au tidak,
dia tidak mempunyai karakter yang diperlukan untuk menyelesaikan
masalah yang dia hadapi sebagai amir al-mu'minin. Dirinya, pada masa
sebelumnya dalam sejarah, tidak menunjukkan sesuatu yang luar biasa
dalam hal kemiliteran atau yang lainnya, kecuali keputusannya yang
mula-mula untuk mengikuti Nabi Muhammad dan sifat kemurahannya
mendukung Gerakan Umat Beriman dengan hana pribadinya. Kemungkinan juga dia cendernng menyerahkan keputusan-keputusan pentingnya kepada orang lain, termasuk keluarganya sendiri yang dia percaya;
boleh jadi kepercayaannya disalahgunakan; mungkin juga dia gaga!
untuk mengantisipasi atau bahkan uncuk mengakui ketidakpuasan dan
ketegangan yang ada di dalam komunitas yang dia pimpin. Yang jelas,
pemberontakan terhadap dirinya mengawali serangkaian peristiwa yang menggambarkan bahwa Umar Beriman Arab-yang kerika iru menjadi
inti Gerakan Umat Beriman-celah terfragmentasi dalam perselisihan
sengit dalam masalah kepemimpinan.
Rencana Perjalanan Perang Sipil Pertama
(35-40/656-661)
Sekalipun kritik terhadap rezim 'Uthman muncul di beberapa tempat,
termasuk Kufa (di mana, sebagaimana kita lihat, mereka memecat Gubemur Sa'id lbn al-'As) dan Basra, namun kelompok penghasut dari
gamisun Fustat di Mesirlah yang memainkan peranan penting dalam
membuka peristiwa yang membawa kepada Perang Sipil Percama. Setelah munculnya tuntutan melawan gubernur 'Uthman di Mesir, 'Abd
Allah lbn Abi Sach, para penghasut ini membuat jalan menuju Madinah untuk berkonfrontasi dengan 'Uthman sendiri, yang datang pada
akhir tahun 35/Mei 656. Di sana bergabung dengan mereka kelompok
pemberontak dari Kufa dan Basra; bergabungnya kekuatan ini menun-
jukkan ada koordinasi. uncuk gerakan ini, bahkan sebelum mereka melakukan protes ke Madinah. Selama beberapa minggu 'Uthman (atau para
pendukungnya) dan musuh-musuhnya terlibat dalam negosiasi membahas keberacan acau cuduhan dari para pemberoncak atau orang-orang
yang tidak puas ini, akan cecapi seiring dengan berjalannya wakcu, para
pengkritiknya menjadi lebih kuat dan pendukung-pendukung 'Uchman
campak berkurang dalam jumlah. Akhirnya, amir al-mu'minin yang telah
berumur icu, yang cerkepung di rumahnya di Madinah, diserang dan cerbunuh (akhir 35/)uni 656).
Kenyataan bahwa ami
r al-mu'minin cerbunuh di rumahnya sendiri oleh sekelompok perusuh yang cidak puas, menunjukkan bahwa
'Uthman celah kehilangan dukungan yang efekcif dari umac yang celah
lama beriman di Madinah yang, dalam suasana yang berbeda, pasti
dapat mengisolasi pemberoncak. Tampak jelas kaum Anshar Madinah
-yang merasa cidak nyaman karena dipinggirkan dalam masalah discribusi posisi yang berpengaruh dan kekayaan yang berarci oleh kaum kuac
Quraysh-cidak Iagi condong untuk menyelamatkan 'Uthman. Ada
pun orang-orang 'Uchman dari suku Quraysh, kebanyakan hanya setengah haci dalam membantu mempertahankan 'Uthman-baik karena
dia celah bersikap antagonis cerhadap mereka karena kebijakannya acau
karena mereka berkesimpulan bahwa persoalannya tidak dapac diharapkan uncuk dikompromikan-sebagian mungkin bahkan celah cerdorong
uncuk melakukan pembangkangan. Termasuk Talha yang sangat ambisius, 'Amr dan Walid yang cersakici, dan beberapa yang lain. Janda
Nabi yang sangat dihormaci, "!bu Umat Beriman" dalam usianya yang
40-an, boleh jadi acau boleh jadi juga cidak mengusir keluar pemberoncak dengan surac perincah, akan cecapi kepucusannya untuk meninggalkan Madinah untuk melaksanakan ibadah haji ketika pembunuhan
hampir terjadi, menjadi jelas bahwa dirinya tidak punya hasrat untuk
menggunakan pengaruhnya yang luar biasa di ancara Umat Beriman itu
untuk menenangkan gelombang oposisi cerhadap 'Uchman, sekalipun
situasi sudah sangat gawat. 'Ali Ibn Abi Talib, yang mempunyai pe-ngaruh yang lebih besar ketimbang yang lain pada penduduk Madinah,
mungkin telah tersakiti, karena percaya dirinya lebih pantas menduduki
kedudukan 'Uthman. Yang jelas, dia tidak mampu mencegah kematian
'Uchman, dan beberapa sumber cidak sependapac mengenai seberapa
keras usaha yang dia lakukan. Sulit untuk menghindari kesan bahwa
ketika peristiwa pembunuhan tersebut terjadi, banyak pemimpin besar
umac di Madinah sudah mengancisipasi pengunduran acau penurunan
'Uchman dari kedudukannya dan melakukan manuver untuk menyelamatkan apa yang mereka pikir yang terbaik hasilnya untuk mereka
sendiri. Boleh jadi ibeberapa dari figur ini salah perhitungan terhadap
masalah tersebuc, dan menganjurkan pemberoncakan acau pembunuhan
dengan harapan bahwa hal cersebuc semaca-maca akan memaksa 'Uchman untuk mengubah kebijakannya.
Yang beruntung langsung dari wafatnya 'Uthman adalah 'Ali lbn
Abi Talib, keponakan Nabi dan suami pucri Nabi, Fatimah. Dia campaknya mempunyai dukungan kuat dari kaum Anshar Madinah dan
sebagian besar kelompok yang melakukan pemberoncakan terhadap
'Uthman, khususnya yang berasal dari Kufa. Mereka membentuk shi'at
'Ali, "Partai 'Ali" (saat ini merupakan blok politik 'Ali semaca, akan
tetapi kemudian menjadi bakal Shi'a, yang berpegang-dan masih berpegang-pada 'Ali clan keturunannya dengan penghormatan tinggi dan
khusus). Secelah 'Uchman cerbunuh, 'Ali menerima baiat sebagai amir
a!-mu'minin di masjid Madinah. Namun, dia hanya mempunyai sedikit
sekali pendukung dari anggota kelompok Quraysh lain, yang kebanyakan mempunyai aspirasi sendiri mengenai kepemimpinan. Figur besar
dari suku Quraysh segera meninggalkan Madinah tanpa bersumpah setia
kepada 'Ali-atau mengundurkan diri setelah mengucap sumpah tersebut dan kemudian menolaknya-untuk berkumpul di Makkah, kota
asal mereka. 'Aisha, walau kaget mendengar pengangkatan 'Ali (yang
cidak dia sukai karena mempercanyakan kesuciannya beberapa tahun
sebelumnya), tetap tinggal di Makkah setelah melakukan ibadah haji
dan mengumpulkan saudaranya Talha dan Zubayr, yang klaimnya dia dukung. Bani Umayya yang keberulan berada di Madinah kerika 'Uthman wafat-khususnya Marwan, yang ketika itu merupakan Bapak Bani
Umayya-juga meninggalkan Madinah dan berkumpul di Makkah.
Dari Madinah, 'Ali menunjuk gubernur-gubernur baru untuk beberapa provinsi, dan bermaksud mengganti hampir semua gubernur
yang melayani 'Uthman, yang kebanyakan tidak terkenal. Akan tetapi
Makkah dan Syria menolak pernyataan 'Ali sebagai pemimpin umat.
Di Syria, orang 'Uthman, Mu'awiya, gubernur yang sudah lama memerintah, mengatakan bahwa 'Ali tidak dapat mengklaim dirinya sebagai
penguasa sampai dia mengadili orang-orang yang membunuh 'Uthman,
yang sekarang ada sebagai pendukungnya.
Di Makkah, 'Aisha mengumpulkan orang-orang Quraysh yang paling menentang 'Ali yang menuntut balas aras pembunuhan 'Uthman,
walaupun kenyaraannya mereka tidak melakukan sesuatu pun untuk
mencegah pembunuhan tersebut. Mereka juga berkumpul mengadakan
musyawarah (shura) untuk menentukan siapa yang harus memimpin
umat. Bukan hanya Talha dan Zubayr, tapi juga anak-anak 'Uthman
yang mulai tumbuh besar dan juga beberapa anggota kaum Quraysh
yang kuat, bergabung dengan oposisi, termasuk gubernur lama Yaman
pada zaman 'Uthman, yang datang dengan banyak harta kekayaan. Mereka memutuskan pergi ke Basra pada 36/0ktober 656 untuk menggalang kekuatan sebelum menyerang 'Ali. Sesampainya di Basra, mereka
berperang dengan gubernur 'Ali dan tentaranya dan berhasil mengambil
alih kora.
'Ali memutuskan untuk berkonfrontasi dengan mereka. Dia me•
ngirim putranya Hasan, bersama dengan orang Kufa yang memimpin
pembunuhan cerhadap 'Uthman, Malik 'al Ashcar" al-Nakha'i, menuju
Kufa untuk menyelamatkan Kufa dari gubernur 'Ali, Abu Musa, yang
sekalipun saleh capi hanya mendukung 'Ali separuh hati. Di sana Hasan menggalang cencara Kufa uncuk bergabung dengan 'Ali, yang celah
sampai dan membuac perkemahan di cimur koca. Kecika kekuacan 'Ali
siap, dia melakukan serangan ke Basra. Kedua tenrara, 'Ali maupun musuh-musuhnya dari Makkah, adalah mulcisuku, dan kebanyakan suku
itu mempunyai anggoca di kedua tencara cersebuc, sebagian mendukung
'Ali dan sebagian mendukung 'Aisha dan pengikutnya. Hal ini menimbulkan rasa sungkan dari para cencara; dicambah lagi, pada masingmasing centara terdapat orang-orang yang berpikir bahwa adalah salah
memerangi Umat Beriman lain secara cerbuka. Akhirnya mereka mundur dan menolak uncuk mendukung salah sacu dari kedua pihak. Perang
yang sebenarnya (disebuc Perang Jamal karena pusac cempac berperang
adalah di sekicar unca yang membawa keluarga 'Aisha) terjadi tidak
jauh dari Basra, dan memakan banyak korban dari kedua belah pihak.
Akan cecapi pasukan 'Ali memimpin hari icu, Talha serta Zubayr cerbunuh. 'Ali segera menguasai Basra ( walaupun cecap merupakan pusac
kuac sencimen pro-'Uthman dalam beberapa cahun); dia juga mengirim
'Aisha kembali ke Madinah dengan inscruksi cegas agar dirinya menjauh dari politik. Sejumlah tokoh Makkah yang terkenal di dalam tencara
'Aisha lolos dari penangkapan, sebagian besar dari mereka akhirnya bersatu dengan Mu'awiyah dari Bani Umayya, yang cetap berada di Syria.
'Ali akhimya kembali ke Kufa, yang menjadi basis ucama aktivicasnya.
Gubernur-gubemur pilihan 'Ali yang menggancikan orang-orang
'Uchman memberi kita gambaran mengenai tujuan rezimnya. Jika
'Uthman sangat bersandar kepada orang-orangnya dari Bani Umayya,
'Ali bersandar pada kaum Anshar Madinah yang dia kirim sebagai gubernur ke Madinah,. Mesir, Kufa, dan Basra sebelum Perang Jamal, dan
anggoca klannya Bani Hasyim (dipilih sebagai gubernur untuk Yaman,
Basra setelah Perang Jamal, dan Makkah). (Pengecualian utama adalah
dua anggoca suku Quraysh yang sangat loyal cerhadap 'Ali; Muhammad
lbn Abi Bakr dikirim sebagai pengganci ke Mesir, dan orang Quraysh lainnya menjadi gubemur di Arab bagian timur.) Diduga bahwanya adalah untuk mengembalikan Gerakan Umat Beriman dan Negara, sekali
lagi di tangan mereka-mereka, yang dalam pandangannya akan memimpin sesuai dengan spirit Nabi yang menekankan pada kesalehan. Hal itu
dimaksudkan sebagai peralihan pencing dari kepemimpinan dan kebi-
jakan 'Uthman, yang sering dikritik sebagai tidak saleh, yang bersandar
pada orang-orangnya dari suku Quraysh-Bani Umayya-yang lama
mempunyai resitensi terhadap misi Nabi Muhammad dan komitmentnya untuk misi tersebut masih diragukan 'Ali (dan juga Kaum Anshar}.
'Ali paling cidak kini celah mengoncrol Hijaz, lrak, dan Mesir (sekalipun kemudian di wilayah yang cerakhir muncul kelompok separatis
kuat yang menuncut balas dendam atas kematian 'Uthman, dan memisahkan diri dari gubemur 'Ali}. Sekarang perhatian Ali certuju kepada
oposisi yang keras dari Mu'awiyya, yang hampir selama dua puluh tahun
menjadi gubemur Syria dan yang tidak tunduk mengakui 'Ali sebagai
amir al-mu'minin. Pasukan 'Ali mengajak Mu'awiyya uncuk cunduk,
akan cecapi Mu'awiyya cahu bahwa mengakui 'Ali berarci pemecatan
dirinya sebagai gubemur di Syria. Lebih jauh lagi, dari suduc pandang
Mu'awiyya, aklamasi 'Ali sebagai amir al-mu'rninin oleh kelompok Madinah yang telah membunuh pengikut 'Uthman, adalah tidak sah.
Semencara 'Ali menuduh Mu'awiyya yang lambac bergabung dengan
gerakan sebagai orang beriman separuh haci, dan orang yang terlibac dalam rezim 'Uchman yang "worldly minded". Mu'awiyyah juga menuding
bahwa pendukung 'Ali masuk sebagai pemberontak atau pembunuh itu
sendiri, yang cidak pemah dihukum oleh 'Ali sekalipun mereka bersalah
dengan dosa yang tidak cerampunkan karena membunuh sesama Umat
Beriman. Tidak mengherankan bahwa sejumlah Umac Beriman awal
yang terkenal, seperti pemimpin yang menaklukkan lrak, Sa'id lbn Abi
Waqqas, memucuskan bahwa mereka cidak dapac kembali dengan sikap
yang jelas, adil, dan masuk akal, maka mereka kemudian mundur mengasingkan diri selama Perang Sipil Pertama.
Posisi policik Mu'awiyya diperkuac pada akhir cahun 36/awal 657
dengan keputusan untuk beraliansi dengan 'Amr Ibn al-'As. Keduanya
bukan sekutu alamiah. 'Amr sakit hati melawan 'Umayya sejak 'Uthman memecatnya dari kegubemuran Mesir, dan ada kecurigaan para
pemberoncak yang berasal dari Mesir sebagian diinisiasi oleh 'Amr.
Akan tecapi 'Amr juga cahu bahwa 'Ali, yang kebijakannya menjadi tampakkan pegangan para Anshar Madinah dan keluarga Hasyim, tidak
akan pemah seruju untuk menjadikannya sebagai bagian dari administrasinya. Salah satu harapannya untuk meraih kembali kegubernuran
di Mesir adalah bersekutu dengan Mu'awiyya, dan itu dia lakukan sekarang, untuk memastikan bahwa dia akan memerintah lagi. Untungnya,
bagi Mu'awiyya, perpecahan di antara para serdadu Umat Beriman
Arab di Mesir, berarti bahwa gubemur-gubemur 'Ali di sana akan sibuk
dan tidak dalam posisi yang bisa mengancam basis Mu'awiyya di Syria,
paling tidak ketika itu. Tugas 'Amr adalah memastikan bahwa hal itu
tidak pemah terjadi.
Pada akhir 36/Mei 657, 'Ali mengumpulkan tentaranya di Kufa dan
melakukan operasi milicer menghadapi Mu'awiyya uncuk memaksanya
tunduk. Sementara di Syria, Mu'awwiya juga mengumpulkan tentaranya dan bergerak menuju Efrat untuk memblokir pergerakan 'Ali. Tak
satu pemimpin pun. yang mendapatkan dukungan kuat dari umatnya,
karena banyak yang berada di dalam dua kubu cersebut, yang berpikir
bahwa adalah salah bagi Umat Beriman untuk berperang satu sama lain
dalam perang terbuka. Kedua tentara saling mendekat satu sama lain
pada bulan Juni, di dekat kota Siffin di Efrat, antara Raqqa dan Aleppo.
Periode panjang perang tanpa tujuan dan negosiasi tanpa hasil cerjadi
antara kedua pemimpin. Perang terbuka akhimya terjadi di Safar pada
37/akhir Juli 657 dan berakhir dalam beberapa hari, dengan kehancuran berat. Akhimya, kekuacan Mu'awiyya muncul suatu pagi dengan
sebuah salinan al-Qur'an di atas bayonet, suatu tanda yang dipahami
oleh tentara 'Ali sebagai suatu permohonan untuk berhenti berperang
dan membiarkan pertengkaran diselesaikan dengan prinsip-prinsip alQur'an-yang, apa pun kecidaksetujuan mereka, adalah sesuatu yang
menyatukan mereka berdua. Perang terhenti ketika itu. Di kamp 'Ali,
mereka yang separuh hati mendukung pandangan untuk berperang melawan Mu'awiyya di garis depan, kini memaksa 'Ali untuk melakukan
negosiasi, sementara yang lain bersikukuh bahwa Ali harus terus bercahan, karena mereka merasa dirinya di ujung kemenangan. Mereka yang memilih negosiasi berhasil. 'Ali walaupun enggan, menyetujui untuk
menyelesaikan penenrangan dengan arbitrase, yang dilaksanakan di
tempat yang netral dalam beberapa bulan ke depan. 'Ali juga dengan
enggan menerima tuntutan pendukungnya agar dirinya menunjuk Abu
Musa al-Ash'ari, yang sebelumnya adalah gubemumya di Kufa, sebagai
negosiatomya. Pengikut 'Ali terkesan oleh kesalehan Abu Musa, akan
tecapi 'Ali tanpa ragu pasti akan memilih seseorang yang, tidak seperti
Abu Musa, orang yang mendukungnya tanpa pamrih. Mu'awiyya menunjuk 'Amr lbn al-'As sebagai negosiatomya.
Perpecahan di kubu pendudung 'Ali semakin parah, begitu 'Ali mengirim operasi militernya kembali ke lrak. Sekalipun mayoritas masih
setuju dengan keputusannya untuk tunduk kepada rival kepemimpinannya dengan arbitrase, ada sekelompok kecil yang vokal menolak ide
arbitrase itu. Mungkin mereka khawatir akan diadili karena melakukan
pembunuhan terhadap 'Uthman, minoritas ini berargumentasi bahwa
dengan menyetujui a.rbitrase, 'Ali, telah membuat keputusan di luar
yang dikehendaki T uhan-yaitu, di luar yang dikehendaki serdadu yang
ikut berperang "di jalan T uhan"---dan membuat keputusan menurut
kepentingan manusia, yaitu arbitrator. Hal ini, kata mereka, merupakan
dosa besar, dan mereka meminta 'Ali untuk benobat atas dosa tersebut.
Untuk mengekspresikan pandangan mereka, mereka mulai menyebar
luaskan slogan, "tidak ada keputusan atau hukum kecuali hukum Tuhan!" Umat Beriman yang sangat saleh ini berdedikasi untuk secara
ketat bertingkah laku benar sesuai dengan al-Qur'an dan menuntut kesalehan tersebut dari pemimpinnya. Dalam pandangan mereka, dengan
menerima arbitrase, 'Ali clan para pengikutnya bukan hanya berhenti
sebagai pemimpin, tecapi bahkan dianggap telah meninggalkan iman
itu sendiri, dan harus diperangi sebagai orang yang tidak beriman. Setelah beberapa waktu mereka mundur dari tentara 'Ali clan bermarkas
di Nahrawan, agak jauh dari Kufa. Mereka kemudian dikenal dengan
Khawarij ("mereka yang keluar"), sekalipun kepentingan penggunaan
nama tersebut tidak begiru jelas. Mungkin mereka merasa terpilih kare-na mereka "pergi keluar" dari kamp 'Ali; atau dengan membatalkan solidaritas mereka dengan 'Ali, mereka merasa harus meninggalkan Umat
Beriman; atau mungkin nama mereka adalah referensi yang lebih positif
sebagai "datang menuju jalan Tuhan" (misalnya Q. 60: 1).
Para arbitrator berkumpul di Dumar al-Janda! di sebelah utara Arab
antara Syria dan lrak pada akhir tahun 37/musim Semi 658. Detail mengenai perdebatan mereka tidak terlalu jelas, tetapi tampaknya mereka
mencoba untuk menempatkan persoalan kepemimpinan Umat Beriman
dengan merujuk pada al-Qur'an. Sebagai tahap pertama, mereka setuju
bahwa 'Uthman telah terbunuh secara tidak adil, namun mereka tidak
bisa mencapai persetujuan lebih jauh clan terpecah, clan mengajak bertemu shura lain dari para Umat Beriman untuk memuruskan siapa yang
harus menjadi amir al-mu'minin. Apakah keputusan ini merupakan hasil
dari sebuah trik oleh negosiator Mu'awiyah, 'Amr, sebagaimana diklaim
oleh sumber-sumber yang pro 'Ali, atau bukan, merupakan hal yang
sulir dipastikan. Te·tapi, apa pun otoritasnya, pengumuman mengenai
keputusan ini mempunyai dampak besar. Mu'awiyya dan pengikutnya
kini yakin bahwa diri mereka benar dalam menuntut balas dendam atas
terbunuhnya 'Uthman, khususnya melawan 'Ali dan pengikumya, yang
didalamnya terdapat para pembunuh itu. Lebih jauh lagi, Mu'awiyyatak lama sesudah itu-mengklaim sebagai amir al-mu'minin di Syria.
Posisi 'Ali sebagai amir mu'minin di lain pihak, direndahkan, dengan
has ii arbitrase terse but, karena itu 'Ali segera menolaknya dan mengajak pendukungnya di Kufa untuk bersiap melakukan protes, sekali lagi,
untuk melawan Mu'awiyya di Syria.
Akan tetapi sebelum melakukan hal itu, 'Ali harus membuat kesepakatan dengan Khawatij yang berkumpul di Nahrawan. Orang-orang
yang merasa paling saleh ini, setelah mundur dari pasukan 'Ali sebagai
protes terhadap tindakan clan kebijakannya, kini memandang setiap
orang yang mengakui kepemimpinan 'Ali sebagai sama berdosanya clan,
karenanya boleh dibunuh sebagai murtad, eks Umat Beriman. Sejumlah orang di seputar Kufa telah banyak mengalami hal tersebut, dan cencara 'Ali cidak mau melakukan operasi baru melawan Mu'awiyya,
dan meninggalkan keluarga mereka cak cerjaga di Kufa, kecuali kaum
Khawarij dikalahkan atau dilenyapkan. 'Ali, sekali lagi berusaha keras
untuk menjaga keseciaan Khawarij, yang semuanya dicolak oleh para
pemimpin Khawarij-sekalipun banyak individu yang menerima tawaran cersebut dan secara diam-diam mundur dari barisan Khawarij.
Oipenuhi dengan rasa kesalehan yang cinggi dan yakin bahwa 'Ali dan
orang-orangnya celah murcad, Khawarij yang masih ada merasa bahwa
mereka cidak mempunyai pilihan lain kecuali melakukan penyerangan
melawan 'Ali dan orang-orangnya sampai mereka mengalahkan "umat
cidak beriman" icu, acau mereka menerima nasib mereka sebagai martir
di jalan Allah, sebagaimana mereka menyebucnya. Mereka menyerang
'Ali yang kekuatannya lebih besar dan hampir semuanya dilumpuhkan.
(akhir cahun 37/Mei 658).
Khawarij biasanya disebuc sebagai "sekce percama" dalam Islam, seolah mereka adalah penyimpangan dari prinsip-prinsip asal yang diusung
oleh Umac Beriman pada zaman Nabi Muhammad. Tetapi sebenamya,
kesalehan dan milicansi Khawarij awal ini merepresencasikan suatu
kehidupan yang bermocivasi kesalehan asal, dalam bencuknya yang
paling mumi dari Gerakan Umac Beriman. Oleh karenanya mereka
dapat dipandang sebagai wakil terbaik dari generasi sesudah Nabi wafat
Muhammad yang mengikuci prinsip•prinsip asal dari Gerakan Umac
Beriman pada zaman hidup Nabi Muhammad, sekalipun mereka mengikuci bentuk ektrem dari prinsip-prinsip ini, karena Nabi sendiri campak
lebih fleksibel dan praktis ketimbang mereka dalam menghadapi musuh-musuhnya. Mungkin juga-walaupun bukcinya cerbacas-incensicas komicmen mereka berakar pada keyakinan bahwa Umac Beriman
adalah kelompok terdepan dalam menegakkan kerajaan T uhan di bumi,
sebagai persiapan untuk hari Pengadilan Akhir yang segera akan datang
( acau, melalui cindakan mereka, celah datang).
Pembunuhan di N.ahrawan merupakan suacu kemenangan yang memakan banyak biaya bagi 'Ali. Dia dapat menyelamatkan markas besar-nya di Kufa, tetapi pembunuhan terhadap seribu lima ratus Khawarij,
yang di antara mereka adalah sejumlah Umat Beriman yang mula-mula,
yang sangat dikenal dengan contoh kesalehannya, telah melemahkan klaim moral 'Ali untuk memimpin umat. Lebih jauh lagi, setelah
perang, pasukan 'AH di Kufa menyatakan keengganan mereka untuk
melakukan operasi baru melawan Mu'awiyya yang di dalam pasukannya
(sebagaimana diketahui dari perang Siffin) ada orang-orang yang berasal dari suku mereka sendiri. 'Ali dipaksa tetap di Kufa clan mempertimbangkan pilihannya.
Pilihan ini menjadi semakin terbatas. Posisi Mu'awiyya, tertandai
dengan deklarasi dari para arbitrator di Dumat al-Janda! dan pengakuan
orang-orang Syria sebagai amir al-mu'minin, kemudian diperkuat lagi
dengan perkembangan di Mesir. Di sana, sebagaimana telah kita lihat,
gubernur 'Ali, Muhammad lbn Abi Bakr menghadapi sejumlah tentara
(yang semakin tumbuh) yang tetap dipenuhi dengan rasa dendam atas
pembunuhan 'Uthman, dan oleh karenanya enggan untuk mengakui
kepemimpinan 'Ali. Mengetahui bahwa 'Ali dipenuhi oleh orang-orang
Khawarij, Mu'awiyya mengirim 'Amr lbn al-'As dengan pasukan tentara kuat menuju Mesir. Gabungan kekuatan dengan orang-orang Mesir
ini menentang 'Ali dan menghancurkan tentara Muhammad lbn Abi
Bakr. Gubemur 'Ali ditangkap clan kemudian dibunuh. Pada awal 38/
Agustus 658, Mesir sekali lagi jatuh ke tangan 'Amr lbn al-'As, penakluk sebelumnya, clan solid ada di bawah kamp Mu'awiyya.
Pihak 'Ali juga mulai memperlihatkan tanda-tanda kegagalan. Pemberontakan atau pembunuhan yang terjadi dekat Basra bisa ditak·
lukkan, akan tetapi memperlihatkan erosi dukungannya di lrak; dan
perdebatan semenra·ra tapi tajam dengan keponakannya 'Abd Allah lbn
al-'Abbas, yang dukungannya sangat penting untuk dirinya clan kepadanya dia hampir tidak bisa jauh, memperlihatkan (sebagaimana juga
sejumlah episode lain) tendensi 'Ali untuk membuat marah orang clan
menghakimi secara salah terhadap situasi yang ada. Kualitas yang semacam ini merupakan alasan utama atas kegagalannya untuk memper-oleh pengakuan (bahkan dari orang-orang kaum Qurayshnya sendiri)
berbarengan dengan ambisinya dan peranannya yang mula-mula dalam
komunitas Umat Beriman.
Para arbitrator bertemu untuk kedua kalinya di bulan Sha'ban 38/
Januari 659, atas permincaan Mu'awiyya, di Adhruh (sekarang Yordania
bagian selatan). Akan tetapi karena 'Ali telah memecat arbirracomya,
Abu Musa al-Ash'ari,. setelah ronde penama, maka pertemuan ini benar-benar merupakan. manuver public-'Yelation yang dibuat Mu'awiyya.
Di dalam pertemuan itu, negosiacor Mu'awiyya, 'Amr lbn al-'As, melakukan trik cerhadap Abu Musa yang saleh dengan mendeklarasikan
bahwa dia menyetujui 'Ali turun sebagai amir al-mu'minin dengan perkiraan mereka setuju bahwa kedua lawan harus sama-sama dicurunkan;
akan cetapi begitu Abu Musa mengucapkan pemyataan tersebut, 'Amr
berdiri dan mendeklarasikan pengakuannya atas Mu'awiyya untuk posisi tersebut. Namun, apa pun keuntungan propaganda yang diperoleh
Mu'awiyya dalam episode ini, rampaknya cidak berpengaruh ke bawah
Mu'awiyya mulai mengambil inisiatif melawan 'Ali. Dia mulai mengirim panai penyerang dari Syria ke wilayah Efrat clan ke Arab Utara, clan
berharap memenangkan kelompok yang ada di bawah kontrol 'Ali, atau
mereka yang cetap nerral (38/659). 'Ali juga mengirim beberapa penyerang ke Efrat akan tetapi tampaknya telah dikuasai duluan pada periode
38-40/659--661 karena konfrontasinya clengan Khawarij. Beberapa Khawarij yang telah berkumpul di Nahrawan telah bubar sebelum perang,
dan sebagian dari mereka terus mengganggu Irak Selatan dan Pusar. Di
clorong-bukan hanya oleh sekelompok kecil orang-orang salehnya te•
tapi juga oleh keinginan untuk membalas clenclam orang-orangnya clan
Khawarij pendukungnya yang jatuh di Nahrawan-mereka menuncut
bahwa orang-orang yang menolak 'Ali sebagai tidak saleh, bahkan kaclang membunuh orang yang clipanclang murtacl, yaitu siapa saja yang
menolak bergabung dengan mereka. 'Ali dapat menekan gerakan yang
muncul ini, akan tetapi pembunuhan cerhadap lebih banyak kaum Khawarij hanya memperdalam permusuhan mereka yang masih tersisa. Kini Mu'awiya melepas pasukannya bergerak menuju Arab di bawah
pimpinan jenderal Busr lbn Abi Artat, yang melakukan operasi melalui
Hijaz menuju Yaman dan Hadramaur. Apakah laporan mengenai kerusakan yang dibuat Busr selama operasinya ini dapat dipercaya atau ti·
dak, atau apakah mereka termasuk sebagai anti Mu'awiyya propaganda,
masih tidak jelas; tidak jelas juga apakah 'Ali mengambil bagian pen·
ting untuk menghadapi ini. T erapi operasi ini menyebabkan pengusiran
gubernur-gubernur 'Ali dan membuat semua kora besar dari wilayah
ini-bukan hanya kora-kora yang secara simbolis suci, yaitu Makkah
dan Madinah, tetapi juga Ta'if, Tabala, Najran, San'a', dan lain-lainada di bawah kontrol Mu'awiyya.
Posisi 'Ali kini menjadi sangat tidak baik; kontrolnya hanya terbatas
pada lrak, dan bahkan di sana dia dihujani oposisi yang terus menerus
dari Khawarij yang tersisa dan pendukung yang setengah hati. Namun,
ketika dia berusaha menggalang kekuatannya untuk melakukan operasi me la wan Syria, d!ia diserang dan jaruh di Masj id Kufa oleh seorang
pembunuh Khawarij (Ramadan 40nanuari 661). 'Ali membayar harga
mahal untuk hubungan lama yang tidak bahagia dengan pendukungpendukungnya yang awalnya sangat saleh ini.
Setelah wafatnya 'Ali, pengikutnya di Kufa mengakui putranya
Hasan lbn 'Ali sebagai pemimpin dan amir al-mu'minin. Terapi Hasan tidak mempunyai ambisi seperti bapaknya, dia duduk pasif di
Kufa menunggu perkembangan, ketimbang melakukan operasi melawan Mu'awiyya. Dia menjalin korespondensi dengan Mu'awiyya tanpa
tujuan, yang sementara itu mengumpulkan tentaranya sendiri. Segera
Mu'awiyya dengan bala tentaranya melakukan operasi ke Efrat dan
membuka perjanjian dengan Hasan untuk turun; Hasan setuju untuk
mengakui Mu'awiyya sebagai amir al-mu'minin, dengan pengganti berupa uang pensiun seumur hidup yang memungkinkannya untuk menikmari hubungan cintanya, sejak itu dia ridak pemah bermain polirik lagi.
Mu'awiyya diakui oleh orang-orang Kufa pada Rabi II tahun 41/ Agustus 661. Kecuali beberapa orang Khawarij yang ridak secuju, kembali
Umat Beriman bersatu di bawah satu amir al-mu'minin. Perang Sipil Pertama telah melibatkan isu ekonomi dan isu praktis
lainnya, akan tetapi secara fundamental merupakan debat mengenai
siapa pemimpin masa depan Umat Beriman, khususnya yang berhu·
bungan dengan isu-isu kesalehan dan moralitas. Dalam perjuangan
berat setelah wafat 'Uthman, masing-masing kelompok mendasarkan
klaimnya pada kriteria yang berbeda mengenai apa kepemimpinan yang
tepat bagi Umat Beriman.
Kriteria paling penting, di mana seluruh kelompok dan penantang
mencoba untuk menarik massa, adalah kesalehan, yang merefleksikan
kepercayaan terpenting Gerakan Umat Beriman itu sendiri. Ekspresi
nilai terdalam dari ini ditemukan di antara kaum Khawarij, karena bagi
mereka kesalehan bukanlah semata-mata kriteria penting, kesalehan
adalah satu·satunya kriteria utama. Dalam pandangan mereka, hanya
orang yang paling saleh yang boleh memimpin, dan mereka menolak
keras semua pertimbangan hubungan darah, suku, atau status sosial.
Siapa pun pemimpin, yang di mata mereka dipandang sebagai berdosa,
harus bertobat atau diturunkan dari pemerintahan, karena mengikuti
pemimpin yang berdosa adalah dosa yang menjadikan seseorang tidak
layak menjadi anggota Umat Beriman dan membahayakan hidup seseorang pada kehidupan yang akan datang.
Kelompok lain cenderung mengombinasikan kesalehan dengan kri·
teria lain. Banyak orang beriman saleh yang menghubungkannya dengan pandangan men.genai "yang diutamakan" (sabiqa)-yaitu, mereka
merasa bahwa umat dapat dengan baik dipimpin oleh orang yang telah
berada di antara pendukung pertama Nabi Muhammad dan setia, kare·
na mereka memahami dengan lebih baik bagaimana memimpin umat
sesuai dengan cita-cita Nabi Muhammad, ketimbang yang lain. Muhajirin awal yang terkenal seperti Talha lbn 'Ubayd Allah, Zubayr Ibn
al-'Awwam, 'Abd al-Rahman Ibn 'Awf, dan 'Ammar lbn Yassir masuk
dalam kriteria ini, juga beberapa Anshar Madinah, dan semua amir almu'minin yang awal-Abu Bakr, 'Umar, 'Uthman dan 'Ali-mempu·
nyai mandat yang mengesankan dalam hal ini. !tu adalah klaim yang di-arahkan, khususnya dalam melawan mereka yang menencang Nabi, acau
bergabung dengan Nabi hanya pada akhir karier Nabi, seperci beberapa
orang dari Bani Umayya.
Kriceria keciga dari kepemimpinan yang muncul pada saac-saac awal
adalah sedarah dengan Rasul. 'Ali sebagai keponakan Rasul dan anak
menantu, diajukan oleh tradisi yang datang kemudian yang mengklaim
hal cersebuc secara paksa, sekalipun dia cidak berhubungan lebih dekac
kecimbang keponakan rasul yang lain, seperci 'Abdullah lbn Abbas. Di
sisi lain, hubungan darah 'Ali yang dekac dengan Nabi Muhammad jelas
tidak memengaruhi kebanyakan komunicas untuk mengucamakan dia
dibanding ciga pendahulunya, dengan demikian percimbangan lain harus
menjadi sesuacu yang lebih utama dalam pikiran mereka. Lebih jauh lagi,
di beberapa tempat al-Qur'an menekankan bahwa hubungan dengan sesama umat lebih berbobot ketimbang hubungan darah ( misal Q. 9: 23).
Akhimya terdapac orang-orang yang menegaskan klaim kepemimpinan berdasarkan iPada keefektifan dalam hal-hal praktis, pelayanan
terhadap Gerakan Umat Beriman, dan pengakuan oleh anggota komunicas. Beberapa mencaci klaim ini semata-mata sebagai satu penutup
terhadap perebucan kekuasaan oleh mereka yang tidak punya kualifikasi
"riil" dari yang telah disebuckan di muka, seperti 'Amr lbn al-'As atau
Mu'awiyya lbn Abi Sufyan, yang lambat masuk menjadi anggota Gerakan Umat Beriman clan kadang cidak atau kurang menjadi model kesalehan. T ecapi mereka punya argumen kuac bahwa pada akhir hayacnya,
Nabi sendiri telah melakukan kebijakan "conciliation of hearts", di mana
beliau bahkan memberi beberapa musuhnya yang jahat suatu posisi
penting. Kebijakan ini, yang juga diikuti oleh Abu Bakr, berdasarkan
kepada pengakuan akan kenyataan, bahwa Gerakan Umat Beriman,
jika ingin sukses di dunia, perlu dipimpin orang-orang yang tegas yang
punya kapasitas praktis untuk memimpin. Ada seseorang yang memberi
saran kepada 'Umar di cempat tidurnya sebelum wafac, agar dia menunjuk putranya yang bernama 'Abd Allah yang sangac dihormaci karena
kesalehannya, sebagai penggantinya, cetapi 'Umar menjawab, "bagai-
mana bisa aku menunjuk seseorang yang menceraikan iscrinya saja cidak
bisa?" Dalam membuat pernyataan ini, dia menyuarakan bukan hanya
keputusannya sendiri mengenai karakter putranya, tetapi juga sentimen
beberapa orang yang mengetahui bahwa kecegasan personal merupakan
syarac penting dalam kepemimpinan yang berhasil.
TEKS AL-QUR'AN 9 (TA WBA): 23-24
Wahai orang-orang Beriman! Janganlah engkau mengambil
orangcuamu dan saudaramu sebagai teman jika mereka memilih
kafir ketirnbang berirnan. Barang siapa di antara kamu berada
dekac dengan mereka, mereka inilah orang-orang penindas. Katakanlah, jika orangtuamu, anak-anakmu, dan saudara-saudararnu
dan pasangan-pasanganrnu dan suku serta kekayaanrnu yang karnu
peroleh dan perdagangan yang kecidakhaci-haciannya engkau cakuti itu lebih dekat kepadarnu ketirnbang Tuhan dan rasul-Nya
dan jihad di Jalan-Nya [yaitu, atas narna-Nya), rnaka tunggulah
sampai Tuhan membawa Kepucusan-Nya. Karena Dia cidak member! pecunjuk kepada orang-orang yang berdosa.
Kenyacaan bahwa kesalehan merupakan ciri yang paling utama dar·
Gerakan Umat Beriman mula-mula, membantu menjelaskan mengapa
Perang Sipil Percama merupakan peristiwa yang begitu traumatik bagi
Umac Beriman. Umat Beriman menghadapi halangan acau masalah
lain yang membuac scres-kekalahan milicer serius oleh cencara negaranegara yang cidak saleh, misalnya-tetapi Umat Beriman menanggapi
ha! ini dengan ancusiasme clan semangat cinggi serta rasa percaya diri
yang kuat, sekalipun halangan atau masalah itu dipandang sebagai suatu tanda bahwa mereka cidak lagi menikmati sepenuhnya kebaikan
Tuhan. Tampaknya mereka tidak merasakannya, mungkin sebagian
karena al-Qur'an sendiri jelas mengatakan bahwa yang taat hams melawan yang tidak beriman, dan oleh karenanya beberapa halangan tidak bisa dielakkan, dan justru mendorong Umat Beriman untuk berusaha
lebih keras. Namun, Perang Sipil Percama itu berbeda. Perang itu tidak
hanya memecah belah Umat Beriman; perang icu memecah anggotanya
pada isu identitas komunal sebagai fokus, yaitu persoalan kesalehan
atau moralitas. Mereka secara terbuka berbeda pendapat mengenai
apakah 'Uthman berbuat adil atau tidak; dan setelah pembunuhannya,
mereka bahkan berdebat lebih tajam mengenai apakah yang terlibat
dalam pembunuhan dan aktor ucama lain telah bercindak sesuai dengan
moral! Lebih jauh lagi, canpa memandang di pihak mana seseorang berdiri dalam persoalan pembunuhan 'Uthman, bahwa pemimpin utama
umat-seseorang yang harus bermoral baik dari segala sisi-harus tidak
diragukan lagi moralitasnya, karena seseorang tidak akan dapat mengklaim bahwa 'Uthman dan 'Ali itu tanpa dosa. Hanya kemudian, sete·
lah satu generasi atau lebih, umat tak lagi merasakan sakitnya Perang
Sipil Pertama, dan mulai sadar akan bahaya fragmentasi umat, yang
dengan berbagai upaya berusaha menekankan bahwa satu pihak atau
yang lain salah. Umat mulai mempertimbangkan keduanya, 'Uthman
dan 'Ali (bersama dengan Abu Bakr dan 'Umar) sebagai rashidun, "yang
mendapat petunjuk yang benar", yang kepemimpinannya diakui sebagai
valid oleh setiap orang.
Antara Dua Perang Sipil (40-60/661-680)
Kemunculan terakhir Mu'awiyya sebagai sacu-sacunya amir al-mu'minin
pada cahun 40/661---0isebut sebagai "tahun berkumpul bersama" ('am
al-}amaah) oleh tradisi Muslim-mengantar kepada dua dekade yang
relatif tenang. Selama periode ini Umat Beriman, sekali lagi, memaling·
kan perhatian mereka kepada implementasi tujuan gerakan meluaskan
tata aturan T uhan dan memastikan tata aturan yang benar di wilayahwilayah yang ada di bawah kontrol mereka.
Mu'awiyya menunjuk sebagai gubernur, orang-orang yang loyal kepadanya dan kapasitasnya mengatasi persoalan provinsi yang kadang cergoncang, merupakan ha! yang cidak perlu dipercanyakan lagi. Kebanyakan mereka berasal dari Bani Umayya, seperti keponakan keduanya
Marwan lbn al-Hakam dan Sa'id lbn 'As, rival yang dia hadapkan satu
sama lain dalam jabacannya sebagai gubemur Madinah, acau 'Abd
Allah lbn 'Amir, yang punya hubungan jauh yang merupakan gubernur pertamanya di Basra. Gubemur-gubemur lainnya bukan dari Bani
'Umayya, cecapi diseleksi karena alasan khusus. Dia mempercayakan
Makkah kepada Khalid lbn al-'As yang cerkenal, dari klan Makzum
dari suku Quraysh, yang celah menjadi gubemur pada masa 'Umar di
sana dan sangat disukai di kota itu. Mesir, secara alamiah, ada di tangan
'Amr lbn al-'As (dari klan Sahm suku Quraysh), yang dengan persecujuan Mu'awiyya menunjuk keponakannya yang muda 'Uqbah lbn
Nafi' (dari klan Fihr suku Quraysh) menduduki dan memerintah Afrika
Utara. Mughira lbn Shu'ba, pemuda Thaqif (dari suku TaiO ditunjuk
menjadi Gubemur Kufa; sebagai pengikut (dan pengawal) Rasul, dalam
beberapa ha! dia mempunyai karakcer yang tidak mengenakkan, akan
tetapi Mu'awiyya tidak meragukan kapasitasnya, kekukuhannya, dan
dukungannya yang dapat dipercaya. Tetapi penunjukkan paling menarik dari Mu'awiyya adalah Ziyad lbn Abihi ("Ziyad, anak bapaknya"),
salah seorang yang asal usu! orangtuanya diragukan akan cetapi mempunyai keterampilan eksekucif dan finansial yang hebat, yang tumbuh di
lingkungan suku Thaqif di Taif. Dia telah menjadi pendukung 'Ali yang
kuac dalam perang sipil, yang walaupun relacif muda, celah dicunjuk 'Ali
sebagai gubemumya di provinsi Fars karena kemampuannya yang cemerlang. Secelah 'Ali wafat, Ziyad tetap di Fars dan mengontrol semua
perbendaharaan provinsi dan untuk beberapa waktu terpisah atau jauh
dari Mu'awiyya. Mu'awiyya akhirnya dapac menundukkannya dengan
mengakuinya sebagai secengah saudaranya ( yaitu sebagai anak dari
bapaknya sendiri, Abu Sufyan, yang sekarang sudah berada di kubur
dan tidak dapat mengelak). Sikap murah haci ini bagus bagi Mu'awiyya, yang menunjuk Ziyad-selanjutnya dikenal sebagai Ziyad lbn Abi
Sufyan-sebagai Gubemur Basra, menggantikan Ibn 'Amir pada tahun 45/665; kemudian Ziyad ditunjuk menjadi gubernur Kufa juga, sehingga
dia menguasai seluruh bagian timur kekuasaan. Dia melakukannya dengan sangat efektif, dan Mu'awiyya tidak pemah menyesali keputusannya.
Gubemur kunci dari Mu'awiyah melakukan supervisi keberlanjutan
daerah taklukkan menjadi wilayah-wilayah baru. Pada saat ini, institusiinstitusi rezim Umat Beriman telah matang untuk menjadi sesuatu yang
merupakan ciri suatu Negara-bukan hanya tentara yang kuat, tetapi
juga jaringan pengumpul pajak, kantor diplomat, dan birokrasi yang
sederhana. Dengan demikian, karakter penaklukan setelah tahun 660
juga berbeda dalam beberapa ha! dengan penaklukan-penaklukan sebelumnya dari tahun 630-an sampai 640-an. Yang terpenting, penaklukan
-penaklukan pada awal-awal tahun tersebut didorong oleh keinginan
yang membakar Umat Beriman untuk mengganti apa yang terlihat
sebagi bersifat dunai wi, yaitu rezim Byzantium dan Sassania Iran yang
penuh dosa, dan untuk membangun tata aturan baru yang saleh yang didedikasikan untuk menaati hukum T uhan. Penaklukan yang mula-mula
mempunyai motivasi yang utama, tetapi sayangnya dilakukan secara
sementara, untuk m.erespons perkembangan yang tidak dapat diprediksi
di berbagai front; dan kita bisa mengatakan bahwa rezim embrio yang
ada di Madinah yang memberikan arah yang tersentalisasi, dikalahkan
oleh militer yang ada di sana. Di sisi lain, pada masa Mu'awiyah dan
seterusnya, penaklukan lambat laun menjadi lebih terlembaga dan
menjadi rutin. Tentara yang kuat kini beroperasi dari sejumlah basis
yang dibangun dengan baik dan tepat-amsar (kota), khususnya Hims,
Fustat, Kufa, dan Basra-tempat tentara kembali beristirahat pada akhir
musim operasi; dan operasi ketika itu kebanyakan dilakukan secara
umum (terjadwal) dan untuk durasi yang telah ditentukan sebelumnya
(biasanya 6 atau 12 bulan). Walaupun tujuan menyebarluaskan hukum
Tuhan-melakukan "jihad atas nama Tuhan" (jihad fi sabil Allah)-dan
untuk menegakkan rezim yang saleh bagi Umat Beriman tetap menjadi
sesuatu yang penting, operasi baru ini juga didorong oleh kebutuhan prakcis Negara cerhadap aliran dana dan harca rampasan uncuk memenuhi pembayaran gaji dan pensiun cencara. Pendeknya, mulai masa
Mu'awiyya penaklukan menjadi kurang sebagai ekspresi dorongan moral
agama yang bersifat klharismacik, sebagaimana hal icu yang terjadi pada
beberapa tahun pertama Gerakan Umat Beriman, dan lebih merupakan
kebijakan Negara yang terorganisasi. Perubahan ini terjadi bersamaan
dengan hilangnya, secara perlahan, sahabat-sahabat terakhir yang benar-benar memahami Nabi.
Front penting dari ekspansi baru selama periode ini adalah di Afrika
Utara. Di bawah 'Umar dan 'Uthman, tentara Umat Beriman terbangun kuat sampai barat sejauh Tripolitania di Libya. Akan tecapi di
samping kemenangan-kemenangan yang luar biasa sampai jauh ke barat, mereka hanya melakukan penyerangan pendek ke Provincia Afrika
wilayah Byzantium (sekicar Tunisia modern). Selama masa Mu'awiyya,
tentara masuk lebih jauh ke barat clan membangun misr baru di Qayrawan (50/670), yang dalam cahun-tahun berikucnya menjadi bukan
hanya sebagai titik utama gerakan militer untuk invasi ke sebelah barat
Maghrib, akan tetapi juga mempakan pusat ekonomi clan budaya. Di
sana awalnya terdapat kehidupan bersama yang rukun dengan orangorang Berber Kristen dari suku Awraba di Gunung Aures yang dipimpin oleh Kusayla (atau Kasila), dan kemungkinan mereka bergabung
dengan Gerakan Umat Beriman. Akan tetapi beberapa saat kemudian,
dengan dipilihnya kembali 'Uqbah lbn Nafi' (pada tahun 62/681 segera
sesudah Mu'awiyya wafat) ada perubahan kebijakan, yang menimbulkan peperangan antara orang-orang Berber dengan Umat Beriman
Arab. Awalnya hal ini tidak berjalan baik, 'Uqbah lbn Nafi' terbunuh
di dekat Bikra, clan Umac Beriman nyaris dipaksa uncuk meninggalkan
misr barunya di Qayrawan, cecapi akhirnya Kusayla kalah. Resistensi
terhadap ekspansi Umat Beriman oleh penduduk Berber terns berlangsung sampai beberapa tahun, tetapi pembangunan Qayrawan berperan
banyak dalam konsolidasi kehadiran Umac Beriman di bagian cimur
Maghrib; selanjutnya penyerangan yang dilakukan secara teratur di area ini menjadi sumber penting bagi pendaparan kekayaan, khususnya budak, bagi kekuasaan Umayya.
Semenrara itu, gerakan ekspansi lain juga dilakukan di sebelah timur, secara adminisrrasi ada di bawah Basra dan Kufa. 'Abd Allah lbn
'Amir melepaskan rentaranya ke Sisran dan menaklukkan kembali
Zaranj dan kemudian Kabul, akan retapi kemudian resistensi semakin
ketat. Penggantinya di Basra, Ziyad, mengabaikan Sistan yang kering,
clan sebaliknya berkonsentrasi pada perluasan menuju wilayah-wilayah
yang lebih kaya di dan sekitar Khurasan. Dia mengirim beberapa operasi
militer ke bagian timur misr di Marv melawan Hephthalites atau White
Huns (orang-orang nomadik yang tinggal di sepanjang Sungai Oxus),
clan akhirnya mengirim lima puluh ribu orang dari Basra unruk tinggal
menetap di Marv, memperkuat batalion di sana. Tindakan Ziyad juga
harus dilihat dalam konteks perhatiannya untuk menstabilisasi Basra
dan memperkuat kontrol di sana dan di Kufa; Basra khususnya telah
penuh dengan para emigran yang darang dari Arab, dengan demikian
transfer para perarung membantu mengurangi keramaian dan ketegangan yang berkaitan dengan iru, di kota tersebut. Di samping menekan
jumlah kemunculan Khawarij, dia juga mempertimbangkan untuk merasionalkan (mungkin juga mengurangi?) bayaran rentara di Basra dan
Kufa, dan untuk mereorganisasi tempat tinggal mereka agar dapat meningkatkan kapasitasnya di dalam mengatur kota. Setelah Ziyad wafat
pada 53/673, anaknya dan kemudian menjadi pengganrinya sebagai gubemur Basra, "Ubayd Allah lbn Ziyad, menjalankan politik yang sama.
Wilayah ekspansi terakhir selama kekuasaan Mu'awiyya adalah ke
arah utara, melawan pemerintahan Byzantium. Di samping operasi
reguler-hampir setiap tahun-musim panas ke Anatolia, Mu'awiyya
mengirim tentaranya paling tidak dua kali dalam usaha untuk mengambil alih ibu kota Byzantium, Constantinopel. Yang pertama (tahun
49/669) kembali dengan cepat, akan tetapi yang kedua, yang berkoordinasi dengan serangan angkaran laut, mengepung kora selama riga
tahun (54-57/674-677) sebelum akhimya menyerah. Di angkatan laut cerdepan, Arwad (luar pancai Syria) dan Rhodes dapac dikuasai kecika
icu (53/673), dan Crete juga diserang.
Akan tecapi di bawah permukaan yang relacif tenang yang ada semasa pemerincahan Mu'awiyya ini, kecidaksecujuan fundamencal di
anrara Umac Beriman-khususnya di ancara mereka yang berasal dari
elite Arab Barat yang berpengaruh-tecap tidak terselesaikan. Kadang
masalah icu muncul di permukaan, seperci misalnya konfroncasi yang
cerjadi ancara para gubemur Mu'awiyya di Kufa dengan kelompok yang
cidak puas (malcontents) yang dipimpin oleh Hujr lbn 'Adi al-Kindi.
Hujr clan para pengikutnya, yang sebelumnya merupakan pendukung
'Ali, keberacan dengan prakcik para gubernur Mu'awiyya, Mughira clan
Ziyad, karena memberi maafkepada 'Uchman dan mengucuk 'Ali kecika
melakukan pelayanan di masjid. (Kebijakan mengutuk musuh-yang
disebuc dengan sabb----dimulai 'Ali selama perang sipil, tecapi Mu'awiyya dan pendukungnya cerlalu senang uncuk menanggapi ha! ini dengan
baik.) Hujr dan kelompoknya mengincerupsi para gubemur dan menyerang mereka dengan bacu uncuk mengekspresikan kecidaksukaan mereka; mereka akhirnya dilemahkan clan dikirim kembali ke Mu'awiyya di
Syria, cempat Hujr clan beberapa yang lain dieksekusi. Sekalipun relatif
pendek episodenya, dikerahui bahwa isu mengenai Perang Sipil Perrama-khususnya persoalan kesalehan 'Uthman clan apakah pembunuhnya telah diadili clan legitimasi klaim 'Ali untuk memimpin umat-masih cidak cerselesaikan dan tecap menjadi laten.
Munculnya Hujr juga mungkin berkaitan dengan isu-isu lain yang
lebih berkaitan dengan persoalan duniawi. Satu berita yang berkaitan,
yang diculis oleh ahli sejarah Byzantium abad kesembilan, Theophanes,
menyebuckan bahwa Mu'awiyya mengurani gaji para serdadu di lrak
dan menaikan yang di Syria. Sekalipun tidak didukung oleh sumber
lain, laporan ini bersifat sugestif clan masuk aka!. Barangkali kebijakan
ini, kalau memang benar merupakan kebijakan, adalah semata-mata
usaha Mu'awiyya unruk memberikan ganjaran kepada cencara Syria
yang cetap loyal kepadanya selama perang sipil clan memberi hukuman pada serdadu lrak yang mendukung 'Ali. Acau barangkali Mu'awiyya
(yang, sebagaimana telah kica ketahui, melancarkan paling cidak dua
usaha untuk mengambil Conscantinople dari orang-orang Byzantium)
berpikir bahwa cancangan ucama yang dihadapi Umat Beriman, setelah
Dinasci Sassanid jacuh, adalah berkompecisi dengan Byzantium dan
dengan demikian mengadopsi kebijakan dalam ha! penggajian untuk
menekankan pencingnya front cerdepan Byzancium dan uncuk memberikan ganjaran kepada para serdadu yang berperang di sana. Yang jelas,
kebijakan semacam icu membuac serdadu merasa cidak puas dan menjadi alasan untuk memberontak.
Kekuasaan Mu'awiyya juga ditandai oleh ketegangan-ketegangan
lain. Dia campaknya memperoleh banyak asec acau kekayaan di Madinah dan tempac lain, kadang dengan cara yang membuat pemilik sebelumnya merasa dicuri dan marah. Tampaknya ini semua dia gunakan
sebagai investasi; salah sacu laporan menunjukkan bahwa dia mempunyai beberapa perkebunan di Yamama yang dikerjakan oleh empac ribu
budak, dan beberapa dam atau sumber air yang bertuliskan inskripsi
yang menyinggung dirinya. Semua yang sekarang masih ada di Madinah
dan Taif, merepresencasikan peninggalan dari kerja keras dirinya untuk
mengembangkan miliknya. Tampaknya banyak komunitas merasa iri
dan keberatan, khususnya orang-orang Quraysh atau orang-orang Madinah yang orangtuanya menjadi sahabat dekat Nabi Muhammad, dan
yang oleh karenanya berpikir bahwa ha! itu seharusnya menjadi kekayaan yang bermanfaat atau dimiliki oleh rezim Umat Beriman, akan tetapi
mereka sadar bahwa itu telah menjadi peninggalan.
Layak untuk ditegaskan lagi dalam hal ini, Gerakan Umat Beriman
awal mempunyai kualitas yang bersifat ekumenis yang mengakomodasi
-sebagai tambahan bagi orang-orang Arab yang mengikuti hukum alQur'an-orang-orang Yahudi dan khususnya (tampaknya) orang-orang
Kristiani yang mempunyai komitmen yang sama untuk hidup secara
benar/baik/saleh. Secara umum diasumsikan bahwa administrasi pajak pada era Mu'awiyya banyak dikerjakan oleh orang-orang Kristiani Syria acau (di Mesir) para juru culis Copcik dan di lrak oleh juru culis
Zoroaster dari Aramaen atau Persia. Ketua adminiscrasi Mu'awiyya
adalah seorang Krisciani Syria, Sergius (dalam bahasa Arab Sarjun) lbn
Mansur. (Anaknya John-John Damascus-nantinya akan melayani
Bani Umayya dalam kapasitas yang sama dengan sebelum diakui sebagai
orang suci dari gereja Byzantium (Saint of Byzantin Church). Orangorang Krisciani telah ikut berpartisipasi bahkan sampai dalam pada
operasi militer Umac Beriman. Mu'awiyya sendiri, sejak awal masanya
di Syria, celah membangun ikacan dengan suku Kalb yang kuac yang
mendominasi wilayah padang rumput Syria, satu suku yang telah lama
menjadi penganut Kristiani monophysite. Untuk memperkuat aliansi,
dia menikahi Maysun, anak perempuan Krisciani dari pimpinan suku
Kalb, Malik lbn Bahdal, dan tentara Kalb membentuk kontingen penting dalam militemya, menerima gaji yang besar atas pelayanan mereka.
Sebagaimana akan kita lihat, banyak tentara di dalam bala tentara Syria
Bani Umayya, bahkan selama Perang Sipil Kedua, masih terdiri dari
orang-orang Kristiani. Pendeta Me.sopotamia utara, John bar Penkaye,
yang menulis pada sekitar tahun 67/687, catacan sejarah awal ajaran
Nabi Muhammad dan Gerakan Umac Beriman dan bagaimana mereka
melakukan perluasan :seciap tahun; dia mencatat bahwa di antara Umat
Beriman ada "orang-orang Kristiani, yang tidak sedikit jumlahnya", dari
berbagai denominasi.
"Kecerbukaan" relacif dari Gerakan Umac Beriman terhadap parcisipasi umat Krisciani (dan, mungkin Yahudi dan Zoroascer?) dengan demikian tampaknya berlanjut sampai lebih dari abad ketujuh. Mu'awiyya
masih memilih untuk bergaya sendiri sebagai amir mu'minin, "komandan Umat Beriman", sebagaimana sejumlah inskripsi menunjukkan
hal itu, dan beberapa dokumen papirus sampai pada pertengahan abad
pertama setelah hijrah/abad ketujuh masehi, menunjuk kepada "Juridiksi Umat Beriman" (qada' al-mu'minin). Akan tetapi tidak ada dokumen yang menujukkan bahwa elite pimpinan, atau orang-orang secara
umum, berhenti beridentitas terbuka sebagai Umat Beriman, menjadi orang yang beridentitas lebih sempit yaitu "Muslim" yang berbeda dengan umat beragama monoteis lainnya. Perubahan ini, sebagaimana
akan kita lihat, tidalk akan terjadi sampai setelah Perang Sipil Kedua.
Perang Sipil Kedua ( 60-73/680-692)
Sekalipun Mu'awiyya muncul pada tahun 40/66 sebagai pemenang
Perang Sipil Pertama, pertanyaan mendasar mengenai kepemimpinan
yang telah menjadi isu ketika perang tidak pemah benar-benar terselesaikan. Namun secara temporal menjadi kontroversial dan diperdebatkan dengan adanya kenyataan bahwa kandidat logis untuk kepe·
mimpinan ketika itu direduksi menjadi satu saja. T etapi saat Mu'awiyya
wafat pada bulan Rajah 60/April 680, ketegangan yang terus ada, yang
memecah belah elite pemimpin di antara Umat Beriman dengan cepat
mendidih ke permukaaan. Berharap untuk mencapai suksesi yang aman,
Mu'awiyya, dalam tahun-tahun terakhimya mengeluarkan keputusan,
mengangkat anaknya Yazid lbn Mu'awiyya sebagai pewarisnya. Yazid
bukan tidak mungkin sebagai kandidat; dia memimpin salah satu operasi Mu'awiyya melawan Constantinople clan anak dari istri Mysun dari
suku Kalbite dari Mu'awiyya, sehingga dia disukai dari kedua sisi itu
oleh tentara Syria. Hanya ada sedikit keberatan terhadap penunjukkannya sebagai pewarisnya kecuali dari beberapa anggota elite Arab,
yang sebagiannya berinspirasi untuk memimpin sendiri komunitasnya.
Arcinya, secara signifikan, semuanya adalah orang-orang Quraysh, dan
semuanya, kecuali satu, adalah anak amir alrmu'minin sebelumnya,
atau seseorang yang mengklaim posisi itu sejak Perang Sipil Percama:
'Abd Allah Jbn al-Zubayr, Husayn lbn 'Ali, 'Abd al-Rahman Jbn Abi
Bakr, 'Abd Allah lbn 'Umar, dan 'Abd Allah Jbn al-'Abbas. Setelah
Mu'awiyya wafat, tiga yang terakhir mengakui Yazid sebagai amir air
mu'minin; tampaknya oposisi mereka ditujukan terutama adalah terhadap keinginan Muawiyya, untuk mendapatkan baiat loyalitas terhadap
sumpah Yazid di muka, dan bukan terhadap Y azid sendiri. T erapi Hu-
sayn lbn 'Ali clan 'Abd Allah lbn al-Zubayr menolak mengakui Yazid.
Pergi menjauh dari Madinah untuk menolak gubemur Umayya di sana,
mereka mencari kesucian di tempat suci haram di Makkah.
Di Kufa, orang-orang yang awalnya mendukung 'Ali clan mengharap kematian Muawiyyan, menulis kepada anak termuda 'Ali, Husyan
di Makkah, mengundangnya untuk datang ke Kufa, di mana, mereka
meyakinkannya, bahwa dia akan mendapatkan dukungan kuat di dalam
usaha menjadi amir al-mu'minin. (Sebagaimana kita lihac sebelumnya,
kakak tertuanya Hasan telah mengundurkan diri dari persoalan politik pada akhir Perang Sipil Pertama.) Dalam ha! ini kita dapat mulai
menunjuk orang-orang yang loyal pada 'Ali clan keturunannya sebagai
"kaum Shi'ah" sekalipun pada awal nya "partai 'Ali/kelompok 'Ali" (dalam bahasa Arab Shi' at 'Ali) belum mengembangkan doktrin teologinya
sebagaimana yang ditemukan dalam aliran Shi' ah.
Dalam menyiapkan jalan menuju amir al-mu'minin, Husayn mengirim ke Kufa keponakannya Muslim lbn 'Aqil lbn Abi Talib, yang diterima dengan hangat oleh kaum Shi'ah di sana; dia tinggal di rumah salah
satu pimpinan Shi'ah di Kufa, seorang yang bemama Mukhtar lbn Abi
'Ubayd. Akan tetapi gubernur Bani Umayya, 'Ubayd Allah lbn Ziyad,
mengetahui rencananya, clan bisa menangkap Muslim, yang kemudian
dieksekusi karena melakukan konspirasi melawan rezim pemerintah.
Husayn telah berangkat menuju Kufa bersama sekelompok kecil
saudaranya sebelum berita mengenai penangkapan Muslim sampai kepadanya. Di luar Kufa, kelompok kecilnya dikalahkan oleh tentara 'Ubayd
Allah, yang dikirim untuk mencarinya. Negosiasi yang dilakukan selama
beberapa minggu gagal; Husayn menolak mengakui Y azid sebagai amir
al-mu'minin, clan dia juga tidak mau mundur, sementara 'Ubayd Allah
tidak juga mengizinkan dia masuk ke kota. Akhirnya, perang terjadi di
Karbala, 75 kilo meter dari sebelah utara Kufa, tempat Husayn clan hampir semua pengikutnya dikalahkan (Muharram 10, 61/0ktober 10/680).
Eksekusi terhadap revolusi kecil ini merupakan tugas mudah bagi pasukan 'Ubayd Allah yang jauh lebih besar, tetapi mempunyai konseku-ensi yang cerus dikenang. Walaupun dalam wakcu pendek celah mampu
menghilangkan salah sacu rival Yazid dari lapangan, cecapi pembunuhan
terhadap Husa