Rabu, 08 Januari 2025

halal haram menurut islam 2


 ah dengan nama Allah atas sesuatu yang dihara￾mkan dan bersumpah dengan selain Allah. Sumpah dengan selain Allah

contohnya, "Demi Nabi, aku akan melakukan demikian dan demikian."

Ini persis nadzar untuk selain Allah. Sedang bersumpah dengan nama

Allah atas sesuatu yang diharamkan, contohnya, demi Allah aku akan

mencuri. Ini seperti nadzar maksiat. Hukum nadzar untuk selain Allah

adalah syirik karena merupakan ibadah kepada yang dinadzar.Bilaper￾buatan itu ibadah, berarti ia telah mempersembahkannya kepada selain

Allah sehingga ia melakukan kesyirikan.

Nadzar untuk selain Allah ini sama sekali tidak sah dan tidak wajib

membayar kafarahnya. Tetapi perbuatan ini adalah syirik dan pelakunya

wajib bertaubat. Sebagaimana sumpah dengan selain Allah, tidak sah dan

tidak ada kaffarahnya. Adapun nadzar maksiat hukumnya sah, namun

tidak boleh dilaksanakan dan wajib membayar kafarah sumpah. Persis

seperti sumpah dengan Allah atas perbuatan yang haram, hukumnya sah

dan wajib membayar kafarah.a0)Diriwayatkan dalam Ash-Shnhih dari Ai￾syah bahwa Rasulullah g! bersabda :

Siapa yang bernadzar untuk menaati Allah hendaknya ia menaati￾Nya dan siapa bernadzar untuk bermaksiat kepada Allah, janganlah

ia bermaksiat kep ada-N y a. " +t t

Sabda beliau, "Siapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada Allah,

janganlah ia bermaksint kepada-Nya." Huruf Ia dalam kalimat tersebut be￾rarti larangan. Tingkat larangan ini tergantung pada kemaksiatan yang

dilakukan. Bila kemaksiatan itu haram, melaksanakan nadzarnya haram

dan bila maksiat itu makruh, melaksanakan nadzarnya makruh. Sebab

yang disebut maksiat adalah terjatuh dalam larangan. Sedang sesuatu

yang dilarang itu, menurut ahlu ilmi, terbagi menjadi dua; dilarang de￾ngan arti diharamkan (tahrim) dan dilarang dengan arti agar dihindari

(tanzih).

Bila perbuatan yang dilaksanakan termasuk ibadah, maka mem￾persembahkannya kepada selain Allah adalah perbuatan syirik. Ini kai￾dah dalam tauhid ibadah (tauhid uluhiyah), yakni perbuatan apa saja

yang berwujud ibadah, bila itu dipersembahkan kepada selain Allah

adalah syirik.azMTMOHON PE RTOLONGAN KE PADA

SrmIN AI-I-RH DALAM PIRrcRNR PI LURN

KEMAMPUANNYA

llah berfirman, "Dan bahwasanya ada beberapa orang laki￾lnki di antarn manusia meminta perlindungnn kepnda beberapn

Iaki-laki di nntnra jin, maka jin-iin itu hnnya menambah bagi

mereka dosa dan kesalahnn." (Al-Jin l72l : O. Ayat ini menunjukkan/ me￾minta pertolongan kepada jin adalah haram sebab jin tidakbisa memberi

manfaat kepada peminta perlindungan. Sebaliknya, mnlah menambahi

dosa dan kesalahan. orang ini diganjar dengan kebalikan dari maksud￾nya. Ini sangat jelas. Pada kalimat akhir dari ayat di atas, huruf wnwu

jama' adalah kata ganti untuk jin, sedang humkata ganti untuk manu￾sia. Pemakaian ayat ini sebagai dalil adalah dicelanya orang-orang yang

meminta perlindungan kepada jin. Orang yang meminta perlindungan

dengan sesuatu, tak disangsikan, telah menggantungkan harapan dan

bersandar kepada sesuatu tersebut. Ini satu bentuk perbuatan syirik'+:)

Sesuatu yang mampu memberi manfaat duniawi, baik berupa

menahan keburukan maupun mendatangkan kebaikan, tidak menun￾jukkan bahwa memohon perlindungan kepada sesuatu tersebut bu￾kan tindakan syirik. Artinya, sesuatu itu kemungkinan termasuk syi￾rik meskipun engkau mendapat manfaat darinya. Jadi adanya manfaat

tidak selalu meniadakan perbuatan syirik. Sebab manusia terkadang

memperoleh keuntungan dengan suatu kesyirikan. Contohnya memin￾ta bantuan kepada jin; mereka bisa saja memberimu perlindungan atas

permintaanmu.Ini tindakan syirik meskipun ada manfaatnya. Contoh

lain, seseorang yang bersujud kepada raja bisa saja kemudian diberi har￾ta melimpah dan istana. Ini perbuatan syirik walaupun mengandung

manfaat. Termasuk dalam hal ini, tindakan yang dilakukan para Pemu￾ji raja demi mendapat hadiah. Manfaat yang mereka peroleh itu tidak

mengeluarkan mereka dari status sebagai orang musyrik. Para penyair

mengatakan, "Jadilah sekehendakmu wahai orang yang tak memiliki

tandingan dan bagaimanapun kehendakmu, sebab tak ada makhluk

yang menyamaimu."aa)


,r-/stighatsah adalah meminta pertolongan agar dibebaskan dari

Y penderitaan. Contoh istighatsah kepada selain Allah dalam

J perkara di luar kemampuan yang dimintai pertolongan ada￾lah orang yang dimintai pertolongan ini telah mati, tidak ada di tempat,

atau kesusahan tersebut hanya mampu dihilangkan oleh Allah. Andai

memohon pertolongan kepada orang yang telah mati untuk menolak

keburukan, atau kepada orang yang tidak ada di tempat, atau kepada

orang yang hidup dan ada di tempat untuk menurunkan hujan, maka

semua ini termasuk perbuatan syirik. Dan seandainya meminta perto￾longan kepada orang yang hidup dan ada di tempat dalam urusan yang

ia mampu, perbuatan ini dibolehkan. Allah berfirman, "...Maka orang

yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan

orang yang dsri musuhnya..." (Al-Qashash [28] : 15). Apabila engkau me￾minta pertolongan kepada seseorang dan ia mamPu, demi menjaga ke￾lurusan akidahmu, engkau harus meyakini orang itu hanya sebab dan

ia tak memiliki pengaruh dengan sendirinya dalam menghilangkan

kesusahan. Sebab mungkin saja engkau terlalu mengandalkannya dan

melupakan pencipta sebab, yakni Allah. Jelas ini menodai kesempur￾naan tauhid.a5)

Di antara bentuk syirik adalah berdoa kepada selain Allah. Hal ini

karena doa itu ibadah. Allah berfirman :

Dan Rabbmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku￾perkennnkan bagimu. Sesungguhnya lrang-orang yang menylm￾bongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka lahannam da￾Iam keadasn hina dina' ." (Ghafir [40] : 60)

Kata ibadnti dalam ayat tersebut artinya berdoa kepadaku. Allah

menyebut doa dengan ibadah. Rasulullah S bersabda, "Sesungguhnyn

doa itu ibadnh." Doa terbagi dua macarn: Pertama, doa sebagai ibadah.

Mengajukan doa macam ini kepada selain Allah adalah perbuatan syi￾rik. Jenis doa inilah yang diiringi rasa takut dan harap, cinta dan me￾rendah diri. Kedua, doa yang tidak termasuk ibadah (undangan). Ini

boleh dilakukan kepada makhluk. Nabi # bersabda, "Siapa yang me￾ngundang kalian mnkn penuhilah." Dan bersabda, "Apabila ia mengundang

kalian, penuhilah."

Berdasar klasifikasi ini, maksud pengarang dengan ucapannya/

Atau berdoa kepada selain-Nya," adalah doa ibadah atau doa permin￾taan terkait sesuatu yang tidak mungkin dapat dipenuhi orang yang di￾minta.

Jadi, istighatsah itu permohonan dihilangkan kesusahan saja, se￾dangkan doa lebih umum karena sebagai alat untuk memperoleh kebai￾kan atau menolak keburukan.a6)Allah berfirman :

"Dan janganlah kamu berdoa (menyembnh) kepada apa-apa yang tidak

memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepndamu selain

Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian itu) maka sesungguh￾nya ktmu kalau begitu termasuk lrang-orang yang zhalim.' lika Allah

menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dn￾pat menghilangkannyakecuali Dia. Dan jikn Allah menghendakikebni-

knn bagi knmu, makn tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia

memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara

hamba-hamba-Nya dan DialahYang Maha Pengampun lagi Maha Pe￾nynyang," (Yunus [10] :106-107)

Ada beberapa penafsiran tentang ayat ini. Tafsir yang benar, ayat ini

secara tekstual khusus ditujukan kepada Rasulullah s namun hukum￾nya berlaku kepada beliau dan selain beliau. Sedangkan yang menafsir￾kan bahwa ayat ini bersifat umum mencakup semua orang yang diajak

bicara, termasuk di dalamnya Rasulullah $ dan pembicaraan seperti ini

ditujukan kepada beliau, maka tidak adanya kemungkinan perbuatan

seperti itu dilakukan oleh beliau. Sebab, Allah berfirman :

,=- Jra)i C r:#':

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamtr dan kepada (nabi

nabi) sebelummu, ilika kamu mempersekutukan (Allah), niscayn akan

hapus amalmu dan tentulahkamu termasuk lran1-lrang yang meru￾gi'," (Az-Zumar [39] : 65)

Konteks pembicaraan ayat ini ditujukan kepada beliau dan seluruh

rasul. Namun tidak mungkin perbuatan itu terjadi pada beliau dalam

kapasitas beliau sebagai rasul, bukan sebagai manusia biasa' Jadi, hik￾mah larangan tersebut adalah supaya orang lain meniru beliau. Apabila

larangan berbuat syirik ditujukan kepada orang yang tidak mungkin

melakukannya mengingat kedudukannya, maka lebih utama lagi bila

larangan itu ditujukan kepada orang yang mungkin melakukannya.aT)

Firman-Nya, "Dan jnngnnlah kamu berdoa," doa adalah memohon

apa yang bermanfaat atau dibebaskan dari sesuatu yang berbahaya.

Doa terbagi dua macam, sebagaimana dinyatakan oleh para ulama :

Pertama, doa ibadah. Yakni dengan mengerjakan perintah Allah' Sebab

orang yang melaksanakan perintah Allah -misalnya orang yang sha￾lat, puasa dan zakat- ia mengharapkan pahala dan keselamatan dari

siksa. Jadi, perbuatannya itu mengandung doa dengan perbuatan, dan

terkadang diiringi doa dengan ucaPan. Kedua, doa permintaan, yakni

memohon sesuatu yang bermanfaat atau memohon agar terhindar dari

sesuatu yang membahayakan. Doa dalam kategori pertama tidak boleh

ditujukan kepada selain Allah, sedangkan yang kedua ada perinciannya

sebagaimana telah disebutkan.

Firman-Nya, "Apa-apa yang tidak memberi manfaat padamu," yakni

apa yang tidak dapat mendatangkan manfaat bagimu andai engkau

menyembahnya. Kalimat, "Dan tidak pula memberi madharat pndamu,"

ada yang mengatakan bahwa maksudnya adalah tidak bisa menolak

bahaya dari dirimu. Ada juga yang menafsirkary andai engkau tidak

menyembahnya ia tidak membahayakan dirimu sebab ia tidak mampu

membalas. Pengertian inilah yang tampak jelas dari redaksi ayat ter￾sebut.

Firman-Ny a, " D an j angnnlah kamu b er do n (meny e mb ah) kep ad a s e su at u

yang tidak memberi manfant dan tidak (puln) memberi mudharat kepadamu..."

yakni, karena ia tidak bisa memberi manfaat atau menimpakan ma￾dharat kepadamu. Alasan pelarangan dalam ayat ini bukan merupa￾kan syarat yang memiliki makna substantif, sehingga engkau boleh

menyembah makhluk yang dapat memberi marffaat dan menimpakan

madharat. Penyebutan alasan pelarangan ini hanya untuk menjelaskan

realita saja, sebab sesembahan selain Allah pada dasarnya tidak mampu

mendatangkan keuntungan atau kerugian. Allah berfirman, "Dan sin￾paknh ynng lebih sesnt doripada orang yang menyembah sembnhan-sembahan

selnin Allah yang tiada dapat memperkenankan (doanya) sampai hari kiamat

dan mereka lnlai dari (memperhatikan) doa mereka. Dan apabila manusia di￾kumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan mereka itu menjadi

musuh mereka dan mengingknri pemujaan-pemujnan mereka." (Al-Ahqaf [a6J

:5-6)$)

Firman-Nya, "lika kamu berbuat (yang demikian itu) makn sesungguh￾nya kamu kalnu begitu termssuk lrnng-orang ynng zhalim." Artinya,jika eng￾kau berdoa kepada selain Allah yang tidak bisa memberi manfaat atau

madharat kepadamu, Pembicaraan ini ditujukan kepada Rasulullah ffi.

Kata in (jika) menunjukkan syarat, sedang jawabannya adalah kalimat,

" Sesungguhny a kamu kalau begitu.,.,Ayat kedua, firman-Nya, "likn Allah menimpaknn" yakni menimpa￾kan suatu madharat kepadamu seperti sakit, kefakiran dan semisalnya.

Firman-Nya, "Maka tidak ada ynng dapnt menghilangkannya kecuali Dia,"

yakni, apabila Allah menimpakan madharat kepadamu tak seorang pun

mampu menghilangkannya, selama-lamanya, kecuali Allah sendiri. Ini

seperti sabda Nabi ffi, "Ketahuilah, bnhwn seandainya seluruh umat sepakat

memberimu mnnfaat dengan sesuatu merekn tidnk dapat memberi manfant selain

sesuntu yang telnh Allah tetapknn untukmu."ae)

Firman-Nya, "Maka tak ndn yang dapnt menolak karunia-Nya," yakni

tidak ada yang mampu menolak karunia Allah, meskipun seluruh umat

bersepakat mengupayakannya. Disebutkan di dalam hadits, "Ya Allnh,

tak nda ynng dapat mencegah apa yang Engkau berikan dan tnk ada ynng bisa

memberi apayang Engkau cegah."

Berdasar pemahaman ini, kita harus bersandar kepada Allah

dalam memperoleh kebaikan dan menghindari keburukan serta mem￾pertahankan apa yang Dia anugerahkan kepada kita. Kita juga meyakini

bahwa andai seluruh manusia merancang makar, tipu daya dan upaya

secanggih apa pun untuk menghalangi karunia Allah, mereka tak akan

sanggup.

Dalam ayat pertama, yakni " Dan jnnganlah kamu berdoa (menyembah)

kepada apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidnk (puln) memberi mudharat

kepadamu selain Allah," Allah telah mengingatkan Nabi-Nya bahwa siapa

yang menyembah seseorang selain Allah, ia tak dapat memberi manfaat

atau menimpakan madharat kepadanya.so)

Firman Allah, "Dan siapakah qang lebih sesat daripada orang yang ber￾don (menyembah) kepadn sembshan-sembnhan selain Allah yang tiada dapat

memperkenanknn (doanya) snmpai hsri kiamat dan mereka lnlai dari (memper￾hatikan) doa mereka. Dan apabila mnnusia diktrmpulkan (pada hari kiamat) nis￾cayn sembahan-sembahan mereka itu menjndi musuh mereka dan mengingkari

pemujaan-pemujaan merek7." (Al-Ahqaf [46] : 5-6).

Firman-Nya, "Dan siapn yang lebih sesat." Kata man (siapa) adalah

kata tanya sebagai subyek. Sedang adhallu (yang lebih sesat) adalah isim

tafdhil (kata komparatif). Maknanya, tak ada yang lebih sesat dari orangini. Kesesatan adalah seseorang menyimpang dari jalan yang benar. Bila

kata tanya ini dimaksudkan sebagai penegasan, gaya bahasa ini lebih

fasih daripada kalimat negatif saja. Sebab kata tanya ini mengubah dari

sekedar penegasan menjadi tantangan. Artinya, jelaskanlah kepadaku

tentang seseorang yang lebih sesat dari orang yang menyembah selain

Allah? Jadi, kalimat tanya ini mengandung tantangan, dan lebih fasih

dari ucapan, "Tidak ada orang yang lebih sesat dari orang yang menyem￾bah selain Allah." Sebab kalimat ini hanya berarti peniadaan, sedang

kalimat tanya di atas berarti peniadaan yang mengandung tantangan.

Firman-Nya, "Daripada orang ynng berdoa," mutn'alliq (berkaitan)

dengan kala adhallu (yang lebih sesat). Dan maksud doa di sini adalah

doa permintaan dan doa ibadah.

Firman-Nya, "Sesembahan yang tinda daTrat memperkenankan (doanya)

s amp ai hnr i kinmnt ." Kata m an (di sini diartikan sesembahan) adalah obyek

(mnf ul b ih) kata kerja y a d' u (berdoa /menyemb ah). Artinya, andai ia hidup

sepanjang usia dunia menyembahnya, niscaya sesembahan itu tak mam￾pu memperkenankan doanya. Allah berfirman, "likakamu menyeru mere￾ka, mereka tiads mendengar seruanmu; dan kalnu mereka mendengar, mereka

tidak dapnt memperkennnkan permintaanmu. Dnn di hnri kiamat mereka nknn

mengingkari kemusyrikanmu..." Berita ini datang dari Allah. Selanjutnya

Dia berfirm an, " ...dan tidnk ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu

sebagai yang diberikan olehYang Maha Mengetalrui." (Fathir [35] : 14). Mak￾sudnya, Dzat Allah sendiri.

Firman-Nya, "SesetlTbahan yang tiada dnpnt memperkenankan don.,."

Kalimat ini menggunakan kata mnn yang dipergunakan untuk ma￾khluk berakal, padahal mereka menyembah berhala, batu dan pohon

yang notabene tidak berakal. Hal ini disebabkan tatkala orang-orang

kafir menyembah benda-benda tidak berakal tersebut, mereka mem￾posisikannya sebagai makhluk berakal. Lantas pembicaraan dengan

mereka disesuaikan dengan anggapan tersebut karena lebih tepat da￾lam menegakkan hujjah atas mereka. Yakni mereka menyembah benda￾benda yang mereka yakini berakal, walau demikian tetap tidak dapat

mengabulkan doa mereka. Ini satu bentuk keindahan retorika bahasa

Al-Quran, di mana Al-Quran berbicara kepada mereka sesuai keyaki￾nan mereka guna menegakkan hujjah atas (baca; membungkam) me￾reka. Sebab seandainya ayat di atas berbunyi, "apa-apa yang tiada da￾pat memperkenankan doanya," tentu orang-orang kafir bisa berkilahdengan mengatakafr, "Ada alasan logis atas ketidakmampuan T[rhan￾Tuhan tersebut memenuhi doa, yakni karena mereka bukan makhluk

berakal."

Firman-Nya, "Dan merekn lnlai dari (memperhntiknn) don merekn."

Dhamir (kata ganti) hum (mereka) kembali ke mnn dengan mempertim￾bangkan maknanya (artinya, lafaznya tunggal namun pengertiannya

jamak). Sedang dhamir dalam kata kerja yastaiibu (memperkenankan)

kembali kepada man dengan melihat lafazhnya yang mufrad (tunggal).

jadi penggunaan kata ganti tunggal karena melihat lafazhmnn' sedang￾kan penggunaan kata ganti jamak lantaran melihat makna mnn, sebab

kataman di sini kembali kepada berhala-berhala yang notabene adalah

jamak. Dalam ayat ini, lafaz danmakna man diperhatikan secara sekali￾gus dalam satu ucapan (ayat).srt

G Hur-uw KEPADA OnRNc-oRANG S URIIH

DAN KLIBTJR MTRTrcR

huluw, secara bahasa, adalah melewati batas dalam memuji

dan mencela. Celaan terkadang diungkapkan dengan kata

sanjungan. Contohnya (bunyi kalimat dalam suatu hadits),

"Lewatlah jenazah lalu mereka menyanjungnya dengan keburukan." Maksud

ghuluw dalam bahasan ini adalah, melewati batas dalam sanjungan dan

Pujian.szr

Orang shalih adalah orang yang menunaikan hak Allah dan hak

para hamba. Allah berfirman :

.7 t,'. i .- ' o t 

o

r:.li-;i lr ;i ,Gi;;t: V "A, Ji,:tJu t -:Ai:G'rj

s N. ,.., .'i '7 tr t , .. 

-, t -7

i)-:) nr -J:-ti-'Ji ':;^J43'!''J;'t u-,t:3\ -X':*i

:=: ...7ol. .\\-;2,

"Wahai AhIi Kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam agama

kalian, d an j an g anlah kalian men gat aknn t erhad ap Allah ke cunli y ang

benar. Sesunggulmya Al-Masih, Isa putrn Maryam itu, adalah utu￾san Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disam￾paikan-Nya kepadn Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya..."

(An Nisa'[a]:1.71')

Seruan ini ditujukan kepada Ahlu Kitab, yakni Yahudi dan Nas￾rani. Sedangkan maksud kitab adalah Taurat kitab suci Yahudi dan Injil

kitab suci umat Nasrani.

Firman-Nya, "|nnganlnh kalinn melampnui batas dalam agama knlinn,"

artinya adalah jangan melewati batas dalam memuji dan mencaci. Se￾cara umum, masalah ini memang terjadi pada ahlu kitab. Mereka

berlebih-lebihan dalam menyikapi Isa bin Maryam, baik memuji mau￾pun mencela. Di mana orang-orang Nasrani menganggapnya putra

Allah dan mengangkatnya sebagai tuhan ketiga. Kaum Yahudi berlebih￾lebihan dalam mencacinya dengan mengatakan, ibunya pezina dan ia

anak zina -semoga Allah melaknat mereka--. Jadi kedua kelompok ini

berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam agama, antara berlebih￾lebihan dan meremehkan.

Firman-Ny a, "Dan jnnganlah kalian mengataknn terhndap Allah keunli

yang benar." Kebenaran ini adalah aPa yang dikatakan Allah mengenai

Dzat-Nya bahwa Dia Ilah Yang Esa, Tunggal, tempat bergantung dan

tidak mengambil istri maupun anak.

Firman-Nya, "sesungguhnya AI-Mnsih, lsn putrn Mnryam itu, ndnlnh

utusan Allah." Ini bentuk kalimat hashr (pernbatasan) dengan kata inna￾ltta (sesungguhnya tiada lain). jadi maknanya, tiadalah Al-Masih Isa bin

Maryam itu melainkan utusan Allah. Dan Allah menisbatkannya kepa￾da ibunya untuk mematahkan ucapan kaum Nasrani yang menisbatkan

Isa kepada Allah.

Firman-Nya, "l.Itusnn Allah," mengandung sanggahan kepada per￾kataan Yahudi bahwa Isa seorang pendusta, dan perkataan kaum Nas￾rani bahwa ia Tuhan. Sedang firman-Nya, "Dan kalimat-Nya," mengan￾dung sanggahan terhadap ucapan Yahudi bahwa Isa anak zina.

Firman-Nya, "Dnn knlimnt-Nyn yang disnmpniknnnya kepada Mnryam"

yakni Allah mengatakan 'jadilah' maka terjadilah. Firman-Nya, "Dan ruh

dnri-Nya." Artinya, Allah menciptakan Nabi Isa seperti manusia lainnya

terdiri dari tubuh dan ruh. Dia menisbatkan ruh ini kepada Dzat-Nya

sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan, sebagaimana dalam fir￾man-Nya tentang nabi Adam, "..inn Aku telah meniupkan ke dalnmnya ruh

(ciptaan)-Ku..." (Al-Hijr [15] : 29). Penisbatan ini bermakna penghormatan

dan pemuliaan.53)

Diriwayatkan dalam kitab Ash-Shahih dart Ibnu Abbas tentang

firman Allah, "Dan mereks berkata, 'langan sekali-kali knlian meninggalkan

(penyembahan) itah-ilah kalinn dan jnngan pula sekali-kali kalian meninggal￾kan (penyembahsn) Wadd, dan jnngan puln Suwa', Ynghuts, Yn'uq dan Nnsr'."

(Nuh t71l :231, ia mengatakan, "Ini nama-nama beberapa orang shalih

dari kaum Nuh. Ketika mereka meninggal dunia, setan membisikkan

kepada kaum mereka, "Dirikanlah patung-patung di majelis-majelis

yang biasa mereka pergunakan sebagai tempat duduk dan namailah

dengan nama-nama mereka." Lantas orang-orang melakukan, dan

pada awalnya patung-patung itu tidak disembah. Hingga ketika gene￾rasi orang-orang ini meninggal dan ilmu dilupakan, patung-patung itu

disembah."sa)

Intinya bahwa tafsir ayat ini adalah berhala-berhala kaum Nuh

dan nama-nama ini adalah orang-orang shalih. Lantas setelah berlalu

masa yang panjang kaum mereka pun menyembah patung mereka.

Perkataannya, "Setan membisikknn " Yakni bisikan gangguan, bu￾kan bisikan ilham. Perkataannya, "Dirikanlah patung-patung di majelis￾majelis mereka." Kata al-anshab adalahbentuk jamak darinashab. Yakni,

segala yang diberdirikan baik tongkat, batu atau lainnya.

Perkataannya, "Dan namnilah dengan nama-naml mereka." Yakni,

buatlah patung-patung di majelis-majelis mereka dan katakan, "Ini

Wadd, ini Suwa', ini Yaghuts, ini Yauq dan ini Nasr." Dengan tujuan

bila melihat mereka kalian teringat kepada kekhusyukan ibadah mere￾ka lalu kalian bersemangat mengerjakannya. Demikianlah setan meng￾hiasi keburukan di mata mereka. Ini tipuan dan bujukan setan seperti

yang pernah ia lancarkan kepada Adam, "...Maukah saya tuniukkan ke￾pada kamu pohon kekeknlan dnn kerajaan yang tidak akan binnsa?" (Thaha

[20] :120).

Bila hamba tidak ingat beribadah kepada Allah kecuali dengan me￾lihat patung-patung mereka, ini adalah ibadah yang kurang atau tiada

arti.55) Diriwayatkan dari Imran bahwa Rasulullah ffi bersabda:

lj;;,nr ii

"langanlah kalian berlebih-lebihan menrujiku seperti ororf-ororf

Nasrani yang berlebih-lebihan memuji putra Maryam. Sesungguhnya

nku seoranghamba, maka ucapkan,'Hambn Allnh dan rnsul-Nya'."sat

Sabda beliau, "langnn berlebih-lebihnn memujiku." Kata al-ithra' be￾rarti berlebihlebihan clalam memuji. Larangan ini bisa jadi hanya ber￾laku pada penyerupaan ini, yakni sabda beliau, "Seperti orang-lrang

Nnsrnni yotry berlebilrlebilnn nrcmuji putra Marynnt." Di mana mereka

mengangkatnya sebagai tuhan atau anak Allah. Pengertian inilah yang

secara tak langsung clitunjukkan ucapan Bushiri berikut ini, "Tinp;gal￾kanlah anggapall orang-orang Nasrani tentang nabi mereka. Dan tetap￾kan pujian kepada beliau sekehendakmu serta tegaskanlah." Maknanya,

tinggalkanlah ucapan kaum Nasrani bahwa Isa putra Allah dan tuhan

ketiga, dan kepada Muhammad S penuhilah lisanmu dengan pujian

kepada beliau, meskipun dengan sesuatu yang tidak beliau ridhai.

Namun, larangan itu bisa juga bersifat umum, sehingga mencakup

segala perbuatan yang menyerupai tindakan berlebihan yang dilakukan

oleh kaum Nasrani kepada Isa bin Maryam yang menjadikannya se￾bagai Tuhan atau yang tidak sampai menganggap sebagai Tuhan. Dan

sabda beliau, "Seperti orang-orzng Nnsrnti yntg berlcbih-lehihnn memuji..."

menunjukkan keumuman penyerupaan, bukan kesamaan penyerupaan.

Sebab sikap beriebih-lebihan kaum Nasrani kepada Isa bin Maryam di￾sebabkan berlebih-lebihan kepada rasul Allah yang mulia ini; di mana

mereka mengangkatnya sebagai putra Allah dan tuhan ketiga. Dalil

bahwa maksud larangan di atas adalah pengertian kedua ini adalah sab￾da beliau, "Sesunggulmya aku seorang hamba, maka kataknn, 'Hambn Allah

dan Rrcul-Nyo'."

Sabda beliau, "Sentngguhnyn aku seornng hnmba." Yakni, aku tidak

memiliki hak rububiyah dan tidak pula apa yang khusus disandang

Allah, selamanya. Sabda beliau, "Maka kataknn,'Hnmba Allnh dan Rnsul￾Nya." Dua sifat ini adalah yang paling benar dan paling mulia pada diri

Rasulullah S. Sifat paling mulia bagi manusia adalah ia menjadi bagian

dari hamba-hamba Allah. Allah berfirman, "Dan hnmba-hamba yang bnik

dttri Rabb Yang Mahn Perulnyang itu (inlah) orang-ornng ynng berjalan di atns

bumi dengan rendah hqti..." (Al-Furqan [25] : 63). Firman-Nya, "Dan se￾sungguhnyn telnh teta1t janji Knmi kepnda hnntba-hamba Kami ynng menjadi

rasul." (Ash-Shaf f at I37l : 17 1). Allah menyematkan gelar hamba kepada

mereka sebelum gelar kerasulan, padahal kerasulan itu satu kehormatanyang besar. Akan tetapi status mereka sebagai hamba-hamba Allah lebih

mulia dan agung. Dan merupakan sifat yang paling mulia dan paling

berhak disandang Rasulullah M. Oleh karena itu, seorang penyair ber￾kata tentang kekasihnya, "Jangan pernah memanggilku kecuali dengan

panggilan "wahai hambanya". Sesungguhnya ini namaku yang paling

mulia." Artinya, bila engkau ingin bicara kepadaku katakanlah, 'Wahai

hamba Fulanah (kekasihnya)l sesungguhnya itu namaku yang paling

terhormat dan lebih menunjukkan ketundukan.

Jadi, Muhammad * adalah seorang hamba yang tidak pantas di￾sembah dan seorang rasul yang tidak berdusta. Karenanya, dalam sha￾lat, ketika kita mengucapkan salam kepada beliau dan kesaksian keras￾ulan beliau, kita mengatakan, "Dan aku bersaksi bahwa Muhammad

hamba dan rasul-Nya." Ini sifat paling baik yang dipilih Rasulullah S

untuk diri beliau.s7) Dalam suatu riwayat, Umar ;:r;,, berkata, "Rasulullah

M bersabda :

-!t. 

j.. 

. . a, ,!to .t 

-

:;r;lr, 5s jK 

_,. 

.U ury :JAr) €ll

' Hindarilah oleh kalian perbuat an berlebiblebihan sebob or ang-or ang

sebelum kalian binnsa oleh perbuatan berlebih-lebihan' ."

Sabda beliau, "Iyyaktrm (hindnrilah oleh kalinn)," untuk memberi pe￾ringatan. Sabda beliau, "wal ghuluw (perbuatan berlebih-lebihan)," diikutkan

ke kata iyyaktrm. Terkait kalimat ini, para ulama nahwu banyak ber￾selisih pendapat. Namun yang paling mendekati kebenaran dan tidak

ada kesan pemaksaan makna, bahwa kata iyya dibaca nasab olehfi'il nmr

(kata kerja perintah) yang ditiadakan dan takdirnya adalah uhadzdzir,

sehingga menjadi iyyaka uhndzdzir (aku ingatkan kepadamu). Artinya,

hati-hatilah jangan sampai dirimu teperdaya. Sedang kata wal ghuluw

diikutkan ke kata iyynka. Sehingga artinya, dan hati-hatilah dari perbua￾tan berlebih-lebihan.

Ghuluw, seperti telah diungkapkan, adalah melewati batas dalam

memuji atau mencaci. Dan terkadang pengertiannya lebih luas lagi, yak￾ni melampaui batas dalam menyanjung, beribadah dan beramal. Sebab

hadits ini diucapkan terkait pelemparan jumrah. Lengkapnya, Ibnu

Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah $; bersabda pada pagi hari

Aqabah (10 Dzulhijjah) sambil berada di atas Punggung unta, "Ambil￾kan kerikil untukku." Lantas aku memungutkan 7 kerikil untuk beliau

berukuran sebesar kerikil ketapel. Beliau membersihkan kerikil-kerikil

itu di tangan beliau dan bersabd a, "Dengan kerikil sebesttr ini hendaknya ka￾lian melempar, dan hindarilnh oleh kalian berlebih-lebihan dalnm agama. Sebab

sesungguhnya tinda lain perbuntnn berlebih lebihan telah membinnsakan oran7-

orang sebelum knlian." Ini redaksi Ibnu Majah. Kata ghuluu dalam hadits

ini berkedudukan seb agar fa' il (pelaku) kata membina sakan.

Sabda beliau, " O r an g- or ang s eb elum kalian," adalah mnf ' uI mu q n ddam

(oby"k yang didahulukan dalam kalimat). Sabda beliau, "Sesungguhnyn

tiada lain," adalah kata untuk membatasi. Pembatasan ini maksudnya

menetapkan hukum bagi yang disebutkan dan menegaskannya dari

selainnya.

Sabda beliau, "Membinasakan," mengandung dua kemungkinan

pengertian '. Pertama, maksudnya, kebinasaan agama. Atas pengertian

ini, kebinasaan agama terjadi secara langsung dari tindakan berlebih￾lebihan. sebab sekedar berbuat berlebih-lebihan sudah merupakan

kebinasaan agama. Kedua, kebinasaan fisik. Berdasar pengertian ini,

berlebihlebihan menjadi sebab kebinasaan. Jelasnya, bila mereka ber￾buat berlebih-lebihan niscaya mereka keluar dari ketaatan kepada Allah,

sehingga Allah membinasakan mereka.

Apakah pembatasan dalam sabda beliau, "Sebab sesungguhnyn tiada

lain perbuatan berlebih-Iebihan telah membinasnkan lrnng-lrang sebelum ka￾lian," hakiki atau idhafi (tambahan)? (Artinya, bila hakiki berarti tak ada

sebab kebinasaan selain ghuluw, sedang iika idhafi maka ghuluw hanya￾lah satu di antara banyak sebab kebinasaan, --penerj')

Jawabnya, jika dikatakan sebagai penyebab hakiki, timbul Persoa￾lan di sini. Sebab ada hadits lain yang menunjukkan bahwa Rasulullah

s menyebutkan sebab kebinasaan kepada perbuatan-perbuatan selain

ghuluw. Contohnya, sabda beliau, "sesungguhnya tiada lain orang-orang

sebelum kalian dibinnsaknn oleh (kebiassan) apabila ornng terhormnt di antnra

mereka mencuri mereka membiarkannya dan apabiln orang lemnh mencuri

mereka menegakkan hukum pndanya." Di sini ada dua pembatasan yang

berlawanan. Bila kita mengatakan, pembatasan ini hakiki dengan makna

tak ada kebinasaan selain disebabkan tindakan ini, muncul kontradiksi

antara kedua hadits di atas.Dan jika dikatakan, pembatasan tersebut idhnfi, yakni dengan me￾lihat perbuatan tertentu, maka tidak ada kontradiktif. Artinya, kedua

hadits tersebut diinterpretasikan dalam pengertian masing-masing

yang tidak bertentangan dengan hadits lain, agar tak ada kontradiktif

antara hadits-hadits Rasulullah S. Dengan begitu, pembatasan tersebut

bersifat idhafi. Sehingga kalimatnya berbunyi, "Perbuatan ghuluru telah

membinasakan orang-orang sebelum kalian." Pembatasan ini terkait

tindakan berlebih-lebihan dalam ibadah. Ini di hadits pertama. Sedang

hadits kedua, diartikan bahwa persoalan hukum telah membinasakan

orang-orang sebelum kalian. Yakni, manusia akan binasa apabila mem￾berlakukan hukum kepada rakyat jelatasaja, tidak kepada orang terhor￾mat.

Dalam hadits ini, Rasulullah $: mewanti-wanti umatnya dari per￾buatan ghuluw dan menunjukkan bukti bahwa itu merupakan sebab ke￾binasaan karena menyelisihi syariat dan karena telah membinasakan

umat-umat terdahulu.

Dari sini, dapat disimpulkan keharaman perbuatan ghuluw de￾ngan dua alasan : Pertama, peringatan Rasulullah H-E dari perbuatan

ini. Peringatan itu lebih dari sekedar larangan. Kedua, ghuluw merupa￾kan satu sebab dibinasakannya umat-umat seperti yang terjadi pada

orang-orang sebelum kita. Dan sesuatu yang menjadi sebab kebinasaan

hukumnya haram.58)

Bersikap ghuluw terhadap makam orang-orang shalih dapat me￾ngubahnya menjadi berhala yang disembah selain Allah. Artinya, hal

itu akan mengantarkan orang-orang yang berbuat ghuluw menyembah

makam-makam ini atau penghuninya. Ghuluzu adalah melampaui batas

dalam memuji atau mencaci, sedangkan maksudnya di sini adalah dalam

memuji. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, bahwa Ali bin Abu Thalib

berkata kepada Abu Hayyaj Al-Asadi, "Ketahuilah, aku mengutusmu

dengan apa yang Rasulullah $ telah mengutusku. Yakni, engkau tidak

menyisakan patung kecuali engkau menghancurkannya dan tidak pula

kubur yang ditinggikan kecuali engkau meratakannya." Dalam riwayat

lain, "Dan tidak pula gambar kecuali engkau menghapuskannya."

Kubur yang ditinggikan ialah kubur yang diistimewakan ketim￾bang kubur-kubur lain. Maka kubur ini harus diratakan suPaya sama

dengan yang lain, agar tidak dipersepsikan bahwa penghuni kubur ini

memiliki keistimewaary meskipun di suatu saat nanti. Sebab ini meniadi

media perbuatan ghuluw kepada penghuni kubur tersebut.

Perkataan penulis, "Orang-orang shalih," mencakup para nabi dan

wali. Bahkan iuga orang-orang di bawah level mereka.

Ungkapan "berhala-berhala" adalah segala yang didirikan untuk

disembah. Terkadang watsnnjuga disebul shannm.Dan shnnam sendiri be￾rarti patung replika. Jadi watsan memiliki arti yang lebih umum. Akan

tetapi, secara eksplisit, ucapan syaikh Utsaimin ini menunjukkan bahwa

segala yang disembah selain Allah disebut watsan, meskipun tidak ber￾wujud patung yang didirikan. Sebab terkadang memang tak ada patung

yang didirikan di atas kubur untuk disembah.

Ungkapan "Disembnh selain Allah" mencakup sesuatu yang disem￾bah secara independen atau disembah selain menyembah Allah. Sebab

yang wajib dilakukan dalam beribadah kepada Allah adalah menge￾sakan-Nya. Sehingga bila selain Allah disertakan dalam ibadah ini, itu

berarti ibadah kepada selain Atlah. Telah terbukti shahih dalam hadits

Qudsi, bahwa Allah berfirman, "Aku sekutr) yang paling tidak membutuhkan

kepada persekutunn, siapa melakukan amal ynng ia menyekutukttn Aku dengnn

selain-Ku dalam amnl itu, Aku rneninggalknnnyn dan sekutunya itu."sst Dalam

Al-Muwnththa', Mahk meriwayatkan bahwa Rasulullah ffiberdoa, "Ya

Allah, jangan jadikan kuburku berhnla yang disembnh. snngnt besar kemarshnn

Atlnh kepnda knum yang menjadiknn kubur nabi-nabi mereka sebagni masjid."

sabda beliau, "Yang menjndikan kubur nabi-nabi mereka sebngai mns￾jid." Yakni,mereka menjadikannya masjid, baik dengan mendirikan ba￾ngunan di atasnya maupun shalat di kuburan mereka. Jadi, shalat di

kuburan atau pun mendirikan masjid di atasnya termasuk perbuatan

menjadikan kubur itu sebagai masjid.oo)

Dalam riwayat Ibnu Jarir dengan sanadnya dari Sufyan, dari Man￾shur dan Mujahid tentang firman Allah, "Mnka npnkah patut kamu (hni

orang-orang musyrik) menganggap Al-Lntn dan AI-Llzza." (Ln Naim [53] :

19), berkata, "(Lata adalah seorang laki-laki) yang dulu biasa membuat

adonan sawiq untuk mereka. Orang itu pun mati, lalu mereka beribadah

di kuburnya."61)

Pada mulanya,Lala adalah seorang laki-laki yang biasa membuat￾kan makanan yang disebut sawiq untuk orang-orang yang menunaikan

haji. Ketika ia telah meninggal dunia, mereka mengagungkannya dan

beribadah di kuburnya. Kemudian mereka mengangkatnya sebagai se￾sembahan, Mereka membuat penamaan yang sama baginya selama

masih hidup dan sesudah mati. Yakni, asalnya dari kata lattns sawiq

(membuat adonan sawiq), kemudian mereka mengenangnya sebagai Tu￾han dari kata ilah.Ini sesuai bacaan tanpa tasydid (Al-Lata) yang lebih te￾pat daripada dengan tasydid (Al-Latta). Bacaan tanpa tasydid menguatkan

bahwa kata lata diambil dari kata ilah, sedangkan bacaan dengan tasy￾did menegaskan bahwa asalnya ia seorang laki-laki yang dengan suka

rela membuat adonan sawiq. Mereka berbuat berlebih-lebihan terhadap

kuburnya. Mereka mengatakan, "Orang ini dermawan. Ia dengan suka

rela membuatkan sawiq lalu memberikannya kepada jamaah haji." Ke￾mudian mereka menyembahnya. Sikap ghuluw terhadap kubur seseorang

telah mengubahnya menjadi berhala yang disembah selain Allah. Dalam

kisah ini, terdapat peringatan agar tidak bersikap ghuluw kepada kubur.

Oleh sebab itu, dilarang mengistimewakan kubur, mendirikanbangunan

dan memasang tulisan di atasnya karena khawatir terhadap tindakan

sangat berbahaya ini yang membuatnya disembah selain Allah.

Dulu, apabila Rasulullah S mengirimkan pasukan, beliau memer￾intahkan supaya mereka tidak membiarkan kubur yang ditinggikan

kecuali diratakan. Sebabnya, beliau tahu seiring perjalanan waktu akan

ada yang mengatakan, Andai kubur itu tak memiliki keistimewaan ten￾tu tak akan dibedakan dari kubur-kubur lain.'Jadi seyogianya, kubur￾kubur itu dibuat sama, tak perlu mengistimewakan salah satu dari yang

lain.

Perkataannya, "Sa'wiq," adalah sejenis makanan berasal dari biji

jewawut yang dipanaskan, kemudian ditumbuk,lalu dicampur dengan

kurma atau semisalnya. Setelah itu siap dimakan.62)

Perkataannya, "Lala adalah seorang laki-laki yang dulu biasa

membuat adonan sawiq untuk mereka. orang itu pun mati, lalu mereka

berdiam di kuburnya." Yakni, mereka menyembahnya dan menjadikan￾nya sebagai sesembahan tandingan Allah'

Di antara pelajaran yang dapat di ambil dari bahasan ini adalah

membangun masjid di atas kubur sudah dilakukan oleh generasi orang￾orang dahulu, dan juga didapati di dalam umat ini.63)Hurcum Tnwnsul DENGAN Don Onnxc

S u,qt-t Ft

ertawasul dengan doa orang shalih itu boleh. Sebab

dulu, Nabi €t sering didatangi oleh orang yang meminta

agar beliau menjadi perantara kepada Allah melalui doa.

Seorang laki-laki masuk ke masjid pada hari jumat saat Nabi H\ tengah

berkhutbah. Orang itu berkata, "Wahai Rasulullah, harta benda sudah

habis dan jalan-jalan terputus, maka berdoalah kepada Allah supaya

menurunkan hujan kepada kami." Lantas beliau berdoa untuk mereka.

Dan ketika Nabi g mengabarkan bahwa sebanyak 70 ribu jiwa dari

umat beliau akan masuk surga tanpa hisab dan adzab, Ukasyah berkata,

"Berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikanku di antara mereka."

Beliau bersabda, "Engknu termnsuk di nntnrn nrcrekn." Bukti-bukti masa￾lah ini banyak. Namun dikecualikan dari kebolehan ini apabila orang

shalih itu dikhawatirkan teperdaya dengan dirinya sendiri atau merasa

bangga. Maka tidak perlu meminta doa kepadanya.

Meski perbuatan tersebut dibolehkan, tidak sepantasnya seseorang

meminta orang lain mendoakan dirinya sebab ini termasuk permintaan

yang tercela. Sebaiknya Anda berdoa sendiri kepada Allah. Jangan men￾gatakan, "Wahai Fulan, doakan aku kepada Allah." Sedangkan apa yang

disebutkan dari Nabi #q, bahwa beliau bersabda kepada Umar, "lnngan

engknu hrpnknn knnti, unhni ndikku, dnri donnm," riwayat ini tidak benar.6a)HUTUVI BNNTNWASUL DENGAX AITZTEI SURI-IH

awasul dengan amal shalih itu boleh. Misalnya, suatu

amal shalih pernah diperbuat seseorang lalu ia mengu￾capkan, "Ya Allah, aku telah melakukan shalat, sedekah,

menahan diri dari perzinaan dan berbakti kepada kedua orang tua. Ya

Allah, jika aku melakukan semua itubenar-benar ikhlas karena Engkau,

hilangkanlah kesusahanku dan sembuhkanlah sakitku."

Berdoa seperti ini dibolehkan, bahkan termasuk perkara yang

disyariatkan, walaupun amal shalih itu berupa meninggalkan kemak￾siatan. sebab salah satu dari tiga orang yang terperangkap di dalam

gua karena batu besar menutup mulut gua bertawasul dengan mening￾galkan kemaksiatan. Ceritanya, ia memiliki saudari sePupu yang sangat

ia cintai.Ia telah merayutlya agar mau menyerahkan tubuhnya, namun

wanita itu enggan. Suatu ketika, gadis ini terlilit kesulitan dan terdesak

kebutuhan. Ia pun datang kepada saudara sepupunya ini dan dengan

terpaksa mempersilakannya menikmati tubuhnya. Saat lelaki ini sudah

berada dalam posisi seorang suami terhadap istrinya, wanita itu me￾ngucapkan, "Wahai hamba Allah, bertakwalah kepada Allah dan jangan

membuka penutup kecuali dengan haknya." sontak ia berdiri dan men￾inggalkan wanita yang paling ia cintai itu.Ia meninggalkannya karena

menjauhi keburukan dan bertakwa kepada Allah. Lantas ia bertawasul

dengan perbuatan meninggalkan maksiat ini. Ia sudah duduk dalam

posisi suami terhadap istrinya, namun belum menyetubuhinya. Dan ke￾tika wanita itu mengingatkannya kepada Allah dengan mengucapkan,

,,Bertakwalah kepada Allah dan jangan membuka penutup kecuali de￾ngan haknya," ia langsung berdiri meninggalkannya dan hanya takut

kepada Allah. Maka tindakan ini menjadi sebab hilangnya kesulitan

yang tengah dihadapi.65rS rurR

ihir, secara bahasa, adalah apa saja yang sebabnya tersem￾bunyi dan halus. Dari pengertian ini, penghujung malam

disebut waktu sahar. Sebab perbuatan-perbuatan yang di￾lakukan di waktu ini tidak terlihat. Demikian pula penamaan sahur

untuk hidangan makanan di penghujung malam, karena waktu itu be￾lum terang. Jadi segala sesuatu yang sebabnya tersamar, secara bahasa,

disebut sihir.

Sedangkan dalam terminologi syar'i, sihir ada dua macam : Per￾tama,jampi-jampi dan mantra. Yakni bacaan dan mantra yang menjadi

media ahli sihir dalam menggunakan Jasa' setan untuk menyakiti kor￾ban sesuai keinginannya. Akan tetapi Allah telah berfirman:

::r ii.iu, !: yt U ' 7:' :. e/ -* 3.lt-a. e-) "/e':

"Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya

kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah..." (Al-Baqarah [2] :

102)

Kedua, obat dan ramuan yang menimbulkan efek pada tubuh,

pikiran, keinginan dan kecenderungan korban. Anda melihatnya benci

dan suka. Inilah yang oleh masyarakat disebut guna-guna yang pop￾uler di bangsa Arab dengan istilah sharf dan'athf. Athf adalah guna-guna

terhadap kaum laki-laki. Para dukun membuat seseorang menyukai is￾trinya atau wanita lain hingga seperti hewan yang bisa digiring wanita

itu sesuka hatinya. Sharf adalah kebalikan dari itu; agar perempuan atau

istri takluk kepada suami.

Jenis sihir ini mempengaruhi kesehatan tubuh korban dengan

membuatnya lemah sedikit demi sedikit hingga akhirnya mati dan

mempengaruhi imajinasinya dengan mengkhayalkan berbagai hal ber￾beda dengan aslinya. Selain itu ia mempengaruhi akalnya hingga terka￾dang sampai menyebabkan gila. Kita berlindung kepada Allah.

Jadi hukum sihir terbagi menjadi dua : Pertama, syirik. Ini

macam sihir pertama yang terwujud dengan perantara setan. Tukang

sihir menyembah dan bertaqarub kepada setan agar memberi mereka

kekuatan mengguna-guna korban. Kedua, permusuhan dan kefasikan.

Ini jenis sihir kedua yang terjadi dengan perantara obat, ramuan dan

semacamnya.

Dengan klasifikasi yang disebutkan ini, kita sampai kepada satu

masalah krusial. Yakni, apakah ahli sihir itu kafir atau tidak? Dalam

perkara ini, ahlu ilmiberbeda pendapat. Sebagian mengatakan kafir dan

sebagian lain berpendapat tidak kafir. Namun melalui klasifikasi yang

kami sebutkan di atas, terlihat jelas hukum permasalahan ini. Siapa

yang sihirnya melalui perantara setan ia kafir, karena biasanya hal itu

tak terjadi kecuali dengan perbuatan syirik berdasarkan firman Allah,

"Dan mereka mengikuti apa yang dibncn oleh setnn-setan pada masa kerainnn

Sulsiman (dan mereka mengntaknn bahwn Sulniman itu mengerjnkan sihir), pn￾dahnl Sulaiman tidak kafir fuengeriakan sihir), hnnya setnn-setnn itulah ynng

kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajnrkan sihir kepnda manusia dnn apn

ynng diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dnn

Marut, sedang keduanyn titlnk mengajnrknn Gesuntd kepadn seorang pun se￾belum mengatakan, 'sesungguhnyn kami hanyn cobaan (bagimu), sebab itu jan￾ganlah kamu knfir'," sampai firman-Nya, "Dan mereka itu hhli sihir) tidak

memberi mudharat dengnn sihirnyn kepada seorang pun, kecuali dengan izin

Allnh. Dnn mereka mempelnjari sesuntu yang memberi mudhnrnt kepadnnyn

dsn tidsk memberi manfaat. Dnn sesungguhnyn merekn telah meyakini bahzua

barang siapa yang menukarnyn (kitab Allnh) dengnn sihir itu, tindalah bnginya

keuntungan di akhirat..." (Al-Baqarah [2] : 102). Siapa yang melakukan

sihir dengan menggunakan obat-obatan, ramuan dan semacamnya ia

tidak kafir, tapi terhitung bermaksiat dan sewenang-wenang.

Adapun hukuman mati bagi ahli sihir, bila sihirnya termasuk tin￾dakan kufur, ia dibunuh sebagai orang murtad. Kecuali ia bertaubat,

menurut pendapat diterimanya taubat ahli sihir. Dan inilah pendapat

yang benar. Sedangkan jika sihirnya tidak sampai kepada kekafiran, ia

dibunuh sebagai tindakan pencegahan. Artinya, ia dihukum mati un￾tuk mengantisipasi kejahatan dan kerusakan di muka bumi akibat ulah

mereka. Atas dasar ini, keputusan hukuman mati bagi ahli sihir dikem￾balikan kepada ijtihad imam. Namun nash-nash yang disebutkan pen￾gararrgt secara eksplisit, menunjukkan ahli sihir dibunuh bagaimanapun keadaannya.6o) Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah * bersabda,

"lnuhilah tujuh perknra yang membinasakan." Mereka bertanya, "Wahai

Rasulullah, apa sajakah itu?" Beliau menjawab :

t oi q o o 

t, 

i o.o,, t,o,-, 

, o ) t,, \ , t

L.)\ y\') _;q )1 ,;ur a',- 3lt _.".:J' J$')';.Jlj, ^1! -C]*:Jt

: t o, o o' 

t o'

.::,\.;iir -A, rui.i), ii Jl,':-r, JU Jti;

. o .l .r\:";11

" Menyekutuknn AIIah, sihir, membunuh jirua yang diharamkan Allah

ke cu ali d en g an hak, m akan r ib a, mem akan har t a an ak y at im, b er p alin g

di hari peperangon, dan menuduh zina wanita-wanita yang menjaga

kehormatan,yang tidak pernah teringat oleh merekn akan melakukan

perbuatan yang keji, dan yang beriman."67)

Sabda beliau, "lauhilah tujuh perkara ynng membinasakan..." Nabi S

adalah makhluk yang paling bersemangat memberi nasihat kepada se￾sama manusia. Segala sesuatu yang dapat mengancam agama maupun

dunia manusia, beliau peringatkan kepada mereka. Karenanya beliau

mengucapkan, "lauhilah." Kala ini mengandung makna lebih dari kata

tinggalkanlah'. Sebab ijtinab berarti engkau berada di satu sisi sedang

obyek berada di sisi yang lain. Ini mengharuskan berada jauh dari obyek

tersebut. Dan, "jauhilah" rnakswdnya, tinggalkanlah tetapi lebih dari se￾kedar meninggalkan. Sebab terkadang seseorang meninggalkan sesuatu

namun masih berada di dekatnya. Bila dikatakan, "ijtanibhu", artinya

tinggalkanlah disertai menjauhi.

Sabda beliau, "Tujuh perkara yang membinnsakan." Kalimat ini tidak

membatasi jumlahnya hanya tujuh perkara, sebab masih banyak perbua￾tan-perbuatan lain yang juga membinasakan. Hanya saja, adakalanya

Nabi # menyebutkan secara terbatas berbagai macam dan jenis, dan itu

tidak berarti menafikan keberadaan yang lainnya."6s)

Sabda beliau, "Dan sihir," artinya, termasuk perkara yang mem￾binasakan. Secara eksplisit, ucapan Nabi g, menunjukkan tak adaperbedaan antara sihir yang terjadi dengan perantara setan atau dengan

obat-obatan dan ramuan. Sebab jika sihir itu lewat perantara jin, sihir

macam ini tak dapat terlaksana kecuali dengan menyekutukan mereka

dengan Allah. sehingga perbuatan ini tergolong menyekutukan Allah.

Dan jika sihirnya selain itu, pun merupakan dosa besar. Sebab si￾hir tergolong tindak kriminal paling besar kepada manusia. sebab, sihir

dapat merusak kondisi agama dan dunia korban, membuatnya gelisah

hingga menjadi seperti binatang. Bahkan lebih buruk lagi. Pasalnya,

binatang memang diciptakan seperti ini sesuai tabiatnya. sedangkan

manusia, bila ia dipalingkan dari tabiat dan fitrahnya ia dihinggapi ke￾sempitan dan kegundahan yang kedahsyatannya hanya diketahui Rabb

para hamba. Oleh sebab ini, sihir menempati urutan kedua setelah syirik

kepada Allah.6e)

Dalam riwayat Jundub secara marfu', "Hnd (hukum pidana) bagi ahli

sihir adakth dipenggal dengnn pednng."zot

Perkataannya, "Hukuman bagi nhli sihir adnlnh dipenggal dengan pe￾dang" artinya hukumannva yang telah ditetapkan syariat. Secara kon￾tekstual, tukang sihir tidak kafir. Sebab hukuman had itu membersih￾kan dosa orang yang dikenai hukuman had. sementara bila orang kafir

dihukum mati karena murtad, hukuman ini tidak membersihkan do￾sa-dosanya. Ini dimaknai seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa

di antara jenis sihir ada yang tidak mengeluarkan manusia dari Islam.

Yakni sihir yang terjadi dengan obat-obatan dan ramuan yang membuat

benci atau suka dan semacamnya.

Sabda beliau, "Dipenggnl dengan pedang." Diriwayatkan, dalam

redaksi Arabnya, setelah huruf ba' adalah huruf ta' (dharbatun bis saif,

satu pukulan dengan pedang). Diriwayatkan pula, huruf ha' (dhnrbuhu

bis saif, dipukul dengan pedang). Keduanya sama-sama benar, tetapi re￾daksi pertama maknanya lebih tepat. Sebab kondisi kata yang indefinitif

dan menunjukkan tunggal, mengindikasikan bahwa pukulan tersebut

berupa satu pukulan yang kuat dan mematikan.Ini merupakan arti dari

eksekusi mati. Dan ini tidak bermakna, ia dipukul dengan sisi pedang

yang tidak tajam.zt)Dalam Shahih Al-Bukhnri, diriwayatkan dari Bujalah bin Abdah

bahwa ia berkata, "Umar bin Khaththab menulis surat yang berbunyi,

'Bunuhlah setiap tukang sihir laki-laki dan wanita'." Bujalah menga￾takan, "Lantas kami mengeksekusi mati tiga tukang s7hit."72)

Siapa saja yang keluar dari Islam dan menjadi kafir karena berbuat

sihir, ia dihukum mati dengan status murtad. Dan siapa yang perbuatan

sihirnya belum sampai mengeluarkannya dari Islam kepada kekafiran,

hukuman mati bagi dirinya masuk kategori hukuman untuk me￾ngantisipasi kejahatan yang akan ditimbulkan sesuai kebijakan imam

umat Islam.

Walhasil, ahli sihir wajib dibunuh, baik kita nyatakan mereka kafir

atau tidak. Sebab melalui guna-guna yang dilancarkan, mereka dapat

membuat sakit, mati dan memisahkan antara suami dan istri. Demikian

pula sebaliknya, terkadang mereka membuat seseorang berubah cinta,

merukunkan orang-orang yang bermusuhan dan menyalahgunakan si￾hir untuk meraih tujuan jahat. Sebab kadang-kadang, sebagian dari mere￾ka yang mengguna-guna seseorang agar mencintai dirinya sehingga ia

bisa melampiaskan keinginannya kepada orang itu, misalnya menggu￾na-guna seorang wanita untuk menodai kehormatannya. Juga lantaran

mereka itu sejatinya menebarkan kerusakan di muka bumi. Maka pihak

yang berwenang wajib menghukum mati mereka tanpa perlu diminta

bertaubat selama eksekusi ini untuk mengantisipasi bahaya dan kejaha￾tan mereka. Sebab hukum had itu, pelakunya tidak perlu diminta ber￾taubat. Kapan ia ditangkap, hukum had wajib diberlakukan padanya.T3)

Diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih dari Hafshah bahwa ia me￾merintahkan mengeksekusi mati budak wanitanya yang telah menyihir

dirinya. Lantas budak itu pun dibunuh.

Perkataan penulis,'Ahmad berkata,'Diriwayatkan dari tiga orang

sahabat Nabi &." Mereka adalah Umar, Hafshah dan Jundub Al-Khair.

Maksudnya, hukuman mati terhadap ahli sihir telah terbukti benar diri￾wayatkan dari tiga orang sahabat Nabi & itu. Dan pendapat bahwa ahli

sihir dihukum mati ini selaras dengan prinsip-prinsip syariat. Sebab

mereka berbuat kerusakan di muka bumi dan perbuatan mereka ini

merupakan yang paling berbahaya. Maka imam wajib memvonis matimereka dan tidak boleh menetapkan hukuman lain kepada mereka.

Pasalnya, orang-orang seperti mereka apabila dibiarkan saja pasti tin￾dakan rusak mereka tersebar di wilayah mereka dan wilayah lain. Na￾mun bila mereka dibunuh, masyarakat selamat dari kejahatan mereka

dan manusia jera melakukan praktik sihir.Ta)

Dapat disimpulkan dari perkataan, "Hukum had ahli sihir adalah

dipenggal dengan pedang," bahwa bila hukuman had ini telah diajukan

kepada imam kaum muslimin, pelakunya tidak diminta bertaubat tetapi

ia harus dibunuh bagaimana pun kondisinya. Adapun perbuatan kufur,

maka pelakunya diminta bertaubat.Ts)MEITZTPTRCAYAI DUI<UX

l-Kuhhan adalah bentuk jamak dari kahin (dukun). Kata

kahannh juga jamak dari kahin. Zaman dahulu, mereka

adalah orang-orang yang berada di tengah-tengah desa

bangsa Arab dan menjadi rujukan masyarakat yang mengalami masa￾lah. Setan-setan menjalin hubungan dengan mereka dan menyampaikan

berita peristiwa di langit kepada mereka. Setan-setan ini mencuri in￾formasi dari langit dan menyampaikannya kepada dukun. Kemudian

dukun membubuhinya dengan berita-berita bohong dan mengabarkan￾nya kepada masyarakat. Bila sesuatu yang ia ramalkan benar-benar ter￾jadi, orang-orang menganggapnya telah mengetahui perkara gaib, se￾hingga mereka merujuk kepadanya dalam setiap persoalan. Karenanya,

mereka menamainya al-kahanah lantaran dukun-dukun ini memberita￾hukan perkara yang akan terjadi pada masa mendatang. Mereka menga￾takan,'Akan terjadi perkara demikian dan demikian."

Namun perlu diketahui bahwa orang yang menginformasikan pe￾ristiwa yang dapat dideteksi dengan perhitungan ilmiah tidak termasuk

wilayah perdukunan. Sebab perkara-perkara yang dapat diketahui de￾ngan ilmu hisab, sama sekali bukan bagian perdukunan. Seperti bila

seseorang menginformasikan akan terjadi gerhana bulan atau matahari.

Ini tidak disebut perdukunan karena dapat dideteksi dengan ilmu hisab.

Seandainya seseorang mengabarkan bahwa matahari akan tenggelam

pada 20 derajat dari bintang libra tepat jam sekian, ini bukan termasuk

ilmu gaib. Sebagaimana pula bila para ahli mengatakan, "Di awal tahun

ini atau di tahun berikutnya akan tampak komet heli." Yakni sebuah

bintang dengan ekor panjang. Hal ini sama sekali bukan tergolong per￾dukunan, karena termasuk perkara yang dapat diketahui dengan ilmu

astronomi. Jadi segala sesuatu yang dapat diketahui dengan perhitu￾ngan ilmiah, maka informasi tentang sesuatu tersebut meskipun terjadi  T-

di masa akan datang tidak dikategorikan ilmu gaib dan tidak pula per￾dukunan.T6)

Muslim, dalam kitab Shahilrnya, meriwayatkan dari sebagian istri

Nabi * dari Nabi $ bahwa beliau bersabda :

t/ t

Lar ca-t"r.g ee f

t z'

e ;4)i

"Siapn yang mendatangi dukun dan menanyakan sesuatu kepadanya

lalu membenarkan apa yang ia ucapkan, shalatnya selnma 40 hari

tidak diterima."Ti)

Sabda belia u, " SiapL," adalah kata syarat. Kata ini bermakna umum'

Al-'Arraf adalah hiperbola dari kata 'arif (mengetahui), atau kata nisbnh

(penyandaran), berarti orang yang menisbatkan diri kepada profesi per￾dukunan.

Ada yang mengatakan bahwa al- arrnf adalah paranormal, yaitu

orang yang mengabarkan kejadian pada masa datang. Ada juga yang

mengatakan bahwa al- arraf adalah istilah umum yang mencakup

dukun, paranormal, ahli nujum, tukang ramal dan semacamnya yang

menggunakan ritual-ritual tertentu untuk mengetahui kegaiban. Pe￾ngertian ini lebih umum dan didukung asal kata tersebut. Sebab kata ini

merupakan derivasi dari kata al-ma'rifah (pengetahuan), sehingga meli￾puti semua orang yang mempraktekkan profesi-profesi ini dan menga￾ku mengetahuinya.

sabda beliau, "MenLtnyakan sesuatu kepadanya lalu mempercayai apa

yang ia ucapknn, shalntnya selama 40 hari tidak diterima." secata eksplisit,

sekedar bertanya kepada dukun berkonsekuensi tidak diterimanya sha￾lat selama 40 hari. Tapi ini tidak berlaku secara mutlak, sebab bertanya

kepada dukun atau semacamnya terbagi menjadi lima :

Pertama, sekedar bertanya kepadanya. Perbuatan ini diharamkan

berdasarkan sabda Nab i ffi , 

" Siapn y nng bertany a kep ada dukun." Penetapan

hukuman lantaran bertanya kepadanya menunjukkan keharaman Per￾


buatan ini, sebab tak ada hukuman kecuali disebabkan tindakan yang

haram.

Kedua,bertanya kepadanya lalu membenarkannya dan meyakini

ucapannya. Perbuatan ini menyebabkan kekafiran karena membenar￾kan dukun dalam mengetahui perkara gaib sama dengan mendustakan

Al-Quran. Sebab Allah telah berfirman :

"Katakanlah,'Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang me￾ngetahui perkara yang gnib, kecuali Allah'.." (An-Naml 1271 : 651

Ketiga, bertanya kepadanya untuk menguji, apakah ia benar atau

bohong, bukan untuk memPercayai ucapannya. Ini tidak mengapa dan

tidak termasuk dalam ancaman hadits di atas. Nabi M pernah bertanya

kepada Ibnu shayyad, beliau bersabda, "Apa yang aku sembunyikan dari￾mu?" Ia menjawab, "Asap." Beliau bersabda, "Enyahlah! Engkau tak akan

melampaui kemampuanmu." Nabi S menanyainya tentang sesuatu yang

beliau sembunyikan darinya dengan maksud mengujinya dan beliau

mengabarkan sejatinya.

Keempat,bertanya kepadanya untuk menyingkap kelemahan dan

kedustaannya. Yakni dengan mengujinya melalui perkara yang menam￾pakkan secara jelas kedustaan dan kelemahannya. Tindakan ini dianjur￾kan, dan terkadang menjadi wajib.

Tidak disangsikan, mementahkan ucapan dukun merupakan se￾buah tuntutan. Bahkan terkadang wajib. Jadi larangan bertanya kepada

dukun dalam hadits di atas tidak berlaku secara mutlak, tetapi perlu

diperinci sebagaimana telah dipaparkan sesuai yang ditunjukkan da￾lil-dalil syar'i yang lain. syaikhul Islam telah mengungkapkan bahwa

bangsa jin membantu manusia dalam beberapa hal. Dan para du