erintahkan kepadanya mengumumkan perintah
baru itu di lorong-lorong kota Medinah. Di rumah seorang Anshar pada
waktu itu sedang dilangsungkan perjamuan minum arak. Undangan
banyak dan piala-piala anggur tengah disajikan. Sebuah guci besar telah
habis diminum dan guci kedua sedang dibuka tutupnya. Banyak tamu
yang telah mabuk dan banyak lainnya hampir juga lupa diri. Dalam
keadaan demikian mereka mendengar ada orang mengumandangkan
berita bahwa minum arak telah dilarang oleh Rasulullah s.a.w., atas
perintah Ilahi. Seorang dari para tamu berdiri sambil berkata, “Agaknya
seperti ada pengumuman berkenaan dengan minum arak; marilah kita
selidiki kebenarannya.” Seorang tamu lain bangkit, guci penuh dengan
anggur itu dipecahkan dengan tongkatnya dan berkata, “Taati dahulu,
barulah mencari keterangan. Cukup hendaknya bahwa kita telah
mendengar pengumuman seperti itu. Tidak pantas terus minum-minum
sementara kita mencari keterangan. Kewajiban kita yaitu
menumpahkan arak ke jalan dan kemudian mencari keterangan tentang
pengumuman itu”. (Bukhari dan Muslim, Kitab al-Asyribah).
Orang Muslim ini benar. Sebab, jika minum arak telah dilarang,
mereka berdosa melanggar perintah jika mereka terus juga minum-
minum; di pihak lain, jika minum arak itu tidak dilarang, mereka tidak
rugi banyak jika hanya sekali itu membiarkan anggur di dalam guci itu
mengalir ke jalan-jalan. Minum arak lenyap sesaat dari masyarakat
Muslim sesudah pengumuman itu. Tidak ada usaha atau kampanye
khusus diperlukan untuk menciptakan perubahan revolusioner ini.
Orang-orang Muslim yang mendengar serta menyaksikan sambutan
spontan atas perintah itu masih hidup sampai tujuh puluh atau delapan
puluh tahun kemudian. Tidak pernah diketahui bahwa dari antara orang-
orang Muslim dan yang mendengar larangan itu ada yang pernah
81
memperlihatkan kelemahan untuk melanggar perintah tersebut. Jika ada
peristiwa semacam itu, pasti si pelanggar itu tak pernah mendapat
kesempatan menerima langsung senAllah pengaruh Rasulullah sendiri.
Bandingkanlah itu dengan kampanye larangan arak di Amerika dan
usaha-usaha menggalakkan upaya mengurangi minum arak yang
diselenggarakan sejak beberapa tahun di Eropa. Di satu pihak suatu
pengumuman yang sederhana dari Rasulullah sudah memadai untuk
melenyapkan suatu kejahatan masyarakat yang telah berakar dengan
mendalam dalam masyarakat Arab. Di pihak lain, larangan diberlakukan
lewat peraturan-peraturan hukum yang khusus. Polisi dan tentara,
pejabat-pejabat bea cukai dan petugas-petugas perpajakan semuanya
berusaha dengan banting-tulang dalam satu tim atau kelompok kerja, dan
berusaha keras melenyapkan kejahatan minum arak namun akhirnya
gagal dan terpaksa mengakui kegagalan mereka. Pemabuk-pemabuk
menang dan kejahatan minum arak tak terkalahkan. Abad kita ini
dikatakan abad kemajuan sosial. namun , jika kita bandingkan abad kita
dengan abad permulaan Islam, kita akan heran abad yang manakah dari
kedua abad itu berhak menyandang julukan itu — abad kitakah atau abad
saat Islam mengadakan revolusi sosial itukah?
Apa yang terjadi di Uhud tak mudah dapat kita lupakan. Kaum
Mekkah memandang Perang Uhud sebagai kemenangan pertama mereka
atas Islam. Mereka menyebarkan berita itu ke seluruh pelosok Arabia
dan menghasut seluruh bangsa Arab melawan Islam, dan meyakinkan
mereka itu bahwa kaum Muslimin bukan orang-orang yang tangguh. Jika
kaum Muslimin terus berkembang maka hal itu bukan disebabkan oleh
kekuatan mereka sendiri, namun oleh kelemahan kaum Arab ortodok.
Kemajuan Islam itu disebab kan kelemahan kaum musyrikin Arab. Jika
kaum musyrik Arab berusaha secara terpadu, maka mengalahkan kaum
Muslimin bukanlah perkara yang sulit. Akibat propaganda demikian,
maka permusuhan terhadap kaum Muslimin mulai menampakkan
dayanya. Suku-suku Arab lainnya mulai melebihi kaum Mekkah dalam
melancarkan gangguan terhadap kaum Muslimin. Beberapa mulai
mengadakan serangan secara terang-terangan. Beberapa yang lain mulai
menimbulkan kerugian-kerugian atas mereka itu dengan cara diam-diam.
Pada tahun keempat sesudah Hijrah, dua suku Arab, suku Adi dan Qarah,
mengirim delegasi kepada Rasulullah s.a.w. untuk mengatakan bahwa
orang-orang mereka cenderung kepada Islam. Mereka mengajukan
permintaan kepada Rasulullah s.a.w. supaya mengirim kepada mereka
beberapa orang yang mahir dalam ajaran Islam untuk tinggal di antara
mereka dan mengajar mereka Agama Baru itu. Sesungguhnya hal itu tipu
muslihat yang dilancarkan oleh Banu Lahyan musuh besar Islam.
Mereka mengirim delegasi itu kepada Rasulullah s.a.w. dengan
menjanjikan upah besar. Rasulullah s.a.w. menerima permintaan itu
tanpa curiga dan mengirim sepuluh orang Muslim guna mengajar suku-
suku itu dasar-dasar dan asas-asas Islam. saat tim itu tiba di daerah
Banu Lahyan, pengawal mereka menyuruh orang menyampaikan berita
kepada orang-orang sesukunya dan meminta supaya menangkap atau
membunuh mereka. Atas anjuran jahat itu, dua ratus orang bersenjata
dari Banu Lahyan berangkat mengejar rombongan Muslim itu dan
akhirnya dapat menyusul di tempat bernama Raji. Suatu pertempuran
terjadi antara sepuluh orang Muslim dan dua ratus orang musuh. Orang-
orang Muslim itu sarat (penuh) dengan keimanan. Musuh tak
berkepercayaan apa-apa. Sepuluh orang Muslim itu memanjat suatu
ketinggian dan menantang dua ratus musuh itu. Musuh mencoba
menundukkan orang-orang Muslim itu dengan tipuan yang kotor.
Mereka menawarkan keselamatan asalkan mereka itu mau turun.
namun , kepala rombongan itu menjawab bahwa mereka telah cukup
melihat janji-janji yang dibuat oleh orang-orang kufar. Sambil berkata
demikian mereka menghadapkan muka kepada Allah dan mendoa.
Allah mengetahui benar akan keadaan mereka. Apakah tidak selayaknya
Allah memberitahukan hal itu kepada Rasulullah s.a.w.? saat orang-
orang kufar melihat bahwa rombongan Muslim yang kecil itu keras hati,
mereka melancarkan serangan. Rombongan itu berkelahi tanpa maksud
menyerah. Tujuh dari sepuluh orang jatuh dan syahid. Kepada tiga orang
selebihnya menawarkan lagi keselamatan dengan syarat harus turun dari
puncak bukit itu. Tiga orang itu mempercayainya dan menyerah. Segera
sesudah menyerahkan diri, mereka diikat. Seorang di antara mereka
bertiga berkata, “Inilah pelanggaran pertama dari janjimu. Hanya Allah
Yang mengetahui apa yang kamu perbuat berikutnya.” Dengan berkata
demikian ia menolak ikut mereka. Kaum kufar mulai menganiaya korban
mereka dan meghelanya di sepanjang jalan. namun mereka begitu kagum
oleh perlawanan dan tekad bulat orang yang satu ini sehingga mereka
membunuhnya di tempat itu juga. Dua orang lainnya mereka bawa, dan
kemudian mereka jual sebagai budak kepada kaum Quraisy Mekkah.
Seorang di antaranya bernama Khubaib. Yang lainnya lagi Zaid. Pembeli
Khubaib ingin membunuhnya sebagai pembalasan atas kematian bapak
orang itu di Badar. Pada suatu hari Khubaib meminjam pisau cukur
untuk membersihkan mukanya. Khubaib sedang memegang pisau cukur
itu, saat seorang anak dari keluarga itu mendekatinya sebab ingin
tahunya. Khubaib mengangkat anak itu dan memangkunya. Ibu anak itu
melihat peristiwa itu dan sangat terkejut. Pikiran yang penuh dengan
perasaan bersalah dan sekarang orang yang beberapa hari lagi akan
mereka bunuh itu memegang pisau cukur sangat dekat dengan anak
mereka. Wanita itu yakin bahwa Khubaib akan membunuh anaknya.
Khubaib melihat rasa takut dan khawatir pada wajah wanita itu, lalu
berkata, “Nyonya menyangka aku akan membunuh anakmu. Janganlah
berpikir sejauh itu barang sejenak pun. Aku sama sekali tak mungkin
berbuat sekotor itu. Orang-orang Muslim tidak pernah berbuat curang.”
Wanita itu sangat terkesan oleh sikap dan perilaku yang jujur Khubaib
itu. Ia senantiasa ingat akan hal itu dan ia sering berkata tak pernah
melihat seorang tawanan seperti Khubaib. Akhirnya, Khubaib dibawa
oleh orang orang Mekkah kesebuah lapangan terbuka untuk merayakan
pembantaian di muka umum. saat saat yang ditetapkan telah tiba,
Khubaib meminta izin untuk melakukan sembahyang dua rakaat. Orang-
orang Quraisy mengabulkan dan Khubaib melakukan sembahyangnya
kepada Allah bumi ini di muka umum. saat ia usai sembahyang, ia
mengatakan bahwa ia masih ingin meneruskan namun tak mau berbuat
demikian, khawatir jangan-jangan mereka akan menyangka bahwa ia
takut mati. Maka dengan tenang ia menyerahkan lehernya kepada algojo.
Sementara berbuat demikian ia mendendangkan sajak:
“Sementara aku mati sebagai orang Muslim, tak kuhiraukan badanku
yang tak berkepala akan rebah ke kanan atau ke kiri. Dan mengapa harus
aku hirau? Kematianku yaitu di jalan Allah; jika Dia menghendaki, Dia
dapat memberkati tiap-tiap bagian badanku yang tak beranggota lagi”
(Bukhari).
Baru saja Khubaib usai menyenandungkan sajaknya, pedang
algojo jatuh mengenai lehernya dan kepalanya pun jatuh ke arah lain. Di
antara mereka yang berkumpul untuk merayakan pembantaian di muka
umum itu termasuk seorang bernama Sa'id bin Amr yang kemudian
masuk Islam. Konon, kapan pun pembunuhan Khubaib diceriterakan di
muka Sa'id, ia jatuh pingsan (Hisyam).
Tawanan yang kedua, Zaid, juga dibawa keluar untuk dibunuh.
Di antara penonton hadir juga Abu Sufyan, seorang pemimpin Mekkah.
Abu Sufyan menengok ke Zaid dan bertanya, “Tidakkah kamu lebih
suka Muhammad menggantimu? Tidakkah kamu lebih suka diam di
rumah dengan sentosa dan Muhammad ada di tangan kami?”
Zaid menjawab dengan gagah, “Apa, Abu Sufyan? Apa yang
kau katakan? Demi Allah aku lebih suka mati dari pada Rasulullah
tertusuk duri di lorong Medinah.” Abu Sufyan tak boleh tidak jadi
terkesan oleh kesetiaan yang demikian. Zaid dipandangnya dengan heran
dan Abu Sufyan menyatakan tanpa ragu-ragu, namun dengan suara
tertahan, “Demi Allah, aku belum pernah melihat seseorang mencintai
orang lain seperti sahabat-sahabat Muhammad mencintai Muhammad”
(Hisyam, jilid 2).
Kira-kira waktu itu beberapa orang Najd juga menjumpai
Rasulullah s.a.w. untuk minta orang-orang Muslim mengajar agama
Islam kepada mereka. Rasulullah s.a.w. tidak percaya kepada mereka.
namun Abu Bara', pemimpin suku 'Amir kebetulan ada di Medinah. Ia
menawarkan diri menjadi jaminan untuk suku itu dan meyakinkan
Rasulullah s.a.w. bahwa mereka itu tidak akan berlaku jahat. Rasulullah
s.a.w. memilih tujuh puluh orang Hafiz Qur’an*. saat rombongan ini
mencapai Bi'r Mauna, seorang di antara mereka, Haraam bin Malhan,
pergi kepada pemimpin suku 'Amir (kemenakan Bara') untuk
menyampaikan tabligh Islam.
Pada lahirnya Haraam diterima baik oleh anggota-anggota suku
itu. namun saat ia sedang berbicara kepada pemimpin suku, seorang
laki-laki menyelinap dari belakang dan menyerang Haraam dengan
* Hafiz Qur’an = Orang yang dapat menghafal Al-Qur’an diluar kepala
(red.).
tusukan sebilah tombak. Haraam syahid di tempat itu juga. saat
tombak itu menembus leher Haraam, kedengaran ia berseru “Allahu
Akbar. Allah Ka'bah menjadi saksi, aku telah mencapai tujuanku”
(Bukhari).
sesudah membunuh Haraam dengan cara yang keji itu,
pemimpin-pemimpin suku menghasut agar sukunya menyerang guru-
guru Islam selebihnya. “namun ,” kata anggota-anggota suku itu, “ketua
kami, Abu Bakar telah bertindak sebagai penjamin; kita tak dapat
menyerang rombongan itu.” Lantas para pemimpin suku, dengan bantuan
dua suku yang telah pergi menghadap Rasulullah s.a.w. untuk meminta
guru-guru Islam, dan beberapa suku lainnya menyerang rombongan
Muslim itu. Imbauan sederhana, “Kami datang untuk bertabligh dan
mengajar, bukan untuk bertempur”, tak memberi kesan apapun. Mereka
mulai membunuhi rombongan itu. Semuanya, kecuali tiga orang dari
ketujuh puluh orang, syahid. Seorang dari antara yang selamat itu orang
cacat dan telah mendaki sebuah bukit sebelum perkelahian mulai. Dua
lainnya telah pergi ke hutan untuk memberi unta mereka makan.
Sepulang dari hutan mereka jumpai enam puluh enam kawan mereka
telah syahid di medan. Dua orang itu berunding.
Salah seorang berkata, “Kita harus segera melaporkan peristiwa
ini kepada Rasulullah s.a.w.”
namun yang kedua berkata, “Aku tak dapat meninggalkan tempat
ini, tempat pemimpin rombongan kita, yang ditunjuk oleh Rasulullah
s.a.w. sebagai pemimpin kita, telah terbunuh.” Dengan berkata demikian
ia melompat dan menyerbu kaum kufar seorang diri dan gugur. Yang
lainnya tertawan, namun kemudian dibebaskan sesuai dengan sumpah
yang telah dikatakan oleh kepala suku itu. Dalam rombongan yang
syahid itu termasuk juga 'Amir bin Fuhaira, orang merdeka bekas budak
Abu Bakar. Pembunuhnya bernama Jabbar yang kemudian menjadi
Muslim. Jabbar mengatakan bahwa bai’atnya itu disebabkan oleh
pembantaian besar-besaran orang-orang Muslim itu.
“saat aku mulai membunuh 'Amir,” kata Jabbar, “Kudengar
'Amir berkata, “Demi Allah aku telah mencapai tujuanku. “Kutanya
86
'Amir mengapa seorang Muslim mengatakan perkataan semacam itu jika
menemui ajalnya. 'Amir menerangkan bahwa orang-orang Muslim
memandang mati di jalan Allah sebagai rahmat dan kemenangan. Jabbar
begitu terkesan oleh jawaban itu sehingga ia mulai mempelajari Islam
secara sistematis dan akhirnya masuk Islam (Hisyam dan Usud-al-
Ghaba).
Berita mengenai dua peristiwa menyedihkan itu, saat kira-kira
delapan puluh Muslim menemui ajal sebagai akibat tipu muslihat jahat,
tiba di Mekkah bersama-sama. Mereka yang menjadi korban
pembunuhan itu bukan orang-orang biasa. Mereka itu pengemban ajaran
Al-Qur’an. Mereka tak melakukan kejahatan dan tidak menyakiti siapa
pun. Mereka tak pernah ikut serta dalam pertempuran. Mereka telah
dipancing ke tangan musuh dengan dusta dan tipu-muslihat atas nama
Allah dan agama. Kenyataan-kenyataan itu membuktikan dengan
gamblang bahwa permusuhan terhadap Islam itu tegas dan mendalam.
Sebaliknya, gelora semangat orang-orang Muslim untuk menunjang
Islam tegas dan mendalam pula.
Pertempuran Dengan Banu Mustaliq
Sesudah Perang Uhud, di Mekkah timbul wabah yang hebat.
Dengan tidak mengindahkan segala permusuhan kaum Mekkah terhadap
beliau dan dengan tidak menghiraukan segala tipu muslihat yang mereka
pergunakan untuk menyiarkan kebencian terhadap beliau di seluruh-
negeri, Rasulullah s.a.w. menghimpun dana untuk membantu orang-
orang miskin di Mekkah dalam kebuAllah mereka yang mendesak.
Orang-orang Mekkah tetap tidak tergerak hati oleh pernyataan kemauan
baik itu. Permusuhan mereka berjalan terus dan tak kunjung reda. Pada
hakikatnya permusuhan malah kian memburuk. Suku-suku yang sampai
waktu itu bersikap simpatik terhadap Islam menjadi tidak bersahabat.
Suku semacam itu di antaranya ialah Banu Mustaliq. Mereka memiliki
perhubungan baik dengan kaum Muslim. namun kini mereka mulai
mengadakan persiapan untuk menyerang Medinah. saat Rasulullah
s.a.w. mendengar tentang persiapan itu, beliau mengutus beberapa orang
untuk menyelidiki kebenarannya. Orang-orang itu kembali dan
menguatkan laporan-laporan itu. Rasulullah s a w. mengambil keputusan
untuk menghadapi serangan baru ini. Untuk itu dibentuk suatu pasukan
dan dibawa ke daerah Banu Mustaliq. saat pasukan Muslim sudah
berhadapan dengan musuh, Rasulullah s.a.w. berusaha membujuk musuh
supaya mengundurkan diri tanpa pertempuran. Mereka menolak.
Pertempuran pun terjadi dan dalam beberapa jam saja musuh sudah dapat
dilumpuhkan.
Oleh sebab kaum kufar Mekkah cenderung kepada kejahatan
dan suku-suku yang tadinya bersahabat berbalik memusuhi, kaum
munafik di tengah-tengah kaum Muslim pun pada kesempatan ini
untung-untungan mengambil bagian dalam pertempuran di pihak kaum
Muslimin. Mereka mungkin menyangka akan mendapat kesempatan
untuk melakukan suatu tindakan jahat. Pertempuran melawan Banu
Mustaliq telah selesai dalam beberapa jam saja. Oleh sebab itu, kaum
munafik tak mendapat kesempatan melakukan suatu kedurjanaan pada
pertempuran itu. namun Rasulullah s.a.w. mengambil keputusan untuk
tinggal di kota Banu Mustaliq selama beberapa hari. Selama beliau
tinggal di situ, suatu pertengkaran timbul antara seorang Muhajir dan
seorang Anshar pasal penimbaan air dan sebuah perigi. Orang Muhajir
itu kebetulan bekas budak belian. Ia memukul orang Anshar yang mulai
berteriak memanggil orang-orang Anshar lainnya. Si Muhajir itu pun
memekik memanggil kaum Muhajirin. Timbullah ketegangan. Tak
seorang pun bertanya apa yang telah terjadi. Pemuda-pemuda dari kedua
belah pihak mencabut pedang mereka. 'Abdullah bin Ubayy ibnu Salul
berpikir bahwa peristiwa itu merupakan suatu rahmat dari langit. Ia
mengambil keputusan untuk menyiram api dengan minyak. Ia angkat
bicara, “Kamu telah terlalu banyak bersabar terhadap para Muhajirin.
Perlakuanmu yang baik terhadap mereka telah menjadikan mereka besar
kepala, dan sekarang mereka berusaha mengangkangi kamu dengan
segala macam cara.”
Pidatonya itu mungkin menimbulkan dampak yang diharapkan
oleh Abdullah. Percekcokan dapat berubah bentuk menjadi serius.
namun , tidak demikian halnya. Abdullah telah meleset dalam menilai
pengaruh pidatonya yang jahat itu. namun sebab menyangka bahwa
kaum Anshar telah dapat dipengaruhi, ia begitu jauh sampai berani
88
mengatakan, “Marilah pulang ke Medinah. Kemudian, orang termulia di
antara wargakotanya akan mengusir orang yang paling hina” (Bukhari).
Dengan sebutan “orang termulia” dimaksudkan dia sendiri dan
dengan “orang yang paling hina” dimaksudkan Rasulullah s.a.w.. sesudah
ia mengatakan perkataan itu orang-orang mukmin dapat meraba maksud
jahat itu. Bukan pidato suci yang mereka dengar, kata mereka, namun
pidato syaitan yang datang untuk menyesatkan mereka. Seorang pemuda
segera bangkit dan segera melaporkan hal itu kepada Rasulullah s.a.w.
dengan perantaraan pamannya. Rasulullah s.a.w. menyuruh orang
memanggil 'Abdullah bin Ubayy ibnu Salul dan kawan-kawannya, dan
menanyakan kepada mereka apa yang telah terjadi. 'Abdullah dan
kawan-kawannya membantah bahwa mereka telah terlibat dalam apa
yang telah dituduhkan kepada mereka dalam peristiwa itu. Rasulullah
s.a.w. tak berkata apa-apa. namun kebenarannya mulai tersebar. Lambat
laun sampai juga hal itu ke telinga 'Abdullah, anak 'Abdullah bin Ubayy
ibnu Salul. Abdullah muda segera menghadap kepada Rasulullah s.a.w.
dan berkata, “Ya Rasulullah, ayahku telah menghina anda. Hukumannya
ialah hukum mati. Andaikata anda sudi mengambil putusan demikian
aku mengharapkan anda memerintahkanku membunuh ayahku. Jika anda
memerintah orang lain dan ayahku mati di tangannya, barangkali aku
akan membalas kematiannya dengan membunuh orang itu. Mungkin aku
akan mendapat murka Allah oleh sebab itu.”
“namun aku sama sekali tidak punya niat demikian,” sabda
Rasulullah s.a.w.. “Aku akan memperlakukan ayahmu dengan cinta
kasih dan perlakuan baik.” saat Abdullah muda membandingkan sikap
khianat dan kurang sopan dari ayahnya dengan cinta kasih dan kebaikan
hati Rasulullah s.a.w., ia berangkat ke Medinah sarat dengan rasa marah
yang tertekan terhadap ayahnya. Di perjalanan ia menghentikan ayahnya
dan berkata tidak akan mengizinkannya meneruskan perjalanan pulang
ke Medinah sebelum ia menarik kembali kata-katanya yang diucapkan
terhadap Rasulullah s.a.w.. “Mulut yang mengatakan, Rasulullah itu
yang paling hina dan saya yang termulia” sekarang harus mengatakan,
Rasulullah s.a.w. itu yang termulia dan saya yang paling hina. Sebelum
mengatakan perkataan itu aku tak akan membiarkan bapak pergi.”
'Abdullah bin Ubayy ibnu Salul tercengang dan terperanjat lalu
berkata, "Kuakui, wahai anakku bahwa Muhammad itu yang termulia
dan aku yang paling hina." Abdullah muda membiarkan ayahnya
meneruskan perjalanan (Hisyam, jilid 2).
Telah kami singgung sebelumnya bahwa dua suku Yahudi yang
terpaksa harus diusir dari Mekkah sebab tipu-muslihat jahat mereka dan
rencana-rencana pembunuhan mereka. Banu Nadzir, satu di antaranya,
sebagian dari suku itu pindah ke Siria, sebagian lagi ke kota Khaibar
sebelah Utara Medinah. Khaibar itu pusat orang-orang Yahudi di Arabia,
berbenteng kuat. Orang-orang Yahudi yang pindah ke sana, mulai
menghasut orang-orang Arab terhadap orang-orang Muslim. Kaum
Mekkah sudah tadinya musuh Islam yang kental. Tidak perlu ada
dorongan apa-apa lagi untuk mengobarkan kebencian terhadap Islam.
Begitu juga suku Ghatafan dari Najd, sebab perhubungan
persahabatannya dengan Mekkah, memusuhi Islam. Kaum Yahudi yang
menetap di Khaibar dengan sendirinya ada di pihak Quraisy Mekkah dan
Ghatafan dari Najd. Di samping itu mereka merencanakan menarik Banu
Sulaim dan Banu Asad untuk menentang Islam. Mereka mengajak juga
Banu Saad, suatu suku yang bersekutu dengan orang-orang Yahudi untuk
bergabung dalam persekutuan untuk memerangi Islam. Sesudah lama
melakukan tipu-muslihat, maka suatu konfederasi suku-suku Arab telah
dibentuk untuk menghadapi kaum Muslimin. Konfederasi itu meliputi
kaum Mekkah, suku-suku yang tinggal di daerah sekitar Mekkah, suku-
suku Najd, dan mereka yang tinggal di daerah-daerah Utara Medinah.
Perang Khandak*
Suatu angkatan perang besar telah dibentuk di tahun kelima
Hijrah. Kekuatan angkatan perang itu oleh ahli-ahli sejarah telah ditaksir
antara sepuluh dan dua puluh empat ribu prajurit. namun suatu lasykar
gabungan dari berbagai suku Arabia tidak mungkin hanya sepuluh ribu.
Dua puluh ribu agaknya lebih mendekati kebenaran. Mungkin sekali
delapan belas atau dua puluh ribu. Kota Medinah yang akan digempur
oleh pasukan gabungan itu yaitu kota sederhana dan sama sekali tak
sanggup membalas serangan gabungan dari seluruh Arabia itu.
Penduduknya, pada zaman itu, sedikit lebih dari tiga ribu orang pria
(termasuk orang-orang tua, pemuda dan anak-anak). Menghadapi
penduduk yang sekian itu musuh telah membentuk suatu angkatan
perang yang terdiri atas dua puluh empat ribu prajurit berbadan tegap-
tegap dan berpengalaman dalam peperangan; dan (digabungkan dari
berbagai-bagai bagian negeri) merupakan lasykar dengan anak-anak
buah terpilih baik. Sebaliknya, keadaan penduduk Medinah - yang dapat
dikerahkan untuk melawan angkatan perang yang sangat besar itu,
meliputi kaum pria dari berbagai usia. Dapat kita bayangkan bahaya
yang harus dihadapi kaum Muslim Medinah. Pertempuran itu memang
suatu pertarungan yang sangat tidak seimbang. Musuh memiliki
kekuatan dua puluh empat ribu dan kaum Muslim hanya kira-kira tiga
ribu orang meliputi seperti yang telah kami katakan, semua kaum pria
kota, tua dan muda. saat Rasulullah s.a.w. mendapat kabar tentang
kehebatan persiapan-persiapan musuh, beliau mengadakan musyawarah
dan mendengarkan usul-usul. Di antara mereka yang diminta nasihat
ialah Salman-al-Farisi (Salman dari Persia), sebagai seorang orang
Muslim pertama dari Persia. Rasulullah s.a.w. menanyakan kepada
Salman, apa yang dilakukan di Persia jika mereka terpaksa
mempertahankan kota terhadap lasykar yang besar. "Jika sebuah kota
tidak berbenteng, dan kekuatan pertahanan sangat kecil," demikian kata
Salman, "Kebiasaan di negeri kami ialah menggali parit di seputar kota
dan mempertahankannya dari dalam." Rasulullah s.a.w. menyetujui
gagasan itu. Medinah berbukit-bukit pada satu sisi. Ini memberi
perlindungan alami di tepi itu. Sisi lain dengan pemusatan jaringan jalan-
jalan memiliki penduduk yang padat. Bagian kota itu tidak dapat
diserang tanpa diketahui. Tepi ketiga memiliki rumah-rumah dan
kebun-kebun palma dan tak jauh dari situ ada benteng suku Yahudi,
kaum Banu Quraiza. Banu Quraiza telah menandatangani suatu
perjanjian damai dengan kaum Muslimin. Jadi, sisi ini juga dapat
dipandang aman dari serangan musuh. Tepi keempat merupakan medan
terbuka dan dari tepi itulah serangan musuh paling memungkinkan dan
dikhawatirkan. Maka Rasulullah s.a.w. mengambil keputusan untuk
menggali parit di bagian tepi yang terbuka itu untuk mencegah serangan
musuh yang tanpa diketahui. Tugas itu dibagikan kepada orang-orang
Muslim; sepuluh orang harus menggali sepuluh yard parit. Seluruhnya
harus digali parit yang panjang seluruhnya satu mil dan harus cukup
lebar lagi dalam.
saat penggalian sedang berlangsung, mereka tertumbuk
kepada sebongkah batu padas yang sangat sulit ditanggulangi. Hal itu
segera dilaporkan kepada Rasulullah s.a.w. yang segera menuju ke situ.
Diambil oleh beliau beliung dan batu padas itu pun dipukuli keras-keras.
Bunga api memancar dan Rasulullah s.a.w. berseru keras, "Allahu
Akbar!" Beliau memukul kedua kalinya. Bunga api memancar lagi dan
beliau berseru lagi, "Allahu Akbar!" Beliau memukul ketiga kalinya.
Bunga api memancar pula dan Rasulullah s.a.w. berseru lagi, "Allahu
Akbar!" dan batu padas itu pun pecahlah berkeping-keping. Para Sahabat
menanyakan ihwal itu. Mengapa beliau menyerukan "Allahu Akbar!"
berkali-kali.
"Aku pukul batu padas itu tiga kali dengan beliung ini, dan tiga kali
aku melihat pemandangan kebesaran Islam di kemudian hari. Dalam
pancaran bunga api pertama kulihat istana-istana Siria dari Kerajaan
Roma. Kulihat kunci-kunci istana-istana itu diserahkan kepadaku. Kedua
kalinya kulihat istana-istana Persia bersinar terang di Mada'in dan kunci-
kunci Kerajaan Persia diserahkan kepadaku. Ketiga kalinya kulihat pintu
gerbang San'a dan kepadaku diserahkan kunci-kunci Kerajaan Yaman.
Semua itu yaitu janji Ilahi dan aku yakin bahwa kamu menaruh
kepercayaan akan kabar-kabar ghaib itu. Musuh tidak akan
memudaratkan kamu" (Zurqani, jilid 2 dan Bari, jilid 7).
Dengan tenaga manusia yang terbatas itu, parit yang dapat digali
oleh orang-orang Muslim itu tak mungkin parit yang sempurna, dilihat
dari sudut siasat perang; namun , sedikitnya dapat memberi jaminan
terhadap serbuan musuh ke kota dengan tiba-tiba. Bahwa parit itu tidak
tak terseberangi, peristiwa-peristiwa berikutnya dalam peperangan itu
nyata membuktikan. Tidak ada tepi lain memberi kesempatan kepada
musuh untuk menyerang kota. Maka dari sebelah parit itu lasykar suku-
suku Arab mulai mendekati Medinah. Segera sesudah hal itu diketahui
Rasulullah s.a.w., beliau tampil ke muka untuk mempertahankannya
dengan seribu dua ratus orang sesudah menempatkan orang-orang yang
lain pada tempat pertahanan bagian lain kota itu.
Para ahli sejarah berbeda dalam memperkirakan jumlah
pertahanan parit itu. Ada yang memperkirakan tiga ribu, yang lain seribu
dua ratus sampai seribu tiga ratus dan yang lain lagi tujuh ratus.
Perkiraan-perkiraan itu sangat sukar, dan lagi memang sangat sukar pula
untuk dirujukkan. namun , sesudah dipertimbangkan bukti-buktinya, kami
sampai kepada kesimpulan bahwa ketiga-tiga perkiraan jumlah orang-
orang Muslim yang mempertahankan parit itu tepat semuanya. Perkiraan
itu bertalian dengan tahap-tahap pertempuran yang berlainan.
Pertempuran Melawan Kekuatan Yang Jauh Lebih
Besar
Kita telah mengetahui bahwa sesudah kaum munafik
memisahkan diri di Uhud, jumlah prajurit Muslim yang masih tinggal di
medan perang itu tujuh ratus. Perang Khandak terjadi hanya dua tahun
sesudah Perang Uhud. Selama dua tahun itu tidak ada penambahan
penganut Islam secara besar-besaran yang tercatat dalam sejarah.
Peningkatan pada masa itu dalam jumlah prajurit Muslim dari tujuh ratus
ke tiga ribu tak dapat diharapkan. namun bersamaan dengan itu tak
masuk akal juga, jika antara Perang Uhud dan Perang Khandak tidak ada
penambahan jumlah sedikit pun. Islam senantiasa bertambah jumlah
anggotanya dan kita dapat memperhitungkan bahwa ada sedikit
penambahan antara Perang Uhud dan Perang Khandak. Dari dua
pertimbangan itu, agaknya dapat disimpulkan bahwa perkiraan tiga ribu
dan sebagian lain tujuh ratus. Jawaban kami kepada pertanyaan itu ialah,
dua angka itu bertalian dengan tahap-tahap yang berlainan dalam perang
itu. Perang Khandak dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama kita
dapatkan sebelum musuh mendekati Medinah dan kaum Muslim sedang
menggali parit. Selama masa itu kita dapat memperkirakan bahwa
pengangkutan tanah yang digali ketempat yang agak jauh, tentu
dikerahkan anak-anak dan, hingga batas tertentu, bahkan wanita untuk
membantu. Oleh sebab itu, dalam penggalian parit itu kita dapat
memperkirakan bahwa keseluruhannya ada tiga ribu jiwa dikerjakan di
pihak Islam. Jumlah itu meliputi anak-anak dan beberapa wanita. Anak-
anak mampu membantu mengangkut tanah, dan wanita-wanita
senantiasa berlomba-lomba dengan kaum pria dalam segala gerakan
kaum Muslim, tentu sangat berguna juga dalam mengerjakan tugas-tugas
bantuan yang bertalian dengan penggalian. Memang ada bukti-bukti
yang menguatkan anggapan itu. saat pekerjaan penggalian dimulai,
bahkan anak-anak diminta datang. Dalam praktek, seluruh penduduk ikut
serta dalam penggalian. namun sesudah musuh datang dan perang mulai
berkecamuk, Rasulullah s.a.w. memerintahkan anak-anak di bawah umur
lima belas tahun meninggalkan tempat pertempuran. Mereka yang di atas
lima belas tahun umurnya, diperbolehkan ikut serta, jika mereka
menghendaki (Halbiyya, jilid 2).
Dari keterangan itu tampak bahwa pada waktu penggalian,
jumlah orang-orang Muslim itu jauh lebih besar daripada saat
pertempuran mulai. Pada saat pertempuran, anak-anak yang masih sangat
muda semuanya telah mundur ke garis belakang. Perkiraan yang
menyebut bilangan Muslim pada pertempuran berjumlah tiga ribu yaitu
hanya bertalian dengan pekerjaan penggalian, dan perkiraan yang
menyebut bilangan seribu dua ratus yaitu bertalian dengan galaunya
peperangan yang pada saat itu hanya para pemuda yang diperbolehkan
ikut. Perkiraan tujuh ratus saja yang belum kami terangkan. Bahkan
perkiraan ini pun menurut pendapat kami juga tepat. Perkiraan itu
dikemukakan oleh sumber yang patut dipercaya seperti Ibn Hazm. Sukar
sekali untuk mempersoalkan perkiraan ini. Kebetulan jika kita perhatikan
rincian lain dari pertempuran itu, maka perkiraan itu pun ternyata tepat
juga. Ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa saat Banu Quraiza,
yang menyalahi janji-janjinya, menggabungkan diri kepada musuh dan
mengambil keputusan untuk menyerang Medinah dari samping,
Rasulullah s.a.w., yang mendapat laporan mengenai maksud jahat itu
memutuskan untuk menempatkan penjagaan di bagian kota yang dapat
menjadi sasaran serangan Banu Quraiza. Bagian Medinah ini mula-mula
dibiarkan tanpa pertahanan sebab Banu Quraiza bersekutu dengan kaum
Muslim. Dan, oleh sebab itu diperkirakan bahwa mereka tidak akan
mengizinkan musuh menyerang kota dari arah mereka. Telah diketahui
pula bahwa saat pembelotan Banu Quraiza dikabarkan kepada
Rasulullah s.a.w. dan menjadi jelas bahwa wanita-wanita Muslim, yang
tadinya dipandang aman tinggal di bagian kota ini berdasarkan janji
persekutuan, menjadi tidak aman lagi. Rasulullah s.a.w. mengambil
keputusan untuk mengirimkan dua pasukan, yang pertama terdiri atas
dua ratus orang, dan yang kedua tiga ratus orang untuk menjaga dua
bagian yang berlainan dari kota yang pada waktu itu tak terjaga.
Rasulullah s.a.w. memerintahkan untuk sewaktu-waktu meneriakkan,
"Allahu Akbar," sehingga induk pasukan Muslim dapat mengetahui
bahwa para wanita Muslim keadaannya aman. Maka perkiraan ibn Ishaq
yang menyebut jumlah prajurit dalam Perang Khandak tujuh ratus itu
ternyata tepat pula. Jika lima ratus dan seribu dua ratus dikirim untuk
menjaga kota dari samping, maka memang hanya tujuh ratus yang masih
tinggal. Jadi, ketiga-tiga perkiraan tentang jumlah anggota lasykar
Muslim dalam Perang Khandak itu ternyata tepat semua.
Jadi, untuk mempertahankan parit itu Rasulullah s. a w. hanya
memiliki tujuh ratus orang. Betul, parit telah selesai digali, namun
untuk menghadapi dan memukul mundur suatu bala-tentara sebesar yang
dimiliki musuh, maka dengan bantuan adanya parit pun nampaknya
hampir tak mungkin. namun , seperti telah lazim, kaum Muslim
bertawakal kepada Allah dan menyerahkan kepada pertolongan-Nya.
Pasukan mereka yang kecil menunggu pasukan musuh, sedangkan kaum
wanita dan anak-anak telah dikirimkan ke dua bagian kota yang secara
lahiriah agak aman.
saat musuh mencapai parit mereka sangat tercengang, sebab
siasat itu belum pernah dikenal dalam peperangan di negeri Arab
sebelumnya. Maka mereka memutuskan berkemah di sebelah parit itu
dan berunding mengenai cara menyerang serta memasuki Medinah. Satu
tepi dipertahankan oleh parit. Tepi kedua memiliki bukit-bukit sebagai
pertahanan alami. Tepi ketiga memiliki rumah-rumah batu dan kebun
pohon-pohonan. Tak mungkin bagi musuh mengadakan serangan tiba-
tiba ke bagian kota mana pun. Panglima-panglima musuh mengadakan
musyawarah dan mengambil keputusan bahwa mereka perlu berusaha
memutuskan hubungan Banu Quraiza, suku Yahudi yang masih ada di
Medinah, dari persekutuannya dengan kaum Muslim dan meminta
mereka bergabung dengan persekutuan Arab dalam penyerbuan yang
menentukan terhadap Medinah. Hanya Banu Quraiza yang dapat
memberi mereka jalan ke kota. Akhirnya, Abu Sufyan memilih Huyay
bin Ahtab, kepala suku Banu Nadzir yang telah diusir dan penghasut
utama suku-suku Arab terhadap Medinah dan menunjuk dia mengadakan
perundingan dengan Banu Quraiza. Mula-mula mereka menolak bertemu
dengan dia. namun , saat ia menerangkan bahwa saat ini merupakan
saat yang baik untuk mengalahkan kaum Muslim, ia berhasil menarik
seorang dari Banu Quraiza yang bernama Ka'ab. Ia menerangkan bahwa
seluruh Arabia keluar untuk menyerang dan membinasakan kaum
Muslimin. Lasykar di seberang parit bukan lagi lasykar melainkan
samudera prajurit-prajurit tangguh yang tak mungkin dapat dilawan oleh
kaum Muslimin. Akhirnya tercapailah persetujuan bahwa segera sesudah
bala tentara kufar berhasil merebut parit, Banu Quraiza akan menyerang
bagian Medinah, tempat Rasulullah s.a.w. telah mengirimkan semua
wanita dan anak-anak demi keamanan mereka. Rencana itu diharapkan
akan melumpuhkan pertahanan Muslim dan menjadi perangkap maut
untuk seluruh warga kota - pria, wanita, dan anak-anak. Jika rencana itu
mendapat hasil sebagian saja, hal itu akan sangat berat untuk kaum
Muslimin dan menjadikan segala sesuatu sangat sukar bagi mereka.
Mereka niscaya tak mungkin dapat lepas dari perangkap maut itu.
Pengkhianatan Banu Quraiza
Seperti telah kami katakan, Banu Quraiza itu ada dalam
persekutuan dengan kaum Muslimin. Sekalipun bila mereka tidak ikut
dalam pertempuran di pihak kaum Muslimin, sedikitnya diharapkan
bahwa mereka itu akan menutup jalan musuh dari arah mereka. Oleh
sebab itu Rasulullah s.a.w. telah membiarkan sisi bagian kota itu tanpa
penjagaan. Banu Quraiza mengetahui bahwa kaum Muslimin percaya
kepada kejujuran mereka. Maka, saat mereka memutuskan untuk
menggabungkan diri kepada kaum Arab tercapailah suatu persetujuan
bahwa mereka tidak akan menggabungkan secara terang-terangan, kalau-
kalau kaum Muslimin menjadi curiga dan mengambil langkah penjagaan
di bagian kota pada sisi Banu Quraiza itu. Persetujuan itu suatu siasat
busuk yang sangat berbahaya.
saat telah tercapai persetujuan bahwa kaum Muslim harus
diserang dari dua jurusan, lasykar Arab mulai menyerang parit. Beberapa
hari telah lewat, namun belum juga terjadi apa-apa. Kemudian mereka
memiliki gagasan menempatkan pemanah-pemanah mereka di tempat
yang tinggi dan ditugaskan menyerang orang-orang Muslim yang
mempertahankan parit. Mereka itu berdiri ditepinya, terpisah oleh jarak-
jarak pendek. Jika pertahanan Muslim menunjukkan tanda-tanda akan
patah, kaum kufar akan mencoba menyeberangi parit dengan bantuan
pasukan kuda kelas satu mereka. Mereka yakin bahwa jika serangan
yang demikian diadakan berulang-ulang, mereka akan dapat merebut
96
kedudukan di salah satu tempat di sebelah kaum Muslim dari parit itu. Di
sana mereka akan dapat menempatkan kekuatan mereka untuk serangan
kilat ke kota itu. Maka serangan demi serangan dilancarkan. Barisan
pertahanan Muslim terpaksa bertempur tak henti-hentinya. Pada suatu
hari mereka begitu repot dalam perjuangan memukul mundur serangan-
serangan itu sehingga beberapa shalat tak dapat didirikan pada waktunya
yang tepat. Rasulullah s.a.w. sangat bersedih hati sebab nya dan
bersabda, "Allah , siksalah orang-orang kafir itu; mereka telah
mengacaukan shalat kami." Peristiwa itu menunjukkan hebatnya
serangan musuh. namun , dari situ nampak juga bahwa perhatian
Rasulullah s.a.w. senantiasa tertuju kepada ibadah kepada Allah .
Medinah sedang diserang dari segala jurusan. Bukan kaum pria saja,
namun juga wanita dan anak-anak dihadapkan kepada kematian yang
pasti. Seluruh kota ada dalam cengkeraman suasana gelisah dan takut.
namun Rasulullah s.a.w. tetap berpikir untuk mendirikan shalat pada
waktu-waktu yang telah ditetapkan. Kaum Muslimin tidak beribadah
kepada Allah hanya seminggu sekali seperti kaum Kristen dan Hindu.
Orang-orang Muslim diharuskan sembahyang lima waktu dalam sehari.
saat dalam peperangan, sukar sekali orang mengadakan sembahyang
bersama, apa lagi mendirikan sembahyang berjamaah lima kali sehari.
namun Rasulullah s.a.w. menyelenggarakan lima shalat berjamaah
walaupun dalam perang. Jika salah satu dari shalat-shalat itu terganggu
oleh serangan musuh, maka hati beliau amatlah pilunya.
Kembali lagi kepada jalannya pertempuran. Musuh sedang
menyerang dari muka, Banu Quraiza merencanakan serangan dari
belakang namun tidak dengan cara yang menimbulkan kewaspadaan
kepada penduduk Muslim. Mereka ingin masuk kota dari belakang dan
membunuh wanita-wanita serta anak-anak yang dilindungi di sana. Pada
suatu hari seorang penyelidik dikirim ke sana untuk menyelidiki apa ada
penjagaan di sana untuk melindungi wanita dan anak-anak, dan jika ada,
berapa kekuatannya. Di sana ada tempat terkurung untuk keluarga-
keluarga yang mana musuh-musuh memandangnya sebagai sasaran yang
istimewa.
Penyelidik itu datang dengan mengendap-endap di sekitar
tempat terkurung itu untuk mengadakan penyelidikan dengan diam-diam.
saat sedang beraksi, ia dipergoki oleh Safiyyah, bibi Rasulullah. Di
situ hanya ada seorang pria dewasa yang kebetulan melakukan penjagaan
dan bahkan orang itu pun sedang sakit. Safiyyah melaporkan apa yang
dilihatnya kepadanya dan menyarankan supaya ia menangkap mata-mata
itu sebelum ia dapat menyampaikan informasi kepada musuh, betapa
tanpa perlindungannya wanita dan anak-anak di bagian kota itu. Orang
sakit itu menolak berbuat sesuatu, maka Safiyyah sendiri mengambil
tongkat dan mulai menyerang tamu tak diundang itu. Dengan bantuan
wanita-wanita lain ia berhasil menangkap dan membunuhnya.
Kemudian, ternyata bahwa orang itu benar-benar kaki-tangan Banu
Quraiza. Kaum Muslimin menjadi gelisah dan mulai menyadari adanya
kemungkinan serangan-serangan dari arah yang sampai pada saat itu
mereka sangka sangat aman. namun serangan dari muka yaitu begitu
berat sehingga seluruh kekuatan Muslim dibutuhkan di sana untuk
pertahanan. Walaupun demikian, Rasulullah s.a.w. mengambil keputusan
untuk membagi kekuatan melindungi wanita dan anak-anak. Seperti
telah kami utarakan dalam pembicaraan mengenai jumlah prajurit dalam
pertempuran itu, dari angkatan seribu dua ratus itu Rasulullah s.a.w.
mengirim lima ratus orang guna melindungi kaum wanita di dalam kota.
Jadi, untuk pertahanan parit hanya tinggal tujuh ratus yang melawan
kekuatan antara delapan belas dan dua puluh ribu. Banyak orang Muslim
hilang akal melihat kesulitan yang harus mereka hadapi. Mereka
menghadap Rasulullah s.a.w. dan mengatakan betapa rawannya keadaan
mereka, dan betapa mustahil menyelamatkan kota. Mereka memohon
supaya Rasulullah s.a.w. mendoa. Mereka memohon juga mengajarkan
kepada mereka doa yang khusus pada kesempatan itu. Rasulullah s.a.w.
bersabda, "Jangan gentar. Mendoalah kepada Allah supaya Dia
melindungimu terhadap kelemahanmu, meneguhkan hatimu, dan
melepaskan kegelisahanmu." Rasulullah s.a.w. sendiri mendoa dengan
kata-kata:
"Ya Allah , Engkau menurunkan Al-Qur’an kepadaku. Engkau tidak
menunggu untuk meminta pertanggung-jawaban dari siapa pun. Pasukan-
pasukan ini telah datang menyerang kami. Berilah mereka kekalahan. Ya
Allah , hamba memohon lagi: Kalahkanlah mereka; menangkan kami
atas mereka dan gagalkanlah semua niat jahat mereka" (Bukhari).
Dan pula:
"Ya Allah , Engkau mendengar mereka yang menjerit kepada Engkau
dalam kesusahan dan kesedihan. Engkau menjawab mereka yang terjerat
dalam kegelisahan. Lepaskan hamba dari kesakitan hamba, kegelisahan
hamba dan ketakutan hamba. Engkau Maha Mengetahui kesulitan-
kesulitan yang hamba dan para sahabat hamba harus hadapi" (Zurqani).
Orang-orang munafik menjadi lebih gelisah daripada orang-
orang lain dalam lasykar Muslim. Segala penghargaan terhadap
kehormatan pihak mereka sendiri dan keselamatan kota, wanita, dan
anak-anak mereka lenyap dari hati mereka. namun , mereka tidak mau
kehilangan muka di hadapan orang-orang mereka sendiri. Oleh sebab
itu, mereka mulai meninggalkan lasykar Muslim satu demi satu dengan
dalih atau alasan yang lemah. Al-Qur’an menyinggung hal itu dalam
33:14:
“Dan segolongan dari mereka meminta izin kepada Nabi dengan
berkata, "Sesungguhnya rumah kami terbuka terhadap serangan musuh."
Padahal rumah mereka itu sebenarnya tidak terbuka. Mereka hanya
berusaha melarikan diri”.
Situasi perang dan keadaan kaum Muslimin pada saat itu
diterangkan dalam Al-Qur’an pada ayat-ayat berikut:
“saat mereka datang kepadamu dari atasmu dan dari bawahmu, dan
saat matamu melantur dan hati sampai tenggorokan, dan kamu
berprasangka terhadap Allah dengan bermacam-macam prasangka. Di
situlah orang-orang mukmin diuji, dan mereka digoncangkan dengan
suatu goncangan yang dahsyat. Dan ingatlah saat orang-orang munafik
dan mereka yang di dalam hatinya ada penyakit berkata, "Tidaklah Allah
dan Rasul-Nya menjanjikan kepada kami melainkan janji yang dusta."
Dan saat segolongan dari mereka berkata, "Hai, orang-orang Yathrib
kamu mungkin tidak dapat bertahan terhadap musuh, oleh sebab itu
kembalilah kamu." (33:11-14).
Di sini orang-orang Muslim diperingatkan betapa mereka
diserang dari muka oleh gabungan suku-suku Arab dan dari samping
oleh kaum Yahudi. Mereka diperingatkan betapa buruk keadaan mereka
pada saat itu. Mata mereka layu dan hati mereka cemas. Mereka malahan
mulai memiliki keragu-raguan tentang Allah . Orang-orang yang
beriman ada dalam cobaan. Mereka semua diberi kegoncangan. Kaum
munafik dan orang yang sakit rohaninya mulai berkata, "Kita semua
ditipu oleh janji-janji palsu kepada kita oleh Allah dan Rasul-Nya!"
Sekelompok dari antara mereka malahan mulai menjatuhkan mental
pasukan Muslim dengan berkata, "Sekarang tak ada perang. Tak ada lagi
yang harus diperbuat kecuali pulang."
Bagaimana sikap orang-orang mukmin yang sejati pada peristiwa
itu dilukiskan juga dalam Al-Qur’an:
“Dan saat orang-orang mukmin melihat lasykar-lasykar
persekutuan, mereka berkata, "Inilah yang telah dijanjikan Allah dan
Rasul-Nya kepada kami; dan Allah dan Rasul-Nya telah mengatakan
yang benar." Dan hal itu tidak menambah kepada mereka kecuali
keimanan dan kepaAllah . Di antara orang-orang yang beriman, ada
orang-orang yang benar-benar telah menepati apa yang dijanjikan mereka
kepada Allah. Maka sebagian dari mereka telah menyempurnakan
niatnya, meninggal, dan diantara mereka ada yang masih menunggu, dan
mereka tidak merubah sedikit pun”. (33:23-24).
Orang-orang mukmin sejati, boleh dikata, sama sekali lain dari
orang-orang munafik dan orang-orang yang lemah. saat mereka
melihat jumlah musuh yang sangat besar, mereka ingat akan apa-apa
yang pernah dikatakan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka. Serangan
terpadu suku-suku Arab yaitu bukti belaka tentang kebenaran Allah dan
Rasul-Nya. Orang-orang mukmin sejati tetap tak bergeming. Malahan
jiwa pengabdian dan semangat kepercayaan mereka semakin meningkat.
Orang-orang mukmin sejati tetap berpegang teguh pada perjanjian
mereka dengan Allah . Beberapa dari mereka telah mencapai tujuan
hidup mereka dengan mati syahid. Beberapa lainnya hanya menunggu
kematian mereka di jalan Allah untuk mencapai tujuan hidup mereka.
Musuh menyerang parit dengan dahsyatnya secara bertubi-tubi.
Kadang-kadang musuh berhasil menyeberanginya. Pada suatu hari,
panglima-panglima musuh berhasil melintasi parit itu. namun mereka
diserang oleh kaum Muslimin dengan gagah berani sehingga mereka
terpaksa mundur lagi. Dalam pertempuran itu Naufal, seorang gembong
kaum kufar, tewas. Begitu tinggi kedudukan pemimpin ini sehingga
kaum kufar tidak tega hati jika mayatnya dicacati. Oleh sebab itu mereka
mengirim pesan kepada Rasulullah s.a.w. bahwa jika beliau mau
mengembalikan mayat panglima itu, mereka akan membayar sepuluh
ribu dirham. Harga itu sangat tinggi untuk pengambilan satu mayat.
Penawaran itu diajukan atas rasa dosa sendiri. Kaum kufar telah
mencacati mayat-mayat orang Muslim di Uhud dan sekarang mereka
mengkhawatirkan bahwa jangan-jangan kaum Muslimin akan berbuat
serupa. namun , ajaran Islam sama sekali lain. Islam melarang secara
mutlak mencacati mayat. saat Rasulullah s.a.w. menerima pesan dan
penawaran itu, beliau bersabda, "Apa guna bagi kami badan itu? Kami
tak mengharapkan imbalan apa-apa untuk itu. Jika kalian menghendaki,
bawalah mayat itu" (Zurqani, jilid hal. 114).
Sepenggal tulisan dalam buku "Life of Mohammad" karangan
Muir (London 1878, hlm. 322) melukiskan dengan gamblang
kedahsyatan serangan terhadap kaum Muslimin itu. Kami tidak segan-
segan menukilnya di sini:
“Keesokan harinya Mohamed (Muhammad s.a.w., Red) melihat
seluruh kekuatan sekutu telah datang menyerang. Meminta aktivitas yang
maksimal dan kesiagaan yang tak ada hentinya di pihaknya untuk
menggagalkan gerakan-gerakan musuh. Sekarang musuh mengancam
dengan serangan umum; kemudian dipecah menjadi divisi-divisi, mereka
menyerang berbagai kedudukan secara bergelombang dengan cepat dan
mengacaukan; akhirnya, sesudah melihat kesempatan, mereka
memusatkan pasukan mereka dititik yang lemah pertahanannya, dan
dengan dukungan serangan hujan panah yang tiada hentinya lagi ganas,
mereka berusaha merebut parit itu. Berulang-ulang gempuran hebat
dilakukan ke kota itu dan ke kemah Mohamed oleh panglima-panglima
ternama seperti Khalid dan Amru; dan gempuran-gempuran itu hanya
digagalkan dengan serbuan-serbuan balasan dan tembakan-tembakan
yang gencar. Ini berlangsung terus sepanjang hari; dan, sebab lasykar
Mohamed hanya cukup untuk menjaga rentangan garis pertahanan yang
panjang, tidak mungkin diadakan giliran istirahat. Malahan di waktu
malam Khalid dengan barisan berkuda terus menimbulkan bahaya dan
ancaman kepada garis pertahanan, memaksa barisan pertahanan Muslim
berkali-kali melepaskan pos-pos terdepan. namun , segala upaya musuh
gagal semua. Parit tak dapat diseberangi."
Pertempuran berlangsung terus selama dua hari. Masih juga
belum terjadi perkelahian satu lawan satu, belum ada pertumpahan darah
secara besar-besaran. Pertempuran dua puluh empat jam lamanya hanya
membawa akibat tiga orang gugur di pihak musuh dan lima di pihak
Muslim. Sa’d bin Muadz, seorang kepala suku Aus, orang yang setia
terhadap Rasulullah s.a.w. mendapat luka-luka. namun serangan
berulang-ulang kepada parit menimbulkan sedikit kerusakan dan itu
membuat serangan-serangan berikutnya lebih mudah. Peristiwa-peristiwa
besar yang menampilkan keberanian dan kesetiaan telah disaksikan.
Malam sangat dingin, mungkin terdingin di Arabia. Kami memiliki
persaksian dari Hazrat Aisyah r.a., istri mulia Rasulullah s.a.w., bahwa
Rasulullah s.a.w. bangkit lagi, bangkit lagi berkali-kali, untuk menjaga
bagian parit yang mendapat kerusakan. Beliau begitu penat. Beliau
kembali ke tempat tidur namun kemudian, sesudah memanasi diri sejenak,
beliau pergi lagi ke parit berjaga. Pada suatu hari beliau begitu letihnya
sehingga beliau hampir tak dapat bergerak. Baru dalam keadaan
demikian beliau menghendaki beberapa orang Muslim yang setia untuk
datang membebaskan beliau dari tugas penjagaan parit dalam kedinginan
malam itu. Segera beliau mendengar suara Sa’d bin Waqqas yang
datang. Rasulullah s.a.w. menanyakan, mengapa ia datang.
"Untuk menjaga anda,” jawabnya. "Tak perlu menjaga diriku,"
sabda Rasulullah s.a.w.. "Sebagian dari parit rusak. Pergilah menjaganya
supaya orang-orang Muslim aman." Sa’d pun berangkat, dan Rasulullah
s.a.w. dapat tidur. (Ada peristiwa yang agak kebetulan. Sebab, saat
Rasulullah s.a.w. sampai di Medinah dan bahaya untuk diri beliau sangat
besar, pada saat itu pun Sa’d juga menawarkan diri untuk tugas
penjagaan). Pada peristiwa lain selama hari-hari yang sangat berat itu
Rasulullah s.a.w. mendengar bunyi gemerincing senjata. "Siapakah di
sana?" tanya Rasulullah s.a.w. "Abbad bin Bisyri," jawabnya.
"Adakah orang lain bersama kamu?" tanya Rasulullah s.a.w..
"Ada," jawab Abbad, "Serombongan Sahabat. Kami akan
menjaga kemah anda."
"Biarkan kemahku. Orang-orang kufar sedang berusaha
melintasi parit. Pergi, dan gempurlah mereka" (Halbiyya, Jilid 2).
Seperti telah kami katakan sebelum ini, kaum Yahudi mencoba
memasuki kota dengan diam-diam. Seorang mata-mata Yahudi tewas
dalam usaha itu. saat mereka mengetahui bahwa tipu muslihat mereka
telah terbongkar, mereka mulai memberi bantuan kepada persekutuan
Arab lebih terang-terangan. namun suatu serangan terpadu dari samping
tak dapat dilancarkan, sebab medan di sebelah itu sempit dan dengan
adanya penjagaan orang-orang Muslim di situ, serangan secara besar-
besaran menjadi tidak mungkin. namun , beberapa hari kemudian, kaum
Yahudi dan persekutuan orang-orang musyrik mengambil keputusan
mengadakan serangan serentak dan tiba-tiba terhadap kaum Muslimin.
Lasykar Persekutuan Melarikan Diri
namun rencana berbahaya itu telah digagalkan oleh Allah
dengan cara yang sangat menakjubkan. Beginilah terjadinya. Seorang
bernama Nu'aim, yang termasuk suku Ghafatan, tertarik hatinya oleh
Islam. Ia datang dengan bala tentara kaum kufar, tapi terus mencari
kesempatan membantu orang-orang Muslim. Seorang diri ia tak dapat
berbuat banyak. namun , saat dilihatnya kaum Yahudi telah bekerja
sama dengan kaum musyrikin Arab dan orang-orang Muslim agaknya
menghadapi kematian yang pasti dan kebinasaan, Nu'aim mengambil
keputusan untuk berusaha sedapat-dapatnya menyelamatkan kaum
Muslimin. Ia pergi ke Banu Quraiza dan berbicara dengan para
pemimpin mereka. Andaikata lasykar musyrikin Arab melarikan diri, apa
yang dapat mereka harapkan dari kaum Muslimin? Kaum Yahudi ada
dalam perserikatan dengan kaum Muslim. Adakah mereka tidak merasa
khawatir akan menerima hukuman terhadap diri mereka sebab ternyata
curang dalam perjanjian mereka?
Pertanyaan itu mengejutkan pemimpin-pemimpin Yahudi.
Mereka menanyakan apa yang harus mereka perbuat. Nu'aim
menasihatkan mereka untuk meminta tujuh puluh orang musyrik sebagai
sandera. Jika orang-orang musyrik itu sungguh jujur tentang serangan
terpadu, mereka tidak akan menolak permintaan tersebut. Mereka harus
mengatakan bahwa tujuh puluh orang itu akan menjaga tempat-tempat
strategis mereka, sedangkan mereka sendiri akan menyerang kaum
Muslimin dari samping. Sehabis pembicaraan dengan orang-orang
Yahudi, Nu'aim menemui pemimpin-pemimpin kaum musyrik. Ia
bertanya, apa yang akan mereka perbuat, andai kata kaum Yahudi
menarik kembali perjanjiannya; andaikata, untuk memperbaiki kembali
hubungan dengan kaum Muslim, mereka (kaum Yahudi) menuntut
sandera (orang-orang musyrik) dan kemudian mereka itu diserahkan
kepada kaum Muslim? Apakah tidak penting bagi mereka untuk menguji
kesetiaan orang-orang Yahudi dan meminta mereka segera ikut dalam
serangan umum? Pemimpin-pemimpin musyrik sangat terkesan oleh
nasihat itu. Sesuai dengan itu mereka mengirim pesan kepada kaum
Yahudi, apakah tidak lebih baik segera menyerang kota dari samping,
sebab mereka (persekutuan Arab) siap untuk melancarkan serangan
yang telah direncanakan. Kaum Yahudi menjawab bahwa hari esok
yaitu hari Sabbath dan mereka tidak boleh berperang pada hari itu.
Kedua, kata mereka, mereka masih tergolong orang-orang Medinah dan
semua sekutu Arab itu orang-orang dari luar. Seandainya kaum sekutu
Arab melarikan diri dari pertempuran, apakah yang harus diperbuat oleh
orang-orang Yahudi? Maka kaum sekutu Arab hendaknya memberi tujuh
puluh orang sebagai sandera. Kemudian, orang-orang Yahudi akan siap
melancarkan serangan bagian mereka. Kecurigaan mulai bekerja. Kaum
sekutu Arab menolak melaksanakan permintaan kaum Yahudi. Jika
kaum Yahudi setia dalam perjanjian mereka dengan kaum sekutu Arab,
tak perlu usul syarat semacam itu. sebab kecurigaan merusak
keberanian, kaum sekutu Arab hilang semangat, dan saat waktu malam
tiba, mereka pergi beristirahat dengan beban rasa was-was dan kesulitan.
Para perwira dan para prajurit menuju ke kemah dengan perasaan cemas.
Lalu terjadilah suatu keajaiban. Pertolongan datang dari langit kepada
kaum Muslimin. Angin kencang mulai bertiup. Dinding-dinding tenda
diterbangkan. Panci-panci masakan tumpah ke atas api. Beberapa api
unggun padam. Kaum musyrik memiliki kepercayaan yang
mengharuskan menghidupkan api sepanjang malam. Api unggun yang
berkobar yaitu pertanda baik, api yang padam pertanda buruk. Jika api
dihadapan sebuah kemah padam, penghuninya memandang hal itu
sebagai pertanda buruk. Mereka akan mengundurkan diri dari
pertempuran pada hari itu, dan akan ikut lagi kemudian. Pemimpin-
pemimpin musyrik telah sarat dengan perasaan was-was. saat sebagian
telah mengemasi barang-barang, yang lain menyangka bahwa kaum
Muslimin akan mengadakan serangan-malam. Persangkaan itu menular.
Mereka semuanya mulai mengemasi barang mereka dan meninggalkan
medan pertempuran. Diriwayatkan bahwa pada saat itu Abu Sufyan tidur
dalam kemahnya. Berita penarikan pasukan-pasukan secara tiba-tiba itu
sampai ditelinganya. Ia bangkit dengan pikiran kacau dan perasaan
galau, dinaiki untanya yang masih tertambat. Dipacunya untanya itu,
namun binatang itu tak mau bergerak. Sahabat-sahabatnya menunjukkan
kesalahan yang diperbuatnya. Binatang itu lalu dilepaskan talinya dan
Abu Sufyan dengan kawan-kawannya meninggalkan medan pertempuran
itu.
Dua per tiga malam telah lewat. Medan pertempuran telah
kosong melompong. Suatu bala tentara antara dua puluh dan dua puluh
lima ribu prajurit ikut lenyap, meninggalkan padang yang lenggang
sunyi. Pada saat itu Rasulullah s.a.w. menerima wahyu bahwa musuh
telah melarikan diri berkat bantuan tangan Allah . Untuk menyelidiki apa
yang telah terjadi, Rasulullah s.a.w. ingin menyuruh salah seorang
Sahabat memeriksa keadaan medan pertempuran dan memberi laporan.
Udara sangat dingin. Tidak mengherankan bahwa kaum Muslimin yang
tak cukup perlengkapan pakaian itu laksana membeku kedinginan. Ada
beberapa orang yang mendengar suara Rasulullah s.a.w., saat beliau
berseru di malam buta. Mereka ingin menyahut, namun tak mampu.
Dinginnya bukan alang kepalang. Hanya Hudzaifa yang dapat menyahut
dengan suara keras, "Ya Rasulullah, apa yang hendak anda perintahkan?"
Rasulullah s.a.w. berseru lagi. Kali ini juga tak seorang pun yang dapat
menyahut sebab kedinginan. Hanya Hudzaifa pergi memeriksa medan
pertempuran, sebab Allah telah mengabarkan bahwa musuh telah
melarikan diri. Hudzaifa mendekati parit dan dari sana dilihatnya musuh
telah mengosongkan medan pertempuran. Tak nampak seorang prajurit
pun dan tak ada seorang manusia pun. Hudzaifa kembali menghadap
Rasulullah s.a.w., dibacanya Kalimah Syahadat, dan mengatakan bahwa
musuh telah melarikan diri. Keesokan harinya, pagi-pagi kaum Muslim
membongkar kemah dan berkemas untuk pulang ke kota. Suatu
percobaan yang sangat berat dan berlangsung selama dua puluh hari
sekarang sudah berakhir.
Banu Quraiza Dijatuhl Hukuman
Sekarang kaum Muslim dapat bernafas lega. namun mereka
masih harus membuat perhitungan dengan Banu Quraiza. Kaum Yahudi
itu telah mencederai perjanjian dengan kaum Muslim dan hal itu tak
dapat dibiarkan begitu saja. Rasulullah s.a.w. mengumpulkan pasukan
yang telah letih itu dan menerangkan bahwa belum datang bagi mereka
saat untuk istirahat. Sebelum matahari terbenam mereka harus
menyerang Banu Quraiza di bentengnya. Kemudian Ali diutus ke sana
untuk menanyakan, mengapa Banu Quraiza telah melanggar janji
mereka. Mereka tidak menunjukkan penyesalan atau kecenderungan
untuk minta maaf. Sebaliknya, mereka menghina dan mengejek Hazrat
Ali dan anggota-anggota delegasi lainnya serta mulai melemparkan
cacian dan makian terhadap Rasulullah s.a.w. dan para wanita keluarga
beliau. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak ambil perduli akan
Muhammad s.a.w. dan tak pernah mengadakan perjanjian dengan beliau.
saat Ali kembali memberi laporan tentang jawaban kaum Yahudi itu,
ia menyaksikan Rasulullah s.a.w. dan para Sahabat tengah bergerak
menuju perbentengan Yahudi itu. Kaum Yahudi telah mencaci-maki
Rasulullah s.a.w., istri-istri dan anak-anak beliau. Khawatir kalau-kalau
hal itu akan menyakiti hati Rasulullah s.a.w., Ali mengemukakan bahwa
Rasulullah s.a.w. sendiri tak perlu ikut, sebab kaum Muslimin sendiri
sanggup menghadapi kaum Yahudi itu. Rasulullah s.a.w. mengerti
maksud Ali dan bersabda, "Kamu menghendaki aku tak mendengar caci-
maki mereka, hai Ali?"
"Ya, tepat sekali," ujar Ali.
"namun mengapa?" Sabda Rasulullah s.a.w.. "Musa yaitu dari
sanak-saudara mereka sendiri. Meski demikian, mereka telah
menimpakan penderitaan kepada beliau, lebih daripada kepadaku."
Rasulullah s.a.w. terus maju. Orang Yahudi mengatur pertahanan dan
memulai pertempuran. Wanita-wanita mereka pun ikut. Beberapa
prajurit Muslim sedang duduk di kaki dinding benteng. Seorang wanita
Yahudi yang melihat kesempatan itu menjatuhkan batu ke atas mereka
dan menewaskan seorang yang bernama Khallad. Pengepungan benteng
itu terjadi beberapa hari. Akhirnya, kaum Yahudi merasa tak dapat
bertahan lama lagi. Maka para pemimpin mereka mengirimkan
permohonan kepada Rasulullah s.a.w. untuk mengutus Abu Lubaba,
seorang pemimpin Anshar dari suku Aus yang baik perhubungannya
dengan kaum Yahudi. Mereka ingin meminta nasihatnya untuk mencapai
suatu penyelesaian.
Rasulullah s.a.w. menyuruh Abu Lubaba pergi kepada orang-
orang Yahudi yang menanyakan apakah mereka sebaiknya
menghentikan pertempuran dan menerima syarat-syarat perdamaian
Rasulullah s.a.w.. Abu Lubaba mengatakan bahwa hal itu merupakan
syarat mutlak. namun , pada saat itu juga ia menggerakkan jari-nya ke
arah lehernya, isyarat kematian dengan pembunuhan.
Rasulullah s.a.w. tak berkata apa-apa kepada siapa juga tentang
perkara itu. namun Abu Lubaba yang khawatir bahwa atas kejahatan itu
tak ada balasan lain kecuali "hukuman mati", tanpa disengaja telah
membuat gerakan isyarat itu, yang ternyata menjadi malapetaka bagi
kaum Yahudi. Mereka menolak nasihat Abu Lubaba untuk menyerahkan
nasib kepada keputusan Rasulullah s.a.w.. Andai kata mereka
menerimanya, maka hukuman paling berat yang akan mereka terima
ialah pengusiran dari Medinah. namun , nasib buruk mereka membuat
mereka menolak putusan Rasulullah s.a.w.. Daripada menerima
keputusan Rasulullah s.a.w., mereka lebih suka menerima keputusan Sa'd
bin Muadz pemimpin sekutu mereka, suku Aus. Mereka bersedia
menerima apa pun yang diusulkannya. Suatu pertengkaran timbul di
antara orang-orang Yahudi. Beberapa dari mereka mulai mengatakan
bahwa kaum mereka sesungguhnya telah mencabut persetujuan dengan
kaum Muslimin. Di pihak lain, sikap dan perilaku kaum Muslimin
menunjukkan kebenaran serta kejujuran, dan bahwa agama mereka pun
agama yang benar. Mereka yang beranggapan demikian terus masuk
Islam. Amir bin Sa'id, salah seorang pemimpin Yahudi, menyesali
kaumnya dan berkata, "Kamu telah melanggar kepercayaan dan telah
107
mengkhianati janji yang telah kamu berikan. Jalan satu-satunya yang
masih terbuka untuk ka