Tampilkan postingan dengan label bermegah dalam surat roma. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bermegah dalam surat roma. Tampilkan semua postingan

Minggu, 14 Desember 2025

bermegah dalam surat roma

 


Tujuan penulisan ini untuk menjelaskan konsep bermegah dalam 

kitab Roma dan implikasinya bagi gereja masa kini. Dalam konsep 

‘bermegah’, Paulus hendak mengaitkannya dengan dasar menaruh tempat 

kepercayaan yang benar. Paulus menolak semua dasar bermegah di luar 

dari Injil. Hanya Injil yang dapat membuktikan bahwa semua kemegahan 

yang lainnya tidak dapat diandalkan. Kehidupan orang percaya akan 

bermegah bukan hanya di dalam hal-hal yang baik saja, namun hingga ke 

tahap menderita, orang percaya akan tetap bermegah. Kesengsaraan di 

dalam kehidupan orang percaya bukan lagi menjadi tanda murka Allah 

melainkan bagaimana mereka telah memperolah keselamatan dari murka itu. 

Orang percaya dalam komunitas gereja diajarkan untuk bermegah pada hal￾hal yang memuliakan Tuhan, dan tidak bermegah atas keberhasilan 

pelayanan dan hal-hal yang duniawi.Apakah manusia dapat bermegah dengan apa yang dilakukannya 

untuk dunia ini? Segala yang telah manusia lakukan untuk kemajuan dunia 

ini yang begitu pesat, namun semuanya itu tidak dapat dibandingkan dengan 

apa yang telah dilakukan oleh Yesus yang telah menebus dosa-dosa manusia. 

Gereja-Nya tidak dapat bermegah karena banyaknya jiwa-jiwa bertobat, 

atau karena hamba-hamba-Nya luar biasa dalam menjalankan misi-Nya. 

Sekali-kali itu semuanya terjadi oleh karena Yesus. 

Istilah bermegah dan kata-kata yang serumpun merupakan salah satu 

istilah kunci dalam surat-surat Paulus. 1

 Hal ini nampak jelas dalam 

beberapa kitab yang dituliskan oleh rasul Paulus. Dalam suratnya kepada 

jemaat di Filipi, ia menggunakan istilah ini, ketika ia berkata, “karena kita 

orang-orang bersunat, yang beribadah oleh Roh Allah, dan bermegah dalam 

Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah” (Filipi 3:3). 

Kata yang sama juga digunakan dalam Galatia 6:14, “Tetapi aku sekali-kali 

tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab 

olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.” Selain kitab 

Filipi dan Galatia, Paulus juga menggunakan istilah yang sama ketika 

menuliskan suratnya kepada jemaat di Korintus yang tercatat dalam 1 

Korintus 1:29, “supaya tidak ada seorang manusia pun yang memegahkan 

diri di hadapan Allah.”

Istilah ‘bermegah’ berasal dari bahasa Yunani kauca,omai 

(kaukhaomai) yang secara harafiah dapat diartikan kebanggaan dan 

kemuliaan. 2

 Dalam terjemahan LAI, kaukhaomai diterjemahkan dengan 

kata ‘bermegah’ yang juga memiliki arti yang sinonim dengan arti 

kebanggaan. Dalam tulisan Paulus kepada jemaat di Roma, istilah ini …(Petrus Yunianto)

 3 

seringkali dikaitkan dengan pembahasan mengenai hukum taurat dan iman. 

Penggunaannya dalam bentuk kata kerja menggunakan kata kaukhastai yang 

merupakan istilah favorit yang digunakan rasul Paulus, yang muncul 

sebanyak tiga puluh kali.3

 Beberapa kali istilah ini muncul dalam kitab 

Roma yaitu, pada pasal 2:17-29, 3:21-31, 4:1-25, 5:1-11, dan 15:14-21. Jika 

dihitung, istilah ‘bermegah’ muncul sebanyak delapan kali dalam kitab 

Roma (2:17,23; 3:27; 4:2; 5:2,3,11; 15:17).4

 Dalam penggunaannya di kitab 

Roma, istilah bermegah digunakan dalam bentuk bervariasi, entah dalam 

bentuk kata kerja maupun kata benda. Namun kebanyakan ditemui dalam 

penggunaanya adalah dalam bentuk kata kerja yang digunakan sebanyak 

lima kali (2:17,23; 5:2,3,11) dan tiga kalinya dalam bentuk kata benda (3:27; 

4;2: 5:17). 

Bermegah dalam surat Roma menurut Luther difokuskan kepada 

aktivitas bermegah, dan sikap yang sia-sia. Sementara komentar Calvin 

berfokus pada formulasi teologis, dan definisi bermegah sebagai kelayakan 

yang sepadan atau sesuai.5

 Melalui tulisan ini, penulis menjelaskan konsep 

bermegah yang dimaksudkan oleh Paulus dalam surat Roma, dan 

implikasinya dalam gereja masa kini. 

Metode Penelitian 

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif 

hermeneutika yaitu kajian biblika yang menjelaskan konsep berdasarkan nas 

Alkitab, melakukan ekposisi berdasarkan nas, dan menguraikan impikasi 

praktis nas tersebut dalam kehidupan orang percaya, gereja, dan 

masyarakat.6

 Melalui langkah-langkah tersebut maka penulis mendapatkan 

kebaruan yang akan memberikan wawasan baru bagi pendidikan teologi. Pembahasan 

Taurat: Kebanggaan Orang Yahudi (Roma 2:17-23) 

Istilah “kemegahan” dan “bermegah”, Paulus beberapa kali memakai 

istilah ini untuk menggambarkan keyakinan bangsa Yahudi akan hak 

istimewa mereka sebagai umat Allah. 7

 “Nama ‘Yahudi’ itu mula-mula 

menjadi sebutan anggota suku Yehuda saja, tetapi mulai berganti ‘Israel’ 

sejak zaman pembuangan ke Babel. Namun nama ‘Israel” tetap menjadi 

sebuah khidmat. Meskipun banyak dipakai orang diluar dengan nada 

penghinaan, disini dalam Roma 2:17, Yahudi merupakan nama 

kehormatan.”8

 Selain sebutan Yahudi dikenal sebagai nama kehormatan. 

Orang Yahudi selalu identik dengan kaitannya mengenai ‘hukum taurat’, 

karena status mereka sebagai umat pilihan Allah, melalui hak inilah mereka 

dapat mengenal hukum taurat. 

Dalam pasal 2 sangat jelas terlihat, bagaimana Paulus menunjukkan 

eratnya hubungan keyahudian dengan hukum Taurat. Hal ini nampak jelas 

dengan munculnya beberapa kali kata hukum taurat dalam pasal 2. Kata 

hukum taurat setidaknya diulangi sebanyak sepuluh kali oleh Paulus dalam 

pasal ini. Hal ini menegaskan betapa pentingya hukum taurat di dalam 

kehidupan orang Yahudi. Menurut Craig, “Pelajaran taurat adalah pusat 

untuk orang farisi dan agaknya untuk kesalehan pengajar-pengajar Yahudi 

lainnya.” 9

Dalam Roma pasal 2, Paulus menunjukkan peranan taurat dalam 

kaitannya dengan orang Yahudi, yang menjadi alasan orang Yahudi 

bermegah di dalamnya, yaitu hukum taurat dijadikan sebagai sandaran 

(2:17), melalui hukum taurat orang Yahudi dapat tahu akan kehendak-Nya 

(2:18), dapat mengetahui mana yang baik dan yang tidak (2:18), dapat 

menuntun orang yang buta (2:19), menjadi pendidik bagi orang bodoh, 

pengajar bagi orang yang belum dewasa dan melalui taurat memiliki 

kegenapan segala kepandaian dan kebenaran (2:20). Menurut Dave 

Hagelberg, “Daftar kemegahan atau kebanggaan orang Yahudi itu mirip 

dengan apa yang dikatakan Paulus mengenai dirinya sendiri sebelum ia mengenal Kristus (Flp. 3:3-7)”.10

 Hal ini jelas karena, “Rasul Paulus adalah 

seorang yang dilahirkankan sebagai seorang Yahudi, dan ia sangat bangga 

akan hal tersebut sebelum ia mengenal Yesus”.11

 

Dari uraian dalam pasal 2 ini, menurut Hodges, “kebanggaan mereka 

terdiri atas dua bagian. Bagian pertama, dalam pasal 2:17, menceritakan 

hak istimewa yang dimiliki sebagai umat pilihan Allah. Bagian kedua 

menceritakan pengertian khusus yang dimiliki mereka.”

12 Namun hak 

istimewa itu ditolaknya. Keberadaan mereka sebagai umat pilihan ditolak 

dalam Kerajaan Allah akibat ketidakpercayaan mereka terhadap Kristus. 

Orang Israel salah mengerti bukan hanya terhadap tujuan Mesias, namun 

syarat dasar dari perjanjian Allah. Kristus bagi orang Yahudi menjadi suatu 

sandungan, namun bagi orang percaya, Ia menjadi batu fondasi.13 Dengan 

demikian orang Yahudi yang menolak Kristus bermegah karena hak 

istimewa sebagi umat pilihan Allah. 

Mengenai penjelasan kemegahan ini, Rasul Paulus menggunakan 

kata kaukhaomai yang secara khusus jelas menyolok dalam kritiknya 

kepada orang Yahudi.14 Meskipun mengandung pernyataan positif, namun 

di tengah penjelasan segala kemegahan tersebut pada bagian ini, “Paulus 

menggunakan sebuah gaya retorika yang hidup yang disebut kecaman￾kecaman, biasanya digunakan untuk mengajar.”

15 Meskipun demikian, 

Paulus tidak menyangkali tentang kebenaran tersebut, bahwa memang 

melalui taurat mereka dapat mengetahui tentang kehendak Allah, dapat 

menuntun orang dalam kebenaran dan bahkan memiliki kegenapan segala 

kepandaian dan kebenaran. Akan semua hal tersebut, orang-orang Yahudi 

memang dapat bermegah. Namun menurut Paulus ada hal yang perlu 

dipahami oleh orang Yahudi secara lebih dalam dari segala kemegahan yang 

dapat mereka tonjolkan. 

Paulus mempertanyakan tentang segala kemegahan yang 

dibanggakan orang Yahudi dengan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan. 

Menurut Cranfield, pasal 2:21-22 terdiri atas empat pertanyaan retoris.16

 

Namun dalam bukunya yang berjudul Tafsiran Rasul Paulus kepada Orang 

Rum, R. A. Jaffray mengemukakan lima pertanyaan Paulus dari Roma 2:21-

23 sebagai berikut:17

1. Engkau mengajar orang lain, tidak perlu engkau mengajar dirimu sendiri 

(ayat 21); 

2. Engkau yang mengajar bahwa jangan orang mencuri, tidakkah engkau 

pula mencuri (ayat 21); 

3. Engkau yang mengatakan orang jangan berzinah, tidakkah engakau 

berzinah (ayat 22); 

4. Engkau yang membenci segala berhala, tidakkah engkau merampas 

rumah berhala (ayat 23); 

5. Engkau yang memegakan dirimu di dalam taurat, tidakkah engkau 

menghina Allah dengan melanggar hukum taurat? (ayat 23). 

Orang Yahudi dapat bermegah di dalam taurat yang telah diberikan 

Allah kepada mereka sebagai umat pilihan-Nya. Namun meskipun 

demikian sangatlah ironi ketika segala kemegahan tersebut akhirnya 

berujung kepada kesombongan. Apalagi “ketika orang tersebut merasa 

bahwa ia tidak harus merepotkan diri dengan hal ketaatan dan boleh 

menghakimi orang lain. Di situ ia sudah bersalah”.18

Melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Paulus ini, dengan 

terang-terangan ia menunjukkan kekontrasan kehidupan orang Yahudi 

dengan kemegahan mereka di dalam taurat. Menurut orang Yahudi, taurat 

adalah sarana untuk bisa dibenarkan oleh perbuatan dan senjata untuk 

melawan kuasa dosa.19 Namun dengan tegas Paulus mengkritik perbuatan￾perbuatan mereka yang berlindung dibalik taurat untuk melakukan segala 

yang tidak sesuai dengan taurat itu sendiri. Pada intinya, Paulus memakai dua cara untuk membuktikan ketidakcukupan Taurat sebagai sarana 

keselamatan, untuk membantah dua fungsi penebusan orang Yahudi 

kenakan atas taurat.20 Dengan demikian menunjukkan bahwa taurat yang 

dianggap sebagai kemegahan bagi kehidupan Yahudi tidak sanggup untuk 

dijadikan patokan dasar bermegah bagi keselamatan umat Allah. 

Dasar Bermegah: Iman dan Bukan Perbuatan (3:27; 4:2) 

Pada umumnya orang Yahudi bermegah atas taurat, karena paling 

tidak mereka memiliki hukum taurat yang diberikan Allah kepada mereka 

sebagai umat pilihan-Nya. Mereka bermegah karena dengan demikian 

mereka diberi kemungkinan untuk melalui perbuatannya menjadi ‘benar’ di 

hadapan Allah.21 Orang Yahudi tidak menyadari bahwa malahan dengan 

hukum taurat tersebut justru mendatangkan hukuman atas mereka yang 

berupaya melakukannya (3:20). 

“Secara praktis, bermegah, dan bersandar di dalam taurat berarti 

bermegah di dalam ketaatan kepada taurat (Ef. 2:9). Itu berarti menaruh 

kepercayaan kepada pekerjaan manusia, kepada daging (Flp. 3:3) dan 

mendirikan ‘kebenaran mereka sendiri (Rm. 10:3)”. 22 Hal ini telah 

membuat orang Yahudi bergeser dari titik awal mereka di panggil sebagai 

umat-Nya, yang mana pemilihan Allah atas mereka hanya berdasarkan 

kepada anugerah Allah saja. Dengan ini, Israel tidak lagi bersandar pada 

anugerah Allah dan pemilihan kovenan-Nya, tetapi pada aktivitas manusia, 

sehingga mereka menaruh pengharapan dan kepercayaan di atasnya.23

Sebenarnya Paulus tidak menentang tentang taurat, tetapi yang 

menjadi pertentangan yang ditekankan Paulus mengenai pengandalan 

terhadap taurat untuk dijadikan dasar pembenaran untuk segala perbuatan 

mereka. Oleh karena itu, dalam pasal 3:27 Paulus mengemukakan sebuah 

pertanyaan retoris, dan langsung menjawabnya dengan menentang apa yang 

dibanggakan orang Yahudi di dalam taurat. Paulus dengan tegas 

mengemukakan tidak ada alasan bagi seseorang untuk bermegah di dalam 

taurat, dengan menganggap bahwa dengan melakukan hukum taurat tersebut seseorang akan dibenarkan (3:28). Paulus menjelaskan kebenaran Allah 

kepada mereka yang mana melalui kebenaran ini tidak ada lagi tempat 

lainya yang dapat dijadikan kebanggaan bagi orang Yahudi untuk bermegah, 

selain kebenaran Allah melalui iman kepada Yesus. 

Hanya Injil yang dengan jelas menunjukkan bahwa tidak ada tempat 

bagi kemegahan. Di dalam Injil, “hukum perbuatan” digantikan oleh 

“hukum iman” yang diatur oleh tatanan yang lain. (Rm.4:2). 24 Disini 

Paulus menunjukkan dasar bermegah yang sebenarnya kepada orang Yahudi 

bahwa alasan untuk bermegah hanya melalui iman saja. Oleh karena itu, 

“semua kesombongan atas usaha manusia tidak ada lagi.”

25 Segala 

kemegahan yang dibanggakan tidak berarti lagi jika dibandingkan dengan 

kebenaran yang ditunjukkan Allah bagi umat-Nya. 

Seperti yang ditunjukkan oleh kehidupan Abraham. Abraham adalah 

orang yang sangat dikenal dikalangan orang Yahudi, sebab sebelum 

ada taurat dia sudah melakukan taurat. Ia dijadikan tokoh teladan 

yang penting dalam sejarah umat Israel. Meskipun ia adalah seorang 

yang taat kepada Allah, Paulus menekankan bahwa ketaatannya itu 

tidak menjadi dasar untuk bermegah di hadapan Allah. Menurut 

Paulus, iman Abraham itulah yang menyebabkan Allah 

memperhitungkan dia sebagai orang yang benar. 26 Kemegahan 

Abraham bukanlah terletak kepada perbuatannya, tetapi kepada 

imannya kepada Allah. Bagi Abraham, dibenarkan Allah adalah 

anugerah, bukan jerih payah (4:5).27

 

Jika Abraham dibenarkan hanya melalui iman, maka hal ini pun 

seharusnya diikuti oleh keturunan Abraham. Disini Paulus memberikan 

contoh yang sangat jelas bagi orang Yahudi bahwa mereka pun harus 

mengikuti teladan Abraham yang hanya dibenarkan melalui iman. 

Iman kepada Yesus, manusia dapat dibenarkan. Inilah berita yang 

disampaikan Paulus secara tegas bagi umat-Nya. Yesus Kristus telah 

ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya (Rm.3:25). Melalui penebusan-Nya setiap orang dapat dibenarkan. 

Penebusan yang dilakukan-Nya pun bukan berdasarkan perbuatan manusia 

melainkan berdasarkan kasih-Nya (Rm. 3:24). Oleh karena itu, sudah 

sepatutnya setiap orang hanya beriman kepada Yesus saja, beriman kepada 

Yesus berarti menjadikan Dia sebagai Tuhan, mempercayai Dia, bersandar 

pada-Nya, setia dan tulus kepada-Nya, inilah arti percaya yang ditekankan 

dalam kitab Roma. 28 Dari kebenaran inilah kita dapat bermegah di 

dalamnya. 

Jalan Iman: Bermegah dalam Pengharapan, Kesengsaraan, dan Allah 

(Roma 5:1-11) 

“Dalam pasal 1:18-4:25 Paulus telah mengatakan bagaimana orang 

dibenarkan di hadapan Allah, yaitu oleh iman. “Kata-kata pertama dari ayat 

pertama pasal 5, ‘kita yang dibenarkan karena iman, seakan-akan 

menyimpulkan seluruh uraian yang panjang itu. ‘Dibenarkan’ mengandung 

arti bahwa kini hubungan kita dengan Allah sudah dipulihkan.”29 Melalui 

pembenaran karena iman, sekarang Paulus mendaftarkan berkat-berkat yang 

diperoleh bagi mereka yang dibenarkan.30 Dalam pasal 5 surat Roma, iman 

diperlukan untuk menerima kasih karunia Allah (Rm. 5:2; 5:20-21).31 Oleh 

kasih karunia Allah, orang percaya dibenarkan oleh imannya kepada Yesus 

Kristus. 

Salah satunya yaitu damai sejahtera dengan Allah (5:1). 

Pembenaran dan pendamaian adalah dua istilah yang penting dalam 

menjelaskan tentang karya Allah bagi manusia. Dave Hagelberg 

menjelaskan hubungan pembenaran dan pendamaian dengan mengutip 

pernyataan Cranfield, ”Allah karena Dia adalah Allah, selalu memberikan 

damai kepada orang yang dibenarkan-Nya.”

32 Dengan pernyataan ini dapat 

dikatakan bahwa kasih Allahlah dasar pembenaran dan pendamaian manusia. 

Manusia yang dulunya bermusuhan dengan Allah, kini dapat didamaikan dengan-Nya (5:1). Perdamaian dapat dicapai melalui Yesus, karena 

kematian dan kebangkitan-Nya.33 Tanpa kehadiran Yesus manusia tidak 

dapat menghampiri Allah. Melalui pendamaian ini, tidak ada lagi hukuman 

bagi manusia, malahan sukacita yang datangnya dari Allah. Menurut F. F. 

Bruce, “kedamaian dan sukacita adalah berkat kembar dari Injil. Di dalam 

sukacita, terdapat tiga objek yang disebutkan, yaitu bermegah dalam 

harapan kemuliaan, bermegah dalam penderitaan dan bermegah dalam 

Allah.”

34 Berikut ini akan membahas ketiga objek ini. 

Bermegah dalam Pengharapan Kemuliaan Allah (5:2) 

Setelah berbicara mengenai pendamaian, menarik untuk dilihat 

bahwa Paulus kembali mengungkapkan istilah bermegah. Menurut Th. van 

den End, 

Dalam Perjanjian Lama, ‘bermegah’ dipakai dalam arti negatif 

maupun positif. Terdapat contoh yang jelas dalam Yeremia 9:23. 

Orang dapat bermegah karena kebijaksanaannya, kekuatannya, 

kekayaannya. Artinya tentu: membanggakan hal-hal tersebut, 

bergembira karenanya. Tetapi di dalamnya termasuk unsur: 

mengandalkan hal-hal itu. Akhirnya ada juga unsur: memuji-muji, 

menyembah. Dalam Yeremia 9:23, ‘bermegah’ itu ditolak kalau 

mengenai hal-hal milik manusia sendiri, hasil prestasi manusia 

sendiri. Sebaliknya manusia diajak bermegah karena ‘mengenal’ 

Allah, artinya karena hidup dalam persekutuan dengan Allah.35

Dalam pasal 2:17, sebelumnya Paulus telah mengkritik orang 

Yahudi yang membanggakan diri dengan taurat yang dimilikinya. Namun 

kali ini istilah bermegah bukan berisikan tentang kecaman atau kritikan 

melainkan sukacita karena pembenaran yang dilakukan Allah, sehingga 

manusia dapat hidup dalam persekutuan dengan Allah. 

 Frasa bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah 

merupakan sebuah bagian yang akan diterima orang percaya yang telah 

masuk dalam anugerah Allah (2:2a). Bagi mereka yang belum masuk dalam 

persekutuan dengan Allah, hal ini tidak dapat menjadi bagiannya. Disini, Paulus menggabungkan dua istilah yang penting dalam frasa ini, yaitu 

‘pengharapan’ dan ‘kemuliaan’. Kedua istilah ini memiliki makna yang 

akan datang yang masih belum terjadi. Berkaitan dengan istilah 

pengharapan, Dave Hagelberg mengatakan bahwa “Kata ‘pengharapan’ 

adalah sebuah istilah yang berarti antisipasi yang penuh keyakinan dari apa 

yang belum kita lihat”.36 Dengan frasa ini, Paulus menunjukkan hal yang 

lebih jauh dari apa yang bisa dipandang oleh manusia secara kasat mata, 

yaitu pengharapan tentang kemuliaan Allah. Untuk menjelaskan kemuliaan 

Allah, Th. van den End mengungkapkan, 

Kata-kata ini dapat diartikan dengan dua cara. Pertama, ‘kemuliaan 

Allah’ adalah kemuliaan Allah sendiri, yang akan dinyatakan dengan 

sepenuhnya pada akhir zaman. Kemuliaan Allah itu adalah cahaya￾Nya, keelokan-Nya, kehormatan-Nya, kekuasaan-Nya. Tetapi 

‘kemuliaan Allah’ adalah juga kemuliaan yang diberikan kepada 

manusia ciptaan-Nya, dan yang seakan-akan merupakan pancaran 

kemuliaan-Nya sendiri. Kemuliaan dengan arti kedua itulah yang 

dimaksud disini, manusia kehilangan sebagian terbesar kemuliaan 

itu akibat dosa, meskipun masih ada yang tinggal, bandingkan 

dengan Mazmur 8. Akan tetapi pada zaman akhir, yang merupakan 

pula saat kebangkitan orang mati, kemuliaan itu akan dipulihkan 

(Rm. 8:18, 21; 1 Kor. 15:43). 

Kemuliaan yang akan diterima orang percaya sungguh luar biasa, 

kemuliaan ini tidak diperoleh melalui usaha manusia melainkan hanya 

dapat dicapai dengan penebusan Yesus. Selama manusia tetap tinggal 

dalam tubuh yang fana ini, pengharapan tetap ada.37 Pengharapan dalam 

Allah bukanlah sebuah janji-janji yang tidak pasti, malah sebaliknya, 

‘menantikan hal-hal yang sudah diyakini’38 pasti terjadi. Satu yang pasti 

dipenuhi, bagi yang menghargainya adalah telah disiapkan garansi dari 

realisasinya dalam pemberian Roh Kudus, yang memenuhi hati mereka 

dengan cinta dari Tuhan.Melalui semua pemberian Allah inilah (pembenaran-Nya), Paulus 

menyatakan kepada jemaat di Roma untuk bermegah. Karena pembenaran 

ini merupakan anugerah Allah bagi setiap mereka yang dibenarkan. Oleh 

karena itu, umat-Nya patut bermegah, karena Allah telah menyiapkan 

berkat-berkat bagi orang percaya yang ada di dalam Tuhan. Ini merupakan 

berita sukacita, di masa yang akan datang telah tersedia jaminan yang indah 

bagi setiap orang yang percaya dan yang berharap kepada-Nya. 

Bermegah dalam Kesengsaraan (5:3) 

Jikalau sebelumnya Paulus mengatakan kepada jemaat di Roma 

untuk bermegah karena pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. 

Dalam ayat selanjutnya Paulus melanjutkan berita sukacita dengan 

menyatakan bahwa umat dapat bermegah dalam kesengsaraan. Menurut 

Douglas Moo, “Disini dengan cepat, Paulus berputar dari bermegah dalam 

pengharapan kemuliaan Allah kepada bermegah dalam kesengsaraan”.40 Ini 

merupakan pernyataan yang menarik yang diungkapkan rasul Paulus kepada 

jemaat di Roma, yang juga sekaligus dapat mengundang kritik tentang 

pengajarannya, sebab diawal pasal 5 ini, Paulus telah mengungkapkan 

tentang kedamaian dengan Tuhan bagi mereka yang telah dibenarkan, 

namun disaat yang sama pula Paulus menyatakan bahwa seorang yang 

percaya mengalami kesakitan, penganiayaan, kesulitan, dan sejenisnya. 41

 

Sepertinya pernyataan Paulus ini akan sulit diterima bagi banyak orang. 

 Paulus menyatakan kepada jemaat untuk bermegah, tapi anehnya 

bermegah di dalam kesengsaraan. Sungguh, orang Kristen yang dulu dan 

sekarang, pasti tercegang tentang realita berkat dalam wajah penderitaan.42

 

Sebab biasanya seseorang akan bermegah ketika ia memiliki hal-hal yang 

patut dibanggakan, seperti yang terdapat dalam ayat 2:17, di mana orang 

Yahudi berbangga dengan taurat mereka. Pada dasar orang akan bermegah 

dengan sesuatu yang dinilai baik untuk dibanggakan, entah kekayaannya, 

kehormatannya, kepintarannya dan sebagainya, Namun dalam ayat ini, 

Paulus mengatakan untuk ‘bermegah dalam kesengsaraan’. Allah melalui 

Roh-Nya bergabung di dalam ratapan penderitaan manusia sebagai ciptaan, …(Petrus Yunianto)

 13 

sehingga Roh itu berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan 

yang tidak terucapkan (Rm. 8:26). Ini adalah salah satu ungkapan solidaritas 

yang dimaksud. Allah tidak membiarkan manusia menderita sendirian. 43

Bermegah dalam penderitaan berarti Allah hadir untuk memberikan 

kekuatan di dalam penderitaan orang percaya. 

 Kesengsaraan adalah sesuatu yang dianggap tidak menyenangkan 

bagi banyak orang pada umumnya, karena tidak seorang pun ingin untuk 

mengalami peristiwa yang sengsara, Namun dalam 5:3, kata bermegah 

menunjukkan kepada hal yang positif, dan bukan negatif. Dengan demikian, 

kesengsaraan yang dimaksudkan oleh Paulus dalam ayat ini, patut 

diperhatikan. Di sini Paulus hendak menunjukkan apa yang patut 

dibanggakan dari kesengsaraan yang menjadi bagian orang percaya. 

Kata yang dipakai untuk kesengsaraan ialah, thlipis, yang secara 

harafiah, artinya tekanan.44 Menurut Douglas Moo, kata thlipis adalah kata 

yang langsung berkaitan dengan pernyataan iman orang percaya kepada 

Tuhan. 45 Selanjutnya, Th. van den End memberikan latar belakang dari 

Perjanjian Lama untuk memahami kata kesengsaraan yang merupakan kata 

yang pokok dari Roma 5:3 sebagai berikut: 

Kita banyak menemukannya dalam Kitab Mazmur dan dalam kitab￾kitab PL yang lain. Misalnya: penindasan oleh musuh (mis. Hak. 

10:8), kesesakan karena tersesat dalam padang gurun (Mzm. 107:19). 

Yang berada dalam sengsara adalah bangsa Israel. Dalam PL 

kesengsaraan itu merupakan hukuman Tuhan atas ketidaksetiaan, 

tetapi juga cara Tuhan menyiapkan bagi diri-Nya suatu bangsa yang 

taat. Kesengsaraan itu akan memuncak pada zaman akhir (Dan. 12;1; 

Zef. 1:15). Dalam Kitab Mazmur kesengsaraan orang saleh yang 

tampil ke depan. Sengsara itu adalah sesuatu yang wajar. 

“kemalangan orang benar yang banyak” (Mzm. 34:20). Orang benar 

itu ‘berjalan dalam kesesakan’ (138:7). Sengsara itu pun datangnya dari Tuhan (Mzm. 66:11; 71:20), tetapi Tuhan pula yang 

menyelamatkan orang benar dari padanya. 

Dalam sastra Yahudi pada zaman antar perjanjian, makna 

kesengsaraan ialah: hukuman atas pelanggaran, dorongan agar 

bertobat, penambahan jasa amal, bahkan tebusan dosa. Tetapi yang 

penting dalam memahami makna ayat-ayat ini ialah pertanyaan yang 

oleh orang-orang Yahudi termasuk sementara orang Yahudi Kristen, 

diarahkan kepada Paulus (dan kepada gereja Kristen masa kini): kalau 

memang benar bahwa Sang Mesias sudah datang dan bahwa Dia telah 

memulihkan hubungan antara orang-orang percaya dengan Allah 

(pembenaran), bagaimana dapat dijelaskan bahwa orang-orang 

percaya masih tetap mengalami penderitaan? Terhadap pertanyaan 

kritis ini Paulus harus menerangkan pandangan Kristen tentang 

penderitaan.46

Memang jelas bahwa kesengsaraan tidak terlepas dari kehidupan 

orang percaya. Tapi perlu diingat bahwa jikalau penderitaan itu disebabkan 

oleh pelanggaran, maka hal tersebut tidak dapat ditolerir. Seperti yang 

diungkapkan oleh Douglas Moo, “bahwa yang serupa dengan pelanggaran 

tidak dapat dibenarkan.”47 Orang percaya menderita sengsara kalau dan 

karena kita hidup dalam persekutuan dengan Kristus (Kol. 1:24; Flp. 3:10; 

band 2 Kor. 1:5). Atau dengan perkataan lain: sebagaimana Kristus ‘harus’ 

menderita sengsara, begitu pula orang Kristen ‘harus mengalami banyak 

sengsara (Kis. 14:22). 48 Seperti yang diungkapkan Rasul Paulus, kita 

dipanggil bukan hanya untuk menjadi ahli waris, tetapi juga untuk 

menderita dengan-Nya. Inilah “tanda sebagai orang Kristen yang sejati”.49

 

Bagi mereka yang belum percaya mungkin merasa ini hal yang 

mustahil, namun menurut Hodges, “hanya mereka yang begitu beriman 

sehingga bermegah dalam pengharapan pada kemuliaan Allah yang mampu 

untuk bermegah dalam kesengsaraan. Orang lain tidak dapat akan mengerti 

bahwa kesengsaraan yang kita alami sekarang “tidak dapat dibandingkan Petrus Yunianto)

 15 

dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.”50 Kemuliaan datang 

bukan sekedar membalas jasa kesengsaraan sekarang, itu adalah produk 

kesengsaraan.51

“Jika orang percaya ragu akan kebaikan dan janji Tuhan, atau 

kehilangan harapan dan bahkan pasrah, kesengsaraan-kesengsaraan ini akan 

membawa kekalahan rohani kepada orang percaya. Tetapi jika bermegah 

seperti yang diungkapkan Paulus, kesengsaraan-kesengsaraan akan 

menghasilkan kualitas rohani yang berharga seperti yang Paulus daftar pada 

ayat 3b-4.”52 Selanjutnya, menurut Th van de End, “kesengsaraan itu justru 

turut menandai persekutuann dengan Kristus, dan persekutuan itulah yang 

menjadi alasan kita bermegah.”

53

Bermegah dalam Allah (5:11) 

Ini adalah ketiga kalinya Paulus menggunakan istilah ‘bermegah’ 

dalam pasal 5. “Bentuk kata kerja yang dipakai disini hendak 

mengungkapkan bahwa bermegah itu berlangsung terus-menerus dan 

berlangsung semata-mata dalam Allah. Bermegah adalah inti pokok dari 

perubahan yang nyata yang berlangsung dalam kehidupan orang yang 

menjadi percaya”.54

 

Setelah memberikan penjelasan tentang apa yang telah dilakukan 

Allah melalui karya Yesus yang mati dan bangkit, untuk membenarkan, 

menyelamatkan dan memperdamaikan manusia (5:6-10). Paulus 

menunjukkan bahwa sekarang orang dapat bermegah di dalam Allah, karena 

keselamatan yang telah diberikan-Nya. Paulus menunjukkan pertentangan 

diayat sebelumnya, dengan keadaan manusia sebelumnya yang berada di 

bawah murka Allah dan kini mengalami keselamatan dari Allah. 

“Keselamatan” itu dikhususkan untuk orang percaya yang bermegah di 

dalam Allah Keselamatan itu hanya terjadi di dalam Yesus Kristus saja, Th van 

de End mengungkapkan, Oleh Yesus berarti, bahwa Dia (melalui Roh) 

mendorong kita untuk bermegah, untuk memuji-muji Tuhan. Bahkan dapat 

dikatakan juga bahwa puji-pujian kita layak diterima Allah karena 

perantaraan Dia. Dia yang oleh-Nya kita bermegah, Dia yang oleh-Nya kita 

diperdamaikan. Tambahan ini juga berarti bahwa Dia menjadi dasar kita 

bermegah.56 Pengorbanan Yesus telah menjadi dasar pijakan orang percaya 

untuk bermegah. Sebab tanpa-Nya, pemulihan hubungan manusia dengan 

Allah tak dapat terealisasikan. 

Teladan Paulus: Bermegah dalam Allah (Roma 15:17) 

 Paulus adalah Rasul yang terkenal dalam dunia Perjanjian Baru. Di 

dalam kitab Roma, Paulus menuliskan bahwa Allah telah menjadikannya 

rasul bagi banyak bangsa-bangsa bukan Yahudi (Roma 15:16). Paulus 

memang memiliki jabatan yang unik sehingga ia seakan-akan menyajikan 

bangsa-bangsa kepada Allah, dengan menyebarkan Injil di tengah-tengah 

bangsa-bangsa itu. Maka ia mempunyai alasan untuk bermegah karena 

pelaksanaan tugas ilahi.57

 

 Namun disini, Paulus menyatakan bahwa kemegahan itu berada di 

dalam Yesus Kristus. Ia bermegah dalam Kristus dan Roh Kudus yang telah 

menyelesaikan dalam dunia dan menyatakan melalui pelayanannya. 58

 

Paulus menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilannya dalam pelayanan 

kepada bangsa-bangsa lainnya bukanlah karena kekuatannya sendiri, tetapi 

karena Allah. Allahlah pemberi tugas, Paulus hanya sebagai pelayan-Nya.59

Alasan kemegahan Paulus hanya terletak di dalam Allah dan untuk Allah 

(Rm. 15:17). Memang ia bangga sekali bahwa pelayanan seperti itu 

dipercayakan kepadanya, tetapi ia menyebutkan batas kebanggaan itu dalam 

ayat berikutnya.…(Petrus Yunianto)

 17 

Implikasi Praktis bagi Gereja Masa Kini 

Dalam konteks gereja dapat saja terjadi karena jabatan atau 

kedudukan di gereja menjadikan diri seseorang menjadi bangga, dan lebih 

terhormat karena kedudukan tersebut. Sejarawan Ambrosiaster, 1580 

mengungkapkan bahwa dalam gereja Roma yang disebut pelayan gereja 

Roma, dianggap lebih terhormat daripada pelayan gereja lainnya. Terjadi 

rivalitas di dalam gereja Roma yang mau menyamakan kedudukan kaum 

Lewi dengan imam, diaken, presbiter. 61 Dalam tulisan artikel Paul And 

Plutarch On Boasting, pandangan Paulus, dan Plutarch mengenai bermegah 

adalah dua hal yang bertolak belakang. Pandangan Paulus bermegah dalam 

kesengsaraan, berbeda dengan pendapat umum kuno dan modern, yaitu 

pahala, dan keberhasilan adalah sumber kemuliaan. Plutarch patuh untuk 

pandangan ini; dia hanya bisa bertanya pahala yang lebih baik; kebaikan, 

kebajikan, keadilan, grasi atau prestasi politik dan penghargaan.62 Hal itu 

tentunya terjadi pula dengan konteks gereja masa kini. Oleh karena itu, 

gereja perlu kembali kepada pengajaran bermegah di dalam Allah, bukan 

kepada taurat atau aturan manusia, dan organisasi. 

 Gereja dalam hal ini orang percaya yang melayani Tuhan memiliki 

kemegahan di dalam Allah, Hanya itulah kemegahan yang sejati. Bermegah 

dalam pengharapan oleh iman kepada Yesus Kristus, bermegah dalam 

penderitaan karena Kristus, bermegah hanya di dalam Allah saja yaitu 

sumber kemegahan itu sendiri. Bermegah dalam konteks gereja sebagai 

perspektif yang baru yang juga sesuai dengan pembaca surat Roma pada 

masa Paulus menunjukkan tentang imlplikasinya dalam doktrin Pembenaran 

dan Keselamatan.63

Kesimpulan 

Kata bermegah dalam kitab Roma awalnya dipakai dengan bentuk 

kecaman-kecaman kepada orang Yahudi yang bermegah di dalam taurat. 

Hal ini dilakukan untuk menanamkan isi yang berlawanan dengan gagasan kemegahan. 64 Dalam konsep bermegah, Paulus hendak mengaitkannya 

dengan dasar menaruh tempat kepercayaan yang benar. Di sini, Paulus 

menolak semua dasar bermegah di luar dari Injil. Hanya Injil yang dapat 

membuktikan bahwa semua kemegahan yang lainnya tidak dapat diandalkan. 

 Di dalam Injil, manusia dapat bermegah, karena karya pendamaian 

Yesus di kayu salib bagi manusia sehingga manusia dapat kembali memiliki 

hubungan dengan Allah. Kemegahan itu berlangsung terus-menerus di 

dalam Allah. Ini merupakan inti pokok yang ditunjukkan dari seorang 

percaya yang telah mengalami perubahan. Kehidupan orang percaya akan 

bermegah bukan hanya di dalam hal-hal yang baik saja, namun hingga ke 

tahap menderita, orang percaya akan tetap bermegah. Kesengsaraan di 

dalam kehidupan orang percaya bukan lagi menjadi tanda murka Allah 

melainkan bagaimana mereka telah memperolah keselamtan dari murka itu. 

Orang percaya yang bermegah di dalam Allah adalah orang percaya yang 

melakukan kebenaran Allah dalam kehidupannya. Toews berpendapat 

Kebenaran Allah adalah kebenaran yang dimiliki Allah; itu menggambarkan 

karakter Allah sebagai Allah yang benar yang ada dan bertindak selayaknya 

dalam semua hubungan.65 Dengan demikian Allah menghendaki manusia 

memiliki hubungan yang benar dengan Allah, dan sesama. Kebenaran Allah 

itulah jalan keselamatan.