usaha merebut kembali
negeri atau kemerdekaan mereka. Tidak pula ada upaya untuk
melakukan hal itu. Akan namun , dengan dalih berjuang demi ke-
hormatan Israel, supaya tidak dikatakan bahwa di tengah-tengah
mereka terdapat penduduk asli negeri itu, Saul berikhtiar me-
numpas orang-orang Gibeon, dan untuk melaksanakan niatnya
itu, ia membinasakan banyak orang dari antara mereka. Demi-
kianlah Saul ingin tampak lebih berhikmat dibandingkan dengan
pendahulunya, para hakim, dan lebih gigih berjuang demi kepen-
tingan rakyat. Mungkin juga Saul berniat mencanangkan tindak-
annya itu sebagai bentuk dari hak istimewanya serta kekuasaan-
nya sebagai seorang raja. Dan dengan itu ia hendak meniadakan
segala tindakan yang telah diperbuat pemerintahan sebelumnya
dan membatalkan segala ikatan persekutuan yang telah dibuat
dengan penuh kesungguhan. Mungkin melalui kekejaman yang
ditimpakan terhadap orang-orang Gibeon ini, ia bermaksud mene-
bus belas kasihan yang telah ditunjukkannya kepada orang Ama-
lek. Sebagian penafsir menduga bahwa Saul berniat menghabisi
orang-orang Gibeon pada waktu yang sama saat ia menying-
kirkan para tukang sihir (1Sam. 28:3). Atau mungkin juga banyak
dari orang-orang Gibeon itu yaitu orang-orang yang luar biasa
saleh, sehingga Saul berniat menghancurkan mereka sewaktu ia
membantai para imam, tuan mereka. Yang membuat dosa ini luar
biasa besar yaitu bahwa Saul tidak hanya menumpahkan darah
orang yang tidak bersalah, namun juga dalam hal ini telah melang-
gar sumpah yang mengikat bangsa Israel untuk melindungi orang
Gibeon. Lihatlah apa yang mendatangkan kehancuran atas ke-
luarga Saul: keluarganya itu berlumuran darah.
II. Kita mendapati bangsa Israel, lama sesudah nya, dihajar oleh kela-
paran hebat akibat dosa Saul ini. Cermatilah,
1. Bahkan di negeri Israel, negeri yang subur itu, dan dalam
pemerintahan Daud, pemerintahan yang mulia itu, pernah ter-
jadi kelaparan. Ini yaitu kemarau yang meskipun tidak terlalu
parah sebab jika demikian, hal itu tentu akan segera diberi-
tahukan, dan penyebabnya diselidiki, namun berkepanjangan,
dan sebagai akibatnya, kelangkaan persediaan makanan sela-
ma tiga tahun berturut-turut. jika gandum gagal panen
satu tahun, biasanya panen berikutnya akan dapat menutupi
kegagalan itu. Akan namun , jika gandum gagal panen selama
tiga tahun berturut-turut, maka ini akan menjadi suatu hu-
kuman yang berat. Dan melaluinya, manusia yang berhikmat
akan mendengar suara Allah berseru-seru kepada negeri itu
untuk bertobat sebab telah menyalahgunakan kelimpahan.
2. Daud menanyakan petunjuk Allah mengenai bencana itu.
Meskipun dirinya sendiri seorang nabi, Daud harus menanya-
kan petunjuk Allah, dan mengetahui pikiran Allah dengan cara
yang telah ditentukan-Nya. Perhatikanlah, saat kita berada
di bawah penghukuman Allah, kita harus menanyakan alasan
terjadinya perkara itu. Tuhan, beritahukanlah aku, mengapa
Engkau beperkara dengan aku. Sungguh aneh bahwa Daud
tidak lebih dini menanyakan petunjuk Allah, tidak sampai
tahun ketiga. namun mungkin, hingga waktu itu, Daud tidak
memahami kelaparan itu sebagai hukuman luar biasa yang
disebabkan oleh suatu dosa tertentu. Bahkan orang-orang
baik kerap kali lambat dan lalai dalam melaksanakan tugas
mereka. Kita terus-menerus dalam ketidaktahuan, dan di ba-
wah kesalahan, sebab kita menunda untuk mencari tahu.
3. Allah sudah siap dalam jawaban yang diberikan-Nya, meski-
pun Daud lambat dalam mengajukan pertanyaannya: Masa-
lahnya ada pada Saul. Perhatikanlah, hukuman-hukuman
Allah kerap melihat jauh ke masa lampau, sehingga kita juga
harus melakukan hal serupa sewaktu terkena teguran-Nya.
Kita tidak berhak menyampaikan keberatan atas kesengsaraan
rakyat akibat dosa raja mereka, mungkin mereka turut men-
jadi kaki tangannya, tidak pula atas penderitaan angkatan ini
akibat dosa angkatan yang terdahulu. Allah kerap membalas-
kan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, dan hukum-Nya
bagaikan samudera raya yang hebat. Allah tidak memberikan
alasan atas apa saja yang diperbuat-Nya. Waktu tidak memu-
darkan kesalahan akibat dosa, tidak pula kita bisa berharap
terbebas dari hukuman jika pelaksanaan hukuman terse-
but ditangguhkan. Tidak ada undang-undang pembatasan
yang dapat diajukan terhadap tuntutan-tuntutan Allah.
Nullum tempus occurrit Deo – Allah dapat menghukum kapan
pun Ia mau.
III. Kita mendapati pembalasan diadakan atas kaum keluarga Saul
untuk memalingkan murka Allah dari negeri itu, yang pada saat
ini sedang menderita akibat dosa Saul.
1. Daud, mungkin oleh petunjuk ilahi, menyerahkan kepada
orang Gibeon sendiri untuk menetapkan tindakan apa yang
dapat memuaskan mereka atas kesalahan yang telah diper-
buat kepada mereka (ay. 3). Telah bertahun-tahun lamanya
mereka diam, tidak membawa perkara mereka kepada Daud,
ataupun mengusik kerajaan Israel dengan keluhan atau tun-
tutan mereka. Dan sekarang, pada akhirnya, Allah berbicara
bagi mereka Aku ini tidak mendengar, sebab Engkaulah yang
akan menjawab (Mzm. 38:15-16). Kesabaran mereka diganjar
dengan kehormatan ini, bahwa mereka dijadikan hakim dalam
perkara mereka sendiri, dan diberi kertas kosong untuk di-
tulisi dengan tuntutan-tuntutan mereka: Apakah yang kamu
kehendaki akan kuperbuat bagimu (ay. 4), supaya ada pene-
busan, dan supaya kamu memberkati milik pusaka TUHAN (ay.
3). Sungguh menyedihkan jika doa orang-orang yang tak
bersalah dan tertindas ditujukan melawan suatu keluarga
atau bangsa. Oleh sebab itu, ganti rugi yang adil harus
diberikan dengan baik untuk memperoleh kembali berkat dari
orang-orang yang nyaris binasa (Ayb. 29:13). “Hamba-Ku Ayub,
yang telah engkau perlakukan dengan tidak adil, akan berdoa
bagimu,” firman Allah, “maka barulah Aku akan diperdamai-
kan dengan engkau, dan tidak sebelum itu.” Mereka yang
tidak menghargai doa-doa orang miskin dan tersingkirkan,
tidak memahami kepentingan diri mereka sendiri.
2. Orang-orang Gibeon menghendaki agar tujuh orang dari ketu-
runan Saul dihukum mati, dan Daud mengabulkan tuntutan
mereka.
(1) Mereka tidak menuntut perak atau emas (ay. 4). Perhati-
kanlah, uang tidak dapat menebus darah (lih. Bil. 35:31-
33). Hukum yang sudah ada sejak dahulu kala menetapkan
bahwa darah berteriak menuntut darah (Kej. 9:6). Orang-
orang yang menjual darah kerabat mereka demi barang-
barang fana, seperti emas dan perak, menilai uang terlalu
tinggi dan menilai hidup terlalu rendah. Orang-orang Gi-
beon pada saat ini mempunyai kesempatan yang baik un-
tuk dibebaskan dari perhambaan mereka, sebagai ganti
rugi atas kejahatan yang telah dilakukan kepada mereka,
menurut keadilan hukum itu (Kel. 21:26). jika sese-
orang memukul mata budaknya, maka ia harus melepaskan
budak itu sebagai orang merdeka pengganti kerusakan
matanya itu. Namun demikian, mereka tidak menuntut
kemerdekaan ini. Walaupun telah dilanggar oleh pihak lain,
perjanjian itu tidak akan dilanggar oleh mereka. Mereka
yaitu para budak di bait Allah, diserahkan kepada Allah
dan umat-Nya Israel, dan mereka tidak mau tampak lelah
dalam menjalankan pelayanan mereka.
(2) Mereka tidak menuntut nyawa siapa pun selain nyawa
kaum keluarga Saul. Saul telah bersalah terhadap mereka,
dan sebab itu anak-anaknya harus membayar kesalahan
itu. Kita menuntut para ahli waris atas utang orangtua
mereka. Manusia tidak boleh memperluas pedoman dasar
ini sampai mencakup nyawa orang lain (Ul. 24:16). Anak,
menurut jalannya hukum yang biasa, janganlah dihukum
mati sebab ayahnya. Akan namun , perkara orang-orang
Gibeon ini sama sekali luar biasa. Allah telah menjadikan
diri-Nya sebagai pihak yang berkepentingan langsung da-
lam perkara itu, dan tidak diragukan lagi menaruh ke da-
lam hati orang-orang Gibeon untuk mengajukan tuntutan
ini. Sebab Ia mengakui bahwa ada kejahatan yang telah
dilakukan (ay. 14), dan penghakiman-Nya tidaklah tunduk
pada aturan-aturan yang kepadanya penghakiman manu-
sia harus tunduk. Hendaklah para orangtua waspada ter-
hadap dosa, terutama dosa kekejaman dan penindasan,
demi anak-anak mereka yang malang, yang bisa saja men-
derita oleh sebab nya melalui tangan Allah yang adil, keti-
ka mereka sendiri sudah berada dalam kubur. Kesalahan
dan kutuk yaitu warisan yang buruk bagi suatu keluarga.
Tampaknya keturunan Saul berjalan mengikuti jejak Saul,
sebab dikatakan bahwa pada keluarganya melekat hutang
darah. Inilah jiwa dari keluarga itu, sehingga mereka de-
ngan sepantasnya dimintai perhitungan atas dosa Saul,
dan juga atas dosa mereka sendiri.
(3) Orang-orang Gibeon tidak mau membebankan pelaksanaan
hukuman mati ini kepada Daud: Bukanlah urusan kami
untuk membunuh seseorang di antara orang Israel (ay. 4,
KJV: Engkau tidak akan membunuh seorang pun bagi kami),
namun kami akan melakukannya sendiri, kami akan meng-
gantung mereka di hadapan TUHAN (ay. 6), supaya jika
timbul kesukaran dalam pelaksanaannya, merekalah yang
akan menanggungnya, dan bukan Daud atau kaum keluar-
ganya. Menurut hukum yang dahulu berlaku di negeri kita
(Inggris – pen.), jika seorang pembunuh dijatuhi hu-
kuman atas dasar suatu tuntutan, maka kerabat korban
yang mengajukan tuntutan ini akan melaksanakan
hukuman mati terhadap orang itu.
(4) Orang-orang Gibeon tidak menuntut nyawa keturunan
Saul ini atas dasar rasa benci terhadap Saul atau keluarga-
nya. Andai kata mereka ini pendendam, maka mereka pasti
sudah melakukannya sendiri jauh-jauh hari. Namun
mereka bersikap atas dasar kasih terhadap bangsa Israel,
yang mereka saksikan dilanda bencana atas kejahatan
yang telah dilakukan kepada mereka: “Kami akan menggan-
tung mereka di hadapan TUHAN (ay. 6), untuk membayar
lunas tuntutan keadilan-Nya, bukan untuk melampiaskan
dendam kami sendiri – demi kesejahteraan rakyat, bukan
demi nama baik kami sendiri.”
(5) Penetapan orang-orang yang akan dihukum mati itu di-
serahkan orang-orang Gibeon kepada Daud, yang memasti-
kan untuk mengamankan Mefiboset demi Yonatan, supaya
selagi membalaskan pelanggaran terhadap satu sumpah,
Daud sendiri tidak melanggar sumpah yang lain (ay. 7).
namun Daud menyerahkan dua orang anak laki-laki Saul
yang dilahirkan baginya dari seorang gundik, dan lima
orang cucu laki-lakinya, yang dilahirkan oleh Merab, putri-
nya, bagi Adriel (1Sam. 18:19), namun yang dibesarkan oleh
Mikhal, putrinya yang lain (ay. 8, KJV). Sekaranglah peng-
khianatan Saul dibalas, sebab ia telah memberikan Merab
kepada Adriel, yang telah dijanjikannya kepada Daud, de-
ngan maksud untuk memancing kemarahan Daud. “Alang-
kah berbahayanya,” tutur Uskup Hall mengenai perkara
ini, “menyakiti siapa pun dari hamba-hamba Allah yang
setia. Walaupun kelemahlembutan mereka dapat dengan
mudah mengampuni tindakan ini , Allah mereka tidak
akan membiarkannya berlalu begitu saja tanpa ada ganjar-
an berat, meskipun pada awalnya ganjaran itu tampak
lama dijatuhkan.”
(6) Tempat, waktu, dan cara mereka dihukum mati, semuanya
menambah kesakralan pengorbanan mereka bagi keadilan
ilahi.
[1] Mereka digantung, sebagai orang-orang terkutuk, di ba-
wah tanda khusus dari murka Allah, sebab hukum te-
lah berkata, seorang yang digantung terkutuk oleh Allah
(Ul. 21:23; Gal. 3:13). Kristus yang telah dijadikan
kutuk bagi kita, dan yang mati untuk menebus dosa-
dosa kita dan memalingkan murka Allah, taat menjalani
kematian yang hina ini.
[2] Mereka digantung di Gibeon, tempat asal Saul (ay. 6),
untuk memperlihatkan bahwa sebab dosa Saullah me-
reka mati. Mereka seolah-olah digantung di depan pintu
kediaman mereka sendiri, untuk menebus kesalahan
keluarga Saul. Dengan demikian, Allah menuntaskan
kehancuran keluarga itu, demi darah para imam serta
keluarga mereka, yang tak ayal lagi diingat di hadapan
Allah dalam kesempatan ini, sehingga pembalasan atas
penumpahan darah pun dikerjakan-Nya (Mzm. 9:13).
Namun hanya darah orang-orang Gibeon yang disebut-
kan, sebab darah mereka tertumpah atas pelanggaran
terhadap sebuah sumpah kudus, yang walaupun telah
diikrarkan lama sebelumnya, walaupun diperoleh lewat
tipu daya, dan lewat janji yang diberikan kepada orang
Kanaan, namun tetap dimintai perhitungan dengan be-
rat seperti itu. Perbuatan memandang sumpah dengan
remeh, dan mengingkari kovenan, akan dibalaskan ke
atas kepala orang-orang yang telah mencemarkan nama
Allah yang kudus seperti itu (Yeh. 17:18-19). Demikian-
lah Allah hendak menunjukkan bahwa bersama-Nya,
orang kaya dan orang miskin bertemu. Bahkan darah
bangsawan harus tertumpah demi menebus darah oang-
orang Gibeon, yang hanyalah hamba bagi jemaat Israel.
[3] Mereka dihukum mati pada musim menuai (ay. 9), pada
permulaan musim menuai (ay. 10), untuk menunjukkan
bahwa mereka dikorbankan seperti itu untuk mema-
lingkan murka Allah yang telah menahan berkat panen
dari orang Israel selama beberapa tahun, dan untuk
memperoleh perkenanan-Nya dalam panen kali ini.
Demikianlah, tidak ada cara untuk meredakan murka
Allah selain dengan mematikan dan menyalibkan hawa
nafsu serta kebusukan kita. Sia-sia saja kita mengha-
rapkan belas kasihan Allah, kecuali kita menegakkan
keadilan atas dosa-dosa kita. Pelaksanaan hukuman
mati yang penting bagi kesejahteraan masyarakat tidak
boleh dikeluhkan sebagai tindakan yang kejam. Lebih
baik tujuh orang dari keluarga Saul yang berlumuran
darah itu digantung daripada seluruh Israel harus kela-
paran.
Kematian Anak-anak Saul
(21:10-14)
10 Lalu Rizpa binti Aya mengambil kain karung, dan membentangkannya bagi
dirinya di atas gunung batu, dari permulaan musim menuai sampai tercurah
air dari langit ke atas mayat mereka; ia tidak membiarkan burung-burung di
udara mendatangi mayat mereka pada siang hari, ataupun binatang-
binatang di hutan pada malam hari. 11 saat diberitahukan kepada Daud
apa yang diperbuat Rizpa binti Aya, gundik Saul itu, 12 maka pergilah Daud
mengambil tulang-tulang Saul dan tulang-tulang Yonatan, anaknya, dari
warga-warga kota Yabesh-Gilead, yang telah mencuri tulang-tulang itu dari
tanah lapang di Bet-San, tempat orang Filistin menggantung mereka, saat
orang Filistin memukul Saul kalah di Gilboa. 13 Ia membawa dari sana tu-
lang-tulang Saul dan tulang-tulang Yonatan, anaknya. Dikumpulkanlah juga
tulang-tulang orang-orang yang digantung tadi, 14 lalu dikuburkan bersama-
sama tulang-tulang Saul dan Yonatan, anaknya, di tanah Benyamin, di Zela,
di dalam kubur Kish, ayahnya. Orang melakukan segala sesuatu yang di-
perintahkan raja, maka sesudah itu Allah mengabulkan doa untuk negeri itu.
Dalam perikop ini kita mendapati,
I. Anak-anak Saul tidak hanya digantung, namun juga digantung
sambil dirantai. Mayat-mayat mereka dibiarkan tergantung dan
tidak terlindung, sampai penghukuman yang hendak dipalingkan
melalui kematian mereka itu berhenti, dengan diturunkannya
hujan ke atas negeri itu. Mereka mati sebagai korban persembah-
an, dan dengan demikian mereka, dalam arti tertentu, dipersem-
bahkan layaknya korban, yang tidak sekaligus dilalap habis oleh
api, melainkan perlahan-lahan oleh udara. Mereka mati sebagai
orang-orang terkutuk, dan melalui perlakuan hina ini mereka
dipertontonkan sebagai orang-orang yang menjijikkan, sebab
kejahatan ditimpakan ke atas mereka. Pada waktu Juruselamat
kita yang terberkati dijadikan dosa demi kita, Dia telah dibuat
menjadi kutuk demi kita. Akan namun , bagaimana kita menyela-
raskan kenyataan ini dengan hukum yang dengan tegas mengha-
ruskan orang-orang yang digantung untuk dikuburkan pada hari
yang sama? (Ul. 21:23). Salah seorang guru Yahudi berharap agar
penggalan kisah ini dihilangkan, supaya nama Allah dikuduskan,
yang menurutnya telah dicemarkan lewat penerimaan-Nya terha-
dap apa yang merupakan pelanggaran dari hukum-Nya. Akan
namun , ini merupakan perkara luar biasa, dan tidak termasuk di
dalam hukum ini . Bahkan, alasan adanya hukum ini
justru menjadi alasan bagi pengecualian ini. Orang yang dibiar-
kan tergantung seperti itu yaitu orang yang terkutuk. Oleh kare-
na itu, penjahat biasa tidak boleh dilecehkan seperti itu, namun
anak-anak Saul ini harus diperlakukan seperti itu. Sebab mereka
telah dipersembahkan sebagai korban, bukan demi keadilan
bangsa, melainkan sebab kejahatan bangsa yang tidak kurang
dari pengkhianatan terhadap kepercayaan masyarakat, dan untuk
melepaskan bangsa itu dari penghukuman yang tidak kurang dari
kelaparan yang melanda seluruh negeri. sebab dijadikan sama
dengan kotoran dari segala sesuatu, mereka telah dijadikan ton-
tonan bagi dunia (1Kor. 4:9, 13), sebab Allah telah menetapkan-
nya, atau setidak-tidaknya mengizinkannya.
II. Mayat-mayat mereka dijaga oleh Rizpa, ibu dari dua orang di
antara mereka (ay. 10). Betapa hebat penderitaan wanita ini,
dalam usia tuanya sekarang, menyaksikan kedua anak laki-
lakinya, yang dapat kita duga telah menjadi penghiburan baginya,
dan kemungkinan akan menyokongnya di masa senja, ditewaskan
dengan cara yang mengerikan seperti ini. Tidak ada manusia yang
tahu untuk kesengsaraan seperti apa mereka telah dipersiapkan.
Rizpa mungkin tidak akan melihat kedua anak laki-lakinya dike-
bumikan secara layak, namun mereka akan diurusnya dengan
baik. Ia tidak berusaha melanggar penghukuman yang dijatuhkan
kepada mereka, bahwa mereka harus tergantung di sana sampai
Allah mengirimkan hujan. Ia juga tidak mencuri ataupun menu-
runkan mayat mereka, meskipun hukum ilahi bisa saja dikutip
untuk membenarkan perbuatannya. Sebaliknya, ia dengan sabar
tetap patuh, dan mendirikan tenda dari kain karung di dekat
tiang-tiang gantungan, tempat ia, bersama hamba-hamba serta
sahabat-sahabatnya, melindungi mayat-mayat itu dari segala
burung dan binatang pemangsa. Demikianlah,
1. Rizpa membiarkan diri hanyut dalam kesedihannya, seperti
yang condong diperbuat orang-orang yang berkabung, tanpa
ada gunanya. jika dukacita, dalam perkara-perkara seperti
itu, cenderung menjadi berlebihan, kita harus lebih berusaha
mengalihkan dan menenangkannya daripada menuruti dan
memuaskannya. Mengapa kita harus mengeraskan hati seperti
itu dalam dukacita?
2. Rizpa memperlihatkan kasihnya. Dengan berbuat demikian, ia
memberitahukan kepada dunia bahwa anak-anak lelakinya
telah mati, bukan sebab dosa mereka sendiri, bukan pula
sebagai anak-anak yang keras kepala dan pemberontak, yang
matanya enggan mendengarkan ibu mereka. Seandainya demi-
kian, maka ia akan membiarkan mereka dipatuk gagak lembah
dan dimakan anak rajawali (Ams. 30:17). Akan namun , mereka
tewas sebab dosa ayah mereka, dan sebab itu pikirannya
tidak dapat dijauhkan dari mereka oleh sebab nasib malang
yang menimpa mereka. Meskipun tidak ada cara lain kecuali
bahwa mereka harus mati, namun mereka akan mati dengan
dikasihani dan diratapi.
III. Penguburan jenazah ketujuh anak laki-laki Saul itu secara terhor-
mat, bersama dengan tulang-tulang Saul dan Yonatan, di peku-
buran keluarga mereka. Daud sama sekali tidak membenci apa
yang telah dilakukan Rizpa, bahkan ia sendiri tergerak oleh per-
buatan Rizpa ini untuk memberikan penghormatan bagi
keluarga Saul, dan bagi keturunannya ini di antara yang lain.
Dengan demikian, tampaklah bahwa Daud menyerahkan anak-
anak Saul itu bukan sebab ia secara pribadi merasa jijik terha-
dap keluarga itu, dan bahwa ia tidak menghendaki datangnya
hari celaka itu, namun ia terpaksa melakukannya demi kebaikan
rakyat.
1. Sekarang, Daud teringat untuk memindahkan mayat Saul dan
Yonatan dari tempat di mana orang-orang Yabesh-Gilead telah
menguburkan mereka secara pantas, namun secara diam-
diam dan tersembunyi, di bawah pohon (1Sam. 31:12-13).
Meskipun perisai Saul dicampakkan dengan hina, seakan-
akan tidak diurapi dengan minyak, namun janganlah abu para
anggota kerajaan hilang di kuburan rakyat jelata. Peri kema-
nusiaan mewajibkan kita menghormati jasad manusia, ter-
utama jasad mereka yang mulia dan baik hati, dengan mem-
pertimbangkan siapa mereka selama hidup dan bagaimana
mereka harus diperlakukan sesudah mati.
2. Bersama tulang-tulang Saul dan Yonatan, Daud menguburkan
mayat-mayat orang-orang yang digantung tadi. Sebab, saat
murka Allah telah dipalingkan, mereka tidak lagi harus dipan-
dang sebagai kutuk (ay. 13-14). Pada waktu tercurah air dari
langit ke atas mayat mereka (ay. 10), artinya, pada waktu Allah
mengirimkan hujan untuk mengairi bumi, mungkin hanya
beberapa hari sesudah mereka digantung, mereka pun diturun-
kan, sebab pada saat itulah tampak bahwa Allah mengabul-
kan doa untuk negeri itu. jika keadilan ditegakkan di bumi,
pembalasan dari sorga pun berhenti. Melalui Kristus, yang di-
gantung pada kayu salib dan dengan demikian dijadikan
kutuk demi kita, untuk menebus kesalahan kita meskipun Ia
sendiri tidak bersalah, Allah dipuaskan dan diperdamaikan
demi kita. Dan dikatakan bahwa sesudah mereka menggenapi
segala sesuatu yang ada tertulis tentang Dia, sebagai tanda
kesempurnaan dari korban itu serta penerimaan Allah terha-
dapnya, mereka menurunkan Dia dari kayu salib, lalu memba-
ringkan-Nya di dalam kubur (Kis. 13:29).
Para Raksasa Ditaklukkan
(21:15-22)
15 saat terjadi lagi peperangan antara orang Filistin dan orang Israel, maka
berangkatlah Daud bersama-sama dengan orang-orangnya, lalu berperang
melawan orang Filistin, sampai Daud menjadi letih lesu. 16 Yisbi-Benob, yang
termasuk keturunan raksasa – berat tombaknya tiga ratus syikal tembaga
dan ia menyandang pedang yang baru – menyangka dapat menewaskan
Daud. 17 namun Abisai, anak Zeruya, datang menolong Daud, lalu meroboh-
kan dan membunuh orang Filistin itu. Pada waktu itu orang-orang Daud
memohon dengan sangat kepadanya, kata mereka: “Janganlah lagi engkau
maju berperang bersama-sama dengan kami, supaya keturunan Israel jangan
punah bersama-sama engkau.” 18 Sesudah itu terjadi lagi pertempuran
melawan orang Filistin di Gob; pada waktu itu Sibkhai, orang Husa, memu-
kul kalah Saf, yang termasuk keturunan raksasa. 19 Dan terjadi lagi pertem-
puran melawan orang Filistin, di Gob; Elhanan bin Yaare-Oregim, orang
Betlehem itu, menewaskan Goliat, orang Gat itu, yang gagang tombaknya
seperti pesa tukang tenun. 20 Lalu terjadi lagi pertempuran di Gat; dan di
sana ada seorang yang tinggi perawakannya, yang tangannya dan kakinya
masing-masing berjari enam: dua puluh empat seluruhnya; juga orang ini
termasuk keturunan raksasa. 21 Ia mengolok-olok orang Israel, maka Yona-
tan, anak Simea kakak Daud, menewaskannya. 22 Keempat orang ini terma-
suk keturunan raksasa di Gat; mereka tewas oleh tangan Daud dan oleh
tangan orang-orangnya.
Dalam perikop ini kita mendapati sejumlah pertempuran dengan
orang Filistin, yang tampaknya berlangsung di penghujung masa
pemerintahan Daud. Meskipun Daud telah begitu menundukkan
bangsa Filistin sehingga mereka tidak lagi dapat membawa pasukan
dalam jumlah banyak ke medan perang, namun selama mereka ma-
sih mempunyai para raksasa di antara mereka untuk menjadi pah-
lawan mereka, mereka tidak akan pernah tinggal diam. Sebaliknya,
mereka memanfaatkan segala kesempatan untuk mengusik kedamai-
an Israel, menantang mereka, atau mengadakan serangan terhadap
mereka.
I. Daud sendiri bertarung dengan salah satu dari raksasa-raksasa
ini . Orang Filistin kembali memulai peperangan (ay. 15).
Para seteru Israel milik Allah tidak pernah lelah untuk mencoba
melawan mereka. Meskipun sudah tua, Daud tidak mau dibebas-
tugaskan dari pelayanan untuk masyarakat. Sebaliknya, ia sendiri
turut berangkat untuk berperang melawan orang Filistin (Senescit,
non segnescit – Ia menjadi tua, namun tidak menjadi lamban), suatu
tanda bahwa ia tidak berjuang demi kehormatannya sendiri namun
demi kesejahteraan kerajaannya. Di usianya sekarang, ia berlim-
pah kehormatan, dan tidak memerlukannya lagi. Namun demi-
kian, di dalam pertempuran ini, kita mendapati Daud,
1. Berada dalam kesesakan dan bahaya. Daud berpikir dirinya
dapat menanggung kelelahan berperang seperti yang dapat
dilakukannya sebelumnya. Niatnya baik, dan ia berharap bah-
wa ia dapat berbuat seperti pada kesempatan-kesempatan
lainnya. Akan namun , Daud mendapati dirinya tertipu. Umur
telah merontokkan rambutnya, dan, sesudah sedikit bersusah
payah, ia menjadi letih lesu. Tubuhnya tidak sanggup meng-
ikuti pikirannya. Sang pendekar orang Filistin pun segera
menyadari keuntungannya, sesudah mengerti bahwa kekuatan
Daud telah hilang, sehingga ia, sebab kuat dan bersenjata
lengkap, menyangka dapat menewaskan Daud. Akan namun ,
Allah tidak ada di dalam benaknya, sehingga pada hari yang
sama pula semua orang Filistin itu binasa. Para seteru umat
Allah kerap kali sangat kuat, sangat licik, dan sangat yakin
akan menang, seperti Yisbi-Benob. namun tidak ada kekuatan,
atau rancangan, ataupun kepercayaan diri yang sanggup
melawan Tuhan.
2. Kita mendapati Daud diselamatkan dengan ajaib oleh Abisai,
yang datang tepat pada waktunya untuk menolongnya (ay. 17).
Dalam hal ini, kita harus mengakui keberanian dan kesetiaan
Abisai terhadap rajanya yang untuk menyelamatkan nyawa-
nya, ia berani mempertaruhkan nyawanya sendiri. namun lebih
lagi kita harus mengakui penyelenggaraan Allah yang baik, yang
telah mendatangkan Abisai untuk membantu Daud dalam ke-
adaan genting yang dihadapinya. Kepentingan yang luhur
seperti itu serta pahlawan yang mulia seperti Daud, meskipun
di dalam kesesakan, tidak akan ditinggalkan. Pada waktu Abisai
datang menolong Daud, dan mungkin memberinya minuman
manis untuk memulihkan jiwanya yang letih lesu, atau tampil
sebagai pendampingnya, ia (yaitu Daud, demikian saya mema-
haminya) merobohkan dan membunuh orang Filistin itu. Sebab
dikatakan (ay. 22) bahwa tangan Daud sendiri turut menewas-
kan raksasa-raksasa itu. Daud lesu, namun ia tidak lari.
Meskipun kekuatannya hilang, ia dengan gagah berani tetap
bertahan, maka dari itu Allah kemudian mengirim baginya
pertolongan ini pada waktu ia membutuhkannya. Walaupun
pertolongan itu dibawa kepadanya melalui orang yang lebih
muda dan juga bawahannya, ia menerimanya dengan rasa
syukur, dan, dengan adanya sedikit tenaga bantuan, ia ber-
hasil mencapai tujuan, dan keluar menjadi pemenang. Kristus,
di dalam kesengsaraan-Nya, dikuatkan oleh seorang malaikat.
Dalam pertempuran rohani, bahkan orang-orang kudus yang
kuat sekalipun sesekali menjadi letih lesu. Pada saat inilah
Iblis menyerang mereka dengan ganas. Akan namun , orang
yang tetap bertahan dan menolak Iblis akan memperoleh kele-
pasan, dan dijadikan lebih daripada pemenang.
3. Orang-orang Daud, sesudah peristiwa ini , memutuskan
bahwa Daud tidak pernah boleh lagi membahayakan dirinya
seperti itu. Mereka dengan mudah meyakinkannya untuk ti-
dak berperang melawan Absalom (18:3), namun melawan orang
Filistin. Ia ingin maju, hingga, sesudah dengan susah payah
luput dari maut ini, sebuah keputusan disepakati di dalam
majelis, dan dikuatkan dengan sumpah, bahwa terang Israel,
pembimbing dan kemuliaan Israel, demikianlah Daud itu,
tidak pernah boleh lagi ditempatkan di tempat yang demikian
berbahaya hingga nyalanya terancam padam. Nyawa orang-
orang yang berharga bagi negeri mereka, sama seperti Daud,
harus dijaga dengan sangat hati-hati, baik oleh diri mereka
sendiri maupun orang lain.
II. Raksasa-raksasa lain yang masih tersisa tewas di tangan hamba-
hamba Daud.
1. Saf ditewaskan oleh Sibkhai, salah satu pahlawan Daud (ay.
18; 1Taw. 11:29).
2. Raksasa lainnya, yang yaitu saudara Goliat, ditewaskan oleh
Elhanan, yang namanya disebutkan dalam pasal 23:24.
3. Raksasa lainnya lagi ditewaskan oleh Yonatan anak Simea. Pera-
wakan raksasa ini sangat luar biasa, jari tangan dan kakinya
lebih banyak daripada orang lain (ay. 20), dan keangkuhannya
tiada bandingnya, sehingga meskipun telah menyaksikan kebi-
nasaan raksasa-raksasa lain, namun ia tetap menentang Israel.
Simea mempunyai seorang anak laki-laki bernama Yonadab
(13:3), yang menurut saya yaitu orang yang sama dengan
Yonatan ini. namun nama yang ada dalam pasal 13 dicatat oleh
sebab kecerdikannya, sementara nama yang ada dalam pasal
ini dicatat oleh sebab keberaniannya. Para raksasa ini ke-
mungkinan merupakan sisa dari anak-anak Enak, yang mes-
kipun ditakuti sekian lama, pada akhirnya tewas juga. Seka-
rang cermatilah,
(1) Suatu kebodohan bagi orang kuat untuk bermegah sebab
kekuatannya. Para hamba Daud tidak lebih besar ataupun
lebih kuat daripada orang lain. Namun demikian, lewat
pertolongan ilahi, mereka menaklukkan raksasa demi rak-
sasa. Allah memilih apa yang lemah untuk mempermalu-
kan apa yang kuat.
(2) Suatu hal yang lazim bahwa mereka yang telah menjadi
ketakutan terhadap pahlawan-pahlawan di dunia orang
hidup (Yeh. 32:27), turun ke dalam liang kubur dengan
tewas dibunuh.
(3) Seteru-seteru yang paling tangguh kerap disediakan untuk
pertarungan terakhir. Daud mengawali kemuliaannya de-
ngan menaklukkan seorang raksasa, dan mengakhirinya di
sini dengan menaklukkan empat orang raksasa. Maut ada-
lah seteru terakhir orang Kristen, dan anak dari Enak. Na-
mun, melalui Dia yang telah menang bagi kita, kita berharap
akan menjadi lebih daripada pemenang pada akhirnya, bah-
kan atas seteru itu.
PASAL 22
asal ini yaitu sebuah mazmur, mazmur pujian. Kita menemu-
kan mazmur ini disisipkan di kemudian hari di antara mazmur-
mazmur Daud (Mzm. 18), dengan sedikit perbedaan. Dalam pasal ini,
kita mendapati mazmur ini sebagaimana pertama kali digubah untuk
dinyanyikan dan dimainkan Daud sendiri dengan kecapi. namun
dalam Kitab Mazmur 18, kita mendapati mazmur itu sebagaimana
sesudah diserahkan kepada kepala pemusik untuk ibadah di bait suci,
sebuah cetakan kedua dengan beberapa perubahan. Sebab, walau-
pun terutama disusun untuk perkara Daud, mazmur ini bisa juga
dipakai untuk membantu ibadah orang lain, dalam mengucap syukur
atas kelepasan-kelepasan yang telah mereka alami. Atau mazmur ini
dimaksudkan Daud supaya rakyatnya bisa bergabung dengan dirinya
dalam mengucap syukur seperti itu, sebab, sebagai seorang tokoh
masyarakat, kelepasan-kelepasan yang telah dialaminya harus diang-
gap sebagai berkat bersama dan menuntut pengakuan semua orang.
Penulis kitab yang mendapat ilham ilahi ini, sesudah secara panjang
lebar menceritakan kelepasan-kelepasan yang telah dialami Daud
dalam kitab ini dan kitab sebelumnya, dan salah satunya secara
khusus dalam penutup pasal sebelumnya, menganggap pantas untuk
menuliskan puisi suci ini sebagai ingatan akan semua kelepasan
yang sudah diceritakan sebelumnya. Sebagian penafsir berpendapat
bahwa Daud menulis mazmur ini saat dia sudah tua, pada waktu
ia mengingat kembali segala belas kasihan yang telah dia terima
selama hidupnya dan banyaknya pemeliharaan menakjubkan yang
dengannya Allah telah memberkati dirinya, dari awal hingga akhir.
Dalam puji-pujian yang kita naikkan, kita harus melihat jauh ke
belakang, sampai sejauh mungkin, dan tidak membiarkan waktu
mengikis rasa syukur kita akan segala perkenanan Allah. Sebagian
yang lain berpendapat bahwa Daud menuliskan mazmur ini saat
dia masih muda, pada waktu ia mengalami sebagian dari kelepasan-
kelepasannya yang pertama, dan ia menyimpan mazmur itu untuk
dia gunakan sesudahnya. Dan bahwa, setiap kali ada kelepasan yang
baru, ia biasa menyanyikan lagu ini. namun Kitab Mazmur menunjuk-
kan bahwa Daud mengubah susunan katanya jika itu diperlukan,
dan ia tidak membatasi diri pada satu macam bentuk saja. Dalam
pasal ini kita mendapati,
I. Judul dari mazmur ini (ay. 1).
II. Mazmur itu sendiri, yang di dalamnya, dengan kesalehan
yang sangat hangat dan ungkapan perasaan yang mengalir
dengan sangat lancar dan melimpah ruah,
1. Daud memuliakan Allah.
2. Daud mendapat penghiburan di dalam Allah, dan ia me-
nemukan pokok pujian baik untuk memuliakan Allah
maupun untuk mendapat penghiburan dari-Nya,
(1) Dalam segala pengalamannya akan perkenanan-perke-
nanan Allah di masa lalu.
(2) Dalam segala pengharapannya akan perkenanan-per-
kenanan Allah di masa depan. Semuanya ini bercam-
pur baur di dalam seluruh mazmur ini.
Nyanyian Pujian Daud
(22:1)
1 Daud mengatakan perkataan nyanyian ini kepada TUHAN pada waktu
TUHAN telah melepaskan dia dari cengkeraman semua musuhnya dan dari
cengkeraman Saul.
Amatilah di sini,
I. Bahwa sering kali menjadi nasib umat Allah untuk memiliki ba-
nyak musuh, dan nyaris terancam bahaya akan jatuh ke dalam
tangan mereka. Daud yaitu seorang yang berkenan di hati Allah,
namun tidak di hati manusia. Banyak orang yang membenci Daud,
dan berupaya menghancurkannya. Saul disebutkan secara khu-
sus di sini, entah,
1. Untuk membedakannya dari musuh-musuh Daud yang ber-
asal dari bangsa-bangsa kafir. Saul membenci Daud, namun
Daud tidak membenci Saul, dan sebab nya Daud tidak akan
memperhitungkan Saul di antara para musuhnya. Atau lebih
tepatnya,
2. Sebagai yang terutama dari para musuhnya, yang lebih mem-
bencinya dan lebih berkuasa daripada siapa pun di antara
mereka. Janganlah orang-orang yang dikasihi Allah merasa
heran jika dunia membenci mereka.
II. Orang-orang yang menaruh percaya kepada Allah pada saat men-
jalankan kewajiban, akan mendapati Allah sebagai pertolongan
yang siap sedia pada saat mereka terancam bahaya yang paling
besar. Demikianlah yang diperbuat Daud, dan Allah pun telah
melepaskan dia dari tangan Saul. Daud memberi perhatian khu-
sus terhadap hal ini. Pemeliharaan-pemeliharaan yang luar biasa
haruslah disebut dalam puji-pujian kita dengan penekanan khu-
sus. Allah juga telah melepaskan dia dari cengkeraman semua
musuhnya, satu demi satu, ada kalanya dengan cara ini, dan pada
waktu lain dengan cara lain. Dan Daud, berdasar pengalam-
annya sendiri, telah meyakinkan kita bahwa kemalangan orang
benar banyak, namun TUHAN melepaskan dia dari semuanya
itu (Mzm. 34:20). Kita tidak akan pernah dilepaskan dari semua
musuh kita sampai kita tiba di sorga. Dan ke dalam kerajaan sor-
gawi itulah Allah akan menjaga semua orang yang menjadi milik-
Nya (2Tim. 4:18).
III. Orang-orang yang telah menerima banyak belas kasih luar biasa
dari Allah haruslah memuliakan-Nya atas semua belas kasih itu.
Setiap belas kasih yang baru di tangan kita haruslah memberikan
nyanyian baru di dalam mulut kita, bahkan puji-pujian bagi Allah
kita. Di mana ada hati yang bersyukur, dari dalam luapan hati itu
mulut akan berbicara. Daud mengatakan perkataan nyanyian ini
bukan hanya kepada dirinya sendiri, untuk kesenangannya sen-
diri, bukan pula semata-mata kepada orang-orang yang ada di
sekelilingnya, untuk mengajar mereka, melainkan juga kepada
TUHAN, untuk kehormatan-Nya. Kita bernyanyi dengan anugerah
ilahi hanya jika kita bernyanyi bagi Tuhan. Di dalam kesesak-
an, Daud dengan nyaring berseru-seru kepada TUHAN (Mzm.
142:2), sebab itu dengan nyaring pula dia mengucap syukur.
Ucapan syukur kepada Allah yaitu alunan nada yang paling
manis.
IV. Kita harus bersegera dalam membalas Allah dengan ucapan syu-
kur kita: Pada waktu TUHAN telah melepaskan Daud, ia menya-
nyikan nyanyian ini. Selagi belas kasih itu masih segar, dan
semangat kesalehan kita sedang dinyalakan olehnya, hendaklah
korban syukur dibawa, supaya korban itu dapat dibakar dengan
api semangat kesalehan ini .
Nyanyian Syukur Daud
(22:2-51)
2 Ia berkata: “Ya, TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyela-
matku, 3 Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk
keselamatanku, kota bentengku, tempat pelarianku, juruselamatku; Engkau
menyelamatkan aku dari kekerasan. 4 Terpujilah TUHAN, seruku; maka aku
pun selamat dari pada musuhku. 5 Sesungguhnya gelora-gelora maut telah
mengelilingi aku, banjir-banjir jahanam telah menimpa aku, 6 tali-tali dunia
orang mati telah membelit aku, perangkap-perangkap maut terpasang di
depanku. 7 saat aku dalam kesesakan, aku berseru kepada TUHAN, kepada
Allahku aku berseru. Dan Ia mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku
minta tolong masuk ke telinga-Nya. 8 Lalu bergoyang dan bergoncanglah
bumi, dasar-dasar langit gemetar dan bergoyang, oleh sebab bernyala-nyala
murka-Nya. 9 Asap membubung dari hidung-Nya, api menjilat keluar dari
mulut-Nya, bara menyala keluar dari pada-Nya. 10 Ia menekukkan langit, lalu
turun, kekelaman ada di bawah kaki-Nya. 11 Ia mengendarai kerub, lalu ter-
bang, dan tampak di atas sayap angin. 12 Dan Ia membuat kegelapan di seke-
liling-Nya menjadi pondok-Nya: air hujan yang gelap, awan yang tebal. 13 Ka-
rena sinar kilat di hadapan-Nya bara api menjadi menyala. 14 TUHAN meng-
guntur dari langit, Yang Mahatinggi memperdengarkan suara-Nya. 15 Dilepas-
kan-Nya panah-panah, sehingga diserakkan-Nya mereka, yakni kilat-kilat,
sehingga dikacaukan-Nya mereka. 16 Lalu kelihatanlah dasar-dasar laut,
alas-alas dunia tersingkap sebab hardikan TUHAN sebab hembusan nafas
dari hidung-Nya. 17 Ia menjangkau dari tempat tinggi, mengambil aku, mena-
rik aku dari banjir. 18 Ia melepaskan aku dari musuhku yang gagah, dari
pada orang-orang yang membenci aku, sebab mereka terlalu kuat bagiku.
19 Mereka menghadang aku pada hari sialku, namun TUHAN yaitu sandaran
bagiku; 20 Ia membawa aku keluar ke tempat lapang, Ia menyelamatkan aku,
sebab Ia berkenan kepadaku. 21 TUHAN memperlakukan aku sesuai dengan
kebenaranku; Ia membalas kepadaku sesuai dengan kesucian tanganku,
22 sebab aku tetap mengikuti jalan TUHAN dan tidak menjauhkan diri dari
Allahku sebagai orang fasik. 23 Sebab segala hukum-Nya kuperhatikan, dan
dari ketetapan-Nya aku tidak menyimpang; 24 aku berlaku tidak bercela
kepada-Nya dan menjaga diri terhadap kesalahan. 25 sebab itu TUHAN
membalas kepadaku sesuai dengan kebenaranku, sesuai dengan kesucianku
di depan mata-Nya. 26 Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia,
terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, 27 terhadap
orang yang suci Engkau berlaku suci, namun terhadap orang yang bengkok
Engkau berlaku belat-belit. 28 Bangsa yang tertindas Engkau selamatkan,
namun mata-Mu melawan orang-orang yang tinggi hati, supaya mereka Kau-
rendahkan. 29 sebab Engkaulah pelitaku, ya TUHAN, dan TUHAN menyinari
kegelapanku. 30 sebab dengan Engkau aku berani menghadapi gerombolan,
dengan Allahku aku berani melompati tembok. 31 Adapun Allah, jalan-Nya
sempurna; sabda TUHAN itu murni; Dia menjadi perisai bagi semua orang
yang berlindung pada-Nya. 32 Sebab siapakah Allah selain dari TUHAN, dan
siapakah gunung batu selain dari Allah kita? 33 Allah, Dialah yang menjadi
tempat pengungsianku yang kuat dan membuat jalanku rata; 34 yang mem-
buat kakiku seperti kaki rusa dan membuat aku berdiri di bukit; 35 yang
mengajar tanganku berperang, sehingga lenganku dapat melengkungkan
busur tembaga. 36 Juga Kauberikan kepadaku perisai keselamatan-Mu, dan
kebaikan-Mu telah membuat aku besar. 37 Kauberikan tempat lapang untuk
langkahku, dan mata kakiku tidak goyah. 38 Aku mengejar musuhku sampai
mereka kupunahkan, dan tidak berbalik sebelum mereka kuhabiskan; 39 aku
menghabiskan dan meremukkan mereka, sehingga mereka tidak bangkit lagi,
dan mereka rebah di bawah kakiku. 40 Engkau telah mengikat pinggangku
dengan keperkasaan untuk berperang, Engkau tundukkan ke bawah kuasa-
ku orang yang bangkit melawan aku. 41 Kaubuat musuhku lari dari padaku,
orang-orang yang membenci aku, mereka kubinasakan. 42 Mereka berteriak
minta tolong, namun tidak ada yang menyelamatkan, mereka berteriak kepada
TUHAN, namun Ia tidak menjawab mereka. 43 Aku menggiling mereka halus-
halus seperti debu tanah, aku menumbuk mereka dan menginjak-injak mere-
ka seperti lumpur di jalan. 44 Dan Engkau meluputkan aku dari perbantahan
bangsaku; Engkau memelihara aku sebagai kepala atas bangsa-bangsa;
bangsa yang tidak kukenal menjadi hambaku; 45 orang-orang asing tunduk
menjilat kepadaku, baru saja telinga mereka mendengar, mereka taat kepa-
daku. 46 Orang-orang asing pucat layu dan keluar dari kota kubunya dengan
gemetar. 47 TUHAN hidup! Terpujilah gunung batuku, dan ditinggikanlah
kiranya Allah gunung batu keselamatanku, 48 Allah, yang telah mengadakan
pembalasan bagiku, yang telah membawa bangsa-bangsa ke bawah kuasaku,
49 dan yang telah membebaskan aku dari pada musuhku. Dan Engkau telah
meninggikan aku mengatasi mereka yang bangkit melawan aku; Engkau
telah melepaskan aku dari para penindas. 50 Sebab itu aku mau menyanyi-
kan syukur bagi-Mu, ya TUHAN, di antara bangsa-bangsa, dan aku mau
menyanyikan mazmur bagi nama-Mu. 51 Ia mengaruniakan keselamatan yang
besar kepada raja yang diangkat-Nya, dan menunjukkan kasih setia kepada
orang yang diurapi-Nya, kepada Daud dan anak cucunya untuk selamanya.”
Mari kita amati dalam nyanyian pujian ini,
I. Betapa Daud memuja Allah, dan memuliakan Dia atas kesempur-
naan-kesempurnaan-Nya yang tak terbatas. Tiada yang lain
seperti Dia, atau siapa pun yang dapat dibandingan dengan Dia
(ay. 32): Siapakah Allah selain dari TUHAN? Semua yang lain yang
disembah sebagai allah yaitu palsu dan jadi-jadian. Tidak ada
yang dapat diandalkan selain Dia. Siapakah gunung batu selain
dari Allah kita? Semua gunung batu yang lain mati, namun TUHAN
hidup! (ay. 47). Para allah lain mengecewakan penyembah-pe-
nyembah mereka pada saat yang paling dibutuhkan. namun ada-
pun Allah, jalan-Nya sempurna (ay. 31). Manusia memulai dengan
kebaikan, namun tidak mengakhiri dengan kebaikan pula. Mereka
berjanji, namun tidak ditepati. namun Allah akan menyelesaikan
pekerjaan-Nya, dan perkataan-Nya teruji serta dapat kita percaya.
II. Betapa Daud bersorak-sorai atas perkenanan yang diperolehnya
pada Allah ini, dan hubungannya dengan Dia, yang diletakkannya
sebagai dasar dari semua kebaikan yang telah diterimanya dari
Dia: Ia yaitu Allahku. Sebagai Allah yang demikianlah Daud
berseru kepada-Nya (ay. 7), dan melekat kepada-Nya (ay. 22).
“Dan, jika Dia Allahku, maka Dia juga bukit batuku” (ay. 2), yaitu,
“tempat pengungsianku yang kuat (ay. 33), gunung batu yang di
bawahnya aku berlindung, bagiku Ia seperti naungan batu yang
besar di tanah yang tandus, gunung batu yang di atasnya aku
membangun pengharapanku,” (ay. 3). Apa pun kekuatan dan
penopangku, Allah gunung batukulah yang membuatnya demikian.
Bahkan, Ia yaitu Allah gunung batu keselamatanku (ay. 47):
kekuatanku yang menyelamatkan ada di dalam Dia dan dari Dia.
Daud sering kali bersembunyi di dalam gunung batu (1Sam.
24:3), namun Allah yaitu tempat persembunyiannya yang utama.
“Ia yaitu kubu pertahananku, yang di dalamnya aku aman dan
merasa demikian. Ia menaraku yang tinggi, atau kota bentengku,
yang di dalamya aku berada di luar jangkauan kejahatan yang
nyata. Ia menara keselamatan (ay. 51, KJV), yang tidak akan per-
nah dapat dikepung atau digempur, ataupun diruntuhkan. Kese-
lamatan itu sendiri menyelamatkanku. Adakah aku sedang ber-
ada dalam kesusahan? Ia yaitu pembebasku. Adakah aku di-
hantam atau diserang? Ia yaitu perisaiku. Adakah aku dikejar?
Ia yaitu tempat pelarianku. Adakah aku tertindas? Ia yaitu
Juruselamatku, yang menyelamatkanku dari tangan orang-orang
yang ingin menghancurkanku. Bahkan, Ia yaitu tanduk kesela-
matanku, yang olehnya aku dilindungi dengan kuat, dan musuh-
musuhku dihalau dengan kuat pula.” Kristus dikatakan seba-
gai tanduk keselamatan di dalam keturunan Daud (Luk. 1:69).
“Adakah aku berbeban berat dan akan segera tenggelam? TUHAN
yaitu sandaran bagiku (ay. 19), yang menopang aku. Adakah
aku berada di dalam gelap, kemalaman, dan tersesat? Engkaulah
pelitaku, ya TUHAN! Engkau akan menunjukkan jalanku, dan
menghalau kegelapanku,” (ay. 29). jika kita dengan sungguh-
sungguh menjadikan TUHAN sebagai Allah kita, maka Ia akan
menjadi semuanya ini, dan masih banyak lagi, bagi kita, semua
yang kita butuhkan dan dapat kita inginkan.
III. Bagaimana Daud memanfaatkan perkenanan yang diperolehnya
pada Allah. Jika Dia menjadi milikku,
1. Kepada Dialah aku akan percaya (ay. 3, KJV), yaitu, “Aku akan
menyerahkan diriku kepada bimbingan-Nya dan kemudian
bergantung pada kuasa, hikmat, dan kebaikan-Nya, untuk
memimpin aku dengan baik.”
2. Kepada-Nya aku akan berseru, sebab Dia layak dipuji (ay. 4,
KJV). Sesuatu yang layak dipuji yang kita dapati di dalam Allah
haruslah mendorong kita untuk berdoa kepada-Nya dan me-
muliakan-Nya.
3. Aku mau menyanyikan syukur bagi-Nya (ay. 50), dan menya-
nyikannya di hadapan semua orang. Pada waktu Daud berada
di antara orang-orang kafir, dia tidak akan takut ataupun
malu untuk mengakui kewajiban-kewajibannya kepada Allah
Israel.
IV. Cerita yang lengkap dan panjang lebar disimpan Daud bagi diri-
nya sendiri, sementara kepada orang lain ia menceritakan per-
kara-perkara besar dan baik yang telah dilakukan Allah baginya.
Hal ini menghabiskan sebagian besar dari nyanyian pujian ini. Ia
memuliakan Allah atas segala kelepasan dan keberhasilannya,
dengan menunjukkan baik bahaya-bahaya yang darinya ia telah
dilepaskan maupun kekuasaan yang kepadanya ia telah diangkat.
1. Daud mengagungkan keselamatan-keselamatan besar yang
telah dikerjakan Allah baginya. Allah kadang-kadang mem-
bawa umat-Nya ke dalam berbagai kesukaran dan bahaya
yang sangat besar, supaya Ia memperoleh kehormatan dengan
menyelamatkan mereka dan supaya mereka beroleh penghi-
buran dengan diselamatkan oleh-Nya. Daud mengakui, Eng-
kau menyelamatkan aku dari kekerasan (ay. 3), dari pada mu-
suhku (ay. 4), dari musuhku yang gagah, maksudnya Saul,
yang akan menjadi terlalu tangguh baginya seandainya Allah
tidak menolongnya (ay. 18). Engkau telah memberiku perisai
keselamatan-Mu (ay. 36). Untuk mengagungkan keselamatan
itu, Daud mencermati,
(1) Bahwa dirinya telah dilepaskan dari bahaya dan ancaman
yang sangat besar. Orang bangkit melawan dia (ay. 40, 49),
yang membencinya (ay. 41), seorang penindas (ay. 49, KJV)
yaitu Saul, yang penuh kebencian dalam rancangan-ran-
cangannya melawan dia dan gigih dalam mengejarnya. Hal
ini diungkapkan secara kiasan (ay. 5-6). Ia dikelilingi oleh
kematian dari segala sisi, terancam akan kewalahan, dan
tidak melihat jalan keluar. Begitu deras gelora-gelora maut
menerjangnya, begitu kuat tali dan perangkap maut mem-
belit dirinya, sehingga dia tidak dapat menolong dirinya
sendiri, sama halnya seperti seorang yang berada di dalam
kuburan. Banjir Belial, si jahanam itu, dan antek-anteknya
yang jahanam, membuatnya takut. Ia gemetar melihat
bukan hanya bumi, melainkan juga maut dan dunia orang
mati mengangkat senjata melawan dirinya.
(2) Bahwa kelepasan Daud yaitu sebuah jawaban doa (ay. 7).
Ia di sini telah meninggalkan kepada kita sebuah teladan
yang baik, saat kita berada di dalam kesesakan, untuk
berseru kepada Allah dengan permohonan yang tak putus-
putusnya, seperti anak-anak yang ketakutan berseru ke-
pada orangtua mereka. Ia juga telah memberi kita dorong-
an yang besar untuk berbuat demikian, sebab dia men-
dapati Allah siap menjawab doa dari bait-Nya di sorga, di
mana Ia senantiasa dilayani dan dipuja.
(3) Bahwa Allah telah menampakkan diri secara istimewa dan
luar biasa bagi dia dan melawan musuh-musuhnya. Ung-
kapan-ungkapan ini dipinjam dari turunnya keagungan
ilahi di atas gunung Sinai (ay. 8-9, dst.). Kita tidak mene-
mukan bahwa di dalam pertempuran-pertempuran Daud,
Allah berperang baginya dengan guntur seperti pada zaman
Samuel, atau dengan hujan es seperti pada zaman Yosua,
atau dengan bintang-bintang dari peredarannya seperti
pada zaman Debora. namun kiasan-kiasan yang luhur ini
dipakai,
[1] Untuk menggambarkan kemuliaan Allah, yang dinyata-
kan dalam kelepasan Daud. Hikmat dan kuasa Allah,
kebaikan dan kesetiaan-Nya, keadilan dan kekudusan-
Nya, dan pemerintahan-Nya yang berdaulat atas semua
makhluk ciptaan dan segala rancangan manusia, yang
tampil demi Daud, menyingkapkan kemuliaan Allah ke-
pada mata iman dengan cara yang sama jelas dan te-
rangnya seperti perantaraan mujizat bagi mata inderawi.
[2] Untuk menggambarkan murka Allah terhadap musuh-
musuh Daud, sebab Allah begitu mendukung kepen-
tingannya sehingga Ia memperlihatkan diri-Nya sebagai
musuh bagi semua musuhnya. Kemarahan-Nya digam-
barkan dengan asap yang membubung dari hidung-Nya,
api yang menjilat keluar dari mulut-Nya (ay. 9), bara api
yang menyala (ay. 13), dan panah-panah (ay. 15). Siapa-
kah yang mengenal kekuatan dan kengerian murka-Nya?
[3] Untuk menggambarkan kekacauan luar biasa yang di-
alami musuh-musuh Daud, dan kekejutan yang menim-
pa mereka. Seakan-akan bumi bergoncang dan alas-
alas dunia tersingkap (ay. 8, 16). Siapakah yang dapat
tahan di hadapan Allah saat Ia murka?
[4] Untuk menunjukkan betapa Allah siap untuk menolong
Daud: Ia mengendarai kerub, lalu terbang (ay. 11). Allah
bergegas untuk menolongnya, dan datang kepadanya
dengan memberikan kelegaan yang tepat pada waktu-
nya, meskipun Ia tampak ada di kejauhan. Namun
demikian, Ia yaitu Allah yang menyembunyikan diri
(Yes. 45:15), sebab Ia membuat kegelapan di sekeliling-
Nya menjadi pondok-Nya (ay. 12), untuk membuat ter-
cengang musuh-musuh-Nya dan melindungi umat-Nya
sendiri.
(4) Bahwa Allah menyatakan perkenanan dan kebaikan-Nya
secara khusus kepada Daud dalam kelepasan-kelepasan ini
(ay. 20): Ia menyelamatkan aku, sebab Ia berkenan kepa-
daku. Kelepasan itu datang bukan dari penyelenggaraan
ilahi secara umum, melainkan dari kasih di dalam koven-
an. Dalam hal ini Daud diperlakukan sebagai orang kesa-
yangan. Demikianlah yang dipahami Daud melalui anuge-
rah dan penghiburan ilahi yang disampaikan kepada jiwa-
nya dengan semua kelepasan ini, dan persekutuan yang
dimilikinya dengan Allah di dalamnya. Dalam hal ini Daud
merupakan perlambang akan Kristus, yang dipegang oleh
Allah sebab Ia berkenan kepada-Nya (Yes. 42:1-2).
2. Daud mengagungkan keberhasilan luar biasa yang telah di-
mahkotakan Allah kepadanya. Allah tidak hanya menjaga-nya,
namun juga membuatnya berhasil. Daud diberkati,
(1) Dengan kebebasan dan kelapangan. Ia dibawa ke tempat la-
pang (ay. 20), di mana dia mempunyai ruang untuk ber-
kembang, dan langkahnya diberikan tempat lapang, agar
dia mempunyai ruang untuk bergerak (ay. 37), sebab tidak
lagi terdesak dan terkurung.
(2) Dengan keahlian berperang, kekuatan, dan ketangkasan.
Meskipun dibesarkan dengan memegang tongkat gembala,
dia dilatih dengan baik dalam seni perang dan diperleng-
kapi untuk menghadapi medan yang keras dan bahaya
perang. Allah, sebab telah memanggilnya untuk bertem-
pur bagi-Nya, melengkapi dan melayakkannya untuk mela-
kukan tugas itu. Allah telah membuatnya sangat terampil
(Ia mengajar tanganku berperang, ay. 35. Dan keterampilan
ini sama baiknya seperti kekuatan, sebab dikatakan selan-
jutnya, “sehingga lenganku dapat melengkungkan busur
tembaga,” bukan dengan kekuatan biasa melainkan terle-
bih dengan ketangkasan). Allah juga telah membuatnya
sangat kuat dan gagah berani. Engkau telah mengikat ping-
gangku dengan keperkasaan untuk berperang (ay. 40). Ia
memuliakan Allah atas segala keberanian dan kemam-
puannya untuk melakukan tugas itu. Allah telah membuat-
nya dapat bergerak dengan sangat cepat: Ia membuat kaki-
ku seperti kaki rusa dan membuat aku berdiri di bukit (ay.
34), yang sangat menguntungkan saat hendak menye-
rang ataupun mundur.
(3) Dengan kemenangan atas musuh-musuhnya, bukan hanya
atas Saul dan Absalom, melainkan juga atas orang Filistin,
orang Moab, bani Amon, orang Aram, dan bangsa-bangsa
lain di sekelilingnya, yang telah ditaklukkannya dan di-
buatnya membayar upeti kepada Israel. Kemenangan-
kemenangannya yang menakjubkan digambarkan di sini
(ay. 38-43). Itu yaitu kemenangan-kemenangan yang ce-
pat dan tuntas, Aku tidak berbalik sebelum mereka kuhabis-
kan (ay. 38). Musuh-musuh Israel diremukkan, dipunahkan,
dihabisi, rebah di bawah kakinya, diinjak-injak, dibuat tidak
sanggup untuk bangkit, dan leher mereka diserahkan pada
belas kasihannya. Mereka berteriak kepada langit dan bumi
untuk meminta tolong, namun sia-sia. Tidak ada yang
menyelamatkan, tidak ada yang berani tampil untuk meno-
long mereka. Allah tidak menjawab mereka, sebab mereka
tidak berada di pihak-Nya, tidak pula mereka berseru ke-
pada-Nya sampai keadaan mereka sudah menjadi sangat
parah. sebab ditinggalkan seperti itu, maka mereka men-
jadi mangsa yang empuk bagi pedang Daud yang adil dan
berjaya, sehingga dia menggiling mereka halus-halus seperti
debu tanah, yang diserakkan oleh angin dan diinjak-injak
oleh kaki semua orang.
(4) Dengan diangkat kepada kehormatan dan kekuasaan.
Untuk hal inilah Daud diurapi sebelum kesusahannya di-
mulai, dan pada akhirnya, post tot discrimina rerum – sesu-
dah semua bahaya dan malapetaka yang menimpanya, dia
memperoleh kemenangan. Allah membuat jalannya rata (ay.
33), memberinya keberhasilan dalam semua usahanya, dan
membuatnya berdiri di bukit (ay. 34), yang menyatakan baik
keamanan maupun martabat. Kelembutan Allah, anugerah
dan kasih setia-Nya, telah membuatnya besar (ay. 36),
memberinya harta berlimpah, dan wewenang yang besar,
serta nama seperti yang dimiliki oleh para pembesar di
bumi. Ia dipelihara untuk menjadi kepala bangsa-bangsa
bukan Yahudi (ay. 44). Segala pemeliharaan istimewa ter-
hadapnya menunjukkan bahwa dia dirancang dan dijaga
untuk sesuatu yang besar, yaitu untuk memerintah atas
seluruh Israel, kendati dengan adanya perbantahan bang-
sanya, sehingga mereka yang tidak dikenalnya menjadi
hambanya, yaitu banyak bangsa yang berada di tempat
yang sangat jauh. Dengan demikian, dia telah ditinggi-
kan, sampai setinggi takhta, mengatasi mereka yang bang-
kit melawannya (ay. 49).
V. Renungan-renungan menghibur yang dibuat Daud tentang kelu-
rusan hatinya sendiri, yang telah diakui dan disaksikan Allah
dengan penuh rahmat melalui semua kelepasan yang menakjub-
kan itu (ay. 21-25). Yang terutama dimaksudkan Daud yaitu
kelurusan hatinya dalam kaitannya dengan Saul dan Isyboset,
Absalom dan Seba, serta orang-orang yang menentangnya naik
takhta atau berusaha menggulingkannya dari takhta. Mereka
memberikan tuduhan palsu kepadanya dan menjelek-jelekkan
dia, namun hati nuraninya bersaksi baginya bahwa dia bukanlah
seorang yang terdorong hasrat untuk berkuasa, seorang yang
penuh kepalsuan dan berlumuran darah, sebagaimana mereka
menyebutnya. Bahwa dia tidak pernah mengambil tindakan yang
sembunyi-sembunyi dan melawan hukum untuk mengamankan
atau mengangkat dirinya sendiri. Sebaliknya, dalam seluruh peri-
lakunya ia tetap menjalankan kewajibannya. Dan bahwa dalam
seluruh tindak tanduknya, untuk sebagian besar, ia menghayati
agama dengan penuh kesungguhan, sehingga dia dapat menerima
perkenanan-perkenanan Allah kepadanya sebagai upah atas
kebajikannya, bukan sebab utang, melainkan sebab anugerah.
Allah telah mengganjarnya, bukan sebab kebajikannya, seakan-
akan kebajikan itu merupakan jasa yang pantut mendapat imbal-
an dari tangan Allah, melainkan sesuai dengan kebajikannya,
yang sangat berkenan pada Allah dan yang kepadanya mata-Nya
tertuju. Hati nurani Daud bersaksi baginya,
1. Bahwa Daud telah menjadikan firman Allah sebagai pedoman
hidupnya, dan tetap berpegang padanya (ay. 23). Di mana pun
dia berada, segala hukum Allah ada di depannya sebagai pem-
bimbingnya. Ke mana pun dia pergi, dia selalu membawa serta
agamanya. Dan walaupun dia dipaksa untuk meninggalkan
negerinya, dan seolah-olah diusir untuk beribadah kepada
allah-allah lain, namun berkenaan dengan ketetapan-ketetap-
an Allah, dia tidak menyimpang darinya, namun tetap berpe-
gang pada jalan Tuhan dan berjalan di dalamnya.
2. Bahwa Daud dengan hati-hati telah menghindari jalan pintas
dosa. Ia tidak menjauhkan diri dari Allahnya seperti orang
fasik. Ia tidak bisa tidak berkata bahwa dia memang telah
mengambil langkah yang salah, namun dia tidak meninggal-
kan Allah, atau lari dari jalan-Nya. Daud tidak dapat menyata-
kan dirinya terbebas dari dosa-dosa yang diperbuat sebab
kelemahan, namun anugerah Allah telah menjaganya dari dosa-
dosa yang diperbuat sebab kelancangan. Sekalipun begitu,
ada kalanya ia menjauhkan diri dari Allahnya sebab lemah.
Melalui hal inilah tampak bahwa dia berlaku tidak bercela di
hadapan Allah, atau kepada Allah, dalam pandangan-Nya, dan
dengan mata yang tertuju kepada-Nya, yaitu bahwa dia men-
jaga diri terhadap kesalahan, bukan hanya dari dosa khusus
dengan membunuh Saul saat ia berkuasa melakukannya,
melainkan juga, secara umum, dia takut akan dosa dan
berjaga-jaga terhadapnya, serta berkata dan berbuat berdasar-
kan tuntunan hati nuraninya. Perkara Uria yaitu sebuah
pengecualian (1Raj. 15:5), seperti perkara yang menjadi penge-
cualian dalam tabiat raja Hizkia (2Taw. 32:31). Perhatikanlah,
menjaga diri dengan hati-hati terhadap kesalahan yaitu
salah satu bukti terbaik dari kelurusan hati kita. Dan jika
hati nurani kita bersaksi bagi kita bahwa kita telah berbuat
benar, maka itu akan menjadi sukacita yang begitu besar
hingga tidak hanya akan mengurangi kesedihan atas suatu
penderitaan, namun juga menambah penghiburan atas suatu
kemujuran. Daud merenungkan kemenangan-kemenangannya
atas kesalahannya sendiri dengan penghiburan yang lebih be-
sar daripada ia merenungkan penaklukannya atas Goliat dan
seluruh tentara Filistin yang tidak bersunat. Dan kesaksian
hatinya sendiri atas perilakunya yang tidak bercela merupakan
nada yang lebih manis, walaupun tanpa suara, daripada nada
orang-orang yang bernyanyi, Daud telah mengalahkan musuh
berlaksa-laksa. jika seorang yang besar yaitu juga se-
orang yang baik, maka kebaikannya akan jauh lebih memuas-
kan dirinya daripada kebesarannya. Hendaklah kebaikan di-
tunjukkan kepada orang yang berlaku tidak bercela, maka
perilakunya yang tidak bercela itu akan mempermanis kebaik-
an itu, akan membuat kebaikan itu berlipat ganda.
VI. Berbagai pengharapan yang menghibur yang dimiliki Daud akan
perkenanan Allah lebih lanjut. Sama seperti dia menoleh ke
belakang dengan hati yang senang, demikian pula halnya saat
dia menatap ke depan. Dan ia meyakinkan dirinya sendiri akan
kebaikan yang disediakan Allah bagi semua orang kudus, bagi
dirinya sendiri dan juga bagi keturunannya.
1. Bagi semua orang baik (ay. 26-28). Sama seperti Allah telah
beperkara dengannya menurut perilakunya yang tidak bercela,
demikian pula Ia akan beperkara dengan semua orang lain.
Daud mengambil kesempatan di sini untuk meletakkan atur-
an-aturan yang sudah ditetapkan tentang cara Allah berurus-
an dengan anak-anak manusia:
(1) Bahwa Allah akan berlaku baik kepada orang-orang yang
hatinya tidak bercela. Sebagaimana perlakuan kita terha-
dap Allah, demikian pula Ia akan berlaku terhadap kita.
[1] Belas kasih dan anugerah Allah akan menjadi sukacita
bagi orang-orang yang pemurah dan penyayang. Bah-
kan orang yang pemurah membutuhkan kemurahan,
dan mereka akan memperolehnya.
[2] Tindakan Allah yang tidak bercela, keadilan, dan kese-
tiaan-Nya, akan menjadi sukacita bagi orang-orang yang
berlaku tidak bercela, adil, dan setia, baik terhadap
Allah maupun terhadap sesama manusia.
[3] Kemurnian dan kekudusan Allah akan menjadi sukacita
bagi orang-orang yang murni dan kudus, yang sebab -
nya akan mengucap syukur pada waktu mereka meng-
ingatnya. Dan, jika di antara orang-orang yang baik ini
ada yang tertindas, maka Allah akan menyelamatkan
mereka, entah dari kesengsaraan mereka, atau melalui
dan sesudah kesengsaraan itu. Sebaliknya,
(2) Bahwa orang-orang yang menyimpang ke jalan yang beng-
kok akan dienyahkan-Nya bersama-sama orang-orang yang
melakukan kejahatan, seperti yang dikatakan Daud dalam
mazmur lain. Terhadap orang yang bengkok Ia akan ber-
laku belat-belit. Dan orang-orang yang diperlakukan dengan
belat-belit oleh Allah pasti akan digagalkan. Celakalah
orang yang berbantah dengan Pembentuknya! Allah akan
menentang orang-orang yang berjalan menentang-Nya, dan
tidak senang dengan mereka yang tidak senang dengan-
Nya. Adapun orang-orang yang tinggi hati, mata-Nya mela-
wan mereka, seolah-olah menandai mereka, untuk dijatuh-
kan. Sebab Ia menentang orang yang congkak.
2. Bagi dirinya sendiri. Daud sudah dapat melihat bahwa penak-
lukan dan kerajaannya akan masih diperluas lagi (ay. 45-46).
Bahkan orang-orang asing, yang akan mendengar berita keme-
nangannya dan tanda-tanda kehadiran Allah bersamanya,
akan diliputi ketakutan akan dia, akan dipaksa tunduk kepa-
danya, meskipun dengan berpura-pura, dan akan menjadi taat
kepadanya. Keberhasilan-keberhasilan yang telah dia peroleh
di pandangnya sebagai tanda akan keberhasilan yang lebih
banyak lagi dan sarana untuk mencapai keberhasilan yang
lebih besar lagi. Siapakah yang berani melawan dia yang telah
mengalahkan begitu banyak musuh? Demikian pula halnya,
Anak Daud maju sebagai pemenang untuk merebut kemenang-
an (Why. 6:2). Injil-Nya, yang telah menang, makin lama akan
makin menang.
3. Bagi keturunannya: Allah menunjukkan kasih setia kepada
orang yang diurapi-Nya (ay. 51), bukan hanya kepada Daud
sendiri, melainkan juga kepada keturunannya untuk selama-
nya. Daud sendiri yaitu orang yang diurapi Allah, bukan
seorang perebut kekuasaan, melainkan dipanggil sebagaimana
mestinya untuk memerintah dan dilayakkan untuk tugas itu.
Oleh sebab itu, dia tidak ragu bahwa Allah akan menunjuk-
kan belas kasih-Nya kepada dia, kasih setia yang telah dijanji-
kan-Nya tidak akan diambil daripadanya ataupun daripada
keturunannya (7:15-16). Kepada janji itulah Daud berpegang,
dengan mata yang tertuju kepada Kristus, yang merupakan
satu-satunya keturunannya untuk selamanya, yang takhta
dan kerajaan-Nya terus ada, dan akan tetap ada sampai sela-
manya, sedangkan keturunan dan keluarga Daud sudah lama
punah sejak saat itu (lih. Mzm. 89:29-30). Demikianlah segala
sukacita dan pengharapannya berpuncak pada sang Penebus
yang agung, dan begitu pula seharusnya dengan segala suka-
cita dan pengharapan kita.
PASAL 23
ekarang sang penulis kitab ini mendekati penghujung dari peme-
rintahan Daud, dan oleh sebab itu di sini ia memberi kita pen-
jelasan,
I. Perihal beberapa perkataan terakhir Daud, yang diucapkan-
nya melalui ilham ilahi, dan yang tampak merujuk kepada
keturunannya yang akan tetap ada untuk selama-lamanya,
yang dibicarakan pada bagian akhir pasal sebelumnya (ay. 1-
7).
II. Perihal para pahlawan, terutama para prajurit, yang bekerja
di bawah pimpinan Daud, tiga perwira pertama (ay. 8-17),
dua dari tiga perwira berikutnya (ay. 18-23), dan kemudian
ketiga puluh perwira (ay. 24-39).
Perkataan Terakhir Daud
(23:1-7)
1 Inilah perkataan Daud yang terakhir: “Tutur kata Daud bin Isai dan tutur
kata orang yang diangkat tinggi, orang yang diurapi Allah Yakub, pemazmur
yang disenangi di Israel: 2 Roh TUHAN berbicara dengan perantaraanku, fir-
man-Nya ada di lidahku; 3 Allah Israel berfirman, gunung batu Israel berkata
kepadaku: jika seorang memerintah manusia dengan adil, memerintah
dengan takut akan Allah, 4 ia bersinar seperti fajar di waktu pagi, pagi yang
tidak berawan, yang sesudah hujan membuat berkilauan rumput muda di
tanah. 5 Bukankah seperti itu keluargaku di hadapan Allah? Sebab Ia mene-
gakkan bagiku suatu perjanjian kekal, teratur dalam segala-galanya dan
terjamin. Sebab segala keselamatanku dan segala kesukaanku bukankah Dia
yang menumbuhkannya? 6 namun orang-orang yang dursila mereka semua-
nya seperti duri yang dihamburkan; sesungguhnya, mereka tidak terpegang
oleh tangan: 7 tidak ada orang yang dapat mengusik mereka, kecuali dengan
sebatang besi atau gagang tombak, dan dengan api mereka dibakar habis!”
Dalam perikop ini kita mendapati surat wasiat raja Daud, atau pesan
tambahan yang dilampirkan padanya, sesudah ia menyerahkan mah-
kota kerajaan kepada Salomo, dan juga harta bendanya kepada Bait
Suci yang akan dibangun. Perkataan terakhir orang-orang besar dan
baik dianggap layak dibicarakan dan diingat secara khusus. Daud
ingin agar perkataan terakhirnya itu diperhatikan, dan ia menambah-
kannya ke dalam kumpulan mazmurnya (seperti di sini perkataan itu
ditambahkan kepada mazmur dalam pasal sebelumnya), atau ke
dalam riwayat-riwayat pemerintahannya. Terutama perkataan dalam
ayat 5, meskipun sudah dicatat sebelumnya, dapat kita duga sering
kali diulanginya untuk menghibur diri, bahkan sampai ia mengem-
buskan napas terakhir. Itulah sebabnya kata-kata itu disebut per-
kataan Daud yang terakhir. saat kita mendapati ajal sudah dekat,
kita harus berusaha menghormati Allah dan juga membangun iman
orang-orang di sekitar kita dengan kata-kata terakhir kita. Hendaklah
orang-orang yang sudah lama mengalami kebaikan Allah dan
keindahan hikmat, saat menjelang akhir perjalanan hidup mereka,
meninggalkan sebuah catatan perihal pengalaman mereka itu dan
memberikan kesaksian akan kebenaran janji ilahi. Kita memiliki
catatan tentang perkataan terakhir Yakub dan Musa, dan di sini per-
kataan terakhir Daud, yang dirancang, seperti perkataan terakhir
Yakub dan Musa, untuk menjadi warisan bagi orang-orang yang
ditinggalkan. Di sini kita diberi tahu,
I. Surat wasiat siapa yang kita baca di sini. Wasiat ini disampaikan
entah, seperti biasa, oleh penulis surat wasiat itu sendiri, atau
lebih tepatnya oleh sang penulis kitab ini (ay. 1). Pemilik surat
wasiat itu digambarkan,
1. Melalui kehinaan asal usulnya: Ia yaitu Daud bin Isai. Sung-
guh baik bagi orang-orang yang diangkat menjadi batu pen-
juru dan batu bubungan untuk diingatkan kembali, dan sering
mengingatkan diri mereka sendiri, akan gunung batu yang dari
padanya mereka terpahat.
2. Sampai setinggi apa Daud diangkat: Ia diangkat tinggi, sebagai
orang yang diperkenan Allah, dan dimaksudkan untuk men-
jadi sesuatu yang besar, diangkat sebagai raja, untuk duduk
lebih tinggi daripada sesamanya, dan sebagai nabi, untuk
melihat jauh ke depan. Sebab,
(1) Daud yaitu orang yang diurapi Allah Yakub, dan dengan
demikian berguna bagi umat Allah dalam kepentingan-ke-
pentingan mereka sebagai warga, dalam melindungi negeri
mereka, dan dalam menegakkan keadilan di antara mere-
ka.
(2) Daud yaitu pemazmur yang disenangi di Israel, dan dengan
demikian berguna bagi mereka dalam kegiatan-kegiatan
ibadah mereka. Ia menulis mazmur, menggubah nadanya,
serta menentukan baik para biduan maupun alat-alat mu-
siknya, yang melaluinya orang-orang baik sangat terdorong
dan tergugah untuk beribadah. Perhatikanlah, melantunkan
mazmur yaitu ketetapan ibadah yang manis, sangat me-
nyenangkan bagi orang-orang yang bersuka dalam memuji
Allah. Menjadi seorang pemazmur dihitung di antara kehor-
matan-kehormatan yang kepadanya Daud diangkat. Dalam
menjadi pemazmur, ia merupakan seorang yang sama
besarnya seperti dalam menjadi orang yang diurapi Allah
Yakub. Perhatikanlah, kedudukan kita sungguh-sungguh
diangkat jika kita berguna bagi jemaat dalam kegiatan-
kegiatan ibadah, dan berperan dalam memajukan pekerja-
an yang terberkati itu, yaitu berdoa dan memuji Tuhan.
Cermatilah, adakah Daud seorang raja? Demikianlah ia
bagi Yakub. Adakah ia seorang pemazmur? Demikianlah ia
bagi Israel. Perhatikanlah, tugas dipercayakan oleh Roh
kepada setiap orang supaya mereka bisa bermanfaat. Oleh
sebab itu, layanilah seorang akan yang lain, sesuai de-
ngan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang.
II. Apa isi pokok surat wasiat itu. Isinya merupakan penjelasan ten-
tang persekutuan Daud dengan Allah. Amatilah,
1. Apa yang dikatakan Allah kepadanya, baik untuk membim-
bingnya maupun untuk membesarkan hatinya sebagai seorang
raja, dan, dengan cara serupa, untuk dapat digunakan oleh
para penerusnya. Orang-orang saleh merasa senang mere-
nungkan apa yang telah mereka dengar dari Allah, mengingat-
ingat perkataan-Nya, dan memikirkannya dalam benak mere-
ka. Demikianlah, apa yang diucapkan Allah satu kali, dide-
ngarkan Daud dua kali, bahkan sering kali. Lihatlah di sini,
(1) Siapa yang berbicara: Roh TUHAN, Allah Israel, dan gunung
batu Israel, yang menurut sebagian penfasir merupakan
isyarat perihal ketritunggalan pribadi di dalam Allah. Yaitu,
Sang Bapa sebagai Allah Israel, Sang Anak sebagai gunung
batu Israel, dan Roh TUHAN yang berasal dari Allah Bapa
dan Allah Anak, yang berbicara melalui para nabi, dan khu-
susnya melalui Daud, yang firman-Nya tidak saja berada di
dalam hatinya, namun juga di lidahnya, demi kebaikan
orang lain. Di sini Daud menyatakan ilham ilahi yang dite-
rimanya, bahwa di dalam mazmur-mazmurnya, dan dalam
gubahan mazmur ini, Roh TUHAN berbicara dengan peran-
taraannya. Daud, dan orang-orang kudus lain, berbicara
serta menulis oleh dorongan Roh Kudus. Hal ini memberi-
kan kehormatan atas Kitab Mazmur, dan membuatnya
layak kita gunakan dalam ibadah-ibadah kita, yaitu bahwa
mazmur-mazmur itu merupakan perkataan yang diajarkan
Roh Kudus.
(2) Apa yang dikatakan. Di sini tampak dibedakan antara apa
yang dikatakah Roh Allah melalui Daud, termasuk semua
mazmurnya, dan apa yang dikatakan gunung batu Israel
kepada Daud, yang menyangkut dirinya sendiri dan keluar-
ganya. Hendaklah hamba-hamba Tuhan mencamkan bah-
wa orang-orang yang dipakai Allah untuk berbicara kepada
orang lain berkepentingan untuk mendengarkan dan mem-
perhatikan apa yang dikatakan-Nya kepada diri mereka
sendiri. Orang-orang yang bertugas mengajarkan kewajiban
kepada orang lain, harus memastikan bahwa mereka ber-
usaha melakukan kewajiban mereka sendiri. Nah, apa yang
dikatakan di sini (ay. 3-4), dapat dipandang,
[1] Sebagai perkataan yang diterapkan kepada Daud, dan
keluarga kerajaannya. Dan dengan begitu di sini kita
mendapati, pertama, kewajiban yang diperintahkan ke-
pada para pejabat pemerintah. jika seorang raja
diajak berbicara oleh Allah, maka raja itu tidak akan
dipuji sebab martabatnya yang tinggi dan kekuasaan-
nya yang besar, namun akan diberi tahu tentang kewajib-
annya. “Keharusan yaitu bagi seorang raja,” kita ber-
kata. Di sini ada sebuah keharusan bagi sang raja: ia
harus memerintah manusia dengan adil, memerintah
dengan takut akan Allah. Begitu jugalah yang harus
diperbuat oleh semua pejabat pemerintah yang ada di
bawah, menurut kedudukan mereka masing-masing.
Hendaklah para penguasa ingat bahwa mereka meme-
rintah atas manusia, bukan atas hewan yang dapat
mereka perbudak dan perlakukan dengan sesuka hati,
melainkan atas makhluk berakal yang sederajat dengan
mereka sendiri. Mereka memerintah atas manusia de-
ngan segala kebodohan dan kelemahannya, dan oleh
sebab itu harus menanggungnya dengan sabar. Mere-
ka memerintah atas manusia, namun di bawah Allah,
dan bagi Dia. Oleh sebab itu,
1. Para penguasa harus bersikap adil, baik terhadap
orang-orang yang mereka perintah, dengan memberi
orang-orang itu hak dan milik mereka, maupun di
antara orang-orang yang mereka perintah, dengan
menggunakan kekuasaan mereka untuk membela
pihak yang dirugikan dan melawan pihak yang me-
rugikan (lih. Ul. 1:16-17). Tidak berbuat jahat saja
belumlah cukup, mereka juga tidak boleh membiar-
kan kejahatan diperbuat.
2. Para penguasa harus memerintah dengan takut akan
Allah. Artinya, mereka sendiri harus dipenuhi rasa
takut akan Allah, sehingga mereka akan sepenuhnya
dikendalikan dari segala perbuatan yang tidak adil
dan menindas. Nehemia dipenuhi rasa takut akan
Allah (Neh. 5:15), namun aku tidak berbuat demikian
sebab takut akan Allah, dan begitu pula Yusuf (Kej.
43:18). Para penguasa juga harus berusaha menum-
buhkan rasa takut akan Allah, yaitu menjalankan
perintah agama, di antara orang-orang yang mereka
perintah. Pejabat pemerintahan harus memelihara
hukum-hukum yang ada pada kedua loh batu, dan
melindungi kesalehan maupun kejujuran. Kedua, ke-
sejahteraan dijanjikan kepada mereka jika mereka
taat melakukan kewajiban ini. Orang yang meme-
rintah dengan takut akan Allah akan bersinar seperti
fajar di waktu pagi (ay. 3-4). Sinar itu menghibur dan
menyenangkan, dan orang yang melakukan kewajib-
annya akan mendapat penghiburan darinya. Suka-
citanya akan menjadi kesaksian hati nuraninya.
Sinar itu terang, dan raja yang baik akan bersinar
dengan terang. Keadilan dan kesalehannya akan
menjadi kehormatannya. Sinar yaitu berkat, dan
tidak ada berkat yang lebih besar dan lebih luas bagi
orang banyak daripada raja-raja yang memerintah
dengan takut akan Allah. Sama seperti fajar di waktu
pagi disambut dengan sangat baik sesudah kegelap-
an malam berlalu, demikian pula pemerintahan
Daud disambut sesudah pemerintahan Saul (Mzm.
75:4, KJV). Pemerintahan Daud makin lama makin
maju, bersinar semakin terang menjelang siang hari.
Demikianlah kemilau yang semakin bercahaya dari
pemerintahan yang baik. Pemerintahan ini juga
diumpamakan seperti rumput muda, yang tumbuh
dari tanah untuk kebutuhan manusia. Bersama
rumput muda itu datang juga tuaian berkat, yang
juga merupakan sebagian dari perkataan terakhir
Daud, dan sepertinya merujuk kepada perkataan
yang tercatat di sini (lih. Mzm. 72:6, 16).
[2] Apa yang dikatakan Daud di sini dapat dipandang seba-
gai perkataan yang diterapkan kepada Kristus, Anak
Daud, dan dengan demikian semua perkataan itu harus
dipandang sebagai nubuatan, dan bahasa aslinya pun
mendukung pandangan ini: Akan ada seorang penguasa
di antara manusia, atau atas manusia, yang akan
berlaku adil, dan akan memerintah dengan takut akan
Allah. Artinya, Ia akan mengatur perkara-perkara aga-
ma dan ibadah terhadap yang ilahi sesuai kehendak
Bapa-Nya. Ia akan menjadi seperti fajar di waktu pagi,
dan seterusnya, sebab Ia yaitu terang dunia, dan
seperti rumput muda, sebab Ia yaitu tunas yang ditum-
buhkan TUHAN, dan hasil tanah (Yes. 11:1-5; 32:1-2;
Mzm. 72:2). Allah, melalui Roh-Nya, memberi Daud
penglihatan mengenai hal ini, untuk menghiburnya di
tengah banyak malapetaka yang menimpa keluarganya,
dan pemandangan menyedihkan yang dilihatnya akan
kemerosotan keturunannya.
2. Bagaimana Daud menjadikan perkataan Allah kepadanya ini
sebagai penghiburan baginya, dan bagaimana ia menanggapi
perkataan itu dengan renungan-renungan yang penuh kesa-
lehan (ay. 5). Renungan itu hampir sama dengan renungannya
pada saat ia menerima pesan serupa (7:18, dst.). Perkataan
yang diucapkan sebelumnya disampaikan oleh gunung batu
Israel kepada Daud, sementara perkataan ini disampaikan
oleh Roh Allah melalui dia, dan perkataan itu merupakan
pengakuan terdalam akan iman dan pengharapannya pada
kovenan kekal. Di sini kita mendapati,
(1) Masalah yang diperkirakan akan datang: Walaupun keluar-
gaku tidak seperti itu di hadapan Allah, dan walapun Dia
tidak menumbuhkannya. Perilaku keluarga Daud terhadap
Allah tidaklah sebagaimana yang digambarkan (ay. 3-4,
KJV), dan tidak seperti yang diharapkannya, tidak sebaik
itu, tidak sebahagia itu. Keluarganya tidak demikian sela-
ma ia hidup. Ia sudah dapat melihat bahwa keluarganya
tidak akan demikian sesudah ia tiada, bahwa keluarganya
tidak akan begitu saleh ataupun begitu sejahtera seperti
yang mungkin diharapkan dari keturunan seorang ayah
seperti dia.
[1] Bukan seperti itu di hadapan Allah. Perhatikanlah, ba-
gaimana sesungguhnya keadaan kita dan keluarga kita,
diukur dari bagaimana keadaannya di hadapan Allah.
Inilah yang diharapkan Daud dengan sepenuh hati
menyangkut anak-anaknya, yaitu agar mereka benar di
hadapan Allah, setia kepada-Nya, dan bersemangat
bagi-Nya. Namun demikian, anak-anak dari orangtua
yang saleh sering kali tidak begitu saleh ataupun begitu
bahagia seperti yang diharapkan. Kita harus tahu bah-
wa kebobrokanlah, dan bukan anugerah, yang mengalir
di dalam darah, bahwa kemenangan perlombaan bukan
untuk yang cepat, melainkan bahwa Allah memberikan
Roh-Nya untuk bertindak dengan bebas.
[2] Tidak menumbuhkan keluarganya dalam jumlah dan
kekuatan. Allah sendirilah yang membuat keluarga ber-
tumbuh atau tidak bertumbuh (Mzm. 107:41). Orang-
orang baik acap kali melihat pemandangan yang menye-
dihkan tentang akhlak keluarganya yang merosot. Ke-
luarga Daud merupakan perlambang jemaat Kristus,
yang yaitu rumah-Nya (Ibr. 3:3). Anggaplah keluarga
kita tidak seperti itu di hadapan Allah sebagaimana yang
kita harapkan. Anggaplah keluarga kita berkurang, kesu-
sahan, terhina, dan melemah, oleh sebab kesalahan dan
kebobrokan, bahkan nyaris punah. Namun demikian,
Allah telah membuat kovenan dengan kepala jemaat,
yaitu Anak Daud, bahwa Ia akan menyediakan keturun-
an bagi-Nya, bahwa alam maut tidak akan pernah me-
nguasai jemaat-Nya. Di tengah penderitaan-Nya, Juruse-
lamat kita menghibur diri dengan kovenan ini, bahwa
kovenan dengan-Nya tetap teguh (Yes. 53:10-12).
(2) Penghiburan dipastikan: Sebab Ia menegakkan bagiku sua-
tu perjanjian kekal. Kesukaran apa pun yang bisa jadi akan
dihadapi anak Allah, ia masih memiliki suatu penghiburan
untuk mengimbanginya (2Kor. 4:8-9), dan tidak ada peng-
hiburan seperti yang dimiliki sang pemazmur ini, yang
dapat dipahami,
[1] Sebagai kovenan kerajaan (dalam bentuk perlambang)
yang dibuat Allah dengan Daud dan keturunannya, berke-
naan dengan kerajaan itu (Mzm. 132:11-12). Akan namun ,
[2] Kovenan itu harus dilihat lebih jauh, kepada kovenan
anugerah yang dibuat dengan semua orang percaya,
bahwa di dalam Kristus, Allah akan menjadi Allah bagi
mereka, yang dilambangkan oleh kovenan kerajaan. Itu-
lah sebabnya janji-janji dalam kovenan itu disebut ka-
sih setia yang teguh yang dijanjikan kepada Daud (Yes.
55:3). Hanya inilah satu-satunya kovenan kekal, dan
tidak dapat dibayangkan bahwa Daud, yang dalam begi-
tu banyak mazmurnya berbicara begitu jelas tentang
Kristus dan anugerah Injil, akan melupakan hal terse-
but dalam kata-kata terakhirnya. Allah telah membuat
kovenan anugerah dengan kita di dalam Kristus Yesus.
Di sini kita diberi tahu, pertama, bahwa kovenan itu
kekal, kekal dalam perencanaan dan rancangannya,
dan kekal dalam kelanjutan dan dampak-dampaknya.
Kedua, bahwa kovenan itu teratur, sangat teratur dalam
segala-galanya, dan baik secara menakjubkan, untuk
meninggikan kemuliaan Allah dan kehormatan Sang
Perantara, bersama dengan kekudusan dan penghibur-
an orang-orang percaya. Di dalam hal inilah kovenan itu
sangat teratur, bahwa apa saja yang dituntut dalam
kovenan itu telah dijanjikan, dan bahwa setiap pelang-
garan terhadap kovenan itu tidak mengeluarkan kita dari
kovenan ini . Selain itu, keselamatan kita tidak dise-
rahkan kepada pemeliharaan kita sendiri, namun kepada
pemeliharaan Sang Perantara. Ketiga, bahwa perjanjian
itu terjamin, dan terjamin sebab diatur dengan baik. Ta-
warannya kepada semua orang sungguh terjamin. Belas
kasih yang dijanjikannya terjamin jika syarat-sya-
ratnya dipenuhi. Penerapannya secara khusus kepada
orang percaya sejati sungguh terjamin. Kovenan itu ter-
jamin bagi semua keturunan. Keempat, bahwa kovenan
itu merupakan segala keselamatan kita. Tidak ada hal
lain selain kovenan ini yang akan menyelamatkan kita,
dan ini sudah cukup. Hanya pada kovenan inilah kesela-
matan kita bergantung. Kelima, bahwa oleh sebab itu
kovenan itu harus menjadi segala kesukaan kita. Biarlah
aku mendapat bagian dalam kovenan ini serta janji-
janjinya, maka itu sudah cukup, aku tidak menginginkan
apa-apa lagi.
3. Di sini hukuman bagi orang-orang dursila dibacakan (ay. 6-7).
(1) Mereka akan dihamburkan seperti duri – ditolak dan di-
tinggalkan. Mereka seperti duri, tidak boleh disentuh de-
ngan tangan. Mereka begitu penuh amarah dan kegeraman
hingga tidak dapat diatur atau ditangani dengan teguran
yang bijak dan apa adanya, namun harus dikendalikan oleh
hukum dan pedang keadilan (Mzm. 32:9). Oleh sebab itu,
sama seperti duri,
(2) Mereka pada akhirnya akan dibakar habis dengan api di
tempat yang sama (Ibr. 6:8). Nah, hal ini dimaksudkan,
[1] Sebagai petunjuk bagi para pejabat pemerintah supaya
menggunakan kekuasaan mereka untuk menghukum
dan memberantas kejahatan. Biarlah mereka mengham-
burkan orang-orang dursila (lih. Mzm. 101:8). Atau,
[2] Sebagai peringatan bagi para pejabat pemerintah, dan
khususnya bagi putra-putra dan para penerus Daud,
untuk memastikan bahwa mereka sendiri bukanlah
orang-orang dursila, seperti yang demikian halnya untuk
terlalu banyak dari mereka. sebab dengan demikian,
baik martabat kedudukan mereka maupun hubungan
mereka dengan Daud tidak akan menjamin bahwa mere-
ka tidak akan dihamburkan oleh penghakiman-pengha-
kiman Allah yang adil. Meskipun manusia tidak mampu
menghadapi mereka, Allah akan menghadapi mereka.
Atau,
[3] Sebagai nubuatan tentang kehancuran semua musuh
kerajaan Kristus yang tidak dapat diperdamaikan lagi.
Ada musuh-musuh di luar, yang dengan terang-terang-
an melawan dan memerangi kerajaan itu, dan ada mu-
suh-musuh dari dalam, yang diam-diam mengkhianati-
nya dan bersikap penuh kepalsuan terhadapnya. Kedua
macam musuh itu merupakan anak-anak Belial, anak-
anak si jahat, keturunan ular. Kedua-duanya seperti
duri, memedihkan dan menyakitkan. Namun kedua-
duanya akan dihamburkan dengan cara yang begitu
luar biasa hingga Kristus akan menegakkan kerajaan-
Nya kendati dengan permusuhan mereka. Ia akan ber-
tindak memerangi mereka (Yes. 27:4), dan pada waktu-
nya nanti akan memberkati jemaat-Nya dengan damai
sejahtera yang begitu rupa hingga tidak akan ada lagi
duri yang menusuk atau onak yang memedihkan. Pada
hari penghakiman nanti (dan hari itulah yang dirujuk
oleh Alkitab terjemahan bahasa Aram), orang-orang yang
tidak mau bertobat, untuk memuliakan Allah, akan diba-
kar dengan api yang tak terpadamkan (lih. Luk. 19:27).
Para Pahlawan Daud
(23:8-39)
8 Inilah nama para pahlawan yang mengiringi Daud: Isybaal, orang Hakh-
moni, kepala triwira; ia mengayunkan tombaknya melawan delapan ratus
orang yang tertikam mati dalam satu pertempuran. 9 Dan sesudah dia, Elea-
zar anak Dodo, anak seorang Ahohi; ia termasuk ketiga pahlawan itu. Ia ada
bersama-sama Daud, saat mereka mengolok-olok orang Filistin, yang telah
berkumpul di sana untuk berperang, padahal orang-orang Israel telah meng-
undurkan diri. 10 namun ia bangkit dan membunuh demikian banyak orang
Filistin sampai tangannya lesu dan tinggal melekat pada pedangnya. TUHAN
memberikan pada hari itu kemenangan yang besar. Rakyat datang kembali
mengikuti dia, hanya untuk merampas. 11 Sesudah dia, Sama, anak Age,
orang Harari. saat orang Filistin berkumpul di Lehi – di sana ada sebidang
tanah ladang penuh kacang merah – dan tentara telah melarikan diri dari
hadapan orang Filistin, 12 maka berdirilah ia di tengah-tengah ladang itu, ia
dapat mempertahankannya dan memukul kalah orang Filistin. Demikianlah
diberikan TUHAN kemenangan yang besar. 13 Sekali datanglah tiga orang dari
ketiga puluh kepala mendapatkan Daud, menjelang musim menuai, dekat
gua Adulam, sedang sepasukan orang Filistin berkemah di lembah Refaim.
14 Pada waktu itu Daud ada di dalam kubu gunung dan pasukan penduduk-
an orang Filistin pada waktu itu ada di Betlehem. 15 Lalu timbullah keinginan
pada Daud, dan ia berkata: “Sekiranya ada orang yang memberi aku minum
air dari perigi Betlehem yang ada dekat pintu gerbang!” 16 Lalu ketiga pahla-
wan itu menerobos perkemahan orang Filistin, mereka menimba air dari peri-
gi Betlehem yang ada dekat pintu gerbang, mengangkatnya dan membawanya
kepada Daud. namun Daud tidak mau meminumnya, melainkan mempersem-
bahkannya sebagai korban curahan kepada TUHAN, 17 katanya: “Jauhlah
dari padaku, ya TUHAN, untuk berbuat demikian! Bukankah ini darah orang-
orang yang telah pergi dengan mempertaruhkan nyawanya?” Dan tidak mau
ia meminumnya. Itulah yang dilakukan ketiga pahlawan itu. 18 Abisai, adik
Yoab, anak Zeruya, dialah kepala ketiga puluh orang itu. Dan dialah yang
mengayunkan tombaknya melawan tiga ratus orang yang mati ditikamnya; ia
mendapat nama di antara ketiga puluh orang itu. 19 Bukankah ia yang paling
dihormati di antara ketiga puluh orang itu? Memang ia menjadi pemimpin
mereka, namun ia tidak dapat menyamai triwira itu. 20 Selanjutnya Benaya bin
Yoyada, anak seorang yang gagah perkasa, yang besar jasanya, yang berasal
dari Kabzeel; ia menewaskan kedua pahlawan besar dari Moab. Juga pernah
ia turun ke dalam lobang dan membunuh seekor singa pada suatu hari ber-
salju. 21 Pula ia membunuh seorang Mesir, seorang yang tinggi perawakan-
nya; di tangan orang Mesir itu ada tombak, namun ia mendatanginya dengan
tongkat, merampas tombak itu dari tangan orang Mesir itu, lalu membunuh
orang itu dengan tombaknya sendiri. 22 Itulah yang diperbuat Benaya bin
Yoyada; ia mendapat nama di antara ketiga puluh pahlawan itu. 23 Di antara
ketiga puluh orang itu ia paling dihormati, namun ia tidak dapat menyamai
triwira. Dan Daud mengangkat dia mengepalai pengawalnya. 24 Asael, sau-
dara Yoab, ada di antara ketiga puluh orang itu; selanjutnya Elhanan bin
Dodo, dari Betlehem; 25 Sama, orang Harod; Elika, orang Harod; 26 Heles,
orang Palti; Ira anak Ikesh orang Tekoa; 27 Abiezer, orang Anatot; Mebunai,
orang Husa; 28 Zalmon, orang Ahohi; Maharai, orang Netofa; 29 Heleb anak
Baana orang Netofa; Itai bin Ribai, dari Gibea orang Benyamin; 30 Benaya,
orang Piraton; Hidai dari lembah-lembah Gaas; 31 Abialbon, orang Bet-Araba;
Azmawet, orang Bahurim; 32 Elyahba, orang Saalbon; Yasyen, orang Guni;
Yonatan 33 anak Sama orang Harari; Ahiam bin Sarar, orang Harari; 34 Elifelet
anak Ahasbai orang Maakha; Eliam anak Ahitofel orang Gilo; 35 Hezrai, orang
Karmel; Paerai, orang Arbi; 36 Yigal bin Natan, dari Zoba; Bani, orang Gad; 37
Zelek, orang Amon; Naharai, orang Beerot, pembawa senjata Yoab anak
Zeruya; 38 Ira, orang Yetri; Gareb, orang Yetri; 39 Uria, orang Het, semuanya
tiga puluh tujuh orang.
I. Daftar para pahlawan pada masa pemerintahan Daud yang di-
catat oleh penulis kitab ini dimaksudkan,
1. Untuk kehormatan Daud, yang telah melatih mereka ilmu
perang, dan memberi mereka teladan kepemimpinan dan kebe-
ranian. Sungguh mendatangkan nama baik dan keuntungan
kepada raja jika ia diiringi dan dilayani oleh orang-orang
yang begitu gagah berani seperti yang digambarkan di sini.
2. Untuk kehormatan para pahlawan itu sendiri, yang turut
berjasa membuat Daud mengenakan mahkota, mendudukkan
dan melindunginya di atas takhta, dan memperluas penakluk-
an-penaklukannya. Perhatikanlah, jika orang-orang yang
bekerja demi kepentingan orang banyak berani menantang
bahaya, dan berusaha dengan sekuat tenaga, demi mengabdi
negeri mereka, maka mereka layak menerima penghormatan
dua kali lipat, baik untuk dihormati oleh orang-orang yang
seangkatan dengan mereka maupun untuk diingat oleh ketu-
runan yang akan datang.
3. Untuk menyemangati orang-orang yang akan datang agar mau
mengikuti para pahlawan itu, dan bahkan berbuat lebih lagi.
4. Untuk menunjukkan betapa agama banyak berperan dalam
mengilhami orang-orang dengan keberanian yang sejati. Baik
melalui mazmur-mazmur maupun melalui persembahannya
untuk ibadah di Bait Suci, Daud telah sangat mendorong ke-
salehan di antara para pembesar kerajaan (1Taw. 29:6). Dan,
saat mereka menjadi terkenal sebab kesalehan mereka,
mereka pun menjadi terkenal sebab keberanian mereka.
II. Nah, para pahlawan ini di sini dibagi menjadi tiga tingkatan:
1. Ketiga pahlawan pertama, yang telah melakukan perbuatan-
perbuatan paling berani dan dengan demikian memperoleh
nama paling baik, yaitu Isybaal (ay. 8), Eleazar (ay. 9-10), dan
Sama (ay. 11-12). Seingat saya, kita tidak pernah membaca
tentang ketiga orang ini, atau tentang perbuatan-perbuatan
mereka, di tempat mana pun dalam seluruh kisah tentang
Daud selain di sini dan di tempat yang berpadanan (1Taw. 11).
Banyak peristiwa besar dan luar biasa dilewatkan begitu saja
dalam Kitab Tawarikh, yang lebih banyak bercerita tentang
noda-noda daripada kemuliaan-kemuliaan masa pemerintahan
Daud, terutama sesudah dosa yang diperbuatnya dalam per-
kara Uria. Jadi, kita dapat menyimpulkan bahwa pemerintah-
an Daud sebenarnya lebih berkilau daripada yang tampak
pada kita saat membaca catatan-catatan tentangnya. Per-
buatan-perbuatan berani dari tiga perwira ini dicatat di sini.
Mereka telah menunjukkan kemampuan mereka di dalam
peperangan Israel melawan musuh-musuh mereka, terutama
orang Filistin.
(1) Isybaal membunuh delapan ratus orang sekaligus dengan
tombaknya.
(2) Eleazar mengolok-olok orang Filistin, sama seperti mereka,
melalui Goliat, telah mengolok-olok Israel, namun dengan
keberhasilan dan keberanian yang lebih besar. Sebab
saat orang Israel telah mengundurkan diri, Eleazar tidak
saja tetap bertahan, namun juga bangkit dan membunuh
demikian banyak orang Filistin. Ke atas orang Filistin itu
Allah mendatangkan kengerian yang setara dengan kebe-
ranian yang mengilhami sang pahlawan besar ini. Tangan-
nya menjadi lesu, namun tetap tinggal melekat pada pedang-
nya. Selama masih ada kekuatan yang tinggal padanya, ia
tetap memegang senjatanya dan meneruskan pukulannya.
Demikian pula halnya, dalam melayani Allah, kita harus
tetap mempertahankan kesediaan hati dan kebulatan tekad,
kendati dengan kelemahan dan keletihan tubuh. Meskipun
masih lelah, namun mengejar juga (Hak. 8:4). Meskipun
lesu, tangan itu tidak melepaskan pedang. sebab sekarang
Eleazar telah mengalahkan musuh, maka orang-orang Is-
rael, yang telah mengundurkan diri dari pertempuran (ay.
9), datang kembali untuk menjarah (ay. 10). Sudah biasa
bahwa orang-orang yang meninggalkan medan pertempur-
an saat ada yang harus dilakukan, justru bergegas kem-
bali saat ada yang bisa diperoleh.
(3) Sama berjumpa dengan pasukan musuh yang sedang men-
cari makanan, lalu mengalahkan mereka (ay. 11-12). Namun
amatilah, baik tentang perbuatan berani yang ini maupun
yang sebelumnya, bahwa di sini dikatakan, demikianlah di-
berikan TUHAN kemenangan yang besar. Perhatikanlah,
sebesar apa pun keberanian orang yang dipakai sebagai alat,
pujian atas pencapaian kemenangan harus diberikan
kepada Allah. Para pahlawan ini memang bertempur, namun
Allahlah yang memberikan kemenangan. Oleh sebab itu,
janganlah orang kuat bermegah dalam kekuatannya, atau
dalam keahlian berperangnya, namun barangsiapa yang ber-
megah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.
2. Tiga pahlawan berikutnya dibedakan dari ketiga puluh pahla-
wan lainnya, dan lebih ditinggikan derajatnya daripada mere-
ka, namun tidak menyamai ketiga pahlawan yang pertama (ay.
23). Orang-orang besar tidak semuanya sama besar. Banyak
bintang yang terang dan cemerlang, namun tidak tergolong
berukuran paling besar, dan banyak kapal bagus namun tidak
tergolong unggul. Tentang tiga perwira yang kedua ini, hanya
dua nama yang disebutkan, yaitu Abisai dan Benaya, yang
sudah sering kita jumpai dalam kisah tentang Daud, dan yang
sepertinya tidak lebih rendah dalam hal jasa, meskipun derajat
mereka lebih rendah, daripada tiga perwira yang pertama. Di
sini kita mendapati,
(1) Tindakan gagah berani yang dilakukan oleh ketiga perwira
ini secara bersama-sama. Mereka menyertai Daud dalam
kesusahannya, saat ia melarikan diri dan bersembunyi di
gua Adulam (ay. 13), menderita bersamanya, dan oleh se-
bab itu diangkat kedudukannya oleh dia di kemudian hari.
Daud bersama para pahlawan yang menyertainya telah
berjuang mati-matian melawan orang Filistin. Namun kare-
na kejahatan semasa pemerintahan Saul, mereka terpaksa
melindungi dari dari kegeramannya di dalam gua-gua dan
benteng. Maka dari itu, tidaklah mengherankan jika
kemudian orang Filistin berkemah di lembah Refaim, dan
bahkan menempatkan pasukan pendudukan di Betlehem
(ay. 13-14). jika para pembimbing jemaat begitu disesat-
kan sehingga mereka menganiaya sebagian dari sahabat-
sabahat dan pahlawan-pahlawan terbaiknya, maka musuh
bersama, tidak diragukan lagi, akan memperoleh keuntung-
an darinya. Seandainya Daud bisa hidup bebas, maka seka-
rang Betlehem tidak akan berada di tangan orang Filistin.
Akan namun , sebab keadaannya sudah demikian, di sini
diceritakan kepada kita,
[1] Betapa Daud sungguh-sungguh menginginkan air dari
perigi Betlehem. Sebagian penafsir memandangnya se-
bagai harapan yang bersangkut paut dengan kepenting-
an orang banyak, dan bahwa maksud Daud yaitu ,
“Oh, seandainya saja kita dapat mengusir pasukan pen-
dudukan Filistin itu dari Betlehem, dan membuat kota
tercinta itu menjadi milikku kembali!” Perigi di sini di-
artikan sebagai kota, sebab sungai kerap kali berarti
negeri yang dilalui oleh sungai itu. Akan namun , kalau-
pun Daud memang bermaksud demikian, orang-orang
di sekelilingnya tidak memahami dia seperti itu. Oleh
sebab itu, seruan tadi tampak lebih merupakan ung-
kapan dari kelemahannya. saat itu sedang musim
menuai. Cuaca sangat panas, dan ia merasa haus. Mung-
kin air jernih sulit didapat, dan sebab itu ia berharap
dengan sungguh-sungguh, “Oh, seandainya saja aku
bisa mereguk air dari perigi Betlehem!” Dengan air dari
perigi itu ia sudah sering melepaskan dahaganya saat
masih muda. Sekarang tidak ada yang dapat memuas-
kan dirinya selain air itu, meskipun hampir mustahil
untuk mendatangi tempat itu. Ia secara mengherankan
ingin menuruti suatu keinginan yang alasannya tidak
dapat ia berikan. Air lain bisa saja memuaskan dahaga-
nya dengan sama baiknya, namun ia lebih menyukai air
dari perigi Betlehem dibanding dari perigi-perigi lain.
Sungguh bodoh memelihara keinginan semacam itu,
dan lebih bodoh lagi bersikeras memuaskannya. Kita
harus mengendalikan nafsu makan kita supaya jangan
sampai kita menginginkan secara berlebihan apa yang
memang lebih enak dan lebih nikmat dibanding makan-
an lain. Jangan ingin akan makanan yang lezat, apalagi
menginginkan hal-hal yang hanya untuk menuruti ke-
mauan hati belaka.
[2] Betapa dengan gagah berani ketiga pahlawan Daud itu,
yaitu Abisai, Benaya, dan seorang lagi yang tidak di-
sebut namanya, menerobos perkemahan orang Filistin,
masuk tepat ke dalam mulut bahaya, kemudian meng-
ambil air dari perigi Betlehem, tanpa sepengetahuan
Daud (ay. 16). saat mengutarakan keinginannya un-
tuk minum dari air perigi Betlehem itu, Daud sama se-
kali tidak ingin bahwa orang-orangnya harus bertaruh
nyawa untuk mendapatkan air itu. Namun demikian,
ketiga orang tadi telah melakukannya, untuk menun-
jukkan, pertama, betapa mereka sangat menghargai raja
mereka, dan betapa mereka dengan senang hati dapat
menghadapi keadaan sesulit apa pun demi melayani
dia. Meskipun telah diurapi sebagai raja, Daud masih
menjadi orang buangan. Ia hanyalah raja miskin yang
tidak memiliki keuntungan-keuntungan lahiriah untuk
membuat dirinya dicintai dan dihargai oleh para peng-
ikutnya. Ia juga tidak memiliki kuasa untuk mengang-
kat ataupun mengupah mereka. Namun demikian, ke-
tiga orang tadi begitu bersemangat untuk memuaskan
raja mereka, dengan merasa yakin bahwa imbalan akan
datang pada waktunya. Hendaklah kita bersedia untuk
bertaruh nyawa demi kepentingan Kristus, meskipun
kepentingan itu sedang ditindas, sebagai orang-orang
yang yakin bahwa kepentingan itu akan menang dan
bahwa kita tidak akan merugi sebab nya pada akhir-
nya. Bukankah mereka begitu tergerak untuk menen-
tang bahaya begitu mengetahui sedikit saja isi pikiran
raja mereka, dan begitu berhasrat untuk menyenang-
kan hatinya? Masakan kita tidak ingin berusaha mem-
buat diri kita layak di hadapan Yesus Tuhan kita de-
ngan siap sedia memenuhi kehendak-Nya, setiap kali
ada isyarat yang diberikan kepada kita melalui firman,
Roh, dan pemeliharaan-Nya? Kedua, betapa mereka tidak
takut kepada orang Filistin. Mereka senang memperoleh
kesempatan untuk menantang orang Filistin. Tidak jelas
apakah mereka menerobos perkemahan orang Filistin
dengan diam-diam, dan dengan begitu terampil hingga
orang Filistin tidak menyadari kehadiran mereka, atau
secara terang-terangan, dengan penampilan yang begitu
mengerikan sehingga orang Filistin tidak berani melawan
mereka. Namun, sepertinya mereka memaksa masuk,
dengan pedang di tangan. namun lihatlah,
[3] saat air yang diambil dari jauh dan diperoleh dengan
susah payah itu sudah ada di hadapannya, betapa
Daud dengan penuh penyangkalan diri mempersembah-
kannya sebagai korban curahan kepada TUHAN (ay. 17).
Pertama, dengan berbuat demikian ia hendak menun-
jukkan perhatiannya yang lembut terhadap nyawa para
prajuritnya, dan betapa ia sama sekali tidak mau mem-
biarkan darah mereka tertumpah dengan sia-sia (Mzm.
72:14). Di mata Allah, kematian orang-orang kudus-Nya
sangatlah berharga. Kedua, dengan berbuat demikian
Daud hendak menyatakan penyesalannya sebab telah
mengucapkan kata-kata bodoh yang memicu
orang-orangnya membahayakan nyawa mereka. Orang-
orang besar haruslah memperhatikan apa yang mereka
katakan, supaya tidak mencelakakan orang-orang di
sekitar mereka. Ketiga, dengan berbuat demikian Daud
hendak mencegah perbuatan gegabah yang serupa dari
orang-orangnya di kemudian hari. Keempat, dengan ber-
buat demikian Daud tidak mau menuruti keinginannya
sendiri yang bodoh, dan menghukum dirinya sendiri
sebab telah menyimpan dan menumbuhkan keinginan
itu. Daud juga hendak menunjukkan bahwa sekarang ia
sudah mampu berpikir dengan jernih untuk memper-
baiki pikiran-pikirannya yang gegabah, dan tahu cara
menyangkal diri bahkan menyangkut hal yang paling
didambakannya. Mematikan hawa nafsu dengan sung-
guh-sungguh seperti itu memang sudah sepatutnya dila-
kukan oleh orang-orang bijak, besar, dan baik. Kelima,
dengan berbuat demikian Daud hendak menghormati
Allah dan memuliakan-Nya. Air yang diperoleh dengan
cara seperti ini dianggapnya terlampau berharga untuk
diminum sendiri, dan hanya layak untuk dicurahkan
bagi Allah, sebagai korban curahan. Seandainya yang
dicurahkan yaitu darah ketiga orang ini, maka itu
menjadi hak Allah, sebab darah senantiasa merupakan
hak-Nya. Keenam, Uskup Patrick berbicara tentang se-
jumlah penafsir yang berpendapat bahwa melalui tin-
dakan ini, Daud menunjukkan bahwa bukan benda air-
lah yang diinginkannya, melainkan Sang Mesias, yang
memiliki air kehidupan, yang diketahuinya akan lahir di
Betlehem, sehingga dengan demikian orang Filistin tidak
akan mampu menghancurkannya. Ketujuh, bukankah
Daud menganggap air yang diperoleh dengan membaha-
yakan darah ketiga orang ini sebagai air yang sangat ber-
harga? Masakan kita tidak jauh lebih menghargai keun-
tungan-keuntungan yang untuk memperolehnya Juru-
selamat kita yang terberkati telah mencurahkan darah-
Nya? Janganlah kita memandang rendah darah perjanji-
an, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang
memandang rendah berkat-berkat dalam perjanjian itu.
(2) Perbuatan-perbuatan gagah berani dari dua orang di an-
tara ketiga pahlawan itu pada kesempatan lain. Abisai
membunuh tiga ratus orang sekaligus (ay. 18-19). Benaya
juga melakukan banyak perkara besar.
[1] Benaya membunuh dua orang Moab yang rupanya ba-
gaikan singa, begitu berani dan kuat, begitu garang dan
ganas.
[2] Ia juga membunuh seorang Mesir, namun tidak dikata-
kan pada peristiwa apa. Orang Mesir itu bersenjata
lengkap, namun Benaya menyerangnya dengan hanya
membawa senjata berupa tongkat, lalu dengan cekatan
merampas tombak dari tangan orang Mesir itu, dan
membunuhnya dengan tombak itu (ay. 21). sebab
semua perbuatan berani ini dan perbuatan-perbuatan
lain yang serupa, Daud mengangkatnya menjadi kepala
pengawal atau pasukan tetap (ay. 23).
3. Lebih rendah kedudukannya daripada tiga perwira yang
kedua, namun sangat terkemuka, ada tiga puluh satu orang
yang di sini disebutkan namanya (ay. 24, dst.). Yang pertama
yaitu Asael, yang dibunuh Abner pada awal pemerintahan
Daud, namun tidak kehilangan tempatnya di dalam daftar ini.
Yang kedua yaitu Elhanan, saudara Eleazar, salah satu dari
tiga perwira pertama (ay. 9). Nama keluarga yang di sini diberi-
kan kepada mereka sepertinya diambil dari tempat kelahiran
atau tempat tinggal mereka, sama seperti banyak nama ke-
luarga kita pada mulanya. Dari seluruh penjuru negeri, orang-
orang yang paling bijaksana dan gagah perkasa dipilih untuk
melayani raja. Beberapa dari antara mereka yang disebutkan
namanya di sini kita dapati sebagai panglima kedua belas rom-
bongan yang ditetapkan Daud, satu rombongan untuk setiap
bulan dalam setahun (1Taw. 27). Orang-orang yang berjasa di-
angkat sesuai jasa mereka masing-masing. Salah satu dari
antara mereka yaitu anak Ahitofel (ay. 34). Sama seperti sang
anak termasyhur di dalam ketentaraan, demikian pula sang
ayah termasyhur dalam dewan penasihat. Namun, dengan
mendapati Uria orang Het itu menduduki tempat terakhir
dalam daftar orang-orang berjasa ini, hal itu tidak hanya
menghidupkan kembali ingatan kepada dosa Daud, namun juga
semakin memperparah dosanya, bahwa orang yang begitu
pantas diperlakukan dengan baik oleh raja dan bangsanya
justru diperlakukan dengan seburuk itu. Yoab tidak disebut
dalam daftar ini, entah,
(1) sebab namanya seharusnya disebut pertama, dari tiga
perwira pertama yang merupakan para pemimpin, na-
mun Yoab merupakan panglima atas mereka. Atau,
(2) sebab perbuatan Yoab begitu buruk sehingga ia tidak
pantas disebutkan namanya. Sebab meskipun diakui
sebagai prajurit yang tangguh, dan orang yang begitu
saleh hingga mempersembahkan barang-barang jarah-
annya kepada rumah Allah (1Taw. 26:28), namun Yoab
kehilangan banyak kehormatan sebab telah membu-
nuh dua sahabat Daud, sebanyak kehormatan yang
pernah diperolehnya dengan membunuh musuh-musuh
Daud.
Kristus, Anak Daud, juga memiliki orang-orang yang
berjasa. Sama seperti orang-orang berjasa yang dimiliki
Daud, mereka dipengaruhi oleh teladan-Nya, bertempur
bagi-Nya melawan musuh-musuh rohani kerajaan-Nya,
dan di dalam kekuatan-Nya mereka menjadi lebih dari-
pada orang-orang yang menang. Rasul-rasul Kristus
merupakan para pengikut terdekat-Nya. Mereka mela-
kukan perkara-perkara besar bagi-Nya dan mengalami
penderitaan besar sebab -Nya, dan pada akhirnya me-
reka memerintah bersama-Nya. Nama mereka disebut-
kan dengan hormat di dalam Perjanjian Baru, sama
seperti nama orang-orang ini di dalam Perjanjian Lama,
terutama dalam Wahyu 21:14. Bahkan, nama semua
prajurit sejati Yesus Kristus lebih terpelihara dengan
baik dibandingkan nama orang-orang yang berjasa ini,
sebab nama semua prajurit Yesus Kristus tertulis di
sorga. Kehormatan ini dimiliki oleh semua orang kudus-
Nya.
PASAL 24
erkataan terakhir dari Daud, yang kita baca dalam pasal sebe-
lumnya, sungguh baik dan mengagumkan. namun dalam pasal ini,
kita membaca tentang sebagian dari perbuatan-perbuatannya yang
terakhir, yang tak satu pun darinya termasuk perbuatan-perbuatan
terbaiknya. Namun demikian, dia kemudian bertobat, dan melakukan
lagi apa yang semula ia lakukan, sehingga dia berhasil menyelesai-
kannya dengan baik. Dalam pasal ini kita mendapati,
I. Dosanya, yaitu menghitung jumlah rakyatnya dalam kesom-
bongan hatinya (ay. 1-9).
II. Keinsafannya akan dosanya dan pertobatannya atas dosa
ini (ay. 10).
III. Hukuman ditimpakan kepadanya sebab dosanya itu (ay. 11-15).
IV. Dihentikannya hukuman itu (ay. 16-17).
V. Didirikannya sebuah mezbah sebagai tanda pendamaian
Allah dengan Daud dan rakyatnya (ay. 18-25).
Jumlah Rakyat Dihitung
(24:1-9)
1 Bangkitlah pula murka TUHAN terhadap orang Israel; Ia menghasut Daud
melawan mereka, firman-Nya: “Pergilah, hitunglah orang Israel dan orang
Yehuda.” 2 Lalu berkatalah raja kepada Yoab dan para panglima tentara yang
bersama-sama dengan dia: “Jelajahilah segenap suku Israel dari Dan sampai
Bersyeba; adakanlah pendaftaran di antara rakyat, supaya aku tahu jumlah
mereka.” 3 Lalu berkatalah Yoab kepada raja: “Kiranya TUHAN, Allahmu,
menambahi rakyat seratus kali lipat dari pada yang ada sekarang, dan
semoga mata tuanku raja sendiri melihatnya. namun mengapa tuanku raja
menghendaki hal ini?” 4 Namun titah raja itu terpaksa diikuti oleh Yoab dan
oleh para panglima tentara. Maka pergilah Yoab dan panglima-panglima ten-
tara itu atas perintah raja untuk mengadakan pendaftaran di antara bangsa
Israel. 5 Mereka menyeberangi sungai Yordan, lalu mulai dari Aroër dan dari
kota yang terletak di tengah-tengah lembah ke arah Gad dan Yaezer. 6 Kemu-
dian sampailah mereka ke Gilead dan ke Kadesh di negeri orang Het. Selan-
jutnya sampailah mereka ke Dan dan dari Dan mengambil jurusan Sidon. 7
Kemudian sampailah mereka ke tempat yang berkubu, Tirus, dan ke segala
kota orang Hewi dan orang Kanaan; akhirnya tibalah mereka di bagian
selatan Yehuda, di Bersyeba. 8 sesudah mereka menjelajah seluruh negeri itu,
sampailah mereka kembali ke Yerusalem sesudah lewat sembilan bulan dan
dua puluh hari. 9 Lalu Yoab memberitahukan kepada raja hasil pendaftaran
rakyat. Orang Israel ada delapan ratus ribu orang perangnya yang dapat
memegang pedang; dan orang Yehuda ada lima ratus ribu.
Dalam perikop ini kita mendapati,
I. Perintah yang diberikan oleh Daud kepada Yoab untuk menghi-
tung orang Israel dan orang Yehuda (ay. 1-2). Ada dua hal yang
tampak aneh di sini:
1. Berdosanya tindakan ini. Bahaya apakah yang terkandung di
dalamnya? Bukankah Musa dua kali menghitung jumlah
rakyat tanpa melakukan suatu kejahatan apa pun? Bukankah
penghitungan untuk keperluan memerintah termasuk di
antara kebijakan-kebijakan lain dari seorang raja? Bukankah
gembala harus mengetahui jumlah kawanan dombanya? Bu-
kankah Anak Daud mengenal nama semua orang yang men-
jadi milik-Nya? Tidak bolehkah Daud memanfaatkan dengan
baik penghitungan ini? Kejahatan apakah yang telah dilaku-
kan oleh Daud, jika dia melakukan hal ini? Jawabannya,
sudah pasti bahwa tindakan itu yaitu dosa, dan dosa besar.
namun di mana letak kejahatannya tidaklah begitu pasti.
(1) Sebagian penafsir menganggap kesalahan Daud yaitu bah-
wa dia menghitung orang-orang yang berumur di bawah dua
puluh tahun, untuk mencari tahu apakah mereka, berdasar-
kan perawakan dan kekuatan mereka, mampu mengangkat
senjata. Dan bahwa inilah alasan mengapa jumlah ini tidak
dituliskan, sebab penghitungan itu melanggar hukum
(1Taw. 27:23-24).
(2) Sebagian yang lain menganggap kesalahan Daud yaitu
bahwa dia tidak mewajibkan uang sebesar setengah syikal,
yang harus dibayarkan untuk ibadah di tempat kudus se-
tiap kali orang Israel dihitung, sebagai uang pendamaian
sebab nyawanya (Kel. 30:12).
(3) Sebagian yang lain lagi berpendapat bahwa Daud melaku-
kannya dengan maksud untuk memaksa rakyat membayar
upeti bagi dirinya sendiri, untuk dimasukkan ke dalam
perbendaharaannya. Hal ini dilakukan melalui penghitung-
an suara, sehingga saat dia tahu jumlah mereka, maka
dia dapat menghitung berapa jumlah uang yang masuk.
namun sama sekali tidak tampak ada maksud ini, tidak
pula Daud pernah menaikkan pajak.
(4) Inilah kesalahannya, bahwa Daud tidak mendapat perintah
dari Allah untuk melakukannya, tidak pula ada suatu ke-
perluan untuk melakukan hal itu. Penghitungan itu meru-
pakan pekerjaan yang tidak perlu baik bagi dirinya sendiri
maupun bagi rakyatnya.
(5) Sebagian penafsir menganggap bahwa penghitungan itu
yaitu suatu penghinaan terhadap janji yang telah dibuat
oleh Allah dengan Abraham pada zaman dulu, bahwa ketu-
runannya akan tak terhitung banyaknya seperti debu
tanah. Penghitungan itu terkesan merupakan suatu keti-
dakpercayaan terhadap janji ini , atau suatu maksud
untuk menunjukkan bahwa janji itu tidak digenapi dalam
arti yang sebenar-benarnya. Daud ingin menghitung orang-
orang yang telah dikatakan Allah tidak dapat mereka
hitung. Orang-orang yang berusaha menyanggah firman
Allah tidaklah tahu apa yang mereka perbuat.
(6) Hal terburuk dalam menghitung jumlah rakyat yaitu
bahwa Daud melakukannya dalam kesombongan hatinya,
yang juga merupakan dosa Hizkia saat memperlihatkan
harta kekayaannya kepada para utusan raja-raja Babel.
[1] Penghitungan itu merupakan rasa sombong akan kebe-
sarannya sendiri sebab memerintah rakyat yang sede-
mikian banyak, seolah-olah pertambahan mereka, yang
semata-mata harus dipandang sebagai berkat Allah,
terjadi berkat kepemimpinannya sendiri.
[2] Penghitungan itu merupakan rasa percaya diri yang di-
landasi keangkuhan akan kekuatannya sendiri. Dengan
memberitakan jumlah rakyatnya kepada bangsa-bang-
sa, Daud menganggap bahwa ia akan tampak lebih
tangguh, dan tidak ragu bahwa seandainya dia harus
pergi berperang, dia pasti akan menaklukkan para mu-
suhnya dengan banyaknya pasukannya, sambil mena-
ruh percaya pada Allah saja. Allah tidak menghukum
dosa seperti yang kita lakukan. Apa yang tampaknya
tidak berbahaya bagi kita, atau setidak-tidaknya hanya
pelanggaran sepele, bisa jadi merupakan dosa besar di
mata Allah, yang melihat dasar pandangan manusia, dan
yang sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran
hati. Namun hukuman-Nya, kita yakin, berdasar ke-
benaran.
2. Sumber yang di sini dikatakan memunculkan penghitungan
rakyat itu lebih aneh lagi (ay. 1). Tidaklah aneh kalau murka
TUHAN bangkit terhadap orang Israel. Ada cukup alasan untuk
itu. Mereka tidak bersyukur atas berkat-berkat yang mereka
terima dari pemerintahan Daud, dan secara mengherankan ter-
seret untuk ikut bersekongkol dengan Absalom pertama-tama,
dan kemudian dengan Seba. Beralasan bagi kita untuk berpikir
bahwa kedamaian dan kelimpahan mereka telah membuat
mereka merasa aman dan hanya ingin memuaskan hawa nafsu,
dan bahwa sebab nya Allah murka terhadap mereka. namun
bahwa, dalam murka ini, Allah sampai menggerakkan Daud
untuk menghitung rakyatnya sangatlah aneh. Kita yakin bah-
wa Allah bukanlah pencipta dosa. Ia tidak mencobai siapa
pun. Kita diberi tahu (1Taw. 21:1) bahwa Iblis membujuk Daud
untuk menghitung orang Israel. Iblis, sebagai musuh, meng-
usulkan penghitungan itu sebagai dosa, sebagaimana dia me-
masukkan pemikiran ke dalam hati Yudas untuk mengkhia-
nati Kristus. Allah, sebagai Hakim yang benar, mengizinkan-
nya, dengan maksud, dari dosa Daud ini, untuk mengambil
kesempatan menghukum Israel atas dosa-dosa lain, yang un-
tuknya Ia bisa saja menghukum mereka dengan adil tanpa dosa
Daud ini. Akan namun , sebagaimana sebelumnya Allah telah
mendatangkan kelaparan ke atas mereka sebab dosa Saul,
demikian pula sekarang Ia mendatangkan penyakit sampar ka-
rena dosa Daud. Hal ini dilakukan supaya para pemimpin, me-
lalui kejadian-kejadian ini, dapat belajar, saat penghakiman
Allah telah ditimpakan, untuk curiga bahwa dosa-dosa mere-
kalah yang menjadi penyebab pertikaian itu, dan supaya mere-
ka mau bertobat dan memperbaiki diri sendiri, yang pasti akan
berpengaruh besar dalam menimbulkan pertobatan dan pem-
baharuan diri seluruh bangsa. Dan supaya bangsa Israel juga
dapat belajar untuk mendoakan orang-orang yang berkuasa,
agar Allah menjaga mereka dari dosa, sebab, jika mereka ber-
dosa, maka kerajaan akan sengsara.
II. Perlawanan yang dibuat oleh Yoab terhadap perintah ini. Bahkan
dia sadar akan kebodohan dan keangkuhan Daud dalam rencana
ini. Ia mencermati bahwa Daud tidak memberikan alasan untuk
hal ini , hanya, adakanlah pendaftaran di antara rakyat,
supaya aku tahu jumlah mereka. Oleh sebab nya, Yoab berusaha
untuk mengalihkan kesombongan Daud, dan dengan cara yang
jauh lebih terhormat daripada upayanya sebelumnya untuk meng-
alihkan kesedihan Daud atas kematian Absalom. Pada waktu sebe-
lumnya Yoab berkata dengan kasar dan kurang ajar (19:5-7), namun
sekarang dia berkata seperti yang sepantasnya: Kiranya TUHAN,
Allahmu, menambahi rakyat seratus kali lipat (ay. 3). Tidak ada
kebutuhan untuk menarik pajak dari mereka, atau untuk men-
daftar mereka, atau membuat pembagian apa pun di antara mere-
ka. Mereka semua hidup tenang dan bahagia. Yoab berharap su-
paya jumlah mereka dapat bertambah dan juga supaya sang raja,
meskipun sudah tua, dapat hidup lama untuk melihat pertam-
bahan mereka, dan menjadi puas sebab nya. “namun mengapa
tuanku raja menghendaki hal ini? Apa perlunya melakukan hal
itu?” Pauperis est numerare pecus – Serahkan kepada orang miskin
untuk menghitung kawanan domba mereka. Terutama mengapa
Daud, yang berbicara begitu banyak tentang bersuka di dalam
Allah dan menjalankan kegiatan-kegiatan ibadah, dan yang, kare-
na sudah tua, orang akan berpikir, seharusnya menyingkirkan
hal-hal yang bersifat kekanak-kanakan, menghendaki hal sema-
cam ini? Demikianlah Yoab menyebutnya dengan sopan, namun
yang dimaksudkannya yaitu memegahkan diri dalam hal ter-
sebut. Perhatikanlah, banyak hal, yang dengan sendirinya bukan
dosa, berubah menjadi dosa bagi kita sebab kita bersuka di
dalamnya secara berlebihan. Yoab sadar akan keangkuhan Daud
dalam hal ini, namun Daud sendiri tidak. Alangkah baiknya jika
kita memiliki seorang teman yang dengan tulus mau menegur kita
saat kita mengatakan atau melakukan sesuatu yang penuh
kesombongan atau keangkuhan, sebab kita sering melakukannya
tanpa menyadarinya.
III. Perintah itu dilaksanakan kendati dengan adanya kesombongan
ini. Namun titah raja itu terpaksa diikuti (ay. 4). Daud ingin agar
perintah itu dilaksanakan. Yoab tidak boleh membantahnya, su-
paya jangan sampai ia dianggap menggerutu atas waktu dan
susah payah yang diberikannya dalam melayani raja. Sungguh
suatu ketidakbahagiaan bagi orang-orang besar jika mereka
memiliki orang-orang di sekitar mereka yang akan membantu dan
melayani mereka dalam hal yang jahat. Yoab, sesuai perintah,
mengambil tugas yang tidak menyenangkan ini dengan enggan,
dan membawa para panglima tentara untuk membantunya.
Mereka memulai dari tempat-tempat yang paling jauh, pertama-
tama di bagian timur, di seberang sungai Yordan (ay. 5), lalu me-
reka maju sampai Dan di bagian utara (ay. 6), kemudian ke Tirus
di bagian timur, dan dari situ ke Bersyeba di bagian Selatan Ye-
huda (ay. 7). Sembilan bulan lebih dihabiskan untuk mengadakan
pendaftaran ini, banyak kesusahan dan kebingungan ditimbulkan
olehnya di dalam negeri (ay. 8), dan jumlah seluruhnya, pada
akhirnya, dibawa kepada raja di Yerusalem (ay. 9). Apakah jum-
lahnya memenuhi harapan Daud atau tidak, kita tidak diberi
tahu, ataukah laporan ini memuaskan kesombongannya
atau justru mematikannya. Jumlah rakyat begitu banyak, namun ,
ada kemungkinan, tidak begitu banyak seperti yang disangka
Daud. Mereka tidak bertambah di Kanaan seperti saat mereka
di Mesir, tidak pula jumlah mereka menjadi berlipat ganda dari
jumlah mereka saat pertama kali masuk ke Kanaan di bawah
pimpinan Yosua, sekitar 400 tahun sebelumnya. Namun demi-
kian, hal ini merupakan suatu bukti bahwa Kanaan yaitu se-
buah negeri yang sangat subur, yaitu bahwa ribuan orang telah
dipelihara dalam batas wilayah yang begitu sempit.
Hukuman atas Penghitungan Rakyat
(24:10-17)
10 namun berdebar-debarlah hati Daud, sesudah ia menghitung rakyat, lalu
berkatalah Daud kepada TUHAN: “Aku telah sangat berdosa sebab melaku-
kan hal ini; maka sekarang, TUHAN, jauhkanlah kiranya kesalahan hamba-
Mu, sebab perbuatanku itu sangat bodoh.” 11 sesudah Daud bangun dari pada
waktu pagi, datanglah firman TUHAN kepada nabi Gad, pelihat Daud, demi-
kian: 12 “Pergilah, katakanlah kepada Daud: Beginilah firman TUHAN: tiga
perkara Kuhadapkan kepadamu; pilihlah salah satu dari padanya, maka Aku
akan melakukannya kepadamu.” 13 Kemudian datanglah Gad kepada Daud,
memberitahukan kepadanya dengan berkata kepadanya: “Akan datangkah
menimpa engkau tiga tahun kelaparan di negerimu? Atau maukah engkau
melarikan diri tiga bulan lamanya dari hadapan lawanmu, sedang mereka itu
mengejar engkau? Atau, akan adakah tiga hari penyakit sampar di negerimu?
Maka sekarang, pikirkanlah dan timbanglah, jawab apa yang harus kusam-
paikan kepada Yang mengutus aku.” 14 Lalu berkatalah Daud kepada Gad:
“Sangat susah hatiku, biarlah kiranya kita jatuh ke dalam tangan TUHAN,
sebab besar kasih sayang-Nya; namun janganlah aku jatuh ke dalam tangan
manusia.” 15 Jadi TUHAN mendatangkan penyakit sampar kepada orang
Israel dari pagi hari sampai waktu yang ditetapkan, maka matilah dari antara
bangsa itu, dari Dan sampai Bersyeba, tujuh puluh ribu orang. 16 saat
malaikat mengacungkan tangannya ke Yerusalem untuk memusnahkannya,
maka menyesallah TUHAN sebab malapetaka itu, lalu Ia berfirman kepada
malaikat yang mendatangkan kemusnahan kepada bangsa itu: “Cukup!
Turunkanlah sekarang tanganmu itu.” Pada waktu itu malaikat TUHAN itu
ada dekat tempat pengirikan Arauna, orang Yebus. 17 Dan berkatalah Daud
kepada TUHAN, saat dilihatnya malaikat yang tengah memusnahkan bang-
sa itu, demikian: “Sesungguhnya, aku telah berdosa, dan aku telah membuat
kesalahan, namun domba-domba ini, apakah yang dilakukan mereka? Biarlah
kiranya tangan-Mu menimpa aku dan kaum keluargaku.”
Dalam perikop ini kita mendapati Daud bertobat dari dosanya namun
dihukum sebab dosa itu, sebab Allah kemudian menyesal sebab
hukuman-Nya dan dengan begitu Daud dibuat semakin bertobat.
I. Di sini Daud dengan penuh penyesalan merenungi dan mengakui
dosanya dalam menghitung rakyat. Sementara penghitungan dija-
lankan, selama sembilan bulan itu, kita tidak mendapati bahwa
Daud sadar akan dosanya, sebab seandainya demikian, maka dia
pasti akan membatalkan perintah yang telah diberikannya. Akan
namun , saat penghitungan itu selesai dan disodorkan kepadanya,
pada malam hari itu juga hati nuraninya tersadar, dan dia merasa
kesakitan tepat pada saat dia banyak berharap akan mendapat
kesenangan dari penghitungan itu. Pada waktu dia hendak meng-
adakan pesta atas kepuasan yang diperolehnya dalam jumlah
rakyatnya, pesta itu berubah menjadi empedu pahit di dalam
dirinya. Kesadaran akan dosa itu merusak sukacitanya (ay. 10).
1. Daud disadarkan akan dosanya: Berdebar-debarlah hati Daud
sebelum sang nabi datang kepadanya. Menurut saya, kata
pertama dalam ayat 11 (KJV), jangan dibaca sebab, namun dan,
sesudah Daud bangun, demikianlah dalam bahasa aslinya. Hati
nuraninya memperlihatkan kepadanya kejahatan dari apa
yang telah dilakukannya. Sekarang tindakan itu tampak seba-
gai dosa, dan sangat berdosa, padahal sebelumnya ia tidak
melihat ada bahaya di dalamnya. Ia merenungi hal itu dengan
penuh penyesalan dan hatinya menegur dia sebab tindakan
itu. Perhatikanlah, saat seorang telah berdosa, sungguh baik
jika hatinya berdebar-debar dan menghantamnya sebab dosa-
nya itu. Hal itu merupakan tanda yang baik bahwa anugerah
bekerja di dalam hati, dan sebuah langkah yang baik menuju
pertobatan dan pembaharuan diri.
2. Daud mengakuinya kepada Allah dan dengan sungguh-sung-
guh memohon pengampunan bagi dosanya.
(1) Daud mengakui bahwa dirinya telah berdosa, sangat ber-
dosa, kendati bagi orang lain hal itu mungkin tidak tampak
sebagai dosa sama sekali, atau suatu dosa yang sangat
kecil. Petobat yang sejati, yang hati nuraninya peka dan
tahu apa itu dosa, melihat kejahatan di dalam dosa yang
tidak dilihat oleh orang lain.
(2) Ia mengakui bahwa dia telah bertindak bodoh, sangat bo-
doh, sebab dia melakukannya dalam kesombongan hatinya.
Dan merupakan kebodohan baginya untuk bermegah da-
lam jumlah rakyatnya, padahal mereka yaitu umat Allah,
dan bukan umatnya, dan, sebanyak-banyaknya mereka,
Allah dapat dengan segera mengecilkan jumlah mereka.
(3) Ia berseru kepada Allah memohon pengampunan: Maka se-
karang, TUHAN, jauhkanlah kiranya kesalahan hamba-Mu.
Jika kita mengaku dosa kita, maka kita dapat berdoa de-
ngan iman bahwa Allah akan mengampuni segala dosa kita,
dan menghapuskan, oleh belas kasih yang mengampuni,
kesalahan yang telah kita jauhkan dengan pertobatan yang
tulus.
II. Hukuman yang adil dan perlu yang ditanggung Daud sebab dosa
ini. Ia sudah tidur dengan gelisah sepanjang malam di bawah
perasaan berdosanya, tanpa ada ketenangan pada tulang-tulang-
nya oleh sebab nya. Dia bangun dari pada waktu pagi dengan
berharap akan mendengar tentang murka Allah terhadap dirinya
atas apa yang telah dilakukannya, atau berencana untuk ber-
bicara dengan Gad, pelihatnya, tentang dosanya ini . Gad
disebut pelihat Daud sebab Gad selalu mendampinginya untuk
memberikan nasihat tentang perkara-perkara menyangkut Allah,
dan Daud memanfaatkannya sebagai pendengar pengakuan
dosanya dan pembimbingnya. namun Allah mencegah Daud, dan
memberikan petunjuk kepada Nabi Gad tentang apa yang harus
dikatakan kepada Daud (ay. 11). Dan,
1. Tiga hal diterima begitu saja kebenarannya,
(1) Bahwa Daud harus dihukum atas kesalahannya. Tindak-
annya itu yaitu suatu kejahatan yang terlalu besar, dan
terlalu menghina Allah, untuk dibiarkan tidak dihukum,
bahkan pada Daud sendiri. Dari tujuh hal yang dibenci
Allah, kesombongan yaitu yang pertama (Ams. 6:17). Per-
hatikanlah, orang-orang yang sungguh-sungguh bertobat
dari dosa-dosa mereka, dan telah diampuni, sering kali,
kendati demikian, dibuat menderita di dalam dunia ini
sebab dosa-dosa itu.
(2) Hukuman yang ditimpakan harus sesuai dengan dosa yang
diperbuat. Daud sudah merasa sombong akan jumlah rakyat
yang dimilikinya. Oleh sebab itu, hukuman yang harus di-
timpakan kepadanya atas dosa ini haruslah sedemikian rupa
hingga akan mengurangi jumlah rakyatnya itu. Perhatikan-
lah, apa yang kita jadikan sebagai alasan dari kesombong-
an kita, adillah bagi Allah untuk mengambilnya dari kita,
atau membuatnya terasa pahit bagi kita, dan, dengan satu
atau lain cara, menjadikannya sebagai alasan untuk meng-
hukum kita.
(3) Hukuman yang diberikan haruslah sedemikian rupa hingga
menimpa sebagian besar rakyat, sebab murka TUHAN bang-
kit atas Israel (ay. 1). Meskipun dosa Daudlah yang lang-
sung membuka pintu air, namun dosa-dosa seluruh rakyat
turut memicu banjir.
2. Mengenai hukuman yang harus ditimpakan,
(1) Daud diminta untuk memilih tongkat apa yang akan dipu-
kulkan kepadanya (ay. 12-13). Bapanya yang di sorga ha-
rus menghukumnya, namun , untuk menunjukkan bahwa
Dia tidak melakukannya dengan rela hati, Dia mengizinkan
Daud untuk memilih apakah hukuman ini ditimpa-
kan melalui perang, kelaparan, atau penyakit sampar, tiga
hukuman yang berat, yang akan sangat melemahkan dan
mengurangi jumlah rakyat. Allah, dengan menyerahkan
pilihan kepada Daud seperti itu, bermaksud,
[1] Untuk menjadikan Daud lebih rendah hati sebab dosa-
nya, yang akan dilihatnya luar biasa berdosa saat dia
harus mempertimbangkan tiap-tiap hukuman yang luar
biasa mengerikan ini. Atau,
[2] Untuk menegur Daud atas sikap tinggi hatinya sebab
ia berkuasa atas Israel. Ia yang menjadi seorang raja
yang begitu besar mulai menyangka bahwa ia bisa men-
dapatkan apa yang diinginkannya. “Kalau begitu,” kata
Allah, “silakan pilih yang mana yang engkau inginkan
dari tiga hukuman ini?” Bandingkanlah dengan Yeremia
34:17, Aku memaklumkan bagimu pembebasan, namun
pembebasan ini sedemikian rupa seperti pembebasan
Daud di sini, yaitu untuk diserahkan kepada pedang, pe-
nyakit sampar dan kelaparan. Dan Yeremia 15:2, yang ke
maut ke mautlah! Atau,
[3] Untuk memberi Daud suatu kekuatan di bawah hu-
kuman ini, dengan membuat dia tahu bahwa Allah
tidak membuang dirinya dari persekutuan dengan-Nya,
melainkan bahwa rahasia-Nya masih ada padanya, dan
dalam menghukum dirinya, Ia turut memperhitungkan
keadaannya dan apa yang dapat ditanggungnya dengan
paling baik. Atau,
[4] Agar Daud dapat menanggung tongkat hukuman itu de-
ngan lebih sabar sebab itu yaitu tongkat yang dipilih-
nya sendiri. Sang nabi meminta Daud untuk menim-
bang-nimbang terlebih dulu, dan kemudian memberi
tahu dia jawab apa yang harus disampaikannya kepada
Yang mengutus dirinya. Perhatikanlah, hamba-hamba
Allah diutus oleh Allah kepada kita, dan mereka harus
memberikan penjelasan tentang keberhasilan dari tugas
pengutusan mereka. Oleh sebab itu, kita berkepentingan
untuk mempertimbangkan jawab apa yang akan mereka
sampaikan dari kita, supaya mereka dapat menyerahkan
laporan mereka tentang diri kita dengan sukacita.
(2) Daud hanya berkeberatan terhadap hukuman pedang, dan,
untuk dua hukuman yang lain, dia menyerahkan perkara-
nya kepada Allah, namun menyiratkan bahwa ia lebih memi-
lih penyakit sampar (ay. 14): Sangat susah hatiku. Dan
pantas saja dia merasa demikian saat kejut dan pelubang
dan jerat ada di hadapannya, dan jika dia luput dari yang
satu, dia tanpa terelakkan akan jatuh ke dalam yang lain
(Yer. 48:43-44). Perhatikanlah, dosa membawa manusia ke
dalam kesusahan. Orang yang bijak dan baik sering kali
menyusahkan diri oleh kebodohan mereka sendiri.
[1] Daud memohon agar dia tidak jatuh ke dalam tangan ma-
nusia. “Apa pun yang terjadi, janganlah kita melarikan
diri tiga bulan lamanya dari hadapan lawan kita.” Hal ini
akan menodai semua kemuliaan dari kemenangan Daud
dan memberi kesempatan kepada para musuh Allah dan
Israel untuk berbangga diri (lih. Ul. 32:26-27). “Belas
kasihan musuh itu kejam. Dan dalam tiga bulan mere-
ka akan membuat kerusakan pada bangsa itu, yang
tidak akan dapat diperbaiki selama bertahun-tahun.”
Akan namun ,
[2] Daud menyerahkan diri kepada Allah: Biarlah kiranya
kita jatuh ke dalam tangan TUHAN, sebab besar kasih
sayang-Nya. Manusia yaitu tangan Allah, demikianlah
mereka disebut (Mzm. 17:14, KJV), pedang yang dikirim
oleh-Nya, namun ada sebagian hukuman yang datang
dari tangan-Nya secara lebih langsung daripada sebagi-
an hukuman yang lain, seperti kelaparan dan penyakit
sampar. Dan Daud menyerahkan kepada Allah yang
mana dari semuanya ini yang akan menjadi cambuk
untuk menghukumnya, dan Allah memilih yang paling
singkat, supaya Daud dapat lebih cepat menyaksikan
dirinya diperdamaikan. namun sebagian penafsir berpen-
dapat bahwa Daud, dengan perkataan ini, menyiratkan
pilihannya terhadap penyakit sampar. Negeri itu belum-
lah pulih dari kelaparan yang telah melandanya selama
tiga tahun oleh sebab masalah dengan orang Gibeon,
dan sebab nya, “Janganlah kita dihukum dengan tong-
kat ini , sebab hal itu pun akan menjadi keme-
nangan bagi bangsa-bangsa di sekitar kita.” Itulah
sebabnya kita membaca tentang noda kelaparan (Yeh.
36:30). “namun jika Israel harus dikurangi jumlahnya,
biarlah itu terjadi melalui penyakit sampar, sebab hal
itu berarti jatuh ke dalam tangan TUHAN,” yang biasa-
nya menimpakan hukuman ini melalui tangan
para hamba-Nya secara langsung, yaitu para malaikat,
seperti halnya dalam kematian anak sulung orang Me-
sir. Itulah hukuman yang dapat menimpa Daud sendiri
dan keluarganya, seperti juga rakyat yang paling kecil,
namun tidak demikian halnya dengan kelaparan atau
pedang. Dan sebab nya Daud, yang sadar betul akan
kesalahannya, memilih penyakit sampar. Pedang dan
kelaparan akan memakan orang ini dan itu, namun ,
orang bisa saja berpikir, bahwa sang malaikat pembi-
nasa akan menghunus pedangnya melawan orang-orang
yang diketahui Allah sebagai yang paling bersalah.
Penyakit sampar akan menjadi hukuman yang tersing-
kat, dan Daud merasa ngeri membayangkan terbaring
lama di bawah tanda murka Allah. Ngeri benar, kata
sang rasul, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang
hidup (Ibr. 10:31), suatu hal yang menakutkan memang
bagi orang-orang berdosa yang, dengan tidak mau ber-
tobat, telah menutup diri dari semua harapan akan
belas kasihan-Nya. Namun Daud, seorang petobat, bera-
ni menyerahkan dirinya ke dalam tangan Allah, sebab
dia tahu dia akan mendapati bahwa sungguh besar ka-
sih sayang-Nya. Orang-orang yang baik, bahkan saat
sedang mendapat teguran-teguran dari Allah, tetap tidak
akan memikirkan hal lain selain pikiran-pikiran yang
baik tentang Dia. Walaupun Ia hendak membunuh aku,
aku akan tetap menaruh percaya kepada-Nya.
(3) Maka penyakit sampar pun ditimpakan (ay. 15), yang luas-
nya menyebar dari Dan sampai Bersyeba, dari satu ujung
kerajaan hingga ke ujung yang lain, yang memperlihatkan
bahwa hukuman ini datang langsung dari tangan
Allah dan bukan dari penyebab alam apa pun. Daud telah
menentukan pilihannya. Ia menderita oleh mujizat, dan
bukan oleh sarana yang biasa. Mengenai lamanya hukum-
an, penyakit sampar itu berlangsung dari pagi, tepat pada
pagi hari saat Daud memilih hingga waktu yang ditetap-
kan, yaitu hingga hari ketiga, demikian menurut theolog
Matthew Poole. Atau hanya sampai petang pada hari per-
tama, waktu yang ditetapkan bagi korban persembahan
petang, demikian menurut Uskup Patrick dan yang lainnya,
yang menghitung bahwa penyakit sampar itu hanya ber-
langsung selama sembilan jam, dan bahwa, dalam belas
kasihan terhadap Daud, Allah mempersingkat waktu yang
telah disebut-Nya semula. Kematian yang diakibatkan oleh
penyakit sampar itu sangatlah hebat. Maka matilah dari
antara bangsa itu tujuh puluh ribu orang, yang semula se-
muanya baik-baik saja, lalu mendadak menjadi sakit dan
mati, hanya dalam beberapa jam saja. Betapa dahsyat
tangisan yang terdengar, dapat kita duga, di seluruh negeri
Israel pada saat itu, seperti yang pernah terdengar di Mesir
saat anak-anak sulung orang Mesir terbunuh! namun
kematian anak-anak sulung di Mesir terjadi pada tengah
malam, sedangkan kematian sebab penyakit sampar ini
terjadi pada tengah hari (Mzm. 91:6). Lihatlah kekuatan
para malaikat, saat Allah memberi mereka tugas, entah
untuk menyelamatkan atau untuk membinasakan. Yoab
memerlukan waktu sembilan bulan dengan pena ditangan-
nya, sementara malaikat hanya membutuhkan sembilan jam
dengan pedangnya, untuk mengelilingi seluruh wilayah dan
penjuru negeri Israel. Lihatlah betapa Allah dapat dengan
mudah merendahkan orang-orang berdosa yang paling ang-
kuh sekalipun, dan betapa besar kita berutang setiap hari-
nya kepada kesabaran ilahi. Perzinahan Daud telah dihu-
kum, untuk saat ini, hanya dengan kematian seorang bayi,
namun kesombongannya dihukum dengan kematian ribuan
orang. Betapa Allah membenci keangkuhan. Jumlah orang
yang terbunuh mencapai hampir separuh dari persepuluh,
sebab 70.000 orang kira-kira sama dengan satu dibanding
dua puluh. Sekarang, dapat kita duga, badan Daud gemetar
sebab ketakutan terhadap Allah, dan dia takut kepada
penghukuman-Nya (Mzm. 119:120).
III. Allah meredakan hukuman itu dengan penuh rahmat, saat hu-
kuman itu mulai ditimpakan ke atas Yerusalem (ay. 16): Malaikat
mengacungkan tangannya ke Yerusalem, seakan-akan dia berniat
untuk melaksanakan penghukuman yang lebih berat di sana
daripada di tempat lain, bahkan untuk memusnahkannya. Negeri
itu telah meneguk cawan yang pahit, namun kota Yerusalem harus
meminum ampasnya. Tampaknya Yerusalem yaitu tempat yang
terakhir dihitung, dan sebab itu disiapkan untuk menjadi yang
terakhir ditulahi. Mungkin ada lebih banyak kejahatan, terutama
lebih banyak kesombongan, dan itulah dosa yang sedang dihu-
kum sekarang, di Yerusalem daripada di tempat-tempat lain, se-
hingga tangan si pembinasa teracung ke atasnya. Namun kemu-
dian menyesallah TUHAN sebab malapetaka itu. Lalu Ia pun
bukannya mengubah pikiran-Nya, melainkan cara-Nya. Dan Ia
berkata kepada malaikat pembinasa itu, Cukup! Turunkanlah
sekarang tanganmu itu, dan biarlah belas kasihan menang atas
penghakiman. Yerusalem akan diluputkan demi tabut perjanjian,
sebab kota itu yaitu tempat yang telah dipilih oleh Allah untuk
menegakkan nama-Nya di sana. Lihatlah di sini betapa Allah siap
sedia untuk mengampuni dan betapa Ia tidak bersuka dalam
menghukum. Kiranya hal ini mendorong kita untuk menjumpai-
Nya dengan pertobatan jika Dia sedang menghukum. Ini
terjadi di atas gunung Moria. Dr. Lightfoot mencermati bahwa te-
pat di tempat di mana Abraham, melalui pembatalan perintah dari
sorga, ditahan dari membunuh putranya, malaikat ini, melalui
pembatalan perintah yang serupa, juga ditahan dari memusnah-
kan Yerusalem. Oleh sebab korban agunglah nyawa kita yang
sedianya akan dicabut ini dilindungi dari sang malaikat pem-
binasa.
IV. Daud kembali bertobat atas dosanya pada kesempatan ini (ay.
17). Ia melihat sang malaikat sesudah Allah membuka matanya
untuk keperluan itu, melihat pedangnya yang terhunus untuk
memusnahkan, sebuah pedang yang bernyala-nyala. Ia melihat
malaikat itu siap menyarungkan pedangnya atas perintah yang
diberikan kepadanya untuk tidak melanjutkan penghukuman itu.
Melihat semuanya ini, Daud berbicara, bukan kepada malaikat
sebab dia sudah tahu bahwa dia tidak boleh memohon kepada
sang hamba di hadapan sang Tuan, atau memberikan kepada
makhluk ciptaan kehormatan yang menjadi hak Sang Pencipta,
melainkan kepada TUHAN. Dan dia berkata, sesungguhnya, aku
telah berdosa. Perhatikanlah, semakin para petobat sejati merasa-
kan rahmat pengampunan Allah yang menyelamatkan, semakin
mereka merendahkan diri sebab dosa, dan semakin mereka ber-
tekad untuk melawannya. Mereka akan merasa malu waktu Allah
mengadakan pendamaian bagi mereka (Yeh. 16:63). Amatilah,
1. Bagaimana Daud menyalahkan dirinya sendiri, seakan-akan
tidak ada hal yang lebih buruk lagi yang dapat dia katakan
tentang kesalahannya: “Aku telah berdosa, dan aku telah mem-
buat kesalahan. Itu yaitu kejahatanku, dan sebab nya aku-
lah yang harus menanggung salib. Biarlah kiranya tangan-Mu
menimpa aku dan kaum keluargaku. Akulah yang berdosa,
maka biarlah aku yang menderita.” Betapa Daud bersedia
menerima hukuman atas kesalahannya, meskipun ia sama
berharganya dengan 10.000 orang dari mereka.
2. Bagaimana Daud menjadi penengah bagi rakyat, yang ratapan
pahitnya membuat hatinya tersayat, dan telinganya berde-
ngung: namun domba-domba ini, apakah yang dilakukan mere-
ka? Apa yang mereka lakukan, katanya? Ah, mereka telah me-
lakukan banyak kesalahan. Dosa merekalah yang menggusar-
kan hati Allah sehingga Ia membiarkan Daud melakukan apa
yang telah dilakukannya. Namun, seperti yang sepatutnya
dilakukan seorang petobat, Daud mengecam keras kesalahan-
kesalahannya sendiri, sementara dia meringankan kesalahan-
kesalahan mereka. Kebanyakan orang, saat hukuman Allah
sudah tercurah, menuduh orang lain sebagai penyebab dari
hukuman itu, dan tidak peduli siapa yang tewas sebab hu-
kuman itu, asalkan mereka dapat terluput. namun jiwa Daud
yang bertobat dan mengutamakan kepentingan orang banyak
merasakan hal yang sebaliknya. Kiranya hal ini mengingatkan
kita akan anugerah dari Tuhan kita Yesus Kristus, yang telah
memberikan diri-Nya bagi dosa-dosa kita dan bersedia ditimpa
tangan Allah, supaya kita dapat terluput. Gembala dipukul
agar domba-domba dapat selamat.
Tulah Berhenti
(24:18-25)
18 Pada hari itu datanglah Gad kepada Daud dan berkata kepadanya:
“Pergilah, dirikanlah mezbah bagi TUHAN di tempat pengirikan Arauna, orang
Yebus itu.” 19 Lalu pergilah Daud, sesuai dengan perkataan Gad, seperti yang
diperintahkan TUHAN. 20 saat Arauna menjenguk dan melihat raja dengan
pegawai-pegawainya mendapatkannya, pergilah Arauna ke luar, lalu sujud
kepada raja dengan mukanya ke tanah. 21 Bertanyalah Arauna: “Mengapa
tuanku raja datang kepada hambanya ini?” Jawab Daud: “Untuk membeli
tempat pengirikan ini dari padamu dengan maksud mendirikan mezbah bagi
TUHAN, supaya tulah ini berhenti menimpa rakyat.” 22 Lalu berkatalah
Arauna kepada Daud: “Baiklah tuanku raja mengambilnya dan mempersem-
bahkan apa yang dipandangnya baik; lihatlah, itu ada lembu-lembu untuk
korban bakaran, dan eretan-eretan pengirik dan alat perkakas lembu untuk
kayu bakar. 23 Semuanya ini, ya raja, diberikan Arauna kepada raja.” Arauna
berkata pula kepada raja: “Kiranya TUHAN, Allahmu, berkenan kepadamu.”
24 namun berkatalah raja kepada Arauna: “Bukan begitu, melainkan aku mau
membelinya dari padamu dengan membayar harganya, sebab aku tidak mau
mempersembahkan kepada TUHAN, Allahku, korban bakaran dengan tidak
membayar apa-apa.” Sesudah itu Daud membeli tempat pengirikan dan
lembu-lembu itu dengan harga lima puluh syikal perak. 25 Lalu Daud men-
dirikan di sana mezbah bagi TUHAN dan mempersembahkan korban bakaran
dan korban keselamatan. Maka TUHAN mengabulkan doa untuk negeri itu,
dan tulah itu berhenti menimpa orang Israel.
Dalam perikop ini,
I. Sebuah perintah dikirim kepada Daud untuk mendirikan sebuah
mezbah di tempat di mana dia melihat sang malaikat (ay. 18). Hal
ini untuk menyatakan kepada Daud,
1. Bahwa, atas penyerahan dan perendahan dirinya yang ber-
ulang-ulang, Allah sekarang sepenuhnya telah diperdamaikan
dengan dirinya. Sebab, seandainya TUHAN hendak membunuh-
nya, maka tidaklah Ia menerima korban bakaran dan korban
sajian dari tangannya, dan sebab itu tidak akan memerintah-
kan dia untuk mendirikan sebuah mezbah. jika Allah men-
dorong kita untuk mempersembahan korban rohani kepada-
Nya, itu merupakan bukti yang menghibur bahwa Dia telah
berdamai dengan kita.
2. Bahwa pendamaian dibuat antara Allah dan orang-orang ber-
dosa melalui korban, dan bukan hal lain, bahkan melalui Kris-
tus korban pendamaian yang agung, yang diperlambangkan
oleh semua korban dalam hukum Taurat. Demi Dialah sang
malaikat pembinasa diminta untuk menahan tangannya.
3. Bahwa saat hukuman Allah dihentikan dengan penuh
rahmat, maka kita harus mengakuinya dengan penuh syukur
sebagai pujian bagi-Nya. Mezbah ini akan digunakan untuk
korban syukur (lih. Yes. 12:1).
II. Pembelian tanah yang dilakukan oleh Daud untuk mendirikan
mezbah itu. Tampaknya pemilik tanah itu yaitu seorang Yebus,
yang bernama Arauna, yang tidak diragukan lagi merupakan se-
orang yang menjadi pemeluk agama Yahudi, meskipun dilahirkan
sebagai orang bukan Yahudi. Oleh sebab nya ia diizinkan, tidak
hanya tinggal di antara orang Israel, namun juga memiliki harta
benda sendiri di sebuah kota (Im. 25:29-30). Sebidang tanah
ini yaitu sebuah tempat pengirikan, tempat yang hina,
namun diangkat derajatnya seperti itu – sebuah tempat untuk
bekerja, dan sebab nya diangkat derajatnya seperti itu. Nah,
1. Daud pergi secara pribadi kepada si pemilik, untuk mem-
bicarakan masalah pembelian tanah itu dengannya. Lihatlah
keadilannya, bahwa dia bahkan tidak mau begitu saja meng-
gunakan tempat ini dalam keadaan mendesak sekarang ini, e
kendati sang pemilik yaitu seorang asing, kendati dirinya
yaitu seorang raja, dan kendati dia mendapat perintah lang-
sung dari Allah untuk mendirikan sebuah mezbah di sana,
sebelum dia membeli tanah itu dan membayarnya. Allah mem-
benci perampasan dan kecurangan untuk korban bakar-
an. Lihatlah kerendahan hatinya, betapa dia sama sekali tidak
berlagak sebagai orang besar. Kendati seorang raja, sekarang
dia yaitu seorang petobat, dan sebab nya, sebagai tanda
perendahan dirinya, dia tidak meminta Arauna untuk datang
kepadanya atau mengutus orang lain untuk berurusan de-
ngannya, namun pergi sendiri (ay. 19). Dan, meskipun perbuat-
an itu tampak mengecilkan dirinya sendiri, namun dia tidak
kehilangan kehormatan sebab nya. Arauna, saat melihat
sang raja, pergi ke luar dan sujud kepada raja dengan muka-
nya ke tanah (ay. 20). Orang besar tidak akan pernah kurang
dihormati sebab kerendahan hatinya, namun justru lebih
dihormati lagi.
2. Arauna, sesudah mengetahui apa keperluan sang raja (ay. 21),
dengan murah hati menawarkan kepadanya bukan hanya
tanah untuk mendirikan mezbah, melainkan juga lembu-lembu
untuk korban bakaran, dan hal-hal lain yang bisa berguna
baginya dalam melakukan ibadah itu (ay. 22). Semuanya ini
diberikan secara cuma-cuma, dan sebuah doa yang baik me-
nyertai tawaran itu: Kiranya TUHAN, Allahmu, berkenan ke-
padamu! Hal ini dilakukan Arauna,
(1) sebab di samping mempunyai kekayaan yang berlimpah,
Arauna juga murah hati. Ia memberi seperti seorang
raja (ay. 23, KJV). Kendati seorang rakyat biasa, dia berjiwa
seorang raja. Dalam bahasa Ibrani dikatakan, ia memberi,
bahkan seperti seorang raja kepada raja lain, dan dari sini
dianggap bahwa Arauna yaitu raja dari orang-orang
Yebus di tempat itu, atau keturunan dari keluarga raja,
kendati sekarang harus membayar upeti kepada Daud.
(2) sebab dia sangat menghormati Daud, meskipun Daud
yaitu orang yang menaklukkannya, oleh sebab kebaikan
pribadinya, dan tidak pernah merasa bahwa dia bisa ber-
buat terlalu banyak untuk menyenangkan hatinya.
(3) sebab dia memiliki rasa cinta terhadap Israel, dan sung-
guh-sungguh menginginkan agar tulah itu berhenti. Dan
kehormatan atas berhentinya tulah ini di tempat
pengirikannya, akan dia perhitungkan sebagai suatu per-
timbangan yang berharga untuk semua yang ditawarkan-
nya sekarang kepada Daud.
3. Daud menetapkan hati untuk membayar dengan harga penuh
untuk tanah ini , dan melakukan apa yang menjadi
ketetapan hatinya itu (ay. 24). Di sini terjadi pertemuan yang
baik antara dua jiwa yang murah hati. Arauna sangat bersedia
untuk memberi, namun Daud menetapkan hati untuk mem-
beli, dan untuk alasan yang baik. Daud tidak mau memper-
sembahkan korban kepada Allah tanpa membayar apa pun. Ia
tidak mau mengambil keuntungan dari kemurahan hati
seorang Yebus yang saleh itu. Ia berterima kasih kepadanya,
tidak diragukan lagi, atas tawarannya yang baik, namun ia
membayarnya 50 syikal perak untuk tempat pengirikan dan
lembu-lembu korban untuk ibadah pada saat ini, dan sesudah
itu 600 syikal emas untuk tanah di sebelahnya, untuk men-
dirikan bait Allah. Perhatikanlah, orang-orang yang tidak tahu
apa itu agama berusaha membuat agama murah dan mudah
bagi diri mereka sendiri, dan paling senang dengan apa yang
menuntut paling sedikit jerih payah dan uang dari mereka.
Untuk apa kita memiliki harta kalau bukan untuk menghor-
mati Allah dengannya? Dan adakah cara yang lebih baik untuk
memberikan harta itu?
III. Pendirian mezbah, dan persembahan korban-korban yang semes-
tinya di atasnya (ay. 25), yaitu korban bakaran untuk kemuliaan
dari keadilan Allah dalam pelaksanaan hukuman yang telah di-
lakukan, dan korban keselamatan untuk kemuliaan dari rahmat-
Nya dalam menghentikan tulah pada waktu yang tepat. Sesudah
itu Allah menunjukkan, diduga melalui api dari sorga yang
membakar habis korban, bahwa Ia mengabulkan doa untuk negeri
itu, dan bahwa dalam belas kasihanlah tulah ini dihentikan,
dan sebagai tanda bahwa Allah telah diperdamaikan baik dengan
sang raja maupun dengan rakyat. Kristus yaitu mezbah kita,
korban kita. Di dalam Dia sajalah kita dapat berharap untuk men-
dapat perkenanan Allah, untuk terluput dari murka-Nya, dan dari
pedang, pedang yang bernyala-nyala, dari para kerub yang menjaga
jalan ke pohon kehidupan.