kan berbuka puasa dan tidak munculdengan hukum boleh puasa wishal
sehingga mengakhirkan berbuka makuh hukumnya atau bertentangan
dengan yang lebih utama sebagai hasil penggabungan teks-teks dalilyang
ada.85r Sehingga hukum puasa wishaltetap haram.
Dalil yang muncul berkenaan dengan hal tersebut adalah sabda
Rasululla h Sha llallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits Abu Said Al-Khudri
RadhiyallahuAnhu,
"'langanlah kalian melaktkan puasa wishal. Siapa di antara kalian
menghendaki untuk melakukan puasa wishal, maka hendaknya meIakukan puasa wishal itu hingga wakru sahur'. Mereka berkata, 'Teapi
engkau melakukan puasa wishal'. Beliau bersaMa, 'Sesungguhnya aku
bukan seperti keadaan kalian. Aku tinggal di malam hari dengan
Pemberi makanan yang memberiku makan dan Pemberi minuman yang
memberiku minum'."Esz
Dalam dalil inijuga terdapat penjelasan tentang puasa wishalyang
jaiz, yaitu jika sampai waktu sahur. Ini tidak berlawanan dengan yang
dihadi rkan jum hu r berupa sabda Rasulullah S lallallahu Alaihi wa Sallam,
f.Ut'*,i'*,'ji 6, J:lJ ;G'),6 6i nfur -,v tiy.
*fika matahari telah teftenam dari sini dan malam telah tiba, orang
yang berpuasa telah brbuka."tss
Karena artinya 'telah tiba waktu berbuka'. lni diperkuat oleh redaksi
lain yang ada di dalam sebagian riwayatnya: telah halal untuk berbuka.
Puasa Seharl sebelum Harl Asyurars{ atau Setelahnya
sebagal Pembeda dengan oran*oran g Yahudl
Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:
A. Hukum Berpuasa pada Hari fuyura dan Dalilnya
Para ahli ilmu sepakat atas dianjurkannyasss berpuasa pada hari
Asyura.
Hal itu karena beberapa hadits, di antaranya:
Apa yang telah ditakhrij oleh Muslim dari hadits Qatadah Radhiyallahu Anhu dari Nabi Slallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda berkenaan dengan puas di hari Asyura,
* Ct'oilt'y'9J'oi yt *'+l ;\
' . . . Sesungguhnya aku brharap kepada Allah kiranya menghapus (dosa)
se ah u n yang se be I umnya." E$
Juga hadits lbnu Abbas Radhigallahu Anhuma bahwa ia berkata," Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tiba di Madinah dan mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa pada hari Asyura. Mereka
ditanya bnang hal iru sehingga mereka berkata, 'Ini adalah hari di
mana Allah Musa dan bani Israil aas Fir'aun, maka
kami brpuasa pada hari ini sebagai pemuliaan untuknya'. Lalu Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Kami lebih berhak atas Musa
daripada kalian semua'. Kemudian beliau memerintahkan untuk berpuasa pada hari itu."is1
Juga karena hadits Muawiyah bin Abu Suffan yang di dalamnya
dijelaskan bahwa ia sedang berdirisebagai Khatib -yakni ketika ia tiba di
Madinah- tepat pada hariAsyura. Maka ia bertanya'sebagai berikut,
'i' ' 'i' \ & i,'J;r',;- t^rr*:ir $f U '€'icL';i (}Lf 4-Je dlll
[i'r ,Le'€ .*ht ,3;- |2 ,i,r'4a {;,- :i]r r4.'1.,-
' fr?;,i ci'";i ;'r, nli ? A\?E -;t ?, "{.b
*Oimana para ulama kalian semua, wahai penduduk Madinah. Aku
Wrnah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersaMa
pada hari seperti ini, 'Ini hari Asyura dan Allah tidak mewajibkan
berpuasa atas kalian pada hari ini. Teapi aku berpuasa. Barangsiapa
di antara kalian ingin berpuasa hendaknya berpuasa dan barangsiapa
ingin tidak berpuasa maka hendalotya tidak berpuasa".85t
B. Hukum Mengkhususkan Hari Asyura dengan Berpuasa
Ketika petu nju k Rasulullah Sha llallahu Alai.hi wa Sallam pada prinsipnya adalah sikap berbeda dengan ahli kitab sebagaimana telah
ditetapkan diatas, karena sikap berbeda dengan ahlikitab bisa jadi dengan
bentuk aksijika ada di dalam syariat kita ketetapan dasar bagi mereka.
Sebagaimana sikap berbeda dengan mereka dengan aksijika perbuatan
yang telah ditetapkan untuk mereka itu telah dijadikan bid'ah atau telah
dihapus. Telah datang sejumlah teks dalil yang memerintahkan untuk
berpuasa pada hari sebelum hariAsyura, hari berikutnya, atau kedua hari
tersebut sebagai sesuatu yang disunnahkan.
An-Nawawiberkata, "Mereka sepakat bila halitu dianjurkan."se Dia
menyebutkan tiga macam hikmah bila perbuatan itu dianjurkan:
1. Yang dimaksud adalah tindakan berbeda dengan Yahudi di mana
mereka mengkhususkan hari ke-10. lni diriwayatkan dari lbnu Abbas
Radhigallahu Anhuma. Dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad dari
Ibnu Abbas, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaiht wa Sallam
bersabda,
,c,rzc.cl.tc.!7c'.ctc!, .c1.1 1.. .' .c t, 202 otot U-r or+ )tVy-oE|yS*-l cr:dlIPV SrltFV ?StlySe
'Betpuasalah kalian semua pada hari Asyura dan bersikaplah berbda
dengan onang-orang Yahudi. Berpuasalah sehari sebelumnya aku sehari
sesudahnya."sfi
2. Yang dimaksud adalah menambah puasa Asyura dengan puasa satu
hari. Sebagaimana larangan berpuasa pada hariJum'at saja.
3. Sikap berhati-hati dalam berpuasa pada hari ke-10, khawatir karena
kurangnya tanggalyang ditunjukkan oleh bulan sabit sehingga terjadi
kesalahan. Hari ke-9 bisa jadi dalam hitungan, tetapi pada hakikatnya
hari ke-1O.ffit
Para ahli fikih sepakat bahwa makruh hukumnya mengkhususkan
hari Asyura dengan puasa:
Sebagian para pengikut mazhab Hanafise telah menetapkan kemakruhan itu. Dan sebagian para pengikut mazhab Hanbaliberkata, "lni adalah
konsekuensi ungkapan Imam Ahmad."863
Sedangkan yang telah menetapkan sunnah hukumnya menambahkan satu hari kepada hari Asyura dengan berpuasa adalah para pengikut
mazhab Maliki,ffia Syaf i,aor dan Hanbali.str lni dipahami darinya hukum
makruh pula. Mereka menetapkan hukum makruh dengan alasan bahwa
mengkhususkan hari Asyura (dengan berpuasa di dalamnya) adalah
tasyabbuh kepada orang-orang Yahudi.sT Tidaklah haram berpuasa hanya
pada hari itu, karena hari itu adalah bagian dari hari-hari yang utama.
Maka, dianjurkan menggabungkan keutamaannya dengan berpuasa di
dalamnya sekalipun dengan tidak berpuasa seharisebelum atau sesudahnya.868
Apa yang menjadi mazhab mereka adalah yang paling kuat -
Wallahu Ta'ala Allam-. Maka mengkhususkan hari Asyura dengan berpuasa, makruh hukumnya bagi orang yang mampu menggabungkan
dengannya hari lainnya. Akan tetapi, halinitidak menghalanginya untuk
mendapatkan pahala dengan puasa pada hariitu saja. la akan tetap mendapatkan pahala -rnsga Allah- atas apa yang dilakukan sebagaimana
ditegaskan oleh nash. Yang dimaksud di sini adalah bahwa orang itu telah
melakukan suatu yang makuh karena meninggalkan puasa pada hari
yang lain yang digabungkan dengan hari Asyura itu. Hukum makruh
muncul karena meninggalkan puasa pada satu hari yang digabungkan
dengan puasa pada hariAsyura bukan pada materi puasanya.
Dalil-dalil yang menunjukkan hal itu adalah sebagai berikut:
1 . S abd a Rasulullah Slallallahu Alaihi wa Sal lam ya n g di riwayatka n oleh
lbnu Abbas Radhtgallahu Anhuma,
C;;:rx')le';'fr f ,'nr,r' jijt,;l& jitr"r;e?'if y'-r
" Berpuasalah katian semua pada nari Asyura dan bersikaplah berbeda
dengan orang-oring Yahudi. Berpuasalah sehari seblumnya atau sehari
sesudahnya." Secara aksplisit hadits diatas menunjukkan adanya perintah untuk
tampil beda dengan jalan petunjuk orang-orang Yahudi, yaitu dengan
berpuasa satu harisebelum atau sesudahnya. Perintah didalam hadits
itu mengisyaratkan hukum sunnah. Karena tidak ada tekanan yang
menunjukkan bahwa puasa hari Asyura adalah wajib berdasarkan ijma'
para ahli ilmu.870 Hukum menyerupai orang-orang Yahudi adalah makruh. Karena dalam mengkhususkan hari Asyura ada kesamaan dengan
mereka dalam sifat dan gaya perbuatan yang prinsipnya telah muncul
didalam agama kita. Kesamaan dalam halsifat dan gaya yang asalnya
masyru' untuk kita maka hukumnya adalah makruh.ETr Karena prinsip
perbuatan itu bukan wajib tetapi dianjurkan, maka bersikap berbeda
dengan para ahli kitab dalam sifat dan gaya adalah dianjurkan dan
menyamakan dengan mereka hukumnya adalah makruh.
2. Khabar yang datang dari lbnu Abbas Radhigallahu Anfuna, ia berkata,
r-,Q';?ritr;G?';- *', ^)Li' ,3; it J?riw',F
Xi ;; it l'-', Jta ,s')21r)', ,a1r ^:k'i;';\,:iJ'i'rU ', jA
,t ;lC rtirrilr r-il, iur iulty.'S;lridr..Ltrr; Y,*',
*
&':& i,' J:" |'J';'.,'e'; ,F j,J' ;uir -'(
" Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berpuasa pada hari
Asyura dan memerintahkan kepada semua orung unruk berpuasa pada
hari iru, mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, iru adalah hari yang di'
agungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani'. Maka Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam brsaMa, 'Kalau tahun depan, insya Allah,
kia berpuasa pada hari kesembilan'. Ia betkata, 'Belum tiba Ahun
berikutnya namun Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah
rya
An-Nawawiberkata, "Sebagian para ulama berkata, 'Bisa jadisebab
puasa pada hari ke-9 dan ke- 1 0 adalah agar tidak terjadi tasyabbuh kepada
orang-orang Yahudi yang mengkhususkan hari ke-l0. Dalam hadits ini
terdapat isyarat kepada pemahaman seperti itu.o3
*t*
?**tr*" +
Bersandar kepada Hasll Rukyat
pada Puasa Ramadhan dan tdul Ftthil
Para ahli ilmu sepakat bahwa bersandar kepada rukyat datam
mengawali puasa Ramadhan dan berbuka sesudahnya adalah maqmr'.
Tetapi mereka berbeda pendapat dalam hal boleh tidaknya bersandar
kepada hisab. Sehingga munculdari mereka dua pendapat:
Pendapat I. Tidak boleh bersandar kepada hisab untuk menetapl<an
masuk bulan Ramadhan atau keluar darinya. Akan tetapi, yang wajib
adalah bersandar kepada rukyat atau penyempurnaan bulan menjadi 30
hari. lni adalah pendapat para pengikut mazhab Hanafi,sTa Matiki,sT5
Syaf i,876 Hanbali,877 dan seluruh umat.8?8
Pendapat //. Boleh bersandar pada hisab untuk mengetahui posisi
dan menentukan masuk dan keluar dari bulan Ramadhan. Orang yang
paling masyhur atas pendapat kedua ini adalah Mutharrif bin AbdullahAsy-Syakhir,87e lbnu Qutaibah,sm lbnu Suraij,881 dan lain-lain.s2
lbnu Abdul Barr berkata, "Diriwayatkan dariMutharrif bin Asy-Syakhir
namun riwayat darinya tidak shahih. Kalaupun shahih, maka tidak wajib
mengikutinya karena keganjilannya (syadzl dan karena ia bertentangan
dengan alasan permasalahan tersebut.s Dikisahkan dari lbnu Qutaibah
riwayat yang sama. Dan ia berkata, "lni bukan kehendak lbnu Qutaibah
juga bukan mereka yang sepakat dengannya dalam bab ini".e
Jumhur sebagai kelompok yang berpegang dengan pendapat
pertama mengetengahkan dalil-dalil sebagai berikut:
1 . Khabar yang datang dari lbnu Umar Radhiyallahu Anhuma, ia berkata,
'Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi usa Sallam
bersabda,
o) f irt svp*i3i,tr 16 i'fr?r ttti,f;')i)','r,ii'r t;y
'Jilca kalian menyaksikannya, berpuasalah. Dan iika kalian menyakskannya, berbulcalah. Iika keadaan mendung, perh i mngkanlah fiv1217 ils' ." 88s
Dalam riwayat Muslim disebutkan," Maka perhiungkanlah tiga puluh (har1)."eaa
Dalam riwayatnya pula disebutkan,
e;-;>u f;,r5'"<1, i ,v
"lika kondisi tertttarp mendung, uryuasahn kafian semua W puin
hari.'8E7
Dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan,
+i l;a;'i r4r'u'€ .:",*Ly,q' il f |fil : *-3) f ;.*
" Betpuasalah kalian karena mananya dan' Orir*irn kaln|mefi,t
nya. lka kondisi mendung bagi pandangan kalian semua, sempumakanlah hitungan bulan Sya'ban tiga puluh(har)" .888
objekyang menjadi penegasan hadits-hadits tersebut bahwa syariat
menggantungkan permasalahan puasa dan berbuka puasa kepada dua
perkara yang tidak ada faktor ketiganya, yaitu pengtihatan kepada bulan
sabit dan penyempurnaan bulan menjadi 30 hari, baik bulan sya'ban
maupun bulan Ramadhan. Kedua perkara ini harus secara berurutan.
Tidak akan sempurna suatu bulan kecualijika betum melihat bulan sabil
Jika berpegang kepada hisab atau lainnya adarah sesuatu yang berkekuatan dalam pandangan syariattentu Penetap syariat alen menunjukkan hal itu. Karena kondisi sangat membutuhkan kepadanya.sse
2. Dari lbnu umar Radhigallahu Anhuma dari Nabi shallallahu Alaihi
wa Sallam bahwa beliau bersabda,
-^;, i'; * $k ),tis;')Ar clr:,x \j'& t $f Zi ty
G)u'i;;*;
'sesungguhnya kia ini adalah umat bua huntt kia tidak menulis, dan
tidak menghiung. Bulan adalah demikian dan demikian, yatai sesekali
dua puluh sembilan hari dan sesekali tiga puluh hari.Di dalam riwayat Muslim disebutkan,
,ti5.,'1 tifi',bt:t,"qyt4
f tr)Y -r;|j,r :k't t:k' xll
;.xr, ?**
"Bulan adatah demkian dan demkian. Beliau menekuk jari iempol
padayang ketiga katinya. Dan bulan iu demikian dan demikian. Yaloi
tepat tiga puluh hari.nset
Objek yang menjadi penegasan hadits di atas adalah ungkapan
Ibnu Baththalsebagai berikut, "Hadits itu menunjukkan penafian uPaya
memperhatikan bintang-bintang dengan segala aturan untuk sesuatu
penetapan. Akan tetapi, yang menjadi hal yang dipentingkan adalah
upaya pengamatan bulan sabit. Kami juga telah melarang perbuatan
mempersulit diri. Tidak diragukan bahwa uPaya mengamati sesuatu
yang tidak jelas sehingga tidak diketahui melainkan hanya sekedar
perkiraan-perkiraan saja adalah suatu tindakan mempersulit diri."m
Syaikhul tstam lbnu Taimiyah mengomentari hadits di atas dengan
mengatakan, "(lmmat ini disifati sebagai umatyang meninggalkan tulismenulis dan hisab sebagaimana yang biasa dilakukan oleh umat yang
lain berkenaan dengan waktu-waktu ibadah dan hari raya mereka. Omat
ini diperintahkan untuk memperhatikan permasalahan rukyat sebagaimana dikatakan tidak hanya dalam satu hadits,
i':1.r:1f :$i7.ri'r
'Berpuasalah kalian karena melihanya dan berbukalah karena melihafitya'."M
Ini adalah dalilyang menunjukkan kepada apa yang telah menjadi
kesepakatan (ijma) kaum Muslimin -kecualiorang yang berpendapat
,menyimpang'dari sebagian orang yang datang belakangan yang bersikap berbeda yang tetah dilandasi oleh ijma- bahwa waktu-waktu pelaksanaan puam, berbuka dan beribadah ditegakkan atas dasar rukyat
ketika hal itu masih mungkin untukdilakulon, bukan dengan Kitab atau
hisab sebagaimana dilakukan oleh orang-orang ajam dari kalangan
orang-orang Romawi dan Persia, Qibthi, lndia, dan ahli kitab dari
kalangan Yahudi dan Nasrani.ss
3. Mereka berkata, Jika manusia dibebani dengan keharusan melalrukan
hisab, niscaya itu akan menyulitkan mereka, karena ia tidak ada yang
mengetahui hisab, kecuali sedikit manusia saja. Sedangkan syariat datang dengan menghilangkan berbagai kesulitan."s5
Sedangkan mereka yang berpegang kepada pendapat kedua mengetengahkan dalil-dalil sebagai berikut:
1. Khabar datang dari lbnu UmarRadhigallahuAnhuma bahwa ia berkata,
'Aku perna h mend enga r Rasululla h Shallallahu A;laihi wa Sallarn bersabda,
t s sr:rltu l3]l,i'ry,r, *6 ?H?., ttb,f;'t'i i'r-l.5,1
'lika kalian menyaksikannya, berpuasalah. Dan jika kalian menyaksikannya, berbukalah. fika keadaan mendung, perhitungkanlah bulan
itt!.'"t%
Objek yang menjadi penegasan hadits:
a. Bahwa makna: faqdiruulahu('^J tj]-riu1 'perhitungkanlah bulan itu'
yakni dengan memperhitungkan p6sisi-posisi benda langit.seT
b. Mereka berkata, "Pengamat terkadang menghadapi keadaan sulit
ketika mengamati bulan sabit sehingga ia terkadang merasa melihat,
padahal tidak demikian kenyataannya. Sedangkan orang yang melakukan perhitungan (hisab) tidaklah demikian. Dengan kata lain
mereka mengatakan, 'Hisab akan memberikan kepastian, sedangkan rukyat memberikan sesuatu yang berdasar kira-kira'."m
c. Bersandar kepada rukyat bisa mengakibatkan terjadinya perdebatan. Karena bisa jadi suatu kaum berhasil melakukan rukyat,namun kaum yang lain tidak demikian. Maka sebagian mereka berpuasa dan sebagian lain tidak. Sedangkan prinsipnya adalah kesepakatan dan bukan perbedaan pendapat. Apalagi dalam kaitannya
dengan ibadah yang terikat dengan waktu yang sangat tertentu.ss
Pendapat yang paling la.l.at -Wallahu Ta' ala fr lam- adala h pendapat
jumhur. Hal itu l<arena jelasnya dalil-dalil mereka. Penetap syariat telah
mengaitkan ibadah puasa dengan rukyat bulan sabit atau dengan menyempurnakan hitungan bulan dan bersikap'diam' tidak berkomentar terhadap hisab. Diamnya tentang hisab menunjukkan bahwa tidak menaruh
perhatian kepadanya. Karena diam dalam kondisi perlu adanya penjelasan
adalah penjelasan itu sendiri.m Sedangkan dalil teoritis yang mereka sebutsebut adalah bahwa bersandar kepada hisab akan menimbulkan suatu
kesulitan bagi manusia, karena tidak ada yang mengetahui hisab kecuali
orang yang sangat sedikit jumlahnya. Ini benar ketika bertujuan membantah keharusan kembali kepada hisab bukan ketika berpendapat bahwa
hisab adalah boleh. Permasalahan kita adalah dalam halboleh mengambil
hisab.
Dalil-dalil mereka yang berpegang kepada pendapat kedua disanggah sebagai berikul
1. Apa yang mereka katakan bahwa makna: faqdtruu tahu (N li]$Li)
'perhitungkanlah bulan itu' adalah hisab dengan posisi bintang-binfang
adalah tertolak dari dua aspek:
Asp ek I . Berbagai riwayat yang banyak jumla hnya menafsirka n katakata tersebut bahwa yang menjadi maksudnya adalah menyemPurnakan bulan menjadi 30 hari. Dan sebaik-baik penafsir suatu hadits adalah
hadits pula.er
Aspek //. Bahwa beliau bersabda,
Sesungguhnya kia ini adalah umat buta huruf, kita tidak menulis dan
tidak menghirung. Bulan adalah demikian dan demikian."w
Hadits ini adalah penegasan bab ini.s3
2. Apa yang muncul yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan
yang dialami orang pengamat rul<yat ketika melakukan rulryat tidaklah
berarti karena masih bisa terjadi kemungkinan-kemungkinan dalam hal
yang lain berkenaan dengan pengamatan rukyat.eoa Kemudian tidaklah
benar bahwa hisab itu benar secara mutlak karena sering terjaCi suatu
kesalahan dikembalikan kepada pelaku hisab.
3. Sedangkan yang disebutkan adanya perbedaan pendapat di antara
orang-orang karena sebagai akibat perbedaan hasil rukyat, maka sanggahannya adalah bahwa semua manusia diperintahkan untuk melakukan rukyat. Jika suatu kelompok berhasil dalam rukyat sedangkan yang
lain tidak, sebenarnya semua telah memenuhi perintah yang bersifat
syar'i dan tidak ada aib atas mereka. Bahkan demikian itulah yang
dipahami oleh para shahabat Rasulullah S hallallahu Alaihi wa Sallam.
Mereka dalam hal ini tidak melihat adanya perbedaan pendapat yang
menimbulkan kerusakan. Para lmam hadits telah memunculkan sebuah
hadits Kuraib, yaitu bahwa Ommu Al-Fadhl bintu Al-Harits yang mengutusnya kepada Muawiyah diSyam. la berkata, 'Aku tiba diSyam, maka
kutunaikan kepentingannya. Tibalah kepadaku bulan Ramadhan ketika
aku masih di Syam dan aku menyaksikan bulan sabit pada malam
Jum'at. Aku tiba di Madinah di akhir bulan dan Abdullah bin Abbas
Radhigallahu Anhuma bertanya kepadaku yang menyebutkan tentang
bulan sabit lalu ia berkata, 'Kapan engkau menyaksikan bulan sabit?'
Maka aku menjawab, Aku menyaksikannya pada malam Jum'at.' la
bertanya lagi,'Engkau benar-benar melihatnya?' Kukatakan,'Bena[ dan
juga semua manusia menyaksikannya, mereka berpuasa demikian pula
Muawiyah melakukan puasa.' Ia berkata, 'Akan tetapi kami menyaksikannya pada hariSabtu, maka kami masih berpuasa hingga lengkap30 hari atau melihatnya (bulan sabit).'Maka aku katakan kepadanya,
iApakah kita tidak mencukupkan diri dengan rulyatdan Puasa Muawiyah?'
la berkata, 'Tidak, demikianlah kami diperintah oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam'."nj
Perkara perbedaan 'tempat muncul' adalah bagian dari perkaraperkara yang riilyang bisa disaksikan yang dihukumi oleh akal. Oleh sebab
itu, perbedaan dalam rukyat tidak perlu menimbulkan PerPecahan atau
pertikaian di antara kaum Muslimin.
Sudah dimaklumi pula bahwa perbedaan pendapat juga pernah
terjadi dalam hisab. Kami menyaksikan perbedaan dalam penanggalan
yang dicetak setiap tahun di negeri-negerilslam.$5
Dengan demikian lebih pasti bahwa pendapat jumhur lebih kuat
yang menyebutkan bahwa sandaran adalah rukyat. lni adalah manh4i
yang membedakan umat ini dari umat lain yang suka melakukan
perubahan dan pergantian.
Syaikhul Islam lbnu'lbimiyah berkata, "Telah diriwayatkan tidak hanya
dari satu orang ahli ilmu bahwa ahli dua Kitab sebelum kita diperintah
untuk melakukan rukyat pula dalam Puasa dan ibadah mereka. Dalam hal
ini mereka melakukan tat$vilterhadap firman NlahTa'ala,
"... Diwajibkan atas kamu berpuasa refugaimana diwaiibkan abs orangorang sebelum kamu .... "(Al-Baqarah: 183)
Akan tetapi ahli dua kitab itu telah melakukan perubahan.$?
Maka meninggalkan menggunakan rukyatdan beralih kepada hisab
adalah tasyabbuh kepada agama Nasrani yang banyak mengalami
perubahan. Sedangkan berbuat dengan rul<yat adalah mengamalkan aPa
yang telah ditunjukkan oleh dalilsyar'i. lni mengukuhkan bahwa bagipara
ahli kitab pada asalnya adalah menggunakan sebagaimana yang disepakati oleh semua syaria
Apakah Puasa pada Hafl yang Dlragukan Dllarang?
Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:
A. Fenielasan Maksud Hart yang Diragukan
Syakk'ragu' secara bahasa adalah keraguan di antara dua hal
yang berlawanan dan yang bersangkutan tidak mampu memilih yang terkuat salah satu dari kedua haltersebut. Demikian pula makna istilahnya.s
Sedangkan, hariyang diragukan ada beberapa definisi, di antaranya:
1. Hariterakhir di bulan Sya'ban.ero
2. Hari setelah hari ke-29 pada bulan Sya'ban.err
3. Mereka berkata, "Kondisibulan sabittertutup awan pada malam ketiga
puluh dibulan Sya'ban sehingga menimbulkan keraguan apakah malam
ke-30 itu termasuk bulan Ramadhan atau termasuk bulan Sla'b6n."stz
4. Mereka berkata, "Di bulan Rajab suasana mendung menutup bulan
hilal Sya'ban, maka disempurnakan hitungannya. Dan tidak terlihat pula
hilal bulan Ramadhan sehingga timbul keraguan pada hari ke-30 di
bulan Sya'ban atau hari ke-31.'er3
5. Hariyang diragukan, apakah termasuk ke dalam bulan Sya'ban atau
termasuk di bulan Ramadhan jika keadaan cerah.era
6. Hariyang awal malamnya terjadi kondisicuaca mendung di arah tempat mencari dan waktu munculnya bulan sabit tersebut.et'
7. Hari ke-30 di bulan Sya'ban jika banyak menjadi omongan orang bahwa
ia menyaksikan (bulan sabit) namun tidak dikatakan oleh seorang yang
adil bahwa ia melihatnya atau mengatakannya.
Definisi yang paling dekat daripada definisi-definisi yang lainnya
adalah hari terakhir di bulan Sya'ban. lnilah definisiyang sudah diridhai
oleh kebanyakan ahli ilmu. Didalam definisiiniterwujud makna keraguan
secara bahasa. Karena pada malam harinya bisa jadi termasuk di bulan
Sya'ba n atau termasuk ke dalam awal Ramad han -Wallahu Ta' ala ?,i lam.
B. Hukum Berpuasa pada Hari yang Diragukan
Para ahli ilmu berbeda pendapat berkenaan dengan hukrm berpuasa
pada hariyang diragukan, hal itu sejalan dengan perbedaan mereka ketika
memahami dalil-dalil yang muncul berkaitan permasalahan ini. Gambaran
hal itu sebagaimana berikut:
Pendapat /. Haram hukumnya berpuasa pada hariyang diragukan
bahwa hari itu termasukdibulan Ramadhan. Demikian pula puasa sunnah
yang tidak biasa atau tidak bersambung dengan puasanya sebelum pertengahan Sya'ban. Makruh pula berpuasa pada hari itu sekalipun puasa
wajib. lni adalah pendapat para pengikut mazhab Syafl'1stz dan merupakan
riwayat dari Ahmad.sr8
Pendapat ll. Wajib berpuasa jika langit mendung; dan tidak boleh berpuasa jika langit cerah, kecuali puasa sunnah. Ini pendapat lmam Ahmad.ere
Pendapat ///. Boleh berpuasa pada hari itu jika puasa sunnah dan
tidak boleh berpuasa fardhu. lni adalah pendapat mereka yang mengikuti
mazhab Hanafie2o dan Maliki.s2t
Para pemegang pendapat pertama beralasan dengan dalil-dalil:
Dalil ke-|. Hadits lbnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwa ia berkata, 'Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi tua Sallambersabda,
a rjrsv :s;riiy ,trp6;r;.L;$ ,r;'# rfi.irri1
' Iila lral ian nrenyal<sikannya, brpuaulalt. Dan jka lalian menyaksikan -
nya, brbulcalah. lil<a keadaan nrendung, perhitunglcanlah bulan itu'."w
Sedangkan didalam riwayatMuslim darinya (lbnu Umar) disebutkan,
bahwa Nabi Shalla llahu Alaihi wa Sallam bersabda,
W'?Ly,i;:j ,? r;'.b;i,la) r\:;:') y.iat
" Satu bulan iru dua puluh sembilan malam, maka ";/i:1"#'v janganlah berpuasa
hingga kalian semua menyaksikannya (bulan sabitl. fika koudisinya
mendung, sempurnakanlah hirungannya menjadi tiga puluh(malun)" .%
Dalam masalah ini terdapat banyak hadits yang semakna sebagaimana di atas.
Objek yang menjadi tekanan hadits ini adalah bahwa jumhur ahli
fi kih membawa sabda Rasulullah S lall all ahu Alaihi wa Sallam : faqdiruu
bhu (i frr*v) 'perhitungkanlah bulan itu' kepada maksud penyempurnaan hitunlan menjaditiga puluh sebagaimana ditafsirkan oleh riwayatriwayat yang lain. Maka menurutnya tidak boleh berpuasa pada hari yang
diragukan selama bulan sabit belum terlihat dan selama bulan Sya'ban
belum sempurna.s2a
Dalil ke-2. Hadits Abu Hurairah di dalam kitab Shahihain dari
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda,fangan sekali-kali salah seorang dari kalian semua mendahului
Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecualijika ada orang
yang betpuasa, hendaktya ia beryuasa pada hari iru saja."ot
Objek yang menjadi penekanan hadits adalah bahwa di dalamnya
ada larangan untuk mendahului bulan Ramadhan dengan ibadah puasa.
Kecualijika melakukan kebiasaan mengerjakan puasa sunnah. Demikian
itu karena puasa Ramadhan telah dikaitkan dengan rukyah atau dengan
menyempumakan bulan Sya'ban. Maka, mendahulukan (puasa sebelum
Ramadhan) ada celaan padanya.e6
Dalil ke-3 . Hadits Abu Hu rairah Radhig allahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
,-#(t.-jrit i'-r-s,'ptl,lr.;;iiti;t ,76-iL ;* c ;t:'fi
t)-J i frtsln\-J
*Bahwasanya beliau melarang puasa enam hari, yaitu hari yang
diragukan, hari raya Fithri, hari raya Adha, dan hari-hari Tasyrik."e1
Objek penegasan hadits bahwa pada prinsipnya larangan untuk
menunjukkan hukum haram, kecualiada dalilyang merubahnya. Dan di
sini tidak ada dalilyang merubah itu. Inijelas bahwa hadits juga mencakup
hari raya Fithri dan Adha. lni haram berpuasa di dalamnya.
Dalil ke-4. Ocapan Ammar bin Yasir Radhiyallahu Anhu,
* \t & fdt 6 ;*'',,'..ttsrt t; ?G a
" Barangsiapa brpuasa pada hari yang diragukan, ia telah maksiat
kepada Abu Al-Qasim Shallallahu Alaihi wa Sallam.Ini dijadikan dalil bagi pengharaman berpuasa pada hari yang
diragukan. Karena seorang sahabi tidak mengatakan hal itu sebelum
mengetahuinya. Maka ungkapannya itu tergolon g marfu' secara hukum.e2e
Dalil ke-S. Apa-apa yang telah dinukil darijamaah para shahabat
berupa larangan berpuasa tersebut. Telah dinukil dari Omar bin AlKhaththab, Ali bin Abu Thalib, lbnu Mas'ud, Ammar bin Yasir, Hudzaifah
bin Al-Yaman, dan jamaah besar dari kalangan tabi'in.em
Dalil ke-6. Mereka mengatakan bahwa puasa adalah ibadah. Maka
tidak wajib mengerjakannya hingga diketahui pasti waktunya sebagerimana
shalat.e3r
Dalil ke-7. Mereka berkata bahwa tidak sah menjauhkan niat bersamaan dengan adanya keraguan. Dan tidak sah puasa kecualidengan
niat yang kokoh.e32
Para pendukung pendapat kedua berdalil dengan dalil-dalil sebagai
berikut:
1. Hadits lbnu OmarRadhiyallahuAnhumabahwa ia berkata, 'iAku pernah
mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
oJ \)rai'r(',:fi'tY ,f;yi; ;#i)sb ,f;'ri i'r-ii'rtrr
'lika kalian menyaksikannya, berpuasalah. Dan jika kalian me'
nyaksikannya, berbukalah. lika keadaan mendung, perhirungkanlah
bulan itu."'83
Objek yang menjadi penegasan hadits itu adalah bahwa beliau
bersabda: faqdiruu tahu ('"J tr]st 1 yang berarti 'sempitkan', yaitu
dengan menjadikan satu butan a'dalah 29 hari dan bukan 30 hari.
Halitu dikarenakan oleh beberapa aspek Pertama, bahwa itu adalah
tal$il lbnu Umar, perawi hadits, sehingga diriwayatkan darinya bahwa
pada waktu cuaca mendung ia sedang berpuasa. Ia tidak melakukan
hal itu melainkan ia yakin bahwa seperti yang diperbuat itu adalah
makna hadits dan tafsirnya. Kedua, makna ini selalu terulang-ulang di
dalam AI-Qur' an. Di antaranya fi rman Nlah Subhanahu wa Ta' ala, " Dan
oftrng gang dbempitkan rezekinga hendaklah memberi nafkah dan
harta Aang diberikan Allah kepadanya" (Ath-Thalaq: 71, yakni,
disempitkan rezekinya. Dan ketiga, di dalamnya ada sikap berhati-hati
untuk melakukan ibadah puasa Ramadhan.s3a
2. Hadits Imran binAl-Hushain di dalam kitabShahihain, bahwa Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepada seorang pria,
I ,iu Y* t:Y;, iri'l*'"F
"'Apakah engkau berpuasa beberapa hari di akhiress iur* rrr'ban?'
Ia menjawab, 'Tidak'."
Dalam suatu riwayat lafalnya sebagai berikut:
;';'At'-bir;p:ju,y ,iu lt{- .{)ns tr v:.:-ii
':'oO** engkau t"rprrru befurapa nari ai a*nir oui* ioii'Ia menjawab, 'Tidak.' Beliau bersabda lagi, 'lika engkau tidak berpuasa,
betpuasalah selama dua hari'."e36
Objek yang menjadi penekanan hadits ini sebagaimana telah jelas
bagi kita semua adalah perintah beliau kepada seorang shahabat untuk
berpuasa pada malam-malam terakhir pada setiap bulan, jika berpuasa
pada hariyang diragukan itu haram hukumnya, tentu NabiShallallahu
Alaihi usa Sallam tidak akan memerintahkannya kepada seorang
shahabat untuk berpuasa.
Apa-apa yang telah dinukil darijamaah para shahabat, yang di antara
mereka adalah Aisyah, Asma, Abu Hurairah, Ali bin Abu Thalib, dan
lain-lain. Mereka semua sedang melakukan Puasa pada hari itu. Berbagai kabar juga dinukil dari mereka.e3?
4. Mereka berkata bahwa pada hari yang diragukan tetap Puasa dijalankan
karena puasa termasuk ibadah yang harus lebih berhati-hati kepadanya.
Oleh sebab itu, wajib berpuasa dengan dasar 'kabar wahid' (dari satu
orang).e38
5. Mereka berkata, "Dengan dikiaskan pada awalbulan (Ramadhari) atas
akhimya. Tetap berpuasa pada hari yang diragukan (hari syak), karena
hari syak adalah salah satu dari dua penghujung bulan dan tidak ada petunjuk bahwa hal itu diluar Ramadhan. Wajib melakukan Puasa syak di
penghujung bulan lain."e3e Para pengikut mazhab Hanbali membawa
apa-apa yang munculberupa nash-nash berkenaan dengan pelarangan
berpuasa pada hari yang diragukan pada satu keadaan sadar.m
Mereka yang mendukung pendapat ketiga berdalil dengan nashnashyang menekankan hukum haram, dan mereka adalah para pengikut
mazhab Syafi'i yang memberikan tambahan dalil-dalil sebagai berikut:
1. Sabda beliau sebagaiberikut,
Gp: vt * 'li- a::t ,';t ir-rt \
* Tidaklah ditakukan puasa prA, nui )ury airagu*an kecuali Puasa
tathawwu' (sunnah)."
Hadits ini sering diulang-ulang oleh ulama pengikut mazhab Hanafi
pada lebih dari satu tempat.st lbnu Al-Hammam memberikan komentarnya kepada hadits inidengan mengatakan bahwa hadits ini tidak dikenal. Dikatakan, "Hadits initidak memiliki asal"ea Pu-Zaila'iw mengatakan, "Chardb 'aneh' sekali.xe44 Kedua tokoh di atas adalah para
pentahqiq dari mazhab Hanafi.
2. Mereka mengatakan bahwa puasa pada hari yang diragukan adalah
tasyabbuh dengan para ahli kitab. Karena mereka suka menambah
jumlah puasa mereka.eat
Sedangkan membolehkan puasa tathawwu' pada hari itu dengan
tiada kemakruhan mutlak. Dalam hal itu mereka berdalildengan hadits di
atas.s6 Mereka membawa hadits Abu Hurairah yang berisi larangan mendahului Ramadhan dengan puasa, bahwa yang dilarang adalah mendahului Ramadhan dengan puasa Ramadhan, bukan dengan puasa lain.
Mendahului sesuatu tiada lain adalah dengan sesuatu sejenisnya.sT
Para pengikut mazhab Hanbali telah menyanggah dalil-dalil para
pengikut mazhab Syafi'i sebagai berikut:
Bahwa riwayat-riwayat yang menyebutkan penyempumaan bulan
menjadi30 hari, sesungguhnya penyempurnaan itu kembali kepada bulan
Ramadhan bukan kepada bulan Sya'ban.
Sedangkan apa yang dikatakan bahwa riwayat-riwayatyang bernada
bebas itu dibawa kepada keadaan yang terikat adalah lebih tepatjika riwayat
yang bernada terikat itu tidak mengandung banyak kemungkinan arti.
Sedangkan hadits yang berisi larangan mendahului bulan dengan satu
atau dua hari dengan berpuasa di dalamnya, dibawa kepada makna
bahwa dalam keadaan 'cerah' jika tidak dalam keadaan mendung.
Sedangkan hadits yang berisi larangan berpuasa selama enam hari,
dibawa kepada makna orang yang berpuasa sunnah atau dibawa kepada
makna 'diragukan' jika tidak dalam keadaan mendung.
Demikian juga, hadiB Ammar sesuaijika dalam keadaan yang tidak
mendung. Sedangkan apa-apa yang dinukil dari para shahabat dibawa
kepada jika cakrawala cerah atau maksudnya larangan untuk mereka
mendahului bulan dengan puasa sunnah. Sedangkan ungkapan mereka
yang menyebutkan bahwa puasa adalah ibadah, tidak wajib masuk kepadanya sebelum diketahui waktunya, seperti halnya shalat, sanggahannya
bahwa wajib masuk ke dalam pelaksanaan shalat sekalipun dibarengi
keraguan, yaitu ketika orang lupa suatu shalat di antara shalat fardhu
lima waktu. Kemudian seorang tawanan jika mengalami ketidakjelasan
pada beberapa perkara, dia berpuasa dengan dasar kehati-hatian.
Ungkapan mereka ya ng mengatakan bahwa tidak sah memutlakkan
niatdalam hariyang diragukan, maka juga bisa disanggah, bahwa tidaklah
dilarang bimbang dalam niat karena suatu hajat. Sebagaimana bagi
seorang tawanan yang berpuasa dengan dasar ijtihad atau orang yang
lupa salah satu shalat dari shalat lima waktu lalu melakukannya.rc
Sedangkan dalil-dalil para pendukung pendapat kedua disanggah
sebagai berikut:
Bahwa sabda Rasulullah Slallallahu Alaihi usa Sallam: faqdiruu
lrrlsul yang berarti 'sempitkan, yaitu dengan menjadikan satu bulan
adaiah 29 hari dan bukan 30 hari disanggah dari dua aspek:
1. Makna faqdiruu 1r]liu) secara bahasa adalah 'sempurnakan bulan
Sya'ban menjadi30 hari, lalu berpuasalah'.
2. Bahwasanya nash-nash yang muncul yang telah demikian jelas tidak
membutuhkan kepada kejelasan lebih lagi. Riwayat-riwayat muncul
menjelaskan semua itu. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda,
.5rrli6
*Sempurnakan ia menjadi tiga puluh harf ,
artinya, adalah "hitunglah ia". Dan beliau juga bersabda,
G2u at*;;'ftt^{u
" Mala sempurnakan hifingan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh (har) ."
Dan demikian pula riwayat-riwayat yang lain.
Sedangkan hadits tentang sarara sAa'ban (akhir bulan Sya'ban),se
dibawa kepada makna 'orangyang memiliki kebiasaan berpuasa'. lni adalah makna eksplisit hadits. Maka, kami katakan demikian itu adalah dalam
rangka penggabungan antara hadiB itu dengan hadits Abu Hurairah:
v'i'si i*,eill".rn:i,
*fanganlah kalian mendahului butan dengan satu'ab; dua harf .w'%l
Sedangkan apa-apa yang dinukil dari sebagian para shahabat
tentang hal itu atas keharusan pengukuhannya maka disanggah dengan
halyang sama. Sebagian besar para shahabat yang muncul dari mereka
tentang puasanya tidak baku, atau dibawa kepada makna yang shahih
kemudian mereka menyebutkan hal itu.s2
Yang paling luat -Wallahu Ta'ala Allam- adalah pendapat yang
diketengahkan oleh Asy-Syaf i bahwa haram berpuasa pada hari yang
diragukan bahwa hari itu bagian dari bulan Ramadhan. Namun hal itu
boleh bagi orang yang memiliki kebiasaan berpuasa. Hal itu kejelasan
dalil-dalil yang diambil. lnilah pendapat yang diikuti oleh kebanyakan dari
umat ini. Dan karena pendapat para pengikut mazhab Hanbali yang
membedakan antara kondisi cuaca cerah dan mendung adalah lemah,
sebagaimana telah demikian jelas ketika penyajian masalah ini.
Yang jelas bahwa dasar yang paling agung berkenaan dengan
larangan berpuasa pada hari yang diragukan adalah dalam rangka memutuskan jalan menuju tasyabbuh kepada orang-orang Nasrani yang
suka menambah bilangan puasa mereka sehingga mereka terjerumus ke
dalam jurang bid'ah, sesuatu yang tidak pernah diperintahkan oleh Allah.
lbnu Abbas RadhigallahuAnhuma berkata, "Diwajibkan atas orangorang Nasraniberpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas kalian semua,
pembenar hal itu didalam Kitab Allah Ta'ala,Diwajibkan atas lamu bryuasa sefugaimana diwajibkan atas orangorang sebelum..." (Al-Baqarah: 183)
Pada mulanya orang-orang Nasraniitu mendahuluidengan satu hari.
Mereka berkata, 'Agar kamitidak salah." klu mereka mendahului dengan
satu hari dan mengakhiri dengan satu hari pula. Mereka berkata, "Agar
kami tidak salah." Hingga pada akhimya mereka mengatakan, "Kami
mengawali dengan 10 hari dan mengakhiri dengan 10 hari agar tidak
salah, maka mereka telah tersesat."s3
Abu N ua'imsa dalam Al - H ilyah meriwayatkan dari Obaid Al-Lihams5
ia berkata,'?\ku sedang berjalan dengan Asy-Sya'bie$ Ra himahullah. Tibatiba berdiri di hadapannya seorang Pria lalu berkata, "Wahai Abu Aml
Apa pendapat Anda berkenaan dengan orang-orang yang melakukan
ibadah puasa seharisebelum bulan Ramadhan?" la menjawab, "Kenapa?"
la berkata, 'Agar mereka tidak dimungkinkan tertinggal sehari pun dari
bulan Ramadhan." la menjawab, "Demikianlah kehancuran bani lsrail,
mendahului sebelum tiba bulan dengan satu hari dan mengakhirinya
dengan satu hari. Maka mereka berpuasa selama tiga puluh dua hari.
Ketika abad mereka itu telah lewat, datanglah kaum lain yang mendahului
sebelum bulan dengan dua hari dan sesudahnya dua hari sehingga menjadi
34 hari ... demikian sampai akhirnya Puasa mereka menjadi 50 hari.
Berpuasalah kalian semua karena melihatnya (bulan sabit) dan berbukalah
karena melihatnya (bulan sabit)Al-Hafizh Zainuddin Al-lraqi mengenai hikmah berkenaan dengan
tarangan mendahuluibulan dengan berpuasa sehariatau dua harimengatakan, 'Agar tidak bercampur antara puasa fardhu dengan puasa sunnah
sebelumnya atau sesudahnya. Juga merupakan peringatan keras dari
apa-apa yang biasa dilakukan oleh orang-orang Nasrani berupa pengadaan tambahan atas apa-apa yang difardhukan atas mereka karena
pemikiran mereka yang rusak.s
Kita juga mengatakan bahwa qnariat menjaga Ramadhan daritambahan di akhir bulan itu dengan melarang melakukan puasa pada hari
raya Fithri, juga melarang melakukan puasa pada hari yang diragukan
sebagai tindak pemeliha raannya di bagian awalnya. Wallahu Ta' ala lilam.
ttt
?**t *,0
Laran$an Mendahulul Ramadhan dengan Pu:rs.l
Seharl atau Dua Harl Sebelumnya
Para ahli fikih pada umumnya berpendapat sebagaimana dibahas
pada pembahasan sebelum inibahwa haram mendahuluibulan Ramadhan
dengan melakukan puasa sehari atau dua hari dengan niat puasa Ramadhan.
Hal itu karena suatu haditsm dan lorena dalam tindakan seperti itu terdapat unsur tasyabbuh kepada orang-orang Nasrani yang melakulon
penambahan kepada jumlah puasa mereka.
Pembahasan masalah initelah berlalu yaknidi dalam pembahasan
masalah'hukum puasa pada hariyang diragukan'. Penulis tidak menemukan orang yang membahasnya secara terpisah. Oleh sebab itu, kita akan
cukupkan dengan apa-apa yang telah disajikan di muka yang berkenaan
dengan berpuasa pada hari yang diragukan. Dalam pembahasan itu
sudah ada kecukupan. Wallahu Alam.
Laran gan Men Egu nakan Kellld I Besar u ntu k Melontar lamalatr
Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang pengambilan kerikil besar
untuk melontar jamarat, sehingga muncul dua macam pendapat:
Pendapat /. Kerikil besar untuk jamarat tidak mencukupi untuk
melontar. lni adalah riwayat dari Ahmad.2
Pendapat //. Kerikil besar mencukupi untuk melontar jamarat
dibarengi dengan hukum makruh. lni adalah pendapat pengikut mazhab
Hanafi,3 Maliki,a dan Syafi'i.5 Dan merupakan yang masyhur bagiAhmad.
Mereka yang berpendapat bahwa kerikil besar tidak mencukupi untuk
dilontarkan mengajukan dalil-dalil sebagai berikut:
1. Hadits Jabir RadhiyallahuAnhu bahwa ia berkata,
jH' ;;,y;Vr uii'g s !r\t,k *t J ;', .;i,
"'Aku menyaksikan Rasulullah Shatlattahu Ataihi wa Sallan melontar
jamant dengan kerikil sekecil kerikil unruk melempaf1.t
2. Had its lbnu Abbas Radhty allahu Anhuma bahwa ia berkata, "Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika keesokan akan melontar jumrah
Aqabah dan ketika sedang di atas binatang tunggangannya bersabda,
" 'Coba tolong ambilkan unailcku!' Mab fuambilkan unruk beliau kerikilkerikil berukuran kecil unruk melonar. Ketika aku meletakkan semuanya di tangan beliau, beliau bersabda, 'Hendaklah kalian melontar
dengan ukuran seperti ini dan jauhilah sikap berlebih-lebihan dalam
perkara agama. Karena sesungguhnya berlebih-lebihan dalam perkara
agama itu telah menghancurkan orung-orang sebelum kalian'."e
Objek yang menjadi tekanan dua hadits di atas adalah bahwa dalam
keduanya terdapat keterangan berkenaan dengan perbuatan Rasulullah
Shallallahu Alathi wa Sallam danbahwa beliau memerintahkan di dalam
kedua hadiB tersebut dengan ukuran seperti itu dan melarang melebihikadar yang ditetapkan. Dan perintah berkonotasi wajib sedangkan
larangan berkonotasi rusaknya sesuatu yang dilarang itu.r0
3. Mereka berkata, "Lontaran dengan kerikil ukuran besar bisa jadi menyakiti
orang yang tertimpa olehnya, karena itu dilarang."rr
Sedangkan mereka yang mendukung pendapat kedua mengajukan
dalil-dalilnya sebagai berikut:
1. Dua buah hadits Jabir dan lbnu Abbas Radhigallahu Anhum di atas
dan semua hadits yang semakna dengan keduanya, kemudian mereka
membawa makna perintah kepada nadb (sunnah) dan meninggalkannya makruh hukumnya.r2
2. Mereka berkata, "Hal itu cukup karena ada unsur batu di dalamnya.r3
Pendapat yang pa ling lqrat -Wallahu Ta' ala Al lam- adalah makruh
hukumnya melontar dengan kerikilyang lebih besar daripada kerikilyang
terpegang di antara dua buah jari tangan. Hal itu karena hadits-hadits
dalam bab ini. Sedangkan jika pelontar menggunakan kerikilbesar untuk
ibadah dan taqarrub kepada Allah, perbuatannya itu haram hukumnya
karena yang demikian itu adalah bid'ah. Nabi Sha/la llahu Alaihi. wa Sallam
memerintahkan untuk meninggalkan sikap berlebih-lebihan, yaitu tambahan dalam perkara ibadah. Perintah berkonotasiwajib meninggalkan kebalikannya.raBahkan beliau juga menegaskan dalam bentuk memberikan
pelajaran dan peringatan bahwa berlebih-lebihan adalah sebab kehancuran
kaum sebelum kita dari kalangan orang-orang Nasrani. Meninggalkan
sebab kehancuran adalah wajib menurut syariat. Juga karena dalam melontar dengan kerikil besar bisa menyakiti orang yang tertimpa olehnya.
Sedangkan bagi orang yang sulit baginya melainkan mendapatkan yang
lebih besar daripada kerikil sepegangan dua jari, maka sesuai artiaksplisit
hadits adalah boleh hukumnya.
lnilah permasalahan yang banyak timbul kesalahan di dalamnya
yang banyak dilakukan oleh para huiiaj yang bodoh. Banyak sekali dijumpai
orang yang melontar dengan menggunakan kerikil besar atau dengan
benda-benda yang bukan batu sama sekali, seperti sepatu dan lain-lain.
Dengan perbuatan seperti itu mereka mengira bahwa Perbuatannya itu
sangat baik. Tidak diragukan bahwa Perbuatan sePerti itu adalah kebodohan yang nyata dan tidak paham dengan hikmah syariat dan batasanbatasannya. Sedanglon orang yang berlebih-lebihan dalam perkara tersebut dengan sengaja dan ia mengetahui hal itu, maka orang tersebut
bertasyabbuh kepada orang-orang Nasrani dan siap menceburkan dirinya
sendiri kepada kehancuran. Hal itu karena materitambahan dalam perkara
ibadah dengan seperti tersebut di atas atau lainnya, tiada lain dihasilkan
dari kalangan orang-orang Nasrani yang menegakkan agamanya atas
berbagaipenggantian, tambahan, dan perubahan. Mereka juga suka mainmain dengan hukum-hukumnya dengan hawa nafsunya. sedangkan lslam datang dengan kesempurnaan, tidak membutuhkan tambahan dari
orang yang suka berlebih-lebihan. Dasarnya adalah tauqif (tidak
berkomentar sebelum adanya dalil) dan nash. wallahu Ta'ala lilam.
Perlntah untuk Menlnggalkan
Muzdallfah sebelum lutataharl Terblt
Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan masalah ini. Akhirnya muncullah dua pendapat:
Pendapat /. Sunnah hukumnya meninggalkan Muzdalifah sebelum
matahari terbit. Ini adalah pendapat jumhur ulama dari kalangan para
pengikut mazhab Maliki,tsSyaf i,16 Hanbali,rT dan mayoritas para pengikut
mazhab Hanafi.r8
Pendapat I t . wajib meninggatkan Muzdalifah sebeium matahari terbit
Ini adalah pendapat sebagian dari para pengikut mazhab Hanafi.re
Mereka yang berpendapat bahwa hukumnya adalah sunnah berdalit
dengan dalil-dalil berikut:
1 . Hadits Jabir Radhigallahu Anhuyang panjang, d i dalamnya disebutkan,
& i, '*a,'q, i,'yo;, I,t\'&,'i'# q Ht jt;
J; *,i:;-:i:)' * ; fi iai'zt;:,t@u (r 4t'ii;lr ;fi
'nhr'U ti'i e",tL'if & yt,
' ... Dan menunaikan shalat shubuh ketika telahjelas bahwa shubuh teIah tiba dengan adzan dan qamat. Kemudian menunggang eashwa
(nama unk beliau) hingga tiba di Al-Masy'ar Al-Haran. Kemudian
menghadap kiblat dan brdoa, bertakbir, brtahlil, dan beruhmid.
Beliau terus s4ja seperti iu hingga shubuh nrenguning. Kemudian btiau
brangkat sebelum matahari terbit .Dalam hadits tersebut terdapat penjelasan apa-apa yang dilakukan
oleh Nabi SlallallahuAlaihiwaSallam dan kita diperintahkan untuk
melakukan segala sesuatu sebagaimana beliau melakukannya. Kita
juga harus meniru manasik beliau.
2. Hadits. (lmar Radhiyallahu Anhu ketika menunaikan shalat dengan
cara jamak lalu berkata, "Sesungguhnya orang-orang musyrik tidak
meninggalkan (Muzdalifah) hingga matahari terbit. Dan mereka berkata,
'Telah munculTsabir'.2r Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersikap
beda dengan mereka, yakni meninggalkan (Muzdalifah) sebelum
matahari terbit".z
Sedangkan dalil-dalil yang berpegang kepada pendapat kedua
adalah sebagai berikut:
1. Apa-apa yang muncul berkenaan silop berbeda dengan orang-orang
musyrik, sebagaimana hadits Umar di atas dan juga hadits Al-Musawwir
bin Ma kh ra m ah, ia berkata, " Rasulul la h Shallallahu Alaihi uta Sallam
berkhutbah kepada kami difuafah. Beliau memuja dan memujiAllah
... kemudian beliau bersabda,
,uUs rilr-3r 1i..,J'tl't*.1frsr }it 4o'.pi-fik't
',ti'#
eu Cf;lfu33) ov;iv')t f.*6k,/?' n3:)
!'AlJu;!i f( a's $$ dA- ,uAtt1u
' Mereka meninggalkan (Muzdal i fah) dari A I - Masy' ar A I -Haram j ika
matahari telah terbit, yaitu ketika matahari furada di aas gununggunung laksana sorban-sorban kaum laki-laki di aas kepala mereka.
Adapun kita meninggalkan (Muzdalifah) sebelum matahari tetbit.
Petunjuk agama kia brWa dengan peruniuk ahli berhala dan ahli
syiri?Objek yang menjadi penegasan hadits ini adalah bahwa meninggalkan (Muzdalifah) sebelum matahari terbit adalah sikap berbeda
dengan orang-orang musyrik di dalam perkara ibadah khususnya.
Bersikap beda dengan mereka dalam hal itu wajib hukumnya.
2. Bahwa yang menjadibaku dari apa yang diperbuatnya secara konsensus
adalah bahwa meninggalkan Muzdalifah sebelum matahari terbit. Hal
yang wajib adalah mengikuti beliau dalam hal itu. Hal sama berlaku
dalam permasalahan meninggallon fuafah. Tidak boleh meninggalkan
Arafah sebelum matahari terbenam sebagaimana dilakukan orangorang kafir.2a
Pendapat pa ling kuat -Wallahu Ta' ala A' I am- id ala h wajib h u kumnya meninggalkan Muzdalifah dan bergegas menuju Mina sebelum matahariterbit. Hal itu karena apa yang dilakukan Rasulullah ShallallahuAlaihi
waSallam. Dan dalam tindakan seperti itu untukmewujudkan sikap beda
yang wajib hukumnya dengan jalan orang-orang kafir.
Sebagaimana ditegaskan dengan jelas oleh Al-Mushthafa Shallallahu Alaihi wa Sallam di dalam sabdanya,
!'.a6gui1i *i a'r; q$ d.t*;
" Petunjuk agama kita berbda dengan petunjuk ahli berhala dan ahli
syirik."
Barangsiapa terlambat dengan sengaja hingga matahari terbit maka
ia telah berbuat buruk dan berbeda dengan petunjuk Al-Mushthafa
Shallallahu Alaihi wa Sallam. Di dalam dalil-dalil yang jelas dan shahih
tidak ada petunjuk bahwa mereka wajib membayar dam. Sedangkan orang
yang karena adanya uzur; seperti keadaan yang sangat berdesak-desakan
atau adanya gangguan pada kendaraannya atau sebab lainnya, maka
tidak ada cela atas dirinya karena uzumya itu.
Lalangan Berslul dan Bertepuk TanEan
Pembahasan ini mencakup dua buah subbahasan:
A. Penielasan Maksud Bersiul dan Bertepuk Thngan
Dua kata-kata ini muncul ketika membeberkan sifat shalat orangorang kafir di Ka'bah, yaitu dalam firman NlahTa'ala,
,, shalat (ibadah) mereka di sekiar Bairullah im, lain tidak hanyalah
siulan dan tepukan tangan." (Al-Anfal: 35)
Para ahli tafsir berbeda-beda dalam menafsirkan dua kata-kata itu
sebagaimana berikut ini:
Para ahli tafsir umumnya, terutama lbnu Abbas, Abdullah bin Amr,
Mujahid, lkrimah, sa'id bin Jubair,25 Muhammad bin Ka'ab Al-Qurazhi,26
Qatadah, dan lain-lain27 berpendapat bahwa mulca' adalah shafir 'siulan.
Ditambah oleh Mujahid bahwa mereka memasukkan jari-jari mereka ke
dalam mulut. As-Suddi2s berkata, "Muka' adalah shafir sebagaimana
dilakukan burung putih atau burung siulyang terdapat di bumi Hijaz."
Seorang penyair berucaP,
ofr!)ti,ilt
"fika burung mukau berkicau bukan di amannya, celakalah penggembala kambing dan burung-burung berwarna merah."Abu Ubaid dan lain-lain mengisahkan bahwa dikatakan sebagai
berikut 'pt\tiA-f;-- SJr.-(i yang artinya bersiut.m Dan dinukil
dari Qatadah bahwa mulea' adalah memukul-mukul dengan tangan.3r
Sedangkan tashdigah dimaksudkan dengannya bertepuk tangan. Sebagaimana ungkapan lbnu Abbas Radhigallahu Anhuma dan mayoritas
ahli tafsir. Sa'id bin Jubair berkata, *Tashdtyahadalah berpalingnya mereka
dari sekitar Ka'bah."32
B. Hukum Bersiul dan Bertepuk Thngan
Perkara yang berkaitan dengannya tidak terlepas dari dua hal, bisa
jadidilakukan keduanya demitujuan suatu ibadah atau bukan untuk itu.
Pertama. Jika keduanya dilakukan demi ibadah, maka disepakati
bahwa hal itu haram hukumnya. Karena iniadalah perbuatan ahlijahiliyah.
Syaikhul lslam lbnu Taimiyah Rahimahullah berkata, "Makna
ungkapan 4l"tlJt l* ,"'sebagian dari perbuatan orang-orang jahiliyah'
atau dengan kata iain kfrusus biasa dilalarkan oteh orang-orang jahiliyah
dan tidak disyariatkan dalam lslam. Termasuk dalam hal ini segala sesuatu
yang dijadikan ibadah di mana orang-orang jahiliyah beribadah dengan
semua itu. Allah Ta'ala tidak mensyariatlon peribadatan dengan semua
itu dalam lslam, sekalipun materinya tidak diniatkan untuk itu seperti muka'
dan tashdiyah. Sesungguhnya Nlah Ta'ala berfirman tentang orangorang kafir,
"Shalat (ibadah) mereka di sekiar Baitallah itu, lain tidak hanyalalt
siulan dan tepukan tangan." (Al-Anfal: 35)
Muka' adalah bersiul dan sejenisnya, sedangl<an tashdiyah adalah
bertepuk tangan. Menjadikan perkara tersebut sebagai jala n taqamb dan
taat adalah merupakan sebagian dari perbuatan orang-orang jahiliyah
dan tidak disyariatkan dalam Islam.s
Halitu haram pula hukumnya, karena didalamnya unsur bid'ah dan
mengada-adakan sesuatu dalam agama. Sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam," Barangsiapa berbuat suafit amalan yang ,,0* n,O,O't dalam perkara
kami, maka Perkara itu tertolak."Y
Dalam hal initerdapat pula bantahan {an segala puji hanya bagi
Allah- kepada orang-orang sufi yang biasa menari-nari, bertepuk tangan,
dan berteriak-teriak yang mereka anggap sebagai ialantaqamtb di mana
orang-orang yang berakal tentu akan menjauhi perbuatan seperti yang
mereka lakukan itu dan aPa yang mereka perbuat itu sama persis dengan
apa-apa yang diperbuat oleh orang-orang musyrik di sekitar Ka'bah.35
Pengecualikan dari semua itu apa yang menjadipetunjuk didalam
sunnah bagi kaum wanita untuk melakukan tepuk tangan jika terjadi
kesatahan imam mereka dalam shalat. Di dalam kitab Shahihain dari
Abu Hurairah Radh iyallahu Anhu bahwa ia berkata, "Rasulullah
Shallallahu Alaihi usa Sallam bersabda,
iil;r,J, tir1 ;r;) {A.rtrt )o').!":Jt
, Tasbih untuk lraumpriadan tapuktangan untuklaum wania';Muslim
menambah, 'di dalam shalat'-"x
Baginya juga hadits dari Sahl bin Sa'ad beliau bersabda,
':*;Ar C\3, !\4, { 6Y ;$ ;iA; "t\b €;',?'i.6 r
:6.
" siapa saja yang ingin memperinga*an kesalahan dalam shalat, maka
hendalorya krtasbih, karcnaiita eonng berusbih akan nreniadikannya
tenadar kemfuti. Dan sesuryguhnya brtepuk Angan adalah unUk laum
wanita."Hal itu diperbolehkan untuk kaum wanita -Watlahu Ta'ala Altamkarena di dalam hal tersebut terdapat upaya memelihara kaum wanita
dan perhatian kepada perkara menutup aurat dan rasa malu mereka jika
sampai suaranya terdengar oleh kaum pria.
Dalam ini Imam Malik berbeda sebagaimana yang masyhur darinya.
Ia tidak menaruh perhatian kepada perkara tepuk tangan untuk kaum
wanita. la menyamakan antara kaum wanita dan loum pria dalam bertasbih. Ini adalah pendapatyang lemah, baik dari aspek penukilan maupun
teorinya. la juga berbeda dengan jumhur ulama, bahwa dikatakan berbeda
dengan sebagian ulama besar dari kalangan para pengikut mazhab Marik,
seperti lbnu Al-Arabi, dan lain-!ain.38
Kedta. Keduanya dilakukan bukan dengan niat ibadah.
Berkenaan dengan hal ini muncullah tiga pendapat:
Pendapat L Hal itu haram hukumnya. lni adalah pendapat sebagian
muta' akhkhdnn (orang-orang di masa belakangan).3s
kndapat II. Hal itu makruh hukumnya. Ini adalah pendapat sebagian
para pengikut mazhab Hanbali.{
Pendapat III. Hal itu jab hukumnya. Ini adalah pendapat yang
diisyaratkan oleh Al-lraqi.at
Mereka yang mengatakan haram hukumnya mengetengahkan dalitdalilnya sebagai berikut:
l. T'indakan sepertiitu adatah tasyabbuh kepada orang-orang kafir. Sebagaimana fi rman Nlah Ta' ala ketika menyifati mereka sebagai berikut,
" Shalat (ibadah) merelca di sekiar Baitullah itu, lain tidak hanyalah
siulan dan tepukan tangan." (Al-Anfal: 35)
Tasyabbuh kepada orang-orang kafir adalah haram hukumnya.
2.llndakan seperti itu tasyabbuh kepada kaum wanita. Haldemikian sangat
dilarang pula dengan larangan karena haram.e Sangat jelas bahwa
mereka berpendapat demikian karena berpegang kepada makna global
sabda Rasulullah S lallallahu Alaihi wa Sallam bahwa bertepuk tangan
adalah untuk kaum wanita sebagaimana dalam hadits di atas. Juga
sungguh jetas bahwa mereka yang berpendapat dengan hukum makuh
membawa dalil-dalilyang sama di atas kepada yang demikian itu.
sedangkan mereka yang berpegang kepada hukumjauazkarena
mereka tidak melihat bahwa dalam tindakan seperti itu terdapat unsur
tasyabbuh kepada orang-orang kafir. Mereka berpendapat bahwa melarang kaum pria bertepuk tangan khusus ketika dalam keadaan menunaikan shalat dengan dalil-dalil riwayat yang terikat (khusus).6
Pendapat yang palin g l<nt -wall ahu Ta' ala /{ lam- ba hwa ked ua nya
makruh hukumnya ketika keduanya tidak diperlukan. Hal itu didasarkan
kepada adanya ihtimat (kemungkinan-kemungkinan arti) dalam dalil-dalil
mereka yang mengharamkan. orang-orang kafir beribadah dengan dua
perbuatan itu sebagaimana disebutlon oleh Allah SubhanahuuaTa'ala
hat tersebut di kalangan mereka. Maka barangsiapa melakukan hal itu
dengan tujuan untuk ibadah maka ia telah bertasyabbuh kepada mereka
dan sama sekali tidak diragukan bahwa tindakannya itu biasa berputarputar antara kekafiran dan hukum haram. Sedangkan mereka yang
melakukannya bukan untuk ibadah maka tidakperlu diarahkan kepadanya
hukum haram ketika seseorang melakukannya, karena kedua perbuatan
tersebut bukan khusus di kalangan orang-orang kafir saja. Akan tetapi,
keduanya biasa pula dilakukan oleh orang-orang bukan kafir. Pada zaman
dahulu tepuk tangan adalah bagian dari tradisi orang-orang fasik yang
khusus di kalangan mereka. Hat itu sebagaimana ditegaskan oleh AnNawawi yang telah disebutkan di muka dalam kaidah. Akan tetapi, belakangan hal itu tidak sedemikian rupa. sedangkan ungkapan bahwa tepuk
tangan adalah kebiasaan di kalangan kaum wanita, maka dalam dalildaliltidak selalu demikian sekalipun dalam keadaan mereka melakukan
shalat. Sedangkan pada umumnya mungkin bisa jadidemikian. Akan tetapi,
teks-teks dalil di atas mengandung makna pemisahan antara kaum pria
dengan kaum wanita dengan perbuatan itu sehingga bisa dibawa kepada
makna hukum makuh karena itu dan karena alasan sebelumnya.Wallahu
Ta'alaAllam.
laran[lan ba{[ Orangyang Berlhram
untukTldak Berteduh saat Panalr Terlk
Para ahli ilmu sepakat bahwa orang yang sedang berihram diperbolehkan berteduh dibawah atap rumah, peneduh, atau sejenisnya ketika
tiba.a Akan tetapi, mereka berbeda pendapat tentang berteduh ketika
menggunakan alat tranportasi, tandu, dan sejenisnya.'sehingga muncul
tiga pendapat sebagai berikut:
Pendapat I. Boleh bagi orang yang sedang berihram berteduh ketika
berkendaraan. Ini adalah pendapat para pengikut mazhab Hanafia5 dan
Syafi'1.r0
Pendapat //. Haram bagi orang yang sedang berihram untuk berteduh ketika berkendaraan. lni adalah pendapat Malik.aT
Pendapat ///. Makruh bagi orang yang sedang berihram berteduh
ketika berkendaraan. lni adalah pendapat Ahmad.4
Para pengikut mazhab Hanafi dan Syaf i mengetengahkan dalildalilsebagai berikut:
1. Hadits (lmmu Al-Hushain, yang di dalamnya ia berkata,,, Aku menunaikan haji bersama Rasulullah shallallahu Alaihi wa
sailam pada Haji wada'. Maka aku menyaksikan usamah dan Bilal
yang salah satu dari keduanya men egang ali una Nabi shallallahu
Alaihi wa Saltam danyang tain nengangkatpakaiannya untuk menutupi
betiau dari panas terk (matahan) hingga melonar iumrah aqabah."
Dalam lafal Muslim disebutkan,
,-3r't M', "-j ^lLit .*'dt,lY, JL';'; et ?\0
,, Dan yang lain .rrs*gk t pakaiannya di atas kepata Nabi shallallahu
Ataihi wa Satlam meneduhinya dari panas terik maahari'"ae
Hadits di atas sangat jelas menunjukkan bahwa boleh berteduh
ketika dalam perjalanan dengan menggunakan pakaian atau benda
lain yang sejenisnYa.
2. Apa yang diriwayatkan dari jamaah kalangan orang-orang Quraisy
dari Al-Humsil dan At-Anshar bahwa mereka sangat keras ketika masih
di zaman jahiliyah dan di awal lslam dalam hal berteduh, hingga jika
mereka hendak masuk ke sebuah rumah, selalu datang dan masuk
dengan memanjat dinding, mereka tidak mau masuk lewat pintu agar
antara mereka dengan langit tidak ada penghalang aPa Pun. Mereka
berpendapat bahwa tindakan demihan itu ibadah dan kebaktian.sr
Maka Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya,
. Dan bukanlah kebaiilcan memasuki ntmah-rumah dai belakangnya.
Alcan teapi, kebaiikan itu ialah kebaiikan onng yang brakwa. Dan
masuklah ke rumah-ramah iru dari pinunya." (Al-Baqarah: 189)
Hukum boleh dalam hal ini bersifat umum''2
3. Mereka berkata, 'Apa-apa yang boleh dipakai untuk berteduh oleh seorang yang sedang ihram ketika tidak berkendaraan, boleh juga dipakainya ketika berkendaraan; tidak ada beda antara keduanySedangkan para pengikut maztrab Maliki mengetengahkan dalil-dalil
yang di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Apa yang diriwayatkan dari lbnu Umar Radhigallahu Anhurna bahwa
ia menyaksikan seseorang di atas untanya dan ia sedang berihram
dengan berteduh antara dirinya dengan matahari. Maka ia berkata,
u.:;i?;qt
" Pergilah keluar ke panas terik (maahari) kepada siapa yang engkau
berihnm untuk-Nya".Y
Dengan kata lain, 'Pergilah keluar ke panas te.rik matahari', karena
arn dlahh adalah matahari.s'
2. Mereka berkata, "Tindakan seperti itu sama dengan menutupi kepala
dengan sesuatu yang ia temukan"$, dan hal itu sangat dilarang.
Sedangkan mereka yang berpendapat bahwa hukumnya makruh,
adalah Imam Ahmad Rahimahullah, mengajukan dalilyang diajukan oleh
para pengikut mazhab Malik. la berpendapatmaltuhtanzih 'dengan dasar
kehati-hatian' karena adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.57
Pendapat yang paling lsrat -Wallahu Ta'ala Hlam- bahwa boleh
bagi orang yang berihram untuk berteduh ketika dalam sarana angkutan,
baik dengan tandu maupun dengan pakaian atau sejenisnya jika tidak
menempel langsung diatas kepala. Halitu karena dalil-dalildiatas. Sedangkan sesuatu yang dimunculkan dalam hadits Ummu Al-Hushain bahwa
"boleh melempar jumrah aqabahyang dilakukan di harikedua atau ketiga"
membatalkan dalil hadits itu atau menjadi lemah,58 maka menjadi tidak
jelas karena disebutkan materinya langsung dan bukan yang lainnya.
Karena yang populer adalah bahwa NabiShal/allahu Alathi wa Sallam
melontar jumrah aqabah pada hari Nahar dengan menunggang dan
melontar pada hari-hari Tasynq dengan berjalan kaki. s'lblah muncul dalam sebagian lafal hadits Ummu Al-Hushain didalam kitab Muslim kejelasan
bahwa beliau di htas binatang tunggangannya,6o Muslim Rahimahullah
telah menerjemahkan hadits dengan ungkapannya, "Bab dianjurkan
melontar jumrah aqabah pada hari Nahar saat berkendaraan."6r
lldak bisa dijadikan pemahaman bahwa mataharitidakterasa teriknya pada hari Nahar karena wal<tunya masih sangat pagi, maka haditsnya
diarahkan kepada makna hari-hari Thsyriq setelah tahallul.62 Karena
bukanlah keharusan berteduh bila cahaya matahari menjadi terik.
Walaupun, terkadang sedikit panas saja sudah bisa menyakitkan. Makkah
adalah negeriyang dikenalteriknya cahaya matahari di sana. Maka tidak
ada alasan untuk mengelak sedemikian itu setelah sanggahan di atas
ketika mengukuhkan bahwa itu adalah hariNahar. WallahuTa'alalilam.
Sedangkan hadits lbnu Umar Radhiyallahu Anhuma,
'i',;;i'P;qf
" Pergilah keluar ke panas terk (maahari) siapa yang engkau berihram
untuk-Nya",
dapat disanggah dari dua aspek:
1. Bahwa ia melarang menutupi kepalanya dan tidak melarangnya berteduh.
2. Bahwa hal itu dibawa kepada makna dianjurkan.63
Keduanya adalah sanggahan yang bisa digabungkan dengan apa
yang muncul dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan apa yang
diucapkan oleh lbnu Umar. Jika tidak maka apa yang dikatakan oleh lbnu
Umar dikembalikan dengan apa yang baku dari keadaan beliau.
Sebagian ahli ilmu sangattegas dalam melarang untuk meninggalkan berteduh dengan tujuan taqamtb dan ibadah, karena yang demikian
itu adalah urusan orang-orang jahiliyah. Syaikhul Islam lbnu Taimiyah
berkata, "Menjadikan halitu sebagai jalantaqamtb dan taatadalah bagian
dari perbuatan orang-orang jahiliyah yang tidak pernah disyariatkan dalam Islam."6a
Yang demikian itu adalah menyiksa dan menyakiti diri yang tidak
dituntut di dalam lslam yang oleh Allah Th'aladijadikan mudah dan mampu
di laksanakan. H ing ga M alik Rahimahullah berkata, "seorang yang sedan g
berihram jangan sampai membuka punggungnya untuk tidak berteduh
saat panas terik matahari dengan harapan mendapatkan keutamaan
dengan perbuatannya itu"65 Jika tidak karena munculnya beberapa atsar
tersebut, tentu Malik Rahimahullah tidak akan mengatakan tentang
meninggalkan berteduh bagi seorang yang sedang berihram sambil
berkendara karena dalam demikian terdapat kesulitan.
Apa yang munculsemakna dengan itu adalah apa yang telah ditaktrrij
oleh Al-Bukhari dari lbnu Abbas RadhigallahuAnhuma, ia berkata, 'Ketika
Nabi Sha/lallahu Alaihi wa sallam berkhutbah tiba-tiba beliau melihat
seorang berdirilalu beliau bertanya, "Siapa dia?" Para shahabat menjawab
"Dia Abu lsrailyang bernazar untuk berdiri menjemur diri di bawah terik
matahari, tidak dudukdan tidak berteduh, tidak berbicara sambil berpuasa.
Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, L';4rq3WjW:;
" Sunth dia untuk berbicara, berteduh, duduk, dan tetap menyempurnakan puasanya,
laranllan Makan dan Mlnum dengan Tanllan Klrl
Para ahli ilmu berbeda pendapat berkenaan dengan hukum makan
dan minum dengan tangan kiri. Dalam hal ini muncullah dua pendapat:
Pendapatl. Bahwa makan dan minum dengan tangan kiri makuh
hukumnya. Ini adalah pendapat jumhur ulama.r
Pendapat //. Bahwa makan dan minum dengan tangan kiri haram
hukumnya. lni adalah pendapat sejumlah aktivis (al-muhaqqig), seperti
lbnu Abdul Barc2 lbnu Al-Arabi,3 lbnu Hajar;aAsh-Shan'ani,' Asy-Syaukani,6
dan lain-lain.
Jumhur ulama beralasan dengan dalil-dalil, di antaranya:
1. Darilbnu Umar RadhigallahuAnhuma bahwa Rasulullah Slallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
fila salah seorang dari lcalian tnakan, hendaknya ia makan dengan
tangan kanannya dan jika minum hendabtya minum dengan tangan
karnnnya, lcarcna sesungguhnya syean iu malcan dengan angan kirinya
dan minum dengan tangan kirinya."T
2. Dari Jabir Radhigallahu Anhu dari Nabi Slallallahu Naiht wa Sallam
beliau bersabda,
)At*llu o;v:Ar ili ,;cirt r:Jtt Y
"Ianganlah kalian semua malcan dengan tangan kiri karcna sesungguhnya syetan itu makan dengan angan kiri."t
Objek yang menjadi penegasan dua buah hadits di atas adalah
bahwa di dalam keduanya terdapat larangan makan dan minum
dengan tangan kiri, yang menurutjumhur ulama dibawa kepada makna
makruh.e
Sedangkan para pendukung pendapat kedua mengetengahkan dalildalil sebagai berikut:
1. Hadits lbnu Umar dan Jabir di atas dan semua hadits yang semakna
dengan keduanya. Mereka membawa larangan di dalamnya ke dalam
makna babnya, yakni hukum haram. Karena itu adalah merupakan
asal makna perintahro dan bentuk perintah di kedua hadits tersebut
menunjukkan wajib makan dengan tangan kanan.
lbnu Abdul Ban berkata, "Sudah populer bahwa perintah untuk melakukan sesuatu adalah larangan melakukan kebalikannya. Ini adalah
penegasan dari beliau berkenaan dengan makan dengan tangan kiri
dan minum dengan tangan yang sama. Maka barangsiapa makan atau
minum dengan tangan kirinya, sedangkan dirinya mengetahui adanya
larangan dan tidak uzur atau alasan baginya yang menyulitkan dirinya,
maka ia telah maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang
maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah sesat.rr
2. Hadits Salamah bin Al-Altrva' Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyaksilon seorang pria malon dengan
tangan kirinya, beliau bersabda,
i;. ^3 J\WitJ'r^;!Lrl:j6t+if v 'i6 ,t!,i*i.'y{
' 'Malenlah dengan angan kananmu.' Ia meniawab,'Akt ddak bisa.'
Beliau brkata,'Kalau bgidt engkau memang tidak akan bisa.' Maka
sebtah iu ia tidak bin mengangkat tangan ke mulufrtya."t2
Objek penegasan hadits ini adalah munculnya ancaman dalam
perkara makan dan minum sebagaimana dikatakan oleh lbnu Hajar.r3
sejalan dengan makna hadits tersebut hadits subai'ah Al-Aslamiah
bahwa Nabi Shalla llahu Alaihi ua Sallam menyaksikan dirinya makan
dengan tangan kiri, sebagaimana diriwayatkan oleh Oqbah bin Amir
Radhigaltahu,\nhu, kemudian beliau bersabda, "la akan terjangkit penyakit Ghaza." Atau dikatakan kepadanya, "Padanya terdapat luka." Ia
berkata, "la lewat di Ghaza, maka ia terkena tlTa'un (sampar) sehingga
meninggal."la
3. Dalilyang merupakan kesimpulan dari semua dalildiatas. Berkenaan
dengan itu mereka berkata bahwa larangan makan dengan tangan kiri
muncul dengan alasan yang tercantum di dalam teks-teks bahwa perbuatan seperti itu adalah perbuatan qptan.t'
AtQurttrubi berkata, "sabda Rasulullah shalla llahu Alailn un fullam
bahwa syetan makan dengan tangan hrinya menunjukkan dengan jelas
bahwa barangsiapa metakukan halserupa itu, maka ia telah bertasyabbuh
kepada syetan.r6 lni menunjukkan hukum haram karena bertaqnbbuh
kepada perbuatan syetan. lbnu AI-Arabi menegaskan bahwa semua perbuatan yang dinisbatkan kepada syetan haram hukumnya, demikian
dengan mengambil arti eksplisit hadits.rT
Pend apat ya n g pali n g l<uat -Wallahu Ta' ala A' lam- ad al a h pendapat
para pendukung pendapat kedua bahwa makan dan minum dengan
tangan kiri haram hukumnya ketika tidak ada sebab dan karena jelasnya
dalil-dalil berkenaan dengan itu. Juga lorena tidak ada dalil lainyang menggeser arti dari hukum haram. Bahkan, muncul dalil yang sama dengan
dalil-dalil sebelumnya yang mengandung ancaman atas pelaku perbuatan
sedemikian itu. Sebagaimana hadits Salamah bin Al-Akrva'dan lain-lainnya. Dan ancaman tidak mungkin ditujukan melainkan atas perbuatan
yang haram hukumnya.ts
Juga karena Nabi Shal lallahu Naihi ua Sallarn memberikan alasan
atas laranganyang beliau tegaskan bahwa perbuatan itu adalah perbuatan
syetan. Maka menunjukkan kepada larangan dari segala perbuatan yang
berasal dari syetan sebagaimana ditegaskan oleh sebagian para ahli
ilmu.larangan lvlakan atau Mlnum
dengan Menglunakan Wadah darl Emas atau Perak
Pembahasan masalah ini telah berlalu dalam Bab Il, Pasal 1 di
bawah pembahasan "larangan bertasyabbuh kepada orang-orang kafir
berkenaan dengan bejana-bejana mereka."2o DUelaskan di sana bahwa
sudah merupakan ijma'bahwa haram hukumnya makan dan minum
dengan wadah dari emas atau perak. Perbuatan seperti itu adalah gaya
orang-orang ltafir saja di dunia ini.
- lbnu Daqiq Al-led dalam komentamya tentang munculnya hadits tentang
makan dan minum dalam wadah dari emas atau perak, berkata, "Hal
itu disebutkan sebagai peringatan akan adanya larangan bertasyabbuh
kepada mereka2r dalam perkara-perkara keduniaan sebagai penegasan
akan adanya larangan tersebut."z
** rf
?*tA*,5
Apakah Salam dengan lsyalat Dllaran[l
Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:
A. Cukup dengan Isyarat dalam Memberikan Salam Thnpa Memberikan Ucapannya
Mereka berbeda pendapat dalam hal ini sehingga muncullah dua
pendapat, yaitu:
Pendapatl. Hal itu haram hularmnya. lniadalah pendapatsebagian
ulama belakangan.
Pendapat lL Hal itu makuh hukumnya. lni adalah PendaPat sebagian
para tabi'in.2a
Mereka yang mengharamkan mengetengahkan dalil-dalil sebagai
trerikut:
1. Hadits Amr bin Syr'aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa SaIIam bersabda,
" Bukan dari golongan kami orang yang menyerupai dengan retain kami,
janganlah kalian brasyabbuh dengan onng-orang Yahudi dan Nasrani.
Karena sesungguhnya orang-orang Yahudi memberi salam dengan
isyaratjari-jari tangan dan orang-orang Nasrani membri salam dengan
isyarat telapak tangan." 25
Syaikhul lslam lbnu Taimiyah RahimahulLah setelah mengeluarkan
hadits tersebut berkata, "lni sekalipun ada kelemahan di dalamnya ada
hadits yang mendahuluinya dengan derajat marfu', yaitu:
c t. .l'. o'- zit z o t
(# )e Y:+;r
'Banngsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia fugian dari kaum itu'.'
lni dari hafalan Hudzaifah bin Al-Yaman juga dari ucapannya.
Sedangkan hadits lbnu Luhai'ah sesuai untukdijadikan sebagai pengual
Demikian pula dikatakan oleh Ahmad dan lairi-lain."26
2. Mereka berkata, "Perbuatan itu berlawanan dengan apa yang disyariatkan oleh NlahTa'ala berupa pemberian salam dengan lisan.2?
Mereka yang berpendapat bahwa hukumnya makruh, Penulis tidak
menemukan alasan-alasan yang mereka ajukan. Bisa jadi mereka membawa dalil-dalilyang ada kepada makna makruh.
Penda pat ya n g pa lin g l$tat -Wall ahu Ta' ala Al lam- adalah pe ndapat
pertama karena beberapa hal, diantaranya adalah munculnya larangan
)iang te