Selasa, 07 Januari 2025

yohanes 23


  mengenai orang yang malas, bahwa dia 

tidak akan menangkap buruannya (KJV: dia tidak akan 

memanggang apa yang dia dapat dari pergi berburu – 

pen.). Dia tidak akan merasa sanggup untuk menguliti 

hasil buruan yang dengan susah payah dia dapatkan 

(Ams. 12:27). Namun dengan ini Kristus hendak meng-

ajar kita untuk memanfaatkan apa yang kita miliki. 

[2] Dia ingin supaya mereka merasakan karunia-karunia 

dari rahmat-Nya yang ajaib, supaya mereka dapat men-

jadi saksi-saksi bagi kuasa maupun kebaikan-Nya. 

Manfaat-manfaat yang Kristus limpahkan kepada kita 

bukanlah untuk dikubur dan disimpan, melainkan un-

tuk dikeluarkan dan digunakan. 

[3] Dia ingin memberi  sebuah contoh jamuan rohani 

yang disediakan-Nya bagi semua orang percaya. Dalam 

contoh di sini, jamuan itu sungguh lepas dan akrab, 

yaitu Dia makan bersama-sama dengan mereka, dan me-

reka bersama-sama dengan Dia. Kemurahan hati mere-

ka menyenangkan hati-Nya, dan penghiburan-Nya me-

nyenangkan hati mereka. Apa yang Dia kerjakan di da-

lam mereka diterima-Nya dari mereka. 

[4] Pelayan-pelayan Tuhan, yang yaitu  penjala-penjala 

manusia, harus membawa semua yang mereka tangkap 

kepada Tuan mereka, sebab  keberhasilan mereka ter-

gantung pada-Nya. 

(2) Kepatuhan mereka pada perintah ini (ay. 11). Dikatakan 

(ay. 6), mereka tidak dapat menariknya lagi sebab  banyak-

nya ikan, artinya mereka merasa kesulitan, sebab  itu 

melebihi kemampuan mereka. Namun Dia yang memerin-

tahkan mereka untuk membawanya ke pantai telah mem-

buatnya menjadi mudah. Tanpa pengaruh lebih lanjut dari 

anugerah ilahi, para penjala manusia itu, saat  telah me-

nangkap jiwa-jiwa di dalam jala Injil, tidak dapat membawa 

jiwa-jiwa itu ke pantai, serta tidak dapat meneruskan dan 

menyelesaikan pekerjaan baik yang telah mereka mulai. 

Dialah yang menolong kita untuk menangkap jiwa-jiwa, 

dan yang tanpa pertolongan-Nya kita tidak akan dapat me-

nangkap satu jiwa pun. Lalu, jika Dia tidak menolong kita 

untuk mempertahankan mereka dan membawa mereka ke 

darat, yaitu membangun mereka di atas dasar iman mereka 

yang paling suci, maka akhirnya kita akan kehilangan me-

reka (1Kor. 3:7).  

Perhatikanlah: 

[1] Siapa yang paling giat dalam membawa ikan-ikan ke 

darat: yaitu Petrus, yang, seperti dalam contoh sebe-

lumnya (ay. 7), telah menunjukkan kasih yang lebih 

bersemangat kepada diri Tuannya daripada murid-mu-

rid lainnya, begitu juga di sini dia menunjukkan bahwa 

dia lebih siap untuk menaati perintah Tuannya. Namun 

semua yang setia maju dengan cara yang tidak sama. 

[2] Jumlah ikan yang mereka tangkap. Mereka ingin tahu 

jumlah ikan-ikan itu dan menghitungnya, mungkin de-

ngan tujuan untuk menentukan bagian masing-masing. 

Jumlah seluruhnya yaitu  seratus lima puluh tiga ekor, 

dan semuanya ikan-ikan besar. Ini jauh lebih banyak 

daripada yang mereka butuhkan untuk persediaan me-

reka saat itu, namun mereka dapat menjualnya, dan 

uangnya dapat dipakai untuk urusan mereka di Yeru-

salem, sebab  tidak lama lagi mereka harus segera kem-

bali ke sana. 

[3] Tindakan kepedulian Kristus kepada mereka lebih lan-

jut, yang lebih menambah mujizat dan belas kasihan-

Nya itu: Sungguhpun sebanyak itu, dan penuh ikan-ikan 

besar, jala itu tidak koyak, sehingga mereka tidak kehi-

langan seekor ikan pun, ataupun merusakkan jala me-

reka. Dikatakan dalam Lukas 5:6 [dalam kesempatan 

lain – pen.] Jala mereka mulai koyak. Mungkin juga jala 

ini yaitu  jala pinjaman, sebab  mereka sudah lama 

meninggalkan jala mereka sendiri, dan jika demikian, 

Kristus hendak mengajar kita untuk memelihara barang 

yang kita pinjam, seakan itu yaitu  milik kita sendiri. 

Baguslah jika jala mereka tidak koyak, sebab  saat itu 

mereka tidak memiliki waktu luang untuk memperbaiki 

jala-jala mereka seperti dulu. Jala Injil sudah menang-

kap banyak orang, tiga ribu orang dalam satu hari, na-

mun tidak menjadi koyak, masih tetap berkuasa untuk 

membawa jiwa-jiwa kepada Allah. 

3. Kristus mengundang mereka untuk makan. sebab  Ia melihat 

mereka menjaga jarak dan tidak ada di antara murid-murid itu 

yang berani bertanya kepada-Nya: “Siapakah Engkau?” sebab 

mereka tahu, bahwa Ia yaitu  Tuhan, Ia memanggil mereka 

dengan sangat akrab, “Marilah dan sarapanlah.” 

(1) Lihatlah di sini betapa bebasnya Kristus dengan murid-mu-

rid-Nya. Dia memperlakukan mereka sebagai teman. Dia 

tidak berkata, “Marilah dan tunggulah,” atau “Marilah dan 

layanilah Aku,” melainkan Marilah dan sarapanlah. Bukan 

“Pergilah sarapan sendiri,” sebagaimana seharusnya para 

hamba, melainkan, Marilah dan sarapanlah dengan-Ku. 

Ajakan yang baik hati ini secara tidak langsung bisa meng-

gambarkan, 

[1] Panggilan yang Kristus berikan kepada murid-murid-

Nya untuk masuk ke dalam persekutuan dalam anuge-

rah dengan-Nya di sini. Segala sesuatu sudah siap; 

Marilah dan sarapanlah. Kristus yaitu  sebuah perja-

muan makan; marilah dan makanlah Dia, daging-Nya 

yaitu  benar-benar makanan dan darah-Nya yaitu  

benar-benar minuman. Kristus yaitu  seorang sahabat; 

marilah dan makanlah bersama dengan Dia, Dia akan 

menyambutmu (Kid. 5:1). 

[2] Panggilan yang akan Dia berikan untuk masuk ke da-

lam sukacita-Nya, dalam kemuliaan yang akan datang. 

Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku; Marilah dan 

duduklah makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak 

dan Yakub. Kristus memiliki segala yang diperlukan un-

tuk menjamu semua sahabat-sahabat-Nya dan peng-

ikut-pengikut-Nya. Ada cukup tempat dan persediaan 

untuk mereka semua. 

(2) Lihatlah betapa hormatnya murid-murid di hadapan Kris-

tus. Mereka agak malu menggunakan kebebasan yang Dia 

tawarkan, dan jika dilihat dari bagaimana Dia membujuk 

mereka untuk mengambil lauk mereka, tampaknya mereka 

sempat berdiri diam. Untuk makan dengan seorang pem-

besar, seorang pembesar yang demikian penting, mereka 

memperhatikan baik-baik apa yang ada di depan mereka. 

Tidak ada di antara murid-murid itu yang berani bertanya 

kepada-Nya, “Siapakah Engkau?” Ini mungkin saja, 

[1] sebab  mereka tidak mau bersikap lancang terhadap-

Nya. Walaupun mungkin saat itu Dia tampil dengan se-

dikit samaran pada awalnya, sama seperti terhadap dua 

orang murid saat  ada sesuatu yang menghalangi mata 

mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia, 

namun ada alasan yang sangat bagus yang membuat 

mereka untuk berpikir bahwa itu yaitu  Dia dan tidak 

mungkin orang lain. Atau, 

[2] sebab  mereka tidak mau terlalu jauh mengungkapkan 

kebodohan mereka. Dia sudah menunjukkan tindakan 

kuasa dan kebaikan-Nya, jadi benar-benar bodohlah 

jika mereka sampai menanyakan apakah itu Dia atau 

bukan. saat  Allah, dalam pemeliharaan-Nya, memberi 

kita bukti-bukti masuk akal atas kepedulian-Nya terha-

dap tubuh kita, dan dalam kemurahan hati-Nya mem-

beri kita bukti-bukti nyata atas maksud baik-Nya bagi 

jiwa kita, serta perbuatan baik-Nya terhadap tubuh dan 

jiwa kita, maka kita harus merasa malu atas ketidak-

percayaan kita, dan tidak seharusnya sampai menanya-

kan apa yang sudah begitu jelas Dia nyatakan. Keragu-

raguan yang tidak beralasan harus dihilangkan, bukan 

dihidupkan. 

4. Dia mengambilkan makanan untuk mereka, sebagai tuan yang 

mengadakan perjamuan makan (ay. 13). Menyadari bahwa me-

reka masih malu dan takut-takut, Yesus maju ke depan, meng-

ambil roti dan memberi nya kepada mereka, beberapa po-

tong untuk masing-masing mereka, demikian juga ikan itu. 

Tidak diragukan Dia pasti mengucapkan berkat dan meman-

jatkan syukur (sama seperti dalam Lukas 24:30), namun, ka-

rena itu yaitu  kebiasaan-Nya yang sudah dikenal dan selalu 

dilakukan-Nya, maka tidak perlu diceritakan lagi. 

(1) Jamuannya hanya biasa-biasa saja. Hanya makan dengan 

ikan, tanpa dibumbui. Tidak ada yang megah, tidak ada 

yang menimbulkan keheranan. Persediaan banyak, namun 

sederhana dan biasa-biasa saja. Rasa lapar yaitu  saus 

yang terbaik. Walaupun sudah mencapai keadaan diper-

muliakan, Kristus menunjukkan diri-Nya hidup dengan ma-

kan, bukan menunjukkan diri-Nya seorang penguasa de-

ngan mengadakan pesta jamuan. Orang-orang yang tidak 

dapat merasa puas dengan roti dan ikan tanpa saus dan 

anggur, akan sulit merasa senang makan dengan Kristus di 

sini. 

(2) Kristus sendiri yang memulai. Walaupun mungkin dengan 

tubuh kemuliaan-Nya itu Dia tidak perlu makan, namun 

Dia hendak menunjukkan bahwa Dia sungguh-sungguh 

memiliki tubuh yang sebenar-benarnya, yang mampu ma-

kan. Para rasul memberi  ini sebagai sebuah bukti un-

tuk kebangkitan-Nya, yaitu bahwa mereka telah makan dan 

minum bersama-sama dengan Dia (Kis. 10:41). 

(3) Dia membagi-bagikan lauk kepada semua tamu-Nya. Dia 

bukan hanya menyediakannya untuk mereka dan meng-

ajak mereka, namun  juga membagi-bagikannya sendiri di 

antara mereka dan meletakkannya ke tangan mereka. De-

mikianlah kita berutang kepada-Nya sebab  sudah mem-

bayar lunas dan menerapkan manfaat-manfaat penebusan. 

Dia memberi kita kekuatan untuk menikmatinya. 

Penulis Injil menghentikan ceritanya saat  mereka ma-

kan, dan memberi  keterangan ini (ay.14): Itulah ketiga 

kalinya Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya, 

atau kepada sebagian besar murid-murid-Nya, sesudah Ia 

bangkit dari antara orang mati. Itulah hari ketiga, demikian-

lah menurut beberapa orang. Pada hari Dia bangkit Dia 

menampakkan diri-Nya lima kali. Terus, hari kedua pe-

nampakan-Nya yaitu  malam hari ketujuh itu, dan yang 

ini yaitu  hari yang ketiga. Atau ini yaitu  penampakan-

Nya yang ketiga di hadapan sejumlah besar murid ber-

sama-sama. Walaupun Dia sudah menampakkan diri ke-

pada Maria, kepada para perempuan, kepada dua orang 

murid, dan kepada Kefas, namun sebelum ini Dia hanya 

dua kali menampakkan diri kepada mereka bersama-sama 

sekaligus. Peristiwa penampakan-Nya ini diperhatikan dan 

dicatat di sini, 

[1] Untuk meneguhkan kebenaran tentang kebangkitan-

nya. Penglihatan digandakan dua kali lipat, bahkan tiga 

kali lipat, supaya hal itu menjadi pasti. Orang-orang 

yang tidak percaya pada pertanda pertama akan men-

jadi percaya pada suara pertanda-pertanda berikutnya. 

[2] Sebagai contoh kebaikan Kristus yang terus berlanjut 

bagi murid-murid-Nya. Sekali, dan lagi, dan ketiga kali-

nya, Dia mengundang mereka. Mengingat lawatan-la-

watan Kristus yang murah hati yaitu  suatu hal yang 

baik, sebab  Dia mengingatnya, dan lawatan-lawatan 

itu akan diingat untuk menentang kita, jika sikap hidup 

kita tidak layak untuk lawatan-lawatan-Nya itu, seperti 

yang terjadi pada Salomo, saat  dia diingatkan bahwa 

Tuhan Allah Israel telah menampakkan diri kepadanya 

dua kali. Itulah ketiga kalinya. Apakah kita sudah mem-

buat kemajuan yang sebagaimana mestinya sejak yang 

pertama dan kedua? (2Kor. 12:14). Itulah ketiga kalinya, 

dan mungkin saja itu yang terakhir kalinya. 

Percakapan Kristus dengan Petrus 

(21:15-19) 

15 Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yoha-

nes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Jawab 

Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Eng-

kau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” 16 Kata 

Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah 

engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau 

tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakan-

lah domba-domba-Ku.” 17 Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: 

“Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati 

Petrus sebab  Yesus berkata untuk ketiga kalinya: “Apakah engkau menga-

sihi Aku?” Dan ia berkata kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, 

Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gem-

balakanlah domba-domba-Ku. 18 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ke-

tika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau 

berjalan ke mana saja kaukehendaki, namun  jika engkau sudah menjadi tua, 

engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau 

dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.” 19 Dan hal ini 

dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memu-

liakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: 

“Ikutlah Aku.” 

Di sini diceritakan mengenai percakapan Kristus dengan Petrus sete-

lah sarapan. Begitu banyak diceritakan mengenai Kristus di sini, 

yakni, 

I.  Dia menguji kasih Petrus kepada-Nya, dan memberinya tugas ber-

kenaan dengan umat-Nya (ay. 15-17).  

Perhatikanlah:  

1.  Kapan Kristus mulai berbicara dengan Petrus. Hal itu terjadi 

sesudah  mereka sarapan: mereka semua sudah makan, sudah 

kenyang, dan mungkin sedang dihibur dengan perkataan yang 

meneguhkan seperti yang biasa dilakukan Tuhan kita Yesus 

pada waktu makan. Kristus telah mengetahui bahwa apa yang 

harus dikatakan-Nya kepada Petrus akan membuatnya geli-

sah. Oleh sebab  itu, Yesus tidak ingin mengatakannya sam-

pai mereka selesai makan, sebab  Dia tidak mau merusak aca-

ra sarapan Petrus. Petrus menyadari bahwa dirinya telah 

membuat Gurunya merasa jengkel, dan mungkin menduga 

bahwa ia tidak akan menerima apa pun selain teguran akibat 

pengkhianatan dan sikapnya yang tidak tahu berterima kasih. 

“Seperti inikah kebaikan hatimu kepada sahabatmu? Bukan-

kah Aku telah memberitahumu betapa engkau ini seorang pe-

ngecut?” Bukan itu saja. Ia mungkin sangat yakin bahwa na-

manya akan dicoret dari daftar nama para murid, dan akan di-

keluarkan dari kelompok yang keramat ini. Dua atau tiga kali 

Petrus telah melihat Gurunya sejak kebangkitan-Nya, dan Dia 

tidak mengucapkan sepatah kata pun mengenai hal seperti ini 

kepadanya. Kita bisa menduga bahwa Petrus penuh dengan 

keraguan mengenai posisinya di hadapan Gurunya, kadang-

kadang ia mengharapkan yang terbaik, sebab  ia telah mene-

rima perkenanan dari-Nya bersama-sama dengan yang lain. 

Namun juga bukannya tanpa rasa takut sedikit pun, kalau-

kalau pada akhirnya datang kecaman atas segala yang telah 

dilakukannya. Namun sekarang, akhirnya Gurunya melepas-

kan Petrus dari penderitaannya, mengatakan apa yang harus 

dikatakan-Nya kepadanya, dan meneguhkan dia pada posisi-

nya sebagai seorang rasul. Yesus tidak terburu-buru memberi 

tahu Petrus mengenai kesalahannya, namun menundanya un-

tuk sementara waktu. Dia tidak memberitahukan hal itu kepa-

danya pada saat yang tidak tepat, sehingga mengacaukan ke-

bersamaan saat sedang makan. Sebaliknya, sesudah mereka 

sarapan bersama, sebagai tanda berdamai kembali, maka ber-

bicaralah Dia dengan Petrus mengenai hal itu, tidak seperti 

berbicara dengan seorang penjahat, namun  seperti dengan se-

orang teman. Petrus telah mencela dirinya sendiri atas per-

buatannya, dan oleh sebab  itu Kristus pun tidak mencela dia, 

atau menyinggung perbuatannya itu langsung, namun  hanya 

menyiratkannya. Selain itu, sebab  Yesus merasa senang de-

ngan ketulusan Petrus, kesalahan itu tidak saja diampuni, 

namun juga dilupakan. Malah Kristus menunjukkannya be-

tapa Dia masih tetap mengasihinya seperti sebelumnya. Dalam 

hal ini Yesus telah memberi  kita suatu contoh yang me-

nguatkan kita mengenai kelemahlembutan-Nya terhadap para 

petobat. Dengan demikian juga Ia telah mengajar kita, supaya 

kita pun memulihkan mereka yang jatuh dengan roh kelemah-

lembutan.  

2.  Apa yang dibicarakan. Ada satu pertanyaan sama diajukan se-

banyak tiga kali, jawaban yang sama diberikan sebanyak tiga 

kali, dan balasan yang sama diberikan tiga kali, dengan sedikit 

sekali perubahan, namun demikian itu bukan merupakan 

pengulangan yang sia-sia. Hal yang sama diulangi oleh Juru-

selamat kita. Dia mengatakannya untuk lebih menggugah hati 

Petrus, dan juga para murid lain yang hadir. Hal ini  di-

ulangi oleh penulis Injil, saat  ia menuliskannya, untuk lebih 

menggugah hati kita, dan semua orang yang membacanya.  

(1) Tiga kali Kristus bertanya kepada Petrus apakah dia me-

ngasihi-Nya atau tidak. Pada mulanya, pertanyaannya ada-

lah, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku 

lebih dari pada mereka ini?”  

Perhatikanlah: 

[1] Bagaimana Yesus memanggil Petrus: “Simon, anak Yo-

hanes.” Yesus berbicara kepada Petrus dengan menye-

but namanya, untuk lebih menggugah hatinya, seperti 

yang ada  dalam Lukas 22:31: “Simon, Simon.” Ye-

sus tidak memanggilnya Kefas, atau Petrus, nama yang 

telah diberikan Yesus kepadanya (sebab  ia telah kehi-

langan keyakinannya akan kekuatan dan keteguhan-

nya, sebagaimana ditunjukkan oleh nama-nama terse-

but), namun  dengan nama aslinya, yaitu Simon. Namun 

demikian, Dia tidak berbicara kepada Petrus dengan 

perkataan yang kasar, tidak menyebutnya dengan nama 

panggilan yang lain, meskipun dia layak untuk itu. Se-

baliknya Yesus memanggilnya seperti saat  Dia menye-

butnya berbahagia, Simon bin Yunus (Mat. 16:17). Yesus 

memanggilnya anak Yunus (atau Yohanes atau Yo-

hanan), untuk mengingatkan dia tentang asal usulnya, 

tentang buruknya asal usulnya itu, dan betapa ia se-

sungguhnya tidak layak atas kehormatan yang telah 

diterimanya.  

[2] Bagaimana Yesus bertanya dengan sungguh-sungguh 

kepada Petrus: “Apakah engkau mengasihi Aku lebih 

dari pada mereka ini?” 

Pertama, “Apakah engkau mengasihi Aku?” Jika kita 

hendak menguji apakah kita memang yaitu  murid 

Kristus, ini harus kita pertanyakan, apakah kita menga-

sihi-Nya? Namun ada alasan khusus mengapa Kristus 

mengajukan pertanyan yang demikian kepada Petrus.  

1. Kejatuhan Petrus telah memunculkan alasan untuk 

mempertanyakan kasihnya: “Petrus, Aku mempu-

nyai alasan untuk meragukan kasihmu. sebab  jika 

engkau mengasihi Aku, engkau tidak akan malu dan 

takut untuk mengakui Aku di dalam penderitaan-

Ku. Bagaimana mungkin engkau dapat berkata bah-

wa engkau mengasihi Aku, jika hatimu tidak ada pa-

da-Ku?” Perhatikanlah, kita tidak boleh mengang-

gapnya sebagai suatu hinaan jika   ketulusan kita 

dipertanyakan saat  kita sendiri telah melakukan 

sesuatu yang membuat ketulusan kita dapat diper-

tanyakan. Sesudah mengalami kejatuhan yang 

mengguncangkan, kita harus berhati-hati untuk 

tidak menapak terlalu cepat, supaya jangan sampai 

kita menapak di atas dasar yang keliru. Pertanyaan 

itu sangat menyentuh. Dia tidak bertanya, “Takut-

kah engkau kepada-Ku? Apakah engkau menghor-

mati Aku? Apakah engkau mengagumi Aku?”, me-

lainkan, “Apakah engkau mengasihi Aku? Buktikan-

lah itu, dan pelanggaranmu itu akan lalu, dan tidak 

akan pernah dibicarakan lagi.” Petrus telah meng-

akui dirinya sendiri sebagai seorang petobat, me-

nunjukkan air matanya, dan menyatakan kembali-

nya kepada kumpulan para murid. Sekarang ia ber-

ada dalam masa percobaannya sebagai seorang peto-

bat. Namun pertanyaan yang diterimanya bukanlah, 

“Simon, berapa banyak engkau telah menangis? Be-

rapa lama engkau telah berpuasa, dan jiwamu mera-

na?”, melainkan, “Apakah engkau mengasihi Aku?” 

Inilah yang akan membuat pernyataan tobat yang 

lain dapat diterima. Hal yang paling diperhatikan 

oleh Kristus dalam diri para petobat yaitu  bagai-

mana mereka memandang Dia dalam pertobatan 

mereka. Dosanya yang banyak itu telah diampuni, 

bukan sebab  ia banyak menangis, namun sebab  ia 

telah banyak berbuat kasih [Luk. 7:47 – pen.].  

2. Tugas Petrus menyediakan kesempatan bagi dia un-

tuk membuktikan pengamalan kasihnya. Sebelum 

Kristus mempercayakan domba-domba-Nya di bawah 

penjagaan Petrus, Dia bertanya kepadanya, “Apakah 

engkau mengasihi Aku?” Kristus sedemikian mem-

perhatikan umat-Nya sehingga Dia tidak akan mem-

percayakan mereka kepada siapa pun kecuali ke-

pada orang yang mengasihi Dia. Orang yang menga-

sihi Dia akan mengasihi juga segala milik-Nya demi 

Dia. Mereka yang tidak sungguh-sungguh mengasihi 

Kristus tidak akan pernah sungguh-sungguh menga-

sihi jiwa-jiwa manusia. Dengan sendirinya mereka 

tidak akan mempedulikan keadaan jiwa-jiwa itu se-

bagaimana seharusnya. Seorang pelayan tidak akan 

mengasihi pekerjaannya jika ia tidak mengasihi 

Tuannya. Tidak ada yang lain kecuali kasih Kristus 

yang akan membuat para pelayan berangkat dengan 

sukacita, melewati segala kesukaran dan rintangan 

yang mereka jumpai dalam pekerjaan mereka (2Kor. 

5:13-14). Kasih ini akan membuat pekerjaan mereka 

terasa mudah, dan membuat mereka sungguh-

sungguh bertekad dalam mengerjakannya.  

Kedua, “Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari 

pada mereka ini?” pleion toutōn.  

1. “Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada eng-

kau mengasihi mereka ini, lebih daripada engkau 

mengasihi orang-orang ini? Apakah engkau menga-

sihi Aku lebih daripada kasihmu kepada Yakobus 

atau Yohanes, sahabat-sahabat dekatmu, atau An-

dreas, rekan dan saudaramu sendiri?” Mereka yang 

tidak mengasihi Kristus dengan benar yaitu  mere-

ka yang tidak mengasihi-Nya lebih dari sahabat baik 

mereka di dunia ini. Mereka akan menunjukkan ini 

saat  Kristus diperhadapkan dengan sahabat mere-

ka itu. Atau, “lebih dari pada barang-barang ini, 

perahu dan jala ini – lebih dari semua kenikmatan 

yang diperoleh saat menjala ikan, yang bagi bebe-

rapa orang menjadi suatu kesenangan – lebih dari 

perolehan hasil pancingan, yang bagi sementara 

orang merupakan panggilan hidup mereka.” Mereka 

yang sungguh-sungguh mengasihi Kristus yaitu  

yang mengasihi Dia lebih daripada segala kesenang-

an jasmani dan segala keuntungan dunia ini. “Apa-

kah engkau mengasihi Aku lebih dari engkau menga-

sihi semua pekerjaan yang sedang engkau kerjakan 

ini? Jika demikian, tinggalkanlah semuanya itu, un-

tuk bekerja sepenuhnya untuk memelihara umat-

Ku.” Demikian menurut Dr. Whitby.  

2.  “Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mere-

ka mengasihi Aku, lebih daripada kasih murid-murid 

yang lain ini kepada-Ku?” Dengan demikian, perta-

nyaan ini  dimaksudkan untuk mengecam 

Petrus atas bualannya yang congkak, Biarpun mere-

ka semua akan menyangkal Engkau, aku tidak. 

“Masihkah engkau berpikir demikian?” Atau, untuk 

menyatakan kepadanya bahwa sekarang ia memiliki 

alasan yang lebih untuk mengasihi-Nya daripada 

alasan yang dimiliki murid-murid yang lain, sebab  

dia menerima lebih banyak pengampunan daripada 

yang lainnya, sebab  dosanya menyangkal Kristus 

lebih besar daripada dosa mereka sebab  meninggal-

kan Dia. Siapakah di antara mereka yang akan terle-

bih mengasihi dia? (Luk. 7:42). Perhatikanlah, kita 

semua harus belajar untuk menjadi lebih unggul da-

lam kasih kita kepada Kristus. Berusaha untuk 

menjadi yang terbaik dalam mengasihi Kristus tidak-

lah menimbulkan perselisihan. Ini juga bukanlah 

suatu perilaku yang tidak sopan.  

Ketiga, yang kedua dan ketiga kalinya Kristus meng-

ajukan pertanyaan ini,  

1.  Dia tidak menyertakan perbandingan lebih dari pada 

mereka ini, sebab  Petrus, dalam jawabannya, de-

ngan rendah hati tidak menyertakannya, tidak mau 

membandingkan dirinya dengan saudara-saudara-

nya, tidak mau menonjolkan dirinya di hadapan me-

reka. Meskipun kita tidak dapat mengatakan, kita 

mengasihi Kristus lebih daripada orang lain, namun 

kita akan diterima jika kita dapat berkata, kita sung-

guh mengasihi-Nya.  

2.  Pada akhirnya Dia mengubah kata yang digunakan-

Nya, sebagaimana pada naskah aslinya. Dalam dua 

pertanyaan yang pertama, kata aslinya yaitu  

Agapas me – “Apakah engkau memiliki rasa kasih sa-

yang bagi-Ku?” Petrus menjawab dengan mengguna-

kan kata yang lain, lebih tegas, Philō se – “Aku me-

ngasihi Engkau dengan sungguh-sungguh.” Saat 

mengajukan pertanyaan untuk terakhir kalinya, 

Kristus menggunakan kata ini , “Dan apakah 

engkau sungguh mengasihi Aku dengan sangat?” 

(2) Tiga kali Petrus memberi  jawaban yang sama kepada 

Kristus: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi 

Engkau.”  

Perhatikanlah:  

[1] Petrus tidak berpura-pura mengasihi Kristus lebih dari-

pada murid-murid yang lain. Sekarang dia merasa 

malu dengan perkataan gegabah yang diucapkannya, 

“Biarpun mereka semua akan menyangkal Engkau, aku 

tidak.” Dia mempunyai alasan untuk malu sebab nya. 

Perhatikan, meskipun kita harus berusaha untuk men-

jadi lebih baik daripada yang lain, kita harus dengan 

rendah hati menganggap yang lain lebih utama dari 

pada diri kita sendiri, sebab  kita mengetahui lebih 

banyak kejahatan dari kita sendiri daripada kejahatan 

saudara-saudara kita.  

[2]  Namun demikian Petrus mengakui lagi dan lagi bahwa 

ia mengasihi Kristus: “Benar Tuhan, tentu aku menga-

sihi Engkau. Aku tidak layak hidup jika aku tidak 

mengasihi Engkau.” Petrus memiliki penghargaan dan 

penilaian yang tinggi akan Dia, suatu perasaan berte-

rima kasih atas kebaikan-Nya, dan sepenuhnya meng-

abdikan diri demi kemuliaan dan kepentingan-Nya. 

Kerinduannya tertuju kepada Dia, tanpa-Nya dia akan 

hancur. Sukacitanya ada di dalam Dia, di dalam-Nya 

dia akan menjadi girang tidak terkira. Ini sama saja de-

ngan pengakuan akan pertobatan atas dosanya, sebab  

menghina seseorang yang kita kasihi merupakan suatu 

hal yang mendukakan kita. Ini juga menjadi suatu janji 

untuk terus mengikuti Dia di masa mendatang, “Tuhan, 

aku mengasihi Engkau, dan tidak akan meninggalkan 

Engkau.” Kristus berdoa supaya imannya jangan gugur 

(Luk. 22:32), dan sebab  imannya tidak gugur, kasih-

nya juga tidak, sebab  iman bekerja melalui kasih. 

Petrus telah kehilangan haknya untuk menyatakan 

bahwa dia punya hubungan dengan Kristus. Sekarang 

ia akan diakui kembali, oleh sebab  pertobatannya. 

Kristus menguji Petrus dalam hal ini, “Apakah engkau 

mengasihi Aku?” Dan Petrus menjawab masalah ini, 

“Tuhan, Aku mengasihi Engkau.” Perhatikanlah, mereka 

yang sungguh-sungguh dapat berkata, melalui anuge-

rah, bahwa mereka mengasihi Yesus Kristus, dapat 

memperoleh penghiburan atas bagian yang mereka 

miliki di dalam Dia, meskipun mereka memiliki kele-

mahan dalam tindakan mereka sehari-hari.  

[3] Petrus meminta kepada Kristus sendiri untuk membuk-

tikannya: “Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” 

Dan ketiga kalinya bahkan lebih tegas: “Engkau tahu 

segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi 

Engkau.” Petrus tidak meyakinkan rekan-rekannya se-

sama murid untuk bersaksi bagi dia – sebab  mungkin 

saja mereka terperdaya olehnya. Dia juga tidak berpikir 

bahwa kata-katanya akan dipercaya, sebab kepercaya-

an itu sudah hilang. Namun, Petrus mengundang Yesus 

sendiri untuk bersaksi, sebab ,  

Pertama, Petrus yakin bahwa Kristus tahu segala se-

suatu, dan khususnya Dia mengetahui isi hati, dan Dia 

sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati 

kita (16:30).  

Kedua, Petrus merasa puas dengan kenyataan bah-

wa Kristus yang mengetahui segala sesuatu, mengeta-

hui ketulusan kasihnya kepada-Nya, dan dia siap untuk 

membuktikan kasihnya itu dengan perkenanan-Nya. 

Bagi orang munafik, pikiran bahwa Kristus mengetahui 

segala sesuatu merupakan suatu hal yang mengerikan, 

sebab  kemahatahuan ilahi akan menjadi saksi yang 

melawan dia. Namun bagi seorang Kristen yang tulus, 

merupakan suatu penghiburan bahwa ia dapat membe-

la diri: Saksiku ada di sorga, Yang memberi kesaksian 

bagiku ada di tempat yang tinggi. Kristus mengenal kita 

lebih baik daripada kita mengenal diri kita sendiri. 

Meskipun kita tidak mengetahui kejujuran kita sendiri, 

Dia mengetahuinya.  

[4] Maka sedih hati Petrus saat  Kristus bertanya kepada-

nya untuk ketiga kalinya, “Apakah engkau mengasihi 

Aku?” (ay. 17)  

Pertama, sebab  hal itu mengingatkan dirinya akan 

penyangkalannya sebanyak tiga kali terhadap Kristus, 

dan dengan jelas dia dinubuatkan akan berbuat demi-

kian. Lalu menangislah ia tersedu-sedu [KJV: saat  me-

renungkan hal itu menangislah ia – pen.] Setiap ingatan 

akan dosa yang telah lalu, bahkan dosa yang telah di-

ampuni, membangkitkan kesedihan seorang petobat 

yang sejati. Engkau akan merasa malu, waktu Aku 

mengadakan pendamaian bagimu.  

Kedua, sebab  hal itu membuat Petrus takut kalau-

kalau Gurunya menubuatkan kesalahannya yang beri-

kut, yang akan berlawanan dengan pengakuan kasih-

nya kepada Yesus, seperti yang dilakukannya sebelum-

nya dan disangkalinya. “Tentu,” pikir Petrus, “Guruku 

tidak akan membuat aku merasa sedemikian tersiksa 

jika Dia tidak melihat adanya alasan untuk itu. Apa 

jadinya aku jika aku dicobai lagi?” Kesedihan yang saleh 

menghasilkan kehati-hatian dan rasa takut (2Kor. 7:11).  

(3) Tiga kali Kristus memercayakan pemeliharaan umat-Nya 

kepada Petrus: Gembalakanlah domba-domba-Ku, gembala-

kanlah domba-domba-Ku, gembalakanlah domba-domba-Ku. 

[1] Yang dipercayakan Kristus kepada pemeliharaan Petrus 

yaitu  anak-anak domba dan domba-dombanya. Gereja 

Kristus yaitu  domba-domba-Nya, yang diperoleh-Nya 

dengan darah-Nya sendiri (Kis. 20:28), dan Dia yaitu  

Gembala Agung atas domba-domba-Nya itu. Di dalam 

kawanan domba ini, beberapa di antaranya yaitu  anak 

domba, yang masih muda, rapuh dan lemah, dan yang 

lainnya yaitu  domba-domba yang sudah bertumbuh 

cukup kuat dan dewasa. Sang Gembala memelihara ke-

duanya, yang pertama-tama yaitu  anak-anak domba, 

sebab  setiap kali secara khusus Dia menunjukkan 

sikap lemah lembut kepada mereka. Ia menghimpunkan 

anak-anak domba dengan tangan-Nya, dan mereka 

dipangku-Nya (Yes. 40:11).  

[2] Tugas yang diberikan-Nya kepada Petrus mengenai me-

reka yaitu  menggembalakan (Dalam KJV dikatakan, 

memelihara, memberi makan – pen.). Kata yang diguna-

kan dalam ayat 15 dan 17 yaitu  boske, yang dengan 

jelas menyatakan untuk memberi mereka makan. Na-

mun, kata yang digunakan dalam ayat 16 yaitu  

poimaine, yang jauh lebih menyatakan tindakan me-

ngerjakan semua tugas seorang gembala bagi mereka: 

“Berilah anak-anak domba makanan yang sesuai bagi 

mereka, dan berilah juga domba-domba makanan yang 

cocok. Carilah dan beri makan domba-domba yang 

hilang dari umat Israel, dan juga domba-domba lain, 

yang bukan dari kandang ini.” Perhatikan, merupakan 

tugas semua pelayan Kristus untuk memberi makan 

domba-domba dan anak-anak domba-Nya. Berilah me-

reka makan, artinya, ajarlah mereka, sebab  ajaran Injil 

yaitu  makanan rohani. Berilah mereka makan, artinya, 

“Bimbinglah mereka ke padang rumput yang hijau, 

pimpin mereka dalam ibadah-ibadah jemaat, dan jalan-

kan semua ketetapan ibadah bagi mereka. Gembalakan 

mereka secara pribadi sesuai dengan keadaan dan ma-

salah mereka masing-masing. Bukan sekadar meletak-

kan makanan di hadapan mereka, namun  menyuapi me-

reka dengan makanan ini , baik mereka yang mau 

maupun yang tidak mau, atau yang lemah dan tidak 

Injil Yohanes 21:15-19 

 1455 

dapat makan sendiri.” Tatkala Kristus naik ke tempat 

tinggi, Dia mengangkat gembala-gembala, menitipkan 

umat-Nya kepada orang-orang yang mengasihi Dia, dan 

yang mau memelihara mereka demi Dia.  

[3] namun  mengapa Dia memberi  tugas ini secara khu-

sus kepada Petrus? Menurut sebagian orang, Kristus 

berencana untuk memberi nya kepada Petrus, dan 

kemudian kepada para penerusnya, suatu pemerintah-

an dan kekuasaan mutlak atas seluruh gereja Kristen 

seolah-olah tugas untuk melayani domba-domba mem-

beri mereka kuasa untuk menjadi tuan atas domba-

domba ini , melebihi semua gembala. Namun, su-

dah jelas bahwa Petrus sendiri tidak pernah mengakui 

kekuasaan yang demikian, dan para murid yang lain 

juga tidak mengakui bahwa dia memiliki kekuasaan 

yang demikian. Dengan cara yang licik, tugas yang dibe-

rikan kepada Petrus untuk memberitakan Injil ini dipa-

kai untuk membantu mengambil alih kekuasaan secara 

tidak resmi oleh para penerusnya yang palsu, yang 

mengecoh domba-domba itu, dan bukannya memberi 

mereka makan, namun justru melahap mereka. namun  

penunjukkan secara khusus kepada Petrus di sini ber-

tujuan,  

Pertama, untuk memulihkan Petrus kepada jabatan 

kerasulannya, sesudah  ia bertobat dari penyangkalan 

sumpahnya atas jabatan ini , dan untuk memper-

barui amanat yang diterimanya, baik untuk meyakin-

kan dirinya sendiri, maupun untuk meyakinkan sauda-

ra-saudaranya. Sebuah amanat yang diberikan kepada 

seseorang yang terbukti bersalah atas suatu kejahatan 

mestinya menjadi suatu pengampunan. Tidak ragu lagi, 

amanat yang diberikan kepada Petrus yaitu  suatu 

bukti bahwa Kristus berdamai dengan Petrus, jika tidak 

Dia tidak akan pernah menaruh kepercayaan yang se-

demikian besar kepadanya. Mengenai beberapa orang 

yang pernah menipu kita, kita berkata, “Meskipun kita 

memaafkan mereka, kita tidak akan pernah memercayai 

mereka lagi,” namun Kristus, saat  Dia mengampuni 

Petrus, memercayakan kepadanya harta paling berharga 

yang dimiliki-Nya di muka bumi.  

Kedua, hal itu dirancangkan untuk memulihkan Pe-

trus agar ia melaksanakan tugasnya sebagai seorang 

rasul dengan tekun. Petrus yaitu  orang yang berjiwa 

berani dan sangat bersemangat, selalu tampil berbicara 

dan bertindak, dan supaya jangan sampai ia tergoda 

untuk memerintah gembala-gembala, dia diberi tugas 

untuk memberi makan domba-domba, sebagaimana ia 

sendiri menugasi semua penatua untuk berbuat demiki-

an, dan untuk tidak memerintah atas mereka yang di-

percayakan kepadanya (1Ptr. 5:2-3). Jika ia hendak me-

lakukannya, biarlah ia melakukannya, dan tidak lagi 

berpura-pura.  

Ketiga, apa yang Kristus katakan kepada Petrus, di-

katakan-Nya kepada seluruh murid-murid-Nya. Dia 

memberi  tugas kepada mereka semua, tidak hanya 

untuk menjadi penjala manusia (meskipun itu dikata-

kan kepada Petrus, seperti dalam Lukas 5:10), yaitu un-

tuk mempertobatkan para pendosa, namun juga untuk 

menjadi penggembala kawanan domba, yaitu dengan 

mendidik orang-orang kudus.  

II. Kristus, yang telah menetapkan Petrus dengan pekerjaannya, ke-

mudian menunjukkan penderitaan yang harus dialaminya. Sete-

lah menegaskan kepada Petrus akan kehormatan seorang rasul 

yang nanti diterimanya, sekarang Dia memberitahukan kepada-

nya kehormatan yang lebih tinggi yang dirancang bagi dia, yakni 

kehormatan untuk menjadi seorang martir.  

Perhatikan:  

1. Bagaimana kematiannya sebagai martir dinubuatkan (ay. 18): 

Engkau akan mengulurkan tanganmu, dipaksa untuk melaku-

kannya, dan orang lain akan mengikat engkau (sebagai seorang 

tawanan yang dipasung) dan membawa engkau ke tempat yang 

pada dasarnya tidak kaukehendaki.  

(1) Yesus mengawali nubuatan-Nya kepada Petrus mengenai 

penderitaannya itu dengan suatu pernyataan yang sung-

guh-sungguh, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya. Hal 

itu tidak dikatakan sebagai suatu kemungkinan, yang 

mungkin akan terjadi, namun sebagai sesuatu yang pasti, 

Aku berkata kepadamu. “Mungkin orang lain akan berkata 

kepadamu, seperti yang engkau katakan kepada-Ku, Hal 

itu sekali-kali takkan menimpa Engkau, namun  Aku berkata 

bahwa itu akan terjadi.” Sebagaimana Kristus mengetahui 

penderitaan-Nya sendiri yang akan datang, demikian juga 

Dia mengetahui penderitaan semua pengikut-Nya di masa 

mendatang. Walaupun tidak secara khusus, sebagaimana 

yang dilakukan-Nya kepada Petrus, namun secara umum 

Ia memberitahukan bahwa mereka harus memikul salib 

mereka. sesudah  memberi  tugas kepada Petrus untuk 

menggembalakan domba-domba-Nya, Dia meminta Petrus 

untuk tidak mengharapkan kemudahan dan kehormatan di 

dalam mengerjakan tugasnya itu, namun  malah sebaliknya, 

bersiap untuk menerima kesukaran dan penganiayaan, dan 

untuk menderita sebab  melakukan hal-hal yang baik.  

(2)  Yesus secara khusus memberitahukan bahwa Petrus akan 

mati secara mengenaskan, melalui tangan seorang algojo. 

Menurut beberapa orang, tangannya yang terentang meru-

juk pada cara kematiannya dengan disalibkan, dan menu-

rut tradisi kuno, jika kita dapat mengandalkan cerita itu, 

Petrus disalibkan di Roma di bawah pemerintahan Nero 

pada tahun 68 Masehi, atau menurut sumber lain, tahun 

79 Masehi. Yang lainnya menganggap bahwa pernyataan 

itu merujuk pada ikatan dan pemenjaraan yang diperberat 

dengan hukuman mati. Khidmat dan suramnya hukuman 

mati menambah seramnya maut, dan bagi semua mata 

yang melihat, hal itu tampak semakin mengerikan. Kemati-

an, dalam bentuk yang kejam ini, telah sering menjadi na-

sib para pengikut Kristus yang setia. Namun demikian, 

mereka semua telah mengalahkannya oleh darah Anak 

Domba. Nubuatan ini, meskipun terutama merujuk pada 

kematiannya, akan digenapi pada penderitaan yang akan 

dialami Petrus sebelumnya. Hal itu mulai digenapi dalam 

waktu dekat, saat  Petrus dipenjara (Kis 6:3; 5:18; 12:4). 

Tidak ada hal lain lagi yang tersirat dalam pernyataan bah-

wa ia akan dibawa ke mana ia tidak ingin pergi, selain dari-

pada bahwa kematian yang sukarlah yang harus ditang-

gungnya, suatu kematian yang bahkan orang yang tidak 

bersalah pun tidak dapat memikirkannya tanpa merasa 

ngeri, atau berurusan dengannya tanpa merasa enggan. 

Siapa pun yang mengenakan Kekristenan tidak menanggal-

kan sisi kemanusiaannya. Kristus sendiri berdoa agar ca-

wan yang pahit itu lalu dari-Nya. Suatu keengganan secara 

alami terhadap penderitaan dan kematian dapat diatasi de-

ngan penundukan diri yang kudus terhadap kehendak 

Allah dalam kedua hal ini . Berbahagialah Paulus, 

meskipun ia rindu agar bebannya diangkat, ia mengakui 

bahwa dirinya tidak dapat berharap untuk menanggalkan 

pakaian yang lama (2Kor. 5:4).  

(3) Yesus membandingkan hal ini dengan kebebasan Petrus 

yang terdahulu. “Pada waktunya saat  engkau tidak me-

ngenal segala kesukaran ini, engkau mengikat pinggangmu 

sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki.” 

saat  masalah datang, kita cenderung memperburuknya 

dengan berharap bahwa yang sebaliknyalah yang terjadi. 

Kita menjadi bertambah marah sebab  derita tekanan, sa-

kit penyakit dan kemiskinan, sebab  kita pernah mengecap 

manisnya kebebasan, kesehatan, dan kecukupan (Ayb. 

29:2; Mzm. 42:5). Namun kita dapat mengambil langkah 

yang lain, dan berpikir dengan akal sehat kita: “Berapa ta-

hun lamanya kemakmuran yang telah kunikmati, lebih dari 

yang pantas kuterima dan kumanfaatkan? Dan sesudah  

menerima hal-hal yang baik, tidakkah aku semestinya juga 

menerima apa yang buruk?”  

Perhatikanlah:  

[1] Betapa besar suatu perubahan dapat terjadi pada diri 

kita, mengenai keadaan kita di dunia ini! Mereka yang 

telah mengikat pinggang mereka dengan kekuatan dan 

kemuliaan, dan memuaskan diri mereka dalam kebebas-

an, atau mungkin kecerobohan, dapat diturunkan ke 

dalam pencobaan yang sedemikian rupa dan sangat 

berlawanan dengan semua itu (1Sam. 2:5).  

[2]  Betapa hebat perubahan yang akan segera terjadi pada 

mereka yang meninggalkan segalanya untuk mengikut 

Kristus! Mereka tidak boleh lagi mengikat pinggang me-

reka sendiri, namun Kristuslah yang mengikat pinggang 

mereka. Dan mereka tidak boleh lagi berjalan ke mana 

mereka hendak pergi, namun ke mana Dia hendak 

pergi.  

[3] Betapa besar perubahan yang akan terjadi pada kita 

jika kita terus hidup sampai tua! Orang-orang yang 

saat  muda memiliki kekuatan badaniah dan pikiran 

yang cemerlang, mampu mengerjakan tugas dan meng-

atasi kesukaran dengan mudah, serta menikmati kese-

nangan yang mereka kehendaki. Saat mereka mulai tua, 

akan mendapati bahwa kekuatan mereka telah lenyap, 

seperti Simson, saat  rambutnya dicukur dan dia tidak 

dapat lagi meronta lepas seperti yang sudah-sudah. 

(4) Kristus memberi tahu Petrus bahwa dia akan mengalami 

semua ini pada masa tuanya.  

[1] Meskipun Petrus akan menjadi tua, dan mestinya se-

cara alamiah tidak akan hidup lebih lama lagi, namun 

musuh-musuhnya akan menghalaunya keluar lebih 

cepat dari dunia secara kejam saat  ia hendak meng-

akhiri masa tugasnya dalam damai. Mereka akan me-

madamkan lilinnya saat  lilin itu sudah hampir terba-

kar habis (2Taw. 36:17).  

[2] Allah akan melindungi Petrus dari amukan musuhnya 

sampai dia menjadi tua, supaya ia lebih siap untuk 

mengalami penderitaan, dan supaya gereja dapat me-

nikmati pelayanannya lebih lama.  

2.  Penjelasan mengenai nubuatan ini (ay. 19), Dan hal ini dikata-

kan-Nya kepada Petrus, untuk menyatakan bagaimana Petrus 

akan mati dan memuliakan Allah, saat  Petrus telah menunai-

kan tugasnya.  

Perhatikan:  

(1) Tidak saja semua orang ditetapkan untuk mati hanya satu 

kali saja, namun kepada setiap orang ditetapkan dengan 

cara apa dia akan mati, entah secara alami atau melalui 

kekerasan, perlahan-lahan atau cepat, menyakitkan atau 

tidak. saat  Paulus berbicara tentang kematian yang be-

gitu ngeri, dia menunjukkan bahwa ada tingkatan kemati-

an. Hanya ada satu jalan untuk masuk ke dalam dunia, 

namun ada banyak jalan untuk keluar, dan Allah telah me-

nentukan jalan mana yang akan kita lalui.  

(2)  Sangat penting bagi setiap orang benar untuk memuliakan 

Allah di dalam kematiannya, entah dengan cara apa pun ia 

mati, sebab  apakah tujuan akhir kita selain ini, yaitu mati 

untuk Tuhan, sesuai firman Tuhan? saat  kita menerima 

kematian dengan tabah, tunduk pada kehendak Allah, –

mati dengan sukacita, bersuka di dalam pengharapan akan 

kemuliaan Allah, – dan mati dengan tidak percuma, ber-

saksi kepada kebenaran dan kebajikan agama serta me-

nguatkan orang lain, kita memuliakan Allah dalam kemati-

an kita: ini yaitu  kerinduan dan pengharapan terbesar 

semua orang Kristen yang baik, seperti yang dikatakan 

Paulus, bahwa Kristus dimuliakan di dalam mereka, hidup 

atau mati (Flp. 1:20).  

(3) Bahwa kematian para martir terjadi dengan suatu cara ter-

tentu demi kemuliaan Allah. Kebenaran Allah, yang mereka 

bela sehingga menyebabkan kematian mereka, dengan ini 

diteguhkan. Anugerah Allah, yang sangat meneguhkan me-

reka di dalam penderitaan mereka, dengan ini ditinggikan. 

Dan penghiburan Allah, yang melimpah bagi mereka di 

dalam penderitaan mereka, serta janji-janji-Nya, yaitu mata 

air penghiburan mereka, dengan ini menopang iman dan 

sukacita semua orang kudus. Darah para martir telah men-

jadi benih bagi gereja, dan telah mengubahkan serta mem-

bangun ribuan jiwa. sebab  itu berharga di mata TUHAN 

kematian semua orang yang dikasihi-Nya, yang memulia-

kan Dia, dan dengan demikian mereka yang membayar 

harga untuk memuliakan Dia akan dimuliakan-Nya.  

3. Perintah yang diberikan Yesus kepada Petrus kemudian: Sesu-

dah mengatakan demikian, mungkin sesudah  memperhatikan 

bahwa Petrus tampak tercengang mendengarnya, Ia berkata 

kepada Petrus: Ikutlah Aku. Mungkin Ia bangkit dari tempat-

Nya duduk saat  sedang makan, berjalan beberapa langkah, 

dan mengajak Petrus untuk menyertai-Nya. Perkataan ini, 

Ikutlah Aku, merupakan  

(1) Suatu peneguhan lebih jauh bahwa Petrus kembali ber-

kenan di hadapan Gurunya, dan mengenai dipulihkannya 

Petrus kepada jabatan kerasulannya, sebab  pernyataan 

Ikutlah Aku merupakan panggilan yang pertama.  

(2)  Penjelasan mengenai nubuatan akan penderitaannya, yang 

mungkin pada mulanya tidak dipahami sepenuhnya oleh 

Petrus, sampai Kristus memberinya kunci untuk mema-

haminya, Ikutlah Aku: “Bersiapsedialah untuk diperlaku-

kan sebagaimana Aku diperlakukan, dan untuk melintasi 

jalan bergelimang darah yang telah Kulalui sebelum eng-

kau, sebab seorang murid tidaklah lebih tinggi daripada 

Tuannya.”  

(3) Pernyataan untuk menggugah semangat Petrus, dan mem-

bangun dia di dalam kesetiaan dan ketekunannya dalam 

pekerjaannya sebagai seorang rasul. Yesus telah menyuruh 

Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya, dan 

membiarkan Petrus menempatkan Gurunya di depannya 

sebagai suatu teladan dalam tugas penggembalaannya: “La-

kukan sebagaimana yang telah Kulakukan.” Biarkan gem-

bala bawahan belajar untuk meniru Sang Gembala Agung. 

Mereka telah mengikuti Kristus saat  Dia ada di sini di 

muka bumi, dan sekarang saat Dia akan segera meninggal-

kan mereka, Dia terus mengkhotbahkan tugas yang sama 

kepada mereka meskipun dalam bentuk yang lain, Ikutlah 

Aku. Mereka tetap harus mengikuti aturan yang ditentu-

kan-Nya bagi mereka, dan teladan yang diberikan-Nya ke-

pada mereka. Dan, dorongan yang lebih besar apa lagi yang 

dapat mereka peroleh, baik dalam pelayanan maupun pen-

deritaan, selain daripada:  

[1] Bahwa mereka sungguh mengikuti-Nya, dan itu yaitu  

kehormatan mereka. Siapa yang akan malu mengikuti 

seorang pemimpin yang demikian?  

[2] Di kemudian hari mereka harus mengikuti-Nya, dan itu 

akan menjadi kebahagiaan mereka di masa depan, dan 

dengan demikian ini menjadi pengulangan janji yang 

diberikan Kristus kepada Petrus (13:36), Kelak engkau 

akan mengikuti Aku. Mereka yang mengikuti Kristus de-

ngan setia dalam anugerah tentu akan mengikuti Dia 

sampai kepada kemuliaan. 

Pembicaraan Kristus dengan Petrus; 

Kesimpulan Injil Yohanes 

(21:20-25)  

20 saat  Petrus berpaling, ia melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus se-

dang mengikuti mereka, yaitu murid yang pada waktu mereka sedang makan 

bersama duduk dekat Yesus dan yang berkata: “Tuhan, siapakah dia yang 

akan menyerahkan Engkau?” 21 saat  Petrus melihat murid itu, ia berkata 

kepada Yesus: “Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?” 22 Jawab 

Yesus: “Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku da-

tang, itu bukan urusanmu. namun  engkau: ikutlah Aku.” 23 Maka tersebarlah 

kabar di antara saudara-saudara itu, bahwa murid itu tidak akan mati. 

namun  Yesus tidak mengatakan kepada Petrus, bahwa murid itu tidak akan 

mati, melainkan: “Jikalau Aku menghendaki supaya ia tinggal hidup sampai 

Aku datang, itu bukan urusanmu.” 24 Dialah murid, yang memberi kesaksian 

tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa 

kesaksiannya itu benar. 25 Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh 

Yesus, namun  jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka 

agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu. 

Dalam ayat-ayat di atas kita mendapati,  

I.  Percakapan Kristus dengan Petrus mengenai Yohanes, murid yang 

dikasihi Yesus, yakni,  

1.  Bagaimana Petrus memandang Yohanes (ay. 20): Petrus, da-

lam ketaatannya pada perintah Gurunya, mengikuti-Nya. Ke-

mudian ia berpaling, merasa senang dengan penghargaan yang 

sekarang diberikan Gurunya kepadanya, dan melihat bahwa 

murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka juga.  

Perhatikanlah:  

(1) Bagaimana Yohanes digambarkan. Dia tidak menyebutkan 

namanya sendiri, seperti menganggap bahwa namanya sen-

diri tidak layak untuk ditulis dalam catatan ini. Namun ia 

memberi  gambaran yang sedemikian rupa sehingga 

cukup untuk membuat kita mengerti siapa yang dimaksud-

kannya. Selain itu, ia memberi kita alasan mengapa ia 

mengikuti Kristus sedemikian dekat. Dia yaitu  murid 

yang dikasihi Yesus, yang dikasihi-Nya secara khusus lebih 

dari yang lainnya. Jadi, kita tidak dapat menyalahkannya 

sebab  begitu ingin berada sedekat mungkin dengan Yesus 

supaya ia dapat mendengar perkataan-Nya yang penuh 

rahmat saat Kristus menghabiskan waktu-Nya yang ber-

harga bersama murid-murid-Nya yang terkasih. Ada ke-

mungkinan bahwa disebutkannya kejadian Yohanes ber-

sandar di dada Yesus dan bertanya mengenai si pengkhia-

nat, yang dilakukannya atas isyarat Petrus (13:24), yang 

menjadi alasan mengapa Petrus mengajukan pertanyaan 

mengenai dia, untuk membalas kebaikan Yohanes yang 

dulu itu. Pada waktu itu Yohanes yang paling dikasihi, ber-

sandar di dada Kristus, dan ia menggunakan kesempatan 

itu untuk melakukan sesuatu bagi Petrus. Dan sekarang 

saat  Petrus menjadi yang paling dikasihi, dipanggil untuk 

berjalan bersama Kristus, dia menganggap dirinya sendiri 

wajib membalas budi dengan mengajukan suatu pertanya-

an yang demikian bagi Yohanes, yang dianggapnya bisa 

mendatangkan kebaikan bagi Yohanes. Kita semua me-

mang selalu ingin tahu tentang hal-hal yang akan datang. 

Perhatikan, sebab  kita memiliki bagian di dalam takhta 

anugerah, kita harus memanfaatkannya demi kepentingan 

satu sama lain. Orang-orang yang mendoakan kita harus 

kita doakan juga di lain kesempatan. Inilah yang disebut 

persekutuan orang-orang kudus.  

(2) Apa yang dilakukan Yohanes: dia juga mengikuti Yesus, 

yang menunjukkan betapa inginnya Yohanes untuk selalu 

bersama dengan Dia. Di mana Dia berada, di situ juga 

hamba-Nya ini berada. saat  Kristus memanggil Petrus 

untuk mengikuti-Nya, tampaknya Dia seolah-olah hendak 

berbicara secara pribadi dengan Petrus saja. Namun, ka-

rena kasihnya yang begitu besar kepada gurunya itu, Yoha-

nes lebih suka melakukan sesuatu yang tampak kurang 

sopan daripada kehilangan kesempatan untuk mendengar 

perkataan Kristus. Apa yang Kristus katakan kepada 

Petrus ditangkapnya sebagai apa yang dikatakan kepada 

dirinya sendiri. sebab , perintah itu, Ikutlah Aku, diberikan 

kepada semua murid. Paling tidak, Yohanes ingin berse-

kutu dengan mereka yang bersekutu dengan Kristus, dan 

menyertai mereka yang menyertai-Nya. saat  seseorang di-

bawa untuk mengikut Kristus, maka yang lainnya akan 

ditarik juga. Tariklah akan daku, maka kamipun akan 

mengikut engkau! (Kid. 1:4, TL)  

(3) Bagaimana Petrus memperhatikan hal itu: Berpalinglah 

Petrus, lalu melihatnya. Ini dapat dimengerti,  

[1] Sebagai sikap menyimpang yang keliru, sebab  seha-

rusnya dia berfokus secara penuh saat ia mengikuti 

Gurunya, dan menunggu untuk mendengar apa yang 

dikatakan lebih jauh oleh Kristus kepadanya. Namun, 

di saat yang sama dia justru menoleh-noleh untuk meli-

hat siapa yang mengikuti mereka dari belakang. Per-

hatikan, orang yang paling baik pun merasa sulit untuk 

melayani Tuhan tanpa gangguan, sulit untuk menjaga 

pikiran mereka tetap terpusat pada-Nya sebagaimana 

seharusnya saat  mereka mengikuti Kristus. namun , 

perhatian yang tidak perlu atau tidak pada saatnya 

kepada saudara-saudara kita sering kali mengalihkan 

perhatian kita dari persekutuan dengan Allah. Atau,  

[2] Sebagai bentuk kepedulian yang patut dipuji, yang di-

berikan kepada rekannya sesama rasul. Petrus tidak 

merasa sedemikian tersanjung dengan penghargaan 

yang diberikan oleh Gurunya, sebab  telah memilih dia 

di antara murid-murid yang lainnya, sampai tidak pe-

duli untuk memandang siapa itu yang mengikuti mere-

ka. Tindakan kasih kepada saudara kita harus berjalan 

seiring dengan tindakan iman kita di dalam Kristus. 

2.  Pertanyaan yang diajukan Petrus mengenai Yohanes (ay. 21): 

“Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini? Engkau 

telah memberi tahu aku tentang tugasku, yaitu menggembala-

kan domba, dan nasibku, yaitu dibawa ke tempat yang tidak 

aku kehendaki. Lalu apa yang akan menjadi tugas dan nasib-

nya?” Ini dapat ditafsirkan sebagai,  

(1) Suatu perhatian bagi Yohanes, dan perbuatan baik bagi-

nya: “Tuhan, Engkau menunjukkan kebaikan yang sangat 

besar bagiku. Di sini ada murid-Mu yang sangat Engkau 

kasihi, yang tidak pernah merusak perkenanan-Mu seperti 

yang pernah kulakukan. Dia berharap untuk diperhatikan. 

Tidakkah Engkau mengatakan sesuatu kepadanya? Tidak-

kah Engkau memberi tahu dia bagaimana dia harus beker-

ja, dan bagaimana dia akan dimuliakan?”  

(2) Atau suatu perasaan tidak nyaman akan apa yang telah 

dikatakan Kristus kepadanya mengenai penderitaannya: 

“Tuhan, haruskah aku sendiri yang akan dibawa ke tempat 

yang tidak aku kehendaki? Mestikah aku ditetapkan untuk 

menderita, sedangkan orang ini tidak harus ambil bagian 

dalam salib?” Memang sulit untuk menerima bahwa kita 

mengalami penderitaan dan kesukaran tertentu yang harus 

kita hadapi sendiri.  

(3)  Atau, ini menandakan suatu keingintahuan, dan keinginan 

untuk mengetahui hal-hal yang akan datang mengenai 

orang lain, sebagaimana mengenai dirinya sendiri. Seperti-

nya, berdasarkan jawaban Kristus, ada sesuatu yang salah 

dalam pertanyaan ini. saat  Kristus memberi  tugas 

yang sedemikian berharga kepada Petrus, dan memberi-

tahukan pencobaan yang sedemikian berat, wajar jika 

Petrus kemudian berkata, “Tuhan, kalau begitu apa yang 

harus kulakukan agar aku tetap setia pada kepercayaan 

yang Engkau berikan, dalam pencobaan yang sedemikian 

berat? Tuhan, tambahkanlah imanku. Seiring bertambah-

nya usiaku, demikian juga kekuatanku.” Namun bukannya 

demikian,  

[1] Petrus justru tampak lebih peduli terhadap orang lain 

daripada dirinya sendiri. Kita cenderung untuk sibuk 

dengan urusan orang lain, namun  melalaikan urusan 

kita sendiri. Kita malah sibuk menghakimi orang lain, 

serta meramalkan apa yang akan mereka kerjakan, saat 

kita punya cukup banyak tugas untuk menguji pekerja-

an kita sendiri, dan mengerti jalan hidup kita.   

[2]  Petrus tampak lebih peduli mengenai peristiwa daripada 

tugas. Yohanes lebih muda daripada Petrus, dan secara 

alamiah, mestinya ia akan hidup lebih lama dari Petrus: 

“Tuhan,” katanya, “kapan ia akan dipanggil untuk me-

nunaikan tugasnya?” Padahal, jika Allah dengan anuge-

rah-Nya memampukan kita untuk bertahan sampai 

akhir, dan mengakhirinya dengan baik, serta pergi ke 

sorga dengan selamat, kita tidak perlu bertanya, “Bagai-

mana nasib orang-orang yang akan datang sesudah 

kita?” Bukankan sudah cukup, asal ada damai dan ke-

amanan seumur hidupku? Nubuatan Kitab Suci harus 

dipandang untuk menuntun pengertian kita, bukan un-

tuk memuaskan rasa ingin tahu kita.  

3.  Jawaban Kristus atas pertanyaan ini (ay. 22), “Jikalau Aku 

menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, dan 

tidak menderita sebagaimana engkau harus menderita, itu bu-

kan urusanmu. namun  engkau: Uruslah tugasmu sendiri, tugas 

yang ada sekarang, ikutlah Aku.” 

(1) Rupanya di sini ada suatu petunjuk akan rencana Kristus 

mengenai Yohanes, dalam dua hal:  

[1] Bahwa ia tidak akan mengalami kematian yang kejam, 

seperti Petrus, melainkan akan tetap hidup sampai 

Kristus sendiri datang untuk menjemputnya melalui ke-

matian yang natural. Para ahli sejarah zaman kuno 

yang paling tepercaya memberi tahu kita bahwa Yoha-

nes yaitu  satu-satunya di antara kedua belas murid 

yang tidak sungguh-sungguh mati sebagai martir. Dia 

memang sering berada dalam bahaya, ditawan dan di-

asingkan, namun pada akhirnya ia mati di atas ranjang-

nya, pada usia tua.  

Perhatikan:  

Pertama, pada saat kita mati, Kristus datang kepada 

kita untuk meminta pertanggungjawaban kita, dan kita 

harus bersiap-siap akan kedatangan-Nya.  

Kedua, meskipun Kristus menetapkan beberapa mu-

rid-Nya untuk bertahan sampai titik darah penghabis-

an, namun tidak semuanya. Meskipun mahkota seorang 

martir bercahaya dan mulia, namun murid yang dika-

sihi itu tidak memperolehnya.  

[2] Bahwa ia tidak akan mati sampai kedatangan Kristus 

untuk menghancurkan Yerusalem. Demikian beberapa 

orang menafsirkan tetap tinggalnya Yohanes sampai ke-

datangan Kristus. Semua rasul yang lain mati sebelum 

kehancuran ini , namun Yohanes tetap hidup se-

lama bertahun-tahun sesudahnya. Dengan bijaksana, 

Allah mengaturnya sedemikian hingga satu dari para 

rasul itu harus hidup sedemikian lama untuk menutup 

kanon atau hukum perjanjian Baru, yang dilakukan 

Yohanes dengan sungguh-sungguh (Why. 22:18), dan 

untuk mencegah rencana musuh yang menaburkan ila-

lang bahkan sebelum para hamba jatuh tertidur. Yoha-

nes tetap hidup untuk melawan Ebion, dan Cerinthus, 

serta para penyesat yang lain, yang bangkit dengan 

ajaran palsu mereka.  

(2) Menurut sebagian orang lagi, perkataan Kristus itu hanya-

lah suatu teguran terhadap keingintahuan Petrus, dan per-

nyataan bahwa Yohanes akan tetap tinggal sampai keda-

tangan Kristus yang kedua hanyalah suatu dugaan belaka: 

“Mengapa kamu me