Pemikiran Islam tidak lain yaitu suatu hasil akumulasi umat Islam
saat berhadapan dengan proses dialektik antara normativitas ajaran wahyu
yang permanen dengan historisitas pengalaman kekhalifahan dibumi yang selalu
berubah. Hubungan tarik menarik antara kedua dimensi tersebut selalu mewarnai
perjalanan pemikiran Islam sepanjang masa. Sejauh mana wibawa normatifitas
wahyu yang terbungkus dalam pengalaman kongkret kesejarahan manusia disatu
sisi. Dapatkah pemikir Islam dengan cerdas memahami dan membedakan
substansi normatif wahyu yang berlaku universal dan pengalaman historisitas
yang parsial yang selalu berubah distiap masa.
Pemikiran Islam tidak mempersepsikan hubungan dialektika antara
normatif dan historis. Pemahaman ke dua aspek ini sering kali menjadi konflik
berkepanjangan yang terjadi dikalangan teolog, filosof dan sufi. Konflik ini tentu
saja menambah beban psikologis bagi para pemeluk agama, kalau seandainya
dipahami secara tidak arif.
Teologi sebagai salah satu khazanah pemikiran Islam, telah
memberi konsep tentang hubungan normatif historisitas dari aspek teologis.
saat ayat al-Quran secara normatif berbicara tentang teologis, kaum teolog
menangkap pesan transedental tersebut dan berijtihad supaya ide-ide ini dapat
diaplikasikan oleh umat pada masanya.
Pada zaman klasik Islam (650-1250 M), teologi Sunnatullah dengan
pemikiran rasional, berkembang di Dunia Islam. Oleh sebab itu, umat Islam
produktif dalam hidup keduniaan seperti dalam bidang politik, ekonomi,
petanian, sains dan lain-lain, di samping itu juga produktif dalam bidang
keakhiratan seperti dalam bidang akidah, ibadah, teologi, filsafat, tasawuf dan
lain-lain.
Kemunculan teolog-teolog pada zamannya sangat dibutuhkan untuk
memecahkan permasalahan sosial. Pada zaman modern ini, banyak pemikir yang
muncul dan salah satu di antara mereka yaitu Ali Syariati. Ia seorang pemikir
Iran dan sekaligus ideologi revolusi Iran yang melandasi konsep teologinya
dengan pendekatan sosiologis yang sedang dihadapi.
Sosiologi sebagai cabang ilmu dengan memfokuskan diri pada
penjelasan mengenai fakta-fakta sosial, baik yang bersifat individual maupun
yang bersifat kolektif. Ilmu sosial memiliki objek berbeda dengan bidang
kajian ilmu yang lainnya seperti, psikologi, sejarah, politik, antropologi dan lain-
lainnya. Makanya sosiologi dikembangkan dengan cara pandang yang bersifat
skeptis terhadap fenomena sosial.
Dengan perkembangan yang sangat menakjubkan sejak awal abad ke-20,
sosiologi telah menjadi bidang ilmu yang kuat, baik dalam hal teorinya maupun
metodeloginya serta objek yang menjadi kajiannya. Relasi sosil antar elemen-
element kunci dalam warga hanya dipotret melalui hubungan timbal balik
yaang bersifat material antar satu kelompok dengan kelompok lainnya. Padahal
dalam makna yang paling mendasar, hubungan sosial terebut mengandung nilai-
nilai, norma-norma dan ideologi, sebab berkaitan dengan eksistensi setiap
kelompok dalam warga .
Maka dalam konteks inilah posisi intelektual muslim Ali Syariati
memperoleh tempat dalam kajian sosiologi Islam.1 Cara Ali Syariati
menjelaskan konteks sosial memiliki posisi yang berbeda dengan cara para
penulis Barat.
Ali Syariati, dalam bukunya Islam Agama Protes, dan karya-karyanya
yang lain tentang tanggung jawab intelektual muslim, manawarkan gagasan
teologi revolusioner.2 Yang bermakna sama dengan teologi pembebasan, dengan
konsep memahami keagamaan itu secara individual maupun kolektif dalam
menyikapi kenyataan-kenyataan empiris maupun perspektif ke-Tuhanan. Dalam
sejarah literatur pemikiran kontemporer, hal ini diilhami oleh munculnya
gerakan-gerakan teologi pembebasan di Amerika latin pada tahun 1960-an.
sedang dalam literatur pemikiran Islam, gagasan yang menghadapkan agama
dengan proses pembebasan manusia muncul belakangan.
Ali Syariati sebagai seorang pemikir membawa konsep tauhid dan dapat
dikatakan seorang muslim monoteistik yang paling radikal. Dan tidak puas
dengan menjadikan monoteistik sebagai konsep filosofis atau sebuah doktrin
teologis yang cuma diperdebatkan.
Menurut Ali Syariati Islam itu menggambarkan sebuah pandangan dunia
yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Selain memperhatikan masalah-
masalah yang dihadapi umat, menurutnya Islam juga menegaskan bahwa misi
yang diemban yaitu untuk mengubah, membebaskan dan revolusi, serta
memerangi penindasan dan ketidakadilan. Syariati (sebutan Ali Syariati dalam
tulisan ini) yakin bahwa analisis mengenai pendekatan dan metode pemahaman
Islam sangat penting, sebab analisis ini dapat mengembangkan pemikiran yang
benar. Ini merupakan syarat bagi pengetahuan yang benar dan akhirnya akan
menciptakan keimanan yang benar pula.
Ali Syariati menegaskan bahwa, Islam dalam perspektifnya diceritakan
dan dipaparkan dalam bahasa simbolik. Semua agama semitik memakai bahasa
simbolik ini, sebagaimana dalam kutipan berikut ini:
“Bahasa simbolik yaitu bahasa yang paling indah dan halus, lebih
mendalam, lebih universal dan lebih abadi dari pada bahasa eksposisi
yang maksud dan kejelasannya terbatas pada waktu dan tempat.”3
Ali Syariati mengisyaratkan bahwa ketepatan bahasa agama yang
simbolik, sebab agama ini tidak basi dengan perjalanan waktu, pergantian
kebudayaan dan peradaban. Bila dibandingkan dengan bahasa yang jelas, di satu
sisi bahasa ini mudah dipahami, tetapi disisi lain akan cepat usang dan kehabisan
makna. Semakin simbolik suatu bahasa agama, akan semakin abadi dan penuh
arti makna religi bagi generasi-generasi di masa depan. Maka disinilah letaknya
bahwa bahasa simbolik yaitu sebagai motifasi untuk terus menggali, mencari
dan menafsirkan bahasa-bahasa agama yang sesuai dengan kondisi zamannya.
Dengan konsep ini pula Ali Syariati berharap kepada generasi belakangan,
supaya bisa menangkap pesan-pesan agama untuk mengatasi semua masalah dan
fenomena baru yang belum pernah terjadi.
Metode pemahaman Islam yang ditawarkan oleh Ali Syariati, yaitu
dengan pendekatan normatif al-Quran dan pendekatan historis melalui kajian
sejarah Islam, sebagaimana dalam kutipan:
“Yang dikehendaki oleh Ali Syariati yaitu pemahaman dan
pengetahuan tentang al-Quran sebagai sumber dari segala ide-ide
Islam.... pengetahuan dan pemahaman sejarah Islam sebagai sumber
segala peristiwa yang pernah terjadi dalam kurun waktu dan tempat
serta situasi yang berbeda”.4
Dari dua pendekatan yang ditawarkan oleh Ali Syariati, yaitu normatif
dan historis dapat disimpulkan bahwa dengan pendekatan normatifistik al-Quran
dalam Islam dapat dipahami dari tataran ideal, sebagai acuan doktrinal agama.
sedang dengan pendekatan historis Islam dapat dipahami perkembangannya
dari waktu ke waktu dan dijadikan kaca perbandingan serta melihat bagaimana
generasi terdahulu menafsirkan doktrin dan merealisasikan bahasa-bahasa
agama. Menurut Ali Syariati, pendekatan pemahaman Islam melalui ijtihad
yaitu suatu cara untuk menjaga agama atau pemikiran keagamaan dari
kemandekan pola-pola agama dari keterasingan dan ke-of to date-annya dalam
warga yang cenderung berubah secara cepat.
Dalam kehidupan, manusia akan terbentur dengan kondisi diri, fisiologis,
biologis, kondisi alam-lingkungan sosial dan sejarah. Halangan dan rintangan ini
dijelaskan secara rinci oleh Ali Syariati yang terkafer dalam karya-karyanya
dalam bentuk determinasi-determinasi. Faktor ini dianalisa oleh Ali Syariati
sebagai tanggapan terhadap filsafat Barat yang berkembang secara mapan dan
menjadi sebuah ideologi.
Determinan-determinan yang menjadi penghalang kebebasan manusia
tersebut menurut Ali Syariati diantaranya; materialis dan naturalis, sosiologis,
biologis dan historis.5 Namun determinan-determinan yang dipaparkan oleh Ali
Syariati hanya sebagai perbandingan terhadap konsep yang berkembang di
Barat, sebab Ali Syariati membangun sebuah pemikiran baru tentang konsep
kebebasan manusia. Menurut Ali Syariati, manusia bisa terbebas dari
kungkungan tersebut dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi, seperti
pada tindakan prefentif manusia dalam mengatasi cuaca dan gangguan iklim
yang menghalangi aktifitas. Dalam pembahasan Ali Syariati yang terlalu
panjang, beliau melihat pada keterikatan manusia pada sejarah.
Azyumardi Azra melihat bahwa manusia hanya menjalani kepastian
sejarah belaka, artinya inilah yang dimaksud dengan konflik sejarah dalam
kehidupan manusia. Namun menurut Azyumardi Azra, dalam melihat
determinan ini tidaklah mesti berbentuk jabariah, sebab Ali Syariati dalam
menafsirkan determinan ini hanya sebagai fenomena tunggal yang terus bergerak
tanpa terputus dalam perjalanan waktu dan dipengaruhi oleh sebab-sebab khusus
yang tidak bersifast jabr.6 Artinya menurut Ali Syariati manusia diberi
kebebasan untuk membentuk dan merubah sejarahnya, semakin dalam
pengetahuan manusia tentang sejarah, maka akan semakin dalam dan cepat
perkembangan sejarahnya. Akhirnya semakin berkembang suatu warga ,
maka mereka akan bisa melampaui tahapan sejarah yang ditentukan dan akan
bisa berubah kepada tahapan sejarah yang lebih maju.
Jadi sebenarnya menurut pendapat Ali Syariati intinya teologi
pembebasan manusia itu yaitu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dan kalau diperhatikan dengan perkembangan zaman sekarang serasa
ide tologi pembebasan Ali Syariati sesuai dan harus dibangkitkan kembali. John
L. Espito menyatakan bahwa Ali Syariati mengembangkan apa yang disebut
sebagai teologi Islam mengenai pembebasan dan ideologi kerakyatan Syiah
yaitu untuk suatu pembaharuan sosial.7 Pemikiran ini dapat diketahui lebih
lanjut dalam pemikiran-pemikiran Ali Syariati tentang teologi.
berdasar pemaparan diatas itulah, penulis ingin untuk mengkaji lebih
dalam lagi tentang pemikiran teologi pembebasan Ali Syariati dan relevansinya
dengan zaman sekarang, yang akan dikaji dalam bentuk pemikiran .
Judul pemikiran ini didukung oleh empat istilah penting yang perlu dibatasi
sebagai pegangan untuk menghindari kekeliruan pemahaman dalam kajian
selanjutnya. Keempat istilah tersebut yaitu teologi, pembebasan, Ali Syariati dan
relevansi.
Pertama, Teologi, secara bahasa berasal dari bahasa Yunani yaitu theos
yang bermakna Tuhan (God) dan logos logos yang bermakna pengetahuan
(science, study, disonurse ). Dengan demikian teologi yaitu suatu ilmu yang
membahas tentang aqidah dan ketuhanan.8 Harun Nasuiton menyebut teologi
dengan tela’ah kritis terhada pemikiran tentang Tuhan, hubungan manusia dengan
Tuhan dan akibat yang dikaitkan dengan warga .9 Vergelius Ferm
mendefisikan theology dengan “a study of question God and the elation of God to
World of realiy”10 di dalam pemikiran ini penulis menggunakan istilah teologi
dalam arti pengetahuan tentang Tuhan dan derivasinya dalam tauhid Islam.
Kedua, Pembebasan yang terambil dari kata bebas yang berarti tidak ada
beban, lepas sama sekali, merdeka.11 Kalau dikaitkan dengan pemikiran ini, maka
pembebasan di sini berarti bahwa manusia bebas dan tidak terikat sama sekali oleh
apapun dalam rangka pengembangan Ilmu Pengetahuannya. Pembebasan yang
dimaksud di sini yaitu secara menyeluruh yaitu meliputi pembebasan dari
penindasan sosial, ekonomi maupun politik.12 Namun bagi Ali Syariati tidak hanya
pembebasan dari penindasan bidang sosial, ekonomi dan politik, akan tetapi juga
pada persoalan material, naturalis. Yang diberantas dengan megembangakan Ilmu
Pengetahuan dan teknologi.
Ketiga, Ali Syariati merupakan seorang pemikir Islam yang juga menggeluti
bidang filsafat Barat seperti, Bergson, Berque, Casmus, Chandel, Fanon, Gurwitsel,
Louis Massignon, J.P Sartre dan Shwarts.13 Ali Syariati juga seorang aktifis sosial
pergerakan, sebelum belajar ke Sorbone ia bersama kawan-kawannya mendirikan
Persatuan Pelajar di Mashad. Dari gerakannya ini dengan misi menentang rezim
penguasa ia bahkan dipenjara di Teheran. Dilihat dari sepak terjangnya Ali
Syariati, juga seoarng aktifis politik yang pertama digerakannya di Perancis
bersama Mustafa Chamran pada tahun 1960. Kemudian Ali Syariati juga seorang
pembentuk Front Nasional ke Dua. Pada tahun 1964. Ali Syariati terkenal sebagai
seorang yang tidak berhenti dalam beraktifitas, dimana pada tahun 1965 Ali
Syariati juga telah mendirikan Husayniyah di tanah kelahirannya. Adapun misi dari
yayasan ini yaitu bergerak pada bidang pendidikan dan aktifitas sosial politik dan
sempat dihentikan oleh penguasa sebab sering bersikap oposisi. Diakhir
hiodupnya Ali Syariati mendapatkan suatu gencatan disebabkan sebab
ketidakstabilan politik dan keagamaan di Teheran, maka pada tahun 1977 Ali
Syariati pindah ke Inggris. Di Inggris inilah Ali Syariati menghembuskan nafas
terakhirnya sebab dibunuh oleh sekawanan pembunuh misterius dan dimakamkan
di Damaskus Syiria.
Ali Syariati terkenal sebagai seorang penulis produktif, terbukti dengan
banyaknya karya-karya yang dilahirkannya dan karya-karyanya yang berupa
terjemahan yang sangat bermutu dan dibutuhkan pada zaman sekarang. Di
antaranya kaviri (sebuah outobiografi intelektual yang dilatarbelakangi oleh tanah
kelahirannya), Rahnemnya Khurusan, Islam Senashi (karya dalam bentuk
Islamologi).
Keempat, relevansi yang berasal dari bahasa Inggris relevance yang
bermakna leksikal “memiliki hubungan dengan suatu persoalan”.14 Dalam
bahasa Indonesia kata tersebut diartikan dengan “hubungan, kaitan”.15 Untuk
keperluan operasional, maka yang dimaksud dengan relevansi di sini yaitu
hubungan pemikiran teologi pembebasan Ali Syariati dengan masa sekarang.
Jadi kajian yang dilakukan ini yaitu untuk menela’ah bagaimana hubungan
pemikiran Ali Syariati tentang teologi pembebasan seperti masalah tauhid, Islam,
pandangan tentang manusia dan adanya determinan-determinan yang menjadi
penghalang dalam perkembangan ilmu pengetahuan sebagai penyebab tidak
bebasnya manusia berkembang yang dikaitkan dengan masa sekarang.
pemikiran dengan kajian pemikiran Ali Syariati yang berkaitan dengan
Teologi Pembebasan ini, sudah ada yang membahasnya. Namun yang berkaitan
dengan Teologi Pembebasan Ali Syariati yang dikaitkan dengan masa sekarang
belum ada. Yang sudah ada kajiannya yaitu Teologi Dan Pembebasan Gagasan
Islam Kiri Hasan Hanafi. Oleh E. Kusnadiningrat. Jadi pada dasarnya pemikiran
tentang pemikirann Ali Syariati dalam hal teologi pembebasan ini dan
relevansinya dengan masa sekarang belum ada yang membahasnya. Makanya
penulis sangat tertarik untuk membahasnya dalam sebuah pemikiran ini.
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih mudahnya memahami kronologis pembahasan yang akan
penulis lakukan, maka di sini dikemukakan sistematika pembahasan yaitu:
Bab Pertama, bab PENDAHULUAN yang akan menggambarkan
bagaimana munculnya gagasan pemikiran , yang merupakan pondasi dasar untuk
melihat sasaran kajan, arah, tujuan dan batasan serta sumber data. Arah pemikiran
ini yaitu bagaimana pengertian teologi dalam teologi pembebasan Ali Syariati
yang mencakup teknis analisis pemikiran , metode serta definisi operasional.
Kemudian tujuan pemikiran yaitu untuk mengungkapkan teologi pembebasan
dalam teologi Ali Syariati yang merupakan sintesa dari teologi sebelumnya. Di
samping itu untuk mendeteksi pemikiran Ali Syariati secara jelas digunakan
sumber primer dan sumber skunder. Seterusnya dalam mengolah datanya penulis
menggunakan metode holistika, analisis kritis dan konten analisis, serta diakhir
bab ini memuat sistematika penulisan yang memudahkan untuk memahami
kronologis pembahasan bab per bab.
Bab kedua, yang menjelaskan tentang profil Ali Syariati dan pengertian
Teologi secara Umum serta persoalan-persoalan apa saja yang di bahas di dalam
teologi. Bab ini merupakan bagian yang penting dalam pemikiran ini, yang tidak
bisa dianggap enteng, sebab Ali Syariati yaitu seorang sosok aktifis Islam baik
dibidang politik maupun sosial yang berazskan pada perkembangan ilmu
pengetahuan. Dalam pembahasan ini akan ditemukan biografi dan latar belakang
pendidikan Ali Syariati, pemikiran dan karya- karyanya. Adapun tema-tema
biografi yang mampu mendekatkan alur pemikiran Ali Syariati yaitu potret hidup
masa kecil, latar belakang keluarga, pendidikan, guru- guru dan petualangan Ali
Syariati semasa hidupnya, yang mengantarkan Ali Sayariati sebagai seorang
aktifis Islam yang terkemuka. Dan konsep teologi secara umum sebagai dasar
pokok dari pemikiran teologi pembebasan Ali Syariati. berangkat dari pengertian
teologi secara umum itu lah Ali Syariati mengembangkan pemikirannya dlam
bentuk teologi pembebasan.
Bab ketiga, membahas tentang metode pemikiran yang berisikan;
a) jenis pemikiran , di sini jenis pemikiran yang penulis lakukan yaitu library
reswearch yaitu dengan mengadakan study kepustakaan melalui penela’ahan,
pemikiran , menganalisa serta mengkomparatifkan buku-buku, makalah, majalah
dan bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan pemikiran Ali Syariati. b)
Sumber data, di sini penulis menggunakan data primer yaitu dari karya-karya
dari Ali Syariati sendiri yang membahas tentang teologi pembebasan, yang
dikaitkan dengan masalah tauhid, Islam dan determinan-determinan yang menjadi
penghalang manusia itu berkembang. sedang data sekunder yang penulis
gunakan yaitu buku-buku, karya-karya atau artikel-artikel dari pengarang lainnya
yang berkaitan dengan pemikiran Teologi Pembebsan Ali Syariati. c) Teknik
Pengumpulan data, pemikiran yang penulis lakukan yaitu bersifat analitik-
kualitatif sedang pendekatakan yang penuls gunakan yaitu deskriptif-
sosiologis dan analitik-fenomenologis. Pendekatan deskriptif-sosilogis penulis
gunakan untuk melihat pemikiran Ali Syariati yang dipengaruhi oleh setting sosial
dan wacana intelektualnya. sedang pendekatan analitis-fenomenologis
digunakan untuk memahami persepsinya berdasar apa yang dirasakan dan
yang dipahaminya sebagai tokoh yang sedang di teliti.
Bab keempat, Hasil pemikiran dengan membahas Teologi Pembebasan Ali
Syariati dan relevansinya dengan masa sekarang. Merupakan bab inti dari
pemikiran ini, yang akan menjawab permasalahan tentang bagaimana konsep
teologi pembebasan Ali Syariati yang dikaitkan dengan relevansinya dengan
zaman sekarang. Pada bab ini akan membahas tentang; konsep teologi secara
umum, kemudian teologi dalam pemikiran Ali Syariati, beberapa perbedaan dalam
istilah teologi Islam, serta Islam dan Teologi Pembebasan, kemudian bagaimana
teologi pembebasan yang dimaksud oleh Ali Syariati, konsep teologi Pembebasan
Ali Syariati yang berangkat dari pemikiran-pemikiran Marx. Pembelajaran teologi
pembebasan, Dan bagaimana relevansi teologi pembebasan Ali Syariati itu dengan
zman sekarang. Di mana dikaitkan dengan persoalan-persoalan yang muncul pada
zaman sekarang, seperti kemajuan ilmu dan tekhnologi.
Bab kelima, merupakan bab penutup dari pemikiran ini yang berisikan
tentang kesimpulan dan saran-saran.
Ali Syariati yaitu seorang intelek, ideologi dan pemikir revolusi Iran
terkemuka. Ali Syariati (sebut dalalm tulisan ini Syariati) dilahirkan pada 24
November 1933 di desa Mazinan, pinggiran kota Masyad dan Sabzavar Propinsi
Khorasan, Iran. Desanya di tepi gurun pasir Dasht-I Kavir, di sebelah Timur
Laut Iran,1 kemudian beliau meninggal pada tanggal 19 Juni 1977 di South
Hamton Inggris.2
Beliau dilahirkan dari keluarga ulama, ayahnya bernama Muhammad
Taqi’ Syariati. Merupakan seorang ulama yang terkenal di Iran dan juga menjadi
gurunya yang utama, yang mendidiknya sendiri secara langsung sejak kecil3.
Tahun-tahun pembentukan pribadi dalam kehidupan Syariati yang djalaninya
bersama dengan ayahnya, meninggalkan bekas yang kuat pada pribadinya.
Sebagaimana diungkapkan oleh Ali Syariati sendiri;
“Bapak saya menciptakan dimensi-dimensi pertama dibatinku. Dialah
yang pertama-tama mengajarkanku seni berfikir dan seni menjadi
manusia. Dialah yang memperkenalkanku kepada sahabatnya, yaitu
buku-bukunya, mereka yaitu teman-temanku yang tetap dan akrab sejak
tahun-tahun permulaanku belajar. Aku menjadi besar dan matang dalam
perpustakaannya, yang baginya merupakan seluruh kehidupan dan
keluarganya, yang baginya merupakan seluruh kehidupan dan
keluarganya. Banyak hal yang sebetulnya baru akan kupelajari kelak bila
aku telah dewasa, melalui rangkaian pengalaman yang panjang harus ku
bayar dengan usaha dan perjuangan yang lama, tetapi ayahku telah
menurunkannya kepadaku sejak masa kanak-kanak dan remaja secara
mudah spontan. Aku dapat mengingat kembali setiap bukunya, bahkan
bentuk sampulnya. Teramatlah cintaku akan ruang yang suci dan baik
itu, bagian ia merupakan sari masa lampauku yang manis, indah, tetapi
jauh”.
Pada dasarnya yang menjadi masalah bagi Ali Syariati yaitu bagaimana
melangsungkan hidup ini dan apa tujuannya. sebab itulah sejak awal dia sudah
mencoba untuk memberi bentuk dan arti dari hidupnya. Selain itu dia pun
menyadari benar betapa berat amanah yang diwrisi dari leluhurnya. Dia ingin
memikul amanah itu dengan cara yang baik sampai ke tempat tujuannya, sampai
akhirnya dia tidak pernah menyia-nyiakannya atau membiarkan waktunya
berlalu tanpa manfaat dan hasil.5
Syariati merupakan salah seorang anak yang cepat perkembangan
intelektualnya, sebab pada masa sekolah SD dia sudah membaca buku les
Mise’ables karya Victor Hugo yang diterjemahkan ke bahasa Persia6, buku
tentang vitamin dan sejarah sinema terjemahan Hasan Safari, dan guru Great
Philosophies terjemahan Ahmad Aram, dia juga mempelajari karya Sri karya
Saddeq-e Hedayat, Novelis Iran beraliran nihilis, Nima Yousheej, bapak syair
modern Iran, Akhavan Saless, penyair kontemporer Iran dan Mourice
Maeterlinck seorang penulis Belgia yang memadukan mistisisme dengan
simbolisme.7 Sementara itu, karya Arthur Schopenhauer dan Tranz Kafka juga
di bacanya. Sehingga tidak heran bila Syariati memiliki dua perilaku yang
berbeda. Dia pendiam, tidak mau diatur tapi rajin. Dia dipandang sebagai
penyendiri, tidak punya kontak dengan dunia luar, sebab itu dia tampak tidak
berwarga . Mereka menurut teman sekelasnya, dia tidak banyak bergaul
dengan teman sekelas, tidak bermain sepak bola, olah raga sebagaimana
lazimnya anak seusianya.
Namun pada saat suasana hatinya sedang baik, Syariati menjadi ramah
dan akrab memperhatikan kepentingan orang lain dan sangat menyenangkan.
Dia anak bandel yang ikut kelompok pelajar di kelas yang mengolok-olok guru.
Terkadang dengan jujur Syariati mengakui bahwa ia mengalami krisis
kepribadian antara tahun 1946 – 1950, ini berarti antara usia 13 – 17 tahun.
Kesejukan, ketenangan dan keyakinan akan eksistensi Tuhan yang dirasakannya
berubah menjadi kegelisahan sebab keraguan. Baginya, gagasan eksistensi
tanpa Tuhan sempat dirasakan suatu yang menakjubkan, sepi dan asing. Hidup
dirasakannya suram, kering dan hampa. Ia merasa jauh terseret ke jalan buntu
filosofis yang jalan keluarnya ia akui hanya bisa ditembus dengan cara bunuh
diri atau gila.
Ali Syariati rupanya tidak ingin terus berputar-putar seperti angka nol, di
mana hidup ini hanya untuk dirinya sendiri yang terus menggelinding tiada henti
bagaikan lingkaran setan. Maka Ali Syariati tidak mau mengikuti jejak dari
seorang Schopenhauer, Saddeq-e Hidayat, apalagi Sartre yang dikenalnya
kemudian. Maka jika filsafat Barat sempat membuatnya linglung, kemudian ia
merasakan kesejukan, dan ketenangan hidup lewat Masnawi-nya Maulawi
(Jalaluddin Rumi), yang merupakan gudang spiritual filsafat Timur. Baginya
kata-kata dan pemikiran Maulawi dirasakan menyejukkan dan ia akui sebagai
penyelamat dari kehancuran spiritual. Mistisisme Maulawi dirasa meninggalkan
kesan yang tidak terhapuskan pada diri Syariati muda. Kemudian Syariati
menyebutkan mistisisme, bersama persamaan dan kemerdekaan, sebagai tamu
historis utama dan dimensi fundamental manusia ideal.
Kehidupan Syariati berakar di pedesaan, sebagaimana di ungkapkan oleh
Ali Syariati bahwa pembentukan kehidupan dia pertama kali yaitu dari
keluarga yang sederhana. Dia begitu bangga dengan keluarganya yang
merupakan ulama-ulama terkemuka di masanya dan mereka memilih untuk
menyepi di gurun pasir.
Guru petama nya yaitu ayahnya sendiri yang memutuskan untuk
mengajar di kota Mashyad, di mana ayahnya merupakan seorang ulama yang
berbeda dari ulama-ulama tradisional. Dengan latar belakang pendidikan yang
mengarah kepada filsafat yang bernada politik dengan pembauran syi’ah, maka
Ali Syariati tumbuh menjadi sosok yang penuh dengan jiwa inteketual dan
aktivis yang punya semangat tinggi untuk membuat hidupnya lebih maju lagi,
dan selalu melakukan perubahan dalam hidup dan pemikirannya. Sebab beliau
juga merupakan seorang aktivis revolusioner. Bahkan Syariati menyerap
pandangan tentang konstruksi sosiologis Marx, khususnya tentang kelas sosial
dan truisme (itsar).8 Ali Syariat mengakui bahwa beliau lebih banyak di
pengaruhi oleh Massignon, George Gurvich, Jean Paul Sartre dan Frans Fanon.
saat berada di Perancis.
Pada tahun 19559 Syariati masuk Fakultas Sastra Universitas Masyhad
yang baru saja di resmikan. Selama di Universitas tersebut, sekalipun
menghadapii persoalan administratif akibat pekerjaan resminya sebagai full-
time, Syariati tetap paling tinggi rankingnya di kelas. Berkat pengetahuan dan
kesukaannya kepada sastra menjadikannya populer dikalangan mahasiswa. Di
Universitas itulah Syariati bertemu dengan Puran Syariat Razavi, yang kemudian
menjadi isterinya. sebab prestasi akademisnya Syariati mendapatkan beasiswa
untuk melanjutkan study keluar negeri pada April tahun 1959. Syariati pergi ke
Paris sendirian, sedang isteri dan anaknya bergabung setahun belakangan.
Selama berada di paris Syariati banyak berkenalan dengan karya-karya dan
gagasan baru yang mencerahkan dan mempengaruhi pandangan hidup dan
wawasannya mengenai dunia. Di Paris lah Syariati berkenalan dengan tokoh
intelektual Barat anatar lain Louis Massignon yang begitu di hormatinya, Frans
Fanon, Jacque Berque dan lain-lain.
Walaupun Syariati berada di Paris, namun pribadinya tetap semangat
membela dan menegakkan keadilan dan kebenaran, dan tetap semangat untuk
menentang rezim Iran. Sekitar tahun 1962 dan 196310, Syariati dsibukkan
dengan aktifitas politik dan jurnalistiknya, sehingga dia menjadi seorang figur
oposisi yang sangat spektakuler dalam mengubah tatanan politik atau kekuasaan
hegemoni Syah Pahlevi. Dengan konsep pemikirannya yang sangat cemerlang
dan begitu bersemangat, Syariati berusaha untuk mempertahankan Iran dari
Syah pahlevi dan dari pola budaya Barat. Bahkan Syariati yaitu seorang yang
membantu Imam Khomeini dalam menjatuhkan Rezim Syah Iran yang zalim.
sebab Syariati bertekad akan tetap membangun warga Iskam Iran ari
belenggu kezaliman, sehingga dia menjadi seorang pelopor bagi pemuda dan
mahasiswa Iran untuk membela keadilan dan kebenaran bagi warga nya.
Ali Syariati melihat adanya proses pembaratan yang total, sebab proses
perubahan dalam pola pemikiran warga . sebab konsep dari pemikiran Ali
Syariati akan selalu dibarengi dengan pola perkembangan budaya dan
perkembangan pendidikannya. Bahkan dalam hidupnya Ali Syariati berusaha
memetakan proses intelektual dengan cara intelektual Islam yang murni dan
intelektual Islam yang sejati. Ali Syariati juga berusaha memecahkan masalah
yang di hadapi kaum muslim berdasar prinsip-prinsip Islam. Pada tanggal 18
Juni, Pauran isteri Ali Syariati, beserta tiga putrinya hendak menyusul ke
London, tetapi pihak berwajib tidak memberi izin kepada Pauran dan Mona
anaknya yang berumur 6 tahun, tetapi Sosan dan Sara di izinkannya untuk
meninggalkan Iran.11
Namun setelah kedua anaknya sampai di London, keesokan harinya
tanggal 17 Juni 1977 Syariati ditemukan tewas di Shouthampton,12 Inggris.
Namun tewasnya Ali Syariati, dinyatakan oleh pemerintahan Inggris sebab
penyakit jantung, tetapi banyak yang meyakini beliau di bunuh oleh polisi
rahasia Iran. Kematiannya menjadi mitos Islam “Islam militan”, popularitasnya
memuncak selama berlangsungnya revolusi Iran, pada bulan Pebruari 1979.13
Dalam perjalanan pendidikannya Syariati menyelesaikan sekolah
dasarnya dengan berbagai persoalan yang menyebabkan terkadang membuat
ayahnya marah, dan guru-gurunya juga bosan dengan kelakuannya. Sebab
selama menempuh pendidikan sekolah dasar Ali Syariati lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk bermain dan membaca buku-buku di
perpustakaan bapaknya. Beliau tidak suka dengan lingkungan sekolah, tidak
suka dengan aturan-aturan yang mengikat beliau dalam satu lembaga sekolah.
Sehingga Ali Syariati lebih banyak tidak masuk sekolah, kebiasaan yang
dilakukannya yaitu pergi sekolah tapi tidak ikut belajar, malah beliau
menyendiri dalam kelas yang sepi, dan kalaupun masuk tetapi selalu melihat
keluar kelas, asyik dengan pemikirannya sendiri. Sehingga pada saat di ajak
bicara oleh gurunya sering tidak nyambung, dan terkesan Ali Syariati tidak
memperhatikan pelajarannya. Namun walaupun demikian apabila di bandingan
dengan teman-temannya dia mendapatkan 100 kali lebih maju dari teman-
temannya, dan 99 kali lebih maju dari guru-gurunya.14 Kelebihan itu di dapat
oleh Ali Syariati dengan banyak membaca buku-buku di perpustakaan
Bapaknya, sebab Ali Syariati rajin membaca buku-buku yang berkaitan dengan
pengembangan pemikiran atau logika, dari sanalah Ali Syariati banyak
mendapatkan pengetahuan. Sehinga menjadikan Ali Syariati anak yang pintar
dan selalu haus akan ilmu pengetahuan., yang akhirnya mengantarkan Ali
Syariati untuk belajar ke daerah-daerah yang jauh dari tempat kelahirannya.
Begitulah Ali Syariati kesehariannya di masa sekolah dasar sampai berakhirnya
pada bulan September tahun 1947.
Namun pada tingkat sekolah menengah Ali Syariati berubah menjadi
anak yang haus ilmu, beiau menjalankan sekolah menengahnya di Skolah
Menengah Firdausi. Pada waktu itu Masyhad memiliki dua sekolah menengah
untuk anak laki-laki, di antara keduanya Firdausi lebih baik sebab
perpustakaan, laboratorium ilmu pengetahuan, fasilistas olah raga dan ruang
teater ada di lingkungan sekolah. Ali Syariati masuk ke sekolah Firdausi itu
sebab pada waktu itu Muhammad Taqi’ merupakan guru Bahasa Arab dan
Sastra reguler yang di hormati di sekolah tersebut. Sistem belajar disekolah
Firdausi tersebut yaitu pada tingkat ke tujuh siswa di pisahkan menjadi dua
bagian berdasar usia mereka.
Di sekolah menengah itu Ali Syariati terkenal di antara teman-
temannya, yang memandang dia sebagai seorang pemalas, tetapi bisa
bersosialisasi dan sangat menyenangkan untuk di jadikan teman.
B. Karya- Karya Ali Syarariati
Sebagai seorang pemikir yang aktif dan revolusioner, Ali Syariati telah
banyak menghasilkan karya tulis, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa
Inggeris. Dengan begitu ia dikenal sebagai salah satu cendekiawan Iran yang
termasyhur pada abad ke-20. Di antara karya tulis Ali Syariati tersebut yaitu :
1. Hajj (The Pilgrimage)
2. Marxism and Other Western Fallacies : An Islamic Critique
3. Where Shall We Begin?
4. Mission of a Free Thinker
5. The Free Man and Freedom of the Man
6. Extraction and Refinement of Cultural Resources
7. Martyrdom (buku)
8. An approach to Understanding Islam
9. A Visage of Prophet Muhammad
10. A Glance of Tomorrow's History
11. Reflections of Humanity
12. A Manifestation of Self-Reconstruction and Reformation
13. Selection and/or Election
14. Norouz, Declaration of Iranian's Livelihood, Eternity
15. Expectations from the Muslim Woman
16. Horr (Battle of Karbala)
17. Abu-Dahr
18. Islamology
20
19. Red Shi'ism vs. Black Shi'ism
20. Jihad and Shahadat
21. Reflections of a Concerned Muslim on the Plight of Oppressed People
22. A Message to the Enlightened Thinkers
23. Art Awaiting the Saviour
24. Fatemeh is Fatemeh
25. The Philosophy of Supplication
26. Religion versus Religion
27. Man and Islam - lihat bab "Modern Man and His Prisons"
28. Arise and Bear Witness
Dan banyak lagi karangan-karangan Ali Syariati yang belum tertera di sini, yang
belum bisa penulis ketahui.
C. Pemikiran Ali Syariati
1. Persoalan Teologi
Ali Syariati yang melanjutkan pendidikannya dengan mengambil
Doktor Sosiologi di Sorbone Paris dengan pembiayaan dari pemerintah Iran.
Di sana dia belajar dengan sejumlah orientalis dan marxis; Massignon, Sartre
dan fanon. Kegiatan Syariati begtu banyak, namun dia masih bisa
menyelesaikan pendidikan Doktoralnya pada tahun 1963. Kemudian dia
pulang kembai ke Iran dengan memuali aktifitas mengajar disekolah
menengah atas di Khurasan, dan kemudian menjadi dosen setelah itu Syariati
mendirikan Pusat Ke-Islaman Progresi Prarevolusi Iran.
Syariati merupakan seorang pemikir dan aktivis, pemikirannya yang
sangat penting yaitu ajakan untuk kembali kepada “Islam yang benar”,
sebagaimana banyak yang disuarakan oleh kaum pembaharu Islam seperti
Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha.
Menurut Syariati, Islam selama ini bagi rakyat Iran sudah di tafsirkan secara
keliru oleh para ulama konservatif sebagai agama statis adapun alasan
menyalahkan ulama konservatif yaitu ; 1). Tidak melanjutkan proyek
reformasi Islam yang dirintis oleh Afghani dan 2) menghamba dalam
kepemimpinana politik Syah yang tugasnya memberikn stempel politik-
keagamaan yang demi kelanggengan satus quo.16 Atas dasar itulah Syariati
lebih mendistingsi antara “Islam yang dipeluk oleh rakyat tertindas” dengan
“Islam yang di peluk oleh kaum konservatif”. Artinya kita tidak lah bisa
hanya berseru kembali kepada Islam, tetapi harus dijelaskan dulu Islam yang
mana kah yang dimaksud. Apakah Islamnya Marwan penguasa atau kah
Islam Abu DZar, sebab keduanya itu sama-sama Islam tetapi berbeda
tujuannya. Salah satunya Islam kekhalifahan, penguasa, istana, sedang
yang satu lagi yaitu Islam rakyat tertindas dan jelata.
Ali Syariati sebagai seorang pemikir yang revolutif juga membahas
tentang tauhid, adapun tauhid menurut pandangan Ali Syariati yaitu
pandangan dunia sebagai sebuah idologi, perasaan yang dimiliki seseorang
berkenaan dengan mazhab pemikiran sebagai sebuah sistem keyakinan. Ali
Syariati mengkontrakan Islam atau tauhid ideologi dengan Islam atau tauhid
sebagai sebuah ilmu seperti teologi yang dipahami selama ini. Intinya
konsep tauhid yang dianut Ali Syariati yaitu tauhid integralistik, artinya
semua yang ada dalam dunia ini mengarah pada keesaan Tuhan.
Sebagaimana dalam kutipan di bawah ini:
“Tauhid sebagai pandangan dunia dalam pengertian ini berarti
memandang dunia sebagai satu kesatuan, tanpa membedakan dunia dan
akhirat, ruh dan jasad...... Syirik merupakan sebuah pandangan dunia yang
menganggap alam semesta sebagai himpunan yang tidak terpadu, yang
penuh kontradiksi, tauhid merupakan sebuah imperium sedang syirik
merupakan sistem feodal”17
Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa Ali Syariati menganut
paham panteistik, yaitu menyatukan Tuhan dengan alam beserta penyatuan
pemahaman dari dimensi yang dianggap kontrdiksi. Tetapi apakah memang
ide panteistik seperti itu yang dituju Ali Syariati dengan tauhid world
vieuwnya?. Kalau menurut penulis tidak selamanya paham kesatuan kita
polakan dengan panteis. Ali Syariati sengaja menekankan pemahaman tauhid
secara sederhana, sebagai sebuah kesatuan dan tidak membahas secara
panjang lebar seperti kajian yang dilkukan para filosof, sufi dan teolog.
“Dalam pandangan tauhid, manusia hanya takut kepada satu
kekuatan, manusia hanya berpaling pada satu kiblat dan mengarahkan
keinginan serta harapannya hanya kepada satu sumber yaitu al-Quran.”
Tauhid berlandaskan pada iman, tetapi bukan berarti taqlid buta yang
anti pada logika. Ali Syariati mencemaskan agama yang semurni dan
selengkap Islam bisa saja terjerumus ke paham politeisme, jika agama
tersebut telah dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan status quo.
Sebagai antisipasinya keyakinan tauhid itu harus berdasar sumber
outentik yang dapat dipercaya, sebab ia melihat beberapa pandangan dunia
yang telah mapan, seperti materialisme, positivisme dan world view
keagamaan populer yang didasarkan pada ketahayulan, menggambarkan
makhluk khususnya manusia sebagai mainan Tuhan yang harus tunduk pada
kehendak mutlak-Nya. sebab teologi merupakan kajian yang selalu
dikaitkan dengan keyakinan dan pemikiran seseorang. Artinya kedua hal itu
tidak bisa dipisahkan satu sama lain dan saling mengisi di antara satu sama
lainnya. Apabila iman sudah kuat kalau pemikirannya tidak berfungsi, maka
akan ada kepincangan antara kehidupan dunia dengan akhiratnya.
Teologi yaitu ilmu yang membahas tentang masalah keyakinan
kepada Allah dan masalah-masalah yang berkaitan dengan Allah, di
antaranya tentang perbuatan Allah, dosa besar dan dosa kecil dan juga qadha
dan qadhar. Adapun dalam kajian teologi Pembebasan Ali Syariati ini yaitu
berbicara tentang persoalan tauhid, sebab Ali Syariati yaitu seorang
pemikir pembawa konsep tauhid, bahkan bisa dikatakn sebagai seorang
muslim monoteistik yang radikal. Dan tidak puas dengan menjadikan
monoteistik sebagai konsep filosofis atau sebuah doktrin teologis yang cuma
diperdebatkan.
Menurut Ali Syariati tauhid yaitu pandangan dunia sebagai sebuah
ideologi, perasaan yang dimiliki seseorang berkenaan dengan mazhab
pemikiran sebagai sebuah sistem keyakinan. Ali Syariati mengkontraskan
Islam atau tauhid ideologi dengan Islam atau tauhid sebagai sebuah ilmu
seperti teologi yang dipahami selama ini. Intinya konsep tauhid yang dianut
Ali Syariati yaitu tauhid integralistik, artinya semua yang ada dalam dunia
ini mengarah pada keesaan Tuhan. Sebagaimana dalam kuitpan di bawah ini:
“Tauhid sebagai pandangan dunia dalam pengertian ini berarti
memandang dunia sebagai satu kesatuan, tanpa membedakan dunia dan
akhirat, ruh dan jasad...... Syirik merupakan sebuah pandangan dunia yang
menganggap alam semesta sebagai himpunan yang tidak terpadu, yang
penuh kontradiksi, tauhid merupakan sebuah imperium sedang syirik
merupakan sistem feodal”21
Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa Ali Syariati menganut
paham panteistik, yaitu menyatukan Tuhan dengan alam beserta penyatuan
pemahaman dari dimensi yang dianggap kontrdiksi. Tetapi apakah memang
ide panteistik seperti itu yang dituju Ali Syariati dengan tauhid world
vieuwnya?. Kalau menurut penulis tidak selamanya paham kesatuan kita
polakan dengan panteis. Ali Syariati sengaja menekankan pemahaman
tauhid secara sederhana, sebagai sebuah kesatuan dan tidak membahas
secara panjang lebar seperti kajian yang dilkukan para filosof, sufi dan
teolog. “Dalam pandangan tauhid, manusia hanya takut kepada satu
kekuatan, manusia hanya berpaling pada satu kiblat ndan mengarahkan
keinginan serta harapannya hanya kepada satu sumber yaitu al-Quran.”
Tauhid berlandaskan pada iman, tetapi bukan berarti taqlid buta yang
anti pada logika. Ali Syariati mencemaskan agama yang semurni dan
selengkap Islam bisa saja terjerumus ke paham politeisme, jika agama
tersebut telah dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan status quo.
Sebagai antisipasinya keyakinan tauhid itu harus berdasar sumber
outentik yang dapat dipercaya, sebab ia melihat beberapa pandangan
dunia yang telah mapan, seperti materialisme, positivisme dan world
view keagamaan populer yang didasarkan pada ketahayulan,
menggambarkan makhluk khususnya manusia sebagai mainan Tuhan
yang harus tunduk pada kehendak mutlak-Nya.
Ali Syariati yang melanjutkan pendidikannya dengan mengambil
Doktor Sosiologi di Sorbone Paris dengan pembiayaan dari pemerintah
Iran. Di sana dia belajar dengan sejumlah orientalis dan Marxis;
Massignon, Sartre dan Fanon. Kegiatan Syariati begitu banyak, namun
dia masih bisa menyelesaikan pendidikan Doktoralnya pada tahun 1963.
Kemudian dia pulang kembai ke Iran dengan memulai aktifitas mengajar
disekolah menengah atas di Khurasan, dan kemudian menjadi dosen
setelah itu Syariati mendirikan Pusat Ke-Islaman Progresi Pra-Revolusi
Iran.
Syariati merupakan seorang pemikir dan aktivis, pemikirnnya
yang sangat penting yaitu ajakan untuk kembali kepada “Islam yang
benar”, sebagaimana banyak yang disuarakan oleh kaum pembaharu
Islam sperti Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Muhammad
Rasyid Ridha. Menurut Syariati, Islam selama ini bagi rakyat Iran sudah
di tafsirkan secara keliru oleh para ulama konservatif sebagai agama
statis. adapun alasan menyalahkan ulama konservatif yaitu ; 1). Tidak
melanjutkan proyek reformasi Islam yang dirintis oleh Afghani dan 2)
menghamba dalam kepemimpinan politik Syah yang tugasnya
memberi stempel politik-keagamaan demi kelanggengan satus quo.
Atas dasar itulah Syariati lebih mendistingsi antara “Islam yang dipeluk
oleh rakyat tertindas” dengan “Islam yang di peluk oleh kaum
konservatif”. Artinya kita tidak lah bisa hanya berseru kembali kepada
Islam, tetapi harus dijelaskan dulu Islam yang mana kah yang dimaksud.
Apakah Islamnya Marwan penguasa atau kah Islam Abu Zar, sebab
keduanya itu sama-sama Islam tetapi berbeda tujuannya. Satunya Islam
kekhalifahan, penguasa, istana, sedang yang satu lagi yaitu Islam
rakyat tertindas dan jelata.
Syariati merupakan seorang pribadi yang sangat kompleks,
elektik, tetapi tetap memiliki emosi keagamaan yang sangat kuat, dan
dalam kondisi yang bersamaan Syariati mampu menjadi pribadi yang
memadukan sikap dan perilaku orang-orang yang dikaguminya. Dengan
kemampuan dan kontroversi dirinya, Syariati muncul dalam tiga model
seperti yang disebutkan oleh Ervand Abrahamian dalam bukunya
Radical Islam, The IranianMojohedin,26 sebagai berikut:
1, Syariat sebagai sang sosiolog yag tertarik pada hubungan dialektis
antara teori dan praktik, antara ide dan kekuatan-kekuatan sosial, antara
kesadaran dan eksistensi kemanusiaan. Syariati memiliki komitmen yang
tinggi untuk memahami lahir, tumbuh dan birokrasi dan akhirnya
peragian (decay) gerakan-gerakan revolusioner, khususnya agama
radikal.
2. Syariati sebagai seorang penganut Syi’ah fanatik yang percaya bahwa
Syi’ah refolusioner berbeda dengan seluruh idiologi radikal lain, tidak
akan tunduk kepada hukum besi (iron law) tentang peragian birokratik.
Syariati percaya bahwa pada tataran perubahan fundamental, seluruh
idiologi dan warga menghadapi masalah kebangkitan, peragian dan
keruntuhan. Apakah ada jalan keluar dari disintegrasi itu? Menurut
Syariati caranya yaitu dengan melakukan revitalisasi dan
berkesinambungan terhadap idieologi itu sendiri.
3. Syariati sebagai penceramah umum (public speaker) yang
bersemangat, artikulatif dan oratoris yang sangat memikat bagi banyak
orang, khususnya kaum muda. Dalam kedudukan ini, Syariati banyak
25Syarifuddin Jurdi, op.cit., h. 152
26Ervand Abrahamain, Radikal Islam; The Iranian Mojohedin, (London: t .p, 1988), h. 289 - 290
26
menggunakan jargon, simplifikasi, generalisasi dan sikritisme yang tajam
terhadap institusi-institusi mapan, dalam hal ini yaitu rezim Syah
Pahlevi dan religion establishment, yang dikuasai kaum ulama.
Syariati juga terkenal dengan gagasannya mengenai kekuatan
progressif Islam dengan mengajak para intelegensia untuk membangun
kekuatan dan ide-ide Islam progresif. Ide-ide konstruktif harus
disebarluaskan oleh intelegensia progresif yang kritis terhadap otoritas
keagamaan.
Pemahaman Islam yang ditawarkan Ali Syariati berbeda dengan
pemahaman mainstream saat ini. Islam yang di pahami masa Syariati
yaitu Islam yang hanya sebatas agama ritual dan fiqh yang tidak
menjangkau-persoalan politik dan sosial kewarga an. Islam hanyalah
sekumpulan dogma yang mengatur bagaimana beribadah tetapi tidak
menyentuh tentang persoalan cara efektif menegakkan keadilan, strategi
melawan kezaliman atau petunjuk untuk membela kaum tertindas
(mustad’afin).
Kalau di perhatikan Islam yang demikian itu akan terlihat sangat
menguntungkan pada pihak penguasa yang berbuat sewenang-wenang
dan yang berbuat tidak adil. Di Barat, kata politik berasal dari bahasa
“Yunani” yaitu “polis” (kota) merupakan suatu unit yang statis, tetapi
padanan kata Islamnya yaitu siyasah, yang secara harfiyah berarti
“menjinakkan seekor kuda liar” suatu proses yang mengandung makna
perjuangan yang sangat kuat dan memunculkan kesempurnaan yang
inheren.
Islam dalam pandangan Syariati bukanlah agama yang hanya
memperhatikan aspek spiritual dan moral atau hanya sekedar hubungan
antara hamba dengan Sang Khalik (Hablu Min Allah), tetapi lebih dari
itu, Islam yaitu sebuah ideologi emansipasi dan pembebasan.
Selanjutnya Syariati, menjelaskan gambaran tentang Islam pembebasan
itu yaitu :
“tidak cukup dengan menyatakan kita harus kembali kepada Isam, kita
harus menspesifikasikan Islam mana yang kita maksudkan: Islam Abu Zar atau
Islam Marwan (ibn Affan) sang penguasa. Keduanya disebut Islam, walaupun
sebenarnya terdapat perbedaan besar di antara keduanya. Salah satunya yaitu
Islam kekhalifahan, istana dan penguasa. sedang yang lainnya yaitu Islam
rakyat, mereka yang dieksploitasi dan miskin. Lebih lanjut tidak cukup syah
dengan sekedar berkata bahwa orang harus memiliki kepedulian (concern)
kepada kaum miskin dan tertindas. Khalifah yang korup juga berkata emikian,
Islam yang benar lebih dari sekedar kepedulian. Islam yang benar
memerintahkan kaum beriman berjuang untuk keadilan, persamaan dan
penghapusan kemiskinan.”
Islam di sebut Syariati sebagai agama pembebasan, sebab Islam
bukanlah hanya agama yang memperhatikan aspek spiritual dan moral saja, atau
hubungan individual dengan sang Khalik saja, melainkan lebih merupakan
ideologi emansipasi dan pembebasan. Syariati juga mengatakan bahwa
warga Islam sejati tak mengenal kelas, Islam menjadi sarana bagi orang-
orang yang tercerabut haknya, tersisa, lapar, tertindas dan terintimidasi, untuk
membebaskan diri mereka dari ketertindasan itu.
Syariati mendasarkan Islamnya pada kerangka ideologis, dia memahami
Islam sebagai kekuatan revolusioner untuk melawan segala bentuk tirani,
penindasan dan ketidak adilan menuju persamaan tanpa kelas. Syariati bahkan
mencetuskan formula baru “saya memberontak maka saya ada”
Islam pembebasan yaitu Islam yang diwariskan oleh Imam Husein,
kesyahidannya di Karbala menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang tertindas
untuk memelihara Islam yang otentik itu, sehingga Islam yang demikian yaitu
Islam syiah awal, yakni Islam Syiah revolusioner yang dipersonifikasikan Abu
Zar al-Ghifari dan Iman Husain dengan kesyahidannya. Keduanya merupakan
simbol perjuangan abadi ketertindasan melawan penguasa yang zalim.
Menurut Ali Syariati, selama 7 abad sampai dinasti Savawi, Syi’isme
(alavi) merupakan gerakan revolusioner dalam sejarah, yang menentang seluruh
rezim otokratik yang memiliki kesadaran kelas seperti Dinasti Umayah,
Abbasyiyah, Ghaznawiyah, Saljuk, Mongol dan lain-lain. Dengan legitimasi
ulama rezim-rezim ini menciptakan Islam sunni versi mereka sendiri. Pada pihak
ini, Islam Syi’ah Merah, seperti sebuah kelompok revolusioner, berjuang untuk
membebaskan kaum yang tertindas dan pencari keadilan. Syariati melihat rezim
dan lembaga keulamaan, yang bisa jadi terkadang ditunggu pihak luar, sebagai
manipulasi masa lampau Iran dan arsitek.
Rezim Syah Iran tidak membangkitkan agama, tetapi mempertahankan
kerajaan yang mandek, sementara para ulama mempertahankan kemandekan
Islam. Menurut Syariati, apa yang terjadi di Iran yaitu bahwa, di satu sisi para
ulama yang menjadi pemimpin agama selama dua abad terakhir, dan telah
mentranformasikannya menjadi agama yang kian mandek, sementara di sisi lain
orang-orang yang tercerahkan yang memahami kekinian dan kebutuhan generasi
dan zaman, tidak memahami agama. Akhirnya kata Syariati, bahwa Islam sejati
tetap tidak diketahui dan tersembunyi dalam relung-relung sejarah.
Bagi Syariati Islam sejati itu bersifat revolusioner dan Syiah sejati yaitu
jenis khusus Islam revolusioner. Namun seiring berjalannya waktu, Islam
berubah menjadi seperangkat doa-doa dan ritual yang tidak bermakna sama
sekali dalam kehidupan. Islam hanya sebatas agama yang mengurus bagaimana
orang mati, tetapi tidak peduli bagaimana orang bisa survive dalam hidupnya.
Agama yang seperti inilah yang sangat disukai oleh para penguasa untuk
menjaga kekuasaannya untuk tetap aman, tanpa ada gangguan dari orang-orang
yang ingin mengamalkan Islam sejati.
Gagasan Syariati tentang Islam revolusioner atau Islam pembebasan
sejalan dengan gagasan tentang pembebasan (teology of liberation) yang banyak
di usung oleh tokoh-tokoh revolusioner baik di Amerika Latin maupun Asia. Ide
dasar pemikiran antara Syariati dengan p