Selasa, 07 Januari 2025

yohanes 18


 g hati nuraninya sendiri. 

“Diakah orangnya,” (pikir Pilatus) “yang menganggap diri-

Nya sebagai Anak Allah? Lalu bagaimana jika terbukti 

bahwa Ia memang demikian? Apa gerangan yang akan me-

nimpaku kelak?” Bahkan, secara alamiah pun hati nurani 

dapat membuat orang merasa gentar untuk menentang 

Allah. Orang-orang kafir pun memiliki tradisi yang menak-

jubkan mengenai ilah-ilah yang berinkarnasi dan kadang-

kadang dalam keadaan yang hina, dan mereka diperlaku-

kan jahat oleh sebagian orang, yang kemudian harus mem-

bayar mahal akibat perbuatan mereka itu. Pilatus pun ta-

kut harus menghadapi karma di kemudian hari.  

2. Penyelidikan lebih lanjut yang dilakukan Pilatus terhadap 

Tuhan kita Yesus (ay. 9). Agar dapat melangsungkan persi-

dangan yang adil menuruti keinginan para pendakwa, dia pun 

memulai lagi perdebatan itu, dengan masuk ke dalam gedung 

pengadilan dan menanyai Kristus, Dari manakah asal-Mu?  

Perhatikanlah: 

(1)  Tempat yang ia pilih untuk melakukan penyelidikannya itu: 

Dia masuk ke dalam gedung pengadilan supaya bisa berbi-

cara secara pribadi, supaya dia bisa menjauh dari kega-

duhan dan hiruk-pikuk orang-orang itu, dan dapat menye-

lidiki perkara itu dengan lebih saksama. Orang-orang yang 

ingin menemukan kebenaran sebagaimana yang ada  di 

dalam diri Yesus haruslah menjauh dari hiruk-pikuk pra-

sangka, dan menyepi, seperti ke dalam ruang pengadilan, 

untuk bercakap-cakap seorang diri dengan Kristus.  

(2) Pertanyaan yang dia ajukan kepada-Nya: Dari manakah 

asal-Mu? Apakah Engkau berasal dari antara manusia atau 

dari sorga? Dari bawah atau dari atas? Sebelumnya dia 

bertanya langsung, Jadi Engkau yaitu  raja? Akan namun  di 

sini dia tidak langsung bertanya, Jadi Engkau Anak Allah?, 

supaya jangan sampai tampak bahwa dia terlalu lancang 

ikut campur dalam perkara keilahian. sebab  itulah dia 

menanyakan sesuatu yang lebih umum, “Dari manakah 

asal-Mu? Di manakah Engkau sebelumnya, dan di dunia 

manakah Engkau ada sebelum datang ke dunia ini?”  

(3) Bagaimana Tuhan kita Yesus berdiam diri saat ditanyai 

seperti itu. namun , Yesus tidak memberi jawab kepadanya. 

Yesus tetap bungkam, bukan sebab  Ia bersungut-sungut 

dan bermaksud menghina pengadilan, juga bukan sebab  

Ia tidak tahu apa yang harus Ia katakan, melainkan,  

[1] Sikap diam-Nya itu merupakan sebuah kesabaran, 

supaya firman Allah digenapi, seperti induk domba yang 

kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, Ia 

tidak membuka mulutnya (Yes. 53:7). Keheningan-Nya 

itu dengan lantang menyatakan keberserahan-Nya 

kepada kehendak Bapa-Nya di dalam banyak penderita-

an-Nya saat itu, yang Dia terima dan tanggung dengan 

lapang dada. Dia diam saja, sebab Dia tidak ingin me-

ngatakan apa pun yang dapat menghalangi penderita-

an-Nya. Jika saja Kristus mengakui jati diri-Nya sebagai 

Allah sejelas Dia mengakui diri-Nya sebagai Raja, mung-

kin saja Pilatus tidak akan menjatuhkan hukuman 

kepada-Nya (sebab saat para pendakwa menyebutkan 

hal itu saja dia sudah begitu ketakutan). Selain itu, 

orang-orang Romawi itu, meskipun biasa mengarak raja 

bangsa-bangsa yang mereka taklukkan, mereka tetap 

masih menyegani ilah-ilah mereka (1Kor. 2:8). Kalau 

sekiranya mereka mengenal-Nya sebagai Allah yang mu-

lia, mereka pasti tidak akan menyalibkan-Nya; dan jika 

begitu, bagaimana kita dapat diselamatkan?  

[2] Keheningan itu sungguh penuh dengan hikmat dan per-

timbangan. Saat para imam kepala bertanya kepada-

Nya, Apakah Engkau Anak dari Yang Terpuji? Dia men-

jawab, Akulah Dia, sebab Dia tahu bahwa mereka 

memiliki pengetahuan mengenai Perjanjian Lama yang 

menceritakan tentang Mesias. namun  saat Pilatus berta-

nya kepada-Nya, Dia tahu bahwa Pilatus tidak mema-

hami pertanyaannya sendiri, sebab ia tidak mengenal 

Mesias dan keberadaan-Nya sebagai Anak Allah, sehing-

ga untuk apa Dia menjawab seorang yang kepalanya di-

penuhi dengan hal-hal mengenai dewa-dewa kafir, yang 

pasti akan ia pakai untuk mengartikan jawaban-Nya?  

(4) Teguran sombong yang dilayangkan Pilatus sebab  Yesus 

berdiam diri (ay. 10): “Tidakkah Engkau mau bicara dengan 

aku? Apakah Engkau hendak menghina aku dengan ber-

diam diri seperti itu? Tidakkah Engkau tahu bahwa, sebagai 

penguasa daerah ini, Aku berkuasa, jika saja aku mau, un-

tuk menyalibkan Engkau, dan berkuasa, jika saja aku mau, 

untuk melepaskan Engkau?”  

Perhatikanlah di sini: 

[1] Bagaimana Pilatus meninggikan dirinya sendiri dan me-

megahkan wewenangnya, seakan tidak lebih kecil dari-

pada wewenang Nebukadnezar, yang mengenai dirinya 

dikatakan, dibunuhnya siapa yang dikehendakinya dan 

dibiarkannya hidup siapa yang dikehendakinya (Dan. 

5:19). Orang-orang berkuasa memang mudah sekali 

menjadi tinggi hati sebab  kekuasaan yang mereka mi-

liki, dan semakin mutlak dan bebas kekuasaan mereka, 

semakin besar pula kesombongan itu memuaskan dan 

menyenangkan rasa tinggi hati mereka. Akan namun  ia 

memegahkan kekuasaannya itu dengan terlalu berlebih-

an, saat dia menyombong bahwa ia memiliki kuasa un-

tuk menyalibkan seseorang yang telah ia nyatakan tidak 

bersalah, sebab tidak ada raja atau penguasa yang me-

miliki kewenangan untuk berbuat lalim. Id possumus, 

quod jure possumus – Kita hanya boleh melakukan apa 

yang dapat kita lakukan dengan adil.   

[2]  Bagaimana ia merendahkan Sang Juruselamat kita 

yang mulia: Tidakkah Engkau mau bicara kepadaku? 

Pilatus menganggap-Nya, pertama, seolah-olah Ia bersi-

kap membangkang dan tidak menghormati pihak yang 

berwenang, dengan cara berdiam diri pada saat Ia di-

ajak bicara. Kedua, seolah-olah Ia tidak tahu berterima 

kasih kepada orang yang telah bersikap baik terhadap-

Nya: “Tidakkah Engkau mau bicara dengan aku yang 

telah bersusah payah mengusahakan pembebasan-

Mu?” Ketiga, seolah-olah Ia bersikap tidak bijaksana 

bagi diri-Nya sendiri: “Tidakkah Engkau mau berbicara 

untuk membersihkan diri-Mu sendiri dengan orang 

yang hendak membersihkan diri-Mu dari tuduhan keja-

hatan?” Jika Kristus benar-benar hendak menyelamat-

kan nyawa-Nya sendiri, saat itu yaitu  saat yang benar-

benar tepat untuk angkat bicara. Akan namun , yang 

harus Ia lakukan justru yaitu  menyerahkan nyawa-

Nya.  

(5)  Jawaban mengena yang diberikan Kristus terhadap teguran 

itu (ay. 11). Dalam jawaban-Nya ini, 

[1] Dengan berani Kristus mencela kesombongan Pilatus 

dan membetulkan kekeliruannya: “Tidak peduli betapa 

agungnya penampilan atau gaya bicaramu, engkau 

tidak mempunyai kuasa apa pun terhadap Aku, tidak 

berkuasa menyesah, atau juga menyalibkan, jikalau 

kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas.” Meski-

pun Kristus tidak merasa perlu menjawab Pilatus saat 

ia menanyai-Nya tanpa memahami pertanyaannya sen-

diri (sebab, jangan menjawab orang bebal menurut kebo-

dohannya, supaya jangan engkau sendiri menjadi sama 

dengan dia), Ia tetap merasa pantas menjawabnya saat 

dia bersikap sok berkuasa, sebab, jawablah orang bebal 

menurut kebodohannya, supaya jangan ia menganggap 

dirinya bijak (Ams. 26:4-5). Saat Pilatus memakai ke-

kuasaannya, Kristus menyerahkan diri dengan berdiam 

diri. Akan namun , saat  ia mulai menyombongkan ke-

kuasaannya itu, Kristus membuat dia belajar menem-

patkan diri selayaknya: “Segala kuasa yang engkau 

miliki itu diberikan kepadamu dari atas,” yang bisa di-

artikan sebagai dua hal:  

Pertama, sebagai peringatan bahwa kekuasaannya 

sebagai pejabat pengadilan yaitu  kekuasaan yang ter-

batas, dan dia tidak bisa melakukan lebih dari apa yang 

Allah izinkan bagi dia. Allah yaitu  sumber kekuasaan, 

dan segala kuasa yang ada, sebab  dibentuk dan ber-

asal dari-Nya, maka juga tunduk kepada Dia. Mereka 

tidak boleh bertindak lebih jauh melebihi apa yang di-

arahkan oleh hukum-Nya. Mereka juga tidak bisa ber-

tindak lebih jauh melebihi batas-batas tindakan pemeli-

haraan-Nya. Mereka yaitu  tangan dan pedang Allah 

(Mzm. 17:13, 14). Meskipun kapak dapat memegahkan 

diri terhadap orang yang memakainya, namun tetap saja 

kapak itu hanyalah alat semata (Yes. 10:5, 15). Biarlah 

para penindas yang sombong mengetahui bawah ada 

yang lebih tinggi dari mereka, yang kepadanya mereka 

harus bertanggung jawab (Pkh. 5:7). Dan biarlah per-

kataan ini meredakan keluh kesah pihak yang tertin-

das, bahwa yang lebih tinggi dari para penindas itu ada-

lah Tuhan. Allah membiarkan Simei mengutuk Daud, 

dan biarlah hal ini menghibur orang-orang tertindas, 

bahwa para penganiaya mereka tidak dapat melakukan 

lebih jauh daripada yang diperkenankan Allah (Yes. 

51:12-13).  

Kedua, sebagai pemberitahuan bagi Pilatus bahwa 

khususnya kekuasaannya untuk menentang Dia, dan 

semua kekuatan dari kuasa ini , yaitu  seturut de-

ngan maksud dan rencana-Nya (Kis. 2:23). Sebelumnya 

Pilatus tidak pernah membayangkan bahwa dia akan 

tampak seagung saat itu, saat dia duduk untuk meng-

hakimi seorang tahanan seperti Dia, yang dipandang 

banyak orang sebagai Anak Allah dan Raja Israel, dan 

nasib orang yang sedemikian agung ini sekarang ada di 

tangannya. Akan namun  Kristus menyadarkannya bahwa 

ia tidaklah lebih dari sebuah alat di tangan Allah, dan 

tidak memiliki kuasa apa pun terhadap-Nya, selain dari 

yang diberikan kepadanya dari sorga (Kis. 4:27-28). 

[2] Dengan cara yang lunak, Dia memaklumi dan mengang-

gap dosa Pilatus itu ringan, jika dibandingkan dengan 

dosa para pemimpin yang menyerahkan-Nya: “Sebab itu 

dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, beban dosanya 

jauh lebih besar, sebab sebagai pejabat pengadilan eng-

kau memang memiliki kuasa dari atas untuk tugasmu 

itu. sebab  engkau berada sesuai dengan kedudukan-

mu itu, dosamu lebih kecil dari dosa mereka yang me-

nekanmu sebab  rasa dengki dan kejahatan untuk me-

nyelewengkan kekuasaanmu.”  

Pertama, jelas sekali ditegaskan bahwa apa yang di-

perbuat Pilatus itu yaitu  dosa, sebuah dosa besar. 

Paksaan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi kepa-

danya dan yang diturutinya, tidaklah membenarkan 

dirinya. Maksud Kristus dengan ini yaitu  untuk mem-

berikan sedikit peringatan kepada Pilatus untuk meng-

gugah hati nuraninya dan untuk menambah ketakutan 

yang sedang dia rasakan itu. Kesalahan orang lain tidak 

akan melepaskan kita dari kesalahan kita sendiri, dan 

di hari yang agung nanti, kita tidak bisa membela diri 

dengan mengatakan bahwa orang lain lebih buruk dari 

kita, sebab kita tidak dihakimi menurut perbandingan, 

melainkan harus memikul tanggungan kita sendiri.  

Kedua, dosa orang yang menyerahkan Kristus ke 

tangan Pilatus masih tetap lebih besar daripada dosa 

Pilatus sendiri. Dengan demikian, jelaslah bahwa tidak 

semua dosa sama tingkatannya, melainkan ada bebe-

rapa dosa yang lebih keji dari yang lainnya. Beberapa 

jenis dosa diibaratkan sebagai nyamuk, sedangkan yang 

lainnya sebagai unta. Beberapa dianggap seperti selum-

bar di mata, yang lainnya seperti balok. Beberapa di-

anggap senilai dengan dinar, yang lainnya dianggap 

mina. Dia yang menyerahkan Kristus kepada Pilatus 

bisa berarti: 

1.  Orang-orang Yahudi yang berteriak, “Salibkan Dia, 

salibkan Dia!” Mereka telah menyaksikan mujizat-

mujizat Kristus, yang tidak disaksikan Pilatus. Ke-

pada merekalah Sang Mesias pertama kali diutus. 

Mereka yaitu  milik-Nya, dan seharusnyalah, mere-

ka ini, yang kini sedang ditindas seperti budak, yang 

seharusnya lebih menyambut seorang Penebus. Jadi 

sungguh keterlaluan bila mereka malah tampil un-

tuk menentang Dia di hadapan Pilatus. 

2.  Atau mungkin, yang terutama Dia maksudkan ialah 

Kayafas, yang merupakan kepala komplotan penen-

tang Kristus dan yang pertama kali mengusulkan 

hukuman mati bagi-Nya (11:49-50). Dosa Kayafas 

jauh lebih besar dari dosa Pilatus. Kayafas meng-

aniaya Kristus murni sebab  rasa permusuhannya 

terhadap Dia dan ajaran-Nya. Kejahatannya memang 

disengaja dan telah direncanakan secara matang. 

Pilatus menghukum Dia hanya sebab  rasa takutnya 

terhadap orang banyak, dan keputusan itu diambil-

nya dengan terburu-buru sebab  dia tidak punya 

banyak waktu untuk memikirkannya baik-baik. 

3. Beberapa orang mengira bahwa yang Kristus mak-

sudkan yaitu  Yudas, sebab, walaupun dia tidak se-

cara langsung menyerahkan-Nya ke tangan Pilatus, 

dialah yang menyerahkan-Nya kepada orang-orang 

yang kemudian menggiring-Nya ke hadapan Pilatus. 

Dari segala segi, dosa Yudas memang lebih besar 

dari dosa Pilatus. Pilatus tidak mengenal Kristus, se-

dangkan Yudas yaitu  kawan dan pengikut-Nya. 

Pilatus tidak mendapati suatu kesalahan apa pun di 

dalam diri-Nya, namun  Yudas mengenal banyak ke-

baikan di dalam Dia. Pilatus, sekalipun diombang-

ambingkan oleh prasangka, tidak menerima suap, 

sedangkan Yudas mengambil keuntungan dari orang 

yang tidak bersalah. Dosa Yudas menjerumuskan 

dan memberi jalan masuk bagi semua yang meng-

ikuti kesesatannya. Dialah yang menuntun orang-

orang yang menahan Yesus. Begitu besarnya dosa 

Yudas, sampai-sampai balasan yang harus ia terima 

tidak mengizinkan dia untuk tetap hidup. Pada saat 

Kristus mengatakan apa yang menimpanya itu, atau 

segera sesudah Ia mengatakannya, Yudas telah pergi 

ke tempat yang wajar baginya.   

V. Pilatus berjuang melawan orang-orang Yahudi supaya bisa mele-

paskan Yesus dari cengkeraman tangan mereka, namun  usahanya 

nihil. sesudah  kejadian itu, kita tidak mendapati apa pun lagi me-

ngenai apa yang terjadi di antara Pilatus dan Sang Tahanan. Yang 

tertulis hanyalah peristiwa di antara dia dan para penganiaya-Nya 

itu.  

1.  Pilatus terlihat lebih bersungguh-sungguh dalam usahanya 

melepaskan Yesus daripada sebelumnya (ay. 12): Sejak itu, 

dari saat itu, yaitu sejak Kristus memberinya jawaban tadi (ay. 

11), yang dia terima dengan besar hati sekalipun jawaban itu 

mengandung teguran. Dan meskipun Kristus menemukan ke-

salahan di dalam dirinya, Pilatus tetap tidak mendapati kesa-

lahan apa pun di dalam Kristus, malahan berusaha untuk me-

lepaskan Dia, ingin dan berjuang untuk melepaskan-Nya. Dia 

berusaha untuk melepaskan Dia. Dia mencari jalan untuk me-

lakukannya dengan cara yang semestinya dan aman tanpa 

menyinggung para imam. Saat tekad kita dalam menunaikan 

tugas hanya didorong dengan semangat untuk melakukannya 

dengan cara yang gampang-gampang saja, maka hal itu tidak-

lah pernah berjalan mulus. Jika kebijakan Pilatus tidak melen-

ceng dari sikap adilnya, maka dia tidak akan berlama-lama 

berusaha untuk melepaskan Kristus, melainkan pasti sudah 

melakukannya. Fiat justitia, ruat cœlum – Biarlah keadilan 

ditegakkan, sekalipun langit hendak runtuh.  

2.  Orang-orang Yahudi malah semakin berang dan semakin ga-

nas menghendaki Kristus disalibkan. Mereka tetap melanjut-

kan rencana mereka dengan kegaduhan dan kericuhan seperti 

sebelumnya, sehingga kini mereka berteriak-teriak. Mereka 

ingin menimbulkan kesan bahwa semua orang menentang-

Nya, sehingga mereka berusaha untuk menghimpun banyak 

orang supaya berteriak menentang-Nya. Menghasut sekawan-

an orang banyak tidaklah sulit. Padahal, jika saja pemungutan 

suara yang adil dijalankan, saya tidak ragu bahwa sebagian 

besar orang pasti memilih untuk melepaskan Dia. Teriakan se-

gelintir orang sinting mungkin saja bisa mengalahkan suara 

banyak orang bijak, dan kalau sudah begitu, mereka lantas 

mengira bahwa mereka telah mewakili suara seluruh bangsa, 

atau bahkan seluruh umat manusia (padahal yang keluar dari 

mulut mereka hanya omong kosong). Walaupun demikian, 

mengubah pendapat rakyat tidaklah semudah seperti mewakili 

pendapat mereka atau mengubah teriakan mereka. Kini, selagi 

Kristus berada di dalam genggaman tangan musuh-musuh-

Nya, para sahabat-Nya malah bungkam dan ketakutan, dan 

menghilang entah ke mana, sedangkan orang-orang yang me-

nentang-Nya maju ke depan untuk unjuk gigi. Keadaan ini 

membuat para imam kepala serasa mendapat angin untuk me-

nunjukkan bahwa seolah-olah tuntutan mereka itu yaitu  ke-

bulatan pendapat semua orang Yahudi, yaitu bahwa Kristus 

harus disalibkan. Melalui teriakan itu mereka mengupayakan 

dua hal: 

(1) Untuk mencemarkan nama baik Sang Tahanan dan mem-

buat-Nya terlihat seperti musuh kaisar. Dia menolak kera-

jaan-kerajaan di dunia ini beserta kemuliaan mereka, me-

nyatakan bahwa kerajaan-Nya bukan berasal dari dunia 

ini, namun mereka menganggap Dia telah menentang kai-

sar; antilegei – Dia melawan kaisar, menyerang martabat 

dan kedaulatannya. Memang sudah menjadi siasat para 

musuh agama [Kristen – pen.] untuk selalu menggambar-

kan agama Kristen itu merugikan raja atau para penguasa, 

padahal sebenarnya agama Kristen justru sangat mengun-

tungkan bagi kedua pihak ini .  

(2)  Untuk menakut-nakuti sang hakim, sebagai bukan sahabat 

kaisar: “Jikalau engkau membebaskan Dia tanpa menghu-

kum-Nya dan membiarkan saja Dia, engkau bukanlah sa-

habat Kaisar, dan sebab  itu engkau bersalah terhadap tu-

gas dan kepercayaanmu, tidak menyenangkan hati sang 

penguasa, dan pantas disingkirkan.” Mereka menegaskan 

ancaman mereka bahwa mereka hendak melaporkan dia 

dan membuat dia digantikan saja. Dengan ini mereka be-

nar-benar menyerang bagian yang sungguh menjadi kele-

mahannya. Akan namun , dari antara semua orang, kaum 

Yahudi itu sebenarnya tidak pantas berpura-pura peduli 

terhadap kaisar, sebab mereka sendiri begitu membenci 

kaisar dan pemerintahannya. Tidak seharusnya mereka 

bermanis mulut dengan menyatakan diri sebagai kawan 

kaisar. Akan namun , rasa bakti semu terhadap sesuatu yang 

baik justru sering dipakai untuk menutupi kejahatan besar 

melawan sesuatu yang lebih baik.   

3. Saat usaha-usaha lain tetap tidak ampuh juga, akhirnya 

Pilatus pun mencoba untuk membujuk mereka supaya tidak 

lagi terlalu berang, dan dengan bertindak seperti itu, dia telah 

menyerahkan dirinya sendiri kepada mereka dan akhirnya 

takluk pada arus yang begitu deras (ay. 13-15). sesudah  dia 

mencoba bertahan selama beberapa waktu dan kini terlihat 

seperti hendak tetap bersiteguh melawan desakan mereka (ay. 

12), dia justru menjadi seorang pengecut dan menyerah.  

Perhatikanlah di sini: 

(1) Apa yang begitu mengejutkan Pilatus (ay. 13): saat  dia 

mendengar perkataan itu, bahwa dia akan dianggap tidak 

setia kepada kehormatan kaisar dan tidak meyakini ke-

baikan kaisar jika dia tidak menghukum mati Yesus, maka 

dia pun berpikir bahwa sudah tiba saatnya dia harus mem-

bela diri sendiri. Segala sesuatu yang mereka katakan un-

tuk membuktikan bahwa Kristus yaitu  seorang penjahat 

sehingga Pilatus wajib menghukum-Nya, tidaklah mampu 

menggerakkan hatinya, malah ia terus bersikukuh bahwa 

Kristus tidak bersalah. Akan namun , sewaktu mereka mene-

kan dengan mengatakan bahwa menghukum Kristus ada-

lah demi kepentingannya sendiri, dia pun mulai melunak. 

Perhatikanlah, orang-orang yang menggantungkan kebaha-

giaan mereka pada pendapat orang lain menempatkan diri 

mereka sendiri sebagai mangsa yang empuk bagi godaan 

Iblis. 

(2) Persiapan yang dilakukan untuk hukuman yang telah dise-

pakati dalam perkara ini: Pilatus menyuruh membawa 

Yesus keluar, dan ia sendiri, dalam keadaannya yang agung 

itu, menempati kursinya. Bolehlah kita menduga bahwa dia 

meminta jubah kebesarannya supaya terlihat hebat, lalu ia 

duduk di kursi pengadilan. 

[1] Kristus dihukum dengan seluruh acara apa saja yang 

perlu dijalankan untuk menghukum-Nya.  

Pertama, untuk membawa kita keluar ke hadapan 

sidang penghukuman Allah, dan supaya semua orang 

percaya dapat dibebaskan dari segala humuman di da-

lam persidangan sorga melalui Kristus yang sekarang 

sedang diadili.  

Kedua, untuk mengambil kengerian semua persi-

dangan yang hebat itu, yang harus dihadapi para peng-

ikut-Nya nanti demi Dia. Paulus lebih diteguhkan saat  

dia harus berdiri di hadapan kursi pengadilan kaisar, 

sebab Gurunya sendiri telah berdiri di sana sebelum-

nya.  

[2] Di sini dicatat mengenai tempat dan waktu kejadian ter-

sebut.  

Pertama, tempat di mana Kristus dijatuhi hukuman: 

di tempat yang bernama Litostrotos, dalam bahasa Ibrani 

Gabata, kemungkinan merupakan tempat di mana 

Pilatus biasa duduk untuk menangani perkara-perkara 

kejahatan. Beberapa orang mengartikan Gabata sebagai 

sebuah tempat tertutup, terlindung dari penghinaan 

orang-orang, yang sebab nya tidak perlu ia takuti lagi. 

Sebagian orang lagi mengartikannya sebagai sebuah 

tempat yang ditinggikan, diangkat, supaya semua orang 

dapat melihatnya.  

Kedua, waktunya (ay. 14). Hari itu ialah hari per-

siapan Paskah, kira-kira jam dua belas.  

Perhatikanlah:  

1.  Hari itu: Hari itu ialah hari persiapan Paskah, yaitu 

persiapan hari sabat Paskah dan segenap kekhid-

matan yang mengiringinya, serta sisa hari raya roti 

tidak beragi. Hal ini jelas dinyatakan dalam Lukas 

23:54, Hari itu yaitu  hari persiapan dan sabat ham-

pir mulai. Dengan demikian, persiapan itu dilakukan 

untuk menyongsong hari sabat. Perhatikanlah, sebe-

lum Paskah berlangsung, harus selalu dilakukan 

persiapan terlebih dahulu. Hal ini disebutkan di sini 

untuk menegaskan begitu beratnya dosa mereka ka-

rena menganiaya Kristus dengan begitu banyak ke-

dengkian dan kemarahan, padahal saat itu yaitu  

hari saat  seharusnya mereka menyucikan diri dari 

ragi lama dan bersiap menyambut Paskah. Akan te-

tapi, semakin baik hari itu, semakin buruk perbuat-

an.  

2.  Jam kejadian itu: kira-kira jam dua belas. Beberapa 

naskah kuno Yunani dan Latin menuliskannya seba-

gai jam sembilan, yang sesuai dengan Markus 15:25. 

Dan tampak dalam Matius 27:45, bahwa Dia sudah 

tergantung di kayu salib sebelum pukul dua belas 

tengah hari. Akan namun  hal itu disebutkan di sini 

bukan untuk menegaskan ketepatan waktunya, me-

lainkan sebagai penegasan dosa para penganiaya 

yang begitu berat, sebab mereka mendesak pelang-

sungan hukuman itu bukan saja di hari yang khid-

mat itu, yaitu hari persiapan Sabat, melainkan juga 

pada jam sembilan sampai dua belas tengah hari 

(yang biasa kita sebut sebagai waktunya bergereja) 

pada hari itu. Mereka begitu bergiat dalam kejahat-

an itu, sehingga sekalipun mereka yaitu  imam, me-

reka tidak pergi beribadah di Bait Allah, sebab mere-

ka tidak meninggalkan Kristus sampai jam dua 

belas, yaitu sampai kegelapan dimulai dan membuat 

mereka lari ketakutan. Beberapa orang berpendapat 

bahwa jam dua belas berdasarkan sang penulis Injil 

ini yaitu  jam enam pagi berdasarkan penghitungan 

orang Romawi dan juga penghitungan waktu kita. 

Perkiraan ini  mungkin saja benar, yaitu bahwa 

persidangan Kristus di hadapan Pilatus berlangsung 

sekitar jam enam pagi, yang berarti tidak lama sete-

lah fajar menyingsing.   

(3) Perdebatan yang terjadi di antara Pilatus dan orang-orang 

Yahudi, baik para imam maupun rakyat jelata, saat ia ber-

usaha meredakan amarah mereka dengan sia-sia, sebelum 

meneruskan persidangannya.  

[1] Dia berkata kepada orang-orang Yahudi itu, “Inilah 

rajamu!” Perkataannya itu merupakan teguran bagi 

mereka atas kejahatan mereka yang tidak masuk akal 

itu, dengan  menuduh Yesus telah mengangkat diri-Nya 

sendiri sebagai raja: “Inilah rajamu, yaitu orang yang 

telah kamu tuduh mengaku diri sebagai raja. Beginikah 

orang yang kelihatannya bisa membahayakan pemerin-

tahan? Aku rasa dia tidak begitu, dan kamu juga seha-

rusnya setuju dengan pendapatku dan tidak lagi meng-

usik-Nya.” Beberapa orang berpendapat bahwa di sini 

Pilatus mencela kebencian tersembunyi mereka terha-

dap kaisar: “Kamu pasti akan menerima orang ini seba-

gai rajamu jika saja Dia mau memimpin pemberontakan 

melawan kaisar.” Akan namun , meskipun Pilatus sama 

sekali tidak memaksudkannya, ia terdengar seperti sua-

ra Allah untuk mereka. Kristus, yang kini dimahkotai 

duri bagaikan seorang raja, ditawarkan kepada orang-

orang itu: “Inilah rajamu, Raja yang telah Allah tempat-

kan di atas bukit kudus-Nya di Sion;” Akan namun , bu-

kannya menyambut hal itu dengan kegirangan, mereka 

malah menentang Allah. Mereka tidak sudi memiliki 

Raja yang telah dipilih Allah. 

[2] Mereka berteriak dengan kemarahan yang menyala-

nyala, “Enyahkan Dia, Enyahkan Dia!”, yang menunjuk-

kan penghinaan sekaligus kekejaman, aron, aron – 

“Bawa saja Dia, Dia bukan salah satu dari kami; kami 

tidak menerima-Nya sebagai sanak saudara kami, apa-

lagi menjadi raja kami; kami bukan saja tidak memuja-

Nya, namun  juga tidak mengasihani Dia; enyahkan Dia 

dari pandangan kami:” Begitulah yang tertulis mengenai 

Dia, bahwa Dia yaitu  orang yang dijijikkan bangsa-

bangsa (Yes. 49:7), dan mereka menutup muka mereka 

terhadap Dia (Yes. 53:2-3). Enyahkan orang ini dari 

muka bumi (Kis. 22:22). Hal ini menunjukkan,  

Pertama, perlakuan yang pantas kita terima di ha-

dapan penghakiman Allah. sebab  dosa, kita menjadi 

menjijikkan di hadapan kekudusan Allah, yang berte-

riak, “Enyahkan mereka, enyahkan mereka”, sebab 

mata Allah terlalu suci untuk dapat melihat kelaliman. 

Kita juga jadi menjijikkan di hadapan keadilan Allah 

yang berseru melawan kita, “Salibkan mereka, salibkan 

mereka, biarlah penghukuman dilangsungkan.” Jika 

saja Kristus tidak turut campur dan sebab  itu harus 

ditolak oleh manusia, maka kita akan ditolak oleh Allah 

untuk selamanya.  

Kedua, hal itu menunjukkan bagaimana kita seha-

rusnya memperlakukan dosa-dosa kita. Sering kali kita 

diperintahkan oleh firman Allah untuk menyalibkan 

dosa supaya kita menjadi bersesuaian dengan kematian 

Kristus. Kini, mereka yang menyalibkan Kristus mela-

kukannya dengan kebencian besar. Jadi, dengan keben-

cian kudus yang besar pula seharusnya kita menghan-

curkan dosa di dalam diri kita, sebagaimana mereka 

tanpa ampun menindas Dia yang dijadikan dosa bagi 

kita dengan kekejian mereka yang bejat itu. Orang yang 

benar-benar bertobat akan menjauhkan segenap pe-

langgarannya, “Enyahkan mereka, enyahkan mereka” 

(Yes. 2:20; 30:22), “Salibkan mereka, salibkan mereka, 

tidak layak mereka berdiam di dalam jiwaku” (Ho. 14:9). 

[3]  Pilatus, yang hendak membebaskan Yesus namun  tetap 

ingin melakukannya berdasarkan persetujuan mereka, 

bertanya, “Haruskah aku menyalibkan rajamu?” Dengan 

berkata begitu, dia memiliki maksud,  

Pertama, untuk membungkam mulut mereka dengan 

menunjukkan kepada mereka bahwa betapa tidak ma-

suk akalnya jika mereka menolak seseorang yang mena-

warkan diri sebagai raja mereka pada saat yang tepat, 

yaitu saat mereka benar-benar memerlukan seorang 

raja. Tidakkah mereka merasa diperbudak selama ini? 

Tidakkah mereka memiliki keinginan untuk merdeka? 

Tidakkah mereka menghargai seorang penyelamat? 

Meskipun dia tidak melihat alasan untuk takut kepada-

Nya, mereka kan bisa melihat alasan untuk mengharap-

kan sesuatu dari diri-Nya, sebab biasanya orang-orang 

yang sedang dalam keadaan terjepit lebih mudah mene-

rima apa saja yang ditawarkan. Atau,  

Kedua, untuk membungkam teriakan hati nuraninya 

sendiri. “Jika Yesus ini memang benar seorang raja” 

(pikir Pilatus), “dia hanya terkait dengan orang-orang 

Yahudi saja, dan sebab  itu aku tidak punya kepenting-

an apa-apa dengan ini, selain berusaha membuat per-

kara ini adil bagi dia dan orang-orang Yahudi itu. Jika 

mereka menolak-Nya dan ingin menyalibkan raja mere-

ka sendiri, apa urusannya hal itu denganku?” Dia men-

cemooh kebodohan mereka yang mengharapkan se-

orang Mesias, namun  menindas orang yang dapat mem-

buktikan diri sebagai Sang Mesias itu.  

[4] Supaya bisa sepenuhnya lepas tangan dari masalah 

Kristus dan melibatkan Pilatus untuk menyalibkan Dia, 

yang sama sekali tidak ingin mereka lakukan sendiri, 

imam-imam kepala pun berseru, “Kami tidak mempu-

nyai raja selain dari pada Kaisar!” Mereka tahu bahwa 

hal ini akan membuat Pilatus senang. Dengan berbuat 

demikian, mereka berharap dapat mencapai tujuan me-

reka, meskipun pada saat yang sama mereka membenci 

kaisar dan pemerintahannya.  

namun  amatilah di sini:  

Pertama, betapa hal ini merupakan petunjuk yang 

jelas bahwa sekaranglah waktunya, bahkan waktu yang 

sudah ditentukan, bagi Mesias untuk datang. Sebab, 

jika   orang Yahudi tidak mempunyai raja selain kai-

sar, maka benar bahwa tongkat kerajaan beranjak dari 

Yehuda dan lambang pemerintahan dari antara kakinya, 

dan hal ini sekali-kali tidak akan terjadi sebelum Silo 

datang mendirikan kerajaan rohani. Dan,  

Kedua, betapa adil dan benar Allah dalam menda-

tangkan kehancuran bagi mereka melalui orang-orang 

Romawi tidak lama sesudah itu.  

1.  Mereka patuh kepada kaisar, dan kepada kaisarlah 

mereka akan pergi. Allah segera membuat mereka 

tidak tahan dengan kaisar-kaisar mereka. Dan, me-

nurut perumpamaan Yotam, sebab  segala pohon 

memilih semak duri sebagai raja mereka, dan bukan 

pohon anggur dan pohon zaitun, maka roh jahat di-

kirim ke tengah-tengah mereka, sebab mereka tidak 

dapat berlaku setia dan tulus ikhlas (Hak. 9:12, 19). 

Sejak saat itu, mereka menjadi pemberontak-pem-

berontak kaisar, dan kaisar-kaisar menjadi para pe-

nguasa yang lalim bagi mereka. Dan ketidakpuasan 

mereka itu berakhir dengan digulingkannya negeri 

dan bangsa mereka. Jika kita mengutamakan hal 

lain selain Kristus, maka adillah jika   Allah men-

jadikan hal lain itu sebagai momok dan tulah bagi 

kita.  

2. Mereka tidak mau mempunyai raja lain selain dari-

pada kaisar, maka tidak pernah mereka mempunyai 

seorang raja pun sampai hari ini. Sebaliknya, 

mereka diam dengan tidak ada raja, tiada pemimpin 

(Hos. 3:4), tanpa raja atau pemimpin sendiri, melain-

kan raja-raja dari bangsa-bangsa lain memerintah 

atas mereka. sebab  mereka tidak mau mempunyai 

raja selain daripada kaisar, maka begitulah nasib 

yang akan menimpa mereka, sebab mereka sendiri 

yang telah memutuskannya. 

Kristus Dihukum; Penyaliban 

(19:16-18) 

16 Akhirnya Pilatus menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan. 

Mereka menerima Yesus. 17 Sambil memikul salib-Nya Ia pergi ke luar ke 

tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota. 18 

Dan di situ Ia disalibkan mereka dan bersama-sama dengan Dia disalibkan 

juga dua orang lain, sebelah-menyebelah, Yesus di tengah-tengah. 

Di sini kita mendapati hukuman mati dijatuhkan ke atas Tuhan 

Yesus, dan pelaksanaannya dilangsungkan tidak lama kemudian. Be-

tapa Pilatus bergumul hebat antara keyakinan dan kebejatan dalam 

dirinya, namun  akhirnya keyakinannya itu luluh dan kebejatannya 

menang. Rasa takut kepada orang banyak mengalahkan rasa takut-

nya kepada Allah.  

I.  Pilatus menjatuhkan penghakimannya terhadap Kristus dan me-

nyetujui perintah pelaksanaan hukuman itu (ay. 16).  

Di sini kita dapat melihat:  

1.  Bagaimana Pilatus berdosa melawan hati nuraninya sendiri: 

Dia telah berulang kali menyatakan bahwa Kristus tidak ber-

salah, namun  pada akhirnya dia menghukum-Nya sebagai se-

orang yang bersalah. Sejak menjadi wali negeri, Pilatus telah 

banyak mengecewakan dan menggeramkan bangsa Yahudi, 

sebab ia yaitu  seorang yang berjiwa keras dan tinggi hati, 

dan tindak-tanduknya selalu sesuai dengan tabiatnya yang 

jahat. Dia telah merampas persembahan kepada Allah dan

 menghamburkannya untuk pekerjaan pengairan. Ia membawa 

perisai-perisai yang berukir gambar kaisar ke Yerusalem, dan 

hal itu sangat menggusarkan orang-orang Yahudi. Ia mengor-

bankan nyawa banyak orang dengan keputusan-keputusannya 

pada waktu itu. sebab  merasa takut akan dilaporkan menge-

nai hal-hal di atas serta kekurangajarannya yang lain, ia pun 

bersedia mengambil hati orang-orang Yahudi. Hal itu membuat 

keadaan semakin runyam saja. Seandainya dia berlaku baik, 

lembut dan penuh pertimbangan, maka sikapnya yang menye-

rah terhadap desakan arus yang deras itu pastilah lebih dapat 

dimaklumi. Akan namun , menyerah di dalam perkara seperti itu 

membuatnya terlihat sangat jahat, sebab dia biasanya bersiku-

kuh dalam hal lain dan selalu tegas mempertahankan kepu-

tusannya. namun  kini, dia memilih untuk mengkhianati hati 

nuraninya sendiri daripada melakukan sesuatu yang dapat 

merugikan kepentingannya.  

2.  Kini dia berusaha untuk memindahkan semua kesalahan ke 

pundak orang-orang Yahudi. Dia tidak menyerahkan Yesus ke-

pada para bawahannya seperti biasanya, namun  kepada para 

penganiaya, yaitu para imam kepala dan tua-tua. Dengan de-

mikian, ia hendak memaafkan keputusannya yang tidak se-

suai dengan hati nuraninya sendiri, yaitu bahwa dia hanya 

membiarkan penghukuman itu terjadi, dan tidak menjatuhkan 

hukuman mati kepada Kristus, melainkan hanya menyerah-

kan-Nya saja kepada orang-orang yang hendak menghukum-

Nya seperti itu. 

3. Bagaimana Kristus dijadikan dosa bagi kita. Kita layak dihu-

kum, namun  Kristus menanggung hukuman itu bagi kita su-

paya kita tidak lagi harus berada di bawah penghukuman. Kini 

Allah memasuki penghakiman bersama Anak-Nya, supaya Dia 

tidak harus memasuki penghakiman itu bersama para hamba-

Nya.  

 II. Penghakiman itu pun segera dilaksanakan oleh para penganiaya. 

Mereka telah memperoleh apa yang mereka inginkan dan tidak 

ingin membuang waktu, sebab mereka khawatir jangan sampai 

Pilatus berubah pikiran dan memerintahkan pembatalan penghu-

kuman itu (orang-orang yang cepat-cepat menjerumuskan kita 

supaya berbuat dosa, lalu tidak memberi kita kesempatan untuk 

membatalkan apa yang telah kita putuskan yaitu  musuh-musuh 

jiwa kita, musuh-musuh yang paling jahat). Selain itu, mereka 

juga khawatir jangan sampai timbul keributan di antara rakyat 

dan muncul lebih banyak orang yang menentang mereka melebihi 

jumlah yang telah dihasut oleh mereka. Alangkah baiknya jika 

kita mau bertindak gesit dan penuh daya seperti yang mereka 

lakukan itu, namun untuk hal-hal yang baik, supaya jangan da-

tang lebih banyak kesukaran lagi.   

1.  Mereka segera menggiring Sang Tahanan keluar. Dengan ra-

kus para imam kepala langsung saja menerkam mangsa yang 

telah lama mereka incar-incar itu. Mangsa itu kini telah terje-

rat jaring mereka. Atau mereka, yaitu para tentara yang akan 

menjalankan penghukuman itu, membawa-Nya dan menggi-

ring-Nya keluar, bukan ke tempat dari mana Ia berasal, lalu 

kemudian ke tempat pelaksanaan penghukuman sebagaimana 

yang biasa kita lakukan, melainkan langsung ke tempat peng-

hukuman. Para imam dan tentara bersatupadu menggiring-

Nya. Inilah saatnya Anak Manusia akan diserahkan ke dalam 

tangan manusia, manusia-manusia yang jahat dan bebal. Ber-

dasarkan hukum Taurat Musa (yang juga dijalankan oleh hu-

kum kita), para pendakwa juga menjadi pihak yang melak-

sanakan penghukuman (Ul. 17:7). Begitulah, para imam di sini 

sangat membanggakan tugas mereka itu. Dia digiring bukan 

kerena Dia telah melakukan perlawanan, namun  supaya firman 

Allah digenapi, seperti seekor domba Ia dibawa ke pembantaian 

(Kis. 8:32). Kita pantas dienyahkan bersama-sama orang-orang 

yang melakukan kejahatan, sebagaimana penjahat digiring ke 

tempat penghukuman (Mzm. 125:5). namun  Dia-lah yang justru 

dienyahkan demi kita, supaya kita bisa lolos dari penghukum-

an.  

2.  Untuk menambah kesengsaraan-Nya, mereka menyuruh Dia 

memikul salib-Nya sendiri sampai semampu-mampunya (ay. 

17), sesuai dengan adat kebiasaan Romawi. sebab  itulah me-

reka dikecam dengan julukan Furcifer, yaitu keras dan keji. 

Kayu salib mereka tidak langsung berdiri tegak, sebagaimana 

tiang gantungan yang kita pakai di tempat-tempat penghu-

kuman, sebab si penjahat dipakukan saat salib diletakkan di 

atas tanah, lalu kemudian salib diangkat tinggi dan dipan-

cangkan ke dalam tanah, lalu dicabut lagi sesudah  hukuman 

selesai dilaksanakan. Dan biasanya, salib itu ikut dikuburkan 

bersama jenazah. Dengan demikian, setiap orang yang disalib-

kan memiliki salibnya sendiri. Nah, hal Kristus memikul salib-

Nya sendiri dapat dipandang:  

(1) Sebagai bagian dari penderitaan-Nya. Dia benar-benar 

menderita akibat salib-Nya itu. Salib itu terbuat dari kayu 

yang panjang dan tebal, yang cocok untuk menyalibkan 

orang. Beberapa orang berpikir bahwa kayu itu tidaklah 

dipotong atau diperhalus dulu. Tubuh Tuhan Yesus yang 

mulia itu begitu rapuh dan tidak biasa menanggung beban 

seberat itu, apalagi tubuh itu telah banyak didera dan 

disiksa belakangan ini. Bahunya masih perih dengan cam-

bukan yang mereka hantamkan, dan setiap derik kayu 

salib itu membuat lukanya semakin pedih, dan membuat 

nyeri sebab  tusukan mahkota duri di kepalanya semakin 

menyayat. Walaupun begitu, semuanya itu Dia tanggung 

dengan sabar. Dan, semuanya itu barulah permulaan pen-

deritaan-Nya. 

(2) Sebagai pemenuhan perlambangan yang telah terjadi sebe-

lumnya untuk melambangkan diri-Nya. Ishak, saat dia 

hendak dikorbankan, juga memikul bilah-bilah kayu tem-

pat tubuhnya kemudian diikatkan untuk dibakar.   

(3) Sebagai bagian terpenting dari tugas yang sedang dijalan-

kan-Nya, sesudah  Bapa menimpakan kepadanya kejahatan 

kita sekalian (Yes. 53:6), dan Dia harus memikul dosa kita 

di dalam tubuh-Nya di kayu salib (1Ptr. 2:24). Hal itu sama 

saja dengan mengatakan, Biarlah kutuk menimpa Aku saja, 

sebab Dia dijadikan kutuk bagi kita, dan sebab  itulah 

salib menimpa Dia.  

(4) Sebagai pengajaran bagi kita. Di sini Guru kita mengajari 

semua murid-Nya untuk memikul salib mereka dan meng-

ikuti Dia. Apa pun salib yang Ia perintahkan supaya kita 

pikul pada suatu waktu, kita harus ingat bahwa Dia telah 

memikul salib terlebih dahulu. Dia telah memikul sebagian 

besar beban salib dari kita dan dengan begitu Dia menjadi-

kan kuk yang Dia pasang itu enak dan beban-Nya pun 

ringan. Dia menanggung ujung salib yang mengandung ku-

tuk itu. Ini bagian ujung yang berat. sebab  itulah semua 

orang kepunyaan-Nya dimampukan untuk menyebut sega-

la kesusahan mereka bagi Dia sebagai kesusahan yang 

ringan, dan hanya sekejap mata.  

3.  Mereka membawa-Nya ke tempat pelaksanaan hukuman: Ia 

pergi keluar, tidak perlu diseret dengan paksa, sebab  Dia 

suka rela menderita. Dia keluar dari kota itu, sebab Dia disa-

libkan di luar pintu gerbang (Ibr. 13:12). Dan, untuk menam-

bahkan penghinaan pada penderitaan-Nya, Dia dibawa ke se-

buah tempat yang biasa dipakai untuk melangsungkan peng-

hukuman, sebagai orang yang dalam segala hal terhitung di 

antara pemberontak-pemberontak. Tempat itu disebut Golgota, 

Tempat Tengkorak. Ke tempat ini orang biasanya melemparkan 

tengkorak dan tulang belulang orang mati. Kepala-kepala 

orang jahat yang telah dipenggal juga ditinggalkan di sana. Ini 

tempat yang menurut adat kebiasaan dianggap najis. Di sana-

lah Kristus menderita, sebab Dia dijadikan dosa bagi kita, su-

paya Dia dapat membersihkan hati nurani kita dari perbuatan-

perbuatan kita yang mendatangkan kebinasaan serta menge-

luarkan kecemaran dari dalamnya. Jika kita menelaah tradisi 

tua-tua Yahudi, ada dua hal yang disebutkan oleh banyak 

penulis kuno mengenai tempat itu: 

(1) Bahwa Adam dikuburkan di sana, dan tengkoraknya terku-

bur di situ. Mereka menelaah bahwa tempat di mana maut 

mengalahkan Adam yang pertama juga menjadi tempat di 

mana Adam yang kedua mengalahkan sang maut itu. 

Penulis Gerhard mengutip tradisi ini dari Origen, Kyprian, 

Epifanius, Augustinus, Jerome, dan lain-lain. 

(2) Bahwa tempat itu merupakan gunung di tanah Moria di 

mana Abraham hendak mengorbankan Ishak, dan kemu-

dian seekor domba jantan dikorbankan sebagai pengganti 

Ishak.  

4.  Di sanalah mereka menyalibkan Dia bersama kedua penjahat 

lainnya (ay. 18): Dan di situ Ia disalibkan mereka.  

Perhatikanlah: 

(1) Kematian macam apa yang dialami Kristus: mati di atas 

kayu salib, sebuah kematian yang berlumuran darah, me-

nyakitkan dan memalukan, kematian yang penuh dengan 

kutuk. Dia dipakukan di atas kayu salib sebagai korban 

yang terikat di mezbah, sebagai seorang Juruselamat yang 

ditetapkan untuk menjalani semua itu. Telinganya ditindik 

ke tiang pintu Allah, untuk melayani Allah selamanya. Dia 

diangkat ke atas seperti ular tembaga, tergantung di antara 

sorga dan bumi, oleh sebab  kita tidak layak berada di ke-

dua tempat itu, kita diabaikan oleh keduanya. Tangan-Nya 

terentang untuk mengundang dan memeluk kita. Dia ter-

gantung di kayu itu selama beberapa jam. Perlahan-lahan 

fungsi pikiran dan mulut-Nya melemah hingga akhirnya 

mati, supaya dengan begitu Dia dapat menyerahkan diri-

Nya sendiri sebagai korban.  

(2) Siapa yang menemani-Nya saat Dia mati: Bersama-sama 

dengan Dia disalibkan juga dua orang lain. Mungkin saja 

kedua orang itu sebenarnya tidak harus disalibkan saat 

itu, namun  semua itu dilakukan atas permintaan para 

imam-imam kepala yang ingin menambah penghinaan ter-

hadap Tuhan kita Yesus. Ini mungkin yang menjadi alasan 

mengapa salah satu di antara mereka ikut mencerca-Nya 

juga, sebab kematian mereka dipercepat gara-gara Dia. 

Jika saja mereka menangkap dua dari antara para murid-

Nya dan menyalibkan mereka juga bersama-sama dengan 

Dia, hal itu pasti menjadi sebuah kehormatan bagi-Nya. 

Akan namun , jika orang-orang yang seperti itu mengambil 

bagian dalam penderitaan-Nya, maka hal itu akan terlihat 

seolah-olah mereka juga bersama-sama dengan-Nya dalam 

menanggung hukuman-Nya. sebab  itulah ditetapkan bah-

wa orang-orang yang menemani-Nya dalam penderitaan itu 

yaitu  para pendosa yang paling jahat, supaya Dia dapat 

menanggung cela kita dan dengan demikian upah dan ke-

muliaan itu menjadi milik-Nya saja. Hal ini membuat-Nya 

semakin menjadi sasaran penghinaan dan kebencian 

orang-orang yang cenderung memukul rata semua orang 

dan tidak mau repot-repot membedakan, sehingga mereka 

bukan saja menyimpulkan bahwa Dia juga yaitu  seorang 

penjahat oleh sebab  Dia disalibkan bersama para pembe-

rontak, namun  juga yang terburuk di antara mereka bertiga, 

sebab Dia ditempatkan di tengah-tengah mereka. Namun 

dengan begitu firman Allah justru tergenapi, Dia terhitung 

di antara pemberontak-pemberontak. Dia tidak mati di te-

ngah-tengah korban di mezbah, darah-Nya pun tidak ber-

campur dengan darah lembu atau kambing, namun  Dia mati 

di antara para penjahat, dan darah-Nya bercampur dengan 

darah orang-orang yang dikorbankan demi keadilan bagi 

banyak orang. 

Sekarang, marilah kita berhenti sejenak. Marilah kita 

pandangi Yesus dengan mata iman. Pernahkah ada kepe-

dihan yang serupa seperti yang Dia alami saat itu? Lihatlah 

Dia yang telah dilucuti oleh segala kemuliaan dan diselu-

bungi dengan kehinaan – Dia yang dipuji-puji para malaikat 

dijadikan cela bagi manusia – Dia yang sebelumnya berada 

di pelukan Bapa-Nya dalam kenikmatan dan sukacita yang 

abadi kini berada dalam jurang kesakitan dan penderitaan. 

Lihatlah bagaimana darah-Nya mengucur, bagaimana Dia 

menghadapi penderitaan maut. Pandanglah Dia dan kasihi-

lah Dia, kasihilah Dia dan hiduplah bagi-Nya, dan berte-

kunlah untuk memberi  bagi-Nya apa yang bisa kita per-

sembahkan.  

Tulisan di atas Salib; Penyaliban 

(19:19-30) 

19 Dan Pilatus menyuruh memasang juga tulisan di atas kayu salib itu, bu-

nyinya: “Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi.” 20 Banyak orang Yahudi 

yang membaca tulisan itu, sebab tempat di mana Yesus disalibkan letaknya 

dekat kota dan kata-kata itu tertulis dalam bahasa Ibrani, bahasa Latin dan 

bahasa Yunani. 21 Maka kata imam-imam kepala orang Yahudi kepada 

Pilatus: “Jangan engkau menulis: Raja orang Yahudi, namun  bahwa Ia menga-

takan: Aku yaitu  Raja orang Yahudi.” 22 Jawab Pilatus: “Apa yang kutulis, 

tetap tertulis.” 23 Sesudah prajurit-prajurit itu menyalibkan Yesus, mereka 

mengambil pakaian-Nya lalu membaginya menjadi empat bagian untuk tiap-

tiap prajurit satu bagian – dan jubah-Nya juga mereka ambil. Jubah itu tidak 

berjahit, dari atas ke bawah hanya satu tenunan saja. 24 sebab  itu mereka 

berkata seorang kepada yang lain: “Janganlah kita membaginya menjadi 

beberapa potong, namun  baiklah kita membuang undi untuk menentukan 

siapa yang mendapatnya.” Demikianlah hendaknya supaya genaplah yang 

ada tertulis dalam Kitab Suci: ”Mereka membagi-bagi pakaian-Ku di antara 

mereka dan mereka membuang undi atas jubah-Ku.” Hal itu telah dilakukan 

prajurit-prajurit itu. 25 Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara 

ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. 26 saat  Yesus melihat 

ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada 

ibu-Nya: ”Ibu, inilah, anakmu!” 27 Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-

Nya: “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam ru-

mahnya. 28 Sesudah itu, sebab  Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah sele-

sai, berkatalah Ia – supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci: “Aku 

haus!” 29 Di situ ada suatu bekas penuh anggur asam. Maka mereka men-

cucukkan bunga karang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada

sebatang hisop lalu mengunjukkannya ke mulut Yesus. 30 Sesudah Yesus 

meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: “Sudah selesai.” Lalu Ia menun-

dukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. 

Di sini ada  beberapa penjelasan luar biasa mengenai berbagai 

peristiwa yang terjadi menjelang kematian Kristus. Peristiwa-peris-

tiwa yang menyertai ini dipaparkan dengan lebih jelas di sini diban-

dingkan yang ada dalam kitab-kitab Injil sebelumnya, supaya orang-

orang yang berhasrat untuk mengenal Kristus dan bagaimana Ia di-

salibkan boleh memperhatikan semuanya itu.  

I.  Gelar yang dipasangkan di atas kepala-Nya.  

Perhatikanlah: 

1.  Tulisan yang dibuat Pilatus, dan yang ia perintahkan untuk 

dipakukan di atas kayu salib untuk menyatakan penyebab 

mengapa Dia disalibkan di sana (ay. 19). Matius menyebutnya 

aitia – tuduhan. Markus dan Lukas menyebutnya epigraphē – 

tulisan. Yohanes menyebutnya dengan kata Latin yang tepat, 

titlos – gelar: dan bunyinya demikian, Yesus, orang Nazaret, 

Raja orang Yahudi. Pilatus memaksudkannya sebagai celaan, 

yaitu bahwa Dia, Yesus yang berasal dari Nazaret, mengaku-

ngaku sebagai raja orang Yahudi dan hendak bersaing dengan 

kaisar, sedangkan kaisar ini yaitu  orang yang kepadanya 

Pilatus mencari muka, seakan dia begitu setia mengabdi bagi 

kehormatan dan kepentingannya, sehingga dia pun memper-

lakukan seorang raja gadungan seperti penjahat besar. Akan 

namun  Allah menguasai dan membalikkan maksud jahat Pila-

tus itu,  

(1) Supaya tulisan itu justru menjadi kesaksian lebih lanjut 

mengenai ketidakbersalahan Tuhan kita Yesus, sebab kata-

kata di dalam tuduhan itu tidaklah mengandung kejahatan 

apa pun. Jika hal itu yang menjadi dasar untuk mendak-

wa-Nya, maka jelaskan bahwa Dia tidak melakukan apa 

pun sampai harus diganjar dengan hukuman mati ataupun 

belenggu.  

(2)  Supaya tulisan itu dapat memperlihatkan keagungan dan 

kehormatan-Nya. Inilah Yesus Sang Juruselamat, 

Nazoraios, seorang Nazir yang terberkati, dikuduskan bagi 

Allah. Inilah Raja orang Yahudi, Mesias Sang Raja, tongkat 

kerajaan yang timbul dari Israel, sebagaimana yang telah 

dinubuatkan oleh Bileam. Dia mati demi kebaikan umat-

Nya, seperti yang dinubuatkan oleh Kayafas. Demikianlah 

tiga orang jahat itu menjadi saksi bagi Kristus, meskipun 

mereka tidak bermaksud begitu. 

2.  Bagaimana tulisan itu mendapat perhatian orang (ay. 20): Ba-

nyak orang Yahudi yang membaca tulisan itu, bukan hanya 

mereka yang berdiam di Yerusalem, namun  juga mereka yang 

datang dari luar daerah itu, dan juga dari negeri-negeri lain, 

orang-orang asing dan para pemeluk agama Yahudi dari 

bangsa lain yang datang untuk beribadah pada hari raya itu. 

Orang banyak membacanya, dan hal itu menyebabkan berma-

cam-macam perenungan dan pendapat dalam diri orang-orang 

yang berdiri di sana dan merasa tergugah sebab nya. Kristus 

sendiri telah ditetapkan sebagai sebuah tanda, sebuah gelar. 

Inilah dua alasan mengapa gelar ini  dibaca oleh begitu 

banyak orang: 

(1) Sebab tempat di mana Yesus disalibkan terletak dekat de-

ngan kota, walaupun di luar gerbang. Seandainya saja tem-

pat itu terletak jauh, mereka mungkin tidak akan tergerak 

sebab  rasa penasaran untuk pergi ke sana untuk melihat 

dan membaca tulisan itu. Sungguh untunglah kita bila 

sarana untuk mengenal Kristus dihantarkan ke dekat kita.  

(2) Sebab gelar itu dituliskan dalam bahasa Ibrani, Yunani, 

dan Latin, sehingga dapat dipahami oleh semua. Mereka 

semua mengerti paling tidak satu dari ketiga bahasa terse-

but, dan biasanya orang-orang Yahudi yaitu  kaum yang 

paling teliti dalam mengajarkan anak-anak mereka mem-

baca. Hal itu semakin membuat tulisan ini  lebih ber-

nilai lagi, sebab kini semua orang menjadi sangat penasar-

an untuk mengetahui perkara apa itu yang begitu hangat 

sampai dituliskan dalam tiga bahasa yang paling terkenal 

itu. Bahasa Ibrani dipakai untuk mencatat pesan-pesan 

dari Allah, bahasa Yunani dipakai untuk ajaran para filsuf, 

sedangkan bahasa Latin untuk tata hukum kerajaan. Da-

lam ketiga bahasa itulah Kristus dinyatakan sebagai Raja, 

yang di dalam diri-Nya tersembunyi segala harta karun 

pewahyuan, hikmat dan kuasa. Allah telah mengaturnya 

sedemikian rupa sehingga gelar bagi-Nya itu dituliskan 

dalam tiga bahasa yang paling terkenal pada saat itu, yang 

menegaskan bahwa Yesus Kristus harus menjadi Jurusela-

mat bagi segala bangsa, dan bukan hanya bagi bangsa 

Yahudi. Juga untuk menyatakan bahwa setiap bangsa 

akan mendengar semua pekerjaan ajaib Sang Penebus da-

lam bahasa mereka sendiri. Bahasa Ibrani, Yunani dan 

Latin merupakan bahasa sehari-hari masyarakat di sana 

pada zaman itu, sehingga sama sekali tidak benar bahwa 

Kitab Suci harus tetap dipertahankan dalam ketiga bahasa 

ini  (seperti yang diartikan oleh beberapa pihak terten-

tu), melainkan sebaliknya, peristiwa ini  mengajarkan 

kepada kita bahwa pengenalan akan Kristus haruslah 

disebarkan ke segala bangsa dalam bahasa mereka sendiri, 

sebagai sarana yang paling sesuai, supaya orang-orang 

dapat berbicara mengenai firman Allah dengan bebasnya 

seperti saat  mereka sedang bercakap-cakap dengan te-

man-teman mereka.   

3.  Keberatan para penganiaya terhadap tulisan itu (ay. 21). Mere-

ka tidak mau di sana dituliskan Raja orang Yahudi, namun  

bahwa Ia mengatakan, Aku yaitu  Raja orang Yahudi. Dengan 

begitu mereka menunjukkan bahwa mereka,  

(1)  Begitu membenci dan mendengki Kristus. Belumlah cukup 

bahwa Dia disalibkan saja, namun  mereka ingin menyalib-

kan nama-Nya juga. Untuk membenarkan tindakan mereka 

yang memperlakukan-Nya dengan semena-mena, mereka 

berencana untuk memberi  sifat jelek kepada Dia serta 

menggambarkan Dia sebagai seorang penyabot kehormatan 

dan kuasa yang bukan hak-Nya.  

(2) Begitu mendewa-dewakan kehormatan bangsa mereka. 

Meskipun mereka kini sudah ditaklukkan dan dijadikan 

budak oleh bangsa lain, mereka masih tetap bersikukuh 

mengagungkan martabat mereka sampai-sampai mereka 

tidak rela memiliki orang semacam itu sebagai raja mereka.  

(3) Begitu lancang dan sangat menyusahkan Pilatus. Seharus-

nya mereka sadar bahwa mereka telah memaksanya untuk 

menghukum Kristus dengan melawan pikirannya sendiri. 

Namun, tidak mau sadar-sadar juga, mereka masih saja 

merecokinya dengan hal-hal sepele seperti itu. Dan yang 

terburuk dalam semua itu yaitu  bahwa meskipun mereka 

telah menuduh-Nya berpura-pura menjadi raja orang Ya-

hudi, mereka tetap tidak bisa membuktikannya. Yesus sen-

diri pun tidak pernah berkata demikian.  

4. Keputusan bulat sang hakim untuk tidak mengubah tulisan 

itu: “Apa yang kutulis, tetap tertulis, dan tidak akan kuubah 

hanya demi menyenangkan hati mereka.”  

(1) Di sini, para imam kepala yang bersikap selalu mau meng-

atur itu mendapatkan jawaban yang ketus. Sepertinya, dari 

cara Pilatus bicara, dia masih gelisah sebab  telah menye-

rah pada keinginan mereka, dan kesal sekali kepada mere-

ka sebab  telah memaksanya melakukan semua itu, se-

hingga dia pun bertekad untuk bersikap masam terhadap 

mereka. Dan dengan tulisan itu dia menyiratkan,  

[1] Bahwa, sekalipun mereka berpura-pura setia kepada 

kaisar dan pemerintahannya, mereka sebenarnya tidak 

tulus. Mereka pasti bersedia mempunyai seorang raja 

orang Yahudi, jika saja mereka memiliki seorang yang 

cocok dengan angan-angan mereka. 

[2] Bahwa seorang Raja yang hina dan rendah seperti itu 

sudah cukup baik untuk menjadi Raja orang Yahudi, 

dan itu akan menjadi nasib semua orang yang berani 

menentang pemerintahan Romawi.  

[3]  Bahwa mereka telah berlaku tidak adil dan tidak masuk 

akal dalam menganiaya Yesus, sebab  tidak ada kesa-

lahan yang didapati pada-Nya.  

(2) Dengan ini, penghormatan pun diberikan kepada Tuhan 

Yesus. Pilatus tetap pada pendiriannya, bahwa Dia yaitu  

Raja orang Yahudi. Apa yang ia tuliskan itu sebenarnya te-

lah ditulis sendiri oleh Allah sebelumnya, sehingga dia pun 

tidak dapat mengubahnya lagi, sebab demikianlah yang 

tertulis, bahwa Mesias, Raja yang telah diurapi itu akan di-

singkirkan (Dan. 9:26). Jadi, inilah alasan yang benar dari 

kematian-Nya: Dia mati sebab  Raja Israel memang harus 

mati, harus mati dengan cara demikian. Saat orang-orang 

Yahudi menolak Kristus dan tidak mau menerima-Nya se-

bagai raja mereka, Pilatus, seorang bukan-Yahudi, justru 

ngotot mempertahankan bahwa Dia yaitu  Raja. Hal ini 

melambangkan apa yang terjadi selanjutnya, yaitu saat  

orang-orang bukan-Yahudi tunduk kepada kerajaan Mesias 

yang sudah ditentang habis-habisan oleh orang-orang Ya-

hudi yang tidak mau percaya.  

II.  Pembagian pakaian-Nya di antara para prajurit yang menyalib-

kan-Nya (ay. 23-24). Ada empat prajurit yang ditugaskan saat itu. 

Sesudah mereka menyalibkan Yesus, memakukan tubuh-Nya di 

kayu salib dan mengangkat salib itu beserta Dia yang terpaku di 

sana, mereka kemudian tidak punya tugas apa-apa lagi selain me-

nunggu-Nya mengembuskan nafas terakhir sesudah  mengalami ke-

sakitan yang amat sangat. Sebagaimana yang kita lakukan kini 

bila telah selesai dengan seorang tahanan, mereka pun lalu mem-

bagi-bagikan pakaiannya, setiap orang menghendaki bagian yang 

sama, sehingga mereka pun membaginya menjadi empat bagian, 

dengan seadil mungkin, untuk tiap-tiap prajurit satu bagian. Akan 

namun  jubah-Nya, atau pakaian bagian atas (mungkin jubah atau 

baju), tidak bisa dibagi-bagi, tidak berjahit, dari atas ke bawah 

hanya satu tenunan saja, sehingga mereka bersepakat untuk 

membuang undi untuk menentukan siapa yang mendapatnya.  

Perhatikanlah di sini:  

1.  Bagaimana mereka mempermalukan Tuhan kita Yesus, de-

ngan melucuti pakaian-Nya sebelum menyalibkan Dia. Rasa 

malu sebab  telanjang datang bersamaan dengan dosa. sebab  

itulah, Dia, yang dijadikan dosa bagi kita, harus menanggung 

rasa malu itu untuk menghapuskan aib kita. Dia ditelanjangi, 

supaya kepada kita dapat dipakaikan pakaian putih (Why. 

3:18), supaya dengan demikian kita berpakaian dan tidak ke-

dapatan telanjang.  

2.  Upah yang rela dicari para prajurit itu dengan menyalibkan 

Kristus. Mereka bersedia melakukan pekerjaan penyaliban itu 

hanya demi pakaian usang-Nya. Tidak ada gunanya untuk 

melakukan hal yang jahat, namun  akan selalu ada orang yang 

cukup jahat untuk bersedia melakukannya demi hal sepele. 

Mungkin mereka berharap dapat memanfaatkan pakaian-Nya 

dengan cara yang tidak biasa, sebab mereka telah mendengar 

bahwa hanya dengan menyentuh ujung pakaian-Nya saja 

orang banyak disembuhkan dari berbagai penyakit, atau 

mungkin juga mereka berharap bahwa orang-orang yang me-

ngagumi-Nya akan mau menukar pakaian itu dengan sejum-

lah uang.   

3.  Olok-olok yang mereka buat dengan jubah-Nya yang tidak ber-

jahit itu. Kita tidak perna