Senin, 30 Desember 2024

sahabat nabi muhammad 18

 


rin. 

  

Utsman mendampingi Rasulullah Saw dalam semua pertempuran yang 

pernah Beliau lakukan. Tidak ada satu perang pun yang terlewatkan selain 

perang Badr. Dia tidak turut-serta dalam perang ini sebab  harus merawat 

istrinya yang bernama Ruqayah sebab sakit. 

Saat Rasulullah Saw kembali dari Badr, dan Beliau mendapati Ruqayah 

telah kembali ke pangkuan Allah, maka Rasul Saw menjadi amat sedih. 

Rasul Saw berbagi kesedihan dengan Utsman atas musibah yang terjadi. 

Maka Rasul Saw memasukkan Utsman ke dalam golongan ahli Badr, dan 

mendapatkan jatah ghanimah. lalu  Rasulullah Saw menikahkan 

Utsman dengan putri kedua Rasulullah Saw yang bernama Ummu Kultsum. 

Oleh sebab nya, manusia memanggil Utsman dengan sebutan Dzu Nuraini 

(orang yang memiliki dua cahaya).  

Pernikahan Utsman yang kedua kalinya dengan putri Nabi Saw yaitu  

sebuah keutamaan yang tidak didapatkan pria lain selain dirinya. Hal itu 

disebab kan, belum pernah terjadi sebelumnya ada orang yang menjadi 

menantu Nabi sebanyak dua kali selain Utsman bin Affan ra. 

  

Keislaman Utsman ra yaitu  salah satu nikmat terbesar yang Allah Swt 

anugerahkan kepada kaum muslimin dan kepada Islam. Tidak ada 

kesulitan yang dirasakan oleh kaum muslimin, maka Utsman akan menjadi 

orang yang akan segera membantu kesulitan mereka. Tidak ada satu 

musibah pun yang menimpa Islam, kecuali Utsman akan menjadi orang 

terdepan yang akan mengurangi beban yang diderita Islam. 

  

Salah satunya yaitu  saat Rasulullah Saw hendak melakukan perang 

Tabuk, pada saat itu Rasulullah Saw amat membutuhkan bantuan finansial 

sebagaimana Beliau juga membutuhkan orang-orang yang akan menjadi 

prajurit dalam perang ini. 

Sementara pasukan Romawi memiliki prajurit yang banyak, logistik 

yang memadai dan mereka bertempur di negerinya sendiri. 

Sedangkan kaum muslimin, mereka akan melalui perjalanan yang 

panjang dengan bekal yang sedikit dan kendaraan yang tidak memadai. 

Saat itu, kaum muslimin juga sedang mengalami masa paceklik, yang 

jarang terjadi hal seperti ini di jazirah Arab. 

Dengan terpaksa maka Rasulullah Saw menolak banyak orang yang 

hendak melakukan jihad dan melarang mereka untuk mencari syahadah 

(mati di jalan Allah) sebab mereka tidak memiliki kendaraan yang dapat 

membawa mereka ke sana. Maka orang-orang tadi kembali pulang ke 

tempat masing-masing dengan mata yang berlinang. 

  

Pada saat itulah Rasulullah Saw naik ke atas mimbar. Beliau memuji 

Allah Swt, lalu  Beliau menganjurkan umat Islam untuk mengerahkan 

segala kemampuan mereka dan menjanjikan mereka dengan balasan yang 

besar. 

Serta-merta Utsman berdiri dan berkata: “Aku akan memberikan 100 

unta lengkap dengan bekalnya, ya Rasulullah!” 

lalu  Rasulullah Saw turun satu anak tangga dari mimbarnya dan 

Beliau terus menganjurkan umat Islam untuk mengerahkan apa yang 

mereka punya. Maka untuk kedua kalinya Utsman berdiri dan berkata: 

“Aku akan memberikan 100 unta lagi lengkap dengan bekalnya, ya 

Rasulullah!” 

Wajah Rasul Saw menjadi cerah, lalu  Beliau turun satu anak 

tangga lagi dari mimbar dan Beliau masih saja menyerukan umat Islam 

untuk mengerahkan segala yang mereka miliki. Utsman untuk ketiga 

kalinya berdiri dan berkata: “Aku akan memberikan 100 unta lagi lengkap 

dengan bekalnya, ya Rasulullah!” 

Pada saat itu Rasulullah Saw mengarahkan tangannya ke arah Utsman 

pertanda Beliau senang dengan apa yang telah dilakukan Utsman ra. Beliau 

pun bersabda: “Utsman  sesudah  hari ini tidak akan pernah kesulitan… 

Utsman  sesudah  hari ini tidak akan pernah kesulitan.” 

  

Belum lagi Rasulullah Saw turun dari mimbarnya, namun Utsman 

sudah berlari pulang ke rumah. Ia segera mengirimkan semua unta yang ia 

janjikan dan disertai dengan 1000 dinar emas. 

Begitu uang-uang dinar tadi diserahkan kepangkuan Rasulullah Saw, 

Beliau lalu membolak-balikkan uang dinar ini  seraya bersabda: 

“Semoga Allah Swt akan mengampunimu, ya Utsman atas sedekah yang 

kau berikan secara terang-terangan maupun sembunyi. Semoga Allah juga 

akan mengampuni segala sesuatu yang ada pada dirimu, dan apa yang 

telah Ia ciptakan hingga terjadinya hari kiamat.” 

  

Pada saat kekhalifahan Umar Al Faruq ra, saat itu manusia sedang 

menderita tahun paceklik yang mengakibatkan banyak sawah ladang serta 

hewan yang menjadi korbannya. Sehingga tahun ini  dikenang dengan 

sebutan tahun Ramadah (debu)171 sebab  parahnya paceklik yang terjadi. 

Kesulitan yang dirasakan oleh manusia di Madinah terus semakin 

mengganas sehingga banyak nyawa manusia yang terancam. Suatu pagi 

para penduduk datang menghadap khalifah Umar dan berkata: “Wahai 

khalifah Rasulullah. Langit sudah lama tidak menurunkan hujan, dan bumi 

sudah tidak menumbuhkan pephonan. Banyak nyawa manusia yang 

terancam. Apa yang mesti kita lakukan?!” 

Dengan tatapan penuh kegelisahan Umar melihat wajah mereka dan 

berkata: “Bersabarlah dan berharap pahalalah kalian kepada Allah! Aku 

amat berharap semoga Allah Swt akan memudahkan kesulitan kalian pada 

petang ini.” 

Pada penghujung hari, terdengar kabar bahwa kafilah Utsman bin 

Affan telah datang dari Syam, dan rombongan ini  akan tiba di 

Madinah pada pagi hari. 

                                                     

171

 Tahun Ramadah (debu): yaitu  suatu tahun dimana tanah menjadi kering-kerontang dan 

warnanya seperti debu. Banyak manusia yang kelaparan, oleh sebab nya ia disebut dengan nama 

sedemikian.  

Begitu shalat Fajar usai dilaksanakan, maka semua orang berbondong-

bondong menyambut kedatangan kafilah ini. 

Para pedagang yang menyambut kedatangan kafilah ini mendapati 

bahwa rombongan Utsman terdiri dari 1000 unta yang sarat dipenuhi 

dengan gandum, minyak dan anggur kering. 

  

Kafilah unta ini  berhenti di depan pintu rumah Utsman bin Affan 

ra. Para budak segera menurunkan muatan dari punggung unta. 

Para pedagang pun segera menemui Utsman dan berkata kepadanya: 

“Juallah kepada kami segala yang kau bawa, ya Abu Amr (panggilan 

Utsman)!” 

Utsman berkata: “Aku akan menjualnya dengan senang hati kepada 

kalian, akan tetapi berapa harga yang hendak kalian tawarkan kepadaku?” 

Mereka menjawab: “Setiap dirham yang kau bayarkan akan kami ganti 

dengan dua dirham.” 

Utsman menjawab: “Aku akan mendapatkan lebih dari itu.” Maka para 

pedagangpun menambahkan lagi harga tawaran mereka. 

Utsman lalu berkata: “Aku akan mendapatkan lebih dari harga yang 

telah kalian tambahkan.” Para pedagangpun menambahkan lagi harga 

tawaran mereka. 

Namun Utsman tetap berkata: “Aku akan mendapatkan lebih dari ini.” 

Para pedagang tadi berkata: “Wahai Abu Amr, tidak ada para pedagang 

lain di Madinah selainkami. Juga tidak ada seorang pun yang mendahului 

kami datang ke tempat ini. Lalu siapa yang telah memberikan tawaran 

kepadamu melebihi harga yang kami tawarkan?!”  

Ustman menjawab: “Allah Swt akan memberikan 10 kali lipat dari 

setiap dirham yang aku bayarkan. Apakah kalian dapat membayar lebih 

dari ini?” 

Para pedagang itu menjawab: “Kami tidak sanggup untuk 

membayarnya, wahai Abu Amr. 

Utsman langsung berseru: “Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku akan 

menjadikan semua barang bawaan yang dibawa oleh kafilah ini sebagai 

sedekah kepada para fuqara kaum muslimin. Aku tidak pernah berharap 

satu dirham ataupun satu dinar sebagai gantinya. Aku hanya berharap 

keridhaan dan balasan dari Allah Swt. 

  

Saat kekhalifahan berpindah ke tangan Utsman bin Affan, Allah Swt 

berkenan menaklukan pada masa Utsman daerah Armenia dan Kaukasus. 

Allah juga memenangkan kaum muslimin untuk menaklukan daerah 

Khurasan, Karman, Sigistan, cyprus dan beberapa daerah kecil di benua 

Afrika. 

Kaum muslimin pada masa Utsman mendapatkan kesejahteraan yang 

belum pernah dirasakan oleh bangsa lain di muka bumi ini. 

  

Hasan Al Bashry172 ra mengisahkan kesejahteraan penduduk pada masa 

Utsman bin Affan Dzu Nurain, serta kedamaian dan kenyamanan yang 

dirasakan oleh umat Islam. Ia berkata: 

“Aku pernah melihat ada seorang pegawai Utsman berseru: ‘Wahai 

manusia, segeralah kalian mengambil jatah!’ Maka semua orang pun 

segera mengambil jatah mereka secara merata. 

‘Wahai manusia, segeralah datang untuk mengambil rizqi kalian!’ 

Maka semua manusia segera berdatangan dan mereka mendapatkan jatah 

rizqi yang berlimpah. 

Demi Allah kedua telingaku mendengar pegawai tadi berseru: 

‘Segeralah kalian mengambil pakaian kalian!’ Semua orang segera 

mengambil pakaian yang panjang dan lebar. Pegawai tadi juga berseru: 

‘Segeralah kalian mengambil minyak dan juga madu!’ 

Semua itu tidak mengherankan sebab  harta pada masa Utsman terus 

menerus berdatangan dan berlimpah. 

Hubungan antara sesama muslim menjadi nyaman. Tidak ada di muka 

bumi seorang mukmin yang merasa khawatir terhadap seorang mukmin 

yang lain. Yang ada yaitu  seorang muslim yang menyayangi, mencintai 

dan membantu muslim lainnya. 

  

Akan tetapi ada sebagian orang yang bila sudah merasa kenyang maka 

mereka akan kelewat batas. Jika mereka mendapatkan nikmat Allah maka 

mereka akan menjadi kufur. 

Maka sebagian orang tadi malah melemparkan cacian kepada Utsman 

tentang berbagai permasalahan, yang bila permasalah ini  dilakukan 

oleh orang selain Utsman maka mereka tidak akan mencacinya. 

Mereka tidak hanya mencaci Utsman. Kalau saja mereka berhenti 

mencaci Utsman, maka keadaan akan bertambah tenang. 

Akan tetapi setan terus meniupkan api permusuhan dan kejahatan pada 

diri orang-orang tadi. 

                                                     

172

 Hasan Al Bashry: Lihatla profilnya dalam buku Shuwar min Hayatit Tabi’in karya penulis 

Sehingga ada sekelompok orang yang berjumlah banyak dari berbagai 

suku berbeda berkumpul di sekeliling rumah Utsman selama 40 malam. 

Mereka menghalangi penduduk rumah Utsman untuk mendapatkan air 

bersih. 

Orang-orang zhalim ini telah lupa bahwa Utsman-lah orang yang 

pernah membeli sumur rumah173 dengan hartanya agar pada penduduk 

dan orang yang melancong ke Madinah Al Munawarah tidak kehausan. 

Padahal sebelumnya, penduduk Madinah tidak memiliki sumber air jernih 

yang dapat mereka minum. 

Mereka juga menghalangi Utsman untuk melakukan shalat berjamaah 

di Masjid Rasulullah Saw. 

Orang-orang ini  telah tertutup matanya untuk mengetahui bahwa 

Utsman-lah yang pernah memperluas Masjid Nabawi dengan hartanya 

sendiri, agar kaum muslimin merasa lapang dan nyaman berada di 

dalamnya. 

Saat kesulitan ini semakin menghebat menimpa diri Utsman, maka 

sekitar 700 orang dari kalangan sahabat dan anak-anak mereka segera 

berusaha melindungi Utsman. 

Di antara mereka yaitu : Abdullah bin Umar bin Khattab, Abdullah bin 

Zubair Al Awwam, Al Hasan dan Al Husain kedua putra Ali bin Abi Thalib, 

Abu Hurairah dan banyak lagi. 

  

Akan tetapi Utsman bin Affan lebih memilih dirinya yang akan menjadi 

korban dibandingkan  banyak nyawa kaum muslimin yang akan menjadi korban 

hanya demi melindungi dirinya saja. Ia juga memilih untuk meregang 

nyawa dibandingkan  kaum muslimin lain yang akan menjadi korban 

pembunuhan. 

Utsman berpesan kepada orang-orang yang hendak melindunginya 

agar ia dibiarkan sesuai kehendak Allah Swt saja. 

Utsman berkata kepada mereka: “Aku berjanji kepada orang yang 

memiliki tanggung jawab kepadaku agar mereka menahan diri dan 

tangannya.” Ia juga berkata kepada para budaknya: “Siapa yang 

mengembalikan pedang ke sarungnya, maka ia akan merdeka!” 

  

Saat Utsman memejamkan matanya sebelum terjadi pembunuhan 

terhadap dirinya,ia melihat Nabi Saw yang diiringi oleh kedua sahabatnya 

yang bernama Abu Bakar As Shiddiq dan Umar bin Khattab. 

                                                     

173

 Sumur Rumah yaitu  sebuah sumur di Madinah yang dibeli Utsman dari seorang beragama 

Yahudi 

Utsman mendengar Rasulullah Saw bersabda kepadanya: “Segeralah 

menyusul kami, ya Utsman!” Maka Utsman merasa yakin bahwa ia akan 

segera berjumpa dengan Tuhannya dan Nabinya. 

  

Pagi itu Utsman bin Affab berpuasa. Ia meminta untuk dibawakan 

celana panjang dan lalu  ia mengenakannya sebab  ia merasa 

khawatir bahwa auratnya dapat tersingkap jika ia dibunuh oleh orang-

orang durjana tadi. 

Pada hari Jum;at 18 Dzul Hijjah, terbunuhlah seorang hamba yang 

rajin beribadah dan berzuhud. Orang yang suka berpuasa dan melakukan 

qiyamul lail. Orang yang berhasil menyatukan mushaf Al Qur’an174. 

Menantu Rasulullah Saw. 

Ia berpulang ke pangkuan Tuhan saat ia sedang kehausan sebab  

berpuasa, sementara Kitabullah terbentang di antara kedua tangannya. 

  

Hal yang membuat kaum muslimin semakin sedih yaitu  di antara para 

pembunuh Utsman ra tidak terdapat seorang tokoh sahabat maupun anak 

sahabat yang turut-serta dalam proses pembunuhannya ini kecuali seorang 

saja dari mereka yang pada akhirnya ia merasa malu dan enggan untuk 

melakukannya. 

      

174

 Pada masa Utsman telah berhasil dituliskan Mushaf Al Qur’an pertama dengan naskah yang 

terjaga dari Hafshah binti Umar bin Khattab – dan mushaf yang pernah dikumpulkan oleh Zaid bin 

Tsabit pada masa Abu Bakar As Shiddiq. Dalam penulisan mushaf ini amat mempertimbangkan adanya 

perbedaan bacaan (qira’at) demi menjaga adanya perpecahan. Untuk proses penulisan Mushaf ini, 

Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Al Zubeir, Said bin Al Ash dan Abdurrahman bin 

Al Harits bin Hisyam. 

Amr bin Al Ash 

“Amr bin Al Ash Masuk Islam  sesudah  Ia Melakukan Perenungan dan 

Pemikiran yang Cukup Panjang. Rasulullah Saw Pernah Bersabda 

tentang Diri Amr: “Para Manusia telah Masuk Islam, dan Amr bin Al 

Ash telah Beriman.”175 

 

“Ya Allah, Engkau dulu pernah memerintahkan kami, namun kami 

bermaksiat. Engkau dulu pernah melarang kami, namun kami masih saja 

tak berhenti melakukannya. Tidak ada daya upaya kami selain berharap 

ampunan-Mu, wahai Dzat Yang Paling Penyayang!” 

Dengan do’a yang sarat dengan kerendahan hati dan harapan ini, Amr 

bin Ash menutup usia dan menjelang kematian. 

  

Kisah hidup Amr bi Ash sarat dengan cerita berharga. 

Dalam masa hidupnya, ia telah berhasil mempersembahkan untuk 

Islam dua daerah besar dan makmur. Keduanya yaitu  Palestina dan Mesir. 

Ia berhasil meninggalkan sebuah riwayat berharga dan senantiasa 

dibaca oleh manusia sepanjang masa. 

  

Kisah ini di mulai kira-kira setengah abad sebelum hijrah saat Amr 

dilahirkan, dan berakhir 43 tahun  sesudah  hijrah saat ia menutup usia. 

Ayahnya bernama Al Ash bin Wa’il yang menjadi salah seorang 

pemimpin dan  tokoh Arab terpandang pada masa jahiliah. Ayahnya juga 

merupakan sosok yang memiliki kedudukan tinggi pada bangsa Quraisy. 

Sedangkan ibunya, memiliki nasib yang berbeda. Ibunya yaitu  seorang 

budak tawanan saja. 

Oleh sebab nya orang-orang yang merasa iri terhadap Amr bin Ash 

selalu mengungkit kisah ibunya saat Amr sudah menjabat posisi tertentu 

atau saat ia sedang menaiki tangga mimbar untuk memberikan khutbah. 

Bahkan ada seseorang yang membujuk seorang lain untuk berdiri saat 

Amr bin Ash hendak naik ke atas mimbar lalu menanyakan Amr tentang 

                                                     

175

 HR. Imam Ahmad dan At Tirmidzi. Barangkali yang dimaksudkan di sini yaitu  orang-orang 

yang masuk Islam pada tahap-tahap akhir. 

  

kisah ibunya. Orang yang menyuruh tadi menjanjikan sejumlah uang 

kepada orang yang berani melakukan hal ini. 

Orang yang disuruh itu bertanya: “Siapakah ibu dari pemimpin kita 

ini?” Amr langsung berusaha menekan emosinya dan menggunakan akal 

sehatnya. Ia menjawab: “Dia yaitu  Nabighah binti Abdullah. Ia pernah 

tertawan pada masa jahiliah lalu  ia dijual sebagai budak di pasar 

Ukadz. lalu  ia dibeli oleh Abdullah bin Jad’an yang lalu  

diberikan kepada Ash bin Wa’il (yaitu ayah Amr) sehingga membawa 

karunia seorang anak bagi Ash. Jika orang yang hatinya teracuni sifat 

dengki menjanjikan sejumlah uang kepadamu, maka ambillah!” 

  

Saat kaum muslimin yang menderita berhijrah ke Habasyah untuk 

menyelamatkan diri dari siksaan bangsa Quraisy dan tinggal di sana. Pada 

saat itu bangsa Quraisy bertekad untuk memulangkan mereka ke Mekkah 

lagi, lalu  menyiksa mereka dengan berbagai siksaan. 

Bangsa Quraisy menunjuk Amr bin Ash untuk melakukan tugas ini, 

sebab ia memiliki hubungan lama yang baik dengan An Najasy176. 

Bangsa Quraisy juga membekali Amr dengan hadiah yang disenangi 

oleh An Najasy dan para pemuka agama di sana. 

Begitu Amr bin Ash bertemu dengan An Najasy, Amr bin Ash 

memberikan penghormatan kepadanya dan berkata: “Ada sebuah 

kelompok dari kaum kami yang telah berpaling dari agama orang tua dan 

kakek moyang kami, mereka kini telah membuat agama baru untuk diri 

mereka. Bangsa Quraisy mengutusku untuk bertemu denganmu untuk 

mendapatkan izin darimu agar mereka dapat dikembalikan kepada 

kaumnya dan kembali kepada agama mereka.” 

Maka An Najasy segera memanggil beberapa orang dari sahabat Nabi 

yang berhijrah. An Najasy bertanya kepada mereka tentang agama yang 

mereka anut, Tuhan yang mereka imani dan tentang Nabi mereka yang 

membawa ajaran agama ini. 

An Najasy mendengarkan dari penuturan para sahabat tadi yang 

membuat hatinya menjadi yakin dan tenang. Akidah mereka telah 

membuat An Najasy menjadi suka dengan ajaran agama mereka dan 

beriman kepadanya. 

Maka An Najasy menolak dengan keras permintaan Amr bin Ash. 

lalu  An Najasy mengembalikan semua hadiah yang diberikan oleh 

Amr bin Ash. 

  

                                                     

176

 An Najasy: Lihat profilnya dalam buku Shuwar min Hayatit Tabi’in karya penulis. Terbitan 

Darul Adab Al Islamy 

Saat Amr bin Ash hendak berangkat menuju Mekkah, An Najasy 

berkata kepadanya: “Bagaimana bisa engkau menjauh dari urusan 

Muhammad, ya Amr padahal aku tahu bahwa engkau yaitu  orang yang 

berpikiran cerdas dan berwawasan luas?! Demi Allah dia yaitu  seorang 

utusan Allah kepada kalian khususnya dan kepada manusia secara umum.” 

Amr lalu bertanya: “Apakah kau sungguh mengatakan hal demikian, 

wahai paduka raja?!” 

An Najasy menjawab: “Demi Allah, taatilah titahku, ya Amr dan 

berimanlah kepada Muhammad dan kepada kebenaran yang ia bawa untuk 

kalian!” 

  

Amr bin Ash meninggalkan Habasyah. Ia terus melanjutkan 

perjalanannya namun ia tidak mengerti apa yang ia lakukan. Kalimat yang 

telah diucapkan An Najasy meninggalkan bekas mendalam dan berhasil 

mengguncang hatinya. 

Ucapan An Najasy tentang Muhammad membuat dirinya ingin segera 

menemui Muhammad, akan tetapi ia tidak memiliki kesempatan hingga 

pada tahun 8 hijriyah. Pada saat Allah Swt berkenan untuk melapangkan 

dadanya untuk menerima agama yang baru. Maka pada saat itulah Amr 

berangkat menyusuri jalan yang menuju ke Madinah Munawarah untuk 

menemui Rasulullah Saw dan menyatakan keislaman dirinya dihadapan 

Beliau. 

Saat ia sedang di tengah perjalanan, ia berjumpa dengan Khalid bin Al 

Walid dan Utsman bin Thalhah. Keduanya pun memiliki tujuan yang sama. 

Akhirnya ketiga orang itu pun berangkat bersama-sama. 

Begitu mereka menjumpai Nabi Saw, Khalid bin Walid dan Utsman bin 

Thalhah segera berbai’at (melakukan sumpah setia) kepada Nabi Saw. 

lalu  Rasulullah Saw membentangkan tangannya kepada Amr, 

lalu Amr memegang tangan Beliau. 

Rasulullah Saw lalu bertanya kepada Amr: “Apa yang terjadi dengan 

dirimu, ya Amr?!” Ia menjawab: “Aku berbai’at kepadamu agar dosaku 

yang terdahulu diampuni.” 

Nabi Saw langsung berujar: “Islam dan hijrah keduanya menghapuskan 

dosa yang terjadi sebelumnya.” Pada saat itu Amr langsung berbai’at 

kepada Rasul Saw. 

Akan tetapi kejadian ini meninggalkan kesan pada diri Amr bin Ash 

yang sering ia ucapkan: “Demi Allah, mataku tidak pernah memandang 

Rasulullah Saw dan menatap wajah Beliau hingga Beliau kembali ke 

pangkuan Tuhannya.” 

Dengan cahaya kenabian Rasulullah Saw melihat diri Amr bin Ash. 

Beliau mengetahui adanya potensi tertentu dalam dirinya. Maka Rasulullah 

Saw menunjuk Amr untuk menjadi pemimpin pasukan muslimin dalam 

perang Dzatus Salasil meski dalam pasukan ini  banyak terdapat para 

tokoh Muhajirin dan Anshar yang lebih dahulu masuk Islam. 

  

Saat Rasulullah Saw sudah wafat, dan kekhalifahan berada di tangan 

Abu Bakar As Shiddiq ra maka Amr bin Asha berjuang keras dalam 

peperangan melawan gerakan kemurtadan. 

Amr bin Ash juga memberantas fitnah yang merebak saat itu bersama 

Abu Bakar As Shiddiq Ra. 

Amr bin Ash pernah singgah di Bani Amir dan bertemu dengan 

pemimpin mereka yang bernama Qurrata bin Hubairaj yang berniat untuk 

murtad. Qurrata berkata kepada Amr: “Wahai Amr, Bangsa Arab tidak 

menyukai kewajiban pembayaran yang kalian tetapkan kepada semua 

orang (maksudnya yaitu  zakat). Jika kalian menghilangkan zakat ini , 

maka bangsa Arab akan patuh dan taat kepada kalian. Jika kalian menolak 

untuk menghapuskannya, maka mereka tidak akan bersatu lagi dengan 

kalian  sesudah  hari ini. 

Maka Amr pun langsung berseru kepada Bani Amir: “Celaka kamu!! 

Apakah engkau sudah menjadi kafir wahai Qurrata?! Apakah engkau mau 

menakutiku dengan murtadnya bangsa Arab?! Demi Allah, aku akan 

menjejakan kaki kuda di kemah ibumu!” 

  

Saat Abu Bakar As Shiddiq kembali ke pangkuan Tuhannya, dan 

amanah kekuasaan diserahkan kepada Umar Al Faruq. Al Faruq 

memanfaatkan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh Amr bin 

Ash lalu  Umar menempatkan Amr untuk berkhidmat kepada Islam 

dan muslimin. 

Maka lewat Amr bin Ash, Allah Swt berkenan menaklukan satu negeri 

demi negeri lainnya yang berada di tepi pantai Palestina. Pasukan Romawi 

satu demi satu menemukan kekalahan mereka. lalu  Amr bin Ash 

bersama pasukannya berniat untuk memblokade Baitul Maqdis. 

Amr bin Ash semakin memperketat blokade di sekeliling wilayah Baitul 

Maqdis sehingga Arthabun panglima pasukan Romawi merasa putus asa. 

Blokade ini  menyebabkan Arthabun melepaskan kota suci ini  

dan lebih memilih untuk melarikan diri. Maka Jerusalem pun kembali ke 

pangkuan kaum muslimin. 

Pada saat itu, seorang pemuka agama Nashrani di sana berharap 

penyerahan kota suci ini dapat dihadiri oleh Khalifah sendiri. 

Maka Amr bin Ash segera menuliskan sebuah surat kepada Umar Al 

Faruq yang mengundang khalifah untuk menerima secara langsung 

penyerahan Baitul Maqdis. Khalifah Umar pun hadir dalam penyerahan 

ini  dan ia menandatangani perjanjian penyerahan kota Jerusalem. 

Maka Jerusalem pun diserahkan kepada kaum muslimin pada tahun 15 

hijriyah berkat usaha Amr bin Ash ra. 

Umar Al Faruq jika diingatkan tentang peristiwa blokade Baitul Maqdis 

dan teringat akan kehebatan Amr bin Ash, ia akan berkata: “Kita telah 

berhasil mengusir Arthabun Romawi dengan Arthabun Arab.” 

Amr bin Ash masih meneruskan kemenangan besarnya dengan 

menaklukan Mesir. Akhirnya negeri yang subur ini menjadi bagian dari 

wilayah Islam. 

Di samping itu, Amr bin Ash berhasil menaklukan pintu-pintu benua 

Afrika, negeri Maroko lalu Spanyol. 

Semua ini dilakukan oleh Amr bin Ash untuk kaum muslimin hanya 

dalam setengah abad saja. 

  

Kelebihan Amr bin Ash bukan hanya pada bidang ini saja. Ia juga salah 

seorang ahli makar dan tipu daya bangsa Arab. Ia juga termasuk salah 

seorang yang paling jenius di antara mereka. 

Barangkali salah satu kisah kecerdikannya yaitu  saat ia menaklukkan 

Mesir. Amr bin Ash terus membujuk Umar Al Faruq agar diperbolehkan 

untuk menaklukkan Mesir, sehingga Umar pun mengizinkannya. Umar 

memberikan dukungan kepada Amr bin Ash dengan 4000 prajurit 

muslimin. 

Maka berangkatlah Amr bin Ash dengan pasukannya dengan begitu 

gagah dan tanpa beban. Akan tetapi yang turut serta dalam rombongannya 

hanya sedikit prajurit saja, sehingga Utsman bin Affan pun menemui Umar 

dan berkata kepadanya: 

“Wahai Amirul Mukminin, Amr bin Ash yaitu  orang yang gagah 

berani. Dalam dirinya terdapat kecintaan kepada jabatan. Aku khawatir ia 

pergi ke Mesir tanpa jumlah pasukan yang cukup dan logistik yang 

memadai, dan hal itu dapat membawa petaka bagi pasukan muslimin. 

Umar langsung menyesal telah memberikan izin kepada Amr bin Ash 

untuk menaklukan Mesir. Maka ia langsung mengirimkan seorang utusan 

yang membawa surat dari khalifah untuk Amr tentang masalah ini. 

  

Utusan yang dikirim Umar tadi menjumpai pasukan muslimin di 

daerah Rafah di bagian negeri Palestina. Ketika Amr in Ash mengetahui 

kedatangan seorang utusan Umar Al Faruq yang membawa sebuah surat 

yang ditujukan kepadanya dari Khalifah, Amr langsung merasa khawatir 

akan isi surat ini . 

Amr terus berpura-pura sibuk dan meneruskan perjalanannya sehingga 

ia masuk ke sebuah perkampungan Mesir. 

Pada saat itu, Amr baru menemui utusan khalifah. Ia langsung 

mengambil surat ini  dan membukanya. Di dalamnya tertulis: “Jika 

engkau menerima suratku ini sebelum memasuki daerah Mesir, maka 

kembalilah ke tempat asalmu! Jika kau telah menginjak tanah Mesir, maka 

teruskanlah perjalananmu!” 

lalu  Amr bin Ash menyeru semua prajurit muslimin dan 

membacakan surat dari Umar Al Faruq. lalu  Amr bertanya: “Apakah 

kalian sudah tahu bahwa kita sekarangsudah berada di tanah Mesir?” 

Mereka menjawab: “Ya, kami tahu.” Amr berujar: “Kalau demikian, 

marilah kita meneruskan perjalanan ini di bawah keberkahan dan taufiq 

Allah Swt!” 

Allah Swt pun berkenan menaklukkan Mesir lewat perjuangan Amr bin 

Ash. 

  

Salah satu bukti kecerdasannya juga yaitu  saat ia sedang mengepung 

salah satu benteng negeri Mesir yang kuat, tokoh agama Romawi meminta 

panglima pasukan muslimin untuk mengirimkan seorang negosiator dan 

juru runding. Beberapa orang dari pasukan muslimin rela untuk 

melakukan tugas ini. Akan tetapi Amr bin Ash berkata: “Aku akan menjadi 

utusan kaumku untuk menemuinya.” Lalu Amr bin Ash menemui tokoh 

agama tadi, lalu  ia berhasil memasuki benteng tadi dengan berpura-

pura bahwa dirinya yaitu  utusan panglima pasukan muslimin. 

  

Tokoh agama itu bertemu dengan Amr dan tokoh agama ini  tidak 

mengenalinya. 

Maka terjadilah perundingan antara mereka berdua dan Amr bin Ash 

berhasil memperlihatkan kecerdasan dan pengalamannya. Maka tokoh 

agama Romawi ini berniat untuk mengkhianati Amr. Tokoh agama ini  

memberikan hadiah yang besar kepada Amr dan menyuruh para penjaga 

benteng untuk membunuh Amr sebelum ia melewati parit. 

Akan tetapi Amr mengetahui niat jahat dari pancaran mata para 

penjaga ini . Lalu Amr kembali lagi menemui tokoh agama tadi dan 

berkata: “Wahai Tuan, pemberian yang engkau berikan kepadaku tidak 

bakal cukup untuk dibagi kepada seluruh sepupuku. Maukah engkau 

mengizinkan aku untuk mengajak sepuluh orang dari mereka untuk 

mendapatkan hadiah yang sama darimu?” 

Tokoh agama tadi menjadi bahagia, dan ia berharap dapat membunuh 

sepuluh orang dari pihak muslim dibandingkan  hanya membunuh satu orang 

saja.” 

lalu  tokoh agama tadi memberi isyarat kepada para penjaga 

benteng untuk membiarkan Amr bin Ash pergi. 

Maka selamatlah Amr bin Ash dari ancaman pembunuhan. 

Ketika Mesir berhasil ditaklukan dan diserahkan kepada pihak 

muslimin, tokoh agama tadi berjumpa dengan Amr bin Ash dan bertanya 

dengan nada keheranan: “Apakah ini yaitu  kamu sebenarnya?” Amr 

menjawab: “Ya, seperti saat hendak kau khianati dulu.” 

  

Amr bin Ash yaitu  manusia yang amat pandai berbicara dan 

berdialog. Sehingga Umar Al Faruq menganggap bahwa kepandaian Amr 

bin Ash dalam berbicara merupakan tanda kekuasaan Allah Swt. 

Maka setiap kali Umar melihat ada orang yang gagap dalam berbicara, 

maka Umar berkata: “Sang Pencipta orang ini dan Sang Pencipta Amr bin 

Ash yaitu  Tunggal.” 

Salah satu ucapan Amr bin Ash yang sarat dengan makna yaitu : 

“Manusia itu terbagi tiga; Manusia yang sempurna, separuh manusia dan 

manusia yang tak bermakna. 

Adapun manusia yang sempurna yaitu  manusia yang lengkap agama 

dan akalnya. Jika ia hendak memutuskan sebuah perkara, maka ia akan 

meminta pendapat orang-orang cerdas sehingga ia akan terus 

mendapatkan petunjuk. 

Sedangkan separuh manusia yaitu  orang yang yang disempurnakan 

agama dan akalnya oleh Allah. Jika ia hendak meutuskan sebuah perkara, 

ia tidak meminta pendapat orang lain, dan ia akan berkata: “Manusia 

seperti apa yang mesti aku ikuti pendapatnya lalu  aku akan 

meninggalkan pendapatku dan mengikuti pendapatnya?” Maka terkadang 

ia benar, terkadang ia salah. 

Adapun orang yang tak bermakna yaitu  orang yang tidak beragama 

dan tidak berakal. Maka ia akan selalu keliru dan terbelakang. 

Demi Allah, aku senantiasa meminta pendapat orang lain, bahkan 

kepada pembantuku. 

  

Saat Amr bin Ash jatuh sakit dan merasakan ajalnya telah tiba, ia 

meneteskan air mata dan berkata kepada anaknya: “Aku pernah menjalani 

tiga kondisi yang diketahui oleh diriku sendiri. Aku pernah menjadi orang 

kafir, kalau saja saat itu aku mati maka aku pasti akan masuk ke dalam 

neraka. Saat aku berbai’at kepada Rasulullah Saw, aku menjadi manusia 

yang amat malu terhadap Beliau, sehingga kedua mataku tak berani 

menatap Beliau. Kalau saja aku mati pada saat itu, pasti banyak orang yang 

mengatakan: ‘Selamat bagi Amr yang telah masuk Islam secara baik dan 

mati secara baik.’ 

lalu  aku mengalami banyak kejadian  sesudah  itu, dan aku tidak 

tahu bahwa semua itu akan memberi kebaikan kepadaku ataukah 

keburukan?” 

lalu  Amr bin Ash menghadapkan wajahnya ke arah dinding dan 

berkata: “Ya Allah, Engkau dulu pernah memerintahkan kami, namun kami 

bermaksiat. Engkau dulu pernah melarang kami, namun kami masih saja 

tak berhenti melakukannya. Tidak ada daya upaya kami selain berharap 

ampunan-Mu, wahai Dzat Yang Paling Penyayang!” 

lalu  ia meletakkan tangannya di bawah lehernya dan ia 

mengangkat pandangannya ke arah langit dan berdo’a: “Ya Allah tidak ada 

kekuatan yang aku miliki, maka menangkanlah aku! Tidak ada yang tidak 

memiliki kesalahan, maka maafkanlah! Aku bukanlah orang yang sombong 

akan tetapi orang yang memohon ampunan. Maka ampunilah aku, wahai 

Dzat Yang Maha Pengampun!” 

Ia terus mengulangi do’a ini  sehingga ruhnya berpisah dari badan.