Minggu, 14 Desember 2025

esegese perjanjian lama 2

 


i aspek religius kisah ini. Keberhasilan Israel 

menduduki tanah Kanaan tergantung pada kesetiaan kepada 

YHWH (Yos.2:1-13:33). 

(3) Bagian yang berisi kisah pembagian tanah Kanaan kepada masing-

masing suku bangsa dan daftar lokasi yang dibagikan kepada suku-

suku Israel. Bagian ini merupakan salah satu bagian Kitab Suci 

yang paling membosankan. Walaupun demikian, bagian ini 

memuat informasi berharga bagi para sejarahwan. Secara lebih 

rinci, nampak bahwa tanah yang dibagikan dalam teks Yos.14-22 

sebenarnya jauh lebih luas dari bagian tanah yang direbut Israel 

dalam teks Yos.1-13 (Yos.14:1-22:34). 

(4) Bagian yang mengisahkan pidato perpisahan Yosua dan 

pembaharuan perjanjian di Sikhem. Bagian ini mengakhiri dirinya 

sendiri dengan narasi tentang kematian Yosua (Yos.24:29-33). Dua 

bab terakhir Kitab Yosua ini sebenarnya mengisahkan hal yang 

sama, yaitu menasihati Israel supaya tetap setia kepada YHWH. 

 43 

  

Teks Yos.23 menegaskan bahwa ajakan itu disampaikan Yosua 

sendiri. Sementara dalam teks Yos.24, ajakan itu merupakan 

perintah YHWH yang disampaikan kepada Bangsa Israel melalui 

Yosua. Pidato terakhir seorang tokoh sebelum kematiannya 

merupakan narasi yang senantiasa berulang dan berfungsi sebagai 

penutup suatu periode tertentu. Dalam teks Kej.49 disampaikan 

pidato terakhir Yakub dan narasi panjang tentang kematiannya. 

Pidato ini menutup periode Bapa Bangsa. Teks Ul.33-34 

mengisahkan kata-kata terakhir Musa dan disusul dengan 

kematiannya. Kematian Musa ini menutup periode padang gurun. 

Demikian juga Kitab Yosua berakhir dengan pidato Yosua dan 

narasi kematiannya yang sekaligus menjadi penutup periode 

pendudukan Tanah Terjanji. Selanjutnya dalam teks 1Sam.12:1-25 

disampaikan pidato terakhir Samuel, sebagai penutup periode 

Hakim-hakim. Skema seperti ini menunjukkan bahwa pada tahap 

akhir penyusunan narasi-narasi tersebut, ada seseorang (atau 

sejumlah orang) yang bertindak sebagai editor yang bekerja dengan 

kerangka pikir tertentu (Yos.23-24).  

  

Seperti nampak dalam pembagian itu, pusat Kitab Yosua terletak pada 

Yosua 2-13 dan Yosua 14-22. Kedua bagian itu memuat narasi ‘perebutan’ 

dan ‘pembagian’ Kanaan sebagai Tanah Terjanji. Boleh dikatakan bahwa 

seluruh Kitab Yosua yang terdiri dari 24 bab hanya berkisah tentang 

perebutan dan pembagian Tanah Kanaan di bawah pimpinan Yosua, 

pengganti Musa. Sudah sejak awal, Kitab Yosua secara berulang-ulang 

menegaskan bahwa Allah akan memberikan tanah Kanaan kepada bangsa 

Israel untuk direbut, dimiliki, dan didiami sebagai Tanah Air Terjanji bagi 

mereka (Yos.1:2-3.6.11.13.15). Selanjutnya dikisahkan upaya Yosua 

 44 

  

mengirim pengintai-pengintai, memimpin kedua-belas suku Israel untuk 

menyeberangi sungai Yordan dan memasuki tanah Kanaan, serta merebut 

kota-kotanya mulai dari bagian selatan negeri sampai ke bagian Utara negeri 

tersebut (Yos.2-12).  

Dalam narasi perebutan tanah Kanaan ini, peranan Allah sangat 

ditonjolkan sehingga bangsa Israel dengan sangat mudah menaklukan semua 

musuh-musuh mereka. Allah-lah yang berperang melawan semua penduduk 

asli Kanaan. Bangsa Israel hampir tidak berbuat apa pun. Narasi perebutan itu 

melukiskan sejumlah intervensi Allah membantu Bangsa Israel mengambil 

alih Tanah Kanaan dari penduduk aslinya. Sungai Yordan dikisahkan berhenti 

mengalir (Yos.3:14-17). Kota Yerikho yang kokoh kuat ditaklukkan hanya 

dengan sorak-sorai (Yos.6:20). Ke-12.000 orang Ai ditewaskan dengan tanpa 

kesulitan (Yos.8:25). Orang Gibeon yang perkasa (Yos.10:2) mengikat 

persahabatan dengan Bangsa Israel (Yos.9:15; 10:1). Singkat kata, dengan 

sangat mudah dan tanpa kesulitan apa pun, Yosua berhasil merebut seluruh 

Tanah Kanaan, sesuai dengan yang difirmankan Allah kepada Musa 

(Yos.11:23). Sebagaimana memerintahkan Yosua merebut tanah Kanaan 

(Yos.1:2-3), demikian pula Allah memerintahkan Yosua membagikan tanah 

Kanaan di antara suku-suku Israel (Yos.13:6-7).  

Selanjutnya, dikisahkan usaha Yosua bersama imam Eleazar dan para 

kepala suku membuang undi untuk membagikan tanah Kanaan kepada semua 

suku Israel (Yos.14:1-19:51). Setelah itu, dikisahkan penetapan kota-kota 

perlindungan bagi mereka yang membunuh dengan tidak sengaja (Yos.20:1-

9; Kel.21:13: Bil.35:19), penetapan kota-kota orang Lewi (Yos.21:1-42), dan 

pendirian mezbah oleh suku Ruben, suku Gad, dan suku Manasye yang 

tinggal di seberang Yordan (Yos.9-34). Dengan demikian, sekali lagi diberi 

kesan bahwa Allah-lah yang membagikan tanah Kanaan kepada setiap suku 

Israel dan itu bukanlah hasil usaha bangsa Israel sendiri.  

 45 

  

 

“Sesungguhnya, bukan oleh pedangmu dan bukan pula oleh panahmu. 

Demikianlah kuberikan kepadamu negeri yang kamu peroleh tanpa 

bersusah-susah dan kota-kota yang tidak kamu dirikan, tetapi kamulah 

yang diam di dalamnya: juga kebun-kebun anggur dan kebun-kebun 

zaitun yang tidak kamu tanami, kamulah yang makan hasilnya!” 

(Yos.24:12-13; Ul.6:23; 26:9). 

  

Tujuan Kitab Yosua adalah menegaskan bahwa pendudukan tanah 

Kanaan merupakan pelaksanaan perjanjian Allah dengan bangsa Israel. 

 

“Jadi seluruh negeri itu diberikan Allah kepada orang Israel, yaitu 

negeri yang dijanjikan-Nya dengan bersumpah untuk diberikan kepada 

nenek moyang mereka.”  

 

Mereka menduduki negeri itu dan menetap di sana. Kepada mereka 

Allah mengaruniakan keamanan ke segala penjuru, tepat seperti dijanjikan-

Nya dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka. Tidak ada seorang 

pun dari semua musuhnya yang tahan berdiri menghadapi mereka. Semua 

musuhnya diserahkan Allah kepada mereka.  

Dari segala yang baik yang dijanjikan Allah kepada kaum Israel, ‘tidak 

ada yang tidak dipenuhi. Semuanya dipenuhi!’ (Yos.21:43-45). Oleh karena 

itu, supaya bangsa Israel tetap dapat mendiami tanah Kanaan yang diberikan 

Allah kepada mereka, Allah menuntut bangsa Israel untuk juga menepati 

perjanjian mereka dengan Allah.  

 

“Maka demi nyawamu, bertekunlah mengasihi Tuhan, Allahmu. Sebab 

jika kamu berbalik dan berpaut pada sisa-sisa bangsa-bangsa ini … 

 46 

  

maka ketahuilah dengan sesungguhnya, bahwa Tuhan, Allahmu, tidak 

akan menghalau lagi bangsa-bangsa itu dari depanmu … sampai kamu 

binasa dari tanah yang baik ini, yang telah diberikan kepadamu oleh 

Tuhan, Allahmu … Tetapi seperti telah datang atas kamu segala yang 

baik, yang telah dijanjikan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu, 

demikianlah Tuhan akan mendatangkan atas kamu segala yang tidak 

baik sampai Ia telah memusnahkan kamu dari tanah yang baik ini, yang 

diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu, apabila kamu melangkahi 

perjanjian, yang telah diperintahkan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu, 

dan pergi beribadah kepada allah lain dan sujud menyembah kepada 

mereka. Maka murka Tuhan akan bangkit terhadap kamu, sehingga 

kamu segera binasa dari negeri yang baik, yang telah diberikan-Nya 

kepadamu!” [Yos.23:11-16].  

 

Guna menggarisbawahi pentingnya pelaksanaan perjanjian ini, pada 

akhir Kitab Yosua dengan sengaja dikisahkan pembaharuan perjanjian antara 

Allah dengan bangsa Israel di Sikhem. 

 

”Pada hari itu juga Yosua mengikat perjanjian dengan bangsa itu dan 

membuat ketetapan dan peraturan bagi mereka di Sikhem. Yosua 

menuliskan semuanya itu dalam kitab hukum Allah, lalu ia mengambil 

batu yang besar dan mendirikannya di sana, di bawah pohon besar, di 

tempat kudus Tuhan yang diucapkan-Nya kepada kita. Sebab itu batu 

ini akan menjadi saksi terhadap kamu, supaya kamu jangan 

menyangkal Allahmu!” (Yos.24:25-27).  

 

 47 

  

Mengingat tujuan Kitab Yosua ini, dapat dipahami jika narasi mengenai 

perebutan dan pembagian tanah Kanaan sedikit dibesar-besarkan sehingga 

kurang sesuai dengan kenyataan sejarah.  

Dalam hal ini perlu selalu disadari bahwa Kitab Suci tidak bermaksud 

‘melaporkan’ sejarah, tetapi ‘mengajar’ dan ‘memperkembangkan iman’. 

Kitab Yosua ingin mengajar bangsa Israel bahwa jika sekarang ini mereka 

dapat dan boleh menikmati hasil tanah Kanaan, yang berlimpah-limpah susu 

dan madunya (Kel.3:8; Ul.26:9.15), itu semua merupakan karunia Allah 

belaka. Kondisi nyaman itu bukan merupakan jerih payah Bangsa Israel 

sendiri. Allah sendirilah yang berperang melawan musuh-musuh bangsa 

Israel sekaligus merebut tanah mereka untuk diberikan kepada bangsa Israel 

(Yos.10:14; 23:3.10; 24:8-13), sehingga sekarang bangsa Israel dapat 

mendiami tanah Kanaan dan menikmati hasil tanamnya. Oleh karena itu, 

sudah sepantasnya bahwa Bangsa Israel harus selalu takut akan Allah dan 

beribadat kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia, serta menjauhkan segala 

allah asing dari hadapan mereka (Yos.24:14-24). 

 

3. Narasi-narasi Penting dalam Kitab Yosua 

a. Program Narasi (Yos.1:1-9)  

Guna memahami kitab Yosua, membaca ayat-ayat pembukaan 

mungkin akan membantu. Jika pembaca memperhatikan dengan saksama, 

teks Yos.1:1-9 menyampaikan program narasi yang selanjutnya akan 

dikembangkan dalam seluruh kitab. Sejumlah pokok penting dari perikop 

pembukaan ini akan ditunjukkan.  

 

 “1 Sesudah Musa hamba TUHAN itu mati, berfirmanlah 

TUHAN kepada Yosua bin Nun, abdi Musa itu, demikian: 2 

“Hamba-Ku Musa telah mati; sebab itu bersiaplah sekarang, 

 48 

  

seberangilah sungai Yordan ini, engkau dan seluruh bangsa 

ini, menuju negeri yang akan Kuberikan kepada mereka, 

kepada orang Israel itu. 3 Setiap tempat yang akan diinjak 

oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang 

telah Kujanjikan kepada Musa. 4 Dari padang gurun dan 

gunung Libanon yang sebelah sana itu sampai ke sungai 

besar, yakni sungai Efrat, seluruh tanah orang Het, sampai 

ke Laut Besar di sebelah matahari terbenam, semuanya itu 

akan menjadi daerahmu. 5 Seorangpun tidak akan dapat 

bertahan menghadapi engkau seumur hidupmu; seperti Aku 

menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; 

Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan 

meninggalkan engkau. 6 Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, 

sebab engkaulah yang akan memimpin bangsa ini memiliki 

negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek 

moyang mereka untuk diberikan kepada mereka. 7 Hanya, 

kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, 

bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang 

telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; 

janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau 

beruntung, ke manapun engkau pergi. 8Janganlah engkau 

lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu 

siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai 

dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan 

demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan 

beruntung. 9 Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: 

kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar 

 49 

  

hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun 

engkau pergi.” 

 

Firman YHWH kepada Yosua yang cukup panjang ini 

membuka kitab Yosua. Ada sejumlah pokok yang patut mendapat 

perhatian. 

 

(1) Kaitan kitab Yosua dengan bagian sebelumnya cukup 

kentara. Keterangan tentang wafat Musa dengan jelas 

mengaitkan kitab ini dengan kitab Ulangan (Ul.34:1-12). 

Sementara itu, pernyataan bahwa YHWH akan 

memberikan tanah ini kepada Bangsa Israel mengandaikan 

keterkaitannya dengan janji YHWH yang diberikan 

kepada para Bapa Bangsa (Kej.12:1ss). Data geografis 

yang terdapat pada teks Yos.1:4 mirip dengan yang 

terdapat dalam teks Kej.15:16-21. Juga patut diperhatikan 

bagaimana Musa dan Yosua disebut. Musa disebut ‘hamba 

YHWH’ (ebed YHWH). Sementara itu Yosua disebut 

dalam kaitannya dengan Musa, ‘abdi (lebih tepatnya 

pelayan) Musa’ atau ’mesaret Moses’ (Yos.1:1). Sama 

seperti kepada Musa, kepada Yosua, YHWH juga 

menjanjikan penyertaan-Nya (Yos.1:5). 

(2) Dalam teks Yos.1:7-9, YHWH memperingatkan Yosua 

supaya tetap setia pada Hukum. Kesetiaan ini menjadi 

syarat yang menentukan kesuksesan Yosua. Ini dapat 

menjadi problem yang menantang untuk direnungkan. Hal 

ini sebenarnya menarik untuk direnungkan. Jika kesetiaan 

pada Hukum Taurat menjadi hal yang fundamental, 

 50 

  

sebenarnya operasi militer tidak perlu dilakukan lagi. 

Bukankah cukup untuk Yosua dan Bangsa Israel menaati 

Hukum Taurat. Berkat itu segalanya pasti beres. Hal ini 

sekaligus menunjukkan bagaimana pengaruh ideologi 

Deuteronomis amat kuat terasakan. Skema klasik ‘setia-

berkat’ dan tidak ‘setia-kutuk’ sangat kentara di sini. Akan 

tetapi, nyatanya tidak sesederhana itu. Sebagaimana sudah 

dikatakan sejak teks Kej.12:6b, pendudukan Tanah 

Terjanji tidak akan terlaksana tanpa halangan. Alasannya, 

‘orang Kanaan diam di negeri itu’. Untuk menerima janji, 

ternyata Bangsa Israel harus terlibat dalam konflik militer 

dengan penduduk setempat. Klaim teologi adalah satu hal. 

Akan tetapi, pelaksanaan dalam hidup konkret adalah hal 

yang lain. Iman harus diwujudkan dalam kompleksitas 

hidup. 

(3) Bagian awal Kitab Yosua ini berfungsi sebagai program 

narasi Kitab Yosua. Jika ada program, harus ada juga 

pelaksanaan program. Dengan demikian, seluruh kitab 

Yosua sebenarnya dapat dipandang sebagai pelaksanaan 

program tersebut. Teks Yos.11:23a menyebutkan 

‘Demikianlah Yosua merebut seluruh negeri itu sesuai 

dengan segala yang difirmankan TUHAN kepada Musa’. 

Kondisi ini dapat dipandang sebagai kesimpulan atas 

program narasi, kendati hanya bagian pertama. Teks 

Yos.11:23b justru memunculkan program lain. ‘Dan 

Yosua pun memberikan negeri itu kepada orang Israel 

menjadi milik pusaka mereka, menurut pembagian suku 

mereka’. Pelaksanaannya terdapat dalam bagian kedua 

 51 

  

kitab Yosua (Yos.23-24). Dua bab terakhir Kitab Yosua 

memberikan penilaian tentang pelaksanaan program narasi 

ini. 

  

b. Narasi Pendudukan Yerikho (Yos.1-6) 

Menarik memperhatikan bagaimana Bangsa Israel merebut Yerikho 

(Yos.3-6). Rincian narasi itu memunculkan sesuatu yang gagasannya 

mungkin agak berbeda dengan pra-paham pada umumnya. Narasi dibuka 

dengan persiapan bangsa Israel untuk menyeberang Yordan (Yos.3). Bangsa 

Israel harus berbaris di belakang tabut yang diarak oleh para imam. Yosua 

memerintahkan Bangsa Israel untuk menguduskan diri. Alasannya, ‘sebab 

besok TUHAN akan melakukan perbuatan ajaib di antara kamu’ (Yos.3:5). 

Saat para imam mencelupkan kaki mereka ke dalam sungai Yordan, dikatakan 

bahwa air sungai tiba-tiba berhenti mengalir dan menjadi kering, sehingga 

Bangsa Israel dapat menyeberanginya. Gambaran ini tentu mengingatkan 

pembaca pada peristiwa eksodus atau keluaran dari tanah perbudakan Mesir. 

Pada teks Yosua 4 dikatakan bahwa setelah iring-iringan tabut bersama 

dengan bangsa Israel keluar dari sungai Yordan, air mengalir kembali 

(Yos.4:18). Selanjutnya mereka mendirikan batu-batu peringatan yang 

berjumlah duabelas, sesuai dengan jumlah suku-suku Israel. Dalam teks 

Yos.4:6 dan teks Yos.21 ditemukan rumusan spesifik, yaitu ‘Jika anak-

anakmu bertanya di kemudian hari’. Sebagaimana diketahui, rumusan 

semacam itu juga terdapat dalam teks Kel.13:14. Teks tersebut membicarakan 

aturan-aturan tentang perjamuan paskah. Kaitan dengan peristiwa eksodus, 

lagi-lagi ditampakkan. 

Teks Yosua 5 mengisahkan usaha Yosua menyunat bangsa Israel 

sekaligus merayakan Paskah di Gilgal. Sebagai persiapan perang, tindakan 

Yosua ini sulit dimengerti. Jika diingat kembali narasi yang terdapat dalam 

 52 

  

teks Kej.34 dalam peristiwa Dina dan Sikhem, ada informasi bahwa orang-

orang sebangsa dengan Sikhem dibinasakan Simeon dan Lewi (Yos.34:25). 

Pembinasaan ini terjadi justru karena mereka sedang kesakitan karena 

disunat. Oleh karena itu, banyak orang berpikir bahwa peristiwa itu bukanlah 

sebuah peristiwa historis. Paling tidak, bukan dalam konteks perang. 

Saat berada dekat Yerikho, Yosua melihat seorang laki-laki dengan 

pedang terhunus yang mengaku diri sebagai Panglima Bala Tentara Tuhan 

(Yos.5:13-14). Orang ini berkata kepada Yosua untuk menanggalkan 

kasutnya, ‘sebab tempat engkau berdiri itu kudus’ (Yos.5:15). Perintah ini 

tentu saja mengingatkan pada peristiwa semak terbakar dalam teks Kel.3:5. 

Kehadiran tokoh ini memberi kesan bahwa ‘pertempuran’ yang akan terjadi 

adalah semacam Perang Kudus (holy war). Dalam Perang Suci YHWH 

sendiri yang berperang untuk umat-Nya. Jika YHWH yang berperang, umat 

memang wajar menguduskan diri. 

Akhirnya, setelah persiapan-persiapan itu, teks Yosua 6 mengisahkan 

akhirnya Yerikho jatuh ke tangan Bangsa Israel. Jika diikuti, rasanya proses 

merebut kota Yerikho ini agak aneh. Pertama-tama dikatakan bahwa orang 

Israel mesti mengelilingi kota tersebut satu kali setiap hari selama enam hari 

berturut-turut. Sementara itu ada tujuh imam dengan tujuh sangkakala 

berjalan di depan tabut. Lagi-lagi terjadi prosesi! Dalam teks 1Sam.4:3 

memang disampaikan bahwa Tabut Perjanjian diarak ke peperangan untuk 

menunjukkan kehadiran YHWH. Baru pada hari ketujuh, Israel mengelilingi 

kota tersebut sebanyak tujuh kali. Imam meniup sangkakala. Sementara para 

imam meniup sangkakala. Hasilnya, ‘runtuhlah tembok itu, lalu mereka 

memanjat masuk ke dalam kota, masing-masing langsung ke depan, dan 

merebut kota itu’ (Yos.6:20). Selanjutnya ada narasi bahwa ‘mereka 

menumpas dengan mata pedang segala sesuatu yang di dalam kota itu, baik 

laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, sampai kepada lembu, 

 53 

  

domba, dan keledai’ (Yos.6:21). Yerikho pun jatuh! Bangsa Israel berhasil 

merebutnya. 

Gambaran penaklukan Yerikho seperti diringkaskan itu menunjukkan 

kejanggalan sebagai suatu operasi militer. Ada dua hal yang patut menjadi 

catatan. Pertama, yang dilukiskan dalam narasi tersebut lebih menyerupai 

sebuah ritus keagamaan dan bukan perang. Dalam teks Kel.12:48, orang 

wajib disunat (walau peraturan ini adalah untuk orang asing) supaya boleh 

mengikuti perayaan Paskah. Dalam teks Yosua 5 dikatakan bahwa orang 

Israel yang lahir di padang gurun dalam perjalanan keluar dari Mesir, belum 

disunat (Yos.5:5). Sunat bukan syarat untuk perang, melainkan untuk suatu 

ritus keagamaan. Kedua, yang lebih menyolok dan merisaukan adalah 

perintah Yosua bahwa ‘kota itu dengan segala isinya akan dikhususkan bagi 

TUHAN untuk dimusnahkan’ (Yos.6:17). Pelaksanaan perintah ini 

digambarkan pada teks Yos.6:21 saat tembok runtuh dan Bangsa Israel 

memasuki Yerikho dan semua dibinasakan. Ini bukanlah gambaran tentang 

perang, melainkan suatu tindakan pembantaian dan penjarahan. Gambaran 

seperti ini menunjukkan dengan sangat jelas, karakter narasi ini. Karakternya 

adalah narasi ideologis atau teologis. Aspek inilah yang ditonjolkan dalam 

narasi ini.   

  

c. Narasi Pemusnahan Bangsa Kanaan 

Dalam narasi penyerbuan masuk ke Tanah Terjanji sebagaimana 

dikisahkan dalam kitab Yosua, terdapat teks-teks yang bernada haus darah. 

Antara lain, ‘Mereka menumpas darah dengan mata pedang segala sesuatu 

yang di dalam kota itu, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun 

muda, sampai kepada lembu, domba dan keledai’ (Yos.6:21; 8:22; 

10:26.28.30.32). Menariknya, tindakan seperti itu diklaim mendapat 

legitimasi religius sebagai perintah yang diberikan YHWH sendiri.  

 54 

  

 

Misalnya, ‘Seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa, hamba-

Nya itu, demikianlah diperintahkan Musa kepada Yosua dan seperti 

itulah dilakukan Yosua: tidak ada sesuatu pun yang diabaikan dari 

segala yang diperintahkan TUHAN kepada Musa. … Karena TUHAN 

yang menyebabkan hati orang-orang itu menjadi keras, sehingga 

mereka berperang melawan orang Israel, supaya mereka ditumpas, 

dan jangan dikasihani, tetapi dipunahkan, seperti yang diperintahkan 

TUHAN kepada Musa’ (Yos.11:15.20).  

 

Lukisan seperti ini mengajak pembaca merenungkan sekaligus 

mempertanyakan sejumlah hal. Misalnya, bagaimana dengan gambaran Allah 

yang Maharahim dan Maha Penyayang? Bagaimana mungkin Allah yang 

kudus, adil, dan penuh kasih memerintahkan tindakan pembinasaan seperti 

itu? Mengapa Kanaan yang harus mengalami pemusnahan? Apa yang sudah 

diperbuat Bangsa Kanaan sehingga harus menderita seperti itu? Apakah 

mereka sudah terlebih dahulu menindas Bangsa Israel? Jika demikian, teori 

tentang peasants’ revolt (pemberontakan kaum petani) menjadi masuk akal. 

Akan tetapi, jika diteliti secara lebih jujur, sebenarnya hampir tidak ada teks 

yang secara eksplisit mengatakan dosa Kanaan sehingga membuat mereka 

patut mendapat ganjaran seperti itu! Jika demikian, pertanyaannya adalah 

mengapa? 

Guna mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, 

sejumlah hal perlu diperhatikan. Pertama, teks tersebut (Yos.6:21) berbunyi 

‘Mereka menumpas dengan mata pedang segala sesuatu yang di dalam kota 

itu, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, sampai kepada 

lembu, domba, dan keledai.’ Kata kerja Ibrani yang dipakai adalah ’hrm’ 

(kata bendanya adalah ‘hêrem’). Sebenarnya kata ini tidak sekadar memiliki 

 55 

  

makna membinasakan, tetapi juga membinasakan dalam konteks religius. 

Dengan demikian, penghancuran itu memiliki karakter religius, yaitu korban 

dipersembahkan kepada YHWH. 

Di satu pihak, hal ini sebenarnya merupakan sesuatu yang masuk akal. 

Jika YHWH yang berperang, wajarlah jika hal-hal yang dirampas dalam 

peperangan itu memang menjadi milik YHWH. Pelanggaran atas perintah itu 

akan berakibat hukuman mati seperti dialami Akhan dalam teks Yosua 7-8. 

Mekanisme ini tentu saja dapat dilihat sebagai upaya membina kedisplinan 

militer, sekaligus juga menguntungkan karena musuh lantas memang 

dimusahkan sampai ke akar-akarnya. Di lain pihak, hal seperti itu tentu agak 

sedikit menggoncangkan nurani banyak orang karena peristiwa seperti itu 

ditemukan di dalam Kitab Suci. Bagaimana mungkin pemusnahan yang keji 

itu termuat dalam teks-teks suci? Mengapa penulisnya membiarkan narasi 

kebencian itu berada di dalam teks Kitab Suci? Bagaimana itu pemusnahan 

itu dapat dimaknai? Repotnya lagi, hal seperti ini dapat saja menjadi 

justifikasi religius di perang zaman sekarang. 

Pertanyaan berikut yang lebih mendalam adalah mengapa Kanaan yang 

harus mengalami pemusnahan itu? Mengapa kekerasan semacam itu justru 

didukung penuh kelompok Deuteronomis? Padahal jika disimak hukum-

hukum yang dirumuskan, terlihat bahwa orientasi kemanusiaan kelompok ini 

sangatlah kuat. Atas pertanyaan seperti itu, tidak ada jawaban pasti yang dapat 

diberikan. Kendati demikian, mungkin sejumlah gagasan dapat diajukan 

sebagai jawaban atau pertanggungjawaban. 

Konteks penulisan KSDtr seperti yang sudah disinggung adalah 

pemerintahan Yosia yang mendukung Pembaharuan Yosia. Berdasarkan 

konteks historis, Kerajaan Yehuda saat itu berada dalam periode di bawah 

bayang-bayang kerajaan besar Asyur. Sementara dari segi ideologis, 

pembaharuan Yosia sebenarnya juga mencakup identitas nasional. 

 56 

  

Menegaskan identitas nasional bermakna membedakan diri atau mengambil 

jarak dari mereka yang berdekatan tetapi tetap berbeda. Jika diingat 

kemungkinan bahwa Bangsa Israel merupakan bagian dari Bangsa Kanaan, 

tidak mengherankan bahwa untuk menegaskan identitas diri itu, harus diambil 

tindakan tegas, yaitu memusnahkan bangsa-bangsa lain. 

Pokok lain yang dapat dikemukakan adalah bahwa pembaharuan Yosia 

pada dasarnya merupakan pembaharuan religius yang bermaksud 

mempromosikan Yahwisme yang dalam sejarah Kerajaan Yehuda (dan 

Israel) senantiasa naik-turun. Kemurnian religius merupakan tujuan penting. 

Perlu diingat bahwa untuk mencapai kemurnian religius, agama-agama lain 

harus disingkirkan. Dalam konteks ini, Bangsa Kanaan dapat dipandang 

sebagai ancaman terhadap kemurnian agama Israel. Lagi-lagi, tidak 

mengherankan jika Bangsa Kanaan memang harus disingkirkan. Oleh karena 

itu pertanyaan mengapa Bangsa Kanaan yang harus mengalami pemusanahan 

ini dapat dijawab hanya karena mereka adalah Kanaan. 

 

d. Narasi Rahab (Yos.2:4-5) 

Soal lain yang muncul adalah moralitas dalam kitab Yosua sehubungan 

dengan tipuan Rahab kepada lelaki-lelaki yang memburu para pengintai Israel 

(Yos.2:4-5). Ada orang yang tidak mau menyebutnya sebagai tipuan karena 

tipu daya diperbolehkan dalam peperangan. Yang lain mengatakan bahwa di 

Israel ‘kebenaran’ berbeda maknanya dengan ‘setuju atas fakta’. Sebaliknya, 

kata ini memiliki makna ‘kesetiaan pada tetangga dan TUHAN’. Menurut 

pendapat ini, tipu daya Rahab sebenarnya bukan sungguh-sungguh menipu. 

Orang-orang lain menekankan bahwa pada narasi tersebut tidak 

ditemukan penafsiran ganda moralitas. Dengan kata lain, pada narasi tersebut 

tetap terjadi dosa yang serius, yaitu berdusta (Im.19:11; Ams.12:22). 

Pendapat ini menegaskan bahwa tujuan tidak dapat menghalalkan segala cara. 

 57 

  

Sebagai bandingan, Paulus dalam teks Rom.3:8 mencela sikap semacam itu. 

‘Marilah kita berbuat yang jahat, supaya yang baik muncul daripadanya’. 

Sementara itu bagian lain Perjanjian Baru justru memuji iman Rahab yang 

diungkapkan saat menolong para pengintai, bukan semata-mata karena ia 

menipu. 

 

“Karena iman, Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa 

bersama-sama dengan orang-orang tidak taat, karena ia telah 

menyambut pengintai-pengintai itu dengan damai” (Ibr.11:31). 

 

“Bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu, dibenarkan berdasarkan 

perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang 

suruhan itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui 

jalan yang lain?” (Yak.2:25). 

 

Secara implisit, perikop dari Surat Yakobus menyebutkan dua tindakan 

netral. Pertama, menyediakan penginapan. Kedua, menyuruh para pengintai 

itu pergi melalui jalan yang lebih aman. Perikop ini tidak menyebutkan bahwa 

Rahab menipu atau bahkan ‘melindungi’ kedua laki-laki dengan cara 

berdusta. Sangat mungkin tipu daya itu sengaja tidak ditampilkan dalam surat 

Yakobus. Jika tidak, tentu perikop ini akan mengungkapkan tindakan Rahab 

secara lebih jelas. Kemungkinan lainnya adalah Surat Yakobus ini bermaksud 

menghindari kesan memaafkan atau membiarkan. 

Menghadapi soal seperti itu, mungkin dapat disampaikan sejumlah 

jawaban. Antara lain, larangan-larangan untuk menipu adalah penting dan 

bahwa akhirnya tindakan dusta Rahab tidak dapat dibenarkan (Im.19:11). 

Akan tetapi, Rahab juga tidak dapat dihakimi terlalu keras karena motivasinya 

tentu benar. Pertama, ia sungguh-sungguh memperlihatkan iman yang hidup 

 58 

  

benar kepada Allah Israel. Kedua, jelas bahwa ia tidak sepenuhnya 

memahami peraturan-peraturan dalam hukum Musa yang dimiliki orang-

orang Israel. Ketiga, menilai kembali suatu tindakan dengan suasana kepala 

dingin jauh lebih mudah ketimbang mengambil keputusan penting dalam 

suasana darurat. Kitab Suci menilai bahwa iman Rahab yang ditunjukkan 

melalui tindakan-tindakan lebih penting dari tindakan yang menyimpang dari 

etika ini. 

Yang memberi penghiburan dalam soal Rahab ini adalah kenyataan 

bahwa ternyata ia diselamatkan dari penghancuran sebagaimana dialami 

orang-orang Kanaan. Rahab selamat karena ia sudah membantu Israel. Akan 

tetapi, ini memang pola yang seringkali muncul dalam Kitab Suci. Polanya 

adalah yang lemah justru dipilih Allah untuk mempermalukan yang kuat. 

Berulang-ulang ditemukan pilihan Allah justru jatuh ke pihak yang tidak 

semestinya. Dalam Kidung Hana, yang menjadi inspirasi magnificat, 

ditemukan ungkapan semacam itu.  

 

“Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu, dan mengangkat 

orang miskin dari Lumpur, untuk mendudukkan ia bersama-sama 

dengan para bangsawan, dan membuatnya memiliki kehormatan. 

Sebab TUHAN mempunyai alas bumi; dan di atasnya Ia menaruh 

daratan” (1Sam.2:8). 

 

C. RANGKUMAN 

(1) Di dalam tradisi Yahudi, Kitab Yosua tergolong pada kitab nabi-nabi 

yang terdahulu. Kendati demikian, para ahli berpendapat bahwa penulis 

kitab ini tidak anonim. Akan tetapi, besar kemungkinan ada kaitannya 

dengan penulis kitab Ulangan. 

 59 

  

(2) Kitab Yosua terbagi atas dua bagian pokok. Pertama, teks Yosua 2-12. 

Bagian ini mengisahkan perebutan secara ajaib Tanah Terjanji (Kanaan) 

oleh suku-suku Israel di bawah pimpinan Yosua. Kedua, teks Yosua 13-

22. Bagian ini mengisahkan dinamika perjuangan Yosua membagikan 

Tanah Kanaan di antara suku-suku Israel sekaligus menyelesaikan semua 

persengketaan tapal batas dan wilayah masing-masing suku. 

(3) Bagian awal Kitab Yosua ini berfungsi sebagai program narasi Kitab 

Yosua. Jika ada program, harus ada juga pelaksanaan program. Dengan 

demikian, seluruh kitab Yosua sebenarnya dapat dipandang sebagai 

pelaksanaan program tersebut. 


TINJAUAN KITAB HAKIM-HAKIM DAN TAFSIRAN ATAS 

 

 


Dalam Bahasa Indonesia sekurang-kurangnya kata ‘hakim’ memiliki 

dua makna. Pertama, ‘orang yang mengadili perkara di pengadilan atau 

mahkamah’. Kedua, ‘orang pandai, budiman dan ahli atau orang yang 

bijaksana’. Akan tetapi, dalam bahasa Ibrani kata ‘syofêt’ atau bentuk jamak 

‘syofetîm’ tidak hanya bermakna ‘hakim’. Kata itu juga bermakna 

‘pemimpin’ militer dan sipil. Bahkan, kadang-kadang kata itu dapat memiliki 

makna ‘kepala suku’ atau ‘kepala kampung’. Demikian pula kata dalam 

Bahasa Arab ‘qudāt’ yang menerjemahkan kata Ibrani itu memiliki makna 

yang lebih luas daripada sekadar ‘hakim’ dalam dunia peradilan. Dari 

pemaknaan itulah sebutan ‘Kitab Hakim-hakim’ harus dipahamni.  

 61 

  

Dalam Kitab Suci ‘Kitab Hakim-hakim’ merupakan terjemahan dari 

judul Latin ‘liber iudicum’. Uraiannya, kata ‘liber’ bermakna ‘buku’. 

Sedangkan kata ‘iudex’ bermakna ‘hakim’. Singkat kata, sebutan ‘Kitab 

Hakim-hakim’ sebenarnya kurang tepat untuk dikenakan pada kitab yang 

menyusul Kitab Yosua ini. Sama seperti Kitab Yosua, kitab ini pun memuat 

narasi pertempuran Bangsa Israel melawan musuh-musuhnya. Secara khusus 

bangsa yang menjadi lawan adalah bangsa Filistin sebagai musuh besarnya. 

Dalam narasi pertempuran tersebut dikisahkan munculnya beberapa ‘syofêt’ 

yang dikirim Allah guna menyelamatkan bangsa Israel dari tangan musuh-

musuh mereka. Umumnya, para ‘syofêt’ itu hanya muncul di saat-saat gawat. 

Misalnya, saat bangsa Israel dikalahkan dan ditindas suku bangsa tertentu. 

Dengan demikian, tugas seorang ‘syofêt’ terutama adalah membebaskan 

Bangsa Israel dari cengkeraman dan penindasan musuh. Seorang ‘syofêt’ 

lebih merupakan seorang ‘penyelamat’ alih-alih seorang ‘hakim’ yang 

beraktivitas di ruang pengadilan. 

Berdasarkan uraian itu makna kata ‘hakim (-hakim)’ dalam kitab ini 

tidak sama dengan makna ‘hakim’ di zaman modern ini. Hakim dalam Kitab 

Hakim-hakim tidak menjalankan tugas peradilan dengan mendengarkan 

keluhan-keluhan atau membuat keputusan-keputusan legal. Sebaliknya, para 

hakim adalah pemimpin-pemimpin utama Israel. Mereka adalah pelepas 

bangsa dari ancaman atau tekanan asing. Dalam hal ini narasi Deborah dalam 

teks Hak.4:4-5 adalah kekecualian. Kunci untuk memahami mereka terdapat 

dalam kitab itu sendiri. 

 

“Maka TUHAN membangkitkan hakim-hakim, yang menyelamatkan 

mereka dari tangan perampok itu” (Hak.2:16). 

 

 62 

  

Kitab Hakim-hakim sangat berbeda jika dibandingkan dengan kitab 

sebelumnya (Yosua). Isinya merupakan rangkaian episode-episode lepas. 

Rangkaian episode itu memiliki tema yang serupa. Temanya adalah 

kemurtadan Israel dan kasih setia Allah. Secara tidak langsung, tema ini 

menggambarkan kekacauan kehidupan politik maupun kehidupan rohani 

bangsa Israel. Kekacauan ini diselesaikan karena berulang-ulang Bangsa 

Israel diselamatkan campur tangan dan pemeliharaan Allah semata. 

Kitab ini ditulis guna menunjukkan akibat dari ketidaktaatan kepada 

Allah. Berbeda dengan Kitab Yosua yang ditutup dengan kondisi damai 

sebagai buah ketaatan Israel terhadap perintah Allah, kitab Hakim-hakim 

membuktikan bahwa sesungguhnya Israel sudah mulai tidak taat kepada 

Allah sejak zaman Yosua. Sikap tidak taat ini terus berkembang menjadi lebih 

serius dan lebih parah. Kondisi ini terjadi di seluruh periode yang dicatat 

dalam kitab Hakim-hakim. 

 

B. PENYAJIAN MATERI 

1. Program Narasi (Hak.1:1-2:5) 

Sebelum beranjak lebih lanjut, baik diperhatikan bagian awal Kitab 

Hakim-hakim. Teks Hak.1:1 membuka dirinya dengan keterangan ‘Sesudah 

Yosua mati…’. Akan tetapi, selanjutnya berita kematian Yosua diulang lagi 

dengan lebih panjang dalam teks Hak.2:6-9. Lebih repot lagi, teks yang sama 

terdapat dalam teks Yos.24:28-31. Sejumlah pertanyaan dapat diajukan. 

Bagaimana memahami situasi seperti itu? Mengapa kematian Yosua seperti 

ini ditempatkan tumpang tindih begitu? Jika dipandang dari sudut lain, akan 

muncul pertanyaan selanjutnya. Misalnya, apa makna atau fungsi teks 

Hak.1:1-2:5 dalam konteks ini. 

Jika diperhatikan dengan teliti, teks Hak.1:1-2:5 berdasarkan teks 

Hak.1:1, sebenarnya jelas menggambarkan upaya Bangsa Israel memasuki 

 63 

  

tanah Kanaan. Akan tetapi, versi yang dikisahkan berbeda dengan yang 

terdapat dalam Kitab Yosua. Menurut versi teks Hak.1, masing-masing suku 

bangsa bergerak sendiri dan memukul kalah bangsa-bangsa yang ada di sana. 

Menurut pandangan Kitab Hakim-hakim, tidak ada gambaran gerakan 

bersama Bangsa Israel sebagai satu kesatuan yang menjarah Kanaan. Selain 

itu, gambaran yang ditampilkan Kitab Hakim-hakim masih lebih manusiawi 

jika dibandingkan dengan gambaran dalam Kitab Yosua. Pada Kitab Hakim-

hakim tidak ada pembantaian penduduk Kanaan yang dimaksudkan sebagai 

‘hêrem’. Perkecualian terdapat dalam teks Hak.1:5-7. Teks ini 

menggambarkan kejadian ibu jari kaki dan tangan Raja Adoni-Bezekk 

dipotong. Secara umum rumusan yang berulangkali muncul adalah 

‘penduduk kota X tidak dihalau suku Y’. 

Banyak orang berkesimpulan bahwa gambaran yang disajikan Kitab 

Hakim-hakim ini jauh lebih realistis dibandingkan yang dipaparkan teks 

Yos.1-12. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, Kitab Yosua diwarnai 

unsur ideologis-teologis serta juga unsur propaganda yang sangat kuat. Jika 

dilihat lagi, ‘perebutan’ tanah Kanaan menurut versi Kitab Hakim-hakim ini 

lebih mencerminkan teori infiltrasi. Sekaligus, versi Kitab Hakim-hakim juga 

memuat teori peasants’ revolt seperti akan lebih dirinci. Dalam hal ini dapat 

dimunculkan dugaan bahwa justru Kitab Hakim-hakim menjadi dasar 

munculnya teori-teori tersebut. 

Bagaimana pun, gambaran ini sebenarnya juga mengajarkan kepada 

Bangsa Israel bahwa keinginan untuk hidup secara eksklusif tanpa diganggu 

bangsa-bangsa lain sebenarnya hanyalah suatu ilusi atau mimpi di siang 

bolong. Bangsa Israel harus belajar bahwa mereka hidup di dunia nyata, 

bukan di alam khayal seturut gambaran yang dijanjikan tradisi religius. Sekali 

lagi, hal ini menyadarkan bahwa ajaran agama seringkali menawarkan 

gambaran yang ideal. Sementara itu, kenyataan berbicara lain. Justru 

 64 

  

ketegangan antara ajaran agama dengan kenyataan inilah yang menjadi ajang 

perjuangan hidup beriman. 

Kembali ke dua narasi kematian Yosua, menjadi jelas bahwa dua narasi 

tersebut sebenarnya bermaksud mengatakan bahwa ada dua versi narasi 

pendudukan tanah Kanaan yang mendahului kematian Yosua. Baru setelah 

kematian Yosua, seperti dikisahkan dalam teks Hak.2:6-9, Bangsa Israel 

memasuki babak baru. Babak ‘Pendudukan Tanah Terjanji’ sudah selesai. 

Muncul babak baru, yaitu babak ‘Mempertahankan Tanah Terjanji’. Babak 

baru itu adalah babak yang lebih sulit.  

Dalam konteks belajar beriman, supaya sanggup mempertahankan 

Tanah Terjanji, kehadiran tetangga-tetangga yang tidak seiman ini justru 

menjadi sarana untuk menguji konsistensi iman Bangsa Israel. Interaksi 

dalam hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain akan menimbulkan banyak 

godaan. Dalam kondisi itu Bangsa Israel harus berani bertahan. Dalam teks 

Hak.2:2-3, YHWH menyampaikan firman-Nya terkait kondisi tersebut. 

 

“Aku tidak akan membatalkan perjanjian-Ku dengan kamu untuk 

selama-lamanya, tetapi janganlah kamu mengikat perjanjian dengan 

penduduk negeri ini; mezbah mereka haruslah kamu robohkan. Tetapi 

kamu tidak mendengarkan firman-Ku. Mengapa kamu berbuat 

demikian? Lagi Aku telah berfirman: Aku tidak akan menghalau orang-

orang itu dari depanmu, tetapi mereka akan menjadi musuhmu dan 

segala allah mereka akan menjadi jerat bagimu.” 

 

Sementara dalam bagian lain, dikatakan dengan sangat jelas sikap Allah 

terhadap Bangsa Israel. 

 

 65 

  

“21 Aku pun tidak mau menghalau lagi dari depan mereka satu pun 

dari bangsa-bangsa yang ditinggalkan Yosua pada waktu 

matinya, 22 supaya dengan perantaraan bangsa-bangsa itu Aku 

mencobai orang Israel, apakah mereka tetap hidup menurut jalan 

yang ditunjukkan TUHAN, seperti yang dilakukan oleh nenek 

moyang mereka, atau tidak. 23 Demikianlah TUHAN membiarkan 

bangsa-bangsa itu tinggal dengan tidak segera menghalau 

mereka; mereka tidak diserahkan-Nya ke dalam tangan Yosua” 

(Hak.2:21-23; 3:4). 

  

Kehadiran bangsa asing dengan siapa Bangsa Israel harus hidup 

bersama menjadi sarana untuk mencobai kualitas iman orang Israel. Dengan 

hidup bersama dengan bangsa lain yang memiliki allah berbeda, menjadi 

pertanyaan apakah Bangsa Israel sanggup tetap setia kepada YHWH atau 

tidak? Kitab Hakim-hakim ternyata menunjukkan bahwa jawabannya adalah 

‘tidak’. Segera setelah kematian Yosua dan mereka yang seangkatan 

dengannya diberitahukan (Hak.2:6-10), secepat itu pulalah Israel 

meninggalkan YHWH (Hak.2:11ss). Inilah yang sebenarnya menjadi tema 

seluruh Kitab Hakim-hakim atau sekurang-kurangnya pada bagian awal dari 

kitab tersebut. 

 

2. Pola Narasi Kitab Hakim-hakim  

Pesan pokok Kitab Hakim-hakim terungkap dengan jelas dalam teks 

Kitab Hakim-hakim 2. Bab itu melukiskan bahwa Bangsa Israel telah 

melanggar perjanjian mereka dengan Allah. Mereka melakukan tindakan 

yang jahat di mata Allah dengan sujud menyembah allah-allah lain. Oleh 

karena itu, Allah menghukum mereka dengan menyerahkannya ke dalam 

tangan bangsa-bangsa lain. Akan tetapi, setiap kali Bangsa Israel bertobat dan 

 66 

  

berseru kepada-Nya, Allah selalu menolong mereka dengan membangkitkan 

seorang ‘syofêt’. Pesan pokok ini terus-menerus terulang dalam narasi 

mengenai para ‘syofêt’, sehingga menjadi semacam suatu ‘skema’ narasi yang 

merupakan ciri khas kitab Hakim-hakim. Pola itu dapat dilihat dalam narasi 

Otniel (Hak.3:7-11). 

 

“7 Orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, 

mereka melupakan TUHAN, Allah mereka, dan beribadah kepada 

para Baal dan para Asyera. 8 Lalu bangkitlah murka TUHAN 

terhadap orang Israel, sehingga Ia menjual mereka kepada 

Kusyan-Risyataim, raja Aram-Mesopotamia dan orang Israel 

menjadi takluk kepada Kusyan-Risyataim delapan tahun lamanya. 

9 Lalu berserulah orang Israel kepada TUHAN, maka TUHAN 

membangkitkan seorang penyelamat bagi orang Israel, yakni 

Otniel, anak Kenas adik Kaleb. 10 Roh TUHAN menghinggapi dia 

dan ia menghakimi orang Israel. Ia maju berperang, lalu TUHAN 

menyerahkan Kusyan-Risyataim, raja Aram, ke dalam tangannya, 

sehingga ia mengalahkan Kusyan-Risyataim. 11 Lalu amanlah 

negeri itu empat puluh tahun lamanya. Kemudian matilah Otniel 

anak Kenas.” 

 

Dari potongan perikop tersebut, ada empat unsur tindakan yang menjadi 

skema atau pola. 

 

(1) Orang Israel melakukan yang jahat di mata Allah 

(2) Allah murka dan menyerahkan mereka ke dalam tangan musuh 

(3) Orang Israel bertobat dan berseru kepada Allah 

(4) Allah membangkitkan seorang ‘syofêt’ untuk membebaskan 

 67 

  

 

Skema atau pola inilah yang menjadi skenario kisah para hakim. Ini 

merupakan skema teologis yang tampaknya dirumuskan kelompok 

Deuteronomis. Ada empat unsur yang bisa ditemukan dalam seluruh kisah 

para hakim. 

 

(1) Dosa  : Israel meninggalkan YHWH 

(2) Hukuman  : Israel diserahkan ke dalam tangan musuh 

(3) Tobat  : Bani Israel bertobat kepada YHWH 

(4) Penyelamatan : YHWH membangkitkan hakim-hakim 

 

Negeri aman selama ‘syofêt’ masih hidup. Akan tetapi, saat ‘syofêt’ 

mati, Bangsa Israel kembali melakukan yang jahat di mata Allah. Dengan 

demikian, skema tersebut terulang kembali. Ini terjadi berulang-ulang. 

Demikianlah Kitab Hakim-hakim melukiskan situasi kacau sebelum zaman 

kerajaan (1250-1050 sM). Bersamaan dengan itu Kitab Hakim-hakim juga 

mengajar Bangsa Israel bahwa Allah akan memberkati mereka jika setia. 

Sebaliknya Allah akan menghukum mereka jika murtad. Ajaran ini telah 

terbukti dalam sejarah Bangsa Israel pada zaman para ‘syofêt’. Jika setia 

kepada Allah, Bangsa Israel niscaya menang perang. Sebaliknya, jika 

berbalik dari Allah, niscaya Bangsa Israel akan kalah perang. Oleh karena itu, 

Bangsa Israel seharusnya belajar dari sejarah mereka (Sir.46:11-12; 

Ibr.11:32-34). 

Ada ahli yang mengatakan bahwa skema ini sebenarnya berlaku untuk 

seluruh KSDtr. Dalam kitab Samuel dan Raja-raja, dinyatakan unsur yang 

pertama, yaitu dosa. Bangsa Israel meninggalkan YHWH dan berbakti kepada 

dewa-dewi yang lain. Dalam bagian terakhir Kitab Raja-raja muncul unsur 

yang kedua, yaitu hukuman. Kerajaan Israel dan Kerajaan Yehuda telah 

 68 

  

diserahkan ke dalam tangan musuhnya. Mereka mengalami pembuangan ke 

Babilonia. Selanjutnya, dalam periode pembuangan, harus direalisasikan 

unsur yang ketiga, yaitu tobat. Bangsa terpilih harus berseru kepada Allah, 

bertobat, dan berbalik kembali kepada-Nya. Dengan keyakinan seperti itu, 

ada harapan bahwa Allah akan bertindak. Memang tidak jelas wujud konkret 

tindakan penyelamatan Allah. Hanya dikatakan bahwa Allah akan bertindak 

demi keselamatan umat-Nya. Allah akan mewujudkan suatu keselamatan 

yang hebat, tanpa menyinggung secara terperinci unsur-unsur seperti peranan 

dinasti Daud, atau kenisah Yerusalem, atau suku Lewi, atau unsur lain lagi. 

Jika memperhatikan baik-baik skema tersebut, menjadi jelas bahwa 

narasi para hakim yang sekarang terdapat dalam Kitab Hakim-hakim 

sebenarnya sudah mengalami proses editorial sedemikian rupa sehingga 

cocok dengan skema teologis tersebut. Tidak diketahui persis yang 

sebenarnya terjadi dalam hidup masing-masing hakim itu. Kemungkinan 

besar mereka ini tidak muncul satu sesudah yang lain seperti narasi yang ada 

sekarang ini. Tampaknya mereka adalah pemimpin-pemimpin lokal yang 

secara tiba-tiba saja muncul ke permukaan dan naik daun saat krisis bergolak. 

Latar belakangnya juga macam-macam. Ada yang kidal seperti Ehud. Ada 

hakim perempuan seperti Deborah. Ada Gideon yang adalah seorang agak 

pengecut dan tidak yakin akan dirinya sendiri. Dalam konteks ini jika 

memperhatikan bahwa namanya juga adalah Yerubaal, dapat dipertanyakan 

apakah mungkin ia juga seorang mantan pengikut Baal (Hak.8:27). 

Selanjutnya ada Samson yang adalah seorang buta. Sedangkan Yefta adalah 

anak seorang perempuan sundal yang diusir dari keluarganya. Melihat hal-hal 

semacam itu, menjadi jelas bahwa sebenarnya di balik penyelamatan yang 

dikerjakan para hakim, Allah sendiri yang bertindak. Karya para hakim 

dipahami sebagai mujizat dari Allah sendiri. 

 69 

  

Jika narasi para hakim aslinya adalah cerita-cerita lokal tentang sosok-

sosok pahlawan yang muncul dalam situasi krisis, dapat dipikirkan bahwa 

kondisi semacam itu cocok dengan teori tentang pemberontakan kaum 

proletar. Para hakim sebenarnya adalah jagoan-jagoan lokal (kampung) yang 

pada suatu saat tertentu bangkit melawan para tuan tanah dan aparatnya yang 

menindas mereka. Gagasan semacam ini mendukung teori ‘peasants’ revolt’. 

Akan tetapi, tetap tidak dapat diketahui secara persis apa yang sebenarnya 

terjadi. 

Sebagaimana dinarasikan dalam Kitab Hakim-hakim, para hakim 

Bangsa Israel biasanya dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, Hakim-

hakim utama. Kedua, Hakim-hakim kecil. Pengelompokan seperti ini lebih 

didasarkan pada panjang narasi yang diceritakan. Hakim utama adalah hakim 

yang dikisahkan secara lebih rinci. Sementara itu, Hakim kecil adalah mereka 

yang hanya dikisahkan secara sepintas. 

 

Tabel 1. Para Hakim Bangsa Israel 

UTAMA KECIL SUKU 

Otniel (3:7-11)  Yehuda 

Ehud (3:12-30)  Benyamin 

 Samgar (3:31) ¿? 

Debora (4:1-5:31)  Efraim ¿? 

Gideon (6:1-8:32)  Manasye 

 Tola (10:1-2) Isakhar  

 Yair (10:3-5) ¿? 

Yefta (10:6-2:7)  ¿? 

 Ebzan (12:8-10) Yehuda atau Zebulon 

 Elon (12:11-12) Zebulon  

 Abdon (12:13-15) Efraim  

 70 

  

Simson (13:1-

16:31) 

 Dan  

 

Selain para Hakim itu, dalam teks Hak.9 terdapat narasi tentang 

Abimelekh (Hak.8:33-9:57). Ia bukanlah seorang hakim dalam arti seperti 

hakim-hakim lainnya. Ia merebut kekuasaan raja menurut keinginannya 

sendiri dan menjadi seorang pemimpin semacam itu atas Israel selama tiga 

tahun sebelum ia terbunuh. 

 

3. Susunan Kitab Hakim-hakim 

Kitab Hakim-hakim dibuka dengan kalimat yang mirip dengan teks 

Yos.1:1, yaitu ‘Sesudah Yosua mati…’ Kenyataan ini menunjukkan adanya 

sentuhan redaksional saat kitab ini disusun. Secara garis besar, kitab ini dapat 

disusun sebagai berikut. 

 

(1) Teks Hak.1:1-2:5 : Kisah tentang pendudukan Tanah Kanaan 

dalam versi yang agak berbeda dengan yang dikisahkan dalam 

Kitab Yosua. 

(2) Teks Hak.2:6-3:6 : Ada tiga bagian yang saling berkaitan dalam 

perikop ini. Pertama, rangkuman kehidupan bangsa Israel semasa 

Yosia hidup (Hak.2:6-9). Kedua, dalam teks Hak.2:10-2 

dikisahkan gambaran bangsa Israel sesudah zaman Yosua. Bagian 

ini sebenarnya lebih merupakan antisipasi dari yang kemudian 

secara rinci dikisahkan dalam narasi masing-masing hakim. Bagian 

ini menjadi semacam skema dan sekaligus pengantar kisah para 

hakim. Ketiga, teks Hak.3:1-6 menyajikan daftar bangsa-bangsa 

yang dibiarkan YHWH tinggal di Tanah Kanaan. 

 71 

  

(3) Teks Hak.3:7-16:31: Dikisahkan pada bagian ini narasi perbuatan 

para hakim. Sesuai dengan cara pencerita mengisahkannya, para 

hakim biasanya dibagi menjadi dua golongan. Pertama, yaitu 

Hakim Utama (mayor). Kedua, para Hakim Kecil (minor). Para 

Hakim mayor dikisahkan berdasarkan skema yang terdapat pada 

teks Hak.2:10-23 dengan pelbagai variasi di sana-sini. Narasi para 

hakim ini berakhir pada Simson, tetapi tidak berarti bahwa periode 

hakim-hakim berakhir pada Simson. Di luar Kitab Hakim-hakim, 

paling tidak ada dua tokoh lagi yang disebut hakim, yaitu Eli 

(1Sam.4:18) dan Samuel (1Sam.7:15-17). Samuel dianggap 

sebagai hakim terakhir dan sekaligus penutup periode hakim-

hakim dan pengantar ke periode kerajaan. Dapat didiskusikan, jika 

Eli dan Samuel dianggap sebagai hakim Israel walaupun 

dikisahkan di luar kitab Hakim-hakim, apakah skema para hakim 

yang terdapat dalam teks Hak.2:10-23 juga berlaku bagi mereka? 

(4) Teks Hak.17-21 : Bagian terakhir dari Kitab Hakim-hakim ini 

berisi narasi yang sama sekali lain. Ada dua narasi. Pertama, teks 

Hak.17-18 yang memuat narasi tentang bani Dan yang menyembah 

berhala di kota Dan. Kedua, teks Hak.19-21 yang memuat narasi 

perang antara bani Benyamin melawan orang-orang Israel. Kedua 

narasi ini merupakan kisah yang sama sekali terpisah dari kisah 

tentang para hakim. Oleh karena itu, kehadiran kedua narasi 

tersebut sebagai epilog Kitab Hakim-hakim merupakan bahan yang 

menarik dibicarakan. Kedua narasi itu pun tidak berhubungan satu 

sama lain. Kendati demikian, dalam teks Hak.17-21 ada semacam 

refrain yang selalu kembali, yaitu ‘Pada zaman itu tidak ada raja 

di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa saja yang benar 

menurut pandangannya sendiri’ (Hak.17:6; 18:1; 9:1; 21:25), yang 

 72 

  

seolah-olah menyatukan kedua narasi tersebut. Apakah ungkapan 

ini mewakili suara yang pro atau kontra kerajaan, tidak dapat 

dijawab secara sederhana.  

 

Bagian pendahuluan (Hak.1-2) mengisahkan situasi Bangsa Israel 

setelah kematian Yosua, yaitu perjuangan Bangsa Israel berperang melawan 

orang Kanaan. Selain itu, ada juga narasi tentang Bangsa Israel yang tidak 

menghalau penduduk setempat, tetapi justru tinggal bersama mereka 

sehingga terpengaruh kebiasaan jahat mereka, yaitu beribadat kepada Baal 

dan Asytoret (Hak.2:11-13). Bagian inti (Hak.3-16) mengisahkan intervensi 

Allah membangkitkan duabelas orang ‘syofêt’ (Otniel, Ehud, Samgar, Barak-

Deborah, Gideon, Tola, Yair, Yefta, Ebzan, Elon, Abdon, dan Simson) untuk 

melepaskan Bangsa Israel dari tangan musuh-musuh mereka. Di antara 

keduabelas ‘syofêt’ itu, ada enam yang dinarasikan secara panjang lebar, yaitu 

Otniel, Ehud, Barak-Debora, Gideon, Yefta, dan Simson. Sedangkan keenam 

lainnya (Samgar, Tola, Yair, Ebzan, Elon, dan Abdon) hanya disinggung 

dengan singkat.  

Oleh karena itu, kelompok pertama (yang dikisahkan panjang lebar) 

sering disebut ‘Hakim-hakim besar’ (dalam Bahasa Ibrani disebut 

‘hasysyofetîm haggedolîm’). Sedangkan kelompok kedua (yang disinggung 

singkat saja) sering disebut ‘Hakim-hakim kecil’ (dalam Bahasa Ibrani 

disebut ‘hasysyofetîm haqqetannîm’). Akhirnya, bagian tambahan (Hak.17-

21) menarasikan dinamika situasi saat belum ada raja di antara orang Israel. 

Kondisi saat itu memungkinkan setiap orang berbuat yang benar menurut 

pandangannya sendiri (Hak.17:6; 18:1; 19:1; 21:25).  

Teks Hak.17-18 mengisahakn dinamika suku Dan berpindah tempat 

dan mendirikan kuil mereka di Dan. Selain itu, mereka juga menempatkan 

patung pahatan Mikha di dalam kuil itu. Teks Hak.19-21 mengisahkan usaha 

 73 

  

bangsa Israel menyerang suku Benyamin yang melanggar kewajiban terhadap 

tamu, bahkan berlaku keji terhadap mereka. Dengan menekankan situasi 

kacau dan tidak tertib selama belum ada raja di antara orang Israel, bagian 

tambahan ini sekaligus berfungsi sebagai persiapan pembentukan kerajaan 

Israel yang baru dikisahkan dalam kitab berikutnya, yaitu Kitab Samuel 

(1Sam.8:5.19-20; 10:19; 12:12). 

Banyak persoalan yang dapat dipertanyakan dari pelbagai sudut 

pandang jika ingin membaca Kitab Hakim-hakim. Akan tetapi, tidak perlulah 

dibahas semuanya. Beberapa hal di berikut ini dapat menjadi contoh. Kendati 

cukup sederhana (seperti juga Kitab Yosua) Kitab Hakim-hakim juga 

menyimpan persoalan-persoalan cukup pelik, tetapi sekaligus menarik untuk 

didiskusikan. 

Generasi Yosua adalah generasi yang taat pada YHWH dan Taurat-

Nya. Sementara pada generasi berikutnya ketaatan ini mulai luntur. Seperti 

sudah dikatakan pada awal Kitab Yosua, ketidaktaatan Israel kepada YHWH 

akan membahayakan kepemilikan Israel atas tanah terjanji. Di sini perlu 

diingat gagasan yang sudah berulang kali dikemukakan pada kesempatan 

sebelumnya bahwa salah satu godaan Israel mengikuti ilah-ilah lain adalah 

motif ekonomi. Agama kesuburan Kanaan merupakan daya tarik sekaligus 

godaan bagi Israel. Meninggalkan YHWH dan mengikuti ilah lain adalah 

perkara memilih ilah yang salah. Persoalan sebenarnya tidak hanya itu. 

Keputusan memilih ilah membawa juga konsekuensi yang menyangkut 

penataan praktik sosio-ekonomis dan politis dalam hidup sehari-hari. 

Memilih YHWH berarti menganut paham komunitarian yang memberi 

tempat yang kurang lebih sama pada setiap anggota komunitas, tanpa 

memperhitungkan status ekonomis menurut visi yang terdapat dalam Kitab 

Ulangan. Sebaliknya, memilih ilah lain membawa serta juga paham Kanaan, 

 74 

  

yaitu penggunaan kekuatan sosial-ekonomi untuk kepentingan diri sendiri 

dengan menindas pihak lain, terutama yang lemah. 

Kenyataan yang ditampilkan Kitab Hakim-hakim bahwa Bangsa Israel 

harus hidup di tengah-tengah bangsa-bangsa lain. Sekaligus Bangsa Israel 

berada dalam posisi rentan karena interaksi dengan bangsa-bangsa lain itu 

dapat menggerogoti kesetiaan Israel pada YHWH, membuat orang dapat 

semakin memahami ideologi-teologi Kitab Yosua yang ingin memusnahkan 

bangsa-bangsa lain. Bangsa Kanaan dianggap sebagai setan (to be demonized) 

untuk menunjukkan kontras tajam antara ‘atau-atau’ antara YHWH dan 

dewa-dewa Kanaan, antara ‘kita’ dan ‘mereka’. Jika secara ideologis 

‘mereka’ sudah dianggap setan, pemusnahannya hanya tinggal waktu. 

Kekerasan yang seringkali di luar peri kemanusiaan tinggal menunggu 

pelaksanaannya. Seperti sudah disinggung, di bawah pengaruh perang 

ideologis semacam inilah, reformasi atau penataan tanah merupakan hal yang 

fundamental. Bahaya nyata yang ditampilkan Kitab Hakim-hakim membuat 

orang semakin menyadari mengapa Kitab Yosua begitu menekankan 

eksklusivitas dan kekerasan. 

 

C. RANGKUMAN 

(1) Hakim dalam Kitab Hakim-hakim tidak menjalankan tugas peradilan 

dengan mendengarkan keluhan-keluhan atau membuat keputusan-

keputusan legal. Sebaliknya, para hakim adalah pemimpin-pemimpin 

utama Israel. Mereka adalah pelepas bangsa dari ancaman atau tekanan 

asing. 

(2) Pesan pokok Kitab Hakim-hakim terungkap dengan jelas dalam teks 

Kitab Hakim-hakim 2. Pesan pokok ini terus-menerus terulang dalam 

narasi mengenai para ‘syofêt’, sehingga menjadi semacam suatu ‘skema’ 

 75 

  

narasi yang merupakan ciri khas kitab Hakim-hakim. Pola itu dapat 

dilihat dalam narasi Otniel (Hak.3:7-11). 

(3) Kenyataan yang ditampilkan Kitab Hakim-hakim bahwa Bangsa Israel 

harus hidup di tengah-tengah bangsa-bangsa lain. Sekaligus Bangsa 

Israel berada dalam posisi rentan karena interaksi dengan bangsa-bangsa 

lain itu dapat menggerogoti kesetiaan Israel pada YHWH, membuat 

orang dapat semakin memahami ideologi-teologi Kitab Yosua yang ingin 

memusnahkan bangsa-bangsa lain. 


TINJAUAN KITAB 1-2SAMUEL DAN TAFSIRAN ATAS 

 

 


Dalam Kitab Suci Ibrani (teks Masoretik), Kitab Samuel hanya satu 

kitab atau satu buku tanpa pembagian. Kitab ini ditulis (dicetak) bersambung 

dan tidak dibagi menjadi dua sebagaimana yang ada sekarang ini (1 dan 2 

Samuel). Bahkan, dalam Kitab Suci Yunani (Septuaginta), Kitab Samuel 

bergabung dengan Kitab Raja-raja dengan menggunakan satu judul untuk 

ketiga buku itu. judulnya, ‘tentang Kerajaan-kerajaan’ (dalam bahasa Yunani 

disebut ‘Basileiôn’ . Akan tetapi, akibat penggabungan tersebut kitab ini 

menjadi terlalu panjang (terlalu tebal) karena memuat 101 bab. Oleh karena 

itu, para ahli sepakat membagi Kitab ‘Basileiôn’ ini menjadi empat, yaitu 

Kitab ‘Basileiôn ’ atau Kitab tentang Kerajaan-kerajaan A-B-

C-D. Pada pertengahan abad XV M (1477M), Kitab Suci Ibrani mengambil 

alih pembagian ini. Saat mengambil alih Kitab Suci Ibrani memberi judul 

 77 

  

baru kepada keempat bagian kitab, yaitu Kitab ‘Samuel A-B’ (dalam bahasa 

Ibrani disebut ‘Syemû’ēl Aleph-Bet’) dan Kitab ‘Raja-raja A-B’ (dalam 

bahasa Ibrani disebut ‘Melākhîm Aleph-Bet’).  

Pembagian inilah yang sekarang ini lazim dipakai dalam banyak 

terjemahan Kitab Suci, termasuk terjemahan Indonesia. Hanya perlu selalu 

diingat para pembaca Kitab Suci, bahwa aslinya Kitab 1-2Samuel dan Kitab 

1-2Raja-raja adalah satu kitab saja. Kitab ini berkisah ‘mengenai kerajaan-

kerajaan’ Israel dari periode Saul sebagai raja pertama (1030 sM) sampai 

periode Zedekia sebagai raja terakhir (586 sM). Bagian pertama kitab (1-

2Samuel) mengisahkan sejarah kerajaan Israel dari periode Saul sampai 

periode Daud. Sedangkan bagian kedua kitab (1-2Raja-raja) mengisahkan 

sejarah kerajaan Israel dari periode Salomo sampai periode Zedekia. Kitab 

Samuel mengisahkan perjuangan Kerajaan Tunggal Israel akhirnya berdiri. 

Oleh karena itu, kitab ini berawal saat Bangsa Israel masih dipimpin Hakim-

hakim dengan sistem desentralisasi. Kitab ini mengakhiri dirinya dengan 

pelayanan Hakim-hakim terakhir (Samuel) dan benar-benar menutup dirinya 

dengan narasi saat Daud yang merupakan raja terbesar pertama dari suku 

Yehuda menduduki tahta kerajaan. 

Bagian pertama Kitab 1Samuel dipenuhi dengan pertanyaan tentang 

perlunya dibentuk sistem kerajaan. Selanjutnya, ada pertanyaan bagaimana 

sistem tersebut seharusnya dibangun. Setelah itu menyusul pertanyaan 

mengenai siapa yang seharusnya menjadi raja Bangsa Israel. Setelah jelas 

bahwa Saul sebagai raja pertama kehilangan kekuasaannya, Daud langsung 

menggantikannya. Akibat suksesi kekuasaan ini, pertanyaan berubah menjadi 

‘Apakah Daud sanggup menghadapi usaha Saul yang ingin membunuhnya?’ 

Kematian Saul di akhir kitab secara efektif menjawab semua pertanyaan 

tersebut. 

 78 

  

Kitab 2Samuel seluruhnya meliputi masa pemerintahan Raja Daud. 

Narasi diawali dengan konsolidasi dalam pemerintahan Raja Daud. Narasi 

berlanjut dengan keterangan rinci tentang janji Allah kepada Daud untuk 

memberikan tampuk pemerintahan untuk seterusnya kepada keturunannya. 

Segera sesudah itu, Daud melakukan dosa besar. Akibatnya, paruh kedua 

kitab ini menjelaskan kemerosotan Daud. Kemerosotan itu terjadi akibat 

masalah-masalah internal dalam kerajaannya. Sebagian besar permasalahan 

itu berputar-putar di sekitar konflik di antara anak-anaknya. 

Kedua kitab ini mengungkapkan latar belakang ancaman Bangsa 

Filistin yang bersifat terus-menerus terhadap Bangsa Israel. Dalam konflik 

itu, Bangsa Filistin selalu menebar ancaman bahwa mereka tidak akan dapat 

ditaklukkan Bangsa Israel. Samuel, Raja Saul, sampai akhirnya Raja Daud 

terlibat pertempuran melawan Bangsa Filistin. Akhirnya, pada periode Raja 

Daud, Bangsa Filistin dapat dikalahkan. Sebenarnya, reputasi Raja Daud 

dibangun sebagian besar karena kemenangan-kemenangannya atas orang 

Filistin dan orang Amon. 

Isi kedua kitab ini berputar-putar di sekitar para tokoh utamanya, yaitu 

Samuel, Saul, dan Daud. Seperti dapat dilihat, para tokoh itu tidak dihadirkan 

satu sesudah yang lain. Melalui tokoh-tokoh ini, Allah melaksanakan dan 

menggenapi rencana-Nya dalam kehidupan bangsa Israel. Para tokoh tersebut 

hadir dalam narasi secara tumpang tindih. Misalnya, kehidupan Samuel. 

Kehidupannya meliputi periode Saul dan Daud. Demikian pula kehidupan 

Saul bertumpang tindih dengan kehidupan Daud. Dengan demikian, pada 

dasarnya, ada empat narasi utama yang tampil pada panggung Kitab 1-

2Samuel. 

 

(1) 1Sam.1-7 : tentang Samuel 

(2) 1Sam.8-15 : tentang Samuel dan Saul 

 79 

  

(3) 1Sam.16-31: tentang Saul dan Daud 

(4) 2Sam.1-24 : tentang Daud 

 

 

B. PENYAJIAN MATERI 

1. Judul dan Pengarang  

Dalam Kitab Suci Ibrani, Kitab Samuel ini diberi judul sesuai dengan 

nama tokoh utamanya. Akan tetapi, jika diperhatikan secara saksama, tokoh 

istimewa dalam Kitab 1-2Samuel sebenarnya adalah Raja Daud. Akan tetapi, 

kitab ini mendapat nama Kitab SamuelSamuel memang bukan tokoh utama. 

Akan tetapi, tetapi praktis Samuel adalah tokoh yang menghantar raja-raja 

pertama Israel, yaitu Saul dan Daud ke tahta mereka. Pasal-pasal pendahuluan 

memberi perhatian utama kepada Samuel. Akan tetapi, sesudah teks 1Sam.15, 

Samuel tidak lagi menjadi figur yang menonjol. Bagaimana pun juga, sampai 

di sini Samuel telah memberi sumbangan yang sangat besar dengan menolong 

mengurapi dua tokoh utama lain, yaitu Saul dan Daud. Pengaruh Samuel tetap 

ada meskipun Samuel sudah tidak ada lagi. 

Tradisi tidak mengetahui penulis Kitab Samuel ini. Tradisi Yahudi 

mengaitkan penulisan Kitab Samuel bersama-sama Kitab Hakim-hakim 

kepada Samuel sendiri. Akan tetapi, atas alasan kematian Samuel tercatat 

dalam teks 1Sam.25:1, sekarang ini tidak seorang pun yang menerima dengan 

serius anggapan seperti itu. Sebenarnya Samuel memang menulis tentang 

kehidupan Daud. Tulisan dalam satu karya ini dikenal sebagai ‘riwayat 

Samuel, sang pelihat’ (1Taw.29:29). Akan tetapi, sejauh mana karya ini 

memiliki kesamaan dengan Kitab Samuel yang sekarang ini terdapat dalam 

kanon, tidak lagi dapat secara persis diketahui. Mungkin Samuel juga menulis 

tentang hal-hal yang berkaitan dengan kerajaan (1Sam.10:25). Akan tetapi, 

kenyataan ini pun tidak perlu dipegang sebagai kebenaran sejati. 

 80 

  

Tidak seperti kebanyakan tulisan Kitab Suci yang lain, Kitab Samuel 

memperlihatkan perhatian yang lebih rinci terhadap penulisan karya sastra. 

Dialog-dialog kata per kata yang panjang dan detail tentang tokoh-tokoh dan 

kejadian dicatat dengan cermat. Berdasarkan itu, pada mulanya banyak ahli 

berpendapat bahwa Kitab Samuel ditulis seseorang yang terlibat di dalam 

kejadian-kejadian itu sendiri. Sekurang-kurangnya orang itu adalah saksi 

mata kejadian. Akan tetapi, akhir-akhir ini muncul anggapan bahwa karya ini 

merupakan suatu karya sastra dengan latar belakang sejarah (historical 

fiction). Bagaimana pun tidak diketahui persis yang menulis Kitab 1-2Samuel 

ini! 

 

2. Garis Besar Kitab 1-2 Samuel 

Sebagaimana Kitab-kitab Perjanjian Lama, Kitab 1-2Samuel memiliki 

sejumlah versi sistematika atau susunannya. Tentu saja, untuk membacanya 

secara akurat pembaca harus memilih satu dari sekian banyak variasi atau 

tawaran sistematika itu. Sejumlah ahli tafsir umumnya sepakat bahwa Kitab 

1-2Samuel memiliki sistematika berikut ini. 

 

(1) Munculnya Samuel (1Sam.1-3) 

- Kelahiran Samuel (1Sam.1:1-2:10) 

- Samuel dan keluarga Eli: Kejayaan dan kemerosotan 

(1Sam.2:11-4:1ª) 

(2) Orang Israel, Filistin, dan Tabut Perjanjian (1Sam.4:1b-7:1) 

(3) Samuel menjadi Hakim (1Sam.7:2-17) 

(4) Permulaan atau pembentukan sistem kerajaan (1Sam.8-15) 

- Tuntutan untuk memiliki raja (1Sam.8:1-22) 

- Saul dipilih dan diurapi (1Sam.9:1-10:27) 

- Kemenangan pertama Saul (1Sam.11:1-15) 

 81 

  

- Pembaharuan Perjanjian (1Sam.12:1-25) 

- Saul ditolak sebagai raja (1Sam.13:1-15a) 

- Kepahlawanan Saul dan Yonatan (1Sam.13:15b-14:52) 

- Saul ditolak sebagai raja (1Sam.15:1-35) 

(5) Daud memegang kekuasaan (1Sam.16:1-2Sam.5:10) 

(6) Daud mengadakan konsolidasi kekuatan (2Sam.5:11-8:18) 

(7) Kemerosotan Daud (2Sam.9-24) 

 

Di antara ketujuh bagian Kitab Samuel ini, narasi kemerosotan 

kekuasaan Raja Daud (2Sam.9-24) menjadi bagian tertua sekaligus yang 

paling dulu ditulis. Bagian ini mengisahkan perebutan tahta Raja Daud yang 

dilakukan anak-anaknya. Pemenang perebutan itu adalah Salomo. 

Kemungkinan besar bagian ini ditulis seorang ‘saksi mata’. Yang dimaksud 

dengan saksi mata adalah seorang pegawai istana raja yang menyaksikan 

langsung peristiwa itu. Dengan demikian, narasi ini menjadi semacam 

‘laporan pandangan mata’ yang dapat dipercaya. Dalam hal ini perlu diingat 

bahwa pada periode Raja Daud (1000 sM) sudah ada ‘panitera negara’ 

(2Sam.8:17; 20:25; 1Taw.18:16; 1Raj.4:3).  

Panitera negara bertugas mencatat peristiwa-peristiwa penting seputar 

kerajaan. Catatan itu menjadi arsip resmi atau dokumen kerajaan. Lama-

kelamaan ‘laporan pandangan mata’ ini dilengkapi dengan pelbagai macam 

narasi lain. Narasi-narasi tambahan itu berasal dari beberapa sumber. 

Misalnya, tradisi Samuel, tradisi Tabut Perjanjian, Tradisi Saul, dan tradisi 

tempat-tempat suci seperti Rama, Silo, Mizpa, Gilgal. Akhirnya, para 

sejarahwan Deuteronomis merangkai semua narasi itu sekaligus 

menyatukannya menjadi satu rangkaian narasi panjang mengenai kerajaan 

Israel. Narasi panjang itu memuat narasi dari mulai dari terbentuknya 

 82 

  

Kerajaan Tunggal Israel sampai dengan kehancurannya. Narasi itu sama 

seperti yang ada sekarang ini dalam Kitab 1-2Samuel dan Kitab 1-2Raja-raja. 

Pada intinya Kitab 1-2Samuel mengisahkan proses terbentuknya 

kerajaan di Israel. Pada periode Hakim-hakim (1250-1050 sM) sebenarnya 

Bangsa Israel sudah pernah mencoba membentuk suatu kerajaan kecil di 

Sikhem. Pada saat itu Bangsa Israel meminta Gideon menjadi raja mereka 

(Hak.8:22). Upaya lain adalah menobatkan Abimelekh menjadi raja mereka 

(Hak.9:6). Akan tetapi, usaha ini gagal karena Gideon menolak permintaan 

itu. (Hak.8:23). Sementara itu rakyat tidak menyukai Abimelekh (Hak.9:22-

23). Akibatnya, menurut penulis Kitab Hakim-hakim, ‘Pada zaman itu tidak 

ada raja di antara orang Israel, setiap orang berbuat apa yang benar 

menurut pandangannya sendiri’ (Hak.17:6; 21:25; 18:1; 19:1). Dengan 

ungkapan ini, penulis menggambarkan suasana kacau dan kurang tertib saat 

itu. Suasana kacau dan tidak tertib itu terjadi karena masing-masing orang 

berbuat menurut keinginannya sendiri sebagai akibat tidak adanya seorang 

raja yang mengatur mereka.  

Dengan kata lain, supaya dapat menjadi tertib dan teratur, Bangsa Israel 

membutuhkan seorang raja yang dapat memerintah, memimpin, dan 

menghakimi (mengatur) mereka. Oleh karena itu, Kitab Samuel mengisahkan 

bahwa saat Samuel sudah tua dan anak-anaknya tidak sebaik dirinya, Bangsa 

Israel mendatanginya di Rama. Dalam kesempatan tersebut Bangsa Israel dan 

meminta seorang raja.  

 

“Engkau sudah tua dan anak-anakmu tidak hidup seperti engkau; maka 

angkatlah sekarang seorang raja atas kami untuk memerintah kami, 

seperti pada segala bangsa-bangsa lain!” (1Sam.8:5).  

 

 83 

  

Meskipun Samuel, seperti Gideon, menolak permintaan itu dengan 

menegaskan bahwa Allah-lah yang menjadi raja mereka (1Sam.12:12), 

Bangsa Israel tetap berkeras meminta seorang raja (1Sam.8:19-20). Akibat 

desakan tersebut Samuel terpaksa menuruti kemauan bangsa Israel. Samuel 

pun memilih dan mengurapi Saul menjadi raja pertama Bangsa Israel 

(1Sam.10:1). Selanjutnya kitab ini memuat narasi kegagalan Saul sebagai raja 

dan keberhasilan Daud menjadi raja ideal (1Sam.13-2Sam.24). 

 

3. Narasi-narasi Penting dalam Kitab 1-2Samuel 

Kitab 1-2Samuel sebenarnya merupakan sangat kaya dengan aneka 

tema yang patut dan menarik untuk diperhatikan. Kreativitas serta imajinasi 

pembaca sangat membantu guna menarik tema-tema yang menarik dari 

tulisan-tulisan tersebut. Beberapa tema berikut menarik untuk menjadi bahan 

diskusi. 

 

a. Narasi yang memuat Tradisi Pro dan Kontra Kerajaan  

Menurut para ahli, Kitab Samuel memuat dua tradisi tentang 

terbentuknya Kerajaan Tunggal Israel. Tradisi pertama bernada ‘pro-

kerajaan’. Sedangkan tradisi kedua bernada ‘kontra-kerajaan’. 

 

(1) Tradisi ‘pro-kerajaan’ 

- Teks 1Sam.9:1-10:16 yang memuat narasi Samuel mengurapi 

Saul menjadi raja di kota Rama (1Sam.10:1) 

- Teks 1Sam.11:1-15 yang memuat narasi Samuel menobatkan 

Saul sebagai raja di Gilgal (1Sam.11:15) 

 

(2) Tradisi ‘kontra-kerajaan’ 

 84 

  

- Teks 1Sam.8:1-22 yang memuat narasi Samuel kesal atas 

permintaan tua-tua Israel akan seorang raja (1Sam.8:6 - 

Mizpa) 

- Teks 1Sam.10:17-27 yang memuat narasi Samuel membuang 

undi untuk mencari seorang raja (1Sam.10:20-21 – Mizpa) 

- Teks 1Sam.12:1-25 yang memuat narasi Samuel 

memperingatkan orang Israel akan kesalahan mereka meminta 

raja (1Sam.12:17 – Gilgal) 

 

Tradisi ‘pro-kerajaan’ memuat narasi tentang Samuel yang melantik 

Saul menjadi raja dengan senang hati. Sedangkan dalam tradisi ‘kontra-

kerajaan’ memuat narasi tentang Samuel yang melantik Saul dengan berat 

hati. Menurut tradisi ‘pro-kerajaan’, Samuel melantik Saul menjadi raja atas 

bangsa Israel supaya Saul menyelamatkan mereka dari tangan musuh 

(1Sam.9:16; 10:1). Sedangkan menurut tradisi ‘kontra-kerajaan’, Samuel 

melantik Saul menjadi raja atas bangsa Israel hanya karena didesak mereka 

(1Sam.8:5.19-20; 10:19; 12:1-2.12-13). Ada dua alasan keberatan Samuel. 

Pertama, dengan meminta seorang raja ‘seperti pada segala bangsa lain’ 

(1Sam.8:5), Bangsa Israel telah menolak Allah sebagai raja mereka 

(1Sam.8:7; 10:19; 12:12). Kedua, dengan adanya seorang raja di Israel, 

Bangsa Israel harus mengorbankan banyak hal demi kepentingan kerajaan 

(1Sam.8:10-18). Alasan yang terakhir ini dipertegas dengan membandingkan 

sistem pemerintah Samuel sendiri sebagai ‘hakim’ (syofêt) dengan sistem 

pemerintahan seorang ‘raja’ (melekh). 

Selama periode kepemimpinannya, Samuel tidak pernah merugikan 

atau memeras Bangsa Israel (1Sam.12:1-5). Sedangkan selama pemerintahan 

seorang raja, raja itu akan terus merugikan dan memeras bangsa Israel 

(1Sam.8:10-18). Kedua tradisi yang berlawanan ini mencerminkan adanya 

 85 

  

perbedaan pendapat di kalangan Bangsa Israel pada zaman awal terbentuknya 

kerajaan (1050 sM). Sebagian orang menghendaki sistem pemerintahan baru 

seperti bangsa-bangsa tetangga. Sebagian lagi cenderung mempertahankan 

sistem kepemimpinan lama menurut tradisi nenek moyang. Meminjam istilah 

abad ini, ada ketegangan antara ‘kaum modernis’ dengan ‘kaum konservatif’. 

Pokok keberatan kaum konservatif sebenarnya tidak terletak pada 

hakikat kerajaan itu sendiri. keberatan mereka terletak pada bentuk kerajaan 

yang diinginkan golongan pembaharu, yaitu ‘seperti pada segala bangsa 

lain’ (1Sam.8:5). Raja pada bangsa-bangsa lain adalah seorang penguasa 

tunggal dan mutlak. Raja semacam itu dapat bertindak semau-maunya dan 

berbuat sewenang-wenang tanpa batas. Bahkan, pada sejumlah bangsa 

seorang raja dianggap dan disembah sebagai allah, dewa, atau setengah dewa 

(Yeh 28:2; 29:2-3). Padahal bagi bangsa Israel, Allah adalah satu-satunya 

penguasa tunggal dan mutlak. Allah adalah satu-satunya Tuhan yang harus 

disembah (Kel.20:2-3; Ul.5:6-7; 6:4; 2Sam.7:22; 22:32). Oleh karena itu, 

dengan menghendaki seorang raja ‘seperti pada segala bangsa lain’, kaum 

modernis secara tidak langsung hendak mengkudeta (coup d’état) Allah 

sebagai Tuhan Bangsa Israel (Kel.3:18; 1Taw.17:24).  

Jelas tindakan makar ini ditentang mati-matian kaum konservatif, 

terutama mereka yang tetap berpihak pada Samuel sebagai ‘hakim’ 

(1Sam.7:15-17). Bersama dengan kaum konservatif Samuel sendiri 

sebenarnya sepakat dengan keinginan adanya seorang ‘raja’ di Israel. 

Syaratnya, raja itu tidak ‘seperti pada segala bangsa lain’. Raja Israel tidak 

memiliki kuasa mutlak. Ia tidak boleh berbuat semaunya. Sebaliknya, raja 

Bangsa Israel harus tunduk dan taat kepada Allah. Ia harus menuruti perintah 

Allah dan mendengarkan firman-Nya. Raja bangsa Israel seharusnya adalah 

‘hamba’ Allah. Ia harus melayani Alah dengan memimpin umat-Nya selaras 

dengna kehendak-Nya. Allah-lah yang mengangkatnya menjadi raja. Allah 

 86 

  

pula yang akan menurunkannya jika ia tidak bertindak sebagai ‘hamba’ yang 

setia.   

Kegagalan Saul sebagai raja pertama bangsa Israel bersumber dari 

ketidaksetiaannya kepada Allah. Saul bertindak sebagai raja ‘seperti pada 

segala bangsa-bangsa lain’. Saul bertindak secara sewenang-wenang. Ia 

mempersembahkan korban bakaran tanpa menunggu kedatangan Samuel 

(1Sam.13). Saul juga hendak membunuh anaknya sendiri, yaitu Yonatan 

(1Sam.14). Ia juga melanggar hukum perang suci (hêrem) dengan tidak 

menumpas semua jarahan (1Sam.15). Singkat kata, sebagai ‘hamba’ Allah, 

Saul telah melanggar perintah Allah (1Sam.13:13-14). Ia tidak mendengarkan 

firman-Nya (1Sam.15:11.22.23). Padahal, Allah-lah yang mengangkat Saul 

menjadi raja mel