Alaihi wa Sallam.Jadi tidak melakukan apa yang tidak pemah dilakukan
atau dianjurkan oleh Nabi Shollallahu Alaihi wa Sallam yaitu jelas
bagian dari sunnah.
gih/u,96ada/v
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
selesai shalat Jum' at, Nabi shall all ahu Al aihi w a s all am biasanya
masuk ke rumah lalu melakukan shalat sunnat dua rakaat. Dan beliau
menyuruh siapa saja yang telah melakukan shalat Jum'at untuk shalat lagi
sebanyak empat rakaat sesudahnya. G uru sayE Abul Abbas hnu Taimiyah
mengatakan, "Jika dilakukan dimasjid, seseorang shalat empat rakaat, dan
jika dilakukan di rumah ia shalat dua rakaat." Inilah yang sesuai dengan
petunjuk hadits-hadits di atas. Abu Daud menuturkan riwayat dari Ibnu
umar yang menyatakan bahwa jikb di masjid ia melakukan shalat sunnat
empat rakaat, dan jika di rumah ia melakukannya dua rakaat. Isnad
riwayat ini kuat.
Bacaan dalam Shalat Jum'at dan Shalat Shubuhnya
Bersumber dari Abdullah bin Abu Rafi', ia berkata, "Marwan
menunjukAbu Hurairah sebagai gantinya di Madinah. Marwan pergi ke
Makkah. Kami shalat Juh'at bersama Abu Hurairah sebagai imam. pada
rakaatpertama, Abu Hurairah membacasuratAs-sajdah dan pada rakaat
kedua ia membaca surat Al-Munafiqun. selesai shalat aku berkata
kepadanya, "Tadi Anda membaca dua surat ini , seperti yang dibaca
oleh Ali di Kufah." Abu Hurairah berkata, "sesungguhnya aku pemah
mendengar Rasulullah shallallahu Al.aihi wa Sallam juga membaca kedua
surat itu pada shalat Jum'at." (HR. Jamaah, kecualiAl-Bukhari dan An-
Nasa'i)
Bersumber dari Nu'man bin Basyir, ia berkata, "Nabi shailartahu
Alaihi wa sallam dalam shalat hari raya Fihi, shalat hari raya Adha, dan
shalat Jum'at biasa membaca surat Al-Ala dan surat Al-Ghasyiyah. Dan
apabila shalat hari raya bersamaan dengan shalat Jum'at pada hariyang
sama, beliau membaca kedua surat tersebqt dalam dua shalat itu." (HR.
Jamaah kecualiAl-Bukhari dan Ibnu Majah)
Hadits-hadits di atas oleh para ulama dibuat dalil bahwa imam shalat
Jum'at disunatkan membaca suratAl-Jumu'ah pada rakaat pertama, dan
surat Al-Munafiqun pada rakaat kedua, atau membaca surat Al-Ala pada
rakaat pertama dan suratAl-Ghasyiyah pada rakaat kedua, atau membaca
surat Al-Jumu'ah pada rakaat pertama dan surat Al-Ghasyiyah pada rakaat
kedua.
,Kata hnu Uyainah, malauh hukumnya sengaj a membaca terus surat
Al-Jumu'ah, berdasarkan riwayat dari Nabi Shallallahu Ataihi wa Sallam.
gi/t/a.qiala/u
Shalat
Ini dimaksudkan supaya halini tidak dianggap sebagai salah satu
sunnat shalat Jum'at, padahal sama sekali tidak.
Menurut hnul fuabi, itu yaitu pendapat hnu Mas'ud. Dalam shalat
Jum'at Abu Bakar fuh-Shiddiq biasa membaca surat Al-Baqarah. Abu
Ishak Al-Manzi dan Abu Hurairah juga berpendapat seperti pendapat Ibnu
Uyainah, seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abdul Ban dalam Al-Istidzkar.
Tetapi pendapat mereka ini ditentang oleh mayoritas ulama.
Bersumber dari Ibnu Abbas,
-iL
;('#j,If l, #, la C a;:'ir i;.,;tet&C| a;)**:t ir* '^;)-,,st ;'>V 6.':.:ff1i.L
" Sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi rua Sallambiasa membaca
surat As-Saj dah dan surat Al-Insan dnlam shalat shubuh hari lum' at,
dan memb aca sur at Al-lumu' ah dan surat Al-Munafqun dalam slul at
lum'at." (HR. Ahmad, Muslim, dan lainnya)
Jika Hari Raya dan Hari Jum'at Bersamaan
Bersumber dari Zaid bin Arqam, ia ditanya oleh Mu'awiyah,
'Apakah Anda pernah bersama Rasulullah Sholla/lahu Alaihi wa Sallam
mendapati hariraya dan hari Jum'at jatuh bersamaan?" Zaid menjawab,
"Ya. Beliau shalat id pada pagi hari, kemudian memberikan kemurahan
pada shalat Jum'at. Beliau bersabda, "Barangsiapa yang ingin
menghimpun maka himpunlah." (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, dan
Al-Hakim yang menganggapnya sebagai hadits shahih, dan disetujuioleh
Adz-Dzahabi)
Bersumber dari Wahbu bin Kaisan, ia berkata, "Pada zaman
Khalifah Abdullah bin Zubair hariraya tiba tepat pada hari Jum'at. Ia
menangguhkan keluar dari rumah hingga hari siang, lalu ia keluar dan
membaca khutbah. Turun dari khutbah ia melakukan shalat id. Dan ia tidak
shalat Jum'at bersama orang banyak. Ketika hal itu aku ceritakan kepada
IbnuAbbas, ia mengatakan, "latelah melakukan kesunatan dengan tepat."
(Riwayat An-Nasa'i. Hadits senada diriwayatkan oleh Abu Daud tetapi dari
riwayatAtha')
g*/a,96a/a/v
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
--
Diriwayatkan oleh Abu Daud dariAtha', ia berkata,'"Pada zaman
Khalifah Abdullah bin Zubair, hariJum'at dan hari raya Fitri bertemu. Ia
berkata, 'Dua hari raya bertemu pada hari yang sama, maka ia
menghimpun keduanya dan shalat dua rakaat pada pagihari. Ia tidak
menambahinya hingga ia shalat ashar."
Hadits-hadits tadi memberi petunjukbahwa boleh hukumnya tidak
shalat Jum'at jika ia bertepatan dengan hari raya. Dalam hal ini para ulama
memiliki banyak pendapat. Dan saya ingin mengutipnya secara singkat
sebagaiberikut:
Menurut Atha' bin Abu Rabbah, apabila seseorang sudah melakukan
shalat id, setelah ifu ia tidak wajib melakukan shalat Jum'at, shalat zhuhur,
dan lainnya. Kecuali shalat ashar. Hal ini berlaku bagi penduduk dusun
maupunpendudukkota.
Menurut hnu Al-Mun&ir, pendapat yang sama saya kutip dari Ali bin
Abu Thalib dan lbnu Zibair Radhiyallahu Anhuma. Dasar mereka ialah
sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam, "Barangsiapa yang ingin
menghimpunnya menjadi satu, maka himpunlah." Sabda beliau ini
menunjukkan bahwa kemurahan ini berlaku unfuk semua. Selain itu
mereka juga berpedoman pada tindakan Abdullah bin Zubair yang tidak
melakukan shalat Jum'at. Pada waktu itu ia yaitu seorang imam atau
khalifah. Dan juga pada ucapan Ibnu Abbas, "la telah melakukan
kesunnatan dengan tepat" ketika ditanya tentang apa yang dilakukan oleh
Abdullah bin Zubair ini . Dan lagi tidak ada seorang sahabat pun yang
mengingkari hal itu, sepertiyang dituturkan oleh Asy-Syaukanidalam
kitabnya No il A!-Authar.
Penulis kitab Ar-Roudhah An-Nadyah mengatakan, "Yang jelas,
kemurahan ini berlaku bagi imam dan juga bagi seluruh masyarakat,
seperti yang ditunjukkan oleh dalil-dalil yang sudah berlaku. Adapun sabda
Nabi Sho/lo llahu Alaihi wa Sallam, 'Kami menghimpunnga' yaitu dalam
rangka memberitahukan kepada para sahabat bahwa beliau ingin
melakukan yang ideal, dan itu logis bagikapasitas beliau sebagai seorang
rasul. Tetapi itu tidak berarti bahwa beliau tidak berhak menikmati
kemurahan ini , dan juga orang-orang yang berkewajiban melakukan
shalatJum'at."
Menurut ulama-ulama dari kalangan madzhab Hanbali, kewajiban
shalat Jum'at hilang bagi penduduk dusun dan penduduk kota. Tidak bagi
$i/tilu,96ada./y
Shalat
seomng imam, berdasarkan sabda Rasulullah Sho llallahu Alaihi wa Sallam,
"Kami menghimpunnya." Tetapi bagiyang tidak berkewajiban shalat
Jum'at, mereka tetap berkewajiban melakukan shalat zhuhur.
Menurut Imam Abu Hanifah, kewajiban shalatJum'at tidak hilang
baik bagi penduduk dusun maupun penduduk kota.
Sementara menurut ulama-ulama darikalangan madzhab Asy-
Syafi'i, bagi penduduk kota wajib melakukan shalat Jum'at, dan bagi
penduduk dusun meskipun tidak wajib melakukannya, namun mereka
wajib melakukan shalat zhuhur. Berdasarkan apa yang disampaikan oleh
Utsman dalam khutbahnya ketika hari raya tiba pada hari Jum'at, 'Wahai
manusia, pada hari kalian sekarang ini dua hari raya bertemu. Siapa di
antam kalian dari penduduk Aliyah yang ingin shalat Jum' at bersama kami
silahkan shalat, dan siapa yang ingin pulang juga silahkan pulang."
Aliyah yaitu sebuah dusun kecildi sebelah tenggara Madinah.
Dalam hal inidikalanganpara ulamadari ma&hab Maliki terdapat
dua riwayaL Pertama,seseorang boleh melakukan shalat id saja, seperti
pendapat ulama-ulama dari kalangan madzhab Hanbali. Dankedua, juga
wajib shalat Jum'at, seperti pendapat ulama-ulama dari kalangan ma&hab
Hanafi. Dan inilah pendapatyang populer.
Menurut saya, pendapat yang berhat-hati ialah, boleh tidak
melakukan shalat Jum'at, tetapi harus shalat zhuhur. Wallahu a'lam.
Mendapati Satu Rakaat Shalat Jum'at
Bersumber dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata,
"Rasulullah Shallallahu Alaihi w a Sallam bersbda,' Barangsiqa mendapdi
sfu rakaat shalat J um' at berarh ia mendapd shalat J um' at secara penuh."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Maksudnya ialah mendapati waktunya, keutamaannya, dan
hukumnya.
Hadib ini sebagai dalil bahwa omng yang mendapati satu mkaat dari
shalat Jum'at sama halnya ia mendapati shalat Jum'at sepenuhnya. Jadi
ia hanya tinggal menyelesaikan mkaat yang satunya lagi.
gi*ilv,96ada/v
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
Kata An-Nawawi, "Menurut pendapat kami, orang yang maSih
mdndapati ruku' pada rakaat kedua dari shalat Jum'at, ia dianggap
mendapati shalat Jum'at. Ini yaitu pendapat sebagian besar ulama.
Pendapat inilah yang dikutip oleh hnu Al-Mun&ir dari Ibnu Mas'ud, Ibnu
Umar, Anas bin Malik, Sa'id bin Al-Musayyab, Al-Aswad, Alqamah, Hasan
Al-Bashri, Urwah bin Zubair, Ibrahim An-Nakha'i, Az-Zuhri,Malik, Al-
Auza'i, Sufuan Ats-Tsauri, Abu Yusuf, Ahmad, Ishak, Abu Tsaur, dan saya
sendiri."
Menurut Atha', Thawus, Mujahid, dan Makhul, orang yang tidak
sempat mendapati khutbah, ia harus shalat empat rakaat. Pendapat yang
sama juga diceritakan oleh sahabat-sahabat kami dariUmar bin Al-
Khathab.
Menurut Al-Hakam, Hammad, dan Abu Hanifah, orang yang masih
mendapati tasyahhud bersama imam berarti ia masih mendapati shalat
Jum'at, sehingga setelah imam salam ia harus shalat dua rakaat lagi, dan
ia dihukumi telah melakukan shalat Jum'at, berdasarkan hadits, "yang
masih kalian dapati maka shal atlah, dan yang telah mel ew ati kalian maka
sempumakanlahl"
Pendapat yang patut diunggulkan ialah yang berhati-hati, yakni
bahwa orang yang masih mendapati ruku' pada rakaat kedua, ia dianggap
masih mendapati shalat Jum'at. Dan orang yang mendapati imam sudah
selesai dari ruku' pada rakaat yang kedua, ia dianggap sudah terlambat
melakukan shalat Jum'at. Kemudian yang mesti ia lakukan yaitu , langsung
bemiatshalatJumat mengikuti imam, tetapiia harus shalatzhuhur empat
rakaat, sebab ia tidak mendapati ruku' pada rakaat yang kedua dari sang
imam. Inilah pendapat mayoritias ulama. Tiztapi ada sebagian mereka yang
berpendapat, bahwa ia cukup niatshalatzhuhurdibelakang imam yang
shalatJum'at itu.
Hukum Khutbah Jum'at dan Syarat-syaratnya
Bersumber dari Abu Hurairah Rodhiyallahu Anhu dari Nabi
Shall all ahu Al aihi w a S all am be liau bersabda,
;Lf 'rii {..':";jiu.-*'t:"i- | Cy F
gi*ib,96a/a/y
Shalat
t
" setiap ucapan yang tidak dimutai dengan alhamdulillnh yaitu
putus." (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Dalam riwayat lain disebutkan,
.cli'r,Jl ,4tS ittiZ W ;
" Khutbah yang di dalamnya tidak dibacakan knlimat syaludat yaitu
seperti tangan yang terkena penyakit kusta." (HR. Ahmad, Abu
Daud, danAt-Tirmidzi)
Yang dimaksud syohodof (kesaksian) ialah kesaksian bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad yaitu rasul utusan Allah.
Bersumber dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, "Rasulullah shollol-
tahu Al aihi w a S all am menyampaikan khutbah di hadapan kami. Setelah
memanjatkan puji dan sanjungan kepada Allah sebagaimana mestinya,
beliau bersab da, " Amma ba' du, sesungguhnya ucapan yang paling benar
yaitu Kitab Allah. sesunggu hnya petunjuk yang paling utama yaitu
petunjuk Muhammad shallallahu Alaihi w a sallam. seburuk-buruk perkara
yaitu perkara yang diada-adakan (bid'ah) . Dan setiap bid'ah itu sesat."
(Kemudian sepasang mata beliau tampak memerah dan beliau kelihatan
sedang sangat murka ketika menyebut tentang Kiamat. Lalu dengan suara
lantang bagai seorang komandan pasukan, beliau bersabda), " Kiamst akan
ddnng kepada kalian. waldtt aku diutus dan w al6t Kiamat yaitu seperh dua
ian ini (sambil mengancungkan ian teluniuk dan jan tengahnya) . Bisa jadi
Kiamat akan datang kepada kalian pada pagi hari, atau pada sore hari.
Barangsiapa yang meninggslkan harta, ifu yaitu hak bagl keluarganya. Dan
barangsiapa yang meninggalkan hutang atau anak-anak yang masih kecil,
maka itu yaitu meniadi tanggunganku. " (HR- Muslim, Ahmad dan lbnu
Majah)
Bersumber dari Ibnu Umar, ia berkata,
:. i. ,.
'
/c. ,a. al7Lit
.4--lr l!^{+
.t-f ,
" Nabi berkhutbah pada hari lum'at sebanyak dua kali dengan ada
iedah duduksatukali."
Bersumber dari hnu Umar dari j alan yang lain, "Sesunggur hnyo Nobi
Shallallahu Ataihi wa Sallam duduk di antqra dua khutbah." (HR. Al-
BukharidanMuslim)
,%i,A.;,/u96a/a./u
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
u1t
"aJt
,t
.. t I o..? .) \.-&2.^,)\J'
Bersumber dari Jabir bin Samurah, ia berkata, "Aku shalat bersama
Nabi Shollo llahu Alaihi wa Sallam.Shalat beliau sedang-sedang saja, dan
khutbah beliau juga sedang-sedang saja (tidak panjang dan juga tidak
pendek)." (HR.Muslim)
Bersumber dari Yazid bin Al-Barra' bin Azib dari ayahnya,
"sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membaca khutbah
sambilmemegang busur atau tongkat." (HR. Abu Daud, Athllhabarani,
danAhmad)
Bersumber dari Hushain bin Abdunahman As-Salami, ia berkata,
"Aku berada di samping Umarah bin Ruwaibah fu-Salamiketika Bisyri
tengah menyampaikan khutbah kepada kami. Ketika berdoa ia
mengangkat kedua tangannya. Umarah berkata, 'Semoga Allah
mencelakakan kedua tangan itu, atau sepasang tangan kecil ifu." Ia pemah
melihat Rasulullah Sho llallahu Alaihi wa Sallamberkhutbah. Ketika berdoa
beliau berkata begini (sampai mengacungkan jari telunjuknya saja)." (HR.
Ahmad, Muslim, dan lainnya)
Hadits-hadits tadi memberi petunjuk bahwa seorang khatib shalat
Jum'at itu membaca khutbah sebanyak dua kaliyang diselingiduduk
sebentar, dan tidakboleh menyampaikan khutbah terlalu lama. Soalnya
Nabi Sholla llahu Alaihi wa Sallambersabda, "Sesunggu hnya shalat sese-
oiang gung lama dan khutbahnya wrng pendek merupakan tnnda kedalaman
pengetnhilan agamanya. " (HR. Muslim )
Pada awal khutbah, seorang khatib diwajibkan memanjatkan puji
dan sanjungan kepada Allah, dan membaca dua kalimat syahadat. Ia harus
bisa menghayati isi khutbahnya, terlebih ketika menyampaikan tentang
Hari Kiamat berikut peristiwa-persitiwa yang terjadi di dalamnya; Seperti
peristiwa perhifu ngan amal, kebangkitan kembali, pembalasan, surga, dan
neraka.
Selanjutnya ia harus memperhatikan keadaan para jamaah,
mengajarkan sesuatu yang tidak mereka ketahui, mengingatkan sesuatu
yang mereka lupakan, mendorong mereka agar takut kepada Allah,
memperingatkan mereka agar tidak berbuat durhaka kepada Allah, tidak
menyalahi perintah-Nya, dan tidak melanggar larangan-Nya, serta
membacakan kepada mereka beberapa ayat Al-Qur'an dan hadits Rasul-
Nya Shollo llahu Alaihi wa Sallam. Masing-masing memiliki hukum yang
terinci dan pendapat para ulama ahli fikih yang akan saya kemukakan
nantikepadaAnda.
Hukum Dua Khutbah
Menuru't Imam Asy-Syafi'i, hukum dua khutbah itu wajib. Tetapi
menurut sebagian besar ulama ahli fikih, yang wajib hanya satu khutbah.
Di antara mereka antara lain Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Al-Auza'i,
Ishak bin Rahawaih, Abu Gaur, Ibnu Al-Mundzir, dan Imam Ahmad dalam
salah satu versi pendapatnya. Mereka berpedoman pada kebiasaan
Rasulullah S hallallahuAlaihiwasallam yang selalu hanya berkhutbah satu
kalisaja. Selain itu mereka juga punya dalil-dalil lain yang tidak lepas dari
sanggahan ulamalain.
Menurut Hasan Al-Bashri, Daud Azh-Zhahiri, dan Al-Juwaini,
hukumnya sunnat. Asy-Syaukani dalam kitabnya Nail Al-Authar
mengunggulkan pendapat mereka ini.
Menurut ulama-ulama dari kalangan madzhab Asy-Syafi'i dan
madzhab Hanbali, hukum memanjatkan puja-puji kepada Allah
Subhanahu wa Ta' ala,membaca kalimat syahadat, memberikan nasehat
kepada jamaah, dan membaca salah satu ayatAl-Qur'an, yaitu wajib.
Begitu pula dengan hukum membacakan shalawat kepada Nabi
Shall all ahu Al aihi w a S all am.
hnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni mengatakan, "Jika mengingat
Allah itu wajib, maka mengingat Nabi shol/allahu Alaihi u.ro sollom juga
wajib. Hal itu berdasarkan riwayatyang menyatakan, " Akutidakdiingat
kecuali Engkau diingat bersamaku." Ada yang mengatakan'bahwa
membacakan shalawat ini hukumnya tidak wajib, sebab beliau tidak
menyebut-nyebut hal itu dalam l<hutbahnya.
Menurut satu di antara dua pendapat paling shahih ulama-ulama
dari kalangan madzhab Asy-Syafi'i, mendoakan orang-orang mukmin
laki-laki maupun perempuan dalam khutbah kedua itu hukumnyawajib.
sementara menurut ulama-ulama dari kalangan madzhab Maliki, Al-
Auza'i, Abu Tsaur, Ishak, Abu Yusuf, Muhammad, dan Daud, yang
wajib ialah apa yang disebutkan dalam khutbah. Jadi selebihnya yaitu
sunnat.
Menurut ulama-ulama dari kalangan madzhab Hanafi, di dalam
khutbah wajib membaca kalimat tasbih, atau fohlil, atau tahmid, atau
takbir. Lamanya kira-kira sama dengan membaca tiga ayat. Menurut Makruf
Al-Karakhi, lamanya kira-kira bacaan tasyahhud.
gi*ill.qiah/u
Berikut Dalil-dalilnya dalam lslam
Berdiri Saat Berkhutbah
Mayoritas ulama berpendapat, wajib hukumnya berdiri saat
menyampaikan khutbah jika memang tidak ada udzur sana sekali.
Sedangkan pendapatyang dikutip darilmam Abu Hanifah menyatakan
bahwa hal itu hukumnya sunnat. Demikian pula pendapat ulama-ulama
ma&hab Al-Hadi dari golongan Syi'ah.
Perlu diketahui, bahwa orang yang pertama berkhutbah sambil
duduk yaitu Mu'awiyah sebab badannnya yang cukup gemuk dan
perutnya yang gendut. Kata fuy-Syaukani, "Sesungguhnya riwayat dari
Nabi Shollallahu Alaihi wa Sallam dan dari para sahabat menyatakan
bahwa Nabi berkhutbah dalam keadaan berdiri. Tetapi hanya dengan
tindakan saja tanpa disertai dengan perkataan dari beliau, hal itu tidak bisa
memberikan pengertian waj ib. "
Duduk di Antara Dua Khutbah
Menurut ulama-ulama dari kalangan madzhab Asy-Syaf i dan Imam
Yahya, hal itu hukumnya wajib. Mereka berpedoman pada apa yang
dilakukan oleh Rasulullah Shollollohu Alaihiuro Sollom. Sementam menumt
mayoritas ulama, hal ifu hukumnya sunat.
Tentang memegang busur atau tongkat, hnul Qayyim Rohi mahullah
dalam kitabnya Al-Hadi mengatakan, "Sebelum dibuatkan mimbar,
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam saat berkhutbah biasa sambil
memegang busur atau tongkat. Dalam perang beliau memegang busur, dan
dalam krhutbah Jum'at beliau memegang tingkat. Tetapi yang jelas tidak ada
satu pun riwayat yang menyatakan bahwa beliau memegang pedang. Apa
yang dikatakan oleh sementara orang-orang bodoh bahwa beliau
memegang pedang sebagai lambang atau isyarat bahwa agama itu tegak
berkat pedang, yaitu sangat keliru. Tidak ada satu pun riwayat yang
menyatakan, ketika sudah dibuatkan mimbaibeliau menaikinya dengan
membawa pedang, atau busur, atau lainnya, dan sebelum dibuatkan
mimbar tangan beliau suka memegang pedang. "
Mengangkat Tangan Saat Berdoa di Tengah-tengah
Khutbah
Menuru: Imam Malik, Imam fuy-Syafi'i, dan beberapa ulama ahli
fikih lainnya, hrrl itu hukumnyamakruh.
gi&lb.q6adalu
Shalat
Seorang khatib dianjurkan membaca kalimat Amma bo'du, baik
dalam khutbah Jum'at, khutbah hari raya, dan khutbah-khutbah yang lain.
Begitu pula dalam khutbah tulisan kitab atau buku. Orang yang pertama
kali mengucapkan kalimai ini ialah Nabi Daud A/oihisso/om. Ada yang
mengatakan, Qassu bin Sa'idah. Dan ada pula yang mengatakan, Ya'rab
bin Qahthan.
Menurut An-Nawawi, di antara kesunnatan khutbah ialah, begitu
naik mimbar seorang imam menghadap jamaah unfuk memberikan salam
kepada mereka. Tetapi mdnurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah, hal
itu hukumnya mal<ruh, sebab dalilnya yaitu hadits dhaif atau lemah.
Seorang Imam memberisalam kepada jamaah hanya ketika ia masuk
masjid saja. Yang dimaksud dengan isnad yang dhaif tentang salam
seorang khathib kepada jamaah ketika ia naik mimbar yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari riwayat Ibnu Umar dan Jabir.
Catatan. Ulama-ulama dari kalangan madzhab Maliki mensyaratkan
bahwa shalatJum'at itu harus dilakukan di masjid. Sementara menurut
Imam Abu Hanifah, Al-Mu'ayyad Billah, Asy-Syafi'i, dan ulama-ulama
lain, tidak mensyaratkan harus di masjid. sebab memang tidak ada dalil
yang menunjukkan atas hal itu. Pendapat mereka ini mungkin benar, jika
riwayat yang mengatakan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallampemah
shalat Jum'at di perut jurang yaitu riwayat yang shahih' Yang
meriwayatkan bahwa Nabi pernah shalat Jum'at di perut jurang yaitu
Ibnu Sa'id dan beberapa ulama ahli sejarah.l)
Shalat Jamaah
1. Shalat jamaah termasuk sunnat muakkad (sunnat yang sangat
ditekankan), ia merupakan syi'ar Islam yang sangat besar, dan
pendekatan keagamaan yang sangat utama. Sampai-sampai Nabi
Shallahu Alaihi wa Sallam melebihkan derajatnya dua puluh tujuh kali
lipat daripada shalat sendirian. Bahkan beliau bermaksud membakar
rumah orang-orang yang tidak melakukan shalat berjamaah. Beliau
selalu melakukan shalat berjamaah semenjak Allah menganjurkannya
hingga wafat. Beliau tidak pemah meninggalkannya baik dalam waktu
r Lihat, AI-Fathu Ar-Rabboni: VI/95 dan seterusnya.
gi*ih,96aia/u
Berikut Dalil-dalilnya dalam lslam
-_
damai maupun waktu perang. Bahkan Al-Qur' an Al-Karim menurunkan
tentang tata caranya di tengah-tengah pertempuran. Nabi shallallahi
Alaihi wa Sallam tidak memberikan kemurahan meninggalkan shalat
berjamaah sekalipun bagi orang tuna netra sepanjang ia mendengar
seruan adzan,dan menginginkan memperoleh pahalanya. Abdullah bin
Mas'ud mengatakan, "Kami memandang bahwa orang yang tidak suka
shalat jamaah itu yaitu orang munafik yang nyata kemunafikannya. "
oleh sebab itulah sebagian ulama ahlifikih berdasarkan dalil-dalil
yang keras mengatakan, bahwa shalat jamaah itu hukumnya fardhu ain
bagikaum laki-laki. Sebagian mereka mengatakan, hukumnya fardhu
kifayah. Dan menurut mayoritas ulama ahli fikih, hukumnya sunnat
muakkad, dengan memadukan antara dalil-dalil ini dengan dalil-
dalil lain yang memperbolehkan seseorang shalat sendirian.
2. Boleh hukumnya kaum wanita keluar rumah unfu k menunaikan shalatjamaah di masjid. Nabi Shollallahu Alaihi wa Sallam melarang
menghalangi mereka keluar dari rumah untuk shalatjamaah di masjid.
Tetapi dengan syarat mereka keluar harus dengan sifat pemalu, tidak
memz:kai wewangian, dan tidak berdandan dengan mengenakan
perhiasan yang dapat menimbulkan fihrah. Jika ifu yang mereka lakukan,
maka mereka harus melarang, baik ke masjid atau ke tempat-tempat
lainnya.
3. Shalat di masjid yang letaknya jauh itu lebih utama daripada shalat di
masjid yang letaknya dekat, selama dengan kepergiannya ke masjid yang
lebih jauh tidak menyakiti orang-orang yang ada disekitarnya. Hal ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim,
.#q\J*(;>rAt I
" Sesun gguhny a orang y ang mendap atknn p ahala p alin g bes ar dalam
shalat ialah orang yang paling jauh jarakperjalanannya."
Soalnya setiap langkah yang diayunkan ke masjid itu dijanjikan satu
kejahatan dihapus, satu kebajikan dicatat, dan satu derajat diangkat bagi
orang yang melakukannya.
Demikian pula lebih dianjurkan shalat di masjid yang jumlah
jamaahnya lebih banyak, berdasarkan riwayatyang menyatakan tentang
keutamaan berjamaah dengan jumlah jamaah yang banyak.
gi*ih,96ada/u
Shalat
r)lt 6t,vil\
4. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyuruh orang yang berangkat
shalat ke masjid untuk berjalan dengan penuh ketenangan dan
kewibawaan. Oleh sebab itu makruh hukumnya berjalan tergesa-gesa
untuk shalat. Sebab, seseorang itu dihukumi sebagai orang shalat,
semenjak ia keluar dari rumah dengan niat hanya shalat, sampai ia
selesai shalat dan keluar dari masjid. Oleh sebab itu ia dianjurkan tidak
boleh tergesa-gesa, sekalipun ia khawatir tertinggalsatu rakaat' Juga
dianjurkan untuk tidak iseng mempermainkan jari-jari tangannya.
5. Seseorang yang bertindak sebagai imam, ia harus memperhatikan
keadaan para jamaah atau makmumnya, sebab di antara mereka
ada orang yang lemah, ada yang sakit, ada yang sudah tua, ada yang
sedang punya unrsan penting, dan lain sebagainya. Sehingga ia perlu
mempercepat shalat, tanpa harus mengorbankan atau mengurangi
kesunatan-kesunatannya yang minimal. Sebagai contoh, ia tidak
boleh mengurangidari tiga kali bacaan kalimattasbih ketika ruku' dan
sujud, ia tidak boleh mengurangi kesunatan minimal ketika i'tidal,
membaca surat, dan lainnya. Betapapun seorang imam tidak boleh
terlalu buru-buru sehingga mengabaikan tuma'ninah yang justru
dapat membatalkan shalatnya sendiri dan juga shalatnya para
makmum.
Seorang imam harus memperpanjang shalat jika para makmum
menginginkannya, dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang
merasatertekan.
6. Seseorang ditunjuk sebagai imam shalat, itu untuk diikuti oleh para
makmum. Oleh sebab itu seorang makmum tidak boleh mendahului
atau menyamai imamnya, Jika ia sampai mendahuluisi imam dalam
melakukan takbiratul ihram, atau salam, maka shalatnya batal. Jika ia
mendahului si imam selain dalam takbiratul ihram dan salam, ia berdosa.
Jika ia menyamai imam hukumnya makruh. Hal-halseperti itu wajib
diperhatikan oleh makmum, berdasarkan dalil dalam hadits,
L(,
€'rt'1rLi ;s.t1i) '",Y, ,i:t J'r-.:i ,uyi ;i
.r4;rrir*':f ,4'tl',
" Tidakknh salah xorang di antara knmu takut apabila ia mengangknt
kepalanua sebelum itnam, bahtua Allah akan mengubah kepalanya
'-A-f
J
&ffi Fi.h/t,9ia.da./a
ry BerikutDalildalilnyadatamtslam
mepj adi kepala keledai atau AIIah akan mengubnh rupanya;menj adi
rupa lcele dai. " (HR. Jamaah)
7. Sah hukumnyashalatjamaahberduaan saja defigan imam, walaupun
makmum yang hanya satu itu anak kecil atau orang perempuan,
menurut pendapat yang diunggulkan.
8. Menurut pendapat yang diunggulkan, sah hukumnya status imam
seorang anak kecil yang sudah bisa membedakan hal-halyang
mensahkan dan membatalkan shalat. Juga sah hukumnya status imam
seorang yang buta dengan makmun yang tidak buta, imam yang duduk
dengan maknum yang berdiri, imam yang berdiri dengan makmum yang
duduk, imam orang yang melakukan shalat fardhu dengan makmum
yang melakukan shalat sunnat, imam yang melakukan shalat sunnat
dengan malrnum yang melakukan shalat fardhu, imam yang berwudhu
dengan makmum yang bertayamum, imam yang bertayamum dengan
makmum yang berwudhu, imam yang musafir dengan makmum yang
muqim, imam yang muqim dengan maknum yang musafir, imam orang
biasa dengan makmum orang yang mulia, dan imam orang yang saleh
dengan malmrum orang yang fasik. Banyak dalilyang menunjukkan atas
hal itu, seperti yang akan diterangkan nanti.
Satu halyang perlu dperhatikan, apabila seorang musafir shalat di
belakang orang yang muqim (tidaksedang dalam perjalanan), ia harus
menyempumakan shalat mengikuti imamnya.
9. Orang yang punya udzur permanen, seperti perut yang selalu mual-mual,
atau selalu mengeluarkan air kecil, atau terus-terusan kenfut, ia tidak sah
menjadi imam shalat jamaah bagi makmum yang tidak punya udzur
seperti itu. Menurut ulama-ulama dari kalangan madzhab Maliki,
seorang yang punya u&uq sah menjadi imam shalatbagi makmum
orang yang sehat, walaupun makuh.
10. Boleh hukumnya setiap orang laki-lakimenjadi imam bagi wanita-
wanita yang tidak menemukan laki-laki lain. Boleh hukumnya seorang
wanita menjadi imam bagimakmum sesama wanita dan berdiridi
tengah-tengah mereka. Tetapi tidak sah hukumnya seorang wanita
menjadi imam bagikaum laki-laki baikyang sudah dewasa maupun
yangmasih anak-anak.
1 1. Barangsiapamendapati imam sedang shalat jamaah, ia boleh langsung
melakukan takbiratul ihram dalam posisi berdiri, lalu ia segera
,9:ir4"i/u96ad,a./a
Shalat
mengikutisi imam yang masih berdiri atau sudah ruku' atau sudah
sujud atau sudah tasyahhud. Tetapiapa yang ia lakukan taditidak
dihitung satu rakaat, kecuali kalau ia mendapatisi imam masih ruku'
lalu ia segera niat, melakukan takbiratul ihram, dan mendapati si imam
masih ruku' belum sampai mengangkat kepalanya. Tetapi menurut
sebagian ulama ahli fikih, ia tidak bisa disebut mendapati satu rakaat
kecuali jika ia mendapati si imam masih membaca Al-Fatihah.
12. Udzur-u&ur yang memperbolehkan seseorang meninggalkan shalat
jamaah yaitu seperti sakit, badan sangat lemas, hujan, cuaca yang
sangat dingin, udara yang sangat panas, gelap, takut ada mangsa baik
berupa manusia atau binatang, angin yang bertiup sangat kencang,
debu yang tebal beterbangan, makanan yang sudah siap disantap,
menahan buang air kecil, menahan buang air besar, menahan kentut,
atau baru makan makanan-makanan yang berbau sangat tidak sedap
sepertibawang merah, bawang putih, atau membawa bau busuk
sebab tubuhnya atau pakaian yang dikenakannya sangat kotor, atau
sedang sakit gigi misalnya.
13. Orang yang paling berhak menjadiimam ialah yang paling banyak
hapalAl-Qur'an. Jika ada banyak orang yang seperti itu, maka
diutamakan yang paling mengetahui as-sunnah. Jika ada banyak orang
seperti itu, maka diutamakan yang paling tua usianya. Dan jika orang
seperti itu ada banyak, maka diutamakan yang paling bisa diterima
oleh masyarakat yang ada.
Jika di antara mereka ada seorang penguasa, maka dia yang paling
berhak menjadi imam. Demikian pula dengan seorang tuan rumah
atau ketua majlis, kecuali jika mereka mengizinkan orang lain yang
menjadiimam.
14. Boleh hukumnya shalat di belakang setiap orang yang sah seandainya
ia shalat sendirian, walaupun ia orang zhalim atau orang fasik atau
orang yang suka berbuat bid'ah. Tetapi dalam keadaan tidak terpaksa
shalat bersama mereka ifu hukumnya makruh.
15. Bagi orang yang sudah ikut shalat jamaah bersama, ia boleh keluar
dengan niat memisahkan diriatau mufaraqah dari imamnya dan
menyempumakan shalatrrya sendirian, disebabkan sebab safu alasan;
Seperti misalnya shalat si imam dirasa terlalu lama, atau tiba-tiba ia
sakit, atau ia takut kehilangan harta, atau ia takut terlambat ikut
gi*ib,96a/a/v
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
bepergian bersama rombongan, atau ia takut orang lain atau binatarig
akan terkena bencana seandainya ia sampai terlambat menolongnya.
16. Orang yang sudah melakukan shalat sendirian atau berjamaah, namun
ketika masuk masjid ia mendapati shalat jamaah, maka ia dianjurkan
untuk ikut shalat berjamaah. Sementara shalat yang sudah ia lakukan
hukumnya sebagai shalat sunat. Demikian yang pemah diperintahkan
oleh Rasulullah Shollollahu Alaihi wa Sallam kepada dua orang lelaki
yang telah melakukan shalat shubuh, kemudian ketika mendapati
beliau melakukan shalat shubuh berjamaah di Mina, mereka tidak ikut
shalat. Beliau lalu menyuruh mereka untuk ikut shalat lagi, meskipun
mereka sudah melakukannya sewaktu di rumah. Kepada mereka beliau
bersabda, "Sesunggu hnya shalat kalian ifu yaitu shalat sunat. "
17. Mahuh hukumnya seomng imam berdiri lebih atas daripada maknum,
kecuali sebab ada alasan seperti untuk mengajari shalat, atau sebab
ada u&ur seperti tempatnya sangat sempit. Tetapi kalau tempatnya
maknum yang lebih tinggi daripadatempatrrya imam hal itu hukumnya
boleh, asalkan masih bisa mengetahui gerakangerakan si imam.
18. Menurut pendapat yang diunggulkan, boleh hukumnya seorang
makmum mengikuti imam walaupun di.antara keduanya ada sekat
seperti dinding atau sungai atau jalan dan lain sebagainya, asalkan si
makmum bisa melihat gerakan-gerakan imam.
Tetapi para ulama memberikan fatwa bahwa shalat jamaah
dengan imam di radio itu hukumnya tidak boleh.
19. Ketika seorang imam yang di tengahtengah shalat mendapati u&ur;
Seperti ia ingat temyata masih punya hadats, atau tiba-tiba saat ifu ia
menanggung hadats, maka ia harus meminta kepada salah satu
makmum untuk menggantikannya menjadi imam. [-alu ia mundur
untuk wudhu. Apabila si imam temyata tidak menunjuk salah satu
makmum untuk menggantikannya, dan ia meninggalkan para
makmumnya begitu saja, maka mereka boleh shalat sendiri-sendiri,
dan itu tetap dianggap sebagai shalat jamaah.
20. Jika seseorang sendirian menjadi maknum, ia harus mengambilposisi
berdiridi sebelah kanan imam. Jika makmumnya dua atau lebih,
mereka mengambil posisi berdiri dibelakangnya. Jika makmumnya
banyak dan terdiri dari kaum laki-laki, kaum wanita, serta anak-anak,
maka shaf awal ditempati oleh kaum laki-laki, shaf kedua anak-anak,
**"K,@gi*ilv,96adaA,
dan shaf ketiga kaum perempuan. Jika makmumnya terdiri dari
beberapa orang wanita tanpa ada kaum lakilaki maupun anak-anak,
maka niereka berdiri dibelakang imam. Dan jika makmumnya terdiri
beberapa anak-anak dan beberapa wanita, anak-anak berdiri di shaf
pertama dan wanita berdiri di shaf kedua. Boleh hukumnya imam
berdiri bersama shaf pertama kalau memang tempahya sangat sempit
dan berdesak-desakan. Di sunnatkan uniuk memenuhi shaf yang
pertama dahulu, sehingga tidak ada celah satu orang makmumpun.
Kemudian memenuhishaf kedua, kemudian memenuhi shaf ketiga.
Demikianseterusnya.
Posisi shaf pertama berada di belakang imam, lalu disempurnakan
dari sebelah kanan kemudiari dari sebelah kiri. Tidak boleh sebaliknya.
Dan ketika memulai shalat, posisi imam harus berada tepat di tengah-
tengahshaf pertama.
Para makmum tidakboleh membiarkan ada celah kosong pada
shaf yang ditempati, sebab hal itu akan diisi oleh setan. Mereka harus
membentuk shaf yang rapi alias tidak melenceng' Dan mereka juga
harus tahu bahwa shaf yang pertama itu lebih utama daripada shaf
yang kedua, shaf yang kedua lebih utama daripada shaf yang ketiga,
begitu seterusnya, dan bahwa shaf yang sebelah kanan ifu lebih baik
daripada shaf yang sebelah kiri.
2 1. Sebaiknya shaf pertama di belakang imam ditempati oleh orang-orang
yang mulia, yang pandai, dan yang berakhlak baik, seperti yang
diperintahkan oleh Nabi Shollallahu Alaihi wa Sallam. Hal itu
dimaksudkan agar menjadikan mereka diikuti oleh makmum-
maknum yang lain, dan juga supaya mereka bisa mengetahui dengan
mudah ketika imam melakukan kesalahan, atau lupa, aiau ada u&ur.
22.Tidakboleh hukumnya seorang berdiri sendirian di belakang shaf.
Misalnya ia baru datang dan mendapatishaf di depannya sudah
penuh, ia dianjurkan menarik salah seorang makmum yang berdiri di
depannya untuk pindah di sampingnya. 'letapi jika si maknum itu tidak
mau, tidak apa-apa ia shalat sendirian di belakang shaf yang sudah
penuh ini . sebab sesungguhnyaAllah tidak akan membebani
seseorang di luar kesanggupannya.
23. Mengelompokjadi satu di belakang imam hukumnya makruh. Tetapi hal
itu kadang justru dianjurkan kalau memang suara imam tidak bisa
gi*ilugiadah
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
\
didengar oleh seluruh makmum. Dan unfuk membantu mengatasi hal
ifu boleh menggunakan pengeras suara.
24. Apabila seorang imam yang punya jadwal tetap, sedang shalat jamaah
dengan beberapa maknum, lalu datang serombongan orang yang ingin
melakukan shalatjamaah sendiri, menumt pendapat yang diunggulkan
hal ifu hukumnya boleh dengan syarat mereka memang tidak sengaja
menghindari shalat jamaah bersama-sama. Alasannya, sebab hal ifu
bisa menimbulkan perpecahan dan melecehkan imam yang sudah
dipilih oleh penguasa atau oleh masyarakat agar ia menjadiimam
tetap bagi mereka.
25. seseorang masih mendapatkan keutamaan jamaah berikutpahalanya,
jika ia masih sempatshalatbersama imam yang belum salam.
26. Tidak boleh ada beberapa kelompok shalat jamaah di satu masjid
dalam waktu yang bersamaan.
27 . Jil<aseorang wanita berdiridi shaf kaum lakiJaki, atau berada didepan
mereka persis di belakang imam, menurut pendapat yang diunggulkan,
shalat wanita ini dan juga shalat kaum laki-laki yang berada di
sampingnya atau di belakangnya, hukumnya sah.
28. Jika sesudah shalat, seseorang baru tahu kalau ternyata imamnya tadi
belum wudhu, atau sedang dalam keadaan junub, hal itu tidak ada
pengaruhnya dan shalatnya tetap sah, baik si imam tadi sengaja atau
memang lupa. Tetapi kalau ia mengetahui hal ifu sebelum shalat, atau
di tengah-tengah shalat, shalatnya menjadibatal. Artinya, ia harus
mengulangishalatnya dengan sendirian, atau dengan imam lain, atau
dengan imam tadi yang sudah berwudhu atau sudah mandijinabat.
Berikut yaitu dalil-dalildan komentamya serta pendapat para ulama
ahli fikih mengenai hal ini . Hal ini sangat penting bagi orang yang
benar-benar ingin mengetahui hukum berikut dalilnya, terutama bagi
orang-orang yang sedang menuntut ilmu.
Dalil-da1il dan Komentarnya
Bersumber dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhumo, ia berkata,
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallambersabda,
,qihi/v,96a/a/a
Shalat
,, " - c / .. 'rAt ;yr* J:"" ut;;t i>t;.A->9 Uf ) fi-. .l*lt o>^P J.aa A'el
' Shnlat j amaah itu lebih utama dua puluh tuiuh der ai at darip ada shalat
sendirian." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Bersumber dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi Shallallahu
Alaihi w a Sallam bersabda,
u3 .; L"lriY."
, e.y J
1, " , e. ' ,)..
.ef ,J--e)w
vr,ti*'t# er* e"l
" Seseorang yang shalat beriamaah itu punya nilai lebih dua puluh
tujuh derajat dnripada ia slulat di rumahnya atau dipasar." (HR. Al-
BukharidanMuslim)
Bersumber dariAbu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi w a Sallambersabda,'Seseorang yang shalat berlamaah itu punya
nilai lebih dua puluh lima derajat danpada kalau ia shalat di rumah atau di
pasar. Hal ifu sebab kalau ia setelah berwudhu dengan *baik munglan, lalu
berangkat ke masjid dengan niat hanya semata unfuk shalat, niscaya setiap
Iangkah yang ia ayunkan akan mengangkat xfu derai at unhtlotya, dan akan
menghapus scd,u kmlahan dannya, Kettka sdang shald pra malaikd slalu
mendoakannya selamaiamasih berada di tempatshalatnya dan belum
hadats. Para malaikat berdoa, "Ya Allah, angkatlah deraiatnya. Ya AIIah,
rahmatilah ia." Dan ia selalu dalam shalat selama ia menunggu shalat
berikutnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim. Dan ini yaitu lafazh Al-
Bukhari)
Bersumber dari Ubai bin Ka'ab sesungguhnya Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallambersabda, " Seseorang yang shalat berjamaah meskipun
bersama satu orang, itu lebih utama daripada ia shalat sendirian. Dan ia
shalat bersama dua orang itu lebih utama daripada ia shalat dengan satu
orang. Semakin banyak anggota jamaahnya semakin lebih disukai oleh
AIIah." (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah)
Dalam rangka mengkompromikan riwayatyang menyebut kalimat
" dua puluh tujuh derajaf" dan riwayat yang menyebut kalim at " dua puluh
Iimaderajaf ", para ulama mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
gi/rih,96a/a/v
Berikut Dalilialilnya dalam lslam
Penyebutan kalimat " dua puluhlimol' tidak berarti menafikan kalimat
"dua puluh tujuh." Demikian pendapat para ulama yang tidak
mempersoalkanjumlah.
Ada sebagian ulama yang mengatakan, semula Nabi Shollollohu
Alaihi w a S all am diberitahu oleh Allah kalau pahala shalat j amaah itu lebih
banyak dua puluh lima derajat daripada shalat sendirian, kemudian beliau
diberitahu oleh Allah kalau pahala shalatjamaah itu lebih banyak dua puluh
tujuh derajat daripada shalat sendirian. Ini perlu mengetahui latar belakang
sejarahnya, seperti yang lazim terjadipada pembatalan keutamaan hal-hal
yang masih diperdebatkan.
Ada pula yang mengatakan, bedanya yaitu berdasarkan
perhitungan jauh dan dekatnya masjid.
Ada lagi yang mengatakan, bedanya yaitu terganfung pada keadaan
orang yang shalat itu sendiri. Contohnya, ia lebih mengertidan lebih
khusyu'.
Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat lain. TetapiAsy-
Syaukani cenderung pada pendapat yang pertama tadi. Sementara
menurutAl-Hafizh Ibnu Hajar, dua puluh tujuh derajat itu khusus untuk
shalat yang bacaannya dibaca dengan suara keras, dan dua puluh lima itu
khusus unfuk shalat yang bacaannya dibaca dengan suara pelan. Wallahu
a'lam.
Hadits-hadits tadi menunjukkan bahwa seseorang yang shalat
dengan berjamaah itu punya nilai lebih sebanyak dua puluh tujuh derajat
daripada ia shalat di rumahnya, atau shalat di pasar sendirian. Dan kalau
ia shalat berjamaah baik di rumah maupun di pasar, ia juga mendapatkan
pahala yang besar ini . Alasan kenapa shalat di masjid itu dianggap
lebih utama daripada di rumah dan di pasar, dan shalat di rumah itu lebih
utama daripada shalat di pasar, yaitu sebab pasar itu yaitu tempat
setan.
Hadits-hadits tadi dijadikan dalil oleh para ulama yang mengatakan,
bahwa shalat jamaah itu tidak wajib, sebab kalimat "lebih ufomo" itu
bermakna ganda. Artinya, orang yang shalat sendirian pun juga
mendapatkan keutamaan, meskpin keutamaan yang diperoleh oleh orang
yang shalat berjamaah lebih besar daripada keutamaan yang
g{*i/",96a/n/u
Shalat
diperolehnya, yaituduapuluh tujuh kali lipat.
Hal itu juga ditunjukkan oleh hadits yang menerangkan bahwa
seseorang yang shalat dengan satu orang itu lebih baik daripada shalat
sendirian.
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa shalat jamaah itu tidak
wajib, ialah sabdd Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada dua
orang lakiJaki yang sudah shalat di rumahnya, " Apabrla kalian sudah shalat
di rumah kalian, Ialu kalian pergl ke masjid dan mendapati shalat jamaah,
maka shalatlah bersama mereka, sebab hal itu bagi kalian yaitu shalat
sunnat." (Hadits shahih)
Dalil mereka lainnya ialah sabda Rasulullah ShallallahuAlaihi wa
Sallam,
'#x- e $'s,#'Jfr6'ifii t#t G t?i o6t pzf
*>i'{'i12:- .;;i>t2:t
t ,t t
,zz'l 2 12 j
.lLe f, P_ e$ / Gi PLi
" Sesungguhnya ornng yang mendapatkan pahala shalat palingbesar
ialah orung yangberjalan kaki paling jauh, lcemudian orang yang
berj alan kaki lebih j auh lagi. D an orang y ang ffienunggu shalat sup ay a
i a b is a mel akukanny a b e r s am a im am, itu p ah aI any a leb ih b e s ar
daripada orang yang shnlat lalu tidur ." (HR. Al-Bukhari)
Biasanya, orang yang setelah shalat lalu tidur ialah orang yang shalat
sendirian. Itulah yang dimaksud dalam hadits tadi.
Dalil mereka yang lain lagi ialah, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi w a
Sallam pmah menyuruh shalat kepada serombongan delegasi yang datang
kepada beliau. Tetapi beliau tidak menyuruh melakukannya dengan
berjamaah. Padahal kita tahu bahwa bagi Seorang nabi, menunda
penjelasan pada waktu yang mendesak dibutuhkan yaitu sesuatu yang
tidakboleh.
Kata Asy-Syaukani, "Dalil-dalil ini mengharuskan untuk
mena' wili (mencari maksud altematif) dalil-dalil yang menyatakan bahwa
shalat jamaah itu hukumnya wajib. Dengan kata lain, membiarkan hadits-
hadits yang menyatakan bahwa shalat jamaah itu wajib tanpa
mena'wilinya, sama saja dengan mengabaikan dalil-dalil yang sebaliknya.
Dan itu tidak boleh terjadi. Barangkali pendapat yang moderat dan paling
mendekatikebenaran ialah, bahwa shalat jamaah itu termasuk sunnat
gi*ib.giala/u
Berikut Dalil-dal ilnya dalam lslam
-_
muakkad. Yang sedapat mungkin harus dilakukan, kecuali oleh orang yang
benar-benar sedang udzur. Jadi tidak bisa dikatakan bahwa shalat jamaah
itu hukumnya fardhu kifayah, atau fardhu ain, atau menjadi salah satu
syarat sahnya shalat.
Berikut ini yaitu dalilpara ulama yang mengatakan bahwa shalat
jamaah itu hukumnya fardhu ain atau fardhu kifayat atau menjadi salah
satu syarat sahnya shalat :
Bersumber dariAbu Hurairah Rodhiyallahu Anhu dari Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallambeliau bersabda, "sesungg'tr hnya shalat yang
paling berat bagi oran g-orang munafik ialah shalat isya' dan shalat shubuh.
Sekiranya mereka tahu keutamaan yang ada dalam kedua shalat ini ,
niscaya mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak.
Sungguh aku bermaksud akan menyuruh shalat agar dilaksanakan.
Kemudian aku menyuruh seseorang agar ia shalat bersama manusia.
Kemudian ia pergi bammalat dengan beberapa orang Wng membawa sr'likcd.
kayu bakar menuju suaht kaum yang tidak melalqtlcan shald, maka lalu kami
bakar rumah mereka dengan api." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Bersumber dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, sesungguhnya
seorang tuna netra berkata, "WahaiRasulullah, aku tidak mempunyai
seorang penuntun yang bisa menuntunku ke masjid." Ia lalu meminta
kemurahan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi r.ua Sollam agar
diperkanankan shalat di rumahnya saja, dan beliau pun memberinya
kemurahan. Tetapi ketika ia hendakberlalu, Rasulullah memanggilnya
kembali dan bertanya, "Apakah kamu mendengar seruan adzan?" la
menjawab, "Ya." Beliau bersabda , "Kalant begitu penuhilah seruan itu!"
(HR. Muslim dan An-Nasa'i)
Bersumber dari Abdullah bin Mas' ud, ia berkata, "Kami memandang
yang biasa tidak mau shalat berjamaah itu hanyalah orang munafik yang
nyata kemunafikannya. Sungguh pemah terjadi seorang lelaki dipapah oleh
dua orang lalu orang itu dimasukkan ke dalam shaf." (HR. Jamaah kecuali
Al-Bukhari dan At:Tirmidzi)
Hadits-hadits tadilah yang dijadikan dalil oleh para ulama yang
mengatakan bahwa shalat jamaah itu hukumnya wajib. Sebab kalau
hukumnya hanya sunat, tentu Nabi S hallallahu Alaihi wa Sallam tidak perlu
sampai harus mengancam akan membakar orang yang meninggalkannya
segala. Dan kalau hanya fardhu kifayah, tentu hal itu cukup dilakukan oleh
gi*i/t,gi-d./t
Shalat
Rasulullah S hall allahu Al aihi w a Sall am dan s ahabat yang bersama beliau
saja.
Para ulama ahli fikih memang berselisih pendapat dalam soal shalat
berjamaah ini. Menurut Atha', Al-Auza' i, Ishak, Ahmad, Abu Tsaur, Ibnu
Khuzaimah, hnu Hibban, hnu Al-Mundzir, dan ulama-ulama dari kalangan
madzhab Zhahiri,shalat jamaah itu hukumnya fardhu ain. Ada sebagian
ulama yang mengatakan, shalat jamaah yaitu syarat. Yang lain
mengatakan, hukumnya fardhu ain tetapibukan merupakan syarat,
sehingga meninggalkannya tidak membatalkan shalat, kendatipun ia
berdosa besar.
Menurut Imam Asy-Syafi'idalam salah satu versi pendapatnya,
sebagian besar sahabat-sahabatnya yang senior, sebagian besar ulama dari
kalangan madzhab Maliki dan Madzhab Hanafi, berpendapat shalat
jamaah itu hukumnya fardhu kifayah.
Ada sebagian ulama yang berpendapat, shalat jamaah itu hukumnya
sunnat mual<kad. Di antara mereka ialah Imam Malik, Imam Abu Hanifah,
dan sebagian besar ulama yang lain. Mereka mengomentari hadits-hadits
di atas sebagai berikut:
Pertama, Nabi Shollallahu Alaihi wa Sallam memang bermaksud
hendak membakar orang yang tidak shalat berjamaah, tetapi tidak jadi
melakukannya. Seandainya shalat jamaah itu fardhu tentu beliau benar-
benar rnelaksanakan malcudnya ini .
Kedua, sesungguhnya kabar ini dimakudkan untuk menakut-nakuti.
Jadi Nabi S hallallahu Alaihi wa Sal/om tidak bermakud sungguh-sungguh.
Buktinya, beliau mengancam mereka dengan sanki yang biasanya hanya
diancamkan kepada orang-orang kafir. Sementara para ulama sepakat
untuk melarang menghukum kaum muslimin dengan cara membakar
mereka.
Ketiga,sesungguhnya ancaman ini yaitu bagi orang-orang
yang meninggalkan shalat secara langsung. Tetapi ini jelas merupakan
sanggahan yang lemah.
Keempat,sesungguhnya ancaman ini dimalsudkan agar jangan
meniru orang-orang munafik dan menyerupai mereka, bukan khusus
meninggalkan shalat jamaah.
Kelima,sesungguhnya ancaman ini ditujukan kepada orang-
orangmunafik.
gih/",giada/a
Berikut Dal il-dali lnya dalam lslam
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya FathuAI-Bori mengatakan,
'Menumt saya, hadib ini memang berlaku bagi orang-orang munafik,
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
"Sesungguhnya shalat yang paling berat yaitu bagi orang-orang
munafik.... " Sesungguhnya sifat ini hanya patut bagi orang-orang
munafik, bukan bagi orang-orang yang beriman. Tetapi yang dimaksud
ialah munafik malsiat, bukan munafik kekufuran. Dalilnya yaitu riwayat
yang mengatakan, " Mereka hdak mau mendatanE shalat-shalat jamaah."
Dan hal itu dipertegas oleh riwayatyang diketengahkan oleh Abu Daud dari
Abu Hurairah, " Kemudian beliau mendatnngl suafu kaum yang melakukan
shalat di rumah mereka tanpa ada alasan.... " Ini menunjukkan bahwa
kemunafikan mereka yaitu terkait dengan masalah maksiat, bukan dengan
masalah kekafiran, sebab orang kafir itu tidak shalat di rumahnya, tetapi
shalat di masjid dengan ada pamrih.
Menurut Ath:Ihayyib, dikeluarkannya orang-orang mukmin dari
ancaman ini bukan dari segi bahwa saat mendengar seruan adzan mereka
boleh tidak melakukan shalatjamaah. Tetapi dari segi bahwa meninggalkan
shalatjamaah itu bukan bagian dari tradisi mereka, tetapi merupakan salah
satu sifat orang-orang munafik. Hal itulah yang ditunjukkan oleh ucapan
hnuMas'ud.
Keenam, semula shalat jamaah itu hukumnya fardhu tetapi
kemudian dinosokh atau dibatalkan. Demikian diceritakan oleh Al-Qadhi
Iyadh. Kata hnu Hajar dalam kitabnya Fofh u Al-Bari,. " Apa yang dikatakan
oleh Al-Qadhi lyadh ini diperkuat oleh ancaman pembakaran yang
ditujukan kepada orang-omng munafik ini , dan juga oleh hadib-hadib
yang menerangkan bahwa shalat jamaah itu lebih utama daripada shalat
sendirian, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya."
Ketujuh, sesungguhnya yang dimaksud dengan shalat yaitu shalat
Jum'at.
Tentang tidak adanya kemurahan atau keringanan meninggalkan
shalatjamaah bagi orang tuna netra meskipun ada u&urini , sebab
ia berrnaksud ingin mendapatkan pahala shalat jamaah justu dengan cara
meninggalkannya dan memilih shalat di rumah saja. Sehingga Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam lalu memberikan jawaban seperti itu. Fadahal
berdasarkan kesepakatan para ulama, meninggalkan shalatjamaah sebab
ada udzur itu diperbolehkan, dan banyak dalilyang menjelaskan hal itu.
giAilv.glada/a
Shalat
Ada seorang ulama yang.memberikan komentar sangat bagus
terhadap hadib yang menceritakan tentang kisah orang tuna neba ini .
Menurutnya, hadits ini mengandung pesan kewajiban melakukan
shalat jamaah bersama Nabi Shol/o llahu Alaihi wa Sallamdi masjid beliau.
Jadi yang dimaksud bukan jamaah secara muflak. Dan juga bukan sebab
perintah beliau seperti yang beliau perintahkan kepada orang lain untuk
shalat di rumahnya, atau di sebuah kampung yang biasa diselenggarakan
shalat jamaah bersama banyak orang. Jadi hadits ini bersifat khusus
terkait dengan orang tuna neha tadi.
Bersumber dari hnu Umar, dari Nabi Shallallahu Alaihi w a Sallam
beliaubersabda,
.A,itit 1--.".iir rirtj\,P',r'3r',,T;|ir
" Apabila istri-istri knmu meminta izin lepada knmu pergi lce masjid
pada malam hari, maka izinkanlah mereka." (HR. Jamaah kecuali
Ibnu Majah)
Dalam lafazh lain disebutkan, "Jongo nl ah kamu melarang w anita-
wanita untuk pergl ke masjid, meskipun rumah mereka itu lebih baik bagl
mereka." (HR. AhmaddanAbu Daud. Hadits inishahih)
Bersumber dari Abu Hurairah sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallambersabda, " J anganlah kalian larang hamba-hamba Allah gang
wanita itu pergi ke masjid-mosjid-Nyo. D an hendaklah mereka itu perE ke
masjidtanpamemakaiwewanglan " (HR.Ahmad dan Abu Daud. Hadits
ini shahih)
Hadits tadi memberi petunjuk bahwa seorang wanita itu tidak boleh
keluar rumah untuk shalat tanpa izin suaminya, dan bagi sang suami tidak
boleh melarangnya, baiksi ishi meminta izin padasiangatau malam hari.
Banyaknya perawi yang tidak menyebutkan kalimat "pada malam han"
dan perlunya si istri meminta izin kepada suaminya, ini menunjukkan
bahwa perintah ini bukan perintah wajib. Kewajiban siistri untuk
meminta izin suaminya, yaitu hanya untuk menyenangkan hati sang
suami agar ia tahu ke mana si ishi akan pergi. Jika sang suami mengizinkan
memang itulah yang terbaik, tetapi jika sang suami tidak mengizinkan si ishi
tetap boleh pergi meskipun tanpa seizinnya, sebab tidak ada ketaatan
sama sekali kepada sesama makhluk dalam berbuat malisiat kepada Allah,
gihila.qialab
Berikut Dal i ldal ilnya dalam lslam
-dan apa yang dilakukan oleh si ishi keluar rumah untuk melakukan sebuah
kewajiban itu bukan merupakan maksiat.
Berdasarkan ini, makruh hukumnya seorang suami melarang
ishinya pergike masjid, meskipun bagisi istri shalat di rumah justru lebih
utama daripada shalat di masjid, kecuali jika di masjid ada acara-acara
lain yang sangat mulia selain shalat. Contohnya; Seperti sedang ada
majlis taklim, atau ada amal kebajikan tertentu, atau ada acara-acara
sosial demikepentingan kaum muslimin, seperti pemberian santunan
kepada anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang lemah, dan
lainsebagainya.
Kaum wanita yang pergi ke masjid diwajibkan tidak memakai
wewangian, tidak berdandan, dan tidak melakukan hal-halyang sekiranya
dapat membangkitkan nafsu kaum laki-laki yang dapat menimbulkan
fitrrah. Hal itu hukumnya haram, berdasarkan hadib yang telah disebutkan
diatas.
Bersumber dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,'Siopa sojo wanita yang telah berasap dengan
bakhur; hendaklah ia tidak menghadiri shalat isya' yangterakhir bercama
kami." (HR. Muslim)
Keutamaan Masjid yang Paling Jauh dan Banyak
Jamaahnya
Bersumber dari Abu Musa, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi
waSallambersabda.
.,ijJ{dte,i;ie>,2t eGf utSr pLl;:y
" Sesungguhnya orang yang mendapatknn pahala paling besar dalam
shalat ialah orang yangberj alan lce masjid pnling j auh untuk shalat."
(FIR. Muslim)
Bersumber dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallambersabda,'Yang paling jauh, kemudian yang paling jauh
lagi dari masjid adal ah yang paling besar pahalanya." ( HR. Ahmad, Abu
Daud, dan Ibnu Majah. Hadits ini shahih)
gih/a.q6adala
Shalal
-!
Kedua hadits tadi dijadikan sebagai dalilbahwa pahala yang
didapat oleh orang yang tempat tinggalnya jauh dari masjid itu lebih besar
daripada orang yang tempat tinggalnya dekat dengan masjid. Hal itu sebab
setiap langkah yang diayunkannya menuju masjid, Allah akan mengangkat
satu derajatnya, dan menghapus satu kesalahannya sepertiyang
dikemukakan dalam hadits sebelumnya. Demikian pula bahwa pahala
akan bertambah sebab jumlah jamaahnya yang banyak.
Bersumber ddri Ubai bin Ka'ab, ia berkata, "Rasulullah Shaltatlahu
Alaihi wa Sallom bersabd a,'S&orang yang shalat berdua dengan orang lain
itu lebih banyak pahalanya daripada ia shalat sendiri, ia shalqt bersama dua
orang itu lebih banyak pahalanya danpada shalat bersama safu orang, dan
semakin banyak, itulah yangpaling disukai oleh AllahTa'ala.'" (HR.
Ahmad, Abu Daud, danAn-Nasa'i. Hadits inishahih)
Adab-adab Pergi ke Masjid
Bersumber dari Qatad ah Radhiyallahu Anhu, ia berkata, "Ketika
kami sedang shalat bersama Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, tiba-tiba
beliau mendengarsuara gaduh dari beberapa orang lakiJaki. Selesai shalat
beliau bertanya, Ada apa dengan kalian?" Mereka menjawab,'Kami tadi
tergesa-gesa untuk shalat." Beliau bersabda, " Jangan kalian lahtkan lagi hal
itu. Apabila kalian mendatangi shalat, kalian harus bersikap tenang. Apa
yang kalian dapah, maka ikutilah (shalatlah), dan apa yang terlambat oleh
kalian maka sempumakanlah. " (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Bersumber dari Abu Hurairah, Nabi bersabda,
\'1 j-tr)l i$iu W') t#t Jttrltu z;s1i'r2; t\1
.t*.G'8u 6'r,_fu'Jt'r\i * ti,-
"Apabila shalat diiqamati, janganlalt salalt seorang kalian ,rigrro-
gesa kepadanya. Tetapi hendaklah ia tetap berjalan dengan tenang
dan kalem. Apa yang masih kamu dapati maka shalatlah, dan apa
yang terlambat olehmu maka sempurnakanlah." (HR. Muslim)
MenurutAn-Nawawi, yang dimaksud dengan tenang ialah pelan-
pelan dalam melakukan gerakan-gerakan shalat dan menghindari berbuat
gfu/u,q6ada/a
Berikut Dal i l-dali lnya dalam lslam
iseng. Dan yang dimaksud dengan kalem ialah kaiem dalam penampilan
dengan cara menjaga pandangan mata, merendahkan suara, dan tidak
menoleh ke sana ke mari.
Disebutkan dalam sebuah hadits, " Apa y ang terlamb at ol eh kalian
maka sempurnakanlah." Dan dalam riwayat yang lain disebutkan,
" Bayarlah ( qadha' Iah) yang terhnggal olehmu."
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya FathuAl-Bari mengatakan,
"Riwayat yang terbanyak yaitu dengan menggunakan kalimat " maka
sempumakanlah," meskipun ada beberapa riwayat yang menggunakan
kalimat "makabayarlah (qadha'Iah)." Memang berbeda antara kalimat
sempumakanloh dengan kalimat bayarlah. Tetapi apabila perawi sebuah
hadits itu sama dengan lafazh yang berbeda, lalu perbedaan ini bisa
dikembalikan pada satu makna maka itu lebih baik. Hal ini juga demikian.
sebab arti membayor (qadha') yang biasanya dikaitkan dengan sesuatu
yang terlambat, dalam konteks riwayattadi diartikan menyelesaikan atau
merampungkan. Jadi sama sekali tidak bertentangan dengan riwayat yang
menggunakan kalimat se mpumakanloh. Maka tidak ada alasan bagi orang
yang berpegang pada riwayat bayarlah untuk mengatakan bahwa apa yang
didapati oleh seseorang bersama imam itulah bagian akhir shalatnya,
sehingga ia dianjurkan untuk membaca dengan suara keras pada dua
rakaat terakhir, membaca surat, dan membaca qunut. Bahkan baginya itu
merupakan bagian pertama shalatnya, meskipun bagi imam itu yaitu
bagian akhir shalatnya. Sebab, yang disebut akhir pasti ada yang
mendahuluinya. Dalil yang paling jelas atas hal itu ialah, bahwa betapa pun
ia tetap berkewajiban tasyahhud pada akhir shalatnya. Seandainya ia
mendapati tasyahhud bersama imam pada akhir shalatnya, tenfu ia tidak
perlu mengulang tasyahhud lagi.
Untuk memperjelas halini Ibnu Al-Mundzir mengatakan, "Para
ulama sepakat bahwa takbiratul ihram (takbir pembukaan) itu dilakukan
pada rakaat pertama. Menurut sebagian besar ulama, apa yang didapati
oleh seseorang bersama imam maka itulah bagian awalshalatnya,
meskipun ia tetap harus membayar yang terlambat ia lakukan; Seperti
membaca surat Al-Fatihah dalam shalat yang dilakukan empat rakaat.
Tetapi mereka tidak menganjurkan ia untuk mengulangi bacaan dengan
suara keras dalam dua rakaat sisanya. Seolah-olah yang dijadikan hujjah
dalam masalah ini ialah ucapan Ali Radhiyallahu Anhu seperti yang
diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, "Apa yang kamu dapati bersama imam,
g*/u,giadah
Shalat
maka itulah awal shalatrnu, dan bayarlah bacaan Al-Qur'an yang terlambat
kamubaca."
Hadits tadi menunjukkan makruh hukumnya berjalan terburu-buru
untuk shalat, baik ia berjalan sebelum mendengar iqamat atzu sesudahnya.
Kalimat iqomof disebut-sebut dalam hadib tadi, sebab biasanya orang itu
terburu-buru setelah mendengamya.
Kedua hadits tadijuga dibuat daliloleh ulama yang mengatakan
bahwa seseorang yang mendapati imam sudah dalam ruku', maka ia
belum dianggap mendapati rakaat ini , sebab ada perintah untuk
menyempurnakan yang terlambat dilakukannya. Jika ia terlambat
melakukan berdiri dan membaca Al-Fatihah serta surat, maka ia wajib
melakukan keduanya. Kata hnu Hajar, inilah pendapat Abu Hurairah dan
sejumlah ulama. Bahkan Al-Bukhari mengutip suatu pendapat yang
mengatakan bahwa wajib hukumnya membaca di belakang imam.
Adapun para ulama yang mengatakan bahwa orang ini dianggap
telah mendapati satu rakaat, mereka berpedoman pada beberapa hadits,
dan hujjah mereka cukup kuat. Mereka yaitu empat imam madzhab yang
cukup terkenal dan beberapa ulama lain yang jumlahnya cukup banyak'
Imam Harus Memperhatikan Para Makmum
Bersumber dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu sesungguhnya
Nabi Shollo llahu Alaihi wa Sallambersabda,
"Apabila salah seorangkalian meniadi imam shalatbagi manusia
hendaklnh ia mempercepat, sebab sesungguhnya di antara mereka
ada orang yang lemal4 ada yang sakit, dan ada yang sudah tua' Dan
iika ia shalnt sendiri ia memperlnma sesuaikeinginannya." (HR.
Jamaah kecuali Ibnu Majah)
Bersumber dari Anas Radhiyallahu Anhu, ia berkata, "Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah menangguhkan shalat dan
menyempumakannya." Dalam riwayat lain disebutkan, "Aku belum pemah
giloi/u.q6ada/u
Berikut Dalilialilnya dalam lslam
7sama sekali shalat di belakang seorang imam yangshalatnya lebih ringan
dan lebih sempuma dari pada Nabi shollo llahu Ataihi wa sallam." (HR.
Al-Bul':hari dan Muslim )
Bersumber dari Anas, dari Nabi s hallallahu Alaihi wa sallam beliau
bersabda,
e'):ttiv
'r-=At;L-". A, '"'t) qq +rf 6, t#, e,y\9' jt
.t'K;.'c ii y':ery'n'rHf ,r4y-
" Se sungguhny a aku se dnng slulat dan aku ingin melakukanny a cukup
I ama. Tiba-tib a aku mendengar tangis anak,lalu alaryercep at irulatku,
sebab aku tahubetapaberat hati ibunya mendengar suarn tangis
analcnya ifu.' (HR.Iamaah kecuali Abu Daud dan An-Nasa,if
Kesimpulan hadib-haditstadi ialah, bahwaseorang imam itu hanrs
memperhatikan keadaan para makmum. Ia harus mempercepat shalafurya
ketika mereka membutuhkannya. Begitu pula sebaliknya. Jika ditengah-
tengah shalat terjadi sesuafu yang menuntut unfuk lebih mempercepat dari
biasanya, hal ifu harus ia lakukan, seperti yang pemah dilakukan oleh Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika mendengar suara tangis anak, dengan
syarat asal jangan sampai mengortankan atau mengurangi kesunatan yang
palingminimal.
Seorang imam harus memperhatikan keadaan makmumnyayang
paling lemah, seperti yang diterangkan dalam hadits lain. Jangan tergesa-
gesa yang menyebabkan ia harus melakukan hal-hal yang makruh, apalagi
yang sampai dapat membatalkan shalat.
Cepat dan lama itu relatif sifatnya. Ada shalat yang dianggap cepat
oleh suatu kaum, tetapijustru dianggap cukup lama oleh kaum yang lain.
Begitu pula sebaliknya.
oleh sebab itulah banyak ulama ahlifikih yang membikin patokan,
yakni seorang imam jangan menambahi tiga kali bacaan tasbih dalam ruku'
maupun sujud. Menurut mereka, hal ini tidak menyalahi riwayat dari Nabi
shallallahu Alaihi wa sallam yang melarang memperpanjang shalat.
Sebab, semangat para sahabat dalam memperoleh kebajikan haLitu tidak
bisa dijadikan alasan untuk shalat dengan lama. Seorang imam harus tahu
bahwa di antara makmumnya yang terdiri dari para pekerja berat itu tidak
,qltib,96a/a/u
Shalat
sama seperti makmumnya yang terdiri daripara pegawai atau karyawan
yang tidak harus bekerja berat, bahwa di antara mereka juga ada makmum
wanita yang sedang hamil, para pembanfu rumah tangga yang masih harus
sibuk menyelesaikan pekerjaan, nenek-nenek, dan anak-anak kecil. Mereka
semua itu biasanya yaitu orang-orang yang tidak sabar untuk diajak
shalatterlalu lama.
Kata Ibnu Abdul Barr, "Meringankan shalat bagi makmum itu
merupakan hal yang telah disepakati untuk dilakukan oleh setiap imam, dan
dianjurkan oleh para ulama. Tetapi yang demikian berarti mengerjakan
dengan kesempumaan yang minimal. "
Kewajiban Mengikuti Imam
Bersumber dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah Shallallahu
Al aihi w a S all am bersabda,
--J-,rt t-Jir '*JG & tit'rtril*v'A t:y'ri;ir
" Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti, maka janganlah
knmu me ny al ahiny a. Ap ab iI a im a m b e r t akb ir, m aka b e r t akb irl ah
kamu. Apnbila imnm ruku', maka ruku'Iahkamu. Apabila imam
membaca kalimat Sami'allahu liman hamidah, maka ucapkanlah
olehmu Rnbbana lakal hamdu. Apabila imam sujud, maka sujudlalt
kamu. Dan apnbila imnm shalst dengan duduk, maka shnlatlsh
dengan dudukkamu semLtanya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam laf.azh lain disebutkan, "Sesungguhnya imam itu dijadikan
untuk diikuti. Jika ia bertakbir, maka bertakbirlah, dan janganlah kamu
bertakbir sebelum ia bertakbir. J ika ia ruku' maka ruku' lah, dan janganlah
kamu ruku' sebelum ia ruku' . Jika ia sujud maka sujudlah, dan janganlah
kamu sujud sebelum ia sujud." (HR. Ahmad dan Abu Daud, Hadits ini
shahih)
giki/r.qiada/a
Berikut Dalil-dalilnya dalam lslam
z zo E
.,'t^-tO>l
Bersumber dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
i;:bf ,uvi .1;it ,l'/-,l) oilr LY, t'r s1:sbi ;x- tti
.rGi't-* {t-n'rf ,t1 uT-,
'Tidakkah salah seorang di antara kamu merasn takut apabila ia
mengangkat kepalanya sebelum imam, balnu a Allah aknn mengubah
kepalanya menjadilcepalakeledai atau Allnh nknn mengubah rupnnya
menj adi rup a kele dai. " (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Bersumber dari Anas, ia berkata, "Rasulullah Shall all ahu Alaihi w a
Sollombersabda,
.)r6:\urvt qq,J!
Walmi mnnusia, sesungguhny n aku adslah inmm knlian. Oleh sebab
itu janganlah kalian mendahului aku lcetika ruku', sujud, berdiri,
duduk, dansalam." (HR. Ahmad danMuslim)
Hadits-hadits tadi memberi petunj uk bahwa seorang makmum itu
harus mengikuti imamnya dan tidak boleh mendahuluinya. Ini sudah jelas.
Kalimat " Bahwa Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai"
dalam hadits tadi menunjukkan, haram hukumnya seorang makmum
mengangkat kepalanya sebelum imam, baik ketika sujud atau ketika ruku',
sebab adanya ancaman Allah di dunia yang sangat berat ini .
Demikian pendapatAn-Nawawi. Halitu memang haram, tetapi menurut
pendapat mayoritas ulama, walaupun pelakunya berdosa tetapi shalatnya
sah. Sedangkan menurut pendapat yang dikutip dari hnu Umaq shalatrrya
batal. Demikian pendapat Imam Ahmad dalam salah satu versi riwayat dan
ulama-ulama dari kalangan madzhab Zhahiri. Alasannya, sebab
konselv'/ensi melanggar larangan ifu berarti batal, dan ancaman mengubah
kepala atau muka secara implisit termasuk larangan.
Menurut para ulama, disebutkannya kalimat keledai dalam riwayat
tadi, sebab keledai yaitu binatang yang melambangkan kebodohan.
giAih,96a/zb
Shalat
Makna ini dikaitkan dengan orang yang tidak tahu akan kewajiban-
kewajiban shalat dan kewajiban mengikuti imam.
Sah Hukumnya Shalat Jamaah dengan Makmum
Anak-anak atau Wanita
Bersumber dari hnu Abbas, ia berkata,
L-tl ef',.t;,pt jr,kffi'cti* eo .c t
c z t ot-i
J9 A.r-et
" Aku be rmalam di rumah bibiku, Maimunah. Tengah malam N abi
Shallallahu Alaihi roa Sallam melnkuknn shnlat. Lalu aku bangm dan
ikut shal nt bersamn beliau. Aku ber diri di sebel ah kiri belinu, lnlu belinu
memegangkepalaku dan menyuruh supaya akuberdiri di sebelah
kanan beliau." (HR. Jamaah)
Dalam lafazh lain disebutkan, "Aku sholatbersamaNabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam, dan pada waWu itu aku baru berusia sepuluh tahun. Aku
berdiri di samping kiri beliau, tetapi kemudian beliau menyuruh aku berdiri
di samping kanan beliau. Pada waktu ifu aku masih berusia sepuluh tahun."
(HR. Ahmad. Hadits ini shahih)
Hadits tadi merupakan dalil, bahwa sah hukumnya shalat berjamaah
dengan anak kecil. Orang yang menolak hal ini, ia tidak punya dalil shahih
yang bisa dijadikan sebagai pegangan. Menurut Imam fuy-Syafi'i dan
Imam Yahya, sah hukum shalat jamaahnya si imam dan anak kecilyang
menjadi makmum, baik itu shalat fardhu atau shalat sunat. Sementara
menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah dalam salah satu versi
riwayatnva, sah hukumnya hanya dalam shalat sunnat.
Hadits tadi juga sebagai dalil bahwa seorang makmum yang hanya
sendirian itu harus mengambilposisidi sebelah kanan imam, dan juga
sebagai dalil diperbolehkannya menjadi maknum kepada orang yang tidak
niat menjadi imam. Hal ini dibuat bab tersendiri oleh Al-Bukhari.
Tetapi ma5alah ini mengundang perbedaan pendapat di kalangan
para ulama. Menurut pendapat paling shahih dari Imam fuy-Syafi'i, untuk
,qiAilu.giala/a
Berikut Dal il-dali lnya dalam lslam
|--
keabsahan mengikuti tidak disyaratkan seorang imam niat menjadi imam.
Sementara menurut pendapat Imam Ahmad, halini harus dibedakan
antara shalat sunnat dan shalat fardhu. Dalam shalat fardhu, ia harus niat
menjadi imam, dan bukan dalam shalat sunnat. Tetapi ini perlu dilihat
terleb ih dahulu, sebab Nab i Shallall ahu AI aihi w a S all am pemah melihat
seorang lelaki shalat sendirian dan beliau bersabda, "Tidak adakah
seseorang yang mau bersedekah terhadap orang ini, sehingga ia shalat
bersamanya?" (HR. Abu Daud. Hadits ini dianggap hasan oleh Atrfirmi&i,
dan dianggap shahih oleh Ibnu l(huzaimah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)
Bersumber dariAbu Sa'id dan Abu Hurairah mereka berkata,
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Barangsiapa yang
bangun tengah malam, Ialu ia membangunkan istrinya, Ialu keduanya shalat
dua rakaat bersama-sama, niscaya mereka berdua dicatat termasuk orang-
orang yang banyak berdzikir kepada A//oh. " (HR. Abu Daud. Ada sebagian
ulama ahli hadits yang tidak menganggap hadits ini marfu' . Bahkan tidak
menyebut-nyebut nama Abu Hurairah. Jadi itu tadi yaitu ucapan Abu
Sa'id saja. Dan ada sebagian mereka yang menilai hadits ini mauquf.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh An-Nasa'i dan Ibnu Majah secara
musnad)
Hadih tadimerupakan dalil bahwa sah hukumnya seorang lelaki
menjadi imam bagi seorang wanita. Demikian pendapat para ulama ahli
fikih. Menurut mereka, sah hukumnya jamaah seorang laki-lakidengan
seorang perempuan sebagaimana sahnya hukum jamaah seorang lakiJaki
dengan seorang laki-laki. Dan orang yang menolak pendapat ini harus
punvadalil.
Diriwayatkan oleh Asy-Syafi'i, Ibnu Abu Syaibah, dan Al-Bukhari
secara mu'allaq dari Aisyah sesungguhnya ia pernah shalat menjadi
makmum salah seorang budak miliknya." t)
Makmum yang Memisahkan Diri dari Imam
Bersumber dari Anas bin Malik, ia berkata, "Mu'adz bin Jabal sedang
menjadi imam shalat kaumnya. I alu rnuncul seorang lelaki bemama Hamm
gihlv.q6a/z/v
Shalat
r Lihat, Noil Al-Authar oleh fuy Syaukani.
bin Milhan yang hendak menyirami pohon kurmanya. Ia masuk masjid dan
ikut shalat berjamaah bersama mereka. Melihat Mu'adz begitu lama, ia lalu
menyingkat shalatnya dan segera menyirami pohon kurmanya. Selesai
shalat ada yang mengatakan kepada Mu'a& tentang apa yang dilakukan
oleh orang ifu. Mu'a& berkata, "Sungguh dia itu orang munafik. Masak ia
harus shalat dengan tergesa-gesa hanya demi menyirami pohon
kurmanya?" Haram bin Milhan lalu menemuiNabi ShallallahuAlaihiwa
Sallam, dan kebetulan Mu'adz berada di samping beliau. Kata Haram bin
Milhan, "WahaiNabi Allah, sesungguhnya aku ingin menyiramipohon
kurma milikku. L-alu aku masuk masjid untuk ikut shalat berjamaah dengan
suatu kaum. sebab ia terlalu lama, maka aku mempersingkat shalatku, lalu
aku segera menyirami pohon kurmaku, kemudian ia menuduhku sebagai
orang munafik. " Nabi Sh allallahu Alaihi w a Sallamkemudian menghampiri
Mu' a& dan bersab da, ' Apakah kamu ini tukang fitnah? Apakah kamu ini
htkang fihah? J anganlah kamu ajak mereka shalat terlalu lama. Bacalah surqt
Al-AIa, surof Asy-S yams, dan sebagainya." (HR. Ahmad dengan isnad yang
shahih)
Kisah tadi diriwayatkan dalam berbagai macam versi. Adayang tidak
menyebut-nyebut surat yang dibaca oleh Mu'adz, dan tidak menyebut-
nyebut shalat tertentu. Ada yang menyebutkan bahwa yang dibaca oleh
Mu'adz yaitu surat Al-Qiyamah dalam shalat isya'. Dan ada yang
menyebutkan bahwa yang dibacanya yaitu surat Al-Baqarah dalam
shalat isya'. Dan ada pula yang menyatakan bahwa itu terjadi dalam shalat
maghrib. Demikian pula ada banyak versi tentang nama orang yang
mengadukan Mu'a& kepada Nabi S hallallahu Alaihi wa Sallam ini .
Riwayat-riwayat dihimpun dalam banyak kisah, dan di antara yang
menghimpunnya ialah Ibnu Hibban dalam kitabnya Sh ahih lbnu Hibban.
Fitnah yang dilakukan oleh Mu'adz ialah sebab ia terlalu lama menjadi
imam shalat, sehingga menyebabkan orang itu keluar darinya dan tidak
memperoleh keutamaan shalat jamaah.
Hal itu menunjukkan bahwa memperpanjang shalat yang dapat
menimbulkan fitnah para makmum atau satu orang saja di antara mereka
ifu hukumnya haram, sebab adanya larangan atas hal ifu dan juga sebab
bisa merugikan orang lain, baiklak-laki maupunwanita.
Hadits inilah yang oleh sebagian ulama dijadikan sebagai dalilbahwa
boleh hukumnya seorang makmum memisahkan diridari jamaah dan
meneruskan shalatsendiri sebab ada u&ur.
gik/a,g6ada/u
Berikut Dal i l-dal ilnya dalam lslam
<7
Disebutkan dalam sebuah riwayat Muslim, sesungguhnya ada
seorang makmum yang menyingkir lalu salam, kemudian ia shalat sendiri.
Ini merupakan hujjah yang memperbolehkan seseorang memutus shalat
jamaah untuk shalat sendiri sebab ada udzur.
Seorang yang Shalat Sendiri Kemudian Berpindah
Menjadi Imam
BersumberdariAisyah,
"r-rt;*lt tfb's
G+:J, lib3Wd(tiuaffi 6t 67j
,.
l.9lJ-de
F:;,L C,yt'a ,hffi lJt,l-', os
t
i* u+
z6
+iuJt
'3t9'
..1n
+ltjt
'er*
"Sesungguhnya Rasulullah Shallallalru Alaihi zua Sallam shalat
malam di kamarnya, sedang tembok kamar itu pendek, sehingga
orang-orang masih bisa melilut tubuhbeliau. Maka orang-orang pun
sama berdiri untuk shalat bersama shalat beliau. Ketika datang pagi,
mereka sama membicarakan hal itu. Pada malam l<edua, beliau juga
berdiri untuk shalat malnm, dan orang-orang itu juga slnlatbersama
slulat beliau. " (HR. Al-Bukhari)
Hadits ini sebagai dalil yang memperbolehkan seseorang yang
semula shalat sendiri berpindah menjadi imam, baik ia tahu atau tidak tahu.
Dan juga sebagai dalilbahwa antara imam dan makmum itu boleh
dipisahkan oleh dinding dan sebagainya. Berdasarkan hadits tadi, kita tahu
betapa besar semangat atau antusias para sahabat untuk bisa melakukan
kebajikan secara khusus bersama Rasulullah Sho llallahu Alaihi w a Sallam.
Hukum Orang Shalat Jamaah di Masjid Setelah Ia
Shalat Berjamaah dengan Imamnya
Bersumber dari Abu Sa'id, sesungguhnya seorang lelaki masuk
masjid ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah selesai shalat
gfulv.%ada/u
Shalat
berjamaah dengan para sahabatnya. Beliau bersabda, " Siapakah orang
y ang mbu furcedekah kepada orang itu, sehingga ia shalat bersamanya? "
Seorang sahabat berdiri lalu shalat bersama orang itu. (HR. Ahmad, Abu
Daud, dan AtjTirmidzi yang menilainya sebagai hadib hasan)
Sahabat yang shalat bersama orang ini temyata yaitu Abu
Bakar Ash-Shiddiq Ro dhiyallahu Anhu.
Hadits tadi menunjukkan bahwa orang yang shalat sendirian itu
hukumnya sah, dan berjamaah itu tidak wajib, sebagaimana yang telah
dikemukakan sebelumnya. Selain itu hadib tadi sekaligus sebagai dalil atas
anjuran bergabung dengan orang yang sedang shalat sendirian sehingga
shalatnya menjadi shalat j amaah.
Kata Ibnu Rafi'ah, "Fara ulama sepakat bahwa apabila seseorang
melihat omng lain sedang melakukan shalat sendirian sebab terlambat ikut
jamaah, ia dianjurkan untuk ikut shalat bersamanya, walaupun ia sudah
melakukan shalat berjamaah. "
Hadits tadi juga menunjukkan diperbolehkannya mengadakan
shalat jamaah lagi di masjid setelah shalat jamaah yang dilakukan bersama
imamnya. Demikian pendapat Imam Ahmad dan Ishak. Menurutsaya,
inilah pendapat yang diunggulkan, berdasarkan hadits tadi.
Namun ada sebagian ulama yang mengatakan, mereka harus shalat
sendiri-sendiri. Demikian pendapat Sufuan, Imam Malik, hnu Al-Mubara[
dan ImamAsy-Syafi'i.
. Kata Al-Baihaqi, seperti yang dikutip oleh hnu Al-Mun&ir dari Salim
bin Abdullah, Abu Qalabah, Ibnu Aun, Ayyub, Al-Butti, Laib bin Sa'ad, Al-
Auza'i, dan beberapa ulama ahlifikih lainnya, hal itu hukumnya makruh.
Dianjurkan Shalat Berjamaah Bagi Orang yang
Sudah Terlanjur Shalat Sebelumnya
Bersumber dari Mihjan bin Al-Aurih, ia berkata, "Aku menemui Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallamketika beliau sedang berada di masjid. Ketika
tiba waktu shalat, beliau lalu shalat dan aku tidak shalat. Beliau bertanya
kepadaku, "Apakah kamu sudah shalat?" Aku menjawab, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku tadi sudah shalat di perjalanan lalu langsung
gi*ih,96ada/v
Berikr rt Dalildali lnya dalam lslam
menemui Anda." Beliau bersabda, "Jikakamu datang, makashalatlah
bersamamereka, dan jadikan hal itu sebagai sholof sunnot " (HR. Ahmad
dan lainnya. Hadits ini shahih)
Bersumber dari Sulaiman budak Maimunah, ia berkata, "Aku
menemui lbnu Umar yang sedang berada di Balath, dan orang-orang
sedang shalat di masjid. Aku bertanya, "Apa yang menghalangi Anda untuk
shalat bersama mereka?" Ia menjawab, "Sesungguhnya aku pernah
mendengar Rasulullah S hallallahu Alaihi wa Sallom bersabd a, " Janganlah
kamu shald yang srlma dua kali dalam sodtt hari." (FIR. Ahmad, Abu Daud,
dan An-Nasa'i. Hadits ini shahih)
Hadits Mihjan tadi dan juga hadits-hadits lainnya yang senada,
memberikan petunjuk bahwa orang yang sudah shalat di rumah lalu ia
pergi ke masjid dan mendapati orang-orang sedang shalatberjamaah
kemudian ia ikut bergabung bersama mereka meskipun ia sudah
melakukannya di rumah, maka shalat yang ia lakukan kedua kalinya ini
merupakan shalat sunnat. Ada sebagian ulama yang mengatakan, bahwa
yang dianggap sunnat yaitu shalat pertama yang ia lakukan sebelumnya
di rumah, sedangkan shalat yang kedua yaitu shalat fardhu. Tetapi
menurut Ibnu Umar, yang jelas ia harus ikut shalat bersama mereka.
Terserah Allah, mana yang dianggap shalat fardhu, dan mana yang
dianggap shalat sunnat.
Hadits-hadits tadi mentakshis hadits Ibnu Umar yang melarang
omng mengulangi shalat. Alasannya, lamngan ini khusus berlaku bagi
orang yang telah melakukan shalat fardhu












