d itimpa sebuah batu kilangan (ay. 57).
Orang ini sudah pasti seorang pembunuh, sebab, meskipun ia telah
luput dari bahaya perang melawan Sikhem, ia tidak dibiarkan
hidup (Kis. 28:4). Orang berdosa dikejar oleh malapetaka, dan
kadang kala malapetaka itu menyergap mereka saat mereka
tidak hanya merasa aman, namun juga merasa menang. Tebes,
dapat kita duga, yaitu kota yang lemah dan tidak penting diban-
dingkan dengan Sikhem. Abimelekh, sesudah berhasil menakluk-
kan kota yang lebih besar, sama sekali tidak ragu akan menjadi
penguasa dari kota yang lebih kecil tanpa kesulitan apa pun,
apalagi ia sudah menduduki kota, dan hanya tinggal menangani
menaranya saja. Namun, ia lengah dalam menangani menara itu,
dan di sanalah seluruh kehormatannya terkubur. Demikianlah
apa yang kuat bagi dunia sering kali dipermalukan oleh apa yang
paling lemah dan yang paling dianggap remeh. Lihatlah di sini
seperti apa teguran-teguran dari penyelenggaraan ilahi yang de-
ngan wajar dan berkali-kali menimpa orang-orang yang menuntut
untuk membalas dendam secara tidak masuk akal. Ada suatu
alasan bagi Abimelekh untuk menghukum warga kota Sikhem,
dan ia melakukannya dengan seorang saksi. Akan namun , saat ia
hendak meneruskan balas dendamnya lebih jauh, dan tidak ada
hal lain yang akan memuaskannya kecuali Tebes juga harus men-
jadi korban kegeramannya, ia tidak hanya dikecewakan di sana,
namun juga dihancurkan. Sebab sesungguhnya ada Allah yang
memberi keadilan di bumi. Ada tiga keadaan yang patut diamati
dalam kematian Abimelekh:
1. Bahwa ia dibunuh dengan sebongkah batu, seperti ia telah
membunuh semua saudaranya di atas satu batu.
2. Bahwa batu kepalanya pecah. Pembalasan membidik kepala
orang yang bersalah itu, yang telah memakai mahkota hasil
rampasan.
3. Bahwa batu tersebut dilemparkan ke atasnya oleh seorang pe-
rempuan (ay. 53). Abimelekh melihat batu itu jatuh. Oleh sebab
itu, sungguh aneh bahwa ia tidak menghindarinya. Akan namun ,
tidak diragukan lagi, sungguh semakin memperbesar rasa ma-
lunya saat melihat dari tangan siapa batu itu berasal. Sisera
mati di tangan seorang perempuan tanpa mengetahuinya. Te-
tapi Abimelekh tidak hanya jatuh oleh tangan seorang perem-
puan, ia juga mengetahuinya. saat mendapati dirinya segera
mengembuskan nafas terakhir, tiada hal lain yang begitu
mengganggunya selain hal ini, bahwa orang akan berkata ten-
tangnya, “Seorang perempuan membunuh dia.” Lihatlah,
(1) Keangkuhannya yang penuh kebodohan, sebab terlalu
memusingkan perkara sepele seperti kehilangan harga diri-
nya ini. Ia sama sekali tidak memedulikan jiwanya yang
berharga, tidak mencemaskan apa yang akan terjadi pada
jiwanya, tidak berdoa memohon belas kasihan Allah. Seba-
liknya, betapa ia sangat khawatir memikirkan bagaimana
memperbaiki nama baiknya yang hancur, saat tidak ada
cara untuk memperbaiki batu kepalanya yang hancur. “Oh,
jangan sampai dikatakan bahwa orang perkasa seperti Abi-
melekh dibunuh oleh seorang perempuan!” Ia hampir mati,
namun kecongkakannya masih hidup dan kuat, dan perasa-
an gila hormat yang sama yang telah menguasainya selama
ini, sekarang muncul pada kesudahannya. Qualis vita, finis
ita – Sebagaimana ia hidup, demikian pula ia mati. Sebagai-
mana Allah menghukum kekejaman Abimelekh melalui cara
kematiannya, demikian pula Ia menghukum kesombongan-
nya melalui alat yang dipakai dalam kematiannya itu.
(2) Rancangan bodohnya untuk menghindari kehilangan harga
diri ini. Tidak ada yang lebih konyol daripada tindakannya
ini. Bujangnya sendiri harus menghabisi dia, bukan untuk
melepaskannya dari rasa sakit dengan sesegera mungkin,
melainkansupaya orang tidak berkata, “Seorang perem-
puan membunuh dia.” Adakah ia berpikir bahwa tindakan
ini akan menutupi apa yang diperbuat perempuan itu, dan
bukan malah semakin membuatnya diberitakan? Bahkan,
tindakan itu membuat kematiannya semakin tercela, sebab
dengan demikian ia mati bunuh diri. Lebih baik dikatakan,
“Seorang perempuan membunuh dia,” daripada dikatakan,
“Bujangnya membunuh dia atas perintahnya sendiri.” Na-
mun, sekarang kedua hal itu akan dikatakan tentang dia,
yang membuatnya tercela untuk selamanya. Dapat dilihat
bahwa sesuatu yang begitu ingin disembunyikan oleh
Abimelekh justru tampak menjadi hal yang lebih diingat se-
cara khusus oleh angkatan-angkatan selanjutnya daripada
sebagian besar peristiwa sejarah tentang dirinya. Sebab
Yoab berbicara tentang peristiwa ini sebagai sesuatu yang
diketahuinya akan dipakai Daud untuk menegurnya, kare-
na sudah demikian dekat ke tembok kota (2Sam. 11:21).
Berusaha menghindari aib dengan cara berbuat dosa hanya
akan membuat aib itu diingat untuk seterusnya.
III. Akhir dari semua ini yaitu bahwa Abimelekh mati dibunuh,
1. Kedamaian Israel dipulihkan, dan perang saudara ini pun ber-
akhir, sebab orang-orang yang mengikuti Abimelekh pergi
masing-masing ke tempat kediamannya (ay. 55).
2. Keadilan Allah dipermuliakan (ay. 56-57). Demikianlah Allah
menghukum kejahatan yang dilakukan oleh Abimelekh dan
orang-orang Sikhem, serta menggenapi kutukan Yotam, sebab
kutuk itu bukanlah kutuk tanpa alasan. Demikianlah Allah
memelihara kehormatan dari pemerintahan-Nya, dan mem-
berikan peringatan kepada segala zaman bahwa darah akan
dibayar dengan darah. Tuhan dikenal melalui penghakiman
yang dijalankan-Nya, saat orang fasik terjerat dalam perbuat-
an tangannya sendiri. Meskipun kefasikan bisa saja berjaya
untuk sementara waktu, namun ia tidak akan berjaya selama-
nya.
PASAL 10
Dalam pasal ini kita mendapati,
I. Masa-masa damai yang dinikmati orang Israel di bawah peme-
rintahan dua hakim, Tola dan Yair (ay. 1-5).
II. Masa-masa susah yang terjadi lalu .
1. Dosa orang Israel yang membawa mereka ke dalam kesu-
sahan (ay. 6).
2. Kesusahan itu sendiri, yang di dalamnya mereka berada
(ay. 7-9).
III. Pertobatan mereka atas dosa dan tindakan mereka yang me-
rendahkan diri sebab nya, doa-doa dan pembaharuan diri
mereka, dan belas kasihan yang mereka dapatkan pada Allah
sesudahnya (ay. 10-16).
IV. Persiapan yang diadakan bagi pembebasan mereka dari
tangan para penindas (ay. 17-18).
Pemerintahan Tola dan Yair
(10:1-5)
1 Sesudah Abimelekh, bangkitlah Tola bin Pua bin Dodo, seorang Isakhar,
untuk menyelamatkan orang Israel. Ia diam di Samir, di pegunungan Efraim
2 dan ia memerintah sebagai hakim atas orang Israel dua puluh tiga tahun
lamanya; lalu matilah ia, lalu dikuburkan di Samir. 3 Sesudah dia,
bangkitlah Yair, orang Gilead, yang memerintah sebagai hakim atas orang
Israel dua puluh dua tahun lamanya. 4 Ia memiliki tiga puluh anak laki-
laki, yang mengendarai tiga puluh ekor keledai jantan, dan mereka mempu-
nyai tiga puluh kota, yang sampai sekarang disebutkan orang Hawot-Yair, di
tanah Gilead. 5 Lalu matilah Yair dan dikuburkan di Kamon.
Walaupun sungguh teramat baik untuk hidup dalam pemerintahan
yang damai sentosa, namun itu yaitu hal yang terburuk untuk
dituliskan, sebab sang sejarawan hanya memiliki sedikit bahan
untuk diceritakan kepada pembacanya. Seperti itulah pemerintahan
kedua hakim ini, Tola dan Yair, yang hanya menjadi tokoh kecil dan
mendapat tempat yang sangat sedikit di dalam sejarah ini. namun
tidak diragukan lagi mereka berdua dibangkitkan Allah untuk meng-
abdi pada negeri mereka sebagai hakim, dan tidak menuntut, seperti
yang dituntut Abimelekh, untuk memerintah sebagai raja yang besar.
Tidak pula mereka, seperti dia, mengambil kehormatan yang mereka
dapatkan bagi diri mereka sendiri, namun mereka dipanggil oleh Allah
untuk itu.
1. Mengenai Tola, dikatakan bahwa ia bangkit sesudah Abimelekh
untuk menyelamatkan orang Israel (ay. 1). Abimelekh telah meru-
sak Israel dengan kefasikannya, meresahkan dan mengusik mere-
ka dengan hasratnya yang tak pernah padam untuk berkuasa,
dan, dengan malapetaka-malapetaka yang didatangkannya atas
mereka, ia membuat mereka rentan diserang musuh-musuh dari
luar. namun lalu Allah memunculkan orang baik ini untuk
memperbaiki penyelewengan-penyelewengan, memberantas pe-
nyembahan berhala, meredam gejolak, dan menyembuhkan luka-
luka yang diberikan kepada pemerintahan oleh perebutan kekua-
saan yang dilakukan Abimelekh. Demikianlah Tola menyelamat-
kan mereka dari diri mereka sendiri, dan menjaga mereka dari
musuh-musuh mereka. Ia berasal dari suku Isakhar, suku yang
hatinya condong untuk melayani, sebab ia menyendengkan
bahunya untuk memikul (Kej. 49:14-15). Sekalipun begitu seorang
dari suku itu di sini dibangkitkan untuk memerintah. Sebab
barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan. Tola menyan-
dang nama dari orang yang merupakan nenek moyang dari kaum
pertama suku itu. Dari anak-anak Isakhar, anak yang pertama
yaitu Tola (Kej. 46:13; Bil. 26:23). Tola berarti ulat, namun,
sebab itu nama dari nenek moyangnya, ia tidak malu. Sekalipun
ia dari suku Isakhar, namun pada saat ia dibangkitkan untuk
memerintah, ia datang dan diam di pegunungan Efraim, yang
lebih dekat dengan pusat negeri itu,supaya orang-orang dapat
mendatanginya dengan lebih mudah untuk meminta nasihat
kepadanya. Ia menjadi hakim atas Israel dua puluh tiga tahun
lamanya (ay. 2), menjaga segala sesuatunyasupaya tetap tertib,
namun tidak melakukan apa pun yang sangat patut dikenang.
2. Yair yaitu orang Gilead, demikian juga dengan Yefta penerusnya.
Keduanya berasal dari setengah suku Manasye yang berdiam di
seberang Yordan. Walaupun mereka tampak terpisah dari sau-
dara-saudara mereka, namun Allah memberi perhatian, selama
kehormatan pemerintahan dialihkan dari suku ke suku dan
belum menetap di Yehuda,supaya mereka yang berdiam di tem-
pat yang jauh ada kalanya mendapat bagian untuk memerintah,
sehingga kepada anggota-anggota yang tidak mulia diberikan
penghormatan khusus. Yair menyandang nama seseorang yang
sangat termasyhur dari suku yang sama, yang pada zaman Musa
sangat giat dalam menaklukkan negeri Kanaan ini (Bil. 32:41;
Yos. 13:30). Hal yang terutama patut diperhatikan dari Yair ini
yaitu pertumbuhan dan kehormatan keluarganya: Ia memiliki
tiga puluh anak laki-laki (ay. 4). Dan,
(1) Mereka memiliki kedudukan yang baik, sebab mereka me-
ngendarai tiga puluh ekor keledai jantan. Yakni, mereka yaitu
hakim-hakim keliling, yang, sebagai wakil dari bapak mereka,
berjalan dari satu tempat ke tempat lain di sejumlah daerah
mereka untuk menegakkan keadilan. Kita mendapati di kemu-
dian hari bahwa Samuel mengangkat anak-anaknya laki-laki
menjadi hakim, meskipun ia tidak dapat membuat mereka
menjadi hakim-hakim yang baik (1Sam. 8:1-3).
(2) Mereka memiliki banyak harta, setiap anak memiliki sebuah
kota, dari wilayah yang disebut, berdasar nenek moyang
mereka yang memiliki nama yang sama dengan bapak mereka,
Hawot-Yair – pedusunan Yair. Sekalipun demikian, wilayah itu
disebut kota-kota. Mungkin sebab tuan-tuan muda yang diberi
wilayah itu memperbersar dan memperkokoh kota-kota itu, dan
dengan begitu mengembangkan pedusunan itu menjadi kota-
kota. Atau sebab mereka begitu senang dengan milik pusaka
mereka di kota-kota kecil itu, sehingga seolah-olah wilayah itu
seperti kota-kota yang berdempetan dan dipagari dengan ger-
bang-gerbang serta palang-palang. Pedusunan yaitu kota bagi
orang yang mau berpuas hati.
Israel Ditindas oleh Bani Amon
(10:6-9)
6 Orang Israel itu melakukan pula apa yang jahat di mata TUHAN; mereka
beribadah kepada para Baal dan para Asytoret, kepada para allah orang
Aram, para allah orang Sidon, para allah orang Moab, para allah bani Amon
dan para allah orang Filistin, namun TUHAN ditinggalkan mereka dan kepada
Dia mereka tidak beribadah. 7 Lalu bangkitlah murka TUHAN terhadap orang
Israel, dan Ia menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Filistin dan bani
Amon. 8 Dalam tahun itu juga orang Israel ditindas dan diinjak mereka;
delapan belas tahun lamanya mereka memperlakukan demikian semua orang
Israel yang di seberang sungai Yordan di tanah orang Amori yang di Gilead.
9 Dan bani Amon pun menyeberangi sungai Yordan untuk berperang mela-
wan suku Yehuda, suku Benyamin dan keturunan Efraim, sehingga orang
Israel sangat terdesak.
Selama kedua hakim itu, Tola and Yair, menangani perkara-perkara
orang Israel, segala sesuatunya berjalan dengan baik. Namun kemu-
dian,
I. Orang Israel kembali menyembah berhala, dosa yang begitu
mudah merintangi mereka (ay. 6): Orang Israel itu melakukan pula
apa yang jahat di mata TUHAN, yang dari-Nya mereka cenderung
murtad tanpa dapat dijelaskan, seperti bangsa yang bebal dan
tidak bijaksana.
1. Mereka menyembah banyak allah. Bukan hanya setan-setan
mereka yang lama, Baal and Asytoret, yang telah disembah
orang Kanaan, melainkan juga, seolah-olah mereka hendak
menyerukan kebodohan mereka kepada semua negeri tetangga
mereka, mereka menyembah para allah orang Aram, para allah
orang Sidon, para allah orang Moab, para allah bani Amon,
dan para allah orang Filistin. Tampak bahwa seolah-olah pe-
kerjaan utama orang Israel yaitu mendatangkan dewa-dewi
dari segala negeri. Sulit mengatakan apakah ini lebih merupa-
kan tindakan yang durhaka ataukah tidak bijaksana. Dengan
membawa masuk dewa-dewi asing ini, mereka menjadikan diri
mereka sendiri hina dan keji, sebab tidak ada bangsa yang
memiliki rasa hormat menukarkan allah mereka. Dapat kita
duga bahwa banyak kekayaan orang Israel dibawa keluar,
melalui persembahan-persembahan yang dibawa ke kuil-kuil
dewa-dewi di sejumlah negeri tempat dewa-dewi itu berasal.
Dan kuil-kuil mereka di Israel dituntut mengakui kebergan-
tungannya pada kuil-kuil di sejumlah negeri itu, sebagai tem-
pat ibadah utama mereka. Para imam dan pemuja dewa-dewi
yang menyedihkan itu sudah pasti akan mengikuti allah-allah
mereka dalam rombongan besar ke tanah Israel. Jika mereka
tidak dapat hidup di negeri mereka sendiri, maka mereka akan
mengakar di tanah Israel, dan dengan demikian orang-orang
luar akan memakan habis kekuatan orang Israel. Jika orang
Israel melakukannya untuk menyenangkan bangsa-bangsa
sekitar mereka, dan untuk mengambil hati bangsa-bangsa itu,
maka sudah sepantasnya mereka dikecewakan. Sebab bangsa-
bangsa yang berusaha mereka jadikan sahabat melalui cara-
cara mereka yang fasik itu, oleh keadilan penghakiman Allah
menjadi musuh dan penindas mereka. In quo quis peccat, in eo
punitur – Orang yang berbuat salah dalam suatu hal, dalam hal
itu pulalah ia akan dihukum.
2. Mereka bahkan tidak mengakui Allah Israel sebagai salah satu
dari sekian banyak allah yang mereka sembah itu, namun
benar-benar mencampakkan Dia: TUHAN ditinggalkan mereka,
dan kepada Dia mereka tidak beribadah sama sekali. Orang-
orang yang berpikir bahwa mereka dapat mengabdi kepada
Allah dan kepada Mamon, dengan segera akan meninggalkan
Allah sepenuhnya, dan mengabdi kepada Mamon saja. Jika
Allah tidak mendapatkan segenap hati, maka Ia dengan segera
tidak akan menginginkan hati itu sama sekali.
II. Allah memperbaharui penghakiman-penghakiman-Nya atas orang
Israel, dengan menempatkan mereka di bawah kekuatan musuh-
musuh yang menindas. Seandainya mereka lekas jatuh ke dalam
tangan Tuhan, mereka bisa saja mendapati bahwa kasih setia-Nya
besar. namun Allah membiarkan mereka jatuh ke dalam tangan
manusia, yang belas kasihannya kejam. Dia menyerahkan mereka
ke dalam tangan orang Filistin yang hidup di sisi barat daya
Kanaan, dan ke dalam tangan bani Amon yang hidup di sisi timur
laut, keduanya pada waktu yang bersamaan. Dengan begitu, di
antara kedua batu kilangan itu mereka diremukkan secara menge-
naskan, seperti dalam bahasa aslinya, yang di sini diterjemahkan
diinjak (ay. 8). Allah telah menetapkan bahwa, jika salah satu kota
Israel memberontak dan melakukan penyembahan berhala, maka
semua kota lainnya harus mengadakan peperangan atas mereka
dan melenyapkan mereka (Ul. 13:12, dst.). Mereka sudah cukup
gigih dalam perkara ini, hampir di luar batas, seperti saat ada
sebuah mezbah yang didirikan oleh dua setengah suku yang lain
(Yos. 22). Namun sekarang mereka sudah menjadi begitu buruk,
hingga saat satu kota terjangkiti penyembahan berhala, kota
sebelahnya ikut terjangkiti penyakit itu, dan bukannya menghu-
kum perbuatan itu, justru menirunya dan melakukannya dengan
lebih parah. Oleh sebab itu, sebab orang-orang yang seharusnya
membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat juga
sendirinya bersalah, atau menyandang pedang dengan percuma,
maka Allah mendatangkan bangsa-bangsa sekitar kepada mereka,
untuk menghajar mereka atas kemurtadan mereka. Penindasan
orang Israel oleh bani Amon itu, yang merupakan keturunan Lot,
1. Sangatlah lama. Penindasan ini berlanjut selama delapan
belas tahun. Sebagian penafsir memandang tahun-tahun itu
sebagai bagian dari masa kehakiman Yair, yang tidak berhasil
memperbaharui dan membebaskan orang Israel seperti yang
dikehendakinya. Sebagian yang lain memandang tahun-tahun
itu dimulai pada saat kematian Yair, yang sepertinya lebih
mungkin sebab bagian dari tanah Israel yang ditindas paling
parah oleh bani Amon yaitu Gilead, negeri Yair sendiri. Kita
tidak dapat menduga bahwa bagian dari tanah Israel itu men-
derita begitu parah selama Yair masih hidup, namun bagian
dari tanah Israel itu setidak-tidaknya diperbaharui dan dilin-
dungi.
2. Sangatlah berat. Orang Israel diinjak dan ditindas mereka.
Sangatlah berat ditindas oleh bangsa yang begitu keji seperti
bani Amon. Mereka memulainya dengan suku-suku Israel
yang tinggal di sebelah mereka di seberang sungai Yordan,
yang di sini disebut tanah orang Amori (ay. 8), sebab orang-
orang Israel telah merosot dengan begitu menyedihkan, dan
telah menjadikan diri mereka sendiri begitu serupa dengan
bangsa-bangsa kafir, sehingga mereka bisa dikatakan telah
menjadi orang Amori yang sempurna (Yeh. 16:3). Atau sebab
oleh dosa mereka, mereka telah kehilangan hak atas tanah ini,
sehingga tanah itu dengan wajar dapat dipandang sebagai
tanah orang Amori lagi, yang dari mereka orang Israel mengam-
bilnya. Akan namun sedikit demi sedikit bani Amon mendesak
maju, menyeberangi sungai Yordan, dan menyerbu suku Ye-
huda, suku Benyamin, dan keturunan Efraim (ay. 9), ketiga
suku Isreal yang paling termasyhur, namun mereka dihina
seperti itu sesudah mereka meninggalkan Allah, dan tidak dapat
menang melawan penyerbu. Sekarang digenapilah ancaman
bahwa mereka akan dikalahkan oleh musuh mereka, dan tidak
akan dapat bertahan di hadapan musuh-musuh mereka (Im.
26:17, 37). Tingkah langkah mereka dan perbuatan mereka telah
menyebabkan semuanya ini kepada mereka. Mereka telah mero-
sot dengan menyedihkan, dan dengan begitu mereka menjadi
sangat kesusahan.
Pertobatan dan Pembaharuan Orang Israel
(10:10-18)
10 Lalu berserulah orang Israel kepada TUHAN, katanya: “Kami telah berbuat
dosa terhadap Engkau, sebab kami telah meninggalkan Allah kami lalu
beribadah kepada para Baal.” 11 namun firman TUHAN kepada orang Israel:
“Bukankah Aku yang telah menyelamatkan kamu dari tangan orang Mesir,
orang Amori, bani Amon, orang Filistin, 12 orang Sidon, suku Amalek dan
suku Maon yang menindas kamu, saat kamu berseru kepada-Ku? 13 namun
kamu telah meninggalkan Aku dan beribadah kepada allah lain; sebab itu
Aku tidak akan menyelamatkan kamu lagi. 14 Pergi sajalah berseru kepada
para allah yang telah kamu pilih itu; biar merekalah yang menyelamatkan
kamu, pada waktu kamu terdesak.” 15 Kata orang Israel kepada TUHAN:
“Kami telah berbuat dosa. Lakukanlah kepada kami segala yang baik di
mata-Mu. Hanya tolonglah kiranya kami sekarang ini!” 16 Dan mereka men-
jauhkan para allah asing dari tengah-tengah mereka, lalu mereka beribadah
kepada TUHAN. Maka TUHAN tidak dapat lagi menahan hati-Nya melihat
kesukaran mereka. 17 lalu bani Amon dikerahkan dan berkemah di
Gilead, sedang orang Israel berkumpul dan berkemah di Mizpa. 18 Maka para
pemimpin bangsa di Gilead berkata seorang kepada yang lain: “Siapakah
orang yang berani memulai peperangan melawan bani Amon itu? Dialah yang
harus menjadi kepala atas seluruh penduduk Gilead.”
Dalam perikop ini kita mendapati,
I. Pengakuan yang penuh kerendahan hati yang dibuat orang Israel
kepada Allah dalam kesesakan mereka (ay. 10). Sekarang mereka
mengakui diri mereka bersalah, seperti penjahat di atas alat pe-
nyiksaan, dan berjanji akan memperbaiki diri, seperti anak kecil
yang dipukul rotan. Mereka tidak hanya mengeluhkan kesesakan
itu, namun juga mengakui bahwa dosa mereka sendirilah yang
telah membawa mereka ke dalam kesesakan itu. Oleh sebab itu
Allah bertindak benar, dan mereka tidak memiliki alasan untuk
mengeluh. Mereka mengakui kelalaian mereka, sebab dalam kela-
laian itulah dosa mereka dimulai, “Kami telah meninggalkan Allah
kami,” dan kesalahan yang mereka lakukan, “Kami telah beriba-
dah kepada para Baal, dan dalam hal ini kami telah berbuat
bodoh, khianat, dan sangat fasik.”
II. Sebuah firman yang merendahkan hati yang lalu dikirim-
kan Allah kepada orang Israel, apakah melalui malaikat, seperti
dalam pasal 2:1 atau melalui seorang nabi seperti dalam pasal
6:8, tidaklah pasti. Sungguh baik bahwa Allah memerhatikan
seruan mereka, dan tidak menutup telinga terhadapnya, atau
tidak mengirimkan jawaban kepada mereka sama sekali. Sungguh
baik juga bahwa saat mereka mulai bertobat, Ia mengirimkan
kepada mereka firman yang demikian tepat untuk meningkatkan
pertobatan mereka,supaya mereka dilayakkan dan dipersiapkan
untuk menerima pembebasan. Nah, dalam firman ini,
1. Allah menegur mereka atas tindakan mereka yang sangat tidak
tahu terima kasih, dan mengingatkan mereka akan perkara-
perkara besar yang telah dilakukan-Nya untuk mereka, dengan
melepaskan mereka dari musuh ini dan itu. Pertama-tama
orang Mesir, yang dari tanah mereka orang Israel dibebaskan,
dan lalu orang Amori, yang telah mereka taklukkan dan
yang tanahnya telah mereka masuki. Semenjak mereka mene-
tap di sana, saat bani Amon telah bergabung dengan orang
Moab untuk menindas mereka (Hak. 3:13), saat orang Filistin
membuat huru-hara pada zaman Samgar, dan lalu mu-
suh-musuh lain menyusahkan mereka, atas seruan mereka,
Allah telah mengadakan banyak keselamatan yang besar
untuk mereka (ay. 11-12). Kita tidak membaca di tempat lain
mana pun mengenai ditindasnya mereka oleh orang Sidon dan
suku Maon. Allah telah menghajar mereka dalam keadilan,
dan telah membebaskan mereka dalam belas kasihan. Oleh
sebab itu, sudah sewajarnya Ia berharap bahwa entah sebab
rasa takut atau sebab kasih, mereka mau menaati-Nya dan
beribadah kepada-Nya. Maka dari itu sungguh baik bahwa
firman itu mengiris hati mereka (ay. 13), “Namun kamu telah
meninggalkan Aku yang telah membawamu keluar dari kesu-
sahan, dan beribadah kepada allah lain yang membawa kamu
ke dalam kesusahanmu itu.” Demikianlah mereka meninggal-
kan Dia yang mengasihi mereka dengan setia untuk mengejar
kesesatan-kesesatan mereka sendiri.
2. Allah memperlihatkan kepada mereka betapa sudah sepantas-
nya Ia meninggalkan mereka sekarang pada kehancuran, de-
ngan menyerahkan mereka kepada allah lain yang kepadanya
mereka beribadah. Untuk menggugah mereka agar mau ber-
tobat dan memperbaharui diri sepenuhnya, Ia membiarkan
mereka melihat,
(1) Kebodohan mereka dalam beribadah kepada para Baal.
Mereka telah mengeluarkan banyak sekali biaya untuk
mendapatkan perkenanan dari para allah yang tidak dapat
menolong mereka pada saat mereka paling membutuhkan
pertolongan para allah itu: “Pergi sajalah berseru kepada
para allah yang telah kamu pilih itu (ay. 14), coba lihat apa
yang dapat mereka lakukan untukmu sekarang. Kamu
telah menyembah mereka sebagai allah, coba lihat apakah
mereka sekarang memiliki kuasa ilahi ataupun kebaikan
ilahi yang dapat dikerahkan untukmu. Kamu memberikan
penghormatanmu kepada mereka sebagai raja dan tuanmu,
coba lihat apakah mereka sekarang akan melindungimu.
Kamu membawa korban-korban syukurmu ke mezbah
mereka sebagai pemberi kebaikan bagimu, dengan memba-
yangkan bahwa mereka memberimu gandum, anggur, dan
minyak. namun sahabat sejati yaitu sahabat yang ada pada
saat dibutuhkan. Apa gunanya perkenanan mereka bagimu
sekarang?” Perhatikanlah, dalam pertobatan sejati harus ada
kesadaran penuh bahwa segala sesuatu yang telah kita
jadikan berhala, dan telah kita biarkan bertakhta dalam hati
kita untuk menyaingi Allah, sama sekali tidak sanggup
untuk menolong kita dan melakukan kebaikan apa pun
kepada kita. Kita harus sadar bahwa kenikmatan-kenikmat-
an indrawi yang sangat kita sukai tidak bisa memberi kita
kepuasan, begitu pula dengan kekayaan duniawi yang kita
dambakan untuk menjadi milik kita, bahwa kita tidak dapat
bahagia atau tenang di mana pun selain di dalam Allah.
(2) Kesengsaraan mereka dan bahaya yang mengintai mereka
saat mereka meninggalkan Allah. “Lihatlah ke dalam
keadaan seperti apa kamu telah membawa dirimu sendiri.
Sekarang kamu tidak dapat mengharapkan hal lain selain
bahwa Aku hendak berkata, Aku tidak akan menyelamat-
kan kamu lagi, dan kalau sudah begitu, apa jadinya kamu
nanti?” (ay. 13). Hal ini dikatakan-Nya kepada mereka, bu-
kan hanya sebagai apa yang dapat dilakukan-Nya, melain-
kan juga sebagai apa yang hendak dilakukan-Nya jika me-
reka hanya mengakui kesalahan yang telah mereka laku-
kan, dan tidak menjauhkan berhala-berhala mereka serta
memperbaiki diri untuk masa depan.
III. Penyerahan diri yang penuh kerendahan hati yang dilakukan orang
Israel pada keadilan Allah sebagai akibatnya, dengan permohonan
yang penuh kerendahan hati untuk meminta belas kasihan-Nya
(ay. 15). Orang Israel berkumpul, mungkin dalam perkumpulan
raya di depan pintu Kemah Suci, dengan hati yang terjamah oleh
firman yang telah diberikan Allah kepada mereka, dan tidak di-
buat putus asa olehnya, walaupun firman itu sangat mengancam,
namun menetapkan hati untuk bersimpuh di kaki Allah. Jika me-
reka binasa, mereka akan binasa di sana. Mereka tidak hanya
mengulangi pengakuan mereka, kami telah berbuat dosa, namun
juga,
1. Mereka menyerahkan diri mereka pada keadilan Allah: Laku-
kanlah kepada kami segala yang baik di mata-Mu. Dengan ini
mereka mengakui bahwa mereka pantas menerima tanda-
tanda terberat dari murka Allah dan yakin bahwa Ia tidak
mungkin berbuat jahat kepada mereka, apa pun itu yang
ditimpakan-Nya kepada mereka. Mereka merendahkan diri
mereka di bawah tangan-Nya yang kuat dan menekan dengan
berat, dan membayar pulih kesalahan mereka, yang oleh Musa
telah dijadikan syarat bagi kembalinya Allah di dalam belas
kasihan kepada mereka (Im. 26:41). Perhatikanlah, orang yang
sungguh-sungguh bertobat pasti berani dan akan menyerah-
kan diri mereka kepada Allah untuk menghajar mereka seba-
gaimana yang dianggap-Nya pantas.Sebab mereka tahu bahwa
dosa mereka sangatlah jahat dan pantas diganjar dengan
berat, dan bahwa Allah tidak terlalu keras dan bertindak di
luar batas dalam tuntutan-tuntutan-Nya.
2. Orang Israel memohon belas kasihan Allah: Hanya tolonglah
kiranya kami sekarang ini, dari musuh ini. Mereka mengakui
apa yang pantas mereka dapatkan, dan sekalipun begitu mere-
ka berdoa kepada Allah untuk tidak memperlakukan mereka
sesuai dengan apa yang pantas mereka dapatkan. Perhatikan-
lah, kita harus tunduk pada keadilan Allah dengan harapan
akan mendapat belas kasihan-Nya.
IV. Pembaharuan yang membawa berkat dimulai sebagai akibatnya.
Mereka menghasilkan buah-buah yang sesuai untuk pertobatan
(ay. 16): Mereka menjauhkan para allah orang asing (seperti dalam
bahasa aslinya), para allah yang asing, dan yang disembah oleh
bangsa-bangsa yang tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak
mendapat bagian dalam perjanjian ilahi, lalu mereka beribadah
kepada TUHAN. Kebutuhan mendorong mereka untuk datang
kepada Dia. Mereka tahu bahwa tidak ada gunanya pergi kepada
allah-allah yang telah mereka sembah, dan oleh sebab itu mereka
kembali kepada Allah yang telah mereka remehkan. Ini yaitu
pertobatan sejati, bukan hanya untuk dosa, melainkan juga dari
dosa.
V. Kembalinya Allah dalam belas kasihan kepada mereka, yang
diungkapkan di sini dengan sangat lembut (ay. 16): TUHAN tidak
dapat lagi menahan hati-Nya melihat kesukaran mereka. Bukan
berarti bahwa ada kesedihan pada Allah, pada diri-Nya ada suka-
cita dan kebahagiaan yang tak terhingga, yang tidak dapat di-
ganggu oleh dosa-dosa ataupun kesengsaraan-kesengsaraan
makhluk ciptaan-Nya. Tidak pula ada perubahan pada Allah: Ia
tidak pernah berubah – siapa dapat menghalangi Dia? namun ke-
baikan-Nya yaitu kemuliaan-Nya. Melalui kebaikan-Nya Ia me-
nyatakan nama-Nya, dan mengagungkan nama-Nya itu di atas
segala nama. Sama seperti Ia berkenan menempatkan diri-Nya
dalam hubungan seorang bapa bagi umat-Nya yang mengikat per-
janjian dengan Dia, demikian pula Ia berkenan menggambarkan
kebaikan-Nya kepada mereka melalui belas kasihan seorang bapa
kepada anak-anaknya. Sebab, sama seperti Ia yaitu Bapa segala
terang, demikian pula Dia yaitu Bapa yang penuh belas kasihan.
Sama seperti ketidakpatuhan dan penderitaan seorang anak
mendukakan hati seorang bapa yang lembut, dan membuatnya
merasa sangat terluka sebab kasih sayang alaminya sebagai
bapa, demikian pula tindakan-tindakan umat Allah yang menyu-
lut murka mendukakan hati-Nya (Mzm. 95:10). Hati-Nya hancur
sebab hati mereka yang berzinah itu (Yeh. 6:9, KJV). Kesusahan-
kesusahan mereka juga mendukakan hati-Nya. Demikianlah yang
berkenan dikatakan-Nya pada saat Ia berkenan menampakkan
diri untuk membebaskan umat-Nya, dengan mengubah jalan dan
cara-Nya dalam bertindak, seperti orangtua yang lembut saat
hati mereka mulai melunak kepada anak-anak mereka yang telah
mereka marahi. Seperti itulah belas kasihan yang lembut dari
Allah kita, dan Ia sama sekali tidak merasa senang atas kematian
para pendosa.
VI. Sekarang segala sesuatunya sedang bekerja menuju pembebasan
mereka dari penindasan bani Amon (ay. 17-18). Allah telah ber-
kata, “Aku tidak akan menyelamatkan kamu lagi.” Namun seka-
rang mereka bukanlah seperti yang dulu, mereka yaitu manu-
sia-manusia lain, mereka yaitu manusia-manusia baru, dan
sekarang Dia akan menyelamatkan mereka. Ancaman itu dinyata-
kan untuk meyakinkan mereka akan kesalahan mereka dan
untuk merendahkan hati mereka. Dan, sebab sekarang sudah
memberikan dampak yang diinginkan, ancaman itu dicabut
kembali untuk mewujudkan pembebasan mereka.
1. Bani Amon mengeraskan hati bagi kehancuran mereka sendiri.
Mereka berkumpul dalam satu kumpulan,supaya mereka
dapat dibinasakan dalam satu pukulan sekaligus (Why. 16:16).
2. Orang Israel digerakkan untuk menyelamatkan diri mereka
sendiri. Mereka berkumpul juga (ay. 17). Selama delapan belas
tahun penindasan mereka, seperti dalam perbudakan-per-
budakan mereka yang terdahulu, mereka digilas oleh musuh-
musuh mereka, sebab mereka sendiri tidak mau bersatu.
Setiap keluarga, kota, atau suku, ingin berdiri sendiri, dan
bertindak secara mandiri, dan dengan begitu mereka semua
menjadi mangsa yang empuk bagi para penindas, sebab tidak
adanya kesadaran yang semestinya akan kepentingan bersama
yang mempererat mereka. Akan namun , jika mereka ber-
kumpul bersama, mereka bekerja dengan baik. Begitulah yang
mereka lakukan di sini. saat Israel kepunyaan Allah menjadi
seperti satu orang untuk mengusahakan kebaikan bersama
dan melawan musuh bersama, kesulitan apa yang dapat
menghadang mereka? sesudah bertemu, penduduk dan para
pemimpin bangsa di Gilead pertama-tama berunding mengenai
seorang panglima yang akan memimpin mereka melawan bani
Amon. Sampai pada saat itu, sebagian besar pembebas orang
Israel mendapat panggilan yang luar biasa untuk pekerjaan
itu, seperti Ehud, Barak, dan Gideon. namun pembebas selan-
jutnya akan dipanggil dengan cara yang lebih biasa, melalui
persetujuan pemerintah, yang mencari orang yang tepat untuk
memimpin pasukan mereka, dan lalu memang menemu-
kan orang yang secara mengagumkan memenuhi syarat untuk
keperluan itu, dan Allah mengakui pilihan mereka dengan
membiarkan Roh-Nya menghinggapi orang itu (11:29). Dengan
demikian, contoh ini berguna sebagai pedoman dan dorongan
pada masa-masa yang akan datang, saat panggilan-panggil-
an secara luar biasa tidak lagi bisa diharapkan. Hendaklah
terpilih secara adil untuk menduduki tempat kepercayaan dan
kekuasaan, orang-orang yang memang telah dilayakkan dan
dilengkapi Allah untuk itu, maka Allah dengan penuh rahmat
akan mengakui orang-orang yang terpilih dengan cara seperti
itu.
PASAL 1 1
asal ini menceritakan tentang riwayat Yefta, seorang hakim lain
dari hakim-hakim Israel, yang terhitung di antara tokoh-tokoh
terpandang dalam Perjanjian Lama, dan yang oleh iman telah mela-
kukan perkara-perkara besar (Ibr. 11:32), meskipun ia tidak mene-
rima panggilan secara luar biasa seperti semua tokoh lain yang dise-
butkan dalam Kitab Ibrani itu. Dalam pasal ini kita mendapati,
I. Hal-hal yang tidak menguntungkan dari asal-usul Yefta (ay. 1-3).
II. Dipilihnya Yefta oleh orang-orang Gilead untuk menjadi pang-
lima besar melawan bani Amon, dan kesepakatan-kesepakatan
yang dibuatnya dengan orang-orang Gilead itu (ay. 4-11).
III. Perundingan Yefta dengan raja bani Amon mengenai hak-hak
kedua bangsa, agar permasalahan yang ada dapat diselesaikan,
sekiranya mungkin, tanpa pertumpahan darah (ay. 12-28).
IV. Peperangan Yefta melawan bani Amon, yang diawalinya de-
ngan sebuah nazar yang sungguh-sungguh (ay. 29-31), yang
dijalankannya dengan berani (ay. 32), dan yang diakhirinya
dengan kemenangan yang gemilang (ay. 33).
V. Kesusahan-kesusahan yang menimpa Yefta sekembalinya ia
ke rumahnya sendiri akibat nazar yang telah diucapkannya
(ay. 34-40).
Pengangkatan Yefta
(11:1-3)
1 Adapun Yefta, orang Gilead itu, yaitu seorang pahlawan yang gagah per-
kasa, namun ia anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead.
2 Juga isteri Gilead melahirkan anak-anak lelaki baginya. sesudah besar anak-
anak isterinya ini, maka mereka mengusir Yefta, katanya kepadanya: “Eng-
kau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak
dari perempuan lain.” 3 Maka larilah Yefta dari saudara-saudaranya itu dan
diam di tanah Tob; di sana berkumpullah kepadanya petualang-petualang
yang pergi merampok bersama-sama dengan dia.
saat kita meninggalkan para pemimpin bangsa dan penduduk
Gilead di akhir pasal sebelumnya, mereka sedang berunding untuk
memilih seorang panglima, dan mereka pun tiba pada keputusan ini,
bahwa siapa pun yang mau memimpin pasukan mereka melawan
bani Amon, melalui kesepakatan bersama, akan menjadi kepala atas
seluruh penduduk Gilead. usaha itu sulit, sehingga tepatlah jika
dorongan sebesar ini ditawarkan kepada orang yang berkenan melak-
sanakannya. Sekarang, semuanya seia sekata bahwa Yefta, orang
Gilead itu, yaitu seorang pahlawan yang gagah perkasa, dan sangat
cocok untuk melaksanakan tugas itu, dan tidak ada yang lebih pas
selain dirinya. Namun, Yefta memiliki tiga kekurangan:
1. Dia yaitu anak seorang perempuan sundal (ay. 1), anak dari pe-
rempuan lain (ay. 2), perempuan yang bukan istri ataupun gundik
ayahnya. Sebagian penafsir berpendapat bahwa ibunya bukan
orang Yahudi. Demikian pula dengan Yosefus, yang menyebut
Yefta sebagai seorang asing dari pihak ibunya. Orang Ismael,
demikian kata orang Yahudi. Jika ibunya yaitu seorang perem-
puan sundal, itu bukanlah kesalahan Yefta, namun itu menjadi aib
baginya. Manusia tidak boleh dicela sebab hal-hal yang tidak
patut pada orangtua atau garis keturunan mereka, selama mereka
mau berjuang dengan kebaikan-kebaikan mereka sendiri untuk
menghapuskan celaan itu. Anak seorang perempuan sundal,
jika lahir kembali, lahir dari atas, akan diperkenan Allah, dan
akan disambut seperti yang lain ke dalam kemerdekaan kemulia-
an anak-anak-Nya. Yefta tidak dapat membaca di dalam hukum
Taurat perihal tanda yang ditorehkan atas bani Amon, seteru yang
harus ditundukkannya itu, bahwa mereka janganlah masuk
jemaah TUHAN, sebab dalam perikop yang sama, ia menjumpai
apa yang membuat dirinya sendiri tampak hitam, bahwa seorang
anak haram juga tidak diperbolehkan masuk jemaah Tuhan (Ul.
23:2-3). Akan namun , jika hukum itu hanya berlaku, seperti
yang kemungkinan besar demikian, atas anak-anak yang lahir
dari hubungan sedarah, bukan dari percabulan, maka ia tidak
termasuk dalam kelompok ini.
2. Dia telah diusir dari negerinya oleh saudara-saudaranya. Anak-
anak ayahnya dari pernikahan yang sah, sebab menuntut untuk
menegakkan hukum itu secara ketat, mengusirnya agar ia tidak
mendapat milik pusaka bersama mereka, tanpa sedikit pun mem-
pertimbangkan keistimewaan yang dimilikinya. Padahal, keisti-
mewaan Yefta itu pantas membuatnya dibebaskan dari tuntutan
hukum itu, dan akan menjadikannya kekuatan dan perhiasan
yang mulia bagi keluarga mereka, andai saja mereka tidak meng-
hiraukan kedudukannya sebagai anak tidak sah dan mau mem-
berinya hak sebagai anak ayahnya (ay. 2). Orang tidak akan
menduga bahwa anak muda yang dibuang ini diniatkan untuk
menjadi pembebas dan hakim Israel. namun Allah kerap kali me-
rendahkan orang-orang yang hendak ditinggikan-Nya, dan mem-
buat batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan menjadi
batu penjuru. Demikian pula Yusuf, Musa, dan Daud, tiga gembala
Israel yang paling terkemuka, semuanya dibuang oleh manusia,
sebelum dipanggil oleh Allah untuk melaksanakan tugas-tugas
mereka yang agung.
3. Di dalam pembuangan, Yefta telah mengepalai gerombolan penja-
hat (ay. 3). Sekalipun dibuang oleh saudara-saudaranya, jiwa be-
sar Yefta tidak mengizinkannya untuk mengais atau mengemis,
namun dengan pedangnyalah ia harus tetap hidup. Dan, begitu
Yefta menjadi terkenal sebab keberaniannya, orang-orang yang
ditimpa kesusahan-kesusahan seperti itu, dan digerakkan oleh
roh yang berani seperti itu langsung bergabung di bawah Yefta.
Petualang-petualang, demikianlah mereka disebut di sini, artinya,
orang-orang yang telah habis hartanya dan harus mencari penghi-
dupan. Orang-orang ini pergi bersama Yefta, bukan untuk me-
rampok atau menjarah, namun untuk berburu binatang liar, dan
mungkin untuk menyerang negeri-negeri yang seharusnya men-
jadi milik Israel namun belum diduduki, atau yang sudah dilukai
Israel dengan satu atau lain cara. Inilah orang yang harus menye-
lamatkan Israel. Dengan menyembah berhala, orang Israel telah
menjadikan diri mereka anak-anak sundal, dan terasing dari Allah
dan perjanjian-Nya. Oleh sebab itu, meskipun Allah akan mem-
bebaskan mereka saat mereka bertobat, namun, untuk memper-
malukan mereka dan mengingatkan mereka akan dosa mereka, Dia
memilih untuk melakukannya melalui seorang anak haram dan
terbuang.
Pengangkatan Yefta
(11:4-11)
4 Beberapa waktu lalu bani Amon berperang melawan orang Israel.
5 Dan saat bani Amon itu berperang melawan orang Israel, pergilah para
tua-tua Gilead menjemput Yefta dari tanah Tob. 6 Kata mereka kepada Yefta:
“Mari, jadilah panglima kami dan biarlah kita berperang melawan bani
Amon.” 7 namun kata Yefta kepada para tua-tua Gilead itu: “Bukankah kamu
sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu
datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?” 8 lalu ber-
katalah para tua-tua Gilead kepada Yefta: “Memang, kami datang kembali
sekarang kepadamu, ikutilah kami dan berperanglah melawan bani Amon,
maka engkau akan menjadi kepala atas kami, atas seluruh penduduk
Gilead.” 9 Kata Yefta kepada para tua-tua Gilead: “Jadi, jika kamu membawa
aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerah-
kan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?”
10 Lalu kata para tua-tua Gilead kepada Yefta: “Demi TUHAN yang men-
dengarkannya sebagai saksi antara kita: Kami akan berbuat seperti katamu
itu.” 11 Maka Yefta ikut dengan para tua-tua Gilead, lalu bangsa itu meng-
angkat dia menjadi kepala dan panglima mereka. namun Yefta membawa
seluruh perkaranya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa.
Dalam perikop ini kita mendapati,
I. Kesukaran yang dialami orang Israel saat bani Amon datang
menyerang negeri mereka (ay. 4). Mungkin ini merupakan serang-
an yang sama seperti yang telah disebutkan sebelumnya (10:17),
saat bani Amon dikerahkan dan berkemah di Gilead. Dan kata-
kata ini, beberapa waktu lalu , merujuk kepada apa yang
terjadi beberapa saat sebelum Yefta diusir. Berhari-hari sesudah
Yefta diusir dengan hina seperti itu, ia dijemput kembali dengan
hormat.
II. Permohonan yang diajukan para tua-tua kepada Yefta sebagai
akibat dari serangan itu agar ia mau datang dan menolong mere-
ka. Mereka tidak menulis surat atau mengirim seorang utusan ke-
padanya, namun berangkat sendiri untuk menjemputnya, dengan
tekad untuk tidak menerima penolakan, dan memang perkara itu
sedemikian mendesaknya sehingga tidak dapat ditunda-tunda.
Keperluan mereka dengan Yefta yaitu , mari, jadilah panglima
kami (ay. 6). Mereka tidak mengetahui seorang pun di antara
mereka yang mampu melaksanakan tanggung jawab sebesar itu,
dan mereka sungguh mengakui bahwa mereka tidak layak meng-
embannya. Mereka mengenal Yefta sebagai seorang yang gagah
berani, dan terbiasa menggunakan pedang, sehingga dia pastilah
orang yang tepat. Lihatlah bagaimana Allah mempersiapkan
orang-orang untuk melakukan pekerjaan yang dirancangkan-Nya
bagi mereka, dan membuat kesulitan-kesulitan yang mereka ha-
dapi bekerja untuk mengangkat mereka. Seandainya Yefta tidak
dibuat harus menghidupi dirinya sendiri oleh kejahatan saudara-
saudaranya, maka dia tidak akan pernah memperoleh kesempat-
an seperti yang telah dimilikinya itu untuk melatih dan mening-
katkan kemampuan bela dirinya, dan dengan demikian untuk
membuat dirinya menonjol dan menjadi ternama. Dari yang
makan keluar makanan. Orang Israel memang telah berkumpul
dan berkemah (10:17), namun sebuah pasukan tanpa panglima
sama seperti seonggok tubuh tanpa kepala. Maka dari itu, mari,
kata mereka, jadilah panglima kami, dan biarlah kita berperang.
Lihatlah betapa pentingnya suatu pemerintahan. Meskipun orang
Israel mendukung kepentingan untuk berperang itu dengan
segenap hati mereka, namun mereka mengakui bahwa mereka
tidak bisa berperang tanpa seorang panglima untuk memimpin
mereka. Begitu penting bagi seluruh masyarakat bahwa harus ada
pars imperans dan pars subdita, ada sebagian orang yang meme-
rintah dan sebagian lain yang mematuhi, bahwa setiap masyarakat
akan dengan rendah hati memohon untuk diperintah daripada
setiap orang menjadi tuan atas dirinya sendiri. Terpujilah Allah
atas adanya pemerintahan, pemerintahan yang baik.
III. Keberatan yang diutarakan Yefta untuk dapat menerima tawaran
mereka: Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku?
(ay. 7). Tampaknya, beberapa dari para tua-tua itu merupakan
saudara Yefta. Atau para tua-tua ini, dengan membiarkan sau-
dara-saudaranya menganiaya dirinya, dan tidak membelanya
seperti yang seharusnya mereka lakukan (sebab mereka bertang-
gung jawab memberi keadilan kepada orang yang lemah dan ke-
pada anak yatim [Mzm. 82:3-4]), telah membuat diri mereka ber-
salah atas terusirnya dia, sehingga sudah sewajarnya dia menu-
duhkan kesalahan itu kepada mereka. Para petugas keadilan,
yang berkuasa untuk melindungi orang-orang yang dijahati, apa-
bila lalai memulihkan penderitaan mereka, sesungguhnya bersa-
lah menyebabkan penderitaan itu. “Engkau telah membenci aku
dan mengusir aku, dan oleh sebab itu, bagaimana aku dapat per-
caya bahwa permohonanmu ini tulus, dan bagaimana mungkin
engkau dapat berharap bahwa aku akan menolongmu?” Bukan
berarti Yefta tidak bersedia untuk mengabdi pada negerinya,
namun ia menganggap pantas untuk memberi mereka sebuah sin-
diran tentang kejahatan mereka kepadanya di masa lalu. Dengan
alasansupaya mereka bertobat dari dosa mereka sebab telah
memperlakukannya dengan begitu buruk, dan agar di masa yang
akan datang mereka dapat lebih sadar akan kewajiban-kewajiban
mereka. Demikian pula Yusuf merendahkan saudara-saudaranya
sebelum ia menyatakan siapa dirinya kepada mereka. Perkara
khusus antara orang Gilead dan Yefta ini serupa dengan keadaan
umum dari perkara antara Israel dan Allah pada saat ini. Mereka
telah mengusir Allah dengan segala penyembahan berhala yang
mereka lakukan, namun dalam kesengsaraan mereka, mereka
memohon pertolongan-Nya. Allah sudah memberi tahu mereka
betapa sesungguhnya Dia pantas menolak mereka, namun sekali-
pun begitu Ia dengan penuh rahmat membebaskan mereka. Demi-
kian pula yang diperbuat Yefta. Banyak orang meremehkan Allah
dan orang-orang baik sampai mereka ditimpa kesusahan, dan
baru pada saat itu mereka mendambakan belas kasihan Allah dan
doa orang-orang baik.
IV. Bagaimana para tua-tua mendesak Yefta untuk menerima kepe-
mimpinan yang mereka tawarkan kepadanya (ay. 8). “Justru ka-
rena kami telah melakukan kesalahan itu kepadamu, dan untuk
menunjukkan kepadamu bahwa kami menyesalinya dan dengan
senang hati hendak menebus kesalahan kami, maka kami datang
kembali sekarang kepadamu, untuk memberimu kehormatan yang
begitu rupa hingga akan mengimbangi penghinaan itu.” Biarlah
peristiwa ini menjadi,
1. Peringatan bagi kita untuk tidak menghina atau menginjak-
injak siapa pun sebab mereka rendah, atau menyengsarakan
siapa pun yang berada di bawah belas kasihan kita, sebab
apa pun yang kita pikirkan tentang mereka sekarang, akan
tiba waktunya saat kita bisa saja memerlukan pertolongan
mereka, dan merasa senang bahwa kita dapat berutang budi
kepada mereka. Jika kita berhikmat, kita tidak mau bermu-
suhan dengan siapa pun, sebab kita tidak pernah tahu
seberapa cepat kita ditimpa kesusahan-kesusahan yang begitu
rupa, hingga sungguh akan menjadi kepentingan kita untuk
menjadikan orang itu sebagai sahabat kita.
2. Dorongan bagi orang-orang berjiwa besar yang direndahkan
atau diperlakukan semena-mena. Hendaklah mereka menang-
gung hal itu dengan lemah lembut dan riang hati, dan menye-
rahkannya kepada Allah untuk membuat terang mereka terbit
dari dalam kegelapan. Pendapat Thomas Fuller (rohaniwan
Inggris abad ke-17 – pen.) mengenai kisah ini, di dalam artikel -
nya Pisgah Sight yaitu sebagai berikut: “Kebajikan, untuk
waktu yang cukup lama, akan bekerja dengan begitu rupa
hingga dirinya ditinggikan. saat orang-orang yang memben-
cinya lalu membutuhkannya, mereka akan terpaksa un-
tuk memilihnya,” dan pada saat itulah kehormatannya akan
bersinar lebih terang.
V. Tawar-menawar yang dibuat Yefta dengan para tua-tua. Dia telah
menyebut segala kejahatan yang dulu telah mereka perbuat ke-
padanya, namun , sesudah mengetahui penyesalan mereka, jiwanya
terlalu besar dan pemurah untuk menyebutkan lagi kesalahan
mereka. Allah telah memaafkan Israel atas segala penghinaan
mereka kepada-Nya (10:16), maka Yefta pun akan memaafkan.
Hanya saja Yefta berpikir, alangkah bijaksananya jika ia mela-
kukan tawar-menawar dengan bijak untuk masa depan, sebab ia
berurusan dengan orang-orang yang beralasan untuk disangsi-
kannya.
1. Yefta mengajukan pertanyaan yang adil kepada mereka (ay. 9).
Dia tidak berbicara dengan rasa percaya diri yang terlalu
berlebihan akan keberhasilannya, sebab ia tahu betapa Allah
dengan wajar dapat membiarkan bani Amon menang untuk
memberikan penghukuman lebih lanjut kepada bangsa Israel.
Sebaliknya, dia mengawali pertanyaannya dengan kata jika.
Dia juga tidak berbicara dengan rasa percaya diri sama sekali
tentang dirinya sendiri. jika ia memang berhasil, TUHANlah
yang menyerahkan mereka kepadanya. Dengan berkata demi-
kian ia berniat untuk mengingatkan orang-orang sebangsanya
untuk menatap kepada Allah, sebagai pelerai pertikaian dan
sang pemberi kemenangan, sebab dia pun berbuat demikian.
“Nah, jika oleh berkat Allah aku kembali pulang sebagai peme-
nang, katakan kepadaku sejujurnya, apakah aku yang akan
menjadi kepala atas kamu? Jika aku membebaskanmu, de-
ngan pertolongan Allah, apakah aku, dengan pertolongan-Nya,
dapat mengadakan pembaharuan atas dirimu?” Pertanyaan
serupa diajukan kepada orang-orang yang merindukan kesela-
matan oleh Kristus. “Jika Dia menyelamatkanmu, apakah eng-
kau mau dipimpin oleh-Nya? Sebab Dia tidak akan menyela-
matkanmu dengan syarat-syarat lain. Jika Dia membuatmu
bahagia, apakah Dia yang akan membuatmu kudus? Jika Dia
menjadi penolong bagimu, apakah Dia yang akan menjadi
kepala atas kamu?”
2. Mereka lekas memberinya jawaban yang meyakinkan (ay. 10):
“Kami akan berbuat seperti katamu itu. Pimpinlah kami di da-
lam peperangan, maka engkau akan memimpin kami di dalam
kedamaian.” Mereka tidak berlama-lama mempertimbangkan
jawaban mereka. Perkara itu terlampau jelas untuk diperde-
batkan, dan keadaannya terlampau mendesak untuk ditunda-
tunda. Mereka mengetahui bahwa mereka berkuasa untuk
menerima kesepakatan bagi orang-orang yang mereka wakili,
dan sebab nya mereka mengikat kesepakatan itu dengan se-
buah ikrar, demi TUHAN sebagai saksi antara kita. Mereka
berseru kepada kemahatahuan Allah sebagai hakim atas
ketulusan mereka pada saat ini, dan kepada keadilan-Nya se-
bagai sang pembalas jika mereka ternyata ingkar di lalu
hari. Demi Tuhan yang mendengarkan, demikianlah dalam ba-
hasa aslinya. Apa pun yang kita katakan, kita harus senan-
tiasa mengingat bahwa Allah turut mendengarkan, sehingga
kita harus berbicara sebagaimana mestinya. Demikianlah per-
janjian awal antara Yefta dan orang Gilead disepakati, yang
lalu tampaknya disetujui seluruh orang Israel, sebab
dikatakan (12:7), Yefta memerintah sebagai hakim atas orang
Israel. Maka Yefta pun ikut dengan mereka (ay. 11) ke tempat
semua orang Israel berkumpul (10:17). Dan di sana, dengan
kesepakatan bersama, bangsa itu mengangkat dia menjadi
kepala dan panglima mereka, dan dengan demikian mengesah-
kan tawaran yang telah diajukan perwakilan mereka kepada-
nya, bahwa ia tidak hanya menjadi panglima mereka pada saat
ini, namun juga menjadi kepala mereka seumur hidup. Yefta,
demi memperoleh kehormatan kecil ini, bersedia memperta-
ruhkan nyawanya bagi mereka (12:3). Jadi, apakah kita akan
berpatah arang oleh sebab kesulitan-kesulitan yang kita jum-
pai di dalam peperangan rohani kita sebagai orang Kristen,
padahal Kristus sendiri telah menjanjikan mahkota kehidupan
kepada orang yang tahan uji?
VI. Pengakuan Yefta yang penuh kesalehan akan peranan Allah di
dalam perkara besar ini (ay. 11): Yefta membawa seluruh perkara-
nya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa. Artinya, sesudah pengangkat-
annya sebagai kepala dan panglima, ia segera menyingkir untuk
beribadah, dan di dalam doa ia membentangkan seluruh perkara-
nya di hadapan Allah, baik pilihannya terhadap tugas yang
diembannya maupun caranya melaksanakan tugas itu. Ia berbuat
demikian sebagai seseorang yang matanya senantiasa tertuju
kepada Tuhan, dan tidak akan berbuat apa pun tanpa-Nya, yang
tidak bersandar kepada pengertiannya atau keberaniannya sen-
diri, namun bergantung kepada Allah dan perkenanan-Nya. Yefta
mengungkapkan di hadapan Allah seluruh pikirannya dan kekha-
watirannya dalam perkara ini, sebab Allah mengizinkan kita
untuk bebas bersekutu dengan Dia.
1. “Tuhan, orang Israel telah mengangkat aku sebagai kepala atas
mereka. Bersediakah Engkau meneguhkan pilihan ini, dan
mengakuiku sebagai kepala atas umat-Mu di bawah Engkau
dan bagi Engkau?” Sudah sewajarnya Allah mengeluh tentang
Israel (Hos. 8:4), mereka telah mengangkat raja, namun tanpa
persetujuan-Ku. “Tuhan,” tutur Yefta, “Aku tidak berkenan
menjadi kepala atas mereka tanpa-Mu. Aku tidak akan mene-
rima tanggung jawab kepemimpinan itu kecuali Engkau meng-
izinkanku.” Andaikata Abimelekh berbuat serupa, mungkin ia
akan berhasil.
2. “Tuhan, mereka telah mengangkat aku sebagai panglima atas
mereka, untuk memimpin mereka dalam peperangan melawan
bani Amon ini. Berkenankah Engkau menyertaiku dengan
hadirat-Mu? Berkenankah Engkau memimpinku? Jika tidak,
janganlah suruh aku berangkat dari sini. Tuhan, puaskanlah
aku akan keadilan perkara ini. Yakinkah aku akan keberhasil-
an usaha ini.” Ini merupakan teladan yang langka, yang harus
dicontoh oleh semua orang, khususnya oleh orang-orang
besar. Dalam segala usaha kita, marilah kita mengakui Allah,
mencari perkenanan-Nya, meminta petunjuk yang keluar dari
mulut-Nya, dan membawa-Nya bersama kita. Dengan begitu,
kita akan menjadikan usaha kita berhasil. Demikianlah Yefta
mengawali peperangan itu dengan doa. Apa yang dimulai de-
ngan tindakan yang penuh kesalehan itu besar kemungkinan
akan berakhir dengan mulia.
Perang Melawan Bani Amon
(11:12-28)
12 lalu Yefta mengirim utusan kepada raja bani Amon dengan pesan:
“Apakah urusanmu dengan aku, sehingga engkau mendatangi aku untuk
memerangi negeriku?” 13 Jawab raja bani Amon kepada utusan Yefta: “Orang
Israel, saat berjalan keluar dari Mesir, telah merampas tanahku, dari
sungai Arnon sampai ke sungai Yabok dan sampai ke sungai Yordan. Maka
sekarang, kembalikanlah semuanya itu dengan jalan damai.” 14 Lalu Yefta
mengirim pula utusan kepada raja bani Amon 15 dengan pesan: “Beginilah
kata Yefta: orang Israel tidak merampas tanah orang Moab atau tanah bani
Amon. 16 Sebab saat berjalan keluar dari Mesir, orang Israel melalui padang
gurun sampai ke Laut Teberau dan tiba di Kadesh. 17 saat itu orang Israel
mengirim utusan kepada raja negeri Edom dengan permintaan: Izinkanlah
kiranya kami berjalan melalui negerimu ini. namun raja negeri Edom tidak
mau mendengar. Mereka mengirim juga utusan kepada raja negeri Moab,
namun raja ini menolak. Maka orang Israel tinggal di Kadesh. 18 lalu
mereka berjalan melalui padang gurun, menempuh jalan keliling tanah Edom
dan tanah Moab, lalu sampai ke sebelah timur tanah Moab, maka berkemah-
lah mereka di seberang sungai Arnon, dengan tidak masuk daerah Moab,
sebab sungai Arnon itulah batas daerah Moab. 19 Lalu orang Israel mengirim
utusan kepada Sihon, raja orang Amori, raja di Hesybon, dan orang Israel
meminta kepadanya: Izinkanlah kiranya kami berjalan melalui negerimu ini
sampai ke tempat yang kami tuju. 20 namun Sihon tidak percaya kepada orang
Israel yang hendak berjalan melalui daerahnya itu, maka dikumpulkannyalah
seluruh rakyatnya. Ia berkemah di Yahas, lalu berperang melawan orang
Israel. 21 namun TUHAN, Allah Israel, menyerahkan Sihon dengan seluruh
rakyatnya ke dalam tangan orang Israel, dan mereka dikalahkan, sehingga
orang Israel menduduki seluruh negeri kepunyaan orang Amori, penduduk
negeri itu. 22 Demikianlah dimiliki orang Israel seluruh daerah orang Amori
itu, dari sungai Arnon sampai ke sungai Yabok dan dari padang gurun sam-
pai ke sungai Yordan. 23 Maka sekarang TUHAN, Allah Israel, telah merebut
milik orang Amori, bagi Israel,