Tampilkan postingan dengan label amsal 26. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label amsal 26. Tampilkan semua postingan

Minggu, 29 Desember 2024

amsal 26


percaya kepada TUHAN, 

untuk meminta perlindungan dan persediaan di jalan kewajiban, 

akan ditempatkan di tempat yang tinggi, mengatasi kuasa manusia 

dan mengatasi rasa takut akan kuasa itu. Keyakinan yang kudus 

kepada Allah menjadikan orang besar dan tenang, dan memam-

pukannya memandang rendah dengan penuh rahmat rancangan-

rancangan neraka dan bumi yang paling dahsyat terhadap dia. 

Jika Allah menjadi keselamatanku, maka aku percaya dengan 

tidak gementar. 

26 Banyak orang mencari muka pada pemerintah, namun  dari TUHAN orang 

menerima keadilan. 

Lihatlah di sini:  

1. Jalan apa yang biasa ditempuh orang untuk memajukan dan mem-

perkaya diri mereka sendiri, dan menjadikan diri sendiri besar: Me-

reka mencari muka pada pemerintah, dan, seolah-olah semua peni-


laian tentang mereka berasal darinya, kepada pemerintahlah mere-

ka akan memberikan segala bujuk rayu. Salomo sendiri yaitu  se-

orang kepala pemerintah, dan tahu betapa gigihnya orang men-

dekati dia, sebagian untuk urusan yang satu, sebagian untuk 

urusan yang lain, namun  semuanya berusaha mencari muka pada-

nya. Itu yaitu  cara dunia mengambil hati orang-orang besar, dan 

mengharapkan yang banyak dari senyuman-senyuman kecil, yang 

masih belum pasti, dan sering kali akan mengecewakan mereka. 

Banyak orang yang bersusah payah mencari muka pada pemerin-

tah namun tidak berhasil. Banyak orang yang berhasil untuk se-

saat saja, namun  mereka tidak bisa terus mempertahankan keber-

hasilan mereka, sebab bila sedikit saja ada kesalahan dalam satu 

dan lain hal, mereka akan mendapat murkanya. Banyak orang 

yang berhasil dan mempertahankan keberhasilan mereka, namun 

itu pun tidak memenuhi harapan mereka,   sebab  mereka tidak 

bisa menguasainya sebagaimana yang sudah mereka perkirakan. 

Haman mendapat hati pemerintah, namun itu tidak menghasilkan 

apa-apa baginya.  

2. Jalan paling bijak apa yang bisa diambil orang untuk berbahagia. 

Hendaklah mereka mengarahkan pandangan kepada Allah dan 

mencari perkenanan dari Sang Pemerintah segala pemerintah. 

Sebab, dari TUHAN orang menerima keadilan. Keadaan kita tidak 

tergantung pada berkenannya pemerintah. Perkenanannya tidak 

bisa membuat kita bahagia, kernyit-kernyit dahinya tidak bisa 

membuat kita sengsara. namun  keadaan kita itu tergantung pada 

perkenanan Allah. Setiap makhluk menjadi bagi kita sebagaimana 

Allah menjadikannya, tidak lebih dan tidak lain. Dialah Penyebab 

pertama, yang kepada-Nya semua penyebab kedua bergantung. 

Jika Ia tidak menolong, mereka tidak akan bisa (2Raj. 6:27; Ayb. 

34:29). 


27 Orang bodoh yaitu  kekejian bagi orang benar, orang yang jujur jalannya 

yaitu  kekejian bagi orang fasik. 

Ini mengungkapkan bukan hanya pertentangan yang ada secara ala-

miah antara kebajikan dan kecelaan, seperti antara terang dan gelap, 

api dan air, melainkan juga permusuhan lama yang selalu ada antara 

keturunan wanita  dan keturunan ular (Kej. 3:15).  

1. Semua orang yang telah dikuduskan mempunyai kebencian yang 

mengakar terhadap kefasikan dan orang-orang fasik. Mereka mem-

punyai kehendak baik untuk jiwa semua orang (Allah memiliki 

kehendak baik itu, dan tidak mau seorang pun binasa). Mereka 

membenci jalan-jalan dan perbuatan-perbuatan tidak saleh yang 

diperbuat melawan Allah dan menyakiti manusia. Mereka tidak 

bisa mendengarnya atau berbicara tentangnya tanpa amarah yang 

kudus. Mereka benci bergaul dengan orang-orang yang tidak 

mengenal Tuhan dan yang tidak adil, dan ngeri jika sampai 

menyokong mereka. Sebaliknya, mereka akan melakukan apa saja 

untuk sebisa mungkin mengakhiri kefasikan orang fasik. Dengan 

demikian orang bodoh (KJV: orang tidak adil – pen.) membuat 

dirinya dibenci oleh orang benar, dan itu menjadi bagian hukum-

an dan aib yang dideritanya pada masa sekarang ini bahwa orang 

baik tidak bisa tahan dengannya.  

2. Semua orang yang tidak dikuduskan memiliki kebencian yang 

mengakar yang serupa terhadap kesalehan dan orang-orang sa-

leh: Orang yang jujur jalannya, yang berkata dan berbuat dengan 

penuh kesadaran hati nurani, yaitu  kekejian bagi orang fasik, 

yang kefasikannya mungkin dikekang atau ditekan, atau setidak-

tidaknya, dipermalukan dan dikutuk, oleh kejujuran orang jujur. 

Itulah yang diperbuat Kain, yang bapanya yaitu  Iblis. Dan tidak 

hanya merupakan kefasikan orang fasik bahwa mereka membenci 

orang-orang yang dikasihi Allah, melainkan juga kesengsaraan 

mereka bahwa mereka membenci orang-orang yang sebentar lagi 

akan mereka lihat dalam kebahagiaan dan kehormatan kekal, dan 

yang akan berkuasa atas mereka di pagi hari di kehidupan kekal 

itu (Mzm. 49:15, KJV).   

  

pasal ini dan pasal berikutnya yaitu  tambahan untuk amsal-

amsal Salomo. namun  kedua-duanya disebut dengan jelas sebagai 

nubuatan dalam ayat-ayatnya yang pertama (dalam terjemahan KJV 

– pen.). Dengan demikian tampak bahwa penulis dari kedua pasal 

itu, siapa pun mereka, terilhami secara ilahi. Pasal ini ditulis oleh 

seorang yang bernama “Agur bin Yake.” Suku apa dia, atau kapan ia 

hidup, kita tidak diberi tahu. Apa yang dia tulis,   sebab  didiktekan 

oleh Roh Kudus, tersimpan dalam catatan di sini. Kita mendapati di 

sini, 

I. Pengakuan imannya (ay. 1-6).  

II. Doanya (ay. 7-9).  

III. Peringatan untuk tidak memperlakukan hamba secara tidak 

adil (ay. 10).  

IV. Empat keturunan yang fasik (ay. 11-14).  

V. Empat hal yang tak pernah puas (ay. 15-16), ditambah 

peringatan yang sepatutnya terhadap anak-anak yang 

tidak berbakti (ay. 17).  

VI. Empat hal yang tak terselidiki (ay. 18-20).  

VII. Empat hal yang tak tertahankan (ay. 21-23).  

VIII. Empat hal yang kecil namun bijaksana (ay. 24-28).  

IX. Empat hal yang mulia (ay. 29 sampai selesai). 

 

1 Perkataan Agur bin Yake dari Masa. Tutur kata orang itu: Aku berlelah-le-

lah, ya Allah, aku berlelah-lelah, sampai habis tenagaku. 2 Sebab aku ini le-

bih bodoh dari pada orang lain, pengertian manusia tidak ada padaku. 3 Juga 

tidak kupelajari hikmat, sehingga tidak dapat kukenal Yang Mahakudus. 4 

Siapakah yang naik ke sorga lalu turun? Siapakah yang telah mengumpul-kan angin dalam genggamnya? Siapakah yang telah membungkus air dengan 

kain? Siapakah yang telah menetapkan segala ujung bumi? Siapa namanya 

dan siapa nama anaknya? Engkau tentu tahu! 5 Semua firman Allah yaitu  

murni. Ia yaitu  perisai bagi orang-orang yang berlindung pada-Nya. 6 Ja-

ngan menambahi firman-Nya, supaya engkau tidak ditegur-Nya dan dianggap 

pendusta. 

Sebagian orang menganggap Agur bukan sebagai nama dari penulis 

kitab ini, melainkan sifatnya. Ia seorang pengoleksi (itulah yang diarti-

kan dari kata itu), seorang pengumpul, seorang yang tidak menyusun 

tulisan-tulisannya sendiri namun  mengumpulkan kata-kata dan 

pengamatan-pengamatan yang bijak dari orang lain, dan membuat 

ringkasan dari tulisan-tulisan orang lain. Itulah sebabnya menurut 

sebagian orang mengapa ia berkata (ay. 3), “Tidak kupelajari hikmat 

secara sendiri, namun  aku hanyalah penulis atau penyalin bagi orang-

orang lain yang bijak dan terpelajar.” Perhatikanlah, kita tidak boleh 

menguburkan talenta kita, meskipun itu hanya satu, namun , seperti 

halnya kita sudah menerima pemberian, demikian pula kita harus 

menyampaikannya, sekalipun itu hanya mengumpulkan apa yang 

sudah ditulis oleh orang lain. namun  kita lebih menganggapnya 

sebagai nama penulisnya, yang tidak diragukan lagi, sudah terkenal 

pada saat itu, meskipun tidak disebutkan di tempat-tempat lain 

dalam Kitab Suci. Itiel dan Ukhal disebutkan di sini (ayat 1 dalam 

terjemahan KJV – pen.), entah,  

1. Sebagai nama-nama muridnya, yang diajarnya, atau yang memin-

ta nasihat dari dia sebagai seorang bijak,   sebab  memandang 

tinggi hikmat dan kebaikannya. Mungkin mereka menulis dari 

apa yang didiktekannya, seperti Barukh menulis dari mulut Yere-

mia. Melalui peran mereka tersimpanlah perkataannya, sebagai-

mana mereka siap bersaksi bahwa itu yaitu  perkataannya, 

sebab perkataan itu diucapkan kepada mereka. Mereka yaitu  

dua saksi atas perkataan itu. Atau,  

2.  Sebagai pokok pembicaraannya. Itiel berarti Allah besertaku, pene-

rapan dari Immanuel, Allah beserta kita. Firman menyebut-Nya 

Allah beserta kita. Iman membuat firman ini berlaku, dan menye-

but-Nya “Allah besertaku, yang mengasihiku, dan menyerahkan 

diri-Nya untukku, dan ke dalam persatuan serta persekutuan 

dengan-Nya aku diperbolehkan masuk.” Ukhal berarti Yang Maha-

perkasa, sebab di dalam Dia yang perkasalah pertolongan tersedia 

bagi kita. Oleh sebab itu, banyak penafsir yang baik menerapkan 

perkataan ini pada Mesias, sebab tentang Dialah semua nubuatan 

bersaksi, dan kalau begitu mengapa nubuatan ini tidak? Perkata-

an ini yaitu  apa yang dikatakan Agur tentang Itiel, bahkan ten-

tang Itiel (itulah nama yang ditekankan di sini) yang beserta kita 

(Yes. 7:14).  

Tiga hal yang dimaksudkan oleh sang nabi di sini: 

I. Untuk merendahkan dirinya sendiri. Sebelum membuat pengaku-

an imannya, ia membuat pengakuan akan kebodohan, kelemah-

an, dan kekurangan akal budinya terlebih dahulu. Pengakuan ini 

sangat penting untuk memastikan bahwa kita dibimbing dan 

dipandu oleh iman. Sebelum berbicara tentang Juruselamat, ia 

berbicara tentang dirinya sebagai seorang yang membutuhkan 

Juruselamat, dan sebagai seorang yang bukan siapa-siapa tanpa-

Nya. Kita harus keluar dari diri kita sendiri sebelum datang ke 

dalam Yesus Kristus.  

1. Ia berbicara tentang dirinya sendiri sebagai seorang yang tidak 

mempunyai kebenaran, dan telah berbuat bodoh, sangat bo-

doh. saat  ia merenungkan dirinya sendiri, ia mengakui, 

sebab aku ini lebih bodoh dari pada orang lain. Setiap manusia 

ternyata bodoh (Yer. 10:14). namun  siapa mengenal hatinya 

sendiri akan mengenal jauh lebih banyak kejahatan dalam 

dirinya sendiri dibandingkan  dalam diri orang lain sehingga ia akan 

berseru, “Sesungguhnya aku tidak bisa tidak berpikir bahwa 

aku ini lebih bodoh dari pada orang lain. Sudah tentu tidak ada 

seorang pun yang hatinya sedemikian rusak dan memperdaya 

seperti hatiku. Aku telah berlaku seperti orang yang tidak 

mempunyai pengertian Adam, seperti orang yang secara me-

nyedihkan sudah merosot dari pengetahuan dan kebenaran 

yang di dalamnya manusia diciptakan pada mulanya. Bahkan, 

akal sehat dan akal budi manusia tidak ada padaku, sebab 

jika tidak demikian, seharusnya aku tidak melakukan apa 

yang sudah kulakukan.” Agur, saat  didatangi oleh orang lain 

sebagai seorang yang lebih bijak dibandingkan  kebanyakan orang, 

mengakui dirinya sendiri lebih bodoh dibandingkan  siapa pun. Apa 

pun penilaian tinggi yang mungkin dipikirkan orang lain ten-

tang kita, sudah sepatutnyalah kita berpikiran rendah tentang 

diri kita sendiri. 

2. Ia berkata tentang dirinya sendiri sebagai orang yang tidak 

mendapat pewahyuan untuk menuntunnya di jalan kebenaran 

dan hikmat. Ia mengakui (ay. 3) “Juga tidak kupelajari hikmat 

dengan kekuatanku sendiri (kedalaman-kedalamannya tidak 

terukur oleh baris dan garisku), juga tidak kukenal mereka 

yang kudus, para malaikat, orangtua kita yang pertama dalam 

kemurnian mereka, ataupun perkara-perkara yang kudus ten-

tang Allah. Aku tidak bisa mendapat pengertian yang men-

dalam tentang itu semua, atau membuat penilaian apa saja 

berkenaan dengannya, lebih jauh dibandingkan  yang berkenan di-

nyatakan Allah kepadaku.” Manusia duniawi, kekuatan-kekuat-

an alam, tidak memahami, bahkan, tidak menerima apa yang 

berasal dari Roh Allah. Sebagian orang menganggap bahwa di 

sini Agur ditanya, seperti halnya imam Apollo pada zaman dulu, 

siapa orang yang paling bijaksana? Jawabannya yaitu , orang 

yang sadar akan ketidaktahuannya sendiri, terutama dalam 

perkara-perkara ilahi. Hoc tantum scio, me nihil scire – Yang aku 

ketahui hanyalah bahwa aku tidak tahu apa-apa. 

II. Untuk mengemukakan Yesus Kristus, dan Bapa di dalam Dia (ay. 

4): Siapakah yang naik ke sorga lalu turun? dst. 

1. Sebagian orang memahami ayat ini berbicara mengenai Allah 

dan karya-karya-Nya, yang keduanya tiada taranya dan tak 

terselami. Agur menantang seluruh umat manusia untuk men-

jelaskan tentang langit di atas, tentang angin, air, dan bumi: 

“Siapa yang bisa mengaku-ngaku sudah pernah naik ke sorga, 

untuk melihat bola bumi dari atas, lalu turun untuk memberi-

kan gambaran tentangnya kepada kita? Siapa yang bisa menya-

takan diri sudah menguasai angin, sudah menggenggamnya di 

tangan dan mengaturnya, seperti yang diperbuat Allah, atau 

sudah mengikat gelombang-gelombang laut dengan kain be-

dungan, seperti yang telah diperbuat Allah? Siapakah yang 

telah menetapkan segala ujung bumi, atau yang bisa menggam-

barkan kekuatan fondasi-fondasinya, atau luas batasan-batas-

annya? Katakan siapa namanya yang bisa bersaing dengan 

Allah atau menjadi dewan penasihat-Nya, atau, jika ia sudah 

mati, siapa nama orang yang telah mewarisi rahasia besar ini.”  

2. Ada juga sebagian orang yang merujuk ayat itu kepada Kris-

tus, kepada Itiel dan Ukhal, Anak Allah, sebab itulah nama 

Sang Anak, dan juga nama Sang Bapa, yang sedang ditanya-

kan di sini, dan siapa saja ditantang untuk bersaing dengan-

Nya. Sekarang kita harus memuliakan Kristus sebagai Dia 

yang telah dinyatakan itu. Orang-orang pada waktu itu meng-

agungkan-Nya sebagai Dia yang tersembunyi, sebagai Dia yang 

tentang-Nya mereka sudah sedikit banyak mendengar, namun  

mengenai Dia mereka mempunyai gagasan-gagasan yang amat 

gelap dan tidak sempurna. Hanya desas-desusnya yang sam-

pai ke telinga kami, namun  kami tidak bisa menggambarkan-

Nya (Ayb. 28:22). Tentunya Allahlah yang telah mengumpulkan 

angin dalam genggam-Nya dan membungkus air seolah-olah 

dengan kain. namun  siapa nama-Nya? Nama-Nya, AKU yaitu  

AKU (Kel. 3:14), nama yang harus dipuja, bukan untuk dipa-

hami. Siapa nama Anak-Nya, yang oleh-Nya Ia mengerjakan 

semuanya ini? Orang-orang kudus dari Perjanjian Lama meng-

harapkan Mesias sebagai Anak dari yang Penuh Berkat, dan di 

sini Ia dikatakan sebagai pribadi yang berbeda dari Bapa, 

namun  nama-Nya masih rahasia. Perhatikanlah, Penebus yang 

agung, dalam kemuliaan-kemuliaan pemeliharaan dan anuge-

rah-Nya, tidak bisa dibanding-bandingkan atau dipahami sam-

pai sempurna. 

(1) Kemuliaan-kemuliaan dari kerajaan anugerah-Nya tak ter-

selidiki dan tak tertandingi. Sebab siapa lagi selain Dia yang 

sudah naik ke sorga lalu turun? Siapa lagi selain Dia yang 

secara sempurna mengenal kedua dunia, dan Dia sendiri 

bebas berhubungan dengan kedua-duanya, dan oleh   sebab  

itu layak mendamaikan hubungan di antara keduanya, se-

bagai Pengantara, seperti tangga Yakub? Dia di dalam sorga 

di pangkuan Bapa (Yoh. 1:1-18). Dari sana Ia turun untuk 

mengenakan sifat manusia kita. Sungguh tidak pernah ter-

jadi perendahan diri yang demikian itu. Dalam sifat itu juga 

Ia kembali naik (Ef. 4:9), untuk menerima kemuliaan-ke-

muliaan yang dijanjikan bahwa Ia akan ditinggikan. Dan 

siapa lagi selain Dia yang telah melakukan ini? (Rm. 10:6).  

(2) Kemuliaan-kemuliaan dari kerajaan pemeliharaan-Nya juga 

tak terselidiki dan tak tertandingi. Dia yang mendamaikan 

sorga dan bumi yaitu  juga Pencipta kedua-duanya dan me-

merintah serta mengatur semuanya. Pemerintahan-Nya atas 

tiga unsur yang lebih rendah, yaitu udara, air, dan tanah, di 

sini ditekankan secara khusus.  

[1] Pergerakan-pergerakan udara diarahkan oleh-Nya. Iblis 

mengaku-ngaku menjadi penguasa kerajaan angkasa, 

namun  bahkan di situ Kristus memiliki segala kuasa. Ia 

menghardik angin dan mereka pun taat kepada-Nya.  

[2] Batas-batas air ditentukan oleh-Nya: Ia membungkus air 

seolah-olah dengan kain; sampai di sini boleh engkau 

datang, jangan lewat (Ayb. 38:9-11).  

[3] Dasar-dasar bumi ditetapkan oleh-Nya. Ia menegakkan-

nya pada mulanya. Ia tetap menopangnya. Jika bukan 

Kristus yang meletakkannya, dasar-dasar bumi akan 

tenggelam di bawah beban kutuk yang ditimpakan ke 

atas bumi oleh   sebab  dosa manusia. Siapa gerangan 

Dia yang perkasa yang melakukan semua ini? Kita tidak 

dapat menyelami batas-batas kekuasaan Allah, atau 

Anak Allah. O, alangkah dalamnya pengetahuan itu! 

III. Untuk meyakinkan kita akan kebenaran firman Allah, dan meng-

anjurkannya kepada kita (ay. 5-6). Murid-murid Agur berharap un-

tuk diajar olehnya dalam perkara-perkara mengenai Allah. “Aduh!” 

ujarnya, “Aku tidak bisa mengajar engkau. Tengoklah firman Allah. 

Lihatlah apa yang telah diungkapkan-Nya di sana tentang diri-Nya 

sendiri, tentang pikiran-Nya dan kehendak-Nya. Engkau tidak 

perlu tahu lebih banyak dibandingkan  apa yang akan diajarkan firman 

itu kepadamu, dan engkau boleh yakin bahwa apa yang engkau 

peroleh itu benar adanya dan cukup bagi dirimu. Semua firman 

Allah yaitu  murni. Tidak sedikit pun ada kepalsuan dan kebobrok-

an tercampur di dalamnya.” Kata-kata manusia perlu didengar dan 

ditimbang-timbang dengan penuh kecurigaan, namun  tidak ada sedi-

kit pun alasan untuk mencurigai kekurangan-kekurangan di dalam 

firman Allah. Firman itu seperti perak yang tujuh kali dimurnikan 

(Mzm. 12:7), tanpa sedikit pun sanga atau logam. Firman-Mu amat 

murni (Mzm. 119:140, KJV; TB: janji-Mu sangat teruji – pen.).  

1. Firman itu pasti, dan oleh sebab itu kita harus percaya pada-

nya dan mempertaruhkan jiwa kita padanya. Allah dalam 

firman-Nya, Allah dalam janji-Nya, yaitu  perisai, perlindung-

an yang pasti, bagi semua orang yang percaya kepada-Nya dan 

berlindung pada-Nya. Firman Allah, yang diterapkan dengan 

iman, akan membuat kita tenang di tengah-tengah bahaya 

dahsyat (Mzm. 46:2-3).  

2.  Firman itu cukup, dan oleh sebab itu kita tidak boleh menam-

bah-nambahinya (ay. 6): Jangan menambahi firman-Nya, kare-

na firman-Nya murni dan sempurna. Perkataan ini melarang 

kita memperkenalkan hal-hal apa saja, yang tidak hanya ber-

tentangan dengan firman Allah, namun  juga yang bersaing de-

ngannya. Sekalipun dengan dalih yang tampaknya masuk akal 

bahwa itu untuk menjelaskannya, namun, jika itu dianggap 

mempunyai wewenang yang sama dengannya, maka itu berarti 

menambahi firman-Nya. Ini tidak hanya mencela firman-Nya 

sebagai firman yang tidak mencukupi, namun  juga akan mem-

buka pintu bagi segala macam kesalahan dan kerusakan. Se-

bab, jika  satu keganjilan dibiarkan, yaitu jika  perkata-

an dari seorang manusia atau dari sekumpulan orang diterima 

dengan tindakan iman dan rasa hormat yang sama seperti ter-

hadap firman Allah, maka seribu keganjilan lain akan meng-

ikuti. Kita harus puas dengan apa yang dipandang Allah layak 

untuk dinyatakan kepada kita tentang pikiran-Nya, dan tidak 

boleh ingin menjadi bijak melebihi apa yang tertulis. Sebab,  

(1) Allah akan membencinya sebagai penghinaan yang menge-

rikan: “Ia akan menegurmu, akan mengadakan perhitungan 

denganmu sebagai pengkhianat melawan mahkota dan 

martabat-Nya, dan menempatkanmu di bawah hukuman 

berat yang menimpa orang-orang yang menambahi firman-

Nya atau menguranginya” (Ul. 4:2; Ul. 12:32).  

(2) Kita sendiri akan terus-menerus jatuh ke dalam kesalahan: 

“Engkau akan didapati sebagai pembohong, penyeleweng 

firman kebenaran, pembawa bidah-bidah, dan bersalah 

atas penipuan-penipuan yang amat menyesatkan, memal-

sukan meterai besar dari sorga, dan mengaku-ngaku men-

dapat mandat serta ilham ilahi sementara semua itu yaitu  

kecurangan. Orang mungkin bisa tertipu seperti itu, namun  

Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan.” 



7 Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati, 

yakni: 8 Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan beri-

kan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makan-

an yang menjadi bagianku. 9 Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyang-

kal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, 

dan mencemarkan nama Allahku. 

sesudah  ungkapan pengakuan iman dan kepercayaan Agur, serang-

kaian doa permohonannya mengikuti di sini, yang di dalamnya kita 

dapat mengamati, 

I.   Pendahuluan bagi doanya: Dua hal aku mohon, atau minta, 

kepada-Mu, ya Allah! Sebelum kita berdoa, ada baiknya kita mem-

pertimbangkan apa yang kita perlukan, dan apa saja yang harus 

kita minta dari Allah. Apa yang dituntut dari permasalahan kita? 

Apa yang diinginkan hati kita? Apa yang kita inginkan untuk 

Allah perbuat bagi kita? Kita perlu mempertimbangkan hal-hal ini 

agar kita tidak harus mencari-cari lagi apa yang harus kita minta 

dari-Nya saat kita berdoa. Ia memohon, jangan itu Kautolak sebe-

lum aku mati. Dalam berdoa, kita harus memikirkan kematian, dan 

berdoa sesuai dengan apa yang kita pikirkan itu. “Tuhan, berilah 

aku pengampunan, kedamaian, dan anugerah, sebelum aku mati, 

sebelum aku pergi dan tidak ada lagi. Sebab, jika aku tidak diperba-

harui dan dikuduskan sebelum aku mati, pembaharuan dan pe-

ngudusan itu tidak akan terlaksana sesudahnya. Jika doaku tidak 

dikabulkan sebelum aku mati, doa-doaku sesudahnya tidak akan 

dikabulkan, sekalipun itu seruan, Tuhan, Tuhan. Tidak ada hikmat 

atau perbuatan ini di dalam kubur. Jangan Kautolak anugerah-Mu 

dariku, sebab, jika Engkau menolaknya, aku akan mati, aku 

binasa. Jika engkau berdiam diri terhadap aku, aku menjadi seperti 

orang yang turun ke dalam liang kubur (Mzm. 28:1). Jangan itu 

Kautolak sebelum aku mati. Selama aku terus hidup di negeri 

orang-orang hidup, biarlah aku terus dipimpin oleh anugerah-Mu 

dan pemeliharaan-Mu yang baik.” 

II. Doa itu sendiri. Dua hal yang dimohonkannya yaitu  anugerah 

yang mencukupi dan makanan yang secukupnya.   

1. Anugerah yang mencukupi bagi jiwanya: “Jauhkanlah dari 

padaku kecurangan dan kebohongan. Bebaskanlah aku dari 

dosa, dari segala ajaran, perbuatan, dan perasaan yang rusak, 

dari kesalahan dan kekeliruan, yang merupakan dasar dari 

segala dosa, dari cinta akan dunia dan perkara-perkaranya, 

yang kesemuanya yaitu  kecurangan dan kebohongan.” Seba-

gian orang memahami ini sebagai doa untuk pengampunan 

dosa, sebab, saat  Allah mengampuni dosa, Ia menjauhkan-

nya, Ia melenyapkannya. Atau, sebaliknya, itu merupakan doa 

yang mempunyai maksud sama dengan doa ini, janganlah 

membawa kami ke dalam pencobaan. Tidak ada hal lain yang 

lebih jahat bagi kita selain dosa, dan oleh sebab itu tidak ada 

hal lain yang darinya kita harus berdoa dengan lebih sungguh-

sungguh selain doa agar kita jangan berbuat jahat.  

2. Makanan yang secukupnya bagi tubuhnya. sesudah  berdoa 

meminta pekerjaan-pekerjaan anugerah ilahi, di sini ia memo-

hon perkenanan Pemeliharaan ilahi, namun  yang sedemikian 

rupa sehingga cenderung membawa kebaikan dan bukan 

kerugian bagi jiwa.  

(1) Ia berdoa agar dari pemberian Allah yang cuma-cuma, ia 

bisa menerima bagian yang cukup dari hal-hal baik dalam 

hidup ini: “Biarkanlah aku menikmati makanan yang men-

jadi bagianku, makanan yang menurut-Mu pantas untuk 

Kauberikan kepadaku.” Berkenaan dengan semua pemberi-

an dari Pemeliharaan ilahi, kita harus berserah kepada hik-

mat ilahi. Atau, “makanan yang pantas bagiku, sebagai ma-

nusia, kepala keluarga, yang sesuai dengan tempat dan 

kedudukanku di dunia.” Sebab, sebagaimana orangnya, 

demikian pula kemampuannya. Juruselamat kita tampak 

merujuk pada perkataan ini saat  Ia mengajar kita untuk 

berdoa, berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang 

secukupnya, sebab perkataan ini tampak merujuk pada 

nazar Yakub, yang di dalamnya ia tidak berharap apa-apa 

selain roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai. Ma-

kanan yang secukupnya bagi kita yaitu  apa yang harus 

membuat kita puas, meskipun kita tidak mempunyai aneka 

macam hidangan yang lezat dan melimpah. Makanan yang 

secukupnya yaitu  makanan yang kita butuhkan, meski-

pun kita tidak mempunyai lauk pauk yang banyak. Inilah 

yang di dalam iman dapat kita doakan kepada Allah, dan 

kepada-Nya kita bisa bergantung.  

(2) Ia berdoa agar dijauhkan dari segala keadaan hidup yang 

akan menjadi godaan baginya.  

[1] Ia berdoa melawan kelimpahan dan kekurangan yang 

berlebihan: Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau 

kekayaan. Dengan ini ia tidak ingin mengatur-atur Allah, 

atau berpura-pura mengajarkan kepada-Nya keadaan 

apa yang harus ditetapkan-Nya untuk dia. Tidak pula ia 

berdoa untuk meniadakan kemiskinan atau kekayaan 

sama sekali. Memang ada yang jahat di dalam kedua-

nya, namun oleh anugerah Allah, keduanya dapat diku-

duskan dan menjadi sarana kebaikan bagi kita.   sebab  

itu, dengan doanya itu, pertama, ia bermaksud meng-

ungkapkan nilai yang dianut orang bijak dan baik 

berkenaan dengan keadaan hidup yang sedang-sedang 

saja, dan, dengan tunduk kepada kehendak Allah, ia 

ingin agar itulah yang menjadi keadaannya, yaitu bu-

kan kehormatan besar dan bukan pula penghinaan 

besar. Kita harus belajar bagaimana mengatur kedua-

nya (seperti Rasul Paulus dalam Filipi 4:12), dan harus 

lebih ingin untuk selalu berada di tengah-tengahnya. 

Optimus pecuniæ modus qui nec in paupertatem cedit nec 

procul à paupertate discedit – Keadaan terbaik yaitu  

keadaan yang tidak menyiratkan kemiskinan atau yang 

bergerak menjauh darinya. Seneca. Kedua, dengan ini ia 

menunjukkan bagaimana ia berjaga-jaga secara kudus 

terhadap dirinya sendiri, bahwa ia tidak bisa tetap berdiri 

melawan godaan-godaan dari entah penderitaan atau ke-

makmuran. Orang lain dapat menjaga kejujuran mereka 

dalam penderitaan atau kemakmuran, namun  ia takut 

akan kedua-duanya. Oleh sebab itu anugerah mengajar 

dia untuk berdoa melawan kekayaan sama seperti alam 

mengajarnya untuk berdoa melawan kemiskinan. namun , 

bagaimanapun juga, jadilah kehendak Tuhan.  

[2] Ia memberikan alasan yang saleh untuk doanya (ay. 9). 

Ia tidak berkata, “Supaya jangan aku kaya, lalu disu-

sahkan oleh kekhawatiran, dicemburui oleh tetangga-

tetanggaku, dan uangku terkuras habis oleh banyaknya

pelayan, atau, supaya jangan aku miskin lalu diinjak-

injak, dan terpaksa bekerja keras serta hidup susah,” 

namun , “Supaya jangan aku menjadi kaya lalu berdosa, 

atau miskin lalu berdosa.” Dosa yaitu  apa yang dita-

kuti oleh orang baik dalam segala keadaan dan segala 

peristiwa. Lihat saja Nehemia (Neh. 6:13), supaya aku 

menjadi takut lalu berbuat demikian, sehingga aku ber-

dosa. Pertama, ia ngeri terhadap godaan-godaan kemak-

muran, dan oleh sebab itu ia bahkan mencelanya: Su-

paya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu 

(seperti Yesyurun, yang menendang ke belakang dan 

bertambah gemuk, lalu meninggalkan Allah yang telah 

menjadikan dia, Ul. 32:15), dan berkata, seperti Firaun 

dalam kesombongannya, siapakah TUHAN itu yang ha-

rus kudengarkan firman-Nya? Kemakmuran membuat 

orang sombong dan melupakan Allah, seolah-olah mere-

ka tidak memerlukan-Nya dan oleh sebab itu tidak 

wajib berbuat apa-apa terhadap-Nya. Yang Mahakuasa 

dapat berbuat apa terhadap kami? (Ayb. 22:17). Dan 

oleh   sebab  itu, mereka tidak akan berbuat apa-apa 

untuk-Nya. Bahkan orang-orang baik sekalipun   sebab  

takut akan berbuat dosa-dosa besar, memandang hati 

mereka sendiri sebagai sesuatu yang menipu. Dan me-

reka tahu bahwa pencapaian-pencapaian terbesar di 

dunia tidak akan mengimbangi kesalahan yang terkecil 

sekalipun. Kedua, ia ngeri terhadap godaan-godaan ke-

miskinan, dan untuk alasan itu, dan bukan untuk 

alasan lain, ia mencelanya: atau, kalau aku miskin, aku 

mencuri. Kemiskinan yaitu  godaan yang kuat untuk 

berlaku tidak jujur, dan yang menguasai banyak orang, 

dan mereka serta-merta berpikir bahwa kemiskinan 

itulah yang akan mereka jadikan alasan untuk berbuat 

tidak jujur. namun  kemiskinan tidak akan membuat 

mereka bisa berdalih di pengadilan Allah, sama seperti 

orang tidak dapat berkata, “Aku mencuri   sebab  aku 

miskin.” Namun, jika orang mencuri untuk memuaskan 

nafsunya   sebab  lapar, maka itu yaitu  perkara belas 

kasihan (6:30), dan bahkan orang yang memegang asas-

asas kejujuran akan tergerak olehnya. namun  amatilah 

mengapa Agur ngeri terhadap kemiskinan ini, bukan 

  sebab  ia akan membahayakan dirinya sendiri dengan 

kemiskinan itu, “Supaya jangan aku mencuri, dan di-

gantung   sebab nya, dicambuk atau dipasung, atau 

dijual sebagai budak,” seperti yang terjadi dengan pen-

curi-pencuri miskin di dalam warga  Yahudi yang 

tidak sanggup membayar ganti rugi akibat mencuri. Se-

baliknya, supaya jangan sampai ia menghina Allahnya 

dengan berbuat demikian: “Supaya jangan aku mencuri, 

dan mencemarkan nama Allahku. Yaitu, supaya jangan 

aku mencela pengakuanku sebagai orang beragama de-

ngan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan-

nya.” Atau, “Supaya jangan aku mencuri, dan, saat  

aku didakwa atasnya, aku bersumpah palsu.” Oleh se-

bab itu, ia ngeri terhadap satu dosa,   sebab  dosa itu 

akan mengantar pada dosa lain, sebab jalan dosa itu 

menurun. Amatilah, ia menyebut Allah sebagai Allah-

nya, dan oleh sebab itu ia takut berbuat apa saja yang 

menentang Dia   sebab  hubungan yang dimilikinya de-

ngan Dia.  


10 Jangan mencerca seorang hamba pada tuannya, supaya jangan ia mengu-

tuki engkau dan engkau harus menanggung kesalahan itu. 11 Ada keturunan 

yang mengutuki ayahnya dan tidak memberkati ibunya. 12 Ada keturunan 

yang menganggap dirinya tahir, namun  belum dibasuh dari kotorannya sen-

diri. 13 Ada keturunan yang berpandangan angkuh, yang terangkat kelopak 

matanya. 14 Ada keturunan yang giginya yaitu  pedang, yang gigi geliginya 

yaitu  pisau, untuk memakan habis dari bumi orang-orang yang tertindas, 

orang-orang yang miskin di antara manusia. 

Inilah: 

I. Peringatan untuk tidak melecehkan hamba-hamba orang lain 

seperti halnya hamba-hamba kita sendiri. Juga, untuk tidak me-

lakukan yang jahat di antara mereka dan tuan mereka, sebab itu 

yaitu  perbuatan yang tidak benar, menyakitkan hati, dan akan 

membuat kita dibenci orang (ay. 10).  


Pertimbangkanlah: 

1. Perbuatan itu melukai si hamba, yang seharusnya dikasihani 

  sebab  keadaannya yang miskin, dan oleh sebab itu sungguh 

biadab menambah penderitaan kepada orang yang sudah men-

derita: Jangan sakiti hambamu dengan lidahmu (begitu arti 

tersiratnya). Sebab, akan menunjukkan kecenderungan hati 

yang keji jika kita menghantam siapa saja secara sembunyi-

sembunyi dengan cambuk lidah, terutama seorang hamba, 

yang bukan tandingan bagi kita. Orang demikian seharusnya 

lebih kita lindungi, jika tuannya berlaku keras terhadapnya, 

dan bukan membuatnya bertambah susah.  

2. “Perbuatan itu mungkin akan melukai dirimu sendiri. Jika se-

orang hamba dipancing-pancing amarahnya seperti itu, mung-

kin ia akan mengutukimu, akan menuduhmu dan membawamu 

ke dalam masalah, atau mengucapkan kata-kata jahat terha-

dapmu dan menodai nama baikmu. Atau ia berseru kepada 

Allah untuk melawanmu, dan menimpakan murka-Nya ke atas-

mu, dan Ia yaitu  penyokong dan pelindung orang-orang tidak 

bersalah yang tertindas.” 

II. Gambaran, selagi peringatan ini diberikan, tentang beberapa ke-

turunan yang fasik, yang sudah sepantasnya dipandang keji oleh 

semua orang yang saleh dan baik. 

1. Orang-orang fasik demikian yaitu  orang-orang yang suka 

mengasari orangtua mereka, suka mengata-ngatai mereka dan 

mengharapkan yang buruk menimpa mereka, menyumpahi 

mereka dan memukuli mereka. Ada keturunan yang seperti 

itu. Anak-anak muda bertabiat jahat demikian suka berkum-

pul bersama-sama, dan memanas-manasi satu sama lain me-

lawan orangtua mereka. Keturunan ular beludaklah orang-

orang yang mengutuki orangtua kandung mereka, atau hakim-

hakim, atau hamba-hamba Tuhan,   sebab  mereka tidak dapat 

menanggung kuk yang diberikan. Dan bersaudara dekat de-

ngan merekalah orang-orang yang, walaupun mereka belum 

sampai pada puncak kefasikan seperti itu hingga mengutuki 

orangtua mereka, namun tidak memberkati mereka, tidak bisa 

berkata-kata baik kepada mereka, dan tidak mau berdoa bagi 

mereka.  

2. Orang-orang yang menyombongkan diri, dan, dengan mema-

merkan kesalehan dan berpura-pura kudus, menyembunyikan 

dari orang lain, dan mungkin dari diri mereka sendiri juga, 

berlimpahnya kefasikan yang bertakhta secara sembunyi-sem-

bunyi (ay. 12). Mereka menganggap diri mereka tahir, seolah-

olah dalam segala hal mereka sudah menjadi sebagaimana 

mestinya. Mereka mempunyai penilaian yang amat baik ten-

tang diri mereka dan tabiat mereka sendiri, bahwa mereka 

tidak hanya benar, namun  juga kaya dan telah memperkayakan 

diri mereka (Why. 3:17). Namun sebenarnya mereka belum 

dibasuh dari kotoran mereka sendiri, kotoran hati mereka, 

yang mereka anggap sebagai bagian terbaik dari diri mereka. 

Mereka, mungkin saja, sudah disapu bersih dan dihias, namun  

mereka tidak dibasuh, ataupun dikuduskan. Ini seperti orang 

Farisi yang di dalam diri mereka penuh pelbagai jenis kotoran 

(Mat. 23:25-26). 

3. Mereka yang angkuh dan mencemooh orang-orang di sekitar 

mereka (ay. 13). Agur berbicara dengan terheran-heran akan 

kesombongan dan kekurangajaran mereka yang sungguh ke-

terlaluan: “Oh betapa angkuhnya mereka memandang! (KJV). 

Betapa dengan pandangan yang hina mereka memandang 

sesama, sebagai orang yang tidak layak ditempatkan di antara 

anjing-anjing peliharaan mereka! Betapa mereka berharap 

semua orang menyingkir sejauh-jauhnya dari mereka; dan, 

jika  mereka melihat pada diri mereka sendiri, betapa mere-

ka congkak dan berlagak seperti burung merak, menganggap 

diri sendiri hebat padahal sebenarnya mereka sedang menjadi-

kan diri sendiri menggelikan!” Ada keturunan orang-orang se-

perti itu, yang pasti dipandang hina oleh mereka yang menen-

tang orang congkak.  

4. Mereka yang kejam terhadap kaum miskin dan biadab ter-

hadap semua orang yang bergantung pada belas kasihan me-

reka (ay. 14). Mereka bergigi besi dan baja, pedang dan pisau, 

alat-alat kekejaman, yang dengannya mereka memakan habis 

orang-orang yang miskin dengan rasa senang luar biasa tak 

terbayangkan, dengan cara yang sama rakusnya seperti orang 

lapar memotong daging dan melahapnya. Allah sudah meng-

aturnya begitu rupa sehingga orang-orang miskin akan selalu 

ada pada kita, bahwa mereka tidak hentinya akan ada di da-

lam negeri. namun  ada orang-orang yang,   sebab  tidak sudi 

meringankan beban orang miskin, sebisanya hendak meniada-

kan mereka, terutama kaum miskin kepunyaan Allah, dari 

muka bumi, dari antara manusia. Sebagian orang memahami-

nya sebagai orang-orang yang melukai dan menghancurkan 

orang lain dengan berbagai fitnah dan tuduhan palsu serta 

mencela mereka dengan keras bahwa nasib mereka akan terus 

demikian. Lidah mereka, dan juga gigi mereka (yang juga meru-

pakan alat berbicara), yaitu  seperti pedang dan pisau (Mzm. 

57:5). 

Empat Hal yang Tak Pernah Puas 

15 Si lintah mempunyai dua anak wanita : “Untukku!” dan “Untukku!” 

Ada tiga hal yang tak akan kenyang, ada empat hal yang tak pernah berkata: 

“Cukup!” 16 Dunia orang mati, dan rahim yang mandul, dan bumi yang tidak 

pernah puas dengan air, dan api yang tidak pernah berkata: “Cukup!” 17 Mata 

yang mengolok-olok ayah, dan enggan mendengarkan ibu akan dipatuk 

gagak lembah dan dimakan anak rajawali. 

Agur sudah berbicara sebelumnya tentang orang-orang yang mema-

kan habis kaum miskin (ay. 14), dan membicarakan mereka pada 

urutan terakhir, sebagai yang terburuk dari empat keturunan yang 

disebutkan di sana. Sekarang di sini ia berbicara tentang betapa tak 

terpuaskannya mereka dalam melakukan hal ini. Watak yang meng-

arahkan mereka untuk berbuat seperti itu terdiri atas kekejaman dan 

ketamakan. Nah, mereka ini yaitu  dua anak wanita  dari si 

lintah, keturunan aslinya, yang terus meminta, “Untukku, untukku, 

berikan untukku lebih banyak darah, lebih banyak uang;” sebab pe-

numpah darah selalu haus akan darah.   sebab  mabuk darah, me-

reka menambahkan rasa haus pada kemabukan mereka, dan akan 

terus mencari darah lagi. Dan siapa mencintai uang tidak akan puas 

dengan uang. Dengan demikian, sementara dari dua asas ini mereka 

memakan habis kaum miskin, mereka sendiri terus-menerus merasa 

gelisah, seperti musuh-musuh Daud (Mzm. 59:15-16). Sekarang, 

untuk menggambarkan lebih jauh tentang hal ini,  

I.  Ia berbicara secara khusus tentang empat hal lain yang tak per-

nah puas, yang dengannya para pelahap itu dibandingkan, yang 

tidak pernah berkata, cukup, atau, aku sudah memperoleh keka-

yaan. Tidak akan pernah kaya orang-orang yang selalu bernafsu 

menginginkan sesuatu. Nah, empat hal yang selalu meminta lebih 

ini yaitu ,  

1. Kubur, yang ke dalamnya banyak orang jatuh, namun masih 

banyak lagi yang akan jatuh, dan ia menelan mereka semua 

bulat-bulat, tanpa mengembalikan seorang pun. Dunia orang 

mati dan kebinasaan tak akan puas (27:20). jika  giliran 

kita tiba, kita akan mendapati kuburan tersedia bagi kita (Ayb. 

17:1).  

2. Rahim yang mandul, yang tidak sabar menanggung penderi-

taannya sebagai wanita mandul, dan berseru, seperti Rahel, 

berikanlah kepadaku anak.  

3. Tanah pasir yang hangat pada musim kering (terutama di 

negara-negara yang beriklim panas itu), yang tetap menyerap 

hujan yang turun deras menyiraminya, dan sebentar saja 

sudah menjadi kering kembali dan ingin disirami hujan lagi.  

4. Api, yang, jika  sudah memakan bahan bakar yang melim-

pah, akan terus memakan habis semua bahan yang mudah 

terbakar yang dilemparkan ke dalamnya. Begitu tak terpuas-

kannya keinginan-keinginan rusak dalam diri para pendosa, 

dan begitu sedikit kepuasan yang mereka dapatkan bahkan 

dalam pemenuhannya. 

II.  Ia menambahkan ancaman yang mengerikan terhadap anak-anak 

yang pembangkang (ay. 17), sebagai peringatan terhadap keturun-

an pertama dari empat keturunan yang fasik itu, yang mengutuk 

orangtua mereka (ay. 11), dan menunjukkan di sini, 

1. Siapa yang termasuk dalam keturunan itu, bukan hanya 

orang-orang yang mengutuk orangtua mereka dalam amarah 

yang membara, namun  juga,  

(1) Orang-orang yang mengolok-olok mereka, sekalipun itu ha-

nya dengan mata yang merendahkan, yang memandang 

mereka dengan hina oleh   sebab  kelemahan tubuh mereka, 

atau memperlihatkan muka yang masam atau keras apa-

bila mereka memberikan didikan atau perintah, yang tidak 

sabar terhadap teguran-teguran mereka, dan marah terha-

dap mereka. Allah memperhatikan bagaimana mata anak-

anak saat  melihat orangtua mereka, dan akan memper-

hitungkan lirikan mata serta pandangan-pandangan jahat 

yang dilemparkan, serta bahasa kasar yang dilontarkan 

kepada mereka.  

(2) Orang-orang yang enggan mendengarkan mereka, yang me-

rasa direndahkan jika mereka patuh kepada orangtua 

mereka, terutama kepada ibu. Mereka tidak sudi diatur-

atur olehnya. Dengan demikian ia yang melahirkan mereka 

dalam dukacita, dalam dukacita yang lebih besar lagi ia 

menanggung perilaku buruk mereka. 

2. Apa yang akan menjadi hukuman bagi mereka. Orang-orang 

yang tidak menghormati orangtua mereka akan dipajang seba-

gai tugu peringatan akan pembalasan Allah. Mereka seolah-

olah akan digantung dalam belenggu, sebagai umpan bagi bu-

rung-burung pemangsa untuk mematuk mata mereka, mata 

yang dengannya mereka memandang dengan begitu meren-

dahkan terhadap orangtua mereka yang baik. Mayat-mayat 

para penjahat tidak akan tergantung sepanjang malam, namun  

sebelum malam tiba, burung-burung gagak sudah akan me-

matuki mata mereka. Jika manusia tidak menghukum anak-

anak yang tidak berbakti, Allahlah yang akan melakukannya, 

dan akan menimpakan kekejian hebat kepada orang-orang 

yang memperlakukan orangtua mereka dengan angkuh. Ba-

nyak orang yang hidupnya berakhir dengan memalukan meng-

akui bahwa jalan-jalan fasik yang mengantar mereka kepada 

akhir itu dimulai dari penghinaan terhadap wewenang orang-

tua mereka. 

Empat Hal yang Mengherankan 

18 Ada tiga hal yang mengherankan aku, bahkan, ada empat hal yang tidak 

kumengerti: 19 jalan rajawali di udara, jalan ular di atas cadas, jalan kapal di 

tengah-tengah laut, dan jalan seorang laki-laki dengan seorang gadis. 20 Ini-

lah jalan wanita  yang berzinah: ia makan, lalu menyeka mulutnya, dan 

berkata: Aku tidak berbuat jahat. 21   sebab  tiga hal bumi gemetar, bahkan, 

  sebab  empat hal ia tidak dapat tahan: 22   sebab  seorang hamba, kalau ia 

menjadi raja,   sebab  seorang bebal, kalau ia kekenyangan makan, 23   sebab  

seorang wanita yang tidak disukai orang, kalau ia mendapat suami, dan 

  sebab  seorang hamba wanita , kalau ia mendesak kedudukan nyonya-

nya. 



Inilah: 

I.  Gambaran tentang empat hal yang tak terselidiki, yang terlalu 

mengherankan untuk diketahui sepenuhnya. Dan di sini, 

1.  Ketiga hal yang pertama yaitu  hal-hal alami, dan hanya 

dirancang sebagai perbandingan dengan gambaran yang ter-

akhir. Kita tidak bisa melacak,  

(1) Jalan rajawali di udara. Ke arah mana ia terbang tidak da-

pat diketahui entah melalui jejak langkahnya atau melalui 

baunya, seperti yang bisa diketahui pada jalan binatang di 

atas tanah. Tidak pula kita bisa menjelaskan kecepatan 

yang menakjubkan saat  ia terbang, betapa cepatnya ia 

lenyap dari pandangan kita.  

(2) Jalan ular di atas cadas. Jalan ular di atas pasir bisa kita 

lacak melalui jejaknya, namun  tidak dengan jalan ular di 

atas batu yang keras. Tidak pula kita bisa menggambarkan 

bagaimana seekor ular, tanpa kaki, dapat menjalar ke atas 

batu dalam waktu yang sebentar saja.  

(3) Jalan kapal di tengah-tengah laut. Lewiatan memang me-

ninggalkan jejak yang bercahaya, sehingga samudera raya 

disangka orang rambut putih (Ayb. 41:23), namun  kapal tidak 

meninggalkan tanda apa pun di belakangnya, dan kadang-

kadang ia diombang-ambingkan gelombang dengan begitu 

rupa sehingga orang terheran-heran bagaimana ia berlayar 

di tengah laut dan mencapai tujuannya. Kerajaan alam 

penuh dengan keajaiban, hal-hal yang mengherankan yang 

diperbuat oleh Allah alam semesta, yang tidak terduga. 

2. Yang keempat yaitu  suatu misteri pelanggaran, lebih tak 

terjelaskan dibandingkan  hal-hal sebelumnya. Misteri ini merupa-

kan bagian dari kedalaman-kedalaman Iblis, kelicikan dan hati 

fasik yang sudah membatu itu, yang tidak dapat diketahui 

siapa pun (Yer. 17:9). Misteri itu berangkap dua:  

(1) Cara-cara terkutuk yang digunakan laki-laki pezinah untuk 

merusak seorang gadis, dan membujuknya untuk menye-

rahkan diri pada hawa nafsunya yang fasik dan menjijik-

kan. Seorang pujangga cabul menulis satu buku penuh 

tentang ini, lama semenjak itu, De arte amandi – Cara ber-

cinta. Dengan macam-macam anggapan dan pernyataan 

khidmat tentang cinta, dan segala daya pikatnya yang 

kuat, janji-janji perkawinan, jaminan-jaminan akan kera-

hasiaan dan keuntungannya, banyak gadis yang tidak was-

pada sampai menjual kebajikannya, kehormatannya, keda-

maiannya, dan jiwanya, dan itu semua hanya demi seorang 

pengkhianat yang hina. Sebab, demikianlah segala hawa 

nafsu yang penuh dosa dalam kerajaan cinta. Semakin 

lihai godaan diatur, semakin waspada dan gigihlah seha-

rusnya setiap hati yang murni untuk melawannya.  

(2) Cara-cara terkutuk yang digunakan oleh si wanita  pezi-

nah untuk menyembunyikan kefasikannya, terutama dari 

suaminya, yang telah ia tinggalkan dengan berkhianat. Be-

gitu tertutupnya perselingkuhannya dengan teman-teman 

cabulnya, dan begitu lihainya perselingkuhan itu disamar-

kan, sehingga mustahil untuk mengungkapkan kejahatan-

nya sama seperti untuk melacak jalan rajawali di udara. Ia 

makan buah terlarang, mengikuti perumpamaan pelang-

garan Adam, lalu menyeka mulutnya, supaya jangan ia 

ketahuan   sebab nya, dan dengan wajah yang berani dan 

kurang ajar ia berkata, “Aku tidak berbuat jahat.”  

[1] Kepada dunia ia menyangkali kenyataan, dan siap ber-

sumpah bahwa ia tetap murni dan santun sama seperti 

wanita -wanita  lain, dan tidak pernah melaku-

kan kefasikan yang disangkakan kepadanya. Pekerjaan-

pekerjaan kegelapan akan ditutupi dengan gigih agar 

tidak tampak oleh terang.  

[2] Kepada hati nuraninya sendiri (jika memang ia masih 

memilikinya) ia menyangkal kesalahan itu, dan tidak 

mau mengakui bahwa kejahatan yang besar itu yaitu  

suatu kejahatan, melainkan sebuah hiburan yang tidak 

mengandung dosa (Hos. 12:8-9). Demikianlah banyak 

orang menghancurkan jiwa mereka dengan menyebut 

yang jahat sebagai baik, dan menentang perasaan-pera-

saan bersalah dalam diri mereka sendiri dengan pembe-

naran diri. 

II. Gambaran tentang empat hal yang tak tertahankan, yaitu, empat 

jenis orang yang sangat menyusahkan bagi tempat di mana mere-

ka tinggal, dan bagi semua orang yang berhubungan serta ber-

teman dengan mereka. Bumi gemetar   sebab  mereka, dan merin-

tih di bawah mereka, yang dirasakan sebagai beban yang tidak 

dapat ditahannya, dan mereka ini semuanya serupa: 

1. Seorang hamba yang bila naik pangkat dan diberi kekuasaan, 

menjadi yang paling besar mulut dan sok berkuasa dibanding-

kan semua orang lain. Lihat saja Tobia, orang Amon, pelayan 

itu (Neh. 2:10).  

2.  Seorang bebal, bodoh, kasar, gaduh, dan keji, yang saat  su-

dah menjadi kaya dan ikut menikmati hidangan-hidangan lezat 

di meja makan, akan mengganggu semua orang dengan omong-

annya yang berlebihan dan penghinaan-penghinaan yang akan 

diberikannya kepada orang-orang di sekitarnya.  

3. Seorang wanita yang bertabiat jelek, suka marah-marah, dan 

susah disenangkan, saat ia mendapat suami. Ia menjadikan 

dirinya dibenci orang   sebab  kesombongan dan kekecutan 

hatinya, sehingga orang akan menyangka bahwa tidak akan 

ada seorang pun yang akan mengasihi dia. namun , jika  

pada akhirnya ia menikah juga, kedudukan yang terhormat itu 

membuatnya semakin suka merendahkan dan mencerca dari-

pada sebelum-sebelumnya sehingga orang tidak akan tahan 

dengan dia. Sayang bahwa apa yang seharusnya mempercan-

tik tabiat malah berdampak sebaliknya. Wanita yang mulia, 

jika  menikah, akan berperilaku lebih menyenangkan.  

4.  Seorang hamba wanita  tua yang berhasil menguasai nyo-

nyanya, dengan menghibur dia, dan, seperti yang kita kata-

kan, berdiri sama tinggi dengannya, sehingga nyonyanya me-

nyerahkan kepada dia apa yang dimilikinya. Atau seorang 

hamba yang amat dikasihi nyonyanya seolah-olah ia akan 

menjadi ahli warisnya. Orang seperti itu juga akan berlaku 

sombong dan penuh kebencian sehingga orang tidak bisa 

tahan dengannya. Ia menganggap segala apa yang diberikan 

oleh nyonyanya terlalu kecil, dan dia sendiri merasa diperlaku-

kan secara tidak adil jika  ada apa saja yang tidak diberikan 

kepadanya. Oleh sebab itu, hendaklah orang-orang yang ber-

asal dari kalangan hina namun kemudian oleh Pemeliharaan 

ilahi dinaikkan ke dalam kedudukan terhormat berjaga-jaga 

betul melawan dosa yang akan paling mudah merintangi mere-

ka itu, yaitu keangkuhan dan kecongkakan. Dosa-dosa ini 

yang dibandingkan dengan semua hal lain di dalam diri me-

reka, akan menjadi dosa yang paling tak tertahankan dan tak 

dapat dimaafkan. Dan hendaklah mereka merendahkan diri 

mereka sendiri dengan mengingat gunung batu yang dibandingkan -

nya mereka terpahat. 

Empat Hal yang Kecil Namun Bijak  


24 Ada empat binatang yang terkecil di bumi, namun  yang sangat cekatan: 25 

semut, bangsa yang tidak kuat, namun  yang menyediakan makanannya di 

musim panas, 26 pelanduk, bangsa yang lemah, namun  yang membuat rumah-

nya di bukit batu, 27 belalang yang tidak mempunyai raja, namun semuanya 

berbaris dengan teratur, 28 cicak yang dapat kautangkap dengan tangan, 

namun  yang juga ada di istana-istana raja. 

I.  Agur, sesudah  berbicara khusus mengenai empat hal yang tampak 

besar namun sebenarnya hina, di sini berbicara khusus mengenai 

empat hal yang kecil namun sebenarnya sangat mengagumkan. 

Ini yaitu  hal yang besar namun dalam ukuran kecil, yang di 

dalamnya, sebagaimana yang diamati oleh Uskup Patrick, meng-

ajarkan kepada kita beberapa pelajaran yang baik. Seperti, 

1. Untuk tidak mengagumi besarnya tubuh, atau indahnya, atau 

kuatnya, dan tidak pula menilai orang atau menganggap mere-

ka lebih baik berdasarkan keuntungan-keuntungan seperti itu. 

namun  kita harus menilai manusia berdasarkan hikmat dan 

perilaku mereka, ketekunan mereka dan rajinnya mereka dalam 

bekerja, yang merupakan tabiat-tabiat yang pantas dihormati.  

2. Untuk mengagumi hikmat dan kuasa Sang Pencipta dalam 

binatang-binatang yang terkecil dan paling hina, dalam semut 

seperti juga dalam gajah.  

3. Untuk mempersalahkan diri kita sendiri yang tidak berbuat 

begitu banyak demi kepentingan kita yang sesungguhnya, se-

perti yang diperbuat oleh makhluk-makhluk paling kecil demi 

kepentingan mereka.  

4. Untuk tidak merendahkan hal-hal yang lemah dari dunia. Ada 

makhluk-makhluk yang terkecil di bumi, miskin di dunia dan 

tidak begitu berarti, namun mereka sangat cekatan (KJV: ter-

amat bijak – pen.), bijak bagi jiwa mereka dan bagi dunia lain, 

dan mereka teramat bijak, lebih bijak dibandingkan  sesama mereka. 

Arti tersiratnya, mereka bijak, dibuat menjadi bijak oleh naluri 

khusus dari alam. Semua orang yang bijak bagi keselamatan 

jiwa mereka dibuat bijak oleh anugerah Allah. 

II. Makhluk-makhluk yang dibicarakan Agur secara khusus yaitu , 

1. Semut, binatang yang kecil dan sangat lemah, namun mereka 

amat giat dalam mengumpulkan makanan yang tepat, dan 

memiliki kebijaksanaan yang mengherankan untuk melaku-

kannya pada waktu yang tepat pula, yaitu musim panas. Ini 

merupakan suatu bentuk hikmat yang begitu besar sehingga 

kita bisa belajar dari mereka untuk menjadi bijak di masa 

depan (6:6). Bila singa-singa muda merana kelaparan, semut-

semut yang giat bekerja mempunyai makanan yang berlimpah 

dan tidak mengenal kekurangan.  

2. Pelanduk, atau, seperti yang lebih dipahami sebagian orang, 

tikus-tikus Arab, tikus-tikus ladang, makhluk yang lemah, 

dan amat penakut, namun mereka memiliki hikmat yang 

begitu besar sehingga membuat rumah mereka di bukit batu, di 

mana mereka terlindung dengan baik. Dan kelemahan mereka 

membuat mereka berlindung di balik kubu-kubu dan benteng-

benteng alam. Kesadaran akan kemiskinan dan kelemahan 

kita sendiri haruslah mendorong kita untuk datang kepada 

Dia yang yaitu  gunung batu yang terlalu tinggi bagi kita 

sebagai tempat kita berteduh dan berlindung. Di sana marilah 

kita membuat tempat kediaman kita.  

3. Belalang. Mereka juga kecil dan tidak mempunyai raja, seperti 

yang dimiliki lebah, namun semuanya berbaris dengan teratur, 

seperti barisan tentara yang hendak maju berperang. Dan, 

dengan mengamati keteraturan yang begitu baik