Tampilkan postingan dengan label Sejarah text alquran 6. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah text alquran 6. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 Januari 2025

Sejarah text alquran 6






 benarnya meminjam, persoalannya jadi

semakin jelas. Selama enam ratus tahun orang Syriak menulis Kitab Injil

mereka tanpa tanda diakritikal, walaupun mereka menyombongkan diri telah

mendirikan sebuah universitas di Nisibis, beberapa kampus, dan monastri

(biara) yang beroperasi sejak tahun 450,Masehi. Tetapi tanda diakritikal dibuat

hanya pada akhir abad ke tujuh dan awal abad delapan Masehi, sedangkan ad￾Du'ali memberi tanda titik pada Mushaf telah selesai pada tiga seperempat

abad ke tujuh masehi. Logika secara jelas akan menyebut bahwa yakob adalah

seorang pengkopi sistem yang dikembangkan oleh umat Islam. Kesimpulan ini

bisa diterima, jika kita mau menerima pengakuan Davidson; jika kita

mengambil fatwa yang diberikan oleh Biskop Damaskus, maka kita tidak

memerlukan argumentasi ini.

Ada yang menyangkut tuduhan yang dinyatakan oleh Rev. Mingana

Ada yang menyangkut tuduhan yang dinyatakan oleh Rev' Mingana

bahwa orang Arab gagal dalam menjelaskan sistem ini sehingga akhir per￾tengahan abad ke delapan masehi, kita perlu pertimbangkan masalah berikut:

L Ada satu laporan bahwa lbn Shirin (w. ll0 H.1728 M.) mempunyai

Mushaf asli yang diberi tanda titik oleh Yagyd bin Ya'mar (w' 90 H. / 708

M.).ss

2. Khelid al-HadhdhS' sudah terbiasa mengikuti bacaan Ibn Shirin dari

Mushaf yang sudah diberi tanda titik.s6

Kedua-dua kejadian ternyata lebih awal dari skema peminjaman yang

disarankan.

Grammar Bahasa Synak menemukan identitasnya melalui usaha Hunain

bin Ishaq (194-260 H./810-873 M.);s7 bertentangan dengan keyakinan

Mingana, karangan Hunain tentang Bahasa Syriak tidak memengaruhi

grarnmar bahasa Arab karena S6bawaih (w. 180 H.1796 M.),58 tokoh besar

gmrnmar bahasa Arab, meninggal dunia sebelum Hunain lahir. Hunain sendiri

adalah sebenarnya hasil dari peradaban Islam. Dia belajar bahasa Arab di

Bagra, dari seorang murid dari mahasiswa terkenal yang pernah belajar dengan

tokoh leksikografi Muslim kenamaan, Khalil bin A[rmad al-Fr6heedi (100-170

H. /718 - 786 M.).se

5. Mognfi dan Palaagnfr bk Menatu sepati terlihat Mam Skip Ktlo,o

selain/J-Qur'En

Kita telah diskusikan sebelum ini, bagaimana dua skema diakritikal yang

berlainan sama-sama dipakai dalam Al-Qur'an dan artikel -artikel  yang lain. Kita

juga telah mencatat bahwa perbedaan dalam skrip Al-Qur'an dan lainnya serta

fatwd ilmuwan yang menentang pembaruan kaidah ejaan dalam Mushaf

'UthmAni. Tetapi bagaimana dengan artikel -artikel  lain, bagaimana mereka secara

bertahap merespons untuk mengubah palaeografi dan ortografi skrip bahasa

Arab?Gambar l0.l I adalah contoh setengah halaman dari Madhdzi wahb bin

Munabbih, Sebuah manuskrip abad,227 H., Khoury menyediakan daftar ejaan

yang janggal yang dia temukan dalam teks ini.60 satu contoh saya tuliskan

kembali di bawah ini.Di antara yang nyleneh tapi dan menarik adalah kata d dieja dengan J

(seperti tidak ada -:, ), dan l; dieja s' j tanpa,randa titik.

Gambar 10.12 adalahcontoh sebagian dari Gharib al-Hadith Ab[ 'Ubaid

yang tersimian di Perpustakaan universitas Leiden. Manuskrip ini tampak

banyak amburadul dalam sistem kerangka tanda titik.6r Huruf gaT( ,.9 ): tidakada tanda titik (anak panah merah : baris 1,2, dan 4); ada satu titik di bawah

(anak panah hijau: baris 3 dan 4); dengan dua titik tanda di atas karakter (anak

panah biru: baris terakhir). Ya (O ) yang terpencil;62 tidak ada titik: tidak ada

titik (anak panah sedikit biru : baris 3); seperti sebelumnya tetapi dalam bentuk

berbeda (anak panah ungu: baris terakhir); dengan dua titik di bawah (anak

panah kuning: baris 8).

Poin yang menarik adalah semua yang amburadul terdapat pada satu

halaman. Sudah pasti ini dibuat oleh satu orang penulis, tetapi keputusan me￾nulis huruf-huruf dalam ragam gaya menunjukkan bahwa semua tanda sama￾sama dianggap sah (bisa digunakan), dan menguatkan apa yang kita telah

singgung sebelum ini tentang beberapa bentuk dibolehkan untuk tiga huruf

hidup, ( , ) ,.t . Ketidakteraturan itu muncul sesuai dengan pertimbangan kita.

Jika kedua gaya itu dapat dipakai dalam waktu yang sama, maka rasanya pada

tempahya kita kurang untuk menuduh penulis sebagai orang yang tidak

konsisten. Apa pun alasan kita untuk membantah palaeografi yang bebas di

zarnan itu, sesungguhnya tidak dirasa penting. Metodologi,Islam menekankan

bahwa setiap murid harus belajar langsung dari seorang guru dan tidak pernah

dibolehkan mempelajari teks apa pun dengan cara pribadi; selagi tradisi belajar

secara lisan masih berlaku dan guru masih mampu menguraikannya tulisan

tangan yang tidak menentu, cara seperti ini tidak akanjadi penyebab lahirnya

kerusakan.

Ratusan referensi berkualitas tinggi telah ditulis guna membedah skema

ejaan dan tanda titik yang digunakan dalam Mushaf, dan untuk bacan lebih

lanjut saya sarankan agar melihat: (l) Kitab an-Naql yang ditulis oleh Abrl

'Amr ad-Ddni (371-444 Hijrah), diterbitkan oleh Universitas al-Azhar, Kairo;

dan (2) Al-Muhkam fi Naqt al-Masdftffditulis oleh ad-Ddni, disunting oleh DR.

' lzzat Hassan, Damaskus, 137 9 (1960).

Pembaca yang berminat dalam masalah ini harap baca bagian pen￾dahuluan al-Badi' fi Rasm Mae[rif 'uthmdni (hlm. 43-a5), disunting oleh al￾Funaisdn, ia menyebut ada 80 artikel  dalam topik ini. Tujuan utama dari karya￾karya tersebut adalah hendak mendidik pembaca tentang kaidah-kaidah Mushaf

Uthmdni, dan bukan untuk menunjukkan bahwa itu sebagai sesuatu yang salah

serta bernuansa ala kampung. Kita telah lihat perbedaan antara bahasa Inggris

yang ditulis pada abad ketujuh belas dengan yang ditulis zatnar- modern, dan

jika kita lihat semua perubahan ini merupakan satu proses perkembangan

(daripada saling menuding satu atau yang lainnya terbelakang) dan tentunya,

sikap itulah yang harus kita sodorkan terhadap bahasa Arab.

6. Kaiapulaa

Kedua kerangka tanda titik (yang sudah dikenal oleh orang Arab sebelum

Islam) dan tanda diakritikal (yang dibuat oleh Muslim) tidak terdapat pada

usaha 'uthmdn dalam mengumpulkan Al-Qur'dn secara terpisah. Dengan tidak

adanya tanda titik dan konsonan ini, uniknya, Mushaf telah selamat dari

pemalsuan yang dibuat oleh seseorang yang mempelajari Al-eur'an melalui

lisan dan mempelajarinya secara pribadi. orang seperti ini dengan mudah dapat

diketahui, jika saat ia ingin coba-coba membacanya di depan orang banyak.

Dengan keengganannya dalam memasukkan bahan-bahan yang tak ada

hubungannya ke dalam Mushaf, 'uthmen tidak berdiri sendirian melainkan Ibn

Mas'[d juga sependapat dengannya. Di kemudian hari Ibrahim an-Nakha,i (w.

96 Hijrah), ketika seseorang mencatat sebuah Mushaf dengan tambahan judul

(heading) seperti "permulaan Sfirah ini dan itu", tidak menyukain]a dan me￾nyuruhnya agar dihapus.63 Yahyd bin Abi Kathir (w.l3}Hijrah) mencatatkan,

Titik adalah yang paling pertama dimasukkan oleh Muslim ke dalam

Musl.raf, sebuah tindakan yang mereka katakan sebagai lampu terang

terhadap batang tubuh teks (seperti menjelaskannya). Kemudian mereka

meletakkan tanda titik pada setiap ujung ayat untuk memisahkan ayat

berikutnya, dan setelah itu, informasi menunjukkan permulaan dan akhir

setiap siirah.s

Baru-baru ini saya jumpai pernyataan kasar tentang ortografi Al-Qur'dn,

yang mendesak supaya kita mengikuti susunan bahasa Arab modern dan

menghilangkan ketentuan yang dipakai orang-orang yang menuliskan Mus[raf

'Uthmeni yang dituduh bodoh dan buta huruf. Saya sama sekali tidak setuju. Ini

hanya mencerminkan nafsu orang jahil, pada jiwa orang seperti ini dan kelas

kakap macam Ibn Khald[n, bagaimana mungkin dapat melupakan proses

perubahan bahasa tidak bisa dihindari pada setiap waktu. Apakah mereka

percaya bahwa setelah beberapa abad nanti, orang-orang lain tidak akan me￾lontarkan kecaman bahwa karya mereka juga adalah usaha yang dilakukan oleh

orang-orang jahil buta hurufl Sebuah artikel  yang menentang perubahan selama

empat belas abad adalah bukti nyata bahwa isi kandungan teks adalah milik

AUeh, dan Dia sendiri yang memeliharanya. Keaslian yang terpelihara yang

secarajeli dijaga dari noda sejak dulu dipelihara tanpa cacat sejak kehadiran￾nya tidak akan disengsarakan melalui penyesuaian perubahan seperti terjadi

pada Kitab Injil.

Salah satu pintu gerbang masuknya serangan pihak Orientalis terhadap

Al-Qur'dn adalah membuat kekacauan terhadap naskah teks Al-Qur'en itu

sendiri. Menurut perkiraan saya, terdapat lebih dari 250,000 naskah Al-Qur'iin

dalam bentuk manuskrip, secara lengkap maupun sebagian'sebagian, sejak

abad pertama hijrah hingga hari ini. Kesalahan-kesalahan telah diklasifikasikan

dalam lingkungan akademik pada dua kelompok disengaja mau pun tidak, dan

dalam koleksi manuskrip yang banyak ini sudah pasti dalam sekejap mata para

penulis boleh melakukan kesalahan yang tidak disengaja. Ilmuwan yang

membahas subjek itu tahu dan paham betul bagaimana susahnya kesalahan

konsentrasi sesaat dapat membahayakan, sebagaimana dibicarakan secara

gamblang dalam beberapa karya tulis berikut ini: (l) Ernst Wtirthwein, The

Text of the old Testament, edisi kedua yang telah direvisi dan diperluas,

William B. Eerdmans Publishing Company, Grand Rapids, Michigan, 1995;

(2) Bart D. Ehrman, The Orthodox Comtption of Sctipture, Oxford Univ.

Press, 1993; dan (3) Bruce M. Metzger, The Text of the New Tesfamenf, Edisi

ketiga, Oxford Univ. Press, 1992.

artikel  pertama mengupas PL (Perjanjian Lama) dan yang lainnya tentang

PB (Perjanjian Baru). semua karya tulis tersebut mengelompokkan kesalahan

dengan memakai istilah seperti transposisi, haplografi, dan dittografi yang

kadang-kadang ditujukan pada penulis yang sudah meninggal dunia guna

mengalihkan perhatian yatg ada dalam pikirannya di mana ia melakukan ke￾salahan sejak ribuan tahun yang silam.r Hanya saja perlakuan seperti itu tidak

mungkin dapat diterapkan terhadap Al-Qur'6n, di mana terjadinya banyak

kesalahan-yang jelas ada akibat keletihan dalam penulisan-dianggap sebagai

variasi yang betul-betul terjadi, sebagai bukti yang dianggap dapat merusak

kitab suci kaum Muslimin.

Betul bahwa ini sangat susah dalam menentukan apakah kesalahan ini

disengaja atau tidak; untuk marilah kita selesaikan dua kemungkinan yang

dapat mengakibatkan kerusakan teks Al-Qur'an.

Sebagaimana kita maklumi, Mushaf 'Uthmeni betul-betul minus tanda

titik. Goldziher yakin bahwa perbedaan bacaan dalam Al-Qur'an adalah akibat

kekeliruan dalam penulisan bahasa Arab (palaeografi) zaman dulu, tidak ada titik dan tidak ada tanda diakritikal. Oleh karena itu, bentuk kata fil saat

dibua.nS tanda titiknya memungkinkan lahirnya ragam bacaan seperti: J*i ,# ,

fi,U ,# ,E E. Ini berarti: dia telah dibunuh seekor gajah sebelum mencium

tubuh bagian depan seperti yang telah disebut.2 Dalam bab ini saya akan

mencoba menolak anggapan tentang palaeografi Arab yang tidak mempunyai

tanda titik sebagai sumber kerusakan, distorsi, dan penyelewengan terhadap

Al-Qur'6n.

l. SLsfcrz Bacaan (Qirfr'a| Sebagai Sunnah

llmu qird'at yang benar (ilmu seni baca Al-Qur'dn secara tepat) diper￾kenalkan oleh Nabi lylt'hammad saw. sendiri, suatu praktik (sunnah\ yang me￾nunjukkan tata cara bacaan setiap ayat. Aspek ini juga berkaitan erat dengan

kewahyuan Al-Qw'dn: Teks Al-Qur'6n telah diturunkan dalam bentuk ucapan

lisan dan dengan mengumumkannya secara lisan pula berarti Nabi Mrrhammad

saw. secara otomatis menyediakan teks dan cara pengucapannya pada umatnya.

Kedua-duanya haram untuk bercerai.

'IJmar dan Hishim bin Hdkim ketika berselisih bacaan tentang sepotong

ayat dalam Sfrrah al-Furqdn walaupun pernah sama-sama belajar langsung dari

1166i ly[rrhammad saw., 'IJmar bertanya pada Hishim siapa yang telah

mengajarnya. Dia menjawab, "Nabi \duhammad ffi"3 Keiadian serupa dialami

oleh Ubayy bin Ka'b.a Tidak ada seorang sahabat yang berani mengada-ada

membuat silabus sendiri: semua bacaan sekecil apa pun merupakan warisan

Nabi Mu[rammad ffi.

Kita juga menemukan seorang ahli tata bahasas yang menyatakan bahwa

bacaan kata-kata tertentu, menurutnya, lebih disukai jika mengikuti tata cara

aturan bahasa karenaperubahan dalam tanda diakritikal tidak membawamakna

yang berarti. Walau demikian, ilmuwan-ilmuwan tetap memegang teguh

sistem bacaan yang diperkenalkan melalui saluran atau sumber yang sah guna

menolak usaha mengada-ada serta tetap mempertahankan pandangan batrwa

qird'at hukumnya sunnah yang tidak ada seorang pun memiliki wewenang

untuk mengubah seenaknya.

Kita perlu mencatat, biasanya orang-orang tidak mau membeli Mushaf di

pasar murahan setelah selesai belanja waktu pagi dari penjual ikan dan sayuran

lalu pulang menghafal sfrrah secara pribadi.6 Belajar secara lisan melalui

seorang instruktur yang memiliki otoritas keilmuan sangat diperlukan, biasa￾tyarata-rata lima ayat per hari. Tradisi ini terjadi di akhir seperempat pertama

abad pertama hijrah ketika Ab[ Bakr bin 'Ayydsh (w. 193 H.) belajar Al￾Qur'dn dari Ibn Abi an-Najfld (w. 127 H.) sewaktu masih muda.7 Artinya, tidak

ada bacaan bermula dari kevakuman atav hasil tebakan seorang penggubah

yang dilakukan secara pribadi di mana ketika mulai muncul lebih banyak

bacaan orang-orang yang memiliki otoritas, semua sumber dapat dilacak

sampai kepada Nabi Mu[rammadw.padazamun sahabat muncul sebuah artikel 

tentang subjek ragam bacaan yang dibuat untuk kepentingan masa depan dalam

skala kecil.8 Dengan waktu yang telah menyaksikan perkembangan artikel  yang

semakin banyak untuk membandingkan bacaan ilmuwan yang terkenal dari

beberapa pusat keilmuan, ujung tombak terdapat dalam artikel  Ibn Mujdhid'

2. Perlu Bmyak fugn Sisfem Bacaan: Penyedahanaan Bacaan bagi Meteka

yangt*Biaso (Non-,4nb)

Kesatuan dialek yang sudah Nabi ffi biasa dengannya sewaktu masih di

Mekah mulai sirna setibanya di Madinah. Dengan meluasnya ekspansi Islam

melintasi belahan wilayah Arab lain dengan suku bangsa dan dialek baru,

berarti berakhimya dialek kaum Quraish yang dirasa sulit untuk dipertahankan.

Dalam kitdb sahihnya, Muslim mengutip fiadith berikut ini:

Ubayy bin Ka'b melaporkan bahwa ketika Nabi # berada dekat lokasi

banfi GhifEr Malaikat Jibril datang dan berkata, "AUeh telah menyuruh

kamu untuk membaca Al-Qur'dn kepada kaummu dalam satu dialek,"

lalu Nabi bersabda, "Saya mohon Ampunan All6h. Kaumku tidak mampu

untuk itu" lalu Jibril datang lagi untuk kedua kalinya dan berkata, *Alleh

telah menyuruhmu agar membacakan Al-Qur'dn pada kaummu dalam

dua dialek," Nabi Mlrharnmaaffibllmenjawab, ,,Saya mohon ampunan

A[eh. Kaumku tidak akan mampu melakukannya," Jibril datang ketiga

kalinya dan berkata, "A[eh telah menyuruhmu untuk membacakan Al￾Qur'dn pada kaummu dalam tiga dialek," dan lagi-lagi Nabi M,rhammad

ffiberkata, "saya mohon ampunan A[eh, Kaumku tidak akan mampu

melakukannya," Lalu Jibril datang kepadanya keempat kalinya dan

menyatakan, "Allah telah mengizinkanmu membacakan Al-eur'dn

kepada kaummu dalam tujuh dialek, dan dalam dialek apa saja mereka

gunakan, sah-sah saja."l

Ubayy (bin Ka'b) juga melaporkan.

Rasululldh $[ bertemu Malaikat jibdl di Batu Mird' (di pinggiran

Madinah, dekat Qubd) dan berkata kepadanya, " Saya telah diutus kepada

suatu bangsa buta huruf, di antaranya, orang tua miskin, nenek-nenek,

dan juga anak-anak," Jibril menjawab, "Jadi suruh saja mereka membaca

Al-Qur'6n dalam tujuh dialek (4tru0."

Lebih dari dua puluh sahabat telah meriwayatkan hadith yang

mengukuhkan bahwa Al-Qur'dn telah diturunkan dalam tujuh dialek (-irl r,.- ).tt Di sini kita tambahkan bahwa ada empat puluh pendapat

ilmuwan tentang makna ahruf (secara literal: huruf-huruO. Beberapa dari

kalangan mereka mengartikannya begitu jauh, tetapi kebanyakan sepakat

bahwa tujuan utama adalah memberi kemudahan membaca Al-eur'6n bagi

mereka yang tidak terbiasa dengan dialek orang Quraish. Konsesi diberikan

melalui anugerah Allah 0#..

Sebelumnya telah kita lihat bagaimana dialek yang berlainan telah

memicu perselisihan pada dasawarsa berikutnya, di mana mempercepat

langkah 'Uthmin menyiapkan sebuah Mushaf dalam dialek orang Quraish.

Akhirnya, jumlah semua ragam bacaan yang terdapat dalam kerangka lima

Muql.raf resmi tidak lebih dari empat,puluh karakter, dan seluruh pembaca yang

ditugaskan mengajar Al-Qur'dn wajib mengikuti teks Mu$haf tersebut dan agar

meneliti sumber otoritas dari mana mereka mempelajari bacaan sebelumnya.

Zaidbin Thebit, orang yang begitu penting dalam pengumpulan Al-Qur'dn,

menyatakan bahwa (<ur..L;.UI)))r2 ("Seni bacaan (qird'at) Al-Qur'an

merupakan sunnah yang mesti dipatuhi dengan sungguh-sungguh"). Penj elasan

akan hal ini telah kita masukan ke dalam bab-bab sebelumnya.'

Variasi adalah suatu istilah yang saya sebenarnya kurang begitu sreg

memakainya. Dalam masalah tertentu, istilah itu secara definitif dapat memberi

nuansa akan ketidakpastian. Jika pengarang asli menulis satu kalimat dengan

caranya sendiri, kemudian rusak akibat kesalahan dalam menulis lalu kita

perkenalkan prinsip ketidakpastian; akhirnya penyunting yang tak dapat mem￾bedakan mana yang betul dan mana yang salah, akan meletakkan apayangia

sangka sesuka hatinya ke dalam teks, sedangkan lainnya dimasukkan ke dalam

catatan pinggir. Demikian halnya dengan masalah variasi (ragam bacaan).

Akan tetapi masalah Al-Qur'dn jelas berlainan karena Nabi Mlrbammad W,

satu-satunya khalifah Allah sebagai penerima wahp dan transmisinya, secara

pribadi mengajarkan ayat-ayatdalam banyak cara. Di sini tak ada dasar keragu￾raguan, tak terdapat istilah kabut hitam maupun kebimbangan, dan kata

'varian'tampak gagal dalammemberi arti yang masuk akal. Kata multipleiath

dapat memberi penjelasan akurat, oleh karena i.tu, di sini saya hendak meng￾giringmereka pada pemakaian "multiple readr'ng'(banyak bacaan). Salah satu

alasan yang melatarbelakangi fenomena ini adalah adanya perbedaan dialek

dalam bahasa Arab yang perlu diberi tempat selekas mungkin, seperti telah kita

bicarakan di atas. Alasan kedua dapat jadi merupakan sebuah upaya mem￾perjelas masalah dengan cara yang lebih baik, beberapa makna yang tersirat

dalam ayat tertentu dengan menggunakan dua kata, yang semuanya muncul

resmi dari perintah A[eh SH. Contoh yang sangat jelas dalam hal ini adalah

Surah al-Fdtihafi, di mana ayat ke empat dibaca malik (Pemilik) atau malrk

(Raja) di hari pembalasan. Kedua-dua kata tadi diajarkan oleh Nabi

Muhammad W a^ oleh karena itu menjadikannya bacaan yang banyak

(multiple), bukan beragam (variant).

Tidak heran jika para orientalis menolak keterangan yang diberikan oleh

pihak Muslim dan ingin coba-coba merekayasa teori sendiri. Sebagai ke￾panjangan upaya membuat Al-Qur'6n edisi kritikal, tujuannya ingin menyoroti

variasi bacaan. Pada tahun 1926 Arthur Jeffery menyepakati bekerja sama

dengan Prof. Bergstrdsser dalam menyiapkan sebuah arsip materi (potongan

ayat-ayat Al-Qur'6n) agar di suatu masa memungkinkan menulis sejarah

perkembangan teks Al-Qur'[1.tr Dalam pencariannya dia meneliti kurang

lebih 170 jilid-beberapa sumbermasih dapat dipercaya, namun banyak bernilai

kelas murahan. Koleksinya tentang varian sampai 300 halaman dalam bentuk

cetak, mencakup Mushaf pribadi yang dihasilkan oleh sekitar tiga puluh orang

ilmuwan. Dalam bab ini saya akan membatasi diri melakukan kajian kritis pada

satu aspek jerih payah yang dilakukan Jeffery, hasil karyanya tentang variants.

Sedang aspek lain kita akan jabarkan kemudian.

3. Penyebab Ubma Mtmculnya Bany* Multiple) Bacaaa

Uuiug baagam) : Pandangan Odatalis

Menurut Jeffery kekurangan tanda titik dalam Mushaf 'Uthmdni berarti

merupakan peluang bebas bagi pembaca memberi tanda sendiri sesuai dengan

konteks makna ayatyangia pahami.ra Jika ia menemukan kata tanpa tanda titik

boleh saja dibaca:,.j;,,;i,l,.j,i atau r-l+ sesuai dengan pilihan karaktemya.

Menggunakan tanda titik dan tanda lainnya amat diperlukan guna menye￾suaikan pemahaman sendiri terhadap ayat itu. Sebelum zunan Jeffery,

Goldziher dan lainnya berusaha meyakinkan bahwa menggunakan skrip yang

tidak ada tanda titik telah mengakibatkan munculnya perbedaan. Dalam

memperkuat anggapannya, Goldziher menyuguhkan beberapa contoh potensial

yang ia bagi ke dalam dua kelompok.15

l. Perbedaan karena tidak ada kerangka tanda titik. Tiga contoh mungkin

cukup:

2. Perbedaan karena tidak adanya tanda diakritikaBagi yang tidak begitu mengenal sejarah seni baca Al-Qur'dn (qird'at\,

contoh seperti itu mungkin dianggap sah. Tetapi walau bagaimanapun semua

teori harus berhadapan pada ujian terlebih dulu sebelum dipertimbangkan

sebagai teori yang sah, dan kajian Islam sayangnya berkembang dengan satu

carayangsiap pakai tanpa memerlukan ujian segala. Jadi marilah kita evaluasi

pernyataan-pernyataan mereka.

Tampaknya Jeffery dan Golziher benar melupakan tradisi pengajaran

secara lisan, satu mandat atau perintah yang hanya melalui seorang instruktur

kelas kakap, ilmu Islam dapat diperoleh. Banyak sekali ungkapan Al-Qur'dn

yang dapat secara kontekstual memasukkan lebih dari satu titik dan tanda

diakrikital, tetapi dalam banyak hal, seorang ilmuwan hanya membaca dengan

satu cara. Ketika perbedaan muncul (dan ini sangat jarang terjadi) kedua

kerangka bacaan tetap mengacu pada Muglraf 'Uthmdni, dan tiap kelompok

dapat menjustifikasi bacaannyaatas dasar otoritas mata rantai atau silsilah yang

berakhir pada Nabi Mu[rammad saw.re Atas dasar ini kita dapat menyingkirkan

tiap pembaca yarrg memberi pendapat nyleneh ingin memasukkan titik dan

tanda diakritikal menurut selera keinginan dirinya. Walaupun telah banyak

fakta dalam teori mereka, hendaknya mau mempertimbangkan jumlah pem￾baca dan ribuan kerangka (naskah) yang dapat dibaca melalui empat atau lima

cara; Jumlah perbedaan tidak mencapai angka ratusan ribu atau mungkin

jutaan. Ibn Mujdhid (w.324 H.) menghitung, seluruh Muglraf semuanya hanya

ada kira-kira satu ribu multiple bacaan saja.2o Membandingkan teori dengan

kenyataan ini hanya untuk menunjukkan kesalahan hipotesis mereka.

Beberapa contoh konkret untuk membantu memperkuat pendapat saya:

(a). Contoh pertama (dalam kolom pertama, kata yang diragukan diberi tanda

dengan warna yang berbeda; kolom tengah adalah rujukan sflrah: ayat):

Saya dapat menggoreskan tinta pena lebih kuat dengan mengangkat

contoh lebih banyak lagi, tetapi contoh di atas sudah dirasa cukup untuk mem￾buktikan pendapat saya. Secara literal ada ribuan contoh di mana kedua-dua

bentuk kata secara kontekstualadalah sah tetapi hanya satu yang dipakai secara

kolektif; jadi sebenarnya banyak lagi contoh yang sama dengan yang mereka

kemukakan dan malahan mengungguli teori Jeffery dan Goldziher.

Sekarang mari kita bertanya: memasirkkan tanda titik kepada teks yang

minus titik, kapan kesalahan tekstual yang mengakibatkan kerusakan dan

menjadi bahaya? Ketika kita tidak memiliki alat ukur dalam membedakan

mana yang benar dan yang salah, ini sebagai penyebab yang membahayakan.

Seandainya kita mempunyai dua manuskrip, masing-masing mengandung

berikut ini: wrr ri a[r .}j "Dia mencium perempuan dan kemudian melarikan

diri" dan w,ry';l].t}s "Dia membunuh perempuan dan kemudian melarikan

diri". Sekarang dalam keadaan ketiadaan konteks yang kitajadikan indikasi,

untuk memutuskan yang benar menjadi sangat tidak mungkin: jelas sekali kita.

menghadapi problem tekstual. Andaikan kemudian kita mempunyai sepuluh

manuskrip dengan mata rantai transmisi yang berbeda, sembilan di antaranya

memuat kalimat: vrr y';lrlr l-,j "Dia mencium perempuan, kemudian melari￾kan diri" sedangkan yang kesepuluh memuat kalimat: ."r" d;lrll.-t=r. "Gajah

perempuan kemudian dia melarikan diri"'selain tidak jelas, kalimat ini juga

bertentangan dengan sembilan manuskrip yang lain, yang semuanya setuju

pada makna yang masuk akal, jadi jelas membuang kata gajah menjadi satu￾satunya jawaban yang dapat dipahami. Sama halnya dengan masalah ma￾nuskrip Al-Qur'dn. Jika kita pilih seratus Muqhaf, yang berasal dari beberapa

tempat dan masing-masing memuat tulisan tangan dan tanggal yang berbeda,

dan jika keseluruhannya sama kecuali satu Muq[raf-lagi-lagi, jika kesalahannya

tidak masuk akal-rnaka semua orang yang berakal akan menyifatkannya

keganjilan yang sebagai salah tulis.Jeffery menuduh kaum Muslimin memalsukan kitab mereka sendiri,

Ketika kita membuka Al-Qur'dn, kita menemukan bahwa manuskrip

zaman klasik tidak ada yang mempunyai tanda huruf hidup (vowels) dan

semuanya ditulis dalam skrip Kfifi yang sangat berbeda dengan skrip

yang dipakai pada naskah zaman kita sekarang. Memodernkan skrip dan

ortografi, dengan memberikan tanda huruf hidup dan tanda titik pada

teks, yang itu telah benar-benar terjadi,'merupakan sesuatu yang di￾sengaja, akan tetapi usaha mereka itu melibatkan pemalsuan teks. Itulah

masalah kita sekarang.

Dia melakukan perkara yang bodoh dengan mengklaim bahwa yang ter￾dahulu dinamakan Mushaf dan ditulis dalam skrip Ktfi, karena sebenarnya teks

itu ditulis dalam skrip Hejdzi berbentuk miring sebagai mana terlihat pada

' gambar 7.1.23 Tambah lagi, dia mengakui skrip Krifi sangat berbeda dari skrip

yang digunakan hari ini, dan bahkan menganggap pembaruan skrip sebagai

bentuk pemalsuan. Andaikan saya menulis artikel seluruhnya dengan tangan

dan mengirimkannya kepada penerbit, haruskah saya anggap bahwa dia ber￾salah karena memalsukan artikel saya ketika saya melihat artikel saya dalam

bentuk huruf Helvetika atau Time New Roman? Apakah bahasa Arab dianggap

bahasa mati, seperti halnya huruf Hieroglyphic, dan apakah Al-Qur'6n sudah

hilang beratus-ratus tahun, seperti Taurat, lalu pemalsuan teks terjadi jauh ke

belakang setelah itu; karena kita coba berusaha meraba-raba membaca artikel 

yang sudah lama hilang dalam bentuk skrip yang tidak dapat dibaca, me￾maksakan sangkaan kita pada keseluruhan teks. Kenyataannya, walaupun skrip

Kfifi masih dapat dibaca hari ini, dan tradisi pengalihan (transmisi) Al-eur'dn

secara lisan telah menjiwai kaum Muslimin, menjadikan persoalan yang ada

semakin terang, maka Jeffery tidak mempunyai masalah tagi yang perlu

dipertahankan mati-matian. Payebab Kedua yang Mengakibatkan Baayak (Multiple) Bacaan

(vriu, Bengam)

Dalam pengumpulan materi untuk keperluan penelitian ini, Jeffery meng￾gunakan metodologi orientalis dan menolak cara kritis kaum Muslimin dalam

menganalisi s isndd.zs Dia menjelaskan kriterianya:

Dan orang-orang yang dianalisis, metode mereka adalah untuk mengum￾pulkan semua pendapat, spekulasi, asas praduga, dan kecenderungbn

untuk menyimpulkan melalui pemilihan dan penemuan yang sesuai

dengan tempat, waktu, dan kondisi pada waktu mengambil pertimbangan

teks tanpa menghiraukan mata rantai riwayat. Untuk membangun teks

Taurat dan tnjil sama caranya dengan pembuatan teks puisi Homer atau

surat Aristotle, yang ahli filsafat.26

Sudah tentu kita tidak dapat mengembalikan masa lampau, tetapi kita

dapat mengingat sebagian yangadamelalui sistem persaksian dan pertimbang￾annya. Menurut metodologi penelitian dan pendirian ilmuwan Muslim, sangat

tidak jujur dalam masalah saksi, jika menempatkan persaksian orang-orang

jujur dan amanah sejajar tingkatannya dengan pembohong. Tetapi metodologi

Jeffery memberikan pengakuan anggapan pembohong sama seperti seorang

yang jujur;27 Selama tujuan mereka terlaksana, dia dan teman penyokongnya

menerima material yang berbeda-beda seperti yang dituduhkan kepada tulisan

Ibn Mas'fld atau siapa saja, terlepas sumber yang ada dapat dipercaya atau

tidak, dan memandang rendah kekayaan bacaan yang begitu terkenal.

Dia beralasan bahwa selain dari tidak ada tanda titik (yang saya telah

menjawabnya), perbedaan juga muncul karena beberapa pembaca meng￾gunakan teks yang bertanggalkan sebelurn Mug[raf 'Uthmdni, yang kebetulan

berbeda dengan kerangka 'Uthmani dan yang tidak dimusnahkan walaupun ada

perintah dari khalifah.2S Tetapi anggapan ini dibesar-besarkan tanpa ada bukti

yang kukuh. Contohnya, koleksi Jeffery tentang varian dari Mushaf Ibn Mas'fiddianggap tidak sah karena sejak awal lagi tidak ada satu pun dalam daftar

bacaannya yang menyebut Mushaf lbn Mas'id. Kebanyakan bukti yang ada

hanya menyatakan bahwa Ibn Mas'fid menyebut ayat ini dengan cara begitu

tanpa ada bukti mata rantai riwayat. Ini tidak lebih dari cerita omong kosong,

sekadar kabar burung dan supaya dia dapat meningkatkan anggapan yang

bernilai murahan sebagai argumentasi melawan bacaan yang terbukti betul

guna membantah metode yang membedakan antara periwayat yang jujur dan

yang gadungan.2e

Tuduhan Jeffery melebar tidak hanya Muq[raf lbn Mas'[d, oleh karena itu

saya di sini akan menjawab dengan ringkas tentang riwayat yang salah yang

menyatakan bahwa Khalifah 'Ali membaca satu ayat yang bertentangan

dengan Musllaf 'Uthm6ni. Bacaan: L".; $,.J otr)t r.r! c7.rJl , t "t 

jt "eSt)) (menam￾bahkan dua kata pada ayat 103:l).30 Pengarang artikel  al-Mabdni3l mengecam

bahwa riwayat ini ada tiga kesalahan:

a. 'Aqim bin Abi an-Najrid, salah seorang mahasiswa cemerlang as-Sulami,

yang kemudian jadi salah seorang mahasiswa 'Ali yang dihormati,

mengaitkan bahwa 'Ali membaca ayut ini sama seperti yang ada di

Muglraf 'Uthmeni.

b. 'Ali menjadi khalifah setelah terbunuhnya 'Uthmen. Apakah dia percaya

bahwa pendahulunya bersalah karena menghilangkan kata-kata tertentu,

tentunya ini merupakan kewajiban 'Ali untuk membetulkan kesalah￾annya. Jika tidak maka akan dituduh mengkhianati kepercayaannya.

c. Usaha 'Uthmen mendapitkan dukungan dari seluruh umat Muslim; 'Ali

sendiri berkata bahwa tidak ada seorang pun yang bersuara menentang,

dan kalau dia merasa tidak suka, tentu ia naik pitam.32

Pandangan ini hanya satu dari beribu pandangan dari sahabat Nabi

Muhammad W yrng bersemangat menyaksikan pecahan Al-Qur'dn tua, se￾bagaimana kuahrya kesaksian mereka waktu menyetujui keutuhan naskah Al￾Qur'6n. Tidak ada tambahan, pengurangan, maupun penyelewengan. Siapa

saja yang menolak pendapat ini'dan mencoba untuk membawa barang baru,

mengklaim ini adalah teks sebelum 'Uthmdni yang disukai oleh sahabat ini atau

itu, adalah fitnah buat para sahabat yang sangat kuat imannya. Ibn Mas'td

sendiri, pengarang al-Mas6hif dan yang melengkapi bermacam-macam qir6'at

yang tidak sama dengan teks 'Uthmdni, menolak untuk mengategorikan nilai

mereka seperti Al-Qur'dn. Dia berkata "Kita tidak mengakui bacaan A1-

Qur'dn kecuali membaca apa yang tertulis dalam Muq[raf 'Uthmeni. Jika ada

seseorang yang membaca sesuatu yang bertentangan dengan Mushaf ini dalam

shaldt, maka saya akan menyuruh agar mengulang qhaldt kembali."33

Tahap pembentukan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru terjadi dalam

waktu yang penuh perubahan, keadaan politik waktu itu menjadikan dua teks

benar-benar acak-acakan. Upaya meniru secara tepat tentang perilaku ke￾jahatan ini ke dalam teks Al-Qur'dn, ilmuwan Barat melihat semua bukti umat

Islam dengan penuh prasangka selagi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

penuh dengan keraguan di dalamnya.3a Sedang rasa was-was terhadap ke￾benaran pada variasi materi yang menghantui pikiran Jeffery, namun'demikian

dia tidak pernah mencantumkan dalam artikel nya.

Beberapa varian kelihatannya tidak mungkin terjadi secara bahasa...

Beberapa kalangan berusaha memberikan kesan bahwa perbedaan ini

merupakan kelanjutan hasil ciptaan para ahli ilmu bahasa (philologers)...

Hanya saja, sebagian besar menganggap suatu kelanjutan kehidupan

hakiki sejak sebelum zulrran teks 'Uthmini, kendati hanya setelah mele￾wati pencarian kajian kritis keilmuan modern ... apakah kita mesti bebas

menggunakannya dalam rekonstruksi yang dituju tentang sejarah teks Al￾Qur'6n.35

Jasa ini dan pencarian kritis terhadap keilmuan modern yang dilakukan

Jeffery, sayangnya, tidak lebih dari slogan gaya baru yang tak berarti.

5. Mengubah Sehtah trbb Karaa KwmaannSa dalam Waktu Membaca

Goldziher, Blach6re dan yang lainnya menganggap bahwa di zaman

masyarakat Muslim terdahulu, mengubah sebuah kata dalam ayat Al-Qur'dn

untuk mencari kesamaan adalah sangat dibolehkan.36 Alasan yang mel'andasi

anggapan mereka ada dua faktor:

A!-fabari melaporkan melalui 'umar bahwa Nabi Bt berkata, "Oh

'IJmar, semua Al-Qur'6n adalah betul (contohnya Al-Qur'dn akan tetap

sah walau secara tak sengaja anda terlewat dari ayat ke ayat yang lain),

kecuali anda tak sengaja tergelincir dari satu ayat yang mendukung

rahmat Alldh pada seseorang mengabarkan tentang murka-Nya, atau

sebaliknya". 37

Hadith ini membuktikan dirinya sebagai dasar yang kuat mem￾bolehkan khayalan aktif imaginasi bagi mereka yang tetap memaksakan

pendapat bahwa persamaan kata dapat dipakai sebebas mungkin selama

ruh kata-kata itu tetap dipertahankan. Adakah masalah seperti ini pernah

terjadi? Kita tahu dari hukum perjanjian kita bahwa tidak ada seorang

pengarang yang akan memberi persetujuan mengganti kalimatnya dengan

kzta-kata persamaan (synonyms), walaupun kata-kata itu dipilih secara

teliti. Dalam masalah Al-Qur'dn, yang bukan buatan penduduk bumi ini,

Nabi Muhammad saw. sendiri tidak memiliki wewenang mengubah ayat￾ayatnya. Jadi bagaimana mungkin ia akan membolehkan orang lain

melakukannya?38 Jika seseorang salah mengutip pekerja kantor secara

tak sengaja, mungkin pengaruhnya sangat kecil, tetapi salah kutip

seorang hakim akan dapat menghasut sikap bertolak belakang yang lebih

besar; lantas bagaimana jika seseorang dengan sengaja salah dalam

mengutip Kitab Aleh?

Seseorang yang sudah biasa membaca dari hapalan tahu persis bagai￾mana otak akan mudah tergelincir, lompat ke srirafi lain dan setengahnya

lagi ditinggalkan sedangkan ia sendiri tidak begitu sadar. Karena merasa

takut akan membuat kesalahan seperti ini, orang-orang memilih untuk

tidak membaca seluruhnya hanya dari hafalan saja. Walaupun Nabi

lv[trhammad BE selalu menganjurkan sahabatnya untuk menghafal dan

membaca sebanyak mungkin, pernyataannya sangat menolong atau me￾ringankan rasa kecemasan yang dirasakan oleh masyarakat dalam hal ini.

Alasan kedua yang melandasi anggapan para orientalis ini adalah, di

dalam banyak hal, qird'at lbn Mas'rid dan yang lainnya dibumbui ulasan

tafsir (' Lr.*;; ;"ti ). Al-Bukhdri mendokumentasikan seperti berikut ini :

Nafi meriwayatkan, "Apabila Ibn 'Umar membaca Al-Qur'dn dia tak

akan ngomong dengan siapa pun sampai dia selesai membacanya. Suatu

ketika saya memegang Al-Qur'6n saat ia membaca Sfirah al-Baqarah

melalui hafalannya; tiba-tiba dia berhenti pada ayat tertentu dan bertanya,

"Tahukah anda, dalam keadaan apa ayat ini telah diturunkan?" Saya

menjawab, "Tidak". Dia berkata, "Ayat ini diturunkan dalam keadaan ini

dan itu." Lalu ia meneruskan bacaannya.3e

Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa beberapa ilmuwan mengajukan

catatan penjelasan pada pendengarnya sewaktu ia membacakan Al-Qur'dn.ao

Ini tidak dapat kita dianggap sebagai variant reading (bacaan yang berbeda￾beda) yang sah dan tidak pula dapat menganggapnya sebagai bagian dari Al￾Qur'6n. Beberapa kalangan Orientalis menyatakan bahwa ilmuwan ini ber￾maksud mengembangkan teks Al-Qur'6n; anggapan seperti ini adalah sebagai

hinaan terhadap tuhan, menyindir secara tak langsung bahwa sahabat merasa

lebih pandai dari Allah yang Mahatahu dan Mahabijaksana.

6. Kwimpulaa

Setelah meneliti hipotesis Jeffery dan Goldziher, dan menganggap bukti

yang tepat, tampaknya tak ada cara lain kecuali meletakkan teori mereka ke

pinggiran. Perbedaan yang mereka prediksi sekarang telah diketahui, dalam

contoh yang banyak (idak terkira) di mana sebuah kerangka huruf dapat me￾nerima lebih dari satu set tanda titik dan diakritikal sesuai dengan konteksnya;

masalah yang jarang te{adi di mana perbedaan yang diakui dalam qir6'at tidak

akan membawa pengaruh terhadap makna teks.ar Goldziher sendiri mengakui

ini,a2 sebagaimana pula Margoliouth:

Dalam banyak masalah ketidakjelasan skrip yang mengakibatkan bacaan

ragam bacaan sangat sedikit sekali konsekuensinya.aKeinginan mereka untuk membuktikan adanya kerusakan teks Al-Qur'an

dengan Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB), para orientalis tidak

menghiraukan kondisi politik agama (religio-political condition) negara

Muslirn yang baru lahir, dan bagaimana berbeda dari krisis yang menimpa

masyarakat Yahudi-Kristen pada awal pertumbuhannya. Perbedaannya se￾benarnya sangatjauh sekali dan tidak lebih menarik seperti seorang anakjelas

keturunannya dibandingkan dengan seorang anak yang diabaikan sebelum jadi

yatim piatu, dan yang ironisnya adalah cara menentukan orang tua anak yang

jelas keturunannya, menggunakan prosedur yang telah ditentukan untuk anak

yang diabaikan. Saya telah berusaha menunjukkan kesalahan dalam logika

orientalis tetapi, sebagaimana pengalaman telah mengajarkan saya,4 saya

hanya berharap bahwa semua observasi ini tidak sekaligus diabaikan oleh

kelompok mereka. Di sini saya hanya menunjukkan kesalahan pendekatan

mereka, tetapi saya sangat sadar bahwa debat kusir seperti ini di mana pun

harus ada ujungnya; kalau tidak ilmuwan Muslim akan terus sibuk perang

tulisan yang tidak akan ada habisnya.

Bagi Muslim yang saleh tidak ragu-ragu lagi bahwa All6h berjanji akan￾memelihara Kitib-Nya, tidak akan memilih bahasa atau skrip yang lemah guna

menyampaikan wahyu-Nya yang terakhir. Dalam kapasitas sastra, ekspresi

yang mendalam, gaya puitis, tulisan ejaannya bahasa Arab adalah bahasa yang

cukup maju yang telah diberkati dan pilihan All6h melebihi bahasa-bahasa lain.

Oleh karena itu, ini merupakan keistimewaan bagi masyarakat Muslim untuk

terus membaca dalam bentuknya yang asli, dan memasukkan tanda-tanda ke

dalamnya adalah sebuah usaha agar orang non-Arab juga mampu membaca

yang asli secara mudah.

Sudah lama saya menyinggung tentang metodologi Islam dan peranannya

yang penting dalam memelihara seni baca Al-Qur'6n dan Sunnai Nabi

Muframmad ffiagarbebas dari pemalsuan dari abad ke abad. Penelitian tentang

metodologi ini secara terperinci akan dibahas dalam bab berikutnyaMasalahnya, bagaimana kejahatan perbuatan seperti itu dapat dicegah? Dalam

mencari jawaban, kaum Muslimin telah merancang solusi sejak dahulu,

membuat satu sistem yang tahan uji dan telah beroperasi selama delapan atau

sembilan abad; hanya karena melemahnya Islam di pentas politik, sistem itu

terhenti dan bahkan cenderung terabaikan. Mengkaji ulang sistem ini berarti

memasuki wilayah sentral tentang proses belajar dan mengajar tentang ilmu

Islam.

l. Kehausa Sumber Informasi

Sebelum lslam muncul, tak ada sumber yang mencatat akan adanya artikel 

bahasa Arab di semenanjung Arabia. Sebenarnya Al-Qur'dn merupakan artikel 

pertama berbahasa Arab di marra iqra'(berarti: bacalah!) merupakan pembuka

kata yang diwahyukan. Dengan silabe ungkapan itu menandai bahwa pencarian

ilmu telah menjadi satu kemestian: menghafal sekurang-kurangnya beberapa

surah terlepas apakah ia orang Arab atau bukan guna melaksanakan shaldt

sehari semalam. Sejarah juga mencatat, saat Rasulullah sampai di Madinah,

beliau segera memenuhi keperluan ini mengatur persekolahan3 dan minta

setiap yang berilmu walau masih minim (ballighu 'anni walaw dyah) agar

menyampaikan pada yang lain. Enam puluh penulis wahyu yang bekerja di

bawah pengawasan Nabi Muhammad saw. dijadikan upeti dalam memerangi

kejahilan.a

Di zaman kekuasaan para Khalifah, terutama tiga orang pertama se￾hingga tahun 35 hijrah, Madinah berfungsi sebagai pusat agama, militer,

ekonomi, dan administrasi negara Islam yang pengaruhnya merebak hingga

menembus sejak dari Afghanistan ke Tunisia, Turki selatan hingga Yaman, dan

Muscat hingga ke Mesir. Arsip-arsip yang begitu banyak mengenai segi-segi

pemerintahan dibangun, dikelompokkan, dan disimpan di Bayt al-Qardtis

(rumah arsip)s pada masa pemerintahan 'Uthmdn. Ilmu administrasi, hukum

keagamaan, strategi politik dan kemilitpran, serta semua Ltadlth Nabi di￾sampaikan pada generasi penerus melalui sistem yang sedemikian unik.


Waktu merupakan referensi penting dalam semua kejadian: dahulu, kini,

dan mendatang. Waktu sekarang secara otomatis akan menjadi bagian dari

masa lampau; yang baik saja berlalu, ia akan hilang begitu saja. Kebanyakan

peristiwa masa lampau akan lepas dari genggaman dan bahkan tak mungkin

dapat diraba, dan jika peristiwa itu mendekat pada kita secara tidak langsung

(seperti melalui bahan tertulis), maka akurasi berita akan jadi puncak perhatian

kita. Saat Rasulullah memasuki episode sejarah, pemeliharaan Kitab Al-Qur'an

dan Sunnah menjadi tanggung jawab para sahabat, di mana komunitas Muslim

mampu membuat satu konstruksi keilmuan yang begitu njelimet dalam me￾ngurangi ketidakpastian yang menjadi sifat dari sistem pengalihan ilmu

pengetahuan. Sistem ini didasarkan pada hukum kesaksian.

Pikirkanlah pernyataan sederhana ini: A meneguk air dari cangkir saat ia

berdiri. Walaupun kita tahu keberadaan orang tersebut namun guna mengesah￾kan kebenarannya, hanya dengan mengandalkan penalaran otak dirasa tidak

memungkinkan. Barangkali A tidak minum air sama sekali, atau mungkin

minum dengan menelengkupkan tangan, bahkan mungkin melakukannya

sewaktu ia duduk; semua kemungkinan itu tidak dapat dimasukkan sekadar

melalui kesimpulan. Maka, permasalahan yang ada tergantung pada sikap

kejujuran pembawa berita serta ketelitian seorang yang mengamati. Oleh sebab

itu, C, seorang pendatang baru yang tidak tahu duduk masalahnya, untuk

melacak berita itu ia akan berpijak pada cerita saksi mata B. Guna melaporkan

kejadian itu pada pihak lain, C harus menentukan sumber berita sehingga ke￾jujuran pernyataan di atas akan bergantung pada:

a) Ketelitian B dalam mengamati kejadian, dan kebenarannya dalam mem￾buat laporan.

b) Ketelitian C dalam memahami informasi serta kebenarannya dalam men￾ceritakan pada yang lain.

Membuat spekulasi kehidupan pribadi B dan C pada umumnya tidak me￾narik minat para pakar kritik dan sejarah, namun para ilmuwan Muslim melihat

permasalahan yang ada dari sisi pandangan yang berbeda. Menurut pendapat

mereka, seseorang yang membuat pernyataan mengenai A sebenarnya sedang

membuat kesaksian terhadap apa yang telah dilakukannya. Demikian juga, C

sebenarnya membuat kesaksian terhadap perilaku B, dan seterusnya, di mana

setiap orang membuat kesaksian terhadap pendahulu yang tergabung dalam

jaringan mata rantai riwayat. Dengan memberi pengesahan terhadap laporan

tersebut berarti membuat kajian kritis terhadap semua pihak yang tergabung

dalam rangkaian riwayat.Metode ini merupakan genetika lahirnya sistem isndd.la bermula sejak

zamanRasulullah yang kemudian merebak menjadi ilmu tersendiri pada akhir

abad pertama hijrah. Dasar tatanan ilmu ini berpijak pada kebiasaan para

sahabat dalam transmisi hadlthdi kalangan mereka. Sebagian mereka membuat

kesepakatan menghadiri majelis Rasulullah secara bergiliran, memberi tahu

apa yang telah mereka dengar dan saksikan;7 dalam memberitakan tentunya

mereka harus menyebut, "Rasulullah melakukan ini dan itu" atau "Rasulullah

mengatakan ini dan itu." Dan, tentunya wajarjika orang itu mendapat informasi

dari tangan ke dua, ketika ia menceritakan pada orang ke tiga, ia akan

menjelaskan sumber aslinya mencakup semua cerita yang terjadi.

Pada dasawarsa ke empat kalender Islam, ungkapan-ungkapan yang

belum sempuma dirasa penting karena munculnya fitnah yang melanda pada

saat itu (pemberontakan terhadap Khalifah Uthmdn yang terbunuh pada tahun

35 hijrah). Ungkapan itu sebagai langkah awal sikap kehati-hatian para ilmu￾wan yang mulai sadar dan tetap ingin menyelidiki setiap sumber informasi.s

Ibn Sidn (w. I l0 H.), misalnya, mengatakan, "Para ilmuwan (pada mulanya)

tidak mempersoalkan isndd, tetapi saat fitnah mulai meluas mereka menuntut,

'Sebutkan nzuna orang-orang kalian [para pembawa riwayat hadith] pada

kami.' Bagi yang termasuk ahlus sunnah, $adithmereka diterima, sedang yang

tergolong tukang mengada-ada, hadith mereka dicampakkan ke pinggiran."e

Menjelang abad pertama, kebiasaan ini mulai mekar yang akhirnya men￾jadi cabang ilmu tersendiri. Kemestian mempelajari Al-Qur'dn dan Sunnah

memberi arti bahwa sejak beberapa abad perkataan 'ilm (ilmu), hanya diterap￾kan pada kajian di bidang keagamaan,ro dan dalam masa yang penuh ghirah

mempelajari ilmu hadith telah melahirkan tradisi al-rihlah (piknik pencarian

ilmu). Karena dianggap sebagai salah satu syarat utama di bidang keilmuan,

kita dapat menyimak makna penting dari ucapan Ibnu Ma'in (w.233 H) yang

menyebut bahwa siapa saja yang mengurung diri belajar iknu di negeri sendiri

dan enggan berpikir ke luar, ia tidak akan mencapai kematangan ilmuBukti adanya pengalihan 'ilm melalui cara seperti ini datang dari ribuan

hadith yang memiliki ungkapan-ungkapan yang sama tetapi bersumber dari

belahan dunia Islam yang berlainan, yang masing-masing melacak kembali

asal-usulnya yang bermuara pada sumber yang sama, yaitu Rasulullah,

Sahabat, dan T6bi'in. Kesamaan isi kandungan yang menyebar melintasi jarak

jauh, di suatu zaman yang minus alat komunikasi canggih, memberi kesaksian

kebenaran akan kiat sistem isn6d.l2

i. Fenomena IsnEd dan Pemekaraonya

Pemekaran sistem isnddpadapermulaan abad Islam begitu menggiurkan.

Anggaplah bahwa pada generasi pertama seorang sahabat saja yang secara

pribadi mendengar pernyataan Rasulullah. Pada generasi kedua kemungkinan

terdapat dua atau tiga dan bahkan mungkin sepuluh orang, murid-murid

pertama dalam mengalihkan kejadian, sehingga apabila sampai pada generasi

ke lima (yaitu periode para penyusunan kitab-kitab l.radith klasik) kita mungkin

dapat menyingkap tiga puluh atau empat puluh orang meriwayatkan berita

yang sama melalui saluran yang berlainan melintasi ke seluruh dunia Islam,

dengan sedikit di antara mereka yang meriwayatkan berita itu melalui lebih dari

satu sumber. Bentuk penyebaran seperti itu tidak selalu tetap pada semua

hadith: di mana dalam masalah seperti ini mungkin hanya ada satu orang yang

memiliki wewenang meriwayatkan pada tiap generasi, walaupun hal itu sangat

jarang.r3 Di sini kita dapat lihat satu contoh hadith mengenai shalat:ra

Ab[ Hurayrah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: "Imam harus￾lah diikuti. Bacalah takbir apabila ia mengucap takbir, rukulah apabila ia

ruku. Dan apabila ia mengucapkan sami'alldhu liman hamidah (Allah

mendengar orang yang memujiNya), bacalah rabband wa laka al-Samd

(Ya Allah ya Tuhan kami, segala pujian hanyalah untuk-Mu). Lalu apa￾bila ia sujud, hendaklah anda bersujud. Dan apabila ia bangkit berdiri,

' hendaklah kamu juga bangkit, tapi jangan sekali-kali mendahului

sebelum ia berdiri sempuma. Jika ia shalat duduk, hendaklah kamu juga

duduk semuanya

Hadith ini, tercatat sekurangnya l24kali dan diriwayatkan oleh 26 pakar

generasi ketiga yang semuanya melacak keaslian hadith itu sampai kepada para

Sahabat Nabi Muhammad ffi. Oalam bentuk hadith serupa, atau yang memiliki

makna yang sama, l.radith ini ditemukan di sepuluh tempat secara serentak:

Madinah, Mekah, Mesir, Basrah, Hims, Yaman, Kufah, Suriah, Wasit (Irak)

dan Thaif. Tiga dari 26 ulama mendapat riwayat itu lebih dari satu sumber.

Dokumentasi yang masih ada menunjukkan bahwa hadith ini diriwayatkan oleh

sekurangnya sepuluh orang Sahabat; perincian jaringan transmisi, tujuh dari

sepuluh ulama yangada, yang pernah tinggal di Madinah, Suriah dan Irak, ada

pada kita. Harap dilihat gambar 12.1.

Dengan kita batasi pada seorang Sahabat, Abi Hurairah, kita temukan

sekurang-kurangnya tujuh orang muridnya yang meriwayatkan lradith tersebut;

empat di antaranya menetap di Madinah, dua di Mesir, dan satu di Yaman. Pada

gilirannya mereka juga menyampaikan kepada sekurang-kurangnya dua puluh

orang lain: lima dari Madinah, dua dari Mekah, masing-masing seorang dari

Suriah, Kufah, Thaif, Mesir, dan Yaman. Contoh serupa dari sahabat lain yang

juga menunjukkan bahwa lradith tersebut keberadaannya ditemukan di belahan

tempat lain (Basrah, Hims, dan Wasit) walau dapat bertemu kembali di

Madinah, Mekah, Kufah, Mesir, dan Suriah. Gambar berikut ini menggambar￾kan banyaknyajaringan riwayat tersebut sudah tentu hanya satu dari puluhan

ribu fuadith yang ada.

4. Pembukian Kefuann Isndd daa lladith

Menurut pakar kritik hadith, penerimaan terakhir suatu riwayat hanya

berpijak sernata-mata pada keasliannya; bahkan ketelitian dan keaslian,

menurut para muhadditsin (pakar [radith), dirasa belum cukup karena itu,

mereka menghendaki tiga syarat tambahan:

l) Semua perawi dalam jaringan riwayat mesti dikenal thiqah (tepercaya).r5

2) Jaringan riwayat yang utuh (tidak pernah putus).

3) Dorongan positif pernyataan dari semua bukti yang ada adalah suatu

kemestian.

r. Menetapkan Sifat Amanah

Menentukan kejujuran seorang perawi tergantung pada dua kriteria: (a)

akhlak dan (b) kemantapan ilmu.


Akhlak

Di bawah ini dapat ditihat bagaimana Al-Qur'6n menerangkan jati diri

seorang saksi:

u...dan persaksikanlah dengan dua

kamu.'16

orang saksi yang adil di antara

'...dari dua orang saksi yang kamu ridhai.'l7

'Umar menggunakan ungkapan fa anta 'indand al-'adl al-riQdketikame￾manggil .Abdur Rahman bin 'Auf ("bagi kami Anda adil dan dapat diterima").

Perkataan 'adl(bersikap benar), yang menggambarkan satu sifat trslam yang

baik, telah diberi definisi oleh as-Suy0li lebih jelas lagi:

"[Hal itu ditujukan pada] seorang Muslim yang telah dewasa, waras akal,

bersih dari sifat tercela, dan memagari diri dengan ukuran norma mnsyara￾katnya." Ibnu Mubdrak ( I I 8- I 8 I H) juga mendefinisikan akhlak pribadi sese￾orang dengan menyatakan bahwa seorang perawi yang dapat diterima agar:

- Selalu shalat berjamaah.

- Menjauhi nabidh, sejenis minuman yang dapat memabukkan setelah

disimpan beberapa lama.

- Tidak pernah ngibul (dusta) walaupun sekali sejak usia dewasa

- Bebas dari cacat mental.le

Seorang mungkin dapat merckef setinggi langit menaiki jenjang ke￾ilmuan, tetapi jika moral pribadinya meragukan, maka [adith apa pun yang

meluncur dari mulut, meski benar adanya, tak bakal diterima.2o Adalah ke￾sepakatan para mul.taddithrin bahwa semua ilmuwan di bidang [radith, kecuali

para Sahabat yang sifat-sifat mereka telah dijamin oleh Allah dan Rasul-Nya,

memerlukan bukti akhlak mulia jika ucapan ingin dianggap sah. Di sini saya

berikan sebuah contoh:

Naskah ini, Nusklaf Abfi az-Zubair bin 'Adi al-Kfrfi, telah dikenal palsu

meskipun semua teks hadith benar adanya. Kebanyakan materi dalam naskah

yang ditulis dengan kecurangan, memuat hadith-hadith sahih yang diri￾wayatkan oleh Anas bin Mdlik, seorang Sahabat yang terkenal itu. Hanya saja

jaringan perawinya mengalami sifat cacat: Bishr bin Husain, seorang perawi,

mengaku dapat hadith ini dari az-Ztbairbin 'Adi salah seorang murid Anas bin

Melik. Reputasi Bishr bin Husain memang naas sehingga para muhaddithrin

menyebutnya sebagai 'pembohong' dan mereka telah buktikan bahwa jaringan

riwayat seperti itu tidak pernah terjadi yang semata-mata merupakan rekayasa

Bishr. Dari halaman yang tampak memiliki sepuluh muatan lradith, al-Bukhari

atau Muslim telah menjelaskan enam teks utama hadith itu sebagai sahih, dan

tiga lainnya oleh Ahmad bin Hanbal. Tetapi isnddyangdipalsukan itu-walau

dikait-kaitkan dengan kesahihan sabda Rasulullah-menyebabkan penurunan

nilai artikel  iat haram untuk dijadikan referensi.2r

Melacak seorang perawi bermuka ganda melalui kajian data sejarah,

pemeriksaan cermat terhadap artikel -artikel , segala jenis kertas, dan tinta yang

dipakai bolehjadi menjadikan kita kedodoran; dan dalam banyak hal seorang

terpaksa mengandalkan pada laporan orang-orang yang hidup satu zaman

dengan perawi agar memungkinkan dapat membedah kadar moralitas dan sifat￾sifat mereka. Adanya sikap permusuhan atau kebaikan dapat jadi berpengaruh

dalam merekomendasi teman terdekat, dari itu, kesungguhan akademis telah

melahirkan pedoman meminta agar setiap peneliti selalu mendahulukan sikap

cermat.22

@) Kemantapan Ilmu (Ujian Akurasi Tulisan)

Apa pun banyaknya kesalahan yang mungkin menimpa perawi hadith

tidak boleh dinisbatkan pada sikap kebencian, namun hendaknya kealpaan

yang ada perlu pengelompokan untuk diberi penilaian. Menguji ketelitian

memerlukan pemeriksaan silang secara menyeluruh, guna memahami bidang

yang lengkap dan untuk itu, kita akan fokuskan perhatian kita pada ilmuwan

selebritas lbnu Ma'in (w.233 H) dalam satu masalah yang mungkin terjadi

pada abad kedua hijrah. Beliau pergi menemui 'Affrn, seorang murid ilmuwan

kenamaan, Hammdd bin Saldmah (w. 169 H), untuk mengulangi bacaan badith￾l.radith Hammdd kepadanya. Karena terkejut melihat seorang ilmuwan se￾kaliber Ibnu Ma'in mau menemuinya, 'Affrn bertanya apakah pemah ia

membaca artikel  itu di depan murid-murid Hammdd yang lain; lalu ia menjawab,

"Saya telah membaca di depan tujuh belas muridnya sebelum datang menemui

anda." 'Affan kemudian berseru, "Demi Allah, saya tak akan membacakan

kepada anda." Tanpa rasa terkejut Ibnu Ma'in lalu menjawab bahwa dengan

membayar beberapa dirham ia dapat melancong ke Basrah membacakan

kepada murid-murid Hammdd yang lain. Guna membuktikan ucapannya, Ibn

Ma'in bergegas menuju jalan-jalan di kota Basrah yang sibuk menemui Mtis6

bin Ismd'il (murid Hammad yang lain). M[sd bertanya kepadanya, "Apakah

anda belum pernah membacakan artikel  itu pada yang lain?"z3 Ia menjawab,

"Saya telah membaca keseluruhannya di depan tujuh belas orang murid

Hammdd, dan Anda adalah yang ke delapan belas." Mtsd tak habis pikir fer-

bengong-bengong keheranan apa perlunya melakukan bacaan pada orang

sebanyak itu dan ia menjawab, "Harpmid bin Salamah telah melakukan ke￾salahan dan murid-muridnya membuat lebih banyak lagi. Saya sekadar ingin

membedakan kesalahan Hammdd dan murid-muridnya. Apabila saya temukan

semua murid HammSd serentak membuat kesalahan, maka Hammddlah yang

saya anggap sebagai sumber bencana. Namun, jika saya temukan kebanyakan

mwidnya mengatakan sesuatu, dan satu orang murid lagi berlainan, maka murid

mereka yang mesti memikul beban tanggung jawab kesalahan. Dengan cara ini,

saya dapat membedakan kesalahan seorang guru dan murid-muridnya."2a

Dengan mengikuti metode ini Ibn Ma'in dapat mengenal warna-warni

murid dalam menyingkap kemampuan masing-masing. Demikianlah pijakan

penting dalam menilai para perawi hadith sehingga meletakkan mereka ke

dalam beberapa kelompok. Ibn Ma'in bukaulah penemu dan bukan pula orang

pertama melakukan metode ini, sejauh yang saya ketahui, ia ilmuwan pertama

yang mampu mengekspresikan secara jelas. Sebenarnya skema seperti ini

sudah dilakukan sejak zaman Khalifah Abu Bakr meski ketika itu terdapat

perbedaan kuantitas dokumen yang dilacaksecara jeli, namun dari segi kualitas

usaha itu memang sudah ada.2s

(c) Klasifikasi Para Perawi

Gabungan sifat 'adl dan keilmuan yang benar pada pribadi seseorang

membuahkan gelar umum sebagai "orang tepercaya" (thiqqah).Di antara pakar

fuadith ada yang membuat penilaian lebih spesifik dengan me.nggunakan sifat￾sifat it