Rabu, 08 Januari 2025

halal haram menurut islam 3

 


kun

memanfaatkan jin untuk memberikan kabar langit lalu mereka menam￾bahinya dengan banyak kedustaan. Bantuan jin kepada manusia tidak

selalu diharamkan, tapi perkara ini sesuai kondisi. jin membantu manu￾sia dalam beberapa perkara untuk keuntungan manusia yang bersang￾kutan. Bisa jadi jin memiliki kepentingan di dalamnya dan bisa pula

tidak, yakni ia membantunya karena dan untuk Allah semata'78)Sabda beliau, "shalntnya tidak diterimn selnma empat puluh hnri." Ti￾dak diterima lantaran tak terpenuhinya suatu syarat atau adanya unsur

penghalang. Dalam dua kondisi ini tidak diterimanya shalat berarti ti￾dak sah. Seperti bila Anda mengatakan, siapa yang shalat tanpa wudhu

shalatnya tidak diterima. Siapa yang shalat di tempat yang tidak ada

izin, Allah tak sudi menerima shalatnya, menurut orang yang berpen￾dapat demikian.

Tetapi, jika tidak diterimanya itu tidak ada kaitannya dengan hi￾langnya suatu syarat atau adanya unsur penghalang, maka shalat yang

tidak diterima itu tidak selalu berarti tidak sah. Tetapi maksud shalat

yang tidak diterima tersebut adalah tidak diterima secara utuh. jelasnya,

amal tidak diterima secara sempurna yang menghasilkan keridhaan

dan pahala secara sempurna Pula.

Danbisa jadi pula maksudnya, dalam timbangan amal, keburukan

yang ia perbuat tersebut mengimbangi kebaikan yang ia lakukan sehing￾ga menyebabkannya gugur. Dosanya sepadan dengan pahala kebaikan

itu. oleh karena ia tidak mendapat pahala dari amal baik itu, maka amal

tersebut seolah-olah tidak diterima, meskipun itu sudah mencukupi dan

membebaskan dari beban kewajiban. Tetapi pahala yang dihasilkannya

seimbang dengan keburukan sehingga tidak bernilai apa-apa. Sabda

Nabi M yang senada dengan makna tersebut adalah, "Siapn yang minum

khamr, shalatnyn tidak diterima selama 40lmri."

Sabda beliau, "Empnt puluh hnri," kita tidak mungkin mencari-cari

sebab penetapan jumlah hari ini.7e) Sabda beliau, "Lctlu membenarknnnyn,"

yakni menisbatkannya kepada kebenaran dan mengatakan, "Dukun itu

benar." Pembenaran berita berarti mengukuhkan dan memantapkannya.

Contohnya dengan mengatakan, "Berita ini benar dan terbukti."

Sabda beliau , 

"Apa ynng ia ucapkan." Kata mn meliputi segala ucapan

yang dikatakan dukun. Hingga sesuatu yang mungkin benar pun tidak

boleh dibenarkan, sebab kepada dasarnya mereka itu senang berdusta.

Dalam redaksi lain, beliau bersabda, "sungguh ia telnh knfir terhndap npa

yang diturunknn kepada Muhammndl' Yang diturunkan kepada Muham￾mad gE adalah Al-Quran dengan perantara Jibril. Allah berfitman, "Dansesungguhn4n AI-Quran inibensr-benar diturunkart oleh Rabb semesta alnm, diLt

dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (libril)." (Asy-Syuhra' 126l: 193)8'r)

Orang yang mempercayai dukun dalam persoalan pengetahuan

perkara gaib, padahal ia tahu hanya Allah yang mengetahuinya, maka

ia melakukan kekafiran besar yang mengeluarkan dari Islam. Dan jika

ia tidak tahu dan tidak meyakini Al-Quran mengandung kedustaan,

kekafirannya tidak mengeluarkan dari Islam (kufur nsglmr).6t)Nusyne.u

iriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah S ditanya ten￾tang nusyrah, maka beliau bersabda, "ltu termnsuk perbua￾tan setan."8z) Nusyrah secara etimologi adalah bentukfu'lah

dari kata nasyr,yangberarti pemisahan. Sedang menurut istilah adalah

mengeluarkan pengaruh sihir dari korban. Diistilahkan demikian kare￾na orang yang menguraikan pengaruh sihir dari korban berarti me￾ngangkat, menghilangkan dan memisahkan pengaruh sihir tersebut.

Hukumnya tampak jelas dari uraian Pengarang, dan ini merupa￾kan penjelasan paling baik. Tidak diragukan, menghilangkan pengaruh

sihir dari orang yang terkena sihir tergolong uPaya pengobatan dan

penyembuhan. Ada keutamaan besar bagi orang yang melakukannya

untuk mencari keridhaan Allah, dengan catatan masih dalam kategori

yang dibolehkan. Sebab sihir atau guna-guna menimbulkan efek nega￾tif pada tubuh, pikiran dan jiwa korban. Ia juga membuat sempit dada

sehingga ia tidak suka selain pada orang yang karenanya guna-guna

itu dilancarkan. Terkadang sebaliknya, pengaruh sihir ini berupa gang￾guan psikis yang menyeba'bkan korban membenci orang yang diguna￾gunai ini. Dan terkadang pula berupa gangguan pikiran. Jadi sihir itu

memiliki efek jahat pada tubuh, pikiran atau jiwa.

Huruf alif lam dalam kata "nusyrah" dalam redaksi hadits terse￾but, merup akan 'ahdi dzihni (menunjukkan sesuatu yang telah diketa￾hui). Yakni, nusyrah yang telah diketahui dan mereka praktekkan pada

masa jahiliyah. Ini salah satu cara dari berbagai cara menghilangkan

pengaruh sihir. Nusyrah sendiri ada dua macam : Pertama, nusyrah

dengan menggunakan bantuan setan. Bila kebutuhan memperoleh ban￾tuan setan-setan ini tidak tercapai kecuali dengan ritual syirik, berar￾ti nusyrah tersebut dihukumi syirik. Dan jika untuk memperolehnya

melalui media perbuatan maksiat yang tidak termasuk syirik, maka

nusyrah menyandang hukum kemaksiata n ifu. Ke dua, nusyrah dengansihir seperti menggunakan ramuan, mantra, jampi-jampi, tiupan dan

semacamnya. Nusyrah ini dihukumi seperti sihir sesuai penjelasan

yang telah diuraikan.

Contoh nusyrah jenis kedua yang dipraktekkan sebagian orang,

mereka meletakkan baskom berisi air di atas kepala orang yang terkena

guna-guna lalu mereka memasukkan timah ke dalam baskom ini. Mere￾ka meyakini, wajah orang yang mengirimkan sihir terlihat di timah ter￾sebut. Dengan begitu dapat diketahui siapa yang telah menyihirnya.

Imam Ahmad pernah ditanya tentang nusyrah, ia menjawab, "sebagian

orang membolehkannya." Lalu disampaikan padanya, "Orang-orang

memasukkan air dalam baskom lalu wajah orang yang menyihir terlihat

di dalamnya." Maka Imam Ahmad mengibaskan tangannya sembari

berkata, 'Aku tidak tahu apa itu, aku tidak tahu apa itu." Imam Ahmad

sepertinya tidak berpendapat terkait masalah ini dan tidak suka mem￾bahasnya lebih jauh.

Sabda beliau, "Termasuk perbuntan seton," yakni termasuk perbua￾tan yang diperintahkan dan diarahkan oleh setan. Pasalnya setan itu

memerintahkan tindakan keji dan menunjukkan kemunkaran kepada

orang-orang yang menurutinya. Kalimat ini sudah mewakili ungkapan

bahwa nusyrah itu haram. Bahkan, kalimat ini lebih tegas mengindi￾kasikan keharamannya. Sebab penisbatan nusyrah kepada setan itu le￾bih transparan dalam menyatakan keburukan nusyrah. Hukum haram

yang ditunjukkan nash itu tidak terbatas pada kata 'pengharaman'atau

ketidakbolehan saja. Tapi bila hukuman dinyatakan timbul karena suatu

perbuatan, itu menjadi indikator keharaman perbuatan tersebut.63)

Diriwayatkan dari Hasan bahwa ia mengatakan, "Tidak ada orang

menguraikan sihir kecuali tukang sihir juga." Ibnul Qayyim berkata,

"Nusyrah adalah menguraikan sihir dari korban sihir.Ia ada dua macam

: Pertama, diuraikan dengan sihir sejenis. Inilah yang termasuk perbua￾tan setan, dan pernyataan Hasan di atas dimaknai dengan pengertian

ini. Di sini, orang yang mengobati dan yang diobati menuruti kemauan

setan, sehingga setan menyudahi kejahatannya pada orang yang terke￾na sihir itu. Kedua, nusyrah dengan ruqyah syar'iyah, doa-doa perlin￾dungan, obat-obatan dan doa-doa yang dibolehkan. Nusyrah jenis ini

dibolehkan.Apa pun yang membahayakan itu diharamkan. Dalam persoalan

bahaya sihir, Allah berfirman, "...Dnn mereka mempelajari sesuntu yang

berbnhaya bngi merekn dnn tidnk memberi manfaat...." (Al-Baqarah [2] :102).

Namun, mengobati sihir dengan sihir bila bermanfaat tidak dilarang.

Inilah pemahaman yang tampak jelas dari ungkapan yang diriwayatkan

dari Ibnu Musayyib. Dan pendapat inilah yang diambil sejawat-sejawat

kami dari kalangan fuqaha'. Mereka mengatakan, "Boleh menguraikan

sihir dengan sihir dalam kondisi darurat." Sementara itu sebagian ahlu

ilmi berpendapaL, tidak boleh menguraikan sihir dengan sihir. Dan mer￾eka menafsirkan riwayat dari Ibnu Musayyib di atas bahwa maksud￾nya tindakan yang tidak diketahui statusnya, apakah sihir atau bukan?

Adapun bila diketahui bahwa tindakan itu sihir, maka tidak halal me￾manfaatkannya sebagai penawar gangguan sihir. W all nhu a' I am.ga)TRTHNWUN (MENCRPU NNSIB DENGAN

BunuNc)

ecara etimologi, tathayyur adalah mashdar dari kata kerja ta￾thayyara.Istilah ini sebenarnya diambil dari kata athlhair (brt￾rung). Sebab orang-orang Arab suka meramalkan kesialan

atau keberuntungan melalui burung-burung dengan cara yang sudah

populer di kalangan mereka. Yakni dengan melepaskan burung, lalu

dilihat ke mana burung itu terbang, ke kanan atau ke kiri, atau yang

semisalnya. Jika burung terbang ke arah kanan yang dipercaya sebagai

pertanda kebaikan, orang yang bersangkutan melanjutkan rencananya.

Namun jika burung terbang ke arah kiri yang diyakini sebagai alamat

sial.Ia pun membatalkan niatnya.

Secara terminologi, tathayyur adalah meramalkan kesialan dengan

sesuatu yang dilihat atau didengar. Masalah ini tergolong langka, sebab

biasanya pengertian bahasa lebih luas daripada pengertian secara isti￾lah. Pasalnya, pengertian secara istilah memasukkan syarat-sy arat pada

kata yang membuat pengertiannya lebih terbatas. Contohnya, shalat.

Secara bahasa berarti doa, sedang dalam istilah lebih khusus dari doa.

Demikian pula zakat dan lainnya. Jika Anda mau, silahkan mengatakan

bahwa tathayyur adalah meramalkan kesialan dengan sesuatu yang di￾lihat, didengar atau diketahui. Sesuatu yang dilihat contohnya, seandai￾nya seseorang melihat seekor burung lalu menganggaPnya sebagai per￾tanda kesialan karena bentuk burung itu jelek. Sesuatu yang didengar

contohnya, ada orang hendak mengerjakan sesuatu lalu ia mendengar

seseorang berkata pada yang lain, 'Hai orang yang merugi, hai orang

yang gagal'. Lantas ia menganggapnya sebagai pertanda kesialan. Dan

sesuatu yang diketahui seperti meramalkan kesialan dengan hari, bulan

atau tahun. Ini tidak bisa dilihat dan tidak dapat didengar.

Penting diketahui, tathayyur itu kontradiksi dengan tauhid. Titik

kontradiksinya pada dua sisi : Pertama, orang yang bertathayyur te￾lah memutus tawakalnya kepada Allah dan bersandar pada selain-Nya.

Kedua, ia bergantung pada sesuatu yang tidak ada hakikatnya. Sebaliknya, hanya ilusi dan khayalanbelaka. Apa korelasi antara perkara ini (hari,

bulary burung dan semisalnya) dan peristiwayangmenimpa dirinya? Tak

diragukan, kepercayaan ini menodai tauhid. Sebab tauhid adalah beriba￾dah dan memohon pertolongan kepada Allah semata. Allah berfirmary

"Hanya Engkaulah ynng kami sembah dan hanyn kepnda Engknulah knmi mohon

pertolongan." (Al-Fatihah [1] : 5). Firman-Nya, "...Makn sembahlnh Dia, dnn

ber taw akallah kep ada-Ny a. . ." (Hud, [11] : 123).

Jadi tathayyur itu haram dan bertolak belakang dengan tauhid,

sebagaimana sudah dijelaskan. Orang yang melakukan tathayyur tak

lepas dari dua keadaan: Pertama, membatalkan rencana, menuruti ta￾thayyur dan meninggalkan pekerjaan. Ini bentuk tathayyur yang pa￾ling besar dosanya. Kedua, terus melanjutkan rencana, tetapi dengan

diliputi perasaan gundah, was-was dan khawatir. Takut kalau apa yang

ditathayyurkan benar-benar menimpa. Ini dosanya lebih ringan. Na￾mun kedua bentuk ini sama-sama mengurangi nilai tauhid dan mem￾bahayakan akidah hamba. Yang benar, lanjutkan apayanghendak Anda

kerjakan dengan lapang dada, tanpa beban, bersandar pada Allah, serta

jangan berburuk sangka kepada-Nya.85) Diriwayatkan dari Abu Hurai￾rah bahwa Rasulullah ffi bersabda :

"Tidak ada penularan, tak ada tathayyur, tak ada burung gagak, dan

tak ada bulan Shafar."86) Muslim menambahkan dalam riwayat￾nya, "Tak ada bintang dan tak ada ghaul (hantu;."ttr

Sabda beliau, "Tidak ada penularan." Penularan adalah perpindahan

penyakit dari penderita kepada orang yang masih sehat. Selain terjadi

dalam penyakit-penyakit fisik, penularan juga terjadi dalam penyakit￾penyakit moral. Karenanya, Rasulullah ffi memberitahukan bahwa te￾man duduk yang buruk itu seperti pandai besi. Bisa jadi ia membakar

bajumu atau engkau mencium bau tak sedap darinya. Jadi sabda beliau,"Tidnk ada perutlnran," ini meliputi penyakit fisik dan nonfisik. Meskipun

lebih konkret terkait penyakit fisik.E8)

Sabda beliau, "Dan tnk ndn tothayyur." Kata thiyarah adalah isim mcts￾dar dari kata kerja tnthayynrn, sebab mnsdarnya tathnyyur. Seperti kata

khiynrah (pitihan) isim mnsdnr dari kata kerja ikhtara (memilih), Allah

berfirman, "Dsn tidakknh pntut bagi laki-laki yang mukmin dan tidnk (pula)

bagi perem1suln yong muktnin, npnbiln Allnh dan Rasul-Nyn telah menetapknn

suatu ketetapnn, akan adn bagi merekn pilihan fuang lain) tentang urusan mere￾ka..." (Al-Ahzab [33] : 36). Artinya, mereka tidak berhak memilih selain

perkara yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.8r)

Masih dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas berkata, Rasu￾lullah g! bersabda , 

"Tak ada penularnn dan tak ada tnthayyur, dan aku senang

dengan optimisme." Mereka bertanya, 'Apakah optimisme itu?" Beliau

menjawab, "Ucapan yang baik."

Sabda beliau (dalam redaksi Arab), "Wa yt(jibuni al-fa'lu." Artinya,

sikap optimis membuatku senang. Dan sikap optimis ini telah beliau

jelaskan melalui sabda beliau, "Ucnpan ynngbLtik." Jadi ucapan yang baik

itu disenangi Rasulullah &, sebab ia mampu merasukkan kebahagiaan

dan kegembiraan dalam jiwa serta tekad terus maju meraih apa yang di￾inginkan.Inibukan termasuk tathayyur, melainkan sesuatu yang mem￾beri motivasi. Sebab ucapan ini tak menyurutkan niatannya, sebaliknya

semakin membuatnya tenang dan bersemangat.eo)

Diriwayatkan dari Ibnu Mas ud secara marfu' bahwa Rasulullah

g! bersabda, "Tathayyur itu merttpakan kesyirikan, tathayyur itu merupnkan

kesyirikan." Tiada seorang pun di antara kita melainkan punya sifat itu,

akan tetapi Altah menghilangkannya dengan tawakal.el)

Sabda beliau, "syirik," maksudnya tathayyur itu merupakan salah

satu bentuk kesyirikan, bukan satu-satunya tindakan syirik. Bila tidak

demikian, pasti beliau menyebutkan kata syirik secara definitif. Apabila

seseorang bertathayyur dengan sesuatu yang dilihat atau didengarnya, iatidak dianggap melakukan kesyirikan yang mengeluarkan dari agama.

Tapi ia berbuat syirik lantaran meyakini sebab yang tidak Allah jadikan

sebagai sebab. Perbuatan ini melemahkan tawakal kepada Allah dan me￾rapuhkan tekad. Karenanya, perbuatan tersebut dianggap syirik dari as￾pek ini. Kaidahnya berbunyi bahwa setiap manusia yang bersandar ke￾pada satu sebab yang oleh syariat tidak dianggap sebagai sebab, berarti ia

melakukan perbuatan syirik kecil.

Ini satu bentuk menyekutukan Allah, baik dalam membuat sya￾riat baru jika sebab ini berupa syariat maupun dalam menakdirkan bila

sebab ini berupa perkara alamiah. Akan tetapi seandainya orang yang

meramal keburukan dengan tathayyur ini meyakinibahwa sesuatu yang

dijadikan media tathayyur itu mampu memberikan efek kesialan secara

sendirinya, tanpa campur tangan Allah, ia telah melakukan kesyirikan

besar. Sebabnya, ia telah mengangkat sekutubagi Allah dalam membuat

dan menciptakan.e2)

Dalam riwayat Ahmad dari hadits Ibnu Amr, "Siapa yang ditnhan

oleh tathayyur dari hnjatnyn sungguh ia telah berbuat syirik." Mereka bertan￾ya, "Lantas apa kaffarahnya?" Beliau bersabda, "Engkau mengucapkan :

-t -to. 't' 3-eCl )- t

"Ya AIIah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan yang bernsal dari-Mu,

Tidak ada kesialan kecuali kesialan yang berasal dari-Mu (yang telah

Engkau tetapkan). Tidak ada ilah (yang berhak diibadahi) selain Eng￾kau."

Sabda beliau, "Sungguh ia telah berbuat syirik," yakni syirik besar

bila ia mempercayai barang yang diyakini sebagai pertanda kesialan

tersebut memunculkan keburukan dengan sendirinya. Dan jika ia mem￾percayainya sebagai penyebab saja, berarti syirik kecil. Kami telah me￾nyebutkan satu kaidah yang bermanfaat dalam masalah ini, yakni setiap

orang yang meyakini sesuatu sebagai sebab padahal tak terbukti secara

hukum alam atau menurut syariat Islambahwa sesuatu itu adalah sebab,

berarti perbuatan syiriknya adalah syirik kecil. Pasalnya, kita tak berhak

menetapkan sesuatu sebagai sebab kecuali bila Allah telah menjadikan-

nya sebagai sebab baik kauni atau syar'i' Sebab syar'i seperti membaca

Al-Quran dan doa' '"^J*gtut 

sebab kauni'


MrNcRnu Nnslg DrNcnN BINTANG

\-Tanjim adalah mashdar dari kata najjamn. Artinya, belajar

ilmu perbintangan atau meyakini pengaruh bintang. Ilmu

perbintangan ada dua macam : Pertama, ilmu nujum atau

metafisika, yaitu ilmu perbintangan yang berkaitan dengan pengaruh

bintang terhadap peristiwa di alam semesta. Kedua, ilmu astronomi,

yaitu ilmu membicarakan perpindahan bintang-bintang dari satu tem￾pat ke tempat yang lain untuk menentukan arah.

Pertama, ilmu nujum terbagi menjadi tiga: Pertama, meyakini

bahwa bintang-bintang memberikan pengaruh aktif terhadap sesuatu.

Artinya, bintang-bintang itulah yang menciptakan berbagai peristiwa

dan malapetaka. Keyakinan ini syirik besar, sebab siapa mengakui ada

pencipta selainAllah ia telah melakukan syirikbesar. Dan orang ini telah

menjadikan makhluk yang tunduk sebagai pencipta yang menundukkan.

Kedua, menjadikan bintang-bintang sebagai media untuk mengetahui

perkara gaib. Orang yang berbuat seperti ini menggunakan pergerakan,

perpindahan dan perubahan bintang sebagai pertanda akan terjadinya

suatu peristiwa. Misalnya, ia mengatakan, "Orang ini akan menjalani

hidup sengsara karena ia lahir berzodiak ini atau orang itu hidupnya

akan bahagia karena ia lahir berzodiak itu." Orang ini memperalat ilmu

perbintangan untuk menyampaikan bahwa ia mengetahui perkara gaib.

Padahal, pengakuan mengetahui perkara gaib adalah satu tindakan

kufur yang mengeluarkan dari agama. Allah berfirman, "Katakanlah,

'Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang

gaib, kecuali Allah..." (An-Naml l27l z 65). Kalimat pembatasan dalam ayat

ini termasuk yang paling tegas, karena dengan menggunakan penia￾daan dan penetapan sekaligus. Maka jika ada seseorang mengklaim

mengetahui kegaiban berarti ia telah mendustakan Al-Quran. Ketiga,

meyakini bintang sebagai sebab munculnya kebaikan atau keburukan.

Artinya, bila terjadi suatu peristiwa langsung dikaitkan dengan bintangdan ini tidak dilakukan kecuali setelah peristiwa terjadi. Perbuatan ini

syirik kecil.ea)

Kedua, ilmu astronomi terbagi menjadi dua: Pertama, menjadlkan

perjalanan bintang sebagai petunjuk untuk masalah-masalah agama.

Ini diperlukan, bahkan bila ilmu ini membantu dalam melaksanakan

masalah-masalah agama yang wajrb, maka hukum mempelajarinya pun

wajib. Misalnya, bila kaum muslimin ingin mengetahui arah kiblat de￾ngan melihat letak bintang tertentu. Contoh praktisnya, bintang A di

sepertiga malam terletak di arah kiblat, bintang B di seperempat malam

berada di arah kiblat. Jadi ilmu ini memiliki manfaat yang besar. Ke￾dua, menjadikan perjalanan bintang sebagai petunjuk masalah-masalah

duniawi, seperti untuk menentukan arah mata angin dan musim. Ini

tidak mengapa.es)

Diriwayatkan dari Abu Musa bahwa ia berkata, "Rasulullah ffi

bersabda :

iU i slt &u t "At ,i ,a;r\ r.;-:! i ittu

4t.

"Tiga orang tidak masuk surga, yakni; pecandu khamer, pemutus sila￾turahmi dan orang yang membenarkan tihir.t's6)

Sabda beliau, "Dan orang ynng membenarknn sihir." Penalarannya,

karena ilmu nujum merupakan salah satu bentuk sihir, maka barang

siapa membenarkan ilmu nujum, ia telah membenarkan satu jenis si￾hir. Dan telah disebutkan hadits bahwa siapa mempelajari satu bagian

ilmu nujum ia telah mempelajari satu jenis sihir. Orang yang membe￾narkannya, yakni membenarkan apa yang diucapkan ahli nujum, misal￾nya bila ahli nujum mengatakan, 'Akan terjadi peristiwa demikian...,"

ia mempercayainya, maka ia tidak masuk surga. Sebab ia mempercayai

selain Allah mengetahui perkara gaib. Padahal Allah telah berfirmary

"Katnkanlah, "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetnhui

perkara yang gnib, kecuali Allah..." (An-Naml l27l:6il.en


Rrvn

dla riya' dalam bahasa Arab adalah masdar katakerja ra'l,

yura'i. Yakni mengerjakan sesuatu agar dilihat oleh orang

lain. Riya' juga disebut mura'ah, sebagaimana dikatakan

iahnda, yujahidu, mujnhadah. Termasuk kategori riya', orang yang mela￾kukan suatu amal supaya didengar oleh orang lain, orang ini disebut

musamml. Dalam hadits, Nabi M bersabda :

tt

'-. , a / .i. o. * o11 --- -"1.- l, o, illt 6rt', 'L_Lt)

"Siapn memperlihatkan amalnya maka Allah akan memperlihatkan

(aibnya) dan siapa memperdengarknn nmalnya, maka Allah akan

memp er dengarkan (keburukanny a) ."

Riya' merupakan akhlak tercela dan termasuk sifat orang-orang

munafik. Allah berfirman, "...Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mere￾ka berdiri dengan mnlns. Mereka bermnksud riyn' (dengan shalat) di hadnpnn

manusia. Dan tidnklah mereka menyebut nnma Allah kecuali sedikit seknli.

(An-Nisa' I4l: 142).

Ada dua poin yang penting dibicarakan terkait riya'ini. Pertama,

hukum riya'. Riya' termasuk syirik kecil sebab pelakunya meniatkan

ibadah untuk selain Allah. Namun, riya'bisa pula mencapai tingkatan

syirik besar. Ibnul Qayyim pernah memberikan contoh syirik kecil, ia

mengatakan, "Misalnya sedikit tiya'." Ini menunjukkan bahwa riya'

yang banyak bisa mencapai syirik besar. Kedua, hukum ibadah bila ter￾campuri riya'. Terdapat tiga bentuk berkaitan dengan poin kedua ini :

(1) Motivasi dasar mengerjakan ibadah adalah agar dilihat oleh orang

lain. Seperti orang yang shalat supaya diperhatikan orang lain dan ti￾dak meniatkannya untuk Allah. Ini tindakan syirik dan ibadah terse￾but batal. (2) Riya' mencampuri ibadah saat sedang mengerjakan ibadah

tersebut. Artinya, motivasi awal melakukan ibadah adalah ikhlas kare￾na Allah, kemudian riya' muncul di tengah-tengah pengerjaan ibadah

ini. |ika bagian akhir ibadah ini tidak bergantung pada bagian awalnya,

maka dalam kondisi bagaimana pun bagian awalnya benar dan bagian

akhirnya batil.e8)Dan, (3) riya'muncul setelah ibadah dilakukan. Ini tak

mempengaruhi ibadah sama sekali, kecuali bila mengandung tindakan

sewenang-wenang seperti mengungkit-ungkit sedekah dan menyakiti

perasaan si penerima. Dosa perbuatan sewenang-wenang ini menyamai

pahala sedekah, sehingga menggugurkannya. Ini berdasarkan firman

Allah, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pa￾haln) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan peneri￾ma)..." (Al-Baqarah l2l z 26 4').

Dan tidak tergolong perbuatan riya' orang yang senang manusia

mengetahui ibadahnya, sebab perasaan ini datang setelah usai menger￾jakan ibadah. Bukan pula termasuk riya'bila seseorang gembira dengan

amal ketaatan yang ia kerjakan, bahkan ini termasuk bukti keimanan.

Nabi g bersabda :

"Siapa yang kebaikan-kebaikannya menggetnbirakan dirinya dnn ke￾burukan-keburuknnnya membuatnya sedih, maka itu lrang berimrtrn."

Dan Nabi $ pernah ditanya tentang kegembiraan tersebut, beliau

menjawab, "ltu kebahagiaan seorang mukmin ynng disegernkan."ss) Allah ber￾firman, "Kntakanlah, 'Sesungguhnya aku ini hnnyn seorang mnnusia seperti

knmu, yang diwahyukan kepadaku, 'Bnhwa sesungguhnya Ilnh kamu itu adalnh

llahYang Esa; Barangsiapa mengharap perjumpann dengan Rnbbnya makn hen￾daklah ia mengerjakan amal yang saleh dan jangnnlah ia menyekutukan seornng

pun dnlamberibadnhkepada Rabbnya." (Al-Kahfi [18] : 110).

Dalil dari ayat ini adalah, riya' tergolong syirik sehingga masuk

dalam tindakan yang dilarang. Diriwayatkan dari Abu Hurairah secara

marfu'bahwa Nabi S bersabda, 'Allah Ta'alaberfirman :

'Aku sekutu yang paling tidak membutuhkan persekutuan. Siapa

yang mengerjakan amal yang ia menyekutukan Aku dengan selain￾Ku dalam amal itu, Aku tinggalkan ia dan persekutltannya/ ."100Artinya, bila sebagian orang tidak perlu bersekutu dengan yang

lain, maka Allah paling tidak membutuhkan persekutuan. Jadi, Allah

enggan menerima amal yang mengandung persekutuan selamanya. Dia

tidak menerima selain amal yang dikerjakan murni karena-Nya semata.

Allah-lah satu-satunya pencipta, lantas bagaimana Anda memberikan

suatu hak-Nya kepada selain-Nya? Jelas ini bukan tindakan adil. Kare￾nanya Allah berfirman mengisahkan ucapan Luqman, "...Sesungguhnya

menyekutukan (Allah) ndnlah benar-benar kezhaliman yang besar." (Luqman

[31] :13).

Allahlah yang menciptakan dan membentuk secara sempurna,

lengkap dengan segala kebutuhanmu dan memberi apa yang engkau

perlukan, kemudian engkau berpaling dan memberikan suatu hak-Nya

kepada yang lain. Tak diragukan, ini tindakan zhalim yang paling bi￾adab.

Firman-Nya, "Amal," adalah kata indefinitif dalam kalimat syarat

sehingga maknanya sangat luas. Artinya mengerjakan amal berupa sha￾lat, puasa, haji, jihad atau selainnya.

Firman-Nya, "Aku meninggalkannya dan persekutuannya," artinya,

Allah tidak memberinya pahala amal yang ia sekutukan itu. Syirik jenis

ini bisa mencapai tingkat kekafiran, sehingga Allah meninggalkan selu￾ruh amal si pelaku. Sebab syirik itu menghapuskan amal bila seseorang

mati dalam keadaan musyrik. Sedang maksud persekutuannya' adalah

amal yang ia persekutukary bukan sesuatu yang disekutukan dengan

Allah. Sebab sesuatu yang disekutukan dengan Allah terkadang tidak

ditinggalkan oleh Allah, seperti orang yang menyekutukan nabi dan

wali. Allah tidak meninggalkan nabi dan wali tersebut.1o1)

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa perbuatan riya' itu

haram dilakukan. Sebab ditinggalkannya seseorang beserta amalnya,

yang berarti tidak diterima oleh Allah, maka ini menunjukkan kemur￾kaan Allah. Segala yang mengundang kemarahan Allah itu diharam￾kan.

Diriwayatkan dari Abu Sa'id secara marfu'bahwa Rasulullah ffi

bersabda, "Maukah kalian aku beri tnhu apa yang lebih nku takutkan menim￾pn diri kalian daripada AI-Masih Daljal?" Mereka menjawab, "Ya." Beliaumentawab, "Yakni, syirik yang tersembunyi. Seseorang berdiri shnlnt, Inlu ia

meffiperbagus shalntny a knrena melihat diperhatiknn seseorang."102)

Sabda beliau, "Ynng lebih aku takutkan menimpa kalian," yakni lebih

dikhawatirkan Rasulullah ffi. Sebab, saking sayangnya pada umaf be￾liau mengkhawatirkan semua cobaan menimpa mereka. Cobaan yang

paling dahsyat di mukabumi adalah Al-Masih Dajjal. Namun demikian,

kekhawatiran Nabi # terhadap syirik yang tersembunyi ini lebih besar

daripada kekhawatiran beliau terhadap bahaya Dajjal. Hal ini karena

sangat sulit menyelamatkan diri dari syirik ini. Oleh sebab itu, sebagian

salaf mengatakan, 'Aku tidak memaksa diriku untuk meraih sesuatu

sebesar yang aku lakukan dalam meraih keikhlasan'" Nabi ffi bersabda,

"Manusia paling beruntung dengan syafoatku adalah lrang yang mengntakan,

la ilaha illallah, dengan ikhlas dari hatinyn." Tak cukup sekedar mengucaP￾kan, tapi harus dengan ikhlas dan diiringi amal sebagai bukti pengham￾baan diri manusia pada Allah.lo3)

Sabda beliau, "syirikyang tersembunyi." Syirik ada dua macam, yak￾ni syirik yang tersembunyi (khaft) dan syirik yang tampak (jali). Syirik

yang tampak berupa perkataan, seperti sumpah dengan selain Allah,

ucapan'Berkat kehendak Allah dan kehendakmu', atau berupa perbua￾tan seperti membungkukkan tubuh untuk menghormat kepada selain

Allah. Syirik yang tersembunyi adalah syirik yang berada di hati, sePer￾ti riya'. Disebut demikian karena ia tidak tampak. Sebab tak ada yang

mengetahui isi hati seseorang selain Allah. syirik ini juga dinamakan

syirik rahasia. Inilah yang diterangkan Allah melalui firman-Nya, "Pada

hnri ditampnkkan segala rahasia." (Ath-Thariq t86l : 9). Sebab perhitungan

pada hari kiamat kelak diberlakukan pada isi hati atau niat seseorang.

Allah berfirman, "Maka dia tidnk mengetahui npabila dibangkitkan apa yang

sdn di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dnda." (Al-Adiyat

[100] : 9-10).

Dalam hadits shahih tentang orang yang memerintahkan ke￾baikan namun ia tidak mengerjakannya dan melarang kemunkaran

tapi ia malah melakukannya, disebutkan ia nanti, "Dilemparkanke dnlam

neraka sampai isi perutnya berhamburan kelunr, ia berputar-putar seperti ke￾ledni berjalnn memutari penggilingan. Penghuni neraka mengerumuninya IaIumenanyainya. Ia menjawab bahwa dulu ia memerintnhknn kebaiknn namun

tidak melakukan dan melarang kemungkarnn tapi justru melakuknnnya."

Sabda beliau, " Seseorang berdiri shalat,lalu in memperbagus shalatnya."

Dalam hal ini, laki-laki dan wanita sama saja. Penyebutan kata ar-ra￾ful (seorang laki-laki) secara khusus di hadits ini dinamakan mafhumul

Inqab.Maknanya, hukum dikaitkan dengan yang lebih menonjol, bukan

untuk mengistimewakannya namun sebagai contoh saja.

Sabda beliau, "Karena melihat diperhatikan oleh orang Inin." Inllah ala￾san memperbagus shalat. Ia memperindah shalatnya agar dilihat orang

tersebut sehingga ia memujinya dengan kata-kata dan memuliakannya

dengan hati. Ini perbuatan syirik.lo+rMEr-rcrHKAN AL-QnnN, RASUL ArAU

STsuRTu YANG MENCRNDUNG DZII<IR

KEPADA AlINu

@z0k""a melecehkan di sini adalah mengolok-olok sesuatu

.^ / l// yang mengandung dzikrullah seperti hukum-hukum sya-

\Y/ I riat, atau menjelek-jelekkan Al-Quran dan utusan Allah.

Ar-Rasul di judul tersebut adalah isim jenis sehingga mencakup seluruh

rasul Allah, dan maksudnya bukan Muhammad ffi saja. Jadi nlif lam terse￾but menunjukkan jenis, bukan definitif.

Ungkapan penulis dalam judul, "Melecehkan," yakni mengejek dan

menertawakannya dengan sendau gurau, bukan dengan sungguh-sung￾guh. Siapa menertawakan Allah, ayat-ayat kauniyah atau syariat-Nya,

atau rasul-rasul-Nya maka ia kafir. Sebab melecehkan hal-hal tersebut

sangat kontradiktif dengan keimanan. Bagaimana mungkin seseorang

mengejek dan menertawakan sesuatu yang diimaninya? Orang yang me￾ngimani sesuatu harus mengagungkannya, dan dalam hatinya mesti ada

penghormatan yang layak disandang oleh sesuatu tersebut.

Kekafiran itu ada dua; kafir penolakan dan kafir penentangan.

Orang yang menertawakan ini masuk dalam kategori kedua. Ia lebih

buruk daripada orang yang sujud kepada berhala saja. Dan masalah ini

sangat berbahaya. Boleh jadi satu ucapan mampu menimpakan petaka

besar pada pelakunya, bahkan kebinasaan, sementara ia tak sadar. Ter￾kadang seseorang mengeluarkan ucapan yang dimurkai Allah dan tak

sedikit pun ia menganggapnya berbahaya. Akibatnya ia masuk neraka

karena ucapan tersebut.

Orang yang mendiskreditkan shalat meskipun hanya shalat sun￾nah, atau zakal, puasa, atau haji, sesuai kesepakatan kaum muslimin,

maka ia telah kafir. Demikian pula orang vang melecehkan ayat-ayat

Allah di alam semesta, misalnya, dengan mengatakary'Adanya panas

di musim dingin adalah satu kebodohan" atau 'Adanya hawa dingin

di musim panas adalah satu kebodohan." Ini tindakan kekafiran yang

mengeluarkan dari agama. Sebab semua perbuatan Allah itu ada hikmahyang terkadang kita belum mampu mencernanya. Bahkan kita memang

tak sanggup mencernanya.

Kemudian ketahuilah, ulama berbeda pendapat terkait orang yang

mencaci Allah, rasul, atau kitab-Nya, apakah taubatnya diterima atau

tidak. Ada dua pendapat dalam hal ini : Pertama, taubat mereka tidak

diterima. Pendapat inilah yang populer di kalangan mazhab Hambali.

Maka orang itu dibunuh sebagai orang kafir, sehingga tak perlu dishalat￾kan, tak perlu didoakan agar mendapat rahmat, dan dikubur di tempat

yang terpisah dari makam kaum muslimin. Walaupun seandainya ia

mengatakan telah taubat atau mengaku keliru. Sebab mereka berpenda￾pat, kemurtadan akibat mencaci Allah, rasul atau kitab-Nya merupakan

urusan yang sangat besar hingga taubat tak lagi berguna. Kedua, seba￾gian ulama berpandangan, taubatnya diterima apabila kita mengetahui

ketulusan taubatnya kepada Allah. Ia mengakui telah bertindak salah

dan ia kembali mengakui sifat-sifat keagungan yang pantas bagi Allah.

Hal ini berdasarkan keumuman dalil-dalil yang menunjukkan diterima￾nya taubat. Seperti firman Allah, "Katakanlah, 'Hai hamba-hamba-Ku ynng

melampnuibatas terhadap diri mereka sendiri, janganlahkamu terputus asa dari

rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosn-dosa seffiuanya, Sesung￾guhnya Din-lah Yang Maha Pengampun lngi Maha Penyayang." (Az-Zwar

[39] :53).

Di antara orang-orang kafir ada yang mencaci maki Allah, namun

taubat mereka tetap diterima. Pendapat kedua inilah yang benar. Hanya

saja orang yang mencaci Rasulullah ffi taubatnya diterima namun ia di￾hukum mati, berbeda dengan orang yang mencaci Allah di mana taubat￾nya diterima dan ia tidak dibunuh. Bukan lantaran hak Allah seting￾kat di bawah hak Rasulullah M. Tapi karena Allah telah memberi tahu

kita bahwa Dia memaafkan tindak pelanggaran terhadap hak-Nya bila

hamba bertaubat kepada-Nya, dengan menyatakan bahwa Dia berkenan

mengampuni semua dosa.

Adapun pencaci Rasulullah ffi, terdapat dua aspek berkaitan de￾ngan diri beliau : Pertama, aspek syar'i sebagai utusan Allah. Dari sisi

ini, taubat orang yang mencaci beliau diterima. Kedua, aspek pribadi da￾lam kapasitas beliau sebagai salah satu utusan Allah. Dari sisi ini, pen￾caci Nabi s wajib dihukum mati demi membela hak kehormatan beliau.

Orang ini dieksekusi setelah bertaubat sebagai orang muslim. Maka bila

telah dieksekusi, kita wajib memandikan, mengafani, menshalatkan danmengebumikannya di makam kaum muslimin. Ini pendapat pilihan

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.Tentang masalah ini, ia telah menulis

sebuah buku berjudul Ash-Sharimul Maslul fi Hukmi Qatli Sabbir Rasul

atau Ash-Sharimul Maslul 'ala Syatimir Rasul. Orang itu tetap dibunuh

meskipun sudah bertaubat lantaran ia telah melecehkan kehormatan

Rasulullah M. Demikian pula seandainya seseorang menuduh beliau

berzina, ia wajib dibunuh dan tidak cukup dihukum dera.

Bila ditanyakan, bukankah terbukti ada riwayat shahih bahwa se￾seorang mencaci Rasulullah ffi namun beliau memaafkan dan melepas￾kannya? jawabnya, hal itu memang benar. Tapi itu terjadi semasa hidup

beliau dan beliau sendiri yang menggugurkan hak beliau. Adapun sete￾lah beliau wafat, kita tidak tahu apakah beliau memaafkan atau tidak.

Maka kita melaksanakan apa yang menurut syariat wajib dilakukan ter￾kait orang yang mencaci diri beliau.

Bila ditanyakan, bukankah adanya kemungkinan beliau memaaf￾kan atau tidak memaafkan mengharuskan bersikap tnzaaqquf Jawabnya,

ini tidak mewajibkan tazuaqquf sebab kerusakan sudah muncul akibat ca￾cian ini, sedangkan hilangnya konsekuensi cacian ini tidak bisa diketa￾hui secara jelas. Sebaliknya, kerusakan akibat cacian itu tetap ada bila

tidak dilaksanakan hukuman mati.

Jika masih ada yang belum menerima pendapat ini dan mengata￾kan, bukankah pada umumnya Rasulullah ffi memaafkan orang yang

mencaci beliau? Itu benar. Boleh jadi semasa hidup bila Rasulullah ffi me￾maafkan, terdapat maslahat yang didapat dan hal itu bisa melunakkan

hati. Sebagaimana beliau mengetahui oknum-oknum munafik namun

beliau tidak membunuh mereka agar orang-orang tidak membicara￾kan bahwa Muhammad ffi tega membunuh sahabatnya sendiri. Tapi di

zarrrar. sekarang ini, bila kita mengetahui seseorang jelas-jelas sebagai

munafik, kita harus membunuhnya. Ibnul Qayyim berkata, "Tidak di￾bunuhnya orang yang telah terbukti sebagai munafik hanya berlaku di

masa hidup Rasulullah ffisaja!'

Dan jika knmu tanyakan kepada merekn (tentang tpa yang mereka la￾kukan itu), tentu merekn okan menjawab, " Sesunggtrhnya kami hanya

bersenda gurau dnnbermain-main saja." Katakanlah, "Apokah dengan

Allah, ayat-nyat-Nyo dan Rasul-Nya knmu selalu berolok-olok? " " (At￾Taubah [9] :65)

Firman Allah "Dan jikakamu tanyaknnkepada merekn," ditujukan ke￾pada Nabi ffi. Artinya, bila engkau menanyai orang-orang yang bersen￾dau gurau dengan cara mengolok-olok Allah, kitab-Nya, rasul-Nya dan

para sahabat.lOs)Firman-Nya, "Tentu merekn nknn menjawnb," yakni orang￾orang yang ditanya. Firman-Nya, "Sexrngguhnya kami hanyn bersenda

gurau dan bermain-mnin snja." Kami tak memiliki niat apa-apa. Kami se￾kedar bergurau dan bermain-main. Kata al-ln'bl (bermain-main) itu di￾lakukan dengan tujuan mengejek. Sedang nl-khnudh (bergurau) adalah

ucapan ngelantur tanpa kendali. Pengertian ini bila kedua kata tersebut

dikaitkan dengan perkataan. Bila tidak, maka kata, "Bersenda gurau,"

berhubungan dengan ucapan, sedangkan kata "bermain-main" dengan

anggota badan.

Firman-Nya, "Sesungguhnya kami hnnya bersendau gurau." Kata in￾nama adalah kata pembatasan. Artinya, tiadalah kondisi dan keadaan

kami melainkan kami bergurau dan berkelakar saja (baca; tak serius).

Firman-Nya, "Katnkanlah, "Apaknh dengnn Allah, nyalaynt-Nyn dnn Rnstil￾N y a kamu s eI nlu m e ngolok- olok? " Pertanyaan ini menunjukkan pengingka￾ran sekaligus keheranan. Artinya, ditunjukkan pengingkaran terhadap

perbuatan mereka yang mengolok-olok perkara-perkara yang agung ter￾sebut dan diperlihatkan keheranan bagaimana kebenaran bisa dijadikan

bahan ejekan.

Firman-Nya, "Apakah dengan Allah," yakni Dzat dan sifat-sifat-Nya.

Firman-Nya, "Dan aynt-nyat-Nya." Bentuk tunggal dari ayat. Meliputi

ayat-ayat syar'iyah seperti mengolok-olok Al-Quran, misalnya dengan

mengatakan,'Ini dongeng orang-orang dahulu." Kita berlindung kepada

Allah. Atau mengolok-olok salah satu hukum syariat seperti shalat, za￾kat, puasa dan haji. Ia juga meliputi ayaf-ayat kauniyah seperti mengejek

apayangAllah takdirkan, misalnya dengan nada mengejek dan menci￾bir mengucapkan, bagaimana hal ini muncul di waktu ini? Bagaimana

buah ini keluar dari sesuatu ini? Bagaimana sesuatu yang membahaya￾kan dan dapat membunuh manusia ini diciptakan? Firman-Nya, "Dan

rasul-Nya," maksudnya di ayat ini adalah Muhammad S.

Firman Allah Ta'ala :

6t,1,k,*rt"fi ir:s * \:'rr:t s

q: i-";J\;e#:\'6y

"Kalian tidak perlu minta maaf . Karena kamu kafir sesudah beriman.

likn Kami memaalkan segolongan darikalian, niscaya Kami akan men￾gadzab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah lrang-orang

yang selalu berbuat dosa." (At-Taubah [9] : 66)

Firman Allah, "Kalian tidak perlu minta maaf." Maksud larangan

ini untuk membuat putus asa. Artinya, laranglah mereka minta maaf

untuk membuat mereka putus harapan akan diterimanya permintaan

maaf mereka."

Firman-Nya, "Karena kamu kafir sesudah beriman." Yakni dengan

perbuatan mengolok-olok itu. Mereka ini pada awalnya memang bukan

orang-orang munafik tulen. Mereka sebenarnya orang-orang mukmin.

Tetapi iman mereka lemah, karenanya tidak mampu mencegah diri me￾reka mengolok-olok Allah, ayat-ayalNya dan rasul-Nya.

Firman-Nya, "lika Kami memaaftan segolongan dari kalian, niscaya

Knmi aknn mengadznb golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang￾lrang yang selalu berbuat dost." Firman-Nya, "lika Kami memaafkan," kata

ganti orang pertama jamak ini menunjukkan pengagungan. Maksud￾nya, Allah. Terkait firman Allah, "Segolongan darikalian," sebagian ulama

mengatakan, "Mereka ini hadir dan ada di antara orang-orang yang me￾ngolok-olok dan tidak menyukai tindakan tersebut. Tapi mereka menga￾krabi sehingga diberi hukum sama lantaran duduk mendengar ejekan

itu. Namun kesalahan mereka lebih ringan mengingat adanya kebencian

dalam hati mereka pada tindakan itu. Oleh sebab ini, Allah memaafkan

dan menunjuki mereka pada keimanary dan mereka pun bertaubat.

Kalimat, "Kami akan mengadzab golonganyanglain," merupakan jawa￾ban syarat. Artinya, kami tidak mungkin memaafkan semuanya. Tapi

jika kami memaafkan sekelompok, pasti kami menyiksa yang lainnya.Huruf ba' pada firman Alah, "Disebabkan mereka adnlah orang-orang yang

selalu berbuat dosa," menunjukkan sebab. Artinya, disebabkan mereka

berbuat dosa dengan ejekan itu sementara mereka sendiri telah memiliki

dosa, kita berlindung pada Allah, maka tidak mungkin mereka dibim￾bing pada taubat sehingga kesalahan mereka dimaafkan.

Mengacu pada pengertian ini, mengolok-olok Allah, ayat-ayat dan

rasul-Nya termasuk tindak kekafiran paling besar, dengan dalil kalimat

pertanyaan retoris dan kecaman keras di atas. Bahwa mengejek Allah,

ayat-ayal dan rasul-Nya merupakan tindakan pendiskreditan dan ke￾burukan paling besar, berdasarkan firman Allah, "Apakah dengan Allah,

ayat-ayat-Nya,..," Pengedepanan obyek di awal kalimat dalam ayat terse￾but menunjukkan pembatasan, seolah-olah tak ada obyek selain kalian

mengolok-olok ketiga hal ini. Selanjutnya orang yang mengolok-olok

Allah itu kafir berdasarkan firman-Nya, "...Tidak usah kamu minta maaf

karena kamu kafir sesudah beriman...//106)

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Muhammad bin Ka'ab, Zaid bin

Aslam dan Qatadah -masing-masing riwayat saling melengkapi￾bahwa dalam peristiwa perang Tabuk, seorang laki-laki mengatakan,

"Kami tidak melihat orang-orang yang paling tamak, paling pandai

berdusta dan paling pengecut ketika bertemu musuh selain seperti para

qurra' kita." Maksudnya adalah Rasulullah & dan para sahabat beliau

yang ahli Al-Quran). Maka Auf bin Malik menyanggahnya, "Engkau

dusta. Bahkan engkau seorang munafik. Sungguh aku akan mengadu￾kan kepada Rasulullah ig:." Auf segera pergi ke Rasulullah S untuk

melapor, tapi ternyata wahyu telah mendahuluinya. Lantas orang itu

datang ke Rasulullah ffi yang telah mulai berjalan dengan mengendarai

unta.Ia berkata, "Wahai Rasulullah, kami hanya bergurau dan melaku￾kan obrolan di tengah rombongan untuk menghilangkan letihnya per￾jalanan." Ibnu Umar berkata, 'Aku masih ingat ia bergelantungan di

tali kendali unta Rasulullah ffi dan batu-batu mengenai kedua kaki￾nya, sembari mengucapkan, "Sesungguhnya kami hanya bergurau dan

bermain-main." Lantas Rasulullah ffi bersabda, "...Apakah dengnn Allah,

ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu mengolok-olok? Tidak usah knmu

minta maaf, karena kamu kofir sesudah berimnn..." (At-Taubah [9] : 65-65).

Beliau tidak menoleh kepadanya dan tidak pula mengeluarkan kalimat

lain.107) Jadi, siapa yang menjadikan salah satu dari hal-hal ini sebagai

bahan gurauan, ia kafir.LARANGAN BE RANDAI-ANDAI

erandai-andai yang biasanya menggunakan kata'seandai￾nya' memiliki beberapa maksud : Pertama, untuk berpa￾ling dari hukum Islam. Berandai-andai dengan tujuan ini

diharamkan. Allah berf irman, " S e andainy a m e r eka mengikuti kit a, t entul ah

mereka tidak terbunuh." (Ali 'Imran [3] : 168). Ayat ini berkaitan dengan

perang Uhud. Yakni manakala Abdullahbin Ubaybersama sekitar seper￾tiga pasukan muslimin, di pertengahan jalan, balik pulang ke Madinah.

Lalu ketika sebanyak 70 pasukan muslimin gugur syahid, orang-orang

munafik tersebut mengkritik keputusan Rasulullah ffi danberkafa,"Se￾andainya mereka mematuhi kita dan kembali pulang sebagaimana kita

pasti mereka tidak terbunuh. Pendapat kami lebih tepat daripada ren￾cana Muhammad." Perbuatan ini haram, bahkan sampai pada tingkat

kekafiran.

Kedua,untuk mengingkari takdir. Ini juga haram. Allah berfirman,

"Hai ornng-lrang yang periman, janganlah kalian seperti orang-orang kafir

(orang-orang munafik) itu, yang mengataknn kepada saudarn-saudara mereka

apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang,

'Kalau mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak

dibunuh'." (Ali 'Imran [3] : 156). Maksudnya, seandainya mereka tetap

berada di Madinah, tidak keluar untuk berperang. Mereka mengingkari

takdir Allah.

Ketiga, untuk mengungkapkan penyesalan dan keluh kesah. Ini

juga diharamkan. Sebab segala sesuatu yang membukakan pintu penye￾salan dilarang. Alasannya, karena penyesalan hanya membuat seseorang

bersedih dan tertekan, padahal Allah menghendaki kita selalu gembira

dan bahagia. Rasulullah M bersabda ;

"Antusiaslah padn apa yang memberimu manfaat dan mintnlah to￾Iong pada Allah, serta jangan lemah. lika sesuatu menimpnmu, ja￾ngan mengucapkan, 'Senndainya aku melakukan demikian pasti hasil￾nya demikian" . Sebab 'senndninya' itu membuka perbuatan setan."

Contohnya, seseorang memutuskan membeli sesuatu yang ia ya￾kini akan memberi keuntungan, tapi ternyata ia malah rugi. Lalu ia me￾ngatakan, "Seandainya aku tidak membelinya tentu aku tidak rugi." Ini

bentuk penyesalan dan keluh kesah. Hal ini kerap terjadi, padahal telah

dilarang.

Keempat, untuk menggunakan takdir sebagai alasan pembenaran

maksiat. Seperti perkataan orang-orang musyrik, "...Seandainya AIIah

me nghen daki, nis c ny a k ami d an b ap ak-b ap ak kami t i d nk meny ekutuknn-Ny a..."

(Al-Anhm [6] : 1,48). "...Seandninyn AllahYang Maha Pemurah menghendaki,

tentulah knmi tidnk menyembah mereka (malaiknt)...." (Az-Zukhruf [43] : 20).

Perkataan seperti ini tidak dibenarkan.

Kelim a, untuk mengungkapkan angan-angan. Hukumnya sesuai

tergantung pada apa yang diangan-angankan, jika baik maka boleh dan

jika buruk maka tidakboleh. Dalam hadits Nabi s: tentang kisah empat

orang yang salah seorang dari mereka berkata, "Seandainya aku memi￾liki harta pasti aku beramal (kebaikan) seperti amal si Fulan." Orang

ini mengangan-angankan kebaikan. Orang kedua berkata, "Seandainya

aku memiliki harta pasti aku berbuat (keburukan) seperti perbuatan si

Fulan". Orang ini mencita-citakan keburukan. Maka Nabi M bersabda

tentang orang pertama, "Ia (mendapat pahala) dengan niatnya itu. Pa￾hala keduanya sama." Dan tentang orang kedua, "Ia (berdosa) dengan

niatnya itu, maka dosa keduanya sama."

Keenam, dipergunakan dalam kalimat berita murni. Berandai-an￾dai seperti ini dibolehkan. Contohnya, seandainya aku mengikuti pe￾lajaran pasti aku mendapat manfaat. Termasuk pemakaian ini adalah

sabda Rasulullah Mi, "Seandainya aku mengetahui akibat urusanku di depan

yang baru aku ketahui di belaknng, nku tidak akan menggiring binntang kur￾bnn dan pnsti aku tahallul bersnma kalinn." Di sini Nabi M mengabarkan,

sekiranya beliau mengetahui bahwa perkara ini (penyesalan sahabat

berhaji tamattu') akan terjadi di antara para sahabat, beliau tidak akan

menggiring binatang kurban dan pasti bertahallul. Pengertian ini yang

tampak pada saya. Namun sebagian orang mengatakary "Ungkapan ini

termasuk angan-angan. Seolah-olah beliau mengucapkan, 'Andai sajaaku bisa mengetahui perkaraku di depan yang baru aku ketahui di be￾lakang sehingga aku tidak menggiring binatang kurban." Tetapi secara

eksplisit, ungkapan ini menunjukkan bahwa beliau memberitahukan

hal di atas ketika beliau melihat penyesalan tersebut dari sebagian saha￾bat. Dan Nabi M tidak mengangan-angankan sesuatu yang Allah telah

menakdirkan sebaliknya.lo8)

Diriwayatkan dalam Ash-Shahih dari Abu Hurairah bahwa Rasu￾lullah ffi bersabda ,"Antusiaslah pada apa yang memberimu manfaat dnn mint￾alah tolong pada Allah, serta jangan lemnh. lika sesuntu menimpamu, jangnn

mengucapkan, "seandainyn aku melakukan demikian pnsti hasilnyn demikinn."

Akan tetapi kntakan, "Allah telah menakdirkan, dnn apn yang Dia kehendnki

Dia lakukan." Sebnb, 'seandainya' itu membuka perbuntan setan."

Sabda beliau, "lika sesuatu menimpamu." Yakni, sesuatu yang tidak

engkau sukai dan tidak diinginkan, serta sesuatu yang menjadi kendala

tercapainya tujuan baikmu yang engkau telah mulai menempuh uPaya￾nya.loe)

Sabda beliau, "Sesungguhnya'seandainyn' itu membuka perbuatan se'

t an" . Kata lau (seandainya) dalam kalimat ini kedudukannya seb agai isim

innn danmaksudnya adalah pengucapannya. Artinya, pengucapan kata

ini membuka perbuatan setan. Perbuatan setan adalah sesal, duka dan

sedih yang dimasukkan oleh setan ke dalam hati manusia. Setan me￾nyukai hal seperti ini. Allah berfirman, "Sesungguhnya pembicnrsan raha￾sia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita,

sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudharnt sedikit pun kepada mereka,

kecuali dengan izin Allah..." (Al-Mujadilah [58] : 10). Bahkan dalam tidur

pun, setan memperlihatkan mimpi-mimpi menakutkan pada manusia

guna memperkeruh kejernihan hidupnya dan mengganggu pikirannya.

Sehingga, dalam kondisi seperti itu, ia tak dapat konsentrasi beribadah

sebagaimana mestinya.llo)HARAMNYA MENCUCAPKAN, .YA ALLAH,

STSuNCGUHNYA AKU TINRT MEVTOHON

KTpRoR-Mu UNTUrc MENOIAK TAKDIR

AKAN Trrepr AKu MErrztrNre KrpRon-Mu

KILTAAgUTAN DI DALAMNYA

'Ya Allah, sesungguhnya aku tidak memohon kepada-Mu untuk

menolak takdir, akan tetapi aku meminta kepada-Mu kelembutan di

dalamnya,' adalah doa yang diharamkan dan tidak boleh dipanjatkan.

Hal ini karena doa bisa menolak takdir, sebagaimana disebutkan dalam

hadits, "Tiada yang dnpat menolak takdir kecuali doa." Selain itu, orang yang

berdoa seperti itu seolah-olah menantang Allah dengan mengucapkan

'Tetapkanlah sekehendak-Mu akan tetapi berlemah lembutlah."

Dalam berdoa, semestinya manusia itu memanjatkan permohonan

secara tegas dan mengucapkan, "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu,

kasihanilah aku," "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari adzab￾Mu," dan semisalnya. Adapun bila ia mengucapkan,'Aku tidak memo￾hon-Mu agar mengubah takdir," apa gunanya berdoa bila engkau tidak

meminta-Nya mengubah takdir? Padahal doa itu untuk menolak takdir.

Allah telah menetapkan takdir dan Dia menciptakan sebab yang dapat

menghalangi ketetapan tersebut, salah satunya adalah doa. Intinya, doa

semacam itu tidak diperkenankan dan siapa pun wajib menjauhinya,

serta menasihati orang yang ia dengar berdoa dengan doa ini supaya

tidak mengulanginya lagi.lrt)MTNDTRTKAN MASITD DI ArAS KUnUn

iriwayatkan dari Aisyah bahwa ia menuturkan, "Ke￾tika Nabi M sakit, salah satu istri beliau menyebutkan

sebuah gereja yang ia lihat di negeri Habasyah. Istri ter￾sebut adalah Mariyah. Ummu Salamah dan Ummu Habibah pernah

melawat ke negeri Habsyah, lantas keduanya menceritakan keindahan

gerejanya dan gambar-gambar yang menghiasinya. Maka Rasulullah ffi

mengangkat kepala dan bersabda, "Mereka (Nasrani) itu; bila seorang sha￾lih meninggal dunia, mereka membangun masjid di atas kuburnya kemudian

mereka menggambar lukisan-lukisan tersebut di dalam masjid. Mereka ini sebu￾ruk-burukmakhluk di sisi Allah." Hadits ini mengandung pelajaran bahwa

mendirikan masjid di atas kubur diharamkan dan itu termasuk perbua￾tan makhluk Allah yang paling buruk.112)

Diriwayatkan dari Aisyah bahwa ia berkata, "Rasulullah ffi bersab￾da saat sakit yang membuat beliau tidak bisa bangkit, "Allah melaknat

orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka telah menjadikan kubur-kubur nabi

mereka sebagai masjid'." Aisyah menambahkan, 'Andai bukan karena kha￾watir terhadap tindakan tersebut, niscaya makam Rasulullah ffi diting￾gikan. Hanya saja dikhawatirkan makam beliau dijadikan masjid."

Ungkapan Aisyah, "Dalam sakit yang membuat beliau tidak bisa

bangkit," artinya sakit yang beliau tidak sembuh darinya. Yakni sakit

yang mengantarkan beliau wafat. Sabda beliau, "Allah melaknat," yakni

menjauhkan dari rahmat-Nya. Allah mengutus para rasul untuk me￾realisasikan tauhid dan ibadah kepada Allah, serta ketergantungan hati

kepada-Nya semata dalam bentuk cinta, pengagungan, harapan dan

rasa takut. Berangkat dari itu semua, utusan yang paling baik sekali￾gus penutup bagi para nabi, Muhammad ffi, sangat antusias menjaga

tujuan tersebut dan memperingatkan tindakan syirik, dengan berbagai

media dan jembatannya. Dalam hadits ini, Aisyah mengabarkanbahwa

dalam sakit terakhir, beliau bersabda, "AIIah melaknat orang-lrang Yahudidnn Nasrani." Beliau mendoakan mereka atau sekedar memberitahukan

bahwa Allah melaknat mereka karena menjadikan makam para nabi

sebagai tempat ibadah. Rasulullah g menyabdakannya guna mem￾peringatkan umat terhadap perbuatan mereka itu. Dan Aisyah meng￾informasikan, beliau mengeluarkan sabda tersebut dalam sakit yang

mengantarkan beliau wafat, guna menjelaskan betapa besar perhatian

Nabi * dalam melindungi tauhid dan bahwa hukum ini tidak diha￾pus. Dengan demikian, mestinya tidak ada seorang pun yang beras￾umsi, barangkali itu di awal periode Islam ketika manusia masih baru

meninggalkan masa kesyirikan. Aisyah mengatakan, seandainya tidak

dikhawatirkan makam beliau dijadikan masjid, makam beliau pasti di￾tampakkan sehingga nampak jelas atau beliau dikebumikan di Baqi'

bersama para sahabat. Hanya saja para sahabat takut kubur beliau di￾jadikan masjid, lantas mereka memakamkan beliau di rumah Aisyah.

Ada beberapa pelajaran yang dapat diambil dari hadits ini: Per￾tama,laknat terhadap orang yang menjadikan kubur sebagai masjid.

Kedua, menjadikan kubur sebagai masjid termasuk dosa besar. Ketiga,

keinginan dan keseriusan besar Nabi & dalam menjaga tauhid serta

perhatian beliau pada masalah itu. Keempat, hikmah dibalik tidak di￾tampakkannya makan Nabi ffi adalah adanya kekhawatiran makam be￾liau dijadikan masjid.113)KturnmAAN It-tvtu

lah telah memuji ilmu dan orang-orang yang berilmu.

Allah mendorong hamba-hamba-Nya agar menuntut

dan membekali diri dengan ilmu. Demikian pula dengan

sunnah yang suci. Ilmu adalah amal shalih paling utama, di samping

merupakan ibadah yang paling baik dan mulia di antara ibadah-ibadah

tathawwu' lainnya. Sebab menuntut ilmu merupakan salah satu bentuk

konkret jihad fi sabilillah. Agama Allah hanya bisa tegak dengan dua

pilar:pertama, ilmu dan argumen. Kedua, Perang dan tombak (senjata).

Kedua unsur ini harus ada, sebab agama Allah tidak mungkin tegak

dan jaya selain dengan keduanya. Namun unsur pertama harus diupay￾akan terlebih dulu sebelum menginjak unsur kedua. Karenanya, Nabi

& tidak pernah menyerang suatu kaum sebelum dakwah Islam sampai

kepada mereka. Artinya, ilmu dulu baru perang.

Allah berfirman:

.:,.,it,.,,'.'c11 t,.- /,t 7--/ "a^-r-: tFti 5t\, ;-\->--; a-,4; ' 72 -' 11--L i:l .Ul'. t /- /t -ai \:-:9 q.A '/l /JV

!

:i: -i)

" Ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan suiud

dan berdiri, sedang in takut terhadap (adzab) akhirat dan mengharap￾kan rahmat Rabbnya..." (Az-Zsrnar [39] : 9)

Pertanyaan di sini harus ada pembandingnya. Yakni, apakah orang

yang beribadah di waktu-waktu malam dan siang itu sama dengan

orang yang tidak seperti itu? Bagian kedua ini dibuang dan tidak dise￾butkan karena telah diketahui dengan jelas. Jadi apakah sama antara

orang yang beribadah di waktu malam dengan bersujud dan berdiri

dalam keadaan takut adzab akhirat dan mengharap rahmat Rabb dan

orang yang takabur dari menaati Allah? Jawabnya, "Jelas tidak sama."

Kemudiary orang yang senantiasa beribadah dengan mengharap

pahala Allah dan takut siksa akhirat ini, apakah ia melakukannya ber￾dasarkan ilmu atau tanpa ilmu? Jawabnya, "Berdasarkan ilmu." Oleh

karena itu selanjutnya Allah berfirman, ",..Katakanlah, 'Adaknh sama

orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?' Se￾sungguhnya orang ynng berakallah ynng dapat menerima pelajaran." (Az-Zu￾mar [39] : 9). Tidaklah sama antara orang berilmu dan orang tidak ber￾ilmu, sebagaimana orang hidup tidak sama dengan orang mati, orang

yang bisa mendengar dengan orang yang tuli, orang yang bisa melihat

dengan orang yang buta.

Ilmu adalah cahaya yang dapat membimbing manusia dan menge￾luarkannya dari kegelapan menuju terangbenderang. Dan lantaran ilmu,

Allah ber