan waktu-waktu ibadah dan hari raya mereka. Omat

ini diperintahkan untuk memperhatikan permasalahan rukyat sebagai￾mana dikatakan tidak hanya dalam satu hadits,

i':1.r:1f :$i7.ri'r

'Berpuasalah kalian karena melihanya dan berbukalah karena me￾lihafitya'."M

Ini adalah dalilyang menunjukkan kepada apa yang telah menjadi

kesepakatan (ijma) kaum Muslimin -kecualiorang yang berpendapat

,menyimpang'dari sebagian orang yang datang belakangan yang ber￾sikap berbeda yang tetah dilandasi oleh ijma- bahwa waktu-waktu pelak￾sanaan puam, berbuka dan beribadah ditegakkan atas dasar rukyat

ketika hal itu masih mungkin untukdilakulon, bukan dengan Kitab atau

hisab sebagaimana dilakukan oleh orang-orang ajam dari kalangan

orang-orang Romawi dan Persia, Qibthi, lndia, dan ahli kitab dari

kalangan Yahudi dan Nasrani.ss

3. Mereka berkata, Jika manusia dibebani dengan keharusan melalrukan

hisab, niscaya itu akan menyulitkan mereka, karena ia tidak ada yang

mengetahui hisab, kecuali sedikit manusia saja. Sedangkan syariat da￾tang dengan menghilangkan berbagai kesulitan."s5

Sedangkan mereka yang berpegang kepada pendapat kedua menge￾tengahkan dalil-dalil sebagai berikut:

1. Khabar datang dari lbnu UmarRadhigallahuAnhuma bahwa ia berkata,

'Aku perna h mend enga r Rasululla h Shallallahu A;laihi wa Sallarn ber￾sabda,

t s sr:rltu l3]l,i'ry,r, *6 ?H?., ttb,f;'t'i i'r-l.5,1

'lika kalian menyaksikannya, berpuasalah. Dan jika kalian menyaksi￾kannya, berbukalah. fika keadaan mendung, perhitungkanlah bulan

itt!.'"t%

Objek yang menjadi penegasan hadits:

a. Bahwa makna: faqdiruulahu('^J tj]-riu1 'perhitungkanlah bulan itu'

yakni dengan memperhitungkan p6sisi-posisi benda langit.seT

b. Mereka berkata, "Pengamat terkadang menghadapi keadaan sulit

ketika mengamati bulan sabit sehingga ia terkadang merasa melihat,

padahal tidak demikian kenyataannya. Sedangkan orang yang me￾lakukan perhitungan (hisab) tidaklah demikian. Dengan kata lain

mereka mengatakan, 'Hisab akan memberikan kepastian, sedang￾kan rukyat memberikan sesuatu yang berdasar kira-kira'."m

c. Bersandar kepada rukyat bisa mengakibatkan terjadinya perde￾batan. Karena bisa jadi suatu kaum berhasil melakukan rukyat,namun kaum yang lain tidak demikian. Maka sebagian mereka ber￾puasa dan sebagian lain tidak. Sedangkan prinsipnya adalah kesepa￾katan dan bukan perbedaan pendapat. Apalagi dalam kaitannya

dengan ibadah yang terikat dengan waktu yang sangat tertentu.ss

Pendapat yang paling la.l.at -Wallahu Ta' ala fr lam- adala h pendapat

jumhur. Hal itu l<arena jelasnya dalil-dalil mereka. Penetap syariat telah

mengaitkan ibadah puasa dengan rukyat bulan sabit atau dengan me￾nyempurnakan hitungan bulan dan bersikap'diam' tidak berkomentar ter￾hadap hisab. Diamnya tentang hisab menunjukkan bahwa tidak menaruh

perhatian kepadanya. Karena diam dalam kondisi perlu adanya penjelasan

adalah penjelasan itu sendiri.m Sedangkan dalil teoritis yang mereka sebut￾sebut adalah bahwa bersandar kepada hisab akan menimbulkan suatu

kesulitan bagi manusia, karena tidak ada yang mengetahui hisab kecuali

orang yang sangat sedikit jumlahnya. Ini benar ketika bertujuan mem￾bantah keharusan kembali kepada hisab bukan ketika berpendapat bahwa

hisab adalah boleh. Permasalahan kita adalah dalam halboleh mengambil

hisab.

Dalil-dalil mereka yang berpegang kepada pendapat kedua di￾sanggah sebagai berikul

1. Apa yang mereka katakan bahwa makna: faqdtruu tahu (N li]$Li)

'perhitungkanlah bulan itu' adalah hisab dengan posisi bintang-binfang

adalah tertolak dari dua aspek:

Asp ek I . Berbagai riwayat yang banyak jumla hnya menafsirka n kata￾kata tersebut bahwa yang menjadi maksudnya adalah menyemPurna￾kan bulan menjadi 30 hari. Dan sebaik-baik penafsir suatu hadits adalah

hadits pula.er

Aspek //. Bahwa beliau bersabda,

Sesungguhnya kia ini adalah umat buta huruf, kita tidak menulis dan

tidak menghirung. Bulan adalah demikian dan demikian."w

Hadits ini adalah penegasan bab ini.s3

2. Apa yang muncul yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan

yang dialami orang pengamat rul<yat ketika melakukan rulryat tidaklah

berarti karena masih bisa terjadi kemungkinan-kemungkinan dalam hal

yang lain berkenaan dengan pengamatan rukyat.eoa Kemudian tidaklah

benar bahwa hisab itu benar secara mutlak karena sering terjaCi suatu

kesalahan dikembalikan kepada pelaku hisab.

3. Sedangkan yang disebutkan adanya perbedaan pendapat di antara

orang-orang karena sebagai akibat perbedaan hasil rukyat, maka sang￾gahannya adalah bahwa semua manusia diperintahkan untuk melaku￾kan rukyat. Jika suatu kelompok berhasil dalam rukyat sedangkan yang

lain tidak, sebenarnya semua telah memenuhi perintah yang bersifat

syar'i dan tidak ada aib atas mereka. Bahkan demikian itulah yang

dipahami oleh para shahabat Rasulullah S hallallahu Alaihi wa Sallam.

Mereka dalam hal ini tidak melihat adanya perbedaan pendapat yang

menimbulkan kerusakan. Para lmam hadits telah memunculkan sebuah

hadits Kuraib, yaitu bahwa Ommu Al-Fadhl bintu Al-Harits yang meng￾utusnya kepada Muawiyah diSyam. la berkata, 'Aku tiba diSyam, maka

kutunaikan kepentingannya. Tibalah kepadaku bulan Ramadhan ketika

aku masih di Syam dan aku menyaksikan bulan sabit pada malam

Jum'at. Aku tiba di Madinah di akhir bulan dan Abdullah bin Abbas

Radhigallahu Anhuma bertanya kepadaku yang menyebutkan tentang

bulan sabit lalu ia berkata, 'Kapan engkau menyaksikan bulan sabit?'

Maka aku menjawab, Aku menyaksikannya pada malam Jum'at.' la

bertanya lagi,'Engkau benar-benar melihatnya?' Kukatakan,'Bena[ dan

juga semua manusia menyaksikannya, mereka berpuasa demikian pula

Muawiyah melakukan puasa.' Ia berkata, 'Akan tetapi kami menyak￾sikannya pada hariSabtu, maka kami masih berpuasa hingga lengkap30 hari atau melihatnya (bulan sabit).'Maka aku katakan kepadanya,

iApakah kita tidak mencukupkan diri dengan rulyatdan Puasa Muawiyah?'

la berkata, 'Tidak, demikianlah kami diperintah oleh Rasulullah Shal￾lallahu Alaihi wa Sallam'."nj

Perkara perbedaan 'tempat muncul' adalah bagian dari perkara￾perkara yang riilyang bisa disaksikan yang dihukumi oleh akal. Oleh sebab

itu, perbedaan dalam rukyat tidak perlu menimbulkan PerPecahan atau

pertikaian di antara kaum Muslimin.

Sudah dimaklumi pula bahwa perbedaan pendapat juga pernah

terjadi dalam hisab. Kami menyaksikan perbedaan dalam penanggalan

yang dicetak setiap tahun di negeri-negerilslam.$5

Dengan demikian lebih pasti bahwa pendapat jumhur lebih kuat

yang menyebutkan bahwa sandaran adalah rukyat. lni adalah manh4i

yang membedakan umat ini dari umat lain yang suka melakukan

perubahan dan pergantian.

Syaikhul Islam lbnu'lbimiyah berkata, "Telah diriwayatkan tidak hanya

dari satu orang ahli ilmu bahwa ahli dua Kitab sebelum kita diperintah

untuk melakukan rukyat pula dalam Puasa dan ibadah mereka. Dalam hal

ini mereka melakukan tat$vilterhadap firman NlahTa'ala,

"... Diwajibkan atas kamu berpuasa refugaimana diwaiibkan abs orang￾orang sebelum kamu .... "(Al-Baqarah: 183)

Akan tetapi ahli dua kitab itu telah melakukan perubahan.$?

Maka meninggalkan menggunakan rukyatdan beralih kepada hisab

adalah tasyabbuh kepada agama Nasrani yang banyak mengalami

perubahan. Sedangkan berbuat dengan rul<yat adalah mengamalkan aPa

yang telah ditunjukkan oleh dalilsyar'i. lni mengukuhkan bahwa bagipara

ahli kitab pada asalnya adalah menggunakan sebagaimana yang dise￾pakati oleh semua syaria

Apakah Puasa pada Hafl yang Dlragukan Dllarang?

Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:

A. Fenielasan Maksud Hart yang Diragukan

Syakk'ragu' secara bahasa adalah keraguan di antara dua hal

yang berlawanan dan yang bersangkutan tidak mampu memilih yang ter￾kuat salah satu dari kedua haltersebut. Demikian pula makna istilahnya.s

Sedangkan, hariyang diragukan ada beberapa definisi, di antaranya:

1. Hariterakhir di bulan Sya'ban.ero

2. Hari setelah hari ke-29 pada bulan Sya'ban.err

3. Mereka berkata, "Kondisibulan sabittertutup awan pada malam ketiga

puluh dibulan Sya'ban sehingga menimbulkan keraguan apakah malam

ke-30 itu termasuk bulan Ramadhan atau termasuk bulan Sla'b6n."stz

4. Mereka berkata, "Di bulan Rajab suasana mendung menutup bulan

hilal Sya'ban, maka disempurnakan hitungannya. Dan tidak terlihat pula

hilal bulan Ramadhan sehingga timbul keraguan pada hari ke-30 di

bulan Sya'ban atau hari ke-31.'er3

5. Hariyang diragukan, apakah termasuk ke dalam bulan Sya'ban atau

termasuk di bulan Ramadhan jika keadaan cerah.era

6. Hariyang awal malamnya terjadi kondisicuaca mendung di arah tem￾pat mencari dan waktu munculnya bulan sabit tersebut.et'

7. Hari ke-30 di bulan Sya'ban jika banyak menjadi omongan orang bahwa

ia menyaksikan (bulan sabit) namun tidak dikatakan oleh seorang yang

adil bahwa ia melihatnya atau mengatakannya.

Definisi yang paling dekat daripada definisi-definisi yang lainnya

adalah hari terakhir di bulan Sya'ban. lnilah definisiyang sudah diridhai

oleh kebanyakan ahli ilmu. Didalam definisiiniterwujud makna keraguan

secara bahasa. Karena pada malam harinya bisa jadi termasuk di bulan

Sya'ba n atau termasuk ke dalam awal Ramad han -Wallahu Ta' ala ?,i lam.

B. Hukum Berpuasa pada Hari yang Diragukan

Para ahli ilmu berbeda pendapat berkenaan dengan hukrm berpuasa

pada hariyang diragukan, hal itu sejalan dengan perbedaan mereka ketika

memahami dalil-dalil yang muncul berkaitan permasalahan ini. Gambaran

hal itu sebagaimana berikut:

Pendapat /. Haram hukumnya berpuasa pada hariyang diragukan

bahwa hari itu termasukdibulan Ramadhan. Demikian pula puasa sunnah

yang tidak biasa atau tidak bersambung dengan puasanya sebelum per￾tengahan Sya'ban. Makruh pula berpuasa pada hari itu sekalipun puasa

wajib. lni adalah pendapat para pengikut mazhab Syafl'1stz dan merupakan

riwayat dari Ahmad.sr8

Pendapat ll. Wajib berpuasa jika langit mendung; dan tidak boleh ber￾puasa jika langit cerah, kecuali puasa sunnah. Ini pendapat lmam Ahmad.ere

Pendapat ///. Boleh berpuasa pada hari itu jika puasa sunnah dan

tidak boleh berpuasa fardhu. lni adalah pendapat mereka yang mengikuti

mazhab Hanafie2o dan Maliki.s2t

Para pemegang pendapat pertama beralasan dengan dalil-dalil:

Dalil ke-|. Hadits lbnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwa ia ber￾kata, 'Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi tua Sallambersabda,

a rjrsv :s;riiy ,trp6;r;.L;$ ,r;'# rfi.irri1

' Iila lral ian nrenyal<sikannya, brpuaulalt. Dan jka lalian menyaksikan -

nya, brbulcalah. lil<a keadaan nrendung, perhitunglcanlah bulan itu'."w

Sedangkan didalam riwayatMuslim darinya (lbnu Umar) disebutkan,

bahwa Nabi Shalla llahu Alaihi wa Sallam bersabda,

W'?Ly,i;:j ,? r;'.b;i,la) r\:;:') y.iat

" Satu bulan iru dua puluh sembilan malam, maka ";/i:1"#'v janganlah berpuasa

hingga kalian semua menyaksikannya (bulan sabitl. fika koudisinya

mendung, sempurnakanlah hirungannya menjadi tiga puluh(malun)" .%

Dalam masalah ini terdapat banyak hadits yang semakna sebagai￾mana di atas.

Objek yang menjadi tekanan hadits ini adalah bahwa jumhur ahli

fi kih membawa sabda Rasulullah S lall all ahu Alaihi wa Sallam : faqdiruu

bhu (i frr*v) 'perhitungkanlah bulan itu' kepada maksud penyempur￾naan hitunlan menjaditiga puluh sebagaimana ditafsirkan oleh riwayat￾riwayat yang lain. Maka menurutnya tidak boleh berpuasa pada hari yang

diragukan selama bulan sabit belum terlihat dan selama bulan Sya'ban

belum sempurna.s2a

Dalil ke-2. Hadits Abu Hurairah di dalam kitab Shahihain dari

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda,fangan sekali-kali salah seorang dari kalian semua mendahului

Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecualijika ada orang

yang betpuasa, hendaktya ia beryuasa pada hari iru saja."ot

Objek yang menjadi penekanan hadits adalah bahwa di dalamnya

ada larangan untuk mendahului bulan Ramadhan dengan ibadah puasa.

Kecualijika melakukan kebiasaan mengerjakan puasa sunnah. Demikian

itu karena puasa Ramadhan telah dikaitkan dengan rukyah atau dengan

menyempumakan bulan Sya'ban. Maka, mendahulukan (puasa sebelum

Ramadhan) ada celaan padanya.e6

Dalil ke-3 . Hadits Abu Hu rairah Radhig allahu Anhu dari Nabi Shal￾lallahu Alaihi wa Sallam,

,-#(t.-jrit i'-r-s,'ptl,lr.;;iiti;t ,76-iL ;* c ;t:'fi

t)-J i frtsln\-J

*Bahwasanya beliau melarang puasa enam hari, yaitu hari yang

diragukan, hari raya Fithri, hari raya Adha, dan hari-hari Tasyrik."e1

Objek penegasan hadits bahwa pada prinsipnya larangan untuk

menunjukkan hukum haram, kecualiada dalilyang merubahnya. Dan di

sini tidak ada dalilyang merubah itu. Inijelas bahwa hadits juga mencakup

hari raya Fithri dan Adha. lni haram berpuasa di dalamnya.

Dalil ke-4. Ocapan Ammar bin Yasir Radhiyallahu Anhu,

* \t & fdt 6 ;*'',,'..ttsrt t; ?G a

" Barangsiapa brpuasa pada hari yang diragukan, ia telah maksiat

kepada Abu Al-Qasim Shallallahu Alaihi wa Sallam.Ini dijadikan dalil bagi pengharaman berpuasa pada hari yang

diragukan. Karena seorang sahabi tidak mengatakan hal itu sebelum

mengetahuinya. Maka ungkapannya itu tergolon g marfu' secara hukum.e2e

Dalil ke-S. Apa-apa yang telah dinukil darijamaah para shahabat

berupa larangan berpuasa tersebut. Telah dinukil dari Omar bin Al￾Khaththab, Ali bin Abu Thalib, lbnu Mas'ud, Ammar bin Yasir, Hudzaifah

bin Al-Yaman, dan jamaah besar dari kalangan tabi'in.em

Dalil ke-6. Mereka mengatakan bahwa puasa adalah ibadah. Maka

tidak wajib mengerjakannya hingga diketahui pasti waktunya sebagerimana

shalat.e3r

Dalil ke-7. Mereka berkata bahwa tidak sah menjauhkan niat ber￾samaan dengan adanya keraguan. Dan tidak sah puasa kecualidengan

niat yang kokoh.e32

Para pendukung pendapat kedua berdalil dengan dalil-dalil sebagai

berikut:

1. Hadits lbnu OmarRadhiyallahuAnhumabahwa ia berkata, 'iAku pernah

mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

oJ \)rai'r(',:fi'tY ,f;yi; ;#i)sb ,f;'ri i'r-ii'rtrr

'lika kalian menyaksikannya, berpuasalah. Dan jika kalian me'

nyaksikannya, berbukalah. lika keadaan mendung, perhirungkanlah

bulan itu."'83

Objek yang menjadi penegasan hadits itu adalah bahwa beliau

bersabda: faqdiruu tahu ('"J tr]st 1 yang berarti 'sempitkan', yaitu

dengan menjadikan satu butan a'dalah 29 hari dan bukan 30 hari.


Halitu dikarenakan oleh beberapa aspek Pertama, bahwa itu adalah

tal$il lbnu Umar, perawi hadits, sehingga diriwayatkan darinya bahwa

pada waktu cuaca mendung ia sedang berpuasa. Ia tidak melakukan

hal itu melainkan ia yakin bahwa seperti yang diperbuat itu adalah

makna hadits dan tafsirnya. Kedua, makna ini selalu terulang-ulang di

dalam AI-Qur' an. Di antaranya fi rman Nlah Subhanahu wa Ta' ala, " Dan

oftrng gang dbempitkan rezekinga hendaklah memberi nafkah dan

harta Aang diberikan Allah kepadanya" (Ath-Thalaq: 71, yakni,

disempitkan rezekinya. Dan ketiga, di dalamnya ada sikap berhati-hati

untuk melakukan ibadah puasa Ramadhan.s3a

2. Hadits Imran binAl-Hushain di dalam kitabShahihain, bahwa Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepada seorang pria,

I ,iu Y* t:Y;, iri'l*'"F

"'Apakah engkau berpuasa beberapa hari di akhiress iur* rrr'ban?'

Ia menjawab, 'Tidak'."

Dalam suatu riwayat lafalnya sebagai berikut:

;';'At'-bir;p:ju,y ,iu lt{- .{)ns tr v:.:-ii

':'oO** engkau t"rprrru befurapa nari ai a*nir oui* ioii'Ia men￾jawab, 'Tidak.' Beliau bersabda lagi, 'lika engkau tidak berpuasa,

betpuasalah selama dua hari'."e36

Objek yang menjadi penekanan hadits ini sebagaimana telah jelas

bagi kita semua adalah perintah beliau kepada seorang shahabat untuk

berpuasa pada malam-malam terakhir pada setiap bulan, jika berpuasa

pada hariyang diragukan itu haram hukumnya, tentu NabiShallallahu

Alaihi usa Sallam tidak akan memerintahkannya kepada seorang

shahabat untuk berpuasa.

Apa-apa yang telah dinukil darijamaah para shahabat, yang di antara

mereka adalah Aisyah, Asma, Abu Hurairah, Ali bin Abu Thalib, dan

lain-lain. Mereka semua sedang melakukan Puasa pada hari itu. Ber￾bagai kabar juga dinukil dari mereka.e3?

4. Mereka berkata bahwa pada hari yang diragukan tetap Puasa dijalankan

karena puasa termasuk ibadah yang harus lebih berhati-hati kepadanya.

Oleh sebab itu, wajib berpuasa dengan dasar 'kabar wahid' (dari satu

orang).e38

5. Mereka berkata, "Dengan dikiaskan pada awalbulan (Ramadhari) atas

akhimya. Tetap berpuasa pada hari yang diragukan (hari syak), karena

hari syak adalah salah satu dari dua penghujung bulan dan tidak ada pe￾tunjuk bahwa hal itu diluar Ramadhan. Wajib melakukan Puasa syak di

penghujung bulan lain."e3e Para pengikut mazhab Hanbali membawa

apa-apa yang munculberupa nash-nash berkenaan dengan pelarangan

berpuasa pada hari yang diragukan pada satu keadaan sadar.m

Mereka yang mendukung pendapat ketiga berdalil dengan nash￾nashyang menekankan hukum haram, dan mereka adalah para pengikut

mazhab Syafi'i yang memberikan tambahan dalil-dalil sebagai berikut:

1. Sabda beliau sebagaiberikut,

Gp: vt * 'li- a::t ,';t ir-rt \

* Tidaklah ditakukan puasa prA, nui )ury airagu*an kecuali Puasa

tathawwu' (sunnah)."

Hadits ini sering diulang-ulang oleh ulama pengikut mazhab Hanafi

pada lebih dari satu tempat.st lbnu Al-Hammam memberikan komen￾tarnya kepada hadits inidengan mengatakan bahwa hadits ini tidak di￾kenal. Dikatakan, "Hadits initidak memiliki asal"ea Pu-Zaila'iw mengata￾kan, "Chardb 'aneh' sekali.xe44 Kedua tokoh di atas adalah para

pentahqiq dari mazhab Hanafi.

2. Mereka mengatakan bahwa puasa pada hari yang diragukan adalah

tasyabbuh dengan para ahli kitab. Karena mereka suka menambah

jumlah puasa mereka.eat

Sedangkan membolehkan puasa tathawwu' pada hari itu dengan

tiada kemakruhan mutlak. Dalam hal itu mereka berdalildengan hadits di

atas.s6 Mereka membawa hadits Abu Hurairah yang berisi larangan men￾dahului Ramadhan dengan puasa, bahwa yang dilarang adalah menda￾hului Ramadhan dengan puasa Ramadhan, bukan dengan puasa lain.

Mendahului sesuatu tiada lain adalah dengan sesuatu sejenisnya.sT

Para pengikut mazhab Hanbali telah menyanggah dalil-dalil para

pengikut mazhab Syafi'i sebagai berikut:

Bahwa riwayat-riwayat yang menyebutkan penyempumaan bulan

menjadi30 hari, sesungguhnya penyempurnaan itu kembali kepada bulan

Ramadhan bukan kepada bulan Sya'ban.

Sedangkan apa yang dikatakan bahwa riwayat-riwayatyang bernada

bebas itu dibawa kepada keadaan yang terikat adalah lebih tepatjika riwayat

yang bernada terikat itu tidak mengandung banyak kemungkinan arti.

Sedangkan hadits yang berisi larangan mendahului bulan dengan satu

atau dua hari dengan berpuasa di dalamnya, dibawa kepada makna

bahwa dalam keadaan 'cerah' jika tidak dalam keadaan mendung.

Sedangkan hadits yang berisi larangan berpuasa selama enam hari,

dibawa kepada makna orang yang berpuasa sunnah atau dibawa kepada

makna 'diragukan' jika tidak dalam keadaan mendung.

Demikian juga, hadiB Ammar sesuaijika dalam keadaan yang tidak

mendung. Sedangkan apa-apa yang dinukil dari para shahabat dibawa

kepada jika cakrawala cerah atau maksudnya larangan untuk mereka

mendahului bulan dengan puasa sunnah. Sedangkan ungkapan mereka

yang menyebutkan bahwa puasa adalah ibadah, tidak wajib masuk kepa￾danya sebelum diketahui waktunya, seperti halnya shalat, sanggahannya

bahwa wajib masuk ke dalam pelaksanaan shalat sekalipun dibarengi

keraguan, yaitu ketika orang lupa suatu shalat di antara shalat fardhu

lima waktu. Kemudian seorang tawanan jika mengalami ketidakjelasan

pada beberapa perkara, dia berpuasa dengan dasar kehati-hatian.

Ungkapan mereka ya ng mengatakan bahwa tidak sah memutlakkan

niatdalam hariyang diragukan, maka juga bisa disanggah, bahwa tidaklah

dilarang bimbang dalam niat karena suatu hajat. Sebagaimana bagi

seorang tawanan yang berpuasa dengan dasar ijtihad atau orang yang

lupa salah satu shalat dari shalat lima waktu lalu melakukannya.rc

Sedangkan dalil-dalil para pendukung pendapat kedua disanggah

sebagai berikut:

Bahwa sabda Rasulullah Slallallahu Alaihi usa Sallam: faqdiruu

lrrlsul yang berarti 'sempitkan, yaitu dengan menjadikan satu bulan

adaiah 29 hari dan bukan 30 hari disanggah dari dua aspek:

1. Makna faqdiruu 1r]liu) secara bahasa adalah 'sempurnakan bulan

Sya'ban menjadi30 hari, lalu berpuasalah'.

2. Bahwasanya nash-nash yang muncul yang telah demikian jelas tidak

membutuhkan kepada kejelasan lebih lagi. Riwayat-riwayat muncul

menjelaskan semua itu. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam

bersabda,

.5rrli6

*Sempurnakan ia menjadi tiga puluh harf ,

artinya, adalah "hitunglah ia". Dan beliau juga bersabda,

G2u at*;;'ftt^{u

" Mala sempurnakan hifingan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh (har) ."

Dan demikian pula riwayat-riwayat yang lain.

Sedangkan hadits tentang sarara sAa'ban (akhir bulan Sya'ban),se

dibawa kepada makna 'orangyang memiliki kebiasaan berpuasa'. lni ada￾lah makna eksplisit hadits. Maka, kami katakan demikian itu adalah dalam

rangka penggabungan antara hadiB itu dengan hadits Abu Hurairah:

v'i'si i*,eill".rn:i,

*fanganlah kalian mendahului butan dengan satu'ab; dua harf .w'%l

Sedangkan apa-apa yang dinukil dari sebagian para shahabat

tentang hal itu atas keharusan pengukuhannya maka disanggah dengan

halyang sama. Sebagian besar para shahabat yang muncul dari mereka

tentang puasanya tidak baku, atau dibawa kepada makna yang shahih

kemudian mereka menyebutkan hal itu.s2

Yang paling luat -Wallahu Ta'ala Allam- adalah pendapat yang

diketengahkan oleh Asy-Syaf i bahwa haram berpuasa pada hari yang

diragukan bahwa hari itu bagian dari bulan Ramadhan. Namun hal itu

boleh bagi orang yang memiliki kebiasaan berpuasa. Hal itu kejelasan

dalil-dalil yang diambil. lnilah pendapat yang diikuti oleh kebanyakan dari

umat ini. Dan karena pendapat para pengikut mazhab Hanbali yang

membedakan antara kondisi cuaca cerah dan mendung adalah lemah,

sebagaimana telah demikian jelas ketika penyajian masalah ini.

Yang jelas bahwa dasar yang paling agung berkenaan dengan

larangan berpuasa pada hari yang diragukan adalah dalam rangka me￾mutuskan jalan menuju tasyabbuh kepada orang-orang Nasrani yang

suka menambah bilangan puasa mereka sehingga mereka terjerumus ke

dalam jurang bid'ah, sesuatu yang tidak pernah diperintahkan oleh Allah.

lbnu Abbas RadhigallahuAnhuma berkata, "Diwajibkan atas orang￾orang Nasraniberpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas kalian semua,

pembenar hal itu didalam Kitab Allah Ta'ala,Diwajibkan atas lamu bryuasa sefugaimana diwajibkan atas orang￾orang sebelum..." (Al-Baqarah: 183)

Pada mulanya orang-orang Nasraniitu mendahuluidengan satu hari.

Mereka berkata, 'Agar kamitidak salah." klu mereka mendahului dengan

satu hari dan mengakhiri dengan satu hari pula. Mereka berkata, "Agar

kami tidak salah." Hingga pada akhimya mereka mengatakan, "Kami

mengawali dengan 10 hari dan mengakhiri dengan 10 hari agar tidak

salah, maka mereka telah tersesat."s3

Abu N ua'imsa dalam Al - H ilyah meriwayatkan dari Obaid Al-Lihams5

ia berkata,'?\ku sedang berjalan dengan Asy-Sya'bie$ Ra himahullah. Tiba￾tiba berdiri di hadapannya seorang Pria lalu berkata, "Wahai Abu Aml

Apa pendapat Anda berkenaan dengan orang-orang yang melakukan

ibadah puasa seharisebelum bulan Ramadhan?" la menjawab, "Kenapa?"

la berkata, 'Agar mereka tidak dimungkinkan tertinggal sehari pun dari

bulan Ramadhan." la menjawab, "Demikianlah kehancuran bani lsrail,

mendahului sebelum tiba bulan dengan satu hari dan mengakhirinya

dengan satu hari. Maka mereka berpuasa selama tiga puluh dua hari.

Ketika abad mereka itu telah lewat, datanglah kaum lain yang mendahului

sebelum bulan dengan dua hari dan sesudahnya dua hari sehingga menjadi

34 hari ... demikian sampai akhirnya Puasa mereka menjadi 50 hari.

Berpuasalah kalian semua karena melihatnya (bulan sabit) dan berbukalah

karena melihatnya (bulan sabit)Al-Hafizh Zainuddin Al-lraqi mengenai hikmah berkenaan dengan

tarangan mendahuluibulan dengan berpuasa sehariatau dua harimenga￾takan, 'Agar tidak bercampur antara puasa fardhu dengan puasa sunnah

sebelumnya atau sesudahnya. Juga merupakan peringatan keras dari

apa-apa yang biasa dilakukan oleh orang-orang Nasrani berupa peng￾adaan tambahan atas apa-apa yang difardhukan atas mereka karena

pemikiran mereka yang rusak.s

Kita juga mengatakan bahwa qnariat menjaga Ramadhan daritam￾bahan di akhir bulan itu dengan melarang melakukan puasa pada hari

raya Fithri, juga melarang melakukan puasa pada hari yang diragukan

sebagai tindak pemeliha raannya di bagian awalnya. Wallahu Ta' ala lilam.

ttt

?**t *,0

Laran$an Mendahulul Ramadhan dengan Pu:rs.l

Seharl atau Dua Harl Sebelumnya

Para ahli fikih pada umumnya berpendapat sebagaimana dibahas

pada pembahasan sebelum inibahwa haram mendahuluibulan Ramadhan

dengan melakukan puasa sehari atau dua hari dengan niat puasa Ramadhan.

Hal itu karena suatu haditsm dan lorena dalam tindakan seperti itu ter￾dapat unsur tasyabbuh kepada orang-orang Nasrani yang melakulon

penambahan kepada jumlah puasa mereka.

Pembahasan masalah initelah berlalu yaknidi dalam pembahasan

masalah'hukum puasa pada hariyang diragukan'. Penulis tidak menemu￾kan orang yang membahasnya secara terpisah. Oleh sebab itu, kita akan

cukupkan dengan apa-apa yang telah disajikan di muka yang berkenaan

dengan berpuasa pada hari yang diragukan. Dalam pembahasan itu

sudah ada kecukupan. Wallahu Alam.


Laran gan Men Egu nakan Kellld I Besar u ntu k Melontar lamalatr

Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang pengambilan kerikil besar

untuk melontar jamarat, sehingga muncul dua macam pendapat:

Pendapat /. Kerikil besar untuk jamarat tidak mencukupi untuk

melontar. lni adalah riwayat dari Ahmad.2

Pendapat //. Kerikil besar mencukupi untuk melontar jamarat

dibarengi dengan hukum makruh. lni adalah pendapat pengikut mazhab

Hanafi,3 Maliki,a dan Syafi'i.5 Dan merupakan yang masyhur bagiAhmad.

Mereka yang berpendapat bahwa kerikil besar tidak mencukupi untuk

dilontarkan mengajukan dalil-dalil sebagai berikut:

1. Hadits Jabir RadhiyallahuAnhu bahwa ia berkata,

jH' ;;,y;Vr uii'g s !r\t,k *t J ;', .;i,

"'Aku menyaksikan Rasulullah Shatlattahu Ataihi wa Sallan melontar

jamant dengan kerikil sekecil kerikil unruk melempaf1.t

2. Had its lbnu Abbas Radhty allahu Anhuma bahwa ia berkata, "Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika keesokan akan melontar jumrah

Aqabah dan ketika sedang di atas binatang tunggangannya bersabda,

" 'Coba tolong ambilkan unailcku!' Mab fuambilkan unruk beliau kerikil￾kerikil berukuran kecil unruk melonar. Ketika aku meletakkan semua￾nya di tangan beliau, beliau bersabda, 'Hendaklah kalian melontar

dengan ukuran seperti ini dan jauhilah sikap berlebih-lebihan dalam

perkara agama. Karena sesungguhnya berlebih-lebihan dalam perkara

agama itu telah menghancurkan orung-orang sebelum kalian'."e

Objek yang menjadi tekanan dua hadits di atas adalah bahwa dalam

keduanya terdapat keterangan berkenaan dengan perbuatan Rasulullah

Shallallahu Alathi wa Sallam danbahwa beliau memerintahkan di dalam

kedua hadiB tersebut dengan ukuran seperti itu dan melarang melebihikadar yang ditetapkan. Dan perintah berkonotasi wajib sedangkan

larangan berkonotasi rusaknya sesuatu yang dilarang itu.r0

3. Mereka berkata, "Lontaran dengan kerikil ukuran besar bisa jadi menyakiti

orang yang tertimpa olehnya, karena itu dilarang."rr

Sedangkan mereka yang mendukung pendapat kedua mengajukan

dalil-dalilnya sebagai berikut:

1. Dua buah hadits Jabir dan lbnu Abbas Radhigallahu Anhum di atas

dan semua hadits yang semakna dengan keduanya, kemudian mereka

membawa makna perintah kepada nadb (sunnah) dan meninggalkan￾nya makruh hukumnya.r2

2. Mereka berkata, "Hal itu cukup karena ada unsur batu di dalamnya.r3

Pendapat yang pa ling lqrat -Wallahu Ta' ala Al lam- adalah makruh

hukumnya melontar dengan kerikilyang lebih besar daripada kerikilyang

terpegang di antara dua buah jari tangan. Hal itu karena hadits-hadits

dalam bab ini. Sedangkan jika pelontar menggunakan kerikilbesar untuk

ibadah dan taqarrub kepada Allah, perbuatannya itu haram hukumnya

karena yang demikian itu adalah bid'ah. Nabi Sha/la llahu Alaihi. wa Sallam

memerintahkan untuk meninggalkan sikap berlebih-lebihan, yaitu tamba￾han dalam perkara ibadah. Perintah berkonotasiwajib meninggalkan keba￾likannya.raBahkan beliau juga menegaskan dalam bentuk memberikan

pelajaran dan peringatan bahwa berlebih-lebihan adalah sebab kehancuran

kaum sebelum kita dari kalangan orang-orang Nasrani. Meninggalkan

sebab kehancuran adalah wajib menurut syariat. Juga karena dalam me￾lontar dengan kerikil besar bisa menyakiti orang yang tertimpa olehnya.

Sedangkan bagi orang yang sulit baginya melainkan mendapatkan yang

lebih besar daripada kerikil sepegangan dua jari, maka sesuai artiaksplisit

hadits adalah boleh hukumnya.

lnilah permasalahan yang banyak timbul kesalahan di dalamnya

yang banyak dilakukan oleh para huiiaj yang bodoh. Banyak sekali dijumpai

orang yang melontar dengan menggunakan kerikil besar atau dengan

benda-benda yang bukan batu sama sekali, seperti sepatu dan lain-lain.

Dengan perbuatan seperti itu mereka mengira bahwa Perbuatannya itu

sangat baik. Tidak diragukan bahwa Perbuatan sePerti itu adalah kebo￾dohan yang nyata dan tidak paham dengan hikmah syariat dan batasan￾batasannya. Sedanglon orang yang berlebih-lebihan dalam perkara ter￾sebut dengan sengaja dan ia mengetahui hal itu, maka orang tersebut

bertasyabbuh kepada orang-orang Nasrani dan siap menceburkan dirinya

sendiri kepada kehancuran. Hal itu karena materitambahan dalam perkara

ibadah dengan seperti tersebut di atas atau lainnya, tiada lain dihasilkan

dari kalangan orang-orang Nasrani yang menegakkan agamanya atas

berbagaipenggantian, tambahan, dan perubahan. Mereka juga suka main￾main dengan hukum-hukumnya dengan hawa nafsunya. sedangkan ls￾lam datang dengan kesempurnaan, tidak membutuhkan tambahan dari

orang yang suka berlebih-lebihan. Dasarnya adalah tauqif (tidak

berkomentar sebelum adanya dalil) dan nash. wallahu Ta'ala lilam.


Perlntah untuk Menlnggalkan

Muzdallfah sebelum lutataharl Terblt

Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan masalah ini. Akhir￾nya muncullah dua pendapat:

Pendapat /. Sunnah hukumnya meninggalkan Muzdalifah sebelum

matahari terbit. Ini adalah pendapat jumhur ulama dari kalangan para

pengikut mazhab Maliki,tsSyaf i,16 Hanbali,rT dan mayoritas para pengikut

mazhab Hanafi.r8

Pendapat I t . wajib meninggatkan Muzdalifah sebeium matahari terbit

Ini adalah pendapat sebagian dari para pengikut mazhab Hanafi.re

Mereka yang berpendapat bahwa hukumnya adalah sunnah berdalit

dengan dalil-dalil berikut:

1 . Hadits Jabir Radhigallahu Anhuyang panjang, d i dalamnya disebutkan,

& i, '*a,'q, i,'yo;, I,t\'&,'i'# q Ht jt;

J; *,i:;-:i:)' * ; fi iai'zt;:,t@u (r 4t'ii;lr ;fi

'nhr'U ti'i e",tL'if & yt,

' ... Dan menunaikan shalat shubuh ketika telahjelas bahwa shubuh te￾Iah tiba dengan adzan dan qamat. Kemudian menunggang eashwa

(nama unk beliau) hingga tiba di Al-Masy'ar Al-Haran. Kemudian

menghadap kiblat dan brdoa, bertakbir, brtahlil, dan beruhmid.

Beliau terus s4ja seperti iu hingga shubuh nrenguning. Kemudian btiau

brangkat sebelum matahari terbit .Dalam hadits tersebut terdapat penjelasan apa-apa yang dilakukan

oleh Nabi SlallallahuAlaihiwaSallam dan kita diperintahkan untuk

melakukan segala sesuatu sebagaimana beliau melakukannya. Kita

juga harus meniru manasik beliau.

2. Hadits. (lmar Radhiyallahu Anhu ketika menunaikan shalat dengan

cara jamak lalu berkata, "Sesungguhnya orang-orang musyrik tidak

meninggalkan (Muzdalifah) hingga matahari terbit. Dan mereka berkata,

'Telah munculTsabir'.2r Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersikap

beda dengan mereka, yakni meninggalkan (Muzdalifah) sebelum

matahari terbit".z

Sedangkan dalil-dalil yang berpegang kepada pendapat kedua

adalah sebagai berikut:

1. Apa-apa yang muncul berkenaan silop berbeda dengan orang-orang

musyrik, sebagaimana hadits Umar di atas dan juga hadits Al-Musawwir

bin Ma kh ra m ah, ia berkata, " Rasulul la h Shallallahu Alaihi uta Sallam

berkhutbah kepada kami difuafah. Beliau memuja dan memujiAllah

... kemudian beliau bersabda,

,uUs rilr-3r 1i..,J'tl't*.1frsr }it 4o'.pi-fik't

',ti'# 

eu Cf;lfu33) ov;iv')t f.*6k,/?' n3:)

!'AlJu;!i f( a's $$ dA- ,uAtt1u

' Mereka meninggalkan (Muzdal i fah) dari A I - Masy' ar A I -Haram j ika

matahari telah terbit, yaitu ketika matahari furada di aas gunung￾gunung laksana sorban-sorban kaum laki-laki di aas kepala mereka.

Adapun kita meninggalkan (Muzdalifah) sebelum matahari tetbit.

Petunjuk agama kia brWa dengan peruniuk ahli berhala dan ahli

syiri?Objek yang menjadi penegasan hadits ini adalah bahwa mening￾galkan (Muzdalifah) sebelum matahari terbit adalah sikap berbeda

dengan orang-orang musyrik di dalam perkara ibadah khususnya.

Bersikap beda dengan mereka dalam hal itu wajib hukumnya.

2. Bahwa yang menjadibaku dari apa yang diperbuatnya secara konsensus

adalah bahwa meninggalkan Muzdalifah sebelum matahari terbit. Hal

yang wajib adalah mengikuti beliau dalam hal itu. Hal sama berlaku

dalam permasalahan meninggallon fuafah. Tidak boleh meninggalkan

Arafah sebelum matahari terbenam sebagaimana dilakukan orang￾orang kafir.2a

Pendapat pa ling kuat -Wallahu Ta' ala A' I am- id ala h wajib h u kum￾nya meninggalkan Muzdalifah dan bergegas menuju Mina sebelum mata￾hariterbit. Hal itu karena apa yang dilakukan Rasulullah ShallallahuAlaihi

waSallam. Dan dalam tindakan seperti itu untukmewujudkan sikap beda

yang wajib hukumnya dengan jalan orang-orang kafir.

Sebagaimana ditegaskan dengan jelas oleh Al-Mushthafa Shal￾lallahu Alaihi wa Sallam di dalam sabdanya,

!'.a6gui1i *i a'r; q$ d.t*;

" Petunjuk agama kita berbda dengan petunjuk ahli berhala dan ahli

syirik."

Barangsiapa terlambat dengan sengaja hingga matahari terbit maka

ia telah berbuat buruk dan berbeda dengan petunjuk Al-Mushthafa

Shallallahu Alaihi wa Sallam. Di dalam dalil-dalil yang jelas dan shahih

tidak ada petunjuk bahwa mereka wajib membayar dam. Sedangkan orang

yang karena adanya uzur; seperti keadaan yang sangat berdesak-desakan

atau adanya gangguan pada kendaraannya atau sebab lainnya, maka

tidak ada cela atas dirinya karena uzumya itu.


Lalangan Berslul dan Bertepuk TanEan

Pembahasan ini mencakup dua buah subbahasan:

A. Penielasan Maksud Bersiul dan Bertepuk Thngan

Dua kata-kata ini muncul ketika membeberkan sifat shalat orang￾orang kafir di Ka'bah, yaitu dalam firman NlahTa'ala,

,, shalat (ibadah) mereka di sekiar Bairullah im, lain tidak hanyalah

siulan dan tepukan tangan." (Al-Anfal: 35)

Para ahli tafsir berbeda-beda dalam menafsirkan dua kata-kata itu

sebagaimana berikut ini:

Para ahli tafsir umumnya, terutama lbnu Abbas, Abdullah bin Amr,

Mujahid, lkrimah, sa'id bin Jubair,25 Muhammad bin Ka'ab Al-Qurazhi,26

Qatadah, dan lain-lain27 berpendapat bahwa mulca' adalah shafir 'siulan.

Ditambah oleh Mujahid bahwa mereka memasukkan jari-jari mereka ke

dalam mulut. As-Suddi2s berkata, "Muka' adalah shafir sebagaimana

dilakukan burung putih atau burung siulyang terdapat di bumi Hijaz."

Seorang penyair berucaP,

ofr!)ti,ilt

"fika burung mukau berkicau bukan di amannya, celakalah penggem￾bala kambing dan burung-burung berwarna merah."Abu Ubaid dan lain-lain mengisahkan bahwa dikatakan sebagai

berikut 'pt\tiA-f;-- SJr.-(i yang artinya bersiut.m Dan dinukil

dari Qatadah bahwa mulea' adalah memukul-mukul dengan tangan.3r

Sedangkan tashdigah dimaksudkan dengannya bertepuk tangan. Seba￾gaimana ungkapan lbnu Abbas Radhigallahu Anhuma dan mayoritas

ahli tafsir. Sa'id bin Jubair berkata, *Tashdtyahadalah berpalingnya mereka

dari sekitar Ka'bah."32

B. Hukum Bersiul dan Bertepuk Thngan

Perkara yang berkaitan dengannya tidak terlepas dari dua hal, bisa

jadidilakukan keduanya demitujuan suatu ibadah atau bukan untuk itu.

Pertama. Jika keduanya dilakukan demi ibadah, maka disepakati

bahwa hal itu haram hukumnya. Karena iniadalah perbuatan ahlijahiliyah.

Syaikhul lslam lbnu Taimiyah Rahimahullah berkata, "Makna

ungkapan 4l"tlJt l* ,"'sebagian dari perbuatan orang-orang jahiliyah'

atau dengan kata iain kfrusus biasa dilalarkan oteh orang-orang jahiliyah

dan tidak disyariatkan dalam lslam. Termasuk dalam hal ini segala sesuatu

yang dijadikan ibadah di mana orang-orang jahiliyah beribadah dengan

semua itu. Allah Ta'ala tidak mensyariatlon peribadatan dengan semua

itu dalam lslam, sekalipun materinya tidak diniatkan untuk itu seperti muka'

dan tashdiyah. Sesungguhnya Nlah Ta'ala berfirman tentang orang￾orang kafir,

"Shalat (ibadah) mereka di sekiar Baitallah itu, lain tidak hanyalalt

siulan dan tepukan tangan." (Al-Anfal: 35)

Muka' adalah bersiul dan sejenisnya, sedangl<an tashdiyah adalah

bertepuk tangan. Menjadikan perkara tersebut sebagai jala n taqamb dan

taat adalah merupakan sebagian dari perbuatan orang-orang jahiliyah

dan tidak disyariatkan dalam Islam.s

Halitu haram pula hukumnya, karena didalamnya unsur bid'ah dan

mengada-adakan sesuatu dalam agama. Sebagaimana sabda Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam," Barangsiapa berbuat suafit amalan yang ,,0* n,O,O't dalam perkara

kami, maka Perkara itu tertolak."Y

Dalam hal initerdapat pula bantahan {an segala puji hanya bagi

Allah- kepada orang-orang sufi yang biasa menari-nari, bertepuk tangan,

dan berteriak-teriak yang mereka anggap sebagai ialantaqamtb di mana

orang-orang yang berakal tentu akan menjauhi perbuatan seperti yang

mereka lakukan itu dan aPa yang mereka perbuat itu sama persis dengan

apa-apa yang diperbuat oleh orang-orang musyrik di sekitar Ka'bah.35

Pengecualikan dari semua itu apa yang menjadipetunjuk didalam

sunnah bagi kaum wanita untuk melakukan tepuk tangan jika terjadi

kesatahan imam mereka dalam shalat. Di dalam kitab Shahihain dari

Abu Hurairah Radh iyallahu Anhu bahwa ia berkata, "Rasulullah

Shallallahu Alaihi usa Sallam bersabda,

iil;r,J, tir1 ;r;) {A.rtrt )o').!":Jt

, Tasbih untuk lraumpriadan tapuktangan untuklaum wania';Muslim

menambah, 'di dalam shalat'-"x

Baginya juga hadits dari Sahl bin Sa'ad beliau bersabda,

':*;Ar C\3, !\4, { 6Y ;$ ;iA; "t\b €;',?'i.6 r

:6.

" siapa saja yang ingin memperinga*an kesalahan dalam shalat, maka

hendalorya krtasbih, karcnaiita eonng berusbih akan nreniadikannya

tenadar kemfuti. Dan sesuryguhnya brtepuk Angan adalah unUk laum

wanita."Hal itu diperbolehkan untuk kaum wanita -Watlahu Ta'ala Altam￾karena di dalam hal tersebut terdapat upaya memelihara kaum wanita

dan perhatian kepada perkara menutup aurat dan rasa malu mereka jika

sampai suaranya terdengar oleh kaum pria.

Dalam ini Imam Malik berbeda sebagaimana yang masyhur darinya.

Ia tidak menaruh perhatian kepada perkara tepuk tangan untuk kaum

wanita. la menyamakan antara kaum wanita dan loum pria dalam ber￾tasbih. Ini adalah pendapatyang lemah, baik dari aspek penukilan maupun

teorinya. la juga berbeda dengan jumhur ulama, bahwa dikatakan berbeda

dengan sebagian ulama besar dari kalangan para pengikut mazhab Marik,

seperti lbnu Al-Arabi, dan lain-!ain.38

Kedta. Keduanya dilakukan bukan dengan niat ibadah.

Berkenaan dengan hal ini muncullah tiga pendapat:

Pendapat L Hal itu haram hukumnya. lni adalah pendapat sebagian

muta' akhkhdnn (orang-orang di masa belakangan).3s

kndapat II. Hal itu makruh hukumnya. Ini adalah pendapat sebagian

para pengikut mazhab Hanbali.{

Pendapat III. Hal itu jab hukumnya. Ini adalah pendapat yang

diisyaratkan oleh Al-lraqi.at

Mereka yang mengatakan haram hukumnya mengetengahkan dalit￾dalilnya sebagai berikut:

l. T'indakan sepertiitu adatah tasyabbuh kepada orang-orang kafir. Seba￾gaimana fi rman Nlah Ta' ala ketika menyifati mereka sebagai berikut,

" Shalat (ibadah) merelca di sekiar Baitullah itu, lain tidak hanyalah

siulan dan tepukan tangan." (Al-Anfal: 35)

Tasyabbuh kepada orang-orang kafir adalah haram hukumnya.

2.llndakan seperti itu tasyabbuh kepada kaum wanita. Haldemikian sangat

dilarang pula dengan larangan karena haram.e Sangat jelas bahwa

mereka berpendapat demikian karena berpegang kepada makna global

sabda Rasulullah S lallallahu Alaihi wa Sallam bahwa bertepuk tangan

adalah untuk kaum wanita sebagaimana dalam hadits di atas. Juga

sungguh jetas bahwa mereka yang berpendapat dengan hukum makuh

membawa dalil-dalilyang sama di atas kepada yang demikian itu.

sedangkan mereka yang berpegang kepada hukumjauazkarena

mereka tidak melihat bahwa dalam tindakan seperti itu terdapat unsur

tasyabbuh kepada orang-orang kafir. Mereka berpendapat bahwa mela￾rang kaum pria bertepuk tangan khusus ketika dalam keadaan menunai￾kan shalat dengan dalil-dalil riwayat yang terikat (khusus).6

Pendapat yang palin g l<nt -wall ahu Ta' ala /{ lam- ba hwa ked ua nya

makruh hukumnya ketika keduanya tidak diperlukan. Hal itu didasarkan

kepada adanya ihtimat (kemungkinan-kemungkinan arti) dalam dalil-dalil

mereka yang mengharamkan. orang-orang kafir beribadah dengan dua

perbuatan itu sebagaimana disebutlon oleh Allah SubhanahuuaTa'ala

hat tersebut di kalangan mereka. Maka barangsiapa melakukan hal itu

dengan tujuan untuk ibadah maka ia telah bertasyabbuh kepada mereka

dan sama sekali tidak diragukan bahwa tindakannya itu biasa berputar￾putar antara kekafiran dan hukum haram. Sedangkan mereka yang

melakukannya bukan untuk ibadah maka tidakperlu diarahkan kepadanya

hukum haram ketika seseorang melakukannya, karena kedua perbuatan

tersebut bukan khusus di kalangan orang-orang kafir saja. Akan tetapi,

keduanya biasa pula dilakukan oleh orang-orang bukan kafir. Pada zaman

dahulu tepuk tangan adalah bagian dari tradisi orang-orang fasik yang

khusus di kalangan mereka. Hat itu sebagaimana ditegaskan oleh An￾Nawawi yang telah disebutkan di muka dalam kaidah. Akan tetapi, bela￾kangan hal itu tidak sedemikian rupa. sedangkan ungkapan bahwa tepuk

tangan adalah kebiasaan di kalangan kaum wanita, maka dalam dalil￾daliltidak selalu demikian sekalipun dalam keadaan mereka melakukan

shalat. Sedangkan pada umumnya mungkin bisa jadidemikian. Akan tetapi,

teks-teks dalil di atas mengandung makna pemisahan antara kaum pria

dengan kaum wanita dengan perbuatan itu sehingga bisa dibawa kepada

makna hukum makuh karena itu dan karena alasan sebelumnya.Wallahu

Ta'alaAllam.

laran[lan ba{[ Orangyang Berlhram

untukTldak Berteduh saat Panalr Terlk

Para ahli ilmu sepakat bahwa orang yang sedang berihram diper￾bolehkan berteduh dibawah atap rumah, peneduh, atau sejenisnya ketika

tiba.a Akan tetapi, mereka berbeda pendapat tentang berteduh ketika

menggunakan alat tranportasi, tandu, dan sejenisnya.'sehingga muncul

tiga pendapat sebagai berikut:

Pendapat I. Boleh bagi orang yang sedang berihram berteduh ketika

berkendaraan. Ini adalah pendapat para pengikut mazhab Hanafia5 dan

Syafi'1.r0

Pendapat //. Haram bagi orang yang sedang berihram untuk ber￾teduh ketika berkendaraan. lni adalah pendapat Malik.aT

Pendapat ///. Makruh bagi orang yang sedang berihram berteduh

ketika berkendaraan. lni adalah pendapat Ahmad.4

Para pengikut mazhab Hanafi dan Syaf i mengetengahkan dalil￾dalilsebagai berikut:

1. Hadits (lmmu Al-Hushain, yang di dalamnya ia berkata,,, Aku menunaikan haji bersama Rasulullah shallallahu Alaihi wa

sailam pada Haji wada'. Maka aku menyaksikan usamah dan Bilal

yang salah satu dari keduanya men egang ali una Nabi shallallahu

Alaihi wa Saltam danyang tain nengangkatpakaiannya untuk menutupi

betiau dari panas terk (matahan) hingga melonar iumrah aqabah."

Dalam lafal Muslim disebutkan,

,-3r't M', "-j ^lLit .*'dt,lY, JL';'; et ?\0

,, Dan yang lain .rrs*gk t pakaiannya di atas kepata Nabi shallallahu

Ataihi wa Satlam meneduhinya dari panas terik maahari'"ae

Hadits di atas sangat jelas menunjukkan bahwa boleh berteduh

ketika dalam perjalanan dengan menggunakan pakaian atau benda

lain yang sejenisnYa.

2. Apa yang diriwayatkan dari jamaah kalangan orang-orang Quraisy

dari Al-Humsil dan At-Anshar bahwa mereka sangat keras ketika masih

di zaman jahiliyah dan di awal lslam dalam hal berteduh, hingga jika

mereka hendak masuk ke sebuah rumah, selalu datang dan masuk

dengan memanjat dinding, mereka tidak mau masuk lewat pintu agar

antara mereka dengan langit tidak ada penghalang aPa Pun. Mereka

berpendapat bahwa tindakan demihan itu ibadah dan kebaktian.sr

Maka Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya,

. Dan bukanlah kebaiilcan memasuki ntmah-rumah dai belakangnya.

Alcan teapi, kebaiikan itu ialah kebaiikan onng yang brakwa. Dan

masuklah ke rumah-ramah iru dari pinunya." (Al-Baqarah: 189)

Hukum boleh dalam hal ini bersifat umum''2

3. Mereka berkata, 'Apa-apa yang boleh dipakai untuk berteduh oleh se￾orang yang sedang ihram ketika tidak berkendaraan, boleh juga dipakai￾nya ketika berkendaraan; tidak ada beda antara keduanySedangkan para pengikut maztrab Maliki mengetengahkan dalil-dalil

yang di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Apa yang diriwayatkan dari lbnu Umar Radhigallahu Anhurna bahwa

ia menyaksikan seseorang di atas untanya dan ia sedang berihram

dengan berteduh antara dirinya dengan matahari. Maka ia berkata,

u.:;i?;qt

" Pergilah keluar ke panas terik (maahari) kepada siapa yang engkau

berihnm untuk-Nya".Y

Dengan kata lain, 'Pergilah keluar ke panas te.rik matahari', karena

arn dlahh adalah matahari.s'

2. Mereka berkata, "Tindakan seperti itu sama dengan menutupi kepala

dengan sesuatu yang ia temukan"$, dan hal itu sangat dilarang.

Sedangkan mereka yang berpendapat bahwa hukumnya makruh,

adalah Imam Ahmad Rahimahullah, mengajukan dalilyang diajukan oleh

para pengikut mazhab Malik. la berpendapatmaltuhtanzih 'dengan dasar

kehati-hatian' karena adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.57

Pendapat yang paling lsrat -Wallahu Ta'ala Hlam- bahwa boleh

bagi orang yang berihram untuk berteduh ketika dalam sarana angkutan,

baik dengan tandu maupun dengan pakaian atau sejenisnya jika tidak

menempel langsung diatas kepala. Halitu karena dalil-dalildiatas. Sedang￾kan sesuatu yang dimunculkan dalam hadits Ummu Al-Hushain bahwa

"boleh melempar jumrah aqabahyang dilakukan di harikedua atau ketiga"

membatalkan dalil hadits itu atau menjadi lemah,58 maka menjadi tidak

jelas karena disebutkan materinya langsung dan bukan yang lainnya.

Karena yang populer adalah bahwa NabiShal/allahu Alathi wa Sallam

melontar jumrah aqabah pada hari Nahar dengan menunggang dan

melontar pada hari-hari Tasynq dengan berjalan kaki. s'lblah muncul dalam sebagian lafal hadits Ummu Al-Hushain didalam kitab Muslim kejelasan

bahwa beliau di htas binatang tunggangannya,6o Muslim Rahimahullah

telah menerjemahkan hadits dengan ungkapannya, "Bab dianjurkan

melontar jumrah aqabah pada hari Nahar saat berkendaraan."6r

lldak bisa dijadikan pemahaman bahwa mataharitidakterasa terik￾nya pada hari Nahar karena wal<tunya masih sangat pagi, maka haditsnya

diarahkan kepada makna hari-hari Thsyriq setelah tahallul.62 Karena

bukanlah keharusan berteduh bila cahaya matahari menjadi terik.

Walaupun, terkadang sedikit panas saja sudah bisa menyakitkan. Makkah

adalah negeriyang dikenalteriknya cahaya matahari di sana. Maka tidak

ada alasan untuk mengelak sedemikian itu setelah sanggahan di atas

ketika mengukuhkan bahwa itu adalah hariNahar. WallahuTa'alalilam.

Sedangkan hadits lbnu Umar Radhiyallahu Anhuma,

'i',;;i'P;qf

" Pergilah keluar ke panas terk (maahari) siapa yang engkau berihram

untuk-Nya",

dapat disanggah dari dua aspek:

1. Bahwa ia melarang menutupi kepalanya dan tidak melarangnya ber￾teduh.

2. Bahwa hal itu dibawa kepada makna dianjurkan.63

Keduanya adalah sanggahan yang bisa digabungkan dengan apa

yang muncul dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan apa yang

diucapkan oleh lbnu Umar. Jika tidak maka apa yang dikatakan oleh lbnu

Umar dikembalikan dengan apa yang baku dari keadaan beliau.

Sebagian ahli ilmu sangattegas dalam melarang untuk meninggal￾kan berteduh dengan tujuan taqamtb dan ibadah, karena yang demikian

itu adalah urusan orang-orang jahiliyah. Syaikhul Islam lbnu Taimiyah

berkata, "Menjadikan halitu sebagai jalantaqamtb dan taatadalah bagian

dari perbuatan orang-orang jahiliyah yang tidak pernah disyariatkan dalam Islam."6a

Yang demikian itu adalah menyiksa dan menyakiti diri yang tidak

dituntut di dalam lslam yang oleh Allah Th'aladijadikan mudah dan mampu

di laksanakan. H ing ga M alik Rahimahullah berkata, "seorang yang sedan g

berihram jangan sampai membuka punggungnya untuk tidak berteduh

saat panas terik matahari dengan harapan mendapatkan keutamaan

dengan perbuatannya itu"65 Jika tidak karena munculnya beberapa atsar

tersebut, tentu Malik Rahimahullah tidak akan mengatakan tentang

meninggalkan berteduh bagi seorang yang sedang berihram sambil

berkendara karena dalam demikian terdapat kesulitan.

Apa yang munculsemakna dengan itu adalah apa yang telah ditaktrrij

oleh Al-Bukhari dari lbnu Abbas RadhigallahuAnhuma, ia berkata, 'Ketika

Nabi Sha/lallahu Alaihi wa sallam berkhutbah tiba-tiba beliau melihat

seorang berdirilalu beliau bertanya, "Siapa dia?" Para shahabat menjawab

"Dia Abu lsrailyang bernazar untuk berdiri menjemur diri di bawah terik

matahari, tidak dudukdan tidak berteduh, tidak berbicara sambil berpuasa.

Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, L';4rq3WjW:;

" Sunth dia untuk berbicara, berteduh, duduk, dan tetap menyempurna￾kan puasanya,

laranllan Makan dan Mlnum dengan Tanllan Klrl

Para ahli ilmu berbeda pendapat berkenaan dengan hukum makan

dan minum dengan tangan kiri. Dalam hal ini muncullah dua pendapat:

Pendapatl. Bahwa makan dan minum dengan tangan kiri makuh

hukumnya. Ini adalah pendapat jumhur ulama.r

Pendapat //. Bahwa makan dan minum dengan tangan kiri haram

hukumnya. lni adalah pendapat sejumlah aktivis (al-muhaqqig), seperti

lbnu Abdul Barc2 lbnu Al-Arabi,3 lbnu Hajar;aAsh-Shan'ani,' Asy-Syaukani,6

dan lain-lain.

Jumhur ulama beralasan dengan dalil-dalil, di antaranya:

1. Darilbnu Umar RadhigallahuAnhuma bahwa Rasulullah Slallallahu

Alaihi wa Sallam bersabda,

fila salah seorang dari lcalian tnakan, hendaknya ia makan dengan

tangan kanannya dan jika minum hendabtya minum dengan tangan

karnnnya, lcarcna sesungguhnya syean iu malcan dengan angan kirinya

dan minum dengan tangan kirinya."T

2. Dari Jabir Radhigallahu Anhu dari Nabi Slallallahu Naiht wa Sallam

beliau bersabda,

)At*llu o;v:Ar ili ,;cirt r:Jtt Y

"Ianganlah kalian semua malcan dengan tangan kiri karcna sesung￾guhnya syetan itu makan dengan angan kiri."t

Objek yang menjadi penegasan dua buah hadits di atas adalah

bahwa di dalam keduanya terdapat larangan makan dan minum

dengan tangan kiri, yang menurutjumhur ulama dibawa kepada makna

makruh.e

Sedangkan para pendukung pendapat kedua mengetengahkan dalil￾dalil sebagai berikut:

1. Hadits lbnu Umar dan Jabir di atas dan semua hadits yang semakna

dengan keduanya. Mereka membawa larangan di dalamnya ke dalam

makna babnya, yakni hukum haram. Karena itu adalah merupakan

asal makna perintahro dan bentuk perintah di kedua hadits tersebut

menunjukkan wajib makan dengan tangan kanan.

lbnu Abdul Ban berkata, "Sudah populer bahwa perintah untuk mela￾kukan sesuatu adalah larangan melakukan kebalikannya. Ini adalah

penegasan dari beliau berkenaan dengan makan dengan tangan kiri

dan minum dengan tangan yang sama. Maka barangsiapa makan atau

minum dengan tangan kirinya, sedangkan dirinya mengetahui adanya

larangan dan tidak uzur atau alasan baginya yang menyulitkan dirinya,

maka ia telah maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang

maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah sesat.rr

2. Hadits Salamah bin Al-Altrva' Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi Shal￾lallahu Alaihi wa Sallam menyaksilon seorang pria malon dengan

tangan kirinya, beliau bersabda,

i;. ^3 J\WitJ'r^;!Lrl:j6t+if v 'i6 ,t!,i*i.'y{

' 'Malenlah dengan angan kananmu.' Ia meniawab,'Akt ddak bisa.'

Beliau brkata,'Kalau bgidt engkau memang tidak akan bisa.' Maka

sebtah iu ia tidak bin mengangkat tangan ke mulufrtya."t2

Objek penegasan hadits ini adalah munculnya ancaman dalam

perkara makan dan minum sebagaimana dikatakan oleh lbnu Hajar.r3

sejalan dengan makna hadits tersebut hadits subai'ah Al-Aslamiah

bahwa Nabi Shalla llahu Alaihi ua Sallam menyaksikan dirinya makan

dengan tangan kiri, sebagaimana diriwayatkan oleh Oqbah bin Amir

Radhigaltahu,\nhu, kemudian beliau bersabda, "la akan terjangkit pe￾nyakit Ghaza." Atau dikatakan kepadanya, "Padanya terdapat luka." Ia

berkata, "la lewat di Ghaza, maka ia terkena tlTa'un (sampar) sehingga

meninggal."la

3. Dalilyang merupakan kesimpulan dari semua dalildiatas. Berkenaan

dengan itu mereka berkata bahwa larangan makan dengan tangan kiri

muncul dengan alasan yang tercantum di dalam teks-teks bahwa per￾buatan seperti itu adalah perbuatan qptan.t'

AtQurttrubi berkata, "sabda Rasulullah shalla llahu Alailn un fullam

bahwa syetan makan dengan tangan hrinya menunjukkan dengan jelas

bahwa barangsiapa metakukan halserupa itu, maka ia telah bertasyabbuh

kepada syetan.r6 lni menunjukkan hukum haram karena bertaqnbbuh

kepada perbuatan syetan. lbnu AI-Arabi menegaskan bahwa semua per￾buatan yang dinisbatkan kepada syetan haram hukumnya, demikian

dengan mengambil arti eksplisit hadits.rT

Pend apat ya n g pali n g l<uat -Wallahu Ta' ala A' lam- ad al a h pendapat

para pendukung pendapat kedua bahwa makan dan minum dengan

tangan kiri haram hukumnya ketika tidak ada sebab dan karena jelasnya

dalil-dalil berkenaan dengan itu. Juga lorena tidak ada dalil lainyang meng￾geser arti dari hukum haram. Bahkan, muncul dalil yang sama dengan

dalil-dalil sebelumnya yang mengandung ancaman atas pelaku perbuatan

sedemikian itu. Sebagaimana hadits Salamah bin Al-Akrva'dan lain-lain￾nya. Dan ancaman tidak mungkin ditujukan melainkan atas perbuatan

yang haram hukumnya.ts

Juga karena Nabi Shal lallahu Naihi ua Sallarn memberikan alasan

atas laranganyang beliau tegaskan bahwa perbuatan itu adalah perbuatan

syetan. Maka menunjukkan kepada larangan dari segala perbuatan yang

berasal dari syetan sebagaimana ditegaskan oleh sebagian para ahli

ilmu.larangan lvlakan atau Mlnum

dengan Menglunakan Wadah darl Emas atau Perak

Pembahasan masalah ini telah berlalu dalam Bab Il, Pasal 1 di

bawah pembahasan "larangan bertasyabbuh kepada orang-orang kafir

berkenaan dengan bejana-bejana mereka."2o DUelaskan di sana bahwa

sudah merupakan ijma'bahwa haram hukumnya makan dan minum

dengan wadah dari emas atau perak. Perbuatan seperti itu adalah gaya

orang-orang ltafir saja di dunia ini.

- lbnu Daqiq Al-led dalam komentamya tentang munculnya hadits tentang

makan dan minum dalam wadah dari emas atau perak, berkata, "Hal

itu disebutkan sebagai peringatan akan adanya larangan bertasyabbuh

kepada mereka2r dalam perkara-perkara keduniaan sebagai penegasan

akan adanya larangan tersebut."z

** rf

?*tA*,5

Apakah Salam dengan lsyalat Dllaran[l

Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:

A. Cukup dengan Isyarat dalam Memberikan Salam Thnpa Mem￾berikan Ucapannya

Mereka berbeda pendapat dalam hal ini sehingga muncullah dua

pendapat, yaitu:

Pendapatl. Hal itu haram hularmnya. lniadalah pendapatsebagian

ulama belakangan.

Pendapat lL Hal itu makuh hukumnya. lni adalah PendaPat sebagian

para tabi'in.2a

Mereka yang mengharamkan mengetengahkan dalil-dalil sebagai

trerikut:

1. Hadits Amr bin Syr'aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa SaIIam bersabda,

" Bukan dari golongan kami orang yang menyerupai dengan retain kami,

janganlah kalian brasyabbuh dengan onng-orang Yahudi dan Nasrani.

Karena sesungguhnya orang-orang Yahudi memberi salam dengan

isyaratjari-jari tangan dan orang-orang Nasrani membri salam dengan

isyarat telapak tangan." 25

Syaikhul lslam lbnu Taimiyah RahimahulLah setelah mengeluarkan

hadits tersebut berkata, "lni sekalipun ada kelemahan di dalamnya ada

hadits yang mendahuluinya dengan derajat marfu', yaitu:

c t. .l'. o'- zit z o t

(# )e Y:+;r

'Banngsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia fugian dari kaum itu'.'


lni dari hafalan Hudzaifah bin Al-Yaman juga dari ucapannya.

Sedangkan hadits lbnu Luhai'ah sesuai untukdijadikan sebagai pengual

Demikian pula dikatakan oleh Ahmad dan lairi-lain."26

2. Mereka berkata, "Perbuatan itu berlawanan dengan apa yang disyariat￾kan oleh NlahTa'ala berupa pemberian salam dengan lisan.2?

Mereka yang berpendapat bahwa hukumnya makruh, Penulis tidak

menemukan alasan-alasan yang mereka ajukan. Bisa jadi mereka mem￾bawa dalil-dalilyang ada kepada makna makruh.

Penda pat ya n g pa lin g l$tat -Wall ahu Ta' ala Al lam- adalah pe ndapat

pertama karena beberapa hal, diantaranya adalah munculnya larangan

)iang te