Tampilkan postingan dengan label Fikh ibadah 18. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fikh ibadah 18. Tampilkan semua postingan

Minggu, 14 Desember 2025

Fikh ibadah 18

 


sa berpuasa dan

bertepatan pada hari Jum'at, atau bertepatan dengan puasa na&amya,

atau lainnya, maka menurut semua ulama hukumnya tidak makruh.

5. Puasa dohr (sepanjang tahun). Haram hukumnya puasa sunnah selama

setahun penuh yang mencakup hari-hari raya dan hari-hari Thsyriq.

Tetapijika ia berbuka saat hari raya dan saat hari-hari Tasyriq, maka

puasanya tidak haram. Sebaiknya berpuasa ala Nabi Daud; Yaitu

berpuasa sehari, dan berbuka pada hari berikuhrya, kemudian berpuasa

lagi pada hariberikutnya, dan tidakberpuasa lagi pada hariberikutnya,

dan seterusnya. Dengan demikian hadits-hadits yang terkesan saling

berteniangan itu bisa dipadukan.

6. Puasa wishal (bersambung). Puasa bersambung ialah, puasa selama dua

hari ke atas tanpa diselingi dengan berbuka sama sekali. Nabi Sho//o//ohu

Alaihi wa Sallam telah melarang kita berpuasa seperti itu. Menurut

ulama-ulama darimadzhab Hanafi, Imam Malik, dan sebagian besar

ulama lainnya, mengatakan bahwa konsekuensi larangan ini 

giAl/a.q6alalv

Puasa

yaitu   makruh. Sementara menurut Ibnu Hazm dan ulama-ulama dari

madzhab Zhahiri mengatakan bahwa, konsekuensi larangan ini 

yaitu   haram. hnu Al-fuabi Al- Maliki cenderung pada pendapat kedua

ini. Imam Ahmad, Ishak, dan Ibnu Al-Mun&ir, memperbolehkan puasa

sambung hanya sebatas sampaiwaktu sahur saja. Lewat itu hukumnya

haram. Tetapi menurut pendapat yang diunggulkan menyatakan bahwa,

puasa sambung itu hukumnya makruh, sebab  sebagian sahabat

terkadang ada yang melakukannya. 1)

7. Puasa pada paroh kedua bulan Sya'ban. Ada riwayat hadits yang

melarang puasa pada paroh kedua dari bulan Sya'ban, Tetapi juga ada

hadits lain yang menjelaskan bahwa Nabi Sha//ollo hu Alaihi wa Sallam

justru memerintahkan puasa pada hari itu. Oleh sebab  itulah Imam fuy-

Syafi'i menganggap makruh puasapada paroh keduabulan Sya'ban.

Kecuali jika itu yaitu   puasa yang biasa dilakukan, seperti puasa senin

kamis, puasa nadzar, mengqadha' puasa Ramadhan, atau puasa

membayar kafarat. Sedangkan ulama-ulama ahlifikih yang lain

memperbolehkan puasa pada paroh kedua bulan Sya'ban, meskipun itu

puasasunnat.

8. Puasa wanita tanpa seizin suaminya yang tidak sedang bepergian dan

dalam keadaan sehat. Seorang wanita yang sedang dibutuhkan oleh

suaminya yang berada di sampingnya, haram melakukan puasa sunnat,

atau shalat sunnat, atau haji sunnat, atau umrah sunnat, tanpa seizin

sang suami. Ia juga tidak dibenarkan melaksanakan ibadah-ibadah

ini  sebab  nadzar tanpa seizin sang suami. Jika ia nekad

melakukannya, kemudian sang suami ingin mengajaknya melakukan

hubungan intim, maka ia berhak membatalkannya, dan ia tidak

menaggungdosa.

Apabila ia sudah meminta izin kepada suaminya untuk melakukan

ibadah-ibadah ini  secara sunnat, dan sang suami tidak

mengizinkannya namun ia tetap nekad melakukannya, maka sang suami

berhak membatalkannya jika ia membutuhkannya untuk diajak

melakukan hubungan seksual, seperti yang telah dikemukakan

sebelumnyatadi.

-Khalish: VllV3I2.

gi/ti/aglada/u

Berikut Dalilialilnya dalam lslam

Ad-DinAl

M*

ss;/\.4*{x630pW

Hikmahnya ialah, sebab  sang suami kapan saja berhak untuk

menikmatinya. Oleh sebab  itu, ia dilarang menghindarinya dengan

alasan melakukan ibadah sunnat. Hal itu sama halnya dengan

mengabaikan kewajiban yang menjadi hak sang suami. Dan ini

merupakan hak setiap saat yang tidak boleh ditangguhkannya dengan

alasan melakukan ibadah-ibadah sunnat atau ibadah wajib, namun

memiliki waktu cukup longgar, seperti shalat zhuhur pada awal waktu.

Jika sang suami sedang bepergian atau sedang sakit, ia boleh

melakukan ibadah-ibadahsunnat ini . Namun jika sang suami

datang dari bepergian atau sembuh dari sakit lalu ingin mengajaknya

melakukan hubungan seksual, maka sang suami boleh membatalkan

ibadah sunnat yang sedang dilakukan olehnya. sebab  betapa pun hak

suami itu lebih penting dan harus lebih diutamakan.

9. Puasanya tamu tanpa seizin tuan rumah. Menurut sebagian ulama,

malrruh hukr.rmnya seorang tamu berpuasa tanpa seizin tuan rumah. Ada

hadits dhaif yang menerangkan tentang halini. Tetapisebaiknya hal itu

dikembalikan saja pada keadaan tuan rumah, apakah ia suka atau

tidak suka. sebab  menghilangkan perasaan tidak suka ifu merupakan

kewajiban setiap orang muslim. Dalam pandangan agama, tidak patut

Anda bertamu kepada saudara Anda namun membebaninya sebab  ia

harus repot menghormati Anda yang sedang berpuasa. Setidaknya ia

sekeluarga harus menyediakan makan sahur dan makan buka buat

Anda.

10. Puasa pada hari Sabfu atau pada hariAhad saja. Menurut para ulama

dari ma&hab Hanafi, Imam fuy-Syafi' i, dan Imam Ahmad, makruh

hukumnya berpuasa pada hariSabtu saja, sebab  ada larangan

tentang hal itu, sebab  dianggap menyerupai orang-orang Yahudi.

Menurut para ulama dari ma&hab Hanbali, demikian juga dengan

hariAhad, sebab  dianggap menyerupai orang-orang Nashrani yang

biasa berpuasa pada hari itu sebab  dianggap sebagai hari yang suci. 1)

Puasa Sunnat

Puasa sunnat itu banyak jenisnya. Sebelumnya telah diterangkan

tentang pahala puasa sunnat. Dan sekarang saya ingin mengulas jenis-jenis

gi*ilu,qiada/v

i:.a

L Ad-DinAI-Kholish;VIII/309.

puasa sunnat, pahala masing-masing, dan pendapat para ulama ahli fikih

secara singkat.

1. Puasa enam haribulan Syawwal. Menurut para ulama dari madzhab

Hanafi, Imam Asy-Syafi'i, Imam Ahmad, dan sebagian ulama dari

madzhab Maliki, puasa inidianjurkan. Sementara menurut Imam Malik,

puasa ini hukumnya makruh sebab  dikhawatirkan bisa dianggap wajib.

Puasa ini boleh dilakukan secara langsung sesudah puasa Ramadhan

dan boleh pada hari-hari berikutnya di bulan Syawwal, baik dengan

berturut-turut atau tidak. Namun sebaiknya dilakukan langsung sesudah

puasa Ramadhan dengan jedah satu harisaja, yaitu hari raya Fitri dan

secara berturut-turut, kendatipun menurut Imam Ahmad sama-sama

baiknya dilakukan secara berturut-turut atau terpisah-pisah. Dasarnya

ialah hadits,

..p:$ia6*;r?

" Barangsiapa yang setelah berpuasa Ramadhan kemudian

menyusuliny a dengan berpunsa enam lui padn bulnn Sy azu aal, maka

seolah-olah ia berpunsa selama setahun " (HR. Ahmad, Muslim, dan

At-Tirmidzi. Katanya, hadits ini hasan dan shahih. Di dalam

sanadnya terdapat nama Sa'ad bin Sa'id yang kualitas

hapalannya disangsikan oleh sebagian ulama ahli hadis)

2. Berpuasa pada bulan-bulan haram. Bulan-bulan haram ialah bulan

Dzulqa'dah, bulan Dzulhijjah, bulan Muharram, dan bulan Rajab.

Disebut bulan haram sebab  bulan-bulan tadi memiliki kehormatan dan

kesucian yang tidak ada pada bulan-bulan lainnya. Selain ifu pada zaman

jahiliyah dan juga pada zaman permulaan Islam, peperangan dianggap

sebagai sesuafu yang suci dan terhormat. Dasarnya ialah firman Allah

Ta'ala,khat

{*C;#'FGiri+'-r1, .)..> , L)v \J-

c I t,^1 dl'

c'u'rt?i7 otb:! fQ ,y

)AAi6+1,,

[r r :.{lr] 6 ?i'$i;U er:<li .>r: a)i

" Se sun gguhny a bilangan bulan p ada sisi Allah ialah dua belas bulan,

dalam l<etetapan Alloh di zuaktu Dia menciptaknn langit danbumi,

dinnt ar any a e mp at b ulan har am. " (At-Taubah: 36)

gi*ib.q6ada/u

Berikut Dalildalilnya dalam lslam

Adapun dasar puasa pada bulan-bulan haram ialah hadits yang

menceritakan tentang seorang lelaki dari suku Al-Bahili yang memohon

tambahan pesan tentang puasa kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam. Beliau lalu bersabda kepadanya, " Berpuosalah pada bulan-bulan

haram lalu tinggalkan, berpuasalah pada bulan-bulan haram lalu

tinggalkan, dan berpuasalah pada bulan-bulan haram lalu tinggalkan."

(HR. Ahmad, Al-Baihaqi, dan Abu Daud dengan sanad yang sangat

bagus)

3. Puasa pada hariArafah. HariArafah ialah tanggalsembilan bulan

Dzulhijjah. Puasa pada hari ini sangat ditekankan bagi orang-orang

yang tidak sedang melakukan wuquf di padang Arafah, berdasarkan

hadits, " Puasa puda han Arafah itu dapat menghapus dosa dua tahun,

baik dosa yang telah lalu maupun yang akan datang, dan puasa Asyura'

itu dapat menghapts dosa yang telah lalu selama setahun." ( HR. Ahmad,

An-Nasa'i, Ibnu Majah, dan Al-Baihaqi dari beberapa jalur sanad)

Kata At:Tirmidzi, "Menurut para ulama, puasa hari Arafah itu di

fuafah. Malsudnya;Yang melakukan puasa hariArafah hanyalah para

jamaah haji yang sedang menjalankan wuquf di fuafah. Jadi menurut

mereka, makruh hukumnya puasa pada hari fuafah. "

Ada hadisyang melarang puasa hari Arafah bagi orang yang sedang

menunaikan ibadah haji. Sebagian ulama mengatakan, orang yang

sedang wuquf di Arafah juga dianjurkan puasa pada hari Arafah kalau

memang hal itu tidak membuatnya menjadi lemah.

Rasulullah Shall all ahu AI aihi w a S al l am b ersabda, " B ar an gsi ap a

betpuan, pada han Araf ah, niscaya diampuni dovnya relama enam puluh

hariberturut-turut." (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Kobir, dan oleh Abu

Ya'la dengan sanad yang tokoh-tokohnya yaitu   para perawi hadits

shahih)

Dosa yang dihapus seperti yang diterangkan dalam hadits tadi ialah

dosa-dosa kecil. Adapun dosa-dosa besar hanya bisa dihapus dengan

cara bertaubat. Dan jika orang yang bersangkutan tidak punya dosa

kecil, maka dosa-dosanya yang besar diberi keringanan.

4. Puasa sembilan haripada bulan Dzulhijjah. Bagi orang yang tidak

sedang menunaikan ibadah haji dianjurkan berpuasa selama sembilan

hari pada bulan Dzulhijjah, yaitu muiai permulaan bulan Dzulhijjah.

Dalil-dalil khusus tentang puasa belum dianggap cukup sebagai dasar,

g#,ilu,gnahlu

Puasa

sebab hadits, " H ari -hari y an g paling dis u koi ol eh AIIah y an g digunakan

untuk beribadah kepada-N ya yaitu   sepuluh hari Dzulhiii ah. Puasa setiap

lnn pada hari-hari itu pahalanya sebanding dengan puasa setahun, dan

benbadah setiap malam pada malam han-hari itu pahalanya sebanding

dengan beribadah pada malam Lailatul Qadar." yaitu   hadits dhaif.

Tetapi hadits-hadits yang menganjurkan untuk melakukan amalsaleh

secara mutlak pada sepuluh haribulan Dzulhijjah yaitu   hadits shahih.

Dan puasa itu termasuk di dalamnya. Halitu sama seperti hadits, "Tidak

ada han di mana amal saleh yang dilakukan di dalamny a lebih disukai oleh

Allah daripada hari-hari ini." Maksudnya ialah, sepuluh hari bulan

Dzulhijjah. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, tidak pula

termasukjihad padajalan Allah?" Beliau bersab da, " Tidak pula termasuk

iihad pada jalan Allah, kecuali seseorang yang berangkat dengan

mempertaruhkan jiwa dan hartanya, tetapi kemudian ia pulang dengan

tidak membawa apa-apo. " (HR. Ahmad, Al-Bukhari, dan At-Tirmidzi.

Katanya, hadits ini hasan, gharib, dan shahih)

5. Puasa Muharram. Dianjurkan puasa pada bulan Muharram,

berdasarkan hadits, " Puasa paling utama selain puasa bulan Ramadhan

ialah puasa pada bulan Lfiuharram." (HR. Ahmad, Muslim, imam empat,

Al-Baihaqi, dan Ad-Darami)

6. Puasa Asyura'. Menurut mayoritas ulama, semula Asyura' yaitu  

sebuah sifat untuk malam yang kesepuluh. Kemudian menjadi nama hari

yang kesepuluh bulan Muharram. Asyura' yaitu   hari yang diagungkan

pada zaman Jahiliyah maupun zaman Islam. Orang-orang Yahudi di

Madinah biasa berpuasa pada hari itu. Demikian pula dengan orang-

orang suku Quraisy. Mereka mengagung-agungkan hari ifu dengan cara

mengenakan pakaian pada Ka'bah. Sebelum diutus sebagai rasul, Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallamjuga biasa berpuasa pada hari itu. Dan

setelah diutus sebagai rasul, sebelum maupun sesudah hijrah, beliau

juga biasa berpuasa pada hari itu. Bahkan beliau menyuruh serta

mendorong para sahabat agarberpuasa pada hari itu. OIeh sebab  ihrlah

menurutpara ulama dari madzhab Hanafi, Imam Malik, dan sebagian

ulama dari madzhab fuy-Syafi'i, puasa Asyura' itu semula hukumnya

fardhu kemudian dinasakh dengan puasa fardhu Ramadhan, sehingga

hukumnya menjadi sunnat. Tetapi menurut pendapat yang terkenal di

kalangan para ulama madzhab Asy-Syafi'i dan Imam Ahmad, sejak

disyariatkan hukum puasa fuyura' itu memang sunnat, dan sama sekali

belum pernah diwajibkan atas umat ini.

giki/u,96a/a/u

Berikut Dalildalilnya dalam lslam

IDianjurkan menggabungkan puasa Asyura' dengan puasa pada

tanggal sembilan atau tanggal sebelas Dzulhijjah, supaya tidak sama

dengan puasa yang biasa dilakukan oleh orang-orang Yahudi,

berdasarkan sabda Rasulullah Shollallahu Alaihi wa Sallam, " Seandainya

aku masih hidup di masa yang akan datang, niscaya aku akan berpuasa

pada hari yang kesembilan." (HR. Ahmad, Muslim, dan Al-Baihaqi)

Tetapi kenyataannya beliau wafat sebelum harikesembilan bulan

Dzulhijjah itu tiba. Disebutkan dalam hadits lain," Berpuasalah pada hari

Asyura', dan berbedalah dengan orang-orangYahudi padahari itu.

Berpuasalah juga sehari sebelumnya atau sehari sesudahnyo." (HR.

Ahmad dan Al-Baihaqi dengan sanad yang sangat bagus)

Memberikan kelonggaran kepada kaum muslimin pada hari fuyura'

ihr dianjurkan, sebagaimana yang diterangkan dalam beberapa hadits

dhaif yang satu sama lain saling menguatkan.

7. Puasa Senin-Kamis. Dianjurkan berpuasa pada dua hari ini,

berdasarkan hadits Aisyah, "SesungguhnyaNabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam tekun berpuasa Senin-Kamis." (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan

lainnya. Katanya, hadits ini hasandanshahih)

Bersumber dari Abu Hurairah Rodh iyallahu Anhu sesungguhnya Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallamseringkali berpuasa Senin-Kamis. Ketika hal

ifu ditanyakan, beliau menjawab,

"G's,yt i;,f "rf u.;'1 ;;t

.ttl?i i,'1 i.V@t y y,,tr,

" Sesunggulmya amal-nmnl itu diperlilntkankepada Allah setiap hnri

Senin dan Knmis. Alk h mengampuni setiap orang muslim strru setiap

orang mukmin, kecuali kepadn dua orang yang memutuskan tali

hubungan kekeluar gaan. Allah berfirman,' T an gguhksnlah mereka

berdus." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dengan sanad yang

sangatbagus.)

B. Puasa tiga harisetiap bulan. Dianjurkan berpuasa selama tiga hari setiap

bulan, sebab  halitu dianggap seperti nilai puasa selama setahun,

berdasarkan hadits, " Berpuasa tiga hari setiap bulan itu sama seperti

b erpuasa setahun benkut berbukanya." ( HR. Ahma d, N-Ban ar dan Ath-

gi*ila.qladab

Puasa

,F ,ri.lr:;tri 3r

'ri;p,F.ut#

Thabarani dalam Al-Kabir dengan sanad yang tokoh-tokohnya yaitu  

para perawi hadits shahih)

Puasa tiga hari ini  sebaiknya dilakukan pada tanggal tiga belas,

empat belas, dan lima belas setiap bulan Qamariyah, seperti yang biasa

dilakukan oleh Nabi S hallallahu Alaihi w a S allom. Beliau bersabda, " If u

samasepertipuasasetahun." (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i, dan

Al-Baihaqi)

9. Puasa sehari dan berbuka sehari. Inilah puasa yang paling utama dan

yang paling disukaioleh Allah Ta'ala bagi siapa saja yang sanggup

melakukannya. Dan inilah yang disebut dengan puasa Daud. Dasamya

yaitu   hadits, " Sebaik-baiknya puasa ialah puasa Daud Alaihis Solom.

Daud biasa berpuasa sehan dan berbuka sehan." (HR. Al-Bukhari dan

An-Nasa'i. Lafazhhadits ini oleh An-Nasa' i)

10. Puasa Rajab. Tidak ada riwayat shahih yang secara khusus

menganjurkan unfuk berpuasa pada bulan Rajab. Yang ada hanyalah

riwayat yang mendorong supaya kaum muslimin melakukan amal saleh

pada bulan-bulan haram.

11. Puasa Sya'ban. Dianjukan berpuasa pada hari-hari di bulan Sya'ban

secara penuh, atau setidaknya sebanyak mungkin, berdasarkan hadib

Ummu Salamah yang menyatakan, "Sasungg,r..rhnyo Nabi S hallallahu

Alaihi wa Sallam tidak pemah berpuasa sebulan penuh dan satu tahun,

kecuali pada bulan Sya'ban, beliau sambung dengan puasa

Ramadhan " (HR.Abu Daud dan An-Nasa'i) Aisyah Radhiyallahu

Anho mengatakan, " Tidak ada bulan selama stahun di mana Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Aallam lebih sering berpuasa melebihi bulan

Sya'ban . Beliau biasa berpuasa pada bulan Sya' ban secara penuh ."

(HR. Ahmad, Al-Bukhari, dan Muslim)

Dari hadits tadi bisa dipahamibahwasekalitempo Nabi Sho/lollohu

Alaihi wa Sallam berpuasa pada bulan Sya'ban secara penuh, dan pada

tempo yang lain beliau berpuasa pada sebagian besar hari-harinya.

Rahasianya, sebab  banyak orang yang melalaikan bulan ini .

Padahal di bulan inilah amal-amal dilaporkan kepada Allah,

sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits yang dianggap

shahih oleh hnu Khuzaimah.

12. Puasa pertengahan Sya'ban. Tidak ada hadits yang patut untuk

dijadikan pegangan yang menerangkan tentang puasa pada

&*l/u,96a/a/u

Berikut Dalil-dalilnya dalam lslam

pertengahan bulan Sya'ban. Kebiasaan manusia yang berkumpulpada

pertengahan bulan Sya'ban di masjid-masjid unfuk membaca doa-doa

tertenfu, semua itu yaitu   perbuatan bid'ah yang sama sekali tidak ada

dasarnya dalam Islam. Dan halitu sebaiknya tidakboleh didiamkan.

Yang Dianjurkan Bagi Orang yang Berpuasa

Ada beberapa hal yang dianjurkan bagi orangyang berpuasa untuk

memperhatikannya. Berikut ini yaitu   keterangannya:

1. Berbuka sebelum shalat maghrib. Hal ini dimaksudkan untuk

menenangkan kesibukan-kesibukan nafsu, dengan menikmati hidangan

makanan, supaya Anda bisa shalat dengan lebih khusyu' seperti yang

diwajibkan. Hukum ini berlaku kapan saja, yaiiu ketika makanan yang

segera ingin Anda santap sudah terjadi di depan Anda, sementara

dalam waktu bersamaan waktu shalat sudah tiba. Dalam masalah ini

sebaiknya Anda mendahulukan makan daripada shalat, sebab  hal

itulah yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu alaihi waSollom lewat

sabdanya,

;>\2

I zl c

* tr*i.v ,tHJl

" Apabila hidangan sudah disajikan, maka mulailah dengannya

sebelum shalat maghrib, dan janganlah kamu terburu-buru

menikmati santapanknlian." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Bersumber dari Aisyah Radhiyallahu Anha sesungguhnya Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, " Apabila santap malam sudah

diletnkkan dan shalat sudah diiqamati, maka mulailah santap malamnya."

(HR. Ahmad, Al-Bukhari, dan Muslim)

Menurut ulama-ulama dari madzhab Zhahiri, perintah dalam hadits

tadi yaitu   perintah wajib. Oleh sebab  itu, wajib hukumnya memulai

menyantap makanan yang sudah ingin dinikmati, meskipun waktu shalat

telah tiba. Tetapi menurut sebagian besar ulama, perintah itu yaitu  

perintah sunnat, atau hanya sekadar anjuran. Itu pun berlaku ketika

waktu shalat masih cukup longgar. Jika waktunya sudah sangat sempit,

giAi/v,Qiadala

Puasa

'l!

p-tr

t c,. 

'tl6 oi Jt

.l zu ctlt-r Y1 .7iJt

.'€r.tfr

r5t

a.f

justnr shalaflah yang harus didahulukan daripada menyantap makanan

yang sudah dihidangkan.

Menurut sebagian ulama-ulama dari ma&hab fuy-Syafi'i, dalam

keadaan apapun tidak boleh mendahulukan shalat. Artinya, harus

mendahulukan menyantap makanan yang telah disajikan, walaupun

untuk itu harus terlambat mengerjakan shalat. Yang benar yaitu  

pendapat pertama tadi. Mengomentari kedua hadits ini , Imam

Ahmad dan Ishak mengatakan, "Santap makan lebih didahulukan

daripada shalat, walaupun orang yang bersangkutan belum begitu

memerlukannya."

Seorang muslim bisa berbuka dengan santapan ringan sebelum

melakukan shalat maghrib dan sesudah matahari terbenam, seperti yang

akan diterangkan nanti. Dan setelah shalat maghrib, ia baru makan

berat. Kecualijika ia sudah sangat lapar, sehingga kalau nafsu makannya

ditahan bisa mengganggu kekhusyukan shalatnya. Sebaiknya, secara

mutlak memang lebih baik makan terlebih dahulu. Bahkan ada yang

mengatakan, hal ifu wajib.

2. Berbuka dengan beberapa butir kurna yang masih basah (rutnb). Kalau

tidak mendapatkan boleh dengan beberapa butir kurma kering (tamar).

Dan kalau tidak mendapatkan, boleh dengan meminum sedikit air. Hal

itu berdasarkan keterangan Anas bin Malik, "Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam biasa berbuka dengan menyantap befurapa buhr ruthab

sbelumshald. Jika hdak ada maka dengan beberapa buhr tnman Dan iika

tidak ada, maka dengan meminum beberapa hirup air." (HR. Abu Daud,

Al-Hakim, dan Ad-Daruquthni. Katanya, isnad hadits ini shahih. Dan

kata AtjTirmidzi, hadits ini hasan dan gharib) Sebaiknya menyantap

ruthab atautamar dalam jumlah gasal, yaknisatu butir, atau tiga, atau

lima, danseterusnya.

Dianjurkan untuk segera berbuka, berdasarkan sabda Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam, " Manrsia selalu dalam kefultkan sepnjang

mereka mau mensegerakan berbuka." (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan

lainnya) Makudnya, kaum muslimin selalu baik dalam segala apa yang

mereka lakukan. Sebaiknya mereka mengambil yang mudah, dan tidak

perlu berlebih-lebihan dalam urusan agama.

3. Berdoa ketika hendak berbuka untuk diri sendiri dan untuk orang-orang

tercinta, sebab  doa pada waktu yang sangat baik ini  akan

gi*ilv.%ada/"

Berikut Dalildalilnya dalam lslam

dikabulkan oleh Allah. Diriwayatkan oleh Ibnu Umar, sesungguhnya

Nabi Sho//o llahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguh nya bagi orang

yang berpuasa saat berbuka itu ada doa yang tidak ditolak." Setiap kali

hendak berbuka Abdullah bin Umar selalu berdoa, " Allahumma inni

as' aluka birahmatika al-lati wasi' at kulla syai'in an taght'ira Ii (Ya Allah,

dengan rahmat-Mu yang melipuh segala sesuafu , aku mohon agar Engkau

berkenan mengampuniku)." (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang

shahih)

Ibnu Umar mengatakan, "Rosulullah ShallallahuAlaihi wa Sallam

setiap kali selesai berbuka beliau berdoa; Dzahaba al-zham'u wabtalatil

uruqu, wa tsubital ajru insya AIIah Ta' ala (Dahaga felah lenyap, urat-urat

telah minum, dan insya Allah pahala sudah tetap). " (HR. Abu Daud dan

Al-Hakim. Katanya, hadits ini shahih atas syarat Muslim)

4. Bagi orang yang dijamu berbuka oleh orang lain, disunnatkan untuk

mendoakannya, berdasarkan riwayat dari Abdullah bin Zubair, ia

berkata, " Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berbuka di rumah

So'od bin Mu' adz . B eliau berdoa, " Afthara indakum ash-sha' imun, w a

akala tha'amakum al-abrar, wa sahllat alaikum Al-mala-ikat (Berbuka di

rumah kalian orang-orang yang berpuasa, makanan kalian dimakan oleh

orang-orang yang berbaldi, dan semoga malaikat membacakan shalaw at

atas kalian)." (HR. Ibnu Majah. Hadis inidhaif, tetapi diperkuat oleh

hadis-hadis lain.)

5. Makan sahur. Makan sahur itu hukumnya sunnat, dan inilah yang

membedakan antara puasanya um atMuhammad Shallallahu Alaihi wa

Sallamdan puasanya orang-orang Ahli Kitab, berdasarkan sabda Nabi

Shallallahu Alaihi w a Sallam, "Sasungguh nya yang membedakan antara

puasa kita dengan puasakaum Ahli Kitab ialah makan sahur." (HR.

Ahmad, Muslim, dan imam tiga. Kata At-Tirmidzi, hadits ini shahih)

Makan sahur merupakan rahmat dan kemudahan bagi umat sekarang

ini.

Nabi Sho//ollahu Alaihi wa Sallam bersabda,

.o t6 . ,

I JJ>r*i

" Makanlsh sahur, sebab  sesunggulmya dalam mnkan sahur itu adn

berkoh." (HR. Imam enam kecuali Abu Daud. Kata At-Tirrrridzi,

hadits ini hasan dan shahih)

.4) 

_r,r

ot 3. 6 z

'e.*Jl .i dUJJ Vrz t

gi*i/a.qiadab

Kalimat suhur yaitu   perbuatan r*akdn sahut. Dan kalimat sahur

yaitu   makanan dan minuman yang dijadikan santap sahur. Perintah

sahur dalam hadits ini  yaitu   per,intah sunnat. Para ulama sepakat,

dianjurkan makan sahur walaupun hanya sesuap nasi atau seteguk air.

Waktu sahur itu pada malam hari hingga terbitnya fojor shodiq yang

ditandai dengan terlihatnya cahaya di kaki langit. Demikian pendapat

Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi' i, Imam Ahmad, dan

mayoritas ulama yang lain.

Sunnah hukumnya mengakhirkan makan sahur, sepertiyang biasa

dilakukan oleh Rasulullah Shollollo hu Alaihi wa Sallam dan para sahabat

beliau Rodh iyallahu Anhum. Jarak waktu yang ideal antara makan sahur

dan shalat shubuh ialah kira-kira kita membaca Al-Qur'an sebanyak lima

puluh ayat, seperti yang diterangkan dalam sebuah hadits shahih.

6. Menggunakan siwak. Menurut pendapat yang diunggulkan dari sebagian

ulama ahli fikih, tidak apa-apa hukumnya orang yang berpuasa memakai

siwak, walaupun setelah matahari condong ke arah barat. Para ulama

yang mengatakan bahwa hal ifu hukumnya malcuh, mereka tidak punya

dalil sama sekali. Di antara yang berpendapat seperti itu ialah Imam

Ahmad, Ishak, dan para ulama dari ma&hab Asy-Syafi'idalam versi

pendapat yang paling terkenal. Berdasarkan hal ini, memakai siwak itu

dianjurkan termasuk ketika matahari sudah condong ke barat bagi orang

yangberpuasa.

Hal-hal yang Diperbolehkan bagi Orang yang

Berpuasa

Ada beberapa halyang diperbolehkan bagi orang yang sedang

berpuasa. Berikut ini saya ketengahkan sebagiannya:

1,. Memakaicelak dan obat tetes mata. Para ulama berbeda pendapat

tentang memakai celak bagi orang yang sedang berpuasa. Para ulama

dari madzhab Hanafi dan Imam Asy-Syafi'i memperbolehkannya.

Menurut mereka, hal itu tidak membatalkan puasa, meskipun ia

mendapati rasanya di kelopakmata. Demikian pula dengan memakai

obat tetes mata, sebab  mata ifu tidak tembus ke perut. Inilah pendapat

Atha', Al-Hasan, Ibrahim An-Nakha'i, Al-Auza'i, dan Abu Tsaur. Dan

,$,i/tily96ada./v

Berikut Dalilialilnya dalam lslam

pendapat ini pula yang diriwayatkan dari Anas, Ibnu Umar, dan hnu Abu

Aufa dari golongan sahabat Ro dhiyallahu Anhum.l)

Menurut Imam Ahmad, makruh hukumnya memakai celak bagi orang

yang sedang berpuasa. Dan jika ia mendapatkan rasanya di kelopak

mata halitu dapat membatalkan puasanya.

Menurut Imam Malik, haram hukumnya jika ia yakin rasanya sampai

ke kerongkongan, dan ia wajib membayar puasanya. Dan jika ia ragu-

ragu hukumnya makruh. Halitu sebab  menurut Imam Malik segala

sesuatu yang sampai ke kerongkongan, baik lewat mata, atau hidung,

atau pori-pori rambut, bisa membatalkan puasa. Kecuali jika memakai

celak dilakukan pada malam hari, dan baru tembus ke kerongkongan

padasiang harinya.

2.Memakai minyak. Menurut sebagian besar ulama, boleh hukumnya

seorang yang sedang berpuasa memakai minyak di rambut atau di tubuh.

Hal itu tidak membatalkan puasanya, walaupun ia merasakan

pengaruhnya di kerongkongan. Para ulama darimadzhab Maliki setuju

pada pendapat ini. Namun menurut mereka, jika pengaruh atau bekasnya

sampai masuk ke kerongkongan halitu dapat membatalkan puasa,

meskipun lewat pori-pori kulit. Apabila seseorang mengoleskan obat atau

minyak pada hidung atau telinga di malam hari, lalu baru sampaike

kerongkongan pada siang harinya hal itu tidak membatalkan puasa.

3. Suntik. Syaikh Muhammad Bakhit, mufti Mesir, menjawab pertanyaan

tentang hukum suntik pada kulit atau pada urat yang dimakudkan untuk

keperluan pengobatan, atau pemberian makanan, atau pembiusan, ia

mengatakan, "Berdasarkan pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik,

Imam fuy-Syafi'i, dan Imam Ahmad, suntik pada kulit dibagian tubuh

yang mana pun itu tidak membatalkan puasa, baik untuk alasan

pengobatan, atau pemberian makanan, atau pembiusan. Alasannya,

sebab  halitu tidak sampai menembus ke perut. Kalau pun sampai

menembus paling-paling hanya terbatas pada pori-pori kulit saja. Dan

pori-pori itu bukan saluran yang terbuka. Sama seperti suntik lewat kulit

yaitu   suntik lewat urat. Obat suntik ini juga tidak sampai menembus

ke perut, sehingga tidak membatalkan puasa,"2)

ri :-r

I AdDin Al Kholish VIII/315.2 Mihnot AlJrsyod, edisi kedua tahun pertama hal. 42.

%i*,ilu9ta/.a/"

Puasa

Samaseperti suntik ialah memasukli,rn sesuafu lewatduburatau anus.

Berdasarkan kesepakatan para ulama hal itu juga tidak membatalkan

puasa, kecuali menurut pendapat Ibnu Taimiyah yang sangat

kontroversial.

4. Berendam di air pada musim kemarau. Untuk menghilangkan rasa panas

dan rasa haus, boleh hukumnya seseorang yang sedang berpuasa

mengguyurkan air ke kepala dan sekujur tubuhnya, atau dengan

berendam di kolam atau dibak mandi. Menurut sebagian besar ulama,

j uga boleh hukum nya berkumur ata u benstinfsaq ( menghisap air dengan

hidung lalu dikeluarkan lagi) dengan tujuan seperti tadi, asalkan tidak

berlebih-lebihan. Disebutkan dalam sebuah riwayat hadits shahih bahwa

Nabi Sho//o llahu Alaihi wa Sallam biasa mengguyur kepalanya dengan

air, baik sebab  alasan kepanasan atau sebab  alasan kehausan, padahal

beliau sedang berpuasa.

5. Menyuapimakanan untuk anak kecildengan mulut. Apabila sebab 

terpaksa seseorang harus menyuapi anak kecil dengan menggunakan

mulut, hukumnya boleh tetapi harus berhati-hatijangan sampai

makanan itu masuk ke kerongkongannya.

6. Berbekam dan donor darah. Berbekam ialah mengambildarah dari

kepala. Sedangkan donor ialah mengambildarah dari bagian tubuh yang

mana saja. Keduanya boleh dilakukan bagi orang yang sedang berpuasa.

Disebutkan dalam suatu riwayat, sesungguhnya Nab i S hall all ahu Al aihi

w a Sallam berbekam saat beliau sedang ihram, dan beliau j uga berbekam

saat sedang puasa. Juga ada riwayat yang menyatakan, bahwa

sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memberikan

kemurahan bagi orang yang berpuasa mencium dan berbekam.

Ih-rlah pendapat sebagian besar ulama dari golongan sahabat rnaupun

tabi'in, para ulama dari madzhab Hanafi, Imam fuy-Syafi'i, dan Imam

Malik. Sementara menurut Imam Ahmad, Ishak, Al-Auza'i, dan beberapa

ulamayang lain, berbekam itu haram dilakukan oleh orang yang sedang

berpuasa. Puasa orang yang berbekam maupun yang membekam sama-

sama batalnya, seperti yang diterangkan dalam salah satu riwayat yang

shahih. Tetapi hal itu disanggah oleh sebagian ulama yang lain di

antaranya Ibnu Hazm, bahwa hukum ini sudah dinasakh, sehingga

sudah tidak berlaku sama sekali.

7. Pengaruh jinabat dalam puasa. Bagi orang yang sedang puasa boleh

hukumnya pagi-pagimasih dalam keadaan junub. Disebutkan dalam

.%il-/"910a./a/u

Berikut Dalil-dali lnya dalam lslam

sebuah riwayat yang shahih, " Sesungguhnyo Nobi S hallall ahu Alaihi w a

Sallam pemah WE-pag, masih dalam keadaan junub. " Contohnya, seperti

seseorang yang junub pada malam hari, kemudian ia terlambat mandi

hingga pagi hari. Ini sama sekali tidak mempengaruhi keabsahan puasa.

Demikian pendapat imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam fuy-Syaf i,

Imam Ahmad, dan sebagian besar ulama yang lain. Jarang sekali ulama

yang mengatakan, bahwa hal ifu dapat membatalkan puasa.

8. Menelan ludah dan lain sebagainya bagiorang yang puasa. Boleh

hukumnya bagi orang yang sedang berpuasa menelan ludahnya sendiri,

sebab  hal itu yaitu   sesuatu yang susah dihindari dan sangat

memberatkan. PadahalAllah tidak akan membebani kita yang berat-

berat. Sebaliknya Allah justru ingin menghilangkan beban dari kita,

sebab  pada dasarnya agama itu mudah. Tetapi jika seseorang sengaja

mengumpulkan ludah di mulut lalu ditelannya, hukumnya makruh,

meskipun berdasarkan kesepakatan para ulama hal itu tidak sampai

membatalkan puasanya. Kecuali kaiau yang ditelannya yaitu   ludah

orang lain, maka hal ifu bisa membatalkan puasanya. Dan berdasarkan

kesepakatan para ulama, ia wajib membayar puasanya. Bahkan

menurut sebagian ulama ia juga wajib membayar kafarat. Mengenai

hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud bahwa Nabi Shollo llahu Alaihi

wa Sallamketika sedang berpuasa pemah mencium dan mengecup bibir

Aisyah, diakui sendiri oleh Abu Daud bahwa isnad hadits ini  tidak

shahih, seperti yang dikutip oleh lbnu Al-fuabi. Ludah yang ditelan dan

tidak membatalkan puasa ialah ludah yang berada di dalam mulut.

Adapun ludah yang sudah berada di luar mulut lalu dimasukkan kembali

kemudian ditelan, maka halitu membatalkan puasa. Sama seperti orang

yang sengaja menelan debu jalanan, tepung, dan yang lain. Sebenamya

hal itu tidak membatalkan puasa, kecuali kalau dilakukan secara sengaja

seperti tadi. Tentang masalah dahak aiau lendir yang keluar dari dada

lalu ditelan, ada dua pendapat. Ada yang mengatakan hal itu

membatalkan puasa, dan ada yang mengatakan tidak membatalkan

puasa. Kalau ada darah keluar dari mulut lalu ditelan atau ada muntahan

yang keluardari perut lalu ditelan, hal itu hukumnya membatalkan puasa,

meskipun hanya sedikit.

Apabila seseorang sedang berkumur atau berisfinfsog secara wajar

lalu ada air yang masuk ke tenggorokan tanpa sengaja, hukumnya tidak

apa-apa. Demikian pendapat para ulama dari madzhab Hanbali, Al-

Auza'i, Ishak, dan Imam fuy-Syafi'i dalam salah safu versi pendapatnya.

gth/a,96ada/u

Puasa

Sedangkan menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah,, hal itu

membatalkan puasa. Alasannya, sebab  air masuk ke dalam perutnla

dalam keadaan sadar. Jadi sama seperti kalau ia meminumnya dengin

sengaja.

Boleh hukumnya mencicipi makanan yang hendak dibelijika hal itu

memangdiperlukan.

Juga boleh hukumnya seorang wanita mencicipi masakan untuk

meyakinkan jika hal itu memang diperlukan.

Seekor lalat yang masuk ke tenggorokan orang yang sedang berpuasa

sebab  tidak sengaj a, hukumnya tidak membatalkan puasa, sama seperti

jika kemasukan debujalanan dan lain sebagainya.

Kata Ibnu Taimiyah, tidak apa-apa hukumnya bagiorang yang

sedang berpuasa mencium wewangian yang harum atau dupa atau

kemenyan.

Yang Makruh Bagi Orang yang Berpuasa

Ada bebempa hal yang dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa,

namun sebagian ulama menghukumi makruh, sebagian menghukumi

haram, dan sebagian lagi menghukumi boleh. Berikut keterangannya dan

pendapat para ulama ahli fikih mengenai masalah ini :

1. Mencicipi makanan, dan memakan makanan yang ada di celah-celah

gigi. Sepertiyang sudah saya katakan tadi, boleh hukumnya seorang

wanita mencicipi masakan, dan juga boleh hukumnya seseorang

mencicipi makanan yang hendak dibelinya jika hal itu memang

dibutuhkan. Tetapijika tidak dibutuhkan, maka mencicipi hukumnya

mal.nuh. Dan juga tidak boleh menelan makanan yang dicicipi. Jika hal

itu dilakukan bisa membatalkan puasa.

Jika pagi-pagiseseorang mendapati sisa makanan di celah-celah

giginya yang sulit dilepehkan sehingga ia lalu menelannya, berdasarkan

kesepakatan para ulama, halitu hukumnya tidak apa-apa. sebab 

dianggap sama seperti ludah. Jika sisa makanan ini  cukup banyak

dan bisa dilepehkan tetapi ia tidak mau melepehkannya malah

ditelannya, menurut sebagian besar ulama ahli fikih hal itu membatalkan

puasa. Alasannya, sebab  ia melakukannya dengan sengaja. Sementara

gihlr,q6-d-/.

Berikut Dalildalilnya dalam lslam

menurut para ulama dari madzhab Hanafi, tidak membatalkan puasa

namun makruh kalau makanan yang berada di celah-celah gigi ini 

lebih kecildaripada biji kacang.

2. Mengunyah 'ilk (semisal permen karet). Jika seseorang mengunyah 'ilk

atau sesuatu dari bahan apapun lalu ada yang masuk ke dalam perut,

berdasarkan kesepakatan para ulama halitu membatalkan puasa, baik

sesuatu itu rasanyamanis ataupahit. Alasannya, sebab  halifu dianggap

sama dengan mengkonsumsi makanan, sehingga dihukumi

membatalkan puasa. Menurut sebagian ulama ahli fikih, orang yang

bersangkutan wajib membayar puasanya saja. Sementara menurut

sebagian ulama ahlifikih yang lain, di samping membayar puasa, ia juga

waj ib membayar kafarat.

Jika sesuatu yang dikunyah ini  tidak ada yang masuk ke dalam

perut, hal itu hukumnya makruh. Alasannya, sebab  tidak sepatutnya

orang yang sedang berpuasa melakukan hal ini . Pendapat ini 

berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi,

" Janganlah orang yang sedang berpuasa itu mengunyah 'ilk (semacam

peffnenkaret)."

Di luar puasa, makruh hukumnya seorang laki-laki mengunyah 'i/k

kecuali jika sedang sendirian, sebab  dianggap dapat mengurangi

kehormatan (muru'ah). Tetapi hal itu justru dianjurkan bagi kaum wanita.

3. Berlebihan dalam berkumur dan benstintsaq. Berkumur dan berisfinfsoq

itu hukumnya sunnat, bahkan ada yang mengatakan wajib, baik ketika

hendak berwudhu maupun hendak mandi jinabat. Ada sementara orang

yang berusaha menghindari hal itu ketika sedang berpuasa. Inijelas

keliru. Ada pula sementara orang yang ketika berkumur atau beristinsaq

hanya sekadar mengusapkan air pada bibir dan pada hidung saja. Dan

jika ia masukkan air ke dalam mulut lama sekali, ia tidak mau segera

mengeluarkannya kembali dari mulutnya. Perbuatan seperti itu sama

sekali tidak ada dalam agama, dan bertentangan dengan semangat

pelaksanaan hukum syariat Islam yang cenderung mengutamakan

kemudahan-kemudahan serta menghilangkan kesusahan-kesusahan.

Idealnya, berkumur dan berisfinfsoq itu yang wajar saja, dan tidak perlu

berlebihan, sebab  hal itu bisa beresiko mengakibatkan masuknya air ke

tenggorokan. Oleh sebab nya halitu hukumnya makruh. Berkumur itu

cukup dilakukan sebanyak dua kali saja, lalu berhenti.

g*i/y.qialalu

Puasa

Yang dijadikan dasar dalam masalah ini iaiah sabda Rasulullah

Shallallahu Alaihi w a Sallam kepada Laqith bin Shab rah, " Apabila kamu

beristinstaq maka bersungguh-sungguhlah, kecuali kamu sedang

berpuasa." (HR. Ahmad dan Imam empat. KataAtjTirmidzi, hadits ini

hasan dan shahih). Oleh sebab  itu para ulama menganggap makruh

menaruh obat dihidung, sebab  dikhawatirkan bisa masukke dalam

tenggorokan sehingga dapat membatalkan puasa.

4. Hukum mencium, bersentuhan, dan memikirkan masalah seksualbagi

orang yang sedang berpuasa. Orang yang berpuasa itu harus dapat

mengendalikan nafsunya ketika mencium istrinya atau menyentuh

kulitnya. Pada dasarnya, mencium dan menyentuh kulit itu hukumnya

tidak apa-apa, bahkan boleh.

Tetapi bagi orang yang nafsunya labil, mencium dan menyentuh kulit

istri itu hukumnya makruh. Demikian pendapat para ulama dari

madzhab Hanafi dan madzhab Hanbali. Sementara menurut para ulama

dari madzhab Maliki dan Asy-Syafi'i, mencium istri itu hukumnya

makruh. Dan jika bisa menimbulkan fitnah, hukumnya haram. Demikian

pula dengan menyentuh kulitnya.

Jika seseorang sadar apabila ia mencium atau menyenfuh kulit istrinya

bisa membuatnya mengeluarspeffna, maka hal itu hukumnya haram.

Dalilyang digunakan oleh para ulamaahlifikih dalam masalah ini ialah

hadits qouli (berupa ucapan) dan hadits fi'li (berupa tindakan). Yong

pertama ialah hadits yang menyatakan, " Sesungguhnyapemah seorang

sahabat bertanya kepadaNobi Sho//o llahu Alaihi wa Sallam tentang orang

b erpuasa y ang menyenfuh kulit istrinya. B eliau memberinya kemurahan.

Lalu datang sahabat yang lain kepada beliau menanyakan hal yang sama,

tetapi beliau melarangnya. Hal itu sebab  sahabat yang pertama tadi

yaitu   seorang kakek, sedangkan sahabat yang kedua mosih m udo. " ( HR.

Abu Daud dan Al-Baihaqi dengan sanad yang sangat bagus)

Yangkedua ialah hadits yang bersumber dari Aisyah Radhiyallahu

Anha, "Sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah

mencium dan menyentuh kulit salah satu istnnya ketika beliau sedang

bepuasa, dan beliau yaitu   orang yang paling biso mengendalikan

nafsunya di antara kalian." (HR. Imam tujuh selain An-Nasa'i) Jadi

hukum mencium dan menyentuh kulit istri itu tergantung pada siapa yang

melakukannya. Tidak sama bagi seorang kakek dan bagi seorang yang

masih muda. Ada yang mengatakan, keduanya malrruh secara mutlak.

Dan jika dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah, hukumnya haram.

*dho*[,!lwti&{

€onob giA.o/ogla/a./,

w BerikutDalilialilnyadalamtslam

Jika seseorang yang sedang berpuasa mencium atau menyenfuh kulit

istrinya, lalu ia terangsang kemudian mengeluarkan sperna, menurut

semua ulama hal itu membatalkan puasanya. Menurut para ulama dari

madzhab Hanafi, ma&hab Asy-Syafi'i, dan ma&hab Hanbali, ia hanya

berkewajiban membayar puasanya saja. Sedangkan menurut Imam

Malik, selain membayarpuasa ia jugawajib membayarkafarat. Tetapi

jika ia tidak mengeluarkan sperma atau madzi, berdasarkan kesepakatan

ulama puasanya tidak batal. Jika ia mengeluarkan madzi puasanya

batal, dan menurut Imam Malik dan Imam Ahmad, ia hanya wajib

membayar puasanya saja. Sementara menurut para ulama dari

madzhab Hanafi dan madzhab Asy-Syafi'i, hukum madzi itu sama

seperti air kencing yang tidak mewajibkan mandijinabat dan juga tidak

membatalkanpuasa.

Makuh hukumnyaseseorang memandang istrinya dengan nafsu. Juga

makruh hukumnya membayangkan hubungan sekual, atau membaca

buku-buku cerita porno yang dapat membangkitkan gairah nafsu. Jika

tidak sampaimembangkitkan gairah nafsu, maka tidak makruh dari

aspek puasa. Tetapi membaca buku-buku seperti ifu dilarang oleh syariat

sebab  berpotensi membangkirkan gairah sekual. Jadi hukumnya pun

makruhatauharam.

Jika seseorang yang sedang berpuasa berkali-kali memandangi

istrinya, atau membayangkan hubungan seksual sehingga ia

mengeluarkan sperna, menurut Imam Malikdan Imam Ahmad hal iiu

membatalkan puasanya. Sedangkan menurutpara ulama dari madzhab

Hanafi dan madzhab Asy-Syafi'i, hal itu tidak membatalkan puasa,

kecualijika ia biasa mengeluarkan sperma dengan cara seperti itu, maka

puasanya batal. Alasannya, sebab  halitu sama dengan kalau ia sengaja

mengeluarkan sperma dengan cara onani. Adapurlkeluarnya madzi itu

tidak membatalkan puasa, kecuali menurut para ulama dari madzhab

Maliki dan ImamAhmadsepertiyang telah diterangkan tadi.

Ada sementara orang yang tidak normal. Hanya dengan melihat atau

menyentuh atau bahkan membayangkan seorang wanita saja, ia sudah

tidak kuat menahan gejolak nafsunya sehingga lalu mengeluarkan

sperma. Menurut para ulama dari madzhab Maliki, bagi orang iidak

normalseperti itu, hai ini  tidak membatalkan puasanya. Berbeda

kalau hal itu dilakukan oleh orang yang normal. Hal ini untuk

mengakomodir terhadap realita orang-orang yang seperti itu dalam

kehidupankita.

%iAilu9ia/.a/a

Puasa

Kesimtrrulan Mengenai Hal-hal yang Tidak

Membatalkan Puasa

Berikut ini yaitu   hal-halyang ingin saya sebutkan secara sekilas

untuk selalu Anda ingat. Secara umum hal-hal ini tidak membatalkan

puasa, meskipun adasebagianyang hukumnya makruh atau haram.

1. Apabila ada orang lupa, kemudian ia melakukan sesuatu yang dapat

membatalkan puasa, menurut pendapat yang diunggulkan dan yang

diperkuat oleh dalil, hal itu tidak membatalkan puasanya. Jadi misalkan

ada orang makan, atau minum atau bersetubuh sebab  lupa, "Hendaklah

ia meny empumakan puosanya, sebab  Allah telah membennya makan

dan minum.." (HR. Imam tujuh)

2. Orang yang berpuasa dan bermimpi basah pada siang hari, menurut

kesepakatan para ulama hal itu tidak membatalkan puasanya.

3. Menurut pendapat yang diunggulkan, berbekam itu tidak membatalkan

puasa.

4. Menurut para ulama dari ma&hab Asy-Syafi'i dan madzhab Hanafi,

keluar sperma disebabkan banyak memandang ishi itu hukumnya tidak

membatalkan puasa. Tetapi batal menurut pendapat Imam Malik dan

Imam Ahmad. Dan orang yang mengeluarkan spelrna sebab  banyak

membayangkan hal-halyang merangsang, menurut Imam Malik dan

Imam Ahmad dalam salah sahr versi pendapafirya, dapat membatalkan

puasa.

5. Berdasarkan kesepakatan para ulama, mencium dan menyentuh kulit

wanita itu tidak membatalkan puasa.

6. Mencium aroma-aroma parfum, terlambat mandi jinabat hingga pagi

hari, kemasukan debu di jalan, atau tepung, atau lalat, atau nyamuk

hingga sampai ke kerongkongan itu hukumnya tidak membatalkan

puasa.

7. Seorang wanita yang meletakkan jari tangannya ke alat kelamin

meskipun dalam keadaan basah, menurut Imam Ahmad hal itu tidak

membatalkanpuasa.

8. Mengeluarkan muntah-muntahan sebab  terpaksa sekalipun banyak, itu

tidak membatalkan puasa, asalkan tidak ada yang kembali lagi. Dan

g*ihglada/u

Berikut Dalildalilnya dalam lslam

sekali pun ada yang kembali namun itu tidak disengaja juga tidak

membatalkan puasa.

Yang Membatalkan Puasa dan yang Mewajibkan

Membayarnya Saja

Hal-hal yang membatalkan puasa itu ada dua:

1. Yang membatalkan puasa dan mewajibkan membayarnya (qadha')

namun tidak ada kafarat.

2. Yang membatalkan puasa dan mewajibkan membayarnya (qadha')

serta membayar kafarat.

Hal-hal yang membatalkan puasa dan yang mewajibkan

membayamya saja itu ada beberapa macam. Berikut keterangannya:

1. Terpaksa dan khilaf. Orang yang dipaksa mengkonsumsi sesuatu yang

dapat membatalkan puasa, atau mengkonsumsi sesuatu yang

membatalkan puasa dengan cara khilaf atau tidak sengaja, seperti

misalnya; Berkumur, atau menyuapi makanan kepada anak kecil dengan

menggunakan mulut, atau mencicipi makanan untuk mengetahui rasanya

sehingga tanpa sadar ada yang masuk ke dalam perut, apakah hal itu

membatalkan puasa dan mewajibkan membayarnya atau tidak

membatalkan? Menurut para ulama dari madzhab fuy-Syafi'i' dan versi

pendapatyang terkenal dari Imam Ahmad, hal itu tidak membatalkan

puasa.

Sedangkan menurutpara ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, dan

salah satu pendapat Imam Ahmad, halitu membatalkan puasa dan

mewajibkan untuk membayarnya. Menurut mereka, hadits yang

menyatakan, " Diangkat dan umatku kesalahan, lupa, dan hal-hal yang

mereka dipaksa melakukannya." yaitu   hadits dhaif. Bahkan sebagian

ulama yang lain sepertiAbu Hatim menganggapnya sebagai hadits

munkar dan hadits maudhu'. Namun pendapat mereka ini disanggah

dengan alasan bahwa hadits ini  dinilai shahih oleh ulama-ulama

yang lain, bahkan mereka menjadikannya sebagaipegangan.

2. Memasukkan sesuatu yang tidak disukai ke dalam tubuh. Menurut

seluruh ulama, jika seseorang menelan sesuatu yang tidak disukai

g*ilu.qiadala

Puasa

atau tidak ada manfaatnya sama sekali untuk tubuh, puasanya batal

dan ia pun wajib membayarnya. Contohnya; Sepertimenelan kerikil,

atau garam yang banyak secara sekaligus, kacang berikut sekalian

kulitnya.

3. Sesuatu yang sampai ke perut lewat jalan masukselain mulut. Jika orang

yang sedang puasa memasukkan sesuatu ke dalam perut tidak lewat

mulut, halitu membatalkan puasanya dan ia wajib membayarnya.

Contohnya; Seperti memasukkan obat lewat lubang anus, atau lewat

hidung. Jika dimasukkan lewat lubang telinga, para ulama berbeda

pendapat. Adayang mengatakan membatalkan puasa, dan adayang

mengatakan tidak membatalkan puasa. Begitu pula jika dimasukkan

lewat luka pada tubuh, sehingga kemudian sampai ke dalam perut.

Menurut pendapat lbnu Taimiyah, untuk lebih berhati-hati sebaiknya kita

berpegang pada pendapat mayoritas ulama ahli fikih mengingat

pentingnya masalah ini.

4. Muntah-muntah dengan sengaja. Orang yang sedang berpuasa dan

sengaja muntah-muntah walaupun hanya sedikit, puasanya batal.

Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syaf i, dan Irnam

Ahmad ia wajib membayar puasanya. Sementara menurut Abu Yusuf,

orang yang sengaja muntah-muntah tetapi hanya sedikit sehingga tidak

sampai memenuhi mulut, puasanya tidak batal. Imam Ahmad setuju

pada pendapat ini, kalau yang keluar bukan lendir. Jika yang keluar

berupa lendir hal itu tidak membatalkan puasa, sekalipun itu dilakukan

dengan sengaja, menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan

Muhammad. Sementara menurut ulama selain mereka, hukum lendir itu

seperti lainnya.

5. Mengeluarkan sperna secara tidak lazim. Apabila orang yang berpuasa

mencium istrinya lalu mengeluarkan sperrna, atau menyentuh kulitnya

lalu mengeluarkan sperma, atau mengusap-usapkan alat kelaminnya ke

salah satu bagian tubuh istrinya selain vagina dan lubang anus lalu

mengeluarkan sperna, atau ia mensetubuhi binatang, atau bangkai, atau

anak kecilyang belum mengundang nafsu lalu mengerluarkan sperrna,

atau melakukan onani lalu mengeluarkan sperma, semua itu

membatalkan puasanya, dan ia wajib membayamya.

6. Mengkonsumsi sesuatu yang membatalkan sebab  mengira boleh. Jika

seseorang yang sedang berpuasa mengkonsumsi sesuatu yang

gi/t't/a.q6ada/u

Berikut Dalil-dalilnya dalam lslam

membatalkan puasa sementara ia mengira hal itu diperbolehkan,

menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam fuy- Syafi'i, Imam

Ahmad, dan sebagian besar ulama, puasanya batal dan ia wajib

mengqadha' . Contohnya seperti :

a. Orang yang makan sahur sebab  mengira masih waktu malam,

lalu belakangan baru ia tahu kalau sudah terbit fajar.

b. Orang yang berbuka pada sore hari sebab  mengira matahari

sudah terbenam padahalbelum. Berdasarkan hal inijika orang

ragu-ragu apakah fajar sudah terbit atau belum lalu ia nekad

makan sahur ia boleh terus makan. Tetapi orang yang ragu-ragu

apakah matahari sudah terbenam atau belum, maka ia tidakboleh

berbuka sebelum yakin bahwa matahari benar-benar sudah

terbenam,

Orang yang bersetubuh dengan istrinya sebelum terbit fajar, dan pada

saat fajar terbit ia masih bersetubuh, jika ia langsung menghentikannya

menurut para ulama dari madzhab Hanafi, Asy-Syafi'i, dan Imam

Ahmad dalam versi pendapatnlra yang terkenal, puasanya tidak batal.

Sementara menurut Imam Malik, puasanya batal, dan ia hanya wajib

mengqadha' puasanya saja. Tetapi kalau ia tidak menghentikan

persetubuhan itu, maka puasanya bataldan ia wajib mengqadha' dan

membayar kafarat, hal ini menurut Imam Malik dan Imam Asy-Syafi'i.

Sedangkan menurut para ulama dari ma&hab Hanafi, ia hanya wajib

mengqadha' puasanya saja,

7. Makan dengan sengaja setelah lupa. Orang yang berpuasa lalu makan

atau minum sebab  lupa. Dan sebab  mengira puasanya sudah batalia

lalu meneruskan makan atau minumnya dengan sengaja, berdasarkan

kesepakatan para ulama puasanya batal, dan menurut para ulama dari

ma&hab Hanafi, Imam Asy-Syafi'i, dan Imam Ahmad ia hanya wajib

membayar puasanya saja.

8. Haid dan nifas. Berdasarkan kesepakatan para ulama, batalhukumnya

puasa disebabkan oleh haid atau nifas. Wanita yang bersangkutan hanya

berkewajiban membayar puasanya saja, bukan shalatnya.

9. Murtad. Berdasarkan kesepakatan para ulama, orang yang murtad dari

Islam itu batalpuasanya, dan ia wajib membayar puasanya hari itu

setelah masuk Islam kembali, baik ia masuk Islam kembali pada hari itu

giAi/a,giadab

Puasa

juga atau hari-hariberikutnya. Soalnya, puasa itu ibadah yang tidak sah

apabila dilakukan dengan kekufuran. 1)

Termasuk murtad ialah mencaci maki agama, atau mencaci maki Nabi

Muhammad atau nabi-nabi lainnya, atau mencaci maki Al-Qur'an, atau

menghinaAl-Qur'an, atau menghina nabi, atau menghina salah satu

narna-nama Allah. Termasuk murtad ialah berani menentang Allah, atau

menentang sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Juga

termasuk murtad ialah mengingkari sesuatu yang diketahui dari agama

secara pasti; Seperti mengingkari shalat, atau puasa, atau zakat, atau

haji, atau Ka'bah, atau hukum yang berdasarkan kitab suci Allah. Dan

juga termasuk murtad ialah menghina Islam, atau Nabi, atau Al-Qur'an,

atau syiar-syiar Islam lainnya yang sudah diketahui secara pasti, dan

seterusnya.

Ini hendaknya sebagai peringatan bagi orang-orang yang melakukan

kekufuran tetapi tidak sadar. Sesungguhnya kekufuranlah yang

memisahkan antara mereka dengan ishi mereka, dan yang menghalangi

hak warisan di antara m ercI<a.

1 0. Niat tidak puasa. Seseorang yang niat berpuasa ia wajib melanjutkan

niatnya. Jika ia sudah punya niat akan berhentiberpuasa di tengah

jalan, menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Asy-Syafi'i,

puasanya langsung batal. Imam Ahmad juga setuju pada pendapat ini.

Niat akan berhenti berpuasa tadidilakukan secara mantap, bukan

ragu-ragu lagi antara puasa dan tidak puasa' Dan yang dapat

membatalkan puasa serta kewajiban membayarnya ialah niat yang

mantap, bukan yang disertai ragu-ragu.

Sebuah catatan; Membayar puasa Ramadhan itu fardhu yang tidak

harus spontan. Artinya, boleh dibayar kapan saja sampai datang bulan

Ramadhan berikuhrya. Jika seseorang terlambat membayar sehingga

datang Ramadhan berikutnya tanpa ada udzur, menurut Imam Malik.

Imam Asy-Syafi'i, Imam Ahmad, dan Ishak, ia wajib membayar fidyah

dengan memberi makan satu mud setiap hari di samping harus

rnembayar puasanya. Sementara menurut para ulama dari madzhab

fuy-Syafi'i, tidak ada batasan waktu tertenfu dalam membayar puasa

Ramadhan, selama orang yang bersangkutan masih hidup. Jadi ia

,lr.

a !*F

t Al-Mughni: llll52.

Hfu

"tt$t* Berikut Dalildalilnya dalam lslam

tidak berdosa sebab  menangguhkannya, kecualijika ia meninggal

dunia tetapi belum membayar puasanya. Menurut mereka, apabila

datang bulan Ramadhan berikutnya ia tidak wajib membayar fidyah.

Kewajibannya hanya membayar puasanya saja.

Hal-hal yang Mewajibkan Membayar Puasa dan

Kafarat

Hal-hal yang membatalkan puasa dan mewajibkan membayamya

sekaligus juga membayar kafarat ialah:

1. Bersetubuh. Jika pada saat tengah menunaikan ibadah puasa

Ramadhan seseorang melak rkan persetubuhan baik ler,r.rat lubang vagina

maupun lubang anus, maka ia wajib membayar puasa dan juga kafarat,

walaupun ia tidak sampai mengeluarkan speffna. Kewajiban ini 

berlaku bagi yang menjadi subyek maupun yang menjadi obyek. Tetapi

menurut Imam Asy-Syafi'i, membayar kafarat hanya kewajiban orang

yang menjadi subyek saja.

Yang dijadikan dasar dalam masalah ini ialah hadits Muhammad bin

Abdurrahman dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata,

"Seorong so habat datang kepadaN abi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan

berkata,' Binasalah aku. " Beliau bertanya, " Ada apa dengan kamu? " la

menjawab, " Aku mensetubuhi ishiku pada siang Ramadhan. " Beliau

bertanya, " Apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak? " Ia

menj aw ab, "Tidak. " Beliau bertanya, " Apakah kamu sanggup berpuasa

selama dua bulan berfitrut-htrut? " Ia menjawab, "Tidak. " Beliau bertanya,

" Apakah kamu sanggup memberi makan sebanyak enam puluh orang

miskin? " Ia menjawab, "Tidak." Beliau bersabda, " Duduklah." Kemudian

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ddnng dengan membawa rebuah

baki berisi kurma. Beliau bersabda, " Sedekahkan kurma ini! " la b erkata,

" Wahai Rasulullah, di Madinah dan sekitamya ini hdak ada keluarga yang

Iebih miskin danpada keluargalat. " Mendengar kata-kata ifu , Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam tersenyum lebar sehingga terlihat gigi

depannya seraya bersaMa, " Sedekahkan ini kepada mereka." (F{R. Imam

tujuh. Dan ini lafazh Abu Daud. Hadits ini dinilaishahih oleh At-

Tirmidzi)

Hadits ini menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

gihib.qiada/u

Puasa

-I

i

a. Wajib membayar kafarat bagi orang yang melakukan

persetubuhan dengan sengaja pada siang hari Ramadhan. Ini

yaitu   pendapat seluruh ulama. Menurut para ulama dari

ma&hab Hanafi dan madzhab Asy-Syaf i, orang yang melakukan

persetubuhan sebab  lupa itu tidak membatalkan puasa,

berdasarkan hadits, " Barangsiapa yang berbuka pada bulan

Ramadhan sebab  lupa, maka ia s;c.ma sr<kali hdak w ajib qadha' dan

kafarat." (HR. Al-Hakim. Katanya, hadits inishahih atas syarat

Muslim. Hadits inijuga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dengan

tokoh-tokoh sanad para perawi yang tsiqat)

Hadits ini sekaligus menyanggah pendapat Imam Malik dan Ats-lsauri

yang mengatakan bahwa, orang ini  hanya wajib membayar

puasanya saja, dan juga menyanggah pendapat Imam Ahmad, Nafi'.

Dan hnu Majisyun yang mengatakan ia wajib membayar puasanya dan

juga kafarat. Sebab, orang yang lupa dalam pandangan agama itu dalam

keadaanu&ur.

b. Kafarat itu wajib dibayar dengan satu di antara ketiga hal

secara berurutan seperti yang telah disebutkan dalam hadits

tadi. Inilah pendapat para ulama darimadzhab Hanafi, Imam

fuy-Syafi'i, Ibnu Habib dari madzhab Maliki, dan Imam Ahmad

dalam salah satu versi pendapatnya yang terkenal. Sementara

menurutpara ulama darimadzhab Maliki, dan Imam Ahmad

dalam salah satu versi pendapatnya yang lain, kafarat itu wajib

dibayar atas pilihan, bukan atas urutan-urutan yang telah

ditentukan ini . Hal ini berdasarkan hadits dari Abu

Hurairah Radhiy all ahu Anhu yang menyatakan, "Sesunggu h-

nyo Nobi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah menyuruh

seorang sahabat yang tidak berpuasa Ramadhan untuk

memerdekakan budak, atau berpuasa selama dua bulan secara

berturut-turut, atau memberi makan kepada enam puluh orang

miskin." (HR. Ahmad, Malik, Muslim, Abu Daud, Al-Baihaqi,

dan Ad-Daruquthni) Kalimat ofou dalam riwayat hadits tadi

berartiboleh memilih.

c. Secara lahiriah, kafaratyang disinggung dalam hadits tadi hanya

wajib dibayar oleh sang suami. Demikian pendapat Al-Auza'i, Al-

Hasan, dan Imam Asy-Syafi'i dalam satu di antara dua

pendapatnya yang paling shahih.

gi*i/u.qialalu

Berikut Dal i l-dali lnya dalam lslam

Menurut para ulama dari ma&hab Hanafi, kafarat juga wajib dibayar

oleh si istri, jika ia melakukan hubungan seksual pada siang hari bulan

Ramadhan secara suka rela, bukan dipaksa.

Menurut para ulama dari ma&hab Maliki, si istri wajib membayar

fidyah jika ia melakukannya secara suka rela. Dan jika ia melakukannya

secara terpaksa, maka pihak suami saja yang wajib membayar kafarat.

Sedangkan menurut para ulama dari madzhab Hanbali, si istriwajib

membayar kafarat jika ia melakukannya secara suka rela. Dan jika ia

melakukannya sebab  dipaksa, ada yang mengatakan, ia pun wajib

membayarnya, dan juga ada yang mengatakan, ia tidak wajib

membayarnya. Oleh sebab  itu, jika si istri melakukannya sebab 

dipaksa, bendasarkan kesepakatan pam ulama ia sama sekali tidakwajib

membayar kafarat. Tetapi ia hanya membayar puasanya saja. Demikian

pula kalau misalkan ia disetubuhi oleh suaminya dalam keadaan sedang

tidur. Sebagian ulama mengatakan, jika si istridisetubuhi suaminya

dalam keadaan sedang tidur, ia tidak wajib membayar puasa dan juga

kafarat. Masalah ini terkait dengan hal-hal sebagai berikut:

a. Jika dua orang wanita melakukan hubungan seksual dan sama-

sama mengeluarkan sperma, mereka wajib membayar puasa, dan

menurut pendapat yang paling shahih mereka tidak wajib

membayarkafarat.

b. Jika seorang suamidipaksa melakukan hubungan seksual,

puasanya batal. Tetapi menunrt pendapat yang paling shahih dari

mayoritas ulama, ia tidak waj ib membayar kafarat.

c. Jika seorang suami sedang tidur dengan dzakar yang mengalami

ereksi, lalu dzakar ini  oleh si istri dimasukkan ke dalam

vaginanya, ia tidak wajib membayar kafarat.

d. Para ulama sepakat bahwa seseorang yang sengaja melakukan

hubungan seksualpada siang haribulan Ramadhan, kemudian

setelah membayar kafarat ia mengulangi lagi perbuatannya

ini  pada hari yang lain, maka ia wajib membayar kafarat lagi

pada hariyanglain itu.

Tetapi mereka berbeda pendapat tentang kasus seseorang yang

melakukan hubungan seksual di siang bulan Ramadhan, namun belum

sempat membayar kafarat ia mengulanginya lagi pada hari yang lain,

$,thi/v96a/a/u

Puasa

atau dalam dua hari atau lebih, padahal ia belum membayar tanggungcu l

kafarat yang sebelumnya, apakah ia cukup wajib membayar satu kafarat

saja untuk hubungan seksualyang Cilakukannya beberapa hari, atau ia

wajib membayar kafarat sebanyak hubungan seksual yang telah ia

lakukan? Di kalangan para ulama ahli fikih ada dua pendapat. Menurut

para ulama dari madzhab Hanafi, dan Imam Ahmad dalam salah satu

versi pendapatnya, kafarat itu bersifat kolektif sehingga ia cukup

membayar satu kali saja. Sementara menurut Imam Malik, Al-Laits bin

Sa'ad, Imam Asy-Syafi'i, dan Imam Ahmad dalam versipendapatnya

yang lain, kafarat harus dibayar beberapa kali, yaitu setiap harisatu

kafarat.

Adapun bagi orang yang melakukan hubungan seksual beberapa kali

dalam satu hari, berdasarkan kesepakatan para ulama ia hanya

membayar kafarat satu kali saja. Dari hadits tadi bisa diambil

kesimpulan, bahwa orang yang tidak sanggup membayar kafarat itu

kewajibannya hilang sampai ia sanggup membayamya.

2. Mengkonsumsi sesuatu yang dapat membatalkan puasa secara sengaja.

Sepertiyang telah Anda ketahui seluruh ulama ahli fikih sepakat bahwa

sanksi melakukan hubungan selsualpada siang hari bulan Ramadhan

yaitu   membayar puasa dan membayar kafarat. Mereka berbeda

pendapat tentang hal-halyang membatalkan puasa selain hubungan

seksual. Penyebabnya ialah, sebab  hadits-hadits yang digunakan oleh

Nabi Shol/o llahu Alaihi wa Sallamdalam memutuskan membayar kafarat

ifu sebagian menyebutkan tentang hubungan seksualdan sebagian lagi

hanya menyebutkan kalau orang ini  telah melakukan sesuaiu yang

membatalkan puasa. Menurut sebagian ulama ahli fikih, sesungguhnya

yang dimakud dengan sesuof u y an g membatalkan puaso dalam hadits

tadi ialah hubungan seksual. Sementara menurut ulama-ulama yang lain,

yang dimakud mungkin hubungan sekualdan mungkin sesuatu yang

lainnya. Oleh sebab  itulah para ulama dari madzhab Hanafi

mengatakan, segala sesuatu yang dikonsumsi oleh orang yang sedang

berpuasa dan mengandung manfaat bagi tubuh seperti makanan, atau

minuman, atau obat-obatan, atau yang digemari nafsu sepertirokok,

ganja, candu, atau menelan ludah istri untuk dinikmati, atau

melampiaskan kesenangan nafsu seperti hubungan sekual, semua itu

dapat membatalkan puasa yang sanksinya ialah membayar puasa dan

membayar kafarat. Para ulama dari madzhab Maliki setuju pada

pendapatini.

gi/ti/u,96ala/"

Berikut Dalilialilnya dalam lslam

3. Mengkonsumsisesuatu yang membatalkan puasa tetapi dikira boleh.

Menurut para ulama dari madzhab Hanafi dan madzhab Maliki (sesuai

dengan kaidah mereka), jika seseorang secara sengaja mengkonsumsi

sesuafu yang dapat membatalkan puasa seperti yang telah disebutkan,

sebab  mengira halitu diperbolehkan, berdasarkan kesepakatan para

ulama yang tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak

membatalkan puasa, maka ia ia wajib membayar puasa dan membayar

kafarat.

Contohnya; Seperti orang yang berbohong, atau menggunjing orang

lain, atau mengolesi kumisnya dengan minyak. Kerana mengira apa yang

ia lakukan itu membatalkan puasa, ia lalu makan dan minum. Halitu

sebab  ia berpegang pada ta'wil atau penafsiran yang terlalu jauh dan

mengada-ada. Sebab kalau ia berpegang pada ta'wilatau penafsiran yang

wajar saja, maka ia hanya berkewajiban membayar puasanya saja.

Contohnya lagi; Seperti orang yang mengira puasanya batal sebab 

berbekam, atau ia lupa lalu makan dan setelah itu ia pada hariyang sama

ia pun sengaja makan, atau pagi-pagi dalam keadaan junub dan mengira

bahwa hal itu membatalkan puasanya, atau ia makan sahur sampai terbit

fajarlalu mengirabahwa iatelah melakukan sesuatu yang membatalkan

puasanya, atau ia bepergian dalam jarak dekat lalu mengira bahwa ia telah

melakukan sesuafu yang membatalkan puasanya.

Hal-hal Yang Bisa Menghilangkan Kafarat

Kafarat itu bisa hilangsebab dua hal:

Pertama,jika mendadak terjadi sesuatu yang memperbolehkan

berbuka pada hari itu. Contohnya seperti haid, nifas, sakit, gila, dan

bepergian. Menurut para ulama dari ma&hab Hanafi, orang yang sengaja

melakukan sesuatu yang membatalkan puasa ia wajib membayar kafarat.

Tetapijika dalam waktu yang bersamaan mendadakmengalami haid dan

lain sebagainya, maka ia tidakwajib membayar kafarat. Bahkan menurut

mereka, kewajiban kafarat itu hilang.

Sementara menurut ulama-ulama yang lain, sebab  sesuafu ini 

terjadi setelah ada kewajiban membayar kafarat, maka kewajiban ini 

tetapberlaku.

gi/tilv.96ada/v

Puasa

Kedua, adanya keraguan yang menghilangkan kewajiban membayar

kafarat, sepertiberpegang pada ta'wil atau penafisran yang wajar, tidak

mengada-ada. Contoh-contohnya baru saja saya terangkan tadi.

Tentang Kafarat

Kafarat bagi orang yang tidak berpuasa sebab  sengaja ialah,

memerdekakan budak. Menurut para ulama dari madzhab Hanafi,

syaratnya yaitu   budak yang beriman.

Jika tidak mampu, maka berpuasa selama dua bulan berturut-furut

di luar bulan Ramadhan, dan tidak mencakup hari yang dilarang berpuasa;

seperti hari raya Fitri, hari raya Adha, dan hari-hari Tasyriq. Dan jika

masih tidak mampu, maka memberimakan enam puluh orang miskin.

Menurut para ulama dari madzhab Hanafi, setiap orang miskin diberi

setengah sho'gandum atau satu sha'kurma atau jewawut atau anggur

kering. Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam fuy-Syafi'i,

masing-masing orang miskin tadi diberi satu mud bahan pokok makanan

penduduk setempat. Tetapi menurut Imam Ahmad, jika tidak mampu

memberigandum satu sho', ia harus memberi setengah sho'kurma atau

jewawut atau anggur kering.

Menurutpara ulamadari madzhab Hanafi, jikayang ia berihanya

satu orang miskin selamaenam puluh harihalitusudahdianggap cukup.

Tetapi Imam Asy-Syaf i, Imam Malik, dan Imam Ahmad tidak setuju pada

pendapat ini . Menurut m erel<a,yang diberi, harus enam puluh orang

miskin. Perlu dipahami juga yang dimalsud memberi makan yaitu   ialah

menyerahkannya. Jadi seandainya ia membikin makanan lalu

mengundang orang-orang miskin untuk memakannya, menurut Imam

Malik, Imam Asy-Syafi'i, dan Imam Ahmad dalam salah satu versi

pendapatrrya yang lebih te*enal hal ihr dianggap belum mencukupi, sebab 

syariat Islam sudah menentukan bahwb bagian setiap orang miskin yaitu  

satu mud. Makapersoalannya, kalau hanyamemberikan makan kepada

mereka, sangat boleh jadi ia tidak tahu apakah masing-masing dari mereka

sudah mendapatkan bagian yang semestinya atautidak.

Orang yang tidak sanggup membayar kafarat sebab  tidak punya

kelebihan harta hingga ia meninggal dunia, maka kafarat ini 

dihilangkan dari tanggungannya sehingga ia meninggal dunia ini .

gi*ilv,96a/ab

Berikut Dalildalilnya dalam lslam

Udzu r-udzu r yan g Mem perbo I eh kan T idak Berpuasa

sudah dikemukakan sebelumnya bahwa puasa itu hukumnya fardhu

dalam bulan Ramadhan, dan berbuka tanpa ada udzur itu hukumnya

haram. Berikut ini yaitu   udzur-udzur yang memperbolehkan tidak

berpuasa pada bulan Ramadhan:

Sakit

orang yang sakit dan merasa berat menjalankan puasa, atau ia

khawatir jika berpuasa sakitnya bertambah, atau khawatir sakitnya

terlambat sembuh berdasarkan pengalaman' atau berdasarkan

keyakinannya, atau berdasarkan keterangan seorang dokter yang muslim,

uhli, du6 saleh, para ulama sepakat bahwa ia diperbolehkan tidak

berpuasa. sama seperti orang yang sakit tadi ialah, seseorang yang sehat

tetapi khawatir akan jatuh sakit, jika berpuasa berdasarkan keyakinannya,

atau berdasarkan pengalaman, atau berdasarkan keterangan seorang

dokteryang muslim, ahli, dan saleh.

Kata Ath.:Thabarani dalam Asy-syarhu AI-Kabir, ada beberapa

ulama salaf yang memperbolehkan tidak berpuasa sebab  menderita sakit

apa saja, termasuk sakit bisul di jari-jari tangan, sakit gigi, dan lain

rnbugui.ryu. Hal itu berdasarkan ayat Al-Qur'an yang bersifat umum.1)

Menurut saya, sakit bisul di jari-jari tangan dan sakit gigi itu terkadang

sangat menyiksa sehingga bisa menaikkan deraj at demam dan membuat

penderitanya tidak bisa tidur dan beristirahat.

Yang dijadikan dasar atas hukum orang yang sakit ialah firman Allah:

ou.rl ,r't -" lt .,fffi) zl tQl ,',-t -o'b-tY'J

[r ,r t :;;1t]

"Maka siapa saia diantara kalian ada yang sakit atau dalam

p e r j al an an (I alu di a b e rb uk a), m akn (z u aj ib I ah b a giny n b e rp u as n)

p, j;il c^.r (+ 3t{ iJ

gih/a.qiafu/?,

Puasa

I Asy-Syorhu Al-Kabir: llUI6.

sebnnyak lnri ynng ditinggulkuutyn ittt pnda lmri-hari ynng Inin."

(Ai-Baqarah: 18a)

Orang yang merasa dengan berpuasa akan memberatkan sakit yang

dideritanya, atau bisa memperlambat kesembuhannya, maka hukum

puasanya makruh. Alasannya, sebab  hal itu dianggap termasuk membuat

mudharat kepada diri sendiri, berpaling dari keringanan yang diberikan oleh

Allah, dan tidak mau menerima kemurahan-Nya. Tetapi kalau seandainya

tetap hendak berpuasa, maka puasanya sah.

Menurut Imam Ahmad, orang yang memiliki nafsu selc cukup besar,

yang kalau ditahan bisa menimbulkan mudharat, ia boleh tidak berpuasa.

Tetapi ia tidakboleh memaksa istrinya untukmembatalkan puasanya jika

ia masih bisa melampiaskan hasrat seksualnya dengan cara meminta

bantuan si istri untuk mempermainkan penisnya agar mengeluarkan

sperma atau dengan mempermainkan penisnya pada bagian-bagian tubuh

tertentu milik si istri selain vaginanya. Atau jika tidak memungkinkan

dengan istri ia bisa melakukan onani. Sekali lagi ia tidakboleh meminta si

istri untuk membatalkan puasanya, kecuali ia jika tidak sanggup

menghindari mudharatselain harus dengan melakukan hubungan seksual,

sebab  hal inisama saja dengan dalam keadaan darurat.1)

Bepergian

Boleh bepergian padabulan Ramadhan, dan boleh tidakberpuasa

bagi orang yang bepergian dalam jarak yang memperbolehkan ia

mengqashar shalat. Hal ini  berdasarkan ayat Al-Qur' an di atas tadi.

Dan j uga berdasarkan hadits Aisyah 

sesungguhnya Hamzah bin Amr

Al-Aslami (yang sering berpuasa saat bepergian) bertanya kepada Nabi

Shallallahu Alaihi w a Sallam, " Apakah aku harus berpuasa saat beper $an? "

Beliau bersabda, "Kalau mau, berpuasalah, dan kalau mau, berbukalah!"

(HR. Jamaah dan Al-Baihaqi. Kata At-Tirmidzi, hadits ini hasan dan

shahih)

Ada beberapa hal yang ingin saya terangkan kepada Anda dengan

singkatyang berkaitan dengan masalah bepergian:

t Asy-Syorhu Al-Kabir: llUIT

giAi/a,g6a/a/u

Berikut Dal ildalilnya dalam lslam

a. Terdapat beberapa hadirc shahih yang menunjukkan bahwa seseorang

yang sedang bepergian itu boleh tidak berpuasa pada bulan Ramadhan

dan juga boleh berpuasa. Namun para ulama berbeda pendapat tentang

manayang lebih baik. Menurutpara ulama darimadzhab Hanafi, Imam

Malik, Imam Asy-Syaf i' dan AtsJlsauri, bagi orang yang kuat lebih baik

berpuasa. Begitu pula sebaliknya. Dalil mereka ialah firman Allah To'olc

"Dan berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. " (Al-

Baqarah:184)

Dan hadib Abu Sa'id Al-l(hudri Rodhiyo llahu Anhu, ia berkata, " Kami

pemah berperang bersomo Rosu lullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pada

bulan Ramadhan. Sebagian di antarakami ada yang berpuasa, dan

sebagian di antara kami ada yang berbuka. Orang yang berpuasa tidak

marah kepada orang yang berbuka, dan orang yang berbuka pun tidak

marah kepada orang yang berpuasa. Mereka berpendapat bahwa siapa

Wng mercsa mampu, hendaklah ia tetap berpuasa, sebab  hal in yaitu  

baik. Dan mereka juga berpendapat bahwa siapa yang merasa tidak

mampu, hendaklah ia berbuka, sebab  hal itu yaitu   baik. " (FIR. Ahmad,

Muslim, dan Al-Baihaqi)

Menurut Imam Ahmad dan Ishak, tidakberpuasasaatbepergian ifu

yaitu   lebih baik, berdasarkan hadits, "Bukanlah merupakansebuah

kebaikan kalau kalian berpuasa saat dalam bepergian." (HR. Ahmad dan

Muslim.)

Hadits inilah yang dibuat pegangan oleh beberapa ulama dari

madzhab Zhahiri. Menurut mereka, berpuasa saat bepergian itu

hukumnya tidak sah. Tetapi dalil mereka lemah, sebab  ada riwayat

shahih yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu Alaihiuro sollom dan

juga beberapa sahabat terkadang berpuasa saat bepergian.

b. Seseomng yang bepergian di tengahtengah bulan Ramadhan, meskipun

ketika di awal Ramadhan ia tidak sedang bepergian, maka ia boleh tidak

berpuasa. Orang yang berpendapat tidak boleh, mereka tidak punya dalil

sama sekali. Soalnya Nabi Sho/lallahu Alaihi wa Sallam pernah

bepergian untuk menaklukkan kota Makkah dalam keadaan tidak

berpuasa, bahkan beliau j uga menyuruh kaum muslimin untuk berbuka

ketika sudah dekat dengan posisi musuh.

c. Orang yang bepergian, dan ia sudah punya keinginan untuk tidak

berpuasa, ia boleh melakukan sesuatu yang membatalkan puasa jika

gih/u.qialalv

Puasa

telah meninggalkan tempat keberangkatannya. Dan ia juga boleh

berbuka walaupun semalam ia sudah niat berpuasa. Inilah p:endapat

Imam Ahmad. Ia menyamakan kasus inidengan k*u, oru.g.Lhatying

berpuasa namun mendadak sakit, maka ia boleh tidak berpuasa.-Dan

pendapat ini diperkuat oleh hadib.

Menurut para ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, Asy-Syaf i, dan Al-

Ar'"a'i, orang yang semalam sudah berniat hendak b"rpu*u, maka

ketika pagi-pagiia tidak boleh berbuka meskipun jikai<emudian ia

temyata bepergian pada hari itu.

d. Bepergian yang memperbolehkan tidak berpuasa, menurut para ulama

dari madzhab Zhahiri ialah, sejauh tiga milatau 5565 meter. Menurut

riwayat yang dikutip dari lbnu umar dan Ibnu Abbas, seorang musafir

tidak boleh mengqashar shalat dan berbuka, kecualijika ia menempuhjarak sejauh empat burud atau sama dengan 48 mil yang menurut para

ulama selain dari ma&hab Hanafi kira-kira sama d"ngun g7 kilo meter,

atau yang kalau menurut para ulama dari ma&hab Hanafi kira-kira

sama dengan &3,5 kilo meter.

Al-Laits bin sa'ad mengatakan, kaum muslimin sepakat untuk tidak

mengqashar shalat maupun bertuka, kecuali dalam j arak sejauh empat

burud atau sama dengan dua belas mil. Masalah ini mengundang

perbedaan pendapat yang cukup panjang. Tetapi dalam hal berpuasf

sebaiknya kita cenderung lebih berhati-hati.

e. seorang musafirboleh berbukasaatdalam perjalanan sampaiia pulang

kembali ke kota tempat tinggalnya. Jika ia tiba di kota lain dan bemiat

akan tinggaldisana selama lima belas hari atau lebih, menurut para

ulama darimadzhab Hanafi, AtsrTsauri, Al-Muzini, dan Al-Laiti bin

Sa'ad, ia wajib berpuasa.

Menurut Imam Malik, Imam Asy-syaf i, dan Imam Ahmad, seseorang

yang niat tinggal di kota mana saja kurang dari empat hari ia tetaf

dianggap sebagai musafir. Tetapijika ia niat tinggal emfat hari dikuranji

satu hari masuk, dan satu hari keluar, maka ia tidak dianggap sebagai

musafir, sehingga ia waj ib berpuasa. Masing-masing m"r"ku punya aJl.

Tetapi kalau misalnya seseorang singgah di sebuah kota dan tihakberniat

tinggal secara mutlak, ia dianggap sebagai musafir dan berikut dengan

konsekuensi-konsekuensi hukumnya meskipun akhimya ia tinggal selama

beberapa tahun di kota ini . Alasannya, sebab  tidak adalepastian

dan tidak adanya niat untuk tinggal.

gthb.q6a/a/y

Berikut Dali ldali lnya dalam lslam

Berkaitan dengan masalah bersucidan shalat, hukum seorang musafir

itu berakhir sebab  tiga hal:

L. Kembali ke tempat di mana ia berangkat.

2. Niat tinggal di salah satu tempat selama empat belas atau lima belas hari.

3. Niat kembali ke tempat di mana ia berangkat sebelum melewatijarak

yang memperbolehkan ia mengqashar shalat dan berbuka. Jika

seseorang bepergian dan bermaksud berbuka saat meninggalkan kota

tempat tinggalnya, lalu tiba-tiba ia pulang lagi sebelum melewati jarak

yang memperbolehkan ia mengqashar shalat atau berbuka, menurut

sebagian ulama ia wajib menahan diridari makan untuk menghormati

bulan Ramadhan. Sementara menurut ulama-ulama yang lain, hal itu

hanya merupakan anjuran bukan kewajiban, sebab  ia tidak berpuasa

yaitu   memanfaatkan kemurahan agama.

Hamil dan Menyusui

Kedua masalah ini berikut perbedaan pendapat di kalangan para

ulamanya tentang yang diwajibkan kepadawanita yang hamildan wanita

yang menyusuisudah dibicarakan sebelumnya. Sehingga tidak ada alasan

untuk mengulanginya lagi. Tetapi satu hal yang perlu diperhatikan ialah,

bahwa menurut para ulama yang berpendapat wanita yang hamildan

wanita yang menyusui itu wajib membayar puasa dan fidyah jika

mengkhawatirkan anak mereka, mengatakan bahwa; Fidyah ini  harus

dibayarsetiap hari sebanyaksatu mud berupa makanan pokokpenduduk

setempat, kalau memang mereka mampu. Jika tidak mampu maka

kewajiban kafarai ini  menjadi hilang, sabagaimana yang berlaku bagi

orang yang tidak berpuasa sebab  sengaja dan tidak mampu membayar

fidyah.

Sangat Tua

Seorang kakek atau nenekyang sudah pikun apabila merasa sangat

berat menjalankan puasa, mereka boleh tidak berpuasa. Dan menurut

Imam fuy-Syafi'i dan Imam Ahmad mereka wajib memberi makan satu

mud gandum setiap hari. Sementara menurutpara ulama darimadzhab

Hanafi, mereka harus memberi makan setengah sha' gandum atau tepung,

r._"H3#

%r/nilo 46a.{a/u ffiuut,

Puasa W

atau satu sha' jewawut atau kurma atau anggur kering, atau bisa nilainya

saja, dengan catatan kalau ia memang mampu. Jika tidak mampu, mereka

harus berisi tighf ar memohon ampunan kepada Allah. Menurut para ulama

dari ma&hab Maliki, seorang kakekdanseorang nenekyangsudah sangat

renta boleh tidak berpuasa, dan mereka tidak terkena kewajiban apa-apa.

Alasannya, mereka tidak berpuasa sebab  memang tidak sanggup

melakukannya. Mereka tidak wajib membayar fidyah, sama seperti orang

yang menderita sakit cukup berat. Ia juga tidak terkena kewajiban apa-

apa.

Menurut para ulama dari madzhab Hanafi, boleh membayar fidyah

dengan cara membikin makanan atau memasak masakan lalu mengundang

orang-orang miskin untuk diajak makan bersama-sama. Sebagian ulama

yang lain tidak memperbolehkannya. Tetapi harus dengan cara

menyerahkan makanan ifu kepada orang-orang miskin. Bukan dengan cara

kita menghidangkan makanan lalu berkata, "Silahkan makan!"

Apabila seseorang yang tidaksanggup berpuasa sebab  terlalu tua

atau sebab  sakit yang cukup berat dan sudah mengeluarkan fidyah,

namun mendadak ia merasa kuat melakukan berpuasa tanpa ada resiko

yang perlu ditakuti, maka ia wajib berpuasa. Menurut salah satu pendapat

Imam Ahmad, ia tidak wajib membayar puasa yang ditinggalkannya.

Sedangkan menurut pendapatnya yang lain, ia wajib membayar puasanya

ini , sebab  ia mampu berpuasa pada hari-hari yang lain.i)

Tidak Berpuasa sebab  Dipaksa

Boleh tidak berpuasa bagi seseorang yang dipaksa akan dibunuh

misalnya, atau akan dipotong anggota tubuhnya. Tetapi ia wajib

mengqadha'puasanya.

Thkut Mati atau Kurang Akal

Boleh tidak berpuasa bagi orang yang takut mati atau kurang akal

atau bahaya-bahaya lain yang diakibatkan menanggung lapar