Rabu, 29 Januari 2025

samuel 24

 


 

pengkhianat, sementara sang raja, raja yang sebenarnya, ber-

jalan kaki seperti budak-budak (Pkh. 10:7). Demikianlah Daud 

memilih melakukan itu, untuk menundukkan dirinya jauh 

lebih lagi di bawah tangan Allah, dan dalam kesediaannya un-

tuk merendah bagi kawan-kawan dan para pengikutnya, yang 

dengan mereka ia berjalan, sebagai tanda bahwa ia bersedia 

hidup dan mati bersama mereka. 

2. Daud mengajak seisi rumahnya bersamanya, para istri dan 

anak-anaknya, supaya ia bisa melindungi mereka pada hari 

yang penuh bahaya ini, dan agar mereka bisa menjadi peng-

hiburan baginya pada hari yang penuh kesedihan ini. Para 

kepala keluarga, dalam ketakutan mereka yang terbesar se-

kalipun, tidak boleh mengabaikan seisi rumah mereka. Sepu-

luh orang gundik ditinggalkan raja untuk menunggui istana, 

sebab Daud beranggapan bahwa sebab  mereka yaitu  perem-

puan, mereka tidak akan dibunuh, dan sebab  umur serta 

hubungan mereka dengan Daud, mereka tidak akan diper-

kosa. Akan namun , Allah tidak mengabulkan hal itu demi 

menggenapi firman-Nya. 

3. Daud membawa serta para pengawalnya, atau sekumpulan 

orang pensiunan, yaitu orang Kreti dan orang Pleti, yang ber-

ada di bawah pimpinan Benaya, serta orang Gat, yang berada 

di bawah pimpinan Itai (ay. 18). Orang Gat ini tampaknya 

merupakan keturunan orang Filistin dari kota Gat, yang da-

tang dalam satu kumpulan besar, 600 orang semuanya, untuk 

melayani Daud. Sebab mereka telah mengenalnya di Gat, dan 

sangat mengasihinya sebab  kebajikan dan kesalehannya, dan 

telah memeluk agama Yahudi. Daud menjadikan mereka garde 

du corps – pengawalnya, dan mereka setia kepadanya pada 

masa kesusahannya. Anak Daud pun tidak pernah menjumpai 

iman sebesar iman perwira Romawi dan wanita   Kanaan di 

antara orang Israel.  

4. Sebanyak mungkin orang yang mau pergi, dari penduduk 

Yerusalem, dibawa Daud bersamanya, lalu ia berhenti di suatu 

tempat yang agak jauh dari kota itu, untuk melihat mereka 

berjalan lewat (ay. 17). Ia tidak memaksa siapa pun. Siapa 

yang hatinya berpihak kepada Absalom, biarlah mereka pergi 

kepada Absalom, dan biarlah mereka menerima hukuman 

mereka. Tidak lama lagi mereka akan muak kepadanya. Demi-

kian pula Kristus hanya menarik orang-orang yang merelakan 

diri. 

IV. Percakapan Daud dengan Itai orang Gat, yang memimpin orang-

orang Filistin yang telah memeluk agama Yahudi. 

1. Daud menghalangi Itai untuk pergi menyertainya (ay. 19-20). 

Meskipun Itai dan orang-orangnya mungkin akan sangat ber-

guna bagi Daud, namun, 

(1) Daud mau mengujinya, apakah ia tulus hati dan tidak me-

mihak kepada Absalom. Oleh sebab itu, Daud menyuruh 

Itai agar kembali ke tempat tugasnya di Yerusalem dan 

melayani raja baru. Jika ia tidak lebih dari sekadar tentara 

upahan, seperti yang biasa kita katakan, maka ia akan ber-

pihak kepada siapa saja yang mau membayar dan mem-

berinya kedudukan yang terbaik. Dan biarlah ia pergi ke 

pihak itu. 

(2) Kalaupun ia setia kepada Daud, Daud tidak mau memper-

hadapkannya pada segala kelelahan dan bahaya yang seka-

rang pasti akan dia hadapi. Jiwa Daud yang lemah lembut 

tidak sanggup membayangkan orang asing dan orang 

buangan, seorang yang baru bertobat, yang seharusnya 

didorong dan dimudahkan dengan segala cara yang me-

mungkinkan, harus menghadapi kesulitan seperti itu sejak 

kedatangannya yang pertama. “Masakan pada hari ini aku 

akan membawa engkau mengembara bersama-sama kami? 

Tidak, kembalilah kepada saudara-saudaramu.” Orang yang 

murah hati lebih khawatir akan kesusahan yang dialami 

orang lain daripada yang dialaminya sendiri. Oleh sebab  

itu, Itai disuruh pergi dengan ucapan berkat: Mudah-mudah-

an TUHAN menunjukkan kasih dan setia kepadamu, yaitu 

kasih dan setia Allah, kasih berdasar  janji, janji yang 

diberikan kepada orang-orang yang meninggalkan ilah-ilah 

lain dan berlindung di bawah sayap Keagungan ilahi. Ini 

merupakan ucapan perpisahan yang sangat tepat dan 

penuh kesalehan, saat  kita berpisah dengan kawan, 

“Mudah-mudahan Tuhan menunjukkan kasih dan setia ke-

padamu, maka engkau akan selamat, dan jalanmu diper-

mudah, ke mana saja engkau pergi.” Daud bersandar pada 

kasih dan setia Allah untuk mendapat penghiburan dan 

kebahagiaan, baik untuk dirinya sendiri maupun kawan-

kawannya (lih. Mzm. 61:8). 

2. Itai bertekad dengan berani untuk tidak meninggalkan Daud 

(ay. 21). Di mana Daud berada, baik hidup atau mati, aman 

ataupun terancam bahaya, di situlah temannya yang setia ini 

akan berada. Itai pun menegaskan tekad ini dengan sumpah, 

supaya ia tidak tergoda untuk melanggarnya. Begitu tinggi ia 

menghargai Daud, bukan sebab  kekayaan dan kebesarannya 

sebab andaikata demikian, Itai pasti sudah meninggalkan dia 

sekarang tatkala melihat kemerosotannya seperti itu, melain-

kan sebab  hikmat dan kebaikannya, yang masih tetap sama. 

Jadi, apa pun yang terjadi, Itai tidak akan pernah mening-

galkan Daud. Perhatikanlah, teman sejati mengasihi sepanjang 

waktu, dan akan tetap melekat pada kita dalam kesusahan. 

Demikian pula kita harus melekat pada Anak Daud dengan 

hati yang teguh, bahwa baik maut maupun hidup tidak akan 

dapat memisahkan kita dari kasih-Nya. 

V. Belas asih dari rakyat biasa terhadap Daud dalam penderitaan-

nya. saat  ia dan orang-orang yang menyertainya menyeberangi 

sungai Kidron, yaitu sungai yang sama yang diseberangi Kristus 

saat  Dia memasuki masa sengsara-Nya (Yoh. 18:1), dan berjalan 

ke arah padang gurun, yang terletak di antara Yerusalem dan 

Yerikho, seluruh negeri menangis dengan suara keras (ay. 23). Ada 

cukup alasan untuk menangis, 

1. Melihat seorang raja terpuruk seperti itu. Raja yang pernah 

hidup dengan begitu megah, sekarang diusir dari istananya 

dan khawatir akan hidupnya, dan bersama rombongan kecil 

mencari perlindungan di padang gurun. Melihat kota Daud, 

yang telah ia rebut sendiri dengan tangannya, ia bangun dan 

bentengi, sekarang dibuat menjadi tempat tinggal yang tidak 

aman bagi Daud sendiri. Bahkan orang asing sekalipun akan 

tergerak oleh belas kasihan melihat orang jatuh begitu rendah 

dari tempat yang begitu tinggi, dan hal ini terjadi sebab  

kefasikan putranya sendiri. Sungguh memilukan perkara itu. 

Orangtua yang diperlakukan dengan semena-mena dan dihan-

curkan oleh anak-anak mereka sendiri patut mendapat belas 

asih dari kawan-kawan mereka, sama halnya seperti anak-

anak yang sedang menderita. Apalagi, 

2. Melihat raja mereka sendiri dijahati seperti itu, padahal ia telah 

menjadi berkat yang begitu besar bagi negeri mereka, dan tidak 

melakukan kesalahan apa pun yang pantas membuatnya kehi-

langan kasih sayang rakyatnya. Melihat sang raja dalam kesu-

sahan ini, dan rakyat sendiri tidak mampu menolongnya, tentu 

dapat memicu  air mata mereka membanjir. 

 


Pelarian Daud 

(15:24-30) 

24 Dan lihat, juga Zadok ada di sana beserta semua orang Lewi pengangkat 

tabut perjanjian Allah. Mereka meletakkan tabut Allah itu – juga Abyatar ikut 

datang – sampai seluruh rakyat dari kota selesai menyeberang. 25 Lalu 

berkatalah raja kepada Zadok: “Bawalah tabut Allah itu kembali ke kota; jika 

aku mendapat kasih karunia di mata TUHAN, maka Ia akan mengizinkan 

aku kembali, sehingga aku akan melihatnya lagi, juga tempat kediamannya. 

26 namun  jika Ia berfirman, begini: Aku tidak berkenan kepadamu, maka aku 

bersedia, biarlah dilakukan-Nya kepadaku apa yang baik di mata-Nya.”  

27 Lagi berkatalah raja kepada Zadok, imam itu: “Jadi, engkau dan Abyatar, 

pulanglah ke kota dengan selamat beserta anakmu masing-masing, yakni 

Ahimaas anakmu dan Yonatan, anak Abyatar. 28 Ketahuilah, aku akan me-

nanti di dekat tempat-tempat penyeberangan ke padang gurun, sampai ada 

kabar dari kamu untuk memberitahu aku.” 29 Lalu Zadok dan Abyatar mem-

bawa tabut Allah itu kembali ke Yerusalem dan tinggallah mereka di sana.  

30 Daud mendaki bukit Zaitun sambil menangis, kepalanya berselubung dan 

ia berjalan dengan tidak berkasut. Juga seluruh rakyat yang bersama-sama 

dengan dia masing-masing berselubung kepalanya, dan mereka mendaki 

sambil menangis. 

Dalam perikop ini kita mendapati, 

I. Kesetiaan para imam dan orang-orang Lewi, serta keteguhan hati 

mereka terhadap Daud dan kepentingannya. Mereka tahu betapa 

Daud sangat mengasihi mereka dan pelayanan mereka, kendati 

dengan kegagalan-kegagalannya. Cara yang dipakai Absalom 

untuk merebut hati rakyat sama sekali tidak berpengaruh pada 

mereka. Ia tidak terlalu taat beragama, dan sebab  itu mereka 

tetap setia kepada Daud. Jika Daud pergi, maka Zadok, Abyatar, 

dan semua orang Lewi akan menyertai dia, dan membawa tabut 

Allah bersama mereka, supaya melalui tabut itu mereka dapat 

meminta petunjuk Allah bagi Daud (ay. 24). Perhatikanlah, orang-

orang yang menjadi teman bagi  tabut Allah pada masa mujur, 

akan mendapati tabut itu menjadi teman bagi mereka pada masa 

susah. Dulu Daud tidak mau tinggal diam sebelum menemukan 

tempat tinggal bagi tabut itu. Dan sekarang, jika para imam boleh 

mengutarakan pikiran mereka, tabut itu tidak akan tinggal diam 

sebelum Daud kembali ke tempat tinggalnya. 

II. Daud menyuruh mereka kembali ke dalam kota (ay. 25-26). 

Abyatar yaitu  imam besar (1Raj. 2:35), sedangkan Zadok yaitu  

pendampingnya, dan menjaga tabut Allah dari dekat, sementara 

Abyatar giat melayani urusan rakyat (ay. 24). Oleh sebab  itu, 

Daud mengarahkan perkataannya kepada Zadok, suatu perkata-

an yang bagus, dan menunjukkan bahwa suasana hatinya sangat 

baik di tengah penderitaannya, dan bahwa ia masih memegang 

teguh kelurusan hatinya.  

1.  Daud sangat mengkhawatirkan keamanan tabut Allah: “De-

ngan cara apa saja, bawalah tabut Allah itu kembali ke kota, 

jangan biarkan tabut itu tidak menetap dan tidak terlindung 

bersamaku. Taruhlah kembali tabut itu di dalam kemah yang 

didirikan untuknya. Sejahat-jahatnya Absalom, pasti dia tidak 

akan merusakkannya.” Hati Daud, seperti juga hati imam Eli, 

gemetar sebab  tabut Allah. Perhatikanlah, kita mempunyai 

dasar pegangan yang baik jika  kita lebih mengutamakan 

kesejahteraan jemaat daripada kesejahteraan kita sendiri, apa-

bila kita menjadikan Yerusalem puncak sukacita kita (Mzm. 

137:6), menjadikan keberhasilan Injil, dan pertumbuhan je-

maat, sebagai puncak sukacita kita melebihi kekayaan, nama 

baik, kenyamanan, dan keamanan kita sendiri, bahkan sekali-

pun semua milik kita itu terancam bahaya. 

2. Daud sangat rindu untuk kembali menikmati hak-hak isti-

mewa di rumah Allah. Ia akan menganggapnya sebagai bentuk 

perkenanan Allah yang paling besar kepadanya, jika ia sekali 

lagi saja dapat dibawa kembali untuk melihat rumah Allah dan 

tempat kediaman-Nya. Hal ini akan lebih menyukakan hatinya 

daripada dibawa kembali ke istana dan takhtanya sendiri. 

Perhatikanlah, orang-orang yang memperoleh rahmat meng-

ukur penghiburan dan kenyamanan mereka di dunia ini ber-

dasarkan kesempatan yang dapat mereka peroleh dari semua-

nya itu untuk bersekutu dengan Allah. Raja Hizkia berharap 

supaya kesehatannya dipulihkan untuk alasan ini, yaitu 

supaya ia bisa pergi ke rumah TUHAN (Yes. 38:22). 

3. Daud sangat tunduk kepada kehendak Allah yang kudus ber-

kenaan dengan akhir dari masa yang kelam dalam penye-

lenggaraan ilahi ini. Ia mengharapkan yang terbaik (ay. 25), 

dan mengharapkannya dari perkenanan Allah, yang dipan-

dangnya sebagai sumber segala kebaikan: “Jika Allah berke-

nan kepadaku sejauh ini, maka aku akan ditegakkan kembali 

seperti sedia kala.” Namun demikian, ia juga bersiap menerima 

yang terburuk: “Jika Dia menolak memberikan perkenanan ini 

kepadaku, dan jika Dia berfirman kepadaku begini: Aku tidak 

berkenan kepadamu, maka tahulah aku bahwa aku patut 

menerima kelanjutan murka-Nya. Jadilah kehendak-Nya yang 

kudus.” Lihatlah Daud di sini menantikan dengan sabar apa 

yang akan terjadi: “Aku bersedia (KJV: Lihat, inilah aku), seperti 

seorang hamba yang menunggu perintah.” Dan lihatlah dia 

mau berserah kepada Allah mengenai apa yang akan terjadi: 

“Biarlah dilakukan-Nya kepadaku apa yang baik di mata-Nya. 

Aku tidak keberatan sama sekali. Semua yang diperbuat Allah 

baik adanya.” Cermatilah betapa dengan rasa puas yang pe-

nuh kekudusan ia berbicara tentang ketentuan ilahi. Daud 

tidak hanya berkata, “Dia dapat melakukan apa saja yang 

dikehendaki-Nya,” yaitu dengan mengakui kuasa-Nya (Ayb. 

9:12). Atau, “Dia berhak melakukan apa yang dikehendaki-

Nya,” yaitu dengan mengakui kedaulatan-Nya (Ayb. 33:13). 

Atau, “Dia akan melakukan apa yang dikehendaki-Nya,” yaitu 

dengan mengakui ketidakberubahan-Nya (Ayb. 23:13, 15). 

namun  juga Daud berkata, “Biarlah dilakukan-Nya apa yang 

dikehendaki-Nya,” yaitu dengan mengakui hikmat dan kebaik-

an-Nya. Perhatikanlah, sudah menjadi kepentingan kita, dan 

juga kewajiban kita, untuk berserah pada kehendak Allah 

dengan riang hati, apa pun yang terjadi kepada kita. Agar kita 

tidak mengeluh tentang apa yang terjadi, hendaklah kita meli-

hat tangan Allah dalam setiap peristiwa. Dan, agar kita tidak 

takut pada apa yang akan terjadi, hendaklah kita melihat 

setiap peristiwa di dalam tangan Allah. 

III. Kepercayaan yang diberikan Daud kepada para imam bahwa me-

reka akan mendukung kepentingannya dengan sekuat tenaga 

saat  ia tidak ada. Daud menyebut Zadok seorang pelihat (ay. 27, 

KJV), yakni orang bijak, orang yang dapat mengerti persoalan dan 

memahami waktu serta penilaian: “Matamu ada di kepalamu (Pkh. 

2:14). Oleh sebab  itu engkau mampu menolong aku, terutama 

dengan mengirimkan kepadaku kabar tentang gerak-gerik musuh 

dan keputusan-keputusan yang mereka ambil.” Dalam keadaan 

darurat seperti ini, satu orang teman yang merupakan pelihat 

senilai dengan dua puluh orang yang tidak begitu cepat tanggap. 

Untuk mengatur hubungan rahasia dengan para imam selama 

kepergiannya, Daud menunjuk,

1. Siapa yang harus mereka kirimkan kepadanya, yaitu kedua 

putra mereka, Ahimas dan Yonatan. Jubah mereka diharap-

kan akan melindungi mereka, dan kehati-hatian serta kesetia-

an mereka ada kemungkinan pernah dialami Daud. 

2. Ke mana mereka harus pergi. Daud akan berkemah di dekat 

tempat-tempat penyeberangan ke padang gurun, sampai ia 

mendengar kabar dari mereka (ay. 28). Kemudian, ia akan 

bergerak sesuai dengan keterangan dan saran yang mereka 

kirimkan kepadanya. Sesudah itu, mereka pun kembali ke 

kota, untuk menantikan apa yang akan terjadi. Sungguh 

disayangkan bahwa pemerintahan yang begitu bahagia seperti 

ini sampai harus menerima suatu gangguan, padahal raja dan 

para imamnya begitu saling mengasihi dengan sepenuh hati 

dan mempercayai satu sama lain. 

IV. Sikap tubuh yang penuh kesedihan yang diambil Daud dan 

orang-orangnya, saat  mereka mendaki bukit Zaitun pada awal 

perjalanan mereka (ay. 30). 

1. Daud sendiri, sebagai orang yang sangat berdukacita, menye-

lubungi kepala dan wajahnya sebab  malu dan memerah 

padam. Ia berjalan dengan telanjang kaki, seperti tahanan 

atau budak, untuk menyiksa diri, dan pergi sambil menangis. 

Pantaskah seseorang yang termasyhur sebab  keberanian dan 

kebesaran jiwanya menangis seperti anak kecil seperti itu, 

hanya sebab  takut pada musuh yang jauh, yang bisa saja 

dengan mudah ia kalahkan, bahkan mungkin dengan satu 

hantaman yang berani bisa saja ditumbangkannya? Ya, hal itu 

tidak pantas baginya, mengingat betapa di dalam persoalan 

ini, 

(1) Ada kejahatan yang besar dari putranya. Daud tidak bisa 

tidak pasti hanya bisa menangis saat memikirkan bahwa 

anak kandungnya sendiri, yang sudah begitu sering ter-

lelap dalam pelukannya, sampai mengangkat tumit seperti 

itu melawan dirinya. Allah sendiri dikatakan bersedih ka-

rena pemberontakan anak-anak-Nya sendiri (Mzm. 95:10, 

KJV), dan bahkan hancur sebab  hati mereka yang berzinah 

(Yeh. 6:9, KJV). 

 


(2) Ada murka yang besar dari Allahnya dalam persoalan itu. 

Hal ini menuangkan ipuh dan racun ke dalam sengsara 

dan pengembaraan (Rat. 3:19). Dosanya senantiasa ada di 

hadapannya (Mzm. 51:5, KJV), namun  belum pernah tampak 

begitu jelas, atau terlihat begitu hitam seperti sekarang. 

Daud tidak pernah menangis seperti itu saat  Saul 

memburu dia, namun  hati nurani yang terluka membuat 

masalah terasa berat (Mzm. 38:5). 

2. saat  Daud menangis, semua orang yang menyertainya juga 

menangis, sebab  sangat terenyuh oleh kesedihannya dan 

bersedia untuk ikut berbagi di dalamnya. Sudah menjadi 

kewajiban kita untuk menangis dengan orang yang menangis, 

terutama dengan atasan kita, dan dengan orang-orang yang 

lebih baik daripada kita. Sebab, jikalau orang berbuat demikian 

dengan kayu hidup, apakah yang akan terjadi dengan kayu 

kering? Kita harus menangis bersama orang yang menangis 

sebab  dosa. saat  Hizkia merendahkan diri sebab  dosanya, 

seluruh Yerusalem ikut merendahkan diri bersamanya (2Taw. 

32:26). Untuk menghindari penderitaan bersama orang-orang 

berdosa, marilah kita berduka bersama mereka. 

Permintaan Daud kepada Husai 

(15:31-37) 

31 saat  kepada Daud dikabarkan, demikian: “Ahitofel ada di antara orang-

orang yang bersepakat dengan Absalom,” maka berkatalah Daud: “Gagalkan-

lah kiranya nasihat Ahitofel itu, ya TUHAN.” 32 saat  Daud sampai ke 

puncak, ke tempat orang sujud menyembah kepada Allah, maka datanglah 

Husai, orang Arki, mendapatkan dia dengan jubah yang terkoyak dan dengan 

tanah di atas kepala. 33 Berkatalah Daud kepadanya: “Jika engkau turut 

dengan aku, maka engkau menjadi beban kepadaku nanti, 34 namun  jika engkau 

kembali ke kota dan berkata kepada Absalom: Aku ini hambamu, ya raja, sejak 

dahulu aku hamba ayahmu, namun  sekarang aku menjadi hambamu, – dengan 

demikian engkau dapat membatalkan nasihat Ahitofel demi aku. 35 Bukankah 

Zadok dan Abyatar, imam-imam itu, ada bersama-sama engkau di sana? Jadi 

segala yang kaudengar dari dalam istana raja, haruslah kauberitahukan 

kepada Zadok dan Abyatar, imam-imam itu. 36 Ingatlah, di sana bersama-sama 

dengan mereka ada kedua anak mereka, Ahimaas anak Zadok dan Yonatan 

anak Abyatar; dengan perantaraan mereka haruslah kamu kirimkan kepadaku 

segala hal yang kamu dengar.” 37 Dan tibalah Husai, sahabat Daud, di Yeru-

salem tepat pada waktu Absalom masuk ke kota itu. 

Sepertinya bagi Daud tidak ada yang tampak lebih mengancam alam 

persekongkolan Absalom daripada keberadaan Ahitofel di dalamnya. 

Sebab satu kepala yang cerdas, dalam rancangan seperti itu, senilai 

dengan seribu tangan yang cakap. Absalom sendiri bukanlah seorang 

ahli pemerintahan, namun  ia telah mendapatkan seorang ahli pemerin-

tahan yang sepenuhnya mendukung kepentingannya, dan orang ini 

akan lebih berbahaya sebab  ia telah mengenal segala rencana dan 

urusan Daud selama ini. Oleh sebab  itu, jika Ahitofel dapat digagal-

kan, maka Absalom sudah pasti dapat dikalahkan, dan kepala per-

sepakatan gelap itu dilenyapkan. Hal ini berusaha dilakukan Daud, 

I. Melalui doa. Tatkala mendengar bahwa Ahitofel terlibat dalam per-

sepakatan itu, Daud  mengangkat hatinya kepada Allah dalam 

doa singkat ini: Gagalkanlah kiranya nasihat Ahitofel itu, ya 

TUHAN (ay. 31). Daud tidak mempunyai kesempatan untuk 

memanjatkan doa yang panjang, namun  ia bukan termasuk orang-

orang yang menyangka bahwa doanya akan didengar sebab  

banyaknya kata-kata. Doanya itu sangat sungguh-sungguh, “Ya 

TUHAN, kumohon, lakukanlah ini.” Allah berkenan pada kegigih-

an orang-orang yang datang kepada-Nya dengan permohonan-

permohonan mereka. Doa Daud ini sangat khusus, ia menyebut-

kan nama orang yang nasihatnya ingin dia gagalkan. Dalam doa, 

Allah mengizinkan kita untuk dengan rendah hati dan penuh 

hormat bersikap bebas dengan-Nya, dan untuk menyebutkan s-

ecara khusus kekhawatiran, ketakutan, dan kesedihan yang berat 

menimpa kita. Daud tidak berdoa melawan pribadi Ahitofel, namun  

melawan nasihatnya, supaya Allah menggagalkannya (KJV: meng-

ubahnya menjadi kebodohan), sehingga, sekalipun orang berhik-

mat, ia memberikan nasihat yang bodoh pada saat ini. Atau, 

kalaupun ia memberikan nasihat yang bijak, kiranya nasihat itu 

ditolak sebagai nasihat yang bodoh, atau, kalaupun nasihat itu 

diikuti, kiranya oleh suatu pemeliharaan ilahi, nasihat itu digagal-

kan, dan tidak mencapai tujuannya. Daud mendoakan hal ini 

dalam keyakinan yang teguh bahwa Allah mengenggam semua 

hati, dan juga lidah, di dalam tangan-Nya, sehingga jika  Dia 

menghendaki, Ia dapat menjadikan para tua-tua hilang akal, dan 

para hakim dibodohkan-Nya (Ayb. 12:17; Yes. 3:2-3). Daud juga 

mendoakan hal ini dalam pengharapan bahwa Allah akan men-

gakui dan membela perkaranya yang adil dan dijahati. Perhati-

kanlah, kita dapat berdoa dengan iman, dan harus berdoa dengan 

penuh kesungguhan, supaya Allah menggagalkan nasihat yang 

dirancang untuk mencelakakan umat-Nya dan mengubah nasihat 

itu menjadi kebodohan. 

II. Melalui rancangan yang cerdik. Doa kita haruslah didukung de-

ngan usaha, sebab jika tidak, kita mencobai Allah. Menggagalkan 

rancangan musuh-musuh jemaat itu yaitu  pekerjaan yang baik. 

sesudah  Daud tiba di puncak bukit, ia sujud menyembah kepada 

Allah (ay. 32). Camkanlah, tangisan tidak boleh menghalangi pe-

nyembahan, namun  justru menggiatkannya. Pada saat itulah Daud 

menuliskan mazmur yang ketiga, seperti yang tampak dari judul-

nya. Sebagian penafsir berpendapat bahwa mazmur yang dinya-

nyikannya ini merupakan penyembahan yang sekarang diberikan-

nya kepada Allah. Tepat pada saat itu Allah Sang Penyelenggara 

membawa Husai kepadanya. saat  Daud masih berbicara, Allah 

sudah mendengar, dan mengirimkan kepadanya orang yang akan 

menjadi alat untuk menggagalkan Ahitofel. Husai datang untuk 

turut berduka bersama Daud atas kesusahan yang tengah me-

nimpanya, dengan jubah yang terkoyak dan tanah di atas kepala. 

Akan namun , sebab  Daud sangat percaya pada perilaku dan 

kesetiaannya, ia memutuskan untuk memakainya sebagai mata-

mata untuk mengawasi Absalom. Daud tidak mau membawa Hu-

sai bersamanya (ay. 33), sebab  pada saat itu ia lebih memerlu-

kan prajurit daripada penasihat. Sebaliknya, ia menyuruhnya 

kembali ke Yerusalem sebagai orang yang telah meninggalkan 

Daud, untuk menantikan kedatangan Absalom, dan menawarkan 

pelayanannya kepada Absalom (ay. 34). Dengan demikian, Husai 

dapat menyusup ke dalam rencana-rencana Absalom dan meng-

gagalkan Ahitofel, entah dengan mencegah Absalom mengikuti 

nasihat Ahitofel atau dengan membocorkannya kepada Daud, su-

paya Daud tahu apa yang harus diwaspadainya. Saya tidak bisa 

melihat bagaimana penyamaran yang kotor ini, yang diperintah-

kan Daud kepada Husai, dapat dibenarkan sebagai siasat perang. 

Hal terbaik yang dapat dikatakan tentangnya ialah bahwa jika 

Absalom memberontak terhadap ayahnya, maka ia harus berjaga-

jaga terhadap semua orang, dan, jika ia harus tertipu, biarlah ia 

tertipu. Daud meminta Husai untuk datang kepada Zadok dan 

Abyatar, sebagai orang-orang yang layak dimintai petunjuk (ay. 

35), dan juga kepada kedua anak mereka, sebagai orang-orang ke-

percayaan untuk dikirim kepada Daud (ay. 36). sesudah  diperin-

tahkan seperti itu, Husai pun pergi ke Yerusalem (ay. 37), dan 

tidak lama sesudah itu, Absalom juga datang ke sana bersama 

pasukannya. Betapa cepatnya istana dan kota kerajaan berganti 

pemimpin! Namun, kita menantikan kerajaan yang tidak dapat di-

goncangkan seperti itu, dan yang akan kita miliki tanpa diganggu 

siapa pun. 

 


 

PASAL 16  

i akhir pasal sebelumnya kita mendapati Daud melarikan diri 

dari Yerusalem, dan Absalom memasuki kota itu. Di dalam pasal 

ini, 

I. Kita akan mengikuti Daud dalam pelariannya yang memilu-

kan. Dan di situ kita mendapati dia, 

1. Ditipu oleh Ziba (ay. 1-4). 

2. Dikutuk oleh Simei, namun ditanggungnya dengan kesa-

baran yang menakjubkan (ay. 5-14). 

II. Kita akan menemui Absalom yang memasuki kota Yerusalem 

dengan penuh kemenangan. Dan di sana kita mendapati dia, 

1. Ditipu oleh Husai (ay. 15-19). 

2. Dinasihati oleh Ahitofel agar menghampiri gundik-gundik 

ayahnya (ay. 20-23). 

Fitnah Ziba 

(16:1-4) 

1 saat  Daud baru saja melewati puncak, datanglah Ziba, hamba Mefiboset, 

mendapatkan dia membawa sepasang keledai yang berpelana, dengan muat-

an dua ratus ketul roti, seratus buah kue kismis, seratus buah-buahan 

musim panas dan sebuyung anggur. 2 Lalu bertanyalah raja kepada Ziba: 

“Apakah maksudmu dengan semuanya ini?” Jawab Ziba: “Keledai-keledai ini 

bagi keluarga raja untuk ditunggangi; roti dan buah-buahan ini bagi orang-

orangmu untuk dimakan; dan anggur ini untuk diminum di padang gurun 

oleh orang-orang yang sudah lelah.” 3 Kemudian bertanyalah raja: “Di mana-

kah anak tuanmu?” Jawab Ziba kepada raja: “Ia ada di Yerusalem, sebab 

katanya: Pada hari ini kaum Israel akan mengembalikan kepadaku kerajaan 

ayahku.” 4 Lalu berkatalah raja kepada Ziba: “Kalau begitu, kepunyaanmulah 

segala kepunyaan Mefiboset.” Kata Ziba: “Aku tunduk! Biarlah kiranya aku 

tetap mendapat kasih di matamu, ya tuanku raja.” 


Kita sudah membaca sebelumnya betapa baik perlakuan Daud terha-

dap Mefiboset, putra Yonatan, betapa Daud dengan bijak memperca-

yakan harta milik Mefiboset untuk diurus oleh Ziba, hamba Mefi-

boset, sementara Daud menjamu Mefiboset di meja makannya sendiri 

(9:10). Perkara ini telah diatur dengan baik. Akan namun , sepertinya, 

Ziba tidak puas sekadar menjadi pengelola harta milik Mefiboset, ia 

juga ingin menjadi pemiliknya. Sekaranglah, pikir Ziba, saatnya bagi 

dia untuk menjadikan dirinya pemilik harta itu. Jika ia bisa menda-

patkan pengakuan untuk itu dari pihak yang berkuasa, apakah itu 

Daud atau Absalom sama saja baginya, maka ia berharap dapat 

mengamankan mangsanya, yang diyakininya akan berhasil dia per-

oleh dengan cara memancing di air keruh. Untuk mencapai tujuan itu, 

1. Ziba memberi Daud banyak hadiah berupa perbekalan, yang 

makin disambut baik sebab  hadiah itu tiba pada saat yang tepat 

(ay. 1). Dengan hadiah ini Ziba bermaksud mengambil hati Daud, 

sebab  hadiah memberi keluasan kepada orang, dan membawa 

dia menghadap orang-orang besar (Ams. 18:16). Bahkan, ke mana 

juga ia memalingkan muka, ia beruntung (Ams. 17:8). Daud me-

nyimpulkan dari sini bahwa Ziba yaitu  orang yang sangat bijak-

sana dan murah hati, dan sangat menyayanginya, padahal, dalam 

semuanya itu, ia tidak merencanakan apa-apa selain mencari 

keuntungan sendiri dan menjadikan harta Mefiboset sebagai 

miliknya sendiri. Bukankah harapan akan keuntungan di dunia 

ini membuat orang bermurah hati terhadap orang kaya? Jadi, 

masakan keyakinan akan upah yang berlimpah pada kebangkitan 

orang-orang benar tidak membuat kita bermurah hati terhadap 

orang miskin? (Luk. 14:14). Ziba sangat memperhatikan hadiah 

yang dibawanya bagi Daud. Hadiah itu yaitu  apa yang akan 

membawa suatu kebaikan bagi Daud di tengah kesulitan yang 

sedang dihadapinya (ay. 2). Cermatilah, anggur itu untuk diminum 

oleh orang-orang yang sudah lelah, bukan untuk diminum raja 

sendiri, atau pegawai-pegawai istana. Sepertinya mereka tidak bia-

sa minum anggur, namun  hanya menggunakannya untuk mengha-

ngatkan tubuh orang-orang yang akan binasa (Ams. 31:6). Diber-

katilah engkau, hai negeri, jika  rajamu menggunakan anggur 

untuk memperoleh kekuatan, seperti yang dilakukan Daud, dan 

bukan untuk bermabuk-mabukan, seperti yang dilakukan Absa-

lom (13:28 dan lihat Pkh. 10:17). Apa pun yang dimaksudkan 

Ziba dengan hadiah ini, penyelenggaraan Allah dengan penuh

 rahmat membawakannya kepada Daud untuk menyokongnya. 

Allah memakai orang-orang jahat demi tujuan-tujuan yang baik 

bagi umat-Nya, dan membawakan daging kepada mereka melalui 

burung gagak. sesudah  melalui hadiahnya Ziba berhasil meng-

ambil hati Daud, dan mendapatkan kepercayaannya, hal berikut-

nya yang harus dilakukannya demi mencapai tujuannya yaitu  

membuat Daud panas hati terhadap Mefiboset. Hal ini dilakukan 

Ziba dengan tuduhan palsu. Ia menggambarkan Mefiboset sebagai 

orang yang tidak tahu berterima kasih dan berencana meninggi-

kan dirinya di tengah huru-hara yang sedang terjadi, dan me-

ngembalikan mahkota raja ke atas kepalanya sendiri, sebab  

sekarang Daud dan putranya sedang memperebutkannya. Daud 

bertanya tentang Mefiboset seperti tentang salah seorang anggota 

keluarganya sendiri, dan ini memberi Ziba kesempatan untuk 

menceritakan kisah palsu tentang diri anak tuannya itu (ay. 3). 

Betapa besar kerugian yang diderita oleh para tuan akibat lidah 

hamba-hamba mereka yang berdusta! Daud tahu bahwa Mefi-

boset bukanlah orang yang berhasrat untuk berkuasa. Sebalik-

nya, Mefiboset sudah merasa puas di tempatnya, dan sangat 

senang dengan Daud dan pemerintahannya. Tidak pula Mefiboset 

bisa selemah itu sehingga berharap untuk menaiki tangga jabatan 

dengan kakinya yang timpang. Namun demikian, Daud memper-

cayai fitnah itu. Tanpa bertanya atau mempertimbangkan lebih 

lanjut, ia menyatakan Mefiboset telah melakukan pengkhianatan, 

menyita tanahnya, dan memberikannya kepada Ziba: Kalau be-

gitu, kepunyaanmulah segala kepunyaan Mefiboset (ay. 4). Suatu 

keputusan yang gegabah, dan yang di kemudian hari membuat-

nya malu, saat  kebenaran dinyatakan (19:29). Mau tidak mau, 

para raja ada kalanya tertipu dalam memberikan suatu pemberi-

an, seperti yang dikatakan hukum kita. namun  mereka harus 

menggunakan segala macam cara untuk menyingkapkan kebe-

naran dan berjaga-jaga terhadap orang-orang yang jahat dan ber-

maksud buruk, yang hendak memperdaya mereka, seperti yang 

dilakukan Ziba terhadap Daud. sesudah  mencapai tujuannya me-

lalui tipu muslihatnya itu, Ziba diam-diam menertawakan sikap 

Daud yang terlampau mudah percaya. Ia menepuk dada atas 

keberhasilannya, dan kemudian pergi, dengan memberikan pujian 

yang tinggi kepada raja, bahwa ia lebih menghargai perkenanan 

sang raja daripada harta milik Mefiboset: “Biarlah kiranya aku 

tetap mendapat kasih di matamu, ya tuanku raja, maka cukuplah 

itu bagiku.” Orang-orang besar haruslah selalu waspada terhadap 

para penjilat, dan mengingat bahwa alam telah memberi mereka 

dua telinga, supaya mereka dapat mendengar dari kedua belah 

pihak. 

Daud Dikutuk oleh Simei 

(16:5-14) 

5 saat  raja Daud telah sampai ke Bahurim, keluarlah dari sana seorang 

dari kaum keluarga Saul; ia bernama Simei bin Gera. Sambil mendekati raja, 

ia terus-menerus mengutuk. 6 Daud dan semua pegawai raja Daud dilempari-

nya dengan batu, walaupun segenap tentara dan semua pahlawan berjalan di 

kiri kanannya. 7 Beginilah perkataan Simei pada waktu ia mengutuk: “Enyah-

lah, enyahlah, engkau penumpah darah, orang dursila! 8 TUHAN telah mem-

balas kepadamu segala darah keluarga Saul, yang engkau gantikan menjadi 

raja, TUHAN telah menyerahkan kedudukan raja kepada anakmu Absalom. 

Sesungguhnya, engkau sekarang dirundung malang, sebab  engkau seorang 

penumpah darah.” 9 Lalu berkatalah Abisai, anak Zeruya, kepada raja: 

“Mengapa anjing mati ini mengutuki tuanku raja? Izinkanlah aku menye-

berang dan memenggal kepalanya.” 10 namun  kata raja: “Apakah urusanku 

dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab jika  

TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan ber-

tanya: mengapa engkau berbuat demikian?” 11 Pula kata Daud kepada Abisai 

dan kepada semua pegawainya: “Sedangkan anak kandungku ingin menca-

but nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan 

biarlah ia mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya demi-

kian. 12 Mungkin TUHAN akan memperhatikan kesengsaraanku ini dan 

TUHAN membalas yang baik kepadaku sebagai ganti kutuk orang itu pada 

hari ini.” 13 Demikianlah Daud melanjutkan perjalanannya dengan orang-

orangnya, sedang Simei berjalan terus di lereng gunung bertentangan dengan 

dia dan sambil berjalan ia mengutuk, melemparinya dengan batu dan me-

nimbulkan debu. 14 Dengan lelah sampailah raja dan seluruh rakyat yang 

ada bersama-sama dengan dia ke Yordan, lalu mereka beristirahat di sana. 

Dalam perikop ini kita mendapati bagaimana Daud menanggung 

kutuk Simei dengan jauh lebih baik daripada ia menanggung san-

jungan Ziba. Oleh sanjungan Ziba, ia dibuat menjatuhkan peng-

hakiman yang keliru tentang orang lain, sedangkan oleh kutuk Simei, 

ia dibuat menjatuhkan penghakiman yang benar tentang dirinya sen-

diri. Senyuman dunia itu lebih berbahaya daripada kernyit dahinya. 

Amatilah di sini, 

I. Betapa kurang ajar dan geramnya Simei, dan betapa kebencian-

nya menjadi jauh lebih kejam sebab  mendapat kesempatan dari 

kesusahan yang tengah dialami Daud. Daud, dalam pelariannya,

 telah tiba di Bahurim, sebuah kota bani Benyamin yang di dalam-

nya, atau di dekatnya, Simei tinggal. sebab  Simei merupakan 

kaum keluarga Saul, yang dengan kejatuhan keluarga itu semua 

harapannya untuk mendapatkan kedudukan juga turut jatuh, 

maka ia memendam rasa permusuhan yang tidak dapat dihilang-

kan terhadap Daud. Dengan tidak adil ia menganggap Daud 

sebagai penyebab kejatuhan Saul dan keluarganya hanya sebab , 

oleh ketetapan ilahi, Daud menggantikan Saul. Sewaktu Daud 

hidup makmur dan berkuasa, Simei sangat membenci dia seperti 

sekarang ini, namun pada waktu itu ia tidak berani mengucapkan 

apa pun untuk melawannya. Allah mengetahui isi hati orang-

orang yang tidak menyenangi Dia dan pemerintahan-Nya, namun  

raja-raja dunia tidak mengetahuinya. Sekarang Simei maju, dan 

mengutuk Daud dengan segala sumpah serapah dan kutuk yang 

terpikir olehnya (ay. 5). Amatilah, 

1. Mengapa Simei mengambil kesempatan ini untuk melampias-

kan kebenciannya. 

(1) Sebab sekarang Simei berpikir bahwa ia dapat melakukan-

nya dengan aman. Namun, seandainya Daud beranggapan 

bahwa ia pantas tersinggung atas tindakan yang meman-

cing amarah itu, maka Simei bisa saja kehilangan nyawa-

nya. 

(2) Sebab sekarang tindakan Simei itu akan teramat menyakiti 

hati Daud, akan menambah derita pada kesedihannya, dan 

menuangkan cuka ke dalam lukanya. Daud menganggap 

paling biadab mereka yang menambah kesakitan orang-

orang yang ditikam Allah (Mzm. 69:27). Demikianlah yang 

dilakukan Simei, menghujankan berbagai kutuk kepada 

Daud, yang tidak dapat dipandang tanpa rasa iba oleh 

orang yang berjiwa pemurah. 

(3) Sebab sekarang Simei berpikir bahwa Penyelenggaraan ilahi 

membenarkan celaan-celaannya, dan bahwa penderitaan 

yang sedang dialami Daud sekarang membuktikan bahwa 

ia yaitu  orang jahat seperti yang disangkanya. Teman-

teman Ayub menyalahkan dirinya berdasar  pemikiran 

yang keliru ini. Orang-orang yang sedang mendapat tegur-

an dari Allah yang penuh rahmat janganlah merasa heran 

jika  teguran itu mendatangkan kepada mereka berbagai 

celaan dari orang-orang jahat. jika  dulu pernah dikata-

kan, Allah telah meninggalkan dia, maka sekarang menyu-

sul kata-kata, kejar dan tangkaplah dia (Mzm. 71:11). 

namun  memang sudah menjadi watak orang yang berjiwa 

rendah untuk menginjak-injak orang-orang yang sedang 

terpuruk seperti itu, dan menghina-hina mereka. 

2.  Bagaimana kebencian Simei diungkapkan. Lihatlah, 

(1) Apa yang dilakukan orang celaka ini: Daud dilemparinya 

dengan batu (ay. 6), seolah-olah rajanya hanyalah seekor 

anjing, atau penjahat terbesar, yang harus dilempari batu 

sampai mati oleh seluruh umat Israel. Mungkin Simei ber-

ada cukup jauh sehingga batu-batu yang dilemparkannya 

itu tidak mengenai Daud, ataupun orang-orang yang me-

nyertainya. Namun demikian, ia menunjukkan apa yang 

akan dilakukannya seandainya ia mampu. Ia menimbulkan 

debu (ay. 13), yang mungkin masuk ke dalam matanya 

sendiri, seperti kutuk yang dilontarkannya itu, yang sebab  

tidak berdasar, akan kembali menimpa kepalanya sendiri. 

Demikianlah, sementara kebenciannya membuat dirinya 

menjijikkan, ketidakberdayaan dari kebencian itu mem-

buatnya menggelikan dan hina. Orang-orang yang berpe-

rang melawan Allah tidak dapat menyakiti-Nya, meskipun 

mereka membenci Dia. Jikalau engkau berbuat dosa, apa 

yang akan kaulakukan terhadap Dia? (Ayb. 35:6). Sangat 

memperparah kefasikan Simei bahwa Daud disertai oleh 

segenap tentara dan semua pahlawan yang berjalan di kiri 

kanannya, sehingga ia tidak berada dalam keadaan yang 

begitu menyedihkan seperti yang disangkanya. Dianiaya, 

namun tidak ditinggalkan sendirian. Juga bahwa Simei terus-

menerus mengutuknya, dan melakukannya dengan semakin 

menjadi-jadi, sekalipun Daud menanggungnya dengan sa-

bar. 

(2) Apa yang dikatakan Simei. Dengan batu-batu, ia mem-

bidikkan kata yang pahit seperti panah (ay. 7-8), dengan 

memandang rendah hukum itu, janganlah engkau menyum-

pahi seorang pemuka (Kel. 22:28). Daud yaitu  orang yang 

terhormat dan berhati nurani, dan mempunyai nama baik 

untuk segala sesuatu yang adil dan baik. Apa yang bisa 

dikatakan mulut busuk ini melawan dirinya? Sebab, se-

sungguhnya, apa yang sejak lama terjadi atas keluarga 

Saul merupakan satu-satunya hal yang dapat diingatnya, 

dan dengan hal ini ia mencela Daud, sebab  dalam hal 

itulah ia sendiri menjadi pihak yang kalah. Lihatlah betapa 

mudahnya kita menilai orang dan sifat mereka berdasar  

perlakuan mereka terhadap kita, dan menyimpulkan bah-

wa pasti jahat orang-orang yang dengan begitu adil, atau 

yang kita sangka dengan begitu tidak adil, telah dijadikan 

alat untuk menimpakan celaka kepada kita. Sikap kita ter-

hadap diri kita sendiri begitu berat sebelah, hingga keliru-

lah kita jika menilai orang lain hanya berdasar  perbuat-

an mereka terhadap kita. Tidak ada orang lain selain Daud 

yang paling tidak bersalah atas penumpahan darah dalam 

keluarga Saul. Sudah berkali-kali ia membiarkan Saul 

hidup, sementara Saul terus berusaha menghabisi hidup-

nya. saat  Saul dan putra-putranya dibunuh oleh orang 

Filistin, Daud dan orang-orangnya berada berkilo-kilo me-

ter jauhnya dari tempat kejadian. saat  Daud dan orang-

orangnya mendengar tentang peristiwa itu, mereka mera-

tapinya. Dari pembunuhan terhadap Abner dan Isyboset, 

Daud sudah betul-betul menunjukkan dirinya bersih dari 

kejahatan itu. Namun demikian, segala darah keluarga 

Saul harus ditumpahkan di depan pintunya. Ketidakbersa-

lahan tidak bisa menjadi pagar untuk melindungi diri dari 

kebencian dan kebohongan. Janganlah kita merasa heran 

jika  kita dituduh melakukan sesuatu yang justru sudah 

berusaha kita hindari dengan sehati-hati mungkin. Syu-

kurlah bahwa manusia bukanlah hakim kita, melainkan 

Dia yang penghakiman-Nya berdasar  kebenaran. Di sini 

darah keluarga Saul dituduhkan kepada Daud dengan 

sangat tidak adil, 

[1] Sebagai sesuatu yang menggambarkan tabiat Daud, dan 

menggolongkannya sebagai penumpah darah dan orang 

dursila (ay. 7, KJV: pengikut Belial). Jika ia seorang pe-

numpah darah, maka bisa dipastikan ia seorang peng-

ikut Belial, yaitu pengikut Iblis, yang disebut Belial (2Kor. 

6:15), dan yang merupakan pembunuh manusia sejak 

semula. Para penumpah darah yaitu  orang-orang yang 

paling buruk. 

[2] Sebagai sesuatu yang membuat Daud dirundung ma-

lang pada saat ini: “sebab  sekarang engkau diturun-

kan dari takhta, dan diusir ke padang belantara, maka 

TUHAN telah membalas kepadamu segala darah keluar-

ga Saul.” Lihatlah betapa orang-orang yang menyimpan 

kebencian cepat mengaitkan amarah dan balas dendam 

mereka sendiri dengan penghakiman-penghakiman 

Allah. jika  ada seseorang yang ditimpa kesusahan, 

yang menurut anggapan mereka orang itu telah men-

jahati mereka, maka tindakan orang itu yang dulu men-

celakakan mereka pastilah dianggap sebagai penyebab 

kesusahan itu. namun  kita harus berhati-hati agar tidak 

berbuat salah kepada Allah dengan membuat penye-

lenggaraan-Nya mendukung kebencian-kebencian kita 

yang bodoh dan tidak adil seperti itu. Sama seperti ama-

rah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan 

Allah, demikian pula kebenaran Allah tidak melayani 

amarah manusia. 

[3] Sebagai sesuatu yang sekarang akan menjadi kehancur-

an Daud yang sehabis-habisnya, sebab Simei berusaha 

keras untuk membuatnya kehilangan harapan untuk 

memperoleh takhtanya kembali. Sekarang mereka ber-

kata, baginya tidak ada pertolongan dari pada Allah 

(Mzm. 3:3). TUHAN telah menyerahkan kedudukan raja 

kepada anakmu Absalom bukan kepada Mefiboset. Ke-

luarga Saul tidak pernah bermimpi menjadikan dia raja, 

seperti kesan yang berusaha ditimbulkan oleh Ziba, dan 

engkau sekarang dirundung malang. Yaitu, “kemalangan 

yang akan menjadi kehancuranmu, dan semuanya ini 

terjadi sebab  engkau seorang penumpah darah.” Demi-

kianlah Simei mengutuk. 

II. Lihatlah betapa sabar dan pasrah Daud menghadapi pelecehan 

ini. Anak-anak Zeruya, khususnya Abisai, tergerak untuk mem-

pertahankan kehormatan Daud dengan pedang mereka. Mereka 

sangat marah atas penghinaan itu, dan memang sudah sepantas-

nya begitu: Mengapa anjing mati ini dibiarkan mengutuki tuanku 

Kitab 2 Samuel 16:5-14 

 831 

raja? (ay. 9). Kalau saja Daud memberi mereka izin, mereka akan 

membungkam mulut yang berdusta dan mengutuk ini, dan 

memenggal kepalanya. Sebab Melempari raja dengan batu meru-

pakan suatu tindakan yang terang-terangan, yang jelas-jelas 

membuktikan bahwa Simei mengusahakan dan menginginkan 

kematian raja. Namun demikian, sang raja sama sekali tidak mau 

mengizinkannya: Apakah urusanku dengan kamu? Biarlah ia 

mengutuk! Demikian jugalah Kristus menegur para murid, yang 

sebab  begitu bersemangat untuk menjaga kehormatan-Nya, hen-

dak mendatangkan api dari langit ke atas kota yang telah meng-

hina-Nya (Luk. 9:55). Marilah kita lihat atas pertimbangan-pertim-

bangan apa Daud menenangkan dirinya. 

1. Hal utama yang membuatnya diam saja yaitu  bahwa ia me-

mang pantas menerima kemalangan ini. Hal ini memang tidak 

disebutkan, sebab orang bisa saja benar-benar bertobat, na-

mun tidak perlu, dalam setiap kesempatan, memberitahukan 

pemikiran-pemikirannya yang penuh penyesalan. Simei men-

cerca Daud dengan tidak adil atas darah Saul. Dari cercaan itu 

hati nurani Daud membebaskannya dari kesalahan, namun, 

pada saat yang sama, hati nuraninya menuduh dia atas darah 

Uria. “Cercaan itu sangatlah benar,” pikir Daud, “meskipun 

maksudnya salah.” Perhatikanlah, orang yang rendah hati dan 

berjiwa lembut akan mengubah cercaan menjadi teguran, dan 

dengan demikian dibuat menjadi baik olehnya, dan bukan ter-

sulut amarah olehnya. 

2. Daud melihat campur tangan Allah di dalamnya: TUHAN berfir-

man kepadanya: Kutukilah Daud (ay. 10), dan lagi, biarlah ia 

mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya 

demikian (ay. 11). Sebagai dosa Simei, cercaan itu tidak ber-

asal dari Allah, melainkan dari Iblis dan hati Simei yang jahat. 

Tidak pula campur tangan Allah di dalamnya bisa memaafkan 

atau meringankan dosa itu, apalagi membenarkannya, sama 

seperti dosa orang-orang yang menghukum mati Kristus (Kis. 

2:23; 4:28). Akan namun , sebagai kemalangan Daud, kejadian 

itu berasal dari Tuhan, salah satu malapetaka yang ditimpa-

kan-Nya ke atas dirinya. Daud melihat jauh melampaui siapa 

yang dijadikan alat bagi kesusahannya, dan mengarahkan 

pandangan pada sang Pengatur yang tertinggi, seperti peng-

akuan Ayub, saat  para penjarah telah melucutinya, TUHAN 

yang mengambil. Tidak ada yang lebih tepat untuk menenang-

kan jiwa yang beroleh rahmat yang sedang menderita, selain 

melihat campur tangan Allah di dalam penderitaan itu. Tidak 

kubuka mulutku, sebab Engkau sendirilah yang bertindak. 

Cambuk lidah yaitu  tongkat Allah. 

3. Daud menenangkan dirinya di bawah penderitaan yang tidak 

begitu berat dengan mengingat penderitaan yang lebih berat 

(ay. 11): Anak kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih 

lagi sekarang orang Benyamin ini! Perhatikanlah, kesengsaraan 

mengerjakan kesabaran pada diri orang-orang yang dikudus-

kan. Semakin banyak yang kita tanggung, semakin kita harus 

mampu menanggung lebih banyak lagi. Apa yang menguji 

kesabaran kita haruslah meningkatkan kesabaran itu. Sema-

kin kita terbiasa dengan kesukaran, semakin kita tidak terke-

jut oleh kesukaran itu, dan tidak menganggapnya aneh. Ja-

nganlah merasa heran kalau musuh mencelakakan kita, sebab 

bahkan sahabat sekalipun bisa bersikap tidak baik, atau kalau 

sahabat bersikap tidak baik, sebab bahkan anak-anak sendiri 

pun tidak patuh. 

4. Daud menghibur diri dengan berharap bahwa Allah, dengan 

suatu cara, akan mendatangkan kebaikan baginya dari kema-

langannya ini, akan menyeimbangkan masalah itu sendiri, dan 

memberikan imbalan atas kesabarannya dalam menanggung-

nya: “TUHAN membalas yang baik kepadaku sebagai ganti 

kutuk orang itu. jika  Allah meminta Simei menyusahkanku, 

itu supaya Allah sendiri dapat menghiburku dengan lebih pan-

tas. Pasti Ia menyediakan belas kasihan bagiku, yang sedang 

dipersiapkan-Nya melalui ujian ini.” Kita dapat mengandalkan 

Allah sebagai pengupah kita, bukan hanya atas pelayanan 

kita, melainkan juga atas penderitaan kita. Biar mereka me-

ngutuk, Engkau akan memberkati. Daud, pada akhirnya, tiba 

di Bahurim (ay. 14), tempat ia beristirahat, dan terlindung dari 

perbantahan lidah itu. 

Husai Menipu Absalom; Nasihat Jahat Ahitofel 

(16:15-23) 

15 Maka Absalom dan seluruh rakyat, orang-orang Israel, sampailah ke 

Yerusalem, dan Ahitofel ada bersama-sama dengan dia. 16 saat  Husai,

orang Arki, sahabat Daud itu, sampai kepada Absalom, berkatalah Husai 

kepada Absalom: “Hiduplah raja! Hiduplah raja!” 17 Berkatalah Absalom ke-

pada Husai: “Inikah kesetiaanmu kepada sahabatmu? Mengapa engkau tidak 

pergi menyertai sahabatmu itu?” 18 Lalu berkatalah Husai kepada Absalom: 

“Tidak, namun  dia yang dipilih oleh TUHAN dan oleh rakyat ini dan oleh setiap 

orang Israel, dialah yang memiliki aku dan bersama-sama dengan dialah aku 

akan tinggal. 19 Lagipula, kepada siapakah aku memperhambakan diri? 

Bukankah kepada anaknya? Sebagaimana aku memperhambakan diri ke-

pada ayahmu, demikianlah aku memperhambakan diri kepadamu.” 20 Kemu-

dian berkatalah Absalom kepada Ahitofel: “Berilah nasihat; apakah yang 

harus kita perbuat?” 21 Lalu jawab Ahitofel kepada Absalom: “Hampirilah 

gundik-gundik ayahmu yang ditinggalkannya untuk menunggui istana. Apa-

bila seluruh Israel mendengar, bahwa engkau telah membuat dirimu dibenci 

oleh ayahmu, maka segala orang yang menyertai engkau, akan dikuatkan 

hatinya.” 22 Maka dibentangkanlah kemah bagi Absalom di atas sotoh, lalu 

Absalom menghampiri gundik-gundik ayahnya di depan mata seluruh Israel. 

23 Pada waktu itu nasihat yang diberikan Ahitofel yaitu  sama dengan 

petunjuk yang dimintakan dari pada Allah; demikianlah dinilai setiap nasihat 

Ahitofel, baik oleh Daud maupun oleh Absalom. 

Absalom mendapat kabar yang disampaikan kepadanya dengan cepat 

oleh beberapa temannya di Yerusalem, bahwa Daud telah menying-

kir, dan betapa dengan sedikit pengikut ia pergi. Dengan demikian 

keadaan sudah aman, dan Absalom dapat mengambil alih Yerusalem 

kapan saja ia mau. Pintu-pintu gerbang terbuka, dan tidak ada 

seorang pun yang maju menentangnya. Oleh sebab itu, ia pun masuk 

tanpa menunda-nunda waktu (ay. 15). Tidak diragukan lagi bahwa ia 

sangat berbesar hati atas keberhasilan yang pertama ini, dan bahwa, 

saat  merancang rencananya, apa yang mungkin ia khawatirkan 

akan menjadi kesulitan terbesar, ternyata begitu mudah diatasi de-

ngan tuntas. sebab  sekarang ia menjadi penguasa Yerusalem, ia me-

nyimpulkan bahwa semua yaitu  miliknya, dan seluruh negeri tentu 

akan mengikutinya. Allah membiarkan orang-orang jahat berhasil 

melaksanakan rencana mereka yang jahat untuk sementara waktu, 

bahkan melebihi harapan mereka, supaya kekecewaan mereka kelak 

akan semakin menyakitkan dan memalukan. Tokoh-tokoh pemerin-

tahan yang paling ternama pada masa itu yaitu  Ahitofel dan Husai. 

Ahitofel dibawa Absalom ke Yerusalem bersamanya (ay. 15), sedang-

kan Husai menemui Absalom di sana (ay. 16). Dengan demikian, 

Absalom tidak bisa tidak pasti berpikir bahwa ia akan berhasil, sebab 

ia memiliki kedua orang ini sebagai penasihatnya. Merekalah yang 

diandalkannya, dan ia tidak meminta petunjuk kepada tabut Allah, 

meskipun tabut itu ada bersamanya. namun  mereka berdua itu sung-

guh penasihat yang menyedihkan. Sebab, 

I. Husai tidak akan pernah menasihatinya untuk bertindak bijak-

sana. Sebenarnya Husai yaitu  musuhnya, dan berencana untuk 

mengkhianatinya, sementara ia berpura-pura mendukung kepen-

tingannya. Dengan demikian, di sekeliling Absalom tidak ada 

orang yang lebih berbahaya daripada Husai. 

1. Husai mengucapkan selamat kepada Absalom saat  ia naik 

takhta, seolah-olah Husai sangat puas dengan sebutan raja 

bagi Absalom, dan sangat senang bahwa ia telah menduduki 

takhta (ay. 16). Betapa orang-orang yang memerintah dengan 

hikmat duniawi tergoda untuk menggunakan segala tipu daya! 

Betapa bahagia orang-orang yang tidak mengenal seluk-beluk 

Iblis ini, namun  yang hidup di dunia ini dengan dikuasai oleh 

ketulusan dan kemurnian dari Allah. 

2. Absalom terkejut mendapati Husai berpihak kepadanya, sebab 

Husai dikenal sebagai sahabat dekat Daud dan orang keper-

cayaannya. Absalom bertanya kepada Husai, inikah kesetiaan-

mu kepada sahabatmu? (ay. 17), sambil menghibur diri dengan 

pemikiran berikut, bahwa semuanya akan menjadi miliknya, 

sebab sekarang Husai menjadi miliknya. Absalom tidak me-

ragukan ketulusan Husai, namun  dengan mudah percaya bah-

wa apa yang diharapkannya memang benar adanya, bahwa 

sahabat-sahabat terdekat Daud begitu senang kepada dirinya 

sehingga mengambil kesempatan pertama untuk menyampai-

kan dukungan kepadanya. Meskipun demikian, keangkuhan 

hatinya telah memperdayakannya (Ob. 1:3). 

3. Husai meneguhkan kepercayaan Absalom bahwa ia mendu-

kung Absalom dengan sepenuh hati. Sebab, meskipun Daud 

yaitu  sahabatnya, namun rajalah yang memiliki dirinya (ay. 

18). Siapa yang dipilih rakyat, dan yang kepadanya Penyeleng-

garaan Allah tersenyum, kepadanyalah Husai akan setia. Dan 

ia akan memperhambakan diri kepada penerus raja (ay. 19), 

sang matahari terbit. Memang benar bahwa Husai mengasihi 

ayah Absalom, namun  masa pemerintahan ayahnya itu sudah 

habis, dan telah berlalu. Lalu mengapa ia tidak boleh menga-

sihi penerusnya juga? Demikianlah Husai berpura-pura mem-

berikan alasan bagi keputusan yang sesungguhnya membuat-

nya jijik dengan memikirkannya. 

II. Ahitofel menasihati Absalom untuk berbuat keji, dan dengan 

demikian berhasil mengkhianatinya sama seperti orang yang 

sengaja berbohong kepadanya. Sebab mereka yang menganjurkan 

orang untuk berbuat dosa, pasti menasihati orang itu supaya 

mengalami celaka. Dan pemerintahan yang didirikan di atas  

dosa, didirikan di atas pasir. 

1. Tampaknya Ahitofel terkenal sebagai tokoh pemerintahan yang 

berpikiran mendalam. Nasihatnya dianggap sebagai petunjuk 

yang diminta dari Allah (ay. 23). Ia mempunyai nama yang 

begitu baik untuk ketajaman dan kebijaksanaan dalam urus-

an-urusan yang menyangkut orang banyak. Ia mampu men-

jangkau begitu jauh melampaui penasihat-penasihat pribadi 

lain. Alasan-alasan yang dia berikan menyangkut nasihatnya 

begitu meyakinkan, dan rencana-rencananya pada umumnya 

begitu berhasil, hingga semua orang, yang baik maupun yang 

buruk, baik Daud maupun Absalom, sangat menghormati pan-

dangan-pandangannya, malah sejauh ini terlalu berlebihan, 

saat  mereka menganggap dia sebagai petunjuk dari Allah. 

Masakan kebijaksanaan manusia yang fana dapat dibanding-

kan dengan Dia yang satu-satunya mempunyai hikmat sejati? 

Marilah kita amati dari penjelasan tentang kemasyhuran 

Ahitofel dalam mengambil kebijakan, 

(1) Bahwa banyak orang yang unggul dalam hikmat duniawi, 

namun sama sekali kekurangan anugerah sorgawi, sebab 

orang-orang yang mengangkat diri sebagai petunjuk Allah, 

justru cenderung memandang rendah petunjuk Allah. Apa 

yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah. Dan para pemuka 

negeri yang terhebat sekalipun jarang merupakan orang-

orang yang paling kudus. 

(2) Bahwa kerap kali tokoh-tokoh pemerintahan yang terhebat 

bertindak teramat bodoh bagi diri mereka sendiri. Ahitofel 

diserukan sebagai orang yang menyampaikan petunjuk 

Allah, namun dengan sangat tidak bijak berpihak kepada 

Absalom, yang bukan saja seorang perebut kekuasaan, 

melainkan juga orang muda yang gegabah, yang sepertinya 

tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang baik. Keja-

tuhannya, dan kejatuhan semua orang yang mengikutinya, 

sudah dapat dilihat oleh siapa saja, bahkan dengan seper-

sepuluh kebijakan yang diaku-aku dimiliki Ahitofel. Bagai-

manapun juga, kejujuran yaitu  kebijakan terbaik, dan 

akan didapati demikian pada akhirnya. Akan namun , 

2. Kebijakan Ahitofel dalam perkara ini menggagalkan tujuannya 

sendiri. Amatilah, 

(1) Nasihat jahat yang diberikan Ahitofel kepada Absalom. 

sebab  tahu bahwa Daud telah meninggalkan para gundik-

nya untuk mengurus istana, Ahitofel menyarankan agar 

Absalom menghampiri gundik-gundik ayahnya (ay. 21), sua-

tu tindakan yang sangat jahat. Hukum ilahi telah menjadi-

kan tindakan itu sebagai kejahatan yang diganjar hukum-

an mati (Im. 20:11). Rasul Paulus menyebutnya sebagai 

kekejian yang tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-

bangsa yang tidak mengenal Allah (1Kor. 5:1). Ruben kehi-

langan hak kesulungannya akibat perbuatan seperti itu. 

namun  Ahitofel menyarankannya kepada Absalom sebagai 

sesuatu yang harus dilakukan di muka umum, sebab  hal 

itu akan meyakinkan seluruh umat Israel, 

[1] Bahwa Absalom bersungguh-sungguh dalam segala tun-

tutannya. Tidak diragukan lagi bahwa ia telah bertekad 

menjadikan dirinya penguasa atas segala sesuatu yang 

dimiliki pendahulunya, saat  ia memulai dengan meng-

hampiri gundik-gundiknya. 

[2] Bahwa ia bertekad untuk tidak pernah berdamai de-

ngan ayahnya dengan persyaratan apa pun. Sebab de-

ngan perbuatan ini, ia hendak membuat dirinya begitu 

dibenci ayahnya hingga ayahnya tidak akan pernah 

mau diperdamaikan dengan dirinya, yang mungkin di-

inginkan oleh rakyat, dan bahwa gundik-gundik itu ha-

rus dikorbankan untuk perdamaian itu. sesudah  meng-

hunus pedang, Absalom kemudian, dengan tindakan 

yang menyulut amarah ini, membuang sarung pedang 

itu. Dan dengan demikian memperkuat tangan kelom-

poknya dan membuat mereka tetap teguh berpihak ke-

padanya. Inilah kebijakan Ahitofel yang terkutuk, yang 

menunjukkan bahwa ia lebih merupakan sabda Iblis 

daripada sabda Allah. 

(2) Kesediaan Absalom untuk mengikuti nasihat ini. Nasihat 

itu sepenuhnya cocok dengan pikirannya yang cabul dan 

keji, dan tanpa menunda-nunda waktu ia pun segera me-

laksanakannya (ay. 22). saat  pemberontakan yang tidak 

wajar yaitu  sandiwara yang dipentaskan, maka adegan 

pembuka apa yang lebih sesuai untuknya daripada hawa 

nafsu yang tidak wajar seperti itu? Demikianlah semua 

kefasikan Absalom serupa satu sama lain, dan hati nurani 

yang belum mati rasa tidak dapat membayangkannya tan-

pa rasa ngeri yang sejadi-jadinya. Bahkan, yang dinasihati 

bertindak melebihi saran penasihatnya. Ahitofel menya-

rankan Absalom untuk melakukan hal itu, supaya seluruh 

Israel melihatnya. Sesuai dengan nasihat itu, dibentang-

kanlah kemah di atas sotoh istana untuk tujuan ini . 

Dengan begitu kurang ajar Absalom mempertontonkan 

dosanya seperti yang dilakukan orang Sodom. Namun, 

dalam hal ini, firman Allah digenapi dalam arti yang sebe-

nar-benarnya. Melalui Natan, Allah telah mengancam bah-

wa akibat menodai Batsyeba, istri-istri Daud sendiri akan 

dicemari di depan umum (12:11-12). Sebagian penafsir ber-

pendapat bahwa dengan menyarankan perbuatan itu, 

Ahitofel berencana membalas dendam kepada Daud atas 

kejahatan yang telah dilakukannya terhadap Batsyeba, 

yang merupakan cucunya. Sebab Batsyeba yaitu  anak 

wanita   Eliam (11:3), yang yaitu  anak Ahitofel (23:34). 

Ayub menyebut hal ini sebagai hukuman yang adil bagi 

perzinahan, biarlah isteriku menggiling bagi orang lain (Ayb. 

31:9-10), dan demikian pula yang dikatakan nabi Hosea 

(Hos. 4:13-14). Saya tidak tahu harus berkata apa tentang 

para gundik yang tunduk pada kejahatan ini. Akan namun , 

sekalipun Absalom dan gundik-gundik itu tidak berbuat 

benar, kita harus berkata, TUHAN itu yang benar. Dan tidak 

ada satu pun dari firman-Nya yang dibiarkan gugur. 

PASAL 17  

erseteruan antara Daud dan Absalom sekarang sedang bergegas 

menuju keadaan yang genting. Perseteruan ini  harus diten-

tukan oleh pedang, dan sebab  itu persiapannya sedang dibuat 

dalam pasal ini.  

I.  Absalom mengumpulkan dewan penasihat perang, yang di da-

lamnya Ahitofel mendesak supaya dilakukan pengejaran dengan 

segera (ay. 1-4), namun  Husai mengusulkan agar diambil suatu 

pertimbangan (ay. 5-13). Nasihat Husai disetujui (ay. 14), dan 

sebab  kesal, Ahitofel menggantung diri (ay. 23).  

II.  Mata-mata rahasia dikirim kepada Daud, namun  dengan ba-

nyak kesulitan, untuk memberitahukan gerak-gerik musuh 

(ay. 15-21).  

III. Daud bergerak maju ke seberang sungai Yordan (ay. 22-24), 

dan di sana perkemahannya diberi persediaan makanan dan 

minuman oleh sebagian dari teman-temannya di negeri itu (ay. 

27-29).  

IV. Absalom dan pasukannya bergerak maju mengejar Daud ke 

negeri Gilead di sisi lain sungai Yordan (ay. 25-26). Di sana, 

dalam pasal berikutnya, kita akan mendapati perseteruan itu 

ditentukan oleh suatu pertempuran. Sampai sejauh ini segala 

sesuatunya tampak gelap bagi Daud yang malang, namun  seka-

rang fajar pembebasannya mulai menyingsing. 

Nasihat Husai 

(17:1-14) 

1 Berkatalah Ahitofel kepada Absalom: “Izinkanlah aku memilih dua belas 

ribu orang, maka aku akan bersiap dan mengejar Daud pada malam ini juga. 

2 Aku akan mendatangi dia, selagi ia lesu dan lemah semangatnya, dan me-

ngejutkan dia; seluruh rakyat yang ada bersama-sama dengan dia akan 

melarikan diri, maka aku dapat menewaskan raja sendiri. 3 Demikianlah aku 

akan membawa pulang seluruh rakyat itu kepadamu seperti seorang mem-

pelai wanita   kembali kepada suaminya. Jadi, engkau mencari nyawa 

satu orang saja, sedang seluruh rakyat tetap selamat.” 4 Perkataan ini disetu-

jui oleh Absalom dan oleh semua tua-tua Israel. 5 namun  berkatalah Absalom: 

“Panggillah juga Husai, orang Arki itu, supaya kita mendengar apa yang 

hendak dikatakannya.” 6 saat  Husai datang kepada Absalom, berkatalah 

Absalom kepadanya, demikian: “Beginilah perkataan yang dikatakan Ahitofel; 

apakah kita turut nasihatnya? Jika tidak, katakanlah.” 7 Lalu berkatalah 

Husai kepada Absalom: “Nasihat yang diberikan Ahitofel kali ini tidak baik.”  

8 Kata Husai pula: “Engkau tahu, bahwa ayahmu dan orang-orangnya yaitu  

pahlawan, dan bahwa mereka sakit hati seperti beruang yang kehilangan 

anak di padang. Lagipula ayahmu yaitu  seorang prajurit sejati; ia tidak 

akan membiarkan rakyat tidur. 9 Tentulah ia sekarang bersembunyi dalam 

salah satu lobang atau di salah satu tempat. jika  pada penyerangan 

pertama beberapa orang tewas dan ada orang mendengar hal itu, maka orang 

akan berkata: Rakyat yang telah mengikut Absalom sudah menderita keka-

lahan. 10 Maka seorang gagah perkasa sekalipun yang hatinya seperti hati 

singa akan tawar hati sama sekali, sebab seluruh Israel tahu, bahwa ayahmu 

itu seorang pahlawan dan orang-orang yang bersama-sama dia yaitu  orang 

gagah perkasa. 11 Sebab itu kunasihatkan: Suruhlah seluruh Israel dari Dan 

sampai Bersyeba berkumpul kepadamu, seperti pasir di tepi laut banyaknya 

dan engkau sendiri juga harus turut bertempur. 12 jika  kita mendatangi 

dia di salah satu tempat, di mana ia terdapat, maka kita akan menyergapnya, 

seperti embun jatuh ke bumi, sehingga tidak ada yang lolos, baik dia 

maupun orang-orang yang menyertainya. 13 Dan jika ia mengundurkan diri 

ke suatu kota, maka seluruh Israel akan mengikat kota itu dengan tali, dan 

kita akan menyeretnya sampai ke sungai, hingga batu kecil pun tidak terda-

pat lagi di sana.” 14 Lalu berkatalah Absalom dan setiap orang Israel: “Nasihat 

Husai, orang Arki itu, lebih baik dari pada nasihat Ahitofel.” Sebab TUHAN 

telah memutuskan, bahwa nasihat Ahitofel yang baik itu digagalkan, dengan 

maksud supaya TUHAN mendatangkan celaka kepada Absalom. 

Absalom sekarang menduduki Yerusalem dengan damai. Istana kera-

jaan sudah menjadi miliknya sendiri, seperti juga kursi-kursi peng-

adilan, kursi-kursi milik keluarga raja Daud. Ayahnya yang baik 

memerintah di Hebron, dan hanya atas suku Yehuda, selama lebih 

dari tujuh tahun, dan tidak terburu-buru untuk menumpas musuh-

nya. Pemerintahannya dibangun di atas janji ilahi, yang penggenap-

annya dia yakini akan terjadi pada waktu yang semestinya, dan 

sebab  itu dia menunggu dengan sabar untuk sementara ini. Akan 

namun  si anak muda ini, Absalom, tidak hanya terburu-buru meme-

rintah dari Hebron ke Yerusalem, namun  juga sesudah  di sana tidak 

sabar untuk menghancurkan ayahnya. Ia tidak puas dengan merebut 

takhta ayahnya, sebelum dia berhasil mencabut nyawa sang ayah. 

Sebab pemerintahannya didasarkan pada kelaliman, dan sebab  itu 

merasa terhuyung-huyung dan merasa harus melakukan segala

sesuatu dengan kekerasan. Bahwa orang keji yang berperilaku cabul 

seperti Absalom sampai ingin menghabisi nyawa ayah yang begitu 

baik tidaklah aneh, sebab di sana-sini selalu ada orang yang memang 

bersifat jahat. namun  bahwa bangsa Israel secara keseluruhan, yang 

baginya Daud telah menjadi berkat yang begitu besar dalam segala 

hal, sampai bergabung dengan Absalom dalam upaya jahatnya ini, 

yaitu  sesuatu yang sangat mencengangkan. namun  nenek moyang 

mereka juga sering memberontak melawan Musa. Orangtua yang 

terbaik, dan para pemimpin yang terbaik, tidak akan merasa heran 

jika mereka dibuat tidak tenang oleh orang-orang yang seharusnya 

mendukung dan menyukakan hati mereka, saat  mereka mengingat 

anak-anak dan hamba-hamba seperti apa yang dimiliki oleh Daud 

sendiri.  

Daud dan semua orang yang setia kepadanya harus ditumpas. 

Hal ini diputuskan, sepanjang yang bisa disaksikan, nemine contra-

dicente – dengan suara bulat. Tidak ada yang berani menyebutkan 

jasa-jasa pribadi Daud, dan segala baktinya yang besar bagi negeri-

nya, untuk menentang keputusan ini, atau bahkan sekadar bertanya, 

“namun  kejahatan apakah yang telah dilakukannya sehingga dia 

harus kehilangan mahkotanya, apalagi kepalanya?” Tidak ada yang 

berani mengusulkan bahwa pembuangannya sudah cukup, untuk 

saat ini, atau bahwa para utusan harus dikirim untuk memintanya 

menyerahkan mahkota, yang menurut mereka mudah saja membu-

juk Daud untuk melakukannya, sebab ia sudah meninggalkan kota 

tanpa perlawanan sama sekali. Belum lama ini Absalom sendiri me-

larikan diri sebab  suatu kejahatan, dan Daud merasa puas dengan 

pembuangan Absalom itu, meskipun Absalom pantas mati. Bahkan, 

Daud meratapinya dan merindukannya. Namun Absalom yang tidak 

tahu berterima kasih ini sama sekali tidak mempunyai kasih sayang 

terhadap keluarga sehingga dia sangat haus akan darah ayah kan-

dungnya sendiri. Tidak dapat dibantah lagi bahwa Daud harus 

dibinasakan. Yang menjadi pertanyaan yaitu  bagaimana dia dapat 

dibinasakan.  

I. Ahitofel menyarankan agar Daud harus dikejar dengan segera, 

pada malam itu juga, dengan sebuah pasukan yang bergerak 

cepat yang akan dipimpinnya sendiri, sehingga hanya raja saja 

yang dibunuh sedangkan tentaranya dicerai-beraikan. Dengan 

begitu, orang-orang yang sekarang berpihak kepada Daud pasti 

akan jatuh ke tangan Absalom, dan tidak akan ada peperangan 

yang begitu lama seperti yang telah terjadi antara keluarga Saul 

dan Daud: Engkau mencari nyawa satu orang saja, sedang seluruh 

rakyat tetap selamat (ay. 1-3). Dengan hal ini tampak bahwa 

Absalom telah menyatakan rencananya untuk menghabisi nyawa 

Daud, dan Ahitofel setuju dengannya dalam rencana itu. Bunuh-

lah gembala, sehingga domba-domba tercerai-berai, dan menjadi 

mangsa yang empuk bagi serigala. Demikianlah Ahitofel meran-

cang untuk mempersempit cakupan perang, dengan tidak meme-

rangi pasukan yang kecil ataupun yang besar, namun  dengan 

memerangi raja Israel saja, dan melaksanakannya dalam waktu 

yang singkat, dengan menyerang sang raja dengan segera. Tidak 

ada yang lebih mematikan bagi Daud daripada seandainya lang-

kah-langkah ini diambil. Sungguh benar bahwa Daud lesu dan 

lemah semangatnya, sehingga suatu hal yang kecil saja akan 

membuatnya takut, sebab jika tidak, ia tidak akan melarikan diri 

dari rumahnya begitu mendengar tanda bahaya pertama tentang 

pemberontakan Absalom. Besar kemungkinan bahwa dengan se-

buah serangan yang gencar, terutama pada malam hari, maka 

pasukan kecil yang dimilikinya akan dapat dibuat kalang kabut. 

Dengan begitu, akan menjadi hal yang mudah untuk menewas-

kan raja sendiri, lalu urusan pun akan selesai, seluruh bangsa 

tentu akan tunduk, dan seluruh rakyat, kata Ahitofel, akan sela-

mat. Lihatlah bagaimana kehancuran yang menimpa semua orang 

disebut oleh para perebut kekuasaan sebagai kedamaian bagi 

semua orang. namun  demikianlah istana Iblis berada dalam ke-

adaan damai, selagi ia, sebagai seorang yang kuat dan bersenjata, 

menjaganya. Bandingkan ini dengan rancangan Kayafas yaitu 

Ahitofel yang kedua itu, melawan Anak Daud, untuk menghan-

curkan kepentingan-Nya dengan membinasakan Dia. Biarlah satu 

orang itu mati untuk bangsa kita (Yoh. 11:50). Mari kita bunuh ahli 

waris, supaya warisannya menjadi milik kita (Mat. 21:38). namun  

nasihat dari keduanya diubah menjadi kebodohan. Namun demi-

kian anak-anak terang, dalam angkatan mereka masing-masing, 

dapat belajar hikmat dari anak-anak dunia ini. Apa yang didapati 

tangan kita untuk dikerjakan, marilah kita lakukan dengan 

segera, dan dengan segenap kekuatan kita. Bijaklah bagi kita 

untuk bertindak dengan penuh semangat dan cepat, dan tidak 

membuang-buang waktu, khususnya dalam peperangan rohani 

kita. Jika Iblis lari dari kita, marilah kita terus kejar dan hantam 

dia. Orang-orang yang berseteru dengan kepala yang mengenakan 

mahkota raja pada umumnya berusaha membenarkan tindakan 

mereka, dengan menyatakan bahwa mereka hanya melawan para 

penasihat raja yang jahat, dan menuntut pertanggungjawaban 

mereka, Raja sendiri tidak dapat berbuat salah, merekalah yang 

berbuat salah. Namun kejahatan Absalom yang terang-terangan 

ini mengarahkan pukulan kepada sang raja secara langsung, bah-

kan, hanya kepada sang raja. Sebab perkataan ini (coba bayang-

kan!), aku akan menewaskan raja saja, menyenangkan hati Absa-

lom (ay. 4, KJV). Tidak pula tersisa sedikit pun kejenakaan dan 

kebajikan dalam diri Absalom yang dapat membuatnya pura-pura 

tersentak mendengar rencana itu, atau bahkan pura-pura enggan 

melaksanakan keputusan yang biadab dan kejam ini. Kebaikan 

apakah yang dapat bertahan di hadapan hasrat yang membara 

untuk berkuasa?  

II. Husai menganjurkan agar mereka jangan terlalu terburu-buru 

dalam mengejar Daud, namun  mengambil waktu untuk menghim-

pun seluruh pasukan mereka untuk melawannya, dan mengalah-

kannya dengan jumlah yang banyak, sebagaimana Ahitofel telah 

menganjurkan untuk menyerangnya secara tiba-tiba. Nah Husai, 

dengan memberikan nasihat ini, sesungguhnya bermaksud untuk 

menolong Daud dan kepentingannya, supaya dia bisa mempunyai 

waktu untuk mengirimkan pemberitahuan kepada Daud tentang 

rencana-rencananya, dan supaya Daud dapat mempunyai waktu 

untuk menghimpun sebuah pasukan dan pindah ke negeri-negeri 

di seberang sungai Yordan. Sebab di negeri-negeri itu, mengingat 

letaknya yang lebih terpencil, Absalom mungkin tidak mempunyai 

begitu banyak kepentingan. Tidak ada yang lebih menguntungkan 

Daud dalam keadaan genting ini selain waktu untuk meloloskan 

diri. Agar Daud mempunyai waktu untuk melakukannya, Husai 

menasihati Absalom untuk tidak melakukan apa-apa dengan ter-

buru-buru, namun  untuk tetap waspada dan memagari keberhasil-

annya dengan memperkokoh kekuatannya. Nah,  

1. Absalom memberi Husai undangan yang baik untuk menasi-

hatinya. Seluruh tua-tua Israel telah menyetujui nasihat Ahi-

tofel, namun Allah menguasai hati Absalom untuk tidak 

meneruskan rencana itu, sampai dia berunding lebih dahulu 

dengan Husai (ay. 5): Mari kita dengar apa yang hendak di-

katakannya. Dalam hal ini Absalom berpikir bahwa dia ber-

buat bijak (dua kepala lebih baik daripada satu kepala), namun  

Allah menangkap orang berhikmat dalam kecerdikannya sen-

diri. Lihat tafsiran Matthew Poole (seorang theolog Inggris abad 

17 – pen.) tentang ayat ini. 

2. Husai memberikan alasan-alasan yang sangat masuk akal 

untuk apa yang dikatakannya. 

(1) Husai menyanggah nasihat Ahitofel, dan berusaha menun-

jukkan bahaya mengikuti nasihatnya itu. Dengan keren-

dahan hatilah, dan dengan segala hormat terhadap nama 

baik Ahitofel yang sudah mapan, Husai memohon izin 

untuk berbeda pendapat darinya (ay. 7). Husai mengakui 

bahwa nasihat Ahitofel biasanya paling baik, dan dapat 

diandalkan. Akan namun , dengan sikap tunduk terhadap 

rekannya yang mulia itu, Husai berpendapat bahwa nasi-

hat Ahitofel kali ini tidaklah baik. Husai juga berpendapat 

bahwa sama sekali tidak aman untuk mempertaruhkan 

kepentingan yang begitu besar seperti yang sedang mereka 

jalankan sekarang, dengan jumlah yang begitu sedikit, dan 

kepungan yang begitu tergesa-gesa, seperti yang dinasihat-

kan Ahitofel, mengingat kekalahan Israel di depan orang-

orang Ai (Yos. 7:4). Meremehkan seorang musuh sering kali 

terbukti membawa akibat buruk. Lihatlah betapa masuk 

akalnya alasan-alasan Husai.  

[1] Husai sangat menegaskan bahwa Daud yaitu  seorang 

prajurit yang hebat, seorang yang berjiwa pemimpin, sa-

ngat berani, dan berpengalaman. Semua orang tahu 

dan mengakui hal ini, bahkan Absalom sendiri: “Ayah-

mu yaitu  seorang prajurit sejati (ay. 8), seorang pahla-

wan (ay. 10), dan tidak begitu lesu dan lemah sema-

ngatnya seperti yang dibayangkan oleh Ahitofel. Pelari-

annya dari Yerusalem haruslah dipandang, bukan seba-

gai tindakannya yang pengecut, melainkan sebagai 

kebijaksanaannya.”  

[2] Para pengikutnya, kendati hanya sedikit, yaitu  pah-

lawan (ay. 8), orang gagah perkasa (ay. 10), orang-orang 

yang termasyhur sebab  keberaniannya dan menguasai 

semua seni perang. Ahitofel, yang mungkin lebih sering 

mengenakan jubah daripada menyandang pedang, akan 

mendapati dirinya bukanlah lawan yang sepadan bagi 

mereka. Satu orang saja dari pada mereka dapat menge-

jar seribu orang.  

[3] Mereka semua geram terhadap Absalom, yang menjadi 

dalang dari semua kejahatan ini, merasa sakit hati, dan 

akan bertempur dengan kemarahan yang memuncak. 

Jadi, dengan keberanian mereka seperti itu, dan dengan 

kegeraman mereka seperti itu, tidak akan ada yang 

sanggup bertahan di hadapan mereka, terutama untuk 

prajurit-prajurit yang masih mentah yang pada umum-

nya dimiliki Absalom. Demikianlah Husai menggambar-

kan mereka sebagai orang-orang yang menakutkan, 

sebagaimana Ahitofel telah membuat mereka tampak 

hina.  

[4] Husai mengemukakan bahwa mungkin Daud dan bebe-

rapa orangnya akan bersembunyi untuk menyergap, di 

dalam suatu lubang, atau suatu tempat tertutup lain-

nya, dan akan menyerang para prajurit Absalom sebe-

lum mereka sadar. Kengerian akan hal ini pasti mem-

buat mereka melarikan diri. Dan kekalahan ini, meski-

pun hanya dari sekelompok kecil, akan mematahkan 

semangat semua orang lain, terutama sebab  hati nurani 

mereka sendiri pada saat yang sama menuduh mereka 

telah berkhianat melawan seseorang yang, mereka ya-

kini, tidak hanya diurapi oleh Allah, namun  juga seorang 

yang berkenan di hati-Nya (ay. 9). “Akan segera dikabar-

kan bahwa ada pembantaian di antara orang-orang 

Absalom, dan kemudian mereka semua akan berusaha 

kabur dengan sekencang-kencangnya, dan hati Ahitofel 

sendiri, meskipun sekarang tampaknya seperti hati 

seekor singa, akan menjadi sangat ciut. Pendek kata, 

Ahitofel akan mendapati bahwa bukan perkara mudah 

untuk berurusan dengan Daud dan orang-orangnya 

seperti yang disangkakannya. Dan, jika dia digagalkan, 

maka kita semua akan dikalahkan.”  

(2) Husai menawarkan nasihatnya sendiri, dan memberikan 

alasan-alasannya. Dan,  

[1] Husai menganjurkan apa yang dia tahu akan memuas-

kan sifat Absalom yang sombong dan angkuh, meski-

pun itu tidak akan sungguh-sungguh berguna bagi 

kepentingannya. Pertama, Husai menyarankan agar se-

luruh Israel dikumpulkan bersama-sama, yaitu, tentara 

awam dari semua suku. sebab  Absalom menganggap 

begitu saja bahwa mereka semua mendukungnya, dan 

bahwa dia akan memperoleh kesempatan untuk melihat 

mereka semua berkumpul di bawah perintahnya, maka 

ini akan menjadi salah satu hal yang akan sangat me-

muaskan dirinya. Kedua, Husai menyarankan agar 

Absalom ikut pergi bertempur bersama mereka, seolah-

olah Husai memandang Absalom sebagai seorang pra-

jurit yang lebih baik daripada Ahitofel, lebih pantas 

memberi perintah dan memperoleh kehormatan dari ke-

menangan. Dengan demikian, Husai menyatakan secara 

tidak langsung bahwa Ahitofel telah meremehkan Absa-

lom sebab  sudah mengusulkan pergi tanpa Absalom. 

Lihatlah betapa mudahnya mengkhianati orang-orang 

yang sombong, dengan menyanjung mereka, dan me-

ninggikan kesombongan mereka.  

[2] Husai menganjurkan sesuatu yang kelihatannya akan 

menjamin keberhasilan pada akhirnya, tanpa menang-

gung bahaya apa pun. Sebab, jika mereka dapat meng-

himpun jumlah prajurit yang demikian besar seperti 

yang mereka yakini, maka di mana pun mereka mene-

mukan Daud, mereka tidak akan gagal untuk menghan-

curkannya. Pertama, jika di medan pertempuran, mere-

ka akan dapat menyergapnya, seperti embun yang me-

nutupi muka bumi, dan menghabisi semua orangnya 

bersama dia (ay. 12). Mungkin Absalom lebih senang 

dengan rancangan untuk menghabisi semua orang yang 

ada bersama-sama dengan Daud, sebab  ia memiliki 

kebencian tertentu terhadap beberapa teman Daud, 

daripada dengan rencana Ahitofel untuk menewaskan 

raja saja. Demikianlah Husai berhasil mencapai tujuan-

nya dengan mengobarkan keinginan Absalom untuk 

membalas dendam, dan dengan memuaskan kesom-

bongannya. Kedua, jika di dalam kota, mereka tidak 

perlu takut untuk menaklukkan dia, sebab pasti ada 

cukup banyak tangan, jika diperlukan, untuk menyeret 

kota itu sendiri sampai ke sungai dengan tali (ay. 13). 

Saran yang aneh ini, betapa pun tidak dapat dilaksana-

kan, sebab  baru, berguna sebagai hiburan, dan disu-

kai sebab  menyenangkan khayalan, sebab mereka se-

mua akan tersenyum pada kelakar yang terkandung di 

dalamnya.  

(3) Dengan semua cara cerdik ini, Husai tidak hanya memper-

oleh persetujuan Absalom terhadap nasihatnya, namun  juga 

kesepakatan yang bulat dari dewan penasihat perang yang 

besar ini. Mereka semua setuju bahwa nasihat Husai lebih 

baik daripada nasihat Ahitofel (ay. 14). Lihatlah di sini,  

[1] Betapa besar hal-hal yang dapat dilakukan oleh kecer-

dikan manusia. Seandainya Husai tidak ada di sana, 

nasihat Ahitofel sudah pasti akan diikuti. Dan, meski-

pun semua orang telah memberikan pendapat mereka, 

tidak ada yang benar-benar lebih berguna bagi kepen-

tingan Absalom daripada apa yang dinasihatkan Ahi-

tofel. Namun Husai, dengan kecerdikannya, membawa 

mereka semua berbalik kepada pihaknya, dan tak satu 

pun dari mereka yang sadar bahwa dia mengatakan 

semuanya ini demi Daud dan kepentingannya. Sebalik-

nya, semuanya setuju dengan apa yang dikatakannya. 

Lihatlah bagaimana orang-orang yang tidak berpikir 

panjang diperdaya oleh sebagian dari manusia yang 

cerdik. Betapa para pembesar memperalat dan memper-

bodoh satu sama lain dengan tipu daya mer