Selasa, 07 Januari 2025

galatia filemon 9


 ta tidak hanya harus 

menanggalkan perkataan kotor, namun  juga mengenakan per-

kataan yang baik untuk membangun. Manfaat besar dari kata-

kata adalah membangun mereka yang kita ajak bicara. Orang-

orang Kristen harus berusaha menggalakkan penggunaan 

percakapan yang berguna: supaya mereka yang mendengar-

nya, beroleh kasih karunia. Supaya perkataan itu baik untuk, 

Surat Efesus 4:17-32 

 203 

dan berkenan pada, mereka yang mendengarnya, dengan 

memberi informasi, nasihat, teguran yang diperlukan, atau 

sejenisnya. Amatilah, merupakan kewajiban besar dari orang-

orang Kristen untuk memastikan bahwa mereka tidak me-

nyinggung orang lain dengan bibir mereka, dan memanfaatkan 

percakapan dan perbincangan, sebanyak mungkin, demi 

kebaikan orang lain.  

5. Di sini ada peringatan lain terhadap kegeraman dan kemarah-

an, dengan nasihat lebih jauh untuk saling mengasihi dan ber-

sikap ramah satu terhadap yang lain (ay. 31-32). Yang dimak-

sud dengan kepahitan, kegeraman, dan kemarahan adalah ke-

bencian dan ketidaksenangan yang kasar di dalam batin ter-

hadap orang lain. Dan yang dimaksud dengan pertikaian ada-

lah omong besar, ancaman keras, dan perkataan lain yang 

melewati batas, yang dengannya kepahitan, kegeraman, dan 

kemarahan melampiaskan diri. Orang-orang Kristen tidak 

boleh memanjakan nafsu-nafsu rendah ini dalam hati mereka, 

tidak boleh bertikai dengan lidah mereka. Fitnah berarti semua 

perkataan yang menista, mencerca, dan mencemooh orang-

orang yang membuat kita marah. Dan yang dimaksudkan 

dengan kejahatan di sini adalah kemarahan yang berurat akar, 

yang mendorong orang untuk merancang dan melakukan keja-

hatan kepada orang lain. Selanjutnya disebutkan apa yang 

bertentangan dengan semuanya ini: Hendaklah kamu ramah 

seorang terhadap yang lain. Ini menyiratkan asas kasih di da-

lam hati, dan ungkapan-ungkapan lahiriahnya dalam perilaku 

yang ramah, rendah hati, dan sopan. Sudah sepatutnya mu-

rid-murid Yesus ramah satu terhadap yang lain, seperti orang-

orang yang sudah belajar, dan mau mengajar, rasa terima 

kasih. Penuh kasih mesra, yaitu murah hati dan peka terhadap 

kesusahan dan penderitaan orang lain, sehingga cepat terge-

rak oleh belas kasihan. Saling mengampuni. Perbedaan akan 

ada di antara murid-murid Kristus. Oleh sebab  itu, mereka 

harus cinta damai, dan siap mengampuni. Dengan demikian, 

mereka menyerupai Allah sendiri, yang di dalam Kristus telah 

mengampuni mereka, dan itu lebih daripada mereka bisa 

mengampuni satu sama lain. Perhatikanlah, pada Allah ada 

pengampunan. Ia mengampuni dosa di dalam Yesus Kristus, 

dan berdasar  penebusan yang sudah dibuat Kristus demi 


 204

memuaskan keadilan ilahi. Perhatikan lagi, mereka yang diam-

puni Allah haruslah berjiwa pengampun, dan harus mengam-

puni sebagaimana Allah mengampuni, dengan tulus dan sepe-

nuh hati, dengan hati yang siap dan gembira, mengampuni 

semua orang dan untuk selama-lamanya, jika si pendosa 

bertobat dengan tulus, mengingat bahwa mereka berdoa, am-

punilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengam-

puni orang yang bersalah kepada kami. Sekarang, kita bisa 

mencermati semua hal khusus yang ditekankan oleh Rasul 

Paulus ini, bahwa itu semua termasuk dalam perintah-perin-

tah yang terdapat dalam loh batu kedua. Dari sini orang-orang 

Kristen harus mempelajari kewajiban-kewajiban ketat yang 

mengikat mereka untuk melaksanakan perintah-perintah da-

lam loh batu kedua. Dan bahwa orang yang tidak melaksana-

kannya dengan kesadaran hati nurani berarti tidak pernah 

takut akan Allah atau mengasihi-Nya dengan sebenarnya dan 

tulus, apa pun itu kepura-puraan mereka.  

Di tengah-tengah nasihat dan peringatan ini, Rasul Paulus 

menyelipkan sebuah nasihat umum, dan janganlah kamu men-

dukakan Roh Kudus Allah (ay. 30). Dengan melihat apa yang 

dikatakan sebelumnya, dan apa yang dikatakan selanjutnya, 

kita bisa melihat apa itu yang mendukakan Roh Allah. Dalam 

ayat 25-29, tersirat bahwa semua kecemaran dan kenajisan, 

dusta, dan perkataan kotor yang memicu hawa nafsu kotor 

mendukakan Roh Allah. Dalam bagian selanjutnya tersirat 

bahwa nafsu-nafsu bobrok seperti kepahitan, kegeraman, ke-

marahan, pertikaian, fitnah, dan kejahatan itu mendukakan 

Roh yang baik ini. Dengan ini tidak dimaksudkan bahwa Sang 

Pribadi yang penuh berkat itu bisa dibuat berduka atau kesal 

seperti kita manusia. namun  maksud dari nasihat itu adalah 

supaya kita tidak berbuat kepada-Nya dengan cara yang cen-

derung mendukakan dan menggelisahkan sesama kita. Kita 

tidak boleh melakukan apa yang bertentangan dengan sifat-

Nya yang kudus dan kehendak-Nya. Kita tidak boleh menolak 

mendengarkan nasihat-nasihat-Nya, atau memberontak mela-

wan pemerintahan-Nya, sebab itu akan membuat-Nya berbuat 

terhadap kita seperti yang cenderung akan dilakukan manusia 

satu terhadap yang lainnya saat  mereka dibuat marah dan 

berduka, yaitu dengan cara menarik diri dan kebaikan mereka 

Surat Efesus 4:17-32 

 205 

dari orang-orang itu, dan mencampakkan mereka kepada mu-

suh-musuh mereka. Oh, janganlah membuat Roh Allah yang 

penuh berkat itu menarik hadirat-Nya dan kuasa-kuasa-Nya 

yang penuh rahmat darimu! Inilah alasan yang baik mengapa 

kita tidak boleh mendukakan Dia, yang oleh-Nya kita telah 

dimeteraikan menjelang hari penyelamatan. Akan datang hari 

penyelamatan. Tubuh pasti akan ditebus dari kuasa maut 

pada hari kebangkitan, dan kemudian umat Allah akan dile-

paskan dari semua akibat dosa, dan juga dari segala dosa dan 

kesengsaraan, yang tidak akan pernah lepas dari mereka sebe-

lum mereka diselamatkan dari alam maut. Barulah pada saat 

itu kebahagiaan mereka yang penuh dan utuh dimulai. Semua 

orang yang sungguh-sungguh percaya dimeteraikan menjelang 

hari itu. Allah telah membedakan mereka dari orang lain, 

dengan memberikan tanda pada mereka. Dan Ia memberi me-

reka jaminan dan keyakinan akan kebangkitan yang penuh 

sukacita dan mulia. Dan Roh Allahlah meterainya. Di mana 

pun Roh yang penuh berkat itu berada sebagai Pengudus, Dia 

adalah jaminan dari segala sukacita dan kemuliaan di hari 

penyelamatan. Dan kita pasti akan binasa seandainya Allah 

mengambil Roh Kudus-Nya dari kita.  

 

  

 

 

  

 

 

 

 

 

 

PASAL  5  

i bagian akhir pasal sebelumnya kita telah membaca beberapa 

nasihat penting, dan nasihat-nasihat itu dilanjutkan di dalam 

pasal ini, secara khusus:  

I. Di sini kita membaca sebuah nasihat perihal kasih satu sama 

lain dan perbuatan kasih (ay. 1-2). 

II. Nasihat terhadap segala bentuk kecemaran, disertai dengan 

alasan-alasan yang tepat dan jalan keluar yang dianjurkan 

untuk melawan dosa-dosa semacam itu. Lebih lanjut ditam-

bahkan juga beberapa peringatan serta kewajiban-kewajiban 

lain yang dianjurkan (ay. 3-20). 

III. Rasul Paulus menasihati supaya kewajiban-kewajiban terha-

dap sesama di dalam keluarga dilakukan dengan penuh ke-

sadaran hati nurani (ay. 21 dan seterusnya sampai bagian 

awal pasal berikutnya).  

Nasihat untuk Hidup dalam Kasih 

(5:1-2) 

1 Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih 2 

dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah menga-

sihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan 

dan korban yang harum bagi Allah. 

Di sini kita temukan nasihat mengenai saling mengasihi atau kasih 

Kristen. Rasul Paulus telah menegaskan hal ini di dalam pasal sebe-

lumnya, khususnya di dalam ayat-ayat terakhir pasal tersebut, yang 

ditunjukkan dengan penggunaan kata sebab itu yang digunakan 

sebagai kata sambung untuk menghubungkan apa yang telah ia 

katakan di dalam pasal sebelumnya dengan apa yang terkandung di 


 208

dalam ayat-ayat di atas ini, “Sebagaimana Allah di dalam Kristus 

telah mengampuni kamu, sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, 

atau penurut-penurut teladan-Nya (TL).” Begitulah arti yang dimak-

sudkan oleh kata itu. Orang-orang saleh harus meneladani Allah 

yang mereka sembah, sepanjang Ia telah menyatakan Diri-Nya 

sebegitu rupa supaya dapat mereka tiru atau teladani. Mereka harus 

menyelaraskan diri dengan teladan-teladan-Nya, dan memperbarui 

kembali gambar Allah di atas diri mereka. Hal ini dapat mendatang-

kan kehormatan bagi hidup beragama kita, bahwa agama itu 

meneladani Allah. Kita harus menjadi kudus, sama seperti Allah yang 

kudus, bermurah hati sama seperti Dia yang murah hati, menjadi 

sempurna seperti Dia yang sempurna. namun  tidak ada satu pun sifat 

Allah yang lebih dianjurkan untuk kita teladani selain kebaikan-Nya. 

Jadilah kamu penurut-penurut Allah, atau berusahalah menyerupai 

Dia dalam setiap anugerah, khususnya di dalam kasih-Nya serta di 

dalam kebajikan-Nya dalam mengampuni. Allah adalah kasih, dan 

barang siapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam 

Allah, dan Allah di dalam dia. Dengan demikian Ia telah menyatakan 

nama-Nya, yaitu Pengasih dan penyayang, dan berlimpah kasih setia. 

Seperti anak-anak yang kekasih, seperti anak-anak (yang biasa 

dikasihi dengan berlimpah-limpah oleh orangtua mereka) biasanya 

menyerupai orangtua mereka di dalam raut muka dan air muka 

wajah mereka, dan di dalam kecenderungan hati serta sifat-sifat pe-

mikiran mereka. Atau menjadi seperti anak-anak Allah yang dikasihi 

dan disayangi oleh Bapa sorgawi mereka. Anak-anak diharuskan 

untuk meneladani orangtua mereka dalam hal yang baik, khususnya 

saat  anak-anak itu sangat dikasihi oleh mereka. Watak anak-anak 

Allah yang kita sandang mengharuskan kita untuk dapat menyerupai 

Dia, khususnya di dalam kasih dan kebaikan-Nya, di dalam belas 

kasihan dan kesediaan untuk mengampuni. Dan hanya mereka yang 

menyerupai Dia di dalam hal-hal inilah yang pantas menjadi anak-

anak yang kekasih. Selanjutnya dikatakan, dan hiduplah di dalam 

kasih (ay. 2). Sifat-sifat menarik yang bersifat ilahi ini harus 

memimpin dan memengaruhi keseluruhan tingkah laku hidup kita, 

artinya kita harus berjalan di dalamnya. Harus menjadi asas yang 

mendasari semua tindakan kita, harus memimpin kita menuju tu-

juan yang ingin kita capai. Kita harus lebih berhati-hati dalam mem-

buktikan ketulusan kasih kita satu sama lain. Sebagaimana Kristus 

Yesus juga telah mengasihi kita. Di sini Rasul Paulus mengarahkan 

Surat Efesus 5:3-20 

 209 

kita kepada Kristus sebagai contoh yang harus diteladani oleh orang-

orang Kristen. Di dalam Dia kita mendapati contoh kasih yang tanpa 

pamrih dan paling melimpah yang pernah ada, yakni kasih-Nya yang 

agung yang dengannnya Ia telah mengasihi kita. Kita semua meng-

ambil bagian bersama di dalam kasih itu, dan mendapat bagian dari 

penghiburan kasih itu. Dan itulah sebabnya mengapa kita harus 

saling mengasihi satu sama lain, sebab  Kristus telah mengasihi kita 

semua dan telah memberikan teladan kasih-Nya yang seperti itu 

kepada kita. Sebab, Dia telah menyerahkan diri-Nya untuk kita. 

Rasul Paulus sengaja memperluas pokok bahasan ini, sebab perkara 

apa lagi yang lebih dapat membawa sukacita saat  direnungkan 

selain ini? Kristus telah menyerahkan diri-Nya untuk mati bagi kita, 

dan kematian Kristus merupakan korban penebusan yang agung: 

sebagai persembahan dan korban bagi Allah. Suatu persembahan, 

bahkan korban, korban pendamaian, untuk menebus kesalahan kita, 

yang telah dilambangkan sebelumnya di dalam persembahan dan 

korban yang sah menurut hukum Taurat. Dan korban-Nya itu adalah 

persembahan dan korban yang harum. Beberapa orang berpendapat 

bahwa persembahan untuk penghapus dosa itu tidak pernah dikata-

kan berbau harum, namun  ini yang dikatakan, yaitu tentang Anak 

domba Allah, yang menghapus dosa dunia. saat  Ia mempersembah-

kan diri-Nya dengan suatu maksud supaya dapat diterima oleh Allah, 

maka Allah menerima-Nya, senang dan dipuaskan dengan korban 

itu. Perhatikanlah, sebagaimana korban Kristus berhasil untuk di-

terima oleh Allah, maka begitu jugalah teladan-Nya akan membawa 

hasil bagi kita, dan kita harus meneladani-Nya dengan hati-hati.  

Perlindungan terhadap Kecemaran  

(5:3-20)  

3 namun  percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut 

sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang 

kudus. 4 Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sem-

brono – sebab  hal-hal ini tidak pantas – namun  sebaliknya ucapkanlah syu-

kur. 5 sebab  ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar 

atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di 

dalam Kerajaan Kristus dan Allah. 6 Janganlah kamu disesatkan orang 

dengan kata-kata yang hampa, sebab  hal-hal yang demikian mendatangkan 

murka Allah atas orang-orang durhaka. 7 Sebab itu janganlah kamu berka-

wan dengan mereka. 8 Memang dahulu kamu adalah kegelapan, namun  seka-

rang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-

anak terang, 9 sebab  terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan 


 210

kebenaran, 10 dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan. 11 Janganlah tu-

rut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak 

berbuahkan apa-apa, namun  sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan 

itu. 12 Sebab menyebutkan sajapun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-

tempat yang tersembunyi telah memalukan. 13 namun  segala sesuatu yang 

sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi nampak, sebab semua yang 

nampak adalah terang. 14 Itulah sebabnya dikatakan: “Bangunlah, hai kamu 

yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan ber-

cahaya atas kamu.” 15 sebab  itu, perhatikanlah dengan saksama, bagai-

mana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, namun  seperti orang arif, 16 

dan pergunakanlah waktu yang ada, sebab  hari-hari ini adalah jahat. 17 

Sebab itu janganlah kamu bodoh, namun  usahakanlah supaya kamu mengerti 

kehendak Tuhan. 18 Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, sebab  anggur 

menimbulkan hawa nafsu, namun  hendaklah kamu penuh dengan Roh, 19 dan 

berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian 

dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap 

hati. 20 Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan 

kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita 

Ayat-ayat ini memuat sebuah peringatan terhadap segala bentuk 

kecemaran dengan disertai jalan keluar dan alasan-alasan tepat yang 

diajukan. Lebih lanjut, ditambahkan pula beberapa peringatan serta 

beberapa kewajiban lain yang dianjurkan. Hawa nafsu yang cemar 

harus dikalahkan, supaya dapat mendukung kasih yang kudus. 

Hiduplah di dalam kasih, dan hindarilah percabulan dan rupa-rupa 

kecemaran. Percabulan adalah kebodohan yang dilakukan di antara 

orang-orang yang belum menikah. Rupa-rupa kecemaran meliputi 

segala jenis hawa nafsu yang cemar, yang sudah terlampau biasa 

dilakukan di antara bangsa-bangsa kafir. Atau keserakahan, yang 

demikian berkaitan dengan kejahatan lainnya, dan dikatakan sebagai 

suatu hal yang disebut saja pun jangan. Beberapa orang memahami-

nya sebagai penggunaan dalam gaya bahasa murni kitab suci tentang 

hawa nafsu yang tidak wajar. Ada juga yang memahami hal itu 

dengan akal yang lebih sehat, yaitu hasrat yang kuat untuk memper-

oleh keuntungan atau cinta yang tidak pernah terpuaskan akan 

kekayaan. Hal seperti ini dianggap sebagai perzinahan rohani. sebab  

dengan dosa keserakahan ini, jiwa yang sebenarnya telah dipertu-

nangkan dengan Allah, kemudian menjadi tersesat dan meninggalkan 

Dia, serta mendekap dada perempuan asing. Itulah sebabnya meng-

apa orang-orang yang sangat tertarik kepada perkara-perkara dunia-

wi dan mementingkan perkara-perkara jasmaniah disebut sebagai 

orang-orang yang berzinah: Hai kamu yang disifatkan seperti orang 

berzinah, tiadakah kamu ketahui bahwa persahabatan dengan dunia 

ini, ialah perseteruan dengan Allah? (Yak. 4:4b, TL). Nah, dosa-dosa 

seperti ini harus diwaspadai dengan sangat dan dibenci sejadi-

Surat Efesus 5:3-20 

 211 

jadinya. Disebut saja pun jangan di antara kamu, harus ditolak 

dengan rasa jijik, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus, 

orang-orang suci, yang dipisahkan dari dunia ini dan dipersembah-

kan kepada Allah. Rasul Paulus tidak saja memperingatkan tentang 

perbuatan-perbuatan dosa yang besar, namun  juga dosa-dosa yang 

cenderung dianggap remeh dan dapat dimaafkan. Demikian juga 

perkataan yang kotor (ay. 4), yang dapat diartikan sebagai berbagai 

bentuk isyarat badan dan tingkah laku yang tidak pantas. Yang 

kosong atau yang sembrono, yaitu percakapan yang cabul dan kotor, 

atau yang lebih umum dilakukan orang adalah semacam percakapan 

sia-sia yang menunjukkan banyak kebodohan dan kesembronoan, 

dan jauh dari mendidik. Kata Yunani yang dipakai, yaitu eutrapelia 

adalah kata yang sama seperti yang digunakan oleh Aristoteles di 

dalam karyanya Ethics, yaitu membuat percakapan yang menyenang-

kan dan bermoral. Tidak diragukan lagi yang tidak dilarang Rasul 

Paulus di sini adalah senda gurau yang baik dan tidak menyinggung 

perasaan orang lain. Sebagian orang beranggapan bahwa yang 

dimaksud Rasul Paulus adalah kata-kata yang tidak senonoh dan 

kasar yang cenderung membeberkan keadaan orang lain supaya 

tampak menggelikan. Ini ada benar juga, namun  dari konteks di sini 

tampaknya artinya dibatasi pada senda gurau yang kotor dan cabul, 

yang juga disebutkan oleh Rasul Paulus sebagai percakapan yang 

kotor, atau buruk dan busuk (4:29). Mengenai hal-hal ini ia berkata, 

sebab  hal-hal ini tidak pantas. Memang percakapan demikian 

banyak tidak pantasnya di situ, bahkan sangat jahat. Percakapan-

percakapan itu jauh dari menguntungkan sehingga malah mencemari 

dan meracuni orang-orang yang mendengarkan. namun  yang dimak-

sudkan sebenarnya adalah, hal-hal itu tidak patut bagi orang-orang 

Kristen, dan sangat tidak cocok dengan pengakuan iman dan watak 

mereka. Orang-orang Kristen diperbolehkan bergembira dan ber-

senang-senang, namun mereka harus bersuka ria dengan bijaksana. 

Rasul Paulus menambahkan, namun  sebaliknya ucapkanlah syukur. 

Biarlah kegembiraan orang Kristen dijauhkan sejauh mungkin dari 

kejenakaan yang bersifat cabul dan tidak senonoh, supaya ia dapat 

menggembirakan pikirannya serta membuat dirinya bersuka ria 

dengan tetap ingat untuk berterima kasih atas kebaikan dan belas 

kasihan Allah kepadanya, dan memuji dan membesarkan Dia atas 

hal-hal ini. Perhatikanlah,  


 212

1. Kita harus menggunakan semua kesempatan untuk memberi ucap-

an syukur dan pujian kepada Allah atas kebaikan dan kemurahan-

Nya kepada kita.  

2. Merenungkan kasih karunia dan kebaikan Allah kepada kita, 

dengan maksud untuk menggairahkan rasa syukur kita kepada-

Nya, sangat baik untuk menyegarkan dan menggembirakan pikir-

an orang Kristen dan membuatnya bersukacita. Dr. Hammond 

(pujangga gereja di Inggris abad ketujuh belas – pen.) berpendapat 

bahwa eucharistia umumnya dapat berarti percakapan yang mu-

lia, saleh, dan rohaniah, yang berlawanan dengan apa yang dicela 

oleh Rasul Paulus itu. Kegembiraan kita tidak boleh meledak 

menjadi sesuatu yang sia-sia dan penuh dosa serta menodai 

nama Allah, namun  harus tampak seperti yang seharusnya menjadi 

ciri orang Kristen dan dapat memberi kemuliaan bagi-Nya. jika 

orang lebih dipenuhi oleh ungkapan-ungkapan yang baik dan 

saleh, dengan sendirinya mereka tidak akan mudah mengucapkan 

kata-kata yang menyakitkan dan tidak pantas. Sebab, bukankah 

berkat dan kutuk, ketidaksenonohan dan ucapan syukur, keluar 

dari mulut yang sama?  

I. Untuk membentengi kita terhadap dosa-dosa kecemaran dan se-

bagainya, Rasul Paulus menegaskan beberapa alasan dan mem-

berikan beberapa penangkal, sebagai berikut,  

1. Ia mendesakkan beberapa alasan, seperti  

(1) Ingatlah bahwa dosa-dosa ini menutup pintu sorga bagi 

orang-orang yang melakukannya: sebab  itu ingatlah ini 

baik-baik, dan seterusnya (ay. 5). Mereka telah mengetahui-

nya, sebab  mereka telah diberi tahu sebelumnya melalui 

pengajaran agama Kristen. Mengenai orang serakah, bebe-

rapa orang memahaminya sebagai orang yang tak bermoral 

yang penuh nafsu birahi, yang memperturutkan hatinya di 

dalam hawa nafsu kotor yang biasanya dikaitkan dengan 

perbuatan orang kafir dan penyembah berhala. Sebagian 

orang lain lagi memahami perkataan orang serakah itu 

sesuai apa yang diartikan secara umum. Orang seperti itu 

dianggap sebagai penyembah berhala sebab  pada dirinya 

ada penyembahan berhala secara rohani yang berupa 

perbuatan mengasihi dunia ini. Sebagaimana orang rakus 

Surat Efesus 5:3-20 

 213 

yang suka makan minum menjadikan perutnya sebagai 

ilah, begitu jugalah orang yang tamak menjadikan uang 

sebagai ilahnya. Hati dan perasaannya terpatri pada uang, 

dan ia menaruh pengharapan, kepercayaan, dan kegem-

biraan di dalam barang duniawi, yang seharusnya dituju-

kan hanya kepada Allah saja. Bukannya menyembah Allah, 

orang-orang seperti itu malah menyembah Mamon. Menge-

nai orang-orang demikian dikatakan bahwa mereka tidak 

mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah, 

artinya, Kerajaan Kristus, yang adalah Allah, atau kerajaan 

yang pada hakikatnya adalah milik Allah, dan milik Kris-

tus, sebab Dia menjadi Pengantara, yang telah dibeli Kris-

tus dengan pengorbanan-Nya dan yang telah dianugerah-

kan Allah kepada-Nya. Di sini (seperti juga sering di tempat 

lain dari Kitab Suci) sorga digambarkan seperti sebuah ke-

rajaan berkenaan dengan keunggulan dan kemuliaannya, 

kepenuhan dan kecukupannya, dan seterusnya. Di dalam 

kerajaan ini, orang-orang kudus dan hamba-hamba Allah 

memiliki bagian harta warisan. Sebab harta itu adalah 

bagian orang-orang kudus di dalam kerajaan terang. Na-

mun, orang-orang yang tidak mau bertobat, dan membiar-

kan diri mereka tetap tinggal di dalam nafsu kedagingan 

atau cinta akan dunia ini, sesungguhnya bukanlah orang-

orang Kristen, sehingga mereka tidak menjadi milik keraja-

an kasih karunia itu, dan sama sekali tidak akan pernah 

masuk ke dalam kerajaan kemuliaan itu. Oleh sebab  itu, 

marilah kita dengan penuh semangat berjaga-jaga terhadap 

dosa-dosa yang dapat mencegah dan menghalangi kita 

masuk ke dalam sorga.  

(2) Dosa-dosa ini mendatangkan murka Allah ke atas orang-

orang yang bersalah sebab  melakukannya: “Janganlah 

kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, dan 

seterusnya (ay. 6). Jangan biarkan siapa pun juga memper-

daya kamu, seakan-akan hal-hal seperti itu dapat diterima 

dan diperbolehkan di antara orang-orang Kristen, atau se-

akan-akan hal-hal seperti itu tidak terlampau menggusar-

kan dan menyakiti hati Allah, atau seakan-akan kamu da-

pat memperturutkan hatimu di dalam dosa-dosa itu serta 

dapat meluputkan diri dan bebas dari hukuman. Semua ini 


 214

adalah kata-kata hampa.” Amatilah, orang-orang yang me-

nyesatkan diri sendiri dan orang lain dengan harapan da-

pat membebaskan diri dari hukuman dosa, hanyalah me-

nipu diri sendiri dan orang lain. Dengan cara demikianlah 

Iblis memperdayai orangtua pertama kita dengan kata-kata 

hampa saat  ia berkata kepada mereka, Sekali-kali kamu 

tidak akan mati. Sungguh, itu adalah kata-kata hampa. 

Sebab siapa yang mempercayai kata-kata itu akan men-

dapati dirinya diperdayakan secara menyedihkan, sebab  

hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas 

orang-orang durhaka. Mungkin yang dimaksudkan oleh Ra-

sul Paulus dengan orang-orang durhaka itu adalah bangsa-

bangsa kafir yang tidak percaya dan menolak untuk me-

naati dan menyerahkan diri kepada Injil, atau dalam peng-

ertian yang lebih umum, yaitu orang-orang berdosa yang 

tegar tengkuk, yang tidak mau diperbaiki, namun  lebih suka 

menjadi orang-orang durhaka. Kedurhakaan itu merupa-

kan kejahatan dari dosa itu sendiri. Dan menurut ungkap-

an Ibrani, orang-orang berdosa seperti itu disebut sebagai 

orang-orang durhaka, dan orang-orang semacam itu me-

mang sudah demikian adanya sejak masa kanak-kanak 

mereka, tersesat segera sesudah  dilahirkan. Murka Allah da-

tang ke atas mereka, akibat dosa-dosa mereka. Adakalanya 

murka itu datang dalam kehidupan di dunia ini, namun 

lebih khusus lagi murka itu akan mereka alami di dalam 

kehidupan yang akan datang. Jadi, masih beranikah kita 

menganggap ringan hal-hal yang akan membawa kita ber-

ada di bawah murka Allah? Oh, jangan. Janganlah kamu 

berkawan dengan mereka (ay. 7). “Jangan mengambil ba-

gian dengan mereka di dalam dosa-dosa mereka, supaya 

kamu tidak mendapat bagian di dalam hukuman mereka.” 

Kita berkawan dengan orang lain di dalam dosa-dosa mere-

ka, tidak saja saat  kita hidup di dalam dosa yang sama 

seperti mereka, menyetujui dan mengikuti godaan dan 

ajakan mereka untuk berbuat dosa, namun  juga saat  kita 

mendukung mereka dalam dosa-dosa mereka, mendorong 

mereka berbuat dosa, dan tidak menghalangi dan menghin-

dari mereka, sejauh kita memiliki kemampuan untuk mela-

kukannya. 

Surat Efesus 5:3-20 

 215 

(3) Perhatikan baik-baik bagaimana orang-orang Kristen harus 

hidup dengan cara yang berbeda dari yang dilakukan oleh 

orang-orang berdosa semacam itu: Memang dahulu kamu 

adalah kegelapan, namun  sekarang, dan seterusnya (ay. 8). 

Artinya, “Perbuatan-perbuatan semacam itu sangat tidak 

cocok dengan keadaanmu sekarang, sebab dahulu, sebagai 

bangsa-bangsa yang belum dilahirbarukan keadaanmu di-

penuhi dengan kegelapan, namun  sekarang kamu telah 

mengalami suatu perubahan besar.” Rasul Paulus meng-

gambarkan keadaan mereka sebelumnya secara kiasan 

sebagai kegelapan, untuk menyatakan kegelapan besar 

yang menyelimuti mereka. Mereka menjalani kehidupan 

yang jahat dan duniawi, tidak mempunyai terang pengajar-

an, tanpa pencerahan, dan kasih karunia Roh yang mulia 

di dalam diri mereka. Perhatikan baik-baik, keadaan dosa 

adalah keadaan kegelapan. Orang-orang berdosa, dapat 

disamakan seperti orang-orang yang tengah berada di 

dalam kegelapan, mereka tidak tahu harus pergi ke mana 

serta tidak tahu harus berbuat apa. Namun, kasih karunia 

Allah menghasilkan perubahan yang dahsyat di dalam jiwa 

mereka: Sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan, di-

terangi oleh firman dan Roh Allah supaya selamat. Seka-

rang, begitu kamu percaya kepada Kristus dan menerima 

Injil, Hiduplah sebagai anak-anak terang. Menurut kebu-

dayaan Ibrani, yang dimaksud dengan anak-anak terang 

adalah orang-orang yang berada di dalam keadaan terang, 

dilengkapi dengan pengetahuan dan kekudusan. “Seka-

rang, sesudah kamu menjadi seperti itu, hendaklah peri-

lakumu sesuai dengan keadaan dan kehormatanmu, serta 

hiduplah sesuai dengan kewajibanmu, seturut pengetahu-

an dan hak-hak istimewa yang kamu nikmati, dan ujilah 

apa yang berkenan kepada Tuhan (ay. 10), dengan meme-

riksa dan mencari dengan rajin apa yang telah dinyatakan 

Allah sebagai kehendak-Nya, dan tunjukkanlah bahwa 

kamu menyetujuinya dengan menyesuaikan diri dengan 

keadaan itu.” Perhatikan baik-baik, kita tidak boleh hanya 

merasa gentar dan menghindari apa yang tidak disukai 

Allah saja, namun  harus menyelidiki dan memperhatikan 

juga apa yang berkenan kepada-Nya, dengan menyelidiki 


 216

Kitab Suci dengan pandangan seperti itu, sehingga kita 

terus menjauhkan diri dari dosa-dosa ini.  

2. Rasul Paulus menguraikan beberapa penangkal untuk mela-

wan dosa-dosa itu. Seperti,  

(1) Jika kita tidak mau dijerat oleh hawa nafsu kedagingan, 

kita harus mengeluarkan buah-buah Roh (ay. 9). Hal ini di-

harapkan dari anak-anak terang, bahwa dengan dicerah-

kan, mereka juga dikuduskan oleh Roh, dan kemudian me-

ngeluarkan buah-Nya, yaitu buah kebaikan, kecenderung-

an untuk berbuat baik serta menunjukkan belas kasihan, 

dan keadilan, yang menunjukkan keadilan di dalam semua 

urusan. Jadi, dengan ketat mereka diharapkan demikian. 

namun , pada umumnya agama seluruhnya memang me-

nyangkut kebaikan dan keadilan, dan di dalamnya dan de-

ngannya harus ada kebenaran, atau ketulusan dan kelu-

rusan hati.  

(2) Kita tidak boleh bersekutu dengan dosa dan orang-orang 

berdosa (ay. 11). Perbuatan-perbuatan dosa merupakan 

perbuatan-perbuatan kegelapan. Perbuatan-perbuatan itu 

berasal dari kegelapan pengabaian. Perbuatan-perbuatan 

itu mencari kegelapan persembunyian, dan kemudian per-

buatan-perbuatan itu akan membawa kepada kegelapan 

neraka. Perbuatan-perbuatan kegelapan ini tidak berbuah-

kan apa-apa. Dalam jangka panjang tidak ada yang dapat 

diperoleh dari perbuatan-perbuatan ini, apa pun keuntung-

an yang sepertinya ditawarkan oleh dosa, sama sekali tidak 

akan dapat mengimbangi kerugiannya, sebab perbuatan-

perbuatan itu mendatangkan kehancuran dan kebinasaan 

sepenuhnya bagi orang-orang berdosa yang tidak mau ber-

tobat. Oleh sebab  itu, kita tidak boleh turut mengambil 

bagian dalam perbuatan-perbuatan yang tidak berbuahkan 

apa-apa ini. Sebagaimana kita tidak boleh melakukannya 

sendiri, kita juga tidak boleh memberikan dukungan ke-

pada orang lain dalam melakukan perbuatan-perbuatan 

ini. Ada banyak cara untuk turut mengambil bagian di da-

lam dosa-dosa orang lain, yaitu dengan memberikan puji-

an, nasihat, persetujuan, atau menyembunyikannya. Dan, 

jika kita turut mengambil bagian di dalam dosa-dosa mere-

Surat Efesus 5:3-20 

 217 

ka, kita juga akan turut mengambil bagian di dalam kutuk-

an yang mereka terima. Bahkan, jika kita terus-menerus 

mengambil bagian bersama mereka, tidak lama lagi kita 

akan berada dalam bahaya sepenuhnya bertindak seperti 

mereka. sebab  itu, dari pada turut mengambil bagian ber-

sama mereka, lebih baik kita mengecam perbuatan-perbuat-

an itu, yang menyiratkan bahwa jika kita tidak mengecam 

dosa-dosa itu, maka orang akan bersekutu dengan mereka. 

Kita harus bertindak bijaksana di dalam kedudukan kita 

untuk bersaksi melawan dosa-dosa orang lain dan berusa-

ha untuk berbicara dan menginsafkan mereka atas keber-

dosaan mereka bila ada kesempatan yang cocok dan tepat 

pada waktunya. Namun, yang utama adalah melalui keku-

dusan hidup dan tingkah laku kita yang saleh. Kita menge-

cam dosa-dosa mereka dengan berbuat saleh secara ber-

limpah-limpah. Salah satu alasan yang diberikan adalah, 

sebab menyebutkan saja pun apa yang dibuat oleh mereka 

di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan (ay. 

12). Perbuatan-perbuatan mereka itu begitu kotor dan 

menjijikkan sehingga menyebutkan saja sudah memalu-

kan, kecuali untuk maksud menegur, apalagi sampai turut 

mengambil bagian bersama mereka. Perbuatan-perbuatan 

yang mereka lakukan di tempat-tempat tersembunyi. Tam-

paknya di sini Rasul Paulus berbicara tentang penyembah-

penyembah berhala yang berasal dari bangsa-bangsa lain, 

dan mengenai rahasia-rahasia mereka yang mengerikan, 

yang dipenuhi dengan kejahatan-kejahatan yang menjijik-

kan, di mana tidak seorang pun yang boleh membocorkan-

nya sampai mati. Amatilah, seorang yang benar akan 

merasa malu berbicara tentang perbuatan-perbuatan yang 

biasa dilakukan oleh banyak orang jahat tanpa merasa 

malu. Namun, sejauh kejahatan itu muncul, orang benar 

harus menelanjanginya. Selanjutnya ada alasan lain untuk 

menegur kejahatan semacam itu: namun  segala sesuatu 

yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi nampak (ay. 

13). Bagian ini dapat diartikan sebagai berikut: “Semua 

perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, yaitu 

perbuatan-perbuatan yang harus kamu telanjangi itu, akan 

terungkap dan tampak jelas dalam warna yang sebenarnya 


 218

bagi orang-orang berdosa itu sendiri, yaitu melalui terang 

ajaran firman Allah yang ada di mulutmu, yang merupakan 

penegur-penegur yang setia, atau melalui terang yang 

mengandung pengajaran yang terpancar dari kekudusan 

kehidupanmu dan melalui jalan hidupmu yang patut 

diteladani.” Amatilah, terang firman Allah dan peneladan-

annya di dalam perilaku hidup orang Kristen, merupakan 

alat yang tepat untuk menginsafkan orang-orang berdosa 

akan dosa-dosa dan kejahatan mereka. Selanjutnya dikata-

kan, sebab semua yang nampak adalah terang, artinya, 

terang itulah yang menemukan apa yang sebelumnya 

disembunyikan di dalam kegelapan. Dan sesuai dengan itu, 

mereka yang menjadi anak-anak terang, yaitu mereka yang 

adalah terang di dalam Tuhan itu wajib menyingkapkan 

kepada orang lain akan dosa-dosa mereka, serta berusaha 

menginsafkan mereka dari kejahatan dan bahaya dosa 

mereka. Dengan demikian mereka bercahaya sebagai te-

rang di dalam dunia. Lebih jauh lagi Rasul Paulus mene-

kankan kewajiban ini dari contoh Allah atau Kristus: Itulah 

sebabnya dikatakan, dan seterusnya (ay. 14). Seolah-olah 

ia berkata, “Dalam melakukan hal ini, kamu meneladani 

Allah yang Agung, yang telah menyediakan diri untuk 

membangunkan orang-orang berdosa dari tidur mereka 

dan membangkitkan mereka dari kematian dosa, supaya 

mereka dapat menerima cahaya dari Kristus.” Ia berfirman. 

Secara terus-menerus Tuhan bersabda di dalam firman-

Nya apa yang secara lebih khusus dinyatakan di dalam 

Yesaya 60:1. Atau Kristus, yang terus-menerus memanggil 

orang-orang berdosa melalui hamba-hamba-Nya yang 

memberitakan Injil yang kekal: Bangunlah, hai kamu yang 

tidur dan bangkitlah dari antara orang mati. Hal yang sama 

di dalam pokok bahasan Rasul Paulus dituangkan oleh 

ungkapan-ungkapan yang berbeda ini. Ungkapan-ungkap-

an itu dimaksudkan untuk mengingatkan kita atas kebo-

dohan besar dan rasa aman yang menyedihkan dari orang-

orang berdosa, betapa mereka tidak menyadari bahaya 

yang mengancam mereka dan tidak sadar akan gerakan, 

perasaan hati, dan tindakan-tindakan yang bersifat ro-

haniah. saat  Allah meminta mereka bangun dan bangkit, 

Surat Efesus 5:3-20 

 219 

Ia bermaksud supaya mereka berhenti berbuat dosa de-

ngan cara bertobat dan menjalani suatu ketaatan yang 

kudus. Allah juga mendorong mereka untuk berusaha 

sekuat tenaga melakukan hal itu berdasar  janji yang 

indah itu, Dan Kristus akan memberikan cahaya kepadamu, 

atau Kristus akan menerangi kamu, atau akan bercahaya 

atas kamu. “Ia akan membawa kamu kepada pengetahuan, 

kekudusan, dan penghiburan. Ia membantumu dengan 

kasih karunia-Nya, menyegarkan pikiranmu dengan suka-

cita dan damai sejahtera di dalam dunia ini, serta pada 

akhirnya menghadiahi kamu dengan kemuliaan yang ke-

kal.” Perhatikan baik-baik, saat  kita berusaha keras 

untuk menginsafkan orang-orang berdosa dan memulihkan 

hidup mereka dari dosa-dosa yang mereka perbuat, berarti 

kita sedang meneladani Allah dan Kristus di dalam hal 

tersebut, yang merupakan rancangan besar-Nya di seluruh 

Injil. Sebagian orang memang memahami hal ini sebagai 

panggilan kepada orang-orang berdosa dan orang-orang 

kudus. Seruan untuk bertobat dan berbalik kepada orang-

orang berdosa, serta panggilan untuk menjalankan kewa-

jiban dengan penuh semangat kepada orang-orang kudus. 

Orang-orang berdosa harus bangkit dari kematian rohaniah 

mereka, dan orang-orang kudus harus bangun dari tidur 

rohaniah mereka.  

(3) Penangkal lainnya untuk melawan dosa adalah hidup de-

ngan sikap saksama, peduli, dan penuh kehati-hatian (ay. 

15): sebab  itu perhatikanlah dengan saksama, dan sete-

rusnya. Hal ini dapat dipahami dalam kaitan kedua pang-

gilan yang telah disebutkan sebelumnya, “Jika kamu ingin 

menegur orang lain akan dosa-dosa mereka dan ingin tetap 

setia kepada kewajibanmu untuk menegur mereka, maka 

kamu harus memperhatikan baik-baik keadaan dirimu 

sendiri, dan juga dengan perilaku serta perbuatanmu.” 

(Dan memang, orang-orang yang pantas untuk menegur 

orang lain adalah mereka yang benar-benar hidup dengan 

sikap yang saksama dan penuh perhatian dengan diri 

mereka sendiri). Inilah yang saya anggap sebagai maksud 

dari Rasul Paulus, yaitu mustahil dapat menjaga kemurni-

an serta kekudusan hati dan kehidupan tanpa disertai 


 220

sikap saksama dan kepedulian yang besar. Perhatikanlah 

dengan saksama, bagaimana kamu hidup, atau sebagai-

mana arti perkataan ini, hidup dengan teliti, tepat, dengan 

cara yang benar, dan supaya dapat melakukan ini, kita ha-

rus sering-sering melihat kembali peraturan dan petunjuk 

yang kita miliki dalam firman yang kudus. Janganlah 

seperti orang bebal, yang hidup sembarangan saja dan 

tidak memahami kewajibannya maupun berharganya jiwa-

nya. Orang demikian, sebab  kelalaian, kemalasan, dan 

masa bodoh, jatuh di dalam dosa dan menghancurkan diri 

sendiri. namun  hiduplah seperti orang arif, sebagai orang-

orang yang telah diajar oleh Allah dan dilengkapi dengan 

hikmat yang dari sorga. Hidup dengan saksama merupakan 

buah dari hikmat yang sejati, namun  hidup yang sebaliknya 

merupakan akibat dari kebebalan. Selanjutnya dikatakan, 

pergunakanlah waktu yang ada (ay. 16). Secara harfiah ini 

berarti, mengambil kesempatan. Ungkapan ini berasal dari 

kaum saudagar dan pedagang yang dengan rajin meng-

amati dan memanfaatkan musim-musim untuk berdagang. 

Merupakan suatu bagian besar dari hikmat orang Kristen 

untuk memanfaatkan waktu. Orang-orang Kristen yang 

baik harus menjadi bendahara yang baik atas waktu mere-

ka, dan dengan berhati-hati memanfaatkannya untuk tuju-

an-tujuan yang terbaik, dengan mewaspadai godaan-go-

daan, dengan berbuat baik kalau hal itu ada dalam kekua-

saannya, dan mengisinya dengan pekerjaan yang tepat. Ini 

merupakan suatu pelindung istimewa terhadap dosa. Mere-

ka harus menggunakan dengan sebaik mungkin masa-

masa kasih karunia sekarang ini. Waktu kita merupakan 

sebuah talenta yang diberikan Allah kepada kita untuk 

digunakan mencapai suatu tujuan yang baik. Waktu itu 

akan diboroskan dengan sia-sia serta hilang kalau tidak 

digunakan sesuai dengan rancangan-Nya. Jika sebelum ini 

kita telah kehilangan begitu banyak waktu, kita harus ber-

usaha keras untuk menebusnya kembali dengan melipat-

gandakan kerajinan dalam melaksanakan kewajiban kita di 

kemudian hari. Alasan yang diberikan di sini adalah sebab  

hari-hari ini adalah jahat, oleh sebab  kejahatan orang-

orang yang hidup di hari-hari tersebut, atau tepatnya 

Surat Efesus 5:3-20 

 221 

“sebab  waktu-waktu tersebut sangat menyusahkan dan 

berbahaya bagi kamu yang hidup di dalamnya.” Ada masa-

masa penganiayaan saat  Rasul Paulus menulis sebagai 

berikut: Orang-orang Kristen selalu ada dalam bahaya se-

tiap waktu. saat  hari-hari merupakan hari yang jahat, 

kita mempunyai satu alasan tambahan untuk memanfaat-

kan waktu, khususnya sebab  kita tidak tahu berapa lama 

lagi waktu akan berubah menjadi lebih buruk daripada 

sekarang. Orang sangat condong mengeluhkan hari-hari 

yang buruk, dan itu lebih baik jika dapat mendorong mere-

ka untuk memanfaatkan waktu. “Sebab itu,” kata Rasul 

Paulus (ay. 17), “sebab  buruknya waktu itu, janganlah 

kamu bodoh, jangan masa bodoh dengan kewajibanmu dan 

tidak peduli dengan jiwamu, namun  usahakanlah supaya 

kamu mengerti kehendak Tuhan. Pelajari, pertimbangkan, 

dan kenali lebih jauh kehendak Allah bagi dirimu sendiri, 

sebagai kewajibanmu.” Amatilah, mengabaikan kewajiban 

kita dan tidak peduli dengan keadaan jiwa kita, merupakan 

bukti kebodohan terbesar, sedangkan mengenal kehendak 

Allah dan peduli untuk menaatinya, membuktikan hikmat 

yang terbaik dan sejati.  

II. Di dalam tiga ayat berikutnya, Rasul Paulus memperingatkan ten-

tang beberapa dosa khusus dan menegaskan beberapa kewajiban 

lain, 

1. Ia memperingatkan tentang dosa kemabukan: Dan janganlah 

kamu mabuk oleh anggur (ay. 18). Dosa ini adalah dosa yang 

sangat sering dilakukan di antara para penyembah berhala, 

khususnya pada hari-hari raya dewa-dewa mereka, dan lebih 

khusus lagi di dalam pesta mabuk-mabukan mereka yang 

sangat riuh rendah, di mana mereka terbiasa merangsang diri 

sendiri dengan air anggur, dan segala jenis hawa nafsu yang 

rendah akan bermunculan dari situ. Itulah sebabnya Rasul 

Paulus menambahkan kata, sebab , atau di dalam keadaan 

mabuk, akan mendatangkan percabulan (TL). Kata asōtia dapat 

berarti kemewahan atau kesenangan hawa nafsu yang ber-

lebihan. Dapat dipastikan bahwa kemabukan tidak mungkin 

bersanding dengan pengekangan hawa nafsu cabul dan kesu-

cian hidup, dan hampir sepenuhnya mengandung semua jenis 


 222

hawa nafsu yang berlebihan, serta membawa orang kepada 

kesenangan daging yang tidak senonoh dan kejahatan yang 

sangat besar. Perhatikan baik-baik, kemabukan merupakan 

dosa yang sangat jarang berjalan sendiri, namun  sering melibat-

kan orang dalam berbagai jenis kesalahan lain. Dosa itulah 

yang sangat membangkitkan murka Allah, dan menjadi ha-

langan besar bagi kehidupan rohaniah. Rasul Paulus tampak-

nya ingin menunjukkan bahwa segala jenis hawa nafsu berle-

bihan yang tidak terkendali itu bertolak belakang dengan peri-

laku sadar dan berhati-hati yang ia maksudkan di dalam nasi-

hatnya, yaitu untuk mempergunakan waktu sebaik-baiknya.  

2. Daripada mabuk oleh anggur, Rasul Paulus menasihati supa-

ya mereka penuh dengan Roh. Orang-orang yang mabuk oleh 

anggur tidak mungkin dipenuhi dengan Roh. Itulah sebabnya 

nasihat ini dipertentangkan dengan dosa yang telah disebut-

kan sebelumnya. Maksud nasihat ini adalah supaya manusia 

berusaha dipenuhi oleh kasih karunia Roh, yang akan meme-

nuhi jiwa mereka dengan sukacita, kekuatan, dan keberanian 

besar, yaitu hal-hal yang diharapkan oleh orang-orang duniawi 

itu dari pengaruh air anggur mereka. Kita tidak berdosa bila 

kita berusaha untuk mendapatkan hal-hal demikian dari Roh 

secara berlebihan, bahkan kita tidak boleh merasa puas de-

ngan kasih karunia yang sedikit dari Roh, melainkan harus 

mengharapkan kasih karunia itu sepenuh-penuhnya. Nah, 

dengan demikian, inilah yang dimaksudkan dengan supaya 

kamu mengerti kehendak Tuhan. Sebab, Roh Allah diberikan 

sebagai Roh hikmat dan pengertian. Dan sebab  orang-orang 

yang dipenuhi dengan Roh akan dituntun ke dalam segala 

perbuatan saleh, maka Rasul Paulus menasihati, 

3. Supaya mereka bernyanyi bagi Tuhan (ay. 19). Orang-orang 

yang mabuk biasa menyanyikan lagu-lagu yang bersifat cabul 

dan tidak senonoh. Orang-orang Romawi dahulu saat  sedang 

berpesta pora dan bermabuk-mabukan dalam pesta Dionysus, 

biasanya mengumandangkan lagu-lagu pujian kepada Dewa 

Dionysus, yang mereka anggap sebagai dewa anggur. Seperti 

itulah mereka mengungkapkan rasa sukacita mereka. namun , 

sukacita orang Kristen haruslah kidung puji-pujian kepada 

Allah mereka. Melalui puji-pujian ini, mereka berkata-kata 

seorang kepada yang lain di dalam perkumpulan-perkumpulan 

Surat Efesus 5:3-20 

 223 

jemaat dan pertemuan-pertemuan mereka, untuk saling mem-

bangun. Yang dimaksudkan dengan mazmur adalah mazmur-

mazmur Daud, atau komposisi sejenisnya yang cocok dinya-

nyikan dengan alat musik. Yang dimaksud dengan kidung puji-

pujian atau himne adalah sejenis nyanyian yang dibatasi dalam 

lingkup puji-pujian, seperti kidung oleh Zakharia, Simeon, dan 

lain-lain. Sedangkan nyanyian rohani mengandung isi, peng-

ajaran, nubuat, sejarah, dan lain-lain yang lebih beragam. 

Amatilah di sini, 

(1) Melantunkan mazmur dan kidung puji-pujian merupakan 

ketetapan Injil. Ketetapan itu berasal dari Allah, dan dituju-

kan untuk kemuliaan-Nya.  

(2) Walaupun Kekristenan merupakan musuh bagi hura-hura 

duniawi, namun Kekristenan juga mendorong umatnya un-

tuk bersukacita dan bergembira, dan semacamnya. Umat 

Allah mempunyai alasan untuk bersukacita dan bernyanyi-

nyanyi sebab  sukacita. Mereka harus bernyanyi dengan 

segenap hati, bukan saja dengan suara mereka, melainkan 

juga dengan hati mereka. Dengan begitu perbuatan mereka 

ini akan menyenangkan hati Allah dan berkenan kepada-

Nya, sebagaimana musik memberikan kesenangan kepada 

kita. Dan nyanyian itu harus dinyanyikan dengan maksud 

untuk menyenangkan Dia dan membesarkan kemuliaan-

Nya, supaya nyanyian itu berkenan kepada Tuhan.  

4. Ucapan syukur merupakan kewajiban lain yang dinasihatkan 

Rasul Paulus kepada mereka (ay. 20). Kita diperintahkan 

untuk menyanyikan mazmur dan seterusnya, untuk mengung-

kapkan rasa terima kasih kita kepada Allah. Namun, walau-

pun tidak selalu bernyanyi, janganlah kita lalai dalam kewajib-

an mengucap syukur ini, sebab  kita tidak pernah kehilangan 

alasan untuk mengucap syukur. Kita harus mengucap syukur 

senantiasa sepanjang umur hidup kita, dan kita harus meng-

ucap syukur atas segala sesuatu, tidak saja untuk berkat-

berkat rohaniah yang telah dinikmati (yang sudah ada di 

tangan kita) dan perkara-perkara yang kekal yang diharapkan 

(yang kita miliki dalam pengharapan), namun  juga untuk ber-

bagai belas kasihan yang sementara sifatnya. Tidak saja untuk 

penghiburan-penghiburan, namun  juga untuk segala penderita-


 224

an yang menguduskan kita. Tidak saja untuk berkat-berkat 

langsung untuk diri kita sendiri, namun  juga atas kebaikan dan 

karunia yang diterima orang lain. Menjadi kewajiban kita 

untuk mengucap syukur atas segala sesuatu dalam nama 

Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita. Kepada 

Allah sebagai Bapa Tuhan kita Yesus Kristus dan Bapa kita di 

dalam Dia, yang di dalam nama-Nya kita menaikkan semua 

doa, pujian, dan ibadah rohani kita, supaya semua itu dapat 

berkenan kepada Allah.  

Kewajiban-kewajiban Suami dan Istri 

(5:21-33)  

21. dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan 

Kristus. 22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, 23 

sebab  suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. 

Dialah yang menyelamatkan tubuh. 24 sebab  itu sebagaimana jemaat 

tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala 

sesuatu. 25 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah menga-

sihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya 26 untuk mengudus-

kannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan 

firman, 27 supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-

Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, namun  

supaya jemaat kudus dan tidak bercela. 28 Demikian juga suami harus 

mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi 

isterinya mengasihi dirinya sendiri. 29 Sebab tidak pernah orang membenci 

tubuhnya sendiri, namun  mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti 

Kristus terhadap jemaat, 30 sebab  kita adalah anggota tubuh-Nya. 31 Sebab 

itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan 

isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. 32 Rahasia ini besar, 

namun  yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. 33 Bagai-

manapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti 

dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya. 

Di sini Rasul Paulus mulai memberikan nasihat-nasihatnya mengenai 

kewajiban-kewajiban dalam hubungan satu sama lain. Sebagai dasar 

umum untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban ini, ia menyatakan 

peraturan itu (ay. 21). Orang-orang Kristen berutang untuk saling 

merendahkan diri, merendahkan hati untuk saling menanggung 

beban, tidak meninggikan diri di atas orang lain, juga tidak saling 

ingin menguasai. Rasul Paulus menjadikan dirinya sebagai teladan 

watak seorang Kristen yang sejati, sebab ia telah menjadi segala-

galanya bagi semua orang. Kita harus memiliki roh yang tunduk dan 

rendah hati, dan siap menjalankan semua tugas sesuai tempat dan 

tugas masing-masing yang telah ditetapkan Allah bagi kita di dalam

Surat Efesus 5:21-33 

 225 

dunia ini. Di dalam takut akan Allah, yaitu, sepanjang itu selaras 

dengan takut akan Allah demi kepentingan-Nya, dan dengan kesadar-

an hati nurani kepada-Nya. Dengan ini kita dapat membuktikan bah-

wa kita sungguh-sungguh takut kepada-Nya. Di mana ada kerendah-

an hati dan rasa tunduk satu terhadap yang lain, maka semua ke-

wajiban dari segala hubungan dengan sesama akan dapat dilaksana-

kan dengan lebih baik. Dari ayat 22 sampai ayat terakhir Rasul 

Paulus berbicara mengenai kewajiban suami dan istri. Ia membicara-

kan hal ini sesuai dengan tata aturan Kristen, dengan menempatkan 

jemaat sebagai contoh ketaatan istri, dan Kristus sebagai teladan 

kasih bagi suami.  

I. Kewajiban yang ditentukan bagi kaum istri adalah tunduk kepada 

suami mereka masing-masing di dalam Tuhan (ay. 22). Ketun-

dukan istri termasuk menghormati dan menaati suami, yang 

didasarkan atas kasih kepadanya. Mereka harus melakukan hal 

ini sebagai ketaatan kepada kekuasaan Allah, yang memerintah-

kannya, supaya mereka melakukannya seperti kepada Tuhan. Hal 

itu juga dapat dipahami sebagai suatu kiasan perbandingan dan 

persamaan, sehingga pengertiannya dapat menjadi, “Sebab de-

ngan beribadah kepada Allah, engkau menundukkan diri kepada 

suami.” Dari pengertian yang pertama, kita dapat melihat bahwa 

dengan melaksanakan segala kewajiban kita dengan sungguh-

sungguh kepada sesama makhluk ciptaan, maka itu berarti kita 

mematuhi dan menyenangkan hati Allah. Dari pengertian kedua, 

kita melihat bahwa Allah tidak saja menghendaki dan menuntut 

kewajiban yang dapat mendatangkan kehormatan secara lang-

sung kepada-Nya, namun  juga mendatangkan rasa hormat kepada 

sesama kita. Rasul Paulus memberikan alasan mengapa kaum 

istri harus tunduk kepada suami: sebab  suami adalah kepala 

istri (ay. 23). Kiasan ini diambil dari kepala tubuh jasmani manu-

sia, yang menjadi tempat dari berbagai alasan, hikmat, dan pe-

ngetahuan, serta sumber dari segala macam pengertian dan ge-

rakan, serta merupakan anggota tubuh yang lebih unggul diban-

dingkan dengan anggota tubuh selebihnya. Melalui penciptaan, 

Allah telah menganugerahkan keunggulan dan hak untuk meng-

atur dan menguasai, dan di dalam hukum hubungan dengan se-

sama yang mula-mula dikatakan bahwa, engkau akan berahi ke-

pada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu. Ketidaknyamanan 


 226

apa pun yang timbul akibat hukum ini merupakan akibat dari 

dosa yang masuk ke dalam dunia ini. Lagi pula, pada umumnya 

laki-laki (yang seharusnya demikian) memiliki keunggulan dalam 

hal hikmat dan pengetahuan. Itulah sebabnya mengapa ia men-

jadi kepala, sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Terdapat 

kemiripan dari kekuasaan Kristus atas jemaat dalam hal keung-

gulan dengan kepemimpinan yang telah ditetapkan Allah bagi 

suami. Rasul Paulus menambahkan bahwa, Dialah yang menyela-

matkan tubuh. Kekuasaan Kristus digunakan atas jemaat untuk 

menyelamatkannya dari yang jahat, dan untuk memenuhinya 

dengan semua yang baik. Sama dengan itu, suami harus menjadi 

tempat perlindungan dan penghiburan bagi pasangannya. Dan 

itulah sebabnya mengapa istri harus menundukkan diri dengan 

lebih riang gembira kepada suaminya. Begitulah yang dikatakan 

berikutnya, sebab  itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus 

(ay. 24), dengan penuh sukacita, dengan kesetiaan, dan dengan 

kerendahan hati, demikian jugalah istri tunduk kepada suami 

dalam segala sesuatu, dalam segala sesuatu sejauh jangkauan 

batas kekuasaan mereka yang pantas, dalam segala sesuatu yang 

diperbolehkan dan sesuai dengan kewajiban kepada Allah.  

II. Di lain pihak, kewajiban suami adalah mengasihi istri (ay. 25). 

Sebab tanpa ini mereka akan menyalahgunakan keunggulan dan 

kepemimpinan mereka, dan hal ini harus dilakukan sebagaimana 

seharusnya, sebab  akan mempengaruhi kewajiban-kewajiban 

lainnya dalam hubungan suami-istri, sebab perasaan kasih terse-

but memang sangat khusus dan istimewa yang dikehendaki bagi 

sang istri. Kasih Kristus kepada jemaat dikemukakan sebagai 

teladan untuk hal ini, di mana kasih-Nya merupakan kasih sa-

yang yang tulus, murni, bergairah, dan tetap, walaupun adakala-

nya jemaat bersalah sebab  ketidaksempurnaan dan kegagalan 

mereka. Kebesaran kasih-Nya terhadap jemaat tampak saat  Ia 

memberikan diri-Nya sampai mati. Perhatikan baik-baik, sebagai-

mana ketundukan kasih jemaat kepada Kristus dikemukakan 

sebagai hal yang patut dicontoh oleh para istri, begitu jugalah 

kasih Kristus kepada jemaat dikemukakan sebagai teladan bagi 

para suami. Sementara contoh-contoh tersebut diberikan kepada 

suami dan istri, dan begitu banyak yang dituntut dari masing-

masing pihak, tidak ada alasan untuk mengeluhkan keputusan 

Surat Efesus 5:21-33 

 227 

ilahi itu. Kasih yang dituntut Allah dari pihak suami untuk kepen-

tingan istrinya, akan mendatangkan ketundukan yang Ia tuntut 

dari sang istri kepada suaminya. Dan sebaliknya, ketundukan 

dari sang istri akan mendatangkan balasan yang berlimpah dari 

kasih sang suami yang ditetapkan Allah sebagai hak sang istri. 

sesudah  Rasul Paulus menyebutkan kasih Kristus kepada jemaat 

dan membicarakannya secara panjang lebar, ia memberikan 

alasan mengapa Kristus menyerahkan diri-Nya bagi jemaat, yaitu 

supaya Ia dapat menguduskannya di dalam dunia ini, dan mem-

permuliakannya kelak di dalam sorga: Untuk menguduskannya, 

sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air 

dan firman (ay. 26), yaitu supaya Ia dapat memberkati seluruh 

umat-Nya dengan dasar kekudusan serta melepaskan mereka dari 

kesalahan, pencemaran, dan kekuasaan dosa. Alat-alat pembantu 

yang terpengaruh dengan hal itu adalah sakramen-sakramen 

yang dilembagakan, khususnya permandian melalui baptisan dan 

pemberitaan serta penerimaan Injil. Supaya dengan demikian Ia 

menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya, dan seterusnya (ay. 27). 

Dr. Lightfoot (pujangga gereja di Inggris abad ketujuh belas – pen.) 

berpendapat bahwa Rasul Paulus di sini menyinggung kecermatan 

luar biasa pada orang-orang Yahudi dalam hal pembasuhan un-

tuk pentahiran. Mereka begitu berhati-hati hingga menjaga agar 

kerut pun jangan sampai menghalangi tubuh dari air, dan supaya 

tidak ada cacat dan kotoran yang tidak terbasuh seluruhnya. Se-

bagian orang lain berpendapat bahwa Rasul Paulus menyinggung 

tentang sepotong jubah yang baru diterima dari seorang tukang 

binatu. Jubah itu dibersihkan dari segala cacat, diregangkan dari 

segala kerut. Yang pertama adalah cacat sebab  baru berkerut, 

dan yang berikutnya kerut sebab  rentang waktu yang panjang 

dan kebiasaan. Supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat 

di hadapan diri-Nya, supaya Ia dapat mempersatukan jemaat de-

ngan diri-Nya secara sempurna pada hari yang mulia itu, sebuah 

jemaat yang cemerlang, sempurna dalam pengetahuan dan keku-

dusan, tanpa cacat atau kerut, atau yang serupa dengan itu, tanpa 

ada kelainan bentuk atau pencemaran yang tertinggal, namun  selu-

ruhnya indah dan menyenangkan di pemandangan-Nya, kudus 

dan tidak bercela, bebas dari sisa-sisa dosa sekecil apa pun. 

Jemaat pada umumnya dan orang-orang percaya pada khusus-

nya, tidak akan tanpa cacat atau kerut sampai mereka tiba pada 


 228

kemuliaan. Secara bersama-sama, dari ayat ini dan ayat yang se-

belumnya, kita dapat memperhatikan bahwa pemuliaan jemaat 

ada di dalam pengudusannya, dan bahwa mereka, dan hanya 

mereka saja yang dikuduskan sekarang, yang akan dimuliakan 

dalam kehidupan yang akan datang. Demikian juga suami harus 

mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri, dan seterusnya 

(ay. 28). Istri menjadi satu dengan suaminya (bukan secara 

daging, namun  secara hukum dan dalam hubungan), inilah alasan 

mengapa suami harus mengasihi istrinya di dalam kasih sayang 

yang sebaik dan sehangat mungkin, sebagaimana ia mengasihi 

dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya 

sendiri (ay. 29) – (tidak ada orang yang berpikiran sehat akan 

membenci dirinya sendiri, betapa pun cacatnya, atau betapa tidak 

sempurnanya dia). Sama sekali bertentangan dengan itu, ia menga-

suhnya dan merawatinya. Ia memperlakukan dirinya dengan penuh