ritakan
kabar baik. Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan
menolak Aku”
Tindak perbuatan di atas merupakan hak istimewa seorang Mesias seperti
yang diramalkan dalam Yesaya 29:18; 35:5-6; 61:1-3. Meskipun keraguan
Yohanes itu wajar sebagai reaksi dari seorang manusia biasa. Maka Yesus
mengakhiri jawaban-Nya dengan meneguhkan agar Yohanes tidak ragu.
Mesias telah datang. Dan segalanya pasti akan diungkapkan pada
waktunya.
44. Ketika Yesus bersaksi tentang diri-Nya sendiri, apakah kesaksian-
Nya itu tidak benar (Yohanes 5:31), atau benar? (Yohanes 8:14)
(Kategori: kurang memahami konteks historis)
Menghadapkan ayat “Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri maka
kesaksian-Ku itu tidak benar” (Yohanes 5:31) dengan ayat “Biarpun Aku
bersaksi tentang diri-Ku sendiri, namun kesaksian-Ku itu benar” (Yohanes
8:14), kesannya saling bertentangan satu sama lain. Tetapi itu hanya
terjadi jika kita tidak menghiraukan konteksnya.
Dalam Yohanes 5, Yesus berbicara mengenai bagaimana Ia tidak dapat
mengaku-aku diri-Nya sendiri sebagai Mesias atau Anak Tuhan, kecuali jika
hal itu sejalan dengan firman Tuhan sendiri. Artinya klaim Yesus itu harus
menggenapi nubuat-nubuatan yang telah disampaikan dalam Perjanjian
Lama. Tetapi sebab Yesus sudah menggenapi nubuat-nubuatan itu dan
juga sudah disaksikan oleh Yohanes Pembaptis sebagai Mesias (padahal
Yohanes adalah seorang nabi yang juga sudah dinubuatkan sebagai orang
yang mempersiapkan jalan bagi sang Mesias, lihat nomor 34), maka Yesus
tentulah benar Anak Tuhan sebagaimana yang diklaim-Nya untuk diriNya
sendiri! Yesus menunjuk kitab suci orang Yahudi, “Kitab Suci inilah yang
bersaksi tentang diri-Ku”
[Ini amat berbeda dengan kesaksian Quran dan Muhammad yang dianggap
satu, tanpa saksi, sebab Quran adalah klaim Muhammad sendiri yang
mengatas-namakan wahyu Tuhan. Dengan kata lain, Muhammad
membuktikan Tuhan dan Quran dengan mulutnya; dan sebaliknya Tuhan
dan Quran (dari mulut Muhammad) membuktikan Muhammad! Ini tentu
amat berlainan dengan kesaksian Kitab Suci Perjanjian Lama lewat nabi-
nabi lain, diluar diri Yesus, tentang Yesus]
Di atas semua saksi-saksi ini, Yesus memiliki saksi, saksi yang justru
dipermasalahkan oleh orang-orang Farisi: “Akulah yang bersaksi tentang
diri-Ku sendiri, dan juga Bapa yang mengutus Aku.” (Ayat 18). Bukankah
Sang Bapa sendiri telah menyaksikan AnakNya dengan suara lantang dari
langit sesaat sesudah Yesus dibaptis oleh Yohanes, “Engkaulah Anak yang
Kukasihi, kepadaMu-lah Aku berkenan.” (Lukas 3:22). Bahwa Yesus
menjawab mereka, “Biarpun Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, namun
kesaksian-Ku itu benar.” Ini dikatakan sebab Dia tidak berbohong, dan
tidak bisa berbohong. Dia adalah Mesias yang tidak berdosa yang datang
dari Tuhan. Dengan demikian semua perkataan-Nya adalah benar dan
dapat dipercaya sepenuhnya.
45. Ketika Yesus masuk ke Yerusalem apakah Ia membersihkan Bait
Suci pada hari yang sama (Matius 21:12) atau pada keesokan
harinya? (Markus 11:1-17)
(Kategori: salah memahami maksud penulis)
Kunci untuk memahami pertentangan di atas terletak pada cerita Matius.
Sesekali Matius menyusun penulisannya berdasarkan topik dan bukan
mengikuti urutan waktu. Perhatikan butir no 46 untuk lebih jelasnya.
Dengan pemahaman ini, mungkin saja Matius hanya bermaksud
menghubungkan upaya pembersihan bait Suci dengan masuknya Yesus ke
Yerusalem, walau pembersihan Bait Suci memang baru dilakukan pada
keesokan harinya. Ayat 12 menyatakan bahwa „Yesus masuk ke Bait Suci‟
tetapi tidak disebutkan dengan jelas apakah hal itu dilakukan sebegitu Ia
tiba di Yerusalem. Baru pada ayat 17 dikatakan bahwa Ia meninggalkan
Yerusalem menuju Betania dan bermalam di situ. Markus 11:11 juga
menunjukkan bahwa Ia pergi ke Betania untuk bermalam, tetapi hal itulah
yang dilakukan oleh Yesus setiap malam selama seminggu itu mereka
berada di Yerusalem.
Matius 21:23 mengatakan: “Lalu Yesus masuk ke Bait Suci” sama seperti
pada ayat 12. Tetapi Lukas 20:1 menceritakan bahwa “pada suatu hari
ketika Yesus…di Bait Suci”, yang mana menunjukkan waktu yang tidak
langsung menyambung waktu pengutukan pohon ara.
Berdasarkan keterangan di atas, kemungkinan alurnya adalah sebagai
berikut: Yesus datang ke Bait Suci ketika Ia dielu-elukan masuk menuju ke
Yerusalem, berkeliling di sana dan kemudian beristirahat di Betania.
Keesokan paginya Ia mengutuk pohon ara dalam perjalanan menuju
Yerusalem (sehingga semua daun pada pohon itu kering dan layu) lalu
membersihkan Bait Suci ketika Ia tiba disana. Kemudian Ia kembali lagi ke
Betania malam itu, dan mungkin sebab saat itu sudah hampir malam,
pohon ara yang layu itu tidak menjadi perhatian murid-muridNya. Baru
pada keesokan paginya mereka melihat apa yang telah terjadi pada pohon
ara ini .
46. Matius 21:19 mengatakan bahwa pohon yang dikutuk oleh Yesus
menjadi kering seketika itu juga sedangkan Markus 11:20
menyebutkan bahwa itu baru terjadi keesokan harinya?
(Kategori: salah memahami maksud penulis)
Perbedaan yang ada dalam Matius dan Markus sehubungan dengan
pohon ara yang dikutuk Yesus, perlu dilihat dari cara mereka mengurut
materi masing-masing untuk menyusun kitabnya. Jika kita melihat teknik
penulisan yang digunakan Matius secara umum (seperti pada nomor 45 di
atas) ia kadang kala menyusun cerita lebih berdasarkan urutan topik per
topik daripada menggunakan urutan kronologis waktu seperti yang
dilakukan oleh Markus dan Lukas.
Misalnya, dalam matius 5-7, mengenai khotbah di bukit, sangat jelas
bahwa beberapa diantara khotbah Yesus ini terjadi pada saat yang
berbeda, seperti halnya khotbah/ucapan bahagia dalam Lukas 6:20-49.
Matius cenderung mengelompokkan isi/materinya menurut tema-tema
dalam suatu rangkaian logis. Contoh lainnya, misalnya ada dalam
pasal 13 mengenai sederetan perumpamaan-perumpamaan tentang
kerajaan surga, dimana sesudah diperkenalkan tema-nya, Matius lalu
cenderung menceritakan perumpamaan ini hingga kesudahannya.
Sedangkan jika kita membaca kisah di atas dari sudut pandang Markus,
kita akan melihat kisahnya secara kronologis. Dalam kitab Markus
diceritakan bahwa Yesus pergi ke Bait Suci pada hari Minggu dan kembali
lagi ke sana pada keesokan Seninnya. Dari markus 11:11-19 jelas
dinyatakan bahwa Yesus tidak mengusir para pedagang melainkan sampai
hari senin, sesudah ia mengutuk pohon ara (ayat 12-14).
Kesimpulannya, Matius merasa bahwa ia lebih efektif mengelompokkan
secara topikal perbuatan-perbuatan yang dilakukan pada minggu siang
dengan pengamatan awal pada Senin siang. Sedangkan Markus memilih
untuk menuliskan alur cerita berdasarkan kronologisnya. Jadi perbedaan-
perbedaan di atas bukan merupakan pertentangan, melainkan hanya
menunjukkan perbedaan gaya yang penulis gunakan dalam menyusun
kitab mereka masing-masing.
47. Dalam Matius 26:48-50 dikatakan Yudas datang dan mencium
Yesus, sedangkan dalam Yohanes 18:3-12 disebutkan Yudas tidak
dapat mendekati Yesus untuk menciumnya?
(Kategori: salah mengutip ayat)
Tampaknya pertanyaan Shabbir di atas telah ditampilkan sebagai sebuah
pertentangan semu, sebab tidak satupun ayat dalam Yohanes yang
menyatakan (seperti yang dikemukakan oleh Shabbir) bahwa Yudas tidak
dapat berada dekat-dekat dengan Yesus sehingga tidak dapat mencium-
Nya. Tidak dapat berada di dekat Yesus itu tidak ada hubungannya dengan
apakah ia jadi mencium Yesus atau tidak. Tampaknya Shabbir terlalu
memaksakan pertanyaan di atas. Bahwa Yohanes tidak menyebutkan
sebuah ciuman, bukan berarti bahwa Yudas tidak menggunakan sebuah
ciuman. Kita sering menemukan dalam kitab Injil bahwa ada penulis yang
dengan sengaja menuliskan informasi tertentu sedangkan yang lainnya
tidak. Tetapi itu tidak berarti bahwa keduanya bertentangan, melainkan
sebagai saksi mata, mereka melihat peristiwa dari maksud pandangan yang
lain, sehingga mereka menuliskan kesaksian-kesaksian berdasarkan apa
yang mereka pandang penting untuk dituliskan.
48. Apakah Petrus menyangkal Yesus tiga kali sebelum ayam berkokok
(Yohanes 13:38) atau menyangkal tiga kali sebelum ayam berkokok
dua kali? (Markus 14:30,72)
(Kategori: penemuan naskah yang lebih tua)
Tuduhan di atas menyatakan pertentangan mengenai perkataan Yesus
kepada Petrus, mana yang benar, “sebelum ayam berkokok, engkau telah
menyangkal Aku tiga kali” ataukah “sebelum ayam berkokok dua kali,
engkau telah menyangkal Aku tiga kali”. Masalah ini sebenarnya terletak
pada fakta naskah-naskah. Mari kita simak.
Matius 26:33-35, 74-75, “sebelum ayam berkokok engkau telah
menyangkal Aku tiga kali.”
Lukas 22:31-34, 60-62, “hari ini ayam tidak akan berkokok sebelum
engkau tiga kali menyangkal, bahwa engkau mengenal Aku.”
Yohanes 13:38, “sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku
tiga kali.”
Dengan melihat kutipan di atas, maka terlihat bahwa ayat dalam Markus
berbeda sendiri. Namun beberapa naskah Markus yang tua memang tidak
memuat kata-kata tentang berkokoknya ayam untuk pertama kali seperti
yang dicantumkan dalam terjemahan King James (ayat 14:68).
Penjelasan yang masuk akal adalah bahwa kokok ayam yang pertama
(dalam terjemahan King James) memang merupakan kata tambahan,
tetapi kata yang lain, yaitu “kedua kali” (dalam ayat 30 dan 72) merupakan
kata aslinya seperti yang ada dalam Alkitab terjemahan New
International. Se-ekor ayam dapat saja )dan seringkali) berkokok lebih dari
satu kali, sekali ia berkokok. Maka dalam hal ini tidak ada pertentangan
mutlak. Sebab kokok ayam yang pertama dan yang kedua bisa berentetan,
dan Petrus teringat akan perkataan Yesus ketika ayam berkokok yang
kedua kali. Jika kita mendengar ayam telah berkokok dua kali, tentu itu
berarti ada kokok ayam yang pertama kali. Dalam hal ini, Markus hanya
memberi informasi tanbahan dibandingkan penulis kitab Injil lainnya.
49. Apakah Yesus memikul salib-Nya sendiri (Yohanes 19:17) atau
tidak? (Matius 27:31-32)
(Kategori: salah mengartikan ayat, atau ayat dicocokkan dengan
pertimbangan sempit)
Yohanes 19:17 menyatakan bahwa Yesus memikul
salib-Nya sendiri ke tempat yang bernama “tempat
tengkorak”. Sedangkan Matius 27:31-32
mengatakan bahwa Ia disalibkan di Golgota tetapi
Simon dari Kirene-lah yang dipaksa untuk memikul
salib-Nya menuju ke Golgota.
Markus 15:20-21 sama dengan Matius memberi
informasi tambahan bahwa Yesus mulai memikul
salib sejak dari istana Pilatus (Praetorium).
Sedangkan Simon, ia sedang berjalan dari luar kota
melintasi jalan yang dilalui oleh Yesus yang sedang
memikul salib. Ini menunjukkan bahwa Yesus telah
melalui jalan yang cukup jauh, mulai dari tempat Pilatus sampai di jalan
ini . Saat itu, kondisi Yesus teramat lemah akibat dicambuk dan
disiksa, dan Ia tidak sanggup lagi membawa salib yang berat sehingga Ia
terjatuh atau hampir tak mampu berjalan ke depan. Melihat hal ini, seorang
pasukan kemudian memaksa Simon untuk menggantikan Yesus
membawakan salib-Nya. Lukas 23:26 juga sepakat menyatakan bahwa
Simon ditahan untuk ganti memikul salib Yesus, sementara Yesus
dibebaskan dari pikulan. Dengan demikian tidak ada pertentangan, Yesus
yang memulai memikul salib tetapi kemudian Simon yang mengambil alih
di tengah-tengah perjalanan, sampai ke tempat tujuan.
50. Apakah Yesus mati sebelum tirai Bait Tuhan terbelah dua (Matius
27:50-51; Markus 15:37-38) atau sesudah nya? (Lukas 23:45-46)
(Kategori: salah mengartikan ayat)
sesudah membaca tiga ayat dalam Matius 27:50-51, Markus 15:37-38 dan
Lukas 23:45-46, tidak jelas pada bagian mana Shabbir menemukan
pertentangan. Ketiga ayat diatas menunjuk kepada fakta bahwa pada saat
Yesus wafat maka tirai Bait Tuhan terbelah dua. Apakah hanya sebab
Matius dan Markus menceritakan peristiwa kematian Yesus lebih dulu
daripada terbelahnya tirai Bait Tuhan, sedangkan Lukas sebaliknya, maka
ayat-ayat di atas dapat dianggap saling bertentangan? Justru Matius
menggambarkan bahwa kedua peristiwa ini terjadi “bersamaan” dan kedua
penulis lainnya tidak menyangkal hal ini.
Mereka semua setuju bahwa dua peristiwa di atas terjadi secara
berbarengan dan justru menjadi alasan yang kuat; sebab tirai Bait Tuhan
ini melambangkan batas pemisahan antara Tuhan dan manusia.
Ketika tirai ini terkoyak dengan matinya sang Mesias, maka manusia
kini memiliki kembali kesempatan untuk tidak dipisahkan (yang dulu
terhilang oleh pengusiran terhadap Adam dari hadirat Tuhan di taman
Eden) dan kini dipersatukan kembali dengan Tuhan.
51. Apakah Yesus mengatakan segala sesuatu secara terbuka kepada
semua orang (Yohanes 18:20) ataukah Ia hanya terbuka untuk
murid-murid-Nya? (Markus 4:34, Matius 13:10-11)
(Kategori: salah memahami konteks historis)
Alasan orang-orang mengatakan bahwa Yesus bertentangan dalam hal
berkata-kata secara tersembunyi atau terus terang, khususnya yang
berhubungan dengan perumpamaan, adalah sebab kekurangpahaman
mereka terhadap isi cerita serta budaya yang mendasarinya.
Jawaban pertanyaan ini membutuhkan pengetahuan yang melatarbelakangi
cerita ini, dan saya berharap penjelasan ringkas saya disini dapat
dimengerti.
Pertama, apa itu perumpamaan? Perumpamaan adalah sebuah cerita untuk
menjelaskan, menekankan atau mengilustrasikan suatu pengajaran, tetapi
bukan pengajaran itu sendiri. Yesus adalah Rabi (Guru) Yahudi. Dalam
tulisan para Rabi ada ada hampir 4000 perumpamaan. Dan sebagai
seorang Rabi, Yesus juga melakukan tradisi seperti ini, Ia menginstruksikan
ajaran-Nya melalui perumpamaan. Yesus menggunakan cerita yang kaya
yang diketahui oleh orang-orang Yahudi tentang tanaman, binatang dan
lain-lain. Oleh sebab itu perumpamaan-perumpamaan Yesus mudah
dimengerti oleh para pendengar-Nya. Perumpamaan-perumpamaan itu
bukan saja kaya imajinasi tetapi juga halus, sehingga bisa dimengerti oleh
orang-orang awam, tetapi pada saat yang sama mensita dan memutar-
mutar otak para sarjana demi mendapatkan arti yang sedalam dan
seluasnya untuk perumpamaan. Jadi Yesus seringkali memperjelas dan
memperlebar arti sebuah perumpamaan kepada para pengikut dan murid-
murid terdekat-Nya untuk menjawab keingintahuan mereka atau untuk
menginstruksikan pemahaman ajaran-ajaran yang lebih jauh lagi kepada
mereka, sebagaimana layaknya seorang guru Yahudi.
Hal ini dapat dilihat dari Markus 33-34, yang menyebutkan, “Dalam banyak
perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka
(orang banyak) sesuai dengan pengertian mereka, dan tanpa
perumpamaan (untuk menjelaskan, menekankan, atau mengilustrasikan
pengajaran) Ia tidak dapat berkata-kata kepada mereka. Tetapi kepada
murid-murid-Nya ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri
(mengajarkan lebih banyak lagi supaya mereka dapat lebih mengerti
dibandingkan orang-orang banyak pada saat itu).”
Artinya, perumpamaan bukanlah ajaran rahasia, dan juga bukan
merupakan pengetahuan yang hanya dapat diketahui oleh sebagian orang
yang benar-benar ingin mengetahui. Sangat tidak masuk akal (dan tidak
memiliki dasar sejarah) jika dikatakan bahwa Yesus membingungkan orang
banyak. Dia berkeliling berkhotbah dan memberi pengajaran dan
peristah kepada orang banyak. Jadi ketika Yesus diadili, mengenai ajaran-
Nya (Yohanes 18:20), maka Ia layak berkata, “Aku selalu mengajar di
rumah-rumah ibadat dan di Bait Tuhan, tempat semua orang Yahudi
berkumpul; Aku tidak pernah berbicara sembunyi-sembunyi.” Dan Yesus
benar. Dia tidak melempar batu sembunyi tangan.
Banyak menyenangi ajaran Yesus sebab banyak ajaran moral dan
perumpamaan yang bagus di dalamnya, tetapi tidak banyak orang yang
mau mengikuti-Nya sebab harga yang harus dibayarkan terlalu mahal
(lihat Lukas 9:57-61, 14:25-27,33). Dan hal inilah yang baru saja dipahami
oleh para pengikut-Nya sebab mereka benar-benar mengikut Yesus.
Rahasia kerajaan surga adalah seperti yang dikatakan dan dijelaskan
kepada murid-murid-Nya dalam Matius 13:10-11: “Maka datanglah murid-
murid-Nya dan bertanya kepada-Nya: Mengapa Engkau berkata-kata
kepada mereka dalam perumpamaan? Jawab Yesus: Kepadamu diberi
karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Surga, tetapi kepada mereka
tidak. Rahasia ini intinya ialah bahwa Yesus adalah Tuhan, Yesus
adalah Raja, Yesus adalah Mesias, Yesus adalah tokoh yang dibicarakan
oleh para nabi, Yesus adalah Juruselamat umat manusia, Yesus adalah
wahyu terbesar dari Tuhan, Dialah Alfa dan Omega (Wahyu 21:6-8, 22:12-
16), dan Dialah satu-satunya jalan menuju Bapa di surga (Yohanes 3:36,
Roma 6:23).
Firman-Nya bukan saja menyelamatkan manusia tetapi juga untuk
menghakimi mereka yang “mendengar tetapi tidak mengerti, melihat tetapi
tidak menanggapi” (Matius 13:14) terhadap mereka yang tidak mau
mengerti dan bertobat serta tunduk kepada Tuhan.
52. Apakah Yesus sudah disalibkan (Markus 15:23) atau masih berada
di tempat Pilatus (Yohanes 19:14) pada jam enam ketika peristiwa
penyaliban terjadi?
(Kategori: salah memahami konteks historis)
Jawaban paling mudah untuk pertanyaan di atas adalah dengan memahami
bahwa para penulis kitab Injil sinoptik (Matius, Markus dan Lukas)
menggunakan sistem bilangan waktu yang berbeda dengan yang digunakan
oleh Yohanes. Para penulis Injil sinoptik memakai sistem tradisional Ibrani,
dimana jam mulai dihitung sejak matahari terbit (Jadi jam awal harinya
kurang lebih pukul enam menurut perhitungan modern). Itu berarti bahwa
penyaliban Yesus yang dilakukan sekitar jam tiga menurut sistem tradisi
Ibrani, adalah sama dengan pukul sembilan pagi waktu perhitungan
modern.
Sebaliknya, Yohanes menggunakan sistem perhitungan jam menurut
orang-orang Romawi, yang satu harinya dihitung mulai dari tengah malam
sampai tengah malam berikutnya, seperti yang kita lakukan saat ini. Pliny
the Elder (Natural History 2.77) dan Macrobius (Saturnalia 1.3) dapat
memberi informasi lebih banyak mengenai hal ini. jadi penyaliban Yesus
yang dilaksanakan pada pukul tiga menurut perhitungan jam Ibrani, adalah
sama dengan jam 9.00 pagi menurut hitungan jam Romawi.
Jawaban di atas bukan asal memelintir, melainkan benar-benar bahwa
Yohanes menggunakan sistem hitungan waktu cara Romawi, walaupun ia
adalah orang Ibrani sama seperti Matius, Markus dan Lukas. Injil Yohanes
ditulis sesudah ketiga Injil sebelumnya ditulis, yaitu sekitar tahun 90 M.
pada saat itu Yohanes sedang tinggal di Efesus, yang menjadi ibukota
propinsi Roma di Asia, sehingga ia menjadi terbiasa menggunakan hitungan
waktu berdasarkan cara orang-orang Roma. Bukti lebih jauh dapat
ditemukan dalam tulisan Yohanes 20:19, “Ketika hari sudah malam pada
hari pertama minggu itu.” Itu berarti hari Minggu malam, sedangkan
menurut orang Ibrani itu adalah hari berikutnya, sebab sebuah hari,
menurut mereka, dimulai pada saat matahari terbenam.
53. Dua orang penjahat yang disalibkan bersama Yesus, apakah
mereka turut menghujat Yesus (Markus 15:32) atau tidak? (Lukas
23:43)
(Kategori: terlalu mengartikan ayat secara hurufiah)
Pertentangan semu di atas mempertanyakan apakah dari dua orang
penjahat yang disalibkan bersama-sama dengan Yesus, kedua-duanya ikut
menghujat atau hanya salah satunya saja. Markus 15:23 mengatakan
bahwa kedua-duanya menghujat, sedangkan Lukas 23:43 mengatakan,
yang satu menghujat dan yang lainnya membela Yesus. Tidak sulit untuk
melihat apa yang sedang terjadi pada saat itu. Pada awalnya memang
kedua penjahat itu sama-sama menghujat Yesus, tetapi sesudah Yesus
berdoa kepada Bapa-Nya, “Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak
tahu apa yang mereka perbuat,” salah satu di antara mereka langsung
tersentuh hatinya dan berubah pikiran dan bertobat di atas kayu salib,
sedangkan yang lainnya tetap sikapnya terus menghujat.
Ada sebuah pelajaran yang dapat kita tarik dari peristiwa ini yaitu bahwa
Tuhan mengijinkan kita untuk bertobat setiap saat, tidak peduli kejahatan
atau dosa apapun yang kita perbuat. Kedua penjahat ini merupakan
gambaran bagi kita semua. Beberapa diantara kita ketika berhadapan
dengan Kristus terus saja menolak dan menghujat Dia, sedangkan yang
lainnya mengakui bahwa mereka adalah orang berdosa dan meminta
ampun kepada-Nya. Kabar baiknya adalah bahwa sama seperti penjahat di
kayu salib ini, kita dapat diampuni dan dibebaskan dari kesalahan kita,
bahkan ketika sedang „menghadapi kematian‟ sekalipun.
54. Apakah Yesus naik ke surga/Firdaus pada hari yang sama dengan
peristiwa penyaliban (Lukas 23:43) atau dua hari sesudah
penyaliban? (Yohanes 20:17)
(Kategori: salah memahami cara Tuhan bekerja dalam sejarah)
Anggapan bahwa Yesus bertentangan (atau kitab Injil
saling bertentangan) dalam hal naik ke surga atau
tidaknya sesudah kematian-Nya di kayu salib adalah
berdasarkan asumsi yang terkait dengan „Firdaus‟,
disamping masalah kontekstualisasi.
Yesus berkata kepada penjahat yang disalibkan,
“Sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku
di dalam firdaus.” Ini tentu benar walaupun penjahat itu mati pada hari
yang sama di bumi ini, tetapi di Firdaus “hari ini” dapat berarti hari apa
saja di bumi, sebab waktu di alam akhirat lain dimensinya dari waktu
dunia.
Yesus berkata kepada Maria Magdalena (Alkitab terjemahan King James),
bahwa Ia belum “naik” kepada Bapa-Nya, tetapi kata ini dapat juga
berarti Ia belum “pulang” kepada Bapa-Nya.
Sebelum bumi ini terbentuk Yesus ada bersama-sama dengan Tuhan, dan
Ia adalah Tuhan (Yohanes 1 dan Filipi 2:6-11). Tetapi kemudian Ia
meninggalkan seluruh kemuliaan-Nya dan menjadi manusia sepenuhnya
sekaligus Tuhan sepenuhnya di dalam dunia. Selanjutnya, Tuhan
mengangkat Yesus ke tempat yang maha tinggi sekali lagi, dan duduk di
sebelah kanan-Nya (Kisah Para Rasul 7:56). Dengan dimensi waktu dan
ruang dan massa yang berbeda pada diri Yesus sekarang ini, maka
perkataan-Nya, “Aku belum pergi kepada Bapa” tidak menghilangkan
kemungkinan bahwa Ia berada di surga pada saat antara kematian dan
kebangkitan-Nya menurut “waktu manusia” (walaupun surga tidak memiliki
ikatan waktu). Saya akan berikan satu kalimat analogi untuk menjelaskan
hal ini meskipun tidak bisa sempurna: saya pergi ke rumah asal saya dan
tempat dimana saya tumbuh tanpa harus kembali ke sana. Kembali disini
berarti saya pindah dan tinggal di tempat asal saya.
Tetapi untuk pemahaman yang lebih tepat tentang ayat ini, kita harus
berurusan dengan konteksnya. Ayat “Janganlah kamu memegang Aku,
sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-
saudara-Ku…” dalam konteksnya dapat berarti, “Jangan menahan Aku,
Maria – Aku belum meninggalkanmu. Kamu masih akan melihat-Ku lagi.
Tetapi sekarang, Aku ingin kamu pergi dan memberitahukan kepada murid-
murid-Ku bahwa Aku akan segera pergi kepada BapaKu, tetapi belum
sekarang ini.”
Baik dalam agama Islam maupun Kristen percaya kepada kebangkitan dari
tubuh, dan hidup di alam perantara. Lukas menyatakan bahwa Yesus telah
mati dan Roh-Nya naik ke Firdaus (bandingkan dengan ayat 46). Tetapi,
Yohanes mengatakan bahwa tubuh Yesus dibangkitkan dari kematian, dan
dalam keadaan seperti itu Ia belum naik kepada bapa-Nya. Faktor waktulah
yang membuat pernyataan di atas terkesan paradox, tetapi sesungguhnya
kedua ayat ini tidak saling bertentangan.
55. Paulus dalam perjalanannya ke Damaskus melihat cahaya dari
langit dan mendengar sebuah suara. Apakah orang-orang yang ikut
bersamanya juga mendengar suara itu (Kisah Para Rasul 9:7) atau
tidak? (Kisah Para Rasul 22:9)
(Kategori: salah paham tentang penggunaan
bahasa Yunani atau ayat dipahami secara sempit)
Walaupun kata Yunani yang persis sama digunakan
untuk kedua kejadian ini (yaitu akouo) namun ia
mempunyai 2 makna yang berbeda, yaitu
mendengar (suaranya) dan mendengarkan
(pesannya). Jadi penjelasannya menjadi jelas,
bahwa para pesertanya Paulus mendengar sesuatu
namun tidak memahami apa yang dikatakan.
Paulus sebaliknya, mendengarkannya dan
memahaminya. Tak ada kontradiksi apapun.
56. Ketika Paulus melihat cahaya dan jatuh ke tanah, apakah teman-
teman seperjalanannya juga jatuh (Kisah Para Rasul 26:14) atau
tidak jatuh ke tanah? (Kisah Para Rasul 9:7)
(Kategori: salah memahami penggunaan bahasa Yunani atau ayat dipahami
secara sempit)
(Kita tidak tahu kenapa Shabbir mau memaksakan kesimpulan bahwa ayat
dalam Kisah Para Rasul 9:7 harus menegaskan “jatuh” atau “tidak-
jatuhnya” teman-teman seperjalanan Paulus). Kisah Para Rasul 26:14
menyebutkan bahwa mereka semua jatuh ke tanah ketika ada cahaya
memancar ke sekeliling, sebelum terdengar suara. Sebaliknya Kisah Para
Rasul 9:7 hanya mengatakan bahwa teman-teman Saulus „termangu-
mangu/tidak dapat berkata-kata‟ sesudah suara itu terdengar (tidak ada
urusannya dengan jatuh-tidaknya). Tetapi sebab mereka memang jatuh
tanpa ada ayat yang menyanggahnya, maka ada cukup waktu bagi mereka
untuk berdiri sementara suara itu berbicara kepada Saulus, apalagi sebab
perkataan suara itu tidak ditujukan kepada mereka dan tidak ada artinya
apa-apa bagi mereka. Sebaliknya bagi Saulus, ia tahu bahwa suara
ini ditujukan kepadanya sehingga ia menjadi takut dan tiba-tiba
tersadar bahwa ia telah begitu lama menyiksa dan membunuh para
pengikut Tuhan. Sebelumnya ia berpikir bahwa ia melayani Tuhan dengan
membunuh mereka, padahal kenyataannya tidak. Kesadaran yang
menakutkan seperti inilah yang membuat orang termasuk Saulus, tetap
tersungkur di tanah lebih lama dibandingkan teman-temannya.
(Haley, hal 359)
57. Apakah suara itu memberitahukan Paulus apa yang harus
dikerjakannya, ketika ia masih berbaring di tanah (Kisah Para Rasul
26:16-18), ataukah ia diperintahkan untuk pergi ke Damaskus untuk
mengetahui apa yang harus ia kerjakan? (Kisah Para Rasul 9:7,
22:10)
(Kategori: salah memahami konteks historis)
Seperti yang kita baca dengan jelas pada Kisah Para Rasul 9 dan 22, Paulus
memang diberitahukan tugas-tugasnya di Damaskus. Tetapi dalam Kisah
Para Rasul 26, konteksnya berbeda. Pada bagian ini, tampak bahwa Paulus
tidak mempermasalahkan kronologis atau urutan tempat kejadian, sebab
ia telah berbicara kepada orang-orang yang telah mendengar ceritanya.
Dalam Kisah Para Rasul 9:1-31, Lukas, penulis kitab Kisah Para Rasul
menceritakan tentang pertobatan Saulus.
58. Apakah 24.000 orang Israel mati sebab tulah di Sitim (Bilangan
25:1,9) atau hanya 23.000 orang? (1 Korintus 10:8)
(Kategori: salah merujukkan cerita yang satu dengan yang lain)
Pertentangan di sini mempermasalahkan mengenai jumlah orang Israel
yang mati sebab tulah yang terjadi di Sitim (yang dalam pamflet Shabbir
salah menyebutnya sebagai Sitin). Kitab Bilangan 25:1-9 dan 1 Korintus
10:8 dianggap saling bertolak belakang. Namun Shabbir telah menunjuk
tulah yang keliru dalam hal ini.
Jika Shabbir telah membaca konteks dalam 1 Korintus 10, ia akan melihat
bahwa Paulus menunjuk kepada tulah yang terjadi dalam Keluaran 32:28,
yang terjadi di gunung Sinai dan bukan seperti yang disebutkan dalam
Bilangan 25, yang terjadi di Sitim, diantara orang-orang Moab. Jika ragu-
ragu, coba baca ayat ke-7 dari 1 Korintus 10, yang mengutip praktis sama
dengan Keluaran 32:6, “Sesudah itu duduklah bangsa itu untuk makan dan
minum, kemudian bangunlah mereka dan bersukaria.”
Sekarang, mungkin masih dipersoalkan, dalam Keluaran 32 dikatakan
bahwa jumlah orang Israel yang mati adalah 3.000 orang (ayat 28), seperti
ada pertentangan baru dalam hal ini, tetapi sebenarnya mudah diluruskan
jika kita baca ayat selanjutnya. 3.000 orang yang mati itu (ayat 28) adalah
mereka yang mati sebab pedang. Tetapi kejadian ini masih diikuti lagi
dengan tulah yang Tuhan kirimkan kepada mereka yang menentang Dia
dalam ayat 35, “Demikianlah TUHAN menulahi bangsa itu, sebab mereka
telah menyuruh membuat anak lembu buatan Harun.” Tulah inilah yang
ditunjuk oleh Paulus dalam 1 Korintus 10:8.
(Geisler/Howe 1992:458-459).
59. Apakah keluarga Yakub yang pindah ke Mesir berjumlah 70 orang
(Kejadian 46:27) atau hanya 74 orang? (Kisah Para Rasul 7:14)
(Kategori: salah memahami konteks historis)
Pertentangan semu di atas menyangkut jumlah anggota keluarga Yakub
yang pindah ke Mesir. Menurut Shabbir, ke-dua ayat dalam Kejadian 46:1-
http://www.buktisaksi.com | Hal 56
27 dan Kisah Para Rasul 7:14 saling bertentangan, padahal tidak, keduanya
sama-sama benar. Dalam kitab Kejadian 46:27 disebutkan, jumlah
keturunan Yakub yang ikut pindah ke Mesir adalah 66 orang seperti yang
disebutkan pada ayat 26. Hal ini disebabkan sebab Yehuda beserta kedua
anaknya telah berada di Mesir. Sedangkan yang disebutkan dalam ayat 27
adalah jumlah seluruh anggota keluarga Yakub, termasuk Yusuf beserta
kedua anaknya dan Yehuda, sehingga semuanya berjumlah 70 orang.
Jumlah ini menunjuk kepada jumlah anggota keluarga Yakub yang akhirnya
tinggal di Mesir dan bukannya anggota keluarga yang berangkat
bersamanya ke Mesir.
Dalam kitab Septuaginta dan Gulungan Kitab laut Mati, jumlah yang
disebutkan adalah 75 orang. Jumlah ini menunjuk kepada tiga orang cucu
dan dua orang cicit dari Yusuf yang disebutkan dalam Bilangan 26:28-37,
dan pada bagian akhir Septuaginta nama mereka ditulis seperti yang
tertulis dalam Kejadian 46:20. Oleh sebab itu Kisah Para Rasul 7:14 yang
mengutip ucapan Stefanus sebelum ia mati adalah benar sebab ia merujuk
kepada Septuaginta.
60. Apakah Yudas membeli sebuah lading dengan uang kotor hasil
pengkhianatannya terhadap Yesus (Kisah Para Rasul 1:18) atau ia
melemparkan uang ini ke dalam Bait Tuhan? (Matius 27:5)
(Kategori: salah memahami maksud penulis)
Pertentangan semu di atas menanyakan, “Apa yang dilakukan oleh Yudas
dengan uang hasil mengkhianati Yesus?” Kisah Para Rasul 1:18
menyatakan bahwa Yudas membeli sebidang tanah, sedangkan dalam
Matius 27:5 dikatakan bahwa uang itu dilempar ke dalam Bait Tuhan yang
kemudian digunakan oleh para imam-imam untuk membeli sebidang tanah.
Tetapi dengan sedikit penyidikan, ternyata kalimat dalam ayat yang satu
merupakan ringkasan dari kalimat ayat lainnya.
Matius 27:1-10 menggambarkan secara detail peristiwa yang terjadi pada
pengkhianatan Yudas terhadap Yesus, serta keabsahannya sebagai bagian
dari penggenapan Kitab Suci. Khususnya, Matius mengutip Kitab Zakharia
11:12-13 yang dianggap sebagai penjelasan dari nubuatan yang ada
dalam kitab Yeremia 19:1-13 dan 32:6-9.
Sedangkan dalam Kisah Para Rasul 1:18-19, Lukas menggambarkan
kesimpulan ringkas yang telah diketahui oleh orang banyak, sebagai
penjelasan dari ucapan Petrus di kalangan orang-orang percaya (situasi
yang sama juga terjadi pada pertanyaan nomor 57). Ilustrasi keadaan ini
dapat dilihat pada ayat 19 yang mengatakan, “Hal itu diketahui oleh semua
penduduk Yerusalem.”
Amat mungkin bahwa kitab Injil telah beredar di antara orang-orang
percaya pada saat Lukas menulis. Dengan demikian Lukas tidak perlu
menjelaskan panjang lebar mengenai fakta-fakta kematian Yudas.
61. Apakah Yudas mati dengan cara gantung diri (Matius 27:5) atau
jatuh tertelungkup dan perutnya terbelah sehingga semua isi
perutnya tertumpah keluar? (Kisah Para Rasul 1:18)
(Kategori: ayat diartikan secara sempit)
Kontradiksi “semu” ini berkaitan dengan kenyataan bahwa dalam kitabnya
Matius menyebutkan Yudas mati gantung diri, sedangkan Kisah Para Rasul
1:18, Lukas mengatakan bahwa Yudas mati dengan cara jatuh tertelungkup
sehingga semua isi perutnya tumpah keluar. Kendati demikian kedua
pernyataan ini sama-sama benar.
Matius 27:1-10 menyatakan dalam fakta lurus bahwa yudas mati
menggantung diri. Di sisi lain, Lukas dalam tulisannya pada Kisah para
Rasul 1:18-19 memperkaya kesan kepada para pembacanya dengan
lanjutan ceritanya, sebab sesungguhnya semua orang pada saat itu sudah
tahu dan tidak menyangkal bahwa Yudas mati gantung diri. Menurut cerita
tradisi, Yudas gantung diri di tepi tebing yang curam, di atas Lembah
Hinnom. Tetapi tali yang menggantungnya akhirnya putus dan Yudas pun
jatuh ke bawah seperti yang digambarkan oleh Lukas.
62. Apakah “Tanah Darah” yang dibeli Yudas dinamakan demikian
sebab para imam-imam membelinya dengan uang darah (Matius
27:8) atau sebab kematian yang berdarah bagi Yudas? (Kisah Para
Rasul 1:19)
(Kategori: salah memahami tulisan)
Shabbir mempertanyakan tanah tempat Yudas mati dikubur dinamakan
tanah darah? Matius 27:8 mengatakan alasannya adalah sebab tanah itu
dibeli dengan uang darah, sedangkan menurut Shabbir dalam Kisah Para
Rasul 1:19 menyebutkan bahwa tanah ini dinamakan demikian
sebab darah Yudas tertumpah dalam kematiannya.
Lihatlah bahwa kedua ayat di atas sama-sama setuju bahwa tanah itu dibeli
dengan uang darah. Pada permulaan ayatnya, Kisah Para Rasul 1:18-19
mengatakan, “Yudas ini telah membeli sebidang tanah dengan upah
kejahatannya.” Jadi, asumsinya tanah itu dibeli dengan uang darah,
kemudian ditambahkan kesan oleh penulis atas apa yang telah terjadi
terhadap Yudas yang menemui kematiannya di atas tanah itu.
63. Bagaimana mungkin korban tebusan Kristus yang diberikan bagi
semua manusia (Markus 10:45; 1 Timotius 2:5-6), adalah juga
merupakan korban tebusan dari orang fasik? (Amsal 21:18)
(Kategori: salah memahami cara Tuhan bekerja dalam historis)
Pertentangan ini mempertanyakan, “Siapa yang menjadi korban tebusan
dan untuk siapa?” Shabbir menggunakan ayat dalam Markus 10:45 dan 1
Timotius 2:5-6 untuk menunjukkan bahwa Yesus telah menjadi tebusan
bagi semua orang. Lalu ayat ini dibandingkan dengan Amsal 21:18, yang
menyebutkan, “Orang fasik dipakai sebagai tebusan bagi orang benar, dan
pengkhianat sebagai ganti orang jujur.”
Sebenarnya tidak ada pertentangan dalam kedua ayat di atas sebab
korban tebusan yang dibicarakan berbeda. Korban tebusan merupakan
bayaran dari seseorang terhadap pihak lain. Korban ini dapat saja diberikan
oleh orang baik kepada orang lain seperti yang dilakukan Kristus bagi
dunia, atau bisa juga dari orang jahat sebagai bayaran atas kejahatan yang
telah dilakukannya kepada orang lain, seperti yang kita lihat dalam Amsal
di atas.
Shabbir menggunakan ayat dalam Markus dan 1 Timotius sebagai dasar
asumsi bahwa Yesus itu baik dan sebab itu tidak seharusnya dijadikan
korban tebusan bagi orang jahat. Shabbir merefleksikan ajaran Islam yang
membantah seseorang dapat menebus kesalahan orang lain atau menjadi
korban bagi kesalahan orang lain. SALAH! Shabbir tidak seharusnya
memaksakan interpretasi Alkitab menurut ajaran Islam. Alkitab
membuktikan Maha Kasihnya Tuhan (yang tidak dibuktikan oleh tuhan-
tuhan lain, kecuali meng-klaim saja) dengan menunjukkan bahwa Kristus
telah menjadi tebusan bagi orang berdosa. Galatia 3:13-14 dan 1 Petrus
2:23-25 mengatakan bahwa Yesus menjadi terkutuk sebab kita. Oleh
sebab itu Yesus telah menggenapi bahkan Amsal di atas sekalipun.
Sekali lagi perkiraan Shabbir disini keluar dari konteks ayat yang
dipermasalahkan. Markus 10:45 mengutip perkataan Yesus, yang sekaligus
menubuatkan waktu kematian-Nya yang akan segera datang dan alasan
kematian-Nya, yaitu bahwa Ia akan menjadi korban pembayaran untuk
menebus semua dosa manusia. Dalam 1 Timotius 2:5-6, Paulus
menyatakan, melalui korban penebusan dosa yang Tuhan berikan, yaitu
melalui pengantara Yesus, dan korban kematianNya di kayu salib, Tuhan
sekali lagi menjembatani hubunganNya dengan manusia.
Sedangkan Amsal 21:18 berbicara mengenai tebusan yang berbeda, yang
dibayarkan Tuhan (melalui Mesir) pada saat keluarnya bangsa Israel dari
Mesir; sebagaimana diterangkan dalam kitab Yesaya, khususnya pasal 43:3
(dengan penerangan ayat 16 dan 17).
“Sebab Akulah YAHWEH, Tuhanmu, Yang Mahakudus, Tuhan Israel,
Juruselamatmu. Aku menebus engkau dengan Mesir dan memberi
Etiopia dan Syeba sebagai gantimu.”
64. Apakah semua isi Kitab Suci bermanfaat (2 Timotius 3:16) atau
tidak? (Ibrani 7:18)
(Kategori: salah memahami cara Tuhan bekerja dalam sejarah)
Tuduhan kontradiksi telah dikenakan kepada Alkitab yang mengatakan
bahwa seluruh isi Kitab Suci bermanfaat; sementara ayat lain menyebutkan
bahwa hukum sebelumnya adalah tidak kuat dan tidak berguna.
Permasalahan disini adalah masalah kontekstual tentang Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru, yang berkembang sebab kurang memahami apa yang
dijanjikan Tuhan waktu berfirman lewat para nabi.
Kami merasa perlu untuk menjelaskan hal-hal yang melatarbelakangi
ucapan ini kepada para pembaca yang awam terhadap Alkitab sehingga
dapat lebih memahami maksudnya. Sebagai ilustrasi, kami akan
merujukkan pertanyaan di atas dengan pertanyaan nomor 92 yang
memperlihatkan betapa kaya arti dari sejumlah kata-kata Ibrani yang
digunakan dalam Alkitab (yaitu kata Ibrani „niham‟ yang berarti berubah
pikiran, menyesal, bertobat atau dukacita)
Firman Tuhan berasal daripada-Nya saja, dan tentu bermanfaat untuk
mengajar, menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk
mendidik orang dalam kebenaran, seperti yang dicantumkan dalam 2
Timotius. Ini merupakan pernyataan umum yang menunjuk kepada semua
perkara yang datangnya dari Tuhan.
Ibrani 7 secara khusus berbicara mengenai suatu hukum yang berlaku bagi
sebuah masyarakat pada suatu masa yang spesifik dan terbatas, tentang
sistem pengorbanan Kemah Musa, kemudian dalam Bait Suci di Yerusalem.
Tuhan meneguhkan dalam suatu Kontrak atau Perjanjian dengan umat-
Nya, Israel, sebuah sistem dimana mereka diharuskan untuk
mempersembahkan korban, binatang yang disembelih, agar Tuhan
mengampuni dosa-dosa mereka; khususnya apa yang Tuhan sebut sebagai
“korban sebab dosa” dan “korban kesalahan” dalam Kitab Imamat pasal 4-
6.
Konsep substitusi “korban yang mati sebagai pengganti” ini adalah hal yang
asing bagi Islam, namun adalah sangat mendasar bagi umat Yahudi dan
Kristen. Penebusan dosa harus dilakukan. Dosa harus dihukum. Hukum
Tuhan yang kudus dan adil adalah “upah dosa adalah maut”. Harga upah
itu harus dibayar! Ada yang harus mati untuk membayar upah itu. Dan
tidak ada pengampunan dosa tanpa adanya cucuran darah (yang
melambangkan maut itu), sebab Tuhan menuntut keadilan mutlak. Bila
Tuhan hanya mengampuni dengan menutup mata saja terhadap dosa, itu
akan tidak adil sama sekali. Minta pengampunan saja tidak cukup harganya
untuk membayar “upah dosa”, melainkan harus tetap dibayar dengan
nyawa/kematian, yang dilambangkan dalam sebuah korban (binatang),
yaitu berupa korban-penebusan.
Sistem penebusan dosa seperti ini diutarakan dalam Perjanjian Lama
sebanyak 79 kali! Dimana darah binatang yang menjadi korban penebusan
sementara (yang harus dilakukan berulang kali terus-menerus), yang kelak
akan digantikan secara permanen dengan “darah Anak Domba” sebagai
Perjanjian Baru dari Tuhan. Yaitu darah Yesus Kristus untuk penebusan
dosa manusia, sekali dan selamanya. Maka Tuhan berfirman,
“Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku
akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda,
bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang
mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa
mereka keluar dari tanah Mesir” (ketika Tuhan pertama kali mengadakan
Perjanjian kepada bangsa Israel di Gunung Sinai sesudah diselamatkan dari
kejaran bangsa Mesir)
“Tetapi beginilah Perjanjian (Baru) yang Kuadakan dengan kaum Israel
sesudah waktu itu, Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan
menuliskannya dalam hati mereka” (Yeremia 31:31-33). Perjanjian Baru ini
akan membayar harga satu kali untuk selamanya atas dosa-dosa manusia
(Ibrani 7:27), bukan seperti Perjanjian Lama yang mengharuskan
pembayaran berulang-ulang dari domba atau binatang lain.
Tuhan berfirman pula dalam Perjanjian Lama mengenai Mesias,
Juruselamat yang akan melakukan penebusan dosa ini (dalam
Perjanjian Baru). Seorang Mesias yang bukan berasal dari Imamat Lewi,
tetapi seorang yang sempurna yang berasal dari suku Yehuda yang akan
menjadi imam bagi Tuhan. Orang sempurna itu, yaitu Mesias, akan menjadi
korban pengganti itu yang akan membayar sekaligus harga sepenuhnya,
sehingga Dia-lah yang dapat menghampiri Tuhan, bukan berdasarkan
keturunan (seperti Imamat Lewi) tetapi berdasarkan kesempurnaan-Nya
sendiri. Jika orang-orang mengikuti Mesias ini dan menerima bayaran
penebusan dari hukuman dosanya, maka Tuhan akan menuliskan hukum
Taurat dalam hati dan pikiran mereka, dan Tuhan dapat menyalurkan belas
kasihan-Nya sepenuhnya kepada mereka, sebab tuntutan Hukum
Keadilan-nya (“upah dosa ialah maut”) telah dipenuhi oleh Yesus sebagai
korban sembelihan di atas kayu salib. Oleh sebab itu semua orang yang
percaya kepada-Nya kini dapat menghampiri Tuhan, sebab Tuhan ingin
memiliki hubungan intim dengan ciptaan-Nya (Kejadian 3:8-11) tetapi
hanya dosalah yang menghalangi itu terjadi.
Kalau membaca seluruh Perjanjian Lama dengan teliti hal ini dapat
dimengerti. Semua isi Alkitab memang berguna, termasuk semua
penjelasan tentang sistem korban sembelihan. Namun Tuhan juga berjanji
untuk membuat perjanjian baru dengan umat-Nya yaitu bahwa korban
hewan yang kurang sempurna akan diganti dengan korban sempurna,
Mesias, Yesus itu. Korban hewan dalam Hukum Taurat hanya bersifat
sementara menantikan korban yang sempurna yang membawa
keselamatan bagi semua yang percaya kepada-Nya, (lihat Galatia 3:19-25;
Ibrani 9:11-28).
Banyak kitab menggambarkan Sang Mesias yang datang dengan membawa
perjanjian baru. Dalam hal ini, Tuhan menjadikan Yesus “sebagai korban
penebusan dosa” dan dikatakan, “Sesungguhnya, penyakit kitalah yang
ditanggungnya, dan kesengsaraan kita dipikulnya, padahal kita mengira dia
kena tulah, dipukul dan ditindas Tuhan. Tetapi dia tertikam oleh sebab
pemberontakan kita, dia diremukkan oleh sebab kejahatan kita; ganjaran
yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya.” (Lihat
Yesaya 53).
Anda dapat saja membayar harga dosa-dosa anda – harganya adalah maut
yang kekal. Dengan kata lain, Anda akan mati sebagai bayaran atas dosa-
dosa Anda dan masuk ke api jahanam neraka yang kekal. Atau, sebab
kasih Tuhan, Anda dapat meminta Sang Mesias untuk membayarkan harga
ini sebagai pengganti bagi Anda. Inilah yang akan membuat Anda
berdamai dengan Tuhan. Tuhan akan mengizinkan Anda masuk surga yang
kekal sebab keadilan-Nya sudah dipuaskan. Yohanes Pembaptis telah
berseru ketika ia melihat Yesus Mesias, “Lihatlah Anak Domba Tuhan, yang
menghapus dosa dunia.” Melalui korban kematian-Nya, sistem
pengorbanan lama yang mengorbankan binatang terus-menerus menjadi
tidak berlaku lagi sebab sudah tergenapi.
Yohanes juga mengatakan, “Barangsiapa percaya kepada Anak (Yesus), ia
beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia
tidak akan melihat hidup, melainkan murka Tuhan tetap ada di atasnya.”
(Yohanes 1:29; 3:36).
Pengikut-pengikut Yesus telah berjalan di dalam „janji yang baru‟ dan yakin
bahwa darah Yesus telah menebus segala dosa mereka. Mereka tidak hidup
di bawah „janji lama‟ yang dibuat Tuhan dengan orang-orang Israel di
Gunung Sinai. Di dalam hidup di bawah „janji baru‟ ini, para pengikut Yesus
tetap memiliki hukum yang mengatur. Isinya tetap berhubungan dengan
apa yang telah tertulis dalam Perjanjian Lama, tetapi tentunya dalam
konteks yang baru, yaitu yang telah digenapi di dalam Yesus Kristus. Jadi
jelas ada kesinambungan, penyingkapan dan pembaharuan dari kedua
„janji‟ ini – baru dan lama. Dengan demikian jelas bahwa kitab suci
bermanfaat untuk dipelajari, untuk mengetahui dari mana kita berasal dan
kemana kita akan pergi.
Catatan: Pararel dengan isu yang ditampilkan Shabbir di atas, tidakkah Al
Qur‟an terang-terangan memposisikan Yesus sebagai legislative, pembuat
Undang-Undang Ilahi? Sebab siapakah Dia yang boleh menjungkir-balikkan
Hukum Tuhan, “yang haram menjadi halal”? (Surat 3:49-50). [DAN sebab
Islam menolak konsep penebusan dosa, maka bagaimanakah teologi Islam
harus memberi jawab terhadap kontradiksi sifat-sifat Tuhan yang
Mahakasih (yang mengampuni dosa umatNya), tetapi juga sekaligus Maha-
adil (tidak bisa mengampuni, sebab setiap dosa harus dihukum demi
keadilan-Nya). Hanya konsep substitusilah (penebusan oleh korban
pengganti) yang dapat menjembatani ketegangan antara kasih-Nya dan
Adil-Nya!].
65. Tulisan apa yang sebenarnya ada di atas salib Yesus, sebab
(baik Matius 27:37, Markus 15:26, Lukas 22:38 dan Yohanes 19:19)
semuanya menuliskannya secara berlainan?
(Kategori: salah membaca ayat)
Pertentangan semu di atas timbul dari pertanyaan, “Apa sebenarnya yang
tertulis di atas kayu salib?” sebab ayat-ayat di dalam Matius 27:37,
Markus 15:26, Lukas 23:38 dan Yohanes 19:19 menuliskan kalimat yang
berbeda-beda tentang tulisan di atas kayu salib Yesus. Tetapi hal ini
sebenarnya dapat dengan mudah dipahami jika kita membaca ayat
Yohanes 19:20, yang berbunyi:
“Banyak orang Yahudi yang membaca tulisan itu, sebab tempat dimana
Yesus disalibkan letaknya dekat kota dan kata-kata itu tertulis dalam
bahasa Ibrani, bahasa Latin dan bahasa Yunani.”
Adalah menarik bahwa Pilatus dikatakan yang menuliskan teks ini ,
dan bisa saja tulisan ini ditulis dalam berbagai bahasa yang dikuasai
oleh Pilatus. Tetapi, inti tuduhan yang dikenakan kepada Yesus untuk apa
Dia disalibkan, adalah tuduhan, bahwa Yesus mengklaim diriNya sebagai
“Raja Orang Yahudi”. Ini ada dalam semua kitab Injil secara jelas. Jika
kita tidak mengerti kunci tuduhan ini, mungkin kita akan terjebak ke dalam
sebuah pertentangan, tetapi kenyataannya tidak demikian. Untuk
penjelasan lebih lanjut, silahkan perhatikan penjelasan Archer. (Archer
1982:345-346).
66. Apakah Herodes yang ingin membunuh Yohanes Pembaptis (Matius
14:5) atau istrinya, Herodias? (Markus 6:20)
(Kategori: salah memahami maksud penulis)
Kontradiksi semu di atas menunjuk pada perkiraan Shabbir, “Apakah
Herodes ingin membunuh Yohanes Pembaptis atau tidak?” Shabbir
menggunakan Matius 14:5 sebagai ayat pendukung untuk membuktikan
bahwa Herodes berniat membunuh Yohanes, sedangkan Markus 6:20
membuktikan bahwa Herodes tidak ingin membunuhnya. Padahal cerita
pada kedua ayat di atas saling melengkapi.
Jika kita baca seluruh kisah dalam Matius 14:1-11 dan Markus 6:14-29,
maka sejauh yang kita baca di dalamnya tidak ada pertentangan
apapun. Mencari-cari pertentangan demikian sama saja dengan mencari-
cari permasalahan seperti pertanyaan pada nomor 50. Pada kedua pasal di
atas, kita baca bahwa Herodes memerintahkan untuk memenjarakan
Yohanes Pembaptis atas desakan dan pengaruh istrinya, Herodias. Jadi
jelas pengaruh itulah yang menjadi faktor penting atas dipenggalnya kepala
Yohanes Pembabtis. Markus menuliskan cerita ini lebih mendetail
dibandingkan kitab Matius yang ditulis belakangan. sebab itu Matius tidak
mau membuang-buang waktu dengan menceritakan hal-hal yang telah
diketahui sebelumnya melalui kitab Markus. Hal lainnya yang perlu
diperhatikan juga, Markus tidak mengatakan dalam kitabnya, bahwa
Herodes tidak mau membunuh Yohanes, tetapi disebutkan bahwa Herodes
menyimpan ketakutan kepadanya, sebab Yohanes adalah orang yang
benar dan suci, dan ditambahkan lagi oleh Matius, sebab Yohanes
mempunyai pengaruh besar diantara banyak orang.
67. Apakah murid Yesus yang kesepuluh dari dua belas orang murid-
murid-Nya bernama Tadeus (Matius 10:1-4; Markus 3:13-19) ataukah
Yudas anak Yakobus? (Lukas 6:12-16)
(Kategori: salah memahami konteks historis)
Kedua ayat diatas sama-sama benar. Pada masa itu sudah biasa bagi
orang-orang Yahudi menggunakan lebih dari satu nama. Misalnya, Simon
atau Kefas, dipanggil juga Petrus (Markus 3:16) dan Saulus dipanggil juga
Paulus (Kisah Para Rasul 13:9). Tak ada bukti pemakaian nama tunggal
secara eksklusif sampai diganti dengan nama lain. Kedua nama mereka
dapat tetap digunakan secara bergantian.
68. Apakah pria yang Yesus lihat sedang duduk di rumah cukai, yang
kemudian dipanggil menjadi murid-Nya itu, bernama Matius (Matius
9:9) atau Lewi? (Markus 2:14; Lukas 5:27)
(Kategori: salah memahami konteks historis)
Jawaban pertanyaan diatas persis sama dengan pertanyaan sebelumnya,
dimana kedua ayat ini sama-sama benar. Matius dipanggil juga Lewi
seperti yang dikatakan kedua ayat di atas.
Adalah menarik mengetahui bahwa Shabbir Ally pernah juga melakukan
kebiasaan semacam ini. dalam persiapan perdebatan di Birmingham,
Inggris pada bulan Februari 1998, ia tanpa merasa bersalah menggunakan
nama samaran (Abdul Abu Saffiyah, yang artinya Abdul, ayah dari Saffiyah,
nama anak perempuannya) untuk mengelabui lawan berdebatnya, yaitu
Jay Smith. Dengan menyembunyikan identitasnya itu, ia menolak persiapan
yang telah dilakukan sah oleh Bapak Smith. Jadi, sementara dia boleh
bermain dengan nama ganda, kini ia menuduhnya sebagai kontradiksi
ketika berhadapan dengan nama ganda yang terjadi pada orang-orang
Palestina di abad pertama. Padahal praktek di zaman itu, mereka dapat
menggunakan hal itu secara legal dan tidak mencurangi siapapun.
Adalah absah menggunakan nama alternatif secara jujur. Tetapi dalam
kecurangan dan praktek penipuan seperti yang dilakukan Mr. Ally Shabbir
di atas, hanyalah menunjukkan adanya kaitan munafik bila masih juga
mengajukan dua pertanyaan seperti di atas.
69. Apakah Yesus disalibkan pada siang hari sesudah perjamuan Paskah
(Markus 14:12-17) atau pada siang hari sebelum perjamuan Paskah?
(Yohanes 13:1,30,29,18:28)
(Kategori: salah memahami konteks historis)
Yesus disalibkan pada siang hari sebelum perjamuan Paskah. Alasan
Markus seolah-olah mengatakan bahwa peristiwa penyaliban itu terjadi
sesudah perjamuan Paskah, hanyalah merupakan masalah budaya dan
kontekstualisasinya.
Bukti kencang dalam kit