sat ini digambarkan se-
cara panjang lebar di sini. Jaminan keberhasilan yang telah di-
berikan Allah kepada mereka dalam peperangan hari ini
bukannya membuat mereka lalai dan gegabah, namun justru
membuat semua kepala dan tangan bekerja untuk mewujud-
kan apa yang telah dijanjikan Allah.
(1) Cermatilah cara yang mereka pakai. Sekumpulan tentara
Israel menghadap kota Gibea, seperti yang telah mereka
lakukan sebelumnya, bergerak maju menuju pintu gerbang
(ay. 30). Bani Benyamin, yang bala tentaranya sekarang
bermarkas di Gibea, menyerbu mereka, dan menyerang
mereka dengan gagah berani. Para pengepung dari pihak
Israel pun mundur, lari tunggang-langgang, seolah-olah
hati mereka menjadi tawar saat melihat bani Benyamin.
Tindakan ini dipercayai begitu saja oleh bani Benyamin,
yang dengan bangga membayangkan, bahwa dengan keber-
hasilan sebelumnya, mereka telah menjadi orang-orang
yang sangat menakutkan. Pasukan Israel mengalami kehi-
langan dalam pelarian pura-pura ini, yaitu sekitar tiga pu-
luh orang dibinasakan di barisan belakang mereka (ay. 31,
39). Akan namun , saat semua orang Benyamin dipancing
keluar dari kota, para penghadang Israel pun menyerbu
kota itu (ay. 37), memberikan isyarat kepada kumpulan
tentara Israel (ay. 38, 40), yang segera berbalik menyerang
bani Benyamin (ay. 41). Dan, sepertinya, kumpulan besar
lain dari pihak Israel yang ditempatkan di Baal-Tamar me-
nyerang bani Benyamin pada saat yang sama (ay. 33).
Dengan begitu, bani Benyamin benar-benar terkepung, se-
hingga mereka menjadi kalang kabut sejadi-jadinya. Rasa
bersalah sekarang membuat mereka kecil hati, dan sema-
kin tinggi harapan mereka terangkat, semakin menyakitkan
rasa malu ini. Pada awalnya pertempuran itu dahsyat (ay.
34), bani Benyamin berperang dengan ganas. Akan namun ,
saat tersadar betapa mereka sudah masuk perangkap,
mereka berpikir bahwa sepasang kaki, seperti kita berkata,
sama nilainya dengan dua pasang tangan, dan mereka pun
kabur sedapat-dapatnya ke arah padang gurun (ay. 42).
namun itu sia-sia saja: pertempuran itu tidak dapat dihindari
mereka. Dan, untuk melengkapi kesusahan mereka, orang-
orang dari kota-kota Israel, yang menunggu untuk melihat
bagaimana akhir pertempuran itu, bergabung bersama
orang-orang yang mengejar mereka, dan membantu mem-
binasakan mereka. Setiap tangan ikut melawan mereka.
(2) Cermatilah dalam cerita ini,
[1] Bahwa bani Benyamin, pada awal pertempuran, yakin
bahwa hari itu akan menjadi milik mereka: Orang-orang
itu telah terpukul kalah oleh kita (ay. 32, 39). Adakala-
nya Allah membiarkan orang-orang fasik terangkat da-
lam keberhasilan dan harapan,supaya kejatuhan mere-
ka bisa menjadi lebih sakit. Lihatlah betapa singkatnya
kegembiraan mereka, dan sorak-sorak kemenangan me-
reka hanyalah sesaat. Orang yang baru menyandangkan
pedang janganlah memegahkan diri, kecuali ia mempu-
nyai alasan untuk bermegah di dalam Allah.
[2] Malapetaka ada di dekat mereka, namun mereka tidak
mengetahuinya (ay. 34). namun mereka melihat (ay. 41),
sesudah terlambat untuk mencegahnya, bahwa mala-
petaka datang meinimpa mereka. Malapetaka apa yang
sewaktu-waktu ada di dekat kita, tidak dapat kita keta-
hui, namun semakin kita tidak takut akan malapetaka
itu, semakin berat malapetaka itu menimpa kita. Para
pendosa tidak mau diinsafkan untuk melihat mala-
petaka yang ada di dekat mereka, namun sungguh me-
ngerikan saat malapetaka itu datang dan tidak ada
jalan untuk luput! (1Tes. 5:3).
[3] Meskipun orang-orang Israel melakukan bagian mereka
dengan sangat baik dalam pertempuran ini, namun
kemenangan itu dipandang berasal dari Allah (ay. 35):
TUHAN membuat suku Benyamin terpukul kalah oleh
Kitab Hakim-hakim 20:26-48
orang Israel. Pertempuran itu yaitu pertempuran-Nya,
dan begitu pula dengan keberhasilannya.
[4] Mereka menginjak-injak suku Benyamin dengan mudah-
nya saat Allah berperang melawan mereka (ay. 43, KJV).
Mudah saja untuk menginjak-injak orang-orang yang
menjadikan Allah sebagai musuh mereka (Lih. Mal. 4:3).
II. Bagaimana kemenangan itu direbut dan hukuman dijatuhkan ke
atas para pendosa melalui perang ini.
1. Gibea itu sendiri, sarang kemesuman itu, dihancurkan per-
tama-tama. Para penghadang yang memasuki kota secara
mengejutkan itu bergerak maju, yaitu, berpencar ke sejumlah
penjuru kota, yang dapat mereka lakukan dengan mudah,
sebab sekarang semua prajurit Benyamin telah keluar untuk
menyerang dan meninggalkan kota itu tanpa pertahanan. Para
penghadang itu memukul semua yang mereka temui, bahkan
perempuan dan anak-anak, dengan mata pedang (ay. 37), dan
membakar kota itu (ay. 40). Dosa membawa kehancuran atas
kota-kota.
2. Pasukan Benyamin yang bertempur di medan perang kalah
telak dan dibinasakan: delapan belas ribu orang gagah per-
kasa terkapar mati di tempat (ay. 44).
3. Orang-orang Benyamin yang melarikan diri dari medan perang
dikejar, dan dipukul mati dalam pelarian mereka, semuanya
berjumlah 7.000 orang (ay. 45). Tidak ada gunanya coba-coba
kabur dari pembalasan ilahi. Orang berdosa dikejar oleh mala-
petaka, dan malapetaka itu akan menyusul mereka.
4. Bahkan orang-orang Benyamin yang tinggal di rumah tidak
luput dari kehancuran itu. Orang Israel membiarkan pedang
mereka makan terus-menerus, tanpa mempertimbangkan bah-
wa kepahitan datang pada akhirnya, seperti yang diserukan
Abner lama sesudahnya, saat ia menjadi kepala pasukan
bani Benyamin, mungkin dengan pandangan yang tertuju
tepat pada cerita ini (2Sam. 2:25-26). Mereka menumpas
dengan pedang segala yang bernafas, dan membakar segala
kota (ay. 48). Dengan begitu, dari semua suku Benyamin, se-
panjang yang bisa disaksikan, tidak tersisa orang yang hidup
kecuali 600 orang yang berlindung di bukit batu Rimon, dan
tinggal di sana selama empat bulan (ay. 47). Nah,
(1) Sulit untuk membenarkan tindak kekerasan ini, sebab
dilakukan oleh Israel. Seluruh suku Benyamin memang
bersalah, namun haruskah sebab itu mereka diperlakukan
seperti orang Kanaan yang dikhususkan untuk ditumpas?
Alasan bahwa itu dilakukan dalam panasnya perang, bah-
wa ini yaitu cara memburu kemenangan yang sudah bia-
sa dilakukan pedang Israel, bahwa orang-orang Israel luar
biasa geram terhadap bani Benyamin atas pembantaian
yang telah mereka lakukan di antara orang Israel dalam
dua pertempuran sebelumnya, semuanya hanyalah alasan
saja untuk membenarkan kejamnya pelaksanaan hukuman
mati ini. Memang benar mereka telah bersumpah bahwa
siapa saja yang tidak maju ke Mizpa harus dihukum mati
(21:5). Akan namun , kalaupun itu yaitu sumpah yang da-
pat dibenarkan, sumpah itu hanya berlaku untuk para
prajurit, rakyat selebihnya tidak seharusnya diharapkan
untuk maju. Namun demikian,
(2) Mudah untuk membenarkan ada tangan Allah di dalamnya.
Suku Benyamin telah berdosa terhadap-Nya, dan Allah telah
mengancam bahwa, jika mereka melupakan-Nya, mereka
akan binasa seperti bangsa-bangsa yang ada di hadapan me-
reka (Ul. 8:20), yang semuanya dibinasakan dengan cara ini.
(3) Mudah juga untuk memandang hal ini sebagai peringatan
terhadap permulaan-permulaan dosa: Permulaan dosa itu
seperti membuka jalan air; jadi undurlah sebelum mulai,
sebab kita tidak tahu apa yang akan menjadi kesudahan-
nya. Kebinasaan kekal jiwa-jiwa akan lebih buruk, dan le-
bih menakutkan daripada semua kehancuran yang menim-
pa satu suku ini. Perkara Gibea ini dibicarakan dua kali
oleh nabi Hosea sebagai awal dari kebobrokan Israel dan
merupakan contoh dari segala kebobrokan yang ditiru
sesudahnya (Hos. 9:9): Busuk sangat perbuatan mereka
seperti pada hari-hari Gibea. Dan sejak hari Gibea engkau
telah berdosa (Hos. 10:9). Dan ditambahkan (KJV), bahwa
perang melawan orang-orang curang di Gebea tidak juga,
yaitu, pada awalnya, membuat mereka takut.
PASAL 2 1
ehancuran suku Benyamin telah kita baca di dalam pasal sebe-
lumnya. Sekarang kita membaca,
I. Ratapan orang Israel atas kehancuran ini (ay. 1-4, 6, 15).
II. Bantuan yang mereka buat bagi 600 orang suku Benyamin
yang berhasil lolos, yaitu untuk mendapatkan istri bagi mereka,
1. Dari gadis-gadis Yabesh-Gilead, saat mereka menghan-
curkan kota tersebut sebab tidak mengirim utusan ke
pertemuan jemaat (ay.5, 7-14).
2. Dari anak-anak perempuan Silo (ay. 16-25). Dan dengan
begini berakhirlah kisah yang menyedihkan ini.
Ratapan atas Suku Benyamin;
Istri Dicarikan bagi Suku Benyamin
(21:1-15)
1 Orang-orang Israel telah bersumpah di Mizpa, demikian: “Seorang pun dari
kita takkan memberikan anaknya perempuan kepada seorang Benyamin
menjadi isterinya.” 2 saat bangsa itu datang ke Betel dan tinggal di situ di
hadapan Allah sampai petang, maka mereka pun menyaringkan suaranya
menangis dengan sangat keras, 3 katanya: “Mengapa, ya TUHAN, Allah Israel,
terjadi hal yang begini di antara orang Israel, yakni bahwa hari ini satu suku
dari antara orang Israel hilang?” 4 Keesokan harinya pagi-pagi maka bangsa
itu mendirikan mezbah di situ, lalu mempersembahkan korban bakaran dan
korban keselamatan. 5 Pada waktu itu berkatalah orang-orang Israel: “Siapa-
kah dari seluruh suku Israel yang tidak ikut datang dengan jemaah ini untuk
menghadap TUHAN?” Sebab mereka telah bersumpah dengan sungguh-
sungguh mengenai orang yang tidak datang menghadap TUHAN di Mizpa,
demikian: “Pastilah ia dihukum mati.” 6 Orang-orang Israel merasa kasihan
terhadap suku Benyamin, saudaranya itu, maka kata mereka: “Hari ini ada
satu suku terputus dari orang Israel. 7 Apakah yang dapat kita lakukan ke-
pada orang-orang yang tinggal itu dalam hal mencarikan isteri, sebab kita-
lah yang bersumpah demi TUHAN untuk tidak memberikan seorang pun dari
anak-anak perempuan kita kepada mereka menjadi isterinya?” 8 Sebab itu
berkatalah mereka: “Dari suku-suku Israel adakah satu yang tidak datang
menghadap TUHAN di Mizpa?” Lalu tampaklah, bahwa dari Yabesh-Gilead
tidak ada seorang pun yang datang ke perkemahan jemaah itu. 9 Lalu
diperiksa jumlah bangsa itu, dan tampaklah tidak hadir seorang pun dari
penduduk Yabesh-Gilead. 10 Maka perkumpulan itu menyuruh ke situ dua
belas ribu orang dari orang-orang gagah perkasa dengan memerintahkan
kepada mereka, demikian: “Pergilah, pukullah penduduk Yabesh-Gilead
dengan mata pedang, juga perempuan-perempuan dan anak-anak. 11 namun
perbuatlah begini: hanya semua laki-laki sajalah dan semua perempuan yang
telah pernah tidur dengan laki-laki harus kamu tumpas.” 12 Mereka menjum-
pai di antara penduduk Yabesh-Gilead empat ratus orang anak gadis, pera-
wan yang belum pernah tidur dengan orang laki-laki, lalu gadis-gadis itu
dibawa mereka ke perkemahan di Silo, di tanah Kanaan. 13 Sesudah itu
segenap umat itu menyuruh orang membawa pesan kepada bani Benyamin
yang ada di bukit batu Rimon, lalu memaklumkan damai kepada mereka.
14 Pada waktu itu kembalilah suku Benyamin, dan kepada mereka diberikan
perempuan-perempuan yang telah dibiarkan hidup dari antara perempuan
Yabesh-Gilead; namun belum cukup juga jumlahnya bagi mereka. 15 Maka
bangsa itu merasa kasihan kepada suku Benyamin, sebab TUHAN telah
membuat keretakan di antara suku-suku Israel.
Kita dapat mengamati di dalam ayat-ayat di atas ini,
I. Kemarahan berapi-api yang ditunjukkan oleh orang-orang Israel
terhadap kejahatan orang-orang Gibea, sebab mereka didukung
oleh suku Benyamin. Ada dua alasan disebutkan di sini mengapa
kemarahan ini timbul. Alasan ini tidak kita temukan sebelumnya.
Alasannya yaitu ,
1. Sementara pertemuan umum jemaah sedang berkumpul ber-
sama dan sedang menunggu seluruh perwakilan sebelum
mereka akan memulai, mereka telah mengikat diri dengan rasa
benci yang besar, yang mereka sebut sumpah, untuk sama
sekali membinasakan seluruh isi kota yang tidak mengirimkan
perwakilan orang laki-laki dalam jumlah tertentu. Mereka juga
telah bersumpah untuk menjatuhi hukuman kutuk kepada
mereka yang menolak untuk datang (ay. 5). Sebab, mereka
memandang orang-orang yang tidak mau datang sebagai tidak
memiliki kemarahan atas kejahatan yang telah dilakukan
orang Gibea, tidak ada perhatian untuk melindungi bangsa
Israel dari hukuman Allah dengan menjalankan keadilan, atau
tidak menghargai kekuasaan yang telah disepakati bersama,
yang memanggil semua orang untuk datang berkumpul.
2. sesudah orang Israel bertemu dan mendengar perkaranya, me-
reka mengadakan sumpah bahwa tak satu pun dari seluruh
ribuan orang Israel yang hadir atau siapa pun yang mereka
Kitab Hakim-hakim 21:1-15
wakili, tidak bermaksud untuk mengikat keturunan mereka,
tidak akan memberikan anaknya perempuan kepada seorang
Benyamin menjadi isterinya (ay. 1). Hal ini dijadikan suatu ke-
tentuan perang, bukan dengan suatu rancangan untuk me-
musnahkan suku tersebut, namun sebab secara umum mere-
ka akan memperlakukan orang-orang yang menjadi pelaku
dan kaki tangan kejahatan ini dalam segala hal seperti mereka
telah memperlakukan bangsa Kanaan, yang menjadi tidak
hanya kewajiban mereka untuk membinasakannya, namun juga
larangan untuk mengambil istri dari antara mereka. Secara
khusus mereka menghakimi orang-orang Benyamin itu seba-
gai tidak layak untuk menikah dengan seorang putri Israel,
sebab telah dengan sedemikian biadabnya melecehkan salah
satu dari kaum yang lemah. sebab itu, bagi mereka, tidak
ada yang bisa dilakukan lagi terhadap perbuatan yang sedemi-
kian rendah dan jahat ini, yang akal budinya benar-benar te-
lah kehilangan semua kehormatan dan kebajikan sama sama
sekali. Kita dapat menduga potongan-potongan tubuh istri
orang Lewi yang disebarkan kepada beberapa suku Israel itu
telah memicu semua kemarahan yang amat sangat ini. Ini
jauh lebih hebat pengaruhnya daripada sekadar kata-kata
yang menceritakan apa yang terjadi, meski didukung dengan
bukti-bukti yang benar. Betapa mata sungguh memengaruhi
hati.
II. Keprihatinan mendalam yang diungkapkan oleh orang Israel atas
kehancuran suku Benyamin saat hal itu terjadi. Amatilah,
1. Luapan kemarahan orang Israel terhadap kejahatan suku Be-
nyamin tidaklah setinggi dan sekuat saat kehancuran suku
itu terjadi. Bangsa itu merasa kasihan kepada suku Benyamin
(ay. 6, 15). Mereka tidak merasa kasihan atas semangat me-
reka melawan dosa. Ada suatu kemarahan suci terhadap dosa,
hasil dari dukacita menurut kehendak Allah, yang memimpin
kepada keselamatan, yang tidak akan disesalkan (2Kor. 7:10-
11). Namun mereka berdukacita atas akibat yang menyedih-
kan dari apa yang telah mereka lakukan, bahwa mereka mem-
bawa perkara itu lebih jauh dari yang semestinya atau yang
perlu. Sebenarnya sudah cukup untuk membinasakan segala
yang mereka tangkap dengan tangan. Mereka tidak perlu
membinasakan para suami dan para gembala, para ibu dan
anak-anak. Perhatikanlah,
(1) Mungkin saja terjadi perbuatan yang berlebihan saat me-
lakukan perbuatan yang baik. Kita harus sangat berhati-
hati dalam mengatur api semangat dalam bertindak, ja-
ngan sampai yang apa tampaknya rohani berubah menjadi
tidak wajar dalam dampaknya. Apa yang saleh tidak akan
menyakiti manusia. Banyak peperangan yang dimulai de-
ngan baik namun berakhir dengan sangat menyedihkan.
(2) Dalam menegakkan keadilan pun kita harus menunjukkan
kasih dan belas kasihan. Allah tidak senang saat meng-
hukum, maka demikian pula seharusnya dengan manusia.
(3) Kasih yang kuat mendatangkan pertobatan. Apa yang kita
katakan dan lakukan dalam suatu kemarahan, biasanya
akan ditenangkan kembali saat pikiran kita lebih tenang.
(4) Dalam suatu peperangan rakyat (menurut kebiasaan kera-
jaan Romawi), kemenangan tidak boleh dirayakan dengan
gegap gempita, sebab, pihak mana pun yang menang, rak-
yatlah yang rugi, seperti yang terjadi di sini dengan orang
Israel, ada satu suku dari antara orang Israel yang hilang.
Apa untungnya bagi tubuh jika anggota-anggota tubuh sa-
ling menghancurkan? Sekarang,
2. Bagaimana orang Israel mencurahkan kegundahan hati mere-
ka?
(1) Dengan penyesalan mereka atas keretakan yang mereka
perbuat. Mereka datang ke rumah Allah, untuk membawa
segala keraguan mereka di sana, semua perkara mereka,
semua keprihatinan mereka, dan semua kesedihan mereka.
Yang terdengar di sana bukan suara sukacita dan puji-pu-
jian, namun hanya ratapan semata, dan perkabungan, serta
seruan celaka: Mereka menyaringkan suaranya menangis
dengan sangat keras (ay. 2), terutama tidak untuk keempat
puluh ribu orang yang telah hilang, jumlah ini hanya
sedikit saja di antara sebelas suku, namun untuk seluruh
kehancuran yang menimpa salah satu suku mereka.
Sebab, inilah keluhan yang mereka curahkan di hadapan
Allah (ay. 3): Satu suku hilang. Allah telah memelihara se-
tiap suku. Jumlah mereka yang dua belas itu yaitu nama
Kitab Hakim-hakim 21:1-15
yang dengannya mereka dikenal. Setiap suku memiliki pos
yang ditetapkan bagi mereka dalam perkemahan, dan na-
manya terukir pada tutup dada jubah imam besar. Setiap
suku memperoleh berkat dari Yakub dan Musa. sebab itu,
sungguh akan menjadi celaan yang tidak dapat dimaafkan
bila salah satu dari mereka harus keluar dari kumpulan
duabelas suku ini. Janganlah sampai mereka kehilangan
salah satu dari antara duabelas itu, terutama suku Benya-
min, yang termuda, anak yang paling disayang oleh Yakub
bapak leluhur mereka. Selain itu, mereka juga harus saling
menyayangi. Jika Benyamin tidak ada, apa jadinya dengan
Yakub? Benyamin akan menjadi seorang Benoni, anak laki-
laki di sebelah kanan, seorang putra kesedihan! Dalam ke-
sulitan inilah mereka mendirikan sebuah mezbah, bukan
untuk bersaing dengan, namun untuk bergabung bersama
dengan mezbah yang telah ditegakkan di pintu kemah suci,
yang tidak cukup besar untuk menampung semua korban
yang telah mereka bawa. Sebab mereka mempersembahkan
korban bakaran dan korban pendamaian, untuk mengucap
syukur atas kemenangan mereka, namun juga untuk mene-
bus kebodohan mereka sendiri dalam mengejar kemenang-
an itu, dan untuk memohon dengan sangat belas kasihan
ilahi dalam kesulitan mereka sekarang. Setiap hal yang
mendukakan kita harus membawa diri kita kepada Allah.
(2) Melalui perjanjian damai dengan sisa orang-orang Gibead
yang melarikan diri dan bersembunyi ketakutan di bukit
batu Rimon. Orang Israel mengirim orang ke sana dengan
pesan untuk menjamin keselamatan mereka, dengan iman
bersama, bahwa mereka tidak akan lagi memperlakukan
mereka sebagai musuh, melainkan menerima mereka seba-
gai saudara (ay. 13). Kejatuhan teman-teman seharusnya
menjadi pembaruan persahabatan. Bahkan mereka yang
telah berdosa, saat akhirnya bertobat, harus diampuni
dan dihiburkan (2Kor. 2:7).
(3) Dengan perhatian yang mereka berikan untuk menyedia-
kan para istri bagi orang-orang Benyamin,supaya suku itu
dapat dibangun kembali, dan keruntuhannya diperbaiki.
Seandainya bangsa Israel hanya mencari kepentingan diri
sendiri, maka secara diam-diam mereka tentu akan senang
dengan lenyapnya kaum-kaum Benyamin, sebab lalu
tanah yang diundikan bagi mereka akan beralih tangan
kepada suku-suku selebihnya, ob defectum sanguinis – ka-
rena kekurangan yang dialami ahli-ahli waris, dan dengan
mudah disita sebab tidak ada penghuni. namun tidak
patutlah disebut orang Israel sejati, jika seseorang mening-
gikan dirinya di atas kehancuran sesamanya. Sama sekali
tidak tebersit rencana semacam ini, sehingga setiap orang
berusaha menemukan jalan dan sarana guna membangun
kembali suku ini. Semua wanita dan anak-anak Benyamin
telah dibunuh, dan orang Israel telah bersumpah untuk
tidak menikahkan anak-anak perempuan mereka kepada
laki-laki Benyamin. Orang Israel dilarang untuk menikah
dengan orang-orang Kanaan. Jadi mereka tidak boleh
membiarkan orang Benyamin menikah dengan orang-orang
Kanaan, sebab itu sama saja dengan meminta mereka
untuk mengikuti allah lain. Jadi, apa yang harus mereka
lakukan untuk mencarikan istri bagi orang-orang Be-
nyamin yang tersisa itu? Sementara orang-orang Benyamin
dengan ketakutan bersembunyi di bukit sebab takut sau-
dara-saudara mereka berencana untuk menghancurkan
mereka, pada saat yang sama pula orang Israel membuat
rencana untuk menolong mereka. Dan inilah yang terjadi:
[1] Ada sedikit kebutuhan akan keadilan untuk dilakukan
terhadap kota Yabesh-Gilead, yang termasuk suku Gad,
di seberang sungai Yordan. Keadilan ini dirasakan perlu
sesudah ketahuan (20:2), bahwa tak seorang pun dari
kota tersebut yang datang dalam pertemuan jemaat (ay.
8-9), maka lalu diputuskan, sebelum tampak jelas
siapa yang tidak hadir, bahwa kota mana pun dari
Israel yang bersalah atas penghinaan terhadap otoritas
dan kepentingan bersama, maka kota itu harus terku-
tuk. Yabesh-Gilead berada di bawah hukuman yang
berat, yang sama sekali tidak boleh dibiarkan. Orang-
orang yang telah membiarkan orang-orang Kanaan
hidup di banyak tempat, yang sebenarnya ditentukan
untuk dihancurkan oleh perintah ilahi, tidak bersedia
membiarkan hidup saudara-saudara mereka yang telah
ditetapkan oleh kutukan mereka sendiri. Mengapa me-
Kitab Hakim-hakim 21:1-15
reka sekarang tidak mengirim orang-orang untuk men-
cabut orang-orang Yebus keluar dari Yerusalem, pada-
hal sebab merekalah orang-orang Lewi yang malang itu
dipaksa melarikan diri ke Gibea? (19:11-12). Manusia
umumnya lebih bersemangat untuk mendukung kekua-
saannya sendiri daripada kekuasaan Allah. Begitulah,
orang Israel lalu mengutus suatu detasemen pasukan
berjumlah 12.000 orang ke Yabesh-Gilead untuk meng-
hukum penduduknya. Sebelum ini mereka mengirim-
kan pasukan yang besar saat menyerang Gibea, namun
sekarang mereka sadar itu terlalu banyak untuk Allah,
jadi kali ini mereka hanya mengirimkan sedikit pasukan
saja ke Yabesh-Gilead (ay. 10). Tujuan mereka yaitu
untuk membunuh dengan pedang semua orang laki-
laki, perempuan dan anak-anak (ay. 11), menurut hu-
kum (Im. 27:29), Setiap orang yang dikhususkan, yang
harus ditumpas di antara manusia, tidak boleh ditebus,
pastilah ia dihukum mati.
[2] Suatu rancangan jahat dibuat demi menyediakan istri
bagi orang-orang Benyamin. saat Musa mengutus
jumlah pasukan yang sama untuk membalaskan den-
dam bagi TUHAN terhadap orang Midian, perintah yang
sama juga diberikan di sini, bahwa semua perempuan
yang pernah menikah harus dibunuh bersama dengan
suami mereka, sebagai satu-kesatuan, namun yang
anak-anak gadis harus dibiarkan hidup (31:17-18). Pe-
ristiwa ini dijadikan contoh untuk mendukung pembe-
daan yang dibuat di sini antara seorang istri dan se-
orang gadis (ay. 11-12). Empat ratus gadis yang belum
menikah ditemukan di Yabesh-Gilead, dan mereka dini-
kahkan dengan begitu banyak orang laki-laki Benyamin
yang masih bertahan hidup (ay. 14). Orangtua mereka
tidak ada saat sumpah dibuat untuk menikah dengan
orang Benyamin, sehingga mereka tidak berada di
bawah kewajiban apa pun oleh pernikahan tersebut.
Selain itu, sebagai korban pampasan perang, mereka
ada di bawah kuasa para penakluk. Mungkin perjanjian
yang diadakan sekarang antara suku Benyamin dan
Yabesh-Gilead yang disatukan oleh Saul, yang yaitu
seorang suku Benyamin, lebih menambah peduli terha-
dap tempat tersebut (1Sam. 11:4), kendati sekarang di-
diami oleh keluarga-keluarga baru.
Gadis-gadis dari Silo
(21:16-25)
16 lalu berkatalah para tua-tua umat itu: “Apakah yang dapat kita
lakukan kepada yang tinggal ini dalam hal mencarikan isteri? Sebab perem-
puan-perempuan telah punah dari antara suku Benyamin.” 17 Lagi kata
mereka: “Warisan orang-orang yang terluput itu haruslah tetap tinggal pada
suku Benyamin,supaya jangan ada suku yang terhapus dari antara orang
Israel. 18 namun kita ini tidak dapat memberikan isteri kepada mereka dari
anak-anak perempuan kita.” Sebab orang-orang Israel telah bersumpah,
demikian: “Terkutuklah orang yang memberikan isteri kepada suku Be-
nyamin!” 19 Lalu kata mereka pula: “Setiap tahun ada perayaan bagi TUHAN
di Silo yang letaknya di sebelah utara Betel, di sebelah timur jalan raya yang
menuju dari Betel ke Sikhem dan di sebelah selatan Lebona.” 20 Maka mereka
berpesan kepada bani Benyamin, demikian: “Pergilah menghadang di kebun-
kebun anggur. 21 Perhatikanlah baik-baik; maka jika anak-anak perem-
puan Silo keluar untuk menari-nari, baiklah kamu keluar dari kebun-kebun
anggur itu, dan masing-masing melarikan seorang dari anak-anak perem-
puan Silo itu menjadi isterinya dan pergi ke tanah Benyamin. 22 jika ayah
atau saudaranya laki-laki datang untuk menuntutnya kepada kami, maka
kami akan berkata kepada mereka: Serahkanlah mereka itu kepada kami
dengan rela hati, sebab dalam pertempuran kita tidak dapat menangkap
seorang perempuan untuk menjadi isteri mereka masing-masing. Memang
kamu ini tidak memberikan anak-anak gadis itu kepada mereka; sebab
seandainya demikian, kamu bersalah.” 23 Jadi bani Benyamin berbuat demi-
kian; dari gadis-gadis yang menari-nari yang dirampas itu mereka mengambil
perempuan, jumlahnya sama dengan jumlah mereka, lalu pulanglah
mereka ke milik pusakanya lalu membangun kota-kotanya kembali dan diam
di sana. 24 Pada waktu itu pergilah orang Israel dari sana, masing-masing
menurut suku dan kaumnya; mereka masing-masing berangkat dari sana ke
milik pusakanya. 25 Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel;
setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.
Kita menemukan di sini cara yang diambil untuk menyediakan istri
bagi 200 orang Benyamin yang belum beristri. Dan, kendati suku itu
sudah berkurang menjadi suatu jumlah yang kecil, setiap orang laki-
lakinya hanya disediakan dengan seorang istri, bukan dengan banyak
istrisupaya lebih cepat melipatgandakan keturunan mereka. Orang
Israel tidak dapat memberikan gadis-gadis mereka kepada orang-
orang Benyamin, untuk memenuhi sumpah mereka, namun tetap
saja mereka menikahkan sejumlah anak-anak gadis mereka dengan
orang Benyamin dengan cara merampas anak-anak gadis itu dan
menikahi mereka. Persetujuan dari orang tua anak-anak gadis itu
Kitab Hakim-hakim 21:16-25
diminta ex post facto – sesudahnya. Semakin sedikit pertimbangan
dipikirkan sebelum membuat suatu janji, umumnya semakin banyak
usaha untuk menjaganya.
I. Peristiwa yang memberi kesempatan untuk merampas anak-anak
gadis ini yaitu sebuah pesta tari-tarian di Silo, di ladang-ladang,
di mana semua gadis muda di kota itu dan tetanggannya datang
berkumpul untuk menari-nari, untuk menghormati perayaan bagi
TUHAN, mungkin perayaan hari raya Pondok Daun (ay. 19), sebab
pesta tersebut (kata Uskup Patrick) yaitu satu-satunya kesempat-
an di mana para gadis Yahudi diizinkan untuk menari. Namun tari-
tarian itu terutama bukan untuk bersuka-ria mengungkapkan rasa
sukacita yang kudus, seperti Daud saat dia menari di depan
tabut perjanjian, sebab saat itu negeri sedang dilanda kesedihan,
sehingga tidak patut ada suka-ria (bdk. Yes. 22:12-13). Tariannya
sangat sederhana dan tidak menggoda, bukan tari-tarian antara
pasangan laki dan perempuan. Tidak ada laki-laki yang menari
dengan gadis-gadis Silo ini. Orang perempuan yang sudah menikah
juga tidak lupa daratan sampau ikut bergabung dengan gadis-gadis
ini. Namun demikian, sebab acara ini dilakukan di tempat umum,
maka anak-anak gadis itu menjadi mangsa empuk bagi orang-
orang yang sudah merancangkan sesuatu terhadap mereka. Seba-
gaimana yang diamati oleh Uskup Hall, bahwa Sergapan mendadak
roh-roh jahat akan membawa pergi banyak jiwa dari keadaan
menari-nari menuju kehancuran yang menakutkan.
II. Tua-tua Israel memberikan kewenangan kepada para lelaki Be-
nyamin untuk berbuat demikian, menghadang di kebun-kebun
anggur yang mengelilingi ladang tempat para gadis biasa menari.
saat mereka sedang manari-nari, hampiri mereka dan setiap
laki-laki menangkap seorang gadis sebagai istrinya, dan langsung
dibawa pulang ke rumahnya (ay. 20-21). Orang tua dari anak-
anak gadis itu tidak ada di sana, jadi tidak dapat dikatakan
bahwa mereka menyerahkan anak-anak gadisnya kepada orang-
orang Benyamin itu. Suatu serangan mendadak diikuti perminta-
an maaf sesudahnya yaitu lebih baik daripada tidak sama se-
kali, untuk menyelamatkan diri dari pelanggaran sumpah. Pada-
hal, yaitu jauh lebih baik untuk berhati-hati dalam membuat
sumpah,supaya tidak ada alasan sesudahnya, seperti yang ter-
jadi di sini, untuk berkata di hadapan utusan Allah bahwa engkau
khilaf. Inilah cara perjodohan yang sangat tidak masuk akal,
saat kasih sayang sepasang muda-mudi dan persetujuan dari
orangtua dilakukan sesudah perjodohan itu dilakukan. Ini sebuah
perkara yang sangat tidak biasa, sehingga tidak boleh dipakai
sebagai contoh. Pernikahan yang tergesa-gesa sering kali menye-
babkan suatu penyesalan di lalu hari. Penghiburan apakah
yang dapat diharapkan dari suatu perjodohan yang dilakukan
dengan paksaan atau tipuan? Para gadis dari Yabesh-Gilead
dirampas dari tengah-tengah pertumpahan darah dan pembunuh-
an, namun para gadis dari Silo ini dari tengah-tengah kegembiraan
dan sukacita. Gadis-gadis pertama punya alasan untuk bersyukur
sebab mereka dijadikan rampasan ganti nyawa mereka. namun
gadis-gadis Silo hanya bisa berharap, semoga mereka mendapat-
kan jodoh mereka, bukan dengan laki-laki yang nasib hidupnya
malang dan putus asa, seperti yang tampaknya sekarang, yang
dijemput dari sebuah gua. Semoga mereka mendapatkan jodoh
laki-laki yang berasal dari suku yang terbaik dan terbesar di
negeri Israel, seperti yang seharusnya demikian saat undian
bagi seluruh suku Benyamin, yang semula terdiri atas 45.600
orang laki-laki (Bil. 26:41) sekarang dibagi-bagi hanya kepada 600
orang, yaitu yang masih bertahan hidup.
III. Orang Israel berusaha untuk menenangkan hati para orangtua
dari gadis-gadis muda ini. Mengenai pelanggaran terhadap kewe-
nangan ayah mereka, mereka akan dengan mudah memaafkan-
nya saat mereka mempertimbangkan kepada siapa anak perem-
puan mereka dijodohkan dan bahwa mereka akan menjadi ibu-
ibu bagi keturunan suku Benyamin lalu . Namun sumpah
yang mengikat mereka, untuk tidak memberikan anak-anak pe-
rempuan mereka kepada orang-orang Benyamin, mungkin masih
tertanam kuat pada diri sebagian di antara mereka yang masih
punya kesadaran hati nurani. Namun, mereka ini pun berusaha
menenangkan diri dengan alasan ini:
1. Bahwa ada kebutuhan mendesak (ay. 22): kita tidak dapat me-
nangkap seorang perempuan untuk menjadi isteri mereka
masing-masing. Dengan pertanyaan ini, mereka sekarang meng-
akui sudah berbuat jahat dengan membinasakan semua wanita
suku Benyamin, dan ingin mencari selamat bagi diri sendiri
Kitab Hakim-hakim 21:16-25
sebab sudah bersumpah untuk membinasakan suku itu de-
ngan tidak menjodohkan anak-anak gadis mereka kepada
suku itu. “Oleh sebab itu, demi keselamatan kita, yang sa-
ngat kejam, biarlah suku itu tetap menjaga apa yang telah
mereka peroleh.” Sebab,
2. Bagi mereka, mereka tidak tegas-tegas melakukan suatu pe-
langgaran terhadap sumpah mereka. Mereka telah bersumpah
untuk tidak memberikan anak-anak perempuan mereka ke-
pada orang-orang Benyamin, namun mereka tidak bersumpah
untuk mengambil kembali anak-anak gadis mereka jika anak-
anak itu direbut secara paksa untuk dijadikan isteri. sebab
itu, jika di lalu hari ada kesalahan, maka tua-tua Israel
yang harus bertanggung jawab, bukan orangtua. Bagi mereka,
Quod fieri non debuit, factum valet – Apa yang seharusnya tidak
dilakukan, dipandang sah, jika hal itu dilakukan. Begitulah,
perbuatan itu telah dilakukan, dan disahkan secara diam-
diam menurut hukum (Bil. 30:4).
Hal terakhir, sebagai akhir dari semua peristiwa ini kita
mendapatkan,
1. Menetapnya kembali suku Benyamin. Sedikit orang yang ter-
sisa telah kembali ke milik pusaka suku itu (ay. 23). Segera
sesudahnya, dari antara mereka bangkit Ehud, yang terke-
nal dalam generasinya, hakim yang kedua dari Israel (3:15).
2. Pembubaran tentara Israel dan kepulangan mereka ke
tanah milik masing-masing (ay. 24). Mereka tidak bertugas
sebagai pasukan yang tetap, dan tidak bermaksud melaku-
kan perubahan atau mengatur-atur pemerintahan negeri
Israel. Sebaliknya, saat tugas pasukan itu telah selesai
sesuai panggilan mereka, dengan tenang mereka bubar
dalam damai sejahtera Allah, setiap orang pulang kepada
keluarganya masing-masing. Pelayanan bagi rakyat tidak
boleh membuat kita mengabaikan urusan pribadi dan tang-
gung jawab untuk keluarga kita sendiri.
3. Disebutkan kembali penyebab kekacauan di Israel (ay. 25).
Meskipun TUHAN yaitu Raja mereka, setiap orang merasa
menjadi tuan, seolah-olah tidak ada raja. Terpujilah TUHAN
atas kuasa pemerintahan-Nya.
Tafsiran
Kitab RUT
ejarah singkat mengenai urusan rumah tangga sebuah keluarga
ini memang tepat diletakkan sesudah Kitab Hakim-hakim, sebab
peristiwa yang diceritakan terjadi pada zaman para hakim. Sejarah
singkat ini juga cocok ditempatkan sebelum Kitab Samuel, sebab
pada bagian penutupnya, kitab ini memperkenalkan tokoh Daud.
Namun, dalam Kitab Suci mereka, orang Yahudi memisahkan Kitab
Rut dari Hakim-hakim dan Samuel, dan memasukkannya dalam
Megilloth atau Gulungan Kitab Suci yang terdiri dari lima kitab,
dengan urutan: Kidung Agung, Rut, Ratapan, Pengkhotbah, dan Ester.
Penulis Kitab Rut kemungkinan yaitu Samuel. Kitab ini tidak
menceritakan tentang mujizat ataupun hukum, perang ataupun
kemenangan, bukan juga tentang pergolakan negeri, melainkan per-
tama-tama kesengsaraan Naomi dan diikuti dengan penghiburannya.
Juga mula-mula pertobatan Rut, lalu disusul dengan kenaikan kedu-
dukannya. Banyak peristiwa semacam ini telah terjadi, yang mungkin
layak untuk dicatat juga. Namun, Allah memandang kisah yang satu
ini tepat untuk disampaikan kepada kita. Sejarawan yang biasa saja
merasa bebas untuk memilih suatu kisah untuk mereka sampaikan,
apalagi Tuhan Allah. Tujuan kitab ini yaitu untuk:
I. Menuntun kita kepada penyelenggaraan Allah, menunjukkan
betapa penyelenggaraan itu sangat erat dengan persoalan pribadi
kita, dan mengajar kita untuk tetap melihat penyelenggaraan-Nya
di tengah semua persoalan tersebut, dan mengakui Allah dalam
segala jalan kita dan semua peristiwa yang menimpa kita (lihat
1Sam. 2:7-8; Mzm. 113:7-9).
II. Memperkenalkan sejarah yang menuntun kepada Kristus yang
merupakan keturunan dari Rut, yang sebagian silsilahnya meng-
akhiri kitab ini. Dari situlah berasal silsilah dalam Matius 1.
Dalam pertobatan Rut si orang Moab dan masuknya dia ke dalam
garis leluhur Mesias, kita melihat sebuah perlambangan akan
dipanggilnya orang-orang bukan Yahudi ke dalam persekutuan
dengan Kristus Yesus, Tuhan kita. Kita dapati kesusahan Naomi
dan Rut dalam pasal
1. Contoh kerja keras dan kerendahan hati mereka (ps. 1-2).
2. Masuknya kedua orang itu ke dalam ikatan dengan Boas (ps. 3).
3. Dan kebahagiaan mereka menetap dengan Boas (ps. 4).
4. Ingatlah, bahwa peristiwa ini terjadi di Betlehem, kota tempat
Penebus kita lahir.
PASAL 1
Dalam pasal ini dikisahkan tentang kesengsaraan Naomi.
I. Sebagai seorang ibu rumah tangga yang tertekan, terpaksa
mengungsi ke negeri Moab sebab kelaparan (ay. 1-2).
II. Sebagai seorang janda dan ibu yang berduka, meratapi
kematian suami dan dua putranya (ay. 3-5).
III. Sebagai seorang mertua yang penuh perhatian, ingin berbuat
baik kepada dua menantu perempuannya. Namun, bagai-
mana melakukan itu di tengah kemiskinan saat ia pulang ke
negerinya (ay. 6-13).
IV. Sebagai seorang wanita miskin yang kembali ke tempat pemu-
kimannya semula, disokong oleh kemurahan kawan-kawan-
nya (ay. 19-22).
Semua kejadian ini sangat menyedihkan hati, dan tampaknya me-
nyerang Naomi, namun semuanya akhirnya mendatangkan kebaikan.
Elimelekh dan Naomi;
Kematian Elimelekh dan Anak-anaknya
(1:1-5)
1 Pada zaman para hakim memerintah ada kelaparan di tanah Israel. Lalu
pergilah seorang dari Betlehem-Yehuda beserta istrinya dan kedua anaknya
laki-laki ke daerah Moab untuk menetap di sana sebagai orang asing. 2 Nama
orang itu ialah Elimelekh, nama isterinya Naomi dan nama kedua anaknya
Mahlon dan Kilyon, semuanya orang-orang Efrata dari Betlehem-Yehuda; dan
sesudah sampai ke daerah Moab, diamlah mereka di sana. 3 lalu
matilah Elimelekh, suami Naomi, sehingga perempuan itu tertinggal dengan
kedua anaknya. 4 Keduanya mengambil perempuan Moab: yang pertama
bernama Orpa, yang kedua bernama Rut; dan mereka diam di situ kira-kira
sepuluh tahun lamanya. 5 Lalu matilah juga keduanya, yakni Mahlon dan
Kilyon, sehingga perempuan itu kehilangan kedua anaknya dan suaminya.
Kalimat pertama menyatakan penanggalan kisah ini. Peristiwa ter-
sebut terjadi pada zaman para hakim memerintah (ay.1), bukan pada
zaman kekacauan saat tidak ada raja di antara orang Israel. Tidak
diceritakan pada masa pemerintahan hakim yang mana peristiwa ini
terjadi, dan perkiraan para ahli juga sangat tidak menentu. Namun,
dapat dipastikan pada permulaan zaman para hakim, sebab Boas
yang menikahi Rut merupakan anak Rahab, wanita yang menerima
para pengintai pada masa Yosua. Sebagian orang menduga pada
zaman Ehud, sebagian lain memperkirakan pada zaman Debora.
Cendekiawan Uskup Patrick cenderung beranggapan bahwa kisah
Rut terjadi pada zaman Gideon, sebab hanya pada masa Gideonlah
diceritakan adanya kelaparan sebab serangan orang Midian (Hak.
6:3-4). Selagi para hakim memerintah di kota yang satu dan lainnya,
Allah sang Penyelenggara memperhatikan Betlehem secara khusus,
dan mata-Nya tertuju kepada seorang Raja, yakni Mesias sendiri,
yang harus berasal dari keturunan dua orang bukan Yahudi, yaitu
Rahab dan Rut. Dalam perikop di atas diceritakan tentang,
I. Kelaparan di dalam negeri, di tanah Kanaan, tanah yang berlim-
pah-limpah susu dan madunya. Ini merupakan salah satu bentuk
penghakiman yang Allah telah ancamkan kepada mereka atas
dosa-dosa mereka (Im. 26:19-20). Ada banyak anak panah dalam
tabung-Nya. Pada masa hakim-hakim, orang Israel ditindas oleh
musuh-musuhnya. saat mereka tidak juga berubah meskipun
sudah dihukum, Allah pun mendatangkan kelaparan ini, sebab
saat Allah menghakimi, Ia akan menang. saat tanah itu ada
kedamaian, hasilnya tidak banyak. Bahkan di Betlehem pun, yang
artinya rumah roti, ada kekurangan. Tanah yang subur menjadi
padang asin, untuk memperbaiki dan mengendalikan penghuni-
nya yang hidup bermewah-mewah dan sembrono.
II. Cerita mengenai sebuah keluarga yang terimpit di tengah kela-
paran. Itulah keluarga Elimelekh. Arti namanya ialah Allahku raja,
sesuai dengan keadaan Israel sewaktu para hakim memerintah,
sebab Tuhan yaitu Raja mereka. Hal ini menenteramkan dia dan
keluarganya dalam kesengsaraan mereka, yakni bahwa mereka
memiliki Allah dan Ia memerintah selamanya. Istrinya yaitu
Naomi, artinya “yang manis” atau “menyenangkan.” Akan namun ,
anak-anak Elimelekh bernama Mahlon dan Kilyon, penyakit dan
kemusnahan. Mungkin sebab mereka yaitu anak-anak lemah
yang kemungkinan tidak berumur panjang. Begitulah hasil dari
hal-hal yang menyenangkan, pasti menjadi lesu dan lemah,
beranjak pudar dan mati.
III. Kepindahan keluarga ini dari Betlehem ke negeri Moab di sebe-
rang sungai Yordan untuk bertahan hidup, sebab adanya bahaya
kelaparan (ay. 1-2). Tampaknya ada kelimpahan di negeri Moab
sementara tanah Israel sedang kekurangan pangan. Anugerah
umum penyelenggaraan Allah sering kali dicurahkan jauh lebih
banyak kepada yang tidak mengenal Allah daripada kepada yang
mengenal dan menyembah Dia. Moab hidup aman dari sejak masa
mudanya, sementara Israel dituangkan dari tempayan yang satu
ke tempayan yang lain (Yer. 48:11), bukan sebab Allah lebih me-
ngasihi Moab, melainkan sebab bagiannya yaitu dalam hidup
ini. Ke sanalah Elimelekh pergi, bukan untuk menetap seterusnya,
melainkan untuk singgah sementara selama masa kekurangan.
Seperti Abraham dahulu pergi ke Mesir, dan Ishak ke tanah
Kanaan, pada saat mereka juga mengalami hal serupa. Lihatlah di
sini,
1. Kepedulian Elimelekh untuk menafkahi keluarganya dengan
membawa istri dan anak-anaknya memang patut dipuji. Jika
ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya,
orang itu murtad (1Tim. 5:8). Dalam kesukaran, Elimelekh
tidak meninggalkan rumahnya dan pergi mencari untung sen-
diri, lalu membiarkan istri dan anak-anaknya berjuang untuk
penghidupan mereka. Akan namun , sebagai suami yang baik
dan bapa yang penuh kasih, Elimelekh membawa keluarganya
serta, tidak seperti burung unta (Ayb. 39:16). Namun,
2. Kepindahannya ke negeri Moab pada masa kelaparan ini tidak
dapat dibenarkan begitu saja. Abraham dan Ishak dahulu
hanya pendatang di Kanaan, sehingga jika mereka pindah,
hal itu dapat dimaklumi. Namun, keturunan Israel sekarang
telah menetap. Tidak seharusnya mereka pindah ke wilayah
orang kafir. Mengapa Elimelekh tidak pergi kepada sesamanya
orang Israel saja? Bila ia menjadi kepala rumah tangga yang
buruk dan kehilangan warisan leluhurnya, sehingga harus
menjual atau menggadaikan tanahnya (seperti yang tampak
dalam 4:3-4), dan menyebabkan dia berada dalam keadaan
lebih miskin daripada orang lain, maka menurut hukum Allah,
saudara-saudaranya wajib menebus dia (Im. 25:35). Namun,
tidak demikian halnya dengan Elimelekh. Ia pergi dengan
tangan penuh (ay. 21). Bagi orang yang menetap di rumah,
kelaparan itu tampaknya tidak terlalu parah, masih cukup
untuk bertahan hidup. Lagi pula tanggung jawab Elimelekh
tidak besar, hanya dua orang anak. Namun, jika ia tidak dapat
mencukupkan diri dengan sedikit nafkah seperti saudara-
saudaranya, dan pada hari-hari kelaparan tidak akan menjadi
kenyang bila tidak memiliki makanan berlimpah seperti sebe-
lumnya, bila ia tidak mampu berharap bahwa tahun kelimpah-
an akan datang lagi pada waktunya, atau tidak bisa bersabar
menantikan saat tersebut, maka itu kesalahannya. Dengan
demikian Elimelekh tidak menghormati Allah dan tanah yang
baik yang telah diberikan-Nya kepada Israel. Ia melemahkan
semangat saudara-saudaranya, padahal seharusnya Elimelekh
menjalani nasibnya bersama-sama dengan mereka. Ia memberi
contoh buruk bagi orang lain. Kalau semua orang pergi seperti
dia, Kanaan akan menjadi kosong. Perhatikan, ini menunjuk-
kan sikap yang tidak puas diri, tidak percaya, dan tidak teguh,
jika kita merasa jemu akan tempat yang telah ditetapkan Allah
bagi kita, dan cepat-cepat meninggalkannya setiap kali datang
kesulitan atau ketidaknyamanan. Sungguh bodoh bila kita
berpikir untuk lari dari salib yang telah diberikan kepada kita
untuk dipikul. Sungguh berhikmat jika kita mengusahakan
yang terbaik dengan salib yang ada pada kita, sebab berpindah
tempat jarang sekali menyelesaikan masalah. Kalau pun
Elimelekh mau pindah, mengapa harus ke Moab? Andai saja ia
memeriksa baik-baik, mungkin saja ia akan menemukan ke-
limpahan di antara sebagian suku Israel, misalnya di seberang
sungai Yordan yang berbatasan dengan Moab. Seandainya ia
memiliki kerinduan akan Allah dan penyembahan kepada-Nya,
serta rasa sayang terhadap saudara-saudaranya orang Israel,
tentu tidak akan semudah itu Elimelekh memutuskan untuk
pergi dan menumpang di antara orang Moab.
IV. Pernikahan kedua putra Elimelekh dengan perempuan Moab sete-
lah kematiannya (ay. 4). Semua orang sependapat bahwa itu me-
rupakan tindakan yang keliru. Alkitab terjemahan bahasa Aram
menulis, “Mereka melanggar ketetapan firman Tuhan dengan
mengambil istri dari negeri asing.” Kalau saja Mahlon dan Kilyon
mau tetap melajang hingga kembali ke tanah Israel yang tidak
begitu jauh letaknya, mereka akan mendapat istri di situ.
Elimelekh tidak mengira bahwa dalam persinggahannya di Moab,
anak-anaknya akan berkerabat dengan orang Moab lewat perka-
winan. Orang yang membawa anak-anak muda ke dalam penga-
ruh buruk serta menjauhkan mereka dari aturan umum, sekali-
pun orang itu menyangka anak-anak itu sudah terdidik dengan
baik dan terlindung dari pencobaan, sesungguhnya ia tidak tahu
apa yang diperbuatnya maupun bagaimana kesudahannya. Tidak
tampak bahwa kedua wanita yang mereka nikahi itu sudah
memeluk agama Yahudi, sebab dikatakan bahwa Orpa kembali
kepada para allahnya (ay. 15). Ilah-ilah Moab tetaplah miliknya.
Ada tradisi Yahudi yang tidak berdasar menyebut bahwa Rut
merupakan putri Eglon, raja Moab. Catatan ini ditambahkan
dalam parafrasa Alkitab terjemahan bahasa Aram. Akan namun ,
tradisi ini, beserta tradisi lain yang juga disisipkannya, tidak
saling mendukung bahwa Boas yang menikahi Rut yaitu Ebzan,
yang menjadi hakim atas Israel 200 tahun sesudah kematian Eglon
(Hak. 12).
V. Kematian Elimelekh dan kedua putranya, yang menyebabkan
kepiluan Naomi. Suaminya meninggal (ay. 3), begitu juga dengan
kedua anaknya (ay. 5) tidak lama sesudah pernikahan mereka.
Tafsiran Alkitab dalam terjemahan bahasa Aram menulis, “Waktu
mereka dipersingkat, sebab mereka melanggar hukum Tuhan
dengan memperistri orang asing.” Perhatikanlah bahwa,
1. Ke mana pun kita pergi, kita tidak dapat lari dari kematian,
yang panah mautnya berdesing di segala tempat.
2. Kita tidak akan memperoleh kesejahteraan jika meninggalkan
kewajiban ibadah kita. Barangsiapa mau menyelamatkan nya-
wanya dengan suatu jalan pintas, ia akan kehilangan nyawa-
nya.
3. saat kematian menimpa suatu keluarga, sering kali ia akan
menciptakan keretakan demi keretakan. Satu orang diambil
untuk mempersiapkan anggota keluarga lain yang akan segera
menyusul. Satu orang diambil, dan kesedihan itu tidak juga
membaik. Allah pun mengirim kesusahan lain yang serupa.
saat Naomi kehilangan suaminya, ia menaruh begitu banyak
harapan dan kepercayaan pada anak-anaknya. Di bawah
naungan penghiburan orang-orang yang masih hidup ini, ia
mengira dirinya akan dapat tetap bertahan di tengah bangsa
kafir. Ia sangat bersukacita sebab pohon jarak itu. Namun,
lihatlah, anak-anaknya segera mati. Di waktu pagi berkembang
dan bertumbuh, lisut dan layu sebelum petang, masuk ke alam
kubur tidak lama sesudah menikah, tanpa meninggalkan anak.
Betapa tidak pasti dan sementara segala kenikmatan kita di
dunia ini. sebab itu berhikmatlah kita untuk memastikan
mana penghiburan yang tetap, yang tidak dapat direnggut dari
kita oleh kematian. Betapa kesepiannya keadaan Naomi yang
malang, jiwanya berduka, tatkala perempuan itu kehilangan
kedua anaknya dan suaminya! saat kedua hal itu menimpa-
nya dalam sekejap mata, kepunahan dan kejandaan, menimpa
dia dengan sepenuhnya, siapakah yang akan menghibur dia?
(Yes. 47:9; 51:19). Hanya Allah sendirilah yang memiliki segala
yang diperlukan untuk menghibur orang yang terpuruk seperti
ini.
Naomi Pulang ke Kanaan; Naomi dan Menantunya;
Kesetiaan Rut kepada Naomi
(1:6-18)
6 lalu berkemaslah ia dengan kedua menantunya dan ia pulang dari
daerah Moab, sebab di daerah Moab ia mendengar bahwa TUHAN telah
memperhatikan umat-Nya dan memberikan makanan kepada mereka. 7 Maka
berangkatlah ia dari tempat tinggalnya itu, bersama-sama dengan kedua
menantunya. saat mereka sedang di jalan untuk pulang ke tanah Yehuda,
8 berkatalah Naomi kepada kedua menantunya itu: “Pergilah, pulanglah
masing-masing ke rumah ibunya; TUHAN kiranya menunjukkan kasih-Nya
kepadamu, seperti yang kamu tunjukkan kepada orang-orang yang telah
mati itu dan kepadaku; 9 kiranya atas karunia TUHAN kamu mendapat tem-
pat perlindungan, masing-masing di rumah suaminya.” Lalu diciumnyalah
mereka, namun mereka menangis dengan suara keras 10 dan berkata kepada-
nya: “Tidak, kami ikut dengan engkau pulang kepada bangsamu.” 11 namun
Naomi berkata: “Pulanglah, anak-anakku, mengapakah kamu turut dengan
aku? Bukankah tidak akan ada lagi anak laki-laki yang kulahirkan untuk
dijadikan suamimu nanti? 12 Pulanglah, anak-anakku, pergilah, sebab sudah
terlalu tua aku untuk bersuami. Seandainya pikirku: Ada harapan bagiku,
dan sekalipun malam ini aku bersuami, bahkan sekalipun aku masih mela-
hirkan anak laki-laki, 13 masakan kamu menanti sampai mereka dewasa?
Masakan sebab itu kamu harus menahan diri dan tidak bersuami? Jangan-
lah kiranya demikian, anak-anakku, bukankah jauh lebih pahit yang aku
alami dari pada kamu, sebab tangan TUHAN teracung terhadap aku?” 14 Me-
nangis pula mereka dengan suara keras, lalu Orpa mencium mertuanya itu
minta diri, namun Rut tetap berpaut padanya. 15 Berkatalah Naomi: “Telah
pulang iparmu kepada bangsanya dan kepada para allahnya; pulanglah
mengikuti iparmu itu.” 16 namun kata Rut: “Janganlah desak aku meninggal-
kan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana
engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di
situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku;
17 di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikubur-
kan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada
itu, jikalau sesuatu apapun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada
maut!” 18 saat Naomi melihat, bahwa Rut berkeras untuk ikut bersama-
sama dengan dia, berhentilah ia berkata-kata kepadanya.
Pada perikop ini, tampaklah
I. Kecintaan Naomi kepada negeri Israel (ay. 6). Meskipun ia tidak
dapat tetap tinggal di dalamnya selama masa kelaparan, ia tidak
akan tetap tinggal di luar Israel saat kelaparan itu sudah berhen-
ti. Sekalipun Moab telah menjadi naungannya serta mencukupi
kebutuhannya pada masa kekurangan, ia tidak bermaksud men-
jadikannya tempat peristirahatan selamanya. Tidak ada tempat lain
yang akan menjadi perhentiannya selain tanah kudus, tempat
Kemah Suci Allah berada, yang tentangnya Allah berfirman, “Inilah
tempat perhentianku selama-lamanya.” Cermatilah bahwa,
1. Pada akhirnya, Allah kembali berbelaskasihan kepada umat-
Nya. Meskipun Ia berbantah untuk waktu yang lama, tidak
untuk seterusnya Ia bersikap keras. Sama seperti peng-
hakiman dalam bentuk penindasan yang menyebabkan umat
Israel mengerang pada masa hakim-hakim akhirnya berlalu
saat Allah membangkitkan seorang penyelamat, demikianlah
penghakiman dalam bentuk kelaparan ini selesai juga. Pada
akhirnya, Allah dengan penuh kemurahan memperhatikan
umat-Nya dan memberikan makanan kepada mereka. Anuge-
rah Allah berlimpah, dan belas kasihan-Nya itulah yang mem-
pertahankan jiwa kami di dalam hidup, yakni dengan memberi-
kan makanan, bahan pokok penghidupan. Memang, kemurah-
an ini lebih terasa sesudah masa kelaparan. Akan namun , jika
selama ini kita telah senantiasa menikmatinya tanpa pernah
merasakan kelaparan, kita tidak boleh memandang rendah
berkat ini.
2. Dalam rasa tanggung jawab kepada bangsanya, Naomi pun
pulang. Sudah sering ia bertanya-tanya tentang keadaan mere-
ka, ada panen apa, dan bagaimana kegiatan perniagaan, namun
kabar yang datang selalu mengecewakan. Akan namun , seperti
bujang Elia yang tujuh kali memeriksa tanda akan datangnya
hujan dan hasilnya nihil, pada akhirnya ia melihat segumpal
awan kecil sebesar telapak tangan, yang dalam waktu singkat
menyebar menutupi langit. Begitulah Naomi akhirnya men-
dengar kabar baik tentang kelimpahan di Betlehem, dan tidak
ada lagi yang ia pikirkan selain kembali ke sana. Sanak
keluarganya yang baru di Moab tidak dapat membuat dia lupa
akan hubungannya dengan tanah Israel. Camkanlah, meski
untuk alasan tertentu kita harus tinggal di tempat yang buruk,
namun saat alasan tersebut sudah berlalu, kita tidak boleh
terus tinggal di sana. Dipisahkan secara paksa dari ketetapan-
ketetapan Allah dan dipersatukan secara paksa dengan orang-
orang fasik merupakan kesengsaraan besar. Namun, saat
paksaan tersebut berhenti, dan kita memilih untuk tetap ada
dalam keadaan itu, maka kita berbuat dosa besar. Tampak-
nya, Naomi mulai berpikir untuk pulang tidak lama sesudah
kematian anak-anaknya, sebab
(1) Ia memandang kesengsaraan tersebut sebagai hukuman
atas keluarganya sebab berlama-lama tinggal di Moab.
Mendengar ini sebagai suara pukulan tongkat dan suara
Dia yang menetapkannya, ia pun taat dan pulang. Kalau
saja ia kembali sesudah kematian sang suami, mungkin
kedua anaknya akan selamat. Akan namun , saat Allah
menghakimi, Ia akan menang. Jika satu kesusahan tidak
menyadarkan kita akan dosa dan tanggung jawab, maka
Allah akan mendatangkan kesusahan lain. Sewaktu kema-
tian menimpa sebuah keluarga, hal itu seharusnya dipakai
untuk memperbaiki apa yang keliru dalam keluarga terse-
but. saat sanak kerabat diambil dari kita, maka kita
harus bertanya apakah dalam satu dan lain hal kita telah
lalai dari tanggung jawab, lalu kembali melakukannya. Ke-
tika Allah menyebabkan seorang anak mati, Ia mengingat-
kan kesalahan kita, 1 Raja-raja 17:18. Tujuan Allah merin-
tangi jalan kita dengan duri ialahsupaya kita berkata,
“Kami akan pulang kembali kepada suami kami yang per-
tama,” seperti Naomi kembali ke negerinya (Hos. 2:6).
(2) Negeri Moab kini menjadi tempat yang menyedihkan bagi
Naomi. Tidak menyenangkan baginya untuk menghirup
udara di tempat kematian suami dan kedua anaknya, atau-
pun menginjak tanah tempat mereka terbaring dalam ku-
bur tanpa dapat dilihatnya, namun masih ada dalam benak-
nya. Jadi, dia akan kembali ke Kanaan. Demikianlah Allah
mengambil penghiburan dan pelipur lara di tempat persing-
gahan kita yang sementara ini, sebab kita terlalu berpaut
padanya,supaya kita lebih mengingat akan rumah kita di
dunia yang lain. Dengan begitu, dengan iman dan pengha-
rapan, kita dapat bergegas menuju ke sana. Bumi mema-
hitkan kita, agar sorga dirindukan.
II. Kasih sayang para menantu kepada Naomi, terutama salah satu
dari mereka, dan balasan kemurahan hatinya yang melimpah
kepada mereka yang begitu mengasihi dia.
1. Rut dan Orpa begitu baik mau menemani Naomi dalam per-
jalanannya kembali ke Yehuda, setidaknya sampai setengah
jalan. Kedua menantunya itu tidak bermaksud membujuk dia
untuk tetap tinggal di Moab. Malah, jika ia memang telah me-
mutuskan untuk kembali ke tanah Yehuda, mereka akan me-
lepasnya pergi dengan segala keramahtamahan dan rasa
hormat yang dapat mereka berikan. Dan inilah salah satu tin-
dakan mereka, keduanya menyertainya dalam perjalanan, seti-
daknya hingga batas terluar negeri mereka. Keduanya mem-
bawakan barang-barangnya sepanjang perjalanan yang mere-
ka tempuh, sebab tidak tampak adanya hamba yang melayani
dia (ay. 7). Melalui hal ini, kita melihat dua hal. Pertama,
Naomi, sebagai orang Israel, telah berbuat begitu baik dan me-
ngasihi kedua menantunya itu hingga ia mendapatkan kasih
sayang mereka. Dalam hal ini, ia merupakan teladan bagi
semua ibu mertua. Kedua, Orpa dan Rut sangat tersentuh
dengan kebaikan hati Naomi, sehingga rela membalas budinya
sampai sejauh itu. Hal tersebut menandakan bahwa Naomi
dan menantunya itu selama ini tinggal bersama dengan rukun
meski orang yang menjadikan mereka berkerabat telah mati.
Walaupun Orpa dan Rut tetap mengasihi para allah Moab (ay.
15), sementara Naomi tetap se