nanyakan sesuatu yang asing dan ra-
hasia? Seandainya pun Aku menentukan bahwa Yohanes
tidak akan pernah mati, apa urusanmu dengan itu? Tidak
penting bagimu kapan, di mana, atau bagaimana Yohanes
akan mati. Aku telah memberitahumu bagaimana engkau
akan mati. Itu sudah cukup bagimu untuk mengetahuinya,
Ikutlah Aku.” Perhatikan, Kristus ingin agar murid-Nya
memikirkan tugas yang ada pada mereka, dan tidak bersi-
kap ingin tahu dengan berbagai pertanyaan mereka tentang
hal-hal di masa mendatang, baik mengenai diri mereka
sendiri maupun orang lain.
[1] Ada banyak hal yang cenderung kita khawatirkan, yang
tidak penting bagi kita. Watak orang lain tidak penting
bagi kita. Bukan tugas kita untuk menghakimi mereka
(Rm. 14:4). “Bagaimanapun keadaan mereka,” kata Pau-
lus, “itu tidak ada urusannya denganku.” Urusan orang
lain tidak perlu kita campuri. Kita harus bekerja dengan
tenang dan mengurus pekerjaan kita sendiri. Banyak
pertanyaan yang teliti dan penuh rasa ingin tahu diaju-
kan oleh para ahli Taurat dan pembantah dari dunia ini
mengenai petunjuk Allah, serta keadaan dunia yang
kasat mata, mengenai hal-hal yang tentangnya kita da-
pat berkata, “Apakah artinya ini bagi kita?” Menurutmu
apakah akan terjadi begini dan begitu? Ini merupakan
suatu pertanyaan yang biasa diajukan orang, yang
dapat dijawab dengan mudah dengan pertanyaan lain:
Apa artinya itu bagiku? Entahkah ia berdiri, entahkah
ia jatuh, itu yaitu urusan tuannya sendiri. Apa perlu-
nya bagi kita untuk mengetahui masa dan waktu? Hal-
hal yang rahasia bukanlah urusan kita.
[2] Hal besar yang benar-benar merupakan urusan kita
yaitu tugas, dan bukan peristiwa, sebab tugas yaitu
bagian kita, sedangkan peristiwa yaitu bagian Allah.
Tugas kita yaitu punya kita sendiri, bukan punya
orang lain. Setiap orang harus menanggung bebannya
masing-masing, yaitu tugasnya yang sekarang, dan
bukan tugas yang akan datang, sebab pimpinan Tuhan
cukup untuk hari ini: TUHAN menetapkan langkah-lang-
kah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya (Mzm.
37:23). Dia menuntun langkah demi langkah. Nah, se-
mua tugas kita diringkas dalam satu tugas ini, yaitu
mengikut Kritus. Kita harus menyertai setiap tindakan-
Nya, dan menyesuaikan diri kita dengan tindakan-Nya
itu, mengikuti Dia untuk melakukan perbuatan yang
memuliakan Dia, seperti hamba bekerja bagi Tuannya.
Kita harus melintas di atas jalan di mana Ia melintas,
dan pergi ke mana Ia pergi. Dan jika kita mau bersung-
guh-sungguh melakukan tugas kita mengikuti Kristus,
maka kita tidak akan memberi hati atau waktu kita
untuk ikut campur dengan apa yang bukan urusan
kita.
4. Kekeliruan yang timbul akibat perkataan Kristus, bahwa murid
itu tidak akan mati, melainkan tetap hidup bersama dengan
umat Tuhan sampai akhir zaman. Juga, bagaimana pemikiran
ini dipupuskan melalui perkataan Kristus (ay. 23).
Perhatikanlah:
(1) Mudahnya timbul kekeliruan di dalam gereja sebab kesa-
lahan dalam menafsirkan perkataan-perkataan Kristus,
dan kemudian mengubah suatu anggapan menjadi suatu
kebenaran. sebab Yohanes tidak mati sebagai martir, me-
reka menyimpulkan bahwa dia tidak akan mati sama se-
kali.
[1] Mereka cenderung mengharapkan hal itu sebab mere-
ka tidak dapat memperoleh apa yang mereka inginkan.
Quod volumus facile crediumus – kita mudah percaya
pada apa yang kita harapkan untuk menjadi kenyataan.
sebab jika Yohanes masih bertahan hidup saat yang
lainnya telah pergi, dan akan terus hidup sampai keda-
tangan Kristus yang kedua, mereka beranggapan bahwa
itu akan menjadi suatu berkat yang luar biasa bagi
gereja, yang dalam berbagai zaman akan berpaling un-
tuk meminta nasihat kepadanya sebagai seorang pena-
tua. saat mereka harus kehilangan kehadiran Kristus
secara jasmaniah, mereka berharap bisa memiliki keha-
diran murid-Nya yang terkasih, seolah hal itu akan
menggantikan ketidakhadiran-Nya itu. Mereka lupa
bahwa Roh yang suci itu, Sang Penghibur, Dialah yang
akan menggantikan ketidakhadiran-Nya. Perhatikan,
kita cenderung bergantung kepada manusia dan fasili-
tas, peralatan serta bantuan dari luar, dan mengira
bahwa kita akan berbahagia jika kita bisa selalu memi-
liki hal-hal ini . Kita tidak sadar bahwa Allah akan
selalu menggantikan para pekerja-Nya, namun Dia
terus melanjutkan pekerjaan-Nya, dan kekuatan yang
melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari ma-
nusia. Tidak perlu ada seorang hamba yang tidak dapat
mati untuk tetap menuntun gereja, bila gereja berada di
bawah pimpinan Roh yang kekal.
[2] Mungkin mereka diteguhkan dalam pengharapan mere-
ka, saat mereka kini menyadari bahwa Yohanes akan
hidup lebih lama daripada rasul-rasul yang lain. sebab
ia hidup lama, mereka mulai mengira bahwa dia akan
hidup terus, padahal apa yang telah menjadi tua dan
usang, telah dekat kepada kemusnahannya (Ibr. 8:13).
[3] Bagaimanapun, semua pikiran mereka di atas itu tim-
bul akibat salah memahami perkataan Kristus, dan ke-
mudian dipakai terus dalam gereja. Dari sini pelajarilah,
Pertama, ketidakpastian tradisi manusia, dan betapa
bodohnya jika kita membangun iman kita di atasnya.
Ada suatu tradisi, suatu tradisi kerasulan, suatu kabar
yang tersebar di antara saudara-saudara itu. Tradisi itu
sangat kuno, sudah biasa, sudah umum, namun demi-
kian tradisi itu keliru. sebab itu betapa tidak dapat
diandalkannya tradisi tidak tertulis itu, yang telah
diperintahkan oleh konsili Trent untuk diterima dengan
kasih yang suci dan rasa hormat yang mendalam seba-
gai sesuatu yang sama dengan apa yang menjadi bagian
dari firman suci. Beginilah suatu penjelasan tradisional
mengenai Kitab Suci. Tidak ada perkataan baru dari
Kristus yang diungkapkan lagi. Yang ada hanyalah sua-
tu penafsiran atau penjelasan para saudara itu atas apa
yang sesungguhnya dikatakan-Nya. Walaupun demi-
kian, tafsiran itu pun keliru. Biarkanlah firman itu me-
nafsirkan dan menjelaskan dirinya sendiri, sebab fir-
man itu sungguh merupakan kesaksian akan dirinya
sendiri dan membuktikan dirinya sendiri, sebab firman
yaitu terang.
Kedua, kecenderungan manusia untuk salah menaf-
sirkan perkataan Kristus. Kesalahan-kesalahan besar
kadang-kadang menyembunyikan diri di bawah bayang-
bayang kebenaran yang tidak dapat disangkal: dan fir-
man itu telah diputarbalikkan oleh mereka yang tidak
terpelajar dan mudah goyah. Janganlah merasa aneh
bila mendengar perkataan Kristus disalahtafsirkan, di-
kutip untuk mendukung kekeliruan antikristus. Ajaran
transubstansiasi, misalnya, menggunakan perkataan
Kristus yang suci sebagai dasar, Inilah tubuh-Ku.
(2) Mudahnya memperbaiki kesalahan yang demikian, yaitu
dengan berpegang teguh pada firman Kristus dan melekat
kepadanya. Demikian penulis Injil di sini memperbaiki dan
memeriksa pernyataan di antara para saudara itu, dengan
mengulang setiap perkataan Kristus. Kristus tidak menga-
takan bahwa murid itu tidak akan mati, sebab nya marilah
kita juga tidak mengatakannya demikian. Dia mengatakan:
Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai
Aku datang, itu bukan urusanmu. Dia mengatakannya de-
mikian, dan tidak lebih dari itu. Jangan menambahi firman-
Nya. Biarlah firman Kristus berbicara bagi diri mereka
sendiri, dan janganlah makna lain apa pun diberikan pada
firman-Nya itu selain apa yang sejati dan seharusnya, dan
marilah kita menyetujuinya. Perhatikan, jawaban terbaik
bagi segala pertentangan manusia yaitu mengikuti apa
yang secara jelas dinyatakan dalam Kitab Suci, dan ber-
bicara serta berpikir sesuai dengan perkataan itu (Yes.
8:20). Bahasa firman yaitu sarana yang paling aman dan
tepat untuk menyatakan kebenaran firman: perkataan
yang diajarkan oleh Roh (1Kor. 2:13). Sebagaimana firman
itu sendiri, yang disampaikan sebagaimana seharusnya,
merupakan senjata yang terbaik untuk melawan semua ke-
keliruan yang berbahaya (dan sebab itu penganut deisme,
Sosinian, pengikut gereja tertentu, dan penganut antusias-
me berusaha semampu mereka untuk menurunkan oto-
ritas firman), maka firman itu sendiri, jika kita dengan tun-
duk mendukungnya, merupakan obat untuk menyembuh-
kan luka yang diakibatkan oleh cara yang berbeda-beda
dalam menyatakan kebenaran yang sama. Mereka yang
merasa tidak sepakat dengan logika dan cara berpikir yang
sama, dan tidak bisa sepakat dengan pendapat yang sama
serta penerapan hal-hal ini , bisa sepakat dalam kata-
kata firman yang sama, dan kemudian bersepakat untuk
saling mengasihi satu sama lain.
II. Di sini diceritakan tentang kesimpulan Injil ini, dan catatan dari
sang penulis Injil ini (ay. 24-25). Penulis Injil ini tidak mengakhiri-
nya dengan tiba-tiba sebagaimana ketiga penulis lainnya, namun
menggunakan semacam penutup.
1. Injil ini disimpulkan dengan sebuah catatan mengenai penga-
rang atau penulisnya, yang secara tepat dihubungkan dengan
apa yang ditulis sebelumnya (ay. 24): Dialah murid, yang mem-
beri kesaksian tentang semuanya ini kepada zaman sekarang.
Ia menuliskan semua ini demi kepentingan generasi menda-
tang, bahkan dialah yang dibicarakan oleh Petrus dan Guru-
nya dalam ayat-ayat sebelumnya, yaitu Yohanes sang rasul.
Perhatikanlah:
(1) Mereka yang menulis sejarah tentang Kristus tidak malu
mencantumkan nama mereka pada sejarah itu. Di sini se-
benarnya Yohanes juga mencantumkan namanya. Sebagai-
mana kita yakin siapa penulis lima kitab pertama dalam
Perjanjian Lama, yang merupakan dasar pewahyuan dari
Allah, demikian juga kita yakin siapa penulis keempat Injil
dan Kisah Para Rasul, “Pentateukh” dari Perjanjian Baru.
Catatan mengenai kehidupan dan kematian Kristus bukan-
lah laporan yang dibuat oleh seseorang yang tidak kita ke-
nal, namun dituliskan oleh orang-orang yang dikenal keju-
jurannya, yang tidak saja siap untuk memberi kesaksi-
annya di bawah sumpah, namun lebih lagi, memeteraikan-
nya dengan darah mereka.
(2) Mereka yang menulis sejarah tentang Kristus menulis ber-
dasarkan pengetahuan langsung mereka, bukan melalui
kata orang, namun melalui apa yang mereka saksikan de-
ngan mata dan telinga mereka sendiri. Penulis kitab seja-
rah ini yaitu seorang murid, murid yang dikasihi, orang
yang bersandar di dada Kristus itu, yang telah mendengar
sendiri khotbah dan perkataan Kristus, yang telah melihat
mujizat-mujizat yang dilakukan-Nya, dan menyaksikan
bukti kebangkitan-Nya. Inilah dia yang memberi kesaksian
akan apa yang sangat diyakininya.
(3) Mereka yang menulis sejarah tentang Kristus, memberi
kesaksian akan apa yang mereka lihat, dan kemudian
menulis apa yang telah mereka saksikan kebenarannya itu.
Tulisan itu telah diberitakan melalui perkataan, dengan ke-
yakinan penuh, sebelum dituangkan ke dalam bentuk tu-
lisan. Mereka memberi kesaksian di atas mimbar, memberi
kesaksian di pengadilan, dengan sungguh-sungguh menya-
takannya, dengan setia mengakuinya, bukan seperti pe-
ngembara yang menceritakan perjalanan mereka untuk
menghibur pendengarnya, namun sebagai saksi yang di-
sumpah untuk memberi penjelasan mengenai apa yang
mereka ketahui. Oleh sebab itu mereka menyatakannya
secermat dan setepat mungkin, untuk meletakkan dasar
bagi keputusan yang akan dibuat terhadap kesaksian itu.
Apa yang mereka tulis, mereka buat sebagai sebuah per-
nyataan tertulis di bawah sumpah, yang akan mereka te-
pati. Tulisan mereka yaitu pernyataan kesaksian yang
teguh bagi dunia mengenai kebenaran ajaran Kristus, dan
juga akan menjadi kesaksian bagi kita atau melawan kita,
tergantung kita menerimanya atau tidak.
(4) Atas anugerah, demi kepentingan dan dukungan bagi gere-
ja, telah ditentukan bahwa sejarah tentang Kristus akan di-
tuangkan dalam bentuk tulisan, supaya kebenaran itu da-
pat tersebar ke semua tempat dengan lebih pasti dan lebih
lengkap, dan bertahan dalam berbagai zaman.
2. Injil ini disimpulkan dengan suatu kesaksian di bawah sum-
pah mengenai kebenaran akan apa yang telah dikisahkan di
sini: Kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar. Ini dapat dipa-
hami,
(1) Sebagai pernyataan akan pandangan orang secara umum
dalam dunia ini, bahwa pernyataan yang dibuat oleh sese-
orang yang merupakan saksi hidup, yang memiliki reputasi
yang tidak bercela, yang sungguh-sungguh meneguhkan
apa yang telah dilihatnya, dan menuliskannya untuk lebih
meyakinkannya, merupakan suatu bukti yang tidak mera-
gukan. Kita tahu, artinya, seluruh dunia tahu, bahwa ke-
saksian dari seseorang yang seperti itu yaitu sah, dan
khalayak umum meyakini bahwa kita harus menghargai-
nya, kecuali kita dapat membuktikan ketidakbenarannya.
Dalam kasus-kasus lain, keputusan dan penghakiman ha-
kim berlaku atas kesaksian-kesaksian yang demikian. Ke-
benaran Injil datang dan diteguhkan oleh semua bukti yang
sesuai dengan apa yang bisa kita kehendaki atau kita ha-
rapkan menurut akal sehat kita. Sesungguhnya, bahwa
Yesus mengkhotbahkan ajaran yang demikian itu, dan me-
ngerjakan mujizat yang demikian itu, serta bangkit dari
mati, telah dibuktikan kebenarannya, tanpa bisa ditentang,
dengan berbagai bukti yang biasanya selalu diakui dalam
kasus-kasus lainnya, dan oleh sebab nya bukti-bukti ter-
sebut memuaskan semua orang yang tidak berat sebelah.
Dengan demikian, biarlah ajaran-Nya itu sendiri yang akan
membenarkan dirinya sendiri, dan biarlah mujizat-mujizat-
Nya itu yang membuktikan dirinya sendiri sebagai berasal
dari Allah. Atau,
(2) Untuk menyatakan keyakinan gereja-gereja pada masa itu
mengenai kebenaran yang diceritakan di sini. Beberapa
orang menafsirkannya sebagai tanda persetujuan dari je-
maat Efesus, yang lainnya menafsirkannya sebagai tanda
persetujuan dari para malaikat atau hamba-hambat Tuhan
dari gereja-gereja Asia atas cerita ini. Bukan berarti seolah
tulisan yang diilhamkan membutuhkan pembenaran dari
manusia, atau dengan demikian menjadi dapat lebih diper-
caya sebab nya, namun dengan ini mereka mendukung
gereja-gereja untuk menerimanya, sebagai tulisan yang di-
ilhamkan, dan menyatakan kepuasan mereka atas kisah
ini . Atau,
(3) Untuk menyatakan keyakinan sang penulis Injil ini sendiri
terhadap kebenaran yang ditulisnya, seperti dalam pasal
19:35, Ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran. Dia ber-
bicara mengenai dirinya sendiri dalam bentuk jamak, Kita
tahu, tidak dengan maksud untuk mempermuliakan, na-
mun untuk merendahkan diri, seperti yang tertulis dalam 1
Yohanes 1:1, Apa yang telah kami lihat, dan 2 Petrus 1:16.
Perhatikanlah, para penulis Injil sendiri sepenuhnya yakin
terhadap kebenaran dari apa yang telah mereka buktikan
dan sampaikan kepada kita. Mereka tidak mengharuskan
kita untuk percaya pada apa yang tidak mereka percayai
sendiri. Tidak, mereka tahu bahwa kesaksian mereka itu
benar, sebab mereka telah mempertaruhkan kehidupan
ini maupun kehidupan lainnya pada kesaksian itu. Mereka
mencampakkan hidup ini dan bergantung pada hidup yang
lain, demi apa yang mereka katakan dan mereka tulis.
3. Injil itu disimpulkan dengan sebuah pernyataan dan lain-lain,
dengan merujuk pada masih banyak hal-hal lain lagi, yang ma-
sih bisa diingat dengan mudahnya, yang dikatakan dan dila-
kukan oleh Tuhan kita Yesus, yang diketahui luas dengan baik
oleh banyak orang yang masih hidup sesudah peristiwa itu,
namun tidak dianggap cocok untuk dicatat bagi generasi men-
datang (ay. 25). Ada banyak hal yang sangat luar biasa dan
berguna, namun jika semuanya itu harus ditulis seluruhnya be-
serta segala keadaannya masing-masing, maka bahkan dunia
ini sendiri, yaitu, semua perpustakaan di dalamnya, tidak da-
pat menampung semua buku yang ditulis itu. Maka ia me-
nyimpulkan seperti seorang ahli pidato, seperti Paulus (Ibr.
11:32), Dan apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku
akan kekurangan waktu. Jika orang bertanya mengapa Injil
tidak ditulis lebih banyak lagi, mengapa mereka tidak men-
catat sejarah Perjanjian Baru sebanyak dan sepanjang Perjan-
jian Lama, pertanyaan itu dapat dijawab dengan,
(1) Itu bukan sebab mereka sudah kehabisan bahan pembi-
caraan, dan tidak ada lagi hal yang cukup layak untuk
ditulis. Tidak, ada banyak perkataan Kristus dan perbuat-
an-Nya yang tidak dicatat oleh satu pun dari para penulis
Injil, padahal layak untuk ditulis dengan tinta emas.
sebab :
[1] Semua hal yang dikatakan dan dilakukan oleh Kristus
layak kita perhatikan, dan berguna bagi kita. Dia tidak
pernah mengucapkan perkataan yang tidak perlu, atau
melakukan sesuatu yang sia-sia. Tidak, Dia tidak per-
nah mengatakan atau melakukan sesuatu yang jahat,
tidak penting, atau yang remeh. Semua perkataan Kris-
tus lebih baik daripada apa yang bisa dikatakan oleh
manusia yang paling bijak atau terbaik sekalipun.
[2] Mujizat-Nya banyak, sangat banyak, dan bermacam-
macam, dan mujizat yang sama sering dilakukan-Nya
berulang-ulang, sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Meskipun mungkin satu mujizat yang sejati sudah cu-
kup untuk membuktikan suatu kuasa ilahi, namun
mujizat yang diulangi untuk berbagai macam orang,
dalam berbagai macam peristiwa, dan di hadapan ber-
bagai macam saksi, sangat membantu untuk membuk-
tikan kebenaran mujizat-mujizat ini . Setiap muji-
zat yang baru lebih meneguhkan kebenaran laporan
mengenai mujizat yang dilakukan sebelumnya, dan ba-
nyaknya mujizat yang terjadi menegaskan bahwa lapor-
an itu tidak perlu dipertanyakan.
[3] Dalam beberapa kesempatan, para penulis Injil membe-
rikan laporan secara umum mengenai khotbah dan mu-
jizat Kristus, dengan juga merincikan apa yang terjadi,
misalnya Matius 4:23-24; 9:35; 11:1; 14:14, 36; 15:30;
19:2; dan masih banyak lagi. saat kita berbicara me-
ngenai Kristus, kita memiliki bahan pembicaraan yang
berlimpah di hadapan kita. Fakta yang sesungguhnya
melampaui banyaknya laporan yang ada, dan sebenar-
nya, setengahnya saja belum diberitahukan kepada kita.
Rasul Paulus mengutip salah satu perkataan Kristus,
yang tidak dicatat oleh satu pun dari para penulis Injil
(Kis. 20:35), dan tidak diragukan lagi masih ada banyak
yang lainnya. Semua perkataan Yesus merupakan per-
nyataan-pernyataan pendek yang sarat makna dan
pengajaran.
(2) Sejarah dalam Perjanjian Baru tidak sepanjang Perjanjian
Lama sebab tiga alasan ini:
[1] sebab tidak perlu menulis lebih banyak lagi. Hal itu
tersirat dalam ayat-ayat yang kita lihat di Yohanes ini.
Ada banyak hal lain, yang tidak tertulis sebab tidak
ada alasan untuk menuliskannya. Apa yang sudah ter-
tulis yaitu suatu pewahyuan yang cukup jelas menge-
nai ajaran Kristus dan bukti mengenainya, dan sisanya
hanya memiliki kegunaan yang sama. Mereka yang ber-
usaha memakai alasan ini untuk mempertanyakan ke-
cukupan Kitab Suci dalam berfungsi sebagai aturan
bagi iman dan ibadah kita, dan sebab itu menyatakan
perlunya tradisi yang tidak tertulis, mereka ini harus
menunjukkan bagian apa dalam tradisi yang lebih sem-
purna daripada firman yang tertulis. namun kita yakin
bahwa pendapat mereka mengenai tradisi itu tidak be-
nar, dan sebab itu kita menolaknya. Dengan demikian
maka marilah kita waspada, membuat banyak buku tak
akan ada akhirnya (Pkh. 12:12). Jika kita tidak percaya
dan memanfaatkan apa yang sudah tertulis, maka kita
juga tidak akan melakukannya seandainya ada lebih
banyak lagi yang tertulis.
[2] Tidak mungkin menuliskan semuanya itu. Memang
mungkin bagi Roh untuk mendiktekannya, namun dari
segi sang penulis tidak mungkin baginya untuk menu-
liskan itu semua. Dunia tidak dapat memuat semua
kitab itu. Ini memang suatu pernyataan hiperbolis, yang
melebih-lebihkan, namun masuk akal, sebab pada inti-
nya, yang dimaksudkan di sini hanyalah bahwa penu-
lisan itu akan mengisi berjilid-jilid kitab dalam jumlah
yang sangat besar. Kitab yang demikian akan menjadi
suatu catatan sejarah yang sangat besar dan tidak ada
habis-habisnya, yang hanya akan menyisihkan semua
tulisan yang lain, dan tidak menyisakan tempat bagi
tulisan-tulisan yang lain itu. Berapa banyak jilid yang
akan diisi dengan doa-doa Kristus, jika kita harus men-
catat tanpa pengulangan yang sia-sia semua doa yang
dipanjatkan-Nya, saat semalam-malaman Ia berdoa
kepada Allah? Belum lagi jika semua khotbah dan per-
cakapan-Nya diceritakan secara khusus. Juga mujizat-
Nya, penyembuhan-Nya, semua pekerjaan-Nya, semua
penderitaan-Nya. Itu akan menjadi sesuatu yang tidak
ada akhirnya.
[3] Tidak dianjurkan untuk menulis sebanyak itu, sebab
dunia benar-benar tidak dapat memuat semua kitab
yang harus ditulis itu. Kristus tidak mengatakan semua
apa yang bisa saja dikatakan-Nya kepada para murid,
sebab mereka tidak dapat menerimanya, dan sebab
alasan yang sama pula, penulis Injil tidak menuliskan
apa yang mungkin dapat mereka tuliskan. Dunia tidak
dapat memuat, chōrēsai. Itulah kata yang digunakan
(8:37), “Firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu.”
Apa yang dituliskan itu akan sedemikian banyak se-
hingga tidak akan ada tempat untuk memuatnya. Wak-
tu semua orang akan habis untuk membaca, dan oleh
sebab itu tugas lainnya akan terbengkalai. Dari apa
yang sudah tertulis, banyak hal yang dilewatkan orang,
banyak juga yang terlupakan, dan banyak lagi yang me-
nimbulkan perdebatan. Hal ini akan menjadi masalah
yang lebih besar lagi seandainya ada begitu banyak
buku yang sama andalnya dan sama perlunya, sebab
sejarah akan membengkak. Terlebih lagi, penting bahwa
apa yang sudah tertulis harus direnungkan dan dijabar-
kan, dan dengan bijaksana Allah menyisakan ruang
yang cukup untuk itu. Dalam memberi pengajaran,
para orangtua dan hamba Tuhan harus mempertim-
bangkan kemampuan orang-orang yang mereka ajar,
dan seperti Yakub, mereka harus waspada supaya me-
reka tidak melampaui batas. Marilah kita bersyukur
atas kitab-kitab yang telah ditulis, dan tidak bersikap
kurang menghargai sebab sederhananya dan ringkas-
nya kitab-kitab itu. Sebaliknya, dengan tekun kita man-
faatkan apa yang menurut Allah sudah cukup untuk di-
wahyukan. Marilah kita juga rindu untuk berada di sor-
ga, di mana kemampuan kita akan sedemikian diting-
katkan dan diperbesar, sehingga tidak ada risiko bahwa
kita akan kewalahan sebab nya.
Sang penulis Injil ini, menyimpulkan dengan kata
Amin, dan dengan begitu menandainya dengan meterai-
nya. Marilah kita juga menandainya dengan meterai
kita, dengan kata Amin yang lahir dari iman, untuk
mengakui Injil, bahwa Injil itu benar, sepenuhnya be-
nar. Dengan kata Amin yang menyatakan rasa yakin
atau rasa puas kita terhadap apa yang telah ditulis,
sebab memampukan kita untuk memahami keselamat-
an. Amin. Terjadilah demikian.