pengkhianat, sementara sang raja, raja yang sebenarnya, ber-
jalan kaki seperti budak-budak (Pkh. 10:7). Demikianlah Daud
memilih melakukan itu, untuk menundukkan dirinya jauh
lebih lagi di bawah tangan Allah, dan dalam kesediaannya un-
tuk merendah bagi kawan-kawan dan para pengikutnya, yang
dengan mereka ia berjalan, sebagai tanda bahwa ia bersedia
hidup dan mati bersama mereka.
2. Daud mengajak seisi rumahnya bersamanya, para istri dan
anak-anaknya, supaya ia bisa melindungi mereka pada hari
yang penuh bahaya ini, dan agar mereka bisa menjadi peng-
hiburan baginya pada hari yang penuh kesedihan ini. Para
kepala keluarga, dalam ketakutan mereka yang terbesar se-
kalipun, tidak boleh mengabaikan seisi rumah mereka. Sepu-
luh orang gundik ditinggalkan raja untuk menunggui istana,
sebab Daud beranggapan bahwa sebab mereka yaitu perem-
puan, mereka tidak akan dibunuh, dan sebab umur serta
hubungan mereka dengan Daud, mereka tidak akan diper-
kosa. Akan namun , Allah tidak mengabulkan hal itu demi
menggenapi firman-Nya.
3. Daud membawa serta para pengawalnya, atau sekumpulan
orang pensiunan, yaitu orang Kreti dan orang Pleti, yang ber-
ada di bawah pimpinan Benaya, serta orang Gat, yang berada
di bawah pimpinan Itai (ay. 18). Orang Gat ini tampaknya
merupakan keturunan orang Filistin dari kota Gat, yang da-
tang dalam satu kumpulan besar, 600 orang semuanya, untuk
melayani Daud. Sebab mereka telah mengenalnya di Gat, dan
sangat mengasihinya sebab kebajikan dan kesalehannya, dan
telah memeluk agama Yahudi. Daud menjadikan mereka garde
du corps – pengawalnya, dan mereka setia kepadanya pada
masa kesusahannya. Anak Daud pun tidak pernah menjumpai
iman sebesar iman perwira Romawi dan wanita Kanaan di
antara orang Israel.
4. Sebanyak mungkin orang yang mau pergi, dari penduduk
Yerusalem, dibawa Daud bersamanya, lalu ia berhenti di suatu
tempat yang agak jauh dari kota itu, untuk melihat mereka
berjalan lewat (ay. 17). Ia tidak memaksa siapa pun. Siapa
yang hatinya berpihak kepada Absalom, biarlah mereka pergi
kepada Absalom, dan biarlah mereka menerima hukuman
mereka. Tidak lama lagi mereka akan muak kepadanya. Demi-
kian pula Kristus hanya menarik orang-orang yang merelakan
diri.
IV. Percakapan Daud dengan Itai orang Gat, yang memimpin orang-
orang Filistin yang telah memeluk agama Yahudi.
1. Daud menghalangi Itai untuk pergi menyertainya (ay. 19-20).
Meskipun Itai dan orang-orangnya mungkin akan sangat ber-
guna bagi Daud, namun,
(1) Daud mau mengujinya, apakah ia tulus hati dan tidak me-
mihak kepada Absalom. Oleh sebab itu, Daud menyuruh
Itai agar kembali ke tempat tugasnya di Yerusalem dan
melayani raja baru. Jika ia tidak lebih dari sekadar tentara
upahan, seperti yang biasa kita katakan, maka ia akan ber-
pihak kepada siapa saja yang mau membayar dan mem-
berinya kedudukan yang terbaik. Dan biarlah ia pergi ke
pihak itu.
(2) Kalaupun ia setia kepada Daud, Daud tidak mau memper-
hadapkannya pada segala kelelahan dan bahaya yang seka-
rang pasti akan dia hadapi. Jiwa Daud yang lemah lembut
tidak sanggup membayangkan orang asing dan orang
buangan, seorang yang baru bertobat, yang seharusnya
didorong dan dimudahkan dengan segala cara yang me-
mungkinkan, harus menghadapi kesulitan seperti itu sejak
kedatangannya yang pertama. “Masakan pada hari ini aku
akan membawa engkau mengembara bersama-sama kami?
Tidak, kembalilah kepada saudara-saudaramu.” Orang yang
murah hati lebih khawatir akan kesusahan yang dialami
orang lain daripada yang dialaminya sendiri. Oleh sebab
itu, Itai disuruh pergi dengan ucapan berkat: Mudah-mudah-
an TUHAN menunjukkan kasih dan setia kepadamu, yaitu
kasih dan setia Allah, kasih berdasar janji, janji yang
diberikan kepada orang-orang yang meninggalkan ilah-ilah
lain dan berlindung di bawah sayap Keagungan ilahi. Ini
merupakan ucapan perpisahan yang sangat tepat dan
penuh kesalehan, saat kita berpisah dengan kawan,
“Mudah-mudahan Tuhan menunjukkan kasih dan setia ke-
padamu, maka engkau akan selamat, dan jalanmu diper-
mudah, ke mana saja engkau pergi.” Daud bersandar pada
kasih dan setia Allah untuk mendapat penghiburan dan
kebahagiaan, baik untuk dirinya sendiri maupun kawan-
kawannya (lih. Mzm. 61:8).
2. Itai bertekad dengan berani untuk tidak meninggalkan Daud
(ay. 21). Di mana Daud berada, baik hidup atau mati, aman
ataupun terancam bahaya, di situlah temannya yang setia ini
akan berada. Itai pun menegaskan tekad ini dengan sumpah,
supaya ia tidak tergoda untuk melanggarnya. Begitu tinggi ia
menghargai Daud, bukan sebab kekayaan dan kebesarannya
sebab andaikata demikian, Itai pasti sudah meninggalkan dia
sekarang tatkala melihat kemerosotannya seperti itu, melain-
kan sebab hikmat dan kebaikannya, yang masih tetap sama.
Jadi, apa pun yang terjadi, Itai tidak akan pernah mening-
galkan Daud. Perhatikanlah, teman sejati mengasihi sepanjang
waktu, dan akan tetap melekat pada kita dalam kesusahan.
Demikian pula kita harus melekat pada Anak Daud dengan
hati yang teguh, bahwa baik maut maupun hidup tidak akan
dapat memisahkan kita dari kasih-Nya.
V. Belas asih dari rakyat biasa terhadap Daud dalam penderitaan-
nya. saat ia dan orang-orang yang menyertainya menyeberangi
sungai Kidron, yaitu sungai yang sama yang diseberangi Kristus
saat Dia memasuki masa sengsara-Nya (Yoh. 18:1), dan berjalan
ke arah padang gurun, yang terletak di antara Yerusalem dan
Yerikho, seluruh negeri menangis dengan suara keras (ay. 23). Ada
cukup alasan untuk menangis,
1. Melihat seorang raja terpuruk seperti itu. Raja yang pernah
hidup dengan begitu megah, sekarang diusir dari istananya
dan khawatir akan hidupnya, dan bersama rombongan kecil
mencari perlindungan di padang gurun. Melihat kota Daud,
yang telah ia rebut sendiri dengan tangannya, ia bangun dan
bentengi, sekarang dibuat menjadi tempat tinggal yang tidak
aman bagi Daud sendiri. Bahkan orang asing sekalipun akan
tergerak oleh belas kasihan melihat orang jatuh begitu rendah
dari tempat yang begitu tinggi, dan hal ini terjadi sebab
kefasikan putranya sendiri. Sungguh memilukan perkara itu.
Orangtua yang diperlakukan dengan semena-mena dan dihan-
curkan oleh anak-anak mereka sendiri patut mendapat belas
asih dari kawan-kawan mereka, sama halnya seperti anak-
anak yang sedang menderita. Apalagi,
2. Melihat raja mereka sendiri dijahati seperti itu, padahal ia telah
menjadi berkat yang begitu besar bagi negeri mereka, dan tidak
melakukan kesalahan apa pun yang pantas membuatnya kehi-
langan kasih sayang rakyatnya. Melihat sang raja dalam kesu-
sahan ini, dan rakyat sendiri tidak mampu menolongnya, tentu
dapat memicu air mata mereka membanjir.
Pelarian Daud
(15:24-30)
24 Dan lihat, juga Zadok ada di sana beserta semua orang Lewi pengangkat
tabut perjanjian Allah. Mereka meletakkan tabut Allah itu – juga Abyatar ikut
datang – sampai seluruh rakyat dari kota selesai menyeberang. 25 Lalu
berkatalah raja kepada Zadok: “Bawalah tabut Allah itu kembali ke kota; jika
aku mendapat kasih karunia di mata TUHAN, maka Ia akan mengizinkan
aku kembali, sehingga aku akan melihatnya lagi, juga tempat kediamannya.
26 namun jika Ia berfirman, begini: Aku tidak berkenan kepadamu, maka aku
bersedia, biarlah dilakukan-Nya kepadaku apa yang baik di mata-Nya.”
27 Lagi berkatalah raja kepada Zadok, imam itu: “Jadi, engkau dan Abyatar,
pulanglah ke kota dengan selamat beserta anakmu masing-masing, yakni
Ahimaas anakmu dan Yonatan, anak Abyatar. 28 Ketahuilah, aku akan me-
nanti di dekat tempat-tempat penyeberangan ke padang gurun, sampai ada
kabar dari kamu untuk memberitahu aku.” 29 Lalu Zadok dan Abyatar mem-
bawa tabut Allah itu kembali ke Yerusalem dan tinggallah mereka di sana.
30 Daud mendaki bukit Zaitun sambil menangis, kepalanya berselubung dan
ia berjalan dengan tidak berkasut. Juga seluruh rakyat yang bersama-sama
dengan dia masing-masing berselubung kepalanya, dan mereka mendaki
sambil menangis.
Dalam perikop ini kita mendapati,
I. Kesetiaan para imam dan orang-orang Lewi, serta keteguhan hati
mereka terhadap Daud dan kepentingannya. Mereka tahu betapa
Daud sangat mengasihi mereka dan pelayanan mereka, kendati
dengan kegagalan-kegagalannya. Cara yang dipakai Absalom
untuk merebut hati rakyat sama sekali tidak berpengaruh pada
mereka. Ia tidak terlalu taat beragama, dan sebab itu mereka
tetap setia kepada Daud. Jika Daud pergi, maka Zadok, Abyatar,
dan semua orang Lewi akan menyertai dia, dan membawa tabut
Allah bersama mereka, supaya melalui tabut itu mereka dapat
meminta petunjuk Allah bagi Daud (ay. 24). Perhatikanlah, orang-
orang yang menjadi teman bagi tabut Allah pada masa mujur,
akan mendapati tabut itu menjadi teman bagi mereka pada masa
susah. Dulu Daud tidak mau tinggal diam sebelum menemukan
tempat tinggal bagi tabut itu. Dan sekarang, jika para imam boleh
mengutarakan pikiran mereka, tabut itu tidak akan tinggal diam
sebelum Daud kembali ke tempat tinggalnya.
II. Daud menyuruh mereka kembali ke dalam kota (ay. 25-26).
Abyatar yaitu imam besar (1Raj. 2:35), sedangkan Zadok yaitu
pendampingnya, dan menjaga tabut Allah dari dekat, sementara
Abyatar giat melayani urusan rakyat (ay. 24). Oleh sebab itu,
Daud mengarahkan perkataannya kepada Zadok, suatu perkata-
an yang bagus, dan menunjukkan bahwa suasana hatinya sangat
baik di tengah penderitaannya, dan bahwa ia masih memegang
teguh kelurusan hatinya.
1. Daud sangat mengkhawatirkan keamanan tabut Allah: “De-
ngan cara apa saja, bawalah tabut Allah itu kembali ke kota,
jangan biarkan tabut itu tidak menetap dan tidak terlindung
bersamaku. Taruhlah kembali tabut itu di dalam kemah yang
didirikan untuknya. Sejahat-jahatnya Absalom, pasti dia tidak
akan merusakkannya.” Hati Daud, seperti juga hati imam Eli,
gemetar sebab tabut Allah. Perhatikanlah, kita mempunyai
dasar pegangan yang baik jika kita lebih mengutamakan
kesejahteraan jemaat daripada kesejahteraan kita sendiri, apa-
bila kita menjadikan Yerusalem puncak sukacita kita (Mzm.
137:6), menjadikan keberhasilan Injil, dan pertumbuhan je-
maat, sebagai puncak sukacita kita melebihi kekayaan, nama
baik, kenyamanan, dan keamanan kita sendiri, bahkan sekali-
pun semua milik kita itu terancam bahaya.
2. Daud sangat rindu untuk kembali menikmati hak-hak isti-
mewa di rumah Allah. Ia akan menganggapnya sebagai bentuk
perkenanan Allah yang paling besar kepadanya, jika ia sekali
lagi saja dapat dibawa kembali untuk melihat rumah Allah dan
tempat kediaman-Nya. Hal ini akan lebih menyukakan hatinya
daripada dibawa kembali ke istana dan takhtanya sendiri.
Perhatikanlah, orang-orang yang memperoleh rahmat meng-
ukur penghiburan dan kenyamanan mereka di dunia ini ber-
dasarkan kesempatan yang dapat mereka peroleh dari semua-
nya itu untuk bersekutu dengan Allah. Raja Hizkia berharap
supaya kesehatannya dipulihkan untuk alasan ini, yaitu
supaya ia bisa pergi ke rumah TUHAN (Yes. 38:22).
3. Daud sangat tunduk kepada kehendak Allah yang kudus ber-
kenaan dengan akhir dari masa yang kelam dalam penye-
lenggaraan ilahi ini. Ia mengharapkan yang terbaik (ay. 25),
dan mengharapkannya dari perkenanan Allah, yang dipan-
dangnya sebagai sumber segala kebaikan: “Jika Allah berke-
nan kepadaku sejauh ini, maka aku akan ditegakkan kembali
seperti sedia kala.” Namun demikian, ia juga bersiap menerima
yang terburuk: “Jika Dia menolak memberikan perkenanan ini
kepadaku, dan jika Dia berfirman kepadaku begini: Aku tidak
berkenan kepadamu, maka tahulah aku bahwa aku patut
menerima kelanjutan murka-Nya. Jadilah kehendak-Nya yang
kudus.” Lihatlah Daud di sini menantikan dengan sabar apa
yang akan terjadi: “Aku bersedia (KJV: Lihat, inilah aku), seperti
seorang hamba yang menunggu perintah.” Dan lihatlah dia
mau berserah kepada Allah mengenai apa yang akan terjadi:
“Biarlah dilakukan-Nya kepadaku apa yang baik di mata-Nya.
Aku tidak keberatan sama sekali. Semua yang diperbuat Allah
baik adanya.” Cermatilah betapa dengan rasa puas yang pe-
nuh kekudusan ia berbicara tentang ketentuan ilahi. Daud
tidak hanya berkata, “Dia dapat melakukan apa saja yang
dikehendaki-Nya,” yaitu dengan mengakui kuasa-Nya (Ayb.
9:12). Atau, “Dia berhak melakukan apa yang dikehendaki-
Nya,” yaitu dengan mengakui kedaulatan-Nya (Ayb. 33:13).
Atau, “Dia akan melakukan apa yang dikehendaki-Nya,” yaitu
dengan mengakui ketidakberubahan-Nya (Ayb. 23:13, 15).
namun juga Daud berkata, “Biarlah dilakukan-Nya apa yang
dikehendaki-Nya,” yaitu dengan mengakui hikmat dan kebaik-
an-Nya. Perhatikanlah, sudah menjadi kepentingan kita, dan
juga kewajiban kita, untuk berserah pada kehendak Allah
dengan riang hati, apa pun yang terjadi kepada kita. Agar kita
tidak mengeluh tentang apa yang terjadi, hendaklah kita meli-
hat tangan Allah dalam setiap peristiwa. Dan, agar kita tidak
takut pada apa yang akan terjadi, hendaklah kita melihat
setiap peristiwa di dalam tangan Allah.
III. Kepercayaan yang diberikan Daud kepada para imam bahwa me-
reka akan mendukung kepentingannya dengan sekuat tenaga
saat ia tidak ada. Daud menyebut Zadok seorang pelihat (ay. 27,
KJV), yakni orang bijak, orang yang dapat mengerti persoalan dan
memahami waktu serta penilaian: “Matamu ada di kepalamu (Pkh.
2:14). Oleh sebab itu engkau mampu menolong aku, terutama
dengan mengirimkan kepadaku kabar tentang gerak-gerik musuh
dan keputusan-keputusan yang mereka ambil.” Dalam keadaan
darurat seperti ini, satu orang teman yang merupakan pelihat
senilai dengan dua puluh orang yang tidak begitu cepat tanggap.
Untuk mengatur hubungan rahasia dengan para imam selama
kepergiannya, Daud menunjuk,
1. Siapa yang harus mereka kirimkan kepadanya, yaitu kedua
putra mereka, Ahimas dan Yonatan. Jubah mereka diharap-
kan akan melindungi mereka, dan kehati-hatian serta kesetia-
an mereka ada kemungkinan pernah dialami Daud.
2. Ke mana mereka harus pergi. Daud akan berkemah di dekat
tempat-tempat penyeberangan ke padang gurun, sampai ia
mendengar kabar dari mereka (ay. 28). Kemudian, ia akan
bergerak sesuai dengan keterangan dan saran yang mereka
kirimkan kepadanya. Sesudah itu, mereka pun kembali ke
kota, untuk menantikan apa yang akan terjadi. Sungguh
disayangkan bahwa pemerintahan yang begitu bahagia seperti
ini sampai harus menerima suatu gangguan, padahal raja dan
para imamnya begitu saling mengasihi dengan sepenuh hati
dan mempercayai satu sama lain.
IV. Sikap tubuh yang penuh kesedihan yang diambil Daud dan
orang-orangnya, saat mereka mendaki bukit Zaitun pada awal
perjalanan mereka (ay. 30).
1. Daud sendiri, sebagai orang yang sangat berdukacita, menye-
lubungi kepala dan wajahnya sebab malu dan memerah
padam. Ia berjalan dengan telanjang kaki, seperti tahanan
atau budak, untuk menyiksa diri, dan pergi sambil menangis.
Pantaskah seseorang yang termasyhur sebab keberanian dan
kebesaran jiwanya menangis seperti anak kecil seperti itu,
hanya sebab takut pada musuh yang jauh, yang bisa saja
dengan mudah ia kalahkan, bahkan mungkin dengan satu
hantaman yang berani bisa saja ditumbangkannya? Ya, hal itu
tidak pantas baginya, mengingat betapa di dalam persoalan
ini,
(1) Ada kejahatan yang besar dari putranya. Daud tidak bisa
tidak pasti hanya bisa menangis saat memikirkan bahwa
anak kandungnya sendiri, yang sudah begitu sering ter-
lelap dalam pelukannya, sampai mengangkat tumit seperti
itu melawan dirinya. Allah sendiri dikatakan bersedih ka-
rena pemberontakan anak-anak-Nya sendiri (Mzm. 95:10,
KJV), dan bahkan hancur sebab hati mereka yang berzinah
(Yeh. 6:9, KJV).
(2) Ada murka yang besar dari Allahnya dalam persoalan itu.
Hal ini menuangkan ipuh dan racun ke dalam sengsara
dan pengembaraan (Rat. 3:19). Dosanya senantiasa ada di
hadapannya (Mzm. 51:5, KJV), namun belum pernah tampak
begitu jelas, atau terlihat begitu hitam seperti sekarang.
Daud tidak pernah menangis seperti itu saat Saul
memburu dia, namun hati nurani yang terluka membuat
masalah terasa berat (Mzm. 38:5).
2. saat Daud menangis, semua orang yang menyertainya juga
menangis, sebab sangat terenyuh oleh kesedihannya dan
bersedia untuk ikut berbagi di dalamnya. Sudah menjadi
kewajiban kita untuk menangis dengan orang yang menangis,
terutama dengan atasan kita, dan dengan orang-orang yang
lebih baik daripada kita. Sebab, jikalau orang berbuat demikian
dengan kayu hidup, apakah yang akan terjadi dengan kayu
kering? Kita harus menangis bersama orang yang menangis
sebab dosa. saat Hizkia merendahkan diri sebab dosanya,
seluruh Yerusalem ikut merendahkan diri bersamanya (2Taw.
32:26). Untuk menghindari penderitaan bersama orang-orang
berdosa, marilah kita berduka bersama mereka.
Permintaan Daud kepada Husai
(15:31-37)
31 saat kepada Daud dikabarkan, demikian: “Ahitofel ada di antara orang-
orang yang bersepakat dengan Absalom,” maka berkatalah Daud: “Gagalkan-
lah kiranya nasihat Ahitofel itu, ya TUHAN.” 32 saat Daud sampai ke
puncak, ke tempat orang sujud menyembah kepada Allah, maka datanglah
Husai, orang Arki, mendapatkan dia dengan jubah yang terkoyak dan dengan
tanah di atas kepala. 33 Berkatalah Daud kepadanya: “Jika engkau turut
dengan aku, maka engkau menjadi beban kepadaku nanti, 34 namun jika engkau
kembali ke kota dan berkata kepada Absalom: Aku ini hambamu, ya raja, sejak
dahulu aku hamba ayahmu, namun sekarang aku menjadi hambamu, – dengan
demikian engkau dapat membatalkan nasihat Ahitofel demi aku. 35 Bukankah
Zadok dan Abyatar, imam-imam itu, ada bersama-sama engkau di sana? Jadi
segala yang kaudengar dari dalam istana raja, haruslah kauberitahukan
kepada Zadok dan Abyatar, imam-imam itu. 36 Ingatlah, di sana bersama-sama
dengan mereka ada kedua anak mereka, Ahimaas anak Zadok dan Yonatan
anak Abyatar; dengan perantaraan mereka haruslah kamu kirimkan kepadaku
segala hal yang kamu dengar.” 37 Dan tibalah Husai, sahabat Daud, di Yeru-
salem tepat pada waktu Absalom masuk ke kota itu.
Sepertinya bagi Daud tidak ada yang tampak lebih mengancam alam
persekongkolan Absalom daripada keberadaan Ahitofel di dalamnya.
Sebab satu kepala yang cerdas, dalam rancangan seperti itu, senilai
dengan seribu tangan yang cakap. Absalom sendiri bukanlah seorang
ahli pemerintahan, namun ia telah mendapatkan seorang ahli pemerin-
tahan yang sepenuhnya mendukung kepentingannya, dan orang ini
akan lebih berbahaya sebab ia telah mengenal segala rencana dan
urusan Daud selama ini. Oleh sebab itu, jika Ahitofel dapat digagal-
kan, maka Absalom sudah pasti dapat dikalahkan, dan kepala per-
sepakatan gelap itu dilenyapkan. Hal ini berusaha dilakukan Daud,
I. Melalui doa. Tatkala mendengar bahwa Ahitofel terlibat dalam per-
sepakatan itu, Daud mengangkat hatinya kepada Allah dalam
doa singkat ini: Gagalkanlah kiranya nasihat Ahitofel itu, ya
TUHAN (ay. 31). Daud tidak mempunyai kesempatan untuk
memanjatkan doa yang panjang, namun ia bukan termasuk orang-
orang yang menyangka bahwa doanya akan didengar sebab
banyaknya kata-kata. Doanya itu sangat sungguh-sungguh, “Ya
TUHAN, kumohon, lakukanlah ini.” Allah berkenan pada kegigih-
an orang-orang yang datang kepada-Nya dengan permohonan-
permohonan mereka. Doa Daud ini sangat khusus, ia menyebut-
kan nama orang yang nasihatnya ingin dia gagalkan. Dalam doa,
Allah mengizinkan kita untuk dengan rendah hati dan penuh
hormat bersikap bebas dengan-Nya, dan untuk menyebutkan s-
ecara khusus kekhawatiran, ketakutan, dan kesedihan yang berat
menimpa kita. Daud tidak berdoa melawan pribadi Ahitofel, namun
melawan nasihatnya, supaya Allah menggagalkannya (KJV: meng-
ubahnya menjadi kebodohan), sehingga, sekalipun orang berhik-
mat, ia memberikan nasihat yang bodoh pada saat ini. Atau,
kalaupun ia memberikan nasihat yang bijak, kiranya nasihat itu
ditolak sebagai nasihat yang bodoh, atau, kalaupun nasihat itu
diikuti, kiranya oleh suatu pemeliharaan ilahi, nasihat itu digagal-
kan, dan tidak mencapai tujuannya. Daud mendoakan hal ini
dalam keyakinan yang teguh bahwa Allah mengenggam semua
hati, dan juga lidah, di dalam tangan-Nya, sehingga jika Dia
menghendaki, Ia dapat menjadikan para tua-tua hilang akal, dan
para hakim dibodohkan-Nya (Ayb. 12:17; Yes. 3:2-3). Daud juga
mendoakan hal ini dalam pengharapan bahwa Allah akan men-
gakui dan membela perkaranya yang adil dan dijahati. Perhati-
kanlah, kita dapat berdoa dengan iman, dan harus berdoa dengan
penuh kesungguhan, supaya Allah menggagalkan nasihat yang
dirancang untuk mencelakakan umat-Nya dan mengubah nasihat
itu menjadi kebodohan.
II. Melalui rancangan yang cerdik. Doa kita haruslah didukung de-
ngan usaha, sebab jika tidak, kita mencobai Allah. Menggagalkan
rancangan musuh-musuh jemaat itu yaitu pekerjaan yang baik.
sesudah Daud tiba di puncak bukit, ia sujud menyembah kepada
Allah (ay. 32). Camkanlah, tangisan tidak boleh menghalangi pe-
nyembahan, namun justru menggiatkannya. Pada saat itulah Daud
menuliskan mazmur yang ketiga, seperti yang tampak dari judul-
nya. Sebagian penafsir berpendapat bahwa mazmur yang dinya-
nyikannya ini merupakan penyembahan yang sekarang diberikan-
nya kepada Allah. Tepat pada saat itu Allah Sang Penyelenggara
membawa Husai kepadanya. saat Daud masih berbicara, Allah
sudah mendengar, dan mengirimkan kepadanya orang yang akan
menjadi alat untuk menggagalkan Ahitofel. Husai datang untuk
turut berduka bersama Daud atas kesusahan yang tengah me-
nimpanya, dengan jubah yang terkoyak dan tanah di atas kepala.
Akan namun , sebab Daud sangat percaya pada perilaku dan
kesetiaannya, ia memutuskan untuk memakainya sebagai mata-
mata untuk mengawasi Absalom. Daud tidak mau membawa Hu-
sai bersamanya (ay. 33), sebab pada saat itu ia lebih memerlu-
kan prajurit daripada penasihat. Sebaliknya, ia menyuruhnya
kembali ke Yerusalem sebagai orang yang telah meninggalkan
Daud, untuk menantikan kedatangan Absalom, dan menawarkan
pelayanannya kepada Absalom (ay. 34). Dengan demikian, Husai
dapat menyusup ke dalam rencana-rencana Absalom dan meng-
gagalkan Ahitofel, entah dengan mencegah Absalom mengikuti
nasihat Ahitofel atau dengan membocorkannya kepada Daud, su-
paya Daud tahu apa yang harus diwaspadainya. Saya tidak bisa
melihat bagaimana penyamaran yang kotor ini, yang diperintah-
kan Daud kepada Husai, dapat dibenarkan sebagai siasat perang.
Hal terbaik yang dapat dikatakan tentangnya ialah bahwa jika
Absalom memberontak terhadap ayahnya, maka ia harus berjaga-
jaga terhadap semua orang, dan, jika ia harus tertipu, biarlah ia
tertipu. Daud meminta Husai untuk datang kepada Zadok dan
Abyatar, sebagai orang-orang yang layak dimintai petunjuk (ay.
35), dan juga kepada kedua anak mereka, sebagai orang-orang ke-
percayaan untuk dikirim kepada Daud (ay. 36). sesudah diperin-
tahkan seperti itu, Husai pun pergi ke Yerusalem (ay. 37), dan
tidak lama sesudah itu, Absalom juga datang ke sana bersama
pasukannya. Betapa cepatnya istana dan kota kerajaan berganti
pemimpin! Namun, kita menantikan kerajaan yang tidak dapat di-
goncangkan seperti itu, dan yang akan kita miliki tanpa diganggu
siapa pun.
PASAL 16
i akhir pasal sebelumnya kita mendapati Daud melarikan diri
dari Yerusalem, dan Absalom memasuki kota itu. Di dalam pasal
ini,
I. Kita akan mengikuti Daud dalam pelariannya yang memilu-
kan. Dan di situ kita mendapati dia,
1. Ditipu oleh Ziba (ay. 1-4).
2. Dikutuk oleh Simei, namun ditanggungnya dengan kesa-
baran yang menakjubkan (ay. 5-14).
II. Kita akan menemui Absalom yang memasuki kota Yerusalem
dengan penuh kemenangan. Dan di sana kita mendapati dia,
1. Ditipu oleh Husai (ay. 15-19).
2. Dinasihati oleh Ahitofel agar menghampiri gundik-gundik
ayahnya (ay. 20-23).
Fitnah Ziba
(16:1-4)
1 saat Daud baru saja melewati puncak, datanglah Ziba, hamba Mefiboset,
mendapatkan dia membawa sepasang keledai yang berpelana, dengan muat-
an dua ratus ketul roti, seratus buah kue kismis, seratus buah-buahan
musim panas dan sebuyung anggur. 2 Lalu bertanyalah raja kepada Ziba:
“Apakah maksudmu dengan semuanya ini?” Jawab Ziba: “Keledai-keledai ini
bagi keluarga raja untuk ditunggangi; roti dan buah-buahan ini bagi orang-
orangmu untuk dimakan; dan anggur ini untuk diminum di padang gurun
oleh orang-orang yang sudah lelah.” 3 Kemudian bertanyalah raja: “Di mana-
kah anak tuanmu?” Jawab Ziba kepada raja: “Ia ada di Yerusalem, sebab
katanya: Pada hari ini kaum Israel akan mengembalikan kepadaku kerajaan
ayahku.” 4 Lalu berkatalah raja kepada Ziba: “Kalau begitu, kepunyaanmulah
segala kepunyaan Mefiboset.” Kata Ziba: “Aku tunduk! Biarlah kiranya aku
tetap mendapat kasih di matamu, ya tuanku raja.”
Kita sudah membaca sebelumnya betapa baik perlakuan Daud terha-
dap Mefiboset, putra Yonatan, betapa Daud dengan bijak memperca-
yakan harta milik Mefiboset untuk diurus oleh Ziba, hamba Mefi-
boset, sementara Daud menjamu Mefiboset di meja makannya sendiri
(9:10). Perkara ini telah diatur dengan baik. Akan namun , sepertinya,
Ziba tidak puas sekadar menjadi pengelola harta milik Mefiboset, ia
juga ingin menjadi pemiliknya. Sekaranglah, pikir Ziba, saatnya bagi
dia untuk menjadikan dirinya pemilik harta itu. Jika ia bisa menda-
patkan pengakuan untuk itu dari pihak yang berkuasa, apakah itu
Daud atau Absalom sama saja baginya, maka ia berharap dapat
mengamankan mangsanya, yang diyakininya akan berhasil dia per-
oleh dengan cara memancing di air keruh. Untuk mencapai tujuan itu,
1. Ziba memberi Daud banyak hadiah berupa perbekalan, yang
makin disambut baik sebab hadiah itu tiba pada saat yang tepat
(ay. 1). Dengan hadiah ini Ziba bermaksud mengambil hati Daud,
sebab hadiah memberi keluasan kepada orang, dan membawa
dia menghadap orang-orang besar (Ams. 18:16). Bahkan, ke mana
juga ia memalingkan muka, ia beruntung (Ams. 17:8). Daud me-
nyimpulkan dari sini bahwa Ziba yaitu orang yang sangat bijak-
sana dan murah hati, dan sangat menyayanginya, padahal, dalam
semuanya itu, ia tidak merencanakan apa-apa selain mencari
keuntungan sendiri dan menjadikan harta Mefiboset sebagai
miliknya sendiri. Bukankah harapan akan keuntungan di dunia
ini membuat orang bermurah hati terhadap orang kaya? Jadi,
masakan keyakinan akan upah yang berlimpah pada kebangkitan
orang-orang benar tidak membuat kita bermurah hati terhadap
orang miskin? (Luk. 14:14). Ziba sangat memperhatikan hadiah
yang dibawanya bagi Daud. Hadiah itu yaitu apa yang akan
membawa suatu kebaikan bagi Daud di tengah kesulitan yang
sedang dihadapinya (ay. 2). Cermatilah, anggur itu untuk diminum
oleh orang-orang yang sudah lelah, bukan untuk diminum raja
sendiri, atau pegawai-pegawai istana. Sepertinya mereka tidak bia-
sa minum anggur, namun hanya menggunakannya untuk mengha-
ngatkan tubuh orang-orang yang akan binasa (Ams. 31:6). Diber-
katilah engkau, hai negeri, jika rajamu menggunakan anggur
untuk memperoleh kekuatan, seperti yang dilakukan Daud, dan
bukan untuk bermabuk-mabukan, seperti yang dilakukan Absa-
lom (13:28 dan lihat Pkh. 10:17). Apa pun yang dimaksudkan
Ziba dengan hadiah ini, penyelenggaraan Allah dengan penuh
rahmat membawakannya kepada Daud untuk menyokongnya.
Allah memakai orang-orang jahat demi tujuan-tujuan yang baik
bagi umat-Nya, dan membawakan daging kepada mereka melalui
burung gagak. sesudah melalui hadiahnya Ziba berhasil meng-
ambil hati Daud, dan mendapatkan kepercayaannya, hal berikut-
nya yang harus dilakukannya demi mencapai tujuannya yaitu
membuat Daud panas hati terhadap Mefiboset. Hal ini dilakukan
Ziba dengan tuduhan palsu. Ia menggambarkan Mefiboset sebagai
orang yang tidak tahu berterima kasih dan berencana meninggi-
kan dirinya di tengah huru-hara yang sedang terjadi, dan me-
ngembalikan mahkota raja ke atas kepalanya sendiri, sebab
sekarang Daud dan putranya sedang memperebutkannya. Daud
bertanya tentang Mefiboset seperti tentang salah seorang anggota
keluarganya sendiri, dan ini memberi Ziba kesempatan untuk
menceritakan kisah palsu tentang diri anak tuannya itu (ay. 3).
Betapa besar kerugian yang diderita oleh para tuan akibat lidah
hamba-hamba mereka yang berdusta! Daud tahu bahwa Mefi-
boset bukanlah orang yang berhasrat untuk berkuasa. Sebalik-
nya, Mefiboset sudah merasa puas di tempatnya, dan sangat
senang dengan Daud dan pemerintahannya. Tidak pula Mefiboset
bisa selemah itu sehingga berharap untuk menaiki tangga jabatan
dengan kakinya yang timpang. Namun demikian, Daud memper-
cayai fitnah itu. Tanpa bertanya atau mempertimbangkan lebih
lanjut, ia menyatakan Mefiboset telah melakukan pengkhianatan,
menyita tanahnya, dan memberikannya kepada Ziba: Kalau be-
gitu, kepunyaanmulah segala kepunyaan Mefiboset (ay. 4). Suatu
keputusan yang gegabah, dan yang di kemudian hari membuat-
nya malu, saat kebenaran dinyatakan (19:29). Mau tidak mau,
para raja ada kalanya tertipu dalam memberikan suatu pemberi-
an, seperti yang dikatakan hukum kita. namun mereka harus
menggunakan segala macam cara untuk menyingkapkan kebe-
naran dan berjaga-jaga terhadap orang-orang yang jahat dan ber-
maksud buruk, yang hendak memperdaya mereka, seperti yang
dilakukan Ziba terhadap Daud. sesudah mencapai tujuannya me-
lalui tipu muslihatnya itu, Ziba diam-diam menertawakan sikap
Daud yang terlampau mudah percaya. Ia menepuk dada atas
keberhasilannya, dan kemudian pergi, dengan memberikan pujian
yang tinggi kepada raja, bahwa ia lebih menghargai perkenanan
sang raja daripada harta milik Mefiboset: “Biarlah kiranya aku
tetap mendapat kasih di matamu, ya tuanku raja, maka cukuplah
itu bagiku.” Orang-orang besar haruslah selalu waspada terhadap
para penjilat, dan mengingat bahwa alam telah memberi mereka
dua telinga, supaya mereka dapat mendengar dari kedua belah
pihak.
Daud Dikutuk oleh Simei
(16:5-14)
5 saat raja Daud telah sampai ke Bahurim, keluarlah dari sana seorang
dari kaum keluarga Saul; ia bernama Simei bin Gera. Sambil mendekati raja,
ia terus-menerus mengutuk. 6 Daud dan semua pegawai raja Daud dilempari-
nya dengan batu, walaupun segenap tentara dan semua pahlawan berjalan di
kiri kanannya. 7 Beginilah perkataan Simei pada waktu ia mengutuk: “Enyah-
lah, enyahlah, engkau penumpah darah, orang dursila! 8 TUHAN telah mem-
balas kepadamu segala darah keluarga Saul, yang engkau gantikan menjadi
raja, TUHAN telah menyerahkan kedudukan raja kepada anakmu Absalom.
Sesungguhnya, engkau sekarang dirundung malang, sebab engkau seorang
penumpah darah.” 9 Lalu berkatalah Abisai, anak Zeruya, kepada raja:
“Mengapa anjing mati ini mengutuki tuanku raja? Izinkanlah aku menye-
berang dan memenggal kepalanya.” 10 namun kata raja: “Apakah urusanku
dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab jika
TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan ber-
tanya: mengapa engkau berbuat demikian?” 11 Pula kata Daud kepada Abisai
dan kepada semua pegawainya: “Sedangkan anak kandungku ingin menca-
but nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan
biarlah ia mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya demi-
kian. 12 Mungkin TUHAN akan memperhatikan kesengsaraanku ini dan
TUHAN membalas yang baik kepadaku sebagai ganti kutuk orang itu pada
hari ini.” 13 Demikianlah Daud melanjutkan perjalanannya dengan orang-
orangnya, sedang Simei berjalan terus di lereng gunung bertentangan dengan
dia dan sambil berjalan ia mengutuk, melemparinya dengan batu dan me-
nimbulkan debu. 14 Dengan lelah sampailah raja dan seluruh rakyat yang
ada bersama-sama dengan dia ke Yordan, lalu mereka beristirahat di sana.
Dalam perikop ini kita mendapati bagaimana Daud menanggung
kutuk Simei dengan jauh lebih baik daripada ia menanggung san-
jungan Ziba. Oleh sanjungan Ziba, ia dibuat menjatuhkan peng-
hakiman yang keliru tentang orang lain, sedangkan oleh kutuk Simei,
ia dibuat menjatuhkan penghakiman yang benar tentang dirinya sen-
diri. Senyuman dunia itu lebih berbahaya daripada kernyit dahinya.
Amatilah di sini,
I. Betapa kurang ajar dan geramnya Simei, dan betapa kebencian-
nya menjadi jauh lebih kejam sebab mendapat kesempatan dari
kesusahan yang tengah dialami Daud. Daud, dalam pelariannya,
telah tiba di Bahurim, sebuah kota bani Benyamin yang di dalam-
nya, atau di dekatnya, Simei tinggal. sebab Simei merupakan
kaum keluarga Saul, yang dengan kejatuhan keluarga itu semua
harapannya untuk mendapatkan kedudukan juga turut jatuh,
maka ia memendam rasa permusuhan yang tidak dapat dihilang-
kan terhadap Daud. Dengan tidak adil ia menganggap Daud
sebagai penyebab kejatuhan Saul dan keluarganya hanya sebab ,
oleh ketetapan ilahi, Daud menggantikan Saul. Sewaktu Daud
hidup makmur dan berkuasa, Simei sangat membenci dia seperti
sekarang ini, namun pada waktu itu ia tidak berani mengucapkan
apa pun untuk melawannya. Allah mengetahui isi hati orang-
orang yang tidak menyenangi Dia dan pemerintahan-Nya, namun
raja-raja dunia tidak mengetahuinya. Sekarang Simei maju, dan
mengutuk Daud dengan segala sumpah serapah dan kutuk yang
terpikir olehnya (ay. 5). Amatilah,
1. Mengapa Simei mengambil kesempatan ini untuk melampias-
kan kebenciannya.
(1) Sebab sekarang Simei berpikir bahwa ia dapat melakukan-
nya dengan aman. Namun, seandainya Daud beranggapan
bahwa ia pantas tersinggung atas tindakan yang meman-
cing amarah itu, maka Simei bisa saja kehilangan nyawa-
nya.
(2) Sebab sekarang tindakan Simei itu akan teramat menyakiti
hati Daud, akan menambah derita pada kesedihannya, dan
menuangkan cuka ke dalam lukanya. Daud menganggap
paling biadab mereka yang menambah kesakitan orang-
orang yang ditikam Allah (Mzm. 69:27). Demikianlah yang
dilakukan Simei, menghujankan berbagai kutuk kepada
Daud, yang tidak dapat dipandang tanpa rasa iba oleh
orang yang berjiwa pemurah.
(3) Sebab sekarang Simei berpikir bahwa Penyelenggaraan ilahi
membenarkan celaan-celaannya, dan bahwa penderitaan
yang sedang dialami Daud sekarang membuktikan bahwa
ia yaitu orang jahat seperti yang disangkanya. Teman-
teman Ayub menyalahkan dirinya berdasar pemikiran
yang keliru ini. Orang-orang yang sedang mendapat tegur-
an dari Allah yang penuh rahmat janganlah merasa heran
jika teguran itu mendatangkan kepada mereka berbagai
celaan dari orang-orang jahat. jika dulu pernah dikata-
kan, Allah telah meninggalkan dia, maka sekarang menyu-
sul kata-kata, kejar dan tangkaplah dia (Mzm. 71:11).
namun memang sudah menjadi watak orang yang berjiwa
rendah untuk menginjak-injak orang-orang yang sedang
terpuruk seperti itu, dan menghina-hina mereka.
2. Bagaimana kebencian Simei diungkapkan. Lihatlah,
(1) Apa yang dilakukan orang celaka ini: Daud dilemparinya
dengan batu (ay. 6), seolah-olah rajanya hanyalah seekor
anjing, atau penjahat terbesar, yang harus dilempari batu
sampai mati oleh seluruh umat Israel. Mungkin Simei ber-
ada cukup jauh sehingga batu-batu yang dilemparkannya
itu tidak mengenai Daud, ataupun orang-orang yang me-
nyertainya. Namun demikian, ia menunjukkan apa yang
akan dilakukannya seandainya ia mampu. Ia menimbulkan
debu (ay. 13), yang mungkin masuk ke dalam matanya
sendiri, seperti kutuk yang dilontarkannya itu, yang sebab
tidak berdasar, akan kembali menimpa kepalanya sendiri.
Demikianlah, sementara kebenciannya membuat dirinya
menjijikkan, ketidakberdayaan dari kebencian itu mem-
buatnya menggelikan dan hina. Orang-orang yang berpe-
rang melawan Allah tidak dapat menyakiti-Nya, meskipun
mereka membenci Dia. Jikalau engkau berbuat dosa, apa
yang akan kaulakukan terhadap Dia? (Ayb. 35:6). Sangat
memperparah kefasikan Simei bahwa Daud disertai oleh
segenap tentara dan semua pahlawan yang berjalan di kiri
kanannya, sehingga ia tidak berada dalam keadaan yang
begitu menyedihkan seperti yang disangkanya. Dianiaya,
namun tidak ditinggalkan sendirian. Juga bahwa Simei terus-
menerus mengutuknya, dan melakukannya dengan semakin
menjadi-jadi, sekalipun Daud menanggungnya dengan sa-
bar.
(2) Apa yang dikatakan Simei. Dengan batu-batu, ia mem-
bidikkan kata yang pahit seperti panah (ay. 7-8), dengan
memandang rendah hukum itu, janganlah engkau menyum-
pahi seorang pemuka (Kel. 22:28). Daud yaitu orang yang
terhormat dan berhati nurani, dan mempunyai nama baik
untuk segala sesuatu yang adil dan baik. Apa yang bisa
dikatakan mulut busuk ini melawan dirinya? Sebab, se-
sungguhnya, apa yang sejak lama terjadi atas keluarga
Saul merupakan satu-satunya hal yang dapat diingatnya,
dan dengan hal ini ia mencela Daud, sebab dalam hal
itulah ia sendiri menjadi pihak yang kalah. Lihatlah betapa
mudahnya kita menilai orang dan sifat mereka berdasar
perlakuan mereka terhadap kita, dan menyimpulkan bah-
wa pasti jahat orang-orang yang dengan begitu adil, atau
yang kita sangka dengan begitu tidak adil, telah dijadikan
alat untuk menimpakan celaka kepada kita. Sikap kita ter-
hadap diri kita sendiri begitu berat sebelah, hingga keliru-
lah kita jika menilai orang lain hanya berdasar perbuat-
an mereka terhadap kita. Tidak ada orang lain selain Daud
yang paling tidak bersalah atas penumpahan darah dalam
keluarga Saul. Sudah berkali-kali ia membiarkan Saul
hidup, sementara Saul terus berusaha menghabisi hidup-
nya. saat Saul dan putra-putranya dibunuh oleh orang
Filistin, Daud dan orang-orangnya berada berkilo-kilo me-
ter jauhnya dari tempat kejadian. saat Daud dan orang-
orangnya mendengar tentang peristiwa itu, mereka mera-
tapinya. Dari pembunuhan terhadap Abner dan Isyboset,
Daud sudah betul-betul menunjukkan dirinya bersih dari
kejahatan itu. Namun demikian, segala darah keluarga
Saul harus ditumpahkan di depan pintunya. Ketidakbersa-
lahan tidak bisa menjadi pagar untuk melindungi diri dari
kebencian dan kebohongan. Janganlah kita merasa heran
jika kita dituduh melakukan sesuatu yang justru sudah
berusaha kita hindari dengan sehati-hati mungkin. Syu-
kurlah bahwa manusia bukanlah hakim kita, melainkan
Dia yang penghakiman-Nya berdasar kebenaran. Di sini
darah keluarga Saul dituduhkan kepada Daud dengan
sangat tidak adil,
[1] Sebagai sesuatu yang menggambarkan tabiat Daud, dan
menggolongkannya sebagai penumpah darah dan orang
dursila (ay. 7, KJV: pengikut Belial). Jika ia seorang pe-
numpah darah, maka bisa dipastikan ia seorang peng-
ikut Belial, yaitu pengikut Iblis, yang disebut Belial (2Kor.
6:15), dan yang merupakan pembunuh manusia sejak
semula. Para penumpah darah yaitu orang-orang yang
paling buruk.
[2] Sebagai sesuatu yang membuat Daud dirundung ma-
lang pada saat ini: “sebab sekarang engkau diturun-
kan dari takhta, dan diusir ke padang belantara, maka
TUHAN telah membalas kepadamu segala darah keluar-
ga Saul.” Lihatlah betapa orang-orang yang menyimpan
kebencian cepat mengaitkan amarah dan balas dendam
mereka sendiri dengan penghakiman-penghakiman
Allah. jika ada seseorang yang ditimpa kesusahan,
yang menurut anggapan mereka orang itu telah men-
jahati mereka, maka tindakan orang itu yang dulu men-
celakakan mereka pastilah dianggap sebagai penyebab
kesusahan itu. namun kita harus berhati-hati agar tidak
berbuat salah kepada Allah dengan membuat penye-
lenggaraan-Nya mendukung kebencian-kebencian kita
yang bodoh dan tidak adil seperti itu. Sama seperti ama-
rah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan
Allah, demikian pula kebenaran Allah tidak melayani
amarah manusia.
[3] Sebagai sesuatu yang sekarang akan menjadi kehancur-
an Daud yang sehabis-habisnya, sebab Simei berusaha
keras untuk membuatnya kehilangan harapan untuk
memperoleh takhtanya kembali. Sekarang mereka ber-
kata, baginya tidak ada pertolongan dari pada Allah
(Mzm. 3:3). TUHAN telah menyerahkan kedudukan raja
kepada anakmu Absalom bukan kepada Mefiboset. Ke-
luarga Saul tidak pernah bermimpi menjadikan dia raja,
seperti kesan yang berusaha ditimbulkan oleh Ziba, dan
engkau sekarang dirundung malang. Yaitu, “kemalangan
yang akan menjadi kehancuranmu, dan semuanya ini
terjadi sebab engkau seorang penumpah darah.” Demi-
kianlah Simei mengutuk.
II. Lihatlah betapa sabar dan pasrah Daud menghadapi pelecehan
ini. Anak-anak Zeruya, khususnya Abisai, tergerak untuk mem-
pertahankan kehormatan Daud dengan pedang mereka. Mereka
sangat marah atas penghinaan itu, dan memang sudah sepantas-
nya begitu: Mengapa anjing mati ini dibiarkan mengutuki tuanku
Kitab 2 Samuel 16:5-14
831
raja? (ay. 9). Kalau saja Daud memberi mereka izin, mereka akan
membungkam mulut yang berdusta dan mengutuk ini, dan
memenggal kepalanya. Sebab Melempari raja dengan batu meru-
pakan suatu tindakan yang terang-terangan, yang jelas-jelas
membuktikan bahwa Simei mengusahakan dan menginginkan
kematian raja. Namun demikian, sang raja sama sekali tidak mau
mengizinkannya: Apakah urusanku dengan kamu? Biarlah ia
mengutuk! Demikian jugalah Kristus menegur para murid, yang
sebab begitu bersemangat untuk menjaga kehormatan-Nya, hen-
dak mendatangkan api dari langit ke atas kota yang telah meng-
hina-Nya (Luk. 9:55). Marilah kita lihat atas pertimbangan-pertim-
bangan apa Daud menenangkan dirinya.
1. Hal utama yang membuatnya diam saja yaitu bahwa ia me-
mang pantas menerima kemalangan ini. Hal ini memang tidak
disebutkan, sebab orang bisa saja benar-benar bertobat, na-
mun tidak perlu, dalam setiap kesempatan, memberitahukan
pemikiran-pemikirannya yang penuh penyesalan. Simei men-
cerca Daud dengan tidak adil atas darah Saul. Dari cercaan itu
hati nurani Daud membebaskannya dari kesalahan, namun,
pada saat yang sama, hati nuraninya menuduh dia atas darah
Uria. “Cercaan itu sangatlah benar,” pikir Daud, “meskipun
maksudnya salah.” Perhatikanlah, orang yang rendah hati dan
berjiwa lembut akan mengubah cercaan menjadi teguran, dan
dengan demikian dibuat menjadi baik olehnya, dan bukan ter-
sulut amarah olehnya.
2. Daud melihat campur tangan Allah di dalamnya: TUHAN berfir-
man kepadanya: Kutukilah Daud (ay. 10), dan lagi, biarlah ia
mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya
demikian (ay. 11). Sebagai dosa Simei, cercaan itu tidak ber-
asal dari Allah, melainkan dari Iblis dan hati Simei yang jahat.
Tidak pula campur tangan Allah di dalamnya bisa memaafkan
atau meringankan dosa itu, apalagi membenarkannya, sama
seperti dosa orang-orang yang menghukum mati Kristus (Kis.
2:23; 4:28). Akan namun , sebagai kemalangan Daud, kejadian
itu berasal dari Tuhan, salah satu malapetaka yang ditimpa-
kan-Nya ke atas dirinya. Daud melihat jauh melampaui siapa
yang dijadikan alat bagi kesusahannya, dan mengarahkan
pandangan pada sang Pengatur yang tertinggi, seperti peng-
akuan Ayub, saat para penjarah telah melucutinya, TUHAN
yang mengambil. Tidak ada yang lebih tepat untuk menenang-
kan jiwa yang beroleh rahmat yang sedang menderita, selain
melihat campur tangan Allah di dalam penderitaan itu. Tidak
kubuka mulutku, sebab Engkau sendirilah yang bertindak.
Cambuk lidah yaitu tongkat Allah.
3. Daud menenangkan dirinya di bawah penderitaan yang tidak
begitu berat dengan mengingat penderitaan yang lebih berat
(ay. 11): Anak kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih
lagi sekarang orang Benyamin ini! Perhatikanlah, kesengsaraan
mengerjakan kesabaran pada diri orang-orang yang dikudus-
kan. Semakin banyak yang kita tanggung, semakin kita harus
mampu menanggung lebih banyak lagi. Apa yang menguji
kesabaran kita haruslah meningkatkan kesabaran itu. Sema-
kin kita terbiasa dengan kesukaran, semakin kita tidak terke-
jut oleh kesukaran itu, dan tidak menganggapnya aneh. Ja-
nganlah merasa heran kalau musuh mencelakakan kita, sebab
bahkan sahabat sekalipun bisa bersikap tidak baik, atau kalau
sahabat bersikap tidak baik, sebab bahkan anak-anak sendiri
pun tidak patuh.
4. Daud menghibur diri dengan berharap bahwa Allah, dengan
suatu cara, akan mendatangkan kebaikan baginya dari kema-
langannya ini, akan menyeimbangkan masalah itu sendiri, dan
memberikan imbalan atas kesabarannya dalam menanggung-
nya: “TUHAN membalas yang baik kepadaku sebagai ganti
kutuk orang itu. jika Allah meminta Simei menyusahkanku,
itu supaya Allah sendiri dapat menghiburku dengan lebih pan-
tas. Pasti Ia menyediakan belas kasihan bagiku, yang sedang
dipersiapkan-Nya melalui ujian ini.” Kita dapat mengandalkan
Allah sebagai pengupah kita, bukan hanya atas pelayanan
kita, melainkan juga atas penderitaan kita. Biar mereka me-
ngutuk, Engkau akan memberkati. Daud, pada akhirnya, tiba
di Bahurim (ay. 14), tempat ia beristirahat, dan terlindung dari
perbantahan lidah itu.
Husai Menipu Absalom; Nasihat Jahat Ahitofel
(16:15-23)
15 Maka Absalom dan seluruh rakyat, orang-orang Israel, sampailah ke
Yerusalem, dan Ahitofel ada bersama-sama dengan dia. 16 saat Husai,
orang Arki, sahabat Daud itu, sampai kepada Absalom, berkatalah Husai
kepada Absalom: “Hiduplah raja! Hiduplah raja!” 17 Berkatalah Absalom ke-
pada Husai: “Inikah kesetiaanmu kepada sahabatmu? Mengapa engkau tidak
pergi menyertai sahabatmu itu?” 18 Lalu berkatalah Husai kepada Absalom:
“Tidak, namun dia yang dipilih oleh TUHAN dan oleh rakyat ini dan oleh setiap
orang Israel, dialah yang memiliki aku dan bersama-sama dengan dialah aku
akan tinggal. 19 Lagipula, kepada siapakah aku memperhambakan diri?
Bukankah kepada anaknya? Sebagaimana aku memperhambakan diri ke-
pada ayahmu, demikianlah aku memperhambakan diri kepadamu.” 20 Kemu-
dian berkatalah Absalom kepada Ahitofel: “Berilah nasihat; apakah yang
harus kita perbuat?” 21 Lalu jawab Ahitofel kepada Absalom: “Hampirilah
gundik-gundik ayahmu yang ditinggalkannya untuk menunggui istana. Apa-
bila seluruh Israel mendengar, bahwa engkau telah membuat dirimu dibenci
oleh ayahmu, maka segala orang yang menyertai engkau, akan dikuatkan
hatinya.” 22 Maka dibentangkanlah kemah bagi Absalom di atas sotoh, lalu
Absalom menghampiri gundik-gundik ayahnya di depan mata seluruh Israel.
23 Pada waktu itu nasihat yang diberikan Ahitofel yaitu sama dengan
petunjuk yang dimintakan dari pada Allah; demikianlah dinilai setiap nasihat
Ahitofel, baik oleh Daud maupun oleh Absalom.
Absalom mendapat kabar yang disampaikan kepadanya dengan cepat
oleh beberapa temannya di Yerusalem, bahwa Daud telah menying-
kir, dan betapa dengan sedikit pengikut ia pergi. Dengan demikian
keadaan sudah aman, dan Absalom dapat mengambil alih Yerusalem
kapan saja ia mau. Pintu-pintu gerbang terbuka, dan tidak ada
seorang pun yang maju menentangnya. Oleh sebab itu, ia pun masuk
tanpa menunda-nunda waktu (ay. 15). Tidak diragukan lagi bahwa ia
sangat berbesar hati atas keberhasilan yang pertama ini, dan bahwa,
saat merancang rencananya, apa yang mungkin ia khawatirkan
akan menjadi kesulitan terbesar, ternyata begitu mudah diatasi de-
ngan tuntas. sebab sekarang ia menjadi penguasa Yerusalem, ia me-
nyimpulkan bahwa semua yaitu miliknya, dan seluruh negeri tentu
akan mengikutinya. Allah membiarkan orang-orang jahat berhasil
melaksanakan rencana mereka yang jahat untuk sementara waktu,
bahkan melebihi harapan mereka, supaya kekecewaan mereka kelak
akan semakin menyakitkan dan memalukan. Tokoh-tokoh pemerin-
tahan yang paling ternama pada masa itu yaitu Ahitofel dan Husai.
Ahitofel dibawa Absalom ke Yerusalem bersamanya (ay. 15), sedang-
kan Husai menemui Absalom di sana (ay. 16). Dengan demikian,
Absalom tidak bisa tidak pasti berpikir bahwa ia akan berhasil, sebab
ia memiliki kedua orang ini sebagai penasihatnya. Merekalah yang
diandalkannya, dan ia tidak meminta petunjuk kepada tabut Allah,
meskipun tabut itu ada bersamanya. namun mereka berdua itu sung-
guh penasihat yang menyedihkan. Sebab,
I. Husai tidak akan pernah menasihatinya untuk bertindak bijak-
sana. Sebenarnya Husai yaitu musuhnya, dan berencana untuk
mengkhianatinya, sementara ia berpura-pura mendukung kepen-
tingannya. Dengan demikian, di sekeliling Absalom tidak ada
orang yang lebih berbahaya daripada Husai.
1. Husai mengucapkan selamat kepada Absalom saat ia naik
takhta, seolah-olah Husai sangat puas dengan sebutan raja
bagi Absalom, dan sangat senang bahwa ia telah menduduki
takhta (ay. 16). Betapa orang-orang yang memerintah dengan
hikmat duniawi tergoda untuk menggunakan segala tipu daya!
Betapa bahagia orang-orang yang tidak mengenal seluk-beluk
Iblis ini, namun yang hidup di dunia ini dengan dikuasai oleh
ketulusan dan kemurnian dari Allah.
2. Absalom terkejut mendapati Husai berpihak kepadanya, sebab
Husai dikenal sebagai sahabat dekat Daud dan orang keper-
cayaannya. Absalom bertanya kepada Husai, inikah kesetiaan-
mu kepada sahabatmu? (ay. 17), sambil menghibur diri dengan
pemikiran berikut, bahwa semuanya akan menjadi miliknya,
sebab sekarang Husai menjadi miliknya. Absalom tidak me-
ragukan ketulusan Husai, namun dengan mudah percaya bah-
wa apa yang diharapkannya memang benar adanya, bahwa
sahabat-sahabat terdekat Daud begitu senang kepada dirinya
sehingga mengambil kesempatan pertama untuk menyampai-
kan dukungan kepadanya. Meskipun demikian, keangkuhan
hatinya telah memperdayakannya (Ob. 1:3).
3. Husai meneguhkan kepercayaan Absalom bahwa ia mendu-
kung Absalom dengan sepenuh hati. Sebab, meskipun Daud
yaitu sahabatnya, namun rajalah yang memiliki dirinya (ay.
18). Siapa yang dipilih rakyat, dan yang kepadanya Penyeleng-
garaan Allah tersenyum, kepadanyalah Husai akan setia. Dan
ia akan memperhambakan diri kepada penerus raja (ay. 19),
sang matahari terbit. Memang benar bahwa Husai mengasihi
ayah Absalom, namun masa pemerintahan ayahnya itu sudah
habis, dan telah berlalu. Lalu mengapa ia tidak boleh menga-
sihi penerusnya juga? Demikianlah Husai berpura-pura mem-
berikan alasan bagi keputusan yang sesungguhnya membuat-
nya jijik dengan memikirkannya.
II. Ahitofel menasihati Absalom untuk berbuat keji, dan dengan
demikian berhasil mengkhianatinya sama seperti orang yang
sengaja berbohong kepadanya. Sebab mereka yang menganjurkan
orang untuk berbuat dosa, pasti menasihati orang itu supaya
mengalami celaka. Dan pemerintahan yang didirikan di atas
dosa, didirikan di atas pasir.
1. Tampaknya Ahitofel terkenal sebagai tokoh pemerintahan yang
berpikiran mendalam. Nasihatnya dianggap sebagai petunjuk
yang diminta dari Allah (ay. 23). Ia mempunyai nama yang
begitu baik untuk ketajaman dan kebijaksanaan dalam urus-
an-urusan yang menyangkut orang banyak. Ia mampu men-
jangkau begitu jauh melampaui penasihat-penasihat pribadi
lain. Alasan-alasan yang dia berikan menyangkut nasihatnya
begitu meyakinkan, dan rencana-rencananya pada umumnya
begitu berhasil, hingga semua orang, yang baik maupun yang
buruk, baik Daud maupun Absalom, sangat menghormati pan-
dangan-pandangannya, malah sejauh ini terlalu berlebihan,
saat mereka menganggap dia sebagai petunjuk dari Allah.
Masakan kebijaksanaan manusia yang fana dapat dibanding-
kan dengan Dia yang satu-satunya mempunyai hikmat sejati?
Marilah kita amati dari penjelasan tentang kemasyhuran
Ahitofel dalam mengambil kebijakan,
(1) Bahwa banyak orang yang unggul dalam hikmat duniawi,
namun sama sekali kekurangan anugerah sorgawi, sebab
orang-orang yang mengangkat diri sebagai petunjuk Allah,
justru cenderung memandang rendah petunjuk Allah. Apa
yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah. Dan para pemuka
negeri yang terhebat sekalipun jarang merupakan orang-
orang yang paling kudus.
(2) Bahwa kerap kali tokoh-tokoh pemerintahan yang terhebat
bertindak teramat bodoh bagi diri mereka sendiri. Ahitofel
diserukan sebagai orang yang menyampaikan petunjuk
Allah, namun dengan sangat tidak bijak berpihak kepada
Absalom, yang bukan saja seorang perebut kekuasaan,
melainkan juga orang muda yang gegabah, yang sepertinya
tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang baik. Keja-
tuhannya, dan kejatuhan semua orang yang mengikutinya,
sudah dapat dilihat oleh siapa saja, bahkan dengan seper-
sepuluh kebijakan yang diaku-aku dimiliki Ahitofel. Bagai-
manapun juga, kejujuran yaitu kebijakan terbaik, dan
akan didapati demikian pada akhirnya. Akan namun ,
2. Kebijakan Ahitofel dalam perkara ini menggagalkan tujuannya
sendiri. Amatilah,
(1) Nasihat jahat yang diberikan Ahitofel kepada Absalom.
sebab tahu bahwa Daud telah meninggalkan para gundik-
nya untuk mengurus istana, Ahitofel menyarankan agar
Absalom menghampiri gundik-gundik ayahnya (ay. 21), sua-
tu tindakan yang sangat jahat. Hukum ilahi telah menjadi-
kan tindakan itu sebagai kejahatan yang diganjar hukum-
an mati (Im. 20:11). Rasul Paulus menyebutnya sebagai
kekejian yang tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-
bangsa yang tidak mengenal Allah (1Kor. 5:1). Ruben kehi-
langan hak kesulungannya akibat perbuatan seperti itu.
namun Ahitofel menyarankannya kepada Absalom sebagai
sesuatu yang harus dilakukan di muka umum, sebab hal
itu akan meyakinkan seluruh umat Israel,
[1] Bahwa Absalom bersungguh-sungguh dalam segala tun-
tutannya. Tidak diragukan lagi bahwa ia telah bertekad
menjadikan dirinya penguasa atas segala sesuatu yang
dimiliki pendahulunya, saat ia memulai dengan meng-
hampiri gundik-gundiknya.
[2] Bahwa ia bertekad untuk tidak pernah berdamai de-
ngan ayahnya dengan persyaratan apa pun. Sebab de-
ngan perbuatan ini, ia hendak membuat dirinya begitu
dibenci ayahnya hingga ayahnya tidak akan pernah
mau diperdamaikan dengan dirinya, yang mungkin di-
inginkan oleh rakyat, dan bahwa gundik-gundik itu ha-
rus dikorbankan untuk perdamaian itu. sesudah meng-
hunus pedang, Absalom kemudian, dengan tindakan
yang menyulut amarah ini, membuang sarung pedang
itu. Dan dengan demikian memperkuat tangan kelom-
poknya dan membuat mereka tetap teguh berpihak ke-
padanya. Inilah kebijakan Ahitofel yang terkutuk, yang
menunjukkan bahwa ia lebih merupakan sabda Iblis
daripada sabda Allah.
(2) Kesediaan Absalom untuk mengikuti nasihat ini. Nasihat
itu sepenuhnya cocok dengan pikirannya yang cabul dan
keji, dan tanpa menunda-nunda waktu ia pun segera me-
laksanakannya (ay. 22). saat pemberontakan yang tidak
wajar yaitu sandiwara yang dipentaskan, maka adegan
pembuka apa yang lebih sesuai untuknya daripada hawa
nafsu yang tidak wajar seperti itu? Demikianlah semua
kefasikan Absalom serupa satu sama lain, dan hati nurani
yang belum mati rasa tidak dapat membayangkannya tan-
pa rasa ngeri yang sejadi-jadinya. Bahkan, yang dinasihati
bertindak melebihi saran penasihatnya. Ahitofel menya-
rankan Absalom untuk melakukan hal itu, supaya seluruh
Israel melihatnya. Sesuai dengan nasihat itu, dibentang-
kanlah kemah di atas sotoh istana untuk tujuan ini .
Dengan begitu kurang ajar Absalom mempertontonkan
dosanya seperti yang dilakukan orang Sodom. Namun,
dalam hal ini, firman Allah digenapi dalam arti yang sebe-
nar-benarnya. Melalui Natan, Allah telah mengancam bah-
wa akibat menodai Batsyeba, istri-istri Daud sendiri akan
dicemari di depan umum (12:11-12). Sebagian penafsir ber-
pendapat bahwa dengan menyarankan perbuatan itu,
Ahitofel berencana membalas dendam kepada Daud atas
kejahatan yang telah dilakukannya terhadap Batsyeba,
yang merupakan cucunya. Sebab Batsyeba yaitu anak
wanita Eliam (11:3), yang yaitu anak Ahitofel (23:34).
Ayub menyebut hal ini sebagai hukuman yang adil bagi
perzinahan, biarlah isteriku menggiling bagi orang lain (Ayb.
31:9-10), dan demikian pula yang dikatakan nabi Hosea
(Hos. 4:13-14). Saya tidak tahu harus berkata apa tentang
para gundik yang tunduk pada kejahatan ini. Akan namun ,
sekalipun Absalom dan gundik-gundik itu tidak berbuat
benar, kita harus berkata, TUHAN itu yang benar. Dan tidak
ada satu pun dari firman-Nya yang dibiarkan gugur.
PASAL 17
erseteruan antara Daud dan Absalom sekarang sedang bergegas
menuju keadaan yang genting. Perseteruan ini harus diten-
tukan oleh pedang, dan sebab itu persiapannya sedang dibuat
dalam pasal ini.
I. Absalom mengumpulkan dewan penasihat perang, yang di da-
lamnya Ahitofel mendesak supaya dilakukan pengejaran dengan
segera (ay. 1-4), namun Husai mengusulkan agar diambil suatu
pertimbangan (ay. 5-13). Nasihat Husai disetujui (ay. 14), dan
sebab kesal, Ahitofel menggantung diri (ay. 23).
II. Mata-mata rahasia dikirim kepada Daud, namun dengan ba-
nyak kesulitan, untuk memberitahukan gerak-gerik musuh
(ay. 15-21).
III. Daud bergerak maju ke seberang sungai Yordan (ay. 22-24),
dan di sana perkemahannya diberi persediaan makanan dan
minuman oleh sebagian dari teman-temannya di negeri itu (ay.
27-29).
IV. Absalom dan pasukannya bergerak maju mengejar Daud ke
negeri Gilead di sisi lain sungai Yordan (ay. 25-26). Di sana,
dalam pasal berikutnya, kita akan mendapati perseteruan itu
ditentukan oleh suatu pertempuran. Sampai sejauh ini segala
sesuatunya tampak gelap bagi Daud yang malang, namun seka-
rang fajar pembebasannya mulai menyingsing.
Nasihat Husai
(17:1-14)
1 Berkatalah Ahitofel kepada Absalom: “Izinkanlah aku memilih dua belas
ribu orang, maka aku akan bersiap dan mengejar Daud pada malam ini juga.
2 Aku akan mendatangi dia, selagi ia lesu dan lemah semangatnya, dan me-
ngejutkan dia; seluruh rakyat yang ada bersama-sama dengan dia akan
melarikan diri, maka aku dapat menewaskan raja sendiri. 3 Demikianlah aku
akan membawa pulang seluruh rakyat itu kepadamu seperti seorang mem-
pelai wanita kembali kepada suaminya. Jadi, engkau mencari nyawa
satu orang saja, sedang seluruh rakyat tetap selamat.” 4 Perkataan ini disetu-
jui oleh Absalom dan oleh semua tua-tua Israel. 5 namun berkatalah Absalom:
“Panggillah juga Husai, orang Arki itu, supaya kita mendengar apa yang
hendak dikatakannya.” 6 saat Husai datang kepada Absalom, berkatalah
Absalom kepadanya, demikian: “Beginilah perkataan yang dikatakan Ahitofel;
apakah kita turut nasihatnya? Jika tidak, katakanlah.” 7 Lalu berkatalah
Husai kepada Absalom: “Nasihat yang diberikan Ahitofel kali ini tidak baik.”
8 Kata Husai pula: “Engkau tahu, bahwa ayahmu dan orang-orangnya yaitu
pahlawan, dan bahwa mereka sakit hati seperti beruang yang kehilangan
anak di padang. Lagipula ayahmu yaitu seorang prajurit sejati; ia tidak
akan membiarkan rakyat tidur. 9 Tentulah ia sekarang bersembunyi dalam
salah satu lobang atau di salah satu tempat. jika pada penyerangan
pertama beberapa orang tewas dan ada orang mendengar hal itu, maka orang
akan berkata: Rakyat yang telah mengikut Absalom sudah menderita keka-
lahan. 10 Maka seorang gagah perkasa sekalipun yang hatinya seperti hati
singa akan tawar hati sama sekali, sebab seluruh Israel tahu, bahwa ayahmu
itu seorang pahlawan dan orang-orang yang bersama-sama dia yaitu orang
gagah perkasa. 11 Sebab itu kunasihatkan: Suruhlah seluruh Israel dari Dan
sampai Bersyeba berkumpul kepadamu, seperti pasir di tepi laut banyaknya
dan engkau sendiri juga harus turut bertempur. 12 jika kita mendatangi
dia di salah satu tempat, di mana ia terdapat, maka kita akan menyergapnya,
seperti embun jatuh ke bumi, sehingga tidak ada yang lolos, baik dia
maupun orang-orang yang menyertainya. 13 Dan jika ia mengundurkan diri
ke suatu kota, maka seluruh Israel akan mengikat kota itu dengan tali, dan
kita akan menyeretnya sampai ke sungai, hingga batu kecil pun tidak terda-
pat lagi di sana.” 14 Lalu berkatalah Absalom dan setiap orang Israel: “Nasihat
Husai, orang Arki itu, lebih baik dari pada nasihat Ahitofel.” Sebab TUHAN
telah memutuskan, bahwa nasihat Ahitofel yang baik itu digagalkan, dengan
maksud supaya TUHAN mendatangkan celaka kepada Absalom.
Absalom sekarang menduduki Yerusalem dengan damai. Istana kera-
jaan sudah menjadi miliknya sendiri, seperti juga kursi-kursi peng-
adilan, kursi-kursi milik keluarga raja Daud. Ayahnya yang baik
memerintah di Hebron, dan hanya atas suku Yehuda, selama lebih
dari tujuh tahun, dan tidak terburu-buru untuk menumpas musuh-
nya. Pemerintahannya dibangun di atas janji ilahi, yang penggenap-
annya dia yakini akan terjadi pada waktu yang semestinya, dan
sebab itu dia menunggu dengan sabar untuk sementara ini. Akan
namun si anak muda ini, Absalom, tidak hanya terburu-buru meme-
rintah dari Hebron ke Yerusalem, namun juga sesudah di sana tidak
sabar untuk menghancurkan ayahnya. Ia tidak puas dengan merebut
takhta ayahnya, sebelum dia berhasil mencabut nyawa sang ayah.
Sebab pemerintahannya didasarkan pada kelaliman, dan sebab itu
merasa terhuyung-huyung dan merasa harus melakukan segala
sesuatu dengan kekerasan. Bahwa orang keji yang berperilaku cabul
seperti Absalom sampai ingin menghabisi nyawa ayah yang begitu
baik tidaklah aneh, sebab di sana-sini selalu ada orang yang memang
bersifat jahat. namun bahwa bangsa Israel secara keseluruhan, yang
baginya Daud telah menjadi berkat yang begitu besar dalam segala
hal, sampai bergabung dengan Absalom dalam upaya jahatnya ini,
yaitu sesuatu yang sangat mencengangkan. namun nenek moyang
mereka juga sering memberontak melawan Musa. Orangtua yang
terbaik, dan para pemimpin yang terbaik, tidak akan merasa heran
jika mereka dibuat tidak tenang oleh orang-orang yang seharusnya
mendukung dan menyukakan hati mereka, saat mereka mengingat
anak-anak dan hamba-hamba seperti apa yang dimiliki oleh Daud
sendiri.
Daud dan semua orang yang setia kepadanya harus ditumpas.
Hal ini diputuskan, sepanjang yang bisa disaksikan, nemine contra-
dicente – dengan suara bulat. Tidak ada yang berani menyebutkan
jasa-jasa pribadi Daud, dan segala baktinya yang besar bagi negeri-
nya, untuk menentang keputusan ini, atau bahkan sekadar bertanya,
“namun kejahatan apakah yang telah dilakukannya sehingga dia
harus kehilangan mahkotanya, apalagi kepalanya?” Tidak ada yang
berani mengusulkan bahwa pembuangannya sudah cukup, untuk
saat ini, atau bahwa para utusan harus dikirim untuk memintanya
menyerahkan mahkota, yang menurut mereka mudah saja membu-
juk Daud untuk melakukannya, sebab ia sudah meninggalkan kota
tanpa perlawanan sama sekali. Belum lama ini Absalom sendiri me-
larikan diri sebab suatu kejahatan, dan Daud merasa puas dengan
pembuangan Absalom itu, meskipun Absalom pantas mati. Bahkan,
Daud meratapinya dan merindukannya. Namun Absalom yang tidak
tahu berterima kasih ini sama sekali tidak mempunyai kasih sayang
terhadap keluarga sehingga dia sangat haus akan darah ayah kan-
dungnya sendiri. Tidak dapat dibantah lagi bahwa Daud harus
dibinasakan. Yang menjadi pertanyaan yaitu bagaimana dia dapat
dibinasakan.
I. Ahitofel menyarankan agar Daud harus dikejar dengan segera,
pada malam itu juga, dengan sebuah pasukan yang bergerak
cepat yang akan dipimpinnya sendiri, sehingga hanya raja saja
yang dibunuh sedangkan tentaranya dicerai-beraikan. Dengan
begitu, orang-orang yang sekarang berpihak kepada Daud pasti
akan jatuh ke tangan Absalom, dan tidak akan ada peperangan
yang begitu lama seperti yang telah terjadi antara keluarga Saul
dan Daud: Engkau mencari nyawa satu orang saja, sedang seluruh
rakyat tetap selamat (ay. 1-3). Dengan hal ini tampak bahwa
Absalom telah menyatakan rencananya untuk menghabisi nyawa
Daud, dan Ahitofel setuju dengannya dalam rencana itu. Bunuh-
lah gembala, sehingga domba-domba tercerai-berai, dan menjadi
mangsa yang empuk bagi serigala. Demikianlah Ahitofel meran-
cang untuk mempersempit cakupan perang, dengan tidak meme-
rangi pasukan yang kecil ataupun yang besar, namun dengan
memerangi raja Israel saja, dan melaksanakannya dalam waktu
yang singkat, dengan menyerang sang raja dengan segera. Tidak
ada yang lebih mematikan bagi Daud daripada seandainya lang-
kah-langkah ini diambil. Sungguh benar bahwa Daud lesu dan
lemah semangatnya, sehingga suatu hal yang kecil saja akan
membuatnya takut, sebab jika tidak, ia tidak akan melarikan diri
dari rumahnya begitu mendengar tanda bahaya pertama tentang
pemberontakan Absalom. Besar kemungkinan bahwa dengan se-
buah serangan yang gencar, terutama pada malam hari, maka
pasukan kecil yang dimilikinya akan dapat dibuat kalang kabut.
Dengan begitu, akan menjadi hal yang mudah untuk menewas-
kan raja sendiri, lalu urusan pun akan selesai, seluruh bangsa
tentu akan tunduk, dan seluruh rakyat, kata Ahitofel, akan sela-
mat. Lihatlah bagaimana kehancuran yang menimpa semua orang
disebut oleh para perebut kekuasaan sebagai kedamaian bagi
semua orang. namun demikianlah istana Iblis berada dalam ke-
adaan damai, selagi ia, sebagai seorang yang kuat dan bersenjata,
menjaganya. Bandingkan ini dengan rancangan Kayafas yaitu
Ahitofel yang kedua itu, melawan Anak Daud, untuk menghan-
curkan kepentingan-Nya dengan membinasakan Dia. Biarlah satu
orang itu mati untuk bangsa kita (Yoh. 11:50). Mari kita bunuh ahli
waris, supaya warisannya menjadi milik kita (Mat. 21:38). namun
nasihat dari keduanya diubah menjadi kebodohan. Namun demi-
kian anak-anak terang, dalam angkatan mereka masing-masing,
dapat belajar hikmat dari anak-anak dunia ini. Apa yang didapati
tangan kita untuk dikerjakan, marilah kita lakukan dengan
segera, dan dengan segenap kekuatan kita. Bijaklah bagi kita
untuk bertindak dengan penuh semangat dan cepat, dan tidak
membuang-buang waktu, khususnya dalam peperangan rohani
kita. Jika Iblis lari dari kita, marilah kita terus kejar dan hantam
dia. Orang-orang yang berseteru dengan kepala yang mengenakan
mahkota raja pada umumnya berusaha membenarkan tindakan
mereka, dengan menyatakan bahwa mereka hanya melawan para
penasihat raja yang jahat, dan menuntut pertanggungjawaban
mereka, Raja sendiri tidak dapat berbuat salah, merekalah yang
berbuat salah. Namun kejahatan Absalom yang terang-terangan
ini mengarahkan pukulan kepada sang raja secara langsung, bah-
kan, hanya kepada sang raja. Sebab perkataan ini (coba bayang-
kan!), aku akan menewaskan raja saja, menyenangkan hati Absa-
lom (ay. 4, KJV). Tidak pula tersisa sedikit pun kejenakaan dan
kebajikan dalam diri Absalom yang dapat membuatnya pura-pura
tersentak mendengar rencana itu, atau bahkan pura-pura enggan
melaksanakan keputusan yang biadab dan kejam ini. Kebaikan
apakah yang dapat bertahan di hadapan hasrat yang membara
untuk berkuasa?
II. Husai menganjurkan agar mereka jangan terlalu terburu-buru
dalam mengejar Daud, namun mengambil waktu untuk menghim-
pun seluruh pasukan mereka untuk melawannya, dan mengalah-
kannya dengan jumlah yang banyak, sebagaimana Ahitofel telah
menganjurkan untuk menyerangnya secara tiba-tiba. Nah Husai,
dengan memberikan nasihat ini, sesungguhnya bermaksud untuk
menolong Daud dan kepentingannya, supaya dia bisa mempunyai
waktu untuk mengirimkan pemberitahuan kepada Daud tentang
rencana-rencananya, dan supaya Daud dapat mempunyai waktu
untuk menghimpun sebuah pasukan dan pindah ke negeri-negeri
di seberang sungai Yordan. Sebab di negeri-negeri itu, mengingat
letaknya yang lebih terpencil, Absalom mungkin tidak mempunyai
begitu banyak kepentingan. Tidak ada yang lebih menguntungkan
Daud dalam keadaan genting ini selain waktu untuk meloloskan
diri. Agar Daud mempunyai waktu untuk melakukannya, Husai
menasihati Absalom untuk tidak melakukan apa-apa dengan ter-
buru-buru, namun untuk tetap waspada dan memagari keberhasil-
annya dengan memperkokoh kekuatannya. Nah,
1. Absalom memberi Husai undangan yang baik untuk menasi-
hatinya. Seluruh tua-tua Israel telah menyetujui nasihat Ahi-
tofel, namun Allah menguasai hati Absalom untuk tidak
meneruskan rencana itu, sampai dia berunding lebih dahulu
dengan Husai (ay. 5): Mari kita dengar apa yang hendak di-
katakannya. Dalam hal ini Absalom berpikir bahwa dia ber-
buat bijak (dua kepala lebih baik daripada satu kepala), namun
Allah menangkap orang berhikmat dalam kecerdikannya sen-
diri. Lihat tafsiran Matthew Poole (seorang theolog Inggris abad
17 – pen.) tentang ayat ini.
2. Husai memberikan alasan-alasan yang sangat masuk akal
untuk apa yang dikatakannya.
(1) Husai menyanggah nasihat Ahitofel, dan berusaha menun-
jukkan bahaya mengikuti nasihatnya itu. Dengan keren-
dahan hatilah, dan dengan segala hormat terhadap nama
baik Ahitofel yang sudah mapan, Husai memohon izin
untuk berbeda pendapat darinya (ay. 7). Husai mengakui
bahwa nasihat Ahitofel biasanya paling baik, dan dapat
diandalkan. Akan namun , dengan sikap tunduk terhadap
rekannya yang mulia itu, Husai berpendapat bahwa nasi-
hat Ahitofel kali ini tidaklah baik. Husai juga berpendapat
bahwa sama sekali tidak aman untuk mempertaruhkan
kepentingan yang begitu besar seperti yang sedang mereka
jalankan sekarang, dengan jumlah yang begitu sedikit, dan
kepungan yang begitu tergesa-gesa, seperti yang dinasihat-
kan Ahitofel, mengingat kekalahan Israel di depan orang-
orang Ai (Yos. 7:4). Meremehkan seorang musuh sering kali
terbukti membawa akibat buruk. Lihatlah betapa masuk
akalnya alasan-alasan Husai.
[1] Husai sangat menegaskan bahwa Daud yaitu seorang
prajurit yang hebat, seorang yang berjiwa pemimpin, sa-
ngat berani, dan berpengalaman. Semua orang tahu
dan mengakui hal ini, bahkan Absalom sendiri: “Ayah-
mu yaitu seorang prajurit sejati (ay. 8), seorang pahla-
wan (ay. 10), dan tidak begitu lesu dan lemah sema-
ngatnya seperti yang dibayangkan oleh Ahitofel. Pelari-
annya dari Yerusalem haruslah dipandang, bukan seba-
gai tindakannya yang pengecut, melainkan sebagai
kebijaksanaannya.”
[2] Para pengikutnya, kendati hanya sedikit, yaitu pah-
lawan (ay. 8), orang gagah perkasa (ay. 10), orang-orang
yang termasyhur sebab keberaniannya dan menguasai
semua seni perang. Ahitofel, yang mungkin lebih sering
mengenakan jubah daripada menyandang pedang, akan
mendapati dirinya bukanlah lawan yang sepadan bagi
mereka. Satu orang saja dari pada mereka dapat menge-
jar seribu orang.
[3] Mereka semua geram terhadap Absalom, yang menjadi
dalang dari semua kejahatan ini, merasa sakit hati, dan
akan bertempur dengan kemarahan yang memuncak.
Jadi, dengan keberanian mereka seperti itu, dan dengan
kegeraman mereka seperti itu, tidak akan ada yang
sanggup bertahan di hadapan mereka, terutama untuk
prajurit-prajurit yang masih mentah yang pada umum-
nya dimiliki Absalom. Demikianlah Husai menggambar-
kan mereka sebagai orang-orang yang menakutkan,
sebagaimana Ahitofel telah membuat mereka tampak
hina.
[4] Husai mengemukakan bahwa mungkin Daud dan bebe-
rapa orangnya akan bersembunyi untuk menyergap, di
dalam suatu lubang, atau suatu tempat tertutup lain-
nya, dan akan menyerang para prajurit Absalom sebe-
lum mereka sadar. Kengerian akan hal ini pasti mem-
buat mereka melarikan diri. Dan kekalahan ini, meski-
pun hanya dari sekelompok kecil, akan mematahkan
semangat semua orang lain, terutama sebab hati nurani
mereka sendiri pada saat yang sama menuduh mereka
telah berkhianat melawan seseorang yang, mereka ya-
kini, tidak hanya diurapi oleh Allah, namun juga seorang
yang berkenan di hati-Nya (ay. 9). “Akan segera dikabar-
kan bahwa ada pembantaian di antara orang-orang
Absalom, dan kemudian mereka semua akan berusaha
kabur dengan sekencang-kencangnya, dan hati Ahitofel
sendiri, meskipun sekarang tampaknya seperti hati
seekor singa, akan menjadi sangat ciut. Pendek kata,
Ahitofel akan mendapati bahwa bukan perkara mudah
untuk berurusan dengan Daud dan orang-orangnya
seperti yang disangkakannya. Dan, jika dia digagalkan,
maka kita semua akan dikalahkan.”
(2) Husai menawarkan nasihatnya sendiri, dan memberikan
alasan-alasannya. Dan,
[1] Husai menganjurkan apa yang dia tahu akan memuas-
kan sifat Absalom yang sombong dan angkuh, meski-
pun itu tidak akan sungguh-sungguh berguna bagi
kepentingannya. Pertama, Husai menyarankan agar se-
luruh Israel dikumpulkan bersama-sama, yaitu, tentara
awam dari semua suku. sebab Absalom menganggap
begitu saja bahwa mereka semua mendukungnya, dan
bahwa dia akan memperoleh kesempatan untuk melihat
mereka semua berkumpul di bawah perintahnya, maka
ini akan menjadi salah satu hal yang akan sangat me-
muaskan dirinya. Kedua, Husai menyarankan agar
Absalom ikut pergi bertempur bersama mereka, seolah-
olah Husai memandang Absalom sebagai seorang pra-
jurit yang lebih baik daripada Ahitofel, lebih pantas
memberi perintah dan memperoleh kehormatan dari ke-
menangan. Dengan demikian, Husai menyatakan secara
tidak langsung bahwa Ahitofel telah meremehkan Absa-
lom sebab sudah mengusulkan pergi tanpa Absalom.
Lihatlah betapa mudahnya mengkhianati orang-orang
yang sombong, dengan menyanjung mereka, dan me-
ninggikan kesombongan mereka.
[2] Husai menganjurkan sesuatu yang kelihatannya akan
menjamin keberhasilan pada akhirnya, tanpa menang-
gung bahaya apa pun. Sebab, jika mereka dapat meng-
himpun jumlah prajurit yang demikian besar seperti
yang mereka yakini, maka di mana pun mereka mene-
mukan Daud, mereka tidak akan gagal untuk menghan-
curkannya. Pertama, jika di medan pertempuran, mere-
ka akan dapat menyergapnya, seperti embun yang me-
nutupi muka bumi, dan menghabisi semua orangnya
bersama dia (ay. 12). Mungkin Absalom lebih senang
dengan rancangan untuk menghabisi semua orang yang
ada bersama-sama dengan Daud, sebab ia memiliki
kebencian tertentu terhadap beberapa teman Daud,
daripada dengan rencana Ahitofel untuk menewaskan
raja saja. Demikianlah Husai berhasil mencapai tujuan-
nya dengan mengobarkan keinginan Absalom untuk
membalas dendam, dan dengan memuaskan kesom-
bongannya. Kedua, jika di dalam kota, mereka tidak
perlu takut untuk menaklukkan dia, sebab pasti ada
cukup banyak tangan, jika diperlukan, untuk menyeret
kota itu sendiri sampai ke sungai dengan tali (ay. 13).
Saran yang aneh ini, betapa pun tidak dapat dilaksana-
kan, sebab baru, berguna sebagai hiburan, dan disu-
kai sebab menyenangkan khayalan, sebab mereka se-
mua akan tersenyum pada kelakar yang terkandung di
dalamnya.
(3) Dengan semua cara cerdik ini, Husai tidak hanya memper-
oleh persetujuan Absalom terhadap nasihatnya, namun juga
kesepakatan yang bulat dari dewan penasihat perang yang
besar ini. Mereka semua setuju bahwa nasihat Husai lebih
baik daripada nasihat Ahitofel (ay. 14). Lihatlah di sini,
[1] Betapa besar hal-hal yang dapat dilakukan oleh kecer-
dikan manusia. Seandainya Husai tidak ada di sana,
nasihat Ahitofel sudah pasti akan diikuti. Dan, meski-
pun semua orang telah memberikan pendapat mereka,
tidak ada yang benar-benar lebih berguna bagi kepen-
tingan Absalom daripada apa yang dinasihatkan Ahi-
tofel. Namun Husai, dengan kecerdikannya, membawa
mereka semua berbalik kepada pihaknya, dan tak satu
pun dari mereka yang sadar bahwa dia mengatakan
semuanya ini demi Daud dan kepentingannya. Sebalik-
nya, semuanya setuju dengan apa yang dikatakannya.
Lihatlah bagaimana orang-orang yang tidak berpikir
panjang diperdaya oleh sebagian dari manusia yang
cerdik. Betapa para pembesar memperalat dan memper-
bodoh satu sama lain dengan tipu daya mer