kun
memanfaatkan jin untuk memberikan kabar langit lalu mereka menambahinya dengan banyak kedustaan. Bantuan jin kepada manusia tidak
selalu diharamkan, tapi perkara ini sesuai kondisi. jin membantu manusia dalam beberapa perkara untuk keuntungan manusia yang bersangkutan. Bisa jadi jin memiliki kepentingan di dalamnya dan bisa pula
tidak, yakni ia membantunya karena dan untuk Allah semata'78)Sabda beliau, "shalntnya tidak diterimn selnma empat puluh hnri." Tidak diterima lantaran tak terpenuhinya suatu syarat atau adanya unsur
penghalang. Dalam dua kondisi ini tidak diterimanya shalat berarti tidak sah. Seperti bila Anda mengatakan, siapa yang shalat tanpa wudhu
shalatnya tidak diterima. Siapa yang shalat di tempat yang tidak ada
izin, Allah tak sudi menerima shalatnya, menurut orang yang berpendapat demikian.
Tetapi, jika tidak diterimanya itu tidak ada kaitannya dengan hilangnya suatu syarat atau adanya unsur penghalang, maka shalat yang
tidak diterima itu tidak selalu berarti tidak sah. Tetapi maksud shalat
yang tidak diterima tersebut adalah tidak diterima secara utuh. jelasnya,
amal tidak diterima secara sempurna yang menghasilkan keridhaan
dan pahala secara sempurna Pula.
Danbisa jadi pula maksudnya, dalam timbangan amal, keburukan
yang ia perbuat tersebut mengimbangi kebaikan yang ia lakukan sehingga menyebabkannya gugur. Dosanya sepadan dengan pahala kebaikan
itu. oleh karena ia tidak mendapat pahala dari amal baik itu, maka amal
tersebut seolah-olah tidak diterima, meskipun itu sudah mencukupi dan
membebaskan dari beban kewajiban. Tetapi pahala yang dihasilkannya
seimbang dengan keburukan sehingga tidak bernilai apa-apa. Sabda
Nabi M yang senada dengan makna tersebut adalah, "Siapn yang minum
khamr, shalatnyn tidak diterima selama 40lmri."
Sabda beliau, "Empnt puluh hnri," kita tidak mungkin mencari-cari
sebab penetapan jumlah hari ini.7e) Sabda beliau, "Lctlu membenarknnnyn,"
yakni menisbatkannya kepada kebenaran dan mengatakan, "Dukun itu
benar." Pembenaran berita berarti mengukuhkan dan memantapkannya.
Contohnya dengan mengatakan, "Berita ini benar dan terbukti."
Sabda beliau ,
"Apa ynng ia ucapkan." Kata mn meliputi segala ucapan
yang dikatakan dukun. Hingga sesuatu yang mungkin benar pun tidak
boleh dibenarkan, sebab kepada dasarnya mereka itu senang berdusta.
Dalam redaksi lain, beliau bersabda, "sungguh ia telnh knfir terhndap npa
yang diturunknn kepada Muhammndl' Yang diturunkan kepada Muhammad gE adalah Al-Quran dengan perantara Jibril. Allah berfitman, "Dansesungguhn4n AI-Quran inibensr-benar diturunkart oleh Rabb semesta alnm, diLt
dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (libril)." (Asy-Syuhra' 126l: 193)8'r)
Orang yang mempercayai dukun dalam persoalan pengetahuan
perkara gaib, padahal ia tahu hanya Allah yang mengetahuinya, maka
ia melakukan kekafiran besar yang mengeluarkan dari Islam. Dan jika
ia tidak tahu dan tidak meyakini Al-Quran mengandung kedustaan,
kekafirannya tidak mengeluarkan dari Islam (kufur nsglmr).6t)Nusyne.u
iriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah S ditanya tentang nusyrah, maka beliau bersabda, "ltu termnsuk perbuatan setan."8z) Nusyrah secara etimologi adalah bentukfu'lah
dari kata nasyr,yangberarti pemisahan. Sedang menurut istilah adalah
mengeluarkan pengaruh sihir dari korban. Diistilahkan demikian karena orang yang menguraikan pengaruh sihir dari korban berarti mengangkat, menghilangkan dan memisahkan pengaruh sihir tersebut.
Hukumnya tampak jelas dari uraian Pengarang, dan ini merupakan penjelasan paling baik. Tidak diragukan, menghilangkan pengaruh
sihir dari orang yang terkena sihir tergolong uPaya pengobatan dan
penyembuhan. Ada keutamaan besar bagi orang yang melakukannya
untuk mencari keridhaan Allah, dengan catatan masih dalam kategori
yang dibolehkan. Sebab sihir atau guna-guna menimbulkan efek negatif pada tubuh, pikiran dan jiwa korban. Ia juga membuat sempit dada
sehingga ia tidak suka selain pada orang yang karenanya guna-guna
itu dilancarkan. Terkadang sebaliknya, pengaruh sihir ini berupa gangguan psikis yang menyeba'bkan korban membenci orang yang digunagunai ini. Dan terkadang pula berupa gangguan pikiran. Jadi sihir itu
memiliki efek jahat pada tubuh, pikiran atau jiwa.
Huruf alif lam dalam kata "nusyrah" dalam redaksi hadits tersebut, merup akan 'ahdi dzihni (menunjukkan sesuatu yang telah diketahui). Yakni, nusyrah yang telah diketahui dan mereka praktekkan pada
masa jahiliyah. Ini salah satu cara dari berbagai cara menghilangkan
pengaruh sihir. Nusyrah sendiri ada dua macam : Pertama, nusyrah
dengan menggunakan bantuan setan. Bila kebutuhan memperoleh bantuan setan-setan ini tidak tercapai kecuali dengan ritual syirik, berarti nusyrah tersebut dihukumi syirik. Dan jika untuk memperolehnya
melalui media perbuatan maksiat yang tidak termasuk syirik, maka
nusyrah menyandang hukum kemaksiata n ifu. Ke dua, nusyrah dengansihir seperti menggunakan ramuan, mantra, jampi-jampi, tiupan dan
semacamnya. Nusyrah ini dihukumi seperti sihir sesuai penjelasan
yang telah diuraikan.
Contoh nusyrah jenis kedua yang dipraktekkan sebagian orang,
mereka meletakkan baskom berisi air di atas kepala orang yang terkena
guna-guna lalu mereka memasukkan timah ke dalam baskom ini. Mereka meyakini, wajah orang yang mengirimkan sihir terlihat di timah tersebut. Dengan begitu dapat diketahui siapa yang telah menyihirnya.
Imam Ahmad pernah ditanya tentang nusyrah, ia menjawab, "sebagian
orang membolehkannya." Lalu disampaikan padanya, "Orang-orang
memasukkan air dalam baskom lalu wajah orang yang menyihir terlihat
di dalamnya." Maka Imam Ahmad mengibaskan tangannya sembari
berkata, 'Aku tidak tahu apa itu, aku tidak tahu apa itu." Imam Ahmad
sepertinya tidak berpendapat terkait masalah ini dan tidak suka membahasnya lebih jauh.
Sabda beliau, "Termasuk perbuntan seton," yakni termasuk perbuatan yang diperintahkan dan diarahkan oleh setan. Pasalnya setan itu
memerintahkan tindakan keji dan menunjukkan kemunkaran kepada
orang-orang yang menurutinya. Kalimat ini sudah mewakili ungkapan
bahwa nusyrah itu haram. Bahkan, kalimat ini lebih tegas mengindikasikan keharamannya. Sebab penisbatan nusyrah kepada setan itu lebih transparan dalam menyatakan keburukan nusyrah. Hukum haram
yang ditunjukkan nash itu tidak terbatas pada kata 'pengharaman'atau
ketidakbolehan saja. Tapi bila hukuman dinyatakan timbul karena suatu
perbuatan, itu menjadi indikator keharaman perbuatan tersebut.63)
Diriwayatkan dari Hasan bahwa ia mengatakan, "Tidak ada orang
menguraikan sihir kecuali tukang sihir juga." Ibnul Qayyim berkata,
"Nusyrah adalah menguraikan sihir dari korban sihir.Ia ada dua macam
: Pertama, diuraikan dengan sihir sejenis. Inilah yang termasuk perbuatan setan, dan pernyataan Hasan di atas dimaknai dengan pengertian
ini. Di sini, orang yang mengobati dan yang diobati menuruti kemauan
setan, sehingga setan menyudahi kejahatannya pada orang yang terkena sihir itu. Kedua, nusyrah dengan ruqyah syar'iyah, doa-doa perlindungan, obat-obatan dan doa-doa yang dibolehkan. Nusyrah jenis ini
dibolehkan.Apa pun yang membahayakan itu diharamkan. Dalam persoalan
bahaya sihir, Allah berfirman, "...Dnn mereka mempelajari sesuntu yang
berbnhaya bngi merekn dnn tidnk memberi manfaat...." (Al-Baqarah [2] :102).
Namun, mengobati sihir dengan sihir bila bermanfaat tidak dilarang.
Inilah pemahaman yang tampak jelas dari ungkapan yang diriwayatkan
dari Ibnu Musayyib. Dan pendapat inilah yang diambil sejawat-sejawat
kami dari kalangan fuqaha'. Mereka mengatakan, "Boleh menguraikan
sihir dengan sihir dalam kondisi darurat." Sementara itu sebagian ahlu
ilmi berpendapaL, tidak boleh menguraikan sihir dengan sihir. Dan mereka menafsirkan riwayat dari Ibnu Musayyib di atas bahwa maksudnya tindakan yang tidak diketahui statusnya, apakah sihir atau bukan?
Adapun bila diketahui bahwa tindakan itu sihir, maka tidak halal memanfaatkannya sebagai penawar gangguan sihir. W all nhu a' I am.ga)TRTHNWUN (MENCRPU NNSIB DENGAN
BunuNc)
ecara etimologi, tathayyur adalah mashdar dari kata kerja tathayyara.Istilah ini sebenarnya diambil dari kata athlhair (brtrung). Sebab orang-orang Arab suka meramalkan kesialan
atau keberuntungan melalui burung-burung dengan cara yang sudah
populer di kalangan mereka. Yakni dengan melepaskan burung, lalu
dilihat ke mana burung itu terbang, ke kanan atau ke kiri, atau yang
semisalnya. Jika burung terbang ke arah kanan yang dipercaya sebagai
pertanda kebaikan, orang yang bersangkutan melanjutkan rencananya.
Namun jika burung terbang ke arah kiri yang diyakini sebagai alamat
sial.Ia pun membatalkan niatnya.
Secara terminologi, tathayyur adalah meramalkan kesialan dengan
sesuatu yang dilihat atau didengar. Masalah ini tergolong langka, sebab
biasanya pengertian bahasa lebih luas daripada pengertian secara istilah. Pasalnya, pengertian secara istilah memasukkan syarat-sy arat pada
kata yang membuat pengertiannya lebih terbatas. Contohnya, shalat.
Secara bahasa berarti doa, sedang dalam istilah lebih khusus dari doa.
Demikian pula zakat dan lainnya. Jika Anda mau, silahkan mengatakan
bahwa tathayyur adalah meramalkan kesialan dengan sesuatu yang dilihat, didengar atau diketahui. Sesuatu yang dilihat contohnya, seandainya seseorang melihat seekor burung lalu menganggaPnya sebagai pertanda kesialan karena bentuk burung itu jelek. Sesuatu yang didengar
contohnya, ada orang hendak mengerjakan sesuatu lalu ia mendengar
seseorang berkata pada yang lain, 'Hai orang yang merugi, hai orang
yang gagal'. Lantas ia menganggapnya sebagai pertanda kesialan. Dan
sesuatu yang diketahui seperti meramalkan kesialan dengan hari, bulan
atau tahun. Ini tidak bisa dilihat dan tidak dapat didengar.
Penting diketahui, tathayyur itu kontradiksi dengan tauhid. Titik
kontradiksinya pada dua sisi : Pertama, orang yang bertathayyur telah memutus tawakalnya kepada Allah dan bersandar pada selain-Nya.
Kedua, ia bergantung pada sesuatu yang tidak ada hakikatnya. Sebaliknya, hanya ilusi dan khayalanbelaka. Apa korelasi antara perkara ini (hari,
bulary burung dan semisalnya) dan peristiwayangmenimpa dirinya? Tak
diragukan, kepercayaan ini menodai tauhid. Sebab tauhid adalah beribadah dan memohon pertolongan kepada Allah semata. Allah berfirmary
"Hanya Engkaulah ynng kami sembah dan hanyn kepnda Engknulah knmi mohon
pertolongan." (Al-Fatihah [1] : 5). Firman-Nya, "...Makn sembahlnh Dia, dnn
ber taw akallah kep ada-Ny a. . ." (Hud, [11] : 123).
Jadi tathayyur itu haram dan bertolak belakang dengan tauhid,
sebagaimana sudah dijelaskan. Orang yang melakukan tathayyur tak
lepas dari dua keadaan: Pertama, membatalkan rencana, menuruti tathayyur dan meninggalkan pekerjaan. Ini bentuk tathayyur yang paling besar dosanya. Kedua, terus melanjutkan rencana, tetapi dengan
diliputi perasaan gundah, was-was dan khawatir. Takut kalau apa yang
ditathayyurkan benar-benar menimpa. Ini dosanya lebih ringan. Namun kedua bentuk ini sama-sama mengurangi nilai tauhid dan membahayakan akidah hamba. Yang benar, lanjutkan apayanghendak Anda
kerjakan dengan lapang dada, tanpa beban, bersandar pada Allah, serta
jangan berburuk sangka kepada-Nya.85) Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ffi bersabda :
"Tidak ada penularan, tak ada tathayyur, tak ada burung gagak, dan
tak ada bulan Shafar."86) Muslim menambahkan dalam riwayatnya, "Tak ada bintang dan tak ada ghaul (hantu;."ttr
Sabda beliau, "Tidak ada penularan." Penularan adalah perpindahan
penyakit dari penderita kepada orang yang masih sehat. Selain terjadi
dalam penyakit-penyakit fisik, penularan juga terjadi dalam penyakitpenyakit moral. Karenanya, Rasulullah ffi memberitahukan bahwa teman duduk yang buruk itu seperti pandai besi. Bisa jadi ia membakar
bajumu atau engkau mencium bau tak sedap darinya. Jadi sabda beliau,"Tidnk ada perutlnran," ini meliputi penyakit fisik dan nonfisik. Meskipun
lebih konkret terkait penyakit fisik.E8)
Sabda beliau, "Dan tnk ndn tothayyur." Kata thiyarah adalah isim mctsdar dari kata kerja tnthayynrn, sebab mnsdarnya tathnyyur. Seperti kata
khiynrah (pitihan) isim mnsdnr dari kata kerja ikhtara (memilih), Allah
berfirman, "Dsn tidakknh pntut bagi laki-laki yang mukmin dan tidnk (pula)
bagi perem1suln yong muktnin, npnbiln Allnh dan Rasul-Nyn telah menetapknn
suatu ketetapnn, akan adn bagi merekn pilihan fuang lain) tentang urusan mereka..." (Al-Ahzab [33] : 36). Artinya, mereka tidak berhak memilih selain
perkara yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.8r)
Masih dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas berkata, Rasulullah g! bersabda ,
"Tak ada penularnn dan tak ada tnthayyur, dan aku senang
dengan optimisme." Mereka bertanya, 'Apakah optimisme itu?" Beliau
menjawab, "Ucapan yang baik."
Sabda beliau (dalam redaksi Arab), "Wa yt(jibuni al-fa'lu." Artinya,
sikap optimis membuatku senang. Dan sikap optimis ini telah beliau
jelaskan melalui sabda beliau, "Ucnpan ynngbLtik." Jadi ucapan yang baik
itu disenangi Rasulullah &, sebab ia mampu merasukkan kebahagiaan
dan kegembiraan dalam jiwa serta tekad terus maju meraih apa yang diinginkan.Inibukan termasuk tathayyur, melainkan sesuatu yang memberi motivasi. Sebab ucapan ini tak menyurutkan niatannya, sebaliknya
semakin membuatnya tenang dan bersemangat.eo)
Diriwayatkan dari Ibnu Mas ud secara marfu' bahwa Rasulullah
g! bersabda, "Tathayyur itu merttpakan kesyirikan, tathayyur itu merupnkan
kesyirikan." Tiada seorang pun di antara kita melainkan punya sifat itu,
akan tetapi Altah menghilangkannya dengan tawakal.el)
Sabda beliau, "syirik," maksudnya tathayyur itu merupakan salah
satu bentuk kesyirikan, bukan satu-satunya tindakan syirik. Bila tidak
demikian, pasti beliau menyebutkan kata syirik secara definitif. Apabila
seseorang bertathayyur dengan sesuatu yang dilihat atau didengarnya, iatidak dianggap melakukan kesyirikan yang mengeluarkan dari agama.
Tapi ia berbuat syirik lantaran meyakini sebab yang tidak Allah jadikan
sebagai sebab. Perbuatan ini melemahkan tawakal kepada Allah dan merapuhkan tekad. Karenanya, perbuatan tersebut dianggap syirik dari aspek ini. Kaidahnya berbunyi bahwa setiap manusia yang bersandar kepada satu sebab yang oleh syariat tidak dianggap sebagai sebab, berarti ia
melakukan perbuatan syirik kecil.
Ini satu bentuk menyekutukan Allah, baik dalam membuat syariat baru jika sebab ini berupa syariat maupun dalam menakdirkan bila
sebab ini berupa perkara alamiah. Akan tetapi seandainya orang yang
meramal keburukan dengan tathayyur ini meyakinibahwa sesuatu yang
dijadikan media tathayyur itu mampu memberikan efek kesialan secara
sendirinya, tanpa campur tangan Allah, ia telah melakukan kesyirikan
besar. Sebabnya, ia telah mengangkat sekutubagi Allah dalam membuat
dan menciptakan.e2)
Dalam riwayat Ahmad dari hadits Ibnu Amr, "Siapa yang ditnhan
oleh tathayyur dari hnjatnyn sungguh ia telah berbuat syirik." Mereka bertanya, "Lantas apa kaffarahnya?" Beliau bersabda, "Engkau mengucapkan :
-t -to. 't' 3-eCl )- t
"Ya AIIah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan yang bernsal dari-Mu,
Tidak ada kesialan kecuali kesialan yang berasal dari-Mu (yang telah
Engkau tetapkan). Tidak ada ilah (yang berhak diibadahi) selain Engkau."
Sabda beliau, "Sungguh ia telah berbuat syirik," yakni syirik besar
bila ia mempercayai barang yang diyakini sebagai pertanda kesialan
tersebut memunculkan keburukan dengan sendirinya. Dan jika ia mempercayainya sebagai penyebab saja, berarti syirik kecil. Kami telah menyebutkan satu kaidah yang bermanfaat dalam masalah ini, yakni setiap
orang yang meyakini sesuatu sebagai sebab padahal tak terbukti secara
hukum alam atau menurut syariat Islambahwa sesuatu itu adalah sebab,
berarti perbuatan syiriknya adalah syirik kecil. Pasalnya, kita tak berhak
menetapkan sesuatu sebagai sebab kecuali bila Allah telah menjadikan-
nya sebagai sebab baik kauni atau syar'i' Sebab syar'i seperti membaca
Al-Quran dan doa' '"^J*gtut
sebab kauni'
MrNcRnu Nnslg DrNcnN BINTANG
\-Tanjim adalah mashdar dari kata najjamn. Artinya, belajar
ilmu perbintangan atau meyakini pengaruh bintang. Ilmu
perbintangan ada dua macam : Pertama, ilmu nujum atau
metafisika, yaitu ilmu perbintangan yang berkaitan dengan pengaruh
bintang terhadap peristiwa di alam semesta. Kedua, ilmu astronomi,
yaitu ilmu membicarakan perpindahan bintang-bintang dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menentukan arah.
Pertama, ilmu nujum terbagi menjadi tiga: Pertama, meyakini
bahwa bintang-bintang memberikan pengaruh aktif terhadap sesuatu.
Artinya, bintang-bintang itulah yang menciptakan berbagai peristiwa
dan malapetaka. Keyakinan ini syirik besar, sebab siapa mengakui ada
pencipta selainAllah ia telah melakukan syirikbesar. Dan orang ini telah
menjadikan makhluk yang tunduk sebagai pencipta yang menundukkan.
Kedua, menjadikan bintang-bintang sebagai media untuk mengetahui
perkara gaib. Orang yang berbuat seperti ini menggunakan pergerakan,
perpindahan dan perubahan bintang sebagai pertanda akan terjadinya
suatu peristiwa. Misalnya, ia mengatakan, "Orang ini akan menjalani
hidup sengsara karena ia lahir berzodiak ini atau orang itu hidupnya
akan bahagia karena ia lahir berzodiak itu." Orang ini memperalat ilmu
perbintangan untuk menyampaikan bahwa ia mengetahui perkara gaib.
Padahal, pengakuan mengetahui perkara gaib adalah satu tindakan
kufur yang mengeluarkan dari agama. Allah berfirman, "Katakanlah,
'Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang
gaib, kecuali Allah..." (An-Naml l27l z 65). Kalimat pembatasan dalam ayat
ini termasuk yang paling tegas, karena dengan menggunakan peniadaan dan penetapan sekaligus. Maka jika ada seseorang mengklaim
mengetahui kegaiban berarti ia telah mendustakan Al-Quran. Ketiga,
meyakini bintang sebagai sebab munculnya kebaikan atau keburukan.
Artinya, bila terjadi suatu peristiwa langsung dikaitkan dengan bintangdan ini tidak dilakukan kecuali setelah peristiwa terjadi. Perbuatan ini
syirik kecil.ea)
Kedua, ilmu astronomi terbagi menjadi dua: Pertama, menjadlkan
perjalanan bintang sebagai petunjuk untuk masalah-masalah agama.
Ini diperlukan, bahkan bila ilmu ini membantu dalam melaksanakan
masalah-masalah agama yang wajrb, maka hukum mempelajarinya pun
wajib. Misalnya, bila kaum muslimin ingin mengetahui arah kiblat dengan melihat letak bintang tertentu. Contoh praktisnya, bintang A di
sepertiga malam terletak di arah kiblat, bintang B di seperempat malam
berada di arah kiblat. Jadi ilmu ini memiliki manfaat yang besar. Kedua, menjadikan perjalanan bintang sebagai petunjuk masalah-masalah
duniawi, seperti untuk menentukan arah mata angin dan musim. Ini
tidak mengapa.es)
Diriwayatkan dari Abu Musa bahwa ia berkata, "Rasulullah ffi
bersabda :
iU i slt &u t "At ,i ,a;r\ r.;-:! i ittu
4t.
"Tiga orang tidak masuk surga, yakni; pecandu khamer, pemutus silaturahmi dan orang yang membenarkan tihir.t's6)
Sabda beliau, "Dan orang ynng membenarknn sihir." Penalarannya,
karena ilmu nujum merupakan salah satu bentuk sihir, maka barang
siapa membenarkan ilmu nujum, ia telah membenarkan satu jenis sihir. Dan telah disebutkan hadits bahwa siapa mempelajari satu bagian
ilmu nujum ia telah mempelajari satu jenis sihir. Orang yang membenarkannya, yakni membenarkan apa yang diucapkan ahli nujum, misalnya bila ahli nujum mengatakan, 'Akan terjadi peristiwa demikian...,"
ia mempercayainya, maka ia tidak masuk surga. Sebab ia mempercayai
selain Allah mengetahui perkara gaib. Padahal Allah telah berfirmary
"Katnkanlah, "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetnhui
perkara yang gnib, kecuali Allah..." (An-Naml l27l:6il.en
Rrvn
dla riya' dalam bahasa Arab adalah masdar katakerja ra'l,
yura'i. Yakni mengerjakan sesuatu agar dilihat oleh orang
lain. Riya' juga disebut mura'ah, sebagaimana dikatakan
iahnda, yujahidu, mujnhadah. Termasuk kategori riya', orang yang melakukan suatu amal supaya didengar oleh orang lain, orang ini disebut
musamml. Dalam hadits, Nabi M bersabda :
tt
'-. , a / .i. o. * o11 --- -"1.- l, o, illt 6rt', 'L_Lt)
"Siapn memperlihatkan amalnya maka Allah akan memperlihatkan
(aibnya) dan siapa memperdengarknn nmalnya, maka Allah akan
memp er dengarkan (keburukanny a) ."
Riya' merupakan akhlak tercela dan termasuk sifat orang-orang
munafik. Allah berfirman, "...Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan mnlns. Mereka bermnksud riyn' (dengan shalat) di hadnpnn
manusia. Dan tidnklah mereka menyebut nnma Allah kecuali sedikit seknli.
(An-Nisa' I4l: 142).
Ada dua poin yang penting dibicarakan terkait riya'ini. Pertama,
hukum riya'. Riya' termasuk syirik kecil sebab pelakunya meniatkan
ibadah untuk selain Allah. Namun, riya'bisa pula mencapai tingkatan
syirik besar. Ibnul Qayyim pernah memberikan contoh syirik kecil, ia
mengatakan, "Misalnya sedikit tiya'." Ini menunjukkan bahwa riya'
yang banyak bisa mencapai syirik besar. Kedua, hukum ibadah bila tercampuri riya'. Terdapat tiga bentuk berkaitan dengan poin kedua ini :
(1) Motivasi dasar mengerjakan ibadah adalah agar dilihat oleh orang
lain. Seperti orang yang shalat supaya diperhatikan orang lain dan tidak meniatkannya untuk Allah. Ini tindakan syirik dan ibadah tersebut batal. (2) Riya' mencampuri ibadah saat sedang mengerjakan ibadah
tersebut. Artinya, motivasi awal melakukan ibadah adalah ikhlas karena Allah, kemudian riya' muncul di tengah-tengah pengerjaan ibadah
ini. |ika bagian akhir ibadah ini tidak bergantung pada bagian awalnya,
maka dalam kondisi bagaimana pun bagian awalnya benar dan bagian
akhirnya batil.e8)Dan, (3) riya'muncul setelah ibadah dilakukan. Ini tak
mempengaruhi ibadah sama sekali, kecuali bila mengandung tindakan
sewenang-wenang seperti mengungkit-ungkit sedekah dan menyakiti
perasaan si penerima. Dosa perbuatan sewenang-wenang ini menyamai
pahala sedekah, sehingga menggugurkannya. Ini berdasarkan firman
Allah, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahaln) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima)..." (Al-Baqarah l2l z 26 4').
Dan tidak tergolong perbuatan riya' orang yang senang manusia
mengetahui ibadahnya, sebab perasaan ini datang setelah usai mengerjakan ibadah. Bukan pula termasuk riya'bila seseorang gembira dengan
amal ketaatan yang ia kerjakan, bahkan ini termasuk bukti keimanan.
Nabi g bersabda :
"Siapa yang kebaikan-kebaikannya menggetnbirakan dirinya dnn keburukan-keburuknnnya membuatnya sedih, maka itu lrang berimrtrn."
Dan Nabi $ pernah ditanya tentang kegembiraan tersebut, beliau
menjawab, "ltu kebahagiaan seorang mukmin ynng disegernkan."ss) Allah berfirman, "Kntakanlah, 'Sesungguhnya aku ini hnnyn seorang mnnusia seperti
knmu, yang diwahyukan kepadaku, 'Bnhwa sesungguhnya Ilnh kamu itu adalnh
llahYang Esa; Barangsiapa mengharap perjumpann dengan Rnbbnya makn hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan jangnnlah ia menyekutukan seornng
pun dnlamberibadnhkepada Rabbnya." (Al-Kahfi [18] : 110).
Dalil dari ayat ini adalah, riya' tergolong syirik sehingga masuk
dalam tindakan yang dilarang. Diriwayatkan dari Abu Hurairah secara
marfu'bahwa Nabi S bersabda, 'Allah Ta'alaberfirman :
'Aku sekutu yang paling tidak membutuhkan persekutuan. Siapa
yang mengerjakan amal yang ia menyekutukan Aku dengan selainKu dalam amal itu, Aku tinggalkan ia dan persekutltannya/ ."100Artinya, bila sebagian orang tidak perlu bersekutu dengan yang
lain, maka Allah paling tidak membutuhkan persekutuan. Jadi, Allah
enggan menerima amal yang mengandung persekutuan selamanya. Dia
tidak menerima selain amal yang dikerjakan murni karena-Nya semata.
Allah-lah satu-satunya pencipta, lantas bagaimana Anda memberikan
suatu hak-Nya kepada selain-Nya? Jelas ini bukan tindakan adil. Karenanya Allah berfirman mengisahkan ucapan Luqman, "...Sesungguhnya
menyekutukan (Allah) ndnlah benar-benar kezhaliman yang besar." (Luqman
[31] :13).
Allahlah yang menciptakan dan membentuk secara sempurna,
lengkap dengan segala kebutuhanmu dan memberi apa yang engkau
perlukan, kemudian engkau berpaling dan memberikan suatu hak-Nya
kepada yang lain. Tak diragukan, ini tindakan zhalim yang paling biadab.
Firman-Nya, "Amal," adalah kata indefinitif dalam kalimat syarat
sehingga maknanya sangat luas. Artinya mengerjakan amal berupa shalat, puasa, haji, jihad atau selainnya.
Firman-Nya, "Aku meninggalkannya dan persekutuannya," artinya,
Allah tidak memberinya pahala amal yang ia sekutukan itu. Syirik jenis
ini bisa mencapai tingkat kekafiran, sehingga Allah meninggalkan seluruh amal si pelaku. Sebab syirik itu menghapuskan amal bila seseorang
mati dalam keadaan musyrik. Sedang maksud persekutuannya' adalah
amal yang ia persekutukary bukan sesuatu yang disekutukan dengan
Allah. Sebab sesuatu yang disekutukan dengan Allah terkadang tidak
ditinggalkan oleh Allah, seperti orang yang menyekutukan nabi dan
wali. Allah tidak meninggalkan nabi dan wali tersebut.1o1)
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa perbuatan riya' itu
haram dilakukan. Sebab ditinggalkannya seseorang beserta amalnya,
yang berarti tidak diterima oleh Allah, maka ini menunjukkan kemurkaan Allah. Segala yang mengundang kemarahan Allah itu diharamkan.
Diriwayatkan dari Abu Sa'id secara marfu'bahwa Rasulullah ffi
bersabda, "Maukah kalian aku beri tnhu apa yang lebih nku takutkan menimpn diri kalian daripada AI-Masih Daljal?" Mereka menjawab, "Ya." Beliaumentawab, "Yakni, syirik yang tersembunyi. Seseorang berdiri shnlnt, Inlu ia
meffiperbagus shalntny a knrena melihat diperhatiknn seseorang."102)
Sabda beliau, "Ynng lebih aku takutkan menimpa kalian," yakni lebih
dikhawatirkan Rasulullah ffi. Sebab, saking sayangnya pada umaf beliau mengkhawatirkan semua cobaan menimpa mereka. Cobaan yang
paling dahsyat di mukabumi adalah Al-Masih Dajjal. Namun demikian,
kekhawatiran Nabi # terhadap syirik yang tersembunyi ini lebih besar
daripada kekhawatiran beliau terhadap bahaya Dajjal. Hal ini karena
sangat sulit menyelamatkan diri dari syirik ini. Oleh sebab itu, sebagian
salaf mengatakan, 'Aku tidak memaksa diriku untuk meraih sesuatu
sebesar yang aku lakukan dalam meraih keikhlasan'" Nabi ffi bersabda,
"Manusia paling beruntung dengan syafoatku adalah lrang yang mengntakan,
la ilaha illallah, dengan ikhlas dari hatinyn." Tak cukup sekedar mengucaPkan, tapi harus dengan ikhlas dan diiringi amal sebagai bukti penghambaan diri manusia pada Allah.lo3)
Sabda beliau, "syirikyang tersembunyi." Syirik ada dua macam, yakni syirik yang tersembunyi (khaft) dan syirik yang tampak (jali). Syirik
yang tampak berupa perkataan, seperti sumpah dengan selain Allah,
ucapan'Berkat kehendak Allah dan kehendakmu', atau berupa perbuatan seperti membungkukkan tubuh untuk menghormat kepada selain
Allah. Syirik yang tersembunyi adalah syirik yang berada di hati, sePerti riya'. Disebut demikian karena ia tidak tampak. Sebab tak ada yang
mengetahui isi hati seseorang selain Allah. syirik ini juga dinamakan
syirik rahasia. Inilah yang diterangkan Allah melalui firman-Nya, "Pada
hnri ditampnkkan segala rahasia." (Ath-Thariq t86l : 9). Sebab perhitungan
pada hari kiamat kelak diberlakukan pada isi hati atau niat seseorang.
Allah berfirman, "Maka dia tidnk mengetahui npabila dibangkitkan apa yang
sdn di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dnda." (Al-Adiyat
[100] : 9-10).
Dalam hadits shahih tentang orang yang memerintahkan kebaikan namun ia tidak mengerjakannya dan melarang kemunkaran
tapi ia malah melakukannya, disebutkan ia nanti, "Dilemparkanke dnlam
neraka sampai isi perutnya berhamburan kelunr, ia berputar-putar seperti keledni berjalnn memutari penggilingan. Penghuni neraka mengerumuninya IaIumenanyainya. Ia menjawab bahwa dulu ia memerintnhknn kebaiknn namun
tidak melakukan dan melarang kemungkarnn tapi justru melakuknnnya."
Sabda beliau, " Seseorang berdiri shalat,lalu in memperbagus shalatnya."
Dalam hal ini, laki-laki dan wanita sama saja. Penyebutan kata ar-raful (seorang laki-laki) secara khusus di hadits ini dinamakan mafhumul
Inqab.Maknanya, hukum dikaitkan dengan yang lebih menonjol, bukan
untuk mengistimewakannya namun sebagai contoh saja.
Sabda beliau, "Karena melihat diperhatikan oleh orang Inin." Inllah alasan memperbagus shalat. Ia memperindah shalatnya agar dilihat orang
tersebut sehingga ia memujinya dengan kata-kata dan memuliakannya
dengan hati. Ini perbuatan syirik.lo+rMEr-rcrHKAN AL-QnnN, RASUL ArAU
STsuRTu YANG MENCRNDUNG DZII<IR
KEPADA AlINu
@z0k""a melecehkan di sini adalah mengolok-olok sesuatu
.^ / l// yang mengandung dzikrullah seperti hukum-hukum sya-
\Y/ I riat, atau menjelek-jelekkan Al-Quran dan utusan Allah.
Ar-Rasul di judul tersebut adalah isim jenis sehingga mencakup seluruh
rasul Allah, dan maksudnya bukan Muhammad ffi saja. Jadi nlif lam tersebut menunjukkan jenis, bukan definitif.
Ungkapan penulis dalam judul, "Melecehkan," yakni mengejek dan
menertawakannya dengan sendau gurau, bukan dengan sungguh-sungguh. Siapa menertawakan Allah, ayat-ayat kauniyah atau syariat-Nya,
atau rasul-rasul-Nya maka ia kafir. Sebab melecehkan hal-hal tersebut
sangat kontradiktif dengan keimanan. Bagaimana mungkin seseorang
mengejek dan menertawakan sesuatu yang diimaninya? Orang yang mengimani sesuatu harus mengagungkannya, dan dalam hatinya mesti ada
penghormatan yang layak disandang oleh sesuatu tersebut.
Kekafiran itu ada dua; kafir penolakan dan kafir penentangan.
Orang yang menertawakan ini masuk dalam kategori kedua. Ia lebih
buruk daripada orang yang sujud kepada berhala saja. Dan masalah ini
sangat berbahaya. Boleh jadi satu ucapan mampu menimpakan petaka
besar pada pelakunya, bahkan kebinasaan, sementara ia tak sadar. Terkadang seseorang mengeluarkan ucapan yang dimurkai Allah dan tak
sedikit pun ia menganggapnya berbahaya. Akibatnya ia masuk neraka
karena ucapan tersebut.
Orang yang mendiskreditkan shalat meskipun hanya shalat sunnah, atau zakal, puasa, atau haji, sesuai kesepakatan kaum muslimin,
maka ia telah kafir. Demikian pula orang vang melecehkan ayat-ayat
Allah di alam semesta, misalnya, dengan mengatakary'Adanya panas
di musim dingin adalah satu kebodohan" atau 'Adanya hawa dingin
di musim panas adalah satu kebodohan." Ini tindakan kekafiran yang
mengeluarkan dari agama. Sebab semua perbuatan Allah itu ada hikmahyang terkadang kita belum mampu mencernanya. Bahkan kita memang
tak sanggup mencernanya.
Kemudian ketahuilah, ulama berbeda pendapat terkait orang yang
mencaci Allah, rasul, atau kitab-Nya, apakah taubatnya diterima atau
tidak. Ada dua pendapat dalam hal ini : Pertama, taubat mereka tidak
diterima. Pendapat inilah yang populer di kalangan mazhab Hambali.
Maka orang itu dibunuh sebagai orang kafir, sehingga tak perlu dishalatkan, tak perlu didoakan agar mendapat rahmat, dan dikubur di tempat
yang terpisah dari makam kaum muslimin. Walaupun seandainya ia
mengatakan telah taubat atau mengaku keliru. Sebab mereka berpendapat, kemurtadan akibat mencaci Allah, rasul atau kitab-Nya merupakan
urusan yang sangat besar hingga taubat tak lagi berguna. Kedua, sebagian ulama berpandangan, taubatnya diterima apabila kita mengetahui
ketulusan taubatnya kepada Allah. Ia mengakui telah bertindak salah
dan ia kembali mengakui sifat-sifat keagungan yang pantas bagi Allah.
Hal ini berdasarkan keumuman dalil-dalil yang menunjukkan diterimanya taubat. Seperti firman Allah, "Katakanlah, 'Hai hamba-hamba-Ku ynng
melampnuibatas terhadap diri mereka sendiri, janganlahkamu terputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosn-dosa seffiuanya, Sesungguhnya Din-lah Yang Maha Pengampun lngi Maha Penyayang." (Az-Zwar
[39] :53).
Di antara orang-orang kafir ada yang mencaci maki Allah, namun
taubat mereka tetap diterima. Pendapat kedua inilah yang benar. Hanya
saja orang yang mencaci Rasulullah ffi taubatnya diterima namun ia dihukum mati, berbeda dengan orang yang mencaci Allah di mana taubatnya diterima dan ia tidak dibunuh. Bukan lantaran hak Allah setingkat di bawah hak Rasulullah M. Tapi karena Allah telah memberi tahu
kita bahwa Dia memaafkan tindak pelanggaran terhadap hak-Nya bila
hamba bertaubat kepada-Nya, dengan menyatakan bahwa Dia berkenan
mengampuni semua dosa.
Adapun pencaci Rasulullah ffi, terdapat dua aspek berkaitan dengan diri beliau : Pertama, aspek syar'i sebagai utusan Allah. Dari sisi
ini, taubat orang yang mencaci beliau diterima. Kedua, aspek pribadi dalam kapasitas beliau sebagai salah satu utusan Allah. Dari sisi ini, pencaci Nabi s wajib dihukum mati demi membela hak kehormatan beliau.
Orang ini dieksekusi setelah bertaubat sebagai orang muslim. Maka bila
telah dieksekusi, kita wajib memandikan, mengafani, menshalatkan danmengebumikannya di makam kaum muslimin. Ini pendapat pilihan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.Tentang masalah ini, ia telah menulis
sebuah buku berjudul Ash-Sharimul Maslul fi Hukmi Qatli Sabbir Rasul
atau Ash-Sharimul Maslul 'ala Syatimir Rasul. Orang itu tetap dibunuh
meskipun sudah bertaubat lantaran ia telah melecehkan kehormatan
Rasulullah M. Demikian pula seandainya seseorang menuduh beliau
berzina, ia wajib dibunuh dan tidak cukup dihukum dera.
Bila ditanyakan, bukankah terbukti ada riwayat shahih bahwa seseorang mencaci Rasulullah ffi namun beliau memaafkan dan melepaskannya? jawabnya, hal itu memang benar. Tapi itu terjadi semasa hidup
beliau dan beliau sendiri yang menggugurkan hak beliau. Adapun setelah beliau wafat, kita tidak tahu apakah beliau memaafkan atau tidak.
Maka kita melaksanakan apa yang menurut syariat wajib dilakukan terkait orang yang mencaci diri beliau.
Bila ditanyakan, bukankah adanya kemungkinan beliau memaafkan atau tidak memaafkan mengharuskan bersikap tnzaaqquf Jawabnya,
ini tidak mewajibkan tazuaqquf sebab kerusakan sudah muncul akibat cacian ini, sedangkan hilangnya konsekuensi cacian ini tidak bisa diketahui secara jelas. Sebaliknya, kerusakan akibat cacian itu tetap ada bila
tidak dilaksanakan hukuman mati.
Jika masih ada yang belum menerima pendapat ini dan mengatakan, bukankah pada umumnya Rasulullah ffi memaafkan orang yang
mencaci beliau? Itu benar. Boleh jadi semasa hidup bila Rasulullah ffi memaafkan, terdapat maslahat yang didapat dan hal itu bisa melunakkan
hati. Sebagaimana beliau mengetahui oknum-oknum munafik namun
beliau tidak membunuh mereka agar orang-orang tidak membicarakan bahwa Muhammad ffi tega membunuh sahabatnya sendiri. Tapi di
zarrrar. sekarang ini, bila kita mengetahui seseorang jelas-jelas sebagai
munafik, kita harus membunuhnya. Ibnul Qayyim berkata, "Tidak dibunuhnya orang yang telah terbukti sebagai munafik hanya berlaku di
masa hidup Rasulullah ffisaja!'
Dan jika knmu tanyakan kepada merekn (tentang tpa yang mereka lakukan itu), tentu merekn okan menjawab, " Sesunggtrhnya kami hanya
bersenda gurau dnnbermain-main saja." Katakanlah, "Apokah dengan
Allah, ayat-nyat-Nyo dan Rasul-Nya knmu selalu berolok-olok? " " (AtTaubah [9] :65)
Firman Allah "Dan jikakamu tanyaknnkepada merekn," ditujukan kepada Nabi ffi. Artinya, bila engkau menanyai orang-orang yang bersendau gurau dengan cara mengolok-olok Allah, kitab-Nya, rasul-Nya dan
para sahabat.lOs)Firman-Nya, "Tentu merekn nknn menjawnb," yakni orangorang yang ditanya. Firman-Nya, "Sexrngguhnya kami hanyn bersenda
gurau dan bermain-mnin snja." Kami tak memiliki niat apa-apa. Kami sekedar bergurau dan bermain-main. Kata al-ln'bl (bermain-main) itu dilakukan dengan tujuan mengejek. Sedang nl-khnudh (bergurau) adalah
ucapan ngelantur tanpa kendali. Pengertian ini bila kedua kata tersebut
dikaitkan dengan perkataan. Bila tidak, maka kata, "Bersenda gurau,"
berhubungan dengan ucapan, sedangkan kata "bermain-main" dengan
anggota badan.
Firman-Nya, "Sesungguhnya kami hnnya bersendau gurau." Kata innama adalah kata pembatasan. Artinya, tiadalah kondisi dan keadaan
kami melainkan kami bergurau dan berkelakar saja (baca; tak serius).
Firman-Nya, "Katnkanlah, "Apaknh dengnn Allah, nyalaynt-Nyn dnn RnstilN y a kamu s eI nlu m e ngolok- olok? " Pertanyaan ini menunjukkan pengingkaran sekaligus keheranan. Artinya, ditunjukkan pengingkaran terhadap
perbuatan mereka yang mengolok-olok perkara-perkara yang agung tersebut dan diperlihatkan keheranan bagaimana kebenaran bisa dijadikan
bahan ejekan.
Firman-Nya, "Apakah dengan Allah," yakni Dzat dan sifat-sifat-Nya.
Firman-Nya, "Dan aynt-nyat-Nya." Bentuk tunggal dari ayat. Meliputi
ayat-ayat syar'iyah seperti mengolok-olok Al-Quran, misalnya dengan
mengatakan,'Ini dongeng orang-orang dahulu." Kita berlindung kepada
Allah. Atau mengolok-olok salah satu hukum syariat seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Ia juga meliputi ayaf-ayat kauniyah seperti mengejek
apayangAllah takdirkan, misalnya dengan nada mengejek dan mencibir mengucapkan, bagaimana hal ini muncul di waktu ini? Bagaimana
buah ini keluar dari sesuatu ini? Bagaimana sesuatu yang membahayakan dan dapat membunuh manusia ini diciptakan? Firman-Nya, "Dan
rasul-Nya," maksudnya di ayat ini adalah Muhammad S.
Firman Allah Ta'ala :
6t,1,k,*rt"fi ir:s * \:'rr:t s
q: i-";J\;e#:\'6y
"Kalian tidak perlu minta maaf . Karena kamu kafir sesudah beriman.
likn Kami memaalkan segolongan darikalian, niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah lrang-orang
yang selalu berbuat dosa." (At-Taubah [9] : 66)
Firman Allah, "Kalian tidak perlu minta maaf." Maksud larangan
ini untuk membuat putus asa. Artinya, laranglah mereka minta maaf
untuk membuat mereka putus harapan akan diterimanya permintaan
maaf mereka."
Firman-Nya, "Karena kamu kafir sesudah beriman." Yakni dengan
perbuatan mengolok-olok itu. Mereka ini pada awalnya memang bukan
orang-orang munafik tulen. Mereka sebenarnya orang-orang mukmin.
Tetapi iman mereka lemah, karenanya tidak mampu mencegah diri mereka mengolok-olok Allah, ayat-ayalNya dan rasul-Nya.
Firman-Nya, "lika Kami memaaftan segolongan dari kalian, niscaya
Knmi aknn mengadznb golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah oranglrang yang selalu berbuat dost." Firman-Nya, "lika Kami memaafkan," kata
ganti orang pertama jamak ini menunjukkan pengagungan. Maksudnya, Allah. Terkait firman Allah, "Segolongan darikalian," sebagian ulama
mengatakan, "Mereka ini hadir dan ada di antara orang-orang yang mengolok-olok dan tidak menyukai tindakan tersebut. Tapi mereka mengakrabi sehingga diberi hukum sama lantaran duduk mendengar ejekan
itu. Namun kesalahan mereka lebih ringan mengingat adanya kebencian
dalam hati mereka pada tindakan itu. Oleh sebab ini, Allah memaafkan
dan menunjuki mereka pada keimanary dan mereka pun bertaubat.
Kalimat, "Kami akan mengadzab golonganyanglain," merupakan jawaban syarat. Artinya, kami tidak mungkin memaafkan semuanya. Tapi
jika kami memaafkan sekelompok, pasti kami menyiksa yang lainnya.Huruf ba' pada firman Alah, "Disebabkan mereka adnlah orang-orang yang
selalu berbuat dosa," menunjukkan sebab. Artinya, disebabkan mereka
berbuat dosa dengan ejekan itu sementara mereka sendiri telah memiliki
dosa, kita berlindung pada Allah, maka tidak mungkin mereka dibimbing pada taubat sehingga kesalahan mereka dimaafkan.
Mengacu pada pengertian ini, mengolok-olok Allah, ayat-ayat dan
rasul-Nya termasuk tindak kekafiran paling besar, dengan dalil kalimat
pertanyaan retoris dan kecaman keras di atas. Bahwa mengejek Allah,
ayat-ayal dan rasul-Nya merupakan tindakan pendiskreditan dan keburukan paling besar, berdasarkan firman Allah, "Apakah dengan Allah,
ayat-ayat-Nya,..," Pengedepanan obyek di awal kalimat dalam ayat tersebut menunjukkan pembatasan, seolah-olah tak ada obyek selain kalian
mengolok-olok ketiga hal ini. Selanjutnya orang yang mengolok-olok
Allah itu kafir berdasarkan firman-Nya, "...Tidak usah kamu minta maaf
karena kamu kafir sesudah beriman...//106)
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Muhammad bin Ka'ab, Zaid bin
Aslam dan Qatadah -masing-masing riwayat saling melengkapibahwa dalam peristiwa perang Tabuk, seorang laki-laki mengatakan,
"Kami tidak melihat orang-orang yang paling tamak, paling pandai
berdusta dan paling pengecut ketika bertemu musuh selain seperti para
qurra' kita." Maksudnya adalah Rasulullah & dan para sahabat beliau
yang ahli Al-Quran). Maka Auf bin Malik menyanggahnya, "Engkau
dusta. Bahkan engkau seorang munafik. Sungguh aku akan mengadukan kepada Rasulullah ig:." Auf segera pergi ke Rasulullah S untuk
melapor, tapi ternyata wahyu telah mendahuluinya. Lantas orang itu
datang ke Rasulullah ffi yang telah mulai berjalan dengan mengendarai
unta.Ia berkata, "Wahai Rasulullah, kami hanya bergurau dan melakukan obrolan di tengah rombongan untuk menghilangkan letihnya perjalanan." Ibnu Umar berkata, 'Aku masih ingat ia bergelantungan di
tali kendali unta Rasulullah ffi dan batu-batu mengenai kedua kakinya, sembari mengucapkan, "Sesungguhnya kami hanya bergurau dan
bermain-main." Lantas Rasulullah ffi bersabda, "...Apakah dengnn Allah,
ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu mengolok-olok? Tidak usah knmu
minta maaf, karena kamu kofir sesudah berimnn..." (At-Taubah [9] : 65-65).
Beliau tidak menoleh kepadanya dan tidak pula mengeluarkan kalimat
lain.107) Jadi, siapa yang menjadikan salah satu dari hal-hal ini sebagai
bahan gurauan, ia kafir.LARANGAN BE RANDAI-ANDAI
erandai-andai yang biasanya menggunakan kata'seandainya' memiliki beberapa maksud : Pertama, untuk berpaling dari hukum Islam. Berandai-andai dengan tujuan ini
diharamkan. Allah berf irman, " S e andainy a m e r eka mengikuti kit a, t entul ah
mereka tidak terbunuh." (Ali 'Imran [3] : 168). Ayat ini berkaitan dengan
perang Uhud. Yakni manakala Abdullahbin Ubaybersama sekitar sepertiga pasukan muslimin, di pertengahan jalan, balik pulang ke Madinah.
Lalu ketika sebanyak 70 pasukan muslimin gugur syahid, orang-orang
munafik tersebut mengkritik keputusan Rasulullah ffi danberkafa,"Seandainya mereka mematuhi kita dan kembali pulang sebagaimana kita
pasti mereka tidak terbunuh. Pendapat kami lebih tepat daripada rencana Muhammad." Perbuatan ini haram, bahkan sampai pada tingkat
kekafiran.
Kedua,untuk mengingkari takdir. Ini juga haram. Allah berfirman,
"Hai ornng-lrang yang periman, janganlah kalian seperti orang-orang kafir
(orang-orang munafik) itu, yang mengataknn kepada saudarn-saudara mereka
apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang,
'Kalau mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak
dibunuh'." (Ali 'Imran [3] : 156). Maksudnya, seandainya mereka tetap
berada di Madinah, tidak keluar untuk berperang. Mereka mengingkari
takdir Allah.
Ketiga, untuk mengungkapkan penyesalan dan keluh kesah. Ini
juga diharamkan. Sebab segala sesuatu yang membukakan pintu penyesalan dilarang. Alasannya, karena penyesalan hanya membuat seseorang
bersedih dan tertekan, padahal Allah menghendaki kita selalu gembira
dan bahagia. Rasulullah M bersabda ;
"Antusiaslah padn apa yang memberimu manfaat dan mintnlah toIong pada Allah, serta jangan lemah. lika sesuatu menimpnmu, jangan mengucapkan, 'Senndainya aku melakukan demikian pasti hasilnya demikian" . Sebab 'senndninya' itu membuka perbuatan setan."
Contohnya, seseorang memutuskan membeli sesuatu yang ia yakini akan memberi keuntungan, tapi ternyata ia malah rugi. Lalu ia mengatakan, "Seandainya aku tidak membelinya tentu aku tidak rugi." Ini
bentuk penyesalan dan keluh kesah. Hal ini kerap terjadi, padahal telah
dilarang.
Keempat, untuk menggunakan takdir sebagai alasan pembenaran
maksiat. Seperti perkataan orang-orang musyrik, "...Seandainya AIIah
me nghen daki, nis c ny a k ami d an b ap ak-b ap ak kami t i d nk meny ekutuknn-Ny a..."
(Al-Anhm [6] : 1,48). "...Seandninyn AllahYang Maha Pemurah menghendaki,
tentulah knmi tidnk menyembah mereka (malaiknt)...." (Az-Zukhruf [43] : 20).
Perkataan seperti ini tidak dibenarkan.
Kelim a, untuk mengungkapkan angan-angan. Hukumnya sesuai
tergantung pada apa yang diangan-angankan, jika baik maka boleh dan
jika buruk maka tidakboleh. Dalam hadits Nabi s: tentang kisah empat
orang yang salah seorang dari mereka berkata, "Seandainya aku memiliki harta pasti aku beramal (kebaikan) seperti amal si Fulan." Orang
ini mengangan-angankan kebaikan. Orang kedua berkata, "Seandainya
aku memiliki harta pasti aku berbuat (keburukan) seperti perbuatan si
Fulan". Orang ini mencita-citakan keburukan. Maka Nabi M bersabda
tentang orang pertama, "Ia (mendapat pahala) dengan niatnya itu. Pahala keduanya sama." Dan tentang orang kedua, "Ia (berdosa) dengan
niatnya itu, maka dosa keduanya sama."
Keenam, dipergunakan dalam kalimat berita murni. Berandai-andai seperti ini dibolehkan. Contohnya, seandainya aku mengikuti pelajaran pasti aku mendapat manfaat. Termasuk pemakaian ini adalah
sabda Rasulullah Mi, "Seandainya aku mengetahui akibat urusanku di depan
yang baru aku ketahui di belaknng, nku tidak akan menggiring binntang kurbnn dan pnsti aku tahallul bersnma kalinn." Di sini Nabi M mengabarkan,
sekiranya beliau mengetahui bahwa perkara ini (penyesalan sahabat
berhaji tamattu') akan terjadi di antara para sahabat, beliau tidak akan
menggiring binatang kurban dan pasti bertahallul. Pengertian ini yang
tampak pada saya. Namun sebagian orang mengatakary "Ungkapan ini
termasuk angan-angan. Seolah-olah beliau mengucapkan, 'Andai sajaaku bisa mengetahui perkaraku di depan yang baru aku ketahui di belakang sehingga aku tidak menggiring binatang kurban." Tetapi secara
eksplisit, ungkapan ini menunjukkan bahwa beliau memberitahukan
hal di atas ketika beliau melihat penyesalan tersebut dari sebagian sahabat. Dan Nabi M tidak mengangan-angankan sesuatu yang Allah telah
menakdirkan sebaliknya.lo8)
Diriwayatkan dalam Ash-Shahih dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ffi bersabda ,"Antusiaslah pada apa yang memberimu manfaat dnn mintalah tolong pada Allah, serta jangan lemnh. lika sesuntu menimpamu, jangnn
mengucapkan, "seandainyn aku melakukan demikian pnsti hasilnyn demikinn."
Akan tetapi kntakan, "Allah telah menakdirkan, dnn apn yang Dia kehendnki
Dia lakukan." Sebnb, 'seandainya' itu membuka perbuntan setan."
Sabda beliau, "lika sesuatu menimpamu." Yakni, sesuatu yang tidak
engkau sukai dan tidak diinginkan, serta sesuatu yang menjadi kendala
tercapainya tujuan baikmu yang engkau telah mulai menempuh uPayanya.loe)
Sabda beliau, "Sesungguhnya'seandainyn' itu membuka perbuatan se'
t an" . Kata lau (seandainya) dalam kalimat ini kedudukannya seb agai isim
innn danmaksudnya adalah pengucapannya. Artinya, pengucapan kata
ini membuka perbuatan setan. Perbuatan setan adalah sesal, duka dan
sedih yang dimasukkan oleh setan ke dalam hati manusia. Setan menyukai hal seperti ini. Allah berfirman, "Sesungguhnya pembicnrsan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita,
sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudharnt sedikit pun kepada mereka,
kecuali dengan izin Allah..." (Al-Mujadilah [58] : 10). Bahkan dalam tidur
pun, setan memperlihatkan mimpi-mimpi menakutkan pada manusia
guna memperkeruh kejernihan hidupnya dan mengganggu pikirannya.
Sehingga, dalam kondisi seperti itu, ia tak dapat konsentrasi beribadah
sebagaimana mestinya.llo)HARAMNYA MENCUCAPKAN, .YA ALLAH,
STSuNCGUHNYA AKU TINRT MEVTOHON
KTpRoR-Mu UNTUrc MENOIAK TAKDIR
AKAN Trrepr AKu MErrztrNre KrpRon-Mu
KILTAAgUTAN DI DALAMNYA
'Ya Allah, sesungguhnya aku tidak memohon kepada-Mu untuk
menolak takdir, akan tetapi aku meminta kepada-Mu kelembutan di
dalamnya,' adalah doa yang diharamkan dan tidak boleh dipanjatkan.
Hal ini karena doa bisa menolak takdir, sebagaimana disebutkan dalam
hadits, "Tiada yang dnpat menolak takdir kecuali doa." Selain itu, orang yang
berdoa seperti itu seolah-olah menantang Allah dengan mengucapkan
'Tetapkanlah sekehendak-Mu akan tetapi berlemah lembutlah."
Dalam berdoa, semestinya manusia itu memanjatkan permohonan
secara tegas dan mengucapkan, "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu,
kasihanilah aku," "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari adzabMu," dan semisalnya. Adapun bila ia mengucapkan,'Aku tidak memohon-Mu agar mengubah takdir," apa gunanya berdoa bila engkau tidak
meminta-Nya mengubah takdir? Padahal doa itu untuk menolak takdir.
Allah telah menetapkan takdir dan Dia menciptakan sebab yang dapat
menghalangi ketetapan tersebut, salah satunya adalah doa. Intinya, doa
semacam itu tidak diperkenankan dan siapa pun wajib menjauhinya,
serta menasihati orang yang ia dengar berdoa dengan doa ini supaya
tidak mengulanginya lagi.lrt)MTNDTRTKAN MASITD DI ArAS KUnUn
iriwayatkan dari Aisyah bahwa ia menuturkan, "Ketika Nabi M sakit, salah satu istri beliau menyebutkan
sebuah gereja yang ia lihat di negeri Habasyah. Istri tersebut adalah Mariyah. Ummu Salamah dan Ummu Habibah pernah
melawat ke negeri Habsyah, lantas keduanya menceritakan keindahan
gerejanya dan gambar-gambar yang menghiasinya. Maka Rasulullah ffi
mengangkat kepala dan bersabda, "Mereka (Nasrani) itu; bila seorang shalih meninggal dunia, mereka membangun masjid di atas kuburnya kemudian
mereka menggambar lukisan-lukisan tersebut di dalam masjid. Mereka ini seburuk-burukmakhluk di sisi Allah." Hadits ini mengandung pelajaran bahwa
mendirikan masjid di atas kubur diharamkan dan itu termasuk perbuatan makhluk Allah yang paling buruk.112)
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa ia berkata, "Rasulullah ffi bersabda saat sakit yang membuat beliau tidak bisa bangkit, "Allah melaknat
orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka telah menjadikan kubur-kubur nabi
mereka sebagai masjid'." Aisyah menambahkan, 'Andai bukan karena khawatir terhadap tindakan tersebut, niscaya makam Rasulullah ffi ditinggikan. Hanya saja dikhawatirkan makam beliau dijadikan masjid."
Ungkapan Aisyah, "Dalam sakit yang membuat beliau tidak bisa
bangkit," artinya sakit yang beliau tidak sembuh darinya. Yakni sakit
yang mengantarkan beliau wafat. Sabda beliau, "Allah melaknat," yakni
menjauhkan dari rahmat-Nya. Allah mengutus para rasul untuk merealisasikan tauhid dan ibadah kepada Allah, serta ketergantungan hati
kepada-Nya semata dalam bentuk cinta, pengagungan, harapan dan
rasa takut. Berangkat dari itu semua, utusan yang paling baik sekaligus penutup bagi para nabi, Muhammad ffi, sangat antusias menjaga
tujuan tersebut dan memperingatkan tindakan syirik, dengan berbagai
media dan jembatannya. Dalam hadits ini, Aisyah mengabarkanbahwa
dalam sakit terakhir, beliau bersabda, "AIIah melaknat orang-lrang Yahudidnn Nasrani." Beliau mendoakan mereka atau sekedar memberitahukan
bahwa Allah melaknat mereka karena menjadikan makam para nabi
sebagai tempat ibadah. Rasulullah g menyabdakannya guna memperingatkan umat terhadap perbuatan mereka itu. Dan Aisyah menginformasikan, beliau mengeluarkan sabda tersebut dalam sakit yang
mengantarkan beliau wafat, guna menjelaskan betapa besar perhatian
Nabi * dalam melindungi tauhid dan bahwa hukum ini tidak dihapus. Dengan demikian, mestinya tidak ada seorang pun yang berasumsi, barangkali itu di awal periode Islam ketika manusia masih baru
meninggalkan masa kesyirikan. Aisyah mengatakan, seandainya tidak
dikhawatirkan makam beliau dijadikan masjid, makam beliau pasti ditampakkan sehingga nampak jelas atau beliau dikebumikan di Baqi'
bersama para sahabat. Hanya saja para sahabat takut kubur beliau dijadikan masjid, lantas mereka memakamkan beliau di rumah Aisyah.
Ada beberapa pelajaran yang dapat diambil dari hadits ini: Pertama,laknat terhadap orang yang menjadikan kubur sebagai masjid.
Kedua, menjadikan kubur sebagai masjid termasuk dosa besar. Ketiga,
keinginan dan keseriusan besar Nabi & dalam menjaga tauhid serta
perhatian beliau pada masalah itu. Keempat, hikmah dibalik tidak ditampakkannya makan Nabi ffi adalah adanya kekhawatiran makam beliau dijadikan masjid.113)KturnmAAN It-tvtu
lah telah memuji ilmu dan orang-orang yang berilmu.
Allah mendorong hamba-hamba-Nya agar menuntut
dan membekali diri dengan ilmu. Demikian pula dengan
sunnah yang suci. Ilmu adalah amal shalih paling utama, di samping
merupakan ibadah yang paling baik dan mulia di antara ibadah-ibadah
tathawwu' lainnya. Sebab menuntut ilmu merupakan salah satu bentuk
konkret jihad fi sabilillah. Agama Allah hanya bisa tegak dengan dua
pilar:pertama, ilmu dan argumen. Kedua, Perang dan tombak (senjata).
Kedua unsur ini harus ada, sebab agama Allah tidak mungkin tegak
dan jaya selain dengan keduanya. Namun unsur pertama harus diupayakan terlebih dulu sebelum menginjak unsur kedua. Karenanya, Nabi
& tidak pernah menyerang suatu kaum sebelum dakwah Islam sampai
kepada mereka. Artinya, ilmu dulu baru perang.
Allah berfirman:
.:,.,it,.,,'.'c11 t,.- /,t 7--/ "a^-r-: tFti 5t\, ;-\->--; a-,4; ' 72 -' 11--L i:l .Ul'. t /- /t -ai \:-:9 q.A '/l /JV
!
:i: -i)
" Ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan suiud
dan berdiri, sedang in takut terhadap (adzab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabbnya..." (Az-Zsrnar [39] : 9)
Pertanyaan di sini harus ada pembandingnya. Yakni, apakah orang
yang beribadah di waktu-waktu malam dan siang itu sama dengan
orang yang tidak seperti itu? Bagian kedua ini dibuang dan tidak disebutkan karena telah diketahui dengan jelas. Jadi apakah sama antara
orang yang beribadah di waktu malam dengan bersujud dan berdiri
dalam keadaan takut adzab akhirat dan mengharap rahmat Rabb dan
orang yang takabur dari menaati Allah? Jawabnya, "Jelas tidak sama."
Kemudiary orang yang senantiasa beribadah dengan mengharap
pahala Allah dan takut siksa akhirat ini, apakah ia melakukannya berdasarkan ilmu atau tanpa ilmu? Jawabnya, "Berdasarkan ilmu." Oleh
karena itu selanjutnya Allah berfirman, ",..Katakanlah, 'Adaknh sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?' Sesungguhnya orang ynng berakallah ynng dapat menerima pelajaran." (Az-Zumar [39] : 9). Tidaklah sama antara orang berilmu dan orang tidak berilmu, sebagaimana orang hidup tidak sama dengan orang mati, orang
yang bisa mendengar dengan orang yang tuli, orang yang bisa melihat
dengan orang yang buta.
Ilmu adalah cahaya yang dapat membimbing manusia dan mengeluarkannya dari kegelapan menuju terangbenderang. Dan lantaran ilmu,
Allah ber