Selasa, 11 Februari 2025

riwayat hidup nabi muhammad 4


 erintahkan kepadanya mengumumkan perintah 

baru itu di lorong-lorong kota Medinah. Di rumah seorang Anshar pada 

waktu itu sedang dilangsungkan perjamuan minum arak. Undangan 

banyak dan piala-piala anggur tengah disajikan. Sebuah guci besar telah 

habis diminum dan guci kedua sedang dibuka tutupnya. Banyak tamu 

yang telah mabuk dan banyak lainnya hampir juga lupa diri. Dalam 

keadaan demikian mereka mendengar ada orang mengumandangkan 

berita bahwa minum arak telah dilarang oleh Rasulullah s.a.w., atas 

perintah Ilahi. Seorang dari para tamu berdiri sambil berkata, “Agaknya 

seperti ada pengumuman berkenaan dengan minum arak; marilah kita 

selidiki kebenarannya.” Seorang tamu lain bangkit, guci penuh dengan 

anggur itu dipecahkan dengan tongkatnya dan berkata, “Taati dahulu, 

barulah mencari keterangan. Cukup hendaknya bahwa kita telah 

mendengar pengumuman seperti itu. Tidak pantas terus minum-minum 

sementara kita mencari keterangan. Kewajiban kita yaitu  

menumpahkan arak ke jalan dan kemudian mencari keterangan tentang 

pengumuman itu”. (Bukhari dan Muslim, Kitab al-Asyribah). 

Orang Muslim ini benar. Sebab, jika minum arak telah dilarang, 

mereka berdosa melanggar perintah jika mereka terus juga minum-

minum; di pihak lain, jika minum arak itu tidak dilarang, mereka tidak 

rugi banyak jika hanya sekali itu membiarkan anggur di dalam guci itu 

mengalir ke jalan-jalan. Minum arak lenyap sesaat  dari masyarakat 

Muslim sesudah pengumuman itu. Tidak ada usaha atau kampanye 

khusus diperlukan untuk menciptakan perubahan revolusioner ini. 

Orang-orang Muslim yang mendengar serta menyaksikan sambutan 

spontan atas perintah itu masih hidup sampai tujuh puluh atau delapan 

puluh tahun kemudian. Tidak pernah diketahui bahwa dari antara orang-

orang Muslim dan yang mendengar larangan itu ada yang pernah 

 81 

memperlihatkan kelemahan untuk melanggar perintah tersebut. Jika ada 

peristiwa semacam itu, pasti si pelanggar itu tak pernah mendapat 

kesempatan menerima langsung senAllah  pengaruh Rasulullah sendiri. 

Bandingkanlah itu dengan kampanye larangan arak di Amerika dan 

usaha-usaha menggalakkan upaya mengurangi minum arak yang 

diselenggarakan sejak beberapa tahun di Eropa. Di satu pihak suatu 

pengumuman yang sederhana dari Rasulullah sudah memadai untuk 

melenyapkan suatu kejahatan masyarakat yang telah berakar dengan 

mendalam dalam masyarakat Arab. Di pihak lain, larangan diberlakukan 

lewat peraturan-peraturan hukum yang khusus. Polisi dan tentara, 

pejabat-pejabat bea cukai dan petugas-petugas perpajakan semuanya 

berusaha dengan banting-tulang dalam satu tim atau kelompok kerja, dan 

berusaha keras melenyapkan kejahatan minum arak namun akhirnya 

gagal dan terpaksa mengakui kegagalan mereka. Pemabuk-pemabuk 

menang dan kejahatan minum arak tak terkalahkan. Abad kita ini 

dikatakan abad kemajuan sosial. namun , jika kita bandingkan abad kita 

dengan abad permulaan Islam, kita akan heran abad yang manakah dari 

kedua abad itu berhak menyandang julukan itu — abad kitakah atau abad 

saat  Islam mengadakan revolusi sosial itukah? 

Apa yang terjadi di Uhud tak mudah dapat kita lupakan. Kaum 

Mekkah memandang Perang Uhud sebagai kemenangan pertama mereka 

atas Islam. Mereka menyebarkan berita itu ke seluruh pelosok Arabia 

dan menghasut seluruh bangsa Arab melawan Islam, dan meyakinkan 

mereka itu bahwa kaum Muslimin bukan orang-orang yang tangguh. Jika 

kaum Muslimin terus berkembang maka hal itu bukan disebabkan oleh 

kekuatan mereka sendiri, namun oleh kelemahan kaum Arab ortodok. 

Kemajuan Islam itu disebab kan kelemahan kaum musyrikin Arab. Jika 

kaum musyrik Arab berusaha secara terpadu, maka mengalahkan kaum 

Muslimin bukanlah perkara yang sulit. Akibat propaganda demikian, 

maka permusuhan terhadap kaum Muslimin mulai menampakkan 

dayanya. Suku-suku Arab lainnya mulai melebihi kaum Mekkah dalam 

melancarkan gangguan terhadap kaum Muslimin. Beberapa mulai 

mengadakan serangan secara terang-terangan. Beberapa yang lain mulai 

menimbulkan kerugian-kerugian atas mereka itu dengan cara diam-diam. 

Pada tahun keempat sesudah Hijrah, dua suku Arab, suku Adi dan Qarah, 

mengirim delegasi kepada Rasulullah s.a.w. untuk mengatakan bahwa 

orang-orang mereka cenderung kepada Islam. Mereka mengajukan 

permintaan kepada Rasulullah s.a.w. supaya mengirim kepada mereka 

beberapa orang yang mahir dalam ajaran Islam untuk tinggal di antara 

mereka dan mengajar mereka Agama Baru itu. Sesungguhnya hal itu tipu 

muslihat yang dilancarkan oleh Banu Lahyan musuh besar Islam. 

Mereka mengirim delegasi itu kepada Rasulullah s.a.w. dengan 

menjanjikan upah besar. Rasulullah s.a.w. menerima permintaan itu 

tanpa curiga dan mengirim sepuluh orang Muslim guna mengajar suku-

suku itu dasar-dasar dan asas-asas Islam. saat  tim itu tiba di daerah 

Banu Lahyan, pengawal mereka menyuruh orang menyampaikan berita 

kepada orang-orang sesukunya dan meminta supaya menangkap atau 

membunuh mereka. Atas anjuran jahat itu, dua ratus orang bersenjata 

dari Banu Lahyan berangkat mengejar rombongan Muslim itu dan 

akhirnya dapat menyusul di tempat bernama Raji. Suatu pertempuran 

terjadi antara sepuluh orang Muslim dan dua ratus orang musuh. Orang-

orang Muslim itu sarat (penuh) dengan keimanan. Musuh tak 

berkepercayaan apa-apa. Sepuluh orang Muslim itu memanjat suatu 

ketinggian dan menantang dua ratus musuh itu. Musuh mencoba 

menundukkan orang-orang Muslim itu dengan tipuan yang kotor. 

Mereka menawarkan keselamatan asalkan mereka itu mau turun. 

namun , kepala rombongan itu menjawab bahwa mereka telah cukup 

melihat janji-janji yang dibuat oleh orang-orang kufar. Sambil berkata 

demikian mereka menghadapkan muka kepada Allah  dan mendoa. 

Allah  mengetahui benar akan keadaan mereka. Apakah tidak selayaknya 

Allah  memberitahukan hal itu kepada Rasulullah s.a.w.? saat  orang-

orang kufar melihat bahwa rombongan Muslim yang kecil itu keras hati, 

mereka melancarkan serangan. Rombongan itu berkelahi tanpa maksud 

menyerah. Tujuh dari sepuluh orang jatuh dan syahid. Kepada tiga orang 

selebihnya menawarkan lagi keselamatan dengan syarat harus turun dari 

puncak bukit itu. Tiga orang itu mempercayainya dan menyerah. Segera 

sesudah menyerahkan diri, mereka diikat. Seorang di antara mereka 

bertiga berkata, “Inilah pelanggaran pertama dari janjimu. Hanya Allah  

Yang mengetahui apa yang kamu perbuat berikutnya.” Dengan berkata 

demikian ia menolak ikut mereka. Kaum kufar mulai menganiaya korban 

mereka dan meghelanya di sepanjang jalan. namun mereka begitu kagum 

oleh perlawanan dan tekad bulat orang yang satu ini sehingga mereka 

membunuhnya di tempat itu juga. Dua orang lainnya mereka bawa, dan 

kemudian mereka jual sebagai budak kepada kaum Quraisy Mekkah. 

Seorang di antaranya bernama Khubaib. Yang lainnya lagi Zaid. Pembeli 

Khubaib ingin membunuhnya sebagai pembalasan atas kematian bapak 

orang itu di Badar. Pada suatu hari Khubaib meminjam pisau cukur 

untuk membersihkan mukanya. Khubaib sedang memegang pisau cukur 

itu, saat  seorang anak dari keluarga itu mendekatinya sebab  ingin 

tahunya. Khubaib mengangkat anak itu dan memangkunya. Ibu anak itu 

melihat peristiwa itu dan sangat terkejut. Pikiran yang penuh dengan 

perasaan bersalah dan sekarang orang yang beberapa hari lagi akan 

mereka bunuh itu memegang pisau cukur sangat dekat dengan anak 

mereka. Wanita itu yakin bahwa Khubaib akan membunuh anaknya. 

Khubaib melihat rasa takut dan khawatir pada wajah wanita itu, lalu 

berkata, “Nyonya menyangka aku akan membunuh anakmu. Janganlah 

berpikir sejauh itu barang sejenak pun. Aku sama sekali tak mungkin 

berbuat sekotor itu. Orang-orang Muslim tidak pernah berbuat curang.” 

Wanita itu sangat terkesan oleh sikap dan perilaku yang jujur Khubaib 

itu. Ia senantiasa ingat akan hal itu dan ia sering berkata tak pernah 

melihat seorang tawanan seperti Khubaib. Akhirnya, Khubaib dibawa 

oleh orang orang Mekkah kesebuah lapangan terbuka untuk merayakan 

pembantaian di muka umum. saat  saat yang ditetapkan telah tiba, 

Khubaib meminta izin untuk melakukan sembahyang dua rakaat. Orang-

orang Quraisy mengabulkan dan Khubaib melakukan sembahyangnya 

kepada Allah  bumi ini di muka umum. saat  ia usai sembahyang, ia 

mengatakan bahwa ia masih ingin meneruskan namun tak mau berbuat 

demikian, khawatir jangan-jangan mereka akan menyangka bahwa ia 

takut mati. Maka dengan tenang ia menyerahkan lehernya kepada algojo. 

Sementara berbuat demikian ia mendendangkan sajak: 

“Sementara aku mati sebagai orang Muslim, tak kuhiraukan badanku 

yang tak berkepala akan rebah ke kanan atau ke kiri. Dan mengapa harus 

aku hirau? Kematianku yaitu  di jalan Allah; jika Dia menghendaki, Dia 

dapat memberkati tiap-tiap bagian badanku yang tak beranggota lagi” 

(Bukhari). 

Baru saja Khubaib usai menyenandungkan sajaknya, pedang 

algojo jatuh mengenai lehernya dan kepalanya pun jatuh ke arah lain. Di 

antara mereka yang berkumpul untuk merayakan pembantaian di muka 

umum itu termasuk seorang bernama Sa'id bin Amr yang kemudian 

masuk Islam. Konon, kapan pun pembunuhan Khubaib diceriterakan di 

muka Sa'id, ia jatuh pingsan (Hisyam). 

Tawanan yang kedua, Zaid, juga dibawa keluar untuk dibunuh. 

Di antara penonton hadir juga Abu Sufyan, seorang pemimpin Mekkah. 

Abu Sufyan menengok ke Zaid dan bertanya, “Tidakkah kamu lebih 

suka Muhammad menggantimu? Tidakkah kamu lebih suka diam di 

rumah dengan sentosa dan Muhammad ada di tangan kami?” 

Zaid menjawab dengan gagah, “Apa, Abu Sufyan? Apa yang 

kau katakan? Demi Allah aku lebih suka mati dari pada Rasulullah 

tertusuk duri di lorong Medinah.” Abu Sufyan tak boleh tidak jadi 

terkesan oleh kesetiaan yang demikian. Zaid dipandangnya dengan heran 

dan Abu Sufyan menyatakan tanpa ragu-ragu, namun dengan suara 

tertahan, “Demi Allah, aku belum pernah melihat seseorang mencintai 

orang lain seperti sahabat-sahabat Muhammad mencintai Muhammad” 

(Hisyam, jilid 2). 

Kira-kira waktu itu beberapa orang Najd juga menjumpai 

Rasulullah s.a.w. untuk minta orang-orang Muslim mengajar agama 

Islam kepada mereka. Rasulullah s.a.w. tidak percaya kepada mereka. 

namun Abu Bara', pemimpin suku 'Amir kebetulan ada di Medinah. Ia 

menawarkan diri menjadi jaminan untuk suku itu dan meyakinkan 

Rasulullah s.a.w. bahwa mereka itu tidak akan berlaku jahat. Rasulullah 

s.a.w. memilih tujuh puluh orang Hafiz Qur’an*. saat  rombongan ini 

mencapai Bi'r Mauna, seorang di antara mereka, Haraam bin Malhan, 

pergi kepada pemimpin suku 'Amir (kemenakan Bara') untuk 

menyampaikan tabligh Islam. 

Pada lahirnya Haraam diterima baik oleh anggota-anggota suku 

itu. namun saat  ia sedang berbicara kepada pemimpin suku, seorang 

laki-laki menyelinap dari belakang dan menyerang Haraam dengan 

                                                     

* Hafiz Qur’an = Orang yang dapat menghafal Al-Qur’an diluar kepala 

(red.). 

tusukan sebilah tombak. Haraam syahid di tempat itu juga. saat  

tombak itu menembus leher Haraam, kedengaran ia berseru “Allahu 

Akbar. Allah  Ka'bah menjadi saksi, aku telah mencapai tujuanku” 

(Bukhari). 

sesudah  membunuh Haraam dengan cara yang keji itu, 

pemimpin-pemimpin suku menghasut agar sukunya menyerang guru-

guru Islam selebihnya. “namun ,” kata anggota-anggota suku itu, “ketua 

kami, Abu Bakar telah bertindak sebagai penjamin; kita tak dapat 

menyerang rombongan itu.” Lantas para pemimpin suku, dengan bantuan 

dua suku yang telah pergi menghadap Rasulullah s.a.w. untuk meminta 

guru-guru Islam, dan beberapa suku lainnya menyerang rombongan 

Muslim itu. Imbauan sederhana, “Kami datang untuk bertabligh dan 

mengajar, bukan untuk bertempur”, tak memberi kesan apapun. Mereka 

mulai membunuhi rombongan itu. Semuanya, kecuali tiga orang dari 

ketujuh puluh orang, syahid. Seorang dari antara yang selamat itu orang 

cacat dan telah mendaki sebuah bukit sebelum perkelahian mulai. Dua 

lainnya telah pergi ke hutan untuk memberi unta mereka makan. 

Sepulang dari hutan mereka jumpai enam puluh enam kawan mereka 

telah syahid di medan. Dua orang itu berunding. 

Salah seorang berkata, “Kita harus segera melaporkan peristiwa 

ini kepada Rasulullah s.a.w.” 

namun yang kedua berkata, “Aku tak dapat meninggalkan tempat 

ini, tempat pemimpin rombongan kita, yang ditunjuk oleh Rasulullah 

s.a.w. sebagai pemimpin kita, telah terbunuh.” Dengan berkata demikian 

ia melompat dan menyerbu kaum kufar seorang diri dan gugur. Yang 

lainnya tertawan, namun kemudian dibebaskan sesuai dengan sumpah 

yang telah dikatakan oleh kepala suku itu. Dalam rombongan yang 

syahid itu termasuk juga 'Amir bin Fuhaira, orang merdeka bekas budak 

Abu Bakar. Pembunuhnya bernama Jabbar yang kemudian menjadi 

Muslim. Jabbar mengatakan bahwa bai’atnya itu disebabkan oleh 

pembantaian besar-besaran orang-orang Muslim itu. 

“saat  aku mulai membunuh 'Amir,” kata Jabbar, “Kudengar 

'Amir berkata, “Demi Allah aku telah mencapai tujuanku. “Kutanya 

 86 

'Amir mengapa seorang Muslim mengatakan perkataan semacam itu jika 

menemui ajalnya. 'Amir menerangkan bahwa orang-orang Muslim 

memandang mati di jalan Allah sebagai rahmat dan kemenangan. Jabbar 

begitu terkesan oleh jawaban itu sehingga ia mulai mempelajari Islam 

secara sistematis dan akhirnya masuk Islam (Hisyam dan Usud-al-

Ghaba). 

Berita mengenai dua peristiwa menyedihkan itu, saat kira-kira 

delapan puluh Muslim menemui ajal sebagai akibat tipu muslihat jahat, 

tiba di Mekkah bersama-sama. Mereka yang menjadi korban 

pembunuhan itu bukan orang-orang biasa. Mereka itu pengemban ajaran 

Al-Qur’an. Mereka tak melakukan kejahatan dan tidak menyakiti siapa 

pun. Mereka tak pernah ikut serta dalam pertempuran. Mereka telah 

dipancing ke tangan musuh dengan dusta dan tipu-muslihat atas nama 

Allah  dan agama. Kenyataan-kenyataan itu membuktikan dengan 

gamblang bahwa permusuhan terhadap Islam itu tegas dan mendalam. 

Sebaliknya, gelora semangat orang-orang Muslim untuk menunjang 

Islam tegas dan mendalam pula. 

Pertempuran Dengan Banu Mustaliq 

Sesudah Perang Uhud, di Mekkah timbul wabah yang hebat. 

Dengan tidak mengindahkan segala permusuhan kaum Mekkah terhadap 

beliau dan dengan tidak menghiraukan segala tipu muslihat yang mereka 

pergunakan untuk menyiarkan kebencian terhadap beliau di seluruh-

negeri, Rasulullah s.a.w. menghimpun dana untuk membantu orang-

orang miskin di Mekkah dalam kebuAllah  mereka yang mendesak. 

Orang-orang Mekkah tetap tidak tergerak hati oleh pernyataan kemauan 

baik itu. Permusuhan mereka berjalan terus dan tak kunjung reda. Pada 

hakikatnya permusuhan malah kian memburuk. Suku-suku yang sampai 

waktu itu bersikap simpatik terhadap Islam menjadi tidak bersahabat. 

Suku semacam itu di antaranya ialah Banu Mustaliq. Mereka memiliki  

perhubungan baik dengan kaum Muslim. namun kini mereka mulai 

mengadakan persiapan untuk menyerang Medinah. saat  Rasulullah 

s.a.w. mendengar tentang persiapan itu, beliau mengutus beberapa orang 

untuk menyelidiki kebenarannya. Orang-orang itu kembali dan 

menguatkan laporan-laporan itu. Rasulullah s a w. mengambil keputusan 

untuk menghadapi serangan baru ini. Untuk itu dibentuk suatu pasukan 

dan dibawa ke daerah Banu Mustaliq. saat  pasukan Muslim sudah 

berhadapan dengan musuh, Rasulullah s.a.w. berusaha membujuk musuh 

supaya mengundurkan diri tanpa pertempuran. Mereka menolak. 

Pertempuran pun terjadi dan dalam beberapa jam saja musuh sudah dapat 

dilumpuhkan. 

Oleh sebab  kaum kufar Mekkah cenderung kepada kejahatan 

dan suku-suku yang tadinya bersahabat berbalik memusuhi, kaum 

munafik di tengah-tengah kaum Muslim pun pada kesempatan ini 

untung-untungan mengambil bagian dalam pertempuran di pihak kaum 

Muslimin. Mereka mungkin menyangka akan mendapat kesempatan 

untuk melakukan suatu tindakan jahat. Pertempuran melawan Banu 

Mustaliq telah selesai dalam beberapa jam saja. Oleh sebab  itu, kaum 

munafik tak mendapat kesempatan melakukan suatu kedurjanaan pada 

pertempuran itu. namun Rasulullah s.a.w. mengambil keputusan untuk 

tinggal di kota Banu Mustaliq selama beberapa hari. Selama beliau 

tinggal di situ, suatu pertengkaran timbul antara seorang Muhajir dan 

seorang Anshar pasal penimbaan air dan sebuah perigi. Orang Muhajir 

itu kebetulan bekas budak belian. Ia memukul orang Anshar yang mulai 

berteriak memanggil orang-orang Anshar lainnya. Si Muhajir itu pun 

memekik memanggil kaum Muhajirin. Timbullah ketegangan. Tak 

seorang pun bertanya apa yang telah terjadi. Pemuda-pemuda dari kedua 

belah pihak mencabut pedang mereka. 'Abdullah bin Ubayy ibnu Salul 

berpikir bahwa peristiwa itu merupakan suatu rahmat dari langit. Ia 

mengambil keputusan untuk menyiram api dengan minyak. Ia angkat 

bicara, “Kamu telah terlalu banyak bersabar terhadap para Muhajirin. 

Perlakuanmu yang baik terhadap mereka telah menjadikan mereka besar 

kepala, dan sekarang mereka berusaha mengangkangi kamu dengan 

segala macam cara.” 

Pidatonya itu mungkin menimbulkan dampak yang diharapkan 

oleh Abdullah. Percekcokan dapat berubah bentuk menjadi serius. 

namun , tidak demikian halnya. Abdullah telah meleset dalam menilai 

pengaruh pidatonya yang jahat itu. namun sebab  menyangka bahwa 

kaum Anshar telah dapat dipengaruhi, ia begitu jauh sampai berani 

 88 

mengatakan, “Marilah pulang ke Medinah. Kemudian, orang termulia di 

antara wargakotanya akan mengusir orang yang paling hina” (Bukhari). 

Dengan sebutan “orang termulia” dimaksudkan dia sendiri dan 

dengan “orang yang paling hina” dimaksudkan Rasulullah s.a.w.. sesudah  

ia mengatakan perkataan itu orang-orang mukmin dapat meraba maksud 

jahat itu. Bukan pidato suci yang mereka dengar, kata mereka, namun 

pidato syaitan yang datang untuk menyesatkan mereka. Seorang pemuda 

segera bangkit dan segera melaporkan hal itu kepada Rasulullah s.a.w. 

dengan perantaraan pamannya. Rasulullah s.a.w. menyuruh orang 

memanggil 'Abdullah bin Ubayy ibnu Salul dan kawan-kawannya, dan 

menanyakan kepada mereka apa yang telah terjadi. 'Abdullah dan 

kawan-kawannya membantah bahwa mereka telah terlibat dalam apa 

yang telah dituduhkan kepada mereka dalam peristiwa itu. Rasulullah 

s.a.w. tak berkata apa-apa. namun kebenarannya mulai tersebar. Lambat 

laun sampai juga hal itu ke telinga 'Abdullah, anak 'Abdullah bin Ubayy 

ibnu Salul. Abdullah muda segera menghadap kepada Rasulullah s.a.w. 

dan berkata, “Ya Rasulullah, ayahku telah menghina anda. Hukumannya 

ialah hukum mati. Andaikata anda sudi mengambil putusan demikian 

aku mengharapkan anda memerintahkanku membunuh ayahku. Jika anda 

memerintah orang lain dan ayahku mati di tangannya, barangkali aku 

akan membalas kematiannya dengan membunuh orang itu. Mungkin aku 

akan mendapat murka Allah  oleh sebab  itu.” 

“namun aku sama sekali tidak punya niat demikian,” sabda 

Rasulullah s.a.w.. “Aku akan memperlakukan ayahmu dengan cinta 

kasih dan perlakuan baik.” saat  Abdullah muda membandingkan sikap 

khianat dan kurang sopan dari ayahnya dengan cinta kasih dan kebaikan 

hati Rasulullah s.a.w., ia berangkat ke Medinah sarat dengan rasa marah 

yang tertekan terhadap ayahnya. Di perjalanan ia menghentikan ayahnya 

dan berkata tidak akan mengizinkannya meneruskan perjalanan pulang 

ke Medinah sebelum ia menarik kembali kata-katanya yang diucapkan 

terhadap Rasulullah s.a.w.. “Mulut yang mengatakan, Rasulullah itu 

yang paling hina dan saya yang termulia” sekarang harus mengatakan, 

Rasulullah s.a.w. itu yang termulia dan saya yang paling hina. Sebelum 

mengatakan perkataan itu aku tak akan membiarkan bapak pergi.” 

'Abdullah bin Ubayy ibnu Salul tercengang dan terperanjat lalu 

berkata, "Kuakui, wahai anakku bahwa Muhammad itu yang termulia 

dan aku yang paling hina." Abdullah muda membiarkan ayahnya 

meneruskan perjalanan (Hisyam, jilid 2). 

Telah kami singgung sebelumnya bahwa dua suku Yahudi yang 

terpaksa harus diusir dari Mekkah sebab  tipu-muslihat jahat mereka dan 

rencana-rencana pembunuhan mereka. Banu Nadzir, satu di antaranya, 

sebagian dari suku itu pindah ke Siria, sebagian lagi ke kota Khaibar 

sebelah Utara Medinah. Khaibar itu pusat orang-orang Yahudi di Arabia, 

berbenteng kuat. Orang-orang Yahudi yang pindah ke sana, mulai 

menghasut orang-orang Arab terhadap orang-orang Muslim. Kaum 

Mekkah sudah tadinya musuh Islam yang kental. Tidak perlu ada 

dorongan apa-apa lagi untuk mengobarkan kebencian terhadap Islam. 

Begitu juga suku Ghatafan dari Najd, sebab  perhubungan 

persahabatannya dengan Mekkah, memusuhi Islam. Kaum Yahudi yang 

menetap di Khaibar dengan sendirinya ada di pihak Quraisy Mekkah dan 

Ghatafan dari Najd. Di samping itu mereka merencanakan menarik Banu 

Sulaim dan Banu Asad untuk menentang Islam. Mereka mengajak juga 

Banu Saad, suatu suku yang bersekutu dengan orang-orang Yahudi untuk 

bergabung dalam persekutuan untuk memerangi Islam. Sesudah lama 

melakukan tipu-muslihat, maka suatu konfederasi suku-suku Arab telah 

dibentuk untuk menghadapi kaum Muslimin. Konfederasi itu meliputi 

kaum Mekkah, suku-suku yang tinggal di daerah sekitar Mekkah, suku-

suku Najd, dan mereka yang tinggal di daerah-daerah Utara Medinah. 

Perang Khandak* 

Suatu angkatan perang besar telah dibentuk di tahun kelima 

Hijrah. Kekuatan angkatan perang itu oleh ahli-ahli sejarah telah ditaksir 

antara sepuluh dan dua puluh empat ribu prajurit. namun suatu lasykar 

gabungan dari berbagai suku Arabia tidak mungkin hanya sepuluh ribu. 

Dua puluh ribu agaknya lebih mendekati kebenaran. Mungkin sekali 

delapan belas atau dua puluh ribu. Kota Medinah yang akan digempur 

oleh pasukan gabungan itu yaitu  kota sederhana dan sama sekali tak 

sanggup membalas serangan gabungan dari seluruh Arabia itu. 

Penduduknya, pada zaman itu, sedikit lebih dari tiga ribu orang pria 

(termasuk orang-orang tua, pemuda dan anak-anak). Menghadapi 

penduduk yang sekian itu musuh telah membentuk suatu angkatan 

perang yang terdiri atas dua puluh empat ribu prajurit berbadan tegap-

tegap dan berpengalaman dalam peperangan; dan (digabungkan dari 

berbagai-bagai bagian negeri) merupakan lasykar dengan anak-anak 

buah terpilih baik. Sebaliknya, keadaan penduduk Medinah - yang dapat 

dikerahkan untuk melawan angkatan perang yang sangat besar itu, 

meliputi kaum pria dari berbagai usia. Dapat kita bayangkan bahaya 

yang harus dihadapi kaum Muslim Medinah. Pertempuran itu memang 

suatu pertarungan yang sangat tidak seimbang. Musuh memiliki  

kekuatan dua puluh empat ribu dan kaum Muslim hanya kira-kira tiga 

ribu orang meliputi seperti yang telah kami katakan, semua kaum pria 

kota, tua dan muda. saat  Rasulullah s.a.w. mendapat kabar tentang 

kehebatan persiapan-persiapan musuh, beliau mengadakan musyawarah 

dan mendengarkan usul-usul. Di antara mereka yang diminta nasihat 

ialah Salman-al-Farisi (Salman dari Persia), sebagai seorang orang 

Muslim pertama dari Persia. Rasulullah s.a.w. menanyakan kepada 

Salman, apa yang dilakukan di Persia jika mereka terpaksa 

mempertahankan kota terhadap lasykar yang besar. "Jika sebuah kota 

tidak berbenteng, dan kekuatan pertahanan sangat kecil," demikian kata 

Salman, "Kebiasaan di negeri kami ialah menggali parit di seputar kota 

dan mempertahankannya dari dalam." Rasulullah s.a.w. menyetujui 

gagasan itu. Medinah berbukit-bukit pada satu sisi. Ini memberi 

perlindungan alami di tepi itu. Sisi lain dengan pemusatan jaringan jalan-

jalan memiliki  penduduk yang padat. Bagian kota itu tidak dapat 

diserang tanpa diketahui. Tepi ketiga memiliki  rumah-rumah dan 

kebun-kebun palma dan tak jauh dari situ ada benteng suku Yahudi, 

kaum Banu Quraiza. Banu Quraiza telah menandatangani suatu 

perjanjian damai dengan kaum Muslimin. Jadi, sisi ini juga dapat 

dipandang aman dari serangan musuh. Tepi keempat merupakan medan 

terbuka dan dari tepi itulah serangan musuh paling memungkinkan dan 

dikhawatirkan. Maka Rasulullah s.a.w. mengambil keputusan untuk 

menggali parit di bagian tepi yang terbuka itu untuk mencegah serangan 

musuh yang tanpa diketahui. Tugas itu dibagikan kepada orang-orang 

Muslim; sepuluh orang harus menggali sepuluh yard parit. Seluruhnya 

harus digali parit yang panjang seluruhnya satu mil dan harus cukup 

lebar lagi dalam. 

saat  penggalian sedang berlangsung, mereka tertumbuk 

kepada sebongkah batu padas yang sangat sulit ditanggulangi. Hal itu 

segera dilaporkan kepada Rasulullah s.a.w. yang segera menuju ke situ. 

Diambil oleh beliau beliung dan batu padas itu pun dipukuli keras-keras. 

Bunga api memancar dan Rasulullah s.a.w. berseru keras, "Allahu 

Akbar!" Beliau memukul kedua kalinya. Bunga api memancar lagi dan 

beliau berseru lagi, "Allahu Akbar!" Beliau memukul ketiga kalinya. 

Bunga api memancar pula dan Rasulullah s.a.w. berseru lagi, "Allahu 

Akbar!" dan batu padas itu pun pecahlah berkeping-keping. Para Sahabat 

menanyakan ihwal itu. Mengapa beliau menyerukan "Allahu Akbar!" 

berkali-kali.  

"Aku pukul batu padas itu tiga kali dengan beliung ini, dan tiga kali 

aku melihat pemandangan kebesaran Islam di kemudian hari. Dalam 

pancaran bunga api pertama kulihat istana-istana Siria dari Kerajaan 

Roma. Kulihat kunci-kunci istana-istana itu diserahkan kepadaku. Kedua 

kalinya kulihat istana-istana Persia bersinar terang di Mada'in dan kunci-

kunci Kerajaan Persia diserahkan kepadaku. Ketiga kalinya kulihat pintu 

gerbang San'a dan kepadaku diserahkan kunci-kunci Kerajaan Yaman. 

Semua itu yaitu  janji Ilahi dan aku yakin bahwa kamu menaruh 

kepercayaan akan kabar-kabar ghaib itu. Musuh tidak akan 

memudaratkan kamu" (Zurqani, jilid 2 dan Bari, jilid 7). 

Dengan tenaga manusia yang terbatas itu, parit yang dapat digali 

oleh orang-orang Muslim itu tak mungkin parit yang sempurna, dilihat 

dari sudut siasat perang; namun , sedikitnya dapat memberi jaminan 

terhadap serbuan musuh ke kota dengan tiba-tiba. Bahwa parit itu tidak 

tak terseberangi, peristiwa-peristiwa berikutnya dalam peperangan itu 

nyata membuktikan. Tidak ada tepi lain memberi kesempatan kepada 

musuh untuk menyerang kota. Maka dari sebelah parit itu lasykar suku-

suku Arab mulai mendekati Medinah. Segera sesudah  hal itu diketahui 

Rasulullah s.a.w., beliau tampil ke muka untuk mempertahankannya 

dengan seribu dua ratus orang sesudah  menempatkan orang-orang yang 

lain pada tempat pertahanan bagian lain kota itu. 

Para ahli sejarah berbeda dalam memperkirakan jumlah 

pertahanan parit itu. Ada yang memperkirakan tiga ribu, yang lain seribu 

dua ratus sampai seribu tiga ratus dan yang lain lagi tujuh ratus. 

Perkiraan-perkiraan itu sangat sukar, dan lagi memang sangat sukar pula 

untuk dirujukkan. namun , sesudah  dipertimbangkan bukti-buktinya, kami 

sampai kepada kesimpulan bahwa ketiga-tiga perkiraan jumlah orang-

orang Muslim yang mempertahankan parit itu tepat semuanya. Perkiraan 

itu bertalian dengan tahap-tahap pertempuran yang berlainan. 

Pertempuran Melawan Kekuatan Yang Jauh Lebih 

Besar 

Kita telah mengetahui bahwa sesudah kaum munafik 

memisahkan diri di Uhud, jumlah prajurit Muslim yang masih tinggal di 

medan perang itu tujuh ratus. Perang Khandak terjadi hanya dua tahun 

sesudah Perang Uhud. Selama dua tahun itu tidak ada penambahan 

penganut Islam secara besar-besaran yang tercatat dalam sejarah. 

Peningkatan pada masa itu dalam jumlah prajurit Muslim dari tujuh ratus 

ke tiga ribu tak dapat diharapkan. namun bersamaan dengan itu tak 

masuk akal juga, jika antara Perang Uhud dan Perang Khandak tidak ada 

penambahan jumlah sedikit pun. Islam senantiasa bertambah jumlah 

anggotanya dan kita dapat memperhitungkan bahwa ada sedikit 

penambahan antara Perang Uhud dan Perang Khandak. Dari dua 

pertimbangan itu, agaknya dapat disimpulkan bahwa perkiraan tiga ribu 

dan sebagian lain tujuh ratus. Jawaban kami kepada pertanyaan itu ialah, 

dua angka itu bertalian dengan tahap-tahap yang berlainan dalam perang 

itu. Perang Khandak dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama kita 

dapatkan sebelum musuh mendekati Medinah dan kaum Muslim sedang 

menggali parit. Selama masa itu kita dapat memperkirakan bahwa 

pengangkutan tanah yang digali ketempat yang agak jauh, tentu 

dikerahkan anak-anak dan, hingga batas tertentu, bahkan wanita untuk 

membantu. Oleh sebab  itu, dalam penggalian parit itu kita dapat 

memperkirakan bahwa keseluruhannya ada tiga ribu jiwa dikerjakan di 

pihak Islam. Jumlah itu meliputi anak-anak dan beberapa wanita. Anak-

anak mampu membantu mengangkut tanah, dan wanita-wanita 

senantiasa berlomba-lomba dengan kaum pria dalam segala gerakan 

kaum Muslim, tentu sangat berguna juga dalam mengerjakan tugas-tugas 

bantuan yang bertalian dengan penggalian. Memang ada bukti-bukti 

yang menguatkan anggapan itu. saat  pekerjaan penggalian dimulai, 

bahkan anak-anak diminta datang. Dalam praktek, seluruh penduduk ikut 

serta dalam penggalian. namun sesudah musuh datang dan perang mulai 

berkecamuk, Rasulullah s.a.w. memerintahkan anak-anak di bawah umur 

lima belas tahun meninggalkan tempat pertempuran. Mereka yang di atas 

lima belas tahun umurnya, diperbolehkan ikut serta, jika mereka 

menghendaki (Halbiyya, jilid 2). 

Dari keterangan itu tampak bahwa pada waktu penggalian, 

jumlah orang-orang Muslim itu jauh lebih besar daripada saat  

pertempuran mulai. Pada saat pertempuran, anak-anak yang masih sangat 

muda semuanya telah mundur ke garis belakang. Perkiraan yang 

menyebut bilangan Muslim pada pertempuran berjumlah tiga ribu yaitu  

hanya bertalian dengan pekerjaan penggalian, dan perkiraan yang 

menyebut bilangan seribu dua ratus yaitu  bertalian dengan galaunya 

peperangan yang pada saat itu hanya para pemuda yang diperbolehkan 

ikut. Perkiraan tujuh ratus saja yang belum kami terangkan. Bahkan 

perkiraan ini pun menurut pendapat kami juga tepat. Perkiraan itu 

dikemukakan oleh sumber yang patut dipercaya seperti Ibn Hazm. Sukar 

sekali untuk mempersoalkan perkiraan ini. Kebetulan jika kita perhatikan 

rincian lain dari pertempuran itu, maka perkiraan itu pun ternyata tepat 

juga. Ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa saat  Banu Quraiza, 

yang menyalahi janji-janjinya, menggabungkan diri kepada musuh dan 

mengambil keputusan untuk menyerang Medinah dari samping, 

Rasulullah s.a.w., yang mendapat laporan mengenai maksud jahat itu 

memutuskan untuk menempatkan penjagaan di bagian kota yang dapat 

menjadi sasaran serangan Banu Quraiza. Bagian Medinah ini mula-mula 

dibiarkan tanpa pertahanan sebab  Banu Quraiza bersekutu dengan kaum 

Muslim. Dan, oleh sebab  itu diperkirakan bahwa mereka tidak akan 

mengizinkan musuh menyerang kota dari arah mereka. Telah diketahui 

pula bahwa saat  pembelotan Banu Quraiza dikabarkan kepada 

Rasulullah s.a.w. dan menjadi jelas bahwa wanita-wanita Muslim, yang 

tadinya dipandang aman tinggal di bagian kota ini berdasarkan janji 

persekutuan, menjadi tidak aman lagi. Rasulullah s.a.w. mengambil 

keputusan untuk mengirimkan dua pasukan, yang pertama terdiri atas 

dua ratus orang, dan yang kedua tiga ratus orang untuk menjaga dua 

bagian yang berlainan dari kota yang pada waktu itu tak terjaga. 

Rasulullah s.a.w. memerintahkan untuk sewaktu-waktu meneriakkan, 

"Allahu Akbar," sehingga induk pasukan Muslim dapat mengetahui 

bahwa para wanita Muslim keadaannya aman. Maka perkiraan ibn Ishaq 

yang menyebut jumlah prajurit dalam Perang Khandak tujuh ratus itu 

ternyata tepat pula. Jika lima ratus dan seribu dua ratus dikirim untuk 

menjaga kota dari samping, maka memang hanya tujuh ratus yang masih 

tinggal. Jadi, ketiga-tiga perkiraan tentang jumlah anggota lasykar 

Muslim dalam Perang Khandak itu ternyata tepat semua. 

Jadi, untuk mempertahankan parit itu Rasulullah s. a w. hanya 

memiliki  tujuh ratus orang. Betul, parit telah selesai digali, namun 

untuk menghadapi dan memukul mundur suatu bala-tentara sebesar yang 

dimiliki musuh, maka dengan bantuan adanya parit pun nampaknya 

hampir tak mungkin. namun , seperti telah lazim, kaum Muslim 

bertawakal kepada Allah  dan menyerahkan kepada pertolongan-Nya. 

Pasukan mereka yang kecil menunggu pasukan musuh, sedangkan kaum 

wanita dan anak-anak telah dikirimkan ke dua bagian kota yang secara 

lahiriah agak aman. 

saat  musuh mencapai parit mereka sangat tercengang, sebab  

siasat itu belum pernah dikenal dalam peperangan di negeri Arab 

sebelumnya. Maka mereka memutuskan berkemah di sebelah parit itu 

dan berunding mengenai cara menyerang serta memasuki Medinah. Satu 

tepi dipertahankan oleh parit. Tepi kedua memiliki  bukit-bukit sebagai 

pertahanan alami. Tepi ketiga memiliki  rumah-rumah batu dan kebun 

pohon-pohonan. Tak mungkin bagi musuh mengadakan serangan tiba-

tiba ke bagian kota mana pun. Panglima-panglima musuh mengadakan 

musyawarah dan mengambil keputusan bahwa mereka perlu berusaha 

memutuskan hubungan Banu Quraiza, suku Yahudi yang masih ada di 

Medinah, dari persekutuannya dengan kaum Muslim dan meminta 

mereka bergabung dengan persekutuan Arab dalam penyerbuan yang 

menentukan terhadap Medinah. Hanya Banu Quraiza yang dapat 

memberi mereka jalan ke kota. Akhirnya, Abu Sufyan memilih Huyay 

bin Ahtab, kepala suku Banu Nadzir yang telah diusir dan penghasut 

utama suku-suku Arab terhadap Medinah dan menunjuk dia mengadakan 

perundingan dengan Banu Quraiza. Mula-mula mereka menolak bertemu 

dengan dia. namun , saat  ia menerangkan bahwa saat ini merupakan 

saat yang baik untuk mengalahkan kaum Muslim, ia berhasil menarik 

seorang dari Banu Quraiza yang bernama Ka'ab. Ia menerangkan bahwa 

seluruh Arabia keluar untuk menyerang dan membinasakan kaum 

Muslimin. Lasykar di seberang parit bukan lagi lasykar melainkan 

samudera prajurit-prajurit tangguh yang tak mungkin dapat dilawan oleh 

kaum Muslimin. Akhirnya tercapailah persetujuan bahwa segera sesudah  

bala tentara kufar berhasil merebut parit, Banu Quraiza akan menyerang 

bagian Medinah, tempat Rasulullah s.a.w. telah mengirimkan semua 

wanita dan anak-anak demi keamanan mereka. Rencana itu diharapkan 

akan melumpuhkan pertahanan Muslim dan menjadi perangkap maut 

untuk seluruh warga kota - pria, wanita, dan anak-anak. Jika rencana itu 

mendapat hasil sebagian saja, hal itu akan sangat berat untuk kaum 

Muslimin dan menjadikan segala sesuatu sangat sukar bagi mereka. 

Mereka niscaya tak mungkin dapat lepas dari perangkap maut itu. 

Pengkhianatan Banu Quraiza 

Seperti telah kami katakan, Banu Quraiza itu ada dalam 

persekutuan dengan kaum Muslimin. Sekalipun bila mereka tidak ikut 

dalam pertempuran di pihak kaum Muslimin, sedikitnya diharapkan 

bahwa mereka itu akan menutup jalan musuh dari arah mereka. Oleh 

sebab  itu Rasulullah s.a.w. telah membiarkan sisi bagian kota itu tanpa 

penjagaan. Banu Quraiza mengetahui bahwa kaum Muslimin percaya 

kepada kejujuran mereka. Maka, saat  mereka memutuskan untuk 

menggabungkan diri kepada kaum Arab tercapailah suatu persetujuan 

bahwa mereka tidak akan menggabungkan secara terang-terangan, kalau-

kalau kaum Muslimin menjadi curiga dan mengambil langkah penjagaan 

di bagian kota pada sisi Banu Quraiza itu. Persetujuan itu suatu siasat 

busuk yang sangat berbahaya. 

saat  telah tercapai persetujuan bahwa kaum Muslim harus 

diserang dari dua jurusan, lasykar Arab mulai menyerang parit. Beberapa 

hari telah lewat, namun belum juga terjadi apa-apa. Kemudian mereka 

memiliki  gagasan menempatkan pemanah-pemanah mereka di tempat 

yang tinggi dan ditugaskan menyerang orang-orang Muslim yang 

mempertahankan parit. Mereka itu berdiri ditepinya, terpisah oleh jarak-

jarak pendek. Jika pertahanan Muslim menunjukkan tanda-tanda akan 

patah, kaum kufar akan mencoba menyeberangi parit dengan bantuan 

pasukan kuda kelas satu mereka. Mereka yakin bahwa jika serangan 

yang demikian diadakan berulang-ulang, mereka akan dapat merebut 

 96 

kedudukan di salah satu tempat di sebelah kaum Muslim dari parit itu. Di 

sana mereka akan dapat menempatkan kekuatan mereka untuk serangan 

kilat ke kota itu. Maka serangan demi serangan dilancarkan. Barisan 

pertahanan Muslim terpaksa bertempur tak henti-hentinya. Pada suatu 

hari mereka begitu repot dalam perjuangan memukul mundur serangan-

serangan itu sehingga beberapa shalat tak dapat didirikan pada waktunya 

yang tepat. Rasulullah s.a.w. sangat bersedih hati sebab nya dan 

bersabda, "Allah , siksalah orang-orang kafir itu; mereka telah 

mengacaukan shalat kami." Peristiwa itu menunjukkan hebatnya 

serangan musuh. namun , dari situ nampak juga bahwa perhatian 

Rasulullah s.a.w. senantiasa tertuju kepada ibadah kepada Allah . 

Medinah sedang diserang dari segala jurusan. Bukan kaum pria saja, 

namun juga wanita dan anak-anak dihadapkan kepada kematian yang 

pasti. Seluruh kota ada dalam cengkeraman suasana gelisah dan takut. 

namun Rasulullah s.a.w. tetap berpikir untuk mendirikan shalat pada 

waktu-waktu yang telah ditetapkan. Kaum Muslimin tidak beribadah 

kepada Allah  hanya seminggu sekali seperti kaum Kristen dan Hindu. 

Orang-orang Muslim diharuskan sembahyang lima waktu dalam sehari. 

saat  dalam peperangan, sukar sekali orang mengadakan sembahyang 

bersama, apa lagi mendirikan sembahyang berjamaah lima kali sehari. 

namun Rasulullah s.a.w. menyelenggarakan lima shalat berjamaah 

walaupun dalam perang. Jika salah satu dari shalat-shalat itu terganggu 

oleh serangan musuh, maka hati beliau amatlah pilunya. 

Kembali lagi kepada jalannya pertempuran. Musuh sedang 

menyerang dari muka, Banu Quraiza merencanakan serangan dari 

belakang namun tidak dengan cara yang menimbulkan kewaspadaan 

kepada penduduk Muslim. Mereka ingin masuk kota dari belakang dan 

membunuh wanita-wanita serta anak-anak yang dilindungi di sana. Pada 

suatu hari seorang penyelidik dikirim ke sana untuk menyelidiki apa ada 

penjagaan di sana untuk melindungi wanita dan anak-anak, dan jika ada, 

berapa kekuatannya. Di sana ada tempat terkurung untuk keluarga-

keluarga yang mana musuh-musuh memandangnya sebagai sasaran yang 

istimewa. 

Penyelidik itu datang dengan mengendap-endap di sekitar 

tempat terkurung itu untuk mengadakan penyelidikan dengan diam-diam.

saat  sedang beraksi, ia dipergoki oleh Safiyyah, bibi Rasulullah. Di 

situ hanya ada seorang pria dewasa yang kebetulan melakukan penjagaan 

dan bahkan orang itu pun sedang sakit. Safiyyah melaporkan apa yang 

dilihatnya kepadanya dan menyarankan supaya ia menangkap mata-mata 

itu sebelum ia dapat menyampaikan informasi kepada musuh, betapa 

tanpa perlindungannya wanita dan anak-anak di bagian kota itu. Orang 

sakit itu menolak berbuat sesuatu, maka Safiyyah sendiri mengambil 

tongkat dan mulai menyerang tamu tak diundang itu. Dengan bantuan 

wanita-wanita lain ia berhasil menangkap dan membunuhnya. 

Kemudian, ternyata bahwa orang itu benar-benar kaki-tangan Banu 

Quraiza. Kaum Muslimin menjadi gelisah dan mulai menyadari adanya 

kemungkinan serangan-serangan dari arah yang sampai pada saat itu 

mereka sangka sangat aman. namun serangan dari muka yaitu  begitu 

berat sehingga seluruh kekuatan Muslim dibutuhkan di sana untuk 

pertahanan. Walaupun demikian, Rasulullah s.a.w. mengambil keputusan 

untuk membagi kekuatan melindungi wanita dan anak-anak. Seperti 

telah kami utarakan dalam pembicaraan mengenai jumlah prajurit dalam 

pertempuran itu, dari angkatan seribu dua ratus itu Rasulullah s.a.w. 

mengirim lima ratus orang guna melindungi kaum wanita di dalam kota. 

Jadi, untuk pertahanan parit hanya tinggal tujuh ratus yang melawan 

kekuatan antara delapan belas dan dua puluh ribu. Banyak orang Muslim 

hilang akal melihat kesulitan yang harus mereka hadapi. Mereka 

menghadap Rasulullah s.a.w. dan mengatakan betapa rawannya keadaan 

mereka, dan betapa mustahil menyelamatkan kota. Mereka memohon 

supaya Rasulullah s.a.w. mendoa. Mereka memohon juga mengajarkan 

kepada mereka doa yang khusus pada kesempatan itu. Rasulullah s.a.w. 

bersabda, "Jangan gentar. Mendoalah kepada Allah  supaya Dia 

melindungimu terhadap kelemahanmu, meneguhkan hatimu, dan 

melepaskan kegelisahanmu." Rasulullah s.a.w. sendiri mendoa dengan 

kata-kata: 

"Ya Allah , Engkau menurunkan Al-Qur’an kepadaku. Engkau tidak 

menunggu untuk meminta pertanggung-jawaban dari siapa pun. Pasukan-

pasukan ini telah datang menyerang kami. Berilah mereka kekalahan. Ya 

Allah , hamba memohon lagi: Kalahkanlah mereka; menangkan kami 

atas mereka dan gagalkanlah semua niat jahat mereka" (Bukhari). 

Dan pula: 

"Ya Allah , Engkau mendengar mereka yang menjerit kepada Engkau 

dalam kesusahan dan kesedihan. Engkau menjawab mereka yang terjerat 

dalam kegelisahan. Lepaskan hamba dari kesakitan hamba, kegelisahan 

hamba dan ketakutan hamba. Engkau Maha Mengetahui kesulitan-

kesulitan yang hamba dan para sahabat hamba harus hadapi" (Zurqani). 

Orang-orang munafik menjadi lebih gelisah daripada orang-

orang lain dalam lasykar Muslim. Segala penghargaan terhadap 

kehormatan pihak mereka sendiri dan keselamatan kota, wanita, dan 

anak-anak mereka lenyap dari hati mereka. namun , mereka tidak mau 

kehilangan muka di hadapan orang-orang mereka sendiri. Oleh sebab  

itu, mereka mulai meninggalkan lasykar Muslim satu demi satu dengan 

dalih atau alasan yang lemah. Al-Qur’an menyinggung hal itu dalam 

33:14: 

“Dan segolongan dari mereka meminta izin kepada Nabi dengan 

berkata, "Sesungguhnya rumah kami terbuka terhadap serangan musuh." 

Padahal rumah mereka itu sebenarnya tidak terbuka. Mereka hanya 

berusaha melarikan diri”. 

Situasi perang dan keadaan kaum Muslimin pada saat itu 

diterangkan dalam Al-Qur’an pada ayat-ayat berikut: 

“saat  mereka datang kepadamu dari atasmu dan dari bawahmu, dan 

saat  matamu melantur dan hati sampai tenggorokan, dan kamu 

berprasangka terhadap Allah dengan bermacam-macam prasangka. Di 

situlah orang-orang mukmin diuji, dan mereka digoncangkan dengan 

suatu goncangan yang dahsyat. Dan ingatlah saat  orang-orang munafik 

dan mereka yang di dalam hatinya ada penyakit berkata, "Tidaklah Allah 

dan Rasul-Nya menjanjikan kepada kami melainkan janji yang dusta." 

Dan saat  segolongan dari mereka berkata, "Hai, orang-orang Yathrib 

kamu mungkin tidak dapat bertahan terhadap musuh, oleh sebab  itu 

kembalilah kamu." (33:11-14). 

Di sini orang-orang Muslim diperingatkan betapa mereka 

diserang dari muka oleh gabungan suku-suku Arab dan dari samping 

oleh kaum Yahudi. Mereka diperingatkan betapa buruk keadaan mereka 

pada saat itu. Mata mereka layu dan hati mereka cemas. Mereka malahan 

mulai memiliki  keragu-raguan tentang Allah . Orang-orang yang 

beriman ada dalam cobaan. Mereka semua diberi kegoncangan. Kaum 

munafik dan orang yang sakit rohaninya mulai berkata, "Kita semua 

ditipu oleh janji-janji palsu kepada kita oleh Allah  dan Rasul-Nya!" 

Sekelompok dari antara mereka malahan mulai menjatuhkan mental 

pasukan Muslim dengan berkata, "Sekarang tak ada perang. Tak ada lagi 

yang harus diperbuat kecuali pulang." 

Bagaimana sikap orang-orang mukmin yang sejati pada peristiwa 

itu dilukiskan juga dalam Al-Qur’an: 

“Dan saat  orang-orang mukmin melihat lasykar-lasykar 

persekutuan, mereka berkata, "Inilah yang telah dijanjikan Allah dan 

Rasul-Nya kepada kami; dan Allah dan Rasul-Nya telah mengatakan 

yang benar." Dan hal itu tidak menambah kepada mereka kecuali 

keimanan dan kepaAllah . Di antara orang-orang yang beriman, ada 

orang-orang yang benar-benar telah menepati apa yang dijanjikan mereka 

kepada Allah. Maka sebagian dari mereka telah menyempurnakan 

niatnya, meninggal, dan diantara mereka ada yang masih menunggu, dan 

mereka tidak merubah sedikit pun”. (33:23-24). 

Orang-orang mukmin sejati, boleh dikata, sama sekali lain dari 

orang-orang munafik dan orang-orang yang lemah. saat  mereka 

melihat jumlah musuh yang sangat besar, mereka ingat akan apa-apa 

yang pernah dikatakan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka. Serangan 

terpadu suku-suku Arab yaitu  bukti belaka tentang kebenaran Allah dan 

Rasul-Nya. Orang-orang mukmin sejati tetap tak bergeming. Malahan 

jiwa pengabdian dan semangat kepercayaan mereka semakin meningkat. 

Orang-orang mukmin sejati tetap berpegang teguh pada perjanjian 

mereka dengan Allah . Beberapa dari mereka telah mencapai tujuan 

hidup mereka dengan mati syahid. Beberapa lainnya hanya menunggu 

kematian mereka di jalan Allah untuk mencapai tujuan hidup mereka.  

Musuh menyerang parit dengan dahsyatnya secara bertubi-tubi. 

Kadang-kadang musuh berhasil menyeberanginya. Pada suatu hari, 

panglima-panglima musuh berhasil melintasi parit itu. namun mereka 

diserang oleh kaum Muslimin dengan gagah berani sehingga mereka 

terpaksa mundur lagi. Dalam pertempuran itu Naufal, seorang gembong 

kaum kufar, tewas. Begitu tinggi kedudukan pemimpin ini sehingga 

kaum kufar tidak tega hati jika mayatnya dicacati. Oleh sebab itu mereka 

mengirim pesan kepada Rasulullah s.a.w. bahwa jika beliau mau 

mengembalikan mayat panglima itu, mereka akan membayar sepuluh 

ribu dirham. Harga itu sangat tinggi untuk pengambilan satu mayat. 

Penawaran itu diajukan atas rasa dosa sendiri. Kaum kufar telah 

mencacati mayat-mayat orang Muslim di Uhud dan sekarang mereka 

mengkhawatirkan bahwa jangan-jangan kaum Muslimin akan berbuat 

serupa. namun , ajaran Islam sama sekali lain. Islam melarang secara 

mutlak mencacati mayat. saat  Rasulullah s.a.w. menerima pesan dan 

penawaran itu, beliau bersabda, "Apa guna bagi kami badan itu? Kami 

tak mengharapkan imbalan apa-apa untuk itu. Jika kalian menghendaki, 

bawalah mayat itu" (Zurqani, jilid hal. 114). 

Sepenggal tulisan dalam buku "Life of Mohammad" karangan 

Muir (London 1878, hlm. 322) melukiskan dengan gamblang 

kedahsyatan serangan terhadap kaum Muslimin itu. Kami tidak segan-

segan menukilnya di sini: 

“Keesokan harinya Mohamed (Muhammad s.a.w., Red) melihat 

seluruh kekuatan sekutu telah datang menyerang. Meminta aktivitas yang 

maksimal dan kesiagaan yang tak ada hentinya di pihaknya untuk 

menggagalkan gerakan-gerakan musuh. Sekarang musuh mengancam 

dengan serangan umum; kemudian dipecah menjadi divisi-divisi, mereka 

menyerang berbagai kedudukan secara bergelombang dengan cepat dan 

mengacaukan; akhirnya, sesudah  melihat kesempatan, mereka 

memusatkan pasukan mereka dititik yang lemah pertahanannya, dan 

dengan dukungan serangan hujan panah yang tiada hentinya lagi ganas, 

mereka berusaha merebut parit itu. Berulang-ulang gempuran hebat 

dilakukan ke kota itu dan ke kemah Mohamed oleh panglima-panglima 

ternama seperti Khalid dan Amru; dan gempuran-gempuran itu hanya 

digagalkan dengan serbuan-serbuan balasan dan tembakan-tembakan 

yang gencar. Ini berlangsung terus sepanjang hari; dan, sebab  lasykar 

Mohamed hanya cukup untuk menjaga rentangan garis pertahanan yang 

panjang, tidak mungkin diadakan giliran istirahat. Malahan di waktu 

malam Khalid dengan barisan berkuda terus menimbulkan bahaya dan 

ancaman kepada garis pertahanan, memaksa barisan pertahanan Muslim 

berkali-kali melepaskan pos-pos terdepan. namun , segala upaya musuh 

gagal semua. Parit tak dapat diseberangi."  

Pertempuran berlangsung terus selama dua hari. Masih juga 

belum terjadi perkelahian satu lawan satu, belum ada pertumpahan darah 

secara besar-besaran. Pertempuran dua puluh empat jam lamanya hanya 

membawa akibat tiga orang gugur di pihak musuh dan lima di pihak 

Muslim. Sa’d bin Muadz, seorang kepala suku Aus, orang yang setia 

terhadap Rasulullah s.a.w. mendapat luka-luka. namun serangan 

berulang-ulang kepada parit menimbulkan sedikit kerusakan dan itu 

membuat serangan-serangan berikutnya lebih mudah. Peristiwa-peristiwa 

besar yang menampilkan keberanian dan kesetiaan telah disaksikan. 

Malam sangat dingin, mungkin terdingin di Arabia. Kami memiliki  

persaksian dari Hazrat Aisyah r.a., istri mulia Rasulullah s.a.w., bahwa 

Rasulullah s.a.w. bangkit lagi, bangkit lagi berkali-kali, untuk menjaga 

bagian parit yang mendapat kerusakan. Beliau begitu penat. Beliau 

kembali ke tempat tidur namun kemudian, sesudah  memanasi diri sejenak, 

beliau pergi lagi ke parit berjaga. Pada suatu hari beliau begitu letihnya 

sehingga beliau hampir tak dapat bergerak. Baru dalam keadaan 

demikian beliau menghendaki beberapa orang Muslim yang setia untuk 

datang membebaskan beliau dari tugas penjagaan parit dalam kedinginan 

malam itu. Segera beliau mendengar suara Sa’d bin Waqqas yang 

datang. Rasulullah s.a.w. menanyakan, mengapa ia datang. 

"Untuk menjaga anda,” jawabnya. "Tak perlu menjaga diriku," 

sabda Rasulullah s.a.w.. "Sebagian dari parit rusak. Pergilah menjaganya 

supaya orang-orang Muslim aman." Sa’d pun berangkat, dan Rasulullah 

s.a.w. dapat tidur. (Ada peristiwa yang agak kebetulan. Sebab, saat  

Rasulullah s.a.w. sampai di Medinah dan bahaya untuk diri beliau sangat 

besar, pada saat itu pun Sa’d juga menawarkan diri untuk tugas 

penjagaan). Pada peristiwa lain selama hari-hari yang sangat berat itu 

Rasulullah s.a.w. mendengar bunyi gemerincing senjata. "Siapakah di 

sana?" tanya Rasulullah s.a.w. "Abbad bin Bisyri," jawabnya. 

"Adakah orang lain bersama kamu?" tanya Rasulullah s.a.w.. 

"Ada," jawab Abbad, "Serombongan Sahabat. Kami akan 

menjaga kemah anda." 

"Biarkan kemahku. Orang-orang kufar sedang berusaha 

melintasi parit. Pergi, dan gempurlah mereka" (Halbiyya, Jilid 2). 

Seperti telah kami katakan sebelum ini, kaum Yahudi mencoba 

memasuki kota dengan diam-diam. Seorang mata-mata Yahudi tewas 

dalam usaha itu. saat  mereka mengetahui bahwa tipu muslihat mereka 

telah terbongkar, mereka mulai memberi bantuan kepada persekutuan 

Arab lebih terang-terangan. namun suatu serangan terpadu dari samping 

tak dapat dilancarkan, sebab medan di sebelah itu sempit dan dengan 

adanya penjagaan orang-orang Muslim di situ, serangan secara besar-

besaran menjadi tidak mungkin. namun , beberapa hari kemudian, kaum 

Yahudi dan persekutuan orang-orang musyrik mengambil keputusan 

mengadakan serangan serentak dan tiba-tiba terhadap kaum Muslimin. 

Lasykar Persekutuan Melarikan Diri 

namun rencana berbahaya itu telah digagalkan oleh Allah  

dengan cara yang sangat menakjubkan. Beginilah terjadinya. Seorang 

bernama Nu'aim, yang termasuk suku Ghafatan, tertarik hatinya oleh 

Islam. Ia datang dengan bala tentara kaum kufar, tapi terus mencari 

kesempatan membantu orang-orang Muslim. Seorang diri ia tak dapat 

berbuat banyak. namun , saat  dilihatnya kaum Yahudi telah bekerja 

sama dengan kaum musyrikin Arab dan orang-orang Muslim agaknya 

menghadapi kematian yang pasti dan kebinasaan, Nu'aim mengambil 

keputusan untuk berusaha sedapat-dapatnya menyelamatkan kaum 

Muslimin. Ia pergi ke Banu Quraiza dan berbicara dengan para 

pemimpin mereka. Andaikata lasykar musyrikin Arab melarikan diri, apa 

yang dapat mereka harapkan dari kaum Muslimin? Kaum Yahudi ada 

dalam perserikatan dengan kaum Muslim. Adakah mereka tidak merasa 

khawatir akan menerima hukuman terhadap diri mereka sebab  ternyata 

curang dalam perjanjian mereka? 

Pertanyaan itu mengejutkan pemimpin-pemimpin Yahudi. 

Mereka menanyakan apa yang harus mereka perbuat. Nu'aim 

menasihatkan mereka untuk meminta tujuh puluh orang musyrik sebagai 

sandera. Jika orang-orang musyrik itu sungguh jujur tentang serangan 

terpadu, mereka tidak akan menolak permintaan tersebut. Mereka harus 

mengatakan bahwa tujuh puluh orang itu akan menjaga tempat-tempat 

strategis mereka, sedangkan mereka sendiri akan menyerang kaum 

Muslimin dari samping. Sehabis pembicaraan dengan orang-orang 

Yahudi, Nu'aim menemui pemimpin-pemimpin kaum musyrik. Ia 

bertanya, apa yang akan mereka perbuat, andai kata kaum Yahudi 

menarik kembali perjanjiannya; andaikata, untuk memperbaiki kembali 

hubungan dengan kaum Muslim, mereka (kaum Yahudi) menuntut 

sandera (orang-orang musyrik) dan kemudian mereka itu diserahkan 

kepada kaum Muslim? Apakah tidak penting bagi mereka untuk menguji 

kesetiaan orang-orang Yahudi dan meminta mereka segera ikut dalam 

serangan umum? Pemimpin-pemimpin musyrik sangat terkesan oleh 

nasihat itu. Sesuai dengan itu mereka mengirim pesan kepada kaum 

Yahudi, apakah tidak lebih baik segera menyerang kota dari samping, 

sebab  mereka (persekutuan Arab) siap untuk melancarkan serangan 

yang telah direncanakan. Kaum Yahudi menjawab bahwa hari esok 

yaitu  hari Sabbath dan mereka tidak boleh berperang pada hari itu. 

Kedua, kata mereka, mereka masih tergolong orang-orang Medinah dan 

semua sekutu Arab itu orang-orang dari luar. Seandainya kaum sekutu 

Arab melarikan diri dari pertempuran, apakah yang harus diperbuat oleh 

orang-orang Yahudi? Maka kaum sekutu Arab hendaknya memberi tujuh 

puluh orang sebagai sandera. Kemudian, orang-orang Yahudi akan siap 

melancarkan serangan bagian mereka. Kecurigaan mulai bekerja. Kaum 

sekutu Arab menolak melaksanakan permintaan kaum Yahudi. Jika 

kaum Yahudi setia dalam perjanjian mereka dengan kaum sekutu Arab, 

tak perlu usul syarat semacam itu. sebab  kecurigaan merusak 

keberanian, kaum sekutu Arab hilang semangat, dan saat  waktu malam 

tiba, mereka pergi beristirahat dengan beban rasa was-was dan kesulitan. 

Para perwira dan para prajurit menuju ke kemah dengan perasaan cemas. 

Lalu terjadilah suatu keajaiban. Pertolongan datang dari langit kepada 

kaum Muslimin. Angin kencang mulai bertiup. Dinding-dinding tenda 

diterbangkan. Panci-panci masakan tumpah ke atas api. Beberapa api 

unggun padam. Kaum musyrik memiliki  kepercayaan yang 

mengharuskan menghidupkan api sepanjang malam. Api unggun yang 

berkobar yaitu  pertanda baik, api yang padam pertanda buruk. Jika api 

dihadapan sebuah kemah padam, penghuninya memandang hal itu 

sebagai pertanda buruk. Mereka akan mengundurkan diri dari 

pertempuran pada hari itu, dan akan ikut lagi kemudian. Pemimpin-

pemimpin musyrik telah sarat dengan perasaan was-was. saat  sebagian 

telah mengemasi barang-barang, yang lain menyangka bahwa kaum 

Muslimin akan mengadakan serangan-malam. Persangkaan itu menular. 

Mereka semuanya mulai mengemasi barang mereka dan meninggalkan 

medan pertempuran. Diriwayatkan bahwa pada saat itu Abu Sufyan tidur 

dalam kemahnya. Berita penarikan pasukan-pasukan secara tiba-tiba itu 

sampai ditelinganya. Ia bangkit dengan pikiran kacau dan perasaan 

galau, dinaiki untanya yang masih tertambat. Dipacunya untanya itu, 

namun binatang itu tak mau bergerak. Sahabat-sahabatnya menunjukkan 

kesalahan yang diperbuatnya. Binatang itu lalu dilepaskan talinya dan 

Abu Sufyan dengan kawan-kawannya meninggalkan medan pertempuran 

itu.  

Dua per tiga malam telah lewat. Medan pertempuran telah 

kosong melompong. Suatu bala tentara antara dua puluh dan dua puluh 

lima ribu prajurit ikut lenyap, meninggalkan padang yang lenggang 

sunyi. Pada saat itu Rasulullah s.a.w. menerima wahyu bahwa musuh 

telah melarikan diri berkat bantuan tangan Allah . Untuk menyelidiki apa 

yang telah terjadi, Rasulullah s.a.w. ingin menyuruh salah seorang 

Sahabat memeriksa keadaan medan pertempuran dan memberi laporan. 

Udara sangat dingin. Tidak mengherankan bahwa kaum Muslimin yang 

tak cukup perlengkapan pakaian itu laksana membeku kedinginan. Ada 

beberapa orang yang mendengar suara Rasulullah s.a.w., saat  beliau 

berseru di malam buta. Mereka ingin menyahut, namun tak mampu. 

Dinginnya bukan alang kepalang. Hanya Hudzaifa yang dapat menyahut 

dengan suara keras, "Ya Rasulullah, apa yang hendak anda perintahkan?" 

Rasulullah s.a.w. berseru lagi. Kali ini juga tak seorang pun yang dapat 

menyahut sebab  kedinginan. Hanya Hudzaifa pergi memeriksa medan 

pertempuran, sebab Allah  telah mengabarkan bahwa musuh telah 

melarikan diri. Hudzaifa mendekati parit dan dari sana dilihatnya musuh 

telah mengosongkan medan pertempuran. Tak nampak seorang prajurit 

pun dan tak ada seorang manusia pun. Hudzaifa kembali menghadap 

Rasulullah s.a.w., dibacanya Kalimah Syahadat, dan mengatakan bahwa 

musuh telah melarikan diri. Keesokan harinya, pagi-pagi kaum Muslim 

membongkar kemah dan berkemas untuk pulang ke kota. Suatu 

percobaan yang sangat berat dan berlangsung selama dua puluh hari 

sekarang sudah berakhir. 


Banu Quraiza Dijatuhl Hukuman 

Sekarang kaum Muslim dapat bernafas lega. namun mereka 

masih harus membuat perhitungan dengan Banu Quraiza. Kaum Yahudi 

itu telah mencederai perjanjian dengan kaum Muslim dan hal itu tak 

dapat dibiarkan begitu saja. Rasulullah s.a.w. mengumpulkan pasukan 

yang telah letih itu dan menerangkan bahwa belum datang bagi mereka 

saat untuk istirahat. Sebelum matahari terbenam mereka harus 

menyerang Banu Quraiza di bentengnya. Kemudian Ali diutus ke sana 

untuk menanyakan, mengapa Banu Quraiza telah melanggar janji 

mereka. Mereka tidak menunjukkan penyesalan atau kecenderungan 

untuk minta maaf. Sebaliknya, mereka menghina dan mengejek Hazrat 

Ali dan anggota-anggota delegasi lainnya serta mulai melemparkan 

cacian dan makian terhadap Rasulullah s.a.w. dan para wanita keluarga 

beliau. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak ambil perduli akan 

Muhammad s.a.w. dan tak pernah mengadakan perjanjian dengan beliau. 

saat  Ali kembali memberi laporan tentang jawaban kaum Yahudi itu, 

ia menyaksikan Rasulullah s.a.w. dan para Sahabat tengah bergerak 

menuju perbentengan Yahudi itu. Kaum Yahudi telah mencaci-maki 

Rasulullah s.a.w., istri-istri dan anak-anak beliau. Khawatir kalau-kalau 

hal itu akan menyakiti hati Rasulullah s.a.w., Ali mengemukakan bahwa 

Rasulullah s.a.w. sendiri tak perlu ikut, sebab kaum Muslimin sendiri 

sanggup menghadapi kaum Yahudi itu. Rasulullah s.a.w. mengerti 

maksud Ali dan bersabda, "Kamu menghendaki aku tak mendengar caci-

maki mereka, hai Ali?" 

"Ya, tepat sekali," ujar Ali. 

"namun mengapa?" Sabda Rasulullah s.a.w.. "Musa yaitu  dari 

sanak-saudara mereka sendiri. Meski demikian, mereka telah 

menimpakan penderitaan kepada beliau, lebih daripada kepadaku." 

Rasulullah s.a.w. terus maju. Orang Yahudi mengatur pertahanan dan 

memulai pertempuran. Wanita-wanita mereka pun ikut. Beberapa 

prajurit Muslim sedang duduk di kaki dinding benteng. Seorang wanita 

Yahudi yang melihat kesempatan itu menjatuhkan batu ke atas mereka 

dan menewaskan seorang yang bernama Khallad. Pengepungan benteng 

itu terjadi beberapa hari. Akhirnya, kaum Yahudi merasa tak dapat 

bertahan lama lagi. Maka para pemimpin mereka mengirimkan 

permohonan kepada Rasulullah s.a.w. untuk mengutus Abu Lubaba, 

seorang pemimpin Anshar dari suku Aus yang baik perhubungannya 

dengan kaum Yahudi. Mereka ingin meminta nasihatnya untuk mencapai 

suatu penyelesaian. 

Rasulullah s.a.w. menyuruh Abu Lubaba pergi kepada orang-

orang Yahudi yang menanyakan apakah mereka sebaiknya 

menghentikan pertempuran dan menerima syarat-syarat perdamaian 

Rasulullah s.a.w.. Abu Lubaba mengatakan bahwa hal itu merupakan 

syarat mutlak. namun , pada saat itu juga ia menggerakkan jari-nya ke 

arah lehernya, isyarat kematian dengan pembunuhan. 

Rasulullah s.a.w. tak berkata apa-apa kepada siapa juga tentang 

perkara itu. namun Abu Lubaba yang khawatir bahwa atas kejahatan itu 

tak ada balasan lain kecuali "hukuman mati", tanpa disengaja telah 

membuat gerakan isyarat itu, yang ternyata menjadi malapetaka bagi 

kaum Yahudi. Mereka menolak nasihat Abu Lubaba untuk menyerahkan 

nasib kepada keputusan Rasulullah s.a.w.. Andai kata mereka 

menerimanya, maka hukuman paling berat yang akan mereka terima 

ialah pengusiran dari Medinah. namun , nasib buruk mereka membuat 

mereka menolak putusan Rasulullah s.a.w.. Daripada menerima 

keputusan Rasulullah s.a.w., mereka lebih suka menerima keputusan Sa'd 

bin Muadz pemimpin sekutu mereka, suku Aus. Mereka bersedia 

menerima apa pun yang diusulkannya. Suatu pertengkaran timbul di 

antara orang-orang Yahudi. Beberapa dari mereka mulai mengatakan 

bahwa kaum mereka sesungguhnya telah mencabut persetujuan dengan 

kaum Muslimin. Di pihak lain, sikap dan perilaku kaum Muslimin 

menunjukkan kebenaran serta kejujuran, dan bahwa agama mereka pun 

agama yang benar. Mereka yang beranggapan demikian terus masuk 

Islam. Amir bin Sa'id, salah seorang pemimpin Yahudi, menyesali 

kaumnya dan berkata, "Kamu telah melanggar kepercayaan dan telah 

 107 

mengkhianati janji yang telah kamu berikan. Jalan satu-satunya yang 

masih terbuka untuk ka