g haram karena larangan
ini masuk dalam satu kata akad nikah dan cakupan umum hadits, "Dnn
tidnk boleh mengkhitbnh, " bahwa larangan ini menunjukkan larangan tidak
boleh mengkhitbah secara sindiran maupun secara terang-terangan.
Ketiga, seandainya akad nikah dilakukan saat ihram, kemudian
setelah ihram selesai ia menggauli istrinya dan Allah menganugerahkan anak-anak kepada pasangan tersebut, maka keduanya harus
mengadakan akad nikah baru. Persetubuhan sebelumnya dianggapsebagai persetubuhan karena syubhat dan anak-anaknya sah menurut
syariat. Artinya mereka bernasab kepadanya secara syar'i sebagaimana
mereka bernasab kepadanya secara takdir.
Tidak ada kewajiban membayar fidyah ketika orang melakukan
akad nikah dalam keadaan seperti itu. Dalilnya adalah tidak ada dalil yang memerintahkannya. Artinya, tidak ada dalil yang mewajibkan
membayar fidyah. Hukum dasar yang dipakai adalah barn'atu dimmah
(penunaian tanggung jawab dan tidak ada kewajiban tanpa perintah).
Sebagian ulama mengatakan bahwa ada kewajiban membayar fidyah dalam pernikahan itu. Mereka menetapkan ini berdasarkan qiyas
kepada kewajiban membayar fidyah karena memakai pakaian. Sebab,
kesenangan yang didapat oleh manusia karena pernikahan lebih besar
daripada kesenangan karena memakai pakaian. Namun, yang benar
adalah tidak ada kewajiban membayar fidyah karenanya. Hanya saja,
seseorang berdosa bila melakukan pernikahan itu dan akadnya tidak
sah.
Bila seseorang berargumen, "Bila kalian menetapkan hukum dengan kaidah dasar tersebut, tentunya kalian akan mengatakan bahwa
dengan begitu tidak ada kewajiban membayar fidyah karena wewangian maupun pakaian. Karena tidak ada dalil yang menyatakan bahwa
ada kewajiban membayar fidyah karena dua sebab ini. Dalil yang ada
hanyalah karena mencukur rambut kepala dan membunuh binatang
buruan. Manakah dalil yang menunjukkan kewajiban membayar fidyah
karena memakai gamis, celana pendek, jubah pelapis gamis (atau jaket),
sorban, dan sepatu? Tidak ada dalilnya dalam hal ini.
Jawabannya adalah, mereka mengatakan dalilnya adalah qiyas.
Karena alasan yang mereka pakai dalam mengharamkan mencukur
rambut kepala adalah kesenangan. Dan manusia mendapatkan kesenangan karena memakai pakaian.
Persoalannya, bila seseorang berkata, "Bagaimana bila seseorang
melakukan akad nikah namun ia tidak tahu hukumnya bahwa akad
nikah saat sedang ihram itu diharamkan? Jawabannya, tidak ada dosa
baginya, seperti yang akan dijelaskan nanti, insyn Allah. Hanya saja, akad
nikah tersebut tidak sah. Sebab akad nikah itu dianggap satu peristiwa
dalam hal itu.
Seseorang (yang sedang berihram) boleh rujuk kepada istri yang
telah ditalaknya dalam kondisi talak yang boleh rujuk baginya (bukan
talak tiga). Misalnya, seorang laki-laki berihram untuk menunaikan ibadah haji atau umrah. Sebelumnya, ia telah menalak istrinya dengan talak raj'i. Pada saat itu, ia ingin rujuk kepada istrinya, maka tidak ada
dosa baginya. Rujuknya sah dan dibolehkan.
Di sinilah kita membedakan antara akad nikah baru dan melanggengkan pernikahan. Karena, rujuk itu tidak disebut mengadakan
akad nikah. Tetapi, istilahnya adalah rujuk. Dan karena melanggengkan pernikahan itu lebih kuat daripada akad nikah bant, bagaimana
pendapat kalian tentang wewangian? Itu boleh bagi orang yang sedang
berihram tetapi menganjurkan agar ketika mengadakan akad nikah
memakai wewangian maka ini diharamkan. Wewangian itu boleh bila
berpisah. Akan tetapi, bila seseorang berinisiatif untuk memakai wewangian maka ini tidakboleh karena melanggengkan pernikahan itu lebih
kuat pengaruhnya daripada akad nikah baru. Dari sini kita menemukan
dua perbedaan berdasarkan kaidah ini dalam larangan-larangan ihram.
Pertama, wewangian boleh dalam kasus melanggengkan pernikahan
(rujuk) dan tidak boleh dalam akad nikah baru.Kedua, pernikahan boleh
bila itu hanya rujuk saja tetapi tidak boleh bila itu akad nikah baru.
7. Bersetubuh Sebelum Tahalul Pertama
Persetubuhan sebelum tahalul pertama lebih besar dosanya dan
palingbesar pengaruhnya terhadap ibadah manasik. Tidak ada satu pun
dari larangan-larangan saat ihram yang bisa merusak rangkaian manasik kecuali bersetubuh sebelum tahalul pertama, berbanding terbalik
dengan.ibadah-ibadah lainnya. Sebab, dalam ibadah-ibadah lain semua
larangan yang dilakukan di dalamnya pengaruhnya adalah merusak
ibadah itu, kecuali dalam ibadah haji dan umrah.
Hukum tersebut berbeda dengan aliran Zhahiriyah yang menyatakan bahwa seluruh larangan dalam ihram merusak haji dan umrah. Ini merupakan bagian dari qiyas yang mereka ingkari sendiri. Ini
merupakan qiyas tidak benar (qtyas fasid) yang bertentangan dengan
nash. Sebab, nash menyebutkan bahwa Allah membolehkan orang yang
berihram untuk mencukur rambut kepalanya bila ia merasa ada gangguan di kepalanya dan perbuatannya ini tidak merusak ibadah haji atau
umrahnya. Seandainya semua larangan dalam ihram merusak ihram,
tentu sudah merusaknya meskipun seseorang melakukannya karena
darurat. Ini sebagaimana kita katakan kepada orang yang berpuasa,Bila ia terpaksa makan dan minum, dan makan dan minum itu merusak puasa." Kita katakan, puasanya rusak, bukan batal. Karena kalau
kita katakan puasanya batal, ini berarti ia sudah keluar dari puasanya.
Bila katakan puasanya rusak ini berarti puasanya tetap sah meskipun
rusak. Tidak ada yang membatalkan ibadah haji kecuali satu hal yaitu
murtad-kita berlindung kepada Allah-bahkan seandainya orang
yang murtad itu bertaubat dan masuk Islam lagl ia diperintahkan untuk menggadha hajinya.
Persetubuhan (jima') terjadi dengan memasukkan batang zakar ke
qubul maupun ke dubur. Persetubuhan saat ihram diharamkan sesuai
nash Al-Quran. Allah Ta'alaberfirman :
5-
,=: ?i C i,t \, ij*r t'r ur t-'"ii 3*4,-el F
" Borongsiopa yang menetapkan nintnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. . . " (Al-Baqarah I2l z L97l
Ibnu Abbas s; menafsirkan kata rafats dengan persetubuhan, sedangkan persetubuhan itu ada dua keadaan : Pertama, persetubuhan
sebelum tahalul pertama. Kedua, persetubuhan setelah tahalul pertama.
Tahalul pertama terjadi dengan melempar jumrah aqabah pada hari Idul
Adha. Bila orang yang beribadah haji belum melempar jumrah, maka ia
dalam keadaan ihram yang sempurna. Bila ia telah melakukan jumrah
itu maka ia sudah terbebas.dari tahalul pertama, menurut kebanyakan
ulama. Sementara itu, menurut ulama yang lain, orang yang berihram
masih tetap dianggap berihram kecuali setelah melakukan jumrah ditambah dengan menggundul atau mencukur rambut. Dan ditambah thawaf dan sa'i bila seseorang meniatkan haji tamattu'. Atau, orang yang
berniat haji ifrad atau haji qiran dan ia tidak melalukan sa'i bersamaan
dengan thawaf qudum. Dengan demikian, tahalul pertama berlaku setelah melakukan lempar jumrah dan menggundul atau mencukur rambut.
Kedua, tahalul pertama berlaku setelah melakukan lempar jumrah, menggundul atau mencukur, thawal dan sa'i. Adapun menyembelih hewan kurban, maka ini tidak ada kaitannya dengan tahalul. Orang
yang beribadah haji dapat melakukan seluruh tahalul meski ia belum
menyembelih hewan kurban.Perkataan penulis, "Ibadah manasik kedua orang itu (laki-laki dan
pasangannya yang telah bersetubuh) rusak tetapi tetap sah dan keduanya harus mengqadha tahun berikutnya." Ini merupakan tiga hukum
yang menyisakan dua hukum, yaltu berdosa dan membayar fidyah,
yaitu menyembelih hewan kurban. Dengan demikian persetubuhan sebelum tahalul pertama berkonsekuensi lima perkara, yaitu : Pertama,
berdosa. Kedua, manasiknya rusak. Ketiga, wajib meneruskan ibadahnya. Keempat, wajib mengqadha. Kelima, membayar fidyah, yaitu hewan kurban yang disembelih pada waktu mengqadha.
Contohnya, seseorang menggauli istrinya pada malam saat menginap di Muzdalifah saat ibadah haji dengan kesadaran penuh, sengaja dan
tidak ada udzur apa pun. Maka kita katakan bahwa ia harus menanggung lima perkara : (1) Berdosa dan ia wajib bertaubat. (2) Manasiknya
rusak sehingga ibadahnya dianggap tidak sah. (3) Ia wajib meneruskan
ibadahnya hingga selesai karena Allah berfirman, "Dan sempurnakanlah
ibadah haji dan 'umrah karena Allah." (Al-Baqarah [2] : 196r. (4) Ia harus
mengqadha tahun berikutnya tanpa ada pilihan lain. (5) Wajib membayar fidyah yaitu hewan kurban yang disembelih pada saat mengqadha. Bahwa ia berdosa itu merupakan persoalan yang sudah jelas. Karena ia telah durhaka terhadap Allah Ta'aIa, berdasarkan firman-Nya,
"Maka janganlah iaberbust rafsts." (Al-Baqarah [2] : 197). Adapun tentang
rusaknya ibadah haji, maka dalilnya adalah qadha yang dilakukan para
sahabat karena perbuatan seperti ini. Ada beberapa hadits yang marfu'
dalam persoalan ini hanya saja dhaif. Adapun tentang wajibnya meneruskan ibadah haji, dalil yang shahih dari sahabat dari Umar bin AlKhaththab dan selainnya.
Mazhab Zhahiriyah berpendapat bahwa persetubuhan pada saat
seperti itu merusak dan membatalkan ibadah hajinya.Ia wajib berhenti
dan tidak meneruskan hingga selesai. Ia tidak dapat meneruskan ibadah
manasik yang telah rusak. Sebab, mereka mengatakan,'Apakah ibadah
yang rusak itu perintah Allah dan Rasul-Nya?" Bila Anda menjawab,
"Ya." Ini berarti bahwa Allah dan Rasul-Nya memerintahkan ibadah
yang rusak. Bila Anda mengatakarr, "Trdak." Mereka mengatakary "Sesungguhnya Nabi ffi bersabda :
Barangsiapa mengamalknn suatu perkara yang tidak kami perintahknn, maka ia tertolnk."32s)
Sesuatu yang tertolak itu tidak ada gunanya bila dilakukan. Allah
Ta'alaberfirman :
a
E" {t ; 1 x # ;r\, €,\ L,ni J,;"4 t3
"Allah tidak aknn menyiksamu, jikn kamu beisyuk , dan beriman."
(An-Nisa' [4]:'/-.47')
Sebagian ulama pada masa tabi'in berkata, "Bebas dari ihram terjadi dengan umrah dan mengqadha." Mereka menyamakan dengan kedudukan orang yang tidak wukuf di Arafah maka ia bebas dari ihram
dengan umrah dan ia sudah bebas dari ihramnya. Akan tetapi, tidak
diragukan bahwa para sahabat lebih dalam ilmunya daripada kita'
Mereka juga lebih tajam pemikirannya daripada kita. Dengan demikiary
mereka lebih dekat kepada kebenaran daripada kita, sehingga kita mengambil pendapat mereka. Kita mengatakary "Ibadah hajinya rusak dan
ia wajib meneruskan hingga selesai." Tidak ada yang aneh dalam hal
ini. Lihat saja, seorang laki-laki yang makan pada saat puasa Ramadhan
secara sengaja tanpa ada udzur, maka ia harus meneruskan puasanya.
Kewajiban meneruskan puasanya hingga waktu buka puasa merupakan hukuman baginya. Selain itu, kewajiban ini juga dapat menutup
pintu keburukan. Karena (dalam ibadah haji) orang-orang tidak akan
berprasangka bahwa ia telah berbuat dosa dengan sengaja bersetubuh
agar terputus dari ibadah hajinya. Ini merupakan wujud pembelajaran
dan pelajaran baginya.
Bila orang tersebut tetap meneruskan ibadah haji yang telah rusak itu, maka hukumnya adalah hukum yang benar menurut dalil yang
rajih dalam semua larangan dan kewajiban yang menjadi konsekuensinya. Untuk menjawab pendapat aliran Zhahiriyah, kita katakan bahwa
mengikuti para sahabat itu lebih baik dan lebih utama.
Perkataan penulis, "Keduanya harus mengqadhanya'" Maksudnya
adalah lakilaki dan istrinya yang telahbersetubuh itu harus mengqadha
ibadah hajinya. Perkataan penulis ini secara lahir menunjukkan bahwa
keduanya wajib mengqadha haji yang telah dirusaknya, baik hajinya itu
wajib maupun sunnah. Bila ibadah hajinya hukumnya wajib maka persoalan ini sudah jelas. Adapun bila itu sunnah maka karena keduanya
telah merusak ibadah yang wajib diselesaikan oleh keduanya, maka keduanya harus mengulangnya.
Perkataannya, "Tahun berikutnya," dapat dipahami bahwa tidak
boleh diakhirkan hingga tahun ketiga. Maka bila keduanya tidak mampu melaksanakannya, maka kewajiban ini tetap menjadi tanggungan
keduanya sampai mampu melaksanakannya.
Sebagai catatan, penulis tidak menyebutkan bagaimana bila seseorang bersetubuh setelah tahalul pertama akan tetapi menyebutkan
lainnya.
Lantas, bagaimana hukum bersetubuh setelah tahalul pertama?
Bila seseorang bersetubuh setelah tahalul pertama, maka ia wajib keluar
ke wilayah yang bukan ihram lalu berihram lagi. Maksudnya, ia harus
menanggalkan pakaian bukan ihram lalu memakai pakaian ihram lagi
untuk thawaf ifadhah. Karena ia telah merusak ihramnya. Artinya, ia
telah merusak rangkaian ibadah ihram yang masih tersisa. Karena itu
ia harus memperbaruinya lagi. Ia juga wajib membayar fidyah. Penjelasan tentang fidyah akan disebutkan di bahasan berikutnya, insya Allah.
Ia juga telah berdosa. Jadi, bila ia bersetubuh setelah tahalul pertama,
ini berarti menimbulkan empat konsekuensi yaitu : Pertama, berdosa.
Kedua, ihramnya rusak. Ketiga, wajib keluar ke wilayah yang bukan
ihram untuk berihram lagi.Keempat, membayar fidyah.
Contohnya, seseorang telah melempar jumrah dan mencukur rambutnya pada hari Idul Adha. Kemudian, ia menggauli istrinya sebelum
melakukan thawaf dan sa'i. Ini berarti ia telah berdosa, wajib membayar
fidyah, ihramnya telah rusak, dan harus keluar ke wilayah yang bukan
ihram lalu berihram lagi dan melakukan thawaf. Bukan dengan bajunya
karena ihramnya telah rusak.
B. Bercumbu dengan lstri (Mubasyarah)
Mubasyarah artinya ialah bercumbu dengan istri dengan disertai
syahwat. Dalil larangan ini adalah firman Allah :
" B n r nn g si ap a y an g m en et npkan n ia t ny a do I sm b til an i t u nka n m en g e r -
jakan hnji, nnka tidak boleh rafats, berbtLnt fasik dan berbnntabbantahnt di dtilam nnsa mengerjakan lnji..." (Al-Baqarah[2]:197)
Sebab bila akad nikah yang menyebabkan percumbuan dibolehkan hukumnya diharamkan, maka bercumbu lebih pantas untuk clilarang. Adapun ntubnsynrah tanpa syahwat, rnisalnya seseorang menegang tangan istrinya, maka ini tidak haram. Aclapun mubanlnrah dengan
syahwat maka ini diharamkan. Keharaman ini berlaku untuk mubasyn'
rah yang disertai syahwat dengan tangan atau dengan anggota badan
lainnya, bersentuhan langsung maupun tidak. Karena perbuatan ini
akan membuat manasiknya tidak berarti dan bisa jadi menyebabkan keluarnya sperma.
Bila seseorang bercurnbu dengan istrinya sebelum tahalul pertama
dan sampai mengeluarkan sperma, maka perbuatan ini menimbulkan
dua perkara; berdosa dan wajib membayar fidyah. Fidyahnya adalah
menyembelih hewan kurban seperti fidyah bersetubuh. Hanya saja, manasik dan ihramnya tidak rusak karena perbuatannya itu. Bila ia bercumbu dengan istrinya dan tidak sampai mengeluarkan sperma tetapi
mengeluarktrn madzi, atau mencurnbuinya dengan syahwat tetapi tidak
mengeluarkan madzi maupun sperma, maka tidak ada kewajiban membayar fidyah hewan kurban.Ia hanya membayar fidyah gangguan yang
akan kami jelaskan di bahasan berikutnya, insya Allah.
Mtfuaryarnlr memiliki konsekuensi hukurn yang sama dengan bersetubuh dalam arti bahwa fidyahnya adalah menyembelih hewan kurban dan ia berbeda dengan bersetubuh bila dilihat dari sisi hukumnya
yang tidak merusak manasik dan ihram, dan tidak harus mengqadha.
Bila seseorang berkata, 'Apa dalil yang menunjukkan wajibnya menyembelih hewan kurban bila melakukan mubasyarah?" Jawaban kita, "Dalilnya adalah qiyas der-rgan hukum persetubuhan. Karena perbuatan itu
mewajibkan pelakunya mandi besar disebabkan telah mengeluarkan
mani. Sehingga ia wajib membayar fidyah seperti fidyah persetttbuhan.
Ticlak ada nash dan perkataan sahabat dalam persoalan ini." Hanya saja,
qiyas ini lemah. Karena, bagaimana mungkin mengiyaskan cabang kepada pokok, di mana qiyas seperti ini dalam banyak kasus hukum tidak
sesuai. Daiam hal ini, mubnsynrnh tidak rnenyamai persetubuhan kecuali
dalam satu perkara, yaitu wajibnya mandi. Ia tidak menyamai dalam
merusak manasik, kewajiban mengqadha, dan merusak puasa-menurutsebagian ulama--. Maka bila demikian, timbul pertanyaan, "Apa alasan
Anda menyamakan hukum mubnsyarnh dengan hukum persetubuhan,
padahal itu tidak sama konsekuensinya dalam banyak hukum? Mengapa Anda tidak membedakan dalam satu hukum ini sebagaimana
Anda membedakan dalam banyak hukum lainnya? Maka yang benar,
mubnsyarnh tidak mewajibkan pelakunya menyembelih hewan kurban,
tetapi hukumnya sama dengan larangan yang lain.
Perkataannya, 'Akan tetapi, haram untuk thawaf wajib dari tempat
yang bukan ihram." Tampaknya ini merupakan kesalahan penulisan
oleh penyusun naskah. Karena hukum yang ini tidak berlaku untuk
mubasyarah, tetapi berlaku untuk persetubuhan setelah tahalul pertama.
Yah, namanya juga manusia. Dalam hal ini, Allah Ta'ala berfirman :
\j;;\ y\:E| yi -& Y u r4 l)'t[Fi r;;:^;" rt\
'=':\'re
"Kalau saja Al-Quran itubuknn dari sisi Allah, tentulahmerekamendapat pertentangan yang banyak di dnlamnya." (An-Nisa' [4] : 82)
Kalimat tersebut lebih tepat bila dipindahkan ke pembahasan Persetubuhan setelah tahalul pertama. Hukum itu merupakan hukum yang
disebutkan oleh ulama bahwa itu merusak ihram. Dan ia wajib keluar
ke tempat yang bukan wilayah ihram untuk ihram dari tempat itu lalu
melakukan thawaf dalam keadaan ihram.326)
9. Membunuh Binatang Buruan di Tanah Haram
Binatang buruan di tanah haram, hukumnya haram dibunuh oleh
orang yang sedang berihram maupun tidak berihram. Maksudnya, binatang buruan di tanah haram, hukumnya haram dibunuh oleh orang
yang sedang berihram maupun tidak berihram karena pengharamannya
terkait dengan tempat. Bagi orang yang sedang ihram, keharamannya
dari dua sisi; tanah haram dan ihram yang sedang ia jalani. Sedangkan
bagi orang yang tidak berihram keharamannya dari satu sisi saja yaitu
tanahharam. Apakah wajibbagi orang yangberihrambila ia membunuh
binatang buruan di tanah haram menanggung dua konsekuensi karena
adanya dua sebab? ]awaban yang benar, dua konsekuensi itu tidak wajib
baginya karena intinya hanya satu. Dan Allah pun bersabda :
',7'Ai
- w;'J4i1';;
"Maka dendanyn ialah mertgganti dengan binatang ternak seimbnng
dengan btrrusn yang dibunuhnya." (Al-Maidah [5] : 95)
Dalilnya bahwa Nabi EE mengumumkan haramnya perbuatan ini
pada waktu penaklukan Mekah. Beliau bersabda :
e
',a' ,, 4-€J> 4,Ul Jl
o'
-'r'-lr drl--aJl I +r
- \J'
"Sesungguhnya Allnh telah menglnrnntkannyn (Mekah) sejak terciptanya langit dan buni. Maka negeri ini adalah negeri ltaram, karena
diharamkan oleh Allah hingga lwri kiamot."327)
Itu merupakan hadits yang panjang yang di dalamnya beliau bersabda, "Binatang buruannya boleh usir." Bila mengusir binatang di tanah Mekah saja diharamkan, tentu saja membunuhnya lebih haram lagi.
Hadits yang kuat ini merupakan dalilbahwa pengharaman Mekah tidak
dapat dihapus (dinaskh). Karena ia dijadikan hutan pada hari kiamat.
Perkataan penulis, "Haram berburu binatang di tanah haram bagi
orang yang berihram dan orang yang tidak berihram." Penulis menyandarkan binatang buruan tersebut ke kata haram (tanah haram). Berdasarkan ini, binatang buruan di wilayah halal bila masuk ke tanah haram
maka hukumnya tidak diharamkan. Akan tetapi, wajib melepaskannya
dan tidak boleh disembelih di Tanah Haram. Bahkan tidak boleh tetap
menahannya. inilah yang masyhur dalam mazhab Imam Ahmad.
Benar bahwa binatang buruan bila dibawa masuk oleh seseorang
dari luar tanah haram dan ia termasuk orang yang tidak berihram maka
binatang itu halal. Karena itu bukan termasuk binatang di Tanah Haram. Akan tetapi merupakan binatang milik orang yang membawanya.
Dahulu, banyak orang berjual beli kijang dan kelinci di tengah-tengah
kota Mekah pada masa kekhalifahan Abdullah bin Z.ubair tanpa ada
yang mengingkarinya. Ini menunjukkan bahwa binatang buruan yang
dimasukkan ke Tanah Haram dari luar kota ini dan dijual di Mekah
maka jual belinya halal, termasuk menyembelih dan memakannya' Tidak ada dosa dalam perbuatan ini.
Sebagai catatan, tampak dari ungkapan penulis bahwa binatang
laut tidak haram diambil bila berada di Mekah dan berdasarkan mazhab Imam Ahmad bila berada di Mekah maka itu haram akan tetapi
tidak ada konsekuensi hukum aPa Pun. Mereka berdalil dengan keumuman hadits yang menunjukkan haramnya binatang buruan di Mekah.
Pendapat yang benar, binatang laut boleh diambil meski di tanah haram
sesuai dengan firman Allah Ta'ala :
'^? F*i. 7W,) iA (s,:,Jt:b3 4i e 8 "bi
-o
::: U;3\\;';i
"Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai maknnan yang lezat bagimu, dan bagi 0ran8-
orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap)
binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram." (Al-Maidah [51
:961
Ayat tersebut bersifat umum. Kalau dianggap bahwa ada berkah
air dan semacamnya dan di dalamnya ada ikan yang diimpor ke dalamnya tetapi merupakan ikan yang dibesarkan di sana, maka yang benar
adalah tidak diharamkan. Ia halal bagi orang yang berihram mauPun
yang tidak berihram.
Perkataan penulis, "Diharamkan memotong pohon dan rerumputan yang hijau." Maksudnya adalah pohon yang punya cabang, sedangkan rerumputan adalah yang tidak memiliki cabang. Dalilnya bahwa
Nabi ffi bersabda :
dan tanaman maknnan kudanya tidak boleh dibabat."328)
Semua ini merupakan penguat untuk keharaman tempat ini. Dan
bahkan pepohonan pun diharamkan dan demikian pula hewan juga diharamkan. Kalau saja bukan karena rahmat Allah u;1., niscaya semua
hewan diharamkan. Akan tetapi, bila demikian akan memberatkan manusia, sehingga hanya binatang di tanah haram saja yang diharamkan.
Maksud pohon di tanah haram adalah bahwa yang diharamkan adalah
pepohonan yang ada di sana, bukan tanaman yang ditanam oleh manusia. Berdasarkan ini, tanaman apa saja yang ditanam atau disemai oleh
manusia maka ini tidak haram. Karena itu merupakan miliknya. Tanaman ini tidak diikutkan kepada hukum pepohonan di tanah haram.
Akan tetapi dikembalikan kepada pemiliknya. Maksud hijau adalah sifat bagi pepohonan dan rerumputan. Maksudnya adalah pohon yang
masih hidup dan tumbuh, baik warnanya hijau maupun tidak. Sebab,
ada pohon yang warna daunnya tidak hijau. Demikian pula pertanian
dan rerumputan ada yang tidak hijau. Ada jenis pohon yang sudah mati
tetapi tetap hijau, seperti rumput jeruk. Yang lebih baik adalah dengan
mengatakan, "Pepohonan dan rerumputan yang masih hidup baik warnanya hijau maupun tidak."
Dari ungkapan itu maka pohon dan rumput yang sudah mati tidak
termasuk di dalamnya. Karena yang sudah mati halal. Jadi misalnya
Anda melihat pohon yang sudah mati maka ia halal. Seandainya Anda
melihat dahan yang patah di bawah pohon maka ini juga halal. Karena
ia telah terpisah dan sudah mati. Dahan kering yang masih berada di
pohon yang hidup pun oleh dipotong bila keringnya itu karena mati.
Sebab ada sebagian jenis pohon yang dahan-dahannya tampak kering
tetapi tumbuh lagi bila hujan turun. Akan tetapr, ulama berpendapat,
"Pohon tanah haram mana saja yang dipotong oleh manusia maka itu
haram. Karena ia telah dipotong dengan tidak benar."
Yang menjadi persoalan, apakah buah dari pohon yang haram juga
haram dipetik seperti pohonnya? Jawabannya adalah tidak. Seandainya
ada pohon apel yang tumbuh sendiri di Tanah Haram, tanpa ditanam
oleh manusia lalu berbuah dan manusia memetik buahnya maka ini
tidak ada masalah.Ucapan penulis, "Kecuali rumput jeruk." Rumput jeruk adalah
tumbuhan yang biasanya digunakan oleh penduduk Mekah di rumah,
di kuburan dan untuk pengapian pandai besi. Rerumputan ini cocok
untuk pengapian pandai besi kArena mudah terbakar, sehingga api mudah menyala dengannya. Ia biasanya digunakan untuk menyalakan
arang dan kayu. Adapun di kuburary orang-orang memakainya untuk
menyumbat lubang agar tanah galian tidak mengenai mayit. Di perumahan, orang-orang menaruhnya di atas pelepah kurma agar tanah
tidak masuk dari pelepah kurma lalu merusak atap. Manusia membutuhkan rumput tersebut. Penyebab Al-Abbas bin Abdul Muthallib u'a
mengecualikan rumput tersebut karena Nabi ffi ketika mengharamkan
rerumputan Mekah, maka ia berkata, "Wahai Rasulullah, kecuali rumput jeruk karena orang-orang memerlukannya untuk rumah dan kubur
mereka." Dalam redaksi lain, "Untuk rumah dan tukang besi mereka."
Maka, Nabi s mengiyakannya dengan bersabda, "Kecuali rumput jeruk." Berdasarkan ini maka rumput jeruk dikecualikan dari semua jenis
pohon dan rerumputan yang hidup.
Ada beberapa persoalan : Pertama, kam'at (cendawan), seledri, putri pilasus dan semacamnya yang biasa diistilahkan oleh manusia dengan Al-Fathathir, apakah diharamkan atau tidak? Jawabannya, tidak.
Sebab, itu semua tidak termasuk pohon. Kamht (cendawan), seledri, putri pilasus dan semacamnya merupakan jenis tumbuhan yang masuk
dalam satu jenis yaitu cendawan. Semua tumbuhan ini halal. Karena
bukan pohon ataupun rerumputan, sehingga tidak termasuk dalam
larangan.
Kedua, penulis tidak membahas tentang sangsi terkait pepohonan
atau rerumputan tersebut. Tidak jelas apa sebabnya, apakah itu karena
tujuan agar singkat ungkapannya atau karena memang cukup begitu
saja. ]awabannya, karena penulis merupakan penganut mazhab Imam
Ahmad Al-Hambali, maka tampaknya ia tidakmembahas karena alasan
agar singkat ungkapannya atau karena cukup seperti itu. Akan tetapi
tetap ada kemungkinan karena memang cukup begitu. Maksudnya,
bahwa larangan tersebut terbatas pada memotong pohon dan rumpuf
dan tidak ada sangsi dalam perkara ini.
Masalah ini merupakan perbedaan pendapat di kalangan para
ulama. Sebagian ulama mengatakan, bahwa pohon-pohon atau rerumputan tersebut tidak membawa sangsi apa pun. Ini merupakan mazhab
Imam Malik, Ibnul Mundzir, dan sejumlah ulama. Pendapat inilah yangbenar karena tidak ada dalil yang shahih dari sunnah yang menunjukkan kewajiban membayar sangsi hukum. Tidak pula ada riwayat dari
sebagian sahabat. Maka kemungkinan itu termasuk hukuman. Dengan
demikian, mereka berpendapat bahwa orang yang memotong pohonpohon tersebut harus dihukum, berdasarkan bolehnya memberikan
hukuman keuangan. Seandainya hukuman tersebut wajrb, niscaya Nabi
ffi menjelaskannya. Sebab, tidak mungkin beliau membiarkan umatnya
saja tanpa ada penjelasan apa yang wajib bagi mereka. Dengan wafatnya
Nabi ffi, pensyariatan pun berhenti. Dan permasalahan ini tidak masuk
dalam qiyas hingga dikatakanbahwa itu hukumnya sama dengan memburu binatang buruan. Sebab ada perbedaan antara pohon dan binatang
di dalam persoalan ini. Pepohonan memang tumbuh tetapi kehidupannya jauh berbeda dengan kehidupan binatang. Bila seseorang memotong
sebatang pohon atau dahannya atau memotong rumput, maka ia tidak
berdosa akan tetapi tidak ada sangsi hukum karena perbuatannya, baik
sedikit maupun banyak.
Ketiga,jika pohon-pohon tersebut tumbuh di tengah jalan, apakah
diperbolehkan mencabutnya dari jalan? Jawabannya, jika ada alasan
yang penting, misalnya tidak ada jalan lain untuk sampai ke tempat
lain, maka tidak ada masalah memotongnya. Namury bila alasannya tidak penting, lebih baik jalan ini tidak dilewati karena haram memotong
pohon tanpa alasan darurat.
Keempat, jika pohon tersebut tumbuh di pinggir jalary tetapi dahan-dahannya tumbuh ke jalan, sehingga duri dan rantingnya mengganggu pejalan, apakah ini boleh dipotong? Jawaban, jangan dipotong.
Karena Nabi ffi bersabda, "...Pohonnya tidak boleh ditebang,"32e) Duri memang mengganggu, tetapi meski demikianbeliau melarang memotongnya. Orang yang lewat dapat menundukkan kepalanya agar tidak terganggu oleh rantingnya yang berduri.
Jika seseorang mengatakan, "Bila seseorang menginjak rumput
tanpa sengaja, apakah ada konsekuensi baginy*" Jawabannya adalah
tidak ada konsekuensi apa pun. Demikian juga seandainya ada belalang
yang terinjak atau ia lewat di atasnya, maka tidak ada konsekuensi apa
pun baginya. Termasuk juga, ketika seseorang ingin menghamparkan
kasur di Mina atau Muzdalifah dan di sana ada tumbuhan, maka tidakharam baginya untuk meletakkan tempat tidur di atas tanah, meskipun tindakannya itu dapat menvebabkan kerusakan rumput atau akar
pohon di bawahnya. Karena ia melakukan itu tanpa sengaja. Kita tahu
bahwa Nabi #*q dan para sahabat beliau, unta-untu mereka berjalan di
atas tanah namun beliau tidak pernah bersabda, "Berhentilah kalian
berjalan di atas tanah." Ada perbedaan antara perbuatan yang disengaja
dan yang tidak disengaja.
Perkataan penulis, "Binatang buruan di Madinah diharamkan." Binatang buruan di Madinah haram dibunuh. Akan tetapi, keharamannya tidak sekuat keharaman binatang buruan di Mekah. Sebab, pengharaman binatang buruan di Mekah telah ditetapkan dengan nash
dan ijma'. Adapun binatang haram di Madinah maka masih terjadi
perbedaan pendapat. Hanya saja, pendapat yang benar, bahwa Madinah memiliki binatang yang diharamkan dan tidak boleh berburu di
kota tersebut. Hanya saja, yang membedakan dengan Mekah bahwa
siapa saja yang memasukkan binatang ke dalam kota Madinah maka
binatang itu miliknya. Berbeda dengan Mekah yang sebelumnya telah
dijelaskan bahwa rnazhab Imam Ahmad mewajibkan untuk melepaskannya bila ada binatang yang dimasukkan ke kota ini. Akan tetapi,
pendapat yang lebih kuat, tidak ada perbedaan dalam hal ini antara kedua kota ini. Yaitu bahwa siapa saja yang memasukkanbinatang ke dua
kota, baik Madinah maupun Mekah, maka ia tetap berhak memilikinya dan berkuasa untuk melakukan keinginannya terhadap binatang
bawaanya itu. Dalilnya adalah hadits Abu Umair saat ia masih kecil.
Ia membawa burung kecil yang disebut Nughair. Dengan penuh kegembiraan ia membawa burung itu kepada nabi #. Beliau mengetahui
bahwa ia gembira karena burung itu. Namun, burung itu kemudian
mati. Maka Nabi # bersabda kepadanya, "Wnhni Abu Umair, opa yong
dilnkukan oleh Nughair2z330) Nabi .$ mencandainya.
Perkataan penulis, "Tidak ada sangsi dalam persoalan ini." Dalilnya bahwa Nabi s; tidak pernah menetapkan sangsi untuk persoalan
ini. Karena hukum dasar itu tidak ada tanggung jawab dan tidak
wajib. Sebagian ulama -yaitu riwayat dari Imam Ahmad- berkata,
'Ada sangsi hukum dalam persoalan ini." Yaitu menyita barang milik orang yang membunuh itu. Yaitu menyita baju, tutup kepala dan
semacamnya. Ada dasar tentang ini yang diriwayatkan oleh Muslim.
Para ulama yang menyatakan tidak ada sangsi hukum, mereka menjelaskan tentang hadits riwayat Muslim itu bahwa itu hanyalah sangsi
teguran saja, bukan konsekuensi denda. Karena itu teguran ini tidak
berbeda antara yang besar maupun yang kecil. Dan tidak berbeda dalam barang sitaan, apakah itu baru maupun barang lama.
Yang benar, tidak ada sangsi hukuman dalam persoalan itu. Hanya saja, bila seorang hakim memutuskan untuk memberikan teguran
kepada orang yang nekat memburu binatang di Madinah untuk disita
barangnya atau harus membayar denda uang, maka keputusannya itu
tidak keliru.
Perkataan penulis, "Rumput boleh dimanfaatkan untuk makanan
ternak, alat bercocok tanam dan semacamnya." Ini karena penduduk
Madinah adalah para petani, sehingga diberikan keringanan kepada
mereka dalam persoalan ini, sebagaimana penduduk Mekah juga diberi
keringanan untuk rumput jeruk. Dalilnya adalah bahwa Nabi ffi memberikan keringanan tersebut. Sehingga, Anda boleh membabat rumput
untuk makanan ternak Anda. Demikian pula, boleh memotong dahan
untuk alat bertani. Artinya, seseorang boleh memotong pohon untuk
memanfaatkan kayunya sebagai alat pertanian. Dengan demikian, kita
tahu bahwa larangan di tempat suci di Madinah lebih ringan daripada
larangan di tempat suci di Mekah. Penggembala boleh menggembala
ternaknya di rerumputan yang diharamkan di Madinah dan Mekah
karena Rasulullah ffi dahulu juga membawa unta dan tidak ada riwayat
yang menyebutkan bahwa beliau menutup mulut unta beliau.
Perkataan penulis, "Tempat suci di Madinah adalah antara gunung'Ir dan gunung Tsaur." Yakni, wilayah yang diharamkan di kota
Madinah adalah satu barid persegi. Satu barid sama dengan empat farsakh dan satu farsakh sama dengan tiga mil. Jadi, wilayah tersebut adalah segi empat antara Ir dan Tsaur. Tsaur adalah bukit kecil di belakang
gunung Uhud dari arah Utara. 'Ir adalah gunung yang besar di arah
Tenggara kota Madinah, di selatan Dzul Hulaifah. Adapun dari arah
Timur dan Barat, maka batasnya haramnya adalah antara dua bidang
tersebut. wilayah haram di kota Madinah sudah terkenal di kalangan
penduduk Madinah.
Perbedaan antara tempat suci di Madinah dan Mekah : Pertama,bahwa tempat suci di Mekah sudah jelas menurut nash dan ijma',sedangkan tempat suci di Madinah terjadi perbedaan di dalamnya.
Kedua,bahwa berburu binatang di tempat suci di Mekah berdosa dan
ada sangsi hukuman denda, sedangkan berburu binatang di tempat suci
di Madinah berdosa tetapi tidak ada sangsi hukuman denda. Ketiga,
bahwa dosa yang ditimbulkan karena membunuh binatang di Mekah
lebih berat daripada dosa membunuh binatang di Madinah ' Keempat,
tempat suci di Mekah lebih utama daripada tempat suci di Madinah.
Karena pelipatgandaan kebaikan di Mekah lebih banyak daripada di
Madinah. Demikian juga, dosa perbuatan buruk di Mekah lebih besar
daripada di Madinah.Kelima, bahwa siapa saja yang memasukkanbinatang ke Madinah dari luar tempat suci maka ia berhak memilikinya dan tidak wajib baginya untuk melepaskannya. Dan demikian ini
pula penafsiran kisah Abu Umar yang waktu itu membawa burung
kecil untuk mainnya. Burung itu disebut Nughair namun kemudian
burung itu mati. Anak kecil tersebut sedih karena burungnya mati, sehingga Nabi ffi bersabda kepada anak tersebut untuk mencandainya,
"Wahai Abu L-Imair, apa ynng dilakukan oleh Nughair?" sedangkan hukum
binatang bila dimasukkan ke Mekah sudah dijelaskan sebelumnya.
Hadits ini dijadikan landasan hukum bagi ulama yang berpendapat
bahwa binatang di tepat suci di Madinah tidak haram. Karena Nabi
ffi mendiamkan anak yang membawa burung tersebut. Adapun para
ulama yang mengharamkannya-yaitu pendapat jumhur ulama-mengatakan, "Kisah ini ditafsirkan bahwa burung Nughair itu dibawa
dari luar ke tempat suci dan bukan merupakan binatang tanah suci."
Keenam, tempat suci di Mekah mengharamkan pemotongan pepohonan dengan keadaan apa pun kecuali bila karena alasan darurat'
Sedangkan tanah suci di Madinah masih membolehkan memotong sesuatu. Ketujuh, bahwa rumput dan pohon dari tempat suci di Mekah
berkonsekuensi denda menurut pendapat yang masyhur dari mazhab
Imam Ahmad. Namun, yang benar tidak ada denda, sehingga dengan
demikian tidak ada bedanya. Sedangkan pohon dan rumput di tanah
suci di Madinah tidak menimbulkan sangsi denda.331)
BEIT RAPA KTSRINHAN YANG DIIRI<UKAN
OLEH SIBAGIRN ONRNG YANG
BTruBADAH Hnlt
ertamfl, keyakinan mereka bahwa kerikil harus diambil
dari Muzdalifah, sehingga mereka telah membuat diri mereka kelelahan karena harus mengumpulkannya dari sana
pada waktu malam dan tetap menyimpannya selama di Mina. Bahkan,
sebagian dari mereka bila kehilangan satu kerikil saja, ia sangat bersedih hati. Ia berusaha meminta rekannya agar merelakan kerikilnya dari
Muzdalifah yang jumlahnya lebih agar diberikan kepadanya. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak ada dasarnya tentang keharusan ini
dari Nabi ffi. Bahwa beliau memerintah Ibnu Abbas Ne agar memungut kerikil untuk beliau sedangkan beliau duduk di atas tunggangan.
Tampak bahwa posisi berhenti Rasulullah di atas unta ini ada di tempat lempar jumrah. Sebab, tidak ada riwayat dari bahwa beliau berhenti
setelah perjalanannya dari Muzdalifah sebelum itu. Dan, karena saat
itulah waktu yang dibutuhkan, sehingga beliau tidak menyuruh agar
dipungutkan kerikil sebelum berada di tempat jumrah, karena tidak ada
faedahnya dan ini memberatkan diri dengan harus membawanya dari
jauh.
Kedua, keyakinan mereka bahwa dengan melempar kerikil itu mereka sedang melempar setan. Karena itu, mereka menyebut nama setan
ketika melemparkannya. Mereka mengatakan, "Kami melempar setan
besar dan setan kecil." Atau, "Kami melempar bapak setan." Yakni, ketika
mereka melempar jumrah aqabah. Atau dengan ungkapan semacamnya
yang tidak layak untuk syiar ini. Anda juga melihat mereka melempar
kerikil dengan sekuat tenaga sambil marah, berteriak, menghujat, dan
mencela setan-setan tersebut, menurut keyakinan mereka. Bahkan, kita
melihat orang yang naik ke atasnya dan melemparkan sandalnya dan
batu besar dengan penuh kemarahan dan emosi. Ia tidak sadar bahwa
kadang-kadang kerikilnya mengenai orang lain.Ia justru semakin marah
membabi buta dalam melempar. Orang-orang di sekitarnya tertawa dan
geli melihat ulahnya. Ini merupakan pandangan yang lucu dan menggelikan. Kita dapat menyaksikan pemandangan seperti itu sebelum tempat melempar jumrah dibangun dan ditinggikan. Semua ini terbangun
karena sebuah keyal{inan bahwa orang yang berhaji itu melempar setan.
Padahal tidak ada dasar yang shahih yang dipercaya. Anda telah tahu sebelumnya bahwa hikmah dalam pensyariatan melempar jumrah adalah
untuk menegakkan kebiasaan dzikir kepada Allah rle. Karena itu, Nabi
ffi selalu bertakbir setiap selesai melempar kerikil.
Ketiga, melempar jumrah dengan batu besar, sepatu atau sandal,
dan kayu. Ini merupakan kesalahan besar yang menyelisihi apa yang
telah disyariatkan oleh Nabi ffi untuk umat beliau dengan perbuatan
dan perintah beliau. Sebab, beliau melempar jumrah dengan kerikil kecil dan memerintahkan umatnya agar melempar dengan kerikil sebesar itu pula. Beliau telah mengingatkan mereka agar tidak berlebihan
dalam agama ini. Penyebab kesalahan besar ini adalah keyakinan yang
sudah terbangun pada diri mereka bahwa mereka sedang melempar
setan.
Keempat, kedatangan mereka ke tempat melempar jumrah dengan kemarahan dan ketegangan otot. Mereka tidak khusyuk kepada
Allah. Mereka juga tidak bersikap kasih sayang kepada hamba Allah
lainnya. Perbuatannya itu mengakibatkan gangguan dan bahaya terhadap sesama muslim. Ulahnya itu bisa menimbulkan sikap saling
mencela dan baku hantam. Ini tentu saja telah mengubah ibadah dan
syiar Islam tersebut menjadi pemandangan orang-orang yang saling
mencaci dan membunuh. Ia telah mengeluarkan tujuan syariat ini
diturunkan dan dari sunnah yang dicontohkan oleh Nabi ffi.di dalam
Al-Musnad, disebutkan bahwa Qudamah bin Abdullah bin Ammar
berkata,'Aku melihat Nabi;tg pada hari nahr (hari Idul Adha) melempar jumrah aqabah dari atas unta Shahba' tanpa memukul, mengusir,
dan tidak mengganggu sana sini.//332)
Kelima, mereka meninggalkan sunnah berdiri untuk berdoa setelah melempar jumrah ula dan tsaniyah pada hari-hari tasyriq. Anda
sudah tahu bahwa Nabi ffi berdiri menghadap kiblat setelah melempar jumrah ula dan tsaniyah, sambil mengangkat kedua tangan danberdoa dengan doa yang panjang. Penyebab manusia meninggalkan
anjuranberdiri ini adalah kebodohan terhadap sunnah atau karena kebanyakan orang suka terburu-buru dan ingin cepat selesai dari ibadah
tersebut. Alangkah baiknya bila orang yang akan berhaji'sudah tahu
hukum-hukum ibadah haji sebelum berangkat ke tanah suci agar ia dapatberibadah kepada Allahberdasarkan pengetahuan yang dalam dan
dapat merealisasikan sunnah mengikuti Rasulullah. Kalau seseorang
ingin pergi ke suatu negara, pasti Anda akan melihatnya bertanya tentang bagaimana caranya agat ia bisa sampai ke tempat tujuan. Lantas
bagaimana dengan orang yang menempuh jalan yang bersambung
kepada Allah dan surga-Nya? Bukankah lebih pantas bila ia bertanya
dahulu bagaimana caranya sebelum menempuh jalan tersebut agar ia
benar-benar sampai ke tempat yang dimaksud?
Keenam, mereka melempar semua kerikil sekali lempar. Ini merupakan kesalahan yang fatal. Ulama telah menyebutkan bahwa bila
seseorang melempar lebih dari satu kerikil dalam satu lemparan maka
hanya dihitung satu lemparan. Karena itu ia wajib melempar kerikil
satu per satu, seperti sabda Nabi $.
Ketujuh, mereka menambah berbagai doa ketika melempar,
yang tidak ada contohnya dari Nabi ffi. Misalnya mereka berdoa, "Ya
Allah, jadikanlah lemparan ini sebagai keridhaan b agiDzatYang Maha
Pengasih dan kemarahan bagi setan." Bisa jadi, ia mengucapkan doa
seperti itu, sedangkan takbir yang ada riwayatnya dari Nabi ffi justru
ditinggalkan. Lebih utama bila ia mencukupkan diri dengan apa yang
diriwayatkan dari Nabi S tanpa menambahi ataupun mengurangi.
Keilelapan, mereka tidak melempar jumrah sendiri dan menganggapnya remeh. Anda dapat melihat mereka mewakilkan kepada orang
lain untuk melempar jumrah, padahal mereka mampu melemparkannya sendiri. Mereka melakukan ini karena tidak ingin dirinya terganggu oleh suasana berdesak-desakan dan kepayahan saat melakukannya. Perbuatan ini jelas menyelisihi perintah Allah Ta'ala yang agar
menyempurnakan ibadah haji. Dalam hal ini, Aliah berf.irman, "Dan
sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah Karena Allah..." (Al-Baqarah [2] :
195). Maka, wajib bagi orang yang mampu melempar agar melakukannya sendiri dan bersabar atas kepayahan dan kelelahan saat melakukannya. Sebab, ibadah haji merupakan ibadah sejenis jihad yang mengandung konsekuensi kelelahan dan kepayahan. Karena itu, orangyang beribadah haji hendaknya bertakwa kepada Allah dan menyempurnakan manasiknya seperti yang diperintahkan oleh Allah Ta'ala
selama ia mampu menjalankannya.KESALAHAN-KESALAHAN DALAM
TURwRF WADA
isebutkan di dalam kltab Ash-Shnhihain dari Ibnu Abbas
xE:, bahwa ia berkata, "Orang-orang diperintahkan agar
menjadikan akhir dari perjalanan haji mereka adalah
thawaf di Ka'bah Baitullah. Namun perintah ini diringankan bagi para
wanita yang sedang mengalami haid.z333) Di dalam redaksi milik Muslim, dari Ibnu Abbas juga bahwa ia berkata, "Orang banyak telah pulang
ke negerinya masing-masing. Maka bersabdalah Rasulullah ffi, "Janganlah seseorang pulang sebelum dia thawaf wada' (akhir) di Baitullah."33a)
Abu Dawud meriwayatkan dengan redaksi sebagai berikut, "Hingga
(ibadah) terakhir ia lakukan adalah thawaf di Ka/bah.z335)
Di kitab Ash-Shahihain, diriwayatkan dari Ummu Salamah €"1i,
bahwa ia berkata, "Saya mengadu kepada Rasulullah bahwa aku sakit,
maka beliau bersabda :
f,r:i,,6t,t, b g.+
'Thawaflah di belaknng orang banyak sambil berkendaraan.'336)
Maka, aku melakukan thawaf, sementara Rasulullah M saat itu
shalat di sisi Baitullah, beliau membaca surat Ath{hur." Dalam riwayat
Nasai dari Ummu Salamah bahwa ia berkata, "Wahai Rasulullah, demi
Allah, aku tidak mampu melakukan thawaf akhir." Maka beliau bersabda, 'Biln shalat telah ditegnkknn, berthawaflah di atas untnmu di belakang
ornng banyak.Di dalam kttab shahih Al-Bukhnri,diriwayatkan dari Anas bin Malik
,&u2,"BahwaNabi S melaksanakan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib dan
'Isya' kemudian beliau tidur sejenak di Al-Muhashib (tempat melempar
jumrah di Mina), lalu beliau menunggang tunggangannya menuju ke
Ka'bah Baitullah lalu thawaf di sana".338)
Di dalam kltab Ash-Shahihsin dari Aisyah ,'ps,' bahwa Shafiyah
q&;, kedatangan haid setelah melakukan thawaf ifadhah. Maka Nabi *
bersabda, 'Apakah dia akan menyusahkan kita?" Orang-orang menjawab,"Diatelah melakukan thawaf ifadhah dan thawaf di Ka'bah. Rasulullah M pun bersabda, 'Kalau begitu Kembalilah (kembali dari Mina
ke Madinah)'."330)
Di dalam Al-Muzoaththa', dirrwayatkan dari Abdullah bin Umar bin
Al-Khaththab ,4;, bahwa Umar berkata, "Janganlah seseorang mengakhiri ibadah haji sebelum thawaf di Baitullah karena akhir manasik adalah thawaf di Baitullah.//3a0) Masih di dalam kitab yang sama, diriwayatkan dari Yahya bin said bahwa Umar bin Al-Khaththab menyuruh
seorang laki-laki dari Mari Zhuhran yang belum melakukan thawaf
wada, untuk kembali lagi (ke Mekah)hingga orang tersebut melakukan
thawaf.
Adapun kesalahan yang dilakukan oleh sebagian orang yang sedang beribadah haji dalam persoalan ini adalah :
Pertama, mereka pindah dari Mina pada hari nahar sebelum melempar jumrah, lalu mereka melakukan thawaf wada' lalu kembali lagi
ke Mina dan selanjutnya melempar jumrah. Setelah itu, mereka pulang
ke negaranya dari tempat tersebut. Perbuatan ini tidak boleh karena tidak sesuai dengan perintah Nabi $ agar akhir ibadah haji adalah tahwaf
di Baitullah. sebab, barangsiapa melempar jumrah setelah thawaf wada'
itu berarti bahwa ia telah menjadikan akhir ibadahnya adalah lempar
jumrah bukan thawaf di Baitullah. selain itu, Nabi s tidak pernah thawaf wada' kecuali saat hendak mengakhiri ibadah haji ketika semua
manasik haji telah dikerjakan semuanya. Perlu diingat bahwa beliau
berpesan:Ambillah dariku ibadah haii kalian."3a1)
Atsar dari Umar bin Al-Khaththab ou pun sangat jelas bahwa thawaf di Baitullah merupakan akhir rangkaian ibadah haji. Maka barangsiapa thawaf wada' lalu melempar jumrah setelah thawaf tersebut, maka
ini tidak dibolehkan karena ia telah menempatkan urutan ibadah bukan
pada tempatnya. Karena itu, ia wajib mengulangi thawafnya setelah melempar jumrah. Bagi yang tidak mengulangi tahwaf maka hukumnya
adalah seperti hukum orang yang meninggalkan thawaf wada'.
Kedua, mereka tetap tinggal di Mekah setelah thawaf wada', sehingga akhir ibadahnya adalahbukan di Baitullah. Perbuatan ini menyelisihi perintah Nabi M danbahwa beliau telah menjelaskan kepada umatnya dengan perbuatan beliau. sebab, Nabi ffi memerintahkan agar akhir
manasik haji adalah thawaf di Baitullah. Thawaf wada'tidak dilakukan
kecuali ketika hendak keluar dari ibadah haji. Beginilah yang dilakukan
oleh para sahabat beliau. Akan tetapi, para ulama memberikan keringanan untuk tetap di sana setelah thawaf wada' karena suatu keperluan,
bila keperluan itu sangat penting. Misalnya, bila shalat fardhu telah ditegakkan setelah thawaf wada' yang dilakukan oleh seseorang, maka
hendaknya ia ikut shalat. Atau di situ diselenggarakan shalat ienazah,
sehingga ia ikut menshalatkan. Atau, ia punya keperluan yang berkaitan dengan perjalanannya, misalnya membeli bekal, menunggu teman
seperjalanan dan semacamnya. Maka barangsiapa tetap tinggal setelah
thawaf wada' tanpa ada alasan yang membolehkan maka ia wajib mengulangi thawaf wada tersebut.
Ketiga, mereka keluar dari Masjidil Haram setelah thawaf wada'
dengan berjalan mundur. Mereka mengira bahwa dengan itu telah mengagungkan Ka'bah. Ini menyelisihi sunnah bahkan bidhh yang diwanti-wanti oleh Rasulullah agar dijauhi. Beliau bersabda, "Semua bid'ah itu
sesat.lBaz) Bid'ah adalah semua hal yang baru dalam persoalan aqidah
atau ibadah rfangmenyelisihi apa yang telah dijalani oleh Rasulullah s
dan para Khulafaur Rasyidun. Apakah orang mengira bahwa berjalan
mundur berupakan penghormatan terhadap Ka'bah dan itu lebih besar
penghormatannya daripada Rasulullah? Apakah ia mengirabahwa Nabi
ffi dan empat khalifah sepeninggal beliau belum tahu bahwa perbuatan
seperti itu merupakan penghormatan terhadap Ka'bah?
Keempat, mereka menghadap ke Ka'bah di pintu Masjidil Haram
setelah selesai dari thawaf wada' dan berdoa di sana layaknya orang
yang berpisah dengan Ka'bah. Ini merupakan bagian dari bid'ah yang
tidak ada dasarnya dari Rasulullah maupun dari Khulafaur Rasyidun.
Semua hal yang dimaksudkan untuk beribadah kepada Allah sedangkan itu tidak ada dalilnya dari syariai maka itu batil dan dikembalikan
kepada pelakunya. Sebab, Rasulullah bersabda :
\r*pAvriirri.;evi;
" Siapa yang membuat perknra baru dalam urusan fami i|i yang tidak
ada perintahnya maka perkara itu tertolak."3a3)
Yakni, dikembalikan kepada pelakunya. Wajib bagi orang yangberiman kepada Allah dan Rasul-Nya agar ibadahnya sesuai dengan apa
yang diriwayatkan dari Rasulullah agar dengan itu ia mendapatkan cinta dan ampunan dari-Nya, sebagaimana Allah berfirman :
4i. L ,-- tt- ,.t!- aJJl 'rc->sr -c-i5 '\l I-9 vJ./ -e9
:!:.+)')tjlAi',
" Kat akanlah,' I ika kamu (b enar -benar ) men cintai AII ah, ikutil ah nku,
niscaya AIIah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. ' Allah Maha
Pengampunlagi Maha Penyayang." (Ali'Imran [3] : 31)
Mengikuti Nabi $ itu mencakup semua perbuatan yang dikerjakan dan yang ditinggalkan. Dengan demikian, siapa yang menemukan
tuntutan perbuatan di masa beliau namun beliau tidak melakukannya,
itu berarti merupakan dalil bahwa sunnah dan syariat meninggalkannya. Sehingga, seseorang tidakboleh mengada-adakannya dalam agama
Allah ini meskipun manusia menyukai dan berhasrat melakukannya.
Alah Tahla berfirmanAndaikata kebenaran itu menirt,ti h'azua nafstt merekn, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarny a Kami t el ah m en d at a n gkan kep a d a m er eka keb an g ga an ( AI - Qur an )
mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggann lfa." (Al-Mukminun [231:7ll
Nabi M pun bersabda :
:)- \-1."\;;,\f i6 ;; €;i bit
"Tidak (semprtrnn) iman salnh sevrlng di antara knlian hingga hawa
nafsunyn mengikuti apa yang diturunkan kepadaku.":++)
Kita memohon kepada Allah agar memberikan petunjuk kepada
kita ke jalan-Nya yang lurus. Mudah-mudahan Dia tidak memalingkan
hati kita setelah Dia memberikan petunjuk kepada kita dan semoga Dia
memberikan rahmat-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Memberi.
Manfaat Mengetahui Larangan-larangan lhram dari
Segi Amal bagi Manusia
Apakah manfaat mengetahui apa yang dilarang dan apa konsekuensinya? Atau, bahwa manfaat mengetahui sebuah larangan adalah
agar dapat menjauhinya. Nah, bila seseorang ternyata melanggarnya,
beri tahukanlah apa yang wajib dilakukan? Jawabannya adalah sebagai peringatan. Karena kita kurang dalam beramal. Bahwa kita tidak
mengimplementasikan apa yang sudah kita ketahui dalam perilaku
kita. Kebanyakan dari kita mengetahui hukum syar'i, tetapi yang mau
mengimplementasikannya hanya segelintir orang saja. Kita memohon
kepada Allah semoga memperlakukan kita dengan ampunan-Nya.
Manfaat ilmu adalah dipraktekkan dalam amal nyata. Dengan demikian, pengaruh ilmu itu tampak nyata di wajah-wajah manusia, dalamperilaku, akhlak, ibadah, kewibawaan, kekhusyukan dan lain-lain. Inilah yang terpenting.
Saya yakin bahwa seandainya ada seorang Nasrani yang memiliki
otak cerdas dan mempelajari fikih Islam seperti yang kita pelajari pula,
niscaya ia mampu memahaminya sama seperti pemahaman kita atau
bahkan lebih pandai. Lihat saja contohnya dalam bahasa Arab. kamus
Al-Munjid, orang-orang mengatakan, "Penulisnya adalah seorang Nasrani dan ia mampu membuat karya yang baik." Jadi, urusan teori bukanlah tujuan dalam menuntut ilmu-ya Allah, kami memohon kepada-Mu
ilmu yang bermanfaat--. Maka, ilmu itu manfaatnya adalah bila dimanfaatkan. Banyak orang awam yang tidak banyak ilmunya, tetapi Anda
melihatnya sebagai orang yang khusyuk kepada Allah, ia selalu merasa
diawasi oleh-Nya, perjalanan hidupnya terpuji, akhlaknya baik, dan ibadahnya lebih banyak daripada seorang yang banyak ilmunya.3a5)
Hewan yang Dibunuh di Tanah Suci dan di Luar Tanah
Suci
Diriwayatkan dari Aisyah qts, dari Rasulullah S bahwa beliau
bersabda:
-'F,'r'-,\/\',,
" Ada lima hewan yang berbnhaya dan boleh dibunuh, baik berada di
Iuar tanah haram maupun di tanah haram, yaitu; nniing, binatang
buas, tikus, burung gagak, burung elang, dan kalajengking."346)
Di dalam hadits ini, Ummu Mukminin Aisyah €l, mengabarkan
perintah Nabi EE tentang bolehnya membunuh jenis hewan yang mengganggu,baik di tanah haram maupun di luar tanah haram. Nabi # telah
menyebutkan secara kuantif yaitu lima jenis hewan. Bisa jadi, penyebutan itu sebagai peringatan atas apa yang gangguannya seruPa dengan
lima jenis hewan tersebut. Beliau menyebutkan burung gagak dan elangsebagai peringatan untuk burung semacamnya yang biasanya mencuri buah dan harta manusia. Beliau menyebutkan kalajengking sebagai
peringatan untuk hewan menyengat sejenisnya. Beliau menyebutkan
tikus sebagai peringatan terhadap hewan sejenis yang biasanya merusak
pakaian, melubangi pagar, dan merusak makanan. Beliau menyebutkan
anjing gila sebagai peringatan terhadap hewan sejenis yang suka menggigit dan melukai.
Manfaat dari hadits tersebut adalah :
1. Perintah membunuh lima jenis binatang ini di tanah haram
maupun di luar tanah haram bagi orang yang sedang berihram
maupun yang tidak berihram.
2. Semua binatang itu boleh dibunuh meskipun masih kecil karena
dapat menyakiti manusia.
3. Bahwa alasan perintah membunuhnya adalah sifat buruk dan
suka memusuhi yang melekat pada hewan-hewan tersebut, meskipun bukan karakternya.
4. Islam memerangi segala bentuk penggangguan dan permusuhan bahkan pada hewan.
5. Kesempurnaan syariat Islam karena Islam memerintahkan agar
hewan yang merusak dimusnahkan.3aTHurum Don BtnsnuR Senr THnwRr
erdoa bersama saat ihram mengandung Permasalahan
karena sebagaimana kita ketahui tidak pernah ada riwayatnya dari para pendahulu kita. Doa bersama tersebut
juga mengganggu orang lain dan sulit bagi seseorang untuk memanjatkan doa pribadi. Terutama bila kelompok yang thawaf tersebut berdoa
dengan suara yang keras. Adapun bila doa tersebut diucapkan dengan
suara lirih dengan tujuan mengajari regu yang bersamanya, saya berharap mudah-mudahan perbuatan seperti ini tidak ada masalah. Mengambil upah karena mengajari doa tersebut juga dibolehkan karena itu
serupa dengan hukum mengambil upah mengajarkan Al-Quran' Akan
tetapi, sebagian orang memanfaatkan pekerjaan ini sebagai profesi dan
alat untuk mengambil harta orang 1ain.3aHTJKIJM KUnNRX
ara ulama berbeda pendapat apakah berkurban itu hukumnya wajib atau sunnah yang makruhbila ditinggalkan ataukah sunnah yang tidak makruh bila ditinggalkan. Berikut
ini beberapa pendapat ulama mengenai berkurban :
Mazhab Hambali menyatakan bahwa berkurban itu hukumnya
sunnah dan makruhbagi orang mamPu yang meninggalkannya. Pendapat kedua menyatakan bahwa berkurban itu hukumnya wajib. Ini merupakan mazhab Imam Abu Hanifah dan satu riwayat dari Imam Ahmad.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga memilih pendapat ini, ia mengatakary "Yang tampak nyata, hukum berkurban itu wajib dan bahwa
orang mampu yang meninggalkannya maka ia berdosa. Karena, Allah
e menyebutkannya berdampingan dengan shalat dalam firman-Nya :
,_,
-r;i: 9:).|6
'Maka diriknnlnh shalat karena Rabbmtt dan berkorbanlah. ' (AlKautsar [108] :2)
:.: ;i;i ;t +. -;.Lq s\+i 53 G.t* t',-v
"Kstakanlah, 'Sesungguhnya shalntku, ibndatku, hidupku drn *otiku
hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam." (Al-An'am 16l:162)
Allah menunjukkan di ayat-ayat tersebut dan mengulang Penyebutan hukum-hukum dan manfaatnya di surat Al-Hajj' Sesuatu yang disebutkan seperti ini mestinya hukumnya adalah wajib bagi orang yang
mampu mengerjakannya. Berkurban merupakan nikmat dari Allah untuk manusia karena Dia menurunkan syariat bagi manusia yang bersamaan dengan musim haji. Sebab, orang yang melakukan ibadah haji
mengerjakan ibadah haji dan berkurban