bin
Abdullah. Sebab ia dan para sahabatnya memiliki berita yang meyakinkan.”
Pada saat itu juga, Ammar bin Yasir berangkat menuju Dar Al Arqam
bin Abi Al Arqam. Di tempat itulah ia berjumpa dengan Nabi Saw dan
mendengar sabda Beliau yang mampu mengguncangkan hatinya.
Ammar menerima petunjuk Nabi yang mampu mengisi hatinya dengan
hikmah dan cahaya.
Ammar lalu mengulurkan tangannya dan berkata: “Asyhadu an la ilaha
illa-Llahu wa Asyhadu annaka abduhu wa Rasuluhu.”
Ammar bin Yasir segera pulang untuk menemui ibunya Sumayyah dan
mengajaknya untuk masuk Islam. Dengan segera Sumayyah menyambut
ajakan ini seolah sudah dijanjikan.
lalu Ammar menghadapi bapaknya yang bernama Yasir dan
Ammar mengajak ayahnya sebagaimana ia mengajak ibunya.
Ayahnya tidak kalah dengan ibunya saat menyambut seruan ini. Maka
keluarga ini segera bergabung dengan rombongan cahaya Islam dan
cahaya mereka masih saja menerangi relung hati setiap mukmin hingga
saat ini.
Hal ini akan terus berkelanjutan –dengan izin Allah- sehingga Allah
akan mewarisi bumi ini dan orang yang berada di dalamnya.
Keislaman ketiga orang ini tersiar di Bani Makhzum, dan mengundang
kemarahan dan emosi mereka.
Mereka bersumpah bahwa mereka akan dapat mengembalikan ketiga
orang ini dari Islam atau mereka akan mencelakakan keluarga
ini .
Maka mereka menangkap kedua orang tua dan anak mereka ke padang
pasir Mekkah. Mereka memakaikan baju besi kepada keluarga itu dan
memandikan mereka dengan cahaya matahari yang terik. Mereka tidak
memberikan air kepada keluarga ini , dan tanpa berhenti mereka terus
memukul keluarga itu.
Sehingga kerongkongan mereka kering. Keringat mereka habis. Kulit
menjadi pecah dan darah bertetesan.
Bila itu semua telah terjadi, maka mereka akan membiarkan keluarga
ini pada hari itu agar mereka dapat melakukan hal ini pada
keesokan harinya. Suatu hari Rasulullah Saw pernah lewat saat mereka
sedang disiksa.
Rasul Saw menjadi sedih sebab dirinya tidak memiliki kekuatan dan
kemampuan untuk menolong mereka. Beliau berdiri dihadapan keluarga
ini seraya bersabda: “Sabarlah, wahai keluarga Yasir. Sebab tempat
kalian yaitu surga!”
Jiwa mereka yang sedang disiksa menjadi tentram dan mata mereka
menjadi berbinar. Dan nampaklah senyuman dari wajah mereka pertanda
ridha.
Penyiksaan ini tidak berhenti bagi kedua orang tua Ammar.
Sumayyah saat tengah disiksa didatangi oleh Abu Jahl. Abu Jahl
mencacinya dengan keras, dan memakinya dengan ucapan yang amat
pedih. Akan tetapi Sumayyah tidak pernah menyerah.
Abu Jahl lalu mengangkat tombaknya dan menusukkannya di bagian
bawah perut Sumayyah. Ujung tombak bahkan sampai menembus
punggungnya. Maka Sumayyah menjadi syahid pertama dalam Islam, dan
itu cukup memberikan penghormatan dan kemulyaan bagi dirinya.
Sedangkan Yasir, ia juga mati saat disiksa. Saat ia wafat, ia tengah
bersyahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad
yaitu Rasulullah.
Penyiksaan terhadap diri Ammar semakin menggila sesudah wafatnya
kedua orang tua Ammar. Para algojo yang menganiaya dirinya telah
melampaui semua batas dalam penyiksaan.
Pada suatu hari,Ammar mendatangi Rasulullah Saw dengan wajah yang
sedih dan murung. Ia telah berusaha untuk memandang Nabi Saw dan
membuat senang kedua matanya dalam menatap Beliau,akan tetapi ia tidak
mampu untuk mengangkat pandangannya ke arah Beliau. Rasulullah Saw
lalu bertanya kepada Ammar: “Apa yang terjadi pada dirimu, wahai
Ammar?!”
Ammar menjawab: “Keburukan yang terus terjadi, ya Rasulullah!”
Rasul Saw bertanya: “Apa itu?!” Ammar menjawab: “Aku mendapatkan
siksaan yang amat berat sehingga kalau siksaan ini ditimpakan kepada
gunung, pasti ia akan runtuh. Lalu para musuh Allah belum merasa puas
dengan membakar tubuhku lewat panasnya terik matahari, malah kini
mereka membakar tubuhku dengan api.
Lalu mereka memaksaku untuk menangkapmu, dan memaksaku untuk
mengucapkan kebaikan tentang berhala mereka dan aku pun
melakukannya.”
lalu ia menangis dengan tersedu-sedu yang membuat hati
menjadi pilu.
Lalu Nabi Saw bertanya kepadanya: “Bagaimana kau dapati hatimu, ya
Ammar?” Ia menjawab: “Hatiku terasa nyaman, ya Rasulullah.
Rasul bersabda: “Kamu tidak akan mendapatkan dosa jika mereka
melakukan penyiksaan terhadap dirimu lagi dan engkau boleh mengatakan
apa yang pernah engkau ucapkan!”
Lalu Allah Swt memuliakan Ammar dan menurunkan tentang dirinya
sebuah ayat yang berbunyi:
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia
mendapat kemurkaan Allah), kecuali orangyang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa),
akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka
kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (QS.
An-Nahl [16] : 106)
Saat Rasulullah Saw mengizinkan para sahabatnya untuk berhijrah ke
Madinah, maka Ammar termasuk orang yang berhijrah ke sana demi
menyelamatkan agamanya.
Begitu ia tiba di Quba dimana para kaum muhajirin berhijrah, Ammar
langsung mengajak mereka untuk mendirikan sebuah masjid agar mereka
dapat melaksanakan shalat. Kaum muhajirin pun menyambut ajakan
Ammar.
Maka masjid yang dibangun oleh Ammar bin Yasir menjadi masjid
pertama yang dibangun pada masa Islam. Dan ini cukup menjadi
kemuliaan dan kelebihan diri Ammar.
Begitu Nabi Saw berhijrah ke Madinah maka menjadi senanglah hati
Ammar. Ia begitu bergembira, bak seorang kekasih yang menunggu
kedatangan kekasihnya.Ia selalu dan senantiasa mendampingi Nabi Saw
hingga seolah ia tidak pernah berpisah dengan Beliau baik pada siang
maupun malam.
Nabi Saw pun membalas kecintaan Ammar kepada dirinya. Jika Ammar
datang menghampiri Nabi Saw, maka Beliau akan bersabda: “Telah datang
orang baik yang dianggap baik!”
Pada perang Badr Ammar berjuang di bawah komando Rasulullah Saw
dengan sungguh-sungguh. Dia yaitu satu-satunya di antara kaum
muslimin yang berjuang dalam peperangan ini yang kedua orang
tuanya sudah menjadi syahid terlebih dahulu.
Saat Rasul Saw telah kembali ke pangkuan Tuhannya, dan banyak
bangsa Arab yang kembali murtad dan keluar dari Islam. Pada saat itu
Ammar pada perang Yamamah memiliki sebuah kisah yang amat masyhur.
Hal itu terjadi saat para sahabat Rasul Saw sedang berjuang sungguh-
sungguh dalam perang. Kematian telah merenggut banyak dari huffazh
(penghapal Al Qur’an). Pasukan muslimin sudah mulai terdesak.
Pada saat itulah Ammar bin Yasir berdiri di atas sebuah batu yang
tinggi. Saat itu sebuah daun telinganya hampir terputus, dan masih
tergantung di kepalanya. Ia berseru:
“Wahai kaum muslimin, apakah kalian hendak berlari meninggalkan
surga? Mari ikuti aku, ikuti aku… wahai kaum muslimin!”
lalu Ammar berlari ke hadapan barisan kaum muslimin padahal
telinganya masih bergantungan di pipinya.
Maka bergeraklah pasukan muslimin dengan semangat yang diberikan
Ammar sehingga Musailamah Al Kadzzab dapat dibunuh. Maka banyak
manusia yang kembali ke dalam agama Allah secara berbondong-bondong
sesudah mereka meninggalkan Islam secara berbondong-bondong pula.
Saat Umar Al Faruq menjabat sebagai Khalifah, ia mengangkat Ammar
untuk menjadi wali di Kufah, dan ia ditemani oleh Abdullah bin Masud.
Ummar menuliskan sebuah surat kepada para penduduk Kufah yang
berbunyi: “Amma ba’du… Aku mengirimkan kepada kalian Ammar sebagai
pemimpin kalian dan Abdullah bin Mas’ud sebagai pengajar dan
menterinya. Keduanya yaitu sebagian sahabat dekat Nabi kalian yang
bernama Muhammad. Taatilah keduanya, dan berikan kepatuhan kalian
kepada mereka berdua.”
lalu Umar menceritakan kepada Ammar maksudnya tadi, namun
Ammar menolak jabatan itu. Begitu Umar berjumpa dengan Ammar maka
Umar berkata: “Apakah tindakan yang aku lakukan telah melukaimu, ya
Ammar?” Ammar menjawab: “Demi Allah, jabatan lebih melukaiku
dibandingkan aku terisolir darinya.”
Semoga Allah meridhai Ammar bin Yasir. Keimanan telah memenuhi
seluruh tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Semoga Allah juga meridhai ayahnya yang bernama Yasir, dan ibunya
yang bernama Sumayyah. Rumah mereka sungguh yaitu rumah yang
penuh dan sarat akan keimanan.
Suhail Bin Amr
“Siapa di Antara Kalian yang Berjumpa dengan Suhail, Maka
Janganlah Mengganggunya. Aku Bersumpah Bahwa Suhail Memiliki
Akal & Kemulyaan. Dengan Memiliki Orang Seperti Suhail, Maka
Islam Tidak Akan Bodoh” (Muhammad Rasulullah)
Suhail bin Amr yaitu salah seorang tokoh Quraisy yang terpandang,
dia juga yaitu seorang orator ulung bangsa Arab yang ternama. Ia juga
menjabat salah seorang Ahli Halli wa Al Aqdi yang berwenang
memutuskan semua perkara.
Pada saat Nabi Saw menyampaikan dakwah Beliau dengan terang-
terangan, saat itu Suhail sudah berusia dewasa dan memiliki pandangan
yang luas. Dengan pemikirannya yang cerdas dan idenya yang orisinil
seharusnya dapat mengantarkan dirinya untuk segera menyambut seruan
Nabi Saw yang membawa petunjuk dan rahmat.
Akan tetapi Suhail tidak hanya berpaling dari Islam, akan tetapi ia
berusaha untuk menghalangi manusia dari jalan Allah dengan cara
apapun. Ia menimpakan siksaan kepada orang-orang yang masuk Islam
pada tahap awal, agar keimanan mereka goyah, dan mengembalikan
mereka kepada kemusyrikan.
Tidak lama berselang, Suhail bin Amr dikagetkan dengan sebuah berita
yang seolah yaitu kilat menyambar baginya.
Hal ini disebab kan ia mendengar bahwa putranya yang bernama
Abdullah dan putrinya yang bernama Ummu Kultsum telah menjadi
pengikut Muhammad, dan pergi menyelamatkan agama mereka yang baru
ke negeri Habasyah agar selamat dari siksaan suku Quraisy.
Dengan kehendak Allah, tersiarlah berita kebohongan dikalangan para
muhajirin di negeri Habasyah yang menyatakan bahwa bangsa Quraisy
telah masuk Islam. Kaum muslimin pun yang berada di Mekkah dapat
tinggal bersama keluarga mereka di sana dengan damai. Sebagian orang
dari muhajirin tadi kembali ke Mekkah. Salah seorang yang kembali pulang
dari Habasyah yaitu Abdullah bin Suhail.
Belum lagi kaki Abdullah menginjak tanah Mekkah, ayahnya telah
menangkapdirinya. Ia diikat dengan tali dan dilemparkan ke sebuah tempat
yang gelap di dalam rumahnya.
Suhail menyiksa anaknya dengan berbagai siksaan, sehingga ia sampai
keluar batas dalam menyiksanya. Sehingga pemuda yang bernama
Abdullah tdai menyatakan bahwa dirinya telah keluar dari agama
Muhammad. Abdullah juga menyatakan bahwa dirinya akan kembali
menganut agama ayah dan kakek moyangnya.
Maka gembiralah hati Suhail bin Amr dan ia merasa puas. Ia merasa
bahwa ia telah menang atas Muhammad.
Tidak lama lalu bangsa Quraisy berniat untuk menghadapi
Muhammad Saw di Badr. Suhail pun berangkat disertai anaknya yang
bernama Abdullah. Ia amat berharap dapat melihat anaknya
menghunuskan pedang di hadapan wajah Muihammad, sesudah tidak
berselang lama ia pernah menjadi salah seorang dari pengikutnya.
Akan tetapi taqdir berbicara lain sehingga memupus angan Suhail yang
tidak sedikit pun pernah ia duga. sebab , begitu kedua pasukan telah
bertemu di medan laga Badr, putranya yang muslim dan beriman
melarikan diri ke arah barisan muslimin, dan menempatkan dirinya di
bawah komando Muhammad Rasulullah Saw. Abdullah menghunuskan
pedangnya untuk berperang melawan ayahnya dan para musuh Allah
lainnya.
Begitu perang Badr usai dengan kemenangan telak yang Allah berikan
kepada Nabi-Nya. Maka berdirilah Rasulullah bersama para sahabatnya
yang terkemuka untuk melihat para tawanan musyrikin, dan ternyata
mereka mendapati Suhail bin Amr menjadi salah satu tawanan mereka.
Begitu Suhail bin Amr dihadapkan kepada Nabi Saw, ia berniat untuk
menebus dirinya. Lalu Umar bin Khattab menatapnya dan berkata:
“Biarkan aku ya Rasulullah untuk mencabut dua gigi depannya, sehingga
sesudah hari ini ia tidak dapat menjadi orator lagi di perkumpulan manusia
di Mekkah, sebab ia telah berani menyerang Islam dan Nabinya.”
Rasulullah Saw menjawab: “Biarkan kedua giginya, ya Umar!
Barangkali saja engkau akan mendapati bahwa kedua gigi depannya akan
memberi kebahagiaan kepadamu, Insya Allah!”
Hari terus berganti, dan terjadilah perjanjian damai Hudaibiyah.
Bangsa Quraisy mengutus Suhail bin Amr sebagai juru runding mereka
dalam melaksanakan perjanjian damai ini. Rasulullah Saw menjumpainya
bersama beberapa sahabatnya, dan dari salah seorang sahabat yang Beliau
bawa terdapat Abdullah bin Suhail.
Nabi Saw lalu memanggil Ali bin Abi Thalib untuk menuliskan
perjanjian, lalu Nabi Saw mulai mendiktekan isi perjanjian itu
kepada Ali. Nabi bersabda: “Tuliskan: Bismillahirrahmanirrahim!”
Suhail langsung berkata: “Kami tidak mengenal kalimat ini, akan tetapi
tulislah Bismika Allahumma (Dengan Nama-Mu ya Allah)!
Maka Nabi Saw bersabda kepada Ali: “Tuliskan: Bismika Allahumma!”
lalu Rasul bersabda kepada Ali: “Tuliskan: Ini yaitu perjanjian
damai yang dituliskan oleh Muhammad Rasulullah!” Suhail langsung
menanggapi: “Kalau kami bersaksi bahwa engkau yaitu Rasulullah maka
kami tidak akan memerangimu, akan tetapi tuliskanlah namamu dan nama
ayahmu!”
Maka Nabi Saw membalas: “Demi Allah, aku yaitu Rasulullah
meskipun kalian mendustai aku… Tuliskanlah: Muhammad bin Abdullah!”
Lalu selesailah akad perjanjian ini , dan Suhail bin Amr kembali
dengan langkah yang tegap sebab ia menduga bahwa ia telah
menyebabkan kemenangan kaumnya atas Muhammad.
Hari terus berganti, dan bangsa Quraisy mengalami kekalahan yang
telak tanpa peperangan. Sebab Rasulullah Saw datang ke Mekkah untuk
menaklukkannya.
Terdengar ada seorang yang berseru: “Wahai penduduk Mekkah, siapa
yang masuk ke dalam rumahnya maka ia akan aman. Siapa yang masuk ke
dalam Masjidil Haram maka ia akan aman. Siapa yang masuk rumah Abu
Sufyan maka ia akan aman.”
Begitu Suhail bin Amr mendengar seruan ini , maka ia langsung
merasa takut dan menutup sendiri pintu rumahnya. Ia kebingungan dan
tidak punya kemampuan apa-apa.
Kita akan mempersilahkan Suhail bin Amr untuk menceritakan detik-
detik yang menentukan dalam hidupnya. Suhail berkisah:
Saat Rasulullah Saw masuk ke Mekkah, aku masuk ke dalam rumah dan
langsung mengunci pintu. Aku pun segera mencari anakku yang bernama
Abdullah. Aku merasa malu bila mataku bertemu dengan matanya, sebab
aku pernah kelewat batas dalam menyiksanya sebab ia masuk Islam.
Begitu ia masuk ke rumah dan menemuiku, maka aku berkata kepadanya:
“Tuliskan untukku pernyataan perlindungan dari Muhammad, sebab aku
tidak merasa aman bahwa aku akan terbunuh. Maka Abdullah pun
berangkat menemui Nabi Saw dan berkata: “Ayahku… apakah engkau
akan memberinya perlindungan, ya Rasulllah?! Aku sendiri yang akan
menjadi jaminannya.”
Beliau menjawab: “Ya, dia aman dengan jaminan keamanan dari Allah.
Dia boleh keluar.” lalu Rasul Saw menatap para sahabatnya dan
bersabda: “Siapa di antara kalian yang berjumpa dengan Suhail, maka
janganlah mengganggunya. Sebab Suhail yaitu orang yang memiliki akal
dan kemulyaan. Dengan memiliki orang seperti Suhail, maka Islam tidak
akan bodoh, akan tetapi ia mesti mendapatkan apresiasi, barulah ia akan
memunculkan potensinya.”
Suhail bin Amr sesudah itu masuk Islam dengan sepenuh hati dan
sanubarinya. Ia amat mencintai Rasulullah Saw dari lubuk hatinya yang
terdalam.
Abu Bakar As Shiddiq berkomentar tentang Suhail: “Aku melihat Suhail
bin Amr pada haji Wada berdiri di hadapan Rasulullah Saw. Suhail
mempersembahkan beberapa unta untuk dijadikan qurban dan Rasulullah
Saw sendiri yang menyembelihnya dengan tangan Beliau yang mulia.
lalu Nabi Saw memanggil seorang tukang cukur untuk mencukur
rambut Beliau. Aku pun memperhatikan Suhail yang sedang
mengumpulkan rambut Nabi Saw lalu meletakkannya di atas kedua
matanya.
Lalu aku pun teringat peristiwa perjanjian Hudaibiyah, dan bagaimana
bisa ia menolak untuk menuliskan ‘Muhammad Rasulullah’. Aku pun
bersyukur kepada Allah Swt Yang telah memberikan petunjuk kepadanya.
Sejak masuk Islam, Suhail menghabiskan umurnya untuk melakukan
hal yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah dan bermanfaat bagi
alam akhirat kelak.
Dibandingkan orang yang masuk Islam sesudah peristiwa penaklukan
Mekkah, maka tidak ada seorang pun yang mengalahkan Suhail dalam
jumlah bilangan shalat, puasa, sedekah, kelembutan hati dan seringnya
menangis sebab merasa takut kepada Allah Swt.
Setiap hari ia selalu datang menemui Muadz bin Jabal sehingga ia
mendengarkan darinya beberapa ayat Al Qur’an. Dhirar bin Khattab
pernah bertanya kepada Suhail: “Wahai Abu Zaid (panggilan Suhail),
engkau selalu mendatangi orang Khajraj ini untuk mendengarkan Al
Qur’an. Mengapa tidak engkau datangi saja orang yang berasal dari
kaummu yaitu suku Quraisy?!”
Suhail menjawab: “Ya Dhirar, apa yang telah kau katakan yaitu
peningggalan jahiliah yang telah membuat kita ketinggalan dalam berbuat
kebaikan. Islam telah melenyapkan fanatisme jahiliah dari diri kita, dan
mengangkat suku-suku baru yang dulunya tidak dikenal orang. Semoga
saja kita termasuk golongan mereka sehingga kita bisa terus maju
sebagaimana mereka.”
Suhail bin Amr merasakan adanya kelebihan dan keutamaan orang
yang lebih dahulu masuk Islam dibandingkan nya dan dari orang-orang seperti
dirinya. Ia menyadari adanya perbedaan orang yang lebih dahulu masuk
Islam dengan dirinya.
Suatu hari Suhail, Al Harits bin Hisyam dan Abu Sufyan bin Harb
pernah datang ke depan pintu rumah Umar bin Khattab. Turut serta ikut
dengan mereka yaitu Ammar bin Yasir, Shuhaib Al Rumy dan beberapa
orang yang dulunya yaitu budak namun termasuk para sahabat yang
lebih dahulu masuk Islam. Tidak lama lalu lalu keluarlah seorang
pembantu Umar dan berkata: “Ammar dan Shuhaib dipersilakan masuk!”
Maka orang-orang Quraisy yang menunggu di depan rumah Umar saling
melemparkan pandangan dengan perasaan kesal. lalu salah seorang
dari mereka berkata: “Kami belum pernah merasakan hal seperti saat ini.
Umar telah mempersilakan mereka masuk, sementara kami yang berada di
depan pintu rumahnya tidak diindahkan?!!”
Suhail langsung membalas: “Jika kalian merasa kesal, maka salahkan
saja diri kalian. Mereka pernah diseru dan kita pun pernah diseru
(menerima dakwah). Mereka segera menyambut seruan, namun kita
bermalas-malasan. Bagaimana bila mereka diseru untuk masuk surga pada
hari kiamat sementara kita akan dibiarkan?! Demi Allah, Mereka tidak
hanya mendahului kalian dalam mendapatkan kemulyaan yang tidak
terlihat dan lebih besar dari pintu yang sedang kalian perebutkan ini.”
lalu ia menyambung: “Mereka telah mendahului kalian. Demi
Allah, kalian tidak dapat menyusul mereka atas ketertingalan ini kecuali
dengan jihad dan mati sebagai syahid.”
lalu Suhail mengibaskan bajunya lalu berdiri.
Pada saat itu peperangan sedang berlangsung diperbatasan Syam antara
pasukan Muslimin dan Romawi. Suhail bin Amr segera mengumpulkan
anak-anaknya, istri-istrinya dan semua cucunya. Ia berangkat dengan
semua keluarganya menuju Syam untuk berjuang di jalan Allah. Suhail
berkata kepada mereka: “Demi Allah aku tidak akan membiarkan sebuah
saat bersama kaum musyrikin kecuali aku akan melakukannya bersama
pasukan muslimin. Aku juga akan berinfaq untuk pasukan muslimin
seperti dahulu aku berinfaq buat kaum musyrikin.
Demi Allah aku akan terus berjuang di jalan Allah sehingga aku
terbunuh sebagai seorang syahid, atau aku mati jauh terasing dari negeri
Mekkah.
Suhail bin Amr menepati janjinya. Ia turut serta dalam peperangan
Yarmuk bersama pasukan muslimin dan ia berjuang dengan sungguh-
sungguh dalam perang ini sebagai layaknya seorang mukmin sejati.
Ia juga mengikuti beberapa peperangan yang lain, sehingga di
perkampungan Syam terjangkit wabah Thaun Amwas168 dan ia bersama
keluarganya menjadi korbannya.
Semoga Allah meridhai Suhail bin Amr, dan menetapkannya sebagai
pendamping para Nabi dan syuhada. Mereka itulah para sahabat yang
terbaik.
168
Amwas yaitu sebuah perkampungan di Syam. Dari situ mulailah wabah thaun yang
selanjutnya menyebar ke seluruh perkampungan di Syam. Akibat wabah ini banyak korban yang
berjatuhan. Wabah ini dikenal dengan Thaun Amwas.
Jabir bin Abdillah Al Anshary
“Ia Telah Meriwayatkan Bagi Kaum Muslimin dari Nabi Saw 1540
Hadits”
Berangkatlah sebuah rombongan menyusuri jalan dari Yatsrib ke
Mekkah yang didorong oleh rasa rindu dan cinta.
Rombongan ini sudah membuat janji dengan Rasulullah Saw.
Setiap orang yang menjadi anggota rombongan ini amat berharap
bahwa mereka akan segera berjumpa dengan Nabi Saw… Meletakkan
tangannya di tangan Beliau untuk berbai’at agar selalu patuh dan taat
kepada Beliau, disamping itu pula mereka akan melakukan sumpah setia
kepada Beliau untuk senantiasa mendukung dan membantu Beliau.
Dalam rombongan ini terdapat seorang tua yang termasuk
pemuka kaum rombongan ini . Orang tua ini membonceng seorang
bocah lelaki kecil bersamanya, dan ia meninggalkan kesembilan putrinya di
Yatsrib, sebab ia tidak punya anak laki-laki lagi selain bocah ini.
Orang tua ini amat berharap bahwa putranya dapat turut menyaksikan
pembaiatan ini, dan agar bocahnya tidak melewatkan sebuah hari
bersejarah dalam hidup ini.
Orang tua ini bernama Abdullah bin Amr Al Khajrajy Al Anshary.
Sedangkan anaknya bernama Jabir bin Abdullah Al Anshary.
Cahaya keimanan terpancar di hati Jabir bin Abdullah saat ia masih
belia, dan cahaya ini terpendar ke seluruh anggota tubuhnya.
Islam telah menyentuh relung hati bocah ini bagai tetesan embun yang
membuka kelopak bunga, lalu memenuhinya dengan wewangian.
Jabir sudah akrab berhubungan dengan Rasulullah Saw sejak ia masih
berusia dini.
Saat Rasulullah Saw tiba di Madinah sebagai orang yang berhijrah,
bocah kecil yang beriman ini langsung menimba ilmu lewat tangan dan
binaan Rasulullah Saw sendiri. Jabir termasuk salah seorang murid yang
paling cerdas yang lulus dari pembinaan dan bimbingan Muhammad Saw
dalam bidang penghapalan Kitabullah, menguasai ilmu keagamaan, dan
periwayatan hadits Rasulullah Saw.
Hal ini cukup dibuktikan dengan adanya Musnad Jabir bin Abdullah
yang mencakup lebih dari 1540 hadits. Kesemuanya dihapal oleh murid
yang cerdas ini dan diriwayatkan dari Nabi Saw untuk kemaslahatan kaum
muslimin semuanya.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah memastikan dalam kitab shahih
mereka berdua adanya lebih dari 200 hadits shahih yang pernah
diriwayatkan Jabir.
Jabir pun menjadi sumber cahaya dan petunjuk bagi kaum muslimin
untuk beberapa masa. Sebab Allah Swt telah memanjangkan umurnya
sehinggga usianya hampir mencapai satu abad.
Jabir tidak turut serta bersama Rasulullah Saw dalam perang Badr dan
Uhud, sebab dalam satu sisi saat itu ia masih berusia dini. Disisi lain, ia
diperintahkan oleh ayahnya untuk menjaga kesembilan saudarinya, hal itu
disebab kan tidak ada orang lagi selain dirinya untuk melakukan hal itu.
Jabir berkisah: “Pada malam sebelum terjadinya perang Uhud, ayah
memanggilku seraya berkata: “Aku menduga bahwa aku akan terbunuh
bersama para sahabat Rasul Saw yang terbunuh. Demi Allah, aku tidak
meninggalkan orang yang paling aku cintai selainmu sesudah Rasulullah
Saw.”
Aku mempunyai sejumlah hutang, maka bayarkanlah hutangku!
Sayangilah para saudarimu! Jagalah mereka dengan baik.”
Keesokan harinya, ayah menjadi korban pertama dalam perang Uhud.
sesudah aku menguburkannya, maka aku mendatangi Rasulullah Saw dan
berkata: “Ya Rasulullah, ayahku memiliki sejumlah hutang, sedangkan aku
tidak memiliki apa-apa untuk melunaskannya kecuali hasil dari pohon
kurma milik ayah. Kalau aku mengandalkan buah kurma ini untuk
membayarkan hutang ayah, pasti tidak akan terlunaskan selama bertahun-
tahun. Sedangkan aku tidak punya uang untuk memberikan nafkah kepada
para saudariku.”
Rasulullah Saw langsung berdiri dan berangkat bersamaku ke tempat
jatuhnya buah kurma kami. Beliau bersabda kepadaku: “Sebutkan berapa
hutang ayahmu!” Maka aku pun menyebutkannya.
Maka para penagih hutang terus saja memunguti hasil buah kurma
sehingga Allah Swt membayarkan semua hutang ayahku dari hasil pohon
kurma ini pada tahun itu.
lalu aku melihat ke tempat jatuhnya kurma, dan aku lihat
rupanya ia tidak berubah sedikitpun seolah ia tidak berkurang meski satu
biji saja.
Sejak ayahnya meninggal, maka Jabir tidak pernah ketinggalan untuk
turut-serta dalam peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.
Dalam setiap peperangan, ia memiliki kisah yang layak untuk
dikisahkan dan dikenang.
Kita akan mempersilahkan Jabir untuk menceritakan salah satu
kisahnya bersama Rasulullah Saw.
Jabir berkisah:
Pada perang Khandaq kami sedang menggali parit saatitu. Tiba-tiba
kami menemukan sebuah batu yang amat keras dan kami tidak sanggup
untuk memecahnya. Kami pun mendatangi Rasulullah Saw dan berkata:
“Ya Nabi Allah, di parit yang sedang kami gali ditemukan adanya sebuah
batu keras. Pacul kami tidak sanggup untuk memecahkannya.”
Rasulullah Saw menjawab: “Biarkan batu ini , aku sendiri yang
akan datang ke sana dan menghancurkannya!”
lalu Beliau bangun dan perut Beliau diganjal dengan batu sebab
merasa amat lapar, hal itu sebab kami sudah tiga hari tidak makan apa-
apa. Nabi Saw langsung mengambil cangkul lalu Beliau memukulkan
cangkul ini kepada batu dan akhirnya batu ini dapat dipecahkan
dengan mudah.
Pada saat itu aku merasa kasihan kepada Rasulullah Saw yang
menderita lapar. Aku pun menghampiri Beliau dan berkata: “Bolehkah aku
kembali ke rumah, ya Rasul?” Beliau menjawab: “Pergilah!”
Sesampainya di rumah, aku berkata kepada istriku: “Aku melihat
Rasulullah Saw dalam kondisi yang amat lapar. Tidak ada seorang manusia
pun yang sanggup menahan lapar seperti itu. Apakah engkau memiliki
sesuatu untuk dimakan?”
Istriku menjawab: “Aku hanya memiliki sedikit gandum dan domba
yang masih kecil.” Maka aku segera mengambil domba ini , lalu aku
menyembelihnya, memotongnya dan aku masukkan ke dalam tungku. Aku
pun segera mengambil gandum yang aku tumbuk sendiri lalu aku
serahkan kepada istriku. Aku pun melakukan peragian terhadap tepung itu.
Begitu aku tahu bahwa daging sudah hampir matang, dan adonan tepung
sudah hampir lembut dan sebentar lagi dapat dibakar. Aku pun berangkat
menghadap Rasulullah Saw dan aku berkata kepada Beliau: “Ada sedikit
makanan yang kami buat untukmu, ya Rasulullah. Silahkan Engkau dan 1
atau 2 orang untuk menyantapnya.” Rasul bertanya: “Ada berapa banyak
yang kau masak?” Aku pun memberitahukan Beliau apa saja yang aku
masak.
Begitu Nabi Saw mengetahui porsi makanan yang aku buat, Beliau
bersabda: “Wahai para pejuang Khandaq! Jabir telah menyiapkan
makanan, marilah kita makan bersama!” lalu Beliau menatapku dan
bersabda: “Temuilah istrimu dan katakan kepadanya: ‘Janganlah tungku
diturunkan, dan jangan dulu tepung tadi dijadikan roti, sebelum aku
datang ke sana.”
Aku pun pulang ke rumah, dalam hatiku ada rasa galau dan malu yang
hanya diketahui oleh Allah Swt saja. Aku bertanya sendiri: “Apakah semua
pejuang Khandaq dapat menyantap makanan yang hanya terdiri dari 1 sha’
gandum dan domba kecil?!”
lalu aku menemui istriku dan aku berkata kepadanya: “Celaka
kita, aku telah menceritakan segalanya! Rasulullah Saw akan datang ke sini
dengan semua pejuang Khandaq!” Istriku bertanya: “Apakah Beliau tidak
bertanya kepadamu berapa jumlah makanan yang kau siapkan?’ Aku
menjawab: “Ya, Beliau menanyakannya.” Istriku berkata: “Tidak usah kau
risau, sebab Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Maka ucapannya
membuat semua kegalauanku sirna seketika.
Tidak lama lalu , datanglah Rasulullah Saw bersama rombongan
kaum Muhajirin dan Anshar. Rasul Saw berkata kepada mereka: “Masuklah
dan jangan berdesak-desakan!” lalu Beliau bersabda kepada istriku:
“Berikan kepadaku sepotong roti, agar ia membantumu dalam membuat
roti. Ambillah sesendok kuah air dari tungkumu tapi jangan diturunkan
dari perapian.”
Tiba-tiba roti jadi semakin banyak, yang ditaruh di atasnya daging.
lalu Beliau membawa makanan ini kepada para sahabatnya,
dan mereka semua menikmati makanan ini sehingga mereka merasa
kenyang.
lalu Jabir berkata: “Demi Allah, mereka semua sudah pulang
namun tungku kami masih penuh dengan daging kambing dan adonan
kami masih dapat dibuat roti tidak kurang sedikitpun, persis seperti
semula.”
lalu Rasulullah Saw bersabda kepada istriku: “Makanlah engkau,
dan hadiahkan sebagiannya!”
Lalu istriku makan, dan sepanjang hari ia membagikan dan
menghadiahkan makan ini kepada banyak orang.
Demikianlah kisah Jabir bin Abdullah Al Asnhary dan ia menjadi
sumber cahaya dan petunjuk bagi kaum muslimin untuk beberapa masa,
sebab Allah Swt berkenan untuk memperpanjang usianya hingga
mencapai umur mendekati satu abad.
Suatu saat Jabir berangkat untuk berperang di jalan Allah Swt ke negeri
Romawi. Pada saat itu pasukan dipimpin oleh Malik bin Abdillah Al
Khats’amy.
Malik saat itu sedang memeriksa pasukannya yang tengah berangkat
menuju medan laga. Malik melakukannya untuk mengetahui kondisi
mereka, memberikan semangat, dan membantu serta melayani prajurit
yang sudah tua.
Lalu ia berjumpa dengan Jabir bin Abdullah, yang ia dapati sedang
berjalan kaki padahal ia bersama seekor bighal169 yang tali kendalinya ia
pegang dengan tangan.
Malik lalu bertanya kepada Jabir: “Ada apa denganmu wahai Abu
Abdillah (pangggilan Jabir)? Mengapa engkau tidak menunggang
bighalmu?! Padahal Allah sudah memberimu tunggangan yang dapat
membawamu.”
Jabir menjawab: “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda:
‘Siapa orang yang kakinya terbasuh debu saat berperang di jalan Allah,
maka Allah akan mengharamkan dirinya dari neraka.”
Malik lalu meninggalkan Jabir lalu ia menuju barisan terdepan
pasukan. lalu Malik menoleh ke arah Jabir, lalu Malik
memanggil Jabir dengan suara yang amat keras seraya berseru: “Ya Abu
Abdillah, mengapa engkau tidak menunggangi bighalmu, padahal ia sudah
menjadi milikmu?!” Jabir mengerti maksud Malik. lalu Jabir
menjawabnya dengan suara yang keras: “Aku pernah mendengar
Rasulullah Saw bersabda: ‘Siapa orang yang kakinya terbasuh debu saat
berperang di jalan Allah, maka Allah akan mengharamkan dirinya dari
neraka.”
Maka spontan semua prajurit melompat turun dari tunggangan
mereka. Semuanya berharap mendapatkan pahala ini .
Tidak pernah didapati ada pasukan yang berjalan kaki melebihi
pasukan ini .
Selamat untuk Jabir bin Abdullah Al Anshary. Ia pernah turut berbai’at
kepada Rasulullah Saw padahal ia belum mencapai usia baligh pada saat
itu.
Ia juga beruntung pernah mendapat bimbingan Rasulullah Saw sejak
usia dini, dan ia banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw yang
lalu riwayatnya banyak digunakan oleh para perawi hadits.
Ia juga beruntung dapat turut-serta berjihad bersama Rasulullah Saw
saat masih berusia remaja, lalu ia membasuhkan kakinya dengan
debu untuk berjuang di jalan Allah Swt padahal ia yaitu seorang tua renta
yang telah lanjut usia.
Salim Budak Abu Hudzaifah
“Kalau Saja Salim Masih Hidup, Maka Aku akan Mengangkatnya
untuk Menjadi Pemimpin sesudah ku” (Umar bin Khattab)
Tsubaitah binti Ya’ar memerdekakan budaknya yang bernama Salim
yang pada saat itu ia masih berusia remaja mendekati usia baligh.
Tsubaitah membebaskannya sebab ia melihat dalam diri Salim terdapat
kelembutan prilaku, kemurnian sifat dan tanda kecerdasan.
Ia pun memiliki tanda-tanda kebaikan dan kebajikan dalam tindak-
tanduknya.
Namun suami Tsubaitah yang bernama Abu Hudzaifah yang menjadi
salah seorang pemuka Bani Abdi Syamsin merasa berat untuk melepaskan
Salim dalam usianya yang masih dini. Maka Abu Hudzaifah mengajak
Salim untuk ikut bersamanya menuju Masjidil Haram, lalu Abu
Hudzaifah berdiri di tengah keramaian bangsa Quraisy yang sedang
berkumpul di sekitar Ka’bah. Abu Hudzaifah berseru: “Saksikanlah wahai
bangsa Quraisy bahwa aku telah mengadopsi Salim, sesudah istriku
memerdekakannya. Ia bagiku kini sudah seperti anak kepada ayahnya.”
Bangsa Quraisy pun menanggapi dengan berkata: “Alangkah terpujinya
tindakanmu itu, wahai Ibnu Utbah (panggilan Abu Hudzaifah)!”
Sejak saat itu, anak tadi mulai dipanggil dengan Salim ibnu Abi
Hudzaifah.
Tidak lama berselang, maka terpendarlah cahaya ilahi di padang pasir
Mekkah. Dan Allah Swt telah mengutus seorang Nabi-nya dengan
membawa ajara agama petunjuk dan kebenaran. Abu Hudzaifah dan
anaknya yang bernama Salim termasuk orang pertama yang hatinya
tersinari oleh cahaya suci ini.
Kedua anak-beranak ini datang untuk menghadap Rasulullah Saw dan
menyatakan keislaman mereka berdua dihadapan Beliau.
Keduanya bersama-sama bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah Yang
Esa dan tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad yaitu hamba-Nya
dan penutup para Rasul-Nya.
Tidak lama sesudah Abu Hudzaifah dan anaknya yang bernama Salim
masuk ke dalam Islam, maka Islam pun membatalkan sistem adopsi anak.
Islam mengajarkan kepada manusia untuk mengembalikan anak
kepada bapak mereka yang asli demi menjaga keturunan (nasab) dan
membongkar sebuah kebiasaan kaum jahiliah.
Maka turunlah firman Allah Swt dalam masalah pengadopsian anak:
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka.” (QS. Al-Ahzab [33] : 5)
Kaum muslimin pun menyambut perintah Tuhan mereka.
Mereka segera mencari urutan nasab anak yang telah mereka adopsi,
mencari informasi tentang ayah mereka sebenarnya, lalu
mengembalikan anak-anak adopsi kepada ayah mereka yang sejati.
Akan tetapi Abu Hudzaifah tidak menemukan ayah Salim yang
sebenarnya meskipun ia selalu mencari-cari informasi akan
keberadaannya. Hal itu disebab kan Salim telah tertawan pada usia dini,
lalu dipaksa ikut ke Mekkah dan di jual di pasar perbudakan dan
pada saat itu Salim dalam usia yang belum bisa mengenal siapa ayah dan
ibunya.
Maka sebab nya, orang-orang menyebut Salim dengan panggilan Salim
budak Abu Hudzaifah. Ia pun terus menyandang nama ini sepanjang
hidupnya.
Akan tetapi hubungan Salim dengan Abu Hudzaifah bukanlah seperti
hubungan seorang tuan dengan budaknya. Akan tetapi ia merupakan
hubungan seorang saudara terhadap saudaranya sesudah Islam menyatukan
dua hati yang berbeda, dan sesudah iman mempersaudarakan dua jiwa yang
berpisah.
Kedua hati mereka amat dipenuhi dengan kecintaan terhadap Allah dan
Rasul-Nya.
Abu Hudzaifah berniat untuk semakin mempererat dan memperdalam
hubungannya kepada Salim, dan ia juga hendak memupus semua
peninggalan fanatisme jahiliah yang diberantas oleh Islam.
Maka Abu Hudzaifah menikahkan Salim dengan keponakan Abu
Hudzaifah yang berbangsa Quraisy (Al Absyami170) yang memiliki
kedudukan dan nasab terpandang.
Maka kini Salim telah menjadi al akh fillah (saudara seiman) bagi Abu
Hudzaifah sekaligus menjadi salah satu kerabatnya.
170
Bernasab ke Bani Abdu Syamsin
Tidak lama sejak itu, maka kedua saudara ini dipisahkan oleh berbagai
peristiwa yang telah membuat kaum muslimin tersiksa dan teraniaya.
Abu Hudzaifah pergi berhijrah ke negeri Habasyah untuk
menyelamatkan agama dan keimanannya serta akidahnya dari siksaan
bangsa Quraisy.
Sementara Salim lebih memilih untuk tinggal di Mekkah bersama
Rasulullah Saw dan menghabiskan usianya untuk mempelajari Kitabullah
agar Salim dapat mengambilnya secara langsung dari Beliau begitu ayat-
ayat AlQur’an turun. Maka Salim dapat membacakan ayat-ayat Al Qur’an
dengan khusyuk. lalu ia dapat memahami dan mentadabburi surat-
surat Al Qur’an yang diturunkan, sehingga ia menjadi salah seorang
sahabat yang menghapalkan Al Qur’an pada zaman Nabi Saw.
Salim juga termasuk salah satu dari 4 orang yang dipesankan Nabi Saw
kepada ummat ini untuk mengambil pelajaran Al Qur’an dari mereka.
Sabdanya: “Pelajarilah Al Qur’an dari keempat orang ini: Abdullah bin
Mas’ud, Salim budak Abu Hudzaifah, Ubai bin Ka’b dan Muadz bin Jabal.”
Para sahabat Nabi Saw yang mulia mengetahui kelebihan Salim
dibandingkan mereka dalam menghapal Kitabullah, penguasaannya,
pentadabburan ayatnya dan pemahaman akan makna dan maksudnya.
Saat kaum muslimin berhijrah dari Mekkah ke Madinah, maka kaum
muslimin mendaulat Salim untuk menjadi imam bagi mereka.
Kaum muslimin terus shalat dengan Salim sebagai imamnya sehingga
Rasulullah Saw tiba, meskipun dalam barisan muslimin saat itu terdapat
Umar bin Khattab dan beberapa tokoh sahabat yang ternama.
lalu Allah berkenan untuk mempertemukan Salim dengan
saudaranya seiman yaitu Abu Hudzaifah sesudah hijrah. Allah Swt juga
memperkenankan mereka berdua untuk turut-serta dalam perang Badr
bersama Rasulullah Saw.
Saat pasukan muslimin hendak turun ke medan laga, Salim berkata
kepada saudaranya Hudzaifah: “Lihatlah wahai Abu Hudzaifah, itu ayahmu
Utbah bin Rabiah berada di barisan terdepan, ia bersiap untuk menghadapi
Islam dan pasukan muslimin.” Abu Hudzaifah menjawab: “Benar, aku
melihatnya. Dan itu ada dua orang musuh Allah yang bernama Syaibah bin
Rabi’ah pamanku dan saudaraku yang bernama Al Walid bin Utbah, yang
mengiringi ayahku.
Kalau saja Rasulullah Saw mengizinkan, maka aku akan menghadapi
mereka satu demi satu dan aku akan membuat mereka mati terbunuh, atau
aku akan berpulang ke sisi Tuhanku dalam kondisi ridha dan diridhai.
Begitu peperangan usai, Salim dan Abu Hudzaifah melihat orang yang
tewas menjadi korban perang. Ternyata mereka menemukan Utbah ayah
dari Abu Hudzaifah, Syaibah pamannya dan Al Walid saudaranya.
Kesemuanya tewas tak bergerak. Abu Huzaifah lalu berkata: “Segala puji
bagi Allah yang telah membuat hati Nabi-Nya tenang dengan kematian
mereka semua.”
Kedua bersaudara dalam ikatan iman ini senantiasa turut-serta berjihad
di bawah komando Rasulullah Saw dalam setiap peperangan pada masa
Beliau. Mereka juga menunaikan hak Alah dan Rasul-Nya hingga pada saat
perang Yamamah pada masa pemerintahan Abu Bakar As Shiddiq ra.
Pada hari itu, Abu Bakar berniat untuk berperang menumpas
Musailamah Al Kadzzab, dan mengerahkan pasukan muslimin di segala
penjuru untuk memberantas fitnah buta yang hampir mencelakakan Islam
dan membahayakan penganutnya.
Maka Salim dan Abu Hudzaifah bersegera untuk mempertahankan
agama Allah, dan berangkat untuk berperang melawan Musailamah sang
musuh Allah.
Kedua pasukan bertemu di bumi Yamamah, dan peperangan
berlangsung dengan sengit antara keduanya yang jarang sekali ditemukan
peperangan sedahsyat itu dalam sejarah.
Pasukan muslimin merangsek masuk dengan komando Ikrimah bin Abu
Jahl dan Khalid bin Walid dengan begitu berani yang sulit digambarkan
tentang keberanian mereka.
Begitu juga halnya dengan kaum murtad dengan komando Musailamah
yang tidak kalah beraninya.
Akan tetapi kemenangan berada dalam pihak Musailamah Al Kadzzab,
bahkan beberapa orang prajuritnya berhasil menyusup ke tenda Khalid bin
Walid dan hampir menyandera istri Khalid kalau saja tidak ada salah
seorang di antara mereka yang mencegahnya.
Pada saat itulah semangat pasukan muslimin mulai bangkit, dan ada di
antara mereka beberapa prajurit yang gagah berani. Mereka rela menukar
diri mereka yang dapat mati hari itu atau keesokannya dengan diri dan
jiwa yang tidak akan mati untuk selamanya.
Pada saat itu, Khalid kembali mengatur barisan pasukan muslimin, dan
ia menyerahkan panji komando pasukan Muhajirin kepada Salim budak
Abu Hudzaifah sebagaimana ia menyerahkan panji komando pasukan
Anshar kepada Tsabit bin Qais.
Zaid bin Khattab berdiri memberikan semangat kepada pasukan
muslimin untuk bertempur seraya berseru: “Wahai manusia, gigitlah
geraham kalian dengan keras! Tebaslah leher musuh kalian! Majulah
terus….!
Wahai manusia, Demi Allah aku tidak akan mengatakan apapun juga
sesudah ini, sehingga Allah Swt mengalahkan Musailamah Al Kadzzab dan
para pengikutnya atau aku sendiri yang akan terbunuh, sehingga aku dapat
berjumpa Allah dengan membawa alasanku.”
lalu Zaid lansung masuk ke dalam barisan. Ia terus berjuang
melawan musuh hingga akhirnya ia mati terbunuh.
lalu Abu Hudzaifah mengikuti jejak Zaid bin Khattab dan segera
berseru: “Wahai para pengemban Al Qur’an, hiasilah Al Qur’an dengan
aksi kalian!”
lalu ia maju ke medan laga untuk berjuang sehingga ia
menjumpai ajalnya saat ia maju terus pantang mundur.
Sedangkan Salim budak Abu Hudzaifah menuju barisan Muhajirin dan
berkata kepada dirinya sendiri: “Seburuk-buruknya pengemban Al Qur’an
yaitu aku bila kaum muslimin berdatangan dan berlindung ke arahku.”
lalu ia langsung terjun ke medan laga untuk mempertahankan panji
kaumnya sehingga tangan kanannya putus. Ia pun mengambil panji
ini dengan tangan kirinya. Ia terus berjuang hingga tangan kirinya
pun putus. Ia pun kini mengambil panji ini dengan kedua lengan
atasnya. Ia terus mempertahankan panji ini sehingga ia tidak mampu
lagi menanggung luka di badan, lalu ia terjatuh ke tanah dengan
bersimbah darah.
Saat perang telah usai, Khalid bin Walid menemukan Salim budak Abu
Hudzaifah masih dalam kondisi hidup. Salim lalu bertanya kepada Khalid:
“Apa yang telah didapat oleh pasukan muslimin?” Khalid menjawab: “Allah
telah memberikan kemenangan kepada mereka, Allah telah membunuh
Musailamah Al Kadzzab buat kaum muslimin, dan Allah telah
menghancurkan pasukan dan pendukung Musailamah.”
Salim bertanya lagi: “Lalu apa yang dilakukan oleh saudaraku Abu
Hudzaifah?” Khalid menjawab: “Ia telah pergi ke pangkuan Tuhannya. Ia
terbunuh sebagai seorang syahid.”
Salim berkata: “Letakkanlah tubuhkuk disamping tubuhnya!” Khalid
menjawab: “Itulah tubuhnya yang sedang berbaring dengan sebuah bantal
dekat kakimu.” lalu Salim memekamkan kedua matanya sambil
berkata: “Kita bersama disini (di dunia) ya Abu Hudzaifah, dan Insya Allah
kita akan bersama di sana (di akhirat).”
lalu Salim menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Utsman bin Affan
“Sejarah Kenabian Tidak Pernah Mendapati Orang yang Menjadi
Menantu Rasulullah Sebanyak Dua Kali Selain Utsman bin Affan.”
Dia yaitu dzu nurain (pemilik dua cahaya), orang yang pernah
berhijrah dua kali sekaligus suami dari dua putri Rasulullah Saw. Dialah
Utsman bin Affan ra.
Utsman bin Affan memiliki posisi terpandang di kalangan kaumnya
pada masa jahiliah. Ia yaitu orang yang memiliki harta kekayaan yang
berlimpah. Ia juga yaitu orang yang rendah hati dan pemalu. Kaumnya
amat mencintai dirinya, sehingga ada seorang wanita Quraisy yang sedang
memomong anaknya dengan bersenandung:
Aku dan Ar Rahman (Tuhan Yang Penyayang) menyayangimu
Seperti orang Quraisy menyayangi Utsman
Begitu Islam memancarkan cahayanya di Mekkah, Utsman yaitu
orang yang termasuk para pendahulu yang segera menyerap cahaya
ini .
Kisah keislaman Utsman bin Affan hingga sekarang masih sering
dikisahkan orang.
Hal itu disebab kan saat pada masa jahiliah ia mendengar bahwa
Muhammad bin Abdullah telah menikahkan putrinya yang bernama
Ruqayah dengan sepupunya yang bernama Utbah bin Abi Lahab, Utsman
merasa menyesal sebab ia sudah kedahuluan. Ia merasa kesal sebab tidak
beruntung mendapatkan istri yang memiliki akhlak yang mulia dan
berketurunan baik.
Utsma pun kembali pulang ke rumah dengan perasaan kesal dan sedih.
Saat pulang, ia mendapati bibinya sedang berada di rumah yang
bernama Su’da binti Kuraizin. Su’da ini yaitu perempuan yang tegas,
cerdas dan sudah berusia senja. Su’da berhasil menghilangkan kekesalan
Utsman dengan memberitahukan kepadanya bahwa akan muncul seorang
Nabi yang menghancurkan penyembahan kepada berhala, dan menyeru
untuk beribadah kepada Tuhan Yang Esa. Su’da menyuruh Utsman untuk
mengikuti ajaran agama Nabi ini , dan ia menjanjikan bahwa Utsman
akan mendapatkan apa yang pantas bagi dirinya.
Utsman berkisah: “Maka aku segera memikirkan apa yang baru saja
dikatakan oleh bibiku tadi. Aku pun segera menemui Abu Bakar dan aku
ceritakan kepadanya apa yang telah diberitahukan bibi kepadaku.”
Abu Bakar berkata: “Demi Allah, bibimu telah berkata benar atas apa
yang ia sampaikan kepadamu dan dengan kebaikan yang ia janjikan
untukmu, ya Utsman! Engkau pun yaitu seorang yang bijak dan tegas
yang mampu membedakan kebenaran,dan tidak ada kebathilan yang samar
bagi dirimu.” lalu Abu Bakar berkata kepadaku:
“Apakah makna dari berhala yang disembah oleh kaum kita ini?!
Bukankah berhala ini terbuat dari batu yang tuli. Tidak bisa mendengar
dan melihat?” Aku menjawab: “Benar.” Abu Bakar berkata: “Apa yang telah
dikatakan oleh bibimu telah terbukti, ya Utsman! Allah Swt telah
mengirimkan Rasul-Nya yang dinanti-nanti. Ia mengutusnya untuk semua
orang dengan membawa agama petunjuk dan kebenaran.”
Aku bertanya: “Siapakah dia?!” Abu Bakar menjawab: “Dialah
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib.”
Aku bertanya keheranan: “Muhammad As Shodiq Al Amin (orang yang
terkenal jujur dan terpercaya) itu?” Abu Bakar menjawab: “Benar. Dialah
orangnya.” Aku bertanya kepada Abu Bakar: “Apakah engkau mau
menemaniku untuk menemuinya?” Abu Bakar menjawab: “Baiklah.” Maka
kami pun berangkat untuk menemui Nabi Saw.
Begitu Beliau melihatku Beliau langsung bersabda: “Ya Utsman,
sambutlah seruan orang yang mengajak ke jalan Allah! Sebab aku yaitu
utusan Allah kepada kalian secara khusus, dan kepada semua makhluk
Allah secara umum.”
Utsman berkata: “Demi Allah, begitu aku melihat Beliau dan
mendengarkan sabdanya, maka aku langsung merasa nyaman dan aku
percaya akan keRasulannya. lalu akupun langsung bersaksi bahwa
tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad yaitu hamba-Nya dan
Rasul-Nya.”
Hingga hari itu tidak ada satupun orang yang berasal dari kaumnya
yang mau beriman kepada Rasulullah Saw.
Meswki tidak ada satupun yang menyatakan permusuhan kepada Nabi
Saw selain pamannya yang bernama Abu Lahab.
Abu Lahab dan istrinya yang bernama Ummu Jamil yaitu orang dari
suku Quraisy yang paling keras melakukan perlawanan dan makar
terhadap diri Nabi Saw. Maka Allah Swt menurunkan sebuah surat tentang
diri Abu Lahab dan istrinya:
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan
binasa.Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang
ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya
ada tali dari sabut.” (QS. Al-Lahab [111] : 1-5)
Kebencian Abu Lahab kepada Rasulullah Saw semakin menjadi.
Demikian juga kedengkian istrinya. Tidak hanya ditujukan kepada
Muhammad Saw akan tetapi kepada kaum muslimin yang menjadi
pendukungnya. Abu Lahab dan Ummu Jamil menyuruh putranya Utbah
untuk menceraikan istrinya yang bernama Ruqayyah putri Muhammad
Saw. Maka Utbah pun menceraikan Ruqayyah sebab alasan dendam
kepada ayahnya.
Begitu Utsman mendengar berita telah dicerainya Ruqayyah, maka ia
langsung teriak kegirangan. Ia lalu segera meminang Ruqayyah dari
Rasulullah Saw. Maka Rasul Saw pun menikahkan Ruqayyah kepadanya.
Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid mengadakan walimah untuk
perkawinan putrinya ini.
Utsman yaitu seorang dari bangsa Quraisy yang memiliki tampang
yang paling tampan, sedangkan Ruqayyah juga tidak kalah cantik dan
menarik. Maka banyak orang yang berkata kepada Ruqayyah saat dirinya
dinikahkan dengan Utsman:
Inilah pasangan terbaik yang pernah dilihat manusia
Ruqayyah, dan suaminya yang bernama Utsman
Utsman -meski dia memiliki kedudukan dan kebaikan yang banyak-
tidak terlepas dari siksaan kaumnya saat ia memeluk Islam.
Pamannya yang bernama Hakam merasa malu bila ada seorang pemuda
dari Bani Abdi Syamsin yang keluar dari agama bangsa Qurasiy, dan
Hakam amat malu dibuatnya. Maka Hakim bersama para pengikutnya
berusaha menghadapi Utsman dengan siksaan dan perlakuan yang kejam.
Hakam menangkap Utsman dan mengikatkan tubuh Utsman dengan
tali. Hakam bertanya kepada Utsman: “Apakah engkau membenci agama
ayah dan kakek moyangmu, dan kini engkau masuk ke dalam agama yang
dibuat-buat itu?! Demi Allah, aku tidak akan membiarkanmu hingga
engkau meninggalkan agama yang kau anut ini!”
Utsman menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan
agamaku ini untuk selamanya, dan aku tidak akan berpisah dengan Nabiku
selagi aku hidup.
Meski pamannya terus menyiksa dirinya, akan tetapi ia semakin teguh
dan tak tergoyahkan dalam berakidah sehingga pamannya merasa putus
asa dan akhirnya melepaskan Utsman dan tidak lagi mengganggunya.
Akan tetapi bangsa Quraisy masih saja membuat permusuhan kepada
Utsman dan menyiksanya, sehingga hal itu membuat Utsman berkeputusan
untuk lari dan menyelamatkan agamanya serta meninggalkan Nabinya.
Utsman yaitu muslim pertama yang berhijrah ke Habasyah bersama
istrinya ra. Saat mereka berdua hendak berangkat untuk berhijrah,
Rasulullah Saw melepas mereka dan berpesan: “Semoga Allah Swt akan
menemani Utsman dan istrinya yang bernama Ruqayah… Semoga Allah
Swt akan menemani Utsman dan istrinya yang bernama Ruqayah. Utsman
yaitu orang pertama yang berhijrah bersama keluarganya sesudah Nabi
Allah Luth as.”
Utsman bersama istrinya tidak tinggal lama di Habasyah seperti para
muhajirin lainnya. Mereka berdua merasakan kerinduan yang amat sangat
kepada Nabi Saw dan kepada Mekkah.
Maka keduanya kembali ke Mekkah dan menetap di sana hingga saat
Allah Swt mengizinkan kepada Nabi-Nya dan kepada kaum mukminin
untuk berhijrah ke Madinah. Maka Utsman dan Ruqayah pun berangkat
bersama rombongan muhaji