Fenomena hoax berkembang dalam lintas sejarah warga sejak dulu hingga saaat ini. Hal
ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor kepentingan, seperti pada peristiwa
haditsul ifki yang menimpa istri Rasulullah, Siti Aisyah ra, yang dituduh berzina oleh
kaum munafik untuk memecah belah umat Islam pada saat itu. Dewasa ini, hoax
begitu kental dengan kehidupan warga sebab mudah tersebar melalui berbagai
platform media sosial. Padahal dampak yang dirasakan akibat penyebaran hoax tidak
bisa dianggap remeh. Oleh sebab nya, dalam penelitian ini penting untuk
mengetahui bagaiman cara membangun pola pikir warga dalam menyikapi
berita hoax. Adapun metode yang digunakan pada penelitian kali ini adalah bersifat
kualitatif, jenisnya library research, dan pendekatan yang digunakan adalah teologi
normatif dan sosiologis. Sementara teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah heurestik dengan teknik analisa data deskriptif. Tujuan dari penelitian ini
ialah untuk mengetahui solusi qurani dalam membangun warga agar tidak
mudah terpengaruh oleh berita hoax. Mengingat fenomena hoax memiliki dampak
yang tidak hanya merugikan individu tapi juga warga dan kehidupan
bernegara, maka setiap muslim wajb untuk melakukan tabayyun serta memelihara
lisan dan tangannya.
Seluruh dunia dewasa ini menghadapi permasalahan yang sama yaitu,
gelombang hoax. Hoax muncul bertubi-tubi dalam berbagai konteks persebaran
informasi, dari ranah politik hingga kesehatan, dari urusan publik hingga privat
seseorang. Keberadaan internet, sepaket dengan kebudayaan yang terbangun di
dalam ruang publik baru membuat warga sulit membedakan informasi faktual
dan hoax. Jalan utama untuk mengantisipasi hoax adalah membangun kompetensi
publik dalam menghadapi luapan banjir informasi.1
Saat ini penyebaran informasi/berita bohong (hoax) makin marak. Survei
Mastel 2017 mengungkapkan bahwa warga menerima hoax setiap hari lebih
dari satu kali. Saluran yang paling banyak digunakan dalam penyebaran hoax
adalah media sosial. Fenomena hoax di negara kita memicu keraguan
terhadap informasi yang diterima dan mebingungkan warga . Hal ini
dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menanamkan fitnah dan
kebencian.2
Penelitian yang memeriksa bagaimana hoax bekerja di negara kita belum
banyak dilakukan. Hal yang membuat horizon kajian tentang hoax di negara kita masih
terbilang minim basis epistemologinya. Sebagian peneliti masih berupaya melakukan
pemetaan bagaimana hoax tersebar di negara kita . Ismail Fahmi misalnya, dengan
drone emprit – software engine yang dibuat – mencoba memetakan bagaimana
hoax tersebar di internet, secara khusus di media sosial. Survey yang dilakukan
oleh Fahmi mengungkap 92,40% hoax di negara kita diakui tersebar melalui media
sosial (facebook, twitter, Instagram dan Path), berturut-turut 62,80% hoax tersebar
melalui aplikasi chatting (whatsapp, line, telegram) dan menempati nomer tiga,
berturut-turut 34,90% hoax tersebar melalui situs web. Sedangkan bila didasarkan
format-nya hoax, 62,10% yang tesebar berbentuk tulisan, sedangkan 37,50%
berbentuk gambar dua dimensi. Riset Fahmi (2017), menemukan hoax paling
populer di negara kita 91,80% merupakan isu sosial politik, yang secara spesifik
membahas terkait Pilkada dan Kebijakan atau Kinerja Pemerintah. Menyusul
berturut-turut di nomer dua, yaitu isu SARA (Suku Agama Ras dan Antar- golongan)
sebanyak 88,60%, berada di nomer ketiga, yaitu isu kesehatan.3
Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya untuk menjaga lisan atau
perkataan. Dalam Alquran dan hadits banyak ditemui tuntunan yang
mengharuskan untuk menghargai serta menghindari perbuatan yang merugikan
orang lain, baik berupa perkataan maupun perbuatan, termasuk hoax. Perbuatan
menyakiti dan menganiaya orang lain tidak hanya dalam bentuk perbuatan, tapi
bisa juga dalam bentuk ucapan. Mu`adz bin Jabal bertanya kepada Rasulullah
saw,”Wahai Rasulullah, apakah kami akan disiksa dengan sebab kami
menggunakan lisan, untuk berkata-kata”? Rasulullah menjawab: “Wahai
Mu`adz berhati-hatilah engkau dan tidaklah wajah manusia itu diseret ke neraka
pada hari kiamat nanti, kecuali buah dari lisan (perkataan) mereka yang buruk
“Ucapan bisa lebih tajam dari mata pedang.” Fitnah, sebagaimana yang
disebutkan dalam Alquran, “lebih kejam dibandingkan pembunuhan.” Dua ungkapan
yang memberi gambaran bahwa lisan yang tidak dipergunakan pada tempatnya
akan menghasilkan perkataan-perkataan yang buruk dan membuat situasi menjadi
tidak terkendali.4
Mengingat masih banyak umat muslim yang tergelincir dengan perkataan
dan informasi yang didapatkannya, maka peneliti bermaksud meneliti tentang
solusi Islam dalam meng-counter hoax yang berkembang di tengah warga .
Adapun masalah yang dibahas dalam penelitian ini ialah pertama, bagaimana
pandangan Islam tentang hoax? Kedua, bagaimana solusi Qurani membangun
warga anti hoax?
Hoax (dibaca: hoks) menurut Kamus Besar Bahasa negara kita Dalam
Jaringan (KBBI Daring) berarti berita bohong.5 Asal kata hoax diyakini ada sejak
ratusan tahun sebelumnya, yakni ‘hocus’ dari mantra ‘hocus pocus’, frasa yang
kerap disebut oleh pesulap, serupa ‘sim salabim’.6 Pada sumber lain disebutkan,
kata hoax berasal dari “hocus pocus” yang akar katanya dari bahasa Latin “hoc est
corpus”, artinya “ini adalah tubuh”.7 Kata ini awalnya digunakan oleh penyihir
untuk mengklaim kebenaran, padahal sebenarnya dusta. Hocus digunakan untuk
menipu, biasa digunakan untuk sihir atau mantra para penyihir dan pesulap zaman
dahulu.8 Bahkan Boese (2002) dalam bukunya Museum of Hoaxes menuliskan
bahwa jauh sebelum itu, istilah hoax pertama kali terpublikasi melalui almanak atau
penanggalan palsu yang dibuat oleh Isaac Bickerstaff pada tahun 1709 untuk
meramalkan kematian astrolog John Partridge.9
Hoax dalam kamus Oxford diartikan sebagai suatu bentuk penipuan yang
tujuannya untuk membuat kelucuan atau membawa bahaya.10 Lynda Walsh (2006)
dalam bukunya berjudul Sins Against Science, The Scientific Media Hoaxes of Poe,
Twain, and Others menuliskan bahwa istilah hoax sudah ada sejak tahun 1800 awal
era revolusi industri di Inggris.
Hoax dalam bahasa Arab disebut (Ifkun) dan sepadan pula dengan kata
(kadzab) yang memiliki makna dusta.12 Sedangkan berita bohong dalam kamus
Bahasa Arab disebutkan dengan istilah (Namimah), atau juga dapat diartikan
(laghthun isya’atun) yang diartikan dengan istilah kabar burung atau kabar angin.13
Istilah berita bohong (hoax) dalam Al-Quran bisa diidentifikasi dari
pengertian kata al-Ifk yang berarti keterbalikan (seperti gempa yang membalikkan
negeri), tetapi yang dimaksud di sini ialah sebuah kebohongan besar, sebab
kebohongan adalah pemutarbalikan fakta. Sedangkan munculnya hoax (sebuah
kebohongan) disebabkan oleh orang-orang pembangkang. Dalam hal ini, Al-Quran
mengistilahkannya dengan ‘ushbah. Kata ‘ushbah diambil dari kata ‘ashaba yang
pada mulanya berarti mengikat dengan keras. Dari asal kata ini lahir kata
muta’ashib yakni fanatik. Kata ini dipahami dalam arti kelompok yang terjalin kuat
oleh satu ide, dalam hal ini menebarkan isu negatif, untuk mencemarkan nama
baik.1
Adapun pelaku hoax sendiri biasanya memang sudah diniatkan dengan
maksud tertentu. Dalam hal ini, Al-Quran menyebutnya iktasaba. Iktasaba
menunjukkan bahwa penyebaran isu itu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Ini
bukan saja dipahami dari kata kasaba yang mengandung makna usaha, tetapi juga
dari tambahan huruf ta’ (ت) dalam kata ini .15 Kata kibrahu terambil dari kata
kibr atau kubr yang digunakan dalam arti yang terbanyak dan tersebar. Adapun
maksud di sini adalah yang paling banyak dalam menyebarkan berita hoax.16
Selain itu, kata al- ifk dalam berbagai bentuknya disebutkan sebanyak 22
kali dalam Al-Quran. Kata al-ifk digunakan dalam Al-Quran untuk arti sebagai
berikut:
1. Perkataan dusta, yakni perkataan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Disebutkan dalam kasus istri Rasulullah saw., Aisyah ra. (QS. al-
Nur/24: 11).
2. Kehancuran suatu negeri sebab penduduknya tidak membenarkan ayat-
ayat Allah, misalnya QS. al-Taubah (9):
3. Dipalingkan dari kebenaran sebab selalu berdusta, seperti QS. al-
Ankabut (29): 61.17
Lingkaran kata hoax biasa digunakan untuk berita palsu, legenda urban,
rumor, dan kebohongan yang menipu. Pada dasarnya hoax diciptakan untuk menipu
banyak orang dengan cara merekayasa sebuah berita agar terkesan menjadi sebuah
kebenaran. Hoax merupakan sebuah pemberitaan palsu yakni sebuah usaha untuk
menipu atau mengakali pembaca dan pendengar agar mempercayai sesuatu.
Hoax merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi
sebenarnya. Dengan kata lain hoax juga bisa diartikan sebagai upaya pemutarbalikan
fakta menggunakan informasi yang seolah-olah meyakinkan tetapi tidak dapat
diverifikasi kebenarannya. Hoax juga bisa diartikan sebagai tindakan mengaburkan
informasi yang sebenarnya, dengan cara membanjiri suatu media dengan pesan yang
salah agar bisa menutupi pesan yang benar. Tujuan dari hoax yang disengaja adalah
membuat warga merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam
kebingungan, warga akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan,
dan bahkan salah.
Dari beberapa pengertian hoax diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa hoax ialah upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang
meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya, sebagai tindakan
mengaburkan informasi yang sebenarnya, dengan cara membanjiri suatu media
dengan informasi yang direkayasa agar bisa menutupi informasi yang benar.
Hoax memiliki beberapa macam jenis, yaitu: a) Hoax yang bersifat
akademis; b) Hoax menyangkut agama; c) Hoax yang dianggap layak secara sosial
(contoh: hoax pada setiap tanggal 1 April); d) Klaim Apokrif, yaitu tulisan-tulisan
yang diragukan keasliannya yang biasa merujuk pada Al-Kitab yang tidak merujuk
pada perjanjian baru maupun lama; e) Hoax yang sengaja dibuat untuk tujuan yang
sah. f) Hoax virus komputer. Hoax ini biasanya menyebar melalui email yang berisi
entang peringatan tentang menyebarnya virus komputer, padahal isi email ini
adalah virus itu sendiri.
Mewabahnya fenomena hoax atau berita bohong di media akhir-akhir ini
sangat memprihatinkan. Salah satu dampaknya adalah berakibat pada perpecahan
di kalangan umat Islam.21 Padahal akar dari munculnya hoax bersumber dari
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara global. Manusia
dimanjakan dengan berbagai fasilitas yang canggih. Fasilitas inilah yang membuat
manusia mendapatkan kebebasan dalam mengeluarkan pendapat. Sebuah bentuk
kebebasan yang melahirkan komunikasi tanpa batas. Melalui media, seseorang
bebas mengeluarkan pendapat di ruang publik. Siapapun menjadi bebas dalam
mengeksplorasi kepentingan masing-masing, terlebih dalam mewujudkan sebuah
kepentingan kelompok tertentu, Tanpa melihat dampaknya, kelompok ini
memproduksi dan mensirkulasikan berita hoax itu di warga .
Peredaran berita hoax rentan terjadi, terutama di warga yang tingkat
literasinya masih rendah. Biasanya, warga mudah menerima informasi begitu
saja tanpa melakukan pengecekan. warga bahkan menyebarkannya tanpa
mempertimbangkan tingkat ketepatan informasi yang diterimanya. warga
akhirnya terjerumus dalam kesimpangsiuran berita, provokasi dan rasa saling
curiga.
Bahaya Hoax dalam Lingkaran warga dan Ancaman bagi Pelakunya
Kemajuan pesat teknologi dan komunikasi global berdampak pada
kebebasan di media sosial secara daring.23 Kebebasan ini sering kali
digunakan untuk menebar fitnah, baik untuk kepentingan pribadi maupun
kelompok. Hal ini tentu sangat memprihatinkan. Tak sedikit berita-berita bohong
(hoax) digunakan untuk membentuk opini publik yang mengarah pada terjadinya
kehebohan, ketidakpastian informasi, dan ketakutan.24 Hoax kemudian menyebar
melalui surat kabar, radio, televisi, dan internet. Penyebaran hoax pun dilakukan
dengan berbagai alasan, seperti humor, pemasaran, seni, hiburan, aktivisme,
pendidikan, dan lain sebagainya.
Hoax merupakan berita bohong berupa informasi sesat dan berbahaya
sebab dapat misinformasi dengan menyampaikan informasi palsu sebagai
kebenaran. Hoax mampu memengaruhi banyak orang dengan menodai suatu citra
dan kredibilitas. Tujuannya adalah untuk memengaruhi pembaca dengan informasi
palsu sehingga pembaca dapat mengambil tindakan sesuai dengan isi berita palsu.
Sebagai informasi palsu dan menyesatkan, hoax dapat menakut-nakuti orang yang
membacanya.
Merebaknya peredaran hoax di media sosial, telah memberikan dampak
negatif yang sangat signifikan, beberapa dampak yang dihasilkan ialah
sebagaimana berikut: a) Merugikan warga , sebab berita-berita hoax berisi
kebohongan besar dan fitnah; b) Memecah belah publik, baik mengatasnamakan
kepentingan politik maupun organisasi agama tertentu; c) Memengaruhi opini
publik. Hoax menjadi provokator untuk memundurkan warga ; d) Berita-berita
hoax sengaja dibuat untuk kepentingan mendiskreditkan salah satu pihak, sehingga
bisa mengakibatkan adu domba terhadap sesama umat Islam:27 e) Sengaja ditujukan
untuk menghebohkan warga , sehingga menciptakan ketakutan terhadap
warga .
Dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan akibat adanya peredaran
hoax ini , maka warga awam yang akan sangat dirugikan. Upaya untuk
meminimalkan tentu sangat diharapkan agar warga kembali sadar dan berhati-
hati. Ketika berbicara hoax dalam skala lebih kecil bisa jadi akan tidak berdampak
apapun dalam kehidupan berwarga , namun ketika hoax ini sudah
menyasar isu SARA maka dampak yang ditimbulkan akan jauh lebih berbahaya.
Dominasi hoax, sekali lagi, bermula dari media sosial, pengguna media
sosial menjadi sasaran utama hoax. Dampaknya adalah keresahan warga .
warga tidak tahu betul bagaimana kroscek kebenaran berita hoax. Sehingga
efek yang ditimbulkan adalah gesekan-gesekan tertentu yang berkaitan dengan
spesifikasi konten hoax. Jika kontennya adalah SARA, maka konflik yang muncul
akan lahir adalah seputar SARA yang berdampak pada perpecahan bangsa
negara kita . Konflik yang sangat serius disebabkan sebab berita yang tidak dapat
dibenarkan validitasnya.
Dampak dari penyebaran hoax ternyata lebih dahsyat dari bom yang
diledakkan di suatu kawasan. Jika bom ini diledakkan di suatu tempat, maka
yang akan punah adalah satu generasi beserta lingkungan saat itu. Namun
kedahsyatan efek hoax mampu merusak bukan hanya satu generasi tetapi mampu
merusak banyak generasi bahkan berabad-abad lamanya. Seperti halnya hoax yang
dilakukan Abdullah bin Saba, dengan umat Islam di kalangan Syi’ah sebagai
korbannya. Berabad-abad golongan ini membenci serta memusuhi sahabat
Rasulullah SAW yaitu Abu Bakar As-Shidiq, Umar Bin Khatab, dan Usman Bin
Affan, bahkan Aisyah istri Nabi pun dituduh berselingkuh.29
Maka permasalahan hoax yang ada di abad ke-20 ini meskipun dibarengi
dengan perkembangan teknologi, Al-Quran tetap memiliki landasan yang kokoh
untuk menyelesaikan permasalahan mengenai berita hoax. Ini sekaligus
membuktikan bahwa Al-Quran selalu relevan di setiap ruang dan waktu. Di dalam
Al-Quran berita hoax bukanlah hal yang dianggap sepele, sebab merupakan
jembatan bagi orang-orang munafik untuk memecah belah umat Islam. Maka terang
saja, Allah melalui firman-firman-Nya sejak 14 abad yang lalu telah mewanti-wanti
mengenai berita hoax, dengan cara memberi tuntunan dalam menyikapi berita hoax
dan sekaligus memberi kabar gembira bahwa Allah mengecam pembuat dan
penyebar berita hoax.
Orang-orang yang menganggap berita hoax itu hal yang ringan, lalu ikut
menyebarkan berita hoax ini tanpa mencari kebenarannya terlebih dahulu
sungguh akan mendapatkan dosa yang besar,31 sebab berita hoax ini adalah besar
disisi Allah. Sebagaimana juga disebutkan pada sebuah hadits, dalam kitab ash-
Shahihain bahwa orang yang menganggap remeh berita hoax lalu ikut
menyebarkannya maka nerakalah bagiannya, “Sesungguhnya seseorang
mengucapkan sebuah kalimat yang mendatangkan kemarahan Allah sedang dia
tidak menyadari akibatnya, sehingga membuatnya tersungkur ke dalam api neraka
lebih jauh dibandingkan jarak antara langit dan bumi”.
Salah satu hukuman orang yang suka menuduh atau menyebarkan hoax
adalah dilekatkan pada dirinya predikat sebagai orang fasik. Namun jika
seseorang itu ingin bertaubat, maka segeralah untuk bertaubat, namun taubatnya
saja belum dipandang cukup, tetapi harus terlihat tanda-tanda kebaikannya
(perubahannya untuk tidak mengulangi) sebab dosa ini menyangkut hak manusia,
sehingga lebih diberatkan.34 Demikian akibat dari hoax dalam perspektif Al-Quran
yang benar-benar memberikan kecaman bagi pembuat dan penyebarnya.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, orang-orang yang
membawa berita hoax dinamai dengan fasik. Kata itu biasanya digunakan untuk
melukiskan seorang yang durhaka. Seorang yang durhaka adalah orang yang keluar
dari koridor agama, akibat melakukan dosa besar atau sering kali melakukan dosa
kecil. Dampak dari menyebarkan berita hoax adalah mendapat azab yang besar dari
Allah, yakni dosa besar sebab kefasikannya.
Bahkan Komisi Fatwa Majelis Ulama negara kita telah mengeluarkan fatwa
bahwa setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk:
a) Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan; b)
Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama,
ras, atau antar golongan; c) Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun
dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup; d)
Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara
syar’i; e) Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau
waktunya.
Oleh sebab itu, Menurut Komisi Fatwa Majelis Ulama negara kita bahwa
memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi
yang tidak benar kepada warga hukumnya haram.36 Memproduksi,
menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoax,
ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis
terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak hukumnya haram. Aktifitas
buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah,
fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk
memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram.
Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa
dan orang yang memfasilitasinya.
Penyebarluasan berita bohong (hoax) di media sosial merupakan bentuk
kejahatan modern yang dalam hukum Islam dianalogikan atau dikategorikan
sebagai jarimah ta’zir, sebab pada zaman Rasulullah belum mengenal istilah
hoax.38 Hal ini sebab tindak pidana menyebarluasan berita hoax merupakan
kejahatan modern di mana belum ada dalil baik Qur’an, Hadis maupun kitab fiqh
yang menjelaskan secara eksplisit tentang hal ini.
Hukuman ta’zir dalam Hukum Pidana Islam ditentukan oleh penguasa (ulil
amri) sama halnya dalam Hukum Positif oleh hakim. Jika dikaitkan dengan konteks
sekarang (ius constitutum), yang dimaksud dengan penguasa (ulil amri) di sini ialah
pemerintah. Jadi umat Islam diperbolehkan menggunakan ketentuan atau undang-
undang yang dibuat oleh pemerintah saat ini seperti diterapkannya UU ITE, KUHP,
dan undang-undang lainnya.
Solusi Qurani Membangun warga anti Hoax
Penting untuk disadari bahwa bahaya hoax ini tak ubahnya seperti
narkotika. Hal ini disampaikan oleh akademisi Komarudin Hidayat yang
menyatakan bahwa momok dari penyebaran berita bohong atau hoax tak ubahnya
seperti peredaran narkotik dan pornografi. Jika dibiarkan terus menerus, maka dapat
merugikan warga . Bahkan bahaya hoax yang tidak kalah mengerikan adalah
menyebabkan pembunuhan karakter sebab merupakan manipulasi, kecurangan,
dan bisa menjatuhkan orang lain.
Oleh sebab itu, Islam telah memberikan tuntutan kepada setiap umatnya
dalam semua lini kehidupan, termasuk upaya dan sikap yang harus dimiliki oleh
seorang muslim dalam menghadapi hoax. Adapun solusi yang ditawarkan oleh
Islam melalui Alquran ialah sebagai berikut:
1. Tabayyun (Meneliti atau Klarifikasi)
Setiap orang yang memperoleh konten/informasi melalui media sosial (baik
yang positif maupun yang negatif) tidak boleh langsung menyebarkannya sebelum
diverifikasi dan dilakukan proses tabayyun serta dipastikan kemanfaatannya.
Proses tabayyun terhadap konten/informasi bisa dilakukan dengan langkah sebagai
berikut: Pertama, dipastikan aspek sumber informasi (sanad)-nya, yang meliputi
kepribadian, reputasi, kelayakan dan keterpercayaannya. Kedua, dipastikan aspek
kebenaran konten (matan)-nya yang meliputi isi dan maksudnya. Ketiga, dipastikan
konteks tempat dan waktu serta latar belakang saat informasi ini disampaikan.
Dalam jurnalistik Islam, tabayyun (teliti) adalah salah satu prinsip yang
harus dipegang kuat. Tabayyun artinya adalah meneliti atau mengklarifikasi tentang
kebenaran suatu berita yang datang atau yang diterima. Ketelitian atau tabayyun
bukan hanya berhubungan dengan urusan duniawi seperti nama baik,
profesionalisme atau kredibilitas. Tetapi juga terkait dengan urusan akhirat. Hal ini
terkait langsung dengan Allah SWT dan perintah-Nya.42 Tabayyun artinya mencari
kejelasan suatu masalah hingga tersingkap kondisi sebenarnya, atau sikap hati-hati
terhadap sesuatu dan tidak tergesa-gesa.
Tabayyun merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan agar tidak
dihinggapi prasangka-prasangka yang tidak bertanggung jawab, sehingga
memicu fitnah bahkan kekerasan.Pentingnya tabayyun dalam menerima
suatu beritapun Allah sampaikan dalam Al-Qur’an:
ةٍالا اهابِِ ا مًوْا ق او بُي صِ تُ نْاأ او نُ َّ ي ا ب ا ت ا ف إٍاب ا ن بِ قٌ سِااف مْ كُاءا اج نْ إِ او نُ امآ اني ذَِّلا ا اهُّ ياأ ايَ
ايمِ دِ انَ مْ تُ لْ اعا ف ا ام ىٰالاع او حُ بِ صْ تُ ا ف
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas pebuatanmu itu.” (QS.
Al-Hujurat: 6)
Perintah check dan rechek bukanlah sesuatu yang baru. Allah SWT pernah
memerintahkan umat Islam, pada zaman Rasullah SAW untuk selalu mengecek
kebenaran sebuah berita yang diterima. Pasalnya, kala itu umat Islam pernah
termakan kabar burung bahwa salah satu istri Rasulullah berlaku serong. Padahal,
berita ini hanyalah embusan-embusan kebencian yang ditiupkan oleh orang-
orang munafik.Tabayyun merupakan cara yang tepat untuk mengetahui
kebenaran sebuah berita. Tabayyun dalam ayat ini banyak ditafsirkan sebagai
tatsabbut, bahkan oleh sebagian qira’ah, kata tabayyun dalam ayat ini , oleh
dibaca tatsabbatu.
Jadi, yang dimaksud dengan tabayyun adalah memeriksa dengan teliti,
sedangkan tatsabbut adalah berhati-hati dan tidak tergesa-gesa, melihat dengan
keilmuan yang dalam terhadap sebuah peristiwa dan kabar yang datang, sampai
menjadi jelas dan terang.
Menurut Jawad Mugniah dalam at-Tafsir al-Mubin, ayat ini menunjukkan
dengan jelas tentang haramnya mengambil berita dari orang fasik tanpa melakukan
klarifikasi (tabayyun) kebenarannya. Pengambilan berita dari orang fasik
dikhawatirkan akan membahayakan bagi orang lain. Dalam istilah ushul fiqh, ayat
ini juga menunjukkan larangan untuk mengikuti tata cara orang-orang fasik.
Bersandar pada ayat ini, sebagian ulama berargumen bahwa muslim
berkewajiban untuk mengambil berita dari orang yang terpercaya (tsiqah), tanpa
harus melakukan klarifikasi terlebih dahulu. Oleh sebab nya, dalam kajian ilmu
hadist sebuah kabar hadist ahad yang terpercaya (tsiqah) hadist yang diriwayatkan
hanya satu orang, tidak secara mutawatir sebagaimana ayat-ayat Al-Qur’an dapat
diterima dan bisa dijadikan sebagai argumen.
2. Memelihara Lisan dan Tangan
Manusia ditakdirkan Allah sebagai makhluk sosial. Demi memenuhi
kebutuhan individu, manusia harus bisa berinteraksi dengan orang lain dan
lingkungan. Salah satu bentuk interaksi sosial yang harus dilakukan adalah
pergaulan.46 Di zaman modern, ketajaman lisan kadang juga mewujud dalam
aktivitas di media sosial melalui status-status yang ditulis. Sudah semestinya,
sebagai umat Islam membuat status di media sosial yang tak menyinggung orang
lain.
Seorang muslim yang baik, tidak sepatutnya mengucapkan dan melakukan
tindakan yang tidak sejalan dengan etika sosial. Memang sepintas terlihat amat
sepele, bahkan remeh temeh. Tetapi sesungguhnya mempunyai kandungan yang
amat mulia. warga yang di dalamnya didominasi oleh sikap saling benci,
ghibah dan komunikasi yang tidak manusiawi pada umumnya berakhir dengan
perselisihan yang bersifat permanen. Sebaliknya, warga yang secara budaya
lebih baik akan mempunyai kesempatan membangun toleransi.47
Dari Abdullah ibn ‘Amr, Rasulullah SAW beliau bersabda: “Orang Muslim
adalah orang yang mampu membuat rasa aman orang lain, dengan menjaga lisan
dan tangannya. Sedang orang yang hijrah adalah seseorang yang berpindah guna
menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hadist ini menerangkan tentang ciri orang muslim yang baik Islamnya, yaitu
selamatnya muslim lain dari ulah lisan dan tangannya. Secara eksplisit, kebalikan
dari orang seperti ini adalah orang munafik.48 Dengan kata lain, muslim yang baik
tidak suka mendzalimi kaum muslimin lainnya, baik dengan lisan, ghibah, adu-
domba, mencaci dan lain sebagainya. Sedangkan dengan tangan yakni tidak
merampas harta dan tidak memukul, tetapi mampu menahan diri dan adil. Tidak
datang kepada orang lain melainkan dengan kebaikan untuk mereka.49 Dalam hadist
ini, Rasulullah mendahulukan lisan dari tangan. Hal ini disebabkan sebab lisan
lebih dahsyat bahayanya dibandingkan bahaya tangan. Bahaya lisan bisa mengenai
orang-orang terdahulu, orang-orang yang hidup sekarang dan orang-orang yang
hidup di masa mendatang.
Menurut Al-Hafizh (Ibnu Hajar Al-Asqalani) menjelaskan hadist ini .
Beliau berkata hadist ini bersifat umum bila dinisbatkan kepada lisan. Hal itu sebab
lisan sangat memungkinkan berbicara apa yang telah lalu, yang sedang terjadi dan
apa yang akan terjadi saat mendatang.51 Berbeda dengan tangan, pengaruh tangan
tidak seluas dengan pengaruh lisan. Walaupun begitu, tangan bisa juga mempunyai
pengaruh yang luas sebagaimana lisan yaitu melalui tulisan. Dan pengaruh tulisan
juga tidak kalah hebatnya dengan pengaruh lisan.
Islam merupakan agama yang sempurna yang mengatur setiap tatanan
dalam kehidupan manusia. Islam telah mengatur tata cara berkomunikasi dengan
baik dan sangat mengecam orang yang menggunakan lisannya untuk perkataan
yang buruk. Dalam hadist Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam.” (HR.
Bukhari & Muslim).
Dalam hadist ini Rasulullah SAW secara jelas menekankan demi
kebaikan dan kemaslahatan bersama hendaknya mengatakan hal-hal yang baik,
benar, dan positif tentang suatu hal atau tentang orang lain. Hal-hal yang tidak
berdasarkan fakta nyata atau bukti kuat tentang suatu hal/orang lain, hendaknya
tidak diumbar sebab hal itu tidak baik, bersifat fitnah, yang bisa berakibat fatal,
baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain
Salah satu cara mengukur dan menilai kesempurnaan iman seseorang adalah
dengan melihat kata-kata yang selalu diucapkan. Jika kata-kata yang diucapkan
selalu mengandung kebaikan, penuh hikmah, membawa kemaslahatan untuk orang
banyak, maka itu tanda bahwa keimanannya sempurna. Sebaliknya jika yang
diucapkan selalu mengandung kebencian, buruk sangka, membuat resah dan
menyakiti orang lain, maka itu tanda bahwa imannya lemah.
Cara Menanggulangi Hoax
Penting untuk bersikap terhadap hoax, sebab dampak yang dapat
ditimbulkan olehnya. Termasuk perbuatan dosa yang dosanya terus mengalir
walaupun si pelaku sudah meninggal adalah menyebarkan berita bohong (fitnah)
atau dalam bahasa kerennya hoax.54 Selain menjadi dosa yang terus mengalir,
menyebarkan fitnah akan memberikan dampak buruk bagi si pelaku, baik di dunia
maupun di akhirat.
Islam agama yang sempurna dalam memberikan tuntunan kepada umat
manusia baik dahulu maupun sekarang. Rasulullah diutus untuk menyempurnakan
akhlak. Melalui Al-Qur’an Allah SWT mengingatkan orang-orang beriman agar
bersikap hati-hati dalam menanggapi setiap informasi yang datang kepadanya. Ada
dua jenis peringatan Al-Qur’an tentang hal ini. Pertama, peringatan khusus
terhadap berita atau informasi yang sudah jelas kebohongannya. Kedua, penentuan
sikap orang beriman terhadap segala jenis informasi umum, atau yang sekarang
disebut arus informasi global. 55
Terhadap jenis informasi yang sudah jelas kebohongannya, Al-Qur’an telah
menjelaskan bagaimana orang beriman harus mengambil sikap. Hal ini tentu saja
untuk menjaga keselamatan hati orang beriman agar tidak terkotori oleh
kebohongan atau informasi yang mengarah pada fitnah hingga merusak
keimanannya. Al-Qur’an telah memerinci hal ini dalam QS An-Nur ayat 11-21
yakni terkait dengan fitnah yang menimpa Aisyah ra. istri Rasulullah SAW yang
dikenal dalam riwayat pada hadist ifki.
Pada masa Nabi SAW, ada sekelompok orang yang menyebarkan rumor
tentang istri Nabi, Aisyah ra. yang cukup meresahkan Nabi, dan sahabat-sahabat
karib beliau. Peristiwa ini terkait tuduhan fitnah yang disebarluaskan oleh kaum
munafik. Setelah sebulan rumor itu berkembang, barulah Allah SWT menurunkan
ayat-ayat yang membantah rumor ini sambil memberi pengajaran kepada
kaum muslimin bagaimana langkah yang harus ditempuh, lalu tabayyun, bila rumor
ini menyangkut orang yang selama ini dikenal baik. Allah SWT berfirman
dalam QS An-Nur: 12
اًيْْ خَ مْ هِ سِ فُ ْنَبِِ تُا نَ مِؤْ مُ لْاوَ نَو نُ مِؤْ مُ لْا َّنظَ هُومُ تُ عْ َِسَ ذْ إِ لََوْ لَ
ٌي بِ مُ كٌ فْ إِ ا ذَ ََٰه او لُا قَوَ
“Mengapa diwaktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang
mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri,
dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata"
(QS.An-Nur: 12)
Menurut ayat di atas, Allah SWT berpesan yang maksudnya antara lain
menyatakan bahwa semestinya sewaktu mendengar rumor itu, orang-orang
mukmin dan mukminah berprasangka baik terhadap yang dicemarkan namanya
sebab yang dicemarkan namanya itu adalah bagian sesama orang beriman. 56 Pada
ayat di atas, Allah dengan jelas memperingatkan bahwa orang-orang yang senang
tersebarnya berita-berita yang mencemarkan dalam warga Islam, akan ditimpa
siksa yang pedih.
Cobaan yang dihadapi kaum muslimin zaman sekarang, hampir serupa
dengan cobaan yang dihadapi oleh orang-orang beriman pada saat peristiwa fitnah
terhadap Aisyah ra terjadi. Banyak orang beriman tergelincir ikut membenarkan
atau minimal membiarkan kebohongan yang merusak citra pribadi orang beriman
sebab ulah orang-orang munafik, tersebar. Apalagi wajah-wajah munafik di
kalangan orang beriman sekarang ini seakan-akan malah mendominasi. Oleh
sebab itu, orang beriman dituntut untuk lebih bersungguh-sungguh dalam
membendung berita-berita yang meruntuhkan citra saudara-saudaranya sesama
orang beriman. Adapun sikap orang beriman dalam menerima sebuah berita yaitu:
1. Bersikap Hati-hati dan Tidak Tergesa-Gesa Menyebarluaskan Berita
Salah satu hal yang merusak keimanan adalah menyebarkan berita bohong
dan sikap cepat menanggapi berita-berita yang belum jelas kebenarannya. Dalam
menyikapi berita bohong, orang beriman akan mengambil manfaatnya yaitu
mencari kejelasan berita yang ada dan menahan diri untuk tidak terlibat menyiarkan
kabar bohong ini .
Tidak tergesa-gesa menerima kebenaran suatu berita sebab setiap
informasi yang datang pasti memiliki benang merah dengan informasi berikutnya
dan implikasi yang mengikutinya. Hal ini sebab dalam jurnalisme modern, setiap
informasi yang disiarkan umumnya telah melalui berbagai pertimbangan
redaksional dan kepentingan politik, sosial serta budaya tertentu, sebagai misi dari
tempat informasi itu berasal.
ِه بِ مْ كُ لَ سَ يْ لَ ا مَ مْ كُ هِاوَ ْفَبِِ نَو لُو قُ َتوَ مْ كُ تِ نَ سِ لَْبِِ هُ نَوْ َّق لَ َت ذْ إِ
ٌمي ظِ عَ َِّللّا دَ نْ عِ وَ هُوَ ا نً ِي هَ هُ نَو بُ سَْتََوَ مٌ لْ عِ
“Ingatlah diwaktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut,
dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit
juga. Dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja, padahal dia pada
sisi Allah adalah besar.” (Q.S. An-Nur: 15)
Seseorang tidak dianjurkan berbicara tentang sesuatu kecuali yang sudah
dipahami atau diketahui. Allah SWT mengecam perilaku orang-orang yang
menyebarluaskan informasi tanpa memahami detail dan kebenaran informasi
ini . Saat menerima informasi yang telah disetujui. Ibnu Asyur dalam Tafsir
Tahrir wa al-Tanwir mengingatkan bahwa adab seorang muslim tidak menjawab
apa yang tidak dimengerti dan belum pasti kebenarannya. Jangan biasakan
membicarakan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dibahas dan tidak jelas
kepastiannya.
Menurut Ibnu Asyur, orang yang suka menyampaikan informasi yang
belum jelas kebenarannya meminta dua alasan: pertama, kurang cerdas, sebab
menyampaikan apa saja yang belum jelas duduk perkaranya. Orang seperti ini
termasuk sebagai pembohong. Dalam hadis disampaikan, “Seorang termasuk
pembohong ketika menyampaikan apa pun yang didengarnya”. Kedua, adalah
mereka orang munafik, yaitu menjawab kebenaran yang diyakininya dan
menyampaikan informasi bohong yang sebetulnya dirinya sendiri tidak tahu
kebenarannya.
Dalam sebuah hadis yang pernah disampaikan oleh Rasulullah, Beliau
bersabda: “Cukup seseorang itu dikatakan pendusta jika ia mudah menyebarkan
setiap berita yang ia dengar.” (HR. Muslim)
Janganlah kita tergesa-gesa menyebarkan informasi ini , sebab sikap
seperti ini hanyalah berasal dari setan. Rasulullah SAW bersabda tentang mencari
ketenangan dalam Islam “Ketenangan datangnya dari Allah, sedangkan tergesa-
gesa datangnya dari setan.” (HR. Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra 10/104 dan
Abu Ya’la dalam Musnad nya 3/1054)
نِاَطيَّْشلا تِاوَُطخُ اوعُبَِّت َت لََ اونُمَآ نَيذَِّلا اهَُّ يَأ يََ ۚ رُمَُْيَ هَُّنإَِف نِاَطيَّْشلا تِاوَطُخُ عْبَِّت َي نْمَوَ
رِكَنْمُلْاوَ ءِاشَحْفَلْبِِ ۚ مْكُيْلَعَ َِّللّا لُضْفَ لََوْلَوَ ََّللّا َّنكََِٰلوَ ادًَبَأ دٍحَأَ نْمِ مْكُنْمِ َٰىكََز امَ هُتَُحْْرَوَ
ءُاشَيَ نْمَ ي ِكَز ُي ۚ ٌميلِعَ عٌي َِسَ ُ َّللّاوَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syetan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syetan,
maka sesungguhnya syetan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji
dan yang mungkar selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(Q.S. An Nur: 21)
Menurut Syeikh Al-Zuhaili di dalam tafsirnya mengatakan, jika datang
seseorang pendosa yang bisa jadi dusta dengan kabar yang padanya dapat
memudharatkan seseorang, lakukanlah tabayyun terhadap hakikat yang
sebenarnya. Validasi keakuratan beritanya, jangan tergesa-gesa menghukumi
sebelum mempelajari terlebih dahulu inti permasalahannya agar muncul hakikat
permasalahan dan benar-benar terang. Hal ini sebab dikhawatirkan akan
menghukumi suatu kaum dengan menyakiti, menimpakan kemudharatan pada
kaum ini yang sebenarnya tidak berhak dihukum. Padahal diri sendiri masih
tidak faham permasalahan yang sebenarnya. Maka penyesalanlah yang akan
mengikuti keputusan itu.
ٍمي مِ نَ بِ ءٍا َّش مَ زٍاَّهََ ۚ فٍ َّلَّحَ َّلكُ عْ طِ تُ لََوَ يٍ هِ مَ
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,
yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah”. (QS. Al-Qalam: 10-
11)
2. Melakukan Check dan Recheck terhadap Kebenaran Berita
Dalam konteks keterbukaan informasi dan perkembangan teknologi digital,
Quraish Shihab juga menekankan akhlak tabayyun atau melakukan kroscek
kebenaran terhadap informasi dan berita yang beredar melalui media cetak, website,
maupun media sosial. Dalam hal ini, Allah SWT dalam QS. Al-Hujurat ayat 6
memerintahkan manusia untuk senantiasa melakukan tabayyun atau check and
recheck:
ةٍالا اهابِِ ا مًوْا ق او بُي صِ تُ نْاأ او نُ َّ ي ا ب ا ت ا ف إٍاب ا ن بِ قٌ سِااف مْ كُاءا اج نْ إِ او نُ امآ اني ذَِّلا ا اهُّ ياأ ايَ
ايمِ دِ انَ مْ تُ لْ اعا ف ا ام ىٰالاع او حُ بِ صْ تُ ا ف
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
(QS. Al-Hujurat: 6)
Dari sini, Islam menekankan perlunya menyeleksi informasi. Penyeleksian
harus dilakukan oleh penyebarnya maupun penerimanya. Itu agar tidak terjadi
dampak buruk bagi siapa pun. Bahkan yang bukan fasiq pun, jika membawa berita
penting, tetap saja perlu dilakukan tabayyun terhadapnya sebab bisa jadi pembawa
beritanya tidak memiliki daya ingat yang baik atau pemahaman yang jitu atau bisa
jadi juga akibat bercampur aduknya informasi yang diterimanya sehingga menjadi
kacau pikirannya. Itu pula sebabnya semakin banyak ucapan/berita yang
disampaikan seseorang, semakin besar potensi kesalahan, paling tidak akibat
lupanya.
Ayat ini memberikan tuntunan agar lebih berhati-hati dalam menerima
maupun menyampaikan sebuah berita, apalagi berita ini menyalahi beberapa
ketentuan yang sudah berlaku atau telah disepakati seperti ketentuan akal sehat,
adab sopan santun maupun agama. Tuntunan agama agar kita menjadi orang yang
lebih cerdas dalam bersikap. Berusaha untuk menyampaikan berita yang benar,
bukan bohong/hoax.
Praktik menguji informasi semacam itu sudah lazim dalam ilmu hadis.
Ulama-ulama hadis yang menerima informasi menyangkut apa yang dinisbahkan
kepada Rasulullah SAW sangat memperhatikan hal di atas, terlebih lagi kalau
informasinya berkaitan dengan kepercayaan atau hukum agama.58
Paling tidak ada dua hal yang perlu digarisbawahi oleh pesan ayat di
atas. Pertama, pembawa berita dan kedua isi berita. Orang yang menyampaikan
kabar yang perlu di-tabayyun jika orang ini adalah jenis seorang fasiq, yakni
yang aktivitasnya diwarnai pelanggaran agama yang melakukan dosa besar atau
sering kali melakukan dosa-dosa kecil dan pelanggaran budaya positif warga .
Sedangkan yang kedua menyangkut isi berita, khususnya berita yang penting. Ini
sebab kalau semua berita yang penting dan tidak penting harus diselidiki
kebenarannya, maka akan tersita banyak sekali waktu untuk itu dan hasil yang
ditemukan pun tidak banyak manfaaatnya.
Dalam media, selain mengkroscek kebenaran dan keakuratan suatu berita,
bentuk kritis lain terhadap suatu informasi atau wacana dapat dilakukan dengan
memanfaatkan teori analisis wacana. Suatu informasi atau wacana tidak serta merta
langsung diterima atau ditolak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terlebih
dahulu. Di antaranya: objek yang dituju oleh suatu informasi, konteks (situasi dan
kondisi) ketika wacana atau informasi yang ditulis, historisnya (kesejarahan suatu
informasi), sisi kekuasaan dan ideologi penyampai informasi.
Al-Qur’an dan Hadist secara jelas mencela bagi manusia yang suka
berbohong. Di dalam Al-Qur’an, berbohong termasuk perbuatan orang-orang yang
tidak beriman. Rasulullah SAW menegaskan haramnya perbuatan dusta atau
kebohongan dan menjadi salah satu sifat orang munafik: “Tanda-tanda orang
munafik itu ada tiga: jika berbicara selalu berdusta, jika berjanji selalu
mengingkari, dan jika mendapatkan amanah selalu berkhianat.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Ada tiga perkara yang memperbolehkan bohong seperti Imam Ghazali di
dalam kitab Ihya Ulumuddin jilid IV/284, mengutip sebuah hadist yang
memperbolehkan untuk berkata bohong yang artinya: “Rasulullah tidak mentolerir
suatu kebohongan kecuali dalam tiga perkara: (a) untuk kebaikan (b) dalam
keadaan perang (c) suami membohongi istri dan istri membohongi suami (demi
menyenangkan pasangannya).
Al-Hafiz Ibnu Hajar ra. menukil perkataan Ibnu Bathal ra, apabila seseorang
mengulang-ngulang kedustaan hingga berhak mendapat julukan berat sebagai
pendusta, maka tidak lagi mendapat predikat sebagai mu’min yang sempurna,
bahkan termasuk berpredikat sebagai orang munafik.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani ra, kemudian menjelaskan, “Hadist Abu
Hurairah ra, tentang tanda-tanda orang munafik yang disini mencakup perbuatan
dusta, baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan. Tanda pertama, dusta
dalam perkataannya, tanda kedua dusta dalam amanahnya, tanda ketiga dusta dalam
janjinya. Berikutnya, Imam Bukhari mengetengahkan hadist tentang jenis ancaman
hukuman di akhirat bagi para pendusta, yaitu mulutnya akan disobek sampai
ketelinga, sebab mulutnya itulah yang menjadi lahan kemaksiatan.
Dari seluruh pedoman ini , yang terpenting adalah konsep tabayyun
(mencari penjelasan kepada objek informasi, QS. Al-Hujurat: 6) baik dengan
konfirmasi, pencarian fakta dan saksi, maupun check dan recheck. Dengan sikap-
sikap itulah, orang beriman dapat tetap melaksanakan ajaran-ajaran agamanya
secara baik, dengan segala nuansa transendentalnya (sikap kepasrahan diri kepada
Allah SWT). Namun, juga tidak menjadi umat yang tertinggal dari proses kemajuan
dunia yang memang secara alami akan selalu berkembang secara dinamis.
Tabayyun dibutuhkan agar seseorang tidak menimpakan keburukan atau musibah
kepada orang lain tanpa pengetahuan sama sekali dan tanpa kepastian. Dari
berbagai penjelasan di atas tampak jelas bahwa yang menjadi “Musuh berat”
keimanan adalah sifat dan sikap kekafiran, watak fisik, potensi fasiq, dan tipu daya
kemunafikan.
Al-Quran telah memberikan tuntunan kepada umat manusia agar selalu
berkata benar. Islam sendiri mengecam tindakan memproduksi dan pelaku yang
ikut andil dalam menyebarkan hoax (berita bohong). Sebagaimana dimaktubkan
dalam Al-Quran bahwa pelaku penyebar hoax akan mendapat ganjaran siksaan
yang pedih di akhirat. Bahkan diberi predikat oleh Al-Quran sebagai orang fasik.
Adapun solusi yang ditawarkan oleh Islam melalui Al-Quran terkait penyebaran
hoax ini pertama, tabayyun (meneliti atau klarifikasi) tentang kebenaran suatu
informasi yang datang atau diterima dengan mencari kejelasan suatu masalah
hingga tersingkap kondisi sebenarnya, atau sikap hati-hati terhadap sesuatu dan
tidak tergesa-gesa. Kedua, memelihara lisan dan tangan sebagaimana yang
dianjurkan oleh Nabi Saw. Hoax sendiri dapat ditanggulangi dengan a) bersikap
hati-hati dan tidak tergesa-gesa menyebarluaskan berita, b) melakukan check and
recheck terhadap kebenaran berita, c) takut akan dosa.
Fenomena hoax berkembang dalam lintas sejarah warga sejak dulu hingga saaat ini. Hal
ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor kepentingan, seperti pada peristiwa
haditsul ifki yang menimpa istri Rasulullah, Siti Aisyah ra, yang dituduh berzina oleh
kaum munafik untuk memecah belah umat Islam pada saat itu. Dewasa ini, hoax
begitu kental dengan kehidupan warga sebab mudah tersebar melalui berbagai
platform media sosial. Padahal dampak yang dirasakan akibat penyebaran hoax tidak
bisa dianggap remeh. Oleh sebab nya, dalam penelitian ini penting untuk
mengetahui bagaiman cara membangun pola pikir warga dalam menyikapi
berita hoax. Adapun metode yang digunakan pada penelitian kali ini adalah bersifat
kualitatif, jenisnya library research, dan pendekatan yang digunakan adalah teologi
normatif dan sosiologis. Sementara teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah heurestik dengan teknik analisa data deskriptif. Tujuan dari penelitian ini
ialah untuk mengetahui solusi qurani dalam membangun warga agar tidak
mudah terpengaruh oleh berita hoax. Mengingat fenomena hoax memiliki dampak
yang tidak hanya merugikan individu tapi juga warga dan kehidupan
bernegara, maka setiap muslim wajb untuk melakukan tabayyun serta memelihara
lisan dan tangannya.
Seluruh dunia dewasa ini menghadapi permasalahan yang sama yaitu,
gelombang hoax. Hoax muncul bertubi-tubi dalam berbagai konteks persebaran
informasi, dari ranah politik hingga kesehatan, dari urusan publik hingga privat
seseorang. Keberadaan internet, sepaket dengan kebudayaan yang terbangun di
dalam ruang publik baru membuat warga sulit membedakan informasi faktual
dan hoax. Jalan utama untuk mengantisipasi hoax adalah membangun kompetensi
publik dalam menghadapi luapan banjir informasi.1
Saat ini penyebaran informasi/berita bohong (hoax) makin marak. Survei
Mastel 2017 mengungkapkan bahwa warga menerima hoax setiap hari lebih
dari satu kali. Saluran yang paling banyak digunakan dalam penyebaran hoax
adalah media sosial. Fenomena hoax di negara kita memicu keraguan
terhadap informasi yang diterima dan mebingungkan warga . Hal ini
dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menanamkan fitnah dan
kebencian.2
Penelitian yang memeriksa bagaimana hoax bekerja di negara kita belum
banyak dilakukan. Hal yang membuat horizon kajian tentang hoax di negara kita masih
terbilang minim basis epistemologinya. Sebagian peneliti masih berupaya melakukan
pemetaan bagaimana hoax tersebar di negara kita . Ismail Fahmi misalnya, dengan
drone emprit – software engine yang dibuat – mencoba memetakan bagaimana
hoax tersebar di internet, secara khusus di media sosial. Survey yang dilakukan
oleh Fahmi mengungkap 92,40% hoax di negara kita diakui tersebar melalui media
sosial (facebook, twitter, Instagram dan Path), berturut-turut 62,80% hoax tersebar
melalui aplikasi chatting (whatsapp, line, telegram) dan menempati nomer tiga,
berturut-turut 34,90% hoax tersebar melalui situs web. Sedangkan bila didasarkan
format-nya hoax, 62,10% yang tesebar berbentuk tulisan, sedangkan 37,50%
berbentuk gambar dua dimensi. Riset Fahmi (2017), menemukan hoax paling
populer di negara kita 91,80% merupakan isu sosial politik, yang secara spesifik
membahas terkait Pilkada dan Kebijakan atau Kinerja Pemerintah. Menyusul
berturut-turut di nomer dua, yaitu isu SARA (Suku Agama Ras dan Antar- golongan)
sebanyak 88,60%, berada di nomer ketiga, yaitu isu kesehatan.3
Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya untuk menjaga lisan atau
perkataan. Dalam Alquran dan hadits banyak ditemui tuntunan yang
mengharuskan untuk menghargai serta menghindari perbuatan yang merugikan
orang lain, baik berupa perkataan maupun perbuatan, termasuk hoax. Perbuatan
menyakiti dan menganiaya orang lain tidak hanya dalam bentuk perbuatan, tapi
bisa juga dalam bentuk ucapan. Mu`adz bin Jabal bertanya kepada Rasulullah
saw,”Wahai Rasulullah, apakah kami akan disiksa dengan sebab kami
menggunakan lisan, untuk berkata-kata”? Rasulullah menjawab: “Wahai
Mu`adz berhati-hatilah engkau dan tidaklah wajah manusia itu diseret ke neraka
pada hari kiamat nanti, kecuali buah dari lisan (perkataan) mereka yang buruk
“Ucapan bisa lebih tajam dari mata pedang.” Fitnah, sebagaimana yang
disebutkan dalam Alquran, “lebih kejam dibandingkan pembunuhan.” Dua ungkapan
yang memberi gambaran bahwa lisan yang tidak dipergunakan pada tempatnya
akan menghasilkan perkataan-perkataan yang buruk dan membuat situasi menjadi
tidak terkendali.4
Mengingat masih banyak umat muslim yang tergelincir dengan perkataan
dan informasi yang didapatkannya, maka peneliti bermaksud meneliti tentang
solusi Islam dalam meng-counter hoax yang berkembang di tengah warga .
Adapun masalah yang dibahas dalam penelitian ini ialah pertama, bagaimana
pandangan Islam tentang hoax? Kedua, bagaimana solusi Qurani membangun
warga anti hoax?
Hoax (dibaca: hoks) menurut Kamus Besar Bahasa negara kita Dalam
Jaringan (KBBI Daring) berarti berita bohong.5 Asal kata hoax diyakini ada sejak
ratusan tahun sebelumnya, yakni ‘hocus’ dari mantra ‘hocus pocus’, frasa yang
kerap disebut oleh pesulap, serupa ‘sim salabim’.6 Pada sumber lain disebutkan,
kata hoax berasal dari “hocus pocus” yang akar katanya dari bahasa Latin “hoc est
corpus”, artinya “ini adalah tubuh”.7 Kata ini awalnya digunakan oleh penyihir
untuk mengklaim kebenaran, padahal sebenarnya dusta. Hocus digunakan untuk
menipu, biasa digunakan untuk sihir atau mantra para penyihir dan pesulap zaman
dahulu.8 Bahkan Boese (2002) dalam bukunya Museum of Hoaxes menuliskan
bahwa jauh sebelum itu, istilah hoax pertama kali terpublikasi melalui almanak atau
penanggalan palsu yang dibuat oleh Isaac Bickerstaff pada tahun 1709 untuk
meramalkan kematian astrolog John Partridge.9
Hoax dalam kamus Oxford diartikan sebagai suatu bentuk penipuan yang
tujuannya untuk membuat kelucuan atau membawa bahaya.10 Lynda Walsh (2006)
dalam bukunya berjudul Sins Against Science, The Scientific Media Hoaxes of Poe,
Twain, and Others menuliskan bahwa istilah hoax sudah ada sejak tahun 1800 awal
era revolusi industri di Inggris.
Hoax dalam bahasa Arab disebut (Ifkun) dan sepadan pula dengan kata
(kadzab) yang memiliki makna dusta.12 Sedangkan berita bohong dalam kamus
Bahasa Arab disebutkan dengan istilah (Namimah), atau juga dapat diartikan
(laghthun isya’atun) yang diartikan dengan istilah kabar burung atau kabar angin.13
Istilah berita bohong (hoax) dalam Al-Quran bisa diidentifikasi dari
pengertian kata al-Ifk yang berarti keterbalikan (seperti gempa yang membalikkan
negeri), tetapi yang dimaksud di sini ialah sebuah kebohongan besar, sebab
kebohongan adalah pemutarbalikan fakta. Sedangkan munculnya hoax (sebuah
kebohongan) disebabkan oleh orang-orang pembangkang. Dalam hal ini, Al-Quran
mengistilahkannya dengan ‘ushbah. Kata ‘ushbah diambil dari kata ‘ashaba yang
pada mulanya berarti mengikat dengan keras. Dari asal kata ini lahir kata
muta’ashib yakni fanatik. Kata ini dipahami dalam arti kelompok yang terjalin kuat
oleh satu ide, dalam hal ini menebarkan isu negatif, untuk mencemarkan nama
baik.1
Adapun pelaku hoax sendiri biasanya memang sudah diniatkan dengan
maksud tertentu. Dalam hal ini, Al-Quran menyebutnya iktasaba. Iktasaba
menunjukkan bahwa penyebaran isu itu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Ini
bukan saja dipahami dari kata kasaba yang mengandung makna usaha, tetapi juga
dari tambahan huruf ta’ (ت) dalam kata ini .15 Kata kibrahu terambil dari kata
kibr atau kubr yang digunakan dalam arti yang terbanyak dan tersebar. Adapun
maksud di sini adalah yang paling banyak dalam menyebarkan berita hoax.16
Selain itu, kata al- ifk dalam berbagai bentuknya disebutkan sebanyak 22
kali dalam Al-Quran. Kata al-ifk digunakan dalam Al-Quran untuk arti sebagai
berikut:
1. Perkataan dusta, yakni perkataan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Disebutkan dalam kasus istri Rasulullah saw., Aisyah ra. (QS. al-
Nur/24: 11).
2. Kehancuran suatu negeri sebab penduduknya tidak membenarkan ayat-
ayat Allah, misalnya QS. al-Taubah (9):
3. Dipalingkan dari kebenaran sebab selalu berdusta, seperti QS. al-
Ankabut (29): 61.17
Lingkaran kata hoax biasa digunakan untuk berita palsu, legenda urban,
rumor, dan kebohongan yang menipu. Pada dasarnya hoax diciptakan untuk menipu
banyak orang dengan cara merekayasa sebuah berita agar terkesan menjadi sebuah
kebenaran. Hoax merupakan sebuah pemberitaan palsu yakni sebuah usaha untuk
menipu atau mengakali pembaca dan pendengar agar mempercayai sesuatu.
Hoax merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi
sebenarnya. Dengan kata lain hoax juga bisa diartikan sebagai upaya pemutarbalikan
fakta menggunakan informasi yang seolah-olah meyakinkan tetapi tidak dapat
diverifikasi kebenarannya. Hoax juga bisa diartikan sebagai tindakan mengaburkan
informasi yang sebenarnya, dengan cara membanjiri suatu media dengan pesan yang
salah agar bisa menutupi pesan yang benar. Tujuan dari hoax yang disengaja adalah
membuat warga merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam
kebingungan, warga akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan,
dan bahkan salah.
Dari beberapa pengertian hoax diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa hoax ialah upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang
meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya, sebagai tindakan
mengaburkan informasi yang sebenarnya, dengan cara membanjiri suatu media
dengan informasi yang direkayasa agar bisa menutupi informasi yang benar.
Hoax memiliki beberapa macam jenis, yaitu: a) Hoax yang bersifat
akademis; b) Hoax menyangkut agama; c) Hoax yang dianggap layak secara sosial
(contoh: hoax pada setiap tanggal 1 April); d) Klaim Apokrif, yaitu tulisan-tulisan
yang diragukan keasliannya yang biasa merujuk pada Al-Kitab yang tidak merujuk
pada perjanjian baru maupun lama; e) Hoax yang sengaja dibuat untuk tujuan yang
sah. f) Hoax virus komputer. Hoax ini biasanya menyebar melalui email yang berisi
entang peringatan tentang menyebarnya virus komputer, padahal isi email ini
adalah virus itu sendiri.
Mewabahnya fenomena hoax atau berita bohong di media akhir-akhir ini
sangat memprihatinkan. Salah satu dampaknya adalah berakibat pada perpecahan
di kalangan umat Islam.21 Padahal akar dari munculnya hoax bersumber dari
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara global. Manusia
dimanjakan dengan berbagai fasilitas yang canggih. Fasilitas inilah yang membuat
manusia mendapatkan kebebasan dalam mengeluarkan pendapat. Sebuah bentuk
kebebasan yang melahirkan komunikasi tanpa batas. Melalui media, seseorang
bebas mengeluarkan pendapat di ruang publik. Siapapun menjadi bebas dalam
mengeksplorasi kepentingan masing-masing, terlebih dalam mewujudkan sebuah
kepentingan kelompok tertentu, Tanpa melihat dampaknya, kelompok ini
memproduksi dan mensirkulasikan berita hoax itu di warga .
Peredaran berita hoax rentan terjadi, terutama di warga yang tingkat
literasinya masih rendah. Biasanya, warga mudah menerima informasi begitu
saja tanpa melakukan pengecekan. warga bahkan menyebarkannya tanpa
mempertimbangkan tingkat ketepatan informasi yang diterimanya. warga
akhirnya terjerumus dalam kesimpangsiuran berita, provokasi dan rasa saling
curiga.
Bahaya Hoax dalam Lingkaran warga dan Ancaman bagi Pelakunya
Kemajuan pesat teknologi dan komunikasi global berdampak pada
kebebasan di media sosial secara daring.23 Kebebasan ini sering kali
digunakan untuk menebar fitnah, baik untuk kepentingan pribadi maupun
kelompok. Hal ini tentu sangat memprihatinkan. Tak sedikit berita-berita bohong
(hoax) digunakan untuk membentuk opini publik yang mengarah pada terjadinya
kehebohan, ketidakpastian informasi, dan ketakutan.24 Hoax kemudian menyebar
melalui surat kabar, radio, televisi, dan internet. Penyebaran hoax pun dilakukan
dengan berbagai alasan, seperti humor, pemasaran, seni, hiburan, aktivisme,
pendidikan, dan lain sebagainya.
Hoax merupakan berita bohong berupa informasi sesat dan berbahaya
sebab dapat misinformasi dengan menyampaikan informasi palsu sebagai
kebenaran. Hoax mampu memengaruhi banyak orang dengan menodai suatu citra
dan kredibilitas. Tujuannya adalah untuk memengaruhi pembaca dengan informasi
palsu sehingga pembaca dapat mengambil tindakan sesuai dengan isi berita palsu.
Sebagai informasi palsu dan menyesatkan, hoax dapat menakut-nakuti orang yang
membacanya.
Merebaknya peredaran hoax di media sosial, telah memberikan dampak
negatif yang sangat signifikan, beberapa dampak yang dihasilkan ialah
sebagaimana berikut: a) Merugikan warga , sebab berita-berita hoax berisi
kebohongan besar dan fitnah; b) Memecah belah publik, baik mengatasnamakan
kepentingan politik maupun organisasi agama tertentu; c) Memengaruhi opini
publik. Hoax menjadi provokator untuk memundurkan warga ; d) Berita-berita
hoax sengaja dibuat untuk kepentingan mendiskreditkan salah satu pihak, sehingga
bisa mengakibatkan adu domba terhadap sesama umat Islam:27 e) Sengaja ditujukan
untuk menghebohkan warga , sehingga menciptakan ketakutan terhadap
warga .
Dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan akibat adanya peredaran
hoax ini , maka warga awam yang akan sangat dirugikan. Upaya untuk
meminimalkan tentu sangat diharapkan agar warga kembali sadar dan berhati-
hati. Ketika berbicara hoax dalam skala lebih kecil bisa jadi akan tidak berdampak
apapun dalam kehidupan berwarga , namun ketika hoax ini sudah
menyasar isu SARA maka dampak yang ditimbulkan akan jauh lebih berbahaya.
Dominasi hoax, sekali lagi, bermula dari media sosial, pengguna media
sosial menjadi sasaran utama hoax. Dampaknya adalah keresahan warga .
warga tidak tahu betul bagaimana kroscek kebenaran berita hoax. Sehingga
efek yang ditimbulkan adalah gesekan-gesekan tertentu yang berkaitan dengan
spesifikasi konten hoax. Jika kontennya adalah SARA, maka konflik yang muncul
akan lahir adalah seputar SARA yang berdampak pada perpecahan bangsa
negara kita . Konflik yang sangat serius disebabkan sebab berita yang tidak dapat
dibenarkan validitasnya.
Dampak dari penyebaran hoax ternyata lebih dahsyat dari bom yang
diledakkan di suatu kawasan. Jika bom ini diledakkan di suatu tempat, maka
yang akan punah adalah satu generasi beserta lingkungan saat itu. Namun
kedahsyatan efek hoax mampu merusak bukan hanya satu generasi tetapi mampu
merusak banyak generasi bahkan berabad-abad lamanya. Seperti halnya hoax yang
dilakukan Abdullah bin Saba, dengan umat Islam di kalangan Syi’ah sebagai
korbannya. Berabad-abad golongan ini membenci serta memusuhi sahabat
Rasulullah SAW yaitu Abu Bakar As-Shidiq, Umar Bin Khatab, dan Usman Bin
Affan, bahkan Aisyah istri Nabi pun dituduh berselingkuh.29
Maka permasalahan hoax yang ada di abad ke-20 ini meskipun dibarengi
dengan perkembangan teknologi, Al-Quran tetap memiliki landasan yang kokoh
untuk menyelesaikan permasalahan mengenai berita hoax. Ini sekaligus
membuktikan bahwa Al-Quran selalu relevan di setiap ruang dan waktu. Di dalam
Al-Quran berita hoax bukanlah hal yang dianggap sepele, sebab merupakan
jembatan bagi orang-orang munafik untuk memecah belah umat Islam. Maka terang
saja, Allah melalui firman-firman-Nya sejak 14 abad yang lalu telah mewanti-wanti
mengenai berita hoax, dengan cara memberi tuntunan dalam menyikapi berita hoax
dan sekaligus memberi kabar gembira bahwa Allah mengecam pembuat dan
penyebar berita hoax.
Orang-orang yang menganggap berita hoax itu hal yang ringan, lalu ikut
menyebarkan berita hoax ini tanpa mencari kebenarannya terlebih dahulu
sungguh akan mendapatkan dosa yang besar,31 sebab berita hoax ini adalah besar
disisi Allah. Sebagaimana juga disebutkan pada sebuah hadits, dalam kitab ash-
Shahihain bahwa orang yang menganggap remeh berita hoax lalu ikut
menyebarkannya maka nerakalah bagiannya, “Sesungguhnya seseorang
mengucapkan sebuah kalimat yang mendatangkan kemarahan Allah sedang dia
tidak menyadari akibatnya, sehingga membuatnya tersungkur ke dalam api neraka
lebih jauh dibandingkan jarak antara langit dan bumi”.
Salah satu hukuman orang yang suka menuduh atau menyebarkan hoax
adalah dilekatkan pada dirinya predikat sebagai orang fasik. Namun jika
seseorang itu ingin bertaubat, maka segeralah untuk bertaubat, namun taubatnya
saja belum dipandang cukup, tetapi harus terlihat tanda-tanda kebaikannya
(perubahannya untuk tidak mengulangi) sebab dosa ini menyangkut hak manusia,
sehingga lebih diberatkan.34 Demikian akibat dari hoax dalam perspektif Al-Quran
yang benar-benar memberikan kecaman bagi pembuat dan penyebarnya.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, orang-orang yang
membawa berita hoax dinamai dengan fasik. Kata itu biasanya digunakan untuk
melukiskan seorang yang durhaka. Seorang yang durhaka adalah orang yang keluar
dari koridor agama, akibat melakukan dosa besar atau sering kali melakukan dosa
kecil. Dampak dari menyebarkan berita hoax adalah mendapat azab yang besar dari
Allah, yakni dosa besar sebab kefasikannya.
Bahkan Komisi Fatwa Majelis Ulama negara kita telah mengeluarkan fatwa
bahwa setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk:
a) Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan; b)
Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama,
ras, atau antar golongan; c) Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun
dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup; d)
Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara
syar’i; e) Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau
waktunya.
Oleh sebab itu, Menurut Komisi Fatwa Majelis Ulama negara kita bahwa
memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi
yang tidak benar kepada warga hukumnya haram.36 Memproduksi,
menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoax,
ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis
terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak hukumnya haram. Aktifitas
buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah,
fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk
memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram.
Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa
dan orang yang memfasilitasinya.
Penyebarluasan berita bohong (hoax) di media sosial merupakan bentuk
kejahatan modern yang dalam hukum Islam dianalogikan atau dikategorikan
sebagai jarimah ta’zir, sebab pada zaman Rasulullah belum mengenal istilah
hoax.38 Hal ini sebab tindak pidana menyebarluasan berita hoax merupakan
kejahatan modern di mana belum ada dalil baik Qur’an, Hadis maupun kitab fiqh
yang menjelaskan secara eksplisit tentang hal ini.
Hukuman ta’zir dalam Hukum Pidana Islam ditentukan oleh penguasa (ulil
amri) sama halnya dalam Hukum Positif oleh hakim. Jika dikaitkan dengan konteks
sekarang (ius constitutum), yang dimaksud dengan penguasa (ulil amri) di sini ialah
pemerintah. Jadi umat Islam diperbolehkan menggunakan ketentuan atau undang-
undang yang dibuat oleh pemerintah saat ini seperti diterapkannya UU ITE, KUHP,
dan undang-undang lainnya.
Solusi Qurani Membangun warga anti Hoax
Penting untuk disadari bahwa bahaya hoax ini tak ubahnya seperti
narkotika. Hal ini disampaikan oleh akademisi Komarudin Hidayat yang
menyatakan bahwa momok dari penyebaran berita bohong atau hoax tak ubahnya
seperti peredaran narkotik dan pornografi. Jika dibiarkan terus menerus, maka dapat
merugikan warga . Bahkan bahaya hoax yang tidak kalah mengerikan adalah
menyebabkan pembunuhan karakter sebab merupakan manipulasi, kecurangan,
dan bisa menjatuhkan orang lain.
Oleh sebab itu, Islam telah memberikan tuntutan kepada setiap umatnya
dalam semua lini kehidupan, termasuk upaya dan sikap yang harus dimiliki oleh
seorang muslim dalam menghadapi hoax. Adapun solusi yang ditawarkan oleh
Islam melalui Alquran ialah sebagai berikut:
1. Tabayyun (Meneliti atau Klarifikasi)
Setiap orang yang memperoleh konten/informasi melalui media sosial (baik
yang positif maupun yang negatif) tidak boleh langsung menyebarkannya sebelum
diverifikasi dan dilakukan proses tabayyun serta dipastikan kemanfaatannya.
Proses tabayyun terhadap konten/informasi bisa dilakukan dengan langkah sebagai
berikut: Pertama, dipastikan aspek sumber informasi (sanad)-nya, yang meliputi
kepribadian, reputasi, kelayakan dan keterpercayaannya. Kedua, dipastikan aspek
kebenaran konten (matan)-nya yang meliputi isi dan maksudnya. Ketiga, dipastikan
konteks tempat dan waktu serta latar belakang saat informasi ini disampaikan.
Dalam jurnalistik Islam, tabayyun (teliti) adalah salah satu prinsip yang
harus dipegang kuat. Tabayyun artinya adalah meneliti atau mengklarifikasi tentang
kebenaran suatu berita yang datang atau yang diterima. Ketelitian atau tabayyun
bukan hanya berhubungan dengan urusan duniawi seperti nama baik,
profesionalisme atau kredibilitas. Tetapi juga terkait dengan urusan akhirat. Hal ini
terkait langsung dengan Allah SWT dan perintah-Nya.42 Tabayyun artinya mencari
kejelasan suatu masalah hingga tersingkap kondisi sebenarnya, atau sikap hati-hati
terhadap sesuatu dan tidak tergesa-gesa.
Tabayyun merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan agar tidak
dihinggapi prasangka-prasangka yang tidak bertanggung jawab, sehingga
memicu fitnah bahkan kekerasan.Pentingnya tabayyun dalam menerima
suatu beritapun Allah sampaikan dalam Al-Qur’an:
ةٍالا اهابِِ ا مًوْا ق او بُي صِ تُ نْاأ او نُ َّ ي ا ب ا ت ا ف إٍاب ا ن بِ قٌ سِااف مْ كُاءا اج نْ إِ او نُ امآ اني ذَِّلا ا اهُّ ياأ ايَ
ايمِ دِ انَ مْ تُ لْ اعا ف ا ام ىٰالاع او حُ بِ صْ تُ ا ف
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas pebuatanmu itu.” (QS.
Al-Hujurat: 6)
Perintah check dan rechek bukanlah sesuatu yang baru. Allah SWT pernah
memerintahkan umat Islam, pada zaman Rasullah SAW untuk selalu mengecek
kebenaran sebuah berita yang diterima. Pasalnya, kala itu umat Islam pernah
termakan kabar burung bahwa salah satu istri Rasulullah berlaku serong. Padahal,
berita ini hanyalah embusan-embusan kebencian yang ditiupkan oleh orang-
orang munafik.Tabayyun merupakan cara yang tepat untuk mengetahui
kebenaran sebuah berita. Tabayyun dalam ayat ini banyak ditafsirkan sebagai
tatsabbut, bahkan oleh sebagian qira’ah, kata tabayyun dalam ayat ini , oleh
dibaca tatsabbatu.
Jadi, yang dimaksud dengan tabayyun adalah memeriksa dengan teliti,
sedangkan tatsabbut adalah berhati-hati dan tidak tergesa-gesa, melihat dengan
keilmuan yang dalam terhadap sebuah peristiwa dan kabar yang datang, sampai
menjadi jelas dan terang.
Menurut Jawad Mugniah dalam at-Tafsir al-Mubin, ayat ini menunjukkan
dengan jelas tentang haramnya mengambil berita dari orang fasik tanpa melakukan
klarifikasi (tabayyun) kebenarannya. Pengambilan berita dari orang fasik
dikhawatirkan akan membahayakan bagi orang lain. Dalam istilah ushul fiqh, ayat
ini juga menunjukkan larangan untuk mengikuti tata cara orang-orang fasik.
Bersandar pada ayat ini, sebagian ulama berargumen bahwa muslim
berkewajiban untuk mengambil berita dari orang yang terpercaya (tsiqah), tanpa
harus melakukan klarifikasi terlebih dahulu. Oleh sebab nya, dalam kajian ilmu
hadist sebuah kabar hadist ahad yang terpercaya (tsiqah) hadist yang diriwayatkan
hanya satu orang, tidak secara mutawatir sebagaimana ayat-ayat Al-Qur’an dapat
diterima dan bisa dijadikan sebagai argumen.
2. Memelihara Lisan dan Tangan
Manusia ditakdirkan Allah sebagai makhluk sosial. Demi memenuhi
kebutuhan individu, manusia harus bisa berinteraksi dengan orang lain dan
lingkungan. Salah satu bentuk interaksi sosial yang harus dilakukan adalah
pergaulan.46 Di zaman modern, ketajaman lisan kadang juga mewujud dalam
aktivitas di media sosial melalui status-status yang ditulis. Sudah semestinya,
sebagai umat Islam membuat status di media sosial yang tak menyinggung orang
lain.
Seorang muslim yang baik, tidak sepatutnya mengucapkan dan melakukan
tindakan yang tidak sejalan dengan etika sosial. Memang sepintas terlihat amat
sepele, bahkan remeh temeh. Tetapi sesungguhnya mempunyai kandungan yang
amat mulia. warga yang di dalamnya didominasi oleh sikap saling benci,
ghibah dan komunikasi yang tidak manusiawi pada umumnya berakhir dengan
perselisihan yang bersifat permanen. Sebaliknya, warga yang secara budaya
lebih baik akan mempunyai kesempatan membangun toleransi.47
Dari Abdullah ibn ‘Amr, Rasulullah SAW beliau bersabda: “Orang Muslim
adalah orang yang mampu membuat rasa aman orang lain, dengan menjaga lisan
dan tangannya. Sedang orang yang hijrah adalah seseorang yang berpindah guna
menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hadist ini menerangkan tentang ciri orang muslim yang baik Islamnya, yaitu
selamatnya muslim lain dari ulah lisan dan tangannya. Secara eksplisit, kebalikan
dari orang seperti ini adalah orang munafik.48 Dengan kata lain, muslim yang baik
tidak suka mendzalimi kaum muslimin lainnya, baik dengan lisan, ghibah, adu-
domba, mencaci dan lain sebagainya. Sedangkan dengan tangan yakni tidak
merampas harta dan tidak memukul, tetapi mampu menahan diri dan adil. Tidak
datang kepada orang lain melainkan dengan kebaikan untuk mereka.49 Dalam hadist
ini, Rasulullah mendahulukan lisan dari tangan. Hal ini disebabkan sebab lisan
lebih dahsyat bahayanya dibandingkan bahaya tangan. Bahaya lisan bisa mengenai
orang-orang terdahulu, orang-orang yang hidup sekarang dan orang-orang yang
hidup di masa mendatang.
Menurut Al-Hafizh (Ibnu Hajar Al-Asqalani) menjelaskan hadist ini .
Beliau berkata hadist ini bersifat umum bila dinisbatkan kepada lisan. Hal itu sebab
lisan sangat memungkinkan berbicara apa yang telah lalu, yang sedang terjadi dan
apa yang akan terjadi saat mendatang.51 Berbeda dengan tangan, pengaruh tangan
tidak seluas dengan pengaruh lisan. Walaupun begitu, tangan bisa juga mempunyai
pengaruh yang luas sebagaimana lisan yaitu melalui tulisan. Dan pengaruh tulisan
juga tidak kalah hebatnya dengan pengaruh lisan.
Islam merupakan agama yang sempurna yang mengatur setiap tatanan
dalam kehidupan manusia. Islam telah mengatur tata cara berkomunikasi dengan
baik dan sangat mengecam orang yang menggunakan lisannya untuk perkataan
yang buruk. Dalam hadist Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam.” (HR.
Bukhari & Muslim).
Dalam hadist ini Rasulullah SAW secara jelas menekankan demi
kebaikan dan kemaslahatan bersama hendaknya mengatakan hal-hal yang baik,
benar, dan positif tentang suatu hal atau tentang orang lain. Hal-hal yang tidak
berdasarkan fakta nyata atau bukti kuat tentang suatu hal/orang lain, hendaknya
tidak diumbar sebab hal itu tidak baik, bersifat fitnah, yang bisa berakibat fatal,
baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain
Salah satu cara mengukur dan menilai kesempurnaan iman seseorang adalah
dengan melihat kata-kata yang selalu diucapkan. Jika kata-kata yang diucapkan
selalu mengandung kebaikan, penuh hikmah, membawa kemaslahatan untuk orang
banyak, maka itu tanda bahwa keimanannya sempurna. Sebaliknya jika yang
diucapkan selalu mengandung kebencian, buruk sangka, membuat resah dan
menyakiti orang lain, maka itu tanda bahwa imannya lemah.
Cara Menanggulangi Hoax
Penting untuk bersikap terhadap hoax, sebab dampak yang dapat
ditimbulkan olehnya. Termasuk perbuatan dosa yang dosanya terus mengalir
walaupun si pelaku sudah meninggal adalah menyebarkan berita bohong (fitnah)
atau dalam bahasa kerennya hoax.54 Selain menjadi dosa yang terus mengalir,
menyebarkan fitnah akan memberikan dampak buruk bagi si pelaku, baik di dunia
maupun di akhirat.
Islam agama yang sempurna dalam memberikan tuntunan kepada umat
manusia baik dahulu maupun sekarang. Rasulullah diutus untuk menyempurnakan
akhlak. Melalui Al-Qur’an Allah SWT mengingatkan orang-orang beriman agar
bersikap hati-hati dalam menanggapi setiap informasi yang datang kepadanya. Ada
dua jenis peringatan Al-Qur’an tentang hal ini. Pertama, peringatan khusus
terhadap berita atau informasi yang sudah jelas kebohongannya. Kedua, penentuan
sikap orang beriman terhadap segala jenis informasi umum, atau yang sekarang
disebut arus informasi global. 55
Terhadap jenis informasi yang sudah jelas kebohongannya, Al-Qur’an telah
menjelaskan bagaimana orang beriman harus mengambil sikap. Hal ini tentu saja
untuk menjaga keselamatan hati orang beriman agar tidak terkotori oleh
kebohongan atau informasi yang mengarah pada fitnah hingga merusak
keimanannya. Al-Qur’an telah memerinci hal ini dalam QS An-Nur ayat 11-21
yakni terkait dengan fitnah yang menimpa Aisyah ra. istri Rasulullah SAW yang
dikenal dalam riwayat pada hadist ifki.
Pada masa Nabi SAW, ada sekelompok orang yang menyebarkan rumor
tentang istri Nabi, Aisyah ra. yang cukup meresahkan Nabi, dan sahabat-sahabat
karib beliau. Peristiwa ini terkait tuduhan fitnah yang disebarluaskan oleh kaum
munafik. Setelah sebulan rumor itu berkembang, barulah Allah SWT menurunkan
ayat-ayat yang membantah rumor ini sambil memberi pengajaran kepada
kaum muslimin bagaimana langkah yang harus ditempuh, lalu tabayyun, bila rumor
ini menyangkut orang yang selama ini dikenal baik. Allah SWT berfirman
dalam QS An-Nur: 12
اًيْْ خَ مْ هِ سِ فُ ْنَبِِ تُا نَ مِؤْ مُ لْاوَ نَو نُ مِؤْ مُ لْا َّنظَ هُومُ تُ عْ َِسَ ذْ إِ لََوْ لَ
ٌي بِ مُ كٌ فْ إِ ا ذَ ََٰه او لُا قَوَ
“Mengapa diwaktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang
mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri,
dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata"
(QS.An-Nur: 12)
Menurut ayat di atas, Allah SWT berpesan yang maksudnya antara lain
menyatakan bahwa semestinya sewaktu mendengar rumor itu, orang-orang
mukmin dan mukminah berprasangka baik terhadap yang dicemarkan namanya
sebab yang dicemarkan namanya itu adalah bagian sesama orang beriman. 56 Pada
ayat di atas, Allah dengan jelas memperingatkan bahwa orang-orang yang senang
tersebarnya berita-berita yang mencemarkan dalam warga Islam, akan ditimpa
siksa yang pedih.
Cobaan yang dihadapi kaum muslimin zaman sekarang, hampir serupa
dengan cobaan yang dihadapi oleh orang-orang beriman pada saat peristiwa fitnah
terhadap Aisyah ra terjadi. Banyak orang beriman tergelincir ikut membenarkan
atau minimal membiarkan kebohongan yang merusak citra pribadi orang beriman
sebab ulah orang-orang munafik, tersebar. Apalagi wajah-wajah munafik di
kalangan orang beriman sekarang ini seakan-akan malah mendominasi. Oleh
sebab itu, orang beriman dituntut untuk lebih bersungguh-sungguh dalam
membendung berita-berita yang meruntuhkan citra saudara-saudaranya sesama
orang beriman. Adapun sikap orang beriman dalam menerima sebuah berita yaitu:
1. Bersikap Hati-hati dan Tidak Tergesa-Gesa Menyebarluaskan Berita
Salah satu hal yang merusak keimanan adalah menyebarkan berita bohong
dan sikap cepat menanggapi berita-berita yang belum jelas kebenarannya. Dalam
menyikapi berita bohong, orang beriman akan mengambil manfaatnya yaitu
mencari kejelasan berita yang ada dan menahan diri untuk tidak terlibat menyiarkan
kabar bohong ini .
Tidak tergesa-gesa menerima kebenaran suatu berita sebab setiap
informasi yang datang pasti memiliki benang merah dengan informasi berikutnya
dan implikasi yang mengikutinya. Hal ini sebab dalam jurnalisme modern, setiap
informasi yang disiarkan umumnya telah melalui berbagai pertimbangan
redaksional dan kepentingan politik, sosial serta budaya tertentu, sebagai misi dari
tempat informasi itu berasal.
ِه بِ مْ كُ لَ سَ يْ لَ ا مَ مْ كُ هِاوَ ْفَبِِ نَو لُو قُ َتوَ مْ كُ تِ نَ سِ لَْبِِ هُ نَوْ َّق لَ َت ذْ إِ
ٌمي ظِ عَ َِّللّا دَ نْ عِ وَ هُوَ ا نً ِي هَ هُ نَو بُ سَْتََوَ مٌ لْ عِ
“Ingatlah diwaktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut,
dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit
juga. Dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja, padahal dia pada
sisi Allah adalah besar.” (Q.S. An-Nur: 15)
Seseorang tidak dianjurkan berbicara tentang sesuatu kecuali yang sudah
dipahami atau diketahui. Allah SWT mengecam perilaku orang-orang yang
menyebarluaskan informasi tanpa memahami detail dan kebenaran informasi
ini . Saat menerima informasi yang telah disetujui. Ibnu Asyur dalam Tafsir
Tahrir wa al-Tanwir mengingatkan bahwa adab seorang muslim tidak menjawab
apa yang tidak dimengerti dan belum pasti kebenarannya. Jangan biasakan
membicarakan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dibahas dan tidak jelas
kepastiannya.
Menurut Ibnu Asyur, orang yang suka menyampaikan informasi yang
belum jelas kebenarannya meminta dua alasan: pertama, kurang cerdas, sebab
menyampaikan apa saja yang belum jelas duduk perkaranya. Orang seperti ini
termasuk sebagai pembohong. Dalam hadis disampaikan, “Seorang termasuk
pembohong ketika menyampaikan apa pun yang didengarnya”. Kedua, adalah
mereka orang munafik, yaitu menjawab kebenaran yang diyakininya dan
menyampaikan informasi bohong yang sebetulnya dirinya sendiri tidak tahu
kebenarannya.
Dalam sebuah hadis yang pernah disampaikan oleh Rasulullah, Beliau
bersabda: “Cukup seseorang itu dikatakan pendusta jika ia mudah menyebarkan
setiap berita yang ia dengar.” (HR. Muslim)
Janganlah kita tergesa-gesa menyebarkan informasi ini , sebab sikap
seperti ini hanyalah berasal dari setan. Rasulullah SAW bersabda tentang mencari
ketenangan dalam Islam “Ketenangan datangnya dari Allah, sedangkan tergesa-
gesa datangnya dari setan.” (HR. Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra 10/104 dan
Abu Ya’la dalam Musnad nya 3/1054)
نِاَطيَّْشلا تِاوَُطخُ اوعُبَِّت َت لََ اونُمَآ نَيذَِّلا اهَُّ يَأ يََ ۚ رُمَُْيَ هَُّنإَِف نِاَطيَّْشلا تِاوَطُخُ عْبَِّت َي نْمَوَ
رِكَنْمُلْاوَ ءِاشَحْفَلْبِِ ۚ مْكُيْلَعَ َِّللّا لُضْفَ لََوْلَوَ ََّللّا َّنكََِٰلوَ ادًَبَأ دٍحَأَ نْمِ مْكُنْمِ َٰىكََز امَ هُتَُحْْرَوَ
ءُاشَيَ نْمَ ي ِكَز ُي ۚ ٌميلِعَ عٌي َِسَ ُ َّللّاوَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syetan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syetan,
maka sesungguhnya syetan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji
dan yang mungkar selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(Q.S. An Nur: 21)
Menurut Syeikh Al-Zuhaili di dalam tafsirnya mengatakan, jika datang
seseorang pendosa yang bisa jadi dusta dengan kabar yang padanya dapat
memudharatkan seseorang, lakukanlah tabayyun terhadap hakikat yang
sebenarnya. Validasi keakuratan beritanya, jangan tergesa-gesa menghukumi
sebelum mempelajari terlebih dahulu inti permasalahannya agar muncul hakikat
permasalahan dan benar-benar terang. Hal ini sebab dikhawatirkan akan
menghukumi suatu kaum dengan menyakiti, menimpakan kemudharatan pada
kaum ini yang sebenarnya tidak berhak dihukum. Padahal diri sendiri masih
tidak faham permasalahan yang sebenarnya. Maka penyesalanlah yang akan
mengikuti keputusan itu.
ٍمي مِ نَ بِ ءٍا َّش مَ زٍاَّهََ ۚ فٍ َّلَّحَ َّلكُ عْ طِ تُ لََوَ يٍ هِ مَ
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,
yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah”. (QS. Al-Qalam: 10-
11)
2. Melakukan Check dan Recheck terhadap Kebenaran Berita
Dalam konteks keterbukaan informasi dan perkembangan teknologi digital,
Quraish Shihab juga menekankan akhlak tabayyun atau melakukan kroscek
kebenaran terhadap informasi dan berita yang beredar melalui media cetak, website,
maupun media sosial. Dalam hal ini, Allah SWT dalam QS. Al-Hujurat ayat 6
memerintahkan manusia untuk senantiasa melakukan tabayyun atau check and
recheck:
ةٍالا اهابِِ ا مًوْا ق او بُي صِ تُ نْاأ او نُ َّ ي ا ب ا ت ا ف إٍاب ا ن بِ قٌ سِااف مْ كُاءا اج نْ إِ او نُ امآ اني ذَِّلا ا اهُّ ياأ ايَ
ايمِ دِ انَ مْ تُ لْ اعا ف ا ام ىٰالاع او حُ بِ صْ تُ ا ف
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
(QS. Al-Hujurat: 6)
Dari sini, Islam menekankan perlunya menyeleksi informasi. Penyeleksian
harus dilakukan oleh penyebarnya maupun penerimanya. Itu agar tidak terjadi
dampak buruk bagi siapa pun. Bahkan yang bukan fasiq pun, jika membawa berita
penting, tetap saja perlu dilakukan tabayyun terhadapnya sebab bisa jadi pembawa
beritanya tidak memiliki daya ingat yang baik atau pemahaman yang jitu atau bisa
jadi juga akibat bercampur aduknya informasi yang diterimanya sehingga menjadi
kacau pikirannya. Itu pula sebabnya semakin banyak ucapan/berita yang
disampaikan seseorang, semakin besar potensi kesalahan, paling tidak akibat
lupanya.
Ayat ini memberikan tuntunan agar lebih berhati-hati dalam menerima
maupun menyampaikan sebuah berita, apalagi berita ini menyalahi beberapa
ketentuan yang sudah berlaku atau telah disepakati seperti ketentuan akal sehat,
adab sopan santun maupun agama. Tuntunan agama agar kita menjadi orang yang
lebih cerdas dalam bersikap. Berusaha untuk menyampaikan berita yang benar,
bukan bohong/hoax.
Praktik menguji informasi semacam itu sudah lazim dalam ilmu hadis.
Ulama-ulama hadis yang menerima informasi menyangkut apa yang dinisbahkan
kepada Rasulullah SAW sangat memperhatikan hal di atas, terlebih lagi kalau
informasinya berkaitan dengan kepercayaan atau hukum agama.58
Paling tidak ada dua hal yang perlu digarisbawahi oleh pesan ayat di
atas. Pertama, pembawa berita dan kedua isi berita. Orang yang menyampaikan
kabar yang perlu di-tabayyun jika orang ini adalah jenis seorang fasiq, yakni
yang aktivitasnya diwarnai pelanggaran agama yang melakukan dosa besar atau
sering kali melakukan dosa-dosa kecil dan pelanggaran budaya positif warga .
Sedangkan yang kedua menyangkut isi berita, khususnya berita yang penting. Ini
sebab kalau semua berita yang penting dan tidak penting harus diselidiki
kebenarannya, maka akan tersita banyak sekali waktu untuk itu dan hasil yang
ditemukan pun tidak banyak manfaaatnya.
Dalam media, selain mengkroscek kebenaran dan keakuratan suatu berita,
bentuk kritis lain terhadap suatu informasi atau wacana dapat dilakukan dengan
memanfaatkan teori analisis wacana. Suatu informasi atau wacana tidak serta merta
langsung diterima atau ditolak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terlebih
dahulu. Di antaranya: objek yang dituju oleh suatu informasi, konteks (situasi dan
kondisi) ketika wacana atau informasi yang ditulis, historisnya (kesejarahan suatu
informasi), sisi kekuasaan dan ideologi penyampai informasi.
Al-Qur’an dan Hadist secara jelas mencela bagi manusia yang suka
berbohong. Di dalam Al-Qur’an, berbohong termasuk perbuatan orang-orang yang
tidak beriman. Rasulullah SAW menegaskan haramnya perbuatan dusta atau
kebohongan dan menjadi salah satu sifat orang munafik: “Tanda-tanda orang
munafik itu ada tiga: jika berbicara selalu berdusta, jika berjanji selalu
mengingkari, dan jika mendapatkan amanah selalu berkhianat.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Ada tiga perkara yang memperbolehkan bohong seperti Imam Ghazali di
dalam kitab Ihya Ulumuddin jilid IV/284, mengutip sebuah hadist yang
memperbolehkan untuk berkata bohong yang artinya: “Rasulullah tidak mentolerir
suatu kebohongan kecuali dalam tiga perkara: (a) untuk kebaikan (b) dalam
keadaan perang (c) suami membohongi istri dan istri membohongi suami (demi
menyenangkan pasangannya).
Al-Hafiz Ibnu Hajar ra. menukil perkataan Ibnu Bathal ra, apabila seseorang
mengulang-ngulang kedustaan hingga berhak mendapat julukan berat sebagai
pendusta, maka tidak lagi mendapat predikat sebagai mu’min yang sempurna,
bahkan termasuk berpredikat sebagai orang munafik.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani ra, kemudian menjelaskan, “Hadist Abu
Hurairah ra, tentang tanda-tanda orang munafik yang disini mencakup perbuatan
dusta, baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan. Tanda pertama, dusta
dalam perkataannya, tanda kedua dusta dalam amanahnya, tanda ketiga dusta dalam
janjinya. Berikutnya, Imam Bukhari mengetengahkan hadist tentang jenis ancaman
hukuman di akhirat bagi para pendusta, yaitu mulutnya akan disobek sampai
ketelinga, sebab mulutnya itulah yang menjadi lahan kemaksiatan.
Dari seluruh pedoman ini , yang terpenting adalah konsep tabayyun
(mencari penjelasan kepada objek informasi, QS. Al-Hujurat: 6) baik dengan
konfirmasi, pencarian fakta dan saksi, maupun check dan recheck. Dengan sikap-
sikap itulah, orang beriman dapat tetap melaksanakan ajaran-ajaran agamanya
secara baik, dengan segala nuansa transendentalnya (sikap kepasrahan diri kepada
Allah SWT). Namun, juga tidak menjadi umat yang tertinggal dari proses kemajuan
dunia yang memang secara alami akan selalu berkembang secara dinamis.
Tabayyun dibutuhkan agar seseorang tidak menimpakan keburukan atau musibah
kepada orang lain tanpa pengetahuan sama sekali dan tanpa kepastian. Dari
berbagai penjelasan di atas tampak jelas bahwa yang menjadi “Musuh berat”
keimanan adalah sifat dan sikap kekafiran, watak fisik, potensi fasiq, dan tipu daya
kemunafikan.
Al-Quran telah memberikan tuntunan kepada umat manusia agar selalu
berkata benar. Islam sendiri mengecam tindakan memproduksi dan pelaku yang
ikut andil dalam menyebarkan hoax (berita bohong). Sebagaimana dimaktubkan
dalam Al-Quran bahwa pelaku penyebar hoax akan mendapat ganjaran siksaan
yang pedih di akhirat. Bahkan diberi predikat oleh Al-Quran sebagai orang fasik.
Adapun solusi yang ditawarkan oleh Islam melalui Al-Quran terkait penyebaran
hoax ini pertama, tabayyun (meneliti atau klarifikasi) tentang kebenaran suatu
informasi yang datang atau diterima dengan mencari kejelasan suatu masalah
hingga tersingkap kondisi sebenarnya, atau sikap hati-hati terhadap sesuatu dan
tidak tergesa-gesa. Kedua, memelihara lisan dan tangan sebagaimana yang
dianjurkan oleh Nabi Saw. Hoax sendiri dapat ditanggulangi dengan a) bersikap
hati-hati dan tidak tergesa-gesa menyebarluaskan berita, b) melakukan check and
recheck terhadap kebenaran berita, c) takut akan dosa.