Selasa, 07 Januari 2025

Yosua Hakim Hakim Rut 29


 Kristus selalu membawa kita di 

jalan kemenangan-Nya!  

2. Dengan mempermainkan Simson, jagoan Allah itu, mereka 

menghina Allah sendiri. saat   mereka sedang bersukaria de-

ngan anggur, untuk membuat mereka lebih sukaria lagi, Sim-

son dipanggil untuk melawak bagi mereka (ay. 25, 27), yaitu, 

untuk mereka permainkan. sesudah  mempersembahkan kor-

ban kepada allah mereka, lalu makan dan minum dari korban 

itu, mereka bangun dan bersukaria, sesuai dengan kebiasaan 

para penyembah berhala (1Kor. 10:7), dan Simson pasti men-

jadi bulan-bulanan dalam sukaria itu. Mereka dibuat tertawa 

satu sama lain melihat bagaimana, sebab  buta, Simson ter-

sandung dan meraba-raba. Ada kemungkinan bahwa mereka 

memukul pipi orang yang memerintah Israel ini (Mi. 4:14), dan 

berkata, cobalah katakan kepada kami, siapakah yang me-

mukul engkau? Sungguh biadab tindakan mereka yang meng-

injak-injak orang yang sedang sengsara seperti itu, padahal 

beberapa saat sebelumnya, mereka dibuat gemetar hanya 

dengan melihat orangnya. Simson terperosok ke dalam lobang 

kesengsaraan yang dalam, dan cela-cela mereka seperti pe-

dang yang tertancap di tulang-tulangnya, saat   mereka ber-

kata, di mana sekarang Allahmu? Tidak ada lagi yang lebih 

pedih bagi jiwa yang begitu besar seperti itu. Namun, sebab  

sudah bertobat, dukacitanya yang menurut kehendak Allah 

membuatnya sabar, dan ia menerima hinaan itu sebagai hu-

kuman atas pelanggarannya. Betapa pun fasiknya orang-orang 

Filistin itu, Simson tidak bisa tidak pasti mengakui bahwa 

Allah itu benar. Simson sudah bermain-main dalam tipuan-

tipuannya sendiri dan dengan para penipunya, maka sudah 

sewajarnya orang-orang Filistin berbuat semena-mena terha-

dapnya untuk mempermainkannya. Kecemaran yaitu  dosa 

yang membuat orang kotor, dan menghadapkan mereka pada 

penghinaan. Siksa dan cemooh akan diperoleh orang yang hati-

nya tertipu oleh seorang perempuan, dan malunya tidak akan 

terhapuskan. Aib dan kehinaan yang kekal akan menjadi bagi-

an dari orang-orang yang dibutakan dan dibelenggu oleh hawa 

nafsu mereka sendiri. Iblis yang sudah menipu mereka akan 

menghina-hina mereka. 

II. Betapa dengan adil Allah Israel mendatangkan kehancuran yang 

tiba-tiba atas orang-orang Filistin melalui tangan Simson. Ribuan 

orang Filistin telah berkumpul bersama, untuk mengiringi raja-

raja kota mereka dalam korban-korban dan kegembiraan-kegem-

biraan pada hari ini, dan untuk menonton acara lawak ini. namun  

ternyata itu menjadi peristiwa celaka yang mematikan bagi mere-

ka, sebab mereka semua terbunuh, dan terkubur dalam rerun-

tuhan rumah itu. Tidaklah pasti apakah itu sebuah kuil atau 

gedung pertunjukan, atau suatu bangunan seadanya yang didiri-

kan untuk tujuan itu. Amatilah, 

1. Siapa yang dihancurkan: Segala raja kota orang Filistin (ay. 27), 

yang dengan uang suap telah merusak Delila untuk mengkhia-

nati Simson dan menyerahkannya kepada mereka. Celaka me-

ngejar orang-orang berdosa itu, dan juga banyak orang dari 

rakyat biasa. Jumlah mereka sampai tiga ribu orang, dan di 

antara mereka ada banyak sekali perempuan, salah satunya, 

ada kemungkinan, perempuan sundal dari Gaza yang disebut-

kan itu (ay. 1). Simson telah ditarik ke dalam dosa oleh perem-

puan-perempuan Filistin, dan sekarang pembantaian besar-

besaran diadakan di antara mereka, seperti yang juga dilaku-

kan atas perintah Musa di antara para perempuan Midian. 

Sebab merekalah yang menjadi sebabnya orang Israel berubah 

setia terhadap TUHAN dalam hal Peor (Bil. 31:16). 

2. Kapan mereka dihancurkan.  

(1) saat   mereka sedang bersukaria, merasa aman, dan riang 

gembira, dan sama sekali tidak menyangka bahwa mereka 

sedang terancam bahaya. saat   mereka melihat Simson 

merangkul tiang-tiang itu, dapat kita duga, tindakannya itu 

dianggap lelucon bagi mereka, dan mereka mengolok-olok: 

Apa gerangan yang akan dilakukan orang Yahudi yang 

lemah ini? Betapa para pendosa dibawa pada kehancuran 

dalam sekejap saja! Mereka diangkat dalam kesombongan 

dan kegembiraan,supaya  kejatuhan mereka menjadi sema-

kin mengerikan. Janganlah sekali-kali kita iri hati dengan 

kegembiraan orang-orang fasik, namun  ambillah pelajaran 

dari kejadian ini, bahwa sorak-sorai kemenangan mereka 

sebentar saja dan sukacita mereka hanya untuk sesaat.  

(2) Mereka dihancurkan saat   sedang memuji-muji Dagon 

allah mereka, dan memberikan kehormatan kepadanya, 

yang seharusnya diberikan kepada Allah saja. Ini tidak ku-

rang dari pengkhianatan terhadap Raja segala raja, terha-

dap mahkota dan martabat-Nya. Oleh sebab itu, darah 

para pengkhianat ini bercampur dengan korban-korban 

mereka. Belsyazar dilenyapkan saat   ia sedang memuji 

dewa-dewa buatan manusia miliknya (Dan. 5:4).  

(3) Mereka dihancurkan saat   sedang mempermainkan se-

orang Israel, seorang nazir, dan menghina-hina dirinya, 

menganiaya orang yang telah dihajar Allah. Tidak ada hal 

lain yang memenuhi takaran kejahatan seseorang atau 

suatu bangsa secara lebih cepat selain mengolok-olok dan 

melecehkan hamba-hamba Allah, sekalipun sebab  kebo-

dohan mereka sendirilah mereka direndahkan. Mereka 

yang mempermainkan orang baik tidak tahu apa yang me-

reka perbuat, atau siapa yang mereka hina. 

3. Bagaimana mereka dihancurkan. Simson merobohkan rumah 

itu hingga jatuh menimpa mereka. Tidak diragukan lagi, Allah 

memasukkan ke dalam hatinya, sebagai tokoh masyarakat, 

untuk membalaskan perseteruan Allah, perseteruan Israel, 

dan perseteruannya sendiri dengan mereka dengan cara se-

perti itu.  

(1) Simson mendapat kekuatan untuk melakukannya dengan 

doa (ay. 28). Kekuatan yang telah dibuatnya hilang sebab  

dosa, didapatnya kembali, sebagai orang yang sungguh-

sungguh bertobat, dengan doa. Seperti Daud yang berdoa, 

sesudah  ia menyulut Roh anugerah untuk menarik diri 

(Mzm. 51:14), bangkitkanlah kembali padaku kegirangan 

sebab  selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku 

dengan roh yang rela. Kita dapat menduga bahwa doa ini 

hanya diucapkan Simson dalam hatinya, dan bahwa suara-

nya tidak terdengar (sebab doa itu dibuat dalam kerumun-

an orang Filistin yang gaduh dan ramai). Akan namun , mes-

kipun suaranya tidak terdengar oleh manusia, namun doa-

nya didengar oleh Allah, dan dijawab dengan penuh rah-

mat. Dan walaupun ia tidak hidup untuk menceritakan 

sendiri doanya ini, seperti yang dilakukan Nehemia dengan 

doanya, namun Allah tidak hanya menerimanya di sorga, 

namun  juga, dengan mewahyukannya kepada para penulis 

yang mendapat ilham, memastikansupaya  doa itu tercatat 

dalam jemaat-Nya. Simson berdoa kepada Allah untuk 

mengingat kembali dirinya dan menguatkannya kembali 

sekali ini. Dengan begitu, ia mengakui bahwa kekuatannya 

untuk melakukan apa yang telah ia lakukan dahulu ber-

asal dari Allah. Dan ia memohonsupaya  kekuatan itu di-

berikan kepadanya sekali lagi, untuk memberikan pukulan 

perpisahan kepada orang-orang Filistin. Simson berke-

inginan untuk melakukan ini bukan atas dasar amarah 

atau keinginan untuk membalaskan dendamnya sendiri, 

melainkan atas dasar semangat yang kudus untuk kemu-

liaan Allah dan Israel. Hal itu tampak dari diterima dan 

dijawabnya doa itu oleh Allah. Simson mati dengan berdoa, 

demikian pula Juruselamat kita yang terberkati. namun  

Simson berdoa untuk pembalasan, sedangkan Kristus un-

tuk pengampunan.  

(2) Simson mendapat kesempatan untuk melakukannya de-

ngan bertopang pada kedua tiang yang merupakan peno-

pang utama dari bangunan itu. Dan tampaknya, kedua 

tiang itu begitu berdekatan satu sama lain hingga ia dapat 

merangkul keduanya pada saat yang sama (ay. 26, 29). 

sesudah  merangkul kedua tiang itu, ia merobohkannya de-

ngan segenap kekuatannya, sambil berseru nyaring, biarlah 

kiranya aku mati bersama-sama orang Filistin ini (ay. 30). 

Animamque in vulnere ponit – Sewaktu sedang melukai, ia 

mati. Kumpulan besar orang-orang yang ada di atas atap, 

yang sedang melihat ke bawah untuk menonton lawakan 

itu, dapat kita duga, ikut berperan dalam membuat gedung 

itu jatuh. Bobot yang jauh lebih berat daripada yang diran-

cang untuk gedung itu mungkin akan membuatnya runtuh 

sendiri, paling tidak membuat kejatuhannya lebih memati-

kan bagi orang-orang yang ada di dalam. Memang sedikit 

saja orang yang ada di atap ataupun yang ada di dalam 

dapat meloloskan diri, sebab mereka mati tertindih atau 

mati remuk. Hal ini dilakukan, bukan oleh suatu kekuatan 

alami milik Simson, melainkan oleh kekuatan Allah yang 

maha kuasa, dan tidak hanya menakjubkan, namun  juga 

ajaib di mata kita. Nah, dalam hal ini,  

[1] Orang-orang Filistin sangat dipermalukan. Semua raja 

kota dan para pembesar mereka terbunuh, beserta se-

bagian besar rakyat mereka. Dan ini terjadi di tengah-

tengah sorak-sorai kemenangan mereka. Kuil Dagon 

(itulah rumah itu menurut banyak penafsir) diroboh-

kan, dan Dagon terkubur di dalamnya. Ini akan mem-

berikan teguran besar terhadap kekurangajaran orang-

orang yang masih hidup. Seandainya masih tersisa akal 

sehat dan semangat dalam diri orang Israel, hingga me-

reka memanfaatkan keuntungan-keuntungan dari peris-

tiwa ini, mereka bisa saja membuang kuk orang Filistin 

pada saat itu.  

[2] Simson bisa dibenarkan sepenuhnya, dan dipandang 

tidak bersalah atas pembunuhan terhadap dirinya sen-

diri maupun terhadap orang-orang Filistin itu. Dia ada-

lah seorang tokoh masyarakat, yang dinyatakan sebagai 

musuh oleh orang-orang Filistin. Oleh sebab  itu, ia da-

pat mengambil segala keuntungan untuk melawan me-

reka. Mereka sekarang sedang mengadakan perang 

dengannya dengan cara yang paling biadab. Semua 

orang yang hadir ikut membantu dan bersekongkol, dan 

sebab  itu pantas mati bersamanya. Tidak pula ia men-

jadi felo de se, atau pembunuh diri sendiri, dalam tin-

dakan itu. Sebab bukan nyawanya sendirilah yang ia 

tuju, meskipun ia memiliki  terlalu banyak alasan 

untuk lelah dengan hidupnya, melainkan nyawa mu-

suh-musuh Israel. Untuk menjangkau nyawa mereka, ia 

dengan berani menyerahkan nyawanya sendiri, tidak 

menghiraukan nyawanya sedikit pun, asal saja ia dapat 

mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan se-

cara terhormat. 

[3] Allah sangat dimuliakan dalam mengampuni pelanggar-

an-pelanggaran Simson yang besar, dan kejadian ini 

merupakan buktinya. Dikatakan bahwa jika  raja 

memberikan mandat kepada seorang terdakwa, maka 

itu sama saja dengan pengampunan. Namun, sekalipun 

Dia yaitu  Allah yang mengampuni baginya, namun  Ia 

membalas perbuatan-perbuatannya (Mzm. 99:8). Dan, 

dengan mengizinkan jagoan-Nya mati dalam rantai, Ia 

memperingatkan semua orang untuk berjaga-jaga ter-

hadap hawa nafsu yang berperang melawan jiwa. Apa 

pun itu, kita memiliki  alasan yang baik untuk berha-

rap bahwa meskipun Simson mati bersama orang-orang 

Filistin, namun ia tidak mendapatkan bagian kekalnya 

bersama mereka. Tuhan mengenal siapa kepunyaan-Nya.  

[4] Kristus diperlambangkan dengan jelas. Ia meruntuhkan 

kerajaan Iblis, seperti Simson merobohkan kuil Dagon. 

Dan, saat   mati, Kristus memperoleh kemenangan 

yang teramat mulia atas kuasa-kuasa kegelapan. Pada 

saat itu, saat   lengan-Nya terentang di atas kayu salib, 

seperti Simson terentang pada kedua tiang, Ia memberi-

kan goncangan yang mematikan kepada alam maut, 

dan, oleh kematian, memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang 

berkuasa atas maut (Ibr. 2:14-15). Dalam hal ini Kristus 

melebihi Simson, bahwa Ia tidak hanya mati bersama 

orang-orang Filistin, namun  juga bangkit kembali untuk 

menang atas mereka. 

Terakhir, cerita tentang Simson ditutup,  

1. Dengan gambaran tentang penguburannya. Saudara-

saudaranya sendiri, sebab  tergerak oleh kemuliaan-

kemuliaan yang mengiringi kematiannya, datang dan 

menemukan jasadnya di antara orang-orang yang 

terbunuh. Mereka membawanya secara terhormat ke 

negerinya sendiri, dan menguburkannya di tempat 

kuburan nenek moyangnya. Orang-orang Filistin se-

dang merasa ketakutan pada waktu itu, hingga me-

reka tidak berani menentangnya.  

2. Dengan menyebut kembali masa pemerintahan Sim-

son: Dia memerintah sebagai hakim atas orang Israel 

dua puluh tahun lamanya. Kalau saja orang Israel 

tidak bersikap hina dan pengecut, seperti Simson ber-

sikap gagah dan berani, maka ia pasti sudah mele-

paskan mereka dari kuk orang Filistin. Mereka bisa 

saja hidup tenang, aman, dan bahagia, kalau saja me-

reka mau mengizinkan Allah dan hakim-hakim mere-

ka untuk membuat mereka demikian. 

 

 

 

 

 

PASAL 17  

emua orang setuju bahwa apa yang dipaparkan di dalam pasal 

ini, dan pasal-pasal berikutnya sampai kepada akhir kitab ini, 

tidak berlangsung sesudah  Simson, seperti yang tampak pada penceri-

taannya, namun  jauh sebelum, bahkan segera sesudah  kematian Yosua, 

yakni pada masa Pinehas bin Eleazar (20:28). Namun demikian, 

kisah-kisah ini dimuat di sini, di bagian akhir kitab ini,supaya  tidak 

mengganggu alur kisah sejarah hakim-hakim. Agar terlihat bahwa 

bangsa itu begitu bersukacita pada masa hakim-hakim masih ber-

kuasa, pada bagian ini ditampilkan bahwa mereka begitu berdukacita 

saat   hakim-hakim sudah tidak ada lagi. 

I. Pada masa itu, dimulailah penyembahan berhala dalam ke-

luarga Mikha (ay. 1-13). 

II. Pada masa itu, penyembahan berhala menyebar ke suku Dan 

(ps. 18). 

III. Pada masa itu, kekejian diperbuat di Gibea kepunyaan suku 

Benyamin (ps. 19). 

IV. Pada masa itu, seluruh orang suku Benyamin dibinasakan 

sebab  membiarkan kekejian itu terjadi (ps. 20). 

V. Pada masa itu, suatu langkah ganjil diambil untuk menjaga 

agar suku Benyamin tidak punah (ps. 21). 

Oleh sebab itu, diberkatilah Allah atas pemerintahan yang 

di bawahnya kita bernaung! Di dalam pasal ini, dikisahkan 

bagaimana Mikha, orang Efraim itu, memperlengkapi dirinya. 

1. Dengan patung allahnya (ay. 1-6). 

2. Dengan seorang Lewi, seseorang seperti dirinya sendiri, 

sebagai imamnya (ay. 7-13). 

Mikha dan Ilah-ilahnya 

(17:1-6)  

1 Ada seorang dari pegunungan Efraim, Mikha namanya. 2 Berkatalah ia ke-

pada ibunya: “Uang perak yang seribu seratus itu, yang diambil orang dari 

padamu dan yang sebab  itu kauucapkan kutuk – aku sendiri mendengar 

ucapanmu itu – memang uang itu ada padaku, akulah yang mengambilnya.” 

Lalu kata ibunya: “Diberkatilah kiranya anakku oleh TUHAN.” 3 Sesudah itu 

dikembalikannyalah uang perak yang seribu seratus itu kepada ibunya. 

namun  ibunya berkata: “Aku mau menguduskan uang itu bagi TUHAN, aku 

menyerahkannya untuk anakku,supaya  dibuat patung pahatan dan patung 

tuangan dari pada uang itu. Maka sekarang, uang itu kukembalikan kepada-

mu.” 4 namun  orang itu mengembalikan uang itu kepada ibunya, lalu perem-

puan itu mengambil dua ratus uang perak dan memberikannya kepada tukang 

perak, yang membuat patung pahatan dan patung tuangan dari pada uang itu; 

lalu patung itu ditaruh di rumah Mikha. 5 Mikha ini memiliki  kuil. Dibuat-

nyalah efod dan terafim, ditahbiskannya salah seorang anaknya laki-laki, yang 

menjadi imamnya. 6 Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap 

orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri. 

Dalam ayat-ayat di atas kita mendapati, 

I. Mikha dan ibunya berselisih. 

1. Sang anak merampok ibunya. Perempuan tua itu telah me-

ngumpulkan, sesudah  sekian lama mengais dan berhemat, se-

jumlah besar uang, yakni seribu seratus uang perak banyak-

nya. Kemungkinan sang ibu berniat mewariskannya kepada 

anak laki-lakinya itu sesudah  ia meninggal dunia, namun  pada 

saat ini, ia merasa bahagia melihat uang perak itu dan meng-

hitung-hitungnya. Sang pemuda memiliki  keluarga dengan 

anak-anak yang sudah besar, sebab  salah seorang anaknya 

yang cukup usia ditahbiskannya menjadi imam (ay. 5). Dia 

tahu di mana dapat menemukan uang ibunya itu. Pikirnya, ia 

lebih membutuhkan uang itu daripada ibunya, dan tidak bisa 

menunggu sampai ibunya itu mati, sehingga diam-diam men-

curinya untuk dipakainya sendiri. Meskipun orangtua diang-

gap bersalah dengan menahan-nahan apa yang seharusnya 

diberikan kepada anak-anak dan membawa anak-anak itu ke 

dalam pencobaan dengan mengharapkan yang baik bagi mere-

ka sesudah  mereka sendiri telah tiada, namun ini sama sekali 

tidak bisa dijadikan alasan bagi kejahatan anak-anak yang 

mencuri dari orangtua, dan menganggap semua yang dapat 

diperoleh dari orangtua yaitu  milik mereka, meskipun itu 

diperoleh melalui cara yang paling halus sekalipun. 

2. Sang ibu mengutuki anaknya, atau siapa pun itu yang telah 

mencuri uangnya. Kelihatannya, dia mencurigai anaknya se-

bagai sang pelaku, sebab  pada waktu dia mengutuk, dia ber-

bicara dengan lantang ke telinga anaknya itu dan dengan sege-

nap amarah dan emosi yang menggebu-gebu, sampai-sampai 

kedua telinga anaknya berdenging. Lihatlah kejahatan yang 

terlahir akibat cinta uang, bagaimana itu menghancurkan ke-

hormatan dan keindahan setiap ikatan hubungan. Cinta uang-

lah yang membuat Mikha begitu lancang terhadap ibunya 

sampai-sampai merampoknya, hingga ibunya itu begitu geram 

dan kehilangan kasih sayangnya sebagai ibu, dengan mengu-

tuki anaknya, jika  betul anaknya itu yang mencuri dan 

menyimpan uangnya. Kehilangan hal-hal duniawi mendorong 

orang-orang saleh kepada doa-doa, namun  menggiring orang-

orang jahat kepada sumpah serapah. Uang perak perempuan 

ini sudah menjadi allahnya sebelum dijadikan patung pahatan 

atau patung tuangan, sebab  jika tidak, tentu kehilangan uang 

perak itu tidak akan menjadikannya begitu murka sehingga 

melupakan dan melanggar semua hukum keluhuran dan kesa-

lehan. Alangkah bodohnya orang-orang yang terpancing untuk 

mengutuk seperti orang gila menembakkan panah api, panah 

dan maut, sebab  bisa saja mereka membakar orang-orang 

yang kekasih mereka sendiri.  

II. Mikha dan ibunya berdamai. 

1. Sang anak sangat ketakutan dengan kutukan ibunya, sehing-

ga ia pun mengembalikan uang itu. Meskipun budi pekertinya 

begitu rendah hingga ia tega mencuri uang ibunya, masih ada 

sedikit budi pekerti tersisa di dalam dirinya sehingga ia tidak 

berani tetap menyimpan uang itu saat   ibunya melontarkan 

kutukan. Ia sangsi bahwa uang ibunya akan berguna bagi 

dirinya tanpa berkat dari ibunya itu, pun dia tidak berani me-

nyangkal pencurian yang telah dilakukannya, andaikata itu di-

tuduhkan kepadanya, dan tidak berani tetap menyimpan uang 

itu saat   itu diminta oleh pemiliknya yang sah. Yang paling 

baik yaitu  tidak berbuat kejahatan, namun  jika  itu telah 

diperbuat, maka yang paling baik yaitu  menghapuskannya 

dengan bertobat, mengaku salah, dan mengganti kerugian aki-

batnya. Biarlah anak-anak takut terhadap doa-doa orangtua 

yang menentang mereka, sebab  meskipun kutukan yang 

tidak berdasar tidak akan menjadi kenyataan, kutukan yang 

berdasar yaitu  kutukan yang layak ditakuti, meski itu di-

ucapkan dengan geram dan kejam.  

2. Sang ibu sangat bersukacita dengan pertobatan anaknya se-

hingga ia menarik kutukannya dan mengubahnya menjadi doa 

demi kesejahteraan anaknya: Diberkatilah kiranya anakku oleh 

Tuhan. saat   orang yang telah bersalah melakukan suatu ke-

jahatan dengan tulus dan tanpa paksaan mengakui perbuat-

annya, ia harus mendapat pujian sebab  pertobatannya dan 

bukan terus-menerus dikutuk serta dicela sebab  kesalahan-

nya.  

III. Mikha dan ibunya sepakat mengubah uang perak itu menjadi 

allah dan menegakkan penyembahan berhala di tengah-tengah 

keluarga mereka. Ini tampaknya menjadi tindakan pemberontak-

an pertama orang Israel terhadap Allah dan terhadap ibadat yang 

telah ditetapkan-Nya sejak kematian Yosua serta para tua-tua 

yang masih hidup sesudah nya. sebab  itu kejadian ini secara khu-

sus dikisahkan di sini. Lebih lanjut, meskipun ini sejatinya yaitu  

penyembahan Allah yang sejati yang dilakukan melalui perantara-

an sebuah patung, dan dengan demikian melawan perintah Allah 

yang kedua, tindakan ini membuka pintu bagi penyembahan 

allah-allah lain, yakni para Baal dan para Asyera, dan dengan 

demikian melawan perintah Allah yang pertama dan yang utama. 

Perhatikan, 

1. Rekayasa sang ibu mengenai perkara ini. saat   uang perak 

itu kembali kepadanya, ia bertindak seakan-akan ia telah 

menguduskan uang itu bagi Tuhan (ay. 3), entah pada waktu 

sebelum uang itu dicuri, sehingga ia beroleh alasan mengapa 

ia sungguh bersedih saat   uang itu hilang dan mengapa ia 

melaknatkan yang jahat kepada anaknya yang telah mengam-

bilnya, sebab  uang itu yaitu  barang yang dikuduskan dan, 

sebab nya, dikhususkan. Atau mungkin juga pada waktu sete-

lah uang itu dicuri, ia baru mengucapkan janji itu, yakni apa-

bila ia dapat memperolehnya kembali ia akan menguduskan-

nya bagi Allah sebagai nazirnya, sebab  dengan penyelengga-

raan-Nya uang itu kembali ke tangannya itu. “Mari,” sahutnya 

kepada anaknya, “uang itu memang milikku, namun  engkau 

juga berhak atasnya. Biarlah bukan aku atau engkau yang 

memilikinya, namun  biarlah kita berdua sepakat membuatnya 

menjadi patung untuk beribadah.” Andaikata ia betul memakai 

uang itu untuk melayani dan memuliakan Allah, maka ini 

tentu akan menjadi jalan tengah yang baik untuk menyelesai-

kan perkara di antara mereka berdua. Akan namun , pada ke-

nyataannya, rancangannya busuk. Mungkin perempuan tua 

ini termasuk salah satu orang yang keluar dari Mesir, sehingga 

ia mau membuat patung-patung menurut apa yang telah di-

lihatnya di sana. Sekarang, saat   pikirannya mulai melemah, 

ia mengingat-ingat kebodohan masa mudanya, dan mungkin 

berkata kepada anaknya bahwa cara menyembah Allah mela-

lui perantaraan patung ini, menurut pemahamannya, sesuai 

dengan agama di masa lampau. 

2. Kepatuhan sang anak kepadanya. Kelihatannya, pada waktu ia 

mengutarakan gagasannya untuk membuat patung, anaknya 

sontak terkejut mendengarnya. Ia tahu seperti apa bunyi pe-

rintah Allah yang kedua. Sebab, saat   ibunya berkata (ay. 3) 

mau menyerahkan uang itu bagi anaknya untuk dibuat men-

jadi patung, ia mengembalikannya kepada ibunya sebab  me-

rasa enggan untuk ikut andil membuat berhala sehingga ibu-

nya lalu memberikan uang itu kepada tukang perak untuk 

membuat patung itu baginya. Mungkin juga ibunya menyalah-

kan dia sebab  keberatannya itu (ay. 4). Akan namun , saat   

patung-patungnya sudah jadi, Mikha, oleh bujukan ibunya, 

tidak hanya bisa menerimanya dengan lapang dada, namun  

sungguh senang dan jatuh hati kepada patung-patung itu. Me-

mang, penyembahan berhala dapat begitu anehnya memesona 

dan begitu didukung oleh warisan dari nenek moyang mereka 

(1Ptr. 1:18; Yer. 44:17). Namun perhatikan, bagaimana kesera-

kahan perempuan tua itu menang di atas kepercayaannya 

yang tidak masuk akal. Ia telah membaktikan seluruh perak 

yang dimilikinya untuk membuat patung pahatan dan patung 

tuangan (ay. 3), yakni seribu seratus uang perak. namun  dalam 

pelaksanaannya, ia hanya memberi seperlimanya, yakni dua 

ratus uang perak (ay. 4). Pikirnya, jumlah sebesar itu sudah 

cukup, dan sebenarnya terlalu besar untuk diberikan menjadi 

sebuah patung, si pengajar dusta itu. Andaikata uang sebesar 

itu betul-betul diserahkan bagi kehormatan Allah, Dia pasti 

tidak akan tinggal diam dengan pemberian yang hanya sebagi-

an dari jumlah seluruhnya itu, namun  akan menunjukkan ke-

bencian-Nya atas penghinaan tersebut, seperti yang diperbuat-

Nya dalam perkara Ananias dan Safira. Sekarang perhatikan, 

(1) Kebobrokan apa yang mulai diperbuat di sini (ay. 5). Si 

Mikha ini memiliki  kuil, atau, menurut Septuaginta, 

rumah Allah, sebab  demikianlah Mikha memandang ru-

mah itu sebagus yang ada di Silo, dan malah jauh lebih 

baik, sebab  ini miliknya sendiri, temuannya sendiri, dan 

dapat dipakainya kapan saja semaunya. Manusia suka me-

makai agama seperti baju mereka, untuk mereka atur-atur 

sesuka hati. Rumah penyimpangan, demikian terjemahan 

dalam Kitab Suci bahasa Aram, sebab  memang itulah ada-

nya, suatu penyimpangan dari jalan kebenaran dan pintu 

masuk bagi segala tipu daya. Pemujaan berhala yaitu  satu 

bentuk penipuan yang dahsyat dan salah satu penyim-

pangan yang paling parah. Apa yang hendak dicapai Mikha 

dengan menyembah berhala, entah memang disengaja atau 

tidak, sejatinya meniru dan menyaingi firman dan ketetapan 

Allah. 

[1] Menyaingi firman-Nya, sebab  Mikha membuat terafim, 

yakni patung-patung kecil yang menjadi tempatnya ber-

tanya bilamana diperlukan, dan tempatnya memperoleh 

keterangan, petunjuk, dan ramalan. Seperti halnya Urim 

dan Tumim bagi para pemimpin dan orang Israel, demi-

kianlah terafim ini bagi keluarga Mikha. Namun demi-

kian, ia merasa sangsi bahwa Allah yang sejati akan 

berkenan dengan terafim, atau memberi jawaban me-

laluinya, sehingga ia bergantung kepada segenap kuasa 

jahat yang disembah orang-orang yang tidak mengenal 

Allah untuk mengilhami terafim ini dan menjadikannya 

berguna bagi dirinya. Demikianlah, sementara kehor-

matan Yahweh seakan-akan dijunjung tinggi (ay. 3), te-

tapi hukum-Nya diabaikan, orang-orang Israel ini tak 

ayal lagi terjerumus ke dalam penyembahan berhala 

dan pemujaan setan. 

[2] Menyaingi ketetapan-Nya. Beberapa ruang atau bilik di 

rumah Mikha dikhususkan menjadi kuil atau rumah 

Allah. Efod, atau baju kudus, telah disediakan bagi 

imamnya untuk melaksanakan tugas, meniru apa yang 

dikenakan di dalam bait Allah, dan ia pun menahbiskan 

salah seorang anaknya laki-laki, mungkin yang sulung, 

menjadi imamnya. saat   ia telah menegakkan sebuah 

patung pahatan atau tuangan sebagai sesembahannya, 

tidaklah mengherankan jika imam yang dipilih dan 

diangkatnya sendiri juga menjadi pengelola sesembahan 

itu. Di sini tidak disebutkan mengenai adanya mezbah, 

korban, atau ukupan untuk menghormati patung-pa-

tung perak ini, namun , sebab  Mikha telah mengangkat 

imam baginya, mungkin ia pun memiliki  ini semua, 

kecuali kita menganggap bahwa, pada mulanya, ilah-

ilahnya itu hanya dimaksudkan sebagai tempatnya me-

minta nasihat, bukan untuk dipuja-puja, seperti halnya 

terafim milik Laban. Namun demikian, awal mula pe-

nyembahan berhala, seperti halnya dosa-dosa lain, ada-

lah seperti membuka jalan air: hancurkan bendungannya, 

maka banjir hebat pun menerjanglah. Di sinilah pe-

nyembahan berhala bermula, lalu menyebar seperti 

kusta ganas. Dr. Lightfoot meminta kita memperhatikan 

bahwa seperti halnya seribu seratus uang perak dalam 

kisah ini diserahkan untuk membuat berhala, yang 

lalu  menghancurkan agama, khususnya di dalam 

suku Dan, suku asal Simson, demikianlah seribu sera-

tus uang perak diberikan oleh tiap raja kota orang 

Filistin demi kehancuran Simson.  

(2) Apa penyebab kebobrokan ini (ay. 6): Tidak ada raja di 

antara orang Israel, tidak ada hakim atau pemimpin besar 

yang menindak keras pendirian patung-patung ini, yang 

sesaat lagi akan menjadi andalan negeri ini. Tidak ada yang 

memberi perintah untuk menghancurkan berhala-berhala 

ini, tidak ada orang yang meluruskan Mikha dari penyim-

pangan yang telah diperbuatnya, yang mengekang dan 

menghukumnya. Juga, tidak ada yang mengatasi penyakit 

ini pada waktunya, sehingga penularannya bisa dicegah de-

ngan ampuh. Setiap orang berbuat apa yang benar menurut 

pandangannya sendiri, lalu segeralah semua orang berbuat 

apa yang jahat di mata Tuhan. Pada waktu mereka tidak 

memiliki  seorang raja untuk menjaga ketertiban di an-

tara mereka, rumah Allah pun diabaikan, imam-imam-Nya 

ditelantarkan, dan segala sesuatu di sekeliling mereka pun 

hancur berantakan. Lihatlah betapa pemerintahan merupa-

kan kemurahan Allah, sehingga tidak hanya permohonan 

dan doa syafaat, ucapan syukur pun harus dinaikkan 

untuk raja-raja dan untuk semua pembesar (1Tim. 2:1-2). Di 

bawah Allah, tidak ada lain yang lebih mendukung jalan-

nya agama di dunia ini selain terlaksananya dua lembaga 

mulia berikut ini dengan baik, yakni pemerintahan atau 

hakim dan penggembalaan. 

Mikha dan Ilah-ilahnya  

(17:7-13) 

7 Maka ada seorang muda dari Betlehem-Yehuda, dari kaum Yehuda; ia 

seorang Lewi dan tinggal di sana sebagai pendatang. 8 Lalu orang itu keluar 

dari kota Betlehem-Yehuda untuk menetap sebagai pendatang di mana saja 

ia mendapat tempat; dan dalam perjalanannya itu sampailah ia ke pegunung-

an Efraim di rumah Mikha. 9 Bertanyalah Mikha kepadanya: “Engkau dari 

mana?” Jawabnya kepadanya: “Aku orang Lewi dari Betlehem-Yehuda, dan 

aku pergi untuk menetap sebagai pendatang di mana saja aku mendapat 

tempat.” 10 Lalu kata Mikha kepadanya: “Tinggallah padaku dan jadilah 

bapak dan imam bagiku; maka setiap tahun aku akan memberikan kepada-

mu sepuluh uang perak, sepasang pakaian serta makananmu.” 11 Orang Lewi 

itu setuju untuk tinggal padanya. Maka orang muda itu menjadi seperti salah 

seorang anaknya sendiri. 12 Mikha mentahbiskan orang Lewi itu; orang muda 

itu menjadi imamnya dan diam di rumah Mikha. 13 Lalu kata Mikha: “Seka-

rang tahulah aku, bahwa TUHAN akan berbuat baik kepadaku, sebab  ada 

seorang Lewi menjadi imamku.” 

Dalam perikop ini dikisahkan mengenai Mikha yang memperlengkapi 

dirinya dengan seorang Lewi sebagai imamnya, mungkin sebab  ia 

berpikir bahwa anaknya sendiri, yang yaitu  pewaris kekayaannya, 

terlalu bagus untuk menjabat sebagai imam, atau malah, sebab  ia 

tidak berasal dari suku kepunyaan Allah sendiri, terlalu hina untuk 

jabatan itu. Perhatikan,  

I. Apa yang membawa orang Lewi ini kepada Mikha. Dari pihak 

ibunya, ia termasuk kaum Yehuda, sehingga ia hidup di Betlehem 

di tengah-tengah kerabat ibunya sebab  kota itu bukan termasuk 

kota orang Lewi, atau, menurut beberapa alasan lain, ia menetap 

di sana sebagai seorang asing atau pendatang (ay. 7). Dari sana,

ia pergi untuk menetap sebagai pendatang di mana saja ia 

mendapat tempat, dan dalam perjalanannya itu ia tiba di rumah 

Mikha di pegunungan Efraim (ay. 8). Sekarang, 

1. Beberapa orang berpendapat bahwa kesengsaraanlah yang 

membuat orang itu harus pindah dari Betlehem, mungkin 

sebab  ia ditindas dan dianiaya, atau malah ditelantarkan dan 

dibiarkan kelaparan. Allah telah menyediakan kelimpahan 

bagi orang Lewi, namun  orang Israel menahan apa yang menjadi 

hak orang Lewi dan tidak membantu mereka mendiami kota-

kota yang telah diberikan bagi mereka. Hal ini menyebabkan 

orang Lewi pun merosot taraf hidupnya menjadi kumpulan 

orang sengsara, dan tidak ada yang peduli untuk memulihkan 

mereka. Perbuatan Israel meninggalkan Allah dimulai dengan 

menelantarkan orang Lewi, dan mereka sebelumnya sudah di-

peringatkan mengenai hal ini (Ul. 12:19). saat   para gembala 

jemaat yang saleh ditelantarkan dan kesulitan bertahan hidup, 

itu pertanda bahwa agama akan segera punah. Akan namun , 

2. Tampaknya kesengsaraan orang itu terjadi akibat kesalahan 

dan kebodohannya sendiri, sebab  ia suka berkelana, mening-

galkan tempatnya, sehingga kehilangan hormat dari kawan-

kawannya. Dan, sebab  pikirannya liar, ia lalu mengembara 

untuk mencari peruntungannya, seperti apa yang biasa kita 

katakan. Kita tidak dapat menilai bahwa keadaan pada waktu 

itu sudah sedemikian buruk di tengah mereka sampai pada 

titik seorang Lewi dapat menjadi sedemikian miskin, kecuali 

bahwa itu sebab  kesalahannya sendiri. Seperti halnya orang, 

yang ingin memperbaiki keadaannya namun  tidak mampu, 

layak dikasihi, demikianlah orang, yang yang mampu memper-

baiki keadaannya namun  tidak mau, layak dihukum. Menurut 

saya, ketidakmampuan untuk tinggal di satu tempat lahir dari 

kegelisahan yang berlangsung terus-menerus, sehingga sung-

guh aneh jika  seorang Israel, khususnya seorang Lewi, 

memperlihatkan sifat seperti itu. 

II. Apa tawaran Mikha kepada orang itu. Andaikata Mikha tidak cu-

kup puas dengan anaknya sebagai imamnya, dia tentu sudah 

pergi sendiri atau mengirim utusan untuk memohonkan baginya 

seorang Lewi, namun  kini ia hanya menadah seorang Lewi yang 

begitu saja jatuh ke dalam tangannya, dan ini menunjukkan bah-

wa ia tidak berusaha sungguh-sungguh dalam perkara tersebut. 

Mungkin si orang Lewi yang mengembara ini telah mendengar di 

negeri itu tentang kuil, patung pahatan dan patung tuangan di 

rumah Mikha, sehingga jika  ia betul memiliki roh seorang Lewi 

di dalam dirinya, maka itu membawanya ke sana untuk menge-

cam Mikha atas penyembahan berhala yang diperbuatnya. Mung-

kin ia hendak menyampaikan kepada Mikha, bahwa tindakannya 

itu sungguh bertentangan dengan hukum Allah dan itu akan 

mendatangkan penghakiman Allah ke atasnya. Akan namun , alih-

alih berbuat seperti ini, bagaikan dahan yang hina dan berbau 

busuk dari suku Lewi, ia pun pergi ke sana untuk menawarkan 

jasanya dengan berkata, Adakah pekerjaan padamu untuk seorang 

Lewi? sebab  aku ini seorang pengangguran dan pergi untuk 

menetap sebagai pendatang di mana saja aku mendapat tempat. 

Apa yang ia tuju hanyalah untuk mencari makan, bukan untuk 

melakukan kebaikan (ay. 9). Mikha lalu mengajaknya bergabung 

ke dalam keluarganya (ay. 10) dan menjanjikan kepadanya, 

1. Kedudukan yang layak: Jadilah bapak dan imam bagiku. Meski 

masih muda dan baru saja dijumpai di depan pintu rumah 

Mikha, namun jika Mikha mengambil orang itu sebagai imam-

nya, maka Mikha pun akan menghormatinya sebagai bapak-

nya dan sama sekali tidak akan ditempatkannya di antara 

hamba-hambanya. Mikha tidak menanyakan latar belakang-

nya, tidak mengambil waktu untuk mencari tahu bagaimana 

tindak-tanduknya di tempat kediamannya yang terakhir. Ia 

tidak mempertimbangkan bahwa, meskipun ia seorang Lewi, 

mengapa tabiatnya bisa sedemikan buruk sehingga menda-

tangkan aib dan pergunjingan bagi keluarganya. Mikha malah 

berpikir bahwa, meskipun ia mungkin orang yang sangat nista, 

ia bisa dimanfaatkannya sebagai imam bagi patung pahatan mi-

liknya, seperti halnya imam-imam Yerobeam yang berasal dari 

kalangan rakyat yang paling rendah (1Raj. 12:31, KJV). Tidak 

heran jika  orang-orang yang dapat menjadikan apa pun 

sebagai allah, dapat menjadikan apa pun juga sebagai imam. 

2. Penghidupan yang layak. Mikha akan memberinya makanan, 

minuman, dan sepasang pakaian, demikian ditafsirkan. Yakni 

pakaian yang lebih bagus dan lebih sederhana, yang satu 

untuk dikenakan sehari-hari dan yang satu lagi untuk dikena-

kan pada hari-hari kudus, serta sepuluh uang perak, besarnya 

kira-kira sama dengan pengeluaran satu tahun. Ini menjadi 

pendapatan yang sungguh kecil bila dibandingkan dengan apa 

yang telah Allah sediakan bagi orang-orang Lewi yang berbuat 

saleh. Akan namun , orang-orang yang melalaikan tugas pela-

yanan bagi Allah tidak akan pernah dapat meningkatkan 

kesejahteraan mereka dan tidak akan pernah mendapatkan 

tuan yang lebih baik. Meski penggembalaan yaitu  panggilan 

yang terbaik, namun di mata dunia, itu yaitu  mata pen-

caharian yang terburuk. 

III. Berdiamnya orang Lewi itu bersama Mikha (ay. 11). Ia setuju 

untuk tinggal padanya. Meski pekerjaannya tidak masuk akal dan 

pendapatannya memalukan, ia tidak menolak keduanya dan 

merasa bahagia sebab  sudah menemukan rumah yang sangat 

baik. Mikha, yang berpikir bahwa dirinya lebih suci daripada 

semua tetangganya, lalu  menahbiskan orang Lewi ini (ay. 

12). Seakan-akan perbuatan Mikha yang membangun, memper-

lengkapi, dan mengisi bilik penyembahan ini dengan segala ma-

cam barang, memberinya wewenang tidak hanya untuk menunjuk 

orang yang harus menjabat di sana, namun  juga untuk memberi 

perintah atas orang itu, padahal dia tidak berhak melakukannya, 

dan orang itu juga tidak berhak menerimanya. Dan sekarang, 

orang itu menunjukkan kepada Mikha hormat sebagai seorang 

bapak dan kelembutan sebagai salah seorang anak, dan berkenan 

mengganjar Mikha seturut dengan besarnya uang yang telah 

diberikan kepadanya.  

IV. Kepuasan Mikha dalam perkara ini (ay. 13): Sekarang tahulah 

aku, bahwa Tuhan akan berbuat baik kepadaku sebab  ada 

seorang Lewi menjadi imamku. Artinya, ia berharap bahwa bilik 

penyembahannya akan beroleh ketenaran di antara tetangga-

tetangganya, dan ini akan mendatangkan untung baginya sebab  

ia akan meraup laba dari mezbahnya. Atau, ia mungkin berharap 

bahwa Allah akan memperkenankan dan memberkatinya di dalam 

segala sesuatu yang dikerjakannya.  

1. Mikha berpikir bahwa Allah, sebagai pertanda perkenanan-Nya 

atas dirinya dan patung-patung miliknya, telah mengutus se-

orang Lewi ke depan pintu rumahnya. Demikianlah orang yang 

menyenangkan diri sendiri dengan angan-angan mereka. Apa-

bila rancangan Allah tanpa diduga-duga mendatangkan apa 

yang dapat mereka pakai untuk terus berbuat jahat, cenderung 

mengambil kesimpulan dari hal itu bahwa Allah berkenan ke-

pada mereka.  

2. Mikha berpikir bahwa kini penyimpangan terkait keimaman-

nya telah dibenarkan semuanya, meski ia masih tetap me-

nyimpan patung pahatan dan patung tuangan. Catat, banyak 

orang menipu diri sendiri dengan mengganggap bahwa keada-

an mereka sudah cukup saleh meskipun pembaharuan diri 

mereka belum tuntas. Mereka menilai bahwa mereka sudah 

betul-betul saleh seperti yang seharusnya, sebab  di dalam 

satu hal tertentu, mereka tidaklah seburuk seperti sebelum-

nya, seakan-akan dengan memperbaiki satu kesalahan, itu 

akan menutupi perbuatan mereka dan menebus kesalahannya 

di dalam hal lain.  

3. Mikha berpikir bahwa tindakan mengangkat seorang Lewi 

menjadi imam merupakan perbuatan sangat mulia, yang se-

sungguhnya merupakan satu tindakan lancang dengan mela-

kukan apa yang bukan berada dalam kuasanya, dan ini sangat 

memancing kemarahan Allah. Sikap manusia yang angkuh, 

picik, dan suka memegahkan diri sendiri, akan menggiringnya 

untuk melakukan, bukan hanya membenarkan, namun  juga 

memuliakan dan menguduskan, kelancangan dan pelanggaran 

yang paling nista atas hak-hak istimewa Allah. Mikha sebenar-

nya punya banyak alasan untuk berkata demikian, “Sekarang 

takutlah aku, bahwa Allah akan mengutukiku, sebab  aku 

telah melacurkan salah satu dari suku kepunyaan-Nya sendiri, 

dan menjerumuskannya ke dalam penyembahan patung pahat-

an.” Akan namun  kebalikan dari itu, dalam perkara ini, Mikha 

tetap berharap bahwa Allah akan berbuat baik kepadanya. 

4. Mikha berpikir bahwa dengan adanya seorang Lewi di rumah-

nya, dia tentu akan memperoleh perkenanan Allah. Hati yang 

menyukai kedagingan cenderung terlalu peduli kepada keun-

tungan-keuntungan duniawi, dan cenderung terlalu mudah 

menyimpulkan bahwa Allah tentu akan berbuat baik kepada 

mereka sebab  mereka terlahir dari orang tua yang beriman, 

berdiam di tengah keluarga yang giat berdoa, hidup dengan 

masyarakat yang sangat saleh, dan berdiam di bawah naung-

an hamba-hamba Allah yang giat. Semuanya ini sebenarnya 

Kitab Hakim-hakim 17:7-13 

serupa dengan mengangkat seorang Lewi menjadi imam ke-

luarga Mikha, yang sama sekali tidak memberi jaminan bahwa 

Allah akan berbuat baik kepada mereka, kecuali mereka sen-

diri menjadi saleh dan mempergunakan segala keuntungan ini 

untuk kebaikan. 

 

 

 

 

PASAL 18  

i dalam pasal sebelumnya, kita telah membaca mengenai bagai-

mana penyembahan berhala menyusup ke tengah-tengah ke-

luarga Mikha, dan di dalam pasal ini, kita menjumpai bagaimana 

penyembahan berhala lalu  menyebar ke dalam suku Dan, dan 

bagaimana penyembahan itu beroleh kediaman di sebuah kota yang 

ternama. Betapa nyala api yang kecil dapat menyulut suatu perkara 

yang begitu besar! Suku Dan memperoleh bagian undi milik pusaka 

yang paling terakhir dari semua suku, dan sebab  bagian itu tampak-

nya terlalu sempit bagi mereka, sebuah kota ternama di bagian paling 

ujung di utara Kanaan pun ditambahkan ke dalam milik mereka. 

“Biarlah mereka mendapatkannya dan merebutnya.” Nama kota itu 

ialah Lais atau Lesem (Yos. 19:47). Sekarang, kepada kita dikisahkan, 

I. Bagaimana kaum Dan mengutus sejumlah pengintai untuk 

membawa berita mengenai keadaan tempat itu, yang kemu-

dian di dalam perjalanan berjumpa dengan imam yang beker-

ja pada Mikha (ay. 1-6). 

II. Betapa menggembirakannya berita yang dibawa kembali oleh 

para pengintai itu (ay. 7-10). 

III. Seperti apakah pasukan yang diutus untuk menaklukkan 

Lais (ay. 11-13). 

IV. Bagaimana mereka, di dalam perjalanan mereka, merampas 

allah-allah kepunyaan Mikha (ay. 14-26). 

V. Bagaimana mudahnya mereka menaklukkan Lais (ay. 27-29), 

dan, sesudah  merebut kota itu, menempatkan patung pahatan 

di sana (ay. 30-31). 


Perjalanan Kaum Dan 

(18:1-6)  

1 Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel dan pada zaman itu 

suku Dan sedang mencari milik pusaka untuk menetap, sebab sampai hari 

itu mereka belum juga mendapat bagian milik pusaka di tengah-tengah 

suku-suku Israel. 2 Sebab itu bani Dan menyuruh dari kaumnya lima orang 

dari seluruh jumlah mereka, semuanya orang-orang yang gagah perkasa, 

yang berasal dari Zora dan Esytaol, untuk mengintai negeri itu dan menyeli-

dikinya, serta berkata kepada mereka: “Pergilah menyelidiki negeri itu.” Keti-

ka orang-orang itu sampai ke pegunungan Efraim di rumah Mikha, berma-

lamlah mereka di sana. 3 saat   mereka ada dekat rumah Mikha itu, dikenal 

merekalah logat orang muda suku Lewi itu, lalu singgahlah mereka ke sana 

dan berkata kepadanya: “Siapakah yang membawa engkau ke mari? Apakah 

pekerjaanmu dan urusanmu di sini?” 4 Katanya kepada mereka: “Begini be-

gitulah dilakukan Mikha kepadaku; ia menggaji aku dan aku menjadi imam-

nya.” 5 Kata mereka kepadanya: “Tanyakanlah kiranya kepada Allah,supaya  

kami ketahui apakah perjalanan yang kami tempuh ini akan berhasil.” 6 Kata 

imam itu kepada mereka: “Pergilah dengan selamat! Perjalanan yang kamu 

tempuh itu dipandang baik oleh TUHAN.” 

Inilah, 

1. Hasrat yang dimiliki sekelompok orang Dan ini atas kota Lais, 

bukan seluruh orang Dan, melainkan salah satu dari kaumnya, di 

mana kota Lais, di dalam pembagian Kanaan, termasuk ke dalam 

milik pusakanya. Sampai saat ini, kaum Dan ini telah bepergian 

bersama saudara-saudara mereka yang telah mendiami milik 

pusakanya masing-masing yang terletak di antara Yehuda dan 

kota-kota orang Filistin. Mereka ini yaitu  orang-orang yang 

menolak untuk pergi mendiami kota kepunyaan mereka, sebab  

tidak ada raja di antara orang Israel yang memerintah atas mere-

ka (ay. 1). Kota kepunyaan mereka itu sangat jauh letaknya, ter-

pisah dari suku-suku lain, dan semua kotanya berada di tangan 

musuh, sehingga mereka lebih memilih untuk menumpang pada 

saudara-saudara mereka daripada harus pergi jauh untuk men-

dapatkan tempat kediaman bagi mereka sendiri. Akan namun , pada 

akhirnya, kebutuhan memaksa mereka untuk bangkit sendiri, 

dan mereka mulai merindukan adanya milik pusaka untuk di-

diami. Lebih baik punya sedikit, namun  milik sendiri, daripada 

selalu bergantung kepada orang lain. 

2. Penyelidikan yang dilakukan kaum Dan ini seputar Lais: Mereka 

mengutus lima orang untuk mengintai negeri itu (ay. 2),supaya  

mereka memahami seluk-beluk negeri itu. Apakah milik pusaka 

itu layak diperjuangkan, dan perilaku penduduknya, apakah me-

reka dapat ditaklukkan, pasukan seperti apa yang dibutuhkan 

Kitab Hakim-hakim 18:1-6 

untuk menaklukkan mereka, dan apa cara yang terbaik untuk 

menyerang mereka. Orang-orang yang diutus ini semuanya gagah 

perkasa, tahu bagaimana menatap bahaya dengan kepala tegak 

jika  sampai jatuh ke tangan musuh. Alangkah bijaksananya 

bagi kita untuk berhati-hati sebelum melangkah. Dan dikenal mem-

punyai sifat licin bagai ular di jalan (Kej. 49:17) serta pemberani 

bagai anak singa yang melompat keluar dari Basan (Ul. 33:22). 

3. Perkenalan para pengintai itu dengan imam yang bekerja pada 

Mikha, dan bagaimana mereka memanfaatkan perkenalan terse-

but. Tampaknya, mereka sudah mengenal orang Lewi ini sebelum-

nya, yang mungkin di tengah pengembaraannya sempat tinggal 

beberapa saat di negeri mereka, sehingga meski penampakannya 

mungkin berubah, mereka mengenalinya melalui logat bicaranya 

(ay. 3). Mereka terkejut saat   menemukannya terdampar begitu 

jauh, lalu menanyakan apa yang membawanya datang kemari. 

lalu  ia berkata kepada mereka (ay. 4) apa yang dikerjakan-

nya di tempat itu, dan betapa perkataannya ini menyenangkan 

hati mereka. sesudah  memahami bahwa orang Lewi itu memiliki  

tempat meminta petunjuk di bawah pengawasannya, mereka 

menghendakisupaya  orang itu mengatakan kepada mereka, apa-

kah mereka akan berhasil di dalam usaha  mereka kali ini (ay. 5). 

Lihatlah ketidakpedulian dan ketidakhormatan mereka kepada 

Allah dan penyelenggaraan-Nya, bahwa mereka sama sekali tidak 

akan bertanya kepada Tuhan andaikata orang Lewi ini, yang me-

nyebutkan tentang terafim yang dimilikinya, tidak menaruh 

gagasan ini di dalam kepala mereka. Banyak orang tidak terpikir 

tentang agama sampai itu dijumpai di tengah jalan dan mereka 

tidak dapat mengelak daripadanya, layaknya pembeli yang se-

konyong-konyong datang. Lihatlah ketidakacuhan mereka terha-

dap hukum Allah, bahwa mereka memandang Allah, yang telah 

melarang penggunaan patung pahatan untuk ibadah, akan tetap 

memperbolehkan mereka untuk bertanya kepada sebuah patung 

dan memberi mereka jawaban damai sejahtera melaluinya. Apa-

kah Ia mau mereka meminta petunjuk dari pada-Nya? (Yeh. 14:3). 

Mereka tampaknya lebih menghormati terafim kepunyaan Mikha 

daripada urim kepunyaan Allah, sebab  mereka telah berjalan 

melewati Silo. Namun, seperti yang jelas terlihat, mereka tidak 

bertanya kepada imam besar Allah di sana, namun  malah memilih 

orang Lewi jembel yang bekerja pada Mikha ini untuk menanya-

kan petunjuk Allah bagi mereka. Orang Lewi ini pun lekas me-

nanyakan kepada terafim yang ada padanya menurut cara yang 

biasa diperbuatnya. Dan, entah ia sendiri mempercayainya atau 

tidak, ia memainkan perannya begitu baik dan membuat mereka 

semua percaya bahwa ia mendapat jawaban dari Allah, yang 

menguatkan mereka untuk melanjutkan perjalanan dan memberi 

mereka jaminan keberhasilan (ay. 6): “Pergilah dengan selamat, 

engkau akan aman tenteram, dan perjalananmu akan mudah, 

sebab  di depan Tuhanlah semua jalanmu (KJV),” artinya, “Dia ber-

kenan atas perjalananmu itu” (sebab  Tuhan dikatakan mengenal 

jalan orang benar dengan berkenan atasnya). “sebab  itu, Dia 

akan menjadikan perjalananmu berhasil, mata-Nya akan dituju-

kan-Nya kepadamu demi kebaikanmu, Dia akan menunjukkan 

jalanmu, dan menjaga keluar masukmu.” Catatlah, yang harus 

menjadi perhatian kita yang utama yaitu  bahwa jalan-jalan kita 

diperkenan oleh Allah, sebab  jika memang demikian adanya, 

maka kita dapat pergi dengan selamat. sebab  Allahlah yang me-

melihara kita, maka marilah kita menyerahkan kekhawatiran kita 

kepada-Nya, dan merasa puas bahwa kita tidak akan pernah 

tersesat jika  Dia berjalan di depan kita.  

Perjalanan Kaum Dan  

(18:7-13) 

7 Sesudah itu pergilah kelima orang itu, lalu sampailah mereka ke Lais. 

Dilihat merekalah, bahwa rakyat yang diam di sana hidup dengan tenteram, 

menurut adat orang Sidon, aman dan tenteram. Orang-orang itu tidak keku-

rangan apapun yang ada di muka bumi, malah kaya harta. Mereka tinggal 

jauh dari orang Sidon dan tidak bergaul dengan siapapun juga. 8 sesudah  

mereka kembali kepada saudara-saudara sesukunya di Zora dan Esytaol, 

berkatalah saudara-saudara sesukunya kepada mereka: “Apakah yang kamu 

dapati di sana?” 9 Jawab mereka: “Bersiaplah, marilah kita maju menyerang 

mereka, sebab kami telah melihat negeri itu, dan memang sangat baik. 

Masakan kamu tinggal diam! Janganlah bermalas-malas untuk pergi mema-

suki dan menduduki negeri itu. 10 jika  kamu memasukinya kamu men-

dapati rakyat yang hidup dengan tenteram, dan negeri itu luas ke sebelah kiri 

dan ke sebelah kanan. Sesungguhnya, Allah telah menyerahkannya ke dalam 

tanganmu; itulah tempat yang tidak kekurangan apapun yang ada di muka 

bumi.” 11 Lalu berangkatlah dari sana, dari Zora dan Esytaol, enam ratus 

orang dari kaum suku Dan, diperlengkapi dengan senjata. 12 Mereka maju, 

lalu berkemah di Kiryat-Yearim di Yehuda. Itulah sebabnya tempat itu dise-

but Mahane-Dan sampai sekarang; letaknya di sebelah barat Kiryat-Yearim. 

13 Dari sana mereka bergerak terus ke pegunungan Efraim dan sampai di 

rumah Mikha. 

 

Kitab Hakim-hakim 18:7-13 

Inilah, 

I. Penyelidikan yang dilakukan para pengintai Dan atas kota Lais 

serta atas perilaku penduduknya (ay. 7). Tidak pernah ada tempat 

yang pemerintahan dan penjagaannya begitu buruk seperti kota 

Lais ini, yang menjadikannya mangsa yang sangat empuk bagi 

penyerangnya. 

1. Pemerintahannya sangat buruk, sebab  setiap orang bisa ber-

buat buruk semau mereka. Tidak ada pemimpin, tidak ada pe-

waris ketertiban, demikianlah arti kata itu, yang dapat memper-

malukan mereka dalam segala hal, apalagi menghukum mereka 

mati. sebab  itulah, dengan kebejatan yang paling menjijikkan 

mereka memancing amarah Allah, dan dengan segala macam 

kejahatan yang diperbuat bersama-sama, mereka saling mele-

mahkan dan merusak satu sama lain. Amatilah di sini, 

(1) Apa yang menjadi tugas para pemimpin. Mereka yaitu  

para pewaris pengekangan, artinya, mereka harus menjaga 

keberlangsungan kuasa secara terus-menerus, sebagai 

para pewaris milik pusaka, di tempat di mana mereka ber-

ada, demi mencegah segala kejahatan. Mereka yaitu  

pemilik pengekangan, yang diberi wewenang demi tujuan 

ini,supaya  mereka dapat mengatasi dan menekan segala 

kekejian dan menakutkan orang yang berbuat jahat. Meski-

pun hanya kasih karunia Allah saja yang dapat memper-

baharui pikiran manusia yang sudah rusak dan membuat 

hati mereka berbalik, namun kuasa yang ada di tangan 

para pemimpin ini dapat mengekang perbuatan buruk dan 

membelenggu tangan mereka, sehingga kejahatan orang 

fasik tidak sampai terlalu merusak atau menjalar seperti 

sebelumnya. Meskipun pedang keadilan tidak dapat memo-

tong akar kepahitan, ia dapat memotong cabang-cabangnya 

dan memperlambat pertumbuhan serta penyebarannya, su-

paya perbuatan jahat tidak merajalela tanpa ada yang 

menghalangi. Sebab, jika  itu yang terjadi, maka per-

buatan jahat pun menjadi semakin berani dan berbahaya, 

dan masyarakat turut menanggung kesalahannya. 

(2) Lihatlah cara apa yang harus dipergunakan untuk menge-

kang kejahatan. Orang yang berbuat dosa harus dibuat 

merasa malu,supaya  mereka yang tidak mau dikekang 

oleh rasa malu oleh dosa di hadapan Allah dan hati nurani 

mereka sendiri, dapat dikekang oleh rasa malu oleh hu-

kuman atas dosa itu di hadapan manusia. Segala cara 

harus ditempuh untuk melenyapkan dosa dari pandangan 

dan menutupinya dengan rasa hina, dan untuk membuat 

orang merasa malu akan kemalasan, kemabukan, kecu-

rangan, kebohongan, dan dosa lain yang mereka perbuat, 

dengan selalu memandang tinggi terhadap kebajikan. 

(3) Lihatlah betapa menyedihkan dan nyaris binasanya tem-

pat-tempat yang tidak memiliki  pemimpin atau orang 

yang menyandang pedang untuk tujuan apa pun. Di sana-

lah orang-orang fasik berjalan ke mana-mana (Mzm. 12:9). 

Betapa bersukacitanya kita berada di bawah hukum dan 

pemerintahan yang baik. 

2. Penjagaannya begitu buruk. Penduduk Lais tinggal dengan 

ceroboh, tenang, dan tenteram, gerbang-gerbangnya dibiarkan 

terbuka, tembok-temboknya tidak dipugar, sebab  merasa 

sama sekali tidak ada bahaya, meski kejahatan mereka begitu 

besar sehingga mereka punya alasan untuk merasa takut 

setiap hari terhadap pembalasan yang datangnya dari Allah. 

Ini merupakan tanda bahwa orang Israel, melalui sifat malas 

dan pengecut, sekarang tidak sebegitu menakutkannya bagi 

orang Kanaan seperti pada waktu pertama kali hadir di 

tengah-tengah mereka, sebab  jika tidak demikian, tentu kota 

Lais, yang mungkin memahami bahwa dirinya akan diserah-

kan sebagai salah satu milik pusaka kepada orang Israel, tidak 

akan bersikap sedemikian tenteramnya. Meskipun kota ini ter-

letak di tempat terbuka dan berada di daratan, mereka hidup 

dengan tenteram, menurut adat orang Sidon, yang kotanya di-

kelilingi oleh lautan dan memiliki pertahanan yang baik, baik 

itu buatan manusia maupun alam. namun  mereka tinggal jauh 

dari orang Sidon, dan oleh sebab nya, orang Sidon ini pun 

tidak dapat datang menolong atau membantu mereka ber-

tahan dari bahaya, yang sebenarnya mereka undang sendiri 

sebab  perilaku mereka yang rusak. Lebih lanjut, yang ter-

akhir, mereka tidak bergaul dengan siapapun juga. Ini memper-

lihatkan entah kemalasan mereka sebab  mereka tidak ikut 

serta dalam perdagangan, sehingga menjadi malas, terlampau 

Kitab Hakim-hakim 18:7-13 

merasa nyaman, dan sama sekali tidak mampu membela diri, 

atau merasa diri sudah mandiri. Mereka tidak sudi berada di 

bawah atau bersekutu dengan bangsa mana pun di sekitar 

mereka, sehingga tidak ada yang melindungi atau memberi 

bantuan kepada mereka. Mereka tidak peduli terhadap se-

orang pun, sehingga tidak ada seorang pun peduli terhadap 

mereka. Demikianlah orang-orang Lais itu. 

II. Dukungan para pengintai Dan itu kepada orang-orang sesuku 

mereka yang mengutus mereka ke kota itu (ay. 8-10). Kaum Dan 

ini mungkin sebelumnya memiliki  satu keyakinan bahwa kota 

itu mustahil dapat ditaklukkan, bahwa tidaklah mungkin men-

jadikan diri mereka tuan atas Lais. sebab  itu sudah sekian lama 

mereka enggan menduduki kota itu, dan bahkan mereka mungkin 

saling menguatkan ketidakpercayaan mereka satu sama lain, 

bahwa kota itu tidaklah selayak itu sampai mereka harus berjalan 

begitu jauh dan menempuh bahaya begitu besar. Segenap pokok 

penting tersebut ditekankan secara khusus oleh para pengintai ini 

di dalam laporan mereka dan dalam perkara ini, mereka bukan 

pengintai yang jahat. 

1. Mereka menjelaskan bahwa kota itu sungguh menggiurkan: 

“jika  engkau berkenan mempercayai penilaian kami, kami 

telah melihat negeri itu, dan kami sepakat di dalam penilaian 

kami atas apa yang telah kami saksikan. Lihatlah, itu memang 

sangat baik (ay. 9), lebih baik daripada negeri yang berbukit-

bukit ini, yang ke dalamnya kita dibuat hidup bersesak-sesak-

kan oleh bangsa Filistin. Tidak perlu ragu, engkau pasti akan 

hidup dengan nyaman di sana, sebab  itulah tempat yang 

tidak kekurangan apapun (ay. 10).” Lihatlah betapa baiknya 

negeri Kanaan itu, bahwa kota ini, yang terletak paling jauh 

dari semua kota di sebelah utara, di bagian terujung negeri 

itu, berdiri di tempat yang sangat subur.  

2. Mereka menjelaskan bahwa kota itu dapat direbut. Mereka 

sama sekali tidak ragu, dengan berkat Allah, mereka akan se-

gera mendudukinya, sebab  rakyatnya hidup dengan tenteram 

(ay. 10). Sesuatu yang semakin tenteram selalu semakin tidak 

aman. “Allah telah menyerahkannya ke dalam tanganmu, dan 

engkau dapat merebutnya.” Para pengintai itu menggerakkan 

orang-orang sesukunya untuk bangkit dan berjuang: “Bersiap-

lah, marilah kita maju menyerang mereka, marilah kita segera 

menyerbunya dengan sungguh-sungguh.” Para pengintai itu 

gemas melihat orang-orang sesuku mereka berlambat-lambat, 

dan menegur mereka atas kelambanan mereka itu: Masakan 

kamu tinggal diam? Janganlah bermalas-malas untuk mema-

sukinya. Demikianlah manusia perlu digerakkan untuk ber-

juang bahkan demi kepentingan mereka sendiri. Sorga me-

mang negeri yang sangat baik, tempat yang tidak kekurangan 

apapun. Allah kita, dengan janji-Nya, telah menyerahkannya 

ke dalam tangan kita. Oleh sebab itu, marilah kita tidak ber-

malas-malas untuk memastikan janji itu tergenapi, dan rebut-

lah hidup yang kekal, berjuanglah untuk masuk. 

III. Peperangan bani Dan melawan Lais. Kaum dari suku Dan in