3).
II. Ia membujuk Ayub untuk merendahkan diri di hadapan
Allah dan merasa malu pada diri sendiri (ay. 14-16).
III. Ia memberi Ayub sebuah nasihat yang panjang tentang ke-
adaan celaka dari orang fasik, yang mengeraskan hati ter-
hadap Allah dan penghukuman yang dipersiapkan bagi mere-
ka (ay. 17-35). Ada manfaat baik dapat digali dari teguran-
tegurannya (sebab jelas) dan tentang ajarannya (sebab sehat),
kendati keduanya secara salah ditujukan kepada Ayub.
Teguran Elifas yang Kedua
(15:1-16)
1 Maka Elifas, orang Téman, menjawab: 2 “Apakah orang yang mempunyai
hikmat menjawab dengan pengetahuan kosong, dan mengisi pikirannya de-
ngan angin? 3 Apakah ia menegur dengan percakapan yang tidak berguna,
dan dengan perkataan yang tidak berfaedah? 4 Lagipula engkau melenyapkan
rasa takut dan mengurangi rasa hormat kepada Allah. 5 Kesalahanmulah
yang mengajar mulutmu, dan bahasa orang licik yang kaupilih. 6 Mulutmu
sendirilah yang mempersalahkan engkau, bukan aku; bibirmu sendiri men-
jadi saksi menentang engkau. 7 Apakah engkau dilahirkan sebagai manusia
yang pertama, atau dijadikan lebih dahulu dari pada bukit-bukit? 8 Apakah
engkau turut mendengarkan di dalam musyawarah Allah dan meraih hikmat
bagi dirimu? 9 Apakah yang kauketahui, yang tidak kami ketahui? Apakah
yang kaumengerti, yang tidak terang bagi kami? 10 Di antara kami juga ada
orang yang beruban dan yang lanjut umurnya, yang lebih tua umurnya dari
pada ayahmu. 11 Kurangkah artinya bagimu penghiburan Allah, dan perkata-
an yang dengan lemah lembut ditujukan kepadamu? 12 Mengapa engkau di-
hanyutkan oleh perasaan hatimu dan mengapa matamu menyala-nyala,
13 sehingga engkau memalingkan hatimu menentang Allah, dan mulutmu
mengeluarkan perkataan serupa itu? 14 Masakan manusia bersih, masakan
benar yang lahir dari perempuan? 15 Sesungguhnya, para suci-Nya tidak di-
percayai-Nya, seluruh langit pun tidak bersih pada pandangan-Nya; 16 lebih-
lebih lagi orang yang keji dan bejat, yang menghirup kecurangan seperti air.
Elifas di sini menyerang Ayub, sebab Ayub menentang apa yang dia
dan teman-temannya katakan sebelumnya, dan tidak mau menyetu-
jui dan memujinya, seperti yang mereka harapkan. Orang-orang yang
sombong cenderung sangat tersinggung jika mereka tidak dapat
memengaruhi semua orang di sekitarnya dengan nasihat dan per-
kataan mereka. Mereka akan mengecam orang-orang itu sebagai
bodoh dan keras kepala, dan tidak tahu apa-apa, kalau tidak sepakat
dengan segala sesuatu yang mereka katakan. Beberapa kejahatan
besar dituduhkan Elifas di sini terhadap Ayub, hanya sebab Ayub
tidak mau mengakui dirinya seorang yang munafik.
I. Elifas menuduh Ayub bodoh dan tidak masuk akal (ay. 2-3), bah-
wa, meskipun dahulunya terkenal bijaksana, namun kini dia te-
lah kehilangan reputasinya itu. Siapa saja akan berkata bahwa
hikmatnya telah meninggalkannya, sehingga sekarang dia ber-
bicara tidak karuan dan tanpa arah. Bildad mulai menuduh Ayub
demikian (8:2), dan Zofar juga (11:2-3). Memang sudah biasa bagi
orang-orang yang berdebat dengan perasaan marah untuk saling
menggambarkan pemikiran dan alasan lawannya sebagai tidak
karuan dan menggelikan. Mereka lupa akan celaka yang menimpa
orang yang menyebut saudaranya Raca, dan Engkau bodoh. Me-
mang benar,
1. Bahwa ada banyak pengetahuan yang sia-sia di dunia ini, ilmu
pengetahuan palsu, yang tak berguna, dan sebab nya tidak
berharga.
2. Bahwa inilah pengetahuan yang sombong, yang dengannya
manusia membusung dalam kesombongan atas pencapaian-
nya sendiri.
3. Bahwa, apa saja pengetahuan sia-sia yang dimiliki seseorang
di dalam kepalanya, jika dia dipandang sebagai seorang yang
bijaksana, maka dia tidak seharusnya mengungkapkannya,
melainkan membiarkannya mati bersamanya sebagaimana se-
layaknya.
4. Pembicaraan yang tidak berguna yaitu pembicaraan buruk.
Kita harus memberikan pertanggungjawaban di hari yang be-
sar itu, tidak hanya untuk kata-kata yang jahat, melainkan
juga untuk kata-kata yang tak berguna. Oleh sebab itu, per-
kataan yang tidak menghasilkan sesuatu yang baik, yang tidak
berguna bagi Allah atau sesama kita, atau tidak adil buat diri
sendiri, yang tidak membuka jalan bagi pengajaran, maka le-
bih baik tidak diucapkan. Perkataan yang seperti angin, ringan
dan kosong, terutama yang seperti angin timur, menyakitkan
dan merusak, akan merusak diri sendiri atau orang lain, dan
besarlah pertanggungjawabannya.
5. Pengetahuan yang sia-sia atau pembicaraan yang tidak ber-
guna harus ditegur dan dikecam, terutama bila diucapkan se-
orang yang bijaksana, yang tidak patut baginya dan sangat
merugikan orang lain sebab memberikan teladan buruk.
II. Ia menuduh Ayub tidak saleh dan tidak beragama (ay. 4): “Engkau
melenyapkan rasa takut,” yaitu, “takut akan Allah, dan itu yang
seharusnya engkau miliki. Lalu mengurangi rasa hormat kepada
Allah [KJV: engkau menahan doa].” Lihatlah apa itu inti dari aga-
ma, yaitu takut akan Allah, hormat kepada-Nya, dan berdoa ke-
pada-Nya. Takut akan Allah merupakan prinsip atau pegangan
dasar yang paling dibutuhkan, sedangkan berdoa kepada-Nya me-
rupakan tindakan yang paling berguna. Di mana tidak ada takut
akan Allah, maka tidak ada kebaikan yang dapat diharapkan. Dan
orang-orang yang hidup tanpa doa sudah tentu hidup tanpa Allah
di dalam dunia. Orang-orang yang menahan doa, memberi bukti
bahwa mereka melenyapkan rasa takut akan Allah. Barang siapa
tidak punya rasa hormat kepada keagungan Allah, tidak punya
rasa takut kepada murka-Nya, pastilah ia tidak punya kepedulian
terhadap jiwanya dan kekekalan, sebab tidak mau memohon
anugerah-Nya. Orang-orang yang tidak berdoa tidak memiliki rasa
takut akan Allah dan tidak mendapat anugerah. saat takut
akan Allah dilenyapkan, maka semua dosa dibiarkan masuk, dan
terbukalah pintu bagi segala macam kenajisan. Hal ini terutama
buruk bagi mereka yang tadinya memiliki sedikit rasa takut akan
Allah, namun kemudian membuangnya sekarang, yang tadinya
sering berdoa, namun sekarang menahannya. Betapa dalamnya
mereka telah jatuh! Betapa kasih mula-mula mereka telah hilang!
Hal itu menunjukkan semacam kekuatan yang ada pada mereka.
Takut akan Allah hendak memeluk mereka, namun mereka mem-
buangnya. Doa hendak dipanjatkan, namun mereka menahannya.
Dan, dalam keduanya, mereka menggoyahkan segala keyakinan.
Orang-orang yang menghilangkan doa atau menahan dan memba-
tasinya, memadamkan roh sebagai anak Allah dan menyangkal
diri dari kebebasan untuk beribadah. Hal ini memang buruk, te-
tapi lebih buruk lagi untuk menahan orang lain untuk berdoa,
melarang dan menghalangi doa, seperti Darius (Dan. 6:7). Nah
mengenai rasa takut kepada Allah dan keharusan berdoa, mari
kita lihat selanjutnya.
1. Elifas menuduh Ayub tidak takut Allah, entah,
(1) sebab itulah yang diperbuatnya. Ia menganggap bahwa
Ayub berbicara tentang Allah begitu bebasnya seakan-akan
dia setara dengan-Nya. Dia menuduh Ayub begitu keras
dengan kata-kata yang kasar berbicara tentang Allah. Juga,
menurut Elifas, Ayub banyak menantang Allah untuk
mengujinya dengan adil, sampai tidak peduli lagi dengan
semua ibadah kepada-Nya. Tuduhan ini sepenuhnya salah,
namun tidak tanpa alasan. Kita tidak hanya harus meme-
lihara doa dan takut akan Allah, namun juga jangan menge-
luarkan ungkapan yang ceroboh yang mungkin dapat mem-
beri kesempatan kepada orang-orang yang mencari kesem-
patan untuk mempersoalkan kesungguhan dan ketulusan
kita di dalam beragama. Atau,
(2) sebab itulah yang dapat disimpulkan orang dari ajaran
yang dipertahankan Ayub. “Jika benar,” pikir Elifas, “yang
Ayub katakan, bahwa seseorang bisa saja dengan hebat ter-
timpa malapetaka walaupun ia seorang yang benar, maka
selamat tinggallah agama, tidak perlu lagi doa dan takut
akan Allah. Apabila segala sesuatu tidak terkecuali menim-
pa semua orang, dan orang yang paling baik pun mendapat
perlakukan yang terburuk di dalam dunia ini, maka setiap
orang akan siap untuk berkata, sia-sia beribadah kepada
Allah. Apakah untungnya kita memelihara apa yang harus
dilakukan terhadap-Nya? (Mal. 3:14). Sia-sia sama sekali
aku mempertahankan hati yang bersih (Mzm. 73:13-14).
Siapakah yang akan jujur bila kemah para perampok men-
jadi makmur (12:6). Apabila tidak ada pengampunan dari
Allah (7:21), siapakah yang akan takut akan Dia? (Mzm.
130:4). Apabila Ia mengolok-olok keputusasaan orang yang
tidak bersalah (9:23), apabila Ia menjadi begitu sukar dite-
mui (9:32), siapakah yang akan berdoa kepada-Nya?” Per-
hatikanlah, bahkan orang baik dan bijaksana sering bersa-
lah dengan berbuat tidak adil kepada lawan debat mereka,
saat sedang berdebat dengan hebatnya. Yaitu, mereka
menuduh lawan debat mereka dengan hal-hal yang salah
disimpulkan dari pendapat lawan debat mereka itu, jika
pendapat itu tidak mereka sukai. Hal ini sama saja dengan
tidak melakukan apa yang kita ingin orang lain perbuat
bagi kita sendiri.
2. Elifas memakai sindiran yang keras ini untuk menuduh
Ayub telah berlaku kurang hormat (ay. 5): Kesalahanmu yang
mengajarkan mulutmu (KJV: mulutmu mengucapkan kesalahan-
mu), dan engkau mengejarkannya. “Engkau mengajarkan orang
lain untuk mempunyai pikiran yang keras terhadap Allah dan
agama seperti yang engkau miliki.” Memang buruk untuk me-
niadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang
paling kecil, namun lebih buruk lagi untuk mengajari orang
demikian (Mat. 5:19). Jika kita berpikiran jahat, hendaknya
kita mengatup mulut kita untuk menekan pikiran yang jahat
tersebut (Ams. 30:32), dan berusaha keras tidak mengucap-
kannya. Ini seperti memberikan peringatan supaya tidak me-
nyebarkannya keluar hingga mempermalukan Allah dan meru-
sak orang lain. Amatilah, saat manusia telah melenyapkan
rasa takut akan Allah dan doa kepada-Nya, maka mulut me-
reka mengucapkan kesalahan. Barang siapa berhenti melaku-
kan kebaikan, ia segera belajar melakukan kejahatan. Apa
yang dapat kita harapkan dari orang yang tidak mempersen-
jatai diri dengan anugerah Allah untuk melawannya selain
segala macam kejahatan? namun bahasa orang licik yang kau-
pilih, yaitu, “Engkau mengucapkan kesalahanmu dengan ber-
lagak dan berpura-pura saleh, dengan mencampurkan kata-
kata yang baik dengan yang buruk, seperti yang dilakukan
pedagang dengan dagangan mereka supaya mendapat banyak
untung.” Mulut yang penuh kesalahan tidak dapat melakukan
begitu banyak kejahatan tanpa lidah yang licik. Si ular mem-
perdaya Hawa melalui kelicikannya (Lih. Rm. 16:18). Lidah
orang yang licik berbicara dengan rancangan dan pertimbang-
an. Oleh sebab itu, orang-orang yang memakai nya dapat
dikatakan memilihnya, sebab dapat melayani tujuan mereka
lebih baik ketimbang lidah orang yang benar. namun , akan
terbukti pada akhirnya, bahwa kejujuran yaitu cara yang
terbaik. Elifas, dalam percakapannya yang pertama, telah me-
lawan Ayub hanya berdasarkan dugaan saja (4:6-7), namun
sekarang dia telah memiliki bukti yang melawan Ayub dengan
memakai percakapan Ayub sendiri (ay. 6): Mulutmu sendirilah
yang mempersalahkan engkau, bukan aku. namun dia seharus-
nya mempertimbangkan, bahwa dia dan teman-temannya sen-
diri yang telah memancing kemarahan Ayub sehingga menga-
takan apa yang sekarang dimanfaatkannya. Dan tindakannya
itu tidaklah adil. Orang-orang yang paling patut dikutuk ada-
lah yang dikutuk oleh dirinya sendiri (Tit. 3:11; Luk. 19:22).
Banyak orang tidak perlu lagi ditenggelamkan selain oleh
lidahnya sendiri yang akan jatuh menimpanya.
III. Ia menuduh Ayub dengan kesombongan dan kebanggaan diri yang
tidak dapat dihalangi. Tuntutan Ayub itu sebenarnya adil saja, ma-
suk akal dan tidak berlebihan (12:3), bahwa aku pun punya peng-
ertian seperti kalian. namun lihatlah bagaimana mereka justru
mencari kesempatan untuk melawan dia, dengan menganggap dia
seakan-akan berpura-pura lebih bijaksana daripada siapa pun.
sebab dia tidak mau mengakui bahwa mereka satu-satunya yang
menguasai hikmat, mereka balik menganggap Ayub yang meman-
dang diri sendiri satu-satunya yang berhikmat (ay. 7-9). Seakan-
akan dia lebih unggul dari semua manusia,
1. Bahwa dia lebih lama dalam mengenal dunia, sehingga lebih
banyak pengalaman: “Apakah engkau dilahirkan sebagai ma-
nusia yang pertama? Dan sebab itu lebih tua dari kita, dan
lebih cakap untuk memberi pengertian tentang hikmat orang
zaman dahulu kala dan hukuman dari zaman yang pertama
dan yang mula-mula, yang paling bijaksana dan paling murni?
Apakah engkau ada lebih dulu dari Adam?” Demikian yang da-
pat ditafsir. “Bukankah dia menderita sebab dosa. Dan tidak-
kah engkau juga, yang menderita sedemikian hebat, mengakui
dirimu seorang berdosa? Apakah engkau dijadikan lebih da-
hulu dari pada bukit-bukit, seperti Hikmat itu sendiri? (Ams.
8:23, dst.). Haruskah segala pertimbangan Allah, yang sama be-
sarnya seperti gunung-gunung (Mzm. 36:7), dan yang tak dapat
digoyahkan seperti bukit-bukit yang abadi, tunduk kepada pen-
dapatmu dan membungkuk kepadanya? Lebih mengenalkah
engkau dunia ini daripada kita semua? Tidak, engkau ini hanya-
lah anak kemarin dulu sama seperti kita” (8:9). Atau,
2. Dalam hal lebih dekat mengenal Allah (ay. 8): “Apakah engkau
turut mendengarkan di dalam musyawarah Allah? Apakah eng-
kau mau berlagak menjadi anggota dewan penasihat sorga,
sehingga engkau dapat memberikan alasan yang lebih baik
daripada orang lain mengenai alasan segala tindakan Allah?”
Ada hal-hal rahasia tentang Allah, yang tidak dinyatakan ke-
pada kita, dan sebab nya kita tidak boleh berlagak menge-
tahuinya. Lancanglah orang-orang yang berani melakukannya.
Elifas juga menganggap Ayub,
(1) Memandang diri memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki
oleh orang lain: “Apakah engkau meraih hikmat bagi dirimu,
seakan-akan tak ada orang lain yang bijaksana?” Ayub ber-
kata (13:2), Apa yang kamu tahu, aku juga tahu. Dan kini
mereka kembali kepadanya, sesuai kebiasaan para pende-
bat, yang suka memuji diri sendiri: Apakah yang kauketa-
hui, yang tidak kami ketahui? Betapa umumnya jawaban
seperti ini di dalam panasnya perdebatan! Namun setelah
dilihat-lihat, para pendebat seperti ini biasanya tidak ada
apa-apanya sebenarnya!
(2) Melawan orang-orang zaman dahulu, yang terhormat, yang
di bawah bayang-bayangnya semua pihak yang berselisih
berusaha melindungi diri: “Di antara kami juga ada orang
yang beruban dan yang lanjut umurnya (ay. 10). Kita memi-
liki nenek moyang di pihak kita. Semua ahli dari jemaat
dahulu kala yaitu sumber pendapat kita.” Suatu hal bisa
saja segera dikatakan, namun tidak begitu segera terbukti.
Dan, saat terbukti, kebenaran tidak segera ditemukan
dan terbukti seperti yang dibayangkan oleh banyak orang.
Daud lebih menyukai pengetahuan Kitab Suci yang benar
daripada perkataan orang-orang zaman dahulu (Mzm.
119:100): Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, se-
bab aku memegang titah-titah-Mu. Atau mungkin satu atau
lebih, jika tidak ketiga-tiganya, dari teman-teman Ayub ini,
lebih tua umurnya daripadanya (32:6), dan sebab nya me-
reka berpikir dia terikat untuk mengakui mereka di pihak
yang benar. Hal ini juga yang sering dipakai para lawan
debat untuk membuat keributan tanpa tujuan jelas. Jika
mereka lebih tua dari lawan debat mereka, dan berkata me-
reka mengetahui sesuatu sebelum lawan-lawan mereka di-
lahirkan, maka perkataan mereka ini tidak dapat membe-
narkan pikiran mereka bahwa lawan debat mereka itu som-
bong dan bebal. Sebab yang paling tua tidak selalu yang
paling bijaksana (32:9).
IV. Elifas menuduh Ayub telah memandang hina semua nasihat dan
penghiburan yang diberikan oleh teman-temannya (ay. 11): Ku-
rangkah artinya bagimu penghiburan Allah?
1. Elifas merasa jengkel bahwa Ayub tidak menghargai peng-
hiburan yang diberikan olehnya dan teman-temannya kepada-
nya sebagaimana tampaknya, dan bahwa Ayub tidak menyam-
but setiap kata yang mereka katakan sebagai benar dan pen-
ting. Memang benar bahwa mereka menyampaikan beberapa
hal yang sangat baik, namun mereka payah dalam menerapkan
perkataan mereka itu untuk menghiburnya. Perhatikanlah,
kita cenderung menganggap apa yang kita katakan itu hebat
dan sangat berarti, padahal orang lain mungkin dengan alasan
yang baik menganggapnya kecil dan tidak penting. Paulus ada
menemukan orang-orang yang terpandang itu tidak memaksa-
kan sesuatu yang lain kepadaku (Gal. 2:6).
2. Ayub menganggap perbuatan Ayub sebagai meremehkan peng-
hiburan Allah secara umum, seakan-akan dia memandang
sebelah mata terhadap penghiburan yang mereka berikan itu,
padahal sebenarnya tidak demikian. Seandainya dia tidak
menghargainya, dia tidak mungkin dapat menanggung pen-
deritaannya dengan baik. Perhatikanlah,
(1) Penghiburan Allah sesungguhnya bukanlah hal yang kecil.
Penghiburan ilahi yaitu hal-hal yang besar, yaitu, peng-
hiburan yang dari Allah, terutama penghiburan yang ada di
dalam Allah.
(2) Penghiburan Allah bukanlah hal kecil, namun sangat dira-
tapi jika kita memandangnya kecil. Merupakan suatu peng-
hinaan kepada Allah, dan suatu bukti dari pikiran yang
menyimpang dan rusak, untuk menghina dan meremehkan
segala kesukaan rohani dan membenci tanah yang menye-
nangkan. “Aduh!,” kata Elifas “perkataan yang dengan
lemah lembut ditujukan kepadamu [KJV: adakah yang eng-
kau rahasiakan?]. Apakah engkau ada memiliki suatu obat
penghibur mendukung dirimu, sesuatu yang rahasia, yang
tak seorang pun dapat mengaku-ngaku mengetahuinya?”
Atau, “Adakah suatu dosa rahasia yang tersimpan dan di-
manjakan di dalam dadamu, yang menghalangi kerja peng-
hiburan ilahi?” Tak seorang pun dapat meremehkan peng-
hiburan ilahi kecuali ia secara diam-diam menyukai dunia
dan daging.
V. Ia menuduh Ayub melawan Allah dan agama (ay. 12-13): “Meng-
apa engkau dihanyutkan oleh perasaan hatimu hingga mengeluar-
kan semua ungkapan yang tidak rohani dan tidak senonoh?” Per-
hatikanlah, tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, kare-
na ia diseret dan dipikat olehnya (Yak. 1:14). Apabila kita men-
jauhkan diri dari Allah dan tugas panggilan kita, atau masuk ke
dalam sesuatu yang salah, maka hati kita sendirilah yang mem-
bawa kita ke sana. Jikalau engkau mencemooh, engkau sendirilah
orang yang akan menanggungnya. saat jiwa berbelok menjauh,
itu sebab ada suatu dorongan yang keras dan yang tidak terken-
dalikan. Hati yang rusak menghanyutkan manusia, seperti biasa-
nya, dengan paksa, untuk melawan keyakinan hati mereka. “Apa
yang membuat matamu berkedip? Mengapa begitu ceroboh dan
tak peduli dengan apa yang dikatakan kepadamu, mendengarkan-
nya seolah-olah engkau setengah tertidur? Mengapa begitu men-
cemooh, meremehkan apa yang kita katakan, seakan-akan eng-
kau menjadi hina kalau memperhatikannya? Apa yang telah kita
katakan sehingga patut untuk diremehkan, bahkan, sehingga eng-
kau memalingkan hatimu menentang Allah?” Sudah buruk bahwa
hatinya dijauhkan dari Allah, namun jauh lebih buruk lagi bahwa
hatinya berbalik melawan Allah. namun memang begitulah yang
terjadi, saat orang meninggalkan Allah, ia akan segera tampil
memusuhi-Nya secara terang-terangan. namun bagaimanakah hal
ini terjadi? Mengapa, “Engkau membiarkan kata-kata yang demi-
kian keluar dari mulutmu, mempertanyakan Allah, keadilan-Nya
dan kebaikan-Nya.” Inilah sifat dari orang fasik bahwa mereka
membuka mulut melawan langit (Mzm. 73:9), yang merupakan
suatu tanda pasti bahwa roh telah berpaling melawan Allah. Elifas
menganggap roh Ayub menjadi kecut terhadap Allah, sehingga
berpaling dari keadaannya, dan kesal berurusan dengan-Nya. Eli-
fas tampaknya tidak jujur dan tidak rendah hati, sebab jika tidak
dia tidak akan mereka-reka yang keras seperti ini terhadap perka-
taan Ayub, seorang yang sangat terkenal dengan kesalehannya dan
kini mengalami pencobaan. Sikap Elifas ini pada dasarnya memberi
keuntungan kepada Iblis, dan mengakui bahwa Ayub telah melaku-
kan apa yang dikatakannya, yaitu mengutuk Allah di hadapan-Nya.
VI. Elifas menuduh Ayub telah membenarkan diri sedemikian rupa
sampai menyangkal bagiannya dalam kerusakan dan kecemaran
kodrat umat manusia (ay. 14): Masakan manusia bersih? Mengapa
Ayub mengaku-ngaku bersih, atau menginginkan orang menda-
patinya demikian. Apakah dia yang dilahirkan dari seorang perem-
puan, seorang perempuan yang berdosa, masakan dia benar?
Perhatikanlah,
1. Kebenaran yaitu kemurnian. Kebenaran membuat kita ber-
kenan kepada Allah dan merasa diri sendiri tenteram (Mzm.
18:24).
2. Manusia, dalam keadaannya yang jatuh, tidak dapat berlagak
bersih dan benar di hadapan Allah, entah untuk membebaskan
diri dari keadilan Allah atau supaya mendapat perkenanan-Nya.
3. Manusia akan ditetapkan najis dan tidak benar sebab dilahir-
kan dari seorang perempuan, dari siapa ia mendapat kodrat
yang rusak, yang menjadi ia bersalah dan cemar. Dengan kebe-
naran yang jelas ini Elifas hendak menginsafkan Ayub, padahal
hal yang sama baru saja dikatakan juga oleh Ayub (14:4): Siapa
dapat mendatangkan yang tahir dari yang najis? namun apakah
sebab perkataannya itu maka Ayub yaitu seorang munafik
dan jahat, yang sama sekali disangkalnya? Sama sekali tidak.
Kendati manusia, sebab dilahirkan dari seorang perempuan,
tidaklah bersih, namun, sebab dilahirkan kembali oleh Roh,
dia bersih.
4. Selanjutnya untuk membuktikan perkatannya itu, di sini
Elifas menunjukkan,
(1) Bahwa ciptaan yang paling mulia tidak sempurna dan tidak
murni di hadapan Allah (ay. 15). Allah tidak menaruh keya-
kinan pada orang kudus dan malaikat. Ia memakai
keduanya, namun tidak mempercayakan pelayanan-Nya ke-
pada keduanya, tanpa memberi mereka kekuatan dan hik-
mat yang baru, sebab Ia tahu bahwa mereka tidaklah me-
madai dari dirinya sendiri, tidak lebih hebat atau lebih baik
daripada yang diperbuat anugerah-Nya pada diri mereka. Ia
tidak berpuas diri dengan seluruh langit sendiri. Betapa
pun murni mereka tampaknya kepada kita, di mata-Nya
mereka memiliki banyak noda dan cela: Seluruh langit pun
tidak bersih pada pandangan-Nya. Jika bintang-bintang
(kata Tuan Caryl) tidak memiliki terang di hadapan mata-
hari, terang apakah yang dipunyai matahari di hadapan
Allah! (Lih. Yes. 24:23).
(2) Bahwa manusia lebih buruk lagi (ay. 16): Lebih-lebih lagi
orang yang keji dan bejat! Apabila orang-orang kudus saja
tidak dapat dipercaya, betapa terlebih lagi orang-orang ber-
dosa. Jika seluruh langit saja tidak murni, padahal mereka
murni seperti telah dijadikan Allah, betapa terlebih lagi
manusia, yang telah merosot. Bahkan, ia keji dan bejat di
pemandangan Allah, dan meskipun bertobat, ia tetap demi-
kian di matanya sendiri, dan sebab nya ia membenci diri-
nya sendiri. Dosa yaitu sesuatu yang menjijikkan, mem-
buat manusia penuh kebencian. Tubuh dosa juga demi-
kian, dan sebab nya disebut suatu jasad, sesuatu yang
menjijikkan. Bukankah menjijikkan, dan cukup untuk
membuat orang mual, melihat seorang manusia makan
ampas babi atau minum minuman yang membuat perut
mual? Sedemikian menjijikkan sehingga dia menghirup ke-
curangan (sesuatu yang menjijikkan yang dibenci TUHAN)
dengan rakus dan bersukanya, seperti orang minum air
saat kehausan. Itulah yang menjadi minumannya setiap
saat. Memang biasa bagi orang berdosa untuk melakukan
perbuatan dosa. Dosa memang melegakan, namun tidak me-
muaskan, nafsu makan orang tua. Dosa hanya seperti sete-
tes air bagi orang. Semakin orang berdosa, semakin ia ingin
berbuat dosa.
Teguran Elifas yang Kedua
(15:17-35)
17 Aku hendak menerangkan sesuatu kepadamu, dengarkanlah aku, dan apa
yang telah kulihat, hendak kuceritakan, 18 yakni apa yang diberitakan oleh
orang yang mempunyai hikmat, yang nenek moyang mereka tidak sem-
bunyikan, 19 saat hanya kepada mereka negeri itu diberikan, dan tidak ada
seorang asing pun masuk ke tengah-tengah mereka. 20 Orang fasik menggele-
tar sepanjang hidupnya, demikian juga orang lalim selama tahun-tahun yang
disediakan baginya. 21 Bunyi yang dahsyat sampai ke telinganya, pada masa
damai ia didatangi perusak. 22 Ia tidak percaya, bahwa ia akan kembali dari
kegelapan: ia sudah ditentukan untuk dimakan pedang. 23 Ia mengembara
untuk mencari makan, entah ke mana. Ia tahu, bahwa hari kegelapan siap
menantikan dia. 24 Ia ditakutkan oleh kesesakan dan kesempitan, yang
menggagahinya laksana raja yang siap menyergap. 25 sebab ia telah menge-
dangkan tangannya melawan Allah dan berani menantang Yang Mahakuasa;
26 dengan bertegang leher ia berlari-lari menghadapi Dia, dengan perisainya
yang berlapis tebal. 27 Mukanya telah ditutupinya dengan lemak, dan lapisan
lemak dikenakannya pada pinggangnya; 28 ia menetap di kota-kota yang telah
hancur, di rumah-rumah yang tidak dapat didiami orang, yang ditentukan
untuk tetap menjadi reruntuhan. 29 Ia takkan menjadi kaya dan hartanya
tidak kekal, serta miliknya pun tidak bertambah-tambah di bumi. 30 Ia tidak
akan luput dari kegelapan, tunasnya akan dilayukan oleh nyala api, dan ia
akan dilenyapkan oleh nafas mulut-Nya. 31 Janganlah ia percaya kepada
kesia-siaan, akan tertipulah ia, sebab kesia-siaan akan menjadi ganjaran-
nya. 32 Sebelum genap masanya, ajalnya akan sampai; dan rantingnya pun
tidak akan menghijau. 33 Ia seperti pohon anggur yang gugur buahnya dan
seperti pohon zaitun yang jatuh bunganya. 34 sebab kawanan orang-orang
fasik tidak berhasil, dan api memakan habis kemah-kemah orang yang ma-
kan suap. 35 Mereka menghamilkan bencana dan melahirkan kejahatan, dan
tipu daya dikandung hati mereka.”
Elifas, setelah menegur Ayub sebab jawabannya, sekarang memper-
tahankan pendiriannya sendiri, yang berdasarkannya ia membangun
kecamannya atas Ayub. Pendapatnya yaitu bahwa orang-orang
yang jahat pasti menderita sengsara, dan dari situ ia menyimpulkan
bahwa orang-orang yang menderita pastilah jahat, dan sebab itu
Ayub juga demikian. Amatilah,
I. Kata pembukanya untuk pembicaraannya ini, di mana dia me-
minta perhatian Ayub, yang kecil kemungkinan diperolehnya,
mengingat dia sendiri tidak banyak memperhatikan dan menghar-
gai apa yang dikatakan Ayub (ay. 17): “Aku hendak menerangkan
apa yang layak untuk didengarkan, dan tidak mau berbantah,
seperti yang engkau lakukan, dengan jawaban yang tidak ber-
manfaat.” Demikianlah yang cenderung dilakukan orang, saat
mereka mengecam pendapat orang lain, mereka memuji diri sen-
diri. Ia berjanji untuk mengajar Ayub,
1. Dari pengalaman dan pengamatannya sendiri: “Bahwa yang
telah kulihat, dalam berbagai kejadian, hendak kuceritakan.”
Berguna bagi kita untuk memperhatikan segala tindakan pe-
nyelenggaraan Allah tentang anak-anak manusia, dari mana
banyak pelajaran yang baik dapat dipelajari. Pengamatan baik
yang telah kita buat, dan dapati berguna, kita harus siap me-
nyampaikannya bagi manfaat orang lain. Dan kita dapat ber-
bicara dengan berani saat kita menceritakan apa yang telah
kita lihat sendiri.
2. Dari hikmat orang-orang dulu (ay. 18): Apa yang diberitakan
oleh orang yang mempunyai hikmat, yang nenek moyang mere-
ka tidak sembunyikan. Perhatikanlah, hikmat dan pembelajar-
an orang modern sangat banyak diambil dari orang-orang za-
man dulu. Anak-anak yang baik akan belajar banyak dari
orangtua mereka yang baik. Dan apa yang telah kita pelajari
dari nenek moyang kita harus kita teruskan kepada keturunan
kita dan jangan menyembunyikannya dari generasi yang akan
datang (Lih. Mzm. 78:3-6). Apabila benang pengetahuan dari
banyak abad diputus oleh kecerobohan seseorang, dan tidak
ada yang dilakukan untuk memeliharanya secara murni dan
utuh, maka generasi selanjutnya mengalami kerugian. Orang-
orang berwewenang yang diikuti oleh Elifas yaitu orang-
orang yang memang memiliki kekuasaan, orang-orang ber-
pangkat dan terkemuka (ay. 19), kepada mereka negeri diberi-
kan, dan sebab nya engkau dapat menganggap mereka kesa-
yangan sorga dan yang paling mampu membuat pengamatan
tentang segala urusan bumi ini. Segala ajaran hikmat datang
dengan keuntungan jika disampaikan oleh orang-orang yang
memiliki martabat dan kuasa, seperti Salomo. Namun ada
suatu hikmat yang tidak ada dari penguasa dunia ini yang me-
ngenalnya (1Kor. 2:7-8).
II. Percakapan Elifas itu sendiri. Ia di sini bertujuan untuk menun-
jukkan,
1. Bahwa orang-orang yang bijaksana dan baik biasanya hidup
makmur di dalam dunia ini. Hal ini ia isyaratkan hanya dalam
Ayub 15:19, bahwa orang-orang yang bijak dan baik seperti
yang dipikirkannyalah yang memiliki bumi, hanya kepada me-
reka saja. Mereka menikmatinya sepenuhnya dengan damai,
dan tidak ada orang asing yang muncul di antara mereka, en-
tah untuk berbagi dengan mereka atau mengganggu mereka.
Ayub sebelumnya berkata, Bumi telah diserahkan ke dalam
tangan orang fasik (9:24). “Tidak,” kata Elifas, “bumi diberikan
ke dalam tangan orang-orang kudus dan dijalankan dengan
iman yang diberikan kepada mereka. Dan mereka tidak diram-
pok atau dijarah oleh orang asing dan musuh yang menyerbu
mereka, seperti dirimu oleh orang-orang Syeba dan Kasdim.”
Namun, sebab banyak dari umat Allah yang secara menga-
gumkan sejahtera di dalam dunia ini, seperti Abraham, Ishak,
dan Yakub, hal itu tidak berarti bahwa orang-orang yang men-
derita dan jatuh miskin, seperti Ayub, bukanlah umat Allah.
2. Bahwa orang-orang fasik, terutama para penindas dan pe-
nguasa kejam yang semena-mena, akan terus hidup di bawah
serangan rasa takut, hidup dengan tidak nyaman, dan binasa
dengan sangat mengenaskan. Elifas membahas hal ini lebih
lanjut, dengan menunjukkan bahwa bahkan orang-orang yang
secara tidak hormat menantang hukuman Allah tidak dapat
tidak pasti merasa ngeri sendiri sampai akhirnya merasakan
hukuman itu. Ia berbicara dalam bentuk tunggal, seorang
fasik, yang berarti (seperti yang dipikirkan oleh sebagian
orang) Nimrod. Atau mungkin Kedorlaomer, atau seorang pem-
buru perkasa di hadapan TUHAN. Saya takut yang dimaksud-
kannya yaitu Ayub sendiri, yang dengan tegas dituduhnya
sebagai penguasa kejam dan dengan takut-takut dijelaskan di
sini (22:9-10). Di sini dia kira mudah saja untuk menerapkan
perkataannya itu, dengan penjelasan ini Ayub seperti tampak
dalam sebuah gelas kaca, melihat mukanya sendiri. Sekarang,
(1) Mari kita lihat bagaimana Elifas menggambarkan orang ber-
dosa yang hidup secara mengenaskan. Ia memulainya de-
ngan menggambarkan alasan mengapa orang berdosa sam-
pai sengsara (ay. 25-28). Ini bukan seorang pendosa biasa,
melainkan pendosa kelas kakap, seorang penindas (ay. 20),
seorang penghujat, dan seorang penganiaya, seorang yang
tidak takut akan Allah dan tidak memandang manusia.
[1] Ia berani menantang Allah, kekuasaan dan kuasa-Nya
(ay. 25). Sampaikan kepadanya hukum ilahi dan kewa-
jibannya, maka ia akan menghancurkan segala ikatan-
nya dan tidak akan membiarkan, bahkan sang pembuat
hukum itu sendiri, mengekang atau berkuasa atas diri-
nya. Ceritakan kepadanya tentang murka ilahi dan ke-
ngeriannya, maka ia akan menantang Yang Mahakuasa
silakan melakukan yang terburuk, dan ia akan tetap
melakukan kehendaknya, berjalan dengan caranya sen-
diri, tidak peduli dengan Dia. Ia tidak akan mau diken-
dalikan oleh hukum, atau hati nurani, atau pemberi-
tahuan tentang hukuman yang akan datang. Ia telah
mengedangkan tangannya melawan Allah, untuk mela-
wan Dia dan kekuatan murka-Nya. Allah sungguh ber-
ada di luar jangkauannya, namun dia malah yang men-
julurkan tangannya melawan Dia, untuk menunjukkan
bahwa, seandainya ada di dalam kuasanya, dia akan
menurunkan Dia sebagai Allah. Kebiadaban seperti ini
biasa dilakukan sejumlah pendosa yang sungguh-sung-
guh menjadi pembenci Allah (Rm. 1:30), yang pikiran
fananya bukan hanya memusuhi Dia, namun juga me-
musuhi diri mereka sendiri (Rm. 8:7). namun sayang,
kejahatan orang berdosa sama tak berdayanya seperti
kekurangajarannya. Apa yang dapat dilakukannya? Ia
berani menantang melawan Yang Mahakuasa. Ia berpi-
kir dengan kekuatannya yang kejam dan luar biasa he-
bat itu dapat mengubah waktu dan hukum (Dan. 7:25),
dan, sekalipun Allah bertindak, ia sanggup terus mela-
kukan penjarahan dan perbuatan jahat, tanpa hati
nurani. Perhatikanlah, sungguh teramat gila dan ku-
rang ajar kalau para pendosa sampai mau bertempur
melawan Yang Mahakuasa. Celakalah orang yang ber-
bantah dengan Pembentuknya. Inilah yang biasa dipakai
untuk menggambarkan kelancangan orang berdosa
yang berani (ay. 26): ia berlari-lari menghadapi Dia, me-
nyongsong Allah sendiri, langsung berhadapan dengan
Dia, melawan segala perintah dan tindakan-Nya, bah-
kan dengan bertegang leher, seperti seorang petarung
yang putus asa yang mendapati diri tidak setara dengan
musuhnya, lalu terbang menerjang wajah musuhnya,
namun langsung jatuh di ujung pedangnya sendiri, atau
di ujung perisainya yang tajam. Biasanya orang-orang
berdosa menjauh dari Allah. namun pendosa yang ang-
kuh, yang berbuat dosa dengan tangan yang teracung,
justru berlari menghadapi Dia, bertarung melawan Dia,
dan menantang Dia. Dan sangat mudah untuk mene-
bak apa yang bakal terjadi.
[2] Ia membungkus diri dalam keamanan dan kenyamanan
(ay. 27): Mukanya telah ditutupinya dengan lemak. Arti-
nya, dagingnya dimanjakan dengan santapan lezat se-
tiap hari dan hatinya dikeraskan terhadap segala hu-
kuman Allah. Perhatikanlah, pemuasan hawa nafsu da-
ging, memberi makan dan menjamunya sampai kenyang,
sering mengakibatkan kerusakan jiwa dan kepentingan-
nya. Mengapa Allah ditinggalkan dan diremehkan, kalau
bukan sebab perut dijadikan allah dan kebahagiaan di-
tempatkan dalam kesenangan indra? Orang-orang yang
memenuhi diri dengan anggur dan minuman keras me-
lepaskan semua hal yang penting bagi hidup dan mem-
buai diri dengan harapan bahwa besok akan sama se-
perti hari ini (Yes. 56:12). Celaka atas orang-orang yang
merasa aman di Sion (Am. 6:1, 3-4; Luk. 12:19). Lemak
yang menutupi wajahnya membuatnya kelihatan berani
dan angkuh, dan yang menutupi panggulnya membuat-
nya berbaring dengan mudah dan empuk sehingga me-
rasa nyaman. Namun semua ini akan terbukti merupa-
kan perlindungan yang buruk saat menghadapi sem-
buran anak panah murka Allah.
[3] Ia memperkaya diri dengan banyak jarahan yang diram-
pas dari orang-orang di sekelilingnya (ay. 28). Ia ber-
diam di dalam kota-kota yang dibuatnya sunyi dengan
mengusir semua penduduk dari sana, supaya dia bisa
sendirian saja di dalamnya (Yes. 5:8). Orang yang som-
bong dan kejam mengambil kesenangan di dalam ke-
hancuran orang-orang yang mereka hancurkan, dalam
kota-kota yang telah runtuh (Mzm. 9:7). Mereka ber-
sorak-sorak dalam kehancuran, dengan membuat pen-
duduk kota siap menjadi timbunan, membuat mereka
ketakutan sehingga harus keluar dari kotanya. Perhati-
kanlah, orang-orang yang bermaksud memiliki dunia
bagi diri sendiri, dan menggenggam semuanya, akan ke-
hilangan semua penghiburan, dan membuat diri sendiri
sengsara di tengah-tengah semuanya itu. Bagaimana-
kah penguasa kejam ini mendapat keuntungannya, dan
menjadikan diri tuan atas kota-kota yang memiliki se-
mua kekayaan dari zaman dahulu? Kita diberi tahu (ay.
35) bahwa dia mendapatkannya dengan kejahatan dan
tipu daya, dua unsur utama dari kejahatannya yang me-
rupakan seorang pendusta dan pembunuh sejak se-
mula. Mereka menghamilkan bencana, dan kemudian
mereka menjalankannya dengan mempersiapkan dusta,
dengan berpura-pura melindungi mereka yang hendak
mereka kuasai, berpura-pura mengadakan ikatan per-
damaian supaya memuluskan rencana perang. Dari
orang-orang jahat yang demikian Allah melepaskan
orang-orang benar.
(2) Mari kita sekarang melihat bagaimana keadaan menyedih-
kan dari orang fasik, dalam hukuman rohani maupun hu-
kuman jasmani.
[1] Damai di hatinya terus terganggu. Ia tampak aman ten-
teram di mata orang-orang di sekitarnya, sehingga me-
reka iri hati kepadanya dan mendambakan diri hidup
seperti dalam keadaannya. Namun Allah yang tahu apa
yang ada dalam batin manusia memberi tahu kita bah-
wa dalam hatinya seorang fasik tidak memiliki peng-
hiburan dan kepuasan, sehingga dia lebih patut untuk
dikasihani daripada didengki.
Pertama, hati nuraninya sendiri menuduh dia, dan
dengan rasa sakit pedih dan menusuk-nusuk dia meng-
gelegar sepanjang hidupnya (ay. 20). Ia terus merasa
tidak tenang memikirkan dosa kesalahannya akibat
segala kekejaman yang diperbuatnya, dan akibat darah
yang telah menodai tangannya. Dosa-dosanya menatap-
nya langsung di wajah di mana saja dia berpaling. Diri
conscia facti mens habet attonitos – Kesalahan yang di-
sadari membuat diri heran dan pikiran kacau.
Kedua, ia merasa kesal dengan ketidaktentuan keka-
yaan dan kekuasaannya: Jumlah tahun tersembunyi
bagi orang lalim. Ia tahu, bagaimanapun dia berpura-
pura, bahwa semuanya itu tidak akan bertahan selama-
nya, sehingga takut kehilangan tidak lama lagi. Inilah
yang diresahkannya.
Ketiga, ia dicengkeram dengan ketakutan akan ke-
matian yang mengerikan akan penghakiman dan api
yang dahsyat (Ibr. 10:27). Ketakutan ini membuat dia
terus-menerus merasakan kengerian dan kekhawatiran,
sehingga dia harus tinggal bersama Kain di tanah Nod,
atau mengalami kekacauan (Kej. 4:16), dan menjadi
seperti, Pasyur, Magor-missabib – suatu kegentaran dari
segala jurusan (Yer. 20:3-4). Bunyi yang dahsyat sampai
ke telinganya (ay. 21). Ia tahu bahwa baik langit dan
bumi sedang marah terhadapnya, bahwa Allah marah
dengannya dan seluruh dunia membencinya. Ia tidak
berusaha untuk berdamai dengan siapa saja, sehingga
selalu menyangka setiap orang yang akan bertemu de-
ngannya, tentulah akan membunuhnya (Kej. 4:14). Atau
dia seperti orang yang melarikan diri dari utang, yang
menyangka setiap orang yaitu penagih utang. Keta-
kutan masuk, pertama-tama, bersama dengan dosa
(Kej. 3:10) dan masih bersamanya. Bahkan dalam ke-
makmuran dia curiga bahwa si pembinasa akan men-
datanginya, entah seorang malaikat pembinasa yang
diutus oleh Allah untuk membalaskan pertengkarannya
dengan Dia, atau warga-Nya yang pernah dilukainya
akan membalas dendam. Orang-orang yang menimbul-
kan ketakutan orang lain terhadap diri mereka biasanya
menanggung nodanya bersama orang-orang yang turun
liang kubur (Yeh. 32:25). Nasib yang akan menimpa me-
reka ini membuat diri mereka menjadi kengerian bagi
diri mereka sendiri. Inilah yang dikatakan selanjutnya
(ay. 22): Ia, dalam pengertiannya sendiri, menantikan
pedang. Sebab dia tahu bahwa barangsiapa ditentukan
untuk dibunuh dengan pedang, ia harus dibunuh dengan
pedang (Why. 13:10, KJV: barangsiapa yang membunuh
dengan pedang harus dibunuh dengan pedang). Hati nu-
rani yang bersalah tampak bagi orang yang berdosa se-
bagai sebuah pedang yang bernyala-nyala, dan me-
nyambar-nyambar (Kej. 3:24), dan dirinya tidak terhin-
dar lagi berlari menyongsongnya. Sekali lagi (ay. 23): Ia
tahu bahwa hari kegelapan (atau malam kegelapan) siap
menantikan dia. Hari itu sudah ditentukan baginya dan
tidak dapat ditolak, sedang mendatanginya dengan ber-
gegas, dan tidak dapat ditunda. Hari kegelapan ini ada-
lah sesuatu yang melampaui kematian. Hari itu yaitu
hari TUHAN yang bagi semua orang jahat akan menjadi
kegelapan dan bukan terang, di mana mereka akan di-
binasakan dalam kegelapan pekat, tanpa akhir. Per-
hatikanlah, ada orang fasik, kendati mereka kelihatan
aman, sesungguhnya telah menerima hukuman mati,
kematian kekal, di dalam diri mereka, dan dengan jelas
melihat neraka menganga bagi mereka. Maka tidak he-
ran bahwa hal itu diikuti (ay. 24), kesesakan dan ke-
sempitan (yaitu kesengsaraan batin dan penderitaan
jiwa yang dibicarakan dalam Roma 2:8-9, yang merupa-
kan dampak dari murka dan geram Allah yang menceng-
keram hati nurani) yang membuatnya takut akan hal
yang lebih buruk yang akan datang. Apakah neraka di
hadapannya jika hal ini sudah menjadi neraka di dalam-
nya? Dan kendati dia mati-matian ingin menghilangkan
ketakutannya, membuangnya, dan menertawakannya,
hal itu tidak akan berhasil. Semuanya siap menyergap-
nya, dan menggagahinya, laksana raja yang siap menyer-
gap, dengan kekuatan yang terlalu kuat untuk dilawan.
Barang siapa ingin menjaga damai di hati, hendaklah ia
menjaga hati nurani yang baik.
Keempat, apabila suatu waktu ia berada dalam ma-
salah, ia putus asa untuk keluar (ay. 22): Ia tidak per-
caya, bahwa ia akan kembali dari kegelapan, namun me-
nyerah ke dalam kebinasaan dan hilang dalam malam
yang tak pernah berakhir. Orang-orang baik meng-
harapkan terang di waktu malam, terang keluar dari ke-
gelapan. namun bagi orang yang yang tidak mau kembali
dari kegelapan dosa, harapan apa yang mereka punyai
untuk keluar dari kegelapan masalah, melainkan terus
berjalan di dalamnya? (Mzm. 82:5). Merupakan keseng-
saraan dari orang-orang berdosa yang terkutuk bahwa
mereka tahu bahwa mereka tidak akan pernah kembali
keluar dari kegelapan yang pekat, atau melewati jurang
yang sudah ditetapkan di sana.
Kelima, ia terus gelisah sebab kekhawatiran, kira-
nya Allah tidak murka lagi kepada-Nya (ay. 23). Ia begi-
tu takut menjadi miskin, kalau-kalau hartanya habis
terbuang, sehingga dalam khayalannya, ia mengembara
untuk mencari makan, entah ke mana, pergi mengemis
demi sepotong daging, dan berkata, Di mana ini? Orang
kaya, dalam kelimpahannya, berseru, Apakah yang ha-
rus aku perbuat? (Luk. 12:17). Mungkin dia berpura-
pura takut kekurangan, sebagai alasan atas ketamak-
annya. Jadi adillah jika ia dibuat menderita dengan he-
bat pada akhirnya. Kita membaca tentang orang-orang
yang kenyang, namun menyewakan diri sebab makan-
an (1Sam. 2:5), yang tidak akan dilakukan oleh orang
berdosa ini. Ia tidak dapat menggali. Ia terlalu gemuk (ay.
27): namun meminta-minta dia mungkin merasa malu
(Lih. Mzm. 109:10). Daud tidak pernah melihat orang
benar sedemikian ditinggalkan sampai meminta-minta
roti. Sebab, sesungguhnya, mereka akan diberi makan
oleh pemberian yang tidak dimintanya (Mzm. 37:4, 25).
Namun orang fasik tidak akan mendapatkan pemberian
seperti itu, dan tidak dapat berharap akan diberikan ke-
pada mereka. Bagaimana orang mengharapkan belas
kasihan, sedangkan ia sendiri tidak pernah menunjuk-
kan belas kasihan?
[2] Kesejahteraan lahiriahnya akan segera berakhir dan
segala keyakinannya serta semua penghiburannya akan
berakhir bersamanya. Bagaimana dia dapat sejahtera
saat Allah menyergapnya? Demikianlah sebagian orang
memahaminya (ay. 26). Siapa yang disergap Allah pasti
akan jatuh. Sebab saat Ia menghukum Ia akan me-
nang. Lihat bagaimana hukuman Allah menggagalkan
orang fasik yang duniawi ini dalam semua perhatian,
keinginan, dan rencananya, sehingga melengkapi ke-
sengsaraannya.
Pertama, ia begitu ingin mendapatkan kekayaan, te-
tapi ia takkan menjadi kaya (ay. 29). Pikiran tamaknya
tetap menahannya dari menjadi sungguh-sungguh kaya.
Ia tidak kaya sehingga tidak merasa cukup, dan dia ti-
dak merasa cukup sehingga tidak menganggap mempu-
nyai. Hanya kepuasan saja yang merupakan keuntung-
an besar. Penyelenggaraan Allah secara mengherankan
menahan sebagian orang dari menjadi kaya, mengalah-
kan segala upaya mereka, mematahkan semua tindakan
mereka, dan menahan mereka selalu tertinggal. Banyak
orang mendapat banyak kekayaan melalui penipuan
dan ketidakadilan, namun tidak bertambah kaya: harta-
nya pergi seperti saat datang. Harta didapatnya mela-
lui satu dosa dan dihabiskan melalui dosa yang lain.
Kedua, ia begitu peduli untuk menjaga apa yang
sudah diperolehnya, namun sia-sia: Hartanya tidak ke-
kal. Hartanya semakin berkurang hingga habis. Allah
menghempasnya dan apa yang muncul di malam hari
akan lenyap di malam hari. Harta yang cepat diperoleh
akan segera berkurang. Sebagian orang hidup untuk
menyaksikan kehancuran harta kekayaan yang telah
didapat melalui penindasan. Namun, bila ini tidak ter-
jadi, apa yang tertinggal akan pergi dengan terkutuk ke-
pada mereka yang mewarisinya. De male quaesitis vix
gaudet tertius haeres – kekayaan yang diperoleh dengan
haram hampir tidak akan dapat dinikmati oleh generasi
yang ketiga. Ia membeli kekayaan kepadanya dan pewa-
risnya untuk selamanya. namun apa gunanya? Ia takkan
menjadi kaya dan hartanya tidak kekal, serta miliknya
pun tidak bertambah-tambah di bumi. Baik penghargaan
maupun penghiburan dari kekayaannya tidak akan ber-
langsung lama. Dan, saat semuanya itu lenyap, di
manakah kesempurnaannya? Bagaimana mungkin kita
berharap kesempurnaan segala sesuatu di bumi ini
akan berlangsung lama, sedangkan segala sesuatu
hanyalah sementara, dan kita segera melihat akhir dari
semua kesempurnaan?
Ketiga, ia begitu peduli untuk meninggalkan apa
yang telah diperolehnya dan dijaganya bagi anak-anak
keturunannya. Namun dalam hal ini pun ia digagalkan.
Keturunan dari keluarganya akan binasa, padahal di
dalam diri mereka ia berharap untuk tetap hidup dan
berkembang serta memiliki nama baik untuk membuat
mereka semua jaya. Dan rantingnyapun tidak akan
menghijau (ay. 32). Tunasnya akan dilayukan oleh nyala
api (ay. 30). Ia akan membuang mereka seperti bunga
yang tidak pernah jadi, atau seperti pohon anggur yang
gugur buahnya (ay. 33). Mereka akan mati di permulaan
hari-hari mereka dan tidak pernah menjadi dewasa. Ba-
nyak keluarga orang dihancurkan oleh kesalahannya.
Keempat, ia begitu peduli untuk menikmati hartanya
sendiri. namun dalam hal itu pun dia juga gagal.
1. Ia mungkin diambil darinya (ay. 30): Ia akan dilenyap-
kan oleh nafas mulut-Nya, dan meninggalkan kekaya-
annya kepada orang lain, yaitu oleh murka Allah,
yang, seperti sungai belerang, menyalakan api yang
menghanguskannya (Yes. 30:33), atau oleh firman-
Nya. Ia berbicara dan perkataan-Nya segera terlak-
sana. Pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari
padamu. Dan demikian pula orang fasik dirobohkan
sebab kejahatannya, orang duniawi dalam kedunia-
wiannya.
2. Hartanya itu mungkin juga diambil darinya dan ter-
bang seperti seekor burung rajawali ke langit: Ajalnya
akan sampai (atau putus) sebelum genap masanya
(ay. 32). Yaitu, dia akan mempertahankan kemak-
murannya, namun melihat dirinya dilucuti darinya.
Kelima, ia peduli, saat dia berada di dalam masa-
lah, bagaimana keluar darinya, bukan bagaimana men-
dapat kebaikan melaluinya. namun dalam hal ini pun dia
gagal (ay. 30): Ia tidak akan luput dari kegelapan. saat
dia mulai jatuh, seperti Haman, semua orang berkata,
“Jatuhlah engkau.” Dikatakan tentang orang fasik itu
(ay. 22), Ia tidak percaya, bahwa ia akan kembali dari
kegelapan. Ia menakuti diri sendiri dengan lamanya
malapetakanya, dan Allah juga akan memilih khayalan-
nya dan membawa ketakutan kepadanya (Yes. 66:4),
seperti yang dilakukan-Nya terhadap Israel (Bil. 14:28).
Allah berkata Amin kepada ketidakpercayaan dan kepu-
tusasaannya.
Keenam, ia peduli untuk mengamankan teman-te-
mannya dan berharap untuk mengamankan diri sendiri
melalui pertemanannya dengan mereka. namun hal itu
juga sia-sia (ay. 34-35). Kawanan mereka, seluruh per-
sekongkolannya, mereka dan semua perkemahan me-
reka, akan habis dan dimakan oleh api. Kemunafikan
dan suap dituduhkan kepada mereka di sini, yaitu ber-
laku dusta dengan Allah dan manusia. Mereka meng-
hina Allah dengan dalih agama, mencelakai manusia
atas nama keadilan. Jelas tidak mungkin bahwa orang-
orang ini akan berakhir dengan baik. Kendati mereka
bergandengan tangan (Ams. 11:21, KJV) untuk saling
mendukung dalam segala perbuatan jahat ini, namun
sungguh orang jahat tidak akan luput dari hukuman.
(3) Manfaat dan penerapan dari semuanya ini. Apakah kese-
jahteraan orang-orang berdosa yang kurang ajar ini ber-
akhir secara mengenaskan? sebab itu (ay. 31) Janganlah
ia percaya kepada kesia-siaan. Kiranya kejahatan yang me-
nimpa orang lain menjadi peringatan bagi kita, dan jangan-
lah kita bersandar pada bulu yang patah terkulai yang se-
lalu mengecewakan orang-orang yang bersandar kepadanya.
[1] Orang-orang yang percaya kepada jalan berdosa mereka
dalam memperoleh kekayaan percaya kepada kesia-sia-
an, dan kesia-siaan akan menjadi ganjarannya, sebab
mereka tidak akan mendapatkan apa yang mereka ha-
rapkan. Keahlian mereka akan menipu dan mungkin
menghancurkan mereka di dunia ini.
[2] Orang-orang yang mempercayai kekayaan mereka ke-
tika mereka mendapatkannya, terutama kekayaan yang
mereka peroleh secara tidak jujur, percaya kepada ke-
sia-siaan. Sebab hal itu tidak akan memberi mereka ke-
puasan. Kesalahan yang melekat padanya akan meng-
hancurkan kegembiraannya. Mereka menabur angin dan
akan menuai angin puyuh, dan akan mengakui pada
akhirnya, dengan sangat kebingunan, bahwa hati yang
tertipu menyesatkan mereka, dan bahwa mereka menipu
diri sendiri dengan dusta menjadi peganganku (Yes.
44:20, KJV: suatu kebohongan di tangan kanan mereka).
PASAL 16
asal ini memulai jawaban Ayub terhadap percakapan Elifas yang
telah kita baca dalam pasal sebelumnya. Jawaban Ayub ini yaitu
bagian kedua dari lagu ratapan yang sama yang dipakainya sebelum-
nya untuk meratapi dirinya dan diatur untuk nada sedih yang sama.
I. Ayub mencela teman-temannya sebab berkata-kata yang
tidak pantas tentang dirinya (ay. 1-5).
II. Ia menggambarkan perkaranya sangat menyedihkan dalam
segala hal (ay. 6-16).
III. Ia masih memegang teguh ketulusan hatinya, dan memohon-
kan penghakiman Allah yang benar atas semua kecaman
yang tidak benar dari teman-temannya (ay. 14-22).
Jawaban Ayub Atas Teguran Elifas
(16:1-5)
1 namun Ayub menjawab: 2 “Hal seperti itu telah acap kali kudengar. Penghibur
sialan kamu semua! 3 Belum habiskah omong kosong itu? Apa yang merang-
sang engkau untuk menyanggah? 4 Aku pun dapat berbicara seperti kamu, se-
kiranya kamu pada tempatku; aku akan menggubah kata-kata indah terhadap
kamu, dan menggeleng-gelengkan kepala atas kamu. 5 Aku akan menguatkan
hatimu dengan mulut, dan tidak menahan bibirku mengatakan belas kasihan.
Baik Ayub