ling dalam dan paling tinggi
di hati itu.
2. Rancangan dan perkataan orang yang suci yaitu suci seperti diri
mereka sendiri, murni, jujur, dan tulus, yaitu perkataan yang
ramah dan rancangan yang menyenangkan, yang berkenan bagi
Allah yang kudus, yang bersukacita atas kesucian. Dapat dipa-
hami bila pengabdian mereka kepada Allah (ucapan mulut mereka
dan renungan hati mereka, dalam doa dan pujian, berkenan ke-
pada Allah, Mzm. 19:15; 69:14), dan percakapan mereka dengan
sesama manusia cenderung kepada pendidikan akhlak. Keduanya
menyenangkan bila berasal dari hati yang suci dan disucikan.
27 Siapa loba akan keuntungan gelap, mengacaukan rumah tangganya, namun
siapa membenci suap akan hidup.
Perhatikanlah:
1. Orang-orang yang rakus mewariskan kesusahan kepada keluarga
mereka. Siapa loba akan keuntungan gelap, dan sebab itu men-
jadikan dirinya budak bagi dunia ini, bangun pagi-pagi, duduk-
duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh de-
ngan susah payah dalam upaya mengejar hal itu siapa yang se-
lalu tergesa-gesa dan menyebabkan dirinya dan orang-orang yang
ada di sekitarnya berada dalam keadaan seperti itu terus-menerus
di dalam usaha dan pekerjaannya itu, akan menjadi cerewet dan
menjengkelkan setiap kali timbul kerugian dan hal-hal yang me-
ngecewakan, serta akan bertengkar dengan siapa saja yang diang-
gapnya menghalang-halangi upayanya meraih keuntungan
orang seperti ini akan mengacaukan rumah tangganya, menjadi
beban bagi anak-anak dan pelayan-pelayannya dan menimbulkan
kejengkelan pada mereka. Orang yang dalam keserakahan men-
cari keuntungan dengan menggunakan suap dan menggunakan
cara-cara lain yang tidak terpuji dan melawan hukum demi mem-
peroleh uang, akan meninggalkan kutuk dalam harta yang diper-
olehnya itu kepada keturunannya. Cepat atau lambat harta itu
akan membawa persoalan dalam rumah tangganya (Hab. 2:9-10).
2. Orang-orang yang bermurah hati dan hidup dalam kebenaran
akan mewariskan berkat bagi keluarganya. namun siapa yang
membenci suap, yang mengebaskan tangannya dan tidak mene-
rima suap yang disisipkan ke dalam tangannya untuk menyele-
wengkan keadilan dan membenci semua cara yang penuh dosa
dalam mendapatkan uang yang membenci menerima uang yang
tidak layak, serta bersedia di setiap kesempatan untuk berbuat
baik dengan cuma-cuma ia akan hidup. Ia akan menjalani hi-
dup yang nyaman, sejahtera, dan memiliki nama yang baik. Nama
dan keluarganya akan tetap hidup dan terus hidup.
28 Hati orang benar menimbang-nimbang jawabannya, namun mulut orang fasik
mencurahkan hal-hal yang jahat.
Di sini:
1. Orang yang baik terbukti bijaksana melalui hal ini, yaitu bahwa ia
mengendalikan lidahnya dengan baik. Orang yang berbuat seperti
itu, dikatakan bahwa ia yaitu orang sempurna (Yak. 3:2). Meru-
pakan bagian dari watak orang benar bahwa ia percaya ia harus
mempertanggungjawabkan segala perkataannya, sebab perkata-
annya bisa membawa pengaruh baik dan juga buruk terhadap
orang lain. sebab itu, ia sadar bahwa ia harus berkata dengan
benar. Hatinyalah yang menjawab, yaitu, ia berbicara seperti yang
dipikirnya, dan tidak berani melakukan yang sebaliknya. Ia me-
ngatakan kebenaran dengan segenap hatinya (Mzm. 15:2). Ia ber-
bicara tentang hal-hal yang berkaitan dengan pokok masalah dan
yang mendatangkan kebaikan. Oleh sebab itu, ia menimbang-
nimbang jawabannya, supaya jawabannya disertai dengan anuge-
rah (Neh. 2:4; 5:7).
2. Orang jahat terbukti bodoh dalam hal ini, sebab ia tidak pernah
menyembunyikan apa yang ia katakan, namun mulut orang fasik
mencurahkan hal-hal yang jahat, untuk menghujat Allah dan
agama, mempermalukan diri sendiri, dan melukai hati orang lain.
Jadi tidak diragukan lagi bahwa hati yang jahatlah yang melim-
pah dengan kejahatan.
29 TUHAN itu jauh dari pada orang fasik, namun doa orang benar didengar-Nya.
Perhatikanlah:
1. TUHAN mengambil jarak dari mereka yang memusuhi-Nya: orang
jahat berkata kepada Yang Mahakuasa, pergilah dari kami, dan
sesuai dengan permintaan itu, Ia menjauh dari mereka. Ia tidak
menyatakan diri kepada mereka, tidak bersekutu dengan mereka,
tidak mau mendengar mereka, tidak mau menolong mereka, sama
sekali tidak, bahkan juga tidak pada saat mereka membutuhkan
pertolongan. Mereka akan terbuang selama-lamanya dari hadirat-
Nya dan Ia akan memandang mereka dari kejauhan. Enyahlah
dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk.
2. Dengan kasih setia-Nya TUHAN akan mendekat kepada orang-
orang yang mendekat kepada-Nya dengan kesetiaan dalam men-
jalankan kewajiban mereka: namun doa orang benar didengar-Nya,
diterima-Nya, sangat diperkenan-Nya, dan Dia akan memberikan
jawaban damai sejahtera atas doa mereka itu. Inilah doa orang
benar yang besar kuasanya (Yak. 5:16). Ia dekat pada setiap
orang, sebagai penolong sangat terbukti, pada setiap orang yang
berseru kepada-Nya.
30 Mata yang bersinar-sinar menyukakan hati, dan kabar yang baik menye-
garkan tulang.
Di sini ada dua hal yang disebut menyukakan:
1. Sungguh menyenangkan memiliki pandangan yang baik untuk
melihat terang matahari (Pkh. 11:7), dan dengan itu melihat karya
Allah yang indah, yang dengannya dunia bawah ini diperindah
dan diperkaya. Orang-orang yang menghendaki belas kasihan
tahu cara menghargai hal ini, bagaimana mata yang bersinar-sinar
menyukakan hati mereka! Merenungkan hal ini seharusnya dapat
membuat kita bersyukur atas penglihatan mata kita.
2. Sungguh lebih menyenangkan memiliki nama yang harum, nama
tentang perkara-perkara baik bersama Allah dan orang-orang
saleh. Hal ini laksana minyak yang mahal (Pkh. 7:1), yang menye-
garkan tulang, memberi kesenangan tersembunyi, kesenangan
yang menguatkan. Juga sangat menyukakan hati untuk mende-
ngar (seperti yang dimengerti oleh sebagian orang) kabar yang
baik mengenai orang-orang lain. Tidak ada kesukaan yang lebih
besar bagi orang yang saleh selain mendengar sahabat-sahabat-
nya berjalan di dalam kebenaran.
31 Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada
kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak.
Perhatikanlah:
1. Merupakan watak orang bijaksana bahwa ia sangat bersedia di-
tegur, dan sebab itu memilih bergaul dengan orang-orang yang
oleh perkataan dan keteladanan mereka dapat menunjukkan apa
yang salah di dalam dirinya: telinga yang dapat menerima teguran
akan mengasihi orang yang memberi teguran. Teguran yang tepat
dan bersahabat di sini disebut teguran yang membawa kepada
kehidupan. Bukan saja sebab diberikan dengan baik dan dengan
semangat yang bijaksana (kita harus menegur menurut kehidup-
an kita dan juga menurut pengajaran kita), namun sebab , jika
teguran itu diterima dengan baik, akan menjadi sarana kehidupan
rohani, dan membawa kepada hidup yang kekal. Teguran-teguran
semacam ini (menurut sebagian orang) berbeda dengan teguran
yang berupa kecaman dan celaan atas pekerjaan yang baik, yang
lebih merupakan teguran yang membawa kepada kematian. Te-
guran seperti ini tidak boleh kita perhatikan dan jangan sampai
kita dipengaruhi olehnya.
2. Orang-orang yang begitu bijaksana untuk menanggung teguran
dengan baik, akan menjadi lebih bijak oleh nasihat ini (9:9). Lama-
kelamaan mereka akan terbilang di antara orang-orang bijak za-
man itu, dan akan memiliki kemampuan dan kuasa untuk mene-
gur dan menasihati orang lain. Orang-orang yang mau belajar
dengan baik dan mau menaati dengan baik, pada waktunya kelak
akan mengajar dan memerintah dengan baik.
32 Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri, namun siapa mende-
ngarkan teguran, memperoleh akal budi.
Lihatlah di sini:
1. Kebodohan orang-orang yang tidak mau diajar, yang mengabaikan
didikan, yang tidak mau memperhatikan, namun malah memung-
gunginya, atau tidak mau mendengarkannya, namun justru me-
nentangnya. Mereka menolak hajaran, mereka tidak mau mene-
rimanya bahkan dari Allah sendiri sekalipun, namun melawan
teguran itu. Mereka yang berbuat seperti itu membuang dirinya
sendiri. Mereka menunjukkan bahwa mereka tidak menghargai
diri sendiri, kurang peduli dan tidak memberikan perhatian ke-
pada diri sendiri, menganggap diri berakal sehat dan tidak akan
binasa, padahal didikan dirancang untuk memupuk akal sehat
dan mempersiapkan diri menuju hidup yang kekal. Kesalahan
mendasar orang-orang berdosa yaitu tidak menghargai jiwa me-
reka sendiri. Oleh sebab itu mereka mengabaikan persiapan bagi
jiwa, menyalahgunakannya, membiarkannya tersia-sia, lebih me-
nyukai tubuh jasmani dibandingkan jiwa, dan menghinakan jiwa demi
menyenangkan tubuh jasmani.
2. Kebijaksanaan orang-orang yang bersedia menerima didikan. Bu-
kan saja untuk diajar, namun untuk ditegur: siapa mendengarkan
teguran, dan mau mengubah kesalahan yang ditegur itu, memper-
oleh akal budi, yang dapat menjaga jiwanya dari jalan-jalan yang
jahat dan membimbingnya ke jalan-jalan yang benar. Dengan
demikian ia menunjukkan penghargaannya atas jiwanya sendiri
dan memberikan kehormatan yang murni ke atasnya.
33 Takut akan TUHAN yaitu didikan yang mendatangkan hikmat, dan ke-
rendahan hati mendahului kehormatan.
Lihatlah di sini betapa harus menjadi perhatian dan juga kewajiban kita,
1. Untuk tunduk kepada Allah kita dan menjaga rasa hormat ke-
pada-Nya. Takut akan TUHAN yang yaitu permulaan hikmat, juga
merupakan didikan dan hajaran dari hikmat. Dasar-dasar pijakan
agama yang ditaati dengan sungguh-sungguh akan meningkatkan
pengetahuan kita, memperbaiki kesalahan kita, dan menjadi pe-
doman jalan kita yang terbaik dan paling pasti. Takut akan Allah
yang ada dalam jiwa kita akan membawa kita kepada nasihat-
nasihat yang paling bijaksana dan menghukum kita saat kita
berbicara atau berbuat dengan cara yang tidak bijaksana.
2. Untuk merendahkan hati di hadapan sesama kita dan menjaga
rasa hormat kita kepada mereka. Di mana ada kerendahan hati,
di situ ada tanda-tanda yang mendahului dan memberi persiapan
bagi kehormatan yang membahagiakan. Siapa yang merendahkan
hati akan dimuliakan di sini dan di sorga.
1 Manusia dapat menimbang-nimbang dalam hati, namun jawaban lidah ber-
asal dari pada TUHAN.
saat membaca ayat ini, kita diajarkan tentang suatu kebenaran
agung, bahwa kita tidak punya kemampuan sendiri untuk memikir-
kan atau mengatakan apa pun yang bijaksana dan baik tentang diri
kita sendiri. Sebaliknya, segala kemampuan kita berasal dari Allah,
yang menyertai hati dan mulut kita, dan yang mengerjakan di dalam
kita baik kemauan maupun pekerjaan (Flp. 2:13; Mzm. 10:17). namun
sebagian besar orang membaca ayat ini secara lain: manusia dapat
menimbang-nimbang dalam hati (boleh saja ia berencana dan meran-
cangkan ini dan itu) namun jawaban lidah, bukan hanya penyampaian
dari apa yang hendak dikatakannya, melainkan juga hasil dan keber-
hasilan dari apa yang hendak dilakukannya, berasal dari pada
TUHAN. Maksudnya, secara singkat,
1. Manusia berencana. Ia memiliki kebebasan berpikir, dan kebebasan
berkehendak diperbolehkan untuknya. Biarlah ia membentuk ran-
cangan-rancangannya, dan menyusun rencana-rencananya, sebaik
mungkin seperti yang dipikirkannya: namun , bagaimanapun juga,
2. Tuhan yang menentukan. Manusia tidak bisa terus bekerja tanpa
bantuan dan berkat dari Allah, yang menciptakan mulut manusia
dan mengajarkan kepada kita apa yang harus kita katakan. Bah-
kan, Allah dengan mudah dapat, dan sering kali, menggagalkan
tujuan-tujuan manusia, dan mengacaukan perhitungan-perhitung-
an mereka. Kutuklah yang diniatkan Bileam di dalam hatinya,
namun jawaban lidahnya yaitu berkat.
2 Segala jalan orang yaitu bersih menurut pandangannya sendiri, namun
TUHANlah yang menguji hati.
Perhatikanlah:
1. Kita semua cenderung berat sebelah dalam menilai diri kita sen-
diri: segala jalan orang, segala rancangannya, segala tindakannya,
bersih menurut pandangannya sendiri, dan ia tidak melihat apa
pun yang salah di dalamnya, tidak melihat ada sesuatu untuk
menghukum dirinya. Ia menilai segala rancangannya pasti ber-
jalan baik. Oleh sebab itu ia yakin akan keberhasilannya, dan
jawaban lidahnya akan sesuai dengan harapan-harapan hatinya.
Akan namun , sebenarnya ada begitu banyak hambatan yang meng-
hadang jalan-jalan kita, yang tidak kita sadari, atau yang tidak
begitu kita anggap buruk seperti seharusnya.
2. Penghakiman Allah berkenaan dengan kita, pastilah, sesuai de-
ngan kebenaran: Ia menguji hati dan menimbangnya dalam tim-
bangan yang adil dan tidak keliru. Ia mengetahui apa yang ada di
dalam diri kita, dan memberikan penghakiman kepada kita sesuai
dengan yang diketahui-Nya itu, dengan menuliskan Tekél pada
hasil timbangan kita yang kurang penuh Ia menimbang dengan
neraca dan mendapati kita terlalu ringan. Oleh penghakiman-Nya
kita akan berdiri tegak atau jatuh. Ia tidak hanya melihat jalan-
jalan manusia, namun juga menguji hati mereka, dan kita ini
yaitu diri yang sesuai dengan hati kita.
3 Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala ren-
canamu.
Perhatikanlah:
1. Sangatlah baik bila niat-niat atau rencana-rencana kita diteguh-
kan, dan tidak diombang-ambingkan, dibuat dengan tergesa-gesa
oleh sebab segala kekhawatiran dan ketakutan yang menggeli-
sahkan. Sangatlah baik bila kita terus berjalan di jalan kejujuran
dan kesalehan, tanpa henti sebab gangguan, atau harus keluar
jalur sebab peristiwa atau perubahan apa pun juga. Sangatlah
baik bila kita berpuas hati memikirkan bahwa segala sesuatunya
akan berjalan dengan baik dan pada akhirnya akan berhasil, dan
oleh sebab itu senantiasa merasa ringan dan tenang.
2. Satu-satunya cara agar segala rencana kita terlaksana yaitu de-
ngan menyerahkan perbuatan kita kepada TUHAN. Segala sesuatu
yang menjadi keprihatinan besar dari jiwa kita haruslah kita se-
rahkan kepada anugerah Allah, dengan bergantung dan berserah
kepada pimpinan anugerah-Nya itu (2Tim. 1:12). Segala kepriha-
tinan lahiriah kita haruslah kita serahkan kepada pemeliharaan
Allah, dan kepada pengaturan yang berdaulat, bijaksana, serta
penuh rahmat dari pemeliharaan itu. Gulingkanlah pekerjaan-
pekerjaanmu kepada Tuhan (begitu kata yang digunakan di sini).
Gulingkanlah beban kekhawatiranmu dari dirimu, dan letakkan-
lah semuanya kepada Allah. Bentangkan permasalahanmu di ha-
dapan Dia dengan doa. Nyatakanlah pekerjaan-pekerjaanmu kepa-
da Tuhan (begitu sebagian orang membaca ayat ini), bukan hanya
pekerjaan-pekerjaan tanganmu, melainkan juga pekerjaan-peker-
jaan hatimu. sesudah itu, tinggalkan semuanya itu pada-Nya, de-
ngan iman dan kebergantungan kepada-Nya, dengan penyerahan
diri dan kepasrahan hati kepada-Nya. Kehendak Tuhan jadilah.
Kita akan merasa tenang jika sudah bertekad bahwa apa saja
yang menyenangkan Allah pasti akan menyenangkan kita pula.
4 TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan
orang fasik dibuat-Nya untuk hari malapetaka.
Perhatikanlah:
1. Bahwa Allah yaitu Penyebab pertama. Dialah yang membentuk
segala sesuatu dan semua manusia, sumber segala keberadaan.
Ia memberikan keberadaan kepada semua makhluk dan menen-
tukan tempat mereka masing-masing. Bahkan orang-orang fasik
sekalipun yaitu makhluk-makhluk ciptaan-Nya, biarpun mereka
pemberontak. Ia memberi mereka kekuatan-kekuatan yang mere-
ka pakai untuk berperang melawan Dia. Ini semakin memperberat
kefasikan mereka, bahwa mereka tidak menginginkan Dia yang
menjadikan mereka untuk memerintah atas mereka. Oleh sebab
itu, walaupun menjadikan mereka, Ia tidak akan menyelamatkan
mereka.
2. Bahwa Allah yaitu tujuan terakhir. Segala sesuatu berasal dari
Dia dan datang dari-Nya, dan oleh sebab itu segala sesuatu ada-
lah bagi Dia dan untuk-Nya. Ia menjadikan segala sesuatu menu-
rut kehendak-Nya dan untuk puji-pujian bagi-Nya. Ia hendak
memenuhi tujuan-tujuan-Nya sendiri melalui semua ciptaan-Nya,
dan Ia tidak akan gagal dalam melaksanakan rancangan-rancang-
an-Nya. Semuanya yaitu hamba-hamba-Nya. Oleh orang fasik Ia
tidak akan dipermuliakan, namun atas mereka Ia akan dipermulia-
kan. Ia tidak menjadikan siapa pun fasik, namun Ia menjadikan
orang-orang yang sudah diketahui-Nya akan menjadi fasik: sekali-
pun begitu, Ia tetap menjadikan mereka (Kej. 6:6), sebab Ia tahu
bagaimana mendatangkan kehormatan bagi diri-Nya sendiri atas
mereka (Rm. 9:22). Atau (sebagaimana yang dipahami oleh sebagi-
an orang) Ia menjadikan orang fasik untuk digunakan-Nya seba-
gai alat-alat murka-Nya pada hari yang jahat, saat Ia menda-
tangkan penghakiman-penghakiman atas dunia. Bahkan orang-
orang fasik sekalipun sedikit banyak dimanfaatkan-Nya, seperti Ia
memanfaatkan hal-hal lain, untuk menjadi pedang-Nya, tangan-
Nya (Mzm. 17:13-14), flagellum Dei cambuk Allah. Raja Babel
disebut sebagai hamba-Nya.
5 Setiap orang yang tinggi hati yaitu kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia
tidak akan luput dari hukuman.
Perhatikanlah:
1. Kesombongan orang berdosa membuat Allah melawan mereka.
Orang yang, sebab banyaknya hartanya menjadi tinggi hati, yang
jiwanya meninggi bersama keadaannya, sehingga ia menjadi ku-
rang ajar terhadap Allah dan manusia, biarlah ia tahu bahwa
meskipun ia menyanjung dirinya sendiri, dan orang lain memuji-
muji dia, ia merupakan kekejian bagi TUHAN. Allah yang maha-
besar merendahkan dia. Allah yang kudus membencinya.
2. Kekuatan orang-orang berdosa tidak bisa menjamin bahwa mere-
ka aman dari Allah, sekalipun mereka memperkuat diri sekuat te-
naga. Meskipun mereka bisa memperkuat satu sama lain dengan
bersatu dan bekerja sama, serta menggabungkan segenap kekuat-
an untuk melawan Allah, mereka tidak akan luput dari pengha-
kiman-Nya yang adil. Celakalah orang yang berbantah dengan Pem-
bentuknya (11: 21; Yes. 45:9).
6 Dengan kasih dan kesetiaan, kesalahan diampuni, sebab takut akan
TUHAN orang menjauhi kejahatan.
Lihatlah di sini:
1. Bagaimana kesalahan dosa dihapuskan dari kita dengan kasih
dan kesetiaan Allah, kasih yang dijanjikan, kesetiaan dalam me-
laksanakan, kasih dan kesetiaan yang saling berpadu manis di
dalam Yesus Kristus Sang Pengantara dengan kovenan anuge-
rah, yang di dalamnya kasih dan kesetiaan bersinar dengan begitu
terang dengan kasih dan kesetiaan kita, sebagai prasyarat un-
tuk mendapatkan pengampunan, dan syarat penting untuk mene-
rimanya dengan semua ini, dan bukan dengan korban-korban
persembahan hukum Taurat (Mi. 6:7-8).
2. Bagaimana kuasa dosa dihancurkan di dalam diri kita. Dengan
asas-asas kasih dan kesetiaan yang berkuasa di dalam diri kita,
kecenderungan-kecenderungan yang rusak dibersihkan (begitu
kita bisa mengartikan bagian pertama dari ayat ini). Namun, ba-
gaimanapun juga, sebab takut akan TUHAN, dan kuasa dari rasa
takut itu, orang menjauhi kejahatan. Orang-orang yang senantiasa
menjaga dalam pikiran mereka rasa takut dan hormat yang kudus
akan Allah tidak akan berani berdosa melawan Dia.
7 Jikalau TUHAN berkenan kepada jalan seseorang, maka musuh orang itu
pun didamaikan-Nya dengan dia.
Perhatikanlah:
1. Allah dapat mengubah lawan menjadi kawan bilamana Ia berke-
nan. Dia yang empunya semua hati di dalam tangan-Nya pasti
bisa masuk ke dalam roh manusia dan berkuasa atasnya. Ia be-
kerja di sana tanpa diketahui, dan tanpa bisa dihindari. Ia bisa
menjadikan musuh seseorang berdamai dengan dia, dapat meng-
ubah pikiran mereka, atau membuat mereka terpaksa tunduk. Ia
dapat membunuh semua musuh, dan mengumpulkan kembali
orang-orang yang sudah terpisah amat jauh satu sama lain.
2. Ia akan melakukannya bagi kita jika kita menyenangkan hati-
Nya. Jika kita ambil peduli untuk berdamai dengan Allah, dan
untuk menjaga diri kita agar tetap di dalam kasih-Nya, maka Ia
akan mencondongkan orang-orang yang selama ini iri hati terha-
dap kita dan menyusahkan kita, untuk memikirkan hal-hal yang
baik terhadap kita dan menjadi teman-teman kita. Allah membuat
Esau berdamai dengan Yakub, Abimelekh dengan Ishak, dan mem-
buat musuh-musuh Daud memohon perkenanannya dan ingin ber-
sekutu dengan Israel. Citra Allah yang tampak pada orang benar,
dan kasih setia-Nya yang istimewa terhadap mereka, sudah cukup
untuk membuat mereka dihormati oleh semua orang, bahkan oleh
orang-orang yang paling berprasangka buruk terhadap mereka.
8 Lebih baik penghasilan sedikit disertai kebenaran, dari pada penghasilan
banyak tanpa keadilan.
Di sini:
1. Dianggap bahwa orang yang jujur dan baik bisa saja memiliki se-
dikit kekayaan dari dunia ini (tidak semua orang benar itu kaya).
Bisa saja orang memiliki sedikit harta, namun ia jujur (walaupun
kemiskinan merupakan godaan untuk berbuat tidak jujur, 30:9,
ini bukanlah godaan yang tidak bisa diatasi). Sebaliknya, bisa saja
orang bertambah kaya, untuk sementara waktu, dengan cara me-
nipu dan menindas, bisa saja ia memperoleh penghasilan banyak,
yang diperoleh dan disimpan tanpa keadilan, namun ia tidak bisa
berhak atasnya, atau tidak bisa memanfaatkannya dengan baik.
2. Ditegaskan di sini bahwa harta yang sedikit, yang diperoleh de-
ngan jujur, yang dengannya orang merasa puas, yang dinikmati-
nya dengan nyaman, dipakainya untuk melayani Tuhan dengan
riang hati, dan dimanfaatkannya dengan benar, yaitu jauh lebih
baik dan lebih berharga dibandingkan harta melimpah yang diperoleh
dengan tidak benar, dan kemudian disimpan atau dihabiskan
dengan cara yang tidak benar. Harta yang sedikit itu membawa
kepuasan batin yang lebih besar, reputasi yang lebih baik dalam
pandangan semua orang bijak dan baik. Harta yang sedikit itu
akan bertahan lebih lama, dan akan memberikan manfaat yang
lebih baik pada hari agung itu, saat manusia akan dihakimi,
bukan menurut apa yang mereka miliki, melainkan menurut apa
yang mereka telah kerjakan.
9 Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, namun TUHANlah yang menentu-
kan arah langkahnya.
Di sini manusia digambarkan kepada kita,
1. Sebagai makhluk yang berakal budi, yang memiliki kemampuan
untuk membuat rencana bagi dirinya sendiri: hatinya memikir-
mikirkan jalannya, merancangkan suatu tujuan, dan menyusun
cara-cara dan sarana-sarana untuk mencapai tujuan itu, yang
tidak bisa dilakukan oleh makhluk-makhluk yang lebih rendah,
yang hanya diatur oleh indra-indra dan naluri alamiah. Hal ini
semakin mempermalukan orang jika ia tidak merancangkan cara
untuk menyenangkan Allah, dan mengumpulkan persediaan bagi
kehidupan kekalnya kelak.
2. Namun juga sebagai makhluk yang bergantung, yang tunduk
pada pimpinan dan kedaulatan Penciptanya. Jika manusia memi-
kir-mikirkan jalan mereka, untuk membuat kemuliaan Allah seba-
gai tujuan mereka dan kehendak-Nya sebagai pedoman hidup me-
reka, maka mereka bisa berharap bahwa Ia akan menentukan
arah langkah mereka dengan Roh dan anugerah-Nya, sehingga
mereka tidak akan kehilangan jalan dan tidak pula gagal men-
capai tujuan mereka. namun sekalipun orang-orang merancangkan
perkara-perkara duniawi mereka dengan begitu rapi, dan dengan
kemungkinan yang begitu besar untuk berhasil, namun Allah-lah
yang menentukan segala sesuatunya, dan kadang-kadang Ia me-
nentukan arah langkah mereka ke tempat yang paling tidak me-
reka kehendaki. Ayat ini bermaksud mengajar kita untuk berkata:
Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini
dan itu (Yak. 4:14-15). Juga, untuk mengajarkan kita agar senan-
tiasa mengarahkan pandangan kita kepada Allah, bukan hanya di
persimpangan-persimpangan jalan hidup kita, melainkan juga di
dalam setiap jejak langkah yang kita ambil. Tuhan, bukakan kami
jalan (1Tes. 3:11).
10 Keputusan dari Allah ada di bibir raja, kalau ia mengadili mulutnya tidak
berbuat salah.
Betapa kita berharap agar apa yang dikatakan dalam ayat di atas
selalu benar sebagai pernyataan, dan kita harus menjadikannya se-
bagai doa bagi para raja, dan bagi semua pihak yang berkuasa, agar
keputusan dari Allah ada di bibir mereka. Hendaklah itu ada di bibir
mereka, baik dalam memberikan perintah, supaya mereka melaku-
kannya dengan hikmat, maupun dalam memberikan hukuman, su-
paya mereka melakukannya dengan adil, yang keduanya tercakup
dalam keputusan, dan supaya mulut mereka pun tidak berbuat salah
(1Tim. 2:1). Namun, yang sering kali terjadi justru sebaliknya. Dan
oleh sebab itu,
1. Ayat di atas dapat dibaca sebagai perintah kepada raja-raja dan
hakim-hakim di bumi untuk bersikap bijak dan terdidik. Hendak-
lah mereka adil, dan memerintah dengan takut akan Allah. Hen-
daklah mereka bertindak dengan hikmat dan hati nurani yang
begitu murni sehingga tampaklah keilahian yang kudus dalam se-
gala sesuatu yang mereka katakan dan lakukan, dan agar mereka
dipimpin oleh asas-asas yang bersifat adikodrati: hendaklah mu-
lut mereka tidak berbuat salah dalam menghakimi, sebab itu
yaitu penghakiman Allah.
2. Ayat itu bisa dipandang sebagai sebuah janji kepada semua raja
yang baik, bahwa jika mereka dengan tulus bertujuan mendatang-
kan kemuliaan bagi Allah, dan mencari bimbingan dari-Nya, maka
Ia akan memperlengkapi mereka dengan hikmat dan anugerah me-
lebihi orang lain, sesuai dengan kedudukan tinggi dan kepercaya-
an-kepercayaan yang diserahkan ke dalam tangan mereka. Saul
sendiri saat diangkat menjadi raja dianugerahi roh lain oleh Allah.
3. Hal itu benar berkenaan dengan Salomo yang menulis ayat ini. Ia
memiliki hikmat yang luar biasa, sesuai dengan janji yang telah
diucapkan Allah kepadanya (1Raj. 3:28).
11 Timbangan dan neraca yang betul yaitu kepunyaan TUHAN, segala batu
timbangan di dalam pundi-pundi yaitu buatan-Nya.
Perhatikanlah:
1. Pelaksanaan keadilan umum oleh hakim merupakan ketetapan
Allah. Di dalamnya timbangan-timbangan dijunjung, dan harus
dijunjung oleh tangan yang teguh dan tidak berat sebelah. Kita
harus berserah kepada hakim, demi Tuhan, untuk melihat kewe-
nangan-Nya di dalam kewenangan hakim (Rm. 13:1; 1Ptr. 2:13).
2. Demikian pula, pelaksanaan keadilan dalam urusan dagang di
antara sesama manusia juga merupakan ketentuan ilahi. Allah
mengajarkan kebijaksanaan kepada manusia untuk mengguna-
kan timbangan dan neraca guna menentukan hak di antara pem-
beli dan penjual, supaya tidak ada yang dirugikan. Dan semua
alat temuan yang bermanfaat untuk menjaga hak orang berasal
dari Dia. Ia juga sudah menentukan dengan hukum-Nya agar
semua sarana itu adil. Oleh sebab itu, yaitu penghinaan besar
bagi-Nya, dan bagi pemerintahan-Nya, jika orang berdusta, dan
dengan demikian merugikan orang lain dengan berpura-pura dan
berdalih berbuat benar. Ini sama saja dengan melakukan ketidak-
adilan di tempat pengadilan.
12 Melakukan kefasikan yaitu kekejian bagi raja, sebab takhta menjadi ko-
koh oleh kebenaran.
Di sini kita mendapati,
1. Sifat seorang raja yang baik, yang dimaksudkan Salomo bukan
untuk memuji dirinya sendiri, melainkan untuk mendidik para
penerusnya, sesama raja, dan para raja muda yang memerintah di
bawah dia. Seorang raja yang baik tidak hanya berbuat adil, namun
juga merupakan kekejian bagi dirinya untuk berbuat sesuatu yang
sebaliknya. Ia benci membayangkan berbuat tidak adil dan menye-
lewengkan keadilan. Ia tidak hanya membenci kefasikan yang dila-
kukan orang lain, namun juga benci melakukannya sendiri, meski-
pun, sebab mempunyai kekuasaan, ia bisa saja melakukannya
dengan mudah dan aman.
2. Penghiburan bagi seorang raja yang baik: takhtanya menjadi ko-
koh oleh kebenaran. Orang yang dengan penuh kesadaran hati
nurani menggunakan kuasanya secara benar pasti akan menda-
patinya sebagai hal terbaik yang melindungi pemerintahannya. Ini
terjadi baik sebab hal itu akan membuat orang berutang budi,
membuat mereka tenang, dan tetap melayani kepentingannya,
maupun sebab hal itu akan mendatangkan berkat Allah, yang
akan menjadi dasar yang kokoh bagi takhta kerajaan dan pengawal
yang kuat di sekelilingnya.
13 Bibir yang benar dikenan raja, dan orang yang berbicara jujur dikasihi-Nya.
Di sini ada lagi satu sifat dari raja-raja yang baik, yaitu bahwa mere-
ka bersuka dan berkenan pada orang-orang yang berbicara jujur.
1. Mereka membenci benalu-benalu dan orang-orang yang menyan-
jung mereka. Mereka begitu ingin agar semua orang di sekeliling
mereka berhubungan dengan mereka secara jujur, dan memberi
tahu mereka apa yang benar, entah itu menyenangkan atau tidak,
baik yang menyangkut manusia maupun benda-benda. Mereka
ingin agar segala sesuatunya diperlihatkan secara terang-terang-
an, dan tidak satu pun yang tersembunyi (29:12).
2. Mereka tidak hanya melakukan kebenaran itu sendiri, namun juga
ambil peduli untuk mempekerjakan orang-orang di bawah mereka
yang juga melakukan kebenaran itu. Sebab itu membawa dampak
besar bagi rakyat banyak, yang harus tunduk bukan hanya ke-
pada raja sebagai penguasa tertinggi, melainkan juga kepada wali-
wali yang diutus olehnya (1Ptr. 2:14). Oleh sebab itu, seorang raja
yang baik akan menempatkan ke dalam kekuasaan orang-orang
yang bertindak berdasarkan hati nurani, dan selalu mengatakan
apa yang adil dan bijaksana, dan tahu bagaimana berbicara de-
ngan benar dan tepat.
14 Kegeraman raja yaitu bentara maut, namun orang bijak memadamkannya.
15 Wajah raja yang bercahaya memberi hidup dan kebaikannya seperti awan
hujan musim semi.
Kedua ayat ini menunjukkan kekuasaan raja-raja, yang sungguh be-
sar di mana-mana, dan terutama di negeri-negeri timur di mana me-
reka memiliki kuasa yang mutlak dan bisa berbuat sesuka hati. Yang
ingin mereka bunuh akan dibunuh, dan yang ingin mereka biarkan
hidup akan dibiarkan hidup. Kehendak mereka yaitu hukum. Sung-
guh beralasan bagi kita untuk memuji Allah atas baiknya perundang-
undangan dari pemerintahan yang sekarang kita hidup di bawahnya,
sebab perundang-undangan itu menjaga agar hak istimewa raja itu
tidak sampai melukai kebebasan rakyat. namun di sini tersirat,
1. Betapa menakutkannya kegeraman seorang raja: kegeraman itu
seperti bentara maut. Kegeraman Ahasyweros kepada Haman se-
perti itu adanya. Satu kata amarah dari seorang raja yang berang
telah menjadi bentara maut bagi banyak orang, dan telah menim-
bulkan kengerian yang begitu besar pada sebagian orang, seolah-
olah hukuman mati telah dijatuhkan ke atas mereka. Sungguh
bijaklah orang yang tahu cara memadamkan kegeraman seorang
raja dengan satu perkataan yang diucapkan secara tepat, sebagai-
mana Yonatan pernah memadamkan amarah ayahnya terhadap
Daud (1Sam. 19:6). Adakalanya seorang bawahan yang bijak
memberikan sebuah saran kepada raja yang sedang marah, yang
dapat mendinginkan kebencian-kebenciannya.
2. Betapa berharga dan diinginkannya perkenanan raja oleh orang-
orang yang telah membangkitkan amarahnya. Seperti hidup dari
antara orang mati jika raja didamaikan dengan mereka. Bagi se-
bagian yang lain, itu seperti awan hujan musim semi, yang amat
menyegarkan tanah. Salomo mengingatkan rakyatnya akan hal
ini, agar mereka jangan pernah melakukan apa saja yang bisa
membangkitkan kegeramannya, namun harus berusaha dengan
hati-hati untuk membuat diri mereka berkenan kepadanya. Mela-
lui hal ini kita patut diingatkan betapa kita harus ambil peduli
untuk menghindar dari kegeraman, dan mendapat perkenanan,
dari Raja segala raja. Kernyit dahi-Nya lebih buruk dibandingkan
maut, dan perkenanan-Nya lebih baik dibandingkan hidup. Oleh sebab
itu, bodohlah orang-orang yang berusaha menghindari kegeraman
dan mendapat perkenanan dari seorang raja di bumi, namun mem-
biarkan diri mereka tercampakkan dari perkenanan Allah dan
menjadi sasaran murka-Nya.
16 Memperoleh hikmat sungguh jauh melebihi memperoleh emas, dan men-
dapat pengertian jauh lebih berharga dari pada mendapat perak.
Salomo di sini tidak hanya menegaskan bahwa lebih baik mendapat-
kan hikmat dibandingkan emas (3:14; 8:19), namun ia mengatakannya de-
ngan yakin, bahwa itu jauh lebih baik, lebih baik secara tak terhing-
ga. Dengan rasa kagum (betapa jauh lebih baik!) seperti orang yang
terheran-heran sebab perbandingannya tidak seimbang. Dengan
berseru kepada hati nurani manusia (Nilailah itu sendiri, betapa
jauh lebih baiknya itu). Dan dengan menambahkan satu kalimat
yang bertujuan sama, bahwa pengertian jauh lebih berharga dari pada
perak, dan dari pada semua harta kekayaan para raja serta semua
barang kesayangan mereka.
Perhatikanlah:
1. Hikmat ilahi itu lebih baik dibandingkan harta duniawi, dan harus
lebih diutamakan dibandingkan nya. Anugerah lebih berharga dibandingkan
emas. Anugerah yaitu pemberian dari kebaikan Allah yang khu-
sus, sedangkan emas hanyalah pemberian dari pemeliharaan ilahi
yang umum. Anugerah itu untuk kita sendiri, sedangkan emas
untuk orang lain. Anugerah itu untuk jiwa dan kehidupan kekal,
sedangkan emas hanya untuk tubuh dan waktu yang sementara.
Anugerah akan memberi kita keuntungan pada saat menjelang
kematian, sedangkan emas tidak akan memberikan manfaat apa-
apa.
2. Memperoleh hikmat sorgawi ini lebih baik dibandingkan mendapatkan
harta duniawi. Banyak orang bekerja keras dan bersusah payah
untuk mendapatkan kekayaan, namun mereka tetap berkekurang-
an. namun anugerah tidak pernah ditahan-tahan bagi siapa saja
yang dengan tulus mencarinya. Mendapatkan kekayaan itu sia-sia
dan menyusahkan jiwa, namun memperoleh hikmat itu membawa
sukacita dan kepuasan bagi jiwa. Kedamaian yang sungguh-sung-
guh akan didapatkan oleh mereka yang mencintainya.
17 Menjauhi kejahatan itulah jalan orang jujur; siapa menjaga jalannya, me-
melihara nyawanya.
Perhatikanlah:
1. Jalan orang jujur yaitu menghindari dosa, dan segala sesuatu
yang tampak seperti dosa, serta yang mengarah kepadanya. Dan
jalan ini yaitu jalan raya yang disarankan oleh mereka yang ber-
wenang, ditempuh oleh banyak orang yang sudah pergi menda-
hului kita, dan di dalamnya kita akan bertemu dengan banyak
orang yang akan terus menemani kita. Jalan ini mudah ditemu-
kan dan aman ditempuh, seperti jalan raya (Yes. 35:8). Menjauhi
kejahatan itulah akal budi.
2. Kepedulian orang yang lurus hati yaitu menjaga jiwa mereka
sendiri, agar tidak tercemar oleh dosa, dan agar tidak membuat-
nya terhilang sebab kesusahan-kesusahan duniawi, terutama
agar tidak binasa untuk selama-lamanya (Mat. 16:26). Dan oleh
sebab itu, sudah merupakan kepedulian mereka untuk menjaga
jalan mereka, dan tidak menyimpang darinya, entah ke kanan atau
ke kiri, namun terus berjalan menuju kesempurnaan. Orang-orang
yang setia menjalankan kewajiban mereka berarti mengamankan
kebahagiaan mereka. Jagalah jalanmu, maka Allah akan menjaga-
mu.
18 Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului keja-
tuhan.
Perhatikanlah:
1. Kecongkakan akan mengakibatkan kejatuhan. Orang-orang yang
tinggi hati, yang memandang diri melebihi apa yang sepantasnya,
dan memandang rendah orang lain, yang dengan kecongkakan
mereka menghina Allah dan menggelisahkan orang lain, akan
dijatuhkan, entah dengan pertobatan atau kehancuran. yaitu
kehormatan bagi Allah untuk merendahkan orang-orang congkak
(Ayb. 40:6-7). Sudah menjadi bagian dari keadilan bahwa mereka
yang meninggikan diri akan direndahkan. Firaun, Sanherib, dan
Nebukadnezar yaitu contoh-contohnya. Manusia tidak bisa meng-
hukum kecongkakan, namun cuma bisa kagum atau takut dengan-
nya, dan oleh sebab itu Allah akan menjalankan penghukuman
untuk itu dengan tangan-Nya sendiri. Biar Dia sendiri saja yang
menangani orang-orang congkak.
2. Orang-orang yang congkak sering kali bertingkah amat angkuh,
kurang ajar, dan tinggi hati tepat sebelum mereka hancur, sehing-
ga itu merupakan pertanda yang pasti bahwa mereka berada di
tepi jurang kehancuran. saat orang-orang congkak menentang
penghakiman-penghakiman Allah, dan menganggap diri tak ter-
sentuh oleh penghakiman-penghakiman itu, ini merupakan per-
tanda bahwa mereka berada di ambang pintu kehancuran. Lihat
saja apa yang terjadi pada Benhadad dan Herodes. Raja belum
habis bicara, saat suatu suara terdengar dari langit (Dan. 4:31).
Oleh sebab itu, janganlah kita gentar terhadap kecongkakan
orang lain, namun sungguh-sungguh takutlah pada kecongkakan
di dalam diri kita sendiri.
19 Lebih baik merendahkan diri dengan orang yang rendah hati dari pada
membagi rampasan dengan orang congkak.
Ini merupakan ajaran yang berlawanan dengan anggapan umum
yang tidak bisa dimengerti oleh anak-anak dunia ini, dan tidak akan
mereka anut, bahwa lebih baik miskin dan rendah hati dibandingkan kaya
dan congkak.
1. Orang-orang yang membagi rampasan biasanya congkak. Mereka
menilai tinggi diri mereka sendiri dan merendahkan orang lain.
Pikiran mereka meninggi bersama keadaan mereka. Oleh sebab
itu, orang-orang yang kaya di dunia ini perlu diperingatkan agar
mereka jangan tinggi hati (1Tim. 6:17). Orang-orang yang congkak
dan mau mengedepankan diri sendiri, yang mendesak, menero-
bos, dan bersaing untuk mendapatkan kedudukan yaitu orang-
orang yang biasanya membagi rampasan di antara mereka sendiri.
Mereka menguasai dunia dengan kehendak hati mereka, dan
menguasai bola di kaki mereka.
2. Dari segi apa pun, lebih baik berbagi dengan orang-orang yang
berkedudukan rendah, dan yang pikirannya ikut merendah, dari-
pada mendambakan dan berambisi menjadi orang besar dan to-
koh penting di dunia. Kerendahan hati, meskipun akan membuat
kita terhina di dunia, namun bila itu menjadikan kita dikenan
Allah, membuat kita memenuhi syarat untuk menerima lawatan-
lawatan anugerah-Nya, membuat kita siap bagi kemuliaan-Nya,
melindungi kita dari banyak godaan, dan menjaga ketenangan
dan keteduhan jiwa kita sendiri. Itulah yang jauh lebih baik dari-
pada keangkuhan yang, meskipun mendatangkan kehormatan
dan kekayaan duniawi, menjadikan Allah sebagai musuh manu-
sia, dan Iblis sebagai tuannya.
20 Siapa memperhatikan firman akan mendapat kebaikan, dan berbahagialah
orang yang percaya kepada TUHAN.
Perhatikanlah:
1. Kebijaksanaan mendatangkan kehormatan dan keberhasilan pada
manusia: siapa memperhatikan firman (KJV: siapa menangani
urusannya dengan bijak pen.) (yaitu yang menguasai bidangnya
dan menunjukkan bahwa ia mengerti apa yang dikerjakannya,
yang penuh pertimbangan dalam menangani urusan-urusannya,
dan, jika sedang berbicara atau menulis tentang permasalah-
an apa saja, melakukannya tanpa keluar jalur) ia akan mendapat
kebaikan, akan mendapat nama baik, dan mungkin memperoleh
penghasilan yang baik dengannya.
2. Walaupun demikian, hanya kesalehanlah yang akan menjamin
kebahagiaan manusia yang sejati: orang-orang yang menangani
suatu permasalahan dengan bijak, jika mereka congkak dan ber-
sandar pada pengertian mereka sendiri, maka meskipun mereka
mungkin mendapat suatu kebaikan, namun mereka tidak akan
merasakan kepuasan yang besar di dalamnya. namun , orang yang
percaya kepada TUHAN, dan bukan kepada hikmatnya sendiri,
berbahagialah ia, dan ia akan lebih berhasil pada akhirnya. Seba-
gian orang membaca bagian pertama dari ayat ini sebagai sesuatu
yang menjelaskan kesalehan, yang sungguh merupakan hikmat
sejati: siapa memperhatikan firman (firman Allah, 13:13) akan
mendapat kebaikan di dalamnya, dan menjadi baik olehnya. Dan
barangsiapa percaya kepada TUHAN, kepada firman-Nya yang Ia
sertai, ia akan berbahagia.
21 Orang yang bijak hati disebut berpengertian, dan berbicara manis lebih
dapat meyakinkan.
Perhatikanlah:
1. Orang-orang yang mempunyai hikmat mendalam akan mendapat-
kan pujian sebab hikmat mereka itu. Hikmat itu akan menda-
tangkan nama baik bagi mereka, dan mereka akan disebut seba-
gai orang yang berpengertian dan arif, dan penghakiman mereka
akan didengarkan dengan rasa hormat. Lakukanlah apa yang
bijak dan baik, maka engkau akan dipuji sebagai orang yang bijak
dan baik.
2. Orang-orang yang pandai berbicara dengan menyampaikan hik-
mat mereka, yang mengungkapkan perasaan-perasaan mereka
dengan mudah dan senang hati, yang gampang menyampaikan
hikmat mereka dan pandai mengatur kata-kata, serta berbahasa
santun dan berpengertian baik, mereka lebih dapat meyakinkan.
Mereka menyebarkan dan memajukan pengetahuan kepada orang
lain, dan melakukan pekerjaan yang baik dengannya, dan melalui
sarana itu memperbanyak perbendaharaan mereka sendiri. Mere-
ka menambahkan didikan, memajukan ilmu pengetahuan, dan
memberikan pelayanan terhadap dunia pembelajaran. Setiap orang
yang mempunyai, yang memanfaatkan apa yang dipunyainya,
kepadanya akan diberi lebih.
22 Akal budi yaitu sumber kehidupan bagi yang mempunyainya, namun sik-
saan bagi orang bodoh ialah kebodohannya.
Perhatikanlah:
1. Selalu ada saja kebaikan yang akan didapat oleh orang yang bijak
dan baik: akal budinya yaitu sumber kehidupan baginya, yang
senantiasa mengalir dan tidak pernah menjadi kering. Ia mempu-
nyai sesuatu untuk dikatakan di segala kesempatan, yang bersifat
mendidik dan bermanfaat bagi orang-orang yang mau memanfaat-
kannya. Ia memiliki hal-hal yang baru dan lama untuk dikeluar-
kan dari perbendaharaannya. Setidaknya, akal budinya yaitu
sumber kehidupan bagi dirinya sendiri, dan memberinya kepuasan
yang berlimpah-limpah. Di dalam pikirannya sendiri ia menghibur
dan membangun dirinya sendiri, jika bukan orang lain.
2. Tidak ada hal baik yang bisa didapatkan oleh orang bodoh. Bah-
kan didikannya, pembicaraan-pembicaraannya yang mantap dan
sungguh-sungguh, hanyalah kebodohan belaka, seperti dirinya
sendiri, dan cenderung menjadikan orang lain bodoh seperti dia.
jika ia melakukan yang terbaik, itu hanyalah kebodohan, bah-
kan jika dibandingkan dengan percakapan biasa orang bijak, yang
berbicara dengan lebih baik di meja makan dibandingkan orang bodoh
di kursi Musa.
23 Hati orang bijak menjadikan mulutnya berakal budi, dan menjadikan
bibirnya lebih dapat meyakinkan.
Sebelumnya Salomo sudah memuji kefasihan berbicara, atau ber-
bicara manis (ay. 21), dan tampaknya lebih mengutamakannya dari-
pada hikmat. namun di sini ia seolah-olah mengoreksi dirinya sendiri,
dan menunjukkan bahwa jika tidak ada perbendaharaan yang baik di
dalam hati untuk menyokong kefasihan berbicara, maka itu sedikit
sekali artinya. Hikmat di dalam hatilah yang utama.
1. Inilah yang mengarahkan kita dalam berbicara, yang menjadikan
mulut berakal budi, dan mengajarnya apa yang harus diucapkan,
kapan, dan bagaimana, sehingga apa yang diucapkan itu pantas,
sesuai dengan permasalahannya dan tepat waktu. Jika tidak
demikian, maka meskipun bahasanya begitu halus, lebih baik itu
jangan diucapkan.
2. Inilah yang memberikan bobot pada apa yang kita katakan, dan
yang menambahkan pengetahuan padanya, yaitu kekuatan nalar
dan daya argumentasi, yang tanpanya, sekalipun suatu perkara
diungkapkan dengan bahasa yang begitu indah, itu akan ditolak
sebagai hal yang tidak berarti saat dipertimbangkan. Ungkapan-
ungkapan yang indah menyenangkan telinga, dan menggugah
angan-angan, namun pengetahuan di bibirlah yang pasti menguat-
kan penghakiman, dan yang mempengaruhinya, dan untuk itu
hikmat di dalam hati diperlukan.
24 Perkataan yang menyenangkan yaitu seperti sarang madu, manis bagi
hati dan obat bagi tulang-tulang.
Perkataan menyenangkan yang dipuji-puji di sini pastilah perkataan
yang diajarkan oleh hati orang bijak, dan yang menambah pengeta-
huan (ay. 23, KJV), perkataan nasihat, didikan, dan penghiburan yang
disampaikan pada waktunya, perkataan yang diambil dari firman
Allah, sebab perkataan itulah yang dipelajari Salomo dari ayahnya
sebagai sesuatu yang lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada
madu tetesan dari sarang lebah (Mzm. 19:11). Perkataan ini, bagi
orang-orang yang tahu bagaimana menghargainya,
1. yaitu menyenangkan. Perkataan itu seperti madu tetesan dari
sarang lebah, manis bagi hati, yang mengecap di dalamnya kebaik-
an Tuhan. Tidak ada hal lain yang lebih membangkitkan rasa syu-
kur dan senang bagi manusia baru selain firman Allah, dan per-
kataan-perkataan yang diambil darinya (Mzm. 119:103).
2. Perkataan itu menyehatkan. Banyak hal yang menyenangkan te-
tapi tidak bermanfaat, namun perkataan yang menyenangkan ini
yaitu obat bagi tulang-tulang, bagi manusia batiniah, dan juga
manis bagi hati. Perkataan itu membuat tulang-tulang, yang oleh
dosa telah dihancurkan dan menjadi terkilir, jadi bersukacita. Tu-
lang-tulang yaitu kekuatan bagi tubuh, sementara firman yang
baik dari Allah yaitu sarana bagi kekuatan rohani, yang me-
nyembuhkan penyakit-penyakit yang melemahkan kita.
25 Ada jalan yang disangka lurus, namun ujungnya menuju maut.
Perkataan ini sudah kita jumpai sebelumnya (14:12), namun di sini
diulangi lagi, sebagai sesuatu yang amat penting untuk dipikirkan,
1. Melalui peringatan kepada kita semua agar berjaga-jaga supaya
kita tidak menipu diri sendiri menyangkut kepentingan-kepen-
tingan besar jiwa kita dengan mengandalkan apa yang tampaknya
benar padahal sebenarnya tidak. Dan, agar kita tidak menipu diri
sendiri, kita diperingatkan untuk tidak berat sebelah dalam me-
meriksa diri, namun terus menguji hati kita sendiri.
2. Melalui kengerian bagi orang-orang yang jalannya tidak benar,
yang tidak semestinya, bagaimanapun jalan itu tampak pada diri
mereka sendiri atau orang lain. Ujung jalan itu pasti maut. Itulah
yang secara langsung dan pasti akan ditujunya.
26 Rasa lapar bekerja untuk seorang pekerja, sebab mulutnya memaksa dia.
Ayat ini dimaksudkan untuk mengajak kita agar bertekun, dan me-
nyemangati kita, bahwa apa pun yang didapati tangan kita, kerjakan-
lah itu dengan sekuat tenaga, baik dalam perkara duniawi maupun
pekerjaan agama. Sebab di dalam bahasa aslinya, ayat itu berbunyi,
jiwa yang bekerja, bekerja bagi dirinya sendiri. Pekerjaan hatilah yang
dimaksudkan di sini, jerih payah jiwa, yang di sini dianjurkan kepada
kita,
1. Sebagai sesuatu yang mutlak diperlukan. Mulut kita senantiasa
memaksa-maksa kita. Kebutuhan-kebutuhan baik jiwa maupun
tubuh itu mendesak, dan menuntut untuk selalu dipuaskan, se-
hingga entah kita harus bekerja atau kelaparan. Keduanya me-
nuntut makanan setiap hari, dan oleh sebab itu setiap harinya
harus ada pekerjaan. Sebab dengan wajah berpeluhlah kita harus
mencari makan (2Tes. 3:10).
2. Sebagai sesuatu yang akan mendatangkan keuntungan tak ter-
hingga. Kita tahu perintah siapa yang sedang kita laksanakan:
orang yang bekerja akan menuai buah pekerjaannya. Buahnya itu
untuk dirinya sendiri. Ia akan bersuka atas pekerjaannya sendiri
dan memakan hasil jerih payah tangannya. Jika kita menjadikan
agama sebagai pekerjaan kita, maka Allah akan menjadikannya
sebagai kebahagiaan kita.
27 Orang yang tidak berguna menggali lobang kejahatan, dan pada bibirnya
seolah-olah ada api yang menghanguskan. 28 Orang yang curang menimbul-
kan pertengkaran, dan seorang pemfitnah menceraikan sahabat yang karib.
Ada orang-orang yang bukan saja ganas dengan sendirinya, melain-
kan juga penuh kedengkian dan kebencian terhadap orang lain, dan
mereka ini orang-orang yang paling buruk. Dua jenis orang seperti
itu digambarkan di sini:
1. Mereka yang iri hati terhadap kehormatan seseorang sebab nama
baiknya, dan berbuat sebisa mungkin untuk menghancurkannya
dengan berbagai macam fitnah dan kebohongan: mereka menggali
lobang kejahatan. Mereka bersusah payah mencari tahu apa saja
yang bisa dijadikan dasar untuk memfitnah, atau yang bisa di-
jadikan bumbu-bumbunya. Jika tidak ada apa pun yang muncul
di atas tanah, maka dibandingkan tidak mendapatkan apa-apa, me-
reka akan menggali untuk mendapatkannya, dengan menyelami
apa yang seharusnya menjadi rahasia, atau melihat amat jauh ke
belakang, atau dengan segala kecurigaan dan dugaan yang jahat,
dan dengan sindiran-sindiran yang dipaksakan. Pada bibir se-
orang pemfitnah dan pencela seolah-olah ada api, bukan hanya
untuk mencoreng nama baik sesamanya, untuk mengasapi dan
mencemarkannya, namun sebagai api yang membakar untuk meng-
hanguskannya. Dan betapa besarnya kebakaran yang diakibatkan
oleh nyala api yang kecil ini, dan betapa sukarnya ia dipadamkan!
(Yak. 3:5-6).
2. Mereka yang iri hati terhadap penghiburan yang dirasakan sese-
orang sebab mempunyai sahabat. Mereka berbuat semampu me-
reka untuk menghancurkan persahabatan itu, dengan memanas-
manasi kedua belah pihak sehingga terjadi perseteruan di antara
dua orang yang sudah seperti saudara dan sudah lama akrab,
atau setidak-tidaknya dengan mendinginkan dan mengasingkan
perasaan-perasaan yang satu terhadap yang lain: Orang yang
curang, yang hatinya tidak bisa mengasihi orang lain kecuali diri-
nya sendiri, kesal melihat orang lain hidup di dalam kasih. Dan
oleh sebab itu, ia menyibukkan diri untuk menimbulkan perteng-
karan, dengan menjelek-jelekkan yang satu dengan yang lainnya,
dengan berdusta dan menceritakan hal-hal yang buruk di antara
sahabat karib, sehingga menceraikan yang satu dari yang lain,
dan membuat mereka saling marah, atau setidak-tidaknya saling
curiga. Jahatlah orang-orang, baik pria maupun wanita, yang me-
lakukan pekerjaan-pekerjaan tercela seperti itu. Mereka mengerja-
kan pekerjaan Iblis, dan kehendaknyalah yang akan menjadi upah
mereka.
29 Orang yang menggunakan kekerasan menyesatkan sesamanya, dan mem-
bawa dia di jalan yang tidak baik. 30 Siapa memejamkan matanya, merenca-
nakan tipu muslihat; siapa mengatupkan bibirnya, sudah melakukan keja-
hatan.
Di sini ada satu lagi jenis orang jahat yang digambarkan kepada kita,
agar kita tidak berbuat seperti mereka, atau berurusan apa pun de-
ngan mereka.
1. Mereka ini (seperti Iblis) melakukan segala kejahatan yang bisa
mereka lakukan dengan paksaan dan kekerasan, seperti singa
yang mengaum-aum, dan bukan hanya dengan penipuan atau
sindiran, seperti ular yang cerdik: mereka yaitu orang yang meng-
gunakan kekerasan, yang melakukan segala sesuatunya dengan
menjarah dan menindas, yang memejamkan matanya, yang benar-
benar merenungkan di dalam hati dan memikirkan di dalam ke-
pala bagaimana merancangkan kecurangan. Mereka membuat ren-
cana bagaimana mereka dapat melakukan kejahatan