Tujuan penulisan ini untuk menjelaskan konsep bermegah dalam
kitab Roma dan implikasinya bagi gereja masa kini. Dalam konsep
‘bermegah’, Paulus hendak mengaitkannya dengan dasar menaruh tempat
kepercayaan yang benar. Paulus menolak semua dasar bermegah di luar
dari Injil. Hanya Injil yang dapat membuktikan bahwa semua kemegahan
yang lainnya tidak dapat diandalkan. Kehidupan orang percaya akan
bermegah bukan hanya di dalam hal-hal yang baik saja, namun hingga ke
tahap menderita, orang percaya akan tetap bermegah. Kesengsaraan di
dalam kehidupan orang percaya bukan lagi menjadi tanda murka Allah
melainkan bagaimana mereka telah memperolah keselamatan dari murka itu.
Orang percaya dalam komunitas gereja diajarkan untuk bermegah pada halhal yang memuliakan Tuhan, dan tidak bermegah atas keberhasilan
pelayanan dan hal-hal yang duniawi.Apakah manusia dapat bermegah dengan apa yang dilakukannya
untuk dunia ini? Segala yang telah manusia lakukan untuk kemajuan dunia
ini yang begitu pesat, namun semuanya itu tidak dapat dibandingkan dengan
apa yang telah dilakukan oleh Yesus yang telah menebus dosa-dosa manusia.
Gereja-Nya tidak dapat bermegah karena banyaknya jiwa-jiwa bertobat,
atau karena hamba-hamba-Nya luar biasa dalam menjalankan misi-Nya.
Sekali-kali itu semuanya terjadi oleh karena Yesus.
Istilah bermegah dan kata-kata yang serumpun merupakan salah satu
istilah kunci dalam surat-surat Paulus. 1
Hal ini nampak jelas dalam
beberapa kitab yang dituliskan oleh rasul Paulus. Dalam suratnya kepada
jemaat di Filipi, ia menggunakan istilah ini, ketika ia berkata, “karena kita
orang-orang bersunat, yang beribadah oleh Roh Allah, dan bermegah dalam
Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah” (Filipi 3:3).
Kata yang sama juga digunakan dalam Galatia 6:14, “Tetapi aku sekali-kali
tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab
olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.” Selain kitab
Filipi dan Galatia, Paulus juga menggunakan istilah yang sama ketika
menuliskan suratnya kepada jemaat di Korintus yang tercatat dalam 1
Korintus 1:29, “supaya tidak ada seorang manusia pun yang memegahkan
diri di hadapan Allah.”
Istilah ‘bermegah’ berasal dari bahasa Yunani kauca,omai
(kaukhaomai) yang secara harafiah dapat diartikan kebanggaan dan
kemuliaan. 2
Dalam terjemahan LAI, kaukhaomai diterjemahkan dengan
kata ‘bermegah’ yang juga memiliki arti yang sinonim dengan arti
kebanggaan. Dalam tulisan Paulus kepada jemaat di Roma, istilah ini …(Petrus Yunianto)
3
seringkali dikaitkan dengan pembahasan mengenai hukum taurat dan iman.
Penggunaannya dalam bentuk kata kerja menggunakan kata kaukhastai yang
merupakan istilah favorit yang digunakan rasul Paulus, yang muncul
sebanyak tiga puluh kali.3
Beberapa kali istilah ini muncul dalam kitab
Roma yaitu, pada pasal 2:17-29, 3:21-31, 4:1-25, 5:1-11, dan 15:14-21. Jika
dihitung, istilah ‘bermegah’ muncul sebanyak delapan kali dalam kitab
Roma (2:17,23; 3:27; 4:2; 5:2,3,11; 15:17).4
Dalam penggunaannya di kitab
Roma, istilah bermegah digunakan dalam bentuk bervariasi, entah dalam
bentuk kata kerja maupun kata benda. Namun kebanyakan ditemui dalam
penggunaanya adalah dalam bentuk kata kerja yang digunakan sebanyak
lima kali (2:17,23; 5:2,3,11) dan tiga kalinya dalam bentuk kata benda (3:27;
4;2: 5:17).
Bermegah dalam surat Roma menurut Luther difokuskan kepada
aktivitas bermegah, dan sikap yang sia-sia. Sementara komentar Calvin
berfokus pada formulasi teologis, dan definisi bermegah sebagai kelayakan
yang sepadan atau sesuai.5
Melalui tulisan ini, penulis menjelaskan konsep
bermegah yang dimaksudkan oleh Paulus dalam surat Roma, dan
implikasinya dalam gereja masa kini.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif
hermeneutika yaitu kajian biblika yang menjelaskan konsep berdasarkan nas
Alkitab, melakukan ekposisi berdasarkan nas, dan menguraikan impikasi
praktis nas tersebut dalam kehidupan orang percaya, gereja, dan
masyarakat.6
Melalui langkah-langkah tersebut maka penulis mendapatkan
kebaruan yang akan memberikan wawasan baru bagi pendidikan teologi. Pembahasan
Taurat: Kebanggaan Orang Yahudi (Roma 2:17-23)
Istilah “kemegahan” dan “bermegah”, Paulus beberapa kali memakai
istilah ini untuk menggambarkan keyakinan bangsa Yahudi akan hak
istimewa mereka sebagai umat Allah. 7
“Nama ‘Yahudi’ itu mula-mula
menjadi sebutan anggota suku Yehuda saja, tetapi mulai berganti ‘Israel’
sejak zaman pembuangan ke Babel. Namun nama ‘Israel” tetap menjadi
sebuah khidmat. Meskipun banyak dipakai orang diluar dengan nada
penghinaan, disini dalam Roma 2:17, Yahudi merupakan nama
kehormatan.”8
Selain sebutan Yahudi dikenal sebagai nama kehormatan.
Orang Yahudi selalu identik dengan kaitannya mengenai ‘hukum taurat’,
karena status mereka sebagai umat pilihan Allah, melalui hak inilah mereka
dapat mengenal hukum taurat.
Dalam pasal 2 sangat jelas terlihat, bagaimana Paulus menunjukkan
eratnya hubungan keyahudian dengan hukum Taurat. Hal ini nampak jelas
dengan munculnya beberapa kali kata hukum taurat dalam pasal 2. Kata
hukum taurat setidaknya diulangi sebanyak sepuluh kali oleh Paulus dalam
pasal ini. Hal ini menegaskan betapa pentingya hukum taurat di dalam
kehidupan orang Yahudi. Menurut Craig, “Pelajaran taurat adalah pusat
untuk orang farisi dan agaknya untuk kesalehan pengajar-pengajar Yahudi
lainnya.” 9
Dalam Roma pasal 2, Paulus menunjukkan peranan taurat dalam
kaitannya dengan orang Yahudi, yang menjadi alasan orang Yahudi
bermegah di dalamnya, yaitu hukum taurat dijadikan sebagai sandaran
(2:17), melalui hukum taurat orang Yahudi dapat tahu akan kehendak-Nya
(2:18), dapat mengetahui mana yang baik dan yang tidak (2:18), dapat
menuntun orang yang buta (2:19), menjadi pendidik bagi orang bodoh,
pengajar bagi orang yang belum dewasa dan melalui taurat memiliki
kegenapan segala kepandaian dan kebenaran (2:20). Menurut Dave
Hagelberg, “Daftar kemegahan atau kebanggaan orang Yahudi itu mirip
dengan apa yang dikatakan Paulus mengenai dirinya sendiri sebelum ia mengenal Kristus (Flp. 3:3-7)”.10
Hal ini jelas karena, “Rasul Paulus adalah
seorang yang dilahirkankan sebagai seorang Yahudi, dan ia sangat bangga
akan hal tersebut sebelum ia mengenal Yesus”.11
Dari uraian dalam pasal 2 ini, menurut Hodges, “kebanggaan mereka
terdiri atas dua bagian. Bagian pertama, dalam pasal 2:17, menceritakan
hak istimewa yang dimiliki sebagai umat pilihan Allah. Bagian kedua
menceritakan pengertian khusus yang dimiliki mereka.”
12 Namun hak
istimewa itu ditolaknya. Keberadaan mereka sebagai umat pilihan ditolak
dalam Kerajaan Allah akibat ketidakpercayaan mereka terhadap Kristus.
Orang Israel salah mengerti bukan hanya terhadap tujuan Mesias, namun
syarat dasar dari perjanjian Allah. Kristus bagi orang Yahudi menjadi suatu
sandungan, namun bagi orang percaya, Ia menjadi batu fondasi.13 Dengan
demikian orang Yahudi yang menolak Kristus bermegah karena hak
istimewa sebagi umat pilihan Allah.
Mengenai penjelasan kemegahan ini, Rasul Paulus menggunakan
kata kaukhaomai yang secara khusus jelas menyolok dalam kritiknya
kepada orang Yahudi.14 Meskipun mengandung pernyataan positif, namun
di tengah penjelasan segala kemegahan tersebut pada bagian ini, “Paulus
menggunakan sebuah gaya retorika yang hidup yang disebut kecamankecaman, biasanya digunakan untuk mengajar.”
15 Meskipun demikian,
Paulus tidak menyangkali tentang kebenaran tersebut, bahwa memang
melalui taurat mereka dapat mengetahui tentang kehendak Allah, dapat
menuntun orang dalam kebenaran dan bahkan memiliki kegenapan segala
kepandaian dan kebenaran. Akan semua hal tersebut, orang-orang Yahudi
memang dapat bermegah. Namun menurut Paulus ada hal yang perlu
dipahami oleh orang Yahudi secara lebih dalam dari segala kemegahan yang
dapat mereka tonjolkan.
Paulus mempertanyakan tentang segala kemegahan yang
dibanggakan orang Yahudi dengan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan.
Menurut Cranfield, pasal 2:21-22 terdiri atas empat pertanyaan retoris.16
Namun dalam bukunya yang berjudul Tafsiran Rasul Paulus kepada Orang
Rum, R. A. Jaffray mengemukakan lima pertanyaan Paulus dari Roma 2:21-
23 sebagai berikut:17
1. Engkau mengajar orang lain, tidak perlu engkau mengajar dirimu sendiri
(ayat 21);
2. Engkau yang mengajar bahwa jangan orang mencuri, tidakkah engkau
pula mencuri (ayat 21);
3. Engkau yang mengatakan orang jangan berzinah, tidakkah engakau
berzinah (ayat 22);
4. Engkau yang membenci segala berhala, tidakkah engkau merampas
rumah berhala (ayat 23);
5. Engkau yang memegakan dirimu di dalam taurat, tidakkah engkau
menghina Allah dengan melanggar hukum taurat? (ayat 23).
Orang Yahudi dapat bermegah di dalam taurat yang telah diberikan
Allah kepada mereka sebagai umat pilihan-Nya. Namun meskipun
demikian sangatlah ironi ketika segala kemegahan tersebut akhirnya
berujung kepada kesombongan. Apalagi “ketika orang tersebut merasa
bahwa ia tidak harus merepotkan diri dengan hal ketaatan dan boleh
menghakimi orang lain. Di situ ia sudah bersalah”.18
Melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Paulus ini, dengan
terang-terangan ia menunjukkan kekontrasan kehidupan orang Yahudi
dengan kemegahan mereka di dalam taurat. Menurut orang Yahudi, taurat
adalah sarana untuk bisa dibenarkan oleh perbuatan dan senjata untuk
melawan kuasa dosa.19 Namun dengan tegas Paulus mengkritik perbuatanperbuatan mereka yang berlindung dibalik taurat untuk melakukan segala
yang tidak sesuai dengan taurat itu sendiri. Pada intinya, Paulus memakai dua cara untuk membuktikan ketidakcukupan Taurat sebagai sarana
keselamatan, untuk membantah dua fungsi penebusan orang Yahudi
kenakan atas taurat.20 Dengan demikian menunjukkan bahwa taurat yang
dianggap sebagai kemegahan bagi kehidupan Yahudi tidak sanggup untuk
dijadikan patokan dasar bermegah bagi keselamatan umat Allah.
Dasar Bermegah: Iman dan Bukan Perbuatan (3:27; 4:2)
Pada umumnya orang Yahudi bermegah atas taurat, karena paling
tidak mereka memiliki hukum taurat yang diberikan Allah kepada mereka
sebagai umat pilihan-Nya. Mereka bermegah karena dengan demikian
mereka diberi kemungkinan untuk melalui perbuatannya menjadi ‘benar’ di
hadapan Allah.21 Orang Yahudi tidak menyadari bahwa malahan dengan
hukum taurat tersebut justru mendatangkan hukuman atas mereka yang
berupaya melakukannya (3:20).
“Secara praktis, bermegah, dan bersandar di dalam taurat berarti
bermegah di dalam ketaatan kepada taurat (Ef. 2:9). Itu berarti menaruh
kepercayaan kepada pekerjaan manusia, kepada daging (Flp. 3:3) dan
mendirikan ‘kebenaran mereka sendiri (Rm. 10:3)”. 22 Hal ini telah
membuat orang Yahudi bergeser dari titik awal mereka di panggil sebagai
umat-Nya, yang mana pemilihan Allah atas mereka hanya berdasarkan
kepada anugerah Allah saja. Dengan ini, Israel tidak lagi bersandar pada
anugerah Allah dan pemilihan kovenan-Nya, tetapi pada aktivitas manusia,
sehingga mereka menaruh pengharapan dan kepercayaan di atasnya.23
Sebenarnya Paulus tidak menentang tentang taurat, tetapi yang
menjadi pertentangan yang ditekankan Paulus mengenai pengandalan
terhadap taurat untuk dijadikan dasar pembenaran untuk segala perbuatan
mereka. Oleh karena itu, dalam pasal 3:27 Paulus mengemukakan sebuah
pertanyaan retoris, dan langsung menjawabnya dengan menentang apa yang
dibanggakan orang Yahudi di dalam taurat. Paulus dengan tegas
mengemukakan tidak ada alasan bagi seseorang untuk bermegah di dalam
taurat, dengan menganggap bahwa dengan melakukan hukum taurat tersebut seseorang akan dibenarkan (3:28). Paulus menjelaskan kebenaran Allah
kepada mereka yang mana melalui kebenaran ini tidak ada lagi tempat
lainya yang dapat dijadikan kebanggaan bagi orang Yahudi untuk bermegah,
selain kebenaran Allah melalui iman kepada Yesus.
Hanya Injil yang dengan jelas menunjukkan bahwa tidak ada tempat
bagi kemegahan. Di dalam Injil, “hukum perbuatan” digantikan oleh
“hukum iman” yang diatur oleh tatanan yang lain. (Rm.4:2). 24 Disini
Paulus menunjukkan dasar bermegah yang sebenarnya kepada orang Yahudi
bahwa alasan untuk bermegah hanya melalui iman saja. Oleh karena itu,
“semua kesombongan atas usaha manusia tidak ada lagi.”
25 Segala
kemegahan yang dibanggakan tidak berarti lagi jika dibandingkan dengan
kebenaran yang ditunjukkan Allah bagi umat-Nya.
Seperti yang ditunjukkan oleh kehidupan Abraham. Abraham adalah
orang yang sangat dikenal dikalangan orang Yahudi, sebab sebelum
ada taurat dia sudah melakukan taurat. Ia dijadikan tokoh teladan
yang penting dalam sejarah umat Israel. Meskipun ia adalah seorang
yang taat kepada Allah, Paulus menekankan bahwa ketaatannya itu
tidak menjadi dasar untuk bermegah di hadapan Allah. Menurut
Paulus, iman Abraham itulah yang menyebabkan Allah
memperhitungkan dia sebagai orang yang benar. 26 Kemegahan
Abraham bukanlah terletak kepada perbuatannya, tetapi kepada
imannya kepada Allah. Bagi Abraham, dibenarkan Allah adalah
anugerah, bukan jerih payah (4:5).27
Jika Abraham dibenarkan hanya melalui iman, maka hal ini pun
seharusnya diikuti oleh keturunan Abraham. Disini Paulus memberikan
contoh yang sangat jelas bagi orang Yahudi bahwa mereka pun harus
mengikuti teladan Abraham yang hanya dibenarkan melalui iman.
Iman kepada Yesus, manusia dapat dibenarkan. Inilah berita yang
disampaikan Paulus secara tegas bagi umat-Nya. Yesus Kristus telah
ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya (Rm.3:25). Melalui penebusan-Nya setiap orang dapat dibenarkan.
Penebusan yang dilakukan-Nya pun bukan berdasarkan perbuatan manusia
melainkan berdasarkan kasih-Nya (Rm. 3:24). Oleh karena itu, sudah
sepatutnya setiap orang hanya beriman kepada Yesus saja, beriman kepada
Yesus berarti menjadikan Dia sebagai Tuhan, mempercayai Dia, bersandar
pada-Nya, setia dan tulus kepada-Nya, inilah arti percaya yang ditekankan
dalam kitab Roma. 28 Dari kebenaran inilah kita dapat bermegah di
dalamnya.
Jalan Iman: Bermegah dalam Pengharapan, Kesengsaraan, dan Allah
(Roma 5:1-11)
“Dalam pasal 1:18-4:25 Paulus telah mengatakan bagaimana orang
dibenarkan di hadapan Allah, yaitu oleh iman. “Kata-kata pertama dari ayat
pertama pasal 5, ‘kita yang dibenarkan karena iman, seakan-akan
menyimpulkan seluruh uraian yang panjang itu. ‘Dibenarkan’ mengandung
arti bahwa kini hubungan kita dengan Allah sudah dipulihkan.”29 Melalui
pembenaran karena iman, sekarang Paulus mendaftarkan berkat-berkat yang
diperoleh bagi mereka yang dibenarkan.30 Dalam pasal 5 surat Roma, iman
diperlukan untuk menerima kasih karunia Allah (Rm. 5:2; 5:20-21).31 Oleh
kasih karunia Allah, orang percaya dibenarkan oleh imannya kepada Yesus
Kristus.
Salah satunya yaitu damai sejahtera dengan Allah (5:1).
Pembenaran dan pendamaian adalah dua istilah yang penting dalam
menjelaskan tentang karya Allah bagi manusia. Dave Hagelberg
menjelaskan hubungan pembenaran dan pendamaian dengan mengutip
pernyataan Cranfield, ”Allah karena Dia adalah Allah, selalu memberikan
damai kepada orang yang dibenarkan-Nya.”
32 Dengan pernyataan ini dapat
dikatakan bahwa kasih Allahlah dasar pembenaran dan pendamaian manusia.
Manusia yang dulunya bermusuhan dengan Allah, kini dapat didamaikan dengan-Nya (5:1). Perdamaian dapat dicapai melalui Yesus, karena
kematian dan kebangkitan-Nya.33 Tanpa kehadiran Yesus manusia tidak
dapat menghampiri Allah. Melalui pendamaian ini, tidak ada lagi hukuman
bagi manusia, malahan sukacita yang datangnya dari Allah. Menurut F. F.
Bruce, “kedamaian dan sukacita adalah berkat kembar dari Injil. Di dalam
sukacita, terdapat tiga objek yang disebutkan, yaitu bermegah dalam
harapan kemuliaan, bermegah dalam penderitaan dan bermegah dalam
Allah.”
34 Berikut ini akan membahas ketiga objek ini.
Bermegah dalam Pengharapan Kemuliaan Allah (5:2)
Setelah berbicara mengenai pendamaian, menarik untuk dilihat
bahwa Paulus kembali mengungkapkan istilah bermegah. Menurut Th. van
den End,
Dalam Perjanjian Lama, ‘bermegah’ dipakai dalam arti negatif
maupun positif. Terdapat contoh yang jelas dalam Yeremia 9:23.
Orang dapat bermegah karena kebijaksanaannya, kekuatannya,
kekayaannya. Artinya tentu: membanggakan hal-hal tersebut,
bergembira karenanya. Tetapi di dalamnya termasuk unsur:
mengandalkan hal-hal itu. Akhirnya ada juga unsur: memuji-muji,
menyembah. Dalam Yeremia 9:23, ‘bermegah’ itu ditolak kalau
mengenai hal-hal milik manusia sendiri, hasil prestasi manusia
sendiri. Sebaliknya manusia diajak bermegah karena ‘mengenal’
Allah, artinya karena hidup dalam persekutuan dengan Allah.35
Dalam pasal 2:17, sebelumnya Paulus telah mengkritik orang
Yahudi yang membanggakan diri dengan taurat yang dimilikinya. Namun
kali ini istilah bermegah bukan berisikan tentang kecaman atau kritikan
melainkan sukacita karena pembenaran yang dilakukan Allah, sehingga
manusia dapat hidup dalam persekutuan dengan Allah.
Frasa bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah
merupakan sebuah bagian yang akan diterima orang percaya yang telah
masuk dalam anugerah Allah (2:2a). Bagi mereka yang belum masuk dalam
persekutuan dengan Allah, hal ini tidak dapat menjadi bagiannya. Disini, Paulus menggabungkan dua istilah yang penting dalam frasa ini, yaitu
‘pengharapan’ dan ‘kemuliaan’. Kedua istilah ini memiliki makna yang
akan datang yang masih belum terjadi. Berkaitan dengan istilah
pengharapan, Dave Hagelberg mengatakan bahwa “Kata ‘pengharapan’
adalah sebuah istilah yang berarti antisipasi yang penuh keyakinan dari apa
yang belum kita lihat”.36 Dengan frasa ini, Paulus menunjukkan hal yang
lebih jauh dari apa yang bisa dipandang oleh manusia secara kasat mata,
yaitu pengharapan tentang kemuliaan Allah. Untuk menjelaskan kemuliaan
Allah, Th. van den End mengungkapkan,
Kata-kata ini dapat diartikan dengan dua cara. Pertama, ‘kemuliaan
Allah’ adalah kemuliaan Allah sendiri, yang akan dinyatakan dengan
sepenuhnya pada akhir zaman. Kemuliaan Allah itu adalah cahayaNya, keelokan-Nya, kehormatan-Nya, kekuasaan-Nya. Tetapi
‘kemuliaan Allah’ adalah juga kemuliaan yang diberikan kepada
manusia ciptaan-Nya, dan yang seakan-akan merupakan pancaran
kemuliaan-Nya sendiri. Kemuliaan dengan arti kedua itulah yang
dimaksud disini, manusia kehilangan sebagian terbesar kemuliaan
itu akibat dosa, meskipun masih ada yang tinggal, bandingkan
dengan Mazmur 8. Akan tetapi pada zaman akhir, yang merupakan
pula saat kebangkitan orang mati, kemuliaan itu akan dipulihkan
(Rm. 8:18, 21; 1 Kor. 15:43).
Kemuliaan yang akan diterima orang percaya sungguh luar biasa,
kemuliaan ini tidak diperoleh melalui usaha manusia melainkan hanya
dapat dicapai dengan penebusan Yesus. Selama manusia tetap tinggal
dalam tubuh yang fana ini, pengharapan tetap ada.37 Pengharapan dalam
Allah bukanlah sebuah janji-janji yang tidak pasti, malah sebaliknya,
‘menantikan hal-hal yang sudah diyakini’38 pasti terjadi. Satu yang pasti
dipenuhi, bagi yang menghargainya adalah telah disiapkan garansi dari
realisasinya dalam pemberian Roh Kudus, yang memenuhi hati mereka
dengan cinta dari Tuhan.Melalui semua pemberian Allah inilah (pembenaran-Nya), Paulus
menyatakan kepada jemaat di Roma untuk bermegah. Karena pembenaran
ini merupakan anugerah Allah bagi setiap mereka yang dibenarkan. Oleh
karena itu, umat-Nya patut bermegah, karena Allah telah menyiapkan
berkat-berkat bagi orang percaya yang ada di dalam Tuhan. Ini merupakan
berita sukacita, di masa yang akan datang telah tersedia jaminan yang indah
bagi setiap orang yang percaya dan yang berharap kepada-Nya.
Bermegah dalam Kesengsaraan (5:3)
Jikalau sebelumnya Paulus mengatakan kepada jemaat di Roma
untuk bermegah karena pengharapan akan menerima kemuliaan Allah.
Dalam ayat selanjutnya Paulus melanjutkan berita sukacita dengan
menyatakan bahwa umat dapat bermegah dalam kesengsaraan. Menurut
Douglas Moo, “Disini dengan cepat, Paulus berputar dari bermegah dalam
pengharapan kemuliaan Allah kepada bermegah dalam kesengsaraan”.40 Ini
merupakan pernyataan yang menarik yang diungkapkan rasul Paulus kepada
jemaat di Roma, yang juga sekaligus dapat mengundang kritik tentang
pengajarannya, sebab diawal pasal 5 ini, Paulus telah mengungkapkan
tentang kedamaian dengan Tuhan bagi mereka yang telah dibenarkan,
namun disaat yang sama pula Paulus menyatakan bahwa seorang yang
percaya mengalami kesakitan, penganiayaan, kesulitan, dan sejenisnya. 41
Sepertinya pernyataan Paulus ini akan sulit diterima bagi banyak orang.
Paulus menyatakan kepada jemaat untuk bermegah, tapi anehnya
bermegah di dalam kesengsaraan. Sungguh, orang Kristen yang dulu dan
sekarang, pasti tercegang tentang realita berkat dalam wajah penderitaan.42
Sebab biasanya seseorang akan bermegah ketika ia memiliki hal-hal yang
patut dibanggakan, seperti yang terdapat dalam ayat 2:17, di mana orang
Yahudi berbangga dengan taurat mereka. Pada dasar orang akan bermegah
dengan sesuatu yang dinilai baik untuk dibanggakan, entah kekayaannya,
kehormatannya, kepintarannya dan sebagainya, Namun dalam ayat ini,
Paulus mengatakan untuk ‘bermegah dalam kesengsaraan’. Allah melalui
Roh-Nya bergabung di dalam ratapan penderitaan manusia sebagai ciptaan, …(Petrus Yunianto)
13
sehingga Roh itu berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan
yang tidak terucapkan (Rm. 8:26). Ini adalah salah satu ungkapan solidaritas
yang dimaksud. Allah tidak membiarkan manusia menderita sendirian. 43
Bermegah dalam penderitaan berarti Allah hadir untuk memberikan
kekuatan di dalam penderitaan orang percaya.
Kesengsaraan adalah sesuatu yang dianggap tidak menyenangkan
bagi banyak orang pada umumnya, karena tidak seorang pun ingin untuk
mengalami peristiwa yang sengsara, Namun dalam 5:3, kata bermegah
menunjukkan kepada hal yang positif, dan bukan negatif. Dengan demikian,
kesengsaraan yang dimaksudkan oleh Paulus dalam ayat ini, patut
diperhatikan. Di sini Paulus hendak menunjukkan apa yang patut
dibanggakan dari kesengsaraan yang menjadi bagian orang percaya.
Kata yang dipakai untuk kesengsaraan ialah, thlipis, yang secara
harafiah, artinya tekanan.44 Menurut Douglas Moo, kata thlipis adalah kata
yang langsung berkaitan dengan pernyataan iman orang percaya kepada
Tuhan. 45 Selanjutnya, Th. van den End memberikan latar belakang dari
Perjanjian Lama untuk memahami kata kesengsaraan yang merupakan kata
yang pokok dari Roma 5:3 sebagai berikut:
Kita banyak menemukannya dalam Kitab Mazmur dan dalam kitabkitab PL yang lain. Misalnya: penindasan oleh musuh (mis. Hak.
10:8), kesesakan karena tersesat dalam padang gurun (Mzm. 107:19).
Yang berada dalam sengsara adalah bangsa Israel. Dalam PL
kesengsaraan itu merupakan hukuman Tuhan atas ketidaksetiaan,
tetapi juga cara Tuhan menyiapkan bagi diri-Nya suatu bangsa yang
taat. Kesengsaraan itu akan memuncak pada zaman akhir (Dan. 12;1;
Zef. 1:15). Dalam Kitab Mazmur kesengsaraan orang saleh yang
tampil ke depan. Sengsara itu adalah sesuatu yang wajar.
“kemalangan orang benar yang banyak” (Mzm. 34:20). Orang benar
itu ‘berjalan dalam kesesakan’ (138:7). Sengsara itu pun datangnya dari Tuhan (Mzm. 66:11; 71:20), tetapi Tuhan pula yang
menyelamatkan orang benar dari padanya.
Dalam sastra Yahudi pada zaman antar perjanjian, makna
kesengsaraan ialah: hukuman atas pelanggaran, dorongan agar
bertobat, penambahan jasa amal, bahkan tebusan dosa. Tetapi yang
penting dalam memahami makna ayat-ayat ini ialah pertanyaan yang
oleh orang-orang Yahudi termasuk sementara orang Yahudi Kristen,
diarahkan kepada Paulus (dan kepada gereja Kristen masa kini): kalau
memang benar bahwa Sang Mesias sudah datang dan bahwa Dia telah
memulihkan hubungan antara orang-orang percaya dengan Allah
(pembenaran), bagaimana dapat dijelaskan bahwa orang-orang
percaya masih tetap mengalami penderitaan? Terhadap pertanyaan
kritis ini Paulus harus menerangkan pandangan Kristen tentang
penderitaan.46
Memang jelas bahwa kesengsaraan tidak terlepas dari kehidupan
orang percaya. Tapi perlu diingat bahwa jikalau penderitaan itu disebabkan
oleh pelanggaran, maka hal tersebut tidak dapat ditolerir. Seperti yang
diungkapkan oleh Douglas Moo, “bahwa yang serupa dengan pelanggaran
tidak dapat dibenarkan.”47 Orang percaya menderita sengsara kalau dan
karena kita hidup dalam persekutuan dengan Kristus (Kol. 1:24; Flp. 3:10;
band 2 Kor. 1:5). Atau dengan perkataan lain: sebagaimana Kristus ‘harus’
menderita sengsara, begitu pula orang Kristen ‘harus mengalami banyak
sengsara (Kis. 14:22). 48 Seperti yang diungkapkan Rasul Paulus, kita
dipanggil bukan hanya untuk menjadi ahli waris, tetapi juga untuk
menderita dengan-Nya. Inilah “tanda sebagai orang Kristen yang sejati”.49
Bagi mereka yang belum percaya mungkin merasa ini hal yang
mustahil, namun menurut Hodges, “hanya mereka yang begitu beriman
sehingga bermegah dalam pengharapan pada kemuliaan Allah yang mampu
untuk bermegah dalam kesengsaraan. Orang lain tidak dapat akan mengerti
bahwa kesengsaraan yang kita alami sekarang “tidak dapat dibandingkan Petrus Yunianto)
15
dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.”50 Kemuliaan datang
bukan sekedar membalas jasa kesengsaraan sekarang, itu adalah produk
kesengsaraan.51
“Jika orang percaya ragu akan kebaikan dan janji Tuhan, atau
kehilangan harapan dan bahkan pasrah, kesengsaraan-kesengsaraan ini akan
membawa kekalahan rohani kepada orang percaya. Tetapi jika bermegah
seperti yang diungkapkan Paulus, kesengsaraan-kesengsaraan akan
menghasilkan kualitas rohani yang berharga seperti yang Paulus daftar pada
ayat 3b-4.”52 Selanjutnya, menurut Th van de End, “kesengsaraan itu justru
turut menandai persekutuann dengan Kristus, dan persekutuan itulah yang
menjadi alasan kita bermegah.”
53
Bermegah dalam Allah (5:11)
Ini adalah ketiga kalinya Paulus menggunakan istilah ‘bermegah’
dalam pasal 5. “Bentuk kata kerja yang dipakai disini hendak
mengungkapkan bahwa bermegah itu berlangsung terus-menerus dan
berlangsung semata-mata dalam Allah. Bermegah adalah inti pokok dari
perubahan yang nyata yang berlangsung dalam kehidupan orang yang
menjadi percaya”.54
Setelah memberikan penjelasan tentang apa yang telah dilakukan
Allah melalui karya Yesus yang mati dan bangkit, untuk membenarkan,
menyelamatkan dan memperdamaikan manusia (5:6-10). Paulus
menunjukkan bahwa sekarang orang dapat bermegah di dalam Allah, karena
keselamatan yang telah diberikan-Nya. Paulus menunjukkan pertentangan
diayat sebelumnya, dengan keadaan manusia sebelumnya yang berada di
bawah murka Allah dan kini mengalami keselamatan dari Allah.
“Keselamatan” itu dikhususkan untuk orang percaya yang bermegah di
dalam Allah Keselamatan itu hanya terjadi di dalam Yesus Kristus saja, Th van
de End mengungkapkan, Oleh Yesus berarti, bahwa Dia (melalui Roh)
mendorong kita untuk bermegah, untuk memuji-muji Tuhan. Bahkan dapat
dikatakan juga bahwa puji-pujian kita layak diterima Allah karena
perantaraan Dia. Dia yang oleh-Nya kita bermegah, Dia yang oleh-Nya kita
diperdamaikan. Tambahan ini juga berarti bahwa Dia menjadi dasar kita
bermegah.56 Pengorbanan Yesus telah menjadi dasar pijakan orang percaya
untuk bermegah. Sebab tanpa-Nya, pemulihan hubungan manusia dengan
Allah tak dapat terealisasikan.
Teladan Paulus: Bermegah dalam Allah (Roma 15:17)
Paulus adalah Rasul yang terkenal dalam dunia Perjanjian Baru. Di
dalam kitab Roma, Paulus menuliskan bahwa Allah telah menjadikannya
rasul bagi banyak bangsa-bangsa bukan Yahudi (Roma 15:16). Paulus
memang memiliki jabatan yang unik sehingga ia seakan-akan menyajikan
bangsa-bangsa kepada Allah, dengan menyebarkan Injil di tengah-tengah
bangsa-bangsa itu. Maka ia mempunyai alasan untuk bermegah karena
pelaksanaan tugas ilahi.57
Namun disini, Paulus menyatakan bahwa kemegahan itu berada di
dalam Yesus Kristus. Ia bermegah dalam Kristus dan Roh Kudus yang telah
menyelesaikan dalam dunia dan menyatakan melalui pelayanannya. 58
Paulus menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilannya dalam pelayanan
kepada bangsa-bangsa lainnya bukanlah karena kekuatannya sendiri, tetapi
karena Allah. Allahlah pemberi tugas, Paulus hanya sebagai pelayan-Nya.59
Alasan kemegahan Paulus hanya terletak di dalam Allah dan untuk Allah
(Rm. 15:17). Memang ia bangga sekali bahwa pelayanan seperti itu
dipercayakan kepadanya, tetapi ia menyebutkan batas kebanggaan itu dalam
ayat berikutnya.…(Petrus Yunianto)
17
Implikasi Praktis bagi Gereja Masa Kini
Dalam konteks gereja dapat saja terjadi karena jabatan atau
kedudukan di gereja menjadikan diri seseorang menjadi bangga, dan lebih
terhormat karena kedudukan tersebut. Sejarawan Ambrosiaster, 1580
mengungkapkan bahwa dalam gereja Roma yang disebut pelayan gereja
Roma, dianggap lebih terhormat daripada pelayan gereja lainnya. Terjadi
rivalitas di dalam gereja Roma yang mau menyamakan kedudukan kaum
Lewi dengan imam, diaken, presbiter. 61 Dalam tulisan artikel Paul And
Plutarch On Boasting, pandangan Paulus, dan Plutarch mengenai bermegah
adalah dua hal yang bertolak belakang. Pandangan Paulus bermegah dalam
kesengsaraan, berbeda dengan pendapat umum kuno dan modern, yaitu
pahala, dan keberhasilan adalah sumber kemuliaan. Plutarch patuh untuk
pandangan ini; dia hanya bisa bertanya pahala yang lebih baik; kebaikan,
kebajikan, keadilan, grasi atau prestasi politik dan penghargaan.62 Hal itu
tentunya terjadi pula dengan konteks gereja masa kini. Oleh karena itu,
gereja perlu kembali kepada pengajaran bermegah di dalam Allah, bukan
kepada taurat atau aturan manusia, dan organisasi.
Gereja dalam hal ini orang percaya yang melayani Tuhan memiliki
kemegahan di dalam Allah, Hanya itulah kemegahan yang sejati. Bermegah
dalam pengharapan oleh iman kepada Yesus Kristus, bermegah dalam
penderitaan karena Kristus, bermegah hanya di dalam Allah saja yaitu
sumber kemegahan itu sendiri. Bermegah dalam konteks gereja sebagai
perspektif yang baru yang juga sesuai dengan pembaca surat Roma pada
masa Paulus menunjukkan tentang imlplikasinya dalam doktrin Pembenaran
dan Keselamatan.63
Kesimpulan
Kata bermegah dalam kitab Roma awalnya dipakai dengan bentuk
kecaman-kecaman kepada orang Yahudi yang bermegah di dalam taurat.
Hal ini dilakukan untuk menanamkan isi yang berlawanan dengan gagasan kemegahan. 64 Dalam konsep bermegah, Paulus hendak mengaitkannya
dengan dasar menaruh tempat kepercayaan yang benar. Di sini, Paulus
menolak semua dasar bermegah di luar dari Injil. Hanya Injil yang dapat
membuktikan bahwa semua kemegahan yang lainnya tidak dapat diandalkan.
Di dalam Injil, manusia dapat bermegah, karena karya pendamaian
Yesus di kayu salib bagi manusia sehingga manusia dapat kembali memiliki
hubungan dengan Allah. Kemegahan itu berlangsung terus-menerus di
dalam Allah. Ini merupakan inti pokok yang ditunjukkan dari seorang
percaya yang telah mengalami perubahan. Kehidupan orang percaya akan
bermegah bukan hanya di dalam hal-hal yang baik saja, namun hingga ke
tahap menderita, orang percaya akan tetap bermegah. Kesengsaraan di
dalam kehidupan orang percaya bukan lagi menjadi tanda murka Allah
melainkan bagaimana mereka telah memperolah keselamtan dari murka itu.
Orang percaya yang bermegah di dalam Allah adalah orang percaya yang
melakukan kebenaran Allah dalam kehidupannya. Toews berpendapat
Kebenaran Allah adalah kebenaran yang dimiliki Allah; itu menggambarkan
karakter Allah sebagai Allah yang benar yang ada dan bertindak selayaknya
dalam semua hubungan.65 Dengan demikian Allah menghendaki manusia
memiliki hubungan yang benar dengan Allah, dan sesama. Kebenaran Allah
itulah jalan keselamatan.
.jpg)






