mengenai orang yang malas, bahwa dia
tidak akan menangkap buruannya (KJV: dia tidak akan
memanggang apa yang dia dapat dari pergi berburu –
pen.). Dia tidak akan merasa sanggup untuk menguliti
hasil buruan yang dengan susah payah dia dapatkan
(Ams. 12:27). Namun dengan ini Kristus hendak meng-
ajar kita untuk memanfaatkan apa yang kita miliki.
[2] Dia ingin supaya mereka merasakan karunia-karunia
dari rahmat-Nya yang ajaib, supaya mereka dapat men-
jadi saksi-saksi bagi kuasa maupun kebaikan-Nya.
Manfaat-manfaat yang Kristus limpahkan kepada kita
bukanlah untuk dikubur dan disimpan, melainkan un-
tuk dikeluarkan dan digunakan.
[3] Dia ingin memberi sebuah contoh jamuan rohani
yang disediakan-Nya bagi semua orang percaya. Dalam
contoh di sini, jamuan itu sungguh lepas dan akrab,
yaitu Dia makan bersama-sama dengan mereka, dan me-
reka bersama-sama dengan Dia. Kemurahan hati mere-
ka menyenangkan hati-Nya, dan penghiburan-Nya me-
nyenangkan hati mereka. Apa yang Dia kerjakan di da-
lam mereka diterima-Nya dari mereka.
[4] Pelayan-pelayan Tuhan, yang yaitu penjala-penjala
manusia, harus membawa semua yang mereka tangkap
kepada Tuan mereka, sebab keberhasilan mereka ter-
gantung pada-Nya.
(2) Kepatuhan mereka pada perintah ini (ay. 11). Dikatakan
(ay. 6), mereka tidak dapat menariknya lagi sebab banyak-
nya ikan, artinya mereka merasa kesulitan, sebab itu
melebihi kemampuan mereka. Namun Dia yang memerin-
tahkan mereka untuk membawanya ke pantai telah mem-
buatnya menjadi mudah. Tanpa pengaruh lebih lanjut dari
anugerah ilahi, para penjala manusia itu, saat telah me-
nangkap jiwa-jiwa di dalam jala Injil, tidak dapat membawa
jiwa-jiwa itu ke pantai, serta tidak dapat meneruskan dan
menyelesaikan pekerjaan baik yang telah mereka mulai.
Dialah yang menolong kita untuk menangkap jiwa-jiwa,
dan yang tanpa pertolongan-Nya kita tidak akan dapat me-
nangkap satu jiwa pun. Lalu, jika Dia tidak menolong kita
untuk mempertahankan mereka dan membawa mereka ke
darat, yaitu membangun mereka di atas dasar iman mereka
yang paling suci, maka akhirnya kita akan kehilangan me-
reka (1Kor. 3:7).
Perhatikanlah:
[1] Siapa yang paling giat dalam membawa ikan-ikan ke
darat: yaitu Petrus, yang, seperti dalam contoh sebe-
lumnya (ay. 7), telah menunjukkan kasih yang lebih
bersemangat kepada diri Tuannya daripada murid-mu-
rid lainnya, begitu juga di sini dia menunjukkan bahwa
dia lebih siap untuk menaati perintah Tuannya. Namun
semua yang setia maju dengan cara yang tidak sama.
[2] Jumlah ikan yang mereka tangkap. Mereka ingin tahu
jumlah ikan-ikan itu dan menghitungnya, mungkin de-
ngan tujuan untuk menentukan bagian masing-masing.
Jumlah seluruhnya yaitu seratus lima puluh tiga ekor,
dan semuanya ikan-ikan besar. Ini jauh lebih banyak
daripada yang mereka butuhkan untuk persediaan me-
reka saat itu, namun mereka dapat menjualnya, dan
uangnya dapat dipakai untuk urusan mereka di Yeru-
salem, sebab tidak lama lagi mereka harus segera kem-
bali ke sana.
[3] Tindakan kepedulian Kristus kepada mereka lebih lan-
jut, yang lebih menambah mujizat dan belas kasihan-
Nya itu: Sungguhpun sebanyak itu, dan penuh ikan-ikan
besar, jala itu tidak koyak, sehingga mereka tidak kehi-
langan seekor ikan pun, ataupun merusakkan jala me-
reka. Dikatakan dalam Lukas 5:6 [dalam kesempatan
lain – pen.] Jala mereka mulai koyak. Mungkin juga jala
ini yaitu jala pinjaman, sebab mereka sudah lama
meninggalkan jala mereka sendiri, dan jika demikian,
Kristus hendak mengajar kita untuk memelihara barang
yang kita pinjam, seakan itu yaitu milik kita sendiri.
Baguslah jika jala mereka tidak koyak, sebab saat itu
mereka tidak memiliki waktu luang untuk memperbaiki
jala-jala mereka seperti dulu. Jala Injil sudah menang-
kap banyak orang, tiga ribu orang dalam satu hari, na-
mun tidak menjadi koyak, masih tetap berkuasa untuk
membawa jiwa-jiwa kepada Allah.
3. Kristus mengundang mereka untuk makan. sebab Ia melihat
mereka menjaga jarak dan tidak ada di antara murid-murid itu
yang berani bertanya kepada-Nya: “Siapakah Engkau?” sebab
mereka tahu, bahwa Ia yaitu Tuhan, Ia memanggil mereka
dengan sangat akrab, “Marilah dan sarapanlah.”
(1) Lihatlah di sini betapa bebasnya Kristus dengan murid-mu-
rid-Nya. Dia memperlakukan mereka sebagai teman. Dia
tidak berkata, “Marilah dan tunggulah,” atau “Marilah dan
layanilah Aku,” melainkan Marilah dan sarapanlah. Bukan
“Pergilah sarapan sendiri,” sebagaimana seharusnya para
hamba, melainkan, Marilah dan sarapanlah dengan-Ku.
Ajakan yang baik hati ini secara tidak langsung bisa meng-
gambarkan,
[1] Panggilan yang Kristus berikan kepada murid-murid-
Nya untuk masuk ke dalam persekutuan dalam anuge-
rah dengan-Nya di sini. Segala sesuatu sudah siap;
Marilah dan sarapanlah. Kristus yaitu sebuah perja-
muan makan; marilah dan makanlah Dia, daging-Nya
yaitu benar-benar makanan dan darah-Nya yaitu
benar-benar minuman. Kristus yaitu seorang sahabat;
marilah dan makanlah bersama dengan Dia, Dia akan
menyambutmu (Kid. 5:1).
[2] Panggilan yang akan Dia berikan untuk masuk ke da-
lam sukacita-Nya, dalam kemuliaan yang akan datang.
Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku; Marilah dan
duduklah makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak
dan Yakub. Kristus memiliki segala yang diperlukan un-
tuk menjamu semua sahabat-sahabat-Nya dan peng-
ikut-pengikut-Nya. Ada cukup tempat dan persediaan
untuk mereka semua.
(2) Lihatlah betapa hormatnya murid-murid di hadapan Kris-
tus. Mereka agak malu menggunakan kebebasan yang Dia
tawarkan, dan jika dilihat dari bagaimana Dia membujuk
mereka untuk mengambil lauk mereka, tampaknya mereka
sempat berdiri diam. Untuk makan dengan seorang pem-
besar, seorang pembesar yang demikian penting, mereka
memperhatikan baik-baik apa yang ada di depan mereka.
Tidak ada di antara murid-murid itu yang berani bertanya
kepada-Nya, “Siapakah Engkau?” Ini mungkin saja,
[1] sebab mereka tidak mau bersikap lancang terhadap-
Nya. Walaupun mungkin saat itu Dia tampil dengan se-
dikit samaran pada awalnya, sama seperti terhadap dua
orang murid saat ada sesuatu yang menghalangi mata
mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia,
namun ada alasan yang sangat bagus yang membuat
mereka untuk berpikir bahwa itu yaitu Dia dan tidak
mungkin orang lain. Atau,
[2] sebab mereka tidak mau terlalu jauh mengungkapkan
kebodohan mereka. Dia sudah menunjukkan tindakan
kuasa dan kebaikan-Nya, jadi benar-benar bodohlah
jika mereka sampai menanyakan apakah itu Dia atau
bukan. saat Allah, dalam pemeliharaan-Nya, memberi
kita bukti-bukti masuk akal atas kepedulian-Nya terha-
dap tubuh kita, dan dalam kemurahan hati-Nya mem-
beri kita bukti-bukti nyata atas maksud baik-Nya bagi
jiwa kita, serta perbuatan baik-Nya terhadap tubuh dan
jiwa kita, maka kita harus merasa malu atas ketidak-
percayaan kita, dan tidak seharusnya sampai menanya-
kan apa yang sudah begitu jelas Dia nyatakan. Keragu-
raguan yang tidak beralasan harus dihilangkan, bukan
dihidupkan.
4. Dia mengambilkan makanan untuk mereka, sebagai tuan yang
mengadakan perjamuan makan (ay. 13). Menyadari bahwa me-
reka masih malu dan takut-takut, Yesus maju ke depan, meng-
ambil roti dan memberi nya kepada mereka, beberapa po-
tong untuk masing-masing mereka, demikian juga ikan itu.
Tidak diragukan Dia pasti mengucapkan berkat dan meman-
jatkan syukur (sama seperti dalam Lukas 24:30), namun, ka-
rena itu yaitu kebiasaan-Nya yang sudah dikenal dan selalu
dilakukan-Nya, maka tidak perlu diceritakan lagi.
(1) Jamuannya hanya biasa-biasa saja. Hanya makan dengan
ikan, tanpa dibumbui. Tidak ada yang megah, tidak ada
yang menimbulkan keheranan. Persediaan banyak, namun
sederhana dan biasa-biasa saja. Rasa lapar yaitu saus
yang terbaik. Walaupun sudah mencapai keadaan diper-
muliakan, Kristus menunjukkan diri-Nya hidup dengan ma-
kan, bukan menunjukkan diri-Nya seorang penguasa de-
ngan mengadakan pesta jamuan. Orang-orang yang tidak
dapat merasa puas dengan roti dan ikan tanpa saus dan
anggur, akan sulit merasa senang makan dengan Kristus di
sini.
(2) Kristus sendiri yang memulai. Walaupun mungkin dengan
tubuh kemuliaan-Nya itu Dia tidak perlu makan, namun
Dia hendak menunjukkan bahwa Dia sungguh-sungguh
memiliki tubuh yang sebenar-benarnya, yang mampu ma-
kan. Para rasul memberi ini sebagai sebuah bukti un-
tuk kebangkitan-Nya, yaitu bahwa mereka telah makan dan
minum bersama-sama dengan Dia (Kis. 10:41).
(3) Dia membagi-bagikan lauk kepada semua tamu-Nya. Dia
bukan hanya menyediakannya untuk mereka dan meng-
ajak mereka, namun juga membagi-bagikannya sendiri di
antara mereka dan meletakkannya ke tangan mereka. De-
mikianlah kita berutang kepada-Nya sebab sudah mem-
bayar lunas dan menerapkan manfaat-manfaat penebusan.
Dia memberi kita kekuatan untuk menikmatinya.
Penulis Injil menghentikan ceritanya saat mereka ma-
kan, dan memberi keterangan ini (ay.14): Itulah ketiga
kalinya Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya,
atau kepada sebagian besar murid-murid-Nya, sesudah Ia
bangkit dari antara orang mati. Itulah hari ketiga, demikian-
lah menurut beberapa orang. Pada hari Dia bangkit Dia
menampakkan diri-Nya lima kali. Terus, hari kedua pe-
nampakan-Nya yaitu malam hari ketujuh itu, dan yang
ini yaitu hari yang ketiga. Atau ini yaitu penampakan-
Nya yang ketiga di hadapan sejumlah besar murid ber-
sama-sama. Walaupun Dia sudah menampakkan diri ke-
pada Maria, kepada para perempuan, kepada dua orang
murid, dan kepada Kefas, namun sebelum ini Dia hanya
dua kali menampakkan diri kepada mereka bersama-sama
sekaligus. Peristiwa penampakan-Nya ini diperhatikan dan
dicatat di sini,
[1] Untuk meneguhkan kebenaran tentang kebangkitan-
nya. Penglihatan digandakan dua kali lipat, bahkan tiga
kali lipat, supaya hal itu menjadi pasti. Orang-orang
yang tidak percaya pada pertanda pertama akan men-
jadi percaya pada suara pertanda-pertanda berikutnya.
[2] Sebagai contoh kebaikan Kristus yang terus berlanjut
bagi murid-murid-Nya. Sekali, dan lagi, dan ketiga kali-
nya, Dia mengundang mereka. Mengingat lawatan-la-
watan Kristus yang murah hati yaitu suatu hal yang
baik, sebab Dia mengingatnya, dan lawatan-lawatan
itu akan diingat untuk menentang kita, jika sikap hidup
kita tidak layak untuk lawatan-lawatan-Nya itu, seperti
yang terjadi pada Salomo, saat dia diingatkan bahwa
Tuhan Allah Israel telah menampakkan diri kepadanya
dua kali. Itulah ketiga kalinya. Apakah kita sudah mem-
buat kemajuan yang sebagaimana mestinya sejak yang
pertama dan kedua? (2Kor. 12:14). Itulah ketiga kalinya,
dan mungkin saja itu yang terakhir kalinya.
Percakapan Kristus dengan Petrus
(21:15-19)
15 Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yoha-
nes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Jawab
Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Eng-
kau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” 16 Kata
Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah
engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau
tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakan-
lah domba-domba-Ku.” 17 Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya:
“Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati
Petrus sebab Yesus berkata untuk ketiga kalinya: “Apakah engkau menga-
sihi Aku?” Dan ia berkata kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu,
Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gem-
balakanlah domba-domba-Ku. 18 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ke-
tika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau
berjalan ke mana saja kaukehendaki, namun jika engkau sudah menjadi tua,
engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau
dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.” 19 Dan hal ini
dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memu-
liakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus:
“Ikutlah Aku.”
Di sini diceritakan mengenai percakapan Kristus dengan Petrus sete-
lah sarapan. Begitu banyak diceritakan mengenai Kristus di sini,
yakni,
I. Dia menguji kasih Petrus kepada-Nya, dan memberinya tugas ber-
kenaan dengan umat-Nya (ay. 15-17).
Perhatikanlah:
1. Kapan Kristus mulai berbicara dengan Petrus. Hal itu terjadi
sesudah mereka sarapan: mereka semua sudah makan, sudah
kenyang, dan mungkin sedang dihibur dengan perkataan yang
meneguhkan seperti yang biasa dilakukan Tuhan kita Yesus
pada waktu makan. Kristus telah mengetahui bahwa apa yang
harus dikatakan-Nya kepada Petrus akan membuatnya geli-
sah. Oleh sebab itu, Yesus tidak ingin mengatakannya sam-
pai mereka selesai makan, sebab Dia tidak mau merusak aca-
ra sarapan Petrus. Petrus menyadari bahwa dirinya telah
membuat Gurunya merasa jengkel, dan mungkin menduga
bahwa ia tidak akan menerima apa pun selain teguran akibat
pengkhianatan dan sikapnya yang tidak tahu berterima kasih.
“Seperti inikah kebaikan hatimu kepada sahabatmu? Bukan-
kah Aku telah memberitahumu betapa engkau ini seorang pe-
ngecut?” Bukan itu saja. Ia mungkin sangat yakin bahwa na-
manya akan dicoret dari daftar nama para murid, dan akan di-
keluarkan dari kelompok yang keramat ini. Dua atau tiga kali
Petrus telah melihat Gurunya sejak kebangkitan-Nya, dan Dia
tidak mengucapkan sepatah kata pun mengenai hal seperti ini
kepadanya. Kita bisa menduga bahwa Petrus penuh dengan
keraguan mengenai posisinya di hadapan Gurunya, kadang-
kadang ia mengharapkan yang terbaik, sebab ia telah mene-
rima perkenanan dari-Nya bersama-sama dengan yang lain.
Namun juga bukannya tanpa rasa takut sedikit pun, kalau-
kalau pada akhirnya datang kecaman atas segala yang telah
dilakukannya. Namun sekarang, akhirnya Gurunya melepas-
kan Petrus dari penderitaannya, mengatakan apa yang harus
dikatakan-Nya kepadanya, dan meneguhkan dia pada posisi-
nya sebagai seorang rasul. Yesus tidak terburu-buru memberi
tahu Petrus mengenai kesalahannya, namun menundanya un-
tuk sementara waktu. Dia tidak memberitahukan hal itu kepa-
danya pada saat yang tidak tepat, sehingga mengacaukan ke-
bersamaan saat sedang makan. Sebaliknya, sesudah mereka
sarapan bersama, sebagai tanda berdamai kembali, maka ber-
bicaralah Dia dengan Petrus mengenai hal itu, tidak seperti
berbicara dengan seorang penjahat, namun seperti dengan se-
orang teman. Petrus telah mencela dirinya sendiri atas per-
buatannya, dan oleh sebab itu Kristus pun tidak mencela dia,
atau menyinggung perbuatannya itu langsung, namun hanya
menyiratkannya. Selain itu, sebab Yesus merasa senang de-
ngan ketulusan Petrus, kesalahan itu tidak saja diampuni,
namun juga dilupakan. Malah Kristus menunjukkannya be-
tapa Dia masih tetap mengasihinya seperti sebelumnya. Dalam
hal ini Yesus telah memberi kita suatu contoh yang me-
nguatkan kita mengenai kelemahlembutan-Nya terhadap para
petobat. Dengan demikian juga Ia telah mengajar kita, supaya
kita pun memulihkan mereka yang jatuh dengan roh kelemah-
lembutan.
2. Apa yang dibicarakan. Ada satu pertanyaan sama diajukan se-
banyak tiga kali, jawaban yang sama diberikan sebanyak tiga
kali, dan balasan yang sama diberikan tiga kali, dengan sedikit
sekali perubahan, namun demikian itu bukan merupakan
pengulangan yang sia-sia. Hal yang sama diulangi oleh Juru-
selamat kita. Dia mengatakannya untuk lebih menggugah hati
Petrus, dan juga para murid lain yang hadir. Hal ini di-
ulangi oleh penulis Injil, saat ia menuliskannya, untuk lebih
menggugah hati kita, dan semua orang yang membacanya.
(1) Tiga kali Kristus bertanya kepada Petrus apakah dia me-
ngasihi-Nya atau tidak. Pada mulanya, pertanyaannya ada-
lah, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku
lebih dari pada mereka ini?”
Perhatikanlah:
[1] Bagaimana Yesus memanggil Petrus: “Simon, anak Yo-
hanes.” Yesus berbicara kepada Petrus dengan menye-
but namanya, untuk lebih menggugah hatinya, seperti
yang ada dalam Lukas 22:31: “Simon, Simon.” Ye-
sus tidak memanggilnya Kefas, atau Petrus, nama yang
telah diberikan Yesus kepadanya (sebab ia telah kehi-
langan keyakinannya akan kekuatan dan keteguhan-
nya, sebagaimana ditunjukkan oleh nama-nama terse-
but), namun dengan nama aslinya, yaitu Simon. Namun
demikian, Dia tidak berbicara kepada Petrus dengan
perkataan yang kasar, tidak menyebutnya dengan nama
panggilan yang lain, meskipun dia layak untuk itu. Se-
baliknya Yesus memanggilnya seperti saat Dia menye-
butnya berbahagia, Simon bin Yunus (Mat. 16:17). Yesus
memanggilnya anak Yunus (atau Yohanes atau Yo-
hanan), untuk mengingatkan dia tentang asal usulnya,
tentang buruknya asal usulnya itu, dan betapa ia se-
sungguhnya tidak layak atas kehormatan yang telah
diterimanya.
[2] Bagaimana Yesus bertanya dengan sungguh-sungguh
kepada Petrus: “Apakah engkau mengasihi Aku lebih
dari pada mereka ini?”
Pertama, “Apakah engkau mengasihi Aku?” Jika kita
hendak menguji apakah kita memang yaitu murid
Kristus, ini harus kita pertanyakan, apakah kita menga-
sihi-Nya? Namun ada alasan khusus mengapa Kristus
mengajukan pertanyan yang demikian kepada Petrus.
1. Kejatuhan Petrus telah memunculkan alasan untuk
mempertanyakan kasihnya: “Petrus, Aku mempu-
nyai alasan untuk meragukan kasihmu. sebab jika
engkau mengasihi Aku, engkau tidak akan malu dan
takut untuk mengakui Aku di dalam penderitaan-
Ku. Bagaimana mungkin engkau dapat berkata bah-
wa engkau mengasihi Aku, jika hatimu tidak ada pa-
da-Ku?” Perhatikanlah, kita tidak boleh mengang-
gapnya sebagai suatu hinaan jika ketulusan kita
dipertanyakan saat kita sendiri telah melakukan
sesuatu yang membuat ketulusan kita dapat diper-
tanyakan. Sesudah mengalami kejatuhan yang
mengguncangkan, kita harus berhati-hati untuk
tidak menapak terlalu cepat, supaya jangan sampai
kita menapak di atas dasar yang keliru. Pertanyaan
itu sangat menyentuh. Dia tidak bertanya, “Takut-
kah engkau kepada-Ku? Apakah engkau menghor-
mati Aku? Apakah engkau mengagumi Aku?”, me-
lainkan, “Apakah engkau mengasihi Aku? Buktikan-
lah itu, dan pelanggaranmu itu akan lalu, dan tidak
akan pernah dibicarakan lagi.” Petrus telah meng-
akui dirinya sendiri sebagai seorang petobat, me-
nunjukkan air matanya, dan menyatakan kembali-
nya kepada kumpulan para murid. Sekarang ia ber-
ada dalam masa percobaannya sebagai seorang peto-
bat. Namun pertanyaan yang diterimanya bukanlah,
“Simon, berapa banyak engkau telah menangis? Be-
rapa lama engkau telah berpuasa, dan jiwamu mera-
na?”, melainkan, “Apakah engkau mengasihi Aku?”
Inilah yang akan membuat pernyataan tobat yang
lain dapat diterima. Hal yang paling diperhatikan
oleh Kristus dalam diri para petobat yaitu bagai-
mana mereka memandang Dia dalam pertobatan
mereka. Dosanya yang banyak itu telah diampuni,
bukan sebab ia banyak menangis, namun sebab ia
telah banyak berbuat kasih [Luk. 7:47 – pen.].
2. Tugas Petrus menyediakan kesempatan bagi dia un-
tuk membuktikan pengamalan kasihnya. Sebelum
Kristus mempercayakan domba-domba-Nya di bawah
penjagaan Petrus, Dia bertanya kepadanya, “Apakah
engkau mengasihi Aku?” Kristus sedemikian mem-
perhatikan umat-Nya sehingga Dia tidak akan mem-
percayakan mereka kepada siapa pun kecuali ke-
pada orang yang mengasihi Dia. Orang yang menga-
sihi Dia akan mengasihi juga segala milik-Nya demi
Dia. Mereka yang tidak sungguh-sungguh mengasihi
Kristus tidak akan pernah sungguh-sungguh menga-
sihi jiwa-jiwa manusia. Dengan sendirinya mereka
tidak akan mempedulikan keadaan jiwa-jiwa itu se-
bagaimana seharusnya. Seorang pelayan tidak akan
mengasihi pekerjaannya jika ia tidak mengasihi
Tuannya. Tidak ada yang lain kecuali kasih Kristus
yang akan membuat para pelayan berangkat dengan
sukacita, melewati segala kesukaran dan rintangan
yang mereka jumpai dalam pekerjaan mereka (2Kor.
5:13-14). Kasih ini akan membuat pekerjaan mereka
terasa mudah, dan membuat mereka sungguh-
sungguh bertekad dalam mengerjakannya.
Kedua, “Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari
pada mereka ini?” pleion toutōn.
1. “Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada eng-
kau mengasihi mereka ini, lebih daripada engkau
mengasihi orang-orang ini? Apakah engkau menga-
sihi Aku lebih daripada kasihmu kepada Yakobus
atau Yohanes, sahabat-sahabat dekatmu, atau An-
dreas, rekan dan saudaramu sendiri?” Mereka yang
tidak mengasihi Kristus dengan benar yaitu mere-
ka yang tidak mengasihi-Nya lebih dari sahabat baik
mereka di dunia ini. Mereka akan menunjukkan ini
saat Kristus diperhadapkan dengan sahabat mere-
ka itu. Atau, “lebih dari pada barang-barang ini,
perahu dan jala ini – lebih dari semua kenikmatan
yang diperoleh saat menjala ikan, yang bagi bebe-
rapa orang menjadi suatu kesenangan – lebih dari
perolehan hasil pancingan, yang bagi sementara
orang merupakan panggilan hidup mereka.” Mereka
yang sungguh-sungguh mengasihi Kristus yaitu
yang mengasihi Dia lebih daripada segala kesenang-
an jasmani dan segala keuntungan dunia ini. “Apa-
kah engkau mengasihi Aku lebih dari engkau menga-
sihi semua pekerjaan yang sedang engkau kerjakan
ini? Jika demikian, tinggalkanlah semuanya itu, un-
tuk bekerja sepenuhnya untuk memelihara umat-
Ku.” Demikian menurut Dr. Whitby.
2. “Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mere-
ka mengasihi Aku, lebih daripada kasih murid-murid
yang lain ini kepada-Ku?” Dengan demikian, perta-
nyaan ini dimaksudkan untuk mengecam
Petrus atas bualannya yang congkak, Biarpun mere-
ka semua akan menyangkal Engkau, aku tidak.
“Masihkah engkau berpikir demikian?” Atau, untuk
menyatakan kepadanya bahwa sekarang ia memiliki
alasan yang lebih untuk mengasihi-Nya daripada
alasan yang dimiliki murid-murid yang lain, sebab
dia menerima lebih banyak pengampunan daripada
yang lainnya, sebab dosanya menyangkal Kristus
lebih besar daripada dosa mereka sebab meninggal-
kan Dia. Siapakah di antara mereka yang akan terle-
bih mengasihi dia? (Luk. 7:42). Perhatikanlah, kita
semua harus belajar untuk menjadi lebih unggul da-
lam kasih kita kepada Kristus. Berusaha untuk
menjadi yang terbaik dalam mengasihi Kristus tidak-
lah menimbulkan perselisihan. Ini juga bukanlah
suatu perilaku yang tidak sopan.
Ketiga, yang kedua dan ketiga kalinya Kristus meng-
ajukan pertanyaan ini,
1. Dia tidak menyertakan perbandingan lebih dari pada
mereka ini, sebab Petrus, dalam jawabannya, de-
ngan rendah hati tidak menyertakannya, tidak mau
membandingkan dirinya dengan saudara-saudara-
nya, tidak mau menonjolkan dirinya di hadapan me-
reka. Meskipun kita tidak dapat mengatakan, kita
mengasihi Kristus lebih daripada orang lain, namun
kita akan diterima jika kita dapat berkata, kita sung-
guh mengasihi-Nya.
2. Pada akhirnya Dia mengubah kata yang digunakan-
Nya, sebagaimana pada naskah aslinya. Dalam dua
pertanyaan yang pertama, kata aslinya yaitu
Agapas me – “Apakah engkau memiliki rasa kasih sa-
yang bagi-Ku?” Petrus menjawab dengan mengguna-
kan kata yang lain, lebih tegas, Philō se – “Aku me-
ngasihi Engkau dengan sungguh-sungguh.” Saat
mengajukan pertanyaan untuk terakhir kalinya,
Kristus menggunakan kata ini , “Dan apakah
engkau sungguh mengasihi Aku dengan sangat?”
(2) Tiga kali Petrus memberi jawaban yang sama kepada
Kristus: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi
Engkau.”
Perhatikanlah:
[1] Petrus tidak berpura-pura mengasihi Kristus lebih dari-
pada murid-murid yang lain. Sekarang dia merasa
malu dengan perkataan gegabah yang diucapkannya,
“Biarpun mereka semua akan menyangkal Engkau, aku
tidak.” Dia mempunyai alasan untuk malu sebab nya.
Perhatikan, meskipun kita harus berusaha untuk men-
jadi lebih baik daripada yang lain, kita harus dengan
rendah hati menganggap yang lain lebih utama dari
pada diri kita sendiri, sebab kita mengetahui lebih
banyak kejahatan dari kita sendiri daripada kejahatan
saudara-saudara kita.
[2] Namun demikian Petrus mengakui lagi dan lagi bahwa
ia mengasihi Kristus: “Benar Tuhan, tentu aku menga-
sihi Engkau. Aku tidak layak hidup jika aku tidak
mengasihi Engkau.” Petrus memiliki penghargaan dan
penilaian yang tinggi akan Dia, suatu perasaan berte-
rima kasih atas kebaikan-Nya, dan sepenuhnya meng-
abdikan diri demi kemuliaan dan kepentingan-Nya.
Kerinduannya tertuju kepada Dia, tanpa-Nya dia akan
hancur. Sukacitanya ada di dalam Dia, di dalam-Nya
dia akan menjadi girang tidak terkira. Ini sama saja de-
ngan pengakuan akan pertobatan atas dosanya, sebab
menghina seseorang yang kita kasihi merupakan suatu
hal yang mendukakan kita. Ini juga menjadi suatu janji
untuk terus mengikuti Dia di masa mendatang, “Tuhan,
aku mengasihi Engkau, dan tidak akan meninggalkan
Engkau.” Kristus berdoa supaya imannya jangan gugur
(Luk. 22:32), dan sebab imannya tidak gugur, kasih-
nya juga tidak, sebab iman bekerja melalui kasih.
Petrus telah kehilangan haknya untuk menyatakan
bahwa dia punya hubungan dengan Kristus. Sekarang
ia akan diakui kembali, oleh sebab pertobatannya.
Kristus menguji Petrus dalam hal ini, “Apakah engkau
mengasihi Aku?” Dan Petrus menjawab masalah ini,
“Tuhan, Aku mengasihi Engkau.” Perhatikanlah, mereka
yang sungguh-sungguh dapat berkata, melalui anuge-
rah, bahwa mereka mengasihi Yesus Kristus, dapat
memperoleh penghiburan atas bagian yang mereka
miliki di dalam Dia, meskipun mereka memiliki kele-
mahan dalam tindakan mereka sehari-hari.
[3] Petrus meminta kepada Kristus sendiri untuk membuk-
tikannya: “Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.”
Dan ketiga kalinya bahkan lebih tegas: “Engkau tahu
segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi
Engkau.” Petrus tidak meyakinkan rekan-rekannya se-
sama murid untuk bersaksi bagi dia – sebab mungkin
saja mereka terperdaya olehnya. Dia juga tidak berpikir
bahwa kata-katanya akan dipercaya, sebab kepercaya-
an itu sudah hilang. Namun, Petrus mengundang Yesus
sendiri untuk bersaksi, sebab ,
Pertama, Petrus yakin bahwa Kristus tahu segala se-
suatu, dan khususnya Dia mengetahui isi hati, dan Dia
sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati
kita (16:30).
Kedua, Petrus merasa puas dengan kenyataan bah-
wa Kristus yang mengetahui segala sesuatu, mengeta-
hui ketulusan kasihnya kepada-Nya, dan dia siap untuk
membuktikan kasihnya itu dengan perkenanan-Nya.
Bagi orang munafik, pikiran bahwa Kristus mengetahui
segala sesuatu merupakan suatu hal yang mengerikan,
sebab kemahatahuan ilahi akan menjadi saksi yang
melawan dia. Namun bagi seorang Kristen yang tulus,
merupakan suatu penghiburan bahwa ia dapat membe-
la diri: Saksiku ada di sorga, Yang memberi kesaksian
bagiku ada di tempat yang tinggi. Kristus mengenal kita
lebih baik daripada kita mengenal diri kita sendiri.
Meskipun kita tidak mengetahui kejujuran kita sendiri,
Dia mengetahuinya.
[4] Maka sedih hati Petrus saat Kristus bertanya kepada-
nya untuk ketiga kalinya, “Apakah engkau mengasihi
Aku?” (ay. 17)
Pertama, sebab hal itu mengingatkan dirinya akan
penyangkalannya sebanyak tiga kali terhadap Kristus,
dan dengan jelas dia dinubuatkan akan berbuat demi-
kian. Lalu menangislah ia tersedu-sedu [KJV: saat me-
renungkan hal itu menangislah ia – pen.] Setiap ingatan
akan dosa yang telah lalu, bahkan dosa yang telah di-
ampuni, membangkitkan kesedihan seorang petobat
yang sejati. Engkau akan merasa malu, waktu Aku
mengadakan pendamaian bagimu.
Kedua, sebab hal itu membuat Petrus takut kalau-
kalau Gurunya menubuatkan kesalahannya yang beri-
kut, yang akan berlawanan dengan pengakuan kasih-
nya kepada Yesus, seperti yang dilakukannya sebelum-
nya dan disangkalinya. “Tentu,” pikir Petrus, “Guruku
tidak akan membuat aku merasa sedemikian tersiksa
jika Dia tidak melihat adanya alasan untuk itu. Apa
jadinya aku jika aku dicobai lagi?” Kesedihan yang saleh
menghasilkan kehati-hatian dan rasa takut (2Kor. 7:11).
(3) Tiga kali Kristus memercayakan pemeliharaan umat-Nya
kepada Petrus: Gembalakanlah domba-domba-Ku, gembala-
kanlah domba-domba-Ku, gembalakanlah domba-domba-Ku.
[1] Yang dipercayakan Kristus kepada pemeliharaan Petrus
yaitu anak-anak domba dan domba-dombanya. Gereja
Kristus yaitu domba-domba-Nya, yang diperoleh-Nya
dengan darah-Nya sendiri (Kis. 20:28), dan Dia yaitu
Gembala Agung atas domba-domba-Nya itu. Di dalam
kawanan domba ini, beberapa di antaranya yaitu anak
domba, yang masih muda, rapuh dan lemah, dan yang
lainnya yaitu domba-domba yang sudah bertumbuh
cukup kuat dan dewasa. Sang Gembala memelihara ke-
duanya, yang pertama-tama yaitu anak-anak domba,
sebab setiap kali secara khusus Dia menunjukkan
sikap lemah lembut kepada mereka. Ia menghimpunkan
anak-anak domba dengan tangan-Nya, dan mereka
dipangku-Nya (Yes. 40:11).
[2] Tugas yang diberikan-Nya kepada Petrus mengenai me-
reka yaitu menggembalakan (Dalam KJV dikatakan,
memelihara, memberi makan – pen.). Kata yang diguna-
kan dalam ayat 15 dan 17 yaitu boske, yang dengan
jelas menyatakan untuk memberi mereka makan. Na-
mun, kata yang digunakan dalam ayat 16 yaitu
poimaine, yang jauh lebih menyatakan tindakan me-
ngerjakan semua tugas seorang gembala bagi mereka:
“Berilah anak-anak domba makanan yang sesuai bagi
mereka, dan berilah juga domba-domba makanan yang
cocok. Carilah dan beri makan domba-domba yang
hilang dari umat Israel, dan juga domba-domba lain,
yang bukan dari kandang ini.” Perhatikan, merupakan
tugas semua pelayan Kristus untuk memberi makan
domba-domba dan anak-anak domba-Nya. Berilah me-
reka makan, artinya, ajarlah mereka, sebab ajaran Injil
yaitu makanan rohani. Berilah mereka makan, artinya,
“Bimbinglah mereka ke padang rumput yang hijau,
pimpin mereka dalam ibadah-ibadah jemaat, dan jalan-
kan semua ketetapan ibadah bagi mereka. Gembalakan
mereka secara pribadi sesuai dengan keadaan dan ma-
salah mereka masing-masing. Bukan sekadar meletak-
kan makanan di hadapan mereka, namun menyuapi me-
reka dengan makanan ini , baik mereka yang mau
maupun yang tidak mau, atau yang lemah dan tidak
Injil Yohanes 21:15-19
1455
dapat makan sendiri.” Tatkala Kristus naik ke tempat
tinggi, Dia mengangkat gembala-gembala, menitipkan
umat-Nya kepada orang-orang yang mengasihi Dia, dan
yang mau memelihara mereka demi Dia.
[3] namun mengapa Dia memberi tugas ini secara khu-
sus kepada Petrus? Menurut sebagian orang, Kristus
berencana untuk memberi nya kepada Petrus, dan
kemudian kepada para penerusnya, suatu pemerintah-
an dan kekuasaan mutlak atas seluruh gereja Kristen
seolah-olah tugas untuk melayani domba-domba mem-
beri mereka kuasa untuk menjadi tuan atas domba-
domba ini , melebihi semua gembala. Namun, su-
dah jelas bahwa Petrus sendiri tidak pernah mengakui
kekuasaan yang demikian, dan para murid yang lain
juga tidak mengakui bahwa dia memiliki kekuasaan
yang demikian. Dengan cara yang licik, tugas yang dibe-
rikan kepada Petrus untuk memberitakan Injil ini dipa-
kai untuk membantu mengambil alih kekuasaan secara
tidak resmi oleh para penerusnya yang palsu, yang
mengecoh domba-domba itu, dan bukannya memberi
mereka makan, namun justru melahap mereka. namun
penunjukkan secara khusus kepada Petrus di sini ber-
tujuan,
Pertama, untuk memulihkan Petrus kepada jabatan
kerasulannya, sesudah ia bertobat dari penyangkalan
sumpahnya atas jabatan ini , dan untuk memper-
barui amanat yang diterimanya, baik untuk meyakin-
kan dirinya sendiri, maupun untuk meyakinkan sauda-
ra-saudaranya. Sebuah amanat yang diberikan kepada
seseorang yang terbukti bersalah atas suatu kejahatan
mestinya menjadi suatu pengampunan. Tidak ragu lagi,
amanat yang diberikan kepada Petrus yaitu suatu
bukti bahwa Kristus berdamai dengan Petrus, jika tidak
Dia tidak akan pernah menaruh kepercayaan yang se-
demikian besar kepadanya. Mengenai beberapa orang
yang pernah menipu kita, kita berkata, “Meskipun kita
memaafkan mereka, kita tidak akan pernah memercayai
mereka lagi,” namun Kristus, saat Dia mengampuni
Petrus, memercayakan kepadanya harta paling berharga
yang dimiliki-Nya di muka bumi.
Kedua, hal itu dirancangkan untuk memulihkan Pe-
trus agar ia melaksanakan tugasnya sebagai seorang
rasul dengan tekun. Petrus yaitu orang yang berjiwa
berani dan sangat bersemangat, selalu tampil berbicara
dan bertindak, dan supaya jangan sampai ia tergoda
untuk memerintah gembala-gembala, dia diberi tugas
untuk memberi makan domba-domba, sebagaimana ia
sendiri menugasi semua penatua untuk berbuat demiki-
an, dan untuk tidak memerintah atas mereka yang di-
percayakan kepadanya (1Ptr. 5:2-3). Jika ia hendak me-
lakukannya, biarlah ia melakukannya, dan tidak lagi
berpura-pura.
Ketiga, apa yang Kristus katakan kepada Petrus, di-
katakan-Nya kepada seluruh murid-murid-Nya. Dia
memberi tugas kepada mereka semua, tidak hanya
untuk menjadi penjala manusia (meskipun itu dikata-
kan kepada Petrus, seperti dalam Lukas 5:10), yaitu un-
tuk mempertobatkan para pendosa, namun juga untuk
menjadi penggembala kawanan domba, yaitu dengan
mendidik orang-orang kudus.
II. Kristus, yang telah menetapkan Petrus dengan pekerjaannya, ke-
mudian menunjukkan penderitaan yang harus dialaminya. Sete-
lah menegaskan kepada Petrus akan kehormatan seorang rasul
yang nanti diterimanya, sekarang Dia memberitahukan kepada-
nya kehormatan yang lebih tinggi yang dirancang bagi dia, yakni
kehormatan untuk menjadi seorang martir.
Perhatikan:
1. Bagaimana kematiannya sebagai martir dinubuatkan (ay. 18):
Engkau akan mengulurkan tanganmu, dipaksa untuk melaku-
kannya, dan orang lain akan mengikat engkau (sebagai seorang
tawanan yang dipasung) dan membawa engkau ke tempat yang
pada dasarnya tidak kaukehendaki.
(1) Yesus mengawali nubuatan-Nya kepada Petrus mengenai
penderitaannya itu dengan suatu pernyataan yang sung-
guh-sungguh, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya. Hal
itu tidak dikatakan sebagai suatu kemungkinan, yang
mungkin akan terjadi, namun sebagai sesuatu yang pasti,
Aku berkata kepadamu. “Mungkin orang lain akan berkata
kepadamu, seperti yang engkau katakan kepada-Ku, Hal
itu sekali-kali takkan menimpa Engkau, namun Aku berkata
bahwa itu akan terjadi.” Sebagaimana Kristus mengetahui
penderitaan-Nya sendiri yang akan datang, demikian juga
Dia mengetahui penderitaan semua pengikut-Nya di masa
mendatang. Walaupun tidak secara khusus, sebagaimana
yang dilakukan-Nya kepada Petrus, namun secara umum
Ia memberitahukan bahwa mereka harus memikul salib
mereka. sesudah memberi tugas kepada Petrus untuk
menggembalakan domba-domba-Nya, Dia meminta Petrus
untuk tidak mengharapkan kemudahan dan kehormatan di
dalam mengerjakan tugasnya itu, namun malah sebaliknya,
bersiap untuk menerima kesukaran dan penganiayaan, dan
untuk menderita sebab melakukan hal-hal yang baik.
(2) Yesus secara khusus memberitahukan bahwa Petrus akan
mati secara mengenaskan, melalui tangan seorang algojo.
Menurut beberapa orang, tangannya yang terentang meru-
juk pada cara kematiannya dengan disalibkan, dan menu-
rut tradisi kuno, jika kita dapat mengandalkan cerita itu,
Petrus disalibkan di Roma di bawah pemerintahan Nero
pada tahun 68 Masehi, atau menurut sumber lain, tahun
79 Masehi. Yang lainnya menganggap bahwa pernyataan
itu merujuk pada ikatan dan pemenjaraan yang diperberat
dengan hukuman mati. Khidmat dan suramnya hukuman
mati menambah seramnya maut, dan bagi semua mata
yang melihat, hal itu tampak semakin mengerikan. Kemati-
an, dalam bentuk yang kejam ini, telah sering menjadi na-
sib para pengikut Kristus yang setia. Namun demikian,
mereka semua telah mengalahkannya oleh darah Anak
Domba. Nubuatan ini, meskipun terutama merujuk pada
kematiannya, akan digenapi pada penderitaan yang akan
dialami Petrus sebelumnya. Hal itu mulai digenapi dalam
waktu dekat, saat Petrus dipenjara (Kis 6:3; 5:18; 12:4).
Tidak ada hal lain lagi yang tersirat dalam pernyataan bah-
wa ia akan dibawa ke mana ia tidak ingin pergi, selain dari-
pada bahwa kematian yang sukarlah yang harus ditang-
gungnya, suatu kematian yang bahkan orang yang tidak
bersalah pun tidak dapat memikirkannya tanpa merasa
ngeri, atau berurusan dengannya tanpa merasa enggan.
Siapa pun yang mengenakan Kekristenan tidak menanggal-
kan sisi kemanusiaannya. Kristus sendiri berdoa agar ca-
wan yang pahit itu lalu dari-Nya. Suatu keengganan secara
alami terhadap penderitaan dan kematian dapat diatasi de-
ngan penundukan diri yang kudus terhadap kehendak
Allah dalam kedua hal ini . Berbahagialah Paulus,
meskipun ia rindu agar bebannya diangkat, ia mengakui
bahwa dirinya tidak dapat berharap untuk menanggalkan
pakaian yang lama (2Kor. 5:4).
(3) Yesus membandingkan hal ini dengan kebebasan Petrus
yang terdahulu. “Pada waktunya saat engkau tidak me-
ngenal segala kesukaran ini, engkau mengikat pinggangmu
sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki.”
saat masalah datang, kita cenderung memperburuknya
dengan berharap bahwa yang sebaliknyalah yang terjadi.
Kita menjadi bertambah marah sebab derita tekanan, sa-
kit penyakit dan kemiskinan, sebab kita pernah mengecap
manisnya kebebasan, kesehatan, dan kecukupan (Ayb.
29:2; Mzm. 42:5). Namun kita dapat mengambil langkah
yang lain, dan berpikir dengan akal sehat kita: “Berapa ta-
hun lamanya kemakmuran yang telah kunikmati, lebih dari
yang pantas kuterima dan kumanfaatkan? Dan sesudah
menerima hal-hal yang baik, tidakkah aku semestinya juga
menerima apa yang buruk?”
Perhatikanlah:
[1] Betapa besar suatu perubahan dapat terjadi pada diri
kita, mengenai keadaan kita di dunia ini! Mereka yang
telah mengikat pinggang mereka dengan kekuatan dan
kemuliaan, dan memuaskan diri mereka dalam kebebas-
an, atau mungkin kecerobohan, dapat diturunkan ke
dalam pencobaan yang sedemikian rupa dan sangat
berlawanan dengan semua itu (1Sam. 2:5).
[2] Betapa hebat perubahan yang akan segera terjadi pada
mereka yang meninggalkan segalanya untuk mengikut
Kristus! Mereka tidak boleh lagi mengikat pinggang me-
reka sendiri, namun Kristuslah yang mengikat pinggang
mereka. Dan mereka tidak boleh lagi berjalan ke mana
mereka hendak pergi, namun ke mana Dia hendak
pergi.
[3] Betapa besar perubahan yang akan terjadi pada kita
jika kita terus hidup sampai tua! Orang-orang yang
saat muda memiliki kekuatan badaniah dan pikiran
yang cemerlang, mampu mengerjakan tugas dan meng-
atasi kesukaran dengan mudah, serta menikmati kese-
nangan yang mereka kehendaki. Saat mereka mulai tua,
akan mendapati bahwa kekuatan mereka telah lenyap,
seperti Simson, saat rambutnya dicukur dan dia tidak
dapat lagi meronta lepas seperti yang sudah-sudah.
(4) Kristus memberi tahu Petrus bahwa dia akan mengalami
semua ini pada masa tuanya.
[1] Meskipun Petrus akan menjadi tua, dan mestinya se-
cara alamiah tidak akan hidup lebih lama lagi, namun
musuh-musuhnya akan menghalaunya keluar lebih
cepat dari dunia secara kejam saat ia hendak meng-
akhiri masa tugasnya dalam damai. Mereka akan me-
madamkan lilinnya saat lilin itu sudah hampir terba-
kar habis (2Taw. 36:17).
[2] Allah akan melindungi Petrus dari amukan musuhnya
sampai dia menjadi tua, supaya ia lebih siap untuk
mengalami penderitaan, dan supaya gereja dapat me-
nikmati pelayanannya lebih lama.
2. Penjelasan mengenai nubuatan ini (ay. 19), Dan hal ini dikata-
kan-Nya kepada Petrus, untuk menyatakan bagaimana Petrus
akan mati dan memuliakan Allah, saat Petrus telah menunai-
kan tugasnya.
Perhatikan:
(1) Tidak saja semua orang ditetapkan untuk mati hanya satu
kali saja, namun kepada setiap orang ditetapkan dengan
cara apa dia akan mati, entah secara alami atau melalui
kekerasan, perlahan-lahan atau cepat, menyakitkan atau
tidak. saat Paulus berbicara tentang kematian yang be-
gitu ngeri, dia menunjukkan bahwa ada tingkatan kemati-
an. Hanya ada satu jalan untuk masuk ke dalam dunia,
namun ada banyak jalan untuk keluar, dan Allah telah me-
nentukan jalan mana yang akan kita lalui.
(2) Sangat penting bagi setiap orang benar untuk memuliakan
Allah di dalam kematiannya, entah dengan cara apa pun ia
mati, sebab apakah tujuan akhir kita selain ini, yaitu mati
untuk Tuhan, sesuai firman Tuhan? saat kita menerima
kematian dengan tabah, tunduk pada kehendak Allah, –
mati dengan sukacita, bersuka di dalam pengharapan akan
kemuliaan Allah, – dan mati dengan tidak percuma, ber-
saksi kepada kebenaran dan kebajikan agama serta me-
nguatkan orang lain, kita memuliakan Allah dalam kemati-
an kita: ini yaitu kerinduan dan pengharapan terbesar
semua orang Kristen yang baik, seperti yang dikatakan
Paulus, bahwa Kristus dimuliakan di dalam mereka, hidup
atau mati (Flp. 1:20).
(3) Bahwa kematian para martir terjadi dengan suatu cara ter-
tentu demi kemuliaan Allah. Kebenaran Allah, yang mereka
bela sehingga menyebabkan kematian mereka, dengan ini
diteguhkan. Anugerah Allah, yang sangat meneguhkan me-
reka di dalam penderitaan mereka, dengan ini ditinggikan.
Dan penghiburan Allah, yang melimpah bagi mereka di
dalam penderitaan mereka, serta janji-janji-Nya, yaitu mata
air penghiburan mereka, dengan ini menopang iman dan
sukacita semua orang kudus. Darah para martir telah men-
jadi benih bagi gereja, dan telah mengubahkan serta mem-
bangun ribuan jiwa. sebab itu berharga di mata TUHAN
kematian semua orang yang dikasihi-Nya, yang memulia-
kan Dia, dan dengan demikian mereka yang membayar
harga untuk memuliakan Dia akan dimuliakan-Nya.
3. Perintah yang diberikan Yesus kepada Petrus kemudian: Sesu-
dah mengatakan demikian, mungkin sesudah memperhatikan
bahwa Petrus tampak tercengang mendengarnya, Ia berkata
kepada Petrus: Ikutlah Aku. Mungkin Ia bangkit dari tempat-
Nya duduk saat sedang makan, berjalan beberapa langkah,
dan mengajak Petrus untuk menyertai-Nya. Perkataan ini,
Ikutlah Aku, merupakan
(1) Suatu peneguhan lebih jauh bahwa Petrus kembali ber-
kenan di hadapan Gurunya, dan mengenai dipulihkannya
Petrus kepada jabatan kerasulannya, sebab pernyataan
Ikutlah Aku merupakan panggilan yang pertama.
(2) Penjelasan mengenai nubuatan akan penderitaannya, yang
mungkin pada mulanya tidak dipahami sepenuhnya oleh
Petrus, sampai Kristus memberinya kunci untuk mema-
haminya, Ikutlah Aku: “Bersiapsedialah untuk diperlaku-
kan sebagaimana Aku diperlakukan, dan untuk melintasi
jalan bergelimang darah yang telah Kulalui sebelum eng-
kau, sebab seorang murid tidaklah lebih tinggi daripada
Tuannya.”
(3) Pernyataan untuk menggugah semangat Petrus, dan mem-
bangun dia di dalam kesetiaan dan ketekunannya dalam
pekerjaannya sebagai seorang rasul. Yesus telah menyuruh
Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya, dan
membiarkan Petrus menempatkan Gurunya di depannya
sebagai suatu teladan dalam tugas penggembalaannya: “La-
kukan sebagaimana yang telah Kulakukan.” Biarkan gem-
bala bawahan belajar untuk meniru Sang Gembala Agung.
Mereka telah mengikuti Kristus saat Dia ada di sini di
muka bumi, dan sekarang saat Dia akan segera meninggal-
kan mereka, Dia terus mengkhotbahkan tugas yang sama
kepada mereka meskipun dalam bentuk yang lain, Ikutlah
Aku. Mereka tetap harus mengikuti aturan yang ditentu-
kan-Nya bagi mereka, dan teladan yang diberikan-Nya ke-
pada mereka. Dan, dorongan yang lebih besar apa lagi yang
dapat mereka peroleh, baik dalam pelayanan maupun pen-
deritaan, selain daripada:
[1] Bahwa mereka sungguh mengikuti-Nya, dan itu yaitu
kehormatan mereka. Siapa yang akan malu mengikuti
seorang pemimpin yang demikian?
[2] Di kemudian hari mereka harus mengikuti-Nya, dan itu
akan menjadi kebahagiaan mereka di masa depan, dan
dengan demikian ini menjadi pengulangan janji yang
diberikan Kristus kepada Petrus (13:36), Kelak engkau
akan mengikuti Aku. Mereka yang mengikuti Kristus de-
ngan setia dalam anugerah tentu akan mengikuti Dia
sampai kepada kemuliaan.
Pembicaraan Kristus dengan Petrus;
Kesimpulan Injil Yohanes
(21:20-25)
20 saat Petrus berpaling, ia melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus se-
dang mengikuti mereka, yaitu murid yang pada waktu mereka sedang makan
bersama duduk dekat Yesus dan yang berkata: “Tuhan, siapakah dia yang
akan menyerahkan Engkau?” 21 saat Petrus melihat murid itu, ia berkata
kepada Yesus: “Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?” 22 Jawab
Yesus: “Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku da-
tang, itu bukan urusanmu. namun engkau: ikutlah Aku.” 23 Maka tersebarlah
kabar di antara saudara-saudara itu, bahwa murid itu tidak akan mati.
namun Yesus tidak mengatakan kepada Petrus, bahwa murid itu tidak akan
mati, melainkan: “Jikalau Aku menghendaki supaya ia tinggal hidup sampai
Aku datang, itu bukan urusanmu.” 24 Dialah murid, yang memberi kesaksian
tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa
kesaksiannya itu benar. 25 Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh
Yesus, namun jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka
agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.
Dalam ayat-ayat di atas kita mendapati,
I. Percakapan Kristus dengan Petrus mengenai Yohanes, murid yang
dikasihi Yesus, yakni,
1. Bagaimana Petrus memandang Yohanes (ay. 20): Petrus, da-
lam ketaatannya pada perintah Gurunya, mengikuti-Nya. Ke-
mudian ia berpaling, merasa senang dengan penghargaan yang
sekarang diberikan Gurunya kepadanya, dan melihat bahwa
murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka juga.
Perhatikanlah:
(1) Bagaimana Yohanes digambarkan. Dia tidak menyebutkan
namanya sendiri, seperti menganggap bahwa namanya sen-
diri tidak layak untuk ditulis dalam catatan ini. Namun ia
memberi gambaran yang sedemikian rupa sehingga
cukup untuk membuat kita mengerti siapa yang dimaksud-
kannya. Selain itu, ia memberi kita alasan mengapa ia
mengikuti Kristus sedemikian dekat. Dia yaitu murid
yang dikasihi Yesus, yang dikasihi-Nya secara khusus lebih
dari yang lainnya. Jadi, kita tidak dapat menyalahkannya
sebab begitu ingin berada sedekat mungkin dengan Yesus
supaya ia dapat mendengar perkataan-Nya yang penuh
rahmat saat Kristus menghabiskan waktu-Nya yang ber-
harga bersama murid-murid-Nya yang terkasih. Ada ke-
mungkinan bahwa disebutkannya kejadian Yohanes ber-
sandar di dada Yesus dan bertanya mengenai si pengkhia-
nat, yang dilakukannya atas isyarat Petrus (13:24), yang
menjadi alasan mengapa Petrus mengajukan pertanyaan
mengenai dia, untuk membalas kebaikan Yohanes yang
dulu itu. Pada waktu itu Yohanes yang paling dikasihi, ber-
sandar di dada Kristus, dan ia menggunakan kesempatan
itu untuk melakukan sesuatu bagi Petrus. Dan sekarang
saat Petrus menjadi yang paling dikasihi, dipanggil untuk
berjalan bersama Kristus, dia menganggap dirinya sendiri
wajib membalas budi dengan mengajukan suatu pertanya-
an yang demikian bagi Yohanes, yang dianggapnya bisa
mendatangkan kebaikan bagi Yohanes. Kita semua me-
mang selalu ingin tahu tentang hal-hal yang akan datang.
Perhatikan, sebab kita memiliki bagian di dalam takhta
anugerah, kita harus memanfaatkannya demi kepentingan
satu sama lain. Orang-orang yang mendoakan kita harus
kita doakan juga di lain kesempatan. Inilah yang disebut
persekutuan orang-orang kudus.
(2) Apa yang dilakukan Yohanes: dia juga mengikuti Yesus,
yang menunjukkan betapa inginnya Yohanes untuk selalu
bersama dengan Dia. Di mana Dia berada, di situ juga
hamba-Nya ini berada. saat Kristus memanggil Petrus
untuk mengikuti-Nya, tampaknya Dia seolah-olah hendak
berbicara secara pribadi dengan Petrus saja. Namun, ka-
rena kasihnya yang begitu besar kepada gurunya itu, Yoha-
nes lebih suka melakukan sesuatu yang tampak kurang
sopan daripada kehilangan kesempatan untuk mendengar
perkataan Kristus. Apa yang Kristus katakan kepada
Petrus ditangkapnya sebagai apa yang dikatakan kepada
dirinya sendiri. sebab , perintah itu, Ikutlah Aku, diberikan
kepada semua murid. Paling tidak, Yohanes ingin berse-
kutu dengan mereka yang bersekutu dengan Kristus, dan
menyertai mereka yang menyertai-Nya. saat seseorang di-
bawa untuk mengikut Kristus, maka yang lainnya akan
ditarik juga. Tariklah akan daku, maka kamipun akan
mengikut engkau! (Kid. 1:4, TL)
(3) Bagaimana Petrus memperhatikan hal itu: Berpalinglah
Petrus, lalu melihatnya. Ini dapat dimengerti,
[1] Sebagai sikap menyimpang yang keliru, sebab seha-
rusnya dia berfokus secara penuh saat ia mengikuti
Gurunya, dan menunggu untuk mendengar apa yang
dikatakan lebih jauh oleh Kristus kepadanya. Namun,
di saat yang sama dia justru menoleh-noleh untuk meli-
hat siapa yang mengikuti mereka dari belakang. Per-
hatikan, orang yang paling baik pun merasa sulit untuk
melayani Tuhan tanpa gangguan, sulit untuk menjaga
pikiran mereka tetap terpusat pada-Nya sebagaimana
seharusnya saat mereka mengikuti Kristus. namun ,
perhatian yang tidak perlu atau tidak pada saatnya
kepada saudara-saudara kita sering kali mengalihkan
perhatian kita dari persekutuan dengan Allah. Atau,
[2] Sebagai bentuk kepedulian yang patut dipuji, yang di-
berikan kepada rekannya sesama rasul. Petrus tidak
merasa sedemikian tersanjung dengan penghargaan
yang diberikan oleh Gurunya, sebab telah memilih dia
di antara murid-murid yang lainnya, sampai tidak pe-
duli untuk memandang siapa itu yang mengikuti mere-
ka. Tindakan kasih kepada saudara kita harus berjalan
seiring dengan tindakan iman kita di dalam Kristus.
2. Pertanyaan yang diajukan Petrus mengenai Yohanes (ay. 21):
“Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini? Engkau
telah memberi tahu aku tentang tugasku, yaitu menggembala-
kan domba, dan nasibku, yaitu dibawa ke tempat yang tidak
aku kehendaki. Lalu apa yang akan menjadi tugas dan nasib-
nya?” Ini dapat ditafsirkan sebagai,
(1) Suatu perhatian bagi Yohanes, dan perbuatan baik bagi-
nya: “Tuhan, Engkau menunjukkan kebaikan yang sangat
besar bagiku. Di sini ada murid-Mu yang sangat Engkau
kasihi, yang tidak pernah merusak perkenanan-Mu seperti
yang pernah kulakukan. Dia berharap untuk diperhatikan.
Tidakkah Engkau mengatakan sesuatu kepadanya? Tidak-
kah Engkau memberi tahu dia bagaimana dia harus beker-
ja, dan bagaimana dia akan dimuliakan?”
(2) Atau suatu perasaan tidak nyaman akan apa yang telah
dikatakan Kristus kepadanya mengenai penderitaannya:
“Tuhan, haruskah aku sendiri yang akan dibawa ke tempat
yang tidak aku kehendaki? Mestikah aku ditetapkan untuk
menderita, sedangkan orang ini tidak harus ambil bagian
dalam salib?” Memang sulit untuk menerima bahwa kita
mengalami penderitaan dan kesukaran tertentu yang harus
kita hadapi sendiri.
(3) Atau, ini menandakan suatu keingintahuan, dan keinginan
untuk mengetahui hal-hal yang akan datang mengenai
orang lain, sebagaimana mengenai dirinya sendiri. Seperti-
nya, berdasarkan jawaban Kristus, ada sesuatu yang salah
dalam pertanyaan ini. saat Kristus memberi tugas
yang sedemikian berharga kepada Petrus, dan memberi-
tahukan pencobaan yang sedemikian berat, wajar jika
Petrus kemudian berkata, “Tuhan, kalau begitu apa yang
harus kulakukan agar aku tetap setia pada kepercayaan
yang Engkau berikan, dalam pencobaan yang sedemikian
berat? Tuhan, tambahkanlah imanku. Seiring bertambah-
nya usiaku, demikian juga kekuatanku.” Namun bukannya
demikian,
[1] Petrus justru tampak lebih peduli terhadap orang lain
daripada dirinya sendiri. Kita cenderung untuk sibuk
dengan urusan orang lain, namun melalaikan urusan
kita sendiri. Kita malah sibuk menghakimi orang lain,
serta meramalkan apa yang akan mereka kerjakan, saat
kita punya cukup banyak tugas untuk menguji pekerja-
an kita sendiri, dan mengerti jalan hidup kita.
[2] Petrus tampak lebih peduli mengenai peristiwa daripada
tugas. Yohanes lebih muda daripada Petrus, dan secara
alamiah, mestinya ia akan hidup lebih lama dari Petrus:
“Tuhan,” katanya, “kapan ia akan dipanggil untuk me-
nunaikan tugasnya?” Padahal, jika Allah dengan anuge-
rah-Nya memampukan kita untuk bertahan sampai
akhir, dan mengakhirinya dengan baik, serta pergi ke
sorga dengan selamat, kita tidak perlu bertanya, “Bagai-
mana nasib orang-orang yang akan datang sesudah
kita?” Bukankan sudah cukup, asal ada damai dan ke-
amanan seumur hidupku? Nubuatan Kitab Suci harus
dipandang untuk menuntun pengertian kita, bukan un-
tuk memuaskan rasa ingin tahu kita.
3. Jawaban Kristus atas pertanyaan ini (ay. 22), “Jikalau Aku
menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, dan
tidak menderita sebagaimana engkau harus menderita, itu bu-
kan urusanmu. namun engkau: Uruslah tugasmu sendiri, tugas
yang ada sekarang, ikutlah Aku.”
(1) Rupanya di sini ada suatu petunjuk akan rencana Kristus
mengenai Yohanes, dalam dua hal:
[1] Bahwa ia tidak akan mengalami kematian yang kejam,
seperti Petrus, melainkan akan tetap hidup sampai
Kristus sendiri datang untuk menjemputnya melalui ke-
matian yang natural. Para ahli sejarah zaman kuno
yang paling tepercaya memberi tahu kita bahwa Yoha-
nes yaitu satu-satunya di antara kedua belas murid
yang tidak sungguh-sungguh mati sebagai martir. Dia
memang sering berada dalam bahaya, ditawan dan di-
asingkan, namun pada akhirnya ia mati di atas ranjang-
nya, pada usia tua.
Perhatikan:
Pertama, pada saat kita mati, Kristus datang kepada
kita untuk meminta pertanggungjawaban kita, dan kita
harus bersiap-siap akan kedatangan-Nya.
Kedua, meskipun Kristus menetapkan beberapa mu-
rid-Nya untuk bertahan sampai titik darah penghabis-
an, namun tidak semuanya. Meskipun mahkota seorang
martir bercahaya dan mulia, namun murid yang dika-
sihi itu tidak memperolehnya.
[2] Bahwa ia tidak akan mati sampai kedatangan Kristus
untuk menghancurkan Yerusalem. Demikian beberapa
orang menafsirkan tetap tinggalnya Yohanes sampai ke-
datangan Kristus. Semua rasul yang lain mati sebelum
kehancuran ini , namun Yohanes tetap hidup se-
lama bertahun-tahun sesudahnya. Dengan bijaksana,
Allah mengaturnya sedemikian hingga satu dari para
rasul itu harus hidup sedemikian lama untuk menutup
kanon atau hukum perjanjian Baru, yang dilakukan
Yohanes dengan sungguh-sungguh (Why. 22:18), dan
untuk mencegah rencana musuh yang menaburkan ila-
lang bahkan sebelum para hamba jatuh tertidur. Yoha-
nes tetap hidup untuk melawan Ebion, dan Cerinthus,
serta para penyesat yang lain, yang bangkit dengan
ajaran palsu mereka.
(2) Menurut sebagian orang lagi, perkataan Kristus itu hanya-
lah suatu teguran terhadap keingintahuan Petrus, dan per-
nyataan bahwa Yohanes akan tetap tinggal sampai keda-
tangan Kristus yang kedua hanyalah suatu dugaan belaka:
“Mengapa kamu me