Rabu, 29 Januari 2025

samuel 3


 g tahu nilainya. Nubuat itu berharga, sebab apa yang dinyata-

kannya sepertinya bersifat pribadi: Penglihatan-penglihatan pun 

tidak sering, yaitu, tidak ada seorang pun yang diketahui telah 

mendapat penglihatan. Mungkin keasusilaan dan kenajisan yang 

ada di dalam rumah TUHAN, yang tidak diragukan merusak selu-

ruh bangsa itu, telah menimbulkan murka Allah, sebagai suatu 

tanda dari ketidaksenangan-Nya, sehingga Ia menarik Roh nu-

buatan. Hal ini berlangsung hingga Ia mengeluarkan ketetapan 

untuk membangkitkan seorang imam yang lebih setia, dan seba-

gai tanda untuk ini, maka nabi yang setia ini pun dibangkitkan-

Nya.  

Cara penyataan diri Allah kepada Samuel di sini diceritakan 

sangat khusus, sebab kejadian ini tidaklah umum.  

I. Pada hari itu Eli sudah beristirahat di tempat tidurnya. Samuel 

juga sudah pergi tidur, dan orang-orang lain yang melayani di 

tempat kudus juga telah pergi, dapat kita duga, ke tempat mereka 

masing-masing (ay. 2): Eli sedang berbaring di tempat tidurnya. Ia 

pergi tidur lebih awal, merasa tidak enak badan untuk urusan 

pelayanan dan cepat merasa lelah, dan mungkin juga sebab  ter-

lalu menyukai kenyamanannya. Mungkin dia terlalu banyak ting-

gal di kamar, sehingga memberi putra-putranya kebebasan yang 

lebih luas. Dan dia ingin beristirahat lebih cepat sebab  matanya 

mulai rabun, suatu kemalangan yang mendatanginya secara adil 

sebab  menutup mata terhadap kesalahan putra-putranya.  

II. Samuel telah berbaring tidur, di suatu ruang dekat kamar Eli, 

sebuah ruangan bagi seorang bujang, supaya siap kalau-kalau 

dipanggil si orang tua saat  memerlukan sesuatu di malam hari, 

seperti mungkin untuk menolong membaca baginya kalau ia tidak 

dapat segera tidur. Ia memilih Samuel untuk tugas ini daripada 

orang lain dari keluarganya sendiri, oleh sebab  ia mengamati ada 

sikap cekatan pada diri Samuel. saat  anak-anaknya sendiri 

yaitu  suatu kesedihan baginya, pelayan kecilnya yaitu  kegem-

biraannya. Kiranya para orangtua yang menderita sebab  anak-

anaknya, bersyukur kepada Allah jika mereka punya seseorang 

yang dapat menghibur. Lampu rumah Allah belum lagi padam. 

Samuel telah tidur (ay. 3). Sepertinya dia berbaring di suatu tem-

pat begitu dekat dengan tempat kudus sehingga ia tidur dengan 

menggunakan terang lampu di sana, sebelum lampu-lampu lain 

di beberapa kaki dian padam, sebab lampu utama tidaklah per-

nah padam, mungkin menjelang tengah malam. Sebelum waktu 

itulah Samuel telah mengerjakan beberapa kebiasaan yang baik, 

seperti membaca dan berdoa, atau mungkin membersihkan dan 

menyiapkan ruangan tempat kudus. Barulah dia pergi tidur. 

Barulah kita dapat mengharapkan lawatan Allah yang rahmani 

saat  kita bertekun dan rajin di dalam tugas pelayanan kita.  

III. Allah memanggil Samuel dengan namanya, namun  sangka Samuel, 

Eli yang memanggilnya, sehingga ia berlari menemui Eli (ay. 4-5). 

Samuel tetap bangun di ranjangnya, pikirannya, tak diragukan, 

terjaga dengan baik (seperti mazmur Daud, Mzm. 63:7), saat  

TUHAN memanggilnya. Menurut Uskup Patrick, panggilan terse-

but berasal dari ruang maha kudus, dan sebab  itu terjemahan 

Alkitab bahasa Aram menulis, Sebuah suara terdengar keluar dari 

bait TUHAN. namun  Eli, kendati sepertinya dia berbaring di dekat 

situ, tidak mendengar suara itu. Namun, kemungkinan suara 

ini  juga muncul dengan cara lain. Di sini kita memiliki 

sebuah contoh,  

1. Tentang kerajinan Samuel dan kesiapannya untuk melayani 

Eli. Ia mengira imam Eli yang memanggilnya, sehingga berge-

gas beranjak dari ranjangnya yang hangat dan berlari kepada 

Eli, untuk melihat apakah dia menginginkan sesuatu, dan 

mungkin khawatir dia sakit. “Ini aku,” katanya, yang merupa-

kan teladan yang baik bagi para pelayan untuk segera datang 

saat  mereka dipanggil. Bagi orang muda, tidak hanya untuk 

taat kepada yang lebih tua, namun  juga untuk bersikap hati-

hati dan lembut terhadap mereka.  

2. Tentang kekurangannya dan ketidaktahuannya tentang peng-

lihatan-penglihatan dari Yang Mahakuasa, sehingga dia meng-

anggapnya sebagai satu-satunya panggilan dari Eli, padahal 

sebenarnya panggilan dari Allah. Kesalahan-kesalahan seperti 

ini sering kita tanpa kita sadari. Allah memanggil kita melalui 

firman-Nya, namun  kita terbiasa menganggapnya sebagai pang-

gilan dari hamba Tuhan, sehingga kita menjawabnya apa ada-

nya. Allah memanggil kita melalui tindakan-tindakan penye-

lenggaraan-Nya, namun  kita hanya melihatnya sebagai sekadar 

alat. Suara-Nya berseru, namun  hanya orang yang berhikmat 

yang memahaminya sebagai suara-Nya. Eli meyakinkan Sa-

muel bahwa bukan dia yang memanggilnya, namun tidak me-

marahinya sebab  mengganggunya. Eli tidak memarahinya 

bodoh, dan mengatakan dia hanya bermimpi, melainkan de-

ngan lembut memintanya untuk tidur kembali, sebab Eli tidak 

memerlukan sesuatu untuk dikerjakan. jika  para pelayan 

harus selalu siap sedia dengan panggilan tuan mereka, maka 

para tuan juga harus bersikap lembut kepada para hambanya 

demi kenyamanannya: supaya hamba-Mu dan pembantu 

hamba-Mu dapat beristirahat juga seperti engkau. Demikianlah, 

Maka pergilah Samuel dan tidurlah ia. Allah memanggil banyak 

orang melalui pelayanan firman, dan mereka menjawab, se-

perti Samuel, “Inilah aku.” namun  mereka tidak melihat Allah 

atau mencerna suara-Nya dalam panggilan ini , maka 

kesan terhadapnya pun segera hilang. Mereka berbaring lagi 

dan keyakinan mereka tidaklah berbuahkan apa-apa.  

IV. Panggilan yang sama terjadi lagi dan kesalahan yang sama dibuat, 

untuk kedua dan ketiga kalinya (ay. 6-9).  

1. Allah memanggil Samuel sekali lagi (ay. 6), dan sekali lagi, 

untuk ketiga kalinya (ay. 8). Perhatikanlah, panggilan yang di-

rancang oleh anugerah ilahi akan diulangi dan diulangi lagi 

sampai berhasil, yaitu sampai kita menyambut panggilan 

ini . Sebab, tujuan Allah, yang untuknya kita dipanggil, 

akan tetap terlaksana.  

2. Samuel masih belum tahu kalau TUHAN yang memanggilnya 

(ay. 7): Samuel belum mengenal TUHAN. Ia tahu firman yang 

tertulis, dan terbiasa dengan pikiran Allah di dalamnya, na-

mun dia belum mengerti cara Allah menyatakan diri kepada 

hamba-hamba-Nya para nabi, terutama melalui bunyi angin 

sepoi-sepoi basa. Semuanya ini baru dan asing baginya. 

Mungkin dia akan segera sadar akan sebuah pernyataan ilahi 

seandainya hal itu datang melalui sebuah mimpi atau sebuah 

penglihatan. Akan namun , ini yaitu  sebuah cara yang tidak 

hanya tidak dikenalnya, namun  juga belum pernah didengar-

nya. Orang-orang yang memiliki pengetahuan tertinggi tentang 

hal-hal ilahi harus ingat waktunya saat  mereka dulu masih 

bayi, tidak terlatih di dalam firman kebenaran. saat  aku 

kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Namun ja-

nganlah kita meremehkan masa hal-hal yang kecil. Demikian 

pula Samuel, demikianlah makna lebih luas, belum mengenal 

TUHAN; firman TUHAN belum pernah dinyatakan kepada-

nya. Sehingga dia telah keliru berkali-kali, namun  sesudahnya 

dia dapat memahami tugasnya dengan lebih baik. Kesaksian 

Roh di dalam hati orang yang percaya sering disalah mengerti, 

yang olehnya mereka kehilangan penghiburan darinya. Demi-

kian pula pergumulan Roh dengan hati nurani orang-orang 

berdosa juga sering disalahartikan, sehingga manfaat untuk 

menginsafkan mereka menjadi hilang. sebab  Allah berfirman 

dengan satu dua cara, namun  orang tidak memperhatikannya (Ayb. 

33:14).  

3. Samuel pergi kepada Eli untuk kedua dan ketiga kalinya, 

sebab  bunyi suara itu mungkin mirip dengan suaranya, dan 

Samuel berada sangat dekat jaraknya dengan dia. Dan dia 

memberi tahu Eli, dengan sangat yakin, “Ya, bapa, bukankah 

bapa memanggil aku? (ay. 6-8), tidak mungkin ada orang lain.” 

Sikap Samuel untuk datang saat  dia dipanggil, kendati oleh 

Eli, membuktikan dirinya sigap dan siap menjalankan tugas, 

sehingga melayakkan dirinya untuk mendapat perkenanan 

yang sekarang dinyatakan kepadanya. Allah memilih untuk 

memakai orang-orang yang demikian. Namun ada suatu tin-

dakan penyelenggaraan khusus dalam perkenan Allah bagi-

nya, yang mengharuskan dia datang berkali-kali kepada Eli. 

Sebab dengan begitu, pada akhirnya, mengertilah Eli, bahwa 

TUHANlah yang memanggil anak itu (ay. 8). Dan,  

(1) Hal ini bisa jadi membuat Eli merasa malu, dan menyadari 

kejadian itu merupakan awal kemerosotan keluarganya. 

Sebab, sekarang saat  Allah ingin menyampaikan sesuatu, 

Ia lebih memilih untuk memberitahukannya kepada anak 

kecil Samuel, hambanya yang melayaninya, dan tidak 

langsung kepadanya. Dan lebih merendahkan dirinya lagi, 

saat  ia mendapati bahwa pesan itu untuk dirinya sendiri, 

namun dikirim kepadanya melalui seorang anak kecil. Ia 

mengerti alasan untuk melihat hal ini sebagai suatu tanda 

ketidaksenangan Allah.  

(2) Hal ini membuat Eli mencari tahu apa yang telah dikata-

kan Allah kepada Samuel. Ia perlu memuaskan hatinya 

dengan kebenaran dan kepastian tentang disampaikan 

Allah itu, supaya ia tidak menduga-duga pesan itu hanya-

lah khayalan Samuel belaka. Sebab sebelum pesan itu di-

sampaikan, dia sendiri merasa bahwa Allah hendak ber-

bicara kepadanya, namun belum tahu apa itu sampai dia 

mengetahuinya dari Samuel. Demikianlah, bahkan kele-

mahan dan kesalahan dari orang-orang yang dipakai Allah 

dikuasai oleh hikmat-Nya yang tak terbatas, dan dijadikan 

berguna bagi tujuan-Nya. 

V. Pada akhirnya Samuel dijadikan siap untuk menerima sebuah 

pesan dari Allah, bukan untuk dipenuhi dengan diri sendiri dan 

tanpa arah tujuan, melainkan supaya dia dapat menjadi seorang 

nabi sepenuhnya, diumumkan kepada orang banyak  dan dijadi-

kan suatu penglihatan yang terbuka.  

1. Eli, sesudah  sadar itu yaitu  suara Allah yang didengar oleh 

Samuel, memberi petunjuk kepadanya apa yang harus dijawab 

(ay. 9). Hal ini dengan jujur dilakukannya, kendati merupakan 

suatu kehinaan baginya bahwa panggilan Allah melewati dia 

dan ditujukan kepada Samuel, namun dia tetap mengajari Sa-

muel bagaimana menyambut panggilan ini . Seandainya 

dia iri dengan kehormatan yang diberikan kepada Samuel ini, 

dia pasti akan berusaha menjauhkannya dari Samuel. Bisa 

saja ia menyuruh Samuel kembali tidur saja, tidak usah 

peduli, itu mimpi saja, dan Samuel pun tidak akan tahu apa 

yang terjadi. berbaring lagi dan tidur, tanpa mempedulikan-

nya, sebab itu hanyalah sebuah mimpi belaka. Namun Eli 

ternyata memiliki sikap hati yang baik sehingga tidak mau 

berbuat yang demikian. Ia memberi nasihat yang sangat baik 

kepada Samuel sedapat mungkin untuk kebaikannya. Demi-

kianlah, orang tua, tanpa menggerutu, seharusnya melakukan 

yang terbaik untuk membantu dan memajukan orang muda 

yang sedang bangkit, kendati mereka sendiri tampaknya 

sedang redup dan memudar. Janganlah kita jemu-jemu untuk 

memberi tahu dan menasihati mereka yang datang kemudian 

sesudah kita, sekalipun mereka lebih dikehendaki daripada 

kita (Yoh. 1:30). Nasihat yang diberikan Eli kepadanya yaitu , 

saat  Allah memanggilnya lagi, jawablah, Berbicaralah, TU-

HAN, sebab hamba-Mu ini mendengar. Ia harus menyebut diri 

sebagai hamba Allah, harus berkeinginan untuk mengetahui 

pikiran Allah. “Berbicaralah, TUHAN, berbicaralah kepadaku, 

berbicaralah sekarang.” Juga, ia harus bersiap untuk men-

dengar dan berjanji untuk memperhatikan: Hamba-Mu ini men-

dengar. Perhatikanlah, barulah kita berharap bahwa Allah 

akan berbicara kepada kita, saat  kita telah menyiapkan diri 

untuk mendengar apa yang hendak dikatakan-Nya (Mzm. 85:9; 

Hab. 2:1). Pada waktu kita duduk untuk membaca firman 

Allah dan mendengarkan pemberitaan firman-Nya, kita harus 

menyiapkan diri dengan menyerahkan diri kepada terang dan 

kuasa firman: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini men-

dengar.  

2. Kelihatannya Allah berbicara dengan cara yang agak berbeda 

pada kali keempat. Kendati seperti yang sudah-sudah, Ia me-

manggil Samuel dengan namanya, namun sekarang Ia berdiri 

di sana dan memanggil, yang menyiratkan adanya suatu 

penampakan khusus kemuliaan ilahi yang dapat dilihat atau 

dirasakan Samuel. Ada suatu penampakan yang berdiri di 

hadapannya, seperti sosok yang muncul di hadapan Elifas, 

kendati rupanya tidak dapat kukenal (Ayb. 4:16). Hal ini 

meyakinkan dia bahwa bukan imam Eli yang telah memanggil-

nya. Sebab, sekarang dia melihat suara yang berbicara kepada-

nya, seperti yang diungkapkan dalam Wahyu 1:12. Juga, kini 

namanya dipanggil dua kali, Samuel, Samuel, seolah-olah Allah 

bersuka saat  menyebut namanya, atau untuk menyatakan 

bahwa sekarang dia dibuat mengerti siapa yang telah ber-

bicara kepadanya. Satu kali Allah berfirman, dua hal yang aku 

dengar (Mzm. 62:12). Merupakan suatu kehormatan bagi Sa-

muel bahwa Allah senang untuk mengenal namanya (Kel. 

33:12). sebab  itu panggilan-Nya memiliki kuasa dan berhasil 

saat  Ia memanggil Samuel dengan namanya, yang menarik 

perhatiannya, seperti Saulus, Saulus. Demikian pula Allah me-

manggil Abraham dengan namanya (Kej. 22:1).  

3.  Samuel menjawab, sebagaimana dia telah diajari, Berbicaralah, 

sebab hamba-Mu ini mendengar. Perhatikanlah, kata-kata yang 

baik seharusnya ditaruh ke dalam mulut anak-anak sedini 

mungkin, beserta ungkapan yang tepat tentang kasih dan ke-

salehan, yang dengannya mereka dapat dipersiapkan untuk 

mengenali hal-hal rohani, serta dilatih untuk bergaul dengan-

nya. Ajarlah orang muda apa yang harus mereka katakan, 

sebab tak ada yang dapat kami paparkan oleh sebab  kegelap-

an. Sekarang Samuel tidak bangkit dan berlari lagi seperti

 sebelumnya saat  dia menyangka bahwa Eli yang telah me-

manggilnya, melainkan tinggal diam dan mendengar. Semakin 

tenang dan sabar jiwa kita, semakin siap kita untuk menda-

patkan penyingkapan-penyingkapan ilahi. Biarlah semua 

pikiran dan nafsu yang kacau-balau dikendalikan, dan setiap 

hal dijadikan tenang dan tenteram dalam jiwa, maka kita pun 

siap untuk mendengar dari Allah. Semua harus diam saat  Ia 

berbicara. namun  amatilah, Samuel lupa satu kata. Ia tidak 

berkata, Berbicaralah, TUHAN, namun  hanya, Berbicaralah, se-

bab hamba-Mu ini mendengar. Jalan dibuat bagi pesan yang 

kini hendak diterimanya, dan Samuel diperkenalkan dengan 

firman Allah dan penglihatan dari Yang Mahakuasa, dan 

lampu rumah Allah belum lagi padam (ay. 3) di dalam bait suci 

TUHAN, yang oleh beberapa penulis Yahudi diberikan sebuah 

arti mistis. Sebelum kejatuhan Eli, dan hilangnya Urim dan 

Tumim untuk sesaat, Allah memanggil Samuel, dan menjadi-

kannya penyampai pesan Tuhan, seperti yang telah disampai-

kan oleh para nabi mereka, Matahari terbit, matahari terbenam 

(Pkh. 1:5), yaitu, berkatalah mereka, saat  Allah membuat 

matahari dari seorang benar terbenam, maka Ia akan mem-

buat matahari seorang benar lainnya terbit. Smith ex Kimchi.  

Eli dan Keluarganya Terancam 

(3:11-18) 

11 Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: “Ketahuilah, Aku akan melaku-

kan sesuatu di Israel, sehingga setiap orang yang mendengarnya, akan bising 

kedua telinganya. 12 Pada waktu itu Aku akan menepati kepada Eli segala 

yang telah Kufirmankan tentang keluarganya, dari mula sampai akhir.  

13 Sebab telah Kuberitahukan kepadanya, bahwa Aku akan menghukum 

keluarganya untuk selamanya sebab  dosa yang telah diketahuinya, yakni 

bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, namun  ia tidak memarahi 

mereka! 14 Sebab itu Aku telah bersumpah kepada keluarga Eli, bahwa dosa 

keluarga Eli takkan dihapuskan dengan korban sembelihan atau dengan 

korban sajian untuk selamanya.” 15 Samuel tidur sampai pagi; kemudian 

dibukanya pintu rumah TUHAN. Samuel segan memberitahukan penglihatan 

itu kepada Eli. 16 namun  Eli memanggil Samuel, katanya: “Samuel, anakku.” 

Jawab Samuel: “Ya, bapa.” 17 Kata Eli: “Apakah yang disampaikan-Nya 

kepadamu? Janganlah kausembunyikan kepadaku. Kiranya beginilah Allah 

menghukum engkau, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika engkau menyem-

bunyikan sepatah kata pun kepadaku dari apa yang disampaikan-Nya kepa-

damu itu.” 18 Lalu Samuel memberitahukan semuanya itu kepadanya dengan 

tidak menyembunyikan sesuatu pun. Kemudian Eli berkata: “Dia TUHAN, 

biarlah diperbuat-Nya apa yang dipandang-Nya baik.”  


Di sini kita mendapati,  

I. Pesan yang, sesudah  semua pendahuluan ini, Allah sampaikan 

kepada Samuel tentang keluarga Eli. Allah tidak datang kepada-

nya sekarang untuk memberi tahu dia betapa dia akan menjadi 

orang besar di zamannya, betapa dia akan menjadi seorang tokoh 

besar, dan menjadi berkat luar biasa di Israel. Orang muda 

umumnya memiliki suatu keingintahuan yang besar untuk diberi 

tahu tentang nasib mereka, namun  Allah datang kepada Samuel, 

tidak untuk menjawab keingintahuannya, namun  untuk memakai 

dia dalam pelayanan-Nya dan mengutusnya kepada orang lain 

untuk sebuah tugas, yang jauh lebih baik. Walaupun demikian, 

pesan pertama ini, yang tak diragukan lagi memberi kesan yang 

sangat mendalam kepadanya, pastilah sangat berguna bagi Sa-

muel di kemudian hari, saat  anak-anaknya sendiri kelak ter-

bukti tidak sebaik sebagaimana seharusnya (8:3), kendati tidak 

seburuk anak-anak Eli. Pesannya singkat, tidak sepanjang pesan 

yang dibawa oleh abdi Allah itu (2:27). Sebab, Samuel yang masih 

seorang anak kecil, tidaklah dapat diharapkan untuk mengingat 

suatu pesan yang panjang, dan Allah mempertimbangkan kemam-

puannya ini. Ingatan anak-anak kecil tidak seharusnya dibebani 

secara berlebihan, tidak, jangan dengan hal-hal yang ilahi. Namun 

pesan ini  sungguh menyedihkan, sebuah pesan tentang 

murka, untuk menguatkan pesan di dalam pasal sebelumnya, dan 

untuk mengikat hukuman yang disampaikan di sana, sebab 

mungkin Eli tidak memberikan banyak perhatian kepada pesan 

ini  sebagaimana seharusnya. Ancaman-ancaman ilahi, se-

makin kurang diperhatikan, semakin pasti akan terjadi dan 

semakin berat akan jatuh menimpa. Di sini dijelaskan mengenai 

dosa dan hukumannya.  

1. Tentang dosa: sebab  dosa yang telah diketahuinya (ay. 13). 

Abdi Allah telah memberitahukan hal ini  kepadanya, dan 

sudah banyak kali hati nuraninya memberi tahunya tentang 

hal itu. Oh betapa beratnya kesalahan dan kerusakan yang 

ada di dalam diri kita sehingga kita mungkin berkata, “Itu 

yaitu  kesalahan yang telah dikenal hati kita, yang kita sendiri 

sadari!” Pendek kata, kesalahan ini  yaitu : bahwa anak-

anaknya telah menghujat Allah, namun  ia tidak memarahi mere-

ka! Atau, seperti yang tertulis dalam bahasa Ibrani, dia tidak 

mengerutkan muka terhadap mereka. Seandainya pun ia me-

nunjukkan ketidaksenangannya terhadap kejahatan anak-

anaknya, namun tidaklah setegas apa yang seharusnya ia per-

buat. Ia memang menegur mereka, namun  dia tidak menghu-

kum mereka atas penyelewengan yang mereka lakukan, atau 

mengambil kembali kekuasaan mereka supaya tidak dipakai 

untuk berbuat jahat. Seharusnyalah ia melakukan hal ini 

selaku seorang bapak, imam besar, dan hakim. Perhatikanlah,  

(1) Orang-orang berdosa menjadikan diri mereka sendiri hina 

dengan kejahatan mereka. Mereka mencemari diri sendiri, 

sebab tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, 

sebab  ia diseret dan dipikat olehnya (Yak. 1:14) dan de-

ngan demikian merendahkan diri sendiri. Bahkan mereka 

membuat diri sendiri hina, dan menjijikkan di mata Allah 

yang kudus, orang-orang kudus dan para malaikat. Dosa 

yaitu  suatu hal yang sangat jahat dan rendah, dan me-

rendahkan derajat manusia lebih dari apa pun (Mzm. 15:4). 

Putra-putra Eli memandang rendah Allah dan menjadikan 

persembahan kepada-Nya hina di mata umat. namun  aib 

yang sama berbalik menimpa diri mereka sendiri: mereka 

telah menjadikan diri sendiri rendah (ay. 13, KJV).  

(2) Orang-orang yang tidak mengekang orang lain berbuat 

dosa, saat  hal itu ada di dalam wewenang mereka, men-

jadikan diri mereka terlibat dalam kesalahan orang itu, dan 

akan didakwa sebagai kaki tangan orang itu. Mereka yang 

berwenang namun  tidak menggunakan kekuasaan mereka 

untuk menimbulkan kengerian kepada para pembuat keja-

hatan, akan dimintai pertanggungjawaban yang besar. 

2. Tentang penghukuman: ini yaitu  tentang segala yang telah 

Kufirmankan tentang keluarganya (ay. 12-13). Sebab telah Ku-

beritahukan kepadanya, bahwa Aku akan menghukum keluar-

ganya untuk selamanya, yaitu bahwa suatu kutukan akan me-

nimpa keluarganya turun-temurun. Rincian dari kutukan ini 

telah kita baca sebelumnya. Di sini tidak diulangi lagi, namun  

ditambahkan,  

(1) Bahwa saat  mulai dilaksanakan, hukuman ini  akan 

menjadi sangat mematikan dan mengejutkan seluruh Israel 

(ay. 11): setiap orang yang mendengarnya, akan bising ke-

dua telinganya. Setiap orang Israel akan ditimpa kengerian 

dan ketakjuban saat mendengar pembunuhan putra-putra 

Eli, patahnya batang leher Eli, dan pembubaran keluarga 

Eli. Tuhan, betapa mengerikan Engkau dalam hukuman-

Mu! Jika hal ini dilakukan terhadap sebuah pohon yang 

hijau subur, betapa lagi terhadap pohon yang kering. Per-

hatikanlah, hukuman Allah pada orang lain seharusnya me-

nyentak kita dengan ketakutan yang kudus (Mzm. 119:120). 

(2) Bahwa pelaksanaan hukumam yang mengerikan terhadap 

buah-buah sulung ini menjadi pertanda bahwa hukuman 

akan berlangsung hingga kesudahannya. Aku akan menepati 

kepada Eli segala yang telah Kufirmankan tentang keluar-

ganya, dari mula sampai akhir, yaitu semua yang telah Ku-

ancamkan kepadanya (ay. 12). Firman ini dapat berarti, 

bahwa bisa saja Ia tidak segera melaksanakan hukumannya, 

namun  janganlah mereka menyebut kesabaran-Nya ini seba-

gai pembebasan dari hukuman atau pengampunan. Sebab 

saat  pada akhirnya Ia benar-benar memulai, Ia akan 

mengerjakan keseluruhannya. Walaupun Ia lama bersabar, 

akhirnya Ia akan menghantam juga.  

(3) Bahwa tidak ada ruang yang tersisa bagi pengharapan, 

bahwa hukuman ini dapat dibatalkan dan pelaksanaan 

ditangguhkan atau dikurangi (ay. 14).  

[1] Allah tidak akan mencabut hukuman itu, sebab Ia telah 

meneguhkannya dengan sumpah: Aku telah bersumpah 

kepada keluarga Eli. Dan Allah tidak akan mundur dari 

apa yang telah Ia nyatakan dalam sumpah, baik itu 

belas kasih atau hukuman.  

[2] Tidak ada yang dapat membatalkan penghukuman itu: 

“Dosa keluarga Eli takkan dihapuskan dengan korban 

sembelihan atau dengan korban sajian untuk selama-

nya. Tidak ada penebusan yang diadakan bagi dosa itu, 

atau pembatalan terhadap hukuman itu.” Inilah keti-

daksempurnaan dari korban-korban persembahan hu-

kum Taurat, sebab  tidak dapat menjangkau pelanggar-

an dan membersihkannya. namun  darah Yesus, Anak-

Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa, dan 

menyelamatkan semua orang yang oleh iman mengakui-

nya, sehingga terbebas dari hukuman kekal yang ada-

lah upah dosa. 

II. Penyampaian pesan ini kepada Eli. Amatilah,  

1. Samuel segan memberitahukan penglihatan itu kepada Eli (ay. 

15).  

(1) Ia tidur sampai pagi, dan kita dapat menduga dengan baik 

bahwa dia tetap terjaga merenungkan apa yang didengar-

nya, mengulanginya untuk diri sendiri, dan memikirkan 

apa yang harus diperbuatnya. sesudah  kita menerima ma-

kanan rohani dari firman Allah, yaitu  baik untuk mene-

nangkan diri, dan memberi waktu untuk mencernanya.  

(2) Kemudian dibukanya pintu rumah TUHAN, di pagi hari, 

seperti yang biasa dilakukannya, menjadi yang pertama 

bangun di dalam rumah Allah. Bahwa dia sering harus 

melakukan pekerjaan ini yaitu  contoh kedisiplinan yang 

luar biasa pada diri seorang anak, namun  bahwa dia harus 

melakukannya pagi ini yaitu  contoh kerendahan hati yang 

besar. Allah sangat menghormatinya melebihi semua anak 

di antara umat-Nya, namun  Samuel tidaklah gila hormat, 

atau menjadi sombong sebab nya, tidak memikirkan diri 

sendiri terlalu besar dan terlalu baik untuk dipakai dalam 

jabatan seperti pelayan ini. Sebaliknya, dengan sukacita 

seperti kebiasaannya, ia pergi dan membuka pintu-pintu 

rumah Allah. Perhatikanlah, orang-orang yang kepadanya 

Allah menyatakan diri-Nya, mereka itu Ia jadikan dan tetap 

jaga supaya tetap rendah hati di mata mereka sendiri, dan 

bersedia untuk membungkuk kepada apa pun yang de-

ngannya mereka dapat berguna bagi kemuliaan-Nya, ken-

dati hanya sebagai penjaga pintu di rumah Allah. Pada 

umumnya orang akan menyangka, bahwa sebab  penuh 

dengan penglihatan itu, Samuel menjadi lupa daratan dan 

melupakan tugas pelayanan sehari-harinya dan pergi me-

nemui temannya untuk menceritakan bagaimana ia telah 

bercakap-cakap dengan Allah pada malam itu. Akan namun , 

sebaliknya, dengan rendah hati ia menyimpan kejadian itu 

untuk diri sendiri, dan tidak menceritakan penglihatan ter-

sebut kepada siapa pun, dan dengan tenang tetap melaku-

kan urusannya. Persekutuan pribadi kita dengan Allah 

tidak harus diberitakan ke mana-mana.  

(3) Samuel segan memberitahukan penglihatan itu kepada Eli. 

Jika dia takut Eli akan marah dan menegurnya, maka kita 

patut curiga bahwa Eli memang biasa bersikap kasar terha-

dap anak kecil ini sebab  dia memanjakan anak-anaknya 

sendiri yang jahat. Namun, mungkin lebih tepat kalau 

duga, bahwa ia takut mendukakan dan menyusahkan hati 

si orang tua yang baik itu sebab  merasa malu. Seandainya 

Samuel langsung segera berlari membawa berita itu kepada 

Eli, maka hal ini akan tampak seolah-olah dia mengingin-

kan hari celaka bagi keluarga Eli, dan berharap untuk 

membangun keluarganya sendiri di atas kehancuran ke-

luarga itu. sebab  itu, baiklah jika ia tidak langsung men-

ceritakan penglihatan itu. Orang baik selalu tidak merasa 

enak hati untuk membawa kabar buruk, apalagi Samuel 

terhadap Eli, murid terhadap sang pembimbing yang 

dikasihi dan dihormatinya. 

2. Penyelidikan Eli secara hati-hati tentang pesan ini  (ay. 

16-17). Segera sesudah mendengar Samuel mulai bekerja di 

rumah Allah, Eli pun memanggilnya, mungkin ke samping 

tempat tidurnya. Ia tahu Allah telah berbicara kepada Samuel, 

jadi dia mengharuskan, tidak hanya dengan tegas (Janganlah 

kausembunyikan kepadaku), namun  juga dengan mendesak, 

kiranya beginilah Allah menghukum engkau, bahkan lebih lagi 

dari pada itu, jika engkau menyembunyikan sepatah kata pun 

kepadaku! Ia punya cukup alasan untuk takut bahwa pesan 

yang disampaikan itu bukanlah hal yang baik tentang dirinya, 

melainkan hal yang buruk. Akan namun , sebab  itu yaitu  

pesan dari Allah, dia tidak dapat begitu saja mengabaikannya. 

Orang baik harus rindu untuk mengetahui semua kehendak 

Allah, entah itu baik atau buruk baginya. Eli mendesak, 

kiranya beginilah Allah menghukum engkau, ... jika engkau me-

nyembunyikan sepatah kata pun kepadaku. Bisa jadi ini me-

nyiratkan nasib mengerikan dari para penjaga yang tidak setia. 

Jika mereka tidak memperingatkan orang-orang berdosa, me-

reka menimpakan diri sendiri dengan murka dan kutuk yang 

seharusnya mereka sampaikan, dalam nama Allah, kepada 

mereka yang tetap hidup dalam kesalahan-kesalahannya. 

3. Pada akhirnya Samuel dengan jujur menyampaikan pesan 

ini  (ay. 18): memberitahukan semuanya itu kepadanya 

dengan tidak menyembunyikan sesuatu pun. Pada waktu dia 

sadar bahwa dia harus memberi tahu Eli, dia tidak memotong 

isi pesannya, atau berusaha untuk melunakkannya, menum-

pulkan apa yang seharusnya tajam, atau melapisi pil yang 

pahit, melainkan menyampaikan pesan sejelas dan sepenuh 

saat dia menerimanya, tidak lalai memberitakan seluruh mak-

sud Allah. Demikianlah para hamba Tuhan harus bertindak 

setia seperti ini.  

4. Ketaatan Eli tanpa perlawanan terhadap hukumannya. Ia 

tidak mempersoalkan integritas Samuel, tidak mempertanya-

kan ceritanya ataupun merasa keberatan mengenai keadilan 

hukuman itu. Ia tidak mengeluh terhadap hukuman, seperti 

Kain, bahwa hukuman ini  lebih berat daripada yang pa-

tut atau dapat ditanggung. Sebaliknya, dengan sabar dan pas-

rah ia menerima hukuman atas kesalahannya. Dia TUHAN, 

biarlah diperbuat-Nya apa yang dipandang-Nya baik. Ia mema-

hami hukuman itu dimaksudkan hanya sebagai sebuah 

hukuman sementara di dunia ini, dan tidak bisa terhindar dari 

akibatnya terhadap kehinaan dan kemiskinan keturunannya. 

Ia percaya hukuman itu tidak memisahkan dia dari perkenan 

Allah, dan sebab nya dengan gembira ia memasrahkan diri, 

tidak mengeluh, sebab dia tahu ketidaklayakan dari keluarga-

nya. Ia juga tidak berdoa memohonkan penangguhan hukum-

an, sebab  Allah telah menguatkannya dengan sumpah, yang 

tidak akan disesalkan-Nya. sebab  itu dengan rendah hati ia 

memasrahkan diri kepada kehendak Allah, seperti Harun, 

dalam perkara yang tidak banyak berbeda (lih. Im. 10:3), Dan 

Harun berdiam diri. Secara ringkas,  

(1) Ia menyetujui kebenaran yang memuaskan ini, “Dia 

TUHAN. Dialah yang menjatuhkan hukuman, dan di meja 

pengadilan-Nya orang tidak dapat berbantah lagi, dan tidak 

ada pengecualian dalam penghukuman-Nya. Dialah yang 

akan melaksanakan hukuman itu, kuasa-Nya tidak dapat 

dilawan, keadilan-Nya tidak bercacat, dan kedaulatan-Nya 

tidak tertandingi. Dia TUHAN, Ia menguduskan dan memu-

liakan diri-Nya sendiri, dan memang sangat layaklah Ia 

berbuat demikian. Dia TUHAN, tidak ada ketidak-adilan 

pada diri-Nya. Ia tidak pernah dan tidak akan melakukan 

kesalahan kepada makhluk ciptaan-Nya, adn tidak menun-

tut lebih dari yang pantas mereka terima.”  

(2) Ia menyimpulkan dari hukuman ini  kesimpulan yang 

memuaskan ini: “Biarlah diperbuat-Nya apa yang dipan-

dang-Nya baik. Aku tidak punya bantahan untuk menen-

tang keputusan-Nya. Ia benar dalam semua jalan-Nya dan 

kudus dalam semua perbuatan-Nya, dan sebab  itu jadilah 

kehendak-Nya. Aku akan memikul kemarahan TUHAN, 

sebab aku telah berdosa kepada-Nya.” Jadi, kita harus me-

nenangkan diri kita di bawah hardikan Allah, dan jangan 

pernah berbantah dengan Sang Pencipta kita. 

Samuel Dihormati sebagai Seorang Nabi 

(3:19-21) 

19 Dan Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satu 

pun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur. 20 Maka tahulah seluruh 

Israel dari Dan sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel telah dipercayakan 

jabatan nabi TUHAN. 21 Dan TUHAN selanjutnya menampakkan diri di Silo, 

sebab Ia menyatakan diri di Silo kepada Samuel dengan perantaraan firman-

Nya.  

sesudah  Samuel menjadi terbiasa dengan penglihatan-penglihatan 

dari Allah, kita sekarang di sini membaca penjelasan tentang kehor-

matan lebih lanjut yang diberikan kepadanya sebagai seorang nabi.  

I. Allah sungguh menghormati Samuel. Begitu berkenan kepadanya, 

Ia melanjutkan dan memahkotai karya-Nya sendiri di dalam diri 

Samuel: Dan Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia (ay. 

19). Semua pertambahan kita dalam hal hikmat dan anugerah 

yaitu  bersumber dari penyertaan Allah bersama kita. Ini semua 

yaitu  untuk pertumbuhan kita. Allah menghormati Samuel,  

1. Dengan menyatakan diri-Nya lebih lanjut kepadanya. Samuel 

dengan setia telah menyampaikan pesan yang telah dipercaya-

kan kepadanya, dan sebab nya Allah memakainya lagi dalam 

melayani-Nya: Dan TUHAN selanjutnya menampakkan diri di 

Silo (ay. 21). Perhatikanlah, Allah dengan senang hati akan 

mengulangi lawatan-Nya kepada orang-orang yang menerima-

nya dengan benar.  

2. Dengan menggenapi apa yang diucapkan melaluinya: tidak 

ada satu pun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur (ay. 

19). Apa pun yang dikatakan Samuel, sebagai seorang nabi, 

selalu terbukti benar, dan digenapi pada waktunya. Mungkin 

ada beberapa contoh luar biasa tentang kebenaran nubuatan-

nubuatan Samuel yang terjadi segera sesudahnya, yang mene-

guhkan apa yang kemudian digenapi, dan hal ini mengokoh-

kan tugasnya sebagai nabi. Allah berfirman, Aku akan me-

nguatkan perkataan hamba-hamba-Ku dan melaksanakan 

keputusan-keputusan yang diberitakan utusan-utusan-Ku (Yes. 

44:26), dan akan melakukan apa yang telah diucapkannya.  

II. Israel sungguh menghormati Samuel. Mereka semua tahu dan 

mengakui bahwa kepada Samuel telah dipercayakan jabatan nabi 

TUHAN (ay. 20).  

1. Ia bertambah terkenal. Semua orang yang naik ke Silo untuk 

beribadah memperhatikan Samuel, mengaguminya, dan ber-

bicara tentangnya saat  mereka pulang ke rumah. Kesalehan 

orang-orang muda sejak dini akan menjadi kemuliaan ter-

agung bagi mereka, dan membawa nama baik bagi mereka 

dalam hal-hal baik apa saja, dalam waktu yang cepat.  

2. Ia terus bertumbuh dan sangat diperlukan dalam pelayanan 

kepada generasinya. Ia yang telah memulai sejak dini untuk 

menjadi baik akan segera melakukan yang baik pula. Tugasnya 

yang ditetapkan dari Allah, dan nama baik yang diakui oleh 

umat, telah memberinya suatu kesempatan besar untuk ber-

sinar sebagai sebuah terang di Israel. saat  Eli yang sudah 

tua ditolak, Samuel yang muda ditegakkan. Sebab Allah tidak 

akan pernah membiarkan diri-Nya tanpa seorang saksi atau 

jemaat-Nya tanpa seorang penuntun.  

 


 

 

PASAL  4  

elbagai nubuatan mengenai kehancuran kaum keluarga Eli yang 

ada di dalam pasal-pasal sebelumnya mulai digenapi di dalam 

pasal ini. Jarak waktu antara nubuatan dan penggenapan ini tidak 

tertulis, namun  yang pasti tidak lama. Allah kerap menghabisi para 

pendosa seperti ini dengan segera. Dalam pasal ini kita temukan, 

I. Aib dan kekalahan yang dialami orang Israel dalam peperang-

an melawan orang Filistin (ay. 1-2). 

II. Tindakan bodoh orang Israel untuk memperkuat diri mereka 

dengan membawa tabut Allah masuk ke dalam perkemahan, 

dengan dipanggul Hofni dan Pinehas (ay. 3-4), yang menda-

tangkan rasa aman bagi mereka (ay. 5) dan ketakutan bagi 

orang Filistin. Namun, justru rasa takut inilah yang membang-

kitkan semangat orang Filistin (ay. 6-9). 

III. Dampak mematikan akibat tindakan ini: Israel terpukul 

kalah, dan tabut Allah pun dirampas (ay. 10-11). 

IV. Dibawanya berita ini ke Silo, dan kesedihan yang mengiringi 

penerimaannya. 

1. Kota itu menjadi kacau (ay. 12-13). 

2. Eli pingsan, lalu jatuh dan patahlah batang lehernya (ay. 

14-18). 

3. sesudah  mendengar apa yang telah terjadi, menantu 

wanita   Eli merasakan sakit bersalin, lalu melahirkan 

seorang anak laki-laki, namun  tidak lama kemudian mati 

(ay. 19-22). Semua ini yaitu  hal-hal yang akan membuat 

bising telinga setiap orang yang mendengarnya. 

Peperangan Melawan Orang Filistin 

(4:1-9) 

1 Dan perkataan Samuel sampai ke seluruh Israel. Orang Israel maju 

berperang melawan orang Filistin dan berkemah dekat Eben-Haezer, sedang 

orang Filistin berkemah di Afek. 2 Orang Filistin mengatur barisannya ber-

hadapan dengan orang Israel. saat  pertempuran menghebat, terpukullah 

kalah orang Israel oleh orang Filistin, yang menewaskan kira-kira empat ribu 

orang di medan pertempuran itu. 3 saat  tentara itu kembali ke perkemah-

an, berkatalah para tua-tua Israel: “Mengapa TUHAN membuat kita terpukul 

kalah oleh orang Filistin pada hari ini? Marilah kita mengambil dari Silo 

tabut perjanjian TUHAN, supaya Ia datang ke tengah-tengah kita dan 

melepaskan kita dari tangan musuh kita.” 4 Kemudian bangsa itu menyuruh 

orang ke Silo, lalu mereka mengangkat dari sana tabut perjanjian TUHAN 

semesta alam, yang bersemayam di atas para kerub; kedua anak Eli, Hofni 

dan Pinehas, ada di sana dekat tabut perjanjian Allah itu. 5 Segera sesudah 

tabut perjanjian TUHAN sampai ke perkemahan, bersoraklah seluruh orang 

Israel dengan nyaring, sehingga bumi bergetar. 6 Dan orang Filistin yang 

mendengar bunyi sorak itu berkata: “Apakah bunyi sorak yang nyaring di 

perkemahan orang Ibrani itu?” saat  diketahui mereka, bahwa tabut TUHAN 

telah sampai ke perkemahan itu, 7 ketakutanlah orang Filistin, sebab kata 

mereka: “Allah mereka telah datang ke perkemahan itu,” dan mereka berkata: 

“Celakalah kita, sebab seperti itu belum pernah terjadi dahulu. 8 Celakalah 

kita! Siapakah yang menolong kita dari tangan Allah yang maha dahsyat ini? 

Inilah juga Allah, yang telah menghajar orang Mesir dengan berbagai-bagai 

tulah di padang gurun. 9 Kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki, 

hai orang Filistin, supaya kamu jangan menjadi budak orang Ibrani itu, 

seperti mereka dahulu menjadi budakmu. Berlakulah seperti laki-laki dan 

berperanglah!” 

Kata-kata pertama pada perikop ini yang ada kaitannya dengan 

Samuel, yakni perkataan Samuel sampai ke seluruh Israel, tampaknya 

tidak berhubungan dengan kisah yang terjadi sesudah nya, seolah-olah 

menurut arahannyalah orang Israel maju berperang melawan orang 

Filistin. Andai kata mereka meminta nasihat dari Samuel, meski ia 

baru saja memegang jabatan sebagai seorang nabi, perkataannya 

tentu lebih bermanfaat bagi orang Israel daripada keberadaan tabut 

TUHAN. Akan namun , para pemimpin Israel mungkin meremehkan 

Samuel sebab  ia masih muda, sehingga tidak mau memohon ban-

tuannya sebagai penyampai firman Tuhan, dan Samuel juga memang 

belum turun tangan di dalam urusan bangsa Israel. Kita juga tidak 

menjumpai namanya ada tertulis sampai beberapa tahun sesudah nya 

(7:3). Kita hanya mendapati pada perikop ini bahwa perkataan 

Samuel sampai ke seluruh Israel, artinya, orang-orang dari seluruh 

penjuru negeri yang dengan saleh berbakti kepada Tuhan, datang 

kepada Samuel sebagai seorang nabi dan meminta nasihatnya. 

Mungkin perkataannya itu yaitu  nubuatannya yang menentang 

kaum keluarga Eli. Perihal ini telah diketahui dan dibahas secara 

umum, sehingga orang-orang yang memperhatikan dengan sungguh-

sungguh akan membahas kejadian yang dipaparkan di bagian ini, 

pada waktu kejadian itu berlangsung, dengan nubuatan Samuel itu, 

dan menyaksikannya tergenapi di dalam semua kejadian itu. Dalam 

perikop di atas kita dapati, 

I. Peperangan orang Israel dengan orang Filistin (ay. 1). Perang itu 

merupakan satu upaya untuk mengangkat kuk penindasan yang 

menindih mereka, yang tentunya akan berhasil jika  mereka 

pertama-tama bertobat dan membaharui diri, dan dengan itu, me-

mulai upaya mereka dengan awal yang baik. Menurut perhitung-

an, peperangan ini terjadi di sekitar pertengahan masa penindas-

an bangsa Filistin terhadap Israel yang berlangsung selama empat 

puluh tahun (Hak. 13:1) dan segera sesudah  kematian Simson. 

Demikianlah diutarakan uskup Patrick, yang beranggapan bahwa 

kematian massal yang didatangkan Simson pada saat kematian-

nya mungkin mencetuskan upaya ini. Akan namun , Dr. Lightfoot 

menilai bahwa peperangan itu terjadi empat puluh tahun sesudah  

kematian Simson, sebab  itulah lamanya masa Eli memerintah 

sebagai hakim (ay. 18). 

II. Kekalahan Israel di dalam perang ini  (ay. 2). Israel, yang 

menjadi pihak yang menyerang, terpukul kalah dan kehilangan 

empat ribu orang yang tewas di tempat. Allah telah berjanji bahwa 

satu orang Israel akan mampu mengejar seribu orang, namun  kini, 

sebaliknya, terpukullah kalah orang Israel oleh orang Filistin. Dosa, 

hal yang terkutuk itu, ada di dalam perkemahan Israel, dan mem-

beri seteru mereka segenap keuntungan atas mereka. 

III. Upaya yang dirancang untuk melancarkan perang berikutnya. 

Suatu majelis perang pun dihimpun, dan, bukannya bertekad 

untuk berpuasa dan berdoa dan memperbaiki diri, pikiran mereka 

begitu keji, tidak heran saat  mereka mempunyai para tua-tua 

seperti itu, sehingga, 

1. Mereka murka terhadap Allah sebab  Ia telah menentang me-

reka (ay. 3): Mengapa Tuhan membuat kita terpukul kalah? Jika 

maksud mereka berkata ini yaitu  untuk menanyakan penye-

bab kemarahan Allah, mereka tidak perlu bertindak sampai 

sejauh itu untuk mencari tahu akan hal itu. Jelas bahwa 

Israel telah berdosa, walau mereka tidak bersedia menyadari 

dan mengakuinya. Namun demikian, mereka malah mengecam 

Allah dengan kerasnya oleh sebab kekalahan itu, tidak senang 

terhadap apa yang Allah telah perbuat, dan mempermasalah-

kan perkara itu dengan-Nya. Meski mereka mengaku bahwa 

tangan Tuhanlah yang bekerja dalam kesulitan yang mereka 

hadapi (sampai sejauh ini, pernyataan mereka itu benar): 

“Tuhan telah membuat kita terpukul kalah,” bukannya tunduk 

kepada Tuhan, mereka malah bertengkar dengan-Nya serta 

murka kepada-Nya dan segenap tindak penyelenggaraan-Nya. 

Mereka tidak juga menyadari tindakan-tindakan mereka telah 

membuat-Nya sakit hati: “Mengapa kita, yang yaitu  orang 

Israel, terpukul kalah oleh orang Filistin? Betapa aneh dan 

tidak pantasnya hal itu!” Catatlah, kebodohan menyesatkan 

jalan orang, lalu gusarlah hatinya terhadap Tuhan (Ams. 19:3) 

dan mempersalahkan-Nya. 

2. Mereka membayangkan bahwa mereka dapat memaksa Tuhan 

untuk tampil bagi mereka pada perang berikutnya dengan 

membawa tabut-Nya ke dalam perkemahan mereka. Para tua-

tua Israel begitu dungu dan tidak mengerti sampai-sampai 

mengajukan gagasan ini  (ay. 3), dan orang Israel pun 

segera melaksanakannya (ay. 4). Mereka mengutus orang ke 

Silo untuk mengambil tabut perjanjian TUHAN, dan Eli tidak 

cukup berani untuk menahan tabut itu, malahan mengutus 

kedua anak laki-lakinya yang durhaka, Hofni dan Pinehas, 

bersama tabut itu. Kalau pun tidak mengutus, setidaknya ia 

mengizinkan mereka pergi, meski ia tahu bahwa ke mana pun 

mereka pergi, kutuk Allah turut pergi beserta mereka. Seka-

rang lihatlah di sini, 

(1) Pemujaan tabut TUHAN yang luar biasa oleh orang Israel. 

“Oh, ambillah tabut perjanjian TUHAN itu, maka tabut itu 

akan mengerjakan keajaiban bagi kita.” Menurut ketetapan 

Allah, tabut itu merupakan tanda kasatmata dari kehadir-

an Allah. Allah berfirman bahwa Ia akan bersemayam di 

atas para kerub, yang ada di bagian atas tabut perjanjian 

TUHAN dan yang turut dibawa bersamanya. Sekarang, me-

reka beranggapan bahwa dengan memuja-muja peti kera-

mat ini, mereka akan membuktikan diri bahwa mereka 

betul yaitu  orang-orang Israel sejati, dan akan berhasil 

meminta Allah untuk tampil membela mereka. Catatlah, 

orang-orang yang telah mengasingkan diri dari kebenaran 

ajaran agama kerap kali menemukan kesenangan besar 

terhadap berbagai ritual dan ibadat yang lahiriah semata. 

Begitu pula halnya dengan orang-orang yang menyangkal 

kuasa kesalehan terhadap Allah, mereka ini tidak hanya 

memiliki, namun  bahkan memuja-muja, barang-barang ke-

ramat. Sorak-sorai berkumandang di dalam bait suci Allah, 

dan tabut perjanjian TUHAN pun diarak penuh gelora oleh 

lautan orang banyak yang sama sekali tidak menghargai 

Tuhan yang berkuasa atas bait suci itu dan Allah yang 

bertakhta di atas tabut itu, seakan-akan kegigihan yang 

menyala-nyala demi nama Kekristenan akan menutupi 

kenistaan perbuatan ini . Akan namun , mereka malah 

menjadikan tabut TUHAN itu berhala dan memandangnya 

sebagai rupa Allah Israel sendiri, sama halnya dengan 

patung-patung yang disembah-sembah sebagai ilah oleh 

bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal Allah. Menyembah 

Allah yang sejati, dan tidak menyembah Dia sebagai Allah, 

sama saja dengan tidak menyembah Dia sama sekali. 

(2) Kebodohan mereka yang luar biasa, yang menilai bahwa 

tabut TUHAN itu, jika  mereka memilikinya di tengah-

tengah perkemahan, pasti akan melepaskan mereka dari 

tangan musuh mereka, dan membawa kemenangan kembali 

ke pihak mereka. sebab , 

[1] saat  tabut itu dibawa berangkat, berdoalah Musa, 

Bangkitlah, Tuhan, supaya musuh-Mu berserak, sebab  

Musa tahu persis bahwa bukanlah tabut yang maju 

bersama merekalah yang akan memberi mereka keme-

nangan pasti, melainkan Allah yang tampil bagi mereka. 

Sementara pada kisah ini, kita mendapati cara yang 

sungguh tidak layak untuk memaksa Allah untuk ber-

kenan kepada mereka dengan kehadiran-Nya. Lantas, 

apa manfaatnya tabut itu bagi mereka, yang sama saja 

dengan kulit tanpa kacang di dalamnya? 

[2] Mereka sama sekali tidak memohon izin Allah untuk 

mengangkat tabut-Nya, padahal Ia telah dengan jelas 

memberitahukan kepada mereka melalui hukum-Nya 

bahwa saat  mereka telah tinggal diam di Kanaan, 

maka tabut perjanjian-Nya harus diletakkan di tempat 

yang ditetapkan-Nya (Ul. 12:5, 11). Dan bahwa mereka-

lah yang harus pergi kepada tabut itu, bukan tabut itu 

yang pergi kepada mereka. Jadi, bagaimana mungkin 

mereka dapat berharap akan mendapat kebaikan dari 

tabut TUHAN, saat  mereka tidak memperolehnya de-

ngan cara yang benar dan patuh hukum. Terlebih lagi 

saat  mereka tidak mendapat perintah untuk memin-

dahkannya dari tempatnya? Bukannya menghormati 

Allah, tindakan mereka itu malah benar-benar meng-

hina-Nya. Bahkan, 

[3] Seandainya pun tidak ada hal lain yang menghalangi 

pengharapan mereka terhadap tabut itu, namun bagai-

mana bisa mereka berharap bahwa tabut itu akan mem-

beri berkat saat  Hofni dan Pinehaslah yang mengang-

katnya? Kejahatan mereka akan tampak jelas mendapat 

perkenanan andaikata tabut itu mengerjakan kebaikan 

bagi Israel sementara berada di tangan para imam bejat 

itu.  

IV. Sukacita besar timbul di tengah perkemahan Israel saat  tabut 

itu dibawa ke sana (ay. 5): Bersoraklah seluruh orang Israel 

dengan nyaring, sehingga bumi bergetar. Kini, mereka menyangka 

bahwa kemenangan pasti di tangan, sehingga mereka bersorak-

sorai sebelum memulai perang. Seakan-akan sang hari tak ayal 

lagi menjadi milik mereka, dan dengan pekik megah ini, mereka 

membangkitkan diri dan kekuatan mereka, dan  membuat ngeri 

seteru-seteru mereka. Catatlah, orang-orang duniawi bergembira 

ria dalam berbagai hak istimewa dan upacara-upacara keagamaan 

yang lahiriah. Mereka sepenuhnya mendasarkan diri pada hal-hal 

lahiriah itu, seolah-seolah semua itu pastilah akan menyelamat-

kan mereka. Seolah-olah tabut itu, yakni takhta Allah, yang ber-

ada di tengah-tengah perkemahan, akan membawa mereka ma-

suk sorga, meskipun dunia dan kedaginganlah yang bertakhta di 

dalam hati mereka. 

V. Kengerian melanda segenap orang Filistin saat  tabut TUHAN di-

bawa masuk ke dalam perkemahan Israel. Kedua pasukan bangsa 

itu berkemah begitu dekatnya hingga orang-orang Filistin pun 

dapat mendengar pekik kumandang orang Israel pada peristiwa 

besar ini. Mereka pun lantas mengerti apa yang membuat mereka 

bersorak-sorai seperti itu (ay. 6), dan merasa takut akan akibat-

nya. sebab , 

1. Kejadian seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya di masa 

mereka: Allah mereka telah datang ke perkemahan itu, dan oleh 

sebab nya, celakalah kita (ay. 7), dan sekali lagi, celakalah kita 

(ay. 8). Nama Allah Israel terdengar begitu menakutkan bah-

kan di telinga orang-orang yang menyembah allah lain, hingga 

musuh yang menyerbu pun ketakutan untuk mengusik Israel. 

Hati nurani manusia akan berkata, celakalah siapa pun yang 

berada di pihak yang melawan Allah. Akan namun , lihatlah 

pandangan mereka yang begitu rendah terhadap kehadiran 

Allah, seolah-olah Allah Israel tidak ada di tengah-tengah per-

kemahan itu sebelum tabut itu datang. namun  pandangan 

orang Filistin ini dapat sangat dimaklumi, sebab  pandangan 

orang Israel sendiri terhadap kehadiran Allah pun tidaklah 

lebih baik. “Oh,” kata mereka, “ini siasat baru mereka untuk 

mengalahkan kita, lebih menakutkan daripada segala strategi 

perang mereka, sebab seperti itu belum pernah terjadi dahulu. 

Ini yaitu  tindakan paling ampuh yang dapat mereka perbuat 

untuk menggentarkan pasukan kita dan melemahkan tangan 

tentara kita.” 

2. jika  perbuatan ini dilakukan di zaman lampau, maka itu 

tentu mendatangkan keajaiban: Inilah ilah yang telah meng-

hajar orang Mesir dengan berbagai-bagai tulah di padang gurun 

(ay. 8, KJV). Dari kalimat ini, terlihat bahwa orang Filistin ini 

tidak memahami sejarah, di samping juga tidak memahami 

tentang keilahian Allah: tulah yang terjadi di Mesir ditimpakan 

sebelum tabut perjanjian TUHAN dibangun dan sebelum bang-

sa Israel pergi ke padang gurun. Sungguh kacau cara pandang 

orang Filistin ini, yang dimiliki secara turun-temurun, terha-

dap keajaiban yang dijadikan oleh atau untuk orang Israel, 

saat  tabut perjanjian TUHAN ini dibawa di hadapan mereka, 

sebab  mereka menilai bahwa semuanya itu terjadi bukan 

sebab  Yehova, namun  sebab  tabut itu. Sekarang, kata mere-

ka, Siapakah yang akan menolong kita dari tangan allah-allah 

yang maha dahsyat ini?, dengan memandang tabut itu sebagai 

Allah, yang dapat dimaklumi mengingat orang Israel sendiri 

menjadikan tabut itu sebagai berhala. Akan namun , tampaknya 

mereka sendiri tidak terlalu mempercayai perkataan mereka 

sendiri mengenai allah-allah yang maha dahsyat ini, dan 

hanya menjadikannya olok-olokan, sebab  bukannya mundur, 

atau mengajukan tawaran untuk berdamai, yang tentu akan 

dilakukan andai kata mereka betul-betul yakin akan kuasa 

Allah Israel. Sebaliknya, mereka malah menggerakkan satu 

sama lain untuk bangkit dan berperang dengan lebih gagah 

berani. Kesulitan yang datang tidak disangka-sangka ini malah 

semakin meneguhkan tekad mereka (ay. 9): Kuatkanlah hatimu 

dan berlakulah seperti laki-laki. Para panglima orang Filistin 

menanamkan gagasan yang gagah berani dan membangkitkan 

semangat ke dalam benak para prajuritnya, dengan meminta 

mereka untuk mengingat, betapa mereka telah menjadi tuan 

atas orang Israel. Dan betapa menyedihkan dan memalukan-

nya jika  mereka sekarang menjadi gentar dan membiarkan 

Israel menjadi tuan atas mereka. 

Kekalahan Orang Israel 

(4:10-11) 

10 Lalu berperanglah orang Filistin, sehingga orang Israel terpukul kalah. 

Mereka melarikan diri masing-masing ke kemahnya. Amatlah besar kekalah-

an itu: dari pihak Israel gugur tiga puluh ribu orang pasukan berjalan kaki. 

11 Lagipula tabut Allah dirampas dan kedua anak Eli, Hofni dan Pinehas, 

tewas. 

Inilah catatan singkat mengenai perkara terkait perang ini. 

I. Israel terpukul kalah, pasukannya terpencar dan semuanya ber-

balik, bukan mundur ke perkemahan, seperti sebelumnya (ay. 2) 

saat  mereka berharap dapat berhimpun kembali, namun  kembali 

ke tenda-tenda mereka. Setiap orang mencari selamat sendiri dan 

berupaya menemukan cara terbaik untuk pulang, tidak mau lagi 

maju berperang. Dan ada tiga puluh ribu orang tewas di medan 

pertempuran (ay. 10). Israel dijatuhkan ke dalam keadaan yang 

lebih buruk, 

1. Meskipun dasar mereka lebih baik, yakni sebagai umat Allah, 

sementara orang Filistin yaitu  orang-orang yang tidak ber-

sunat. Orang Israel berdiri teguh guna membela hak mereka 

menurut keadilan serta kemerdekaan mereka melawan para 

penyerang, namun  mereka gagal, sebab  gunung batu mereka 

telah menjual mereka. Keadaan dasar yang baik kerap kali 

tidak berguna oleh sebab  kejahatan orang yang mengguna-

kannya. 

2. Meskipun mereka lebih percaya diri dan juga lebih berani. 

Mereka bersorak-sorai, sementara orang Filistin bergetar keta-

kutan, namun  toh demikian, saat  Allah berkenan untuk me-

netapkannya, kengerian yang dirasakan orang Filistin diubah 

menjadi kemenangan, sedangkan sorak-sorai orang Israel men-

jadi ratapan. 

3. Meskipun mereka mempunyai tabut Allah di tengah-tengah 

mereka. Segala keuntungan ibadah lahiriah tidak akan meng-

amankan siapa pun yang menyalahgunakannya dan yang 

tidak hidup benar dengannya. Kehadiran tabut Allah di tengah 

perkemahan tidak akan menambahkan apa pun terhadapnya 

saat  ada seorang Akhan di dalamnya.  

II. Tabut TUHAN itu sendiri dirampas oleh orang Filistin, sementara 

Hofni dan Pinehas, yang kemungkinan berjaga dekat dengan ta-

but itu, dan yang saat  berada dalam bahaya membawa lari 

tabut itu jauh-jauh untuk mengamankannya, sebab  itulah sum-

ber mata pencaharian mereka, keduanya tewas (ay. 11). Pemaz-

mur merujuk kepada kejadian sedih ini saat  menulis Mazmur 

berikut (Mzm. 78:61, 64), Ia membiarkan kekuatan-Nya tertawan, 

membiarkan kehormatan-Nya jatuh ke tangan lawan. Imam-imam 

mereka gugur oleh pedang. 

1. Pembantaian para imam, mengingat perilaku mereka yang keji, 

memang bukan kehilangan besar bagi orang Israel, namun  hal 

itu merupakan penghakiman yang menakutkan atas keluarga 

Eli. Firman yang telah disampaikan Allah tergenapi olehnya 

(2:34): Inilah yang akan menjadi tanda bagimu, yakni peng-

genapan dari penghakiman yang diancamkan, bahwa kedua 

anakmu, pada hari yang sama keduanya akan mati, dan demi-

kian pula segala tambahan keluargamu akan mati muda (2:33, 

KJV). Andai kata Eli melaksanakan tanggung jawabnya, dan 

menyatakan mereka tidak tahir untuk jabatan imam (Neh. 

7:64), mereka mungkin akan tetap hidup meski menanggung 

aib. Akan namun  kini, Allah sendiri turun tangan untuk menye-

lesaikan perkara itu, dan mengejar mereka hingga keluar dari 

dunia oleh pedang orang-orang yang tidak bersunat. Tuhan 

telah memperkenalkan diri-Nya melalui penghakiman yang 

dijalankan-Nya. Memang benar bahwa pedang memakan orang 

ini dan orang itu, namun  keduanya ini sudah ditentukan untuk 

dimakan pedang, ditandai untuk pembalasan. Mereka berada 

di tempat yang tidak seharusnya. Apa gerangan yang mereka 

perbuat di perkemahan? saat  manusia meninggalkan tang-

gung jawabnya terhadap Allah, mereka menutup diri mereka 

sendiri dari perlindungan Allah. Namun demikian, ini bukan-

lah kesudahannya, sebab  mereka telah mengkhianati tabut 

TUHAN itu dengan membawanya ke dalam bahaya tanpa pe-

rintah Allah, dan perbuatan ini mengisi takaran kedurjanaan 

mereka. Di samping itu, 

2. Perampasan tabut perjanjian Allah merupakan penghakiman 

yang sangat dahsyat atas orang Israel, serta suatu tanda khu-

sus akan kepanasan amarah Allah terhadap mereka. Seka-

rang, mereka dibuat untuk menyaksikan sendiri kebodohan 

mereka yang mengandalkan hak-hak istimewa lahiriah mere-

ka, yang oleh kejahatan mereka sendiri direnggut dari hadap-

an mereka. Sekarang mereka melihat sendiri, tabut itu tidak 

akan menyelamatkan mereka seperti yang mereka angan-

angankan, saat  Allah sendiri telah menyingkir dari mereka. 

Sekarang mereka dibuat untuk merenungkan, dengan penye-

salan yang teramat sangat, kelancangan dan kesombongan 

mereka sendiri yang membawa tabut Allah ke dalam perke-

mahan, dan dengan demikian, memperhadapkannya pada ba-

haya. Kini mereka berharap ribuan kali sebaiknya mereka me-

ninggalkan tabut itu di tempat yang telah ditetapkan Allah. 

Sekarang mereka diyakinkan bahwa Allah tidak akan sudi 

tunduk kepada manusia yang sia-sia dan bodoh, dan meski-

pun Dia telah mengikat kita kepada tabut perjanjian-Nya, Dia 

tidak akan mengikat diri-Nya sendiri hanya kepada tabut itu, 

namun  lebih memilih untuk menyerahkannya ke dalam tangan 

seteru bebuyutan-Nya daripada membiarkannya dicemarkan 

oleh sahabat-sahabat-Nya yang palsu, dan memuaskan takha-

yul mereka. Janganlah ada orang yang menganggap dirinya 

akan terlindung dari murka Allah di bawah selubung tindakan

ibadah yang lahiriah, sebab  ada di antara orang-orang yang 

telah makan dan minum di hadapan Kristus yang akan 

dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap. 

Kematian Eli  

(4:12-18) 

12 Seorang dari suku Benyamin lari dari barisan pertempuran dan pada hari 

itu juga ia sampai ke Silo dengan pakaian terkoyak-koyak dan dengan tanah 

di kepalanya. 13 saat  ia sampai, Eli sedang duduk di kursi di tepi jalan 

menunggu-nunggu, sebab hatinya berdebar-debar sebab  tabut Allah itu. 

saat  orang itu masuk ke kota dan menceritakan kabar itu, berteriaklah 

seluruh kota itu. 14 saat  Eli mendengar bunyi teriakan itu, bertanyalah ia: 

“Keributan apakah itu?” Lalu bersegeralah orang itu mendapatkan Eli dan 

memberitahukannya kepadanya. 15 Eli sudah sembilan puluh delapan tahun 

umurnya dan matanya sudah bular, sehingga ia tidak dapat melihat lagi.  

16 Kata orang itu kepada Eli: “Aku datang dari medan pertempuran; baru hari 

ini aku melarikan diri dari medan pertempuran.” Kata Eli: “Bagaimana 

keadaannya, anakku?” 17 Jawab pembawa kabar itu: “Orang Israel melarikan 

diri dari hadapan orang Filistin; kekalahan yang besar telah diderita oleh 

rakyat; lagipula kedua anakmu, Hofni dan Pinehas, telah tewas, dan tabut 

Allah sudah dirampas.” 18 saat  disebutnya tabut Allah itu, jatuhlah Eli 

telentang dari kursi di sebelah pintu gerbang, batang lehernya patah dan ia 

mati. Sebab telah tua dan gemuk orangnya. Empat puluh tahun lamanya ia 

memerintah sebagai hakim atas orang Israel. 

Pada bagian ini, kabar mengenai akibat mematikan dari perang orang 

Israel melawan orang Filistin dibawa ke Silo. Berita buruk memang 

tersebar dengan cepat. Kabar ini lantas segera tersiar ke seluruh 

Israel, sebab  setiap orang yang melarikan diri ke tendanya masing-

masing pun membawa kabar ini, beserta bukti-bukti yang jelas 

terlihat, kepada tetangganya. Akan namun , tidak ada tempat lain yang 

lebih berkepentingan dengan kabar itu selain Silo. Oleh sebab itu, 

dengan segera seorang utusan dikirim ke sana, yang yaitu  seorang 

Benyamin. Menurut khayalan orang Yahudi, utusan itu yaitu  Saul. 

Ia tiba dengan pakaian terkoyak-koyak dan dengan tanah di kepala-

nya. Tanda-tanda ini menyatakan berita menyedihkan kepada semua 

orang yang menyaksikannya saat ia berlari, dan menunjukkan be-

tapa dirinya sendiri sangat terpukul oleh kejadian itu (ay. 12). Ia 

langsung menuju Silo bersama kabar itu, dan di sini kita dikisahkan, 

I. Bagaimana kota itu menerima kabar itu. Eli duduk di sebelah 

pintu gerbang (ay. 13, 18), namun  pada awalnya sang utusan me-

rasa tidak enak menyampaikan kabar itu kepadanya, sehingga ia

pun melewatinya lalu mengumandangkan kabar itu di dalam kota 

dengan segenap perasaan sedih yang meluap-luap. Dan kini, 

setiap orang yang mendengarnya, bising kedua telinganya (3:11). 

Hati mereka gentar, setiap wajah memancarkan kesuraman. Ber-

teriaklah seluruh kota itu (ay. 13), dan pantaslah mereka berbuat 

demikian, sebab  selain menjadi malapetaka bagi seluruh Israel, 

berita ini merupakan suatu kekalahan khusus bagi Silo, yang me-

nandakan kehancuran tempat itu. Sebab, meski segera diselamat-

kan dari tangan orang Filistin, tabut itu tidak pernah lagi kembali 

ke Silo. Kaki dian mereka telah dipindahkan dari tempatnya, kare-

na mereka telah meninggalkan kasih mereka yang semula, sehing-

ga kota mereka pun merosot, lalu tenggelam, dan tidak ada apa-

apanya lagi. Kini, Allah membuang kediaman-Nya di Silo, sebab  

mereka telah menghalau-Nya dari hadapan mereka, dan suku 

Efraim, yang selama 340 tahun telah diberkati oleh kehadiran 

tabut TUHAN di tengah-tengahnya, pun kehilangan kehormatan 

ini  (Mzm. 78:60, 67). Dan, beberapa waktu sesudah nya, ke-

hormatan itu dipindahtangankan ke suku Yehuda, gunung Sion 

yang dikasihi-Nya, demikianlah dituliskan (Mzm. 78:68), sebab  

orang-orang Silo tidak menyadari hari penghukuman mereka. 

Peristiwa penelantaran Silo Yerusalem ini di kemudian hari nanti 

diperingati dan dikisahkan untuk menjadi peringatan (Yer. 7:12), 

“Pergi, lihatlah apa yang telah Kulakukan kepada Silo. Mulai hari 

ini, hari mematikan ini, biarlah kehancuran Silo dicatat dalam 

sejarah.” Oleh sebab  itu, mereka punya cukup alasan untuk ber-

teriak saat  mendengar tabut perjanjian TUHAN telah dirampas. 

II. Betapa kejadian itu mendatangkan pukulan yang mematikan bagi 

si tua Eli. Mari kita saksikan, 

1. Dengan ketakutan seperti apa ia menanti-nantikan kabar itu. 

Meski tua, pandangannya kabur, dan gemuk, Eli tidak bisa 

tinggal diam di kamarnya sementara ia merasakan bahwa 

kehormatan Israel berada di ujung tanduk, sehingga ia pun 

menanti di tepi jalan untuk menjadi yang pertama menerima 

berita tentang itu, sebab hatinya berdebar-debar sebab  tabut 

Allah (ay. 13). Pemikirannya yang cermat menunjukkan ke-

padanya, betapa itu menjadi sebuah penghinaan kepada Allah, 

dan kekalahan yang tidak dapat diperbaiki bagi Israel, andai-

kata tabut perjanjian TUHAN sampai jatuh ke tangan orang 

Filistin. Dan berita tentangnya akan dikumandangkan dengan 

pekik yang najis di Gat dan diumumkan di jalan-jalan Askelon. 

Eli juga memahami bahwa bahaya itu kemungkinan akan se-

gera terjadi. Israel, apalagi kedua anak Eli, telah menempatkan 

tabut perjanjian TUHAN dalam bahaya, dan orang Filistin akan 

berusaha merampasnya. Dan kini, ancaman ini pun muncul 

dalam benak Eli, bahwa ia akan menyaksikan musuh berada di 

kediaman Allah (2:32, KJV), dan mungkin hatinya sendiri 

menyalahkannya sebab  tidak menggunakan wewenangnya 

untuk mencegah tabut perjanjian TUHAN diangkat ke dalam 

perkemahan. Semua ini membuatnya gemetar. Catatlah, se-

mua orang baik menempatkan kepentingan jemaat Allah lebih 

dekat kepada hatinya daripada seluruh kepentingan duniawi 

atau diri mereka sendiri, dan tidak bisa tidak merasa sakit dan 

ketakutan andai kata kepentingan jemaat Allah itu berada 

dalam bahaya. Bagaimana kita bisa merasa aman saat  tabut 

TUHAN tidaklah aman? 

2. Dengan kesedihan seperti apa ia menerima kabar itu. Meski-

pun tidak dapat melihat, Eli dapat mendengar keributan dan 

bunyi teriakan kota itu, dan memahaminya sebagai suara 

ratapan, dan perkabungan, dan kemalangan. Layaknya se-

orang pemimpin yang berhati-hati, Eli bertanya, Keributan 

apakah itu? (ay. 14). Ia menerima keterangan bahwa seorang 

utusan datang dari pasukan Israel, yang kemudian menjelas-

kan kabar itu kepadanya dengan sangat jelas dan pasti, kare-

na ia sendiri menjadi saksi mata dari semuanya itu (ay. 16-17). 

Berita kekalahan pasukan Israel, dan kematian sejumlah 

besar tentara mereka, sangat menyedihkannya sebagai se-

orang hakim. Kabar kematian kedua anak laki-lakinya, yang 

begitu dimanjakannya, dan yang ditakutkannya terjadi dalam 

keadaan mereka tidak bertobat, menyentuhnya di bagian yang 

rapuh sebagai seorang ayah. Akan namun , bukan sebab  semua 

ini hatinya bergetar. Ada kekhawatiran yang lebih besar lagi 

menghantui jiwanya, yang membuat semua permasalahan lain 

menjadi lebih tidak penting. Eli tidak memotong penjelasan 

utusan itu dengan ratapan yang penuh emosi atas kehilangan 

anak laki-lakinya, seperti yang diperbuat Daud atas kehilang-

an Absalom, namun  ia menunggu sampai akhir cerita, dengan 

tidak meragukan bahwa sang utusan, yang yaitu  seorang 

Israel, tanpa diminta akan menjelaskan sesuatu mengenai 

tabut perjanjian Allah. Dan andai saja utusan itu berkata, 

“Akan namun , tabut perjanjian Allah itu aman, dan kami mem-

bawanya pulang,” maka sukacita Eli akan hal itu akan meng-

atasi kesedihannya atas semua bencana lain dan membuatnya 

merasa tenang. Namun, saat  sang utusan itu mengakhiri 

kisahnya dengan berkata, tabut Allah sudah dirampas, hatinya 

hancur lebur, jiwanya remuk, dan, tampaknya, ia jatuh ping-

san, lalu jatuh dari kursinya. Mungkin sebab  pingsan dan 

juga sebab  jatuh, ia mati mendadak, dan tidak lagi berbicara 

sepatah katapun. Hatinya terlebih dulu hancur, baru sesudah  

itu batang lehernya. Dengan demikian, tewaslah sang imam 

besar dan hakim Israel, lunglailah kepalanya yang berat di 

umur sembilan puluh delapan tahun, terlepaslah mahkota 

dari kepalanya sesudah  ia menjadi hakim bagi Israel selama 

empat puluh tahun. Demikianlah matahari hidupnya teng-

gelam di balik awan, demikianlah kebodohan dan kejahatan 

anak-anak laki-lakinya, yang telah dimanjakannya, menjadi 

kehancurannya. Seperti itulah Allah terkadang memberikan 

tanda terhadap amarah-Nya dalam hidup orang-orang baik 

yang telah menyimpang, supaya orang lain mendengar, dan 

merasa takut, dan mendapat peringatan. Seorang manusia 

bisa mati dengan mengenaskan namun  tidak mati selama-lama-

nya, bisa mati sebelum waktunya namun  mati dalam damai. Dr. 

Lightfoot mengamati bahwa kematian Eli serupa dengan kema-

tian seekor anak keledai yang tidak ditebus, yang batang le-

hernya harus dipatahkan (Kel. 13:13). Akan namun , kita harus 

mengamati, demi kehormatan Eli, bahwa sebab kematiannya 

yaitu  sebab  tabut TUHAN dirampas, bukan sebab  kedua 

anak laki-lakinya tewas. Bahkan Eli, dengan hal ini, sesung-

guhnya hendak berkata, “Biarlah aku mati bersama tabut 

perjanjian TUHAN, sebab orang Israel saleh manakah yang 

dapat hidup dalam penghiburan saat  ketetapan Allah di-

ambil dari padanya?” Segala sesuatu di dalam dunia ini, bah-

kan hidup itu sendiri, sejatinya mengucapkan selamat tinggal 

andai kata tabut perjanjian TUHAN lenyap. 

Kematian Istri Pinehas 

(4:19-22) 

19 Adapun menantunya wanita  , isteri Pinehas, sudah hamil tua. saat  

didengarnya kabar itu, bahwa tabut Allah telah dirampas dan mertuanya 

laki-laki serta suaminya telah mati, duduklah ia berlutut, lalu bersalin, sebab 

ia kedatangan sakit beranak. 20 saat  ia hampir mati, berkatalah perem-

puan-wanita   yang berdiri di dekatnya: “Janganlah takut, sebab engkau 

telah melahirkan seorang anak laki-laki.” namun  ia tidak menjawab dan tidak 

memperhatikannya. 21 Ia menamai anak itu Ikabod, katanya: “Telah lenyap 

kemuliaan dari Israel” – sebab  tabut Allah sudah dirampas dan sebab  

mertuanya dan suaminya. 22 Katanya: “Telah lenyap kemuliaan dari Israel, 

sebab tabut Allah telah dirampas.” 

Pada bagian ini, kepada kita disampaikan kisah memilukan lain yang 

merupakan kelanjutan dari kebinasaan kaum keluarga Eli, serta 

perasaan susah hati yang dicetuskan oleh kabar penawanan tabut 

perjanjian Allah. Bagian ini berkisah tentang istri Pinehas, salah satu 

anak laki-laki Eli yang biadab itu, yang telah mendatangkan segenap 

kejahatan ini atas Israel. Berita itu membuat istri Pinehas kehilangan 

nyawanya, meski ia masih muda, seperti halnya ayah mertuanya, 

yang sudah tua, sebab  banyaklah kepala berambut hitam, sebanyak 

kepala berambut putih, yang dibawa masuk ke liang kubur oleh 

dukacita. Memang benar bahwa dukacita menghasilkan kematian. 

Menurut apa yang dituliskan di sini mengenai istri Pinehas, tampak 

bahwa, 

I. Ia yaitu  seseorang yang berjiwa sangat lembut. Rancangan Allah 

telah menetapkan sedemikian rupa sehingga pada saat semua ini 

terjadi, ia mendekati saat bersalin, dan memang Juruselamat kita 

telah berfirman, Celakalah ibu-ibu yang sedang hamil atau yang 

menyusukan bayi pada masa seperti ini (Mat. 24:19). Alangkah 

kecilnya sukacita yang ada pada waktu kelahiran di saat seperti 

itu, bahkan saat  yang lahir yaitu  seorang anak laki-laki, 

sehingga ada tertulis, Berbahagialah wanita   yang rahimnya 

tidak pernah melahirkan (Luk. 23:29). Kabar luar biasa itu datang 

pada waktu yang malang ini, langsung membuat istri Pinehas 

tiba-tiba bersalin, seperti yang umum terjadi akibat ketakutan 

yang hebat atau emosi yang kuat lainnya. saat  mendengar ten-

tang kematian ayah mertuanya yang dihormatinya, ia bersalin, 

sebab ia kedatangan sakit beranak yang teramat sangat (ay. 19), 

dan berita itu merenggut segenap semangatnya dengan dahsyat-

nya, pada waktu saat  jiwanya memerlukan semua bantuan yang 

dapat dihimpunnya. Meskipun ia mempunyai kekuatan untuk 

melahirkan, tak lama sesudah  itu, ia pingsan dan kemudian mati, 

rela meregang nyawa saat  ia telah kehilangan penghiburan 

terbesar di dalam hidupnya. Mereka yang mendekati masa-masa 

pengujian perlu menghitung-hitung segala penghiburan yang 

telah diterima sebelumnya dari perjanjian kasih karunia, untuk 

menyeimbangkan tidak hanya dukacita yang terjadi, namun  juga 

menyeimbangkan segala sesuatu yang luar biasa di luar perkiraan 

yang dapat menambah kesedihan. Iman, di saat-saat seperti ini, 

akan menjaga kita tidak jatuh dan hancur (Mzm. 27:13). 

II. Ia yaitu  seorang wanita   dengan jiwa yang penuh kasih, 

meski bersanding dengan seorang suami yang berhati busuk. 

Kekhawatirannya terhadap kematian suami dan ayah mertuanya 

menjadi bukti akan kasihnya kepada sesama. Namun demikian, 

kekhawatirannya yang lebih besar terhadap dirampasnya tabut 

perjanjian TUHAN menjadi bukti akan kasihnya yang saleh dan 

penuh ketaatan kepada Allah dan segenap hal yang kudus. Kasih-

nya kepada sesama membantu mempercepat sakit bersalinnya, 

namun  tampaknya, dari kata-kata terakhirnya sebelum mati, 

kasihnya kepada Allah lebih dekat kepada hatinya (ay. 22): Kata-

nya: Telah lenyap kemuliaan dari Israel, sebab tabut Allah telah 

dirampas. Bukannya meratapi kebinasaan anggota keluarga yang 

dikasihinya, ia malah merujuk kepada masa-masa kegelapan 

Israel akibat dirampasnya tabut perjanjian TUHAN. Inilah yang 

menjadi kesusahan hatinya dan juga kematiannya. 

1. Kesedihan itu tetap mematikannya tanpa memperhitungkan 

kehadiran anaknya. wanita  -wanita   yang membantu-

nya, yang kemungkinan merupakan orang-orang pilihan di 

kota itu, menyemangatinya, dan, sebab  menganggap bahwa 

kekhawatirannya itu kemungkinan besar disebabkan oleh sa-

kit bersalinnya, pada waktu anak itu lahir, berkatalah mereka, 

Janganlah takut, masa yang paling menyakitkan sudah ber-

lalu, sebab engkau telah melahirkan seorang anak laki-laki,  

mungkin anak itu yaitu  anak pertamanya, namun  ia tidak 

menjawab dan tidak memperhatikannya. Dukacitanya pada 

saat melahirkan, andai kata tidak ada dukacita lain, tidak 

akan diingatnya lagi, sebab  kegembiraan bahwa seorang 

manusia telah dilahirkan ke dunia (Yoh. 16:21). Akan namun , 

apalah kegembiraan itu, 

(1) Bagi orang yang merasa dirinya sebentar lagi akan mati? 

Tidak ada kegembiraan lain selain yang rohani dan ilahi 

yang akan membuat kita tetap teguh berdiri. Kematian 

yaitu  perkara yang terlalu berat untuk dapat diatasi oleh 

sukacita sebab  kegembiraan duniawi. Semuanya itu tawar 

dan tidak berdaya di hadapan kematian. 

(2) Apalah kegembiraan itu bagi orang yang meratapi hilang-

nya tabut TUHAN? Hanya sedikit penghiburan diperolehnya 

dari lahirnya seorang anak di Israel, di Silo, saat  tabut itu 

hilang dan menjadi tawanan di negeri Filistin. Sukacita apa 

yang dapat kita rasakan dari penghiburan dan kesenangan 

suatu ciptaan saat  kita tidak memiliki firman dan kete-

tapan Allah, khususnya saat  kita tidak memiliki peng-

hiburan dari hadirat-Nya yang penuh kasih karunia dan 

cahaya wajah-Nya? Orang yang menyanyikan nyanyian 

untuk hati yang sangat sedih yaitu  seperti cuka pada luka. 

2. Kesedihan itu membuatnya menamai anaknya dengan sebuah 

nama yang akan senantiasa menjadi pengingat akan kegelapan 

itu dan perasaannya akan kejadian itu. Ia tidak punya per-

kataan apa pun untuk disampaikan kepada anak itu. Hanya 

saja sebagai tanggung jawabnya, sebab  kini suaminya telah 

mati, maka untuk memberi nama anak itu, ia memerintahkan 

mereka yang membantu dia untuk menamai anak itu Ikabod, 

yang artinya, Di manakah kemuliaan itu? Atau, Celakalah de-

ngan kemuliaan itu! atau, Tidak ada kemuliaan (ay. 21), yang 

kemudian dijelaskannya lebih lanjut melalui perkataan mulut-

nya di masa sekaratnya (ay. 22): “Telah lenyap kemuliaan dari 

Israel, sebab tabut Allah telah dirampas. Panggillah anak itu: 

kehinaan, sebab  demikianlah ia. Keindahan Israel telah 

lenyap, dan tampaknya tidak ada harapan untuk memulihkan-

nya. Jangan biarkan nama seorang Israel, apalagi seorang 

imam, mengandung kemuliaan di dalamnya, sebab  kini tabut 

itu telah dirampas.” Catatlah, 

(1) Kemurnian dan kelimpahan hukum-hukum Allah, serta 

tanda kehadiran-Nya di tengah-tengah mereka, menjadi 

kemuliaan bagi siapa pun juga, jauh melampaui kekayaan, 

usaha, dan harga diri mereka di antara bangsa-bangsa. 

(2) Tidak ada yang lebih menyakitkan hati dan lebih memati-

kan bagi seorang Israel yang beriman selain hilangnya se-

mua ini. Jika Allah beranjak pergi, maka beranjak pula ke-

muliaan, beserta segenap kebaikan. Celakalah kita jika  

Dia meninggalkan kita! 

 

 

 

 

 

PASAL  5  

ekarang saatnya untuk mencari tahu apa yang telah terjadi 

dengan tabut Allah. Kita tidak bisa tidak pasti berpikir bahwa kita 

akan mendengar lebih banyak lagi tentang harta karun yang keramat 

itu. Wajar kalau saya berpikir bahwa kabar selanjutnya yaitu  selu-

ruh Israel, dari Dan sampai Bersyeba, berkumpul bersama-sama se-

bagai satu tubuh, dengan tekad untuk membawa tabut itu kembali, 

dengan mengorbankan nyawa sekalipun. Akan namun , kita tidak 

mendapati adanya suatu gerakan seperti itu. Betapa kecilnya sema-

ngat atau keberanian yang tersisa di antara mereka. Bahkan, kita 

tidak mendapati bahwa mereka menginginkan suatu persepakatan 

dengan orang-orang Filistin untuk menebusnya, atau menawarkan 

apa saja sebagai penggantinya. “Tabut itu sudah hilang, jadi biarkan 

saja.” Banyak orang yang berhati cukup lembut untuk meratapi 

hilangnya tabut itu, namun  mereka tidak cukup kuat untuk meng-

ambil satu langkah untuk mendapatkannya kembali, sama seperti 

orang Israel di sini. Jika tabut itu mau menolong dirinya sendiri, 

silakan saja, sebab mereka tidak akan menolongnya. Tidak layak 

disebut sebagai orang Israel mereka itu, yang rela berpisah dengan 

kemuliaan Israel tanpa perlawanan seperti itu. Oleh sebab itu, Allah 

akan mengambil pekerjaan itu ke tangan-Nya sendiri dan membela 

perkara-Nya sendiri, sebab manusia tidak mau maju untuk-Nya. Kita 

diberi tahu dalam pasal ini,  

I. Bagaimana orang-orang Filistin menang atas tabut itu (ay. 1-2), 

dan,  

II. Bagaimana tabut itu menang atas orang-orang Filistin,  

1. Atas Dagon, allah mereka (ay. 3-5).  

2. Atas orang-orang Filistin itu sendiri, yang secara pedih di-

tulahi dengan borok-borok, dan dibuat kepayahan oleh 

tabut itu. Orang-orang Asdod pertama-tama (ay. 6-7), ke-

mudian orang-orang Gat (ay. 8-9), dan terakhir orang-orang 

Ekron. Hal itu pada akhirnya memaksa mereka untuk 

menetapkan hati mengembalikan tabut itu ke tanah Israel. 

Sebab saat  Allah menghakimi, Ia pasti akan menang. 

Jatuhnya Dagon 

(5:1-5)  

1 Sesudah orang Filistin merampas tabut Allah, maka mereka membawanya 

dari Eben-Haezer ke Asdod. 2 Orang Filistin mengambil tabut Allah itu, di-

bawanya masuk ke kuil Dagon dan diletakkannya di sisi Dagon. 3 saat  

orang-orang Asdod bangun pagi-pagi pada keesokan harinya, tampaklah 

Dagon terjatuh dengan mukanya ke tanah di hadapan tabut TUHAN; lalu 

mereka mengambil Dagon dan mengembalikannya ke tempatnya. 4 namun  

saat  keesokan harinya mereka bangun pagi-pagi, tampaklah Dagon ter-

jatuh dengan mukanya ke tanah di hadapan tabut TUHAN, namun  kepala 

Dagon dan kedua belah tangannya terpenggal dan terpelanting ke ambang 

pintu, hanya badan Dagon itu yang masih tinggal. 5 Itulah sebabnya para 

imam Dagon dan semua orang yang masuk ke dalam kuil Dagon tidak 

menginjak ambang pintu rumah Dagon yang di Asdod, sampai hari ini.     

Dalam perikop ini diceritakan tentang,  

I.   Kemenangan orang Filistin atas tabut Allah. Mereka dibuat lebih 

senang, dan lebih bangga, sebab  sekarang mereka sudah me-

nguasainya. Sebab sebelum pertempuran itu, mereka dilanda 

ketakutan yang besar terhadapnya (4:7). saat  mereka meme-

gang tabut itu di tangan mereka, Allah menahan mereka, hingga 

mereka tidak melakukan kekerasan apa pun terhadapnya, tidak 

memecahkannya berkeping-keping, seperti yang diperintahkan 

untuk dilakukan orang-orang Israel terhadap berhala-berhala 

bangsa kafir. Sebaliknya, mereka menunjukkan suatu penghor-

matan terhadap tabut itu, dan membawanya dengan hati-hati ke 

tempat yang aman. Kita tidak diberi tahu apakah mereka ter-

dorong keinginan untuk membukanya, dan membaca apa yang 

ditulis dengan jari Allah pada dua loh batu yang ada di dalamnya. 

Mungkin mereka hanya melihat-lihat sebatas emas di bagian 

luarnya dan para kerub yang menutupinya, seperti anak kecil 

yang lebih senang dengan sampul yang bagus dari Alkitab mereka 

daripada dengan isi berharga yang termuat di dalamnya. Mereka 

membawa tabut itu ke Asdod, salah satu dari lima kota mereka, 

tempat kuil Dagon berada. Di sana mereka menempatkan tabut 

Allah, di sisi Dagon (ay. 2), entah  

1. Sebagai barang keramat, untuk mereka sujud di hadapannya 

dalam suatu ibadah, bersama dengan Dagon. Sebab para allah 

bangsa kafir tidak dipandang enggan disandingkan dengan 

dewa-dewa lain. Meskipun bangsa-bangsa tidak mau meng-

ganti allah mereka, namun mereka mau memperbanyak dan 

menambah jumlah allah mereka. namun  mereka keliru tentang 

Allah Israel saat ,