ghunuskan pedang. Namun Majza’ah
tidak dapat menangkapnya sebab gelombang gerak yang ditimbulkan oleh
para pasukan yang sedang bertempur membuat Majza’ah kehilangan
pandangan. lalu Majza’ah sekali lagi melihat Hurmuzan, lalu ia
segera datang ke arahnya…
Lalu Majza’ah dan Hurmuzan saling menyerang dengan pedang yang
mereka bawa. Masing-masing mengibaskan pedang mereka dengan
ganasnya. Namun pedang Majza’ah tidak mengenai sasaran, dan
sebaliknya Hurmuzan berhasil mengarahkan pedangnya.
Maka tersungkurlah patriot muslim yang berani di tengah medan laga.
Hatinya tenang dengan janji Allah yang telah ia raih.
Pasukan muslimin masih saja meneruskan peperangan, sehingga Allah
Swt memberikan kemenangan kepada mereka. Akhirnya, Hurmuzan
menjadi tawanan kaum muslimin.
Pasukan muslimin kembali ke Madinah Al Munawarah dengan
membawa kabar gembira penaklukan Persia kepada Umar bin Khattab.
Mereka menggiring Hurmuzan yang mengenakan mahkota berhiaskan
berlian, dan dipundaknya terdapat selendang sutra yang dijahit dengan
benang emas. Mereka menggiringnya untuk dibawa menghadap kepada
khalifah.
Meski demikian, mereka membawa kabar duka yang mendalam kepada
khalifah tentang pejuang mereka yang gagah berani bernama Majza’ah bin
Tsaur.
Usaid bin Al Hudhair
“Malaikat-Malaikat Itu Semuanya Mendengarkanmu, Ya Usaid!”
(Muhammad Rasulullah)
Seorang pemuda berasal dari Mekkah bernama Mus’ab bin Umair
datang ke Yatsrib pada awal utusan pembawa kabar gembira yang dikenal
oleh sejarah Islam.
Ia lalu menginap di rumah As’ad bin Zurarah50 yang merupakan salah
seorang pembesar suku Khajraj. Di rumah Zurarah, Mus’ab membuat
kamar untuk dirinya sendiri dan dijadikan markas untuk menyebarkan
agama Allah dan mengabarkan akan adanya Nabi Allah yang bernama
Muhammad Saw.
Maka para pemuda Yatsrib berdatangan untuk mendengarkan seruan
da’I muda yang bernama Mus’ab bin Umair dengan begitu antusias.
Mereka semua tertarik dengan tenangnya pembicaraan, alasan-alasan
yang jelas, sikap yang berwibawa dan cahaya iman yang terpancar dari
wajah tampan Mus’ab bin Umair.
Hal yang paling membuat mereka tertarik atas itu semua yaitu Al
Qur’an yang ia bacakan kepada mereka dari waktu ke waktu. Ia
membacakannya dengan suara yang merdu, dan intonasi yang memukau.
Sehingga hati yang keras menjadi lembut, dan meneteslah air mata dari
bola mata mereka. Majlis Mus’ab bin Umair senantiasa dipenuhi orang
yang masuk Islam dan akhirnya menyatakan keimanan mereka.
Suatu hari, As’ad bin Zurarah pergi bersama tamunya, yaitu sang da’I
Mus’ab bin Umair. Mereka berangkat untuk menemui sebuah jama’ah dari
Bani Abdul Asyhal dan menawarkan kepada mereka ajaran agama Islam.
Keduanya lalu melalui sebuah taman milik Bani Abdul Asyhal, lalu
mereka berdua duduk di tepian mata air yang begitu jernih di bawah
bayangan pohon kurma.
Lalu datanglah jama’ah dari Bani Abdul Asyhal tadi yang telah masuk
Islam dan sebagian yang hanya ingin mendengarkan penuturannya. Maka
mulailah Mus’ab berdakwah dan memberikan kabar gembira. Semuanya
50
As’ad bin Zurarah Al Najjary Al Anshary: yaitu seorang pemberani dan pemuka suku pada
masa jahiliyah dan Islam. Ia pernah mendatangi Rasulullah Saw di Mekkah bersama Dzakwan bin Abdu
Qais yang menyatakan memeluk Islam dan kembali lagi ke Madinah. Ia termasuk orang
Madinahpertama yang masuk Islam; Ia meninggal sebelum perang Badr dan dimakamkan di Baqi.
mendengarkan penuturan Mus’ab, dan mereka pun mulai terkesima
dengan pembicaraannya.
Lalu datanglah seseorang menceritakan kepada Usaid bin Al Hudhair
dan Sa’d bin Muadz51 -dan keduanya yaitu pemuka suku Aus52- bahwa
seorang da’I berasal dari Mekkah telah sampai dekat kampung mereka, dan
orang yang telah mendukungnya yaitu As’ad bin Zurarah.
Maka Sa’d bin Usaid bin Al Hudhair berkata: “Ya Usaid, Temuilah
pemuda yang berasal dari Mekkah ini yang datang ke kampung kita untuk
membujuk kaum lemah dan menjelekkan tuhan-tuhan kita. Halangilah dia
dan berilah peringatan kepadanya agar tidak masuk ke kampung kita
sesudah ini!”
Ia pun menambahkan: “Kalau saja ia bukanlah tamu sepepuku, As’ad
bin Zurarah, dan kalau saja ia tidak melindunginya pasti sudah aku
bereskan dia!”
Usaid lalu membawa alat perangnya dan ia berangkat menuju
perkebunan. Begitu As’ad bin Zurarah melihatnya sedang datang menuju
ke arah mereka, maka As’ad berkata kepada Mus’ab: “Celaka engkau ya
Mus’ab! Inilah pemuka suku mereka. Ia yaitu orang yang paling pintar di
antara mereka dan merupakan orang yang paling sempurna. Dialah Usaid
bin Al Hudhair!
Jika ia Islam, maka akan banyak orang yang turut masuk Islam. Maka
kisahkanlah tentang Allah dengan benar kepadanya dan berilah pemaparan
yang sebaik mungkin untuknya!”
Usaid bin Al Hudhair berhenti di dekat kerumunan.Ia melihat ke arah
Mus’ab dan sahabatnya sambil berkata: “Apa yang membuat kalian datang
ke kampung kami lalu membujuk orang-orang lemah kami?! Jauhilah
kampung ini jika kalian masih ingin hidup!”
Lalu Mus’ab bin Umair menoleh ke arah Usaid dengan wajah
memancarkan cahaya iman, ia berbicara kepada Usaid dengan intonasi
51
Sa’d bin Muadz bin An Nu’man bin Umru’ul Qais Al Ausy Al Anshary yaitu seorang sahabat
yang pejuang. Dialah yang menjadi pembawa panji kaumnya saat perang Badr. Ia juga turut serta
dalam perang Uhud dan ia termasuk orang yang teguh berjuang dalam peristiwa ini . Ia tewas
dengan banyak luka pada peristiwa Khandaq.
52
Aus yaitu sebuah kabilah berasal dari Yaman. Kabilah ini pindah ke Madinah bersama
dengan sebuah kabilah saudaranya yang bernama Khajraj sesudah runtuhnya Sadd Ma’rab. lalu
kedua kabilah ini menetap di Madinah.
yang memukau: “Wahai pemimpin kaum, apakah engkau mau
mendapatkan kebaikan?” Usaid bertanya: “Apa itu?” Mus’ab menjawab:
“Duduklah bersama kami dan dengarkan pembicaraan kami. Jika engkau
senang akan apa yang kami katakan, maka terimalah! Jika engkau tidak
menyukainya, maka kami akan pergi dan tidak akan kembali.”
Usaid lalu berkata: “Engkau adil kalau begitu!” ia pun lalu menaruh
tombaknya di tanah lalu duduk.
Maka Mus’ab menjelaskan kepadanya tentang hakikat Islam. Ia juga
membacakan untuknya beberapa ayat Al Qur’an. Maka nampaklah roman
kebahagiaan di wajahnya. Ia pun berkata: “Betapa indah kalimat yang telah
engkau ucapkan. Betapa agung ayat yang telah kau bacakan!!! Apa yang
kalian perbuat jika hendak masuk ke dalam Islam?!”
Mus’ab lalu menjawab: “Mandilah dan bersihkan pakaianmu, dan
bersaksilah bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad yaitu
utusan Allah. Lalu lakukanlah shalat dua raka’at!”
Lalu Usaid pergi ke sumur dan bersuci dengan airnya. lalu ia
bersyahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad
yaitu hamba-Nya dan utusan-Nya, lalu ia pun melakukan shalat
dua raka’at.
Maka pada hari itu telah masuk ke dalam Islam seorang pejuang bangsa
Arab yang terkenal dan seorang pemuka bangsa Aus.
Kaumnya memanggil dia dengan Al Kamil (yang sempurna) sebab
akalnya yang cerdas dan kemulyaan keturunannya. Sebab ia memiliki
pedang dan pena, selain ia yaitu seorang patriot yang tepat melemparkan
tombaknya, ia juga yaitu seorang yang dapat baca-tulis dalam sebuah
kaum yang sedikit sekali yang bisa baca-tulis.
Islamnya Usaid menjadi penyebab Islamnya Sa’d bin Muadz. Dan
keislaman mereka berdua menjadi penyebab islamnya banyak orang yang
berasal dari suku Aus. sebab nya Madinah menjadi tempat yang dipilih
Rasul Saw untuk berhijrah, tempat berlindung dan ibu kota bagi daulah
Islamiyah yang besar.
Usaid bin Al Hudhair begitu mencintai Al Qur’an –sejak ia
mendengarnya dari Mus’ab bin Umair-. Ia selalu datang kepada Al Qur’an
seperti seekor rusa yang haus datang ke tempat air yang jernih di tengah
teriknya hari. Ia menjadikan Al Qu’ran sebagai kesibukannya yang baru.
Sejak saat itu ia hanya menjadi seorang mujahid yang berperang di
jalan Allah, atau seorang yang melakukan iktikaf sambil membaca
Kitabullah.
Dia yaitu orang yang memiliki suara merdu, pembicaraannya jelas,
senang untuk membacanya. Ia semakin senang membaca Al Qur’an jika
hari sudah semakin larut, dimana para mata manusia sudah terpejam, dan
jiwa mereka telah terbang di bawa mimpi.
Para sahabat Rasul selalu menanti Usaid membaca Al Qur’an dan
berlomba-lomba untuk mendengarkannya.
Sa’d termasuk orang yang sering mendengarkan bacaan Al Qur’an
Usaid yang begitu merdu seperti baru saja turun kepada Muhammad Saw.
Penduduk langit menyukai bacaan Usaid, sebagaimana penduduk bumi
menyukainya.
Pada suatu malam, saat itu Usaid sedang duduk di teras belakang
rumahnya. Anaknya yang bernama Yahya sedang tidur di sampingnya.
Kudanya yang ia siapkan untuk berjihad di jalan Allah sedang terikat
dengan jarak yang tidak jauh darinya.
Malam begitu tenang dan langit begitu bersih. Cahaya bintang
menyapa bumi dengan begitu tenang dan lembut.
Jiwa Usaid bin Al Hudhair lalu berbisik untuk mengharumi udara yang
segar ini dengan bacaan Al Qur’an. Maka ia membacakan dengan suaranya
yang merdu:
“Alif laam miim. Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman
kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, Dan mereka
yang beriman kepada Kitab (al-Qur'an) yang telah diturunkan
kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta
mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS. al-Baqarah [2]
: 1-4)
Begitu kudanya mendengarkan bacaan Usaid, kuda ini langsung
berputar-putar dan hampir membuat tali kekangnya putus. Maka Usaid
berhenti membaca dan kudanya langsung diam.
lalu ia membaca lagi:
“Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan-nya,dan
merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Baqarah [2] : 5)
Maka kudanya, sekali lagi berputar dengan begitu kuatnya. Lebih kuat
dari sebelumnya.
lalu Usaid menghentikan bacaannya dan kudanya pun berhenti
berputar.
Hal itu terus berulang. Jika Usaid membaca lagi, maka si kuda akan
berontak dan lari berputar. Jika Usaid menghentikan bacaannya, maka
kuda itu akan tenang dan diam.
Lalu Usaid khawatir akan anaknya dari pijakan sang kuda. lalu ia
menghampiri sang anak untuk membangunkannya. Pada saat itulah, ia
menoleh ke arah langit. Ia melihat awan yang seperti payung yang tidak
pernah terlihat oleh mata hal yang lebih hebat dan mengagumkan dari hal
itu. Di awan ini tergantung benda-benda seperti lampu. Maka seluruh
langit menjadi terang benderang. Benda-benda itu terus naik ke langit
sehingga tak terlihat lagi.
Keesokan paginya, ia menghadap Nabi Saw dan menceritakan apa yang
telah ia lihat semalam. Nabi Saw lalu bersabda kepadanya: “Itu yaitu para
malaikat yang mendengarkan bacaanmu, Ya Usaid! Jika engkau teruskan
bacaanmu, pasti manusia melihat mereka sehingga tidak samar lagi bagi
manusia untuk melihat malaikat!”53
Sebagaimana Usaid bin Al Hudhair begitu cinta kepada Kitabullah, ia
juga amat mencintai Rasulullah Saw. Rasul –sebagaimana penuturan Usaid-
yaitu manusia yang paling suci, dan merupakan manusia yang paling
jujur dan beriman saat membaca Al Qur’an atau tatkala mendengarkannya.
Dan tatkala Usaid memandang Rasulullah yang sedang berkhutbah atau
berbicara.
Usaid seringkali berharap tubuhnya dapat menyentuh tubuh Rasul Saw
lalu menciumnya.
Suatu kali, hal itu pernah terjadi padanya.
Suatu hari Usaid sedang berkelakar dengan kaumnya. Lalu Rasulullah
Saw menyentuh pinggul Usaid dengan tangan Beliau, seolah Rasul
menyukai apa yang dikatakan Usaid.
Lalu Usaid berkata: “Engkau telah menyakitiku, ya Rasulullah!” Rasul
Saw lalu menjawab: “Mintalah balas dariku, ya Usaid!” Usaid lalu berkata:
“Engkau memakai baju dan aku tidak memakai baju saat Engkau
mencolekku.”
Lalu Rasulullah Saw mengangkat baju dari tubuhnya. Lalu Usaid
merangkul tubuh Rasul dan menciumi bagian di antara ketiak hingga
53
Kisah ini terdapat dalam kitab Bukhari dan Muslim
pinggul Rasul dan ia berkata: “Demi ibu dan bapakku, ya Rasulullah. Ini
yaitu tujuan yang selalu aku impikan sejak aku mengenalmu. Kali ini, aku
telah mendapatkannya.
Rasul Saw membalas cinta Usaid kepada Beliau dengan kecintaan yang
setimpal. Beliau selalu mengenang masuknya Usaid ke dalam Islam dan
pembelaan Usaid kepada Beliau pada peristiwa Uhud sehingga ia rela
terkena 7 tombakan yang mematikan pada hari itu. Rasul Saw juga
mengetahui pengaruh dan posisi Usaid di kaumnya. Jika Rasul hendak
memberik syafaat kepada salah seorang anggota kaumnya, maka Rasul
akan memberikan izin syafaat ini kepadanya…
Usaid mengisahkan: “Aku datang menghadap Rasulullah Saw dan aku
adukan kepadanya tentang sebuah rumah yang dihuni oleh anggota kaum
Anshar yang amat fakir dan miskin. Kepala keluarga rumah ini yaitu
seorang wanita. Lalu Rasulullah Saw bersabda: “Ya Usaid, Engkau datang
sesudah kami menginfaqkan semua yang kami miliki. Jika kau mendengar
rizqi yang kami dapat, maka ceritakanlah olehmu tentang penghuni rumah
tadi!”
sesudah itu, Rasulullah mendapatkan harta dari perang Khaibar yang ia
bagikan kepada kaum muslimin seluruhnya. Beliau membagikan harta
ini kepada kaum Anshar dengan harta yang banyak. Dan Beliau juga
memberikan harta yang banyak kepada penghuni rumah tadi. Aku pun
berkata kepada Beliau: “Semoga Allah membalas kebaikanmu kepada
mereka, wahai Nabi Allah!”
Rasul Saw menjawab: “Kalian wahai penduduk Anshar, semoga Allah
membalas kalian dengan sebaik-baik balasan. Sebab kalian –sepanjang
pengetahuanku- yaitu kaum yang menjaga kehormatan diri dan bersabar.
Kalian akan mendapati manusia akan mengikuti kalian dalam melakukan
kebaikan sesudah aku mati. Bersabarlah kalian, hingga kalian bertemu
denganku lagi. Tempat kalian kembali yaitu telagaku!”54
Usaid bertutur: “Saat kekhalifahan berpindah ke tangan Umar bin
Khattab ra, ia membagikan kepada seluruh kaum muslimin harta dan
barang-barang. Ia juga mengirimkan kepadaku sebuah pakaian yang aku
anggap hina.
Saat aku sedang berada di mesjid, lalu melintas dihadapanku seorang
pemuda dari Quraisy yang menggunakan pakaian panjang dan besar yang
pernah dikirimkan oleh khalifah Umar kepadaku. Ia memanjangkan
pakaian itu hingga menyentuh bumi. Maka aku bacakan kepada orang
yang ada bersamaku saat itu sabda Rasulullah Saw: “Kalian akan mendapati
manusia akan mengikuti kalian dalam melakukan kebaikan sesudah aku
mati.” Dan aku mengatakan: “Benar, sabda Rasulullah!”
54
Lihat rujukan kisah ini dalam shahih Al Bukhari dan Muslim
Maka ada orang yang menghadap Umar dan memberitahukannya apa
yang telah aku katakan. Umar langsung menemuiku segera, dan saat itu
aku hendak shalat. Ia berkata: “Shalatlah, ya Usaid!”
Begitu aku usai melakukan shalat, ia mendatangiku dan berkata: “Apa
yang telah kau katakan?” Akupun mengatakan apa yang aku lihat dan apa
yang telah aku katakan.
Umar berkata: “Semoga Allah memaafkanmu. Itu yaitu pakaian yang
aku kirimkan kepada fulan. Dia yaitu seorang anggota suku Anshar yang
turut dalam bai’at Aqabah, perang Badr dan Uhud. Seorang pemuda
Quraisy telah membelinya dari orang Anshar tadi lalu dipakainyalah….
Apakah kau mengira ucapan yang pernah disabdakan Rasulullah Saw ini
terjadi di zamanku?!!”
Usaid menjawab: “Demi Allah, ya Amirul Mukminin tadinya aku tidak
mengira bahwa ini bakal terjadi di zamanmu.”
sesudah itu, usia Usaid bin Al Hudhair tak tersisa lama. Allah telah
mengakhiri hidupnya pada masa pemerintahan Umar ra.
Didapati bahwa ia masih berhutang sebanyak 4000 dirham. Ahli
warisnya berniat menjual tanah miliknya untuk membayar hutang
ini .
Saat Umar mengetahui hal itu, ia berkata: “Aku tidak akan membiarkan
keturunan saudaraku Usaid menjadi beban masyarakat!” lalu Umar
bernegosiasi dengan orang yang memberinya hutan. Mereka semua sepakat
untuk membeli hasil bumi tanah ini selama empat tahun, setiap
tahunnya seharga seribu dirham.
Abdullah bin Abbad
Tinta Ummat Muhammad
“Dia yaitu Pemuda Pemilik Lisan yang Senantiasa Bertanya dan Hati
yang Berakal”(Umar bin Khattab)
Dia adlaah tokoh sahabat ternama yang memiliki kemulyaan dari
dirinya. Ia tidak pernah ketinggalan untuk mendapatkan kemulyaan:
Pada dirinya telah terkumpul kemulyaan menjadi seorang sahabat
Rasul, meski ia lahir terlambat namun ia mendapatkan kemuliaan menjadi
salah seorang sahabat Nabi Saw.
Ia juga mendapatkan kemuliaan sebab masih ada hubungan kerabat
dengan Rasulullah Saw. Dia yaitu sepupu Rasulullah Saw. Ia juga
mendapatkan kemuliaan atas ilmunya, sebab ia yaitu tinta55 ummat
Muhammad, dan lautan ilmu ummat Muhammad Saw.
Ia juga mendapatkan kemuliaan atas ketaqwaan yang dimilikinya. Ia
yaitu orang yang senantiasa puasa di siang hari dan melakukan qiyam
pada malam hari. Sering beristighfar pada waktu sahur, menangis sebab
takut kepada Allah Swt sehingga air mata membasahi kedua pipinya.
Dialah Abdullah bin Abbas sebagai seorang rabbani56 ummat
Muhammad. Dia yaitu orang yang paling mengerti tentang Kitabullah di
antara ummat Muhammad. Dia yaitu orang yang paling paham tentang
takwil Al Qur’an, paling mampu menyelaminya dan memahami tujuan dan
rahasia Al Qur’an.
Ibnu Abbas dilahirkan 3 tahun sebelum hijrah. Saat Rasulullah Saw
wafat, dia baru berusia 13 tahun. Meski demikian ia telah mampu
menghapalkan 1660 hadits dari Nabi Saw yang dituliskan oleh Bukhari dan
Muslim dalam kitab shahih mereka berdua.
55
Maksudnya yaitu seorang yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas.
56
Robbani yaitu orang yang memiliki ilmu sekaligus bermakrifat kepada Allah Swt
Begitu ibunya melahirkan Abdullah, ia membawanya menghadap
Rasulullah Saw untuk ditahniq57 dengan ludah Beliau. Maka hal yang
pertama kali masuk ke dalam perut Ibnu Abbas yaitu air liur Rasul Saw
yang suci dan penuh berkah. Beserta dengan air liur ini , masuk juga
ke dalam lambungnya ketaqwaan dan hikmah.
⎯tΒ uρ |N÷σムsπ yϑ ò6Ås ø9$# ô‰s)sù u’ ÎAρé& #Zöyz #ZÏWŸ2 3
“Siapa yang diberi hikmah, maka ia telah diberi kebaikan yang
banyak.” (QS. al-Baqarah [2] : 269)
Begitu pemuda berbangsa Hasyimi tumbuh dewasa dan menginjak usia
tamyiz58, ia selalu mendampingi Rasulullah Saw seperti layaknya seorang
saudara.
Ibnu Abbas menyiapkan air jika Rasulullah Saw hendak berwudhu. Ia
melakukan shalat di belakang Rasulullah. Setiap kali Rasulullah Saw
bepergian, Ibnu Abbas selalu berada di belakang Rasul dalam kendaraan
yang sama.
Sehingga ia bagaikan bayangan yang selalu mengikuti Rasul apabila
Beliau berjalan. Ia selalu berada di sekeliling Rasul, dimana saja Beliau
berada.
Dalam semua kondisi tadi, Ibnu Abbas selalu membawa hati yang
hidup, pikiran yang jernih dan menghapalkan apa saja sehingga ia dapat
mengalahkan semua alat rekam yang dikenal pada zaman modern ini.
Ia bercerita tentang dirinya:
“Suatu saat Rasulullah Saw hendak berwudhu. Lalu aku segera
menyiapkan air untuk Beliau sehingga Beliau senang dengan apa yang aku
lakukan.
Tatkala Beliau hendak melakukan shalat, Beliau memberikan isyarat
kepadaku supaya aku berdiri di sampingnya, dan aku pun berdiri di
belakang Beliau.
Begitu shalat usai, Beliau menoleh ke arahku dan bersabda: “Mengapa
engkau tidak berdiri di sampingku, ya Abdullah?” Aku menjawab: “Engkau
yaitu manusia terhormat dalam pandanganku dan aku tidak pantas
berdiri di sampingmu.”
57
Memijat tenggorokan bayi dengan ludah beliau sebelum bayi ini menyusu.
58
Usia 7 tahun, dan ada pendapat yang mengatakan berbeda
lalu Beliau mengangkat kedua tangannya ke arah langit seraya
berdo’a: “Ya Allah, berikanlah kepadanya hikmah!”59
Allah telah mengabulkan do’a Nabi-Nya Saw sehingga Allah
memberikan pemuda Al Hasyimi ini sebagian hikmah yang mengalahkan
kehebatan para ahli hikmah terbesar.
Tidak dipungkiri bahwa Anda ingin mengetahui sebuah kisah hikmah
milik Abdullah bin Abbas. Inilah sebagian kisahnya dan Anda akan
mendapati apa yang Anda cari:
Tatkala sebagian pendukung Ali meninggalkannya, dan menyalahkan
Ali dalam konflik yang terjadi antara dia dan Muawiyah ra. Abdullah bin
Abbas berkata kepada Ali ra: “Izinkan aku, wahai Amirul Mukminin untuk
mendatangi kaummu dan berbicara kepada mereka!” Ali menjawab: “Aku
khawatir terhadap keselamatanmu dari kejahatan mereka.” Ibnu Abbas
menjawab: “Insya Allah, tidak.”
lalu Ibnu Abbas mendatangi mereka dan ia belum pernah melihat
kaum yang lebih giat beribadah dibandingkan mereka.
Mereka berkata: “Selamat datang kepadamu, ya Ibnu Abbas! Ada apa
engkau datang ke sini?!”
Ia menjawab: “Aku datang untuk berbicara kepada kalian.”
Sebagian mereka berseru: “Jangan kalian berbicara dengannya!”
Sebagian lain dari mereka berkata: “Katakanlah, kami akan
mendengarkannya darimu!”
Ibnu Abbas berkata: “Ceritakanlah kepadaku ap yang kalian tidak sukai
dari sepupu Rasulullah, dan suami dari putri Beliau serta orang yang
pertama kali beriman kepada Beliau?!” Mereka menjawab: “Kami tidak
menyukai tiga perkara dari dirinya!” Ibnu Abbas bertanya: “Apa saja?”
Mereka menjawab: “Pertama: ia telah mengangkat orang untuk
memberikan keputusan dalam agama Allah60. Kedua: ia telah berperang
melawan Aisyah dan Mu’awiyah, dan tidak mengambil ghanimah serta
budak. Ketiga: Ia menghapuskan gelar Amirul Mukminin dari dirinya
padahal kaum muslimin telah berbaiat kepadanya dan menjadikan dirinya
sebagai amir mereka.”
Ibnu Abbas menjawab: “Bagaimana pendapat kalian kalau aku
membacakan kepada kalian beberapa ayat dari Kitabullah dan hadits dari
Rasulullah yang kalian tidak pungkiri kebenarannya. Apakah kalian akan
menarik ucapan kalian ini?” Mereka menjawab: “Baiklah!” Ibnu Abbas
59
Sumber kisah ini terdapat dalam Bukhari, Muslim dan Musnad Imam Ahmad bin Hanbal
60
Maksudnya yaitu Ali menerima keputusan antara dirinya dengan Muawiyah yang dilakukan
oleh Abu Musa Al Asy’ari dan Amr bin Ash
berkata: “Perkataan kalian bahwa ia telah mengangkat orang untuk
memberikan keputusan dalam agama Allah. Maka Allah Swt berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh
binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa diantara
kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah
mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang
dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu.”
(QS. al-Maidah [5] : 95)
Aku bersumpah kepada Allah dihadapan kalian, apakah keputusan
orang dalam menjaga darah dan jiwa mereka serta menjaga hubungan baik
di antara mereka lebih baik dari keputusan mereka atas kelinci yang haya
seharga 4 dirham saja?”
Mereka menjawab: “Yang lebih baik yaitu keputusan mereka dalam
menjaga tumpahnya darah kaum muslimin dan menjaga hubungan baik
diantara mereka.”
Ibnu Abbas bertanya: “Apakah kita sudah sepakat dalam masalah ini?”
Mereka menjawab: “Ya, kita sepakat!”
Ibnu Abbas berkata: “Adapun ucapan kalian: bahwa Ali melakukan
perang namun tidak menjadikan Aisyah sebagai budaknya sebagaimana
Rasul Saw selalu menangkap wanita milik musuh sebagai budak. Apakah
kalian menginginkan untuk menjadikan ibu kalian ‘Aisyah menjadi budak
kalian yang dapat kalian pergauli sebagaimana layaknya budak wanita?!
Jika kalian mengatakan ‘ya’ maka kalian telah kafir. Jika kalian mengatakan
bahwa ia bukanlah ibu kalian, maka kalian juga telah kafir. Allah Swt
berfirman:
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari
diri mereka sendiri dan isteri-isterinya yaitu ibu-ibu mereka.” (QS.
al-Ahzab [33] : 6)
Pilihlah mana yang kalian sukai bagi diri kalian.”
lalu Ibnu Abbas bertanya: “Apakah kita sepakat mengenai hal
ini?” Mereka menjawab: “Ya, kami sepakat!”
Ibnu Abbas berkata lagi: “Sedangkan perkataan kalian yang
mengatakan bahwa Ali telah menghapuskan gelar Amirul Mukminin, itu
disebabkan sebab Rasulullah Saw saat Beliau meminta kepada kaum
musyrikin pada perjanjian Hudaibiyah untuk menuliskan dalam perjanjian
damai yang Beliau adakan bersama mereka “Inilah yang diputuskan oleh
Muhammad Rasulullah” Mereka berkata: ‘Kalau kami beriman bahwa
engkau yaitu Rasulullah, maka kami tidak akan menghalangimu untuk
datang ke Baitullah dan kami tidak akan memerangimu, akan tetapi
tuliskanlah ‘Muhammad bin Abdullah.’ Maka saat mereka berkata
demikian Rasul bersabda: “Demi Allah, saya yaitu Rasulullah meski kalian
mendustaiku.”
Ibnu Abbas bertanya: “Apakah kita sepakat dalam masalah ini?”
Mereka menjawab: “Ya, kami sepakat!”
Maka hasil dari pertemuan itu, dan hasil dari hikmah yang begitu
mendalam yang ditampilkan Ibnu Abbas telah membuat 20 ribu orang
kembali bergabung dengan pasukan Ali, dan masih ada 4 ribu lagi orang
yang berkeras untuk memusuhi Ali dan berpaling dari kebenaran.
Pemuda bernama Abdullah bin Abbas ini telah menempuh semua jalan
untuk mendapatkan ilmu, dan mengeluarkan segala kemampuannya untuk
meraihnya.
Ia telah meminum air wahyu dari Rasulullah Saw selagi Beliau hidup.
Begitu Rasulullah Saw kembali ke pangkuan Tuhannya, maka Ibnu Abbas
belajar langsung dengan para ulama sahabat.
Ia bercerita tentang dirinya: “Jika aku mendengar ada sebuah hadits
yang dimiliki oleh salah seorang sahabat Nabi Saw, maka aku akan
mendatangi pintu rumahnya pada waktu qailulah61 dan aku akan
membentangkan selendangku digerbang rumahnya. Maka debu pun
beterbangan di atas tubuhku. Kalau aku ingin meminta izin agar
diperbolehkan masuk, pasti ia akan mengizinkanku…
Akan tetapi, aku melakukan hal itu sebagai penghormatan terhadap
dirinya. Jika ia keluar dari rumahnya dan melihatku dalam kondisi
demikian, ia akan berkata: “Wahai sepupu Rasulullah, apa yang
membuatmu datang ke sini?! Apakah engkau tidak berkirim surat saja
sehingga aku datang kepadamu?”
Maka aku menjawab: “Aku yang lebih pantas untuk datang kepadamu.
Ilmu itu didatangi bukan datang sendiri.” lalu aku menanyakan
kepadanya tentang hadits Rasulullah Saw.
Sebagaimana Ibnu Abbas menghinakan dirinya saat menuntut ilmi, ia
juga memulyakan derajat ulama.
61
Waktu tidur di siang hari
Inilah Zaid bin Tsabit sang penulis wahyu dan pemuka Madinah dalam
urusan qadha, fiqih, qira’at dan al faraidh62 yang saat itu hendak
menunggangi kendaraannya, lalu berdirilah pemuda Al Hasyimi bernama
Abdullah bin Abbas dihadapannya seperti berdirinya seorang budak
dihadapan tuannya. Ia memegang kendali tunggangan tuannya.
Zaid berkata kepada Ibnu Abbas: “Tidak usah kau lakukan itu, wahai
sepupu Rasulullah!” Ibnu Abbas menjawab: “Inilah yang diajarkan kepada
kami untuk bersikap kepada para ulama!” Zaid lalu berkata: “Perlihatkan
tanganmu kepadaku!”
Ibnu Abbas lalu menjulurkan tangannya. Lalu Zaid mendekati tangan
ini dan menciuminya seraya berkata: “Demikianlah, kami
diperintahkan untuk bersikap kepada ahlu bait Nabi kami.”
Ibnu Abbas telah menempuh perjalanan dalam menuntut ilmu yang
dapat membuat unta jantan tercengang…
Masruq bin Al Ajda’ salah seorang tabi’in ternama berkata tentang diri
Ibnu Abbas: “Jika aku melihat Ibnu Abbas, menurutku dia yaitu manusia
yang paling tampan. Jika ia berkata, maka menurutku ia yaitu orang yang
paling fasih. Jika ia berbicara, menurutku ia yaitu orang yang paling
alim.”
Begitu Ibnu Abbas merasa puas dengan obsesi yang dikejarnya sebagai
penuntut ilmu, maka ia beralih menjadi seorang muallim yang
mengajarkan ilmu kepada manusia.
Maka rumah Ibnu Abbas menjadi seperti sebuah universitas bagi kaum
muslimin. Benar, bagai sebuah universitas seperti universitas yang ada pada
zaman sekarang ini.
Perbedaan yang mendasar antara universitas Ibnu Abbas dan
universitas masa kini yaitu bahwa universitas pada masa kini memiliki
puluhan bahkan ratusan dosen. Sedangkan universitas Ibnu Abbas hanya
memiliki seorang dosen saja, yaitu Ibnu Abbas sendiri.
Salah seorang sahabatnya meriwayatkan: “Aku melihat Ibnu Abbas
memiliki sebuah majlis yang dapat membuat bangga seluruh bangsa
Quraisy. Aku pernah melihat banyak orang yang berkumpul di jalan
menuju rumah Ibnu Abbas sehingga jalan terasa sempit sekali dan mereka
hampir menutupi jalan ini dari pandangan manusia. Lalu aku masuk
ke rumah Ibnu Abbas dan kabarkan padanya bahwa banyak manusia
berkumpul di depan pintu rumahnya. Ia berkata kepadaku: ‘Siapkan air
62
Faraidh; yaitu ilmu pembagian harta waris terhadap ahli waris
untuk aku berwudhu!’ lalu ia berwudhu dan duduk. Lalu ia berkata:
‘Keluarlah dan katakan kepada mereka, siapa yang ingin bertanya tentang
Al Qur’an dan hurufnya maka masuklah!’ Maka aku pun keluar dan aku
katakan hal itu kepada mereka. Mereka pun masuk sehingga memenuhi
seluruh isi rumah dan kamar. Tidak ada satu pertanyaan yang mereka
lontarkan, kecuali ia jawab. Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari
apa yang mereka tanyakan. lalu ia berkata kepada mereka:
‘Lapangkanlah jalan untuk sahabat-sahabat kalian!’ Lalu mereka pun
keluar semuanya.
lalu ia berkata kepadaku: ‘Keluarlah dan katakan, Siapa yang
hendak bertanya tentang tafsir dan takwil Al Qur’an maka masuklah! Maka
aku pun keluar dan aku katakan hal itu kepada mereka.
Lalu masuklah orang-orang hingga seluruh rumah dan kamar terisi
penuh. Tidak ada pertanyaan yang mereka lontarkan, kecuali ia jawab.
Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari apa yang mereka tanyakan.
lalu ia berkata kepada mereka: ‘Lapangkanlah jalan untuk sahabat-
sahabat kalian!’ Lalu mereka pun keluar semuanya.
lalu ia berkata kepadaku: ‘Keluarlah dan katakan kepada mereka,
siapa yang hendak bertanya tentang halal dan haram serta fiqih maka
masuklah!’ Maka aku pun keluar dan aku katakan hal itu kepada mereka.
Lalu masuklah orang-orang hingga seluruh rumah dan kamar terisi
penuh. Tidak ada pertanyaan yang mereka lontarkan, kecuali ia jawab.
Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari apa yang mereka tanyakan.
lalu ia berkata kepada mereka: ‘Lapangkanlah jalan untuk sahabat-
sahabat kalian!’ Lalu mereka pun keluar semuanya. ”
lalu ia berkata kepadaku: ‘Keluarlah dan katakan kepada mereka,
siapa yang hendak bertanya tentang faraidh dan sebagainya maka
masuklah!’ Maka aku pun keluar dan aku katakan hal itu kepada mereka.
Lalu masuklah orang-orang hingga seluruh rumah dan kamar terisi
penuh. Tidak ada pertanyaan yang mereka lontarkan, kecuali ia jawab.
Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari apa yang mereka tanyakan.
lalu ia berkata kepada mereka: ‘Lapangkanlah jalan untuk sahabat-
sahabat kalian!’ Lalu mereka pun keluar semuanya.
lalu ia berkata kepadaku: ‘Keluarlah dan katakan kepada mereka,
siapa yang hendak bertanya tentang bahasa Arab, syair dan ucapan bangsa
Arab yang asing maka masuklah!’ Maka aku pun keluar dan aku katakan
hal itu kepada mereka.
Lalu masuklah orang-orang hingga seluruh rumah dan kamar terisi
penuh. Tidak ada pertanyaan yang mereka lontarkan, kecuali ia jawab.
Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari apa yang mereka tanyakan.”
Periwayat kisah ini berkata: “Jika bangsa Quraisy bangga akan hal ini,
sudah sepantasnyalah mereka bangga!”
Ibnu Abbas ra lalu membagi ilmu yang ia miliki pada beberapa hari
sehingga hal ini tidak terjadi lagi kerumunan manusia di pintu
rumahnya.
Maka ia lalu membuka sebuah majlis pada hari tertentu di mana
ia hanya mengajarkan tafsir. Satu hari hanya untuk mengajarkan fiqih.
Satu hari hanya untuk mengajarkan kisah peperangan Rasul Saw. Satu hari
hanya untuk mengajarkan syair. Satu hari hanya untuk mengajarkan
sejarah bangsa Arab. Tidak ada seorang berilmu yang menghadiri
majlisnya, kecuali tunduk dihadapnnya. Tidak ada orang yang bertanya
kepadanya, kecuali mendapatkan jawaban dan ilmu darinya.
Ibnu Abbas dengan keutamaan ilmu dan pemahaman yang ia miliki
telah menjadi penasehat khulafaur rasyidin meskipun ia masih berusia
muda.
Jika Umar bin Khattab memiliki masalah yang sulit untuk dipecahkan
maka ia akan mengundang para pembesar sahabat termasuk di antara
mereka yaitu Abdullah bin Abbas. Jika Ibnu Abbas sudah hadir, maka
Umar akan memuliakannya dan merendahkan derajat diri Umar dan
berkata: “Kami memiliki permasalahan sulit yang hanya dapat dipecahkan
oleh orang-orang sepertimu!”
Umar suatu saat pernah dikecam sebab lebih mendahulukan Ibnu
Abbas dan menyamakan Ibnu Abbas dengan orang-orang tua, padahal ia
yaitu seorang pemuda. Umar pun berkata: “Dia yaitu seorang pemuda
kahul63 yang memiliki lisan senantiasa bertanya dan hati yang berakal.”
Meski Ibnu Abbas sering memberikan pengajaran kepada kalangan
khusus, namun ia tidak pernah lupa hak kalangan umum pada dirinya. Ia
masih saja membuat majlis untuk memberi nasihat dan peringatan bagi
manusia awam.
Salah satu dari nasehatnya yaitu ucapannya kepada para pelaku
kejahatan dan dosa: “Wahai orang yang melakukan dosa, janganlah
engkau merasa aman dari hasil perbuatan dosamu. Ketahuilah konsekuensi
dari perbuatan dosa itu lebih besar dibandingkan dosa itu sendiri. Ketahuilah
ketidak-maluanmu dengan orang yang berada di kanan dan kirimu saat
engkau melakukan dosa itu tidak akan mengurangi dosamu. Ketahuilah
bahwa tawamu saat melakukan dosa dan engkau tidak tahu apa yang akan
Allah perbuat terhadap dirimu itu lebih besar dari dosa yang kau lakukan.
Ketahuilah kebahagiaanmu saat berdosa jika kau melakukannya itu lebih
besar dari dosa itu sendiri. Ketahuilah kesedihanmu apabila kau tak sempat
63
Berusia antara 30-50 tahun
melakukan dosa itu lebih besar dari dosa itu sendiri. Ketakutanmu terhadap
angin yang dapat menyingkapkan rahasiamu saat engkau melakukan
perbuatan dosa dan hatimu tidak takut dengan pandangan Allah kepada
dirimu, itu lebih besar dari dosa.
Pahai pelaku dosa: ‘Apakah engkau tahu dosa apayang telah diperbuat
oleh Ayyub as ketika Allah menguji dirinya dan hartanya? Dosanya yaitu
saat ada seorang yang miskin meminta tolong kepadanya untuk melawan
kezaliman atas dirinya, Ayyub tidak berkenan membantunya.”
Ibnu Abbas bukanlah termasuk orang yang dapat berkata namun tidak
mampu melakukannya. Ia juga tidak termasuk orang yang bisa melarang,
namun malah mengerjakannya. Dia yaitu orang yang senantiasa berpuasa
pada waktu siang, dan melakukan qiyam pada saat malam.
Abdullah bin Mulaikah mengisahkan tentang Ibnu Abbas:
“Aku menemani Ibnu Abbas dari Mekkah ke Madinah. Jika kami
singgah di suatu tempat, tengah malam ia melakukan qiyam dan manusia
lain tertidur sebab kelelahan. Suatu malam aku melihatnya sedang
membaca:
“Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya.Itulah yang
kamu selalu lari dari padanya.” (QS. Qaaf [50] : 19)
Ia terus mengulangi ayat ini dan menangis dengan suara yang
keras hingga fajar menjelang.
Sejak itu kami tahu bahwa Ibnu Abbas yaitu manusia yang paling
tampan, manusia yang paling cerah wajahnya. Ia selalu menangis sebab
takut kepada Allah sehingga air mata selalu membasahi kedua pipinya yang
bagus.”
Ibnu Abbas telah mencapai batas kemuliaan ilmu.
Hal itu sebab pada tahun tertentu khalifatul muslimin Mua’wiyah bin
Abi Sufyan hendak melakukan haji. Dan Ibnu Abbas juga hendak
melakukan haji juga, akan tetapi ia tidak memiliki kekuatan dan
kekuasaan. Mua’wiyah diiringi oelh segerombolan pembantu
kenegaraannya. Namun Ibnu Abbas memiliki rombongan yang
mengalahkan rombongan khalifah yang terdiri dari para penuntut ilmu.
Ibnu Abbas berusia 71 tahun yang ia hias dengan mengisi dunia
dengan ilmu, pemahaman, hikmah dan taqwa.
Saat ia wafat, Muhammad bin Al Hanafiah64 memimpin shalat jenazah
atasnya dengan diiringi oleh para sahabat Rasul Saw yang tersisa dan para
pembesar tabi’in.
Saat mereka sedang menguburkan jasadnya, mereka mendengar ada
orang yang membacakan ayat:
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang puas lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah
hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. al-Fajr
[89] : 27-30)
64
Muhammad bin Al Hanafiah yaitu Muhammad bin Ali bin Abi Thalib. Ia dinasabkan kepada
ibunya untuk membedakan dirinya dengan Hasan dan Husein. sebab ibu keduanya yaitu Fathimah
binti Nabi Saw sedangkan ibu Muhammad yaitu seorang wanita dari Bani Hanifah. Lihat profilnya
dalam buku Shuwar min Hayat At Tabi’in karya penulis, penerbit Dar Al Adab Al Islamy.
An Nu’man bin Muqarrin Al Muzani
“Iman Memiliki Rumah, Kemunafikan juga Memiliki Rumah.
Sedangkang Rumah Bani Muqarrin termasuk Salah Satu Rumah
Iman” (Abdullah bin Mas’ud)
Kabilah Muzainah membuat perumahan bagi penduduknya berdekatan
dengan kota Yatsrib yang berada pada tepi jalan yang melintas antara
Madinah dan Mekkah.
Saat Rasul Saw berhijrah ke Madinah, kabar tentang Beliau sampai ke
perkampungan Muzainah lewat orang yang lalu-lalang di sana. Tidak ada
satu kabar pun tentang Beliau yang sampai kepada mereka, kecuali kabar
yang baik saja.
Pada suatu petang, pemimpin kabilah ini yang bernama An Nu’man
bbin Muqarrin Al Muzani sedang duduk bersama para sahabat dan para
pembesar kabilahnya. Ia berkata kepada mereka:
“Wahai kaumku, tidak ada yang kita ketahui tentang Muhammad
kecuali kebaikan saja. Tiada yang kita dengarkan tentangnya selain kasih
sayang, kebaikan dan keadilan. Mengapa kita masih berleha-leha, sedang
banyak manusia yang bersegera untuk menjumpainya?!”
lalu ia meneruskan:
“Aku telah berniat akan mendatanginya esok hari. Siapa yang ingin
berangkat bersamaku, maka bersiaplah!”
Apa yang diucapkan Nu’man begitu membekas pada diri kaumnya.
Pada pagi harinya, ia menjumpai sahabatnya yang berjumlah 10 orang,
400 orang penunggang kuda dari suku Muzainah yang telah siap untuk
berangkat bersamanya ke Yatsrib demi menjumpai Nabi Saw dan
menyatakan diri masuk ke dalam agama Allah.
Namun An Nu’man merasa malu untuk membawa rombongan yang
begitu banyak datang menghadap Rasulullah Saw tanpa membawa apa-apa
untuk Beliau dan kaum muslimin sebagai oleh-oleh.
Akan tetapi kemarau yang panjang yang terjadi di daerah Muzainah
telah menyebabkan tidak ada hasil ternak dan sawah yang tersisa dan dapat
dibawa sebagai hadiah.
Maka An Nu’man bersama para sahabatnya mulai mengumpulkan apa
saja yang ada di rumah mereka. Akhirnya mereka mengumpulkan apa
yang tersisa dari apa yang mereka miliki. Mereka mengumpulkannya di
hadapan An Nu’man. Lalu ia membawanya kepada Rasulullah Saw, dan ia
mengumumkan bahwa dirinya dan rombongannya menyatakan masuk ke
dalam Islam dihadapan Rasul.
Kota Yatsrib menjadi gempar dari ujung kota ke ujung lainnya sebab
merasa bahagia dengan Islamnya An Nu’man bin Muqarrin dan para
sahabatnya. sebab tidak ada satu rumahpun dari rumah-rumah bangsa
Arab yang telah masuk Islam 10 anggotanya yang semuanya yaitu
saudara kandung berasal dari 1 bapak dan mereka membawa 400
penunggang kuda bersama mereka.
Rasul Saw amat senang dengan masuknya An Nu’man ke dalam agama
Islam. Allah pun menerima pemberian Nu’man dan menurunkan sebuah
ayat yang berbunyi:
š∅ ÏΒ uρ É># tôãF{$# ⎯tΒ Ú∅ÏΒ ÷σム«!$ Î/ ÏΘöθ u‹ø9$#uρ ÌÅz Fψ$# ä‹Ï‚ −G tƒ uρ $ tΒ ß,ÏΖムBM≈t/ãè%
y‰Ψ Ïã «!$# ÏN≡uθ n= |¹ uρ ÉΑθ ß™ §9$# 4 Iω r& $ pκ̈ΞÎ) ×π t/öè% öΝçλ°; 4 ÞΟßγ è= Åz ô‰ã‹y™ ª!$# ’Îû ÿ⎯ϵ ÏFuΗ ÷qu‘ 3
¨β Î) ©!$# Ö‘θ àxî ×Λ⎧ Ïm §‘ ∩®®∪
“Dan di antara orang-orang Badui itu, ada orang yang beriman
kepada Allah dan hari lalu , dan memandang apa yang
dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan mendekatkannya
kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh do'a Rasul.
Ketahuilah sesungguhnya nafkah itu yaitu suatu jalan bagi mereka
untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan
memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga)-Nya; sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah [9]
:99)
Nu’man bin Muqarrin bergabung di bawah panji Rasulullah Saw, dan
ia mengikuti semua peperangan yang Rasul lakukan tanpa pernah
terlewatkan satu pun juga.
Saat kekhalifahan dipimpin oleh Abu Bakar As Shiddiq, Nu’man dan
kaumnya dari Bani Muzainah mendukung Abu Bakar sepenuhnya dan itu
berdampak penting untuk menumpas para manusia yang kembali murtad.
Saat kekhalifahan berpindah kepada Umar Al Faruq, Nu’man bin
Muqarrin memiliki posisi yang senantiasa di ingat oleh sejarah dengan
pujian dan sanjungan.
Sebelum terjadinya perang Al Qadisiyah65, Sa’d bin Abi Waqash sebagai
panglima pasukan muslimin mengirimkan sebuah utusan kepada Kisra
Yazdajurd yang dipimpin oleh An Nu’man bin Muqarrin agar Kisra mau
masuk ke dalam Islam.
Saat rombongan ini tiba di ibu kota Kisra yang bernama Al Mada’in66,
mereka meminta izin agar dibolehkan masuk dan mereka pun
mendapatkan izin ini . lalu Kisra memanggil seorang
penterjemah dan berkata kepadanya: “Tanyakan kepada mereka, Apa yang
membuat kalian datang ke daerah kami dan hendak memerangi kami?!
Mungkin kalian ingin menguasai kami, dan berani menyerang kami sebab
kami tidak pernah memperhitungkan kekuatan kalian. Sehingga kami tidak
berkeinginan untuk mengalahkan dan menundukkan kalian.”
Maka Nu’man bin Muqarrin menoleh kepada rekan-rekannya dan
berkata: “Jika kalian memperbolehkan, aku akan menjawabnya. Jika ada di
antara kalian yang mau menjawabnya, maka akan aku persilahkan.” Para
rekannya berkata: “Engkau saja yang berbicara!”
lalu rekan-rekannya melihat ke arah Kisra lalu berkata: “Orang
ini yang akan menjadi juru bicara kami, maka dengarkanlah apa yang akan
ia katakan!”
Maka Nu’man memulai pembicaraannya dengan memuji Allah Swt,
membaca shalawat atas Nabi-Nya lalu ia berkata: “Allah Swt telah
memberikan rahmatnya kepada kami sehingga Ia mengutus seorang Rasul
untuk menunjukkan kepada kami kebenaran dan kami diperintahkan
untuk melakukan kebenaran. Rasul juga mengajarkan kepada kami tentang
keburukan dan Beliau melarang kami untuk melakukannya.
Rasul menjanjikan kepada kami –Jika kami menyukai apa yang ia
dakwahkan- bahwa Allah Swt akan memberikan kepada kami kebaikan
dunia dan akhirat.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, sehingga Allah menggantikan
untuk kami kesempitan menjadi keluasan. Kehinaan menjadi kemuliaan.
Permusuhan menjadi persaudaraan dan kasih-sayang.
Rasul memerintahkan kami untuk mengajak manusia mendapatkan
kebaikan bagi diri mereka, dan kami diperintahkan untuk memulai dari
orang-orang terdekat terlebih dahulu.
Kami sekarang mengajakmu untuk masuk ke dalam agama kami.
Dialah agama yang memperbaiki apa yang telah baik dan menyeru untuk
melakukan kebaikan. Ia juga merupakan agama yang menganggap buruk
apa yang telah buruk dan melarang untuk melakukannya.
65
Al Qadisiyah yaitu sebuah tempat di Iraq sebelah barat kota An Najf dimana terjadi pada
tempat ini sebuah peperangan besar yang dikenal dengan perang Al Qadisiyah.
66
Al Mada’in yaitu sebuah kota tua yang berada di Iraq
Agama ini akan membuat orang yang memeluknya berpindah dari
kegelapan kekufuran menuju cahaya iman dan keadilan.
Jika kalian menerima ajakan kami untuk masuk ke dalam Islam, maka
kami akan meninggalkan Kitabullah kepada kalian dan kami akan tegakkan
kehidupan kalian berdasarkan kitab ini , supaya kalian dapat
menetapkan hukum dengannya, dan kami pun akan kembali ke daerah
kami dan membiarkan kalian tanpa perlu diganggu.
Jika kalian tidak mau masuk ke dalam Islam, kami akan mengambil
jizyah (upeti) dari kalian dan kami akan memberikan perlindungan untuk
kalian. Jika kalian tidak mau membayar jizyah, maka kami akan
memerangi kalian.”
Maka meledaklah amarah Yazdajurd begitu mendengar kalimat tadi. Ia
lalu berkata: “Aku belum pernah tahu adanya sebuah ummat di muka bumi
ini yang lebih celaka dari kalian, lebih sedikit jumlahnya, amat tercerai-
berai, dan paling buruk kondisinya. Kami telah mempercayai urusan
penanganan kalian kepada para gubernur daerah agar kalian mau tunduk
dan taat kepadaku.”
lalu ia berkata dengan tenang:
“Jika kebutuhan hidup yang telah membuat kalian datang ke tempat
kami ini, maka kami akan memerintahkan untuk menyiapkan pasokan
makanan sehingga daerah kalian tidak kelaparan. Kami juga akan
mengirimkan pakaian bagus untuk para pembesar dan pemuka kaum
kalian. Dan kami akan menunjuk salah seorang di antara kami untuk
menjadi raja yang dapat melindungi kalian.”
Salah seorang utusan kaum muslimin menjawab dengan nada emosi. Ia
berkata: “Kalau saja para utusan dijamin tidak akan dibunuh, pasti aku
akan membunuhmu! Bangunlah kalian sebab aku tidak membutuhkan
apapun dan beritahukanlah kepada panglima kalian bahwa aku diutus
kepadanya (Rustum)67 sehingga aku akan menguburkannya dan
menguburkan kalian semua dalam parit Al Qadisiyah.”
lalu Yazdajurd memerintahkan untuk dibawakan kantong pasir
dan ia berkata kepada para pembantunya: “Bawalah kantong pasir ini di
atas kepala mereka semua. Giringlah ia di depan kalian sehingga orang-
orang menyaksikan sehingga ia keluar dari gerbang ibu kota ini.”
Maka para pembantu Yazdajurd bertanya kepada para utusan muslimin
ini: “Siapakah pemimpin kalian?” Maka ‘Ashim bin Umar segera
menjawab: “Akulah pemimpin mereka!”
Maka para pembantu raja tadi menaruh kantong pasir di atas kepala
‘Ashim sehingga ia keluar dari kota Al Mada’in. lalu para pembantu
raja membawa ‘Ashim menuju untanya dan mereka juga membawanya
untuk kembali ke Sa’d bin Abi Waqash. Sa’d memberitahukan ‘Ashim
67
Rustum yaitu panglima pasukan Persia
bahwa Allah akan menundukan negeri Persia bagi kaum Muslimin, dan
debu tanah mereka akan membuat mereka tunduk.
lalu terjadilah peperangan Al Qadisiyah. Dan parit-parit di Al
Qadisiyah penuh dengan ribuan bangkai korban. Akan tetapi bangkai-
bangkai ini bukan berasal dari pasukan kaum muslimin, akan tetapi
mereka yaitu para pasukan Kisra.
Persia tidak menerima kekalahan mereka di Al Qadisiyah. Maka mereka
mengumpulkan kekuatan dan menyiapkan pasukan. Sehingga jumlah
pasukan ini mencapai bilangan 150 ribu orang para pejuang yang
gagah berani.
Sat Umar Al Faruq mendengar berita pasukan musuh yang begitu
banyak, ia berniat untuk turun menghadapi bahaya besar ini. Akan tetapi
para pemuka kaum muslimin saat itu menolaknya untuk melakukan hal
itu. Mereka berpendapat hendaknya Umar mengirimkan seorang panglima
yang ia percaya untuk menyelesaikan permasalahan besar ini.
Umar lalu berkata: “Tunjukkanlah kepadaku seseorang yang dapat aku
tunjuk menjadi panglima dalam perang ini!”
Mereka menjawab: “Engkau lebih tahu tentang tentaramu sendiri, ya
Amirul Mukminin!”
Ia berkata: “Demi Allah, aku akan menunjuk seorang panglima dari
pasukan muslimin yaitu seseorang –yang jika kedua pasukan sudah
bertemu –ia akan menjadi orang yang lebih cepat dari ujung anak panah,
dialah Nu’man bin Muqarrin Al Muzani!” Mereka menjawab: “Ya, dia
memang pantas!”
Umar lalu mengirimkan surat kepadanya yang berbunyi: “Dari hamba
Allah Umar bin Khattab kepada Nu’man bin Muqarrin.
Amma Ba’du, Aku mendapat kabar bahwa ada pasukan bangsa asing
yang telah dikumpulkan untuk menghadapi kalian yang kini berada di kota
Nahawand. Jika suratku ini telah sampai di tanganmu, maka
berangkatlahdengan perintah, pertolongan Allah bagi kaum muslimin yang
menyertaimu. Dan jangan tenpatkan mereka di tanah yang tidak rata,
sebab itu akan menyulitkan mereka. Sebab seorang muslim lebih aku
cintai dari pada 100 ribu dinar. Wassalamu alaika.
Nu’man berangkat bersama pasukannya untuk berhadapan dengan
musuh. Ia mengutus beberapa orang penunggang kuda di depannya untuk
membuka jalan. Saat para penunggang kuda ini mendekat ke kota
Nahawand, maka kuda-kuda mereka berhenti. Lalu mereka menyentak
kuda mereka untuk berlari, namun kuda-kuda tadi tetap saja diam di
tempatnya. Maka mereka pun turun dari punggung kuda untuk
mengetahui apa yang telah terjadi. Rupanya mereka mendapati pada kaki-
kaki kuda terdapat serpisan besi yang menyerupai ujung paku. Mereka lalu
melemparkan pandangan ke tanah dan ternyata rupanya Persia telah
menabarkan duri besi pada jalan yang menuju kota Nahawand; itu mereka
gunakan untuk melukai para penunggang kuda dan pasukan berjalan
(infantry) untuk menghalang mereka tiba di Nahawand.
Para penunggang kuda lalu memberitahukan Nu’man apa yang telah
mereka lihat. Mereka meminta Nu’man untuk berpendapat dalam masalah
ini. Maka Nu’man memerintahkan mereka untuk tetap berada di tempat
mereka. Serta agar mereka menyalakan api pada malam hari agar pihak
musuh melihat mereka. Pada saat itu mereka harus berpura-pura takut
dihadapan musuh, dan merasa takut kalah agar para musuh mau mengejar
mereka dan menyingkirkan duri besi yang telah mereka tanam di jalanan.
D