Senin, 30 Desember 2024

sahabat nabi muhammad 17


 bin 

Abdullah. Sebab ia dan para sahabatnya memiliki berita yang meyakinkan.”  

  

Pada saat itu juga, Ammar bin Yasir berangkat menuju Dar Al Arqam 

bin Abi Al Arqam. Di tempat itulah ia berjumpa dengan Nabi Saw dan 

mendengar sabda Beliau yang mampu mengguncangkan hatinya. 

Ammar menerima petunjuk Nabi yang mampu mengisi hatinya dengan 

hikmah dan cahaya. 

Ammar lalu mengulurkan tangannya dan berkata: “Asyhadu an la ilaha 

illa-Llahu wa Asyhadu annaka abduhu wa Rasuluhu.” 

  

Ammar bin Yasir segera pulang untuk menemui ibunya Sumayyah dan 

mengajaknya untuk masuk Islam. Dengan segera Sumayyah menyambut 

ajakan ini  seolah sudah dijanjikan. 

lalu  Ammar menghadapi bapaknya yang bernama Yasir dan 

Ammar mengajak ayahnya sebagaimana ia mengajak ibunya. 

Ayahnya tidak kalah dengan ibunya saat menyambut seruan ini. Maka 

keluarga ini segera bergabung dengan rombongan cahaya Islam dan 

cahaya mereka masih saja menerangi relung hati setiap mukmin hingga 

saat ini. 

Hal ini akan terus berkelanjutan –dengan izin Allah- sehingga Allah 

akan mewarisi bumi ini dan orang yang berada di dalamnya. 

  

Keislaman ketiga orang ini tersiar di Bani Makhzum, dan mengundang 

kemarahan dan emosi mereka. 

Mereka bersumpah bahwa mereka akan dapat mengembalikan ketiga 

orang ini  dari Islam atau mereka akan mencelakakan keluarga 

ini . 

Maka mereka menangkap kedua orang tua dan anak mereka ke padang 

pasir Mekkah. Mereka memakaikan baju besi kepada keluarga itu dan 

memandikan mereka dengan cahaya matahari yang terik. Mereka tidak 

memberikan air kepada keluarga ini , dan tanpa berhenti mereka terus 

memukul keluarga itu. 

Sehingga kerongkongan mereka kering. Keringat mereka habis. Kulit 

menjadi pecah dan darah bertetesan. 

Bila itu semua telah terjadi, maka mereka akan membiarkan keluarga 

ini  pada hari itu agar mereka dapat melakukan hal ini  pada 

keesokan harinya. Suatu hari Rasulullah Saw pernah lewat saat mereka 

sedang disiksa.  

Rasul Saw menjadi sedih sebab  dirinya tidak memiliki kekuatan dan 

kemampuan untuk menolong mereka. Beliau berdiri dihadapan keluarga 

ini  seraya bersabda: “Sabarlah, wahai keluarga Yasir. Sebab tempat 

kalian yaitu  surga!”  

Jiwa mereka yang sedang disiksa menjadi tentram dan mata mereka 

menjadi berbinar. Dan nampaklah senyuman dari wajah mereka pertanda 

ridha. 

  

Penyiksaan ini  tidak berhenti bagi kedua orang tua Ammar. 

Sumayyah saat tengah disiksa didatangi oleh Abu Jahl. Abu Jahl 

mencacinya dengan keras, dan memakinya dengan ucapan yang amat 

pedih. Akan tetapi Sumayyah tidak pernah menyerah. 

Abu Jahl lalu mengangkat tombaknya dan menusukkannya di bagian 

bawah perut Sumayyah. Ujung tombak bahkan sampai menembus 

punggungnya. Maka Sumayyah menjadi syahid pertama dalam Islam, dan 

itu cukup memberikan penghormatan dan kemulyaan bagi dirinya. 

Sedangkan Yasir, ia juga mati saat disiksa. Saat ia wafat, ia tengah 

bersyahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad 

yaitu  Rasulullah. 

  

Penyiksaan terhadap diri Ammar semakin menggila  sesudah  wafatnya 

kedua orang tua Ammar. Para algojo yang menganiaya dirinya telah 

melampaui semua batas dalam penyiksaan. 

Pada suatu hari,Ammar mendatangi Rasulullah Saw dengan wajah yang 

sedih dan murung. Ia telah berusaha untuk memandang Nabi Saw dan 

membuat senang kedua matanya dalam menatap Beliau,akan tetapi ia tidak 

mampu untuk mengangkat pandangannya ke arah Beliau. Rasulullah Saw 

lalu bertanya kepada Ammar: “Apa yang terjadi pada dirimu, wahai 

Ammar?!” 

Ammar menjawab: “Keburukan yang terus terjadi, ya Rasulullah!” 

Rasul Saw bertanya: “Apa itu?!” Ammar menjawab: “Aku mendapatkan 

siksaan yang amat berat sehingga kalau siksaan ini ditimpakan kepada 

gunung, pasti ia akan runtuh. Lalu para musuh Allah belum merasa puas 

dengan membakar tubuhku lewat panasnya terik matahari, malah kini 

mereka membakar tubuhku dengan api. 

Lalu mereka memaksaku untuk menangkapmu, dan memaksaku untuk 

mengucapkan kebaikan tentang berhala mereka dan aku pun 

melakukannya.” 

lalu  ia menangis dengan tersedu-sedu yang membuat hati 

menjadi pilu. 

Lalu Nabi Saw bertanya kepadanya: “Bagaimana kau dapati hatimu, ya 

Ammar?” Ia menjawab: “Hatiku terasa nyaman, ya Rasulullah. 

Rasul bersabda: “Kamu tidak akan mendapatkan dosa jika mereka 

melakukan penyiksaan terhadap dirimu lagi dan engkau boleh mengatakan 

apa yang pernah engkau ucapkan!” 

Lalu Allah Swt memuliakan Ammar dan menurunkan tentang dirinya 

sebuah ayat yang berbunyi:

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia 

mendapat kemurkaan Allah), kecuali orangyang dipaksa kafir 

padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), 

akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka 

kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (QS. 

An-Nahl [16] : 106) 

  

Saat Rasulullah Saw mengizinkan para sahabatnya untuk berhijrah ke 

Madinah, maka Ammar termasuk orang yang berhijrah ke sana demi 

menyelamatkan agamanya. 

Begitu ia tiba di Quba dimana para kaum muhajirin berhijrah, Ammar 

langsung mengajak mereka untuk mendirikan sebuah masjid agar mereka 

dapat melaksanakan shalat. Kaum muhajirin pun menyambut ajakan 

Ammar. 

Maka masjid yang dibangun oleh Ammar bin Yasir menjadi masjid 

pertama yang dibangun pada masa Islam. Dan ini cukup menjadi 

kemuliaan dan kelebihan diri Ammar. 

  

Begitu Nabi Saw berhijrah ke Madinah maka menjadi senanglah hati 

Ammar. Ia begitu bergembira, bak seorang kekasih yang menunggu 

kedatangan kekasihnya.Ia selalu dan senantiasa mendampingi Nabi Saw 

hingga seolah ia tidak pernah berpisah dengan Beliau baik pada siang 

maupun malam.  

Nabi Saw pun membalas kecintaan Ammar kepada dirinya. Jika Ammar 

datang menghampiri Nabi Saw, maka Beliau akan bersabda: “Telah datang 

orang baik yang dianggap baik!” 

  

Pada perang Badr Ammar berjuang di bawah komando Rasulullah Saw 

dengan sungguh-sungguh. Dia yaitu  satu-satunya di antara kaum 

muslimin yang berjuang dalam peperangan ini  yang kedua orang 

tuanya sudah menjadi syahid terlebih dahulu. 

  

Saat Rasul Saw telah kembali ke pangkuan Tuhannya, dan banyak 

bangsa Arab yang kembali murtad dan keluar dari Islam. Pada saat itu 

Ammar pada perang Yamamah memiliki sebuah kisah yang amat masyhur. 

Hal itu terjadi saat para sahabat Rasul Saw sedang berjuang sungguh-

sungguh dalam perang. Kematian telah merenggut banyak dari huffazh 

(penghapal Al Qur’an). Pasukan muslimin sudah mulai terdesak. 

Pada saat itulah Ammar bin Yasir berdiri di atas sebuah batu yang 

tinggi. Saat itu sebuah daun telinganya hampir terputus, dan masih 

tergantung di kepalanya. Ia berseru: 

“Wahai kaum muslimin, apakah kalian hendak berlari meninggalkan 

surga? Mari ikuti aku, ikuti aku… wahai kaum muslimin!” 

lalu  Ammar berlari ke hadapan barisan kaum muslimin padahal 

telinganya masih bergantungan di pipinya. 

Maka bergeraklah pasukan muslimin dengan semangat yang diberikan 

Ammar sehingga Musailamah Al Kadzzab dapat dibunuh. Maka banyak 

manusia yang kembali ke dalam agama Allah secara berbondong-bondong 

 sesudah  mereka meninggalkan Islam secara berbondong-bondong pula. 

  

Saat Umar Al Faruq menjabat sebagai Khalifah, ia mengangkat Ammar 

untuk menjadi wali di Kufah, dan ia ditemani oleh Abdullah bin Masud. 

Ummar menuliskan sebuah surat kepada para penduduk Kufah yang 

berbunyi: “Amma ba’du… Aku mengirimkan kepada kalian Ammar sebagai 

pemimpin kalian dan Abdullah bin Mas’ud sebagai pengajar dan 

menterinya. Keduanya yaitu  sebagian sahabat dekat Nabi kalian yang 

bernama Muhammad. Taatilah keduanya, dan berikan kepatuhan kalian 

kepada mereka berdua.” 

lalu  Umar menceritakan kepada Ammar maksudnya tadi, namun 

Ammar menolak jabatan itu. Begitu Umar berjumpa dengan Ammar maka 

Umar berkata: “Apakah tindakan yang aku lakukan telah melukaimu, ya 

Ammar?” Ammar menjawab: “Demi Allah, jabatan lebih melukaiku 

dibandingkan  aku terisolir darinya.” 

  

Semoga Allah meridhai Ammar bin Yasir. Keimanan telah memenuhi 

seluruh tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki. 

Semoga Allah juga meridhai ayahnya yang bernama Yasir, dan ibunya 

yang bernama Sumayyah. Rumah mereka sungguh yaitu  rumah yang 

penuh dan sarat akan keimanan. 


Suhail Bin Amr 

“Siapa di Antara Kalian yang Berjumpa dengan Suhail, Maka 

Janganlah Mengganggunya. Aku Bersumpah Bahwa Suhail Memiliki 

Akal & Kemulyaan. Dengan Memiliki Orang Seperti Suhail, Maka 

Islam Tidak Akan Bodoh” (Muhammad Rasulullah) 

 

Suhail bin Amr yaitu  salah seorang tokoh Quraisy yang terpandang, 

dia juga yaitu  seorang orator ulung bangsa Arab yang ternama. Ia juga 

menjabat salah seorang Ahli Halli wa Al Aqdi yang berwenang 

memutuskan semua perkara. 

Pada saat Nabi Saw menyampaikan dakwah Beliau dengan terang-

terangan, saat itu Suhail sudah berusia dewasa dan memiliki pandangan 

yang luas. Dengan pemikirannya yang cerdas dan idenya yang orisinil 

seharusnya dapat mengantarkan dirinya untuk segera menyambut seruan 

Nabi Saw yang membawa petunjuk dan rahmat. 

Akan tetapi Suhail tidak hanya berpaling dari Islam, akan tetapi ia 

berusaha untuk menghalangi manusia dari jalan Allah dengan cara 

apapun. Ia menimpakan siksaan kepada orang-orang yang masuk Islam 

pada tahap awal, agar keimanan mereka goyah, dan mengembalikan 

mereka kepada kemusyrikan. 

Tidak lama berselang, Suhail bin Amr dikagetkan dengan sebuah berita 

yang seolah yaitu  kilat menyambar baginya. 

Hal ini  disebab kan ia mendengar bahwa putranya yang bernama 

Abdullah dan putrinya yang bernama Ummu Kultsum telah menjadi 

pengikut Muhammad, dan pergi menyelamatkan agama mereka yang baru 

ke negeri Habasyah agar selamat dari siksaan suku Quraisy. 

  

Dengan kehendak Allah, tersiarlah berita kebohongan dikalangan para 

muhajirin di negeri Habasyah yang menyatakan bahwa bangsa Quraisy 

telah masuk Islam. Kaum muslimin pun yang berada di Mekkah dapat 

tinggal bersama keluarga mereka di sana dengan damai. Sebagian orang 

dari muhajirin tadi kembali ke Mekkah. Salah seorang yang kembali pulang 

dari Habasyah yaitu  Abdullah bin Suhail. 

  

Belum lagi kaki Abdullah menginjak tanah Mekkah, ayahnya telah 

menangkapdirinya. Ia diikat dengan tali dan dilemparkan ke sebuah tempat 

yang gelap di dalam rumahnya. 

Suhail menyiksa anaknya dengan berbagai siksaan, sehingga ia sampai 

keluar batas dalam menyiksanya. Sehingga pemuda yang bernama 

Abdullah tdai menyatakan bahwa dirinya telah keluar dari agama 

Muhammad. Abdullah juga menyatakan bahwa dirinya akan kembali 

menganut agama ayah dan kakek moyangnya. 

Maka gembiralah hati Suhail bin Amr dan ia merasa puas.  Ia merasa 

bahwa ia telah menang atas Muhammad. 

  

Tidak lama lalu  bangsa Quraisy berniat untuk menghadapi 

Muhammad Saw di Badr. Suhail pun berangkat disertai anaknya yang 

bernama Abdullah. Ia amat berharap dapat melihat anaknya 

menghunuskan pedang di hadapan wajah Muihammad,  sesudah  tidak 

berselang lama ia pernah menjadi salah seorang dari pengikutnya. 

  

Akan tetapi taqdir berbicara lain sehingga memupus angan Suhail yang 

tidak sedikit pun pernah ia duga. sebab , begitu kedua pasukan telah 

bertemu di medan laga Badr, putranya yang muslim dan beriman 

melarikan diri ke arah barisan muslimin, dan menempatkan dirinya di 

bawah komando Muhammad Rasulullah Saw. Abdullah menghunuskan 

pedangnya untuk berperang melawan ayahnya dan para musuh Allah 

lainnya. 

  

Begitu perang Badr usai dengan kemenangan telak yang Allah berikan 

kepada Nabi-Nya. Maka berdirilah Rasulullah bersama para sahabatnya 

yang terkemuka untuk melihat para tawanan musyrikin, dan ternyata 

mereka mendapati Suhail bin Amr menjadi salah satu tawanan mereka. 

Begitu Suhail bin Amr dihadapkan kepada Nabi Saw, ia berniat untuk 

menebus dirinya. Lalu Umar bin Khattab menatapnya dan berkata: 

“Biarkan aku ya Rasulullah untuk mencabut dua gigi depannya, sehingga 

 sesudah  hari ini ia tidak dapat menjadi orator lagi di perkumpulan manusia 

di Mekkah, sebab  ia telah berani menyerang Islam dan Nabinya.” 

Rasulullah Saw menjawab: “Biarkan kedua giginya, ya Umar! 

Barangkali saja engkau akan mendapati bahwa kedua gigi depannya akan 

memberi kebahagiaan kepadamu, Insya Allah!” 

  

Hari terus berganti, dan terjadilah perjanjian damai Hudaibiyah. 

Bangsa Quraisy mengutus Suhail bin Amr sebagai juru runding mereka 

dalam melaksanakan perjanjian damai ini. Rasulullah Saw menjumpainya 

bersama beberapa sahabatnya, dan dari salah seorang sahabat yang Beliau 

bawa terdapat Abdullah bin Suhail. 

Nabi Saw lalu memanggil Ali bin Abi Thalib untuk menuliskan 

perjanjian, lalu  Nabi Saw mulai mendiktekan isi perjanjian itu 

kepada Ali. Nabi bersabda: “Tuliskan: Bismillahirrahmanirrahim!” 

Suhail langsung berkata: “Kami tidak mengenal kalimat ini, akan tetapi 

tulislah Bismika Allahumma (Dengan Nama-Mu ya Allah)! 

Maka Nabi Saw bersabda kepada Ali: “Tuliskan: Bismika Allahumma!” 

lalu  Rasul bersabda kepada Ali: “Tuliskan: Ini yaitu  perjanjian 

damai yang dituliskan oleh Muhammad Rasulullah!” Suhail langsung 

menanggapi: “Kalau kami bersaksi bahwa engkau yaitu  Rasulullah maka 

kami tidak akan memerangimu, akan tetapi tuliskanlah namamu dan nama 

ayahmu!” 

Maka Nabi Saw membalas: “Demi Allah, aku yaitu  Rasulullah 

meskipun kalian mendustai aku… Tuliskanlah: Muhammad bin Abdullah!” 

Lalu selesailah akad perjanjian ini , dan Suhail bin Amr kembali 

dengan langkah yang tegap sebab  ia menduga bahwa ia telah 

menyebabkan kemenangan kaumnya atas Muhammad. 

  

Hari terus berganti, dan bangsa Quraisy mengalami kekalahan yang 

telak tanpa peperangan. Sebab Rasulullah Saw datang ke Mekkah untuk 

menaklukkannya. 

Terdengar ada seorang yang berseru: “Wahai penduduk Mekkah, siapa 

yang masuk ke dalam rumahnya maka ia akan aman. Siapa yang masuk ke 

dalam Masjidil Haram maka ia akan aman. Siapa yang masuk rumah Abu 

Sufyan maka ia akan aman.” 

Begitu Suhail bin Amr mendengar seruan ini , maka ia langsung 

merasa takut dan menutup sendiri pintu rumahnya. Ia kebingungan dan 

tidak punya kemampuan apa-apa. 

Kita akan mempersilahkan Suhail bin Amr untuk menceritakan detik-

detik yang menentukan dalam hidupnya. Suhail berkisah: 

Saat Rasulullah Saw masuk ke Mekkah, aku masuk ke dalam rumah dan 

langsung mengunci pintu. Aku pun segera mencari anakku yang bernama 

Abdullah. Aku merasa malu bila mataku bertemu dengan matanya, sebab 

aku pernah kelewat batas dalam menyiksanya sebab  ia masuk Islam. 

Begitu ia masuk ke rumah dan menemuiku, maka aku berkata kepadanya: 

“Tuliskan untukku pernyataan perlindungan dari Muhammad, sebab aku 

tidak merasa aman bahwa aku akan terbunuh. Maka Abdullah pun 

berangkat menemui Nabi Saw dan berkata: “Ayahku… apakah engkau 


akan memberinya perlindungan, ya Rasulllah?! Aku sendiri yang akan 

menjadi jaminannya.” 

Beliau menjawab: “Ya, dia aman dengan jaminan keamanan dari Allah. 

Dia boleh keluar.” lalu  Rasul Saw menatap para sahabatnya dan 

bersabda: “Siapa di antara kalian yang berjumpa dengan Suhail, maka 

janganlah mengganggunya. Sebab Suhail yaitu  orang yang memiliki akal 

dan kemulyaan. Dengan memiliki orang seperti Suhail, maka Islam tidak 

akan bodoh, akan tetapi ia mesti mendapatkan apresiasi, barulah ia akan 

memunculkan potensinya.” 

  

Suhail bin Amr  sesudah  itu masuk Islam dengan sepenuh hati dan 

sanubarinya. Ia amat mencintai Rasulullah Saw dari lubuk hatinya yang 

terdalam. 

Abu Bakar As Shiddiq berkomentar tentang Suhail: “Aku melihat Suhail 

bin Amr pada haji Wada berdiri di hadapan Rasulullah Saw. Suhail 

mempersembahkan beberapa unta untuk dijadikan qurban dan Rasulullah 

Saw sendiri yang menyembelihnya dengan tangan Beliau yang mulia. 

lalu  Nabi Saw memanggil seorang tukang cukur untuk mencukur 

rambut Beliau. Aku pun memperhatikan Suhail yang sedang 

mengumpulkan rambut Nabi Saw lalu meletakkannya di atas kedua 

matanya. 

Lalu aku pun teringat peristiwa perjanjian Hudaibiyah, dan bagaimana 

bisa ia menolak untuk menuliskan ‘Muhammad Rasulullah’. Aku pun 

bersyukur kepada Allah Swt Yang telah memberikan petunjuk kepadanya. 

  

Sejak masuk Islam, Suhail menghabiskan umurnya untuk melakukan 

hal yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah dan bermanfaat bagi 

alam akhirat kelak. 

Dibandingkan orang yang masuk Islam  sesudah  peristiwa penaklukan 

Mekkah, maka tidak ada seorang pun yang mengalahkan Suhail dalam 

jumlah bilangan shalat, puasa, sedekah, kelembutan hati dan seringnya 

menangis sebab  merasa takut kepada Allah Swt. 

Setiap hari ia selalu datang menemui Muadz bin Jabal sehingga ia 

mendengarkan darinya beberapa ayat Al Qur’an. Dhirar bin Khattab 

pernah bertanya kepada Suhail: “Wahai Abu Zaid (panggilan Suhail), 

engkau selalu mendatangi orang Khajraj ini untuk mendengarkan Al 

Qur’an. Mengapa tidak engkau datangi saja orang yang berasal dari 

kaummu yaitu suku Quraisy?!” 

Suhail menjawab: “Ya Dhirar, apa yang telah kau katakan yaitu  

peningggalan jahiliah yang telah membuat kita ketinggalan dalam berbuat 

kebaikan. Islam telah melenyapkan fanatisme jahiliah dari diri kita, dan 

   

mengangkat suku-suku baru yang dulunya tidak dikenal orang. Semoga 

saja kita termasuk golongan mereka sehingga kita bisa terus maju 

sebagaimana mereka.” 

  

Suhail bin Amr merasakan adanya kelebihan dan keutamaan orang 

yang lebih dahulu masuk Islam dibandingkan nya dan dari orang-orang seperti 

dirinya. Ia menyadari adanya perbedaan orang yang lebih dahulu masuk 

Islam dengan dirinya. 

Suatu hari Suhail, Al Harits bin Hisyam dan Abu Sufyan bin Harb 

pernah datang ke depan pintu rumah Umar bin Khattab. Turut serta ikut 

dengan mereka yaitu  Ammar bin Yasir, Shuhaib Al Rumy dan beberapa 

orang yang dulunya yaitu  budak namun termasuk para sahabat yang 

lebih dahulu masuk Islam. Tidak lama lalu  lalu keluarlah seorang 

pembantu Umar dan berkata: “Ammar dan Shuhaib dipersilakan masuk!”  

Maka orang-orang Quraisy yang menunggu di depan rumah Umar saling 

melemparkan pandangan dengan perasaan kesal. lalu  salah seorang 

dari mereka berkata: “Kami belum pernah merasakan hal seperti saat ini. 

Umar telah mempersilakan mereka masuk, sementara kami yang berada di 

depan pintu rumahnya tidak diindahkan?!!” 

Suhail langsung membalas: “Jika kalian merasa kesal, maka salahkan 

saja diri kalian. Mereka pernah diseru dan kita pun pernah diseru 

(menerima dakwah). Mereka segera menyambut seruan, namun kita 

bermalas-malasan. Bagaimana bila mereka diseru untuk masuk surga pada 

hari kiamat sementara kita akan dibiarkan?! Demi Allah, Mereka tidak 

hanya mendahului kalian dalam mendapatkan kemulyaan yang tidak 

terlihat dan lebih besar dari pintu yang sedang kalian perebutkan ini.” 

lalu  ia menyambung: “Mereka telah mendahului kalian. Demi 

Allah, kalian tidak dapat menyusul mereka atas ketertingalan ini kecuali 

dengan jihad dan mati sebagai syahid.” 

lalu  Suhail mengibaskan bajunya lalu berdiri. 

  

Pada saat itu peperangan sedang berlangsung diperbatasan Syam antara 

pasukan Muslimin dan Romawi. Suhail bin Amr segera mengumpulkan 

anak-anaknya, istri-istrinya dan semua cucunya. Ia berangkat dengan 

semua keluarganya menuju Syam untuk berjuang di jalan Allah. Suhail 

berkata kepada mereka: “Demi Allah aku tidak akan membiarkan sebuah 

saat bersama kaum musyrikin kecuali aku akan melakukannya bersama 

pasukan muslimin. Aku juga akan berinfaq untuk pasukan muslimin 

seperti dahulu aku berinfaq buat kaum musyrikin. 

Demi Allah aku akan terus berjuang di jalan Allah sehingga aku 

terbunuh sebagai seorang syahid, atau aku mati jauh terasing dari negeri 

Mekkah. 

Suhail bin Amr menepati janjinya. Ia turut serta dalam peperangan 

Yarmuk bersama pasukan muslimin dan ia berjuang dengan sungguh-

sungguh dalam perang ini  sebagai layaknya seorang mukmin sejati. 

Ia juga mengikuti beberapa peperangan yang lain, sehingga di 

perkampungan Syam terjangkit wabah Thaun Amwas168 dan ia bersama 

keluarganya menjadi korbannya. 

Semoga Allah meridhai Suhail bin Amr, dan menetapkannya sebagai 

pendamping para Nabi dan syuhada. Mereka itulah para sahabat yang 

terbaik. 


                                                     

168

 Amwas yaitu  sebuah perkampungan di Syam. Dari situ mulailah wabah thaun yang 

selanjutnya menyebar ke seluruh perkampungan di Syam. Akibat wabah ini banyak korban yang 

berjatuhan. Wabah ini  dikenal dengan Thaun Amwas. 

Jabir bin Abdillah Al Anshary 

“Ia Telah Meriwayatkan Bagi Kaum Muslimin dari Nabi Saw 1540 

Hadits” 

 

Berangkatlah sebuah rombongan menyusuri jalan dari Yatsrib ke 

Mekkah yang didorong oleh rasa rindu dan cinta. 

Rombongan ini  sudah membuat janji dengan Rasulullah Saw. 

Setiap orang yang menjadi anggota rombongan ini  amat berharap 

bahwa mereka akan segera berjumpa dengan Nabi Saw… Meletakkan 

tangannya di tangan Beliau untuk berbai’at agar selalu patuh dan taat 

kepada Beliau, disamping itu pula mereka akan melakukan sumpah setia 

kepada Beliau untuk senantiasa mendukung dan membantu Beliau. 

Dalam rombongan ini  terdapat seorang tua yang termasuk 

pemuka kaum rombongan ini . Orang tua ini membonceng seorang 

bocah lelaki kecil bersamanya, dan ia meninggalkan kesembilan putrinya di 

Yatsrib, sebab  ia tidak punya anak laki-laki lagi selain bocah ini.  

Orang tua ini amat berharap bahwa putranya dapat turut menyaksikan 

pembaiatan ini, dan agar bocahnya tidak melewatkan sebuah hari 

bersejarah dalam hidup ini. 

Orang tua ini bernama Abdullah bin Amr Al Khajrajy Al Anshary. 

Sedangkan anaknya bernama Jabir bin Abdullah Al Anshary. 

  

Cahaya keimanan terpancar di hati Jabir bin Abdullah saat ia masih 

belia, dan cahaya ini  terpendar ke seluruh anggota tubuhnya. 

Islam telah menyentuh relung hati bocah ini bagai tetesan embun yang 

membuka kelopak bunga, lalu memenuhinya dengan wewangian. 

Jabir sudah akrab berhubungan dengan Rasulullah Saw sejak ia masih 

berusia dini. 

  

Saat Rasulullah Saw tiba di Madinah sebagai orang yang berhijrah, 

bocah kecil yang beriman ini langsung menimba ilmu lewat tangan dan 

binaan Rasulullah Saw sendiri. Jabir termasuk salah seorang murid yang 

paling cerdas yang lulus dari pembinaan dan bimbingan Muhammad Saw 

dalam bidang penghapalan Kitabullah, menguasai ilmu keagamaan, dan 

periwayatan hadits Rasulullah Saw. 

  

Hal ini cukup dibuktikan dengan adanya Musnad Jabir bin Abdullah 

yang mencakup lebih dari 1540 hadits. Kesemuanya dihapal oleh murid 

yang cerdas ini dan diriwayatkan dari Nabi Saw untuk kemaslahatan kaum 

muslimin semuanya. 

Imam Bukhari dan Imam Muslim telah memastikan dalam kitab shahih 

mereka berdua adanya lebih dari 200 hadits shahih yang pernah 

diriwayatkan Jabir. 

Jabir pun menjadi sumber cahaya dan petunjuk bagi kaum muslimin 

untuk beberapa masa. Sebab Allah Swt telah memanjangkan umurnya 

sehinggga usianya hampir mencapai satu abad. 

  

Jabir tidak turut serta bersama Rasulullah Saw dalam perang Badr dan 

Uhud, sebab dalam satu sisi saat itu ia masih berusia dini. Disisi lain, ia 

diperintahkan oleh ayahnya untuk menjaga kesembilan saudarinya, hal itu 

disebab kan tidak ada orang lagi selain dirinya untuk melakukan hal itu. 

Jabir berkisah: “Pada malam sebelum terjadinya perang Uhud, ayah 

memanggilku seraya berkata: “Aku menduga bahwa aku akan terbunuh 

bersama para sahabat Rasul Saw yang terbunuh. Demi Allah, aku tidak 

meninggalkan orang yang paling aku cintai selainmu  sesudah  Rasulullah 

Saw.” 

Aku mempunyai sejumlah hutang, maka bayarkanlah hutangku! 

Sayangilah para saudarimu! Jagalah mereka dengan baik.” 

Keesokan harinya, ayah menjadi korban pertama dalam perang Uhud. 

 sesudah  aku menguburkannya, maka aku mendatangi Rasulullah Saw dan 

berkata: “Ya Rasulullah, ayahku memiliki sejumlah hutang, sedangkan aku 

tidak memiliki apa-apa untuk melunaskannya kecuali hasil dari pohon 

kurma milik ayah. Kalau aku mengandalkan buah kurma ini  untuk 

membayarkan hutang ayah, pasti tidak akan terlunaskan selama bertahun-

tahun. Sedangkan aku tidak punya uang untuk memberikan nafkah kepada 

para saudariku.” 

Rasulullah Saw langsung berdiri dan berangkat bersamaku ke tempat 

jatuhnya buah kurma kami. Beliau bersabda kepadaku: “Sebutkan berapa 

hutang ayahmu!” Maka aku pun menyebutkannya. 

Maka para penagih hutang terus saja memunguti hasil buah kurma 

sehingga Allah Swt membayarkan semua hutang ayahku dari hasil pohon 

kurma ini  pada tahun itu. 

lalu  aku melihat ke tempat jatuhnya kurma, dan aku lihat 

rupanya ia tidak berubah sedikitpun seolah ia tidak berkurang meski satu 

biji saja. 

Sejak ayahnya meninggal, maka Jabir tidak pernah ketinggalan untuk 

turut-serta dalam peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. 

Dalam setiap peperangan, ia memiliki kisah yang layak untuk 

dikisahkan dan dikenang. 

Kita akan mempersilahkan Jabir untuk menceritakan salah satu 

kisahnya bersama Rasulullah Saw. 

Jabir berkisah: 

Pada perang Khandaq kami sedang menggali parit saatitu. Tiba-tiba 

kami menemukan sebuah batu yang amat keras dan kami tidak sanggup 

untuk memecahnya. Kami pun mendatangi Rasulullah Saw dan berkata: 

“Ya Nabi Allah, di parit yang sedang kami gali ditemukan adanya sebuah 

batu keras. Pacul kami tidak sanggup untuk memecahkannya.” 

Rasulullah Saw menjawab: “Biarkan batu ini , aku sendiri yang 

akan datang ke sana dan menghancurkannya!” 

lalu  Beliau bangun dan perut Beliau diganjal dengan batu sebab  

merasa amat lapar, hal itu sebab  kami sudah tiga hari tidak makan apa-

apa. Nabi Saw langsung mengambil cangkul lalu  Beliau memukulkan 

cangkul ini  kepada batu dan akhirnya batu ini  dapat dipecahkan 

dengan mudah. 

Pada saat itu aku merasa kasihan kepada Rasulullah Saw yang 

menderita lapar. Aku pun menghampiri Beliau dan berkata: “Bolehkah aku 

kembali ke rumah, ya Rasul?” Beliau menjawab: “Pergilah!”  

Sesampainya di rumah, aku berkata kepada istriku: “Aku melihat 

Rasulullah Saw dalam kondisi yang amat lapar. Tidak ada seorang manusia 

pun yang sanggup menahan lapar seperti itu. Apakah engkau memiliki 

sesuatu untuk dimakan?” 

Istriku menjawab: “Aku hanya memiliki sedikit gandum dan domba 

yang masih kecil.” Maka aku segera mengambil domba ini , lalu aku 

menyembelihnya, memotongnya dan aku masukkan ke dalam tungku. Aku 

pun segera mengambil gandum yang aku tumbuk sendiri lalu  aku 

serahkan kepada istriku. Aku pun melakukan peragian terhadap tepung itu. 

Begitu aku tahu bahwa daging sudah hampir matang, dan adonan tepung 

sudah hampir lembut dan sebentar lagi dapat dibakar. Aku pun berangkat 

menghadap Rasulullah Saw dan aku berkata kepada Beliau: “Ada sedikit 

makanan yang kami buat untukmu, ya Rasulullah. Silahkan Engkau dan 1 

atau 2 orang untuk menyantapnya.” Rasul bertanya: “Ada berapa banyak 

yang kau masak?” Aku pun memberitahukan Beliau apa saja yang aku 

masak. 

Begitu Nabi Saw mengetahui porsi makanan yang aku buat, Beliau 

bersabda: “Wahai para pejuang Khandaq! Jabir telah menyiapkan 

makanan, marilah kita makan bersama!” lalu  Beliau menatapku dan 

bersabda: “Temuilah istrimu dan katakan kepadanya: ‘Janganlah tungku 

diturunkan, dan jangan dulu tepung tadi dijadikan roti, sebelum aku 

datang ke sana.” 

Aku pun pulang ke rumah, dalam hatiku ada rasa galau dan malu yang 

hanya diketahui oleh Allah Swt saja. Aku bertanya sendiri: “Apakah semua 

pejuang Khandaq dapat menyantap makanan yang hanya terdiri dari 1 sha’ 

gandum dan domba kecil?!” 

lalu  aku menemui istriku dan aku berkata kepadanya: “Celaka 

kita, aku telah menceritakan segalanya! Rasulullah Saw akan datang ke sini 

dengan semua pejuang Khandaq!” Istriku bertanya: “Apakah Beliau tidak 

bertanya kepadamu berapa jumlah makanan yang kau siapkan?’ Aku 

menjawab: “Ya, Beliau menanyakannya.” Istriku berkata: “Tidak usah kau 

risau, sebab Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Maka ucapannya 

membuat semua kegalauanku sirna seketika. 

Tidak lama lalu , datanglah Rasulullah Saw bersama rombongan 

kaum Muhajirin dan Anshar. Rasul Saw berkata kepada mereka: “Masuklah 

dan jangan berdesak-desakan!” lalu  Beliau bersabda kepada istriku: 

“Berikan kepadaku sepotong roti, agar ia membantumu dalam membuat 

roti. Ambillah sesendok kuah air dari tungkumu tapi jangan diturunkan 

dari perapian.” 

Tiba-tiba roti jadi semakin banyak, yang ditaruh di atasnya daging. 

lalu  Beliau membawa makanan ini  kepada para sahabatnya, 

dan mereka semua menikmati makanan ini  sehingga mereka merasa 

kenyang. 

lalu  Jabir berkata: “Demi Allah, mereka semua sudah pulang 

namun tungku kami masih penuh dengan daging kambing dan adonan 

kami masih dapat dibuat roti tidak kurang sedikitpun, persis seperti 

semula.” 

lalu  Rasulullah Saw bersabda kepada istriku: “Makanlah engkau, 

dan hadiahkan sebagiannya!”  

Lalu istriku makan, dan sepanjang hari ia membagikan dan 

menghadiahkan makan ini  kepada banyak orang. 

  

Demikianlah kisah Jabir bin Abdullah Al Asnhary dan ia menjadi 

sumber cahaya dan petunjuk bagi kaum muslimin untuk beberapa masa, 

sebab  Allah Swt berkenan untuk memperpanjang usianya hingga 

mencapai umur mendekati satu abad. 

Suatu saat Jabir berangkat untuk berperang di jalan Allah Swt ke negeri 

Romawi. Pada saat itu pasukan dipimpin oleh Malik bin Abdillah Al 

Khats’amy.  

Malik saat itu sedang memeriksa pasukannya yang tengah berangkat 

menuju medan laga. Malik melakukannya untuk mengetahui kondisi 

mereka, memberikan semangat, dan membantu serta melayani prajurit 

yang sudah tua. 

Lalu ia berjumpa dengan Jabir bin Abdullah, yang ia dapati sedang 

berjalan kaki padahal ia bersama seekor bighal169 yang tali kendalinya ia 

pegang dengan tangan. 

Malik lalu  bertanya kepada Jabir: “Ada apa denganmu wahai Abu 

Abdillah (pangggilan Jabir)? Mengapa engkau tidak menunggang 

bighalmu?! Padahal Allah sudah memberimu tunggangan yang dapat 

membawamu.” 

Jabir menjawab: “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: 

‘Siapa orang yang kakinya terbasuh debu saat berperang di jalan Allah, 

maka Allah akan mengharamkan dirinya dari neraka.” 

Malik lalu meninggalkan Jabir lalu  ia menuju barisan terdepan 

pasukan. lalu  Malik menoleh ke arah Jabir, lalu  Malik 

memanggil Jabir dengan suara yang amat keras seraya berseru: “Ya Abu 

Abdillah, mengapa engkau tidak menunggangi bighalmu, padahal ia sudah 

menjadi milikmu?!” Jabir mengerti maksud Malik. lalu  Jabir 

menjawabnya dengan suara yang keras: “Aku pernah mendengar 

Rasulullah Saw bersabda: ‘Siapa orang yang kakinya terbasuh debu saat 

berperang di jalan Allah, maka Allah akan mengharamkan dirinya dari 

neraka.” 

Maka spontan semua prajurit melompat turun dari tunggangan 

mereka. Semuanya berharap mendapatkan pahala ini . 

Tidak pernah didapati ada pasukan yang berjalan kaki melebihi 

pasukan ini . 

  

Selamat untuk Jabir bin Abdullah Al Anshary. Ia pernah turut berbai’at 

kepada Rasulullah Saw padahal ia belum mencapai usia baligh pada saat 

itu. 

Ia juga beruntung pernah mendapat bimbingan Rasulullah Saw sejak 

usia dini, dan ia banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw yang 

lalu  riwayatnya banyak digunakan oleh para perawi hadits. 

Ia juga beruntung dapat turut-serta berjihad bersama Rasulullah Saw 

saat masih berusia remaja, lalu  ia membasuhkan kakinya dengan 

debu untuk berjuang di jalan Allah Swt padahal ia yaitu  seorang tua renta 

yang telah lanjut usia. 

Salim Budak Abu Hudzaifah 

“Kalau Saja Salim Masih Hidup, Maka Aku akan Mengangkatnya 

untuk Menjadi Pemimpin  sesudah ku” (Umar bin Khattab) 

 

Tsubaitah binti Ya’ar memerdekakan budaknya yang bernama Salim 

yang pada saat itu ia masih berusia remaja mendekati usia baligh. 

Tsubaitah membebaskannya sebab  ia melihat dalam diri Salim terdapat 

kelembutan prilaku, kemurnian sifat dan tanda kecerdasan. 

Ia pun memiliki tanda-tanda kebaikan dan kebajikan dalam tindak-

tanduknya. 

Namun suami Tsubaitah yang bernama Abu Hudzaifah yang menjadi 

salah seorang pemuka Bani Abdi Syamsin merasa berat untuk melepaskan 

Salim dalam usianya yang masih dini. Maka Abu Hudzaifah mengajak 

Salim untuk ikut bersamanya menuju Masjidil Haram, lalu  Abu 

Hudzaifah berdiri di tengah keramaian bangsa Quraisy yang sedang 

berkumpul di sekitar Ka’bah. Abu Hudzaifah berseru: “Saksikanlah wahai 

bangsa Quraisy bahwa aku telah mengadopsi Salim,  sesudah  istriku 

memerdekakannya. Ia bagiku kini sudah seperti anak kepada ayahnya.” 

Bangsa Quraisy pun menanggapi dengan berkata: “Alangkah terpujinya 

tindakanmu itu, wahai Ibnu Utbah (panggilan Abu Hudzaifah)!” 

Sejak saat itu, anak tadi mulai dipanggil dengan Salim ibnu Abi 

Hudzaifah. 

  

Tidak lama berselang, maka terpendarlah cahaya ilahi di padang pasir 

Mekkah. Dan Allah Swt telah mengutus seorang Nabi-nya dengan 

membawa ajara agama petunjuk dan kebenaran. Abu Hudzaifah dan 

anaknya yang bernama Salim termasuk orang pertama yang hatinya 

tersinari oleh cahaya suci ini. 

Kedua anak-beranak ini datang untuk menghadap Rasulullah Saw dan 

menyatakan keislaman mereka berdua dihadapan Beliau. 

Keduanya bersama-sama bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah Yang 

Esa dan tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad yaitu  hamba-Nya 

dan penutup para Rasul-Nya. 

  


Tidak lama  sesudah  Abu Hudzaifah dan anaknya yang bernama Salim 

masuk ke dalam Islam, maka Islam pun membatalkan sistem adopsi anak. 

Islam mengajarkan kepada manusia untuk mengembalikan anak 

kepada bapak mereka yang asli demi menjaga keturunan (nasab) dan 

membongkar sebuah kebiasaan kaum jahiliah. 

Maka turunlah firman Allah Swt dalam masalah pengadopsian anak:  

“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama 

bapak-bapak mereka.” (QS. Al-Ahzab [33] : 5) 

Kaum muslimin pun menyambut perintah Tuhan mereka. 

Mereka segera mencari urutan nasab anak yang telah mereka adopsi, 

mencari informasi tentang ayah mereka sebenarnya, lalu  

mengembalikan anak-anak adopsi kepada ayah mereka yang sejati. 

Akan tetapi Abu Hudzaifah tidak menemukan ayah Salim yang 

sebenarnya meskipun ia selalu mencari-cari informasi akan 

keberadaannya. Hal itu disebab kan Salim telah tertawan pada usia dini, 

lalu  dipaksa ikut ke Mekkah dan di jual di pasar perbudakan dan 

pada saat itu Salim dalam usia yang belum bisa mengenal siapa ayah dan 

ibunya. 

Maka sebab nya, orang-orang menyebut Salim dengan panggilan Salim 

budak Abu Hudzaifah. Ia pun terus menyandang nama ini  sepanjang 

hidupnya. 

  

Akan tetapi hubungan Salim dengan Abu Hudzaifah bukanlah seperti 

hubungan seorang tuan dengan budaknya. Akan tetapi ia merupakan 

hubungan seorang saudara terhadap saudaranya  sesudah  Islam menyatukan 

dua hati yang berbeda, dan  sesudah  iman mempersaudarakan dua jiwa yang 

berpisah. 

Kedua hati mereka amat dipenuhi dengan kecintaan terhadap Allah dan 

Rasul-Nya. 

Abu Hudzaifah berniat untuk semakin mempererat dan memperdalam 

hubungannya kepada Salim, dan ia juga hendak memupus semua 

peninggalan fanatisme jahiliah yang diberantas oleh Islam. 

Maka Abu Hudzaifah menikahkan Salim dengan keponakan Abu 

Hudzaifah yang berbangsa Quraisy (Al Absyami170) yang memiliki 

kedudukan dan nasab terpandang. 

Maka kini Salim telah menjadi al akh fillah (saudara seiman) bagi Abu 

Hudzaifah sekaligus menjadi salah satu kerabatnya. 

                                                     

170

 Bernasab ke Bani Abdu Syamsin 

  

Tidak lama sejak itu, maka kedua saudara ini dipisahkan oleh berbagai 

peristiwa yang telah membuat kaum muslimin tersiksa dan teraniaya. 

Abu Hudzaifah pergi berhijrah ke negeri Habasyah untuk 

menyelamatkan agama dan keimanannya serta akidahnya dari siksaan 

bangsa Quraisy. 

Sementara Salim lebih memilih untuk tinggal di Mekkah bersama 

Rasulullah Saw dan menghabiskan usianya untuk mempelajari Kitabullah 

agar Salim dapat mengambilnya secara langsung dari Beliau begitu ayat-

ayat AlQur’an turun. Maka Salim dapat membacakan ayat-ayat Al Qur’an 

dengan khusyuk. lalu  ia dapat memahami dan mentadabburi surat-

surat Al Qur’an yang diturunkan, sehingga ia menjadi salah seorang 

sahabat yang menghapalkan Al Qur’an pada zaman Nabi Saw. 

Salim juga termasuk salah satu dari 4 orang yang dipesankan Nabi Saw 

kepada ummat ini untuk mengambil pelajaran Al Qur’an dari mereka. 

Sabdanya: “Pelajarilah Al Qur’an dari keempat orang ini: Abdullah bin 

Mas’ud, Salim budak Abu Hudzaifah, Ubai bin Ka’b dan Muadz bin Jabal.” 

  

Para sahabat Nabi Saw yang mulia mengetahui kelebihan Salim 

dibandingkan mereka dalam menghapal Kitabullah, penguasaannya, 

pentadabburan ayatnya dan pemahaman akan makna dan maksudnya. 

Saat kaum muslimin berhijrah dari Mekkah ke Madinah, maka kaum 

muslimin mendaulat Salim untuk menjadi imam bagi mereka. 

Kaum muslimin terus shalat dengan Salim sebagai imamnya sehingga 

Rasulullah Saw tiba, meskipun dalam barisan muslimin saat itu terdapat 

Umar bin Khattab dan beberapa tokoh sahabat yang ternama. 

  

lalu  Allah berkenan untuk mempertemukan Salim dengan 

saudaranya seiman yaitu Abu Hudzaifah  sesudah  hijrah. Allah Swt juga 

memperkenankan mereka berdua untuk turut-serta dalam perang Badr 

bersama Rasulullah Saw. 

Saat pasukan muslimin hendak turun ke medan laga, Salim berkata 

kepada saudaranya Hudzaifah: “Lihatlah wahai Abu Hudzaifah, itu ayahmu 

Utbah bin Rabiah berada di barisan terdepan, ia bersiap untuk menghadapi 

Islam dan pasukan muslimin.” Abu Hudzaifah menjawab: “Benar, aku 

melihatnya. Dan itu ada dua orang musuh Allah yang bernama Syaibah bin 

Rabi’ah pamanku dan saudaraku yang bernama Al Walid bin Utbah, yang 

mengiringi ayahku. 

Kalau saja Rasulullah Saw mengizinkan, maka aku akan menghadapi 

mereka satu demi satu dan aku akan membuat mereka mati terbunuh, atau 

aku akan berpulang ke sisi Tuhanku dalam kondisi ridha dan diridhai. 

  

Begitu peperangan usai, Salim dan Abu Hudzaifah melihat orang yang 

tewas menjadi korban perang. Ternyata mereka menemukan Utbah ayah 

dari Abu Hudzaifah, Syaibah pamannya dan Al Walid saudaranya. 

Kesemuanya tewas tak bergerak. Abu Huzaifah lalu berkata: “Segala puji 

bagi Allah yang telah membuat hati Nabi-Nya tenang dengan kematian 

mereka semua.” 

  

Kedua bersaudara dalam ikatan iman ini senantiasa turut-serta berjihad 

di bawah komando Rasulullah Saw dalam setiap peperangan pada masa 

Beliau. Mereka juga menunaikan hak Alah dan Rasul-Nya hingga pada saat 

perang Yamamah pada masa pemerintahan Abu Bakar As Shiddiq ra. 

Pada hari itu, Abu Bakar berniat untuk berperang menumpas 

Musailamah Al Kadzzab, dan mengerahkan pasukan muslimin di segala 

penjuru untuk memberantas fitnah buta yang hampir mencelakakan Islam 

dan membahayakan penganutnya. 

Maka Salim dan Abu Hudzaifah bersegera untuk mempertahankan 

agama Allah, dan berangkat untuk berperang melawan Musailamah sang 

musuh Allah. 

  

Kedua pasukan bertemu di bumi Yamamah, dan peperangan 

berlangsung dengan sengit antara keduanya yang jarang sekali ditemukan 

peperangan sedahsyat itu dalam sejarah. 

Pasukan muslimin merangsek masuk dengan komando Ikrimah bin Abu 

Jahl dan Khalid bin Walid dengan begitu berani yang sulit digambarkan 

tentang keberanian mereka. 

Begitu juga halnya dengan kaum murtad dengan komando Musailamah 

yang tidak kalah beraninya. 

Akan tetapi kemenangan berada dalam pihak Musailamah Al Kadzzab, 

bahkan beberapa orang prajuritnya berhasil menyusup ke tenda Khalid bin 

Walid dan hampir menyandera istri Khalid kalau saja tidak ada salah 

seorang di antara mereka yang mencegahnya. 

Pada saat itulah semangat pasukan muslimin mulai bangkit, dan ada di 

antara mereka beberapa prajurit yang gagah berani. Mereka rela menukar 

diri mereka yang dapat mati hari itu atau keesokannya dengan diri dan 

jiwa yang tidak akan mati untuk selamanya. 

Pada saat itu, Khalid kembali mengatur barisan pasukan muslimin, dan 

ia menyerahkan panji komando pasukan Muhajirin kepada Salim budak 

Abu Hudzaifah sebagaimana ia menyerahkan panji komando pasukan 

Anshar kepada Tsabit bin Qais. 

Zaid bin Khattab berdiri memberikan semangat kepada pasukan 

muslimin untuk bertempur seraya berseru: “Wahai manusia, gigitlah 

geraham kalian dengan keras! Tebaslah leher musuh kalian! Majulah 

terus….! 

Wahai manusia, Demi Allah aku tidak akan mengatakan apapun juga 

 sesudah  ini, sehingga Allah Swt mengalahkan Musailamah Al Kadzzab dan 

para pengikutnya atau aku sendiri yang akan terbunuh, sehingga aku dapat 

berjumpa Allah dengan membawa alasanku.” 

lalu  Zaid lansung masuk ke dalam barisan. Ia terus berjuang 

melawan musuh hingga akhirnya ia mati terbunuh. 

lalu  Abu Hudzaifah mengikuti jejak Zaid bin Khattab dan segera 

berseru: “Wahai para pengemban Al Qur’an, hiasilah Al Qur’an dengan 

aksi kalian!”  

lalu  ia maju ke medan laga untuk berjuang sehingga ia 

menjumpai ajalnya saat ia maju terus pantang mundur. 

Sedangkan Salim budak Abu Hudzaifah menuju barisan Muhajirin dan 

berkata kepada dirinya sendiri: “Seburuk-buruknya pengemban Al Qur’an 

yaitu  aku bila kaum muslimin berdatangan dan berlindung ke arahku.” 

lalu  ia langsung terjun ke medan laga untuk mempertahankan panji 

kaumnya sehingga tangan kanannya putus. Ia pun mengambil panji 

ini  dengan tangan kirinya. Ia terus berjuang hingga tangan kirinya 

pun putus. Ia pun kini mengambil panji ini  dengan kedua lengan 

atasnya. Ia terus mempertahankan panji ini  sehingga ia tidak mampu 

lagi menanggung luka di badan, lalu ia terjatuh ke tanah dengan 

bersimbah darah. 

  

Saat perang telah usai, Khalid bin Walid menemukan Salim budak Abu 

Hudzaifah masih dalam kondisi hidup. Salim lalu bertanya kepada Khalid: 

“Apa yang telah didapat oleh pasukan muslimin?” Khalid menjawab: “Allah 

telah memberikan kemenangan kepada mereka, Allah telah membunuh 

Musailamah Al Kadzzab buat kaum muslimin, dan Allah telah 

menghancurkan pasukan dan pendukung Musailamah.” 


Salim bertanya lagi: “Lalu apa yang dilakukan oleh saudaraku Abu 

Hudzaifah?” Khalid menjawab: “Ia telah pergi ke pangkuan Tuhannya. Ia 

terbunuh sebagai seorang syahid.” 

Salim berkata: “Letakkanlah tubuhkuk disamping tubuhnya!” Khalid 

menjawab: “Itulah tubuhnya yang sedang berbaring dengan sebuah bantal 

dekat kakimu.” lalu  Salim memekamkan kedua matanya sambil 

berkata: “Kita bersama disini (di dunia) ya Abu Hudzaifah, dan Insya Allah 

kita akan bersama di sana (di akhirat).” 

lalu  Salim menghembuskan nafasnya yang terakhir. 


Utsman bin Affan 

“Sejarah Kenabian Tidak Pernah Mendapati Orang yang Menjadi 

Menantu Rasulullah Sebanyak Dua Kali Selain Utsman bin Affan.” 

 

Dia yaitu  dzu nurain (pemilik dua cahaya), orang yang pernah 

berhijrah dua kali sekaligus suami dari dua putri Rasulullah Saw. Dialah 

Utsman bin Affan ra. 

  

Utsman bin Affan memiliki posisi terpandang di kalangan kaumnya 

pada masa jahiliah. Ia yaitu  orang yang memiliki harta kekayaan yang 

berlimpah. Ia juga yaitu  orang yang rendah hati dan pemalu. Kaumnya 

amat mencintai dirinya, sehingga ada seorang wanita Quraisy yang sedang 

memomong anaknya dengan bersenandung: 

Aku dan Ar Rahman (Tuhan Yang Penyayang) menyayangimu 

Seperti orang Quraisy menyayangi Utsman 

Begitu Islam memancarkan cahayanya di Mekkah, Utsman yaitu  

orang yang termasuk para pendahulu yang segera menyerap cahaya 

ini . 

  

Kisah keislaman Utsman bin Affan hingga sekarang masih sering 

dikisahkan orang. 

Hal itu disebab kan saat pada masa jahiliah ia mendengar bahwa 

Muhammad bin Abdullah telah menikahkan putrinya yang bernama 

Ruqayah dengan sepupunya yang bernama Utbah bin Abi Lahab, Utsman 

merasa menyesal sebab  ia sudah kedahuluan. Ia merasa kesal sebab  tidak 

beruntung mendapatkan istri yang memiliki akhlak yang mulia dan 

berketurunan baik. 

Utsma pun kembali pulang ke rumah dengan perasaan kesal dan sedih. 

Saat pulang, ia mendapati bibinya sedang berada di rumah yang 

bernama Su’da binti Kuraizin. Su’da ini yaitu  perempuan yang tegas, 

cerdas dan sudah berusia senja. Su’da berhasil menghilangkan kekesalan 

Utsman dengan memberitahukan kepadanya bahwa akan muncul seorang 

Nabi yang menghancurkan penyembahan kepada berhala, dan menyeru 

untuk beribadah kepada Tuhan Yang Esa. Su’da menyuruh Utsman untuk 

  

mengikuti ajaran agama Nabi ini , dan ia menjanjikan bahwa Utsman 

akan mendapatkan apa yang pantas bagi dirinya. 

Utsman berkisah: “Maka aku segera memikirkan apa yang baru saja 

dikatakan oleh bibiku tadi. Aku pun segera menemui Abu Bakar dan aku 

ceritakan kepadanya apa yang telah diberitahukan bibi kepadaku.” 

Abu Bakar berkata: “Demi Allah, bibimu telah berkata benar atas apa 

yang ia sampaikan kepadamu dan dengan kebaikan yang ia janjikan 

untukmu, ya Utsman! Engkau pun yaitu  seorang yang bijak dan tegas 

yang mampu membedakan kebenaran,dan tidak ada kebathilan yang samar 

bagi dirimu.” lalu  Abu Bakar berkata kepadaku:  

“Apakah makna dari berhala yang disembah oleh kaum kita ini?! 

Bukankah berhala ini terbuat dari batu yang tuli. Tidak bisa mendengar 

dan melihat?” Aku menjawab: “Benar.” Abu Bakar berkata: “Apa yang telah 

dikatakan oleh bibimu telah terbukti, ya Utsman! Allah Swt telah 

mengirimkan Rasul-Nya yang dinanti-nanti. Ia mengutusnya untuk semua 

orang dengan membawa agama petunjuk dan kebenaran.” 

Aku bertanya: “Siapakah dia?!” Abu Bakar menjawab: “Dialah 

Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib.” 

Aku bertanya keheranan: “Muhammad As Shodiq Al Amin (orang yang 

terkenal jujur dan terpercaya) itu?” Abu Bakar menjawab: “Benar. Dialah 

orangnya.” Aku bertanya kepada Abu Bakar: “Apakah engkau mau 

menemaniku untuk menemuinya?” Abu Bakar menjawab: “Baiklah.” Maka 

kami pun berangkat untuk menemui Nabi Saw. 

Begitu Beliau melihatku Beliau langsung bersabda: “Ya Utsman, 

sambutlah seruan orang yang mengajak ke jalan Allah! Sebab aku yaitu  

utusan Allah kepada kalian secara khusus, dan kepada semua makhluk 

Allah secara umum.” 

Utsman berkata: “Demi Allah, begitu aku melihat Beliau dan 

mendengarkan sabdanya, maka aku langsung merasa nyaman dan aku 

percaya akan keRasulannya. lalu  akupun langsung bersaksi bahwa 

tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad yaitu  hamba-Nya dan 

Rasul-Nya.” 

  

Hingga hari itu tidak ada satupun orang yang berasal dari kaumnya 

yang mau beriman kepada Rasulullah Saw. 

Meswki tidak ada satupun yang menyatakan permusuhan kepada Nabi 

Saw selain pamannya yang bernama Abu Lahab. 

Abu Lahab dan istrinya yang bernama Ummu Jamil yaitu  orang dari 

suku Quraisy yang paling keras melakukan perlawanan dan makar 

terhadap diri Nabi Saw. Maka Allah Swt menurunkan sebuah surat tentang 

diri Abu Lahab dan istrinya: 

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan 

binasa.Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang 

ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. 

Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya 

ada tali dari sabut.” (QS. Al-Lahab [111] : 1-5) 

Kebencian Abu Lahab kepada Rasulullah Saw semakin menjadi. 

Demikian juga kedengkian istrinya. Tidak hanya ditujukan kepada 

Muhammad Saw akan tetapi kepada kaum muslimin yang menjadi 

pendukungnya. Abu Lahab dan Ummu Jamil menyuruh putranya Utbah 

untuk menceraikan istrinya yang bernama Ruqayyah putri Muhammad 

Saw.  Maka Utbah pun menceraikan Ruqayyah sebab  alasan dendam 

kepada ayahnya. 

  

Begitu Utsman mendengar berita telah dicerainya Ruqayyah, maka ia 

langsung teriak kegirangan. Ia lalu segera meminang Ruqayyah dari 

Rasulullah Saw. Maka Rasul Saw pun menikahkan Ruqayyah kepadanya. 

Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid mengadakan walimah untuk 

perkawinan putrinya ini. 

Utsman yaitu  seorang dari bangsa Quraisy yang memiliki tampang 

yang paling tampan, sedangkan Ruqayyah juga tidak kalah cantik dan 

menarik. Maka banyak orang yang berkata kepada Ruqayyah saat dirinya 

dinikahkan dengan Utsman: 

Inilah pasangan terbaik yang pernah dilihat manusia 

Ruqayyah, dan suaminya yang bernama Utsman 

  

Utsman -meski dia memiliki kedudukan dan kebaikan yang banyak- 

tidak terlepas dari siksaan kaumnya saat ia memeluk Islam. 

Pamannya yang bernama Hakam merasa malu bila ada seorang pemuda 

dari Bani Abdi Syamsin yang keluar dari agama bangsa Qurasiy, dan 

Hakam amat malu dibuatnya. Maka Hakim bersama para pengikutnya 

berusaha menghadapi Utsman dengan siksaan dan perlakuan yang kejam. 

Hakam menangkap Utsman dan mengikatkan tubuh Utsman dengan 

tali. Hakam bertanya kepada Utsman: “Apakah engkau membenci agama 

ayah dan kakek moyangmu, dan kini engkau masuk ke dalam agama yang 

dibuat-buat itu?! Demi Allah, aku tidak akan membiarkanmu hingga 

engkau meninggalkan agama yang kau anut ini!” 

Utsman menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan 

agamaku ini untuk selamanya, dan aku tidak akan berpisah dengan Nabiku 

selagi aku hidup. 

Meski pamannya terus menyiksa dirinya, akan tetapi ia semakin teguh 

dan tak tergoyahkan dalam berakidah sehingga pamannya merasa putus 

asa dan akhirnya melepaskan Utsman dan tidak lagi mengganggunya. 

Akan tetapi bangsa Quraisy masih saja membuat permusuhan kepada 

Utsman dan menyiksanya, sehingga hal itu membuat Utsman berkeputusan 

untuk lari dan menyelamatkan agamanya serta meninggalkan Nabinya.  

Utsman yaitu  muslim pertama yang berhijrah ke Habasyah bersama 

istrinya ra. Saat mereka berdua hendak berangkat untuk berhijrah, 

Rasulullah Saw melepas mereka dan berpesan: “Semoga Allah Swt akan 

menemani Utsman dan istrinya yang bernama Ruqayah… Semoga Allah 

Swt akan menemani Utsman dan istrinya yang bernama Ruqayah. Utsman 

yaitu  orang pertama yang berhijrah bersama keluarganya  sesudah  Nabi 

Allah Luth as.” 

  

Utsman bersama istrinya tidak tinggal lama di Habasyah seperti para 

muhajirin lainnya. Mereka berdua merasakan kerinduan yang amat sangat 

kepada Nabi Saw dan kepada Mekkah. 

Maka keduanya kembali ke Mekkah dan menetap di sana hingga saat 

Allah Swt mengizinkan kepada Nabi-Nya dan kepada kaum mukminin 

untuk berhijrah ke Madinah. Maka Utsman dan Ruqayah pun berangkat 

bersama rombongan muhaji