percaya kepada TUHAN,
untuk meminta perlindungan dan persediaan di jalan kewajiban,
akan ditempatkan di tempat yang tinggi, mengatasi kuasa manusia
dan mengatasi rasa takut akan kuasa itu. Keyakinan yang kudus
kepada Allah menjadikan orang besar dan tenang, dan memam-
pukannya memandang rendah dengan penuh rahmat rancangan-
rancangan neraka dan bumi yang paling dahsyat terhadap dia.
Jika Allah menjadi keselamatanku, maka aku percaya dengan
tidak gementar.
26 Banyak orang mencari muka pada pemerintah, namun dari TUHAN orang
menerima keadilan.
Lihatlah di sini:
1. Jalan apa yang biasa ditempuh orang untuk memajukan dan mem-
perkaya diri mereka sendiri, dan menjadikan diri sendiri besar: Me-
reka mencari muka pada pemerintah, dan, seolah-olah semua peni-
laian tentang mereka berasal darinya, kepada pemerintahlah mere-
ka akan memberikan segala bujuk rayu. Salomo sendiri yaitu se-
orang kepala pemerintah, dan tahu betapa gigihnya orang men-
dekati dia, sebagian untuk urusan yang satu, sebagian untuk
urusan yang lain, namun semuanya berusaha mencari muka pada-
nya. Itu yaitu cara dunia mengambil hati orang-orang besar, dan
mengharapkan yang banyak dari senyuman-senyuman kecil, yang
masih belum pasti, dan sering kali akan mengecewakan mereka.
Banyak orang yang bersusah payah mencari muka pada pemerin-
tah namun tidak berhasil. Banyak orang yang berhasil untuk se-
saat saja, namun mereka tidak bisa terus mempertahankan keber-
hasilan mereka, sebab bila sedikit saja ada kesalahan dalam satu
dan lain hal, mereka akan mendapat murkanya. Banyak orang
yang berhasil dan mempertahankan keberhasilan mereka, namun
itu pun tidak memenuhi harapan mereka, sebab mereka tidak
bisa menguasainya sebagaimana yang sudah mereka perkirakan.
Haman mendapat hati pemerintah, namun itu tidak menghasilkan
apa-apa baginya.
2. Jalan paling bijak apa yang bisa diambil orang untuk berbahagia.
Hendaklah mereka mengarahkan pandangan kepada Allah dan
mencari perkenanan dari Sang Pemerintah segala pemerintah.
Sebab, dari TUHAN orang menerima keadilan. Keadaan kita tidak
tergantung pada berkenannya pemerintah. Perkenanannya tidak
bisa membuat kita bahagia, kernyit-kernyit dahinya tidak bisa
membuat kita sengsara. namun keadaan kita itu tergantung pada
perkenanan Allah. Setiap makhluk menjadi bagi kita sebagaimana
Allah menjadikannya, tidak lebih dan tidak lain. Dialah Penyebab
pertama, yang kepada-Nya semua penyebab kedua bergantung.
Jika Ia tidak menolong, mereka tidak akan bisa (2Raj. 6:27; Ayb.
34:29).
27 Orang bodoh yaitu kekejian bagi orang benar, orang yang jujur jalannya
yaitu kekejian bagi orang fasik.
Ini mengungkapkan bukan hanya pertentangan yang ada secara ala-
miah antara kebajikan dan kecelaan, seperti antara terang dan gelap,
api dan air, melainkan juga permusuhan lama yang selalu ada antara
keturunan wanita dan keturunan ular (Kej. 3:15).
1. Semua orang yang telah dikuduskan mempunyai kebencian yang
mengakar terhadap kefasikan dan orang-orang fasik. Mereka mem-
punyai kehendak baik untuk jiwa semua orang (Allah memiliki
kehendak baik itu, dan tidak mau seorang pun binasa). Mereka
membenci jalan-jalan dan perbuatan-perbuatan tidak saleh yang
diperbuat melawan Allah dan menyakiti manusia. Mereka tidak
bisa mendengarnya atau berbicara tentangnya tanpa amarah yang
kudus. Mereka benci bergaul dengan orang-orang yang tidak
mengenal Tuhan dan yang tidak adil, dan ngeri jika sampai
menyokong mereka. Sebaliknya, mereka akan melakukan apa saja
untuk sebisa mungkin mengakhiri kefasikan orang fasik. Dengan
demikian orang bodoh (KJV: orang tidak adil pen.) membuat
dirinya dibenci oleh orang benar, dan itu menjadi bagian hukum-
an dan aib yang dideritanya pada masa sekarang ini bahwa orang
baik tidak bisa tahan dengannya.
2. Semua orang yang tidak dikuduskan memiliki kebencian yang
mengakar yang serupa terhadap kesalehan dan orang-orang sa-
leh: Orang yang jujur jalannya, yang berkata dan berbuat dengan
penuh kesadaran hati nurani, yaitu kekejian bagi orang fasik,
yang kefasikannya mungkin dikekang atau ditekan, atau setidak-
tidaknya, dipermalukan dan dikutuk, oleh kejujuran orang jujur.
Itulah yang diperbuat Kain, yang bapanya yaitu Iblis. Dan tidak
hanya merupakan kefasikan orang fasik bahwa mereka membenci
orang-orang yang dikasihi Allah, melainkan juga kesengsaraan
mereka bahwa mereka membenci orang-orang yang sebentar lagi
akan mereka lihat dalam kebahagiaan dan kehormatan kekal, dan
yang akan berkuasa atas mereka di pagi hari di kehidupan kekal
itu (Mzm. 49:15, KJV).
pasal ini dan pasal berikutnya yaitu tambahan untuk amsal-
amsal Salomo. namun kedua-duanya disebut dengan jelas sebagai
nubuatan dalam ayat-ayatnya yang pertama (dalam terjemahan KJV
pen.). Dengan demikian tampak bahwa penulis dari kedua pasal
itu, siapa pun mereka, terilhami secara ilahi. Pasal ini ditulis oleh
seorang yang bernama Agur bin Yake. Suku apa dia, atau kapan ia
hidup, kita tidak diberi tahu. Apa yang dia tulis, sebab didiktekan
oleh Roh Kudus, tersimpan dalam catatan di sini. Kita mendapati di
sini,
I. Pengakuan imannya (ay. 1-6).
II. Doanya (ay. 7-9).
III. Peringatan untuk tidak memperlakukan hamba secara tidak
adil (ay. 10).
IV. Empat keturunan yang fasik (ay. 11-14).
V. Empat hal yang tak pernah puas (ay. 15-16), ditambah
peringatan yang sepatutnya terhadap anak-anak yang
tidak berbakti (ay. 17).
VI. Empat hal yang tak terselidiki (ay. 18-20).
VII. Empat hal yang tak tertahankan (ay. 21-23).
VIII. Empat hal yang kecil namun bijaksana (ay. 24-28).
IX. Empat hal yang mulia (ay. 29 sampai selesai).
1 Perkataan Agur bin Yake dari Masa. Tutur kata orang itu: Aku berlelah-le-
lah, ya Allah, aku berlelah-lelah, sampai habis tenagaku. 2 Sebab aku ini le-
bih bodoh dari pada orang lain, pengertian manusia tidak ada padaku. 3 Juga
tidak kupelajari hikmat, sehingga tidak dapat kukenal Yang Mahakudus. 4
Siapakah yang naik ke sorga lalu turun? Siapakah yang telah mengumpul-kan angin dalam genggamnya? Siapakah yang telah membungkus air dengan
kain? Siapakah yang telah menetapkan segala ujung bumi? Siapa namanya
dan siapa nama anaknya? Engkau tentu tahu! 5 Semua firman Allah yaitu
murni. Ia yaitu perisai bagi orang-orang yang berlindung pada-Nya. 6 Ja-
ngan menambahi firman-Nya, supaya engkau tidak ditegur-Nya dan dianggap
pendusta.
Sebagian orang menganggap Agur bukan sebagai nama dari penulis
kitab ini, melainkan sifatnya. Ia seorang pengoleksi (itulah yang diarti-
kan dari kata itu), seorang pengumpul, seorang yang tidak menyusun
tulisan-tulisannya sendiri namun mengumpulkan kata-kata dan
pengamatan-pengamatan yang bijak dari orang lain, dan membuat
ringkasan dari tulisan-tulisan orang lain. Itulah sebabnya menurut
sebagian orang mengapa ia berkata (ay. 3), Tidak kupelajari hikmat
secara sendiri, namun aku hanyalah penulis atau penyalin bagi orang-
orang lain yang bijak dan terpelajar. Perhatikanlah, kita tidak boleh
menguburkan talenta kita, meskipun itu hanya satu, namun , seperti
halnya kita sudah menerima pemberian, demikian pula kita harus
menyampaikannya, sekalipun itu hanya mengumpulkan apa yang
sudah ditulis oleh orang lain. namun kita lebih menganggapnya
sebagai nama penulisnya, yang tidak diragukan lagi, sudah terkenal
pada saat itu, meskipun tidak disebutkan di tempat-tempat lain
dalam Kitab Suci. Itiel dan Ukhal disebutkan di sini (ayat 1 dalam
terjemahan KJV pen.), entah,
1. Sebagai nama-nama muridnya, yang diajarnya, atau yang memin-
ta nasihat dari dia sebagai seorang bijak, sebab memandang
tinggi hikmat dan kebaikannya. Mungkin mereka menulis dari
apa yang didiktekannya, seperti Barukh menulis dari mulut Yere-
mia. Melalui peran mereka tersimpanlah perkataannya, sebagai-
mana mereka siap bersaksi bahwa itu yaitu perkataannya,
sebab perkataan itu diucapkan kepada mereka. Mereka yaitu
dua saksi atas perkataan itu. Atau,
2. Sebagai pokok pembicaraannya. Itiel berarti Allah besertaku, pene-
rapan dari Immanuel, Allah beserta kita. Firman menyebut-Nya
Allah beserta kita. Iman membuat firman ini berlaku, dan menye-
but-Nya Allah besertaku, yang mengasihiku, dan menyerahkan
diri-Nya untukku, dan ke dalam persatuan serta persekutuan
dengan-Nya aku diperbolehkan masuk. Ukhal berarti Yang Maha-
perkasa, sebab di dalam Dia yang perkasalah pertolongan tersedia
bagi kita. Oleh sebab itu, banyak penafsir yang baik menerapkan
perkataan ini pada Mesias, sebab tentang Dialah semua nubuatan
bersaksi, dan kalau begitu mengapa nubuatan ini tidak? Perkata-
an ini yaitu apa yang dikatakan Agur tentang Itiel, bahkan ten-
tang Itiel (itulah nama yang ditekankan di sini) yang beserta kita
(Yes. 7:14).
Tiga hal yang dimaksudkan oleh sang nabi di sini:
I. Untuk merendahkan dirinya sendiri. Sebelum membuat pengaku-
an imannya, ia membuat pengakuan akan kebodohan, kelemah-
an, dan kekurangan akal budinya terlebih dahulu. Pengakuan ini
sangat penting untuk memastikan bahwa kita dibimbing dan
dipandu oleh iman. Sebelum berbicara tentang Juruselamat, ia
berbicara tentang dirinya sebagai seorang yang membutuhkan
Juruselamat, dan sebagai seorang yang bukan siapa-siapa tanpa-
Nya. Kita harus keluar dari diri kita sendiri sebelum datang ke
dalam Yesus Kristus.
1. Ia berbicara tentang dirinya sendiri sebagai seorang yang tidak
mempunyai kebenaran, dan telah berbuat bodoh, sangat bo-
doh. saat ia merenungkan dirinya sendiri, ia mengakui,
sebab aku ini lebih bodoh dari pada orang lain. Setiap manusia
ternyata bodoh (Yer. 10:14). namun siapa mengenal hatinya
sendiri akan mengenal jauh lebih banyak kejahatan dalam
dirinya sendiri dibandingkan dalam diri orang lain sehingga ia akan
berseru, Sesungguhnya aku tidak bisa tidak berpikir bahwa
aku ini lebih bodoh dari pada orang lain. Sudah tentu tidak ada
seorang pun yang hatinya sedemikian rusak dan memperdaya
seperti hatiku. Aku telah berlaku seperti orang yang tidak
mempunyai pengertian Adam, seperti orang yang secara me-
nyedihkan sudah merosot dari pengetahuan dan kebenaran
yang di dalamnya manusia diciptakan pada mulanya. Bahkan,
akal sehat dan akal budi manusia tidak ada padaku, sebab
jika tidak demikian, seharusnya aku tidak melakukan apa
yang sudah kulakukan. Agur, saat didatangi oleh orang lain
sebagai seorang yang lebih bijak dibandingkan kebanyakan orang,
mengakui dirinya sendiri lebih bodoh dibandingkan siapa pun. Apa
pun penilaian tinggi yang mungkin dipikirkan orang lain ten-
tang kita, sudah sepatutnyalah kita berpikiran rendah tentang
diri kita sendiri.
2. Ia berkata tentang dirinya sendiri sebagai orang yang tidak
mendapat pewahyuan untuk menuntunnya di jalan kebenaran
dan hikmat. Ia mengakui (ay. 3) Juga tidak kupelajari hikmat
dengan kekuatanku sendiri (kedalaman-kedalamannya tidak
terukur oleh baris dan garisku), juga tidak kukenal mereka
yang kudus, para malaikat, orangtua kita yang pertama dalam
kemurnian mereka, ataupun perkara-perkara yang kudus ten-
tang Allah. Aku tidak bisa mendapat pengertian yang men-
dalam tentang itu semua, atau membuat penilaian apa saja
berkenaan dengannya, lebih jauh dibandingkan yang berkenan di-
nyatakan Allah kepadaku. Manusia duniawi, kekuatan-kekuat-
an alam, tidak memahami, bahkan, tidak menerima apa yang
berasal dari Roh Allah. Sebagian orang menganggap bahwa di
sini Agur ditanya, seperti halnya imam Apollo pada zaman dulu,
siapa orang yang paling bijaksana? Jawabannya yaitu , orang
yang sadar akan ketidaktahuannya sendiri, terutama dalam
perkara-perkara ilahi. Hoc tantum scio, me nihil scire Yang aku
ketahui hanyalah bahwa aku tidak tahu apa-apa.
II. Untuk mengemukakan Yesus Kristus, dan Bapa di dalam Dia (ay.
4): Siapakah yang naik ke sorga lalu turun? dst.
1. Sebagian orang memahami ayat ini berbicara mengenai Allah
dan karya-karya-Nya, yang keduanya tiada taranya dan tak
terselami. Agur menantang seluruh umat manusia untuk men-
jelaskan tentang langit di atas, tentang angin, air, dan bumi:
Siapa yang bisa mengaku-ngaku sudah pernah naik ke sorga,
untuk melihat bola bumi dari atas, lalu turun untuk memberi-
kan gambaran tentangnya kepada kita? Siapa yang bisa menya-
takan diri sudah menguasai angin, sudah menggenggamnya di
tangan dan mengaturnya, seperti yang diperbuat Allah, atau
sudah mengikat gelombang-gelombang laut dengan kain be-
dungan, seperti yang telah diperbuat Allah? Siapakah yang
telah menetapkan segala ujung bumi, atau yang bisa menggam-
barkan kekuatan fondasi-fondasinya, atau luas batasan-batas-
annya? Katakan siapa namanya yang bisa bersaing dengan
Allah atau menjadi dewan penasihat-Nya, atau, jika ia sudah
mati, siapa nama orang yang telah mewarisi rahasia besar ini.
2. Ada juga sebagian orang yang merujuk ayat itu kepada Kris-
tus, kepada Itiel dan Ukhal, Anak Allah, sebab itulah nama
Sang Anak, dan juga nama Sang Bapa, yang sedang ditanya-
kan di sini, dan siapa saja ditantang untuk bersaing dengan-
Nya. Sekarang kita harus memuliakan Kristus sebagai Dia
yang telah dinyatakan itu. Orang-orang pada waktu itu meng-
agungkan-Nya sebagai Dia yang tersembunyi, sebagai Dia yang
tentang-Nya mereka sudah sedikit banyak mendengar, namun
mengenai Dia mereka mempunyai gagasan-gagasan yang amat
gelap dan tidak sempurna. Hanya desas-desusnya yang sam-
pai ke telinga kami, namun kami tidak bisa menggambarkan-
Nya (Ayb. 28:22). Tentunya Allahlah yang telah mengumpulkan
angin dalam genggam-Nya dan membungkus air seolah-olah
dengan kain. namun siapa nama-Nya? Nama-Nya, AKU yaitu
AKU (Kel. 3:14), nama yang harus dipuja, bukan untuk dipa-
hami. Siapa nama Anak-Nya, yang oleh-Nya Ia mengerjakan
semuanya ini? Orang-orang kudus dari Perjanjian Lama meng-
harapkan Mesias sebagai Anak dari yang Penuh Berkat, dan di
sini Ia dikatakan sebagai pribadi yang berbeda dari Bapa,
namun nama-Nya masih rahasia. Perhatikanlah, Penebus yang
agung, dalam kemuliaan-kemuliaan pemeliharaan dan anuge-
rah-Nya, tidak bisa dibanding-bandingkan atau dipahami sam-
pai sempurna.
(1) Kemuliaan-kemuliaan dari kerajaan anugerah-Nya tak ter-
selidiki dan tak tertandingi. Sebab siapa lagi selain Dia yang
sudah naik ke sorga lalu turun? Siapa lagi selain Dia yang
secara sempurna mengenal kedua dunia, dan Dia sendiri
bebas berhubungan dengan kedua-duanya, dan oleh sebab
itu layak mendamaikan hubungan di antara keduanya, se-
bagai Pengantara, seperti tangga Yakub? Dia di dalam sorga
di pangkuan Bapa (Yoh. 1:1-18). Dari sana Ia turun untuk
mengenakan sifat manusia kita. Sungguh tidak pernah ter-
jadi perendahan diri yang demikian itu. Dalam sifat itu juga
Ia kembali naik (Ef. 4:9), untuk menerima kemuliaan-ke-
muliaan yang dijanjikan bahwa Ia akan ditinggikan. Dan
siapa lagi selain Dia yang telah melakukan ini? (Rm. 10:6).
(2) Kemuliaan-kemuliaan dari kerajaan pemeliharaan-Nya juga
tak terselidiki dan tak tertandingi. Dia yang mendamaikan
sorga dan bumi yaitu juga Pencipta kedua-duanya dan me-
merintah serta mengatur semuanya. Pemerintahan-Nya atas
tiga unsur yang lebih rendah, yaitu udara, air, dan tanah, di
sini ditekankan secara khusus.
[1] Pergerakan-pergerakan udara diarahkan oleh-Nya. Iblis
mengaku-ngaku menjadi penguasa kerajaan angkasa,
namun bahkan di situ Kristus memiliki segala kuasa. Ia
menghardik angin dan mereka pun taat kepada-Nya.
[2] Batas-batas air ditentukan oleh-Nya: Ia membungkus air
seolah-olah dengan kain; sampai di sini boleh engkau
datang, jangan lewat (Ayb. 38:9-11).
[3] Dasar-dasar bumi ditetapkan oleh-Nya. Ia menegakkan-
nya pada mulanya. Ia tetap menopangnya. Jika bukan
Kristus yang meletakkannya, dasar-dasar bumi akan
tenggelam di bawah beban kutuk yang ditimpakan ke
atas bumi oleh sebab dosa manusia. Siapa gerangan
Dia yang perkasa yang melakukan semua ini? Kita tidak
dapat menyelami batas-batas kekuasaan Allah, atau
Anak Allah. O, alangkah dalamnya pengetahuan itu!
III. Untuk meyakinkan kita akan kebenaran firman Allah, dan meng-
anjurkannya kepada kita (ay. 5-6). Murid-murid Agur berharap un-
tuk diajar olehnya dalam perkara-perkara mengenai Allah. Aduh!
ujarnya, Aku tidak bisa mengajar engkau. Tengoklah firman Allah.
Lihatlah apa yang telah diungkapkan-Nya di sana tentang diri-Nya
sendiri, tentang pikiran-Nya dan kehendak-Nya. Engkau tidak
perlu tahu lebih banyak dibandingkan apa yang akan diajarkan firman
itu kepadamu, dan engkau boleh yakin bahwa apa yang engkau
peroleh itu benar adanya dan cukup bagi dirimu. Semua firman
Allah yaitu murni. Tidak sedikit pun ada kepalsuan dan kebobrok-
an tercampur di dalamnya. Kata-kata manusia perlu didengar dan
ditimbang-timbang dengan penuh kecurigaan, namun tidak ada sedi-
kit pun alasan untuk mencurigai kekurangan-kekurangan di dalam
firman Allah. Firman itu seperti perak yang tujuh kali dimurnikan
(Mzm. 12:7), tanpa sedikit pun sanga atau logam. Firman-Mu amat
murni (Mzm. 119:140, KJV; TB: janji-Mu sangat teruji pen.).
1. Firman itu pasti, dan oleh sebab itu kita harus percaya pada-
nya dan mempertaruhkan jiwa kita padanya. Allah dalam
firman-Nya, Allah dalam janji-Nya, yaitu perisai, perlindung-
an yang pasti, bagi semua orang yang percaya kepada-Nya dan
berlindung pada-Nya. Firman Allah, yang diterapkan dengan
iman, akan membuat kita tenang di tengah-tengah bahaya
dahsyat (Mzm. 46:2-3).
2. Firman itu cukup, dan oleh sebab itu kita tidak boleh menam-
bah-nambahinya (ay. 6): Jangan menambahi firman-Nya, kare-
na firman-Nya murni dan sempurna. Perkataan ini melarang
kita memperkenalkan hal-hal apa saja, yang tidak hanya ber-
tentangan dengan firman Allah, namun juga yang bersaing de-
ngannya. Sekalipun dengan dalih yang tampaknya masuk akal
bahwa itu untuk menjelaskannya, namun, jika itu dianggap
mempunyai wewenang yang sama dengannya, maka itu berarti
menambahi firman-Nya. Ini tidak hanya mencela firman-Nya
sebagai firman yang tidak mencukupi, namun juga akan mem-
buka pintu bagi segala macam kesalahan dan kerusakan. Se-
bab, jika satu keganjilan dibiarkan, yaitu jika perkata-
an dari seorang manusia atau dari sekumpulan orang diterima
dengan tindakan iman dan rasa hormat yang sama seperti ter-
hadap firman Allah, maka seribu keganjilan lain akan meng-
ikuti. Kita harus puas dengan apa yang dipandang Allah layak
untuk dinyatakan kepada kita tentang pikiran-Nya, dan tidak
boleh ingin menjadi bijak melebihi apa yang tertulis. Sebab,
(1) Allah akan membencinya sebagai penghinaan yang menge-
rikan: Ia akan menegurmu, akan mengadakan perhitungan
denganmu sebagai pengkhianat melawan mahkota dan
martabat-Nya, dan menempatkanmu di bawah hukuman
berat yang menimpa orang-orang yang menambahi firman-
Nya atau menguranginya (Ul. 4:2; Ul. 12:32).
(2) Kita sendiri akan terus-menerus jatuh ke dalam kesalahan:
Engkau akan didapati sebagai pembohong, penyeleweng
firman kebenaran, pembawa bidah-bidah, dan bersalah
atas penipuan-penipuan yang amat menyesatkan, memal-
sukan meterai besar dari sorga, dan mengaku-ngaku men-
dapat mandat serta ilham ilahi sementara semua itu yaitu
kecurangan. Orang mungkin bisa tertipu seperti itu, namun
Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan.
7 Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati,
yakni: 8 Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan beri-
kan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makan-
an yang menjadi bagianku. 9 Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyang-
kal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri,
dan mencemarkan nama Allahku.
sesudah ungkapan pengakuan iman dan kepercayaan Agur, serang-
kaian doa permohonannya mengikuti di sini, yang di dalamnya kita
dapat mengamati,
I. Pendahuluan bagi doanya: Dua hal aku mohon, atau minta,
kepada-Mu, ya Allah! Sebelum kita berdoa, ada baiknya kita mem-
pertimbangkan apa yang kita perlukan, dan apa saja yang harus
kita minta dari Allah. Apa yang dituntut dari permasalahan kita?
Apa yang diinginkan hati kita? Apa yang kita inginkan untuk
Allah perbuat bagi kita? Kita perlu mempertimbangkan hal-hal ini
agar kita tidak harus mencari-cari lagi apa yang harus kita minta
dari-Nya saat kita berdoa. Ia memohon, jangan itu Kautolak sebe-
lum aku mati. Dalam berdoa, kita harus memikirkan kematian, dan
berdoa sesuai dengan apa yang kita pikirkan itu. Tuhan, berilah
aku pengampunan, kedamaian, dan anugerah, sebelum aku mati,
sebelum aku pergi dan tidak ada lagi. Sebab, jika aku tidak diperba-
harui dan dikuduskan sebelum aku mati, pembaharuan dan pe-
ngudusan itu tidak akan terlaksana sesudahnya. Jika doaku tidak
dikabulkan sebelum aku mati, doa-doaku sesudahnya tidak akan
dikabulkan, sekalipun itu seruan, Tuhan, Tuhan. Tidak ada hikmat
atau perbuatan ini di dalam kubur. Jangan Kautolak anugerah-Mu
dariku, sebab, jika Engkau menolaknya, aku akan mati, aku
binasa. Jika engkau berdiam diri terhadap aku, aku menjadi seperti
orang yang turun ke dalam liang kubur (Mzm. 28:1). Jangan itu
Kautolak sebelum aku mati. Selama aku terus hidup di negeri
orang-orang hidup, biarlah aku terus dipimpin oleh anugerah-Mu
dan pemeliharaan-Mu yang baik.
II. Doa itu sendiri. Dua hal yang dimohonkannya yaitu anugerah
yang mencukupi dan makanan yang secukupnya.
1. Anugerah yang mencukupi bagi jiwanya: Jauhkanlah dari
padaku kecurangan dan kebohongan. Bebaskanlah aku dari
dosa, dari segala ajaran, perbuatan, dan perasaan yang rusak,
dari kesalahan dan kekeliruan, yang merupakan dasar dari
segala dosa, dari cinta akan dunia dan perkara-perkaranya,
yang kesemuanya yaitu kecurangan dan kebohongan. Seba-
gian orang memahami ini sebagai doa untuk pengampunan
dosa, sebab, saat Allah mengampuni dosa, Ia menjauhkan-
nya, Ia melenyapkannya. Atau, sebaliknya, itu merupakan doa
yang mempunyai maksud sama dengan doa ini, janganlah
membawa kami ke dalam pencobaan. Tidak ada hal lain yang
lebih jahat bagi kita selain dosa, dan oleh sebab itu tidak ada
hal lain yang darinya kita harus berdoa dengan lebih sungguh-
sungguh selain doa agar kita jangan berbuat jahat.
2. Makanan yang secukupnya bagi tubuhnya. sesudah berdoa
meminta pekerjaan-pekerjaan anugerah ilahi, di sini ia memo-
hon perkenanan Pemeliharaan ilahi, namun yang sedemikian
rupa sehingga cenderung membawa kebaikan dan bukan
kerugian bagi jiwa.
(1) Ia berdoa agar dari pemberian Allah yang cuma-cuma, ia
bisa menerima bagian yang cukup dari hal-hal baik dalam
hidup ini: Biarkanlah aku menikmati makanan yang men-
jadi bagianku, makanan yang menurut-Mu pantas untuk
Kauberikan kepadaku. Berkenaan dengan semua pemberi-
an dari Pemeliharaan ilahi, kita harus berserah kepada hik-
mat ilahi. Atau, makanan yang pantas bagiku, sebagai ma-
nusia, kepala keluarga, yang sesuai dengan tempat dan
kedudukanku di dunia. Sebab, sebagaimana orangnya,
demikian pula kemampuannya. Juruselamat kita tampak
merujuk pada perkataan ini saat Ia mengajar kita untuk
berdoa, berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang
secukupnya, sebab perkataan ini tampak merujuk pada
nazar Yakub, yang di dalamnya ia tidak berharap apa-apa
selain roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai. Ma-
kanan yang secukupnya bagi kita yaitu apa yang harus
membuat kita puas, meskipun kita tidak mempunyai aneka
macam hidangan yang lezat dan melimpah. Makanan yang
secukupnya yaitu makanan yang kita butuhkan, meski-
pun kita tidak mempunyai lauk pauk yang banyak. Inilah
yang di dalam iman dapat kita doakan kepada Allah, dan
kepada-Nya kita bisa bergantung.
(2) Ia berdoa agar dijauhkan dari segala keadaan hidup yang
akan menjadi godaan baginya.
[1] Ia berdoa melawan kelimpahan dan kekurangan yang
berlebihan: Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau
kekayaan. Dengan ini ia tidak ingin mengatur-atur Allah,
atau berpura-pura mengajarkan kepada-Nya keadaan
apa yang harus ditetapkan-Nya untuk dia. Tidak pula ia
berdoa untuk meniadakan kemiskinan atau kekayaan
sama sekali. Memang ada yang jahat di dalam kedua-
nya, namun oleh anugerah Allah, keduanya dapat diku-
duskan dan menjadi sarana kebaikan bagi kita. sebab
itu, dengan doanya itu, pertama, ia bermaksud meng-
ungkapkan nilai yang dianut orang bijak dan baik
berkenaan dengan keadaan hidup yang sedang-sedang
saja, dan, dengan tunduk kepada kehendak Allah, ia
ingin agar itulah yang menjadi keadaannya, yaitu bu-
kan kehormatan besar dan bukan pula penghinaan
besar. Kita harus belajar bagaimana mengatur kedua-
nya (seperti Rasul Paulus dalam Filipi 4:12), dan harus
lebih ingin untuk selalu berada di tengah-tengahnya.
Optimus pecuniæ modus qui nec in paupertatem cedit nec
procul à paupertate discedit Keadaan terbaik yaitu
keadaan yang tidak menyiratkan kemiskinan atau yang
bergerak menjauh darinya. Seneca. Kedua, dengan ini ia
menunjukkan bagaimana ia berjaga-jaga secara kudus
terhadap dirinya sendiri, bahwa ia tidak bisa tetap berdiri
melawan godaan-godaan dari entah penderitaan atau ke-
makmuran. Orang lain dapat menjaga kejujuran mereka
dalam penderitaan atau kemakmuran, namun ia takut
akan kedua-duanya. Oleh sebab itu anugerah mengajar
dia untuk berdoa melawan kekayaan sama seperti alam
mengajarnya untuk berdoa melawan kemiskinan. namun ,
bagaimanapun juga, jadilah kehendak Tuhan.
[2] Ia memberikan alasan yang saleh untuk doanya (ay. 9).
Ia tidak berkata, Supaya jangan aku kaya, lalu disu-
sahkan oleh kekhawatiran, dicemburui oleh tetangga-
tetanggaku, dan uangku terkuras habis oleh banyaknya
pelayan, atau, supaya jangan aku miskin lalu diinjak-
injak, dan terpaksa bekerja keras serta hidup susah,
namun , Supaya jangan aku menjadi kaya lalu berdosa,
atau miskin lalu berdosa. Dosa yaitu apa yang dita-
kuti oleh orang baik dalam segala keadaan dan segala
peristiwa. Lihat saja Nehemia (Neh. 6:13), supaya aku
menjadi takut lalu berbuat demikian, sehingga aku ber-
dosa. Pertama, ia ngeri terhadap godaan-godaan kemak-
muran, dan oleh sebab itu ia bahkan mencelanya: Su-
paya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu
(seperti Yesyurun, yang menendang ke belakang dan
bertambah gemuk, lalu meninggalkan Allah yang telah
menjadikan dia, Ul. 32:15), dan berkata, seperti Firaun
dalam kesombongannya, siapakah TUHAN itu yang ha-
rus kudengarkan firman-Nya? Kemakmuran membuat
orang sombong dan melupakan Allah, seolah-olah mere-
ka tidak memerlukan-Nya dan oleh sebab itu tidak
wajib berbuat apa-apa terhadap-Nya. Yang Mahakuasa
dapat berbuat apa terhadap kami? (Ayb. 22:17). Dan
oleh sebab itu, mereka tidak akan berbuat apa-apa
untuk-Nya. Bahkan orang-orang baik sekalipun sebab
takut akan berbuat dosa-dosa besar, memandang hati
mereka sendiri sebagai sesuatu yang menipu. Dan me-
reka tahu bahwa pencapaian-pencapaian terbesar di
dunia tidak akan mengimbangi kesalahan yang terkecil
sekalipun. Kedua, ia ngeri terhadap godaan-godaan ke-
miskinan, dan untuk alasan itu, dan bukan untuk
alasan lain, ia mencelanya: atau, kalau aku miskin, aku
mencuri. Kemiskinan yaitu godaan yang kuat untuk
berlaku tidak jujur, dan yang menguasai banyak orang,
dan mereka serta-merta berpikir bahwa kemiskinan
itulah yang akan mereka jadikan alasan untuk berbuat
tidak jujur. namun kemiskinan tidak akan membuat
mereka bisa berdalih di pengadilan Allah, sama seperti
orang tidak dapat berkata, Aku mencuri sebab aku
miskin. Namun, jika orang mencuri untuk memuaskan
nafsunya sebab lapar, maka itu yaitu perkara belas
kasihan (6:30), dan bahkan orang yang memegang asas-
asas kejujuran akan tergerak olehnya. namun amatilah
mengapa Agur ngeri terhadap kemiskinan ini, bukan
sebab ia akan membahayakan dirinya sendiri dengan
kemiskinan itu, Supaya jangan aku mencuri, dan di-
gantung sebab nya, dicambuk atau dipasung, atau
dijual sebagai budak, seperti yang terjadi dengan pen-
curi-pencuri miskin di dalam warga Yahudi yang
tidak sanggup membayar ganti rugi akibat mencuri. Se-
baliknya, supaya jangan sampai ia menghina Allahnya
dengan berbuat demikian: Supaya jangan aku mencuri,
dan mencemarkan nama Allahku. Yaitu, supaya jangan
aku mencela pengakuanku sebagai orang beragama de-
ngan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan-
nya. Atau, Supaya jangan aku mencuri, dan, saat
aku didakwa atasnya, aku bersumpah palsu. Oleh se-
bab itu, ia ngeri terhadap satu dosa, sebab dosa itu
akan mengantar pada dosa lain, sebab jalan dosa itu
menurun. Amatilah, ia menyebut Allah sebagai Allah-
nya, dan oleh sebab itu ia takut berbuat apa saja yang
menentang Dia sebab hubungan yang dimilikinya de-
ngan Dia.
10 Jangan mencerca seorang hamba pada tuannya, supaya jangan ia mengu-
tuki engkau dan engkau harus menanggung kesalahan itu. 11 Ada keturunan
yang mengutuki ayahnya dan tidak memberkati ibunya. 12 Ada keturunan
yang menganggap dirinya tahir, namun belum dibasuh dari kotorannya sen-
diri. 13 Ada keturunan yang berpandangan angkuh, yang terangkat kelopak
matanya. 14 Ada keturunan yang giginya yaitu pedang, yang gigi geliginya
yaitu pisau, untuk memakan habis dari bumi orang-orang yang tertindas,
orang-orang yang miskin di antara manusia.
Inilah:
I. Peringatan untuk tidak melecehkan hamba-hamba orang lain
seperti halnya hamba-hamba kita sendiri. Juga, untuk tidak me-
lakukan yang jahat di antara mereka dan tuan mereka, sebab itu
yaitu perbuatan yang tidak benar, menyakitkan hati, dan akan
membuat kita dibenci orang (ay. 10).
Pertimbangkanlah:
1. Perbuatan itu melukai si hamba, yang seharusnya dikasihani
sebab keadaannya yang miskin, dan oleh sebab itu sungguh
biadab menambah penderitaan kepada orang yang sudah men-
derita: Jangan sakiti hambamu dengan lidahmu (begitu arti
tersiratnya). Sebab, akan menunjukkan kecenderungan hati
yang keji jika kita menghantam siapa saja secara sembunyi-
sembunyi dengan cambuk lidah, terutama seorang hamba,
yang bukan tandingan bagi kita. Orang demikian seharusnya
lebih kita lindungi, jika tuannya berlaku keras terhadapnya,
dan bukan membuatnya bertambah susah.
2. Perbuatan itu mungkin akan melukai dirimu sendiri. Jika se-
orang hamba dipancing-pancing amarahnya seperti itu, mung-
kin ia akan mengutukimu, akan menuduhmu dan membawamu
ke dalam masalah, atau mengucapkan kata-kata jahat terha-
dapmu dan menodai nama baikmu. Atau ia berseru kepada
Allah untuk melawanmu, dan menimpakan murka-Nya ke atas-
mu, dan Ia yaitu penyokong dan pelindung orang-orang tidak
bersalah yang tertindas.
II. Gambaran, selagi peringatan ini diberikan, tentang beberapa ke-
turunan yang fasik, yang sudah sepantasnya dipandang keji oleh
semua orang yang saleh dan baik.
1. Orang-orang fasik demikian yaitu orang-orang yang suka
mengasari orangtua mereka, suka mengata-ngatai mereka dan
mengharapkan yang buruk menimpa mereka, menyumpahi
mereka dan memukuli mereka. Ada keturunan yang seperti
itu. Anak-anak muda bertabiat jahat demikian suka berkum-
pul bersama-sama, dan memanas-manasi satu sama lain me-
lawan orangtua mereka. Keturunan ular beludaklah orang-
orang yang mengutuki orangtua kandung mereka, atau hakim-
hakim, atau hamba-hamba Tuhan, sebab mereka tidak dapat
menanggung kuk yang diberikan. Dan bersaudara dekat de-
ngan merekalah orang-orang yang, walaupun mereka belum
sampai pada puncak kefasikan seperti itu hingga mengutuki
orangtua mereka, namun tidak memberkati mereka, tidak bisa
berkata-kata baik kepada mereka, dan tidak mau berdoa bagi
mereka.
2. Orang-orang yang menyombongkan diri, dan, dengan mema-
merkan kesalehan dan berpura-pura kudus, menyembunyikan
dari orang lain, dan mungkin dari diri mereka sendiri juga,
berlimpahnya kefasikan yang bertakhta secara sembunyi-sem-
bunyi (ay. 12). Mereka menganggap diri mereka tahir, seolah-
olah dalam segala hal mereka sudah menjadi sebagaimana
mestinya. Mereka mempunyai penilaian yang amat baik ten-
tang diri mereka dan tabiat mereka sendiri, bahwa mereka
tidak hanya benar, namun juga kaya dan telah memperkayakan
diri mereka (Why. 3:17). Namun sebenarnya mereka belum
dibasuh dari kotoran mereka sendiri, kotoran hati mereka,
yang mereka anggap sebagai bagian terbaik dari diri mereka.
Mereka, mungkin saja, sudah disapu bersih dan dihias, namun
mereka tidak dibasuh, ataupun dikuduskan. Ini seperti orang
Farisi yang di dalam diri mereka penuh pelbagai jenis kotoran
(Mat. 23:25-26).
3. Mereka yang angkuh dan mencemooh orang-orang di sekitar
mereka (ay. 13). Agur berbicara dengan terheran-heran akan
kesombongan dan kekurangajaran mereka yang sungguh ke-
terlaluan: Oh betapa angkuhnya mereka memandang! (KJV).
Betapa dengan pandangan yang hina mereka memandang
sesama, sebagai orang yang tidak layak ditempatkan di antara
anjing-anjing peliharaan mereka! Betapa mereka berharap
semua orang menyingkir sejauh-jauhnya dari mereka; dan,
jika mereka melihat pada diri mereka sendiri, betapa mere-
ka congkak dan berlagak seperti burung merak, menganggap
diri sendiri hebat padahal sebenarnya mereka sedang menjadi-
kan diri sendiri menggelikan! Ada keturunan orang-orang se-
perti itu, yang pasti dipandang hina oleh mereka yang menen-
tang orang congkak.
4. Mereka yang kejam terhadap kaum miskin dan biadab ter-
hadap semua orang yang bergantung pada belas kasihan me-
reka (ay. 14). Mereka bergigi besi dan baja, pedang dan pisau,
alat-alat kekejaman, yang dengannya mereka memakan habis
orang-orang yang miskin dengan rasa senang luar biasa tak
terbayangkan, dengan cara yang sama rakusnya seperti orang
lapar memotong daging dan melahapnya. Allah sudah meng-
aturnya begitu rupa sehingga orang-orang miskin akan selalu
ada pada kita, bahwa mereka tidak hentinya akan ada di da-
lam negeri. namun ada orang-orang yang, sebab tidak sudi
meringankan beban orang miskin, sebisanya hendak meniada-
kan mereka, terutama kaum miskin kepunyaan Allah, dari
muka bumi, dari antara manusia. Sebagian orang memahami-
nya sebagai orang-orang yang melukai dan menghancurkan
orang lain dengan berbagai fitnah dan tuduhan palsu serta
mencela mereka dengan keras bahwa nasib mereka akan terus
demikian. Lidah mereka, dan juga gigi mereka (yang juga meru-
pakan alat berbicara), yaitu seperti pedang dan pisau (Mzm.
57:5).
Empat Hal yang Tak Pernah Puas
15 Si lintah mempunyai dua anak wanita : Untukku! dan Untukku!
Ada tiga hal yang tak akan kenyang, ada empat hal yang tak pernah berkata:
Cukup! 16 Dunia orang mati, dan rahim yang mandul, dan bumi yang tidak
pernah puas dengan air, dan api yang tidak pernah berkata: Cukup! 17 Mata
yang mengolok-olok ayah, dan enggan mendengarkan ibu akan dipatuk
gagak lembah dan dimakan anak rajawali.
Agur sudah berbicara sebelumnya tentang orang-orang yang mema-
kan habis kaum miskin (ay. 14), dan membicarakan mereka pada
urutan terakhir, sebagai yang terburuk dari empat keturunan yang
disebutkan di sana. Sekarang di sini ia berbicara tentang betapa tak
terpuaskannya mereka dalam melakukan hal ini. Watak yang meng-
arahkan mereka untuk berbuat seperti itu terdiri atas kekejaman dan
ketamakan. Nah, mereka ini yaitu dua anak wanita dari si
lintah, keturunan aslinya, yang terus meminta, Untukku, untukku,
berikan untukku lebih banyak darah, lebih banyak uang; sebab pe-
numpah darah selalu haus akan darah. sebab mabuk darah, me-
reka menambahkan rasa haus pada kemabukan mereka, dan akan
terus mencari darah lagi. Dan siapa mencintai uang tidak akan puas
dengan uang. Dengan demikian, sementara dari dua asas ini mereka
memakan habis kaum miskin, mereka sendiri terus-menerus merasa
gelisah, seperti musuh-musuh Daud (Mzm. 59:15-16). Sekarang,
untuk menggambarkan lebih jauh tentang hal ini,
I. Ia berbicara secara khusus tentang empat hal lain yang tak per-
nah puas, yang dengannya para pelahap itu dibandingkan, yang
tidak pernah berkata, cukup, atau, aku sudah memperoleh keka-
yaan. Tidak akan pernah kaya orang-orang yang selalu bernafsu
menginginkan sesuatu. Nah, empat hal yang selalu meminta lebih
ini yaitu ,
1. Kubur, yang ke dalamnya banyak orang jatuh, namun masih
banyak lagi yang akan jatuh, dan ia menelan mereka semua
bulat-bulat, tanpa mengembalikan seorang pun. Dunia orang
mati dan kebinasaan tak akan puas (27:20). jika giliran
kita tiba, kita akan mendapati kuburan tersedia bagi kita (Ayb.
17:1).
2. Rahim yang mandul, yang tidak sabar menanggung penderi-
taannya sebagai wanita mandul, dan berseru, seperti Rahel,
berikanlah kepadaku anak.
3. Tanah pasir yang hangat pada musim kering (terutama di
negara-negara yang beriklim panas itu), yang tetap menyerap
hujan yang turun deras menyiraminya, dan sebentar saja
sudah menjadi kering kembali dan ingin disirami hujan lagi.
4. Api, yang, jika sudah memakan bahan bakar yang melim-
pah, akan terus memakan habis semua bahan yang mudah
terbakar yang dilemparkan ke dalamnya. Begitu tak terpuas-
kannya keinginan-keinginan rusak dalam diri para pendosa,
dan begitu sedikit kepuasan yang mereka dapatkan bahkan
dalam pemenuhannya.
II. Ia menambahkan ancaman yang mengerikan terhadap anak-anak
yang pembangkang (ay. 17), sebagai peringatan terhadap keturun-
an pertama dari empat keturunan yang fasik itu, yang mengutuk
orangtua mereka (ay. 11), dan menunjukkan di sini,
1. Siapa yang termasuk dalam keturunan itu, bukan hanya
orang-orang yang mengutuk orangtua mereka dalam amarah
yang membara, namun juga,
(1) Orang-orang yang mengolok-olok mereka, sekalipun itu ha-
nya dengan mata yang merendahkan, yang memandang
mereka dengan hina oleh sebab kelemahan tubuh mereka,
atau memperlihatkan muka yang masam atau keras apa-
bila mereka memberikan didikan atau perintah, yang tidak
sabar terhadap teguran-teguran mereka, dan marah terha-
dap mereka. Allah memperhatikan bagaimana mata anak-
anak saat melihat orangtua mereka, dan akan memper-
hitungkan lirikan mata serta pandangan-pandangan jahat
yang dilemparkan, serta bahasa kasar yang dilontarkan
kepada mereka.
(2) Orang-orang yang enggan mendengarkan mereka, yang me-
rasa direndahkan jika mereka patuh kepada orangtua
mereka, terutama kepada ibu. Mereka tidak sudi diatur-
atur olehnya. Dengan demikian ia yang melahirkan mereka
dalam dukacita, dalam dukacita yang lebih besar lagi ia
menanggung perilaku buruk mereka.
2. Apa yang akan menjadi hukuman bagi mereka. Orang-orang
yang tidak menghormati orangtua mereka akan dipajang seba-
gai tugu peringatan akan pembalasan Allah. Mereka seolah-
olah akan digantung dalam belenggu, sebagai umpan bagi bu-
rung-burung pemangsa untuk mematuk mata mereka, mata
yang dengannya mereka memandang dengan begitu meren-
dahkan terhadap orangtua mereka yang baik. Mayat-mayat
para penjahat tidak akan tergantung sepanjang malam, namun
sebelum malam tiba, burung-burung gagak sudah akan me-
matuki mata mereka. Jika manusia tidak menghukum anak-
anak yang tidak berbakti, Allahlah yang akan melakukannya,
dan akan menimpakan kekejian hebat kepada orang-orang
yang memperlakukan orangtua mereka dengan angkuh. Ba-
nyak orang yang hidupnya berakhir dengan memalukan meng-
akui bahwa jalan-jalan fasik yang mengantar mereka kepada
akhir itu dimulai dari penghinaan terhadap wewenang orang-
tua mereka.
Empat Hal yang Mengherankan
18 Ada tiga hal yang mengherankan aku, bahkan, ada empat hal yang tidak
kumengerti: 19 jalan rajawali di udara, jalan ular di atas cadas, jalan kapal di
tengah-tengah laut, dan jalan seorang laki-laki dengan seorang gadis. 20 Ini-
lah jalan wanita yang berzinah: ia makan, lalu menyeka mulutnya, dan
berkata: Aku tidak berbuat jahat. 21 sebab tiga hal bumi gemetar, bahkan,
sebab empat hal ia tidak dapat tahan: 22 sebab seorang hamba, kalau ia
menjadi raja, sebab seorang bebal, kalau ia kekenyangan makan, 23 sebab
seorang wanita yang tidak disukai orang, kalau ia mendapat suami, dan
sebab seorang hamba wanita , kalau ia mendesak kedudukan nyonya-
nya.
Inilah:
I. Gambaran tentang empat hal yang tak terselidiki, yang terlalu
mengherankan untuk diketahui sepenuhnya. Dan di sini,
1. Ketiga hal yang pertama yaitu hal-hal alami, dan hanya
dirancang sebagai perbandingan dengan gambaran yang ter-
akhir. Kita tidak bisa melacak,
(1) Jalan rajawali di udara. Ke arah mana ia terbang tidak da-
pat diketahui entah melalui jejak langkahnya atau melalui
baunya, seperti yang bisa diketahui pada jalan binatang di
atas tanah. Tidak pula kita bisa menjelaskan kecepatan
yang menakjubkan saat ia terbang, betapa cepatnya ia
lenyap dari pandangan kita.
(2) Jalan ular di atas cadas. Jalan ular di atas pasir bisa kita
lacak melalui jejaknya, namun tidak dengan jalan ular di
atas batu yang keras. Tidak pula kita bisa menggambarkan
bagaimana seekor ular, tanpa kaki, dapat menjalar ke atas
batu dalam waktu yang sebentar saja.
(3) Jalan kapal di tengah-tengah laut. Lewiatan memang me-
ninggalkan jejak yang bercahaya, sehingga samudera raya
disangka orang rambut putih (Ayb. 41:23), namun kapal tidak
meninggalkan tanda apa pun di belakangnya, dan kadang-
kadang ia diombang-ambingkan gelombang dengan begitu
rupa sehingga orang terheran-heran bagaimana ia berlayar
di tengah laut dan mencapai tujuannya. Kerajaan alam
penuh dengan keajaiban, hal-hal yang mengherankan yang
diperbuat oleh Allah alam semesta, yang tidak terduga.
2. Yang keempat yaitu suatu misteri pelanggaran, lebih tak
terjelaskan dibandingkan hal-hal sebelumnya. Misteri ini merupa-
kan bagian dari kedalaman-kedalaman Iblis, kelicikan dan hati
fasik yang sudah membatu itu, yang tidak dapat diketahui
siapa pun (Yer. 17:9). Misteri itu berangkap dua:
(1) Cara-cara terkutuk yang digunakan laki-laki pezinah untuk
merusak seorang gadis, dan membujuknya untuk menye-
rahkan diri pada hawa nafsunya yang fasik dan menjijik-
kan. Seorang pujangga cabul menulis satu buku penuh
tentang ini, lama semenjak itu, De arte amandi Cara ber-
cinta. Dengan macam-macam anggapan dan pernyataan
khidmat tentang cinta, dan segala daya pikatnya yang
kuat, janji-janji perkawinan, jaminan-jaminan akan kera-
hasiaan dan keuntungannya, banyak gadis yang tidak was-
pada sampai menjual kebajikannya, kehormatannya, keda-
maiannya, dan jiwanya, dan itu semua hanya demi seorang
pengkhianat yang hina. Sebab, demikianlah segala hawa
nafsu yang penuh dosa dalam kerajaan cinta. Semakin
lihai godaan diatur, semakin waspada dan gigihlah seha-
rusnya setiap hati yang murni untuk melawannya.
(2) Cara-cara terkutuk yang digunakan oleh si wanita pezi-
nah untuk menyembunyikan kefasikannya, terutama dari
suaminya, yang telah ia tinggalkan dengan berkhianat. Be-
gitu tertutupnya perselingkuhannya dengan teman-teman
cabulnya, dan begitu lihainya perselingkuhan itu disamar-
kan, sehingga mustahil untuk mengungkapkan kejahatan-
nya sama seperti untuk melacak jalan rajawali di udara. Ia
makan buah terlarang, mengikuti perumpamaan pelang-
garan Adam, lalu menyeka mulutnya, supaya jangan ia
ketahuan sebab nya, dan dengan wajah yang berani dan
kurang ajar ia berkata, Aku tidak berbuat jahat.
[1] Kepada dunia ia menyangkali kenyataan, dan siap ber-
sumpah bahwa ia tetap murni dan santun sama seperti
wanita -wanita lain, dan tidak pernah melaku-
kan kefasikan yang disangkakan kepadanya. Pekerjaan-
pekerjaan kegelapan akan ditutupi dengan gigih agar
tidak tampak oleh terang.
[2] Kepada hati nuraninya sendiri (jika memang ia masih
memilikinya) ia menyangkal kesalahan itu, dan tidak
mau mengakui bahwa kejahatan yang besar itu yaitu
suatu kejahatan, melainkan sebuah hiburan yang tidak
mengandung dosa (Hos. 12:8-9). Demikianlah banyak
orang menghancurkan jiwa mereka dengan menyebut
yang jahat sebagai baik, dan menentang perasaan-pera-
saan bersalah dalam diri mereka sendiri dengan pembe-
naran diri.
II. Gambaran tentang empat hal yang tak tertahankan, yaitu, empat
jenis orang yang sangat menyusahkan bagi tempat di mana mere-
ka tinggal, dan bagi semua orang yang berhubungan serta ber-
teman dengan mereka. Bumi gemetar sebab mereka, dan merin-
tih di bawah mereka, yang dirasakan sebagai beban yang tidak
dapat ditahannya, dan mereka ini semuanya serupa:
1. Seorang hamba yang bila naik pangkat dan diberi kekuasaan,
menjadi yang paling besar mulut dan sok berkuasa dibanding-
kan semua orang lain. Lihat saja Tobia, orang Amon, pelayan
itu (Neh. 2:10).
2. Seorang bebal, bodoh, kasar, gaduh, dan keji, yang saat su-
dah menjadi kaya dan ikut menikmati hidangan-hidangan lezat
di meja makan, akan mengganggu semua orang dengan omong-
annya yang berlebihan dan penghinaan-penghinaan yang akan
diberikannya kepada orang-orang di sekitarnya.
3. Seorang wanita yang bertabiat jelek, suka marah-marah, dan
susah disenangkan, saat ia mendapat suami. Ia menjadikan
dirinya dibenci orang sebab kesombongan dan kekecutan
hatinya, sehingga orang akan menyangka bahwa tidak akan
ada seorang pun yang akan mengasihi dia. namun , jika
pada akhirnya ia menikah juga, kedudukan yang terhormat itu
membuatnya semakin suka merendahkan dan mencerca dari-
pada sebelum-sebelumnya sehingga orang tidak akan tahan
dengan dia. Sayang bahwa apa yang seharusnya mempercan-
tik tabiat malah berdampak sebaliknya. Wanita yang mulia,
jika menikah, akan berperilaku lebih menyenangkan.
4. Seorang hamba wanita tua yang berhasil menguasai nyo-
nyanya, dengan menghibur dia, dan, seperti yang kita kata-
kan, berdiri sama tinggi dengannya, sehingga nyonyanya me-
nyerahkan kepada dia apa yang dimilikinya. Atau seorang
hamba yang amat dikasihi nyonyanya seolah-olah ia akan
menjadi ahli warisnya. Orang seperti itu juga akan berlaku
sombong dan penuh kebencian sehingga orang tidak bisa
tahan dengannya. Ia menganggap segala apa yang diberikan
oleh nyonyanya terlalu kecil, dan dia sendiri merasa diperlaku-
kan secara tidak adil jika ada apa saja yang tidak diberikan
kepadanya. Oleh sebab itu, hendaklah orang-orang yang ber-
asal dari kalangan hina namun kemudian oleh Pemeliharaan
ilahi dinaikkan ke dalam kedudukan terhormat berjaga-jaga
betul melawan dosa yang akan paling mudah merintangi mere-
ka itu, yaitu keangkuhan dan kecongkakan. Dosa-dosa ini
yang dibandingkan dengan semua hal lain di dalam diri me-
reka, akan menjadi dosa yang paling tak tertahankan dan tak
dapat dimaafkan. Dan hendaklah mereka merendahkan diri
mereka sendiri dengan mengingat gunung batu yang dibandingkan -
nya mereka terpahat.
Empat Hal yang Kecil Namun Bijak
24 Ada empat binatang yang terkecil di bumi, namun yang sangat cekatan: 25
semut, bangsa yang tidak kuat, namun yang menyediakan makanannya di
musim panas, 26 pelanduk, bangsa yang lemah, namun yang membuat rumah-
nya di bukit batu, 27 belalang yang tidak mempunyai raja, namun semuanya
berbaris dengan teratur, 28 cicak yang dapat kautangkap dengan tangan,
namun yang juga ada di istana-istana raja.
I. Agur, sesudah berbicara khusus mengenai empat hal yang tampak
besar namun sebenarnya hina, di sini berbicara khusus mengenai
empat hal yang kecil namun sebenarnya sangat mengagumkan.
Ini yaitu hal yang besar namun dalam ukuran kecil, yang di
dalamnya, sebagaimana yang diamati oleh Uskup Patrick, meng-
ajarkan kepada kita beberapa pelajaran yang baik. Seperti,
1. Untuk tidak mengagumi besarnya tubuh, atau indahnya, atau
kuatnya, dan tidak pula menilai orang atau menganggap mere-
ka lebih baik berdasarkan keuntungan-keuntungan seperti itu.
namun kita harus menilai manusia berdasarkan hikmat dan
perilaku mereka, ketekunan mereka dan rajinnya mereka dalam
bekerja, yang merupakan tabiat-tabiat yang pantas dihormati.
2. Untuk mengagumi hikmat dan kuasa Sang Pencipta dalam
binatang-binatang yang terkecil dan paling hina, dalam semut
seperti juga dalam gajah.
3. Untuk mempersalahkan diri kita sendiri yang tidak berbuat
begitu banyak demi kepentingan kita yang sesungguhnya, se-
perti yang diperbuat oleh makhluk-makhluk paling kecil demi
kepentingan mereka.
4. Untuk tidak merendahkan hal-hal yang lemah dari dunia. Ada
makhluk-makhluk yang terkecil di bumi, miskin di dunia dan
tidak begitu berarti, namun mereka sangat cekatan (KJV: ter-
amat bijak pen.), bijak bagi jiwa mereka dan bagi dunia lain,
dan mereka teramat bijak, lebih bijak dibandingkan sesama mereka.
Arti tersiratnya, mereka bijak, dibuat menjadi bijak oleh naluri
khusus dari alam. Semua orang yang bijak bagi keselamatan
jiwa mereka dibuat bijak oleh anugerah Allah.
II. Makhluk-makhluk yang dibicarakan Agur secara khusus yaitu ,
1. Semut, binatang yang kecil dan sangat lemah, namun mereka
amat giat dalam mengumpulkan makanan yang tepat, dan
memiliki kebijaksanaan yang mengherankan untuk melaku-
kannya pada waktu yang tepat pula, yaitu musim panas. Ini
merupakan suatu bentuk hikmat yang begitu besar sehingga
kita bisa belajar dari mereka untuk menjadi bijak di masa
depan (6:6). Bila singa-singa muda merana kelaparan, semut-
semut yang giat bekerja mempunyai makanan yang berlimpah
dan tidak mengenal kekurangan.
2. Pelanduk, atau, seperti yang lebih dipahami sebagian orang,
tikus-tikus Arab, tikus-tikus ladang, makhluk yang lemah,
dan amat penakut, namun mereka memiliki hikmat yang
begitu besar sehingga membuat rumah mereka di bukit batu, di
mana mereka terlindung dengan baik. Dan kelemahan mereka
membuat mereka berlindung di balik kubu-kubu dan benteng-
benteng alam. Kesadaran akan kemiskinan dan kelemahan
kita sendiri haruslah mendorong kita untuk datang kepada
Dia yang yaitu gunung batu yang terlalu tinggi bagi kita
sebagai tempat kita berteduh dan berlindung. Di sana marilah
kita membuat tempat kediaman kita.
3. Belalang. Mereka juga kecil dan tidak mempunyai raja, seperti
yang dimiliki lebah, namun semuanya berbaris dengan teratur,
seperti barisan tentara yang hendak maju berperang. Dan,
dengan mengamati keteraturan yang begitu baik